Pencarian

Raja Silat 1

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung Bagian 1


"Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya : Chin Hung (Qing Hong)
Jilid 1 : Liem Tou kembali ke Ie Hee cung
Puncak Ha Mo Leng yang terletak dekat kota Ceng Shia
dalam propinsi Coan See merupakan sebuah gunung yang
sangat tinggi, curam serta berbahaya. Batu-batu cadas
menghiasi seluruh puncak gunung disamping jurang yang tak
terhingga dalamnya, sedang jalan-jalan yang menghubungi
tempat itu pun tak ada, dengan demikian hubungan dengan
dunia luar boleh dikata putus sama sekali.
Sebaliknya pada lereng gunung banyak terdapat sungai
serta air terjun yang penuh dengan batu cadas yang tajam
disamping pusaran air yang amat dahsyat. Perahu yang berani
melayari tempat itu tak lebih hanya mencari mati saja.
Saat itu merupakan tengah malam pada pertengahan
musim gugur, bulan purnama yang berada jauh ditengah
awan menyinarii seluruh jagad dengan terangnya. Suasana
pada saat itu begitu sunyi serta tenangnya, hanya terlihat
mengalirnya air sungai mengisi keheningan malam yang
semakin kelam, tak ubahnya seperti irama surga membelah
bumi. Tiba-tiba ditengah sungai yang tenang serta berkilauan
memantulkan cahaya rembulan itu beriak dan memecah
keempat penjuru disertai dengan suara deburan ombak yang
keras, pancaran air sungai memancar keatas setinggi
beberapa kali yang kemudian jatuh kembali kedalam sungai
yang saat itu mulai menjadi tenang kembali.
Tak selang lama kemudian dari permukaan sungai
muncullah seorang pemuda yang baru berusia kurang lebih
lima enam belas tahun. Tampak dia terus berenang hingga
mencapai tepi sebuah batu cadas, sambil menengadah keatas,
mulutnya berkemak-kemik dengan perlahan:
"Sungai kematian, Tebing maut, Jembatan pencabut nyawa,
bagaimana aku harus melalui tempat-tempat itu?"
Dia duduk sejenak diatas batu cadas tersebut, beberapa
saat kemudian mendadak meloncat bangun lagi, ujarnya
dengan nada yang penuh semangat.
"Bagaimanapun juga aku harus pergi sekalipun dipukul atau
dibinasakan oleh mereka aku tetap akan menemui cici Siauw
Ie" Sehabis berkata kakinya menjejak tanah, sekali lagi
tubuhnya meluncur ketengah sungai yang kemudian berenang
dengan cepatnya kedepan. Pada saat yang bersamaan ruangan Cie Eng Tong atau
ruangan para orang gagah didalam perkampungan Ie Hee
Cung diatas puncak Ha Mo Leng terlihat terang benderang
oleh sorotan sinar lampu.
Cungcu atau ketua perkampungan yang bergelar Ang in sin
piau atau si cambuk mega Pouw Sak San sedang berkumpul
dengan keempat jago penjaga kampungnya yang paling
diandalkan, Liong ciang atau lengan naga, Houw jiauw atau si
Kuku harimau, Siang hui kok atau sepasang bango terbang
serta putranya yang bernama Pouw Siauw Ling guna
merundingkan siasat penjagaan ketiga tempat-tempat
berbahaya tersebut. Tetapi, mereka sama sekali tidak menduga kalau putri dari
cungcu yang bernama Pouw Jin Cui bersembunyi dibalik
horden mencuri dengar perundingan mereka dengan hati yang
kebat-kebit, keringat dingin mengalir keluar membasahi
seluruh bajunya, sedang jantungnya hampir-hampir terasa
copot dibuatnya. Beberapa saat kemudian tak tersadar olehnya dengan
perlahan ujarnya berkali-kali.
"Sungai kematian, Tebing maut, Jembatan Pencabut
nyawa".Sungai kematian, Tebing maut, Jembatan Pencabut
nyawa?" Kemudian pikirnya lagi: "Biasanya ayah sangat welas asih dan ramah terhadap
siapa pun, kenapa terhadap seorang anak yang tidak memiliki
kepandaian serta yatim piatu semacam Liem Tou dapat
bersikap demikian kejam serta tanpa perikemanusiaan"
Apalagi pada saat ayah Liem Tou yaitu Liem Han San masih
hidup telah diakui oleh ketua perkampungan yang terdahulu
Lie Cungcu sebagai warga perkampungan Ie he cung ini. Dulu
dengan menggunakan alasan ayah telah mengusir Liem Tou
dari kampong tindakannya ini sudah tak pantas, ini hari
merupakan hatri yang telah ditetapkan baginya untuk balik
keatas perkampungan, tetapi kenapa ayah akan
mencelakakannya" Bukankah tindakannya ini kelewat kejam?"
Pada saat Pouw Jin Cui sedang berpikir dengan perasaan
sangat bingung, Cungcu dari Ie hee cung telah meneruskan
pesannya pada para jago berkepandaian tinggi dari
perkampungan itu. "Ingat, bilamana Liem Tou si cecunguk itu benar-benar
berani menempuh bahaya mendaki atas puncak ini harap
saudara sekalian tanpa perasaan was-was membinasakan
dirinya. Tindakanku ini semata-mata hanya dikarenakan aku
tidak ingin melihat perkawinan diantara keluarga Lie dan
keluarga Pouw kami diberantakkan oleh campur tangan
seorang bocah dungu"
Sehabis berkata dia menoleh memberi perintah kepada
putranya Pouw Siauw ling.
"Siauw Ling, saat tengah malam hampir tiba lekas turun
gunung melakukan pemeriksaan apakah bocah itu telah
datang atau belum" Tetapi bila sampai bertemu dengan dia
jangan sampai diketahui olehnya. Lekas pergi dan cepat balik
kembali" Pouw Siauw Ling menyahut, tubuhnya dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat melayang meninggalkan ruangan itu.
Pouw Jin cui yang mencuri dengar dibalik horden menjadi
bingung dan tidak mengerti kenapa ayahnya dapat mengambil
tindakan sedemikian kejamnya terhadap Liem Tou, bagaimana
pula dia merasakan sedih bagi Lie Siauw Ie yang hidup
bagaikan kakak beradik dengan dirinya itu.
===ooo=== Sementara di puncak sebelah timur Ha Mo Leng seorang
gadis berbaju putih berusia enam tujuh belas tahun sedang
berdiri tertekur dibawah sorotan sinar rembulan, wajahnya
sangat cantik, bibirnya kecil mungil berwarna merah muda,
hidungnya mancung sedang alisnya kelihatan hitam, hanya
sayang wajahnya sedikit pucat, rambutnya riap-riap
bergoyang tertiup oleh angina malam sedangkan matanya
yang sayu serta mengandung kesedihan yang amat sangat itu
dengan terpesona memandang ke bawah gunung dengan tak
berkedip. Tak selang berapa lama dari bawah gunung terdengar
siulan panjang yang memecahkan kesunyian, tak terasa
alisnya dikerutkan, sedang dari air mukanya menampilkan
perasaan yang sangat girang, ujarnya seorang diri.
"Adik Tou"Adik Tou, kau benar-benar dating, cicimu telah
sangat lama menantikan kedatanganmu disini, sekali pun
cicimu tidak percaya kalau dalam setahun ini kau berhasil
memiliki kepandaian silat guna menerobos tiga tempat
berbahaya itu untuk bertemu denganku tetapi dengan melalui
siulan yang panjang dengan jurang atau lembah sebagai
penghalang, kita masih bisa saling berhubungan, bukankah itu
sangat bagus?" Sehabis berkemak-kemik seorang diri dipetiknya sehelai
daun dan ditiupnya kencang-kencang sehingga mengeluarkan
suara siulan yang panjang, hal ini diulangi beberapa kali.
Mendadak dia berhenti meniup, teriaknya:
"Adik Tou"Adik Tou"dengarkah kau cicimu sedang
menantimu disini?" Sekali pun teriakan dari Lie Siauw Ie sangat tinggi sehingga
menembus awan tetapi suaranya mana mungkin menandingi
suara siulan dari daun itu sehingga dapat berkumandang
hingga tempat yang sangat jauh"
Setelah berteriak beberapa kali dia mulai sadar kembali,
sekalipun berteriak hingga tenggorokannya pecah juga tak
mungkin suaranya bisa terdengar kebawah gunung.
Pikirannya segera berubah, dengan perlahan kain putihnya
dilepaskan dan disentakkan keatas hingga berkibar-kibar.
Dibawah sorotan rembulan dipertengahan musim gugur yang
cerah kain putih itu melambai-lambai dengan indahnya, tak
ubahnya bidadari yang turun dari khayangan sambil menarinari
. Tak selang lama dari bawah gunung terlihat berkelebatnya
sinar api yang bergerak dari arah sebelah kiri ke sebelah
kanan, ditengah berkelebat sinar api itu Siauw Ie dapat
melihat sesosok bayangan manusia yang bergerak dengan
perlahan, sudah tentu dia tahu kalau bayangan itu tak lain dan
tak bukan adalah Liem Tou, kekasihnya yang dirindukan siang
dan malam, hanya saja karena jaraknya terlalu jauh hingga
dia tak dapat melihat lebih jelas lagi.
Mendadak dibawah sinar rembulan Siauw Ie melihat
bayangan berkelebat dengan cepatnya dari dalam
perkampungan Ie hee cung, gerakan tubuhnya begitu gesit
serta tangkasnya sedang pada tangannya membawa dua buah
benda persegi panjang, segera dia paham kalau benda
tersebut merupakan benda yang biasa digunakan untuk
melalui sungai kematian. Terlihat bayangan manusia itu dengan kecepatan yang luar
biasa meneruskan larinya kebawah gunung.
Siauw Ie yang sedang mengumpulkan seluruh perhatiannya
dapat melihat bayangan itu agak merandek sesampainya
diatas Jembatan pencabut nyawa, tetapi dengan cepat dia
meloncat kembali sebanyak beberapa kali diatas tempat itu,
tebing curam setinggi beberapa kai tersebut dengan
mudahnya berhasil dilalui. Adapun jembatan Pencabut nyawa
itu luasnya tak kurang dari dua puluh lima depa yang
menghubungkan dua tebing diantara sebuah jurang sedalam
ratusan kaki. Kedua tebing itu dihubungkan dengan seutas tali
baja sebesar jari kelingking, selain orang yang memiliki ilmu
meringankan tubuh yang sempurna, jangan harap bisa
melewati tempat itu dengan selamat.
Siauw Ie yang melihat ilmu meringankan tubuh dari orang
itu telah mencapai demikian tingginya bahkan tidak dibawah
kepandaian keempat jago penjaga perkampungan, hatinya
menjadi bergerak segera ia tahu kalau orang itu tak lain
adalah Pouw Siauw ling, putra dari Cungcu Ie Hee cung, tak
terasa pikirnya: "Untuk apa dia turun gunung disaat begini?"
Ketika memandang lagi daerah tebing sebelah sana
tampaklah sinar api dibawah gunung itu masih tetap bergerakgerak
terus, mendadak olehnya teringat akan sesuatu hal dan
hatinya menjadi sangat cemas sekali karena dia mengetahui
dengan sangat jelas bahwasanya Liem Tou serta Pouw Siauw
Ling selamanya bermusuhan terus. Selagi Liem Tou masih
berada di perkampungan, Pouw Siauw Ling lah yang sering
menganiaya dirinya. Kini dia telah turun gunung bilamana
bertemu dengan Liem Tou tak dapat dihindarkan lagi suatu
pertarungan sengit pasti akan terjadi dan sudah tentu pula
Liem Tou lah yang akan menderita kalah.
Berpikir sampai disini tak ayal lagi dengan cepat Siauw Ie
membunyikan siulannya susul menyusul. Inilah tanda rahasia
yang digunakan mereka berdua sejak dahulu bila hendak
berhubungan. Benar saja begitu siulan itu berbunyi, sinar api dibawah
gunung itu dengan sekonyong-konyong menjadi kecil. Melihat
hal itu Siauw Ie menjadi sedikit lega. Tetapi pada saat ini dia
tahu Liem Tou telah datang hanya dia tidak tahu apakah dia
akan mendaki gunung atau tidak, bersamaan pula apabila dia
benar-benar naik keatas gunung bagaimana sikap tindakan
cungcu dengan dirinya" Atas beberapa hal ini membuat
hatinya tetap merasa tak tenang.
Didalam beberapa saat itulah Pouw Siauw Ling telah selesai
melakukan pemeriksaannya dan kembali keatas gunung.
Siauw Ie hanya merasakan berkelebatnya sesosok bayangan
dihadapan matanya. Pouw Siauw Ling telah berdiri kira-kira
dua depa dihadapannya sambil tersenyum licik ujarnya:
"Siauw Ie moay, kiranya kau seorang diri sedang berdiri di
tempat ini. Tampaknya kau belum juga bisa melupakan Liem
Tou si bocah dungu itu" Ha..ha.."
Siauw Ie yang merasa ia sedang menyindir dirinya, air
mukanya segera berubah dengan dingin sahutnya:
"Apa hubungannya aku berdiri seorang diri disini
denganmu" Kau tak usah banyak omong"
Siauw Ling dengan sikap yang ceriwis perlahan-lahan
mendekati tubuh Siauw Ie ujarnya sambil tersenyum tengik.
"Justru aku tidak mengerti Liem Tou si bocah dungu yang
sangat goblok, sifatnya pemurung serta tak memiliki
kepandaian silat sedikitpun bahkan boleh dikata seluruh
anggota perkampungan jauh lebih lihay sepuluh kali lipat dari
dirinya, bagaimana Siauw Ie moay bisa demikian
memperhatikan dirinya" Aku kira Ie moay-moay seorang yang
cerdik, lupakan saja si bocah dungu itu"
Siauw Ie mendengar ocehan yang makin lama makin tidak
karuan itu menjadi amat gusar, seluruh tubuhnya menjadi
gemetar dengan keras menahan pergolakan didalam dadanya,
teringat kembali olehnya ketika Liem Tou masih berada
didalam perkampungan, beberapa kali dia dianiaya oleh Pouw
Siauw Ling hingga babak belur dan seluruh tubuhnya penuh
dengan luka-luka hanya dikarenakan sifatnya yang keras
kepala serta ketus itulah membuat dia merintih pun tidak.
Teringat pula olehnya kalau dia adalah seorang anak yang
sangat kuat tetapi bandel, biarpun lagaknya ketolol-tololan
tetapi sepasang matanya memancarkan sinar yang terang dan
bening, dikarenakann seringnya dia menerima siksaan serta
aniaya dari seluruh anggota perkampungan itulah membuat
perasaan kasihan dari dirinya lama kelamaan menjadi
perasaan cinta kasih. Kini dia mendengar ocehan serta cemoohan dari Siauw Ling
membuat amarahnya meledak tanpa tertahan lagi, bentaknya
dengan keras. "Tutup mulut, manusia yang tak tahu malu kau masih bisa
menganiaya Liem titi, tetapi jangan coba-coba main-main
denganku" Pouw Siauw Ling melihat Siauw Ie dibuat gusar olehnya,


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan cepat dia tersenyum-senyum tengik, ujarnya dengan
cepat: "Oh Ie moay-moay jangan marah adikku yang manis,
kakakmu hanya guyon saja"
Perkataannya belum sempat diucapkan, mendadak Siauw
Ie membentak lagi dengan nyaring:
"Siapa yang mau menjadi adikmu?" Muka tebal tak tahu
diri, lekas bergelinding dari hadapanku!"
