Pencarian

Pendekar Pemanah Rajawali 3

Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong Bagian 3


Thian Tek membungkam, ia tak berani membuka
mulut. "Dia sudah pergi jauh," kata tie-kek-ceng, yang muncul di depan gurunya.
"Apakah dia mengucapkan sesuatu?" tanya Kouw
Bok setelah berdiam sesaat.
"Dia tak bilang suatu apa," jawab muridnya itu.
"Inilah aneh," mengatakan Kouw Bok. "Apakah ada sikapnya yang aneh selagi dia hendak berlalu?" tanya lagi.
"Tidak, kecuali setibanya ia di mulut pintu
pekarangan, dia sendarkan diri di dua singa-singaan batu, agaknya ia sangat letih," sahut tie-kek-ceng. "Dia membuang napas, habis itu dia angkat kaki sambil tertawa haha-hihi." lanjut muridnya lagi.
"Ah, celaka, celaka"." Kouw Bok lantas mengeluh.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Celakalah singa-singaan kita itu, yang usianya tetelah beberapa ratus tahun?" Dan tangannya melayang ke muka Thian Tek. "Singa-singaan itu musnah di
tanganmu!" katanya, habis mana ia lari keluar.
Thian Tek dan tie-kek-ceng menjadi heran, lebih-lebih Thian Tek yang mukanya menjadi bengap dan merah, hingga ia mesti bekapi mukanya itu. Keduanya turut lari keluar, akan susul Kouw Bok.
Di pintu pekarangan, Kouw Bok Hweshio berdiri bengong mengawasi sepasang cio-say, singa-singaan batu, yang disebutkan tadi. Nampak romannya yang sangat berduka dan menyayangi singa-singaan itu.
"Kenapa peehu?" sang keponakan tanya.
"Inilah takdir?" sahut si paderi dengan masgul.
"Aku keliru sudah menyalahkan kau". Kau tahu, sepasang cio-say ini adalah barang peninggalan jaman Lam Pak Tiauw, ketika itu Kaisar Liang Bu Tee telah memanggil tukang yang pandai untuk membuatnya.
Sampai sebegitu jauh, aku pandang Cio-sang itu sebagai mustikanya Kong Hauw Sie. Sekarang".ah!"
Ia menghela napas panjang.
Thian Tek masih tidak mengerti. Ia awasi cio-say itu, yang tidak kurang suatu apa. Oleh karena penasaran, ia dekati singa-singaan batu itu, ia raba kepalanya. Tiba-tiba saja ia menjadi kaget. Seperti tanpa merasa, begitu kena diraba, kuping dan
hidungnya cio-say itu runtuh jatuh. Ia segera tarik pulang tangannya itu, matanya mengawasi pamannya.
Kouw Bok menghela napas pula. "Cio-say ini telah dirusak si imam dengan menggunai tenaga
dalamnya?" katanya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tie-kek-ceng heran, ia pergi tolak tubuh cio-say yang satunya lagi. Tiba-tiba saja, singa batu itu gempur dan rubuh, bertumpuk bagaikan puing. Tentu saja ia kaget hingga mukanya pucat. "Eh"kenapa jadi beini?" katanya.
"Luar biasa sempurnya tenaga dalam dari imam itu,"
kata Kouw Bok, suaranya perlahan dan penuh rasa sangat menyesal. "Cio-say, cio-say, untuk beberapa ratus tahun kamu bercape lelah menjaga pintu kuil ini, maka sekarang, pergilah kamu dengan baik-baik?"
Kemudian dia berpaling kepada Toan Thian Tek. Ia berkata pula: "Dia demikian lihay, apa mungkin ia sudi layani kau yang begini hina memperebuti segala bunga berjiwa?"
Thian Tek kaget, tidak berani dia membuka
mulutnya. "Adikku seperguruan, Ciauw Bok Taysu, lebih
pandai sepuluh lipat daripada aku, mungkin dia sanggup melayani imam itu," kata Kouw Bok
kemudian. "Pergilah kau kesana, kepada suteeku itu."
Meyaksikan lihaynya Khu Cie Kee, Thian Tek tahu tidak selamat ia berdiam terus di Kong Hauw Sie ini, dari itu ia tidak bantah pamannya itu, ia cuma minta surat perantara, lalu dengan menyewa perahu, malam itu ia ajak Lie Peng berlayar ke Kee-hin, untuk pergi menumpang pada Ciauw Bok Taysu.
Paderi dari Hoat Hoa Sian Sie tidak menduga apa-apa, ia tidak sangka yang kawannya Thian Tek adalah satu wanita dalam penyamaran, ia terima mereka itu menumpang.
Keras adalah hatinya Khu Cie Kee, ia berhasil menyusul Thian Tek. Kebetulan ia lihat Lie Peng di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam tamannya kuil. Ia mengawasi, kecurigaannya timbul. Sayang ia terlambat. Ketika kemudian ia lompat masuk ke dalam pekarangan, Lie Peng sudah
disembunyikan Thian Tek dalam ruang bawah tanah.
Ingat Lie Peng, Khu Cie Kee ingat Pauw-sie. Ia mau percaya, Pauw-sie pun disembunyikan di dalam kuil Hoat Hoa Sian Sie itu. Maka itu ia ketemukan Ciauw Bok Taysu, ia minta supaya Lie-sie dan Pauw-sie diserahkan kepadanya. Karena ia telah lihat Lie-sie dan Pauw-sie diserahkan kepadanya. Karena ia telah lihat Lie-sie dengan matanya sendiri, ia tidak mau percaya sangkalannya paderi itu, ia berkeras.
Ciauw Bok Taysu merasa tidak ungkulan melawan imam itu, begitu ia ingat pada Kanglam Cit Koay, ia pergi minta bantuannya tujuh Manusia Aneh dari kanglam itu. Demikianlah mereka berkumpul di
restoran Cui Sian Lauw, sampai setiba Tiang Cun Cu dengan jambangan araknya yang istimewa itu.
Habis menutur Ciauw Bok Taysu menambahkan:
"Telah lama aku dengar Tiang Cun Cu lihay, sekarang kita dapat buktikan itu. Turut penglihatanku, dia seperzi bukan hendak mengacau, maka aku mau percaya,
pada ini mesti terselip salah mengerti."
"Aku pikir baiklah minta datang dua orang yang kakakmu itu perkenalkan," Kim Hoat menyarankan.
"Coba kita tanyakan keterangannya."
"Benar," Ciauw Bok Taysu menyatakan akur. "Aku memang bekum pernah tanyakan sesuatu kepada
mereka." Paderi ini hendak suruh panggil Thian Tek tempo Tin Ok peringatkan: "Ciauw Bok Suheng, mungkin imam itu menyusul kita, maka kalau kita bertempur pula, mestinya jalannya tak sama dengan yang di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
rumah makan, dia tidak bakal berlaku murah hati lagi.
Pastilah dia menyangka kita telah bekerja sama dengan pihak Kim."
"Kwa Toako betul, maka itu mesti kita cari jalan untuk mengerti satu pada lain," berkata si pederi.
"Yang dikhawatirkan justru salah mengerti ini sukar dijelaskan?" kata Tin Ok pula.
"Kalau terpaksa kita maju berdelapan?" Cu Cong turut berbicara.
"Delapan orang lawan satu orang, itulah tidak benar?" menyangsikan Han Po Kie.
"Aku pikir tak apa," kata Coan Kim Hoat. "Kita tidak berniat binasakan dia, melainkan kita menghendaki dia sabar mendengarkan penjelasan Ciauw Bok Taysu."
"Apakah nama kita tidak bercacat seumpama tersiar diluaran Ciauw Bok Taysu bersama Kanglam Cit Koay mengepung satu orang?" Han Siauw Eng pun
bersangsi. Belum putus pembicaraan mereka, mereka telah
dikagetkan suara keras yang datangnya dari toan-thian, pendopo besar. Suara itu seperti suaranya dua genta beradu keras, suara itu lalu mengaung,
mengalun. "Nah, si imam datang!" seru Kwa Tin Ok, sambil ia melompat.
Berdelapan mereka memburu ke depan. Lagi sekali mereka dengar suara nyaring seperti tadi, hanya kali ini disusul sama campuran suara rengatnya barang logam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seperti terlihat Khu Cie Kee, dengan jambangan arak di tangannya, sedang menggempur genta di toa-thian itu. Dia menyerang beberapa kali, sampai jambangan perunggu itu retak.
"Citmoay, mari kita maju lebih dahulu!" Ho Po Kie teiaki adiknya. Ia dan adiknya itu memang yang paling aseran diantara Cit Koay. Ia pun lantas tarik Kim-liong-pian- cambuk Naga Emas, dari pinggangnya, dengan sabetan "Naga hitam menggoyang ekor", dia mencoba melilit lengan si imam yang memegang jambangan.
Di pihak lain Han Siauw Eng sudah hunus
pedangnya, yang tajam mengkilap, dengan itu ia lompat menikam bebokong imam itu.
Diserang dari depan dan belakang, Khu Cie Kee tidak menjadi gugup. dengan satu gerakan tangan kanannya, ia membuat terbitnya suatu suara nyaring.
Cambuk Naga Emas bukannya melilit tangan, hanya menghajar jambangan perunggu itu. Berbareng
dengan itu, dengan satu egosan tubuh, si imam juga bebaskan diri dari ujung pedangnya si nona. Lincah sekali caranya ia berkelit.
Siauw Eng menjadi penasaran, ia ulangi
serangannya, beruntun beberapa kali. Ia kembali gagal.
Cepat sekali Khu Cie Kee ketahui ilmu silat pedang si nona.
Di jaman dahulu, negeri Gouw bermusuh dengan
negeri Wat. Untuk dapat menelan negeri Gouw itu, Raja Wat, yang bernama Kouw Cian, melatih keuletan diri dengan tidur sambil mencicipi nyali yang pahit.
Sayang untuknya, ia mesti menghadapi Ngow Cu Sih,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
panglima sangat tangguh dari negeri Gouw itu, yang pandai sekali mengatur tentera. Ia menjadi sangat tidak puas dan berduka. Pada suatu hari ia
kedatangan satu gadis yang cantik, yang pandai ilmu silat pedang. Ia menjadi sangat girang, ia minta si gadis ajari ia ilmu silat itu. Kali ini ia berhasil, negeri Gouw dapat dimusnahkan. Kota Kee-hin adalah tapal batas kedua negeri Gouw dan Wat itu, di situ kedua negara biasa berperang. Oleh karena disitulah tersiar luas perihal ilmu pedangnya si gadis Wat itu, yang sekarang dipunyai Han Siauw Eng. Ilmu silat itu asalnya tigapuluh enam jurus, di tangan nona Han, ia perbaiki, ditambah hingga menjadi empatpuluh
sembilan jurus. Penambahan ini penting untuk si nona, karena ia berkecimpung di dunia kang-ouw -Sungai Telaga " sedang raja Wat pakai ilmu itu dalam peperangan, untuk membinasakan panglima dan
merubuhkan kuda perang. Oleh karenanya, orang kang-ouw juluki si nona Wat Lie Kiam " Akhli pednag Gadis Wat "
Begitu lekas mengenali ilmu silatnya si nona, sambil di lain pihak melayani Han Po Kie, Tiang Cun Cu mendesak Siauw Eng, hendak ia merampas pedang si nona. Karena ini ia membuat si nona Han menjadi repot, beberapa kali Han Siauw Eng menghindari nacaman bahaya, sampai ia terdsak mundur ke
tepinya patung Buddha. Mendapatkan adik angkatnya terancam bahaya,
Lam Han Jin dan Thio A Seng maju dengan
berbareng, yang satu geraki pikulannya yang istimewa, yang lain mainkan "golok jagalnya" yang ujungnya lancip. Sikap kedua saudara ini sangat berbeda satu sama lain. Kalau Lam San Ciauw-cu si Tukang Kayu dari Gunung Selatan bungkam mulutnya, Siauw Mie To si Buddha tertawa terus-terusan mengoceh tidak karuan juntrungannya, hingga Khu Cie Kee tak ketahui
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
apa yang diucapkannya. Segera si imam serang tukang pentang bacot itu.
tangan kirinya yang menyambar. A Seng berkelit seraya melengak, ia tidak menyangka orang akali padanya. Justru ia melengak itu, kakinya Cie Kee melayang, tepat mengenai lengannya. Tidak ampun lagi, goloknya terlepas dan melayang. Tendangan itu mendatangkan rasa sakit dan akget. Walaupun begitu, sebagai jago ia tidak menghiraukan pedangnya yang terbang malah membarengi itu, ia membalas
menyerang dengan tangan kirinya, setelah ia
menganca, dengan tangan kanan! Sebab sebat sekali, ia sudah lantas pernahkan diri.
"Bagus!" Tiang Cun Cu puji lawannya ini. Ia berkelit untuk serangan membalas sambil berkelit, ia
mengatakannya: "Sayang! Sayang!"
"Eh, sayang! Sayang apanya"!" tegaskan Siauw
Mie To "Sayang ilmu silatmu yang sempurna ini!" sahut Cie Kee sambil ia layani terus musuh-musuhnya. "Kau begini lihay tetapi kau rendahkan dirimu dengan jalan menakluk kepada musuh negara!"
"Hai, imam bangsat, kau ngaco belo!" mendamprat A Seng sangking murkanya. Mana ia mau mengerti dikatakan menakluk pada musuh, dalam hal ini, musuh bangsa Kim. Beruntun tiga kali, ia menyerang
lawannya. Cie Kee melawan sambil berkelit, akan tetapi untuk dua serangan yang belakangan, ia menangkis dengan jambangannya. Atau lebih benar, ia pasang
jambangan itu sebagai sasaran, maka dua kali
kepalannya A seng membuatanya jambangan itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bersuara nyaring. Biauw Ciu Sie-seng merasa tidak enak karena
berempat mereka mengepung, nyatanya mereka
berada di bawah angin. Menampak demikian Coan Kim Hoat tapinya menjadi penasaran, dengan memberi tanda kepada kakaknya yang kedua, ia lompat
menerjang, diturut oleh kakak angkatnya itu. Keduanya maju dari samping.
Genggamannya Lauw-sie In Hiap adalah sebatang bacin, yaitu alat peranti menimbangan barang, maka itu senjata bisa dipakai berbareng sebagai toya, gaetan dan gembolan, sedang Biauw Ciu Sie-seng si Mahasiswa Tangan Lihay, yang pandai ilmu menotok, dengan kipasnya senantiasa mencari jalan darah lawannya.
Khu Cie Kee tidak peduli ia dikepung berenam, ia tetap mainkan jambangannya sebagai senjata, sebagai tameng, karena dengan itu ia lebih banyak membela dirinya. Untuk membalas menyerang, ia pakai tangan kirinya yang bebas yang tidak bersenjatakan apa juga.
Ciauw Bok Taysu menjadi bergelisah menyaksikan jalannya pertempuran itu yang makin lama jadi makin hebat. Dia akhirnya tidak dapat bersabar lagi.
"Tahan! Tahan!" ia berseru-seru. "Tuan-tuan tahan!
Dengar, hendak aku bicara!"
