Pencarian

Pendekar Patung Emas 11

Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Bagian 11


lim serta hubungan persahabatan diantara kita berempat saja."
"Apa juga membicarakan kepandaian silat?" tanya Ti Then-
"Tidak. walau pun kita membicarakan persoalan Bu lim tetapi
sama sekali tidak pernah menyinggung soal ilmu silat karena semua
orang tidak ingin terjadi perselisihan karena persoalan tersebut."
"Kalau memangnya hanya untuk mengikat persahabatan saja,
buat apa harus diadakan setiap tiga tahun sekali bahkan memilih
tempat gunung Hoa san yang begitu jauh letaknya?" tanya Ti Then
lagi. "Siauw sicu kau tidak tahu, pertemuan semacam ini sangat
menyenangkan sekali, apalagi anak murid dari Wi Lo sicu, Butong
mau pun siauw limpay amat banyak dan bersama-sama melakukan
perjalanan di dalam Bu lim, bagaimana pun juga tidak terhindar dari
bentrokan-bentrokan, bilamana diantara kita bertiga mem punyai
suatu ikatan persahabatan yang erat dengan sendirinya urusan bisa
dibereskan dengan amat mudah sekali."
Ti Then yang mendengar akan hal ini tanpa terasa sudah
anggukkan kepalanya berulang kali.
"Ehmm, jika dipikir secara begini pertemuan itu sungguh menarik
sekali" "Kita berempat sudah mengadakan pertemuan sebanyak tiga kali
di atas gunung Hoa san" sambung Yuan Kuang Thaysu lagi
"Dikarenakan banyaknya orang Bu lim yang tahu akan pertemuan di
atas gunung Hoa san inilah membuat pertemuan kita ini bertambah
lagi dengan suatu urusan"
"Urusan apa?" potong Ti Then cepat.
"Ada berapa orang kebanyakan ilmu silat mereka biasa saja,
dengan meminyam kesempatan sewaktu kami berempat
mengadakan pertemuan di atas gunung Hoa san untuk
membereskan persoalan mereka dan memintakan keadilan bagi
mereka sehingga banyak urusan yang sudah kami bereskan. Tapi
lama kelamaan orang yang naik ke atas gunung semakin lama
bahkan semakin banyak. Demikianlah sejak itu orang-orang bulim telah menganggap
pertemuan kita berempat di atas gunung Hoa san merupakan suatu
pertemuan bu lim untuk menegakkan keadilan."
Yuan Kuang thaysu mengangguk "Hanya saja orang-orang yang
minta bantuan semakin lama semakin banyak membuat kami
merasa sedikit kewalahan juga."
Demikianlah mereka bertiga sama-sama melakukan perjalanan
sembari berbicara, tidak terasa setengah jam sudah dilewatkan
dengan amat cepat sedang mereka pun sudah tiba di dalam kota Go
bi. Ti Then mampir ke penginapan Hok An terlebih dulu untuk
membereskan rekeningnya, sesudah menuntun kuda Ang shan
Kheknya barulah bersama-sama Yuan Kuang thaysu bertiga berjalan
menuju ke kuil Kuang Hoa si.
sesampainya di depan kuil Kuang Hoa si terlihatlah seorang
hwesio kecil dengan tergesa-gesa lari masuk untuk memberikan
laporan, tidak lama kemudian majikan dari kuil Kuang Hoa si beserta
seorang lohan berjalan keluar menyambut kedatangan ciangbunyin
dari partai siauw lim ini, sehabis bercakap-cakap sebentar dengan
majikan kuil barulah Yuan Kuang Thaysu berkata kepada seorang
lohan yang berada disisinya itu.
"Bu In, kau pergi bawa Hong siauw sicu kemari"
Lo han yang bernama Bu In itu segera memperlihatkan air muka
yang serba susah. "Apakah ciangbun thaysu mau serahkan Hong siauw sicu kepada
pihak Benteng Pek Kiam Po?""
"Benar" sahut Yuan Kuang Thaysu sembari tersenyum, "urusan sudah dibikin beres, Ti siauw sicu ini memang betul-betul tidak
pernah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng"
"Tetapi, tetapi..." seru Lo Han itu gugup.
Air muka Yuan Kuang Thaysu segera berubah hebat, ujarnya
dengan nada serius: "Apanya tetapi. . tetapi, cepat bawa Hong
siauw sicu kemari" Air muka Lo Han itu segera berubah jadi merah padam seperti
kepiting rebus, serunya dengan semakin gugup:
"Tecu sedang bersiap-siap melaporkan hal ini kepada
Ciangbunyien, itu Hong siauw sicu itu sudah melarikan diri"
Mendadak Yuan Kuang Thaysu bangkit berdiri dengan perasaan
gusar bercampur terkejut bentaknya:
"Apa?" dia sudah melarikan diri?" Kalian yang lepaskan dia pergi
jauh?"" "Bukan. . bukan. . bukan. ." seru Lo han yang disebut "Bu In" itu
"Tecu sakalian sudah menerima perintah dari Ciangbunyin
bagaimana berani melepaskan pergi?" dia melarikan diri dengan
menggunakan akal licik"
"Kurang ajar." Teriak Yuan Kang Thaysu dengan amat gusar:
"Kalian delapan belas orang ternyata seorang pun tidak ada
gunanya, hanya seorang saja tidak bisa menyaga."
" Urusan adalah demikian, tecu sekalian sesudah membawa dia
datang kemari, lalu membantu mencegah darah yang mengalir
keluar, setelah itu dia minta dihantarkan kekamar belakang, Bu sim
suheng lalu membantu dia melepaskan jalan darahnya yang tertotok
tapi dia bilang luka pada kakinya sangat sakit tidak bisa berjalan
sendiri, dia minta Bu tim suheng membimbing dia ke belakang, Tecu
sekalian yang melihat dia sukar untuk berjalan sendiri lalu
memperhatikan gerak geriknya sehingga hanya Bu sin seorang saja
membimbing dia ke belakang. setelah lewat lama Tecu sekalian
tidak melihat dia kembali juga lalu menyusul ke belakang, terlihatlah
Bu sim suheng seorang diri berdiri di depan Hei ketika tecu sekaLian
masuk ke dalam saat itu baru tahu kalau dia sudah melarikan diri
dari tempat tersebut."
" Goblok. . goblok. Kalian semua goblok." teriak Yuan Kuang
Thaysu dengan perasaan amat gemas. .
"Bu sim suheng sekalian segera melakukan pengejaran ke empat
penjuru, tetapi sampai sekarang belum kembali juga. Tetapi luka
dari Hong siauw sicu amat parah, dia tidak mungkin bisa lari terlalu
jauh dari sini, kemungkinan sekali masih bisa mengejar dia
kembali." "Mereka sudah mengejar beberapa lama?"
"Kurang lebih ada dua jam lamanya"
"Hmmmm." dengus Yuan Kuang Thaysu dengan dingin. "Tentu
dia berhasil meloloskan dirinya dari kejaran mereka, kalau tidak
mengapa sedemikian lamanya masih belum kembali."
Pada wajah Lo han itu kelihatan muncul perasaan menyesal dan
malunya, dia menundukkan kepalanya rendah-rendah tanpa
mengucapkan sepatah kata pun juga. Dengan perlahan Yuan Kuang
Thaysu menoleh kearah Ti Then, ujarnya:
"Ti siauw sicu harap berlega hati, orang itu kita yang loloskan
maka Lolap bertanggung jawab untuk menawan dia kembali"
"Tidak mengapa. . tidak mengapa" jawab Ti Then cepat.
"Bangsat cilik itu jadi orang memang sangat licik dan banyak akal,
sukar untuk dihadapi, ini hari bilamana ciangbun taysu tidak bisa
berhasil mebawan dia kembali sudahlah tidak mengapa"
"Tidak" potong Yuan Kuang Thaysu dengan tegas. "Lolap pasti akan tawan dia kembali untuk diserahkan ke dalam Benteng kalian"
Ti Then tidak mau berdiam lebih lama lagi ditempat itu segera
dia berpamitan. "Kemungkinan sekali bangsat cilik itu masih bertembunyi di
dalam kota, biarlah cayhe ikut mencari dirinya"
Sehabis berkata dia merangkap tangannya memberi hormat
kepada Yuan Kuang Thaysu, majikan dari kuil Kuang Hoa si serta
salah satu Lo Han dari kedelapan belas Lo han itu, kemudian baru
putar tubuhnnya berialu dari sana.
Setelah keluar dari kuil Kuang Hoa Si dengan menunggang kuda
Ang Shan Khek dia berlari dengan cepatnya menuju ke rumah
pelacuran Touw Hoa Yuan- Di dalam hatinya dia tidak bermaksud untuk menawan Hong
Mong Ling dan dibawa kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po
untuk dijatuhi hukuman mati oleh Wi Ci To, dia hanya ingin
menawan dia kembali untuk ditanyai sesuatu hal, menanyai kenapa
dia bersama-sama dengan Huang Puh Kian pek mem punyai
rencana untuk bunuh dia, apa sebenarnya rencana yang terkandung
dalam hati Huang Puh Kian Pek.
Wi Ci To pasti tahu apa rencana yang terkandung dalam hati
Huang Puh Kian Pek, tapi untuk menyaga agar rahasia ini tidak
sampai bocor, dia mau tak mau terpaksa harus mendesak Huang
Puh Kian Pek untuk bunuh diri.
Sekarang saat ini hanya Hong Mong Ling seorang saja yang
mungkin tahu rencana yang terkandung di dalam hati Huang puh
Kian Pek, sedang rencana yang terkandung dalam hati Majikan
patung emas kemungkinan sekali mirip dengan apa yang
direncanakan oleh Huang puh Kian pek. maka bilamana dia berhasil
menawan Hong Mong Ling kemungkinan sekali akan segera tahu
rencana rencana apa saja yang akan diberikan Majikan Patung emas
kepadanya untuk dilaksanakan di dalam Benteng Pek Kiam Po.
Karena itulah dia sangat berharap bisa menawan kembali Hong
Mong Ling. Di dalam sekejap mata dia sudah tiba di depan pintu rumah
pelacuran Touw Hoa Yan. Ti Then cepat-cepat meloncat turun dari
atas kuda dan berjalan masuk ke dalam halaman rumah. setelah
berhadap-hadapan dengan Ku ie dengan air muka adem ujarnya. "
Kalian sudah sembunyikan dia di tempat mana?"
sejak semula Ku Ie sudah tahu apa yang sudah terjadi, kini
melihat Ti Then berjalan masuk dengan air muka penuh diliputi
Nafsu untuk membunuh, saking takutnya seluruh badannya sudah
pada gemetar dengan amat keras.
"Ti ...tidak. tidak... kami tidak menyem... menyembunyikan Hong
siangkong..." "Omong kosong" Bentak Ti Then dengan gusar.
Hampir-hampir Ku Ie jatuh berlutut di hadapannya saking
takutnya, dengan nada setengah merengek serunya.
"Sungguh, sungguh berani mati. sejak Hong siangkong dikejar Ti
siangkong tadi pagi, sampai kini. . belum pernah kembali lagi, kalau
tidak percaya silahkan. . silahkan periksa. ."
-0000000- SEJAK TADI Ti Then sudah menduda kalau Hong Mong Ling tidak
mungkin berani kembali kerumah pelacuran Touw Hoa Yuan ini lagi,
tujuannya datang kemari hanya ingin mengetahui sedikit jejak dari
Hong Mong Ling saja, segera dengan berat dia mendengus:
"Kalau begitu" ujarnya dengan keren " Cepat beri jawaban
dengan berterus terang, di dalam kota ini selain Cang Bunpiauw
seorang dia masih punya berapa sahabat lagi?"
"Ti... tidak ada...tidak...ada. ." Berulang kali Ku Ie
menggelengkan kepalanya "Hong siangkong hanya berkenalan
dengan Cang kongcu seorang, dia tidak punya kawan yang kedua"
"Dimana rumahnya Cang Bunpiauw itu?" bentak Ti Then lagi.
"Dekat dengan pintu kota sebelab utara, sesampainya di sana
asalkan Ti siangkong bertanya pasti akan tahu."
Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya.
"Aku lihat lebih baik kalian ikut mendoakan agar aku dengan
lancar berhasil menawan dia kembali, kalau tidak...Hmm Hmm"
Ku Ie semakin dibuat ketakutan, giginya berkeretuk sedang
wajahnya berubah pucat. "Baik . . baik. ." teriaknya dengan gemetar "Kepandaian dari Ti siangkong amat lihai, pasti bisa menawan dia kembali"
"Hmmm, sama sekali aku tidak menduga kalau nyali kalian begitu
besar ternyata berani mencari gara-gara dengan pihak benteng Pek
Kiam Po" "Tidak. . tidak . . ." seru Ku Ie cemas sembari gelengkan
kepalanya berulang kali "sekali pun kita memiliki nyali yang lebih
besar pun tak berani bermusuhan dengan pihak Benteng Pek Kiam
Po, Ti siangkong kau tahu Hong siangkorg itu ada orang amat galak
dan kejam, waktu itu kami berdua berani mengunjungi Benteng Pek
Kiam Po sebetulnya karena dipaksa bilamana kami tidak mau
mendengarkan omongannya dia mau membakar habis rumah
pelacuran Touw Hoa Yuan kami, maka kami berdua terpaksa ikut
perintahnya." "Hm . . lain kali jikalau dia datang kerumah pelacuran Touw Hoa
Yuan kalian lagi kau harus kirim orang beritahukan kepada orang-
orang orang benteng Pek Kiaw lo, tahu tidak" gertak Ti Then
"Baik . . baik .... tahu. . tahu" sahut Ku Ie sambil anggukkan kepalanya berulang kali.
Setelah itu barulah Ti Then putar tubuhnya berjalan keluar dari
rumah pelacuran itu dan menuju ke pintu kota sebelah Utara.
sesampainya di dekat pintu kota sebelah utara dengan mudahnya
dia berhasil menemukan rumahnya Cang Bun Piauw.
Terlihatlah di depan piutu rumah yang amat megah itu berdiri
seorang pelayan dengan angkernya, cepat dia berjalan ke depan
sambil tanyanya: "Hei kongcu kalian ada dirumah tidak"
Mendapat tegoran yang kasar itu pelayan tersebut segera
melototkan matanya bulat-bulat.
"Kau berbicara sama siapa?" bentaknya dengan gusar.
"Dengan kau." seru Ti Then tidak mau kalah sedang tangannya
dengan keras menepuk pedang yang tergantung pada pinggangnya.
Agaknya pelayan itu tidak berani bersikap kasar lagi, setelah
melihat gerak gerik dari Ti Then yang angker ini cepat-cepat dia
tertawa paksa. "oh betul. . betul, siangkong tentunya teman baik kongcu kami,
entah siapa namanya?"
"Aku orang she Ti"
"Ooh, oh . . . kiranya Ti Kongcu adanya" jawab pelayan itu sambil memperlihatkan tertawanya yang dipaksakan. "sungguh tidak
beruntung kongcu kami sedang minum arak dengan seorang teman
di atas loteng Go bi lo . . silahkan Ti Kongcu tunggu sebentar di
dalam biarlah hamba pergi panggil dia kemari."
"Tidak usah, biar aku pergi cari sendiri"
Tidak menanti jawabannya lagi dia meloncat naik ke atas
kudanya dan melarikan tunggangannya itu dengan cepat menuju ke
loteng Go bi. Loteng Go bi merupakan rumah makan dimana untuk pertama
kalinya dia bertemu dengan Hong Mong Ling, sesampainya di depan
pintu rumah makan itu segera terlihat ada seorang pelayan yang
maju menyambut kedatangannya. sembari meloncat turun dari
kudanya tanya Ti Then cepat: "Apakah Cang kongcu ada di atas
loteng?" "Ada, ada" jawab pelayan itu, "Silahkan kongcu serahkan itu kuda kepada hamba"
"Aku hanya mau cari Cang kongcu untuk berbioara beberapa
patah kata saja, setelah itu segera mau berangkat."
