Pencarian

Pendekar Patung Emas 7

Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Bagian 7


dimiliki bukan saja sangat tinggi sukar diukur bahkan gemar
memelihara bermacam macam ular yang berbisa, dimana saja dia
pergi kawanan ularnya tentu dibawa serta sehingga begitu bertemu
dengan musuh tangguh segera dia akan perintahkan ular-ular
beracunnya menyerang pihak musuhnya itu, karena itulah di dalam
kalangan Bu lim dia terkenal sebagai seorang iblis yang paling
ditakuti oleh setiap orang.
Dia .. . secara mendadak kenapa bisa munculkan dirinya di sini ?"
siapa orang yang berjalan sama sama dengan dia itu ?" Dengan
sendirian dia pergi kekota Hoa Koa san.
Beberapa pertanyaan ini bagaikan kilat cepatnya berkelebat di
dalam benak Ti Then, dengan tanpa disadari lagi pikirannya teringat
kembali orang yang membunuh mati si Malaikat halilintar Khie
Ciauw kemudian menculik pergi Wi Lian In, apakah orang itu
kemungkinan sekali perbuatan dari ini majikan ular Yu Toa Hay"
semangatnya menjadi bangkit kembali, sesudah dilihatnya bayangan
tubuh majikan ular Yu Toa Hay hilang dari pandangan barulah
dengan perlahan lahan dia bangkit, setelah melingkari beberapa
lingkaran bukit itu barulah dia berjalan menaiki bukit kecil tersebut.
Di atas bukit itu muncul suatu hutan bambu yang sangat lebat
sekali. Dia dengan tenangnya menaiki bukit itu kemudian berjalan
masuk ke dalam hutan bambu, selangkah demi selangkah maju ke
depan dengan perlahan sekali.
Baru saja berjalan beberapa kaki mendadak dari empat penjuru
terdengarlah suara desisan ular yang sangat ramai sekali, dengan
cepat dia tundukan kepalanya memandang terlihatlah ada berpuluh
puluh ular beracun sedang menyusup kearahnya dengan sangat
cepat sekali. Ular itu adalah ular berekor hijau yang sangat beracun sekali.
Ti Then menjadi sangat terkejut sekali, dia tahu dugaannya kalau
orang itu tidak lain adalah majikan ular Yu Toa Hay sedikit pun tidak
salah, segera tubuhnya melayang ke atas ujung bambu
menghindarkan diri dari serangan kawanan ular beracun itu,
kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
melanjutkan berjalan kearah depan.
Agaknya Majikan ular Yu Toa Hay itu sudah membentuk barisan
ular disekeliling bukit itu, semakin berjalan ke depan ular-ular
beracun yang terlihat pun semakin banyak. Ular-ular itu dengan
bebasnya bergerak dan menyusup diantara hutan bambu itu cukup
sekali pandang saja bisa menduga jumlahnya di atas ratusan ekor.
Diantara ular-ular beracun itu ada beberapa ekor merupakan ular
Pek tok coa yang agaknya pernah mendapatkan latihan khusus,
begitu melihat Ti Then berjalan diantara ujung-ujung bambu
ternyata dengan cepat mengejar di belakangnya, lidahnya dijilat-jilat
keluar agaknya hendak menerkam mangsanya.
Dengan tergesa-gesa Ti Then mencabut keluar pedangnya untuk
melindungi badannya, berjalan puluhan kaki lagi mendadak dari
tengah hutan bambu itu berkumandang keluar suara jeritan keras
dari seorang gadis sambil ujarnya.
"Bangsat tua, aku harus bicara bagaimana hingga kamu orang
mau percaya?" Mendengar suara itu Ti Then menjadi terkejut, karena suara itu
tidak lain berasal dari suara Wi Lian In.
Dalam keadaan yang sangat girang diam-diam pikir Ti Then
dalam hati: "Oooh Thian terima kasih atas bantuanmu, akhirnya aku
dapatkan dia kembali. Tapi entah siapakah bangsat tua itu . . ."
Ketika dia berpikir sampai di situ terdengar suatu suara yang
sangat tua dan serak menyahut dengan gusar.
"Jangan berteriak lagi, tidak perduli kamu orang mau bicara apa
pun Lohu tidak akan percaya."
"Hmmm..." terdengar suara dengusan yang sangat dingin dari Wi
Lian In. "Aku beritahu padamu, kepandaian silat dia tidak di bawah
kepandaian ayahku, jika nanti dia datang kalian tidak lebih hanya
ada satu jalan kematian saja yang bakal kalian terima."
"He he he he kepandaian silatnya memang sangat tinggi sekali,
tapi.. .jika dia tidak mau serahkan itu kitab pusaka Ie cia Keng
kepada kami. Hm hmm.. yang menemui kematian ini hari bukan kita
tapi dia." Wi Lian In tertawa dingin tak henti-hentinya:
"Kamu kira kalau bisa bekerja sama dengan bangsat tua she Yu
itu lalu bisa berhasil bunuh mati dia"Hmmm jangan mimpi disiang
hari bolong." "Sekali pun tidak bisa." sahut kakek tua itu sambil tertawa
terbahak bahak "tapi kita masih punya satu senyata ampuh, heee
heee ..." "Senyata ampuh macam apa?"
"Barisan selaksa ular..."
"Aaaah..." "Majikan ular sudah atur barisan selaksa ularnya disekeliling bukit ini, nanti jika bangsat cilik Ti Then masuk ke dalam barisan asalkan
dia tidak mau serahkan itu kitab pusaka Ie cin Keng kepada kami....
Hmmm, cukup majikan ular meniup serulingnya maka walau pun
kepandaian silat yang dimilikinya sangat tinggi tetap akan berubah
menjadi tulang-tulang putih yang bertumpuk di sini."
Agaknya Wi Lian In dibuat ketakutan oleh perkataannya ini
sehingga tidak mengucapkan kata-kata lagi.
Ti Then yang bersembunyi diujung bambu begitu mendengar
Barisan selaksa Ular.... tiga kata tidak tertahan lagi hatinya terasa
bergidik, diam-diam pikirnya:
"Untung itu majikan ular sudah pergi kekota cari aku, kalau tidak
asaikan dia menggerakkan barisan selaksa ularnya ini. Haai.... entah
bagaimana jadinya" Ti Then tidak berani berlaku ayal lagi, pedang panjang
ditangannya segera digerakkan.. "Sreeet...." dengan satu kali
tebasan dia memutuskan beberapa batang bambu yang lembut
kemudian dengan sangat ringan melayang beberapa kaki dari
tempat semula. Ditengah suara bentakan yang sangat keras sesosok bayangan
manusia dengan kecepatan yang luar biasa menerjang datang dari
tengah sebuah hutan bambu kira-kira tujuh kaki dari tempatnya
berdiri sekarang ini. Orang ini merupakan seorang kakek tua yang usianya juga
berada di atas enam puluh tahunan, pada tubuhnya memakai
pakaian berwarna abu-abu, pada tangannya mencekal sebuah
tongkat besi yang berat, satu satunya ciri yang berbeda dengan
majikan ular adalah dia merupakan seorang kakek jelek yang
bongkok badannya bahkan kepalanya kecil mulutnya pun kecil.
Bentuknya mirip sekali dengan seekor kura-kura yang sedang berdiri
Dengan kecepatan yang luar biasa dia meloncat naik ke atas
ujung bambu, tongkat besinya disilangkan di depan dadanya
melindungi tubuh matanya dengan tajam memeriksa keadaan
disekeliling tempat itu tapi begitu dilihatnya ditempat itu tidak
terdapat sesosok bayangan manusia pun tidak terasa air mukanya
berubah tertegun, gumamnya seorang diri
"Urusan aneh, urusan aneh, apa mungkin ular-ular beracun dari
Yu beng sedang berkelahi?"?"
Kiranya sewaktu dia meloncat naik ke ujung bambu, Ti Then
dengan meminyam kesempatan ini sudah meloncat turun ke
permukaan tanah, karenanya dia hanya melihat beberapa batang
bambu sedang bergoyang dengan tidak henti-hentinya.
Begitu Ti Then mencapai pada permukaan tanah dengan
menggunakan kecepatan yang paling luar biasa berkelebat kearah di
mana Wi Lian In berada. Di bawah hutan bambu itu sebetulnya terdapat banyak sekali
ular-ular beracun yang bergerak, tapi dikarenakan gerakannya yang
terlalu cepat maka tidak ada seekor ular pun yang berhasil
menggigit badannya, bahkan diantara ular-ular itu ada beberapa
yang berhasil diinyak sampai mati.
Sebaliknya dikarenakan gerakannya yang terlalu cepat, suara
yang dikeluarkan dari sambaran angin yang mengenai bajunya pun
semakin keras, kakek tua bongkok yang berdiri di atas ujung bambu
segera merasakan akan hal ini, sambil membentak keras tubuhnya
dengan cepat menubruk kearahnya-
Pedang panjang Ti Then sekali lagi membabat putus bambu-
bambu kecil di depannya sehingga bambu itu rubuh kearah kakek
tua itu, di dalam sekejap saja tubuhnya sudah menubruk hingga
depan wi Lian In. Saat ini sepasang tangan Wi Lian In diikat ke belakang dan
duduk bersandar di bawah batang bambu yang besar, begitu
dilihatnya Ti Then muncul di sana saking girangnya dia berteriak:
"Ti Toako cepat tolong aku"
Baru saja Ti Then mengangkat tubuhnya bangun mendadak
segulung angin serangan yang sangat santar menyerang
punggungnya dengan amat dahsyat, terpaksa dia melepaskan
kembali tubuh Wi Lian In, tubuhnya diputar pedang panjangnya
dengan hebat menusuk ke depan. "Triiing.."
Pedang panjangnya sekali lagi terbentur dengan tongkat besi
kakek bongkok itu sehingga percikan bunga api berkelebat
memenuhi angkasa. Tubuh kakek bongkok itu seperti terkena serangan berat,
tubuhnya yang semula menubruk ke depan seketika itu juga rubuh
terjengkang ke belakang. Tapi tubuhnya memang sangat lincah dan gesit sekali, dengan
cepat dia bersalto beberapa kali ditengah udara kemudian dengan
sangat ringan melayang turun ke permukaan tanah.
Ti Then tidak ambil kesempatan itu menyerang kembali, dengan
melintangkan pedangnya di depan dada dia berdiri di depan wi Lian
In, tanyanya dengan perlahan. "Nona Wi, siapa kura-kura tua ini ?""
Saat itu Wi Lian In merasa sangat girang bercampur tegang,
sahutnya dengan tergesa segera:
"Omonganmu tidak salah, dia memang seorang kura-kura tua ...
bernama Kui su atau Kakek kura-kura Phu Tong seng."
Diam-diam Ti Then menarik napas panjang, sambil memandang
tajam kearah kakek Kura-Kura itu ujarnya dengan dingin.
"Kiranya kamu adalah itu kakek Kura-Kura Phu Tong seng,
selamat bertemu, selamat bertemu. ."
Kedudukan kakek kura-kura Phu Tong seng ini di dalam kalangan
hek to tidak di bawah Majikan ular Yu Toa Hay, dia pun merupakan
seorang manusia bahaya yang punya sifat ganas dan sangat kejam,
di dalam dunia kangouw dia bersama dengan Majikan ular Yu Toa
Hay disebut sebagai Bulim Ji Koay atau dua manusia aneh dalam Bu
lim. Di dalam Bu lim masih ada satu perkataan lagi yang sangat
terkenal sekali yaitu. " Lebih baik bertemu Majikan ular daripada
bertemu Kakek kura kura.... karena begitu Kura-Kura menggigit
manusia tidak akan melepaskannya kembali begitu juga dengan
sifatnya, kecuali orang yang bertemu dengan dia memiliki
kepandaian silat yang lebih tinggi dari dirinya, kalau tidak orang
yang berani mengusik dirinya jangan harap nyawanya bisa selamat.
Sejak lama Ti Then sudah mendengar nama besarnya ini, dalam
hati diam-diam merasa sangat girang dan untung sekali karena jika
bukannya Majikan patung emas sudah menurunkan ilmu silatnya
yang sangat lihay jika sampai bertemu dengan manusia jahanam
yang demikian ganasnya sekali pun pingin mengundurkan diri belum
tentu bisa terlaksana dengan sangat mudah.
Tetapi sekarang pihak yang merasa takut adalah kakek Kura-Kura
Phu Tong seng. Sewaktu tongkat besinya tadi bentrok dengan pedang panjang Ti
Then, secara diam-diam dia sudah mengerahkan tenaganya sebesar
tujuh bagian tapi malah tergeser mundur sejauh satu kaki oleh
tenaga pantulan yang dilancarkan Ti Then, peristiwa ini merupakan
satu peristiwa hebat yang untuk pertama kalinya dirasakan sejak dia
menerjunkan dirinya ke dalam dunia kangouw.
Dengan air muka yang penuh perasaan kaget bercampur ragu,
dia memandang melotot kearah Ti Then, beberapa saat kemudian
barulah ujarnya dengan perlahan: "Hei bangsat cilik. Kamu orang
sudah bunuh mati Majikan ular Yu Toa Hay ?"?"
"Belum" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.
Agaknya kakek Kura-Kura Phu Tong seng sama sekali tidak bisa
terpikirkan bagaimana Ti Then bisa tiba ditempat itu sedemikian
cepatnya, karenanya tanyanya lagi: "Kalau begitu dia berada
dimana?" Ti Then tersenyum.
"Bukankah dia pergi kekota Ho Kiang sian cari aku?"
"Ooh .... kiranya kau menemukan tempat ini dengan sendirinya,
bagaimana kamu bisa tahu kalau kami berada di sini?"
" Itu Malaikat halilintar Khie Ciauw yang beritahu padaku."
"Apa?" ujar kakek Kura-Kura setengah melengak. "Dia belum mati?"
"Sudah mati sangat lama."
Kakek kura-kura itu melengak lagi: "Tadi kamu bilang . ."
"Tidak salah. ." sambung Ti Then dengan cepat. "Sewaktu aku mencari dia di dalam kelenteng tanah itu dia sudah binasa."
Semakin mendengar perkataan Ti Then ini si kakek kura-kura
semakin menjadi bingung, ujarnya.
"Kalau memangnya begitu, bagaimana dia bisa beritahu padamu
kalau kami berada di sini?""
"Sukmanya belum buyar, karena merasa benci kepada kalian, dia
sudah munculkan dirinya kembali untuk beritahukan tempat
persembunyian kalian kepadaku."
"Omong kosong" Bentak kakek kura-kura itu, sedang air
mukanya berubah sangat hebat. "Selama hidup lohu bunuh orang
sampai tidak bisa dihitung jumlahnya, tapi sekali pun belum pernah
melihat sukma orang mati bisa muncul lagi. ."
"He he he he... kali ini dia munculkan diri untuk beritahu padaku
tempat persembunyian kalian, hal ini membuktikan kalau kejahatan
yang kalian kerjakan sudah terlalu banyak, sehingga saat kematian
kalian sudah hampir tiba." sehabis berkata dia angkat pedangnya
mendesak kearahnya. Kakek kura-kura itu segera merendahkan tubuhnya memperkuat
kuda-kudanya, sambil tertawa terkekeh kekeh ujarnya:
"Hee heee ...- jangan keburu senang dulu, belum tentu siapa
yang akan binasa hari ini, coba kamu lihat ular-ular beracun yang
berada di atas tanah itu, Heee heee... mereka bisa menghabiskan
badan seorang manusia hidup-hidup."
Tak henti-hentinya Ti Then terus mendesak ke arahnya, sambil
tersenyum-senyum sahutnya.
"Tentang hal ini aku bisa percaya, tapi itu majikannya ular-ular
tidak berada di sini, tanpa ada seruling iblisnya ular-ular beracun ini
tidak akan menyerang orang."