Dalam waktu pertempuran yang hebat itu, tidak ada orang yang sudi dengar cegahannya itu. Malah Khu Cie Kee perdengarkan seruannya: "Kawanan
pengkhianat tidak tahu malu, lihat!" Dan lantas ia mendesak dengan serangan tangan kirinya, dengan jari-jari tangan terbuka, juga dengan kepalan. Satu serangannya yang mengancam Thio A Seng hebat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sekali, sebab Siauw Mie To tengan terdesak.
"Totiang, jangan turunkan tangan kejam!" Ciauw Bok Taysu berseru dalam kegelisahannya yang hebat.
Ia merasa A Seng tidak akan luput dari bahaya.
Cie Kee memang menyerang dengan hebat sekali.
Ia lihat ia dikepung berenam, ia merasa bahwa ia telah mesti menggunai tenaga banyak. Disana masih ada dua musuh segar Kwa Tin OK dan Ciauw Bok Taysu "
inilah berbahaya untuknya. Jikalau mereka ini meluruk juga" Dari itu, ingin ia lekas-lekas menyudahi pertempuran itu. Ia khwatir juga, lama-lama nanti ia kalah ulet.
Thio A Seng ada punya ilmu kedot, ialah tubuhnya tidak mempan senjata tajam. Kekebalannya itu
ditambah sama tenaganya yang besar, karena ia biasa berlatih mengadu tenaga dengan kerbau " sudah dagingnya keras dan kulitnya pun tebal. Maka itu, menampak ancaman bahaya, ia manjadi nekat.
"Biarlah!" dia berseru, dan ia sambuti serangannya si imam untuk keras lawan keras. Tapi ia salah menaksir ketangguhannya sendiri. Di antara satu suara keras, lengannya itu terhajar patah tangannya Khu Cie Kee.
Cu Cong kaget bukan kepalang, ia berlompat
menotok jalan darah soan-kie-hiat dari Tiang Cu Cu.
Totokan ini bukan untuk menolongi Thio A Seng, yang telah menjadi korban, hanya guna mencegah si imam ulangi serangannya yang lihay itu.
Khu Cie Kee memang tidak berhenti sampai disitu.
Rupanya ia anggap belum cukup dengan korban Thio A Seng itu. Dengan tidak kurang bengisnya, ia ulangi serangan-serangannya yang dikhawatirkan Biauw Ciu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sie-seng. Segera juga terdengar jeritannya Coan Kim Hoat.
Batu dacinnya Lauw-sie In Hiap telah kena disambar oleh si imam, dacin itu terus ditarik dengan keras.
Tidak dapat Kim Hoat pertahankan diri, kuda-kudanya gempur, tubuhnya terbetot. Menyusul tarikannya itu, Khu Cie Kee ayun terus tangan kirinya, guna menhajar batok kepala lawannya itu. Untuk cegah Lam Hie Jin dan Cu Cong, yang berada paling dekat, ia tolak jambangannya ke arah mereka itu.
Han Po Kie dan Han Siauw Eng kaget tidak terkira.
Kim Hoat itu adalah saudara angkat mereka. Yang mereka sayangi sebagai saudara betul. Keduanya apungi tubuh mereka, untuk hampiri si imam, yang mereka terjang dengan berbareng. Cuma ini jalan untuk tolongi saudara angkat mereka itu.
Mau tidak mau, Khu Cie Kee mesti berkelit. Atas itu, Coan Kim Hoat lompat melejit. Ia lolos dari gempuran kepada batok kepalanya, ia mandi keringat. Mesti begitu, ia tidak lolos seluruhnya. Selagi melejit, kakinya si imam kena sambar pinggangnya, hingga ia lantas saja rubuh terguling, tidak dapat lantas bangun.
Ciauw Bok Taysu lihat keadaan hebat, ia tidak dapat tinggal peluk tanagn terlebih lama pula, meskipun sebenarnya ia tidak menghendaki
pertempuran, ia sungkan turun tangan. Begitulah ia maju denagn sepotong kayunya yang mirip ruyung, yang ujungnya hitam hangus. Ia menotok ke bawah ketiak.
"Dia ahli menotok, dia lihay," pikir Khu Cie Kee, yang berkelit, setelah mana, ia juga layani paderi itu.
Setelah turun tangannya paderi itu, Kwa Tin Ok
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak dapat berdiam terlebih lama lagi. Ia buta tetapi ia tahu dua saudaranya telah rubuh, adiknya yang kelima dan yang keenam. Ia perhatikan suara anginnya, suara beradunya setiap senjata. Di saat ia hendak gerakkan tongkat besinya, Coan Kim Hoat teriaki dia: "Toako, kau gunai thie-leng! Hajar dulu kedudukan cin, lalu kedudukan siauw-ko!"
Menyusul anjuran itu, dua rupa senjata rahasia menyambar sar! ser! kearah si imam. Yang satu menuju ke alis dan yang lain ke paha kanan sebelah dalam.
Cie Kee terkejut. "Dia hebat sekali!" pikirnya. "Dia buta tetapi dia bisa mengincar dengan tepat.
Sebenarnya ada sulit walaupun ada orang luar yang memberi petunjuk menurut garis-garus patkwa?"
Ia lihat datangnya dua serangan itu, ia menangkis dengan jambangannya, maka setelah suara ting-tong, kedua senjata rahasia itu " thie-leng, atau lengkak besi
" jatuh ke lantai. Thie-leng adalah senkata rahasianya Hui Thian Pian-hok, mirip lengkak tetapi ujung tajamnya ada empat.
Coan Kim Hoat sudah berseru-seru pula: "Hajar tionghu, hajar lie! Bagus, bagus! Sekarang serang beng-ie!" Setiap kali ia berseru, setiap kali juga lengkak besi dari Kwa Tin Ok menyambar. Maka sebentar saja belasan lengkak telah membuatnya Cie Kee terpaksa main mundur saja. Imam ini lihay, biar ia tidak terluka, dia toh tidak kalah, ia melainkan tidak sempat membalas menyerang. Sebagai seorang yang cerdik dan gesit, ia dapat bersedia setiap kali Kom Hoat perdengarkan petunjuknya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lauw-sie In Hiap sendiri terancam lukanya, ia dapat menunjuki sasaran kepada toakonya, tetapi semakin lama, suaranya makin lemah, makin perlahan, pada itu tercampur rintihan juga, dan beda dengan dia adalah Thio A Seng, tidak terdengar suaranya sama sekali, hingga orang tidak tahu dia masih hidup atau sudah mati"
"Serang! Serang!" Coan Kim Hoat masih bersuara lagi. "Hajar tongjin"!"
Yang terakhir ini Kwa Tin Ok tidak turuti tetap sasarannya Kim Hoat itu. Ia juga tidak gunai satu-satu biji lengkak sebagaimana bermula tadi. Sekarang ia menimpuk berbareng dengan empat buah senjata
rahasianya itu. Bukan anggota tongjin yang ia incar, hanya kedua bagian kiri dan kanan dari tongjin itu. Di kanan ialah bagian ciat dan sun, dan di kiri, bagian hong dan lie.
Berbareng dengan itu, Ciauw Bok Taysu dan Han Siauw Eng menyerang dari kanan. Kalut kedudukan mereka, semua sebab hampir berbareng, Cie Kee pun berkelit dari anggota tongjin sebagaimana diteriaki Kim Hoat. Karena itu dengan berbareng dua orang
perdengaran jeritan kaget. Jeritan itu menandakan adanya dua korban!
Jitu serangan Tin Ok kali ini, Cie Kee terlalu perhatikan tongjin, ia kena tertipu si buta, yang menyerang ke lain jurusan. Ia tidak lolos dari semua empat lengkak, yang satu mengenai pundak
kanannya, hingga ia menjadi kaget dan menjerit karenanya.
Jeritan yang lain dikeluarkan oleh Han Siauw Eng.
Selagi nona ini maju menyerang, lengkak yang
mengarah bagian sun tepat mengenai pundaknya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tanpa ia ketahui atau dapat berdaya mengelakkannya.
Kwa Tin Ok kaget berbareng girang. "Citmoay,
lekas kemari!" ia memanggil. Ia tahu, lengkaknya sudah nyasar di tubuh adik bungsunya itu. Inilah yang membikin ia kaget. Ia girang sebab ia dengar suaranya si imam.
Han Siauw Eng tahu senjata rahasia kakaknya ada racunnya, benar sementara itu ia cuma merasai sakit sedikit, lama-lama sang racun akan bekerja
mencelakai ia, justru ia lagi ketakutan, ia dengar teriakannya kakak itu, tanpa sangsi lagi, ia lari kepada itu kakak.
"Toako!" ia memanggil.
Tin Ok lantas rogoh sakunya, ia keluarkan sebutir pil kuning, dengan lantas ia jejalkan itu ke mulut adiknya. "Lekas kau rebahkan diri di taman belakang, di tanah!" kakak ini beri petunjuk. "Kau tidak boleh bergerak sedikit juga. Kau mesti tunggu sampai aku datang untuk mengobati!"
Sebenarnya Siauw Eng keras kepala, tetapi ia
dengar kata, ia terus lari ke belakang.
"Jangan lari, jangan lari!" Tin Ok teriaki, "Tenangi hati, jalan perlahan-lahan saja!"
Siauw Eng mendusin, ia lantas damprat dirinya sendiri. Siapa terkena senjata rahasia yang beracun itu, dia tidak boleh keluarkan tenaga, racun bisa mengikuti jalan darah segera menyerang ke ulu hati, kalau sampai itu terjadi, maka tidak ada obat lagi untuk menolong. Maka ia lantas berjalan dengan berpalahn tetapi tetap.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cie Kee terkena senjata rahasia, ia tidak perhatikan itu, ia baru sadar kapan ia dengar teriakannya Tin Ok kepada Siauw Eng, yang dilarang lari. Justru itu, ia merasakan pundaknya sedikit kebas. Lantas ia
menduga bahwa senajata rahasia itu ada racunnya.
Niscaya sekali ia menginsyafi bahaya yang
mengancam dirinya. Karena ini ia lantas tak berani melanjuti pertempuran itu. Dengan tiba-tiba ia rangsak Lam Hie Jin, muka siapa ia hajar.
Lam San Ciauw-cu lihat bahaya datang, ia tidak mau singkirkan diri, sambil pasang kuda-kudanya, ia lintangi pikulannya di depan mukanya. Itulah gerak
"Tiat so heng kang" atau " Rantai besi dilintagi di sungai". Dengan senjatanya itu hendak ia sambut pukulan musuh.
Khu Cie Kee tahu maksudnya lawan itu, ia tidak batalkan serangannya, ia melangsungkannya. Maka pikulannya Hie Jin kena terhajar, begitu jeras, hingga tubuhnya si Tukang Kayu dari Gunung Selatan
menjadi tergetar dan kedua tangannya dirasakan sangat sakit. Sebab telapakan tangannya pecah dan mengeluarkan darah, hingga genggamannya terlepas dan jatuh ke lantai. Tidak begitu saja, akibat lainnya menyusul. Hie Jin lantas merasa tubuhnya enteng, kedua matanya kabur, mulutnya manis, terus ia muntahkan darah hidup!
Cie Kee telah dapat melukakan lawan yang
menghalangi ia, ia sendiri pun rasai pundaknya semakin kebas dan kaku. Sekarang ia merasakan bahwa jambangan di tangannya itu menjadi berat. Ia jadi berkhawatir. Maka sambil membentak keras, ia menyapu kepada Han Po Kie yang maju untuk serang padanya.
Si cebol lari berkelit. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ke mana kau hendak lari"!" bentak Tiang Cun Cu yang terus tolak tangan kanannya, sekalian diputar, dikasih turun. Dengan begitu, jambangannya jadi menungkrap dari atas, menyambar si cebol itu, selagi dia ini belum tiba di lantai, sehingga ia tidak bisa berkelit. Untuk tolong diri, ia pengkeratkan tubuhnya.
Ketika mulut jambangan tiba di lantai, si cebol kena ketutup!
Setelah itu Cie Kee lepaskan tangannya dari
jambangan itu, sebaliknya, ia hunus pedangnya. Ia lantas lompat mencelat ke arah genta, untuk
membabat rantai gantungannya, berbareng tangan kirinya menolak tubuh genta itu yang beratnya mungkin ratusan seribu kati. begitu rantai putus, genta jatuh menimpa jambangan, kerena mana meski ia bertenaga besar, Han Po Kie tidak sempat berdaya untuk membalikkan jambangan itu, untuk keluar dari kurungan.
Sementara itu pucat mukanya Khu Cie Kee,
peluhnya lantas turun menetes.
"Lekas lemparkan pedangmu, menyerah!" Kwa Tin Ok teriaki lawan itu. Berayal sedikit saja, jiwamu bakal tidak tertolong!"
Si buta ini merasa pasti mengenai lawannya itu.
Cie Kee tidak mau serahkan diri. Ia percaya,
menyerah berarti celaka. Maka ia putar pedangnya, ia mau membuka jalan. Tapi Tin Ok dan Cu Cong
merintangi padanya. Bab 6. Pengejaran Tidak ada jalan lain, Cie Kee terjang musuhnya, si
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
buta itu, ujung pedangnya menikam ke arah muka. Tin Ok dengar anginnya senjata, ia menangkis. Keras kedua senjata beradu, lalu Cie Kee menjadi kaget sekali. Dia hampir membikin terlepas pedangnya.
"Lihay tenaga dalam si buta ini! Mungkinkah ia melebihi aku?" pikirnya. Ia penasaran, maka lagi sekali, ia menikam. Kali ini, ia insyaf kenapa ia kalah kuat. Nyatanya luka di pundaknya itu menyebabkan tenaganya jadi berkurang hingga separuhnya. Oleh karena ini, ia lantas pindahkan pedangnya ke tangan kiri. Dengan tangan kiri ini, ia bersilat dengan ilmu silatnya "Kie Siang Kim-hoat" atau "Melukai Semua".
Inilah ilmu silat yang sejak ia yakinkan belum pernah ia pakai untuk melawan musuh. Dengan menggunai ini ia telah menjadi nekat. Dengan ini, di sebelah musuh ia sendiri pun bisa celaka. dengan "melukai semua"
hendak diartikan "mati bersama".
Segera juga Kwa Tin Ok, Cu Cong dan Ciauw Bok terarah semua bagian tubuhnya yang berbahaya.
Maka repotlah mereka membuat perlawanan. Sejak turun gunung, Cie Kee belum pernah menemui lawan setimpal, inilah pertama kalinya. Tidak peduli tenaganya kurang, dengan berlaku nekat ia tetap berbahaya..
Baharu belasan jurus paha Tin Ok telah tertikam pedang.
"Kwa Toako, Cu Jieko, biarkan si imam berlalu!"
berseru Ciauw Bok Taysu. Paderi ini lihat ancaman bahaya, ia memikir untuk mengalah tetapi justru ia serukan kawannya, ujung pedang Cie Kee mengenai iga kanannya hingga ia kaget dan menjerit, tubuhnya rubuh seketika!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Imam anjing!" Cu Cong mencaci. "Imam bangsat!
Racun ditubuhmu telah menyerang hatimu! Kau
tikamlah pula tiga kali!"
Bangkit kumisnya si imam, mendelik sepasang
matanya, tanpa bilang suatu apa, ia melompat kepada Manusia Aneh yang kedua itu. Cu Cong tidak
melayani, ia hanya berlari-lari berputaran di pendopo kuil.
