Pencarian

Pendekar Mata Keranjang 24

Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 24


Tentu saja keluarga Pek terkejut bukan main mendengar akan teristiwa itu. Lebih kaget lagi ketika mendengar bahwa Pek Eng memutuskan ikatan jodoh dengan mempergunakan tokoh-tokoh sesat macam Lam-hai Siang-mo! Bagaimana Pek Eng dapat bergaul dengan orang-orang macam itu" Apalagi menurut Song Un Tek, sepasang iblis itu membatalkan ikatan jodoh atas nama Lam-hai Giam-lo! Mereka merasa khawatir sekali dan demikianlah, akhirnya Pek Kong dan Song Un Tek meninggalkan rumah mereka, pergi berdua ke selatan untuk melakukan penyelidikan dan mencari Pek Eng.
Ketika mereka tiba di selatan, mereka baru mendengar akan gerakan pemberontak yang dipimpin oleh orang-orang sesat, dan pemimpin utamanya adalah Lam-hai Giam-lo! Mereka lalu pergi ke daerah Yunan untuk menyelidiki, dan di perjalanan, mereka bertemu dengan para pendekar lain yang telah diundang oleh Menteri Cang Ku Ceng. Maka mereka pun bergabung untuk membantu pemerintah membasmi para pemberontak.
Selain dua orang ketua ini, juga di situ nampak Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian! Kita sudah mengetahui bahwa suami isteri ini pun sedang dalam perjalanan mencari musuh besar mereka, yaitu Lam-hai Giam-lo dan mereka bahkan sudah berjumpa dengan Hay Hay di Telaga Cao-hu. Ketika mereka melakukan penyelidikan dan mendengar bahwa Lam-hai Giam-lo telah menghimpun banyak sekali datuk sesat yang lihai di samping pasukanyang cukup besar, keduanya mengerti bahwa amatlah sukar, bahkan berbahaya bagi mereka kalau mencari Lam-hai Giam-lo di sarangnya. Mereka tldak takut menghadapi musuh besar itu, akan tetapi kini Lam-hai Giam-lo bukan sendiri, dan kalau mereka berdua harus menghadapi musuh besar itu yang dibantu banyak tokoh sesat yang lihai di samping anak buah yang berjumlah ratusan orang, tentu mereka akan mati konyol! Dan selagi mereka berkeliaran di sekitar Yunan, mereka bertemu dengan beberapa pendekar yang mengajak mereka untuk membantu pemerintah yang pasukannya sudah siap dan dipimpin langsung oleh Menteri Cang Ku Ceng. Suami isteri ini lalu datang menghadap dan pagi hari itu mereka ikut pula mengadakan rapat.
Masih ada belasan orang-pendekar yang duduk dalam ruangan itu, dan di antara mereka terdapat pula Cia Kui Hong! Seperti kita ketahui, gadis yang gagah perkasa ini mengalami guncangan batin yang amat hebat ketika ia bersama Hay Hay tenggelam dalam lautan nafsu sampai Hay Hay tersadar dan meninggalkannya. Hal ini menghancurkan hati Kui Hong. Ia tahu bahwa ia telah jatuh cinta kepada Hay Hay maka ia mandah saja ketika pemuda itu memeluk dan menciumnya, bahkan ia membalas kemesraan itu dengan sepenuh hatinya. Akan tetapi ketika Hay Hay menyatakan bahwa pemuda itu tidak mencintanya dan merasa menyesal akan apa yang telah terjadi, ia merasa hatinya seperti ditusuk-tusuk pedang dan ia lari meninggalkan Hay Hay dengan hati hancur dan mengalami guncangan hebat. Dan ia melanjutkan perjalanannya seorang diri dengan hati merana, untuk mencari musuh besarnyat yaitu Ki Liong. Dalam usahanya mencarl Ki Liong inilah ia mendengar bahwa Ki Liong bergabung dengan para pemberontak dan ia pun bertemu dengan orang-orang kepercayaan Menteri Cang Ku Ceng, sehingga ia memenuhi pula undangan menteri itu dan hari itu ia berada di antara mereka yang sedang mengadakan perundingan.
"Cu-wi Enghiong (Para Pendekar Sekalian)." terdengar Menteri Cang berkata dengan suaranya yang halus namun mengandung wibawa, "kami atas nama pemerintah mengucapkan terima kasih dan merasa gembira sekali bahwa Cu-wi (Anda Sekalian) telah suka bergabung di sini dan membantu usaha kami membasmi gerakan pemberontakan. Memang harus kami akui bahwa pekerjaan membasmi pemberontakan adalah tugas kami. Akan tetapi pemberontakan yang timbul di Yunan ini lain dengan pemberontakan biasa. Sekali ini, pemberontakan dipimpin oleh orang-orang dari dunia hitam, golongan sesat yang memiliki ilmu silat yang tinggi, bahkan kabarnya orang-orang Pek-lian-kauw ikut bergabung dan mereka terkenal pandai ilmu silat dan ilmu sihir. Menghadapi orang-orang seperti ini, tentu saja kami tidak dapat hanya mengandalkan kekuatan pasukan saja. Tanpa bantuan orang-orang pandai seperti Cu-wi Enghiong, mungkin usaha pembasmian kami akan mengalami kegagalan, atau setidaknya, tentu akan jatuh banyak korban di antara pasukan kami. Maka kami bersukur bukan main bahwa Cu-wi sudi membantu kami dan mudah-mudahan dalam beberapa hari ini, akan datang bantuan yang lebih banyak lagi."
Menteri ini dengan ramahnya lalu minta kepada para pendekar untuk masing-masing memperkenalkan diri dan kalau. datang sebagai wakil, menyebutkan partai atau perguruan mana yang diwakilinya."
Ketika itu, Kui Hong duduk dekat Hui Lian dan Su Kiat. Semenjak terjadinya peristiwa di Cin-ling-pai di mana mereka bertemu, bahkan saling serang, kemudian semua peristiwa itu berakhir damai, Kui Hong menganggap Hui Lian sebagai seorang wanita yang hebat, memiliki ilmu kepandaian yang melebihi tingkatnya! Dan sebaliknya, Hui Lian juga memandang Kui Hong sebagai seorang gadis yang gagah perkasa dan mengagumkan, apalagi kalau diingat bahwa gadis ini adalah cucu dari Pendekar Sadis yang terkenal sakti.
Para orang gagah itu memperkenalkan diri satu demi satu. Ketika tiba giliran Su Kiat dan Hui Lian, mereka hanya mengaku bahwa mereka mempunyai urusan pribadi dengan Lam-hai Giam-lo, akan tetapi setelah mendengar bahwa Lam-hai Giam-lo bahkan menjadi pemimpin gerombolan pemberontak, mereka lalu ingin bergabung dan membantu pemerintah. "Kami berdua tidak mewakili golongan mana pun, karena kami tidak terikat oleh sesuatu perkumpulan atau perguruan, walaupun kami pernah membuka perguruan silat yang tidak ada artinya, bukan merupakan perkumpulan melainkan sekedar mencari nafkah. Namun, kami siap membantu pemerintah membasmi gerombolan pemberontak yang dipimpin musuh besar kami, yaitu Lam-hai Giam-lo." kata Su Kiat penuh semangat.
Ketika tiba giliran Kui Hong untuk memperkenalkan diri, ia teringat bahwa keluarganya, baik dari ayahnya maupun dari ibunya, tidak ada yang hadir, maka la ingin mewakili mereka untuk mengangkat nama keluarganya. Setelah memperkenalkan nama, ia melanjutkan. "Saya mewakili Cin-ling-pai karena Ayah saya adalah Ketua Cin-ling-pai juga saya mewakili Pulau Teratai Merah karena Pendekar Sadis adalah Kakekku."
Mendengar ini, mereka yang belum tahu tertegun dan memandang kagum, juga Menteri Cang tersenyum lebar dan wajahnya berseri. "Aih, sungguh tidak kami sangka bahwa di sini hadir pula wakil dari mereka yang namanya sudah lama kami dengar. Selamat datang, Nona Cia dan teri~a kasih. Makin besar hati kami karena dengan hadirnya seorang wanita perkasa seperti Nona, pasti usaha kami membasmi gerombolan pemberontak akan berhasil baik."
Mereka lalu mengadakan perundingan. Menteri Cang menjelaskan bahwa menurut hasil penyelidikan mata-mata yang disebar, belum nampak gerak-gerik para pemberontak, kecuali bahwa para tokoh sesat telah berkumpul di sarang mereka.
"Kami khawatir kalau mereka menyembunyikan pasukan di suatu tempat. Kalau kita lebih dahulu bergerak, berarti kedudukan kita akan mereka ketahui, sebaliknya kita belum mengetahui kedudukan mereka. Karena itu, sebaiknya kalau kita menanti sampai mereka itu mengeluarkan pasukan mereka dan bergerak lebih dahulu. Dengan demikian, selain dapat melihat kekuatan pasukan mereka, juga kita dapat mengatur siasat untuk menyergap mereka."
Selagi mereka berunding, tiba-tiba ada komandan jaga datang menghadap, melaporkan bahwa ada seorang pemuda dan seorang gadis minta agar dihadapkan kepada Menteri Cang Ku Ceng.
"Pemuda itu adalah Can-taihiap, dan Nona itu baru datang menghadap Taijin." komandan jaga itu menutup laporannya. Mendengar disebutnya nama Can-taihiap, wajah Cang Ku Ceng, menteri yang bijaksana itu tersenyum.
"Ah, silakan mereka masuk!"
Muncullah Can Sun Hok dan Cia Ling. Begitu masuk, Kui Hong yang mengenalnya, segera berseru girang. "Ling Ling...!"
Cia Ling, gadis yang masih merasakan remuk rendam hatinya karena peristiwa perkosaan. yang menimpa dirinya, terkejut dan mengangkat muka. Ketika ia mengenal Kui Hong, ia pun berseru. "Bibi Kui Hong"!" Dan ia pun lari menghampiri lalu kedua gadis itu berangkulan. Kui Hong terkejut bukan main ketika melihat Ling Ling merangkulnya sambil menangis sesenggukan!
"Heiii Ling Ling, ada apakah" Apa yang telah terjadi?" tanyanya penuh keheranan dan kekhawatiran. Barulah Ling Ling sadar bahwa ia telah terseret oleh perasaan dukanya, padahal di situ terdapat banyak orang asing! Cepat ia mengerahkan tenaga batinnya untuk menekan perasaannya, mengusap air mata dan memandang kepada Kui Hong sambil tersenyum.
"Maafkan aku, Bibi Hong, aku... begitu girang bertemu denganmu di sini sehingga lupa diri terharu dan menangis. Maafkan aku"!" Biarpun lain orang di situ tidak merasa curiga akan adegan kecil ini, namun diam-diam Kui Hong merasa heran. Keponakannya, seperti yang diketahuinya setelah mereka untuk pertama kali bertemu di Cin-ling-pai adalah seorang gadis yang tenang dan halus, juga amat gagah dan tabah. Kenapa gadis ini tiba-tiba berubah menjadi seorang gadis cengeng dan lemah"
Menteri Cang segera memperkenalkan pemuda yang baru tiba itu kepada mereka yang hadir. Tentu saja Kui Hong sudah mengenalnya dan pemuda ini pun agak terkejut dan wajahnya agak merah ketika dia mengenal Kui Hong. Teringat dia akan pertemuannya dengan Kui Hong dan ibunya, Ceng Sui Cin yang kemudian berakhir dengan tewasnya Nenek Wa Wa Lobo, pelayannya yang setia ketika Wa Wa Lobo gagal mengalahkan pendekar wanita Ceng Sui Cin untuk membalas kematian ibu kandungnya, yaitu Gui Siang Hwa. Mereka memang berpisah dengan baik-baik, dan dia sudah menyadari akan kelirunya perbuatan Wa Wa Lobo yang hendak membalas dendam, namun betapapun juga, dia merasa kikuk bertemu dengan Kui Hong, hal yang sama sekali tidak disangkanya.
"Cu-wi Enghiong, dia ini adalah Can-taihiap, namanya Can Sun Hok. Ketahuilah bahwa dia masih berdarah bangsawan, putera dari mendiang Pangeran Can Koan Ti. Akan tetapi, kini dia telah menjadi seorang pendekar yang berkepandaian tinggi dan yang datang untuk membantu pemerintah dalam penumpasan terhadap gerombolan pemberontak. Dan Nona ini, siapakah ia, Can-taihiap?"
Sun Hok memandang kepada Ling Ling. "Nona itu adalah Nona Cia Ling dan ia membawa berita yang teramat penting, oleh karena itu, tanpa membuang waktu lagi saya ajak ia untuk datang menghadap Taijin."
"Berita apakah yang penting itu?" tanya Menteri Cang sambil memandang tajam penuh selidik.
Sun Hok memandang sekeliling, seolah merasa ragu untuk bicara karena di situ hadir demikian banyak orang. Melihat ini, Menteri Cang berkata lagi, "Katakanlah saja, Taihiap. Yang hadir ini adalah rekan-rekan dan para sahabat sendiri."
"Taijin, ketika saya datang melakukan penyelidikan mendekati sarang para pimpinan pemberontak, saya melihat Nona Cia Ling ini sedang berkelahi dengan Saudara Tang Hay yang pernah kita bicarakan, bahkan Taijin menyatakan bahwa dia adalah orang kepercayaan Yang-taijin dan Jaksa Kwan. Saya ingin melerai, dan begitu perkelahian terhenti, Saudara Tang segera melarikan diri. Dan saya mendengar hal yang amat luar biasa dari Nona Cia ini, yaitu bahwa Saudara Tang Hay adalah seorang jai-hwa-cat!"
"Ihhh"!" Seruan ini keluar dari mulut Kui Hong yang merasa terkejut bukan main mendengar itu. Juga Menteri Cang terkejut, dan heran, sementara itu Sun Hok melanjutkan.
"Kalau berita ini benar, sungguh berbahaya sekali, Taijin. Kalau benar bahwa Saudara Tang Hay itu seorang penjahat cabul, berarti dia adalah seorang di antara tokoh sesat itu dan siapa tahu, dia sengaja menyelundup dan mengambil hati Yang-taijin dan Jaksa Kwan agar dipercaya dan sebenarnya dia adalah mata-mata dari para pemberontak. Itulah sebabnya maka saya segera mengajak Nona Cia Ling untuk menghadap Paduka."
"Nona Cia Ling, benarkah apa yang dikatakan oleh Can-taihiap ini" Harap Nona suka ceritakan dengan jelas." Kata Menteri Cang setelah mempersilakan keduanya duduk.
Cia Ling duduk di dekat Kui Hong dan. ia pun mengangguk memberi hormat kepada Hui Lian, yang duduk di dekat situ karena ia pun pernah bertemu dengan wanita sakti itu di Cin-ling-pai, bahkan pernah membantu Kui Hong menandingi Hui Lian. Tentu saja Hui Lian juga terkejut sekali dan matanya terbelalak, kedua pipinya menjadi merah karena penasaran dan marah mendengar tuduhan bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat, hal yang sama sekali tidak dipercayanya sama sekali. Ia telah mengenal Hay Hay, luar dalam! Akan tetapi berada di tempat itu, tentu saja ia tidak berani bersikap sembarangan dan hanya menanti untuk mendengar perkembangan selanjutnya.
