Jejak Di Balik Kabut 31
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 31
yang keluar dari mulutnya.
Ki Waskitalah yang kemudian berkata, "Sudahlah. Marilah
kita jalani kehidupan kita selanjutnya sebagaimana adanya.
Bukankah kau akan menghadap Ki Gede Pemanahan, Paksi?"
"Ya, Guru" suara Paksi merendah. Bahkan iapun bertanya,
"Apakah aku masih diperkenankan memanggil guru?"
"Aku tidak akan berkeberatan, Paksi. Aku tahu, bahwa
hubungan di antara kita tidak akan dapat berubah dengan
serta-merta" Paksi terdiam. Sementara Pangeran Benawa yang sama
sekali tidak mencampuri pembicaraan antara Paksi dengan Ki
Waskita sebagaimana Raden Sutawijaya itupun berkata, "Kami
ingin minta ijin kepada Paman Pemanahan, apakah kami dapat
mencari adik laki-laki Paksi menurut cara kami sendiri"
Ki Waskita mengangguk-angguk. Dengan nada berat
Paksipun bertanya kepada Ki Waskita, "Bukankah Guru tidak
berkeberatan?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, sama sekali tidak, Paksi. Aku tahu, bahwa kau tidak
mau menghadapi persoalan yang rumit kelak dengan adikmu.
Bagiku, anak itu adalah tetap adikmu"
Paksi mengangguk kecil. Sementara itu Raden
Sutawijayapun berkata, "Mudah-mudahan ayah tidak
berkeberatan asal kami tidak mengacaukan rancangan yang
sudah disusun oleh ayah"
"Aku kira Ki Gede tidak akan berkeberatan, Raden"
Ketiganyapun kemudian minta diri. Sebelum mereka
meninggalkan Ki Waskita, Pangeran Benawapun berpesan,
"Kami akan selalu menghubungi Ki Waskita di tempat ini. Jika
Ki Waskita mendapat keterangan tentang anak itu, kami minta
Ki Waskita memberitahukan kepada kami"
"Baik, Pangeran. Hampir setiap malam aku ada disini.
Kecuali jika Ki Gede Pemanahan memanggil karena ada
petunjuk-petunjuk penting"
Demikianlah, mereka bertigapun segera pergi ke rumah Ki
Gede Pemanahan untuk menghadap. Baru kemudian mereka
akan bertemu dan berbicara dengan Ki Tumenggung
Yudatama sebagai senapati yang memimpin perburuan untuk
menangkap Harya Wisaka. Meskipun Harya Wisaka sendiri belum tertangkap, tetapi
bahwa salah seorang kepercayaannya, Ki Tumenggung Sarpa
Biwada dapat tertangkap, sudah merupakan hasil yang selalu
dibicarakan oleh rakyat Pajang. Mereka menganggap bahwa Ki
Tumenggung Yudatama memiliki kelebihan dari para
pemimpin dari pasukan yang memburu Harya Wisaka, karena
tidak seorang pun di antara para pemimpin pengikut Harya
Wisaka yang tertangkap. Ketika Paksi mengajukan permohonan kepada Ki Gede
Pemanahan untuk mencari adiknya di sela-sela usaha Ki
Tumenggung Yudatama memburu Harya Wisaka, Ki Gede
sama sekali tidak berkeberatan. Apalagi kedatangan Paksi
disertai oleh anak Ki Gede itu sendiri, Raden Sutawijaya serta Pangeran Benawa. Namun Ki Gede juga memerintahkan
kepada mereka untuk menghadap Ki Tumenggung Yudatama.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika mereka menemui Ki Tumenggung Yudatama di
baraknya, Ki Tumenggung sedang berbincang dengan
beberapa orang perwira di dalam pasukannya. Mereka masih
selalu berusaha menemukan cara untuk dapat menangkap
Harya Wisaka, sehingga Paksi harus menunggu.
"Para pengikutnya yang dapat kita tangkap bersama-sama
dengan Ki Tumenggung Sarpa Biwada tidak dapat
memberikan petunjuk, Ki Tumenggung" berkata seorang lurah
prajurit. "Kenapa kita tidak memeras keterangan dari Ki
Tumenggung Sarpa Biwada itu sendiri?" bertanya seorang
rangga. Ki Tumenggung Yudatama menarik nafas dalam-dalam.
Katanya, "Ki Gede tidak memperkenankan kita memaksa Ki
Tumenggung Sarpa Biwada untuk berbicara dengan cara yang
tidak sepantasnya itu"
"Manakah cara yang pantas untuk mencari keterangan dari
seorang pemberontak?" bertanya seorang lurah yang lain.
"Kita harus mengikuti perintah Ki Gede"
Para perwira itupun terdiam. Tetapi mereka cenderung
untuk memaksa agar Ki Tumenggung Sarpa Biwada itu
berbicara. Dalam pada itu, Ki Tumenggung Yudatamapun berkata,
"Kita telah minta tolong Nyi Tumenggung untuk membujuk
agar Ki Tumenggung Sarpa Biwada itu bersedia berbicara"
"Tetapi bukankah Nyi Tumenggung itu tidak berhasil?"
sahut seorang lurah prajurit. "Ternyata Ki Tumenggung itu
juga belum berbicara"
"Kita tidak dapat tergesa-gesa. Diperlukan waktu untuk
melunakkan hati Ki Tumenggung Sarpa Biwada yang keras itu"
jawab Ki Tumenggung Yudatama
"Sementara itu, Harya Wisaka telah sampai di tlatah Jipang
atau Demak" desis seorang rangga seolah-olah ditujukan
kepada diri sendiri. Namun Ki Tumenggung Yudatama menjawab, "Aku yakin
bahwa Harya Wisaka masih berada di dalam kota. Penjagaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di perbatasan kota cukup ketat. Bukan hanya di pintu-pintu
gerbang. Tetapi kota ini seakan-akan telah dilingkari prajurit hingga temu gelang"
Para perwira itu memang merasa kecewa, bahwa mereka
masih sangat dibatasi untuk menyadap keterangan dari Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. Tetapi mereka tidak dapat
memaksa. Mereka tahu, bahwa Ki Tumenggung Yudatamapun dibatasi
pula oleh perintah Ki Gede Pemanahan.
Dengan demikian, maka mereka memusatkan usaha
pencaharian mereka dengan mengurai keterangan para
pengikut Harya Wisaka yang lain. Tetapi keterangan mereka
masih saja simpang siur. Ada di antara mereka yang memang
tidak tahu sama sekali. Ada yang karena terpaksa mengaku
mengetahui tempat persembunyian Harya Wisaka, namun
tidak pernah dapat dibuktikan. Sedangkan yang lain sengaja
berusaha menyesatkan pencaharian yang sulit itu.
Namun akhirnya pertemuan itupun berakhir dengan
kesimpulan yang masih tetap mengambang. Namun Ki
Yudatama memberitahukan, bahwa waktu yang akan
diberikan kepada Nyi Tumenggungpun akan dibatasi.
"Aku akan berbicara dengan Ki Gede Pemanahan"
Demikian pertemuan itu selesai, maka seorang prajurit
telah menghadap Ki Tumenggung untuk memberitahukan
bahwa Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi akan
menghadap. "Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi, anak Ki
Tumenggung Sarpa Biwada?"
"Ya, Ki Tumenggung"
"Persilahkan mereka masuk"
Prajurit itupun kemudian mempersilahkan Pangeran
Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi masuk ke dalam bilik
khusus Ki Tumenggung Yudatama.
"Silahkan Pangeran. Marilah Raden. Duduklah Paksi"
"Terima kasih, Ki Tumenggung" Pangeran Benawalah yang
menjawab. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketiganyapun kemudian duduk ditemui Ki Tumenggung
Yudatama dengan seorang rangga kepercayaan Ki
Tumenggung. "Barangkali Pangeran, Raden Sutawijaya dan Paksi
mempunyai keperluan khusus sehingga bertiga telah datang
ke barak kami ini?" bertanya Ki Tumenggung Yudatama.
"Ya, Ki Tumenggung" Pangeran Benawalah yang
menjawab, "kami bertiga datang untuk minta ijin kepada Ki
Tumenggung" "Minta ijin?" Ki Tumenggung justru mengerutkan dahinya.
"Atau barangkali Pangeran menyampaikan perintah kepada
kami dari Ki Gede atau bahkan Kangjeng Sultan sendiri?"
"Tidak, Ki Tumenggung. Kami benar benar ingin minta ijin"
"Ijin untuk apa, Pangeran?"
"Kami bertiga ingin mencari adik Paksi. Anak Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. Kami tahu bahwa Ki Tumenggung
masih dibebani tugas untuk menemukan Harya Wisaka. Kami
tidak ingin terjadi salah paham dengan usaha kami mencari
adik Paksi. Namun bukan berarti bahwa kami akan mencuci
tangan dalam usaha pencaharian Paman Harya Wisaka"
Ki Tumenggung Yudatama itu menarik nafas dalam-dalam.
Dengan dahi yang berkerut iapun bertanya, "Kenapa
Pangeran, Raden Sutawijaya dan Paksi harus turun sendiri"
Bukankah para prajurit tentu juga akan menangkapnya jika
mereka bertemu atau melihat Paksi itu"
"Kami mengerti, Ki Tumenggung. Tetapi apa salahnya kami
ikut mencarinya" Kami berjanji tidak akan mengganggu tugas
para prajurit. Bahkan seperti yang aku katakan tadi, kami akan membantu mencari tempat persembunyian Harya Wisaka
pula" "Apakah Pangeran sudah membicarakannya dengan Ki
Gede Pemanahan?" "Sudah, Ki Tumenggung. Paman Pemanahan tidak
berkeberatan. Tetapi aku harus mendapat ijin dari Ki
Tumenggung Yudatama"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah, Pangeran. Tetapi aku mohon, agar usaha
Pangeran tidak justru menghalau Harya Wisaka dari satu
persembunyian ke persembunyian lainnya, sehingga semakin
menyulitkan pencaharian kami"
"Kami berjanji, Ki Tumenggung"
"Baiklah, Jika Ki Gede sudah mengijinkan dan jika
Pangeran, Raden Sutawijaya dan Paksi berjanji untuk tidak
mengganggu tugas-tugas kami tetapi justru akan membantu,
aku tidak berkeberatan"
"Terima kasih, Ki Tumenggung. Besok kami akan mulai
dengan usaha kami" "Tetapi, jika Paksi tidak berkeberatan, aku ingin bertanya,
jika adik Paksi itu dapat tertangkap, apa yang akan kau
lakukan selanjutnya?"
"Aku ingin menyelamatkannya, Ki Tumenggung" jawab
Paksi. Ki Tumenggung mengangguk-angguk. Katanya, "Aku
dukung niatmu, tetapi pekerjaan itu bukan pekerjaan yang
ringan" "Aku sadar itu, Ki Tumenggung. Terus-terang, kami ingin
menemukan adikku itu lebih dahulu dari para prajurit. Aku
tidak yakin bahwa para prajurit itu akan memperlakukan
adikku sebagaimana akan kami lakukan. Jika anak itu
disurukkan ke dalam bilik tahanan bersama-sama para
pemberontak itu, maka jiwanya seakan-akan justru ditempa
oleh lingkungannya untuk menjadi seorang pemberontak yang
gigih. Tetapi di tangan kami, kami masih berharap, bahwa
adikku akan berpaling dari pemberontakan itu dan dapat hidup
wajar sebagai kawula Pajang yang baik"
Ki Tumenggung Yudatama mengangguk-angguk. Katanya,
"Baiklah. Aku ijinkan kau membawa adikmu itu. Tetapi orang
lain yang dapat kau tangkap bersamanya, harus kau serahkan
kepadaku" "Baik, Ki Tumenggung"
"Jika dalam usahamu menemukan adikmu kau bertemu
dengan pasukan yang kuat, sebagaimana pada saat kami
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menangkap Ki Tumenggung Sarpa Biwada, jangan segan-
segan menghubungi kami. Kami akan segera datang
membantu" "Ya, Ki Tumenggung. Kami akan mengingatnya"
"Mudah-mudahan kau berhasil, Paksi" berkata Ki
Tumenggung kemudian. Lalu katanya kepada Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya, "Aku mohon Pangeran dan
Raden Sutawijaya tidak terlalu dalam memasuki lingkungan
yang berbahaya" "Baik, Ki Tumenggung" jawab Raden Sutawijaya.
Namun kemudian Ki Tumenggung Yudatama itupun
berkata, "Sebelum Paksi mulai bersama-sama dengan
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya, adalah kebetulan
sekali Paksi telah datang kemari. Seandainya kau tidak datang
kemari, Paksi, aku mungkin yang akan mencarimu"
"Ada apa, Ki Tumenggung?" bertanya Paksi.
"Sudah sejak kemarin Ki Tumenggung Sarpa Biwada
mengatakan ingin bertemu dengan kau"
"Ingin bertemu dengan aku?" bertanya Paksi.
"Ya. Keinginannya itu dikatakannya kepada para prajurit
yang bertugas menjaganya"
"Jika diperkenankan, aku ingin menemuinya" berkata Paksi
kemudian. "Aku tidak berkeberatan, Paksi. Marilah, aku antar kau
menemui ayahmu itu" "Terima kasih, Ki Tumenggung"
"Terserah kepada Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya,
apakah Pangeran dan Raden Sutawijaya akan pergi bersama
Paksi menemui Ki Tumenggung atau tidak?"
"Aku akan pergi bersamanya" berkata Pangeran Benawa.
"Aku juga" sahut Raden Sutawijaya.
"Baiklah. Marilah, kita temui Ki Tumenggung Sarpa Biwada
di dalam bilik tahanannya"
Berempat Paksi pergi ke sebuah bangunan khusus di dalam
lingkungan barak pasukannya. Di dalam bangunan itulah Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tumenggung Sarpa Biwada ditahan, dijaga kuat oleh
beberapa orang prajurit pilihan.
Ketika para prajurit yang bertugas itu melihat Ki
Tumenggung Yudatama diikuti oleh Paksi, Pangeran Benawa
dan Raden Sutawijaya, merekapun mengangguk hormat.
"Aku akan menemui Ki Tumenggung Sarpa Biwada" berkata
Ki Tumenggung Yudatama. Pemimpin prajurit yang bertugas itupun menyahut,
"Silahkan, Ki Tumenggung"
Pemimpin prajurit itupun membuka pintu pertama bilik
tahanan Ki Tumenggung Sarpa Biwada. Bersama-sama
dengan Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya, Ki
Tumenggung Yudatamapun memasuki pintu yang kedua.
Dibukanya selarak pintu itu. Demikian pintu itu terbuka maka
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka melihat Ki Tumenggung Sarpa Biwada duduk di
sebuah amben panjang di sudut bilik yang terhitung cukup
luas bagi seorang tawanan.
Ki Tumenggung Sarpa Biwada berpaling. Namun iapun
kemudian tidak menghiraukan keempat orang yang memasuki
biliknya itu. "Ki Tumenggung Sarpa Biwada" berkata Ki Tumenggung
Yudatama, "bukankah kau ingin bertemu dan berbicara
dengan Paksi. Sekarang, aku mengajak Paksi menemuimu.
Mungkin kau mempunyai pesan baginya"
"Aku ingin berbicara dengan anak itu sendiri"
Ki Tumenggung Yudatama menggeleng. Katanya, "Aku
tidak mengijinkan kalian berbicara berdua di luar pengawasan.
Aku bertanggung jawab akan keberadaan Ki Tumenggung
Sarpa Biwada disini"
"Kau kira aku akan melarikan diri?"
"Bukan hanya soal melarikan diri. Tetapi seorang tawanan
penting sebagaimana Ki Tumenggung Sarpa Biwada, harus
selalu di bawah pengawasan. Banyak sekali dapat terjadi pada
pertemuan seorang tawanan dengan seseorang di luar bilik
tahanan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika demikian, ajak anak itu pergi. Kehadirannya hanya
membuat mataku sakit"
"Kau sendiri yang minta agar anak ini datang menemuimu"
"Aku tidak memerlukannya lagi"
"Baik" berkata Ki Tumenggung Yudatama, "aku akan
membawa Paksi pergi. Bukan salahku. Permintaanmu sudah
aku penuhi" "Kenapa isteriku diijinkan menemui aku sendiri tanpa
pengawasan" Jika memang ada paugeran bahwa seorang
tawanan tidak boleh bertemu dan berbicara tanpa
pengawasan dengan orang luar dinding tahanan ini?"
"Nyi Tumenggung mendapat ijin khusus dari Ki Gede
Pemanahan yang menaruh iba kepadanya"
"Aku tidak perlu dikasihani"
"Bukan kau. Tetapi istrimu. Ia seorang istri yang setia dan
baik. Karena itu, maka diijinkannya secara khusus untuk
menemuimu tanpa pengawasan"
"Cukup. Bawa anak itu pergi. Aku tidak ingin melihat
wajahnya yang licik itu"
"Kau sendirilah yang memintanya untuk membawanya
kemari" "Baik. Baik. Biarlah anak itu mendengarnya, bahwa anakku
laki-laki pada suatu saat akan mencarinya. Jika aku gagal
membunuhnya, maka anakku itulah yang akan melakukannya.
Karena itu, aku tidak akan merengek minta ampun. Aku akan
menghadapi tiang gantung dengan wajah tengadah"
"Apakah kau sedang mengigau, Ki Tumenggung Sarpa
Biwada" Siapakah yang kau maksud dengan anak laki-lakimu
itu" Bukankah Paksi ini juga anak laki-lakimu?"
"Lihat wajahnya, Ki Tumenggung Yudatama. Jika kau
mempunyai sedikit pengetahuan tentang ujud dan sifat
manusia, kau akan segera mengetahui, bahwa anak itu bukan
anakku. Lihat wajahnya, apakah mempunyai kemiripan sedikit
saja dengan wajahku?"
"Ki Tumenggung, apa yang kau katakan itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dengarlah jika kau mau mendengar. Anak itu bukan
anakku" "Biarlah ia mengatakan apa yang ingin dikatakannya, Ki
Tumenggung Yudatama Biarlah ia menumpahkan segala
kebenciannya kepadaku. Biarlah ia mencerca, menghina dan
bahkan merendahkan namaku. Aku tidak akan menjadi sakit
hati" sahut Paksi. "Pergi. Pergi kau anak jahanam. Pergi sebelum aku
mengambil keputusan untuk membunuhmu sekarang"
Paksi berdiri termangu-mangu. Ki Tumenggung Sarpa
Biwada itupun telah bangkit berdiri pula sambil berteriak,
"Pergi. Pergi. Aku tidak akan membunuhmu sekarang.
Anakkulah yang akan membunuhmu. Ia akan menuntut balas
pengkhianatanmu. Kau yang tidak mengenal kebaikan budi
seseorang kepadamu" Paksi termangu-mangu sejenak. Namun Ki Tumenggung
Yudatamalah yang kemudian mengajaknya meninggalkan bilik
itu. "Marilah. Tidak ada pembicaraan apa pun dalam suasana
seperti ini" Demikianlah, mereka berempatpun segera meninggalkan
bilik itu. Ki Tumenggungpun telah menutup pintu dan
menyilangkan selaraknya. Kemudian pada pintu yang kedua,
pemimpin prajurit yang bertugaslah yang menutup dan
menyelarak pintu itu. "Jaga Ki Tumenggung itu baik-baik" pesan Ki Tumenggung
Yudatama. "Ya, Ki Tumenggung" jawab pemimpin prajurit itu.
Sejenak kemudian, Ki Tumenggung itupun telah
mempersilahkan Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya duduk kembali di bilik khususnya. Sambil
mengangguk-angguk kecil, Ki Tumenggung itupun berkata,
"Aku mengerti, kenapa kau berkeras untuk mencari adikmu,
Paksi" "Ya, Ki Tumenggung"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nampaknya jarak yang menganga di antara kau dan
ayahmu sulit untuk diloncati"
"Ya, Ki Tumenggung. Aku tidak ingin terjadi benturan
antara aku dan adikku itu. Nampaknya ayah ingin
menyalurkan kemarahan dan dendamnya lewat adikku yang
sebenarnya dapat disisihkan dari persoalan yang kami hadapi.
Tetapi ayah menjadi kehilangan akal, sehingga telah mengadu
anak-anaknya untuk bertarung antara hidup dan mati"
"Baik. Baik, Paksi. Aku akan memerintahkan para prajurit
yang dapat menangkap adikmu untuk menyerahkannya
langsung kepadaku. Kemudian aku akan memberitahukan hal
itu kepadamu. Sukurlah jika kau sendiri dapat menemukan
adikmu itu, sehingga kelak tidak akan terjadi benturan di
antara saudara sendiri"
"Terima kasih, Ki Tumenggung"
"Nah, baiklah. Kami akan membantumu sebagaimana
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya. Sudah tentu dengan
cara yang dapat aku tempuh"
Demikianlah, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijayapun minta diri. Ki Tumenggungpun mengantar
mereka sampai ke pintu gerbang baraknya. Di pintu gerbang
Ki Tumenggung masih berkata, "Aku akan memerintahkan
para perwira prajurit di pasukanku untuk siap membantumu
jika kau perlukan, Paksi"
"Terima kasih, Ki Tumenggung Mudah-mudahan anak itu
dapat diketemukan sehingga tidak akan terjadi bencana kelak.
Bencana itu dapat terjadi atas diriku atau atas adikku itu"
Ki Tumenggung menepuk bahu Paksi. Tetapi ia tidak
berkata apa-apa lagi. Demikianlah, mereka bertigapun kemudian meninggalkan
barak Ki Tumenggung Yudatama. Tetapi mereka bertiga tidak
pergi ke rumah Ki Gede Pemanahan dan apabila ke istana.
Mereka akan tinggal di mana saja menurut kebutuhan.
Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa mempunyai
beberapa orang kepercayaan yang akan dapat mencari adik
laki-laki Paksi yang terselip di antara para pengikut Harya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisaka. Bahkan mungkin merekapun akan berpindah-pindah
tempat dan bahkan merekapun dapat berada di bekas
padepokan mereka bersama Ki Waskita.
Dalam pada itu, Ki Waskita sendiri sedang berada di rumah
Nyi Tumenggung Sarpa Biwada. Ki Waskita yang mengetahui
bahwa Nyi Tumenggung sudah sempat bertemu Ki
Tumenggung Sarpa Biwada ingin mengetahui hasil
pembicaraan mereka. Namun Nyi Tumenggung itupun menggeleng. Katanya,
"Aku tidak berhasil, Kakang. Mulutku tidak dapat
mengucapkannya" "Kenapa, Nyi. Bukankah satu-satunya harapan bagi Ki
Tumenggung adalah kesediaannya bekerja sama dengan Ki
Gede Pemanahan untuk menemukan Harya Wisaka?"
"Aku mengerti, Kakang. Tetapi Ki Tumenggung masih saja
bermimpi untuk menjadi pahlawan. Jika Harya Wisaka
berhasil, maka namanya akan berada pada deretan nama-
nama pahlawan yang menjadi pilar penyangga kejayaan Harya
Wisaka" Ki Waskita mengangguk-angguk kecil.
"Tetapi aku belum berputus-asa, Kakang. Jika diijinkan aku
masih akan menemuinya dan berbicara tentang satu-satunya
harapan itu, meskipun Ki Tumenggung sendiri nampaknya
tidak lagi mempunyai gairah untuk hidup. Nampaknya satu-
satunya keinginannya adalah justru mati sebagai pahlawan"
"Kau harus meyakinkan, Nyi. Harya Wisaka tidak akan
berhasil. Ki Tumenggung Sarpa Biwada tidak akan pernah
menjadi pahlawan sebagaimana yang diimpikannya itu"
"Tetapi aku belum berani membangunkannya sekarang,
Kakang. Ia akan menjadi sangat kecewa"
Ki Waskita menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian,
"Aku mengerti, Nyi. Memang mungkin diperlukan waktu untuk
mengatakannya. Biarlah aku berbicara dengan Ki Gede
Pemanahan dan Ki Tumenggung Yudatama, agar Ki
Tumenggung Sarpa Biwada masih diberi waktu. Jika mereka
menjadi tidak sabar lagi, maka mereka akan mencoba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memaksa Ki Tumenggung Sarpa Biwada untuk berbicara.
Mungkin Ki Gede Pemanahan dan Ki Tumenggung Yudatama
sendiri dapat menahan diri. Tetapi beberapa orang perwira di
dalam barak itu akan dapat bersikap lain"
Nyi Tumenggung memandang Ki Waskita dengan tajamnya.
Dengan suara yang hampir tidak terdengar Nyi Tumenggung
itu berkata, "Tolong, Kakang. Jangan perlakukan Ki
Tumenggung dengan kasar"
"Aku akan berusaha, Nyi. Setidak-tidaknya mengulur waktu.
Tetapi Nyi Tumenggung juga harus membantu"
"Aku juga akan berusaha, Kakang. Aku akan
mengunjunginya lagi. Aku akan menghadap Ki Tumenggung
Yudatama untuk minta waktu"
"Besok pergilah menemui Ki Tumenggung. Hari ini aku
akan berbicara dengan Ki Tumenggung itu lebih dahulu"
"Terima kasih, Kakang. Mudah-mudahan Kakang berhasil
dan akupun dapat berhasil pula"
"Ya, Nyi. Kita akan berusaha"
Ki Waskitapun kemudian minta diri. Sekali lagi ia berpesan,
agar besok Nyi Tumenggung benar-benar menemui Ki
Tumenggung Yudatama untuk minta ijin bertemu lagi dengan
Ki Tumenggung Sarpa Biwada.
Nyi Tumenggung mengangguk sambil berdesis, "Ya,
Kakang" Sepeninggal Ki Waskita, Nyi Tumenggung masih duduk
beberapa saat di pendapa. Dipandanginya pintu regol yang
masih terbuka. Angan-angannyapun menerawang menembus
batasan waktu dan ruang. "Mudah-mudahan Ki Waskita bersikap jujur" berkata Nyi
Tumenggung itu di dalam hatinya.
Sebenarnyalah Nyi Tumenggung Sarpa Biwada itu masih
saja ragu. Apakah Ki Waskita itu benar-benar ingin melihat
masa depannya yang utuh kembali atau bagi Ki Waskita yang
terpenting, Ki Tumenggung Sarpa Biwada dapat segera
tertangkap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apapun yang terjadi dengan Ki Tumenggung, keluarga ini
tidak akan pernah utuh kembali. Paksi dan Ki Tumenggung
akan sulit sekali dapat bertaut kembali. Mereka telah
dipisahkan oleh berbagai macam kepentingan dan bahkan
dendam dan kebencian. Kalau saja Ki Waskita masih seperti
dahulu" berkata Nyi Tumenggung di dalam hatinya.
Dalam pada itu, Ki Waskitapun langsung pergi menemui Ki
Tumenggung Yudatama di dalam baraknya.
"Baiklah" Ki Tumenggung Yudatama mengangguk-angguk
setelah ia mendengar penjelasan Ki Waskita.
"Nyi Tumenggung memerlukan waktu untuk melunakkan
hati Ki Tumenggung Sarpa Biwada"
"Aku sendiri tidak berkeberatan, Ki Waskita. Tetapi aku
tidak dapat menunggu berlama-lama. Para perwira di barak ini
memperhitungkan, jika kita harus menunggu terlalu lama,
maka kemungkinan Harya Wisaka lepas dari kota semakin
besar" "Aku mengerti, Ki Tumenggung"
"Aku harus menyabarkan para perwira yang dadanya
bergejolak itu. Mereka merasa dipermainkan oleh Harya
Wisaka. Beratus-ratus prajurit sudah digelar di kotaraja, tetapi mereka tidak dapat menemukannya. Bukankah para prajurit
itu merasa ditertawakan oleh Harya Wisaka?"
"Menurut perhitunganku, Harya Wisaka tidak akan segera
pergi. Aku kira luka-lukanya masih akan menghambatnya.
Mungkin luka-luka di kulitnya sudah kering, tetapi luka di
bagian dalam tubuhnya memerlukan waktu yang lama untuk
menyembuhkannya" "Tetapi jika Harya Wisaka mendapatkan seorang tabib
yangsangat baik, keadaannya akan berbeda. Tetapi mudah-
mudahan Harya Wisaka memang masih belum pergi keluar.
Namun demikian, jika para prajurit kehilangan orang itu,
mereka akan dapat menjadi sangat marah dan mencari
sasaran untuk melepaskan kemarahannya"
"Aku mengerti, Ki Tumenggung. Mudah-mudahan hal
seperti itu tidak terjadi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kapan Nyi Tumenggung akan bertemu dengan suaminya?"
"Nyi Tumenggung Sarpa Biwada akan menghadap Ki
Tumenggung Yudatama esok pagi. Kemudian terserah kepada
Ki Tumenggung, kapan Ki Tumenggung Yudatama akan
memberi waktu" "Baiklah. Besok aku akan berbicara dengan Nyi
Tumenggung. Jika ia sudah siap, biarlah besok ia bertemu dan
berbicara dengan suaminya"
Ki Waskita mengangguk sambil berkata, "Terima kasih.
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mudah-mudahan hati Ki Tumenggung Sarpa Biwada dapat
dilunakkan, sehingga tidak perlu memaksanya untuk
berbicara" Ki Waskitapun kemudian minta diri. Tetapi hari itu ia masih
memerlukan menemui Nyi Tumenggung Sarpa Biwada untuk
memberikan beberapa pesan jika besok ia benar-benar
mendapat kesempatan untuk bertemu dengan suaminya.
"Kau memang tidak usah mengatakan, apa yang harus
dilakukan oleh Ki Tumenggung. Tetapi Nyi Tumenggung harus
meyakinkannya, bahwa Nyi Tumenggung sangat
mengharapkannya pulang pada satu saat. Pulang dengan
tenang dan bukan lagi menjadi buruan"
Nyi Tumenggung menundukkan wajahnya. Katanya hampir
tidak terdengar, "Apakah Kakang benar-benar menginginkan
Ki Tumenggung pulang?"
"Tentu, Nyi. Bukankah aku mencoba untuk memberikan
jalan kepada Ki Tumenggung agar ia dapat pengampunan?"
"Manakah yang lebih penting bagi Kakang" Suamiku pulang
dan tidak lagi menjadi buruan, atau pengakuan Ki
Tumenggung agar Kakang dan Ki Gede Pemanahan segera
dapat menangkap Harya Wisaka?"
Ki Waskita menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian
Katanya, "Kedua-duanya, Nyi"
"Apakah Kakang tidak mencemaskan nasib Paksi jika Ki
Tumenggung pulang?" "Kenapa dengan Paksi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau kira Ki Tumenggung dapat melupakan niatnya untuk
membunuh Paksi?" Ki Waskita mengerutkan dahinya. Dengan ragu iapun
menjawab, "Paksi akan dapat melindungi dirinya sendiri"
"Kau yakin, Kakang?"