Sembari berlari, Cie Kee insyaf bahwa tak dapat ia menyandak lawan itu. Ia pun mulai terhuyung. Maka sambil menghela napas, ia berhenti mengejar. Tiba-tiba ia rasai matanya kabur, lekas-lekas ia pusatkan semangatnya. Sekarang ia baru ingat untuk angkat kaki saja. tetapi terlambat. Mendadak bebokongnya mengasi dengar suara keras! Ia merasa sakit sekali, tubuhnya pun terhuyung!
Cu Cong yang cerdik itu telah timpuk imam itu dengan sepatunya, cukup keras timpukannya itu. Cie Kee merasai pikirannya kacau tetapi kembali ia memusatkannya. Justru itu, batok kepalanya telah terpukul keras. Kali ini Cu Cong menimpuk dengan bok-hie, itu tambur teroktok peranti mambaca doa.
"Sudah, sudah, hari ini Tiang Cun Cu mesti
terbinasa di tangannya bangsat-bangsat licik?" ia mengeluh. Ia menahan sakit, ia melompat ke depan, akan tetapi ketika kakinya menyentuh tanah, kedua kakinya itu lemas, tubuhnya terus terguling!
"Bekuk dia dulu, baru kita bicara!" berseru Cu Cong.
Ia dekati imam itu, yang rebah diam saja. Ia geraki kipasnya untuk menotok jalan darah di dada si imam.
Tiba-tiba ia lihat tangan kiri Cie Kee bergerak, ia kaget.
Ia menginsyafi bahaya, dengan cepat ia menangkis dengan tangan kanannya. Tidak urung, ia merasakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dorongan suatu tenaga keras sekali, tubuhnya
terpental ke belakang, belum lagi tubuh itu tiba di tanah, ia sudah muntahkan darah hidup!
Cie Kee telah gunai tenaganya yang terakhir untuk serang lawannya itu.
Paderi-paderi dari Hoat Hoa Sian Sie tidak mengerti ilmu silat, mereka juga tidak tahu bahwa guru mereka mengerti ilmu itu, dari itu selama pertempuran mengambil tempat, mereka semua pada sembunyikan diri. Sampai keadaan sunyi, baru mereka keluar dari tempat persembunyian mereka, akan saksikan segala apa kacau dan orang rebah di sana sini, darah pun berhamburan. Mereka jadi ketakutan, mereka lantas pergi mencari Toan Thian Tek.
Orang she Toan itu terus sembunyi di dalam ruang dalam tanah, takutnya bukan main. Tempo ia
diberitahu orang telah pada rubuh semua, ia masih khawatirkan tidak ada Khu Cie Kee di antara korban-korban itu. Ia suruh dulu sat kacung paderi untuk melihatnya, kemudian barulah ia keluar, hatinya lega.
Ia telah diberitahu si imam lagi rebah diam dengan kedua mata tertutup.
Dengan tarik tangan Lie Peng, Thian Tek pergi cepat-cepat ke pendopo. Ia lantas hampirkan Cie Kee, tubuh siapa dia dupak.
Imam itu masih belum putus jiwanya, ia bernapas berlahan sekali.
Thian Tek cabut goloknya. "Imam bangsat, kau
kejar aku hingga aku bersengsara, sekarang hendak aku kirim kau pulang ke Langit Barat!" ia kata, lalu ia ayunkan goloknya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jangan".jangan bunuh dia"!" berseru Ciauw Bok Taysu, tapi suaranya sangat lemah. Ia rebah dengan terluka parah tapi ia dapat lihat perbuatan si keponakan murid.
"Kenapa?" Thian Tek tanya.
"Dia adalah satu imam yang baik?" sahut Ciauw Bok. "Dia Cuma berhati keras" Di sini telah terbit salah mengerti?"
"Orang baik apa!" kata Thian Tek. "Dia perlu


Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibunuh dulu"!"
Ciauw Bok menjadi gusar. "Kau tidak mau dengar perkataanku"!" dia membentak. "Letaki golokmu"!"
Thian Tek tertawa tergelak. "Kau ingin aku meletaki golokku" Hahaha!" ia tertawa mengejek. Ia ayunkan pula goloknya, ia arahkan ke kepalanya si imam.
Dengan mendadak Lie Peng berteriak. "Kau"kau
hendak lagi membunuh orang!" tanyanya.
Ciauw Bok Taysu juga gusar bukan main, dengan sisa tenaganya ia timpuk Thian Tek dengan sepotong kayu di tangannya.
Thian Tek berkelit tetapi ia terlambat, mukanya kena terhajar hingga rontok ziga buah giginya. Ia merasakan sangat sakit, ia jadi kalap, tanpa ingat budinya Ciauw Bok, ia lantas menyerang.
Di situ ada beberapa kacung paderi, mereka ini kaget. Satu kacung langsung tubruk Thian Tek untuk tarik lengannya, yang lainnya mengigit. Thian Tek gusar bukan kepalang, dengan kejam, dengan dua bacokan ia bikin kedua kacung itu rubuh.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tiang Cun Cun, Ciauw Bok dan Kanglam Cit Koay adalah orang-orang yang lihay, akan tetapi di saat seperti ini, justru jiwa mereka sendiri terancam bahaya, mereka Cuma bisa membuka mata menyaksikan
kejadian hebat itu. Lie Peng berteriak-teriak pula: "Hai, manusia jahat, tahan!"
Tidak ada orang yang kenali Lie Peng, walaupun suaranya nyaring. Ini nyonya tetap mengenakan seragam, orang sangka ia adalah serdadu
sebawahannya Thian Tek. Cuma Tin Ok, walaupun ia buta, mendengar suara orang, dia tahu pasti orang adalah seorang wanita. Maka itu sembari menghela napas, dia berkata: " Ciauw Bok Hweshio, kami semua telah kau aniaya! Benar saja di dalam kuilmu ini kau ada sembunyikan orang perempuan".!"
Ciauw Bok terkejut, hatinya mencekat. Ia bukannya seorang tolol, segera ia pun sadar. Maka itu bukan main menyesalnya ia untuk kealpaannya itu.
"Binatang ini telah jual aku, dia membikin aku mencelakai sahabat-sahabatku," katanya dalam hati.
Hampir ia pingsan saking kerasnya ia melawan
kemendongkolannya. Ia kerahkan tenaganya dengan kedua tangannya menekan lantai, ia lompat kepada Thian Tek.
Orang she Toan itu tidak menangkis, dia hanya menyingkir sambil egos tubuhnya.
Tubuh paderi itu lewat terus, dengan cepat, tepat mengenai tiang pendopo, maka tubuhnya rubuh
dengan kepala pecah, tubuh itu tidak berkutik lagi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Toan Thian Tek kaget, hatinya menjadi ciut, dari itu dengan sambar tangannya Lie Peng, ia lari keluar kuil.
"Tolong! Tolong!" Lie Peng berteriak-teriak. "Tidak, aku tidak mau pergi".!"
Tapi ia ditarik terus, hingga suaranya tidak
terdengar lagi. Kuil itu menjadi berisik, semua paderi menangis karena kebinasaan guru mereka. Mereka pun menjadi repot, akan tolongi orang-orang yang terluka, guna pindahkan mayat. Selagi mereka bekerja, tiba-tiba mereka dengar suara apa-apa dari arah genta, hingga mereka kaget. Kemudian belasan paderi itu
menggunai dadung, akan tarik genta itu untuk dibikin terbalik, setelah mana mereka dapatkan satu tubuh tergelumuk menggelinding keluar. Mereka kaget, mereka lari serabutan.
Tubuh bergelumbuk itu sudah lantas lompat
bangun, ia mengeluarkan napas lega. Ia bukan lain daripada Ma Ong Sin Han Po Kie yang tadi kena ditungkrap Khu Cie Kee, hingga ia tak mampu keluar dari jambangan dan genta itu. Ia heran dan kaget saksikan pendopo itu, hingga ia berkoak-koak.
Kwa Tin Ok masih sadar walaupun ia terluka, ia panggil Po Kie, untuk sabarkan padanya. Ia pun keluarkan obatnya untuk suruh satu paderi pergi obat Khu Cie Kee dan Han Siauw Eng, ia sendiri memberi keterangan pada Po Kie perihal jalannya pertempuran, tentang Toan Thian Tek dan si wanita yang menyamar sebagai serdadu.
"Nanti aku susul dia!" teriak Po Kie sangkin
gusarnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jangan!" Tin Ok mencegah. "Nanti ada ketikanya untuk menghukum dia, sekarang kau perlu rawat dulu saudara-saudaramu yang terluka."
Po Kie dapat dibikin sadar.
Cu Cong dan Lam Hie Jin adalah yang terluka
paling parah. Thio A Seng patah lengannya, setelah pingsan, ia sadar, ia tidak terancam bahaya.
Po Kie lantaa rawat semua saudaranya itu.
Paderi pengurus dari Hoat Hoa Sian Sie telah
bekerja, disatu pihak ia ajukan pengaduan kepada pembesar negeri, di lain pihak ia kirim kabar pada Kouw Bok Taysu di Kong Hauw Sie, Hangciu.
Jenazahnya Ciauw Bok Taysu pun lantas diurus.
Selang beberapa hari, Cie Kee dan Siauw Eng telah dapat ditolong dari racun. Cie Kee mengerti ilmu obat-obatan, ia lantas obati Tin Ok semua, ia pun uruti mereka, hingga selang beberapa hari, semuanya telah dapat bangun dari pembaringan.
Pada suatu hari, semua orang duduk berkumpul
dengan dirundung kemasgulan hingga mereka pada berdiam saja. Mereka menyesal sekali sudah jadi korbannya Toan Thian Tek, hingga Ciauw Bok Taysu menjadi korban.
"Totiang, bagaimana sekarang?" Siauw Eng tanya Khu Cie Kee. Ia memangnya polos. "Totiang
berkenamaan dan kami pun bukannya orang-orang yang masih hijau, kita sekarang rubuh di tangannya satu kurcaci, apa kata kaum kang-ouw bila peristiwa disini sampai tersiar" Tidakkah itu sangat memalukan"
Tolong Totiang tunjuki kami bagaimana kami harus berbuat."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kwa Toako, kau saja yang bicara," kata Cie Kee menyahuti si nona. Ia sendiri pun bukan main masgul, menyesal dan mendongkolnya. Ia merasakan
kesembronoannya. Coba ia tidak turuti hawa
amarahnya dan berbicara dengan tenang sama Ciauw Bok, peristiwa celaka itu pasti dapat dicegah.
Tin Ok tertawa dingin. Ia memang aneh tabiatnya.
Ia malu sekali yang ia bertujuh saudara kena dikalahi Cie Kee, terutama dirinya sendiri, yang kena ditikam kakinya hingga tak dapat dia berjalan dengan leluasa.
"Totiang biasa malang melintang, mana kau melihat mata kepada kami!" katanya tawar, " Tentang ini untuk apa kau menanya pula kami?"
Cie Kee tahu orang masih mendongkol, ia lantas bangkit berbnagkit untuk menjura kepada tujuh saudara itu. "Pinto sangat menyesal, aku mohon maaf," dia bilang.
Cu Cong semua membalas hormat, Cuma Tin Ok
yang diam saja, ia berpura-pura tidak tahu.
"Segala urusan kaum kang-ouw, kami tidak ada
muka untuk mencampuri tahu lagi," kata ini ketua Kanglam Cit Koay. "Selanjutnya kami akan berdiam di sini, untuk menangkap ikan atau mencari kayu. Asal Totiang tidak mengganggu kami, kami akan melewati sisa hidup kami?"
Mukanya Cie Kee menjadi merah, ia jengah hingga tak dapat ia membuka mulutnya. Selang sesaat baru ia dapat bicara.
"Aku telah menerbitkan malapetaka, lain kali tak nanti aku datang kemari untuk membuat onar pula,"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
katanya seraya berbangkit. "Tentang sakit hatinya Ciauw Bok Taysu serahkan itu padaku, dengan
tanganku sendiri, akan aku bunuh jahanaman itu!
Sekarang aku mohon diri?"
Ia menjura pula, lantas ia ngeloyor keluar.
"Tahan!" Tin Ok berseru.
Imam itu memutar tubuhnya. "Kwa Toako hendak
menitah apa?" ia tanya. Tetap ia sadar.
"Kau telah lukakan parah saudara-saudaraku ini, apakah itu cukup dengan hanya kata-katamu
barusan?" tanya Tin Ok.
"Habis Kwa Toako memikir bagaimana?"
menegaskan Cie Kee. "Apa saja yang tenagaku dapat kerjakan, suka aku menuruti titahmu."
"Tak sanggup aku menelan peristiwa ini," Tin Ok bilang. "Aku masih ingin menerima pengajaran dari Totiang!"
Kanglam Cit Koay gemar melakukan amal akan
tetapi mereka berkepala besar, sepak terjang mereka biasanya luar biasa, kalau tidak, tidak nanti mereka disebut "Cit Koay" " tujuh Manusia Aneh. Mereka semua lihay, jumlah mereka pun banyak " bertujuh "
dari itu, orang malui mereka. Mereka sendiri belum pernah nampak kegagalan, malah dengan pernah
mengalahkan seratus lebih jago Hoay Yang Pang, nama mereka jadi menggemparkan dunia Kang-ouw.
Sekarang mereka kalah di tangan Khu Cie Kee satu orang, bagaimana mereka tidak menjadi penasaran"
Cie Kee terkejut. "Pinto telah terkena senjata rahasiamu, Kwa Toako," kata ia, tetap tenang. "Tanpa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pertolonganmu, pasti sekarang aku telah berada di Negara Setan. Di dalam urusan kita ini, walaupun benar pinto telah lukai kamu, kenyataannya adalah pinto telah rubuh, maka itu pinto menyerah kalah?"
"Kalau begitu, letaki pedang di bebokongmu itu!"
bentak Tin Ok. "Dengan meninggalkan pedangmu, suka aku melepas kau pergi!"
Bukan main mendongkolnya Cie Kee, di dalam hati ia berkata: "Aku telah beri muka kepada kamu, aku telah menghanturkan maaf dan mengaku kalah,
kenapa kamu masih merasa belum cukup?" Ia lantas menjawab: "Pedang ini adalah alat pembela diriku, sama saja dengan tongkat Kwa Toako?"
Tin Ok tapi tetap murka. "Kau pandang entang
kakiku pengkor"!" ia membentak.
"Pinto tidak berani," sahut si imam itu.
Dalam murkanya, Tin Ok bilang: "sekarang kita sama-sama terluka, sulit untuk kita bertempur lagi, maka itu baiklah lain tahun pada hari ini, aku minta totiang membuat pertemuan pula di Cui Siang Lauw!"
Cie Kee mengerutkan keningnya. Ia sangat masgul.
Ia tahu Cit Koay bukan orang busuk, tak dapat ia layani mereka. Bagaimana ia bisa loloskan diri dari mereka itu" Pula ada sulit untuk melayani mereka bertempur pada lain tahun. Ia bersendirian dan mereka bertujuh. Mungkin sekali, selama tempo satu tahun, mereka itu akan tambah kepandaiannya. Ia pun bisa berlatih diri tapi barangkali sukar untuk beroleh kemajuan. Ia terus berpikir, sampai ia dapat satu pikiran.
"Tuan-tuan, kamu hendak adu kepandaian yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memutuskan denganku, tidak ada halangannya," ia berkata. "Hanya untuk itu, syaratnya haruslah pinto yang menetapkannya. Kalau tidak, pinto suka
menyerah kalah saja."
