Pencarian

Pendekar Patung Emas 9

Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Bagian 9


kamar tersebut. "Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?" tanyanya si Lo-cia
sembari mengejar hingga samping tubuhnya.
"Aku sudah bukan Kiauw tauw dari benteng" si Lo-cia menjadi
melengak. "Kau sudah ribut dengan nona kami?" tanyanya.
"Bukan- . jika kau mau tahu jelas persoalannya, kau boleh tanya
langsung kepada Pocu"
Dia tidak pergi pamit dengan Wi Ci To serta Wi Lian In lagi,
sesudah keluar dari pintu benteng segera menuju kelapangan
latihan silat. Di sana sudah terlihatlah pendekar pedang putih yang
ditemuinya tadi sedang menuntun kuda Ang san Khek yang
dihadiahkan Wi Lian In kepadanya itu.
Melihat Ti Then berjalan ke sana pendekar pedang putih itu
segera menuntun kuda tersebut ke hadapannya.
"Ti Kiauw tauw" ujarnya. "Ini adalah tungganganmu"
"Tidak."Jawab Ti Then cepat sembari menggelengkan kepalanya
"Kuda ini miliknya nona Wi."
"Nona Wi tadi sudah bilang, kuda ini adalah milik Ti Kiauw tauw,
jika Ti Kiauw tauw tidak mau dia bilang terpaksa kuda ini harus
dijagal saja." Ti Then menjadi ragu-ragu sebentar, akhirnya sahutnya sembari
anggukkan kepalanya. "Baiklah, kau tolong sampaikan dia ucapan
terima kasihku." Sesudah menerima tali les kuda tersebut dari tangan perdekar
pedang putih itu dengan cepat tubuhnya melayang ke atas kuda itu
kemudian melarikan tunggangannya dengan cepat menuju keluar
Benteng. Di dalam sekejap mata Benteng Pek Kiam Po sudah ditinggal
sangat jauh sekali. Dengan berdiam diri dia terus melarikan kudanya turun gunung,
di dalam hatinya waktu itu entah harus dibilang girang atau sedih,
dia merasakan hatinya kosong melompong, dalam hati dia tahu Wi
Lian In adalah seorang nona yang patut dicintai oleh setiap lelaki,
tapi bisa meninggalkan dirinya di dalam keadaan seperti ini juga
mungkin merupakan suatu urusan yang sangat bagus.
Dia sadar urusan ini terjadi bukanlah karena kesengajaan dari dia
sendiri, sehingga dia mem punyai alasan untuk mempertanggung
jawabkan urusan itu di hadapan majikan patung emas tersebut.
Tidak salah, majikan patung emas pasti sudah tahu urusan yang
terjadi baru saja ini, dia pasti tidak akan menyalahkan persoalan ini
kepada dirinya. Haa. . ha. . ha. . orang yang sudah menyuap Ku Ie serta Liaw Su
Cen untuk membongkar kedokku itu tentu bermaksud hendak
merusak hubunganku dengan Wi Lian In-tapi pastilah dia tidak akan
menduga kalau dengan tindakannya ini justru sudah membantu aku
meloloskan diri dari kurungan serta perintah majikan patung emas
yang tidak tahu diri itu.
Hal inilah yang sudah membuat dia merasa sangat girang, tapi di
samping itu dia pun merasa sedikit kecewa.
Hanya karena sedikit urusan yang tidak berarti ini dia harus putus
hubungan lama sekali dengan Wi Lian In, Seorang nona yang
memiliki wajah yang amat cantik apalagi bentuk tubuhnya yang
begitu menggiurkan, Sungguh merupakan Suatu urusan yang patut
disesalkan- Sampai waktu inilah dia baru merasa kalau perjuangan dirinya
beberapa waktu ini tidaklah sia-sia belaka, secara diam-diam dirinya
sudah betul-betul jatuh cinta terhadap Wi Lian In.
Ditengah jalanan gunung yang amat sunyi itu dia berhasil
melewati kereta kuda yang ditunggangi oleh Ku Ie serta Liuw Su Cen, dengan mempercepat larinya kuda dia melanjutkan
perjalanannya menuju ke kota Go bi.
Sebelum cuaca benar-benar gelap sekali lagi dia sudah tiba di
dalam kota Go bi. Sesampainya di depan penginapan Hokan dia minta satu kamar,
selesai makan malam segera tutup pintu untuk beristirahat.
Dia tidak ingin menuju ke dalam sarang pelacur Touw Hua Yuan
untuk memaki Ku Ie, karena dia tahu orang yang sudah perintah
mereka berdua melakukan urusan ini tidak luput dari Hong Mong
Ling serta si setan pengecut dua orang, apalagi untuk menanyai
seorang pelacur sehingga tahu betul-betul siapa yang sudah
perintah mereka melakukan hal itu tak terhindar harus buang uang
banyak. Sat ini dia hanya punya satu-satunya harapan, yaitu
mengharapkan munculnya majikan patung emas pada malam ini
kemudian membicarakan persoalan ini hingga jelas.
Malam . . . . . semakin lama semakin kelam.
Kurang lebih kentongan kedua malam itu, tiba-tiba ..dari dinding
kamar sebelah secara mendadak muncul suatu suara ketukan yang
amat aneh sekali. Ada orang yang sedang mengetuk dinding tembok
dari kamar sebelah. Dengan cepat Ti Then meloncat bangun kemudian mengetuk
juga tiga kali di atas dinding tersebut.
"Siapa ?"tanyanya dengan suara perlahan.
"Aku" Ternyata majikan patung emas sudah munculkan dirinya. Ti Then
segera tersenyum. "Haa ha ha... kali ini kenapa tidak turun dari atas atap rumah?""
ejeknya. "Jangan banyak omong kosong." bentak majikan patung emas
dengan amat gusar. "Jangan marah dulu, peristiwa ini bukanlah aku yang cari-cari"
Dengan dinginnya majikan patung emas mendengus beberapa
kali. "Hmm, ya atau bukan aku bisa pergi selidiki sendiri" ujarnya
dingin- "Haa?" apa arti dari perkataanmu ini ?"" tanya Ti Then dengan
penuh perasaan heran- "Aku merasa curiga orang yang mendalangi urusan ini adalah kau
sendiri" Teriak majikan patung emas dengan gusar.
"Karena kau ingin melarikan diri dari tugas untuk memperistri Wi
Lian In maka kau perintah mereka berdua pergi ke Benteng Pek
Kiam Po. ." "Omong kosong." potong Ti Then tak kalah gusarnya "Kau
pandang aku Ti Then seperti orang macam apa?" Tidak salah. Aku
tidak rela pergi memperistri diri Wi Lian In tapi aku sudah bicara
sangat jelas sekali, aku sudah menyanggupi dirimu untuk menjadi
patung emasmu selama satu tahun, saat itu aku tidak pernah
merasa menyesal dan tidak akan mungkir melakukan rencana yang
begitu memalukan ini"
Lama sekali majikan patung emas berdiri tiba-tiba ujarnya lagi:
"Kalau begitu aku mau tanya padamu lagi, siang tadi kau
bersama-sama Wi Lian In semula bilang mau berpesiar ke atas Sian
Ciang, akhirnya kau tidak pergi ke tebing Sian Ciang. Kalian
sebetulnya sudah pergi kemana?"
"Beli obat" "Obat apa?" desak majikan patung emas lagi
"Obat pemabok" "Ooh soal kemungkinan Huang puh Kiam Pek adalah penyamaran
dari si setan pengecut itu kau sudah ceritakan kepada Wi Lian In?"
"Tidak salah" jawab Ti Then sembari mengangguk "Sebetulnya dia rencananya mau turun tangan malam ini juga untuk
membuktikan apakah Huang puh Kiam Pek betul-betul si setan
pengecut itu atau bukan, tapi sesudah mengalami perubahan seperti
ini mungkin dia sudah hapuskan rencana semula"
" Kalau begitu" ujar majikan patung emas lagi sesudah
termenung beberapa waktu lamanya. "Kau pikir siapa yang sudah
perintah Ku Ie serta Liauw Su Cen pergi kebenteng Pek kiam Po?"
"Hmm.... kalau bukan Hong Mong Ling siapa lagi?"
Majikan patung emas termenung sebentar untuk berpikir keras,
lalu baru sahutnya. "Ehmmm,jika saat ini diperintahkan oleh Hong Mong Ling maka si
setan pengecut itu pun juga tahu."
"Sudah tentu." Majikan patung emas melanjutkan lamunannya, kemudian
tambahnya. "Jika umpama Huang puh Kian Pek adalah si setan pengecut itu
maka sesudah berhasil menangkap Huang puh Kian Pek tidaklah
akan sukar untuk mengetahui tempat persembunyian Hong Mong
Ling.." "Tidak salah, tapi Wi Lian In pasti sudah tidak mau melaksanakan
tugas seperti apa yang aku susun-"
"Kalau begitu biar aku saja yang pergi untuk mengurus"
"Ehmmmm, tentang ini bagusnya memang bagus." jawab Ti
Then sembari tersenyum. "Tapi Walaua pun Huang puh Kian Pek betul-betul adalah si setan
pengecut itu, belum tentu Wi Ci To mau mengubah pandangannya
terhadap diriku, karena dia sudah percaya bahwa akulah Lu Kongcu
yang sudah cukul rubuh Hong Mong Ling sewaktu masih berada di
dalam sarang pelacur Touw Hua Yuan"
Dia berhenti sebentar kemudian sambungnya lagi.
"Hong Mong Ling pergi main perempuan memang persoalan yang
nyata, sedang aku punya maksud untuk merusak hubungan mereka
juga merupakan soal yang nyata."
Sekali pun perkataan dari Ti Then ini masuk akal, tapi agaknya
majikan patung emas mem punyai pandangan yang lain.
"Asalkan kita bisa buktikan Huang puh Kian Pek adalah si setan
pengecut dan bisa menawan Hong Mong Ling kembali, maka
persoalan segera akan berubah kembali," ujarnya dengan tenang,
"Kau bisa tawan Hong Mong Ling dan di hadapan Wi Ci To kau bisa
paksa dia untuk mengaku kalau Ku Ie sera Liuw Su Cen sudah
disuap oleh dia untuk berbuat begitu, jika perlu kau boleh beli
omongan dari Ku Ie serta Liauw Su Cen, dengan demikian
pandangan Wi Ci To beserta putrinya akan berubah kembali"
"Terlalu repot. . terlalu repot" seru Ti Then sambil menghela
napas panjang, "Apa selain aku harus kawin dengan Wi Lian In
sudah tidak ada jalan lainnya"
Mendengar helaan napas dari Ti Then itu, agaknya majikan
patung emas dibuat menjadi kurang senang, tidak henti-hentinya
dia tertawa dingin- "Tidak ada" sahutnya singkat.
"Ada kalanya" Geremeng Ti Then dengan perlahan, "Aku benar-benar ingin sekali kau bisa bunuh aku sampai mati, aku merasa. ."
"Tidak usah banyak omong lagi" Potong majikan patung emas
dengan cepat ketika di dengarnya dia mulai melamun, " Untuk
sementara kau boleh tinggal dirumah penginapan ini saja, aku mau
pulang ke Benteng untuk mulai bekerja, setelah aku buktikan kalau
Huang Puh Kiam Pek betul-betul si setan pengecut dan bisa paksa
dia mengakui tempat persembunyian dari Hong Mong Ling aku bisa
ke sini beri kabar padamu, aku pergi dulu"
Keesokan harinya Ti Then sesudah bangun dari tidurnya segera
buka pintu kamar memanggil seorang pelayan untuk membersihkan
kamarnya, dengan pinyam kesempatan itu tanyanya.
"Hei pelayan, kamar sebelah ini kemarin ditinggali tamu dari
mana?" Agaknya pelayan itu dibuat melengak oleh pertanyaan ini.
"Kongcu" tanyanya dengan heran "Yang kongcu maksudkan
kamar di sebelah kiri atau kamar di sebelah kanan?"
"Yang sebelah kiri ini" jawab Ti Then sembari menuding ke
sebelah kiri. "Kamar sebelah kiri ini sama sekali tidak dihuni oleh tamu dari
mana pun." sahut pelayan itu tertawa.
" Kemarin malam juga tidak ditinggali orang lain?"
"Tidak. kamar sebelah kiri ini sudah kosong tiga empat hari
lamanya." "Ehmm. . kiranya begitu. ." jawab Ti Then sembari mengangguk.
"Ada apanya yang tidak beres"
"Mungkin ada tikus yang lari-lari di dalam kamar sehingga
mengeluarkan suara ribut- ribut, kemarin malam beberapa kali aku
di bangunkan oleh suara ribut- ribut itu"
"Tikus memang binatang yang paling menjengkelkan, ada satu
kali secara tiba-tiba seorang nona berteriak minta tolong dari dalam
kamar, aku cepat- cepat lari masuk ke dalam kamar, Hu. . Hu. . kau
tebak sudah terjadi apa" Kiranya seekor tikus sudah kecebur dalam
tong berisikan kotoran, nona itu tanpa dilihat dulu sudah
berjongkok, akhirnya ha ha ha. ."
Mendengar cerita yang begitu menarik tak terasa lagi Ti Then
sudah ikut tertawa terbahak-bahak.
Siang harinya ketika Ti Then sedang makan siang di dalam kamar
mendadak dari pintu kamarnya terdengar suara ketukan yang amat
gencar sekali. "Siapa?"" tanya Ti Then dengan cepat sedang dalam hati diam-
diam merasa sedikit terperanyat.
Seorang yang masih muda segera memberikan jawabannya. "Ti
Kiauw tauw aku" Segera Ti Then bisa mengenali kalau suara itu adalah suara
berasal diri Ki Hong, pendekar pedang hitam dari benteng Pek Kiam
Po, dengan cepat dia bangkit membuka pintu kamarnya, terlihatlah
Khie Hong dengan air muka gugup sudah berdiri tegak di depan
kamarnya, dalam hati segera dia tahu sudah terjadi suatu urusan
karena itu dengan cemas tanyanya:
"Apakah Anying langit Rase bumi sudah datang?"".
"Selain Anying langit Rase bumi masih ada ada delapan belas
orang jago berkepandaian tinggi dari istana Thian Teh kong mereka,
agaknya mirip jago-jago Cap Pwe Sah Sin yang tersiar di dalam Bu
lim" "Tidak salah" jawab Ti Then mengangguk, "Aku memang dengar Anying langit Rase bumi punya anak buah yang dijuluki Cap Pwe
sah sin atau delapan belas malaikat iblis, kepandaian silat mereka
katanya tidak cetek. "
Melihat Ti Then tidak berangkat- berangkat, Ki Hong menjadi
semakin cemas: "Ti Kiauw tauw" ujarnya cepat, "mari kita lekas-lekas kembali ke benteng."
"Apa Wi Poccu tidak beritahu pada Anying langit Rase bumi kalau
aku tidak berada di sana?"
"Benar, tapi mereka tidak mau percaya, mereka bilang Tiauw
Kiauw tauw pasti berada di dalam Benteng."
"Kalau begitu baiklah, ayo berangkat."
Dia membuat sedikit persiapan kemudian panggil pelayan
penginapan itu untuk diberi sedikit uang, katanya karena ada urusan
yang mau diselesaikan diluaran minta dia cepat- cepat sediakan
kuda. Sesudah mengunci kamarnya barulah dengan Ki Hong
bersama-sama berjalan keluar.
Sekeluarnya dari dalam rumah penginapan pelayan itu sudah
siapkan kuda Ang San Kheknya di depan pintu, demikianlah masing-
masing dengan menggunakan tunggangannya sendiri-sendiri lari
keluar dari kota. satu jam kemudian sampailah mereka di dalam Benteng Pek
Kiam po. Mereka berdua dengan cepat turun dari kuda ditengah lapangan
latihan silat, saat itu barulah Ti Then bertanya: "Mereka dimana?""