"Aku yakin" "Tetapi Kakang rasa-rasanya sangat mencemaskan nasib
Paksi pada saat Kakang berusaha menjebak Ki Tumenggung
Sarpa Biwada" "Sebenarnya aku tidak mencemaskan Paksi, Nyi. Aku yakin
bahwa Paksi mempunyai ilmu yang lebih tinggi dari Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. Yang aku cemaskan adalah,
bahwa Paksi dan Ki Tumenggung itu harus berhadapan dalam
pertempuran yang menentukan hidup dan mati"
Nyi Tumenggung semakin menunduk. Dengan suara yang
parau Nyi Tumenggung itupun berkata, "Apakah hal seperti itu
tidak akan dapat terjadi kelak, jika Ki Tumenggung mendapat
pengampunan?" "Ada jarak waktu, Nyi. Mudah-mudahan jarak waktu itu
dapat mengendapkan perasaan masing-masing. Kami
berharap ada perubahan yang terjadi pada diri Ki
Tumenggung setelah ia menjalani hukumannya yang tidak
akan dapat dihindarinya sepenuhnya. Mungkin ia memang
mendapat pengampunan. Tetapi tentu tidak seluruhnya"
Nyi Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Sementara
Ki Waskitapun berkata, "Pergilah besok menemui Ki
Tumenggung Yudatama. Mungkin kau akan mendapat
kesempatan langsung bertemu dengan Ki Tumenggung Sarpa
Biwada. Ki Tumenggung merasa sudah sangat terdesak oleh
waktu. Jika mereka bergerak dengan lambat, mungkin Harya
Wisaka sudah meninggalkan kotaraja"
Nyi Tumenggung itupun mengangguk. Katanya, "Baiklah,
Kakang" "Nyi. Bersiaplah menghadapi beberapa kemungkinan.
Kadang-kadang yang terjadi tidak sebagaimana kita
kehendaki. Tetapi berdoalah. Jika kau berdoa dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersungguh-sungguh, mudah-mudahan doamu akan didengar
oleh Yang Maha Agung"
Nyi Tumenggung itupun mengangguk.
Sepeninggal Ki Waskita, Nyi Tumenggung nampak gelisah.
Anak perempuannya yang menjadi remaja itu sempat
memperhatikannya. Tetapi iapun tahu, bahwa ibunya menjadi
gelisah karena ayahnya yang tertangkap oleh prajurit Pajang.
Seperti yang direncanakan, di hari berikutnya Nyi
Tumenggung telah pergi menemui Ki Tumenggung Yudatama.
"Nyi Tumenggung akan bertemu lagi dengan Ki
Tumenggung?" bertanya Ki Tumenggung Yudatama.
"Jika Ki Tumenggung mengijinkan"
"Kapan Nyi Tumenggung akan menemui Ki Tumenggung"
"Terserah kepada Ki Tumenggung Yudatama, kapan saja
aku bersedia datang"
"Bagaimana jika sekarang saja" Apakah Nyi Tumenggung
sudah siap?" "Aku siap, Ki Tumenggung"
"Baiklah. Nyi Tumenggung akan diantar oleh seorang
perwira menemui suami Nyi Tumenggung"
Ki Tumenggung Yudatamapun kemudian telah
memerintahkan seorang rangga untuk mengantarkan Nyi
Tumenggung. "Biarlah Nyi Tumenggung menemui suaminya tanpa
pengawasan" "Baik, Ki Tumenggung" sahut Ki Rangga.
Dengan diantar oleh Ki Rangga, maka Nyi Tumenggungpun
kemudian telah menemui suaminya lagi tanpa pengawasan
sebagaimana diperintahkan oleh Ki Tumenggung Yudatama.
Ki Tumenggung Sarpa Biwada terkejut, bahwa dalam waktu
yang terhitung dekat isterinya telah mengunjunginya dua kali.
Demikian Nyi Tumenggung duduk di dalam bilik tahanan Ki
Tumenggung, maka Ki Tumenggung Sarpa Biwada itupun
segera bertanya, "Nyi, apakah kau sudah mendapat kabar,
bahwa besok aku akan dipancung di alun-alun?"
"Kakang" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hukuman mati itu tentu sudah dekat"
"Kenapa Kakang berkata begitu?"
"Jika tidak, kau tidak akan diijinkan untuk menjengukku
dalam waktu yang terhitung dekat itu, Nyi"
"Tidak, Kakang. Akulah yang datang menemui Ki
Tumenggung Yudatama untuk minta ijin menemuimu.
Memang tidak begitu mudah. Tetapi akhirnya aku diijinkannya
juga" "Apakah kau mempunyai keperluan yang mendesak?"
"Tidak, Kakang. Aku hanya ingin mengunjungi Kakang.
Bahkan aku ingin Kakang segera pulang"
"Bagaimana aku dapat pulang, Nyi" Aku adalah seorang
pemberontak di mata orang-orang Pajang. Aku tentu akan
digantung. Tetapi itu tidak apa-apa, Nyi. Pada saatnya orang
akan menyebut namaku bukan sebagai pengkhianat. Tetapi
sebagai pahlawan" "Bagaimana jika Harya Wisaka tidak berhasil, Kakang.
Bukankah dengan demikian nama Kakang akan tetap dikenang
sebagai seorang pengkhianat?"
"Harya Wisaka tentu akan berhasil. Pasukannya di sebelah
Gunung Kendeng terlalu kuat bagi prajurit Pajang yang ada di
kotaraja" "Kakang" berkata Nyi Tumenggung, "apakah kau yakin
bahwa para pengikut Harya Wisaka itu masih tetap setia
kepadanya?" "Tentu. Mereka tinggal menunggu, kapan Harya Wisaka
dapat meloloskan diri dari kota yang pengap ini. Demikian ia
berada di antara para pengikutnya, maka Pajang akan segera
dihancurkannya" "Kakang. Kakang jangan terlalu mengharap. Kakang harus
dapat melihat beberapa kemungkinan. Mungkin Harya Wisaka
besok atau lusa sudah dapat ditangkap. Maka harapan Kakang
untuk dapat menjadi pahlawan itu akan sia-sia"
"Tidak. Orang-orang Pajang tidak akan berhasil menangkap
Harya Wisaka. Ia mempunyai tempat persembunyian yang
sangat terlindung dan berpindah-pindah"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang" berkata Nyi Tumenggung, "kenapa Kakang
sangat berharap bahwa Harya Wisaka akan berhasil,
sementara itu kedudukannya sudah menjadi semakin terjepit"
Harya Wisaka tidak akan dapat banyak berharap dengan
pasukannya di sebelah Gunung Kendeng. Sebagaimana
Kakang ketahui, bahwa Harya Penangsang dengan kekuatan
Jipang yang besarpun tidak dapat mengalahkan Pajang"
"Tetapi Pajang waktu itu mempergunakan cara yang licik
sekali. Mereka memanfaatkan sifat dan watak Harya
Penangsang yang pemarah dengan memancingnya
mendahului prajurit-prajuritnya dan menyeberangi Bengawan
Solo" "Apakah Kakang kira, Pajang sekarang sudah tidak licik
lagi?" Ki Tumenggung Sarpa Biwada termangu-mangu sejenak.
Sementara itu Nyi Tumenggungpun berkata selanjutnya,
"Kakang, seandainya Harya Wisaka dapat menang, apakah
Kakang yakin bahwa Harya Wisaka tidak akan melupakan
Kakang?" "Melupakan?" "Jika seandainya Harya Wisaka dapat menghancurkan
pasukan Sultan Hadiwijaya dan kemudian merebut tahta
Pajang, apakah Harya Wisaka masih ingat kepada Kakang
Tumenggung Sarpa Biwada" Padahal Kakang Tumenggung
telah menyediakan diri untuk digantung di alun-alun"
"Kenapa tidak?"
"Kakang, bukankah Kakang kenal Harya Wisaka dengan
baik" Seorang yang sangat mementingkan diri sendiri.
Dikorbankannya pengikut-pengikutnya untuk melindungi
dirinya sendiri" "Nyi, kau jangan menilai orang yang tidak kau kenal
dengan baik. Kau tidak mengenal Harya Wisaka dengan akrab.
Karena itu, kau tidak akan dapat menilai sifat dan wataknya"
"Kakang benar. Tetapi marilah kita lihat sifat seseorang
secara umum. Jika Harya Wisaka berhasil, yang akan
dianggapnya sebagai pahlawan adalah justru orang-orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang masih hidup. Yang dapat melindunginya atau
diperalatnya. Tetapi jika Kakang sudah dihukum mati, maka
Harya Wisaka sudah tidak akan dapat melihat Kakang lagi.
Tidak ada yang dapat diharapkan dari Kakang, karena Kakang
sudah tidak ada. Karena itu, maka Kakang akan dilupakannya"
"Nyi, jangan mengendorkan kesetiaanku"
"Ki Tumenggung Sarpa Biwada" berkata Nyi Tumenggung,
"Kakang akan dapat meragukan kesetiaan Harya Wisaka
terhadap para pengikutnya. Bahkan yang kelak dianggap
mengganggu, apapun yang pernah dilakukannya dalam
perjuangannya, tentu akan disingkirkannya. Tetapi Kakang
tidak dapat meragukan kesetiaanku. Aku benar-benar
mengharap Kakang dapat kembali pulang tidak lagi sebagai
buruan. Hidup tenang dalam suasana yang tenang pula"
Ki Tumenggung termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun berdesis, "Nyi. Aku sudah berada disini. Tidak
akan ada jalan yang dapat aku tempuh untuk mendapatkan
pengampunan" Nyi Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Tentu ada jalan, Kakang"
"Apakah kau dapat menyebutkan?"
Nyi Tumenggung menggeleng sambil berdesis, "Tidak,
Kakang. Aku tidak tahu. Tetapi Kakang sendiri tentu tahu, apa
yang sebaiknya Kakang lakukan untuk mendapatkan
keringanan hukuman. Kakang akan menjalani hukuman itu
dengan tabah sebagai seorang laki-laki yang bertanggung
jawab. Namun kemudian, Kakang akan sampai pada satu
batas, dimana Ki Tumenggung Sarpa Biwada akan dibebaskan
setelah semua hukuman Kakang jalani. Kakang akan dapat
pulang dengan tenang dan tidak lagi dibebani oleh perasaan
bersalah" Ki Tumenggung menarik nafas panjang. Dipandanginya
pintu biliknya yang tertutup sambil menggeram, "Bilik keparat"
"Aku mohon Kakang mempertimbangkannya" berkata Nyi
Tumenggung. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku perbuat. Tetapi
aku yakin kalau Kakang justru tahu, apa yang sebaiknya
Kakang lakukan untuk mengurangi hukuman Kakang"
Ki Tumenggung tertunduk lesu. Tetapi ia tidak segera
menjawab. Sementara itu, pintupun telah terbuka. Ki Rangga telah
muncul ke dalam bilik tahanan Ki Tumenggung Sarpa Biwada.
"Maaf, Nyi. Waktunya sudah habis"
Nyi Tumenggung memandang Ki Rangga sejenak. Namun
kemudian iapun bangkit berdiri sambil berkata kepada Ki
Tumenggung, "Aku menunggumu Kakang. Kau tidak boleh
membiarkan dirimu dibunuh"
Ki Tumenggung tidak menjawab. Sementara itu Nyi
Tumenggungpun minta diri, "Sudahlah, Kakang. Aku tidak
tahu apakah aku masih akan mendapat ijin lagi menemui
Kakang Tumenggung. Tetapi aku masih akan datang minta ijin
kepada Ki Tumenggung Yudatama. Mudah-mudahan Ki
Tumenggung Yudatama tidak berubah"
Nyi Tumenggungpun kemudian telah meninggalkan bilik
tahanan itu. Sejenak kemudian maka pintupun telah tertutup
dan diselarak dari luar. Ki Tumenggungpun tahu, bahwa bilik
tahanannya itu mempunyai pintu rangkap.
Sepeninggal Nyi Tumenggung, Ki Tumenggung Sarpa
Biwada itu sempat merenung. Ia mulai memikirkan, apakah ia
benar-benar akan menjadi seorang pahlawan jika Harya
Wisaka kelak berhasil menguasai Pajang. Atau sebaliknya
pengorbanannya akan dilupakan" Hanya orang-orang yang
masih berarti bagi Harya Wisaka sajalah yang akan disebut-
sebut kelak sebagai pilar-pilar penyangga kekuasaannya"
Ternyata hari itu Ki Tumenggung Sarpa Biwada merenungi
kata-kata isterinya. Semakin dalam ia memikirkannya, maka Ki
Tumenggung menjadi semakin ragu terhadap kesetiaan Harya
Wisaka terhadap orang-orang yang telah membantunya.
Dalam pada itu, Ki Tumenggung Yudatama yang telah
menyusun rencananya bersama Ki Waskita, tidak bertindak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tergesa-gesa. Dibiarkannya Ki Tumenggung sempat
merenungi pertemuannya dengan Nyi Tumenggung.
Namun yang ternyata tidak sabar adalah para
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pembantunya. Bahkan seorang rangga telah datang
menghadap dan bertanya tentang kehadiran Nyi Tumenggung.
"Seakan-akan Ki Tumenggung Sarpa Biwada mendapat
perlakuan yang khusus, Ki Tumenggung Yudatama"
"Kenapa?" bertanya Ki Tumenggung Yudatama.
"Dalam waktu dekat, isterinya sudah diijinkan dua kali
menemuinya. Sementara itu, para tawanan yang lain, sama
sekali tidak boleh dijenguk oleh keluarganya"
"Kami mempunyai perhitungan tersendiri tentang Ki
Tumenggung Sarpa Biwada"
"Perhitungan yang mana, Ki Tumenggung?"
"Aku belum dapat mengatakannya"
"Dalam hubungannya agar Ki Tumenggung bersedia
menjawab pertanyaan-pertanyaan kita dengan jujur?"
"Antara lain" "Serahkan saja kepadaku, Ki Tumenggung Yudatama"
berkata Ki Rangga dengan geram. "Aku sanggup memaksa Ki
Tumenggung Sarpa Biwada itu berbicara"
"Apakah kau dapat memaksa tawanan-tawanan yang lain
berbicara?" "Sebagian besar dari mereka berbicara"
"Dengan jujur, sehingga memberi jalan kepada kita untuk
sampai kepada Harya Wisaka?"
"Mereka memang tidak mengetahuinya. Jika saja ada di
antara mereka yang tahu"
"Kau tidak akan dapat memaksa Ki Tumenggung Sarpa
Biwada untuk berbicara jika kalian memaksanya dengan
kekerasan" "Perintahkan aku untuk mencobanya"
"Jika kita memaksanya untuk berbicara dengan kekerasan,
maka kita akan dapat kehilangan orang itu. Dalam keadaan
yang tidak terkendali, kita akan dapat membunuhnya,
meskipun kita tidak berniat melakukannya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi apakah dengan cara memanjakannya ia akan mau
berbicara?" "Kita tidak memanjakannya, Ki Rangga. Tetapi kita
berusaha untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dengan
cara yang lebih baik"
"Tetapi sampai kapan kita harus menunggu, Ki
Tumenggung?" "Tentu saja ada batasnya. Aku akan selalu berhubungan,
dengan Ki Gede Pemanahan"
"Semakin lama kita menunggu, maka para prajurit yang
bertugas mencegah agar Harya Wisaka tidak berhasil keluar
dari kota menjadi semakin gelisah"
"Aku mengerti, Ki Rangga. Aku akan memperhitungkan
waktu" "Terima Kasih, Ki Tumenggung. Sebaiknya kita tidak
menunggu para prajurit kehilangan kesabaran dan bertindak
sendiri-sendiri. Mungkin rakyat Pajang akan menjadi semakin
resah" "Baik. Aku perhatikan pendapatmu. Aku mengerti
sepenuhnya" Sepeninggal Ki Rangga, Ki Tumenggungpun menjadi
gelisah. Ia memang tidak boleh berlama-lama. Jika waktu
sudah terbuang dan akhirnya Ki Tumenggung tetap berkeras
kepala, maka dendam para prajuritnya akan menjadi semakin
memuncak. Hari itu, Ki Tumenggung tidak mengambil tindakan apa-apa
terhadap Ki Tumenggung Sarpa Biwada. Tetapi Ki
Tumenggung telah pergi menemui Ki Gede Pemanahan.
"Baiklah" berkata Ki Gede, "kita memang tidak boleh
berlama-lama. Tetapi akupun sependapat dengan Ki Waskita.
Besok kita akan mencobanya, Ki Tumenggung Yudatama"
"Apakah Ki Gede sendiri akan datang ke barak atau Ki Gede
memerintahkan aku melakukannya?"
"Aku akan datang sendiri ke barak. Kita lakukan bersama-
sama" "Bagaimana dengan Ki Waskita?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, Ki Tumenggung. Kita tidak dapat melibatkan Ki
Waskita langsung untuk menemui Ki Tumenggung Sarpa
Biwada. Jika ia melihat Ki Waskita, maka gejolak jantungnya
tidak akan terkendali lagi"
"Baiklah. Besok aku menunggu Ki Gede"
Ketika malam turun, Ki Tumenggung Yudatama tetap
berada di baraknya. Ki Tumenggung sendiri mengawasi bilik
tahanan Ki Tumenggung Sarpa Biwada. Bukan karena Ki
Tumenggung cemas bahwa tawanannya akan melarikan diri.
Tetapi Ki Tumenggung Yudatama justru mengawasi agar Ki
Tumenggung Sarpa Biwada itu tidak menjadi korban ketidak-
sabaran para prajuritnya.
Dalam pada itu, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya sudah mulai menjelajahi jalan-jalan sempit. Setiap
saat mereka menjelajahi jalan-jalan sempit dengan harapan
dapat bertemu dengan adik laki-laki Paksi seperti yang pernah
terjadi. Tetapi ternyata mereka tidak menemukannya.
"Apakah adikmu tidak pernah pulang, Paksi?" tiba-tiba saja
Pangeran Benawa bertanya. Paksi menarik nafas dalam-
dalam. Katanya, "Hamba tidak tahu Pangeran. Mungkin adikku
telah diperingatkan oleh ayah, bahwa sebaiknya ia tidak usah
pulang" "Tetapi apakah tidak sebaiknya kau sekali-sekali datang
kepada ibumu untuk menanyakannya?" bertanya Raden
Sutawijaya. "Baiklah, Pangeran. Besok aku akan pulang"
"Kita akan pergi bersama-sama"
Paksi tidak dapat menolak. Bahkan iapun berkata,
"Sebelumnya hamba mengucapkan terima kasih"
Dalam pada itu, di hari berikutnya, di dini hari, jauh
sebelum fajar, Paksi sudah bersiap-siap. Demikian pula
dengan Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya. Bertiga
mereka menyusuri jalan kota menuju ke rumah Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika mereka bertiga sampai di regol, langit masih nampak
gelap. Dengan hati-hati Paksi menguakkan pintu regol
halaman. Sepi. Halaman rumahnya itu masih sepi. "Kita
menunggu sampai ada orang yang terbangun, Paksi" berkata
Pangeran Benawa. "Jika kita mengetuk pintu di saat seperti
ini, ibumu akan sangat terkejut"
Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah, Pangeran.
Marilah kita menunggu fajar di pringgitan"
Bertiga merekapun perlahan-lahan melintasi pendapa dan
duduk di pringgitan. Namun demikian mereka duduk, mereka
terkejut. Mereka mendengar orang berbicara di ruang dalam.
Ketiganya kemudian bangkit berdiri dan melangkah
mendekati pintu. Pembicaraan di ruang dalam itu semakin
lama menjadi semakin jelas. Suara itu adalah suara ibunya,
adik laki-laki Paksi dan adik perempuannya.
Jantung Paksi bergetar. Ternyata dugaan Pangeran Benawa
itu tepat. Adik laki-lakinya agaknya pernah juga datang
mengunjungi ibunya. "Aku harus segera meninggalkan kota ini, Ibu"
"Ngger, kenapa kau tidak menyerah saja. Kau masih terlalu
muda untuk mengerti, apakah sebenarnya yang dicari oleh
Harya Wisaka. Bahkan ayahmu yang berada di dalam bilik
tahanannya mulai berpikir, apakah yang akan terjadi kelak"
"Ayah tidak akan bergeser dari sikap yang diyakininya, Ibu.
Ayahpun telah mengatakan kepadaku, bahwa aku adalah
penerus dari perjuangannya"
"Tetapi aku baru saja mengunjungi ayahmu. Ayahmu mulai
menjadi ragu. Apakah Harya Wisaka akan berhasil"
"Berhasil atau tidak berhasil bukan menjadi soal, Ibu.
Tetapi perjuangan harus berlangsung terus. Jika perjuangan
ayah terputus, maka aku adalah penerusnya. Jika ayah harus
menjalani hukuman mati, biarlah ayah menjalaninya sebagai
seorang laki laki. Kelak, namanya akan dicantumkan dalam
deretan nama para pahlawan. Sedangkan akulah yang akan
meneruskan perjuangannya bersama Harya Wisaka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghancurkan Pajang. Menghancurkan kekuatan Sultan
Hadiwijaya yang sombong dan sewenang-wenang itu"
"Ngger, jangan bermimpi untuk dapat berdampingan
dengan Harya Wisaka. Kau adalah pengikutnya. Kau hanya
dapat mematuhi perintahnya seperti pengikut-pengikutnya
yang lain. Kau adalah alas yang jika perlu justru diinjak di
bawah kakinya" "Ibu" potong adik laki-laki Paksi, "Ibu telah merendahkan
perjuangan Harya Wisaka. Harya Wisaka bukan seperti orang
yang Ibu katakan itu"
"Ngger, apakah kau pernah bertemu dan berbicara
langsung dengan Harya Wisaka?"
"Sudah, Ibu. Aku sudah bertemu dengan Harya Wisaka.
Aku pun pernah berbicara langsung dengan orang besar yang
akan menggenggam masa depan itu"
"Kenapa kau dapat berkata demikian" Apa yang dikatakan
oleh Harya Wisaka itu kepadamu" Apa pula yang dijanjikannya
kepadamu sehingga kau yakin akan kebenaran
perjuangannya" "Ibu, Harya wisaka tidak menjanjikan apa-apa selain masa
depan yang lebih baik bagi Pajang. Mungkin selama
perjuangan masih berlangsung, kami akan menderita. Tetapi
penderitaan itu akan menghasilkan buah yang sangat manis
bagi masa depan" "Tetapi kau harus menyadari, bahwa Harya Wisaka tidak
akan mempunyai harapan lagi bagi perjuangannya"
"Tidak apa-apa, Ibu. Seandainya kami harus hancur, biarlah
kami hancur menjadi debu bersama cita-cita perjuangan kami"
"Siapa yang mengajarimu itu, Ngger?"
"Tidak ada yang mengajariku, Ibu. Ayah memang
mengatakannya. Tetapi apa yang dikatakan ayah itu sesuai
dengan nuraniku" "Tetapi kau tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi"
"Sudahlah, Ibu. Aku datang hanya untuk mohon diri. Aku
mendapat perintah dari Harya Wisaka untuk meninggalkan
kota dengan cara apapun juga. Kami berlima, anak-anak muda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seumurku, akan mempersiapkan sebuah perjuangan jangka
panjang di luar kota"
"Ngger, dengarlah kata-kata ibumu"
"Maaf, Ibu. Aku harus pergi"
"Kakang?" terdengar suara adik perempuan Paksi. "Apakah
kau tidak ingin tinggal bersama kami?"
"Aku sudah bukan kanak-kanak lagi"
"Apakah hanya kanak-kanak saja yang boleh tinggal
bersama ibunya?" "Aku bukan orang yang cengeng"
"Tinggal sajalah bersama kami sambil menunggu ayah
pulang" Adik laki-laki Paksi itu tertawa. Katanya, "Kau adalah anak
yang sangat manja yang tidak dapat mengerti, bahwa
seseorang harus memperjuangkan cita-citanya, karena cita-
cita itu tidak akan datang dengan sendirinya"
"Kasihan ibu yang kesepian"
"Ibu harus tahu diri. Sejak semula Ibu adalah isteri seorang
prajurit. Ia harus tahu, bahwa pada suatu saat, ia akan
sendiri. Mungkin suaminya mati di peperangan. Mungkin
tertangkap dan dihukum mati karena menggenggam
keyakinan" "Mungkin ayah memang harus menjalankannya akibat
kedudukannya. Tetapi bukankah kau tidak" kau masih
mempunyai pilihan" "Jadi kau ingin aku mengkhianati ayah seperti Paksi" Aku
memang lain dari Paksi. Paksi bukan anak ayah. Tetapi aku
adalah anak ayah. Penerus dari cita-citanya"
"Kakang" "Sudahlah. Jangan merajuk. Jika kau bertemu Paksi,
suruhlah Paksi menemani Ibu disini. Ia memang bukan
seorang pejuang. Sepantasnya ia berada di rumah, membantu
kerja di dapur atau membelah kayu bakar"
"Kakang" "Kau tidak usah membelanya. Ia bukan saudaramu. Ia juga
bukan saudaraku" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cukup" tiba-tiba saja ibu Paksi itu membentak. Namun
adik laki-laki Paksi itu justru tertawa. Katanya, "Sudahlah, Ibu.
Aku minta diri. Mungkin kita akan lama tidak bertemu. Mudah-
mudahan Ibu baik-baik saja"
"Kakang" "Kau tunggu saja Paksi. Ajak ia menanak nasi di dapur"
Adik perempuannya tidak menjawab.
Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya itupun
menepi ketika mereka mendengar langkah kaki menuju ke
pintu pringgitan. Tidak hanya seorang. Sementara adik laki-
laki Paksi itu berkata, "Marilah kita berangkat. Kita harus
meninggalkan kota sebelum fajar. Kita harus menempuh jalan
sebagaimana diberitahukan kepada kita"
Beberapa orang melangkah menuju ke pintu. Demikian
pintu itu terbuka, maka beberapa orangpun telah melangkah
keluar. Namun demikian mereka sampai di pendapa mereka
terkejut. Dengan serta-merta merekapun berhenti dan
berpaling ketika mereka mendengar suara orang terbatuk-
batuk kecil. Orang-orang yang keluar dari dalam rumah itupun semakin
terkejut ketika yang mereka lihat adalah Paksi, Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya.
Adik laki-laki Paksi itu tiba-tiba berteriak, "Jadi Ibu juga
menjebak aku seperti saat Ibu menjebak ayah?"
"Tidak. Tidak, Ngger. Bukankah Ibu tidak tahu bahwa kau
akan datang kemari. Akupun tidak tahu bahwa Paksi ada
disini" "Jadi benar kata ayah, bahwa Paksi ingin membunuhku. Ia
merunduk kemanapun aku pergi. Tetapi jangan bermimpi
bahwa kau akan dapat membunuhku"
"Siapa yang mengatakan bahwa aku akan membunuhmu?"
bertanya Paksi.
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ayah. Kau pun berusaha untuk membunuh ayah"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Dengarlah. Aku memang mencarimu. Tetapi aku
sama sekali tidak ingin membunuhmu. Aku ingin menolongmu
keluar dari sarang serigala itu"
"Apa yang kau maksud dengan sarang serigala?"
"Lingkungan para pengikut Harya Wisaka"
"Kau telah menghina Harya Wisaka dan para pengikutnya.
Kau memang pantas dihukum mati seperti kata ayah"
"Aku sama sekali tidak akan membunuhmu. Tetapi aku
ingin kita dapat hidup bersama lagi seperti dahulu"
"Buat apa aku hidup bersamamu. Kau adalah seorang
pengkhianat yang sama sekali tidak tahu membalas budi. Kau
tentu telah sepakat dengan laki-laki jahanam itu untuk
menjebakku dan membunuhku"
"Percayalah kepadaku, aku tidak ingin membunuhmu"
"Aku yang akan membunuhmu, Paksi. Ayah telah
memerintahkan kepadaku untuk membunuhmu, kapan saja"
"Apakah kita harus saling membunuh?"
"Ya" "Kakang" suara adik perempuan Paksi yang berdiri di pintu
itu tertahan. "Jangan kau tangisi kematiannya. Ayah menghendaki anak
ini mati" "Apakah benar bahwa kita bukan dua orang bersaudara?"
bertanya Paksi. "Ya. Kau bukan saudaraku"
"Katakan bahwa aku bukan anak ayah Tumenggung Sarpa
Biwada, namun bukankah kita sedikitnya saudara seibu?"
"Aku tidak mempunyai saudara laki-laki cengeng seperti
kau. Selagi seluruh Pajang berjuang untuk menumbangkan
kekuasaan anak Tingkir itu, maka kau justru menjilat kaki
anaknya" "Jangan menyinggung namanya. Aku adalah saudaramu.
Aku tidak akan menjadi sakit hati meskipun kau menyinggung
perasaanku. Tetapi Pangeran Benawa lain"
"Aku juga tidak tersinggung, Paksi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk hormat sambil berdesis, "Terima kasih,
Pangeran" "Biarlah ia mengatakan segalanya yang menyumbat
dadanya. Jika dadanya sudah menjadi lapang, mungkin
sikapnya akan berbeda"
"Persetan. Kalian akan menyesal telah berusaha menjebak
aku" "Marilah kita duduk dan berbicara dengan baik"
"Tidak. Aku sudah tahu betapa liciknya kau. Kau sengaja
berkata dengan kata-kata manis. Namun kemudian tiba-tiba
saja kau menikam jantung"
"Sudah aku katakan. Aku tidak akan membunuhmu. Jika
kau mendapat perintah untuk membunuhku, itu terserah saja
kepada orang yang telah memberikan perintah itu. Tetapi jika
kita menghindari permusuhan ini, maka kita memang tidak
perlu saling mengancam"
"Cukup. Jangan banyak berbicara. Hari-hari yang paling
buruk telah terjadi atas dirimu"
"Tunggu. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan"
Tetapi adik laki-laki Paksi itu tidak menghiraukannya. Tiba-
tiba saja ia berteriak, "Bunuh mereka bertiga"
"Kakang" teriak adik perempuan Paksi.
Sementara itu, ibunyapun berlari mendekati adik Paksi itu.
Dipeluknya anak itu sambil menangis, "Ngger. Jangan. Jangan
kau bunuh kakakmu" Tetapi ibunya itupun dikibaskannya dengan kasar. Katanya,
"Ia bukan saudaraku. Ibu tahu itu. Ayahnya adalah seorang
jahanam yang kelak akan aku bunuh pula"
"Siapapun anak muda itu, tetapi jangan bunuh dia"
Adik laki-laki Paksi itu tidak menghiraukannya. Sekali lagi ia berteriak kepada beberapa orang pengikutnya, "Bunuh mereka
bertiga" Beberapa orang pengikut Harya Wisaka yang ditugaskan
mengawal anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada dengan keras,
telah menarik senjata mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paksi. Sekarang jangan mencoba untuk melarikan diri
dengan cara apapun juga. Itu akan merupakan kerja sia-sia"
"Aku tidak akan lari. Tetapi kenapa kita harus berkelahi?"
Adik laki-laki Paksi itu tidak menghiraukannya lagi. Sekali
lagi ia berteriak lebih keras, "Bunuh mereka bertiga.