Han Po Kie bersama Siauw Aeng dan A Seng
bnagkit berdiri, dan CU Cong dan lainnya yang terluka mengangkat kepalanya dari pembaringan. Hampir berbareng mereka itu kata: "Kalau Kanglam Cit Koay bertaruh selamanya adalah pihak sana yang memilih tempat dan waktunya!"
Cie Kee tersenyum dapatkan orang demikian gemar menang sendiri.
"Apakah kamu suka terima syarat apapun?" dia
tanya. Cu Cong dan Coan Kim Hoat adalah yang tercerdik di antara saudara-saudaranya, mereka tidak jeri.
"Kau sebutkan saja syaratmu!" kata mereka. Di dalam hatinya mereka berkata: "Tidak peduli kau pakai akal licin apa juga, mustahil kami nanti kalah?"
"Kata-katanya satu kuncu?" berkata imam itu.
"Sama cepatnya dengan satu cambukan kuda!"
sahut Siauw Eng lantas. Kwa Tin Ok masih sedang memikir ketika Khu Cie Kee berkata pula: "Mengenai syaratku ini, masih tetap berlaku kata-kataku tadi. Ialah umpama kata tuan-tuan anggap tidak sempurna, pinto tetap suka menyerah kalah!"
Dengan ini, imam itu memancing hawa amarah ke tujuh Manusia Aneh itu. Ia tahu benar Cit Koay adalah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sangat besar kepala. "Jangan kau coba pancing hawa amarah kami!" Tin Ok memotong. "Lekas kau bicara!"
Cie Kee lantas berduduk. "Syaratku ini ada meminta tempo yang lama," ia menyahut dengan sabar. "Tapi apa yang kita akan adu adalah kepandaian sejati. Aku sendiri tidak
menghendaki cara mengandali kekosenan saja,
dengan menggunai alat senjata atau kepalan dan tendangan. Kepandaian semacam itu, siapa
menyakinkan ilmu silat tentunya semua mengerti.
Bukankah kita, kaum Rimba Persilatan yang
kenamaan tak dapat berlaku demikian cupat sebagai anak-anak muda yang terlahir belakangan?"
Kanglam Cit Koay saling mengawasi, hati mereka masing-masing menduga: "Kau tidak hendak
menggunai senjata, tangan dan kaki, habis apakah syaratmu itu?" Maka mereka menanti penjelasan.
Cie Kee berkata pula, dengan sikapnya yang
agung. "Biar bagaimana, kita mesti melakukan suatu pertempuran yang memutuskan. Aku akan
menghadapi kalian bertujuh, tuan-tuan! Kita bukan Cuma mengadu kepandaian, juga mengadu
kesabaran, kita memakai akal budi. Marilah kita lihat, siapakah yang paling gagah " satu enghiong sajati!"
Kata-kata ini membuat darahnya Kanglam Cit Koay mengalir deras.
"Lekas bilang, lekas!" Han Siauw Eng. "Semakin sulit adanya syarat, semakin baik!"
Cu Cong tapinya tertawa. Ia berkata: "Kalau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
syaratmu itu adalah untuk mengadu bertapa atau membikin obat mujarab atau membikin surat jimat guna menangkap roh-roh jahat, maka kami bukanlah tandingan kamu bangsa imam!"
Khu Cie Kee pun tertawa. "Pinto juga tidak berpikir untuk adu kepandaian sama Cu Jieko dalam hal mencuri ayam atau meraba-raba anjing atau mengulur tangan menuntun kambing!"
Ia maksudkan ilmu mencopet.
Mendengar itu Siauw Eng pun tertawa. "Lekas
bicara, lekas!" ia mendesak pula.
"Jikalau kita mencari pokok sebabnya," kata Tiang Cun Cu dengan tenang, "Biangnya gara-gara hingga kita bertempur dan saling melukai adalah urusan menolongi turunannya orang-orang gagah, oleh karena itu, baiklah kita kembali kepada sebab musabab itu."
Dengan "orang gagah" imam itu maksudkan "ho-
kiat" atau "enghiong". Lalu ia menjelaskan tentang persahabatannya sama Kwee Siauw Thian dan Yo Tiat Sim " yang ia maksudkan si orang-orang gagah itu "
yang mengalami nasib celaka, karena itu ia telah ubar-ubar Toan Thian Tek. Ia juga tuturkan bagaimana caranya ia kejar Thian Tek itu, tetapi sangkin licinnya, Thian Tek saban-saban dapat meloloskan diri.
Selagi memasang kuping, beberapa kali Kanglam Cit Koay mengutuk bangsa Kim serta pemerintah Song yang sewenang-wenang dan kejam.
Habis menutur, Cie Kee tambahkan: "Orang yang Toan Thian Tek bawa lari itu adalah Lie-sie, istrinya Kwee Siauw Thian. Kecuali Kwa Toako bersama
saudara Han, empat saudara lainnya telah pernah lihat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka itu" "Aku ingat suaranya Lie-sie itu," kata Kwa Tin Ok.
"Umpama berselang lagi tiga puluh tahun, tidak nanti aku dapat melupakannya."
"Tentang istri Yo Tiat Sim, yaitu Pauw-sie," Cie Kee menambahkan, "Aku masih belum tahu dia ada
dimana. Pernah pinto melihat romanya Pauw-sie, tidak dengan demikian tuan-tuan. Inilah yang pinto hendak gunai sebagai syarat pertaruhan kita?"
Siauw Eng segera menyela: "Kami pergi tolongi Lie-sie, kau pergi tolong Pauw-sie! Siapa yang lebih dulu berhasil, dia yang menang, bukankah?"
Khu Cie Kee tersenyum. "Cuma menolongi saja?" ia ulangi. "Untuk pergi mencari dan menolongi, itu memang benar bukannya kerjaan terlalu gampang, akan tetapi selain itu, masih ada hal yang terlebih sukar lagi, yang meminta banyak waktu, tenaga dan pikiran.."
"Apakah adanya itu?" Kwa Tin Ok bertanya.
"Akan aku jelaskan," jawab si imam. "Dua-duanya Pauw-sie dan Lie-sie itu sama-sama lagi mengandung.
Pinto ingin setelah dapat cari dan tolong mereka, kita mesti pernahkan mereka itu. Kita tunggu sampai mereka telah melahirkan anak, lalu anak-anak mereka itu kita rawat dan didik dalam ilmu silat. Pinto akan didik anak Yo Tiat Sim dan tuan-tuan bertujuh merawat anaknya Kwee Siauw Thian?"
Tujuh bersaudara itu membuka mulut mereka.
Heran untuk kata-kata si imam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagaimana sebenarnya?" Han Po Kie tanya
"Kita menanti sampai lagi delapan belas tahun,"
menerangkan Tiang Cun Cu. "Itu waktu, anak-naka itu telah berumur delapan belas tahun, lalu kita ajak mereka ke Kee-hin, untuk membuat pertemuan di Cui Sian Lauw. Berbareng dengan itu, kita undang
sejumlah orang gagah lainnya untuk menjadi saksi.
Kita membuatnya pesta, sesudah puas makan minum, baru kita suruh kedua anak itu adu kepandaian. Di situ nanti kita lihat, murid pinto yang berhasil atau muridnya tuan-tuan bertujuh!"
Tjuh bersaudara itu saling memandang, tidak ada satu jua yang segara menjawab imam itu. Bukankah syarat itu ada sangat luar biasa"
"Jikalau tuan-tuan bertujuh yang bertempur sama aku, umpama kata kamu yang menang, itu tidak ada artinya," Cie Kee berkata pula. "Bukankah tuan-tuan menang karena jumlah yang banyak lawan jumlah yang sedikit" Kemenangan itu bukan kemenangan yang mentereng! Dengan syarat kita ini aku nanti turunkan kepandaianku kepada satu orang, tuan-tuan pun mewariskan kepandaian kamu kepada satu orang juga, setelah itu mereka bertanding satu lawan satu, sampai itu waktu, andaikata muridku yang menang, bukankah tuan-tuan akan merasa puas?"
Akhirnya Tin Ok ketruki tongkat besinya ke lantai.
"Baiklah, secara demikian kita bertaruh! katanya.
Tapi Coan Kim Hoat campur bicara. Ia tanya:
"Bagaimana kalau pertolongan kami terlambat, dan Lie-sie keburu dibikin binasa oleh Toan Thian Tek?"
"Biarlah kita sekalian adu keberuntungan juga!"
sahut Cie Kee. "Jikalau Thian menghendaki aku yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menang, apa hendak dibilang?"
"Baik!" Han Po Kie juga turut bicara. "Memang menolong anak piatu dan janda juga adalah perbuatan yang mulia, umpama kami tak dapat lawan kamu, kami toh telah lakukan juga satu perbuatan yang baik."
Cie Kee tonjolkan jempolnya. "Han Samya benar!"
pujinya. "Tuan-tuan berkenan menolongi abak yatim piatu dari keluarga Kwee itu, untuk ini sekarang pinto wakilkan saudara Kwee menghanturkan terima kasih terlebih dahulu!" Dan ia lantas menjura dalam.
"Cara pertaruhan ini adalah terlalu licin," berkata Cu Cong kemudian. "Cuma dengan beberapa kata-katamu ini, kau hendak membikin kamu bercapek lelah selama delapan belas tahun!"
Wajahnya Khu Cie Kee berubah, akan tetapi ia
berdongak dan tertawa besar.
"Apakah yang lucu?" tanya Han Siauw Eng.
"Selama dalam dunia kang-ouw telah aku dengar nama besar dari Kanglam Cit Koay," sahut si imam yang ditanya, "Orang umumnya bilang mereka itu gemar sekali menolong sesamanya, mereka gagah perkasa dan mulia, tetapi hari ini bertemu dengan kamu " hahaha!"
Kanglam Cit Koay menjadi panas hatinya. Han Po Kie segera menghajar bangku dengan tangannya. Ia hendak bicara tetapi si imam dului dia.
"Sejak zaman dahulu hingga sekarang ini," kata Cie Kee. "Kalau satu orang gagah sejati bersahabt, dia bersahabat untuk menjual jiwanya, ialah denagn segala urusan ia bersedia untuk mengorbankan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dirinya. Pengorbanan itu tidak ada artinya! Bukankah kita belum pernah dengar bahwa di jaman dahulu ada Keng Ko dan Liap Ceng berhitungan?"
Wajahnya Cu Cong menjadi pucat, tak ada
sinarnya. "Tidak salah apa yang totiang bilang!"
katanya sambil goyang kipasnya. "Aku mengaku keliru!
Baiklah, kita bertujuh akan terima tanggung jawab kita ini!"
Khu Cie Kee lantas berbangkit.
"Hari ini adalah tanggal dua puluh empat bulan tiga," ia berkata pula, "Maka itu lagi delapan belas tahun, kita akan bertemun pula di rumah makan Cui Siang Lauw, untuk orang-orang gagah di kolong langit ini menyaksikan siapa sebenarnya laki-laki sejati!"
Habis berkata, seraya kibaskan tangannya, ia
bertindak pergi. "Nanti aku susul Toan Thian Tek!" kata Han Po Kie.
"Dia tak dapat dibiarkan menghilang, hingga pastilah sulit kita mencari padanya!"
Di antara Cit Koay, dialah yang tidak terluka.
Setelah berkata begitu, ia lantas lari keluar, untuk terus menaiki kudanya, guna susul Thian Tek.
"Sha-tee! Sha-tee! Cu Cong memanggil-manggil.
"Kau tidak kenal mereka itu!".
Dengan mereka, orang she Cu ini menyebutkannya Thian Tek dan Lie Peng.
Tetapi Po Kie si tak sabaran telah pergi jauh.
Thian Tek telah angkat kaki dengan naik perahu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika ia tarik Lie Peng keluar dari tempat berbahaya itu, lega hatinya apabila ia menoleh ke belakang, ia tak tampak ada orang yang kejar atau susul padanya. Ia cerdik, maka itu segera ia menuju ke sungai, malah tanpa memilih kenderaan air lagi, ia lompat naik ke sebuah perahu, ia ajak Lie Peng bersama.
"Lekas berangkat!" ia membentak tukang perahu sambil ia cabut goloknya.
Kanglam adalah daerah air, disana ada banyak
sungai atau kali, dari itu, kendaraan air adalah alat penghubung atau pengangkut yang paling umum,
sama saja dengan kuda atau keledai di Utara. begitu muncul kata-kata: "Orang Utara naik kuda, orang Selatan naik perahu."
Tukang perahu itu ketakutan lihat orang demikian galak., ia buka tambatan perahunya, ia lantas mengayuh. Dengan lekas ia keluar dari daerah kota.
Thian Tek lantas asah otaknya: "Aku telah terbitkan onar besar, tak dapat aku pulang untuk pangku pula jabatanku. Baiklah aku pergi ke Utara untuk menyingkir dulu dari ancaman bahaya. Semoga itu imam bangsat dan tujuh siluman dari Kanglam itu bertempur hingga mampus semuanya, supaya aku dapat kembali ke Liman."
Kudanya Po Kie lari pesat, tetapi ia hanya mondar-mandir di darat, tentu sekali ia tak dapat cari Thian Tek, apapula ia kenali roman orang itu. Ia tanya-tanya orang akan tetapi pertanyaannya tidak jelas.
Thian Tek tunjuki terus kelicinannya. ia menukar perahu beberapa kali. Berselang belasan hari, tibalah ia di Yangciu. Paling dulu ia mencari rumah
penginapan. Ia telah memikir untuk cari suatu tempat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untuk bertinggal buat sementara waktu. Sebab
bukanlah soal yang sempurna untuk terus-terusan berkelana dengan hati tidak tentram.
Itu hari selagi berada di dalam kamar, ia dengar suara Han Po Kie tengah berbicara sama pemilik penginapan, menanyakan tentang dia dan Lie Peng. Ia kaget tetapi ia berlaku tenang. Dari dalam kamarnya ia mengintai, memasang mata. Ia lihat tegas seorang kate dampak yang romannya jelek sekali yang
berbicara dengan lidah Kee-hin. Setelah merasa pasti bahwa orang adalah salah satu Cit Koay, ia tarik tangannya Lie Peng untuk diajak segera menyingkir dari pintu belakang. Kembali ia menyewa sebuah perahu. tak sudi ia berjalan sedikit juga. Ia berlayar terus ke Utara, hingga mereka sampai di perhentian Lie-kok-ek, di tepi telaga Bie San Ouw di wilayah propinsi Shoatang. Belum sampai setengah bulan ia berdiam di tepi telaga itu, Han Po Kie dapat susul ia.
Malah Po Kie ada bersama denagn satu nona.
Adalah pikirannya Thian Tek, untuk keram diri di dalam kamarnya , akan tetapi Lie Peng, yang merasa ada bintang penolongnya, sudah lantas menjerit-jerit.
Akan tetapi ia adalah satu wanita lemah, ia diringkus Thian Tek, dibekap mulutnya dengan selimut. Ia pun telah dipukuli. Setiap kali ia berlepas tangan atau mulutnya, ia terus berontak dan berteriak-teriak.
Syukur untuk Thian Tek, Po Kie bersama kawannya yaitu Siuaw Eng, adiknya, tidak mendengar apa-apa.