Selesai berkata, tangannya diayun dengan cepatnya,
"Plaak" tamparan dari Siauw Ie itu dengan tepat mengenai
pipi dari Pouw Siauw Ling , air mukanya berubah menjadi
sangat keren, sepasang matanya melotot keluar, dengan
gusarnya dia memandang wajah Pouw Siauw Ling yang telah
menjadi merah karena gaplokan tadi dengan gemetar
makinya: "Jika bukannya karena kau si muka tebal, Liem Tou tak
mungkin akan diusir dari perkampungan, lekas pergi dari sini,
aku sebal..sebal melihat tampangmu lagi..cepat bergelinding
dari sini" Sekali lagi tangan yang putih mulus melayang kedepan siap
melancarkan tamparan berikutnya, sekali ini Pouw Siauw Ling
telah siap sedia, dengan cepat dia mundur beberapa langkah
ke belakang sambil mendengus dengan dingin balas makinya:
"Kau budak yang tidak tahu diri, kapankah aku Pouw Siauw
Ling pernah menderita rugi darimu" Kini kau berani turun
tangan memukul orang"
Dia berhenti sejenak, kemudian ujarnya lagi:
"Baiklah, akan kuberitahukan padamu ini hari bila Liem Tou
si bocah dungu itu tidak berusaha naik gunung masih tidak
mengapa, bila dia sungguh berani akan kubunuh cecunguk itu,
aku mau lihat engkau bisa berbuat apa?"
Siauw Ie begitu mendengar ancaman tersebut hatinya
terasa tergetar dengan keras, tetapi pada air mukanya
sedikitpun tidak memberi reaksi apapun apalagi
memperlihatkan kelemahannya, mendadak dari dalam
tubuhnya dia meraup segenggam senjata rahasia yang berupa
jarum perak, bentaknya dengan keras:
"Cepat bergelinding dari hadapanku..hmm..hmmm, jangan
salahkan aku berlaku kurang sopan terhadapmu bila mukamu
masih tebal" Kiu cu gin ciam atau Sembilan jarum perak maut
merupakan senjata rahasia yang ampuh dari keluarga Lie,
sudah tentu Pouw Siauw Ling mengenal kelihayannya.
Mendengar ancaman itu air mukanya segera berubah dengan
hebatnya, dengan cepat dia mundur beberapa depa dari
tempat semula, tetapi didalam sekejap saja marahnya
memuncak, tangannya dengan cepat mencabut keluar Joan
pian yang melilit dipinggangnya dengan gusar makinya:
"Budak tebal, kau kira benar-benar aku takut denganmu"
Seluruh kepandaian yang kau miliki boleh dikeluarkan semua,
coba kau lihat apakah aku Pouw Siauw Ling bisa berlaga
seperti Liem Tou si cecunguk yang menjadi cucu kura-kura"
Selesai berbicara dengan cepat joan piannya diputarnya,
sehingga menjadi bayangan yang menyilaukan mata,
terdengar angin serangan menderu-deru memekik telinga
dengan cepat dia mulai melancarkan jurus-jurus serangan
menurut ajaran ayahnya Ang in sin pian.
Seorang yang bertabiat berangasan seperti Siauw Ling
mana mau menerima hinaan serta pandangan rendah dari
musuhnya, saking gusarnya dia mendepak-depakkan kakinya
keatas tanah sedang mulutnya tak henti-hentinya memaki.
Tangannya digerakkan dengan kecepatan yang luar biasa,
senjata rahasia Kiu cu gin ciam yang berada di tangannya
segera dilancarkan di depan dengan menggunakan jurus "Man
thian hoa ie" atau seluruh jagad menjadi hujan bunga.
Tampak sinar berwarna keperak-perakan berkelebat
dengan kecepatan luar biasa keseluruh penjuru tempat itu.
Pouw Siauw Ling memiliki kepandaian yang tidak rendah,
dengan cepat menyentak serta memutar joan pian
ditangannya melindungi seluruh tubuhnya, terlihat sinar tajam
memancar disekeliling tubuhnya, jarum-jarum yang melayang
mendekati tubuhnya dengan cepat berhasil dipukul jatuh, tak
terasa dia memperlihatkan perasaan bangganya, sambil
tertawa terkekeh-kekeh godanya:
"Bagaimana" Hanya cukup kepandaian ini saja sudah lebih
dari cukup bagi si bocah dungu itu untuk berlatih selama
berpuluh-puluh tahun. He..he"aku heran gadis cantik seperti
kau masa mau dengan bocah goblok, tak ubahnya seperti
bunga segar tertancap diatas tahi kerbau, sungguh
sayang..sungguh sayang."
Siauw Ie yang mendengar cemoohan itu saking gusarnya
wajahnya telah berubah menjadi putih kehijau-hijauan, baru
saja dia siap sedia hendak menerjang kedepan beradu jiwa
dengan dia, pada saat itu pula Pouw Jin Cui muncul secara
tidak terduga di tempat itu.
Pouw Jin Cui yang tampak mereka berdua sedang
bertempur dengan serunya, segera makinya terhadap Pouw
Siauw Ling: "Adik Ling, lagi-lagi kau mengganggu dan menyiksa Ie
moay. Masih tidak lekas pulang, ayah sedang menanti
kedatanganmu"! Pouw Siauw Ling hanya tersenyum mengejek mendengar
perkataan itu, segera dia melibatkan kembali senjatanya
kedalam pinggang, setelah memandang sekejap lagi kearah
Siauw Ie barulah meninggalkan tempat itu.
Siapa tahu pada saat itu Siauw Ie telah membenci dirinya
hingga menusuk kedalam tulang sumsum, sebuah jarum perak
yang tergenggam ditangannya segera dilancarkan kedepan
sambil membentak dengan keras:
"Cepat menggelinding dari sini!"
Pouw Siauw Ling sama sekali tidak pernah menduga akan
terjadi peristiwa seperti ini, ketika dia merasa adanya
sambaran dari senjata rahasia dengan cepat dia mengangkat
tangannya berusaha menangkis serangan tersebut, tetapi
keadaan sudah terlambat, jarum Kiu cu gin ciam tersebut
telah berada dihadapannya sehingga tak ampun lagi
pundaknya kena terhajar jarum itu.
Pouw Jin Cui menjadi sangat terkejut, baru saja hendak
mencegah perbuatan dari Siauw Ie itu tak tersangka olehnya
setelah dia melancarkan serangan senjata rahasianya ternyata
telah balik menubruk kedalam pangkuannya dan menangis
tersedu-sedu dengan sedihnya.
Untuk sesaat Pouw Jin Cui dibuat gugup dan melongo
kesana itu, setelah tertegun untuk beberapa saat lamanya
barulah Pouw Jin Cui menjadi sadar kembali dari lamunannya,
sambil memeluk tubuh Siauw Ie bentaknya terhadap diri Pouw
Siauw Ling. "Kau masih tidak cepat meninggalkan tempat ini untuk
minta obat dari Lie Pe bo, apa kau ingin mencari mati?"
Pouw Siauw Ling setelah terkena serangan senjata rahasia
sebenarnya merasa sangat gusar sekali, tetapi kini malah
sebaliknya tersenyum sambil memandang tajam kearah kedua
orang gadis itu. Pouw Jin Cui yang melihat keadaan tersebut segera tahu
kalau dia sedang menaruh niat untuk membalas dendam, oleh
sebab itu sengaja dia membentak dengan keras memaki
dirinya. Begitu diperingatkan oleh kakaknya Pouw Siauw Ling
menjadi teringat kalau senjata rahasia Kiu cu gin ciam dari
keluarga Lie mempunyai dua macam, yang satu beracun
sedang yang lain tak beracun. Ketika dia terkena senjata
rahasia tadi oleh karena sedang dalam keadaan gusar
sehingga tidak merasakan macam yang manakah senjata
rahasia yang terkena didalam tubuhnya, ingin dia menanyakan
pada diri Siauw Ie tapi kuatir dia tak mau memberi jawaban
terpaksa dia tetap membungkam.
Terpikir sampai disini dia tak berani mengulur waktu lebih
lama lagi, dengan hati yang mendongkol dengan cepat dia
berlalu dari tempat itu. Pouw Jin Cui tampak Siauw Ling telah meninggalkan
tempat itu, sambil menghibur tanyanya kepada Siauw Ie.
"Ie moay, jangan menangis lagi beritahu kepada diriku apa
adik Tou telah datang" Kita harus mencegah dia untuk
melanjutkan usahanya menempuh bahaya mendaki keatas
gunung" Mendengar perkataan itu, Siauw Ie berhenti menangis,
dengan tertegun tanyanya:
"Mereka mau berbuat apa atas dirinya?"
"Mereka"aku kuatir mereka"mereka..hendak"."
Agaknya sukar baginya untuk meneruskan perkataan
selanjutnya, tetapi dengan menggigit kencang bibirnya
ujarnya lagi: "Mungkin mereka akan menghabiskan nyawanya"
Mendengar penjelasan tersebut Siauw Ie hanya merasakan
dadanya terasa menjadi sesak hingga sukar untuk bernapas,
bagai baru saja terpukul suatu serangan dahsyat hingga sakit
sukar ditahan, air mukanya berubah menjadi pucat kehijauhijauan,
tetapi dengan paksa dirinya dia tetap
mempertahankan pergolakan didalam benaknya, tanyanya
lagi: "Cici Cui, benarkah perkataannmu itu" Kenapa mereka bisa
bertindak demikian kejamnya"
Bukankah cungcu yang terdahulu mengakui mereka ayah
beranak sebagai warga Ie he cung ini dan mereka mempunyai
hak untuk menerima hukuman sepantas dengan peraturan
perkampungan tetapi berhak juga untuk merasakan
kebahagiaan serta hak untuk melindungi perkampungan ini"
Lagi pula menurut peraturan perkampungan orang-orang yang
sudah diusir dari perkampungan ini masih mempunyai
kesempatan kembali kedalam perkampungan sebanyak tiga
kali dan bilamana didalam ketiga kesempatan itu dia berhasil
melewati ketiga rintangan berbahaya yang berupa Sungai
kematian, tebing maut dan Jembatan pencabut nyawa, bukan
saja dia diperbolehkan berdiam kembali didalam
perkampungan bahkan kedudukan sebagai cungcu pun harus
diserahkan kepadanya. Kenapa sekarang baru saja pertama
kali dia mencoba kembali kedalam perkampungan mereka
telah siap hendak mencelakai dirinya" Bukankah dengan
demikian peraturan perkampungan Ie hee cung telah diinjakinjak
sendiri secara keji oleh mereka?"
"Dalam hal ini aku pun tidak mengerti, aku hanya tahu
tentang perundingan penjagaan ketiga tempat bahaya
tersebut dengan mencuri dengar dibalik horden, karena
pentingnya serta kritisnya keadaan dengan cepat aku lari
kemari beritahu padamu, bagaimanapun juga kita harus
mencari akal untuk berusaha mencegah adik Tou
menghantarkan nyawanya secara percuma"
Perkataan ini sudah tentu masih banyak terdapat hal-hal
yang tidak disebutkan olehnya, karena bagaimana pun juga
Cung cu yang sekarang adalah ayahnya sendiri, bila dia
berbicara terus terang seluruh apa yang diketahuinya sudah
tentu terdapat banyak tempat yang akan memaksa dia tak
enak untuk membicarakannya.
Setelah mendengar penjelasan itu, Siauw Ie hanya berdiam
diri tak berbicara, hatinya terasa ditusuk oleh beribu-ribu
batang jarum. Tiba-tiba air matanya meleleh keluar membasahi pipinya,
sambil menahan isak tangis ujarnya lagi:
"Cici Cui, habis bagaimana sekarang" Bilamana adik Tou
mendapatkan cidera atau binasa Cici Cui, adik Ie mu juga tak
mau hidup lebih lama lagi didalam dunia ini.."
Untuk sesaat Pouw Jin Cui pun merasa bingung harus
berbuat bagaimana untuk mencegah usaha Liem Tou untuk
menghantarkan nyawanya dengan percuma, sedang Siauw Ie
dengan perlahan menundukkan kepalanya kembali, agaknya
sedang memikirkan sesuatu.
Tak lama kemudian terdengar ia berkata lagi dengan
terisak-isak: "Sungguh kasihan benar dia, hei" kasihan benar adik Tou
yang malang" Mendadak dia mengangkat kepalanya keatas, dengan keras
lanjutnya: "Cici Cui, kau harus menolong dia, kau pasti bisa menolong
dia, kau lihat dia sebatang kara tanpa sanak keluarga,
sungguh amat kasihan"
Perkataan Siauw Ie ini membuat seluruh tubuh Pouw Jin
Cui terasa berdesir, tak tertahan air matanya pun keluar
meleleh membasahi seluruh wajahnya, tapi mendadak teringat
olehnya kenapa tadi Siauw Ie bisa bilang kalau pasti bisa
menolongnya" Apa mungkin dia sudah menemukan cara untuk
menolongnya. Pada saat Pouw Jin Cui terbenam dalam lamunannya itu,
dari samping tunuhnya, suara tajam memekikkan telinga
memecahkan kesunyian yang mencengkam disekitar daerah
itu, ketika dia menoleh terlihat Siauw Ie sedang meniup daun
ditangannya dengan keras, sedang suara yang memekikkan
telinga itu terdengar berasal dari daun tersebut.
Begitu suara suitan itu berkumandang beberapa saat
lamanya dari arah bawah terlihat munculnya sinar api yang
bergerak-gerak, dengan cepat ujarnya pada Pouw Jin Cui.
"Cici Cui, lihatlah"dia, Liem Tou, antara kita berdua
kepandaianmu telah mencapai taraf yang sangat tinggi tentu
kau sanggup untuk melewati ketiga tempat berbahaya itu.
Bilamana cici Cui punya niat untuk menolong nyawa adik Tou,
saat ini juga cepatlah turun gunung memberi tahu padanya
agar dia jangan sampai menempuh bahaya dengan percuma,
bilamana kepandaianku sudah berhasil kulatih tentu aku bisa
turun gunung mencari dia. Cici Cui maukah kau" Adik Ie mu
selamanya tak akan melupakan budimu yang besar ini"
Sambil berkata tak tertahan butiran air mata menetes
keluar semakin deras, sudah tentu Pouw Jin Cui tak tega
untuk menolaknya. Dalam hati dia tahu jelas bilamana ayahnya mengetahui
perbuatannya ini kemungkinan kecil harapan untuk bisa lolos
dari suatu makian serta hukuman yang berat tapi urusan ini
telah menjadi begini, berpikir panjang juga tiada gunanya.
Sekalipun akhirnya akan mendapatkan hukuman yang sangat
berat dari ayahnya juga tidak mengapa. Tak disangka olehnya
ketika dia hendak mengabulkan permintaan dari Siauw Ie itu,
dari dalam perkampungan Ie hee cung terlihat berkelebat


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang empat lima buah bayangan manusia, sekali pandang
saja segera dia tahu kalau bayangan manusia itu terdiri dari
ayahnya serta beserta keempat orang penjaga perkampungan
yang paling diandalkan. Tak terasa teriaknya:
"Celaka, adik Ie aku pergi dulu"
Perkataannya baru saja keluar dari mulut, tubuhnya
melayang jauh beberapa kaki tetapi dia tak berani terlalu
memperlihatkan gerak tubuhnya, terpaksa dengan
membungkukkan tubuhnya melayang dengan cepatnya
kedepan, tidak selang lama Siauw Ie telah melihat Pouw Jin
Cui sudah berada disamping jembatan pencabut nyawa,
dengan beberapa kali lompatan saja dia sudah berhasil
lompati jembatan tersebut.
