Pencarian

Raja Silat 7

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung Bagian 7


merupakan permulaan musim salju pada bulan ke sepuluh
tidak selang lama magrib pun sudah menjelang tiba. Saat itu
Liem Tou masih tidur dengan sangat pulasnya. Lie Siauw Ie
yang lukanya sudah sembuh dengan perlahan lahan turun dari
pembaringan dan berjalan menuju ke dapur untuk
mempersiapkan makanan malam.
Pada saat itulah gerombolan pemuda yang tadi mencari
jejak Liem Tou kini mendatangi kembali tempat itu bahkan kali
ini dipimpin langsung Ang ing-sin pian Pouw Sak San itu
Cungcu dari perkampungan Ie Hee Cung.
Sesampainya didepan pintu rumah dia tak terus menggedor
pintu, sebaliknya dengan amat teliti dia memeriksa keadaan di
sekeliling rumah tersebut.
Begitu melihat munculnya gerombolan orang itu perasaan
tegang mulai meliputi kembali di hati Lie Siauw Ie beserta
ibunya diam diam keringat dingin mulai mengucur keluar
dengan sangat derasnya. Perlahan lahan Lie Siauw Ie mendekati pintu rumah itu,
dengan meminjam sinar yang ada dia mulai mengintip dari
celah-celah lubang. Terlihatlah, Si Ang in sin pian Pouw Sak
San Cungcu dari perkampungan Ie Hee Cung dengan air muka
penuh diliputi dengan napsu membunuh memimpin diri Liong
ciang Lie Kian Poo, Pouw Beng serta pemuda perkampungan
berdiri di depan rumah dengan angkernya.
Ketika melihat lagi ke arah lain terlihatlah ditempat
kejauhan si Au Hay Ong Bo dengan memimpin Soat Hu Lie
beserta anak buahnya dan seluruh jago yang menghadiri
parjamuan sudah berdiri menyebar sekeliling tempat itu.
Dalam hati segera tahu tentunya orang orang itu sedang
mengincar diri Liem Tou tanpa terasa lagi perasaan cemas dia
sudah menoleh ke arah ibunya lagi.
"Ibu" teriaknya dengan sedih, "Bigaimana" "Bagaimana
dengan baiknya ?" Orang tua itu agaknya juga dibuat cemas untuk beberapa
saat lamanya, tapi sebentar kemudian sudah bisa
menenangkan pikirannya lagi.
"Aku sendiri juga tak tahu harus berbuat bagaimana"
Sahutnya dengan menghela napas panjang. "Ie-jie, aku pikir
perlahan lahan tentu kita mendapatkan cara juga untuk
meloloskan diri, untuk sementara kau janganlah kuatir dulu."
"Ibu"seru Lie Siauw Ie kembali, "Jika mereka ngotot mau
masuk rumah untuk mengadakan pemeriksaan bagaimana kita
harus berbuat" Jika Liem Tou sampai ditawan mereka
nyawanya sukar untuk ditahan lagi"
Semakin berkata Lie Siauw Ie semakin cemas dan semakin
sedih lagi sehingga air mata mengucur keluar lebih deras lagi,
melihat hal itu ibu Lie Siauw Ie dengan gugup memberi
hiburan. "Kau janganlah murung dulu," ujarnya. "Urusan sekarang
belum terjadi buat apa kau murung?"" Mungkin juga sebentar
lagi mereka akan pergi"
Baru saja perkataan itu diucapkan terdengarlah diluar
rumah berkumandang suara teriakan seseorang secara tiba
tiba. "Lapor Cungcu, Cepat kemarilah. Darah darah Liem Tou
bangsat cilik itu pasti berada didalam rumah ini!"
Mendengar teriakan itu air muka Lie Siauw Ie segera
berubah menjadi pucat pasi, dengan cepat dia menubruk ke
dalam rangkulan ibunya. "Oooh ibu!" Serunya setelah gemetar. "Bagaimana baiknya"
Sebentar lagi pasti mereka masuk kemari."
Seperti orang gila Lie Siauw Ie segera melepaskan dirinya
dari rangkulan ibunya kemudian lari masuk ke dalam
kamarnya, dengan amat gugup sekali dia menggoyangaan
tubuh Liem Tou yang masih pulas.
"Adik Tou!" teriaknya dengan amat cemas, "Cepat
bangun.Bencana sudah berada diambang pintu, kau cepatlah
bangun" Saat itulah dengan suara yang amat kasar dan keras Si Ang
in sin pian Pouw Sak San itu cungcu dari perkampungan Ie
Hee Cung sudah mulai menggedor pintu sembari berteriak.
"Liem Tou bangsat cilik, cepat mengelinding keluar!"
Dengan perlahan Liem Tou membuka matanya kembali,
tapi begitu mendengar suara bentakan dari Pouw Sak San
dengan pandangan tertegun dia memandang Lie Siauw Ie
yang sedang berdiri disampingnya.
"Adik Tou, kau cepat bangun." teriak Lie Siauw Ie dengan
amat cemas, "Mereka sudah mencari sampai disini, kita harus
mencari cara untuk menghadapi mereka. Oooh bagaimana
baiknya sekarang?" Dengan cepat Liem Tou meloncat bangun, sesudah tertidur
dengan amat nyenyaknya beberapa saat lamanya
semangatnya kini sudah pulih kembali.
"Cici" tanyanya dengan cemas. "Siapa" Siapa yang datang
cari aku?" "Cungcu" Sahut Lie Siauw Ie singkat tapi cukup
menimbulkan getaran yang amat kuat.
Mendadak sinar mata Liem Tou meemancarkan sinar yang
amat tajam, dengan cepat bagaikan kilat tubuhnya bergerak
lari keluar. Melihat gerak gerik Liem Tou ini Lie Siauw Ie menjadi amat
terperanjat, dengan cepat dia menyambar menahan diri Liem
Tou sembari bertanya. "Adik Tou." Kau mau pergi kernana?"
"Bangsat anjing itu harus kubunuh sekarang juga "
Teriaknya dengan amat gusar sedang air mukanya berubah
membesi. "Aku.. aku tidak akan takut padanya"
"Adik Tou, kau tidak boleh pergi"
Lie Siauw Ie dengan suara yang amat lirih. "Selain Cungcu
sendiri beserta siluman perempuan beserta seluruh tamu yang
diundang Cungcu sudah berada di sekeliling ternpat ini, jika
kau keluar bukankah hanya mengantar diri ke mulut macan?"
Mendengar omongan dari Lie Siauw Ie ini hati Liem Tou
seketika itu juga menjadi dingin separuh, lama sekali dia tidak
meagucapkan sepatah katapun. Tapi beberapa saat kemudian
secara tiba-tiba teringat akan sesuatu hal, ujarnya kemudian.
"Kalau begitu apakah cici melihat nona pengangon kambing
nona Lie itu" Dia sekarang pergi kemana" Apa dia sudah turun
gunung terlebih dulu?"
Air muka Lie Siauw Ie segera berubah hebat, sepasang
matanya yang jeli dan bening menarik itu dengan tajamnya
memandang wajah Liem Tou, lama kemudian barulah
tanyanya secara Tiba-tiba. "Siapa dia" Apa hanya dia seorang yang bisa menolong
kau?" Sejak kecil Liem Tou sudah terbiasa dipandang rendah
orang dan diejek kanan kiri sehinaga tanpa terasa dia sudah
paham sekali terhadap perubahan wajah serta perasaan
seseorang begitu melihat sikap serta perubahan Lie Siauw Ie
tanpa terasa hatinya sudah berdesir.
"Cici, kau jangan salah paham," Sahutnya dengan nada
yang sangat berhati hati. "Dia hanyalah gadis pengangon
kambing yang sedang mengangon kambingnya, aku baru saja
mangenal dia ketika bertemu ditengah jalan, Tapi kepandaian
silat yang dimilikinya amat tinggi sekali, bukankah ketika
masih berada didalam ruangan Cie Ie Tong kau sudah melihat
sendiri bagaimana tingginya kepandaian silat yang
dimilikinya?" Dengan perasaan amat tidak puas Lie Siauw Ie mendengus,
kemudian tidak mengucapkan kata kata lagi.
Waktu itu Si ang in sin pian Pouw Sak San itu cungcu dari
perkampungan Ie Hee Cung sudah gembar gembor dan
menggedor pintu semakin keras lagi. Ibu Siauw Ie segera
berteriak memberi sahutan.
"Sejak tadi aku sudah bilang Liem Tou tidak berada disini,
Siauw Ie masih terluka dan berbaring diatas pembaringan,
baru saja dia tertidur dengan pulas, buat apa kalian gembar
gembor tidak karuan di luaran sana?"
"Lie Toa so!" Teriak Pouw Sak San pula tidak mau kalah
"Kami betul betul karena terpaksa harus menemui dia barulah
memeriksa ditempat ini, sedang itu Au Hay Ong Bo pun harus
mau temui dia terlebih dahulu baru meninggalkan tempat ini.
Toa so, bukankah kau sudah tahu kalau Au Hay Ong Bo itu
merupakan jagoan yang paling telengas didalam Bu lim saat
ini" jika sampai dia marah didalam perkampungan ini tidak
ada orang yang sanggup menahan dirinya. Liem Tou ada atau
tidak asalkan aku melihat sebentar saja segera akan tahu. Toa
so harap kau buka pintumu."
Liem Tou serta Lie Siauw Ie segara berjalan mendekati
samping badan Ibu dari Siauw Ie itu.
"Pouw Sak San!" Teriak ibu Siauw Ie pura-pura marah
sesudah mendengar omongan dari Ang in sin pian Pouw Sak
San itu. "Kau bertindak sebagai seorang Cungcu perkampungan
yang sangat terhormat apakah demikian perbuatannya" aku
sejak tadi sudah bilang kalau Liem Tou tidak berada disini, apa
kau kira aku biasa ngomong bohong" Apa kau mau
menganiaya aku ibu beranak yang sudah lama ditinggal mati
oleh suamiku" Hmmm .. Hmmm. jikalau memangnya mau
berbuat begitu silahkan hajar pintu depan, kami ibu beranak
akan menyerahkan diri kepada kalian tanpa melawan."
Beberapa patah katapun dari ibunya Siauw Ie betul betul
amat lihay sekali, seketika itu juga membuatnya si Pouw Sak
San itu hanya membungkam dalam seribu bahasa, agaknya
dia sudah dibuat tidak berkutik oleh omongan-omongan
tersebut. "Toaso" Lama sekali barulah terdengar seseorang yang lain
membuka mu!ut secara tiba-tiba.
"Aku adalah Lie Kian Poo, kalau memangnya Liem Tou tidak
berada didalam kamar bukan kah tidak ada halangannya
Toaso buka pintu agar Cungcu bisa melihat dengan mata
kepala sendiri?" Begitu Lie Kian Poo mulai angkat bicara seketika itu juga
membuat ibunya Siauw Ie menjadi tertegun, karena Lie Kian
Poo jadi orang paling jujur dan paling pegang peraturan.
Semua orang di dalam perkampungan rata-rata pada
menghormati dirinya sebagai pemimpin, karena itulah seketika
itu juga membuat ibunya Siauw Ie tidak bisa memaki lagi.
"Ooh . . . Kian Poo siok juga ikut datang " Serunya terpaksa
dengan nada mendatar "Kalau memangnya tak percaya lagi
dengan omonganku apa kini Kian Poo Siok tidak mau percaya
lagi terhadap omonganku ?"
"Toaso kau tak tahu keadaan yang sebenarnya." bantah Lie
Kian Poo dengan cepat. "Kini bukanlah Cungcu berlaku
sebagai pemimpin, tentunya dari dalam rumah Toaso juga
bisa lihat itu Au Hay Ong Bo berdiri mengawasi gerak gerik kita
dari tempat kejauhan, karena itulah harap Toaso jangan salah
artikan bila Cungcu kita sudah tak mau percaya dengan
omongan Toaso, hal ini kami lakukan karena terpaksa."
Beberapa perkataan dari Lie Kian Poo ini sangat pakai
aturan dan merupakan kejadian yang terbukti, ibunya Siauw
Ie yang juga merupakan seorang yang pegang teguh aturan
dalam hatinya diam-diam merasa camas, dengan perlahan dia
menoleh memandang kearah Liem Tou serta Lie Siauw Ie.
Terlihatlah kedua orang itu yang satu berwajah tampan
menarik sedang yang lain cantik menggiurkan dengan
mesranya sedang bersandar dipelukan Liem Ton apalagi
sepasang matanya yang bulat menarik itu sedang memandang
dirinya dengan perasaan penuh kasihan.
Teringat akan kedua orang itulah membuat ibunya Siauw Ie
terpaksa dengan gigit kencang bibirnya sendiri memberi
sahutan. "Kian Poo-siok, pintu ini aku tidak akan membukanya,
jikalau Cungcu sudah tidak menyukai berdua ibu beranak,
sekarang juga meninggalkan kampung ini untuk selamanya,
kalau tidak silahkan menghancurkan pintu ini kemudian cabut
sekalian nyawa kami berdua."
Perkataan yang penuh perasaan pedih dan sedih membuat
keadaan diluar pintu sunyi senyap, agaknya Lie Kian Poo
sedang berunding dengan Cungcu bagaimana caranya untuk
manghadapi keadaan salanjutnya.
Mendadak.. salah satu dari Siang hui hok itu yang bernama
Pouw Beng dengan amat gusarnya sudah berteriak keras.
"Hey Cung cu, kamu orang tidak bisa berbuat begini,
dengan terang-terangan Liem Tou berada didalam rumah
kenapa kau tidak langsung masuk ke dalam untuk tawan dia
keluar?" Apa kau kira nyawa saudara bisa dibuang dengan siasia
saja " " Haaa " Jika kamu tak mau turun tangan biar aku
yang kerjakan sendiri,"
"Pouw Beng," teriak ibunya Siauw Ie dengan amat gusar
sedang dalam hati diam-diam merasa amat terperanjat.
"Menghormati yang tua membantu yang muda, melindungi
yang tua melindungi kaum pelajar itulah peraturan dari
perkampungan kita, kau berani."
"Kau jadi orang tidak pakai aturan perkampungan dengan
kamu ?" Bentak Pouw Berg yang berada diluar rumah dengan
amat gusarnya. "Braaak . . " terdengar suara yang amat keras bergema
memenuhi sekeliling tempat itu, pintu rumah dari Lie Siauw Ie
sudah terhajar oleh bogem mentahnya Pouw Bang, seketika
itu juga debu serta pasir memenuhi angkasa sedang pintunya
sendiri hanya berbunyi dengan sangat keras, pintu yang
terbuat dari kayu keras itu tetap utuh tak sampai terhajar
bobol oleh pukulan tersebut.
Keahlian pertama dari Pouw Beng terletak pada ilmu
meringankan tubuh saja sedangkan tenaga pukulannya tidak
begitu hebat, karena itu biar pun dia sudah melayangkan
bogem mentahnya pada atas pintu tapi tidak sampai berhasil
menghancurkan pintu tersebut.
Tetapi dengan terjadinya peristiwa ini membuat suatu
perasaan yang ngeri meliputi tiga orang yang terkurung dalam
rumah itu, suatu perasaan aneh muncul di dasar lubuk hati
mereka, di dalam keadaan yang amat terperanjat serta cemas
itulah tanpa terasa, mereka bertiga sudah diikuti oleh
ketegangan yang sukar dikatakan, air muka mereka dengan
sendirinya juga ikut berubah menjadi amat keren.