Mendadak kakek kura-kura itu melayang sejauh beberapa kaki
dari tempat semula dan berdiri di atas ujung bambu, dari dalam
sakunya dia mengambil keluar sebuah seruling bambu, ujarnya
sambil tertawa lebar. "Coba kamu lihat, barang apa ini"
Ti Then menjadi tertegun begitu melihat seruling itu, tanyanya
cepat. "Barang itukah seruling iblis dari majikan ular?"
"Tidak salah." "Bagaimana Majikan Ular bisa serahkan seruling iblisnya
kepadamu?" "Dia takut ada orang orang Bu lim lainnya yang datang merebut
budak itu sehingga dia atur barisan selaksa ular ini kemudian


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serahkan seruling iblisnya kepada lohu." Berbicara sampai di sini dia melintangkan serulingnya di bawah bibirnya siap ditiupnya.
"Kamu orang sungguh teramat bodoh" ujar Ti Then sambil
tersenyum senyum. " Hanya ular-ular berbisa seperti itu mana bisa
lukai aku orang ?""
"Hmmm.. hmmm.. mungkin tidak bisa lukai kamu orang, tapi
budak itu tak mungkin bisa lolos dari bencana ini"
"Tahukah kamu dia adalah putri dari Pek Kiam Pocu ?"?"
"Tahu.." "Kamu orang mengandalkan apa sehingga tidak takut padu Wi
Pocu?" "Hee heeee....."sahut kakek kura-kura itu sambil tertawa dingin.
"Asalkan lohu dengan Majikan ular berhasil memperoleh kitab
pusaka Ie Cin Keng itu tidak sampai butuhkan waktu satu tahun
tentu sudah berhasil melatih suatu ilmu silat yang sangat dahsyat
sekali, saat itu jangan dikata Wi Ci To sekali pun si kakek Pemalas
Kay Kong Beng kami juga tidak akan takut."
"Jangan mimpi yang muluk muluk, pikir dulu urusan yang berada
di depan matamu sekarang. Kamu orang tidak mungkin bisa
loloskan diri dari pedang naga emasnya Wi Pocu ... coba kamu toleh
ke belakang lihat siapa yang sudah datang itu?"
Kakek kura-kura itu berubah sangat hebat sekali wajahnya, dia
mengira Wi Ci To sungguh-sungguh sudah menyusup hingga
belakang tubuhnya, dengan cepat kepalanya ditoleh ke belakang
untuk melihat sedang tongkat besinya bersamaan waktunya
menyambar kearah belakang.
Tetapi dengan cepat dia sudah merasa kalau dia terkena
pancingan pihak musuhnya, ketika dia sadar kembali saat itu Ti
Then dengan mengacungkan pedang panjangnya sudah menubruk
datang ke depan tubuhnya.
Kakek kura-kura sebagai seorang jago di dalam kalangan Hek to
yang memiliki kepandaian sangat tinggi, saat ini tidak menjadi
gugup dengan cepat dia merasa kalau di belakangnya ada orang
yang sedang menyerang kearahnya dengan cepat tubuhnya
berputar, tongkat besi ditangannya dengan tidak mengubah jurus
serangannya. "sreeet ..." dengan santarnya menyapu tubuh Ti
Then. Ti Then dengan cepat mengerahkan tenaga murni ketangannya,
pedangnya dengan cepat menyambut datangnya serangan itu.
"Criiing .. ." pedang serta tongkat besi sekali lagi terbentur satu sama lainnya, kedua orang itu agaknya sudah mendapatkan getaran
yang sangat keras sekali, tubuh kakek kura-kura melayang kearah
sebelah kanan sedang tubuh Ti Then terpental kearah sebelah kiri,
begitu mencapai permukaan tanah masing-masing mundur lagi
beberapa langkah ke belakang.
Ular-ular beracun yang berada disekeliling tempat itu menjadi
sangat terkejut, untuk beberapa saat lamanya mereka tidak bisa
membedakan yang mana musuhnya yang mana kawannya,
bersamaan waktunya mematuk kearah dua orang itu.
Kakek kura-kura dengan gusarnya memaki, tongkat besinya
dengan cepat menyapu menyingkirkan ular-ular beracun itu,
kemudian tubuhnya meloncat ke atas melayang ketempat kejauhan.
Dia punya niat untuk lari ketempat agak kejauhan dari sana
kemudian meniup seruling iblisnya untuk memerintahkan ular-ular
beracun itu menyerang kearah Ti Then beserta Wi Lian in, karena
hanya menghindarkan diri dari Ti Then sejauh mungkin dia baru
punya kesempatan untuk membunyikan seruling iblis tersebut.
Ti Then mana mau membiarkan dia meniup seruling iblis itu,
sambil membentak keras, ujung kakinya dengan cepat menutul
permukaan tanah mengejar kearahnya.
Gerakannya kali ini seperti anak panah yang terlepas dari
busurnya, di dalam sekejap saja sudah mengejar dekat tubuh kakek
kura kura itu, pedang panjangnya segera digetarkan mengancam
punggung kakek kura kura tersebut.
Kakek kura kura begitu melihat kesempatan untuk melarikan diri
digagalkan kembali oleh Ti Then hatinya menjadi teramat gusar,
dengan cepat dia putar tubuhnya menyambut datangnya serangan
tersebut. Demikianlah satu muda yang lain tua dengan dahsyatnya
bertempur ditengah hutan bambu itu.
Karena ular beracun yang berada di dalam hutan bambu itu
semakin lama semakin banyak-maka kedua orang itu sambil
bertempur sembari berjaga jaga terhadap serangan ular ular
beracun itu, situasinya dengan sendirnya semakin bahaya lagi.
Setelah lewat kurang lebih tiga puluh jurus lebih makin lama
kakek kura kura itu terdesak hingga berada di bawah angin, tapi
bagaimana pun juga dia mem punyai pengalaman yang sangat luas
di dalam dunia kangouw begitu melihat dirinya sukar untuk merebut
kemenangan, dia tidak mau meneruskan pertempuran itu, tubuhnya
mendadak meloncat ketengah udara kemudian berjumpalitan dan
melayang ke atas ujung bambu, dari sana dengan kecepatan yang
luar biasa melarikan diri
Dengan cepat Ti Then meloncat ke atas mengejar, bentaknya
dengan keras- "Hey kura-kura tua tinggalkan seruling iblis itu, kalau tidak
hmm.... hmmm... .jangan coba coba melarikan diri"
Kakek kura kura itu pura pura tidak mendengar, tubuhnya
bagaikan terbang cepatnya meloncat dan melayang kearah depan.
Ti Then menjadi teramat gusar, bentaknya lagi. "Baiklah. aku harus
bunuh kamu kura-kura tua agaknya."
Baru saja dia siap dari mengejar ke arahnya mendadak dari
dalam hutan terdengar suara jeritan kaget dari Wi Lian In.
"Aduh .... Ti Toako cepat kemari, ada seekor ular berbisa
merambat kemari. ." Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi sangat terkejut sekali,
tanpa perduli kakek kura kura itu lagi dengan cepat putar tubuh
berkelebat kearah dimana Wi Lian In berada, terlihatlah seekor ular
beracun yang sangat besar sedang merambat mendekati tubuh Wi
Lian In, lidahnya dijulur-julurkan ke depan siap menggigit
mangsanya, dengan cepat tubuhnya melayang ke depan sedang
pedang panjangnya disambar dengan hebatnya.
"Sreeett" kepala ular itu segera tertabas hingga lepas dari
tubuhnya, sedang tubuh ular itu segera melingkar dan rubuh tidak
berkutik lagi. Setelah itu barulah Ti Then memutuskan tali-tali pengikat
tubuhnya, dengan cemas tanyanya:
"Mereka menotok jalan darahmu tidak ?""
"Benar" sahutnya perlahan, " Kura- kura tua itu menotok jalan darah .., Aduh, awas belakangmu."
Pedang panjang Ti Then dengan cepat membabat ke belakang,
seekor ular beracun segera menggeletak tidak bernyawa lagi
tanyanya kemudian: "Jalan darah apa yang sudah tertotok?""
"Jalan darah kaku"
Telapak tangan Ti Then dengan cepat menepuk kearah
pinggangnya, kemudian menarik dia berdiri
"Cepat jalan, kura-kura tua itu mau meniup seruling iblisnya."
Perkataannya baru saja diucapkan, dari tempat kejauhan
terdengarlah suara irama seruling yang ditiup secara samar samar
berkumandang kemari. Semula irama dari seruling itu halus dan enak didengar, tapi lama
kelamaan bertambah cepat sehingga akhirnya cepat sekali bagaikan
sedang mengirim perintah untuk melancarkan serangan.
Suara irama seruling itu kini berubah menjadi tinggi melengking
memekikkan telinga, ular-ular beracun yang berada di tengah hutan
bambu itu kelihatan mulai mengangkat kepalanya masing-masing,
bagaikan bergeraknya berjuta juta ekor kuda mereka bersama-sama
bergerak maju ke depan. Ular ular beracun yang semula rebah di sekeliling tubuh Wi Lian
In pun seketika itu juga bagaikan kilat cepatnya menyusup dan
menerjang ke depan dengan dahsyatnya.
Pedang panjang Ti Then segera diputar sedemikian rupa
membunuh mati ular ular beracun yang mendekati kearahnya,
teriaknya dengan keras. " Cepat lari... cepat lari..."
Wi Lian In yang diteriaki seperti itu saking cemasnya hampir
hampir menangis dibuatnya.
"Tidak bisa." Teriaknya keras. "Darah di dalam badanku belum lancar kembali, aku tidak bisa lari."
Ti Then tidak bisa berbuat apa apa lagi, terpaksa dia ulur
tangannya memeluk pinggangnya yang langsing kecil menggiurkan
itu, tubuhnya dengan cepat menyejak tanah dan melayang ke atas
ujung bambu. Walau pun ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sangat
tinggi tetapi untuk bergerak dan melayang terus di atas ujung
bambu sambil menggendong sesosok tubuh manusia tidak mungkin
bisa bertahan lama, dengan paksakan diri sesudah melayang sejauh
tiga empat kaki jauhnya tubuhnya sekali lagi tertekan ke bawah.
Tubuhnya belum saja melayang mencapai permukaan tanah ada
berpuluh puluh ekor ular beracun segera menerjang datang dengan
cepatnya. Saking terkejutnya Wi Lian In menjerit keras dan menutup
matanya tidak berani melihat lagi, dia mengira kali ini kematiannya
sudah menjelang datang, pada saat dia memejamkan matanya
itulah pada telinganya terdengar suara samberan angin pedang
yang sangat keras, tubuhnya sekali lagi dibawa melayang ke atas-
Kiranya sesudah Ti Then membunuh mati berpuluh-puluh ekor
ular beracun itu sekali lagi dia menggendong badan Wi Lian In ke
atas ujung bambu. Tapi sesudah menerjang kurang lebih tiga empat kaki lagi,
tenaga murninya buyar kembali sehingga tubuhnya tanpa bisa
ditahan melayang ke bawah lagi.
Kali ini ular-ular beracun yang menyerang kearahnya semakin
banyak, dari jumlahnya yang tadi bagaikan kilat cepatnya ular-ular
itu menyusup datang dari empat penjuru.
Pedang Ti Then diputar bagaikan naga sakti melindungi seluruh
tubuhnya, satu demi satu dia bunuh habis berpuluh puluh ekor ular
beracun itu, siapa tahu baru saja tubuhnya mau meloncat naik
untuk ketiga kalinya mendadak kaki sebelah kirinya terasa sangat
sakit, hatinya menjadi sangat terkejut, ujarnya dengan perlahan:
"Nona Wi, kamu bisa lari sendiri belum saat ini ?"?"
"Mungkin sudah bisa."
Ti Then segera meletakkan dirinya ke atas tanah, kemudian
menyerahkan pedang panjang itu ketangannya, sambil menunjuk
kearah sebelah barat ujarnya.
"Lari ke sebelah sana, sesudah lari kurang lebih dua puluh kaki
jauhnya kamu sudah lolos dari bahaya ini."
"Kamu?" " tanya Wi Lian In melengak.
"Sudah tentu aku juga akan lari."
"Oooh..." Dengan cepat dia meloncat ke depan melewati kurang lebih tiga
kaki tingginya setelah tubuhnya melayang turun kepermukaan tanah
pedang panjangnya tak henti-hentinya digerakkan membunuh ular-
ular beracun itu, sekali lagi badannya melayang setindak demi
setindak, sedepa demi sedepa dilaluinya dengan cepat.
Ti Then yang kini sudah bebas dari beban yang berat segera
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dengan sangat ringan
melayang pada ujung bambu itu, dengan kencangnya dia mengikuti
di belakangnya tubuh Wi Liau In. Tapi sesudah melewati kurang
lebih puluhan kaki jauhnya mendadak terasa olehnya kaki kirinya
semakin lama semakin kaku, semakin lama semakin tidak mau ikuti
perintahnya lagi. Dia tahu jika dia tidak cepat-cepat melarikan diri
dari tempat itu kemudian menutup jalan darah kakinya sehinggi
racun tersebut tidak sampai menyerang jantungnya, maka dirinya
tentu akan terbinasa tubuhnya segera meloncat ke depan lagi
semakin cepat, dengan sekuat tenaga dia lari ke depan dan
melewati badan Wi Lian In yang jauh berada di depan badannya itu.
Di dalam sekejap mata dia sudah berhasil menerjang keluar dari
hutan bambu itu dan menuruni bukit tersebut, saat ini seluruh kaki
kirinya sudah kehilangan rasa baru saja dia melayang turun dari
ujung bambu tubuhna tidak sanggup berdiri lagi, tidak am pun lagi
tubuhnya terjengkang ke belakang dan rubuh berguling di atas
tanah. Wi Lian In yang baru saja melayang keluar dari hutan bambu
begitu melihat Ti Then terguling jatuh dari atas bukit itu menjadi
sangat terkejut, teriaknya: "Ti kauw tauw, kau kenapa ?""
Bukit kecil itu tidak terlalu curam sehingga kecepatan
bergulingnya tubuh Ti Then pun tidak begitu cepat, sambil
berteriak Wi Lian In sembari mengejar ke bawah, pada jarak kurang
lebih satu kaki dari permukaan tanah di bawah bukit Wi Lian In
berhasil mengejar sampai dan menarik tubuhnya ke atas-
Seluruh wajah Ti Then kotor oleh pasir dan debu akibat
gelindingan tadi, tapi kesadarannya masih tetap normal ujarnya
segera dengan cepat: "Kaki kiriku digigit ular beracun itu, cepat kau totok seluruh jalan darah pada kakiku itu" cepat- ."
Wi Lian In tidak berani berlaku ayal lagi, jari tangannya dengan
cepat bergerak menotok seluruh jalan darah pada kakinya,
kemudian dengan cemas tanyanya: "Bagaimana baiknya ?"
"Tidak mengapa, meminyam kesempatan kura-kura tua itu tidak
mengetahui, cepat kau bimbing aku meninggalkan tempat ini."
Wi Lian In segera memasukkan pedang panjang itu ke dalam
sarungnya, ujarnya: "Biar aku bopong kamu lari dari sini...."
Jilid 10.2 : Majikan Ular & Kakek Kura-kura
Dengan tidak banyak omong lagi, dia sebera mengangkat dan
menggendong tubuh Ti Then lari dari tempat itu
"Cepat lari ke belakang gundukan tanah diseberang sana."
Wi Lian In dengan menggendong tubuh Ti Then dengan
cepatnya lari ke depan, sesudah melewati jalan raya dan lari lagi
beberapa ratus tindak sanpailah disebuah bukit dengan hutan
bambu yang sangat rapat- Dengan cepat-cepat dia menerobos ke
dalam hutan bambu itu. "Sudah cukup," ujar Ti Then lagi.
