Pencarian

Matahari Esok Pagi 15

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 15


Karena Ki Reksatani seolah-olah tidak menanggapinya
karena ia sedang sibuk sendiri dengan angan-angannya, Ki Demang
membentaknya "He, bagaimana pikiranmu Reksatani" "Ya, ya. Aku sependapat. Segala cara memang dapat
ditempuh. Tetapi sudah tentu kita akan mempergunakan cara yang paling mungkin
dapat ditempuh dan paling mungkin menghasilkan"
"Terserahlah kepadamu dan kepada Ki Jagabaya" berkata Ki Demang. Kemudian "Aku
menunggu hasil kerja kalian hari ini. Kalau kalian gagal aku sendiri akan
menjelajahi setiap rumah di Kademangan ini. Kalau ternyata ia tidak diketemukan
di Kademangan ini, aku akan mencarinya kemana saja. Aku tidak peduli. Siapa yang
berusaha merintangi usahaku, aku akan mempergunakan kekerasan. Setiap orang di
daerah Selatan tahu, siapakah Demang di Kepandak. Aku akan
memasuki Kademangan di sekitar Kepandak. Tidak ada
seorang Demangpun yang akan menghalangi aku, apabila
mereka tidak ingin aku menghancurkan mereka"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Semua orang terdiam karenanya. Mereka mengerti, dalam keadaan itu, tidak
sebaiknya seseorang menanggapi kata-katanya. Ki Demang memang seorang yang
dikenal di daerah Selatan. Semua orang menghormatinya. Bahkan Demang di sekitar
Kepandakpun mengormatinya pula. Dalam keadan
wajar, Ki Demang tidak pernah menumbuhkan gangguan-
gangguan dan perselisihan dengan tetangga-tetangga Kademangannya. Tetapi di dalam kegelapan hati, mungkin ia akan berbuat lain.
Meskipun Ki Reksatani menjadi berdebar-debar juga, tetapi iapun berkata di dalam
hati "Apabila keadaan memaksa, apaboleh buat. Setiap orang di daerah Selatanpun
tahu, siapakah orang yang bernama Reksatani, adik Demang di Kepandak"
Dalam pada itu Ki Jagabayapun kemudian berkata "Jadi
apakah kita akan menempuh segala jalan itu?"
"Ya. Semua jalan dan semua cara" jawab Ki Demang tegas.
"Baiklah. Aku akan segera membagi orang yang ada.
Sebagian akan pergi keluar Kademangan, mencarinya ke
Gunung Sepikul, ketikungan Kali Praga dan ke Pandan
Segegek di pesisir Selatan" desis Ki Jagabaya.
"Terserahlah kepada kalian. Aku menunggu sampai senja"
"Baiklah" lalu kepada Ki Reksatani Ki Jagabaya berkata "kita akan membagi tugas"
"Ya. Kita akan membagi tugas. Tetapi kita harus berbicara dahulu dengan sebaik-
baiknya, supaya kita tidak banyak kehilangan waktu, karena kita dengan mata
gelap berlari-larian di sepanjang jalan"
"Ya, berbicaralah" sahut Ki Demang "buatlah rencana yang sebaik-baiknya"
Ki Reksatani memandang Ki Demang sekilas, wajahnya
yang kemerah-merahan itu memancarkan kemarahan yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
hampir tidak tertahankan. Tanpa menunggu jawaban lagi, Ki Demang itupun kemudian
melangkah masuk ke ruang dalam.
Sejenak Ki Jagabaya dan Ki Reksatani saling berpandangan.
Namun sejenak kemudian Ki Reksatanipun melangkahkan
kakinya pula mengikuti Ki Demang yang langsung masuk ke dalam biliknya.
Dari luar bilik, lewat pintu yang tidak tertutup rapat, Ki Reksatani melihat Ki
Demang membuka sebuah peti kayu di geledegnya. Kemudian dari dalamnya diambilnya
sebilah keris. Keris yang jarang sekali diambil dari simpanannya.
Terasa bulu-bulu tengkuk Ki Reksatani meremang. Ia
sadar, bahwa kakaknya sudah sampai pada puncak
kemarahannya. Tanpa sesadarnya Ki Reksatanipun kemudian meraba kerisnya sendiri.
Keris pusaka yang didapatnya bersama-sama dengan keris Ki Demang itu dari
almarhum ayahnya. Sebagai dua orang anak laki-laki, keduanya
menerima peninggalan yang senilai.
Tetapi yang berbeda pada keduanya adalah, hubungan
darah. Ki Demang telah lahir lebih dahulu dari Ki Reksatani, sehingga ia menjadi
saudara tua. Dan saudara tualah yang berhak untuk menerima warisan kedudukan
Demang di Kepandak. Perlahan-lahan Ki Reksatani melangkah surut sebelum
kakaknya mengetahui, bahwa adiknya ada di luar pintu.
Di luar, Ki Jagabaya menunggu Ki Reksatani dengan
berdebar-debar. Begitu Ki Reksatani keluar, iapun bertanya dengan serta-merta
"Apa yang dilakukannya?"
"Kakang Demang sudah sampai kebatas kesabarannya. Ia
sudah mengambil keris pusakanya. Keris yang tidak pernah keluar dari simpanan"
"Keris dapur sangkelat itu?"
Ki Reksatani menganggukkan kepalanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Jagabayapun menarik nafas dalam-dalam. Ia sudah lama mengenal
Ki Demang sebagai pemimpin tertinggi di
Kademangan Kepandak. Ia mengenal pula tabiat dan
kemampuannya. Karena itu, ia kini merasa, bahwa keadaan Ki Demang sudah benar-
benar parah. Kalau tidak ada orang yang
dapat sedikit memberinya ketenangan, maka keadaannya pasti akan menjadi sangat sulit. Apalagi kalau Ki Demang benar-benar
menjadi mata gelap, dan melangkah
keluar rangkahnya, keluar daerah Kademangan Kepandak.
"Kademangan ini akan diliputi oleh suasana yang suram"
berkata Ki Jagabaya selanjutnya "banyak kemungkinan dapat terjadi karena
hilangnya Sindangsari"
Ki Reksatani menganggukkan kepalanya "Ya. Perselisihan dengan Kademangan-
kademangan tetangga mungkin sekali
terjadi. Kalau kakang Demang memaksa untuk mencari
Sindangsari kemana saja yang dikehendaki, maka perselisihan memang mungkin akan
timbul" "Mudah-mudahan kita akan dapat membatasi diri. Mudah-
mudahan nanti malam Ki Demang menjadi sedikit tenang dan menemukan cara yang
sebaik-baiknya" Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Sekarang, marilah kita membagi kerja. Kita harus segera berangkat mencari
keseluruh daerah Kademangan ini"
"Marilah kita duduk sejenak. Marilah kita bicara, supaya kita mendapatkan
landasan dari usaha kita ini.
"Dan kalian tetap tidak mendengarkan usulku" terdengar suara perempuan tua yang
ternyata masih juga berada di tempat itu"
"Tentu nini, kami akan mencari ke tempat-tempat seperti yang nini sebutkan.
Beberapa orang akan segera berangkat"
"Mudah-mudahan kau tidak membohongi aku"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tidak, tentu tidak"
Perempuan itupun kemudian meninggalkan pendapa
Kademangan bersama beberapa orang yang masih menunggunya. "Jadi, maksud Ki Reksatani, kita menentukan arah kita masing-masing setelah kita
membagi orang-orang kita?"
bertanya Ki Jagabaya. "Tentu. Tetapi sebaiknya kita bertanya dahulu kepada ibu Sindangsari, barangkali
ia dapat memberikan petunjuk untuk mencari anaknya" jawab Ki Reksatani.
"Apa yang dapat dilakukannya?" bertanya Ki Jagabaya.
"Barangkali, barangkali ia mempunyai pendapat" jawab Ki Reksatani "sementara
itu, sementara kau bertanya kepadanya aku akan pergi ke dapur lebih dahulu"
"Untuk apa?" "Makan. Aku sudah lapar. Kita akan menjelajahi kademangan sehari penuh"
"Ki Reksatani masih juga sempat merasakan perutnya yang lapar. Tetapi aku kira
baik juga kalau semua orang yang akan pergi bersama kita, mendapat makan paginya
lebih dahulu. Aku kira di dapur sudah tersedia seadanya, meskipun
barangkali nasi sisa makan malam"
"Baiklah. Kaupun harus makan, tetapi temui dulu mBok-ayu Demang itu"
Ki Jagabayapun kemudian berusaha menemui ibu Sindangsari sementara Ki Reksatani dan orang-orang yang akan mencari Nyai Demang
yang hilang itu mencari makan di dapur.
Namun tidak seorangpun yang tahu bahwa sebenarnya Ki
Reksatani sedang berusaha memperpanjang waktu, ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berusaha memberi kesempatan kepada Manguri untuk
menyingkirkan Sindangsari dari persembunyiannya.
Dalam pada itu, Manguri memang sedang sibuk merencanakan, apa yang sebaiknya dilakukan.
Tetapi kemungkinan-kemungkinan seperti yang terjadi ini agaknya tidak dibayangkan. Ia
memang sudah memperhitungkan,
bahwa Ki Demang akan menyebar orang-orangnya untuk
mencari isterinya. Tetapi tidak terbayang, bahwa Ki Jagabaya membawa pasukan
seperti hendak berperang, menjelajahi lorong-lorong padukuhan. Bahkan memaksa
semua orang untuk membuka pintu rumahnya.
"Jika demikian" berkata Manguri kepada Lamat "memang
mungkin sekali rumah itupun pada suatu saat akan dimasuki oleh Ki Jagabaya.
Apalagi kalau mereka tahu, bahwa rumah itu adalah rumah ayah. Bahkan mungkin
rumah itulah yang pertama-tama akan didatangi. Mereka masih tetap mencurigai aku
dan Pamot. Tetapi karena Pamot tidak ada, maka
kecurigaan mereka di pusatkan kepadaku"
Lamat menganggukkan kepalanya. Tetapi ia tidak menyahut. "Jadi, sebaiknya perempuan itu memang harus dipindahkan" Lamat menganggukkan kepalanya pula.
"He, kenapa kau hanya sekedar mengangguk-angguk saja"
Apakah kau tidak bisa bicara lagi?"
"Ya, ya. Aku sependapat"
"Kau memang seorang raksasa yang dungu. Kau sama
sekali tidak dapat berpikir. Kau hanya dapat mengangguk-angguk sambil mengiakan
pendapat orang lain"
Lamat menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Maksudku,
pikiran Ki Reksatani itu memang masuk akal. Mungkin Ki Jagabaya akan mendatangi
semua rumah. Dan yang pertama-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tama adalah rumah-rumah yang dicurigainya. Termasuk
rumah kecil yang terpencil itu"
"Jadi bagaimana menurut pendapatmu?"
"Kita pergi ke rumah itu. Mungkin ayahmu dapat
memberikan petunjuk"
"Ya. Kita pergi menemui ayah" sahut Manguri kemudian
"sekarang berkemaslah. Kita akan pergi. Orang-orang ayah yang terpencar itupun
agaknya langsung pergi kesana pula"
Manguri dan Lamatpun segera berkemas pula. Mereka
menyediakan kuda-kuda mereka. Dan Manguri masih sempat memperingatkan "Lamat,
bawalah senjatamu. Kita tidak tahu apakah yang akan terjadi di dalam kekisruhan
ini" Lamat menjadi ragu-ragu sejenak. Namun kemudian iapun melangkah ke dalam
biliknya. Diambilnya sebuah parang dari dinding bilik itu dan diselipkannya pada
ikat pinggangnya. Setelah minta diri kepada ibunya, maka Manguripun segera berpacu ke gubug yang
terpencil itu diiringi oleh Lamat.
Ketika mereka sampai ke gubug itu, didapatinya ayahnya sedang duduk di ruang
depan. Karena itu, maka dengan
tergesa-gesa Manguri menceriterakan apa yang telah terjadi di rumah mereka.
"Kami mengatakan bahwa ayah sudah tiga hari meninggalkan rumah kita. Kalau ada orang yang melihat ayah disini, maka
kecurigaan mereka pasti akan segera meningkat"
Ayah Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi ia masih tetap tenang.
"Jadi" berkata ayah Manguri itu kemudian "menurut
pertimbanganmu, sebaiknya aku meninggalkan padukuhan
ini?" "Bukankah begitu sebaiknya?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya. Kemungkinan bahwa Ki Demang akan sampai ke
tempat ini memang ada"
"Jika demikian, apakah yang akan ayah lakukan?"
"Sebaiknya aku memang menyingkir untuk beberapa hari"
"Tetapi bagaimana dengan Sindangsari" Dimana ia
sekarang?" "Di dalam. Aku terpaksa menyumbat mulutnya. Setelah
sadar, ia mencoba berteriak-teriak saja. Aku tidak sampai hati untuk membuatnya
pingsan lagi. Ia akan menjadi sangat lemah. Apalagi ia sedang mengandung"
Darah Manguri berdesir. Iapun

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyadari, bahwa seandainya Ki Demang, atau Ki Jagabaya sampai ke gubug ini, maka rumah ini pasti
akan digeledahnya sampai ke bawah kolong sekalipun.
"Ayah" berkata Manguri kemudian "Ki Reksatani berpendapat bahwa sebaiknya Sindangsaripun disingkirkan pula"
"He" ayahnya mengerutkan keningnya "Aku kira ia berada di tempat yang aman
sekarang. Pintu di belakang gledeg itu tidak mudah terlihat oleh siapapun"
"Tetapi siapakah yang akan menungguinya disini?"
"Kau dan Lamat"
"Itu akan menumbuhkan kecurigaan mereka. Baru saja
mereka menemui kami di rumah. Kemudian kami sudah
berada di tempat ini"
"Katakan bahwa kalian sedang mengurusi ternak-ternak itu, karena aku tidak ada
di rumah" "Mungkin sekali aku dapat menghapus kecurigaan karena aku ada disini. Tetapi aku
tidak akan dapat mencegah mereka merusak dinding dan bahkan membongkar gubug ini
sama Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sekali. Apalagi perempuan itu akan dapat membuat bunyi apapun meskipun mulutnya
disumbat" "Kalau jelas mereka akan mencari kemari, kau dapat
membuat perempuan itu pingsan untuk sementara seperti yang tadi kau lakukan"
Manguri termenung sejenak. Namun kemudian berkata.
Ayah. Ki Demang benar-benar seperti orang kesurupan
menurut Ki Reksatani. Bahkan Ki Jagabayapun menjadi sangat garang, karena
tugasnya yang gagal. Ia merasa tersinggung sekali atas hilangnya Nyai Demang
dari depan hidungnya di Kademangan"
Ayah Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Ada baiknya juga aku meninggalkan tempat ini membawa Sindangsari. Tetapi
kemana?" "Apakah ayah tidak dapat mencari tempat yang aman di
sepanjang perjalanan yang sering ayah lakukan?"
