Pencarian

Matahari Esok Pagi 16

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 16


menemukannya. Harus. Apapun yang akan terjadi"
Ketika bayangan gelap mulai meraba wajah Kademangan
Kepandak, maka Ki Demangpun segera bersiap. Malam itu ia ingin keluar dan pergi
kemana saja. Ia tidak ingin ditemani oleh siapapun juga, supaya ia dapat berbuat
sesuka hatinya. Demikianlah, ketika malampun turun, beberapa orang telah memencar untuk
mengawasi semua jalan keluar dan masuk Kademangan Kepandak. Tidak ada sebuah
lorongpun yang terlampaui. Bahkan pematang-pematang di tengah sawahpun mendapat pengawasan yang
saksama. Tidak ada seorangpun yang
dapat keluar dari Kademangan tanpa melalui pengawasan. Lamat yang ketika senja turun berada di sawah, melihat betapa orang-orang
Kademangan Kepandak menjadi sibuk
sejak malam menjadi gelap. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya
ia berkata kepada diri sendiri "Alangkah pengecutnya aku ini. Kalau aku memiliki keberanian untuk
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melupakan kepentinganku sendiri kalau aku mempunyai
keberanian untuk melupakan budi itu, aku dapat berbuat sesuatu. Orang-orang di
Kepandak tidak perlu menjadi
kebingungan seperti sarang semut yang tersentuh api. Aku cukup datang kepada Ki
Demang di Kepandak dan mengatakan di mana Sindangsari itu berada. Ki Demang pasti akan segera
bertindak" Tetapi Lamat menggelengkan kepalanya. Katanya kepada
diri sendiri pula "Alangkah jahatnya aku ini. Keluarga ini sudah melepaskan aku
dari bencana. Umurku sudah disambungnya.
Dan aku tidak akan dapat mengkhianatinya"
Ketika terbayang olehnya wajah Sindangsari yang pucat dan ketakutan di hadapan
mata Manguri yang membara,
Lamat memejamkan matanya. Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ia berdesis
"Tidak. Itu tidak boleh terjadi"
Namun kemudian melonjak sebuah pertanyaan di hatinya
"Kalau itu terjadi, apakah yang akan kau lakukan?"
Tubuh Lamat terasa menjadi lemah. Hampir tidak
bertenaga ia terduduk diatas pematang berpegangan pada tangkai cangkulnya. Ia
tidak menghiraukan lagi ketika terasa kakinya menjadi basah karena air di sawah
itu menjadi semakin tinggi, bahkan ketika ujung kainnya yang berjuntai di antara
kedua kakinyapun menjadi basah pula.
Dalam pada itu, Ki Demangpun telah berjalan menyusuri jalan-jalan Kademangan. Ia
tidak tahu apa yang akan dilakukannya. Tetapi ia berjalan juga dari satu padukuhan ke padukuhan yang
lain. Para peronda yang melihatnya hanya dapat menganggukkan kepalanya saja,
karena Ki Demang tidak mau menjawab pertanyaan apapun selain berkata "Aku akan berjalan-jalan"
Di tiap-tiap mulut lorong, dua atau tiga orang yang
mengawasi orang yang lewat, masih sempat berganti-gantian tidur. Yang satu
tidur, yang satu berjaga-jaga.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Atau yang dua tidur, yang satu berjaga-jaga. Mereka masih dapat, meskipun hanya
sekejap beristirahat untuk melepaskan lelah.
Tetapi Ki Demang di Kepandak tidak demikian. Ia tidak mempunyai seorang kawanpun
yang dapat membantunya, menggantikannya berjalan sepanjang jalan-jalan padukuhan.
Tidak seorangpun yang dapat membantunya memikul beban yang terasa sangat berat
menghimpit dadanya. Di sepanjang jalan, seakan-akan telah terbayang kembali, apa yang telah terjadi
sepanjang umurnya. Terutama sejak ia menjadi seorang Demang menggantikan
kedudukan ayahnya. Ki Demang menundukkan kepalanya kalau terbayang
kembali di kepalanya, bagaimana ia telah mengambil enam orang perempuan
berturut-turut menjadi isterinya. Beberapa orang di antaranya sama sekali tidak
berkeberatan, bahkan ada yang dengan bangga menepuk dada, bahwa ia akan
menjadi isteri Demang di Kepandak. Tetapi yang lain,
perkawinan itu sama sekali tidak memberikan kebahagiaan. Ia telah merampas
perempuan-perempuan itu dari laki-laki yang telah saling mencintai. Ia telah
merusakkan hati sepasang manusia yang sedang membina pengharapan di hari-hari
mendatang. Tetapi tidak seorangpun yang dapat menentang kekuasaan.