Tetapi setelah melewati jembatan pencabut nyawa itu,
ditengahnya masih terdapat jarak yang cukup panjang,
merupakan sebuah tebing yang kosong, sebaliknya cung cu
beserta Liong ciang Houw jiauw Siang hui hok sekalian telah
berada tidak jauh dari jembatan pencabut nyawa itu, dengan
demikian sekali sebelum Pouw Jin Cui tiba di ujung tebing
untuk menyembunyikan diri telah diketahui oleh mereka.
Tanpa sadar seluruh tubuh Siauw Ie basah kuyup oleh
mengalirnya keringat dengan derasnya, diam-diam pikirnya:
"Apabila cici Cui diketahui oleh mereka, semuanya tentu
akan berantakan" Dalam keadaan yang sangat cemas, mendadak tanpa
berpikir panjang lagi teriaknya dengan keras:
"Tolong"Tolong"!"
Dugaannya ternyata benar, begitu suara teriaknya
berkumandang segera terlihatlah beberapa orang itu memutar
kembali arahnya menuju kearah dia berdiri dengan gerakan
yang sangat cepat, dia tahu kalau siasatnya berhasil, segera
dengan nada yang keras teriaknya lagi:
"Ada ular"ada ular"!"
Sambil berteriak tubuhnya ikut berloncat-loncatan dan
melayang kearah perkampungan Ie hee cung dengan
gerakannya yang amat lincah, setelah dilihatnya tempat itu
tertutup dan sukar untuk melihat keadaan dibawah gunung,
barulah dia pura-pura membungkuk berlagak seperti sedang
memandang sesuatu sedang kakinya menjejak dengan
kerasnya kearah dedaunan diatas tanah.
Begitu cung cu sekalian tiba dihadapannya segera dia
dihujani dengan pertanyaan-pertanyaan:
"Siauw Ie, telah terjadi urusan apa?"
"Ooh, paman-paman, bagaimana sampai disini" Seekor
ular, ooh.., ular beracun yang amat besar, kurang sedikit saja
aku tergigit olehnya untung saja ketika itu aku melepaskan
senjata rahasia hingga dia melarikan diri karena kesakitan"
Apa yang diucapkan Siauw Ie begitu lancar, lincah serta
menyenangkan membuat beberapa orang itu sama sekali tidak
menaruh curiga apa pun. Lebih-lebih si telapak naga yang
bernama Lie Kian Po yang merupakan satu she dengan diri
Siauw Ie, dengan penuh perasaan kuatir tanyanya:
"Siauw Ie, hari telah demikian malamnya tapi mengapa dan
kenapa kau masih berada disini. Andaikata benar-benar kau
sampai dipagut ular beracun bukankah hal ini hanya akan
menyusahkan ibumu?" Siauw Ie telah mendengar nasehat itu sekali pun dalam hati
dia merasa sangat berterima kasih atas perhatiannya, tetapi
diam-diam dia pun merasa geli. Sambil tersenyum dia
menutup mulutnya tidak menjawab.
Tak disangka tiba-tiba terlihat Cung cu Pouw Sek San
mendengus dengan dinginnya sambil mendesak dia
memandang gusar kearah Siauw Ie.
Siauw Ie yang merupakan seorang gadis cilik yang sangat
cerdik begitu melihat perubahan wajahnya segera teringat
kemungkinan sekali dia gusar karena dirinya telah
menyambitkan sebuah senjata rahasia Kiu cu gin ciam kearah
Pouw Siauw Ling, dalam hati dia semakin gusar bercampur
cemas sedang pikirannya terus berputar, pikirnya:
"Kenapa tidak sejak sekarang juga aku berusaha
menguasai dirinya" Disamping bisa memaki dia dengan
beberapa kata hingga rasa mangkal dalam hati menjadi
berkurang, dengan demikian aku pun bisa mengulur waktu
lebih lama lagi agar cici Cui mempunyai kesempatan untuk
balik kembali" Berpikir sampai disitu dia tidak ambil diam, air mukanya
segera berubah menjadi sangat dingin, dengan nada yang
serius ujarnya pada diri Pouw Cung cu:
"Paman cung cu, keponakan ada suatu hal yang perlu
disampaikan kepadamu, entah paman mau tidak memberi
kesempatan kepada keponakanmu ini?"
Cung cu tidak pernah menyangka dia bisa berbuat
demikian, setelah tertegun beberapa saat lamanya barulah
sahutnya: "Ada urusan apa cepat kau katakana?"
"Sejak kecil keponakanmu ini telah kehilangan ayah dan
aku menjadi besar berkat rawatan serta didikan dari ibu, aku
sadar kalau tidak punya kekuatan didalam membantu
melakukan pekerjaan yang menguntungkan bagi
perkampungan kita dalam hatiku sering merasa sangat
menyesal, aku semakin sedih?"
"Tentang ini aku sudah tahu jelas, buat apa kau banyak
bicara?" potong Cung cu ketika dia mendengar yang
dibicarakan semakin jauh.
"Bila semua menolong dan memberi bantuan kepada kalian
ibu beranak sebenarnya sudah merupakan tugas kami, kau tak
perlu berpikir lebih jauh lagi"
Siauw Ie menjadi mendelik, dengan gusar ujarnya lagi:
"Sekali pun paman sekalian dengan setulus hati menjaga
serta membantu kami, tapi kakak Siauw Ling selamanya
berpura-pura baik, pada hal pekerjaannya hanya melulu
mengganggu aku serta mencemooh diriku, bahkan adakalanya
gerak-geriknya kurang sopan. Oleh karena itu tadi didalam
keadaan yang amat gusar, keponakanmu telah
menghadiahkan sebuah jarum Kiu cu gin ciam kepadanya, aku
kira paman sekalian serta Cung cu tidak sampai menyalahkan
tindakan kasar dari keponakanmu ini"
Atas dari kata-kata dari Siauw Ie yang tajam dan sukar
dibantah itu membuat Pouw Sek San untuk sesaat lamanya
tidak bisa menjawab. Siauw Ie yang melihat Cung cu dibuat
tidak bisa berkutik oleh kata-katanya yang pedas serta tajam
itu segera menambahnya lagi:
"Masih ada lagi, keponakanmu tahu kalau paman Pouw
Cung cu telah mengutus orang untuk bertemu dengan ibu
guna meminang diriku bagi kakak Siauw Ling, aku ingin
paman menghapuskan niatmu ini untuk selamanya, aku
merasa tidak sanggup untuk menerima penghargaan yang
demikian tingginya" Saking gusarnya air muka Pouw Sek san berubah menjadi
putih kehijau-hijauan sekali pun hanya disoroti oleh sinar
rembulan yang remang-remang, tetapi dapat terlihat dengan
jelas, agaknya hawa amarahnya telah mencapai pada
puncaknya, seluruh tubuhnya gemetar dengan keras, sedang
untuk sesaat lamanya membuat dia merasa bingung harus
berbuat bagaimana untuk memberi jawaban atas perkataan
dari Siauw Ie itu. Untung saja si telapak naga Lie Kiam Po yang melihat
keadaan bertambah tegang segera memakinya:
"Siauw Ie, kenapa kau?"
Tak tertahan lagi Siauw Ie menangis tersengguk, sambil
menahan isak tangisnya menyahut:
"Paman Kiam Po aku tidak apa-apa, aku benar-benar tidak
tahan" Beberapa orang lainnya melihat dia bersikap demikian,
hanya bisa saling pandang memandang tanpa berkata-kata,
untung saja pada saat itu Pouw Jin Cui muncul secara
mendadak di tempat itu, dengan cepat dia menarik Siauw Ie
menyingkir sambil ujarnya:
"Adik Ie, coba lihat sikapmu seperti anak kecil saja, mari
kita pulang saja" Siauw Ie melihat Pouw Jin Cui telah kembali keinginan
untuk mengetahui keadaan Liem Tou mendesak dia untuk
mengakui ajakan Pouw Jin Cui tanpa membantah.
Cung cu yang menerima makian tersebut juga tak dapat
berbuat apa apa hingga terpaksa dengan hati yang
mendongkol mengaajak keempat anak buahya melanjutkan
untuk menjaga Sungai kematian tebing maut atau jembatan
pencabut nyawa. Lie Siauw le setelah meningalkan tempat semula dengan
diri Pouiw Jin Cui tak tertahan lagi dengan gugup tanyanya.
"Cici Cui, kau sudah bertemu dengan dia ?"
Pouw Jin Cui mengangguk dengan sahutnya perlahan:
"Bagaimana juga, dia tetap ingin menemui mu, sekalipun
aku sudah bilang keadaan sangat berbahaya tetapi dia tetap
menggelengkan kepala bahkan kukuh dengan pendiriannya
untuk bertemu dengan kau."
Mendengar perkataan itu bukan main rasa girang dalam
hati Siauw Ie, tapi dibalik kegembiraannya itupun merasa
sangat cemas, teringat olehnya dalam keadaan bahaya
didalam saat men daki ketiga tempat bahaya itu, tak terasa
jantungnya berdebar dengan keras, teriaknya dengan keras.
"Tidak, bagaimanapun juga dia tidak boleh datang, Cici Cui,
sebelum tiba diatas gunung tentu dia telah dibunuh mati oleh
mereka." "Adik le, untuk sementara kau tidak perlu cemas sekalipun
adik Tou bilang pasti ingin menemui kau, tetapi dia juga bilang
tidak akan sampai menemul bahaya."
Mendengar itu Siauw le menjadi sangat he?ran tanyanya:
"Jika demikian adanya apa boleh dikata, benar-benar dia
telah memiliki kepandaian untuk melewati ketiga tempat
bahaya itu" Selain itu masih ada cara apalagi dia bisa datang
menemui aku" Pouw Jin Cui menggelengkan kepala tidak menjawab,
padahal dalam hatinya diapun tidak tahu dengan cara apa
Liem Tou bisa bertemu dengan Siauw Ie.
Terdengar Siauw Ie telah bertanya lagi:
"Katau begitu dia bilang kapan mau datang?"
"Katanya begitu terang tanah segera dia naik kegunung
menemui kau." Ketika mengetahui kalau Liem Tou baru akan naik gunung
setelah terang tanah, kedua orang itu setelah berunding
sebentar segera pulang untuk beristirahat dan siap pada hari
esoknya naik kepuncak menanti kedatangan Liem Tou.
Setelah sampai dirumah tanpa tukar pakaian Siauw le
segera naik kepembaringan, tetapi mana dia bisa tidur" Dalam
otaknya telah penuh dengan bayangan Liem Tou, sepasang
matanya melotot hingga jauh malam.
Tetapi akhirnya saking lelah serta sedihnya ketika hari
mendekati fajar tanpa dapat tertahan lagi dia tertidur pulas.
Menanti dia mendusin kembali matahari telah jauh tinggi
sekonyong konyong terdengar olehnnya suara ribut yang amat
berisik dari orang orang perkampungan, agaknya telah terjadi
sesuatu hal. Dengan kecepatan yang luar biasa segera dia meloncat
bangun dan lari keluar rumah, tetapi sebelum dia mencapai
luar pintu secara tiba-tiba terdengar diantara suara yang amat
ribut itu terdengar seorang menjerit kaget sambil ujarnya
dengan keras: "Aah, si Liem Tou yang malang telah tenggelam didalam
sungai, Ooh..matinya sungguh mengenaskan sekali".
Ada pula yang berteriak: "Jenazahnya segera akan dibawa balik keatas gunung oleh
si Telapak naga paman Lie. 0oh Penguasa Liem hanya
meninggalkan seorang putra dungu itu, kini dia telah mati
tenggelam dalam sungai " - Ooh Thian sungguh kau tidak
adil, kenapa penguasa Liem yang begitu baiknya diberi
hukuman demikian beratnya."
Siauw le yang mendengar perkataan itu bagaikan disambar
petir disiang hari bolong telinganya terasa berdengung dengan
keras sedang darah didalam dadanya bergolak dengan
kerasnya, seluruh tubuhnya gemetar dengan keras, air
mukanya berubah menjadi putih kehijau-hijauan. Sedang
tubuhnyo. dengan tertegun berdiri mematung ditempat, pada
mulutnya tak henti hentinya berkemak-kemik:
-Mungkin aku sedang bermimpi, apa mung?kin aku
bermimpi?" Mimpi ini sungguh menakutkan. Aku tidak ingin
mimpi lagi , . ah . bagaimana adik Tou bisa mati tenggelam
dalam sungai?" Orang lain menganggap dia tolol padahal
sama sekali dia tidak bodoh, bagaimana bisa tenggelam dalam
sungai" Tidak, tidak ,tentu aku sedang bermimpi.."
Sambil berkemak kemik mendadak dengan keras dia
menjambak rambutnya sendiri, teriaknva dengan keras:
"Aku tidal mau mimpi lagi .. aku tidak mau... mimpi lagi
..Ooh aku sedang bermimpl."
Mendadak rambutnya yang dijambak menjadi rontok,
sedang darah segar menetes keluar membasahi wajahnya,
pada saat itulah dia baru tahu kalau dirinya sebenarnya bukan
sedang bermimpi, pukulan batin kali ini semakin berat
rasanya. Tiba-tiba sepasang matanya melotot keluar bagaikan
seorang gila dengan cepat berlari kedepan sambil teriak
dengan keras: "Adik Tou. Kau sungguh kejam. Kiranya kau bilang pada
fajar menyingsing hendak menemui aku ternyata dengan jalan
ini, baiklah, kita akan segera bertemu, aku akan segera
bertemu, aku segera akan menyusul dirimu"
"Adik le, kau jangan pergi, untuk sementara kau jangan
pergi, Ie moay-moay, dengarlah perkataanku, untuk
sementara kau jangan pergi"
Ketika berkata sampai disitu air matanya tak tertahan lagi
menetes keluar membasahi wajahnya, pada saat seperti ini
mana mungkin Siauw Ie mau mendengar perkataannya sambil
berlari terus kedepan mulutnya tetap berteriak-teriak:
"Aku mau menemui dia, aku mau menemui dia"
Pouw Jin Cui melihat, mencegahpun tak ada gunanya
terpaksa melepaskan Siauw Ie yang meneruskan larinya,
sedang dirinya sambil meneteskan air mata berjalan
disamping tubuhnya untuk mencegah terjadinya sesuatu hal
yang tidak diinginkan. Dengan melototkan sepasang matanya serta air muka yang
telah berubah hijau membesi, Siauw Ie terus lari menerjang


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedepan, tidak perduli dimukanya ada orang atau tidak dia
tetap menerjang kedepan. Semua orangyang melihat
perubahan wajahnya tak terasa lagi pada menyingkir dengan
sendirinya. Baru saja dia berlari sampai didepan perkampungan
dilihatnya si Telapak naga Lie Kiam Po dengan membawa
sesosok mayat yang basah kuyup berjalan mendatang, kedua
belah sampingnya berjalanlah Cung cu perkampungan Ie hee
cung, Houw jiauw, Sian hui hok serta Pouw Siauw Ling lima
orang, air muka semua orang terlihat sangat serius serta berat
kecuali Pouw Siauw Ling seorang yang masih menampilkan
senyuman ejeknya. Siauw Ie begitu tiba pada jarak yang tidak begitu jauh dari
beberapa orang itu, secara mendadak dia memperlambat
langkah kakinya, bahkan boleh dikata saking lambatnya
hingga sukar dilukiskan. Pouw Jin Cui yang berdiri disampingnya pun merasa
hatinya berdebar dengan keras, dia tak dapat menduga bakal
terjadi peristiwa apa. Rombongan Cung cu sekalian ketika sampai di hadapan
Siauw Ie dan melihat air mukanya sangat aneh, tanpa disadari
oleh mereka bersama-sama menghentikan langkah kakinya,
sepasang mata Siauw Ie terlihat makin memancarkan sinar
merah berapi-api menahan kegusarannya, sambil menuding
kearah si Telapak naga bentaknya:
"Lepaskan dia keatas tanah"
Si Telapak naga Lie Kiam Po yang dibentak secara demikian
dihadapan orang banyak semula menjadi tertegun, kemudian
disusul dengan hawa amarah yang meluap. Baru saja dia
hendak memaki atas kekurang ajaran dari Siauw Ie itu,
dilihatnya Pouw Jin Cui yang berdiri disampingnya telah
memberi kerdipan mata sebagai tanda, sambil berebut maju
satu langkah kedepan ujarnya:
"Paman Kian Po, jangan gusar, ikutilah permintaan dari
Siauw Ie moay itu" Lie Kian Po melihat air muka kedua orang gadis itu berbeda
dari keadaan biasa segera tahu kalau didalam hal ini pasti
terselip suatu sebab tak terasa dia menoleh memandang
kearah cung cu minta persetujuannya, dengan perlahan cung
cu mengangguk menyetujui, kemudian membalikkan tubuhnya
berlalu dari tempat itu. Terpaksa Lie Kian Po melepaskan mayat yang telah menjadi
kaku itu, Siauw Ie segera mengenali mayat itu bukan lain dari
Liem Tou adanya. Terlihat perutnya kembung menandakan kalau dia baru
saja kenyang minum air sungai, hanyalah biarpun dia suduh
putus napas dan matanya tertutup rapat, air mukanya masih
tetap segar bugar, sedikit pun tidak memperlihatkan tanda
seorang yang telah binasa, hanya rambutnya saja yang tidak
karuan sedang warna kulitnya pun sedikit berubah kehitamhitaman.