"Di dalam ruangan tamu" sahut Ki Hong dengan cepat.
Tanpa banyak cakap lagi Ti Then cepat berlari ke dalam ruangan
tamu.

Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jilid 13.2: Anying langit Rase Bumi
Di dalam sekejap saja dia sudah sampai di dalam ruangan tamu,
terlihatlah Wi Ci To beserta Huang Puh Kian Pek duduk di tengah
ruangan sedangkan Anying langit Rase bumi beserta ke delapan
belas malaikat iblisnya duduk di kedua belah sisi, masing-masing
tidak ada yang berbicara, hanya darl sinar mata masing-masing
jelas memancarkan nafsu membunuh yang meluap-luap
Usia dari ke delapan belas malaikat iblis ini kurang lebih berada di
atas lima puluh tahunan, wajah masing-masing memperlihatkan
kebengisan serta keganasan mereka, pada tubuh masing-masing
membawa senyata yang berbeda-beda, yang duduk mereka pun
urut sesuai dengan senyata yang dibawa mulai dari Golok, pedang,
toya besi, kampak, cambuk, rantai, gada, tongkat serta pisau belati.
Sedang pada deretan yang lain adalah Tombak, trisula, kampak
raksasa, siang kiam, golok melengkung, gelang, golok panjang serta
senyata berbentuk bulan sabit. Senyata mereka merupakan delapan
belas macam senyata yang aneh dan sakti, sungguh menyeramkan
sekali. Sebelum bertemu dengan Anying langit Rase bumi secara pribadi
di dalam benak Ti Then pernah membayangkan wajah yang
meringis menyeramkan siapa tahu kini sesudah bertemu sendiri
kelihatanlah wajah Anying langit Rase bumi itu sedikit kalem.
Si anying langit Kong Sun Yau mem punyai wajah yang tampan
dengan perawakan sedang usianya mungkin berada diantara empat
puluh tahunan hanya saja air mukanya sedikit pucat.
Kini dia berdandan sebagai seorang sastrawan dengan bahan
pakaian yaug sangat mewah, pada tangannya mencekal sebuah
kipas yang terbuat dari tulang, sungguh kelihatan gagah sekali.
Sedangkan si Rase bumi Bun Jin Cui berusia diantara tiga puluh
tujuh delapan tahunan, alisnya tipis matanya bulat tebal, bibirnya
merah bagaikan delima dandanannya sangat berlebihan sehingga
kelihatannya sangat genit sekali. sepasang tangannya dengan tak
henti-hentinya mempermainkan sebuah sapu tangan berwarna
merah, gerak geriknya sangat genit dan pemalu, lagaknya tidak
mirip sebagai jagoan yang ditakuti dalam Bu lim.
Mereka suami istri begitu melihat Ti Then berjalan memasuki
dalam ruangan segera tersungginglah suatu senyuman yang sangat
ramah. Ti Then berlagak tidak melihat, sesudah memberi hormat dengan
Wi Ci To ujarnya: "Boanpwe Ti Then hunjuk hormat kepada Pocu"
Dengan perkataan serta gerak geriknya ini sudah jelas
memperlihatkan kalau dia sudah bukan satu keluarga lagi dengan
orang-orang Benteng Pek Kiam Po.
Wi Ci To tidak perlihatkan reaksi apa-apa, hanya sambil
menuding ke arah Anying langit Rase bumi ujarnya,
"Mereka berdua adalah Raja langit Kong sun Yau serta Ratu bumi
Bun Jin Cui" Ti Then sedikit putar tubuhnya kemudian memandang ke arah
Anying lagit rase bumi sembari tertawa tawar,
"Lama sudah cayhe dengar nama besar kalian berdua, selamat
bertemu, selamat bertemu"
Anying langit serta Rase bumi tetap duduk tidak bergerak di
tempatnya masing-masing dengan lagak hendak memilih menantu
sambil tersenyum-senyum mereka berdua pandangi seluruh tubuh
Ti Then dari atas kepala sampai ujung kakinya.
Pertama tama Anying langit Kong sun Yau yang buka mulutnya
angkat bicara, hanya dia tidak bicara kepada Ti Then melainkan
kepada istrinya Rase bumi Bun Jin Cui yang berada disisinya.
"Kau lihat bagaimana ?" tanyanya sembari tertawa.
"Tidak jelek. tidak jelek." sahut si Rase bumi Bun Jin Cui sembari memperdengarkan suara tertawanya yang amat genit.
"Semangatnya tinggi wajahnya tampan, tubuh kokoh kuaat
..Heemmm tidak rugi menteri pintu pembesar jendela kita
dikalahkan ditangannya"
sesudah itu barulah si Anying langit Kong sun Yau menoleh
kearah Ti Then dengan memperlihatkan sebaris giginya yang putih
mengkilap ujarnya tersenyum.
"Lo te apakah pendekar berbaju hitam Ti Then yang sudah
menyabat sebagai Kiauw tauw pada benteng Pek Kiam Po?"
" Kemarin hari, dulu memang betul, tapi sekarang sudah
bukan"Jawab Ti Then dengan gelengkan kepalanya.
"Haa?" kenapa?"" tanya Anying langit Kong sun Yau itu tertawa
"Apa Lote punya maksud memikul beban ini seorang diri?"
Ti Then tidak langsung beri jawabannya, kepada Wi Ci To ujarnya
tiba-tiba "Tolong tanya Pocu, apakah boanpwe diperkenankan
berbicara sambil duduk?""
"Ooh maaf Lohu sudah lupa, silahkan duduk. silahkan duduk"
jawab Wi Ci To cepat. Segera Ti Then menarik sebuah bangku dan duduk di hadapan
Wi Ci To serta Hung puh Kian Pek. dengan sikap yang amat angkuh
sahutnya terhadap diri Anying langit Rase bumi
"Cayhe memang sudah ambil keputusan mau melawan kalian
dengan kekuatan seorang diri, tapi hal ini tidak ada sangkut pautnya
dengan persoalan mengapa cayhe meninggaikan Benteng Pek Kiam
Po ini. . kalian mau tanya apa lagi?" "
"Hi h i. Hi ." mendadak si rase bumi Bun Jin Cui
memperdengarkan suara tertawanya yang amat genit, sembari
menepuk pundak suaminya si anying langit Kong sun Yau ujarnya
dengan suara manya: "Lang cun, sifat bocah Cilik ini persis seperti sifatku, aku sangat suka padanya"
"Ooob, apa yaah?" seru si anying langit Kong sun Yau dengan
diiringi tertawanya yang tidak sedap didengar.
"Baiknya kita bicara secara baik-baik saja dengan dia, jika dia
mau gabungkan diri secara suka rela kepihak istana Thian Teh Kong
kita, baiknya kita kasi suatu jabatan yang bagus kepadanya."
Agaknya si anying langit Kong sun Yau sangat penurut terhadap
perkataan istrinya, mendengar perkataan tersebut segera ujarnya
kepada Ti Then sembari tertawa:
"Lo-te kau sudah dengar belum" Istriku bersikap sangat baik
kepadamu, ini merupakan kejadian pertama selama hidupnya, jika
lote bermaksud. ." Ti Then tidak mau dengar obrolan mereka selanjutnya, dengan
cepat bentaknya dengan kurang senang.
"Bilamana saudara-saudara sekalian tidak punya nyali untuk
melawan cayhe, lebih baik cepat-cepat menggelinding dari sini,
jangan duduk terus menerus sembari mengeluarkan kentutan yang
busuk." Air muka si Anying langit Kong sun Yau segera berubah amat
hebat, tak henti-hentinya dia tertawa seram.
"Hmm. . hmmm, . Ti Then" Serunya dengan gusar, "Kau tidak bisa melihat kebaikan orang lain-"
"Benar" sambung si Rase bumi Bun Jin Cui sembari tertawa "Kita punya maksud baik-baik, kalau kau tidak mau yaah sudahlah, buat
apa mengusir kita suruh menggelinding dari sini, kami Kaisar langit
Rase bumi jika suka tinggal di sini sekali pun ada delapan tandu
yang menggotong kami belum tentu sanggup menggotong kami
pergi." Ti Then tetap tidak mau gubris omongan mereka, bentaknya lagi
dengan dingin. "Ini hari kalian kemari sebetulnya sedang mencari
aku Ti Then seorang atau bukan?"
"Benar" jawab si Rase bumi Bun Jin Cui dengan disertai suara
tertawanya yang amat merdu "Kita dengar laporan dari Menteri
pintu pembesar jendela yang katanya kepandaian silat Lote sangat
lihay sekali, karenanya sengaja kami kemari untuk berkenalan"
"Kalau begitu cepat kita bereskan dengan kekuatan masing-
masing..." "Hihihii... hihihi. .jangan keburu baiknya kita bicara dulu secara
baik-baik" ujar si Rase bumi Bun Jin Cui lagi, "Aku dengar katanya sewaktu kau berada di atas gunung Fan Cin san pernah secara
kebetulan memperoleh sebuah kitab pusaka "Ie Cin Kang?"
"Hmm hmm...bila kalian suami istri punya minat terhadap itu
kitab pusaka Ie Cin Keng seharusnya pukul rubuh aku dulu baru
dibicarakan lagi" seru Ti Then tetap ketus.
"Hi hi hi perkataanmu ini sungguh lucu sekali, dengan usiamu
yang masih begitu muda masa depan masih punya harapan, buat
apa kehilangan nyawa karena sejilid kitab pusaka Ie Cin Keng saja?"
"Pandanganku persis dengan pandanganmu" sambung Ti Then
dengan cepat. "Kalian suami istri sudah enak-enak hidup secara sembunyi dan
bermewah-mewahan di dalam istana Thian Teh Kong, penghidupan
kalian tentunya sangat menyenangkan sekali, buat apa jauh-jauh
kemari untuk mengantar nyawa hanya disebabkan sejilid kitab
pusaka Ie Cin Keng saja?"
Suara tertawa dari si rase bumi Bun Jin Cui makin lama semakin
berubah amat dingin, kepada suaminya si anying langit Kong sun
Yau ujarnya: "Budak ini susah diajak berunding, kelihatannya terpaksa kita
harus pinyam lapangan latihan silat milik Wi Pocu itu."
"Baik..baik... " seru si anying langit Kong sun Yau sambil
manggut-manggutkan kepalanya berkali-kali, "Tapi tentang ini kita
harus minta persetujuan dari Wi pocu dulu... "
"Tidak usah kalian pinyam lagi" potong Wi Ci To cepat.
"Persoalan ini memangnya harus diselesaikan di dalam Benteng ini
juga" "Tidak" bantah Ti Then tegas sesudah mendengar keputusan dari
Wi Ci To itu pocu dari benteng Pek Kiam Po. "Urusan ini tidak ada
sangkut pautnya dengan Benteng saudara "
Bicara sampai di sini segera dia menoleh Kong sun Yau.
"Cayhe usulkan lebih baik kita bereskan urusan ini diluar benteng
saja" ujarnya. "Bagaimana pendapat kalian berdua?"
Dengan menggunakan kipasnya Kong sun Yau menutupi
mulutnya, kemudian barulah jawabnya sembari tertawa.
"Hal ini malah membuat aku serba salah, kau merasa urusan ini
tidak ada sangkut pautnya dengan Wi Pocu, sebaliknya Wi Pocu
merasa urusan ini disebabkan karena kau menolong nyawa nona Wi,
dalam hal ini dia tidak akan mau menonton saja, Aduh. . bagaimana
baiknya yaaahh?" "Hmm... hmmmm...kitab pusaka Ie Cin Keng berada di dalam
tubuhku, bukan berada pada pihak Wi Pocu" ujar Ti Then cepat
coba-coba memanCing perhatiannya.
"Ha...haa ..haa.. tapi bilamama kita ikut kau keluar benteng
maka jika kawan-kawan Bu lim tahu, mereka tentu akan
mentertawakan kami bahwa pihak istana Thian Teh Kong takut
dengan benteng Pek Kiam Po"
-ooooooo- "SEORANG lelaki bersenyata pasti akan bedakan mana yang baik
mana yang buruk, kali ini kalian datang kemari bertujuan pada kitab
pusaka Ie Cin Keng yang berada dalam sakuku, apalagi kini aku
sudah tinggalkan Benteng Pek Kiam po, kalian sama sekali tidak
punya alasan untuk bentrok secara langsung dengan orang-orang
benteng Pek Kiam po" teriak Ti Then coba membantah.
Tiba tiba Wi Ci To bangkit dari tempat duduknya.
"Ti Kiauw tauw." serunya dengan suara berat. "Siapa yang bilang kau sudah keluar dari keanggotaan Benteng Kiam Po kami?"
Ti Then agak tertegun dibuatnya, Tapi sebentar saja sudah
tenang kembali. "Boanpwe merasa tidak punya muka lagi untuk tetap tinggal di
sini karena itu boanpwe sudah ambil keputusan hendak
meninggalkan Benteng Pek Kiam Po" ujarnya.
"Heee heee tapi lohu harus menyetujui terlebih dahulu." bantah Wi Ci To sembari tertawa dingin.
"Boanpwe hanya menerima tawaran untuk menyabat sebagai
Kiauw tauw di dalam Benteng Pek Kiam Po ini tapi bukanlah anak
murid sini, karenanya jika boanpwe punya maksud meninggalkan
tempat ini tidaklah perlu minta persetujuan dari Pocu terlebih dulu."
"Tidak salah." jawab Wi Ci To tidak mau kalah "Tapi Kiauw tauw apa sudah lupa perjanyian kita sebelumnya?"
Ti Then tidak tahu apa yang sedang dimaksud dengan perkataan
dari Wi Ci To ini, seketika itu juga dia dibuat melengak. "Perjanyian apa?" tanyanya penuh keheranan-
"Sesaat kau sebelum menyabat sebagai Kiauw tauw di dalam
benteng kami kita sudah mengikat janyi bahwa setiap bulan Lohu
memberi gaji sebesar tiga ratus tahil perak kepadamu sedang kau
pun diharuskan setiap hari memberi pelajaran ilmu silat kepada
seluruh pendekar pedang di dalam benteng ini. Tapi hingga hari ini
kau baru melaksanakan tugasmu selama enam tujuh hari saja. ."
"Oooh. . soal itu ?" agaknya Ti Then menjadi sadar kembali atas perkataan Wi Ci To itu. "Sindiran Pocu memang sangat tepat sekali,
walau pun sejak boanpwe berdiam dalam benteng sudah ada satu
bulan lebih padahal hanya melaksanakan selama enam tujuh hari
saja. Tapi tentang hal ini bisa kita selesaikan dengan sangat mudah
sekali, pada kemudian hari pasti boanpwe akan kirim uang sebagai
gantinya." "Heee heee mau bayar harus bayar sekarang juga." ujar Wi Ci To cepat. Mendengar perkataan ini air muka Ti Then berubah menjadi
merah padam. "Tapi boanpwe tidak bawa uang." ujarnya dengan
perasaan malu. "Ha ha ha ha kalau begitu sebelum kau selesai mengembalikan
uang itu berarti kau tetap merupakan Kiauw tauw dari Benteng
kami." Dalam hati Ti Then tahu dengan jelas Wi Ci To berbuat demikian
"ngototnya" bukankah dikarenakan tiga ratus uang perak itu
sebaliknya berusaha mencari alasan untuk tetap menahan dirinya,
karena itu segera dia bangkit berdiri dan berkata:
"Bencana rejeki datang tidak melalui pintu, satu-satunya jalan
hanyalah dikarenakan manusia, jika Pocu pasti mau ikut campur di
dalam urusan ini, boanpwe sendiri juga tidak punya alasan untuk
menampik. Baiklah, mari kita bersama-sama menuju kelapangan
latihan silat.." Wi Ci To segera menggape ke arah mereka dan ujarnya kepada
Anying langit Rase bumi itu:
"Silahkan saudara sekalian ikuti lohu menuju ke lapangan latihan
silat." Kali ini Anying langit Ruse bumi serta ke delapan belas malaikat
iblisnya datang kemari jauh sebelumnya sudah mengadakan
persiapan yang matang karena itu nyali mereka pun sangat besar.
