Pencarian

Pendekar Bloon 5

Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 5


aku dapat melihat kalau leherku engkau cekik. Lepaskan !"
Raksasa dari Persia itu serta merta melepaskan cekikannya
dan Blo"on pun mengamati keadaan orang itu.
"O, lalu bagaimana cara membukanya ?" tanya Blo'on.
"Pakai kunci." "Mana kuncinya ?"
"Ada pada si kate Lo Kun itu !" kata Somali sambil
menunjuk pada kakek Macan Hitam.
Blo'on memandang Lo Kun : "Hai, Lo Kun aku anak raja,
apakah engkau berani kepadaku?"
"Tidak !" sahut kakek linglung itu.
"Apa engkau berani membantah perintahku","
"Juga tidak ..."
"Bagus, Lo Kun," seru Blo'on, "sekarang kuperintahkan
supaya engkau menyerahkan kunci itu kepadaku. Awas,
engkau harus menurut !"
"Tetapi ..." "Tetapi bagaimana ?"
"Tetapi baginda Ing Lok pesan wanti-wanti kepadaku,
jangan sekali-kali melepaskan Somali. Dia seorang manusia
yang berbahaya !" "Tidak apa," sahut Blo'on, "soal itu aku nanti yang bilang
kepada raja. Bukankah aku ini anak raja " Tentu saja aku
berani bicara dengan ayahku."
Lo Kun masih sangsi. Ia berpaling memandang kakek
Kerbau Putih. Maksudnya hendak bertanya, tetapi karena
kakek Kerbau Putih itu juga seorang kakek linglung, dia malah
deliki mata kepada Lo Kun : "Apa " Engkau berani
membangkang perintah anak raja" Lekas berikan kunci itu!"
"O, ya, benar, benar," kakek Macan Hitam itu berkata
seorang diri, "kalau anak raja yang memerintah, aku wajib
menurut . . ," Ia terus merogoh saku bajunya dan mengeluarkan dua
buah anak kunci, diserahkan kepada Blo'on. Blo'on pun
membuka borgolan tangan dan kaki Somali.
"Somali, sekarang engkau sudah bebas, engkau harus ikut
aku," kata Blo'on. Somali tegang sekali tampaknya berpuluh-puluh tahun ia
dipenjara dalam tempat di bawah tanah dari sebuah guha di
dasar lembah. Kini dia sudah bebas. Ya, dia akan melihat
dunia lagi. Dia akan pulang ke negerinya . . .
"Wahai ..." serentak ia berbangkit tetapi seketika itu juga ia
terkulai jatuh ke tanah lagi. Dicobanya untuk bangun, tetap ia
rubuh lagi. "Ah mengapa kakiku sudah tak bertenaga "
Lumpuh " Ah, benar . . aku memang sudah lumpuh !"
Somali menjerit dan memekik. Meratap dan mengerang
ketika mengetahui keadaan dirinya. Berpuluh tahun ia harus
duduk, maka menyebabkan kedua kakinya lumpuh. Karena ia
seorang raksasa yang tinggi, kalau berdiri kepalanya akan
menyundul terali besi di atas. Maka berpuluh tahun ia terpaksa
harus duduk dan merangkak. Akibatnya, ia menjadi lumpuh
kaki. Cepat ia merangkak keluar dan tiba-tiba terus
mencengkeram kakek Lo Kun : "Engkau, kakek bangsat, yang
menyebabkan aku lumpuh begini !"
Habis berkata ia terus ayunkan tinju ke arah kepala kakek
Macan Hitam itu. Krak, krak, terdengar dua buah pukulan
melanda. Kakek Kerbau Putih dan Blo'on serempak
menghantam Somali. Raksasa itu terdampar ke belakang dan
terlepaslah kakek Macan Hitam.
"Somali, engkau manusia jahat!" teriak Blo'on marah,
"mengapa engkau menyerang kakek Lo Kunl "
"Lihat kakiku yang lumpuh ini! Bukankah ia yang
menyebabkannya" teriak Somali.
"Bukan," sahut Blo'on, "dia hanya melakukan kewajiban.
Yang memberi perintah ialah raja !"
"Salahmu, mengapa engkau berani mengganggu selir raja
yang cantik." kakek Lo Kun pun ikut mendamprat.
"Ya, kalau minta kawin, bilang pada raja, tentu akan diberi
wanita cantik, mengapa engkau berani kurang ajar terhadap
selir raja " Masih untung raja hanya melempar engkau di sini,
engkau tidak dibunuh saat itu," kakek Kerbau Putih
menambah dampratan. Somali tertegun diam. Sampai beberapa saat ia diam saja.
"Somali, engkau seorang sakti, walau pun kakimu lumpuh
tetapi engkau masih dapat bergerak lincah. Mari ikut aku
keluar dari tempat ini," kata Blo'on menghibur raksasa itu.
"Ya, kalian benar. Memang di negeriku, kalau orang yang
berani mengganggu selir raja. tentu akan menerima hukuman
ngeri. Kedua tangan dan kakinya diikat dengan empat ekor
kuda lalu kuda Ku disuruh lari ke empat penjuru sehingga
tubuh orang itu sempal jadi empat ..."
"Huh, ngeri ! Jangan cerita semacam itu" seru Blo'on seraya
ayunkan langkah. Ketika ia hendak membuka pintu yang bercat kuning. kakek
Lo Kun berteriak : "Hai, mengapa engkau hendak masuk ke
situ " Itu tempat simpanan harta permata raja."
"O," seru Blo'on malah terus membuka. Ketika melangkah
ke dalam, ia ternganga keheranan. Ternyata di ruang itu
terdapat empat buah peti berisi harta kekayaan yang tak
ternilai harganya. Intan, petak, emas, permata, ratna mutu manikam dan
zamrud yang berkilau-kilauan memancarkan cahayanya yang
gilang gemilang. Benda-Benda pusaka dan barang-barang
berharga yang tak terdapat di dunia.
"Milik siapakah ini ?" tanya Blo'on.
"Raja," sahut kakek Lo Kun.
"Kalau begitu, aku berhak mengambil. Bukankah aku ini
anak raja ?" kata Blo'on seraya memandang Lo Kun. Kakek itu
mengangguk perlahan Blo'on memeriksa isi keempat peti itu. Tak henti-hentinya ia
mengangguk kepala. Setelah selesai memeriksa, ia berkata :
"Sekarang kalian harus menjawab pertanyaanku."
"Somali, apakah tujuanmu sekeluarnya dari tempat ini ?"
tanyanya kepada si raksasa.
"Pulang ke Persia."
"Baik, engkau boleh mengambil permata dari uang yang
engkau sukai untuk bekal perjalanan" Somali terbelalak.
'"Lekas, aku yang memberi ijin!" bentak Blo'on. Somali
merangkak menghampiri peti. Ia mengambil segenggam
permata dan segenggam uang emas. Lalu menyisih ke
samping. "Sudah hanya sebegitu saja?" tanya Blo"on.
"Ya, terima kasih."
Blo'on memandang kakek Lo Kun, serunya : "Hai, Lo Kun,
engkau sudah memenuhi tugasmu dengan baik. Sekarang
mana yang engkau pilih, ambil saja !"
"Buat apa ?" kakek Lo Kun bertanya.
"Engkau dapat menjadi orang kaya raya, punya rumah
besar, punya banyak bujang, bisa cari isteri cantik. punya
uang, engkau akan jadi seperti raja. Setiap orang
menghormati engkau !"
Tiba-Tiba kakek Lo Kun tertawa keras.
"Ha, ha, ha, ha ... . "
---ooo0dw0ooo--- Jilid 7 Putera raja Blo'on tercengang heran melihat kakek pendek itu tiba-tiba
tertawa keras. "Mengapa engkau tertawa ?" tegurnya.
"Aku tertawa karena geli. Geli engkau hendak memikat aku
dengan harta itu ! Kalau aku mau, bukankah dulu-dulu sudah
kuambil semua. Kubiarkan si raksasa itu mati kelaparan lalu
aku pergi ke kota "Lho, setan tua, engkau hendak pindah " A-pa engkau
sudah mengaku kalah ?" tiba-tiba pula kakek Kerbau Putih
berseru. Kakek Lo Kun deliki mata : "Goblok Siapa yang mau pindah
" Aku tak sudi pindah dari bini. Aku mau menunggu engkau
sampai mati, baru aku pikir-pikir lagi."
Blo'on menyengir kuda Ia malu karena disemprot oleh
kakek Lo Kun. "Engkau seorang kakek setya," akhirnya ia memuji, "nanti
kalau aku pulang ke istana, akan kulaporkan jasamu kepada
raja ..." "Jangan !" teriak kakek Lo Kun pula, "apa itu jasa ! Engkau
tahu siapa aku ini T' "Aku baru kenal sekarang, bagaimana aku tahu dirimu
siapa?" jawab Blo'on.
"Dengarkan," kata kakek itu, "aku adalah pengawal peribadi
dari Cu Gjan-ciang yang kemudian menjadi raja Beng yang
pertama Setelah jadi raja, Cu Goan-ciang mengangkat aku
sebagai kepala Gi-lim-kun (bayangkara istana) dengan
pangkat Ciangkun (jenderal) ..."
la berhenti sejenak lalu melanjutkan : "Sesungguhnya aku
malu melihat tubuhku yang pendek. Para anggauta Gi lim kun
bertubuh tinggi besar dan kekar. Tetapi mereka takut
kepadaku. Mereka menyebut aku "tayjin" (paduka tuan).
Kutolak Karena tubuhku pendak kecil, kusuruh mereka
menyebut "siau-jin" (orang rendah). Mereka tertawa tetapi tak
berani dimukaku, melainkan dibelakang-ku. Pun ketika raja
mengumumkan kenaikan pang \katku menjadi ciang-kun
(jenderal), orang yang menghormat aku dengan panggilan
'ciangkun' kumarahi dan kusuruh bilang "lo-kun' saja. Hingga
sampai sekarang aku disebut orang Lo Kun."
"Pada suatu hari, raja memanggil aku. Aku disuruh menikah
dengan gadis atau wanita mana saja yang kupilih. Tetapi raja
Beng Thay-cou itu kubantah habis-habisan : "Buat apa
kawin?" "Eh, Lo Kun, engkau sudah cukup tua. Engkau harus
beristeri supaya punya anak. Besok kalau engkau tua atau
sakit, biar ada yang merawat," kata baginda.
"Tidak bisa," aku membantag. "aku malu. Diriku begini
pendek, masa ada wanita yang mau"
"Jangan kuatir," kata baginda, "aku yang mencarikan
wanita itu. Tentu dia mau dan engkau tentu puas mendapat
isteri cantik." "Tidak bisa." kubantah lagi, "aku kasihan."
"Kasihan kepada siapa ?"
"Kasihan kepada isteriku dan anakku. Isteri-ku tentu malu
mempunyai suami orang kate. Anakku tentu besok juga
pendek. Dia pun akan menderita ejekan orang. Lebih baik aku
sendiri saja yang menanggung."
"Lo Kun, jangan membawa kemauanmu sendiri engkau
harus kawin dengan wanita yang kupilihkan !" akhirnya
baginda marah. Dan terpaksa aku menurut.
"Aku dinikahkan dengan seorang puteri tiko-jin (residen)
wilayah Siamsay," kakek Lo Kun melanjutkan kisahnya.
"katanya, puteri itu cantikdan pandai masak, pandai menjahit
dan pintar menggubah syair ..."
"Setan tua, rejekimu besar sekali !" tiba-tiba kakek Kerbau
Putih menyelutuk. "Jangan memutus ceritaku, kerbau tua, kakek
Lo Kun deliki mata. Lalu melanjutkan lagi :
"Dengan diantar oleh rombongan pembesa kerajaan, aku
menuju ke Siam-say. Upacara dilakukan besar-besaran sampai
tujuh hari tujuh malam sehingga aku tak sempat menjenguk
isteriku Aku sibuk menerima ucapan selamat dari para penv
be?ar daerah dan orang-orang terkemuka. Setelah tujuh hari,
kusuruh rombongan pengiringku pulang dulu. Sebulan lagi aku
bersama isteri baru kembali ke kota kerajaan.
Demikian pada malam itu, akupun masuk ke dalam kamar
pengantenku. Ya, isteriku yang muda dan cantik akan kupeluk
dan kucium sepuas-puasnya. Ah. ah. celaka . . hatiku mulai
berdebar-debar lagi seperti hari itu . , . " tiba-tiba kakek Lo
Kun mendekap dadanya. Rupanya karena membayangkan
peristiwa malam pengantinnya ia menjadi tegang lagi.
"Kamar pengantin hanya diterangi dengan sebatang lilin
yang redup. Ranjangnya dicat meral dengan ukir-ukiran
gambar naga dan burung cenderawasih emas. Kain
selambunya bersulam bunga dan bidadari. Kain sprei dan
bantalnya, aduh mak . . . putih bersih dengan sulaman bunga
seruni yang timbul. Baunya harum bukan buatan. Ai, baru
pertama itu seumur hidupku, akan tidur dalam ranjang yang
begitu indah . . ." Blo'on, Somali dan kakek Kerbau Putih terlongong-longong
mendengarkan. "Isteriku belum tidur. Masih duduk ditempat tidur
menunggu aku," kata kakek Lo Kun pula, aku kuatir membikin
kaget dia maka dengan berhati-hati aku berjalan berjingkatjingkat
menghampirinya ...."
"Aneh," pikirku, "waktu bertemu dalam upacara pernikahan,
kulihat isteriku itu seorang nona yang bertubuh langsing kecil,
berkulit putih seperti salju. Tetapi saat itu. kulihat tubuhnya
gemuk. Apakah selama dalam waktu tujuh hari saja, orang
dapat berobah gemuk sekali " Dan kulihat pula kulitnya tidak
seputih tujuh hari yang lalu. Agak merah. Eh, ternyata sampai
saat ia berada dalam kamar pengantin, ia masih memakai
kerudung muka. Ho. tentu kerudung itu mempelai lelaki yang
membuka. Selama mempelai lelaki tak membuka. mempelai
perempuan harus tetap memakainya..."
"No .... eh, isteriku, .mengapa engkau tak tidur lebih dulu?"
tegurku dengan seramah-ramahnya
Isteriku diam saja, Oh, dia tentu marah, pikirku.
"Isteriku, maafkanlah aku," aku dengan tertawa merayunya,
"karena tetamu-tetamu tak habis-habisnya pulang dan pergi,
pergi satu datang lima, aku sampai loyo menerima pemberian
selamat mereka. Perutku sampai mulas karena terus menerus
harus menemani mereka minum arak pengantin ..."
Isteriku tetap diam "Maaf, isteriku, kutahu bagaimana perasaanmu sebagai
pengantin baru Ecgkau tentu kesepian dan kesal hati karena
menunggu kedatanganku. Ah, sekarang aku sudah datang,
isteriku. Malam ini kita benar-benar akan teranggap sebagai
suami isteri, sampai kakek-kakek nenek-nenek . . .
Tetap ia diam saja. "Isteriku, betapa bahagia kita nanti. Punya anak laki yang
bagus, anak perempuan yang cantik, punya cucu, buyut, cicit .
. . ai. tiap tahun baru mereka asan berkunjung ke rumah kita


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menghaturkan selamat kepada kita. Anak, menantu, cucucucu
sayang pada kita. Kalau sudah tua kita tak perlu kerja.
Anak cucu yang akan memelihara!
"Eh, mengapa engkau diam saja, isteriku" Apakah engkau
masih marah kepadaku " Oh, aku memang bersalah, tak
segera datang kesini sampai tujuh hari Ya. ya, isteriku, aku
akan berlutut dan memberi hormat kepadamu, sampai engkau
mencegah baru aku berhenti. Nah, aku mulai ..."
"Aku terus berlutut dibawah kaki isteriku dan paykui
(memberi hormat dengan menundukkan kepala sampai ke
tanah). Sekali, dua kali, tiga, empat, lima samyai sepuluh,
terus duapnluh tiga empat, limapuluh, lama-lama meningkat
sampai seiatus kali dan terus saja aku paykui . . .