Siauw Ie yang memandang kearah jenazah itu makin dilihat
hatinya semakin sedih, terasa suatu aliran yang amat panas
dengan cepat mengalir keseluruh tubuhnya, tak terasa seluruh
tubuhnya gemetar dengan keras. Dia tak dapat
mempertahankan dirinya lagi bagaikan seluruh tubuhnya
serasa hendak meledak mendadak dengan menjerit keras
dengan cepat dia menubruk keatas tubuh Liem Tou yang telah
berubah menjadi mayat sedang air matanya menetes keluar
dengan derasnya, teriaknya dengan keras.
"Adik Tou..adik Tou kau tak boleh mati, aku disampingmu,
bukalah matamu, aku berada disampingmu..Ooh..adik Tou.."
Suara tangisannya yang demikian sedih membuat suasana
disekeliling tempat itu diliputi oleh kesedihan, sedang Pouw Jin
Cui pun tak dapat menahan menetesnya air mata demikian
juga sekalian orang-orang juga merasa sangat sedih akan
terjadinya kisah ini, hanya Pouw Siauw Ling yang merasa
senang, pada bibirnya tersungging suatu senyuman mengejek,
sedikitpun tak tergerak hatinya melihat kepedihan itu.
Setelah menangis dengan sedihnya beberapa waktu
lamanya dengan keadaan yang tak sadar benar dia
membopong jenazah dari Liem Tou dan meninggalkan tempat
itu dengan cepat. Beberapa orang yang berada disekeliling
tempat itu menjadi sangat terkejut dengan cepat mereka
berusaha menghalangi tindakan dari Siauw Ie itu sedang Pouw
Jin Cui dengan cepat bertanya:
"Adik Ie kau hendak kemana?"
Tapi Siauw Ie hanya sedikit mengangkat kepalanya saja
dengan dinginnya dia memandang sekejap kearah beberapa
orang itu, kemudian melanjutkan lagi berjalan kedepan.
Orang-orang itu menjadi semakin bingung harus berbuat
bagaimana baiknya, ketika Siauw Ie berjalan sampai
dihadapannya dengan tanpa sadar mereka menyingkir
memberi jalan, kemungkinan sekali mereka terpengaruh oleh
sikapnya yang serius, berwibawa serta dapat menguasai orang
lain tanpa sadar. Sambil membopong jenazah dari Liem Tou, dengan langkah
yang perlahan Siauw Ie berjalan melewati perkampungan Ie
hee cung kemudian meneruskan perjalanannya menuju
kebelakang kampong ditengah sebuah hutan yang sunyi.
Setelah berjalan keluar dari perkampunga, Pouw Jin Cui
kuatir terjadi sesuatu hal dengan diri Siauw Ie segera
mengikuti terus dibelakang tubuhnya, tetapi tiba-tiba
terdengar dengan nada yang rendah ujar Siauw Ie:
"Cici Cui, aku sangat berterima kasih atas perasaan
simpatikmu. Kini kau boleh kembali, adik Ie mu tak mungkin
akan berbuat hal-hal yang nekad"
Sekalipun Pouw Jin Cui mendengar dia berkata dengan
tegas, tetapi hatinya tetap merasa kuatir, baru saja mau
memberikan jawabannya Siauw Ie telah melanjutkan lagi:
"Cici Cui, coba pikirlah dirumah aku masih ada ibu, apa
mungkin aku bisa berbuat sesuatu yang nekad" Aku hanya
ingin berdua dengan Liem Tou ditempat yang sunyi, lebih baik
kau pulang terlebih dulu, orang-orang yang mengikuti
dibelakangku tolong cici uruskan, adikmu tentu akan merasa
sangat berterima kasih"
Setelah mendengar perkataan dan dipikirnya bolak-balik,
Pouw Jin Cui merasakan kalau perkataannya sangat beralasan,
segera dia mengikuti apa yang diucapkan untuk
melaksanakannya, terlihatlah dengan perlahan-lahan Siauw Ie
berjalan masuk kesebuah hutan yang lebat dibelakang
perkampungan Ie hee cung.
Siauw Ie segera membawa jenazahnya Liem Tou yang
telah kaku kedalam hutan yang berada disitu, ketika itu juga
didalam pikirannya timbui kenangan lama sewaktu masih
bermain main dan berjalan jalan bersama dirinya terasa air
matanya menetes keluar semakin deras, setelah terpekur
beberapa saat kemudian ujarnya seorang diri:
"Adik Tou, masih ingatkah dulu ketika kau bermain
bersama ditempat ini derganku" Suara siulan dari dedaunan
juga kau belajar dari aku ditemnat ini. Mereka bilang kau anak
gobloke padahal hanya cukup dua kali saja aku memberitahu
padamu kau sudah bisa."
Sambil berkata tak terasa air mukanya jatuh menetes
keatas wajah Liem Tou dia mengawasi kekasihnya dengan
penuh haru. Pada saat itulah tubuh yang semula telah mulai
kaku kini menjadi lemas secara tiba tiba. Tak terasa Siauw le
menjadi sangat terkejut. Tetapi dari dalam hatinya segera
terlintaslah suatu pikiran, diam-diam batinnya:
'Apa mungkin adik Tou telah, merasakan kesedihanku,
hingga roh halusnya hendak munculkan diri dihadapanku?"
Ketika berpikir sampai disitu dia tidak merasa terkejut lagi,
sambil meneruskan perjalanannya menuju kedalam rimba
mulutnya bergumam dengan perlahan:
"Adik Tou. Mari kita pergi lihat tempat kita beristirahat
sewaktu telah lelah, tempat itu hingga kini tak seorang pun
yang mengetahuinya. Adik Tou, mau tidak" Lihatlah, sudah
hampir tiba!" Pada saat itu Siauw Ie telah berjalan kearah lereng
dibelakang puncak Ha Mo Leng, sesampainya dibawah sebuah
pohon yang amat lebat dia berhenti ujarnya lagi:
"Adik Tou, kita telah sampai.."
Sambil berkata dia meletakkan jenazah Liem Tou kebawah
pohon, sedang dia sendiri duduk termenung disampingnya,
dengan terpesona memandang awan awan yang bergerak dan
beriring itu diten gah udara, sebentar dia tertawa sendiri
sebentar meneteskan air matanya dan menangis dengan
sedihnya. Sekonyong konyong...... dilihatnya dedaunan serta cabang
pada pohon yang besar diatas kepalauya tanpa sebab ternyata
bargoyang sendiri padahal waktu itu tak ada angin yang
sedang bertiup, dia merasa sangat heran dan bingung, apa
yang telah terjadi" Dengan cepat dia melompat bangun dan
termangu-mangu memandang kearah jenazah Liem Tou
keatas tanah perutnya yang kencang dengan air sungai masih
terlihat mengembang dengan besarnya hingga menyerupai
sebuah gundukan gunung kecil, siapa tahu dalam sekejap saja
telah lenyap tak tanpa bekas.
Setelah termangu-mangu memandang beberapa saat ketika
Siauw Ie melihat perubahan dari perut Liem Tou tidak
menampilkan perubahan aneh lainnya barulah dia merasa lega
dan berjalan ketempat semula, setelah berpikir bolak-balik
sambil menghela napas ujarnya lagi:
"Adik Tou kau pergilah dengan hati yang tenang, selama
hidup cicimu akan selalu mengingat dirimu, tetapi dunia dan
alam baka berpisah jauh, entah titik apa akan selalu
mengingat cicimu?" Sambil berkata dia menghela napas
panjang. "Akan kuingat selalu. Sekalipun aku teiah berubah menjadi
setan aku akan selalu ingat diri Cici. Ciciku yang tercinta kau
tak usah kuatir tak akan kulupa diri Clci untuk selamanya"
Siauw Ie merasakan kalau suara itu berasal dari tubuh Liem
Tou yang berbaring disampingnya, dia rnenjadi sangat kaget,
tak terasa bulu tengkuknya pada berdiri semua.
Tiba tiba dilihatnya Lim Tou mulai meluruskan kakinya dan
merangkak bangun dengan perlahan-lahan dari atas tanah,
rasa terkejutnya kali ini bukan alang kepalang dengan
kecepatan kilat dia segera meloncat bangun tangannya
dengan kencang mencekal beberapa batang jarum perak
dengan keraas bentaknya: "Kau--- kau manusia atau setan!"
Dengan lagak yang ketolol-tololan Liem Tou tersenyum
setelah membereskan rambutnya yang basah ujarnya:
"Cici Ie kau jangan demikian galaknya, adik mu adalah
manusia bukan setan"
Siauw Ie tetap tidak mau percaya satelah berdiam diri
selama beberapa waktu dengan perlahan barulah dia
memegang Liem Tou, tapi dengan cepat ditariknya kembali
ujarnya: "Kalau manusia kenapa tanganmu demikian dinginnya?"
"Adikmu telah merendamkan diri didalam air sangat lama
sekali hingga sekarang merasa kedinginan. Cici maukah
sekarang kau memberi kehangatan tubuh kepadaku?"
Slauw le tersipu sipu karena malunya, sambil tersenyum
manis dia memandang tajam ke arah Liem Tou, tetapi tiba
tiba dia melelehkan air matanya kembali ujarnya dengan
sedih: "Apabila adik Tou benar-benar binasa, Cici mu juga tak
mau hidup lebih lama lagi."
Liem Tou tidak menjawab, hanya dengan senyuman yang
ketolol-tololan memandang diri Siauw Ie.
ooooOOoooo Adapun perkumpulan Ie Hee Cung yang terdiri dari
keluarga Lie serta keluarga Pouw, pada ratusan tahun yang
lalu mereka merupakan suatu keluarga yang bekerja sebagai
pengusaha Piau kok atau pengawal barang-barang angkutan.
Oleh karena hasil usaha mereka banyak menanam
permusuhan, untuk menghindarkan diri dari pembalasan
dendam orang-orang jahat terpaksa dengan membawa
seluruh keluarga mengasingkan diri ketempat yang sunyi.
Tahun ketemu tahun anak beranak mereka semakin banyak
akhirnya dari perkampungan yang kecil berubah menjadi
perkampungan besar. Sedangkan ayab dari Liem Tou yaitu Liem Han San
merupakan seorang Siucay atau terpelajar yang mempunyai
kepandaian sangat tinggi didalam bidang Bun atau surat
menyurat. Oleh Lie Ek Beng Cung Cu yang terdahulu dia
diundang datang kedalam perkampungan untuk memberikan
pelajaran surat kepada penduduk kampung pada saat itu Liem
Tou baru berusia lima enam tahun, sifatnya yang pendiam
serta alim itu membuat dia suka menyendiri. Padahal anakanak
yang sebaya dengannya semuanya telah memperoleh
pelajaran silat, sudah tentu tubuhnya jauh lebih kekar serta
gesit dari dirinya. Hanya dia seorang diri yang paling lemah tanpa memiliki
kepandaian apa pun, lagipula penduduk kampung itu sangat
benci terhadap orang luar, tak heran kalau Liem Tou sama
sekali tidak diberi pelajaran silat.
Jilid 2 : Bukan pencuri kerbau khok dipenjara..
Tahun ketemu tahun akhirnya dia jadi besar, biarpun
tampangnya ganteng dan cakap, tetapi kelihatan sekali
sifatnya yang masih ke tolol-tololan.
Pada waktu itulah oleh karena perasaan kesatuan dan
simpatiknya dari Siauw Ie yang selalu melindungi dirinya,
akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih yang saling
sayang menyayangi. Tak terkira pada suatu malam, pertengahan musim salju
ayah Liem Tou yaitu Liem Han San meninggal dunia secara
mendadak, sewaktu dia mau menarik napas yang penghabisan
telah memberikan sejilid kitab kepada anaknya bahkan
memesan untuk dipelajari dengan baik, di samping itu dia
memesan juga, agar kitab itu jangan sampai diketahui oleh
orang lain. Setelah meninggalkan pesan-pesannya dia
menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Karena kesedihan atas meninggalnya Liem Han San,
membuat Liem Tou tak terlalu memperhatikan hal itu. Pada
saat itu juga Lie Ek Hong dihadapan orang-orang kampung
telah mengangkat Liem Tou ayah beranak sebagai warga
perkampuugan le Hee Cung bahkan dengan segala upacara
besar mengubur jenazah Liem Han San.


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siapa tahu Lie Ek Beng pun menyusul kealam baka, dengan
menurut peraturan2 perkampungan sesudah diadakan pibu
atau pertandingan silat Pauw Sak San menjadi cungcu yang
baru. Sejak malam itu juga Liem Tou mulai mempelajari kitab
peninggalan ayahnya. Pada suatu malam ketika Liem Tou sedang mempelajari
kitab peninggalan ayahnya, dari luar jendela terdengar suara
tertawa dingin, begitu mendengar suara tertawa mengejek itu
segera Liem Tou tahu kalau orang itu tak lain adalah Pouw
Siauw Ling, dengan cepat dia menyembunyikan kitabnya.
Pada waktu itu juga terdengar dari luar Pouw Siauw Ling
telah menggape kearahnya sambil serunya dengan keras:
"Liem Tou ! Ayahku memanggilmu untuk menghadap."