Mendengar perkataan itu masing-masing segera meninggalkan
tempat duduknya masing-masing dengan mengikuti diri Wi Ci To.
Huang Puh Kian Pek serta Ti Then berjalan menuju ke luar.
Ti Then yang berjalan di belakang Wi Ci To ketika berjalan keluar
dari ruang tamu diam-diam matanya mulai melirik ke arah kiri
kanannya, sampai saat itu dia tidak melihat munculnya Wi Lian In di
sana sehingga membuat hatinya diam-diam merasa tidak enak.
Pikirnya. "Tentu dia sudah benci aku setengah mati karena itu tidak mau
keluar menemui aku . . . . Heeei begitu pun malah baikan. . ."
Rombongan orang orang itu jalan sampai ditengah lapangan
latihan silat, terlihatlah para pendekar pedang hitam serta putih dari
Benteng Pek Kiam Po dengan rajin dan teraturnya sudah berbaris di
samping lapangan membuat suasana bertambah angker.
Baru saja masing-masing pihak berdiri pada arah yang saling
berhadapan tiba-tiba terlihatlan itu pelayan tua si Lo-Cia dengan
membawa sebilah Pedang sedang lari menuju ketengah lapangan
dengan tergesa-gesa, ujarnya kepada Ti Then sambil
mengangsurkan pedang tersebut ke arahnya.
"Ti Kiauw tauw ini pedangmu" Ketika Ti Then melihat pedang
tersebut adalah pedang yang ditinggalkan di dalam kamarnya
sewaktu meninggalkan Benteng Pek Kiam Po ini sebera
menyambutnya sambil mengangguk.
"Lo Cia" ujarnya sambil tersenyum. "Terima kasih"


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si LoCia hanya tersenyum-senyum saja kemudian mengundurkan
diri dari tengah lapangan.
Dengan cepat Ti Then memindahkan pedangnya ketangan kiri
kemudian kepada si Anying langit Kong sun Yau ujarnya.
"sudahlah, kini saudara boleh katakan kalian punya maksud mau
berbuat apa?" "Heeeh...heeeh, ini hari kami datang dengan jumlah dua puluh
orang banyaknya" ujar si Anying langit Kong sun You sembari
tertawa keras "Kami tidak ingin memperoleh kemenangan dengan
andalkan jumlah yang banyak, baiknya kalian pilih juga tujuh belas
orang untuk mengimbangi kami"
Dalam hati Ti Then tahu bahwa para pendekar pedang hitam
mau pun putih dari Benteng Pek Kiampo bukanlah tandingan ke
delapan belas malaikat iblis itu, karenanya segera memberikan
jawabannya . "Para pendekar pedang merah dari Benteng kami sedang ada
urusan keluar Benteng semuanya, sedang para pendekar pedang
hitam mau pun putih masih belum menamatkan pelajarannya, Wi
pocu sudah tuliskan larangan bagi mereka untuk bergebrak lawan
orang lain, karena itu kini biarlah kami bertiga melawan kalian saja"
"Wi Pocu, apa betul-betul?" tanya si Anying langit Kong sun Yau sambil menoleh kearah Wi Ci To.
"Ehmm... tidak salah" sahutnya sembad mengangguk.
"Oooh sungguh tidak beruntung sekali ke delapan belas malaikat
iblis kami tak ada satu pun yang mau menganggur saja." ujar si
Kong sun Yau tertawa "Hmm . tidak usah begitu sungkannya". teriak Wi Ci To sambil
tertawa dingin tak henti-hentinya.
"Tidak bisa. . tidak bisa...." bantah Kong sun Yau lagi dengan goyang-goyangkan kepalanya. "Jika kami dua pulub orang harus
melawan kalian tiga orang hal ini terlalu tidak adil."
"Kong sun Yau" tiba Huang puh Kian Pek berteriak sembari
tertawa dingin, " Kau tak perlu berpura-pura lagi jika bukannya
kalian tahu kalau para pendekar pedang merah dari benteng kami
sedang punya urusan untuk keluar benteng semua sekali pun kau
sudah makan nyali beruang atau hati macan belum tentu berani
datang kemari untuk mengacau."
Mendengar makian itu alis Kong sun Yau segera dikerutkan
rapat-rapat sedang mulutnya tak henti-hentinya memperdengarkan
suara tertawa dinginnya yang amat mengerikan.
"Hu pocu" ujarnya dengan dingin. "Perkataanmu jangan
sungkan-sungkan" Bagaimana kami bisa tahu kalau para pendekar
pedang merah benteng kalian sedang tidak berada di dalam
benteng?" "Hmm di dalam Bu lim sekarang ini ada siapa yang menandingi
ketelitian serta kecepatan berita dari Anying langit Rase bumi"
"Hi hi hi . ." teriak si rase bumi Bun Jin Cui tiba-tiba. "Hei Huang puh Kian Pek. bagaimana kau malah memaki kami?"
"Hehehe , apa nama kalian bukan si Anying langit Rase bumi?"
Dari sepasang mata si Rase bumi Bun Jin Cui secara samar sudah
mulai diliputi dengan napsu untuk membunuhnya.
"Hi hi hi hi kau berani main-main dulu dengan kami sebagai si
Anying langit Rase bumi?"" ujarnya sembari tertawa nyengir.
"Memang aku sudah siap minta petunjuk" selesai berkata segera
dia berjalan menuju ketengah lapangan.
Si Anying langit Rase bumi segera saling bertukar pandangan
sembari tertawa, mereka berdua siap-siap berjalan menuju ke
tengah lapangan. Melihat hal itu dengan cepat Ti Then meloncat ke tengah
diantara mereka bertiga, kepada Huang Puh Kian Pek sambil
merangkap tangannya memberi hormat ujarnya "Hu Pocu silahkan
mengundurkan diri terlebih dulu, biarlah boanpwe coba-coba
menemui mereka.." Huang puh Kian Pek hanya tersenyum saja dan tidak terlalu
memaksakan diri, segera ia pun mengundurkan dirinya kembali.
Agaknya si Rase bumi Bun Jin Cui punya perasaan pandang
rendah terhadap diri Ti Then, begitu melihat Ti Then maju ke depan
seorang diri hendak melawan mereka suami istri berdua, tanpa
terasa lagi dia malah tertawa, ejeknya:
"Ti Kauw tauw, aku tahu kedudukanmu di dalam benteng kalian
berada di atas para pendekar pedang hitam, tapi apa kau betul-
betul punya keberanian untuk melawan kami suami istri?"
Ti Then yang melihat sikapnya yang tak begitu pandang terhadap
dirinya di dalam hati diam-diam merasa sangat girang, dengan
wajah yang serius sahutnya:
"Untuk menghadapi kalian Anying langit Rase bumi buat apa
butuhkan keberanian segala. ."
"Hehehe orang muda biasanya memang sangat sombong" ujar si
Rase bumi Bun Jin cu lagi sambil menghela napas panjang, "Tapi
peraturan sudah kita ucapkan sebelumya jika kau kalah maka kitab
pusaka le Cin keng harus kau serahkan kepadaku"
"Bila aku tak sanggup menyerahkan itu kitab pusaka Ie Cin Keng,
masih ada batok kepalaku sebagai gantinya"
"Tidak salah tidak salah" si Rase bumi sembari anggukkan
kepalanya. "jika kau tak sanggup menyerahkan itu kitab pusaka Ie
Cin Keng maka kami akan minta batok kepalamu." Berbicara sampai
di sini lalu dia menoleh kearah suaminya: "Hey, Lang cun, ayoh
mulai" ujarnya dengan manya.
Tapi sebelum si Anying langit Kong sun Yau melakukan suatu
gerakan kedelapan belas malaikat iblis yang berada di belakangnya
sudah terlihat adanya gerakan dua orang diantara mereka sudah
meloncat keluar sembari berteriak dengan keras:
"Thian cun, untuk jagal ayam buat apa menggunakan pisau
kerbau biarlah hamba-hamba berdua yang membereskan bangsat
cilik ini." Kedua orang malaikat iblis ini yang satu punya bentuk tubuh
gemuk. sedang yang lain mem punyai bentuk tubuh kurus kering,
yang gemuk menggunakan kapak sebagai senyatanya sedang yang
kurus kering menggunakan sebuah tombak panjang sebagai
senyatanya. sikap serta wajah mereka sangat bengis dan seram.
Agaknya si Anying langit Kong sun Yau memang punya maksud
untuk melihat kepandaian silat yang dimiliki Ti Then terlebih dahulu,
karenanya dia hanya mengangguk sambil sahutnya.
"Baiklah, kalian selalu berteriak-teriak mau balaskan dendam bagi
si menteri pintu serta pembesar jendela, jika kini tidak membiarkan
kalian berkelahi peras-peras sedikit tenaga, tentu kalian tidak akan
merasa puas." Sembari berkata dia menarik isterinya untuk menyingkir ke
samping. Ti Then yang melihat majunya dua orang malaikat iblis dalam
hatinya segera punya pikiran untuk memperlihatkan kelihayannya
pada kedua orang tersebut, karenanya dengan perlahan dia cabut
keluar pedangnya sambil berkata. "Jika kalian mau cari mati, cepat
sebut dulu nama kalian"
Si malaikat iblis yang menggunakan kapak sebagai senyatanya
dengan suara yang amat keras bagaikan guntur sudah menyahut:
"Lohu si malaikat iblis gemuk Lu Ho"
Sedangkan si malaikat iblis yang menggunakan tombak panjang
sebagai senyatanya dengan suara yang amat halus tapi mengerikan
melapor namanya. "Lohu si malaikat iblis kurus Ling ie An" Ti Then segera maju dua langkah ke depan, teriaknya: "Ayoh serang"
Si malaikat iblis kurus mau pun gemuk yang semula berdiri
berdampingan sesudah mendengar perkataan itu dengan cepat
masing-masing melayang beberapa kaki ke samping kanan serta
samping kiri, pinggang pun ditekan ke bawah memperkuat kuda-
kudanya kemudian dengan perlahan-lahan mulai mendesak dan
mendekati tubuh Ti Then. Wi Ci To, Huang puh Kiam Pek serta kaki tangan dari Anying
langit Rase bumi segera rada mundur ke belakang sehingga
terbentanglah sebuah lapangan sangat luas.
Dengan cepat Ti Then memperlihatkan gayanya seperti sedang
menghadapi musuh tangguh, pedangnya diangkat sebatas pinggang
tubuhnya sedikit merendah siap menanti serangan pihak musuh.
Wi Ci To yang melihat gaya serangannya pada air mukanya tanpa
terasa sudah perlihatkan perasaan heran serta ragu-ragunya, karena
dia tahu kepandaian dari Ti Then, dia tahu jika Ti Then ingin
mengalahkan si malaikat iblis kurus mau pun gemuk adalah sangat
gampang sekali seperti mau ambil barang disakunya sendiri tapi kini
dia malah perlihatkan gaya seperti sedang menanti serangan dari
seorang musuh tangguh, bukankah hal ini seperti juga persoalan
kecil yang dibesar-besarkan "
Huang puh Kiam Pek sendiri agaknya juga dibuat bingung oleh
gayanya ini, tak terasa alisnya sudah dikerutkan rapat-rapat.
Si malaikat iklis kurus serta si malaikat iblis gemuk ketika melihat
pada air muka Ti Then sudah perlihatkan ketegangannya, semangat
tempur mereka malah semakin berkobar, masing-masing dari
sebelah kiri serta dari sebelah kanan melanjutkan desakannya ke
arah Ti Then. Jarak masing-masing kini semakin dekat lagi pertama-tama si
malaikat iblis kurus Ling ie An lah yang mulai melancarkan
serangannya, dengan disertai suara bentakannya yang amat keras
tubuhnya melayang ke depan. tombak panjangnya dengan disertai
tenaga yang amat besar ditusuk kearah depan mengancam ulu hati
dari Ti Then. Tubuh Ti Then dengan cepat menyingkir ke samping dia balik
maju satu langkah ke depan, pedang panjang ditangannya dengan
memutar satu lingkaran di depan dada dengan arah yang tepat
menutul ke arah dada pihak lawannya.
Tetapi baru saja tubuhnya bergerak. si malaikat iblis gemuk Loa
Ho yang berada di samping sudah mendesak maju ke depan,
kampak raksasanya dengan cepat disambar ke depan membacok
pundak kanannya. Jurus serangan yang digunakan amat gencar, serangannya ini
mirip dengan sambaran kilat bergelegarnya guruh.
Serangan pedang yang dilancarkan Ti Then ke arah si malaikat
iblis kurus itu sebetulnya hanya suatu serangan kosong belaka, dia
tahu si malaikat iblis gemuk tentu akan menggunakan kesempatan
itu untuk maju melancarkan serangannya, karena itu pedangnya
baru saja disambar sampai ditengah jalan tubuhnya mendadak
berputar kemudian sedikit berjongkok. arahnya seketika itu juga
berubah, dengan jurus Ban Liong Ci hauw atau sambar naga
menusuk harimau balik membabat sepasang kaki si malaikat iblis
gemuk itu. Dengan cepat si malaikat iblis gemuk itu meloncat ke atas untuk
menghindarkan diri dari babatan tersebut, bersamaan pula kampak
raksasa yaug berada ditangannya dari gerakan membabat menjadi
gerakan membacok, mengarah kepala diri Ti Then.
Si malaikat iblis kurus pun bersamaan waktunya melancarkan
satu tusukan dengan menggunakan tombak panjangnya mengarah
pinggang kiri dari Ti Then.
Masing masing pihak semakin bertempur semakin seru dan
semakin cepat sebentar gerakan mereka seperti terkaman harimau,
sebentar lagi berubah menjadi loncatan kera, gerakannya dilakukan
bagaikan sambaran angin yang sedang berlalu, hanya di dalam
sekejap saja tiga puluh jurus sudah dilalui dengan cepat sedang
masing-masing pihak belum ada yang menang mau pun yang kalah.
Si anying langit Rase bumi yang menonton jalannya pertempuran
dari samping kalangan di dalam hati diam-diam merasa sangat
girang sekali, ketika mereka melihat dua orang anak buahnya saja
sudah cukup menahan serangan dari Ti Then dalam hati mereka
sudah tahu bahwa gerakannya kali ini sudah pasti memperoleh
kemenangan, karena itu tanpa terasa pada wajah mereka sudah
tersungging senyuman kemenangan, agaknya mereka sangat
gembira sekali. sebaliknya air muka Wi Ci To serta Huang puh Kian pek mulai
kelihatan risau, mereka sama sekali tidak paham kenapa kepandaian
silat dari Ti Then secara tiba-tiba bisa berubah demikian rendahnya,
tak tertahan lagi Huang puh Kiam pek mulai menggeserkan
badannya mendekati diri Wi Ci To lalu ujarnya dengan perlahan.
"Suheng, kau lihat sebetulnya sudah terjadi urusan apa dengan
dirinya?" "Siapa tahu" sahut Wi Ci To dengan menggunakan ilmu untuk
menyampaikan suaranya. "Dia seperti sudah berubah dengan
seorang yang lain" "Benar" sambung Huang puh Kian pek dengan cepat, "
kepandaian silat dari si malaikat iblis gemuk ini hanya sedikit berada
di atas para pendekar pedang merah dari benteng kita, jika menurut
kemampuan dari Ti Then yang biasanya, tidak perlu sepuluh jurus
sudah cukup untuk memperoleh kemenangan kenapa ini hari dia
perlihatkan kekurangannya yang begitu menyolok?""
"Mungkin dia terlalu tegang ..."