"Aman bagi ternak. Tetapi belum pasti bagi seorang
perempuan curian seperti Sindangsari"
ayah Manguri kemudian menarik nafas dalam-dalam. Katanya selanjutnya
"kau memang gila Manguri. Kau selalu membuat orang tua menjadi pening"
"Sekali ini saja ayah. Biasanya aku tidak pernah
mengganggu ayah. Aku sudah dapat mencari gadis-gadis
sendiri. Tetapi sekali ini aku memerlukan bantuan"
"Ah, kau. Kau harus mencoba untuk memulai dengan
kehidupan wajar" "Tentu ayah. Setelah aku mengawini perempuan itu"
"Begitu?" ayah Manguri menarik nafas dalam-dalam. Tetapi terbayang di rongga
matanya suatu kehidupan yang justru selalu diliputi oleh rahasia dan kecemasan.
Bagaimana mungkin Manguri dapat hidup berumah tangga sewajarnya kalau isterinya
harus selalu disembunyikannya" Padahal
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
isterinya adalah seseorang yang lengkap. Jasmaniah dan rohaniah. Yang dapat
berpikir dan berbuat, sehingga setiap saat akan dapat melarikan dirinya.
"Manguri memang keras kepala" ia berdesah di dalam
hatinya "semakin sulit ia mendapatkan seorang gadis, maka ia menjadi semakin
bernafsu. Ia tidak mau menarik niatnya, sebelum ia berhasil. Agaknya kali ini ia
benar-benar mendapatkan kesulitan"
Tetapi ayahnya tidak mengucapkannya. Terbayang sekilas cara hidupnya sendiri.
Cara hidup yang sama sekali juga tidak terpuji.
"Jadi, bagaimana selanjutnya ayah. Kita harus berbuat cepat. Keadaan menjadi
sangat gawat" "Baiklah" berkata ayahnya "meskipun aku belum tahu,
kemana aku harus pergi, tetapi aku akan pergi. Nanti malam kalian dapat
menyembunyikan Sindangsari di tempat yang akan aku beritahukan lewat seseorang"
"Tidak nanti malam ayah. Sekarang perempuan itu harus disingkirkan"
"He, sekarang?"
"Hari ini Ki Demang atau Ki Jagabaya pasti akan segera menjelajahi isi
Kademangan. Semakin cepat, semakin baik.
Bahkan sebaiknya sekarang ayah membawanya pergi"
"Sekarang" Kalau aku sendiri dapat saja sekarang pergi berkuda kemanapun. Aku
mempunyai banyak sekali kenalan.
Aku dapat berpura-pura mengurus ternakku yang masih
tersisa belum dibayar, atau dengan dalih apapun. Tetapi dengan
membawa seorang perempuan yang sedang mengandung, aku harus berpikir beberapa kali lagi"
"Terserahlah kepada ayah. Tetapi aku minta ayah
menyingkirkannya sekarang. Kalau tidak, apabila ada bencana yang menimpa aku,
ayah pasti akan tersangkut pula. Kita
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tahu, bahwa sulit sekali untuk melawan Ki Demang dengan kekerasan. Ia adalah
seorang yang pilih tanding. Hampir tidak ada duanya di daerah Selatan ini"
Ayah Manguri termangu-mangu sejenak. Sambil mengerutkan keningnya ia berkata "Manguri, aku sudah
memperingatkan sebelumnya. Carilah perempuan lain. Sekarang kau terlibat dalam suatu kesulitan yang akan sulit kau atasi"
"Sudah ayah. Aku sudah mencari perempuan lain. Sejak itu aku sudah mendapatkan
lebih dari lima orang berganti-ganti.
Aku sudah menjadi jemu dengan mereka, sehingga satu-satu sudah aku lepaskan atau
aku serahkan kepada laki-laki yang mau mengawininya dengan sedikit bekal untuk
hidup mereka. Tetapi aku tidak dapat melupakan Sindangsari"
Sekali lagi ayahnya berdesah. Katanya "Agaknya kau akan menempuh jalan yang
lebih hitam dari jalanku Manguri"
"Tidak ayah. Setelah aku mendapatkan perempuan itu,
tentu tidak" "Seperti perempuan lain Manguri. Kau akan segera menjadi jemu. Tetapi kalau kali
ini kau menjadi jemu, kau tidak akan dapat melemparnya begitu saja, atau membeli
seorang laki-laki berhati tikus untuk mengawininya. Tidak"
"Tentu tidak ayah. Aku tidak akan jemu dengan
Sindangsari" "Mudah-mudahan"
"Tetapi, agaknya bukan waktunya sekarang untuk
mempersoalkannya ayah. Apakah ayah bersedia menyelamatkan perempuan itu" Manguri memotong.
Ayahnya tidak segera menjawab.
"Ayah. Apakah ayah dapat menyingkirkannya?"
Ayah Manguri menarik nafas dalam-dalam.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ayah" ulang Manguri.
"Bagaimana aku akan membawanya" Ayahnya bergumam
seolah-olah ditujukan kepada diri sendiri.
"Ayah" suara Manguri menjadi gemetar "demi keselamatan kita dan keselamatan
perempuan itu. Kalau aku gagal
menyembunyikannya, maka Ki Reksatani akan menempuh
jalannya sendiri. Jalan yang paling selamat buat dirinya"
"Jalan apakah itu?"
"Apakah aku belum pernah mengatakan kepada ayah"
Jalan itu adalah jalan yang paling mudah baginya. Membunuh Sindangsari"
Ayah Manguri mengangkat wajahnya sejenak, lalu "Keturunan Ki Demang itu selalu menghantuinya. Ia ingin memiliki warisan
kedudukan ini. Aku sudah mengerti"
"Karena itu ayah, selagi ada kemungkinan untuk
menyingkirkannya " Sejenak ayah Manguri termenung. Namun kemudian ia
mengangguk-angguk kecil "Baiklah. Aku akan membawanya pergi"
Manguri bergeser setapak. Katanya "Terima kasih ayah.
Tetapi bagaimana ayah akan membawanya supaya tidak
terlihat oleh seseorang?"
"Suruh siapkan pedati. Aku akan pergi dengan pedati"
"Dengan pedati?"
"Tidak ada cara yang lebih baik dari sebuah pedati"
Dada Manguri menjadi berdebar-debar "Tetapi perjalanan ayah akan lambat sekali
dan barangkali akan makan waktu yang panjang"
"Tetapi aku tidak melihat kemungkinan lain" lalu katanya kepada Lamat "Lamat,
suruhlah kusir pedati menyiapkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pedatinya. Aku akan pergi. Tiga orang yang ada di sini akan ikut bersama aku"
"Kenapa?" "Kalau aku bertemu dengan orang-orang Ki Demang di
jalan aku tidak mau berbuat tanggung-tanggung"
Sekali lagi dada Manguri berdesir, bahkan terasa dada Lamat bergejolak keras.
Agaknya demikianlah tabiat ayah Manguri. Dalam keadaan yang memaksa, ia tidak
mau berbuat tanggung-tanggung.
Terbayang di dalam angan-angan Lamat, beberapa orang
yang sedang mencari Sindangsari, yang berjumpa dengan ayah Manguri di
perjalanan, tidak akan dapat kembali pulang ke rumah masing-masing. Tidak ada
seorangpun dari mereka yang sempat berceritera, siapakah yang telah melakukan
hal itu. Kecuali kalau diantara mereka terdapat Ki Demang atau Ki Jagabaya
sendiri. Maka keadaannya pasti akan berbeda.
"Cepat" Lamat terkejut ketika ia mendengar Manguri membentaknya. Dengan tergesa-gesa iapun pergi ke sudut halaman yang luas itu.
Seperti apa yang diperintahkan oleh ayah Manguri, maka iapun menyuruh kusir
pedati untuk menyiapkan pedati lembunya.
"Kemana Ki Lurah akan pergi?"
Lamat menggelengkan kepalanya "Aku tidak tahu. Tiga
orang pengawalnya akan dibawanya serta"
"Kami" bertanya salah seorang dari ketiga pengawal.
"Ya. Kalian akan dibawa pergi"
"Lalu siapakah yang akan menunggui rumah dan halaman
ini" Disini masih ada beberapa ekor lembu dan bahkan di dalam gubug itu ada Nyai
Demang" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Hus" desis Lamat "jangan kau sebut-sebut. Jadi kau tahu bahwa Nyai Demang ada
disini?" "Ya. Semula aku ragu-ragu ketika aku melihat kau datang membawanya. Tetapi
ketika aku diminta oleh Ki Lurah untuk membantu mengikat dan menyumbat mulutnya,
barulah aku yakin" "Jadi perempuan itu di kat sekarang?"
"Ia selalu meronta-ronta. Supaya kandungannya tidak
terganggu, maka Ki Lurah memutuskan untuk mengikatnya.
Ternyata ia menjadi tenang setelah ia yakin, bahwa ia tidak akan dapat
melepaskan tali pengikatnya"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi kemudian ia berkata "Jangan mengatakan kepada siapapun di luar halaman ini.
Kalau hal ini diketahui orang, maka kalian akan kami gantung di pinggir hutan,
dan tubuh kalian akan kami lemparkan agar menjadi makanan harimau atau burung
gagak" "Tetapi bagaimana kalau bukan kami yang menyebarkannya?" "Tidak ada orang lain yang mengetahui"
"Para pengawal yang kalian pergunakan di Kademangan
semalam" Mereka pasti tahu juga apa yang telah terjadi"
"Mereka sudah berjanji akan menutup mulut. Bagaimana
dengan kalian?" "Jangan menganggap kami anak-anak lagi. Kami tahu apa yang harus kami rahasiakan
dan apa yang tidak" "Apakah kalian mau berjanji juga"
"Kami tahu apa kewajiban kami disini"
"Apakah kalian mau berjanji"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kami sudah mengerti, bahwa rahasia itu tidak boleh
merembes keluar halaman ini"
"Aku bertanya, apakah kalian mau berjanji?"
Para pengawal ternak itu menarik nafas dalam-dalam.
Akhirnya mereka saling berpandangan.
"Baiklah. Kami berjanji" jawab salah seorang dari mereka.
"Yang lain?" "Kami berjanji" jawab yang lain hampir bersamaan.
"Nah, sekarang siapkan pedati. Kalian akan segera pergi"
"Bagaimana dengan tempat ini"
"Tinggalkan saja. Sebentar lagi, orang-orang yang pergi ke Kademangan semalam
akan segera berdatangan"
"Tidak semuanya kemari. Mereka bahkan akan kembali ke rumah Ki Lurah"
"Aku akan segera menyuruh mereka kemari. Dua atau tiga orang sudah cukup"
"Baiklah" sahut salah seorang dari mereka "kami sekedar menjalankan perintah"
Demikianlah, maka orang-orang itupun segera menyiapkan pedati dan sebuah
perjalanan. Perjalanan yang lain dari perjalanan yang biasa mereka lakukan. Kali
ini mereka tidak mengawal ternak ke luar daerah, tetapi akan mengawal
sebuah perjalanan yang diliputi oleh suatu rahasia.
Sejenak kemudian maka pedati itupun sudah siap. Di dalam pedati ditaruhnya
seonggok jerami, rendeng dan beberapa macam barang lainnya. Keranjang-keranjang


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kosong dan bakul-bakul berisi bahan makanan mentah.
"Aku akan mencoba mencari persembunyian di tempat
kawan-kawanku. Mungkin aku akan memilih tempat yang agak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
jauh sama sekali, supaya aku tidak selalu berpindah-pindah persembunyian. Tetapi
dengan demikian kau tahu Manguri, bahwa aku telah kehilangan beberapa hari dan
kesempatan untuk mengadakan jual beli ternak. Beberapa hari bagiku adalah
kerugian" berkata ayah Manguri kemudian.
"Sekali-sekali ayah" jawab Manguri.
"Tetapi kita masih belum tahu, apakah yang akan kita
kerjakan kemudian. Apakah aku harus menunggui perempuan itu sampai aku tua, atau
kita akan mendapat pemecahan lain"
"Tentu tidak ayah. Akulah yang akan bertanggung jawab seterusnya"
"Kau menghilang dari Gemulung" Kau tahu akibatnya"
"Tidak begitu. Tetapi baiklah. Kita akan membicarakannya kelak"
Ayahnya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Baiklah" katanya "sekarang, naikkanlah Sindangsari ke dalam pedati itu"
Manguri memandang ayahnya sesaat. Kemudian katanya
kepada Lamat "A mbillah perempuan itu"
Lamat menarik nafas dalam-dalam. Tetapi iapun segera
pergi ke bilik di belakang geledeg. Setelah memindahkan geledeg bambu,
maka iapun segera membuka pintu.
Dilihatnya Sindangsari memang terikat di pembaringan, sedang mulutnya tersumbat
rapat-rapat" Sejenak Lamat berdiri termangu-mangu. Ia melihat sorot mata yang aneh yang
seakan-akan menembus langsung ke
jantungnya, sehingga tanpa sesadarnya iapun menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Tetapi akhirnya ia sadar, bahwa ia harus segera
melakukannya. Karena itu, maka selangkah ia maju sambil berkata "Maafkan aku
nyai Demang" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sorot mata itu serasa semakin sakit menusuk dadanya.
Tetapi ia tidak dapat berdiam diri lebih lama lagi. Perlahan-lahan ia mendekati
Sindangsari sambil berdesis "Maafkan.
Maafkan aku" Ketika tangan Lamat menyentuh tali pengikatnya. Sindangsari sudah mulai meronta lagi. Demikian satu
tangannya terlepas, begitu ia merenggut sumbat di mulutnya
"Gila, kau gila. Lepaskan aku" teriaknya nyaring.
"Tenanglah Nyai Demang" bisik Lamat. Tetapi Sindangsari meronta semakin keras
dan berteriak-teriak tidak menentu.
"Tenanglah Nyai Demang. Tenanglah"
Suara Lamat sama sekali tidak di dengarnya. Meskipun
tangannya yang sebelah masih terikat, tetapi ia meronta-ronta sekuat-kuatnya.
Lamat menjadi bingung sejenak. Namun tiba-tiba ia
berteriak keras sekali, sehingga gubug itu seolah-olah telah bergetar dan
meledak. "Diam, diam kau"
Teriakan itu ternyata telah mengejutkan Nyai Demang.
Suara Lamat jauh melampaui suaranya sendiri. Dengan
demikian maka Nyai Demang itu tanpa sesadarnya telah
terdiam. Ketika Nyai Demang telah diam barulah lamat bergeser
semakin dekat. Tetapi kini yang terbayang adalah ketakutan yang dahsyat telah
mencengkam Nyai Demang di Kepandak.
Lamat kemudian berjongkok di dekat Nyai Demang.
Perlahan-lahan sekali ia berbisik "Tenanglah Nyai Demang.
Aku akan mencoba melindungimu sejauh dapat aku lakukan.
Karena itu jangan kehilangan akal. Jagalah dirimu baik-baik di saat-saat aku
tidak ada. Tetapi, kau dapat mempercayai aku"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Nyai Demang mengerutkan keningnya. Tetapi di wajahnya masih terbayang campur
aduk dari ketakutan dan keragu-raguan.
Yang penting, jagalah kandunganmu. Jangan meronta-
ronta supaya kandunganmu tidak terganggu.
Nyai Demang masih ragu-ragu
"Aku tahu, bahwa kandunganmu sama sekali bukan anak Ki Demang di Kepandak.