Tentu saja Ling Ling merasa yakin bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat tulen. Bukankah kekejian pemuda itu telah dirasakannya sendiri" Bukankah Hay Hay telah memperkosanya, dan hal itu membuktikan kebenaran tuduhan orang-orang Bu-tong-pai" Tehtu saja ia tidak mau menceritakan malapetaka yang menimpa dirinya akibat kejahatan Hay Hay.
"Seperti yang telah saya ceritakan kepada Saudara Can Sun Hok ini, saya melihat Tang Hay diserang oleh orang-orang Bu-tong-pai dan dituduh bahwa dia adalah Ang-h.ong-cu, seorang jai-hwa-cat yang telah memperkosa dan membunuh seorang murid perempuan Bu-tong-pai. Dan melihat betapa dia tidak mempunyai alasan cukup untuk membantah, saya percaya bahwa dia seorang jai-hwa-cat "
"Ah, kalau begitu sungguh celaka! Di mana dia sekarang, Nona Cia?" tanya Menteri Cang.
"Dia menerima penawaran seorang tokoh pemberontak untuk bekerja sama, katanya kepadaku hal itu hanya merupakan siasat untuk dapat menyelidiki keadaan para pemberontak dari dalam." jawab Cia Ling yang menjadi semakin bingung.
"Bagaimana kalau semua itu benar dan dia memang kaki tangan pemberontak, Taijin?" tanya Can Sun Hok.
"Tidak benar!" Tiba-tiba Hui Lian berseru keras. "Saya mengenal pemuda bernama Tang Hay itu, Taijin dan saya berani sumpah bahwa dia bukanlah seorang penjahat, bukan jai-hwa-cat apalagi anggauta pemberontak!"
"Semua keterangan itu benar!" Tiba-tiba terdengar suara lain. "Dia memang Ang-hong-cu, seorang jai-hwa-cat dan kami berani sumpah pula untuk menyatakan bahwa hal ini benar!" Semua orang menengok dan yang bicara itu adalah Tiong Gi Tojin, tokoh Bu-tong-pai yang pernah bersama anak buahnya menyerang Hay Hay, disaksikan oleh Ling Ling.
"Kamilah orang-orang Bu-tong-pai yang diceritakan oleh Nona itu. Ang-hong-cu itu pernah menculik seorang murid perempuan kami, dan kami menemukan ia telah menjadi mayat dan penjahat itu meninggalkan tanda perhiasan tawon merah persis seperti perhiasan yang berada di tangan Tang Hay itu. Dia adalah Ang-hong-cu, penjahat cabul yang suka memperkosa dan membunuh wanita!"
Hui Lian hendak membantah, akan tetapi tangan suaminya menyentuh lengannya, dan suaminya berbisik, "Tak perlu ribut, lihat saja perkembangannya " karena cegahan suaminya, Hui Lian kini diam saia. Hatinya mendongkol bukan main. Ia tahu bahwa Hay Hay adalah seorang pemuda yang pada umumnya dikatakan mata keranjang, suka akan wanita cantik. Akan tetapi menjadi jai-hwa-cat" Tak mungkin ia dapat membayangkan itu! Hay Hay bukan penjahat, dia seorang laki-laki sejati yang gagah perkasa, yang tidak mungkin dapat melakukan hal-hal jahat, apalagi memperkosa wanita. Dia pemuda yang memuja kecantikan wanita, untuk dikagumi, untuk dipuji-puji, bukan untuk dirusak.
"Aih, kalau begitu, sungguh berbahaya keadaan kita. Tentu dia telah membuka semua rahasia kita dan para pemberontak sudah tahu akan kedudukan kita sehingga mereka dapat bersiap-slap, bahkan akan membuat gerakan yang amat merugikan kita," kata Menteri Cang Ku Ceng.
Pada saat itu terdengar suara ribut-ribut di luar ruangan itu. Para penjaga agaknya mengejar-ngejar orang dan daun pintu ruangan itu terbuka. Muncullah seorang laki-laki setengah tua, dikejar oleh belasan orang perajurit penjaga.
"Sudah kukatakan bahwa aku hanya ingin menghadap Cang-taijin! Kenapa kalian ribut-ribut dan hendak menangkap aku seolah-olah aku seorang pencuri saja?" laki-laki itu berseru ke arah para pengejarnya. Semua orang memandang dan hanya Cia Ling yang mengenalnya karena gadis ini pernah melihatnya sebagai penggembala kambing, suku bangsa Hui itu. Akan tetapi sekarang dia tidak memakai pakaian orang Hui, melainkan pakaian biasa dengan capingnya yang lebar .
Melihat sikap dan mendengar suara orang itu, seorang. komandan lalu bangkit berdiri dan memerintahkan para perajurit menghentikan pengejaran mereka, kemudian dia menghadapi pendatang itu sambil bertanya dengan suara keren. "Siapakah engkau yang berani membikin ribut di sini" Tak seorang pun boleh masuk ke sini tanpa ijin dan agaknya engkau sudah berani masuk dengan paksa! Hayo mengaku terus terang sebelum kami terpaksa menggunakan kekerasan untuk menangkapmu sebagai mata-mata pemberontak!"
Laki-laki itu mengeluarkan suara ketawa kecil dan dia menurunkan topinya yang lebar. Kini nampaklah mukanya yang masih gagah dan tampan walaupun usianya sudah lebih dari lima puluh tahun. Kebetulan sekali dia memandang ke sekeliling, dia melihat Cia Ling dan dia pun mengenal gadis itu.
"Aih, kiranya Nona yang gagah dan cantik telah berada pula di sini" Selamat berjumpa!" Dia menjura dalam ke arah Cia ling yang tidak menjawab langsung, hanya memandang penuh selidik, kemudian baru ia dapat bertanya.
"Bukankah engkau penggembala kambing bersuku bangsa Hui itu?" tanyanya
Orang itu pun tertawa lagi. "Mata Nona memang tajam sekalii. Benar, akulah yang menyamar sebagai penggembala kambing suku Hui. Akan tetapi, yang manakah di antara Cu-wi yang disebut Menteri Cang Ku Ceng yang mulia" Aku datang membawa berita rahasia yang teramat penting untuk beliau."
"Akulah Cang Ku Ceng!" kata menteri itu dengan suara halus. "Sobat, siapakah engkau dan berita rahasia apa yang kaubawa" Silakan duduk dan bicara."
Laki-laki itu menghadapi Menteri Cang dan sejenak kedua orang yang sebaya itu bertemu pandang. Kemudian, orang bercaping yang kini sudah menurunkan capingnya itu menunduk dan memberi hormat dengan tubuh membungkuk, nampaknya dia kalah wibawa.
"Harap Paduka suka mengampuni kelancangan saya seperti ini, Taijin. Nama saya, seperti biasa orang menyebut saya, adalah Han Lojin. Saya seorang perantau dan biarpun saya tidak berani mengaku sebagai seorang pendekar atau orarig baik-baik, akan tetapi saya masih mempunyai kesetiaan terhadap tanah air dan bangsa. Mendengar akan pemberontakan yang digerakkan oleh Lam-hai Giam-lo dan kawan-kawannya, saya sengaja melakukan penyelidikan dan berhasil masuk, bahkan berhasil mengetahui rencana mereka.Saya datang menghadap Paduka untuk menyampaikan berita rahasia yang amat penting."
"Bagus sekali, Han Lojin. Sebelumnya, kami berterima kasih kepadamu. Nah, sekarang katakanlah, berita apa yang kaubawa. Jangan khawatir, mereka semua yang hadir ini adalah rekan-rekan kita, yang bertekad untuk membasmi gerombolan pemberontak. Nah, bicaralah!"
"Dari mulut Lam-hai Giam-lo sendiri saya mendengar bahwa rencana gerakan pemberontakan ini akan diatur oleh seorang tokoh bernama Kulana, dan dimulai nanti pada malam terang bulan kurang lebih seminggu lagi yang akan datang. Dan kini, gerombolan-gerombolan itu sudah mulai dikumpulkan dan sebelum malam terang butan, semua pasukan sudah akan dilatih dan diberi penjelasan tentang siasat yang akan mereka lakukan. Menurut rencana mereka, pasukan yang jumlahnya kurang lebih seribu orang itu dibagi menjadi banyak kelompok dan mereka akan berpencar menyerang dusun-dusun dan kota-kota dari selatan. Dengan siasat seperti itu, maka pasukan pemerintah akan menjadi bingung dan sibuk, bahkan mungkin terpecah-pecah pula untuk menghadapi gerakan yang dilakukan serempak di banyak tempat itu. Oleh karena itu, Taijin, satu-satunya cara untuk membasmi mereka hanyalah dengan mendahului gerakan mereka. Sebelum terang bulan, satu dua hari sebelumnya, kalau Taijin mengerahkan pasukan dan mengepung perkampungan mereka lalu mengadakan penyerbuan tiba-tiba di pagi hari selagi mereka lengah, saya yakin bahwa gerombolan itu akan dapat dibasmi semua. Di sini saya telah membuat gambar tentang keadaan dan kekuatan perkampungan itu, dan bagaimana cara sebaiknya untuk mengepung dan menyerbu mereka dari delapan penjuru."
Han Lojin mengeluarkan segulungan kertas yang sudah digambari dan ditulisi, merupakan sebuah gambaran peta dari perkampungan pemberontak, jelas dengan keterangan tentang bukit, jurang dan hutan-hutannya. Gambar itu dia bentangkan di atas meja dan Menteri Cang Ku Ceng bersama para hadirin semua mengamatinya.
Setelah mempelajari peta itu, Menteri Cang mengangguk-angguk dan memandang dengan gembira. "Sungguh baik sekali, Han Lojin. Kalau semua laporanmu itu benar, berarti engkau telah menyelamatkan kami, dan telah memberi jalan yang amat baik sehingga akan dapat membasmi gerombolan pemberontak itu."
"Harap Taijin suka berhati-hati terhadap orang itu!" tiba-tiba Tiong Gi Cinjin berseru nyaring sehingga semua orang menengok kepadanya. Juga Menteri Cang memandang kepada orang tua itu, lalu bertanya kepada tosu Bu-tong-pai yang kelihatan bersungguh-sungguh itu.
"Apakah maksud Totiang?"
"Seperti tadi telah diceritakan, pinto bersama beberapa orang murid berusaha menangkap Ang-hong-cu, akan tetapi tiba-tiba saja orang ini muncul dan mengacaukan keadaan. Dengan menyamar sebagai seorang penggembala, dia menggagalkan pengepungan kami dan ternyata dia memiliki ilmu kepandaian tinggi. Pinto khawatir kalau-kalau dia ini seorang kawan dariAng-hong-cu, dan dia datang ini hanya untuk menjebak kita. Bagaimana kalau semua ini hanya suatu jebakan dan kalau kita menuruti keterangannya, kita semua masuk perangkap para gerombolan pemberontak?"
Seorang perwira tinggi memberi hormat kepada Menteri Cang. " Apa yang dimaksudkan. Tiong Gi Cinjin memang benar, Taijin. Bagaimanapun juga, kita harus berhati-hati karena kita belum mengenal benar siapa adanya orang yang mengaku bernama Han Lojin ini."
Menteri Cang memandang kepada Han Lojin, "Engkau mendengar sendiri kecurigaan yang dijatuhkan kepadamu, Han Lojin dan harus kami akui bahwa pendapat mereka itu memang benar sekali. Bagaimana pertanggungan-jawabmu seandainya kemudian terbukti bahwa semua laporanmu ini hanya suatu jebakan belaka?"
Han Lojin tertawa. "Ha-ha-ha, Taijin Yang Mulia. Betapapun bodohnya, saya belumlah gila untuk mempermainkan begini banyaknya orang-orang pandai yang terkumpul di sini. Kalau saya memasang umpan perangkap, apa yang dapat saya andalkan untuk menyelamatkan diri" Saya tentu akan mati sebelum mampu lari sepuluh langkah, dan saya berani menebus kebenaran laporan saya dengan nyawa saya."
"Bagus kalau begitu. Nah, mulai sekarang, engkau menjadi orang tahanan kami. Engkau akan ditahan di puncak bukit, dijaga dengan ketat. Kalau kemudian ternyata bahwa laporanmu benar, engkau akan berjasa besar sekali dan menerima hadiah besar dari kerajaan. Sebaliknya, kalau semua laporan ini hanya perangkap maka engkau akan menerima hukuman berat!"
"Baik, Yang Mulia! Saya memang tidak suka perang, dan saya akan menanti dengan hati lapang karena saya percaya bahwa Paduka yang memiliki nama besar sebagai seorang menteri yang bijaksana, tentu akan memenuhi janji."
Menteri Cang lalu memerintahkan dua orang perwira untuk membawa Han Lojin pergi dari situ, untuk ditahan di puncak bukit di mana sudah disediakan sebuah bangunan khusus untuk menahan para pimpinan musuh kalau tertawan dan dijaga dengan ketat. Dengan sikap tenang, Han Lojin bangkit dan digiring oleh dua orang perwira itu keluar. Sebelum dia keluar, Hui Lian sempat berteriak kepadanya.
"Han Lojin, apakah engkau melihat Tang Hay di perkampungan pemberontak" Bagaimana keadaannya?"
Mendengar pertanyaan ini, Han Lojin berhenti melangkah dan menoleh memandang kepada Hui Lian dan berseru kagum. "Wah, Ang-hong-cu muda itu memang hebat, di mana-mana dikagumi wanita! Dia memang di sana dan dalam keadaan sehat-sehat saja!"
Mendengar betapa Han Lojin menyebut Ang-hong-cu kepada Hay Hay, jantung dalam dada Hui Lian berdebar tegang. Benarkah bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat" "Benarkah bahwa dia adalah kaki tangan pemberontak?" tanyanya pula sebelum Han Lojin keburu pergi.
"Ang-hong-cu seorang kaki tangan pemberontak" Ha-ha, yang bilang demikian itu sungguh bodoh! Ang-hong-cu boleh jadi suka memetik kembang, akan tetapi dia tidak akan merusak taman. Bahkan dia siap membela tanah air dan bangsa dengan taruhan nyawanya, ha-ha-ha!" Dia lalu melangkah pergi digiring oleh dua orang perwira dan di luar disambut oleh pasukan yang berjumlah dua losin orang bersenjata lengkap. Dia terus dibawa ke puncak bukit di mana terdapat sebuah bangunan yang kokoh dan terjaga ketat.
Setelah Han Lojin pergi, Menteri Cang segera mengadakan perundingan dengan para perwira dan para pendekar. Kemudian mengambil keputusan untuk mendahului gerakan para pemberontak seperti yang diceritakan oleh Han Lojin tadi. Biarpun mereka masih belum percaya begitu saja kepada Han Lojin yang tidak mereka kenal, namun keterangan itu sungguh penting dan kalau benar para pemberontak akan mulai bergerak setelah malam terang bulan, maka jalan satu-satunya terbaik adalah mendahului mereka, menyerbu tempat yang menjadi sarang mereka itu sebelum mereka berpencar dan mulai dengan gerakan mereka.