"Tidak mungkin." bantah Huang Puh Kian Pek dengan cepat.
"Sewaktu dia melawan si pendekar tangan kiri Cian Pit Yuan tempo
hari sama sekali tidak kelihatan perasaan tegangnya, bagaimana ini
hari dia bisa takut dengan orang-orang itu ?""
"Atau mungkin dia sengaja menyembunyikan kekuatan yang
sesungguhnya . . ." timbrung Wi Ci To mendadak.
"Aku kira bukan, coba kau lihat semakin bertempur dia semakin
ngotot . , . Hmm, sudah lima puluh jurus."
Pada saat Ti Then sudah bergerak sebanyak lima puluh jurus
banyaknya melawan si malaikat iblis gemuk serta si malaikat iblis
kurus mendadak .... menang kalah segera kelihatan jelas.
Bacokan kampak dari si malaikat iblis gemuk yang mengarah
punggung Ti Then dengan jelas kelihatan hampir mencapai
sasarannya mendadak "Bruk." kampak raksasa yang berada
ditangannya terjatuh ke atas tanah sedang tubuhnya pun ikut rubuh
terlentang di atas tanah.
Begitu tubuhnya rubuh mengenai tanah, bentuk tubuhnya yang
gemuk bundar itu secara mendadak terpotong menjadi dua bagian
yang terpisah, isi perutnya seketika itu juga tersebar mengotori
semua permukaan tanah sedang darah segar pun mulai mengucur
keluar dengan derasnya. Hal ini memperlihatkan sewaktu tubuhnya rubuh tadi adalah
disebabkan oleh babatan pedang Ti Then yang memisahkan
badannya dikarenakan kecepatan gerak sambaran pedang Ti Then
lah menyebabkan tubuhnya baru berpisah sesudah mencapai di atas
permukaan tanah. Agaknya si malaikat iblis kurus itu di buat terkejut dan ketakutan
sepasang matanya melotot keluar dengan besarnya, sedang
badannya berdiri mematung di hadapan Ti Then.
Pada saat itu dia sedang melancarkan satu tusukan ke arah Ti
Then, sehingga sewaktu dia dikejutkan oleh gerakan Ti Then
membinasakan kawannya dia masih pertahankan gayanya yang
semula, keadaan ini amat lucu dan menggelikan.
Senyuman yang menghiasi wajah Anying langit Rase bumi
seketika itu juga lenyap tanpa bekas berganti dengan suatu
perubahan yang sangat hebat, sama sekali mereka melototi mayat
si malaikat iblis gemuk yang menggeletak di atas tanah.
Beberapa saat kemudian barulah terdengar si Anying langit Kong
Sun Yau them bentak dengan suara berat . "Kembali "
Si malaikat iblis kurus tetap tidak menggubris teriakan itu, tetap
berdiri termangu- mangu di tempatnya semula.
Air muka si Anying langit Kong Sun Yau berubah semakin hebat
lagi, dengan gusarnya sekali lagi dia membentak. "Ling Ie An kau


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cepat kembali." Si malaikat iblis kurus tetap tak bergerak sedikit pun dari
tempatnya semula, agaknya dia sudah dibuat terkejut dan ketakutan
sehingga nyawa keluar dari badannya.
Waktu itulah Ti Then baru menggunakan pedangnya sedikit
mendorong dada malaikat iblis kurus itu, ujarnya sembari
tersenyum: "Hei, majikanmu sedang panggil kau untuk kembali, kau sudah
dengar belum?" Dengan dorongan dari Ti Then yang perlahan itu tubuhnya
dengan perlahan barulah roboh ke depan untuk kemudian roboh
terlentang di atas tanah dengan badan atas yang terpisah dari
bagian bawahnya, Isi perutnya dengan cepat tersebar keluar, darah
segar bagaikan sumber air kerasnya mengalir keluar membasahi
seluruh tanah. Kiranya dia pun sudah terbinasa sejak tadi.
Ke enam belas malaikat ibis yang berada di belakang Anying
langit Rase bumi sesudah melihat pemandangan itu tanpa terasa
lagi sudah pada berteriak kaget. Air muka si Anying langit Rase
bumi sebentar berubah menjadi merah padam sebentar lagi
berubah menjadi pucat pasi, lama sekali memandangi Ti Then
dengan tutup mulutnya rapat-rapat.
0000 Lama sekali barulah terdengar si Rase bumi Bun Jin Cui buka
suara. "Khin Ie, Hsing it, sak Yan song. Ing Hay Ping kalian berempat
cepat keluar minta petunjuk lagi dari Ti Kiauw tauw ini" ujarnya
dengan dingin- Dia sudah dapat melihat kalau kepandaian silat yang dimiliki Ti
Then amat tinggi sekali, tapi dia pun merasa bahwa ke empat orang
itu masih sanggup untuk memperoleh kemenangan- karena itu
hingga kini dia masih tidak ingin turun tangan sendiri
Sampai saat ini dia masih tetap merasa kalau Wi Ci To serta
Huang puh Kian Pek lah yang betul-betul baru musuh mereka suami
istri berdua yang paling tangguh.
Terlihatlah ke empat malaikat iblis itu menyahut, kemudian
dengan langkah lebar berjalan keluar. senyata yang digunakan
keempat malaikat iblis itu adalah golok pendek. pedang, tongkat
serta trisula. Dua pendek dua panjang. Dengan wajah penuh nafsu
membunuh mereka berempat berhenti di samping kiri kanan di
hadapan Ti Then, malaikat iblis dengan bersenyatakan prdang yang
berdiri paling tengah agaknya merupakan Lotoa dari keempat orang
itu, dia dengan cepat memberi tanda kedipan kepada ketiga orang
lainnya, kemudian dengan cepat melancarkan satu serangan ke
depan. Suatu serangan dengan jurus Hek Hauw sim atau macan hitam
mencuri hati melanda datang mengancam jantung Ti Then.
Tubuh Ti Then cepat-cepat berputar kemudian mengangkat kaki
kirinya menendang gagang pedang tersebut diikuti ujung
pedangnya diputar menusuk ke belakang dengan cepatnya.
Malaikat iblis yang menerjang Ti Then dari sebelah belakang
adalah malaikat iblis yang menggunakan golok penyapu angin
sebagai senyata Agaknya sama sekali dia tidak menduga kalau Ti
Then bisa menggunakan serangan tersebut di dalam pembukaan
serangannya. di dalam keadaan yang sangat terkejut dengan cepat
kakinya melangkah ke samping menghindarkan diri kurang lebih tiga
depa dari tempat semula bersamaan pula golok penyapu anginnya
dengan kekuatan yang luar biasa menyambar lutut kanan Ti Then.
Malaikat iblis yang bersenyatakan toya serta trisula itu dengan
menggunakan arah sebelah kanan serta sebelah kiri bersama-sama
melancarkan serangan secara berbareng.
Pertempuran kali ini masing-masing melancarkan serangan
dengan secara diam-diam sehingga semakin bergebrak semakin
seru dan semakin ganas, keempat malaikat iblis itu sampai kini
hanya menitik beratkan gerakan menyerang saja tanpa
menghiraukan pertahanan sendiri, sehingga mereka berempat
bagaikan menyambarnya angin taupan serta curahnya hujan deras
tak henti-hentinya melancarkan serangan dahsyat mengancam
seluruh tubuh Ti Then- Agaknya Ti Then betul-betul didesak oleh pihak musuhnya
sehingga keadaannya sangat bahaya sekali dan tidak ada
kesempatan untuk melancarkan serangan balasan, tetapi setiap kali
dia menemui serangan yang membahayakan setiap kali pula bisa di
punahkan dengan sangat mudahnya.
Di dalam sekejap saja lima puluh jurus sudah berlalu dengan
cepat, walau pun kelihatannya keempat malaikat iblis itu berada di
atas angin tapi ujung senyata mereka jangan dikata mengenai
tubuh Ti Then sekali pun menowel pun tidak sanggup.
Sambil menonton jalannya pertempuran ini Wi Ci To semakin
senang segera dia menoleh ke arah Huang puh Kian Pek dan
ujarnya dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara.
"Perkataanku tadi sedikit pun tidak salah, dia memang sengaja
menyembunyikan kekuatan sesungguhnya"
"Entah apa tujuannya yang sebenarnya" ujar Huang puh Kian Pek
dengan air muka penuh tanda tanya.
"Hee . . hee . . . . mungkin dia takut memukul rumput
mengejutkan ular" sekali lagi Huang puh Kian Pek mengerutkan
alisnya rapat-rapat. "Buat apa harus berbuat begitu" sahut Wi Ci To sembari tertawa.
"Coba kau pikir jika kita bertiga harus sekaligus melawan mereka
dua puluh orang, apa mungkin bisa peroleh kemenangan?"
Agaknya Huang puh Kian Pek dapat dibikin paham, segera dia
mengangguk. "Benar" sahutnya sambil tertawa.
"Jika mereka dua puluh orang bersama-sama turun tangan, maka
kita bertiga pasti akan dikalahkan"
"Karena itulah dia harus bunuh beberapa orang terlebih dahulu,
tapi jika dia tidak sedikit menyembunyikan kekuatan sesungguhnya
si anying langit Rase bumi pasti tidak akan kirim para malaikat
iblisnya lagi untuk bergebrak melawan dia."
Pada air muka Huang puh Kian Pek tanpa terasa sudah mulai
menampilkan suatu senyuman.
"Orang ini sangat pandai sekali, memang merupakan orang aneh
yang sukar ditemui di dalam Bu lim" ujarnya. "Hanya sayang
pikirannya tidak genah, kalau tidak suheng pasti akan terima dia
sebagai menantu tercinta"
" Kenapa tidak. ." seru Wi Ci To sembari menghela nafas
panjang. "Apa suheng betul-betul mau menahan dia untuk meneruskan
jabatannya sebagai Kiauw tauw dari benteng kita?"" tanya Hung
Puh Kian Pek lagi. "Tidak, tadi aku terus menahan dia untuk tetap sebagai Kiauw
tauw Benteng kita maksudnya adalah. ."
-ooo0dw0ooo- Jilid 14.1: Kemana musuh setelah kalah"
Baru saja dia berbicara sampai di situ mendadak Anying langit
Kong sun Yau berdiri jauh di hadapannya membuka mulut.
"Wi Pocu" ujarnya sembari tertawa "Kita pun lebih baik main-main sebentar".
Sembari berkata mereka suami istri berdua sudah menggeserkan
langkah kakinya berjalan menuju kearah Wi Ci To serta Hung Puh
Kian Pek. Kiranya mereka suami istri berdua sudah melihat kalau keempat
malaikat iblis mereka lama kelamaan akan tidak sanggup melawan
Ti Then lagi, ditambah lagi ketika memandang kearah wajah Wi Ci
To serta Huang puh Kian pek secara samar-samar sudah perlihatkan
senyuman gembiranya, mereka segera tahu kalau urusan sedikit
tidak beres, karenanya mereka berdua tidak ingin bertanding secara
satu persatu lagi, sebaliknya menghendaki Wi Ci To serta Huang
puh Kian Pek pun ikut bergebrak secara bersama-sama.
Semua gerak-gerik mereka berdua ini bukan lain adalah
pendapat dari si Rase bumi Bun Jin Cui, di dalam anggapannya jika
mereka suami istri berdua sudah bergebrak melawan Wi Ci To serta
Huang puh Kian Pek maka kedua belas orang malaikat iblis lainnya
pun bisa menggunakan kesempatan ini untuk turun tangan
bersama-sama mengerubuti diri Ti Then.
Dengan gerakan serempak ini sekali pun Ti Then memiliki
kepandaian yang jauh lebih tinggi pun akan binasa juga, jikalau Ti
Then sudah mati maka mereka delapan belas orang bisa bersama-
sama mengerubuti Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek sehingga
dengan demikian mereka berdua bisa dibinasakan dengan lebih
mudah. Begitu Wi Ci To dengar si anying langit Kong sun Yau menantang
untuk bergebrak, dengan disertai tertawanya yang amat nyaring,
sahutnya. "Bagus sekali, seharusnya kita pun tidak boleh
menganggur." Selesai berkata bersama-sama dengan HHuang puh Kian Pek
mereka berdua bersama-sama maju ke depan menyambut
kedatangan musuh-musuhnya.
Ti Then yang melihat dari pihak Wi Ci To pun sudah siap-siap
untuk turun tangan, cepat-cepat dia memperkencang serangannya,
dia tidak ingin main petak-petakan dengan keempat orang malaikat
iblis itu lagi karenanya dengan mengerahkan ilmu yang sebenarnya
dia mulai melancarkan serangan gencar ke arah musuh-musuhnya,
terlihat pedang ditangannya secara mendadak berkelebat
menyambar tubuh keempat orang itu.
Serangan ini dilancarkan dengan kecepatan yang luar biasa,
segera terdengarlah suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati
berkumandang dan menggema diseluruh penjuru.
Pertama-tama si malaikat iblis yang bersenyatakan Trisula
menerima bagiannya terlebih dulu, sebuah lengan kanannya sudah
putus tersambar pedang dari Ti Then. Belum selesai jeritan ngeri
yang pertama berhenti, si malaikat iblis yang menggunakan toya
sebagai senyatanya sudah menjerit ngeri, akibat yang diterimanya
jauh lebih menyeramkan lagi, sepasang kakinya sudah tertabas
putus sedang tubuhnya dengan kalapnya sedang bergulung-gulung
di atas tanah sembari menjerit-jerit.
Kedua orang malaikat iblis yang bersenyatakan pedang serta
golok begitu melihat kedahsyatan dari Ti Then bahkan hanya di
dalam satu gebrakan sudah berhasil melukai kedua orang kawannya
tanpa terasa sudah menjerit kaget nyali mereka menjadi pecah
dengan tergesa-gesa mereka melarikan diri mundur ke belakang.
Tetapi....baru saja sepasang kaki mereka meninggalkan
permukaan tanah terlihatlah serentetan sinar pedang berkelebat ke
empat buah kaki mereka sudah terpisah dari badannya masing-
masing dan terjatuh ke atas tanah dari tengah udara.
Untuk beberapa saat lamanya itu si malaikat iblis yang
bersenyatakan pedang mau pun golok siapa pun tidak merasa kalau
sepasang kaki mereka sudah terbabat putus, tubuhnya dengan
cepatnya melayang sejauh enam tujuh kaki jauhnya kemudian baru
melayang turun ke atas permukaan tanah.
Pada saat itulah mereka baru merasakan kesakitan yang luar
biasa, ketika mereka sadar kalau sepasang kakinya sudah putus
barulah mulai menjerit-jerit kesakitan.
Si anying langit rase bumi yang melihat anak buah mereka
menerima bagian yang begitu mengerikan tanpa terasa air muka
mereka sudah berubah menjadi pucat pasi, mereka merasa terkejut
bercampur gusar sehingga untuk beberapa waktu lamanya sudah
melupakan Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek yang sudah berjalan
mendekat, agaknya mereka sudah dibuat tertegun oleh
pemandangan yang mengerikan itu.
Yang membuat mereka sangat terkejut adalah sewaktu Ti Then
melawan keempat orang malaikat iblisnya terang-terangan sudah
terdesak di bawah angin bahkan sewattu bertempur semakin payah,
bagaimana di dalam sekejap mata saja sudah berhasil memperoleh
kemenangan, bahkan kemenangan diperoleh dengan begitu
mudahnya?" Perlahan-lahan si anying langit Kong sun Yau menghirup nafas
panjang kemudian baru memutar kepalanya memandang ke arah
dua belas orang malaikat iblis lainnya yang sedang memandang Ti
Then dengan perasaan amat terperanyat.
" Cepat kalian berempat turun membantu mereka menghentikan
mengalirnya darah" Teriaknya dengan keras.