"Hampir dua jam lamanya aku memberi hormat dengan
menunduk dan mengangkat kepala itu tetap isteriku diam
saja. Lama kelamaan aku pusing Kalau terus menerus
jengkang-jengking begitu aku bisa pingsan. Aneh, mengapa
dia diam saja " Apakah dia benar-benar marah sekali
kepadaku ?" Karena memikir begitu, aku tak dapat menahan sabar lagi
dan berseru: "O, isteriku, aku sudah kapok. Tak berani
menyiksa engkau lagi. Suruhlah aku berhenti, isteriku, biar aku
jangan pusing Kalau aku pingsan, bukankah engkau sendiri
yang akan sibuk menolong. Sudahlah, isteriku, perintahkanlah
supaya aku berdiri ..."
Walaupun aku meratap-ratap minta ampun tetap isteriku
diam saja. Lama kelamaan, aku tak kuat. Pikirku : "Hm, baru
jadi mempelai baru sudah begitu kejam menyiksa aku. Kalau
sudah jadi isteriku, kelak kepalaku tentu diinjak-injak. Hm,
suami harus keras, harus berwibawa, supaya isteri takut dan
menghormati. Mumpung masih baru, dia harus kuajar adat ..."
Tanpa menunggu perintahnya, akupun serentak bangun
dan berdiri bercekak pinggang dihadapannya.
"Hai, engkau seorang isteriku yang kurang ajar ! Mengapa
engkau berani suruh suamimu terus menerus paykui dibawah
kakimu. Jangan engkau membanggakan dirimu puteri ti-koan
(residen) dan bertingkah seperti puteri raja ! Aku juga seorang
jenderal pasukan Gi-lim-kun keraton. Aku bisa cari lain isteri
yang lebih cantik dari engkau. Tetapi aku tak mau, aku lebih
suka kepadamu. Asal engkaupun jangan sewenang-wenang
kepadaku. Bukankah kita harus rukun " Apakah engkau tak
malu kalau anak-anak dan cucu-cucu kita melihat kita
bertengkar ?" Namun isteriku tetap duduk diam.
'Isteriku, ya aku memang bersalah. Aku bersumpah takkan
menelantarkan engkau lagi. Jangan merusak malam pengantin
kita dengan pertengkaran. Marilah kita nikmati kebahagian
sebagai suami isteri ..." karena dia diam saja. akupun tak mau
menunggu jawabannya, terus saja kudekap tubuhnya dan
kupeluknya. Aku girang karena dia diam saji. Kuanggap tentu dia sudah
memaafkan. Tetapi diam-diam aku pun heran mengapa
tubuhnya terasa dingin. "Isteriku, kita sudah menjadi suami isteri, tak perlu engkau
malu-malu kepadaku. Bukalah kerudung mukamu, biar
kunikmati betapa indah kecantikan mu. kelak kalau kembali ke
kota raja, aku tentu bangga karena tiada seorang puteri dalam
istana yang dapat menandingi kecantikanmu ....
Masih, saja nona itu diam. Akhirnya aku tak tahan lagi.
Kuulurkan tangan dan membuka kain kerudung yang menutup
nona pengantinku itu. "Aduh, mati aku . . . ," aku loncat mundur sampai beberapa
langkah. Kejutku seperti disambar petir karena melihat wajah
isteriku itu. Bukan lagi puteri ti-koan yang kecantikannya seperti
bidadari turun dari kahyangan. Melainkan seorang nona
berkulit hitam yang buruk. wajah Matanya bundar besar,
hidung besar, mulut lebar, gigi menonjol.
"Siapa engkau!" teriakku kalap. Tetapi perempuan itu diam
saja. Dengan marah kuhampiri terus hendak kupukul. Tetapi
karena dia tetap diam saja, aku curiga dan batal memukul.
Kupegang tubuhnya ternyata kaku tak dapat berkutik. Ah,
haru kuketahui kalau dia telah ditutuk jalan darah-nya hingga
tak dapat bergerak dan bicara.
Segera kutolong dan kubuka jalan darahnya Lalu kutanyai.
"Maaf, paman kate," tiba-tiba ia berkata dengan menangis.
Hampir kutampar kepalanya karena dia menyebut aku
paman kate. Tetapi karena dia menangis, akupun terpaksa
menahan kesabaran. Kusuruh dia menceritakan dirinya.
"Aku sebenarnya seorang gadis desa. Rumahku dibalik
gunung. Pada suatu hari ketika mencari kayu di hutan, aku
diculik seorang lelaki. Aku dipukul sampai pingsan. Ketika
tersadar, aku sudah berada disini. Tetapi waktu hendak
menjerit mulutku tak dapat bicara. Pun aku tak dapat
bergerak. Untung engkau datang . . . . "
"Siapa yang menculikmu ?" tanyaku. "Seorang lelaki tetapi
tak kuketahui wajahnya karena dia msnyergapku dari
belakang," kata perempuan itu, "eh, paman kate, mengapa
tadi engkau memeluk aku dan menyebut-nyebut isteri
kepadaku ?" "Huh ?" aku menggeram.
"Ya, biarlah, walaupun engkau bertubuh pendek, tetapi aku
suka jadi isterimu ..." nona itu terus memegang lenganku dan
menarik kedadanya. Karena terkejut aku kena ditarik dan
jatuh kedalam pelukannya.
"Aduh mak . . . tiba-tiba hidungku mencium bau yang luar
biasa apeknya. Ternyata dadanya berkeringat dan keringat itu
menusuk lubang hidung Karena tak tahan baunya, kudorong
nona itu terjungkal kebawah ranjang. Aku terus lari keluar.
Aku mengamuk. Ti-koan kuhajar, pegawai dan siapa saja
yang ketemu aku, tentu kupersen dengan tinju dan sepakan.
Tikoan merintih-rintih minta ampun dan menanyakan apa
kesalahannya. "Lihatlah, ke kamar pengantin. Anakmu berobah jadi setan .
. . !" habis berkata aku terus lari. Tak tahu mana yang akan
kutuju. Pendek kata, aku malu, aku harus lari sejauh jauhnya
dari manusia. Dan sejak itu. aku tak sudi melihat orang
perempuan lagi .... Blo'on, Somali dan kakek Kerbau Putih mendengarkan cerita
itu dengan terlongong-longong. Mereka geli tetapipun merasa
kasihan atas nasib kakek Lo Kun.
"Lalu bagaimana engkau dapat bertemu raja Ing Lok lagi
dan disuruh membawa aku kemari?" tanya Somali.
"Itu hanya secara kebetulan. Ketika baginda sedang
berburu di hutan, dia melihat aku sedang menangkap seekor
harimau hitam. Segera aku di-panggil dan dibawa pulang ke
kota raja. Tetapi tak lama kemudian terjadi peristiwa engkau
dengan selir raja itu. Aku disuruh baginda memenjarakan
engkau disini," kata kakek Lo Kun.
Blo'on tak mau mendengarkan pembicaraan mereka. Ia
menuju ke pintu biru. Melihat itu kakek Lo Kun cepat
memburu. "Jangan masuk kepintu ini," ia menghadang di depan pintu.
"Mengaya ?" tanya Blo'on.
"Tidak ada isinya "
"Aneh," kata Blo'on pala, "kalau tak ada isinya. mengapa
engkau melarang aku masuk ?" tanya Blo'on pula.
"Baginda yang memerintahkan !"
"Tetapi bukankah aku putera raja?" kata Blo'on lalu
berpaling kepada Somali, "hai, Somali, benar tidak aku ini
putera raja ?" "Benar," kata Somali, "siapa yang tak percaya omonganku,
tentu akan kuhajar !"
"Tuh dengar tidak, Lo Kun," kata Blo'on, "karena aku putera
raja, akupun berhak masuk ke dalam ruang ini."
"Kalau engkau nekad, terserah saja ..... kakek Lo Kun
menyingkir ke samping. Blo'on membuka pintu. Gelap di dalamnya Pintu direntang
lebar agar penerangan dari luar masuk.
"Hai . . . !" Blo'on menjerit dan loncat keluar lagi.
"Mengapa ?" tanya Somali.
"Peti mati !" sahut Blo'on.
"Ha, ha," Lo Kun, tertawa "sudah kukatakan jangan masuk,
tetapi engkau tetap mau masuk Nah. silahkan lihat peti itu."
Blo'on menyengir. Ia hendak menutup pintu lagi tetapi tibatiba
Somali marah: "Di negeriku, raja itu seorang pemberani.
Apa yang dikatakan tentu dilaksanakan. Engkau putera raja,
mengapa berani membuka pintu tak berani masuk ?"
Seketika tegaklah semangat Blo'on, serunya "Siapa bilang
aku tak berani ?" ia terus melangkah maju menghampiri peti
mati. Somali mengikuti dibelakangnya. Tetapi kedua kakek masih
menunggu diluar. "Somali, bukalah peti itu !" Blo'on membei perintah. Dan
Sornalipun segera melakukan.
Ternyata peti itu tidak dipaku. Somali yang bertenaga
besar, dapat mengangkat tutup peti. Dai karena tubuhnya
tinggi maka walaupun duduk kepalanya masih cukup tinggi
untuk melihat apa yang terdapat peti mati itu.
"Oh, engkau . . ," tiba-tiba Somali memeluk tepi peti dan
hendak berusaha berdiri. Tetapi tak dapat karena kedua
kakinya sudah tak bertenaga lagi.
"Sun kuihui . . . oh, engkau disini . . ." Somali meratapratap
dan memanggil-manggil nama Sun kuihui. Sun adalah
nama orang dan kuihui artinya selir raja.
Blo'on heran, tegurnya : "Sun kuihui " Apakah itu ?"
"Lihatlah dalam peti ini ... "
Blo'on maju menghampiri dan melongok ke dalam peti.
Ternyata dalam peti itu terisi dengan sebuah peti kaca.
Didalam peti kaca tampak rebah seorang wanita muda yang
cantik dan berpakaian indah. Wanita itu meramkan mata
seperti orang tidur. "Wanita . . . !" teriak Blo'on.
"Benar," sahut Somali, "itulah Sun kuihui".
"Apa itu Sun kuihui ?" tanya Blo'on.
"Sun nama wanita itu dan kuihui ialah selir raja. Dia
memang selir yang paling dicintai raja Ing Lok."
"O, lalu mengapa engkau menangis seperti anak kecil ?"
tegur Blo'on pula. "Ah, karena dialah maka aku sampai dipenjara disini ..."
Saat itu kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putihpun
menghampiri masuk. Disini mendengar kata-kata Somali,
kakek Lo Kun menyelutuk : "Hai. siapa
Dengan bercucuran airmata Somali menerangkan bahwa
selir raja yang menjadi gara-gara ia dihukum baginda,
ternyata berada dalam peti mati itu.
"O," kakek Lo Kun berteriak kaget, "jadi peti itu berisi
mayat " Ketika baginda mengutus orang untuk menyimpan
peti itu, aku tak diberitahu apa isinya. Hanya aku dilarang
masuk ke dalam ruangan ini."
Habis berkata kakek Lo Kun terus melongok kedalam peti.
Dia melihat jenazah yang berada dalam peti kaca, kakek itu
terbelalak sampai beberapa saat. Kemudian ia lari keluar
mengambl lampu. "Aneh, mengapa wanita ini mirip dengan puteri tikoan
Siam-say yang menjadi calon pengatinku itu?" beberapa saat
setelah menyuluhi peti kaca dengan lentera, kakek Lo Kun
berkata seorang diri. "Lo Kun, jangan gila-gilaan engkau," seru Somali, "dia
adalah Sun kuihui, selir yang paling dicintai raja Ing Lok. Aku
tergila-gila dengan kecantikannya yang gilang gemilang
sehingga malam aku nekad masuk ke dalam kamarnya. Ketika
di negeriku, aku telah mempelajari semacam ilmu mantra yang
dapat menghilangkan kesadaran pikiran orang. Dengan ilmu
mantra itu aku dapat menguasainya .... "
"Huh, jangan jual kentut busuk '" bentak kakek Lo
Kun,"masakan wanita secantik itu sudi dengan lelaki macam
dirimu !" "Benar." sahut Somali, "tetapi aku mempunyai ilmu mantra
yang dapat membuatnya menurut apa yang kukehendaki.
Kupeluknya, kuciumi sepuas-puas hatiku . . . . "
"Dia diam saja ?" teriak Lo Kun.
"Diam dan paserah . , . "
Duk . . . tiba-tiba kakek Lo Kun menghantam dada Somali.
Karena tak menduga dan jaraknya dekat, Somali terjungkal
kebelakang. "Lo Kun, mengapa engkau menghantamnya" teriak Blo'on.
"Kurang ajar, dia berani menghina wanita Itu. Wanita itu
benar-benar mirip dengan calon pengantinku. Masakan dia
berani menciumi semau-maunya " teriak kakek Lo Kun.
Kakek Kerbau Putih kasihan kepada Somali. Buru-Buru ia
menolong membangunkannya supaya duduk.
"Lo Kun, mengapa engkau memukul aku?" teriak Somali.
"Karena engkau berani menciumi calon pengantinku," sahut
kakek Lo Kun. "Siapa calon pengantinmu ?"
"Wanita yang tidur dalam peti kaca itu," sahur kakek Lo
Kun, "dia seperti pinang dibelah dua dengan calon
pengantinku yang hilang itu. Kemungkinan memang dia !"
"Engkau gila !" teriak Somali, "dia Sun kuihui, selir raja Ing
Lok !" "Tidak peduli !" kakek Lo Kunpun berteriak tak kalah
kerasnya, "pokok wajahnya sama dengan calon pengantinku
yang hilang itu." Kakek Kerbau Putih melerai: "Sudahlah kakek gila, jangan
mengacau. Biarkan Somali melanjutkan ceritanya lagi."
Sornalipun berkisah lagi : "Setelah kuciumi, nafsuku makin
berkobar-kobar. Aku tak dapat menekan perasaanku lagi. Sun
kuihui terus kupondong dan kubawa kedalam ranjang.
Pakaiannya kulepaskan semua . . . "
"Dia diam saja ?"
"Diam dan paserah ..."
Duk . . . kakek Lo Kun menghantam dengan marahnya.
Tetapi kali ini karena Somali sudah berjaga jaga, maka ia
dapat menangkis. Pukulan Lo Kun dapat ditahan tetapi
Sornalipun meringis kesakitan.
"Kubunuh engkau jahanam!" kakek Lo Kun makin kalap. Ia
terus hendak menanduk orang Persia itu dengan kepalanya.
Huh . . . tetapi ia merasa tubuhnya dipegang kuat-kuat dari
belakang sehingga ia tak dapat maju.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lo Kun berdiri tegak dan berpaling. Ketika melihat kakek
Kerbau Putih berada dibelakangnya, meluaplah
kemarahannya: "Hai, Kerbau, apakah engkau hendak
membelanya " Jangan kuatir, kerbau, sekalipun engkau maju
berdua dengan dia, aku tetap dapat melayani !'
Biasanya kakek Kerbau Putih itu juga linglung. Tetapi entah
bagaimana, saat itu rupanya pikirannya terang. Dia tak mau
meladeni tantangan kakek Lo Kun.
"Setan tua, mengapa engkau seperti anak kecil " Kalau mau
mengajak berkelahi harus menurut aturan" Bukankah kita
sudah menetapkan perkelahian itu hanya dilakukan setahun
sekali?" serunya, "Jangan salah faham. kenalpun baru
sekarang dengan raksasa itu masakan aku hendak
membelanya. Tetapi tingkahmu itu tidak benar. Wanita dalam
peti itu bukan isterimu. Dia adalah selir raja, mengapa engkau
marah terhadap raksasa Somali ?"
"Teapi dia serupa benar dengan calon pengantinku ?"
bantah Lo Kun. "Ah, itu perasaanmu sendiri," kata kakek Kerbauu Putih lalu
berkata kepada Somali, "teruskan ceritamulah."
"Ketika sudah hampir tercapai apa yang kuinginkan tiba-tiba
pintu didobrak dan selusin si-wi (penjaga istana) menerobos
masuk terus meringkus aku dan Sun kuihui. Aku tertangkap
basah. Baginda marah sekali dan menitahkan supaya aku
dipenjarakan seumur hidup dibawah jurang ini . . ."
"Ha, ha, benar, benar! Memang demikianlah ganjaran orang
yang berani mengganggu selir raja, " kakek Lo Kun tertawa
girang. "Engkau tak tahu kalau Sun kuihui juga berada disini ?"
tanya kakek Kerbau Putih.