Menteri Cang adalah seorang pembesar yang amat pandai dan bijaksan. Walaupun dia seorang menteri sipil, namun dia pandai ilmu perang, dan kini dia merundingkan siasat mereka untuk menyerbu sarang pemberontak bersama para komandan pasukan, juga minta pendapat para pendekar yang hadir di situ. Sikap seperti ini dari seorang pemimpin mendatangkan banyak keuntungan. Pertama, para pembantunya atau bawahannya akan merasa terangkat dan dihargai pendapat mereka sehingga mereka akan menjadi semakin suka kepada pemimpin mereka. Dan ke dua, dengan mengumpulkan banyak pendapat, maka dapat disaring dan diambil keputusan terbaik, karena bukan tidak mungkin seorang yang kedudukannya lebih rendah memiliki pendapat dan siasat yang lebih baik daripada atasannya.
Setelah mengadakan perundingan serius, mendengarkan bermacam pendapat dan saran, akhirnya Menteri Cang mengambil keputusan dan berkata dengan suara lembut namun tegas kepada semua yang hadir .
"Terima kasih atas segala saran yang kalian berikan kepadaku, dan terutama sekali saran dari para Enghiong (Pendekar) yang membantu pemerintah untuk menumpas gerombolan pemberontak. Setelah menampung dan menyaring semua saran, kami memutuskan untuk melakukan penyerbuan sekarang juga ke sarang gerombolan itu. Karena daerah itu merupakan daerah berbahaya, maka kita harus melakukan pengepungan dari enam penjuru. Harap Cu-wi (Kalian) periksa baik-baik peta yang dibuat oleh Han Lojin dengan amat teliti ini." Pembesar tinggi itu membeberkan peta di atas meja dan semua yang hadir mendekat, lalu sama-sama mempelajari peta itu.
"Nah, ada enam jurusan yang dapat kita pergunakan untuk mengepung sarang pemberontak itu. Kalau gerakan kita lakukan sekarang, maka paling lambat lima hari sarang itu akan dapat kita kepung seluruhnya, jadi kurang dua tiga hari sebelum bulan purnama muncul. Pasukan akan kita bagi menjadi tujuh, enam kelompok melakukan gerakan dari enam jurusan untuk mengepung sarang musuh, sedangkan kelompok ke tujuh yang merupakan kelompok induk, akan menyerbu langsung dari depan. Enam kelompok yang mengepung, tidak akan bergerak lebih dahulu agar musuh mengira bahwa kita hanya datang dari satu jurusan. Kalau mereka mengerahkan kekuatan mereka untuk menghadapi kelompok induk, barulah enam kelompok yang lain menyerbu dari jurusan masing-masing dan tidak memberi kesempatan kepada para pemberontak untuk lolos melarikan diri. Khusus untuk para pendekar yang gagah perkasa, ketika terjadi pertempuran, kami mengharap dengan hormat dan sangat, agar Cu-wi Enghiong (Para Pendekar Sekalian) suka menghadapi para tokoh sesat yang membantu pasukan pemberontak. Pasukan pemberontak itu sendiri, menjadi bagian pasukan kami untuk menghancurkannya, jadi harap Cu-wi menghadapi saja para tokoh sesat yang lihai itu. Apakah sudah jelas" Kalau ada pertanyaan, harap diajukan sekarang. Malam ini juga kita bergerak, dan Koan-ciangkun harap nanti mengatur untuk membagi-bagi pasukan menjadi tujuh kelompok. Kelompok ke tujuh sejumlah empat persepuluh bagian, sedangkan enam kelompok yang lain sejumlah sepersepuluh bagian."
Para pendekar mengangguk dan merasa bahwa keterangan itu sudah cukup jelas. Akan tetapi seorang perwira mengacungkan tangan untuk bertanya. Setelah Menteri Cang mengangguk, dia bertanya, suaranya lantang. "Harap Paduka suka memberi petunjuk bagaimana kami harus bersikap terhadap para pemberontak itu. Apakah kami harus membunuh mereka semua tanpa ampun?"
Menteri Cang mengangguk-angguk. "Pertanyaan yang baik sekali dan tadi kami kurang teliti sehingga hal penting itu belum kami beritahukan. Harap Cu-wi ingat benar bahwa biarpun mereka itu memberontak, namun mereka adalah sebangsa dan mereka itu, terutama para anak buah, hanya mentaati perintah atasan saja. Oleh karena itu, kalau ternyata kekuatan kita jauh lebih besar, kita tidak boleh membantai mereka secara kejam. Hindarkan pembunuhan dan sedapat mungkin tawan saja mereka. Tentu saja hal ini tidak berlaku bagi kaum sesat yang memang patut untuk dibasmi. Nah, masih ada pertanyaan?"
Setelah tidak ada lagi yang bertanya, Komandan Koan yang ditunjuk sebagai pimpinan untuk mengatur pembagian kelomppk, segera melaksanakan tugasnya. Dia bukan saja membagi pasukan menjadi tujuh kelompok dengan masing-masing komandannya, akan tetapi juga membagi para pendekar dalam kelompok-kelompok itu untuk membantu kalau-kalau ada kelompok yang bertemu dengan tokoh sesat. Su Kiat, Hui Lian dan Kui Hong, juga Sun Hok dan Ling Ling, ditugaskan untuk membantu dan memperkuat kelompok induk, bersama beberapa orang tokoh dari Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai.
Malam itu, berangkatlah ketujuh kelompok pasukan itu, mengambil jalan masing-masing. Yang enam kelompok melakukan perjalanan secara rahasia, menyusup-nyusup keluar masuk hutan, adapun kelompok induk mengambil jalan besar dan memang kelompok ini dimaksudkan untuk melakukan penyerbuan secara berterang sehingga drsambut oleh musuh dan membuat lalai dan lengah sehingga enam kelompok yang lain akan dapat menyusup dan mengurung sarang gerombolan pemberontak tanpa diketahui.
Tepat seperti yang telah diperhitungkan Menteri Cang, yang memimpin sendiri kelompok induk dengan menunggang kuda dan diapit-apit pengawal pribadinya, tiga hari sebelum terang bulan, kelompok induk telah berhadapan dengan sarang musuh yang berada di Lembah Yang-ce, di Pegunungan Yunan. Kelompok induk ini sengaja melakukan perjalanan lambat-lambatan karena hendak memberi waktu kepada enam kelompok lainnya agar mereka itu dapat lebih dahulu datang ke tempat tujuan dan melakukan pengepungan. Dan malam itu, Menteri Cang melihat luncuran panah api dari enam penjuru, sebagai tanda bahwa enam kelompok pasukan itu telah tiba di tempat masing-masing dan siap siaga sambil melakukan pengepungan. Melihat ini, menjelang pagi, Menteri Cang, memberi isarat agar pasukan induk itu melakukan penyerbuan.
Munculnya pasukan ini tentu saja sudah dapat diketahui oleh mata-mata pemberontak dan telah dilaporkan kepada Lam-hai Giam-lo dan Kulana yang telah berada di situ menjadi tamu kehormatan, juga diangkat menjadi panglima tertinggi yang memimpin siasat gerakan pemberontak itu.
"Hemm, agaknya rencana kita telah bocor dan bukan tidak mungkin pemuda bernama Tang Hay itu, atau juga Nona Pek Eng yang menjadi muridmu itu yang berkhianat, Lam-hai Giam-lo," kata Kulana mengerutkan alisnya.
Lam-hai Giam-lo menggeleng kepalanya. "Kurasa bukan mereka, akan tetapi aku lebih mengkhawatirkan orang yang mengaku bernama Han Lojin itulah yang menjadi mata-mata musuh. Habis, bagaimana baiknya sekarang, Saudara Kulana?"
Bangsawan Birma itu tersenyum. "Jangan khawatir, bahkan kebocoran ini dapat menguntungkan kita! Bukankah menurut perhitungan orang kita, jumlah pasukan itu hanya antara tujuh ratus sampai delapan ratus orang saja" Sedangkan pasukan kita yang sudah berkumpul di sini tidak kurang dari seribu dua ratus orang! Dan kita masih dibantu oleh orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Biarkan mereka datang menyerbu, kita pura-pura tidak tahu saja. Jalan terusan menuju ke lembah ini yang terapit oleh dinding bukit itu merupakan tempat jebakan yang amat baik. Biarkan pasukan mereka memasuki jalan itu, setelah semua masuk ke jalan itu, kita tutup dari depan dan belakang dan kita serang mereka! Kita pasang barisan pendam di mulut jalan terusan. Dengan demikian, kita akan dapat membasmi mereka semua. Bunuh mereka semua, jangan beri ampun kepada seorang pun di antara mereka. Kemenangan besar ini akan membakar semangat anak buah kita dan kita akan dapat merampas persenjataan mereka yang cukup banyak dan baik."
Kulana lalu mengadakan perundingan dengan para pembantu, mengatur siasat untuk menjebak pasukan pemerintah yang dikabarkan datang ke arah sarang mereka itu.
Sementara itu, Koan-ciangkun yang memimpin pasukan induk, segera menghadap Menteri Cang Ku Ceng, memberi tahu bahwa pihak lawan agaknya diam saja, seolah-olah tidak tahu akan usaha penyerbuan tentara kerajaan.
"Hamba khawatir kalau-kalau mereka mengatur perangkap, karena mereka itu bersikap diam saja seolah-olah tidak tahu akan kedatangan pasukan kita. Bagaimana baiknya sekarang, harap Paduka suka memberi petunjuk."
Di malam gelap itu, Menteri Cang memeriksa peta buatan Han Lojin, mengerutkan alisnya, kemudian dia menunjuk ke arah peta dan berkata, "Lihat, untuk memasuki daerah sarang mereka, kita akan melalui sebuah jalan terusan yang sempit dan memanjang, diapit-apit dinding bukit di kanan kiri. Kalau memang mereka itu memasang perangkap, agaknya tidak ada tempat yang lebih baik daripada jalan terusan ini. Mungkin mereka sudah memasang barisan pendam dan membiarkan kita memasuki jalan terusan itu, baru diserbu dari depan dan belakang sehingga kita tidak akan mendapatkan jalan keluar lagi. Hemm, agaknya mereka sudah begitu yakin akan menang dan akan membasmi kita semua seperti kucing mempermainkan tikus yang terjebak dan tidak ada jalan keluar. Hal ini hanya membuktikan keberhasilan siasat kita, Koan-ciangkun. Mereka itu pasti beranggapan bahwa pasukan kita hanya ini, hanya berjumlah kurang lebih tujuh ratus lima puluh orang, dan agaknya mata-mata mereka juga tidak melihat para pendekar yang menyamar sebagai perajurit-perajurit biasa, maka mereka mengatur jebakan ini dan merasa yakin bahwa mereka akan berhasil menghancurkan kita. Biarkan mereka beranggapan begitu, dan kita tetap akan memasuki jalan terusan itu. Begitu mereka menyerbu, engkau cepat memberi isarat kepada enam kelompok kita dengan panah api agar mereka serentak menyerbu sarang dan menggencet pasukan musuh yang mengira telah dapat menjebak dan mengepung kita."
Koan-ciangkun dan para pendekar mengangguk-angguk dan diam-diam mereka memuji ketenangan dan kematangan siasat Menteri Cang.
"Akan tetapi, maafkan pinto, Taijin," kata Tiong Gi Cinjin, tokoh besar Bu-tong-pai yang ikut pula dalam kelompok itu. "Bagaimana kalau perhitungan Paduka itu keliru dan mereka mengatur jebakan yang lain lagi sifatnya?"
Menteri Cang tidak marah dan hanya tersenyum sambil mengangguk-angguk. "Memang sebaiknya kita selalu harus meragukan pendapat kita sendiri dan selalu waspada terhadap musuh, Totiang. Akan tetapi, jebakan apa pun yang mereka atur, kita sudah mengetahui keadaan dan kekuatan mereka. Bukankah Han Lojin sudah menceritakan bahwa kekuatan mereka hanyalah sekitar seribu dua ratus orang" Dengan kekuatan seperti itu, perangkap apa pun yang mereka pasang untuk kita, akan mampu kita hancurkan mengingat bahwa jumlah pasukan kita seluruhnya jauh lebih besar, ada dua ribu orang lebih. Dan begitu mereka bergerak menyerang, kita memberi isarat kepada kelompok-kelompok lain sehingga tetap saja pihak musuh yang akan kita kepung."
"Maaf, akan tetapi jumlah itu hanya menurut laporan Han Lojin. Bagaimana kalau ternyata jumlah mereka jauh. Lebih besar?" Tiong Gi Cinjin adalah seorang tosu Bu-tong-pai yang tidak pernah mengalami perang, maka setalu bersikap hati-hati dan khawatir.
"Bukan hanya menurut laporan Han Lojin, akan tetapi juga mata-mata kami sudah memberi laporan," jawab Menteri itu.
"Dan laporan Han Lojin itu tidak keliru!" Tiba-tiba terdengar suara orang sehingga semua orang terkejut karena tiba-tiba saja di situ muncul seorang laki-laki asing. Usianya sekitar empat puluh dua tahun, tubuhnya sedang saja, akan tetapi pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang asing. Pakaiannya yang mewah seperti pakaian bangsawan dari kain sutera warna-warni, juga kepalanya mengenakan kain kepala yang berwarna indah seperti pelangi, dihiasi mainan berbentuk burung merak dari emas permata. Sikapnya anggun dan wajahnya yang tampan itu cukup berwibawa, seperti pembawaan seorang bangsawan tinggi.
Akan tetapi, ketika beberapa orang perajurit mata-mata yang pernah diselundupkan ke sarang para pemberontak melihat orang ini, mereka segera berloncatan dan menghunus senjata.
"Dia ini Kulana! Dia orang Birma yang memimpin pemberontakan itu disamping Lam-hai Giam-lo".!" Teriak seorang di antara mereka dan bersama teman-temannya, dia sudah siap untuk menyerang.
Mendengar ini, para pendekar juga sudah berlompatan, mengepung orang itu dan siap untuk menangkapnya, sebagian lagi melindungi Menteri Cang, kalau-kalau akan diserang musuh. Akan tetapi, orang asing itu tersenyum dan sikapnya tetap tenang, bahkan dia lalu menjura dengan sikap hormat dan sopan kepada Menteri Cang.
"Apakah Paduka Menteri Cang yang kabarnya amat bijaksana dan kini memimpin sendiri pasukan yang hendak membasmi pemberontak?"
Menteri Cang adalah seorang yang waspada. Begitu orang ini muncul, dia sudah memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik. Dia hanya dapat menduga bahwa orang ini menderita kedukaan yang amat mendalam, sinar matanya demikian sayu dan biarpun pakaiannya indah, namun jelas bahwa dia tidak mempedulikan keadaan dirinya. Sepatunya yang dari kulit itu kotor penuh debu dan pakaiannya juga kusut. Biarpun tadi ia tersenyum namun senyumnya menyedihkan, seperti hendak menutupi kedukaannya dengan sia-sia belaka.