Sambil berkata dia serahkan tali les kudanya kepada pelayan itu
lalu berjalan masuk ke dalam rumah makan tersebut.
setelah berada ditingkat kedua dalam sekali pandangan saja dia
sudah melihat si tikus rakus dari Go bi Cang Bun Piau sedang minum
arak dengan dua orang komplotannya,
Waktu itu Cang Bun Piauw duduk membelakangi tangga loteng
sehingga dia tidak melihat Ti Then sudah berada di loteng.
Tampak tangannya sedang erat-erat di atas meja
memperlihatkan gaya sedang berkelahi, ujarnya kepada kedua
orang komplotannya itu: "Demikianiah dia tangkap tangannya kemudian hanya terdengar
suara Bluuuum, dia sudah jatuh terlentang di atas tanah"
"Sungguh lihay sekali, lalu bagaimana?" tanya seoragg pemuda


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang kurus kering. "Kemudian Heey..hey.Jangan kata nangkap lagi, bangsat anying
kecil yang kurang ajar itu ternyata berani berlaku dengan aku Cang
Bun Piauw, dia menyambar secawan arak dan disambitkan ke atas
kepalaku, lalu.. lalu sesudah dia tahu siapakah aku orang cepat-
cepat jatuhkan diri berlutut untuk minta maaf bahkan masih suruh
Pek Kiam Pocu yang punya nama terkenal itu datang kerumahku
untuk minta maaf" "Hi hi hi. . kau sedang berbohong bukan?" ujar seorang pemuda
yang gemuk seperti babi sedang tertawa cekikikan "Semua orang
mungkin takut dengan ayahmu tetapi aku kira Pek Kiam Pocu tidak
akan takut, orang lain merupakan manusia yang bisa pergi datang
tanpa meninggalkan bayangan, dia mau bunuh orang cukup angkat
jarinya saja kenapa harus takut dengan kalian ayah beranak?""
Cang Bun Piauw menjadi kurang senang ketika mendengar
kawannya tidak mau percaya.
"Bilamana kau tidak percaya lain kali jikalau bertemu dengan
bangsat cilik itu aku akan memaksanya di hadapan kalian, coba
tanya padanya apa dia pernah merengek-rengek kepada Pek Kiam
Pocu untuk wakili dia minta maaf kepada ayahku."
Mendengar ocehan yang tidak karuan itu, diam-diam Ti Then
merasa geli bercampur gemas, segera dia berjalan mendekati Cang
Bun Piauw itu sembari ujarnya. "Bangsat cilik itu sudah datang"
Mendengar suara itu Cang Bun piauw segera menoleh, tetapi
ketika dilihatnya Ti Then yang datang air mukanya segera berubah
hebat. Sesudah termangu- mangu beberapa waktu lamanya barulah
dengan gugup dia bangkit berdiri, ujarnya.
"Ooh. oooh ..kiranya Ti heng, silahkan duduk silahkan duduk" Ti Then tidak mau menggubris dirinya, kepada kedua orang pemuda
itu tanyanya. "Yang tadi dia ceritakan sebagai bangsat cilik apakah bernama Ti
Then?" Kedua orang pemuda itu tidak tahu kalau dia adalah Ti Then,
segera bersama-sama mengangguk:
"Benar, siapakah kamu orang?"
"Cayhe adalah Ti Then" sahutnya sembari tersenyum.
Jilid 16.2: Isi Loteng penyimpan kitab
Pemuda yang sangat gemuk seperti babi itu segera tertawa
terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk punggungnya Cang Bun
Piauw ujarnya: "Bagus sekali, sekarang orangnya sudah datang coba kau
tanyakan biar kami dengar"
Air muka Cang Bun Piauw seketika itu juga berobah menjadi
pucat kehijau-hijauan, giginya bentrokan sendiri seperti sedang
berkelahi. "Ti. . Ti heng" serunya ketakutan. "Siau-te hanya. . hanya bicara guyon saja, kau. . kau jangan marah kepadaku. . mari mari biar
siauw te hormati Ti heng dengan secawan arak."
Sambil berkata dia mengangkat sebuah bangku ke hadapan Ti
Then lalu menyuguhkan secawan arak kepadanya. Ti Then tidak
mau gubris kepadanya: "Ayoh berlutut" tiba-tiba bentaknya dengan keras.
Seluruh tubuh Cang Bun Piauw tergetar dengan amat kerasnya,
kemudian dengan wajah setengah merengek ujarnya:
"Ti Then orang budiman tidak akan menyalahkan kesilafan orang
kecil, buat apa harus berbuat begitu?"
"Berlutut" bentak Ti Then semakin keras sedang wajahnya
berubah menjadi amat seram.
Ketika Cang Bun Piauw melihat wajahnya sudah diliputi oleh
napsu untuk membunuh, dia tidak berani membangkang lagi,
sepasang kakinya menjadi lemas dengan serta merta berlutut di
hadapan Ti Then. "Anggukkan kepalamu tiga kali" perintah Ti Then lagi.
Cang Bun Piauw tidak berani membantah, dengan benturkan
kepalanya keras-keras ke atas tanah dia menganggukkan kepalanya
tiga kali. setelah itu barulah Ti Then tertawa dingin.
"Sewaktu berada dirumah pelacuran Touw Hoa Yuan aku tidak
pernah minta maaf dengan kamu orang bukan?" ujarnya.
Dengan nada yang hampir menangis jawab Cang Bun Piauw. "Ti.
. tidak." "Pernah tidak memohon kepada Wi Pocu untuk minta maaf
dengan ayahmu?" "juga tidak" sahut Cang Bun Piauw sambil menundukkan
kepalanya rendah-rendah. "Baiklah sekarang beritahukan kepadaku, kau sembunyikan
dirinya ditempat mana?"
Cang Bun Piauw menjadi melengak dia angkat kepalanya
kembali. "Kau menuduh aku...aku menyembunyikan siapa?"
"Jika kau berpura-pura lagi, akan sekali tebas potong kepala
anyingmu ini" bentak Ti Then sambil melototkan matanya.
saking terkejutnya seluruh tubuh Cang Bun Piauw gemetar
dengan amat keras dengan suara terputus-putus jawabnya.
"Ti. .Ti heng, ada. . ada perkataan ki.. kita bica.. bicarakan baik-baik. . .ada. .perkataan kita bicarakan baik- baik. .a ku.. siaaute..
siauw te belum .... belum per.. pernah menyembunyikan. .
menyembunyikan siapa pun."
"Kau bangsat cilik, kau kira aku aku tidak berani bunuh kau?"
bentak Ti Then dengan gusar.
Cang Bun Piauw benar-benar mau menangis dibuatnya, dengan
suara yang serat parau ujarnya.
"Siauw te sungguh-sungguh tidak tahu Ti Then sedang
membicarakan soal apa, jikalau yang kau maksudkan adalah Nona
Liuw itu sampai saat ini dia masih berada di dalam rumah pelacuran
Touw Hoa Yuan dengan baik-baik"
"Yang aku tanyakan adalah Hong Mong Ling. Aku dengar katanya
dia bersembunyi di rumahmu"
Pada wajah Cang Bun Piauw segera perlihatkan perasaan
jengkel, teriaknya: "siapa yang bilang" Waktu itu setelah siauw te kembali dari
Benteng Pek Kiam Po selama ini belum pernah bertemu dengan dia,
siapa bilang dia bersembunyi di rumahku?"
"Kalau ada lebih baik kau mengaku terus terang, kalau tidak jika
aku tahu kalau kau sedang berbohong aku akan mencabut setiap
ototmu" "Sungguh tidak ada, bilamana Ti heng tidak percaya biarlah
siauwte sekarang juga menghantar Ti heng kerumahku"
Ti Then yang melihat dia betul-betul tak tahu urusan ini barulah
tersenyum. "Baiklah, sekarang kau boleh berdiri"
Perlahan-lahan Cang Bun Piauw bangkit berdiri, kepada kedua
orang pemuda itu dengan wajah serba susah ujarnya.
"Kalian berdua tunggulah sebentar di sini, biar siauwte hantar
saudara ini ." "Aku tidak jadi cari dia, sekarang kau boleh duduk kembali"
Potong Ti Then sembari tersenyum.
Cang Bun Piauw menjadi melengak. "Ti heng tidak jadi pergi?"
"Aku percaya kau tak berani menyembunyikan dirinya."
saat itulah Cang Bun Piauw baru menghembuskan napas dan
berani duduk. Ti Then menepuk-nepuk pundaknya, ujarnya sambil tertawa.
"Ayoh duduk dan lanjutkan dongenganmu, tetapi tidak boleh
menggunakan namaku serta namanya Wi Pocu"
Seperti juga baru saja mendapatkan rejeki nomplok, dengan
bungkukkan badannya seratus delapan puluh derajat dia memberi
hormat berulang kali. "Baik baik, siauwte tak berani . . .. tak berani. Tadi siauwte hanya mengajak guyon dengan kedua orang kawanku ini. Heei. . heei.
Apakah Ti heng tidak duduk-duduk dulu untuk minum secawan
arak?" Ti Then tak menyawab, segera dia putar tubuhnya turun dari
loteng itu, sesudah naik ke atas kudanya cepat-cepat dia kaburkan
tunggangannya itu kearah luar kota.
Tidak berhasilnya menawan Hong Mong Ling kembali membuat di
dalam hatinya diam-diam merasa sedikit kecewa tetapi dia sudah
ambil keputusan dia akan pergi mencari sendiri setelah memberi
laporan terlebih dahulu kepada Wi Ci To.
Sekembalinya ke dalam benteng Pek Kiam Po cuaca sudah
mendekat magrib, Wi Ci To serta Wi Lian In yang melihat dia pulang kembali
dengan tangan kosong merasa amat heran, bersama-sama
tanyanya. "Dimana bangsat cilik itu?"
"Dia berhasil melarikan diri" jawab Ti Then tertawa pahit.
"Aku tahu" tiba-tiba ujar Wi Lian In sambil mendepakkan kakinya ke atas tanah "Tentu kau sengaja membiarkan dia melarikan diri"
"Bukan- . . bukan" bantah Ti Then- "Dia berhasil melarikan diri dari pengawasan siauw- lim Cap Pwe Lo han"
Segera dia menceritakan keadaan dengan cara bagaimana Hong
Mong Ling menggunakan akalnya melarikan diri daripengawasan
siauw- lim Cap Pwe Lo Han di kuil Kuang Hoa si.
Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat keren.
"Tidak perduli ia melarikan diri sampai ujung langit pun aku harus
menawan dia kembali"
"Yuan Kuang Thaysu sudah menyamin kalau dia akan menawan
dirinya kembali" "Bagaimana dengan janyi kita kepada si rase bumi Bun Jin Cu
pada bulan depan" tanya Ti Then tiba-tiba.
"Lohu akan langsung menuju ke sana"
"Tetapi sirase bumi Bun Jin Cu juga berjanyi dengan boanpwe."
"Sampai waktunya Ti Kiauw tauw boleh berangkat langsung dari
sini, kita bertemu di atas gunung Kim Ting san"
"Ehmm. kita tunggu beberapa hari lagi, jikalau Siauw lim Cap
Pwe Lo Han tidak berhasil menawan dia kembali Lohu mau pergi
sendiri untuk menawan dia kembali"
"Tia, putrimu juga mau ikut" ujar Wi Lian In yang berdiri
disisinya. Wi Ci To termenung berpikir sebentar baru ujarnya.
"Di dalam beberapa hari ini bila mana para pendekar pedang
merah bisa kembali di dalam benteng semua kau sampai pada
waktunya boleh ikut Ti Kiauw tauw pergi, kalau tidak kau harus
tinggal di dalam benteng untuk jaga rumah."
Berbicara sampai di sini segera dia bangkit berdiri "Mari kita pergi makan"
Tua muda tiga orang segera menuju ke ruang makan- Wi Ci To
dengan air muka serius berdiam diri tak mengucapkan sepatah kata
pun, hal ini entah dikarenakan kesedihan atas kematian sutenya
Huang puh Kian Pek atau karena tidak berhasil ditawannya kembali
Hong Mong Ling dan menjadi marah.
Melihat keadaan diliputi oleh kesunyian, Ti Then coba
memecahkan kesunyian tersebut.
"Pocu apakah jenasah dari Hu pocu sudah dikebumikan?"
"Ehmm sudah selesai" sahut Wi Ci To perlahan-
"Heei. . boanpwe betul-betul merasa bingung, kenapa dia bisa
melakukan pekerjaan seperti ini?"
Wi Ci To mendengus dengan amat dinginnya: "Hanya ada dua
kata: Kemungkinan sekali bersekongkolnya dia dengan Hong Mong
Ling masih ada tujuan lain-dan bukan terbatas pada soal karena
sayangnya serta simpatiknya".
Agaknya Wi Ci To tidak ingin membicarakan itu lagi, dengan
tawar jawabnya. "Jikalau ada lohu sendiri juga tidak ada tujuan
yang sebenarnya" Mendengar kata-kata ini sengaja Ti Ten berkata lagi.
"Hong Mong Ling pasti tahu, bilamana siauw lim Cap Pwe Lo han
berhasil tawan dia kembali, kita bisa mengorek keterangan yang
lebih banyak lagi dari mulutnya"
Air muka Wi Ci To segera berubah amat hebat, mendadak dia
meletakkan kembali mangkok serta sumpitnya ke atas meja
kemudian meninggalkan perjamuan.
"Kalian teruskanlah untuk makan, lohu mau masuk ke dalam
kamar buku untuk beristirahat."
Selesai berkata dengan menggendong tangannya dia berlalu dari
sana. Setelah dilihatnya bayangan Wi Ci To lenyap dari pandangan,
barulah Wi Lian In memperlihatkan senyuman pahitnya, ujarnya
kepada Ti Then dengan suara yang amat lirih.
"Kau pikir apa tujuan dari Hu Pocu Huang puh Kiam pek
bersekongkol dengan Hong Mong Ling?"
Ti Then gelengkan kepalanya:
"Aku sendiri juga tidak tahu, seharusnya kau yang tahu karena
Hu pocu sudah bersama-sama dengan kalian selama puluhan tahun
lamanya, sedang aku baru kenal dengan dia selama dua bulan saja"
"Mari kita selidiki bersama-sama, langkah pertama yang
dilakukan mereka sesudah bersekongkol dengan Hong Mong Ling
adalah menculik aku pergi kemudian mengajak kau untuk bertemu
dengan mereka di atas gunung Fan Cin Gan, dia minta kau
beritahukan nama suhumu, mencatat semua kepandaian silat yang
kau miliki kemudian membuntungkan tangannya sendiri setelah itu
minta kau hantarkan semacam barang kepada suhumu, seharusnya
jika dipandang dari kejadian itu arah yang dituju mereka seharusnya
kau bukan aku, benar tidak?""
"Aku kira bukan demikian" Bantah Ti Then sembari gelengkan
kepalanya "Dia mengajukan empat syarat kepadaku diantara itu
hanya syarat yang meminta aku catat semua kepandaian silatku
serta meminta aku membawa semacam barang kepada suhu agak
mirip dikatakan sebuah syarat tetapi tentang soal kepandaian silat
hal ini sedikit tidak cocok"
" Karena aku sudah sanggupi untuk memberi pelajaran
kepandaian silat di dalam benteng Pek Kiam Po, walau pun dia
adalah Hu pocu tetapi dia pun boleh ikut berlatih dengan diriku.
Karena itulah aku kira syarat yang minta kucatatkan semua ilmu
silatku hanya merupakan suatu kedok saja untuk menutupi
rencananya sedangkan syarat yang menyuruh aku menghantar
sebuah barang untuk suhuku kemungkinan sekali dia bermaksud
untuk membunuh suhuku . ."