"Sama sekali tidak. Andaikata tahu, tentu aku mengamuk."
kata Somali. "Engkau bangsat, Somali !" tiba-tiba kakek Lo Kun kumat
penyakitnya lalu menendang Somali. Plak . . . karena tak
menduga, Somali mencelat sampai dua langkah kebelakang.
"Bangsat kate, mengapa engkau menyerang aku lagi ?"
teriak Somali dengan marah.
"Engkaulah yang .mencelakai wanita itu sehingga dia turut
dihukum oleh raja!" teriak Lo Kun,
"Ho, aku sudah amat menderita sekali menerima hukuman
raja. Mengapa engkau ikut-ikutan hendak menyakiti diriku "
Apakah engkau berhak?"
'"Berhak," sahut kakek Lo Kun, "karena wanita itu serupa
benar dengan calon pengantinku yang hilang."
"Setan tua ..." teriak kakek Kerbau Putih. Tetapi belum
habis dia berkata, kakek Lo Kun sudah deliki mata kepadanya:
"Ho, kerbau, engkau hendak membelanya lagi " Kalau begitu,
kuajukan saja waktu pertandinnan itu. Tidak satu tahun lagi
tetapi sekarang juga !"
Habis berkata kakek linglung itu terus sing-singkan lengan
baju bersiap-siap. "Lo Kun, jangan berkelahi !" seru Blo'on, "engkau dengar
tidak perintahku. Aku putera raja"
Lo Kun menurut, tetapi kakek Kerbau Putih masih
penasaran, serunya : "Lo Kun. mengapa engkau begitu ngotot
mengaku selir raja itu seperti calon pengantinmu?"
"Sudah tentu", sahut kakek Lo Kun, "dia memang
menyerupai sekali dengan puteri ti-koan yang dinikahkan
dengan aku itu. Kalau tak percaya, lihatlah sendiri !"
Karena ingin tahu kakek Kerbau Putihpun menghampiri peti
mati dan melongok isinya.
"Astaga ." kakek Kerbau Putih menjerit dan loncat mundur.
Sikapnya amat tegang sekali, tubuhnyapun gemetar.
"Mengapa engkau ?" tegur kakek Lo Kun karena heran
melihat tingkah laku kakek rambut pulih itu.
"Dia ... dia ... "
"Setan, dia bagaimana " Apa engkau anggap dia jelek
rupanya ?" seru kakek Lo Kun.
"Dia mirip dengan nona yang kucintai . . ,"
Plak . . . tiba-tiba kakek Lo Kun ayunkan tangan menampar
kepala kakek Kerbau Putih: "Kurang ajar engkau kakek gila !
Engkau berani mengaku dia sebagai kekasihmu ?"
Karena tak menyangka, kakek Kerbau Putih tersurut
selangkah. Kemudian dengan mata merah padam ia
memberingas : "Setan tua, dia benar seperti kekasihku, puteri
seorang ti-koan dari Hong-yang hu !"
Lo Kun beranjak hendak maju menyerang lagi tetapi tibatiba
punggungnya dijotos Somali, duk.... karena tak
menyangka dan jaraknya dekat, kali i-ni kakek Lo Kun harus
merasakan betapa rasanya orang yang jatuh tengkurap
mencium tanah ... Dia tengel-tengel bangun lalu berputar tubuh menghadap
Somali: "Somali. mengapa engkau memukulku"
"Karena engkau juga liar," jawab Somali, "bukankah engkau
juga hendak menyerang kakek itu?"
"Ho, jelas kalian berdua memang sudah bersekongkel
hendak melawan aku." gumam kakek Lo Kun," tadi si kerbau
yang membela engkau sekarang engkau yang membela dia."
"Lo Kun, jangan berkelahi !" tiba-tiba Blo'on menyelutuk,
"dengarkan dulu keterangan kakek kerbau mengapa dia
mengaku wanita itu kekasihnya. Hayo, kakek rambut putih,
ceritakanlah riwayatmu",
Kakek Kerbau Putih menurut, dia bercerita : "Dahulu
semasa muda, aku tidak sejelek ini. Aku seorang pemuda yang
cakap dan pintar. Aku ini anak siapa, kalian tahu ?"
"Tidak," sahut Blo'on.
"Aku ini sebenarnya anak seorang ti-koan (lurah) Ayahku
kaya dan berkuasa Aku disuruh belajar ilmu sastera agar kelak
dapat menggantikan kedudukan ayah. Bahkan kalau dapat,
bisa mencapai pangkat yang lebih tinggi lagi. Tetapi aku tak
suka ilmu sastra, aku lebih senang belajar ilmu silat. Ayah
menuruti permintaanku, mengundang seorang guru silat untuk
mengajar aku. Sejak memiliki kepandaian silat, aku mulai
nakal. Aku sering kelayapan di luar dan sering berkelahi.
Karena aku anak tihu, tak ada orang yang berani menentang.
Aku makin binal. Kupelihara beberapa gerombolan pemuda
jago berkelahi. Selain mabuk, judi akupun suka mengganggu
wanita. Pada suatu hari ketika malam Keng-thi-kong siau
Sembahyang Tuhan Allah, banyaklah gadis-gadis yang keluar
untuk bersembahyang ke keleteng. Tay-im si merupakan
kelenteng yang terbesar diwilayah Siamsay. Pada malam itu
ramai sekali orang datang berkunjung untuk bersembahyang.
Kuajak anakbuahku pesiar ketempat itu. Menikmati gadisgadis
pingitan yang jarang keluar dari rumah.
Ditengah tengah keramaian, tiba-tiba datang sekelompok
lelaki berpakaian seragam, memikul sebuah tandu. Empat
orang lelaki yang berjalan di muka tandu, berteriak teriak
sambil mengayun-ayunkan tongkat untuk menyuruh orangorang
memberi jalan. Tandu masuk kedalam kelenteng dan
turunlah seorang gadis yang cantik sekali.
Saat itu hatiku seperti melonjak-lonjak ingin mendekati
gadis jelita itu. Dari beberapa orang, kudapat keterangan
bahwa gadis jelita itu ternyata puteri tihu. Ayahku hanya
seorang ti-koan, kalah tinggi kedudukannya. Tetapi aku sudah
terlanjur mabuk kepayang. Aku harus mendapatkan gadis
jelita itu, dengan jalan dan pengorbanan apapun juga.
Demikian tekad hatiku. Kuikuti rombongan pengawal tandu itu sampai ditempat
kediaman tihu. Gedung tihu dijaga ketat sekali. Tetapi aku
nekad. Dengan jalan menyelundup dari pagar tembok
belakang, aku berhasil masuk ke gedung tihu. Dengan susah
payah akhirnya dapat kutemui kamar jelita itu . . . .
Kakek Kerbau Putih berhenti sejenak, lalu melanjutkan lagi :
"Bermula nona itu kaget dan hendak menjerit. Tetapi cepat
kuberikan pisauku kepadanya. Dari pada menjerit, kusuruh dia
membunuh aku saja. "Tentu engkau dibunuhnya, kerbau !" teriak kakek Lo Kun.
'O, tidak, tidak," seru Kerbau Putih, "memang saat ini aku
tak keruan ujutku. Tetapi pada masa itu aku seorang pemuda
yang cakap dan ganteng. Dengan tutur bahasa yang lembut
dan sikap yang sopan santun, jelita itu tertarik denganku. Ia
lebih girang ketika mengetahui bahwa aku putera tikoan.
Sejak malam itu, berkali-kali aku mengadakan pertemuan
gelap dengan jelita itu. Kita makin mencintai satu sama lain.
Akupun bersumpah dihadapannya. jika tak menikah dengan
dia, lebih baik aku mati atau takkan menikah seumur hidup.
Tetapi kisah asmara kita tak berlangsung lama. Cong-tok
(gubernur) memberi tahu kepada ti-hu ayah gadis itu bahwa
puterinya akan diambil isteri oleh seorang pembesar kerajaan.
Aku gelisah bukan main. Akhirnya aku nekad. Kekasihku itu
harus kubawa lari. Lalu kuculik seorang gadis desa, setelah
kututuk jalan darahnya lalu kubawa kedalam gedung residen
dan kutukarkan dengan puteri ti-hu. Bermula kekasihku takut
melarikan diri tetapi serta kuancam, apabila dia tak mau
menurut kehendakku lebih baik aku mati bunuh diri di
hadapannya, akhirnya ia menurut juga. Tengah malam aku
berhasil membawa puteri ti-hu pergi. Tetapi akupun takut
pulang kerumah karena kuatir ayah akan marah dan terembet
dengan urusan ini. "Aku hendak membawa kekasihku pergi jauh ke sebuah
tempat tak dikenal orang." kata kakek Kerbau Putih
melanjutkan ceritanya, "tetapi ketika lewat di gunung Hok-gusan,
aku telah dihadang oleh gerombolan penyamun. Mereka
berjumlah lebih banyak dan aku hanya seorang diri. Akhirnya
aku dapat diringkus lalu dilempar kedalam jurang.
"Lalu bagaimana dengan nona itu" tanya Somali
"Dia dibawa oleh mereka!" kakek Kerbau Putih menghela
napas panjang, "untung aku masih hidup, ah, tetapi
sebenarnya lebih baik aku mati saja."
"Mengapa ?" tanya Somali.
"Karena sejak itu, wajahku yang cakap hancur punggungku
bungkuk begini. Karena malu bertemu orang, aku
bersembunyi didasar jurang gunung Hok gu-san," kakek
Kerbau Putih mengakhiri, ceritanya.
"O, engkau juga bernasib malang." kata kakek Lo Kun, "hai
. . . tetapi mengapa eagkau mengaku wanita dalam peti kaca
itu sebagai kekasihmu?"
"Memang benar dia kekasihku !" teriak kakek Kerbau Putih.
Lalu tiba-tiba ia memandang Somalil "hai, Somali, mengapa
engkau mengatakan kalau wanita itu Sun kuihui selir raja Ing
Lok ?" "Tentu saja", sahut Somali, "akulah yang tahu paling jelas !"
"Engkau tahu asal usul dia diambil selir raja ?"
"Ya, pada suatu hari, ketika mengikuti baginda memadamkan
pemberontakan suku Biau didaerah Sinkiang seoraug
kepala kampung daerah itu telah menghaturkan seorang gadis
cantik yang di akunya sebagai anaknya. Baginda amat tertarik
sekali dengan kecantikan gadis itu. Gadis itu dibawa pulang ke
kota raja dan diangkat menjadi Sun kuihui."
"Tetapi jelas dia adalah kekasihku. Aku dapat mengenali
ciri-cirinya," bantah kakek Kerbau Putih.
"Bagaimana cirinya ?"
"Diatas mulutnya, mempunyai sebuah tahi lalat."
"Tetapi akupun tahu jelas akan ciri-ciri dari Sun kuihui yang
pernah kupeluk itu. Di dadanya sebelah kiri terdapat sebuah
tahi lalat ..." "Bagaimana engkau tahu?" teriak kakek Kerbau Putih.
"Tentu saja tahu karena bajunya saat itu telah kulepas ..."
belum sempat Somali bicara habis. dua buah pukulan
menghunjamnya dari kanan dan kiri. Pukulan dari kanan
berasal dari tangan kakek Kerbau Putih dan yang dari kiri
pukulan kakek Lo Kun. Kedua kakek linglung marah sekali
mendengar keterangan Somali.
Somali cepat menangkis tetapi ia harus menggerung karena
kesakitan : "Bangsat, mengapa kalian memukul aku ?"
"Engkau menghina kekasihku !" teriak kakek Kerbau Putih.
"Engkau kurang ajar terhadap calon pengantinku !" seru
kakek Lo Kun pula. Somali terlongong, serunya : "Bangsat, dia itu jelas Sun
kuihui . . ." "Kekasihku." teriak kakek Kerbau Putih.
"Calon pengantinku "
"Sun kuihui !" jerit Somali.
Ketiga orang itu berteriak, memekik dan menjerit makin
lama makin keras. Masing-Masing mengukuhi pernyataannya
sendiri. Blo"on bising mendengarnya. Cepat ia menutup telinganya
dengan tangan dan menjerit : "Hai, berhenti kamu !"'
Rupanya ketiga orang itu mau juga menuruti perintah
Blo'on. bentakan Blo'on sedahsyat petir menyambar.
"Somali, Lo Kun dan kakek Kerbau, bagamana maksud
kalian ini ?" tanya Blo'on.
"Wanita dalam peti kaca itu jelas Sun kui hui yang kucintai
..." "Bangsat Somali. ..." cepat kakek Lo Kuil mendamprat tetapi
secepat itu pula Blo'on membentaknya : "Diam engkau !"
"Lalu bagaimana maksudmu, Somali ?" kata Blo'on pula.
"Dia akan kuambil dan akan kubawa pulang ke Persia ..."
"Bangsat, akan kubunuhmu !" teriak kakek Kerbau Putih
dengan memberingas. "Jangan mengganggu orang bicara, kakek Kerbau." bentak
Blo"on pula, "kalau kalian tak mendengar kata-kataku, lebih
baik aku pergi saja dan silahkan berkelahi sampai mati !"
Habis berkata Blo'onpun terus hendak melangkah keluar
tetapi ketiga orang itu serampak mencegah : "Jangan pergi,
engkau harus memutuskan urusan ini dulu !"
"Hm, baik." Blo"on berhenti, "tetapi kalial harus diam.
jangan membawa kemauan sendiri."
"Kakek Kerbau, bagaimana keinginanmu ?" tanya Blo"on.
"Jelas wanita itu adalah kekasihku. Karena sekarang sudah
berjumpa, harus kubawa pulang ke gunung Hok-gu-san."
"Hmmm." kakek Lo Kun menggigil geram.
"Lo Kun. bagaimana kehendakmu ?" tanya Blo'on kepada
kakek itu. "Wanita itu jelas calon pengantinku yang hilang. Karena dia
sudah berada disini. tentu akan Kujaga sampai aku mati !"
sahut Lo Kun. Blo'on garuk-garuk kepalanya yang sudah mulai tumbuh
rambutnya. Lalu menggumam : "Wah susah ini. Seorang


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wanita, dibuat rebutan tiga orang lelaki Bagaimana caranya
membagi ?" Beberapa saat kemudian, Blo'on berteriak girang : "O,
benar, benar! Jangan kuatir, aku dapat memutuskan perkara
ini ... " Ia terus menghampiri peti lalu melongok ke dekat peti kaca
yang berisi wanita cantik itu : "Hai. wanita, ketahuilah. Saat ini
ada tiga manusia lelaki yang mengaku engkau sebagai
kekasih-nva. Sekarang engkau harus menjawab sendiri.
Benarkah engkau ini Sun kuihui yang pernah dipeluk Somali ?"
Tiada jawaban dari wanita cantik dalam peti kaca itu.
"Celaka, engkau dengar tidak, Somali " Dia tak menjawab,
tandanya menyangkal !" teriak Blo'on.
"Tetapi dia su . . " baru Somali hendak membantah. Bloon
sudah memberi isyarat tangan suruh dia diam. Lalu Blo'on
bertanya lagi kepada wanita cantik itu : "Kalau begitu,
engkau tentulah kekasih dari kakek Kerbau Putih itu ?"
Juga tak ada jawaban. "Uh, kakek Kerbau Putih, dia tak menjawab berarti
menyangkal !" seru Blo'on.
"Uh, aneh ..." gumam kakek itu.
"Kalau begitu apakah engkau benar calon pengantin dari
kakek Lo Kun ?" Blo'on tak mengacuhkan terus mengajukan
pertanyaan lagi. Namun tetap tak berjawab.
"Kakek Lo Kun, dia juga menyangkal menjadi calon
pengantinmu !" "Heran, mengapa begitu ?" kakek Lo Kul yang linglung
garuk-garuk kepala. "Tidak aneh, tidak heran karena kalian goblok semua !"
teriak Somali, Sun kuihui sudah meninggal dunia, masakan
dapat menjawab pertanyaanmu ?"
"Meninggal ?" Blo'on kerutkan dahi, "kalau meninggal
mengapa badannya masih utuh seperti orang hidup " Ah, dia
tentu tidak meninggal melainkan tidur . . "
"Tidak !" teriak Somali makin kalap, "dia memang sudah
meninggal tetapi jenazahnya dibalseM"
"Apa itu dibalsem ?" tanya Blo'on.