"Sekarang coba lihat apakah kura-kura tua itu mengejar kemari
atau tidak." Terpaksa Wi Lian in meletakkan tubuh Ti Then ke atas tanah dan
balik keluar dari hutan bambu itu, dari tempat kejauhan terlihatlah
sesosok bayangan manusia dengan cepatnya sedang melayang
keluar dari bukit sebelah sana, dia tahu tentunya si kakek kura-kura
Phu Tong seng sedang lari mendatang. Tanpa banyak pikir lagi dia
putar tubuh lari kembali ke dalam hutan bambu itu sekali lagi
mengendong tubuh Ti Then dan lari meninggalkan hutan tersebut.
"Dia mengejar kemari?" tanya Ti Then dengan cemas.
"Benar." "Kau bisa menangkan dia ?"?"
"Tidak tahu" sahut Wi Lian In sambil gelengkan kepalanya. "Kau mau suruh aku turun tangan melawan dia?"-
"Tentang hal ini harus melihat kau punya pegangan untuk
menangkan dia atau tidak" Kalau kau merasa punya pagangan
yang kuat bisa nenangkan dia boleh juga kita berhenti untuk
bertempur lawan dirinya..."
"Tidak." potong wi Lian In dengan cepat. "Kita harus berusaha punahkan racun yang bersarang dikakimu dulu."
" Untuk sementara kaki pun tidak mengapa."
"Sekali pun begitu tapi hatiku tidak tenang."
Dengan kencangnya dia menggendong tubuh Ti Then berlari
keluar dari hutan bambu itu, sesudah melewati satu bukit ke kecil
lagi dia meneruskan larinya ke depan, kurang lebih sudah berlari
sepuluh lijauhnya sampaiah mereka disebuah kaki gunung yang


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak mereka ketahui namanya.
"Kau sudah lelah.. ." ujar Ti Then lembut. "Mari kita berhenti dan beristirahat dulu..."
Wi Lian In tidak menyawab, matanya dengan sangat tajam
memandang keadaan disekeliling tempat itu, kemudian lari lagi
menuju ke atas gunung, sesudah lari lagi sejauh satu dua li barulah
dia berhenti disebuah lekukan gunung dilereng gunung tersebut.
Dia meletakkan tubuh Ti Then ke atas tanah, sambil
menggunakan ujung bajunya menyeka keringat ujarnya sambil
tertawa. "Mungkin mereka tidak akan menemukan tempat ini bukan?"
"Asalkan mereka bukan datang bersama-sama, aku tidak akan
takut kepada mereka, aku percaya masih punya cukup tenaga
untuk bunuh mati kura-kura tua itu."
Dengan perlahan Wi Lian In berjongkok di depannya, sambil
menggulung celananya dengan perlahan tanyanya.
"Lukamu berada di sebelah mana?"
"Agaknya di atas lutut."
Dengan teliti Wi Lian In memeriksa kearah lututnya, terlihatlah
dikakinya itu terdapat dua titik luka yang sangat kecil, sambil
menggunakan tangannya menekan tanyanya lagi.
"Sakit tidak"-"
"Sedikit pun tidak terasa"
"Lalu bagaimana baiknya?" tanya Wi Lian In sangat cemas-
"Aku sudah kerahkan tenaga murni untuk mendesak racun itu
tidak sampai menyerang ke dalam tubuh, tapi jika di dalam enam
jam ini tidak berusaha mendesak racun itu keluar dari kakiku, maka
kaki sebelah kiri ini akan membusuk dan hancur."
Wi Lian In begitu mendengar perkataan itu tidak terasa
menggigit kencang bibirnya.
"Ditubuh majikan ular Yu Toa Hay tentu membawa obat
pemunah..." "Benar-" sahut Ti Then sambil mengangguk- " Hanya mungkin sukar untuk merebutnya"
"Aku bisa pergi ke dalam kota untuk adu jiwa dengan dia, tapi "
sewaktu aku tidak berada di sini jika kakek Kura-kura itu datang cari
kamu lalu..." "Ha ha ha ... soal itu tidak mengapa, walau pun aku tidak bisa
bergerak tapi jika dia berani mendekati aku... Hmm aku masih
punya tenaga untuk bereskan dia, hanya yang aku kuatirkan adalah
kau, mungkin kamu bukan tandingannya...." Wi Lian In
mengerutkan alisnya rapat-rapat-
"Dulu aku pernah dengar ayahku bilang katanya kepandaian silat
dari majikan ular serta kakek kura-kura hanya satu tingkat lebih
tinggi dari pendekar prdang merah dari Benteng Pek Kiam Po kita,
perkataan ini entah betul tidak ?"..."
"Ehmm.. ." sahut Ti Then kemudian sesudah berpikir sebentar
"Tadi sewaktu aku bertempur dengan kakek kura-kura itu, di atas
ujung bambu dia bisa bertahan tiga puluh jurus banyaknya, dengan
kepandaian seperti itu mungkin tidak lebih tinggi satu tingkat saja."
"Kalau begitu aku sungguh-sungguh bukan lawan dari Majikan
ular itu, tapi tidak cari dia tidak mungkin bisa dapatkan obat
pemunah." "Aku sendiri bisa menyembuhkan luka ini." sahut Ti Then sambit tertawa pahit. ? sehabis berkata dia mencabut kembali pedang
panjangnya. Air muka Wi Lian In segera berubah hebat, samhil menahan
pedangnya ujarnya dengan cemas:
"Jangan., Ini bukan cara yang baik."
"Kau sudah salah menduga" ujar Ti Then sambil tertawa. "Aku bukan bermaksud memotong kaki kiriku ini"
Wi Lian In menjadi melengak. " Kalau tidak kenapa kau cabut
pedangku" "Aku mau robek bekas luka itu dan memaksa darah beracun itu
keluar." "Oooh - - -" agaknya Wi Lian In menjadi sadar, dengan cepat dia menarik kembali tangannya.
"Benar, aku pernah dengar jika seseorang tergigit ular berbisa
harus cepat-cepat paksa darah yang mengandung racun itu
mengalir keluar dari badan, kalau tidak maka orang itu akan
semakin payah. Tapi kau sudah tergigit sangat lama sekali entah
cara ini masih bisa digunakan tidak?"
"Kita coba saja."
Sehabis berkata dia memberikan pedang panjangnya, dengan
menggunakan ujung pedang menggurat beberapa kali kearah bekas
luka kecil pada lututnya itu, segera terlihatlah darah hitam mengalir
keluar dengan derasnya. Melihat hal itu Wi Lian In menjadi gugup.
"Mari aku bantu kau keluarkan darah beracun itu"
Sehabis berkata dia sebera menggerakkan sepasang tangannya
mencekal lutut Ti Then itu dan mulai memijit mijit tempat itu
sehingga darah hitam yang keluar semakin banyak.
Beberapa saat kemudian darah hitam yang mengalir keluar dari
bekas luka itu semakin lama semakin berkurang, tapi seluruh kaki
sebelah kiri itu masih tetap merah membengkak.
Mendadak Wi Lian In berlutut di hadapannya, dengan
menggunakan mulutnya yang kecil mungil mulai menyedot sisa-sisa
dari darah hitam yang tertinggal di dalam lutut itu. Tidak terasa lagi
air muka Ti Then berubah merah padam, dengan cemas ujarnya.
"Nona Wi, jangan begitu"
Wi Lian In tetap tidak gubris omongannya, dengan sekuat
kuatnya dia menyedot sisa-sisa darah hitam itu.
Terpaksa Ti Then memejamkan matanya, sambil menghela napas
diam-diam pikirnya. "Heei.... kelihatannya kehendak Thian memang begitu sehingga
menyuruh aku tergigit ular beracun itu....."
Wi Lian In sembari menyedot sembari muntahkan keluar,
sesudah berturut turut menyedot dan muntahkan kembali keluar
berpuluh puluh kali banyaknya barulah ujarnya.
"Sudah cukup, sekarang aku mau bebaskan jalan darah yang
tertotok pada lututmu ini, kau tetap lanjutkan kerahkan tenaga
murni berusaha memaksa sisa-sisa sari racunnya keluar tubuh,
jangan sampai racun tersebut masuk ke dalam tubuh lagi."
Tangannya dengan cepat bergerak menotok dan menepuk
membebaskan jalan darah yang tertotok itu.
Begitu jalan darahnya terbebas dari totokan, darah segera
mengucur keluar lagi dari bekas luka itu.
Darah yang mengalir keluar tetap masih darah berwarna hitam,
setelah lewat sesaat kemudian barulah makin lama berubah menjadi
darah segar, wi Lian In menggunakan jarinya menekan lagi lututnya
sambil bertanya . "Coba bagaimana sekarang rasanya"
"Sudah sedikit berasa."
Mendengar hal itu Wi Lian In menjadi sangat girang. "Tidak perlu
obat pemunah dari Majikan ular lagi bukan?"
"Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk. "sekarang hanya cukup obat dari Tabib biasa sudah akan sembuh kembali."
"Coba kamu berdiri dan jalan."
"Pasti bisa jalan.. ." sahut Ti Then sambil tertawa. "Hanya saja tidak sanggup untuk berlari."
Sambil berkata sembari bangkit berdiri dia berjalan bolak balik
beberapa kali di sana, hanya saja jalannya kali ini sedikit pincang
seperti orang buntung. Wi Lian In sangat girang sekali, dia berjalan kearah suatu selokan
kecil didekat tempat itu untuk mencuci mulutnya kemudian berjalan
kembali ke hadapan Ti Then, ujarnya sambil tertawa:
"Bagaimana kamu bisa temukan aku dibukit itu?""
"Sebelum itu aku harus tanya dulu kepadamu, bagaimana kamu
bisa sampai terjatuh ketangan Kwan si Ngo Koay itu?" balik tanya Ti Then sambil tertawa pahit. "Sekali pun Kwan si Ngo Koay punya
sedikit nama besar di dalam dunia kangouw, tapi dengan
kepandaian yang kau miliki sekarang ini tidak mungkin bisa
tertawan dengan begitu mudahnya." Air muka Wi Lian In segera
berubah menjadi merah padam. "Aku ditawan mereka selagi tertidur
sangat nyenyak." "Sungguh kamu orang tidak punya sedikit perasaan
waspadamu." "Tidak punya cara lain, begitu aku tertidur sekali pun dunia
kiamat juga tidak akan merasa-"
"Ehmmm.... malam itu begitu aku dengar ada orang yang
berjalan malam di atas atap segera keluar kamar untuk melihat,
waktu itu tidak terlihat seorang pun di atas genteng makanya aku
segera lari kekamarmu, tapi kamu sudah lenyap diculik orang."
"Mungkin mereka sudah totok jalan darah pulasku." ujar wi Lian In sedikit membela diri "Sehingga aku sama sekali tidak merasa ... ."
"Di dalam kamarmu aku temukan secarik kertas yang mereka
tinggalkan, mereka perintah aku untuk membawa kitab pusaka Ie
Cin Keng untuk ditukar dengan kau diluar kota, begitu aku sampai di
tanah pekuburan itu segera muncullah empat orang berkerudung
..." segera dia menceritakan kisahnya itu dengan jelas, akhirnya
tambahnya lagi. "Sedang di tanah bukit itu aku bisa menemukan kamu semuanya
bergantung pada untung atau tidak saja, aku punya dugaan orang
yang menculik kau pergi itu tentu melarikan diri kearah sebelah sini
maka karenanya sengaja mengejar kemari, ketika mengejar sampai
bawah bukit itu tetap saja tidak mendapatkan tanda-tanda apa pun,
hatiku betul-betul merasa gemas dan jengkel sehingga duduk
beristirahat di bawah pohon. Tiba-tiba itulah mendadak terdengar
suara bercakap cakap dua orang dari atas bukit itu, kemudian
melihat pula Majikan ular berlari menuruni bukit tersebut menuju ke
dalam kota, hatiku menjadi curiga secara diam-diam memasuki
hutan bambu itu dan akhirnya mendengar suaramu"
"Hmmm... hmmm.. ." dengan gemasnya Wi Lian In
mendepakkan kakinya ke atas tanah. "Semuanya ini hadiah dari
setan pengecut serta bangsat Hong Mong Ling itu, lain kali jika
bertemu dengan mereka lagi.. ."
Mendadak Ti Then menggoyangkan tangannya mencegah dia
berbicara lebih lanjut, ujarnya dengan rendah. "Jangan bicara, ada
orang datang." Wi Lian In mendiadi sangat terkejut sambii memandang sekeliling
tempat itu tanyanya dengan perlahan. "Dimana?"
"Di sana." sahut Ti Then sambil menuding kearah hutan didekat
tempat itu "Agaknya ada dua orang . ."
Wi Lian In semakin menjadi tegang.
"Tentu Majikan ular serta kakek kura-kura itu, cepat kita
bersembunyi." Luka kaki Ti Then belum sembuh seluruhnya sehingga
gerakannya pun tidak begitu lincah lagi, mereka karena takut
terjerumus kembali ke dalam barisan Selaksa ular segera bersama
sama meloncat bersembunyi disebuah liang kecil dekat tempat
tersebut. Di samping liang itu penuh ditumbuhi rumput liar yang sangat
tinggi dan lebat, orang yang bersembunyi di bawah rumput-rumput
liar itu tidak mudah untuk ditemui kembali.
Baru saja mereka berdua menyembunyikan diri di bawah rumput
liar itu terlihatlah dua orang kakek tua munculkan dirinya dari hutan
beberapa kaki dari tempat itu dan berjalan kearahnya.
Orang itu tidak lain adalah Majikan ular Yu Toa Hay serta kakek
kura kura Phu Tong seng adanya.
Mereka sambil berjalan keluar dari hutan matanya dengan tajam
memandang sekeliling tempat itu, terdengar Majikan ular Yu Toa
Hay sembari memeriksa sekeliling tempat itu tanyanya:
"Apakah Phu heng betul betul melihat jelas kalau bangsat cilik itu
sudah tergigit oleh ular beracun milik lohu itu?"
"Tidak akan salah." sahut kakek kura kura Phu Tong seng itu
sambil manggut-manggut. "Sewaktu Lohu mengejar keluar dari
hutan bambu itu bertepatan melihat budak itu menggendong dia lari
kemari-" "Kalau begitu tentu mereka melarikan diri ke dalam gunung ini,
jika ini hari kita tidak berhasil mendapatkan mereka kembali,
penghidupan selanjutnya akan tidak tenang kembali-"
"Ehmmm... siapa bilang tidak. Wi Ci To tentu tidak akan
melepaskan kita." "Makanya-" ujar Majikan ular dengan suara yang berat. "Kita harus menangkap mereka kembali kemudian sekalian kita bunuh
mati.. ." "Bangsat cilik itu sudah terluka oleh gigitan ular beracun,
mungkin tidak akan melarikan diri terlalu jauh. Mari kita cari secara
berpisah saja." "Baik," sahut Majikan ular sambil mengangguk- "Phu heng
memeriksa sebelah sana, biar Lohu yang memeriksa sebelah sini,
Ayoh jalan." Kedua orang itu bersama sama meloncat ketengah udara dan
melewati liang itu, satu kiri yang lain kekanan bagaikan terbang
cepatnya lari ke depan. Kakek kura-kura itu melayang tepat di atas Ti Then serta Wi Lian
In yang bersembunyi di bawah liang tengah rerumput tebal itu.
Wi Lian In sesudah melihat bayangan tubuh mereka lenyap dari
pandangan barulah menghembuskan napas lega, ujarnya:
"Sungguh amat bahaya, asalkan kura-kura tua itu menengok ke
bawah segera jejak kita akan diketahui."
"Ehmmm... masih untung Majikan ular itu tidak bawa serta ular-
ular beracunnya, jika dia bawa serta ular-ular berbisanya kita tidak
mungkin bisa bersembunyi lagi..."