Tangan kiri Liem Tou dengan kencang memegang pisau


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belati sedang tangan kanannya melindungi dadanya,
sebaliknya Lie Siauw Ie melintangkan pedangnya di depan
siap menghadapi serangan musuh bersamaan pula meraup
senjata rahasia Kioe Cu Kien Ciam siap disambitkan keluar.
Jilid 13 : Jatuh ke jurang
Sampai waktu seperti ini mau tak mau ibunya Siauw Ie pun
terpaksa siap mengadu jiwa, sepasang golok tipisnya dicabut
keluar siap menghadapi musuh.
Mereka bertiga sama-sama memusatkan seluruh
perhatiannya menanti serangan musuh selanjutnya, asalkan
pintu itu sedikit terbuka maka secara serentakan dan tiba tiba
mereka akan melancarkan serangan untuk seIanjutnya
menerjang keluar bagaimana kemudian mereka tidak berani
berpikir lanjut bahkan memangnya tidak punya waktu untuk
berpikir hal itu lebih teliti bagi.
"Dak . . . duk . . duk . . . suara gedoran dari Pouw Beng
sekali lagi bergema diseluruh ruangan, jika situasi pintu itu
agaknya sebentar lagi tidak akan sanggup untuk menerirna
gemparan telapak Pouw Beng.
Pada saat yang amat kritis itulah tiba-tiba dari belakang
Perkampungan berkumandang bentakan serta suitan yang
amat nyaring bagaikan kicauan burung kenari memecahkan
kesunyian yang mencekam kemudian disusul dengan suara
teriakan si gadis cantik pengangon kambing dengan suaranya
yang amat keras. "Liem Tou koko." Serunya. "Tunggu aku sebentar, kau
jangan lari begitu cepat."
Begitu teriakan itu muncul sesaat kemudian suara gedoran
di pintu luar menjadi tenang kembali, sedang Liem Tou yang
berada didalam ruangan pun dibuat menjadi melengak.
"Liem Tou koko. "Suara teriakan dari gadis cantik
pengangon kambing itu berkumandang kembali. "Tadi kamu
orang pergi kemana" Aduh..kau membuat aku merasa tersiksa
dan menderita hanya karena mencari dirimu"
Dengan omongannya itu dengan amat jelas dia sudah
beritahu pada orang lain kalau Liem Tou tidak berada disana.
Pouw Beng, Ang in sin pian beserta para jago lainnya yang
berada diluar rumah mendengar perkataan itu dengan sangat
jelas, kalau memangnya begitu buat apa mereka buang
tenaga dan waktu di luar rumah keluarga Lie ini"
"Ayoh jalan." Suara teriakan yang amat keras segera
bergema disana. Serentetan suara langkah manusia yang amat keras
berkumandang kemudian semakin lama semakin perlahan dan
akhirnya lenyap dari pendengaran.
Bagaimana secara mendadak gadis cantik pengangon
kambing itu bisa muncul di situ membantu Liem Tou lolos dari
ancaman bahaya" Kiranya waktu itu sesudah Liem Tou
berhasil menerjang keluar dari pintu ruangan Cie Eng Tong
antara dirinya segera terjadilah suatu pertempuran yang amat
sengit melawan Au Hay Ong Bo itu, karena kepandaian
mereka seimbang karena itu untuk beberapa waktu lamanya
tidak ada seorang diantara mereka yang menderita kalah.
Au Hay Ong Bo yang di dalam hatinya hanya punya tujuan
terhadap Liem Tou seorang, ketika melihat Liem Tou
melarikan diri dari dalam ruangan itu bagaimana pun juga
membuat pikirannya sedikit bercabang, dengan kesempatan
itulah gadis cantik pengangon kambing untuk beberapa saat
lamanya berhasil menduduki diatas angin.
Siapa tahu dengan menggunakan kesempatan itulah si Ang
in sin pian itu cungcu dari perkampungan Ie Hee Cung sudah
melancarkan serangan kembali ke arah si golok naga hijau Sie
Piauw tauw, bagaimana pun juga karena usia yang sudah
tinggi ditambah lagi kepandalan silatnya memang sudah kalah
satu tingkat dari Ang in sin pian itu tidak sampai mencapai dua
puluh jurus sekali lagi si golok naga hijau sudah terjerumus
kedalam keadaan yang sangat berbahaya.
Muridnya yang tertua Oei Poh ketika melihat suhunya
terdesak dibawah angin bahkan keadaannya sangat bahaya
segera menerjunkah diri ke dalam kancah pertarungan, pada
saat yang bersamaan pula Lie Kian Poo sudah munculkan diri
menahan serangannya mau tak mau terjadilah suatu
pertempuran yang amat sengit antara Oei Poh dengan Lie
Kian Poo. Waktu semakin lama keadaan dari si goloknaga hijau Sie
Piauw tauw semakin babaya lagi, pecut sakti yang berada
ditangan Ang in sin pian sudah menutupi seluruh tubuhnya
bahkan menekan badannya makin lama semakin berat, setiap
saat nyawanya mungkin bisa melayang di bawah serangan
cambuk tersebut. Gadis cantik pengangon kambing yang melihat keadaannya
itu terpaksa harus melepaskan diri Au Hay Ong Bo untuk
memberikan bantuannya. Di dalam hati Au Hay Ong Bo hanya punya satu tujuan saja
yaitu membalaskan sakit hati putri kesayangannya, begitu
gadis cantik pengangon kambing itu menghindar ke samping
dengan cepat dia merebut keluar dari pintu untuk mengejar
Liem Tou. Setelah gadis cantik pengangon kambing berhasil menolong
golok naga hijau Sie piauw tauw itu keluar dari bencana
kematian segera terjadilah pertempuran sengit melawan diri
Pouw Sak San, tapi sewaktu dilihatnya Au Hay Ong Bo sudah
tidak berada dalam ruangan dengan tergesa-gesa dia pimpin
si golok naga hijau bersama muridnya turun dari gunung itu.
Sesudah meloloskan diri dari cengkeraman Ang in sin pian
inilah dia baru bisa lari kearah Liem Tou dimana tadi melarikan
dirinya sedang saat itu bertepatan sewaktu Au Hay Ong Bo
menerobos setiap rumah untuk mencari jejak Liem Tou,
dengan cepat dia mengerahkan ilmu meringankan tubuh Hui
Si Ya In atau terbang layang bagaikan mega meloncat naik ke
puncak pohon yang lebat, dari sanalah dia bisa melihat semua
pemandangan di dalam perkampungan itu sehingga sewaktu
Liem Tou bersembunyi di rumah Lie Siauw Ie orang lain tidak
bisa tahu sebaliknya dia bisa melihat semuanya dengan
teramat jelas. Dia terus manyembunyikan dirinya sehingga dilihatnya
Pouw Beng menggedor pintu dan Liem Tou di dalam keadaaan
yang amat berbahaya, sampai waktu itulah dia baru bersuit
nyaring kemudian mengeluarkan kata kata tersebut, dia
sengaja berbuat begitu untuk memancing pergi Ang in sin pian
serta Au Hay Ong Bo sekalian sehingga dengan begitu Liem
Tou memperoleh kesempatan untuk melarikan diri.
Sewaktu Liem Tou tadi mendengar suara seruan dari gadis
cantik pengangon kambing itu semula dia dibuat ragu ragu
untuk beberapa saat lamanya kini mendengar cungcu sekalian
sudah pada bubaran dan mengejar kearah mana datangnya
suara tadi pikirnya segera berputar kembali, saat ini dia sudah
sadar peristiwa apa yang sudah terjadi, karenanya dengan
amat cemas ujarnya kepada Lie Siauw le serta ibunya.
"Pek-bo, cici, aku mau pergi harap Pekbo serta Cici baikbaik
jaga diri." sambil berkata dia putar tubuhnya siap berlari dari sana.
"Adik Tou tunggu sebentar" mendadak Lie Siauw Ie
rnembentak dengan keras menahan kepergiannya.
Liem Tou menjadi bingung dengan cepat ia menoleh
kebelakang, terlihatlah Lie Siauw le dengan wajah penuh air
mata sedang berlutut di hadapan ibunya memberi mohon
dengan suara yang amat pedihnya,
"Ibu, hari ini le jie mau turun gunung bersama sama adik
Tou, tentu ibu bisa mengabulkan bukan?"
Mendengar permintaan anaknya ini ibunya Siauw Ie
menjadi amat terperanjat tanpa disadari dia sudah mundur
setengah langkah kebelakang.
"Kau . . . . kau bilang apa?" " tanyanya dengan suara
gemetar sedang pedangnya dengan tertegun memandang
wajah Lie Siauw le. Dalam hati Lie Siauw Ie merasakan hatinya begitu hancur,
tapi ketika teringat akan waktu, waktu yang lalu mendesak
paksaan dengan paksakan diri sambungnya.
"Ibu, putrimu tahu saat ini kau orang tua merasa sangat
terkejut, tapi sikap dari orang-orang keluarga Pouw betulbetul
membuat putrimu tidak tahan lagi, jika putrimu berada
di sini malah sebaliknya mendatangkan berbagai kesulitan
kepada ibu, ini hari aku aku mau turun gunng bersama-sama
adik Tou tentunya ibu bisa mengabulkan permintaanku
ini,bukan" paling lama satu tahun asalkan kepandaian silat
adik Tou sudah berhasil dilatihnya pasti putrimu akan kembali
lagi." Lie hujien ketika mendengar perkataan dari putrinya ini
dalam hati betul-betul merasa sangat sedih sekali, selama ini
dia hidap bersama-sama dengan Lie Siauw Ie sudah tentu
tidak akan reIa ditinggal pergi oleh putrinya, tanpa terasa air
matanya sudah meleleh keluar dengan derasnya, sambil
bungkam seribu bahasa dia gelengkan kepalanya.
Tetapi bagaimana pun juga perasan seorang ibu jauh lebih
tajam dan mengerti akan perasaan putrinya, cintanya
terhadap Lie Siauw Ie boleh kata cinta yang muncul dari dasar
lubuk hatinya, kini melihat dia bersama Liem Tou memangnya
sepasang manusla yang setimpal walaupun di dalam hati dia
merasa seperti diiris-iris tanpa terasa gelengkan kepalanya
sudah berubah anggukkan tanda setuju sedang pada
airmukanya pun muncul senyuman yang amat manis,
sahutnya dengan suara yang rendah.
"Kalian pergilah, asalkan kalian berdua bisa berkumpul
menjadi satu, hatiku sudah merasa amat gembira."
Dengan wajah penuh air mata Lie Siauw le mendongakkan
kepalanya memandang wajah ibunya yang amat ramah dan
kasih penuh kasih sayang itu, mendadak sepasang tangannya
sudah menubruk sepasang lutut ibunya.
"Oooh . . . ibu, wajahmu mengapa bisa berubah menjadi
begini rupa?" teriaknya sambil menangis tersedu sedu "Kau
bukannya sedang tertawa sungguh-sungguh, aku tidak akan
pergi, tidak jadi pergi, kau jangan salahkan aku"
Perasaan antara cinta kasih ibu dengan anak yang mucul
secara tiba-tiba membuat Lie-si tidak kuat menahan gejolak
hatinya, dengaa cepat dia merangkul badan Lie Siauw le
sembari menangis dengan amat sedihnya, untuk beberapa
saat lamanya dia tak sanggup untuk mengucapkan sepatah
katapun. Waktu itu Liem Tou yang melihat sikap mereka ibu
beranak, tanpa terasa juga meneteskan air matanya, teringat
olehnya keadaan dirinya yang sejak kecil sudah ditinggal mati
oleh kedua orang tuanya, segera dia mendorong pintu sambil
ujarnya kepada mereka berdua.
"Pek bo, cici aku mau pergi dulu."
Sehabis berkata dia putar tubuhnya kembali berlari keluar.
Baru saja berjalan dua langkah dari tempat semula
mendadak Lie Siauw Ie dengan wajah penuh air mata
mendongak keatas. "Cici." teriaknya dengan suara yang menyedihkan sekali.
Mendengar suara panggilan yang penuh perasaan duka itu
Liem Tou hanya merasakan hatinya diiris-iris dengan pisau
tajam tubuhnya yang bergerak maju dengan sendirinya
tertahan kembali ketempat semula. Dengan pandangan penuh
perasaan sedih dia memandang wajah Lie Siauw le lama sekali
mereka berdua saling berpandang-pandangan. Agaknya di
dalam hati mereka berdua siapa pun tidak ada yang mau
berpisah kembali hal ini bisa dilihat dari sinar mata mereka
yang penuh kesedihan. Lie-si yang melihat keadaan mereka dari samping dalam
hatinya serasa tergetar amat keras sekali, pikirnya diam-diam.
"Kenapa aku harus berbuat demikian kejam" Sudah jelas
cinta mereka berdua sudah mencapai pada titik puncak, sekali
pun le-jie amat ku sayangi tapi bagaimana aku bisa berbuat
demikian sehingga mereka berdua menjadi berpisah kembali?"
Apalagi perkataan dari le-jie tadi memang ada betulnya,
kenapa aku bisa berbuat demikian tolol"
Berpikir sampai disitu segera dia melepaskan kembali
rangkulannya pada diri Lie Siauw Ie.
"Liem Tou." teriaknya sembari mengangkat kepalanya
memandang tajam ke arah Liem Tou,
"Kau tunggulah sebentar, aku ada perkataan yang hendak
kusampaikan kepadamu"
Waktu ini perasaan cinta kasihnya sudah berubah menjadi
kemantapan dengan demikian air muka yang sangat angker
pun berubah menjadi penuh kewibawaan.
"Liem Tou" sambungnya kembali. "Aku tahu sifatmu sangat
jujur dan merupakan seorang yang bisa dipercaya. Mulai saat
ini juga aku akan serahkan Siauw Ie kepada dirimu walau pun
dia jauh lebih tua dua tahun dari dirimu tapi bagaimana pun
juga dia masih merupakan seorang gadis suci, sesudah turun
gunung kau harus betul-betul jaga dan melindungi dirinya.
Semoga saja sejak kini kau bisa berlatih ilmu silat lebih giat
lagi sehingga bisa kembali ke atas gunung secepat mungkin
agar aku yang menunggu pun tak usah menanti Iebih lama
lagi" "Ibu aku tidak jadi pergi " teriak Lie Siauw Ie kemudian
sesudah mendengar omongan ibunya ini.'Aku mau tinggal
disini untuk mngawani ibu hidup hingga akhir jaman."
Cinta kasih serta keagungan dari kasih sayang seorang ibu
walau pun harus berbuat bagaimana pun rela berkorban demi
putrinya yang tercinta. "Boanpwee takkan membiarkan Ie cici diganggu"
"Ie jie, kau harus dengar omonganku " ujarnya lagi dengan
penuh rasa sayang. "Kau bisa pergi bersama-sama Liem Tou
hal ini sudah menjadi keinginanmu, apalagi dnegan berbuat
begini kau akan lolos dari siksaan orang-orang keluarga Pouw,
kau bisa lolos dari bencana sudah tentu ibumu pun ikut
bergembira. Pergilah, ibumu masih bisa menjaga dan
mengurusi diriku sendiri. Ie-jie, kau tak perlu kuatir lagi"
Lie Siauw Ie hanya bisa menundukkan kepalanya saja
sambil melelehkan air mata, sepatah kata pun tak bisa
diucapkan kembali. Liem Tou yang berdiri disamping melihat dia tak berbicara
lagi segera tahu kalau Lie Siauw Ie sudah menyetujui untuk
pergi bersama-sama dia, karena itulah dengan sangat hormat
sekal dia bungkukkan diri didepan Lie si untuk memberi
hormat. "Pekbo, harap kau berlega hati" ujarnya dengan penuh
perasaan hormat.

