Pencarian

Pendekar Patung Emas 6

Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Bagian 6


"Kamu bicara dari sana, dia masih bisa dengar" Ti Then segera
angkat kepalanya berteriak. "Nona Wi, kamu menderita luka atau
tidak?" Air mata yang mengucur keluar dari kelopak mata Wi Lian In
semakin deras, sahutnya dengan sedih:
"Tidak terluka, hanya kemangkelan di dalam hatiku tidak bisa
ditahan lagi, Ti kauw tauw kamu tidak usah perduli aku lagi, cepat
turun tangan binasakan bangsat terkutuk ini"
"Nona Wi, kamu bersabarlah beberapa hari lagi, cayhe percaya
masih punya cara untuk menolong kamu"
"Ti kiauw tauw" ujar Wi Lian In lagi sambil menangis "Aku rela berkorban dan binasa bersama-sama bangsat terkutuk ini, cepat
kamu turun tangan." "Apa mungkin nona Wi masih menaruh rasa terhadap dia?"
"Omong kosong" "Kalau tidak kenapa rela binasa bersama-sama dengan dia."
"Aku benci dia. . aku benci sekali melihat tampangnya" aku tidak
mau dikuasainya terus menerus."
"Nona benci dia tapi belum melihat dengan mata kepala sendiri
kebinasaannya maka itu bersabarlah beberapa hari lagi. Kamu
adalah seorang nona baik tentu tidak mau berkorban untuk binasa
bersama-sama dia bukan?"
"Ti Kauw tauw" ujar wi Lian In dengan sedih. "Apa kamu setuju terhadap ke empat buah syarat yang diajukan setan pengecut itu?"
"Benar". -0000000- "Ini tidak ada hubungannya dengan kamu orang, jika kamu tidak
berani turun tangan menolong aku.. lebih baik pulang saja panggil
ayahku kemari." "Ayahmu datang juga tidak berguna" ujar Ti Then sambil tertawa pahit. .. "Setan pengecut ini hanya maui aku seorang dan bukan
ayahmu yang dicari."
" Kamu terlalu bodoh.. jika kamu menurut perkataan mereka
untuk potong salah satu lenganmu, saat itu mungkin mereka akan
turun tangan bunuh dirimu."
"Tentang hal ini nona boleh berlega hati, sampai saatnya jika
mereka tidak menurut perjanyian aku masih punya kemampuan
untuk bereskan nyawa kedua orang itu." Berbicara sampai di sini dia menoleh kepada Hong Mong Ling, tanyanya. .
"Hei bangsat cilik, kamu sudah bulatkan tekad untuk mengikuti
setan pengecut ini untuk selamanya?""
"Tidak salah" sahut Hong Mong Ling sambil tertawa dingin.
" Kalau begitu sangat bagus sekali, kamu boleh bawa nona Wi ke
dalam goa" Hong Mong Ling tetap berdiri tegak menanti perintah dari setan
pengecut itu sejenak kemudian barulah terdengar setan pengecut
itu terttawa, ujarnya: "Muridku yang baik, kamu bawalah dia masuk
ke dalam goa" Dengan sangat hormat Hong Mong Ling menyahut, setelah itu
barulah dia membawa Wi Lian In mundurkan diri ke dalam goa.
Goa itu terletak di belakang tubuhnya, karena itu baru saja
mundur dua langkah tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Sesudah itu barulah Ti Then putar tubuhnya, kepada setan
pengecut itu sambil tertawa ujarnya:
"Kamu telah mengangkat dia sebagai murid?"
"Benar" "Kamu harus peringatkan dia, jika dia berani mengganggu
seujung rambut dari Wi Lian in, diantara kita kedua belah pihak
tidak akan ada pembicaraan lagi."
"Asal kamu mau menerima keempat syarat yang aku ajukan aku
tanggung semuanya akan beres"
"Tapi. . "ujar Ti Then lagi... "Syarat yang pertama aku betul-betul tidak bisa laksanakan. ."
"Soal itu tidak mengapa, asalkan kamu mainkan semua
kepandaianmu, sudah cukup buat aku untuk mengetahui apa betul
kamu murid dari musuh besarku atau bukan."
" Harus dikeluarkan semua?"
"Benar" sahut setan pengecut itu "Harus dikeluarkan semua bahkan setiap gerakan dan setiap jurus harus dimainkan dengan
perlahan. ." Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa dingin,
ujarnya: "Tujuanmu yang sebetulnya sedang mencari tahu siapa
sebetulnya suhuku atau mau merebut kepandaian silat dari
suhuku?" "Kedua duanya, karena semakin tahu semakin lihay, semakin
lihat selamanya akan menang"
Setan pengecut itu menjadi sangat gusar, ujarnya: "Aku sedang
bicara yang sesungguhnya"
"Jika terpaut hanya satu tingkat saja, maka berarti juga
kepandaian silatmu saat ini jauh lebih tinggi dari kepandaianku,
bagaimana jika kita coba-coba"
"Tidak bisa. . tidak bisa. . " ujar setan pengecut itu sambil
gelengkan kepalanya, "Yang menang akan sombong dan yang kalah
akan malu. . tidak. . tidak. ."
"Ha. . ha. . ha. . perkataan saudara sungguh amat jujur, sungguh
heran. . sungguh heran. ."
"Cukup, sekarang bukan waktunya untuk bicara omong kosong,
kapan kamu mulai menulis semua kepandaian silat suhumu?"
"Kini cuaca sudah semakin gelap" ujar Ti Then sambil
memandang ke angkasa, "Sedang baru saja aku melakukan
perjalanan jauh, tidak perduli bagaimana pun malam ini aku mau
tidur yang nyenyak terlebih dahulu"
"Baiklah, besok pagi mulai menulis juga tidak mengapa, sekarang
aku mau beri larangan tempat-tempat yang boleh kamu bergerak.
coba dengarkan dengan teliti. ."
"Kamu boleh tidur di tebing sana"
Dengan mengikuti tangannya yang menunjuk ke arah tebing, Ti
Then menengok ke sana, terlihatlah di bawah tebing curam itu
memang terdapat sebuah gua yang cukup dimasuki seorang saja,
segera dia mengangguk sahutnya:
"Sudah kelihatan, kamu mau aku tidur di dalam gua itu"
"Tidak salah, sedang kami guru dan murid akan mengawasi
seluruh gerak-gerikmu dari atas tebing sebelah sana, mau tidur atau
tidak terserah kepadamu, dilarang meninggalkan depan tebing
walau satu kaki" Ti Then melihat di depan tebing itu merupakan tanah lapang
sejauh tiga kaki lebih bahkan tidak sebutir batu pun yang bisa
dibuat menyembunyikan diri, dalam hati dia memaki atas
kelicikannya, dengan dingin ujarnya: "Bagaimana kalau aku keluar
dari satu kaki?""
"Tidak ada perkataan lain" ujar setan pengecut itu dengan dingin.
"Maka nona Wi akan merasakan suatu penderitaan dan siksaan
yang nyaman" Ti Then tertawa terbahak-bahak, ujarnya: "Ada satu akibat yang
hebat, apa kalian sudah pikirkan?""
"Akibat apa?" tanyanya sambil memandang tajam ke arah Ti
Then. "Asalkan aku tidak menyetujui syarat-syaratmu dan terjadi suatu
pertempuran, aku percaya masih punya kesanggupan untuk
membunuh mati kau" Pada air muka setan pengecut itu sedikit pun tidak menampilkan
perasaan jerihnya, sambil tertawa seram ujarnya:
"Kau mengira sesudah tahu dia tidak akan lolos juga dari
tanganmu?" "Sudah pasti" "He . . he. . he. . aku beritahu padamu, gua itu masih punya
jalan untuk mengundurkan diri"
Ti Then girang dalam hatinya tapi sengaja memperlihatkan
perasaannya yang sangat terkejut, ujarnya:
"Ha. . kiranya begitu, sungguh teliti kamu dalam mencari tempat
yang begitu baiknya"
Setan pengecut itu hanya tertawa aneh saja, ujarnya kemudian
dengan nada setengah mengejek.
"Bagaimana?" Masih mau turun tangan"
"Tidak" sahut Ti Then sambil angkat bahunya, "Sekarang aku mau pergi tidur. ." Dengan cepat dia menuntun kudanya berjalan
menuju ke arah tebing tersebut. ujar si setan pengecut lagi dengan
keras: " Ingat perkataanku, jika kamu orang tidak ingin melihat nona Wi
tersiksa malam ini, harus tidur dengan sebaik-baiknya di dalam gua
itu" Ti Then pura-pura tidak dengar perkataan itu, sambil menuntun
kudanya dia tepat melanyutkan perjalanan menuju ke tebing
tersebut. sesudah melepaskan pelana kudanya dia menepuk
punggung kuda tersebut, ujarnya:
"Ang san khek pergilah makan rumput di sana. .sesudah kenyang
kembalilah ke sini, malam ini kita harus bekerja sama untuk
melanjutkan hidup, Kuda itu agaknya mengerti akan perkataan dari
Ti Then, sambil meringkik panjang dengan perlahan berjalan pergi
mencari makanannya. . . Ti Then meletakkan pelana kuda serta bungkusannya, ke atas
tanah kemudian putar tubuhnya memandang kearah tebing sebelah
sana, saat itu si setan pengecut sudah menaiki tebing seberang dan
sedang duduk bersemedi di depan pintu goa. .
Jarak dari sebelah sini ke sebelah sana kurang lebih ada dua
puluh kaki jauhnya tetapi dikarenakan cuaca yang belum begitu
gelap membuat setiap gerak gerik dari masing-masing pihak bisa
dilihatnya dengan sangat jelas sekali.
Dengan perlahan Ti Then memutarkan kepalanya memperhatikan
keadaan di sekeliling tempat itu, kemudian memandang ke langit,
pikirnya dalam hati: "Ini hari sudah bulan tujuh tanggal enam belas, besok tepat
merupakan saat bulan purnama, hanya tidak tahu sewaktu bulan
muncul memancarkan sinarnya ke arah sebelah mana ?" Ke sebelah
sana atau ke sebelah sini?"
Dia sangat mengharapkan tempatnya sebelah sini merupakan
tempat yang gelap. dengan demikian dia punya kesempatan untuk
melancarkan gerakannya. Mengambil sebuah cupu arak serta sebungkus rangsum kering,
sambil memegang cupu cupu arak itu ujarnya dengan keras:
"Hei . . setan pengecut, kamu jangan begitu tegang, mari ke sini
minum arak sama aku."
"Tidak usah. ." sahutnya dari tebing seberangan: "Aku tidak mau minum arak, kamu minum saja sendiri"
Ti Then yang mendengar setiap patah kata yang dikirim begitu
jelasnya masuk dalam telinga, tidak terasa hatinya menjadi terkejut,
pikirnya: "Dengan jarak dua puluh kaki lebih dia masih bisa kirim suaranya
begitu jelas ke dalam telingaku, kelihatannya dia memang
merupakan seorang jago berkepandaian tinggi dari Bu lim. Hanya
tidak tahu apakah kepandaiannya bisa mengalahkan kepandaianku
?"" Dia sangat mengharapkan ada orang yang bisa mengalahkan
kepandaian silatnya, karena asalkan ada orang yang bisa
mengalahkan dia maka dia akan bebas dari tugas sebagai patung
emas sesuai dengan perjanyiannya dengan majikan patung emas,
dengan sendirinya hatinya tidak perlu risaukan lagi untuk
memperistri putri orang lain"
Tetapi dia pun merasa kalau tenaga dalam pihak lawannya masih
berada di antara Wi Ci To dengan tenaga dalam seperti ini, masih
boleh digunakan untuk menjagoi dunia kangouw tetapi untuk
mengalahkan dirinya masih belum sanggup, karena itu dia juga
tidak menaruh harapan di atas tubuh setan pengecut itu. segera dia
duduk di atas tanah mulai dahar rangsumnya.
Sambil dahar terus menerus dia memikirkan cara-cara untuk
meloloskan diri dari pengawasan setan pengecut itu, tetapi sesudah
berpikir setengah harian lamanya masih tetap saja merasa kalau
pekerjaan ini harus menggunakan bantuan sinar rembulan. .jika
sinar rembulan tidak menyinari tebingnya maka dengan diam-diam
dia bisa meninggalkan goa untuk berusaha menolong wi Lian In.
Setan pengecut itu pernah bilang kalau gua tersebut terdapat
jalan mundur, perkataan itu jika betul maka dirinya bisa pergi
mencari pintu gua yang sebelah, dari sana diam-diam masuk ke
dalam dan turun tangan menguasai Hong Mong Ling terlebih dulu.
Tidak lama kemudian malam hari pun semakin kelam.
Kuda Ang san Khek itu dengan perlahan kembali ke hadapan Ti
Then dan tepat menutupi pintu gua, melihat hal ini pikiran Ti Then
dengan cepat bergerak. Dia mengambil kembali selimut yang ada di
atas tanah sambil ujarnya dengan perlahan.
"Ang San Khek harap berdiri jangan bergerak, jangan sampai si
Setan Pengecut diseberang sana bisa melihat semua gerak gerikku."
sehabis berkata dia membungkukkan tubuhnya masuk ke dalam gua
itu. Dalamnya gua itu tidak lebih hanya lima depa saja, sesudah
berjalan sampai di ujung gua dengan punggung menghadap pintu
gua dia membuka selimutnya dan di buka di atas tanah, setelah itu
dengan cepat mengumpulkan batu-batu yang ada di sana ke dalam
selimut itu sehingga sebesar tubuh manusia dan dibaringkan ke atas
tanah, dengan demikian bentuknya mirip sekali dengan seorang
manusia yang sedang tidur terlentang dengan nyenyaknya di atas
tanah. Sesudah semua persiapan selesai barulah dia berjalan keluar dari
gua dan duduk di sana memandangi Hong Mong Ling yang sedang
mengawasi dirinya dari tebing seberang, ujarnya dengan keras:
"Hong Mong Ling malam belum begitu kelam, bagaimana kalau
kita bercerita?" " Cerita apa" " ujar Hong Mong Ling dengan dingin.
"Bagaimana kalau kita bercerita tentang pengalamanmu sampai
mengangkat Setan pengecut ini menjadi guru?"
"Hemm. . soal ini tidak ada yang bisa diceritakan"
"Kamu bangsat cilik jadi orang sungguh aneh, sekali pun Wi Pocu
tidak jadi menjodohkan putrinya kepadamu, tapi belum sampai
mengusir kamu dari perguruan, buat apa sekarang melaksanakan
perkerjaan seperti ini?"
"Dia sudah membatalkan perjodohan itu, sudah tentu aku tidak
punya muka lagi untuk tetap hidup di dalam benteng Pek Kiam Po"
"Sekali pun tidak punya muka untuk menetap di dalam benteng
Pek Kiam Po juga tidak punya alasan untuk menculik nona Wi"
"Barang yang tidak bisa didapatkan oleh aku Hong Mong Ling,
tidak akan dibiarkan di pungut oleh orang lain"
"Hemm. . jika begitu kau memangnya seorang bajingan yang
paling busuk" "Heeei. . . orang she Ti" ujar Hong Mong Ling dengan sangat
gusar: "Jika kamu orang tidak mau melihat Wi Lian In menderita
lebih baik bicara sedikit sopan"
"Kamu mau duduk semalaman di sana untuk menyaga dia"
"Tidak salah" "Aku takut kamu orang bisa melamur"
"Kalau begitu boleh coba-coba saja, kamu berani berjalan satu
kaki dari guamu. . h mm. . pertunjukan bagus segera dimulai. . "
"Aku bisa muncul di sampingmu secara diam-diam, kemudian
memenggal batok kepalamu"
Agaknya Hong Mong Ling tidak menjadi jeri atas gertakan itu,
sambil tertawa dingin ujarnya:
"Bagus sekali, aku mau tunggu kemunculanmu itu"
Ti Then tidak berani banyak cakap lagi, segera dia pejamkan
mata mulai mempersiapkan diri


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu jam kemudian bulan yang berbentuk bulat muncul di tengah
udara malam yang bearna biru tua, sinar rembulan dengan
terangnya menyinari semua penyuru di selat itu,
menyinari tebing dimana Hong Mong Ling tinggal, juga menyinari
tebing di sebelah sini. Dengan perlahan Ti Then menarik selimutnya yang berisi penuh
batu itu ke samping tubuhnya dan membentuk sesosok tubuh yang
sedang duduk tidak bergerak.