"Dinegeriku ada semacam obat yang dilumurkan pada
tubuh sesosok mayat. Mayat itu tak dapat busuk selamanya.
Dibalsem namanya atau diawetkan supaya tetap seperti
hidup." kata Somali.
"Benarkah itu kakek Kerbau ?" tanya Blo'on
"Ya," "Benarkah itu, Lo Kun ?"
"Benar." "Kalau begitu, dia sudah mati. Tetapi mengapa kalian
hendak berebut mengambilnya " Apakah kalian hendak
menikah dengan mayat ?"
"Biar." sahut Somali, "pada masa hidupnya aku tak dapat
memperisteri, biarlah setelah mati akan kuambil sebagai
isteri." "Tidak gadisnya, jandanyapun tetap akan kupersunting."
seru kakek Kerbau Putih. "Karena calon pengantin yang hidup tak mampu kujadikan
isteri, sekalipun sudah jadi mayat tetap akan kujadikan calon
pengantinku," kakek Lo Kun tak mau kalah suara.
"Ha, gila, gila," Blo'on garuk-garuk kepalanya yang gundul,
"kalau masih hidup dapat kutanya dia akan memilih siapa.
Tetapi karena sudah mati bagaimana dapat kutanyai ?"
Blo"on mondar-mandir sambil berteliku tangan. Rupanya ia
sedang mencari akal bagaimana memecahkan persoalan itu.
"Ya, hanya dengan cara itu," tiba-tiba ia berhenti dan
berseru kepada ketiga orang itu. "begini keputusanku. Karena
kalian semua hendak menginginkan seorang wanita yang
sudah mati. Maka wanita itu akan kubagi tiga. Kalian masingmasing
mendapat satu bagian. Adil bukan ?"
Dan tanpa mempeduhkan ketiga orang terlongong longong,
Blo'on melanjutkan pula : "Engkau kakek Kerbau, karena kenal
lebih dulu dengan wanita itu, engkau boleh ambil kepalanya.
Kakek Lo Kun mendapat bagian tubuhnya dan Somali bagian
kaki ..." "Tidak ! Tidak Tidak!" serempak ketiga orang itu berseru menolak, "kalau engkau berani
mengganggu wanita itu. tentu kubunuh!"
"Habis, bagaimana kehendak kalian?" teriak Blo'on mulai penasaran. "Berikan kepadaku, dia kekasihku !' seru kakek Kerbau Putih. "Berikan kepadaku karena dia calon pengantinku !'" jerit kakek Lo Kun.
"Berikan kepadaku karena dia pujaan hatiku!" teriak Somali
pula. Blo'on merenung diam. Sampai lama baru ia berkata pula :
"Begini sajalah. Aku tak dapat memutuskan urusan ini. Yang
mampu dan berhak memutuskan ialah raja. Maka marilah kita
menghadap raja meminta keputusannya. Setuju?"
"Setuju !" akhirnya ketiga orang itu menyatakan
persetujuannya. "Tetapi bagaimana kalau kita pergi dan wanita itu diambil
orang?" kata kakek Kerbau Putih.
"Benar, benar," seru Lo Kun dan Somali.
"Hm, kalau begitu. Somali yang jaga disini. Dia tak bisa
jalan, lebih baik tinggal disini. Dan engkau kakek Lo Kun dan
kakek Kerbau Patih ikut aku menghadap raja!"
"Mengapa harus ikut ke kota raja ?" teriak kakek Lo Kun.
"Karena setelah menghadap raja, aku tak mau kembali
kesini lagi. Lalu siapa yang menyampaikan keputusan raja
kepada Somali?" jawab Blo'on
Kedua kakek itu mengangguk dan menyetujui
"Tetapi awas. Somali, jangan engkau kurang ajar memeluk
dan menciumi calon pengantinku itu lagi !" kakek Lo Kun
meninggalkan ancaman. "Ya Somali, kalau engkau berani berbuat cabul terhadap
kekasihku itu, engkau tentu kucincang " pesan kakek Kerbau
Putih. Somali hanya geleng-geleng kepala melihat kedua kakek itu
berjalan mengikuti Blo'on yang menuju ke pintu putih.
"Hai. tunggu dulu Lo Kun !" tiba-tiba Somali berteriak "kalau
engkau pergi, lalu siapa yang menyediakan makanan
untukku?" Lo Kun tertegun : "Ai, benar, benar. Kalau tak makan dia
tentu mati . . , tunggu !" tiba-tiba ia lari kembali keatas guha
dan tak berapa lama muncul pula dengan membawa sebuah
peti. Peti penuh berisi botol, katanya seraya mengambil sebuah
botol warna putih : "Botol ini beris pil makanan. Isinya beriburibu
butir pil. Tiap hari engkau cukup makan sebutir pil, tentu
sudah kenyang. Dan botol lain-lainnya berisi arak. Apabila
habis, engkau boleh naik ke atas guha dan mengambilnya
lagi." Somali mengerut dahi : "Makanku banyak, lima takeran dua
tiga orang. Masakan pil sekecil itu dapat mengenyangkan
perutku ?" "Ho, Somali, jangan memandang enteng pil iti. Pil itu
disebut Poh-leng-tan, terbuat dari sari-sari gandum dan hati
binatang-binatang yang tahan lapar, antara lain ular yang
umurnya seratus tahun. Pembuatan itu menurut resep pusaka
dari keluargaku. Di dunia tak ada orang yang mampu
membuatnya. Sudahlah, jangan kuatir. kalau engkau mati
kelaparan, bunuhlah aku !" kata Lo Kun,
"Apakah isi pintu putih itu ?" tanya Blo-on
"Sebuah pintu rahasia yang akan tembus sampai ke
lamping gunung " kata Lo Kun.
"Kalau begitu kita keluar saja dari pintu ini" kata Blo'on.
"Jangan, jangan !" teriak kakek Lo Kun, "berbahaya sekali !
"Mengapa ?" tanya Blo'on.
"Ada penunggunya !"
Blo'on dan kakek Kerbau Putih terbeliak kaget: "Penunggu "
Siapa psnunggunya?" "Seekor binatang purba, kepalanya seperti singa tetapi
bertanduk." "Kenapa takut kepada binatang itu ?"
"O, engkau tak tahu. Pernah sekali aku mencoba masuk
kedalam terowongan itu. Aku hampir mati disemburnya.
Binatang itu dapat menyemburkan asap beracun !" Lo Kun
menerangkan,. "Huh, seram !" seru Blo'on terus hendak melangkah keluar.
"Mengapa tak jadi masuk." teriak Somali demi melihat
ketiga orang itu keluar dari pintu-putih
"Ada penunggunya, seekor binatang anjing-naga yang
ganas." sahut Blo'on.
"Dan engkau takut ?"
"Ho, Somali, apa engkau kira jiwaku ini murah" Kalau aku
mati, siapakah yang akan menghadap raja ?" seru Blo'on.
"Kurang ajar engkau Somali, bukankah engkau suruh kita
bertiga masuk supaya mati dan wanita itu hendak engkau
ambil sendiri ?" teriak kakek Lo Kun.
"Ho, Somali, aku bukan anak kecil yang mudah engkau
tipu!" kakek Kerbaupun ikut bersuara.
Somali menyahut: "Kalau kalian berdua, matipun aku tak
Peduli. Tetapi anak itu, dia putera raja, masakan bicaranya
seperti orang gila. Di negeriku Persia, raja dan putera raja itu
disembah orang karena bicaranya tegas. Sudah membuka
pintu tak berani masuk, itu pengecut. Itu bukan laku seorang
putera raja !" Blo'on malu, serunya : "Hai, Somali, jangan menghina
putera raja. Engkau kira aku takut masuk " Tidak, aku tidak
takut. Kakek Lo Kun dan kakek Kerbau, kalau kalian takut, tak
usah ikut. Aku hendak masuk sendiri ..." tiba-tiba burung
rajawali dan monyet hitam loncat menghampiri Blo"on, Blo"on
girang . "Ho, engkau mau ikut masuk " Bagus. mari kita
masuk . . . " ia terus melangkah kedalam pintu putih lagi.
"Tunggu, aku ikut!" kakek Lo Kun dan Kerbau Putih
serempak lari mengusul. Dibelakang pintu putih itu merupakah sebuah lorong jalan
yang panjang dan gelap. Untung lorong terowongan itu cukup
tinggi dan lebar sehingga mereka dapat berjalan dengan
tegak. Entah berapa lama dan beberapa panjang lorong yang
mereka tempuh itu, tiba-tiba mereka tiba di sebuah tempat
yang lebar. Sebuah tempat terbuka yang jauh lebih terang
daripada terowongan tadi. Dan aneh pula, tanah di tempat itu
tampak hijau. Ketika Blo'on dan kedua kakek linglung melangkah maju,
barulah mereka mengetahui bahwa warna hijau tua pada
tanah itu ternyata tumbuhan (lumut) yang subur sehingga
hampir sejari tinnginva. Sepintas pandang menyerupai
permadani hijau Di atas ruang itu tertutup dengan gumpalgumpal
batu kerucut yang berlubang kecil-kecil. Melalui
lubang-lubang kecil itulah sinar matahari dan rembulan dapat
memancar masuk. Dan dari lubang-lubang kecil itu pula angin
dan air hujan maupun embun masuk ke dalam ruang.
Sekeliling ruang, merupakan dinding karang yang tak rata
bentuknya. Pun penuh ditumbuhi pakis yang tebal.
Blo'on berpaling memandang kakek Lo Kun tegurnya :
"Kakek, mana binatang purba yang engkau katakan itu "
Mengapa tak ada di tempat ini . . . "
Belum selesai bicara, kakek Lo Kun cepat membentak : "St,
diam, dengarkanlah !"
Blo"on terkejut dan memandang kemuka. Tampak tanah
bertabur pakis yang berada didekat dinding karang tiba-tiba
mulai bergerak, menggelembung keatas. Makin lama makin
naik dan makin membesar sehingga menyerupai seekor
kerbau. "Dia mulai bangkit !" seru kakek Lo Kun dengan suara
tertahan, "rupanya dia mencium bau manusia ..."
Blo'on, kakek Kerbau Putih dan Lo Kun memandang gunduk
tanah yang menonjol keatas itu dengan penuh perhatian.
Setelah menggunduk tinggi, sekonyong-konyong gunduk
tanah itu meledak. Berkeping-keping tanah batu karang
berhamburan memenuhi ruangan menimbulkan debu yang
tebal. Belum Blo'on dan kedua kakek hilang kejut nya, tiba-tiba
terdengar suara mendering tajam bagai berpuluh-puluh
senjata beradu. Kemudian disusul dengan sebuah suara yang
dahsyat. Sebuah ringkikan yang jauh berlipat ganda kerasnya
dari ringkik kuda. Nadanya melengking tinggi sehingga telinga
Blo'on dan kedua kakek itu serasa pecah. Dinding karang
bergetaran pakis bertebaran laksana salju jatuh dibumi.
Karena kejutnya. Blo'on terus memeluk kedua kakek itu
erat-erat. Burung rajawali mengepak-ngepak sayp dan monyet
hitampun loncat mendekap ke-kepala Blo'on.
Beberapa saat kemudian Blo'on lepaskan pelukannya tetapi
terus menjerit: "Hai, wangi sekali!"
"Celaka, lekas tutup hidungmu, jangan menyedot hawa
wangi dari binatang itu !" cepat kakek Lo Kun meneriakinya.
Dan ia sendiripun terus menghentikan pernapasannya.
"Ha." Blo'onpun cepat menutup hidung dengan sebelah
tangannya, "tetapi kalau membuka mulut, hawa wangi itu
tetap akan masuk kedalam tubuh kita !"
"Hm, untung engkau mengajak aku, Kalau tidak kalian tentu
sudah mati," kata kakek Kerbau Putih seraya merogoh
bajunya. Ia mengeluarkan sebuah botoi kecil dari batu
kumala. Menuang isi-nya tiga butir pil warna putih, besarnya
seperti biji kedele. "Nih, engkau sebutir dan engkau sebutir," ia memberikan
kepada Blo'on dan kakek Lo Kun, "kulumlah pil itu dimulut,
khasiatnya dapat menolak hawa racun."
Habis berkata iapun terus mengulum sebutir dimulutnya.
Blo'on dan Lo Kun menurut.
Saat itu tebaran debu batu karang dan pakis sudah menipis
dan merekapun dapat melihat apa yang berada dalam ruang


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu. Seekor mahluk mengerikan. Kepalanya menyerupai singa
yang bertanduk, badannya bersisik kekuning-kuningan.
Sepasang gundu matanya yang besarnya seperti buah apel,
tampak bersinar memancarkan api, Tinggi binatang itu hampir
sama dengan seekor anak kerbau, ekornya pendek. Hidungnya
mendengus dan menghamburkan asap putih. Asap itulah yang
bertebaran memenuhi ruang dengan hawanya yang wangi.
"Kilin emas ... !" tiba-tiba kakek Kerbau Putih berseru
tertahan. "Apa ?" tanya Blo'on.
"Binatang itulah yang disebut ki-lin atau warak. Binatang
yang jarang terdapat di dunia. Apa lagi yang bersisik emas
seperti itu, kiranya hanya terdapat dalam dongengan saja. Ah,
hebat benar . . , " "Uh, bagaimana engkau tahu ?" dengus kakek Lo Kun.
"Dulu ketika aku masih muda, aku disuruh ayah belajar
sastera. Guruku menceritakan tentang seekor binatang yang
jarang terdapat dalam dunia. Namanya ki-lin. Kilin emas
merupakan kilin mustika, rajanya ki-lin. Ki-lin yang tak
terdapat duanya dikolong jagad ini !'"
"Apa gunanya ?" tanya Blo'on.
"Kalau ki-lin emas muncul di dunia, pertada akan lahir
seorang nabi besar atau seorang raja besar atau sekarang
manusia luar biasa . . . "
"O, karena kita beruntung melihat ki-lin emas, kita ini
manusia luar biasa" kata kakek Lo Kun.
"Ho, ho, tanpa melihat ki-lin, engkau memang sudah
manusia luar biasa. Coba saja, apakah didunia terdapat kakek
tua berambut hitam?" kata kakek Kerbau Putih.
"Benar, benar," sahut kakek Lo Kun, "engkaupun termasuk
manusia luar biasa juga, kerbau. Coba carilah manusia yang
mendukung daging benjol seperti engkau, ha, ha, . . , "
"Kakek Kerbau," kata Blo'on, "apakah ki-lin itu mempunyai
daya khasiat lain ?"
"Ya. apabila engkau makan dagingnya, keringatmu tentu
wangi sekali. Kalau minum darahnya engkau dapat hidup
sampai seribu tahun . . "
"Ho. kalau begitu mari kita tangkap ki-lin itu", seru kakek Lo
Kun. "Ya, benar," seru Blo'on terus mendahului lari kemuka
menghampiri ki-lin. "Hai, jangan gegabah. Dia dapat menyemburkan uap
beracun !" seru kakek Lo Kun yang terpaksa menyusul maju.
diikuti kakek Kerbau Putih. Rupanya rnahluk aneh itu tahu
kalau tiga orang manusia menghampirinya. Biji matanya makin
memancar sinar api. Tiba-Tiba ia menguap. Segumpal asap
putih segera bergulung gulung melanda Blo'on.
"Celaka," teriak Blo'on seraya loncat ke samping lalu loncat
menubruk binatang itu. Tetapi binatang itu teramat gesit
sekali. Dengan kisarkan tubuh, ia menghindari tubrukan
Blo'on. Kemudian menyerang dengan tanduk.
Tetapi saat itu kakek Lo Kunpun sudah lari mendatangi dan
menyambar ekornya. Plak, ki-lin kebaskan ekornya tepat
menampar tangan si kake Kakek Lo Kun meringis kesakitan
karena tangan nya seperti ditampar sapu baja.
Dari samping kakek Kerbau Putihpun menerjang. la berhasil
memukul tubuh binatang itu. Tetapi bukan ki-lin yang rubuh
melainkan kakek Kerbau Putih yang menjerit kesakitan.
Tinjunya serasa menghantam keping baja yang keras sekali.