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sekali pun tubuh boanpwee hancur lebur pasti akan
melindungi keselamatan Ie-cici. Boanpwee tak akan
membiarkan Ie-cici diganggu orang lain sehingga
mendapatkan cidera, bilamana Ie-cici terjadi urusan silahkan
pekbo cari boanpwee untuk dimintai pertanggungjawaban"
Melihat perkataan dari Liem Tou yang penuh semangat dan
lucu itu tanpa terasa Lie-si sudah anggukkan kepala sembari
tertawa. "Begitu pun juga baik," sahutnya sambil tersenyum,
"Keadaan di dalam dunia kangouw sangat berbahaya sekali,
orang-orang banyak yang licik dan kejam jauh berbeda
dengan di rumah, sehingga jangan sampai terjerumus ke
dalam lembah kehinaan. Nah..sekarang kalian cepatlah pergi."
Sekali lagi Liem Tou bungkukkan badan memberi hormat
sembari tambahnya. "Cukup Pekbo tunggu satu tahun saja, boanpwee serta Iecici
tentu akan kembali ke perkampungan untuk menyambangi
diri Pekbo" Segera dia menarik tangan Lie Siauw le dan ujarnya.
"Cici waktu sangat mendesak sekali kita tak bisa buangbuang
waktu kembali, ayoh jalan."
Lie Siauw Ie tak memberikan jawabannya mendadak dia
jatuhkan diri berlutut dihadapan ibunya kemudian
mengangguk-anggukkan kepalanya memberi hormat lama
sekali baru panggilnya. "Ibu?" perkataan selanjutnya tak sanggup diucapkan
kembali. Waktu Liem Tou benar-benar merasakan waktu yang amat
mendesak dia tak berani menunda waktu kembali, dengan
sekuat tenaga ditariknya badan Siauw le untuk bangkit
kemudian meninggalkan tempat itu dengan cepat.
Waktu itu Lie si pun ikut bantu mendesak Lie Siauw le agar
cepat meninggalkan tempat itu sampai saat itulah dengan
perasaan berat ia baru bangkit berdiri, satu Iangkah bergerak
maju satu kali menoleh kebelakang, dengan perasaan hati
yang amat berat dia mengikuti diri Liem Tou meninggalkan
tempat itu. Begitu sampai di luaran segera dia tahu kalau orang-orang
yang mengepung di sekeliling tempat itu sudah dipancing itu
gadis cantik pengangon kambing ke perkampungan bagian
belakang, dergan begitu jika dia mau turun gunung haruslah
melalui tiga tempat rintangan maut yang berada di depan.
Diam-diam pikirnya dalam hati.
"Dengan kepandaianku pada saat ini untuk melewati sungai
kematian serta tebing maut mungkin masih sanggup tapi
jembatan pencabut nyawa itu. . ."
Tapi urusan sudah sampai begitu rupa walau pun di dalam
hati dia tahu tidak punya pegangan yang kuat terpaksa
dengan menempuh bahaya harus dicoba juga.
Sesudah mengambil keputusan di dalam hatinya, dengan
menggandeng tangan Lie Siauw Ie dia melanjutkan
perjalanannya kedepan. "Cici, ayoh jalan," teriaknya.
Saat ini malam hari sudah menjelang datang cuaca amat
gelap sehingga sukar melihat tempat jauh. Liem Tou serta Lie
Siauw le segera melayangkan badannya ke depan menuju ke
gunung bagian depan. Tidak selang beberapa lama sampailah mereka berdua
ditepi jembatan pencabut nyawa.
"Cici " Tanya Liem Tou dengan suara perlahan.: "Sungai
kematian serta Tebing maut sudah sukar untuk menahan
diriku, tapi Jembatan pencabut nyawa ini keadaannya
memang sungguh luar biasa bahayanya, cukup tidak tenang
sedikit saja badan kita bisa hancur ditelan dasar jurang yang
teramat dalam itu, bagaimana baiknya kita melewati tempat
ini?" "Adik Tou " sahut Lie Siauw Ie sembari menghela napas
panjang. "Sejak kau meningalkan atas gunung waktu itu di
dalam hatiku sudah punya maksud untuk turun gunung
mencari dirimu. Jien Cui cici pernah memberi pelajaran ilmu
meringankan tubuh kepadaku mungkin kini sudah bisa
digunakan untuk melewati tempat ini, biarlah aku lewat dulu."
Liem Tou yang mendengar perkataan dari Lie Siauw Ie ini
segera tahu bahwa sekali pun ilmu meringankan tubuhnya
sudah mendapatkan kemajuan tapi selama ini belum pernah
sungguh-sungguh mencoba untuk melewati jembatan
pencabut nyawa ini, karenanya dengan perasaan tidak tenan
jengahnya. "Cici tempat ini bukanlah tempat untuk main-main biarlah
adik Tou mencoba terlebih dulu"
"Tadi dia sudah bilang tak punya pegangan jika.. "
Berpikir sampai disini tanpa terasa lagi Lie Siauw Ie sudah
menghembuskan napas dingin, dengan cepat ujarnya.
"Jangan... jangan. . Iebih baik kita cari cara yang lain saja
untuk turun gunung ."
Dengan perkataan Lie Siauw Ie ini agaknya Liem Tou sudah
dibuat ragu-ragu juga oleh kemampuan dirinya untuk balik ke
perkampungan bagian belakang sudan tidak mungkin terjadi
apalagi satu satunya jalan baginya sekarang untuk meloloskan
diri hanya jalan ini saja membuat hatinya seketika itu juga
dibuat bingung sekali. Tapi ketika mengingat kekejamam dari Au Hay Ong Bo
serta si Ang in sin pian itu Cung cu dari perkampungan le Hee
Cung hatinya jadi mantap kembali, segera dia maju ke pinggir
jembatan siap untuk menyeberanginya.
Melihat hal itu Lie Siauw Ie menjadi terperanjat.
"Adik Tou, jangan" teriaknya dengan keras.
Tetapi Liern Tou sudah pusatkan tenaga dalamnya, dengan
satu kali loncatan dia telah meloncat ke atas kawat baja yang
menghubungkan tebing yang satu dengan tebing yang lain ini,
dengan menutulkan kakinya bagaikan burung walet Liem Tou
sudah berhasil menyeberangi jembatan pencabut nyawa itu.
Lie Siauw Ie menjadi sangat girang sekali, dengan cepat dia
bergerak siap menyeberangi juga jembatan itu,
"Cici tunggu dulu," mendadak Liem Tou berteriak dengan
keras. Dengan dua kali loncatan dia berbalik kembali ke sisi Siauw
le, sambungnya lagi. "Beruntung aku bisa melewati jembatan
ini tapi cici dapat menyeberangi atau tidak belum bisa
ditentukan sekarang.Kini aku sudah dapatkan cara harap cici
mau mencobanya terlebih dulu, bisa menyeberangi atau tidak
dapat kita ketahui."
Siauw Ie menjadi sangat heran, dengan perasaan ingin
tahu dia pandang wajah Liem Tou, lama kemudian barulah
tanyanya. "Kau punya cara apa untuk mengetahui aku bisa
menyeberangi jembatan ini atau tidak ?"
"Itu soal gampang," sahut Liem Tou sembari tersenyum.
"Asalkan ilmu meriangankan tubuh cici bisa mengalahkan
ilmuku sudah tentu cici bisa menyeberangi tempat ini.
Sekarang baiklah kita masing masing meloncat ke atas sekali,
jika cici bisa meloncat !ebih tinggi dari diriku itu tandanya ilmu
cici lebih tinggi dari diriku."
"Baiklah" sahut Lie Siauw Ie menyetujuinya.
Demikianlah mereka berdua segera mengerahkan tenaga
dalamnya untuk kemudian bersama sama meloncat ke atas
udara. Dengan loncatan ini segera terlihatlah kalau Lie Siauw Ie
ternyata bisa meloncat sama tingginya dengan loncatan Liem
Tou hal ini menunjukkan kalau kepandaian ilmu meringankan
tubuh dari Lie Siauw Ie memang seimbang dengan
kepandaiannya Liem Tou membuat dalam hati mereka berdua
diam-diam merasa amat girang sekali.
Pada saat mereka sedang merasa gembira itulah mendadak
. . . dari ujung jembatan pencabut nyawa sebelah sana secara
samar samar berkumandang datang suara manusia yang
makin lama semakin mendekat.
"Hmmm . hmmm .. . bangsat Hek Loo jie dari Siok-to siang
Moo ternyata begitu berani mencari gara-gara dengan partai
Kiem Thian Pay kita, ini hari dia dapat loloskan diri boleh
dikata keuntungan yang besar bagi dirinya,
hmmm . . . " Mendengar perkataan itu Liem Tou serta Lie Siauw Ie
menjadi amat terkejut, tanpa terasa lagi mereka berdua sudah
mengeluarkan suara tertahan, masing-masing segera
meloncat ke samping batu batu cadas dan menyembunyikan
dirinya. Beberapa saat kemudian dari bawah tebing kelihatan
meluncur datang beberapa sosok bayangan manusia yang
amat cepat, ditinjau dari gerakannya yang begitu ringan dan
lincah sudah jelas kalau mereka merupakan jagoan yang
berkepandaian sangat tinggi dan terkenal di dalam dunia
kangouw saat ini, saat ini jarak mereka dengan tempat
persembunyian Liem Tou masih sangat jauh sehingga sangat
sukar untuk melihat jelas wajah mereka.
Perlahan-lahan beberapa sosok bayangan itu makin
mendekat lagi akhirnya sudah tiba di ujung jembatan
pencabut nyawa itu, saat inilah Liem Tou baru melihat mereka
ternyata adalah si Soat Hu Li serta Song beng Lan sekalian
dari Kiem Thian Pay. "Cici" ujarnya kemudian kepada Lie Siauw Ie dengan suara
yang amat lirih. "Mereka-mereka itu semua adalah jago-jago dari Kiem
Thian Pay yang berpusat di daerah Au Hay, orang orang itulah
yang ditugaskan oleh Au Hay Ong Bo untuk datang menawan
diriku." "Adik Tou" tanya Lie Siauw Ie dengan parasaan heran.
"Bagaimana kau bisa kenal dengan orang orang itu " Jika
didengar dengan perkataan siluman tua itu agaknya kau
pernah mematikan putrinya, sebetulnya kau sudah terjadi
urusan apa ?" Ditanyai begitu oleh Lie Siauw Ie seketika itu juga
mengingatkan Liem Tou atas peristiwa yang terjadi, dengan
perasaan amat gusar sahut nya.
"Hmmm . . kurang sedikit budak anjing itu menyebabkan
nyawaku hilang ditangannya, karena dia membuat jago-jago
dari golongan Pek-to maupun Hek- to pada mencari diriku,
bukan saja dia sudah kurung aku di dalam sebuah gua yang
siang malam tidak melihat udara di tengah gunung Ngo Lian
Hong bahkan sering dia pukul hingga aku terluka parah,
akhirnya aku kirim satu pukulan maut yang mencabut
nyawanya sehingga dendamku selama ini bisa kubalas."
"Adik Tou" ujar Lie Siauw Ie sembari menghe!a napas
perlahan. 'Sejak saat itu kau turun gunung, siang malam aku
selalu memikirkan keselamatan dirimu tidak kusangka kau
betul-betul menemui kesulitan dan berbagai siksaan yang
begitu hebat. Heei . ."
Dengan peruh kemesraan Liem Tou memeluk pinggang Lie
Siauw Ie, ujarnya dengan nada penuh kasih sayang.
"Cici, aku pun selalu merindukan diri cici sejak aku dengar
berita yang mengatakan cici menjadi gila, aku.. tahukah..
adikmu menjadi sedih sekali, hanya aku gemas tidak punya
sayap sehingga bisa cepat terbang ke sisi cici dan melihat
keadaan yang sesungguhnya."
"Waktu itu aku hanya pura-pura gila," sahutnya sembari
tersenyum. "Saat itu aku betul-betul galak sekali, orang-orang
keluarga Pouw yang tidak tahu malu itu setiap hari datang ke
rumah ku mendesak ibuku agar aku dijodohkan dengan Pouw
Siauw Ling, karena gusarnya aku terus saja pura- pura
menjadi gila dan kasih hajaran pada mereka, jika bukannya
saya mau dengar omongan ibuku serta Jien Coei cici hendak
ngasih hajaran mereka dengan senjata rahasianya Cu Gien
Ciam." Setelah mendengar kisah inilah Liem Tou baru sadar
kembali kejadian apa yang sudah terjadi.
Saat ini si Soat Hu Li serta Song Beng Lan sudah berhasil
melewati jembatan Pencabut nyawa itu dan melanjutkan
perjalanan mereka menuju ke dalam perkampungan le Hee
Cung. oooXooo 9 Sesudah melihat bayangan mereka sekalian lenyap dibalik
perkampungan barulah Liem Tou berani munculkan dirinya,
sembari menarik tangan Lie Siauw Ie ujarnya.
"Cici, meminjam kesempatan tidak ada orang yang
menyeberangi jembatan in marilah kita cepat berlalu"
Kedua orang itu dengan cepat meloncat bangun dan berdiri
menuju ke tepi jembatan. "Cici"ujar Liem Tou kembali. "Kau meloncatlah terlebih dulu
tapi harus berhati-hati"
"Tidak" bantah Lie Siauw le dengan cepat. "Kau
menyeberanglah terlebih dulu."
Siapa tahu perkataan ini diucapkan dari dalam
Perkampungan secara tiba- tiba berkumandang datang
beberapa kali suitan yang amat nyaring dan memekikkan
telinga kemudian disusul dengan suara suitan yang saling
susul-menyusul dari segala penjuru.
Dengan cepat Liem Tou menoleh ke belakang terlihatlah
sinar obor yang terang benderang sudah mulai muncul di
seluruh penjuru sekitar perkampungan itu kemudian dengan
cepat bergerak menuju ke arah mereka berada bahkan di
depan gerombolan orang-orang yang membawa obor itu
berkelebat sesosok bayangan putih yang amat jelas sekali.
Dibelakang bayangan putih itu muncullah berpuluh puluh
bayangan hitam yang mengejar dari belakangnya gerakan
mereka ketat cepat bagaikan bertiupnya angin taupan, hanya
di dalam sekejap saja titik-titik hitam itu sudah mula
mendekat. Segera Liem Tou menjadi sadar kembali bahwa merekamereka
itu pastilah orang orang yang sedang mengejar diri
gadis cantik pengangon kambing yang memakai pakaian
warna putih itu, tanpa terasa lagi dia menjadi sangat terkejut,
perasaan terperanjat ini bukanlah dikarenakan kuatir atas
keselamatan gadis cantik pengangon kambing itu melainkan
karena arah yang dituju mereka semua justru mengarah
dimana kini dia berdua berada.
Dia tahu walau pun usia dari gadis cantik pengangon
kambing itu masih sangat muda tapi kepandaian silatnya
betul-betul sudah mendapatkan warisan dari ayahnya Lie Loo
jie, ayahnya Lie Loo jie terbukti bisa melawan
Thian Pian Siauw cu dengan seimbang sudah tentu Au Hay


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ong Bo tidak mungkin berhasil melukai dirinya.
Tapi yang membuat pikirannya menjadi bingung adalah
arah yang jurusan mereka tempuh, jika mereka berdua tidak
lekas-lekas meninggalkan tempat ini pastitah jejak mereka
segera akan ditemukan, sampai waktu itu sudahlah mesti tidak
mungkin baginya untuk melarikan diri.