Tidak lama kemudian si Setan pengecut itu pun berjalan keluar
dari dalam gua. Kepada Hong Mong Ling yang sedang berjaga ujarnya:
"Kau pergilah tidur sebentar, tapi jangan mengganggu budak itu"
Hong Mong Ling segera menyahut dan bangkit kembali ke dalam
gua. Si setan pengecut itu segera duduk di depan pintu gua, dia
melihat pintu gua dimana Ti Then tidur tertutup sama kali oleh
tubuh kudanya tidak tertahan, teriaknya: "Hei Ti Then kamu sudah
tidur ?" "Sudah hampir tidur, ada urusan apa?"
"Cepat singkirkan kuda itu ke samping, kalau tidak bagaimana
aku bisa mengawasi kamu"
"Pokoknya asal aku keluar gua tidak akan lolos dari sepasang
matamu, buat apa kau kuatir?""
Setan pengecut menjadi sangat gusar, bentaknya:
"Aku suruh singkirkan yaah singkirkan, jangan banyak bantah
lagi.." "Aku hanya bisa suruh dia rebah saja karena aku mau gunakan
dia sebagai penahan angin"
Berbicara sampai di sini dia menepuk-nepuk paha kudanya,
ujarnya: "Ang san khek .. . kau rebahlah. Setan pengecut itu tidak bisa
lihat aku hatinya tidak tenang."
Kuda yang bernama Ang San Khek itu ternyata menurut, dengan
perlahan-lahan merebahkan dirinya.
Begitu kuda itu merebahkan diri dengan cepat Ti Then
meminyam kesempatan itu berguling ke samping kudanya, dan
bersembunyi di bawah perutnya, ujarnya dengan keras: "Demikian
bisa melihat tidak?"
Di dalam beberapa saat ini hatinya betul-betul merasa sangat
tegang, dia takut pihak lawannya mengetahui kalau orang yang
tidur terlentang di depan goa adalah manusia palsu, jika hal ini
sampai diketahui maka tidak akan ada cara lagi untuk meninggalkan
gua itu secara diam-diam.
Tetapi setan pengecut itu agaknya tidak kelihatan, sambil
mendengus dingin ujarnya: "Yang ini masih boleh juga"
Diam-diam Ti Then menghembuskan napas lega, ujarnya lagi
dengan keras: "Aku mau tidur, kau jangan banyak berbicara lagi."
"Kau tidurlah" Ti Then segera bersembunyi di bawah perut kudanya tanpa
berani berkutik lagi, kurang lebih setengah jam kemudian barulah
dia menepuk tubuh kudanya dengan perlahan, ujarnya dengan nada
yang sangat rendah: "Ang san Khek. ayoh berdiri dan bawa aku ke sana. . di belakang
batu-batu cadas itu."
Kuda Ang san Khek ini memang merupakan seekor kuda
jempolan yang tahu maksud manusia, mendengar perkataan itu ia
segera bangkit berdiri. Dengan cepat tangan kiri Ti Then memegang leher kudanya,
sedang tangan kanannya mencekal kaki depan sebelah kanan dari
kuda itu, seluruh tubuhnya di angkat terlentang di samping kanan
kuda itu dengan demikian dari pihak si Setan pengecut itu sama
sekali tidak bisa melihat gerakannya ini. ujarnya kemudian dengan
perlahan. "Ayoh jalan. ."
Sambil menggoyang-goyangkan ekornya kuda itu dengan
perlahan berjalan menuju belakang tumpukan batu-batu cadas yang
tersebar di sana. Saat itu si Setan pengecut yang berada di tebing sebelah sana
mendadak buka mulut, teriaknya:
"Hei Ti Then, kudamu lari. "
Ti Then menjadi sangat terperanyat, tetapi tidak sampai
mengucapkan sepatah kata pun. Teriak setan Pengecut itu lagi
dengan keras: "Hei Ti Then, kamu dengar tidak?"
Untuk tidak menyawab tidak mungkin, terpaksa Ti Then
bergumam seorang diri "Mungkin dia mau pergi buang hajat, hei hanya seekor binatang
saja kamu juga mau larang gerak-geriknya"
"Mungkin dikarenakan kudanya belum terlalu jauh meninggalkan
goa sehingga si setan pengecut itu tidak sampai mendengar kalau
suara Ti Then berasal dari tubuh kuda itu,
Terdengar dia mendengus dengan sangat dingin ujarnya:
"Aku tidak tega melihat kamu kehilangan seekor kuda jempolan. .
. kudamu itu memang seekor kuda yang sukar dicari" Diam-diam Ti
Then merasa geli, pikirnya:
"Tidak salah, pandanganmu ternyata sangat tajam, kuda ini
memang seekor kuda jempolan yang tahu perkataan manusia, dia
sedang membantu aku meloloskan diri dari pengawasanmu" segera
gumamnya: "Kamu sudah mengganggu aku dua kali, jika kamu masih
mengharapkan besok pagi aku tuliskan kepandaian silatku, jangan
coba sadarkan aku lagi.."
Setan pengecut itu tidak berani bicara lagi, segera dia tutup
mulutnya rapat-rapat dan duduk tidak bergerak lagi..
Sebaliknya waktu itu kuda tersebut sudah berjalan duluan
menuju ke belakang tumpukan batu-batu cadas itu Ti Then segera
melepaskan tangannya dan menyatuhkan diri diantara batu-batu
tersebut, ujarnya dengan perlahan: "Ang san Khek apa kamu mau
buang hajat?" Agaknya kuda itu tidak mengerti arti perkataan itu, dia tetap
berdiri tidak bergerak dari tempat semula.
Ti Then segera mengulapkan tangannya, ujarnya: "Kalau begitu,
pulanglah ke depan gua"
Kuda itu mengerti, dengan perlahan dia putar tubuhnya dan
berjalan ke depan gua kemudian merebahkan dirinya pula seperti
tadi. Ti Then menjadi sangat girang, sesudah berdiam diri beberapa
saat lamanya dan didengarnya tidak ada suara dari setan pengecut
lagi barulah dengan perlahan menggerakkan tubuhnya menuju ke
luar selat itu. Batu-batu cadas yang tersebut disekitar tempat itu sukar dihitung
banyaknya, dengan cepat dia berkelebat diantara batu-batu cadas
dan akhirnya berhasil juga meloloskan diri dari pandangan tajam
sepasang mata setan pengecut itu.
Sesudah berlari kurang lebih sepuluh kaki jauhnya dengan
perlahan lahan dia menongolkan kepalanya memandang, tampak
dari tempat kejauhan setan pengecut itu masih tetap duduk di atas
batu cadas yang menongol keluar itu, hal ini membuktikan kalau dia
tidak tahu kalau dirinya sudah meloloskan diri, dalam hati tidak
terasa menjadi sangat girang sekali, dengan cepat dia berlari
menuju keluar selat sempit itu.
Dia mengambil ke keputusan untuk mendaki tebing lembah itu
terlebih dulu, kemudian berputar ke punggung gunung, dari sana
barulah mencari mulut gua di belakang gua dimana Wi Lian In
dikurung. Dia memilih sebuah tebing yang penuh ditunbuhi oleh rumput-
rumput panjang sehingga bisa digunakan untuk badannya, tidak
sampai seperminum teh lamanya dia sudah mencapai puncak dari
tebing tersebut. Dengan segera dia menengok ke bawah, terlihatlah pohon-pohon
yang rindang dan lebat tumbuh dengan suburnya pada punggung
bukit tersebut saking banyaknya sukar sekali untuk dilihat apakah
ditempat itu terdapat sebuah pintu gua yang merupakan belakang
dari gua dimana Wi Lian In tertawan atau tidak.
Tetapi dalam hatinya dia punya dugaan yang sangat kuat kalau
pintu gua tersebut tentu terletak pada punggung bukit itu
karenanya dengan perasaan hati yang mantap dia berjalan menuju
ke sana. Sesampainya dikaki bukit, dia mulai berjalan dan memeriksa
dengan sangat teliti, kurang lebih sesudah berjalan ratusan tindak
tidak salah lagi, sebuah gua muncul di hadapannya.
Keadaan dari gua itu begitu tertutupnya bahkan diluar pintu gua
penuh tumbuh rotan dengan lebatnya, jika bukan orang yang
punya maksud mencari agaknya akan sukar untuk menemukannya .
Dengan sangat berhati hati sekali Ti Then menyingkirkan
tumbuhan rotan di depan gua itu, terlihatlah keadaan dalam gua itu
sangat gelap sekali bahkan boleh dikata tidak terlihat sesuatu apa
pun, sesudah di dengarnya dengan penuh perhatian beberapa saat
lamanya tetap saja tidak terdengar suara sedikit pun, barulah
dengan melintangkan pedangnya di depan dada dia mulai
menerobos masuk ke dalam gua tersebut, dalam hati pikirnya.
Jarak selat sebelah sana sampai di sini kurang lebih ada lima
puluh kaki jauhnya,bilamana Hong Mong Ling serta Wi Lian In
berada di sebelah sana sudah tentu gerakan-gerakan di sini tidak
akan sampai didengar oleh mereka.."
Dengan menggunakan pedangnya sebagai pencari jalan, dengan
entengnya dia berjalan masuk ke dalam gua itu, tubuhnya
ditempelkan pada dinding gua sedang langkahnya pun setindak
demi setindak maju ke depan, agaknya dia takut sampai
kedengaran suaranya. Keadaan gua itu berliku-liku, sesudah
berjalan masuk kurang lebih dua puluh kaki jauhnya, masih belum
juga terdengar suara sedikit pun.
"Ehmm. . benar. . mungkin Hong Mong Ling serta Wi Lian In
sudah tertidur sehingga tidak kedengaran sedikit pun suara mereka.
. Eh eh. . . kenapa tidak ada jalan lagil".
Baru saja dag berpikir demikian, pedang panjangnya secara
mendadak terbentur pada sebuah dinding gua, dengan cepat dia
maju ke depan untuk melihat, saat itulah dia baru mengetahui kalau
jalanan gua itu sudah tertutup oleh beberapa buah batu cadas yang
besar, dalam hati tidak terasa menjadi sangat heran, pikirnya.
Aneh. .jika gua ini merupakan gua tempat persembunyian
mereka, kenapa ditutup dengan batu cadas " apa mungkin aku
sudah salah mencari".
Pada saat .pikirannya sedang berputar itu dengan cepat
diambilnya korek api dari menyulutnya, terlihatlah batu yang
menyumbat gua itu kurang lebih terdapat empat buah yang masing-
masing seberat lima ratus kati. Tiga buah berada di bawah dan satu
berada ditengahnya, dengan demikian persis menyumbat seluruh
jalan gua itu. Ketika dilihatnya lebih teliti lagi, dengan jelas segera terlihat
perbedaannya, warna empat buah batu cadas itu sama sekali
berbeda dengan batu-batu pada dinding gua itu, hal ini
memperlihatkan kalau benda itu dipindah ke sana belum lama.
Dengan cepat Ti Then mematikan obornya, karena dia tahu gua
yang dicari sama sekali tidak salah, pihak lawan memindahkan
empat buah batu itu untuk menyumbat gua, mungkin digunakan
sebagai persiapan menghadang penyerbuan musuh.
Dengan perlahan-lahan, dia meletakkan pedang panjangnya ke
samping, kemudian dengan menggunakan sepasang tangannya dia
mengangkat sebuah batu dan dan diletakkan ke samping.
Ketika menengok ke arah sana terlihatlah gua itu pun dalam
keadaan gelap gulita. Dia mengambil kembali pedang panjangnya dan merubuhkan
ketiga buah batu lainnya kemudian baru berjalan menuju ke arah
gua itu, langkahnya sangat hati hati, sedikit pun tidak menimbulkan
suara, karena dia tahu jarak aja dengan selat sebelah sana sudah
tidak jauh lagi. Sesudah berjalan lagi lima belas kaki jauhnya, dari lorong gua
sebelah depan muncullah sinar lampu yang remang-remang.
Dia menduga jaraknya dengan tempat dimana Hong Mong Ling
serta Wi Lian In berada sudah tidak jauh lagi karenanya langkah
kakinya semakin hati-hati lagi, setindak demi setindak dia berjalalan
ke depan. Sesudah berjalan delapan sembilan kaki lagi, di depan matanya
terbentanglah sebuah ruangan goa yang sangat luas.
Ditengah ruangan goa itu tersulut sebuah lamcu minyak yang
menerangi seluruh ruangan tersebut. sinaga mega Hong Mong Ling
duduk bersandar pada sebuah batu cadas. saat itu matanya
dipejamkan rapat-rapat, agaknya sedang tertidur, di hadapannya
terlentanglah tubuh Wi Lian In. sepasang tangannya diikat kencang-
kencang, tubuhnya berbaring menghadap kearah dinding, agaknya
dia pun sudah tertidur. Baru saja Ti Then mau melakukan suatu gerakan, mendadak
terdengar si setan pengecut sudah berteriak dari luar goa.. "Mong
Ling. ." Dengan cepat Hong Mong Ling meloncat bangun, sahutnya:
"Sudah datang. ."
Dengan cepat dia berlari keluar goa.
"Coba kamu lihat. ."
" Lihat apa ?" tanya Hong Mong Ling melengak.
"Kamu lihat, bangsat cilik itu berbaring di dalam goa tanpa
bergerak sejak tadi."
"Mungkin dia sudah tertidur."
"Tidak mungkin. " ujar setan pengecut itu... "Di dalam situasi seperti ini dia tidak mungkin bisa tidur, tetapi dia sedikit pun tidak
bergerak sejak tadi, aku lihat keadaannya sedikit mencurigakan,
coba kamu pergi lihat."
"Baiklah. ." "Jika betul betul dia tertidur kamu tidak usah bangunkan dia,
sifat bangsat cilik itu sangat keras jika sampai membuat dia jengkel
tidak ada kebaikannya bagi kita."
"Baiklah. ." Kedua orang itu sesudah berbicara sampai di sini segera
berhenti, keadaannya pun menjadi tenang kembali mungkin Hong
Mong Ling sudah meloncat turun dari tebing itu.
Ti Then yang melihat ada kesempatan bagus tidak mau menyia-
nyiakan begitu saja, dengan cepat dia meloncat ke samping tubuh
Wi Lian In karena dia tidak tahu kalau jalan darah gagu dari Wi Lian
In sudah tertotok maka begitu sampai di samping tubuhnya dengan
cepat menutupi mulutnya. Wi Lian In yang mulutnya ditutupi menjadi sangat terkejut dan
sadar kembali dari pulasnya, tetapi begitu dilihatnya Ti Then sudah
berdiri di hadapannya tidak tertahan pada air mukanya muncul
perasaan terkejut bercampur girang.
Sesudah memberi tanda kepadanya untuk tidak bicara, barulah Ti
Then melepaskan tangannya kemudian menggendong tubuhnya
mengundurkan diri dari gua itu.
Sesudah melepaskan tali pengikat tubuhnya barulah ujarnya
dengan menggunakan ilmu hanya menyampaikan suara. "Nona Wi
kamu sudah bisa bergerak"
Wi Lian In mengangguk. Setelah itu barulah Ti Then meletakkan tubuhnya ke atas tanah,
ujarnya lagi:

Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau boleh cepat mengundurkan diri ke dalam goa, biar aku yang
menghadapi setan pengecut itu."