Dari antara kedua belas orang malaikat iblis itu segera terlihat
empat orang berjalan maju ke depan membantu menotokkan jalan
darah dari malaikat iblis yang bersenyatakan pedang serta golok itu,
salah satu dari antara mereka sesudah memeriksa keadaan luka dari
kawanmya segera memberi laporan kepada si anying langit Kong
sun Yau. "Lapor pada Thian Cun, keempat orang ini harus segera
ditolong." "Kalau begitu cepat bawa mereka ke luar."
Demikianlah keempat orang malaikat iblis itu dengan seorang
menggendong seorang kawannya bagaikan kilat cepatnya berlari
keluar dari Benteng. Ketika Ti Then melihat di dalam kalangan kini hanya tinggal
delapan orang malaikat iblis saja di dalam hati diam-diam merasa
sangat girang. "Hey Anying langit Rase bumi." Teriaknia lantang sembari
tertawa nyaring , "Malaikat-malaikat iblismu terlalu goblok seperti
gentong nasi semua, lebih baik kalian berdua saja yang maju
sendiri." Perkataannya baru saja diucapkan selesai mendadak kedelapan
orang Malaikat iblis itu dengan disertai suara bentakan yang amat
keras bersama-sama menubruk ke depan.
Tetapi bersamaan waktunya pula sesosok bayangan kecil yang
amat langsing berkelebat masuk ke dalam kalangan dari arah yang
berlawanan menyambut datangnya salah satu malaikat iblis dari
kedelapan orang lainnya. Dia bukan lain adalah Wi Lian In.
Ti Then yang melihat munculnya pujaan hatinya seketika itu juga
semangatnya berkobar kembali, dengan disertai suara bentakan
yang amat nyaring pedang pusakanya melancarkan serangan
dahsyat menggulung ketujuh orang malaikat iblis lainnya.
Di dalam sekejap saja suatu pertempuran yang amat sengit
berkobar kembali. Sejak kecil Wi Lian In sudah mendapat didikan yang amat keras
di dalam kepandaian silat apalagi di dalam ilmu pedangnya, kini
sesudah mengumbar hawa amarahnya temyata menyerupai seekor
harimau betina dengan ganasnya mencecer terus pihak musuhnya,
hanya di dalam sekejap mata saja dia sudah berhasil memaksa
malaikat iblis yang bersenyatakan siangkiam ini terus mundur ke
belakang. Wi Ci To yang melihat putrinya sudah turun tangan dalam hati
segera tahu bahwa dia tidak akan dapat dikalahkan oleh seorang
malaikat iblis saja karena itu dengan cepat dia cabut keluar
pedangnya sendiri kemudian kepada si Anying langit Rase bumi
ujarnya sembari rangkap tangannya memberi hormat :
"Silahkan saudara-sandara memberi petunjuk"
Dalam hati si Anying langit Rase bumi diam diam merasa berlega
hati karena mereka mem punyai dugaan bahwa ketujuh orang
malaikat iblis yang menge pung Ti Then seorang diri tidak akan
terkalahkan karena itu dengan mengipas-ngipaskan kipas yang


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berada ditangannya dia menyawab:
"Tidak usah terlalu sungkan, silahkan Wi Pocu memberi petunjuk"
Dari dalam sakunya si Rase bumi Bun Jin Cu pun mengambil
keluar sebuah angkin berwama kuning yang dalam satu kali
sentakan sudah berubah bentuk seperti sekuntum bunga.
"Hu Pocu.." ujarya kepada Huang Puh Kian Pek sembari tertawa
merdu, kita pun harus main-main sebentar.
Huang Puh Kian Pek hanya sedikit mengangguk saja sesudah
mencabut keluar pedangnya dia bergeser ke samping lima langkah
kemudian baru ujarnya: "Silahkan.." Demikianlah mereka berempat segera memperkuat kuda-
kudanya masing-masing, bagaikan empat ekor jago yang siap
bertempur masing-masing saling melotot kearah pihak musuhnya
tanpa berkedip. Perlahan lahan" langkah kaki masing masing pihak mulai
bergerak dan bergeser, dengan lambat tapi mantap berkali kali
sitengubah gaya serangan yang berbeda-beda, suasana
pertempuran yang amat sengit mencekam keadaan diseluruh
kalangan membuat sebuah lapangan latihan silat yang cukup luas
itu terasa begitu sumpek dan panas Hal ini membuat setiap
pendekar pedang putih mau pun hitam yang berjumlah dua ratusan
orang itu merasa amat tegang sekali bahkan terasa sukar untuk
bernapas dibuatnya. Pertempuran ini mem punyai sangkut paut yang amat besar
terhadap masa depan, masing-masing pihak mem punyai sangkut
paut atas mati hidupnya mereka berempat juga mem punyai
sangkut paut atas jaya atau runtuhnya Benteng Pek Kiam Po mau
pun istana Thian Teh Kong.
Wi Ci To tidak malu disebut sebagai jagoan pedang yang
termashur dalam sepuluh tahun ini, waktu ini walau pun harus
menghadapi musuh yang amat tangguh tapi. air mukanya masih
tetap tenang-tenang saja, seluruh perhatiannya sudah dipusatkan
pada ujung pedangnya sedang tenaga murni sudah mulai disalurkan
keluar dari pusarnya, kelihatannya perasaan hatinya sudah dilebur
menjadi satu dengan pedang yang berada ditangannya itu.
Air muka si Anying langit Kong Sun Yau pun kelihatannya
tenang-tenang saja hanya perbedaannya walau pun pada wajahnya
tersungging senyuman tapi dari sinar matanya jelas mengandung
napsunya untuk membunuh. Saat ini Huang Puh Kian Pek beserta si Rase bumi Bun Jin Cu
pun sedang memusatkan seluruh perhatiannya kearah pihak musuh,
mata mereka berdua saling melotot tidak ada yang mau kalah
sedang kakinya bergerak ke samping sedikit demi sedikit, agaknya
mereka tidak ada yang mau melancarkan serangan terlebih dahulu,
masing-masing menantikan kesempatan yang baik untuk kirim satu
serangan dahsyat yang mencabut nyawa pihak musuhnya.
Setiap sedetik waktu berlalu suasana terasa semakin menegang
sedangkan suasana pembunuhan pun terasa semakin menebal.
Mendadak .. serentetan sinar pedang yang amat menyilaukan
mata dengan disertai desiran angin serangan yang amat tajam
berkelebat dan menyambar kearah tubuh si Rase bumi Bun Jin Cu.
Serangan itu bukan lain dilakukan oleh Huang Puh Kian Pek
sendiri, tubuhnya dengan cepat meloncat ketengah udara kemudian
bagaikan seekor naga yang keluar dari gua dengan cepat
menyambar kearah diri si Rase bumi Bun Jin Cu.
Si Rase bumi Bun Jin Cu segera membentak nyaring, tubuhnya
yang langsing kecil berputar putar ditengah udara, kaki kirinya
dengan kecepatan yang luar biasa disambar ke depan kemudian
dengan gaya menubruk meluncur kembali ke bawah,angkin kuning
ditangannya dengan disertai sambaran angin yang amat tajam
melilit kearah leher Huang Puh Kian Pek.
Angkin yang terbuat dari kain itu semula merupakan barang yang
amat lemas tapi sesudah disentakkan olehnya seketika itu juga
berubah menyerupai sebuah cambuk panjang sehingga
mengeluarkan suara peletakan yang amat nyaring.
Huang Puh Kian Pek yang meiihat serangannya gagal tubuhnya
cepat-cepat berguling ditengah udara, setelah berhasil
menghindarkan diri dari lilitan angkin kuning itu pedang panjangnya
cepat-cepat membabat ke samping mengancam angkin kuning yang
sedang menyambar kearahnya itu.
Tapi angkin kuning dari si Rase bumi Bun Jin Cu ini jauh lebih
gesit dan lincah daripada sebuah cambuk panjang, terlihat tangan
kanannya menekan ke bawah menarik kembali angkin kuningnya
dan tepat berhasil menghindari serangan pedang dari Hung Puh
Kian Pek itu, bersamaan pula angkinnya dikebaskan ke samping
mengancam sepasang kaki dari Huang Puh Kian Pek, serangan ini
dilakukan amat cepat dan merupakan suatu jurus serangan yang
amat indah. Dengan cepat Huang Puh Kian Pek bersuit panjang, pedangnya
bagaikan kilat cepatnya diputar disekeliling tubuhnya, tubuhnya
berguling ke samping kemudian secara tiba tiba melancarkan satu
tusukan kearah depan. Seketika itu juga antara mereka berdus terjadilah suatu
pertempuran yang amat sengit.
Sebaliknya pada saat itu Wi Ci To beserta si Anying langit Kong
Sun Yau tetap dengan tenang tapi mantap bergeser sedikit demi
sedikit ke samping mengelilingi kalangan, setiap langkah geseran
mereka berdua terasa seperti diganduli oleh barang seberat ribuan
kati. Keadaannya amat tegang dan menyeramkan.
Lewat lagi beberapa saat lamanya agaknya si Anying langit Kong
Sun Yau sudah merasa tidak sabaran lagi mendadak tubuh
menubruk ke depan dengan sangat dahsyat sekali, kakinya berdiri
melengkung bagaikan busur sedang kipas ditangannya menotok
kearah musuh dengan sambaran mendatar.
Tenang bagaikan Perawan bergerak bagaikan tupai meloncat,
hanya di dalam sekejap saja dia sadah menyerang ke hadapan Wi Ci
To. Ujung kaki Wi Ci To cepat-cepat menutul permukaan tanah,
tubuhnya dengan cepat menyingkir ke samping kiri menghindarkan
diri dari serangan kipas tersebut tetapi dia tetap tidak melancarkan
serangan balasan. Si Anying langit Kong Sun Yau tertawa dingin, jurus serangannya
mendadak berubah kipasnya ditekan ke bawah sedang tubuhnya
berputar menerobos dari sebelah kanan dengan dahsyatnya
mengancam jalan darah "Cang Bun Hiat" pada pinggang kiri Wi Ci
To. Kecepatan perubahan jurus serargannya ini dilakukan begitu
cepat laksana sambaran petir.
Tubuh Wi Ci To sekali lagi bergeser ke samping menghindarkan
diri dari serangan musuh, ujung pedangnya sedikit diangkat
bagaikan naga yang muncul dari dalam air secara tiba"tiba menusuk
kearah leher pihak lawannya.
Tusukan ini dilakukan jauh lebih cepat dari serangan pihak
musuh. "Serangan yang bagus" bentak si Anying langit Kong Sun Yau
dengan keras kakinya tetap tidak bergerak hanya tubuhnya
mendadak berputar dengan mengunakan kipasnya dia menangkis
datangnya tusukan tersebut.
"PlaaaK" Pedang dan kipas terbentur menjadi satu sehingga
mengeluarkan suara aduan yang amat nyaring, seketika itu juga
mereka berdua masing-masing di paksa mundur dua langkah ke
belakang. Dengan mundurnya ini mereka berdua sama-sama tidak mau
melepaskan kesempatan yang bagus ini, tidak menanti kakinya
berhasil berdiri tegak mendadak si Anying langit Kong Sun Yau
sudah menubruk ke depan kembali, kipasnya di balik secara hebat
menotok kearah lambung Wi Ci To. Jurus serangannya amat aneh
tetapi indah sekali. Wi Ci To dengan dingin mendengus dengan tergesa-gesa
tubuhnya menyingkir setengah tindak ke samping, pedangnya
ditekan ke bawah dengan menggunakan jurus-Hay Teh Ci Sah atau
menusuk ikan hiu didasar laut dia balas menggencet kipas pihak
musuhnya. Sianying langit Kong Sun Yau yang melihat serangan pertamanya
tidak memperoleh hasil serangan kedua segera menyusul datang,
kipasnya diputar setengah lingkaran kemudian dibabat ke depan,
terlihatlah serentetan sinar putih berkelebat menyapu wajah Wi Ci
To. Kedua orang itu berusaha menggunakan kesempatan baik yang
ada untuk merebut kemenangan tapi sesudah bergebrak sebanyak
dua tiga puluh jurus keadaan masih tetap seperti semula, siapa pun
tidak ada yang berhasil merebut di atas angin.
Waktu itu Ti Then berhasil memancing pihak lawannya, sengaja
dia perlihatkan sedikit tempat kelemahannya membuat seorang
malaikat iblis dengan bersenyatakan golok panjang menyerang dari
beIakang tubuhnya, pada saat yang bersamaan pula dia putar
tubuhnya sedang pedangnya dengan kecepatan yang luar biasa
menyambar dan menghajar pihak musuhnya.
"Aduh.." Dengan disertai suara teriakan yang amat keras dan mengerikan
simalaikat iblis bersenyatakan golok panjang itu rubuh ke atas tanah
dan binasa seketika itu juga.
Tempat yang menyebabkan kematiannya tidak bukan tepat di
atas alisnya, Ti Then yang membunuh seorang musuhnya segera
membentak keras lagi, jurus pedangnya berubah dengan dikelilingi
oleh sinar pedang kebiru-biruan pedangnya menyapu dua orang
malaikat iblis yang berada di sebelah kanannya.
Belum sempat kedua orang, malaikat iblis itu melihat bagaimana
datangnya serangan itu kedua buah batok kepalanya sudah
melayang meninggalkan lehernya, dengan disertai semburan darah
segar yang amat deras kedua benda itu bergelinding di atas tanah.
Dengan demikian malaikat iblis yang menge pung diri Ti Then
kini hanya tinggal empat orang saja.
Ketika mereka melihat kawannya satu per satu berhasil dibunuh
pihak musuh tanpa terasa pikirannya menjadi kacau juga, ternyata
mereka tidak berani menge pung kembali, masing-masing berusaha
untuk mundur ke belakang mengundurkan diri dari ancaman maut.
Si Rase bumi Bun Jin Cu yang melihat Ti Then berhasil
mambunuh mati tiga orang anak buahnya kembali mendadak dia
meloncat keluar dari kalangan.
"Semua berhenti, dengar perkataanku dulu" teriaknya dengan
keras. Mendengar suara teriakan itu si Anying Langit Kong Sun Yau
segera menghentikan serangannya dan meloncat mundur ke
belakang, sedang si malaikat iblis bersenyatakan siang kiam yang
sedang bertempur dengan serunya melawan Wi Lian In saat ini juga
sudah meloncat mundur. Hanya di dalam sekejap mata pertempuran yang amat seru
sudah berhenti semua. "Kong Sun Hujin ada perkataan apa" " Tanya Wi Ci To sembari
tersenyum. Dari wajah si Rase bumi Bun Jin Cu pun kelihatan mulai
tersungging senyuman, kepada Wi Ci To sembari tertawa ujarya:
"Wi Pocu, bilamana ini hari kami suami istri mengakui kekalahan
kepada kalian, apa kamu mengijinkan kami keluar dari sini ?"
"Ha ha ha .selamanya Lohu belum pernah melakukan
pembersihan sampai seakar-akarnya, tetapi maksud tujuan saudara
sekalian belum tercapai bagaimana mau pergi begitu saja ?"
Si Rase bumi Bun Jin Cu segera mencibirkan bibimya, dengan
lagak manya ujarnya. "Kita tidak kuat melawan kalian kalau tidak pergi dan tetap
tinggal di sini mau berbuat apa lagi?"
"Hmmm?" dengus Ti Then secara mendadak. "Kalian sudah tidak
maui itu kitab pusaka le Cin Keng ?"
Si Rase bumi Bun Jin Cu segera menghela napas panjang.
"Kau terlalu lihay, sudahlah." ujarnya dengan perlahan.
"Jika kalian timbul niat kembali untuk minta kitab itu kalian boleh pergi cari aku secara pribadi" ujar Ti Then lagi sembari tertawa
dingin. "Tapi aku larang kalian mengacau orang-orang Benteng Pek
Kiam Po karena beberapa hari lagi aku sudah bukan orang Benteng
Pek Kiam Po lagi." "Kami bisa cari kau lagi" seru Si Rase bumi Bun Jin Cu, "Ini hari
kau sudah bunuh sembilan orang kami, hutang ini bagaimana pun
harus akutagih. Gunung nan hijau tetap berdiri selamanya, air
tenang mengalir sepanjang masa kita bertemu kembali lain waktu."