Berpikir sampai disini tanpa berpikir lebih panjang lagi
dengan cemas teriaknya. "Cici, mereka sudah datang, kalau kau tidak mau lawan
terlebih dulu baiklah aku yang menyeberangi dulu."
Sehabis berkata segera dia pusatkan tenaga dalamnya
kemudian meloncati Jembatan Pencabut nyawa itu.
Tanpa mereka duga sesosok bayangan hitam sejak tadi
sudah mengincar diri mereka bahkan semua perkataan yang
mereka berdua katakan sudah didengar olehnya, orang itu dengan rapatnya
menyembunyikan dirinya di samping Liem Tou berada di
tengah jembatan baru melancarkan serangan mengganggu
dirinya. Orang yang sembunyi di sisi jembatan pencabut nyawa itu
bukan lain adalah salah satu anggota dari Siok to Siang Mo,
Hek Loo-jie adanya. Tadi sesudah dikejar oleh Soat Hu Li serta Song Beng Lan
sekalian dari Kiem Thian Pay sehingga memaksa dia melarikan
diri turun gunung dengan cepat dia menyelinapkan dirinya di
suatu tempat kegelapan, dengan tidak perduli hubungan
persaudaraan selama tiga tahun lamanya dia menyiksa dan
menganiaya Hek Lotoa hanya bertujuan merebut kitab pusaka
To Kong Pit Liok, ternyata sebelum dia peroleh sudah keburu
didapatkan oleh Liem Tou, sudah tentu saat ini dia tidak rela
meninggalkan puncak gunung Ha Mo San ini begitu saja.
Menanti sesudah beberapa orang jago dari Kiem Thian Pay
ini naik kembali ke atas gunung dengan perlahan barulah dia
meloncat keluar dari tempat persembunyiannya untuk
selanjutnya meloncat ke pinggir tebing di samping Jembatan
pencabut nyawa tersebut. Saat itulah secara tiba-tiba dia merasa di samping jembatan
ada orang yang sedang bersembunyi, dengan cepat dia
menyingkir ke samping untuk melihat jelas orang tersebut.
Tak terkira girang hatinya setelah diketahui mereka
ternyata adalah sepasang muda-mudi yang tidak bukan adalah
Liem Tou serta Lie Siauw Ie. Diam-diam dalam hatinya mulai
mengambil perhitungan, pikirnya:
"Hmmm..kali ini jika itu kitab pusaka To Kong Pit Liok sekali
lagi lolos dari tanganku maka bangsat cilik she Liem itu harus
dimusnahkan agar itu kitab pusaka untuk selamanya terkubur
di dasar jurang " Begitulah ketika dilihatnya Liem Tou sudah berada di
tengah jembatan Pencabut nyawa itu secara tiba-tiba dia
tertawa tergelak dengan amat kerasnya.
"Hey Liem Tou "teriaknya dengan berang. "Kali ini aku mau
lihat kau lolos tidak dari cengkeraman aku orang tua."
Bersamaan suara bentakan tersebut Hek Looji meloncat
keluar dari tempat persembunyiannya kemudian meloncat ke
atas rantai jembatan pencabut nyawa itu siap menghadapi
serangan musuh. Munculnyr Hek Looji secara mendadak ini membuat Liem
Tou betul-betul merasa amat terperanjat, bila Lie Siauw Ie
yang berada di belakangnya begitu dilihatnya Hek Looji
muncul secara tiba-tiba menghalangi kepergian mereka segera
menjerit keras. "Adik Tou cepat kembali ... adik Tou cepat kembali..."
Liem Tou seudiri juga tahu kalau Hek Looji sedang
menghalangi perjalanan mereka, segera dia tarik napas
panjang untuk memberatkan badannya di atas kawat sedang
dalarn hati diam-diam mulai mengambil keputusan.
Dia tahu jika saat itu Hek Looji melancarkan serangan ke
arahnya, bagi dirinya tempat untuk menghindarkan diri tidak
mungkin ada bahkan jika menerima serangan musuh dengan
keras lawan keras hal ini akan mengakibatkan berat badannya
semakin bertambah sehingga kemungkinan kawat yang diinjak
akan putus. Didalam keadaan yang amat kritis itulah suatu pikiran
berkelebat didalam hatinya, tanpa berpikir panjang lagi dia
sudah mengikutr suara teriakan dari Lie Siauw le, tubuhnya
dengan cepat meloncat ke atas udara kemudian bersalto
beberapa kali, ujung kakinya menutul kawat rantai siap
meloncat balik ke tempai semula.
Dengan gerakannya ini sama saja suatu kesalahan di
tambah lagi dengan kesalahan yang lain, segera terdengar
Hek Looji tertawa keras sambil bentaknya."
"He he he .. Liem Tou, jika kau betul-betul berani meloncat
ke sini kemungkinan karena memandang pada itu kitab
pusaka To Kong Pit Liok aku tidak akan sampai mencelakai
nyawamu, tapi kini kau malah balik ke arah sebelah sana, kau
jangan salahkan hatiku terlalu kejam. Hey Liem Tou , ini hari
pada setahun lagi merupakan ulang tahun kematianmu yang
pertama, he he . pergilah."
"Cring .." Suatu suara yang sangat nyaring segera
berkumandang dari bawah kaki Liem Tou.
Mendengar suara itu Liem Tou menjadi sangat terperanjat,
dalam anggapannya tentu Hek Loo jie sedang menyambit
senjata-senjata rahasia yang amat berbisa, tubuhnya dengan
cepat melompat ke tengah udara untuk kemudian melayang
kembali ke tempat semula.
Pada saat itulah dia memandang ke bawah, terlihatlah
kegelapan di bawah kakinya gelap gulita kawat rantai yang
semula terbentang di bawah kakinya kini sudah lenyap tanpa
bekas, yang ada hanyalah suatu jurang yang dalamnya sampai
tak tampak dasarnya. "Celaka!" teriaknya dengan keras.
Dengan cepat dia menarik hawa murninya dalam pusar,
walaupun kini kawat sudah terputus, dia tetap berusaha untuk
bersalto dan berjumpalitan ditengah udara.
Apa daya kemauan ada tapi tenaga kurang, apalagi jarak
dimana dia kini berada dengan tepi tebing ada berpuluh puluh
kaki jauhnya, tubuhnya dengan cepat meluncur ke bawah
dengan kecepatan yang luar biasa.
Melihat keadaan dari Liem Tou, Lie Siauw le merasa betulbetul
seperti disambar petir, tanpa terasa lagi dia sudah
berteriak amat keras. "Adik Tou..Adik Tou !"
Teriaknya belum sampai terdengar, Liem Tou dengan
menggunakan tenaganya yang terakhir juga sedang berteriak.
"Cici..! " Tapi kata cici yang terakhir sudah berkumandang keluar
dari dalam jurang yang dalamnya puluhan kaki dari atas
tebing. Perubahan yang terjadi secara taba-tiba itu membuat Lie
Siauw le seketika itu juga kehilangan kesadarannya, di tengah
suara tertawa Hek loo jie yang amat keras itu sekali lagi
teriaknya. "Adik Tou .. adik Tou .. "
Tubuhnya dengan cepat berkelebat terjun ke dalam dasar
jurang yang sangat dalam itu.
Pada waktu Lie Siauw le terjun kedalam jurang menyusul
diri Liem Tou itulah dari tepi jurang secara mendadak
berkumandang suara bentakan yang sangat nyaring disusul
dengan berkelebatnya bayangan putih yang amat cepat
melayang kedalam jurang, hanya di dalam sekejap saja
bayangan itu sudah lenyap dari pandangan.
Menanti Au Hay Ong Bo serta Ang in sin pian sekalian tiba
di tepi jurang terlihatlah suasana di dalam jurang sudah
berubah tenang kembali, diantara mereka hanya Au Hay Ong
Bo seorang saja yarg memiliki kepandaian silat paling tinggi
masih sempat melihat sesosok bayangan putih yang
berkelebat dengan amat cepatnya kemudian lenyap.
Keesokan harinya, berita kematian Liem Tou, Lie Siauw Ie
serta gadis cantik pengangon kambing yang binasa di dasar
jurang tepi Jembatan pencabut nyawa dari sekarang tersebar
kepada orang yang lain, tidak sampai satu dua jam seluruh
perkampungan Ie Hee Cung sudah tahu akan berita tersebut.
Lie si itu ibunya Lie Siauw le sejak ditinggal pergi oleh
puterinya berserta Liem Tou selama semalaman sudah merasa
sedih kini mendengar kematian mereka berdua di dasar jurang
seperti juga guntur yang menyambarnya disiang hari bolong.
Semula dia masih tidak mau percaya atas berita itu, tetapi
sesudah melihat dengan mata kepala sendiri kalau rantai
jembatan pencabut nyawa itu betul-betul sudah putus barulah
dia mau percaya dengan berteriak keras dia sudah jatuh tak
sadarkan diri. Akhirnya walau pun berhasil ditolong oleh orang lain tapi
tetap tak mau meninggalkan tempat itu. Selama tiga hari tiga
malam lamanya dia terus menangis saja, bila bukannya ada
orang yang menjaga di sampingnya mungkin sejak semula dia
sudah ikut terjunkan diri ke dalam jurang menyusul putrinya.
Sampai hari keempat tangisan dari ibunya Lie Siauw le
sudah mulai serak sedang air matanya pun sudah kering,
karena itulah sepasang matanya menjadi buta. Pada hari
kelima dia meninggal dunia dengan tenang semua rakyat di
dalam perkampungan tidak ada yang merasa sedih dan
menghela napas atas peristiwa ini.
Kira balik kepada Liem Tou yang menggunakan tenaganya
yang terakhir berteriak "Cici" tubuhnya dengan cepat bagaikan
kilat meluncur ke kebawah dengan amat santarnya.
Waktu ini dia merasakan angin dingin yang menyambar
badannya hingga menusuk ke tulang sumsum, pada waktu itu
dia tidak sanggup membuka matanya hanya di dalam hati
secara diam-diam dengan sedih menghela napas panjang.
"Habislah sudah, kali ini habislah sudah diriku!"
Tetapi walau pun dia tidak punya harapan lagi untuk hidup
di dalam benaknya masih pikirkan suatu keinginan untuk
meloloskan diri dari bencana ini.
Tanpa terasa lagi semangatnya menjadi berkobar kembali
dengan paksakan diri dia pentangkan matanya lebar-lebar.
Mendadak pandangan matanya terbentur dengan berjutajuta
bintang yang memancarkan sinar gemerlapan di angkasa,
hatinya menjadi teramat heran, pikirnya.
"Waktu ini aku sedang jatuh ke dalam jurang dan meluncur
dengan cepatnya mengarah dasar jurang yang amat curam,
darimana datangnya bintang-bintang di hadapanku ini?"
Pada waktu pikirannya sedang berputar itulah cepat cepat
dia tutup semua pernapasannya diikuti suatu gerakan yang
amat keras sekali. Liem Tou hanya merasakan punggungnya terbentur dengan
benda yang amat keras sehingga menggetarkan seluruh isi
badannya, pandangannya menjadi kabur dan berkunangkunan
ketika itu juga dia jatuh tidak sadarkan diri.
Entah lewat beberapa waktu lamanya, di tengah
pingsannya dia merasakan pinggangnya teramat sakit
sehingga dia menjadi sadar kembali tanpa bisa mencegah
darah segar segera memancar keluar dari mulutnya dengan
amat keras. Waktu itulah dia baru sedikit merasakan badannya menjadi
segar, perlahan lahan suaranya dipentang lebar-lebar dan
memandang keadaan sekeliling tempat itu. Terlihatlah tepat
disisi dimana dia berbaring terdapatlah sebuah sungai lebar
yang airnya mengalir dengan amat deras, bilamana dirinya
terjatuh tepat di atas sungai apa yang akan terjadi
selanjutnya" hal ini
membuat Liem Tou merasa bulu kuduknya pada berdiri.
Perlahan-lahan dia merangkak bangun dari atas batu
cadas, dimana tadi dia berbaring kemudian memandang
keadaan sekitar tempat itu.
Terlihatlah dua buah puncak yang amat tinggi mengelilingi
suatu lembah yang sempit, pohon rotan tumbuh dengan
lebatnya diseluruh tebing sehingga menyerupai naga yang
sedang berkelompok ditambah dengan suara teriakan kerakera,
pemandangannya sangat indah sekali.
Melihat pemandangan ini Liem Tou yang baru sadar dari
pingsannya menjadi termangu-mangu.
"Tempat manakah ini?" pikirnya dalam hati.
Mendadak dalam ingatannya berkelebat suatu syair dari
penyair terkenal" Lie Thay Pak" didalam syairnya "Ha Kiang
Ling" yang memuat kata-kata.
"Suara kera saling sahut-menyahut memenuhi dua tebing,
perahu layar berdayung melalui gunung curam".
"Apa mungkin aku sudah sampai di selat Sam Shia?" kalau
begitu gunung yang berada di depan pastilah gunung Wu
San.?" Dia pandang sebentar keadaan cuaca, awan berkumpul dan
bertumpuk-tumpuk amat tebal meinbuat cuaca agak gelap
sehingga mirip sekali hendak turun hujan lebat, perlahanlahan
dia bangkit berdri dan melemaskan ototnya, semua
badan terasa amat linu dan kaku bahkan terasa amat sakit
apalagi badannya yang tadi separuh terpendam di dalam air
kini terasa mulai mengejang dan memutih.
Dia tidak berani meloncat kembali ke dalam sungai,
selangkah demi selangkah dia mulai berjalan melalui batu
cadas yang amat curam, belum sampai beberapa kaki jauhnya
terasa mulai tergoyang dan terhuyung-huyung, tak tertahan
sekali lagi dia menjatuhkan diri keatas tanah tidur di atas batu
itu. Mananti dirasanya suatu hawa dingin menusuk ke dalam
badannya barulah dia sadar kembali dari pulasnya, saat itu
hujan sedang turun dengan amat derasnya cuaca amat gelap
agaknya malam hari sudah tiba sahingga empat penjuru
hanya terlihat kegelapan saja air sungai mendebur
memecahkan ombak di tepian membuat suasana begitu sunyi
sangat menyeramkan. Liem Tou yang kejauhan kini benar benar di buat bingung
oleh keadaan yang dihadapinya, perutnya lapar, badannya
dingin apalagi di tengah selat yang sunyi di antara kedua
gunung yang amat tinggi, harus kemanakah dia pergi"
kemana dia harus meneduh menangsal perutnya yang lapar"
Waktu ini biar pun badannya terasa amat linu dan lelah
mau tak mau dia harus berdiri juga, waktu ini buat dirinya
hanya dua jalan saja untuk melanjutkan hidupnya pergi dari
sana atau tetap berbaring di tempat itu tetapi kedua jalan ini
pun harus menempuh bahaya.


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada waktu Liem Tou sedang ragu-ragu itulah dari tempat
kejauhan secara samar-samar terdengar suara orang yang
sedang bersembahyang dan memuji Budha, suara ini perlahan
sekali tetapi cukup membuat semangat Liem Tou berkobar
kembali pikirannya. Di tengah selat yang begitu sunyi begini liarnya bagaimana
bisa ada suara sembahyangan jika didengar dari suara itu di
sekitar tempat ini pasti ada kelenting.
Berpikir sampai disini matanya mulai berkeliaran
memandang sekeliling tempat itu, walau pun waktu ini cuaca
sangat gelap tapi dia bisa melihat sekitar tempat itu dengan
amat jelas, hal ini disebabkan latihan yang diperoleh secara
tidak sengaja sewaktu dikurung didalam gua gelap diatas
puncak Giok Lian Hong. Tetapi walau pun sudah dipandang beberapa waktu, jangan
di kata kelenting sakalipun bayangannya juga tidak tampak.