Entah herapa ratus tahun umur ki-lin itu sehingga sisik
badannya telah membatu karang. Kerasnya seperti baja.
Bloon terlongong-longong melihat kedua kakek itu menjerit
kesakitan dan mengelus-elus tangannya. Tiba-Tiba ki-lin itu
loncat menanduknya. Karena jaraknya amat dekat dan
gerakan binatang i tu secepat angin berhembus, Bloon tak
sempat menghindar lagi. Dalam gugupnya, ia gerakkan kedua
tangannya untuk menangkap sepasang tanduk binatang itu.
Dan berhasil. Karena tanduknya dicengkeram orang, ki-lin mengamuk. Ia
mendorong maju untuk mendesak Bloon dan anak itu tak
mampu menahannya. Ia serasa dibawa terbang ke belakang
dan bruk .... dinding karangpun jebol berhamburan menimbuni
Blo'on dan ki-lin. Terdengar ringkikan dahsyat. Batu-Batu karang menimbuni
kedua mahluk itu berguguran dan berterbangan ke sekeliling.
Ki-lin memberosot mundur setelah keluar dari lubang yang
jebol itu, binatang itu terus lari kembali ke tempat ia muncul
tadi. Kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih menyaksikan peristiwa Blo'on diseret ki-lin tadi. Tetapi karena kilin
itu bergerak terlampau cepatnya kedua kakek itu tak sempat menolong. Sesaat melihat ki-lin keluar dari timbunan karang, kedua kakek itu berhamburan loncat memburunya. Tetapi tiba-tiba ki-lin itu menguap, menyemburkan segumpall asap putih yang tebal. Karena kaget dan kuatir terkena racun, kedua
kakek itupun berloncatan mundur. Kemudian mereka
menyelinap hendak mengejar lagi. Tetapi ki-lin sudah
menyusup masuk kedalam tanah.
"Ah, dia masuk kedalam bumi," teriak kakek Lo Kun ketika
mendapatkan tempat ki-lin melenyapkan diri itu ternyata
merupakan sebuah lubang kecil yang gelap dan tak diketahui
berapa dalamnya. "Hai. setan tua. jangan gila !" cepat kakek Kerbau Putih
menyambar lengan kakek Lo Kun ketika kakek itu hendak
terjun kedalam lubang. "Akan kutangkap binatang itu." seru kakek Lo Kun.
"Engkau gila," kata kakek Kerbau Putih, "lubang ini tak
diketahui berapa dalamnya. Mungkin mencapai perut bumi.
Dan ki-lin itu dapat menyembulkan uap beracun. Bukankah
engkau hanya mengantar jiwa saja ?"
"Ho, kalau tak berani menempuh bahaya tentu tak bakal
mendapat barang mustika itu, "bantah kakek Lo Kun.
"Kalau engkau memang hendak nekat, terserah," kakek
Kerbau Putih lepaskan cekatannya dan terus ayunkan langkah.
"Hai. hendak kemana engkau ?" teriak kakek Lo Kun.
"Menolong anak itu lebih penting daripada melihat engkau
mati," sahut kakek Kerbau Putih.
"Ai, benar, kasihan anak itu , ... " kakek Lo Kun terus lari
bahkan mendahului kakek Kerbau Putih menghampiri
ketempat Blo'on. Blo'on menggeletak tak berkutik Matanya meram, napas
berhenti. Kepalanya berdarah.
"Celaka, anak ini mati !" seru kakek Lo Kun seraya
mengguncang-guncang-kan tubuh Blo'on supaya bangun.
"Kita angkut keluar." kata kakek Kerbau Pulih. Kedua kakek
itu segera menggotong tubuh si Blo'on keluar, diletakkan di
tanah. Kemudian kakek Kerbau Putih memeriksa keadaannya.
"Ya. dia sudah mati, jantungnya tak berdetak. kasihan ..."
kata kakek itu beberapa saat kemudian.
"Lalu ?" "Kita kubur saja didalam lubang itu," kata kakek Kerbau
Putih seraya menunjuk kepada lubang yang jebol tadi.
Kakek Lo Kun termenung. Kemudian ia berkata : "Apakah
anak itu benar-benar sudah mati " Cobalah engkau periksa
lagi !" "Kebanyakan tentu sudah mati. Jantungnya sudah berhenti,
eh, nanti dulu ..." ia memegang pergelangan tangan Blo'on
untuk memeriksa denyut jantungnya, "ya, benar, memang
sudah berhenti. Tetapi aneh. mengapa darahnya masih
mengalir seperti orang hidup ?"
"Ho, kalau begitu tak perlu kita buru-buru menguburnya.
Biarlah dia berada disini. Kutunggu saja, sembari menunggu
kalau-kalau ki-lin itu akan muncul lagi."
Kakek Kerbau Putih setuju. Keduanya lalu duduk bersila,
pejamkan mata dan bersemedhi memulangkan tenaga.
Dalam ruang itu makin gelap. Rupanya hari sudah malam
dan rembulan belum muncul sehingga tak ada sinar
penerangan yang menembus kedalam ruang.
Entah sampai beberapa lama, barulah kedua kakek itu
menyudahi persemediannya. Kakek Lo Kun yang pertamatama
membuka segera berteriak kaget :
"Hai, apakah itu . . !"
Ternyata monyet hitam sedang berlincahan di atas tanah
yang tertutup pakis hijau. Tak henti-hentinya monyet itu
memunguti benda berwarna merah, Sebesar jagung.
Kakek Lo Kun menghampiri. Ingin ia tahu apakah biji-biji
merah yang dipungut monyet itu. Tahu-Tahu ia melihat sebutir
biji merah itu terletak ditempat yang agak menyudut. Buru-
Buru ia menyambarnya. Tetapi baru tangan hendak
menjamah, tiba-tiba burung rajawali menguak dan
menyambar biji merah itu dengan paruhnya lalu terbang
keatas melayang turun di atas dada Blo'on yang rebah
menelentang. Burung itu menghampiri ke leher lalu tiba-tiba menunduk
dan menyusupkan biji merah itu kemulut Blo'on. Setelah itu
burungpun menguak lagi. Rupanya monyet mengerti kalau
dipanggil burung rajawali. Ia cepat berlari-lari menghampiri
dengan membawa segenggam biji-biji merah. Monyet itupun
segera susupkan biji-biji merah itu. ke dalam mulut Blo'on. ,
Setelah habis, monyet itu melonjak-lonjak seperti orang
gembira, bercuit-cuit lalu duduk disamping blo'on. Rajawalipun
loncat turun dan menjaga di dekat Blo'on.
Kakek Lo Kun melongo karena biji merah yang hendak
diraihnya itu telah digondol burung rajawah. Ia mendongkol
tetapi untunglah ia melihat lagi sebutir biji merah yang
menyelip dibawah rumpun pakis yang lebat. Cepat diambilnya.
"Hai, wangi sekali, . . . " ia berteriak kaget "biji apakah ini?"
"Kakek goblok, itu bukan biji buah !" tiba-tiba terdengar
sebuah suara dari belakang
Lo Kun terkejut dan cepat berpaling kakek Kerbau Putih
sudah berada di belakangnya.
"Lalu biji apa ?" tanya Lo Kun.
"Darah ki-lin !"
"Hai,darah ki-lin ?" kakek Lo Kun melonjak kaget,
"bagaimana mungkin" Mengapa darah dapat membeku seperti
biji jagung begini?"
Kakek Kerbau Putih menghela napas : "Ah, memang setiap
benda atau mahluk mustika tentu mempunyai sesuatu yang
luar biasa. Ki-lin itu memang mahluk luar biasa yang tak
terdapat keduanya dalam dunia. Mungkin usianya sudah
beratus ratus tahun. Biasanya ki-lin tidak bertarduk tetapi ki-lin
itu bertanduk. Kalau bukan karena umurnya yang sudah
keliwat tua, tentulah ki-lin itu sebuah mahluk yang luar biasa,
sebuah ki-lin mustika ..."
Berhenti sejenak kakek Kerbau Putih melanjutkan lagi "
"Kulit dan ekornya begitu keras sekali melebihi baja. Dan
menyemburkan asap wangi. Tadi ketika membenturkan anak
itu kedinding karang sehingga jebol, tentulah binatang itu juga
terluka dan mengucurkan darah. Kalau tidak, dia tak mungkin
meringkik keras dan melarikan diri ke dalam sarangnya..."
"O, benar" seru kakek Lo Kun
"Kucuran darahnya jatuh di tanah dan membeku jadi biji-biji
merah itu. Jangan heran," sepat-cepat Kerbau Putih mencegah
ketika kakek Lo Kun hendak membantah, "memang yang
disebut binatang mustika tentu mempunyai keluarbiasaan
yang mustahil. Kalau darahmu dan darahku mengucur, tentu
hilang kedalam tanah. Tetapi darah ki-lin mustika itu mungkin
lain sifatnya. Begitu menyentuh tanah terus membeku ..."
"Hai, bukankah tadi engkau mengatakan bahwa darah ki-lin
itu dapat menambah umur panjang?" tiba-tiba kakek Lo Kun
teringat. "Benar, kalau ki-lin biasa," sahut kakek Kerbau Putih,
"tetapi karena ki-lin itu ki-lin mustika, darahnva tentu
berkhasiat hebat." "Kurang ajar monyet itu, mengapa biji merah itu
dimasukkan kemulut anak itu ?" serentak kakek Lo Kun terus
hendak menghampiri monyet.
"Eh mau apa engkau ?" cepat kakek Kerbau Putih mencekal
lengan kawannya. "Menghajar monyet!"
"Kenapa ?" "Mengapa dia memberikan darah ki-lin itu kepada anak
yang sudah mati ?" "Ah, tentulah monyet itu hendak mengobatinya," sahut
kakek Kerbau Putih, "memang bangsa binatang tahu akan
khasiat tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang
mengandung obat. Dan bukankah engkau masih mempunyai
sebutir ?" "Ya." sahut kakek Lo Kun, "tetapi ini hal nya cukup untuk
diriku. Lalu bagaimana engkau?"
Kakek kerbau Putih tertawa: "Aku tak ingin makan biji
darah itu, bung." "Mengapa ?" "Aku tak suka hidup seribu tahun. Buat apa hidup begitu
panjang. Badan dan tulang-tulang kita akan sakit semua.
Kalau engkau takut mati, telan saja biji darah itu"
"Huh, Kerbau gila, engkau mau cari enak sendiri !" kakek Lo
Kun menggumam "engkau suruh aku berumur panjang, biar
kalau engkau mati aku dapat menguburmu. Lalu siapakah
kelak yang akan mengubur aku " O, tidak, tidak, jangan harap
engkau dapat menipu aku !"
Keduanya lalu menghampiri ke tempat Blo'on dan duduk
menunggu. Entah sampai berapa lama, tiba-tiba ruang
menjadi agak terang. Jalur-Jalur sinar matahari mulai
menembus melalui lubang-lubang kecil karang penutup ruang.
"Sudah siang, mengapa anak itu belum bergerak ". Kalau
jelas sudah mati, hayo, kita kubur saja !" seru kakek Lo Kun.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kakek Kerbau Putih setuju. Mereka lalu membuat liang
didalam dinding karang yang jebol tadi. Andaikata kedua
kakek itu bukan orang linglung mereka tentu segera
mengetahui bahwa dibagian dalam dari dinding yang jebol itu
merupakan sebuah ruangan yang cukup lebar. Dan apabila
mau memperhatikan lebih lanjut, tentu mereka akan
terperanjat melihat keadaan ruang itu. Namun mereka kakek
linglung yang tak menghiraukan segala apa. Mereka hanya
asyik membuat libang untuk mengubur Blo'on.
Setelah selesai merekapun keluar lagi dan hendak
mengangkat tubuh Blo'on. Ketika tubuh Blo'on dibawa masuk,
burung rajawali dan monyet diam saja dan mengikuti masuk.
Tetapi pada waktu Blo'on dimasukkan kedalam liang terus
ditimbuni pecahan batu karang, tiba-tiba terdengar suara
anjing menggonggong dan beberapa saat kemudian, seekor
anjing besar berbulu kuning loncat masuk terus menubruk
kakek Lo Kun. Ternyata anjing kuning itu adalah kawan dari burung
raajwali dan monyet. Sejak Blo'on jatuh kedasar jurang, anjing
itu masih menunggu diatas tepi jurang. Pun ketika burung
rajawali bersama monyet melayang turun ke dasar jurang,
anjing itu masih tetap menunggu diatas. Tetapi karena sampai
malam berganti siang, belum juga Blo"on dan burung rajawali
serta monyet hitam naik ke atas, anjing itupun mulai gelisah.
Akhirnya ia mulai menuruni jurang dan berhasil menemukan
tempat mereka berada. Anjing kuning itu mempunyai naluri dan hidung yang tajam.
Ia marah karena tuannya ditimbuni batu oleh dua orang kakek
yang tak dikenalnya. Serentak ia loncat menerkam kakek Lo
Kun. Monyet dan burung rajawahpun bergerak menyerang
kakek Kerbau Putih. Burung rajawali menyambar-nyambar
kepala dan monyet melempari kaki itu dengan pecahan batu
karang. Karena kewalahan kedua kakek itu lari keluar. Anjing,
burung rajawali dan monyetpun tak mau mengejar. Mereka
menjaga ditepi lubang tempat Blo'on dimasukkan.
Beberapa keping batu karang yang dilemparkan monyet
hitam tadi dapat ditangkis dan dihindarkan kakek Kerbau
Putih. Ada beberapa yang terlempar masuk kedalam liang dan
tepat menimpah muka dan dada Blo'on.
Sebenarnya tempat disitu merupakan sebuah ruang guha.
Pintu guha ditutup dengan pecahan batu karang yang kecil
yang disusun sampai ke atas. Berpuluh-puluh tahun lamanya,
pintu dari susunan batu karang itu ditumbuhi pakis lebat
sehingga sepintas pandang menyerupai dinding karang. Tak
disengaja, ki-lin telah mendorong Blo'on tepat ke arah pintu
itu hingga jebol. Apabila bukan terbuat dari susun batu
karang, Blo'on tentu sudah remuk tulang punggungnya.
"Kurang ajar anjing itu," kakek Lo Kun menggeram lalu
berteriak, "hai, anjing, hayo keluar sini. kuremuk mulutmu 1"
"Kurang ajar anjing itu, "kakek Lo Kun menggerarn sambil
mengusap-usap daun telinganya, "Lihatlahah, kupingku telah
digigitnya sampai berdarah."
"Engkau masih untung," sahut kakek Kerbau Putih, "tadi biji
mataku hampir saja hilang karena ditutuk paruh burung itu.
Nih lihatlah, alisku hilang ..."
"Kalau begitu mari kita masuk menghajarnya lagi." kata
kakek Lo Kun terus hendak melangkah kedalam guha.
"Jangan." kata kakek Kerbau Putih.
"Jangan " Engkau takut ?"
"Bukan takut tetapi malu."
"Malu kenapa ?" tanya kakek Lo Kun.
"Karena aku seorang manusia !"
"O . . . " "Manusia musuhnya tentu manusia dan anjing dengan
anjing. Kalau manusia musuh anjing, entah manusia itu yang
menjadi anjing, atau anjing itu yang jadi manusia."
"O, benar, benar," teriak kakek Lo Kun yang linglungnya
memang lebih berat, "kalau begitu aku tak sudi berkelahi
dengan anjing itu. Enak saja dia jadi manusia dan aku jadi
anjing." Kakek Kerbau Putih tak menyahut. Dan ketika kakek Lo Kun
berpaling ternyata kakek Kerbau Putih itu sudah duduk
bersemedi pejamkan mata. "Setan, mengapa tak mengajak orang," ia menggumam
terus ikut duduk dimuka kakek Kerbau Putih dan bersemedhi
memulangkan tenaga. Siangpun berganti malam dan tempat itu mulai gelap lagi.
Kedua kakek itu masih tetap terbenam dalam semedhinya.
Anjing kuningpun mulai rebahkan diri di tepi liang. Burung
rajawali mulai mendekam dan pejamkan mata. Hanya si
monyet hitam yang masih melek. Monyet itu memang nakal
dan suka mengganggu orang. Tetapi dia pintar suka dan cepat
sekali menirukan perbuatan orang
Sebenarnya ketiga binatang itu adalah binatang peliharaan
Blo'on. Tetapi sejak Blo'on kehilangan ingatannya akan masa
yang lalu, iapun lupa siapa ketiga binatang itu. Namun karena
anak itu memang gemar akan binatang, maka dibiarkan saja
ketiga binatang itu mengikutinya.