"Dengan alasan apa dia mau bunuh suhumu?" potong Wi Lian In
mendadak. " Untuk menjelaskan hal ini terlebih dulu, kita harus
membicarakan syarat yang ketiga terlebih dulu, dia minta aku
buntungi salah satu lenganku, hal ini kemungkinan sekali
dikarenakan kepandaian silat yang aku alami amat lihay sehingga
merupakan seorang yang paling menakutkan bagi dirinya, dia
mengharapkan sesudah tanganku buntung sebelah maka hal
tersebut merupakan satu pukulan yang berat buat diriku sehingga
dengan begitu dia pun tak usah terlalu takut kepadaku, sedangkan
soal dia minta bawakan semacam barang untuk suhuku
kemungkinan sekali punya arti yang sama yaitu barang itu pastilah
semacam barang yang membinasakan, ketika suhuku menerima
barang-barang tersebut maka beliau segera akan binasa, hal ini
boleh dikata merupakan siasat sekali panah mendapat dua hasil.
Karena kepandaian silat dari seorang suhu pasti jauh lebih lihay dari
kepandaian silat muridnya, jikalau muridnya sudah di basmi tapi
suhunya tidak dibasmi sekalian, ini boleh dikata meninggalkan bibit
bencana buat dirinya sendiri"
"Heey, omong pulang pergi tujuannya itu sama saja yaitu hendak
membasmi dirimu bukan?" Ujar Wi Lian In sambil menghela napas
panjang. "Tidak salah" jawab Ti Then mengangguk. "Tetapi hal ini
bukanlah tujuan yang terakhir, kita bisa mengambil kesimpulan
bahwa sekongkolnya dia dengan Hong Mong Ling sama sekali bukan
dikarenakan perasaan simpatiknya terhadap Hong Mong Ling, sekali


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pun hal ini timbul dikarenakan rasa simpatiknya maka dalam soal ini
dia semakin tidak punya alasan lagi untuk membinasakan diriku.
Maka itulah sebab-sebab dia mau membinasakan diriku pastilah di
karenakan aku." "Aku merupakan penghalang besar bagi usahanya atau dengan
perkataan lain dia sudah merencanakan suatu rencana busuk
terhadap kalian ayah beranak. tetapi dengan munculnya aku secara
tiba-tiba di dalam benteng Pek Kiam po membuat dia merasa takut
aku mengganggu usaha mereka itu karena itulah dia mau
menyingkirkan nyawaku"
Wi Lian In yang mendengar penjelasan ini tidak henti-hentinya
mengangguk. "Penjelasanmu sungguh sangat tepat sekali, tetapi dia sudah
merencanakan rencana busuk apa terhadap kami ayah beranak"..."
"Tentang ini aku tidak tahu tadi aku sudah berkata kalian ayah
beranak yang hidup dengan dia puluhan tahun lamanya sudah tentu
jauh lebih jelas daripada aku yg baru berkumpul dua bulan saja."
"Menurut apa yang kuketahui" ujar Wi Lian In lagi sambil
menggigit bibirnya kencang. "Dia sangat baik memperlakukan Tia,
walau Tia adalah pocu sedang dia adalah Hu pocunya tetapi selama
ini Tia selalu menganggap dia sebagai saudara sendiri, selama ini
tidak pernah cekcok atau segala apa pun omong yang jelas lagi
setiap rambut dan pohon yang ada di dalam benteng ini adalah milik
ayahku juga miliknya, aaai apa lagi yang membuat dia merasa tidak
puas?" "Kemungkinan heei, perkataan ini sebetulnya aku tidak patut
mengatakan." "Apa yang kau pikirkan cepat katakan saja, sekali pun apa yang
mau kau katakan memalukan kami ayah beranak aku juga tidak
akan menyalahkan dirimu karena kita saat sedang menyelidiki
persoalan ini" Ti Then berbatuk-batuk kering terlebih dulu kemudian barulah
jawabnya. "Ehmm. . aku sedang berpikir kau bilang setiap jengkal rumput
serta setiap batang pohon yang terdapat di dalam benteng Pek Kiam
po adalah miliknya ayahmu sama juga seperti miliknya, perkataan
ini kemungkinan sekali sedikit tidak benar, karena dalam benteng
agaknya masih ada barang yang dia sendiri dilarang untuk
mendekati" Air muka Wi Lian In segera berubah. "Yang kau maksudkan
loteng penyimpan kitab itu?"
Ti Then hanya mengangguk tanpa memberikan jawabannya. Wi
Lien In menarik napas panjang.
"Kalau begitu tujuan yang utama dari Hu Pocu kemungkinan
sekali terletak di dalam loteng penyimpan kitab itu."
"Kemungkinan sekali memang benar" sahut Ti Then sambil sekali
lagi mengangguk. "Karena dengan kedudukannya sebagai Hu Pocu
ternyata tidak boleh mengetahui juga rahasianya ayahmu
bagaimana pun juga karena perasaan heran dan ingin tahunya bisa
berubah menjadi perasaan kurang puas."
"Perkataan dari Ti Kiauw tauw sedikit pun tak salah, tetapi di
dalam Loteng Penyimpan Kitab itu Lohu tidak mem punyai rahasia
apa-apa yang istimewa?" suara dari Wi Ci To secara tiba-tiba
muncul dari depan pintu ruangan tersebut.
Ti Then sama sekali menyangka kalau Wi ci To setelah pergi bisa
kembali lagi, mendengar perkataan itu dia menjadi amat
terperanyat, cepat-cepat dia bangun berdiri dan menghadap kearah
pintu ruangan. " Harap Pocu suka memaafkan kelancangan dari boanpwe"
ujarnya terburu-buru minta maaf.
"Tidak mengapa" sahutnya tersenyum kemudian dengan langkah
perlahan dia berjalan masuk ke dalam, "Perkataan yang baru saja
kau ucapkan memang sangat benar."
Ti Then hanya menundukkan kepalanya tanpa memberikan
jawaban,jelas sekali pada air mukanya memperlihatkan perasaan
menyesal. Dengan menggendong tangannya Wi Ci To berjalan pulang pergi
di dalam ruangan tersebut, lama sekali barulah ujarnya:
"Padahal jika dikatakan di dalam loteng penyimpan kitab itu tidak
terdapat semacam rahasia hal ini memang tidak benar, tetapi
rahasia yang terdapat di sana sebetulnya tidak ada sangkut pautnya
dengan orang lain, juga bukan merupakan barang mustika yang
berharga satu kota... sekarang mari kalian ikuti lohu."
Selesai berkata dia berjalan keluar dari dalam ruangan- .
Ti Then serta Wi Lian In yang mendengar dia akan memimpin diri
mereka berdua untuk masuk dan melihat-lihat Loteng Penyimpan
kitab itu di dalam hati tanpa terasa tergetar juga dengan amat
keras, bersamaan itu perasaan yang amat girang pun meluncur dari
lubuk hati mereka. Terhadap diri Wi Lian In serta Ti Then, hal ini merupakan
harapan yang diidamkan setiap hari, apalagi terhadap diri Ti Then
sejak di ketahui olehnya kalau Wi Ci To memiliki sebuah Loteng
penyimpan Kitab yang melarang putrinya sendiri mau pun sutenya
untuk masuk ke dalam, di dalam hatinya sudah ambil kesimpulan
kalau tujuan dari majikan patung emas yang perintahkan dirinya
masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po ini terletak di dalam loteng
Penyimpan kitab itu, karenanya dia sangat mengharap bisa
mengetahui macam apakah barang yang dikehendaki itu, dia sangat
mengharapkan bisa mengetahui terlebih dulu gerakan selanjutnya
dari dirinya akan menimbulkan aktbat yang baik atau buruk
terhadap Benteng Pek Kiam Po.
Kini Wi Ci To secara tiba-tiba sudah melanggar aturannya yang di
pegang teguh selama puluhan tahun lamanya, dia ingin membuka
rahasia yang terdapat di dalam loteng penyimpan kitab ini, hal ini
membuat orang lain sama sekali tidak menduga.
Wi Lian In dengan air muka yang bersinar dan penuh perasaan
girang meletakkan kembali mang kok sumpitnya kemudian
mengikuti dari belakang. Tua muda tiga orang hanya tidak lama kemudian sudah berada
diluar pintu loteng Penyimpan Kitab itu, dari dalam sakunya Wi ci To
mengambil keluar sebuah kunci yang amat aneh sekali bentuknya
kemudian dengan perlahan-lahan membuka gembokan di depan
pintu Loteng Penyimpan Kitab itu.
Beberapa orang pendekar pedang hitam yang menyaga di luar
Loteng Penyimpan Kitab itu ketika melihat pocu mereka hendak
membawa Ti Then serta Wi Lian In masuk ke dalam loteng tersebut
tanpa terasa pada wajah mereka sudah muncul perasaan terkejut
bercampur heran, karena mereka sudah menyaga diluar Loteng
Penyimpan Kitab ini selama puluhan tahun lamanya dan mereka
selama ini Pocu mereka sudah menuliskan larangan bagi setiap
orang untuk memasuki Loteng Penyimpan Kitab ini, sebaliknya
malam ini secara mendadak Pocu mereka sudah membawa Ti Then
serta putrinya masuk ke dalam Loteng itu, bukankah hal ini
merupakan suatu kejadian yang sangat mengherankan dan sangat
mengejutkan?" Sesudah membuka pintu loteng Penyimpan Kitab itu, barulah Wi
Ci To menoleh ke belakang dan berkata pada Ti Then serta Wi Lian
In. "Kalian berdirilah yang jauh biar Lohu masuk terlebih dulu untuk
menutup semua alat rahasia yang terdapat di dalamnya, sesudah itu
kalian baru ikut masuk." . selesai berkata dia mendorong pintu
depan dan berjalan masuk.
Ruangan di bawah loteng penyimpanan kitab itu keadaannya
biasa saja, tanpa ada tempat-tempat yang terlalu istimewa, ruangan
itu tidak lebih hanya merupakan sebuah ruang tamu yang kecil.
Sesudah Wi ci To mendorong pintu berjalan masuk ke dalam
segera bisa kelihatan keadaan di dalamnya amat teratur sekali
bahkan diatur dengan gaya artistik yang merah tetapi dikarenakan
selama puluhan tahun lamanya tidak pernah dibersihkan maka
semua alat-alat yang ada di dalamnya kelihatan sudah menjadi kuno
bahkan setiap ujung tembok sarang laba-laba memenuhi semua
tempat, keadaannya sangat menyeramkan sekali mirip dengan
sebuah rumah setan saja. Wi Ci To sesudah masuk ke dalam ruang tamu yang kecil, itu
hanya di dalam sekejap mata saja sudah lenyap tanpa bekas, di
dalam sekejap saja mendadak keadaan di dalam ruangan itu terang
benderang bagaikan siang hari saja, Wi Ci To dengan ditangannya
membawa lampu muncul di hadapan Ti Then serta Wi Lian In-
ujarnya: "Sekarang kalian boleh masuk"
Air mukanya di bawah sorotan sinar lampu yang dibawa kelihatan
amat cerah dan bersinar. Ti Then mau pun Wi Lian In dengan membawa perasaan hati
yang tidak tenang mengikuti dengan kencang di belakangnya,
selama ini mereka membungkam di dalam seribu bahasa.
Setelah mereka memasuki ruangan tamu yang kecil itu seperti
juga baru saja memasuki suatu dunia yang diliputi oleh keseraman
dan kemisteriusan, seluruh tubuh mereka merasa amat dingin
sedang wajahnya sedikit mulai memucat.
Di samping sebelah kanan dari ruang tamu itu terdapat sebuah
tangga yang menghubungkan tempat itu dengan loteng lantai ke
dua, dengan membawa lampu Wi Ci To mulai berjalan menaiki
tangga itu ujarnya tiba-tiba: "Mari kalian ikut naik"
Ti Then merupakan orang kedua yang menaiki tangga tersebut,
setiap kali kakinya menginyak tangga tersebut di dalam hati terasa
suatu perasaan yang saugat aneh karena waktu inilah dia baru mau
percaya kalau disetiap sudut di dalam ruangan loteng penyimpan
kitab itu dimuat alat rahasia yang menyeramkan bahkan dia pun
tahu kalan alat rahasia itu tidak diatur dan dipasang sekitar tangga-
tangga itu saja bahkan disetiap jengkal tanah di dalam ruangan
tamu itu pun terdapat. Luas ruangan itu jika dipandang dari luar kurang lebih ada tujuh
kaki sebaliknya ruangan kecil di dalamnya hanya ada tiga kaki saja,
artinya disekeliling tembok di dalam ruangan itu sudah dipasang alat
rahasia yang mendirikan bulu roma.
Tangga yang menghubungkan lantai-lantai pertama ke lantai
kedua ada delapan belas trap banyaknya, setelah melewati tangga
terakhir sampailah disebuah ruangan kamar baca yang begitu luas.
Di sekeliling ruang kamar baca ini terdapat rak tinggi besar, di
dalam rak itu berjajarlah beribu-ribu buah kitab, bahkan boleh
dikata selain kitab sama sekali tidak terdapat barang lainnya lagi.
Inilah keadaan dari ruangan loteng penyimpanan kitab yang
membawa kemisteriusan bagi setiap orang.
Tanpa terasa lagi Wi Lian In sudah mengeluarkan suara tertahan
yang penuh diliputi oleh perasaan terkejut bercampur kecewa,
gumamnya seorang diri: "Ternyata tidak ada apa-apanya"
Dengan perlahan Wi Ci To meletakkan lampu yang dibawanya ke
atas meja, ujarnya sembari tersenyum:
"Tidak ada apa-apanya, Ehmm loteng penyimpanan kitab dari
lohu ini sudah menyimpan berbagai macam kitab serta lukisan dari
pujangga-pujangga terkenal pada masa yang silam, banyak
diantaranya jarang bisa didapatkan ditempat luar, jika dibilang
dengan uang, mungkin berada di atas ratusan juta tahil perak."
"Tetapi." bantah Wi Lian In cemberut "Lukisan lukisan serta tulisan-tulisan ini di dalam pandangan kami orang-orang Bu lim
sama sekali tidak berharga."
"Benar. tetapi lohu memangnya punya kegemarannya begitu,
sejak kecil lohu paling suka membaca buku dan gemar menyimpan
berbagai lukisan dari pujangga-pujangga terkenal, di dalam hati
lohu barang-barang ini sangat berharga sekali"
" Untuk menyimpan lukisan lukisan serta tulisan-tulisan ini, Tia
sudah memasang alat-alat rahasia disekeliling loteng ini, apa untuk
mencegah orang lain memasuk tempat ini?"" sahut Wi Lian In
kurang puas. "Tidak" sahut Wi Ci To geleng kepalanya, " lohu pasang alat-alat rahasia ini sebetulnya untuk mencegah ada orang yang masuk ke
sini mencuri kitab-kitab serta lukisan tersebut di samping itu juga
untuk menyaga suatu rahasia lainnya"
"Rahasia apa?"" tanya Ti Then serta Wi Lian In hampir
bersamaan- Wi Ci To tidak segera memberikan jawabannya, sinar matanya
dengan tajam memandang beberapa saat lamanya ke atas wajah Ti
Then mau pun Wi Lien In kemudian dengan air muka serius ujarnya.
"Sebelum Lohu membuka rahasia ini aku mau tanya padamu
terlebih dulu...In ji apakah kau mau percaya terhadap setiap
perkataan yang aku katakan?"?"
"Putrimu mau percaya" sahut Wi Lian In sambil mengaagguk.
"Bagaimana dengan Ti Kiauw tauw?"" tanya Wi Ci To kemudian
sambil menoleh kearah Ti Then.
"Selama ini Pocu jadi orang sangat jujur, setiap perkataan mau
pun perbuatan semua pakai aturan, bagaimana boanpwe berani
tidak percaya"."
"Kalau begitu sangat bagus sekali, sekarang juga lohu mau
membuka suatu rahasia di hadapan kalian, setiap perkataan yang
aku katakan adalah hal yang sungguh-sungguh terjadi, sama sekali
tidak ada perkataan bohong barang sepatah pun."
Selesai berkata dia berjalan menuju ke depan rak buku sebelah
selatan dan menyingkirkan sejilid kitab kemudian kelihatan
tangannya dimasukkan ke dalam rak buku itu, entah diapakan
mendadak dia mundur kembali ke belakang.