Tetapi dia tidak menjadi putus asa, disaat ini dia
membutuhkan tempat berteduh, tempat untuk mendahar
karenanya dengan lebih teliti lagi dia pandang dan mendengar
benar juga dari samping sebelah kanannya secara samar
samar mulai terdengar kembali suara sembahyang itu.
Cepat cepat dia meraba keatas dengan mencekal ranting
ranting yang tumbuh disekeliling tempat itu untung saja pisau
pusaka pemberian gadis cantik pengangon kambing masih ada
sehingga banyak membantu gerakannya kali ini.
Beberapa saat kemudian mendadak tempat yang diinjak
berubah, tangga tangga batu yang masih utuh muncul
dihadapannya, walaupun waktu ini tangga tangga batu itu
tertutup oleh rerumput tetapi keadaaanya amat bersih dan
terawat, melihat hal tai Liem Tou segera sadar di tempat itu
pasti ada penghuninya. Ternyata dugaannya sedikitpun tidak salah semakin dia
berjalan dengan mengikuti tangga-tangga batu itu suara
sembahyangan tersebut semakin terdengar jelas, bahkan bisa
terdengar setiap kata kata yang diucapkan, suara orang itu
amat rendah dan berat bahkan memiliki suatu daya tarik yang
menggidikkan. Waktu ini Liem Tou betul-betul merasa lapar dan dahaga
ditambah lagi mendengar suara sembahyangan yang
mempunyai daya pengaruh aneh, kontan saja badannya mulai
terhuyung- huyung dan jatuh terduduk.
Cepat-cepat dia duduk bersila dan mulai mengatur
pernapasannya dengan mengikuti petunjuk dari kitab pusaka
Toa Loo Cin Keng dalam bagian pernapasan. Tidak selang
lama kemudian seluruh badannya mulai terasa menjadi segar
dan bertenaga kembali. Tetapi pada saat itu juga terdengar suara jeritan serta citcitan
kera-kera yang amat santar kemudian disusul dengan
suara berlarinya kera-kera itu untuk menyembunyikan dari
keempat panjuru. Melihat hal ini diam diam pikir Liem Tou
didalam hatinya. "Kera-kera itu melarikan diri dengan begitu gugup, apa
mungkin sudah kedatangan binatang buas lainnya?"
Berpikir sampai disini tanpa terasa hatinya menjadi
berdebar dengan amat keras sedang pisaunya pun dipegang
semakin kencang, matanya bagaikan mata elang dengan
tajam memperhatikan sekeliling tempat itu.
Mendadak terlihat olehnya dari ujung puncak
penyeberangan berkelebat bayangan manusia dengan
cepatnya, hanya di dalam sekejap mata sudah lenyap dari
pandangan. Liem Tou menjadi melengak.
"Siapa mereka itu ?" pikirnya di dalam hati.
Mcndadak suara sembahyangan yang tadi terdengar
berhenti secara tiba tiba disusul suara bentakan seseorang
dengan nadanya yang amat rendah dan berat.
"Sicu dari mana yang sudah datang " " Cepat sebutkan
namamu." "Siapa orang ini ?" Pikir Liem Tou dengan amat
terperanjat."Jika didengar dari nada suaranya kini dia berada
kurang lebih seratus langkah dari tempat aku berdiri sekarang
tetapi bagaimana dia bisa tahu kedatanganku ini" Hmmm
tenaga dalamnya tentu amat sempurna sekali, kalau tidak
bagaimana dia bisa tahu tempat persembunyianku " Lebih
baik aku keluar saja untuk minta bertemu."
Baru saja dia mau keluar dari tempat persembunyiannya
mendadak suara tertawa yang amat panjang memekikkan
telinga kemudian disusul jawaban dari seseorang.
"Pengemis busuk serta aku Thiat Sie-poa rongsokan dari
daerah Tionggoan ingin bertemu dengan Chie Liong To atau
Penjahat naga merah yang terkenal pada dua puluh tahun
yang lalu." Sekali lagi Liem Tou dibuat terperanjat setelah mendengar
suara orang itu karena orang itu adalah Thiat Sie sianseng
serta pengemis pemabok, ada dua orang itu disini berarti
dirinya juga mendapatkan pertolongan karenanya hatinya
menjadi amat girang sekali, cepat-cepat dia siap keluar untuk
berteriak. Tetapi pikirannya segera berubah, pikirnya,
"Lihat-lihat dulu mereka bardua datang kemari ada urusan
apa?" karenanya pandangannya mendadak berubah terlihatah
sebuah selat yang amat kecil muncul dihadapannya selat itu
bentuknya amat aneh sekali dan berbentuk amat sempit
sehingga bila dilihat dari atas sangat mirip sebuah retakan
kecil diantara dua gunung tinggi.
Liem Tou merangkak semakin mendekat lagi, terlihatlah
sebuah rumah yang amat besar bentuknya muncul di
hadapannya, rumah itu tidak mirip sebagai sebuah kelenting
tempat beribadah melainkan sebuah rumah hartawan yang
sangat besar dan kokoh. Waktu ini didepan pintu rumah berdirilah si pengemis
pemabok serta si Thiat Sie poa sedang dihadapannya
berdirilah seorang hwesio gundul dengan bentuk badan tinggi
besar. Walaupun pandangan mata Liem Tou amat tajam tetapi
waktu ini tak dapat melihat lebih jelas lagi bagaimana bentuk
wajah hwesio gundul itu, hanya saja sepasang matanya
memancarkan sinar yang amat tajam dan menyilaukan saban
orang yang memandang ke arahnya.
Liem Tou tahu orang itu pastilah seorang Bu lim yang
mempunyai kepandain sillat yang amat tinggi, dia tak berani
berlaku gegabah maka dengan perlahan tubuhnya mundur
kemball dua langkah kebelakang, dua langkah untuk
menyembunyikan diri. Siapa tahu baru saja badannya mundur dua langkah ke
belakang mundadak tubuhnya menginjak suatu benda yang
amat Iemas dan empuk, cepat-cepat dia tundukkan kepalanya
memandangnya. "Haaa . . . ." Sesosok mayat menggeletak di atas tanah
dengan keadaan mengenaskan.
Liem Tou benar-benar terperanjat melihat keadaan mayat
itu, dengan memberanikan diri dia menjongkok dihadapan
mayat tersebut dan meIihat lebih jelas lagi, kiranya dia adalah
ciangbunjin dari partai Bu Toug pay Leng Ceng Cu adanya.
Keadaan mayat dari ciangbunjin Bu Tong pay ini masih
segar hal ini membuktikan baru saja dia binasa belum lama
hanya saja badannya sudah hancur oleh pukulan yang amat
hebat. Liem Tou segera tahu kalau tempat ini adalah tempat
berbahaya. Seketika itu juga dia memandang kembali ke arah si
pengemis pemabok dan Thiat Sie poa kelihatan mereka
bertiga sedang membicarakan sesuatu, agaknya mereka
berdua tidak mangetahui kalau Leng Ceng Cu sudah binasa
pikirnya. "Buat apa meraka datang kemari mencari hweesio gundul
itu ?" Terdengar hweesio gundul itu dengan suaranya yang amat
rendah dan berat sudab angkat bicara kembali.
"Orang budiman tak berbohong, kalian kemari ada urusan
apa " Si penjahat naga merah sekali pun berupa bajingan
besar pada tempo hari tapi kini sudah menjadi pendeta. Aku
sangat tidak senang melihat kalian beberapa kali datang
mengacau ketenangan padaku"
"Terhadap kau kami berdua masih bisa menyebut kau
sebagai seorang Cianpwee" jawab si Thiat Sie-poa." Tapi kami
berdua terang-terangan baru kali ini datang berkunjung
bagaimana kau mengatakan sudah berkali kali" Omong terus,
terang saja kami datang kemari hanya bertujuan pada kitab
pusaka To Kong Pit Liok itu saja"
Mendengar disebutkannya kitab pusaka To Kong Pit Liok
pikirnya Liem Tou seketika itu juga berkelebat suatu ingatan
pikirnya. "Sewaktu Hek Loo toa menjelang kematiannya dia pernah
menulis sebuah hurup Wu dengan darahnya, apa mungkin
gunung Wu san ini yang ditunjuk ?"
Setelah mendengar perkataan dari si Thiat siepoa ini
agaknya si penjahat naga merah dibuat gusar.
"Siapa yang beritahukan urusan ini kepada kalian ?"
bentaknya. "Selain dia siapa lagi ?" Seru Thiat Siepoa sembari
memukulkan siepoanya pulang pergi.
Dia berhenti sebentar lalu sambungnya lagi.
"Tapi, agaknya kitab pusaka To Kong Pit Liok itu sampai
kini belum kau dapatkan, bukan begitu ?"
Saat ini si pengemis pemabok yang berada di sampingnya
ikut angkat bicara. "Haa... haaa, . . hey Thiat Sie heng aku tidak percaya sie
poa rongsokanmu itu bisa begitu lihay"
"Ha ha ha. . . kalau tidak percaya nanti kau boleh lihat
sendiri" jawab Thiat sie poa tertawa terbahak-bahak. "Kenapa
kau tidak pikir bila dia sudah peroleh kitab pusaka To Kong Pit
Liok itu buat apa masih berada disini ?"
"Hmm, cukup " dengus si penjahat naga merah memotong
pembicaraan mereka. "Walau pun saat ini kitab pusaka To
Kong Pit Liok belum aku dapatkan tapi sudah berada di dalam
cengkeramanku, ini hari kalian sudah mangetahui rahasia ini
jangan harap bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan
hidup. Leng Ceng Cu dari Bu Toug pay juga seperti kalian
tidak tahu diri kini sudah binasa ditanganku, aku kira kalian
berdua pun sebentar lagi akan seperti dia"
Si Thiat Siepoa serta si pengemis pemabok menjadi amat
terperanjat, bersama-sama tanyanya.
"Apa benar perkataanmu itu?"
"Hm..hm..siapa yang menipu kalian?"
Mendadak dengan disertai suara bentakan yang keras dia
melancarkan satu serangan dahsyat.
"Lihat serangan"
"Blaaam. . "suara yang dahsyat memecahkan kesunyian
menyerang Thiat sie poa berdua.
Bersamaan dengan serangan dahsyat itu Thiat sie poa
berteriak keras. "Hey pengemis busuk hati-hati."
Liem Tou yang bersembunyi dibalik batu tahu bahwa
diantara mereka bertiga sudah melakukan pertempuran
karenanya dia bergerak lebih mendekat lagi. Terlihatlah si
penjahat naga merah berdiri tegak ditempat semula sedang si
Thiat sie poa serta si pengenais pemabok berdiri berpisah,
yang satu di sebelah kiri yang lain di sebelah kanan dengan
pandangan tajam memandang gerak-gerik si penjahat naga
merah itu. Terdengar sipenjabat naga merah itu tertawa dingin lagi,
ujarnya. "Didalam Bu lim waktu ini selain Lie Loojie, si majikan elang
sakti serta Loo Ciang dari partai Kiem Thian Pay, seperti
kalian-kalian ini hanya gentong-gentong nasi semua, buat apa
hantar kematian dengan sia-sa"
Selesai berkata tangannya dengan mangerahkan tenaga
pukulan yang amat dahsyat melancarkan satu pukulan hebat
mengarah si Thiat sie poa yang berada disebelah kanan
agaknya si Thiat sie sianseng tahu bahwa dia bukan
tandingannya, badannya dengan cepat melayang dua kaki
kebelakang menghindari datangaya serangan tersebut.
Sedangkan sipengemis pemabok dengan meminjam
kesempatan sewaktu dia sedang melancarkan satu serangan
kearah Thiat sie sianseng tadi segera melancarkan satu
serangan mengarah perutnya.
Siapa tahu si penjahat naga merah sama sekali tak
manggubris datangnya serangan itu, menanti serangan
tersebut hampir mengenai tubuhnya mendadak si penjahat
naga merah mengebutkan ujung bajunya.
"Hey pengemis tua, jangan " teriak si Thia sie sianseng
ketika melihat keadaan yang sangat kritis itu.
Tapi keadaan sudah terlambat, tubuh si pengemis pemabok
seketika itu juga dipukul mundur tujuh delapan langkah ke
belakang oleh serangan tak berwujud itu.
Tanpa terasa Liem Tou merasa kuatir juga atas
keselamatan si pengemis pemabok, agaknya dia sudah terluka
parah oleh serangan itu, begitu badannya mundur kebelakang
dengan terbuyung-huyung kemudian jatuh duduk
ketanah,tidak bergerak lagi.
Hal ini jauh berada diluar dugaan semua orang. Liem Tou
sendiri juga amat terperanjat, dia sama sekali tidak menduga
kepandaian silat dari si penjahat naga merah bisa begitu
lihaynya, bersamaan pula dia merasa cemas terhadap
keselamatan dari si pengemis pemabok, kini dia sudah jatuh
terduduk, jika misalnya si penjahat naga merah melancarkan
satu serangan kembali apa yang akan terjadi atas diri si
pengemis pemabok" Untung saja sipeniahat naga merah tidak melakukan hal ini,
mendadak dia putar badannya mendesak kearah si Thiat sie
poa. "Kali ini habis sudah" pikir Liem Tou di dalam hati, "Tadi
sekali pun si Thiat Sie sianseng serta si pengemis pemabok
bergabung pun masih bukan tandingannya, apalagi kini yang
satunya sudah terlalca parah mana mungkin Thiat siesianseng
kuat menahan serangannya?"
Mendadak si Thiat si non bersuit panjang dengan amat
nyaringnya sehingga menggetarkan seluruh selat, badannya
dengan cepat bagaikan kilat melayang dan melarikan diri
keluar selat. Waktu itu Liem Tou sedang memusatkan semua


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perhatiannya menonton jalannya pertempuran, ketika
dilihatnya Thiat sie poa melarikan diri kearahnya cepat cepat
dia menyembunyikan dirinya kesamping dan pada saat yang
bertepatan pula tubuh Thiat sie poa sudah berkelebat melalui
sisi badannya. "Hmmm. Kau mau melarikan diri?" bentak si penjahat naga
merah dengan suaranya yang dingin rendah dan amat berat.
Badannya dengan cepat mengejar dari arah lakang, hanya
didalam sekejap mata kedua bayangan itu sudah lenyap dari
pandangan, harya terdengar suara kera-kera yang ribut
berteriak dan melarikan diri diseberang sana.
Setelah melihat kedua bayangan itu lenyap dari pandangan,
barulah Liem Tou berani menghunjukkan dirinya untuk
menolong diri si pengemis pemabok, badannya dengan cepat
bangkit berdiri dari tempat persembunyiannya dan berjalan
menuju kesisi badan si pengemis pemabok, ujarnya.
"Cianpwee bagaimana keadaan lukamu?"
Waktu ini si pengemis pemabok sedang duduk bersila
mengerahkan tenaganya untuk menyembuhkan luka yang
diseritanya, karena itu terhadap semua perkataan dari Liem
Tou dia sama sekali tidak mendengarkan.
Melihat hal ini Liem Tou betul-betul menjadi amat cemas
sekali, jika tiba-tiba si penjahat naga merah balik kembali apa
yang akan terjadi" Terpaksa Liem Tou berdiri di sisinya menanti dengan
cemas, dia akan menunggu si pengemis pemabok selesai
menyembuhkan lukanya untuk kemudian bersama-sama
meninggalkan tempat bahaya ini.