"Ti Toako, menggunakan kesempatan mereka mencari kita ke
atas gunung lebih baik cepat-cepat kita kembali ke dalam kota saja"
Sambil berkata dia mengulur tangannya membimbing Ti Then
bangun. Tetapi begitu dilihatnya kaki kiri Ti Then tetap tidak bisa
bergerak bebas segera ujarnya lagi. "Bagaimana kalau aku gendong
saja?" "Aaah jelek sekali." ujar Ti Then sambil tertawa. "Jika sampai dilihat orang lain bukankah sedikit kurang sopan dan tidak sedap
dipandang." "Hemmm....." Dengus wi Lian In sambil cemberut. "Sekarang keselamatan yang paling penting, aku saja tidak takut kau takut apa
lagi." Tubuhnya yang kecil langsing dan mungil itu sebera sedikit
menjongkok menggendong tubuh Ti Then pada pangkuannya,
kemudian dengan cepat lari menuruni gunung itu.
Di dalam sekejap mata mereka sudah berada ditepi jalan raya
yang banyak orang sedang melakukan perjalanan, Ti Then begitu
melihat di sana banyak orang tidak terasa merasa malu juga,
ujarnya dengan cemas: "Cepat turunkan aku, ada orang yang
melihat kita." Wi Lian In tetap tidak gubris, dengan cepat berlari menuju
kearah kota Ho Kiang sian.
"Nona Wi..." ujar Ti Then dengan cemas. "Jarak dari sini ke kota Ho Kiang sian masih ada tiga puluh li jauhnya, apa kau mau
gendong aku sampai di dalam kota ?""
"Biarlah lari sampai tidak bisa lari baru kita bicarakan lagi."
Dia tidak mau ambil perduli lagi terhadap orang-orang dijalan
yang memandang ke arahnya dengan sinar mata terkejut
bercampur keheranan, dengan menundukkan kepalanya dia berlari
terus ke depan sehingga sejauh puluhan li, waktu itu keringat sudah
mengucur dengan derasnya membasahi seluruh bajunya sedang
napasnya pun kempas kempis tidak teratur.
Waktu itu untung saja lewat sebuah tandu besar dengan delapan
orang yang menggotong, begitu dia melihat kedelapan orang kuli
menggotong tandu tersebut sangat lincah langkahnya segera
berhenti, tanyanya: "Hei, di dalam tandu ada orang tidak?"
Ke delapan orang kuli tandu itu melihat seorang nona muda
menggendong seorang pemuda melakukan perjalanan ditengah
siang hari bolong pada memandangnya dengan sinar mata penuh
perasaan heran bercampur terkejut, bersama-sama mereka


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berhenti. Salah satu diantaranya menyahut dengan sopan: "Tidak ada, kenapa orang
itu?" "Dia tergigit ular beracun, nyawanya di dalam keadaan sangat
bahaya. Harap paman sekalian beriaku baik hati membawa kami ke
dalam kota untuk berobat."
Kuli tandu itu begitu mendengar perkataan tersebut segera
memerintahkan kawan-kawannya untuk menurunkan tandu tersebut
dan membuka pintu tandunya, ujarnya kemudian:
"Urusan tidak boleh terlambat lagi, cepat nona bawa dia masuk.
." Wi Lian in menjadi sangat girang, dengan tergesa gesa dia
membimbing tubuh Ti Then duduk ke dalam tandu itu, tanyanya
lagi: "Aku boleh masuk sekalian?"?"
"Nona apanya dia ?"?".
"Aku adalah adiknya"
" Kalau memangnya saudara sekandung tidak usah mengikuti
adat lagi, silahkan nona duduk sekalian di dalam tandu"
Wi Lian In segera membungkukkan tubuhnya masuk ke dalam
tandu, tanyanya lagi: "Paman-paman sekalian apakah orang-orang
dari kota Ho Kiang sian ?"?".
"Benar" sahut kuli itu sambil menutup kembali pintu tandunya. "
Kemarin hari kami hantar nyonya hartawan Shie kedesanya, karena
perjalanan yang amat jauh baru ini pagi kita berangkat pulang" "
"Kalau begitu bagus sekali, nanti sesudah masuk kota harap
hantar kami kerumah tabib sekalian, aku bisa kasih kamu orang
uang sebagai imbalannya, Hanya ada satu hal yang kalian ingat jika
ditengah jalan ada orang yang menanyakan jejak kami bersaudara
jangan sekali kali kalian beritahu pada mereka."
Kuli-kuli tandu itu begitu mendengar ada persenan uang hatinya
menjadi sangat girang sekali, segera menyahut dengan sangat
sopan. Demikianlah kedelapan orang itu segera mengangkat tandu besar
itu melanjutkan perjalanan ke dalam kota Ho Kiang sian.
Di dalam tandu hanya terdapat satu tempat duduk saja,
karenanya Wi Lian In terpaksa berjongkok di depan tubuh Ti Then.
Ti Then yang teringat dua kali dia menggendong dirinya
melarikan diri bahkan dengan tidak perduli kotor sudah hisapkan
keluar darah berbisa pada kaki kirinya tanpa terasa perasaan
berterima kasih yang meluap luap memenuhi benaknya, tanpa
terasa lagi dia menarik tubuhnya ke dalam pangkuannya sendiri
Air muka Wi Lian in segera berubah menjadi merah padam, tapi
dia tidak memberi perlawanan sedikit pun dengan manyanya dia
duduk di atas kaki kanannya dan bersandar pada dadanya,
sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat...
Kedua orang itu siapa pun tidak ada yang buka bicara, masing-
masing berdiam diri sambil saling berpeluk pelukan.
Saat ini adalah saat yang paling menggembirakan di dalam
lembaran hidup mereka, sebaliknya waktu yang paling
menggembirakan juga lewat paling cepat, mendadak mereka
mendengar suara pembicaraan orang yang sangat ramai sekali,
kiranya mereka sudah masuk dalam kota.
Wi Lian In tidak berani duduk di atas Ti Then lagi, dengan diam
diam dia melorot ke bawah dan berjongkok kembali ke depannya.
sambil membereskan rambutnya ujarnya dengan perlahan: " Kuda-
kita apa masih berada di dalam rumah penginapan?"
"Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Mereka tidak menemukan kita di atas gunung, mungkin segera
akan kembali ke dalam kota menanti kita di dalam rumah
penginapan." "Benar, tentu mereka tahu kalau kuda tunggangan kita masih
berada di dalam rumah penginapan."
"Heii . . ." ujar wi Lian in lagi sambil menghela napas panjang.
"Hanya kuda Ang San Khek itu merupakan seekor kuda jempolan,
kalau sampai hilang sungguh sayang sekali."
"Sudah tentu tidak bisa kita buang begitu saja."
"Tapi jika kita kembali kerumah penginapan untuk mengambil
kuda itu mungkin segera akan diketahui mereka, mereka tidak
mendapatkan kitab pusaka le Cin Keng dan ditambah lagi takut
dengan ayahku datang mencari balas, sudah tentu akan bunuh kita
untuk menutup mulut."
"Jangan kuatir." ujar Ti Then tetap tenang. "Mereka tidak mungkin berani melakukan pekerjaan itu di dalam kota"
Sedang mereka bercakap cakap mendadak terdengar kuli tandu
itu buka suara ujarnya: "Nona, dijalanan ini ada sebuah kedai obat Hwe Cun di dalamnya
ada seorang tabib yang sangat lihay ilmu pengobatannya,
bagaimana kalau kita cari tabib itu saja"."
"Baiklah. ." Tidak lama kemudian tandu itu pun berhenti:
Kuli tandu itu segera membuka pintu tandu mempersilahkan wi
Lian In sekalian turun, terlihatlah saat ini mereka sudah berada di
depan pintu kedai obat bermerek Hwe Cun itu, segera Wi Lian in
membimbing Ti Then turun, sesudah memberi upah beberapa tahil
perak kepada kuli-kuli tandu itu barulah bersama sama berjalan
masuk ke dalam kedai obat tersebut.
Orang-orang dalam kedai obat itu begitu melihat seorang nona
membimbing seorang pemuda berjalan masuk pada memandang
kearahnya dengan perasaan heran, tanyanya dengan cepat:
"Ada urusan apa ?""
"Cayhe digigit seekor ular berbisa kini datang untuk berobat,
apakah Tabib ada di dalam"."
"Ada . . . ada." sahut pelayan itu dengan cepat. . "silahkan kongcu masuk ke dalam"
Wi Lian In dengan membimblug Ti Then berjalan masuk ke
dalam kamar yang ditunjuk pelayan itu, saat itu terlihatlah seorang
kakek tua sedang memeriksa penyakit seseorang karenanya mereka
menanti sebentar baru mendapatkan giliran-
Kiranya kakek tua itulah merupakan tabibnya, dia
mempersilahkan Ti Then duduk terlebih dahulu kemudian baru
tanyanya. "Badan sebelah mana yang terasa tidak enak?"
"Kaki kiri cayhe digigit ular berbisa."
"Oooh . . . ." sahut Tabib itu sambil mengangguk. "Biarlah Lohu periksa sebentar . . . . Ehmm . . . digigit ular, berbisa macam apa?""
"Ular berekor merah darah."
Tabib itu sembari memeriksa sambil tanyanya lagi: "Kapan
digigitnya "." "Pagi tadi, kurang lebih dua jam yang lalu. ."
Tabib itu menggunakan jarinya menekan beberapa kali disekitar
bekas luka tersebut, ujarnya:
"Kau sudah keluarkan darah-darah yang mengandung bisa itu
sehingga kini tidak berbahaya lagi, sesudah diobati dua kali
ditambah minum obat penawar segera akan sembuh seperti sedia
kala." Sehabis berkata dia mengambil pitnya dan menulis resep
kemudian berikan kepada Ti Then dan memesankan cara-cara
penggunaannya. Sesudah membajar rekening dan mengundurkan diri dari sana
lalu menyerahkan itu resep kepada pelayan yang dengan cepat
sudah menyediakan obat-obat yang dibutuhkan itu, ujarnya.
"Obat ini digunakan sebagai obat luar sedang obat berupa bubuk
ini untuk dimakan, setiap lewat dua jam harus menggunakan satu
kali." Ti Then bayar kembali uang obat itu dan digunakan sekalian obat
tersebut di sana, setelah itu baru tanyanya. "Kapan bengkaknya
akan hilang ?""
"Besok sudah sembuh sama sekali"
Mendengar itu Ti Then menjadi lega hatinya, kepada Wi Lian In
ujarnya sambil tertawa: "Ayo pergi, kita pergi kerumah penginapan itu."
Kedua orang itu kembalilah kerumah penginapan dimana mereka
tinggal, pelayan-pelayan dengan air muka penuh perasaan terkejut
masing-masing pada merubung menanyakan sesuatu, Ti Then
hanya menyawab adanya pencuri yang mencuri barangnya sehingga
dia pergi kejar dan tergigit ular beracun, dengan demikian mereka
pun menjadi tenang kembali. Tanya Wi Lian In kemudian: "Kuda
kuda kami apa masih ada ?""
"Masih . . . masih . . ." sahut pelayjan itu sambil mengangguk.
"Kalian berdua apa mau segera berangkat?"
"Tidak" ujar Ti Then perlahan. Kami mau menginap satu malam
lagi, besok pagi baru berangkat, Kau pergilah siapkan makanan
untuk kami" Pelayan itu segera menyahut dan mengundurkan diri, Mendadak
Ti Then teringat kembali akan si macan kumbang hitam Khie Hoat
itu manusia yang menduduki sebagai Lo-ji dari Kwan si Ngo Keay
masih tertotok jalan darahnya ditengah tanah pekuburan diluar
kota, ujarnya kemudian kepada Wi Lian in"Bagaimana kalau kamu
orang kerjakan suatu pekerjaan?"
"Kerjaan apa?" " Kemarin malam Loji dari Kwan si Ngo Koay si macan kumbang
hitam Khie hoat tertotok jalan darahnya hingga kini mungkin masih
berada di sana, coba kau pergi ke sana lepaskan dia pergi."
"Hmmm . . . kejahatan yang dikerjakan Kwan si Ngo Koay sudah
sangat banyak sekali, sekali pun mati juga tidak sayang, buat apa
kita pergi urus dia lagi"
"Tidak. ." bantah Ti Then dengan cepat, "Aku sudah bilang sama dia asalkan di dalam kelenteng tanah ditengah kota aku bisa
temukan kamu maka setelah pulang aku bebaskan dia pergi, walau
pun di dalam kelenteng tanah ditengah kota aku tidak temukan kau
tapi hal ini bukan kesalahannya."
"Walau pun begitu . . . hari ini kau lepaskan dia pergi,
dikemudian hari dia bisa cari kau untuk membalas dendam."
"Hal itu termasuk persoalan lain lagi..."
Wi Lian In ketika melihat dia sudah ambil ketetapan di dalam
hatinya terpaksa mengangguk.
"Baiklah, hanya saja dia berada di tanah pekuburan sebelah
mana?" "Di sebelah barat kota, kau pergilah dengan menunggang kuda
Ang san Khek. cepat pergi cepat kembali dan hati-hati jangan
sampai diculik orang lagi..."
"Cis. . ." seru Wi Lian in dengan perasaan malu dan manya.
"Disiang hari bolong begitu ada siapa yang berani mengganggu aku
Wi Lian In" Hmmm, kalau berani ganggu aku jangan harap bisa
hidup lagi." sehabis berkata dia berjalan keluar dari kamar.
Ti Then menanti sesudah dia keluar baru menutup pintu kamar
dan rebahkan dirinya ke atas pembaringan untuk beristirahat. Tidak
lama kemudian terdengar suara ketukan pintu kamar.
"Siapa?" tanyanya sambil bangkit berdiri
"Aku." suara dari pelayan rumah penginapan itu berkumandang
masuk ke dalam kamar. "Tuan bukankah kamu suruh aku siapkan
makanan ?" "Ehmm . . . masuklah. Pintu itu tidak terkunci."
"Baik," Pintu kamar dibuka, pelayan rumah penginapan itu dengan
membawa makanan berjalan masuk kemudian mengaturnya di atas
meja, sedang pada mulutnya gumamnya seorang diri "Sungguh
membingungkan sekali, aneh. . . aneh..."
"Ada urusan apa ?""
"Itu . . . seorang lelaki berusia pertengahan secara tiba-tiba
menghadang hamba untuk menanyakan segala hal bahkan masih
mengajak hamba guyon, sehingga kuah telur ini menjadi sedikit
bercecer." Mendengar perkataan itu hati Ti Then menjadi sedikit bergerak.
sambil memandang wajahnya, tanyanya dengan serius. "Lelaki itu
tanya apa saja?""
"Dia adalah tamu yang baru datang pagi ini, tadi sewaktu hamba
membawa makanan kemari mendadak dia menghadang hamba dan
menanyakan apa ada nona yang mau temani dia tidur nanti malam,
lalu tanya juga letak rumah pelacuran-
Hamba terpaksa satu demi satu memberikan jawabannya, tapi
mendadak dia menuding ke belakang hamba sambil katanya. "Coba
lihat, nona itu sungguh cantik." hamba cepat-cepat menoleh ke
belakang, "HHuuu . . . sungguh matanya sedikit buta, di belakang
hamba mana ada bayangan nona cantik." Ti Then tersenyum.
"Sewaktu kamu menoleh lalu kuah itu secara tiba-tiba tercecer?"
"Benar, hanya saja tidak terlalu banyak yang tercecer . . ."
" Orang itu tinggal dikamar sebelah mana?" Pelayan itu
menuding ke kamar sabelah kanan. sahutnya. "Dia menginap
dikamar ke empat dari kamar sini."
"Membawa teman tidak?"
"Tidak." sahut pelayan itu sambil gelengkan kepalanya. . "Dia hanya satu orang saja."
"Ehmmm . . . kini masih berada di dalam rumah penginapan?"
"Benar, sesudah mengajak hamba guyon-guyon sebentar lalu
kembali ke dalam kamarnya.."
"Baiklah, kau boleh pergi" ujar Ti Then kemudian sambil
mengangguk. Pelayan itu segera membawa nampannya
mengundurkan diri dari kamar.
Dengan perlahan Ti Then berjalan mendekati kuah telur yang
dimaksud tadi kemudian dibaunya beberapa kali, setelah itu sambil
tersenyum memanggil pelayan itu lagi. "Pelayan...."