Selain ia seorang Demang yang berkuasa, iapun seorang laki-laki yang hampir
tidak ada bandingnya di daerah Selatan ini.
Baru sekarang Ki Demang mencoba melihat kembali,
apakah yang sebenarnya telah terjadi itu. Alangkah sakitnya seseorang yang tiba-
tiba saja harus berpisah dengan orang-orang yang dikasihinya. Seperti yang
dialaminya kini meskipun ia bukan seorang suami yang sebenarnya bagi
Sindangsari. Tetapi kehidupan mereka yang mulai tenang, telah menumbuhkan suatu ikatan bagi keduanya, terutama bagi Ki Demang di Kepandak.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Semuanya itu seolah-olah terbayang kembali di hadapannya. Jelas sekali. Satu persatu isterinya membayang di dalam kegelapan.
Seorang dari mereka, seperti pada saat ia masih menjadi isterinya, telah memaki-
makinya dengan kata-kata yang paling menyakitkan hati, sehingga hampir saja
perempuan itu dibunuhnya. Tetapi seorang diantara mereka, menyimpan segala
derita di dalam hati, Sehingga akhirnya ia tidak dapat melawan kepahitan hidup.
Perlahan-lahan ia telah dicekik oleh maut. Beberapa lama ia menderita sakit,
sehingga sampai juga pada saatnya, perempuan itu meninggal dunia.
Akhirnya ia menjumpai Sindangsari. Ia telah merenggut perempuan itu dari tangan
seorang laki-laki yang dicintainya dengan paksa. Dengan menengadahkan dadanya,
ia berkata "Tidak ada seorangpun yang dapat melawan kehendakku"
Namun perkawinan itupun hampir saja menumbuhkan
pembunuhan ketika Ki Demang sadar, bahwa isterinya itu telah mengandung, justru
dengan laki-laki yang dicintainya.
Laki-laki yang telah di singkirkannya. Bahkan di jerumuskannya ke dalam jeratan maut.
Tetapi apa yang terjadi kemudian. Ketika ia sudah mulai memahami kenyataan
tentang bayi di dalam kandungan itu, tiba-tiba isterinya telah hilang. Hilang
tanpa diketahui kemana. Ki Demang itu menggeretakkan giginya. Ternyata kekuasaan yang ada padanya tidak mampu mempertahankan perempuan yang telah
direnggutnya itu. "Aku telah berdosa dua kali lipat" seolah-olah terdengar suara dari dalam sudut
hatinya yang paling dalam "Aku sudah mengambilnya dari laki-laki yang
dicintainya dan kini aku tidak dapat melindunginya"
Kepala Ki Demang menjadi semakin tunduk karenanya. Di pandanginya ujung kakinya
yang melangkah satu-satu diatas tanah yang berpasir.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tetapi bagaimana kalau perempuan itu sengaja melarikan diri karena Pamot sudah
pulang atau sudah ada isyarat daripadanya?" pertanyaan itu telah mengganggunya
pula. "Aku bunuh perempuan itu" geram Ki Demang "kalau ia
sengaja menghinakan aku, aku bunuh ia bersama laki-laki itu"
Tiba-tiba Ki Demang menggeretakkan giginya. Namun
kemudian ia menarik nafas dalam-dalam. Dirabanya dadanya dengan telapak
tangannya, seakan-akan ingin menjaga agar dada itu tidak meledak.
Langkah Ki Demang terhenti ketika ia melihat dua orang duduk diatas rerumputan
di pinggir lorong. Di sampingnya seorang lagi berbaring di bawah selimut kain
panjang yang menutup seluruh tubuhnya.
"Selamat malam Ki Demang" salah seorang dari mereka
telah menegurnya. Ki Demang memandang kedua orang yang kemudian
berdiri di hadapannya. "Kami mendapat tugas disini Ki Demang" berkata seorang yang lain.
"Terima kasih atas kesediaan kalian" gumam Ki Demang.