Pandangannya perlahan-lahan dialihkan ke atas bangunan
besar di hadapannya, kelihatan rumah itu dibuat dari tembok
yang kokoh, pintunya bercat merah dan kelihatan sangat
megah sekali. Suatu keiuginan untuk tahu segera, muncul meliputi
hatinya tanpa terasa Iagi dia sudah berjalan mendekati pintu
bangunan itu. Baru saja kakinya menginjak pintu rumah, segera
terilhatlah keadaan di dalam ruangan amat bersih sekali hanya
saja secara samar-samar terdengar suara rintihan yang amat
perlahan. Tanpa terasa Liem Tou menjadi terte gun dibuatnya, cepat
cepat dia hentikan langkahnya dan mendengarkan suara itu
dengan seluruh perhatiannya.
Agaknya suara rintihan tersebut berasal dari ruangan
sebelah kiri, hatinya segera berpikir dan mengambil
keputusan, sedang langkah kakinya pun sudah berputar ke
arah sebelah kiri. Baru saja berjalan dua langkah, mendadak suara rintihan
berubah menjadi perkataan yang tidak jelas, hanya saja suara
itu amat lama dan perlahan sehingga Liem Tou harus
menghentikan langkahnya dan mendengar lebih teliti lagi.
Lama sekali barulah dia bisa mendengar kaa kata itu.
"Mo Ku Tiauw Cong Ci Cie Tong. . ."
Mendengar kata-kata itu Liem Tou saking terperanjatnya
hampir-hampir menjerit kaget, inilah kata-kata atau kode
rahasia untuk mendapatkan kitab pusaka "To Kong Pit Liok"
itu, semangatnya tanpa terasa berkobar kembali, cepat-cepat
jawabnya. "Pak Bun Kong Cen Tui Ja Kang ."
Selesai dia mengeluarkan kata-kata ini orang di sebelah
sana segera memperkeras suaranya bahkan kali ini Liem Tou
sudah mendengar suara itu berasal dari seorang perempuan
sambungnya. "Pek Hwie Sian Po Tong Ang Hwee."
"Wu Ting Liau Soat Ta Cuang."
"Siapa kau ?" tanya orang itu lagi.
"Makan tanpa ikan, pergi tanpa kereta tak punya rumah
tinggal, hamba bukan manusia," jawab Liem Tou cepat.
Segera terdengarlah suara orang itu berubah menjadi amat
nyaring dan penuh diliputi kegembiraan.
"Ooh. sudah datang. . sudah datang " serunya
kegirangan."Akhirnya, datang juga orangnya, tapi kau bukan
In-jien ku aku tahu kau bukan tuan penolongku bukan begitu
" sekarang beritahukan kepadaku. Apakah tuan panolongku
baik baik saja ?" Mendengar pertanyaan ini Liem Tou betul-betul dibuat
bingung harus memberi jawaban yang bagaimana, akhirnya
sesudah berpikir keras beberapa waktu lamanya barulah
sahutnya. "Caybe bernama Liem Tou dan Hek Loo cian pwee-lah yang
perintahkan aku datang kemari, entah bagaimana sebutan dari
cianpwee disana, sekarang berada dimana, apakah cayhe
boleh bertemu ?" Jilid 14 : Kerbau sakti mengamuk
"Oooh kau.. kau bernama Liem Tou ?"?" Seru orang itu.
"Baiklah tapi kau tak usah bertemu, aku hanya seorang nenek
yang buta sepasang matanya, pada lima tahun yang lalu
berkat pertolongan tuan penolongku nyawaku berhasil
diselamatkan hingga hari ini maka aku mau dengan rela
menjagakan harta kekayaannya di tempat ini dan menanti
orang yang menggunakan kode rahasia itu datang mengambil
barang tersebut sekarang kau sudah datang, aku boleh
serahkan barang itu kepadamu."
Hati Liem Tou terasa bergetar oleh kata-katanya ini, dia
merasa ikut berduka atas kejadian yang menimpa padanya
karena itu segera sahutnya:
"Kalau memangnya cianpwee tidak ingin bertemu dengan
cayhe, cayhe akan turut perintah."
"Sekarang aku mau beritahukan tempat simpannya barang
barang tuan penolongku, ujar orang itu lagi. "Barang itu
sekarang disimpan didalam sebuah sumur kering di belakang
halaman rumah ini, karena mataku sudah buta belum perlu
aku kesana untuk melihat dan tak tahu barang barang
berharga apa saja yang berada disana, tapi aku hanya tahu di
dalam sumur kering itu ada sebuah jalan rahasia yang
menghubungkan tempat itu dengan sungai. Baiklah perkataan
sudah kujelaskan sekarang aku mau pergi."
Mendadak terdengarlah orang itu menangis dengan amat
sedihnya, Liem Tou yang teringat akan kata-kata terakhir
mendadak hatinya menjadi bergidik, cepat tanyanya.
"Cianpwee, kau kenapa ?""
"Bagaimana pun aku tak bisa hidup lebih lama lagi " jawab
orang itu dengan nada gemetar.
"Dulu aku terus menerus menahan siksaan dari hweesio
gundul terkutuk itu hal ini dikarenakan
urusan dititipkan tuan penolong padaku belum selesai
kerjakan kini urusan sudah selesai kerjakan kini urusan sudah
selesai berarti hari siksaan bagiku juga sudah habis. Hanya
saying aku tidak pernah melihat wajah puteraku dan
menceriterakan ayahnya dan membutanya mataku sehingga
sampai akhir hidupku aku benar-benar merasa sayang."
Liem Tou segera termenung berpikir sebentar, sahutnya
kemudian. "Asalkan boanpwee berhasil mendapatkan kitab pusaka To
Koan Pit Liok itu dan berhasil
memperoleh kepandaian silatnya, sesudah keluar dari selat
ini boanpwee akan bantu menyelesaikan urusan cianpwee itu,
asalkan cianpwee ada perintah aku Liem Tou pasti akan
mengerjakannya, hanya saja siapa nama puteramu itu?"
"Putraku bernama Sun Ci Sie" jawab orang itu dengan
suara yang penuh berterimakasih. "Musuh besarnya adalah
Kioe Lang Wan Kouw dari gunung Im San tolong sampaikan
urusan ini kepada putraku."
Terhadap nama Sun Ci Sie ini Liem Tou sama sekali belum
pernah mendengar tapi Kioe Lan Wan Kouw dari gunung Im
san dia pernah bertemu sewaktu berada di lembah cupu-cupu,
dia tahu urusan ini pasti menyangkut suatu pembunuhan yang
berdarah tapi mendadak dia teringat kembali si hwcesio
gundul yang sedang keluar dari selat itu, ujarnya kemudian.
"Boanpwee sudah tahu harap cianpwee legakan hatimu,
hweesio bangsat itu mungkin segera akan kembali, boanpwee
saat ini bukan tandingannya. Selamat tinggal."
Baru dia selesai berbicara mendadak suara jeritan ngeri
berkumandang datang dari arah kamar itu. Liem Tou menjadi
amat terperanjat, teriaknya.
"Cianpwee..cianpwee?"
Suasana tetap sunyi tak terdengar suara jawaban dari
orang itu, hal ini membuktikan kalau orang itu sudah menemui
ajalnya, tanpa disadari Liem Tou sudah meneteskan air
matanya saking sedih melihat kejadian yang menyedihkan itu
Sesudah lewat beberapa waktu kemudian pikirmya
kemudian didalam hati. "Tempat harta dari Hek Loo toa birada di-tempat ini,
tentunya kitab pusaka To Kong-Pit Liok berada ditempat ini
pula, kini harus cepat-cepat keluar dari rumah bangunan ini
kemudian bersama sama dengan si pengemis pemabok yang
terluka masuk kedalam sumur kering itu, apalagi sumur itu
menembus kedalam sungai, aku tak takut sampai menjadi
lapar karena ini." Selesai mengambil keputusan segera dia berjalan keluar
dari rumah bangunan itu mendadak
dia berdiri melongo. Kiranya si pengemis pemabok yang semula duduk semudi
didepan bangunan itu kini sudah
lenyap dari tempat itu. cepat cepat dia berlari mencari
dirinya disekeliling tempat itu.
Walaupun sudah dicari setengah harian jangan dikata si
pengemis pemabok sampai di bayangannya pun tak kelihatan,
pada perjalanan kembali itulah dia menjumpai pohon buahbuahan
yang amat banyak, selesai menangsal perutnya
dipetiknya lagi beberapa buah untuk bekal.
Sedang dia enak-enaknya mendahar buah-buahan itu, dari
seberang hutan sebelah sana tiba tiba terdengar suara
pekikan kera yang amat ramai, Liem Tou tahu tentu si
penjahat naga merah itu sudah kembali.
Dia tidak berani berayal, bagaikan kilat cepatnya dia
berkelebat melalui rumah bangunan itu menuju ke belakang
halaman di samping sumur kering.
Semula dia menggunakan sebuah buah yang dilemparkan
kedalam untuk mengukur dalamnya sumur kering itu, setelah
dirasanya tidak terlalu dalam dengan tangan kiri mencekal
pisau belati untuk melindungi dirinya, tanpa berpikir panjang
lagi dia meloncat masuk ke dalam.
Sesampainya didasar sumur terlihatlah olehnya ditempat itu
terdapatlah sebuah lubang kecil yang cukup untuk seorang
saja, karena takut ada binatang binatang berbisa yang berada
didalam sesudah dipandangnya beberapa saat baru dia
mecorobos masuk ke dalam.
Belum jauh dia menerobos sampailah di sebuah tempat
yang tempat itu tertutup dengan pintu yang terbuat dari kayu,
perlahan lahan dia mendorong pintu itu dan masuk kedalam.
Begitu pintu tersebut terbuka, segera terlihatlah sinar yang
cemerlang dan menyilaukan mata berkelabat menyinari
ruangan, Liem Tou yang baru saja keluar dari tempat
kegelapan seketika itu juga merasa matanya pedas dan perih
oleh sinar tajam tersebut.
Lama sekali barulah Liem Tou membuka matanya dengan
perlahan, saat itulah dia baru melihat sebuah ruangan batu
yang mewah muncul dihadapannya, disebuah pojok ruangan
terdapat sebuah intan sebesar batu kepalan memancarkan
sinarnya, semuanya berjumlah sembilan buah.
Disamping sebelah kiri itu terdapat pembaringan,
disamping pembaringan berjejer lima buah peti besar
berwarna merah darah. Melihat hal itu pikiian Liem Tou segera bekerja dia tahu
basil rampokan Hek Lootoa selama hidupnya tentu disimpan
didalam kelima peti besar berwarna merah darah itu.
Perlahan lahan pandangannya dialihkan ke samping,
dinding ruangan sebelah kanan tergantung sebuah lukisan
pemandangan yang indah. Sesudah dipandangnya beberapa waktu lukisan itu,
mendadak dalam pikirannya berkelebat suatu ingatan, cepat
cepat dia berjalan mendekati lukisan itu dan mengangkatnya
kesana ke samping. Tidak salah di belakang lukisan itu
terdapat sebuah pintu kecil pada dinding itu, dia tahu pintu
inilah yang menghubungkan ruangan ini dengan sungai.
Sekali lagi dia memeriksa isi ruangan ini dengan amat teliti,
sesudah dirasanya tidak ada tempat lain yang mencurigakan
barulah dia mulai membuka peti peti besar berwarna merah
itu, didalam sebuah peti semuanya berisikan intan intan
permata serta mutu manikam yang indah dan berharga,
harganya jauh melebihi sebuah kota, tetapi terhadap
semuanya ini dia tidak ambil perduli.
Akhirnya didalam peti keempat dia menemukan kotak
pualam yang berwarna hijau mengkilap, cepat-cepat
dijemputnya kotak itu dan dibuka. Isinya tak lain dan tak
bukan kitab pusaka "To Kong Pit Liok" yang sudah
menggegerkan dunia kangouw.
Saking girangnya Liem Tou sudah lupa daratan, dia
berteriak teriak dan meloncat didalam ruangan itu serunya.
"Oooh akhirnya aku dapatkan juga."
Mendadak teringat kembali olehnya waktu dia terjatuh dari
atas jembatan pencabut nyawa itu, bagaimana keadaan Ie
cicinya sekarang?"" Jika dia mengira dirinya sudah binasa,
didalam keadaan amat sedih bilamana mengambil keputusan
pendek apa jadinya?"?"
Ketika berpikir sampai disini perasaan girang yang meluap
luap seketika itu juga lenyap tanpa bekas, perasaan bergidik
muncul memenuhi seluruh benaknya, hampir hampir dia mau
membuka pintu rahasia itu untuk berlari keluar dan kembali
keatas gunung Ha Mo leng untuk melihat hal yang
sesungguhnya. Setelah melalui suatu pemikiran yang lebih mendalam dan
lebih teliti akhirnya dia berhasil menguasai golakan di dalam
hatinya, dia harus berhasil memiliki kepandaian silat yang
termuat didalam kitab pusaka To Kong Pit Liok itu terlebih
dahulu kemudian baru pergi mencari dia.
Demikianlah sejak hari itu Liem Tou berdiam didalam
ruangan batu didasar sumur kering iiu untuk mempelajari ilmu
sakti yang termuat di dalam kitab pusaka To Kong Pit Liok
tersebut.

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hari berganti hari bulan berganti bulan, di dalam sekejap
saja satu tahun sudah berlalu dengan amat cepatnya . . .
Didalam satu tahun ini topan yang melanda dunia kangouw
bergolak semakin merghebat, di setiap kota kota besar selalu
terjadi beberapa kejadian perampokan yang menggetarkan
seluruh dunia kangouw bahkan gerak gerik dari perampok itu
sangai gesit dan amat misterius. Siapa saja tidak ada yang
pernah melihat wajah sesungguhnya dari perampok itu, hal ini
membuat setiap pelancongan dan hartawan-hartawan disetiap
kota dan disetiap karesidenan menjadi kacau dan setiap hari
merasa hatinya tidak tenteram.
Bersamaan dengan kejadian itn pembunuhan serta
bentrokan yang terjadi antara orang orang golongan Pek to
maupun dari Kalangan Hek to semakin hari semakin
menghebat membuat seluruh dunia kongauw menjadi lautan
darah, Setiap orang yang hidup pada waktu itu hanya merasakan
hatinya terus menerus berdebar, tidak ada sehari pun bisa
hidup dengan tenang. Hari itu cahaya matahari memancarkan sinarnya dengan
amat tenang menerangi seluruh tebing curam diatas gunung
Go bie yang juga merupakan tempat kediaman dari si cangkul
pualam Lie Sang beserta putrinya si gadis cantik pengangon
kambng Lie Wan Giok, pemandangan yang indah ditambah
dengan kicauan burung memecahkan kesunyian di pagi hari
membuat suasana betul betul terasa nyaman dan
menyegarkan. Tebing Leng Ay tempat kediaman Lie Sang terletak
dipuncak yang teratas dari gunung Go bie ini, awan bersih
berkelompok kelompok berjubal jubal memenuhi angkasa
sehingga laksana ombak yang menggulung ditengah samudra,
puncak Go bie lainnya muncal ditengah mega laksana
kelompok naga yang sedang menari, pemandangannya amat
indah sekali. Saat itu Lie Loo jie dengan menggendong tangan berdiri
ditepi tebing, sambil memandang awan yang berkejar kejaran
senandungnya dengan suara yang nyaring.
"Hutan belantara (Liem) lebat bagaikan sutera, gunung
bersalju (Han San) dan daerah sekitarnya membawa
keperihan hati. ...".