Lemparkan mayatnya di jalan di depan rumah ini, agar besok,
orang-orang yang lewat dan menemukannya tahu, bahwa
mereka tidak dapat meremehkan keluarga Tumenggung Sarpa
Biwada" Raden Sutawijaya yang berdiri termangu-mangu itupun
berkata, "Pikirkanlah masak-masak, apakah yang kau lakukan
itu sudah benar. Paksi adalah saudaramu seibu. Kalian
dilahirkan dari kandungan perempuan yang sama, meskipun
seandainya benar kalian berbeda ayah"
"Kau tidak usah mengurusi keluargaku. Sekarang kaupun
telah terjebak ke dalam sarang serigala itu, menurut
anggapan Paksi. Tetapi kau tidak akan menjadi bagian dari
serigala-serigala itu, karena kau adalah makanan yang
dilemparkan ke dalamnya"
"Jangan terlalu garang begitu" berkata Pangeran Benawa.
"Sebelum kau berada di sarang serigala, kau adalah anak yang
manis. Kau kasihi kakakmu, ibumu dan adikmu. Aku tahu itu.
Tetapi serigala-serigala yang garang itu telah berhasil
merubah sifatmu. Kau telah kehilangan kasih sayang dan
pengharapan bagi masa depanmu"
"Diam kau, Benawa. Besok anak Tingkir yang sekarang
berkuasa itu akan menangisi mayatmu yang terkapar di depan
regol rumah ini" Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Nampaknya
adik laki-laki Paksi itu sudah tidak dapat diajak berbicara lagi.
Sebenarnyalah adik laki-laki Paksi itupun berteriak, "Bunuh
mereka bertiga" Para pengawal anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada itupun
tidak menunggu. Merekapun dengan serta-merta telah
menyerang Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malam itu Paksi tidak membawa tongkatnya. Karena itu,
maka Paksi itupun melawan orang-orang yang menyerangnya
dengan tangannya. Ia masih belum menarik keris yang
terselip di punggung. Sejenak kemudian, maka telah terjadi pertempuran yang
sengit. Beberapa orang pengawal adik laki-laki Paksi itu
bertempur melawan tiga orang yang kemudian bergeser turun
dari pendapa. "Jangan lari" teriak adik laki-laki Paksi. "Kalian tidak akan
pernah dapat melepaskan diri dari tanganku. Malam ini adalah
malam terakhir kalian. Kalian tidak akan sempat melihat fajar
menyingsing sebentar nanti"
Paksilah yang menjawab, "Kami tidak akan lari. Kami
sengaja mencarimu. Sekarang kami sudah menemukanmu"
"Kalian memang telah menemukan aku. Tetapi jangan
bermimpi bahwa kalian akan dapat membunuhku"
"Sudah aku katakan, bahwa kami tidak akan
membunuhmu. Kami akan memungutmu dari sarang serigala
dan mengembalikanmu kepada sifat-sifatmu yang sebenarnya"
"Omong kosong" geram adik Paksi. "Sesali nasibmu. Kalian
akan mati" Paksi tidak berbicara lagi. Dua orang telah menyerangnya
dengan garangnya. Sementara itu. Raden Sutawijaya dan
Pangeran Benawapun harus bertempur masing-masing
melawan dua orang. Dalam pada itu, Paksi dan bahkan Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya sempat bertanya di dalam hati, apakah
anak Tumenggung Sarpa Biwada itu termasuk orang penting
di dalam lingkungan para pengikut Harya Wisaka sehingga ia
harus mendapat pengawalan kuat seperti itu.
Namun nampaknya Harya Wisaka memang memperhatikan
para pengikutnya yang masih muda-muda. Nampaknya Harya
Wisaka memperhitungkan bahwa perjuangannya masih sangat
panjang, sehingga diperlukan kekuatan bagi masa depan.
Sejenak kemudian, maka pertempuranpun telah meningkat
menjadi semakin seru. Ternyata bahwa pengawal-pengawal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada itu bukan orang-orang
kebanyakan. Mereka adalah orang-orang yang berilmu tinggi.
Namun Paksi, apalagi Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya adalah orang-orang yang telah ditempa dengan
berbagai macam ilmu. Karena itu, maka para pengawal adik
Paksi itu tidak segera dapat menguasai ketiga orang yang
ingin dibunuhnya itu. Bahkan semakin lama semakin nampak betapa para
pengawal adik Paksi itu mengalami kesulitan. Perlahan-lahan
mereka mulai terdesak, meskipun mereka sudah
menggenggam senjata di tangan.
Adik Paksi yang melihat bahwa Paksi berhasil mendesak
kedua orang lawannya itu, mulai menjadi gelisah. Ia tahu
bahwa Paksi memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Karena itu, maka adik Paksi yang sudah mulai berlatih olah
kanuragan itu, merasa perlu untuk melibatkan diri, ikut
bertempur melawan Paksi. Ia berharap bahwa dengan
demikian Paksi akan mengalami kesulitan dan apabila mungkin
ia sendirilah yang akan membunuh Paksi dengan tangannya.
"Jika aku dapat membunuhnya, maka apabila pada suatu
saat aku dapat bertemu dengan ayah, maka dengan bangga
aku dapat mengatakannya. Bahkan mungkin lewat mulut ibu
yang ingin mengadu kepada ayah, bahwa aku telah
membunuh Paksi. Ayah akan tersenyum di saat-saat
terakhirnya" Karena itulah, maka adik Paksi itupun segera mengerahkan
kemampuannya bersama-sama dengan dua orang
pengawalnya untuk menghabisi Paksi tanpa ampun.
Kehadiran adiknya di medan, telah membuatnya semakin
berharap, bahwa ia akan dapat menangkapnya. Karena itu,
maka Paksipun justru telah meningkatkan ilmunya untuk
melumpuhkan kedua orang pengawal adik laki-lakinya itu.
Sementara itu, para pengawal yang melawan Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijayapun menjadi semakin terdesak
pula. Mereka sama sekali tidak mampu mengatasi kemampuan
ilmu Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setiap kali para pengawal itu terpelanting jatuh. Jika
mereka segera bangkit kembali, maka kawannyalah yang
terlempar dari arena. Dalam pada itu, kedua pengawal adik Paksi yang bertempur
melawan Paksipun seakan-akan sudah tidak berdaya lagi.
Pada saat-saat terakhir, Paksipun sudah bersiap-siap
menangkap adiknya. Namun ia harus berhati-hati. Anak itu
dapat saja melakukan sesuatu yang tidak diduga-duga.
Namun Paksi itu terkejut bukan kepalang. Ketika adik Paksi
itu menjadi berputus-asa karena merasa tidak mungkin lagi
dapat melawan kemampuan ilmu Paksi serta Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya, maka adik Paksipun tiba-tiba
telah meloncat menerkam adik perempuannya. Dengan pisau
belati adik Paksi itu mengancam leher adik perempuannya
sambil berteriak, "Jika kalian tidak menghentikan
pertempuran, gadis kecil ini akan mati"
"Ngger" teriak ibu Paksi.
Tetapi adik laki-laki Paksi itu tidak mau melepaskannya.
Bahkan sambil menyeret gadis kecil itu beberapa langkah
surut ia berteriak, "Semuanya berdiri di tangga pendapa.
Cepat" Gadis kecil itu mencoba untuk meronta dan berteriak.
Suaranya tersendat di lehernya yang tertekan oleh tangan
kakaknya. "Ibu. Kakang Paksi" suaranya patah-patah
"Diam kau. Pisau ini dapat memutuskan tenggorokanmu"
Gadis kecil itu menjadi sangat ketakutan. Apalagi ketika ia
diseret beberapa langkah surut.
"Lepaskan adikmu" berkata Paksi. "Jika kau ingin menukar
dengan aku, lakukanlah. Aku tidak akan melawan"
"Kau tentu akan berbuat licik" teriak adik laki-lakinya.
"Tidak. Aku benar-benar akan menyerah. Tetapi lepaskan
adikmu. Bukankah gadis kecil itu adikmu" Jika kau tidak
mengakui aku sebagai saudaramu, maka kau tidak dapat
ingkar bahwa anak itu adalah adikmu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Persetan dengan hubungan keluarga. Siapapun, tetapi
yang tidak berarti bagi perjuanganku, akan dapat aku
singkirkan" "Sekarang kau berbuat demikian terhadap adikmu sendiri.
Kau pikir Harya Wisaka tidak dapat berbuat seperti itu
terhadapmu yang justru orang lain. Jika kelak Harya Wisaka
berhasil mendapat kekuasaan, maka orang-orang yang
dianggapnya tidak berarti tentu akan disingkirkan dengan
sikap seperti yang kau katakan itu. Siapapun yang tidak
berguna lagi baginya, akan disingkirkannya"
"Bohong" "Renungkan" "Diam. Tidak seorang pun di antara kalian yang dapat
mencoba melawan. Naiklah ke tangga pendapa. Cepat"
Paksi tidak mempunyai pilihan lain. Demikian pula Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya. Mereka bertiga telah naik ke
tangga pendapa. Merekapun kemudian berdiri termangu-
mangu. Bahkan ketika ibunya melangkah mendekati, adik laki-laki
Paksi itupun berteriak, "Ibu juga harus naik ke tangga
pendapa. Cepat" Sementara itu, adik perempuannya itupun masih saja
memanggil-manggil, "Ibu, Ibu. Kakang Paksi, tolong aku"
Paksi menggeretakkan giginya. Ia tidak mengira sama
sekali kalau racun yang ditaburkan oleh ayahnya itu sudah
merasuk demikian dalamnya sampai ke tulang.
"Lepaskan anak itu. Kau dapat membawa aku dan jika kau
akan membunuhku, lakukanlah. Tetapi jangan kau sakiti anak
itu" geram Paksi. Adik laki-laki Paksi itu nampak ragu-ragu. Tetapi ketika ia
melihat Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya, maka iapun
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkata di dalam hatinya, "Mungkin aku dapat membunuh
Paksi. Tetapi kedua orang itu tentu tidak mau mengorbankan
dirinya. Mereka tentu tidak akan peduli lagi, apakah aku akan
membunuh gadis kecil ini atau tidak, sementara itu, kami tidak akan dapat melawan meskipun mereka tinggal berdua"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lepaskan anak itu" teriak Paksi.
Tetapi adik laki-lakinya itu berkata, "Aku akan membawa
anak ini. Dua orang pengawalku akan mengawasi kalian. Jika
kalian mencoba mengejar kami, maka anak ini akan mati.
Sementara itu, jika fajar menyingsing sedangkan kedua
orangku yang mengawasi kalian belum juga menyusul kami,
maka anak ini juga akan mati"
"Tetapi anak itu adikmu. Adikmu sendiri" tangis ibunya.
"Aku tidak peduli. Sudah aku katakan, untuk kepentingan
perjuanganku, siapapun dapat dikorbankan"
"Tetapi jangan adikmu"
"Jangankan adikku, ibuku dan siapapun dapat saja
dikorbankan jika itu menguntungkan perjuanganku.
Perjuangan Harya Wisaka untuk menciptakan masa depan
yang baik bagi Pajang"
Tangis ibunya mengeras. Sementara itu, adik laki-laki Paksi
itupun berkata lantang kepada para pengawalnya yang semula
sudah tidak berpengharapan, "Marilah. Kita pergi. Dua orang
di antara kalian tinggal disini untuk mengawasi agar orang-
orang itu tidak memburu kami. Jangan takut. Jika fajar
menyingsing dan kalian belum menyusul kami karena orang-
orang di rumah ini berbuat curang terhadapmu, maka anak ini
akan mati" Hampir bersamaan para pengawal itu mengangkat
wajahnya. Sebenarnyalah cahaya merah sudah mulai
membayang di langit. Sebentar lagi, fajar akan menyingsing.
Mataharipun akan terbit. Tidak seorang pun dapat menahan
ketika adik laki-laki Paksi itu meninggalkan halaman sambil
mengancam gadis kecil itu dengan pisau belati di lehernya.
Dua orang pengawal masih berada di halaman itu. Paksi,
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijayapun tidak dapat
bertindak terhadap mereka. Mereka tidak dapat
memperhitungkan, apakah jika keduanya tidak menyusul adik
laki-laki Paksi itu pada saat fajar menyingsing, gadis kecil itu benar-benar dibunuh atau hanya sekedar untuk menakut-nakuti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apalagi ketika ibu Paksi yang menangis itu berkata,
"Jangan berbuat sesuatu yang dapat membahayakan nyawa
adikmu, Paksi" Paksipun patuh terhadap ibunya Demikian pula Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya. Mereka tidak berbuat sesuatu
terhadap kedua orang pengawal itu.
Beberapa saat menjelang fajar, maka kedua orang itupun
mulai bergeser mendekati regol halaman. Seorang di antara
mereka berkata, "Jangan berbuat macam-macam jika kalian
tidak ingin kepala gadis kecil itu terpisah dari tubuhnya. Kami tidak main-main. Bagi kami, tidak ada yang lebih berharga dari perjuangan kami"
Tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mereka tidak mau
gadis kecil itu menjadi korban kegilaan para pengikut Harya
Wisaka. Ketika kedua orang itu hilang di balik pintu regol, maka
Paksipun segera meloncat turun sambil berkata, "Kita ikuti
orang-orang itu" Namun ibunyapun segera berteriak, "Jangan berbuat
sesuatu yang dapat membahayakan nyawa anak itu"
Paksi tertegun. Ia melihat air mata masih mengalir
membasahi pipi perempuan itu.
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijayapun tertegun pula.
Namun ketiganya akhirnya tidak dapat meninggalkan Nyi
Tumenggung. "Sudahlah, Ibu" berkata Paksi kemudian.
Nyi Tumenggung itupun kemudian memeluk Paksi dengan
eratnya, seakan-akan tidak akan dilepaskannya lagi.
"Tinggal kau yang sekarang ada padaku, Paksi. Jangan
pergi" "Aku tidak akan pergi, Ibu. Aku akan tetap berada bersama
Ibu. Tetapi aku minta waktu untuk mencari anak itu"
"Siapa yang kau maksud?"
"Adik-adikku" "Berbahaya sekali, Paksi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setidak-tidaknya aku harus menemukan gadis kecil yang
ketakutan itu. Ia tidak akan dibawa sampai jauh. Anak itu
akan menghambat perjalanan. Anak itu tentu segera
dilepaskan" "Apakah kakaknya tidak akan menyakitinya?"
"Tidak. Aku kira tidak, Ibu. Ia tidak bersungguh-sungguh.
Ia hanya ingin menyelamatkan diri"
Ibunya termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
berdesis, "Hati-hatilah, Paksi. Cari adik perempuanmu itu.
Bawa ia kepadaku" "Baik, Ibu" Paksipun kemudian minta diri kepada ibunya. Demikian
pula Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya.
Demikian mereka turun ke jalan, maka Raden
Sutawijayapun berkata, "Pada satu sisi, Harya Wisaka benar-
benar berhasil" "Apa yang berhasil, Raden?" bertanya Paksi.
"Ia berhasil membentuk watak orang-orangnya menjadi
seakan-akan tidak berpribadi lagi. Mereka menjadi semacam
alat yang tidak lagi sempat mempergunakan nalarnya"
Sementara itu langitpun menjadi terang oleh warna merah
kekuning-kuningan. Jalanpun mulai hidup. Satu dua orang
melintas ke arah yang berbeda-beda dan keperluan yang
berbeda-beda pula. Ada yang akan pergi ke pasar untuk
berbelanja, tetapi ada yang ke pasar untuk menjual hasil
kebunnya. Ada yang akan bepergian mumpung masih pagi,
tetapi ada juga yang melintas dengan tergesa-gesa karena
keperluannya yang mendesak.
Paksi merenungi kata-kata Raden Sutawijaya. Ia memang
menjadi heran. Dalam waktu yang singkat, adiknya benar-
benar telah berubah. Tetapi menurut Paksi, itu bukan saja
karena keberhasilan Harya Wisaka dan pendukung-
pendukungnya, tetapi Ki Tumenggung Sarpa Biwada sendiri
telah menanamkan kebencian di hati anak laki-lakinya itu,
terhadap keluarganya sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka ketiga orang itupun berjalan dengan
tergesa-gesa. Mereka memang tidak tahu pasti, kemana
mereka harus pergi. Tetapi menilik apa yang dikatakan oleh
adik laki-lakinya, Paksi dapat menduga, bahwa mereka pergi
ke luar kota, sedangkan jalan yang akan mereka tempuh,
nampaknya sudah dipersiapkan lebih dahulu. Namun mereka
tidak tahu, jalan yang manakah yang akan dilalui oleh adik
laki-laki Paksi itu. "Kita harus mengelilingi dinding kota. Pintu-pintu gerbang
di beberapa penjuru, serta gerbang butulan di beberapa
tempat" berkata Paksi.
"Ya" sahut Pangeran Benawa. Namun katanya kemudian,
"Tetapi mungkin mereka tidak melewati gerbang yang
manapun. Mungkin mereka meloncati dinding atau menerobos
terowongan-terowongan sungai di hilir dan di udik"
"Terowongan-terowongan air itu semuanya diawasi"
berkata Raden Sutawijaya. "Sulit bagi mereka untuk keluar
lewat terowongan di hilir maupun di udik"
"Mungkin mereka masih tetap berada di dalam kota" desis
Pangeran Benawa. Paksi mengangguk-angguk. Ia sadar, bahwa banyak
kemungkinan dapat terjadi. Mungkin adik laki-lakinya itu
memang tidak benar-benar pergi keluar kota. Seperti Harya
Wisaka, ia hanya ingin menyesatkan orang-orang yang
mencarinya. Bahkan mungkin orang-orangnya dalam tugas
sandi mengetahui bahwa ia sedang dicari oleh Paksi, Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya.
Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya itu
menempuh arah menurut perhitungan mereka. Tempat-
tempat yang paling mungkin dilewati. Adik perempuan Paksi
itu tentu akan ditinggalkan begitu saja, karena untuk
membawanya lebih jauh, justru akan merepotkannya.
Ketiganya memang menjadi gelisah, ketika panas matahari
mulai terasa menggatalkan kulit, mereka berjalan semakin
cepat menelusuri lorong-lorong, bahkan semak-semak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketiga orang itu tertegun ketika melihat beberapa orang
anak muda berdiri mengerumuni sesuatu. Karena itu dengan
tergesa-gesa mereka mendekati mereka.
Ketiganya terkejut ketika mereka melihat seorang gadis
yang terbaring diam di atas rerumputan kering. Matanya
terpejam. Pakaiannya tampak kusut. Ternyata gadis kecil
menginjak usia remaja itu adalah adik Paksi.
Tetapi ketika ia menyibak beberapa orang anak muda yang
mengerumuninya, maka merekapun telah mendorong Paksi.
Seorang di antara mereka berkata, "Mau apa kau, he?"
Paksi memandang anak muda itu dengan tajamnya.
Sementara anak muda itu berkata, "Kami yang menemukan
gadis cantik itu. Kamilah yang berhak membawanya"
"Kau akan membawanya kemana?"
"Terserah kepada kami" jawab anak muda itu.
Paksi memandang beberapa orang anak muda yang
mengerumuni adik perempuannya itu. Wajah-wajah mereka
nampak garang. Pakaian merekapun tidak menentu. Ada di
antara mereka yang nampaknya masih terpengaruh oleh tuak
yang baunya tercium dari mulut mereka.
"Itu adikku" berkata Paksi.
"Omong kosong" geram anak muda yang masih sedikit
mabuk. "Kau tentu juga tertarik pada parasnya yang cantik.
Kulitnya yang kuning dan bibirnya yang mungil itu. Pergi. Kami akan membawanya kemana kami inginkan"
"Itu adikku, kau dengar. Ia diculik orang semalam"
"Aku tidak menculik gadis ini. Ketika kami lewat jalan kecil
ini, kami menemukannya dalam keadaan seperti ini"
"Jika demikian, kenapa kalian tidak menolongnya"
"Kami akan menolongnya. Kami akan membawanya
pulang" "Apa yang akan kalian lakukan terhadap gadis kecil ini?"
bertanya Paksi. Anak muda itu memandang Paksi dengan tegang. Namun
iapun kemudian tertawa. Demikian pula kawan-kawannya
tertawa pula. Seorang yang bertubuh tinggi kekar maju
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selangkah sambil menjawab, "Kami akan memperlakukannya
sebagaimana akan kau lakukan atas gadis cantik ini"
"Aku akan membawanya pulang. Gadis kecil itu adalah
adikku. Apakah kalian tidak mendengar?" suara Paksi mulai
meninggi. "Pergilah" berkata orang bertubuh tinggi kekar itu, "jangan
ganggu kami. Jika kami menemukan gadis cantik ini, itu
adalah rejeki kami. Kalian tidak usah menjadi iri"
"Aku peringatkan sekali lagi. Anak itu adalah adikku"
"Ia sudah bukan anak-anak lagi. Ia sudah pantas bersuami"
"Cukup" Paksi telah kehilangan kesabarannya. "Minggir.
Aku akan membawa adikku pulang"
"Apa?" bertanya orang yang bertubuh tinggi kekar itu. "Kau
berani membentak aku" Nampaknya kau belum mengenal
siapa kami" "Kalian siapa?"
"Kami yang berkuasa di lingkungan ini. Semua orang harus
tunduk kepada kami" "Aku tidak peduli" jawab Paksi. "Tetapi itu adalah adikku.
Aku harus menyelamatkannya. Juga menyelamatkan dari
tangan kalian, anak-anak muda edan yang tidak tahu diri.
Dalam suasana seperti ini, masih ada saja anak-anak muda
yang tidak mempunyai tempat berpijak"
Wajah anak muda yang bertubuh tinggi kekar dan yang
masih terpengaruh oleh tuak itu memandang Paksi dengan
heran. Katanya, "Kau ingin mulutmu aku sumbat"
"Kalian sama gilanya dengan para pengikut Harya Wisaka.
Atau kalian memang pengikut Harya Wisaka?"
Anak-anak muda itu terkejut mendengar nama Harya
Wisaka. Dengan serta-merta seorang di antara mereka
berkata, "Kami tidak mempunyai sangkut-paut dengan Harya
Wisaka" "Jika demikian, minggir" bentak Paksi.
Tetapi anak muda itu tertawa. Kawan-kawannyapun
tertawa pula. Seorang di antara mereka berkata, "Kau ingin
menakut-nakuti kami dengan menyebut kami pengikut Harya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisaka" Kau salah, Ki Sanak. Kamipun dapat menuduh kalian
pengikut Harya Wisaka"
Paksi tidak sabar lagi. Didorongnya anak muda yang
bertubuh tinggi kekar yang berdiri di hadapannya.
Ternyata tenaga Paksi tidak dapat dilawannya. Anak muda
itu terdorong beberapa langkah surut dan jatuh terbanting di
tanah. Kawan-kawannyapun terkejut. Dengan serta-merta iapun
bangkit berdiri sambil berkata, "Orang yang tidak tahu diri.
Kami akan mencincangmu sampai lumat disini. Tidak ada
orang yang melihatnya. Perempuan ini akan kami bawa pulang
dan akan menjadi klangenan kami sampai kami menjadi jemu
dan menemukan gadis lain yang masih segar"
Paksi tidak menjawab. Tiba-tiba saja tangannya terayun
menghantam bibir orang itu. Anak muda yang bertubuh tinggi
kekar dan yang kepalanya masih dipengaruhi oleh tuak itupun
berteriak kesakitan. Sekali lagi tubuhnya terlempar. Justru
lebih keras, sehingga membentur sebatang pohon besar yang
tumbuh di pinggir lorong itu.
Sekali lagi kawan-kawannya terkejut. Namun merekapun
menjadi marah pula. Seorang di antara mereka berkata
lantang, "Hancurkan anak itu, biar ia tahu, siapa kita"
Sekelompok anak-anak yang marah itu tidak menunggu
lagi. Serentak mereka menyerang Paksi.
Tetapi Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya tidak
membiarkan Paksi berkelahi sendiri melawan sekelompok
anak-anak muda yang sebagian masih mabuk itu. Bertiga
mereka bergerak serentak menghadapi anak-anak muda yang
nampak garang itu. Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya tidak
memerlukan waktu yang lama. Demikian anak-anak muda itu
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyerang, maka satu demi satu mereka terpelanting jatuh.
Beberapa orang masih berusaha bangkit. Tetapi yang lain
hanya dapat menggeliat dan mengerang kesakitan. Punggung
mereka rasa-rasanya menjadi patah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi agaknya anak-anak muda itu tidak mau menerima
kenyataan itu begitu saja. Seorang di antara mereka masih
sempat melarikan diri. Dengan tergesa-gesa ia pergi ke rumah
yang tidak terlalu jauh dari arena perkelahian itu. Ke rumah
seorang bebahu, ayah dari salah seorang anak yang terlibat
dalam perkelahian itu. "Ada apa?" "Mukim, Paman" "Kenapa Mukim?"
"Mukim dipukuli orang"
"He, siapa yang berani memukuli Mukim?"
"Tidak tahu, Paman"
"Apakah Mukim sendiri?"
"Tidak, Paman. Kami beberapa orang di lorong itu"
"Yang memukuli Mukim berapa orang?"
"Entahlah, Paman. Tetapi Mukim itu dipukuli"
Bebahu itu tidak berpikir panjang. Diambilnya parangnya
yang terselip di dinding. Dengan geram iapun berkata, "Siapa
orang gila yang berani memukuli Mukim. Nampaknya ia belum
mengenal aku" Dengan tergesa-gesa bebahu itupun pergi ke arena
perkelahian. Namun ketika ia sampai di arena itu, perkelahian
sudah selesai. Beberapa orang anak muda terbaring
berserakkan sambil mengerang kesakitan. Di antara mereka
terdapat Mukim. Bebahu yang datang dengan tergesa-gesa itu tertegun. Ia
melihat tiga orang sedang mengerumuni seorang gadis yang
terbaring diam. "Mereka itu yang memukuli Mukim"
"Kenapa mereka memukuli Mukim?"
"Mereka menculik gadis itu. Kami mencoba mencegahnya.
Tetapi mereka melawan"
"Kenapa tidak kalian pukuli saja mereka sampai pingsan?"
"Ternyata mereka tidak dapat kami kalahkan"
"He" Kalian sebanyak itu tidak dapat mengalahkan tiga
orang tikus kecil itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ternyata mereka terbiasa berkelahi"
Bebahu itupun kemudian melangkah mendekati Paksi,
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya, justru pada saat
Paksi mengangkat adik perempuannya.
"He, akan kau bawa kemana gadis itu?" bertanya bebahu
yang melangkah semakin dekat itu.
"Ini adikku" "Omong kosong" sahut anak muda yang memanggil
bebahu itu. Sementara itu, Mukim dengan susah payah bangkit berdiri.
Ia adalah anak muda yang tubuhnya tinggi kekar itu. Dengan
lengan bajunya ia mengusap mulut dan hidungnya yang
berdarah. "Mereka adalah orang-orang gila, Ayah" berkata Mukim.
"Mereka menculik anak perempuan itu"
Bebahu itu mengerutkan keningnya. Meskipun tidak saling
menyepakati, namun yang dikatakan itu sesuai dengan yang
dikatakan oleh anak muda yang memanggil ayah Mukim itu.
Bebahu itupun kemudian berdiri sambil bertolak pinggang.
Dengan lantang iapun berkata, "Tinggalkan gadis itu"
"Siapakah kau?" bertanya Raden Sutawijaya.
"Aku kamituwa padukuhan ini"
"Gadis ini adalah adik kawanku. Semalam suntuk kami
mencarinya. Ternyata kami menemukannya disini"
"Orang itu bohong, Paman" berkata anak muda yang
memanggil bebahu itu, sementara Mukimpun yang kesakitan
itu berkata, "Kami berpapasan dengan mereka, Ayah. Seorang
di antara mereka mendukung gadis yang pingsan itu"
"Tinggalkan gadis itu" bentak bebahu itu.
"Kami akan membawanya" jawab Raden Sutawijaya.
"Tinggalkan gadis itu, kau dengar" bebahu itu berteriak.
Tetapi Raden Sutawijaya menjawab dengan tegas, "Tidak"
"Bocah edan, apakah aku harus memaksamu?"
"Dipaksa atau tidak, kami akan pergi sambil membawa
gadis kecil itu. Kawanku akan membawanya pulang dan
menyerahkannya kepada ibunya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anak demit. Kau memang harus dibuat jera"
Mukim yang masih saja berdesah menahan sakit berkata,
"Ayah harus tegas menghadapi anak-anak gila seperti itu"
Bebahu itupun kemudian melangkah maju sambil berkata,
"Aku masih memberimu kesempatan"
"Kami akan pergi sambil membawa gadis itu, kau dengar Ki
Kamituwa" Bebahu itu tidak dapat menyabarkan diri lagi.
Tangannyapun segera terayun menyambar ke arah wajah
Raden Sutawijaya. Namun dengan cepat Raden Sutawijaya menghindar
sehingga tangan itu tidak menyentuhnya.
"Akulah yang memberimu kesempatan, Ki Kamituwa. Pergi,
atau kau akan mengalami nasib seperti anak-anak yang
sedang mabuk itu. Cium bau mulut anakmu. Tentu kau
mengenal bau apakah itu. Atau kau justru berbangga bahwa
anakmu mabuk?" Ki Kamituwa menjadi marah sekali. Orang yang
menantangnya ini masih jauh lebih muda daripadanya. Karena
itu, maka tanpa menjawab, bebahu itu segera meloncat
menyerang Raden Sutawijaya.
Tetapi Raden Sutawijaya tidak memberinya kesempatan.
Justru pada saat ia meloncat menyerang, kaki Raden
Sutawijaya yang terjulur menyamping tepat mengenai
perutnya. Bebahu itu terdorong beberapa langkah surut. Perutnya
terasa menjadi mual. Nafasnya terasa menyesakkan dadanya.
Tetapi Ki Kamituwa yang menjadi sangat marah itu justru
sekali lagi meloncat menyerangnya. Dengan memutar
tubuhnya, kakinya terayun mendatar mengarah ke kening
Raden Sutawijaya. Namun Raden Sutawijaya melihat kaki lawannya yang
terayun itu. Justru karena itu, maka Raden Sutawijaya itupun
merendahkan diri dan menyapu kaki bebahu itu yang lain.
Bebahu itupun terbanting jatuh seperti sebatang pohon
yang rebah. Ayunan kakinya, justru membuatnya semakin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terpelanting terbanting di tanah. Ketika ia mencoba dengan
cepat bangkit, ternyata Raden Sutawijaya telah menunggunya.
Demikian bebahu itu tegak berdiri, maka tangan Raden
Sutawijaya telah menghantam perutnya.
Raden Sutawijaya tidak mengerahkan kekuatannya
sepenuhnya. Namun bebahu itu sudah terbungkuk-bungkuk
kesakitan. Ketika tangan Raden Sutawijaya menekan kepala bebahu
itu, maka bebahu itupun jatuh tertelungkup. Wajahnya
tersuruk ke dalam tanah yang berdebu, sehingga segumpal
tanah telah masuk ke dalam mulutnya.
Ketika bebahu itu bangkit, maka kemarahannya menyala
sampai ke ubun-ubun. Matanya yang terasa pedas menjadi
merah. Mulutnya yang kotor dan hidungnya yang kulitnya
terkelupas, membuat bebahu itu kehilangan pertimbangannya.