Tetapi kata-kata itu rasa-rasanya seperti begitu saja meloncat dari mulutnya.
Tanpa bertanya apapun lagi, Ki Demang itupun kemudian berbalik dan melangkah
pula dengan kepala tunduk menyelusuri jalan di Kademangannya.
"Kasihan" desis salah seorang dari kedua orang yang
bertugas mengawasi jalan itu.
"Ia menjadi terlampau bingung. Lima isterinya tidak
memberikan keturunan untuknya"
Kedua orang itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Merekapun kemudian duduk kembali diatas rerumputan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ketika aku dengar ia mengambil seorang gadis yang
sebenarnya telah saling mencintai dengan seorang laki-laki Gemulung, aku
mengumpatinya. Tetapi sekarang, aku
menaruh kasihan juga kepadanya"
Kawannya tidak menyahut. Dipandanginya saja Ki Demang yang seakan-akan menjadi
semakin kabur dan hilang di dalam kegelapan malam.
Ternyata, seperti orang yang kehilangan perasaan, Ki
Demang berjalan hampir semalam suntuk. Baru ketika fajar membayang di langit, ia
melangkahkan kakinya kembali ke Kademangan, setelah di dalam perjalanannya yang
hampir semalam suntuk tidak dijumpainya sesuatu yang berhubungan dengan
hilangnya isterinya. Hati Ki Demang itu menjadi semakin pudar ketika ia
memasuki ruangan dalam rumahnya, di lihatnya ibu
Sindangsari masih duduk di amben tengah. Agaknya
perempuan yang telah kehilangan anak satu-satunya itupun tidak dapat tidur
semalam suntuk. Tetapi ibu Sindangsari itu sama sekali tidak bertanya sesuatu kepada Ki Demang.
Ia tahu, bahwa Ki Demang tidak menemukan anaknya. Kalau ia menemukan
Sindangsari, maka Sindangsari, pasti sudah dibawanya pulang.
Namun justru karena itu, Ki Demang menjadi semakin
merasa, seakan-akan ibu Sindangsari meletakkan semua
kesalahan kepadanya. Perlahan-lahan Ki Demang memasuki biliknya. Ia mencoba berbaring sejenak tanpa
berganti pakaian. Tanpa mencuci kaki dan tanpa melepaskan kerisnya dari
lambungnya. Tetapi hatinya seakan-akan justru menjadi semakin gelap.
Atap rumahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun ditatapnya, sama sekali tidak
memberikan kesegaran apapun baginya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Seperti tidak disadari Ki Demang itupun berdiri dan berjalan sambil menundukkan
kepalanya ke bilik isterinya. Di muka pintu ia tertegun sejenak. Memang tidak
lajim, bahwa sepasang suami isteri mempunyai dua bilik yang berbeda.
Tetapi demikianlah yang dialaminya. Sejak isterinya yang pertama sampai
isterinya yang ke enam, Ki Demang selalu tidur di biliknya sendiri.
Dan kini, bilik Sindangsari itu menjadi sepi. Sepi sekali.
Apalagi hatinya sendiri. Tetapi Ki Demang tidak memasuki bilik yang kosong itu. Ia kemudian melangkah
terus menuju ke dapur. Ia sendiri tidak tahu, apakah yang sudah membawanya
kesana. Di dapur ia melihat Nyai Reksatani yang agaknya baru saja bangun duduk
di amben yang besar. Beberapa orang perempuan sudah
mulai menyalakan api dan merebus air.
Tetapi Ki Demang tidak mengucapkan sepatah katapun
juga. Ia melangkah terus ke halaman belakang. Namun
kemudian ia kembali lagi ke dalam biliknya dan mencoba sekali lagi untuk
berbaring. Sejenak kemudian maka terdengar ayam jantan mulai
berkokok untuk yang terakhir kalinya di malam itu. Bersahut-sahutan dari kandang
yang satu ke kandang yang lain,
memenuhi seluruh Kademangan Kepandak.
Beberapa rang yang mengawasi lorong-lorong yang keluar dari Kademangarpun mulai
meninggalkan tempat mereka.
Kepada beberapa orang petani yang sudah ada di sawah
mereka berpesan, apabila mereka melihat seseorang yang mereka curigai, kalau
perlu sebaiknya orang itu ditahan sejenak atau dibawa ke Kademangan.