Berbicara sampai di sini kepada si Anying langit Kong Sun Yau
tanyanya. "Hey lelaki bangsat, bagaimana?"
Si Anying langit Kong Sun Yau segera mengangguk, kepada
kelima orang Malaikat iblis yang masih hidup ujarnya.
"Angkat mayat-mayat itu, ayoh kita pergi"
Kelima orang malaikat ibis itu segera menyahut, cepat-cepat
mereka menggotong mayat yang membujur di atas tanah beserta
kedua buah batok kepalanya, dengan mengikuti Si Anying langit
Rase bumi mereka cepat-cepat berlalu dari sana.
Di atas permukaan tanah kini hanya tertinggal titik-titik darah
segar yang tetap membasahi dan mengotori tempat itu.
Sesudah melihat rombongan si Anying langit Rase bumi lenyap di
balik pintu Benteng barulah terdengar Wi Ci To menghela napas
panjang. "Heei. tidak kusangka bisa berakhir begitu"
"Suheng kau seharusnya jangan melepaskan mereka pergi" ujar
Huang Puh Kian Pek yang berdiri disisinya, "Selamanya si Anying
langit Rase bumi belum pernah menderita kerugian sedemikian
besarnya, ini hari kita melepaskan harimau pulang gunung tidak
sampai satu bulan kemudian mereka pasti akan datang kembali,
sewaktu lain kali mereka datang kembali tentu bukan dua puluh
orang saja yang dibawa bahkan mungkin bisa sampai dua ratus
orang atau dua ribu orang banyaknya."
"Soal ini kau tidak perlu kuatir" hibur Wi Ci To dengan suara
perlahan. "Nanti biarlah aku kirim perintah seratus pedang kembali untuk
panggil semua pendekar pedang merah pulang."
Berbicara sampai di sini barulah dia menoleh kearah Ti Then, "Ti
Kiauw-tauw bagaimana kalau kita berbicara di dalam saja ?"
ujarnya. Ti Then melirik sekejap kearah Wi Lian In yang berdiri menyauhi
dirinya itu ketika melihat wajahnya sangat adem ujarnya kemudian.
"Jika Pocu ada perkataan silahkan dibicarakan di sini saja"
Air muka Wi Ci To berubah menjadi amat keren, sesudah
termenung berpikir beberapa saat lamanya barulah ujarya.
"Tadi karena keadaan yang sangat mendesak Lohu sudah
berbicara sedikit kurang sopan tentunya Ti Kiauw-tauw tidak
menganggap sungguhan bukan ?"
"Itu adalah urusan yang nyata seharusnya Pocu berbicara begitu"
sambung Ti Then dengan cepat.
"Tetapi maksud Lohu yang sebenarnya?"
"Boanpwe paham" potong Ti Then dengan cepat. "Pocu serta Hu
Pocu mau membuang waktu memberi bantuan boanpwe merasa
sangat berterima kasih sekali. budi kebaikan ini pada kemudian hari


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentu boanpwe balas"
Wi Ci To tertawa pahit, "Ti Kiauw-tauw sudah salah artikan perkataan Lohu" ujarnya
dengan serius, "Bilamana bukannya Ti Kiauw tauw beri bantuan
pada ini hari tentu Benteng kami sudah mengalami malapetaka yang
amat hebat, karena itu seharusnya lohu yang megucapkan terima
kasih kepadamu" "Tidak, urusan ini ditimbulkan karena boanpwe pribadi"
"Jika bukannya Ti Kiauw tauw keluar Benteng untuk menolong
putriku tidak mungkin bisa timbul peristiwa ini"
Ti Then tidak mau tarik panjang persoalan ini lagi, ujarya
kemudian: "Pocu masih ada perkataan apa lagi yang hendak disampaikan,
jika tidak ada boanpwe mau mohon diri terlebih dulu"
Selesai berkata dia merangkap tangannya memberi salam
perpisahan. "Tunggu sebentar" ujar Wi Ci To dengan cemas ketika dilihatnya
Ti Then mau pergi, "Lohu ada urusan yang hendak minta petunjuk
darimu" Sambil menggendong tangannya dia berjalan bolak balik
ditempat itu, kemudian dengan menghela napas panjang ujarnya.
"Hingga sekarang Lohu masih tidak paham . . sejak Ti Kiauw-
tauw masuk ke dalam Benteng kami segala perbuatan dan tindak
tandukmu sama sekali tidak mem punyai maksud jahat, tapi...
dapatkah Ti Kiauw tauw menjelaskan kepada Lohu secara terus
terang kenapa kau pergi menyamar sebagai Lu Kongcu?"
"Tentang urusan ini maaf boanpwe tidak bisa memberitahu"
Potong Ti Then dengan cepat.
Kening yang dikerutkan semakin mengencang kembali, dengan
mata yang amat tajam Wi Ci To memandang terpesona kearahnya.
"Kalau begitu jawablah perkataan lohu ini .. " ujarnya kemudian.
"Kau mengaku tidak kalau Lu Kongcu itu adalah hasil
penyamaranmu?" "Mengakui" "Apa tujuanmu?" desak Wi Ci To lagi.
"Tetap seperti perkataan tadi, maaf tidak bisa kukatakan."
Wajah Wi Ci To kelihatan berkerut-kerut agaknya di dalam hati
dia merasa amat gusar sekali, hanya saja tidak sampai diumbar
keluar, sekali lagi dia berjalan bolak balik disekeliling tempat itu.
"Dua hari lagi boanpwe akan memgembalikan ketiga ratus uang
perak itu kepada Pocu" ujar Ti Then lagi. "Selain itu boanpwe akan
menginap dirumah penginapan Hok An di dalam kota hingga
menanti hwesio-hwesio dari Siauw lim pay datang dan
membereskan kesalah pahaman ini, dalam hal ini jika Pocu mau
minta petunjuk,-silahkan kirim orang ke rumah penginapan Hok An
untuk panggil boanpwe"
Selesai berkata dia merangkap tangannya memberi hormat lalu
kepada Huang Puh Kian Pek serta Wi Lian In, setelah itu cepat-
cepat dia putar tubuh berjalan keluar meninggalkan Benteng.
Saking jengkelnya seluruh tubuh Wi Ci To gemetar dengan amat
kerasnya, sambil mengibaskan ujung bajunya dengan langkah lebar
dia berjalan masuk ke dalam ruangan.
Ki Hong itu pendekar pedang hitam ketika melihat Ti Then mau
pergi dengan cepat berlari sambil menuntun kuda Ang Shan Khek
itu. "Ti Kiauw tauw, ini tungganganmu" ujarnya.
Ti Then tidak banyak bicara, segera dia meloncat naik ke atas
tunggangannya kemudian melarikan kudanya menuju kekota Go bi
dengan cepatnya. Sesampainya di rumah penginapan Hok An siang hari sudah
lewat, sesudah makan kenyang segera dia meninggalkan rumah
penginapan kembali untuk mencari tahu berita tentang rombongan
si Anying langit Rase bumi itu.
Dia bisa melakukan hal ini disebabkan karena jejak orang-orang
si Anying langit Rase bumi itu sangat mencurigakan sekali, setelah
mereka kehilangan sembilan orang malaikat iblisnya pastilah tidak
akan berdiam begitu saja, bahkan sewaktu dia melihat si Rase bumi
Bun Jin Cu mengaku kalah padanya mukanya memperlihatkan suatu
rencana yang tersembunyi, kemungkinan sekali mereka sudah
merencanakan suatu penyerbuan secara diam-diam ke dalam
Benteng Pek Kiam Po sehingga bisa menutupi kembali perasaan
malu atas kekalahannya pada siang hari, oleh sebab itulah dia mau
mengetahui jejak mereka untuk kemudian mengawasi segala gerak
geriknya secara teliti. Tetapi walau pun dia sudah berlari dan mencarinya diseluruh
penjuru kota tetap tidak tampak jejak mereka, bahkan tak seorang
pun yang melihat orang-orang dengan dandanan semacam itu
memasuki kota. Karenanya terpaksa dia pulang kerumah penginapan untuk
beristirahat. Tidak lama malam hari pun menjelang.
Semakin berpikir dia merasa semakin tidak tenang, akhimya
cepat-cepat dia turun dari pemharingan dan keluar kamar, kepada
seorang pelayan ujarnya. "Hey Pelajan, aku mau keluar kota untuk menyambangi seorang
kawanku ini malam tidak akan tidur di sini harap kau menyagakan
kamarku ini, pada kemudian hari tentu aku beri upah kepadamu"
"Baik, balk.." sahut pelayan ini dengan gembira.
"Sekarang juga hamba sediakan kuda buatmu"
Selesai berkata dia putar tubuh dan berlalu dari ssna.
Dengan gugup Ti Then segera berteriak.
"Tidak usah, tidak usah ...aku tidak naik kuda."
"Kongcu mau heluar kota bagaimana tidak naik kuda?"
"Temanku itu berdiam tidak jauh dari kota, lebih baik aku
berjalan kaki saja."
Sekeluarnya dari rumah penginapan dengan cepat dia berjalan
keluar dari pintu kota sebelah Barat, dilihatnya disekitar tempat itu
sudah tidak ada orang barulah dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuhnya berlari menuju ke atas gunung Go-bi.
Tidak sampai setengah jam kemudian sampailah dia ditengab
gunung Go-hie di atas tebing Sian Ciang tepat di belakang Benteng
Pek Kiam Po. Dengan diam-diam dia mengitari sekeliling tebing Sian Ciang itu
untuk periksa satu kali, ketika dilihatnya para pendekar pedang dari
Benteng Pek Kiam Po hanya berjaga-jaga di bawah tebing saja
hatinya segera merasa tidak tenang, pikirnya.
"Mungkin Wi Lian In tidak menyampaikan usulku itu kepada Wi Ci
To, Tebing Sian Ciang ini merupakan tempat yang paling baik bagi
musuh untuk menyerang Benteng Pek Kiam Po, bagaimana dia tidak
kirim orang untuk menyaga?"
Jika dilihat pada tengah malam Tebing Sian Ciang ini rnirip sekali
dengan sebuah tangan raksasa yang sedang merangkul sungai
perak dan sedang memetik bintang serta rembulan bentuknya amat
megah dan angker sekali, Dia memilih tempat-tempat yang baik mudah untuk digunakan
mendaki diantara dinding tebing yang amat curam bagaikan seekor
kera dengan merambat dan memanyat terus ke atas.
Jilid 14.2: Tewasnya si Anying langit
Tidak selang lama dia sudah berhasil mencapai puncak tebing,
perlahan-lahan dia mulai duduk di samping tebing yang berhadapan
dengan Benteng Pek Kiam Po. Ketika melihat ratusan lampu yang
sedang menyinari seluruh Benteng tanpa terasa hatinya merasa
kecewa, teringat olehnya sewaktu kemaren hari dia duduk
berdampingan dengan Wi Lian En, waktu itu merasa mesranya Wi
Lian In bersandar pada tubuhnya berkata dengan merdunia, Jika
kau tidak bisa dipercaya maka di dalam dunia ini tidak ada orang
yang bisa dipercaya lagi, tapi sewaktu dirinya seIesai beli obat di
dalam kota Ku le serta Liauw Su Cen dari sarang pelacur Touw Hoa
Yuan sudah datang, hal ini tentu sangat melukat hati Wi Lian In.
Heeei, omong pulang pergi semuanya ini adalah karena ketololan
sendiri, jika waktu itu dia tidak mau belajar kepandaian silat dari
majikan patung emas tentu tidak akan sampai terjadi peristiwa
semacam ini, dosa yang dibuat dirinya sungguh amat berat.
"Braaak" mendadak suara runtuhnya pasir serta batu-batuan
berkumandang datang dari tebing di sebelah belakangnya.
Ti Then merasakan hatinya tergetar, cepat-cepat tubuhnya
melayang dan bersembunyi di balik sebuah tempat yang tidak
terlihat oleh manusia, dia berdiam diri tak berani bergerak, dengan
tajamnya memperhatikan semua gerak gerik di sebelah sana.
Ada orang datang. Sedikit pun tidak salah baru saja dia menyembunyikan diri
terdengarlah suara seseorang sedang berkata.
"He .. he .tebing Sian Ciang ini, sungguh sukar didaki "
Segera terdengar suara jawaban dari orang lainnya
-Jika mudah untuk didaki bagaimana Wi Ci To berani berlaku
begitu gegabahnya sehingga tidak kirim orang untuk berjaga?"
Kemudian terdengar suara dari si Rase bumi Bun Jin Cu sedang
berkata, "Kalau jalan sedikit hati hati, jangan sampai ada batu yang
tertendang jatuh ke bawah tebing,"
"Benteng Pek Kiam Po berada ditepian tebing sebelah sana, ayo
kita lihat-lihat sebelah sana" suara Si Anying langit Kong Sun Yau
menyambung perkataan dari istrinya.
Bersamaan berhentinya suara pembicaraan muncullah bayangan
manusia satu persatu sebanyak sepuluh orang , . mereka bukan lain
adalah Si Anying langit Rase bumi beserta kedelapan orang
malaikatnya, Pada punggung masing-masing pada membawa anak panah
serta busurnya sedang ditangan membawa gentong-gentong
berisikan minyak tanah yang mudah terbakar dengan tenangnya
mereka melanjutkan perjalanan menuju kepingiran sebelah Benteng
Pek Kiam Po. Ternyata dugaan Ti Then sedikit pun tidak meleset, Si Anying
langit Rase bumi benar-benar hendak menyerang Benteng seratus
pedang dengan jalan membongkong secara diam.
Ti Then tahu bahwa bokongan mereka ini jika sampai berhasil
maka dari pihak Benteng Pek Kiam Po menderita kerugian yang amat besar,
karenanya dia tidak berani berlaku ayal lagi, dari samping badannya
dia mengambil sebuah batu
kerikil yang tidak begitu besar kemudian secara diam-diam
disambitkan kearah Benteng Pek Kiam Po.
Dia sangat mengharapkan sambitan batunya ini berhasil
mengenai atap rumah di dalam Benteng itu, sehingga mengejutkan
semua orang yang berada di dalam Benteng agar mereka semua
tahu kalan di atas tebing Sian Ciang sudah kedatangan musuh.
Pada saat dia sedang menyambitkan batu kearaha Benteng itulah
rombongan Si Anying langit Rase bumi itu sudah tiba di pinggiran tebing
yang mengarah Benteng Pek Kiam Po. Terdengar Si Rase bumi Bun
Jin Cu berkata sembari tertawa ringan.
"Hey lelaki bangsat, bagus bukan akalku ini?"
"Hey ....jika kau bisa dapatkan akal itu sejak semula dari pihak
kita tak akan kehilangan sembilan orang" Seru si Anying langit Kong
Sun Yau sembari menghela, napas panjang.
"Semula aku mana tahu kalau bangsat cilik She Ti itu memiliki
kepandaian silat begitu mengerikan, aku mengira dengan
menggunakan kesempatan sewaktu pendekar pedang merah
mereka tidak berada di dalam Benteng dengan kekuatan kita dua
puluh orang, sudah cukup, siapa tahu?"
"Hei.. tidak usah banyak omong kosong lagi, ayoh kita cepat-
cepat turun tangan" Demikianlah mereka bersepuluh segera melepaskan anak panah
serta busur dari tubuhnya untuk mulai mengangkat batu-batu besar.