Karena perjntah dari Cung-cu, Liem Tou terpaksa keluar
dari rumah. Siapa tahu baru saja dia melangkah keluar dari
pintu secara mendadak Pouw Siauw Ling telah memberikan
hajaran yang hebat keatas tubuhnya, tangannya melayang tak
henti2-nya memukuli seluruh tubuhnya bahkan ancamnya:
"Adik Siauw Ie merupakan menantu dari keluarga Pouw
kami, coba pikir macam apakah kau ini berani demikian
kurang ajarnya, harus kuberi hajaran yang setimpal pada kau
cecunguk busuk, rasakanlah kelihayanku"
Pada waktu itu sekalipun dia menerima pukulan yang amat
kejam hingga tubuhnya babak belur oleh pukulan tangan serta
terdangan keras dari Pouw Siauw Ling tetapi merintihpun ia
tidak. Kelakuan tersebut sudah menjadi kebiasaan baginya
sejak kecil bahkan dia pun tahu dengan jelas sekalipun
didalam perkampungan punya paraturan bahwa keluarga Lie
harus dikawinkan dengan keluarga Pouw, tetapi pada saat itu
dia telah diizinkan dan dianggap sebagai warga dari
perkampungan Ie Hee Cung oleh Cung cu yang terdahulu,
sudah tentu dia tak dapat dianggap sebagai orang luar lagi.
Sesudah dipukuli babak belur oleh Pouw Siauw Ling, segera
dia digusur kehadapan Pouw Sak San. Tampak dengan
mandelikkan matanya Cung cu memandang gusar kearahnya,
air mukanya amat keren, bentak dia kemudian.
"Liem Tou. Disini tak dapat menampungmu lagi, kau harus
cepat2 turun gunung."
Begitu mendengar perkataan dari Cung cu itu Liem Tou
merasa terkejut sekali bagaikan diguyur dengan air dingin air
matanya hampir-hampir meleleh keluar membasahi wajahnya,
tetapi dengan paksakan dirinya dia tetap bersabar, diam2
pikirnya: "Liem Tou, Liem Tou, kau tak boleh menangis, walaupun
mereka bersikap bagaimanapun juga kau tak boleh menangis,
sekalipun mereka melihat kau meneteskan air mata."
Berpikir sampai disitu pula, dengan cepat dia menahan
mengalirnya air mata dari kelopak matanya, dengan
tersengguk-sengguk tanyanya:
"Cung cu aku kenapa aku diusir dari perkampungan " " " ?"
"Apa kau tidak mau mendengar perkataan dari Cung cu " "
" Menyuruh kau turun gunung.Buat apa kau tanya sebab2-nya
?"" bentak Cung cu dengan gusarnya.
Liem Tou yang dibentak seperti itu hatinya menjadi
membeku, sama sekali tak disangka olehnya kalau Cung cu ini
bisa bartindak demikian tak tahu aturannya, pada saat itu
terpikir kembali Lie Siauw Ie yang sangat menyayang dirinya.
Mandadak entah dari mana datangnya suatu semangat jantan
membuat nyalinya menjadi semakin besar, dengan keras
sahutnya. "Baik. Turun gunung yah turun gunung . ." Tetapi bolehkah
aku menemui Siauw le cici terlebih dahuIu ?"
Sama sekali Cung cu tak pernah menduga kalau nyali Liem
Tou demikian besarnya, tak terasa dia menjadi tertegun
dibuatnya. Setelah berpikir bolak balik dengan tegas sahutnya.
"Tidak bisa, segera aku akan menghantar kau turun
gunung. Ingat perkampungan Ie Hee Cung ini tidak akan
membiarkan seorang asingpun berdiam terus menerus
ditempat ini." Liem Tou tak bisa berbuat apa-apa lagi, pada malam itu
juga dia diusir dari perkampungan Ie Hee Cung. Menanti
setelah Cung Cu balik dari atas gunung tak tertahan lagi dia
menangis tersedu-sedu dipinggir sungai.
Setelah puas mengeluarkan air matanya rasa mangkal
didalam hatinyapun lenyap, dengan berlutut diatas tanah
segera ia angkat sumpah. "Aku Liem Tou pasti akan menemui Cici Ie lagi, Pasti" pasti
kulakukan." Hari-hari selanjutnya Liem Tou bekerja sebagai pengangon
sapi ditepi sungai dibawah gunung Ha Mo leng bahkan
disamping mengangon sapi sering juga dia belajar berenang
didalam sungai serta mempelajari kitab peninggalan ayahnya.
Tak disangka olehnya ternyata kitab tersebut berisi tulisan2
yang tak dimengerti olehnya, maksudnyapun sangat
mendalam. Tetapi dia tidak menjadi putus asa karena hal
tersebut, akhirnya setelah berjerih payah selama beberapa
bulan barulah dia berhasil memahami maksud dari bagian
keenam dari kitab tersebut yaitu ilmu pernapasan. Pada waktu
itu pula dia baru tahbu kalau kitab itu merupakan sebuah kitab
pelajaran silat yang amat hebat, hatinya menjadi sangat
girarg, dengan demikian dia setiap hari berlatih dengan
kerasnya, tetapi bagaimanapun juga dikarenakan tak ada
orang yang memberi petunjuk sehingga rahasia dari ilmu
pernapasan itu tetap tak dipahaminya, tenaga murni yang
tersimpan didalam tubuhnyapun, tak berhasil dialirkan
mengitari seluruh tubuhnya.
Oleh karena itu sekalipun dia berlatih dengan rajin juga tak
lebih baru bisa mengembangkan perutnya sehingga besar
sesuai dengan kehendaknya, sekalipun demikian sebaliknya
ilmunya itu malah membantu didalam ilmu berenangnya,
sekali dia menghirup udara maka dapat menyelam didalam air
selama dua tiga jam lamanya.
Disaat itu dengan menggunakan ilmu pernapasan tersebut
dia segera menutup seluruh pernapasannya pura2 mati
tengggelam, bukan saja berhasil menipu Cung cu sakalipun
hingga bisa melewati ketiga tempat berbahava tanpa
rintangan bahkan dapat berjumpa pula dangan diri Siauw Ie.
Liem Tou melihat dengan wajah yang amat girang Siauw Ie
mencekal tangannya, tak terasa hatinya malah menjadi sedih,
ujarnya. "Ci ci Ie, adiktmu berhasil menipu mereka hingga bisa tiba
disini bertemu dengan Cici, tetapi aku tak bisa bardiam terlalu
lama ditempat itu, kini aku harus berbuat bagaimana untuk
turun gunung?" Sepasang mata Siauw le dengan sangat tajam memandang
kewajahnya, dengan cepat dia menggelengkan kepalanya
ujarnya, "Adik Tou, untuk sementara kita tak usah menyebutkan hal
ini, selama satu tahun kita tidak bertemu kita harus
menggunakan waktu ini sebaik2nya coba pikirlah selama satu
tahun cici mu tidak bisa bertemu dengan kau setiap hari aku
selalu merindukan dirimu."
"Adikmu juga begitu." sahut Liem Tou dengan perlahan.
"Didalam dunia ini dalam hatiku hanya terisikan cici seorang
bilamana aku, bisa hidup bersama cici untuk selamanya diatas
gunung ini tentu akan sangat bahagia sekali."
Dia berbenti sejenak sedang air mukanya berubah,
terlintaslah perasaan gemas serta dendamnya, tetapi didalam
sekejap saja telah lenyap ujarnya lagi.
"Cici. Nasib adikmu sungguh sangat buruk, setelah turun
gunung kali ini kemungkinan sekali akan mengembara
kesemua tempat, bila aku berhasil mempelajari kepandaian
silat tentu adikmu akan datang kembali keatas gunung, tetapi
masa depan sukar diduga, mungkin juga aku menemui ajal
ditengah jalan." Tak tertahan lagi titik2 air mata menetes keluar tetapi
dengan cepat dia menahan mengalirnya cucuran air mata
yang semakin deras itu, ketika dia menoleh memandang
kearah Siauw le lagi, terlihatlah sepasang matanya dipejamkan
rapat2, dengan wajah yang penuh air mata ujarnya,
"Adikku, teruskanlah, ucapanmu cici suka mendengarkan
perkataanmu " Sambil berkata dengan cepat dia menubruk menjatuhkan
diri kedalam rangkulan Liem Tou, isak tangisnya semakin
menjadi. Dengan sekuat tenaga Liem Tou berusaha
mempertahankan dirinya, batinnya.
"Liem Tou . . , Liem Tou. Tahanlah rasa sedihmu.
Dihadapan Ie Cici jangan menangis, siapapun jangan harap
memaksa aku meneteskan air mata, tahanlah perasaan
sedihmu. Tahanlah . tahan terus. Sampai tua."
Setelah menangis dengan sadihnya beberapa saat lamanya,
mendadak terdengar dengan nada yang halus ujar Siauw Ie:
"Adik Tou. Cicimu selalu akan menantikan pulang keatas
gunung, tidak perduli kau kembali atau tidak, pokoknya Cicimu
pasti menantikan kedatanganmu untuk selamanya"
Baru saja Liem Tou mau menjawab, mendadak saja dari
puncak gunung itu terdengar suara panggilan Pouw Jin Cui
dengan nada yang keras : "Ie moay moay..ibumu suruh kau
cepat pulang" Dengan cepat Siauw Ie bangun, sambil mengusap keringat
bekas air matanya ,dengan cemas ujarnya.
"Adik Tou dengan tipu daya aku berhasil naik gunung,
rahasia ini jangan sampai diketahui orang lain. Cepat kau
menyembunyikan diri kedalam gua kita yang dahulu, aku akan
pulang sebentar bilang kalau kau telah dikubur, nanti malam
aku akan datang kembali membawakan makan malam
bagimu" Sehabis berkata dengan cepat Lie Siauw le loncat dan lari
keatas puncak gunung Ha Mo Leng.
Liem Tou segera mengusik rumput2 didekat akar pohon
yang amat besar itu, disitu terdapatlah sebuah liang gua yang
cukup untuk seorang, tanpa ragu2 lagi deugan cepat dia
menerobos masuk ke dalam.
Kurang lebih setelah berjalan puluhan tindak, gua itu
semakin lama semakin melebar makin luas, mendadak bau
yang sangat apek dan amis bertiup datang, tak tahan lagi dia
bersin beberapa kali, diam2 pikirnya.
"Tempat ini bagaimana bisa demikian dinginnya, mogamoga
saja Cici le tidak lupa membawakan api untuk membuat
api unggun hing?ga bajuku bisa kering"
Berpikir sampai disitu segera dia duduk bersandar didinding
gua, terlihatiah gua itu makin kedalam makin seinpit, agaknya
sangat dalam sekali sehingga sukar diukur ditambah
keadaannyapun sangat gelap, tetapi dia tak mau mengurusi
hal itu, dengan memejamkan mata ia menantikan kedatangan
Siauw Ie. Sepertanak nasi kemudian rasa dingin yang menerjang
tubuhnya terasa semakin menusuk tulang hingga terasa
sangat tidak enak dibadan.
Segera ia bangkit berdiri pikirnya hendak berjalan keluar
dari gua tersebut. Siapa tahu baru saja berjalan beberapa
langkah dari luar gua tiba terdengar suara. "Kok .. . Kok . ."
Suara itu kedengaran sangat aneh sekali tetapi waktu itu
Liem Tou tidak begitu memperhatikannya dan tetap
melanjutkan perjalanannya kearah depan.
Kelihatannya tinggal dua langkah lagi dia berhasil keluar
dari gua itu, mendadak suara yang sangat aneh itu berbunyi
lagi yang kemudian disusul munculnya sepasang kepala
berwarna merah darah yang amat aneh sekali didapan gua itu.
Liem Tou melihat munculnya seekor binatang aneh saking
terkejutnya hingga menjerit keras, dengan cepat dia mundur
kebelakang balik ketempat semula.
Dengan sepasang matanya yang dipentangkan lebar-lebar,
Liem Tou mengawasi luar gua, napas pun tak berani keraskeras.
Tampak dua buah kepala merah darah yang sangat
aneh itu dengan empat buah mata mendesiskan lidahnya yang
mirip dengan desisan ular berjalan makin mendekat,hanya
bentuknya amat aneh serta menakutkan sekali.
Liem Tou yang melihat bentuk binatang itu segera
mengetahui kalau binatang itu merupakan binatang beracun,
dia semakin mempertajam matanya memandang kearah
tempat itu, ketika itulah binatang aneh berkepala dua
tersembur setelah mengeluarkan suara, kok, kok, yang aneh
dengan perlahan mulai menjulurkan kepalanya masuk
kedalam gua. Pada waktu itu juga Liem Tou baru dapat melihat binatang
aneh berkepala dua itu mempunyai bentuk tubuh yang sangat
besar dan bulat, seluruh tubuhnya penuh bersisik merah
darah, pada perutnya terlihat empat buah kakinya hanya
sayang sangat pendek sekali sehingga kelihatan sangat tidak
sesuai dengan tubuhnya yang sangat besar.
Dengan perlahan binatang aneh itu mulai merangkak
masuk kedalam gua, terpaksa Liem Tou setindak demi
setindak mundur kebelakang.
Tetapi justru semakin dia mundur kedalam gua yang
sangat gelap itu binatang aneh itu tetap tak henti2nya
merangkak maju mendekati dirinya.
Entah telah lewat berapa saat lamanya Liem Tou barulah
merasakan kalau dia semakin terjerumus lebih dalam lagi
kedalam gua yang sangat sempit lagi apek itu, pandangannya
makin lama makin gelap. Kiranya dia telah berada di tengah2
dari gua tersebut. Mandadak hatinya menjadi tergerak teriaknya "Celaka. . ."
Selamanya dia belum pernah memasuki jauh kedalam gua
itu, sudah tentu tak tahu pula gua tersebut menembus kearah
mana, jika bergerak mundur terus kebelakang bukankah
dengan begitu secara tidak langsung dirinya masuk kedalam
parangkap binatang aneh berkepala dua tersebut ?"?"
Berpikir sampai disitu dia menyedot napas dalam2,
perutnya dengan perlahan mulai berkembang menjadi sangat
besar, dengan sekuat tenaga disemburkannya kearah binatang
aneh itu. Sepasang kepala dari binatang aneh itu segera berpisah
kesamping dan mangeluarkan jeritan aneh, tapi ternyata tak
mengalami cedera apapun bahkan kakinya yang berada di
depan menjangkau meloncat beberapa depa tingginya
manubruk kearah Liem Tou.
Liem Tou yang ditubruk demikian hebataya segera menjerit
kaget tanpa pikir panjang lagi tergesa2 dia mundur tapi


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

binatarng itu sedikitpun tak mau melepaskannya, sedikitpun
tak mau melepaskan sekalipun perutnya agak besar hingga
gerakannva agak terintang tapi langkahnya sangat cepat
sekali diluar dugaan Liem Tou.
Sampai waktu itu Liem Tou juga tak dapat berbuat lagi
sekalian semakin dia berjalan jauh kedalam gua keadaan
semakin gelap, ter-paksa dengan sepenuh tenaga lari kearah
dalam, bahkan beberapa kali dia jatuh terguling2 hingga
menumbuk dinding gua, tapi dia tak mau ambil perduli, hanya
terdengar suara aneh yang makin lama makin mendekat
membuat keringat dingin mengucur keluar semakin deras
membasahi seluruh tubuhnya.
Setelah lari lagi beberapa saat lamanya keadaan gua itu
makin lama makin menjarok ke bawah, bahkan dari tanah
pasir telah barubah menjadi tanah lumpur yang tebal
membuat langkahnya makin lama makin bertambah perlahan.