Dahulu ketika tinggal di gunung, monyet itu sering melihat
ayah Blo'on dan beberapa muridnya berlatih silat. Blo'on
sendiri tak mau belajar silat. Tetapi monyet itu diam-diam
telah memperhatikan menirukan gerak-gerak permainan silat
yang mereka lakukan. Walaupun tidak seluruhnya bisa
menirukan, tetapi monyet dapat juga melakukan gerak-gerak
ilmu silat. Bahkan ilmu melontar atau menimpuk dengan
senjata rahasia, pun ia juga ikut menirukan murid-murid ayah
Blo'on yang sedang berlatih.
Dan monyet itu memang suka usil, senang menggoda
orang. Keadaan sunyi menyebabkan dia tak betah. Apalagi tak
dapat tidur. Maka ia mulai bergerak, berkeliaran di dalam guha
itu. Ia hendakk mencari sesuatu yang dapat dimakan.
Ketika masuk ke dalam, ia terkejut karena melihat sebuah
sinar terang macam kunang-kunang. Dihampirinya sinar itu.
Apabila dia seorang manusia dia tentu sudah menjerit dan lari
ketakutan. Tetapi karena dia seekor binatang monyet, maka
pemandangan yang disaksikan itu, tak mengguncangkan
perasaannya. Tempat yang didatanginya itu ternyata sebuah balai-balai
batu. Diatas balai-balai itu rebah sesosok kerangka manusia
yang menelentang. Sinar kecil yang berwarna putih kebirubiruan
itu berasal dari dalam batok kepala tengkorak itu.
Monyet makin heran. Ia loncat keatas balai-balai batu dan
menghampiri kebagian kepala tengkorak, rupanya gerakan
monyet itu walaupun pelahan sekali namun mengejutkan
benda yang bersinar itu Tiba-Tiba benda bersinar itupun
lenyap Monyet terkejut. Ia tak mau gegabah memegang batok
kepala. Ia menunggu disisi kepala tengkorak itu dengan diam.
Rupanya nalurinya mengatakah bahwa didalam batok kepala
tengkorak tersimpah suatu benda yang ajaib.
Lama juga ia menunggu sehingga hampir kesal dan tak
tahan. Ketika ia hendak mengulurkan tangan kelubang mata
tengkorak itu, tiba-tiba ia terkesiap karena melihat benda
bersinar itu muncul lagi. Ia menahan napas dan makin diam.
Benda bersinar itu makin terang dan makin naik keatas
sehingga lubang-lubang mata, hidung dan mulut tengkorak itu
seperti memancar sinar. Monyel hitam makin heran. Namun
dia tak berani bergerak. Tak berapa lama, sinar itupun menyembul keluar dari
lubang hidung tengkorak. Besarnya sama dengan biji buah
asam. Melihat itu monyet hitam tak dapat menahan hatinya
lagi. Secepat kilat ia menyambar benda bersinar itu terus
loncat turun. Seiring dengan turunnya monyet itu ketanah, terdengarlah
bunyi mendering yang tajam sekali macam suara suitan. Dan
menyusul dari lubang hidung tengkorak itu merayap keluar
seekor binatang kelabang raksasa. Panjangnya mencapai
sekaki orang, besarnya sama dengan belut, badannja penuh
tumbuh bulu hitam yang panjang. Umurnya entah berapa
puluh tahun, mungkin mencapai seratusan tahun karena
kelabang itu dapat mengeluarkan ciu atau mustika.
Binatang yang bertapa sampai ratusan tahun memang
dapat mengeluarkan sesuatu yang luar biasa. Ular
mengeluarkan tanduk, ki-lin tumbuh tanduk, kelabang memiliki
mustika dan lain-lain. Bahkan bangsa tanamanpun juga
demikian. Misalnya rumput Liong-si-jau atau Kumis-naga yang
menurut puluhan murid Hoa-san-pay, telah dimakan oleh
Blo'on Biasanya pada malam hari, kelabang itu keluar dari
sarangnya dalam batok kepala tengkorak yang terbujur diatas
balai-balai batu itu. Pada waktu keluar ia muntahkan
mustikanya keluar, untuk menerangi jalan dan sekedar untuk
dibuat permainan ditelan dimuntahkan pula. Sama sekali
binatang itu tak menyangka bahwa pada malam itu tiba-tiba
mustika yang dimuntahkan keluar itu telah lenyap. Marahlah
kelabang raksasa itu. Ia merayap keluar mencari mahluk yang
melalap mustikanya. Rupanya monyet hitam tahu juga akan binatang yang
menyeramkan itu Apalagi ternyata kelabang itu merayap cepat
kearahnya. Ia terus loncat dan lari ketempat liang lagi.
Ditamparnya burung rajawali supaya bangun lalu ia bercuitcuit
menunjuk ke muka. Mata burung rajawali yang tajam
cepat dapat melihat kelabang itu. Cepat la terbang dan
melancarkan serangan dengan paruhnya yang tajam. Namun
kelabang yaog sudah ratusan ratusan tahun umurnya Itu,
keras sekali badannya. Paruh rajawali tak dapat melukainya.
Bahkan burung itu harus hati-hati karena kelabang itu dapat
menyemburkan uap beracun.
Melihat itu monyet hitam yang cerdik lalu mencari batu
karang. Dengan keping-keping batu karang itu ia menimpuk
kelabang. Tetapi kelabang tetap tak menderita apa-apa.
Badannya sudah sekeras batu karang Akhirnya monyet
mendapat akal. Ia mengangkat batu karang yang lebih besar
terus dirimbunkan ketubuh kelabang. Masih kelabang itu dapat
meronta dan bergeliatan sehingga batu karang yang
menincihnya itu mulai berkisar. Melihat itu monyet hitam
marah. Ia mengangkat lagi batu yang lebih besar terus
ditindihkan ke badan kelabang. Setelah ditindih dengan
beberapa batu kajang yang besar, akhirnya kelabang itu tak
dapat berkutik. Kini monyet melonjak-lonjak girang. Ia menepuk-menepuk
kepala burung rajawali sebagai pernyataan terima kasih atas
bantuannya. Setelah itu monyet lalu menuju ke liang, loncat kedalam, Ia
memasukkan lagi mustika kelabang itu kedalam mulut Blo'on.
Karena berasal dari darah ki-lin, biji-biji merah sebesar
jagung yang dimasukkan kedalam mulut Blo'on tadi sudah
hancur dan mengalir kedalam kerongkongan Blo'on terus
kedalam perut. Tetapi beda halnya dengan mustika kelabang
yang keras. Mustika itu tetap terkulum dalam mulut Blo'on karena tak
mau hancur. Karena mendengar suara berisik, anjing kuningpun bangun.
Tepat pada saat itu, kakek Lo Kun pun masuk kedalam jebolan
dinding karang. Maksudnya hendak melihat apa yang terjadi
pada diri anak itu. Tetapi tiba-tiba anjing kuning menggeram
dan bangun dengan sikap hendak menerjang.
"Setan" kakek Lo Kun memaki, "apabila di tempat yang
luas, engkau tentu sudah kuhajar .. "
"Ai, kakek tua, sudahlah, jangan berkelahi dengan anjing
lagi. Engkau kan manusia, mengapa bermusuban dengan
anjing," tiba-tiba kakek Kerbau Putih yang terjaga, berseru
mencegah. Akhirnya kakek Lo Kun terpaksa keluar.
Malampun berganti siang. Pergantian waktu itu dapat
diketahui dari cahaya yang menembus masuk dari lubanglubang
kecil batu kerucut. "Bagaimana kita sekarang ini ?" tanya kakek Lo Kun.
Kakek Kerbau menyahut : "Kurasa lebih baik kita kembali
saja ketempat Somali. Aku sungguh tak tega kalau
meninggalkan kekasihku itu dijaga orang Persia itu."
"Benar," teriak kakek Lo Kun, "kita hendak mengantar
putera raja menghadap raja. Kalau sekarang dia sudah mati,
habis apa yang akan kita bawa kepada raja "'
Kedua kakek linglung itu berbangkit terus hendak berjalan
kedalam terowongan yang menuju ke tempat Somali.
"Hai, mengapa aku tidur disini ... "
Kedua kakek itu tertegun, berputar tubuh memandang
kearah jebolan dinding karang.
"Mana Lo Kun dan kakek Kerbau" Mengapa aku disuruh
tidur diatas tanah ?" terdengar pula suara dalam liang kubur.
Ternyata Blo"on telah hidup kembali. Dan memang
sebenarnya dia belum mati hanya pingsan. Biji merah dari
darah ki-lin emas itu memang hebat sekali khasiatnya. Sebiji
darah saja sudah membuat orang kepanasan tubuhnya. Dan
Blo'on telah dijejali tujuh delapan biji darah itu. Tubuhnya
seperti dibakar api dan jantungnyapun serasa berhenti. Sehari
semalam Blo on tak sadarkan diri. Untung sebelumnya dia
sudah makan rumput mustika Liong-si-jau sehingga dia
memiliki daya tahan yang kuat. Andaikata tidak, urat-urat
jantungpun pasti sudah putus . , .
Hawa panas dari biji-biji darah ki-lin itu membuat darahnya
mendidih dan meluap-luap seperti lahar gunung berapi. Dan
seperti telah dituturkan dalam bagian muka, Bloon mendapat
saluran tenaga dingin dari kakek Kerbau Putih dan tenaga
dalam panas dari kakek Lo Kun. Dua macam tenaga-dalam itu
karena dilanda oleh lahar panas menjadi seperti gelombang
lautan yang didampar badai raksasa. Darah dalam tubuh anak
itu mengalir deras dan binal, menyusup keseluruh urat-urat
yang betapapun halusnya, nadi dan jalan darah.
Dalam tubuh orang terdapat apa yang disebut jalan darah
Seng-si-hian-kwan. Jalan darah ini merupakan jalan darah
yang terakhir tetapipun yang paling sukar ditembus.
Seorang jago silat yang sudah berpuluh tahun meyakinkan
ilmu tenaga-dalam, mungkin telah mencapai tingkat yang
tinggi. Tetapi belum tentu Jalan darah Seng-si-hian-kwannya
sudah dapat tertembus dengan aliran tenaga-dalam itu.
Apabila jalan darah itu dapat tertembus, maka selesailah dia
pada tataran yang terakhir. Tenaga-dalam dilancarkan
menurut sekehendak hati dan pada setiap saat yang


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikehendaki. Tenaga-dalamnya dapat dikendalikan dan
diperintah oleh pikiran. Apa yang terjadi pada diri Blo'on " Karena kekuatan rumput
Liong-si-jau, dua macam tenaga dalam panas dingin dan
dihempaskan oleh khasiat biji darah ki-lin purba, tertembuslah
jalan darah Seng-si-hian-kwan dari Blo"on tanpa anak itu harus
berjerih payah meyakinkan ilmu tenaga-dalam sampai
berpuluh tahun. Tetapi suatu keanehan pun telah timbul pada diri anak itu.
Ibarat tempat, tubuhnya sudah dibuka. Tetapi sayang dia tak
mengerti ilmu mengembangkan tenaga-dalam sehingga tak
dapat mengisi tubuhnya yang sudah sedemikian hebatnya
Memang tenaganya kini jauh lebih hebat dari semula, begitu
pula gerakannya lebih ringan dan gesit. Tetapi karena dia
belum pernah berlatih memusatkan dan mengembangkan
tenaga-dalam. betapapun tetap kalah lihay dengan seorang
tokoh persilatan yang ilmu tenaga-dalamnya sudah mencapai
tataran tinggi. Karena terkejut dirinya tidur dalam liang, Blo'on melonjak
bangun dan sekali bergerak, ia sudah melayang keatas tepi
liang. Yang pertama menyambutnya ialah anjing Kuning.
Anjing itu serta merta lalu merunduk kepala dan menjilat-jilat
kaki blo"on dengan mesra. Lalu burung rajawali yang
melayang dan hinggap dikepala. Terakhir monyet hitam yang
loncat memeluk lehernya. Binatangpun dapat menumpahkan
kegembiraannya terhadap tuan yang disayanginya.
"Turun !" bentak Blo'on seraya menyiak burung dan monyet
lalu menyingkirkan anjing dengan kakinya. Rupanya ketiga
binatang itupun mengerti Mereka menurut perintah Blo'on.
Blo"on lalu melangkah keluar,
"Hah, mayat hidup . . . !" karena kejutnya melihat Blo'on,
kedua kakek linglung itu saling serentak saling berdekapan.
"Gila!" teriak Blo'on, "mengapa kalian itu " Kedua kakek
linglung itu makin kencang berpelukan. Blo'on mendongkol
tercampur heran. Ia segera menghampiri : "Mengapa kalian ini
!" teriaknya. Kedua kakek tak menghiraukan. Mereka sibuk mempererat
tangannya memeluk sang kawan.
"Hm, gila," Blo'on mengkal. Tangan kanan mencengkeram
tengkuk kakek Kerbau Putih, tangan kiri mencekik tengkuk
kakek Lo Kun, terus di-siak kekanan dan kiri. Uh, uh . . . kedua
kakek itu terhuyung-huyung beberapa langkah dan terpisah
dari kawannya. "Ampun, mayat, jangan mengajak aku ke akhirat," kakek Lo
Kun berlutut, "aku minta tempo dulu. Setelah selesai
memecahkan persoalan calon pengantinku, baru aku mau ikut
engkau !" "Edan !" Blo'on memekik, "siapa yang engkau sebut
mayat?" "Engkau ! Engkau tadi sudah mati, mengapa hidup lagi ?"
seru kakek Lo Kun. "O" desuh Blo'on, "tetapi aku belum mati. Sekarang aku
hidup lagi. siapa yang melempar aku kedalam liang itu ?"
"Aku berdua dengan Kerbau Putih," jawab kakek Lo Kun,
"karena mengira engkau sudah mati. kami segera membuat
liang dan menguburmu. Tetapi pada waktu hendak menimbuni
dengan pecahan karang, ketiga binatang itu mengeroyok aku.
Ya, untung binatang itu menghalangi, kalau tidak engkau
tentu sudah terpendam dalam liang." kakek Kerbau Putih
menyelutuk. "O, kalian memang hebat," tiba-tiba Blo'on malah memberi
pujian kepada kedua kakek linglung itu, "kelak kalau bertemu
raja, kalian tentu akal kumintakan ganjaran besar."
"Ganjaran " Mengapa ?" kakek Kerbau Putih heran.
"Karena kalian tak jadi mengubur seorang putera raja yang
masih hidup. Apakah itu bukan suatu jasa yang besar ?"
"Benar, benar," tiba-tiba pula kakek Lo Kun yang lebih
hebat linglungnya berteriak, "jika tak ada dua kakek seperti
kita berdua ini, engkau tentu sudah mati !"
Blo'on hendak bicara lagi tetapi tiba-tiba monyet hitam
loncat dihadapannya dan melonjak-lonjak sembari
menunjukkan sebuah benda putih kebiru-biruan sebesar biji
asam. "Uh, engkau dapat apa itu ?" Blo"on ulurkan tangan
menyambuti. Dilihatnya benda itu amat keras, berkilaukilauan,
"apakah ini ?" Monyet hitam menyambar tangan Blo"on terus ditarik
supaya berjalan kearah jebolan karang Blo'on memang sayang
binatang, Walaupun setelah menderita hilang ingatan untuk
masa lampau sehingga dia lupa akan ketiga binatang
peliharaannya, namun kini setelah binatang itu selalu
mengkuti Saja, timbullah rasa sukanya kepada mereka Ia
menurut saja tangannya digelandang ke dalam jebolan dinding
karang. Ketika tiba di gunduk karang yang menimbuni kelabang
raksasa, monyet itu berhenti dan bercuit-cuit melongok
kebawah batu. Blo'on heran dan ikut melongok.
"Astagai apakah itu !" ia memekik kaget ketika melihat
seekor kelabang besar tertindih dibawah batu..
Kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putihpun Ikut masuk.