Dengan lantang iapun berteriak, "Pukul kentongan dengan
irama titir" "Gila" Raden Sutawijaya mencoba mencegahnya. "Dalam
masa kalut ini, kentongan dengan irama titir akan dapat
mengundang keresahan banyak orang"
"Persetan. Kau memang harus ditangkap"
Anak muda yang memanggil bebahu itu tidak menunggu
lagi. Iapun segera berlari ke rumah terdekat. Sejenak
kemudian, terdengar suara kentongan dengan irama titir.
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi memang
menjadi berdebar-debar. Sementara itu, adik perempuan Paksi
itupun mulai menggeliat. Sementara itu, bebahu yang wajahnya menjadi sangat
kotor itupun menggeram, "Sebentar lagi, kalian akan mati
dicincang orang-orang padukuhan ini. Jangan menyesal"
"Ki Kamituwa" geram Raden Sutawijaya, "aku peringatkan,
jangan melibatkan orang-orang padukuhan. Mungkin kalian
berhasil membunuh kami. Tetapi lebih dari separo penghuni
padukuhanmu juga akan mati. Seorang di antara kami,
nilainya lebih dari duapuluh lima orang padukuhanmu"
Wajah Ki Kamituwa menjadi tegang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tujuh puluh lima orang lebih dari penghuni padukuhanmu
akan mati. Itupun belum tentu kalian berhasil menangkap
kami" "Kau kira kalian itu siapa" Iblis, jin, genderuwo yang dapat
menghilang?" "Coba saja, Ki Kamituwa. Tetapi jika benar-benar terjadi,
maka kematian orang sebanyak itu adalah tanggung jawabmu.
Kami bertiga akan mempertahankan hidup kami berapa pun
banyaknya kami harus membunuh"
Wajah Ki Kamituwa memang menjadi tegang. Sementara
itu, suara kentongan dengan irama titir itu telah disambut oleh kentongan yang lain sambung-bersambung.
Dalam pada itu, orang-orang yang mendengar suara
kentongan dengan irama titir itupun segera keluar dari rumah
mereka. Bahkan yang berada di sawah atau di pategalan pun
telah berlari-lari pulang. Suasana yang sedang dipanasi oleh
kegiatan Harya Wisaka itu membuat banyak orang cepat
menjadi cemas oleh isyarat-isyarat yang mendebarkan.
Beberapa saat kemudian, beberapa orangpun telah
berdatangan. Bahkan ada di antara mereka yang membawa
senjata. Seorang yang berkumis lebat, berjalan dengan
tergesa-gesa diiringi oleh orang-orang padukuhan.
"Ada apa Ki Kamituwa?" bertanya orang yang berkumis
lebat itu. "Mereka akan menculik gadis itu"
Dalam pada itu, adik perempuan Paksi itupun telah menjadi
sadar. Ketika ia membuka matanya, pandangannya yang
kabur melihat seseorang yang sangat dikenalnya, berjongkok
di sisinya. Ketika penglihatannya menjadi semakin jelas, maka gadis
itu mulai menangis. "Jangan menangis. Aku ada disini" desis Paksi.
Gadis itu tiba-tiba saja memeluk Paksi. Tangisnya menjadi
semakin keras. "Kakang, Kakang. Jangan tinggalkan aku"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kamituwa itu termangu-mangu sejenak. Ternyata gadis itu
memang adik dari anak muda yang dikatakan akan
menculiknya itu. "Apa yang sebenarnya terjadi?" bertanya orang berkumis
itu. "Anak itu, Ki Demang" jawab Ki Kamituwa.
"Kenapa dengan anak itu?" orang yang bertubuh tinggi,
besar dan berkumis lebih lebat lagi dari kumis Ki Demang
itupun bertanya pula. "Anak itu akan menculik gadis itu, Ki Jagabaya" jawab Ki
Kamituwa mulai gagap. "Tetapi gadis itu adiknya"
"Ia hanya mengaku-aku, Ki Jagabaya"
"Yang mengaku-aku siapa?"
"Anak muda itu"
"Tetapi gadis itu menyebutnya kakang. Kau dengar bahwa
gadis itu minta perlindungannya?"
Ki Kamituwa memang menjadi bingung. Namun dalam pada
itu, terdengar derap kaki beberapa ekor kuda yang
mendatangi. Dalam suasana yang panas itu, maka suara kentongan
dalam irama titir itu telah mengundang sekelompok prajurit.
Mungkin saja telah terjadi benturan antara orang-orang
padukuhan dengan para pengikut Harya Wisaka.
Demikian beberapa orang prajurit itu mendekat, tiba-tiba
saja Ki Kamituwa itupun berteriak, "Mereka adalah pengikut
Harya Wisaka" Yang mendengar teriakan Ki Kamituwa itu terkejut. Bahkan
Ki Demang dan Ki Jagabayapun terkejut pula.
"Apa katamu?" bertanya Ki Demang.
"Mereka adalah pengikut Harya Wisaka"
"Tetapi kau tadi tidak mengatakan seperti itu. Tadi kau
sebut anak-anak itu hendak menculik gadis. Padahal gadis itu
adalah adiknya" "Aku sebenarnya masih ingin mengambil cara yang lebih
lunak, Ki Demang. Tetapi setelah para prajurit datang, aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak dapat mengatakan lain, kecuali bahwa mereka adalah
para pengikut Harya Wisaka, termasuk gadis itu"
"Darimana kau tahu?" bertanya perwira prajurit yang
memimpin sekelompok prajurit berkuda itu.
Ki Kamituwa memang agak menjadi gagap. Namun iapun
menjawab, "Kami disini semuanya tidak mengenal mereka.
Mereka berjalan mengendap-endap. Nampaknya mereka akan
pergi ke terowongan air di sebelah. Mereka sedang berusaha
menyusup keluar" Perwira itu memandang Paksi, Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya sejenak. Ketiganya memang mengenakan
pakaian orang kebanyakan, sehingga mereka menjadi tidak
mudah dikenalinya. -ooo00dw00ooo- Jilid 29 DENGAN nada berat pemimpin sekelompok prajurit itupun
kemudian memberikan perintah kepada para prajurit, "Siapa
pun mereka, bawa mereka ke barak. Kita akan memeriksa
mereka di barak nanti"
Tetapi sebelum para prajurit itu bergerak, Pangeran
Benawa telah maju beberapa langkah sambil berkata lantang,
"Tangkap anak-anak muda itu"
Para prajurit itu terkejut. Pemimpin sekelompok prajurit itu
justru tercenung sejenak. Sementara Pangeran Benawa
berkata lantang, "Tangkap mereka. Kalian dengar perintahku"
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemimpin prajurit itu mengerutkan dahinya. Diamatinya
Pangeran Benawa dengan seksama. Ia pernah melihat dan
mengenal orang itu. Ketika Pangeran Benawa menunjuk kepada anak-anak
muda yang kebingungan itu, perwira itupun tiba-tiba
menyadari bahwa yang berdiri di hadapannya itu adalah
Pangeran Benawa. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun sebelum ia mengucapkan sesuatu, Pangeran
Benawa yang mengerti bahwa perwira itu dapat mengenalinya
segera berkata, "Siapa pun aku, tetapi dengar perintahku"
Perwira itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun berpaling kepada prajurit-prajuritnya sambil
meneriakkan perintah, "Tangkap anak-anak muda itu"
Ki Demang, Ki Jagabaya dan Ki Kamituwa menjadi bingung.
Dengan gagap Ki Kamituwa itupun berkata, "Bukan mereka
yang menjadi pengikut Harya Wisaka. Tetapi ketiga orang
serta gadis itu" "Aku tidak peduli apakah mereka pengikut Harya Wisaka
atau bukan. Seandainya mereka bukan pengikut Harya
Wisaka, mereka sama jahatnya dengan para pengikut Harya
Wisaka itu. Mereka telah berniat untuk membawa gadis itu.
Bukan untuk mendapat pertolongan, tetapi justru karena
kebuasan mereka" Tidak seorang pun sempat melarikan diri. Para prajurit itu
bergerak dengan cepat sambil mengacukan senjata mereka.
"Tangkap pula Kamituwa itu"
"Kenapa" Kenapa aku harus ditangkap?" bertanya
Kamituwa itu dengan gagap.
"Kau telah memfitnah. Kau sebut kami pengikut Harya
Wisaka bukan karena kau curiga terhadap kami. Tetapi karena
kau sudah terlanjur membela anakmu yang mabuk itu"
Ki Demang yang kebingungan itu tiba-tiba bertanya,
"Siapakah kau sebenarnya sehingga perintahmu dipatuhi oleh
para prajurit" "Kau tidak perlu tahu" jawab Pangeran Benawa, "yang
penting, awasi lingkunganmu. Kau lihat bahwa anak-anak
muda itu adalah anak-anakmu"
"Aku demang yang memimpin daerah ini. Aku harus tahu
pasti apa yang terjadi disini"
"Kau percaya bahwa yang datang ini sekelompok prajurit?"
Ki Demang termangu-mangu.
"Biarlah mereka melaksanakan tugas mereka dengan baik"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Demang dan Ki Jagabaya tidak dapat mendesak. Mereka
hanya berdiri termangu-mangu ketika para prajurit
menangkap anak-anak muda itu serta sekaligus Ki Kamituwa.
Sementara itu beberapa orang prajurit memang bertanya-
tanya di dalam hati. Namun sebagai prajurit mereka mematuhi
perintah perwira yang memimpin mereka.
Ketika para prajurit itu sudah siap untuk membawa anak-
anak muda dan Ki Kamituwa bersama mereka ke barak,
perwira yang memimpin sekelompok prajurit itu telah
menghadap Pangeran Benawa sambil berdesis perlahan,
"Kami menunggu perintah"
"Bawa mereka ke barak. Nanti aku akan menemui mereka"
"Hamba, Pangeran"
"Jangan sebut di hadapan mereka"
"Hamba, Pangeran"
"Pergilah" Perwira itupun segera memberikan perintah kepada para
prajuritnya untuk segera bergerak.
Namun beberapa orang anak muda mulai merengek.
Seorang di antara mereka menangis, "Tolong aku, Ki Demang.
Ibuku akan mencari aku"
Tetapi Pangeran Benawalah yang menyahut, "Beritahu
ibunya, bahwa anaknya telah mabuk dan hampir saja
terjerumus ke dalam tindak nista yang akan membuat
namanya cacat seumur hidup. Beritahu bahwa anak itu
sekarang berada di barak prajurit di ujung jalan yang menuju
ke pintu gerbang samping"
Ki Demang berdiri termangu-mangu. Sementara anak itu
masih saja menangis, "Ki Jagabaya, tolong aku. Aku tidak ikut-
ikutan mereka untuk membawa gadis itu"
"Mulutmu masih berbau tuak" sahut Pangeran Benawa.
Para prajurit tidak menghiraukan tangisnya. Ki Demang dan
Ki Jagabaya tidak dapat berbuat apa-apa. Sementara Ki
Kamituwa pun telah ikut bersama para prajurit itu pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian mereka menghilang di tikungan, maka Pangeran
Benawa itupun kemudian berkata kepada Paksi, "Bawa adikmu
pulang" Paksi tidak menyahut. Nampaknya Pangeran Benawa tidak
ingin dirinya dikenali oleh Ki Demang, Ki Jagabaya dan orang-
orang yang berada di tempat itu.
Ketika Paksi akan mendukung adiknya, maka adik
perempuannya itupun berkata, "Aku dapat berjalan sendiri,
Kakang" "Kau masih sangat lemah"
"Tidak. Aku sudah baik sekarang"
"Kau tadi pingsan"
"Aku hanya ketakutan"
Pangeran Benawapun kemudian berkata kepada Ki
Demang, "Kami minta diri. Lain kali hati-hati dengan anak-
anak mudamu itu, Ki Demang. Hampir saja gadis ini menjadi
korban mereka seandainya kami terlambat datang"
Ki Demang tidak menjawab. Dipandanginya Pangeran
Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi berganti-ganti.
Sementara itu Raden Sutawijaya itupun mendekatinya sambil
berdesis, "Jangan bingung, Ki Demang. Urusi saja anak-
anakmu yang nakal itu. Jika Ki Kamituwa pulang, beritahu
bahwa sebaiknya ia tidak perlu membuat kesaksian palsu
seperti itu" Ki Demang masih saja kebingungan. Namun Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi tidak
menghiraukannya lagi. Merekapun segera meninggalkan
tempat itu. Paksi melangkah perlahan-lahan sambil
membimbing adik perempuannya.
Demikian mereka memasuki halaman rumahnya, maka
ibunya yang masih duduk menunggu di Pringgitan segera
menghambur turun ke halaman.
Dipeluknya anak gadisnya sambil menangis. Demikian pula
adik perempuan Paksi itupun menangis pula.
"Sudahlah" berkata Paksi, "marilah, kita duduk pula di
pringgitan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, mereka telah duduk bersama-sama di
pringgitan. Seorang pembantu Nyi Tumenggung
menghidangkan minuman hangat bagi mereka yang nampak
letih lahir dan batinnya.
"Apa yang dilakukan kakakmu atasmu, Ngger?" bertanya
Nyi Tumenggung dengan suara bergetar.
"Aku diseret, Ibu. Aku sangat ketakutan. Setiap kali Kakang
mengancam akan membunuh jika aku berteriak. Sehingga
akhirnya aku pingsan. Aku tidak tahu apa yang terjadi
kemudian. Ketika aku sadar, aku melihat Kakang Paksi di
sebelahku" Nyi Tumenggung memandang Paksi sejenak. Namun
Paksipun berkata kepada adiknya, "Sekarang pergilah ke
pakiwan. Mandi dan berganti pakaian agar kulitmu tidak
menjadi gatal" Gadis yang tumbuh remaja itu mengangguk kecil. Katanya,
"Aku mandi dahulu, Ibu"
Ibunya mengangguk. Katanya, "Mandilah, biar tubuhmu
menjadi segar" Adik perempuan Paksi itu memang ragu-ragu ketika ia
masuk ke pakiwan. Rasa-rasanya kakaknya yang telah
menyeretnya itu masih saja berada di sekitarnya. Namun
ketika ia melihat seorang pembantunya laki-laki sedang
membelah kayu tidak jauh dari pakiwan, maka gadis itupun
menjadi lebih berani. Baru ketika adik perempuannya meninggalkan pringgitan,
Paksi menceriterakan apa yang hampir saja terjadi atas adik
perempuannya itu. "Yang Maha Agung masih melindunginya" terdengar suara
Nyi Tumenggung itu sendat. Lalu katanya, "Terima kasih,
Pangeran, terima kasih Raden, bahwa Pangeran dan Raden
telah membantu Paksi menyelamatkan adik perempuannya"
"Paksilah yang telah melakukannya, Bibi" desis Pangeran
Benawa. "Tentu bukan hanya Paksi" suaranya merendah. "Tetapi
kenapa kakaknya tiba-tiba menjadi liar seperti itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ciri para pengikut Harya Wisaka, Bibi. Menurut mereka,
apa pun dapat mereka korbanku bagi perjuangan mereka.
Mereka dibenarkan untuk melakukan segala macam cara
untuk memenangkan perjuangan, meskipun cara itu
bertentangan dengan nilai-nilai serta tatanan kehidupan" desis Raden Sutawijaya.
"Mereka adalah orang-orang yang tersesat. Seperti Ki
Tumenggung Sarpa Biwada yang tidak lagi menghargai
hidupnya sendiri. Kakang Tumenggung telah meletakkan
harga perjuangannya di atas segala-galanya"
"Mereka memang orang-orang yang pantas dikasihani, Bibi.
Tetapi mereka sendiri menyatakan dirinya dengan bangga atas
perjuangannya yang tidak lagi menghiraukan tatanilai dan
tatanan kehidupan. Mereka menganggap telah berjuang tanpa
pamrih bagi tujuan yang agung"
"O" Nyi Tumenggung itu menarik nafas dalam-dalam.
Dirinya sendiri telah terperangkap di dalam lingkungan
perjuangan yang agung itu. Suaminya dan seorang anaknya
adalah pengikut dari Harya Wisaka yang telah menebarkan
racun yang ganas itu. Sekilas Nyi Tumenggung itu teringat
kepada suaminya yang berada di dalam bilik tahanan.
Nampaknya sulit bagi Ki Tumenggung untuk dapat berpikir
dengan bening. Apalagi Ki Tumenggung termasuk salah
seorang pemimpin di lingkungan para pengikut Harya Wisaka.
Dalam pada itu, setelah selesai mandi dan berbenah diri,
maka adik perempuan Paksi itupun telah berada di pringgitan
kembali. Sementara itu ibunyapun dengan cemas bertanya
kepada Paksi, "Apakah adikmu laki-laki itu akan kembali,
Paksi?" "Maksud Ibu, kembali pulang?"
"Tidak. Kembali untuk mengambil adik perempuanmu ini?"
"Tidak, Ibu. Aku yakin tidak. Jika ia membawanya, itu
karena ia sekedar ingin menyelamatkan diri. Ia tidak akan
mencelakakan adiknya. Jika saja ia melihat apa yang hampir
saja terjadi, ia tentu juga akan menolongnya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ibunya mengangguk-angguk. Desisnya, "Semoga
dugaanmu itu benar, Paksi"
"Nampaknya dugaan Paksi itu benar, Bibi" berkata Raden
Sutawijaya kemudian. Ibu Paksi itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya
kemudian, "Sekarang, aku minta kau tinggal bersamaku,
Paksi" "Ya, Ibu. Aku tidak berkeberatan. Tetapi aku mohon waktu.
Aku, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya masih
mempunyai kewajiban yang tidak dapat kami tinggalkan"
"Memburu adikmu?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Mudah-
mudahan aku dapat menemukannya, Ibu. Tetapi jika anak itu
sempat menyusup ke luar kota, maka kemungkinan itu akan
menjadi kecil sekali"
Ibunya termangu-mangu sejenak. Matanya yang berkaca-
kaca itu memandang ke kejauhan. "Lakukan, apa yang baik
menurut pendapatmu, Paksi. Mudah-mudahan kau berhasil"
"Aku mohon doa restu Ibu. Jika tugas-tugasku selesai, aku
akan memenuhi keinginan Ibu. Aku akan tinggal bersama Ibu.
Setidak-tidaknya untuk sementara"
"Aku mengerti, Paksi. Kau memang tidak dapat tinggal di
rumah saja berpangku tangan, sementara gejolak di Pajang
masih juga belum selesai"
Beberapa saat lamanya Paksi berada di rumah ibunya.
Namun kemudian merekapun segera minta diri.
"Kakang mau kemana?" bertanya adik perempuannya.
"Aku akan menyelesaikan tugas-tugasku. Hati-hati kau di
rumah" "Aku takut, Kakang"
"Jangan takut. Tidak akan terjadi apa-apa. Kakakmu tidak
akan datang mengganggumu lagi, karena yang dilakukannya
adalah sekedar untuk melepaskan diri. Ia sama sekali tidak
ingin menyakitimu" Gadis itu mengangguk kecil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijayapun minta diri pula
untuk meninggalkan rumah itu.
Ketika mereka sudah berada di jalan, maka merekapun
mulai membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi dengan adik laki-laki Paksi itu.
"Kemana anak itu pergi" desis Raden Sutawijaya.
"Apakah kita akan mengamati lingkungan di sekitar tempat
adikku itu kita ketemukan?" sahut Paksi.
"Ada baiknya, Paksi" berkata Pangeran Benawa. "Kita lihat
keadaan di sekitar tempat itu"
"Tetapi orang-orang yang tinggal di tempat itu akan dapat
mencurigai kita. Apalagi sebelumnya Ki Kamituwa sudah
pernah melontarkan tuduhan, bahwa kita adalah para
pengikut Harya Wisaka"
"Malam nanti?" gumam Paksi.
Pangeran Benawapun menyahut, "Baik. Malam nanti kita
lihat keadaan di sekitar kita ketemukan adik perempuanmu itu
Paksi" Sebenarnyalah, ketika malam turun, maka mereka
bertigapun telah pergi ke tempat adik perempuan Paksi itu
diketemukan. Meskipun tempat itu gelap, tetapi ketajaman penglihatan
ketiga orang itu dapat diandalkan. Dengan Aji Sapta Pandulu
mereka dapat melihat cukup jelas, meskipun tidak sejelas
siang hari. Dengan hati-hati merekapun telah menyibak
gerumbul-gerumbul belukar. Tempat-tempat yang agak
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menarik perhatian di sekitar tempat diketemukannya adik
perempuan Paksi. Ternyata usaha mereka tidak sia-sia. Mereka menemukan
sebuah lubang yang cukup besar untuk menyusup ke
dalamnya. "Aku akan melihat, apakah lubang itu menembus keluar
dinding kotaraja" berkata Paksi.
"Kau akan masuk ke dalamnya?"
"Lubang itu cukup besar untuk merangkak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya menjadi ragu-
ragu. Namun Paksilah yang memastikan diri untuk menelusuri
lubang yang gelap pekat itu.
"Jika lubang itu bermuara di sarang ular, mungkin
kekebalan tubuh dapat menangkal gigitan seekor ular. Tetapi
jika sepuluh atau lebih?"
"Aku akan berhati-hati. Aku akan menyalakan oncor jarak
dan membawanya masuk ke dalam"
Paksi memang membawa biji jarak kering yang dirangkai
dengan lidi sepanjang jengkal tangan.
"Aku akan menyalakannya di dalam terowongan, agar
sinarnya tidak terlalu memencar"
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya berusaha
meyakinkan, bahwa tidak ada orang sama sekali di sekitar
tempat itu. Sebenarnyalah Paksipun kemudian masuk ke dalam lubang
yang tidak begitu besar, menyalakan oncor biji jarak dan
merangkak masuk ke dalamnya.
Ternyata lubang itu menukik agak dalam, kemudian
menjelujur di bawah dinding kota, memanjang menembus
keluar. Nafas Paksipun kemudian terasa menjadi pengap.
Tetapi karena oncor jarak itu masih tetap menyala, maka
Paksipun yakin, bahwa masih cukup udara di dalam lubang
yang panjang itu. Meskipun demikian, nafas Paksipun menjadi tersengal-
sengal juga. Namun akhirnya, terasa udara menjadi semakin segar.
Paksipun yakin, bahwa ia hampir sampai di ujung lubang
terowongan itu. Sehingga karena itu, maka iapun telah
mematikan oncor jaraknya.
Sebenarnyalah, sejenak kemudian Paksipun telah sampai di
mulut lubang itu. Demikian ia keluar dari lubang terasa
hidungnya menghirup udara yang segar sehingga dadanya
yang bagaikan terhimpit batu itupun menjadi lapang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata dugaan Paksi benar. Ia telah berada di luar
dinding kotaraja. "Mereka telah membuat terowongan ini" desis Paksi.
"Berapa lama mereka membutuhkan waktu untuk
membuatnya?" Setelah beristirahat beberapa saat lamanya, seakan-akan
memenuhi dadanya dengan udara segar, maka Paksipun
kembali masuk ke dalam lubang itu. Karena ia yakin bahwa
lubang itu akan tembus sampai ke tempatnya semula, maka
Paksi tidak merasa perlu untuk menyalakan kembali oncor biji
jaraknya. Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya menunggu
dengan jantung yang berdebar-debar. Pada saat mereka
menjadi sangat gelisah, maka Paksipun muncul dari dalam
lubang itu. "Paksi" desis Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya
hampir berbareng. Paksipun kemudian bangkit berdiri sambil mengibaskan
pakaiannya yang menjadi kotor.
"Kau temukan sesuatu?"
"Hamba, Pangeran" jawab Paksi. "Lubang ini memang
menembus sampai ke luar dinding kota"
"Agaknya lewat jalan inilah adikmu itu keluar kota, Paksi"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada berat
iapun berdesis, "Aku telah benar-benar kehilangan anak itu.
Sulit bagiku untuk menemukannya. Sementara itu, setiap hari
ia disuapi dengan racun yang benar-benar akan merubahnya
menjadi orang lain" "Ya. Sulit bagimu untuk menemukannya"
"Soalnya kemudian, apakah Harya Wisaka juga sudah
keluar lewat lubang ini"
"Mungkin belum, Paksi" desis Raden Sutawijaya. "Mungkin
lukanya memang sudah membaik. Tetapi adikmu tentu
merupakan taruhan. Jika ia berhasil, maka jalan itu pula yang
akan ditempuh oleh Harya Wisaka"
"Jika tidak?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adikmu akan tertangkap. Bahkan mungkin jika terjadi
pertempuran, adikmu akan mati. Tetapi kematian para
pengikut Harya Wisaka tidak merasa perlu ada yang
menangisi. Mereka merasa kematian mereka adalah satu
pengorbanan bagi satu perjuangan yang luhur. Kematian
dalam apa yang mereka namakan perjuangan adalah satu
kebanggaan. Sementara itu Harya Wisaka sama sekali tidak
merasa kehilangan. Yang mati biarlah mati"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian iapun
berkata, "Adikku baru hari ini melewati lubang itu"
"Aku sependapat" sahut Pangeran Benawa yang tanggap.
Sedangkan Raden Sutawijayapun berkata, "Aku setuju pula.
Bukankah kau bermaksud bahwa Harya Wisaka masih belum
keluar lewat lubang ini?"
Paksi mengangguk. Katanya, "Hari ini Harya Wisaka tentu
sedang menunggu laporan, apakah adikku berhasil atau tidak.
Jika adikku berhasil, mungkin esok atau lusa Harya Wisaka
akan keluar pula lewat lubang itu"
"Jika demikian, kita jangan terlalu lama. Setiap kali lubang
ini tentu diamati oleh para pengikut Harya Wisaka itu"
"Marilah kita menyingkir"
Ketiga orang itupun kemudian menjauhi lubang yang
menerobos menyusup di bawah dinding kota. Mereka tentu
memerlukan waktu yang cukup lama untuk menggalinya.
"Kenapa mereka tidak mengawasi tempat itu terus-
menerus?" desis Paksi. "Kenapa mereka tidak mengawasinya
sebagaimana mereka mengawasi rumahku, sehingga para
pengikut Harya Wisaka itu mengetahui bahwa Ki Waskita
datang ke rumah itu di malam hari dan bahkan di siang hari?"
"Kita tidak tahu, apakah tempat ini diawasi siang dan
malam atau tidak. Tetapi agaknya mereka tidak merasa perlu
mengawasinya karena tempat ini tersembunyi. Selain itu, jika
mereka mengawasi tempat ini, mungkin akan dapat terlihat
oleh para prajurit peronda yang setiap kali melewati lorong ini"
"Bukankah kita juga ingin mengawasi lubang di bawah
dinding itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya" "Dimana kita akan mengawasinya?"
"Sebaiknya dari luar dinding. Kita akan mendapat banyak
tempat untuk bersembunyi"
Ketiga orang itupun sepakat untuk mengamati lubang itu
dari luar dinding kota. Jika Harya Wisaka juga akan
mempergunakan itu untuk keluar dari lingkungan dinding
kota, maka Harya Wisaka tentu akan melakukannya dalam
waktu yang dekat. Setelah ia menerima laporan bahwa adik laki-laki Paksi itu
selamat sampai di luar dinding, maka mereka akan
melakukannya juga. "Aku yakin, bahwa mereka akan keluar dari dalam
lingkungan dinding kota di dalam hari" berkata Raden
Sutawijaya. "Ya. Malam hari adalah pilihan waktu terbaik"
"Tetapi apakah mungkin malam ini" Malam ini adalah
waktu yang paling baik bagi mereka. Lubang itu mereka
anggap belum diketahui oleh para prajurit. Mereka tentu tidak
ingin membiarkan lubang itu terlalu lama menganga sebelum
dipergunakan oleh Harya Wisaka, karena dengan demikian
ada kemungkinan lubang itu sudah diketemukan oleh para
prajurit sebelum Harya Wisaka keluar, sehingga lubang itu
akan dijaga atau ditimbun"
"Jadi?" "Kita akan mengawasi lubang itu sejak malam ini"
"Jika demikian maka kita akan keluar dari kota"
"Ya" "Semua pintu gerbang dijaga. Kita akan dapat dicurigai"
"Kita akan mencari alasan. Ciri-ciri kita berbeda dengan
orang-orang yang mereka cari. Kita katakan kepada para
penjaga, bahwa kita harus segera pulang karena kakek sakit
keras" "Baik" Pangeran Benawa mengangguk-angguk, "kaulah
yang menjemput kami, Paksi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah bahwa mereka telah dihentikan di pintu
gerbang kota oleh para prajurit. Berbagai macam pertanyaan
harus mereka jawab. Tetapi ketiganya telah mempersiapkan
diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Apalagi ciri-
ciri mereka sama sekali tidak mirip dengan ciri-ciri Harya
Wisaka atau orang-orang terpenting di dalam lingkungannya.
Demikian ketiganya berada di luar dinding kota, serta
sesudah mereka terlepas dari pengawasan para prajurit yang
bertugas, maka merekapun segera meloncati tanggul parit,
turun ke sawah menyusuri pematang menuju ke mulut lubang
yang dibuat oleh para pengikut Harya Wisaka itu.
Tetapi ketiganya cukup berhati-hati. Mungkin ada pengikut
Harya Wisaka yang mendapat tugas untuk mengawasi lubang
di bawah dinding itu. "Dimana mulut lubang itu, Paksi?" bertanya Pangeran
Benawa. Paksi yang telah menyusup ke dalam terowongan itu
sampai di mulutnya, dapat mengenali tempat itu dengan baik.
Karena itu, maka Paksipun membawa Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya langsung mendekat.
"Ketika aku keluar dari terowongan di bawah tanah itu, aku
melihat pohon nyamplung yang besar itu. Kemudian bongkah-
bongkah batu padas di sebelah sebuah parit yang melingkar
lewat di bawah pohon nyamplung itu"
"Jika demikian, kita sudah dekat"
"Ya. Kita sudah dekat"
"Kita harus berhati-hati. Mungkin ada satu dua orang
pengikut Harya Wisaka di sekitar tempat ini"
Ketiganyapun berhenti di dekat sebuah batu yang besar,
yang terletak di persilangan pematang yang membujur ke
arah barat dan ke arah utara.
"Mulut terowongan itu berada di antara batu-batu padas
itu, Raden" desis Paksi.
"Jika demikian, kita akan berada di sekitar tempat ini. Jika
Harya Wisaka malam ini keluar lewat lubang di bawah dinding
kota itu, maka ia tentu tidak akan membawa pengawal terlalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak, agar perjalanannya tidak mudah dilihat orang.
Mungkin para peronda di padukuhan-padukuhan, bahkan
mungkin para prajurit yang bertugas nganglang di malam
hari" "Kita akan menunggu sampai fajar"
"Ya. Adik Paksi itu juga meninggalkan kota di dini hari.
Tetapi karena ia terhambat, maka agaknya baru sedikit
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 5 Kuda Kudaan Kumala Seri Oey Eng Burung Kenari Karya Siau Ping Bukit Pemakan Manusia 5
yang keluar dari mulutnya.