Ketika dia menoleh kebelakang lagi terlihatlah keempat
buah mata yang barwarna hijau mengkilat memancarkan sinar
yang tajam memandang kearahnya sedang tubuhnya tetap
barada tidak jauh dari tubuhnya. Tak terasa pikirnya.
"Kali ini habis sudah, entah tempat didepan itu menembus
kemana, kini binatang aneh itu pun terus mengejar."
Tapi sejenak kemudian pikirnya lagi.
"Tak perduli gua ini menembus kearah mana
bagaimanapun juga aku tak bisa tunggu disini saat kematian."
Berpikir sampai disitu segera dia mcnyedot hawa dalam2
sekali lagi menerjang kedepan, makin lama tanah didalam gua
itu terasa mulai ada airnya, bahkan makin lama makin dalam,
didalam sekejap saja air itu telah mencapai lututnya, setelah
berjalan beberapa langkah lagi air itu telah mencapai
dipinggangnya, pada saat itu dia menjadi sadar, kiranya gua
tersebut menghubungkan diri dengan sungai yang mengalir
dipuncak Ha Mo Leng, dia yang mengerti akan ilmu dalam air
tak terasa menjadi sanagat girang dengan cepat dia
merendamkan seluruh tubuhnya kedalam air dan menyelam
lebih dalam lagi. Setelah merasa kalau binatang aneh itu tak mengejar
dirinya lagi barulah dia muncul kembali keatas permukaan,
tapi dia tak berani balik ketempat semula, dengan cepat
mangikuti mengalirnya arus sungai itu barenang kearah
depan. Tak lama kemudian tiba2 arus yang sangat santar
menerjang, kaki kirinya maju kedepan, didalam keadaan yang
sangat terkejut segera dia munculkan dirinya untuk melihat.
Kiranya dia telah berada didepan gua tarsebut dan sama sekali
tak diduga olehnya kalau gua itu ternyata menghubungkan
puncak gunuag dengan kaki gunung Ha Mo Leng.
Hatinya menjadi demikian girangnya, pikirnya kemudian.
"Bila aku ingin naik gunung lagi bukankah akan sangat
gampang sekali ?" Tapi tiba-tiba dalam otaknya berkelebat bayangan dari
binatang aneh berkepala dua tersebut, hatinya segera menjadi
beku separuh, bila binatang aneh itu masih tetap hidup
didalam gua tersebut maka seluruh keinginannya akan buyar
menjadi bayangan saja. Sekonyong2 teringat pula olehnya.
'Nanti malam Siauw Ie akan menghantarkan makan malam
bagiku, bila dia sampai bertemu dengan binatang aneh
berkepala dua itu bukankah akan runyam ?""
Tapi teringat pula kalau Lie Siauw Ie memiliki kepandaian
silat yang sangat tinggi, apalagi dalam tubuhnya menggembol
senjata rahasia Kin cu gin ciam, tak terasa hatinya menjadi
lega kembali. Ketika dia munculkan dirinya pada permukaan sungai hari
telah jauh siang, matahari tepat berada diatas kepalanya
memancarkan sinarnya dengan sangat terang, angin sepoisepoi
bertiup menyejukkan tubuh mcmbuat setiap orang
merasakan sangat nyaman sekali.
Setelah mengingat benar-benar letak dari gua rahasia itu
dengan cepat dia berenang ketepi sungai, pikirnya lagi.
"Ketika ini bisa meninggalkan Siauw Ie untuk sementara
waktu juga jauh lebih baik, diatas gunung akupun tak bisa
tinggal terlalu lama akhirnyapun aku harus meninggalkan
tempat itu jua." Berpikir sampai disitu tiada pikiran lagi yang berada dalam
otaknya, terlihat gunung yang berwarna biru serta sawah yang
berwarna hijau membentang dengan indahnya, air sungai
mengalir dengan tenangnya disamping burung yang berkicau
mengisi suasana yang kosong tapi ditempat yang kosong
demikian luasnya haruskah dia pergi ketempat mana ?"
Dengan menundukkan kepalanya dengan perlahan dia
mulai berjalan kedepan terasa tubuhnya yang basah kuyup tak
enak dibadannya. Apalagi perutnya pun terasa mulai lapar
dengan pikiran yang bingung sekali lagi dia menerjun sekali
lagi dia menerjunkan dirinya kedalam sungai untuk
menangkap beberapa ekor ikan sebagai menangsal perutnya,
kemudian dengan tergesa-gesa kembali kerumah majikan
dimana selama kurang lebih beberapa tahun dia bekerja
sebagai pengangon sapi. Malam harinya dia tak bisa memejamkan matanya, otaknya
penuh diliputi oleh soal-soal yang terasa amat rumit baginya
terpikir olehnya alangkah baiknya kalau dia bisa terus menerus
tinggal bersama sama dengan Siauw Ie, tapi pikirannya
menjadi sadar lagi satu-satunya jalan mencapai cita-cita itu
hanyalah harus belajar ilmu silat hingga mencapai
kesempurnaan. Keesokan harinya pagi-pagi sekali Liem Tou telah pamitan
dengan majikannya untuk meninggalkan rumah itu sekalipun
sang majikan berkali-kali mencoba untuk menahannya tapi
tetap ditolak olehnya dengan bulatkan semangat Liem Tou
meninggalkan rumah itu pergi mencari suhu untuk belajar
silat. Dua hari semenjak dia meninggalkan rumah majikannya,
Liem Tou masih tetap berjalan tanpa arah, dia tak tahu harus
menuju kemana baiknya, dalam perjalanan yang tak menentu
itu pada malam hari dia tidur di k elenting, sedang makan pun
hanya ikan-ikan yang ditangkap sendiri olehnya, dalam hatinya
dia hanya terpikirkan satu tujuan, cepat-cepat berhasil melatih
ilmu silatnya dan balik keatas gunung menemui Cici Siauw Ienya.
Hari itu setelah manempuh perjalanan selama setengah
harian dia mulai merasakan tubuhnya sangat penat, didalam
sebuah rimba yang lebat dan rindang dia manyatukan diri
duduk bersandar pada sebuah pohon untuk beristirahat, tak
terasa lagi saking letihnya dia jatuh tertidur dengan
nyenyaknya. Ketika mendusin kembali matahari telah jauh condong
kearah barat, haripun hampir gelap, Liem Tou yang melihat
keadaan cuaca itu segera bangkit siap meninggalkan tempat
itu mendadak dari dalam rimba berkumandang keluar suara
tertawa yang sagat keras sambil berkata.
"Hee. Pembesar Buta, rasakanlah langkah bentengku
menghancurkan pertahananmu, Bagus, Bagus sekali hanya
sayang kau masih belum punya kepandaian untuk menahan
aku si orang siucay, hati-hatilah."
Mandadak sebuah suara yang tajam melengking memotong
ucapannya. "Hati-hati dengan kudaku mengepung rajamu siucay rudin
yang tak tahu malu, jangan sombong dulu, lihatlah
kelihayanku ini " "Pembesar sombong, hati2 dengan bentengku
menghancurkan kubu pertahananmu he.. he jangan keburu
girang kau" Sahut suara yang pertama sambil tertawa
terbahak- bahak. "Haim, . , tak usah banyak omong rasakan kelihayanku."
"He... he. . . kau tak mau menghindar malah menggunakan
siasat keras lawan keras. Hm... hm. . kau kira aku siucay
buntung takut padamu?"
Liem Tou ketika mendengar suara teriakan itu seperti orang
yang sedang main catur rasa ingin tahunya meliputi seluruh
otaknya, oleh karena sejak keciI dia sering bermain catur
dengan ayahnya Liem Han San kini mendenger ada orang
sedang bermain catur tak terasa dengan mengikuti jalan kecil
disamping rimba itu berjalan makin masuk kedalam rimba
tersebut. Semakin dia berjalan kedalam suara bentakan dua orang
yang sedang main catur semakin terdengar makin keras
bahkan keadaannya kelihatanya seimbang dan telah mencapai
puncak ketegangan. Liem Tou yang mcndengar suara itu begitu jelasnya tak
merasa hatinya makin tertarik, segera langkah kakinya
dipercepat dengan setengah berlari dia berjalan masuk
kedalam rimba dimana suara tersebut berasal.
Tak lama kemudian dimana suara berkumandangnya orang
sedang main catur secara samar2 terdengar pula suara angin
yang menyambar dengan kerasnya, sebuah batu cadas
sebesar gentong air dengan kecepatan yang luar biasa
melayang melalui atas kepalanya, malihat hal itu dengan
tergesa2 Liem Tou menghindarkan diri sedang dalam hatinya
terasa semakin heran. Pada saat itu pula dia lebih hati-hati dan waspada,
sekalipun langkah kakinya tetap berjalan menuju kedepan tapi
matanya tetap memandang tajam sekitar tempat itu, takut
ada batu besar lagi menyambar kearahnya.
Semakin lama dia berjalan makin dekat pula dengan
tempat berasalnya suara itu, kalau tak melihat kedua orang
yang sedang bermatn catur tersebut tak terasa saking
terkejutnya keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya, dia
semakin tak berani munculkan dirinya, dengan cepat
menyembunyikan diri dibelakang sebuah pohon besar
memandang kearah kedua orang itu.
Kiranya ditengah rimba yang lebat itu terlihatlah sebuah
tanah lapang yang luas dan kosong dimana terdapat dua
orang yang semula Liem Tou menduga sedang bermain catur
itu tetapi mereka bukannya sedang bermain catur, sebaliknya
sedang bertempur dengan seru dan dahsyatnya, pasir
beterbangan keempat penjuru, bayangan tangan berkelebat
menyilaukan mata serta angin pukulan yang menyesakkan
dada. Yang aneh adalah dikedua orang itu yang satu memakai
jubah kebesaran berwarna merah tua yang telah kumal,
kepalanya memakai kopiah kebesaran pula hal ini
memperlihatkan kalau dia merupakan seorang pembesar
kerajaan hanya sayang kedua matanya telah buta, pada
tanganya mencekal sebuah tongkat besi yang berkepalakan
naga dengan ganasnya menusuk dan menyambar pihak
lawannya, sedang yang seorang lagi adalah seorang tua yang
mengenakan pakaian model seorang Siucay, pada janggutnya
terurai janggut yang panjang berwarna hitam pekat sepanjang
dada, wajahnya masih terlihat sisa-sisa ketampanannya
semasa muda sedang tangannya mencekal sebuah kipas
berwarna putih cuma yang heran orang ini hanya mempunyai
kaki tunggal, demikian juga dengan tangannya yang tinggaI
sebelah. Usia kedua orang aneh itu kelihatan lebih dari lima
puluh tahunan. Liem Tou yang melibat kejadian itu segera merasa heran
bercampur curiga, diam2 pikirnya:
Orang buntung berkelahi dengan orang buta, sungguh
merupakan peristiwa yang jarang terdengar didunia ini,
bahkan setiap kaii mereka melancarkan serangannya pada
mulutnya tentu mengucapkan langkah2 dari jalanan catur,
sedang apa-apaan mereka itu sebenarnya.
Rasa curiganya semakin tebal meliputi dirinya, ketika dia
memandang lagi kearah langkah kaki mereka tak terasa
perasaan herannya makin menjadi-jadi, kiranya tempat
dimana kedua orang itu bergebrak dengan sangat jelas
tergoreskan kotak-kotak catur, sedang kedua orang itu
meloncat loncat dan saling serang menyerang diantara kotak
kotak catur tersebut. Pada saat itu Siucay buntung itu sedang berdiri di
perbatasan kotak-kotak caturnya, tiba-tiba kakinya yang
tinggal sebelah itu mentul keatas tanah dan meloncat tinggi
beberapa depa sambil bentaknya dengan keras.
"Hey pembesar buta, hati hati bentengku maju enam
langkah" Liem Tou yang melihat mereka bergebrak sesuai dengan
jalannya biji catur segera menduga kalau Siucay buntung itu
telah meloncat ketengah udara tentu akan menubruk dengan
ganasnya kearah pembesar buta tersebut, siapa tahu
mendadak tubuhnya dimiringkan kesamping kemudian dengan
ringannya melayang turun keatas tanah, sedikitpun tidak
menmbulkan suara. Siapa duga telinga dari pembesar buta itu sangat tajam dan
jauh lebih tajam dari semua orang, dengan amat gusar
bentaknya dengan nada yang melengking:
"Budak yang tak tahu diri, kau sedang menggunakan siasat
apa?" Sehabis berkata tongkatnya diangkat siap menyerang
kearah pihak musuhnya, pada saat itulah Siucay buntung itu
secara mendadak meloncat maju Iagi beberapa tindak
bentaknya dengan keras: "Kudaku maju tiga langkah, suara ditimur memukul Barat,
aku sedang melancarkan siasat macam apa coba kau katakan"
Kipas putih ditangannya dilipat menotok kearah jalan darah
didepan dada Pembesar buta tersebut, gerakannya sangat
cepat bagaikan sambaran, kilat.
Liem Tou hanya melihat berkelebatnya sebuah bayangan
manusia segera terdengar pembesar buta itu telah
membentak dengan keras. "Sungguh bagus seranganmu. Menteri maju lima langkah
benteng mundur empat langkah pembawa bunga menyembah
Budha" Tangan kiri Pembesar buta itu dengan cepat diangkat
menutup serangan kipas dari Siucay buntung tersebut, sedang
tongkat besi ditangan kanannya mendadak digetarkan dengan
menggunakan ujung tongkat bergambarkan naga2an dia
menotok punggung Siucay buntung.
Siucay buntung itu segera memutarkan tubuhnya, kakinya
yang tinggal sebelah dengan tidak menimbulkan suara
sedikitpun menutul permukaan tanah kemudian meloncat


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa depa dibelakang sambil tertawa keras ujarnya.
"Benteng maju sembilan langkah dengan berkecepatan luar
biasa mundur kebelakang. Hei pembesar buta kita tidak
bertemu hanya beberapa tahun saja kepandaian bermain
caturmu ternyata telah maju satu tingkat."
"Apa kau kira sejak mataku kau butakan, sejak itu pula aku
benar2 menjadi cacat!,"Sahut pembesar buta itu sambil
tertawa terkekeh2. Sebabis berkata wajahnya mendadak berubah menjadi
pucat pasi, tongkat berkepala naganya pun dengan secara
mendadak melancarkan serangan dahyat ketengah udara
sambil bentaknya dengan keras.
"Aku beritahu padamu hei si buntung bangkotan, pada
suatu hari tentu aku akan membalas dendam atas butanya
sepasang mataku ini, kau tunggu saja peristiwa ini baru
terbukti kau mengundurkan diri, sudah tentu telah kalah satu tingkat
dari aku. Kitab rahasia To Kong Pit Liok sudah tentu menjadi
milikku." Mendengar perkataan itu si Siucay buntung itu segera
mengebutkan lengannya yang tinggal sebelah. sambil tertawa
keras ujarnya. "He .. he Pembesar buta, matamu buta kau mau balas
dendam, lalu aku harus balas dendam pada siapa atas
hilangnya sebuah langan serta kakiku ini" Pada waktu yang
lalu bila kau menginginkan pangkat dan kedudukan terhormat
kita sebenarnya merupakan sepasang kawan karib yang
disegani oleh setiap orang, kini coba jadi apa kita sekarang".