"Benar, kami adalah Menteri Cang seperti yang kaukatakan, orang asing. Dan siapakah engkau dan apa maksudmu muncul secara tiba-tiba di tengah-tengah pasukan kami?"
"Saya datang dengan niat baik, Taijin. Hanya satu yang menjadi dasar perbuatan saya, yaitu menentang kejahatan, baik itu dilakukan oleh siapa pun juga"."
"Dia bohong, Taijin...!" Perajurit mata-mata itu berseru. "Dia Kulana, pemimpin pemberontak! Hamba sudah pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri ketika dia datang berkunjung ke sarang pemberontak dan diterima dengan penuh kehormatan. Hati-hati, Taijin, harap perintahkan hamba sekalian untuk menangkap atau membunuhnya!"
Juga para pendekar kini sudah mengepung ketat dan siap menangkap, akan tetapi Menteri Cang berpendapat lain. Dia mengangkat tangan mencegah orang-orangnya turun tangan, lalu bertanya kepada orang itu dengan lembut.
"Benarkah apa yang dikatakan anggauta pasukan kami itu?"
Orang itu mengangguk dan kembali senyum sedihnya nampak. "Memang tidak keliru bahwa Kulana yang menjadi gara-gara sehingga terjadi pemberontakan. Dia menghasut dan bersekutu dengan para penjahat untuk memberontak. Saudaraku itu telah menjadi gila karena dendam"."
"Saudaramu" Jadi engkau ini saudara dari yang bernama Kulana itu?"
"Benar. Nama saya Mulana dan saya adalah saudara kembar dari Kulana yang dimaksudkan oleh perajurit itu. Akan tetapi, biarpun saudara kembar, kami berdua tidak bekerja sama, bahkan bertentangan dalam hal ini. Bahkan saya datang untuk membantu Paduka, kalau Paduka percaya kepada saya."
Biarpun para pendekar masih sangsi, namun Menteri Cang mengangguk , dan kembali dia memberi isarat kepada para pembantunya, kemudian mempersilakan Mulana untuk duduk.
"Duduklah di sana, Saudara Mulana dan ceritakan apa sebenarnya yang menjadi maksud kunjunganmu ini."
Sebelum menjawab, Mulana, orang itu, lebih dahulu menoleh ke kiri kanan, mengamati semua orang yang hadir di tempat itu. Dia kelihatan heran karena di antara wajah-wajah yang disoroti penerangan obor itu tidak nampak wajah dua orang yang amat dikenalnya, yaitu Han Siong dan Bi Lian, dua orang pendekar muda yang pernah menjadi tamunya, bahkan yang telah menyaksikan kematian isterinya tercinta, yaitu Yasmina. Seperti telah kita ketahui, Yasmina membunuh diri dengan menghisap racun yang disembunyikannya pada mulut tengkorak tukang kebun bekas kekasihnya. Saking sedih dan menyesalnya, Mulana menjadi seperti gila dan akhirnya Han Siong dan Bi Lian meninggalkan laki-laki yang diracuni cemburu itu. Mulana lalu mengusir semua pelayannya, kemudian dia membakar istananya berikut jenazah isterinya. Seperti orang gila dia lalu pergi berkeliaran, kehilangan isteri, bahkan kehilangan semua harta miliknya. Dan akhirnya dia pun teringat akan saudara kembarnya, Kulana, maka dia pun segera mengunjungi saudara kembarnya untuk menumpahkan isi hatinya yang sedang tertekan dan amat menderita itu. Akan tetapi, Kulana sedang berkunjung Ke sarang pemberontak, maka Mulana segera menyusulnya. Akan tetapi, sungguh dia menerima pukulan batin yang lebih parah lagi ketika tiba di sarang pemberontak itu karena dia dicurigai oleh saudara kembarnya sendiri sebagai orang yang pro pemerintah dan hendak mengkhianati gerakan saudara kembarnya sendiri. Terjadi keributan dan nyaris Mulana tewas dikeroyok kalau dia tidak cepat dapat meloloskan diri. Semakin besar jurang pemisah antara kedua orang saudara kembar ini dan Mulana merasa sakit hati. Inilah yang mendorongnya menemui Menteri Cang yang sedang memimpin pasukan induk untuk menyerbu sarang pemberontak.
"Seperti telah saya katakan tadi, Taijin, saya sengaja menemui Paduka untuk membantu Paduka membasmi gerombolan jahat yang hendak memberontak itu."
"Saudara Mulana, tadi engkau mengatakan sendiri bahwa laporan Han Lojin tentang jumlah pasukan pemberontak yang hanya seribu dua ratus orang itu tidak keliru. Dengan jumlah pasukan sekecil itu, kami akan dapat menghancurkan mereka. Oleh karena itu, bantuan apalagi yang dapat kauberikan kepada kami?" Menteri Cang memancing.
"Akan tetapi, pasukan Paduka akan terjebak "
Menteri Cang tersenyum dan mengibaskan tangan kanannya. "Ah, itu sudah kami perhitungkan! Perangkap yang dipasang di jalan terusan diapit dua dinding bukit itu, bukan" Tentu mereka akan menutup dua jalan keluar dan menyerang kami dari depan dan belakang bukan" Kami tidak takut, bahkan mereka yang akan dapat kami basmi." Menteri itu belum begitu percaya kepada Mulana, maka dia pun tidak mengatakan siasat yang sudah direncanakan untuk menghadapi perangkap musuh.
Akan tetapi Mulana memandang kepadanya dengan wajah serius. "Ah, harap Paduka jangan terlalu memandang rendah kepada saudara kembarku, Si Kulana itu! Ingatlah, dia adalah penasihat perang di Birma yang sudah banyak menggagalkan serangan dari pemerintah Paduka! Dia cerdik bukan main. Jangan dikira bahwa dia tidak akan memperhitungkan apa yang Paduka rencanakan sekarang ini. Saya pun sudah dapat menduganya."
"Benarkah" Nah, Saudara Mulana, kalau benar demikian, coba katakan bagaimana siasat yang telah kami rencanakan!" kata Menteri itu dengan suara mengandung penasaran.
Mulana mengerutkan alisnya dan memandang Menteri itu. "Agaknya tidak sukar untuk diperhitungkan, Taijin. Melihat betapa seorang pejabat tinggi seperti Taijin maju sendiri memimpin pasukan, hal ini membuktikan bahwa Taijin sudah tentu merasa yakin benar bahwa pasukan ini akan dapat membasmi musuh dengan mudah. Dan keyakinan ini sudah tentu hanya didasarkan oleh suatu kenyataan, ialah bahwa pasukan Taijin tentu jauh lebih besar jumlahnya dibandingkan pasukan musuh. Kemudian, kemungkinan besar kedua adalah karena Taijin sudah mengetahui akan keadaan musuh, sehingga Taijin sudah dapat lebih dahulu mengatur siasat untuk lebih meyakinkan kemenangan itu. Siasat apakah yang paling baik untuk menyerbu pihak di suatu tempat tertentu dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar dari kita" Tak lain tentulah penyerbuan tiba-tiba dengan cara pengepungan sehingga musuh takkan dapat lari lagi karena sudah dihadang dalam berbagai jurusan. Nah, dengan siasat itu, maka Taijin yang sudah pula memperhitungkan kemungkinan perangkap musuh di jalan terusan yang sempit, merasa yakin akan kemenangan pasukan Taijin. Bukankah demikian?"
Para perwira yang mendengar hal ini terbelalak dan Menteri Cang sendiri memandang kagum. Orang Birma ini memang lihai sekali, pikirnya. Mulailah dia percaya dan dia membayangkan kekhawatiran. Kalau saudara kembar orang ini, Kulana, juga secerdik itu, berarti Kulana sudah dapat menduga pula akan siasatnya dan tentu akan menghadapi dengan yang lebih hebat dan amat berbahaya pula.
"Saudara Mulana, perhitunganmu memang tepat sekali! Akan tetapi, kalau kami sudah mempergunakan siasat itu kini sarang pemberontak itu sudah terkepung, lalu apakah yang akan dilakukan oleh mereka" Melawan pun tidak ada artinya bagi mereka!" kata Menteri Cang nada suaranya penuh kemenangan.
Mulana memandang dengan serius. Wajahnya di bawah sinar api obor nampak seperti kedok yang tampan dan penuh rahasia, sepasang matanya bersinar-sinar dan mencorong.
"Semua itu benar sekali, Taijin, kalau yang memimpin musuh di sana bukan saudara kembarku Kulana! Akan tetapi Kulana amat cerdik, pandai sekali dia dan mempunyai siasat yang penuh tipu muslihat. Dengan kekerasan, agaknya tidak dapat diragukan lagi pasukan Taijin akan mampu menghancurkan pasukan pemberontak. Pasukan Paduka tentu merupakan pasukan pilihan dan lebih banyak dalam pengalaman bertempur dibandingkan pasukan mereka. Bantuan para tokoh sesat takkan ada artinya kalau dibandingkan dengan bantuan para pendekar kepada Paduka. Akan tetapi ada dua hal yang mungkin belum Paduka ketahui dan dua hal ini dapat merupakan ancaman bahaya besar yang bukan tidak mungkin akan membasmi pasukan Paduka sendiri."
"Hemm, sebelum kami mendengar penjelasanmu, perlu lebih dahulu engkau melenyapkan kesangsian dan kecurigaan kami, Mulana. Kalau benar engkau ini saudara kembar Kulana, mengapa engkau hendak berkhianat kepadanya?" Sepasang mata Menteri Cang kini mencorong ditujukan ke arah wajah orang Birma itu, penuh selidik.
Mulana mula-mula menentang pandang mata itu, lalu menunduk, dan wajahnya berduka sekali. "Taijin, kehidupan hamba sudah rusak, kebahagiaan hamba sudah hancur, semua disebabkan oleh Kulana! Kalau dia tidak memberontak di Birma, tak mungkin hamba kehilangan segala-galanya. Sekarang, dia menghasut pemberontakan pula. Hamba, dalam kesempatan terakhir ini untuk menebus dosa-dosa hamba harus melawannya, menggagalkan usahanya itu. Terserah kepada Taijin dapat mempercaya saya ataukah tidak."
Menteri Cang mengangguk-angguk dan mengelus jenggotnya. "Baiklah, sekarang jelaskan apa adanya dua hal yang kauanggap membahayakan itu."
"Memang Kulana tidak akan mampu melawan paduka dengan pasukan pemberontak yang tidak terlatih dan lebih kecil jumlahnya itu. Akan tetapi, hendaknya Paduka ketahui bahwa dia adalah seorang ahli sihir yang amat pandai. Dia dapat mempergunakan ilmu hitam untuk mencelakai pasukan Paduka. Saya tahu, bagi para pendekar yang telah memiliki sin-kang yang kuat, tidak akan mudah terpengaruh oleh ilmu hitamnya. Akan tetapi para anak buah pasukan Paduka dapat terpengaruh dan hal ini amat berbahaya. Pasukan takkan berdaya menghadapi ilmu hitam dan dapat melakukan hal semacam bunuh diri saja. Dan ke dua, dan ini lebih berbahaya lagi, Taijin, Kulana pandai menggunakan bahan peledak dan dia telah memiliki bahan peledak itu dalam jumlah besar. Saya dapat membayangkan apa yang akan dilakukan dalam keadaan seperti sekarang ini. Tentu dia telah memasang bahan peledak di dinding bukit di kanan kiri jalan terusan itu. Kalau dengan kekuatan pasukan dia tidak akan dapat menangkan pertempuran, maka dengan bahan peledak itu, dia akan dapat meruntuhkan dinding di kanan kiri itu dan mengubur pasukan hidup-hidup!"
Mendengar ini, Menteri Cang mengerutkan alisnya dan diam-diam para perwira terkejut sekali, saling pandang dengan muka berubah. Kalau ucapan orang Birma ini menjadi kenyataan, akan terbasmilah pasukan mereka!
"Ah, kalau begitu, Han Lojin itu adalah mata-mata musuh yang sengaja hendak memancing kita memasuki perangkap maut!" teriak seorang di antara mereka.
Akan tetapi, Mulana menggeleng kepala. "Aku sudah mendengar tentang Han Lojin itu." katanya kepada perwira tadi, "dan dia bukanlah mata-mata Kulana, bahkan dia mengkhianati Kulana."
Menteri Cang tertarik sekali. "Saudara Mulana, ceritakan siapa Han Lojin itu!"
"Dia seorang yang penuh rahasia, mula-mula muncul di sana hendak membantu Kulana. Akan tetapi baru beberapa hari berada di sana, dia telah pergi lagi tanpa pamit, dan kini tahu-tahu dia berada di sini dan menceritakan semua keadaan pasukan pemberontak. Apakah dia memang orang kepercayaan Paduka untuk melakukan penyelidikan ke sarang Kulana, Taijin?"
Menteri Cang menggeleng kepala. "Tidak, dia datang dan membuka rahasia kedudukan para pemberontak, juga rencana para pemberontak untuk bergerak mulai pada malam bulan purnama."
"Hal itu memang benar, Taijin. Kalau begitu, dia seorang pendekar yang hendak menentang pemberontakan dan membantu pasukan kerajaan."
"Saudara Mulana, kalau semua yang kauceritakan dan kauperhitungkan itu benar, lalu menurut pendapatmu, apa yang harus kami lakukan?"
"Apakah pertanyaan Paduka ini berarti bahwa saya dipercaya dan diterima untuk membantu pasukan Paduka?" Mulana balas bertanya.
Menteri Cang mengangguk. "Kami percaya padamu dan suka menerima uluran bantuanmu." Pejabat tinggi ini lalu memandang sekeliling, kepada para perwira dan pendekar. "Harap Cu-wi ketahui bahwa sejak saat ini, Saudara Mulana kami terima sebagai seorang pembantu kita dan kami percaya." Semua yang hadir mengangguk.
"Nah, Saudara Mulana, jangan sampai kehabisan waktu. Jelaskan apa rencanamu untuk menghadapi kemungkinan ancaman perangkap musuh itu yang dapat kita lakukan."
"Begini, Taijin. Kalau benar perhitungan saya tentang siasat yang akan Taijin pergunakan, yaitu mengepung sarang pemberontak, siasat itu lanjutkan saja."
"Benar perhitunganmu. Kami membagi pasukan kami yang jumlahnya dua ribu orang lebih menjadi tujuh kelompok. Enam kelompok datang mengepung dari enam jurusan, sedangkan kelompok induk ini menyerang dari depan dan memasuki jalan terusan itu."
"Siasat yang baik sekali. Sebaiknya siasat itu dilanjutkan dan kita hanya menghadapi dua kemungkinan yang akan membahayakan kita, seperti yang telah saya ceritakan tadi, pertama menghadapi ilmu hitam yang mungkin akan dipergunakan oleh Kulana. Ke dua adalah menghadapi bahan peledak yang mungkin akan dipergunakannya pula untuk meruntuhkan dua dinding bukit. Untuk itu, saya telah mempunyai cara yang terbaik untuk menanggulanginya."