Waktu itu pelayan tersebut belum jauh meninggalkan kamarnya
Ti Then, begitu mendengar suara panggilan segera putar tubuh
sambil bertanya. "Kongcu minta barang apa lagi.."
"Oooh tidak. ." ujar Ti Then dengan suara yang keras. "Adikku ada urusan hendak keluar sebentar tapi dengan cepat dia akan
kembali, jika kamu melihat dia pulang beritahu padanya aku sedang
menunggu dia di dalam kamar untuk makan bersama sama."
"Baik . . . baik. . Tentu aku beritahukan padanya. ."
Ti Then menoleh memandang sekejap kearah kamar di sebelah
kanannya itu kemudian menutup pintu kamarnya kembali dan duduk
di depan mejanya. Sambil menyendoki kuah tetur itu dicobanya seteguk, tapi tidak
sampai ditelan sesudah dicoba lalu dimuntahkan kembali kepojokan
kamar, pada air mukanya terlintaslah suatu senyuman yang amat
dingin, pikirnya. "Hmmm . . . kiranya obat pemabok."
Dia berjalan mendekati pembaringan dan merebahkan dirinya,
pikirannya dengan cepat berputar memikirkan orang lelaki berusia
pertengahan yang hendak menjebak dirinya dengan menaruh obat
pemabok pada kuah telur tersebut.
Tetapi dengan ditemuinya beberapa orang yang munculkan diri
untuk merebut kitab pusaka Ie Cin Keng dia tahu saat ini
disekelilingnya terdapat sangat banyak orang yang sedang
mengincar kitab pusaka Ie Cin Keng itu dari tangannya, karenanya
dia sangat menyesal sudah suruh wi Lian In keluar kota untuk
membebaskan diri simacan kumbang hitam Khie Hoat.
Walau pun jarak tanah pekuburan itu tidak jauh dari dalam kota,
sekali pun ilmu pedang dari Wi Lian in tidak lemah tapi
kemungkinan sekali pun beberapa orang jago berkepandaian tinggi
bergabung menjadi satu untuk turun tangan bersama-sama seperti
buktinya kakek kura-kura serta Majikan ular itu bekerja sama
menculik dia untuk memaksa dirinya menyerahkan kitab pusaka Ie
cin Keng kepada mereka. Semakin berpikir dia merasa semakin cemas, dengan cepat dia
bangun kembali sambil gumamnya seorang diri
" Lebih baik aku keluar kota sebentar untuk melihat-lihat."


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru saja dia berjalan mendekati pintu kamar, mendadak pintu
itu didorong oleh orang, terlihatlah Wi Lian In sambil tersenyum
berjalan masuk ke dalam. Melihat munculnya Wi Lian in tanpa menemui cedera apa pun
hati Ti Then seketika itu juga menjadi lega. dengan girang serunya:
"Oooh .. .. kamu sudah kembali."
"Pelayan tadi bilang kau sedang tunggu aku makan." ujar Wi Lian In sambil tertawa.
"Benar kau sudah temui dia?""."
"Sudah, aku potong telinganya terlebih dulu baru lepaskan dia
pergi." "Ha ha ha..." ujar Ti Then sambil tertawa serak. "sifatmu persis seperti ayahmu,sedikit dikit suka gotong telinga orang lain .... Ha ha
ha. ." "Aku potong telinganya untuk peringatkan padanya lain kali
jangan suka cepat percaya kabar bohong."
Ti Then segera menutup pintu kamar kembali, sambil gape
padanya, katanya lagi: "Ayoh cepat makan, kuahnya hampir dingin."
Dua orang itu segera duduk saling berhadapan untuk mulai
dahar. Sesudah menelan nasinya terlihatlah Wi Lian In mengambil kuah
telur itu untuk diminum, melihat hal itu dengan cepat Ti Then
gelengkan kepalanya, sambil tersenyum dengan menggunakan ilmu
untuk menyampaikan suara ujarnya: "Kuah itu jangan diminum"
" Kenapa ?"" tanya Wi Lian In melengak.
Ti Then segera beri tanda kepadanya untuk memperendah
suaranya, kemudian dengan menggunakan ilmu untuk
menyampaikan suara ujarnya lagi: "Di dalam kuah itu ada obat
pemaboknya." "Ehmm." Dengus Wi Lian In tidak percaya. " Kau sedang
menakut-nakuti aku."
"Aku tidak menipu kau." sahut Ti Then dengan serius. "Ada orang secara diam-diam memasukkan obat pemabok ke dalam kuah itu
untuk memaboklan kita orang."
Melihat sikapnya yang sungguh-sungguh dan serius Wi Liau In
menjadi amat terkejut sekali.
"Bagaimana kau bisa tahu?""
Segera Ti Then menceritakan apa yang didengarnya dari pelayan
tentang lelaki berusia pertengahan itu, akhirnya tambahnya lagi:
"Tadi aku sudah mencobanya dan merasa kalau di dalam kuah
itu betul terdapat obat pemaboknya, asalkan kau meneguk satu
tegukan saja tanggung secara kontan akan jatuh tidak sadarkan
diri" "Siapa lelaki berusia pertengahan itu?"" tanya Wi Lian In dengan air muka berubah sangat hebat.
"Masih tidak tahu" sahutnya sambil gelengkan kepalanya.
"Menurut pelayan itu katanya dia berada dikamar ke empat dari
sebelah kanan kita." Mendadak Wi Lian In bangkit berdiri dan
berjalan keluar kamar. Dengan cepat Ti Then menarik dia kembali,
ujarnya sambil tersenyum: "Kau mau berbuat apa?"
"Cari dia." Ti Then segera tarik dia duduk kembali ke tempat semula,
dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara ujarnya
sambil tertawa: -ooo0dw0ooo- Jilid 11 : Jay hoa cat yang nahas
"Buat apa, bukankah lebih bagus kalau kita tunggu dia masuk
sendiri kemudian baru turun tangan?"?""
"Tunggu dia masuk sendiri ?"?" tanya Wi Lian In melengak.
"Tidak salah, tunggu dia masuk sendiri"
"Benar." sahut Wi Lian In kemudian sambil mengangguk.
agaknya dia sudah paham arti perkataan itu tanpa terasa senyuman
segera menghiasi bibirnya.
"Sst . . .jangan bicara lagi" Tiba-tiba Ti Then memperingatkan diri Wi Lian In. "Mungkin dia sudah berada di depan kamar kita" Dengan suara yang diperkeras sengaja Wi Lian In angkat bicara lagi. "Malam ini kita harus lebih berhati-hati, kemungkinan orang itu akan datang
lagi" "Yang harus hati-hati adalah kau, lebih baik malam ini kamu
orang jangan tidur" " Kitab pusaka Ie cin Keng itu sudah kau bawa?" Ti Then
mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Benar" sahutnya terpaksa. "Dibawa dalam badan jauh lebih aman rasanya"
"Heei . . sungguh menjengkelkan, entah siapa yang sudah
menyiarkan berita kalau kau telah mendapatkan kitab pusaka Ie cin
Keng itu, semula menteri pintu serta pembesar Jendela dari Anying
langit Rase bumi, kemudian disusul Hwesio berwajah riang dari
Siauw limpay, Kwan si Ngo Koay, Majikan ular serta terakhir kakek
kura-kura." "Sejak kini entah masih ada seberapa banyak anying-anying
bajingan yang datang merebut"
"Ie Cin Keng kan kitab ilmu silat yang berisikan kepandaian
tertinggi di dalam Bu lim waktu ini, barang itu merupakan impian
dari setiap jago dalam dunia kangouw tidak bisa, disalahkan mereka
kalau pada datang merebut..."
Wi Lian In mengambil sendok kemudian diaduk adukkan pada
mangkok yang berisikan kuah telur itu sehingga mengeluarkan
suara yang nyaring. "Kuah telur ini sudah dingin, bagaimana kalau suruh pelayan
memanasi terdebih dulu?""
"Tidak perlu." sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya, "Aku suka makan yang dingin, kau tidak mau biar aku yang makan."
Sambil berkata dengan menggunakan sendok dia mengetuk
beberapa kali pada pinggiran mangkok. "Ting . . . ting . . ." disusul suara sedang menghitup kuah tanda rasanya yang sedap.
"Coba lihat" seru Wi Lian In sambil tertawa ..... "Seperti sudah lama tidak makan"
"Selamanya aku memang paling suka kuah telur."
"Coba aku teguk sesendok. "
Sambil berkata dia pun menggunakan sendoknya mengetuk
pinggiran mangkok kemudian suara sedang menghabiskan kuah itu.
"Rasanya enak bukan?"" " tanya Ti Then sambil tertawa.
"Ehmmm ... . tidak seberapa".
"Ini yang dikatakan kesukaan setiap orang tidak sama, sejak kecil
aku sudah suka makan kuah telur..."
"Aaaaah kenapa?""
Berbicara sampai di sini, badan bersama-sama dengan kursinya
terjengkang kearah belakang.
Wi Lian In dengan cepat meloncat-loncat bangun sambil menjerit
keras. "Aduh, kau ...... kau kenapa ?"?"
Ditengah suara jeritan kaget itu mendadak pintu kamar dengan
mengeluarkan suara yang keras sudah didorong oleh seseorang,
seorang lelaki berusia pertengahan dengan potongan seorang siucay
sambil tersenyum berjalan masuk. Tanyanya: "Nona, sudah terjadi
urusan apa?"" Wi Lian In sama sekali tidak menduga pihak lawannya berani
masuk sebelum dirinya ikut jatuh tidak sadarkan diri, untuk
beberapa saat lamanya dia menjadi tertegun. "Kau . . . kau siapa
?"?" Dengan perlahan lelaki berusia pertengahan itu menutup kembali
pintu kamar kemudian membungkukkan badannya memberi hormat.
"Cayhe orang-orang kangouw menyebutku sebagai pemuda
berwajah tampan Cu Hoay Lo menemui nona"
Begitu Wi Lian In mendengar kalau pihak lawannya adalah Giok
Bin Longkun itu manusia cabul yang gemar pipi licin tidak terasa air
mukanya berubah sangat hebat, serunya:
"Kiranya kau adalah Giok Bin Longkun . . kau . . . kau datang
kemari .... punya tujuan apa?"
Selesai berkata tubuhnya mulai bergoyang kemudian dengan
perlahan lahan rubuh ke atas tanah jatuh tidak sadarkanr diri
Bibir Giok Bin Longkun itu manusia cabul kelihatan sedikit
bergerak sehingga kelihatan sebaris giginya yang putih bersih
sambil tertawa ringan ujarnya.
"Apa tujuanku" Nona Wi ini sungguh terlalu tolol .... kalau
memangnya sudah tahu sebutanku Giok Bin Longkun bagaimana
tidak tahu maksud tujuanku" He he he . . ."
Die berhenti sebentar, senyuman yang menghiasi bibirnya pun
berubah semakin menyeramkan, ujarnya lagi sambil tertawa:
"Tapi aku harus mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu
terlebih dulu kemudian baru beri kesenangan kepadamu."
Dengan perlahan dia berjalan ke samping tubuh Ti Then
kemudian berjongkok di sisinya.
Tangannya mulai diulur ke dalam saku Ti Then untuk memeriksa
. . . mendadak dia menjerit, sangat keras badannya tidak kuasa lagi
terbanting dengan amat kerasnya ke atas tanah.
Kiranya urat nadi tangan kanannya sudah dicengkeram Ti Then
dengan kerasnya. Ti Then yang berhasil mencengkeram tangan kanannya segera
membanting tubuhnya ke atas tanah, dirinya dengan mengikuti
gerakan tersebut bangkit berdiri dan memutar lengan kanannya itu
ke belakang punggung. Perasaan terkejut dalam hati Giok Bin Longcun tidak kecil, di
dalam keadaan yang sangat lemas tubuhnya memutar ke kiri,
sedang dua jari tangan kirinya dengan kecepatan bagaikan kilat
menusuk kearah sepasang mata Ti Then-
Ti Then tertawa dingin, dengan tangan kirinya dia menangkis
serangan pihak lawan sedang tangannya yang lain dengan sekuat
tenaga mengangkat lengan kanannya ke atas.
"Pleetak . . ." Lengan kanannya itu segera terputus dari ruasnya.
Giok Bin Langcun menjerit kesakitan, saat itu dia tak bertenaga
lagi untuk memberikan perlawanan, kepalanya dengan lemas
ditundukkan ke bawah. Wi Lian In pun dengan cepat meloncat bangun, tangannya
dengan cepat menyambak rambutnya dan mengangkat kepalanya
tinggi-tinggi, kemudian dengan menggunakan telapak tangannya dia
menghadiahi wajah Giok Bin Langkun keras-keras, terlihatlah bekas-
bekas telapak yang merah menghiasi pipinya.
Seluruh wajah Giok Bin Longkun sudah berubah menjadi merah
membiru dan mulutnya pun darah segar mengucur keluar dengan
derasnya, sampai waktu itulah Wi Lian In baru melepaskan
tangannya, ujarnya sambil tertawa dingin " Giok Bin Langcun, coba
sekali lagi katakan perkataanmu tadi."
Giok Bin Langcun mana berani buka mulutnya, terpaksa dia
membungkam seribu bahasa.
"Bangsat cabul ini sudah merusak perempuan banyak sekali
sehingga pembesar berbagai tempat punya niat untuk menangkap
dia, tidak disangka ini hari bisa terjatuh ketangan kita."
"Kau punya rencana serahkan bangsat cabul ini kepada
pembesar?"." Dia menggelengkan kepalanya, " Manusia seperti ini sesudah
ditangkap harus dibunuh mati, jika diserahkan pada pembesar
mungkin dia masih bisa melarikan diri"
"Benar, cepat kita turun tangan."
Dengan cepat Ti Then menggerakkan tangannya mendorong
badan Giok Bin Langcun ke atas tanah, dengan kakinya menginyak
perutnya, ujarnya dengan amat dingin: "Hei Cu Hoay Lo, kau orang
masih ada pesan terakhir tidak ?""
Air muka Giok Bin Langcun berubah menjadi pucat pasi bagaikan
mayat, keringat dingin mengucur keluar dengan amat derasnya.
"Aku . . . aku di Tiang an masih punya simpanan uang . . .
sebesar . . . sebesar lima belas laksa tahil . . ."
"Hmm. . ." Dengus Ti Then dengan amat dingin- "Orang bilang Giok Bin Langcun seorang yang sangat kaya dan gemar akan harta,
ternyata berita ini sedikit pun tidak salah . . . lalu apa yang kau
maui ?"?" "Aku rela menyerahkan uang itu kepadamu asalkan kau orang
mau mengam puni jiwaku satu kali ini . . ."
"Lalu dengan cara bagaimana aku pergi menerima uang sebesar
lima belas laksa tahil dari gudang uang itu ?"."
Ketika Giok Bin Langcun melihat Ti Then punya maksud untuk
menerima, air mukanya sedikit berubah.
"Di dalam badanku ada secarik kertas tanda bukti untuk
menerima uang tersebut"
Ti Then segera bungkukkan badannya memeriksa sakunya dan
mengambil keluar secarik kertas tanda bukti penerima uang yang
dimaksud itu, sesudah dibolak balik melihat sekejap barulah ujarnya
sambil tertawa. "Uang-uang ini apakah hasil tabunganmu dari perampoaan serta
pembegalan yang kau lakukan selama beberapa tahun ini?"
"Buat apa Ti Lo te menanyakan hal ini?" sahut Giok Bin Langcun sambil tertawa pahit.
" Harus aku tanya sampai jelas, sebetulnya benar atau tidak?"
"Benar." " Kalau uang itu hasil membegal dan merampok dus berarti
bukan uangmu sendiri, maka itu kau tidak bisa menebus nyawamu
dengan uang-uang ini."
Air muka Giok Bin Langkun segera berubah amat hebat.