Ketika matahari mulai menyembulkan dirinya di punggung bukit maka hampir semua
orang yang bertugas mengawasi lorong-lorong dan jalan-jalan keluar dari
Kademangan Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kepandak telah berada di Kademangan kembali, termasuk Ki Jagabaya dan Ki
Reksatani. "Sekarang kalian beristirahat sebentar. Kalian dapat mandi, makan dan berganti
pakaian. Nanti, sebagian dari kalian akan mengelilingi Kademangan ini sekali
lagi. Aku sendirilah yang akan memimpin pencaharian itu. Kalau hari ini kami
tidak menemukannya disini, maka besok kita akan pergi ke
Kademangan tetangga. Kita akan minta bantuan mereka untuk mencari Sindangsari di
daerah mereka masing-masing"
Dada mereka yang mendengarnya menjadi berdebar-debar.
Dalam keadaan demikian, akan mudah sekali timbul salah paham dengan daerah
tetangga. Tetapi di daerah Selatan ini, tidak ada seorang Demangpun yang dapat
mengimbangi ilmu Ki Demang di Kepandak. Hal ini disadari pula oleh Ki Demang di
Kepandak, sehingga justru karena itu, hatinya yang buram dapat menumbuhkan
banyak masalah di daerah Selatan ini.
Ki Jagabaya yang hadir juga di pendapa, hanya dapat
menarik nafas dalam-dalam. Semua persoalan yang dapat tumbuh akan menjadi
bebannya pula. Tetapi dalam keadaan yang demikian ia tidak berani langsung
mempersoalkannya. "Mudah-mudahan setelah sehari ini Ki Demang menjadi
agak tenang" berkata Ki Jagabaya di dalam hatinya "sehingga aku mendapat
kesempatan untuk memberikan pendapatku"
Dalam pada itu Ki Reksatani hanya dapat menundukkan
kepalanya saja. Meskipun ia juga menjadi berdebar-debar, bahwa persoalan ini
akan berkembang semakin luas, namun ia tidak dapat melangkah surut.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Adalah kebetulan sekali kalau kakang Demang menjadi
gila" katanya di dalam hati "mungkin ia akan mengalami bencana di dalam
kegilaannya, atau ia harus berhadapan dengan pasukan yang pasti akan dikirim
oleh Sinuhun di Mataram, atau setidak-tidaknya oleh para Senapati yang berwenang
di daerah Selatan ini, apabila di daerah ini timbul
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kerusuhan yang tidak teratasi. Para Demang yang merasa dirugikan pasti akan
menghadap para pemimpin pemerintah yang berkewajiban atas daerah ini. Setidak-
tidaknya seorang Bupati akan menaruh perhatian"
Demikianlah ketika matahari telah menjadi semakin tinggi maka Ki Demangpun
kemudian mempersiapkan orang-orangnya. Ia hanya mengambil beberapa orang saja
untuk menyertai Ki Reksatani, Ki Jagabaya, Ki Kebayan dan
beberapa orang bebahu di tambah beberapa orang saja, di antara dari para
pengawal Kademangan. Anak-anak muda
yang tidak ikut serta terpilih untuk dikirim ke Mataram.
"Kita akan menjelajahi Kademangan ini sekali lagi.
Meskipun harapan untuk menemukannya tipis sekali, tetapi aku akan mencobanya
sebelum aku akan melangkah keluar"
Orang-orang yang hadir di pendapa itu mengangguk-
anggukkan kepalanya. "Apakah kalian sudah siap?" bertanya Ki Demang.
"Sudah Ki Demang" Ki Jagabayalah yang menyahut.
"Baiklah. Kali ini kita akan berkuda pula. Kita akan mulai dari ujung Barat.
Kemudian sampai ke ujung Timur"
"Apakah kita akan memasuki setiap rumah?" Ki Demang
menjadi bingung sejenak. Ia tidak tahu, cara yang manakah yang akan ditempuhnya.
Namun kemudian ia menggelengkan kepalanya. Katanya "Tidak. Kita tidak akan
memasuki setiap rumah. Kita akan menjelajahi lorong-lorongnya saja.
"Tetapi Ki Demang, apakah yang dapat kita temui di
lorong-lorong itu" "Kita akan memasuki rumah yang kita curigai. Aku akan menemui tetua padukuhan.