Ki Waskitalah yang kemudian berkata, "Sudahlah. Marilah
kita jalani kehidupan kita selanjutnya sebagaimana adanya.
Bukankah kau akan menghadap Ki Gede Pemanahan, Paksi?"
"Ya, Guru" suara Paksi merendah. Bahkan iapun bertanya,
"Apakah aku masih diperkenankan memanggil guru?"
"Aku tidak akan berkeberatan, Paksi. Aku tahu, bahwa
hubungan di antara kita tidak akan dapat berubah dengan
serta-merta" Paksi terdiam. Sementara Pangeran Benawa yang sama
sekali tidak mencampuri pembicaraan antara Paksi dengan Ki
Waskita sebagaimana Raden Sutawijaya itupun berkata, "Kami
ingin minta ijin kepada Paman Pemanahan, apakah kami dapat
mencari adik laki-laki Paksi menurut cara kami sendiri"
Ki Waskita mengangguk-angguk. Dengan nada berat
Paksipun bertanya kepada Ki Waskita, "Bukankah Guru tidak
berkeberatan?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, sama sekali tidak, Paksi. Aku tahu, bahwa kau tidak
mau menghadapi persoalan yang rumit kelak dengan adikmu.
Bagiku, anak itu adalah tetap adikmu"
Paksi mengangguk kecil. Sementara itu Raden
Sutawijayapun berkata, "Mudah-mudahan ayah tidak
berkeberatan asal kami tidak mengacaukan rancangan yang
sudah disusun oleh ayah"
"Aku kira Ki Gede tidak akan berkeberatan, Raden"
Ketiganyapun kemudian minta diri. Sebelum mereka
meninggalkan Ki Waskita, Pangeran Benawapun berpesan,
"Kami akan selalu menghubungi Ki Waskita di tempat ini. Jika
Ki Waskita mendapat keterangan tentang anak itu, kami minta
Ki Waskita memberitahukan kepada kami"
"Baik, Pangeran. Hampir setiap malam aku ada disini.
Kecuali jika Ki Gede Pemanahan memanggil karena ada
petunjuk-petunjuk penting"
Demikianlah, mereka bertigapun segera pergi ke rumah Ki
Gede Pemanahan untuk menghadap. Baru kemudian mereka
akan bertemu dan berbicara dengan Ki Tumenggung
Yudatama sebagai senapati yang memimpin perburuan untuk
menangkap Harya Wisaka. Meskipun Harya Wisaka sendiri belum tertangkap, tetapi
bahwa salah seorang kepercayaannya, Ki Tumenggung Sarpa
Biwada dapat tertangkap, sudah merupakan hasil yang selalu
dibicarakan oleh rakyat Pajang. Mereka menganggap bahwa Ki
Tumenggung Yudatama memiliki kelebihan dari para
pemimpin dari pasukan yang memburu Harya Wisaka, karena
tidak seorang pun di antara para pemimpin pengikut Harya
Wisaka yang tertangkap. Ketika Paksi mengajukan permohonan kepada Ki Gede
Pemanahan untuk mencari adiknya di sela-sela usaha Ki
Tumenggung Yudatama memburu Harya Wisaka, Ki Gede
sama sekali tidak berkeberatan. Apalagi kedatangan Paksi
disertai oleh anak Ki Gede itu sendiri, Raden Sutawijaya serta Pangeran Benawa. Namun Ki Gede juga memerintahkan
kepada mereka untuk menghadap Ki Tumenggung Yudatama.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika mereka menemui Ki Tumenggung Yudatama di
baraknya, Ki Tumenggung sedang berbincang dengan
beberapa orang perwira di dalam pasukannya. Mereka masih
selalu berusaha menemukan cara untuk dapat menangkap
Harya Wisaka, sehingga Paksi harus menunggu.
"Para pengikutnya yang dapat kita tangkap bersama-sama
dengan Ki Tumenggung Sarpa Biwada tidak dapat
memberikan petunjuk, Ki Tumenggung" berkata seorang lurah
prajurit. "Kenapa kita tidak memeras keterangan dari Ki
Tumenggung Sarpa Biwada itu sendiri?" bertanya seorang
rangga. Ki Tumenggung Yudatama menarik nafas dalam-dalam.
Katanya, "Ki Gede tidak memperkenankan kita memaksa Ki
Tumenggung Sarpa Biwada untuk berbicara dengan cara yang
tidak sepantasnya itu"
"Manakah cara yang pantas untuk mencari keterangan dari
seorang pemberontak?" bertanya seorang lurah yang lain.
"Kita harus mengikuti perintah Ki Gede"
Para perwira itupun terdiam. Tetapi mereka cenderung
untuk memaksa agar Ki Tumenggung Sarpa Biwada itu
berbicara. Dalam pada itu, Ki Tumenggung Yudatamapun berkata,
"Kita telah minta tolong Nyi Tumenggung untuk membujuk
agar Ki Tumenggung Sarpa Biwada itu bersedia berbicara"
"Tetapi bukankah Nyi Tumenggung itu tidak berhasil?"
sahut seorang lurah prajurit. "Ternyata Ki Tumenggung itu
juga belum berbicara"
"Kita tidak dapat tergesa-gesa. Diperlukan waktu untuk
melunakkan hati Ki Tumenggung Sarpa Biwada yang keras itu"
jawab Ki Tumenggung Yudatama
"Sementara itu, Harya Wisaka telah sampai di tlatah Jipang
atau Demak" desis seorang rangga seolah-olah ditujukan
kepada diri sendiri. Namun Ki Tumenggung Yudatama menjawab, "Aku yakin
bahwa Harya Wisaka masih berada di dalam kota. Penjagaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di perbatasan kota cukup ketat. Bukan hanya di pintu-pintu
gerbang. Tetapi kota ini seakan-akan telah dilingkari prajurit hingga temu gelang"
Para perwira itu memang merasa kecewa, bahwa mereka
masih sangat dibatasi untuk menyadap keterangan dari Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. Tetapi mereka tidak dapat
memaksa. Mereka tahu, bahwa Ki Tumenggung Yudatamapun dibatasi
pula oleh perintah Ki Gede Pemanahan.
Dengan demikian, maka mereka memusatkan usaha
pencaharian mereka dengan mengurai keterangan para
pengikut Harya Wisaka yang lain. Tetapi keterangan mereka
masih saja simpang siur. Ada di antara mereka yang memang
tidak tahu sama sekali. Ada yang karena terpaksa mengaku
mengetahui tempat persembunyian Harya Wisaka, namun
tidak pernah dapat dibuktikan. Sedangkan yang lain sengaja
berusaha menyesatkan pencaharian yang sulit itu.
Namun akhirnya pertemuan itupun berakhir dengan
kesimpulan yang masih tetap mengambang. Namun Ki
Yudatama memberitahukan, bahwa waktu yang akan
diberikan kepada Nyi Tumenggungpun akan dibatasi.
"Aku akan berbicara dengan Ki Gede Pemanahan"
Demikian pertemuan itu selesai, maka seorang prajurit
telah menghadap Ki Tumenggung untuk memberitahukan
bahwa Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi akan
menghadap. "Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi, anak Ki
Tumenggung Sarpa Biwada?"
"Ya, Ki Tumenggung"
"Persilahkan mereka masuk"
Prajurit itupun kemudian mempersilahkan Pangeran
Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi masuk ke dalam bilik
khusus Ki Tumenggung Yudatama.
"Silahkan Pangeran. Marilah Raden. Duduklah Paksi"
"Terima kasih, Ki Tumenggung" Pangeran Benawalah yang
menjawab. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketiganyapun kemudian duduk ditemui Ki Tumenggung
Yudatama dengan seorang rangga kepercayaan Ki
Tumenggung. "Barangkali Pangeran, Raden Sutawijaya dan Paksi
mempunyai keperluan khusus sehingga bertiga telah datang
ke barak kami ini?" bertanya Ki Tumenggung Yudatama.
"Ya, Ki Tumenggung" Pangeran Benawalah yang
menjawab, "kami bertiga datang untuk minta ijin kepada Ki
Tumenggung" "Minta ijin?" Ki Tumenggung justru mengerutkan dahinya.
"Atau barangkali Pangeran menyampaikan perintah kepada
kami dari Ki Gede atau bahkan Kangjeng Sultan sendiri?"
"Tidak, Ki Tumenggung. Kami benar benar ingin minta ijin"
"Ijin untuk apa, Pangeran?"
"Kami bertiga ingin mencari adik Paksi. Anak Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. Kami tahu bahwa Ki Tumenggung
masih dibebani tugas untuk menemukan Harya Wisaka. Kami
tidak ingin terjadi salah paham dengan usaha kami mencari
adik Paksi. Namun bukan berarti bahwa kami akan mencuci
tangan dalam usaha pencaharian Paman Harya Wisaka"
Ki Tumenggung Yudatama itu menarik nafas dalam-dalam.
Dengan dahi yang berkerut iapun bertanya, "Kenapa
Pangeran, Raden Sutawijaya dan Paksi harus turun sendiri"
Bukankah para prajurit tentu juga akan menangkapnya jika
mereka bertemu atau melihat Paksi itu"
"Kami mengerti, Ki Tumenggung. Tetapi apa salahnya kami
ikut mencarinya" Kami berjanji tidak akan mengganggu tugas
para prajurit. Bahkan seperti yang aku katakan tadi, kami akan membantu mencari tempat persembunyian Harya Wisaka
pula" "Apakah Pangeran sudah membicarakannya dengan Ki
Gede Pemanahan?" "Sudah, Ki Tumenggung. Paman Pemanahan tidak
berkeberatan. Tetapi aku harus mendapat ijin dari Ki
Tumenggung Yudatama"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah, Pangeran. Tetapi aku mohon, agar usaha
Pangeran tidak justru menghalau Harya Wisaka dari satu
persembunyian ke persembunyian lainnya, sehingga semakin
menyulitkan pencaharian kami"
"Kami berjanji, Ki Tumenggung"
"Baiklah, Jika Ki Gede sudah mengijinkan dan jika
Pangeran, Raden Sutawijaya dan Paksi berjanji untuk tidak
mengganggu tugas-tugas kami tetapi justru akan membantu,
aku tidak berkeberatan"
"Terima kasih, Ki Tumenggung. Besok kami akan mulai
dengan usaha kami" "Tetapi, jika Paksi tidak berkeberatan, aku ingin bertanya,
jika adik Paksi itu dapat tertangkap, apa yang akan kau
lakukan selanjutnya?"
"Aku ingin menyelamatkannya, Ki Tumenggung" jawab
Paksi. Ki Tumenggung mengangguk-angguk. Katanya, "Aku
dukung niatmu, tetapi pekerjaan itu bukan pekerjaan yang
ringan" "Aku sadar itu, Ki Tumenggung. Terus-terang, kami ingin
menemukan adikku itu lebih dahulu dari para prajurit. Aku
tidak yakin bahwa para prajurit itu akan memperlakukan
adikku sebagaimana akan kami lakukan. Jika anak itu
disurukkan ke dalam bilik tahanan bersama-sama para
pemberontak itu, maka jiwanya seakan-akan justru ditempa
oleh lingkungannya untuk menjadi seorang pemberontak yang
gigih. Tetapi di tangan kami, kami masih berharap, bahwa
adikku akan berpaling dari pemberontakan itu dan dapat hidup
wajar sebagai kawula Pajang yang baik"
Ki Tumenggung Yudatama mengangguk-angguk. Katanya,
"Baiklah. Aku ijinkan kau membawa adikmu itu. Tetapi orang
lain yang dapat kau tangkap bersamanya, harus kau serahkan
kepadaku" "Baik, Ki Tumenggung"
"Jika dalam usahamu menemukan adikmu kau bertemu
dengan pasukan yang kuat, sebagaimana pada saat kami
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menangkap Ki Tumenggung Sarpa Biwada, jangan segan-
segan menghubungi kami. Kami akan segera datang
membantu" "Ya, Ki Tumenggung. Kami akan mengingatnya"
"Mudah-mudahan kau berhasil, Paksi" berkata Ki
Tumenggung kemudian. Lalu katanya kepada Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya, "Aku mohon Pangeran dan
Raden Sutawijaya tidak terlalu dalam memasuki lingkungan
yang berbahaya" "Baik, Ki Tumenggung" jawab Raden Sutawijaya.
Namun kemudian Ki Tumenggung Yudatama itupun
berkata, "Sebelum Paksi mulai bersama-sama dengan
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya, adalah kebetulan
sekali Paksi telah datang kemari. Seandainya kau tidak datang
kemari, Paksi, aku mungkin yang akan mencarimu"
"Ada apa, Ki Tumenggung?" bertanya Paksi.
"Sudah sejak kemarin Ki Tumenggung Sarpa Biwada
mengatakan ingin bertemu dengan kau"
"Ingin bertemu dengan aku?" bertanya Paksi.
"Ya. Keinginannya itu dikatakannya kepada para prajurit
yang bertugas menjaganya"
"Jika diperkenankan, aku ingin menemuinya" berkata Paksi
kemudian. "Aku tidak berkeberatan, Paksi. Marilah, aku antar kau
menemui ayahmu itu" "Terima kasih, Ki Tumenggung"
"Terserah kepada Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya,
apakah Pangeran dan Raden Sutawijaya akan pergi bersama
Paksi menemui Ki Tumenggung atau tidak?"
"Aku akan pergi bersamanya" berkata Pangeran Benawa.
"Aku juga" sahut Raden Sutawijaya.
"Baiklah. Marilah, kita temui Ki Tumenggung Sarpa Biwada
di dalam bilik tahanannya"
Berempat Paksi pergi ke sebuah bangunan khusus di dalam
lingkungan barak pasukannya. Di dalam bangunan itulah Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tumenggung Sarpa Biwada ditahan, dijaga kuat oleh
beberapa orang prajurit pilihan.
Ketika para prajurit yang bertugas itu melihat Ki
Tumenggung Yudatama diikuti oleh Paksi, Pangeran Benawa
dan Raden Sutawijaya, merekapun mengangguk hormat.
"Aku akan menemui Ki Tumenggung Sarpa Biwada" berkata
Ki Tumenggung Yudatama. Pemimpin prajurit yang bertugas itupun menyahut,
"Silahkan, Ki Tumenggung"
Pemimpin prajurit itupun membuka pintu pertama bilik
tahanan Ki Tumenggung Sarpa Biwada. Bersama-sama
dengan Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya, Ki
Tumenggung Yudatamapun memasuki pintu yang kedua.
Dibukanya selarak pintu itu. Demikian pintu itu terbuka maka
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka melihat Ki Tumenggung Sarpa Biwada duduk di
sebuah amben panjang di sudut bilik yang terhitung cukup
luas bagi seorang tawanan.
Ki Tumenggung Sarpa Biwada berpaling. Namun iapun
kemudian tidak menghiraukan keempat orang yang memasuki
biliknya itu. "Ki Tumenggung Sarpa Biwada" berkata Ki Tumenggung
Yudatama, "bukankah kau ingin bertemu dan berbicara
dengan Paksi. Sekarang, aku mengajak Paksi menemuimu.
Mungkin kau mempunyai pesan baginya"
"Aku ingin berbicara dengan anak itu sendiri"
Ki Tumenggung Yudatama menggeleng. Katanya, "Aku
tidak mengijinkan kalian berbicara berdua di luar pengawasan.
Aku bertanggung jawab akan keberadaan Ki Tumenggung
Sarpa Biwada disini"
"Kau kira aku akan melarikan diri?"
"Bukan hanya soal melarikan diri. Tetapi seorang tawanan
penting sebagaimana Ki Tumenggung Sarpa Biwada, harus
selalu di bawah pengawasan. Banyak sekali dapat terjadi pada
pertemuan seorang tawanan dengan seseorang di luar bilik
tahanan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika demikian, ajak anak itu pergi. Kehadirannya hanya
membuat mataku sakit"
"Kau sendiri yang minta agar anak ini datang menemuimu"
"Aku tidak memerlukannya lagi"
"Baik" berkata Ki Tumenggung Yudatama, "aku akan
membawa Paksi pergi. Bukan salahku. Permintaanmu sudah
aku penuhi" "Kenapa isteriku diijinkan menemui aku sendiri tanpa
pengawasan" Jika memang ada paugeran bahwa seorang
tawanan tidak boleh bertemu dan berbicara tanpa
pengawasan dengan orang luar dinding tahanan ini?"
"Nyi Tumenggung mendapat ijin khusus dari Ki Gede
Pemanahan yang menaruh iba kepadanya"
"Aku tidak perlu dikasihani"
"Bukan kau. Tetapi istrimu. Ia seorang istri yang setia dan
baik. Karena itu, maka diijinkannya secara khusus untuk
menemuimu tanpa pengawasan"
"Cukup. Bawa anak itu pergi. Aku tidak ingin melihat
wajahnya yang licik itu"
"Kau sendirilah yang memintanya untuk membawanya
kemari" "Baik. Baik. Biarlah anak itu mendengarnya, bahwa anakku
laki-laki pada suatu saat akan mencarinya. Jika aku gagal
membunuhnya, maka anakku itulah yang akan melakukannya.
Karena itu, aku tidak akan merengek minta ampun. Aku akan
menghadapi tiang gantung dengan wajah tengadah"
"Apakah kau sedang mengigau, Ki Tumenggung Sarpa
Biwada" Siapakah yang kau maksud dengan anak laki-lakimu
itu" Bukankah Paksi ini juga anak laki-lakimu?"
"Lihat wajahnya, Ki Tumenggung Yudatama. Jika kau
mempunyai sedikit pengetahuan tentang ujud dan sifat
manusia, kau akan segera mengetahui, bahwa anak itu bukan
anakku. Lihat wajahnya, apakah mempunyai kemiripan sedikit
saja dengan wajahku?"
"Ki Tumenggung, apa yang kau katakan itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dengarlah jika kau mau mendengar. Anak itu bukan
anakku" "Biarlah ia mengatakan apa yang ingin dikatakannya, Ki
Tumenggung Yudatama Biarlah ia menumpahkan segala
kebenciannya kepadaku. Biarlah ia mencerca, menghina dan
bahkan merendahkan namaku. Aku tidak akan menjadi sakit
hati" sahut Paksi. "Pergi. Pergi kau anak jahanam. Pergi sebelum aku
mengambil keputusan untuk membunuhmu sekarang"
Paksi berdiri termangu-mangu. Ki Tumenggung Sarpa
Biwada itupun telah bangkit berdiri pula sambil berteriak,
"Pergi. Pergi. Aku tidak akan membunuhmu sekarang.
Anakkulah yang akan membunuhmu. Ia akan menuntut balas
pengkhianatanmu. Kau yang tidak mengenal kebaikan budi
seseorang kepadamu" Paksi termangu-mangu sejenak. Namun Ki Tumenggung
Yudatamalah yang kemudian mengajaknya meninggalkan bilik
itu. "Marilah. Tidak ada pembicaraan apa pun dalam suasana
seperti ini" Demikianlah, mereka berempatpun segera meninggalkan
bilik itu. Ki Tumenggungpun telah menutup pintu dan
menyilangkan selaraknya. Kemudian pada pintu yang kedua,
pemimpin prajurit yang bertugaslah yang menutup dan
menyelarak pintu itu. "Jaga Ki Tumenggung itu baik-baik" pesan Ki Tumenggung
Yudatama. "Ya, Ki Tumenggung" jawab pemimpin prajurit itu.
Sejenak kemudian, Ki Tumenggung itupun telah
mempersilahkan Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya duduk kembali di bilik khususnya. Sambil
mengangguk-angguk kecil, Ki Tumenggung itupun berkata,
"Aku mengerti, kenapa kau berkeras untuk mencari adikmu,
Paksi" "Ya, Ki Tumenggung"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nampaknya jarak yang menganga di antara kau dan
ayahmu sulit untuk diloncati"
"Ya, Ki Tumenggung. Aku tidak ingin terjadi benturan
antara aku dan adikku itu. Nampaknya ayah ingin
menyalurkan kemarahan dan dendamnya lewat adikku yang
sebenarnya dapat disisihkan dari persoalan yang kami hadapi.
Tetapi ayah menjadi kehilangan akal, sehingga telah mengadu
anak-anaknya untuk bertarung antara hidup dan mati"
"Baik. Baik, Paksi. Aku akan memerintahkan para prajurit
yang dapat menangkap adikmu untuk menyerahkannya
langsung kepadaku. Kemudian aku akan memberitahukan hal
itu kepadamu. Sukurlah jika kau sendiri dapat menemukan
adikmu itu, sehingga kelak tidak akan terjadi benturan di
antara saudara sendiri"
"Terima kasih, Ki Tumenggung"
"Nah, baiklah. Kami akan membantumu sebagaimana
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya. Sudah tentu dengan
cara yang dapat aku tempuh"
Demikianlah, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijayapun minta diri. Ki Tumenggungpun mengantar
mereka sampai ke pintu gerbang baraknya. Di pintu gerbang
Ki Tumenggung masih berkata, "Aku akan memerintahkan
para perwira prajurit di pasukanku untuk siap membantumu
jika kau perlukan, Paksi"
"Terima kasih, Ki Tumenggung Mudah-mudahan anak itu
dapat diketemukan sehingga tidak akan terjadi bencana kelak.
Bencana itu dapat terjadi atas diriku atau atas adikku itu"
Ki Tumenggung menepuk bahu Paksi. Tetapi ia tidak
berkata apa-apa lagi. Demikianlah, mereka bertigapun kemudian meninggalkan
barak Ki Tumenggung Yudatama. Tetapi mereka bertiga tidak
pergi ke rumah Ki Gede Pemanahan dan apabila ke istana.
Mereka akan tinggal di mana saja menurut kebutuhan.
Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa mempunyai
beberapa orang kepercayaan yang akan dapat mencari adik
laki-laki Paksi yang terselip di antara para pengikut Harya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisaka. Bahkan mungkin merekapun akan berpindah-pindah
tempat dan bahkan merekapun dapat berada di bekas
padepokan mereka bersama Ki Waskita.
Dalam pada itu, Ki Waskita sendiri sedang berada di rumah
Nyi Tumenggung Sarpa Biwada. Ki Waskita yang mengetahui
bahwa Nyi Tumenggung sudah sempat bertemu Ki
Tumenggung Sarpa Biwada ingin mengetahui hasil
pembicaraan mereka. Namun Nyi Tumenggung itupun menggeleng. Katanya,
"Aku tidak berhasil, Kakang. Mulutku tidak dapat
mengucapkannya" "Kenapa, Nyi. Bukankah satu-satunya harapan bagi Ki
Tumenggung adalah kesediaannya bekerja sama dengan Ki
Gede Pemanahan untuk menemukan Harya Wisaka?"
"Aku mengerti, Kakang. Tetapi Ki Tumenggung masih saja
bermimpi untuk menjadi pahlawan. Jika Harya Wisaka
berhasil, maka namanya akan berada pada deretan nama-
nama pahlawan yang menjadi pilar penyangga kejayaan Harya
Wisaka" Ki Waskita mengangguk-angguk kecil.
"Tetapi aku belum berputus-asa, Kakang. Jika diijinkan aku
masih akan menemuinya dan berbicara tentang satu-satunya
harapan itu, meskipun Ki Tumenggung sendiri nampaknya
tidak lagi mempunyai gairah untuk hidup. Nampaknya satu-
satunya keinginannya adalah justru mati sebagai pahlawan"
"Kau harus meyakinkan, Nyi. Harya Wisaka tidak akan
berhasil. Ki Tumenggung Sarpa Biwada tidak akan pernah
menjadi pahlawan sebagaimana yang diimpikannya itu"
"Tetapi aku belum berani membangunkannya sekarang,
Kakang. Ia akan menjadi sangat kecewa"
Ki Waskita menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian,
"Aku mengerti, Nyi. Memang mungkin diperlukan waktu untuk
mengatakannya. Biarlah aku berbicara dengan Ki Gede
Pemanahan dan Ki Tumenggung Yudatama, agar Ki
Tumenggung Sarpa Biwada masih diberi waktu. Jika mereka
menjadi tidak sabar lagi, maka mereka akan mencoba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memaksa Ki Tumenggung Sarpa Biwada untuk berbicara.
Mungkin Ki Gede Pemanahan dan Ki Tumenggung Yudatama
sendiri dapat menahan diri. Tetapi beberapa orang perwira di
dalam barak itu akan dapat bersikap lain"
Nyi Tumenggung memandang Ki Waskita dengan tajamnya.
Dengan suara yang hampir tidak terdengar Nyi Tumenggung
itu berkata, "Tolong, Kakang. Jangan perlakukan Ki
Tumenggung dengan kasar"
"Aku akan berusaha, Nyi. Setidak-tidaknya mengulur waktu.
Tetapi Nyi Tumenggung juga harus membantu"
"Aku juga akan berusaha, Kakang. Aku akan
mengunjunginya lagi. Aku akan menghadap Ki Tumenggung
Yudatama untuk minta waktu"
"Besok pergilah menemui Ki Tumenggung. Hari ini aku
akan berbicara dengan Ki Tumenggung itu lebih dahulu"
"Terima kasih, Kakang. Mudah-mudahan Kakang berhasil
dan akupun dapat berhasil pula"
"Ya, Nyi. Kita akan berusaha"
Ki Waskitapun kemudian minta diri. Sekali lagi ia berpesan,
agar besok Nyi Tumenggung benar-benar menemui Ki
Tumenggung Yudatama untuk minta ijin bertemu lagi dengan
Ki Tumenggung Sarpa Biwada.
Nyi Tumenggung mengangguk sambil berdesis, "Ya,
Kakang" Sepeninggal Ki Waskita, Nyi Tumenggung masih duduk
beberapa saat di pendapa. Dipandanginya pintu regol yang
masih terbuka. Angan-angannyapun menerawang menembus
batasan waktu dan ruang. "Mudah-mudahan Ki Waskita bersikap jujur" berkata Nyi
Tumenggung itu di dalam hatinya.
Sebenarnyalah Nyi Tumenggung Sarpa Biwada itu masih
saja ragu. Apakah Ki Waskita itu benar-benar ingin melihat
masa depannya yang utuh kembali atau bagi Ki Waskita yang
terpenting, Ki Tumenggung Sarpa Biwada dapat segera
tertangkap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apapun yang terjadi dengan Ki Tumenggung, keluarga ini
tidak akan pernah utuh kembali. Paksi dan Ki Tumenggung
akan sulit sekali dapat bertaut kembali. Mereka telah
dipisahkan oleh berbagai macam kepentingan dan bahkan
dendam dan kebencian. Kalau saja Ki Waskita masih seperti
dahulu" berkata Nyi Tumenggung di dalam hatinya.
Dalam pada itu, Ki Waskitapun langsung pergi menemui Ki
Tumenggung Yudatama di dalam baraknya.
"Baiklah" Ki Tumenggung Yudatama mengangguk-angguk
setelah ia mendengar penjelasan Ki Waskita.
"Nyi Tumenggung memerlukan waktu untuk melunakkan
hati Ki Tumenggung Sarpa Biwada"
"Aku sendiri tidak berkeberatan, Ki Waskita. Tetapi aku
tidak dapat menunggu berlama-lama. Para perwira di barak ini
memperhitungkan, jika kita harus menunggu terlalu lama,
maka kemungkinan Harya Wisaka lepas dari kota semakin
besar" "Aku mengerti, Ki Tumenggung"
"Aku harus menyabarkan para perwira yang dadanya
bergejolak itu. Mereka merasa dipermainkan oleh Harya
Wisaka. Beratus-ratus prajurit sudah digelar di kotaraja, tetapi mereka tidak dapat menemukannya. Bukankah para prajurit
itu merasa ditertawakan oleh Harya Wisaka?"
"Menurut perhitunganku, Harya Wisaka tidak akan segera
pergi. Aku kira luka-lukanya masih akan menghambatnya.
Mungkin luka-luka di kulitnya sudah kering, tetapi luka di
bagian dalam tubuhnya memerlukan waktu yang lama untuk
menyembuhkannya" "Tetapi jika Harya Wisaka mendapatkan seorang tabib
yangsangat baik, keadaannya akan berbeda. Tetapi mudah-
mudahan Harya Wisaka memang masih belum pergi keluar.
Namun demikian, jika para prajurit kehilangan orang itu,
mereka akan dapat menjadi sangat marah dan mencari
sasaran untuk melepaskan kemarahannya"
"Aku mengerti, Ki Tumenggung. Mudah-mudahan hal
seperti itu tidak terjadi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kapan Nyi Tumenggung akan bertemu dengan suaminya?"
"Nyi Tumenggung Sarpa Biwada akan menghadap Ki
Tumenggung Yudatama esok pagi. Kemudian terserah kepada
Ki Tumenggung, kapan Ki Tumenggung Yudatama akan
memberi waktu" "Baiklah. Besok aku akan berbicara dengan Nyi
Tumenggung. Jika ia sudah siap, biarlah besok ia bertemu dan
berbicara dengan suaminya"
Ki Waskita mengangguk sambil berkata, "Terima kasih.
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mudah-mudahan hati Ki Tumenggung Sarpa Biwada dapat
dilunakkan, sehingga tidak perlu memaksanya untuk
berbicara" Ki Waskitapun kemudian minta diri. Tetapi hari itu ia masih
memerlukan menemui Nyi Tumenggung Sarpa Biwada untuk
memberikan beberapa pesan jika besok ia benar-benar
mendapat kesempatan untuk bertemu dengan suaminya.
"Kau memang tidak usah mengatakan, apa yang harus
dilakukan oleh Ki Tumenggung. Tetapi Nyi Tumenggung harus
meyakinkannya, bahwa Nyi Tumenggung sangat
mengharapkannya pulang pada satu saat. Pulang dengan
tenang dan bukan lagi menjadi buruan"
Nyi Tumenggung menundukkan wajahnya. Katanya hampir
tidak terdengar, "Apakah Kakang benar-benar menginginkan
Ki Tumenggung pulang?"
"Tentu, Nyi. Bukankah aku mencoba untuk memberikan
jalan kepada Ki Tumenggung agar ia dapat pengampunan?"
"Manakah yang lebih penting bagi Kakang" Suamiku pulang
dan tidak lagi menjadi buruan, atau pengakuan Ki
Tumenggung agar Kakang dan Ki Gede Pemanahan segera
dapat menangkap Harya Wisaka?"
Ki Waskita menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian
Katanya, "Kedua-duanya, Nyi"
"Apakah Kakang tidak mencemaskan nasib Paksi jika Ki
Tumenggung pulang?" "Kenapa dengan Paksi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau kira Ki Tumenggung dapat melupakan niatnya untuk
membunuh Paksi?" Ki Waskita mengerutkan dahinya. Dengan ragu iapun
menjawab, "Paksi akan dapat melindungi dirinya sendiri"
"Kau yakin, Kakang?"