Sehabis berkata dia putar tubuhnya siap meninggalkan tempat
itu. Dengan cepat Wi Lian In menarik tangannya, ujarnya dengan
perlahan: "sedikit berhati hati, kepandaian dari setan pengecut itu sangat tinggi." Ti Then hanya mengangguk dan melanjutkan
perjalanannya ke depan. Sesudah melewati ruangan goa itu sampailah dia di depan pintu
goa, saat itu si setan pengecut itu sedang duduk bersila di depan
sana dengan tenangnya. Jarak dari Ti Then serta si setan pengecut itu tidak lebih hanya
tinggal dua kaki saja. Agaknya seluruh perhatian dari setan pengecut itu sedang
dipusatkan pada seluruh gerak-gerik Hong Mong Ling, karenanya
sama sekali dia tidak merasa kalau Ti Then sudah muncul dibela
kang tubuhnya. Sesampainya jarak kurang lebih lima depa dari belakang
tubuhnya barulah Ti Then menghentikan langkahnya, dia berdiri
tegak tidak bergerak sediki pun juga. saat ini asalkan dia
melancarkan satu serangan saja dengan telak akan mencabut
nyawa setan pengecut itu, tetapi dia tidak mau berbuat demikian dia
tidak mau membokong orang lain dari belakangnya.
Baru saja dia mau buka mulut memanggil kemudian turun
tangan, mendadak terdengar Hong Mong Ling yang berada di
bawah tebing sedang berteriak dengan keras. "Suhu. . . celaka. ."
Tubuh setan pengecut itu menjadi tergetar dengan sangat keras,
tetapi tubuhnya masih tetap duduk tidak bergerak di atas tanah,
tanyanya dengan berat. "Ada apa?"
"Dia sudah melarikan diri. ..." teriak Hong Mong Ling sambil
menjerit kaget. "Apa?" teriak setan pengecut itu sambil meloncat bangun. "Siapa yang berbaring di dalam gua itu" Apa bukan dia yang berada di
sana?" "Bukan. ." teriak Hong Mong Ling lagi dengan keras. "Di sana hanya terdapat sebuah selimut yang membungkus beberapa barang
sehingga bentuknya seperti orang"
"Kalau begitu orangnya tidak berada di dalam gua?" ujar setan
pengecut itu dengan perasaan sangat terperanyat.
"Tidak ada." "Kalau . . . kalau begitu dia sudah lari?"
"Tidak salah . . aku memang sudah berada di sini." ujar Ti Then dengan dinginnya.
Begitu setan pengecut itu mendengar suara Ti Then muncul
secara mendadak dari belakang tubuhnya tidak tertahan lagi seluruh
tububnya tergetar dengan sangat keras, mendadak dia putar tubuh
bertekuk lutut siap mencabut pedangnya yang tergantung pada
pinggangnya. . . Tetapi baru saja tangannya berada beberapa cun dari sarungnya
sebuah sinar pedang dengan kecepatan yang luar biasa sudah
berkelebat melalui atas kepalanya. "Aduh"
Setan pensecut itu menjerit aneh, tubuhnya dengan cepat
jumpalitan ditengah udara kemudian dengan cepatnya melayang ke
dalam lembah. Sekerat kain hitam serta seutas rambut kepala beserta kulitnya
sudah terpapas dan melayang jatuh dari tengah udara.
Kulit kepala itu tidak lebih sebesar telapak tangan anak kecil.
Dengan cepat Ti Then mengikuti dari belakangnya, sambil
tertawa keras ujarnya. "Jangan lari. Hey setan pengecut aku mau coba-coba minta
pelajaran ilmu silatmu"
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya tubuh setan
pengecat itu dengan cepat berlari menuju ketengah batu-batu cadas
yang berserakan itu, dari sana kemudian meloncat dan melayang
lagi ke luar lembah dengan sangat cepatnya.
Ketika Ti Then sampai di dalam lembah dengan cepat sinar
matanya berkelebat memandang sekeliling tempat itu, saat itu
bayangan tubuh dari Hong Mong Ling sudah lenyap. dengan cepat
tubuhnya melayang mengejar kearah setan pengecut itu, teriaknya
lagi: "Hei setan pengecut, jangan lari. . mari kita coba-coba
kepandaian masing-masing..."
Setan pengecut itu tetap tidak ambil perduli, dengan sipat kuping
dia melarikan diri dengan terbirit birit, hanya di dalam sekejap mata
saja sudah melenyapkan diri di balik pepohonan yang tumbuh
sangat lebat itu. Begitu Ti Then melihat rimba yang sangat lebat itu segera tahu
untuk mengejar setan pengecut itu bukan merupakan urusan yang
mudah, karenanya dia tidak melanjutkan pengejarannya melainkan
balikkan tubuh mencari jejak Hong Mong Ling.
-ooo0dw0ooo- Jilid 9.1. Menteri Pintu dan Pembesar Jendela
Dia percaya Hong Mong Ling masih bersembunyi diantara batu-
batu cadas yang terbesar itu. segera dia mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya dengan cepat melayang ketengah batu batu
cadas yang terbesar itu untuk menawannya.
Siapa tahu walau sudah dicari ke semua tempat, tidak tampak
pula bayangan dari Hong Mong Ling.
Eeh ... eh. Bangsat cilik itu sungguh teramat licik. Apa mungkin
dia melarikan diri keluar lembah terlebih dulu dari pada si setan
pengecut itu" Atau mungkin dengan pinyam kesempatan ini masuk ke dalam
goa kembali untuk menyerang Wi Lian In ?"
Pikiran ini begitu berkelebat di dalam benaknya, dia tidak berani
berayal lagi, dengan cepat memutar tubuh lari ke dalam gua tadi.
Dengan satu kali loncatan dia naik ke atas tebing yang menonjol
keluar kemudian masuk ke dalam gua, teriaknya dengan keras.
"Nona Wi, nona Wi. ."
Dalam gua suasana tetap sunyi senyap. tidak terdengar suara
jawaban dari Wi Lian In. Hatinya bertambah tegang, makinya dengan gemas. "Kurang
ajar. ." Tanpa menanti lebih lama lagi dia putar tubuh menerjang keluar
gua tersebut. "Aku di sini. ." terdengar suara Wi Lian In muncul ketika
mendadak dari balik sebuah cadas di samping gua itu.
Ti Then menjadi melengak. dengan cepat dia putar tubuhnya
memandang ke arah dimana berasalnya suara itu, saat itu tampak
Wi Lian In baru saja munculkan diri dari balik batu cadas di samping
gua itu, tak terasa dengan perasaan heran tanyanya: "Nona Wi,
kamu sedang berbuat apa di balik batu itu?"
Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam,
dengan nada kemalu maluan sahutnya dengan manya. "Buat apa
kamu urus aku . ." Agaknya Ti Then sadar apa yang baru saja terjadi, wajahnya pun
kelihatan berubah memerah, sahutnya sambil tertawa malu. "Ooh . .
aku kira . . aku kira. ."
"Kamu kira aku diculik pergi?" ujar wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya.
"Benar. . " sahut Ti Then sambil mengangguk "Aku pergi kejar itu setan pengecut tapi tidak berhasil kemudian balik mencari Hong
Mong Ling, dia juga tidak ada makanya aku kira dia lari masuk ke
dalam gua." "Hemm . . . memangnya kamu tidak punya minat bunuh kedua
orang itu, kalau tidak bagaimana mereka bisa lolos?"
"Bukan . . bukan begitu" Bantah Ti Then dengan cemas
"Kepandaian silat dari setan pengecut itu memang sangat tinggi,
ketika aku kejar dia, tubuhnya sudah berada sangat jauh sekali."
"Tadi kamu bisa bunuh mati dia dengan satu kali tusukan, tapi
kamu hanya lukai kulit kepalanya saja."
"Bukannya begitu" ujar Ti Then sambil tersenyum "Aku tidak beri am pun kepadanya, hanya saja dia bisa menghindar dengan cepat."
"Tahukah kamu siapa sebetulnya orang itu?""
"Tidak..." sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.
"Malam itu sewaktu dia memasuki dalam benteng, kepalanya
juga ditutupi dengan kain hitam, hanya saja suaranya seperti
pernah kudengar. Aku merasa suara itu sering aku dengar"
Pada setengah tahun yang baru saja lewat apa nona Wi pernah
meninggalkan benteng?" Wi Lian In kelihatan sedikit tertegun,
sahutnya: "Tidak pernah, buat apa kamu tanyakan hal ini?""
Ti Then dengan perlahan berjalan bulak balik di sana, sambil
tersenyum kemudian ujarnya lagi:
"Nona tadi bilang suara dari setan pengecut itu sering sekali
didengar tapi selama setengah tahun belakang ini tidak pernah
keluar dari Benteng, makanya kemungkinan sekali setan pengecut
itu adalah. . ." "Orang Benteng Pek Kiam Po kita?" tanya Wi Lian In dengan air
muka yang sudah berubah hebat.
"Kecuali begitu tidak ada penjelasan lainnya."
Sepasang mata Wi Lian In dipentangkan lebar-lebar, dengan
perasaan terkejut bercampur ketakutan ujarnya:
"Tidak mungkin, di dalam benteng Pek Kiam Po kita kecuali
ayahku berserta Hu Pocu tidak ada seorang pendekar pedang merah
pun yang memiliki kepandaian silat setinggi setan pengecut itu ..."
"Nona selalu bilang kepandaian silat dari setan pengecut itu
sangat tinggi, dengan dasar apa nona bisa bicara begitu?"
"Hari kedua sesudah dia menculik aku didekat keresidenan Lok
san sian dia bertemu dengan Hong Mong Ling, agaknya dia tahu
urusanku dengan Hong Mong Ling dan minta Mong Ling angkat dia
sebagai suhu." Hong Mong Ling melihat orang yang dikempit dia adalah diriku
maka mengajukan satu syarat jika di dalam dua puluh jurus dia bisa
mengalahkan dirinya dia baru mau angkat dia sebagai guru,
akhirnya setan pengecut itu berhasil mengalahkan dia tidak sampai
dua puluh jurus, kepandaian silat setinggi itu hanya kau serta
ayahku sekalian saja yang bisa melakukan."
Ti Then tersenyum: "Yang kamu maksudkan aku serta ayah mu sekalian."
"Sekalian" dua kata ini menunjuk siapa?"
"Sudah tentu Hu Pocu."
Hati Ti Then segera bergerak, teringat kembali malam ketika dia
diculik orang. Pada saat itu Huang Puh Kian Pek sedang bermain
catur dengan dirinya diruang tamu dia tidak mungkin bisa setan
pengecut itu, tanpa terasa lagi dia gelengkan kepalanya. "Kenapa
kamu gelengkan kepala?" tanya Wi Lian In heran. "Tidak mengapa.
." Agaknya Wi Lian In juga sudah mencurigai Huang Puh Kian Pek,
sambil mengerutkan alis gumamnya seorang diri. "Apa mungkin
perbuatan Hu Pocu?" "Apa kamu merasa suara dari si setan pengecut itu agak mirip
suara dari Hu Pocu?"
Wi Lian In termenung berpikir beberapa saat lamanya:
"Bukannya mirip sekali, hanya sedikit mirip ..."
"Hu Pocu adalah sute dari ayahmu, bagaimana dia bisa
melakukan pekerjaan seperti ini?"
"Benar." ujar Wi Lian In dengan air muka sedikit bingung dan
curiga. " Hubungannya dengan ayabku sangat erat sekali, sudah
sepatutnya tidak melakukan pekerjaan seperti ini, tapi. . . kamu
bilang setan pengecut itu adalah orang benteng Pek Kiam Po kita,
kalau begitu kecuali dia masih ada siapa lagi?"
"Malam itu apakah si setan pengecut yang masuk ke dalam
kamar nona dan menculik pergi".."
"Agaknya memang betul"
"Bagaimana kamu bisa bilang agaknya memang betul?"
"Sebelum aku diculik agaknya sudah terkena semacam obat
mabuk terlebih dulu sehingga apa pun yang sudah terjadi aku tidak
tahu, kemudian sesudah kesadaranku pulih kembali barulah aku
merasa kalau tubuhku dibawa lari setan pengecut itu keluar
Benteng" "Saat itu aku masih bermain catur dengan Hu Pocu di dalam
ruangan tamu" Wi Lian In menjadi melengak.
"Oooh. . .saat itu kalian masih bermain catur di dalam ruangan
tamu?" "Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk. "makanya Hu Pocu tidak mungkin adalah si setan pengecut itu."
Wi Lian In mengerutkan alisnya lagi dengan rapat:
" Kalau tidak, siapa sebetulnya setan pengecut itu ?""
" Kemungkinan sekali setan pengecut itu memang bukan orang
Benteng Pek Kiam Po kita, walau pun aku sendiri juga merasa suara
itu sepertinya pernah di kenal . ."
Mendadak dari sepasang mata Wi Lian In memancarkan sinar
yang sangat tajam, ujarnya dengan cepat:
"Apa mungkin si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ?""
"Tidak mungkin... tidak mungkin." ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya "Pedang si setan pengecut itu digantungkan pada
pinggang sebelah kirinya dan bukan digantungkan pada pinggang
sebelah kanan bahkan sewaktu mencabut pedangnya tadi
menggunakan tangan kanan."
"Jika dia betul-betul adalah Cian pit Yuan sudah tentu sengaja
akan menggunakan tangan kanannya untuk menutupi wajah yang
sebetulnya." "Omonganmu memang sedikit pun tidak salah, tapi seorang yang
sudah terbiasa menggunakan tangan kiri di dalam suatu keadaan
yang sangat kritis dan membahayakan jiwanya, dia tidak mungkin
bisa mengingat ingat harus menggunakan tangan kanannya."
Agaknya semakin berpikir Wi Lian In merasa semakin bingung,
sambil mendepak kakinya ke atas tanah ujarnya. "Huuu . .
sudahlah, mari kita pulang saja."
"Jangan" ujar Ti Then dengan cepat. "Nanti sesudah terang tanah baru kita pulang"
" Kenapa ?" Ti Then duduk kembali ke atas tanah dengan tenangnya.
"Serangan terang bisa ditahan serangan menggelap sukar
diduga, kemungkinan sekali mereka sudah pasang jebakan diantara
selat yang sempit itu. ."
"Kamu masih takuti mereka?" ujar Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya yang kecil mungil itu.
Ti Then yang mendengar perkataannya sangat lucu itu tidak
terasa tertawa keras. "Aku tidak takut pada mereka, hanya saja
kamu bukan tandingan Hong Mong Ling"
"Hemm. . " dengus Wi Lian In dengan dingin "siapa yang bilang
?"" "Hari itu ketika berada di atas gunung Go bi karena hatiku
sedang mangkel dan jengkel sehingga sukar untuk menenangkan
hati, karenanya baru berhasil dikalahkan olehnya. Padahal jika
betul-betul bertempur hemm . . hemm . ."
Tubuhnya yang langsing genit itu dengan gemasnya dibanting ke
atas tanah dan duduk tidak bergerak lagi.
Ti Then tersenyum, tanyanya dengan halus. "Perutmu sudah
lapar belum?" "Belum. ." "Ayahmu sudah kirim perintah seratus pedang untuk menawan
kembali Hong Mong Ling, cepat atau lambat akhirnya akan mati
juga kamu tidak usah begitu jengkelnya"
"Ayahku apa pernah keluar cari aku. ."
"Pernah. ." sahut Ti Then sambil mengangguk "Dia pernah keluar Benteng untuk menguntit aku, tapi yang lalu sudah pulang ke dalam
Benteng kembali." Wi Lian In menjadi terkejut, dengan penuh keheranan tanyanya:
" Kenapa ayahku menguntit kamu".."