Yang mereka ambil kebanyakan merupakan batu-batu cadas
yang amat besar bahkan setiap batu itu mem punyai berat tiga
sampai lima ratus kati ke atas, dengan batu yang begitu besar
ditambah dengan daya lemparan dari atas tebing setinggi ratusan
kaki, jangan dikata manusia sekali pun banguna Benteng yang
kokoh juga akan hancur oleh serangan ini.
Salah seorang malaikat iblis yang sedang mengambil batu-batu
cadas tiba-tiba bertanya.
"Baiknya dilempari batu dulu atau dengan panah berapi?"
"Kita lempari batu dulu" jawah si Rase bumi Bun Jin Cu singkat.
"Betul" Teriak Si Anying langit Kong Sun Yau membenarkan usul
isterinya itu. "Jika kita menggunakan panah api terlebih dulu sebelum sampai
di dalam Benteng pasti sudah diketahui."
"Hanya tidak tahu Wi Ci To tidur di sebelah mana, jika tahu
cukup mengarah kamarnya kita lempari sebuah batu cadas pasti dia
akan kegencet menjadi jadah, seru salah seorang malaikat iblis.
"Masih ada sibangsat cilik she Ti itu, di dalam Benteng Pek Kiam
Po hanya dua orang ini saja yang paling menakutkan, jika salah satu
diantara mereka terkena hingga yang lainnya tidak perlu kita takut
lagi" Si rase bumi Bun Jin Cu mengangguk membenarkan
perkataannya itu. "Agaknya antara bangsat cilik itu dengan Wi Ci To sudah terjadi
suatu urusan yang tidak menyenangkan, kau dapat meiihat tidak?"
tanyanya. "Tidak salah" jawab Si Anying langit Kong Sun Yau. "Agaknya
bangsat cilik itu mau meletakkan jabatannya sebagai Kiauw tauw
sedang Wi Ci To tidak setuju, ternyata dia meminta bangsat cilik itu
pada saat itu juga mengembalikan uang tiga ratus tahilnya baru
memperbolehkan dia pergi. Ha ha ha orang bilang Wi Ci To jauh
lebih menghargai sikap manusia dari pada harta kekayaan,
kelihatannya tidak begitu . ."
Pada saat mereka sedang berbicara itulah dua buah batu cadas
yang amat besar sudah disiapkan.
Ti Then segera merasa bahwa dia tidak seharusnya berdiam diri
terus melihat mereka melanjutkan pekerjaannya untuk
mengumpulkan batu-batu cadas yang besar, diam-diam diambilnya
beberapa butir batu kerikil kemudian membentuk keras dia meloncat
keluar dari tempat persembunyiannya sedang kerikil ditangannya
dengan tenaga besar disambit kearah musuhnya.
Si Anying langit rase bumi sekalian sama sekali tidak pernah
menduga kalau di atas tebing masih ada orang lain, karenanya
begitu Ti Then membentak keras bagaikan sambaran geledek
disiang hari bolong seketika itu juga membuat mereka saking
terkejutnya sudah meloncat ke atas. Dikarenakan loncatannya inilah
ketiga orang malaikat iblis yang berdiri di belakangnya tepat
menerima hajaran dari sambitan batu Ti Then itu yang mengenai
lambung mereka, seketika itu juga darah berceceran sedang tubuh
mereka bertiga bergulung-gulung ditatas sambil menjerit-jerit
kesakitan. Sambitan batu dapat mencelakai hingga dalam tubuh sebetulnya
merupakan kejadian yang tidak masuk akal, tetapi hal yang
sebenarnya sedikit pun tidak ada anehnya karena dengan tenaga
dalam yang berhasil di !atih Ti Then hingga saat ini sudah boleh
dikata mencapai pada taraf menyambit dengan daun melukai tubuh


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang, apalagi kini yang dibuat sambitan adalah batu kerikil yang
tajam sudah tentu tanpa bisa ditahan lagi sudah menembus
lambung mereka bertiga. Si Anying langit Rase bumi yang melihat munculnya Ti Then
secara tiba-tiba itu sudah berhasil melukai ketiga orang anak
buahnya tanpa terasa air muka mereka sudah berubah amat hebat,
sembari berteriak aneh mereka bersama sama menubruk ke depan
mengancam tubuh Ti Then. Sejak semula Ti Then sudah bikin persiapan untuk menghadapi
pertempuran yang amat sengit ini, karenanya setelah dia
menyambit batu-batu itu cepat cepat pedangnya dicabut keluar dan
dilintangkan di depan dadanya.
Ketika dilihatnya Si Anying langit rase bumi bersama sama
menubruk kearahnya dengan cepat bukannya mundur malah
sebaliknya memapaki datangnya serangan mereka berdua,
tubuhnya maju dua langkah ke depan sedang pedangnya dengan
amat dahysat dibabat kearah mereka.
Serentetan sinar kemerah-merahan yang amat menyilaukan
berkelebat memenuhi seluruh angkasa, ujung pedangnya dengan
tajam menusuk ketubuh Si Anying langit kemudian melanjutkan
serangannya kearah Si Rase bumi yang berada disisinya, di dalam
satu jurus mem punyai dua gerakan serangan yang berbeda
sungguh hebat sekali. Si Anying langit bukanlah manusia bodoh, sewaktu tubuhnya
menubruk ke depan senyata kipasnya sudah dipersiapkan terlebih
dulu. Tubuhnya bergerak miring sedikit ke samping dengan
menggunakan jurus "Sun Hong Si Cwan" atau mengikuti angin
melajukan perahu dia memunahkan tusukan pedang yang datang
dari Ti Then ini kemudian sewaktu sepasang ujung kakinya
mencapai tanah senyata kipasnya sekali lagi dengan menggunakan
jurus "Giok Li Cuan Suo atau gadis cantik memakai baju
mengancam jalan darah Thai yang Hiat sebelah kiri dari Ti Then.
Si Rase bumi yang berada ditengah udara pun menggerakkan
angkin kuningnya. "Sreet.." Laksana seekor ular emas dengan gesitnya menyambar
dan menggulung ujung pedang Ti Then.
Cepat-cepat Ti Then membungkukkan badannya sambil
mengibaskan pedangnya ke samping, tubuhnya sekali lagi berputar
ke samping pedangnya bagaikan segulung sinar api yang amat
dahsyat balas menggulung kearah musuh-musuhnya.
Bersamaan waktunya Si Anying langit rase bumi meloncat ke
samping untuk menghindarkan diri dari serangan itu, kipas beserta
angkin kuning itu sekali lagi menyerang secara berbareng
membabat kearah batok kepala serta melilit pinggang Ti Then.
Mereka bertiga masing-masing dengan mengerahkan ilmu silat
andalan masing-masing berusaha untuk berebut melancarkan
serangan, seketika itu juga terjadilah suatu pertempuran yang amat
sengit sekali. Sembari melancarkan serangan-serangan yang dahsyat Si Rase
bumi Bun Jin Cu tak henti-hentinya melirik keseluruh penjuru, ketika
dilihatnia dari dalam Benteng Pek Kiam Po tidak tampak bayangan
manusia pun yang muncul hatinya baru merasa agak lega.
" Hey bangsat cilik" teriaknya sembari tertawa."Ini malam kau
pasti binasa," "Ha ha ha ha ha?" Suara tertawa dari Ti Then semakin lama
semakin bertambah nyaring, "Yang binasa pada malam ini haruslah
menunggu sebentar lagi baru bisa dipastikan."
Si Rase bumi Bun Jin Cu sudah merasa pasti kalau mereka suami
istri berdua pasti bisa membereskan dirinya, hanya dia, kuatir
terhadap manusia-manusia dari Benteng Pek Kiam Po, karena itu
dengan nada memancing, ujarnya.
"He..hee ... menurut pengetahuanku, orang-orang dari benteng
Pek Kiam Po sudah pada tidur semua.?"
"Tidak salah, tidak salah. Orang-orang dari Benteng Pek Kiam Po
sudah pada tidur semua, hanya kalian orang-orang dari istana Thian
Teh Kong saja yang belum tidur,"
Ketika si Rase bumi Bun Jin Cu mendengar dia tidak mau
mengaku secara terus terang hatinya malah dibuat menjadi tidak
tenang, ketika dilihatnya kelima orang malaikat iblis lainnya sedang
berdiri dengan termangu-mangu tanpa terasa sudah membentak
keras. "Kalian berlima hanya berdiri termangu-mangu di sana mau
tunggu apa lagi" Cepat dorong batu-batu itu ke bawah kemudian
melepaskan panah-panah berapi "
Sesudah mendengar perintah itu dari antara kelima orang
malaikat iblis itu segera terlihatlah dua orang sudah mengangkat
dua buah batu besar kemudian dilemparkan kearah bawah.
Sedang sisanya tiga orang menumpahkan minyak dan
digosokkan pada ujung anak panah, sesudah disudut dengan api
panah-panah itu mulai dipanahkan kearah Benteng. "Sret . . sret : ,
"Sebuah demi sebuah anak-anak panah berapi itu bagaikan
sambaran kiiat cepatnya meluncur ke bawah bersarang di atas atap-
atap Benteng Pek Kiam Po.
Dua buah batu cadas yang didorong ke bawah agaknya sudah
mencapai sasaran pada atas atap rumah, dari kejauhan hanya
terdengar suara benturan yang amat keras bergema memenuhi
seluruh tempat. Ti Then yang dike pung rapat-rapat oleh si Anying langit rase
bumi tidak sanggup untuk menahan gerak gerik mereka, terpaksa
dengan sekuat tenaga dia melancarkan serangan-serangan dahsyat
mencecer diri Anying langit rase bumi berdua, tapi bagaimana pun
juga Si Anying langit Rase bumi merupakan jago-jago
berkepandaian tinggi dari Bu-lim yang sudah amat terkenal apalagi
kini mereka suami isteri turun tangan bersama sama, baik di dalam
menyerang mau pun dalam bertahan mereka bisa bekerja sama
begitu rapatnya membuat Ti Then yang sudah menyerang dua tiga
puluh jurus dengan gencar masih tetap tidak berhasil menduduki di
atas angin. Ketika dilihatnya kelima orang malaikat iblis itu dengan tak henti-
hentinya memanahkan panah-panah berapi kearah genteng dia
menjadi cemas, mendadak pedangnya dengan disertai sambaran
angin yang amat tajam menyapu sepasang kaki Si Anying langit,
bersamaan pula tangan kirinya diayunkan ke depan dengan gaya
hendak menyambitkan senyata-senyata rahasia. Bentaknya.
"Lihat serangan"
Dengan meminyam kagempatan sewaktu si Anying langit
merangkap kipasnya untuk melindungi dada dan si rase bumi dibuat
tertegun cepat-cepat dia. meloncat keluar dari ke pungan kemudian
bagaikan sambaran angin cepatnya menubruk kearah kelima orang
malaikat iblis itu. "Hati-hati!" teriak Si Anying langit Kong Sun Yau dengan
perasaan amat cemas. Pada waktu itu kelima orang malaikat iblis itu sedang berdiri
menghadap kearah luar tebing sedang seluruh perhatiannya pun
sedang dipusatkan pada panah-panah berapi itu, begitu rnendengar
suara bentakan itu dengan gugup mereka putar tubuh sembari
mengangkat busur masing-masing untuk menangkis datangnya
serangan, kemudian dengan berbareng mereka melancarkan
serangan dahsyat kearah Ti Then.
Pedang ditangan Ti Then dengan disertai angin sambaran yang
amat tajam menyapu kearah mereka." ...triing- "triing.. triing "
Suara yang amat nyaring bergema ditengah malam itu, tiga buah
busur diantara kelima orang itu sudah berhasil dibabat putus oleh
pedangnya itu. Pada saat yang bersamaan itu pula mendadak dia merasakan
kaki kanannya seperti dililiti oleh ular kemudian disusul dengan
segulung tenaga yang amat besar menarik seluruh tubuhnya ke
belakang. Kiranya angkin kuning dari Si Rase bumi Bun Jin Cu secara diam-
diam sudah berhasil meliliti kakinya kemudian dengan seluruh
tenaga menarik tubuhnya ke atas membuat tubuh Ti Then dengan
menimbulkan suara yang amat keras rubuh terjengkang di atas
tanah. Jatuhnya kali ini adalah kepalanya terlebih dulu mengenai tanah
membuat otaknya terasa amat sakit dan pening, pandangannya
menjadi kabur dan berkunang-kunang hampir-hampir membuat
dirinya jatuh tidak sadarkan diri.
Walau pun dia tidak sampai jatuh pingsan tapi keadaannya
semakin jelek lagi, Si Anying langit Kong Sun Yau yang berdiri di
samping ketika melihat dia terjatuh ke atas tanah senyata kipasnya
cepat-cepat ditutul ke depan mengancam jalan darah Ling Thay Hiat
pada punggungnya. Di dalam keadaan yang amat kritis ini Ti Then sama sekali tidak
melihat adanya serangan kipas dari Si Anying langit Kong Sun Yau
bahkan kepalanya yang pening dan pandangannya yang kabur
membuat pendengarannya menjadi hilang dayanya. Tapi dia dapat
menduga Si Anying langit Kong Sun Yau pasti menggunakan
kesempatan yang sangat baik itu untuk melancarkan satu serangan
yang mematikan kearahnya, karena itu begitu tubuhnya terjatuh ke
atas tanah cepat-cepat dia berguling kearah samping bersamaan
pula dengan membabi buta dia melancarkan satu serangan dahsyat.
Disaat-saat yang amat bahaya itulah dia berhasil meloloskan diri
dari serangan si anying langit Kong Sun Yau yang mematikan
itu".serangan senyata kipas dari Si Anying langit pun mengenai
tempat yang kosong. Tetapi Ti Then belum sama sekali lolos dari mara bahaya, angkin
kuning dari si Rase Bumi Bun Jin Cu dengan eratnya masih mengait
pada kaki sebelah kanannya.
Kiranya angkin kuning dari si Rase bumi Bun Jin Cu ini sangat
jahat sekali, pada sebuah bagian dari angkin itu dipasang
beribu"ribu kail-kail kecil yang amat tajam sekali, bentuknya mirip
dengan mata kail untuk memancing ikan tapi semuanya terbuat dari
emas. Begitu mengenai tubuh musuh maka semua kail-kail emas itu
akan menusuk masuk ke dalam tubuh sehingga sukar sekali
meloloskan dirinya. Kini kaki kanan dari Ti Then pun sudah terkena
pancingan=pancingan emas itu sehingga sukar buat dirinya untuk
bergerak walau pun tidak terasa sakit olehnya di dalam
pertempuran ini tapi untuk meloloskan diri janganlah harap.
Dia tahu bilamana dirinya mau meloloskan diri dari angkin itu
satu-satunya jaIan hanya membabat putus angkin tersebut. Tapi
baru saja dia bermaksud membabat angkin tersebut Si Rase bumi
dengan gesitnya sudah menyentak tubuhnya meninggalkan
permukaan tanah, bagaikan seutas Iayang-layang tubuh Ti Then
dengan kerasnya ditarik berlari keempat penjuru.
Sedang itu Si Anying langit Kong Sun Yau bagaikan bayangan
saja dengan eratnya mengikuti terus disisi tubuhnya, senyata kipas
yang berada ditangannya dengan tak henti-hentinya melancarkan
serangan gencar mengancam seluruh tempat bahaya dari Ti Then.
Dengan perkataan lain : Ti Then yang sudah dipermainkan dan
diombang ambingkan Si Rase bumi Bun Jin Cu dia pun harus
melancarkan serangan dan mangobat abitkan pedangnya untuk
memusnahkan semua serangan-serangan dahsyat serta serangan
maut yang mengancam seluruh tempat penting pada tubuhnya,
keadaannya pada saat ini betul-betul amat bahaya sekali.
Situasi dan keadaan yang seperti ini di dalam jarang sekali terjadi
karena itu sampai kelima orang malaikat iblis itu pun dibuat
terpesona oleh keadaan semacam ini.