Tetapi anak yang akan lahir itu adalah anak Pamot
Mata Sindangsari terbelalak karenanya.
"Aku sama sekali tidak sengaja ketika aku melihat Pamot minta diri kepadamu,
pada saat ia akan berangkat
meninggalkan padukuhan ini"
"Kau melihat" tiba-tiba wajah Sindangsari merah padam.
"Tanpa aku sengaja"
"Gila. Kau memang gila"
"Diamlah. Tenanglah. Aku bermaksud baik. Aku akan
mengatakan selanjutnya. Tetapi sekarang tidak ada waktu lagi"
Sindangsari ternyata tidak dapat menahan hatinya lagi.
Meskipun ia tidak meronta-ronta dan membiarkan Lamat
melepaskan tali pengikat dari seluruh tubuhnya, namun air matanya menjadi
semakin deras mengalir. Bahkan kemudian setelah kedua tangannya bebas ia menutup
wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Aku malu sekali" desisnya "kenapa kau berbuat gila itu?"
"Jangan ribut. Aku tidak bermaksud mengatakannya. Tetapi barangkali aku sudah
terlanjur. Sekarang yang penting, apa yang sedang kau hadapi kini, untuk
sementara kau harus Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menurut. Jangan mencoba melawan, itu tidak akan ada
gunanya. Tetapi percayalah kepadaku"
Sindangsari masih menangis.
"Sebenarnyalah jiwamu terancam"
"Aku memang ingin mati"
"Ah, jangan begitu Nyai"
"Aku tidak percaya kepada setiap orang. Semuanya hanya mementingkan dirinya
sendiri" "Tetapi kadang-kadang seseorang mempunyai kepentingan bersama dengan orang lain.
Dan semuanya itu sebenarnya tidak penting sama sekali. Yang penting bagi Nyai
Demang adalah kandungan Nyai Demang meskipun Nyai Demang ingin mati, tetapi anak
itu tidak seharusnya ikut menjadi korban perasaan yang meledak sesaat itu"
"O" suara Sindangsari terputus oleh isaknya. Tiba-tiba saja ia menyadari
keadaannya, bahwa sebenarnya ia memang
sedang mengandung. Sejenak Lamat masih berdiam diri berjongkok di samping Nyai Demang, yang
meskipun sudah terlepas dari ikatannya, tetapi ia masih tetap berbaring sambil
menangis. Bahkan ia kembali menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Ia merasa malu sekali menatap wajah Lamat, yang ternyata telah mengetahui
rahasianya yang paling dalam, yang
sebenarnya tidak boleh dilihat oleh siapapun juga.
Namun Lamat tidak dapat membiarkan hal itu terjadi
terlampau lama. Di luar ayah Manguri sudah menunggunya.
"Marilah. Nyai Demang harus segera menyingkir dari
tempat ini. Jangan melawan, agar kandungan Nyai Demang tidak terganggu.
Selanjutnya, biarlah kita bersama-sama berusaha mencari jalan, agar Nyai Demang
dapat melepaskan diri dari bencana"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari tidak menyahut.
"Kali ini aku mengharap Nyai Demang mempercayai aku"
Sindangsari masih tetap tidak menjawab. Tetapi ketika Lamat berdiri, Sindangsari
bangkit pula. "Marilah. Aku persilahkan Nyai berjalan sendiri"
Sindangsaripun kemudian melangkahkan kakinya. Ia kini sadar, bahwa ia pasti
berada di tangan Manguri. Ia mengenal raksasa itu dan ia mengenal juga saudagar
ternak yang kaya, yang telah mengikatnya. Ayah Manguri.
Ketika Sindangsari melangkah kakinya keluar pintu,
dadanya berdesir. Ternyata Manguri benar-benar telah berada di luar, berdiri
tegak di samping ayahnya.
Terasa sesuatu melonjak di dadanya. Kebenciannya kepada anak muda itu serasa
akan meledakkan dadanya. Tiba-tiba saja ia merasa, bahwa ia lebih aman berada di
samping Ki Demang yang telah jauh lebih tua itu, daripada di dekat Manguri.
Terbayang betapa anak muda itu menjadi begitu ganas dan kasar. Sedang Ki Demang
ternyata cukup mengerti tentang dirinya dan kadang-kadang bersikap seperti
seorang ayah. Apalagi Ki Demang itu sama sekali tidak menyentuhnya selama ini.
Tiba-tiba saja Sindangsari ingin berlari. Berlari kemana saja menjauhi anak muda
itu. Tetapi ketika ia ingin melangkah, Lamat yang berada di belakangnya segera
menangkap kedua lengannya "Tenanglah Nyai Demang"
Sindangsari meronta. Tetapi tangan Lamat bagaikan besi yang telah menghimpit
tubuhnya. "Sayangilah kandunganmu" bisik Lamat.
"Lepaskan, lepaskan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi tangan Lamat sama sekali tidak terlepas. Bahkan terasa semakin keras
menghimpit lengannya. "Maafkan Nyai Demang" berkata Manguri sambil membungkukkan kepalanya "maafkan kekasaran raksasa yang dungu itu. Aku juga
mendengar ia berteriak-teriak di dalam.
Bukan maksudku berbuat begitu kasar. Tetapi Lamat tidak dapat berbuat lebih baik
dari itu" Sindangsari tidak menjawab.
"Kami terpaksa menyelamatkan Nyai Demang dari Kademangan, karena Nyai Demang terancam. Jiwa Nyai
Demang benar-benar harus mendapat perlindungan"
"Bohong, bohong"
"Nyai Demang" berkata Manguri "mungkin Nyai Demang
tidak percaya. Ki Reksatani, adik Ki Demang itu, benar-benar ingin membunuh Nyai
Demang" "Bohong" "Alasannya karena Nyai Demang sudah mengandung. Ki
Reksatani ingin semua isteri Ki Demang tidak mengandung, karena Ki Reksatani
tidak mau melihat Ki Demang mempunyai keturunan. Dengan demikian maka tidak akan
ada seorangpun yang akan dapat menggantikan kedudukannya. Tetapi
ternyata Nyai Demang sekarang sedang mengandung"
"Tetapi" suara Sindangsari terputus karena tangannya
segera menutup mulutnya sendiri.
"Tetapi, apa?" bertanya Manguri.
"Tidak. Tidak" tangis Sindangsari meledak lagi. Semakin keras. Bahkan timbul ah
pertanyaan di dalam kepalanya
"Apakah Manguri melihat juga apa yang telah terjadi itu seperti Lamat?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Diamlah" desis Manguri "aku persilahkan Nyai menyingkir untuk keselamatan Nyai.
Silahkan Nyai naik kepedati. Ayah akan mengantarkan Nyai bersembunyi untuk
sementara" Dada Nyai Demang menjadi sesak. Tanpa sesadarnya ia
berpaling memandang wajah Lamat yang kasar sekasar batu padas. Tetapi tiba-tiba
ia melihat sesuatu yang lembut di wajah itu. Tatapan matanya. Ya tatapan mata
Lamat. Karena itu, ketika Lamat menganggukkan kepalanya, tiba-tiba saja ia telah
dicengkam oleh kepercayaan terhadap orang yang tinggi besar dan berkepala botak
itu. Perlahan-lahan Sindangsari melangkah mendekati pedati yang sudah tersedia. Lamat
mengikutinya di belakangnya.
Ketika ada kesempatan ia berbisik "Manguri tidak tahu sama sekali tentang
kandunganmu. Ia mengira, anak itu anak Ki Demang di Kepandak"
Sindangsari mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak
menjawab dan bahkan berpalingpun tidak. Tetapi kini ia mempercayai keterangan
itu. Ia percaya bahwa Manguri tidak mengetahuinya.
Kalau ia tahu, mungkin ia sudah mempergunakan hal itu untuk memerasnya sejak permulaan hari-hari perkawinannya
dengan Ki Demang. Sejenak kemudian Sindangsari telah naik keatas pedati ditolong oleh Lamat. Dan
Lamat sempat pula berbisik "Aku tidak ikut bersama Nyai sekarang. Jagalah dirimu
baik-baik. Aku akan selalu berada di dekat Manguri. Aku tahu apa yang akan dikerjakannya"
Nyai Demang tidak juga menjawab. Tetapi ia mengangguk kecil.
Sejenak kemudian, maka ayah Manguri dan ketiga
pengawalnyapun telah naik pula keatas pedati itu. Ketika pengemudinya telah siap
pula, ayah Manguri berkata "Hati-hatilah. Jagalah rumah dan ibumu baik-baik. Aku
sekarang terpaksa melibatkan diri dalam permainan yang gila ini. Aku
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
akan segera mengirimkan orang untuk mengambil pakaian, apabila aku harus berada
dipersembunyian sampai sepekan.
Aku tidak membawa pakaian sama sekali"
"Ya ayah, aku akan menyediakan"
"Baiklah" lalu kepada Lamat ia berkata "Jagalah seluruh milikku baik-baik"
Lamat mengangguk dalam dalam Jawabnya "Aku akan
mencobanya" Maka sejenak kemudian pedati itupun maju perlahan-lahan.
Ketika pedati itu mulai bergerak, terasa hati Sindangsaripun meronta pula.
"Tidak, tidak" tiba-tiba saja ia berteriak "aku akan turun.
Lepaskan aku" "Jangan berbuat bodoh Nyai. Aku dapat mengikatmu lagi"
desis ayah Manguri "kami semua telah berusaha dengan susah payah menyelamatkan
Nyai dari ketamakan Ki Reksatani. Nyai harus menyadari hal ini"
"Tetapi, aku tidak mau. Biarlah Ki Demang melindungi aku"
"Ki Demang terlampau percaya kepada adiknya itu.
Sudahlah, tenanglah. Kami bermaksud baik"
Mata Sindangsari yang basah itu menjadi semakin, basah.
Tiba-tiba perasaan takut yang mencengkamnya, semakin
memuncak lagi. Ia berada di dalam satu pedati dengan lima orang laki-laki yang
kasar. Laki-laki yang tidak dikenalnya dengan baik watak dan tabiatnya.
Bahkan menurut pendengarannya, ayah Manguri itu adalah seorang laki-laki yang tidak berbeda
dengan Manguri sendiri. Tetapi-dalam pada itu Sindangsaripun menyadari bahwa ia tidak akan dapat
melawan. Bahkan memang sebaiknya ia
tetap mempergunakan pikirannya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Karena itu, maka akhirnya Sindangsari itu duduk berdiam diri. Wajahnya tertunduk
dalam-dalam. Meskipun ia merasa, bahwa semua laki-laki yang ada di dalam pedati
itu seakan-akan tidak menghiraukannya, namun setiap kali terasa kulit di seluruh
tubuhnya meremang. Demikianlah maka pedati itu berjalan perlahan-lahan keluar dari halaman yang


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luas itu, turun kejalan padukuhan yang sepi. Kemudian menyelusuri jalan itu
keluar dari telatah Kademangan Kepandak.
Manguri dan Lamat mengantar mereka sampai ke regol
halaman. Dengan mata yang suram Lamat memperhatikan
pedati yang berjalan terguncang-guncang ditarik oleh dua ekor lembu itu. Semakin
lama semakin jauh, membawa
Sindangsari ke tempat yang masih belum diketahui.
Setelah pedati itu hilang di kelok jalan, maka Lamatpun menarik nafas dalam-
dalam. "Kita harus segera kembali" desis Manguri.
Lamat menganggukkan kepalanya "Ya. Kita harus segera
kembali" "Sebentar lagi, Ki Demang akan menyebar orang-orangnya.
Kita harus sudah berada di rumah"
Lamat menganggukkan kepalanya. Tetapi ia bertanya
"Bagaimana dengan halaman ini?"
"Biarlah, kita tinggalkan saja"
"Beberapa ekor ternak yang ada disini?" "Biar sajalah.
Ternak itu tidak akan hilang"
Lamat tidak bertanya lagi. Hanya kepalanya sajalah yang terangguk-angguk. Tetapi
wajahnya masih saja diliputi oleh kecemasan tentang nasib Nyai Demang di
Kepandak. Keduanyapun kemudian berpacu meninggalkan tempat itu, setelah menutup pintu-
pintu gubug dan mengikat beberapa
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ekor ternak yang ada erat-erat. Tetapi beberapa ekor ternak itu hampir tidak
berarti sama sekali bagi Manguri yang kaya raya, seandainya ternak itu hilang
sekalipun. Dalam pada itu, orang-orang di Kademangan telah siap
pula untuk melakukan pencaharian yang lebih lama dan luas.
Mereka sudah selesai makan dan berkemas. Seperti yang diperintahkan oleh Ki
Demang mereka diperkenankan menempuh semua cara untuk menemukan Sindangsari.
"Sebagian dari kita akan pergi menjelajahi setiap rumah yang pantas dicurigai"
berkata Ki Jagabaya "Dan sebagian kecil akan pergi ke tempat-tempat yang wingit
seperti yang disebutkan oleh nini itu. Gunung Sepikul, Tikungan Kali Praga,
kalau perlu dicari sampai kepesisir Kidul, Pandan Segegek, sungapan Kali Praga
dan dimana saja" Orang-orang yang mendengarkannya mengangguk- anggukkan kepalanya. Merekapun merasa wajib untuk ikut serta menemukan Nyai
Demang yang begitu saja hilang dari Kademangan pada saat ia sedang makan di
dalam biliknya. "Hampir tidak masuk akal" berkata salah seorang dari
mereka. "Memang mungkin ia telah dibawa oleh hantu" jawab yang lain.
Demikianlah, maka Ki Jagabayapun segera membagi orang-orangnya. Setiap kelompok
terdiri dari tiga sampai lima orang.
Ia sendiri bersama dua orang ikut pula di dalam usaha pencaharian itu. Sedang Ki
Reksatanipun ikut pula bersama dua orang yang lain.
"Kita jelajahi setiap pintu" desis Ki Jagabaya "mustahil Nyai Demang dapat
hilang begitu saja seperti ditelan bumi"
Demikianlah maka orang-orang itupun mulai berpencaran.
Beberapa kelompok pergi ke timur, kelompok yang lain ke Barat, ke Selatan dan ke
Utara. Sedang sekelompok yang lain
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
harus mencarinya keluar Kademangan, ke daerah-daerah yang wingit.
Seperti pasukan yang berangkat ke medan perang, maka
kelompok-kelompok itupun mulai berpencar. Mereka menuju ke arah masing-masing,
dan setiap kelompok dipimpin oleh seorang bebahu Kademangan termasuk Ki Jagabaya
dan Ki Reksatani. Sejenak kemudian, maka berderaplah kaki-kaki kuda di
seluruh daerah Kademangan Kepandak. Debu yang putih
berhamburan ditiup angin yang kering. Mereka akan mulai dengan pencaharian
mereka dari daerah yang paling jauh, kemudian perlahan-lahan mendekati induk
Kademangan. Sedang sekelompok yang lain harus pergi ke tempat-tempat yang wingit.
Kelompok yang harus mencari Nyai Demang keluar
Kademangan itupun berpacu seperti angin. Mereka harus menjelajahi tempat-tempat
yang jaraknya agak berjauhan.