"Ayahmu anggap aku sebagai seorang manusia yang patut
dicurigai bahkan menuduh aku orang yang menculik kamu pergi,
karenanya secara diam-diam menguntit aku dan mengawasi semua


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerak-gerikku" Segera dia menceritakan kisahnya sewaktu sesaat memasuki
lembah. Dengan perasaan yang tidak tenang ujar Wi Liau In dengan
perlahan. "Ayahku mencurigai dirimu juga bukan tidak beralasan"
"Benar, makanya aku sama sekali tidak marah, hanya saja
sesudah aku hantar kamu pulang ke dalam Benteng segera akan
meninggalkan kalian."
Air muka Wi Lian In berubah hebat. "Kamu mau tinggalkan kami
sekalian?" tanyanya.
"Benar. ." sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Jadi kamu masih merasa marah terhadap ayahku?"
"Tidak. " sahutnya sambil gelengkan kepalanya lagi.
"Lalu kenapa mau tinggalkan kami?"
"Aku takut, kawan-kawan di dalam Benteng ada yang tidak tahu
urusan yang sebetulnya dan menganggap aku yang merusak
perkawinanmu dengan Hong Mong Ling ..."
"Sekali pun kamu punya niat merusak hubungan kita tapi aku
tetap merasa sangat berterima kasih terhadap dirimu karena dia
pergi main perempuan disarang pelacur adalah urusan yang
sungguh-sungguh sudah terjadi.."
"Sekali pun omonganmu sedikit pun tidak salah." ujar Ti Then
sambil tersenyum. "Tapi aku merasa jauh lebih baik . ."
"Tidak usah banyak omong lagi" potong Wi Lian In dengan cepat.
"Asalkan kamu tanya dalam hatimu sendiri pernah berbuat atau
tidak, tidak usah perduli lagi omongan orang lain"
Ketika Ti Then mendengar kata-kata. . Tanya hati sendiri pernah
berbuat atau tidak, tidak terasa lagi air mukanya berubah menjadi
merah padam. "Jika kamu sudah ambil keputusan mau meninggalkan benteng
Pek Kiam Po sekarang juga silahkan pergi."
"Nona Wi. . . kamu jangan marah.. "
"Aku tidak marah, kamu boleh pergi ..."
"Tapi aku mau hantar nona pulang ke dalam benteng terlebih
dulu." "Tidak usah" ujar Wi Lian In dengan sengit, "Aku bisa pulang sendiri, aku tidak mau kamu hantar aku pulang ke dalam Benteng."
"Si setan pengecut serta Hong Mong Ling kemungkinan sekali
masih bersembunyi disekitar tempat ini, bagaimana aku bisa
tinggalkan kamu seorang diri?"
"Urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan kamu, jika aku
terjatuh ketangan mereka lagi biarlah anggap memang itu nasibku."
Berbicara sampai di sini tidak tertahan lagi dia mengucurkan air
mata dan menangis tersedu-sedu.
"Nona Wi." ujar Ti Then dengan cemas. "Kamu jangan menangis.
.jangan menangis. . .baiklah aku tidak akan meninggalkan kau lagi"
Wi Lian In dengan cepat memutar tubuh membelakangi dirinya,
ujarnya lagi sambil menahan isak tangisnya.
"Aku tidak mau dikasihani orang lain, kau pergilah."
Ti Then termenung sangat lama sekali, kemudian sambil
menghela napas baru sahutnya.
"Jika kamu menginginkan aku tinggal di dalam benteng Pek Kiam
Po untuk selamanya aku juga bisa menyangupinya. Tapi aku jadi
orang punya nasib yang sangat jelek sekali, mungkin bisa
membawa kesialan juga kepada orang lain, jika pada suatu hari
terjadi suatu urusan kamu janganlah menyesal."
"Apa itu nasib jelek membawa kesialan bagi orang lain" omongan
yang tidak karuan itu sepatah pun aku tidak percaya."
"Heeei..." ujar Ti Then dengan nada yang berat. "Aku bilang kemungkinan sekali aku membahayakan ayah ibumu"
Mendadak Wi Lian In putar kepalanya memandang tajam
kearahnya. "Apa arti dari perkataanmu itu?"?"
"Tidak punya arti yang istimewa, aku hanya merasa aku jadi
orang sangat sialan, bersandar pada pagar. . pagar ambruk.
bersandar pada tembok. . tembok jebol."
Mendadak Wi Lian In tertawa cekikikan dengan merdunya,
ujarnya: "Bagaimana kamu bisa punya perasaan begitu"
Ti Then angkat bahunya," Kenyataannya memang begitu,
umpama saja sesudah aku masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po
tidak selang lama sudah ada beberapa peristiwa yang terjadi saling
susul menyusul, permulaan Cian pit Yuan yang datang mengacau
kemudian muncul si setan pengecut itu . . ."
"Tapi. ." potong wi Lian In dengan cepat. "Kamu berhasil pukul mundur cianpit Yuan dan menolong aku dari cengkeraman si setan
pengecut itu." "Tapi jauh lebih baik tidak sampai terjadi urusan itu" ujar Ti Then dengan perlahan.
"Sejak kamu masuk benteng Pek Kiam Po kami, secara diam-
diam aku terus menerus mengawasi gerak gerikmu, aku merasa
agaknya kamu punya pikiran di dalam hati, selamanya uring-
uringan dan tidak gembira dapat kamu ceritakan karena apa ?"
"Aku tidak punya pikiran dalam hatiku" sahut Ti Then sambil
gelengkan kepalanya. "Apa kamu pernah mengalami suatu peristiwa yang sangat
mendukakan hatimu" tanya Wi Lian In sambil memperhatikan
wajahnya tajam-tajam. "Tidak pernah. ."
"Jika betul-betul tidak ada seharusnya kamu jadi seorang yang
sangat gembira, dengan usiamu yang masih demikian mudanya
sudah berhasil memiliki kepandaian silat demikian tinggi,
dikemudian hari jago nomor wahid di dalam dunia akan kau miliki,
seharusnya kamu gembira tapi kelihatannya kamu sangat tidak
gembira bahkan murung terus."
Berbicara sampai di sini mendadak seperti teringat akan sesuatu,
pada wajahnya timbul suatu senyuman manis sambil mengangguk
ujarnya. "Ooh. . . sekarang aku sudah tahu."
Ti Then menjadi melengak. "Kamu tahu apa?""
Wi Lian In menundukkan kepalanya rendah-rendah, sambil
tersenyum malu ujarnya: "Kamu pernah mencintai seorang nona tetapi kemudian hati nona
itu berubah, tidak mau perduli kamu lagi bukan begitu?"
"Ha ha ha. . tidak. . tidak pernah terjadi urusan ini."
"Kau jangan menipu aku" ujar wi Lian In sambil tersenyum malu-
malu. "Tidak. aku tidak menipu kamu. ."
" Kalau tidak, kenapa kau tidak gembira"
"Jika kau anggap aku jadi orang tidak gembira mungkin
dikarenakan aku dilahirkan menjadi seorang yang tidak gembira."
"Omong kosong" ujar wi Lian In sambil mendelik kearahnya.
"Mana ada orang yang dilahirkan dalam keadaan tidak gembira."
"Ada. ." sahut Ti Then perlahan. "Misalnya seorang bayi yang baru saja lahir di dalam dunia, ayah ibunya saling susul menyusul
meninggal dunia sehingga membiarkan anak itu hidup di dalam
kemiskinan, hidup tanpa mendapatkan kasih sayang dari orang
tuanya, hidup dalam kekurangan. coba kamu pikir sesudah dia
menginyak dewasa bisa jadi orang yang lincah dan selalu gembira
tidak?" Wi Lian In teringat kembali riwayatnya yang pernah diceritakan
kepada dirinya, kini mendengar perkataan itu segera tahu kalau dia
sedang mengatakan dirinya karena itu perasaan simpatik dan
kasihan timbul kembali di dalam hatinya, sambil melelehkan air
mata ujarnya: "Sewaktu masih kecil kamu memang sangat susah, tapi sekarang
sudah lain keadaannya, seharusnya kamu cari kesenangan, jangan
pikirkan urusan yang sudah lalu."
Ti Then hanya tersenyum saja, kepalanya ditolehkan memandang
keluar gua, ujarnya lagi.
"Hari hampir terang tanah, kenapa kamu tidak istirahat
sebentar?"." "Tidak. . aku tidak bisa tidur. . mari kita omong lagi saja. . . kau.
. . kau. . . kau sudah punya idaman hati?"
"Belum ada." Dengan tersenyum malu-malu dan kepala yang ditundukkan
rendah-rendah ujar Wi Lian In lagi.
"Kamu . . . kamu tidak ingin menikah?"
"Setiap lelaki yang sudah menginyak dewasa tentu kawin, siapa
yang tidak pikirkan" Hanya saja dengan wajah seperti aku ini, mana
ada nona mana yang mau jadi istriku?"
"Kamu bolak balikkan kenyataan.. "ujar Wi Lian In sambil
tersenyum. "Mungkin kamu yang terlalu pandang tinggi diri sendiri
sehingga tidak pandang orang lain"
"... Bukan . . . bukan . ."
"Biarlah sesudah pulang ke dalam benteng aku mau suruh
ayahku carikan seorang nona untukmu." ujar Wi Lian in lagi sambil
tertawa. "Jangan. ." ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya, "Urusan perkawinan lebih baik jangan dipaksa, biarlah nanti datang dengan
sendirinya." Wi Lian in menundukkan kepala berpikir sebentar, kemudian
barulah ujarnya sambil tersenyum:
"Beritahu padaku, isteri yang kau inginkan merupakan nona
macam bagaimana?" "Aku belum pernah pikirkan"
"Kalau begitu kamu pikirlah sekarang juga."
"Aku tidak tahu. ."
"Coba pikirkan dengan perasaan. ."
Ti Then menghembuskan napas panjang kepalanya diangkat dan
memandang tajam wajahnya kemudian sambil tersenyum sahutnya.
"Bila pada satu hari aku bisa memperoleh seorang istri seperti
nona Wi, hatiku sudah merasa sangat puas.."
Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi merah dadu,
ujarnya sambil tersenyum malu-malu.
"Ehm.. . ayahku sering bilang aku jadi orang terlalu manya,
sifatnya pun berangasan sedikit-dikit suka marah, aku bukan
seorang nona yang baik"
"Nona yang suka marah itulah nona yang paling menyenangkan,
begitu marah pot-pot bunga pada melayang... sungguh
menyenangkan sekali."
Dikatai begitu Wi Lian In melototkan mata kearahnya, ujarnya
sambil mencibirkan bibirnya.
"Bagus sekali, jika dilihat potonganmu memang jujur tidak
kusangka mulutnya licin juga, suka menggoda orang." Ti Then
tertawa terbahak bahak dengan kerasnya.
Tetapi sebaliknya dalam hati dia merasa sangat pahit, karena dia
merasa hubungannya dengan Wi Lian In semakin lama semakin erat
dan semakin intim. . Tujuan yang diharapkan majikan patung emas
juga hampir tercapai. Tidak lama kemudian cuaca sudah terang, Ti
Then segera bangkit berdiri ujarnya. "Jalan, kita keluar dari lembah ini."
Kedua orang itu dengan cepat meloncat turub dari atas tebing, Ti
Then berjalan menuju kearah tebing seberang membereskan
selimut serta barang barangnya kemudian menyerahkan
tunggangannya kepada Wi Lian In, ujarnya sambil tertawa.
"Kuda ini sungguh cerdik sekali, jika bukannya kemarin malam
dibantu dia kemungkinan sekali aku tidak punya cara untuk
menolong kamu keluar."
Wi Lian In tersenyum manis. "Mulai sekarang kuda itu adalah
milikmu" "Tidak. ." sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Aku tidak punya kesempatan banyak untuk menunggang kuda, lebih baik
tinggalkan untuk kamu gunakan"
"Kau sungguh-sungguh tidak mau?"
"Benar, aku tidak memerlukan. ."
"Kalau begitu biarlah dia pergi hidup sendiri, mari kita pergi"
sehabis berkata dia melepaskan tali lesnya dan meninggalkan
tempat itu dengan cepat. Melihat tindakannya yang aneh itu Ti Then melengak. dengan
cepat dia pungut kembali tali les itu serunya:
"Tunggu sebentar, kamu sungguh-sungguh tidak inginkan kuda
ini lagi?" "Aku sudah bilang, kuda itu aku hadiahkan kepadamu, dengan
begitu dia sudah menjadi milikmu jika kau tidak suka maka kuda itu
tidak ada majikannya lagi."
Ti Then yang dikatai begitu menjadi serba susah, mau tertawa
tidak bisa mau menangis pun tidak sanggup dengan tergesa gesa
sahutnya: "Baik, baik, Baiklah, aku mau . . , aku mau, hanya saja
ada satu syarat." Wi Lian In menghentikan langkahnya, sambil menoleh ujarnya
tersenyum: "Tentu kau sudah ketularan penyakit setan pengecut itu.
syarat apa?" "Kau yang tunggangi dia kembali ke dalam Benteng kemudian
kuda itu baru menjadi milikku."
"Aku menunggang kuda, kau jalan kaki ?""
"Dijalan aku bisa beli seekor kuda lagi."
Wi Lian In baru mengangguk menyetujui, dia putar tubuh dan
meloncat naik ke atas kudanya kemudian dengan perlahan berjalan
keluar dari lembah sempit itu.
Ti Then yang takut si setan pengecut serta Hong Mong Ling
masih belum mematikan niatnya maka sengaja dia berjalan di depan
membukakan jalan bagi Wi Lian In, dengan menghindari batu batu
cadas yang tersebar meluas dengan sangat hati-hati dia bergerak ke
depan. Sesudah mengitari tanah yang penuh dengan batu batu cadas,
meadadak Wi Lian In menuding ke atas sebuah batu bulat di atas
tanah, ujarnya: "Coba lihat, apa itu ?""
Ti Then tolehkan kepalanya memandang ke sana, terlihatlah di
atas batu bulat itu terdapat beberapa tetes darah segar, ujarnya
kemudian. "Darah itu mungkin darah yang menetes keluar dari luka setan
pengecut itu, kemarin malam kulit kepalanya berhasil kutabas
sedikit mungkin, darah yang mengucur keluar tidak sedikit
jumlahnya . "Kita ikuti saja bekas bekas darah itu, mungkin masih bisa
temukan kembali mereka berdua."
"Tidak mungkin" ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Luka Setan pengecut itu tidak mungkin masih mengucur darah hingga
sekarang, jika kita mau ikuti jejak darahnya mencari mereka
mungkin sudah terlalu terlambat."..
"Dia bilang punya dendam sakit hati dengan suhumu entah hal
itu benar atau tidak?"
"Dia ada sakit hati dengan orang lain kemungkinan tidak pura-
pura, tetapi tidak mungkin hasil perbuatan suhuku karena mereka
sama sekali tidak tahu siapa sebetulnya suhuku."
Wi Lian In tersenyum, sambil pandang wajahnya ujarnya lagi:
"Kau juga tidak tahu nama suhumu, jika mereka katakan belum
tentu kau bisa tentukan apa nama itu nama suhumu atau bukan.
Bukan begitu?" "Tidak salah. ." sahut Ti Then sambil mengangguk. "Tapi dia boleh katakan beberapa ciri-ciri yang menonjol, jika ciri-ciri yang dia
katakan kebanyakan mirip dengan ciri-ciri suhuku maka hal ini
sudah cukup membuktikan suhuku adalah musuh besarnya."
"Yang paling lucu lagi. Dia ingin tahu nama suhumu tapi tidak
berani mengatakan nama serta sebutan sendiri"
"Makanya, kemungkinan sekali tidak punya musuh besar,
tujuannya ingin memperoleh dan mengetahui ilmu silat suhuku."