"Aku yakin" "Tetapi Kakang rasa-rasanya sangat mencemaskan nasib
Paksi pada saat Kakang berusaha menjebak Ki Tumenggung
Sarpa Biwada" "Sebenarnya aku tidak mencemaskan Paksi, Nyi. Aku yakin
bahwa Paksi mempunyai ilmu yang lebih tinggi dari Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. Yang aku cemaskan adalah,
bahwa Paksi dan Ki Tumenggung itu harus berhadapan dalam
pertempuran yang menentukan hidup dan mati"
Nyi Tumenggung semakin menunduk. Dengan suara yang
parau Nyi Tumenggung itupun berkata, "Apakah hal seperti itu
tidak akan dapat terjadi kelak, jika Ki Tumenggung mendapat
pengampunan?" "Ada jarak waktu, Nyi. Mudah-mudahan jarak waktu itu
dapat mengendapkan perasaan masing-masing. Kami
berharap ada perubahan yang terjadi pada diri Ki
Tumenggung setelah ia menjalani hukumannya yang tidak
akan dapat dihindarinya sepenuhnya. Mungkin ia memang
mendapat pengampunan. Tetapi tentu tidak seluruhnya"
Nyi Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Sementara
Ki Waskitapun berkata, "Pergilah besok menemui Ki
Tumenggung Yudatama. Mungkin kau akan mendapat
kesempatan langsung bertemu dengan Ki Tumenggung Sarpa
Biwada. Ki Tumenggung merasa sudah sangat terdesak oleh
waktu. Jika mereka bergerak dengan lambat, mungkin Harya
Wisaka sudah meninggalkan kotaraja"
Nyi Tumenggung itupun mengangguk. Katanya, "Baiklah,
Kakang" "Nyi. Bersiaplah menghadapi beberapa kemungkinan.
Kadang-kadang yang terjadi tidak sebagaimana kita
kehendaki. Tetapi berdoalah. Jika kau berdoa dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersungguh-sungguh, mudah-mudahan doamu akan didengar
oleh Yang Maha Agung"
Nyi Tumenggung itupun mengangguk.
Sepeninggal Ki Waskita, Nyi Tumenggung nampak gelisah.
Anak perempuannya yang menjadi remaja itu sempat
memperhatikannya. Tetapi iapun tahu, bahwa ibunya menjadi
gelisah karena ayahnya yang tertangkap oleh prajurit Pajang.
Seperti yang direncanakan, di hari berikutnya Nyi
Tumenggung telah pergi menemui Ki Tumenggung Yudatama.
"Nyi Tumenggung akan bertemu lagi dengan Ki
Tumenggung?" bertanya Ki Tumenggung Yudatama.
"Jika Ki Tumenggung mengijinkan"
"Kapan Nyi Tumenggung akan menemui Ki Tumenggung"
"Terserah kepada Ki Tumenggung Yudatama, kapan saja
aku bersedia datang"
"Bagaimana jika sekarang saja" Apakah Nyi Tumenggung
sudah siap?" "Aku siap, Ki Tumenggung"
"Baiklah. Nyi Tumenggung akan diantar oleh seorang
perwira menemui suami Nyi Tumenggung"
Ki Tumenggung Yudatamapun kemudian telah
memerintahkan seorang rangga untuk mengantarkan Nyi
Tumenggung. "Biarlah Nyi Tumenggung menemui suaminya tanpa
pengawasan" "Baik, Ki Tumenggung" sahut Ki Rangga.
Dengan diantar oleh Ki Rangga, maka Nyi Tumenggungpun
kemudian telah menemui suaminya lagi tanpa pengawasan
sebagaimana diperintahkan oleh Ki Tumenggung Yudatama.
Ki Tumenggung Sarpa Biwada terkejut, bahwa dalam waktu
yang terhitung dekat isterinya telah mengunjunginya dua kali.
Demikian Nyi Tumenggung duduk di dalam bilik tahanan Ki
Tumenggung, maka Ki Tumenggung Sarpa Biwada itupun
segera bertanya, "Nyi, apakah kau sudah mendapat kabar,
bahwa besok aku akan dipancung di alun-alun?"
"Kakang" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hukuman mati itu tentu sudah dekat"
"Kenapa Kakang berkata begitu?"
"Jika tidak, kau tidak akan diijinkan untuk menjengukku
dalam waktu yang terhitung dekat itu, Nyi"
"Tidak, Kakang. Akulah yang datang menemui Ki
Tumenggung Yudatama untuk minta ijin menemuimu.
Memang tidak begitu mudah. Tetapi akhirnya aku diijinkannya
juga" "Apakah kau mempunyai keperluan yang mendesak?"
"Tidak, Kakang. Aku hanya ingin mengunjungi Kakang.
Bahkan aku ingin Kakang segera pulang"
"Bagaimana aku dapat pulang, Nyi" Aku adalah seorang
pemberontak di mata orang-orang Pajang. Aku tentu akan
digantung. Tetapi itu tidak apa-apa, Nyi. Pada saatnya orang
akan menyebut namaku bukan sebagai pengkhianat. Tetapi
sebagai pahlawan" "Bagaimana jika Harya Wisaka tidak berhasil, Kakang.
Bukankah dengan demikian nama Kakang akan tetap dikenang
sebagai seorang pengkhianat?"
"Harya Wisaka tentu akan berhasil. Pasukannya di sebelah
Gunung Kendeng terlalu kuat bagi prajurit Pajang yang ada di
kotaraja" "Kakang" berkata Nyi Tumenggung, "apakah kau yakin
bahwa para pengikut Harya Wisaka itu masih tetap setia
kepadanya?" "Tentu. Mereka tinggal menunggu, kapan Harya Wisaka
dapat meloloskan diri dari kota yang pengap ini. Demikian ia
berada di antara para pengikutnya, maka Pajang akan segera
dihancurkannya" "Kakang. Kakang jangan terlalu mengharap. Kakang harus
dapat melihat beberapa kemungkinan. Mungkin Harya Wisaka
besok atau lusa sudah dapat ditangkap. Maka harapan Kakang
untuk dapat menjadi pahlawan itu akan sia-sia"
"Tidak. Orang-orang Pajang tidak akan berhasil menangkap
Harya Wisaka. Ia mempunyai tempat persembunyian yang
sangat terlindung dan berpindah-pindah"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang" berkata Nyi Tumenggung, "kenapa Kakang
sangat berharap bahwa Harya Wisaka akan berhasil,
sementara itu kedudukannya sudah menjadi semakin terjepit"
Harya Wisaka tidak akan dapat banyak berharap dengan
pasukannya di sebelah Gunung Kendeng. Sebagaimana
Kakang ketahui, bahwa Harya Penangsang dengan kekuatan
Jipang yang besarpun tidak dapat mengalahkan Pajang"
"Tetapi Pajang waktu itu mempergunakan cara yang licik
sekali. Mereka memanfaatkan sifat dan watak Harya
Penangsang yang pemarah dengan memancingnya
mendahului prajurit-prajuritnya dan menyeberangi Bengawan
Solo" "Apakah Kakang kira, Pajang sekarang sudah tidak licik
lagi?" Ki Tumenggung Sarpa Biwada termangu-mangu sejenak.
Sementara itu Nyi Tumenggungpun berkata selanjutnya,
"Kakang, seandainya Harya Wisaka dapat menang, apakah
Kakang yakin bahwa Harya Wisaka tidak akan melupakan
Kakang?" "Melupakan?" "Jika seandainya Harya Wisaka dapat menghancurkan
pasukan Sultan Hadiwijaya dan kemudian merebut tahta
Pajang, apakah Harya Wisaka masih ingat kepada Kakang
Tumenggung Sarpa Biwada" Padahal Kakang Tumenggung
telah menyediakan diri untuk digantung di alun-alun"
"Kenapa tidak?"
"Kakang, bukankah Kakang kenal Harya Wisaka dengan
baik" Seorang yang sangat mementingkan diri sendiri.
Dikorbankannya pengikut-pengikutnya untuk melindungi
dirinya sendiri" "Nyi, kau jangan menilai orang yang tidak kau kenal
dengan baik. Kau tidak mengenal Harya Wisaka dengan akrab.
Karena itu, kau tidak akan dapat menilai sifat dan wataknya"
"Kakang benar. Tetapi marilah kita lihat sifat seseorang
secara umum. Jika Harya Wisaka berhasil, yang akan
dianggapnya sebagai pahlawan adalah justru orang-orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang masih hidup. Yang dapat melindunginya atau
diperalatnya. Tetapi jika Kakang sudah dihukum mati, maka
Harya Wisaka sudah tidak akan dapat melihat Kakang lagi.
Tidak ada yang dapat diharapkan dari Kakang, karena Kakang
sudah tidak ada. Karena itu, maka Kakang akan dilupakannya"
"Nyi, jangan mengendorkan kesetiaanku"
"Ki Tumenggung Sarpa Biwada" berkata Nyi Tumenggung,
"Kakang akan dapat meragukan kesetiaan Harya Wisaka
terhadap para pengikutnya. Bahkan yang kelak dianggap
mengganggu, apapun yang pernah dilakukannya dalam
perjuangannya, tentu akan disingkirkannya. Tetapi Kakang
tidak dapat meragukan kesetiaanku. Aku benar-benar
mengharap Kakang dapat kembali pulang tidak lagi sebagai
buruan. Hidup tenang dalam suasana yang tenang pula"
Ki Tumenggung termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun berdesis, "Nyi. Aku sudah berada disini. Tidak
akan ada jalan yang dapat aku tempuh untuk mendapatkan
pengampunan" Nyi Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Tentu ada jalan, Kakang"
"Apakah kau dapat menyebutkan?"
Nyi Tumenggung menggeleng sambil berdesis, "Tidak,
Kakang. Aku tidak tahu. Tetapi Kakang sendiri tentu tahu, apa
yang sebaiknya Kakang lakukan untuk mendapatkan
keringanan hukuman. Kakang akan menjalani hukuman itu
dengan tabah sebagai seorang laki-laki yang bertanggung
jawab. Namun kemudian, Kakang akan sampai pada satu
batas, dimana Ki Tumenggung Sarpa Biwada akan dibebaskan
setelah semua hukuman Kakang jalani. Kakang akan dapat
pulang dengan tenang dan tidak lagi dibebani oleh perasaan
bersalah" Ki Tumenggung menarik nafas panjang. Dipandanginya
pintu biliknya yang tertutup sambil menggeram, "Bilik keparat"
"Aku mohon Kakang mempertimbangkannya" berkata Nyi
Tumenggung. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku perbuat. Tetapi
aku yakin kalau Kakang justru tahu, apa yang sebaiknya
Kakang lakukan untuk mengurangi hukuman Kakang"
Ki Tumenggung tertunduk lesu. Tetapi ia tidak segera
menjawab. Sementara itu, pintupun telah terbuka. Ki Rangga telah
muncul ke dalam bilik tahanan Ki Tumenggung Sarpa Biwada.
"Maaf, Nyi. Waktunya sudah habis"
Nyi Tumenggung memandang Ki Rangga sejenak. Namun
kemudian iapun bangkit berdiri sambil berkata kepada Ki
Tumenggung, "Aku menunggumu Kakang. Kau tidak boleh
membiarkan dirimu dibunuh"
Ki Tumenggung tidak menjawab. Sementara itu Nyi
Tumenggungpun minta diri, "Sudahlah, Kakang. Aku tidak
tahu apakah aku masih akan mendapat ijin lagi menemui
Kakang Tumenggung. Tetapi aku masih akan datang minta ijin
kepada Ki Tumenggung Yudatama. Mudah-mudahan Ki
Tumenggung Yudatama tidak berubah"
Nyi Tumenggungpun kemudian telah meninggalkan bilik
tahanan itu. Sejenak kemudian maka pintupun telah tertutup
dan diselarak dari luar. Ki Tumenggungpun tahu, bahwa bilik
tahanannya itu mempunyai pintu rangkap.
Sepeninggal Nyi Tumenggung, Ki Tumenggung Sarpa
Biwada itu sempat merenung. Ia mulai memikirkan, apakah ia
benar-benar akan menjadi seorang pahlawan jika Harya
Wisaka kelak berhasil menguasai Pajang. Atau sebaliknya
pengorbanannya akan dilupakan" Hanya orang-orang yang
masih berarti bagi Harya Wisaka sajalah yang akan disebut-
sebut kelak sebagai pilar-pilar penyangga kekuasaannya"
Ternyata hari itu Ki Tumenggung Sarpa Biwada merenungi
kata-kata isterinya. Semakin dalam ia memikirkannya, maka Ki
Tumenggung menjadi semakin ragu terhadap kesetiaan Harya
Wisaka terhadap orang-orang yang telah membantunya.
Dalam pada itu, Ki Tumenggung Yudatama yang telah
menyusun rencananya bersama Ki Waskita, tidak bertindak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tergesa-gesa. Dibiarkannya Ki Tumenggung sempat
merenungi pertemuannya dengan Nyi Tumenggung.
Namun yang ternyata tidak sabar adalah para
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pembantunya. Bahkan seorang rangga telah datang
menghadap dan bertanya tentang kehadiran Nyi Tumenggung.
"Seakan-akan Ki Tumenggung Sarpa Biwada mendapat
perlakuan yang khusus, Ki Tumenggung Yudatama"
"Kenapa?" bertanya Ki Tumenggung Yudatama.
"Dalam waktu dekat, isterinya sudah diijinkan dua kali
menemuinya. Sementara itu, para tawanan yang lain, sama
sekali tidak boleh dijenguk oleh keluarganya"
"Kami mempunyai perhitungan tersendiri tentang Ki
Tumenggung Sarpa Biwada"
"Perhitungan yang mana, Ki Tumenggung?"
"Aku belum dapat mengatakannya"
"Dalam hubungannya agar Ki Tumenggung bersedia
menjawab pertanyaan-pertanyaan kita dengan jujur?"
"Antara lain" "Serahkan saja kepadaku, Ki Tumenggung Yudatama"
berkata Ki Rangga dengan geram. "Aku sanggup memaksa Ki
Tumenggung Sarpa Biwada itu berbicara"
"Apakah kau dapat memaksa tawanan-tawanan yang lain
berbicara?" "Sebagian besar dari mereka berbicara"
"Dengan jujur, sehingga memberi jalan kepada kita untuk
sampai kepada Harya Wisaka?"
"Mereka memang tidak mengetahuinya. Jika saja ada di
antara mereka yang tahu"
"Kau tidak akan dapat memaksa Ki Tumenggung Sarpa
Biwada untuk berbicara jika kalian memaksanya dengan
kekerasan" "Perintahkan aku untuk mencobanya"
"Jika kita memaksanya untuk berbicara dengan kekerasan,
maka kita akan dapat kehilangan orang itu. Dalam keadaan
yang tidak terkendali, kita akan dapat membunuhnya,
meskipun kita tidak berniat melakukannya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi apakah dengan cara memanjakannya ia akan mau
berbicara?" "Kita tidak memanjakannya, Ki Rangga. Tetapi kita
berusaha untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dengan
cara yang lebih baik"
"Tetapi sampai kapan kita harus menunggu, Ki
Tumenggung?" "Tentu saja ada batasnya. Aku akan selalu berhubungan,
dengan Ki Gede Pemanahan"
"Semakin lama kita menunggu, maka para prajurit yang
bertugas mencegah agar Harya Wisaka tidak berhasil keluar
dari kota menjadi semakin gelisah"
"Aku mengerti, Ki Rangga. Aku akan memperhitungkan
waktu" "Terima Kasih, Ki Tumenggung. Sebaiknya kita tidak
menunggu para prajurit kehilangan kesabaran dan bertindak
sendiri-sendiri. Mungkin rakyat Pajang akan menjadi semakin
resah" "Baik. Aku perhatikan pendapatmu. Aku mengerti
sepenuhnya" Sepeninggal Ki Rangga, Ki Tumenggungpun menjadi
gelisah. Ia memang tidak boleh berlama-lama. Jika waktu
sudah terbuang dan akhirnya Ki Tumenggung tetap berkeras
kepala, maka dendam para prajuritnya akan menjadi semakin
memuncak. Hari itu, Ki Tumenggung tidak mengambil tindakan apa-apa
terhadap Ki Tumenggung Sarpa Biwada. Tetapi Ki
Tumenggung telah pergi menemui Ki Gede Pemanahan.
"Baiklah" berkata Ki Gede, "kita memang tidak boleh
berlama-lama. Tetapi akupun sependapat dengan Ki Waskita.
Besok kita akan mencobanya, Ki Tumenggung Yudatama"
"Apakah Ki Gede sendiri akan datang ke barak atau Ki Gede
memerintahkan aku melakukannya?"
"Aku akan datang sendiri ke barak. Kita lakukan bersama-
sama" "Bagaimana dengan Ki Waskita?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, Ki Tumenggung. Kita tidak dapat melibatkan Ki
Waskita langsung untuk menemui Ki Tumenggung Sarpa
Biwada. Jika ia melihat Ki Waskita, maka gejolak jantungnya
tidak akan terkendali lagi"
"Baiklah. Besok aku menunggu Ki Gede"
Ketika malam turun, Ki Tumenggung Yudatama tetap
berada di baraknya. Ki Tumenggung sendiri mengawasi bilik
tahanan Ki Tumenggung Sarpa Biwada. Bukan karena Ki
Tumenggung cemas bahwa tawanannya akan melarikan diri.
Tetapi Ki Tumenggung Yudatama justru mengawasi agar Ki
Tumenggung Sarpa Biwada itu tidak menjadi korban ketidak-
sabaran para prajuritnya.
Dalam pada itu, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya sudah mulai menjelajahi jalan-jalan sempit. Setiap
saat mereka menjelajahi jalan-jalan sempit dengan harapan
dapat bertemu dengan adik laki-laki Paksi seperti yang pernah
terjadi. Tetapi ternyata mereka tidak menemukannya.
"Apakah adikmu tidak pernah pulang, Paksi?" tiba-tiba saja
Pangeran Benawa bertanya. Paksi menarik nafas dalam-
dalam. Katanya, "Hamba tidak tahu Pangeran. Mungkin adikku
telah diperingatkan oleh ayah, bahwa sebaiknya ia tidak usah
pulang" "Tetapi apakah tidak sebaiknya kau sekali-sekali datang
kepada ibumu untuk menanyakannya?" bertanya Raden
Sutawijaya. "Baiklah, Pangeran. Besok aku akan pulang"
"Kita akan pergi bersama-sama"
Paksi tidak dapat menolak. Bahkan iapun berkata,
"Sebelumnya hamba mengucapkan terima kasih"
Dalam pada itu, di hari berikutnya, di dini hari, jauh
sebelum fajar, Paksi sudah bersiap-siap. Demikian pula
dengan Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya. Bertiga
mereka menyusuri jalan kota menuju ke rumah Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika mereka bertiga sampai di regol, langit masih nampak
gelap. Dengan hati-hati Paksi menguakkan pintu regol
halaman. Sepi. Halaman rumahnya itu masih sepi. "Kita
menunggu sampai ada orang yang terbangun, Paksi" berkata
Pangeran Benawa. "Jika kita mengetuk pintu di saat seperti
ini, ibumu akan sangat terkejut"
Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah, Pangeran.
Marilah kita menunggu fajar di pringgitan"
Bertiga merekapun perlahan-lahan melintasi pendapa dan
duduk di pringgitan. Namun demikian mereka duduk, mereka
terkejut. Mereka mendengar orang berbicara di ruang dalam.
Ketiganya kemudian bangkit berdiri dan melangkah
mendekati pintu. Pembicaraan di ruang dalam itu semakin
lama menjadi semakin jelas. Suara itu adalah suara ibunya,
adik laki-laki Paksi dan adik perempuannya.
Jantung Paksi bergetar. Ternyata dugaan Pangeran Benawa
itu tepat. Adik laki-lakinya agaknya pernah juga datang
mengunjungi ibunya. "Aku harus segera meninggalkan kota ini, Ibu"
"Ngger, kenapa kau tidak menyerah saja. Kau masih terlalu
muda untuk mengerti, apakah sebenarnya yang dicari oleh
Harya Wisaka. Bahkan ayahmu yang berada di dalam bilik
tahanannya mulai berpikir, apakah yang akan terjadi kelak"
"Ayah tidak akan bergeser dari sikap yang diyakininya, Ibu.
Ayahpun telah mengatakan kepadaku, bahwa aku adalah
penerus dari perjuangannya"
"Tetapi aku baru saja mengunjungi ayahmu. Ayahmu mulai
menjadi ragu. Apakah Harya Wisaka akan berhasil"
"Berhasil atau tidak berhasil bukan menjadi soal, Ibu.
Tetapi perjuangan harus berlangsung terus. Jika perjuangan
ayah terputus, maka aku adalah penerusnya. Jika ayah harus
menjalani hukuman mati, biarlah ayah menjalaninya sebagai
seorang laki laki. Kelak, namanya akan dicantumkan dalam
deretan nama para pahlawan. Sedangkan akulah yang akan
meneruskan perjuangannya bersama Harya Wisaka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghancurkan Pajang. Menghancurkan kekuatan Sultan
Hadiwijaya yang sombong dan sewenang-wenang itu"
"Ngger, jangan bermimpi untuk dapat berdampingan
dengan Harya Wisaka. Kau adalah pengikutnya. Kau hanya
dapat mematuhi perintahnya seperti pengikut-pengikutnya
yang lain. Kau adalah alas yang jika perlu justru diinjak di
bawah kakinya" "Ibu" potong adik laki-laki Paksi, "Ibu telah merendahkan
perjuangan Harya Wisaka. Harya Wisaka bukan seperti orang
yang Ibu katakan itu"
"Ngger, apakah kau pernah bertemu dan berbicara
langsung dengan Harya Wisaka?"
"Sudah, Ibu. Aku sudah bertemu dengan Harya Wisaka.
Aku pun pernah berbicara langsung dengan orang besar yang
akan menggenggam masa depan itu"
"Kenapa kau dapat berkata demikian" Apa yang dikatakan
oleh Harya Wisaka itu kepadamu" Apa pula yang dijanjikannya
kepadamu sehingga kau yakin akan kebenaran
perjuangannya" "Ibu, Harya wisaka tidak menjanjikan apa-apa selain masa
depan yang lebih baik bagi Pajang. Mungkin selama
perjuangan masih berlangsung, kami akan menderita. Tetapi
penderitaan itu akan menghasilkan buah yang sangat manis
bagi masa depan" "Tetapi kau harus menyadari, bahwa Harya Wisaka tidak
akan mempunyai harapan lagi bagi perjuangannya"
"Tidak apa-apa, Ibu. Seandainya kami harus hancur, biarlah
kami hancur menjadi debu bersama cita-cita perjuangan kami"
"Siapa yang mengajarimu itu, Ngger?"
"Tidak ada yang mengajariku, Ibu. Ayah memang
mengatakannya. Tetapi apa yang dikatakan ayah itu sesuai
dengan nuraniku" "Tetapi kau tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi"
"Sudahlah, Ibu. Aku datang hanya untuk mohon diri. Aku
mendapat perintah dari Harya Wisaka untuk meninggalkan
kota dengan cara apapun juga. Kami berlima, anak-anak muda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seumurku, akan mempersiapkan sebuah perjuangan jangka
panjang di luar kota"
"Ngger, dengarlah kata-kata ibumu"
"Maaf, Ibu. Aku harus pergi"
"Kakang?" terdengar suara adik perempuan Paksi. "Apakah
kau tidak ingin tinggal bersama kami?"
"Aku sudah bukan kanak-kanak lagi"
"Apakah hanya kanak-kanak saja yang boleh tinggal
bersama ibunya?" "Aku bukan orang yang cengeng"
"Tinggal sajalah bersama kami sambil menunggu ayah
pulang" Adik laki-laki Paksi itu tertawa. Katanya, "Kau adalah anak
yang sangat manja yang tidak dapat mengerti, bahwa
seseorang harus memperjuangkan cita-citanya, karena cita-
cita itu tidak akan datang dengan sendirinya"
"Kasihan ibu yang kesepian"
"Ibu harus tahu diri. Sejak semula Ibu adalah isteri seorang
prajurit. Ia harus tahu, bahwa pada suatu saat, ia akan
sendiri. Mungkin suaminya mati di peperangan. Mungkin
tertangkap dan dihukum mati karena menggenggam
keyakinan" "Mungkin ayah memang harus menjalankannya akibat
kedudukannya. Tetapi bukankah kau tidak" kau masih
mempunyai pilihan" "Jadi kau ingin aku mengkhianati ayah seperti Paksi" Aku
memang lain dari Paksi. Paksi bukan anak ayah. Tetapi aku
adalah anak ayah. Penerus dari cita-citanya"
"Kakang" "Sudahlah. Jangan merajuk. Jika kau bertemu Paksi,
suruhlah Paksi menemani Ibu disini. Ia memang bukan
seorang pejuang. Sepantasnya ia berada di rumah, membantu
kerja di dapur atau membelah kayu bakar"
"Kakang" "Kau tidak usah membelanya. Ia bukan saudaramu. Ia juga
bukan saudaraku" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cukup" tiba-tiba saja ibu Paksi itu membentak. Namun
adik laki-laki Paksi itu justru tertawa. Katanya, "Sudahlah, Ibu.
Aku minta diri. Mungkin kita akan lama tidak bertemu. Mudah-
mudahan Ibu baik-baik saja"
"Kakang" "Kau tunggu saja Paksi. Ajak ia menanak nasi di dapur"
Adik perempuannya tidak menjawab.
Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya itupun
menepi ketika mereka mendengar langkah kaki menuju ke
pintu pringgitan. Tidak hanya seorang. Sementara adik laki-
laki Paksi itu berkata, "Marilah kita berangkat. Kita harus
meninggalkan kota sebelum fajar. Kita harus menempuh jalan
sebagaimana diberitahukan kepada kita"
Beberapa orang melangkah menuju ke pintu. Demikian
pintu itu terbuka, maka beberapa orangpun telah melangkah
keluar. Namun demikian mereka sampai di pendapa mereka
terkejut. Dengan serta-merta merekapun berhenti dan
berpaling ketika mereka mendengar suara orang terbatuk-
batuk kecil. Orang-orang yang keluar dari dalam rumah itupun semakin
terkejut ketika yang mereka lihat adalah Paksi, Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya.
Adik laki-laki Paksi itu tiba-tiba berteriak, "Jadi Ibu juga
menjebak aku seperti saat Ibu menjebak ayah?"
"Tidak. Tidak, Ngger. Bukankah Ibu tidak tahu bahwa kau
akan datang kemari. Akupun tidak tahu bahwa Paksi ada
disini" "Jadi benar kata ayah, bahwa Paksi ingin membunuhku. Ia
merunduk kemanapun aku pergi. Tetapi jangan bermimpi
bahwa kau akan dapat membunuhku"
"Siapa yang mengatakan bahwa aku akan membunuhmu?"
bertanya Paksi.
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ayah. Kau pun berusaha untuk membunuh ayah"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Dengarlah. Aku memang mencarimu. Tetapi aku
sama sekali tidak ingin membunuhmu. Aku ingin menolongmu
keluar dari sarang serigala itu"
"Apa yang kau maksud dengan sarang serigala?"
"Lingkungan para pengikut Harya Wisaka"
"Kau telah menghina Harya Wisaka dan para pengikutnya.
Kau memang pantas dihukum mati seperti kata ayah"
"Aku sama sekali tidak akan membunuhmu. Tetapi aku
ingin kita dapat hidup bersama lagi seperti dahulu"
"Buat apa aku hidup bersamamu. Kau adalah seorang
pengkhianat yang sama sekali tidak tahu membalas budi. Kau
tentu telah sepakat dengan laki-laki jahanam itu untuk
menjebakku dan membunuhku"
"Percayalah kepadaku, aku tidak ingin membunuhmu"
"Aku yang akan membunuhmu, Paksi. Ayah telah
memerintahkan kepadaku untuk membunuhmu, kapan saja"
"Apakah kita harus saling membunuh?"
"Ya" "Kakang" suara adik perempuan Paksi yang berdiri di pintu
itu tertahan. "Jangan kau tangisi kematiannya. Ayah menghendaki anak
ini mati" "Apakah benar bahwa kita bukan dua orang bersaudara?"
bertanya Paksi. "Ya. Kau bukan saudaraku"
"Katakan bahwa aku bukan anak ayah Tumenggung Sarpa
Biwada, namun bukankah kita sedikitnya saudara seibu?"
"Aku tidak mempunyai saudara laki-laki cengeng seperti
kau. Selagi seluruh Pajang berjuang untuk menumbangkan
kekuasaan anak Tingkir itu, maka kau justru menjilat kaki
anaknya" "Jangan menyinggung namanya. Aku adalah saudaramu.
Aku tidak akan menjadi sakit hati meskipun kau menyinggung
perasaanku. Tetapi Pangeran Benawa lain"
"Aku juga tidak tersinggung, Paksi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk hormat sambil berdesis, "Terima kasih,
Pangeran" "Biarlah ia mengatakan segalanya yang menyumbat
dadanya. Jika dadanya sudah menjadi lapang, mungkin
sikapnya akan berbeda"
"Persetan. Kalian akan menyesal telah berusaha menjebak
aku" "Marilah kita duduk dan berbicara dengan baik"
"Tidak. Aku sudah tahu betapa liciknya kau. Kau sengaja
berkata dengan kata-kata manis. Namun kemudian tiba-tiba
saja kau menikam jantung"
"Sudah aku katakan. Aku tidak akan membunuhmu. Jika
kau mendapat perintah untuk membunuhku, itu terserah saja
kepada orang yang telah memberikan perintah itu. Tetapi jika
kita menghindari permusuhan ini, maka kita memang tidak
perlu saling mengancam"
"Cukup. Jangan banyak berbicara. Hari-hari yang paling
buruk telah terjadi atas dirimu"
"Tunggu. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan"
Tetapi adik laki-laki Paksi itu tidak menghiraukannya. Tiba-
tiba saja ia berteriak, "Bunuh mereka bertiga"
"Kakang" teriak adik perempuan Paksi.
Sementara itu, ibunyapun berlari mendekati adik Paksi itu.
Dipeluknya anak itu sambil menangis, "Ngger. Jangan. Jangan
kau bunuh kakakmu" Tetapi ibunya itupun dikibaskannya dengan kasar. Katanya,
"Ia bukan saudaraku. Ibu tahu itu. Ayahnya adalah seorang
jahanam yang kelak akan aku bunuh pula"
"Siapapun anak muda itu, tetapi jangan bunuh dia"
Adik laki-laki Paksi itu tidak menghiraukannya. Sekali lagi ia berteriak kepada beberapa orang pengikutnya, "Bunuh mereka
bertiga" Beberapa orang pengikut Harya Wisaka yang ditugaskan
mengawal anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada dengan keras,
telah menarik senjata mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paksi. Sekarang jangan mencoba untuk melarikan diri
dengan cara apapun juga. Itu akan merupakan kerja sia-sia"
"Aku tidak akan lari. Tetapi kenapa kita harus berkelahi?"
Adik laki-laki Paksi itu tidak menghiraukannya lagi. Sekali
lagi ia berteriak lebih keras, "Bunuh mereka bertiga.