Kitab rahasia To Kong Pit Liok dengan cara demikian saja
diserahkan kepadamu, he.. he, . kau jangan mimpi di siang
hari" Liem Tou yang bersembunyi dibalik pohon setelah
mendengar ucapan dari kedua orang itu barulah menjadi
sadar. Kiranya kedua orang itu sebenarnya merupakan
sepasang kawan karib, kamudian karena pembesar buta itu
gila pangkat dan menjadi Pembesar Kerajaan mereka berbalik
menjadi saling bermusuhan dan saling serang menyerang
dengan mengadu jiwa yang akhirnya menjadi musuh
bebuyutan. Bahkan pertempuran ini hari agaknya sedang
memperebutkan sebuah kitab rahasia yang bernarna "To kong
Pit Liok" Tetapi kepandaian kedua orang itu sama-2 mengejutkan
sekali bahkan Liem Tou mengira kalau kepandaian mereka
jauh lebih liehay beberapa kali lipat dari Ang in sin pian si
cung cu dari perkampungan le Hee Cung itu.
Ketika Liem Tou sedang melamun itulah mendadak dari
tempat kejauhan berkumandang datang suara siulan yang
amat panjang dan nyaring sehingga menembus awan. Liem
Tou yang mendengar suara siulan itu menjadi sangat heran
sekali, pada saat itu Pembesar buta telah angkat bicara,
ujarnya. "Hm..bagaimana sisetan ramal Thiat Sie Poa bisa datang
juga kesini" Urusannya bisa berabe nih".
"Heei Pembesar buta kau takut" tanya si siucay buntung
dengan nada yang mengejek.
"Apa yang harus kutakutkan" Balas si pembesar buta
dengan seramnya. Pada waktu itu juga Liem Tou dapat melihat dengan sangat
jelas sekali kedua alis dari pembesar itu dikerutkan dalam2
sedang tongkat berkepala naga ditangannya dengan secara
telak menyambar dengan datar kedepan dengan gerakan yang
meneter melancarkan serangan dashsyat mendesak si siucay
buntung tersebut. Tongkatnya dengan tak henti2nya
mengancam tenggorokan, dada serta perut.
Melihat kejadian itu Liem Tou menjadi sangat terkejut.
Sungguh kejam dan licik si mata picik itu.
Menanti si siucay buntung itu merasakan adanya serangan
membokong yang mengancam tubuhnya tongkat berkepala
naga dari sipembesar itu telah mencapai tenggorokannya tidak
lebih beberapa coen untuk menghindarkan diri tak sempat lagi
terpaksa mau tak mau didalam keadaan yang sangat kritis itu
dengan keras dia membentak sedang kipas yang berada
ditangannya dengan kerasnya, mengancam ulu hati
sipembesar buta tersebut, pikirya dengan demikian mungkin
dirinya juga bisa membalas kekalahan tersebut.
Pada saat yang sangat kritis itulah mendadak terasa
sesuatu gulungan angin pukulan yang sangat dahsyat
menyambar datang dari tengah udara kemudian disusul
dengan berkelebatnya suatu bayangan manusia, seorang yang
mempunyai bentuk tubuh pendak gemuk telah muncul
ditengah kalangan, ujarnya.
"He --- he siucay buntung, Pembesar picik makin bertempur
makin jadinya tidak karuan apa mungkin kalian tidak mau
berhenti juga." Tongkat serta kipas dari kedua orang itu begitu ditekan
oleh angin pukulan dari orang pendek gemuk itu segera
mencapai pada sasaran yang kosong.
"Hei Thiat Sie poa kau pergi urus untung rugimu sendiri
saja, jangan mencampuri urusan orang lain apalagi dari tubuh
kami berdua kaupun tidak mungkin akan berhasil
mendapatkan keuntungan apapun juga."
Sebaliknya siucay buntung begitu melihat munculnya si
gemuk pendek itu segera tertawa keras ujarnya.
"Thiat Sie heng kedatanganmu sungguh sangat tepat, kalau
tidak sejak tadi Siauw te telah binasa dibawah serangan
bokongan dari pembesar picik yang rakus itu, kedatangan dari
Thiat Sie heng kali ini apa juga karena mempunyai perhatian
tarhadap kitab rahasia To Kong pit Liok tersebut?"
Liem Tou melihat bentuk dari si gemuk pendek itu bukan
saja cara berpakaiannya sangat mirip sekali dengan seorang
pedagang besar bahkan pada tangannya mencekal sebuah Sie
poa tak terasa menjadi sangat tertarik, dengan perlahan-lahan
dia mulai merangkak maju beberapa tindak kedepan,
sekalipun saat itu cuaca dengan perlahan-lahan mulai menjadi
gelap tetapi dia tidak mau ambil perduli, dengan berdiam diri
dia meneruskan pengintaiannya.
Thiat Sie poa itu setelah mendengar perkataan dari si
siucay buntung segera tertawa tergelak, sahutnya,
"Bukan saja aku si Thiat Sie sianseng yang menginginkan
kitab rahasia To Kong Pit Liok" itu, aku lihat Tionggoan Ngo
Koay kini sudah pada datang semuanya, selain kalian berdua
Siucay buntung, Pembesar buta serta aku sendiri masih ada si
mayat hidup serta Pengemis pemabok yang masing-masing
dengan membawa anak buahnya telah datang semua, bahkan
hampir-hampir terjadi pertempuran."
Begitu Si Pembesar buta mendengar perkataan dari Thiat
Sie poa, mukanya segera be?rubah hebat, dengan sombong
tanyanya. "Hee - he - si pengemis pemabok itu juga ikut datang?""
ejek siucay buntung tersebut.
"Kalau tahu begitu adanya aku gemas kenapa sejak dulu
tidak bereskan saja anjing Tar-tar itu."
Si Pembesar buta itu menjadi sangat gusar sambil
membentak keras tongkatnya diayunkan menyerang kearah
siucay buntung tersebut, tetapi keburu ditangkis oleh Thiat Sie
poa, sambil tertawa ujarnya.
"Eh - e - - Pembesar buta kau memangnya masih memiliki
kegagahan pada waktu yang lalu, kini kenapa harus main
kasar?"" Ketika si pembesar buta mendengar perkataan itu segera
dia sadar kalau Si Thiat Sie poa itu berdiri dipihak si siucay
buntung, kegusarannya tak dapat ditahan lagi hanya pada
saat ini tak dapat berbuat apa-apa, saking gemasnya tongkat
berkepalakan naga itu diketukkan dengan kerasnya keatas
tanah kemudian dengan cepat melayang pergi menerobos
kedalam rimba yang mulai menggelap itu.
Begitu si pembesar buta pergi, si siucay buntung bersama
dengan Thiat Sie poa segera bertepuk tangan sambil tertawa
keras sejenak kemudian barulah tanya si siucay bunting itu.
"Thiat Sie-heng, perhitungan Sie-poa mu ini selamanya
sangat cocok, kini kita hanya tahu kalau buku pusaka "To
Kong Pit Liok" itu berada ditangan Siok To Siang mo atau
sepasang iblis dari daerah Siok To yang kini bersembunyi
didalam daerah Cong-teng ini, sedangkan manusianya
bersembuuyi dimana kita sama se-kali tidak mengetahuinya,
apalagi golongan Pek to maupun golongan Hek to didalam
dunia kangouw berduyun duyun telah datang mambanjiri
daerah ini, sebenarnya kitab pusaka itu akhirnya akan jatuh
ketangan siapa, apa kau pernah melihatnya dengan
perhitungan sie-poa mu itu?"
"Jika aku ceritakan memang sangat mengherankan sekali".
Sahut Thiat Sie poa sambil tertawa pahit. "Biasanya
perhitungan Sie poaku ini sangat manjur, tetapi entah
bagaimaaa sekali ini biarpun sudah kuhitung pulang pergi
selama tiga hari tiga malam, hasilnya membuat aku benar
benar sangsi. Aku hanya dapat melihat buku pusaka itu kini
sedang terkurung dalam suatu tempat yang tertutup dan
akhirnya orang yang akan berhasil mendapatkan kitab pusaka
itu tak lebih hanya seetor kerbau adanya. bukankah ini
merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh."
Liem Tou yang mencuri dengar dibalik pohon, begitu
mendengar perkataan itu tak terasa tertawa keras, Si siucay
buntung serta Thiat Sie poa begitu mendengar suara tertawa
tersebut, dengan cepat memutar tubuhnya, terlihatlah seorang
anak lelaki barusia enam belas tahunan dengan memakai baju
yang compang camping bersembunyi dibalik pohon, segera
bentaknya dengan berbareng.
"Kau siapa" Kenapa mencuri dengar pembicaaraan orang
lain?" Liem Tou yang secara tidak sengaja mengeluarkan suara
tertawanya sehingga diketahui oleh kedua orang itu segera dia
sadar kalau kedua orang itu memiliki kepandaian yang sangat
tinggi dan tak boleh diusik seenaknya, terpaksa dengan
sejujurya dia menceritakan pengalamannya dimana dia
terpancing datang oleh suara permainan catur sehingga
dirinya tiba ditempat itu.
Si siucay buntung itu begitu selesai mendengar kisahnya
segera tersenyum, ujarnya kepada Thiat Sie-poa.
"Hitung hitung dia punya rejeki yang besar, mari kita pergi
saja." Thiat Sie poa mengangguk, baru saja hendak berangkat
mendadak seperti teringat akan sesuatu segera dia manoleh
lagi memandang sekejap kearah Liem Tou, tanyanya.
"Siapakah namamu, kau tinggal dimana?"
Liem Tou yang melihat tubuh Thiat Sie poa yang gemuk
pendek itu apalagi seluruh tubuhnya berlapiskan minyak
merasa tidak begitu simpatik, tetapi jawabnya juga.
"Aku bernama Liem Tou, tidak punya rumah"
Si siucay buntung itu melihat Thiat Sie poa mengajukan
partanyaan tersebut tidak terasa memandang juga kearah
Liem Tou dengan teliti, kemudian sambil tersenyum ujarnya.
"Thiat Sie heng, orang ini sangat bagus dan berbakat alam,
apa mungkin Thiat Sie heng punya minat terhadap dirinya?".
Thiat Sie poa tidak memberikan jawaban, mendadak dia
mengambil keluar Sie poanya dan dihitungnya pulang pergi
selama beberapa saat lamanya, tampak kelimaa jari
tangannya dengan tak henti2nya bergoyang diatas Sie poa
tersebut, setelah menghitung sekali diulangi sekali lagi
kemudian berulah dengan perlahan dia angkat kepalanya
melirik sekejap kearah Liem Tou, tangannya memungut
sebuah ranting kayu lantas melukis satu bulatan berangkai
sebanyak tiga puluh enam buah diatas tanah.
Setelah itu dia menoleh pada Si siucay buntung, sambil
menghela napas panjang dia menggelengkan kepalanya,
sahutnya: "Aku tidak punya rejeki begitu besarnya, mari berangkat."
Sesaat sebelum meninggalkan tempat itu entah secara
sengaja atau tidak mendadak Thiat Sie poa itu menoleh
dengan memandang ke arah Liem Tou s ambil teriaknya
dengan keras: "Bocah ingatlah, pikiran harus lurus jangan sembarangan
pergi ketempat yang tak berguna, karena akan mencelakai
dirimu sendiri." Sehabis berkata jubahnya yang lebar itu dikebutkan,
bersama2 dengan Si siucay buntung meloncat kcatas pohon
dan melayang pergi, tidak selang lama telah lenyap dari
pandangan. Sesudah kepergian dari si Siucay bunturg serta Tniat Sie
poa itu Liem Tou menjadi tertegun untuk sesaat lamanya,
ketka teringat kembali akan siucay buntung serta Thiat Sie
poa mendadak dia tepok batok kepalanya sendiri teriaknya.
"Ooh sungguh sayang, kenapa tidak terpikirkan waktu
tadi'" Bukankah aku sedang mencari guru pandai untuk
belajar ilmu" sebenarnya tadi merupakan kesempatan yang
sangat bagus bagi diriku, ternyata kubuang dengan percuma,
hai - - sungguh konyol aku ini. Untuk pergi mengejar sudah
tentu tidak mungkin bisa terjadi, tiba2 teringat oleh gambaran
lingkaran yang dilukis Thiat Sie poa diatas tanah, sebenarnya
gambar apakah" Achirnya dengan perlahan dia mulai
mendekati itu dan memandangnya lebih teliti, mendadak
terasa olehnya gambaran itu pernah dilihatnya bahkan mirip
sekali dengan apa yang pernah dia dengar, cepat dia berpikir
lebih teliti lagi dan teringatlah olehnya kitab pusaka
peninggalan ayahnya memang terdapat gambaran seperti itu
didalamnya. Untung saja saat itu cuaca belum sampai gelap seluruhnya,
dengan cepat dia mengambil keluar kitabnya dicocokkan
dengan tulisan itu ternyata sangat persis tak ada bedanya,
hanya dia tak tahu apa gunanya gambaran itu bahkan dia
anggap tentu hal itu merupakan perhitungan aneh yang
sangat mendalam dari Thiat Sie poa, tetapi jika menurut kitab
pusaka peninggalan ayah, gambaran itu termasuk didalam hal
ilmu langkah kaki. Mendadak hatinya menjadi bergerak pikirnya:
"Thiat Sie Poa itu membuatkan gambaran lingkaran ini
diatas tanah tentu punya maksud bahkan didalam kitap
pusaka ini tertuliskan ilmu langkah kaki, kenapa aku tidak
mencobanya?"." Perasaan ingin tahu dari Liem Tou segera meliputi seluruh


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pikirannya, dengan mengikuti lingkaran yang terdapat diatas
tanah itu dia mulai berjalan berputar putar, siapa tahu baru
saja berjalan dua tindak kakinya tergelincir dan jatuh
terjengkang keatas tanah. Melihat kejadian itu diam-diam
Liem Tou memaki ketololan dirinya sendiri, dengan cepat dia
merangkak bangun lagi, sedang mulutnya bergumam.
"Bagaimana jadinya ini, jalan datar saja terjungkir seperti
ini?" Sekali lagi dia mulai berjalan mengikuti lukisan itu, siapa
tahu seperti pertama kali tadi dia jatuh terjungkir kembali
keatas tanah, sedang kali ini jatuhnya lebih keras lagi.
Kali ini dia mulai sadar kalau didalam lukisan itu tentu
memiliki keajaiban lainnya, Kiranva jangan dipandang lukisan
lingkaran yang tidak rata diatas tanah itu sekalipan sangat
kacau tetapi memiliki kesaktian serta ke lihayan yang tidak
terkira dalamnya, jangan di kata Liem Tou seorang bocah cilik
yang tak tahu apa apa sekalipun orang lain yang memiliki ilmu
silatpun juga tidak akan ada yang bisa mempertahankan
tubuhnya hingga tidak sampai terjatuh.
Liem Tou yang berturut turut jatuh dua kali. segera
merangkak bangun kembali, sambil menggigit kencang
bibirnya ujarnya. "Aku tidak akan pecaya kalau demikian gaibnya, sekalipun
malam ini tidak tidur aku juga harus bisa berjalan sampai
bisa," Keputusan itu begitu diambil didalam hatinya dengan
segera dia mengulangi lagi berjalan diantara lingkaran
lingkaran itu, tidak lama kemudian akhirnya ditemuinya juga
sedikit titik terang dan berhasil menerobos satu langkah,
hatinya menjadi sangat girang sekali, demikianlah selama
semalam suntuk dia terus menerus belajar berjalan diantara
lingkaran itu hingga sampai hapal.
Saat itu seluruh tubuhnya terasa amat lelah sekali, keringat
mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, saking
lelahnya tidak terasa lagi dia jatuh tertidur dengan pulasnya
dibawah sebuah pohon yang besar.