Karena itu, maka kuda-kuda merekapun berderap cepat sekali, secepat dapat
dilakukan. Yang pertama-tama mereka datangi adalah Gunung
Sepikul. Dua buah gumuk kecil yang berdekatan. Diatas gumuk itu tumbuh berbagai
macam tumbuh-tumbuhan liar.
Sebatang pohon cangkring yang sudah tua tumbuh pada salah sebuah gumuk itu,
sedang pada gumuk yang lain tumbuh
sebatang pohon nyamplung yang besar-sekali.
Orang-orang berkuda yang dipimpin oleh Ki Kebayan itu berhenti beberapa langkah
dari kedua gumuk itu, tepat di tengah-tengah. Sejak mereka berdiri mematung.
Namun tanpa mereka sadari, bulu-bulu tengkuk merekapun meremang.
Sejenak mereka memandangi kedua batang pohon itu
berganti-ganti. Pohon cangkring yang meskipun tidak sebesar pohon nyamplung,
namun tampaknya benar-benar angker.
Dahan-dahannya yang ditumbuhi duri yang besar bersilang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melintang. Sedang daun-daunnya yang rimbun bagaikan
selimut yang tebal membungkus dahan dahannya itu.
Namun pohon nyamplung itupun tidak kurang mengerikan.
Batangnya besar dan tinggi. Bahkan lurus seperti sebuah galah yang ingin menusuk
langit. Baru pada bagian ujungnya sajalah batang itu ditumbuhi oleh dahan-dahan
yang besar dan teratur, ke segala arah menunjuk kesegala penjuru.
Daunnya yang besar dan tebal bergayutan di ujung dahan.
"Dimana kita mencari?" bertanya salah seorang dari
mereka. "Kita masuk kegerumbul liar itu" jawab Ki Kebayan.
Beberapa orang menarik nafas dalam-dalam. Tetapi
merekapun kemudian membulatkan tekad mereka untuk
menemukan Nyai Demang. Mereka percaya bahwa Ki Kebayan termasuk salah seorang
yang mempunyai ilmu yang gaib.
Sejenak kemudian merekapun mengikatkan kuda-kuda
mereka. Ketika Ki Kebayan melangkah ke gumuk yang
ditumbuhi oleh pohon cangkring, maka semua orang
mengikutinya pula. Di bawah gumuk itu Ki Kebayan berhenti sejenak. Ia
menekurkan kepalanya sambil berkumat-kamit. Kemudian ia memasukkan sesuatu di
mulutnya. Setelah dikunyahnya maka kemudian diambilnya lagi dari mulutnya, dan
dilemparkannya menyebar keatas gumuk itu.
"Marilah" katanya kemudian "tetapi hati-hati. Gumuk itu terkenal, banyak dihuni
ular. Kalau kau bertemu juga dengan seekor ular jangan dibunuh. Tetapi aku sudah
berusaha menyingkirkan ular-ular itu. Mudah-mudahan kita tidak diganggu oleh
ular-ular itu dan oleh danyang yang menunggui Gunung Sepikul ini"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kawan-kawannya mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi tidak seorangpun yang menjawab. Namun demikian sekali lagi bulu-bulu
tengkuk mereka meremang. Meskipun demikian, merekapun mengikuti Ki Kebayan naik keatas
gumuk itu. Dengan pedangnya Ki Kebayan menyibakkan rerumputan liar dan kemudian pohon-pohon
perdu yang rapat. Sedang kawan-kawannya mengikutinya saja di belakang.
Langkah Ki Kebayan tertegun ketika tiba-tiba saja seekor ular sawah yang besar
bergeser dari tempatnya, menyelusur menyilang
langkah Ki Kebayan. Tetapi Ki Kebayan membiarkannya saja. Ia sama sekali tidak mengganggunya, dan ular itupun seolah-
olah acuh tidak acuh saja terhadap kehadiran manusia yang jarang sekali datang
itu. "Ular itu tidak melihat kita" desis seseorang "ternyata ular yang sekian
besarnya itu berpalingpun tidak. Rupa-rupanya jampi Ki Kebayan memang tajam"
Kawannya tidak menyahut. Tetapi rasa-rasanya debar
jantungnya menjadi semakin cepat.
Semakin lama merekapun menjadi semakin dekat dengan
pohon cangkring yang tua itu. Dengan demikian, terasa nafas merekapun menjadi
semakin memburu. Mereka terkejut ketika tiba-tiba saja mereka melihat
kelepak seekor burung yang sangat besar pada sebatang dahan cangkring itu.
Seekor burung elang jantan yang
agaknya terkejut melihat kehadiran orang-orang yang jarang sekali mendatangi
tempat itu. "Hem" salah seorang dari mereka menarik nafas, sedang tangannya tiba-tiba saja
telah melekat di hulu pedangnya"
Tetapi Ki Kebayan sendiri masih tetap melangkah maju
mendekati pohon cangkring itu. Sambil berkumat-kamit ia memandang rimbunnya daun
cangkring itu dengan saksama.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Orang-orang yang pergi bersamanya itupun melangkah
mengikutinya, meskipun dengan hati yang berdebar-debar.
Meskipun demikian, karena Ki Kebayan tidak juga mengurungkan niatnya untuk mencari Nyai Demang, maka
merekapun maju terus. Ki Kebayan itu kemudian berhenti setelah ia berdiri di bawah pohon cangkring
yang tua itu. Dengan wajah yang tegang ia mengamati batangnya yang dipenuhi oleh
lelumutan yang hijau keputih-putihan. Ia mengerutkan keningnya ketika ia melihat
seekor kala merayap dan kemudian menyusup
kebalik kulit kayu yang kering.
Ki Kebayan menarik nafas dalam-dalam. Sejenak ia berdiam diri di tempat.
Diangguk-anggukkannya kepalanya sambil menggosok-gosokkan telapak tangannya di
muka dadanya. Tiba-tiba Ki Kebayan itu menengadahkan wajahnya,
memandang ke dahan cangkring yang bersimpang siur di
antara daun-daunnya yang lebat.
"He" Ki Kebayan itu kemudian berteriak "Nya Demang
Apakah kau ada disana?"
Suaranya bergema sekali. Kemudian hilang dibawa angin
"He, Nyai Demang" sekali lagi ia memanggil. Tetapi sama sekali tidak ada
jawaban. Ki Kebayan menarik nafas dalam-dalam. Dicobanya
mengamati setiap dahan yang rimbun, kalau-kalau Nyai
Demang tersembunyi di sana tanpa dikehendakinya sendiri.
Tetapi baik Ki Kebayan, maupun para pengikutnya tidak seorangpun yang
melibatnya. Ki Kebayanpun kemudian menggelengkan kepalanya.
Perlahan-lahan ia berdesis "Apakah ada yang melihat Nyai Demang?"
Hampir berbareng semua menggelengkan kepalanya
"Tidak. Kami tidak melihat apa-apa"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Kebayan mengangguk-angguk pula. Katanya "Memang,
kita tidak melihat apa-apa. Marilah kita lihat di gumuk sebelah"
Dengan hati yang berdebar-debar merekapun meninggalkan pohon tua itu menuju kegumuk yang lain.
Seperti gumuk yang mereka tinggalkan, gumuk inipun tidak kalah rimbunnya pula.
Batang ilalang dan daun-daun perdu mengelilingi sebatang pohon nyamplung yang
tinggi besar yang berdiri hampir di tengah-tengah gumuk itu.
Tetapi disinipun mereka tidak menemukan sesuatu. Mereka tidak melihat Nyai
Demang berada di dalam gerumbul-gerumbul liar, dan tidak juga diatas pohon
nyamplung itu. "Tidak ada" berkata Ki Kebayan "kita tidak menemukannya disini"
"Lalu?" bertanya salah seorang pengikutnya.
"Kita pergi ke tikungan Kali Praga. Di sana ada sebatang Randu Alas yang besar
sekali. Dahulu seorang gembala yang hilang dari padukuhan Gemulung, pernah
diketemukan diatas pohon Randu Alas itu"
Sejenak para pengikutnya saling berpandangan. Kemudian mereka mengangguk-
anggukkan kepalanya. Marilah. Kita harus segera kesana. Kalau kita tidak
menemukannya di sana, kita akan pergi ke pesisir"
Sejenak kemudian merekapun segera berpacu ketikungan
Kali Praga, kesebatang pohon Randu Alas yang besar serkali.
Tetapi di sanapun mereka tidak menemukan sesuatu,
sehingga mereka memutuskan untuk pergi ke pantai Selatan, ke Pandan Segegek.
Seperti pasukan yang. berangkat berperang, maka merekapun berderap kembali diatas jalan berbatu-batu, melemparkan debu yang
putih mengepul di belakang iring-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
iringan itu. Apabila mereka melewati tanah persawahan, maka beberapa orang
petani yang sedang bekerja di sawah
memandangi mereka dengan penuh pertanyaan.
"Siapakah mereka itu?" bertanya seseorang.
Yang lain menggelengkan kepalanya. Namun tiba-tiba
seseorang berkata "Kebayan dari Kademangan Kepandak"
"Kemana ia pergi bersama beberapa orang itu?" apakah
mereka sedang mengejar penjahat yang telah melakukan
kejahatan di Kepandak?"
"Tidak tahu. Tentu kita sama-sama tidak tahu. Tetapi
apabila mereka mengejar penjahat, pasti Ki Jagabaya atau justru Ki Demang
sendiri ada diantara mereka"
"Kau mengenal keduanya?"
"Aku mengenal Ki Demang di Kepandak tetapi aku belum
mengenal Ki Jagabaya dengan baik"
Merekapun kemudian terdiam. Mereka hanya melihat debu yang kemudian pecah ditiup
angin yang lambat. Dalam pada itu, Ki Kebayan bersama beberapa orang
pengiringnya berpacu secepat-cepatnya. Mereka tidak boleh terlambat. Apabila
benar Nyai Demang telah dibawa lelembut ke Pandan Segegek, maka ia harus segera


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diketemukan, sebelum ia menjadi kalap dan hilang bersama raganya.
Dengan demikian, maka merekapun segera mempercepat
derap kuda mereka melintasi jalan yang panjangdi tengah-tengah bulak.
Ki Kebayan mengerutkan keningnya ketika ia melihat jauh di hadapannya sebuah
pedati berjalan lambat sekali. Pedati yang ditarik oleh dua ekor lembu putih.
"Kalian melihat pedati itu?" bertanya Ki Kebayan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya" sahut salah seorang dari pengiringnya "Jarang ada pedati menempuh jalan
ini" desis Ki Kebayan.
"Ke daerah pesisir. Mungkin pedati yang akan mengambil garam yang dibuat
sepanjang pantai" "Tetapi bukan pantai Pandan Segegek"
"Mungkin pedati itu akan berbelok ke Timur dan melintasi Caluban kesuangan Kali
Opak" Ki Kebayan mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
kemudian "Kita akan melihat, apakah yang dibawanya"
"Mungkin gula kelapa"
"Kenapa justru dibawa ke Selatan?"
"Ditukar dengan garam"
Sekali lagi Ki Kebayan mengangguk-anggukkan kepadanya.
Tetapi keinginannya untuk mengetahui isi pedati itu justru menjadi semakin
besar. Karena itu tanpa disadarinya ia memacu kudanya semakin cepat, sehingga
debu di sepanjang jalan mengepul semakin pekat.
Dalam pada itu, pedati yang dikejarnya berjalan
terguncang-guncang di jalan berbatu, batu. Sekali-sekali terdengar lecutan
cambuk di punggung lembu yang malas.
"Ayo, cepat sedikit teriak pengemudinya. Namun kemudian ia bertanya "tetapi kita
akan pergi kemana?" Yang ada di dalam pedati itu adalah ayah Manguri yang sedang
berusaha menyingkirkan Sindangsari. Sambil terkantuk-kantuk ayah Manguri menjawab "Berjalanlah terus.
Kita akan berhenti apabila lembu itu sudah lelah, dimanapun juga"
"Tetapi?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku mempunyai kenalan di segela penjuru daerah ini.
Dimanapun aku akan mendapat tempat yang baik. Isteriku tersebar dimana-mana"
"Orang-orang yang ada di dalam pedati itu mengangguk-
anggukan kepalanya. Mereka percaya bahwa dimana-mana
memang ada saja perempuan yang diambilnya menjadi
isterinya yang ke tujuh, ke delapan atau bahkan ke limabelas.
Namun dalam pada itu bulu di kuduk Sindangsari
meremang. Ternyata benar kata orang bahwa ayah Manguri tidak ada bedanya dengan
anaknya. Selagi mereka membayangkan apa yang akan mereka
lakukan, menurut angan-angan masing-masing, tiba-tiba orang yang duduk di
pinggir belakang mengerutkan keningnya. Dilihatnya di kejauhan debu mengepul diudara, semakin lama semakin
jelas. "Lihatlah" desisnya "debu itu"
Semuanya berpaling. Ayah Manguri menjadi tegang.
Katanya "Beberapa orang berkuda"
"Ya. Beberapa orang berkuda"
Merekapun kemudian terdiam sejenak. Dengan wajah yang tegang mereka memandang
debu yang seakan-akan telah
mengejar mereka. Semakin lama semakin dekat.
"Siapakah mereka itu?" desis ayah Manguri.
Dan tanpa sesadarnya Sindangsari bergumam "Kakang
Demang. Pasti kakang Demang"
Ayah Manguri berpaling kepadanya. Sejenak kemudian ia berdesis "Tentu bukan.
Tentu bukan Ki Demang di Kepandak"
"Beberapa orang" desis seorang yang lain.
Ayah Manguri menjadi tegang sejenak. Ia sedang sibuk
memutar akalnya, bagaimana ia harus membebaskan diri dari
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
orang-orang berkuda itu apabila mereka ternyata sedan mencari Sindangsari.
"Mereka tentu orang-orang Kademangan Kepandak" tiba-
tiba Sindangsari menyahut "mereka sedang mencari aku.
Kalau kalian tidak mau menyerahkan aku, kalian pasti akan dihukum"
Wajah ayah Manguri menjadi semakin tegang.
"Kalian tidak akan dapat lolos lagi. Pedati ini tidak akan dapat lari secepat
kuda-kuda itu" Dada ayah Manguri dan setiap orang di dalam pedati itu menjadi semakin berdebar-
debar. Mereka menyadari bahaya yang kini sedang mengancam. Memang kemungkinan
terbesar, penunggang kuda itu adalah orang-orang yang sedang mencari
Sindangsari. "Tetapi darimana mereka mengetahui, bahwa kami sedang lari kejurusan ini"
bertanya ayah Manguri kepada diri sendiri.
Orang-orang di dalam pedati itu benar telah menjadi
gelisah. Sejenak mereka saling berpandangan. Tetapi mereka tidak tahu apa yang
sebaiknya mereka lakukan.
"Mereka pasti akan menolongku" gumam Sindangsari
seperti ditujukan kepada diri sendiri.