Dari belakang rak kitab itu segera terdengar suara gesekan
terbukanya pintu rahasia, sebuah pintu dengan perlahan-lahan
membuka kearah kanan. Di belakang rak buku itu terdapat sebuah dinding kayu yang
menutupi tempat itu sedang di depan dinding tersebut tergantung
sebuah kain yang di sampingnya terdapat sebuah tali, agaknya kain
itu bisa ditarik untuk menyingkirkannya.
Agaknya Wi Ci To merasa sedikit keberatan untuk membuka
rahasia tersebut, dari mukanya jelas memperlihatkan dia merasa
sangat sedih bercampur bingung.
"Tia, barang apa di belakang kain tersebut" " tanya Wi Lian In cepat, agaknya dia sudah tidak merasa sabar lagi.
Wi Ci To termenung berpikir beberapa saat lamanya, setelah itu
barulah ujarnya: "Coba kau tebak".
"sebuah pintu menuju keruang rahasia?""
"Bukan.." jawab Wi Ci To sambil menggelengkan kepalanya.
"Sebuah lemari rahasia?""
"Juga bukan..."
"Mungkin sebuah lukisan?" Tiba-tiba Ti Then nyeletuk.
"Benar, memang sebuah lukisan".
Selesai berkata dia maju ke depan menarik tali di sampingnya
untuk membuka kain penutup tersebut.
Begitu kain penutup itu terbuka, tidak salah lagi tampak sebuah
lukisan muncul di hadapan mereka, sebuah lukisan dari seorang
perempuan yang sangat cantik. Tanpa terasa Ti Then sudah
menarik napas panjang, pikirnya:
"Oooh Thian, ternyata di dalam dunia ada seorang perempuan
yang demikian cantiknya" Memang benar perempuan yang terdapat
di dalam lukisan itu memang mem punyai paras amat cantik, tapi
cantiknya bukan merupakan cantik yang mendebarkan hati,
menimbulkan hawa nafsu sebaliknya kecantikan parasnya adalah
bersih, suci dan sedikit pun tidak ada pengaruh aneh lainnya.
Wi Lian In melototkan matanya lebar-lebar dengan perasaan
terperanyat teriaknya, "Sungguh cantik sekali Tia, siapakah


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan ini ?"?"
"Dia she shu bernama Sim Mey".
Agaknya Wi Lian In belum pernah mendengar nama "Shu Sim
Mey" itu setelah mendengar kata-kata itu dia menjadi berdiri
tertegun. "Siapa dia?" tanyanya lagi.
"Rumahnya ada didesa He Liong cong di daerah Kauw shu."
Sekali lagi Wi Lian In dibuat tertegun. "Ah, dia satu kam pung
dengan Tia?" Dengan perlahan Wi Ci To mengangguk. dengan air muka sangat
sedih jawabnya: "Benar. sewaktu aku masih kecil kita adalah
bertetangga...." "Kalian.. kalian punya ikatan perjodohan sejak kecil?"" tanya Wi Lian In gemetar, sedang air mukanya berubah hebat. sekali lagi Wi
ci To mengangguk. "Hubunganku dengan dia boleh di gambarkan dengan syair Tiang
Han Hiong, dari penyair terkenal Lie Pak.."
Segera dia mulai bersyair dengan nada penuh golakan hati, air
mukanya berubah amat keren sedang mulutnya tak henti-hentinya
membaca isi dari syair tersebut.
Begitu dia selesai membaca syair tersebut tanpa disadari lagi air
matanya sudah menetes keluar membasahi wajahnya . "
Melihat Wi Ci To mengeluarkan air matanya, Wi Lian In menjadi
teramat heran bercampur terperanyat, ujarnya:
"Jadi Tia maksudku dengan Shu Sim Mey sudah menjadi suami
istri?" "Tidak salah" jawab Wi Ci To dengan perasaan amat sedih
"sebelum aku kawin dengan ibumu terlebih dulu sudah menjadi
suami istri dengan shu sim Mey"
Wi Lian In merasakan hal ini merupakan suatu pukulan yang
berat bagi dirinya, tanpa dapat dicegah lagi dia melelehkan air mata
dengan perasaan sedih ujarnya: "Tia, kau sudah menipu ibu. ."
"Benar, aku sudah menipu ibumu" sahut Wi Ci To sambit
mengangguk. "Sekali pun aku sudah menjadi suami istri selama tiga
puluh tahun lamanya dengan dia, tetapi selama ini belum pernah
betul-betul mencintai dirinya, karena .... karena aku tidak bisa
melupakan Shu Sim Mey ini"
Dari sepasang mata Wi Lian In segera memancarkan perasaan
tidak puasnya, sambil melototi lukisan dari shu sim Mey itu ujarnya:
"Perempuan itu sekarang berada dimana?"
"Di dalam sebuah kuburan didekat kali Han san si."
Wi Lian In menjadi melengak. "ooh.. dia. .dia sudah meninggal?"
"Benar, dia meninggal dunia pada usia tujuh belas tahun, berarti
juga pada tahun ketiga setelah aku menikah dengan dia, shu sim
Mey telah meninggal dunia."
Perlahan-lahan Wi Lian In menghapus bekas air matanya.
"Bagaimana dia bisa meninggal?"
"Saking rindunya kepadaku dia menjadi sakit kemudian
meninggal?" "Hal ini berarti juga setelah Tia menikah dengan dia karena suatu
urusan sudah meninggalkan dirinya?" tanya Wi Lian In dengan
perasaan amat terperanyat.
"Benar, sesudah dia menikah dengan aku pada tahun kedua
karena aku sangat gemar belajar ilmu silat, maka aku lantas
meninggalkan rumah untuk mencari guru, sebetulnya hanya
rencana paling lama setengah tahun saja kemudian hidup kembali
bersama-sama dengan dia, tetapi pada bulan ketiga sesudah aku
meninggalkan rumah mendadak di atas gunung Tong-san sudah
bertemu dengan seorang jagoan aneh dari Bu lim dan dialah
sucowmu si Thiat Kiam ong atau kakek pedang baja suma song,
ketika dia melihat bakatku maka sesudah menerima diriku sebagai
ahli warisnya dan memberi pelajaran ilmu pedang, karena
perhatiannya yang tertuju pada ilmu pedang inilah sudah lupa untuk
kembali kerumah menengok dia, hanya di dalam sekejap saja satu
tahun sudah berlalu."
Perlahan-lahan dia menghela napas panjang, kemudian
sambungnya lagi: "Setahun kemudian aku baru teringat untuk
kembali ke rumah menengok dia, siapa tahu pada saat itulah
sucowmu sudah jatuh sakit dengan usianya sembilan puluh delapan
pada waktu itu ditambahkan secara tiba-tiba jatuh sakit membuat
aku harus merawat dia orang tua, karena itulah rencana untuk
pulang kerumah menengok dia menjadi terbengkalai. setengah
tahun lewat dengan cepat akhirnya sucouwmu wafat, setelah habis
aku membereskan layannya barulah dengan tergesa-gesa kembali
ke su Kho siapa tahu baru saja sampai dirumah aku baru tahu pada
setengah tahun yang lalu dia sudah binasa, die meninggal dunia
karena terlalu rindu kepadaku."
Berbicara sampai di sini dia menarik napas panjang-panjang,
agaknya luka di dalam hatinya kambuh kembali. Wi Lian In berdiam
diri tidak berbicara. Ti Then sendiri pun terpaksa bungkam, diam seribu bahasa,
tetapi di dalam hatinya dia merasa ikut sedih dan tergerak oleh
cerita yang amat menyedihkan ini, dia masih mem punyai suatu
perasaan yang lain daripada yang lain, dia sama sekali tidak
menyangka di dalam Loteng Penyimpan kitab yang diduga
menyimpan berbagai rahasia ini ternyata hanya menyimpan suatu
kisah yang menyedihkan saja bahkan rahasia itu hanya menyangkut
pada "Urusan pribadi" orang lain.
Lama sekali Wi Ci To memandang wajah putrinya, setelah itu
baru tanyanya: "Inyie, kau benci terhadap dia?"
"Tidak. ." "Kalau begitu kau benci terhadap aku?""
" juga tidak..."
Tanpa terasa Wi Ci To sudah menghela napas panjang.
" Kematiannya dikarenakan rindu padaku, sebetulnya kami
berdua saling cinta mencintai, dikarenakan kegoblokanku sendiri
sudah menghantarkan nyawanya, bilamana aku teringat kembali
akan persoalan ini di dalam hati seperti diiris-iris oleh berjuta-juta
batang pisau, sungguh menderita sekali."
Dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi.
"sewaktu di dalam hati, hatiku marasa sedih sehingga sukar
dihilangkan beberapa kali aku sangat mengharapkan bisa melakukan
berbagai urusan yang bisa meringankan beban orang-orang Bu lim
tetapi hal ini semua sama sekali tidak berguna, asalkan bayangan
tubuhnya muncul kembali di dalam benakku maka sama sekali tidak
bisa hilang bilang, akhirnya.. Ehmmm, setelah delapan tahun dari
kematiannya aku baru bertemu dengan ibumu, tentang bagaimana
aku lalu kawin dengan ibumu tentunya kau sedikit mengetahui
bukan ?"" Wi Lian In dengan perlahan mengangguk:
"Tahu. ibu sekeluarga sewaktu kakekku lepas dari jabatan pulang
kam pung, ditengah jalan sudah bertemu dengan kaum perampok.
kakek dan nenek pada binasa sedang kawanan perampok itu mau
menodai ibu waktu itulah Tia sedang lewat di sana dan turun tangan
membunuh perampok-perampok itu tersebut dan menolong ibu,
dengan demikian ibu dengan ayah lalu kawin bukan begitu?"?"
"Benar. sebetulnya aku tidak punya niat untuk mengawani
ibumu tetapi saat itu ibumu sudah luntang lantung seorang diri
tanpa sanak famili bahkan secara diam-diam dia bertekad untuk
membalas budi ini dengan menggunakan tubuhnya, bilamana aku
tidak mau terima dia sebagai istrinya maka dia mau mati saja
makanya aku baru menerimanya. Tetapi walau pun aku berusaha
keras untuk mencintai ibumu bayangan dari su sim May tidak bisa
hilang- hilangnya dari benakku, adakalanya terang-terangan ibumu
yang berdiri di hadapanku, aku sudah salah melihat dia sebagai sub
Sim Mey, ada satu hari aku tidak betah untuk tidur diam-diam
mencuri lihat lukisan wajahnya, karena takut ibumu tahu maka aku
baru bangun Loteng Penyimpan Kitab ini dan menggantungkan
lukisannya di sini. setiap kali kalau aku rindu padanya lalu masuk ke
sini untuk memandang wajahnya selama setengah harian."
"Heeeey... Tak tak tertahan lagi Wi Lian In menghela napas
panjang, "Bilamana sejak dahulu kala Tia mau menceritakan urusan
ini mungkin sekali luka di dalam hati kau orang tua akan sedikit
menjadi sembuh." " Tidak.. Aku tidak bisa melukai hati ibumu, ibumu adalah
seorang perempuan yang pendiam, selamanya selalu menurut
omonganku dan dengan sepenuh hati mencintai aku, jika dia tahu
hatiku sudah direbut orang lain dia pasti akan merasa sangat
berduka hati." -ooo0dw0ooo- Jilid 17.1: Mengejar Hong Mong Ling
Dia berhenti sebentar sesudah menghela napas panjang barulah
tambahnya. " Karena itulah selama puluhan tahun ini aku tidak membiarkan
setiap orang masuk ke dalam loteng penyimpan kitab itu termasuk
juga kau dan Huang puh siok karena aku takut sesudah kalian tahu
rahasia ini lalu menceritakan kepada ibumu"
Berbicara sampai di sini dengan perlahan dia menoleh kearah Ti
Then. "Tadi sewaktn masih berada di ruang makan Ti Kiauw tauw
menduga kemungkinan bersekongkolnya Hu pocu serta murid
murtad itu dikarenakan hendak mencuri sesuatu barang dari Loteng
penyimpan kitab ini kemungkinan memang benar, karena ketika
mereka melihat lohu dengan tegas melarang setiap orang masuk ke
dalam Loteng penyimpan kitab itu lalu di dalam alam pikiran mereka
mem punyai suatu dugaan kalau di dalam tempat ini pasti disimpan
barang-barang berharga yang sukar didapatkan. Heei. . Ini memang
kesalahan Lohu seharusnya setelah istriku meninggal Lohu harus
mengumumkan rahasia ini tetapi untuk itu Lohu masih takut kalau
urusan ini sampai melukai hati putriku karena itu sampai kini tidak
aku ceritakan terus, karena hal ini sudah mencelakakan seorang
sute yang sudah hidup bersama-sama dengan Lohu selama puluhan
tahun lamanya." Dengan perlahan Wi Lian In menuding ke arah lukisan dari Shu
Sim Mey itu. tanyanya: "Dia . apakah sudah meninggalkan empat
puluh tahun lamanya" Waktu sudah lewat begitu lama kenapa Tia
masih selalu saja menyiksa diri?""
Dengan amat sedihnya Wle Ci TO menghela napas panjang.
" Walau pun dia sudah meninggalkan empat puluh dua tahun
lamanya, tetapi di dalam ingatannya ayahmu seperti juga peristiwa
yang baru terjadi kemarin hari"
"Sejak hari ini apakah Tia ingin terus memikirkan dirinya?" tanya Wi Lian In lagi sembari bernapas panjang.
"Ulat sutera binasa karena seratnya dan musnah, lilin habis
apinya baru padam" "Tia, kau terlalu menyiksa diri" seru Wi Lian In.
Wi Ci To tertawa pahit. "Kau bukanlah aku sudah tentu tidak paham keadaan pikiran
ayahmu sekarang ini, kita sejak kecil main bersama, tumbuh
menjadi dewasa pun bersama-sama, dia sering berkata padaku
secara diam-diam: Dilangit dia rela menjadi sepasang burung
merpati, di tanah dia rela menjadi pohon seranting, tetapi saat itu
ternyata aku begitu rela meninggalkannya seorang diri, coba kau
bilang ayahmu harus merasa menyesal tidak.?"
"Tapi..." Bantah Wi Lian In lagi. "Orang yang sudah
meninggalkan tidak akan hidup kembali, buat apa Tia begitu
menyiksa diri untuk memikirkan dirinya terus menerus?"
Wi Ci To berdiam diri tidak menyawab, dia hanya menghela
napas panjang saja. "Tia, maukah kau orang tua sejak hari ini tidak pikirkan dia kembali?"
Wi Ci To gelengkan kepalanya, dia tertawa pahit.
"Aku sering berusaha tidak memikirkan dirinya, tapi selamanya
tidak berhasil" "Putrimu ada satu cara, hanya saja Tia mau melakukannya?"
"cara apa?" "Bakar saja lukisan itu" Ujar Wi Lian In sembari memandang
tajam lukisan dari Shu Sim may itu.
Air muka Wi Ci To segera berubah amat hebat, dengan suara
berat bentaknya: "In-ji, jangan omong sembarangan"
"Pendapat dari putrimu itu sama sekali tidak punya maksud
mendendam padanya, sebaliknya .."
"Tidak usah kau teruskan" potong Wi Ci To cepat.
"Kalau begitu sejak kini putrimu boleh memasuki Loteng
Penyimpan kitab ini bukan" tanya Wi Lian In lagi.
"Kau kemari mau berbuat apa?""
"Baca buku, bukankah di dalam Loteng ini disimpan berbagai
macam buku yang berharga" Kalau tidak dilihat terlalu sayang."
Dengan perlahan Wi Ci To menggelengkan kepalanya.
"Selamanya kau paling tidak suka membaca buku, jikalau kau
betul-betul mau membaca di dalam kamar bukuku masih tersedia
buku dalam jumlah cukup banyak."
"Jadi maksud Tia putrimu tidak diperkenankan masuk ke dalam
Loteng penyimpanan kitab ini lagi?""
"Benar" sahutnya mengangguk. "Lohu tak ingin ada orang yang datang kemari untuk menganggu dia."