Sembari menarik tubuh Ti Then dan berlari-lari tak henti-hentinya
Si Rase bumi Bun Jin Cu sempat berkata sembari tertawa merdu.
"Hey lelaki bangsat. Kenapa tidak cepat-cepat turun tangan. "
"Ha ha ha ... .sudah hampir..sudah hampir" teriak Si Anying
langit Kong Sun Yau sembari tak henti-hentinya melancarkan
serangan mautnya."Aku tidak percaya bangsat cilik ini bertahan
lebih lama Iagi . . ."
Baru saja perkataannya selesai diucapkan mendadak". suatu
parubahan timbul secara mendadak.
Serentetan sinar terang yang amat tajam dan menyilaukan mata
dengan menerjang angin berkelebat datang. "Plaaak-, angkin kuning
menjadi dua bagian. Apakah terputus oleh babatan pedang Ti Then?"
Yang memutuskan angkin kuning itu hanyalah sebilah pisau
terbang yang amat tipis. Kemunculan pisau terbang itu sangat mendadak sekaii, Si Rase
bumi Bun Jin Cu yang sedang menarik dengan sekuat tenaga
seketika itu juga menjadi terhuyung-huyung kehilangan
keseimbangannya, hampir-hampir dia terjatuh ke dalam jurang.
Tetapi kejadian yang muncul diluar dugaan ini memberi suatu
akibat yang jauh lebih parah, jauh lebih mengerikan lagi bagi Si
Anying langit Kong Sun Yau.
24 Semula dia memangnya sedang melancarkan serangan gencar
mengancam diri Ti Then, tetapi begitu angkin kuning itu terputus
maka tubuh Ti Then pun menjadi berhenti, sebaliknya Si Anying
langit Kong Sun Yau yang dengan napsunya sedang melancarkan
serangan tidak sanggup untuk berhenti di dalam waktu seketika itu
juga karenanya jarak antara dirinya dengan Ti Then pun menjadi
amat dekat, dengan meminyam kesempatan itulah Ti Then sudah
melancarkan satu serangan yang tepat menembus lambungnya.
Untuk beberapa saat lamanya dia menjadi tertegun, tetapi ketika
dilihatnya pada lambungnya sudah tertembus oleh pedang Ti Then
saat itulah tanpa bisa ditahan lagi dia menjerit ngeri dengan amat
kerasnya. PerIahan-lahan tubuhnya rubuh ke tanah dan saat itu juga
putuslah napasnya. Melihat kejadian itu Si Rase bumi Bun Jin Cu menjadi amat
terperanyat dengan suara amat kaget teriaknya.
"Hey Ielaki bangsat, kau kenapa?"
Waktu itu Ti Then dengan kecepatan yang luar biasa sudah
meloncat dari atas tanah, sesudah mencabut keluar pedangnya dari
lambung Si Anying langit Kong Sun Yau barulah dia berdiri di
samping. Bagaikan seorang yang kalap dengan cepat si Rase bumi
menubruk ke atas mayat suaminya, matanya dipentangkan lebar-
lebar sedang bibirnya dengan gemetar berkemak-kemik.
"Lelaki bangsat, kau"kau sudah mati?"
Agaknya dia tidak percaya kalau suaminya bisa mati, tapi kini
dengan mata kepala sendiri dia melihat suaminya memang betul-
betul sudah binasa, tak tertahan lagi butir-butir air mata mengalir
keluar dengan amat derasnya.
Semula suara tangisannya tidak terdengar lama kelamaan isak
tangisnya semakin menjadi, dan akhirnya bagaikan guntur yang
membelah bumi dia menangis dengan kerasnya sembari gembar
gembor tidak karuan: Pada saat itulah terlihat tiga orang berlari dengan amat cepatnya
mendekati tempat itu. Ketiga orang itu bukan lain adalah Po cu dari Benteng Pek Kiam
Po, Wi Ci To, Hu Pocu Huang Puh Kian Pek beserta Wi Lian In.
Wajah mereka semua sudah berubah amat dingin dan angker,


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan tajamnya memperhatikan Si Rase bumi yang sedang
menangis dengan sedihnya di atas mayat si Anying langit. Tanpa
berkata-kata lagi mereka bersama-sama mencabut keluar
pedangnya masing-masing kemudian secara serempak menyerang
kelima orang malaikat iblis itu.
Jika dilihat dari perubahan wajah mereka, jelas kelihatan kalau
mereka bertiga amat gusar sekali bahkan sudah ambil keputusan
untuk membasmi orang-orang dari istana Thian Teh Kong.
Baru saja mulai kelima orang malaikat iblis itu sudah dipaksa
berada di bawah Angin. Kiranya kedelapan orang malaikat iblis yang dibawa anying langit
rase bumi malam ini selaln setiap orang membawa seperangkat
anak panah beserta busurnya sama sekali tidak membawa senyata
tajam lainnya, saat ini kelima orang malaikat iblis itu terpaksa harus
menggunakan busur untuk mengdakanperlawanan, sedang busur itu
bukanlah senyata yang sesuai untuk bergebrak karena itu baru saja
mulai mereka sudah dipaksa berada di bawah angin dan terdesak
mundur terus. Wi Ci To serta Huang Puh Kian Pek masing-masing melawan dua
orang malaikat iblis, terlihatlah sinar pedang berkelebat tak henti-
hentinya, diantara sambaran angin yang amat tajam suara jeritan
ngeri saling susul menyusul. Empat orang malaikat iblis sudah
terbinasa di bawah pedang mereka.
Sedang malaikat iblis yang melawan diri Wi Lian In saking
terdesaknya terus mengundurkan diri ketepi tebing, akhirnya dia
pun terjatuh ke dalam jurang dan binasa seketika itu juga.
Setelah semuanya beres mereka bertiga baru putar tubuhnya dan
berjalan mendekati rase bumi yang saat ini sedang menangis
dengan amat sedihnya di samping mayat suaminya.
"He..he..Bun Jin Cu, kau berdiri" Teriak Wi Ci To sepatah demi
sepatah dengan tegasnya. Bagaikan sama sekali tidak menclengar suara bentakan itu Si
Rase bumi Bun Jin Cu masih tetap menangis dengan amat sedihnya.
Sepasang mata Wi Ci To segera berubah menjadi amat seram,
dengan keras bentaknya tagi. "Bangun!" Si Rase bumi Bun Jin Cu tetap duduk di atas tanah sembari
menangis tersedu-sedu kelihatannya dia memang betul-betul sangat
berduka sehingga terhadap peristiwa yang terjadi disekeliling
tempat itu sama sekali tidak punya minat untuk mengurusnya,
Wi Ci To adalah seorang jagoan yang punya nama terhormat di
dalam Bu-lim pada saat ini, sudah tentu dia tidak mau melancarkan
serangan bokongan kepada Si Rase bumi, ketika dilihatnya dia tetap
tidak ambil perduli alisnya kelihatan dikerutkan rapat-rapat, agaknya
dia sudah dibuat jengkel oleh kelakuannya itu.
"Hmm. . hm..Bun Jin Cu" teriak Wi Lian sembari tertawa dingin.
"Yang binasa ini hari bukan hanya suamimu, kedelepan belas
malaikat iblis yang kau bawa pun sudah ada tujuh belas orang yang
binasa, kenapa kau tidak menangisi juga bagi mereka?"
Setelah mendengar ejekan itu mendasak Si Rase bumi Bun Jin Cu
menghentikan suara tangisannya, sesudah menggendong mayat
suaminya segera dia berjalan meninggalkan tempat itu.
Melihat mereka sama sekali tidak digubris sekali lagi Wi Ci To
mendengus dengan amat dingin..
"Bagaimana " begitu saja mau pergi "ujarnya dengan dingin.
Dengan perlahan Si Rase bumi Bun Jin Cu menghentikan
langkahnya, dengan menahan isak tangisnya dia bertanya.
"Kau mau berbuat apa ?"
Dari nadanya ini ternyata mengandung sedikit " Genit.
" Dua buah batu cadas tadi sudah membunuh mati empat orang
pendekar pedang kami." Bentak Wi Ci To dengan suara berat.
"Itu masih terhitung tidak berat" Bantah Si Rase bumi Bun Jin Cu
sembari menangis. "Aku sudah ditinggal suamiku bahkan ketujuh
belas orang anak buahku pun sudah binasa semua."
Wi CiTo menjadi amat gusar.
"Tapi semua urusan ini ditimbulkan oleh kalian!" Bentaknya.
"Aku tidak mau mengurus, aku tidak mau bergebrak dengan
kalian" teriak si rase bumi sembari menangis tersedu sedu, "Kalian,
mau membunuhku cepatlah turun tangan. Aku tidak percaya kau
berani turun tangan dengan seorang perempuan yang sama sekali
tidak mengadakan perlawanan "
Saking jengkel dan marahnya air muka Wi Ci To sudah berubah
pucat kehijau hijauan. Bentaknya dengan keras:
"Bun Jin Cu, kau janganlah sengaja perlihatkan mimik wajah
yang patut dikasihani, kau adalah perempuan macam apa Lohu
sudah tahu amat jelas sekali "
"Aku kehilangan suami apa tidak patut untuk menangis sedih","
bantah Si Rase bumi itu sambil menahan isak tangisnya.
"Tia" teriak Wi Li an In tiba-tiba sembari berjalan maju, "Tida
usah banyak omong dengan dia, biar putrimu yang bereskan"
Selesai berkata dia angkat pedangnya siap ditusuk ketubuh Si
Rase bumi itu. Wi Ci To tahu putrinya masih bukan tandingannya, dia takut
putrinya akan terluka ditangannya karena itu segera menarik
tangannya mencegah. "Kau cepat mundur" ujarnya,
Dengan cepat dia menarik Wi Lian In ke belakang kemudian
sambil melototkan sepasang matanya dia membentak kembali.
"Sebenarnia kau mau turun tangan tidak?"
"Aku sedang bersedih hati, tidak punya tenaga untuk bergebrak
dengan kalian, jika betul-betul mau turun tangan baiknya kita
tentukan waktu saja." ujar Si Rase bumi kemudian.
"Bagus sekali, kapan?"
"Akhir bulan depan. Aku mau menyambut kedatangan kalian di
istana Thian Teh Kong. Bagaimana?"
Wi Ci To termenung berpikir sebentar kemudian baru
mengangguk, menyetujui. "Pasti dating" serunya.
Dengan perlahan Si Rase bumi Bun Jin Cu putar kepalanya
menghadap kearah Ti Then, sambil menahan isak tangis ujarnya.
"Bangsat cilik, sampai waktunya kau pun ikut datang. Kau sudah
bunuh suamiku selama hidupku ini aku mau balaskan dendam"
Selesai berkata dia membopong mayat suaminya, sembari
menangis tersedu-sedu perlahan-lahan dia menuruni tebing
tersebut. Sesudah bayangan tubuh Si Rase bumi lenyap dari pandangan
barulah Huang Puh Kian Pek berjalan ke samping tebing, sambil
menengok ke bawah ujarnya.
"Masih untung apinya bisa dipadamkan dengan cepat"
"Ehmm?" sahut Wi Ci To perlahan kemudian dia menoleh kearah
Ti Then."Ti Kiauw-tauw, seharusnya Lohu kini mengucapkan terima
kasih kepadamu." "Wi Pocu tidak usah sungkan-sungkan, hal ini adalah tugas dari
boanpwe " "Bagaimana kau bisa tahu akan hal ini?" tanya Wi Ci To.
"Hanya dugaan saja."
Perlahan-lahan pada air muka Wi Ci To mulai memperlihatkan
perasaan menyesal sembari menghela napas panjang ujarnya lagi:
"Lohu sama sekali tidak menduga mereka bisa melakukan
tindakan semacam ini.."
Ti Then berdiam diri tidak mengucapkan sepatah kata pun,
perlahan-lahan dia berjalan ke samping sesosok mayat dari sana
disobeknya sekerat kain kemudian dibungkuskan pada luka
dikakinya. Wi Lian In yang melihat kakinya kuyup oleh darah segar agaknya
dia merasa sedikit tidak tega, fetapi untuk maju menegur dia
merasa malu juga sehingga akhirnya dia paksakan diri untuk tetap
berdiam. "Bungkus dahulu untuk sementara, nnti sesudah kembali ke
dalam Benteng baru diberi obat" ujar Wi Ci To tiba-tiba.
"Tidak perlu" jawab Ti Then cepat, "Boanpwe tidak punya
rencana untuk mengganggu kembali Benteng kalian. Pocu serta Hu
Pocu sekalian silahkan kembali ke dalam Benteng untuk beristirahat"
Wi Ci To tertawa pahit, cepat-cepat dia potong perkataan dari Ti
Then yang belum selesai itu:
"Bagaimana" Apa Ti Kiauw-tauw sekarang sudah tidak sudi
menginyakkan kakinya ke dalam Benteng Lohu ini kembali ?"
"Bukan begitu" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya,
"Boanpwe hanya merasa sangat menyesal, maka ... maka.."
"Sesudah urusan dibikin terang untuk menyesal pun masih belum
terlambat" potong Wi Ci To kembali, "Marilah ikut lohu kembali ke
dalam Benteng" "Nanti dulu" teriak Ti Then mendadak "Yang Pocu maksudkan
sebagai menanti sesudah urusan dibikin terang sebetulnya
mengandung maksud apa ?"
Wi Ci To tersenjum. "Pokoknya hingga saat ini Lohu masih belum seratus persen
menganggap kau adalah jelmaan dari Lu Kongcu itu, bukan begitu
?" ujarnya. "Tetapi boanpwe sudah mengaku di di depan Pocu sendiri"
"Itulah kesalahan Lohu sendiri, seharusnya Lohu tidak boleh
menaruh perasaan curiga terhatiap diri Ti Kiauw-tauw"
"Ti Kiauw-tauw " sambung Huang Puh Kian Pek dengan cepat.
"Sekali pun kau punya maksud untuk meninggalkan benteng
kami, sekarang seharusnya kau mau ikut kami untuk duduk-duduk
sebentar di dalam Benteng, untuk berangkat besok pagi pun belum
terlambat" Mendengar perkataan itu segera Ti Then mengangguk dan
bangkit berdiri, sambil menuding kearah tujuh sosok mayat yang
menggeletak di atas tanah ujarnya kemudian.
"Bagaimana dengan mayat-mayat ini ?"
"Sesudah terang tanah biar Lohu kirim orang untuk
memberesinya, mari sekarang kita pulang ke Benteng dulu."
Selesai berkata dia segera berjalan terlebih dulu memimpin yang
lainnya. Tua muda empat orang sesudahnya turun dari atas tebing Sian
Ciang dan kembali ke dalam Benteng terlihatlah banyak sekali
pendekar pedang hitam mau pun putih sedang berkumpul di depan
dua buah bangunan. Kiranya dua buah bangunan rumah yang terkena serangan batu
besar tadi sehingga tiang penyanggahnya menjadi putus dan
ambruk ke bawah, saat ini terlihat berpuluh-puluh pendekar pedang
hitam sedang membereskan runtuhan itu, sedang tidak jauh dari
tempat itu terlentang empat sosok mayat yang sudah hancur
keadaannya. Wi Ci To berjalan mendekati keempat sosok mayat itu, sesudah
termenung dengan sedihnya barulah tanyanya kepada Ti Then.
"Sebelum kedua buah batu raksasa ini jatuh ke bawah pernah
ada sebuah batu kecil yang jatuh tepat di atas atap loteng
penyimpan kitab ini, apakah itu batu sengaja Ti Kiauw-tauw
lemparkan kemari" "Benar" sahut Ti Then sambil mengangguk. "Boanpwe punya
dugaan si anying langit rase bumi bisa membawa anak buahnya
naik ke atas tebing Sian Ciang ini untuk menyerang Benteng Pek
Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 18 Panji Tengkorak Darah Ko Lo Hiat Ki Karya S D Liong Jaka Lola 14
^