Kiranya dia sedang merindukan sutenya Liem Cong yang
karena dikalahkan oleh Thian Pian Siauw cu kemudian
bersama sama putranya meninggalkan keramaian Bu lim
untuk mengasingkan diri ditempai pegunungan yang sunyi.
Mendadak. , . dari bawah tebing terdengar suara dengusan
kerbau yang amat keras kemudian disusul berkelebatnya dua
orang gadis cantik berbaju putih dengan masing masing
menunggang seekor kambing yang tinggi besar dengan
menerjang awan berlari mendatang, gadis gadis cantik yang
berada diatas kerbau serta kambing itu kelihatan sedikitpun
tidak terasa payah di dalam mendaki pegunungan Go bie yang
amat terjal dan berbahaya itu, bahkan bagaikan kilat cepatnya
berlari mendatang. Sesampai diatas tebing mereka berdua bersama sama
menghentikan tunggangannya masing masing. Terdengar si
cangkul pualam Lie Sang dengan tertawa ujarnya.
"Wan jie. le jie, kalian berdua bukannya berlatih silat
sebaliknya berlari lari turun tebing jika sampai bertemu
kembali dengan Siauw cu di jalanan yang naik kegunung Go
bie untuk mencari balas aku mau lihat dengan menggunakan
cara apa kalian hendak menghadapi dia?""
"Tia." Jawab si gadis cantik pengangon kambing sembari
tertawa manis. "Jangan dikata Siauw cu jahanam itu tidak
berani datang lagi, sekali pun datang dengan kepandaian silat
yang dimiliki Ie cici sekarang ini ditambah dengan tenaga
gabungan kami berdua aku kira cukup untuk menahan
serangannya." Selesai berkata dia menoleh kearah gadis cantik berbaju
putih lainnya kemudian tambahnya sembari tertawa.
"Ie cici, kau bilang betul tidak?""
Kiranya gadis cantik berbaju putih itu bukan lain adalah Lie
Siauw le tempo hari sewaktu dia meloncat kedalam jurang
disamping Jembatan pencabut nyawa itu untuk menyusul Liem
Tou untung berhasil, ditolong oleh si gadis cantik pengangon
kambing yang tepat pada waktunya tiba ditempat kejadian
kemudian membawanya ke atas gunung Go-bie, saat ini dia
sudah mengangkat si cangkul pualam Lie Sang sebagai
suhunya dengan sendirinya terhadap si gadis cantik
pengangon kambing boleh dikata sebagai suci-moay .
"Perkataan dari suhu sedikitpun tidak salah" terdengar Lie
Siauw le menjawab sembari tertawa. "Lain kali kita lebih baik
tidak usah bermain main lagi kebawah puncak."
'Hmma .... Wan jie coba kaulihat Ie cicimu sangat penurut"
Puji Lie Sang sembari mengangguk. "Dengan kepandaian silat
yang kalian miliki saat ini walaupun untuk beberapa waktu
Siauw cu jahanam itu tidak sanggup melukai kalian terapi
lebih baik sadikit berhati hati lagi."
Belum selesai dia berbicara ditengah lautan awan di bawah
puncak secara tiba-tiba muncul berpuluh puluh bintik hitam
disertai dengan suara tertawa panjang yang memekikkan
telinga berkelebat mendatang.
Begitu si cangkul pualam Lie Seng mendengar suara
panjang itu ditambah dengan beberapa titik hitam tersebut
segera ujarnya kepada si gadis cantik pengangon kambing
serta Siauw Ie yang berada disisinya.
"Coba kalian lihat, baru saja membicarakan Cau Chau, Cau
Chau sudah datang. Ini hari aku mau lihat kalian berdua
melawan dia secara berbareng."
Selesai berkata diapun tertawa terbahak-bahak kepada
banyangan hitam yang berada di bawah tebing serunya.
"Untuk kedua kalinya Ke Siauw cu mendatangi Tebing Leng
Ay ku ini. aku kira pasti ada petunjuk petunjuk lainnya, aku Lie
loo jie sudah menduga kedatangamu sejak tadi sudah menanti
di tempat ini." "Perkataanku sudah aku jelaskan pada waktu yang lampau"
Terdengar suara jawaban dari Thian Pian Siauw-cu dari bawah
tebing. "Bilamana bukannya kau terus menerus mengganggu
urusanku aku juga tidak dua kali mangganggu ketenanganmu,
waku ini kita berdua boleh dikata merupakan pimpinan dari
seluruh jago didalam Bu-lim, untuk mencari orang ketiga yang
bisa melawan kita agaknya merupakan urusan yang mustahil,
pada waktu yang lalu didalam perubahan jurus serangan kau
sudah menemui sedikit kemenangan, ini hari bagaimana jika
kau mene ima tiga kali pukulan telapakku kembali?" jika sekali
kau peroleh kemenangan maka aku takluk kepadamu bahkan
sejak ini hari tidak akan datang mengganggu tempat
tinggalmu ini" "Ha ha ha . . . Perkatasn dari Ke Siauw-cu apa tidak merasa
terlalu berlebih lebihan?" Seru si cangkul pualam Lie Sang
sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Jangan dikata diluar orang
ada orang diluar langit ada langit, cukup kita bicarakan urusan
yang berada dihadapan kita. Loo ciang dari partai Kiem Thian
Pay sesudah melakukan latihan bertahun-tahun sekarang
bukanlah Loo ciang dahulu sewaktu berada dipertemuan Tiong
Lam san. saat ini daerah sekitar Thien Ling sudah berada
dalam kekuasaannya bahkan orang didalam Bu lim tidak ada
yang berani bermusuhan secara terang-terangan dengan
mereka" Dia berhenti sebentar kemudian sambungnya lagi.
"Apalagi perampokan-perampokan yang terjadi baru baru
ini ada orang yang mengatakaa itu semua perbuatan dari si
penjahat naga merah yang sudah lenyap pada tahun yang
lalu, kepandaiannya sangat tinggi dan lihay sekali, apa kau
berani berkata selain kau serta aku Lie Loo Jie sudah tidak
dapat orang yang merupakan tandinganmu?"
Waktu itu titik titik hitam terbang diatas mega ini sudah
menyebar keempat penjuru kemudian mengepung seluruh
puncak Leng Ay dengan rapatnya, kiranya titik titik hitam itu
adalah sejenis burung elang yang besar kecil banyak sekali.
Sebentar kemudian terlihatlah bayangan hijau berkelebat si
Thian Pian Siauw cu sudah berdiri dihadapannya Lie Loo jie.
Dandanannya saat ini persis dengan dandanannya sewaktu
berada di dalam lembah cupu cupu, dengan memakai jubah
berwarna hijau dia menuding tajam wajah Lie Loo jie,
sahutnya. "Perduli amat bagaimana dengan si penjahat naga merah
atau si Loo Ciang, ini hari aku biar menganggap Lie Sang
seorang sebagai musuhku"
"Mereka berdua yang satu adalah musuh yang dikalahkan
dibawah serangan aku orang she Ke yang lain adalah
cecunguk yang tidak berani menongol di siang hari, hal ini
sama sekali tidak perlu aku orang sbe Ke pikirkan, mari . mari
. . . mari. Sebetulnya kau berani tidak menerima tiga kali
puhulanku?"" Lie Sang yang melihat sikap Thian pian Siauw cu begitu
congkak tanpa terasa hatinya merasa sedikit gusar juga, air
mukanya berubah semakin keren baru saja mau buka suara
untuk berbicara, mendadak dari antara awan yang berbaris itu
berkumandang datang suara yang amat nyaring sekali.
"Hey Ke Siauwcu, omonganmu sungguh besar sekali, ini
hari aku mau buktikan kepadamu kalau didalam dunia
kangouw saat iai masih ada orang yang bisa mengalahkan
dirimu." Perkataan ini diucapkan amat tegas dan kuat sekali, setiap
kata diucapkan penuh disertai tenaga dalam yang kuat, hal ini
memperlihatkan kalau tenaga dalam orang itu sudah dilatih
mencapai pada taraf kesempurnaan.
Lie Sang maupun Thian Pian Siauwcu yang mendengsr
perkatan itu bersama-sama merasa terperanjat, tanyanya
berbareng. "Jago dari mana yang sudah berkunjung, silahkan
munculkan diri untuk bertemu."
"Seorang Bubeng Siauwcut, tidak berani mengutarakan
nama sebutanku," Sahut orang itu cepat.
Terdengar orang itu secara tiba-tiba mempertinggi
suaranya. "Ke Siauwcu " bentaknya dengan keras. "Sekarang juga
aku mau minta petunjuk dari dirimu."
Pada saat dia selesai berbicara itulah mendadak kawanan
elang yang berteriak ngeri kemudian disusul satu demi satu
rontok jatuh ke bawah dan binasa seketika itu juga.
Melibat hal ini Thian Pian Siauwcu menjadi teramat kaget,
sembari teriak keras badannya bagaikan kilat cepatnya
berkelebat kebawah menubruk kearah dimana berasalnya
suara itu. Saat itu sigadis cantik pcngangon kambing mau pun
Lie Siauw le sesudah melihat ada beberapa elang yang
terjatuh di depannya, cepat-cepat dijemputnya beberapa ekor.
Tanpi berasa mereka bersama sama menjulurkan lidahnya.
Kalian tahu apa yang sudah terjadi"
Bilamana ada burung elang yang rontok terkena senjata
rahasia hal itu bukankah urusan yang aneh, tetapi hal ini
sudah terjadi. Burung burung elang yang sedang terbang di
angkasa itu terkena sambaran senjata rahasia dan binasa
seketika itu juga bahkan senjata rahasia yang digunakan
bukao lain adalah butiran butiran mutiara yang mengeluarkan
sinar cahaya yang amat terang dan sangat berharga sekali,
sudah tentu gadis cantik pengangon kambing maupun Lie-
Siauw le dibuat menjulurkan lidahnya.
Sampai si cangkul pualam Lie Sang yang memiliki
pengalaman amat luaspun tidak tahu asal usulnya dari orang
itu, jangan dikata siapa yang sudah dating pun dia tidak tahu.
Kemisteriusan orang itu betul betul membuat orang menjadi
bingung dan diliputi oleh tanda tanya. Setelah termenung,
pikirnya kemudian. "Apa mungkin Au Hay Ong dari Kiem Thian Pay sudah tiba"
Tapi Au Hay Ong pernah bertemu satu kali dengan aku
sewaktu diadakan pertemuan diatas gunung Tiong Lam San,
agaknya nada suaranya bukan dia.
Sewaktu dia sedang termenung berpikir, keras itulah
tampak bayangan hijau itu berkelebat kembali. Thian Pian
Siauwcu sekali lagi meloncat naik kepuncak gunung dari
antara lautan mega yang tebal itu. Terlihatlah air mu kanya
sudah berubah hijau membesi, dengan pandangan mata amat
tajam dia pandang diri Lie Loo jie.
"Tentu Keheng sudah berjumpa dengan orang itu bukan?"
Tanya si cangkul pualam Lie Sang dengan nada lembut. "Dia
orang sebenarnya macam apa" Jika dilihat ternyata dia berani
mencari setori dengan kamu orang, manusia itu pastilah
memiliki kepandaian yang amat lihay."
Mendengar perkataan sicangkul pualam Lie-Sang ini,
sepasang mata dari Thian Pian Siauw cu melotot keluar
dengan amat bulat, teriaknya gusar.
"Lie Sang, kau tidak perlu ikut bersusah atas bencana yang
kualami, ini hari aku orang she Ke kecundang ditangan orang
lain bahkan sampai bayangan orang lain pun tidak kelihatan
sungguh memalukan sekali."
"Hmm. hmm, manusia yang beraninya bersembunyi
sembunyi bisa terhitung Hoohan macam apa?"
Baru saja dia selesai berbicara mendadak orang orang yang
berada dibawah puncak sudah mengangkat bicara kembali.
"Ke Siauwcu!" serunya. "Aku bukannya takut kepadamu, ini
hari karena ada urusan yang harus aku bereskan tak bisa
melayani kau lebih lama lagi, tapi bilamana kau merasa tidak
puas boleh kita tentukan saja waktu untuk bertanding. Heee ,
. heee . . bagaimana?"
"Siapa sebetulnya kau orang?" Teriak Thian Pian Siauwcu
keras keras. "Maaf hal ini tidak bisa kuberitahukan."
"Baiklah, kalau begitu tanggal lima bulan kelima aku
menanti kau dipuncak pertama daerah| Cing Jan."
Sehabis berkata kepada Lie Loojie ujarnya pula.
"Lie Sang, sampai waktunya kau pun datang juga,
perkataan yang aku orang she Ke katakan selamanya tak akan
diubah kembali. Tiga kali pukulan telapak sampai pada
waktunya aku mau menjajal juga"
Selesai berkata dia tidak menanti jawaban dari Lie Loojie
segera dia putar tubuh dan meloncat setinggi tiga kaki
kedepan lalu berjumpalitan beberapa kali ditengah udara
hanya di dalam sekejap mata dia sudah lenyap tanpa bekas.
Si cangkul pualam yang melihat kedatanganya amat cepat


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perginya pun amat cepat tanpa terasa sudah tertawa. Ujarnya
kepada orang yang berada dibawah puncak.
"Jago berkepandaian tinggi darimana yang sudah datang
berkunjung, kenapa tidak munculkan diri untuk bertemu?"
Sekalipun berulang kali perkataan itu diucap tapi keadaan
dari bawah puncak tetap sunyi sunyi saja sedikitpan tidak ada
suara sahutan. Dalam anggapan Lie Looojie tentu orang itu sudah pergi
karenanya sehabis berdiri beberapa saat lamanya dia menoleh
kebelakang. Waktu itulah mendadak dia merasakan segulung angin
yans amat ringan berkelebat dari sisi tubuhnya, bagaimanapun
juga kepandaian silat dari si cangkul pualam ini sangat lihay
sekali. Mendadak dia hanya merasakan sesosok bayangan
manusia berkelebat, belum sempat dia melihat jelas wajah
orang itu bayangan tersebut sudah lenyap, cepat cepat dia
menoleh kembali kebelakang terlihatlah kambing yang semula
berdiri sejajar dengan kerbau itu tiba tiba berpekik nyaring
kemudian lari keempat penjuru dan menerjang terus kebawah
tebing. "Siapa kau berani mengacau di atas puncak Leng Ayku ini!"
bentak Lie Loo jie dengan keras.
Tubuhnya dengan cepat menerjang kebawah tebing
mengejar kearah dimana berlarinya kerbau tersebut. Tenaga
dalam mau pun ilmu meringankan tubuh yang diiatih Lie
Loojie waktu ini boleh dikata sudah mencapai pada taraf
kesempurnaan dan jauh berada diatas jago jago
berkepandaian tinggi dari Bu lim lainnya.
Sesudah dilihatnya ada orang yang mengajak guyon
didepannya dengan tak sadar dia tidak mau melepaskannya
dengan begitu saja, siapa tahu ternyata kejadian kali ini diluar
dugaannya, kerbau yang semula menerobos ketengah
gumpalan mega kini larinya semakin cepat lagi hanya di dalam
sekejap mata kecepatannya bertambah puluhan kali lipat.
Jangan dikata untuk menangkap, hanya untuk mengejar saja
sudah tidak sanggup. Tanpa disadari si cangkul pualam Lie Sang sudah berdiri
tertegun ditepi puncak, perasaan gusar mulai membakar
hatinya tetapi ketika teringat akan kepandaian silat orang itu
ternyata bisa lewat disamping badannya tanpa dia sadari
hatinya terasa tergetar juga, dalam hati diam diam pikirnya.