Lemparkan mayatnya di jalan di depan rumah ini, agar besok,
orang-orang yang lewat dan menemukannya tahu, bahwa
mereka tidak dapat meremehkan keluarga Tumenggung Sarpa
Biwada" Raden Sutawijaya yang berdiri termangu-mangu itupun
berkata, "Pikirkanlah masak-masak, apakah yang kau lakukan
itu sudah benar. Paksi adalah saudaramu seibu. Kalian
dilahirkan dari kandungan perempuan yang sama, meskipun
seandainya benar kalian berbeda ayah"
"Kau tidak usah mengurusi keluargaku. Sekarang kaupun
telah terjebak ke dalam sarang serigala itu, menurut
anggapan Paksi. Tetapi kau tidak akan menjadi bagian dari
serigala-serigala itu, karena kau adalah makanan yang
dilemparkan ke dalamnya"
"Jangan terlalu garang begitu" berkata Pangeran Benawa.
"Sebelum kau berada di sarang serigala, kau adalah anak yang
manis. Kau kasihi kakakmu, ibumu dan adikmu. Aku tahu itu.
Tetapi serigala-serigala yang garang itu telah berhasil
merubah sifatmu. Kau telah kehilangan kasih sayang dan
pengharapan bagi masa depanmu"
"Diam kau, Benawa. Besok anak Tingkir yang sekarang
berkuasa itu akan menangisi mayatmu yang terkapar di depan
regol rumah ini" Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Nampaknya
adik laki-laki Paksi itu sudah tidak dapat diajak berbicara lagi.
Sebenarnyalah adik laki-laki Paksi itupun berteriak, "Bunuh
mereka bertiga" Para pengawal anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada itupun
tidak menunggu. Merekapun dengan serta-merta telah
menyerang Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malam itu Paksi tidak membawa tongkatnya. Karena itu,
maka Paksi itupun melawan orang-orang yang menyerangnya
dengan tangannya. Ia masih belum menarik keris yang
terselip di punggung. Sejenak kemudian, maka telah terjadi pertempuran yang
sengit. Beberapa orang pengawal adik laki-laki Paksi itu
bertempur melawan tiga orang yang kemudian bergeser turun
dari pendapa. "Jangan lari" teriak adik laki-laki Paksi. "Kalian tidak akan
pernah dapat melepaskan diri dari tanganku. Malam ini adalah
malam terakhir kalian. Kalian tidak akan sempat melihat fajar
menyingsing sebentar nanti"
Paksilah yang menjawab, "Kami tidak akan lari. Kami
sengaja mencarimu. Sekarang kami sudah menemukanmu"
"Kalian memang telah menemukan aku. Tetapi jangan
bermimpi bahwa kalian akan dapat membunuhku"
"Sudah aku katakan, bahwa kami tidak akan
membunuhmu. Kami akan memungutmu dari sarang serigala
dan mengembalikanmu kepada sifat-sifatmu yang sebenarnya"
"Omong kosong" geram adik Paksi. "Sesali nasibmu. Kalian
akan mati" Paksi tidak berbicara lagi. Dua orang telah menyerangnya
dengan garangnya. Sementara itu. Raden Sutawijaya dan
Pangeran Benawapun harus bertempur masing-masing
melawan dua orang. Dalam pada itu, Paksi dan bahkan Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya sempat bertanya di dalam hati, apakah
anak Tumenggung Sarpa Biwada itu termasuk orang penting
di dalam lingkungan para pengikut Harya Wisaka sehingga ia
harus mendapat pengawalan kuat seperti itu.
Namun nampaknya Harya Wisaka memang memperhatikan
para pengikutnya yang masih muda-muda. Nampaknya Harya
Wisaka memperhitungkan bahwa perjuangannya masih sangat
panjang, sehingga diperlukan kekuatan bagi masa depan.
Sejenak kemudian, maka pertempuranpun telah meningkat
menjadi semakin seru. Ternyata bahwa pengawal-pengawal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada itu bukan orang-orang
kebanyakan. Mereka adalah orang-orang yang berilmu tinggi.
Namun Paksi, apalagi Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya adalah orang-orang yang telah ditempa dengan
berbagai macam ilmu. Karena itu, maka para pengawal adik
Paksi itu tidak segera dapat menguasai ketiga orang yang
ingin dibunuhnya itu. Bahkan semakin lama semakin nampak betapa para
pengawal adik Paksi itu mengalami kesulitan. Perlahan-lahan
mereka mulai terdesak, meskipun mereka sudah
menggenggam senjata di tangan.
Adik Paksi yang melihat bahwa Paksi berhasil mendesak
kedua orang lawannya itu, mulai menjadi gelisah. Ia tahu
bahwa Paksi memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Karena itu, maka adik Paksi yang sudah mulai berlatih olah
kanuragan itu, merasa perlu untuk melibatkan diri, ikut
bertempur melawan Paksi. Ia berharap bahwa dengan
demikian Paksi akan mengalami kesulitan dan apabila mungkin
ia sendirilah yang akan membunuh Paksi dengan tangannya.
"Jika aku dapat membunuhnya, maka apabila pada suatu
saat aku dapat bertemu dengan ayah, maka dengan bangga
aku dapat mengatakannya. Bahkan mungkin lewat mulut ibu
yang ingin mengadu kepada ayah, bahwa aku telah
membunuh Paksi. Ayah akan tersenyum di saat-saat
terakhirnya" Karena itulah, maka adik Paksi itupun segera mengerahkan
kemampuannya bersama-sama dengan dua orang
pengawalnya untuk menghabisi Paksi tanpa ampun.
Kehadiran adiknya di medan, telah membuatnya semakin
berharap, bahwa ia akan dapat menangkapnya. Karena itu,
maka Paksipun justru telah meningkatkan ilmunya untuk
melumpuhkan kedua orang pengawal adik laki-lakinya itu.
Sementara itu, para pengawal yang melawan Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijayapun menjadi semakin terdesak
pula. Mereka sama sekali tidak mampu mengatasi kemampuan
ilmu Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setiap kali para pengawal itu terpelanting jatuh. Jika
mereka segera bangkit kembali, maka kawannyalah yang
terlempar dari arena. Dalam pada itu, kedua pengawal adik Paksi yang bertempur
melawan Paksipun seakan-akan sudah tidak berdaya lagi.
Pada saat-saat terakhir, Paksipun sudah bersiap-siap
menangkap adiknya. Namun ia harus berhati-hati. Anak itu
dapat saja melakukan sesuatu yang tidak diduga-duga.
Namun Paksi itu terkejut bukan kepalang. Ketika adik Paksi
itu menjadi berputus-asa karena merasa tidak mungkin lagi
dapat melawan kemampuan ilmu Paksi serta Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya, maka adik Paksipun tiba-tiba
telah meloncat menerkam adik perempuannya. Dengan pisau
belati adik Paksi itu mengancam leher adik perempuannya
sambil berteriak, "Jika kalian tidak menghentikan
pertempuran, gadis kecil ini akan mati"
"Ngger" teriak ibu Paksi.
Tetapi adik laki-laki Paksi itu tidak mau melepaskannya.
Bahkan sambil menyeret gadis kecil itu beberapa langkah
surut ia berteriak, "Semuanya berdiri di tangga pendapa.
Cepat" Gadis kecil itu mencoba untuk meronta dan berteriak.
Suaranya tersendat di lehernya yang tertekan oleh tangan
kakaknya. "Ibu. Kakang Paksi" suaranya patah-patah
"Diam kau. Pisau ini dapat memutuskan tenggorokanmu"
Gadis kecil itu menjadi sangat ketakutan. Apalagi ketika ia
diseret beberapa langkah surut.
"Lepaskan adikmu" berkata Paksi. "Jika kau ingin menukar
dengan aku, lakukanlah. Aku tidak akan melawan"
"Kau tentu akan berbuat licik" teriak adik laki-lakinya.
"Tidak. Aku benar-benar akan menyerah. Tetapi lepaskan
adikmu. Bukankah gadis kecil itu adikmu" Jika kau tidak
mengakui aku sebagai saudaramu, maka kau tidak dapat
ingkar bahwa anak itu adalah adikmu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Persetan dengan hubungan keluarga. Siapapun, tetapi
yang tidak berarti bagi perjuanganku, akan dapat aku
singkirkan" "Sekarang kau berbuat demikian terhadap adikmu sendiri.
Kau pikir Harya Wisaka tidak dapat berbuat seperti itu
terhadapmu yang justru orang lain. Jika kelak Harya Wisaka
berhasil mendapat kekuasaan, maka orang-orang yang
dianggapnya tidak berarti tentu akan disingkirkan dengan
sikap seperti yang kau katakan itu. Siapapun yang tidak
berguna lagi baginya, akan disingkirkannya"
"Bohong" "Renungkan" "Diam. Tidak seorang pun di antara kalian yang dapat
mencoba melawan. Naiklah ke tangga pendapa. Cepat"
Paksi tidak mempunyai pilihan lain. Demikian pula Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya. Mereka bertiga telah naik ke
tangga pendapa. Merekapun kemudian berdiri termangu-
mangu. Bahkan ketika ibunya melangkah mendekati, adik laki-laki
Paksi itupun berteriak, "Ibu juga harus naik ke tangga
pendapa. Cepat" Sementara itu, adik perempuannya itupun masih saja
memanggil-manggil, "Ibu, Ibu. Kakang Paksi, tolong aku"
Paksi menggeretakkan giginya. Ia tidak mengira sama
sekali kalau racun yang ditaburkan oleh ayahnya itu sudah
merasuk demikian dalamnya sampai ke tulang.
"Lepaskan anak itu. Kau dapat membawa aku dan jika kau
akan membunuhku, lakukanlah. Tetapi jangan kau sakiti anak
itu" geram Paksi. Adik laki-laki Paksi itu nampak ragu-ragu. Tetapi ketika ia
melihat Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya, maka iapun
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkata di dalam hatinya, "Mungkin aku dapat membunuh
Paksi. Tetapi kedua orang itu tentu tidak mau mengorbankan
dirinya. Mereka tentu tidak akan peduli lagi, apakah aku akan
membunuh gadis kecil ini atau tidak, sementara itu, kami tidak akan dapat melawan meskipun mereka tinggal berdua"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lepaskan anak itu" teriak Paksi.
Tetapi adik laki-lakinya itu berkata, "Aku akan membawa
anak ini. Dua orang pengawalku akan mengawasi kalian. Jika
kalian mencoba mengejar kami, maka anak ini akan mati.
Sementara itu, jika fajar menyingsing sedangkan kedua
orangku yang mengawasi kalian belum juga menyusul kami,
maka anak ini juga akan mati"
"Tetapi anak itu adikmu. Adikmu sendiri" tangis ibunya.
"Aku tidak peduli. Sudah aku katakan, untuk kepentingan
perjuanganku, siapapun dapat dikorbankan"
"Tetapi jangan adikmu"
"Jangankan adikku, ibuku dan siapapun dapat saja
dikorbankan jika itu menguntungkan perjuanganku.
Perjuangan Harya Wisaka untuk menciptakan masa depan
yang baik bagi Pajang"
Tangis ibunya mengeras. Sementara itu, adik laki-laki Paksi
itupun berkata lantang kepada para pengawalnya yang semula
sudah tidak berpengharapan, "Marilah. Kita pergi. Dua orang
di antara kalian tinggal disini untuk mengawasi agar orang-
orang itu tidak memburu kami. Jangan takut. Jika fajar
menyingsing dan kalian belum menyusul kami karena orang-
orang di rumah ini berbuat curang terhadapmu, maka anak ini
akan mati" Hampir bersamaan para pengawal itu mengangkat
wajahnya. Sebenarnyalah cahaya merah sudah mulai
membayang di langit. Sebentar lagi, fajar akan menyingsing.
Mataharipun akan terbit. Tidak seorang pun dapat menahan
ketika adik laki-laki Paksi itu meninggalkan halaman sambil
mengancam gadis kecil itu dengan pisau belati di lehernya.
Dua orang pengawal masih berada di halaman itu. Paksi,
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijayapun tidak dapat
bertindak terhadap mereka. Mereka tidak dapat
memperhitungkan, apakah jika keduanya tidak menyusul adik
laki-laki Paksi itu pada saat fajar menyingsing, gadis kecil itu benar-benar dibunuh atau hanya sekedar untuk menakut-nakuti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apalagi ketika ibu Paksi yang menangis itu berkata,
"Jangan berbuat sesuatu yang dapat membahayakan nyawa
adikmu, Paksi" Paksipun patuh terhadap ibunya Demikian pula Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya. Mereka tidak berbuat sesuatu
terhadap kedua orang pengawal itu.
Beberapa saat menjelang fajar, maka kedua orang itupun
mulai bergeser mendekati regol halaman. Seorang di antara
mereka berkata, "Jangan berbuat macam-macam jika kalian
tidak ingin kepala gadis kecil itu terpisah dari tubuhnya. Kami tidak main-main. Bagi kami, tidak ada yang lebih berharga dari perjuangan kami"
Tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mereka tidak mau
gadis kecil itu menjadi korban kegilaan para pengikut Harya
Wisaka. Ketika kedua orang itu hilang di balik pintu regol, maka
Paksipun segera meloncat turun sambil berkata, "Kita ikuti
orang-orang itu" Namun ibunyapun segera berteriak, "Jangan berbuat
sesuatu yang dapat membahayakan nyawa anak itu"
Paksi tertegun. Ia melihat air mata masih mengalir
membasahi pipi perempuan itu.
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijayapun tertegun pula.
Namun ketiganya akhirnya tidak dapat meninggalkan Nyi
Tumenggung. "Sudahlah, Ibu" berkata Paksi kemudian.
Nyi Tumenggung itupun kemudian memeluk Paksi dengan
eratnya, seakan-akan tidak akan dilepaskannya lagi.
"Tinggal kau yang sekarang ada padaku, Paksi. Jangan
pergi" "Aku tidak akan pergi, Ibu. Aku akan tetap berada bersama
Ibu. Tetapi aku minta waktu untuk mencari anak itu"
"Siapa yang kau maksud?"
"Adik-adikku" "Berbahaya sekali, Paksi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setidak-tidaknya aku harus menemukan gadis kecil yang
ketakutan itu. Ia tidak akan dibawa sampai jauh. Anak itu
akan menghambat perjalanan. Anak itu tentu segera
dilepaskan" "Apakah kakaknya tidak akan menyakitinya?"
"Tidak. Aku kira tidak, Ibu. Ia tidak bersungguh-sungguh.
Ia hanya ingin menyelamatkan diri"
Ibunya termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
berdesis, "Hati-hatilah, Paksi. Cari adik perempuanmu itu.
Bawa ia kepadaku" "Baik, Ibu" Paksipun kemudian minta diri kepada ibunya. Demikian
pula Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya.
Demikian mereka turun ke jalan, maka Raden
Sutawijayapun berkata, "Pada satu sisi, Harya Wisaka benar-
benar berhasil" "Apa yang berhasil, Raden?" bertanya Paksi.
"Ia berhasil membentuk watak orang-orangnya menjadi
seakan-akan tidak berpribadi lagi. Mereka menjadi semacam
alat yang tidak lagi sempat mempergunakan nalarnya"
Sementara itu langitpun menjadi terang oleh warna merah
kekuning-kuningan. Jalanpun mulai hidup. Satu dua orang
melintas ke arah yang berbeda-beda dan keperluan yang
berbeda-beda pula. Ada yang akan pergi ke pasar untuk
berbelanja, tetapi ada yang ke pasar untuk menjual hasil
kebunnya. Ada yang akan bepergian mumpung masih pagi,
tetapi ada juga yang melintas dengan tergesa-gesa karena
keperluannya yang mendesak.
Paksi merenungi kata-kata Raden Sutawijaya. Ia memang
menjadi heran. Dalam waktu yang singkat, adiknya benar-
benar telah berubah. Tetapi menurut Paksi, itu bukan saja
karena keberhasilan Harya Wisaka dan pendukung-
pendukungnya, tetapi Ki Tumenggung Sarpa Biwada sendiri
telah menanamkan kebencian di hati anak laki-lakinya itu,
terhadap keluarganya sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka ketiga orang itupun berjalan dengan
tergesa-gesa. Mereka memang tidak tahu pasti, kemana
mereka harus pergi. Tetapi menilik apa yang dikatakan oleh
adik laki-lakinya, Paksi dapat menduga, bahwa mereka pergi
ke luar kota, sedangkan jalan yang akan mereka tempuh,
nampaknya sudah dipersiapkan lebih dahulu. Namun mereka
tidak tahu, jalan yang manakah yang akan dilalui oleh adik
laki-laki Paksi itu. "Kita harus mengelilingi dinding kota. Pintu-pintu gerbang
di beberapa penjuru, serta gerbang butulan di beberapa
tempat" berkata Paksi.
"Ya" sahut Pangeran Benawa. Namun katanya kemudian,
"Tetapi mungkin mereka tidak melewati gerbang yang
manapun. Mungkin mereka meloncati dinding atau menerobos
terowongan-terowongan sungai di hilir dan di udik"
"Terowongan-terowongan air itu semuanya diawasi"
berkata Raden Sutawijaya. "Sulit bagi mereka untuk keluar
lewat terowongan di hilir maupun di udik"
"Mungkin mereka masih tetap berada di dalam kota" desis
Pangeran Benawa. Paksi mengangguk-angguk. Ia sadar, bahwa banyak
kemungkinan dapat terjadi. Mungkin adik laki-lakinya itu
memang tidak benar-benar pergi keluar kota. Seperti Harya
Wisaka, ia hanya ingin menyesatkan orang-orang yang
mencarinya. Bahkan mungkin orang-orangnya dalam tugas
sandi mengetahui bahwa ia sedang dicari oleh Paksi, Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya.
Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya itu
menempuh arah menurut perhitungan mereka. Tempat-
tempat yang paling mungkin dilewati. Adik perempuan Paksi
itu tentu akan ditinggalkan begitu saja, karena untuk
membawanya lebih jauh, justru akan merepotkannya.
Ketiganya memang menjadi gelisah, ketika panas matahari
mulai terasa menggatalkan kulit, mereka berjalan semakin
cepat menelusuri lorong-lorong, bahkan semak-semak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketiga orang itu tertegun ketika melihat beberapa orang
anak muda berdiri mengerumuni sesuatu. Karena itu dengan
tergesa-gesa mereka mendekati mereka.
Ketiganya terkejut ketika mereka melihat seorang gadis
yang terbaring diam di atas rerumputan kering. Matanya
terpejam. Pakaiannya tampak kusut. Ternyata gadis kecil
menginjak usia remaja itu adalah adik Paksi.
Tetapi ketika ia menyibak beberapa orang anak muda yang
mengerumuninya, maka merekapun telah mendorong Paksi.
Seorang di antara mereka berkata, "Mau apa kau, he?"
Paksi memandang anak muda itu dengan tajamnya.
Sementara anak muda itu berkata, "Kami yang menemukan
gadis cantik itu. Kamilah yang berhak membawanya"
"Kau akan membawanya kemana?"
"Terserah kepada kami" jawab anak muda itu.
Paksi memandang beberapa orang anak muda yang
mengerumuni adik perempuannya itu. Wajah-wajah mereka
nampak garang. Pakaian merekapun tidak menentu. Ada di
antara mereka yang nampaknya masih terpengaruh oleh tuak
yang baunya tercium dari mulut mereka.
"Itu adikku" berkata Paksi.
"Omong kosong" geram anak muda yang masih sedikit
mabuk. "Kau tentu juga tertarik pada parasnya yang cantik.
Kulitnya yang kuning dan bibirnya yang mungil itu. Pergi. Kami akan membawanya kemana kami inginkan"
"Itu adikku, kau dengar. Ia diculik orang semalam"
"Aku tidak menculik gadis ini. Ketika kami lewat jalan kecil
ini, kami menemukannya dalam keadaan seperti ini"
"Jika demikian, kenapa kalian tidak menolongnya"
"Kami akan menolongnya. Kami akan membawanya
pulang" "Apa yang akan kalian lakukan terhadap gadis kecil ini?"
bertanya Paksi. Anak muda itu memandang Paksi dengan tegang. Namun
iapun kemudian tertawa. Demikian pula kawan-kawannya
tertawa pula. Seorang yang bertubuh tinggi kekar maju
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selangkah sambil menjawab, "Kami akan memperlakukannya
sebagaimana akan kau lakukan atas gadis cantik ini"
"Aku akan membawanya pulang. Gadis kecil itu adalah
adikku. Apakah kalian tidak mendengar?" suara Paksi mulai
meninggi. "Pergilah" berkata orang bertubuh tinggi kekar itu, "jangan
ganggu kami. Jika kami menemukan gadis cantik ini, itu
adalah rejeki kami. Kalian tidak usah menjadi iri"
"Aku peringatkan sekali lagi. Anak itu adalah adikku"
"Ia sudah bukan anak-anak lagi. Ia sudah pantas bersuami"
"Cukup" Paksi telah kehilangan kesabarannya. "Minggir.
Aku akan membawa adikku pulang"
"Apa?" bertanya orang yang bertubuh tinggi kekar itu. "Kau
berani membentak aku" Nampaknya kau belum mengenal
siapa kami" "Kalian siapa?"
"Kami yang berkuasa di lingkungan ini. Semua orang harus
tunduk kepada kami" "Aku tidak peduli" jawab Paksi. "Tetapi itu adalah adikku.
Aku harus menyelamatkannya. Juga menyelamatkan dari
tangan kalian, anak-anak muda edan yang tidak tahu diri.
Dalam suasana seperti ini, masih ada saja anak-anak muda
yang tidak mempunyai tempat berpijak"
Wajah anak muda yang bertubuh tinggi kekar dan yang
masih terpengaruh oleh tuak itu memandang Paksi dengan
heran. Katanya, "Kau ingin mulutmu aku sumbat"
"Kalian sama gilanya dengan para pengikut Harya Wisaka.
Atau kalian memang pengikut Harya Wisaka?"
Anak-anak muda itu terkejut mendengar nama Harya
Wisaka. Dengan serta-merta seorang di antara mereka
berkata, "Kami tidak mempunyai sangkut-paut dengan Harya
Wisaka" "Jika demikian, minggir" bentak Paksi.
Tetapi anak muda itu tertawa. Kawan-kawannyapun
tertawa pula. Seorang di antara mereka berkata, "Kau ingin
menakut-nakuti kami dengan menyebut kami pengikut Harya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisaka" Kau salah, Ki Sanak. Kamipun dapat menuduh kalian
pengikut Harya Wisaka"
Paksi tidak sabar lagi. Didorongnya anak muda yang
bertubuh tinggi kekar yang berdiri di hadapannya.
Ternyata tenaga Paksi tidak dapat dilawannya. Anak muda
itu terdorong beberapa langkah surut dan jatuh terbanting di
tanah. Kawan-kawannyapun terkejut. Dengan serta-merta iapun
bangkit berdiri sambil berkata, "Orang yang tidak tahu diri.
Kami akan mencincangmu sampai lumat disini. Tidak ada
orang yang melihatnya. Perempuan ini akan kami bawa pulang
dan akan menjadi klangenan kami sampai kami menjadi jemu
dan menemukan gadis lain yang masih segar"
Paksi tidak menjawab. Tiba-tiba saja tangannya terayun
menghantam bibir orang itu. Anak muda yang bertubuh tinggi
kekar dan yang kepalanya masih dipengaruhi oleh tuak itupun
berteriak kesakitan. Sekali lagi tubuhnya terlempar. Justru
lebih keras, sehingga membentur sebatang pohon besar yang
tumbuh di pinggir lorong itu.
Sekali lagi kawan-kawannya terkejut. Namun merekapun
menjadi marah pula. Seorang di antara mereka berkata
lantang, "Hancurkan anak itu, biar ia tahu, siapa kita"
Sekelompok anak-anak yang marah itu tidak menunggu
lagi. Serentak mereka menyerang Paksi.
Tetapi Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya tidak
membiarkan Paksi berkelahi sendiri melawan sekelompok
anak-anak muda yang sebagian masih mabuk itu. Bertiga
mereka bergerak serentak menghadapi anak-anak muda yang
nampak garang itu. Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya tidak
memerlukan waktu yang lama. Demikian anak-anak muda itu
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyerang, maka satu demi satu mereka terpelanting jatuh.
Beberapa orang masih berusaha bangkit. Tetapi yang lain
hanya dapat menggeliat dan mengerang kesakitan. Punggung
mereka rasa-rasanya menjadi patah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi agaknya anak-anak muda itu tidak mau menerima
kenyataan itu begitu saja. Seorang di antara mereka masih
sempat melarikan diri. Dengan tergesa-gesa ia pergi ke rumah
yang tidak terlalu jauh dari arena perkelahian itu. Ke rumah
seorang bebahu, ayah dari salah seorang anak yang terlibat
dalam perkelahian itu. "Ada apa?" "Mukim, Paman" "Kenapa Mukim?"
"Mukim dipukuli orang"
"He, siapa yang berani memukuli Mukim?"
"Tidak tahu, Paman"
"Apakah Mukim sendiri?"
"Tidak, Paman. Kami beberapa orang di lorong itu"
"Yang memukuli Mukim berapa orang?"
"Entahlah, Paman. Tetapi Mukim itu dipukuli"
Bebahu itu tidak berpikir panjang. Diambilnya parangnya
yang terselip di dinding. Dengan geram iapun berkata, "Siapa
orang gila yang berani memukuli Mukim. Nampaknya ia belum
mengenal aku" Dengan tergesa-gesa bebahu itupun pergi ke arena
perkelahian. Namun ketika ia sampai di arena itu, perkelahian
sudah selesai. Beberapa orang anak muda terbaring
berserakkan sambil mengerang kesakitan. Di antara mereka
terdapat Mukim. Bebahu yang datang dengan tergesa-gesa itu tertegun. Ia
melihat tiga orang sedang mengerumuni seorang gadis yang
terbaring diam. "Mereka itu yang memukuli Mukim"
"Kenapa mereka memukuli Mukim?"
"Mereka menculik gadis itu. Kami mencoba mencegahnya.
Tetapi mereka melawan"
"Kenapa tidak kalian pukuli saja mereka sampai pingsan?"
"Ternyata mereka tidak dapat kami kalahkan"
"He" Kalian sebanyak itu tidak dapat mengalahkan tiga
orang tikus kecil itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ternyata mereka terbiasa berkelahi"
Bebahu itupun kemudian melangkah mendekati Paksi,
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya, justru pada saat
Paksi mengangkat adik perempuannya.
"He, akan kau bawa kemana gadis itu?" bertanya bebahu
yang melangkah semakin dekat itu.
"Ini adikku" "Omong kosong" sahut anak muda yang memanggil
bebahu itu. Sementara itu, Mukim dengan susah payah bangkit berdiri.
Ia adalah anak muda yang tubuhnya tinggi kekar itu. Dengan
lengan bajunya ia mengusap mulut dan hidungnya yang
berdarah. "Mereka adalah orang-orang gila, Ayah" berkata Mukim.
"Mereka menculik anak perempuan itu"
Bebahu itu mengerutkan keningnya. Meskipun tidak saling
menyepakati, namun yang dikatakan itu sesuai dengan yang
dikatakan oleh anak muda yang memanggil ayah Mukim itu.
Bebahu itupun kemudian berdiri sambil bertolak pinggang.
Dengan lantang iapun berkata, "Tinggalkan gadis itu"
"Siapakah kau?" bertanya Raden Sutawijaya.
"Aku kamituwa padukuhan ini"
"Gadis ini adalah adik kawanku. Semalam suntuk kami
mencarinya. Ternyata kami menemukannya disini"
"Orang itu bohong, Paman" berkata anak muda yang
memanggil bebahu itu, sementara Mukimpun yang kesakitan
itu berkata, "Kami berpapasan dengan mereka, Ayah. Seorang
di antara mereka mendukung gadis yang pingsan itu"
"Tinggalkan gadis itu" bentak bebahu itu.
"Kami akan membawanya" jawab Raden Sutawijaya.
"Tinggalkan gadis itu, kau dengar" bebahu itu berteriak.
Tetapi Raden Sutawijaya menjawab dengan tegas, "Tidak"
"Bocah edan, apakah aku harus memaksamu?"
"Dipaksa atau tidak, kami akan pergi sambil membawa
gadis kecil itu. Kawanku akan membawanya pulang dan
menyerahkannya kepada ibunya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anak demit. Kau memang harus dibuat jera"
Mukim yang masih saja berdesah menahan sakit berkata,
"Ayah harus tegas menghadapi anak-anak gila seperti itu"
Bebahu itupun kemudian melangkah maju sambil berkata,
"Aku masih memberimu kesempatan"
"Kami akan pergi sambil membawa gadis itu, kau dengar Ki
Kamituwa" Bebahu itu tidak dapat menyabarkan diri lagi.
Tangannyapun segera terayun menyambar ke arah wajah
Raden Sutawijaya. Namun dengan cepat Raden Sutawijaya menghindar
sehingga tangan itu tidak menyentuhnya.
"Akulah yang memberimu kesempatan, Ki Kamituwa. Pergi,
atau kau akan mengalami nasib seperti anak-anak yang
sedang mabuk itu. Cium bau mulut anakmu. Tentu kau
mengenal bau apakah itu. Atau kau justru berbangga bahwa
anakmu mabuk?" Ki Kamituwa menjadi marah sekali. Orang yang
menantangnya ini masih jauh lebih muda daripadanya. Karena
itu, maka tanpa menjawab, bebahu itu segera meloncat
menyerang Raden Sutawijaya.
Tetapi Raden Sutawijaya tidak memberinya kesempatan.
Justru pada saat ia meloncat menyerang, kaki Raden
Sutawijaya yang terjulur menyamping tepat mengenai
perutnya. Bebahu itu terdorong beberapa langkah surut. Perutnya
terasa menjadi mual. Nafasnya terasa menyesakkan dadanya.
Tetapi Ki Kamituwa yang menjadi sangat marah itu justru
sekali lagi meloncat menyerangnya. Dengan memutar
tubuhnya, kakinya terayun mendatar mengarah ke kening
Raden Sutawijaya. Namun Raden Sutawijaya melihat kaki lawannya yang
terayun itu. Justru karena itu, maka Raden Sutawijaya itupun
merendahkan diri dan menyapu kaki bebahu itu yang lain.
Bebahu itupun terbanting jatuh seperti sebatang pohon
yang rebah. Ayunan kakinya, justru membuatnya semakin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terpelanting terbanting di tanah. Ketika ia mencoba dengan
cepat bangkit, ternyata Raden Sutawijaya telah menunggunya.
Demikian bebahu itu tegak berdiri, maka tangan Raden
Sutawijaya telah menghantam perutnya.
Raden Sutawijaya tidak mengerahkan kekuatannya
sepenuhnya. Namun bebahu itu sudah terbungkuk-bungkuk
kesakitan. Ketika tangan Raden Sutawijaya menekan kepala bebahu
itu, maka bebahu itupun jatuh tertelungkup. Wajahnya
tersuruk ke dalam tanah yang berdebu, sehingga segumpal
tanah telah masuk ke dalam mulutnya.
Ketika bebahu itu bangkit, maka kemarahannya menyala
sampai ke ubun-ubun. Matanya yang terasa pedas menjadi
merah. Mulutnya yang kotor dan hidungnya yang kulitnya
terkelupas, membuat bebahu itu kehilangan pertimbangannya.