Namun perempuan itu terkejut
ketika tiba-tiba ia mendengar ayah Manguri memberi perintah "Sediakan
senjatamu. Tetapi sebelumnya sembunyikanlah di bawah
jerami. Kau harus dapat mengambilnya dengan tiba-tiba apabila keadaan memaksa"
"Tetapi, tetapi" suara Sindangsari tergagap "kalian tidak akan dapat melawan
kakang Demang" Ayah Manguri tidak menyahut. Tetapi kini ia seolah-olah terpaku memandang debu
yang semakin dekat. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Perempuan ini, cukup berbahaya" desisnya di dalam hati
"setiap saat ia dapat berteriak"
Sementara itu, Ki Kebayan berpacu semakin cepat. Ia
masih belum dapat melihat dengan jelas, apakah pedati itu berisi orang atau
barang atau apapun juga. Tetapi sebentar lagi ia pasti akan segera dapat
menyusulnya. "Cepatlah sedikit" berkata Ki Kebayan. Pedati itu tidak akan dapat lari" sahut
salah seorang pengikutnya "apalagi tidak ada jalan simpang di hadapan kita. Kita
pasti akan segera menyusulnya dan mengetahui apa isinya"
Ki Kebayan mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi
tanpa disadarinya kudanya semakin cepat berpacu mengejar pedati yang berjalan
tersuruk-suruk seperti siput di jalan yang sangat panjang.
Karena itu, Ki Kebayan tidak memerlukan waktu yang lama.
Sebentar kemudian iapun segera berhasil menyusul pedati itu.
Bersama seorang pengiringnya ia mendahului dan kemudian berhenti di depan dua
ekor lembu yang menarik pedati itu.
"Berhenti" ia memberikan perintah.
"Kenapa kami harus berhenti?" bertanya pengemudinya.
"Berhenti" "Siapa kau" Apakah kau akan merampok kami?" bertanya
pengemudi itu. "Gila. Kau sangka kami segerombolan perampok.
"Karena itu sebut dirimu. Siapa kau?"
"Berhenti" Ki Kebayan berteriak.
Pedati itupun kemudian berhenti. Pengemudinya yang
masih tetap duduk di tempatnya memandang Ki Kebayan
dengan tegang. "Kau belum mengenal aku?" bertanya Ki Kebayan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pengemudi pedati itu ragu-ragu sejenak. Namun kemudian ia menggeleng "Belum. Aku
belum mengenal kalian"
"Aku Kebayan di Kepandak"
"O" pengemudi itu mengangguk-anggukkan kepalanya "jadi kau Kebayan di Kepandak.
Maaf Ki Kebayan di Kepandak.
Kami tidak mengenal Ki Kebayan dan Ki Sanak yang lain.
Tetapi kenapa Ki Kebayan mengejar kami dan menghentikan kami?"
"Siapakah kalian dan dari manakah pedati ini?" bertanya Ki Kebayan di Kepandak.
"Kami adalah orang-orang dari Menoreh"
"Seberang kali Praga?"
"Ya" "Kalian menyeberang bersama pedati ini?"
Pengemudi itu menggelengkankepalanya. Katanya "Tidak.
Tentu tidak. Kami menyewa pedati ini dari orang-orang di daerah Mangir"
Ki Kebayan mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi
kemudian ia bertanya lagi "Kemanakah kalian akan pergi?"
"Kami akan pergi ke pesisir"
"Pandan Segegek?"
"Tidak. Kami akan pergi ke parang endog di sebelah
suwangan Kali Opak" Ki Kebayan mengangguk-angguk. Tetapi ia masih juga
bertanya "Apakah kepentingan kalian kesana"
"Maaf Ki Kebayan" jawab pengemudi itu "itu adalah
kepentingan pribadi. Terlampau pribadi"
"Ya apa" "Sebaiknya Ki Kebayan bertanya yang lain"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tidak. Aku bertanya, apakah kepentinganmu"
Pengemudi pedati itu menggelengkan kepalanya "Ki
Kebayan di Kepandak tidak berhak memaksa kami untuk
menjawab kepentingan kami ke Parang Endog. Kami tidak mempunyai hubungan apapun
dengan Ki Kebayan, sehingga sebaiknya kita melakukan tugas dan kepentingan kita
masing-masing tanpa saling mengganggu"
Ki Kebayan mengerutkan keningnya. Tetapi ia masih
bertanya lagi "Dalam keadaan yang wajar, kami memang tidak mempunyai kepentingan
apapun. Tetapi kami sedang dalam keadaan yang genting sekarang"
"Kenapa" Apakah Kepandak sedang didatangi oleh
perampok atau apa?" "Tidak" "Lalu?" Ki Kebayan menjadi ragu-ragu sejenak. Tetapi ia tidak mengatakan bahwa
Kepandak telah kehilangan isteri Demangnya. "Kami sedang mencari seseorang" katanya kemudian.
"Siapa. Perampok?"
Ki Kebayan menggeleng. "Jadi siapa?" "Salah seorang keluarga kami. Keluarga Kademangan
Kepandak" "Kenapa orang itu dapat menjadi buruan?"
Ki Kebayanpun kemudian menjawab "Itupun persoalan
kami. Tetapi kami memang sedang mencarinya kemanapun"
Tukang pedati itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Katanya "Aku tahu sekarang. Kalian mencurigai kami. Mungkin
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
orang yang kau cari itu bersembunyi di dalam pedati kami.
Kalau begitu, baiklah. Silahkan kalian melihat, apakah orang yang kalian cari
itu ada di dalam pedati kami" pengemudi itu berhenti sejenak, lalu "sebaiknya
kami berterus terang, supaya kalian tidak tetap mencurigai kami. Kami akan pergi
ke Parang Endog untuk mencari terang di hati kami"
"Bertapa?" "Bukan bertapa. Sekedar menyepi"
Ki Kebayan mengangguk-anggukkan kepalanya pula.
Sedang tukang pedati itu berkata sekali lagi "Silahkanlah melihat isi dari
pedati kami. Kami membawa bahan makanan kami sekedarnya"
Ki Kebayan mengerutkan keningnya. Dilihatnya beberapa orang laki-laki duduk di
dalam pedati itu. Laki-laki yang belum dikenalnya.
"Baiklah" berkata Ki Kebayan yang tidak jadi mendekati pedati itu "aku kira aku
sudah cukup. Maaf kalau kami telah mengganggu kalian"
"Tidak apa Ki Kebayan. Kami tahu kesulitan kalian,
sehingga kalian memang memerlukan bantuan.
Ki Kebayan mengangguk-angguk sekali lagi. Katanya
"Baiklah, kami akan meneruskan perjalanan kami"
"Silahkanlah Ki Kebayan. Mudah-mudahan Ki Kebayan
segera menemukan orang itu "tukang pedati itu berhenti sejenak, lalu "tetapi
apakah kami boleh tahu, siapakah orang itu, seandainya kami bertemu di
perjalanan kami?" "Terima kasih. Kami akan mencarinya sendiri"
Tukang pedati itu mengangkat pundaknya. Tetapi ia tidak menyahut.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Silahkan Ki Sanak meneruskan perjalanan. Tetapi apakah Ki Sanak akan dapat
menyeberangi sungai Opak dengan
pedati itu?" "Entahlah. Kalau tidak, kami akan menitipkan pedati ini.
Tetapi perjalanan sudah dekat. Kami akan dapat membawa barang-barang kami dengan
keranjang-keranjang, sedapat dan sekuat kami"
Ki Kebayanpun kemudian meninggalkan pedati itu di kuti oleh para pengiringnya.
Mereka sama sekali tidak berminat untuk menjengukkan kepalanya lebih dalam ke
dalam pedati itu, karena dari luar yang tampak hanyalah seonggok jerami dan
keranjang-keranjang yang besar.
Ketika Ki Kebayan sudah menjadi semakin jauh, maka dari dalam timbunan jerami,
muncullah sebuah kepala. Ayah
Manguri. Sambil menarik nafas dalam-dalam ia mengumpat.
Katanya "Gila Kebayan itu. Aku hampir mati kehabisan nafas"
"Bagaimana dengan Nyai Demang" desis salah seorang dari mereka.
Ayah Manguripun segera bangkit sambil mengibaskan
jerami yang masih melekat pada pakaiannya. Kemudian
dengan hati-hati ia menyibakkan jerami yang menimbuni tubuh Sindangsari yang
pingsan. "Maaf" desis ayah Manguri "aku terpaksa membuatnya
pingsan sekali lagi"
Untuk sesaat Sindangsari masih terbaring pingsan.
Beberapa orang laki-laki yang ada di sekitarnya memandanginya dengan dada yang berdebar-debar. Perempuan yang sedang mengandung itu terbaring seperti seseorang yang sedang
tidur nyenyak. Tidak seorangpun yang tahu, apakah yang sedang
dipikirkan oleh orang lain. Demikian pula setiap laki-laki di dalam pedati itu.
Mereka tidak mengetahui, bahwa di setiap


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dada telah tumbuh pengakuan "Alangkah cantiknya perempuan itu. Adalah wajar sekali kalau orang laki-laki menjadi tergila-gila
kepadanya. Manguri, Ki Demang, Pamot dan mungkin masih banyak lagi"
Tetapi tidak seorangpun yang mengucapkannya. Bahkan
ayah Manguripun tidak mengatakannya. Ia adalah laki-laki yang tidak pernah
menahan kata hatinya atas perempuan.
Apalagi di hadapan orang-orangnya yang dianggapnya sudah tahu benar tentang
dirinya. Tetapi perempuan yang
dibawanya kali ini adalah sekedar titipan dari anaknya sendiri.
Meskipun demikian setiap kali ia masih memandangi wajah itu. Wajah Sindangsari
yang sedang pingsan. Perempuan yang sedang mengandung untuk pertama kalinya itu,
tampaknya justru menjadi kian cantik.
Pedati itu masih berjalan terus terguncang-guncang diatas jalan
berbatu. Di sebelah menyebelah jalan, tanah persawahan yang kering. Di beberapa bagian tampak tanaman Palawija yang sudah
hampir dipetik hasilnya. Kacang tanah, dele dan di kejauhan batang-batang
jagung. "Kita harus berbelok" desis ayah Manguri "kita sudah
mengatakan bahwa kita akan pergi ke Parang Endog"
"Ya. Nanti kita akan sampai pada sebuah jalan simpang"
"Tetapi kemana Ki Kebayan itu akan mencari Sindangsari?"
Tidak seorangpun yang menyahut.
"Mungkin ia akan mencarinya ke tempat-tempat yang
angker Pandan Segegek. Bukankah jalan ini akan menuju kesana?"
"Ya. Ki Kebayan itu menurut pendengaranku adalah orang yang dapat berhubungan
dengan hantu-hantu" desis ayah Manguri. Lalu "Untunglah bahwa Ki Kebayan belum
banyak mengenal kalian karena kalian bukan orang Kepandak"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya" Ayah Manguripun kemudian terdiam.
Dipandanginya Sindangsari yang masih terbaring diam. Tanpa sesadarnya, tangannya telah
mengusap kening perempuan yang dikotori oleh jerami yang kering.
Ketika pedati itu kemudian berbelok mengambil jalan
simpang kuda Ki Kebayan sudah berlari semakin jauh menuju ke pantai Selatan.
Pandan Segegek. Tetapi kuda-kuda mereka tidak dapat langsung sampai
ketujuah karena rawa-rawa yang menebar di sepanjang
pantai. "Kita akan berjalan kaki" berkata Ki Kebayan "Kita
tinggalkan kuda kita disini?" bertanya seseorang.
"Ya" "Begitu saja?" "Kuda-kuda itu tidak akan hilang"
"Tetapi" berkata salah seorang dari mereka "Aku, aku akan menunggui kuda kita"
"Kenapa?" bertanya Ki Kebayan.
Orang itu ragu-ragu sejenak. Kemudian katanya "Bukan
aku tidak mau Ki Kebayan, tetapi aku tidak sadar, bahwa kita akan datang ke
tempat ini" Ki Kebayan mengerutkan keningnya.
"Aku memakai kain hijau gadung"
Ki Kebayan dan kawan-kawannya menganggukkan kepalanya. Mereka mengerti bahwa sebaiknya orang yang memakai pakaian hijau
gadung tidak mendekat ke pantai.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Baiklah" berkata Ki Kebayan "tunggui kuda-kuda ini. Tetapi ingat. Kalau ada
orang memanggil namamu, jangan kau jawab sebelum kau melihat orang yang
memanggilmu. Kau tahu"
Orang itu merenung sejenak.
"Supaya kau tidak kalap" desis kawannya "mungkin bukan orang sesungguhnya yang
memangilmu, kecuali kau sudah melihat orang itu. Apalagi kau memakai pakaian
hijau itu" Orang yang memakai pakaian hijau itu mengangguk-
anggukkan kepalanya "Ya,aku mengerti"
"Nah,tinggal ah disini. Hati-hati" berkata Ki Kebayan "kalau kau
melihat perempuan cantik, jangan kau coba mengganggunya. Kau mengerti?"
Orang itu tidak segera menjawab. Dan Ki kebayanpun
berbisik di telinganya "Mereka adalah orang jadi-jadian.
Sebenarnya mereka itu adalah buaya-buaya dari sungapan Kali Praga yang mencari
mangsanya. Kau mengerti" Di sini ada semacam persaingan antara Laut Selatan
dengan buaya-buaya di Sungapan Kali Praga. Mereka dahulu-mendahului menangkap
mangsa mereka masing-masing. Kalau kau
merasa bahwa keadaanmu tidak wajar sebelum kau
kehilangan akal sebutlah nama Kiai Jamur Dipa yang
bersemayam di Gunung Merapi. Kau akan terlepas dari
bencana, karena kau disangka pengikutnya"
Orang itu menganggukkan kepalanya.
"Dan ini berlaku pula bagi kalian semua" berkata Ki
Kebayan "sebutlah nama Kiai Jamur Dipa. Jangan lupa. Kiai Jamur Dipa. Akupun
selalu menyebutnya" Para pengiring Ki Kebayan itupun mengangguk-anggukkan kepala mereka. Namun
terasa juga hati mereka bergetar.
Mereka menganggap bahwa pantai Selatan, apalagi Pandan Segegek adalah tempat
yang jarang sekali diambah kaki manusia.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Demikianlah merekapun kemudian berjalan menyeberangi
rawa-rawa yang dangkal. Namun kadang-kadang mereka
harus menghindar dan melingkar agak jauh apabila mereka menjumpai rawa-rawa
lumpur yang dalam. Mereka sadar,
bahwa di dalam rawa-rawa itu banyak terdapat binatang air yang berbisa. Bahkan
ular hitam berleher putih.
Sedangkan diatas pasir pantai di daerah rawa-rawa yang berair tawar, diantara
semak-semak pandan yang lebat, terdapat pula berbagai jenis binatang. Campuran
dari binatang air tawar dan binatang air laut. Juga binatang darat yang hidup
diantara duri-duri pandan.
Ki Kebayan dan para pengiringnya berjalan dengan sangat hati-hati melintasi
daerah rawa-rawa dan semak -semak pandan. Mulut mereka tidak henti-hentinya
menyebut nama Kiai Jamur Dipa, supaya mereka tidak diterkam oleh bencana yang
dapat timbul setiap saat. Sejenak kemudian, setelah mereka semakin dekat dengan
pantai dan sudah berada diantara semak-semak pandan yang lebat, maka mulailah Ki Kebayan berkumat-kamit.