"Tetapi itu hanya sebuah lukisan saja, bukan manusia betul-
betul." "Tetapi selama puluhan tahun ini Lohu selalu merasa bahwa dia
masih hidup di dalam Loteng Penyimpan kitab ini, setiap saat lohu
masih merasa kalau sukmanya masih tetap ada dan karenanya lohu
tidak ingin ada orang yang datang mengganggu dirinya, membuat
sukmanya terkejut dan meninggalkan tempat ini.."
Dengan pandangan yang tajam dan mengandung arti mendalam
Wi Lian In memandang wajah ayahnya, kemudian dengan air muka
penuh perasaan sedih ujarnya.
"Tia,jika kau orang tua terus menerus begitu, kemungkinan sekali
pada suatu hari bisa.... bisa. ." Akhirnya perkataan "Gila" berhasil ditahan juga dan tidak bisa sampai diucapkan-Wi Ci To segera menurunkan kembali kain penutupnya kemudian
menggerakkan alat rahasianya, menarik kembali rak buku itu ke
tempat semula setelah itu sambil mengangkat kembali lampu yang
ada di atas meja ujarnya: "Mari kita keluar"
Tua muda tiga orang segera turun dari loteng itu, sambil
mengunci kembali pintu Loteng dengan perlahan Wi Ci To angkat
kepalanya memandang cuaca yang sudah menggelap itu.
"Malam sudah larut, kalian pun harus kembali ke kamar untuk
istirahat" Selesai berkata dengan menggendong tangan ia berlalu dari
sana, Ti Then serta Wi Lian In saling pandang, memandang tanpa
seorang pun yang mengucapkan kata-kata kemudian tanpa terasa
lagi suatu senyuman pahit menghiasi bibir mereka, setelah lewat
beberapa saat kemudian mereka berdua berpisah untuk kembali ke
kamarnya masing-masing. Ti Then yang sekembalinya dari kamar segera dia duduk di atas
pembaringan dan berpikir dengan keras, dia sedang memikirkan
suatu persoalan yang amat penting, semula di dalam anggapannya
Majikan Patung Emas memperalat dia tujuannya tentu terletak pada
suatu barang pusaka yang disimpan dalam Loteng Penyimpan Kitab
pusaka itu, tetapi menurut apa yang dilihatnya sekararg ini barang
yang disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab itu bukan lain
hanyalah suatu rahasia pribadi Wi Ci To sendiri.. kalau memangnya
begitu lalu kenapa Majikan Patung Emas memerintahkan dia untuk
bergabung dengan pihak Benteng Pek Kiam Po kemudian
memperistri Wi Lian In, apa sebetulnya yang di arah ?""
Apa mungkin Majikan Patung Emas pun sudah menganggap Wi
Ci To menyembunyikan suatu barang pusaka di dalam Loteng


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penyimpan Kitabnya itu sehingga mau menggunakan kedudukannya
sebagai menantu untuk masuk ke dalam Loteng Penyimpan kitab itu
untuk mengadakan penyelidikan?""
Tidak. Majikan Patung Emas menghendaki dirinya berlaku
sebagai Patung Emasnya tentu di dalam hatinya tersimpan suatu
rencana yang amat rapi Jikalau dia tidak tahu betul-betul barang
pusaka apa yang sudah disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab
pusaka itu, tidak mungkin mau menggunakan tenaga yang begitu
besarnya. Tapi jika dilihat cara bercerita serta perubahan mimik dari Wi Ci
To, jelas sekali dia bukan sedang berbohong.
Apa mungkin tujuan dari Majikan Patung Emas tidak terletak di
dalam Loteng penyimpan Kitab itu.
Sekali lagi dia terjerumus di dalam alam pikiran yang ruwet, alam
pikiran yang sangat kacau.
"Ti Kiauw tauw, ini air tehmu."
Si Locia itu pelayan tua dengan membawa cawan teh panas
bertindak masuk ke dalam kamar kemudian dengan amat
hormatnya menyodorkan cawan itu ke hadapan Ti Then..
Ti Then segera menerima cawan itu dan mulai meneguknya,
sedang pikirannya tetap diperas dengan segala tenaganya.
"Ti Kiauw tauw..." panggil si Lo-cia itu lagi sambil tertawa.
Dengan perlahan Ti Then angkat kepalanya. "Ada urusan apa?"
Si Locia tersenyum-senyum malu, lama sekali baru mendengar
dia berkata. "Budakmu tadi dengar katanya Pocu sudah membawa siocia
serta Ti Kiauw tauw masuk ke dalam Loteng Penyimpan Kitab itu"
"Tidak salah" sahut Ti Then mengangguk.
"Sungguh heran, bagaimana Pocu bisa membiarkan orang lain
mememasuki Loteng penyimpan Kitabnya?"
"Agar semua orang tahu kalau di dalam Loteng penyimpan
Kitabnya itu tidak terdapat barang pusaka satu pun"
"Kalau memangnya tidak ada barang pusaka, kenapa selama ini
tidak membiarkan orang lain untuk masuk?"
"Aku hanya bisa memberitahukan padamu kalau di dalam Loteng
penyimpan kitab itu tidak terdapat barang apa-apa, sebaliknya
hanya tersimpan suatu kisah pribadi dari pocu"
"Hanya tersimpan suatu kisah pribadi dari pocu?" Tanya si Locia setengah tidak percaya.
"Benar" "Kisahnya bagaimana" " desak si Locia kembali.
"Aku hanya bisa memberitahukan padamu sekian saja, bilamana
kau mau mengetahui hal yang lebih jelas seharusnya pergi tanya
siocia sendiri" Mendengar omongan itu Locia garuk-garuk kepalanya.
"Siocia tidak mungkin mau beritahu pada budakmu, dia sering
memaki budakmu terlalu banyak omong"
Ti Then tersenyum: "Kau memang terlalu cerewet"
"Tetapi budakmu berbuat demikian hanya terlalu memperhatikan
perkembangan pocu kita, kau harus tahu budakmu sudah mengikuti
pocu selama puluhan tahun lamanya, segala sesuatunya ..."
"Sudah ..sudah. . pocu kalian tidak ada urusan yang harus kau
sedihi, kau tidak per1u merasa kuatir hatinya, pergi tidur sana"
Lo cia segera menyahut berulang kali dan mengundurkan diri dari
sana. Ti Then segera mengunci pintu kamarnya dan mengambil lampu
mendekati jendela untuk kirim tanda, tetapi sesudah dipikir
beberapa kali dia membatalkan kembali maksudnya itu, dia pikir
tentu Majikan patung Emas sudah mengetahui kalau dia telah
kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po sedang sebelum dirinya
menjadi suami istri dengan wi Lian In dia pun tidak akan
memberitahukan rencananya, karena itu dia merasa malas untuk
mengadakan hubungan, segera dia buka pakaiannya dan naik ke
atas pembaringan untuk beristirahat.
Dia sudah ada dua hari lamanya tidak tidur karena itu
semangatnya saat ini sudah luntur, tidak selang lama dia berbaring
ia sudah tertidur dengan amat pulasnya.
Entah sudah tertidur beberapa lamanya mendadak dia sadar
kembali dengan perasaan amat terperanyat.
Ketika dia buka matanya terlihatlah itu patung emas sudah
berdiri dengan angkernya di depan pembaringannya.
Tanpa terasa dia sudah menghela napas panjang, dengan
perasaan tidak puas bercampur mangkel gumamnya.
"Aku sudah ada beberapa hari lamanya tidak tidur, kenapa kau
tidak membiarkan aku tidur dengan nyenyaknya barang satu hari
saja?" Suara dari Majikan Patung Emas segera berkumandang datang
dari atas atap. sahutnya dengan suara yang amat dingin:
"Aku ada perkataan yang harus diucapkan kepadamu"
Dengan lambat-lambat Ti Then bangkit berdiri: "Bukankah besok
malam masih bisa?" serunya kembali
"Bangsat cilik" Teriak Majikan Patung Emas itu setengah gusar.
"Kau jangan berberbuat begitu, kau adalah patung emasku,
bilamana aku tidak membiarkan kau tidur kau pun terpaksa harus
sadar terus." "Bilamana patung emasmu binasa karena kelelahan?"
Majikan patung emas segera tertawa dingin.
"Dengan usiamu seperti sekarang kau tidak akan binasa karena
kelelahan, sekali pun sepuluh hari tidak tidur pun tidak mengapa"
"Di dalam keadaan gusar aku bisa mengambil keputusan
pendek." ancam Ti Then tak mau kalah.
"Aku tahu kau tidak akan melakukan bunuh diri, karena di dalam
benakmu masih ada urusan yang belum diselesaikan."
Ti Then segera mendengus dingin, "Sudah, sudahlah, ada
perkataan cepat disampaikan."
Nada dari majikan patug emas segera berubah menjadi lunak
kembali. "Pertama-tama aku mau ucapkan selamat padamu terlebih dulu,
karena akhirnya kau berhasil memenuhi harapanku dan kembali ke
benteng Pek Kiam Po"
"Aku sudah tahu tentu kau amat girang" sahut Ti Then tawar.
"Tetapi. ." ujar Majikan patung emas kembali sembari tertawa.
"Semua ini bukanlah atas pahala kau seorang, jikalau bukannya
Anying langit rase bumi datang mencari setori Wi Ci To juga tidak
akan mengubah pikirannya sedemikian cepat dan menahan dirimu
untuk meneruskan jabatanmu sebagai Kiauw tauw"
"Lalu bagaimana pendapatmu tentang peristiwa di atas tebing
Sian Ciang itu" "Tidak jelek. kau menduga terlebih dulu gerakan dari musuh
sehingga berhasil menghilangkan suatu bencana, tetapi dengan
perbuatanmu itu berarti juga sudah mendatangkan suatu bencana
buat dirimu sendiri, jadi ini bukanlah suatu keuntungan buatku mau
pun buat dirimu sendiri bukan begitu?"
"Kau mau bicara apa pun boleh"
" Kemarin malam sewaktu aku siap memasuki kamar Huang puh
Kian Pek aku lihat dia sudah melakukan suatu gerakan, karena itu
aku tak jadi turun tangan sendiri. Walau pun budak itu sudah
menaruh kesalah pahaman dengan kau ternyata masih juga mau
melaksanakan pendapatnya, hal ini membuktikan kalau dia sudah
menaruh cinta kepadamu."
Ti Then hanya berdiam diri tidak menyawab.
"Sesampainya di dalam Istana Thian Teh Kong kau harus lebih
hati-hati lagi," ujar majikan patung emas itu kembali serius.
"Si Rase Bumi Bun Jin Cu tentu akan mengundang orang untuk
membantu bertempur, untuk berkelahi secara terang-terangan kau
bersama-sama Wi Ci To tak akan kalah, tetapi keadaan dalam
Istana Thian Teh Kong sama saja dengan keadaan di dalam Loteng
Penyimpan kitab itu, setiap tempat dipasang alat rahasia, kau
mungkin bisa masuk dengan selamat tetapi untuk lolos tentu sukar.
Karenanya kau lebih baik jangan masuk ke dalam, kalau tidak begitu
nyawamu hilang untuk menemukan kembali nyawamu itu aku akan
menemui kesulitan yang amat besar"
"Aku pun mau beritahukan suatu urusan kepadamu, jikalau
tujuanmu terletak pada suatu macam barang yang di simpan dalam
loteng Penyimpan Kitab itu maka sebaliknya sejak kini kau hilangkan
saja pikiran tersebut, karena semalam Wi Ci To telah membawa
putrinya serta aku memasuki Loteng Penyimpan Kitab itu, di dalam
sana kecuali hanya terdapat berbagai macam kitab serta lukisan
sama sekali tidak ada barang pusaka apa pun."
Agaknya Majikan Patung Emas dibuat terperanyat oleh berita
yang mendadak ini: "Haa. Wi Ci To membawa kalian jalan-jalan ke
dalam Loteng Penyimpan kitabnya?"
"Tidak salah, urusan ini seharusnya kau tahu bukan ?" "
"Aku yang bersembunyi di dalam Benteng Pek Kiam Po ini setiap
kali harus menanti setelah tengah malam tiba baru bergerak. maka
tidak semua urusan bisa aku ketahui .. kau bilang di dalam Loteng
Penyimpan Kitab itu selain kitab serta lukisan tidak terdapat barang
lainnya?" "Benar." " Kalau memang begitu" ujar Majikan Patung emas kembali. "
Kenapa dia melarang semua orang masuk ke sana?" Dan kenapa
disetiap tempat di atas loteng itu dipasang alat-alat rahasia ?"
"Karena di dalam sana dia sudah menyembunyikan suatu rahasia
pribadinya." "Rahasia apa ?"
"Termasuk rahasia percintaannya."
Agaknya majikan patung emas itu tidak merasa sabaran lagi,
bentaknya: " Cepat katakan-"
"Sebab-sebab dia tidak memperkenankan orang lain memasuki
Loteng Penyimpan Kitabnya dikarenakan di sana dia sudah
menyimpan lukisan dari istri pertamanya Shu Sim Mey. kiranya
sebelum dia mengawini ibunda Wi Lian In terlebih dulu dia sudah
mem punyai seorang istri.."
Segera dengan amat jelas dia menceritakan apa yang sudah
didengarnya itu kepada majikan Patung Emas.
Dia mau menceritakan rahasia dari Wi Ci To ini kepadanya sudah
tentu mengharapkan pihak lawannya, sudah tentu bilamana barang
yang diincar pihak lawannya itu berada di dalam Loteng Penyimpan
Kitab itu menjadi paham kalau di sana sama sekali tidak terdapat
barang pusaka apa pun, dan mengharapkan pihak lawannya bisa
menghapuskan maksud hatinya ini bahkan membatalkan
kedudukannya sebagai patung emas yang diperbudak.
Siapa tahu selesai Majikan Patung Emas itu mendengar kisahnya
segera tertawa terbahak-bahak:
"Kau mau percaya atas semua perkataannya itu?"?"
"Sudah tentu percaya" Seru Ti Then cepat. "Karena sewaktu dia menceritakan kisahnya ini perubaban mimiknya persis dengan dia
yang diceritakan, sudah tentu aku percaya penuh"
"Sebaliknya aku sama sekali tidak percaya.." seru Majikan Patung Emas tertawa dingin.
"Bilamana waktu itu kau hadir di sana, kau akan percaya
terhadap semua perkataannya."
"Tidak, aku tidak akan percaya pada perkataannya." Bantah
majikan Patung emas dengan tegas.
"Kau punya alasan apa untuk tidak mempercayai atas perkataan
itu ?" "Di dalam Bu lim saat ini kecuali aku seorang, tidak ada orang
lain yang tahu lebih jelas riwayat hidupnya, dia sama sekali tidak
mem punyai seorang istri yang bernama Shu Sim Mey, semua itu
dia sengaja karang untuk membohongi kalian-"
Diam-diam Ti Then merasa amat terperanyat. "Benarkah?"
"Sedikit pun tidak salah, jikalau kau punya waktu pergilah satu
kali ke daerah Su kho dan coba cari berita tentang riwayatnya, maka
kau segera akan tahu kalau apa yang dikatakan kemarin malam
semuanya merupakan suatu omongan kosong yang amat besar"
Dalam hati Ti Then betul-betul merasa hatinya bergolak dengan
amat keras: " Kalau begitu dia sengaja karang cerita ini dengan tujuan untuk
mengelabui putrinya sehingga dia tidak menaruh perasaan curiga
lagi." "Sedikit pun tidak salah"
"Kalau begitu rahasianya yang betul-betul sebenarnya apa?"
Desak Ti Then lagi. " Untuk sementara waktu aku tidak bisa beritahukan kepadamu"
"Dia tentu sudah menyembunyikan semacam barang pusaka, kau
ingin menggunakan aku pergi mencuri barang pusaka tersebut
bukan begitu?" seru Ti Then sembari tertawa mengejek.
"Salah besar". "Hmm, kau sedang berbohong."