Mereka menghampiri ke tempat Blo'on "Hola, seekor kelabang
raksasa '" teriak kakek Kerbau Putih seraya memeriksa
kelabang yang sudah tak berkutik, "bukan main, seumur hidup
belum pernah aku melihat binatang kelabang yang begini
besar dan menyeramkan."
"Bunuh sajalah !" kakek Lo Kun terus hendak mengangkat
batu dan dihantamkan. "Jangan," teriak kakek Kerbau Putih, "kelabang ini termasuk
binatang mustika. Umurnya tentu sudah ratusan tahun. Dan
biasanya kelabang yang sudah begitu tua, dapat
mengeluarkan mustika ..."
"Oh, apakah ini ?" tiba-tiba pula Blo'on teringat pada saat ia
tersadar mulutnya mengulum sebuah benda Lalu benda itu
dimuntahkan keluar dan di ambil lagi oleh monyet hitam.
Setelah memeriksa benda itu, kakek Kerbau Putih berteriak
girang: "Benar, benar, benda itu memang mestika kelabang.
Khasiatnya dapat menghilangkan segala racun yang
bagaimana ganasnyapun. Bagus, rejekimu memang besar
sekali, simpanlah mustika itu baik-baik Bangkai kelabang ini
akan kusimpan. Khasiatnya juga sama, dapat memurahkan
segala macam racun !"
Selagi kedua kakek itu sibuk mengambil kelabang yang
tertindih batu karang, Blo'onpun ayunkan langkah karena
ditarik tangannya oleh monyet hitam. Monyet itu mengajaknya
menghampiri dinding guha, tempat meja batu.
Demi melihat sesosok tulang kerangka manusia rebah
membujur diatas meja batu. Blo'on menjerit ketakutkan.
"Astagafirullah, minta ampun.....Setan tengkorak !" ia terus
lari keluar . . . bersambung. ---ooo0dw0ooo--- Jilid 8 Rahasia Tengkorak "Mengapa ?" seru kakek Lo Kun ikut melonjak kaget melihat
blo'on lari ketakutan. "Tengkorak " kata Blo'on seraya menunjuk kesudut dinding
guha. "Masih hidup ?" tanya kakek Lo Kun.
"Entah, aku tak berani mendekatinya," sahut Blo'on.
Sejak menemukan mayat dari Sun kui-hui yang
dianggapnya dengan penuh keyakinan sebagai bekas
kekasihnya dahulu, pikiran kakek Kerbau Putih agak terang.
Linglungnya banyak berkurang.
'Gila semua " ia berteriak, "masakan tengkorak masih
bernyawa " hayo, kita periksa !"
Blo'on terpaksa mengikuti kakek Kerbau Putih ke tempat
kerangka tulang tengkorak itu. Demikianpua kakek Lo Kun.
"Dia diam saja !" seru Blo'on.
"Memangnya sudah mati jadi tengkorak, masakan dapat
bergerak," dengus kakek Kerbau Putih. "apa engkau masih
takut "' Blo'on gelengkan kepala : "Tidak."
Mereka mulai memeriksa tengkorak itu. Pada bagian batok
kepala masih melekat bebera gumpal rambut putih. Menilik
ukuran tulang-tulang kaki dan tangan serta tubuhnya, dahulu
tengkorak itu tentu seorang manusia yang tinggi besar.
Pakaiannya sudah hancur. "Hai, apakah yang dipegangnya ini ?" tiba-tiba Blo'on
berteriak ketika melihat jari-jari tangan kanan tengkorak itu
masih mencengkeram sebuah kotak kecil terbuat daripada
gading. "Uh. mungkin barang berharga miliknya ya disimpan dalam
kotak itu," kakek Kerbau Pu lalu ulurkan tangannya.
"Hai, mau apa engkau, setan Kerbau," tiba-tiba kakek Lo
Kun mencekal lengan kakek Kerbau Putih.
"Mengambil kotak gading itu."
"Akan engkau ambil sendiri ?"
"Tidak, hanya akan kubuka apa isinya. Kali memang berisi
barang pusaka yang berharga, kita bagi rata," sahut kakek
Kerbau Putih. "Tidak, aku tak mau," seru Blo'on, "buat apa mengambil
barang milik orang mati !'
"Ya, benar, aku juga tak sudi!" kakek Lo Kun ikut menolak.
"Ho, siapa yang akan mengambil " Akupun tak mempunyai
keinginan untuk mengambilnya. Tetapi apa jeleknya kita buka
peti itu. Mungkin bukan berisi barang berharga melainkan
surat wasiat pesanannya," kata kakek Kerbau Putih.
Kakek Lo Kun menarik pulang tangannya. Dan kakek
Kerbau Putihpun lalu memegang kotak itu terus hendak
ditariknya. Tetapi ia segera mendengus : "Uh . . . uh . . .
mengapa tak mau terlepas cengkeraman jarinya ?"
Ia berusaha untuk mengorak jari si tengkorak supaya
melepaskan peti tetapi jari-jari tengkorak itu mengancing
rapat sekali seolah-olah melekat dengan peti.
"Jangan dipaksa," seru kakek Lo Kun, "kalau dia tak mau
melepaskan, jangan engkau menggunakan paksaan. Kasihlah
aku yang mengambilnya" Kakek Lo Kun terus ulurkan tangan
dan menarik kotak itu. Tetapi diapun mengeluh: "Wah
mengapa melekat sekali dengan jarinya " Kalau kupaksa,
persambungan tulang lengannya tentu putus tapi belum tentu
jarinya dapat terlepas dari kotak."
"O, kutahu," tiba-tiba kakek Kerbau Putih berseru
Kakek Lo Kun berpaling : "Tahu apa ?"
"Ya, kuingat," kata kakek Kerbau Putih, "awah orang itu
tentu tak rela memberikan kotak kepada orang yang tak
disukai. Dia akan melepaskan cengkeramannya apabila
bertemu dengan orang yang disukai."
"Kurang ajar, kalau begitu tengkorak ini tentu tak-suka
kepadaku," gerutu kakek Lo Kun.
'"Naif, engkau baru tahu rasa bahwa tengkorakpun tak suka
kepada kakek semacam engkau", ejek kakek Kerbau Putih,
"Huh, diapun juga tak suka kepada wujutmu hai, kerbau
bungkuk," kakek Lo Kun balas mengejek
"Sekarang cobalah engkau yang mengambil," kakek Kerbau
Putih tak mau melayani Lo Kun lalu menyuruh Blo'on.
Blo'on menurut. Pelahan-lahan ia mendekati dimuka
tengkorak lalu memberi hormat : "Tengkorak, aku tak tahu
siapa engkau. Tetapi aku dan kedua kakek ini tak
menghendaki barangmu melainkan hendak mengetahui
barangkali engkau meningga'ikari pesan. Apabila benar,
lepaskanlah kotak ini agar aku dapat membuka isinya. Kalau
engkau benar meninggalkan pesan, aku tentu akan melakukan
sedapat mungkin ..."
Habis berkata, Blo'on mendekati tangan tengkorak lalu
pelahan-lahan menarik kotak itu.
Aneh ! Seolah-olah mengerti kata-kata Blo"on, tengkorak itupun
lepaskan cengkeramannya dan dengan mudah kotak dapat
ditarik Blo'on. "Ho, dia suka kepadamu!" seru kakek Kerbau Putih lalu
menyuruh anak itu membukanya.
Ternyata kotak gading itu hanya berisi dua kim-long atau
kantong yang terbuat dari sutera lemas yang tahan hawa.
Blo'on mengambil sebuah kim long lalu dibukanya Isinya
sehelai kertas yang penuh tulisan.
"Ah, aku tak dapat membacanya," kata Blo'on seraya
mengangsurkan surat itu, "siapa diantara kalian yang dapat
membaca, harap membacakan!"
Kakek Lo Kun diam saja. Sebaliknya kakek Kerbau Putih
segera menyambuti : "Dahulu aku hampir menjadi siucai
(orang terpelajar) tetapi gagal coba saja kubacanya !"
Setelah memeriksa beberapa saat, ia mengangguk : "Akan
kubaca, harap kalian mendengarkan"
Kepada yang menemukan mayatku dan membaca surat
pesanku ini, kuanggap ia berjodoh dengan aku. Aku percaya
engkau tentu akan melakukan permintaanku Dan untuk jerih
payahmu itu, aku tentu akan menghadiahkan sesuatu yang
sangat berharga .... "Ho, kita lakukan saja perintahnya itu !" tiba-tiba kakek Lo
Kun menyelutuk, "kalau engkau tak sanggup, serahkan semua
kepadaku." Kakek Kerbau Putih menyeringai : "Setan kerdil, jangan
mengganggu aku membaca " ia terus lanjutkan membaca lagi
.... Kaum persilatan menyebut aku Bu Kek lojin karena aku
dianggap sebagai pencipta ilmu silat Bu-kek-sin-kun. Semasa
muda aku gemar berkelana di dunia persilatan sehingga aku
menderita akibat-akibat yang menyedihkan dan
menyenangkan. Aku mengikat banyak persahabatan tetapipun
menanam banyak permusuhan. Akhirnya karena jemu tak
mendapat lawan lagi, aku menyembunyikan diri di gunung
Kun-lun-san. Namun masih sering aku menerima kedatangan
orang-orang yang menantang aku adu kesaktian. Untung
sejak menyepikan diri itu, aku sudah memperoleh kesadaran
dan penerangan batin. Aku selalu mengalah dan walaupun
melayani tantangan mereka,toh tapi aku tak mau merebut
kemenangan. Cukup hanya menjaga diri sampai orang-orang
itu sudah menumpahkan habis seluruh kepandaiannya,
barulah mereka tunduk dengan puas. Puas karena sikapku
yang mengalah dan merendah.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi karena masih saja menerima kedatangan jago-jago
silat, akhirnya aku pindah bersembunyi disini, guha dalam
perut gunung Hoa-san. Pada suatu hari secara tak sengaja, ketika aku keluar
kebawah gunung membeli bahan makanan, tiba-tiba aku
melihat serombongan prajurit Mongol menuju kebarat. Pada
saat pasukan Mongol lewat, kota sepi serentak. Penduduk
menutup pintu tak berani keluar rumah. Toko-Toko tutup
sehingga aku tak dapat berbelanja. Setelah pasukan Mongol
pergi barulah rumah-rumah buka lagi. Aku mendapat
keterangan bahwa prajurit-prajurit Mongol itu kejam dan
sewenang wenang terhadap rakyat; Mereka Suka memukul,
menganiaya, merampas harta milik rakyat dan bahkan suka
merusak kehormatan gadis dan wanita. Maklum karena kaisar
mereka, Ku bilai Khan berhasil menduduki Tiong-goan dan
mengangkat diri sebagai kaisar Goan.
Ketika memimpin pasukan Mongol melintasi pegunungan
Kun-lun untuk menyerang Tiong goan, Kubilai Khan telah
melihat seekor ki-lin. la memerintahkan prajuritnya untuk
memburu ki-lin itu, tetapi tak berhasil.
Setelah menjadi kaisar Goan-si-ong, dia bermimpi melihat
ki-lin itu lagi. Dan menurut ceritanya, ki-lin itu mengatakan
apabila dapat menangkapnya, kerajaan Goan pasti dapat
memerintah Tiong-goan untuk selama-lamanya.
Oleh karena itu kaisar Goan lalu menitahkan pasukan besar
untuk berburu ki-lin di pegunungan Kun-lun.
Walaupun aku sudah bertapa tak mau campur urusan
dunia, tetapi aku masih mem punyai setitik rasa cinta negeri
dan bangsa. Aku tak puas negeri Tiong-goan diperintah oleh
kaisar Mongol. Aku harus menggagalkan perburuan ki-lin itu
agar kerajaan Go-an runtuh.
Sewaktu masih giat berkelana di dunia persilatan aku
mempunyai seorang murid yang memakai nama gelaran Bu
Bun-cu. ia tinggal di gunung Hong-san dan menjadi pertapa
Bu Bun lojin. Aku sayang sekali kepadanya. Dia berbakat
bagus, berotak cerdas dan berkelakuan baik. Seluruh ilmu
kepandaianku kuberikan semua kepadanya.
Untuk menyelamatkan ki-lin dari sergapan pasukan Mongol
yang berjumlah begitu besar kuajak muridku untuk membantu
usahaku. Kusuruh dia memancing dan meng goda perhatian
prajurit-prajurit Mongol itu agar mereka jangan sempat
memburu ki-lin. Akhirnya aku berhasil menangkap kilin itu lalu kuajak
muridku membawanya lolos dari Kun-lun-san. Tetapi ditengah
jalan, pasukan Mongol itu telah menyergapku. Aku heran.
Jalan yang kutempuh itu jalan yang tak diketahui orang dan
sangat kurahasiakan kecuali kepada Bu Bun. Jalan itu melalui
sebuah terowongan yaug menembus perut gunung. Tetapi
mengapa prajurit-prajurit Mongol itu tahu dan sudah siap
menyergap di mulut terowongan
Aku dan muridku memberi perlawanan. Dalam pertempuran
yang hebat, mereka banyak yang mati tetapi akupun
kehilangan muridku. Bu Bun telah rubuh dan karena jumlah.
mereka amat besar, aku terpaksa meloloskan diri dengan
membawa ki-lin itu. Walaupun dengan susah payah karena
menderita luka-luka, akhirnya aku berhasil menyelamatkan ke
guha ini. Beberapa bulan kemudian, aku keluar untuk melakukan
penyelidikan tentang diri Bu Bun. Tersiar berita di kalangan
rakyat gunung Kun-lun bahwa Bu Bun telah dijauhi hukuman
mati oleh pemerintah Goan. dan mereka tetap hendak mencari
aku. Belasan tahun kemudian, setelah berita-berita tentang
diriku mulai dingin, aku memberanikan keluar. Kudengar di
dunia persilatan muncul seorang sakti yang menamakan
dirinya sebagai Pek Lian lojin yang mendirikan perkumpulan
rahasia Pek-lian-kau. Bermula tujuannya untuk menentang
kekuasaan pemerintah Goan. Setelah pengaruhnya bertambah
besar, perkumpulan yang berkedok agama itu mulai nyelewerg
dari tujuan semula. Perkumpulan itu mulai melakukan
perbuatan-perbuatan jahat Menggunakan kesempatan
suasana negara sedang kacau, merekapun mengadakan
perampokan, pembunuhan dan perkosaan kepada wanitawanita.
Dan kudengar bahwa Pek Lian lojin itu amat sakti sekali.
Memiliki ilmu tenaga-dalam Bu-kek-sin-kang yang tinggi
sehingga jago-jago silat dan partai-partai persilatan tak dapat
mengalahkannya. Diam-Diam timbul keherananku Dalam
dunia persilatan kecuali aku dan Bu Bun, tiada lagi tokoh silat
yang memiliki ilmu Bu-kek-sin-kang. Pada hal Bu Bun sudah
dihukum mati, lalu siapakah Pek Lian lojin yang menguasai
ilmu Bu-kek-sin-kang itu "
Sebenarnya aku berniat hendak menyelidiki Pek Lian lojin
itu. Aku curiga jangan-jangan dia itu si Bu Bun sendiri yang
berganti nama. Tetapi belum sempat aku melaksanakan
rencanaku mendadak aku menderita sakit lumpuh. Terpaksa
aku harus membatalkan keinginanku itu dan harus berjuang
untuk menyembuhkan diriku. Hasil dari perjuangan untuk
mempertahankan nyawaku dari cengkeraman Elmaut aku
telah menciptakan suatu ilmu tenaga-dalam yang sakti, jauh
lebih sakti dari Bu-kek-sin-kang. Walaupun aku tak dapat
jalan, tetapi aku masih dapat hidup sampai beberapa tahun.
Kugunakan sisa hidupku untuk menulis ilmu pelajaran Bukeng-
sin-kang itu dalam sebuah kitab yang kuberi nama kitab
Bu-ji-cin-keng atau kitab Tanpa-tulisan.
Walaupun berupa lembaran kertas kosong tanpa tulisan
apa-apa, tetapi sesungguhnya kitab itu berisi ilmu pelajaran
ilmu yang amat sakti. Hanya orang yang mempunyai rejeki
besar dan berjodoh menjadi pewarisku, akan dapat
menemukan rahasia dari kitab Bu-ji-cin-keng itu.