Kedua orang itu sambil berjalan sembari bercerita, tidak lama
kemudian sudah keluar dari selat sempit itu kemudian dengan
mengikuti jalanan gunung menuruni gununk tersebut.
Pada siang harinya sampailah mereka di kota In Kiang sian, di
dalam kota Ti Then membeli seekor kuda kemudian dahar hingga
kenyang, setelah itu barulah jalan bersama sama keluar kota


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuju kekota Go bi. Ditengah jalan tidak ada peristiwa yang terjadi, pada siang hari,
hari keempat sampailah mereka didaerah keresidenan siok lam.
Baru saja melewati suatu tanah tandus yang gundul dan kering
ternyata sudah bertemu dengan sebuah peristiwa yang sangat
membingungkan. secara mendadak mereka dicegat orang-orang
yang menghalangi perjalanan mereka adalah dua orang jago Bu lim
yang punya bentuk tubuh kurus dan gemuk, usia dari kedua orang
itu kurang lebih lima puluh tahunan. Yang gemuk punya tubuh
yang kekar bagaikan sapi, alisnya lebat matanya bulat besar sedang
wajahnya penuh berewok. Pada sepasang tangannya mencekal dua
buah senyata kapak yang besar.
Yang kurus mem punyai bentuk tubuh kecil kering seperti mayat,
matanya sipit seperti mata tikus, pada janggutnya memelihara
janggut kambing yang panjang sedang pada pinggangnya terselip
sepasang golok berbentuk sabit.
Dengan perlahan lahan mereka berjalan keluar dari balik batu
kemudian berdiri tegak ditengah jalanan, jika dilihat sikap mereka
agaknya sudah sangat lama mereka menanti di sana.
Ti Then serta Wi Lian In begitu melihat munculnya dua orang
yang sangat aneh itu dengan cepat menahan tali les kudanya,
mereka berdua mengira sudah bertemu dengan perampok
perampok biasa sehingga tanpa terasa saling bertukar pandangan
dan tersenyum ringan. Air muka kakek yang punya tubuh kurus kelihatan dikerutkan,
ujarnya dengan nada menyeramkan.
"Hei orang muda, kaukah yang disebut pendekar baju hitam Ti
Then?" Ti Then yang mendengar pihak lawannya tahu akan nama serta
sebutan sendiri segera tahu kalau dia bukan perampok biasa, tak
tertahan dia menjadi tertegun dibuatnya, sambil rangkap tangannya
memberi hormat, sahutnya.
"Cayhe memang benar adanya, bagaimana sebutan cianpwe
berdua" Ada keperluan apa ?""
"Hemm . . hemm . ." dengus kakek kurus itu dengan dinginnya.
"Lohu berdua tidak punya she tidak punya nama, hanya ada
satu sebutan, Lohu disebut sebagai Mentri pintu dan yang satu ini
disebut sebagai Pembesar jendela"
"Mentri pintu" Pembesar jendela ?" ujar Ti Then melengak.
"Tidak salah. ."
Ti Then tidak bisa menahan gelinya lagi, dia tertawa terbahak
bahak dengan kerasnya. " Kalian malaikat-malaikat dari kelenteng mana?" tanyanya.
"Kelentengnya disebut istana Tian Teh Kong, tempatnya
digunung Kim Hud san"
Ti Then menjadi sangat terperanyat, tapi dia mengangguk juga
sahutnya: "Kiranya orang-orang dari Thian Kauw Teh Hu atau Anying langit
rase bumi" si pembesar jendela melototkan matanya dengan gusar
bentaknya. "Apa anying langit rase bumi" Yang betul Kaisar langit
Ratu Bumi" Kiranya jika menyebut Anying langit Rase bumi, empat kata ini
tidak ada seorang pun yang tidak tahu nama ini di dalam Bu lim,
mereka merupakan sepasang suami istri pencipta huru hara dibumi,
yang laki disebut sebagai Anying langit Kong sun Yau sedang yang
perempuan disebut Rase bumi Bun Jin Cu. Bukan saja kepandaian
silat yang dimiliki sepasang suami istri ini sangat lihay bahkan jadi
orang sangat kejam dan licik. hampir boleh dikata tidak ada
tandingannya di dalam golongan Hek to, karenannya ke dua orang
itu menduduki kedudukan yang paling tinggi di dalam kaum Hek-to.
Dikarenakan selama hidupnya selalu menduduki tempat yang
teratas, harta kekayaannya tidak terhitung banyaknya, mereka
mendirikan sebuah istana Thian Teh Kong di atas gunung Kim Hud
san dengan mengambil sebutan Kaisar langit ratu bumi.
Suami istri ini bukan saja menguasahi seluruh Liok lim bahkan
anak buahnya pun mencapai selaksa lebih, maka itulah kaum
pendekar dari golongan Pek to termasuk Pocu dari Benteng Pek
Kiam Po, Wi ci to sendiri tidak berani secara terang-terangan
bentrok dengan mereka, sebab itulah siapa pun dari kalangan Bu lim
jauh lebih jeri setelah mendengar nama Kaisar langit Ratu bumi
daripada nama besar Benteng Pek Kiam Po.
Sedang kini setelah Ti Then mendengar istana Thian Teh Kong
lalu mengubah sebutan Kaisar langit ratu bumi menjadi Anying
langit rase bumi, sudah tentu membuat Pembesar jendela itu
menjadi amat gusar. Jika bukannya dari majikan patung emas dia berhasil memiliki
kepandaian silat yang sangat tinggi, dia tidak akan berani
mengubah sebutan Kaisar langit Ratu Bumi... itu menjadi Anying
langit Rase Bumi, tapi kini dia tidak akan takut untuk meloloskan diri
dari belenggu majikan patung emas dan sangat mengharapkan bisa
bertemu dengan jago-jago Bu lim yang memiliki kepandaian silat
yang sangat tinggi, dia sangat mengharapkan ada orang yang
berhasil pukul rubuh dia makanya semakin manusia yang berbahaya
semakin manusia yang lihay dia semakin ingin coba-coba mengusik
mereka. Kini melihat Pembesar jendela itu begitu gusar air mukanya
sedikit pun ujarnya sembil tersenyum. "sebutan majikan kalian
memangnya Anying langit Rase Bumi, apanya yang tidak betul?"
Pembesar jendela semakin gusar lagi, sambil maju satu langkah
ke depan bentaknya dengan wajah meringis menyeramkan.
"Bangsat cilik, kamu orang sudah bosan hidup yaah".
si Mentri pintu yang berada di sampingnya dengan cepat menarik
dia ke belakang, ujarnya:
"Jite, jangan terburu napsu, biar kita bicarakan lebih jelas dulu
baru turun tangan" "Benar" ujar Ti Then sambil tertawa. "Malaikat penjaga pintu dengan anying penjaga pintu memang sangat berbeda, buat apa
kalian begitu galak galak. Ha ha ha ha . . ."
Si menteri pintu dengan cepat angkat kepalanya, dengan
pandangan yang sangat tajam dia melirik sekejap kearah Ti Then
kemudian dengan wajah dingin kaku ujarnya: "Hemm . . kalian apa
baru saja turun dari gunung Fan cing san?"
"Tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Bagus sekali, lohu berdua mendapatkan perintah dari Thian
cunTeh Ho untuk mintakan sebuah barang dari Lo te"
"Hemm . . . hemm . . . selama berpuluh-puluh tahun Thian Kauw
Teh Hu menduduki tempat yang tertinggi di dalam Liok lim, harta
yang dikumpulkan pun kurang lebih ratusan buah kereta banyaknya,
buat apa kalian cari aku seorang yang miskin."
"Hem . . . Thian cun Teh Ho mau cari kau sudah merupakan satu
penghormatan yang besar bagimu" ujar menteri pintu itu dengan
dingin. -ooo0ooo- "Memang benar. . Memang benar." sahut Ti Then sambil
berulang kali mengangguk. "Hanya tidak tahu kalian inginkan aku
orang serahkan barang macam apa?"
si Menteri Pintu itu segera tertawa dingin tak henti-hentinya.
"Buat apa Lo te berpura pura tanya lagi."
Ti Then miringkan kepalanya berpikir sejenak. kemudian sambil
tertawa ujarnya: "ooh . . . mungkin kalian menginginkan batok
kepala cayhe ini?" "Maksud Thian cun Teh Ho kami, minta Lo te mau serahkan itu
barang tanpa melakukan perlawanan, mereka orang tua mau beri
kalian ribuan tahil perak sebagai tanda terima kasih. Kalau tidak
terpaksa aku harus penggal kepala kalian untuk dilaporkan."
Nada suaranya sangat dingin kaku tapi tenang, agaknya dalam
hati sudah punya pegangan yang kuat tentu berhasil memenggal
batok kepala Ti Then itu.
Ti Then yang ditanyai begitu menjadi bingung, sambil mengucak
ucak matanya tanyanya lagi.
"Apa kalian menginginkan nona di sampingku ini?"
"Urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang
benteng Pek Kiam Po, Thian Cun kami tidak punya minat terhadap
nona Wi ini." " Kalau tidak. " ujar Ti Then sambil mengerutkan alisnya.
"Sebetulnya kalian inginkan barang apa?"
Agaknya si pendekar jendela tidak bisa menahan sabar lagi,
bentaknya dengan keras. "Bangsat cilik, kamu orang jangan berpura-pura lagi, lohu nanti
tebas kepalamu dengan satu kali bacokan"
Air muka Ti Then berubah menjadi sangat dingin, perlahan-lahan
dia meloncat turun dari tunggangannya kemudian berjalan maju tiga
langkah ke depan, ujarnya. "Coba kamu tabaskan kepalaku ini."
Mata pembesar jendela itu melotot ke luar, dengan air muka
penuh kemarahan dia menoleh kearah si menteri pintu, ujarnya.
"Toako, barang itu pasti berada di dalam badannya. Bangsat cilik
ini tidak tahu kebaikan orang lebih baik kita bunuh saja kemudian
baru ambil barang itu dari dalam tubuhnya."
"Ehm . . ." sahut menteri pintu itu dengan perlahan kemudian dia putar kepalanya memandang Ti Then dengan jangat dingin. ujarnya
lagi. " Lohu beri satu kesempatan yang terakhir bagimu, cepat
serahkan barang itu."
"Tidak" Bagaikan seekor harimau kelaparan dengan mengaum keras
pembesar jendela itu dengan cepat meloncat maju ke depan,
kampak raksasa ditangan kirinya dengan dahsyat diayun
memenggal kearah teng gorokan Ti Then.
Jurus serangannya sangat kuat dan dahsyat sehingga
menimbulkan suara desiran yang sangat kuat ditengah udara,
datangnya serangan ini begitu dahsyatnya sehingga orang yang
berdiri satu kaki dari sana pun merasakan desiran angin
sambarannya itu. Ti Then tetap berdiri tidak bergerak, menanti kampak pihak
musuhnya hampir mendekati tubuhnya barulah badannya sedikit
miring ke samping, tangan kirinya secepat kilat mencengkeram
menguasahi urat nadi pergelangan tangannya, sedang tangan
kanannya bersamaan waktu pula melancarkan satu serangan
dahsyat yang dengan tepat menghajar perutnya.
"Bluuk ....." kemudian disusul dengan suara dengusan berat,
pembesar jendela itu sama sekali tidak pernah menduga gerakan
dari Ti Then bisa demikian aneh dan cepatnya, di dalam keadaan
yang sangat terkejut kapak ditangan kanannya dengan cepat
diangkat dan ditabas ke atas batok kepala Ti Then, tetapi baru saja
kapaknya itu diangkat sampai tengah jalan seluruh tubuhnya sudah
berhasil diangkat oleh Ti Then ke tengah udara.
Dengan mengerahkan tenaga yang besar Ti Then segera
melemparkan tubuh pembesar jendela itu ketengah udara, bagaikan
sebuah layang-layang yang putus benangnya tubuhnya melayang
hingga sejauh dua tiga kaki.
"Bluuuk..." punggungnya dengan keras menghajar pohon di
belakangnya, seketika juga tubuhnya menjadi lemas bagaikan
kapas, sama sekali tidak punya tenaga untuk merangkak bangun.
Sejak semula hingga sekarang tidak lebih hanya makan waktu
sekejap mata saja. Si Menteri pintu yang melihat kejadian ini tidak terasa lagi
matanya melotot keluar dengan bulatnya, mulutnya melongo,
sedang air mukanya sebentar berubah pucat pasi sebentar lagi
berubah menjadi kehijau-hijauan, Perasaan terkejut yang dirasakan
saat ini jauh lebih hebat dari perasaan terkejut pada diri Pembesar
jendela itu Sejak lama dia sudah mendengar nama Pendekar pakaian hitam
Ti Then ini, dia pun pernah dengar tingkatan kepandaian silat yang
dimiliki Ti Then sehingga mereka sudah punya pegangan yang kuat
untuk mengalahkan Ti Then tidak perduli siapa pun yang maju dari
mereka berdua tapi sekarang, pembesar jendela rubuh ditangan Ti
Then tidak sampai satu jurus pun bahkan dipukul hingga tidak kuat
bangkit berdiri bukankah hal ini sangat mengejutkan hatinya"
Jilid 9.2. Satu kesulitan hilang dua kesusahan datang
Sebetulnya dia berpegangan bahwa gerakannya kali ini pasti
mendatangkan hasil, siapa tahu saking terkejutnya tidak tertahan
lagi tubuhnya gemetar dengan kerasnya. Ti Then tersenyum,
ujarnya setengah mengejek:
"Pembesar jendela itu sungguh sebuah gentong nasi, masa satu
gerakan saja tidak bisa bertahan, baiklah seharusnya kini kamu
orang sebagai Menteri pintu yang turun tangan menggantikan dia."
Saking takutnya tubuh menteri pintu itu sudah serasa menjadi
kaku, dengan wajah penuh ketakutan melotot ke arah Ti Then
ujarnya dengan gemetar. "Ke. . kepandaian . . kepandaianmu ini apa berasal . . berasal
dari . . dari kitab pusaka Ie Cin Keng ?"
Ti Then yang mendengar perkataan itu menjadi melengak.
" Kitab pusaka Ie cin Keng ?"
"Apa memangnya bukan ?"
"Ha ha ha ha . . yang kamu maksudkan adalah kitab pusaka Ie
Cin Keng yang berisikan pelajaran silat Tat Mo Couwsu itu?"
"Benar" sahut menteri pintu sambil menganguk. "Kitab itu sudah hilang sejak ratusan tahun yang lalu, kali ini kamu menemukannya
kembali di atas gunung Fan cin san bukan begitu?""
"Ooh . . .jadi barang yang harus aku serahkan adalah kitab
pusaka Ie Cin Keng itu?""
Dengan ragu-ragu menteri pintu itu mengangguk. tapi ke lihatan
jelas dari air mukanya kalau perasaan takut dan jeri sudah meliputi
tubuhnya. Ti Then tersenyum lagi.
"Kalian dengar dari siapa kalau aku menemukan kitab pusaka Ie
Cin Keng itu di atas gunung Fan cin san?""
"Seseorang yang dapat dipercayai sudah melaporkan hal itu
kepada Thian cun Teh Ho kami."
"Siapa orang yang dapat dipercayai itu?""
"Lohu belum pernah bertemu, tidak tahu."
Dengan perlahan Ti Then menoleh kearah Wi Lien in, ujarnya
sambil tertawa ringan: "Tentu si setan pengecut itu."
"Ehmm, sebuah siasat pinyam golok untuk membunuh orang
yang sangat bagus sekali" Ti Then menoleh kembali kearah menteri
pintu itu, sambil menepuk-nepuk tubuhnya sendiri ujarnya sambil
tertawa: "Tidak salah, kitab pusaka Ie Cin Keng itu memang berada di sini,
ayooh maju rebut" Agaknya menteri pintu itu tidak punya keberanian untuk
melakukan hal tersebut makanya tubuhnya masih tetap berdiri tak
bergerak. "Bagaimana?" sudah tidak mau?""