Sejenak kemudian iapun mulai
meneriakkan nama Nyai Demang di Kepandak.
"Mungkin ia tidak mengenal nama itu lagi" desis salah seorang.
"Jadi?" bertanya Ki Kebayan.
"Panggil dengan nama nya sendiri"
Ki Kebayan mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian
iapun mulai memanggil. Tetapi tidak dengan nama Nyai
Demang di Kepandak. "Sindangsari, Nyai Sindangsari"
Tetapi suara Ki Kebayan hilang saja ditelan oleh deru ombak yang semakin lama
seolah-olah menjadi semakin
besar. Di bawah terik matahari, ujung gelombang yang
keputih-putihan setinggi gunung anakan itu seakan-akan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
saling mengejar,kemudian meluncur menghantam pantai
berpasir susul menyusul. Ki Kebayan masih juga memanggil. Tetapi sampai suaranya menjadi parau, mereka
sama sekali tidak menemukan Nyai Demang di Kepandak. Apalagi mendengar
jawabannya. Yang mereka dengar hanyalah angin pantai yang bertiup kencang, dibarengi oleh
debur ombak yang menggelegar
bertautan. Di telinga orang-orang Kepandak suara itu semakin lama menjadi semakin kisruh,
dan bahkan ada diantara mereka yang mendengar seolah-olah suara itu telah
berubah menjadi suara yang memancar dari pusat Samodra yang besar itu, memanggil
namanya perlahan-lahan. Beberapa orangpun kemudian menjadi pucat. Tetapi
mereka tidak henti-hentinya menyebut nama Kiai Jamur Dipa.
"Kita tidak menemukannya disini" desis Ki Kebayan.
Para pengiringnya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Mungkin kita sudah terlambat" berkata Ki Kebayan
selanjutnya "Nyai Demang hilang dari Kademangan hampir dini hari. Baru sekarang
kita sampai disini" Tidak seorangpun yang menyahut. Tetapi ketika mereka
membentangkan pandangan mata mereka, mereka melihat
suatu padang pandan berduri yang sangat luas di sepanjang pantai.
"Seandainya benar Nyai Demang disembunyikan diantara
semak-semak ini, bagaimana mungkin dapat menemukannya apabila ia sendiri tidak
dapat berteriak memanggil. Itupun kalau kebetulan kami lewat di dekatnya. Kalau
ia berada di ujung sebelah Timur atau di ujung Barat, maka tidak akan ada orang
yang dapat mendengarnya" beberapa orang berkata di dalam hatinya sendiri.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Kebayanpun agaknya berpikir demikian pula. Karena itu, maka tiba-tiba ia
berkata "Marilah, kita menyusur pantai"
Beberapa orang saling berpandangan. Namun mereka
mengikuti saja ketika Ki Kebayan pergi ke sebelah Timur menyusur pasir pantai.
Sekali-sekali ia harus menjauh, menghindari deburan ombak yang besar bergulung-
gulung diatas pasir. Tetapi ketika Ki Kebayan kemudian berteriak-teriak di sepanjang pantai, maka
suaranyapun hilang, tenggelam ke dalam gelora suara ombak dan angin yang
kencang. Akhirnya, setelah Ki Kebayan hampir kehabisan suaranya, dan setelah ia menyusur
dari sebelah Timur sampai ke sebelah Barat, maka iapun berkata "Kita sudah cukup
berusaha. Marilah kita kembali ke Kademangan. Mungkin kita dapat mencarinya dengan jalan
lain" Kawan-kawannya mengangguk-anggukkan kepalanya. Sekilas mereka masih memandang gerumbul-gerumbul
pandan yang lebat yang bertebaran di sepanjang pesisir.
Kemudian ombak yang semakin besar di-siang hari dan angin yang menampar wajah
mereka semakin keras di bawah terik matahari yang membakar kulit.
"Marilah kita kembali"
Sejenak kemudian Ki Kebayan bersama para pengiringnyapun telah kembali melintasi daerah yang berawa-rawa. Kemudian mereka
segera meloncat keatas punggung kuda masing masing dan berpacu meninggalkan
pantai yang panas itu. "Aku haus sekali" desis seseorang.
Kawannya yang mendengarpun menyahut "Ya, akupun
haus sekali. Kuda-kuda kitapun haus pula"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Kebayan mendengar pula pembicaraan itu. Karena itu, ketika mereka melintas
sebuah parit yang mengalir, meskipun hanya setinggi mata kaki mereka, ia
berhenti dan berkata "Biarlah kuda kita minum sejenak." Kawan-kawannya
mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi yang dapat minum barulah kuda-kuda
mereka. Sedang orang orang Kepandak itu masih belum sampai hati untuk ikut serta
minum air parit yang hanya gemercik kecil karena musim panas yang panjang.
Karena itu, mereka hanya dapat menelan ludah mereka
sendiri yang sudah hampir kering pula. Beberapa orang yang merasa terlampau
panas hanya membasahi tangan mereka
kemudian mengusap kening mereka dengan tangan yang
basah itu. "Kita akan mencari kelapa muda di padukuhan yang
pertama kali kita lalui" berkata Ki Kebayan yang mengetahui bahwa para
pengiringnya sudah kehausan.
Tidak seorangpun yang menyahut. Tetapi orang-orang
yang kemudian sudah berpacu pula itu, mengangguk-
anggukkan kepalanya. Dalam pada itu, pedati yang ditumpangi oleh ayah Manguri bersama para
pengawalnya dan Sindangsari sudah menjadi semakin jauh. Ketika para penunggang
kuda yang dipimpin oleh Ki Kebayan melintasi jalan simpang, mereka melihat bahwa
bekas roda pedati itu memang berbelok menuju
kesuangan Kali Praga. Oleh usapan angin dari Selatan, perlahan-lahan Sindangsaripun menyadari dirinya kembali. Ketika ia membuka matanya, dilihatnya
beberapa orang laki-laki duduk di sekitarnya.
Sejenak ia mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi atasnya. Namun
kemudian ia menjadi berdebar-debar. Laki-laki yang ada disekelilingnya masih
juga laki-laki yang Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
membawanya pergi dengan pedati itu, sehingga tanpa
sesadarnya ia berdesis "Dimanakah mereka?"
Ayah Manguri yang melihat Sindangsari telah sadar,
tersenyum sambil bertanya "siapakah yang kau cari?"
"Mereka, orang-orang berkuda yang mencari aku"
"Mereka sudah lewat"
Tiba-biba saja Sindangsari bangkit sambil bertanya
"Dimana mereka, dimana" Bukankah mereka menyusul aku
atas perintah Ki Demang?"
Tetapi ayah Manguri menggeleng "Mereka tidak mencari
kau Nyai Demang. Mereka hanya sekedar lewat di samping pedati ini"
"Tidak.Mereka pasti mencari aku"
"Tidak. Mereka sudah melihat kau tertidur di dalam pedati ini. Tetapi mereka


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak berkata apa-apa"
Sindangsari terdiam sejenak. Namun kemudian hampir
berteriak ia berkata "Tidak, Mereka pasti mencari aku. Dimana mereka. Dimana"
Hampir saja Sindangsari berdiri dan meloncati orang-orang yang duduk di
sekitarnya. Namun tangan ayah Manguri lebih cepat lagi menangkapnya dan
mendorongnya duduk "Jangan menjadi bingung dan kehilangan akal. Kandunganmu
harus kau ingat. Anak di dalam perutmu itu kelak akan lahir menjadi seorang
bayi. Kaulah yang bertanggung-jawab, apakah
bayimu itu sehat atau tidak"
Nyai Sindangsari terdiam sejenak.
"Karena itu, jangan berbuat sesuatu yang dapat mengganggu anak di dalam kandungan itu"
Sindangsari tidak menjawab. Tetapi tiba-tiba matanya
menjadi basah. Ia merasa bahwa ia telah di sudutkan pada
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
suatu keadaan yang tidak dapat dihindarinya. Karena itu, sebagai seorang
perempuan, yang dapat dilakukannya, adalah sekedar menangis. Dan Sindangsaripun
menangis pula karenanya. Menangisi nasibnya yang terlampau jelek sejak ia ditinggalkan oleh
ayahnya. Beberapa orang laki-laki yang ada di sekitarnya adalah laki-laki yang kasar.
Laki-laki yang selalu mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain membawa
ternak yang sedang diperdagangkan. Apakah mereka sedang membeli atau
menjual. Di dalam perjalanan itu, mereka terpisah dari keluarga dan isteri
mereka, sehingga baik ayah Manguri maupun para pengawalnya, kadang-kadang harus
berhadapan dengan perempuan yang sekedar dapat mengisi waktunya.
Dengan demikian maka tanggapan mereka terhadap perempuan kadang kadang tidak sewajarnya. Tetapi ketika mereka melihat
Sindangsari menangis mereka menundukkan kepala mereka. Bahkan mereka seakan-akan
dihadapkan pada suatu keadaan yang selama ini hampir tidak dimengertinya.
Kesetiaan dari seorang perempuan.
Tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Ayah
Manguripun tidak. Perempuan itu adalah titipan anaknya yang akan
diperisterikannya. Bahkan dengan susah payah telah diculiknya dari halaman rumah
Ki Demang di Kepandak. Dengan hati yang berat, laki-laki yang ada di pedati itu terpaksa duduk diam
tanpa berbuat apapun juga. Sedang roda pedati itu masih juga berputar diatas
tanah yang berbatu-batu. Dalam pada itu, orang-orang yang mencari Sindangsari ke segala penjuru masih
juga berkeliaran di seluruh daerah Kademangan Kepandak. Hampir setiap rumah
dimasuki oleh kelompok-kelompok yang berpencaran. Bahkan rumah-rumah yang sama
sekali tidak mengenal orang yang bernama
Pamotpun telah dimasukinya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ibu Sindangsari yang masih ada di Kademangan hanya
dapat menangis. Ayah dan ibunya masih juga mencoba
menghiburnya, meskipun hati mereka sendiri serasa tersayat karenanya.
"Jangan bersedih" berkata ayahnya, kakek Sindangsari "Ki Demang pasti akan
menemukannya" Ibu Sindangsari hanya menganggukkan kepalanya. Tetapi air matanya masih tetap
mengalir membasahi pipinya.
Ki Demang sendiri duduk di ruang dalam hampir tidak
bergeser sedikitpun. Wajahnya gelap dan tegang. Dipinggangnya terselip keris pusakanya yang jarang sekali diambilnya dari
simpanan. Sekali-sekali ia menarik nafas dalam-dalam sambil mengusap dadanya,
seolah-olah ingin mengendapkan perasaannya yang sedang bergolak.
Hampir tidak sabar ia menunggu orang-orangnya yang
berkeliaran di seluruh Kademangan mencari isterinya yang hilang. Ia merasa bahwa
suatu penghinaan yang tiada taranya telah mencoreng wajahnya.
"Aku harus membunuhnya. Membunuh orang yang berani
menghinakan aku, mengambil isteriku" ia menggeram. Namun kadang-kadang terbersit
pertanyaan "Bagaimana kalau
Sindangsari pergi atas kemauannya sendiri?"
"Tidak mungkin. Tidak mungkin. Ia sudah menjadi kerasan di rumah ini "tetapi
kemudian "Kecuali kalau Pamot telah kembali dan membujuknya untuk pergi"
"Tidak" tiba-tiba ia tersentak bangkit "itupun tidak mungkin Pamot tidak akan
dapat menghubunginya tanpa diketahui oleh orang lain di Kademangan ini, kecuali
setiap orang, termasuk para peronda sudah bersepakat dengannya. Dan itu tidak
mungkin sama sekali"
Ki Demang menggeretakkan giginya. Ia membanting
dirinya dan duduk kembali di tempatnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Demang tersentak ketika ia mendengar derap kaki kuda.
Semakin lama semakin dekat.
Seperti anak-anak yang menunggu ibunya pulang dari
pasar Ki Demang segera berlari keluar. Bukan saja Ki Demang, tetapi juga ibu
Sindangsari, kedua orang tuanya, dan orang-orang lain yang mendengarnya.
Nyai Reksatani yang ada di Kademangan itu menjadi
berdebar-debar. Kalau benar Sindangsari dapat diketemukan, maka ia pasti akan
dapat berceritera tentang dirinya.
Karena itu, dengan hati yang berdebar-debar iapun berlari-lari pula menyongsong
beberapa ekor kuda yang kemudian memasuki halaman. Orang yang paling depan
diantara mereka adaah Ki Kebayan.
Sebelum Ki Kebayan turun dari kudanya, Ki Demang sudah bertanya "Apakah kau
berhasil?" Ki Kebayan tidak segera menjawab. Perlahan-lahan ia turun dari kudanya, kemudian
menyerahkan kudanya kepada salah seorang yang berdiri di halaman.
"Bagaimana?" Ki Demang mendesaknya.
Ki Kebayan yang seolah-olah mandi karena keringatnya itu melangkah
mendekatinya. Tetapi kepalanya kemudian digelengkannya sambil menjawab "Maaf Ki Demang. Aku tidak menemukannya"
"Kau mencarinya di mana?" bertanya Ki Demang sambil
membelalakkan matanya. "Gunung Sepikul, Tikungan Kali Praga, dan kemudian terus ke Pandan Segegek"
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam "Kau tidak ikut
mencarinya di Kademangan ini?"
"Kami sudah membagi diri. Bahkan aku kira bahwa salah satu kelompok yang ada,
disini telah menemukannya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kalau perempuan itu sudah di ketemukannya, aku tidak akan bertanya lagi
kepadamu" Ki Kebayan mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
kemudian "Kalau begitu, kami akan ikut mencarinya"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Temuilah salah sebuah kelompok. Ikutlah bersama mereka"
"Baiklah" jawab Ki Kebayan. Tetapi ketika ia berpaling, dilihatnya pengiringnya
yang sudah turun pula dari kuda mereka, tampak letih dan berwajah kemerah-
merahan. Karena itu, maka katanya "Kita akan segera berangkat lagi. Tetapi
baiklah kalian beristirahat dan minum sejenak. Barangkali kalian masih haus,
meskipun kalian telah mengambil banyak sekali kelapa muda di sepanjang
perjalanan" Pengiring Ki Kebayan itu saling berpandangan sejenak.
Tampaknya mereka agak segan-segan juga. Tetapi Ki Demang sendiri kemudian
berkata "Ya, minumlah dan barangkah kalian dapat makan pula di dapur. Mintalah
Nyai Reksatani" Nyai Reksatani yang ada diantara mereka yang menyongsong orang-orang yang datang itu menarik nafas dalam-dalam. Ia merasa
aman, karena Sindangsari tidak di ketemukan. Karena itu ketika ia mendengar
kata-kata Ki Demang kepada orang-orang yang mencari Sindangsari itu, dengan
penuh gairah ia menyahut "Mari, marilah kalian makan dahulu. Di dapur masih
banyak sekali persediaan"
Sejenak orang-orang itu masih saling berpandangan.