Dalam sengitnya, saking khawatirnya, Thian Tek berniat membunuh Nyonya Kwee itu. Ia telah hunus pedangnya, ia dekati Lie-sie.
Nyonya Kwee telah tawar hatinya sejak kebinasaan suaminya, ia sebenarnya sudah memikir untuk bunuh diri, lebih baik bia ia bisa binasa bersama musuhnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu, maka itu, menampak sikapnya Thian Tek itu, ia tidak takut, ia justru diam-diam memuji kepada roh suaminya: "Engko Siauw, engko Siauw, aku mohon kepadamu, ingin aku supaya sebelum datang saatnya, aku bertemu pula denganmu, kau lindungi kepadaku, agar dapat aku membinasakan manusia jahat ini!" Lalu dengan diam-diam, ia siapkan pisau belati atau badik yang Cie Kee hadiahkan kepadanya.
Thian Tek tersenyum aneh, ia angkat tangannya untuk dikasih turun denagn bacokannya.
Lie Peng tidak mengerti silat, tetapi telah bulat tekadnya, maka itu sebaliknya dari ketakutan, ia justru mendahului sambil menubruk, ia menikam!
Thian Tek kaget dan heran. Inilah ia tidak sangka.
Maka terpaksa ia gunai goloknya untuk menangkis.
"Trang!" demikian satu suara nyaring.
Untuk kagetnya manusia busuk ini, ujung goloknya putus dan jatuh ke tanah dan ujung pisau belati menyambar terus ke dadanya. Dalam kagetnya ia buang diri ke belakang, tetapi tak urung, bajunya kena terobek, dadanya kena tergurat, hingga darahnya lantas mengucur keluar. Coba Lie-sie bertenaga cukup, dadanya itu pasti telah tertancap pisau belati itu.
Untuk bela diri terlebih jauh, Thian Tek sambar sebuah kursi. "Simpan senjatamu!" ia membentak.
"Aku tak akan membunuh padamu!"
Lie Peng sendiri telah lemas kaki dan tangan dan tubuhnya, ia telah keluarkan tenaga terlalu besar, ia sudah umbar hebat hawa amarahnya tanpa merasa ia membuat kandungannya tergerak, hingga bayi di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam perutnya itu meronta-ronta. Dengan letih ia jatuhkan diri ke kursi, napasnya memburu. Tapi ia masih ingat akan pisau belatinya yang ia pegangi keras-keras.
Thian Tek tetap jerih untuk Han Po Kie beramai, ia juga tak dapat lari seorang diri, sudah kepalang tanggung, ia terus membawa Lie Peng. Kali ini ia kembali naik perahu, tetap ia menuju ke Utara. Ia melalui Lim-ceng dan Tek-ciu dan tiba di propinsi Hoopak. Selama itu rasa takutnya tak jadi berkurang.
Setiap ia mendarat, selama tinggal di penginapan, saban-saban ada orang mencari dia. Syukur ia
waspada dan cerdik, selalu dapat ia menjauhkan diri dari mereka itu. Ia peroleh kenyataan, kecuali si kate terokmok dan si nona, ada lagi seorang lain yang cari padanya, ialah seorang pincang dan bermata buta yang membawa-bawa sebatang tongkat besi. Syukur untuknya, tiga orang itu tidak kenali dia, walaupun kedua pihak bertemu muka, mereka itu tidak kenali padanya. Ini yang menyebabkan ia selamanya dapat lolos.
Tidak lama kemudian, Thian Tek dapat godaan lain.
Dengan tiba-tiba otaknya Lie Peng terganggu, baik selama di penginapan, maupun di tengah perjalanan, nyonya Kwee suka ngoceh tidak karuan, ada kalanya ia robek bajunya atau bikin kusut rambutnya, hingga mereka jadi menarik perhatian orang. Ia menjadi masgul dan bingung sekali. Kelakuan si nyonya itu gampang menimbulkan kecurigaan orang. Kemudian ia menjadi mendongkol. Ia dapat kenyataan si nyonya si nyonya bukan gila benar-benar, ia hanya berpura-pura edan, untuk sengaja menarik perhatian orang, supaya tentang perjalanan mereka " ke mana saja mereka menuju " ada menimbulkan bekas. Ia marah tetapi ia tidak bisa berlaku keras kepada nyonya itu kecuali ia mengancam agar si nyonya terus ikut
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
padanya. Ia jadi semkin hati-hati.
Ketika itu hawa udara telah mulai berubah. Hawa panas mulai lenyap, sang angin sejuk telah mulai menghembus. Udara begini tidak terlalu mengganggu orang-orang yang membuat perjalanan, malah
menyenangkan. Thian Tek telah menyingkir jauh ke utara, akan tetapi ia tetap dibayangi pengejar-pengejarnya. Celaka untuknya, setelah berjalan jauh dan melewatkan banyak hari, bekalan uangnya mulai habis. Pada suatu, saking uring-uringan, ia ngoceh seorang diri:
"Selama aku pangku pangku di Hangciu, bagaimana senangnya aku. Setiap hari aku bisa dahar dan minum enak, dapat ku bersenang-senang dengan wanita-wanita cantik, tetapi dasar pangeran Kim yang keenam itu yang kemaruk sama istri orang, dia telah celakai aku hingga begini?"
Justru ia ngoceh ini, mendadak ia dapat ingat suatu apa. "Bukankah aku telah tidak jauh dari Yan-khia?"
demikian ia ingat. "Kenapa aku tidak pergi kepada Liok-taycu?"
Liok-taycu itu adalah putra keenam dari raja Kim, itu pangeran Kim yang ia maksudkan. Tanpa ragu-ragu lagi, ia bernagkat menuju ke Yan-khia, ibukota kerjaan Kim itu.


Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ibukota Yan-khia itu disebut juga Tiong-touw atau Chungtu, artinya "Kota Tengah". Sekarang ini ialah kota Pakkhia (Peking). Di sana Thian Tek langsung mencari istananya pangeran itu, ialah Tio Ong atau Chao Wang (Pangeran Tio atau Chao)
Kapan Wanyen Lieh dengar tentang kedatangannya satu perwira dari selatan, ia lantas ijinkan orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menemui dia. Ia terkejut akan ketahui, tetamunya adalah Toan Thian Tek dan orang ingin numpangi diri kepadanya. Ia lantas mengerutkan kening, mulutnya mengeluarkan kata-kata yang tak nyata. Didalam hatinya, ia berpikir: "Tentang Pauw-sie, aku masih belum dapat mempernahkannya, bagaimana aku bisa menerima Thian Tek" Ia tahu rahasiaku, kalau ia membocorkannya, urusan bisa menjadi rewel. Kenapa aku mesti meninggalkan satu , mulut hidup" Bukankah ada peribahasa kuno yang mengatakannya, "Yang cupat pikirannya kuncu, yang tak kejam bukannya satu laki-laki?" Karena ini ia lantas tersenyum.
"Kau baru sampai dari satu perjalanan jauh, kau tentunya letih, pergilah beristirahat dulu," katanya dengan manis.
Thian Tek mengucap terima kasih. Ia sebenarnya hendak beritahu juga bahwa ia datang bersama Lie Peng, tetapi satu hambanya pangeran itu muncul dengan tiba-tiba mengabarkan "kunjungannya Sam-ongya" " pangeran yang ketiga.
Wanyen Lieh bangkit dari kursinya. "Pergilah kau beristirahat!" katanya sambil ia mengibaskan
tangannya, setelah mana ia bertindak untuk sambut tetamunya.
Sam-ongya itu adalah Wanyen Yung Chi, putra
yang ketiga dari Wanyen Ching, raja Kim. Ia bergelar Wei Wang atau Wee Ong, pangeran Wei atau Wee. Di antara saudara-saudaranya, ia bergaul paling erat dengan Wanyen Lieh, sang adik. Ia ada lemah, maka itu, dalam segala hal, ia suka dengari adiknya yang cerdik dan tangkas.
Pada masa itu pemimpin bangsa Mongolia,
Temuchin sudah mulai kuat kedudukannya, tetapi ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
takluk kepada bangsa Kim, ia malah membantui
negara Kim memusnahkan bnagsa Tartar, oleh karena mana, guna menghargai jasanya itu, raja Kim utus Wanyen Yung Chi, sang putra pergi menganugerahkan Temuchin sebagai Pak Kiang Ciauw-touw-su,
semacam kommissaris tinggi. Di samping itu,
kepergian putra ini sebenarnya guna melihat sendiri keadaan bangsa Monglia itu. Karena tugasnya ini, Wee Ong telah datang menemui Tio Ong, untuk
memohon pikiran. "Bangsa Monglia itu tak tetap tempat tinggalnya,"
berkata Wanyen Lieh. "Mereka juga bertabiat kasar, gemar mereka menghina yang lemah tetapi jerih terhadap yang kuat, untuk pergi ke sana, kakak harus membawa satu pasukan tentera yang terpilih, supaya melihat keangkeran kita, hatinya menjadi ciut. Denagn begitu, selanjutnya mereka tidak akan berani
berontak." Wanyen Yung Chi terima baik nasehat itu, ia
mengucapkan terima kasih, setelah omong-omong lagi sebentar ia pamitan. Ketika ia hendak berbnagkit, adik itu berkata kepadanya: "Hari ini ada datang padaku satu mata-mata dari kerajaan Selatan."
"Begitu?" tanya sang kakak, heran, "Habis?"
"Dia datang untuk tumpangkan diri padaku," sahut adik itu. "Itulah alasannya belaka, sebenarnya ia hendak mencari tahu keadaan kita bangsa Kim."
"Kalau begitu, bunuh saja padanya!" kata sang kakak.
"Tindakan itu tidak sempurna," Wanyen Lieh bilang.
"Kakak tahu sendiri kecerdikan bangsa Selatan itu.
Mungkin mata-mata yang datang bukan dia satu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang, kalau dia ini dibunuh, yang lainnya pasti bakal jadi waspada. Aku pikir hendak mohon kakak bawa ia pergi ke utara."
"Bawa ia ke Utara?" Yung Chi tanya.
"Ya" sahut Wanyen Lieh. "Di sana, di padang gurun, di mana tidak ada lain orang, dengan cari satu alasan kakak boleh hukum mati padanya. Di sini aku nanti layani lain-lainnya mata-mata."
"Bagus!" Yung Chi bertepuk tangan, dia tertawa riang. "Sebentar kau kirim dia padaku, bilang saja dia hendak dijadikan pengiringku."
Sang adik menjadi girang. "Baik!" katanya.
Sore itu Wanyen Lieh tidak panggil Toan Thian Tek menghadap lagi padanya, hanya sambil dibekali uang perak dua potong, dia suruh Thian Tek pergi ke istana Wei Wang untuk bantu pangeran itu, katanya.
Thian Tek tidak tahu rencana orang, ia menurut saja. Ia khawatir Lie Peng nanti buka rahasianya, ia tetap ajak nyonya itu. Ia mempengaruhinya hingga si nyonya diam saja. Sedang si nyonya ini masih
mengharapkan datangnya pertolongan padanya?"..
Berselang beberapa hari, Wanyen Yung Chi
berangkat ke Monglia, dia ajak Thian Tek bersama.
Sementara itu perutnya Lie Peng makin menjadi besar, perjalanan jauh denagn menunggang kuda, sangat meletihkan dia. Tapi ia telah bertekad untuk membalas sakit hatinya, dia kuatkan hati dan tubuhnya untuk lawan penderitaan ini. Di lain pihak ia jaga diri baik-baik agar tentara Kim tidak tahu siapa dia.
Demikian untuk beberapa puluh hari, dia terus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menderita. Wanyen Yung chi berangkat bersama seribu
serdadu pilihan yang semua kelihatan gagah dan mentereng. Dia sengaja menunjuki pengaruh menurut nasihat Wanyen Lieh.
Pada suatu hari tibalah barisan ini di satu tempat dekat dengan perkemahan Temuchin. Wanyen Yung Chi lantas kirim belasan serdadunya untuk memberi warta terlebih dahulu tentang tibanya itu sekalian menitahkan Temuchin datang menyambut utusan Kim.
Tatkala itu bulan kedelapan untuk di Utara, hawa ada dingin luar biasa. kapan sang malam tiba, salju beterbangan turun bagaikan lembaran-lembaran unga.
Diwaktu begini, barisan dari seribu serdadu pilihan dari bangsa Kim berjalan berlerot bagaikan seekor ular panjang, berjalan di padang pasir yang seperti tak ada ujung pangkalnya.
Selagi pasukan ini berjalan terus, sekonyong-
konyong orang mendapat dengar suara berisik yang datangnya dari arah utara, suara seperti satu pertempuran. Selagi Wanyen Yung Chi terheran-heran, ia lantas tampak lari mendatangi satu pasukan kecil serdadu.
"Sam-ongya, lekas kasih perintah untuk bersiap untuk berperang!" demikian kata perwiranya yang pimpin pasukan kecil itu setibanya dia di depan pangeran Kim itu. Dialah Ouw See Houw.
Yung Chi menjadi kaget. "Pasukan musuh manakah itu?" dia bertanya.
"Mana aku tahu"!" sahut si perwira yang lantas saja mengatur barisannya. Ia keprak kudanya untuk maju
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ke depan. Hampir itu waktu, apa yang disebutkan tentara musuh itu, sudah datang dekat sekali. Mereka itu terpencar si segala penjuru, memenuhi bukit dan tegalan di hadapan angaktan perang Kim itu.
Ouw See Houw ada satu panglima yang
berpengalaman yang diandalkan negeranya,
sebaliknya Wanyen Yung Chi lemah, dia tak dapat berpikir, maka itu kepala perang ini telah melancangi pangeran itu untuk mengatur persiapan.
Segera juga terlihat suatu keanehan. Tentara
"musuh" itu bukan terus menerjang pasukan Kim, hanya mereka kabur keempat penjuru. Kapan Ouw See Houw sudah mengawasi sekian lama, ia dapat kenyataan, itulah pasukan sisa yang habis kalah perang, yang telah membuang panah dan tombak
mereka, semua tidak menunggang kuda, roman
mereka ketakutan. Disamping itu di belakang mereka menerjang sejumlah pasukan berkuda, hingga banyak serdadu yang kena terinjak-injak.
Ouw See Houw berlaku tabah. ia beri perintah akan tenteranya mengurung pangerang mereka, untuk
melindungi. Mereka bersiap tanpa bersuara.
Tentera musuh yang kabur itu melihat pasukan Kim, mereka lari tanpa berani datang mendekati, mereka kabur jauh-jauh.
Tiba-tiba dari arah kiri terdengar ramai suara terompet tanduk, di situ muncvul satu pasukan serdadu, yang terus menerjang tentera sisa. Tentera sisa ini berjumlah lebih besar tapi mereka tidak berdaya terhadap pasukan berkuda ynag jauh lebih kecil itu. Terpaksa untuk menyingkir, tentara sisa ini
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meluruk ke arah pasukan Kim.
"Lepaskan panah" Ouw See Houw memberi titah.
Tentara sisa itu segera diserang, sejumlah
diantaranya lantas rubuh, akan tetapi jumlah mereka banyak, mereka pun lagi ketakutan, mereka
menerobos terus. Dengan sendirinya mereka jadi bertempur sama tentara Kim. Hebat akibatnya untuk tentara Kim itu, yang berjumlah lebih sedikit. Kekalutan sudah lantas terjadi, musuh dan kawan bercampur menjadi satu, bergumul.