"Apakah engkau seorang ahli sihir pula yang hendak melawan ilmu hitam Kulana dengan sihir?" tanya Menteri Cang.
Mulana menggeleng kepala. "Biarpun saya pernah mempelajari ilmu hitam, namun dibandingkan dengan Kulana, saya akan kalah jauh. Akan tetapi saya telah mempelajari cara-cara untuk menolak dan memunahkan kekuatan ilmu hitam, Taijin. Harap mengutus anak buah untuk mencari dan menyembelih tiga ekor anjing hitam, menampung darahnya karena darah itulah yang akan dapat dipergunakan untuk memunahkan kekuatan ilmu hitam yang dipergunakan Kulana. Akan tetapi, anjing-anjing itu kita bawa saja dulu, setelah menghadapi ilmu hitam baru kita sembelih agar darahnya masih hangat dan belum membeku."
Seorang perwira lalu diutus untuk mengusahakan pencarian tiga ekor anjing hitam ini, di dusun-dusun yang tidak berjauhan dari tempat itu. "Dan bagaimana untuk mengatasi ancaman bahan peledak yang akan meruntuhkan dua dinding bukit?" tanya Menteri Cang karena hal inilah yang dianggap paling berbahaya.
"Untuk meruntuhkan dinding-dinding itu, maka satu-satunya jalan hanyalah memasang bahan peledak di atas, dan bahan peledak itu diledakkan dengan sumbu yang panjang, lalu dinyalakan. Karena itu, agar dibentuk regu-regu pemanah yang pandai yang dengan diam-diam akan mendahului pasukan dan mendaki kedua bukit di kanan kiri jalan. Sebaiknya kalau dipimpin oleh pendekar-pendekar yang pandai. Tugas mereka untuk mencegah petugas musuh yang hendak menyalakan sumbu api bahan peledak."
Mendengar itu, Menteri Cang mengangguk-angguk dan para pendekar juga menyatakan kekaguman mereka. Segera waktu itu dibentuklah regu-regu pemanah yang dipimpin oleh para pendekar. Karena Menteri Cang menghendaki agar regu-regu ini benar-benar kuat dan akan dapat menggagalkan rencana jahat musuh yang mungkin akan meledakkan dinding bukit, maka dia menunjuk suami isteri Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian untuk memimpin regu yang mendaki bukit sebelah kanan, sedangkan regu yang mendaki bukit sebelah kiri, dipimpin oleh Cia Kui Hong, Cia Ling, dan Can Sun Hok.
Kelompok pasukan induk itu lalu melanjutkan perjalanan, dan Mulana sendiri akan memimpin regu yang bertugas menghadapi ilmu hitam dengan darah anjing. Namun, tentu saja diam-diam Menteri Cang memerintahkan tokoh-tokoh pendekar dari Siauw-lim-pai., Bu-tong-pai dan yang lain-lain untuk mengamati dan menjaga Mulana, membayangi orang ini agar dapat bertindak kalau-kalau Mulana melakukan pengkhianatan.
Malam bertambah larut dan pasukan induk itu bergerak maju dengan cepat karena tadi telah terganggu gerakan maju mereka oleh munculnya Mulana. Namun, kini dalam hati para perwira semakin tenang dan penuh semangat karena mereka telah mengetahui siasat busuk dan tipu muslihat musuh, juga mereka percaya akan kecerdikan Menteri Cang dan kegagahan para pendekar yang mem bantu mereka.
* * * Hay Hay lari sambil mengepal kedua tangannya, membentuk tinju yang keras, seperti kerasnya hatinya pada saat itu. Bedebah Sim Ki Liong! Hanya nama ini yang teringat terus olehnya, nama yang dimaki dan dikutuknya karena dia hampir merasa yakin bahwa Ki Liong yang telah memperkosa Pek Eng. Bukankah Han Lojin memberitahukan kepadanya betapa Ki Liong merayu Pek Eng di dalam taman" Dan bukankah pemuda itu pula yang agaknya bertukar nama keturunan, dari Ciang ke Sim, murid Pendekar Sadis yang telah murtad, melarikan diri meninggalkan Pulau Teratai Merah tanpa pamit, bahkan melarikan pula banyak pusaka dari pulau itu" Siapa lagi kalau bukan Ki Liong yang telah melakukan kekejian memperkosa, atau lebih tepat menggauli Pek Eng dengan menyamar sebagai dia" Siapa lagi kalau bukan Ki Liong karena dialah orang terdekat di waktu itu" Bentuk tubuh Ki Liong sama dengannya dan dalam kegelapan itu, tentu Pek Eng tidak dapat membedakan. Agaknya Ki Liong telah mempergunakan kesempatan jahanam itu, ketika dia melarikan diri karena takut terhadap diri sendiri yang hampir saja tergelincir ke dalam perjinaan bersama Pek Eng, lalu Ki Liong menyelinap masuk dan melanjutkan apa yang baru saja dia tinggalkan!
"Jahanam...!" Hay Hay marah sekali. Dua hal yang membuatnya marah sekali. Pertama karena pemuda itu telah menodai Pek Eng dan dengan demikian merusak kehormatan, harga diri dan kebahagiaan gadis itu. Dan ke dua, pemuda itu telah mencemarkan nama baiknya, karena dengan perbuatannya itu, Pek Eng kini mengira bahwa dialah yang melakukannya!
"Keparat terkutuk!" Kembali dia memaki. Dia harus dapat menangkap Ki Liong dan memaksa pemuda itu untuk mengaku di depan Pek Eng bahwa dialah yang melakukan perbuatan keji itu. Kemudian, tiba-tiba saja wajah Pek Eng yang dibayangkan itu berubah menjadi wajah Ling Ling dan seketika dia merasa lemas. Dia berhenti lari dan melempar dirinya duduk di bawah pohon dalam hutan itu.
"Celaka...!" serunya bingung ketika dia teringat akan tuduhan Ling Ling bahwa dia telah memperkosa gadis itu! Tidak mungkin Ling Ling berbohong karena dia telah melihat sendiri keadaan gadis itu. Bertelanjang bulat di tepi telaga itu dalam keadaan lemas tak mampu bergerak karena ditotok orang! Jelas bahwa Ling Ling memang diperkosa orang semalam, dan gadis itu mengira bahwa dialah yang melakukan perkosaan!
"Keparat jahanam.....!" Dia memaki lagi, akan tetapi sekali ini makian tidak ditujukan kepada Ki Liong. Siapakah yang telah melakukan perkosaan terhadap diri Ling Ling" Dan mengapa pula Ling Ling mengira bahwa dia pelakunya" Kenapa dalam waktu yang bersamaan, dua orang gadis yang telah direnggut kehormatannya oleh orang lain, keduanya menuduh dia yang telah melakukannya"
"Sialan...!" gerutunya gemas, akan tetapi juga trenyuh karena dia merasa kasihan sekali kepada kedua orang gadis itu. Dua orang gadis yang gagah perkasa, cantik manis, muda belia, bagaikan dua tangkai bunga sedang mekar semerbak, tahu-tahu di petik orang secara keji, dan dialah yang dituduh sebagai pemetik dan perusaknya. Dan dia pun teringat akan orang-orang Bu-tong-pai! Mereka ini pun menuduhnya memperkosa seorang murid wanita Bu-tong-pai, bahkan mengira bahwa dialah jai-hwa-cat yang berjuluk Ang-hong-cu! Urusan dengan orang-orang Bu-tong-pai ini dapat dia mengerti. Mereka itu salah sangka. Mungkin saja seorang murid wanita Bu-tong-pai diperkosa oleh Ang-hong-cu, dan mereka menuduh dia sebagai Ang-hong-cu karena mereka melihat dia memegang sebuah mainan tawon merah dari emas, yaitu benda yang menjadi tanda-tanda dari penjahat cabul Ang-hong-cu, ayahnya! Ayah kandungnya! Dan kini, tiba-tiba saja Pek Eng dan Ling Ling menuduh dia sebagai perusak keperawanan mereka!
"Tenanglah Hay Hay, tenanglah"." Dia menghibur diri sendiri. Dia harus berpikir masak-masak sebelum bertindak secara sembrono, hanya menurutkan emosi belaka, menurutkan kemarahan hatinya. Agaknya tersembunyi rahasia aneh di balik ini semua. Maka sebelum melanjutkan perjalanannya dan niat hatinya untuk mencari Ki Liong yang dituduhnya sebagai pemerkosa atau perusak kehormatan Pek Eng dengan menyamar sebagai dirinya, dia ingin memikirkan kembali segala yang terjadi baru-baru ini.
Dia mengenang kembali peristiwa malam itu. Dia berada di dalam kamarnya ketika Han Lojin memanggilnya dari luar kamar. Kemudian mereka bercakap-cakap dan Han Lojin memberitahukan bahwa baru saja dia menghindarkan Pek Eng dari rayuan maut Ki Liong. Kemudian, sebagai tanda persahabatan dan perasaan kagum Han Lojin kepadanya, Han Lojin mengajaknya minum tiga cawan arak yang harum dan manis. Dia merasa khawatir. Setelah Han Lojin pergi, dia lalu memanggil Pek Eng keluar dari kamarnya, diajak ke dalam taman dan dia hendak memperingatkan gadis itu dari bahaya rayuan Ki Liong. Akan tetapi apa yang terjadi kemudian" Hay Hay mengerutkan alisnya, mukanya terasa panas karena malu dan dia mengepal tinju, sekali ini ingin dia menampar mukanya sendiri. Mengapa dia secara mendadak saja lalu seperti orang mabuk, terangsang oleh kehadiran Pek Eng yang demikian dekat dengannya" Kenapa dia seperti dimasuki iblis, merangkul dan menciurmi gadis itu" Dan Pek Eng tidak melawan, bahkan pasrah saja, bahkan membalas rangkulannya dengan mesra, dengan penuh penyerahan diri. Hampir saja terjadi pelanggaran di dalam pondok taman itu ketika dia dan Pek Eng berada di dalamnya, di atas dipan. Akan tetapi, dia tersadar dan cepat dia pergi meninggalkan gadis itu, meninggalkan tempat yang berbahaya itu. Dia merasa menyesal sekali, dan malu kepada diri sendiri, malu untuk bertemu dengan Pek Eng.
Hay Hay menggaruk kepalanya. Heran sekali dia, mengapa dia menjadi seperti orang mabuk dan terangsang ketika berhadapan dengan Pek Eng. Arak itu! Arak harum manis yang diminumnya bersama Han Lojin!
Hay Hay meloncat bangun. Mungkinkah arak yang disuguhkan Han Lojin itu yang menjadi sebabnya" Arak itu mengandung obat perangsang" Akan tetapi... dia melihat betapa Han Lojin sendiri juga meminumnya, bahkan dia mentertawakan orang itu yang nampak mabuk setelah minum tiga cawan. Dan andaikata benar demikian, lalu apa artinya" Apa maksudnya Han Lojin menyuguhkan arak yang mengandung obat perangsang kepadanya" Dan Han Lojin pula yang menceritakan kepadanya bahwa Pek Eng dirayu oleh Ki Liong. Seolah-olah ada hubungannya antara pemberitahuan tentang Pek Eng dan penyuguhan arak perangsang itu. Benarkah ada hubungannya" Apakah Han Lojin menghendaki agar dia mendekati Pek Eng dalam keadaan terangsang" Apakah orang aneh itu menghendaki agar terjadi hubungan gelap antara dia dan Pek Eng" Lalu apa maksudnya kalau begitu"
"Sungguh bisa bikin orang menjadi gila!" pikirnya. Dan lebih membingungkan lagi kalau dia mengingat akan peristiwa yang menimpa diri Ling Ling. Dia memang menjanjikan kepada gadis yang masih puteri suhengnya itu untuk menanti di tepi telaga selama tiga hari. Dia akan datang mencarinya dan mengabarkan tentang penyelidikannya ke sarang pemberontak. Akan tetapi, dia menemukan gadis perkasa itu telah diperkosa orang. Mengingat akan tingkat kepandaian Ling Ling, Hay Hay merasa yakin bahwa pemerkosa gadis itu bukan orang sembarangan. Tentu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Kalau tidak demikian, mana mungkin dapat membuat seorang gadis selihai Ling Ling tidak berdaya dengan totokan dan memperkosanya" Dia bersedih sekali mengingat akan nasib Ling Ling.
"Hemm, aku pasti akan mencari dua orang yang telah merusak Pek Eng dan Ling Ling itu, sampai dapat! Bukan hanya untuk mencuci bersih namaku, akan tetapi terutama sekali untuk mencegah agar penjahat keji itu tidak lagi melakukan kecabulan terhadap gadis lain!" Dan dia pun akan mencari ayah kandungnya sampai dapat! Ayahnya pun termasuk seorang penjahat cabul yang kejam, dan dia harus menegur ayah kandungnya, dan kalau perlu menentangnya! Juga dia akan menemui Ki Liong, memaksa pemuda itu untuk mengaku kalau memang benar Ki Liong yang telah menggauli Pek Eng seperti yang dia sangka, dengan menyamar sebagai dia. Selain Ki Liong, dia juga harus menemui Han Lojin untuk menuntut orang itu mengaku tentang arak perangsang dan apa maksudnya Han Lojin rnenyuguhkan arak perangsang kepadanya!
Dengan keputusan hati seperti ini, Hay Hay menjadi tenang kembali. Dia tidak boleh dimakan perasaan emosi dan kemarahan. Dia menghadapi orang-orang pandai seperti Ki Liong, Han Lojin, dan pemerkosa misterius itu, juga menghadapi ayah kandungnya sendiri yang belum pernah dikenalnya. Dia harus berhati-hati!
Ketika dengan hati-hati dia menyusup-nyusup melalui hutan-hutan dan perbukitan untuk memasuki perkampungan para pemberontak, tiba-tiba dia melihat bayangan orang berkelebat. Dia cepat menyusup ke balik semak belukar untuk bersembunyi dan nampaklah olehnya bahwa bayangan itu adalah Han Lojin! Hay Hay mengintai dan melihat betapa orang itu memegang sehelai kertas yang mulai digambarinya, kadang-kadang mengangkat kepalanya melihat-lihat ke arah sarang pemberontak di bukit depan. Han Lojin sedang melukis, pikirnya heran. Dengan hati-hati dia menyusup semakin dekat. Ah, Han Lojin sedang melukis peta, pikir Hay Hay, semakin heran lagi. Tiba-tiba Han Lojin bergerak dan berloncatan ke depan. Dengan hati yang penuh tanda tanya, Hay Hay membayangi dari jauh. Tak salah dugaannya, Han Lojin sedang membuat peta dari keadaan sekeliling sarang pemberontak! Sungguh tak dapat dia menduga apa maksudnya. Hanya setan saja yang tahu apa yang dilakukan orang aneh itu, pikirnya.