Majikan Patung Emas segera memperdengarkan senyumannya
yang amat misterius. "Manusia seperti aku ini sekali pun diperlihatkan barang-barang
pusaka yang bagaimana berharga dan bagaimana hebatnya sama
sekali tidak akan menggerakkan hatiku, maka kau berlegalah
hatimu, aku sama sekali tidak akan mencuri barang pusaka dari Wi
Ci To barang sebuah pun juga."
Dia berhenti sebentar kemudian tambahnya sembari tertawa:
"Jika lalu tujuanku terletak pada barang pusaka, di dalam istana
Thian Teh kong jauh lebih banyak lagi."
Ti Then segera putar otaknya, dia merasa perkataannya sedikit
pun tidak salah, jikalau dia menghendaki barang pusaka di dalam
istana Thian Teh kong memang jauh lebih banyak. tetapi dia sama
sekali tidak ingin mencuri barang pusaka juga tidak ingin mencelakai
diri Wi Ci To bahkan dia pernah bilang kalau dia menyamin tidak
akan mengganggu orang-orang benteng Pek Kiam Po barang
seujung rambut pun. Kalau begitu, apa sebetulnya tujuan yang sedang direncanakan
sehingga mengharuskan dirinya menyelundup masuk ke dalam
benteng Pek Kiam Po kemudian mengawini Wi Lian In"
Agaknya Majikan Patung emas tahu apa yang sedang dipikirkan
Ti Then di dalam hatinya, segera dia tertawa
"Aku tahu di dalam hatimu tentu mengandung bermacam
perasaan curiga dan ragu-ragu, jikalau kau ingin cepat-cepat
mengetahui apa tujuanku yang sebetulnya maka kau haruslah lebih
mempergiat usahamu sehingga Wi Lian In budak itu bisa kau
peristri secepat mungkin"
"Tapi Wi Ci To sudah tahu kalau aku adalah Lu Kongcu itu"
bantah Ti Then- "Karena itu dia pun sudah tahu kalau aku masuk ke
dalam benteng Pek Kiam Po membawa suatu maksud tertentu, aku
kira dia tidak akan menjodohkan putrinya kepadaku"
"Tidak. kau sudah dua kali menolong nyawa putrinya bahkan
kemarin malam sudah membantu mereka melenyapkan suatu
bencana yang sebetulnya mengancam seluruh isi benteng, maka
aku percaya di dalam hatinya dia pasti sangat berterima kasih
kepadamu, sejak ini hari bilamana rahasiamu tidak sampai bocor
maka dengan cepat dia akan menjodohkan putrinya Wi Lian In
kepadamu." "Ehmm... kau punya petunjuk lain?" tanya Ti Then dengan nada
kemalas-malasan- "Kalau tidak ada aku mau pergi tidur."
"Masih ada satu urusan, kau masih ingat dengan pendekar
pedang merah si pendekar pedang pemetik bintang Hong Kun"
"Oooh pendekar pedang merah yang waktu itu mengikuti Wi Ci
To pergi mengejar Hong Mong Ling?"


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar, waktu itu Wi Ci To mengajak Hong Kun dengan alasan
pergi mengejar Hong Mong Ling padahal secara diam-diam malam
itu juga dia kembali ke dalam benteng dan bersembunyi di dalam
Loteng Penyimpan kitabnya menanti kau terpancing ke dalam-
jebakannya, sedangkan Hong Kun itu menerima perintah berangkat
ke kota Tiangan untuk menyelidiki wajah yang sebenarnya dari Lu
Kongcu, di dalam waktu dekat ini dia akan kembali ke dalam
benteng" "Lalu bagaimana baiknya?"
" Waktu itu untuk menutupi penyamaranmu aku sudah
perintahkan orang lain untuk menyamar sebagai Lu Kongcu dan
sengaja muncul di hadapan Hong Kun agar Hong Kun sudah salah
menganggap kalau " Lu Kongcu memang benar-benar pernah pergi
ke rumah pelacuran Tou Hoa Yuan, kini Wi Ci To sudah memastikan
adalah Lu Kongcu itu sedang kau pun sudah mengakui kalau Lu
Kongcu itu adalah hasil penyamaranmu, lewat dua hari lagi jikalau
Hong Kun sudah kembali ke dalam benteng untuk melaporkan
pertemuannya dengan Lu Kongcu dan membuktikan kalau Lu
Kongcu memiliki kepandaian silat yang tinggi serta pernah memukul
roboh Hong Mong Ling di rumah pelacur Tou Hoa Yuan, Wi Ci To
tentu akan menjadi sadar kembali."
"Bukanlah dengan begitu perasaan curiga terhadap diriku bisa
dilenyapkan?" Tanya Ti Then kegirangan.
"Tapi kau pernah mengaku kalau kau adalah Lu Kongcu itu dan
yang memukul roboh Hong Mong Ling sewaktu berada di rumah
pelacuran Touw Hoa Yuan juga kau. ."
"Haaa.. haaa... soal itu tidak usah kuatir, jikalau Wi Ci To
menaruh curiga lalu atas ketidak cocokan ini aku punya cara untuk
memberikan jawabannya."
"Kau mau Jawab bagaimana ?"
"Aku bisa bilang aku Ti Then seharusnya tidak patut dicurigai
orang, makanya ketika ada orang yang mencurigai aku adalah Lu
Kongcu itu dalam hatiku merasa amat mangkel, karena itu sengaja
aku mengaku, karena aku punya anggapan pada suatu hari urusan
pasti akan menjadi terang .. coba kau bilang tepat tidak jawaban
ini?" Majikan patung emas menjadi amat girang sekali.
"Cocok sekali cocok sekali" pujinya. "Jawaban ini cocok sekali dengan sifatmu yang keras dan angkuh, sungguh bagus sekali"
"Sekarang kau mengijinkan aku untuk tidur sebentar bukan?"
"Sudah tentu.. sudah tentu, kau tidurlah." seru majikan patung emas dengan amat girang.
Pendekar pedang merah dari benteng Pek Kiam po seorang demi
seorang mulai kembali ke dalam benteng.
Pada tiga hari sesudah Ti Then masuk ke dalam Loteng
Penyimpan kitab suatu siang hari benar juga itu si pendekar pedang
pemetik bintang Hong Kun yang mendapat tugas menyelidiki
keadaan Lu Kongcu kembali ke dalam Benteng. Wi Ci To segera
panggil dia untuk bertemu di dalam kamar bukunya. "Kau sudah
bertemu dengan Lu Kongcu?" tanyanya dengan perasaan ingin tahu.
"Sudah." sahut si pendekar pedang pemetik bintang Hong Kun
mengangguk. "Pada hari pertama setelah tecu tiba di kota Tiang An di atas
sebuah loteng rumah makan sudah bertemu dengan dia"
"Bagaimana dengan wajahnya ?""
"Mirip sekali dengan Ti Kiauw tauw"
Air muka Wi Ci To segera berubah.
"Bagaimana kau bisa memastikan kalau dia adalah putranya Lu
Ko sian ?"?" "Semula tecu tidak tahu, kemudian telah mendengar kawan-
kawan yang doyan pelesiran dimana mereka minum arak bersama-
sama dengan dia memanggil orang itu dengan sebutan Lu heng
bahkan kelakuannya amat menghormat sekali, lalu tecu juga tanya
pelayan, waktu itulah tecu baru tahu kalau dia adalan Lu Kongcu
itu" Wi Ci To segera tersenyum.
"Kemudian kau pura-pura mabok dan sengaja mencari setori
dengan dia, bukan begitu" seketika itu juga sipendekar pedang
pemetik bintang itu menjadi tertegun-
"Oh, kiranya suhu juga sudah berada di sana..." serunya
keheranan. "Tidak. aku tidak ada di sana" jawab Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya.
" Kalau tidak bagaimana suhu tahu kalau tecu pura-pura mabok
dan mencari setori dengan dia orang ?"" tanya Hong Kun
keheranan. " Hanya dugaanku saja, di dalam tempat seperti itu untuk
menyajal kepandaian silat orang lain terpaksa harus pura-pura
menjadi mabok" Dia berhenti sebentar, sesudah menghembuskan napas panjang-
panjang tambahnya. "Bahkan aku pun tahu atas hasil
penyelidikanmu itu...bukankah dia tidak bisa bersilat"
"Tidak benar" Bantah si pendekar pemetik bintang itu cepat "
Kepandaian ilmu silatnya tidak termasuk ilmu silat pesaran, tecu
terpaksa harus menghamburkan tenaga yang amat besar dan lama
baru berhasil menawan dirinya"
Ketika itu juga Wi Ci To menjadi melengak. "Haa, sungguh ?"?"
Dengan perlahan si pendekar pemetik bintang itu mengangguk.
"Benar, kepandaian silatnya agak sedikit berada di bawah
kepandaian silat pendekar pedang merah kita tapi jauh lebih tinggi
dari para pendekar pedang putih"
Sekali lagi Wi Ci To dibuat terperanyat. "Kiranya ada kejadian
semacam ini, lalu bagaimana?"
"Sesudah tecu berhasil menawan dirinya, lalu tecu tanyai apakah
pada satu bulan yang lalu pernah datang ke kota Go bi?", memukul
rubuh seorang pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po di
dalam rumah pelacuran Touw Hoa Yuan?"
Sebelumnya dia tidak mau mengaku, tapi sesudah tecu desak
terus menerus akhirnya dia mengaku juga, dia masih bilang yang
rubuh olehnya adalah si naga mega Hong Mong Ling."
Mendadak Wi Ci To bangkit berdiri, sepasang matanya
memancarkan sinar yang amat tajam dan memandang wajah si
pendekar pedang pemetik bintang tanpa berkedip. serunya dengan
suara berat. "Kau sedang bohong bukan?"
" Urusan yang demikian besar tecu mana berani mengarang
cerita bohong " Jawab si pendekar pedang pemetik bintang dengan
wajah serius. Agaknya Wi Ci To menemui kesukaran, alisnya dikerutkan rapat-
rapat berulang kali dia berjalan bulak balik di dalam kamar bukunya,
akhirnya baru dia berkata. "Baiklah, sekarang persilahkan Ti Kiauw
tauw serta siocia datang kemari."
Dengan sangat hormat sekali si pendekar pedang pemetik
bintang itu menyahut, setelah memberi hormat dia mengundurkan
diri dari sana menuju ketengah lapangan latihan silat.
Ujarnya kemudian setelah bertemu dengan Ti Then yang sedang
memberi pelajaran silat kepada Wi Lian In
"Ti Kiauw tauw, siocia kalian diundang pocu untuk berbicara di
dalam kamar buku" Ti Then sudah tahu peristiwa apa yang sudah terjadi, karenanya
dengan sangat tegang dia mengajak Wi Lian In berjalam menuju
kamar buku dimana Wi Ci To sudah menanti, setelah memberi
hormat ujarnya: "Pocu mengundang boanpwe datang kemari entah mem punyai
petunjuk apa?" "Silahkan Ti Kiauw tauw ambil tempat duduk." Ti Then segera
menarik sebuah bangku dan duduk.
Lama sekali Wi Ci To memandangi dirinya sambil tersenyum,
kemudian baru ujarnya . "Sifat dari Ti Kiauw tauw lain kali harus
sedikit diubah." " Urusan apa?" tanya Ti Then tertegun.
" Waktu itu kenapa kau mengakui kalau kau adalah Lu Kongcu
itu?" Ti Then tertawa serak. "Kiranya Pocu bermaksud demikian, apakah sekarang pocu sudah
tahu kalau boanpwe bukanlah Lu Kongcu?"
"Tidak salah" jawab Wi Ci To sambil mengangguk. "Hari ini lohu baru tahu kalau Ti Kiauw tauw benar-benar bukanlah Lu Kongcu itu,
tetapi kalau memangnya kau bukan dia kenapa waktu itu sudah
mengaku" Ti Then tak langsung memberikan jawabannya sebaliknya balas
tanya: "Bagaimana Pocu berani memastikan kalau boanpwe
bukanlah Lu Kongcu itu?"
" Urusan sudah begini untuk mengelabui pun tidak ada gunanya,
Lohu sudah mengirim seorang pendekar pedang merah untuk pergi
kekota Tiang An untuk melakukan penyelidikan, pendekar pedang
merah itu sudah berhasil memperoleh keterangan kalau Lu Kongcu
yang waktu itu memukul rubuh Hong Mong Ling di dalam rumah
pelacuran Touw Hoa Yuan memangnya Lu Kongcu sendiri dan
bukanlah Ti Kiauw tauw yang sengaja menyamar."
"Bagus sekali" Teriak Ti Then tertawa. "Boanpwe sudah menduga bahwa pasti ada satu hari urusan ini bisa dibikin terang"
" Waktu itu ketika lohu menanyai dirimu kenapa kau sudah
mengakuinya?" tanya Wi Ci To lagi.
"Ku Ie mau pun Liuw Su Cen terus menerus mengatakan kalau
boanpwe adalah Lu Kongcu, itu sedangkan Pocu sendiri pun
agaknya sudah mempercayai perkataan mereka, di dalam keadaan
seperti itu kalau boanpwe tidak mengaku apa mungkin Pocu mau
mempercayainya?""
Air muka Wi Ci To segera berubah dan memperlihatkan perasaan
menyesal. " Waktu itu Lohu memang betul-betul sudah mempercayai
perkataan mereka, tetapi kau tidak seharusnya mengakui semuanya
itu, seharusnya kau bisa membedakan urusan ini dengan dirimu
sendiri" " omong terus terus terang saja, boanpwe sama sekali tidak
punya alasan untuk tetap tinggal ditempat ini oleh karena itu malas
untuk mendebat urusan ini."
"Karena itu" ujar Wi Ci To lagi "Lohu anjurkan agar sifatmu itu sedikit diubah, sifat yang keras dan ketus kadang kala bisa
mendatangkan kesukaran bagi dirinya sendiri"
"Benar, terima kasih atas petunjuk dari pocu"
Dengan perlahan Wi Ci To menoleh ke arah Wi Lian In, ujarnya
kemudian sambil tertawa. "Inyie, Ti Kiauw tauw memang benar-benar seorang pemuda
yang bersih dan jujur, waktu itu kita betul-betul berbuat sesuatu
yang salah terhadapnya, kau bilang benar tidak ?""
Semula di dalam anggapan wi Lian In 'Lu Kongcu' itu adalah hasil
penyamaran Ti Then, tetapi dikarenakan dua kali Ti Then menolong
dia lolos dari "mulut macan" bahkan lenyapkan pula bencana yang akan menimpa benteng Pek Kiam Po karena itulah perasaan curiga
terhadap Ti Then menjadi lenyap dan di dalam anggapannya
sekarang Ti Then sengaja menyamar sebagai Lu Kongcu semuanya
dikarenakan dia mencintai dirinya.
Sekarang sesudah dia tahu kalau Ti Then bukanlah Lu Kongcu itu
di dalam hatinya sekali pun merasa girang juga atas kebersihan diri
Ti Then tidak urung merasa kecewa juga, setelah mendengar
perkataan dari ayahnya dengan perasaan malu dia menundukkan
kepalanya.. Dengan perlahan Wi Ci To berbatuk-batuk kering, ujarnya
kemudian sambil tertawa. "Para pendekar pedang merah telah ada sebagian yang telah
kembali ke dalam Benteng makanya Lohu ambil keputusan untuk
berangkat ini hari juga"
"Pergi mencari Hong Mong Ling?" tanya Ti Then
Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat keren.
"Benar" sahutnya perlahan- "Peraturan perguruan lohu
selamanya keras terhadap murid-murid yang murtad dan berbuat
jahat selamanya tidak meninggalkan kehidupan"
"Tia. ." Wi Lian In mendadak nyeletuk. "Kau orang tua tidak tahu dia sudah bersembunyi dimana, kau orang tua mau cari dimana?"
"Biarlah lohu cari disegala tempat, kemudian bila sampai
waktunya langsung menuju ke istana Thian Teh Kong untuk
memenuhi janyi." " Kalau memangnya begitu, biarlah Ti Kiauw tauw serta putrimu
ikut bersama-sama Tia?"