Namun kemudian Ki Kebayan sendirilah yang berkata "Marilah.
Aku juga akan makan lagi, meskipun ketika kami akan
berangkat, kami sudah makan lebih dahulu"
Ketika orang-orang itu pergi ke dapur, Ki Demangpun
kembali ke ruang dalam dan duduk di amben bambu. Sekali lagi ia melepaskan
pandangan matanya menembus pintu
pringgitan yang terbuka, ke kejauhan. Bahkan meskipun matanya terbuka, tetapi
seakan-akan ia tidak melihat sesuatu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sedang ibu Sindangsari yang mendengar keterangan para penunggang kuda itupun
menjadi lemah. Derap kaki-kaki kuda itu ternyata hanya mampu menumbuhkan
pengharapannya saja. Tetapi Sindangsari masih belum diketemukan.
Sejenak kemudian, orang-orang yang sudah selesai makan itupun segera minta diri
pula kepada Ki Demang untuk
melanjutkan usaha mereka mencari Sindangsari.
"Mereka pasti tidak mencari dengan teliti" desis perempuan tua yang minta orang-
orang Kepandak mencari ke Gunung Sepikul, tikungan kali Praga dan ke Pandan
Segegek "Kemanapun mereka cari, mereka tidak akan dapat menemukannya" Tetapi perempuan tua itu tidak mengatakannya kepada Ki Demang dan kepada setiap
laki-laki yang sedang sibuk dengan usaha mereka itu.
Ternyata sekelompok laki-laki sampai pula sekali lagi ke rumah Manguri. Mereka
dipimpin sendiri oleh Ki Jagabaya. Kali ini Ki Jagabaya tidak akan mencari
Sindangsari di rumah itu, tetapi ia berkata kepada Manguri "Jadi rumah di ujung
Kademangan itu rumah ayahmu?"
"Ya" jawab Manguri.
"Siapakah yang sekarang menunggui rumah itu?"
"Kenapa" "Kami akan mencarinya ke dalam rumah itu"
Manguri mengerutkan keningnya. Katanya "Silahkan"
"Tetapi aku tidak akan masuk tanpa seorangpun dari
pemiliknya ada di sana. Apakah ada orang yang menungguinya?" "Mestinya ada. Tetapi hari ini mereka tidak ada di rumah itu. Mungkin sore nanti
mereka akan datang. Di siang hari kami tidak merasa perlu untuk menungguinya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya, kami telah sampai ke tempat itu. Tetapi gubug itu kosong. Meskipun ada
beberapa ekor ternak yang terikat di patok-patok, tetapi tidak ada seorangpun
dipekarangan itu" "Ya. Sebagian besar dari orang-orang kami mengikuti ayah sejak beberapa hari.
Yang lain masih belum datang"
"Sekarang, kami akan membuka gubug itu. Antarkan kami"
"Silahkan. Tanpa seorangpun dari kami, gubug itu dapat saja dibuka"
"Tidak. Aku tidak mau timbul dugaan yang bukan-bukan.
Kalian dapat saja membuat ceritera tentang kami yang
membuka rumah kalian tanpa seorangpun dari kalian yang menunggui kami"
Manguri mengerutkan keningnya. Dipandanginya Lamat
sejenak. Lamat yang berdiri di sampingnya dengan kepala tertunduk, sehingga
botaknya menjadi semakin jelas tampak di antara ikat kepalanya yang tidak
menutup kepala itu rapat-rapat.
"Lamat" berkata Manguri"kita akan pergi ke gubug itu"
Lamat mengangkat wajah. Kemudian kepala itupun
terangguk-angguk. "Marilah Ki Jagabaya. Kami antarkan kalian kesana"
"Ya. Dua orang kami masih tinggal di sana"
Merekapun kemudian pergi bersama-sama ke ujung
Kademangan itu. Ki Jagabaya masih saja mencurigai, kalau-kalau Manguri
menyembunyikan Sindangsari dimanapun juga.
Ditunggui oleh Manguri dan Lamat. Ki Jagabaya bersama dengan orang-orangnya
telah memasuki gubug itu. Ternyata mata Ki Jagabaya yang tajam, dapat melihat
juga pintu yang berada di belakang gledeg. Sambil mengerutkan keningnya ia
bertanya "Apakah itu sebuah pintu?"
Manguri tidak dapat ingkar. Jawabnya "Ya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kenapa ditaruh gledeg di mukanya" Bukankah dengan
begitu, pintu itu sukar dibuka?"
"Ya" "Kenapa" Dan apakah ada seseorang di dalam bilik yang sengaja dirahasiakan itu?"
Manguri menggigit bibirnya. Untunglah bahwa Sindangsari sudah disingkirkan.
Kalau belum. Dan apalagi seperti yang dikatakan oleh ayahnya, bahwa orang yang
datang ke rumah itu pasti tidak akan memperhatikan pintu itu, maka keadaan
Kademangan Kepandak pasti akan segera berubah. Mungkin segera akan timbul
kerusuhan dan perkelahian.
"He, apakah ada seseorang di dalam bilik itu?" desak Ki Jagabaya.
Manguri menggelengkan kepalanya "Tidak" jawabnya.
"Kenapa pintu itu tertutup rapat?"
"Bilik di balik pintu kosong" jawab Manguri.
"Seandainya benar kosong, kenapa ayahmu membuat bilik rahasia itu?"
"Sama sekali bukan bilik rahasia. Bilik itu adalah bilik biasa.
Tetapi karena rumah ini jarang sekali dipergunakan oleh keluarga kami, maka
bilik itupun jarang sekali dibuka, sehingga orang meletakkan perkakas di tempat
yang tidak semestinya. Bahkan di muka pintu sekalipun"
Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Kemudian kepada
orang-orang yang datang bersamanya ia berkata "Bukalah pintu itu. Singkirkan
dahulu geledeg itu" Beberapa orangpun kemudian menyingkirkan geledeg itu, sehingga pintu itu tidak
tertutup lagi. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Jagabaya sendirilah yang kemudian mendekati pintu itu.
Perlahan-lahan ia mendorong ke samping, sehingga akhirnya pintu itu terbuka sama
sekali. Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Ia

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat pembaringan yang kusut. Tikar yang menyingkap dan
sebagian telah menyentuh lantai.
"Ruangan ini terlampau pengab" katanya.
"Ya. Ruangan ini memang jarang sekali dipakai. Biasanya ayah sajalah yang tidur
disini, apabila karena sesuatu hal ia harus menunggui ternak disini. Mungkin
ayah sedang terikat oleh suatu pembicaraan dengan seseorang yang akan
membeli atau sebaliknya menjual ternaknya ke tempat ini"
Ki Jagabaya tidak menjawab. Tetapi diamatinya ruangan itu dengan saksama.
Hati Manguri menjadi berdebar-debar ketika tangan Ki
Jagabaya memungut sesuatu dari pembaringan itu. Tusuk konde.
"Gila" Manguri mengumpat di dalam hatinya "Tusuk konde itu agaknya terjatuh dari
sanggul Sindangsari selagi ia meronta-ronta"
"Manguri" desis Ki Jagabaya "apakah kau pernah melihat benda serupa ini"
"Ya" jawab Manguri. Terasa keringat dingin telah
membasahi punggungnya. Tanpa setahu Ki Jagabaya Manguri berpaling memandang
wajah Lamat. Tetapi agaknya Lamat berusaha untuk menghapuskan setiap kesan di
wajahnya. "Kau mengerti, apakah ini?" sekali lagi Ki Jagabaya
bertanya. "Ya" jawab Manguri.
"Sebut, apa namanya?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tusuk konde" Manguri masih juga berusaha untuk
tersenyum "apakah Ki Jagabaya menyangka aku belum pernah berkenalan dengan
perempuan" Ki Jagabaya mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Ya. Aku tahu, bahwa kau banyak berkenalan dengan gadis-gadis. Bukan sekedar
berkenalan. Dan bahkan bukan sekedar gadis-gadis. Kau adalah laki-laki yang
rakus" Wajah Manguri menjadi merah padam. Sejenak ia
memandang Ki Jagabaya dengan tajamnya. Bagaimanapun
juga kata-kata itu telah menyinggung perasaannya.
Tetapi tiba-tiba wajah itu mengendor. Sebelum Ki Jagabaya melihat ketegangan
itu, Manguri justru sudah tersenyum karenanya. Ia dengan demikian, seolah-olah
mendapat petunjuk dari Ki Jagabaya, bagaimana ia harus menangani keadaan.
"Apakah kau tahu Manguri" bertanya Ki Jagabaya
selanjutnya "Tusuk konde siapakah yang terjatuh ini"
Manguri masih saja tersenyum.
"Tusuk konde siapa?" ia mendesak.
"Ah. Kenapa Ki Jagabaya mengurus tusuk konde itu?"
"Aku sedang mencari seorang perempuan. Kau mengerti"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Dengan suara
yang dalam ia bertanya "Jadi, Ki Jagabaya mengira, bahwa tusuk konde itu milik
Sindangsari, eh, Nyai demang?"
"Bukan begitu. Aku justru bertanya kepadamu. Tetapi
pantas juga aku mencurigai bahwa Nyai Demang pernah kau sembunyikan disini. Nah,
jawab, tusuk konde siapakah itu?"
"Sebenarnya aku malu untuk menyebutkannya. Tetapi aku minta Ki Jagabaya jangan
mengatakan kepada ayah, kalau ayah kelak pulang" Manguripun berpaling sambil
berkata kepada Lamat "jangan kau katakan kepada ayah"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamat mengerutkan keningnya.
"Jangan kau katakan kepada ayah, kau dengar?" bentak
Manguri. "Ya, ya. Aku tidak akan mengatakannya. Tetapi apakah
soalnya?" "Tusuk konde itu" sahut Manguri. Lalu katanya kepada Ki Jagabaya "Kemarin aku
membawa seorang perempuan ke
tempat ini. Aku tidak sempat membenahi tempat ini, dan ternyata tusuk kondenya
telah terjatuh disini. Adalah kebetulan sekali kini tusuk konde itu diketemukan.
Kalau ayah yang menemukannya, maka aku akan dimarahinya"
Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Sejenak ia terdiam.
Dipandanginya wajah Manguri dan tusuk konde itu berganti-ganti.
"Lamat" berkata Manguri "buanglah tusuk konde itu jauh-jauh. Kalau ayah kelak
mengetahuinya, maka kaulah yang harus bertanggung jawab"
"Anak setan" desis Ki Jagabaya "kerakusan ayahmu
menurun kepadamu" Manguri tidak menyahut. Tetapi sekali lagi ia berkata kepada Lamat "Buanglah
tusuk konde itu" "Buanglah" Ki Jagabayapun segera melemparkan tusuk
konde itu ke depan kaki Lamat. Diusapkannya tangannya pada tiang, seolah-olah ia
ingin menghilangkan bekas-bekas sentuhannya dengan tusuk konde yang kotor itu.
Dengan ragu-ragu Lamat membungkukkan kepalanya
memungut tusuk konde itu. Kemudian iapun melangkah keluar membawa tusuk konde
itu ke sudut halaman belakang.
"Kita harus segera keluar dari bilik keparat ini" geram Ki Jagabaya sambil
melangkahkan kakinya. Tetapi sekali lagi ia tertegun. Diamatinya seutas tali
yang terkapar di lantai bilik
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
itu. Namun kemudian ia tidak memperhatikannya lagi. Bilik itu baginya adalah
bilik yang sangat kotor, dikotori oleh kelakuan Manguri yang gila. Perlahan-
lahan ia berdesis "Kalau kau anakku, Manguri. Aku cekik kau sampai mati"
Manguri tidak menjawab. Tetapi ia menjadi tersipu-sipu.
Meskipun demikian ia tertawa di dalam. hati, karena ia berhasil melenyapkan
bekas yang hampir saja menjeratnya.
Ki Jagabayapun dengan tergesa-gesa dan dengan wajah
yang merah telah keluar dari rumah itu. Kemudian tanpa minta diri kepada Manguri
iapun pergi meninggalkannya.
Terbayang di kepalanya, suatu permainan yang paling kotor yang telah terjadi di
dalam bilik itu selagi ayahnya tidak ada di rumah.
"Anak itu benar-benar anak setan yang liar. Ayahnya terlalu sering
meninggalkannya sehingga ia telah kehilangan
pengawasan orang tuanya. Apalagi orang tuanya sendiri bukanlah orang tua yang
baik, yang dapat memberikan contoh yang baik pula kepada satu-satunya anak laki-
laki" katanya hampir menggeram.
Para pengiringnya tidak menyahut. Tetapi merekapun
meninggalkan tempat itu pula dengan tergesa-gesa, seolah-olah justru merekalah
orang-orang yang harus segera
menyembunyikan diri, karena mereka telah dikejar oleh utusan Ki Demang di
Kepandak. Sepeninggal orang-orang itu, Manguri tidak dapat menahan tertawanya. Seperti
orang yang mendapat permainan yang sangat menyenangkan ia tertawa
berkepanjangan. Lamat berdiri saja termangu-mangu di sampingnya. Suara tertawa Manguri itu
semakin lama terasa semakin bising di telinganya. Tetapi ia tidak berani
mencegahnya. "He, Lamat. Dimana tusuk konde itu he?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku buang ke parit di belakang dinding batu kebun
belakang" "Bodoh kau" "Kenapa?" "Ambil, ambil tusuk konde itu sebelum hanyut" Lamat tidak segera mengerti maksud
Manguri, sehingga karena itu ia masih saja berdiri termangu-mangu.
"Cepat ambil. Kenapa kau berdiri saja seperti patung?"
Meskipun Lamat masih belum tahu maksud Manguri yang
sebenarnya, namun ia pergi juga mengambil tusuk konde itu.
Untunglah bahwa tusuk konde itu masih belum hanyut terlalu jauh, karena parit
itupun hanya mengalir terlampau kecil.
"Tusuk konde itu harus kita musnahkan"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Kini baru ia
tahu maksud Manguri. Tusuk konde itu tidak boleh menjadi barang bukti, bahwa
Sindangsari pernah berada di tempat ini
"Kalau Ki Jagabaya menyadari keadaannya, kemudian
berusaha mendapatkan tusuk konde itu, dan ditunjukkannya kepada Ki Demang atau
ibunya yang barangkah mengenalnya, maka kita pasti akan menemui kesulitan. Aku
sudah mengorbankan diriku untuk dihinakannya karena aku
mengatakan, bahwa aku membawa seorang perempuan ke
dalam bilik ini" berkata Manguri kemudian.
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Ya,
tusuk konde ini memang harus dihancurkan"
"Tusuk konde itu terbuat dari penyu. Bakar sajalah"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Iapun kemudian
menyalakan api di kebun belakang, dan melemparkan tusuk konde penyu itu ke
dalamnya. Sejenak kemudian maka
baunya telah membubung memenuhi halaman itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kita sudah melenyapkan bukti itu" berkata Manguri
"ternyata kau sama sekali tidak bekerja dengan baik.