Tiba-tiba muncul belasan orang, berloncatan dari balik batang-batang pohon. Hay Hay mengenal mereka sebagai anggauta Kui-kok-pang dengan pakaian mereka yang serba putih, dipimpin sendiri oleh Kim San, ketua Kui-kok-pang yang pakaiannya serba putih pula, mukanya pucat seperti mayat.
"Berhenti...!!" Kim San membentak, menghadang di depan, dan tiga belas orang anak buahnya, dengan senjata di tangan, mengepung Han Lojin.
Han Lojin sudah menggulung kertas peta itu, menyimpan dalam kantung jubahnya yang lebar, tangannya masih memegangi pensil bulu yang bergagang panjang yang tadi dipergunakan untuk membuat lukisan. Dia tersenyum tenang, memandang kepada Kim San dan tertawa.
"Aha, kiranya Kui-kok Pangcu yang datang! Ada keperluan apakah menemui aku di sini?"
"Han Lojin, kami diperintah oleh Bengcu untuk mencarimu. Han Lojin, apakah yang kau pegang tadi dan apa yang kaulakukan di sini?"
Han Lojin masih tersenyum lebar. "Aku sedang menyalurkan bakatku untuk melukis! Mengapa Bengcu menyuruhmu mencariku?"
"Engkau harus kembali, karena engkau telah pergi tanpa pamit!" kata Ketua Kui-kok-pang itu dengan sikap dingin dan marah karena Han Lojin sama sekali tidak memperlihatkan sikap hormat kepadanya.
"Hemm, biarpun aku menyatakan untuk bekerja sama dan membantu, akan tetapi aku bukanlah anak buah Lam-hai Giam-lo yang dapat disuruh begini begitu sesuka hatinya. Aku akan menghadap sendiri kalau aku suka, tidak perlu engkau menyuruhku. Pergilah, Pangcu dan jangan ganggu kesibukanku di sini."
"Han Lojin, engkau sudah dianggap melarikan diri dan mungkin menjadi pengkhianat. Karena itu, mari turut saja dengan aku untuk menghadap Bengcu!"
"Kalau aku tidak mau?"
"Mati atau hidup, kami akan membawamu menghadap Bengcu!" Memang para tokoh sesat telah diperintah Lam-hai Giam-lo untuk berpencaran pergi mencari tiga orang, yaitu Hay Hay, Han Lojin, dan juga Pek Eng. Kalau gadis itu diharuskan pulang, kalau perlu dengan paksaan akan tetapi tidak boleh diganggu apalagi dibunuh, sebaliknya Lam-hai Giam-lo sudah memberi perintah agar membunuh saja Hay Hay dan Han Lojin kalau mereka tidak mau kembali.
"Wah, manusja sombong! Hendak kulihat bagaimana kalian akan membunuhku!" kata Han Lojjn, sikapnya menantang, tangan kiri bertolak pinggang, tangan kanan menudingkan mouwpit (pensil) ke arah muka Ketua Kuk-kok-pang.
"Engkau memang sudah bosan hidup! Serang dan bunuh!" bentak Kim San kepada anak buahnya dan segera mereka semua menyerbu dengan ganasnya. Han Lojin tersenyum dan mouwpit di tangan kanannya bergerak cepat sekali. Ujung gagang pensil bulu itu menotok ke sana-sini dan empat orang Kui-kok-pang bergelimpangan karena tertotok!
Kim San mengeluarkan bentakan nyaring dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, kedua tangannya membentuk cakar setan dan dia menerkam seperti seekor biruang marah. Han Lojin maklum betapa kedua tangan manusia yang seperti mayat hidup ini mengandung tenaga beracun yang dahsyat, maka dia pun cepat mengelak dengan loncatan ke kiri. Dia disambut oleh anak buah Kui-kok-pang, namun kedua kakinya membagi tendangan. Cepat dan kuat sekali tendangan yang diluncurkan Han Lojin sehingga anak buah Kui-kok-pang tidak mampu mengelak atau menangkis. Kembali ada dua orang terjungkal oleh tendangan itu sehingga yang lain menjadi jerih, hanya mengepung dan mengacungacungkan senjata. Kim San marah sekali. Dia kembali mengeluarkan teriakan parau dan kini dengan cepat dia menyerang secara bertubi. Namun, Han Lojin menghadapinya dengan tenang, mengelak dan menggerakkan gagang mouwpitnya yang menyambut dengan totokan-totokan sehingga kini sebaliknya Kim San yang merasa repot karena harus mengelak, atau menangkis. Totokan itu lihai sekali dan kalau sampai terkena, tentu dia akan roboh!
Dari tempat sembunyinya, Hay Hay mengintai. Dia tidak merasa heran melihat kelihaian Han Lojin. Dia sendiri sudah merasakan kelihaian orang itu ketika dia disuruh menguji kepandaian Han Lojin oleh Lam-hai Giam-lo dan Sim Ki Liong. Dia tahu bahwa tingkat kepandaian Ketua Kui-kok-pang itu masih kalah jauh dibandingkan tingkat Han Lojin. Hanya diam-diam dia merasa heran mengapa Han Lojin yang tadinya disangka seorang petualang yang hendak mencari imbalan jasa besar dengan membantu Lam-hai Giam- to, kini tiba-tiba saja agaknya telah membalik dan melawan orang-orangnya bengcu yang hendak memberontak itu.
Tepat seperti dugaannya, Kim San dipermainkan oleh Han Lojin. Mouwpit itu menyambar-nyambar dan kini terdapat coretan-coretan yang membuat wajah itu menjadi tidak karuan dan lucu sekali. Ada kumisnya di kanan kiri hidung, di kedua pipinya adatulisan "monyet" dan "babi", semua ini dilakukan oleh Han Lojin dengan kecepatan luar biasa. Hay Hay sendiri kini bahkan terkejut. Kiranyaketika mengadu kepandaian dengannya, Han Lojin agaknya belum mengeluarkan semua ilmunya! Baru ilmu memainkan mouwpit ini saja, mampu menuliskan huruf-huruf di muka lawan yang juga bukan orang lemah, merupakan ilmu yang hebat!
Akhirnya, sebuah tendangan kaki kiri Han Lojin mencium lutut Kim San, membuat Ketua Kui-kok-pang itu terjatuh berlutut dan Han Lojin lalu mengeluarkan suara ketawa panjang dan tubuhnya melayang jauh meninggalkan. tempat itu. Hay Hay cepat membayangi dari jauh.
Ketika pada hari itu Han Lojin menghadap Menteri Cang, diam-diam Hay Hay juga membayangi. Dengan kepandaiannya yang tinggi, dia dapat menyusup ke dalam dan ketika dia melihat bahwa di situ hadir pula Hui Lian, Su Kiat, Kui Hong, Ling Ling, Can Sun Hok, dan banyak lagi para pendekar dari berbagai golongan, Hay Hay cepat mengundurkan diri. Terlalu berbahaya kalau dia memperlihatkan diri, apalagi di situ terdapat pula orang-orang Bu-tong-pai yang tentu tidak akan mau melepaskannya.
Dia hanya melakukan pengintaian dari jauh saja. Akhirnya dia meninggalkan tempat yang dijadikan markas sementara oleh pasukan pemerintah yang dipimpin langsung oleh Menteri Cang. Ketika ia melihat. betapa pasukan pemerintah mulai meninggalkan tempat itu, dibagi menjadi tujuh kelompok, menuju ke sarang gerombolan pemberontak, tahulah dia bahwa penyerangan akan dimulai. Dia akan membantu pasukan pemerintah dengan diam-diam, dan dia mengambil keputusan untuk mendahului pasukan itu, memasuki perkampungan pemberontak. Terutama sekali dia harus dapat menemui Sim Ki Liong untuk dipaksa mengaku tentang peristiwa di dalam taman pada malam hari itu, mengaku bahwa Sim Ki Liong telah menyamar sebagai dia, menggauli Pek Eng yang mengira bahwa pemuda itu adalah dirinya.
* * * Perhitungan Mulana tentang diri saudara kembarnya memang tepat. Kulana adalah seorang yang amat cerdik, juga dia seorang ahli siasat perang yang lihai. Tentu saja dia sudah dapat memperhitungkan siasat yang akan diambil oleh pimpinan pasukan pemerintah yang menjadi musuhnya.
"Biarkan mereka datang mengepung kita." katanya tenang kepada Lam-hai Giam-lo dan para pembantunya ketika mereka mengadakan perundingan. "Kita akan menghadapi mereka, dan percayalah kita akan dapat menghancurkan mereka, membinasakan mereka sampai tidak ada seorang pun di antara mereka akan mampu lolos!"
"Akan tetapi, jumlah pasukan mereka lebih besar daripada pasukan kita!" seru Sim Ki Liong, sangsi. "Dan mereka dibantu pula oleh para orang-orang berkepandaian tinggi! Tang Hay itu tentu berada di antara mereka, juga Han Lojin."
Kulana tersenyum. "Jangan khawatir. Siasat kita menggunakan jalan terusan itu tentu sudah mereka perhitungkan pula dan biarlah mereka semua mengerahkan kekuatan di jalan terusan itu. Aku akan menggunakan akal, memancing agar semua pasukan musuh berkumpul di jalan terusan itu, dan di sanalah aku akan menghancurkan mereka semua!" Agaknya Kulana masih merahasiakan siasatnya yang terakhir ini karena dia belum percaya sepenuhnya kepada para pembantu Lam-hai Giam-lo yang terdiri dari para tokoh sesat itu. Orang-orang seperti itu sukar dipercaya, begitu pendapat Kulana. Rahasia penting tidak aman berada di tangan mereka yang akan suka menjual rahasia apa pun demi keuntungan sendiri. Akan tetapi diam-diam dia sudah mempersiapkan dan mengatur siasatnya itu, dan untuk keperluan itu dia mempergunakan orang-orangnya sendiri, pelayan-pelayan yang dipercayanya. Dia hanya mengingatkan semua perwira pasukan pemberontak bahwa begitu dia memberi tanda dengan tiga kali tiupan terompet yang khas, semua pasukan harus segera ditarik dan meninggalkan jalan terusan, membiarkan musuh berkumpul di antara dua bukit itu. Hal ini diperingatkannya berulangkali, dan hanya kepada Lam-hai Giam-lo seoranglah dia menjelaskan siasatnya yang terakhir itu, yaitu hendak meledakkan dinding bukit untuk menyerang musuh.
Dua hari sebelum malam bulan purnama tiba. Malam itu cukup terang dengan bulan yang dua hari lagi akan penuh. Malam yang indah dan cerah, namun sunyi menyeramkan di Lembah Yang-ce di Pegunungan Yunan yang menjadi sarang para pemberontak itu. Tempat itu sunyi seolah-olah sudah ditinggalkan oleh para pemberontak. Padahal, setiap orang pemberontak sudah menanti dengan jantung berdebar tegang karena mereka telah diberitahu oleh Kulana bahwa malam itu mereka akan menyambut serbuan musuh di luar jalan terusan.Sebagian dari mereka telah membentuk barisan pendam di luar jalan terusan, dan barisan pendam ini dipimpin sendiri oleh Lam-hai Giam-lo, dibantu oleh Sim Ki Liong yang menjadi orang kepercayaan bengcu itu. Adapun pasukan yang menyambut musuh dipimpin oleh para tokoh yang lain, di antaranya Ji Su Bi, Min-san Mo-ko, Kim San, Hek-hiat Mo-ko, dengan para tosu Pek-lian-kauw dan dipimpin sendiri oleh Kulana.
Suasananya sunyi sekali di sarang para pemberontak itu sampai ke jalan terusan. Menjelang tengah malam, di bawah sinar mata para pimpinan pasukan yang mengintai dari tempat persembunyian mereka, nampaklah Kulana sendiri muncul keluar ke atas sebuah batu besar. Dari atas batu itu dia dapat melihat ke arah jalan terusan di bawah sana. Kulana mempergunakan pakaian serba putih, dengan potongan seperti jubah pendeta. Rambutnya dibiarkan riap-riapan, sehingga dia kelihatan seperti seorang pendeta yang aneh dan sikapnya menyeramkan. Sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong dan mukanya yang tertimpa sinar bulan itu nampak kehijauan. Di tangan kirinya terdapat seuntai tasbeh sedangkan tangan kanannya memegang sebatang pedang telanjang yang mengeluarkan sinar berkilauan. Dia lalu duduk bersila di atas batu itu, menghadap ke utara, k.e arah datangnya musuh menyerang yang sedang ditunggu.
Malam pun berjalan terus dan bulan sudah condong ke barat. Cuaca mulai remang-remang, kemudian muncul sinar kemerahan di ufuk timur, sinar yang biarpun masih kemerahan namun masih nampak kekuatannya sehingga memudarkan sinar bulan. Itulah sinar matahari yang mulai menyapu kegelapan di kaki langit sebelah timur. Kemudian dalam kesunyian malam menjelang pagi itu, terdengarlah suara terompet memanjang. Itulah tanda yang dinanti-nantikan oleh pasukan pemberontak. Suara terompet itu merupakan tanda bahwa pasukan musuh telah datang dan tiba di perbatasan yang telah mereka tentukan.
Tiba-tiba tubuh yang tadinya duduk bersila itu kini bangkit berdiri, perlahan-lahan. Diacungkannya pedang telanjang itu ke atas, lalu menuding ke arah utara, tasbeh di tangan kiri berrputar-putar dan mulut Kulana berkemak-kemik, sementara kedua matanya terpejam untuk beberapa lamanya. Setelah kedua mata itu terbuka, orang akan merasa terkejut dan ngeri karena mata itu kini mengeluarkan sinar yang amat liar menakutkan, kehijauan seperti mata seekor harimau yang marah.
Saat bertemunya t kedua pasukan yang bermusuhan itu pun dinanti dengan hati tegang oleh pasuka kerajaan yang berbaris maju dengan penuh semangat. Kini, pasukan itu tiba di perbatasan, dan jalan terusan yang diapit-apit dinding bukit itu sudah nampak dari tempat ketinggian itu, di bawah sinar bulan yarig mulai pudar oleh sinar matahari merah. Menteri Cang sendiri, didampingi Mulana, berdiri di atas batu besar dan meneliti tempat itu dari jauh.
"Itulah jalan terusan yang dimaksudkan?" tanya Menteri Cang, diam-diam dia mulai percaya akan gambar peta yang diterimanya dari Han Lojin. Agaknya orang aneh itu tidak berbohong atau berkhianat, pikirnya.
Mulana mengangguk, "Benar, Taijin. Dan lihat, betapa sunyinya. Kalau menurut sepatutnya, para pemberontak tentu sudah tahu aka kedatangan pasukan kita, akan tetapi kenyataannya sunyi saja. Oleh karena itu, tidak salah lagi, mereka sedang mempergunakan siasat dan mereka pasti kini sedang menanti kita. Kita harus bersikap hati-hati dan biarkan pasukan terus maju, saya akan berada di depan dengan para pembantu saya, menghadapi segiala kemungkinan."