Dengan perlahan Wi Ci To gelengkan kepalanya.
"Jangan, bilamana kita bertiga harus melakukan perjalanan
bersama-sama, hal ini terlalu menyolok dan mudah di ketahui oleh
bangsat kecil itu." "Tetapi Ti Kiauw tauw serta putrimu juga mau pergi ke istana
Thian Teh Kong " bantah Wi Lian In ngotot.
"Begini saja, dua hari lagi kalian berdua baru berangkat dengan
mengambil jalan lain, dengan demikian kesempatan untuk bertemu
dengan bangsat cilik itu pun menjadi lebih besar."
Dia berhenti sebentar, kemudian dengan wajah yang amat dingin
tambahnya. "Bilamana kalian sudah berhasil bertemu dengan dia, tidak usah
buang tenaga membawa dia kembali ke dalam Benteng, juga tidak
perlu bertanya lebih banyak. ditempat itu juga turun tangan bunuh
mati dirinya" Diam-diam Wi Lian In melirik ke arah Ti Then, kemudian baru
ujarnya sambil tertawa: "Kau sudah dengar belum?""
Ti Then terpaksa angkat bahunya, dia hanya tersenyum saja
tanpa mengucapkan sepatah kata pun, padahal di dalam hati diam-
diam pikirnya: "Aku tidak akan berbuat demikian, bilamana berhasil menawan
dirinya, aku harus menanyai lebih jelas lagi.."
Tampaklah Wi Ci To sudah bangkit berdiri ujarnya:
"Inyie, coba kau bantu ayahmu bereskan sedikit perbekalan, lohu
mau kumpulkan semua pendekar pedang merah untuk diberi tugas,
setelah itu aku harus segera berangkat." sambil berkata dia berjalan keluar dari kamar bukunya.
Ti Then pun segera ikut bangkit berdiri dan berjalan keluar,
tinggal Wi Lian In seorang yang berada dalam kamar buku itu
membantu ayahnya membereskan buntalannya.
Satu jam kemudian Wi Ci To di bawah hantaran Ti Then, wi Lian
In serta berpuluh-puluh pendekar pedang merah meninggalkan
Benteng Pak Kiam Po untuk melakukan perjalanannya.
Wi Lian In yang melihat ayahnya sudah berangkat meninggalkan
benteng segera merasakan hatinya jauh lebih ringan, kepada Ti
Then sambil tersenyum mesra ujarnya: "Kita mau berangkat hari
apa?"" "Ayahmu minta kita baru berangkat dua hari kemudian, kita
pastikan saja baru berangkat."
"Entah Tia sedang bermain sandiwara apa, padahal bilamana kita
bisa berangkat bersama-sama bukankah jauh lebih bagus lagi?"
Ti Then hanya tersenyum saja dan tidak memberikan
jawabannya, dia tahu kenapa Wi Ci To menghendaki melakukan
perjalanan seorang diri, sebab-sebab Wi Ci To menghendaki
demikian tentunya bukan dikarenakan dia mau memberikan
kesempatan kepada Wi Lian In untuk lebih erat bergaul dengan dia.
melainkan dia tidak menghendaki ada orang ketiga yang hadir
sewaktu dia menawan diri Hong Mong Ling kemudian menghukum
mati dia orang, dengan demikian rahasianya itu pun tidak akan
sampai tersiar diluaran. Tetapi urusan ini dia tidak enak untuk
menjelaskan kepada diri Wi Lian In-
Wi Lian In yang melihat dia hanya tertawa saja tanpa
memberikan jawabannya, wajahnya segera berubah semu merah,


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ujarnya: "Ayo kau bilang."
"Kau minta aku bicara apa ?""
"Coba kau bilang kenapa Tia tidak mengijinkan kita melakukan
perjalanan bersama-sama dengan dia orang tua."
"Bukankah ayahmu sudah menjelaskan", kita melakukan
perjalanan dengan berpisah begitu kesempatan untuk bertemu
dengan Hong Mong Ling pun menjadi jauh lebih besar."
Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya: "Kau kira hanya alasan
ini saja ?"" "Mungkin memang begitu" sahut Ti Then tertawa.
Dengan manyanya Wi Lian In melototkan matanya ke arahnya.
"Hmmm, kau orang sungguh pandai berpura-pura."
Di dalam hati Ti Then tahu dia sangat menginginkan dia berkata
demikian, lalu ujarnya: "Mungkinkah masih ada satu alasan, tetapi
bilamana aku katakan tentu akan dipukul. ."
"Siapa yang mau pukul kau?""
"Orang yang ada di sampingku" ujar Ti Then tersenyum. Wi Lian
In segera tertawa senang.
"Buat apa aku pukul dirimu?" cepat kau katakan tentu aku tidak
pukul dirimu" Jilid 17.2: Siapa pembunuh Hong Mong Ling"
"Baiklah aku katakan, ayahmu tidak membiarkan diri kita
melakukan perjalanan bersama-sama dia orang tua memang masih
ada satu alasan, dan alasan itu adalah tidak ingin mengganggu kita
berdua." Wajah Wi Lian In segera berubah menjadi merah dadu, dengan
nada manya ujarnya: "Aku tidak paham perkataanmu ini"
"Baiklah aku bicara lebih jelas lagi, ayahmu mau memberikan
kesempatan pada kita berdua untuk melakukan perjalanan bersama-
sama dengan begitu kesempatan buat kita berdua untuk bermesra-
mesraan pun menjadi lebih banyak."
Wi Lian In merasa malu juga girang, dengan perlahan dia
mendorong badannya kemudian dengan cepat lari keluar dari dalam
kamar. Keesokan harinya, baru saja fajar menyingsing dia sudah datang
kekamar Ti Then, ujarnya.
"Hey. kita berangkat ini hari saja bagaimanaa?"" . .
"Bukankah ayahmu minta kita berangkat dua hari lagi, sekarang
baru satu hari" ujar Ti Then sambil menguap berulang kali.
"Pokoknya kan kita menganggur, berangkat ini hari atau
berangkat besok juga sama saja"
"Kalau tidak ada bedanya kita berangkat besok saja" jawab Ti
Then cepat. "Tidak, kita berangkat ini hari saja"
Melihat kelakuan ini Ti Then tersenyum. "Buat apa begitu
cemasnya?"?" Wi Lian In segera medepakkan kakinya ke atas tanah. "Kau tidak
mau berangkat, aku mau berangkat seorang diri."
Selesai berkata dia segera putar badannya siap mau pergi.
Dengan cepat Ti Then menarik pergelangan tangannya lalu
ujarnya sambil tertawa: "Jangan merasa bingung dulu, mau berangkat kita pun harus
bersiap-siap dengan buntalan-"
"Baiklah. kau cepat bersiap-siap. biar aku beritahukan para
pendekar pedang merah."
Tidak lama kemudian mereka berdua masing-masing dengan
mempergunakan seekor kuda berlari meninggalkan Benteng Pek
Kiam Po. Wi Lian In kelihatan girang sekali mendengar dia berkata sambil
tertawa. "Jarak dari sini ke gunung Kim Hud san masih ribuan lie lagi
jauhnya, jika di dalam satu hari kita melakukan perjalanan sejauh
dua ratus lie berarti lima hari kemudian haru sampai"
" Kau punya rencana jadi tamunya istana Thian Teh Kong?"".
"Bagaimana bisa dikatakan jadi tamu" tanya Wi Lian In tertegun-Ti Then tersenyum.
"Janyinya si rase bumi Bun Jin Cu masih ada dua puluh hari
lamanya, jikalau kita sampai di sana setengah bulan lebih cepat,
bukankah sama saja jadi tamu istana Thian Teh Kong ?"?"
Wajah Wi Lien In segera berubah menjadi merah padam seperti
kepiting rebus. "Tidak salah, aku sudah lupa kalau perjanyian kita masih ada dua
puluh hari lamanya..."
"Karena itu kita tidak perlu cepat-cepat, berjalan perlahan pun
tidak mengapa." "Tidak sampai lima puluh li satu hari?"" tanya Wi Lian In sambil memandangi wajah Ti Then-
"Jikalau kita melakukan perjalanan selambat itu, kiranya kuda
kita tidak akan sabaran"
"Cepat tidak baik lambat juga tidak baik, lalu kita harus berjalan
secara bagaimana?" "Lebih baik kita cari tempat untuk bermain-main".
Mendengar perkataan itu Wi Lien In menjadi amat girang.
"Bagus sekali, coba kau bilang kita baiknya bermain ke tempat
mana ?" "Bagaimana kalau gunung Kim Tong sam"
senyuman yang menghiasi bibir wi Lian In segera berubah
menjadi senyuman pahit, dengan perasaan amat terkejut dia teriak
tertahan. " Gunung Kim Tong san ?"
" Kenapa?"" tanya Ti Then tersenyum.
Wi Lian In dengan perlahan menarik napas panjang-panjang,
lama sekali baru ujarnya:
" Gunung Kim Teng sen bukanlah tempat kediaman dari si kakek
pemalas Kay Kong Beng".
" Kenapa .?" "Kau mau kegunung Kim Teng san apa mem punyai maksud
lain?" tanya Wi Lian In sambil pandang tajam wajahnya.
"Tidak ada" jawab Ti Then sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku merasa kalau pemandangan di atas gunung Kim Tong san
sangat bagus sekali, aku pingin main-main ke sana."
"Kau kenal tidak dengan si kakek pemalas Kay Kong Beng ?"
"Kenal.. kenal. hanya saja aku tidak punya rencana untuk
mencari dia orang, sesampainya di atas gunung Kim Teng san
asalkan kita tidak mendekati tempat kediamannya perduli apa
sikakek pemalas atau si kakek rajin" .
Agaknya Wi Lian In bisa dibuat paham maksudnya.
" Kalau begitu baiklah, aku mendengar sifatnya si kakek pemalas
Kay Kong Beng sangat aneh, lebih baik kita jangan terlalu mencari
gara-gara dengan dia."
"Kau pernah dengar dari siapa kalau sifatnya si kakek pemalas
Kay Kong Beng sangat aneh?"" tanya Ti Then keheranan-
"Dari Tia, Tia pernah katakan walau pun si kakek pemalas Kay
Kong Beng itu dari aliran lurus tetapi suka menyendiri dan jadi
orang sangat sombong, dia bukanlah seorang manusia yang bisa
diajak bergaul." "Perkataan dari ayahmu itu sedikit pun tidak salah, makanya aku
sendiri pun tidak suka padanya."
"Aku dengar katanya dia berdiam diri di atas puncak paling atas
dari gunung Kim teng san, satu hari satu malam terus menerus
duduk tidak bergerak. apa betul begitu?"
"Tidak salah" jawab Ti Then sambil mengangguk "Karenanya
semua orang memberikan julukan si kakek pemalas kepadanya."
"Kenapa dia berbuat begitu?" tanya Wi Lian In lagi dengan
perasaan heran- "Siapa yang tahu, mungkin seperti apa yang ayahmu katakan
karena sifatnya yang angkuh, sombong dan suka menyendiri itulah"
"Ada orang bilang kepandaian silatnya jauh lebih tinggi dari
kepandaian silat ayahku, kau lihat bagaimana?""
"Aku pun dengar orang-orang lain berkata demikian, padahal
keadaan yang sebenarnya siapa pun tidak tahu"
"Sekali pun boleh di hitung kepandaian silatnya sangat jauh lebih
dari kepandaian silat ayahku, tetapi ayahku adalah seorang cianpwe
yang paling dihormati di dalam Bu lim."
"Perkataanmu sedikit pun tidak salah" sahut Ti Then sambil
mengangguk. "Kepandaian silat nomor satu bukanlah suatu yang
aneh tetapi sifat paling baik dan nomor satu bukanlah suatu yang
luar biasa." Wi Lian In segera tertawa.
"Kau lihat bagaimana dengan sifat dan tindak tanduk Tia?""
"Soal itu sukar untuk dikatakan-"
sekali lagi Wi Lian In tertawa cekikikan-
"Tia adalah seorang pendekar sejati, juga seorang malaikat
dalam kasih sayang, perkataan ini kau setuju tidak?""
"Sangat setuju sekali" Jawab Ti Then sambil mengangguk.
" Waktu itu, ketika aku mendengar kalau Tia pernah menikah
sebelum kawin dengan ibuku di dalam hati aku benar-benar merasa
sangat sedih, kemudian sesudah tahu kalau shu sim Mey telah mati
empat puluh tahun yang lalu, kesedihanku menjadi hilang.."
"Benar, Ayahmu mengawini ibumu sebagai istri yang syah dan
bukannya dijadikan gundik, seharusnya kau tidak punya alasan
untuk bersedih hati"
"Tetapi ternyata Tia merindukan seorang yang sudah mati empat
puluh tahun yang lalu, belasan tahun ini terlalu keterlaluan?"
"Kurasa tidak." sahut Ti Then tersenyum. "orang yang bisa seperti ayahmu sungguh sedikit sekali."
"Karena itulah sesudah aku pikir bolak balik bukan saja aku tidak
menyalahkan Tia, bahkan semakin menghormati dirinya, karena di
dalam dunia ini orang lelaki biasanya suka yang baru dan bosan
dengan yang lama, orang seperti Tia yang tidak melupakan cintanya
yang pertama sungguh sukar ditemui"
"Benar benar" Barulah kali ini Ti Then menganggukkan
kepalanya. Mendadak Wi Lian In tertawa merdu.
"Sedang kau kemungkinan sekali termasuk salah satu dari
sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang." TI
Then menjadi tertawa geli.
"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku jadi orang tidak suka yang
baru dan bosan yang lama?"
"Aku bisa melihatnya"
"Mungkin orang semacam aku ini tidak seperti ayahmu" jawab Ti
Then sambil angkat bahunya. "Tetapi aku percaya aku jadi orang
suka yang baru dan bosan dengan yang lama"
Wi Lian In dengan perlahan menundukkan kepalanya, sambil
tertawa malu ujarnya: "Aku mau buktikan dengan menggunakan
waktu" "Sedikit pun tidak salah" sambung Ti Then dengan cepat. "Waktu adalah sebuah cermin, siapa pun tidak bisa menghindarinya"
Dengan periahan Wi Lian In menoleh ke arah lain, tanyanya tiba-
tiba. "Beritahukan padaku, bilamana Tia mendadak.. mendadak
menghendaki dari. . . kau punya rencana mau berbuat apa?"
Sengaja Ti Then pura-pura tidak paham atas perkataannya itu.
"Mendadak menghendaki apa. ."
Wi Lian In dengan gemas menoleh kembali, sambil tersenyum
malu-malu dia melotot kearah Ti Then,
"Kau jangan pura-pura tolol, aku tak mau bicara lagi."
Sehabis berkata cambuknya segera diayunkan dan dia lantas
melarikan kudanya ke arah depan.
Mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya menuju ke
arah Timur laut sambil melakukan perjalanan mereka tak henti-
hentinya mencari jejaknya Hong Mong Ling, akan tetapi sama sekali
tidak memperoleh hasil. Di dalam sekejap mata saja sembilan hari sudah berlalu dengan
cepat, mereka sudah tiba dipegunungan Kim Teng san.
Jarak antara gunung Kim Teng san menuju ke gunung Kim Hud
san dimana istana Thian Teh Kong terletak masih ada tiga ratus li
jauhnya, walau pun gunung Kim Hud san jauh lebih tinggi dari
gunung Kim Teng san ini, tetapi pemandangannya jauh lebih indah,
sedang kaum pelancong yang mengunjungi gunung ini pun amat
banyak sekali. Mereka berdua segera menitipkan kuda mereka disebuah rumah
petani di bawah gunung, dengan alasan mau melancong ke atas
gunung mereka melanjutkan perjalanannya naik ke gunung dengan
berjalan kaki. Wi Lian In yang sudah pernah mengunjungi berbagai tempat
kenamaan tanpa terasa kini mengerutkan alisnya.