" Kalau begitu kembalikan kertas uang itu. ."
Ti Then menyimpan kertas uang itu ke dalam sakunya, ujarnya
sambil tertawa: "Aku bisa mengambil uang-uang itu pada waktu yang tepat
kemudian disebar dan di bagi-bagikan kepada orang-orang miskin
dengan demikian aku pun sudah membantu kau untuk meringankan
dosa-dosamu." Sehabis berkata begitu, kakinya dengan sekuat tenaga
menginyak jalan darah Tan Thian Hiat pada tubuhnya.
Seluruh tubuh Giok Bin Longcun hanya terlihat tergetar dengan
amat kerasnya, air muka yang semula pucat pasi kini berubah
semakin putih lagi, ujarnya dengan gemetar: "Bangsat . . kau
sungguh kejam." Ti Then menarik kembali kakinya, sahutnya dengan amat dingin.
"Kau masih ada kesempatan hidup selama setengah jam, diluar
kota ada sebidang tanah pekuburan, kau cepatlah pergi ke sana
mencari satu tempat yang baik"
Dengan perlahan Giok Bin Langcun bangkit berdiri, dari mulutnya
menyembur keluar darah segar dengan amat derasnya, kemudian
dengan jalan sempoyongan dia membuka pintu kamar dan
menerjang ke luar dengan cepat, lenyap dari pandangan Wi Lian In
baru tersenyum, ujarnya. "Inyakanmu tadi apa sungguh-sungguh bisa membinasakan
dirinya?" "Tidak salah. ." sahut Ti Then sambil mengangguk: "sekali pun dewa turun dari kahyangan pun tidak mungkin bisa menolong dia. ."
"Membasmi seorang bajingan cabul memang merupakan suatu
pekerjaan yang paling mulia."
"Ehm . .. . mari kita lanjutkan dahar kita. " ujar Ti Then kemudian sambil membetulkan bangkunya yang rubuh ke tanah.
Keesokan harinya bengkak pada kaki Ti Then pun sudah kempis
kembali, kedua orang itu sesudah membayar rekening kamar
bersama sama berjalan meninggalkan kota itu.
Ujar wi Lian In ditengah perjalanan: "Perjalanan kita masih ada
tiga hari lamanya baru sampai dirumah, semoga saja jangan terjadi
urusan lagi." "Aku kira tidak bisa terhindar lagi."
"Kau mengira masih ada orang yang akan menghalangi
perjalanan kita selanjutnya?"
"Tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.
Sepasang alis Wi Lian in dikerutkan kencang-kencang, sedang
senyuman yang menghiasi bibirnya pun bilang lenyap.
"Akibat yang diterima Kwan si Ngo Koay serta Giok Bin Langcun
apa belum cukup memberi peringatan kepada mereka"
"Mungkin ada sebagian yang merasa takut lalu mengundurkan
diri, tapi Majikan ular serta kakek kura-kura itu tidak akan


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpangku tangan" Tidak terasa perasaan sedih dan cemas
menghiasi seluruh wajah Wi Lian In.
"Dengan kepandaian silatmu saat ini sudah tentu tidak akan
takuti mereka berdua, tapi ular-ular berbisa dari Majikan ular itu
sukar untuk dihadapi, jika dia atur barisan selaksa ular ditengah
jalan lalu bagaimana dengan kita?"
"Begitu melihat mereka munculkan dirinya jangan segera turun
tangan melawan mereka, terjang dulu dua tiga li kemudian baru
berhenti dan lawan mereka, dengan demikian kita tidak mungkin
bisa terjerumus ke dalam barisan selaksa ular mereka lagi"
Wi Lian In mengangguk sesudah dirasanya cara ini sangat
beralasan sekali. "Kalau begitu baiknya kita berbuat seperti itu saja .
. ." Kedua ekor kuda tunggangan mereka berdua dengan cepatnya
melanjutkan perjalanan ke depan, pada siang harinya sampailah
mereka disebuah kota kecil untuk beristirahat dan dahar, setengah
jam kemudian sekali lagi mereka menaiki kuda tunggangannya
melanjutkan perjalanan ke depan.
Sesudah keluar dari kota kecil itu bayangan asap rumah serta
manusia semakin lama semakin jarang dan akhirnya tidak terlihat
lagi sama sekali, pemandangan yang sunyi senyap disekeliling
tempat itu menambahkan suasana yang menyeramkan.
Agaknya di dalam hati Ti Then sudah merasakan sesuatu,
ujarnya kepada Wi Lian In dengan perlahan-
"Mulai sekarang kita harus bertindak lebih berhati hati lagi"
"Ehmmm . . ." sahut Wi Lian In sambil mengangguk. "Mungkin sudah hampir tiba."
Setelah lewat setengah li kemudian di hadapan mereka berdua
ternyata tidak salah lagi muncul seseorang yang berdiri dengan
tegaknya ditengah jalan..
-0000000- Muncul pengemis yang sudah amat tua dengan rambut yang
sudah memutih semua. Pada tangannya mencekal sebuah tongkat kayu pada tubuhnya
memakai baju dari bahan yang amat kasar dan kuat, panca
inderanya tidak begitu jelek sekali hanya saja pada wajahnya
terlihat beberapa bekas kulit yang memutih sehingga wajahnya
kelihatan seperti peri yang baru muncul dari kuburan.
Begitu Ti Then melihat orang munculkan diri ternyata seorang
pengemis tua dalam hati sedikit merasa diluar dugaan, dia sama
sekali tidak bisa mengingat kembali apakah di dalam Bu lim ada
manusia semacam ini, karenanya dengan suara yang perlahan
tanyanya pada Wi Lian In. "Tahukah kau siapa orang itu?"
"Tidak tahu" sahutnya sambil gelengkan kepalanya. "Aku belum pernah dengar di dalam Bu lim ada seorang nenek yang jadi
pengemis" "Dia menghalangi perjalanan kita agaknya mengandung niat
jahat" "Seorang nenek pengemis yang tidak diketahui asal usulnya buat
apa kita takuti dirinya, nanti biar aku yang hadapi dia"
Ketika mereka berdua berbicara sampai di situ tunggangan
mereka sudah tiba di hadapan nenek pengemis itu.
Ti Thenlah yang pertama-tama menahan tali les kudanya, sambil
memberi hormat ujarnya: " Entah bagaimana sebutan Toa nio ini"
Kenapa menghalangi perjalanan kita?"
"Aku disebut orang sebagai Tang Lo Kui so atau nenek iblis
penghalang jalan" sahut nenek pengemis itu dengan air muka tidak
berubah sedikit pun juga, "selamanya pekerjaanku adalah minta
sedekah pada orang-orang yang melakukan perjalanan"
"Ha ha ha ha . ." tidak tertahan Ti Then tertawa terbahak-bahak.
"Dengan menghalangi orang yang melakukan perjalanan hanya
untuk minta sedekah bukankah terlalu tidak pakai aturan?"
"Perkataan dari siauw Ke heng ini sedikit pun tidak salah" sahut Nenek iblis penghalang jalan itu sambil tertawa juga. "Hanya saja
dengan cara ini minta sedekah selamanya aku belum pernah
meleset" "Lalu Toa nio inginkah apa?"
"Biarlah siauw ko sembarang beri apa saja"
Mendengar jawaban itu diam-diam Ti Then menggerutu, dengan
nada mencoba tanyanya lagi.
"Toa nio inginkan uang atau barang yang lain?"
"Mau uang." sahut Nenek iblis penghalang jalan itu "Tapi bila di dalam tubuh siauw ko ada barang yang jauh lebih berharga dari
uang perak sedang siauw ko rela diserahkan padaku maka aku akan
menerimanya dengan penuh perasaan gembira."
"Cayhe hanya punya uang perak saja, barang yang lain tidak
ada lagi." "Kalau begitu beri aku uang perak itu saja."
"Ehmmm . . . kenalkah Toa nlo kepada cayhe?"
"Tidak." sahut nenek iblis penghalang jalan itu. "selamanya aku tidak pernah punya pikiran untuk kenal dengan siapa pun juga." Ti
Then termenung berpikir sebentar.
"Jika cayhe tidak beri uang kepada mu, kau punya niat berbuat
apa?" "He he he . . . ." Tertawa nenek iblis penghalang jalan itu dengan amat seramnya. "sesudah bertemu nenek iblis penghalang jalan jika
tidak mau bongkar harta sendiri untuk menderma, hal itu
merupakan pekerjaan seorang yang amat tolol."
"Ha ha ha . . . bukannya cayhe sayang terhadap beberapa tahil
uang perak tersebut, aku takut Toa nio tidak pandang sebelah mata
pun terhadap uangku itu."
"Hal ini harus tergantung pada siauwko mau beri berapa, kalau
beberapa tahil perak saja sudah tentu aku tidak akan mau."
Dari dalam sakunya Ti Then mengambil keluar uang perak
seberat sepuluh tahil kemudian dilemparkan kearahnya. "Sepuluh
tahil perak ini coba Toa aio lihat cukup tidak ?""
Nenek iblis penghalang jalan itu segera menyambut uang yang
dilempar kearahnya itu, sesudah ditimang timang beberapa saat
ditangannya segera dilempar kembali kearah Ti Then, ujarnya:
"Aku kembalikan padamu, terlalu ringan."
"Sebetuinya Toa nio minta berapa baru merasa puas" Tanya Ti
Then sambil menerima kembali uang peraknya itu. "Paling sedikit
seratus tahil perak."
Mendengar perkataan itu Wi Lian in yang berada disisi Ti Then
menjadi amat gusar, bentaknya dengan nyaring:
"Nenek jelek, aku lihat matamu sudah buta agaknya, baiklah, aku
beri barang ini saja kepadamu."
Tubuhnya yang kecil ramping dengan cepat melayang turun dari
atas tunggangannya, serentetan sinar putih berkelebat dari
pinggangnya, dengan kecepatan yang luar biasa menotok ke
hadapan tubuh nenek iblis penghalang jalan itu.
Nenek iblis penghalang jalan hanya tertawa terkekeh kekeh
dengan seramnya, tubuhnya dengan cepat meloncat mundur
beberapa kaki ke belakang sedang mulutnya teriaknya dengan
keras: "Tunggu sebentar, kau sudah tidak maui nyawa kekasihmu itu
?"?" Wi Lian In yang mendengar perkataannya sedikit mengherankan
menjadi melengak, sambil menghentikan serangannya dengan gusar
tanyanya: "Kau bilang apa ?"?"
"Jika dia tidak aku beri obat penawar nyawanya tidak akan kuat
bertahan satu jam lagi" . sahut nenek iblis penghalang jalan itu
sambil menuding kearah Ti Then-
"Omongan nenekmu"
Pedang panjangnya digetarkan, sekali lagi dia menubruk
kearahnya. Dengan cepat seru Ti Then begitu melihat gerakannya itu:
"Jangan bergerak, perkataan dari Toa nio ini sedikit pun tidak
salah." Begitu Wi Lian In mendengar Ti Then mengakui perkataannya itu
dalam hati menjadi sangat terkejut, dengan gugup dia menahan
serangannya kemudian menoleh kearah Ti Then-"Sudah terjadi
urusan apa?"" "Aku terkena racun yang berbahaya.."
"Kau terkena racun ?" " tanya Wi Lian In melengak.
"Benar." sahut Ti Then sambii mengangguk. Toa nio ini sesudah
menerima uang perak itu secara diam-diam sudah melapisi uang itu
dengan semacam racun yang sangat berbahaya kemudian baru
dikembalikan kepadaku, kini tangan kananku sudah kaku tidak
sanggup diangkat kembali"
Lengan kanannya dengan lemas melurus ke bawah tanpa
bergerak, agaknya memang benar sudah terkena racun.
Seketika itu juga Wi Lian in menjadi amat gusar sekali, sambil
menuding ke arah nenek iblis penghalang jalan itu makinya.
" Nenek jelek terkutuk, kau berani menggunakan cara yang kotor
melukai orang lain . . . . . aku adu jiwa dengan kau"
Tubuhnya sekali lagi menerjang ke depan, pedangnya dengan
kecepatan bagaikan kilat menusuk dadanya." Jangan bergerak" seru
Ti Then cepat. Terpaksa Wi Lian In menghentikan gerakannya kembali, dengan
uring-uringan serunya "Kau takut apa" sesudah ahu bunuh nenek
busuk ini segera aku rebut obat penawar itu untuk mengobati kau"
"Tidak mungkin . .." seru Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "..
Terlambat. . Racun Toa nio ini sangat lihay sekali, kini racun itu
sudah meresap ke dalam badanku"
"Lalu bagaimana baiknya?" tanya Wi Lian In dengan perasaan
terkejut bercampur cemas...
Dengan perlahan Ti Then angkat kepalanya memandang nenek
iblis penghalang jalan itu, sambil tertawa sedih ujarnya:
"Toa- nio racunmu ini apa namanya. . ternyata begini lihay
kerjanya" "He he he . . ." Tertawa lagi nenek iblis penghalang jalan itu dengan amat menyeramkan. "obat itu adalah suc Hun si Kok bun
atau racun pencabut sukma penghancur tulang, cukup terkena
sedikit saja sudah lebih dari cukup untuk membunuh seseorang."
Tubuh Ti Then bergoyang dengan kerasnya, tanyanya lagi.
"Toa nio, kenapa kau mau bunuh aku dengan menggunakan
racun itu?" "He he he . . . aku belum tentu pasti membunuh kau, asalkan
kau bisa mengabulkan permintaanku segera akan memperoleh obat
penawar tersebut." "Seratus tahil uang perak itu?"
"Itu hanya omongan guyon saja." Sahut nenek iblis penghalang-
jalan itu sambil gelengkan kepalanya, "Sekali pun kau beri selaksa
tahil uang perak kepadaku belum tentu aku mau menerimanya. ."
"Kalau begitu apa yang dimaui Toa nio?"
"Kitab pusaka Ie cin Keng. ."
"Heeei .... sayang . . . sayang. ." Seru Ti Then sambil menghela napas panjang. "Kitab pusaka Ie cin Keng itu sudah tidak berada
ditanganku lagi" "Hmmm . . . hmmm . . jangan menipu aku, kitab pusaka Ie cin
Keng saat ini masih berada tanganmu"
"Sungguh." seru Ti Then dengan air muka serius. "Kemarin ketika masih berada di dalam kota Ho Kiang Sian secara diam-diam cayhe
sudah suruh seseorang mengirim kitab pusaka Ie cin Keng itu bawa
pulang ke dalam Benteng Pek Kiam Po." Dengan sangat dingin
nenek iblis penghalang jalan itu mendengus.
"Kau perbolehkan aku memeriksa badanmu?"
"Boleh . . boleh. ." sahut Ti Then sambil mengangguk. "Jika kau temukan maka aku akan sembahkan kitab itu kepadamu tanpa
syarat." Ketika nenek iblis penghalang jalan itu mendengar dia menyawab
dengan begitu ringannya dalam hati dia sedikit percaya juga,
ujarnya kemudian. "Baiklah, aku mau percaya omonganmu itu. sekalang aku mau
beri waktu pada kalian berdua. Kau harus mengusahakan di dalam
dua hari ini mengejar kembali kitab pusaka Ie Cin Keng itu."
"Tapi orang itu sudah berangkat satu hari satu malam,
bagaimana aku bisa mengejarnya?"
"Hemmm . . . mudah sekali." sahut ttenek iblis penghalang jalan itu sambil menunjuk kearah Wi Lian in- "Kuda tunggangan budak itu
merupakan seekor kuda jempolan, seharusnya dia bisa mengejar
orang itu." "Tapi kau sudah bilang aku hanya bisa bertahan satu jam saja . .
. ." "Kau suruh dia pergi kejar." potong nenek iblis penghalang jalan itu dengan cepat, "sedang kau tinggal bersamaku, aku bisa memberi
sedikit obat penawar untukmu sehingga racun itu tidak sampai
bekerja lebih cepat"
"Ehmm . . . suatu ide yang sangat bagus" sahut Ti Then sambil
mengangguk. "Jika kau sudah setuju cepat suruh dia berangkat."