Menteri Cang mengangguk dan memberi isarat agar pasukan yang untuk sementara dihentikan itu bergerak lagi, menuju ke arah jalan terusan yang dari situ agak menurun itu. Mulana dan belasan orang pembantunya berada di depan, menuntun tiga ekor anjing hitam, mendahului pasukan. Di belakangnya nampak para pendekar, didahului oleh Can Sun Hok dan Cia Ling lalu para tokoh partai persilatan besar. Semua orang siap siaga dan waspada maklum bahwa sewaktu-waktu pihak musuh tentu akan muncul dan menyambut mereka.
Ketika ujung jalan terusan itu tinggal beberapa puluh meter lagi, Mulana memberi isarat agar pasukan berhenti melangkah. Dia sendiri bersama belasan orang pembantunya yang membawa ember melangkah maju mendekati ujung jalan terusan. Tiba-tiba terdengar suara gerengan aneh dan dahsyat, lalu disusul datangnya angin dari arah jalan terusan. Mulana segera memberi isarat kepada para pembantunya yang segera melaksanakan tugas yang telah diatur sebelumnya, yaitu dengan golok-golok tajam mereka menyembelih tiga ekor anjing hitam itu. Anjing-anjing itu tidak sempat mengeluarkan. suara. Darah mengucur dari leher mereka yang putus, dan segera darah itu ditampung ke dalam ember-ember yang sudah dipersiapkan.
Kini angin yang menyambar-nyambar menjadi semakin dahsyat dan nampaklah asap hitam bergumpal-gumpal keluar dari dalam jalan terusan, mengerikan sekali. Akan tetapi, Mulana yang sudah siap dengan pakaian pendeta berwarna kuning dan rambut terurai, kini melangkah maju dengan pedang di tangan kanan. Dia mencelup pedang itu sampai ke gagangnya dalam darah anjing, lalu mengangkat pedang tinggi-tinggi sambil melangkah maju dan mulutnya berkemak-kemik. Belasan orang itu mengikutinya dan dengan gayung kecil, mereka itu menciduk darah anjing dan mempercikkannya ke arah asap hitam bergumpal-gumpal. Dan aneh sekali, asap hitam yang bergulung-gulung itu segera lenyap, angin pun berhenti bertiup dan cuaca menjadi bersih kembali, jalan terusan itu nampak kembali.
Akan tetapi, kini terdengar gerengan yang semakin keras dan dari dalam jalan terusan itu kembali muncul asap hitam bergumpal-gumpal dan dari dalam asap itu muncullah seekor naga hijau yang menyeramkan. Naga itu besar sekali, sepasang matanya mencorong dan moncongnya yang terbuka lebar itu mengeluarkan api menyala-nyala, kedua lubang hidungnya mengeluarkan asap putih yang panas sedangkan kedua cakar depan dengan kuku-kuku yang mengerikan seperti hendak menubruk ke arah Mulana. Namun, Mulana tidak menjadi gentar dan dia pun maju dengan pedangnya yang kini berubah merah oleh darah anjing, sedangkan para pembantunya sibuk memercikkan darah anjing ke arah asap hitam yang semakin menjalar.
Anak buah pasukan yag berada di belakang, memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat. Mereka tentu saja merasa nyeri dan takut. Akan tetapi para tokoh pendekar yang melihat ini, maklum bahwa mereka menghadapi ilmu hitam yang dahsyat, maka mereka segera mengerahkan sin-kang untuk memperkuat batin dan menolak pengaruh ilmu hitam ini. Can Sun Hok dan Cia Ling yang telah memiliki tingkat yang cukup tinggi, setelah mengerahkan sin-kang, dapat membuat mata mereka menjadi tenang dan bayangan naga yang menyeramkan itu pun menipis walaupun belum lenyap. Mereka pun tidak dapat berbuat sesuatu menghadapi ilmu hitam seperti ini, dan hanya percaya bahwa Mulana akan mampu memunahkannya.
Mulana melangkah maju, dan pedangnya menyambar, menyerang ke arah naga hijau itu, sedangkan orang-orangnya memercikkan darah anjing. Terdengar suara melengking dahsyat dan naga hijau itu pun lenyap, asap hitam pun bergulung-gulung naik dan mundur sampai lenyap. Mulana memberi isyarat kepada orang-orangnya untuk maju terus, sedangkan pasukan di belakangnya, didahului oleh para pendekar, juga bergerak maju lagi mulai memasuki jalan terusan.
Kini sunyi di jalan terusan itu. Dengan hati-hati pasukan yang dipimpin sendiri oleh Menteri Cang itu memasuki terusan. Karena maklum bahwa mereka memasuki perangkap yang mengerikan, mau tidak mau jantung pejabat tinggi itu berdebar juga penuh ketegangan. Dia memandang ke atas, kanan kiri dan merasa seram. Dinding bukit itu menjulang tinggi dan kalau ada batu-batu runtuh ke bawah, pasukannya akan celaka, apalagi kalau sampai dinding itu diledakkan! Dia hanya mengharapkan agar mereka yang bertugas merayap ke atas bukit di kanan kiri itu akan berhasil menyergap dan menggagalkan rencana peledakan dinding bukit.
Akan tetapi, kesunyian itu tiba-tiba dipecahkan oleh beberapa suara jeritan di sana-sini, dilakukan oleh anak buah pasukan. Dan Mulana melihat betapa kembali ada asap hitam bergulung-gulung dan di atas dinding bukit di kanan kiri nampak segala macam serangga beracun merayap turun. Ular, kalajengking, kelabang dan banyak lagi macamnya, mengerikan, juga menjijikkan! Dia tahu bahwa itu bukanlah binatang-binatang aseli, melainkan jadi-jadian, hasil ilmu hitam. Maka dia lalu memimpin orang-orangnya untuk memercikkan darah anjing, sedangkan pedangnya yang berlumuran darah anjing hitam itu pun mengamuk, membabat ke arah binatang-binatang kecil menjijikkan itu. Dan seperti juga tadi, penglihatan yang mengerikan itu pun lenyap bersama asap hitam.
Kini pasukan pemerintah itu kesemuahya telah memasuki jalan terusan dan bersama dengan bunyi tambur yang dipukul gencar, kini dari luar jalan terusan bermunculan pasukan pemberontak yang menerjang dari belakang. Dan pada saat itu juga, terdengar sorak-sorai dan pasukan pemberontak yang bersembunyi didalam, kini pun bermunculan dan menyerang dari depan. Dengan demikian, pasukan induk pemerintah itu tergencet dari depan dan belakang, dan berada di dalam jalan terusan yang memanjang itu. Tepat seperti yang telah diperhitungkan oleh Mulana. Akan tetapi yang membikin pasukan pemerintah merasa bingung adalah keluarnya asap hitam yang membuat penglihatan menjadi gelap bagi mereka, akan tetapi agaknya tidak demikian bagi pasukan pemberontak.
Kalau tidak ada Mulana, tentu pasukan pemberontak akan celaka bertempur dalam keadaan seperti itu. Mulana dan para pembantunya sibuk memercikkan darah anjing ke kanan-kiri dan akhirnya, asap hitam bergulung-gulung itu pun perlahan-lahan lenyap sehingga kini mereka dapat bertempur dalam keadaan cuaca terang karena matahari telah mulai muncul!
Melihat betapa di pihak pemberontak terdapat orang-orang Kui-kok-pang yang mudah dikenal dengan pakaian mereka yang putih dan gerakan mereka yang ganas dan dahsyat, Can Sun Hok dan Cia Ling lalu terjun dan menerjang mereka, merobohkan beberapa orang anggauta Kui-kok-pang. Can Sun Hok segera melihat kepala gerombolan ini, yaitu Kim San yang mudah diketahui dari keadaan pakaiannya dan kelihaian gerakannya. Can Sun Hok segera menerjang Kim San yang bertangan kosong. Segera terjadi perkelahian yang amat seru. Biarpun bertangan kosong, namun kedua tangan Ketua Kui-kok-pang yang membentuk cakar itu amat berbahaya dan mengandung hawa beracun yang jahat. Namun, Can Sun Hok yang memegang suling itu tidak mau memberi kesempatan kepada lawan yang lihai itu. Dia memutar sulingnya dan memainkan ilmu pedang simpanannya, yaitu Kwi-ong Kiam-sut (Ilmu
Pedang Raja Iblis) yang amat dahsyat. Biarpun dia memainkannya dengan suling, namun keampuhannya tidak kalah dengan pedang, dan ilmu pedang ini dahulu adalah ciptaan Si Raja Iblis, datuk sakti kaum sesat itu. Maka, betapa pun lihainya Kim San, menghadapi ilmu pedang ini, dia segera terdesak hebat dan hanya karena bantuan anak buahnya saja dia masih mampu mempertahankan diri.
Ling Ling sendiri sudah mengamuk dan gadis ini biasanya juga bertangan kosong. Ia sudah mewarisi ilmu-ilmu silat tinggi dari ayahnya, maka biarpun ia bertangan kosong, kedua tangan dan kedua kakinya merupakan senjata-senjata yang amat ampuh. Dengan gerakan lincah seperti seekor burung walet, gadis ini berloncatan dan menyambar-nyambar ke sana-sini, dan setiap kali tangan atau kakinya mencuat ke depan atau ke samping, tentu ada seorang anggauta pasukan musuh yang terjungkal roboh.
Sementara itu, di atas sebatang pohon yang tumbuh di tebing, terdapat dua orang sejak tadi menonton pertempuran. Mereka adalah Pek Han Siong dan Cu Bi Lian atau lebih tepat lagi, Siangkoan Bi Lian walaupun gadis itu sendiri belum tahu akan nama keturunannya yang sesungguhnya. Seperti telah kita ketahui, Han Siong bertemu dengan Bi Lian secara kebetulan sekali. Ketika itu Bi Lian sedang dikeroyok oleh Kulana dan Lam-hai Giam-lo yang hendak menangkapnya. Hampir saja Bi Lian celaka dan dapat tertangkap oleh ilmu sihir yang dipergunakan Kulana, akan tetapi tiba-tiba muncul Han Siong yang menyelamatkan gadis itu dengan kekuatan sihirnya pula. Mereka berkenalan dan saling mengetahui bahwa mereka masih suheng dan sumoi, walaupun Han Siong belum menceritakan bahwa sumoinya itu sesungguhnya adalah puteri kedua orang gurunya, bahkan juga telah menjadi calon jodohnya! Mereka berdua bertemu dengan Mulana dan menjadi tamu orang Birma aneh ini, bahkan menjadi saksi akan peristiwa mengharukan ketika Yasmina, isteri Mulana, membunuh diri.
Setelah meninggalkan Mulana yang kemudian mereka lihat dari jauh membakar istananya sendiri, Han Siong dan Bi Lian lalu melakukan penyelidikan ke sarang gerombo1an pemberontak. Bi Lian ingin membalas kematian kedua orang gurunya, yaitu Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi, yang mati sampyuh karena saling bertentangan sendiri ketika Bi Lian dilamar oleh Kulana. Bi Lian menganggap bahwa kematian kedua orang gurunya akibat ulah Kulana dan Lam-hai Giam-lo, maka dara ini ingin membalas kepada kedua orang sakti itu. Adapun Han Siong, selain siap menentang gerombolan pemberontak itu, juga ingin mencari adik kandungnya, Pek Eng, yang menurut Bi Lian kini berada di sarang gerombolan pemberontak, bahkan menjadi murid dan anak angkat Lam-hai Giam-lo, Bengcu dari gerombolan pemberontak.
Akan tetapi, sepasang orang muda perkasa ini mendapat kenyataan betapa kuatnya keadaan di sarang gerombolan. Kini bahkan seribu lebih orang anak buah gerombolan telah berkumpul, berlatih perang-perangan dan amat berbahayalah kalau mereka berani memasuki sarang itu. Maka, mereka hanya melakukan penyelidikan di luar saja dan menanti kesempatan baik untuk melaksanakan niat mereka.
Dan pada pagi hari itu, mereka melihat penyerbuan pasukan pemerintah dan dari tempat pengintaian itu, mereka melihat pula betapa Kulana telah melakukan sambutan dengan ilmu hitam yang dahsyat. Melihat ini, ketika Bi Lian juga terkejut dan merasa ngeri, Han Siong berkata,
"Orang yang bernama Kulana itu memang hebat. Yang dia lakukan itu bukan sekadar ilmu sihir belaka, melainkan ilmu hitam yang mempergunakan tenaga gaib dan kotor yang berasal dari iblis dan setan. Untung bahwa di sana agaknya ada yang mampu memunahkan kekuatan ilmu hitamnya, kalau tidak, tentu akan celaka pasukan pemerintah."
"Akan tetapi, engkau sendiri bukankah seorang yang mengerti akan ilmu sihir, Suheng?"
"Benar, aku pernah mempelajari ilmu sihir. Akan tetapi, ilmu sihir hanya dapat dipergunakan untuk mempengaruhi pikiran dan panca indera seorang atau beberapa orang lawan saja. Sebaliknya, ilmu hitam dapat mengeluarkan jadi-jadian yang datangnya dari alam rendah, sehingga dapat mempengaruhi ribuan orang pasukan musuh. Sungguh berbahaya sekali orang itu."
"Lihat, Suheng, pertempuran kini menjadi semakin hebat dan agaknya pasukan pemerintah yang berada di tengah-tengah itu terdesak karena digencet dari depan dan belakang. Mereka terjebak ke dalam jalan terusan yang terapit dinding bukit itu! Mari, Suheng, mari kita bantu pasukan pemerintah! Aku akan turun dan menyerang Kulana si jahanam itu!"
"Hati-hatilah, Sumoi. Biar aku menghadapi dia," pesan Han Siong yang merasa khawatir karena Kulana sungguh terlalu berbahaya bagi Bi Lian. Mereka lalu meninggalkan batang pohon itu dan merayap turun melalui tebing lain yang tidak begitu terjal seperti kedua tebing bukit di kanan kiri jalan terusan itu. Berkat ilmu kepandaian mereka yang tinggi, dengan cepat mereka dapat turun ke tempat pertempuran. Akan tetapi ketika mereka terjun ke dalam gelanggang pertempuran, mereka tidak melihat lagi Kulana yang tadi mereka lihat dari atas batu besar. Karena itu, kedua orang muda ini lalu terjun dan ikut mengamuk di antara para anggauta gerombolan pemberontak yang menjadi kocar-kacir karena tidak ada yang mampu menahan kedua orang muda perkasa ini.
Akan tetapi, dari pihak pemberontak segera bermunculan orang-orang lihai sekali. Suami isteri Lam-hai Siang.mo, yaitu Siangkoan Leng dan Ma Kim Li sudah cepat melihat kehebatan sepak terjang. pemuda dan gadis yang baru muncul itu dan bersama sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan, yaitu Kwee Siong dan Tong Ci Ki, mereka lalu menerjang ke dalam pertempuran. Lam-hai Siang-mo segera mengeroyok Han siong, sedangkan Si Tangan Maut dan isterinya, Si Jarum sakti, sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai selatan itu mengeroyok Bi Lian yang mereka kenal sebagai murid mendiang Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi yang amat lihai. Terjadilah perkelahian yang amat seru dan mati-matian di antara mereka.