"Didalam Bu Iim waktu ini masih ada siapa lagi yang
memiliki kepandaian silat begitu tingginya" Apa mungkin Au
Hay Ong Bo dari Kiem Thian Pay. Ciang Can adanya" Tetapi
kelihatannya tidak mirip sewaktu didalam pertemuan diatas
gunung Tiong Lam san kepandaiannya bisa sejajar dengan
suteku Liem Coe sekalipun didalam beberapa tahun ini dia
berlatih mati matian belum tentu bisa mencpaai taraf yang
seperti ini selain dia hanya ada seorang penjahat naga merah
saja yang memiliki kepanduan yang sedemikian tingginya.
Tetapi aku tidak percaya kepandaian silatnya sudah berhasil
dilatih sebegitu lihaynya, apa mungkin seorang penjahat bisa
memiliki kepandaian yang demikian lihaynya "
Sedang dia berpikir dengan amat serius terdengar si gadis
cantik pengangon kambing sudah berteriak dangan keras.
"Tia, Tia cepat kembali."
Didalam anggapan Lie Sang, ditempat sana pasti sudah
terjadi suatu urusan, dengan gugup ia meloncat naik ke atas
puncak kemudian berlari ke samping badan si gadis cantik
pengangon kambing serta Lie Siauw le.
Terlihatlah mereka berdua waktu ini sedang berdiri
mematung disana sedang pada tangan masing-masing
mencekal sebuah kantongan kecil yang terbuat dari kulit.
"Wan jie, le jie sudah terjadi urusan apa ?" tanya si cangkul
pualam dengan perasaan cemas.
Perlahan lahan gadis cantik pengangon kambing
mengangsurkan kantong kecil yang dibuat dari kulit itu ke
tangan Lie Loo jie. Lie Loojie segera menerima dan membuka buntalan
tersebut, serentetan sinar yang amat menyilaukan mata
segera memancar keluar dari dalam kantongan, itu berisikan
intan permata yang sangat indah indah dan mahal harganya.
Hal ini berada jauh diluar dugaan Lie Loojie semula,
seketika itu juga membuat dia berdiri termangu mangu, sesaat
kemudian barulah tanyanya.
"Wan jie, ini ini . . . sebetulnya sudah terjadi urusan apa "
Barang barang ini berasal dari siapa ?"
"Tia, kantongan kantongan ini digantungkan diatas tanduk
kambing itu, putrimu sama sekali tidak memperhatikan orang
yang menghantarkan barang-barang ini."
"Haaa ?" Teriak Lie Loojie keheranan. "Hal ini amat aneh
sekali. Ehmm ..... sungguh aneh sekali."
Segera tanyanya pula kepada Lie Siauw Ie. "Didalam
kantonganmu itu apa juga berisikan intan permata yang mahal
harganya ?" Lie Siauw Ie segera mengangsurkan kantongan itu ke
tangan Lie Loo jie sembari sahutnya.
"Tecu belum melihatnya."
Cepat Lie Loojie membuka kantangan itu dan melihat
isinya, didalam kantongan itu selain berisikan intan permata
yaug mahal harganya masih terdapat juga dua buah
lempengan besi yang besar. Melihat benda itu Lie Loojie
menjadi tertegun bercampur terperanjat.
Sebelum dia sempat angkat bicara si gadis cantik
pengangon kambing yang berdiri disisinya sudah berkata.
"Tia, ke dua buah lempengan besi itu bukankah barang
yang tidak pernah menjauhi badanmu " Bagaimana bisa
berada di kantongan itu?"
Waktu itulah si pacul pualam baru sadar kembali cepat
cepat dia merogoh kedalam sakunya Ternyata kedua
lempengan besi yang berada di dalam sakunya itu entah sejak
kapan sudah lenyap dan muncul di dalam kentongan kulit itu.
Walaupun dia tahu hal ini pasti kerjaan tangan tangan jahil
tetapi tidak usah dikatakan sudah jelas tertera, dia sudah
menemui kekalahan ditangan orang lain.
Teringat akan hal ini tanpa terasa dia merasa bergidik dan
berdiri mematung beberapa waktu lamanya disana, air
mukanya perlahan demi perlahan berubah menjadi amat
angker. Si gadis cantik pengangon kambing maupun Lie Siauw Ie
yang berdiri disisinya setelah melihat kejadian ini pun didalam
hati diam-diam merasa ngeri bercampur sedih.
Lama sekali baru terdengar Lie Loo jie bergumam seorang
diri. "Siapa yang begitu berani mempermainkan aku" aku pasti
akan cari dia umtuk menjajal ilmunya."
Walaupun perkataan ini diucapkan dengan amat perlahan
sekali tetapi agaknya orang yang berada di bawah tebing itu
dapat mendengar dengan amat jelas.
Baru saja dia selesai berbicara terdengar orang itu dengan
nada yang kuat bagaikan pukulan martil tertawa tergelak
ujarnya. "Bilamana bukannya kau berani mempermainkan orang lain
terlebih dulu, orang lain masa berani mempermainkan dirimu"
Lie Loo jie waktu ini didalam Bu lim sudah bergolak dengan
amat dahyatnya, banjir darah mulai membasahi seluruh
daratan Tionggoan bagaimana kau bisa tenangnya bisa hidup
disini" sungguh membuat orang merasa menyesal"
"Kau orang kalau memangnya tidak ingin hunjukkan diri
apa tidak mau meninggalkan nama juga?" teriak Lie Loo jie
kemudian. "Siapa sebenarnya kamu orang, dengan aku Lie
Sang merupakan kawan atau lawan?"
"Ha ha ha. . Lie Loo jie, asalkan kau mau melakukan
perjalanan di daerah Tionggoan sudah tentu kenal siapakah
aku, tapi maaf ini kali aku tak bisa memberitahukan."
"Baiklah" seru Lie Loo jie kemudian sesudah termenung
berpikir sebentar. "Tidak perduli bagaimanapun aku mau temui kau orang.
Besok pagi aku akan melakukan perjalanan ke arah
Tionggoan, coba kau bicara kita mau bertemu dimana."
"Saat itu aku percaya bisa bertemu kembali dengan kau
buat apa kita tentukan waktu dan tempat saat ini juga" masih
ada lagi aku mendapat pesan dari kawanku katakan kepada
muridmu supaya dia jangan lupa akan janjinya untuk bertemu
pada musim rontok yang akan datang."
Lie Siauw le yang mendengar omongan itu segera
merasakan badannya tergetar dengan amat kerasnya didalam
dada, urusan yang dipikirkan siang malam selama satu tahun
ini ternyata bisa diucapkan orang lain pada hari ini juga
membuat dia menjadi lupa, teriaknya dengan keras, "Siapa
nama kawanmu itu?" cepat katakan," Lie Siauw le ingin cepatcepat
mengetahui nama orang itu sebaliknya jawab dari orang
yang berada dibawah tebing amat lambat sekali baru
terdengar dia memberikan jawabannya.
"Dia she Liem, namanya apa kiranya kau tahu bukan".
Ketegangan dari Lie Siauw le betul betul mencapai pada
puncaknya, mendadak dengan mengeluarkan suara teriakkan
keras dia menangis dengan amat keras, kemudian dengan
cepat menubruk kearah diri gadis cantik pengangon kambing,
ujarnya dengan perasaan amat girang.
"Oooh, benar benar dia masih hidup. Adik Tou masih
hidup" Mendadak dia putar kepalanya kembali, dengan menahan
melelehnya air mata teriaknya kembali kearah lautan mega
itu. "Kawanmu itu kini berada dimana" cepat beritahukan
kepadaku, aku mau bertemu dengan dia".
Dari bawah puncak tetap tenang tidak terdengar suara
jawaban. "Hey . , . . dimana temanmu sekarang berada?"" Sekali lagi
Lie Siauw le berteriak keras.
Tetapi walaupun dia berteriak berkali kali tetap tidak
terdengar suara jawaban dari bawah tebing, agaknya orang
itu sudah pergi dari sana membuat Lie Siauw le merasa sangat
kecewa. Tetapi tiba tiba didalam benaknya berkelebat suatu
ingatan, kepada Lie Loo jie ujarnya.
"Suhu, kapan kau orang tua melakukan perjalanan
kedaerah Tionggoan" dapatkah le jie ikut dengan suhu?""
Lie Loojie melirik sekejap kearahnyn, didalam hati dia tahu
kali ini dia mau ikut berkelana sudah tentu bermaksud hendak
mencari berita dari Liem Tou.
Sebetulnya bagi dia untuk melakukan perjalanan bersama
sama dengan gadis cantik pengangon kambing serta Lie Siauw
le bukanlah urusan yang berat, tetapi ketika teringat akan
gerak gerik yang misterius dari orang itu ditambah lagi
kepandaian silatnya yang amat lihay membuat hatinya
mendadak ragu ragu. Ujarnya kemudian dengan serius.
"Apa yang le pikirkan loohu sudah tahu semua, sejak dari
dulu aku sudah beritahukan kepadamu, Liem Tou punya
sangkut paut dan hubungan yang sangat erat dengan aku
orang tua, kali ini aku melakukan perjalanan kedaerah
Tionggoan sudah tentu sekalian mencari berita tentang
dirinya, lebih baik kau bersama sama Wan jie tinggal disini
untuk berlatih ilmu silat bilamana aku memperoleh berita
tentang Liem Tou maka akan segera kembali memberi kabar
kepadamu" Mendengar perkataan dari Lie Loo jie ini Lie Siauw le tidak
berani membantah, dengan berdiam diri dia menyingkir
kesamping. Ujar Lie Loo jie kembali kepada mereka berdua.
"Wan jie, sekalipun terhadap kepandaian silat yang dimuat
dalam kitab pusaka Toa Loo-Cin Keng kau sudah pernah
belajar tetapi belum sampai pada taraf kesempurnaan, ini hari
aku pergi bilamana dalam waktu tiga bulan belum kembali,
kalian berdua boleh pergi ke puncak pertama di daerah Cing
jan pada tanggal lima bulan lima, tetapi didalam waktu waktu
ini kalian harus berlatih dengan sungguh sungguh ilmu kalian."
Si gadis cantik pangangon kambing mau pun Lie-Siauw le
berkail kali menyahut atas nasehat tersebut.
Selesai memberikan pesan pesannya, bagaikan kilat
cepatnya Lie Loo jie melayang turun ke bawah puncak,
laksana seekor burung elang hanya didalam sekejap saja dia
sudah ditelan lautan mega yang amat tebal itu.
Setelah dilihatnya bayangan dari Lie Loo jie lenyap dari
pandangan barulah sigadis cantik pengangon kambing beserta
Lie Siauw le dengan masing maiing membawa kantongan kulit
berjalan kembali kedalam gua.
"Ie Cici aku benar benar merasa kuatir atas keselamatan
Tia" ujar Lie Wan Giok sesampainya didalam gua "Orang yang
datang ini hari entah berasal dari aliran mana" Pertama tama
dia mengejutkan Thian Pian Siauw cu sehingga membuat dia
melarikan diri kemudian mencuri lempengan besinya Tia, hal
ini memperlihatkan kalau kepandaian orang itu amat lihay
sekali, bilamana dia adalah musuh ayahku mungkin dengan
berkelananya Tia kali ini bisa menemui suatu urusan"
Lie Siauw Ie yang melihat kekuatiran dari gadis cantik
pengangon kambing cepat cepat menghibur.
"Wan moay, perkataanmu ini memang tidak salah, tetapi
aku berani memastikan orang itu bukan musuh ayahmu,
bahkan mungkin ayahmu adalah tuan penolongnya" kalau
tidak kenapa tidak ada angin tidak ada hujan dia memberi dua
kantongan intan berlian" bahkan jika di dengar dari nadanya
agaknya dia sama sekali tidak punya maksud bermusuhan
dengan kita. Wan moay, harap kau bisa berlega hati."
Biasanya Lie Siauw le jadi orang berpikiran tajam, dengan
diucapkannya perkataan ini segera membuat gadis cantik
pengangon kambing itu menjadi tenang kembali, tetapi pada
saat itulah sewaktu ia mengangkat kepalanya terlihatlah diatas
dinding gua tertancap sebuah pisau belati yang amat tajam.
"Haaa . . " teriak gadis cantik pengangon kambing itu
dengan amat terperanjat, "Ie cici hati- hati dalam gua ini
sudah kedatangan orang."
Dengan cepat dia meloncat keatas mencabut kembali pisau
belati itu, sesudah dilihatnya dengan teliti sekali lagi dia
berteriak keras. "le cici, pisau belati ini milikku, pada tempo hari ini pisau
belati ini aku berikan kepada Tou koko, bagaimana sekarang
bisa tertancap di sini?"


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar perkataan ini dalam hati Lie-Siauw Ie merasa
tergetar dengan keras, serunya.
"Wan moay moay kau harus memeriksa lebih teliti lagi,
pisau belati ini apa betul betul pisau belati yang kau berikan
kepada adik Tou?" "Barangku sendiri bagaimana aku bisa salah, tapi . .
sungguh aneh urusan ini" Mendadak suatu ingatan berkelebat
didalam benaknya, sinar matanya yang indah memancarkan
suatu sinar yang amat aneh.
"Ie cici, aku punya suatu pikiran yang aneh entah benar
atau tidak?" Ujarnya kemudian sambil memandang tajam
wajah Lie Siauw le. "Kenapa." Yang sedang kau pikirkan urusan apa?"
"Aku pikir orang yang baru saja datang itu apa mungkin . .
" "Kau bilang dia adalah adik Tou?" sambung Lie Siauw le
dengan cepat. Teringat akan diri Liem Tou sepasang mata dari Lie Siauw
le memerah kembali dan meneteskan air matanya.
Hal ini membuat gadis cantik pengangon kambing yang
berada disisinya menjadi bingung, ujarnya.
"Ie cici, kenapa kau menangis" Kalau pisau belati ini bisa
muncul disini berarti juga Liem Tou koko masih hidup,
seharusnya kau bergembira bagaimana malah menjadi
menangis?" "Adik Wan pikiranku tidak sama dengan pikiranmu" sahut
Lie Siauw le sembari menahan isak tangisnya. "Sekalipun adik
Tou tidak mati sewaktu jatuh dari Jembatan pencabut nyawa,
tetapi orang yang datang ini hari pasti bukanlah dia, coba kau
pikir hanya di dalam satu tahun apa mungkin dia berhasil
melatih kepandaian silatnya sebegitu tinggi" Jika bukan dia
yang datang tapi pisau belati ini bisa muncul disini berarti juga
dia. . dia . . " Bicara sampai disini dia tidak bisa menahan perasaan
sedihnya lagi, suara tangisan yang lebih menyedihkan
bermunculan dari mulutnya.
"Cici" hibur gadis cantik pengangon kambing itu dengan
lembut sedang tangannya mulai membimbing badannya.
"Kiranya kau berpikir begitu, tetapi terang terangan orang tadi
mengatakan supaya kau jangan melupakan perjanjian pada
musim Rontok yang akan datang, apakah hal ini adalah
palsu?"" Mendengar peringatan dari gadis cantik pengangon
kambing ini, Lie Siauw le menjadi sadar kembali, segera dia
menghentikan tangisnya dan berganti dengan senyuman
malu. "Wan moay" ujarnya dengan perlahan. "Aku punya satu
permintaan entah kau mau mengabulkan atau tidak. Setelah
aku tahu kalau adik Tou tidak binasa didasar jurang Jembatan
Sumpah Palapa 9 Pedang 3 Dimensi Lanjutan Pendekar Rambut Emas Karya Batara Han Bu Kong 5
^