Kalau ternyata isteriku di
sembunyikan di padukuhannya, maka aku akan menghukumnya. Mereka, sesudah hari ini, harus membantu berusaha mencari
Sindangsari di daerah masing-masing, Kalau
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dalam waktu sepekan Sindangsari tidak dapat di ketemukan dengan cara itu di
daerah ini, aku akan mengambil sikap lain, sementara mulai besok aku akan
mencarinya keluar daerah"
Demikianlah maka setelah semuanya siap, Ki Demangpun
kemudian berangkat di iringi oleh beberapa orang kepercayaannya diatas punggung kuda. Seperti pasukan yang hendak berperang,
mereka mulai perjalanan mereka ke arah Barat. Dari ujung Baratlah kemudian
mereka memasuki setiap padukuhan satu demi satu. Ki Demang sendiri telah menemui
setiap tetua padukuhan. Ia minta mereka membantunya
mencari isterinya. Tetapi ia juga mengancam hukuman yang seberat-beratnya
apabila ternyata Sindangsari kelak diketemukan di padukuhan itu oleh orang lain, bukan oleh orang padukuhan itu
sendiri. "Kami akan membantu Ki Demang. Kami akan meneliti
lebih teliti lagi" berkata salah seorang tetua padukuhan.
"Terima kasih. Aku segera menunggu keterangan. Aku
memberi waktu sepekan sebelum aku menempuh kebijaksanaan lain" Para tetua padukuhan itu hanya menarik nafas dalam-
dalam: Namun terbayang di rongga mata mereka, betapa
mereka menjadi cemas menghadapi keadaan itu.
Ternyata pekerjaan itu bukanlah pekerjaan yang cepat
dapat diselesaikan. Ki Demang sendiri sama sekali tidak tampak letih meskipun
semalam suntuk ia tidak tidur sama sekali. Ia masih dapat berbicara dengan
lantang kepada setiap tetua padukuhan, bahkan sekali-sekali membentak-bentak.
Namun kemudian dengan rendah hati ia mengucapkan terima kasih atas semua
kesanggupan para tetua padukuhan itu.
Kelompok orang-orang berkuda itu semakin lama semakin merayap kesebelan Timur.
Tidak ada padu-kuhan yang tidak terlampaui. Tidak ada seorang tetua padukuhanpun
yang tidak ditemui oleh Ki Demang.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika matahari naik ke puncak mereka telah hampir
sampai ke tengah-tengah Kademangan Kepandak. Tetapi Ki Demang tidak berhenti. Ia
masih tetap meneruskan usahanya.
Kadang-kadang kuda-kuda mereka itu berpacu di tengah-
tengah bulak yang mengantarai padukuhan yang satu dengan padukuhan yang lain.
Namun kemudian menyusuri jalan-jalan sempit perlahan-lahan.
Semakin rendah matahari, merekapun menjadi semakin
jauh ke Timur. Di hadapan mereka kini tinggal ah dua
padukuhan lagi. Padukuhan kecil. Karena itu, maka Ki Demang tidak lagi menjadi
tergesa-gesa meskipun ia tetap gelisah.
Sejenak Ki Demang memandang kedua padukuhan yang
tidak begitu jauh letaknya itu berganti-ganti. Sekali ia menarik nafas dalam-
dalam seolah-olah ingin menekan semua perasaannya yang sedang bergejolak. Bahkan seolah-olah ia sudah meyakini, bahwa
ia tidak akan dapat menemukan
Sindangsari di padukuhan itu. Tetapi setidak-tidaknya ia sudah dapat menemui
tetua dari kedua padukuhan itu untuk
mengawasi daerah masing-masing.
Tetapi tiba-tiba Ki Demang itu tertegun sejenak. Dari kejauhan ia melihat debu
yang mengepul. Semakin lama
semakin dekat. Bukan saja Ki Demang, namun orang-orang lain di dalam rombongannyapun terkejut
puia. Ki Jagabaya dan Ki Reksatani yang berada di belakangnya, tiba-tiba
mendesak maju dan berhenti di samping Ki Demang.
"Sekelompok orang-orang berkuda" desis Ki Jagabaya.
"Ya" sahut Ki Demang "sekelompok orang-orang berkuda.