Dengan perlahan Ti Then menoleh kearah Wi Lian In, ujarnya:
"Nona Wi, kau pergilah mengejar orang itu kembali."
"Tapi setelah aku berhasil mengejar orang itu, kita harus bertemu
dimana?" Deggan menggunakan tongkatnya nenek iblis penghalang jalan
itu menuding ke arah utara, ujarnya:
"Di sebelah sana ada sebuah hutan cemara yang sangat rapat,
kau sudah dapat melihat belum?"
Segera Wi Lian in menoleh kearah yang ditunjuk. terlihatlah
kurang lebih satu li dari tempat itu terdapat sebidang tanah yang
ditumbuhi pohon cemara dengan rapatnya, segera dia mengangguk.
"Ehmm ... sudah tahu"
"Kita akan menanti kau di dalam sebuah kuil bobrok ditengah
pohon cemara itu, Pada hari lusa saat seperti ini jika aku tidak
melihat kau kembali dengan membawa kitab pusaka Ie Cin Keng itu
maka aku segera akan bunuh mati dia"
Wi Lian in tidak mengucapkan kata-kata lagi, segera dia meloncat
naik ke atas kuda Ang san Kheknya dan dilarikan dengan cepat ke
depan. Nenek iblis penghalang jalan itu sesudah melihat bayangan wi
Lian in lenyap dari pandangan barulah ujarnya kepada Ti Then-
"Ayoh jalan, kita tunggu di dalam kuil bobrok itu"
"Cayhe kini merasa setengah badan sudah menjadi kaku, jika
naik kuda mungkin bergerak sedikit saja segera akan terjatuh"
"Tangan kirimu masih bebas, gunakan tangan kirimu untuk
mencekal tali les kuda"
"Bukankah kau bisa beri aku sedikit obat pemunah?"
"Tunggu sesudah tiba di dalam kuil bobrok itu kita bicarakan lagi"
Ti Then tidak bisa berbuat apa-apa lagi, terpaksa mengikuti
perkataannya dengan menggunakan tangan kiri mencekal tali les
kuda, sesudah duduk tenang barulah dengan perlahan dia jalankan
kudanya menuju kearah hutan cemara itu.
Nenek iblis penghalang jalan pun segera mengikuti dari belakang
tubuhnya, ujarnya dengan geram... "Hey cepat sedikit larinya,
jangan perlahan lahan seperti itu."
Ti Then tetap tidak ambil perduli dengan perlahannya dia maju
ke depan, ujarnya kemudian-
"sungguh aneh sekali, dahulu bagai mana cayhe belum pernah
dengar sebutan Toa nio ini ?""
"Dulu aku tidak disebut Nenek iblis penghalang jalan"
"Lalu siapa nama Toa nio yang sebetuinya ?""
"Aku sudah ada dua puluh tahun lamanya tidak pernah berkelana
di dalam dunia kangouw, Pada dua puluh tahun yang lalu aku
disebut sebagai "Tok Mey Jin" atau perempuan cantik berbisa."
"Oooh . ." seru Ti Then kaget. "Kiranya Toa nio adalah Tok Mey Jin yang pernah menggetarkan dunia kangouw Pada masa yang
silam, tapi . . . cayhe dengar sewaktu muda Toa nio sangat cantik
sekali bagaimana kini bisa berubah menjadi begini rupa ?""."
"Kau tanya belang-belang putih Pada wajah ku ini?"."
"Benar, kenapa bisa begitu?"."
"Sesudah kau ketahui sebutanku, sudah tentu tahu juga ilmu


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

andalanku yang paling utama bukan ?""
"Tahu" sahut Ti Then sambil mengangguk. . "Katanya Toa nio paling gemar menyelidiki berbagai macam racun, kau adalah jago
ahli di dalam penggunaan racun".
"Belang-belang putih pada wajahku ini akibat dari penyelidikan
racun-racun itu." "Ooooh kiranya begitu" seru Ti Then sambil memandang kearah
wajahnya. "Hanya dikarenakan gemar bermain racun mengakibatkan wajah
yang cantik menjadi jelek, bukankah hal itu terlalu sayang?"?"
"Sudah tentu sedikit tidak berharga, hanya saja akhirnya aku
berhasil membuat suatu racun yang tanpa bandingan di dalam Bu
lim pada saat ini." "Tapi apa gunanya?"?"
"Hmm.. . hmm... jika tidak berguna ini hari kau tidak akan
mengikuti aku dengan demikian penurutnya . "
"Aduh. . . celaka. ." Teriak Ti Then tiba-tiba. "Kaki kiriku sudah tidak bisa bergerak lagi."
"Jangan berteriak lagi, nanti sesudah sampai dikuil aku beri kau
sedikit obat penawarnya"
Sesaat mereka bercakap cakap itulah mereka berdua sudah
memasuki hutan cemara itu.
Kuil bobrok yang dimaksud merupakan kuil gunung yang terletak
ditengah tengah hutan cemara itu, walau pun dari luaran
kelihatannya sudah rusak dan hampir roboh tapi masih cukup aman
untuk digunakan sebagai tempat meneduh dari hujan-
Sesampainya di depan kuil itu Ti Then hanya merasakan
sepasang kakinya sudah menjadi kaku tidak bisa bergerak lagi,
ujarnya kemudian sambil memegang kencang kudanya. "Aku tidak
bisa bergerak lagi."
Nenek iblis penghalang jalan itu segera mencengkeram baju
punggungnya kemudian menyeret dia ke dalam kuil tersebut. Tapi
baru saja berjalan hingga ruangan dalam mendadak matanya
terbentur dengan sesuatu. secara mendadak air mukanya berubah
sangat hebat teriaknya. "Bagus sekali, siapa yang tidak tahu diri ..."
Berbicara sampai ditengah jalan mendadak tubuhnya tergetar
amat hebat kemudian rubuh terjengkang dengan perlahan kearah
depan- Kiranya dia sudah melihat di atas dinding di dalam ruangan kuil
itu tertuliskan delapan hurup yang amat besar .
" Nenek iblis penghalang jalan, saat kematianmu sudah tiba."
Hanya saja untuk sesaat lamanya dia sama sekali tidak menduga
kalau di dalam kuil itu sudah bersembunyi seorang musuh pada saat
dia memaki dengan perasaan gusar bercampur terkejut itulah
terlihatlah sesosok bayangan tubuh manusia secara mendadak
berkelebat dari belakang pintu kuil, satu kali totokan dengan tepat
menghajar jalan darah Yu Ming Hiat pada punggungnya .
Karenanya sebelum dia selesai berbicara tubuhnya sudah rubuh
ke atas tanah. Orang yang bersembunyi di balik pintu kuil kemuuian
membokong melancarkan serangan kearah Nenek iblis penghalang
jalan itu bukan orang lain melainkan Wi Lian in adanya.
Tubuh Ti Then ikut dengan Nenek iblis penghalang jalan itu
rubuh ke atas tanah ujarnya sambil tertawa:
"Sejak tadi sulah kuduga kau bisa berbuat begini."
Sambil tersenyum Wi Lian in membimbing dia bangkit berdiri.
"Bagaimana rasanya sekarang?"?""
"Seluruh badanku tidak bisa bergerak lagi".
Wi Lian In segera membimbing tubuhnya bersandar Pada dinding
kuil kemudian membalikan badan nenek iblis penghalang jalan itu,
tangannya dimasukan ke dalam sakunya mengambil keluar tiga
buah botol kecil yang terbuat dari batu pualam.
Terlihatlah di dalam ketiga botol itu berisikan obat-obat bubuk
dengan warna kuning, putih serta hitam, Melihat hal itu tanpa terasa
lagi dia mengerutkan alisnya rapat-rapat. "Heeei . . yang mana
merupakan obat penawar?" tanyanya. "Lebih baik sadarkan dia
terlebih dulu kemudian baru bertanya lebih jelas"
Wi Lian In terpaksa meletakan kembali ketiga buah botol
porselen itu, sesudah menotok jalan darah kaku pada tubuh Nenek
iblis penghalang jalan itu barulah dia membebaskan jalan darah Yi
Ming Hiat nya. "Hei . . kali ini kau yang sudah menolong jiwaku" Ujar Ti Then sambil menghela napas panjang. "seharusnya kali ini aku
mengucapkan terima kasih kepadamu"
"Hemm, kenapa sungkan-sungkan begini"
Ti Then tersenyum, dengan cepat dia berganti bahan pokok
pembicaraan. " Nenek iblis penghalang jalan ini sebetulnya merupakan Tok May
Jin Han Giok Bwe yang pernah menggetarkan dunia kangouw pada
masa yang silam, tentu kau pernah dengar sebutan itu bukan?"
"Oooh" jerit Wi Lian in dengan amat terkejut. "Tapi aku dengar Tok May Jin Han Giok Bwe merupakan seorang yang paling cantik
dalam dunia kangouw sedangkan dia kini merupakan seorang nenek
yang amat jelek?" "Dia bilang belang-belang putih pada wajahnya itu merupakan
akibat dari percobaannya terhadap obat beracun-"
"Tidak aneh kalau dia sangat lama tidak munculkan dirinya di
dalam Bu lim, kiranya dia malu untuk bertemu dengan orang . . .
Hmm, kau sudah sadar kembali"
"Tidak salah," Nenek iblis penghalang jalan itu memang sudah
sadar kembali. Agaknya dia sedang berusaha menggerakkan tubuhnya,
terlihatlah pada belang-belang putih pada wajahnya itu memancar
keluar sinar merah yang samar-samar. Makinya dengan amat gusar.
"Budak jelek, kiranya kau"
Wi Lian In segera maju ke depan menggampar pipinya dengan
amat keras. "Ayoh maki lagi, aku segera akan cabut mulutmu" .
Terpaksa Nenek iblis penghalang jalan itu mendengus saja tanpa
berani memaki lagi. "Hey aku tanya kau, kau mau mati atau mau hidup?"?" Tanya Wi
Lian In dengan keren. "Aku pilih mati, cepat kau turun tangan-"
Wi Lian in menjadi melengak "Kau cari mati?""
"Ehmm. . . ." Wi Lian In mengambil kembali ketiga buah botol dari atas tanah,
tanyanya: "Ketiga macam obat bubuk ini yang mana merupakan obat
penawar ?"" "Tidak tahu" Wi Lian In menjadi amat gusar, bentaknya setengah menjerit:
"Kamu tidak mau bilang nanti aku bunuh kau. ."
"Ehmm ..... hemmm tunggu apa lagi ?"?"
Melihat sifatnya yang ketus seperti batu cadas itu untuk beberapa
saat Wi Lian In dibuat serba salah, sambil menggigit kencang
bibirnya kemudian baru ujarnya lagi.
"Asal kau mau beritahu botol yang mana berisikan obat penawar,
bagaimana kalau aku lepaskan kau?"
" Hemmm . . hemmm . . . jangan harap" sahut nenek iblis
penghalang jalan itu tetap dengan nada yang amat dingin-
Wi Lian in dibuat tidak bisa berkutik lagi, terpaksa dia menoleh
kearah Ti Then minta pendapatnya.
"Dia tidak mau mengaku botol yang mana berisi obat penawar,
lalu bagaimana baiknya?"
"Kau dengar saja perintahku kemudian melaksanakannya . ..
sekarang cabut pedangmu."
Wi Lian In menurut dan mencabut keluar pedangnya dari dalam
sarung. " Kemudian ?"
"Kerek keluar biji matanya"
Wi Lian In segera menempelkan ujung pedangnya ke pinggiran
kulit mata sebelah kanan Nenek iblis penghalang jalan itu, lagaknya
seperti sungguh-sungguh hendak mengorek keluar biji matanya.
Air muka nenek iblis penghalang jalan itu segera berubah pucat
pasi bagaikan mayat, teriaknya ngeri. "Jangan . . aku nanti beri
tahu" "Hmm . . cepat katakan-"
"Bubuk yang kuning adalah obat penawar itu"
"Lalu bagaimana cara menelannya?" tanya Wi Lian In lagi sambil menarik kembali pedangnya.
"Hmm . ." Dengus nenek iblis penghalang jalan itu dengan
gemasnya. "Minumkan satu tetes sudah cukup"
Dengan cepat Wi Lian in mengeluarkan bubuk obat berwarna
kuning itu pada telapak tangannya kemudian disodorkan ke
hadapan Ti Then-"Kau bukalah mututmu, biar aku yang bantu kau."
"Tidak, berikan dia terlebih dulu"
Wi Lian In berpikir cara ini pun memang benar, maka dengan
langkah perlahan dia berjalan kembali ke samping tubuh nenek iblis
penghalang jalan itu, bentaknya. "Buka mulutmu, cepat kau makan
dulu obatmu ini" "Heeei . . sudahlah, tidak kusangka kegagahanku pada masa
yang silam harus habis dihari ini. . Hoi. . bubuk putih itu baru obat
penawar yang sebenarnya"
"Nenek busuk." Maki Wi Lian in dengan gusar. "Jika bukannya Ti Toako selalu waspada kurang sedikit kau tipu mentah-mentah lagi"
Sehabis berkata dia membuang botol obat berwarna kuning itu
ke atas tanah dan mengambil bubuk yang berwarna putih, sesudah
mengeluarkan sedikit diangsurkan kedekat mulutnya.
"Ayooh... kau makan dulu obat ini"
Nenek iblis penghalang jalan itu tidak melawan, dengan buka
mulutnya lebar-lebar dia menelan habis obat bubuk itu.
Setelah ditunggu beb erapa saat Wi Lian in tetap tidak melihat
perubahan apa pun pada dirinya, barulah dia mengeluarkan lagi
bubuk itu dan diberikan pada Ti Then-
Begitu obat itu masuk ke dalam mulutnya Ti Then segera
merasakan suatu hawa dingin merembes masuk ke dalam perutnya
kemudian hawa dingin itu berubah menjadi suatu aliran yang amat
pangs mengaliri seluruh badannya, dalam hati dla tahu obat itu
memang betul-betul obat penawar, tanyanya kemudian-
"Hoy nenek iblis penghalang jalan, bubuk kuning itu sebetuinya
obat apa?" "Mie Hun Yok atau obat pembingung sukma, siapa saja yang
menelan obat itu segera akan menjadi gila."
"Ehmm . . . lalu bubuk hitam itu adalah bubuk sun Hun si Kok
hun tersebut?" Baru saja nenek iblis penghalang jalan itu hendak memberikan
jawabannya mendadak seperti sudah mendengar sesuatu air
mukanya terlihat berubah sangat hebat sekali, dengan perasaan
terkejut bercampur cemas ujarnya:
"Aduh celaka. Hey budak cepat bebaskan jalan darahku, kalian
segera akan berubah menjadi setumpukan tulang-tulang putih."
Melihat sikapnya yang sungguh-sungguh dan amat serius tidak
urung wi Lian in dibuat merasa terkejut juga, bentaknya: "Kau
jangan omong kosong"
"Benar" seru Ti Then juga. "Hoy nenek iblis penghalang jalan apa arti perkataanmu itu " Kenapa kalau kita tidak bebaskan jalan
darahmu maka kita akan berubah menjadi tulang-tulang putih?"
"Yu Toa Hay sudah bawa kawanan ular berbisanya kemari"
"Sungguh?"" Tanya Ti Then dengan amat terperanyat sehingga
hampir-hampir meloncat bangun- "Kenapa aku sama sekali tidak
dengar suaranya?" "Dia masih berada kurang lebih ratusan kaki jauhnya dari kuil ini,
sudah tentu kau tidak mungkin bisa dengar."