Ouw See Houw kewalahan, maka bersama
sejumlah serdadu ia lindungi Wanyen Yung Chi
mundur ke arah selatan. Bab 7. Adu Panah Lie Peng ada bersama Toan Thian Tek, mereka
masing-masing menunggang satu kuda, tetapi serbuan sisa tentera "musuh" itu demikian hebat, mereka ke dibikin terpencar, terpaksa nyonya Kwee lari sendirian.
Syukur untuknya, karena sisa tentera itu main saling selamatan diri sendiri, ia tidak mendapat gangguan.
Hanya sesudah lari serintasan, ia merasakan perutnya mulas, sakit sekali, hingga tanpa dapat ditahan lagi, ia rubuh dari kudanya. Ia pingsan. Entah sudah lewat berapa lama, ia sadar sendirinya dengan perlahan-lahan. Untuk kagetnya, samar-samar ia dengar
tangisan bayi. Ia belum sadar betul, tak tahu ia dirinya berada di dunia baka atau masih hidup. Ia hanya dengar tangisan itu makin lama makin keras. Ia geraki tubuhnya, tapi ia merasa ada benda yang membanduli perutnya.
Ketika itu masih malam, sang rembulan
mengencang di atas langit, muncul di antara sang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
awan. Sekarang baru Lie Peng sadar betul, setelah ia melihat dengan tegas, tanpa merasa ia menangis menggerung-gerung. Nyatalah dalam keadaan seperti itu, ia telah melahirkan anak?".
Cepat nyonya itu berduduk, ia angkat bayinya itu, untuk kegirangannya, ia dapatkan satu bayi laki-laki. Ia mengeluarkan air mata kegirangan yang berlimmpah-limpah. Dengan gigitan ia bikin putus tali pusar, setelah mana ia peluki anaknya.
Di bawah terangnya sang rembulan, bayi itu
nampak cakap, suaranya pun nyaring, potongan
wajahnya mirip dengan suaminya Kwee Siauw Thian.
Roman anak ini telah membantu menguatkan
semangatnya, kalau tadinya ia telah berputus asa, sekarang timbullah harapannya.
Entah dari mana datangnya tenaganya, Lie-sie
mencoba menggunai kedua tangannya, akan menggali pasir, untuk membuat sebuah liang yang besar dimana bersama bayinya ia bisa menyingkir dari angin dan salju. Dari situ ia bisa dengar rintihan serdadu-serdadu yang terluka parah atau hendak mati dan ringkikannya banyak kuda perang.
Buat dua malam satu hari, Lie Peng mendekam di liangnya itu, lalu dihari ketiga, tak tahan ia akan rasa laparnya. Air ada air salju tapi barang daharan, tidak ada sama sekali. Terpaksa ia merayap keluar. Di sekitarnya tidak ada seorang juga kecuali mayat-mayat serdadu dan kuda-kuda. Karena hawa dingin, semua mayat serdadu dan bangkai itu belum busuk. Cuma pemandangannya yang sangat menggiriskan hati. mau tidak mau, Lie-sie mesti kuatkan hati.
Lie-sie coba geledah tubuhnya myat-mayat itu untk cari rangsum kering. Ia dapatkan sejumlah sisa. Lalu ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
coba menyalakan api, dengan itu ia pun dapat bakar daging kuda. Ia dapatkan golok dengan gampang karena di situ bergeletakan banyak alat senjata.
Buat tujuh atau delapan hari, Lie-sie dapat berdiam disitu bersama bayinya, setelah ia mulai dapat pulang kesegarannya, ia gendong bayinya untuk di bawa pergi ke araha timur. Ia mesti terus berjalan di tempat yang sepi dimana ada terdapat pepohonan dan tegalan rumput. Sampai tiba-tiba ia mendengar anak panah mengaung di atasan kepalanya. Kaget ia, hingga keras sekali ia rangkul bayinya.
Segera terlihat dua penunggang kuda, mendatangi dari arah depan.
"Siapa kau?" tanya salah satu diantara dua
penunggang kuda itu. Lie Peng tidak buka rahasia, ia Cuma kata ia lagi lewat di situ tempo ia terhalang oleh pertempuran tentera, hingga ia mesti melahirkan anak seorang diri.
Dua penunggang kuda itu adalah orang Monglia, mereka itu berbaik hati, walaupun mereka tidak tahu jelas, apa katanya Lie.sie, mereka jaka si nyonya ke tendanya, untuk dikasih tempat meneduh dan barang makanan, untuk kemudian ibu dan bayinya itu tidur guna melepaskan lelah dan kantuknya.
Orang Monglia itu tidak berumah tangga, sebagai pengembala tak tentu tempat tinggalnya, dengan mengiring binatang piarannya, mereka biasa pergi ke timur atau ke barat untuk mencari makanan binatang, guna mencari air, sebagai rumah adalah tenda yang bertenung daripada bulu binatang, guna melindungi diri dari gangguan angin dan hujan. Demikian telah terjadi dengan Lie-sie, ketika kedua penolongnya hendak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berpindah tempat, terpaksa ia ditinggal pergi. Akan tetapi dua orang itu tidak menolong kepalang
tanggung, diwaktu hendak berangkat, mereka
meninggalkan tiga ekor kambing.
Maka mulailah Lie Peng mesti bercape lelah, untuk hidup sendiri. Hidup sendiri, sebab bayinya masih belum mengerti suatu apa pun. Ia mesti membangun satu gubuk dengan beratap daun. Untuk hidupnya, ia mulai bertenun yang hasilnya ia dengan barang makanan. Bisalah dibayangi, bagaimana hebat
penderitaannya itu. Oleh karena kebiasaan, ia pun dapat hidup sebagai orang Mongolia, malah tanpa terasa enam tahun telah lewat. Ia tidak hendak melupakan peasn suaminya, ia beri nama Ceng
kepada putranya. untuk kelegaan hatinya, anak itu bertubuh kuat dan cerdik, ia bisa membantu ibunya menggembala kambing. Selama tempo bertahun-tahun hidupnya Lie Peng ada lumayan.
Pada suatu hari dari bulan tiga, selagi uadra hangat, Kwee ceng giring kambingnya untuk diangon. Ia sekarang memelihara anjing sebagi pembantunya, dan untuk menempuh perjalanan jauh, ia menunggang kuda kecilnya.
Tepat tengah hari, selagi ia menjagai kambing-kambingnya, tiba-tiba kwee Ceng lihat seekkor burung elang yang besar sekali menyambar kepada
rombongan kambingnya. Semua binatang itu kaget.
Malah yang seekor " anak kambing " kabur ke timur.
Ia memanggil dengan berteriak-teriak, anak kambing itu lari terus. Maka ia naiki kudanya untuk mengejar.
Sekitar tujuh lie, baru ia dapat tangkap anak kambing itu, tapi selagi ia hendak menuntun pulang, mendadak ia dengar susra keras dan nyaring, hingga ia
terperanjat. Ia mulanya menyangka kepada guntur, sampai setelah memasang kuping sekian lama, ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengar suara seperti tambur berikut meringkiknya kuda serta suara orang banyak. Ia menjadi takut, belum pernah ia dengar suara semacam itu.
Tidak ayal lagi, Kwee Ceng tuntun kambingnya buat diajak mendaki suatu tanjakan, untuk bersembunyi didalam rujuk. Tapi ia ingin mengetahui sesuatu, ia keluarkan kepalanya untuk mengintai.
Jauh di sebelah depan nampak debu mengepul
naik, lalu muncullah pasukan tentera, yang ia tidak tahu berapa jumlahnya, ia cuma dapatkan, yang menjadi kepala perang telah memberikan belbagai titahnya, maka tentera itu lantas memecah diri dalam dua barisan, timur dan barat. Ada serdadu yang kepalanya digabut pelangi putih, ada yang ditancapkan bulu burung warna lima.
Sekarang, sebaliknya daripada takut, hati Kwee ceng menjadi tertarik. Ia mengintai terus.
Tidak lama setelah barisan teraur rapi, segera terdengar suara terompet dari sebelah belakang, dari sana muncul beberapa barisan lain yang dikepalai oelh satu perwira muda jangkkung dan kkurus, tubuhnya ditutupi dengan mantel merah. Ia memegang sebatang golok panjang, lantas ia pimpin tentaranya menyerbu, dari itu di situ sudah lantas terjadi suatu pertempuran.
Pihak penyerang ini berjumlah lebih sedikit,
walaupun tampaknya mereka kosen, tidak lama
mereka mesti mundur sendirinya. Tapi di belakang mereka lantas tiba bala bantuan, mereka menyerang pula. Meski begitu, agaknya mereka ini tidak dapat bertahan lama.
Sekoyong-konyong terdengar suara terompet riuh, dibantu sama suara tambur, mendengar itu tentera
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
penyerang lantas berseru-seru kegirangan: "Kha Khan Temuchin telah datang! Kha Khan telah datang!"
Atas itu orang-orang yang lagi bertempur lantas menoleh ke arah timur selatan, dari mana datangnya suara terompet dan tambur tadi.
Juga Kwee Ceng turut beralih pandangannya. Ia tampak satu pasukan besar, yang mendatangi dengan cepat. Di tengah pasukan di panjar sebuah tiang yang tinggi di mana ada tergantung beberapa lapis bulu putih. Dari sana pun datang seruan-seruan
kegirangan. Atas ini, tentera penyerang jadi dapat semangat, mereka menyerang pula dengan seru,
hingga mereka dapat mengacaukan lawannya.
Tiang yang tinggi itu bergerak ke arah tanjakan bukit, Kwee Ceng dengan matanya yang jeli, dari tempat sembunyinya, mengawasi ke arah tiang itu.
Dengan begitu ia dapat lihat satu perwira yang menunggang kuda, yang larikan kudanya itu naik ke tanjakan. Dia ada memakai kopiah perang dari besi, janggutnya merah, dari atas kudanya ia memandang ke medan pertempuran. Disamping dia ada beberapa pengiringnya.
Tidak antara lama panglima muda yang bermantel merah larikan kudanya naik ke tanjakan.
"Ayah, musuh berjumlah lebih banyak berlipat
ganda, mari kita mundur dulu!" berseru ia kepada orang di bawah tiang bendera itu.
Temuchin, demikian panglima yang dipanggil ayah itu, sudah melihat tegas keadaan pertempuran itu, ia Cuma berdiam sebentar, lantas ia berikan titahnya:
"Kau bawa selaksa serdadu mundur ke timur!"
demikian titahnya itu. Sambil berbuat begitu, ia tetap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengawasi medan perang. Lalu ia memberi perintah pula: "Mukhali, kau bersama pangeran kedua serta selaksa serdadu mundur ke barat, kau Borchu,
bersama Chilaun serta selaksa serdadumu mundur ke utara! Dan kau, Kubilai, bersama Subotai serta selaksa serdadu, lekas mundur ke selatan! Kapan kau lihat bendera besar di kerak tinggi dan dengar terompet dibunyikan, kau mesti kembali untuk melakukan penyerangan membalas!"
Semua perwira itu menyahuti tanda mereka
menerima titah, habis itu semua bawa barisannya menyingkir ke arah yang telah disebutkan tadi, maka sebentar saja, tentera Mongolia itu nampaknya lati serabutan keempat penjuru arah.
Tentara musuh bersorak-sorai menampak lawannya lari tumpang siur, mereka pun segera melihat bendera putih besar dari Temuchin di atas bukit, mereka lantas saja berkoak-koak: "Tangkap hidup Temuchin!
Tangkap hidup Temuchin!"
Lalu tentara itu dengan rapat sekali, berlomba mendaki bukit, mereka tidak ambil peduli lagi kepada musuh yang lari tunggang-langgang.
Temuchin tetap berdiam tegak di tempatnya, ia dikitari belasan pengiringnya yang dengan memasang tameng mereka itu, melindungiini pemimpin dari sambarannya berbagai anak panah. Dilain pihak adik angkat Temuchin, yaitu Sigi Kutuku, bersama Jelmi panglima yang kosen, dengan lima ribu jiwa serdadu mereka, melakukan pembelaan si sekitar bukit itu, tak sudi mereka mundur dari serangan musuh, mereka tidak menghiraukan anak panah dan golok.
Kwee Ceng saksikan itu semua, ia gembira
berbareng negri. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah bertempur sekitar satu jam lebih, dari lima ribu serdadunya Temuchin itu, seribu lebih telah terbinasa, akan tetapi juga serdadu musuh, banyak yang telah rubuh, jumlahnya bebearap ribu jiwa, hanya karena jumlah mereka jauh lebih besar, mereka menang di atas angin, apa pula penyerang di pojok timur utara tampak lebih garang. Musuh telah
mendesak hingga hampir sukar untuk dicegah lagi.
Putra ketiga dari Temuchin, yaitu Ogatai yang berada di samping ayahnya, menjadi cemas hatinya.
"Ayah, apa boleh kita kerek bendera dan
membunyikan terompet?" dia bertanya.
Dengan matanya yang tajam bagai mata burung
elang, Temuchin mengawasi ke bawah kepada tentara musuh, lalu dengan suara dalam, ia menyahuti:
"Musuh masih belum lelah."
Ketika itu penyerangan musuh di timur laut
bertambah hebat. Di sana pun dikerek batang bendera besar. Itu ada tanda bahwa di sana ada tiga kepala perang yang memegang pimpinan.
Di pihak Mongolia, orang terpaksa main mundur.
Jelmi lari naik ke atas bukit.
"Kha Khan, anak-anak tak sanggup bertahan!" dia teriaki junjungannya.
"Tak sanggup bertahan"!" berseru Temuchin
dengan gusar. "Bagaimana dapat kau banggakan diri sebagai satu pendekar gagah perkasa"!"
Air mukanya Jelmi menjadi berubah, lantas ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
rampas sebatang golok besar dari tangannya satu serdadu, dengan bawa itu sambil serukan seruan-seruan peperangan bangsanya, ia menerjang barisan musuh, ia membuka jalan hingga di depan satu
bendera hitam. Sejumlah serdadu mush mundur melihat orang
demikian bengis. Jelmi maju menyerang tiga serdadu musuh yang bertubuh besar, ia binasakan satu demi satu, kemudian dengan lemparkan goloknya, ia
rangkul ketiga bendera besar itu untuk dibawa lari mendaki bukit, setibanya di atas, ia tancap tiga batang bendera itu di tanah!
Kaget nusuh menyaksikan lawannya demikian
kosen. Dilain pihak, tentara Mongolia bertempik sorak, mereka lantas tutup pula kebocoran di timur utara itu.
Berselang lagi satu jam, dipihak musuh, di pojok barat selatan, tampak satu panglima dengan pakaian perang hitam, hebat ilmu panahnya, sebentar saja ia telah rubuhkan belasan tentera Mongolia. Dua perwira Mongolia maju hendak menerjang tetapi mereka
disambut oleh anak panah dan rubuh karenanya.
"Bagus ilmu panahnya!" Temuchin puji musuh itu.
Justru itu, "Ser!" sebatang anak panah menyambar sebelum pimpinan Mongol ini dapat berdaya, lehernya telah terkena anak panah itu, sedang satu anak panah lainnya menyambar ke arah perutnya.