"Ehmm. . . ehmm. . .jika didengar perkataan nona Wi agaknya
Lote sama sekali tidak pernah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin
Keng itu?"" "Tidak. .kamu salah, aku memang mendapati kitab pusaka Ie Cin
Keng itu." Dengan perlahan menteri pintu itu menggeserkan tubuhnya
kearah Pembesar jendela, ujarnya.
"Kepandaian silat Lo te sangat hebat sekali, Lohu mengaku kalah
biarlah kami kembali ke dalam istana Thian Teh Kong dan
melaporkan peristiwa hari ini kepada Thian cun Teh Ho, biar Thian
cun Teh Ho sendiri yang mengurus."
"Ha ha ha. . ." ujar Ti Then secara mendadak sambil tersenyum...


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tadi sudah galak-galak sekarang mau pergi dengan begitu saja?""
Menteri pintu itu tetap berdiam diri, tubuhnya dibungkuk
membantu Pembesar jendela itu bangkit berjalan.
Agaknya dia punya minat meninggaikan tempat itu dengan
tebaikan muka. "Tunggu sebentar." bentak Ti Then secara mendadak dengan
sangat dingin, air mukanya berubah membesi.
Tubuh menteri pintu itu kelihatan tergetar sangat keras, sambil
meletakkan tubuh pembesar jendela ke tanah kembali, ujarnya.
"Walau pun kepandaian silat Lo te sangat tinggi tapi kami orang-
orang dari istana Th an Teh Kong bukanlah manusia-manusia yang
bisa kau permainkan sesuka hati. . . kau ingin berbuat apa"..."
Ti Then yang melihat keadaannya begitu kasihan dalam hati
diam-diam merasa geli, segera ujarnya lagi dengan sangat dingin:
"Tirukan tiga kali menyalaknya anying, kemudian barulah kalian
boleh pergi." Air muka menteri pintu itu segera berubah hebat. dia tahu urusan
tidak mungkin bisa selesai dengan mudah. Karenanya tangannya
dengan cepat mencabut keluar sepasang goloknya yang berbentuk
sabit, teriaknya. "Siapa yang harus meniru menyalaknya anying masih ditentukan
dulu dengan kepandaian masing-masing . "
"Benar. . . . beralasan. Beralasan. Mari. . Mari . . . ayoh serang"
ujar Ti Then sambil maju satu langkah ke depan.
"Kenapa kamu orang tidak cabut ke luar pedangmu?" bentak
mentri pintu dengan gusar.
"Hemmm... hemmm. . . untuk menghadapi anying-anying
penjaga pintu semacam kalian masih belum berhak memaksa aku
untuk menggunakan pedang"
Walau pun dalam hati menteri pintu itu sudah merasa jeri tapi
keadaan sangat memaksa, karenanya sambil membentak keras
tubuhnya menubruk ke depan sedang goloknya dengan hebat
membacok tubuh Ti Then. "Sreeet. . . sreeet. . ." goloknya dari sebelah kanan kearah kiri dengan kecepatan luar biasa membacok bahu kiri Ti Then sedang
golok lainnya dari sebelah kiri menuju kearah kanan menyambar
pinggang Ti Then. Melihat datangnya serangan dahsyat dengan cepat Ti Then
mundur satu langkah ke belakang menghindarkan diri dari bacokan
sepasang goloknya, pada saat sepasang goloknya baru saja
berkelebat lewat itulah tubuhnya dengan cepat berkelebat ke depan,
dengan meminyam kesempatan ini dia melancarkan satu serangan
menghajar dadanya. Jurus serangan ini tidak ada keanehan atau keistimewaannya,
mentri pintu itu sendiri juga melihat dengan jelas datangnya
serangan itu tapi sekali pun dia mencoba menghindar tetap kalah
cepat. "Bluuk . ." dadanya dengan keras kena hajaran itu.
Tubuh menteri pintu segera rubuh ke atas tanah dengan
kerasnya. Meminyam kesempatan itu Ti Then segera meloncat ke depan,
kakinya dengan kuat-kuat menginyak perutnya, ujarnya sambil
tertawa dingin: "Ayoh bilang kamu mau tirukan gonggongan anying
tidak?" Air muka Menteri pintu itu berubah menjadi pucat pasi bagaikan
mayat dan rubuh terlentang di atas tanah tidak berani bergerak
sedikit pun juga. ujar Ti Then lagi dengan dingin
"Ayoh bilang kamu mau menyalak tidak ?" Hemm hemm, jika
tidak maujangan salahkan aku mau inyak tubuhmu hingga hancur."
Sambil berkata kakinya mengerahkan tenaga menginyak lebih
kuat lagi ke atas tubuh menteri pintu itu.
Dari keningnya kelihatan sekali keringat sebesar butir-butir
kedelai mulai mengucur ke luar dengan derasnya, seperti babi yang
mau dipotong teriak menteri pintu itu dengan keras:
"Baik. .. baiklah, aku teriakan aku teriak.."
Mendengar perkataan itu barulah Ti Then menarik kembali
tenaganya, ujarnya. "Ehmm . . . kalau begitu ayoh cepat
menggonggong" Menteri pintu itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi, terpaksa dia
buka mulutnya menggonggong. "Au . au . . au. .
Baru berteriak tiga kali air mukanya sudah berubah menjadi
merah padam. Ti Then segera berputar kearah Pembesar jendela yang
bersandar di samping pohon, ujarnya.
"Kau mau menggonggong tidak ?""
Pembesar jendela itu tidak berani membangkang, terpaksa dia
pun menyalak tiga kali. Setelah itulah Ti Then baru menarik kembali kakinya yang
menginyak perut menteri pintu itu, sambil mundur dua langkah ke
belakang ujarnya. "Cepat pulang dan beritahu sama Anying langit rase bumi,
katakan kitab pusaka Ie cin Keng memang berada di dalam sakuku
tapi jika mereka inginkan harus datang minta sendiri."
Menteri pintu itu tidak berani membangkang, dengan cepat dia
merangkak bangun dan menyelipkan kembali sepasang goloknya ke
belakang punggung. Sesudah membimbing pembesar jendela bangun bagaikan dua
orang yang sedang mabok mereka berjalan kearah timur dengan
sempoyongan. Teriak Ti Then lagi dengan keras.
"Masih ada, katakan pada Anying langit Rase Bumi aku berada di
dalam Benteng Pek Kiam Po sebagai tamu, jika mencari aku di sana,
jangan sampai mengganggu orang-orang benteng seujung rambut
pun." Menteri pintu Pembesar jendela tidak berani banyak cakap,
dengan keadaan yang sangat mengenaskan mereka meninggaikan
tempat itu dengan cepat. Wi Lian In tersenyum ujarnya:
"Kedua orang tua bangkotan itu sedikit pun tidak bersemangat."
Ti Then pun segera meloncat naik ke atas kuda, sahutnya. .
"Orang yang menyaga pintu delapan sembilan bagian tidak
punya semangat semua" Sambil berkata dia menepuk kudanya
melanjutkan perjalanan ke depan.
"Kedua orang itu" ujar Wi Lian In lagi "aku juga pernah dengar, menurut apa yang aku ketahui para cay cu yang mau menyambangi
Thian Kauw Te Hu di atas gunung Kim hud san harus memberi
sogokan terlebih dulu kepada mereka, jika tidak kasih . .jangan
harap bisa bertemu dengan Anying langit rase bumi itu."
"Jago-jago di bawah pimpinan Anying langit Rase bumi itu sangat
banyak jumlahnya, entah kerapa kali ini mereka mengirim dua orang
gentong nasi seperti itu."
"Terhadap kamu kedua orang itu memang mirip gentong nasi"
ujar Wi Lian In sambil pandang wajahnya. "tapi bagi orang lain
cukup mereka berdua sudah membuat setiap orang merasa pusing
kepala" "Mungkin juga karena setan pengecut itu tidak memberi
penjelasan yang lebih teliti kepada orang-orang Anying langit Rase
bumi itu sehingga mereka hanya kirim dua orang gentong nasi
tersebut." "Ti toako" ujar Wi Lian In lagi, " kenapa kamu bilang kitab pusaka Ie Cin Keng itu berada ditanganmu?""
"Sekali pun aku bilang tidak ada belum tentu mereka mau
percaya." "Tapi dengan demikian orang-orang Anying langit Rase bumi
tidak akan melepaskan kamu begitu saja.."
"Nona Wi kamu salah" sahut Ti Then sambil tersenyum
"seharusnya bilang aku yang tidak akan melepaskan mereka,"
"Si Anying langit Kong sun Yau jadi orang ganas kejam, tak
berperikemanusiaan, si Rase bumi Bun Jin Cu jadi orang banyak
akal dan licik, jika mereka suami istri bergabung menjadi satu, sekali
pun ayahku juga belum tentu bisa menangkan mereka, kamu
jangan terlalu pandang rendah musuh.."
"Ha ha ha . . . untuk menghadapi aku mereka tidak akan
terpikirkan untuk bergabung dan kerubuti aku seorang"
"Sekali pun seorang lawan seorang" ujar wi Lian In lagi "Kau juga jangan terlalu gegabah, menurut apa yang aku dengar kepandaian
silat mereka berdua suami istri tidak terpaut banyak dengan
kepandaian ayahku." "Aku tahu." "Tapi jika kamu punya kekuatan untuk bunuh mereka janganlah
ragu-ragu turun tangan, hati mereka berdua suami istri sangat
kejam dan ganas, tidak perduli kejahatan apa pun pernah mereka
lakukan, sudah seharusnya mereka dibunuh cepat cepat"
"Kau boleh tunggu saja...."
"Heei . . ." ujar wi Lian In lagi sambil menghela napas panjang
"setan pengecut itu tentu tidak menyebarkan berita bohong ini
kepada Anying langit Rase bumi itu saja, sejak kini kita harus lebih
berhati hati lagi." "Kitab pusaka Ie Cin Keng itu merupakan barang peninggalan
Siauw limpay, aku hanya takut hwesio-hwesio dari kuil siauw lim si
percaya penuh akan berita bohong ini kemudian datang cari aku,
orangnya aku sih aku tidak takut semakin banyak orang yang
datang semakin aku merasa gembira."
"Hei . . . hwesio-hwesio Siauw limpay sangat menghormati
ayahku, jika sampai mereka datang biarlah ayahku yang beri
penjelasan mungkin . ."
Kiranya pada saat itu juga di hadapan mereka berkelebat lagi
bayangan manusia dengan sangat cepatnya, di hadapan mereka
sudah muncul seorang hwesio dari Siauw limpay.
Hwesio itu baru berusia kurang lebih empat puluh tahunan,
wajahnya persegi dengan telinga yang sangat besar, tubuhnya
gemuk besar pakaian pada dadanya terbuka sedikit sehingga
kelihatan perutnya yang buncit besar itu, air mukanya selalu
menampilkan senyuman sedang pada dadanya tergantung sebuah
tasbeh berwarna hitam, jika dilihat dandanannya mirip sekali
dengan Ji lay hud. Tidak salah lagi, hwesio itu memang berasal dari partai Siauw
limpay dan merupakan seorang hwesio pendekar yang sudah
terkenal di dalam Bulim . . siauw Mi Leh atau Hwesio berwajah
riang. Air muka Ti Then berubah sangat hebat, dengan cepat dia
meloncat turun dari kudanya dan memberi hormat, ujarnya.
" Kiranya Mi Leh Thaysu sudah datang, masih ingatkah taysu
kepada tecu?" "He he he ..." sahut Hwesio berwajah riang itu sambil tertawa
terkekeh. "Bagaimana tidak kenal. Pinceng ini hari memangnya
datang untuk cari kamu orang."
"Semoga saja jangan karena kitab pusaka Ie Cin Keng itu."
"Memang betul, pinceng datang ke sini karena kitab pusaka Ie
cin Keng itu." "Haaa?" seru Ti Then dengan terkejut. "Apa Taysu sendiri juga mempercayai berita bohong itu?"
"Urusan ini timbul sudah tentu ada sebabnya"
"Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk. "sebab-sebabnya ada seorang berkerudung yang menculik nona Wi ini dan membawa
dia ke atas gunung Fan cin san, tecu berhasil menolong nona Wi ini
dari cengkeramannya bahkan berhasil melukai kulit kepala orang
berkerudung itu mungkin karena dendam dan sakit hati karena
lukanya itu sehingga dia menyebarkan berita bohong tersebut
kemana mana, bahwa aku Ti Then sudah dapatkan kitab pusaka Ie
cin Keng itu. ." Agaknya Hwesio berwajah riang tidak mendengarkan perkataan
Ti Then tersebut, sambil tetap tertawa-tawa ujarnya.
"Ti sicu. Waktu itu ketika kita bersama-sama minum arak di atas
gunung Ngo Thay san jaraknya hingga sekarang seberapa lama?"
Ti Then yang tidak tahu maksud pihak lawannya begitu
mendengar pertanyaan ini, menjadi melengak. "... Agaknya hampir
dua tahunan. ." "Tidak salah. " sahut siauw Mi Leh sambil mengangguk. "Biarlah kita hitung dua tahun saja, pada dua tahun yang lalu sekali pun
kamu sudah punya nama terkenal di dalam Bu lim tapi kepandaian
silatmu saat itu paling tinggi juga memadahi seorang Pendekar
pedang putih dari Benteng Pek Kiam Po, sebaliknya sesudah dua
tahun, ini hari hanya cukup menggunakan satu jurus berhasil
mengalahkan kedua orang malaikat penjaga pintu dari Anying langit
Rase bumi. Coba tahukah kau berapa kali lipat kemajuan
kepandaian silatmu?"
"Satu tempat paham yang lain akan ikut sukses, asalkan aku
berhasil mengetahui rahasianya sudah tentu akan mendapatkan
kemajuan yang sangat pesat."
"Tapi." ujar Hwesio berwajah riang itu lagi. "Walau pun
memperoleh kemajuan yang bagaimana pesatnya pun tidak
mungkin bisa secepat ini, kecuali kamu sudah dapatkan kitab
pusaka Ie Cin Keng tersebut."
"Thaysu." seru Ti Then dengan serius. "Tecu betul-betul tidak mendapatkan kitab pusaka It cin Keng tersebut, harap thaysu
jangan dengarkan berita bohong itu."
"Kamu sudah mendapatkan banyak kebaikan dari kitab pusaka Ie
cin Keng itu, untuk bekal dikemudian hari pinceng kira juga sudah
jauh lebih cukup. Kenapa kamu orang tidak menggunakan perasaan
hatimu berpikir kalau barang itu harus dikembalikan kepada
pemiliknya?" Ti Then yang melihat hwesio itu tetap menuduh dia sudah
mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, dalam hati benar-benar
merasa tidak senang ujarnya kemudian:
"Sewaktu tecu mengalahkan menteri pintu pembesar jendela
tadi, apa Thaysu sudah melihatnya semua ?"
"Benar pinceng melihatnya dengan sangat jelas" sahut Hwesio
berwajah riang itu sambil mengangguk.
"Kalau begitu, perkataan selanjutnya antara tecu dengan nona Wi
Thaysu juga sudah dengar semua bukan?"
"Tidak salahh" sahut hwesio itu sambil mengangguk lagi "sepatah kata pun tidak ada yang ketinggalan."
"Kalau memangnya begitu seharusnya thaysu tahu keadaan yang
sesungguhnya." "Kalian sejak tadi sudah tahu di samping jalan masih ada orang
yang menonton sehingga yang satu menyanyi yang lain menambahi
untuk mengelabuhi orang lain, Cara seperti itu hwesio sudah sangat
jelas sekali." "Heei . . omong pulang pergi agaknya Thaysu tidak akan percaya
omongan tecu lagi?" "Ti sicu" ujar Hwesio itu dengan serius. "Demi masa depanmu yang cemerlang lebih baik kembalikan saja kitab itu pada pihak
siauw limpay kami" "Kalau tecu tidak sanggup mengeluarkan kitab pusaka Ie Cin
Keng itu, thaysu siap berbuat apa?"