Aku hendak minta tolong dua buah hal kepadamu. Pertama
kuburlah tulang kerangkaku didalam guha ini. Kedua, carilah
Pek Lian lojin dan selidikilah apa dia itu benar Bu Bun,
muridku. Kalau benar, suruh ia lekas bubarkan
psrkumpulannya yang jahat itu dan bertapa diguha gunung
Hong-san tempat pertapaanku dahulu. Disitu dia tentu akan
mendapatkan sesuatu yang berharga.
Untuk jerih payahmu, kuhadiahkan kitab Bu ji-cin-keng ini
kepadamu. Semoga engkau berjodoh menemukan rahasianya
.... Selesailah sudah kakek Kerbau Putih membaca surat wasiat
dari tengkorak yang semasa hidupnya bernama Bu Kek lojin.
Ternyata ki-lin emas itu memang disimpan dalam guha disitu
untuk menghindari penangkapan prajurit Mongol.
Bu Kek lojin rela menderita hidup dalam perut gunung
karena tak menyukai kaisar Mongol menguasai negaranya.
Dan memang alamat yang dilambangkan dalam impian kaisar
Mongol itu benar. Karena ia tak berhasil mendapatkan ki-lin
maka kerajaan Goanpun tak dapat berkuasa selama-lamanya.
Setelah Kubilai Khan meninggal, muncul lah Cu Goan-ciang
seorang putera bangsa Tiong-goan yang dapat membebaskan
negaranya dari kekuasaan Mongol dan mendirikan kerajaan
Beng. "Lalu dimanakah kitab Bu-ji-cin-keng itu "' tanya kakek
Kerbau Putih lalu suruh Blo'on membuka kim-long yang kedua.
Setelah Blo'on membukanya, memang didalam kim-long itu
berisi sebuah kitab kecil : "Apakah bukan ini "'
Kakek Kerbau Putih menyambuti. Pada kulit kitab itu
terdapat empat buah huruf yang berbunyi : Bu Ji Pit Kip. atau,
kitab pusaka Tanpa Tulisan.
'"Ya, benar, benar," seru kakek Kerbau Putih, "memang Bu
ji-pit-kip ini tentu berisi ilmu pelajaran Bu-ji-sin-kang."
Ia segera membuka kitab kecil itu. Sampai halaman yang
terakhir, ia mengeluh : "Hah, buku apa ini " Mengapa sama
sekali tanpa tulisan?"
Blo'onpun segera mengambilnya dan membuka isinya;
"Huh, kertas kosong melulu. Mana yang disebut ilmu pelajaran
Bu-ji-sin-kang itu ?"
"Coba aku yang memeriksa," seru kakek Lo kun lalu
menyambuti dan membuka lembaran kitab itu, "kurang ajar,
Bu Kek lojin itu menipu kita. Jelas kitab ini hanya kertas
kosong, bagaimana ia mengatakan berisi ilmu sakti " Ambillah,
aku tak mau !" Blo'on menyeringai dan mengangsurkan kepada kakek
Kerbau Putih. Tetapi kakek itupun juga geleng-geleng kepala :
"Simpan saja, aku tak menginginkan kitab kosong seperti itu."
Blo'on tertegun : "Kalau begitu kukembalikan saja kedalam
kotak dan kuselipkan di tangan tengkorak lagi."
"Jangan," cegah kakek Kerbau Putih," dia mengatakan,
siapa yang menemukan kitab itu berinti berjodoh dengan dia.
Engkau harus melakukan pesannya dan kitab itupun boleh
engkau ambil." "Maksudmu aku harus mengubur tulang tengkorak itu ?"
tanya Blo'on. "Ya." "Aku harus mencari Bu Bun lojin ?"
"Ya," sahut kakek Kerbau Putih pula.
"Kemana ?" "Entah," kakek Kerbau Putih gelengkan kepala
"Goblok." umpat kakek Lo Kun, "sudah tentu ke dunia."
"Dunia itu dimana ?" tanya Blo'on.
"Yang kita tempati ini ialah dunia."
"O, luas sekali. Berapakah luasnya dunia itu" tanya Bloon.
Kakek Lo Kun mendelik. Ia hendak menjawab, tak bisa.
Hendak marah, pun tak ada alasan.
"Goblok," kakek Kerbau Putih balas mengumpat, "masakan
dunia saja engkau tak tak tahu berapa luasnya ?"
"Ho, benar, aku memang tak tahu. Coba engkau katakan
luas dunia itu," seru kakek Lo Kun.
"Mudah saja." sahut kakek Kerbau Putih, "asal engkau ikuti
saja perjalanan matahari itu dari timur sampai kebarat, terus
kebarat, terus saja mengikuti matahari itu, engkau tentu dapat
mengetahui luasnya dunia."
"O. lalu bagaimana kalau malam hari. Bukankah matahari
itu tak tampak lagi?" tanya Blo'on.
"Bodoh," umpat kakek Lo Kun. "kalau malam engkau
berbuat apa ?" "Tidur,' sahut Blo'on.
"Nah, begitulah. Mataharipun tentu tidur juga. Benar tidak,
Kerbau Putih?" seru kakek Lo Kun
"Benar, benar . . eh, salah," tiba-tiba kakek Kerbau Putih
menyangkal, "setan tua, apakah engkau pernah melihat
matahari itu tidur ?"
"Berarti," sahut kakek Lo Kun. "Kalau begitu matahari tentu
belum pasti tidur" kata kakek Kerbau Putih.
Kakek Lo Kun garuk-garuk kepalanya : "Benar, benar . eh,
salah. Kerbau Putih, bukankah kalau malam hari engkau tidur
?" "Sudah tentu." sahut yang ditanya.
"Celaka." seru kakek Lo Kun, "karena engkau sendiri tidur
maka engkau tak dapat melihat matahari tidur. Kalau hendak
melihat dia tidur, engkau jangan tidur dan terus ikuti saja dia
masuk dalam laut." Rupanya Blo'on bosan mendengar ocehan mereka yang tak
keruan itu. Katanya : "Baiklah, karena tadi aku sudah berjanji
kepada tengkorak, maka apapun pesannya terpaksa harus
kupenuhi." Demikianlah dengan dibantu oleh kedua kakek dengan hatihati
sekali tulang-tulang tengkorak dari Bu tek lojin itu segera
dikubur dalam liang yang telah digali tadi dan hendak
diperuntukkan mengubur si Blo'on.
"Sekarang bagaimana ?"
"Keluar dari tempat ini." kata kakek Lo Kun "akan kuantar
engkau menghadap raja di istana."
"Jauhkah tempat itu ?" tanya Blo'on.
"Aku sudah lupa," kakek Lo Kun garuk-garuk kepalanya,
"tetapi mudah. Kita nanti boleh tanya pada orang di
perjalanan." Akhirnya merekapun keluar dari terowongan.
---ooo0dw0ooo--- Siau-lim-si. Paderi ti-kek ceng atau paderi yang bertugas menyambut
tetamu dari gereja Siau-lim-si, agak heran dan geli ketika
menyambut kedatangan serombongan tetamu yang aneh.
Dikata aneh karena rombongan tetamu itu terdiri dari seorang
pemuda yang kepalanya gundul, hanya memelihara dua ikat
rambut yang tumbuh di kanan kiri kepala! Dua orang kakek
tua yang aneh. Yang seorang bertubuh pendek, sudah tua
tetapi rambutnya masih hitam. Sedang yang seorang kakek
tua berambut putih yang bungkuk.
Keanehan dari rombongan pendatang itu tambah pula
dengan tiga ekor binatang yang ikut serta dengan mereka
Seekor burung rajawali, seekor monyet hitam dan seekor
anjing bulu kuning. "Omitohud," seru paderi berpangkat ti-kek ceng itu,
"adakah sicu sekalian hendak bersembahyang ke gereja
kami?" "Sembahyang" Buat apa sembahyang " Apakah ada orang
yang mati ?" sahut Blo'on.
Paderi itu tertegun mendengar penyahutan orang yang tak
keruan itu. Namun ia masih bersabar : "O, apakah sicu belum
pernah mengunjungi gereja ?"
Blo'on gelengkan kepala. "O, biasanya orang yang berkunjung ke gereja itu tentu
mengadakan sembahyang kepada para dewa, malaekat
penunggunya. Demikianpun dengan gereja Siau-lim-si ini."
"Dewa dan malaekat ?" Bloon makin heran, "apakah itu ?"
"Dewa dan malaekat ialah mahluk yang lebih tinggi dari
manusia. Mereka adalah mahluk-mahluk yang suci dan
keramat," menerangkan paderi ber-pangkat Ti-kek-ceng itu.
"Hola, apakah disini juga terdapat dewa dan malaekat "
Bagus aku ingin bertemu muka." tiba-tiba kakek Lo Kun
menyelutuk. Paderi itu tercengang. Sesaat kemudian ia berkala : "Oh,
lotiang ini juga manusia ?"
"Aku " Ya, aku seorang manusia," kata kakek Lo Kun, "eh,
kepala gundul, mengapa engkau menghina aku " Masakan
begini engkau anggap bukan manusia "'
Paderi itu hendak tertawa tetapi terpaksa ditahan. Buru-
Buru ia minta maaf : "Maaf, lotiang, tetapi aku heran mengapa
setua lo-tiang masih belum mengerti apa yang disebut dewa
dan malaekat penunggu gereja ?"


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kepala gundul, engkau gila," teriak kakek Lo Kun, "Kalau
aku tahu, masakan perlu bertanya kepadamu ?"
Walaupun berulang kali dimaki 'kepala gundul' oleh kakek
Lo Kun namun paderi ti-kek-ceng itu tetap bersabar. Kemudian
ia mengulangi pula pertanyaannya : "Adakah sicu dan lotiang
datang kemari hendak bersembahyang atau mempunyai lain
keperluan "' Blo'on menjawab : "Aku hendak menemui kepala Siau limsi."
Paderi ti-kek-ceng terbeliak : "Ada keperluan apa ?"
"Apakah engkau ini kepala Siau-lim-si ?" tanya Blo'on.
Paderi itu gelengkan kepala : "Bukan, aku hanya paderi tikek
ceng yang bertugas menyambi tetamu-tetamu yang
berkunjung ke gereja . . "
"O, kalau begitu antarlah kami kepada kepala gereja," kata
Bloon. "Sicu," tiba-tiba paderi ti-kek-ceng itu berkata dengan nada
yang keras, "gereja Siau-lim-si selalu terbuka untuk menerima
kunjungan setiap tetamu yang hendak bersembahyang. Sudah
dua ratus tahun lamanya gereja ini berdiri. Rakyat
memandang gereja ini sebagai tempat ibadah yang suci dan
kaum persilatan memuja gereja ini sebagai salah satu sumber
ilmu silat vang telah mengharumkan nama dunia persilatan
Tiong-goan." "Apakah maksud kata-katamu itu " Aku tak mengerti ?"
teriak Blo'on. "Hm,. artinya, gereja Siau-lim-si sebuah tempat ibadah
yang keramat dan harus diindahkan. Tak boleh telamu-telamu
sesukanya saja melanggar peraturan disini !"
"O. begitu." kata Blo'on. tetapi aku tak merasa melanggar
aturan disini. Aku hanya ingin menemui kepala dari gereja ini."
"Setiap tetamu yang hendak menghadap hong tiang (ketua
gereja) harus memberitahukan maksudku."
"Mengapa harus begitu ?" tanya Blo"on pula.
'Sekarang ini dunia persilatan sedang rusuh, beberapa
gereja dan biara telah dihancurkan. Murid-Murid perguruan
silat, diobrak-abrik . . , "
"Hai, siapakah orang itu ?" seru Blo'on.
"Kim Thian-cong ..."
"Kim Thian-cong " Siapa Kim Thian-cong itu ?" Blo'on makin
heran. "Kim Thian-cong itu dahulu dikenal sebagai ketua dari dunia
persilatan Semua partai persilatan tunduk dibawah
pimpinannya. Tetapi kemudian ia sudah mati ..."
"Engkau edan kepala gundul !" tiba-tiba kakek Lo Kun
berseru mendamprat, "masakan orang mati dapat hidup dan
mengacau !" Paderi ti-kek-ceng terbeliak. Sesaat kemudian ia berkata :
"Lo-tiang, jangan terburu memutus omonganku dulu. Memang
kutahu kalau orang mati tak dapat hidup dan mengacau.
Tetapi memang demikianlah keadaannya. Kim Thian-cong
sudah meninggal, tetapi tiba-tiba di dunia persilatan muncul
pula seorang tokoh yang menyebut dirinya Kim Thian-cong.
Bedanya, kalau Kim Thian-cong yang dahulu, menjadi
pemimpin partai-partai persilatan. tapi Kim Thian-cong yang
sekarang menjadi musuh dari partai-partai persilatan."
"O, apakah gereja Siau-lim-si juga di musuhi oleh Kim
Thian-cong itu ?" tiba-tiba kakek Keri Putih yang sejak tadi
diam saja, ikut buka suara.
"Benar, lo-tiang." sahut paderi ti-kek-ceng "beberapa partai
persilatan telah menerima surat dari Kim Thian-cong yang
maksudnya supaya membubarkan diri. Apabila tidak menurut,
mereka mereka akan diobrak-abrik. Pertama-tama kudengar,
partai Kong-tong-pay. Markasnya dibakar anakmuridnya
banyak yang dibunuh. Setelah itu hendak mengarah pada
partai Bu-tong-pay. Entah bagaimana kejadiannya. Oleh
karena itu maka Siau lim-sipun berhati-hati mengadakan
penjagaan." "O, lalu dimana ketua Siau-lim-si ?" tanya kakek Kerbau
Putih. "Maaf, lo-tiang, hong-tiang sedang keluar mengembara."
'O, dia tak berada dalam gereja ?" tanya Blo'on, "benar "
Engkau tidak bohong ?"
Merah muka paderi ti-kek-ceng itu "Sicu, kami kaum agama
pantang untuk berbohong. Ketua kami Hui Gong hongtiang
sudah sejak setengah tahun yang lalu, meninggalkan gereja
untuk . . . Tiba-Tiba paderi itu berhenti. Rupanya ia menyadari kalau
kelepasan omong. Rombongan Blo'on itu hanyalah tetamu, tak
perlu mereka diberitahu urusan gereja Siau-lim-si.
"Untuk apa ?" tiba-tiba kakek Kerbau Pulih mendesak.
"Mencari orang," paderi ti-kek-ceng dapat mencari jawaban.
"Siapa ?" desak kakek Kerbau Putih pula.
"Entahlah, hongtiang tak memberitahu kepadaku," sahut
paderi itu. "Kepala gundul, engkau bohong," tiba-tiba kakek Lo Kun
maju menyiak paderi itu. Karena terkejut melihat perbuatan
kakek pendek yang begitu liar, paderi itu ayunkan tangannya
hendak mendorong. Tetapi sebelum tangannya menjulur,
tubuhnyapun sudah mencelat dua tiga langkah ke belakang.
Paderi ti-kek-ceng berobah wajahnya. Rupanya ia
menyadari kalau berhadapan dengan rombongan orang-orang
aneh yang berkepandaian tinggi. Diam-Diam ia kerahkan
tenaga-dalam lalu menghantam
Buk . . . Tiba-Tiba kakek Kerbau Putih menyambuti pukulan paderi
itu dengan daging benjol dipunggungnya Uh . . paderi itu
mendesuh karena merasa tinjunya seperti melekat pada
benjolan daging si kakek. Ia tahu bahwa kakek itu telah
gunakan ilmu tenaga dalam istimewa yang menyedot. Diam-
Diam ia kerahkan tenaga-dalam dan menariknya. Uh . . .
kembali ia mendesuh ketika tubuhnya terhuyung beberapa
langkah kebelakang, ketika bukan saja tangannya dapat ditarik
dengan mudah, pun daging benjol itupun memantulkan
tenaga-dorong yang keras.
Masih paderi itu hendak merintangi. Tetapi kakek Lo Kun
segera mendorongnya. Paderi itu pun terhuyung-huyung
kebelakang, membentur diding dan rubuh tak ingat diri . . .
Melihat itu seorang to-thong atau paderi kecil vang berumur
lebih kurang 1-1 tahun segera lari masuk. Rupanya ia hendak
Sejengkal Tanah Sepercik Darah 15 Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Kisah Si Rase Terbang 3
^