Ki Reksatanipun menjadi tegang pula. Katanya "Siapa kah mereka itu?"
Ki Demang menggelengkan kepalanya "Tidak seorangpun
dari antara kita yang tahu, siapakah mereka itu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Merekapun kemudian terdiam. Dengan tegangnya mereka
melihat debu yang mengepul semakin tinggi dan semakin dekat.
"Kita menunggu disini" berkata Ki Demang "agaknya
mereka datang ke arah ini"
Ki Jagabaya mengangguk-anggukkan kepalanya. Beberapa
orang yang ada di belakang Ki Jagabayapun menjadi tegang pula. Mereka tidak
melihat sekelompok orang-orang berkuda sampai sebanyak itu.
"Aneh" berkata Ki Demang "apakah yang datang itu
sepasukan prajurit dari Mataram?"
Tidak seorangpun yang menyahut. Mereka terpancang
pada debu yang semakin tinggi mengepul diudara.
"Duapuluh lima ekor kuda" berkata salah seorang.
"Lebih dari itu" sahut Ki Jagabaya "empat puluh kurang lebih"
"Ya, empat puluh kurang sedikit" sahut Ki Reksatani.
Dengan hati yang berdebar-debar Ki Demang berhenti di tengah Jalan menunggu
orang-orang berkuda itu mendekat.
Namun demikian, karena hatinya sendiri memang lagi gelap, iapun segera
menanggapi kedatangan orang-orang berkuda itu dengan hatinya yang gelap itu
pula. "Apabila kita berhadapan dengan orang-orang jahat yang barangkali telah menculik
Sindangsari, salah seorang dari kalian harus segera kembali ke Kademangan.
Siapkan semua orang, terutama para pengawal untuk membantu kita disini.
Jumlah mereka lebih banyak dari jumlah kita yang ada
sekarang" Ki Jagabaya mengangguk anggukkan kepalanya. Katanya
"Baik Ki Demang. Dua orang akan melakukan tugas itu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Demangpun kemudian berdiam diri sejenak, namun
wajahnya menjadi semakin tegang.
Kuda-kuda itupun menjadi semakin dekat pula. Dengan
nada yang dalam Ki Demang berkata "Bukankah mereka
kesatuan prajurit Mataram?"
"Ya" sahut Ki Jagabaya.
"Apakah yang akan mereka lakukan" Mereka datang dalam suatu kelompok yang besar,
pasukan berkuda pula"
Ki Jagabaya tidak menjawab. Tetapi kerut-merut di
keningnya menjadi semakin dalam.
Pasukan itupun kemudian menjadi semakin dekat, dan Ki Demang serta orang-
orangnya menjadi semakin jelas, bahkan akhirnya mereka mengenali beberapa wajah
dari pasukan itu. "Anak-anak kita" Ki Jagabaya hampir berteriak "anak-anak kita yang selama ini
kita tunggu-tunggu" Wajah Ki Jagabaya tiba-tiba menjadi cerah. Hampir saja ia bergerak menyongsong
pasukan itu. Tetapi Ki Demang
menahannya sambil berkata "Kita menunggu disini"
Wajah Ki Reksatanipun menjadi tegang. Kedatangan
mereka pasti akan berpengaruh bagi tata kehidupan
Kademangan Kepandak. Ia tidak dapat meramalkan, perubahan yang manakah yang bakal terjadi. Apakah yang akan menguntungkannya,
atau sebaliknya. Seorang Senopati prajurit Mataram yang ada di paling
depan kemudian mengangkat tangannya. Beberapa langkah di hadapan Ki Demang ia
menghentikan kudanya. Sambil
tersenyum ia bertanya "Ki Demang di Kepandak. Bukankah aku berhadapan dengan Ki
Demang di Kepandak" "Ya tuan" berkata Ki Demang "tuan berhadapan dengan
Demang di Kepandak" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Nah, terima kasih. Dari manakah kalian tahu, bahwa hari ini aku akan
mengantarkan anak-anak Kepandak kembali, setelah menunaikan tugasnya sebaik-
baiknya" Ki Demang mengerutkan keningnya. Tetapi kemudian ia
menyahut "kami tidak tahu bahwa tuan akan datang"
"Tetapi agaknya Ki Demang telah mempersiapkan suatu
penyambutan diperbatasan Kademangan"
Ki Demang menjadi bingung sejenak. Namun kemudian ia
menjawab "Tidak tuan. Ini adalah suatu kebetulan saja. Kami sama sekali tidak
tahu bahwa anak-anak kami sudah kembali"
"Kami sudah datang beberapa hari yang lampau. Tetapi
sengaja kami tidak memberitahukan kepada kalian disini, supaya tidak menimbulkan
ketegangan. Dan hari ini aku mendapat tugas untuk menyerahkan mereka kembali
kepada Ki Demang" Ki Demang menjadi tegang. Dan tiba-tiba ia bertanya. Jadi pasukan ini sudah
datang beberapa hari yang lampau?"