Perlahan-lahan si hwesio berwajah riang itu melepaskan
tasbehnya yang tergantung pada dadanya, kemudian ditempatkan
ke atas udara ujarnya sambil tertawa.
"Ti sicu bisa memandang sejilid kitab pusaka Ie Cin Keng setinggi
nyawa sendiri sungguh membuat pinceng tidak menduga."
Tasbeh yang dilemparkan ke atas udara itu ketika jatuh ke atas
tanah segera timbul suara gemuruh yang sangat keras.
"Bluuuk. . . ." tasbeh itu tidak dapat dihalangi lagi menancap di tanah sedalam beberapa cun, sungguh suatu kepandaian yang
sangat dahsyat sekali. "Thaysu tecu tidak ingin sampai turun tangan melawan thaysu"
ujar Ti Then sesudah melihat demonstrasi kepandaian itu.
"Boleh . . boleh . . asalkan kitab pusaka Ie cin Keng itu kau
serahkan kepada pinceng"
"Tecu berani bersumpah, jika tecu pernah mendapatkan kitab
pusaka Ie Cin keng itu maka tubuhku akan mengalami keadaan


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti pohon ini" Sambil berkata tubuhnya, dengan cepat melayang setinggi
beberapa kaki kemudian dengan hebatnya dia kirim satu serangan
dahsyat kearah pohon tersebut.
Pohon itu mem punyai lebar beberapa depa, tetapi begitu kena
serangannya segera patah menjadi dua dan rubuh ke atas tanah
dengan menimbulkan suara yang sangat berisik.
Hwesio berwajah riang itu juga merupakan seorang jago yang
mengutamakan tenaga pukulan, karenanya begitu dia melihat Ti
Then berhasil pukul rubuh sebuah pohon sebesar itu dalam hati
segera sadar kalau kepandaiannya masih kalah jauh, tidak terasa
lagi air mukanya berubah sangat hebat, ujarnya sambil tertawa
kering, "Suatu pukulan yang sangat bagus, tidak aneh kalau Ti sicu tidak
memandang sebelah mata pun kepada diri pinceng."
"Thaysu, kamu masih tidak percayai omonganku?" Hwesio
berwajah riang itu tertawa dingin.
"Hemm. . . hemm. . pinceng hanya percaya kepandaian silat sicu
jauh berada di atas kepandaianku"
Sehabis berkata dia mengambil kembali tasbehnya yang
kemudian digantungkan pada dadanya kembali, sesudah itu putar
tubuh dan berlalu dari sana dengan langkah lebar.
Ti Then hanya bisa menghela napas perlahan dan berjalan
menaiki kuda tunggangannya kembali, dengan berdiam diri dia
menyalankan kudanya melanjutkan perjalanan.
Wi Lian In segera menarik tali les kudanya membiarkan
tunggangannya itu berjalan disisi Ti Then, ujarnya kemudian:
"Ti Toako Agaknya dia masih tidak percaya. Heei ... kali ini
mungkin semakin repot lagi."
"Tidak mengapa, pada suatu hari tentu aku berhasil menangkap
setan pengecut itu, asalkan berhasil menawan dia maka berita
bohong yang disiarkan pun tidak usah aku pergi jelaskan sendiri"
"Heei . . ." ujar Wi Lian In lagi sambil menghela napas panjang.
"Entah dia sekarang berada dimana"
"Mungkin dia bisa datang dengan sendirinya"
"Ciangbunyien dari siauw lim pay tidak sebodoh Hwesio berwajah
riang itu, mungkin dia mau percayai omonganmu"
Ti Then hanya tersenyum tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Hari itu menjelang malam mereka berdua sudah tiba di dalam
kota Ho Kiang sia untuk beristirahat, sesudah dahar malam di
penginapan masing-masing berpisah untuk beristirahat di dalam
kamarnya sendiri Dikarenakan urusan yang terjadi pada siang harinya dalam hati Ti
Then sudah waspada, sebab itulah sesudah tidur hingga tengah
malam dia tidak berani tidur lagi, segera duduk bersemedi di atas
pembaringan. Baru saja lewat kurang lebih setengah jam, urusan ternyata
terjadi juga. "Plaaak. ." suara itu sangat perlahan sekali muncul dari atas atap rumah, jika didengar suara itu agaknya ada orang yang sedang
berjalan di atas genteng memecahkan atap.
Dengan perlahan lahan Ti Then turun dari atas pembaringannya
kemudian membuka pintu kamar, sekali berkelebat tubuhnya
dengan sangat cepat berjumpalitan naik ke atas atap rumah.
Tapi . . di bawah sorotan sinar bintang yang remang-remang di
atas atap tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun, tempat itu
kosong melompong dan sangat sunyi. Tak terasa dia menarik napas
panjang pikirannya. "Hemm aku tidak akan salah dengar, gerakan orang itu sungguh
amat cepat." Sesudah memeriksa beberapa saat lamanya tetap tidak
menemukan hal yang mencurigakan terpaksa dia meloncat turun
lagi dan berjalan ke depan kamar Wi Lian In, dengan perlahan
diketuknya tiga kali. Dia takut Wi Lian In tidur terlalu nyenyak sehingga memberi
kesempatan kepada pihak musuh sehingga dia pikir mau bangunkan
dia memberi peringatan supaya waspada. siapa tahu . . dari balik
pintu tidak terdengar suara sahutan dari Wi Lian In.
"Nona Wi ini tentu tertidur sangat nyenyak, kalau tidak waktu itu
juga tidak akan terjatuh ketangan setan pengecut itu."
Berpikir sampai di situ dia mengetuk lagi sambil teriaknya keras.
"Nona Wi, bangun."
Dari dalam kamar tetap tidak terdengar suara sahutan dari Wi
Lian In. Orang yang berlatih ilmu silat tidak mungkin bisa berbuat begitu
Mendadak dia merasa keadaan tidak beres, dengan seluruh tenaga
didorongnya pintu itu, tidak sangka pintu itu tidak dikunci sama
sekali, begitu didorong pintu itu segera terpentang lebar. Hal ini
semakin membuat dia bertambah terkejut, sambil meloncat masuk
teriaknya. "Nona Wi . . Nona Wi. ."
Di dalam kamar tidak disulut lampu, karenanya untuk sesaat dia
tidak tahu di atas pembaringan itu ada orangnya atau tidak.
Dia menanti sebentar tapi tidak terdengar suara Wi Lian In juga,
segera tahulah dia kalau urusan sudah terjadi, dengan cepat
dicarinya korek dan menyulut lampu dalam kamar itu.
Begitu lampu disulut keadaan di dalam kamar menjadi terang
benderang. Wi Lian In ternyata tidak berada di dalam kamar.
Selimut di atas pembaringan sudah dike sampingkan tapi tidak
terlihat tanda-tanda melawan, agaknya Wi Lian In diculik pergi
dalam kedaan tidur sangat nyenyak.
Ti Then merasa sangat terkejut bercampur gusar, sambil mend
epakkan kakinya ke atas tanah makinya:
"Bangsat cecunguk. Heeem. . . tidak melihat darah berceceran
agaknya mereka tidak puas.. "
Dengan cepat dia putar tubuh siap meninggalkan tempat itu,
medadak dia menjadi tertegun dibuatnya, sambil berjalan kearah
pintu kamar dirobeknya secarik kertas. Kiranya kertas itu sejak
semula sudah ditempelkan orang di balik pintu kamar itu.
Pada kertas itu kira-kira tertuliskan demikian.
" Harap bawa kitab pusaka Ie Cin Keng untuk ditukar dengan
orangmu di luar kota dalam tanah pekuburan".
Oooh . . kiranya orang yang menculik nona Wi Lian In bukan
setan Pengecut itu, sebaliknya orang lain " siapa dia ?""
Mentri Pintu serta Pembesar Jendela.?"
Tidak mungkin, mereka tidak punya nyali sebegitu besar.
Apa mungkin Hwesio berwajah riang dari siauw lim Pay ?"
Tapi . . dia merupakan seorang hwesio dari partai kenamaan,
bagaimana mungkin melakukan pekerjaan semacam ini ?"
Hemmm tentu seorang manusia dari golongan Hek to yang
belum mau munculkan diri Berpikir sampai di sini Ti Then tidak ragu-ragu lagi, dengan cepat
dia putar tubuh kembali ke dalam kamarnya, memakai pakaian luar
membawa buntaiannya, setelah meninggalkan uang perak dengan
tergesa-gesa meninggalkan rumah penginapan itu.
Pada siang harinya sewaktu bersama sama Wi Lian In masuk ke
dalam kota melalui pintu sebelah timur, "ditengah jalan memang
pernah menemui sebidang tanah pekuburan. Dalam hati dia tahu
orang yang meninggalkan surat itu tentu menunjuk tanah
pekuburan itu sebagai tempat pertemuan karenanya dengan cepat
dia berlari menuju kepintu kota sebelah timur.
Di dalam sekejap mata dia sudah berada di bawah tembok kota,
karena pintu kota yang sudah ditutup dengan cepat dia meloncat
naik tembok dan berlari keluar kota. Tidak lama dia sudah tiba di
tanah pekuburan itu Teriaknya dengan keras sesampainya di sana:
"Cayhe Ti Then sudah tiba menurut suratmu, hei kawan harap
munculkan dirimu." Ditengah malam buta berada ditengah tanah pekuburan yang
sangat menyeramkan keadaannya, jika bukannya seorang yang
bernyali besar tidak mungkin berani melakukan hal ini
Lewat sesaat kemudian dari empat penjuru tanah pekuburan itu
muncul empat sosok bayangan manusia yang berkelebat mendatang
dengan gerakan yang sangat ringan, lincah dan cepat.
Begitu Ti Then melihat munculnya empat orang sekaligus bahkan
jika ditinyau ilmu meringankan tubuhnya sudah mencapai pada taraf
kesempurnaan dalam hati terasa berdesir juga, pikirnya.
"Bagaimana bisa muncul sebegitu banyak orang. . Ehmmm. .
agak sukar untuk menghadapi mereka sekaligus. . . ."
Baru saja dia berpikir sampai di situ, keempat orang itu sudah
melayang datang. Ternyata mereka berempat juga merupakan
orang-orang yang berkerudung.
Dalam hati Ti Then tahu sebab-sebab mereka mengerudungi
wajah mereka, tak terasa sambil tertawa dingin ujarnya:
"Hemmm. . . manusia-manusia pengecut juga tidak berani
perlihatkan wajah aslinya, sungguh banyak terdapat di dalam dunia
kangouw saat ini" Keempat orang berkerudung itu tidak mau perduli ejekannya itu,
seseorang yang berdiri ditengah membuka mulut secara mendadak,
ujarnya dengan dingin. "Barang itu sudah kau bawa?"
"Sudah aku bawa." sahut Ti Then sambil mengangguk.
" Kalau begitu cepat serahkan"
"Aku mau menemui nona Wi dulu."
"Dia sangat baik," ujar manusia berkerudung itu. "sesudah kau serahkan barang itu, kami segera lepaskan dia pulang."
"Tidak. " ujar Ti Then tetap pada pendiriannya. "Aku harus melihat dulu nona Wi terluka atau tidak. sesudah itu baru serahkan
itu barang kepadamu. ."
"Kamu boleh berlega hati, kami belum punya alasan untuk
melukai dia." "Tidak bisa" sahut Ti Then kukuh pada pendiriannya "sebelum aku bertemu dengan dia, barang itu tidak akan kuserahkan kepada
kalian." Agaknya orang berkerudung itu merasa sedikit keberatan,
sesudah termenung berpikir beberapa saat lamanya barulah
ujarnya: "Dia tidak berada disekitar tempat ini, kami punya rencana
sesudah memperoleh barang itu baru lepaskan dia pulang. . . ."
Ketika Ti Then mendengar wi Lian In tidak berada disekitar
tempat ini segera dia mengambil suatu keputusan di dalam hatinya,
tanyanya kemudian. " Kalian masih punya teman?"
"Tidak salah." sahutnya sambil mengangguk.
" Kalian seharusnya membawa nona Wi kemari ..."
"He he he . . . " Potong orang berkerudung itu sambil tertawa
dingin. "Tapi kami kira jauh lebih aman jika menyembunyikan dia
ditempat yang lain."
"Ha ha ha ha. . . . Kalian sudah melakukan suatu kesalaban yang
besar" ujar Ti Then sambil tertawa terbahak bahak "Jika kalian membawa dia kemari mungkin karena takut kalian sakiti dia
terpaksa aku serahkan kitab pusaka Ie cin Keng itu kepada kalian. .
Tapi sekarang . . dia tdak berada disekitar tempat ini, jadi aku pun
tidak usah takut apa-apa lagi"
Perkataan itu begitu selesai diucapkan mendadak tubuhnya
bergerak ke depan dengan kecepatan luar biasa menyerang
musuhnya. Agaknya orang berkerudung itu sama sekali tidak menduda kalau
Ti Then berani turun tangan menyerang dia, hatinya betul-betul
merasa sangat terkejut, dengan cepat dia mundur ke belakang
bersamaan waktunya pula pergelangan tangan kanannya membalik
siap cabut gedang menyambut datangnya serangan musuh.
Tapi baru saja pedangnya dicabut sampai tengah jalan, tubuhnya
baru saja mundur ke belakang itulah terasa suatu sinar pedang yang
sangat menyilaukan mata menyambar kearah pinggangnya.
Sinar pedang itu dengan cepat berkelebat sedang tubuh orang
berkerudung itu pun seperti tidak terkena serangan, tubuhnya
melanjutkan gerakannya mundur hingga sejauh lima enam tindak
baru berhenti. saat tubuhnya berhenti itulah mendadak tubuhnya
bagian atas dan bagian bawah rubuh dengan arah berlainan, darah
segar segera menyembur keluar bagaikan pancuran membuat
seluruh permukaan tanah basah oleh ceceran darah itu, kiranya
pinggang orang itu sudah tergotong hingga menjadi dua bagian.
Ketiga orang berkerudung lainnya juga menyoren pedang
panjang pada punggungnya, tetapi sejak munculkan diri ke dalam
dunia kangouw hingga saat ini belum pernah melihat serangan
pedang yang bisa dilakukan demikian cepatnya, begitu melihat
temannya sudah dibabat putus pinggangnya hanya di dalam sekejap
mata, tidak tertahan lagi saking terkejutnya mereka pada berdiri
melongo. Pada saat tubuh orang berkerudung itu rubuh ke atas tanah
itulah tubuh Ti Then sudah berkelebat berdiri di hadapan seorang
berkerudung yang berdiri di sebelah kiri.
Orang berkerudung itu merasa sangat terperanyat, belum sempat
dia cabut pedang kaki kanannya dengan seluruh tenaga
melancarkan satu tendangan dahsyat ke arah perut Ti Then.
Sekali pun serangan tendangan ini dilancarkan di dalam keadaan
gugup tapi kekuatau dan kedahsyatannya luar biasa.
Bagaimana pun juga serangan pedang Ti Thenyauh lebih cepat
satu tindak dari serangannya itu, dengan satu jurus Hong sauw Lok
Jap atau angin bertiup menggugurkan daun suatu jeritan ngeri
segera berkumandang keluar dari mulutnya. Wajahnya sudab
berhasil terpapas separuh oleh serangan silat pedang Ti Then itu.
Sisanya dua orang berkerudung itu melihat kehebatan Ti Then
sukar ditahan bahkan hanya sedikit mengangkat tangan sudah
berhasil membunuh dua orang kawannya, tak terasa hatinya merasa
sangat jeri, kini mana berani maju untuk bergebrak lagi, masing-
masing segera putar tubuh melarikan diri dengan cepat-cepat.