"Lalu bagaimana kau bisa mendengar suaranya" " Tanya Ti Then
dengan penuh keheranan- "Aku sendiri juga tidak dengar, tapi ketika tadi ada angin yang
bertiup datang ditengah tiupan angin itu secara samar-samar
membawa bau yang amat amis sekali. Ular- ular berbisa dari
Majikan ular Yu Toa Hay itu aku paling jelas mengetahuinya, hawa
itu memang tidak salah lagi bau dari ular-ular berbisanya." Berbicara sampai di sini dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi: "
Cepat bebaskan aku kalau tidak mungkin akan terlambat."
Dengan perlahan Ti Then bangkit dan berjalan keluar dari kuil
untuk melihat ujarnya kemudian sambil kembali ke dalam ruangan.
"Tentu dia atur barisan selaksa ularnya terlebih dahulu
disekeliling kuil ini dengan perlahan-lahan, jika kau tidak percaya
omonganku nanti jangan menyesal"
"Aku bisa percaya omonganmu itu, tapi menunggu sesudah dia
munculkan diri baru bebaskan dirimu kiranya juga belum terlambat."
"Tapi sesudah kau melihat munculnya dia saat itu sudah sangat
terlambat" ujar nenek iblis penghalang jalan itu dengan amat gusar.
"Yaaah . . . terserah." seru Ti Then sambil angkat bahunya.
"Kemarin pagi aku sudah pernah menyajal ular- ular beracunnya,
walau pun aku tergigit oleh ularnya itu tapi tidak selihay apa yang
aku duga sebelumnya, aku percaya masih punya kekuatan untuk
melawan mereka." Sebaliknya ketika Wi Lian In mendengar mereka sedang
membicarakan soal ular air mukanya tidak terasa berubah menjadi
amat murung. ujarnya dengan cemas. "Kini kau sudah bisa turun
tangan belum?" "Sudah". sahut Ti Then sambil mengangguk. "Seluruh badanku sudah bisa bergerak semua. ."
"Hemmm . . hemmm . . , kau jangan terlalu tidak pandang
barisan selaksa ularnya majikan ular itu." Timbrung nenek iblis
penghalang jalan itu sambil mendengus. . "Keadaan pada kemarin
pagi aku sudah melihat semuanya, saat itu majikan ular tidak
berada di atas bukit itu sedang di atas bukit pun banyak tumbuh
bambu dengan lebatnya sehingga kau masih bisa menggunakan
ilmu meringankan tubuhmu untuk melarikan diri, tapi situasi pada
tempat ini sangat lain-" Ti Then tersenyum.
"Sekali pun tidak sama aku juga ingin menyajal, melarikan diri
bagaimana pun juga bukan suatu cara yang tepat."
"Hemm . . . di dalam dunia kangouw saat ini hanya aku seorang
yang bisa memecahkan barisan selaksa ularnya Majikan ular itu,jika
kau pingin bertempur melawan mereka tentu akan menemui binasa"
Mendengar perkataan itu dalam hati diam-diam Ti Then merasa
sedikit bergerak. sambil memandang tajam wajahnya dia bertanya
lagi. " Kau punya cara apa untuk menolak dan memecahkan barisan
selaksa ularnya" "Kau bebaskan jalan darahku dulu, aku segera akan
melaksanakannya untuk kalian lihat."
"Tidak." sahut Ti Then ketus. "Kau bicara lebih dulu."
" Kalau aku beritahukan kepadamu kau mau melepaskan aku
tidak?"?" "Asalkan kau tidak cari gara-gara lagi kepadaku untuk minta kitab
pusaka Ie cin Keng yang kau maksud itu sudah tentu aku mau
melepaskan kau pergi"
Nenek iblis penghalang jalan menundukkan kepalanya termenung
berpikir sebentar kemudian barulah sabutnya:
"Baiklah, bubuk obat berwarna kuning itu bisa melawan barisan
selaksa ularnya Majikan ular, cepat kau ambil bubuk itu dan
sebarkan disekeliling kuil, dengan demikian kita tidak akan takut lagi
terhadap serangan ular-ular berbisa itu."
000000 BAGIAN 19 TI THEN segera memungut botol yang berisikan bubuk bewarna
kuning itu, sambil memperhatikan botol tersebut ujarnya.
"Tadi kau bilang isi bubuk kuning ini adalah obat Mie Hun Yok.
apa bubuk ini juga bisa digunakan untuk memabokkah ular- ular


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbisa?" "Tidak salah. .." sahut nenek iblis penghalang jalan itu sambil mengangguk.
"Bubuk Mie Hun Yok ku itu bisa membuat kesadaran orang
menjadi kacau, juga bisa digunakan pula untuk menggilakan
binatang-binatang buas."
"Tapi jika ular- ular berbisa itu menjadi gila, bukankah malah
semakin sukar untuk menghadapinya" "
"Di dalam bubuk kuning itu sudah aku campur dengan belerang,
jika ular- ular berbisa itu mencium baunya belerang mereka tidak
akan berani menyerbu ke dalam kuil lagi . . . sudahlah, jika kau
tidak mau membebaskan jalan darahku, cepatlah sebarkan bubuk
kuning itu disekeliling kuil, jangan banyak omong lagi."
Ti Then tersenyum, segera dia meloncat ketengah kuil dan
membuang penutup botolnya, sesudah itu barulah menyebarkan
bubuk kuning tersebut kesekeliling kuil bobrok itu, di dalam sekejap
saja sudah terlihatlah bubuk kuning itu dengan berbentuk lingkaran
melingkari kuil itu. Ujarnya kemudian- .
"Hei nenek iblis penghalang jalan, aku mau beritahu sesuatu
urusan kepadamu" "Hemm . . kau mau ingkari omonganmu" Dengus nenek iblis
penghalang jalan itu dengan amat dingin..
"Bukan, nanti sesudah menghancurkan barisan selaksa ularnya
Majikan ular aku segera akan melepaskan kau pergi, aku mau bilang
sebetuinya aku tidak memperoleh itu kitab pusaka Ie Cin Keng
seperti yang sudah disiarkan di dalam Bu lim, berita itu sengaja
disebarkan oleh setan pengecut serta si naga mega Hong Mong Ling
dari benteng Pek Kiam Po untuk bertujuan mencelakaiku"
"Hemm . . siapa itu setan pengecut?" tanya nenek iblis
penghalang jalan itu lagi sambil mendengus.
"Tidak tahu, dia memakai sebuah kerudung dari kain hitam pada
wajahnya sehingga tidak kelihatan air muka yang sebetuinya,
karena itu aku memanggil dia sebagai si setan pengecut, dia
menyelusup masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po menculik pergi
nona Wi, akhirnya aku temui mereka dan melukai sedikit kulit kulit
kepalanya dan menolong nona Wi kembali, mungkin karena dia
tidak bisa mengalahkan aku sengaja sekongkol dengan Hong Mong
Ling menyebarkan berita kosong itu, mengatakan aku sudah
memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng yang sudah lama hilang itu"
"Aku pernah dengar katanya Hong Mong Ling itu hendak
dikawinkan dengan nona Wi ini, bagaimana secara mendadak bisa
bentrok dengan pihak Benteng Pek Kiam Po?"
"Soal ini .." sahut Ti Then tersenyum. "Sebenarnya soal ini dikarenakan sifatnya yang jelek dan suka pelesir, sering sekali
secara diam-diam dia keluar dari Benteng cari perempuan, berita ini
akhirnya diketahui nona Wi sehingga begitulah Wi Pocu di dalam
keadaan gusar sudah putuskan hubungan ini, dia mengira akulah
yang sudah merusak hubungannya itu karenanya di dalam keadaan
gusar sudah melakukan pekerjaan ini"
"Walau pun aku tidak tahu jelas persoalannya, tapi kau memang
mungkin sengaja hendak merusak perkawinan mereka"
"Benar atau bukan aku wegah debat dengan kau, asalkan kau
mau percaya kalau aku tidak mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng
itu sebentar lagi pasti aku lepaskan kau pergi, setelah itu aku harap
kau jangan datang mencari gara-gara lagi kalau tidak jangan
salahkan pedangku tidak kenal am pun. Aku sudah bunuh mati tiga
orang kini tidak mungkin akan memperlakukan istimewa terhadap
dirimu..." Baru saja dia selesai berbicara mendadak terdengar suara
mendesis yang sangat perlahan tapi ramai berkumandang datang
dari delapan penjuru angin-Air muka Wi Lian In berubah amat
hebat, teriaknya: "Majikan ular sudah datang"
Dengan perlahan Ti Then mencabut ke luar pedangnya, ujarnya
sambil tertawa dingin-"Lebih balk kakek kura-kura Phu Tong song
itu pun ikut datang kemari"
Baru saja dia bicara terdengarlah si majikan ular Yu Toa Hay
sudah berteriak dengan amat keras dari luar kuil:
"Hey nenek tua yang berada di dalam kuil, cepat keluar untuk
bicara" "Hmmm . . . hmmm . . . kalau mau buang kentut cepat
dilepaskan- balas nenek iblis penghalang jalan itu dengan amat
dingin. Majikan ular Yu Toa Hay berdiam sebentar tidak bicara,
kemudian ujarnya lagi: " Kenapa kau tidak keluar"
"Homm . . .jika mau temul aku cepat bergelinding masuk. ."
"Ha ha ha ha . . . baiklah. ." sahut majikan ular Yu Toa Hay
sambil tertawa terbahak bahak. "Kita bicara secara begitu pun boleh juga, sekarang beritahu dulu pada lohu kau menyebut dirimu
sebagai Nenek iblis penghalang jalan tapi selamanya Lohu belum
pernah mendengar sebutan ini di dalam Bu lim, siapa sebetulnya
kau ?"" "Hei manusia jelek jangan berkentut di sana, orang lain mungkin
takuti kau sebagai Majikan ular tapi aku tidak akan takut."
"Ha ha ha . . . kalau tidak takut kenapa tidak berani keluar untuk
bertemu ?" Dengan perlahan Nenek iblis penghalang jalan itu menoleh
kearah Ti Then sambil ujarnya dengan perlahan
" Cepat bebaskan totokan jalan darahku, biar aku keluar
menemui bangsat jelek itu"
"Tidak bisa" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Jika kau berbalik muka dan berdiri satu garis dengan mereka bukankah
menambah kerepotan bagiku." Nenek iblis penghalang jalan itu
menjadi teramat gusar. "Kau sudah sebarkan bubuk Mie Hun Yok itu disekeliling kuil,
masih takut apa lagi?"
Ti Then dengan perlahan menyandarkan tubuhnya ke samping
jendela dekat pintu kuil itu untuk melongok ke depan, terlihatlah
majikan ular Yu Toa Hay sedang berdiri kurang lebih sepuluh kaki
dari kuil bobrok dimana mereka berada, sedang ular-ular
beracunnya persis berdiri di depannya menanti perintah
penyerbuan, segera dia mengundurkan kembali kesisi nenek iblis
penghalang jalan itu sambil sahutnya dengan perlahan-
"Ular-ular beracunnya kini berada kurang lebih lima kaki dari
bubuk Mie Hun Yok yang kita sebar pada sekeliling kuil ini sedang
dia pun masih berdiam diri menanti. Aku harus menunggu dulu
kehebatan dari obat Mie Hun Yok mu itu, jika sudah membuktikan
kalau bubuk itu cukup untuk menahan serangan ular-ular itu,
barulah aku mau bebaskan dirimu."
"Hmmm . .." Dengus nenek iblis penghalang jalan itu sedikit
mangkel "Kau bangsat cilik sungguh banyak curiga, apa kau kira aku
sudah menipu kalian-"
"Hm jika kau tidak pandai menipu orang, aku pun tidak akan
terkena racun sue hun si Kok bun mu yang lihay itu"
Baru dia selesai bicara terdengar majikan ular Yu Toa Hay yang
berada diluar kuil sudah menggember dengan keras: "Hoi Nenek
jelek, kenapa kau tidak bicara?"
"Mataku sudah mulai mengantuk. malas kalau suruh bicara
dengan kau tua bangkotan"
"Kau apakan bangsat cilik itu?"
"Dia belum mati"
"Hei nenek jelek" seru majikan ular lagi dengan keras. "Kau percaya budak itu sungguh-sungguh pergi mengejar kitab pusaka Ie
Cin Keng itu untukmu?"
"Sudah tentu" "Lohu beritahu padamu, kau sudah tertipu"
"Ooh begitu?"" sahut Nenek iblis pengbalang jalan itu dengan
perasaan wegah. "Pagi ini Kakek kura-kura pernah mengikuti jejak mereka sejak
meninggalkan kota Ho Kiang sian makanya ketika kau menghalangi
perjalanan mereka kemudian menawan bangsat cilik itu dia sudah
melihatnya semua dengan amat jelas, kau kira budak itu sungguh-
sungguh pergi mengejar kitab pusaka Ie Cin Keng itu" Ha ha ha. . .
. sesudah ampai ditengah jalan budak itu suduh putar jalan menuju
kemari, lohu sekali pandang aja sudab tahu kalau budak itu punya
maksud untuk menolong orang, karenanya tidak lanjutkan
menguntit dirinya. Kemungkinan sekali budak itu kini sudah
bersembunyi di dalam kuil itu."
" Kalau betul lalu bagaimana?" seru Nenek iblis penghalang jalan itu setengah jengkel.
"Budak itu bukan tandinganku, dia tidak sanggup memukul rubuh
aku dia jangan harap bisa memperoleh obat penawar itu."
"Hoy nenek jelek, dari pada kita saling bentrok satu sama lainnya
lebih baik kita rundingkan secara bersama-sama saja, sesudah kau
memperoleh kitab pusaka Ie Cin keng itu bagaimana kalau kita
bertiga sama sama mempelajarinya ?""
"Huei bangsat tidak tahu diri, kau boleh pergi mimpikan
impianmu yang lucu itu."
"He he . . .jika kau tidak mau menyanggupi terpaksa hanya
satujalan kematian yang akan kau terima."
"Kentutmu. " "Cukup lohu meniup seruling ini, maka di dalam sekejap saja
badanmu hanya tinggal tulang-tulang putih yang bertumpuk."
"Kentutmu kali ini semakin bau lagi."
Agaknya majikan ular Yu Toa Hay sudah dibuat gusar oleh
omongannya yang ketus itu, teriaknya tiba tiba.
"Phu heng, baik-baik jaga belakang kuil, jangan sampai
membiarkan nenek jelek ini melarikan diri."
segera terdengarlah suara sahutan dari kakek kura-kura Phu
Tong seng yang agaknya berasal dari belakang kuil.
"Yu heng harap legakan hati, sekali pun nenek jelek itu punya
sayap juga jangan harap bisa meloloskan diri"
"Hoy nenek jelek" seru Majikan ular lagi dengan keras. .. "sekali lagi lohu beri waktu bagimu untuk pikir-pikir, jika. ."
"Telur busuk mulut makmu" Potong nenek iblis penghalang jalan
itu sambil memaki.. . "kau masih punya kepandaian selihay apa
silahkan gunakan semua, tidak perlu menggonggong lagi seperti
anying busuk ditempat ini. ."
"Baiklah" Teriak majikan ular dengan amat gusar, "Kau boleh coba coba rasakan kelihaianku"
Tidak lama kemudian terdengarlah mengalunnya suara irama
seruling yang amat merdu berkumandang memenuhi seluruh
penjuru tempat. Ti Then serta Wi Liau Iri dengan tergesa-gesa meloncat ke depan
jendela untuk melongok ke depan, terlihatlah kawanan ular-ular
beraCun itu setelah mendengar suara irama seruling tersebut segera
menjulurkan lidahnya dan mulai bergerak seekor demi seekor
mendekati kuil bobrok tersebut.
Sebaris demi sebaris, seekor demi seekor bagaikan adanya
berlaksa tentera yang sedang menyerbu terlihat sinar yang sangat
menyilaukan mata memancar keluar dari sekitar tanah kuil itu,
kurang lebih lima ratus ekor ular berbisa sudah mulai menyerbu
Raja Naga 7 Bintang 2 Pedang Tetesan Air Mata Ying Xiong Wu Lei A Hero Without Tears Karya Khu Lung Bara Diatas Singgasana 25
^