Dengan lantang iapun berteriak, "Pukul kentongan dengan
irama titir" "Gila" Raden Sutawijaya mencoba mencegahnya. "Dalam
masa kalut ini, kentongan dengan irama titir akan dapat
mengundang keresahan banyak orang"
"Persetan. Kau memang harus ditangkap"
Anak muda yang memanggil bebahu itu tidak menunggu
lagi. Iapun segera berlari ke rumah terdekat. Sejenak
kemudian, terdengar suara kentongan dengan irama titir.
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi memang
menjadi berdebar-debar. Sementara itu, adik perempuan Paksi
itupun mulai menggeliat. Sementara itu, bebahu yang wajahnya menjadi sangat
kotor itupun menggeram, "Sebentar lagi, kalian akan mati
dicincang orang-orang padukuhan ini. Jangan menyesal"
"Ki Kamituwa" geram Raden Sutawijaya, "aku peringatkan,
jangan melibatkan orang-orang padukuhan. Mungkin kalian
berhasil membunuh kami. Tetapi lebih dari separo penghuni
padukuhanmu juga akan mati. Seorang di antara kami,
nilainya lebih dari duapuluh lima orang padukuhanmu"
Wajah Ki Kamituwa menjadi tegang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tujuh puluh lima orang lebih dari penghuni padukuhanmu
akan mati. Itupun belum tentu kalian berhasil menangkap
kami" "Kau kira kalian itu siapa" Iblis, jin, genderuwo yang dapat
menghilang?" "Coba saja, Ki Kamituwa. Tetapi jika benar-benar terjadi,
maka kematian orang sebanyak itu adalah tanggung jawabmu.
Kami bertiga akan mempertahankan hidup kami berapa pun
banyaknya kami harus membunuh"
Wajah Ki Kamituwa memang menjadi tegang. Sementara
itu, suara kentongan dengan irama titir itu telah disambut oleh kentongan yang lain sambung-bersambung.
Dalam pada itu, orang-orang yang mendengar suara
kentongan dengan irama titir itupun segera keluar dari rumah
mereka. Bahkan yang berada di sawah atau di pategalan pun
telah berlari-lari pulang. Suasana yang sedang dipanasi oleh
kegiatan Harya Wisaka itu membuat banyak orang cepat
menjadi cemas oleh isyarat-isyarat yang mendebarkan.
Beberapa saat kemudian, beberapa orangpun telah
berdatangan. Bahkan ada di antara mereka yang membawa
senjata. Seorang yang berkumis lebat, berjalan dengan
tergesa-gesa diiringi oleh orang-orang padukuhan.
"Ada apa Ki Kamituwa?" bertanya orang yang berkumis
lebat itu. "Mereka akan menculik gadis itu"
Dalam pada itu, adik perempuan Paksi itupun telah menjadi
sadar. Ketika ia membuka matanya, pandangannya yang
kabur melihat seseorang yang sangat dikenalnya, berjongkok
di sisinya. Ketika penglihatannya menjadi semakin jelas, maka gadis
itu mulai menangis. "Jangan menangis. Aku ada disini" desis Paksi.
Gadis itu tiba-tiba saja memeluk Paksi. Tangisnya menjadi
semakin keras. "Kakang, Kakang. Jangan tinggalkan aku"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kamituwa itu termangu-mangu sejenak. Ternyata gadis itu
memang adik dari anak muda yang dikatakan akan
menculiknya itu. "Apa yang sebenarnya terjadi?" bertanya orang berkumis
itu. "Anak itu, Ki Demang" jawab Ki Kamituwa.
"Kenapa dengan anak itu?" orang yang bertubuh tinggi,
besar dan berkumis lebih lebat lagi dari kumis Ki Demang
itupun bertanya pula. "Anak itu akan menculik gadis itu, Ki Jagabaya" jawab Ki
Kamituwa mulai gagap. "Tetapi gadis itu adiknya"
"Ia hanya mengaku-aku, Ki Jagabaya"
"Yang mengaku-aku siapa?"
"Anak muda itu"
"Tetapi gadis itu menyebutnya kakang. Kau dengar bahwa
gadis itu minta perlindungannya?"
Ki Kamituwa memang menjadi bingung. Namun dalam pada
itu, terdengar derap kaki beberapa ekor kuda yang
mendatangi. Dalam suasana yang panas itu, maka suara kentongan
dalam irama titir itu telah mengundang sekelompok prajurit.
Mungkin saja telah terjadi benturan antara orang-orang
padukuhan dengan para pengikut Harya Wisaka.
Demikian beberapa orang prajurit itu mendekat, tiba-tiba
saja Ki Kamituwa itupun berteriak, "Mereka adalah pengikut
Harya Wisaka" Yang mendengar teriakan Ki Kamituwa itu terkejut. Bahkan
Ki Demang dan Ki Jagabayapun terkejut pula.
"Apa katamu?" bertanya Ki Demang.
"Mereka adalah pengikut Harya Wisaka"
"Tetapi kau tadi tidak mengatakan seperti itu. Tadi kau
sebut anak-anak itu hendak menculik gadis. Padahal gadis itu
adalah adiknya" "Aku sebenarnya masih ingin mengambil cara yang lebih
lunak, Ki Demang. Tetapi setelah para prajurit datang, aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak dapat mengatakan lain, kecuali bahwa mereka adalah
para pengikut Harya Wisaka, termasuk gadis itu"
"Darimana kau tahu?" bertanya perwira prajurit yang
memimpin sekelompok prajurit berkuda itu.
Ki Kamituwa memang agak menjadi gagap. Namun iapun
menjawab, "Kami disini semuanya tidak mengenal mereka.
Mereka berjalan mengendap-endap. Nampaknya mereka akan
pergi ke terowongan air di sebelah. Mereka sedang berusaha
menyusup keluar" Perwira itu memandang Paksi, Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya sejenak. Ketiganya memang mengenakan
pakaian orang kebanyakan, sehingga mereka menjadi tidak
mudah dikenalinya. -ooo00dw00ooo- Jilid 29 DENGAN nada berat pemimpin sekelompok prajurit itupun
kemudian memberikan perintah kepada para prajurit, "Siapa
pun mereka, bawa mereka ke barak. Kita akan memeriksa
mereka di barak nanti"
Tetapi sebelum para prajurit itu bergerak, Pangeran
Benawa telah maju beberapa langkah sambil berkata lantang,
"Tangkap anak-anak muda itu"
Para prajurit itu terkejut. Pemimpin sekelompok prajurit itu
justru tercenung sejenak. Sementara Pangeran Benawa
berkata lantang, "Tangkap mereka. Kalian dengar perintahku"
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemimpin prajurit itu mengerutkan dahinya. Diamatinya
Pangeran Benawa dengan seksama. Ia pernah melihat dan
mengenal orang itu. Ketika Pangeran Benawa menunjuk kepada anak-anak
muda yang kebingungan itu, perwira itupun tiba-tiba
menyadari bahwa yang berdiri di hadapannya itu adalah
Pangeran Benawa. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun sebelum ia mengucapkan sesuatu, Pangeran
Benawa yang mengerti bahwa perwira itu dapat mengenalinya
segera berkata, "Siapa pun aku, tetapi dengar perintahku"
Perwira itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun berpaling kepada prajurit-prajuritnya sambil
meneriakkan perintah, "Tangkap anak-anak muda itu"
Ki Demang, Ki Jagabaya dan Ki Kamituwa menjadi bingung.
Dengan gagap Ki Kamituwa itupun berkata, "Bukan mereka
yang menjadi pengikut Harya Wisaka. Tetapi ketiga orang
serta gadis itu" "Aku tidak peduli apakah mereka pengikut Harya Wisaka
atau bukan. Seandainya mereka bukan pengikut Harya
Wisaka, mereka sama jahatnya dengan para pengikut Harya
Wisaka itu. Mereka telah berniat untuk membawa gadis itu.
Bukan untuk mendapat pertolongan, tetapi justru karena
kebuasan mereka" Tidak seorang pun sempat melarikan diri. Para prajurit itu
bergerak dengan cepat sambil mengacukan senjata mereka.
"Tangkap pula Kamituwa itu"
"Kenapa" Kenapa aku harus ditangkap?" bertanya
Kamituwa itu dengan gagap.
"Kau telah memfitnah. Kau sebut kami pengikut Harya
Wisaka bukan karena kau curiga terhadap kami. Tetapi karena
kau sudah terlanjur membela anakmu yang mabuk itu"
Ki Demang yang kebingungan itu tiba-tiba bertanya,
"Siapakah kau sebenarnya sehingga perintahmu dipatuhi oleh
para prajurit" "Kau tidak perlu tahu" jawab Pangeran Benawa, "yang
penting, awasi lingkunganmu. Kau lihat bahwa anak-anak
muda itu adalah anak-anakmu"
"Aku demang yang memimpin daerah ini. Aku harus tahu
pasti apa yang terjadi disini"
"Kau percaya bahwa yang datang ini sekelompok prajurit?"
Ki Demang termangu-mangu.
"Biarlah mereka melaksanakan tugas mereka dengan baik"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Demang dan Ki Jagabaya tidak dapat mendesak. Mereka
hanya berdiri termangu-mangu ketika para prajurit
menangkap anak-anak muda itu serta sekaligus Ki Kamituwa.
Sementara itu beberapa orang prajurit memang bertanya-
tanya di dalam hati. Namun sebagai prajurit mereka mematuhi
perintah perwira yang memimpin mereka.
Ketika para prajurit itu sudah siap untuk membawa anak-
anak muda dan Ki Kamituwa bersama mereka ke barak,
perwira yang memimpin sekelompok prajurit itu telah
menghadap Pangeran Benawa sambil berdesis perlahan,
"Kami menunggu perintah"
"Bawa mereka ke barak. Nanti aku akan menemui mereka"
"Hamba, Pangeran"
"Jangan sebut di hadapan mereka"
"Hamba, Pangeran"
"Pergilah" Perwira itupun segera memberikan perintah kepada para
prajuritnya untuk segera bergerak.
Namun beberapa orang anak muda mulai merengek.
Seorang di antara mereka menangis, "Tolong aku, Ki Demang.
Ibuku akan mencari aku"
Tetapi Pangeran Benawalah yang menyahut, "Beritahu
ibunya, bahwa anaknya telah mabuk dan hampir saja
terjerumus ke dalam tindak nista yang akan membuat
namanya cacat seumur hidup. Beritahu bahwa anak itu
sekarang berada di barak prajurit di ujung jalan yang menuju
ke pintu gerbang samping"
Ki Demang berdiri termangu-mangu. Sementara anak itu
masih saja menangis, "Ki Jagabaya, tolong aku. Aku tidak ikut-
ikutan mereka untuk membawa gadis itu"
"Mulutmu masih berbau tuak" sahut Pangeran Benawa.
Para prajurit tidak menghiraukan tangisnya. Ki Demang dan
Ki Jagabaya tidak dapat berbuat apa-apa. Sementara Ki
Kamituwa pun telah ikut bersama para prajurit itu pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian mereka menghilang di tikungan, maka Pangeran
Benawa itupun kemudian berkata kepada Paksi, "Bawa adikmu
pulang" Paksi tidak menyahut. Nampaknya Pangeran Benawa tidak
ingin dirinya dikenali oleh Ki Demang, Ki Jagabaya dan orang-
orang yang berada di tempat itu.
Ketika Paksi akan mendukung adiknya, maka adik
perempuannya itupun berkata, "Aku dapat berjalan sendiri,
Kakang" "Kau masih sangat lemah"
"Tidak. Aku sudah baik sekarang"
"Kau tadi pingsan"
"Aku hanya ketakutan"
Pangeran Benawapun kemudian berkata kepada Ki
Demang, "Kami minta diri. Lain kali hati-hati dengan anak-
anak mudamu itu, Ki Demang. Hampir saja gadis ini menjadi
korban mereka seandainya kami terlambat datang"
Ki Demang tidak menjawab. Dipandanginya Pangeran
Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi berganti-ganti.
Sementara itu Raden Sutawijaya itupun mendekatinya sambil
berdesis, "Jangan bingung, Ki Demang. Urusi saja anak-
anakmu yang nakal itu. Jika Ki Kamituwa pulang, beritahu
bahwa sebaiknya ia tidak perlu membuat kesaksian palsu
seperti itu" Ki Demang masih saja kebingungan. Namun Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi tidak
menghiraukannya lagi. Merekapun segera meninggalkan
tempat itu. Paksi melangkah perlahan-lahan sambil
membimbing adik perempuannya.
Demikian mereka memasuki halaman rumahnya, maka
ibunya yang masih duduk menunggu di Pringgitan segera
menghambur turun ke halaman.
Dipeluknya anak gadisnya sambil menangis. Demikian pula
adik perempuan Paksi itupun menangis pula.
"Sudahlah" berkata Paksi, "marilah, kita duduk pula di
pringgitan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, mereka telah duduk bersama-sama di
pringgitan. Seorang pembantu Nyi Tumenggung
menghidangkan minuman hangat bagi mereka yang nampak
letih lahir dan batinnya.
"Apa yang dilakukan kakakmu atasmu, Ngger?" bertanya
Nyi Tumenggung dengan suara bergetar.
"Aku diseret, Ibu. Aku sangat ketakutan. Setiap kali Kakang
mengancam akan membunuh jika aku berteriak. Sehingga
akhirnya aku pingsan. Aku tidak tahu apa yang terjadi
kemudian. Ketika aku sadar, aku melihat Kakang Paksi di
sebelahku" Nyi Tumenggung memandang Paksi sejenak. Namun
Paksipun berkata kepada adiknya, "Sekarang pergilah ke
pakiwan. Mandi dan berganti pakaian agar kulitmu tidak
menjadi gatal" Gadis yang tumbuh remaja itu mengangguk kecil. Katanya,
"Aku mandi dahulu, Ibu"
Ibunya mengangguk. Katanya, "Mandilah, biar tubuhmu
menjadi segar" Adik perempuan Paksi itu memang ragu-ragu ketika ia
masuk ke pakiwan. Rasa-rasanya kakaknya yang telah
menyeretnya itu masih saja berada di sekitarnya. Namun
ketika ia melihat seorang pembantunya laki-laki sedang
membelah kayu tidak jauh dari pakiwan, maka gadis itupun
menjadi lebih berani. Baru ketika adik perempuannya meninggalkan pringgitan,
Paksi menceriterakan apa yang hampir saja terjadi atas adik
perempuannya itu. "Yang Maha Agung masih melindunginya" terdengar suara
Nyi Tumenggung itu sendat. Lalu katanya, "Terima kasih,
Pangeran, terima kasih Raden, bahwa Pangeran dan Raden
telah membantu Paksi menyelamatkan adik perempuannya"
"Paksilah yang telah melakukannya, Bibi" desis Pangeran
Benawa. "Tentu bukan hanya Paksi" suaranya merendah. "Tetapi
kenapa kakaknya tiba-tiba menjadi liar seperti itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ciri para pengikut Harya Wisaka, Bibi. Menurut mereka,
apa pun dapat mereka korbanku bagi perjuangan mereka.
Mereka dibenarkan untuk melakukan segala macam cara
untuk memenangkan perjuangan, meskipun cara itu
bertentangan dengan nilai-nilai serta tatanan kehidupan" desis Raden Sutawijaya.
"Mereka adalah orang-orang yang tersesat. Seperti Ki
Tumenggung Sarpa Biwada yang tidak lagi menghargai
hidupnya sendiri. Kakang Tumenggung telah meletakkan
harga perjuangannya di atas segala-galanya"
"Mereka memang orang-orang yang pantas dikasihani, Bibi.
Tetapi mereka sendiri menyatakan dirinya dengan bangga atas
perjuangannya yang tidak lagi menghiraukan tatanilai dan
tatanan kehidupan. Mereka menganggap telah berjuang tanpa
pamrih bagi tujuan yang agung"
"O" Nyi Tumenggung itu menarik nafas dalam-dalam.
Dirinya sendiri telah terperangkap di dalam lingkungan
perjuangan yang agung itu. Suaminya dan seorang anaknya
adalah pengikut dari Harya Wisaka yang telah menebarkan
racun yang ganas itu. Sekilas Nyi Tumenggung itu teringat
kepada suaminya yang berada di dalam bilik tahanan.
Nampaknya sulit bagi Ki Tumenggung untuk dapat berpikir
dengan bening. Apalagi Ki Tumenggung termasuk salah
seorang pemimpin di lingkungan para pengikut Harya Wisaka.
Dalam pada itu, setelah selesai mandi dan berbenah diri,
maka adik perempuan Paksi itupun telah berada di pringgitan
kembali. Sementara itu ibunyapun dengan cemas bertanya
kepada Paksi, "Apakah adikmu laki-laki itu akan kembali,
Paksi?" "Maksud Ibu, kembali pulang?"
"Tidak. Kembali untuk mengambil adik perempuanmu ini?"
"Tidak, Ibu. Aku yakin tidak. Jika ia membawanya, itu
karena ia sekedar ingin menyelamatkan diri. Ia tidak akan
mencelakakan adiknya. Jika saja ia melihat apa yang hampir
saja terjadi, ia tentu juga akan menolongnya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ibunya mengangguk-angguk. Desisnya, "Semoga
dugaanmu itu benar, Paksi"
"Nampaknya dugaan Paksi itu benar, Bibi" berkata Raden
Sutawijaya kemudian. Ibu Paksi itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya
kemudian, "Sekarang, aku minta kau tinggal bersamaku,
Paksi" "Ya, Ibu. Aku tidak berkeberatan. Tetapi aku mohon waktu.
Aku, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya masih
mempunyai kewajiban yang tidak dapat kami tinggalkan"
"Memburu adikmu?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Mudah-
mudahan aku dapat menemukannya, Ibu. Tetapi jika anak itu
sempat menyusup ke luar kota, maka kemungkinan itu akan
menjadi kecil sekali"
Ibunya termangu-mangu sejenak. Matanya yang berkaca-
kaca itu memandang ke kejauhan. "Lakukan, apa yang baik
menurut pendapatmu, Paksi. Mudah-mudahan kau berhasil"
"Aku mohon doa restu Ibu. Jika tugas-tugasku selesai, aku
akan memenuhi keinginan Ibu. Aku akan tinggal bersama Ibu.
Setidak-tidaknya untuk sementara"
"Aku mengerti, Paksi. Kau memang tidak dapat tinggal di
rumah saja berpangku tangan, sementara gejolak di Pajang
masih juga belum selesai"
Beberapa saat lamanya Paksi berada di rumah ibunya.
Namun kemudian merekapun segera minta diri.
"Kakang mau kemana?" bertanya adik perempuannya.
"Aku akan menyelesaikan tugas-tugasku. Hati-hati kau di
rumah" "Aku takut, Kakang"
"Jangan takut. Tidak akan terjadi apa-apa. Kakakmu tidak
akan datang mengganggumu lagi, karena yang dilakukannya
adalah sekedar untuk melepaskan diri. Ia sama sekali tidak
ingin menyakitimu" Gadis itu mengangguk kecil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijayapun minta diri pula
untuk meninggalkan rumah itu.
Ketika mereka sudah berada di jalan, maka merekapun
mulai membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi dengan adik laki-laki Paksi itu.
"Kemana anak itu pergi" desis Raden Sutawijaya.
"Apakah kita akan mengamati lingkungan di sekitar tempat
adikku itu kita ketemukan?" sahut Paksi.
"Ada baiknya, Paksi" berkata Pangeran Benawa. "Kita lihat
keadaan di sekitar tempat itu"
"Tetapi orang-orang yang tinggal di tempat itu akan dapat
mencurigai kita. Apalagi sebelumnya Ki Kamituwa sudah
pernah melontarkan tuduhan, bahwa kita adalah para
pengikut Harya Wisaka"
"Malam nanti?" gumam Paksi.
Pangeran Benawapun menyahut, "Baik. Malam nanti kita
lihat keadaan di sekitar kita ketemukan adik perempuanmu itu
Paksi" Sebenarnyalah, ketika malam turun, maka mereka
bertigapun telah pergi ke tempat adik perempuan Paksi itu
diketemukan. Meskipun tempat itu gelap, tetapi ketajaman penglihatan
ketiga orang itu dapat diandalkan. Dengan Aji Sapta Pandulu
mereka dapat melihat cukup jelas, meskipun tidak sejelas
siang hari. Dengan hati-hati merekapun telah menyibak
gerumbul-gerumbul belukar. Tempat-tempat yang agak
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menarik perhatian di sekitar tempat diketemukannya adik
perempuan Paksi. Ternyata usaha mereka tidak sia-sia. Mereka menemukan
sebuah lubang yang cukup besar untuk menyusup ke
dalamnya. "Aku akan melihat, apakah lubang itu menembus keluar
dinding kotaraja" berkata Paksi.
"Kau akan masuk ke dalamnya?"
"Lubang itu cukup besar untuk merangkak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya menjadi ragu-
ragu. Namun Paksilah yang memastikan diri untuk menelusuri
lubang yang gelap pekat itu.
"Jika lubang itu bermuara di sarang ular, mungkin
kekebalan tubuh dapat menangkal gigitan seekor ular. Tetapi
jika sepuluh atau lebih?"
"Aku akan berhati-hati. Aku akan menyalakan oncor jarak
dan membawanya masuk ke dalam"
Paksi memang membawa biji jarak kering yang dirangkai
dengan lidi sepanjang jengkal tangan.
"Aku akan menyalakannya di dalam terowongan, agar
sinarnya tidak terlalu memencar"
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya berusaha
meyakinkan, bahwa tidak ada orang sama sekali di sekitar
tempat itu. Sebenarnyalah Paksipun kemudian masuk ke dalam lubang
yang tidak begitu besar, menyalakan oncor biji jarak dan
merangkak masuk ke dalamnya.
Ternyata lubang itu menukik agak dalam, kemudian
menjelujur di bawah dinding kota, memanjang menembus
keluar. Nafas Paksipun kemudian terasa menjadi pengap.
Tetapi karena oncor jarak itu masih tetap menyala, maka
Paksipun yakin, bahwa masih cukup udara di dalam lubang
yang panjang itu. Meskipun demikian, nafas Paksipun menjadi tersengal-
sengal juga. Namun akhirnya, terasa udara menjadi semakin segar.
Paksipun yakin, bahwa ia hampir sampai di ujung lubang
terowongan itu. Sehingga karena itu, maka iapun telah
mematikan oncor jaraknya.
Sebenarnyalah, sejenak kemudian Paksipun telah sampai di
mulut lubang itu. Demikian ia keluar dari lubang terasa
hidungnya menghirup udara yang segar sehingga dadanya
yang bagaikan terhimpit batu itupun menjadi lapang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata dugaan Paksi benar. Ia telah berada di luar
dinding kotaraja. "Mereka telah membuat terowongan ini" desis Paksi.
"Berapa lama mereka membutuhkan waktu untuk
membuatnya?" Setelah beristirahat beberapa saat lamanya, seakan-akan
memenuhi dadanya dengan udara segar, maka Paksipun
kembali masuk ke dalam lubang itu. Karena ia yakin bahwa
lubang itu akan tembus sampai ke tempatnya semula, maka
Paksi tidak merasa perlu untuk menyalakan kembali oncor biji
jaraknya. Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya menunggu
dengan jantung yang berdebar-debar. Pada saat mereka
menjadi sangat gelisah, maka Paksipun muncul dari dalam
lubang itu. "Paksi" desis Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya
hampir berbareng. Paksipun kemudian bangkit berdiri sambil mengibaskan
pakaiannya yang menjadi kotor.
"Kau temukan sesuatu?"
"Hamba, Pangeran" jawab Paksi. "Lubang ini memang
menembus sampai ke luar dinding kota"
"Agaknya lewat jalan inilah adikmu itu keluar kota, Paksi"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada berat
iapun berdesis, "Aku telah benar-benar kehilangan anak itu.
Sulit bagiku untuk menemukannya. Sementara itu, setiap hari
ia disuapi dengan racun yang benar-benar akan merubahnya
menjadi orang lain" "Ya. Sulit bagimu untuk menemukannya"
"Soalnya kemudian, apakah Harya Wisaka juga sudah
keluar lewat lubang ini"
"Mungkin belum, Paksi" desis Raden Sutawijaya. "Mungkin
lukanya memang sudah membaik. Tetapi adikmu tentu
merupakan taruhan. Jika ia berhasil, maka jalan itu pula yang
akan ditempuh oleh Harya Wisaka"
"Jika tidak?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adikmu akan tertangkap. Bahkan mungkin jika terjadi
pertempuran, adikmu akan mati. Tetapi kematian para
pengikut Harya Wisaka tidak merasa perlu ada yang
menangisi. Mereka merasa kematian mereka adalah satu
pengorbanan bagi satu perjuangan yang luhur. Kematian
dalam apa yang mereka namakan perjuangan adalah satu
kebanggaan. Sementara itu Harya Wisaka sama sekali tidak
merasa kehilangan. Yang mati biarlah mati"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian iapun
berkata, "Adikku baru hari ini melewati lubang itu"
"Aku sependapat" sahut Pangeran Benawa yang tanggap.
Sedangkan Raden Sutawijayapun berkata, "Aku setuju pula.
Bukankah kau bermaksud bahwa Harya Wisaka masih belum
keluar lewat lubang ini?"
Paksi mengangguk. Katanya, "Hari ini Harya Wisaka tentu
sedang menunggu laporan, apakah adikku berhasil atau tidak.
Jika adikku berhasil, mungkin esok atau lusa Harya Wisaka
akan keluar pula lewat lubang itu"
"Jika demikian, kita jangan terlalu lama. Setiap kali lubang
ini tentu diamati oleh para pengikut Harya Wisaka itu"
"Marilah kita menyingkir"
Ketiga orang itupun kemudian menjauhi lubang yang
menerobos menyusup di bawah dinding kota. Mereka tentu
memerlukan waktu yang cukup lama untuk menggalinya.
"Kenapa mereka tidak mengawasi tempat itu terus-
menerus?" desis Paksi. "Kenapa mereka tidak mengawasinya
sebagaimana mereka mengawasi rumahku, sehingga para
pengikut Harya Wisaka itu mengetahui bahwa Ki Waskita
datang ke rumah itu di malam hari dan bahkan di siang hari?"
"Kita tidak tahu, apakah tempat ini diawasi siang dan
malam atau tidak. Tetapi agaknya mereka tidak merasa perlu
mengawasinya karena tempat ini tersembunyi. Selain itu, jika
mereka mengawasi tempat ini, mungkin akan dapat terlihat
oleh para prajurit peronda yang setiap kali melewati lorong ini"
"Bukankah kita juga ingin mengawasi lubang di bawah
dinding itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya" "Dimana kita akan mengawasinya?"
"Sebaiknya dari luar dinding. Kita akan mendapat banyak
tempat untuk bersembunyi"
Ketiga orang itupun sepakat untuk mengamati lubang itu
dari luar dinding kota. Jika Harya Wisaka juga akan
mempergunakan itu untuk keluar dari lingkungan dinding
kota, maka Harya Wisaka tentu akan melakukannya dalam
waktu yang dekat. Setelah ia menerima laporan bahwa adik laki-laki Paksi itu
selamat sampai di luar dinding, maka mereka akan
melakukannya juga. "Aku yakin, bahwa mereka akan keluar dari dalam
lingkungan dinding kota di dalam hari" berkata Raden
Sutawijaya. "Ya. Malam hari adalah pilihan waktu terbaik"
"Tetapi apakah mungkin malam ini" Malam ini adalah
waktu yang paling baik bagi mereka. Lubang itu mereka
anggap belum diketahui oleh para prajurit. Mereka tentu tidak
ingin membiarkan lubang itu terlalu lama menganga sebelum
dipergunakan oleh Harya Wisaka, karena dengan demikian
ada kemungkinan lubang itu sudah diketemukan oleh para
prajurit sebelum Harya Wisaka keluar, sehingga lubang itu
akan dijaga atau ditimbun"
"Jadi?" "Kita akan mengawasi lubang itu sejak malam ini"
"Jika demikian maka kita akan keluar dari kota"
"Ya" "Semua pintu gerbang dijaga. Kita akan dapat dicurigai"
"Kita akan mencari alasan. Ciri-ciri kita berbeda dengan
orang-orang yang mereka cari. Kita katakan kepada para
penjaga, bahwa kita harus segera pulang karena kakek sakit
keras" "Baik" Pangeran Benawa mengangguk-angguk, "kaulah
yang menjemput kami, Paksi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah bahwa mereka telah dihentikan di pintu
gerbang kota oleh para prajurit. Berbagai macam pertanyaan
harus mereka jawab. Tetapi ketiganya telah mempersiapkan
diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Apalagi ciri-
ciri mereka sama sekali tidak mirip dengan ciri-ciri Harya
Wisaka atau orang-orang terpenting di dalam lingkungannya.
Demikian ketiganya berada di luar dinding kota, serta
sesudah mereka terlepas dari pengawasan para prajurit yang
bertugas, maka merekapun segera meloncati tanggul parit,
turun ke sawah menyusuri pematang menuju ke mulut lubang
yang dibuat oleh para pengikut Harya Wisaka itu.
Tetapi ketiganya cukup berhati-hati. Mungkin ada pengikut
Harya Wisaka yang mendapat tugas untuk mengawasi lubang
di bawah dinding itu. "Dimana mulut lubang itu, Paksi?" bertanya Pangeran
Benawa. Paksi yang telah menyusup ke dalam terowongan itu
sampai di mulutnya, dapat mengenali tempat itu dengan baik.
Karena itu, maka Paksipun membawa Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya langsung mendekat.
"Ketika aku keluar dari terowongan di bawah tanah itu, aku
melihat pohon nyamplung yang besar itu. Kemudian bongkah-
bongkah batu padas di sebelah sebuah parit yang melingkar
lewat di bawah pohon nyamplung itu"
"Jika demikian, kita sudah dekat"
"Ya. Kita sudah dekat"
"Kita harus berhati-hati. Mungkin ada satu dua orang
pengikut Harya Wisaka di sekitar tempat ini"
Ketiganyapun berhenti di dekat sebuah batu yang besar,
yang terletak di persilangan pematang yang membujur ke
arah barat dan ke arah utara.
"Mulut terowongan itu berada di antara batu-batu padas
itu, Raden" desis Paksi.
"Jika demikian, kita akan berada di sekitar tempat ini. Jika
Harya Wisaka malam ini keluar lewat lubang di bawah dinding
kota itu, maka ia tentu tidak akan membawa pengawal terlalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak, agar perjalanannya tidak mudah dilihat orang.
Mungkin para peronda di padukuhan-padukuhan, bahkan
mungkin para prajurit yang bertugas nganglang di malam
hari" "Kita akan menunggu sampai fajar"
"Ya. Adik Paksi itu juga meninggalkan kota di dini hari.
Tetapi karena ia terhambat, maka agaknya baru sedikit
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 5 Kuda Kudaan Kumala Seri Oey Eng Burung Kenari Karya Siau Ping Bukit Pemakan Manusia 5