Menteri Cang yang melihat betapa pasukan pemberontak telah dikerahkan, lalu memberi isarat dan terdengar suara sorak-sorai disertai suara terompet dan tambur, dan enam kelompok pasukan yang tadinya mengepung sarang, kini bermunculan, dari enam jurusan, semua menuju ke jalan terusan dan dengan demikian maka kini berbalik pihak pasukan pemberontak yang terkepung dari dalam dan luar! Keadaan menjadi kacau-balau dan pertempuran berlangsung semakin seru dan mati-matian. Para pendekar juga kini bertemu langsung dengan para tokoh sesat sehingga mereka itu merupakan kelompok tersendiri yang mempergunakan ilmu silat tinggi saling gempur, dan terjadilah pertempuran yang amat hebat di luar dan di dalam jalan terusan.
Bagaimana Can Sun Hok dan Cia Ling dapat muncul dalam pertempuran itu, padahal mereka bertugas bersama Cia Kui Hong untuk mencegah peledakan dinding tebing bukit sebelah kiri" Mari kita tengok apa yang terjadi di kedua puncak tebing itu. Dengan diikuti belasan orang anak buah pasukan, Cia Kui Hong, Can Sun Hok dan Cia Ling mendaki bukit sebelah kiri jalan terusan. Dan memang tepat seperti yang diperhitungkan oleh Mulana, mereka melihat segerombolan orang sejumlah dua belas orang dikepalai seorang kakek cebol gendut dengan kepala kecil, berkulit hitam, duduk bergerombol mengelilingi sebuah batu besar. Melihat ini, Cia Kui Hong menyuruh teman-temannya bersembunyi dan ia sendiri mempergunakan kepandaiannya untuk menyelinap di antara batu-batu dan pohon-pohon, mendekati dan melakukan pemeriksaan. Untung bahwa matahari telah mulai memancarkan cahayanya sehingga ia dapat meneliti dari jarak agak jauh dan melihat bahwa yang berada di atas batu besar itu adalah benda seperti tali putih yang dari atas batu itu terus menuruni tebing. Tak salah lagi, pikirnya, tentu itulah sumbu bahan peledak, siap untuk dinyalakan oleh gerombolan orang itu setelah terdapat isarat dari Kulana! Ia dan kawan-kawannya harus dapat menguasai sumbu itu, kalau tidak, pasukan pemerintah di bawah akan terancam bahaya maut! Ia lalu menyelinap kembali dan kembali ke tempat kawan-kawannya bersembunyi. Setelah merundingkannya dengan Sun Hok dan Ling Ling, mereka bertiga mengambil keputusan untuk melakukan penyergapan tiba-tiba.
"Kalian menyergap Si Cebol yang agaknya lihai itu, dan pasukan menyerbu dan menyerang anak buahnya. Aku sendiri akan menguasai sumbu itu dan menjaganya agar pihak lawan tidak ada yang dapat mendekat!" bisik Kui Hong. Setelah mengatur siasat, mereka lalu berindap-indap menghampiri batu yang dikurung oleh tiga belas orang itu.
Penyergapan itu dilakukan serentak sehingga Si Cebol yang bukan lain adalah Hek-hiat Mo-ko dan anak buahnya, menjadi terkejut sekali. Apalagi ketika Hek-hiat Mo-ko melihat dirinya diserang dengan dahsyatnya oleh seorang pemuda dan seorang pemudi, dia mengeluarkan suara mencicit seperti tikus, tubuhnya yang cebol itu melompat dan terus bergulingan membebaskan diri dari serangan kedua orang muda yang lihai itu. Adapun belasan orang anak buahnya juga sudah sibuk menghadapi serangan belasan orang anak buah pasukan pemerintah. Kui Hong sendiri merobohkan dua orang dengan tamparannya dan ia pun melompat ke atas batu besar itu. Dengan gagahnya ia menjaga sumbu di atas batu, dan untuk penjagaan, ia mengeluarkan sepasang pedangnya. Ketika ia memandang, dengan lega ia mendapat kenyataan betapa Can Sun Hok dan Ling Ling telah dapat mendesak kakek cebol, bahkan anak buah yang belasan orang banyaknya itupun telah menyerbu dan mendesak anak buah gerombolan pemberontak.
Hek-hiat Mo-ko adalah keturunan Hek-hiat Lo-mo dan Hek-hiat Lo-bo dan dia telah mewarisi ilmu sesat yang hebat dari neneknya, yaitu Hek-hiat Mo-li. Demikian mendalam dia menguasai ilmu Hek-hiat (Darah Hitam) itu sehingga kini darah di tubuhnya benar-benar agak kehitaman! Dan tentu saja kedua tangannya sudah dialiri hawa beracun yang menjadi pukulan maut. Dia lihai dan kejam bukan main, disamping wataknya yang cabul dan jahat. Entah sudah berapa puluh atau bahkan berapa ratus orang wanita yang telah menjadi korban kebiadabannya selama puluhan tahun ini.
Betapa hebatnya ilmu kepandaian Hek-hiat Mo-ko, menghadapi Can Sun Hok dan Cia Ling, dia seperti mati kutu. Apalagi harus dikeroyok dua. Baru menghadapi seorang di antara mereka saja dia belum tentu akan mampu menang, walau pun bagi Sun Hok atau Ling Ling juga tidak akan demikian mudahnya menundukkan Si Cebol ini kalau saja harus turun tangan sendiri tanpa bantuan. Akan tetapi, kini mereka maju bersama. Perkelahian ini bukan urusan pribadi, melainkan urusan perang, maka dua orang muda perkasa ini pun tidak merasa sungkan untuk maju bersama mengeroyok Hek-hiat Mo-ko.
Biarpun Hek-hiat Mo-ko mengerahkan seluruh tenaga racunnya, dan mengeluarkan semua ilmu silatnya, namun tetap saja dia terdesak dan akhirnya tidak mampu lagi membalas, melainkan hanya mengelak dan menangkis saja. Akhirnya, sebuah tamparan dari tangan kiri Ling Ling menyerempet pelipisnya. Dia terjungkir dan cepat melompat bangun lagi, akan tetapi disambut totokan suling di tangan Sun Hok yang tepat mengenai dadanya. Dari mulutnya keluar suara mencicit nyaring, disusul keluarnya darah hitam dan tubuh Hek-hiat Mo-ko kini tersungkur. Akan tetapi orang ini memang memiliki kekuatan yang luar biasa. Biarpun totokan tadi sudah mengenai jalan darah yang membawa maut, tetap saja dia mampu bergulingan, hanya arahnya yang ngawur sehingga dia bergulingan ke tepi tebing dan tak dapat dihindarkan lagi, tubuhnya tergelincir dan meluncur turun ke bawah tebing yang amat curam itu dalam keadaan sudah hampir mati!.
Juga dua belas orang anak buah Hek-hiat Mo-ko roboh semua oleh Sun Hok dan Ling Ling. Setelah tidak nampak seorang pun lagi musuh di puncak tebing itu, mereka memandang ke bawah dan melihat pertempuran telah berlangsung. Melihat betapa pasukan pemerintah dihimpit dari depan dan belakang, Sun Hok lalu berkata, "Ah, di bawah sana telah terjadi pertempuran. Untuk apa kita menganggur saja di sini" Lebih baik membantu di bawah."
"Akan tetapi tempat ini harus kita jaga, agar jangan sampai ada musuh yang dapat meledakkan tebing," bantah Ling Ling.
"Kalian berdua turunlah dan bantulah menggempur gerombolan pemberontak. Biar aku dan pasukan ini yang berjaga di sini!" kata Kui Hong yang juga melihat betapa tidak ada gunanya mereka bertiga menganggur di tempat itu. Demikianlah, mendengar kesanggupan Kui Hong untuk menjaga sumbu bahan peledak di situ, Ling Ling dan Sun Hok lalu menuruni tebing dan mereka ikut pula bertempur membantu pasukan pemerintah, menerjang Kui-kok-pangcu Kim San dan anak buahnya.
Keadaan di puncak tebing sebelah kanan juga tidak banyak bedanya dengan apa yang terjadi di puncak sebelah kiri. Yang memimpin pasukan belasan orang dan mendaki puncak tebing sebelah kanan adalah suami isteri Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian, suami isteri yang memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi itu. Adapun yang diberi tugas untuk memimpin belasan orang meledakkan tebing kanan ini apabila ada isarat dari Kulana, bukan lain adalah Min-san Mo-ko, bekas tokoh Pek-lian-kauw yang lihai ilmu pedang dan ilmu sihirnya itu. Karena usianya yang sudah enam puluh lebih, Min-san Mo-ko tidak begitu bernafsu untuk ikut bertempur dalam peperangan, maka dia memilih untuk menjaga sumbu bahan peledak yang dipasang di puncak tebing sebelah kanan. Dia sudah siap untuk meledakkannya, dengan menyulut sumbunya, begitu menerima isarat dari Kulana. Diam-diam dia merasa gembira sekali karena dia akan dapat menonton kalau nanti tebing itu runtuh menimpa pasukan pemerintah sehingga akan terkubur hidup-hidup! Akan tetapi dia harus menanti isarat dari Kulana lebih dahulu. Karena kalau tidak, mungkin yang terkubur hidup-hidup oleh ledakan tebing itu bahkan pasukan kawan sendiri.
Tiba-tiba saja muncul belasan orang perajurit pemerintah mendaki puncak tebing itu. Melihat belasan orang perajurit musuh ini, Min-san Mo-ko tertawa, dan suaranya melengking tinggi ketika dia berkata, "Ha-ha-ha, hayo bunuh bebeberapa ekor cacing busuk itu!" Dia amat memandang rendah kepada belasan orang perajurit musuh yang disangkanya secara kebetulan saja naik ke puncak ini. Akan tetapi pada saat itu muncullah Kok Hui Lian yang bergerak cepat, dengan gerakan indah sekali telah menampar roboh dua orang perajurit pemberontak. Melihat munculnya seorang wanita muda yang demikian cantiknya, juga amat cepat gerakannya sehingga merobohkan dua orang anak buahnya, Min-san Mo-ko terkejut, akan tetapi juga gembira sekali. Wanita itu cantik menarik.
"Ha-ha-ha, kebetulan sekali. Aku sedang kesepian dan engkau datang menemaniku, manis!" kata Min-san Mo-ko yang biarpun sudah berusia enam puluh tahun lebih namun masih amat mata keranjang itu. Dia pun memandang ringan wanita cantik itu, maka sekali meloncat dia sudah meninggalkan benda yang dijaganya sejak tadi, yaitu ujung sumbu bahan peledak yang menghubungkan sumbu dengan bahan peledak yang ditanam di bawah puncak tebing. Ujung sumbu itu ditindih beberapa buah batu dan nampak mencuat putih. Dengan kedua tangannya yang panjang dan kurus, Min-san Mo-ko menubruk dari belakang untuk menangkap Hui Lian.
Namun, sekali ini, orang yang kurus pucat dan lihai ini kecelik bukan main. Tubuh wanita cantik yang ditubruknya dari belakang itu, tiba-tiba berputar di atas tumit kiri dan kaki kanannya telah mengirim tendangan yang amat cepatnya, demikian cepat sehingga orang selihai Min-san Mo-ko sampai tidak dapat mengelak atau menangkis lagi. Tentu saja hal ini terutama sekali dapat terjadi karena Min-san Mo-ko memandang lawan terlalu ringan.
"Dukkk".!!"
"Ihhhh"..?" Min-san Mo-ko mengeluarkan suara melengking nyaring dan tubuhnya terhuyung ke belakang, matanya terbelalak dan dia mulai marah sekali. Tak disangkanya bahwa dia akan terkena tendangan pada dadanya, dan tendangan itu membuat dadanya terasa agak nyeri.
"Perempuan setan, kiranya engkau memiliki kepandaian juga" Kalau begitu, bersiaplah untuk mampus!" Min-san Mo-ko mencabut pedangnya dan sekali melompat, dia sudah berada di depan Hui Lian dan tiba-tiba dia menudingkan pedangnya pada wajah Hui Lian sambil mengeluarkan suara lengkingan panjang disusul kata-kata yang nyaring melengking dan berpengaruh.
"Perempuan, berlutut dan menyerahlah engkau!" Dia mengerahkan sihirnya dan menggerak-gerakkan pedangnya, sepasang matanya mencorong aneh dan menyeramkan. Hui Lian tidak menyangka bahwa ia akan diserang dengan ilmu sihir, maka tiba-tiba saja ia menekuk lututnya. Hal ini terjadi di luar kehendaknya, maka ia pun terkejut dan sambil meloncat ke atas, ia mengeluarkan bentakan nyaring sambil mengerahkan tenaga saktinya dan seketika buyarlah kekuatan sihir yang tadi hampir mempengaruhi. Hui Lian menjadi marah sekali dan sepasang matanya berkilat ketika memandang wajah Min-san Mo-ko.
"Iblis busuk, ilmu iblismu tidak ada artinya bagiku!" dan kini wanita perkasa ini sudah memegang sebatang pedang yang berkilauan. Entah kapan ia mengeluarkan pedang itu, tahu-tahu telah berada di tangannya. Itulah pedang Kiok-hwa-kiam, peninggalan orang sakti yang ia temukan di dalam guha di tebing curam.
Kini Min-san Mo-ko tidak berani main-main lagi, sama sekali tidak berani memandang rendah. Bahkan dia terkejut bukan main melihat betapa wanita cantik itu mampu membuyarkan kekuatan sihirnya. Tahulah dia bahwa dia berhadapan dengan lawan yang tangguh, maka melihat lawan memegang pedang, tanpa banyak cakap lagi dia pun mencabut pedangnya dan mendahului lawan menyerang dengan pedangnya. Gerakannya cepat dan kuat sekali. Min-san Mo-ko memang terkenal sebagai seorang ahli pedang yang memiliki banyak macam ilmu pedang yang tinggi tingkatnya. Kini begitu dia memutar pedang, senjata itu lenyap bentuknya dan berubah menjadi gulungan sinar putih yang panjang dan menyambar-nyambar
Melihat ini, Hui Lian pun tahu bahwa lawannya adalah seorang ahli pedang yang lihai, maka ia pun memutar Kiok-hwa-kiam (Pedang Bunga Seruni) dan segera mainkan Ilmu Pedang In-liong Kiam-sut (Ilmu Pedang Naga Awan), yaitu satu di antara ilmu. yang dipelajarinya bersama suaminya di dalam guha tebing. Ilmu pedang ini adalah peninggalan mendiang In LiongNio-nio, seorang di antara tokoh sakti Delapan Dewa. Begitu ia memutar pedang, terdengar suara mengaung panjang dan terkejutlah Min-san Mo-ko karena gulungan sinar pedangnya segera tertekan dan terdesak oleh ilmu pedang yang aneh dan tidak pernah dilihatnya itu. Dia mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk mengimbangi permainan pedang lawan, namun percuma saja karena gulungan sinar pedang di tangan wanita sakti itu ternyata telah jauh lebihl kuat. Dia terdesak mundur terus.
Pendekar Latah 31 Si Pemanah Gadis Karya Gilang Kisah Bangsa Petualang 1
^