" Gunung Kim Teng san ini jauh berbeda dengan gunung Go bi
kita." Ti Then tertawa. "Apanya yang tidak sama?"" tanyanya
"Yang berbeda adalah digunung Go bi jarang ada orang yang
melancong." "Ha ha ha. .jadi maksudmu kau suka tempat yang tenang?"
tanya Ti Then sambil tertawa terbahak-bahak.
"Benar. tidak seperti digunung ini dimana- mana ada orang yang
berpesiar" "Di sana ada sebuah pohon yang usianya sudah ribuan tahun."
ujar Ti Then kemudian sambil menuding ke depan. "Di bawah pohon
ada goanya, mari aku bawa kau ke sana. ."
Mereka berdua sesudah melihat pohon tua itu segera duduk
beristirahat di bawah pohon itu juga, agaknya Wi Lian In bukanlah
orang yang suka akan ketenangan, baru saja duduk sebentar
mendadak dia sudah bertanya kembali.
"Si kakek pemalas Kay Kong Beng berdiam dimana, jaraknya
masih jauh?" "Tidak terlalu jauh.. jaraknya dari sini mungkin masih ada
puluhan li, kau buat apa bertanya hal ini?"
" Tidak mengapa, aku sedang berpikir satu hari penuh dia duduk
terus di dalam guanya, apa tidak merasa kesepian dan jemu?"
"Di sampingnya masih ada seorang kacung buku yang bisa
menghilangkan perasaan jemunya" jawab Ti Then perlahan.
"Bilamana dia melihat ada orang asing yang ke sana,dia bisa
marah tidak?"" "Hal Ini sih tidak. bilamana kau tidak pergi mengganggu dia dan
kau hanya lewat saja di depannya dia tidak akan memperdulikan
dirimu" " Kalau memangnya demikian, bagaimana kalau kita pergi lihat-
lihat?"" "Bukankah kau tidak ingin mencari gara-gara?" tanya Ti Then
sambil tertawa. "Kita tidak usah mengganggu dia, asalkan lewat saja di depan
guanya sudah cukup, aku belum pernah melihat sendiri bagiamana
wajahnya jagoan nomor satu dari dunia ini."
"Ha ha ha. ." Tt Then tertawa terbahah-bahak. "Dia seperti juga manusia biasa punya dua mata ,satu hidung dan satu mulut."
Mendengar perkataan dari Ti Then ini wi Lian In menjadi agak
gemas.. "Siapa yang bilang dia tidak punya mata hidung dan mulut" aku
hanya pingin melihat wajahnya saja."
"Baiklah, mari ikut aku." ujar Ti Then kemudian sambil bangkit berdiri.
Demikianlah ..mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya
menuju ke tengah gunung. setelah melewati tebing-tebing dan jalan pegunungan sejauh
sepuluh li, di hadapan mereka munculah sebuah puncak gunung
yang amat megah sekali, sambil menuding ke atas puncak tersebut


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ujar Ti Then perlahan. "Di atas puncak itulah tempat kediaman si kakek pemalas itu,
mau naik ke atas?" "Hmm. . ." Walau pun puncak gunung itu kelihatannya amat megah dan
aneh sekali tetapi tidak sukar untuk mendakinya, kedua orang itu
dengan cepat mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya masing-
masing untuk mendaki ke atas, tidak sampai sepertanakan nasi
kemudian mereka sudah tiba di atas puncak tersebut.
Di atas puncak gunung sangat jarang terdapat tumbuh-
tumbuhan yang tumbuh di sana, pemandangannya bebas dan
meluas, baru saja mereka berdua tiba di atas puncak dari kejauhan
sudah melihat goa tempat tinggal si kakek pemalas Kay Kong Beng
itu, bahkan di depan goa masih kelihatan sesosok bayangan
manusia. orang itu. . adalah seorang pemuda, saat ini dia sedang berlutut
menghadap ke dalam gua. Karena jaraknya yang masih jauh mereka berdua tidak bisa
melihat apakah si kakek pemalas Kay Kong Beng ada di dalam goa,
juga tidak bisa melihat dengan jelas siapakah pemuda yang sedang
berlutut di depan goa itu,
Wi Lian In begitu melihat di depan goa tempat tinggal si kakek
pemalas Kay Kong Beng terdapat seorang pemuda yang sedang
berlutut tidak bergerak. tanpa terasa sudah merasa terkejut, ujarnya
dengan suara yang sangat lirih. "Aneh sekali, bukankah orang itu
kacung bukunya?" "Bukan-" jawab Ti Then dengan wajah amat serius. " Kacung bukunya aku pernah bertemu muka dengannya, wajahnya bukan
demikian?"" "Kalau tidak siapa orang itu?" tanya Wi Lian In kurang puas
"Kenapa dia berlutut di hadapan goa tempat tinggal sikakek pemalas
Kay Kong Beng itu?" Ti Then segera terbayang kembali keadaannya setahun yang lalu
dimana dia berlutut di hadapan kakek pemalas Kay Kong Beng ini
mohon diterima sebagai murid, hatinya segera terasa bergolak,
dengan perlahan dia mendengus.
"Aku kira orang itu tentu sedang mohon si kakek pemalas Kay
Kong Beng menerimanya sebagai murid Hmm. sungguh goblok..."
"Bagaimana kau bisa tahu kalau orang itu ingin mengangkat si
kakek pemalas Kay Kong Beng sebagai gurunya?" tanya Wi Van in
dengan perasaan amat terkejut.
"Hanya orang yang mohon diangkat sebagai muridnya saja yang
mau berlutut dengan sangat hormat tanpa bergerak di depan goa
tempat kediamannya itu"
"Bagaimana kau bisa tahu kalau orang itu sudah berlutut sangat
lama sekali di sana?" tanya Wi Lian In kembali.
"Coba kau lihat di atas punggung orang itu sudah terdapat
dedaunan kering yang amat banyak sedang saat ini di atas puncak
sama sekali tidak ada angin, ranting-ranting pohon pun tidak
bergoyang maka aku menduga orang itu tentu sudah berlutut
sangat lama sekali" Dengan perlahan Wi Lian In menganggukkan kepalanya.
"Jikalau orang itu memang datang untuk mengangkat dia sebagai
guru, maka si Kay Kong Beng ini memang sedikit pun tidak punya
perasaan-" Mendengar perkataan dari Wi Lian In ini sekali lagi Ti Then
tertawa dingini "Kecuali dia disebut sebagai si kakek pemalas yang kerjanya
hanya duduk melulu, dia pun memiliki sebuah hati yang amat keras
bagaika baja" "Bilamana dia tidak ingin menerima orang itu sebagai muridnya,
kenapa tidak mau terus terang saja beritahu kepadanya, sebaliknya
menyuruh orang itu berlutut dalam waktu yang amat panjang?"
"Dahulu aku juga pernah datang ke sini mohon dia menerima
diriku sebagai muridnya, dia sepatah kata-kata pun tidak bilang,
hanya pejamkan matanya terus sambil duduk tidak bergerak, Hmm.
." "Ooh. ." seru Wi Lian In sambil pentangkan matanya lebar-lebar.
"Kau. . kau juga pernah mohon mengangkat dia sebagai gurumu?""
"Benar" sahutnya Tt Then mengangguk.
"Hal ini benar terjadi kapan?""
"Dahulu. ." "Sebelum belajar ilmu dari Bu Beng Lojin?"
"Ehmm" Ti Then tidak membuka mulutnya kembali, dia tidak
ingin membicarakan peristiwa yang sudah terjadi waktu yang
lampau, karena bilamana harus menceriterakan urusan yang sudah
lalu maka dia akan menemui kesulitan di dalam menceriterakan asal
usulnya itu. Wi Lian In yang melihat dia tidak mau memberi penjelasan
sejelas-jelasnya segera mengira dia tidak ingin mengingat kembali
peristiwa yang menyedihkan hatinya, karena itu dia pun tidak terlalu
mendesak. sambil menarik ujung bajunya dia berkata: "Bagaimana
kalau kita lihat-lihat di sana?"
"Baik, jika orang itu benar-benar ingin menganggap Kay Kong
Beng sebagai guru, lebih baik cepat-cepat kita nasehatkan padanya
untuk menghilangkan pikiran ini."
Sambil berkata dia segera mulai berjalan menuju ke gua
tersebut. Kurang lebih setelah mereka berjalan delapan sembilan kaki dari
dimana pemuda itu berlutut, dari sana sudah dapat melihat si kakek
pemalas Kay Kong Beng yang ada dalam gua.
selang pada saat ini mendadak si kakek pemalas Kay Kong Beng
mementangkan matanya lebar-lebar, ujarnya dengan dingin.. "Kau
belum pergi?" Usianya kurang lebih sudah mendekati sembilan puluh tahunan,
rambut serta jenggotnya sudah memutih bagaikan perak. Wajahnya
kaku dan sangat berwibawa disertai sifatnya yang dingin kaku. Pada
badannya dia memakai jubah tipis berwarna hijau, mungkin karena
sudah terlalu lama duduk di sana seluruh tubuhnya penuh dengan
debu sehingga keadaannya mirip sekali dengan seorang pengemis.
Pemuda yang berlutut di depan gua ketika mendengar si kakek
pemalas Kay Kong Beng membuka mulutnya terlihatlah seluruh
tubuhnya tergetar dengan amat keras. segera dengan nada
merengek ujarnya. "Hamba mohon kau orang tua mau terima aku sebagai murid,
sejak ini hari walau pun di suruh menjadi anying atau kuda sebagai
pembalasan jasa hamba juga mau"
Ternyata tidak salah, dia memang datang untuk mohon diterima
sebagai murid. Tanpa terasa Ti Then mau pun wi Lian In bersama-sama
menghentikan langkah kakinya, ketika mereka mendengar kalau si
kakek pemalas Kay Kong Beng membuka mulut, hal ini berarti juga
pemuda itu mem punyai harapan, karenanya tidak ingin maju untuk
mengganggu. Tampak si kakek pemalas Kay Kong Beng mengerutkan alisnya
yang sudah memutih, ujarnya dengan suara amat berat.
"Sekali pun kau berlutut seratus tahun lagi juga tidak berguna,
Lohu sejak dulu sudah ambil sumpah tidak akan menerima murid
lagi." Pemuda itu menganggukkan kepalanya berulang kali, dengan
nada memohon ujarnya lagi:
"Hamba mem punyai dendam berdarah yang harus dibalas,
bilamana kau orang tua tidak mau menerima hamba sebagai murid
berarti hamba tidak mem punyai kesempatan lagi untuk membalas
dendam sakit hati ini. ."
"Soal ini tidak ada hubungannya dengan lohu" jawab si kakek
pemalas itu dengan suara amat dingin.
Hampir-hampir pemuda itu dibuat menangis karena cemasnya,
dengan nada isak tangis yang ditahan-tahan mohonnya lagi.
" Hamba mohon kau orang tua mau berbuat baik, asalkan kau
orang tua tidak mau terima aku sebagai murid. lebih . . lebih baik
hamba mati. . mati. . di sini saja."
"Hmmm, setiap orang yang mohon Lohu terima dia sebagai
murid tentu bilang punya dendam sakit hati yang harus dibalas,
Lohu telah bosan terhadap omongan itu"
Pemuda itu tidak bisa menahan isak tangisnya lagi, dengan
melelehkan air matanya, rengeknya lagi.
"Setiap perkataan yang hamba katakan adalah nyata,jlkalau kau
orang tua tidak percaya boleh. . boleh pergi menyelidiki sendiri"
"Tidak perlu periksa lagi" Potong si kakek pemalas cepat "Lohu sama sekali tidak akan percaya kalau Wi Ci To bisa melakukan
pekerjaan yang merugikan orang banyak ini"
Ketika Wi Lian In mendengar bahwa persoalan ini menyangkut
ayahnya tanpa terasa tubuhnya tergetar keras, segera dia siap maju
ke depan untuk menanyai lebih jelas lagi. Ti Then yang melihat
tindak tanduknya ini dengan cepat-cepat mencegah dirinya, ujarnya
setengah berbisik, "Jangan keburu napsu, kita dengar lagi apa yang akan dikatakan-
" Agaknya pemuda itu masih tidak merasakan Ti Then serta Wi
Lian In sudah ada di sampingnya, dengan perasaan yang bergolak
dia angkat tangannya bersumpah.
"Bilamana perkataan dari hamba ada sepatah yang bohong,
biarlah Thian memberikan kematian yang mengerikan kepadaku, Wi
Ci To bajingan tua itu memang benar-benar sudah membunuh mati
ayah ibuku bahkan sudah merampas pusaka keturunanku pedang
pusaka Khang Lu Po Kiam."
-0000000- Ada saat berbicara dia angkat kepalanya, dengan demikian Ti
Then serta Wi Lian In bisa melihat bagian dari wajahnya, begitu
mereka bisa melihat wajahnya tanpa terasa lagi mereka berdua
menjerit kaget. Dialah sinaga mega Hong Mong Ling adanya.
Ternyata dia sudah lari ke atas gunung Kim Teng san untuk
omong sembarangan di hadapan sikakek pemalas Kay Kong Beng.
Wi Lian In merasa terkejut, gusar juga girang dia mana bisa
bersabar lebih lama lagi, sambil membentak nyaring dengan cepat
tangannya mencabut keluar pedangnya dan menubruk kearahnya.
Hong Mong Ling yang mendengar secara tiba-tiba dari belakang
badannya muncul suara bentakan nyaring dengan cepat dia
menoleh ke belakang, tetapi begitu dilihatnya mereka adalah Wi
Lian In serta Ti Then saking terkejutnya dia menjerit keras, hampir-
hampir sukmanya ikut melayang saking takutnya, sambil menjerit
ngeri dia melayang dan melarikan diri menuju ke samping kanan
dari gua tersebut. "Bangsat kau mau lari kemana". Bentak Wi Lian In dengan amat
gusar. Tubuhnya dengan cepat menubruk melakukan pengejaran
dengan amat cepatnya. Ti Then pun ikut menyusul dari belakang, tubuhnya bagaikan
seekor kuda terbang, di dalam sekejap mata saja sudah melampaui
diri Wi Lian In dan berada kurang lebih empat kaki di belakang
Hong Mong Ling. Tetapi pada saat itulah Hong Mong Ling sudah
berada di pinggiran puncak. dengan gugupnya dia tanpa memilih
jalan lagi sudah meloncat turun dari atas puncak tersebut.
Ti Then yang tidak tahu keadaan dari puncak itu ketika
dilihatnya dia meloncat turun dia pun ikut meloncat juga.
Tetapi begitu dia sudah meloncat turun segera terlihatlah
keadaan dari puncak itu tanpa terasa dia sudah menarik napas
dingin, diam-diam pikirnya dtngan perasaan terkejut. "Bangsat cilik kau sungguh-sungguh tidak ingin nyawamu lagi"
Kiranya di bawah puncak itu adalah sebuah tebing yang amat
curam. jaraknya dengan punggung puncak itu ada dua puluh kaki
lebih, sedang ditengahnya sama sekali tidak terdapat pohon yang
bisa menghambat daya luncur tersebut, karenanya bila meloncat
turun dari sana berarti juga melakukan bunuh diri.
Sedang keadaan dari Hong Mong Ling saat ini seperti juga
sebuah bintang yang rontok dengan cepatnya meluncur terus
kearah bawah. Ti Then yang berada di dalam keadaan terkejut itu tiba-tiba
melihat tubuh Hong Mong Ling yang meluncur dengan cepatnya ke
bawah itu mendadak mencabut keluar pedangnya. pada saat dia
berhasil mencabut keluar pedangnya itulah tubuhnya sudah berada
kurang lebih satu kaki dari permukaan tanah. "Triing. . "
Terdengar suara ujung pedang yang mengenai tanah kemudian
disusul dengan suara benturan yang amat keras, seluruh tubuh
Hong Mong Ling dengan amat beratnya terlempar jatuh ke atas
permukaan tanah. Mungkin karena dia menggunakan pedangnya terlebih dulu untuk
menyentuh tanah sehingga bisa membuang sebagian besar dari
Suling Emas Dan Naga Siluman 26 Duri Bunga Ju Karya Gu Long Peristiwa Merah Salju 10
^