Biar bagaimana juga, Temuchin adalah satu orang peperangan yang ulung, walaupun lehernya terluka dan sakit sekali rasanya, ia tidak menjadi gugup, dengan kedut lesnya, ia membuat kudanya berjingkrak berdiri dengan dua kaki belakangnya. Dengan begitu, anak panah tidak lagi menyambar ke perut orang,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hanya nancap di dadanya kuda, nacap sampai di batas bulu. Maka tidak ampun lagi, rubuhlah binatang tunggangannya itu berikut penunggangnya.
Semua serdadu Mongol kaget, semua lantas
meluruh untuk tolongi kepala perang mereka. Musuh gunai ketika baik ini untuk menerjang naik dengan hebat.
Kutuku di arah barat telah pimpin tentaranya
melawan musuh, ia kehabisan anak panah dan
tobaknya pun telah patah, terpaksa ia balik mundur.
Merah matanya Jelmi melihat kawannya itu mundur.
"Kutuku, apakah kau ngiprit sebagai kelinci?" ia menegur dengan ejekannya.
Kutuku tidak gusar, sebaliknya ia tertawa. "Siapa lari ngiprit?" katanya. "Aku kehabisan anak panah!"
Temuchin yang rebah di tanah telah tarik keluar anak panahnya dari kantong panahnya yang tersulam, ia lemparkan itu kepada adik angkatnya itu.
Mendapatkan anak panah, Kutuku segera beraksi.
Beruntun tiga kali ia memanah kepada musuh yang berada dibawahnya sebuah bendera hitam, sebatang busur membuat musuh itu rubuh, sesudah mana, ia memburu ke bawah bukit, untuk rampas kuda musuh, akan kemudian ia lari pula naik ke atas.
"Saudaraku yang baik, hebat kau!" Temuchin puji adik angkatnya itu.
Kutuku mandi keringat. "Apakah sekarang sudah boleh kita menaikkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bendera dan membunyikan terompet?" ia tanya,
suaranya perlahan. Temuchin tutup lukanya dengan telapakn
tangannya, darah molos keluar dari sela-sela jari tangannya itu, dalam keadaan terluka, ia memandang ke arah musuh.
"Musuh masih belum lelah," sahutnya. "Kita tunggu sebentar lagi."
Kutuku lantas berlutut di depan kakak angkatnya itu, yang berbareng menjadi pemimpinnya.
"Kami semua rela berkorban untuk kau," katanya,
"Tapi Kha Khan, tubuhmu penting sekali!"
Mendengar itu, melihat sikap orang, Temuchin
lantas berlompat untuk naik ke atas seekor kuda.
"Semuanya membela mati bukit ini!" ia berseru.
Dengan goloknya yang panjang, ia bunuh tiga musuh yang menerjang ke arahnya.
Musuh yang tengah merangsak naik, kaget melihat kepala perang lawannya dapat naik kuda pula,
sendirinya mereka mundur, hingga penyerangan
mereka menjadi reda. Temuchin lihat keadaan itu, ia gunai ketikanya yang baik. "Naikkan bendera! Tiup terompet!" dia berteriak dengan titahnya.
Tentara Mongolia bertempik sorak, lalu bendera putih yang besar dikerek naik, disusul sama bunyi terompet ynag riuh. Serempak dengan itu, tentera Mongolia dengan bersemangat menyerang dari segala penjuru, dimana mereka berada.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Musuh berjumlah besar, barisan mereka tengah
kacau, maka itu diserang demikian mendadak, mereka menjadi bertambah kacau.
Panglima dengan seragam hitam itu nampak
keadaan jelek, ia berteriak-teriak untuk mencegah kekacauan, akan tetapi sia-sia saja percobaannya itu, tentaranya tak dapat dikendalikan lagi. Maka itu tidak usah berselang dua jam, runtuhlah pasukan perang yang besar itu, termusnahkan pasukan Mongolia yang jumlahnya lebih sedikit tetapi yang semangatnya berapi-api. Sisa tentara lantas lari serabutan, si panglima seragam hitam sendiri terpaksa kaburkan kudanya.
"Tangkap musuh itu!" Temuchin memberi titah.
"Hadiahnya sepuluh kati emas!"
Beberapa puluh serdadu Mongol sudah lantas
kaburkan kuda mereka, akan kejar panglima berbaju hitam itu. Mereka itu mendekati saling susul. Akan tetapi lihay panah si panglima, tak pernah gagal, maka itu belasan serdadu lantas saja terjungkal dari kuda mereka, hingga yang lainnya menjadi terhalang.
Dengan begitu pula pada akhirnya, panglima itu dapat meloloskan diri.
Kwee Ceng dari tempat sembunyinya sangat
mengagumi panglima berbaju hitam itu.
Dengan pertempuran ini Temuchin, ialah pihak
Mongolia, telah peroleh kemenangan besar dan
musuhnya ialah bangsa Taijiut, telah musnah lebih daripada separuhnya. Maka sejak itu, Temuchin tidak usah khawatirkan lagi ancaman dari pihak musuhnya itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan kegirangan, sambil bersorak-sorak, tentara Mongolia iringi kepala perangnya berangkat pulang.
Kwee Ceng tunggu sampai orang sudah pergi
semua, tak kecuali mereka yang mengurus korban-korban, baharu ia keluar dari tempat sembunyinya.
Ketika ia tiba dirumahnya, waktu sudah tengah malam, justru ibunya sedang berdebar-debar hatinya
memikirkan anaknya yang dikhawatirkan menghadapi ancaman bahaya.
Kwee Ceng segera terangkan kepada ibunya
kenapa ia pulang lambat sekali.
Senang Lie Peng akan saksikan anaknya bercerita dengan cara sangat gembira, anak ini tidak sedikit juga menunjukkan hati jeri, maka itu ia menjadi teringat kepada suaminya.
"Dasar turunan orang peperangan, ia mirip dengan ayahnya?" pikir ibu ini. Maka diam-diam ia pun bergirang.
Tiga hari kemudian, pagi-pagi sekali, Lie Peng berangkat ke pasar yang terpisahnya kira-kira tigapuluh lie lebih dari rumahnya untuk menukar tenunannya, - dua helai permadani " dengan barang-barang makanan. Kwee Ceng ditinggal di rumah untuk menjagai binatang piaraan mereka. Anak ini ingat akan peperangan yang ia saksikan, ia jadi gembira sekali, ia anggap peperangan itu dapat dibuat permainan, maka dengan mainkan cambuknya, sambil ia duduk di atas kudanya, ia mencoba menggiring kambingnya pulang pergi. Ia mau anggap dirinya adalah satu panglima perang!
Tengah anak ini main jenderal-jenderalan itu, tiba-tiba ia dengar tindakan kaki kuda di arah timur, apabila
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ia menoleh, ia tampak seekor kuda lari mendatangi, di bebokong kuda ada satu tubuh manusia yang
mendekam. Begitu datang dekat, kuda itu kendorkan larinya. Penunggang kuda itu yang mendekat, treus angkat kepalanya, memandang kepada si bocah itu, siapa lantas menjadi kaget sekali, hingga ia keluarkan teriakan tertahan.


Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Penunggang kuda itu mukanya penuh debu
bercampur darah, adalah si panglima perang berbaju hitam yang gagah, yang Kwee Ceng saksikan dan mengaguminya, ditangan kirinya ia mencekal goloknya yang telah buntung, golok yang mana pun ada darah yang sudah mengental, sedang panahnya tidak
kedapatan padanya. Mungkin ia yang tengah
melarikan diri telah bertemu pula dengan musuh. Di pipi kanannya ada sebuah luka besar dan masih mengucurkan darah. Paha kudanya pun terluka,
darahnya masih mengalir. Tubuh panglim aitu bergoyang-goyang, matanya
bersinar merah. "Air"air"lekas bagi air?" katanya, suaranya
parau. Kwee ceng lantas lari mengambil air dingin dari jambangannya, yang mana si panglima lantas saja sambar untuk digelogoki.
"Mari lagi satu mangkok!" dia meminta pula.
Panglima itu baharu minum setengah mangkok, air itu sudah bercampur dengan darah yang mengalir dari lukanya, tetapi ia rupanya telah puas telah dapat air, tiba-tiba ia tertawa, hanya habis itu wajahnya berjengit, tubuhnya terus rubuh dari atas kudanya itu. Dia jatuh pingsan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng kaget dan bingung, ia menjerit. Tak tahu ia mesti berbuat apa.
Selang sekian lama, orang itu sadar dengan
sendirinya. "Lapar! Lapar!" kali ini ia bersuara.
Kwee Ceng lekas-lekas mengambilkan beberapa
potong daging kambing, orang itu memakannya
dengan sangat bernafsu, setelah itu ia dapat pulang tenaganya. Demikian dia bisa geraki tubuhnya untuk berduduk.
"Adik yang baik, banyak-banyak terima kasih
kepadamu!" dia mengucap. Dari lengannya ia tarik sebuah gelang emas yang kasar dan berat. "Untukmu!"
dia tambhakan seraya dia angsurkan barang permata itu kepada bocah itu.
Kwee Ceng menggeleng-gelengkan kepala. "Ibu
telah pesan, kami harus membantu tetamu tetapi tidak boleh menginginkan barang tetamu," ia bilang.
Orang itu tercengang, lalu ia tertawa terbahak-bahak. "Anak yang baik! Anak yang baik!" ia memuji. Ia lantas sobek ujung bajunya, untuk dipakai membalut lukanya. Ia pun balut luka kudanya.
Itu waktu samar-samar terdengar suara larinya banyak kuda di arah timur, mendengar itu tetamunya Kwee Ceng ini menjadi gusar sekali.
"Hm, dia tak hendak melepaskan aku!" serunya
sengit. Ia pun lantas memandang ke arah timur itu.
Kwee Ceng pun lantas ikut memandang juga.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekarang di sebelah suara berisik itu terlihat debu mengepul. Rupanya banyak sekali serdadu barisan berkuda temgah mendatangi.
"Anak yang baik, apakah kau ada punya panah?"
tanya si tetamu. "Ada!" sahut Kwee Ceng yang terus lari ke dalam untuk ambil panahnya.
Orang itu perlihatkan roman girang, hanya tempo si bocah itu kembali, ia menjadi lesu. Tapi lekas sekali ia tertawa berkakakkan.
Kwee Ceng telah bawa gendewa dan anak
panahnya yang kecil. "Aku hendak bertempur, aku ingin panah yang
besar"." katanya panglim aitu kemudian, alisnya lantas menjadi ciut.
"Yang besar tidak ada"." sahut Kwee Ceng.
Ketika itu pasukan yang mendatangi telah tampak semakin tegas, benderanya pun berkibar-kibar.
"Seorang diri tak dapat kau lawan mereka, lebih baik kau sembunyi," kata Kwee Ceng kemudian.
"Sembunyi di mana?" orang itu tanya.
Kwee Ceng menunjuki tumpukan rumput kering di belakang rumahnya.
"Aku tidak akan mengasih tahu kepada mereka," ia berjanji tanpa diminta.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Orang itu mengambil putusan denagn segera. Ia insyaf, walaupun ia sudah dapat pulang tenaganya, dengan kudanya yang terluka, tak dapat ia lari lebih jauh. Jadi ada lebih selamat untuk sembunyikan diri.
Lain jalan tidak ada. "Baik, aku serahkan jiwaku kepadamu!" katanya.
"Pergi kau usir kudaku!" setelah berkata demikian, ia pun lari ke tumpukan kering itu dan menyelusup kedalamnya.
Kwee Ceng mencambuk kuda itu, dua kali atas
mana kuda yang hitam bulunya itu segera lompat kabur, sesudah lari cukup jauh, bahar ia berhenti untuk makan rumput.
Kwee Ceng naik ke atas kudanya, ia laikan kuda itu bolak balik. Ia bisa berlaku tenang, seperti tak pernah terjadi sesuatu.
Tidak lama tibalah barisan berkuda itu. Mereka rupanya lihat bocah yang menunggang kuda itu, dua serdadu lantas menghampirinya.
"Eh, bocah, kau lihat tidak satu orang yang
menunggang kuda hitam?" Itulah teguran dari satu diantara dua serdadu itu, suaranya kasar.
"Ya, aku dapat lihat," Kwee ceng menjawab.
"Di mana?" tanya serdadu yang kedua.
Kwee Ceng menunjuk ke barat. "Dia sudah pergi lama sekali," ia menerangkan
"Bawa dia kemari" berseru perwira yang mengepalai pasukan itu. Ia tidak dengar pembicaraan di antara dua orangnya dengan si bocah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mari ketemu pangeran!" berkata dua serdadu itu, yang lantas terus tarik les kuda orang untuk dibawa kepada sang pangeran.
Si pangeran telah sampai di depan rumah
"Aku tidak akan bicara!" Kwee Ceng telah mabil keputusan dalam hatinya.
Ia lihat banyak serdadu sedang mengiringi satu anak muda yang kurus dan jangkung, yang tubuhnya ditutupi denagn mantel merah. Ia lantas kenali itu adalah panglima yang pimpin tentera. Dia adalah putra sulung dari Temuchin.
"Apakah katanya bocah ini?" tanya ia membentak.
Dua serdadu itu sampaikan jawabannya Kwee
Ceng. Dengan matanya mengandung kecurigaan, putra
sulung itu memandang ke sekitarnya. Ia lantas dapat lihat itu kuda hitam yang lagi makan rumput di kejauhan.
"Bukankah itu kudanya?" ia tanya, suaranya dalam.
"Coba bawa kuda itu kemari!"
Begitu keluar perintah itu, sepuluh serdadu lanats bergerak dengan mereka memecah diri dalam lima rombongan, untuk hampirkan itu kuda denagn
dikurung, hingga walaupun binatang itu berniat lari, jalannya sudah tertutup. Dengan gampang ia kena ditangkap dan dituntun.
"Hm! Bukankah itu kudanya Jebe?" putra itu tanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Benar!" sahut banyak serdadu, suara mereka riuh.
Putra sulung itu ayunkan cambuknya ke arah
kepalanya Kwee Ceng. "Dia sembunyi di mana, hai, setan cilik"!" tanya dengan bengis. "Jangan kau harap dapat mendustai aku!"
Jebe, itu panglima berseragam hitam yang
sembunyi di dalam tumpukan rumput, bersembunyi sambil memasang mata, tangannya mencekal keras goloknya yang panjang. Ia lihat penganiayaan itu yang menyebabkan jidatnya Kwee ceng memebri tanda
baret merah, hatinya menjdai memukul keras. Ia kenal si putra sulung " putra Temuchin itu " ialah Juji yang tabiatnya keras dan kejam. Ia memikir: "Pasti bocah itu tak tahan sakit dan ektakutan. Tidak ada jalan lain, aku terpaksa mesti keluar untuk adu jiwaku"."
Kwee Ceng kesakitan bukan main, mau ia
menangis akan tetapi ia menahan sakit, ia cegah keluarnya air matanya. Dia angkat kepalanya dan menanya dengan berani: "Kenapa kau pukul aku"
Mana aku ketahui dia bersembunyi di mana!"
"Kau membandel"!" bentak Juji. Lagi sekali ia mencambuk.
Kali ini Kwee Ceng tak dapat tak menangkis.
Tapinya ia lantas berteriak : "Aku tidak tahu! Aku tidak tahu!"