Ti Then sejak semula sudah menduga kalau mereka akan
melarikan diri, karenanya begitu serangannya berhasil membunuh
orang berkerudung yang kedua tubuhnya sudah berputar ditengah
udara, bentaknya dengan keras: "Lihat pedang. ."
Pedang ditangan kanannya segera disambit ke depan dengan
cepat. Kecepatan dari serangan ini sukar dibayangkan dengan
menggunakan kata-kata. Kiranya orang berkerudung ketiga yang berdiri di sebelah
kanannya pada saat tubuhnya meloncat pergi itulah sudah tertusuk
oleh sambitan pedang Ti Then itu, pedangnya menembus dari
punggung hingga ulu hatinya dan muncul kembali pada dadanya,
terdengar dia menjerit ngeri dengan sangat keras, sesudah berlari
sempoyongan beberapa tindak tubuhnya segera rubuh di atas
sebuab kuburan yang besar, seketika itu juga menghembuskan
napasnya yang penghabisan.
Ti Then sesudah menyambitkan pedangnya itu tubuhnya tidak
berhenti begitu saja, sekali lagi dia meloncat ke depan tangannya
dipentangkan lebar-lebar, dengan jangat cepat mengejar kearah
orang berkerudung yang keempat.
Hanya cukup dua kali lompatan saja tubuhnya sudah berada
beberapa kaki di belakang tubuhnya.
Dengan dingin ujarnya: "Hemmm . .jika ingin hidup lebih baik berhentilah dengan cepat."
Ketika orang berkerudung keempat yang sedang melarikan diri
itu menoleh ke belakang melihat Ti Then sudah berada di belakang
tububnya tidak terasa kakinya terasa menjadi lemas, dengan cepat
dia menghentikan larinya dan jatuhkan diri berlutut di hadapan Ti
Then, ujarnya dengan sedikit merengek:


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ti . . . Ti siauhiap harap . . harap jangan turun tangan jahat . .
turun tangan jahat kepadaku . . ."
" Cepat lepaskan kerudungmu terlebih dulu" Bentak Ti Then
dengan keras. Dengan gugup orang ber kerudung itu melepaskan kain
kerudungnya sehingga terlihatlah selembar wajah yang sangat jelek
yang saat itu sudah berubah menjadi pucat pasi saking terkejutnya,
dengan tak henti-hentinya dia mengangguk anggukkan kepalanya.
Dengan pandangan tajam Ti Then memperhatikan terus
wajahnya, sesaat kemudian baru tanyanya.
"Ehmm . . . sepertinya aku pernah bertemu dengan kamu orang"
"Benar benar " pada bulan Tiong ciu tahun yang lalu dijalanan
menuju ke Kwan Lok."
"Oooh benar." ujar Ti Then secara mendadak. "Kau adalah Lo Nao dari Kwan si Ngo Koay yang disebut apa Hek . ."
"Benar, aku bernama Hek Pauw atau simacan kumbang hitam
Khie Hoat." " Ketiga orang itu apa saudaramu semua?"
"Benar, mereka adalah Jiko, samko, serta su ko . ."
"Dimana Toako kalian oh Lui si atau malaikat halilintar Khie
Ciauw ?"" "Dia ... dia membawa nona Wi menunggu kami di dalam
kelenteng tanah ditengah kota."
"Ehmm. . ." sahut Ti Then kemudian tanyanya lagi.
"Kalian dengar dari siapa kalau aku mendapatkan sejilid kitab
pusaka Ie Cin Keng" "Aku dengar dari sinaga mega Hong Mong Ling yang bilang."
sahut si macan kumbang hitam Khie Hoat sambil menundukkan
kepalanya rendah-rendah. "Dia bilang kamu sudah dapatkan sejilid
kitab pusaka Ie Cin Keng yang mau dipersembahkan untuk Pocu
dari Benteng Pek Kiam Po"
"Kalian bertemu dengan si naga mega Hong Mong Ling
dimana?"" "Disebuah kota keresidenan Tong Jlen sian, ratusan li di sebelah
selatan gunung Fan Cin san"
" Kapan ?"?"
"Sudah lima enam hari lalu"
"Hemmm. . hemmm" ujar Ti Then sambil tertawa dingin "Hanya dikarenakan sejilid kitab pusaka Ie cin Keng,saja kalian berani turun
tangan menculik pergi none Wi, nyali kalian sungguh tidak kecil."
Sembari terus menerus mengangguk anggukkan kepalanya ujar
Khie Hoat lagi dengan gemetar.
"Sebetulnya kami tidak berani melakukan hal itu, karena melihat
kepandaian silat dari Ti siau hiap sangat lihai terpaksa
melaksanakan pekerjaan dengan diam-diam sehingga . . . sehingga.
. . ." "Ehmmm. . sekarang kamu orang merasa kitab pusaka Ie Cin
Keng lebih berharga atau nyawa saudara-saudara kalian yang lebih
berharga?"?" "Sudah tentu nyawa lebih berharga. .. " sahut simacan kumbang
hitam Khie hoat sambil melelehkan air mata.
"Heemm. . . Baiklah." ujar Ti Then lagi "Kau rebahlah dulu beberapa saat di tanah pekuburan ini, aku mau pergi ke kelenteng
tanah di dalam kota lihat-lihat dulu,jika nona Wi berada di sana
maka aku lepaskan satu jalan hidup bagimu, kalau tidak . . . Hmm
heemmm . . ." -oo000oo- Jilid : 10:1. Wi Lian In diculik lagi
Sehabis berkata dengan satu kali cengkeraman dia menyambak
rambutnya dan angkat seluruh tubuhnya ke atas, jari tangannya
dengan lincah tapi cepat bagaikan kilat menotok jalan darah
kakunya. Itu Macan kumbang hitam Khie Hoat hanya bisa mendengus
dengan sangat berat, badannya seketika itu juga menjadi kaku.
Tangannya yang lain dari Ti Then tidak berhenti sampai di situ
saja, tubuhnya dengan segera didorong ke depan sehingga rubuh
terlentang di atas tanah, kemudian baru putar tubuh mencabut
kembali pedang panjangnya membersihkan bekas-bekas darah dan
masukkan kembali ke dalam sarungnya
Setelah semuanya selesai barulah dia berlari menuju ke dalam
kota Ho Kiang san. Tidak sampai sepertanak nasi dia sudah berada
kembali di dalam kota itu.
Saat ini waktu menunjukkan kurang lebih kentongan keempat,
sinar rembulan yang memancarkan sinar menerangi jagat pun
sudah lenyap dari pandangan, suasana di dalam kota gelap gulita
tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun yang berlalu lalang
ditengah jalan, sampai penjual makanan dimalam hari pun sudah
tidak kelihatan batang hidungnya kembali.
Dia tidak tahu kelenteng tanah itu terletak dikota sebelah mana,
terpaksa dengan mengadu untung secara sembarangan mencari
diseluruh pelosok kota, akhirnya ditemui juga sebuah kelenteng
tanah di sebelah tengah kota tersebut.
Kelenteng tanah itu terletak dipusat kota, karena waktu yang
telah sangat lama keadaan diluaran dari kelenteng itu sudah tidak
karuan bentuknya, walau begitu lampu yang terdapat di dalam
ruangan dalam masih belum terpadamkan, di dalam kelenteng itu
masih terang benderang oleh sorotan sinar lampu.
Ti Then tidak berani secara langsung menerjang masuk ke dalam
kelenteng itu, karenanya secara diam-diam sesudah memeriksa
keadaan disekeiling tempat itu terlebih dulu, sejenak kemudian dia
merasa disekeliling kelenteng itu hanya di bawah meja
sembahyangan saja yang bisa digunakan untuk menyembunyikan
diri, atau dengan perkataan lain itu oh Lui sin atau Malaikat halilintar Khie Ciawpasti membawa Wi Lian In bersembunyi di bawah kolong
meja sembahyangan tersebut. segera dia mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya dengan tanpa mengeluarkan sedikit suara
pun berjalan maju ke depan.
Selangkah demi selangkah dia berjalan ke depan meja
sembahyangan itu, dengan perlahan-lahan diangkatnya meja
sembahyangan tersebut kemudian secara mendadak dengan seluruh
tenaga di baliknya meja itu ke samping.
"Braak . . braaak . " suara yang nyaring memecahkan kesunyian
yang mencekam dipagi hari buta itu, di bawah meja itu ternyata
tidak salah lagi muncul sesosok bayangan manusia yang rebah
terlentang di atas tanah.
Orang itu tidak lain adalah Lo-toa dari Kwan si Ngo Koay atau
lima manusia aneh dari daerah Kwan si, Malaikat halilintar Khie
Ciauw adanya. Tetapi si Malaikat halilintar Khie Ciauw yang ditemuinya sekarang
ini terlentang di tanah tanpa bergerak sedikit pun juga, memang
dari mulutnya tidak henti-hentinya malah terlihat darah segar
mengalir keluar dengan derasnya. Dia sudah binasa "
Sebetulnya Ti Then mau melancarkan serangan dahsyat
berusaha mencengkeram tubuhnya, tapi begitu dilihatnya keadaan
yang mengerikan dari mata malaikat halilintar Khi Ciauw itu tidak
terasa rasa terperanyatnya menjerit keras.
Ternyata si Malaikat halilintar Khie Ciauw sudah sudah menemui
kematiannya dengan rasa ngeri dan misterius sekali"
Hal ini memperlihatkan kalau ada orang yang mendahului dirinya
mengejar datang ke kelenteng tanah ini untuk membunuhnya
kemudian merebut pergi We Lian In.
Hal ini begitu berkelebat di dalam pikiran Ti Then segera
mengulurkan tangan memeriksa mayat dari Khie Ciauw.
Dirabanya mayat itu masih ada hawa hangat, dalam hati dia tahu
pembunuhnya meninggalkan tempat ini belum begitu lama, dengan
cepat dia putar tubuh dan meloncat naik ke atas atap kelenteng.
Dari atas memeriksa keadaan disekelilingnya.
Tapi . . . dengan ketajaman pandangannya tetap tidak
menemukan sesuatu yang mencurigakan.
Sekali lagi dia meloncat masuk ke dalam kelenteng tanah dan
memeriksa dengan sangat teliti keadaan disekeliling tempat itu
apakah pembunuhnya meninggalkan surat atau tidak, tapi sekali
pun sudah dicari ubek-ubekan selama setengah harian jejaknya pun
tidak tampak, hatinya tidak tertahan lagi menjadi sangat cemas.
Terpikir olehnya kalau orang yang membunuh mati Khie Ciauw
dan merebut pergi Wi Lian In bertujuan atas kitab pusaka Ie Cin
Kengnya maka orang itu pasti akan meninggalkan surat baginya
untuk berjanyi bertemu di suatu tempat, tapi sampai sekarang
tanda-tanda ditinggalkannya surat sama sekali tidak tampak, hal ini
memperlihatkan kalau tujuan orang itu tidak terletak pada kitab Ie
Cin Keng tersebut melainkan pada Wi Lian In sendiri
Dengan perkataan lain orang itu kalau bukannya si setan
pengecut tentu perbuatan dari Hong Mong Ling.
Jika dugaannya ini tidak meleset maka akibat yang diderita Wi
Liau In akan jauh berada diluar dugaannya karena Hong Mong Ling
pernah berkata, "Barang yang tidak bisa aku dapati tidak akan
membiarkan barang itu didapatkan orang lain." Kali ini napsu
binatangnya tentu akan diumbarkan ke tubuh Wi Lian In.
memperkosa dirinya kemudian membunuh mati. ..
Semakin berpikir dia semakin takut, dengan cepat tubuhnya
berkelebat menuju kearah utara.
Dia memilih lari ke arah utara karena punya alasan yang kuat,
ketiga arah lainnya tidak mungkin di tempuh oleh orang itu untuk
melarikan dirinya. Arah Timur pasti melewati gunung Fan cin san,
orang itu pasti melihat sendiri dan menduga banyak jago-jago Bulim
yang sedang berangkat menuju kegunung Fan cin san untuk
memperebutkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, karenanya tidak
mungkin dia mau ambil arah tersebut..
Arah selatan merupakan jalan yang dilalui Ti Then untuk
memasuki ke dalam kota, orang itu tidak mungkin berani
menempuh bahaya bertemu dengan dirinya.
Sedang arah barat merupakan jalan menuju ke benteng Pek
Kiam Po, di daerah gunung Go bi, sudah tentu orang itu tidak akan
mau masuk ke dalam perangkap, karena itulah dia berani pastikan
orang yang menculik Wi Lian In itu tentu melarikan diri
menggunakan arah utara. Dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya bagaikan
kilat cepatnya dia mengejar ke arah utara, di dalam sekejap saja
kota Ho Kiang sian sudah di lalui, dengan mengikutijalan raya dia
terus mengejar ke depan. Tidak terasa lagi tiga puluh li sudah dilalui dengan cepat tetapi
sampai waktu itu tetap tidak didapatkanjejak apa pun, sedang cuaca
pun mulai terang kembali.
Langkah kakinya semakin lama semakin perlahan, akhirnya dia
menyatuhkan tubuhnya beristirahat di bawah sebuah pohon besar,
tak henti-hentinya dia menghela napas panjang.
Bagaimana" Jika tidak berhasil menolong Wi Lian In kembali, dirinya mana
punya muka untuk kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po lagi"
Jika tidak untung Wi Lian In menemui kematiannya ditangan
Hong Mong Ling, dirinya sudah tentu berhasil meloloskan diri dari
kesukaran tapi . . . soal ini sebetulnya mendatangkan keuntungan
atau bencana bagi dirinya sendiri"
Majikan patung emas perintahkan dirinya kawin dengan dia
sudah tentu dia punya suatu maksud tertentu, jika misalnya dia
binasa apakah Majikan patung emas mau berhenti dengan begitu
saja" Tidak mungkin, dia pasti berubah membuat rencana baru lagi,
kemudian perintahkan dirinya pergi melakukan suatu pekerjaan
yang baru, sedang pekerjaan baru itu kemungkinan sekali
merupakan pekerjaan yang jauh lebih sulit dari pekerjaan untuk
mengawini Wi Lian In. oooo0oooo "Su heng, aku menanti kamu orang di sini saja, ditengah jalan
kamu harus berhati-hati."
"Ha ha ha ha . . Jangan kuatir, sekali pun sudah bertemu dengan
dia Lohu mau lihat dia bisa berbuat apa terhadap diri Lohu."
Sedang dia berpikir keras mendadak suara bercakapnya manusia
memecahkan kesunyian yang mencekam dipagi hari itu, suara itu
berkumandang datang dari gundukan tanah di belakang pohonnya
itu. Dengan cepat dia menoleh ke belakang, terlihatlah di atas bukit
kecil berpuluh-puluh kaki dari tempatnya sedang ada sesosok
bayangan manusia yang berlari menuruni bukit itu.
Orang itu usianya diantara enampuluh tahunan, pada badannya
memakai baju berwarna hijau pada tangannya mencekal sebuah
tongkat berkepala ular, gerakannya sangat gesit dan lincah dengan
kecepatan yang luar biasa dia melayang turun dari bukit kecil itu
kemudian berlari menuju kearah kota Hoa Kiang sian.
Begitu Ti Then melihat wajah dari kakek tua berbaju hijau itu
tidak tertahan lagi hatinya berdebar sangat keras, pikirnya terkejut:
"Aaah . . . bukankah dia majikan ular Yu Toa Hay adanya?""
Majikan ular Yu Toa Hay merupakan jagoan berkepandaian tinggi
yang sangat terkenal dari kalangan Hek to, kepandaian silat yang
Pangeran Perkasa 13 Pusaka Tongkat Sakti Karya Tjoe Beng Siang Anak Pendekar 18
^