Seharusnya ketika kau mengambil Sindangsari dari bilik itu, tidak boleh ada
sesuatu yang ketinggalan, yang dapat
memberikan suatu petunjuk. Tusuk konde dan tali pengikat itu hampir saja
menyeret kita ke dalam kesulitan"
"Aku sangat tergesa-gesa. Dan aku tidak biasa melakukan pekerjaan serupa itu"
"He, kau sangka aku biasa melakukannya" Itu hanya
karena otakmu memang terlampau tumpul"
Lamat tidak menjawab. "Nah, singkirkan tali di dalam bilik itu, dan benahi tikar serta ambennya"
"Baik" Ketika Lamat memasuki bilik itu, Manguri kemudian
berjalan hilir mudik di depan gubugnya. Sekilas terbayang wajah Sindangsari yang
sedih dan pucat. Dan sekilas wajah Ki Demang di Kepandak yang merah padam.
"Ki Demang benar-benar akan mencari isterinya sampai
ketemu" desis Manguri. Dan tanpa sesadarnya terasa bulu tengkuknya meremang. Ki
Demang adalah orang yang tidak ada duanya di daerah Selatan ini.
"Aku mempunyai Lamat" geramnya "Lamat yang mempunyai tenaga sekuat kerbau itu pasti akan mampu
melawan Ki Demang betapapun tinggi ilmunya. Apalagi kalau aku sempat
membantunya. Aku dapat mempergunakan
otakku, sedang Lamat akan mempergunakan tenaganya"
Sejenak kemudian Lamatpun sudah selesai dengan
tugasnya. Iapun segera menutup semua pintu lalu mendekati Manguri sambil
bertanya "Sekarang, apakah yang akan kita lakukan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kita kembali. Kita mengharap utusan ayah segera datang, supaya kita dapat
memberitahukan apa yang telah terjadi disini"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Banyak kemungkinan yang bakal terjadi di sini" berkata Manguri
"sehingga karena itu, Sindangsari harus disembunyikan jauh sekali"
Lamat tidak menyahut. Ia hanya mengangguk-anggukkan
kepalanya saja. "He, apakah kau tidak mendengar"
Lamat mengangkat wajahnya. Katanya "Ya, aku mendengar. Nyai Demang memang harus di sembunyikan
jauh sekali. Ki Demang agaknya akan menyebar orang-
orangnya ke segenap penjuru daerah Selatan ini. Ke
Kademangan-kademangan tetangga, bahkan mungkin sampai ke seberang Sungai Opak
dan Praga. Manguri tidak menyahut. Tetapi ia merasa ngeri juga. Sejak semula ia memang
sudah menyangka, bahwa Ki Demang pasti akan marah dan mencari Sindangsari.
Tetapi tidak terbayang di dalam kepalanya, bahwa suasana Kademangan Kepandak
seakan-akan seperti sedang dalam keadaan perang. Kuda-kuda berkeliaran hilir
mudik. Orang-orang yang bersenjata di lambung dan mata yang merah pada wajah-
wajah yang tegang. "Marilah, kita segera pulang. Orang-orang itu masih belum juga datang" desis
Manguri kemudian. "Siapa?" bertanya Lamat.
"Orang-orang itu. Orang-orang yang semalam ikut serta ke Kademangan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Mereka mungkin telah menyingkir atau pulang ke rumah masing-masing"
"Mereka orang yang berdatangan dari kejauhan"
"Ada yang rumahnya di Kademangan tetangga. Mungkin
mereka singgah di rumah kawan-kawannya itu sampai
keadaan menjadi tenang"
"Mungkin mereka sudah ada di rumah sekarang"
Lamat tidak menyahut lagi. Merekapun kemudian dengan
tergesa-gesa pulang ke rumah Manguri. Ditinggalkannya lagi ternak dan segala isi
halaman itu tanpa seorangpun yang menungguinya.
Dalam pada itu, hampir setiap rumah di Kademangan
Kepandak telah dimasuki. Tetapi tidak seorangpun dari orang-orang yang mencari
Sindangsari itu menemukannya. Bahkan bekasnyapun tidak, seolah-olah perempuan
itu telah hilang lenyap. Ki Jagabaya, Ki Kebayan, semua laki-laki yang mengelilingi Kademangan Kepandak,
menjadi semakin panas. Mereka
merasa diri mereka menjadi semakin kecil karena mereka sama sekali tidak
berhasil menemukan seorang saja yang telah hilang dari Kademangan.
"Gila" Ki Jagabaya mengumpat-umpat "apakah Sindangsari benar telah ditelan
setan?" Pengiring-pengiringnya tidak menyahut. Wajah-wajah merekapun menjadi tegang dan kemerah-merahan.
"Kemana lagi kita harus mencari?" geram Ki Jagabaya
"semua rumah dan bahkan kandang-kandang lembu dan
kandang kuda telah kita masuki.
Daerah yang diserahkan kepada kita agaknya sudah habis kita lihat. Tetapi kami
tidak menemukan apa-apa. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Para pengiringnya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Mereka tetap berdiam diri, meskipun hati mereka bergejolak pula
seperti Ki Jagabaya. "Tidak masuk akal" Ki Jagabaya masih saja menggerutu
"nasinya masih belum selesai dimakan ketika ia tiba-tiba saja hilang dari


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kademangan. Tidak masuk akal"
Sementara itu, di bagian lain dari Kademangan Kepandak, Ki Reksatani yang yakin
bahwa Sindangsari sudah tidak ada di Kademangan Kepandak itupun telah memasuki
setiap rumah pula. Bahkan dengan lantang ia berteriak-teriak "Siapa yang
diketemukan menyembunyikan Nyai Demang atau menyediakan tempat baginya, akan dihukum seberat-
beratnya. Tetapi apabila dalam kesempatan ini ia berterus terang dan menunjukkan
tempat persembunyiannya, maka
kesalahannya akan dimaafkan"
Tetapi sudah tentu tidak ada seorangpun yang datang
kepadanya dan menunjukkan tempat Nyai Demang di
Kepandak. "Kemana lagi kita harus mencari?" desisnya kemudian
dengan nada dalam "aku tidak sampai hati melihat kakang Demang menjadi bersedih.
Lima kali ia kawin, semuanya tidak dapat memberikan keturunan kepadanya. Kini
ketika isterinya yang keenam mengandung, perempuan itu lenyap begitu saja"
Kawan-kawannya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja. "Aku tidak dapat membayangkan, bagaimana ia dapat
hilang begitu saja. Nasi yang sudah disenduknya masih belum seluruhnya
dimakannya ketika tiba-tiba saja ia lenyap" desis Ki Reksatani pula.
Beberapa orang kawannya hanya dapat mengangguk-
angguk dan mengangguk-angguk saja. Merekapun tidak dapat membayangkan apa yang
telah terjadiatas Nyai Demang yang hilang selagi ia belum selesai makan itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tetapi" tiba-tiba seseorang di antara mereka berkata
"apakah Nyai Demang sudah dicari di dalam ruangan itu?"
"Kenapa kau bertanya begitu?"
"Anak di rumah sebelah pernah juga di sangka hilang.
Tetapi ternyata ia berada di kolong pembaringannya. Agaknya ia memang di
sembunyikan oleh hantu, karena untuk
beberapa lama ia tidak dapat berbicara"
"Bukan hanya kolong pembaringan. Di semua tempat sudah dicari. Perempuan-
perempuan dan laki-laki tua mencarinya sambil memukul perampi, bakul dan pisau.
Tetapi perempuan itu tidak di ketemukannya"
Kawan-kawannyapun terdiam.
Tidak ada lagi yang mengatakan sesuatu. Sejenak kemudian merekapun meneruskan perjalanan mereka dengan kepala tunduk, seperti serombongan orang-
orang yang mengantarkan mayat ke
kuburan. Di bagian lain, setiap kelompok menjadi gelisah pula, karena mereka tidak
menemukan orang yang mereka cari.
"Mungkin Nyai Demang kini sudah ada di kademangan"
berkata seseorang. "Tentu ada tanda-tanda yang dibunyikan. Kentongan
misalnya" Kawannya yang berbicara mula-mula itupun mengangguk-
anggukkan kepalanya "Ya. Tentu ada tanda-tanda"
"Lalu, apakah yang sebaiknya kita lakukan sekarang. Tidak ada tempat bagi yang
terlampaui. Bahkan kita sudah
mencarinya di kuburan kalau-kalau ia di sembunyikan atau bersembunyi di sana"
Tidak ada yang menjawab. Dan merekapun berjalan terus, seakan-akan tanpa tujuan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Hari itu Kademangan Kepandak telah benar-benar dibakar oleh kegelisahan.
Suaranya benar-benar seperti suasana perang, seakan-akan mereka sedang menunggu
sepasukan musuh yang akan memasuki Kademangan itu dari segala
penjuru. Tetapi akhirnya, orang-orang yang mencari Sindangsari itupun sampai pada suatu
kesimpulan, bahwa mereka tidak dapat
menemukan perempuan itu di dalam daerah Kademangan Kepandak. Bagaimanapun juga mereka harus
melihat suatu kenyataan, bahwa di setiap rumah, di setiap gubug dan bahkan di
setiap kandang yang sudah mereka
masuki, mereka tidak menemukan Sindangsari.
Dengan demikian, meskipun hati mereka sangat berat,
namun merekapun akhirnya kembali pula ke Kademangan.
Dengan kepala tunduk, sekelompok demi sekelompok
memasuki halaman Kademangan, seperti pasukan-pasukan
yang pulang dari peperangan tanpa membawa kemenangan.
"Bagaimana usaha kalian?" bertanya Ki Demang kepada Ki Jagabaya yang telah
kembali ke Kademangan pula.
Ki Jagabaya menggelengkan kepalanya "Maaf Ki Demang
Aku sudah berusaha sejauh dapat aku lakukan. Tetapi aku masih belum
menemukannya" Wajah Ki Demang menjadi merah padam. Katanya "Soalnya bukan sekedar aku
kehilangan seorang istri. Tetapi kini sudah dihinakan oleh keadaan ini. Seolah-
olah di Kademangan Kepandak ini tidak ada seorang laki-lakipun yang dapat
melindungi seorang perempuan"
Ki Jagabaya tidak menyahut.
"Bagaimana kau Reksatani?"
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam. Sejenak ia
memandangi kawan-kawannya. Kemudian jawabnya "Kami
tidak dapat menemukan pula kakang. Semua rumah sudah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
aku masuki. Semua pintu sudah terbuka. Tetapi kami tidak dapat menemukannya"
"Persetan" Ki Demang menggeram "aku yakin yang lainpun akan menjawab seperti itu
pula. Ayo, siapa yang mempunyai jawaban lain?"
Tidak seorangpun yang duduk di pendapa Kademangan itu yang berani mengangkat
wajahnya. Semuanya tunduk tepekur dengan hati yang berdebar-debar. Mereka sadar,
bahwa Ki Demang kini benar-benar sudah sampai pada puncak
kemarahannya. "Baiklah" berkata Ki Demang kemudian "aku besok akan
mencarinya sendiri. Sebentar lagi senja akan turun. Aku tidak akan dapat banyak
berbuat di malam hari. Tetapi, aku tidak mau terjebak oleh waktu. Karena itu,
setiap lorong yang keluar dari Kademangan Kepandak di segala padukuhan harus
dijaga. Kalau hari ini Sindangsari masih ada di Kademangan ini, jangan sampai
malam nanti ia berhasil dibawa keluar atau kalau ia sengaja lari atas kehendak
sendiri, ia tidak akan dapat pergi dari daerah ini"
Semua kepala terangguk-angguk.
"Bukan hanya itu. Yang lain harus memencar ke daerah di sekitar Kademangan ini.
Mungkin kalian bertemu dengan seseorang yang membawanya. Kalau karena
kelicinannya ia dapat membawanya keluar, maka di sepanjang jalan kalian mungkin
akan menjumpainya" Sekali lagi semua kepala terangguk-angguk.
"Terserah kepada kalian, bagaimana kalian akan membagi diri. Akupun akan keluar
malam ini. Sendiri. Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia
berpaling kepada Ki Reksatani, kemudian kepada orang-orang lain, tampaklah
kegelisahan yang membayang di setiap wajah.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Sekarang beristirahatlah. Semua pertunjukan dibatalkan.
Tetapi kalian dapat makan dari semua persediaan yang ada di dapur"
Ki Demang tidak menunggu lagi. Iapun segera bangkit dan melangkah masuk.
Di ruang dalam ia melihat ibu Sindangsari yang duduk
sambil mengusap air matanya di samping kedua orang tuanya.
Ki Demang tertegun sejenak. Kemudian menghampirinya
sambil berkata "Maaf. Hari ini aku belum sempat menemukannya. Tetapi aku berjanji, bahwa aku harus
mendapatkannya. Kapan saja dan dimana saja. Kalau perlu aku akan meninggalkan
Kademangan ini mengelilingi Tanah Mataram dari ujung sampai ke ujung.
Pengembaraan ini tidak akan berakhir sebelum aku menemukan isteriku"
Ibu Sindangsari mencoba untuk tersenyum. Jawabnya
"Terima kasih. Tetapi Ki Demang tidak akan dapat
meninggalkan tugas Ki Demang di sini sebagai pemegang kemudi"
"Aku dapat menitipkannya kepada Reksatani. Ia adalah
adikku. Dan iapun berhak pula atas Kademangan ini. Ia dapat mengganti aku dalam
wewenang dan hak yang sama, apabila aku tidak kembali lagi ke Kademangan ini"
"Taruhan itu terlampau berat Ki Demang"
"Tetapi buat apa aku tetap berada disini" Seandainya aku bertahan di dalam
kedudukanku buat apakah sebenarnya" Aku bukan orang yang paling baik di
Kademangan ini. Aku bukan satu-satunya orang yang dapat mengemudikannya dan aku
bukan satu-satunya orang yang berhak. Kalau aku kehilangan isteriku yang sedang
mengandung itu, aku sudah kehilangan semua harapan untuk mendapatkan keturunan.
Tidak akan ada orang yang kelak dapat menggantikan kedudukannya
sebagai seorang Demang. Dengan demikian maka kedudukan itu pasti akan berpindah
pula kepada Reksatani atau anak-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
anaknya. Dan aku tidak tahu, apakah ia justru tidak lebih baik daripadaku untuk
memimpin Kademangan ini. Ia adalah orang yang rajin yang bercita-cita dan
berpikiran hidup. Mungkin ia akan lebih baik daripadaku disini"
"Tetapi keputusan itu terlampau tergesa-gesa Ki Demang.
Kini Ki Demang sedang dibayangi oleh kegelapan hati"
"Mungkin, dan aku akan berpikir kembali. Tetapi bagaimanapun juga, aku harus menemukan isteriku"
Ibu Sindangsari tidak menyahut lagi. Di pandanginya wajah Ki Demang yang
kemudian menunduk. Tampaklah betapa
hatinya sedang dilanda oleh kegelisahan dan kebingungan.
Setapak demi setapak Ki Demang itupun kemudian
meninggalkan ibu mertuanya. Kepalanya masih juga tertunduk dan hatinya bahkan
menjadi semakin risau. Namun tiba-tiba Ki Demang itu menggeram "Aku harus
Pendekar Super Sakti 19 Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Pedang Tanpa Perasaan 12
^