Ketika itu sejumlah serdadu sudah geledah
rumahnya Kwee ceng, sedang dua yang lain menusuk-nusuk ke dalam tumpukan rumput kering itu.
Kwee Ceng lihat orang hendak tusuk bagian dimana
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
panglima nelusup, tiba-tiba tangannya menunjuk ke tumpukan rumput yang jauh sambil ia berteriak: "Lihat di sana, benda apakah itu yang bergerak-gerak?"
Semua serdadu lantas berpaling mengawasi,
mereka tidak lihat suatu apa yang bergerak. Kedua serdadu tadi pun sampai lupa untuk menusuk-nusuk terlebih jauh.
"Kudanya ada disini, dia mestinya tidak lari jauh!"
Juji berkata pula. "Eh, setan cilik, kau hendak bicara atau tidak"!". Dia mengancam pula Kwee Ceng
dengan cambuknya diayun tiga kali beruntun.
Hampir di itu waktu dari kejauhan terdengar suara terompet.
"Kha Khan datang!" sejumlah serdadu berteriak.
Juji lantas berhenti mencambuk, ia putar kudanya untuk menyambut ayahnya, Temuchin, Kha Khan "
Khan yang terbesar. "Ayah!" demikian ia menyambut.
Ayahnya itu dirubungi banyak pengiringnya.
Berat lukanya Temuchin bekas terpanah Jebe,
tetapi di medan perang, ia coba sebisanya akan menahan sakit, adalah sehabisnya pertempuran, ia pingsan beberapa kali, hingga ia perlu ditolongi dengan Jelmi panglimanya serta Ogotai putranya yang ketiga, mesti isap darah " hingga darahnya itu ada yang kena ketelan dan dimuntahkan. Satu malam dia gadangi semua panglimanya serta keempat putranya.
Baharu keesokan harinya, di hari kedua, dia lolos dari ancaman bahaya maut.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oleh karena itu, tentera Mongolia dikirim ke empat penjuru untuk cari Jebe, yang hendak ditawan, untuk hukum dia dengan dibeset empat kuda dan dicincang tubuhnya guna membalaskan sakit hatinya Khan yang terbesar itu.
Dihari kedua pada wkatu sore, sepasukan serdadu berhasil menemukan Jebe. Musuh itu dikepung tetapi ia dapat meloloskan diri sambil membinasakan
beberapa jiwa serdadu Mongol. Ia sendiri pun telah terluka.
Kapan Temuchin dengar kabar itu, lebih dahulu ia kirim putra sulungnya, Juji, pergi menyusul dan mengejar, kemudian ia sendiri mengajak putranya yang kedua, Jagati, putranya yang ketiga, Ogotai dan putra sulungnya, Tuli, cepat menyusul. Inilah sebabnya kenapa ia datang belakangan.
"Ayah, kuda hitamnya bangsat itu telah dapat
ditemukan!" ia memberitahukan.
"Aku tidak menghendaki kuda tetapi orangnya!"
ayahnya itu menjawab. "Ya!" sahut putra itu. "Pasti kita akan
mendapatkannya!" Ia balik kepada Kwee Ceng . Kali ini ia hunus goloknya, ia bolang-balingkan itu ke udara.
"Kau hendak berbicara atau tidak!" ia mengancam.
Kwee Ceng telah mandi darah pada mukanya, ia
jadi terlebih berani. "Aku tidak mau bicara! Aku tidak mau bicara!" ia berteriak berulang-ulang.
Mendengar itu, Temuchin berpikir, kenapa bocah itu mengatakan: "Tidak mau bicara" dan bukannya "Aku tidak tahu?" Maka ia lantas berbisik kepada Ogotai:
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Pergi kau bujuki ia hingga ia suka berbicara."
Putra ketiga itu menurut sambil tertawa, muka ramai dengan senyuman, ia hampiri Kwee Ceng. Dari kopiah perangnya ia pun cabut dua batang bulu merak yang berkilauan.
"Kau bicaralah, akan aku berikan ini padamu?" ia kata seraya angsurkan bulu merak itu.
"Aku tidak mau bicara!" Kwee Ceng ulangi
jawabannya. Putra kedua dari Temuchin menjadi habis sabar.
"Lepas anjing!" ia menitahkan.
Lantas pengiringnya muncul dengan enam ekor
anjing yang besar. Bangsa Mongol paling gemar berburu, maka itu setiap keluarga bangsawan atau panglima perang mesti memelihara anjing-anjing peranti berburu, begitupun burung elang besar. Jagatai adalah putra paling gemar berburu, kapan ia pergi berburu, dia tentu bawa enam ekor anjingnya itu.
Sekarang anjing itu diperintah dibawa mengitari kuda hitam, untuk diberi bercium bau, habis itu baru semuanya dilepaskan dari rantainya.
Kwee Ceng dengan Jebe tidak saling mengenal,
hanya kegagahan panglima berseragam hitam itu sangat mengesankan kepadanya, hingga dengan
lantas ia suka memberikan pertolongannya. Sekarang setelah ia dianiaya Juji, timbul kemarahannya, bangkit keangkuhannya dan tidak sudi ia menyerah. Kapan ia lihat orang melepas anjing, tahu ia panglima itu terancam akan ketahuan tempat persembunyiannya, untuk mencegah ia lantas bersiul memanggil anjingnya sendiri, anjing pembantu penggembala.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Enam ekor anjingnya Jagati sudah mulai mencium-cium ke tumpukan rumput kering, kapan anjing Kwee Ceng dengar panggilan majikannya, tahu ia akan tugasnya, ia mendahului menghalang di depan
tumpukan rumput kering itu dan melarang enam ekor anjing itu menghampirinya.
Jagati menjadi tidak senang, ia perintah anjingnya maju, maka sekejap saja terjadilah pertarungan yang sengit sekali, gonggongan mereka sangat berisik.
Sayang anjing penggembala itu jauh lebih kecil dan ia pun bersendirian, ia lanats digigit di sana sini, banyak lukanya. Tapi ia gagah, dia tak mau mundur.
Hati Kwee Ceng menjadi kecil, tetapi ia pensaran dan marah, ia perdengarkan suaranya berulang-ulang menganjuri anjingnya melawan terus.
Hati Juji menjadi sangat dongkol, ia ayunkan pula cambuknya berulangkali hingga Kwee Ceng
merasakan sakit ke ulu hatinya, hingga ia rubuh bergulingan, tempo ia berguling sampai di kaki si putra sulung, mendadak ia angkat tubuhnya untuk sambar pahanya si Juji yang terus ia gigit.
Juji berontak tetapi ia tak dapat lepaskan
pelukannya anak itu yang memegang ia dengan keras sekali.
Menampak sang kakak kelabakan, Jagatai, Ogotai dan Tuli menjadi tertawa bergelak-gelak.
Mukanya Juji menjadi merah, ia ayunkan goloknya ke lehernya si Kwee Ceng. Disaat batang lehernya bocah yang bernyali besar itu bakal menjadi putus, tiba-tiba sebuah golok buntung menyambar, mengenai tepat goloknya Juji itu. Nyaring bentroknya kedua senjata itu. Juji terperanjat, sebab goloknya hampir
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terlepas dari cekalannya.
Semua orang terkejut, antaranya ada yang berseru kaget.
Menyusuli goloknya itu, Jebe lompat keluar dari tempatnya bersembunyi. Ia sambar Kwee Ceng, yang ia tarik tubuhnya dengan tangan kiri untuk disingkirkan ke belakangnya, terus dengan tertawa dingin, dia berkata: "Menghina anak kecil, tak malukah"!"
Lantas saja Jebe dikurung oleh serdadu Mongol, yang bersenjatakan golok dan tombak. Ia lemparkan goloknya.
Juji menjadi sangat gusar, ia meninju dada orang.
Atas itu Jebe tidak membalas menyerang. Sebaliknya ia berseu: "Lekas bunuh aku!" Kemudian, dengan suara mendalam, ia menambahkan: "Sayang aku tak dapat terbinasa di tangannya satu orang gagah perkasa"!"
"Apakah kau bilang?" tanya Temuchin.
"Jikalau aku dibinasakan di medan perang oleh orang yang dapat menangi aku, aku akan mati dengan puas," sahut Jebe, "Sekarang ini burung elang jatuh di tanah, dia mati digerumuti semut!"
Habis mengucap begitu, terbuka lebar matanya ini panglima, dia berseru dengan keras.
Enam anjingnya Jagatai yang lagi gigiti anjingnya Kwee Ceng menjadi kaget, semuanya lompat mundur dengan ketakutan, ekornya diselipkan ke
selangkangannya. Disampingnya Temuchin muncul satu orang. "Kha
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Khan, jangan kasih bocah ini pentang mulut besar!" dia berseru. "Nanti aku layani dia!"
Temuchin lihat orang itu adalah panglimanya,
Borchu. Ia girang sekali. "Baik, pergi kau layani dia!" ia menganjurkan.
Borchu maju beberapa tindak. "Seorang diri akan aku bunuh kau, supaya kau puas!" katanya nyaring.
Jebe awasi orang itu, yang tubuhnya besar dan suaranya nyaring. "Siapa kau"!" ia tanya.
"Aku Borchu!" panglima itu membentak.
Jebe berpikir: "Memang pernah aku dengar Borchu adalah orang kosen bangsa Mongolia, kiranya dia inilah orangnya?" Ia tidak menjawab, ia cuma
perdengarkan suara dingin, "Hm!"
"Kau andalkan ilmumu memanah, orang sampai
menyebut kau Jebe," berkata Temuchin. "Maka
sekarang, pergilah kau bertanding dengan sahabatku ini!"
"Jebe" itu memang berarti "Ahli memanah". Jebe ada punya namanya sendiri tetapi nama itu kalah dengan gelarannya, hingga orang tidak mengetahuinya lagi.
Mendengar orang adalah "sahabatnya" Temuchin, Jebe berkata: "Kau adalah sahabatnya Khan yang terbesar, aku akan lebih dahulu binasakan padamu!"
Tertawa Mongol tertawa riuh. Mereka anggap orang ini tidak tahu diri. Borchu itu kosen dan belum pernah ada tandingannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika dahulu Temuchin belum menjadi kepala
bangsa Mongol, dia pernah ditawan bangsa Taijiut, musuhnya, lehernya dipakaikan kalung kayu. Bangsa Taijiut itu membikin pesta di tepinya sungai Onan, sembari minum koumiss, mereka saban-saban
mencaci Temuchin, yang mereka hinakan sesudah mana mereka berniat membunuhnya. Setelah pesta bubaran, Temuchin berhasil menghajar penjaganya dengan kalung kayunya itu, ia lari ke dalam rimba, siasia bangsa Taijiut mencari dia.
Satu anak muda yang bernama Chila"un tidak takut bahaya, dia tolongi Temuchin, kalung kayunya dirusaki dan dibakar. Ia dinaiki ke atas sebuah kereta besar yang muat bulu kambing. Ketika musuh Taijiut datang mencari dan rumah Chila"un digeledah, digeledah juga kereta itu. Hampir Temuchin kepergok tapi ayahnya Chila"un pintar, dia berkata: "Hari begini panas mengendus, mustahil orang dapat sembunyi di dalam bulu kambing" Memang hawa ada sangat panas,
setiap orang seperti bermandikan keringat. Alasan itu kuat, kereta itu batal digeledah.
Setelah lolos ini, sengsara hidupnya Temuchin.
Bersama ibu dan adik-adiknya ia mesti hidup dari daging tikus hutan. Sudah itu pada suatu hari, delapan ekor kudanya yang putih pun kena orang curi. Ia penasaran, ia pergi mencari pencuri kuda itu. Ia ketemu satu anak muda yang lagi peras susu kuda. Ia tanya kalau-kalau pemuda itu lihat pencuri kudanya.
Pemuda itu ialah Borchu. Dia berkata:
"Penderitaannya bangsa pria sama saja, mari kita ikat persahabatan." Temuchin sambut itu ajakan. Maka kemudian, mereka berdua pergi mencari bersama.
Tiga hari mereka menyusul, baharu mareka dapat menyandak si pencuri kuda. Dengan panah mereka yang lihay, mereka bubarkan rombongan pencuri kuda
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu dan berhasil merampas pulang ke delapan kuda yang dicuri itu. Temuchin hendak membalas budi dengan membagi kudanya. Ia tanya sahabatnya itu menghendaki berapa ekor. Borchu menjawab: "Aku keluarkan tenaga untuk sahabatku, seekor juga aku tidak menginginkannya!"
Sejak itu keduanya bekerjasama, sampai Temuchin berhasil mengangkat dirinya. Borchu tetap menjadi sahabatnya dengan berbareng menjadi panglimanya, hingga bersama Chila"un ia menjadi empat di antara menteri besar dan berjasa dari Jenghiz Khan (nama Temuchin setelah ia menaklukan bangsa-bangsa yang lain).
Temuchin tahu kegagahannya Borchu, ia serahkan panahnya sendiri. Ia pun lompat turun dari kudanya.
"Kau naik atas kudaku, kau pakai panahku,"
katanya. "Itu sama saja dengan aku sendiri yang memanah dia!"
"Baik!" Borchu menyahuti. Dengan tangan kiri
mencekal gendewa dan tangan kanan memegang
naka panah, dia lompat ke atas kudanya Temuchin.
"Kau kasihkan kudamu pada Jebe!" Temuchin
berkata pada Ogotai, putranya yang ketiga.
"Sungguh dia beruntung!" kata Ogotai, yang suruh orang serahkan kudanya.
Jebe naik ke bebokong kuda, dia berkata pada
Temuchin: "Aku telah terkurung olehmu, sekarang kau beri ketika untuk aku adu panah dengannya, aku bukannya seorang yang tak tahu diri, tak dapat aku layani dia cara seimbang. Aku menghendaki hanya sebuah gendewa, tak usah anak panahnya!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kau tak pakai anak panah"!" tanya Borchu gusar.
"Tidak salah!" sahut Jebe. "Dengan sebuah
gendewa saja, aku pun dapat membunuh kau!"
Tentara Mongol menjadi berisik. "Binatang ini sangat sombong!" seru mereka.
Borchu tahu Jebe memang lihay, dia tidak berani memandang enteng. Ia jepit perut kudanya akan bikin kuda itu lari. Binatang itu yang telah berpengalaman, tahu akan tugasnya.
Jebe lihat kuda lawan gesit, ia pun larikan kudanya ke lain arah.
Borchu lantas bersiap, lalu "Ser!" maka sebuah anak panah menyambar ke arah Jebe.
Jebe berkelit dan sambil berkelit tangannya
menyambar, menangkap anak panah itu.
Borchu terkejut, ia memanah lagi pula.
Jebe tidak sempat menangkap pula, ia mendekam akan aksih lewat anak panah itu. Ia selamat. Tapi Borchu tidak berhenti sampai disitu, lagi dua kali ia memanah dengan saling susul. Kali ini Jebe kaget.
Inilah ia tidak sangka. Tidak lagi ia mendekam, ia hanya bawa tubuhnya turun dari bebokong kuda, kaki kanannya nyangkel pada sanggurdi, tubuhnya meroyot hampir mengenao tanah. Ia tidak cuma menolong diri, kesempatan ini dipakai untuk membalas menyerang, mengarah perut Borchu, habis mana ia angkat
Jejak Di Balik Kabut 31 Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Kisah Sepasang Rajawali 9
^