Menanti dia mendusin dari tidurnya, hari telah jauh siang,
matahari memancar sinarnya dengan sangat terang Mendadak
terlihat olehnya tidak jauh dari dirinya berbaring, berdiri
seekor kerbau yang sangat tenangnya memakan rumput.
Sejak Liem Tou diusir dari puncak Ha Mo Leng selama
beberapa tahun lamanya dia hidup sebagai pengangon sapi,
begitu melihat sapi ia menjadi sangat girang sekali. Dengan
perlahan dia berjalan mendekati sambil menepuk nepuk tubuh
kerbau itu, ujarnya. "Kakak kerbau; bagaimana kau bisa seorang diri ditempat
ini" Apa kau telah tersesat" Mari aku temani kau bermain"
Kerbau itu agaknya mengerti akan perkataannya dengan
suara perlahan mengeluarkan desiran. Liem Tou yang sejak
kecil dianiaya terus oleh orang, begitu ada orang yang sedikit
baik sraja terhadap dirinya maka dia seperti akan
merasakannya, kini tak terasa menjadi sangat girang, dengan
cepat ditepuk-tepuknya pundak kerbau itu.
Sekonyong konyong dari belakang tubuhnya muncul
seorang lelaki kasar yang sangat gusarnya membentak.
"He, kau cecunguk kecil cepat pergi!, he he kau mau
mencuri kerbauku?" Siapa yang mau mencuri kerbaumu", balas maki Liem Tou
dengan gusarnya. "Kau jangan sembarangan memfitnah. Kau
barulah mirip sebagai seorang pencuri kerbau"
Lelaki kasar itu menjadi sangat gusar sekali, bentaknya.
"Bocah edan, kau berani menaaki Jieya mu" Aku harus
memberi pelajaran padamu biar kau tau rasa kellhayan dari
Jieya mu ini" Sehabis berkata tubuhnya maju satu langkah kedepan;
dengan cepat Liem Tou mengundurkan dirinya kebelakang,
tetapi gerakan dari lelaki kasar itu jauh lebih cepat dari
dirinya, tamparannya dengan cepat mengenai pipi sebelah
kirinya. Liem Tou menjadi sangat gusar sekali bentaknya.
"Bagus, Kau berani pukul aku"
Pada saat kegusarannya sedang memuncak itulah
mendadak dari luar rimba terdengar suara hiruk pikuk yang
sangat ramai sekali, terdengar ada salah satu orang yang
berteriak dengan kerasnya.
"Cepat semua datang kemari, orang yang mencuri kerbau
berada disini. Cepat tangkap, jangan sampai pencuri kerbau
itu melarikan diri" Lelaki kasar itu begitu mendengar ada banyak orang
mengejar datang, sambil mendepakkan kakinya keatas tanah
makinya. "Sialan. Hu.." Dengan cepat ia memutar tubuhnya dan melarikan diri
kedalam rimba tersebut. Kini tinggal Liem Tou seorang diri tertegun ditempat itu dia
merasa bingung entah telah terjadi urusan apa ditempat itu,
pada saat itu juga orang-orang kampung telah meluruk datang
kedalam rimba itu, beberapa orang yang berada dipaling
depan telah berhasil mencekal diri Liem Tou dan ditekannya
kebawah tanah, tangannya dengan tak henti-hentinya
mengirim jotosan serta tendangan yang keras.
Diperlakukan seperti itu Liem Tou berteriak, serunya.
"Siapakah kalian semua" Kenapa tanpa bilang merah atau
hijau sembarangan memukul orang" Aduh, kalian pukullah aku
sampai mati, Ooh .. aduh!"
Orang kampung yang datang itu makin lama makin banyak,
dengan tepatnya mereka mengurung diri Liem Tou sedang
mulutnya tak henti- hentinya memaki, mencelah, sehingga
suasana menjadi sangat ramai sekali, bahkan diantaranya ada
seorang wanita dusun yang berteriak.
"Kau cecunguk kecil tidak terlihat usiamu yang begitu
masih muda telah melakukan perbuatan mencuri kerbau yang
sangat memalukan ini, banyak waktu ini didusun kita telah
kehilangan beberapa ekor kerbau secara berturut turut, kau
maling kecil sebenarnya telah kau bawa kemana semua
kerbau-kerbau itu?" Seluruh tubuh Liem Tou yang dipukuli tak hentinya oleh
orang orang kampung itu mulai terasa amat sakit segera dia
ber-teriak2 dengan keras.
"Kalian jangan pukul aku, aku tidak mencuri kerbau kalian,
aku bukan pencuri yang mencuri kerbau kalian"
Orang lelaki pertama yang menangkap dirinya segera
membentak keras. "Bukti hasil pancurianmu telah berada didepan mata kau
masih berani mungkir he .. he . rasakan kepalanku ini"
Liem Tou hanya merasakan kepalan orang itu dengan
kerasnya menghajar pundaknya, saking sakitnya hingga sukar
ditahan. "Aduh .." teriaknya sambil napasnya mengenggas-enggos,
"Aku tidak mencuri, aku bukan orang yang mencuri kerbau
kalian " Orang-orang kampung itu tidak memperdulikan mati hidup
dari Liem Tou lagi, mereka semua mengira kerbau itu kini
berada bersama dengan Liem Tou sudah tentu orang yang
mencuri kerbau itu tidak ragu-ragu lagi adalah Liem Tou yang
melakukannya, sehingga tanpa merasa sedikit kesihanpun
kepalan serta tendangan mereka semakin menghebat,
membuat seluruh tubuh Liem Tou luka-luka dan membengkak.
Semakin lama Liem Tou mulai merasa tidak dapat bertahan
lebih lama lagi untuk menjelaskan duduk persoalan yang
sebenarnyapun tidak ada gunanya terpaksa sambil
memejamkan matanya dia menahan terus kesakitan yang luar
biasa itu, diam diam pikirnya.
"Terus pukullah, aku Liem Tou memang memiliki nasib
buruk, sekalipun begitu aku juga tidak dapat barbuat apa lagi,
untung aku masih ada le cici yang sangat baik terhadap diriku.
Dia memejamkan matanya sedang pada mulutnya
tersungging suatu senyuman yang manis, mendadak dadanya
terhajar satu pukulan tak tertahan Liem Tou mengerutkan
alisnya setelah mendengus berat dia jatuh tak sadarkan diri.
ooOoo Entah telah lewat beberapa lamanya ketika dia sadar
kembali terasalah olehnya orang orang dusun itu teriaknya.
"Hi--- pencuri kerbau itu telah sadar kembali, biar dia jalan
sendiri." Orang yang menyeret tubuh Liem Tou itu begitu
mendengar teriakan tersebut segera melepaskan tangannya.
Tetapi Liem Tou setelah dihajar habis habisan oleh orang
orang dusun itu selain seluruh tubuhnya sangat linu dan sakit
hingga sukar ditahan tubuhnyapun menjadi sangat lemas tak
bertenaga, kini begitu dilepaskan mana dia berhasil berdiri
tegak, kakinya tertekuk kedepan sedang tubuhnya sekali lagi
rubuh keatas tanah. Dua orang yang melihat Liem Tou benar-benar tidak kuat
untuk berjalan sendiri segera menarik, kembali makinya
dengan gusar. "Hai bocah bangsat ayoh jalan, kita harus menyerahkan
dirima kepada pembesar negeri biar kau dihajar hingga mati
tidak dapat hidup-pun susah, Hmm..hmm bangsat cilik dengar
tidak!" Liem Tou tetap tidak mengeluarkan sepatah katapun, entah
setelah ditarik oleh orang itu beberapa lama dan entah telah
melakukan perjalanan beberapa jauhnya sampailah
rombongan orang dusun itu pada sebuah kota dusun yang
tidak begitu besar. Liem Tou tetap diseret jalan ditengah jalan raya itu, orangorang
dalam kota, tersebut dengan terheran-heran
menyaksikan kejadian tersebut sambil menggelengkan kepala
makinya. "Ha --- bocah secilik ini sudah mencuri kerbau, sungguh
memalukan harus dihajar biar tahu rasa. . . "
Tidak selang lama seluruh penduduk diluar kota telah tahu
kalau Liem Tou adalah seorang pencuri kerbau, sambil
menuding mereka mencaci maki, meludahi wajahnya bahkan
ada yang melempari batu2 kearah tubuhnya, sekalipun
diperlakukan seperti itu Liem Tou juga tidak dapat berbuat
apa apa, terpaksa sambil manahan seluruh penderitaan itu dia
meneruskan jalannya dengan diseret.
Tidak seberapa lama kemudian sampailah mereka disebuah
pengadilan, tetapi sekalipun telah ditunggu seberapa lama
juga tidak muncul2 pembesar pengadilan itu, bahkan ada
beberapa orang yang telah mulai ribut dan berteriak-teriak.
Seperminum teh kemudian munculah dua orang pengawal
pengadilan dari dalam ruangan itu, ujarnya terhadap mereka.
"Pembesar kota itu sedang mengadakan pemeriksaan diluar
dan kini masih belum kembali, pencuri ini biar ditinggal saja
menunggu keputusan."
Semua orang setelah mendengar perkataan itu segera
bubaran, sedang kedua pengawal itu bagaikan mencincing
seekor anak ayam membawa Liem Tou kedalam Bui sambil
bentaknya. "Heei bangsat kecil, ayo jalan."
Sesampainya kedalam penjara segera didorong kesebuah
kamar yang sangat gelap sekali keadaannya, bahkan untuk
melihat sesuatu apa pun sangat sukar sekali, tak tertahan dia
menjadi sangat terkejut dan berturut-turut mundur
kebelakang beberapa tindak.
Kiranya dihadapannya telah berdiri seorang sipir bui yang
sangat tinggi besar, dan kuat sekali saat itu orang sambil
bertolak pinggang mendelik kearahnya, seluruh wajahnya
ditumbuhi dengan berewok yang sangat tebal sedang matanya
besar bagaikan bola. Liem Tou melihat orang itu tidak mengucapkan apapun,
dengan membesarkan nyalinya ujarnya dengan gemetar.
"Loo ya, aku tidak mencuri kerbau mereka, mereka telah
salah menangkap orang."
Sipir bui itu hanya mendelikkan sepasang matanya, didalam
sekejap saja tangannya telah bertambah dengan sebuan pecut
yang dibuat dari kulit berwarna hitam, sedang mulutnya
mendenguspun tidak. Sejak Liem Tou dilahirkan selamanya dia dibesarkan diatas
perkampungan tetapi tidak sampai pergi tertalu jauh sehingga
pengalamannya didalam dunia kangouw boleh dikata sangat
cetek sekali, jangan dikata penderitaan didalam bui, hanya
cukup sikap yang seram dari sipir bui itu sudah cukup
membuat hatinya sungguh merasa sangat terkejut bercampur
takut dengan paksaan diri.
"Loo ya?" Tak disangka baru saja dia memanggil Looya dua buah
kata, pecut kulit yang berada ditangannya dengan
mengeluarkan suara yang keras siap dihajarkan keatas
tubuhnya, didalam saat itulah mendadak dari samping orang
ini muncullah seorang pengemis cilik yang sangat dekil, Liem
Tou belum sempat melihat jelas keadaan serta bentuknya
segera dia merasa tubuhnya telah ditumpuk kesamping
sehingga tergeser beberapa langkah dari tempat semula,
makinya. "Hee,..bocah cilik yang baru datang, bilamana kau
mengetahui sedikit aturan panggilah Toako padanya, dan
serahkan seluruh uang perak yang ada didalam sakumu."
Ketika Liem Tou mendengar perkataan itu segera dibuat
menjadi melongo dan bingung atas sikapnya itu, entah harus
berbuat bagaimana baiknya, saat itulah orang itu dengan
tanpa sungkan sungkan lagi merogo kedalam sakunya Liem
Tou dan mengambil seluruh uang yang berada didalam
sakunya, sambil tersenyum ujarnya pada sipir bui itu.
"Harap Toako jangan marah atas kelancangan dari aku si
pengemis, silahkan Toako terima sedikit uang ini."
Sipir bui ini berkedippun tidak, setelah memandang sekejap
kearah pengemis cilik itu segera disambarnya uang
ditangannya, kemudian memutar tubuhnya siap hendak
memborgol tangan dari Liem Tou.
JILID KE 3 LIEM TOU yang selamanya diperlakukan tidak adil
membuat sifatnya penurut, kini baru saja sepasang tangannya
diulur kedepan siap menerima borgolan tersebut, tiba tiba
sipengemis kecil itu sambil tertawa ujarnya lagi pada Sipir Bui
itu. "Toako, coba kau lihat bangsat kecil itu seluruh tubuhnya
telah luka parah, untuk berdiri saja sudah tidak sanggup buat


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apa harus diborgol tangannya apa dia takut melarikan diri"."
Liem Tou sama sekali tidak pernah menyangka kalau
didalam penjara dapat bertemu dengan seorang yang selalu
menolong dirinya tak terasa dia melirik kearah pengemis kecil
itu, diam diam pikirnya. "Aku Liem Tou selama hidupku ini orang yang terbaik
denganku kecuali ayah serta le Cici selamanya tidak terdapat
orang ketiga lagi, pengemis cilik ini ada sedikit aneh?"
Baru saja dia berpikir sejenak, tidak disangka si pengemis
cilik itu telah menoleh kearahnya sambil membentak keras.
"Hei bocah cilik kau sedang memikirkan apa, cepat kesudut
sebelah sana buka baju dan rawatlah luka lukamu itu."
Liem Tou ketika melihat si pengemis cilik sangat keren dan
berwibawa tetapi secara samar samar memperlihatkan
sikapnya yang sangat ramah dan halus segera menerima
teguran itu dengan berdiam diri dia merasa bahwa pengemis
cilik itu sedang melindungi dirinya, tak terasa lagi seperti
seorang dewasa yang memarahi anak kecil dengan tanpa
banyak komentar dia berpindah kearah sudut ruangan itu.
Siapa tahu baru saja dia duduk diatas tanah mendadak
terdengar suara rintihan yang sangat lemah berkumandang
keluar dari samping tubuhnya, dengan cepat menoleh untuk
memandang, air mukanya segera berubah hebat agaknya dia
merasa sangat terkejut sekali, tampaklah seorang buronan tua
yang rambutnya terurai panjang sepundak dengan air
mukanya yang pucat pasi bagaikan mayat sedang berbaring
disamping sudut tembok dan merintih tak henti hentinya.
Ketika Liem Tou memandang lagi kearah kakinya,
terlihatlah kudis serta koreng yang penuh tumbuh diseluruh
permukaan kulit, baunya bukan buatan sehingga sukar untuk
bertahan lebih lama. Beberapa saat kemudian Liem Tou melihat si pengemis
kecil itu berbicara beberapa patah kata kearah sipir bui itu,
terlihatlah sipir bui itu amat girang sekali sambil tertawa
terbahak bahak, setelah itu berjalan kearah sebuah kursi dan
tertidur dengan pulasnya.
ooOOoo Dengan langkah yang perlahan sipengemis kecil itu berjalan
kesamping tubuh Liem Tou tanyanya kemudian
"Hei--- bocah cilik yang baru datang siapa namamu"
Kenapa dimasukkan kedalam penjara oleh orang?"
Dalam hati Liem Tou masih merasa sangat gemas dan
mangkal mendengar pertanyaan itu dengan gemasnya
menyahut. "Mereka bilang aku mencuri kerbau mereka.,"
Kisah Sepasang Rajawali 4 Tokoh Besar Karya Khu Lung Kekaisaran Rajawali Emas 3
^