"Ya. Beberapa hari yang lampau"
Ki Demang terdiam sejenak. Dengan sorot mata yang
tajam, dipandanginya wajah wajah anak Kepandak itu satu demi satu. Meskipun
sedikit tertutup oleh orang yang berkuda di depannya, namun Ki Demang segera
mengenal satu di antara mereka "Pamot"
Tiba-tiba saja dada Ki Demang berdesir. Sejenak matanya terpaku pada anak muda
itu. Anak muda yang tampak agak kekurus-kurusan dibandingkan ketika ia berangkat
dari Kademangan Kepandak beberapa bulan yang lampau.
Pamot yang merasa tatapan mata Ki Demang seolah-olah
terhunjam ke jantungnyapun kemudian menundukkan kepalanya. Ia tidak mengerti, perasaan apakah yang
sebenarnya berkecamuk di dalam hati Demang di Kepandak itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tuan" berkata Ki Demang kemudian "kalau anak-anak ini sudah kembali sejak
beberapa hari yang lalu, apakah
sebabnya tuan tidak memberi tahukan hal itu kepada kami, setidak-tidaknya
pimpinan Kademangan, kalau hal itu tuan cemaskan akan dapat menimbulkan
ketegangan. Kami, para pemimpin
dari Kademangan ini pasti akan dapat memperhitungkan, manakah yang baik dan manakah yang
tidak baik kami lakukan"
Senapati Mataram yang berada di paling depan itu
mengerutkan keningnya. Tetapi ia kemudian menjawab "Maaf Ki Demang. Anak-anak
masih perlu beristirahat. Kalau
keluarga mereka tahu, bahwa mereka sudah ada di Mataram, maka
mereka akan berbondong-bondong pergi untuk
menengok keluarganya itu. Dengan demikian maka tidak akan ada keterangan yang
pasti tentang diri mereka. Mungkin ada yang tidak dapat di ketemukan diantara
yang datang, mungkin ada yang masih terlampau payah, ada yang sakit dan sebab-
sebab yang lain. Di waktu yang singkat, kami berusaha untuk menyusun laporan
yang pasti tentang anak-anak dari
Kepandak yang hari ini akan kami serahkan kembali kepada Ki Demang"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi
sorot matanya seakan-akan sama sekali tidak menanggapi kata-kata Senapati itu.
Bahkan di dalam hatinya ia berkata "Di dalam beberapa hari itu. Pamot dapat
berbuat apa saja. Ia dapat lari dari kesatuannya untuk beberapa lama. Di saat-
saat itulah ia mendapat kesempatan untuk mengambil Sindangsari setelah ia
berhasil menghubunginya dahulu. Mungkin ia mempergunakan orang lain untuk
menyampaikan maksudnya kepada Sindangsari dan Sindangsari telah membantu pula
usaha itu" "Ki Demang" berkata Senapati itu, sehingga Ki Demang
agak terperanjat karenanya "Kenapa Ki Demang agak
termangu-mangu menerima anak-anak ini kembali"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak, tidak" Ki Demang agak tergagap "tetapi aku sedang memikirkan beberapa
masalah yang timbul di dalam
Kademangan ini. Kami akan menerima dengan senang hati kedatangan anak-anak kami
ini, dan kami akan menerimanya dengan resmi di halaman Kademangan"
"Terima kasih" sahut Senapati itu "jadi, apakah kami dapat meneruskan perjalanan
kami ke Kademangan?"
"Tentu tuan, tetapi..." kata-kata Ki Demang terputus.
"Tetapi...." Senapati itu mengulang.
Ki Demang tidak segera menyahut. Setiap kali tatapan
matanya menyambar wajah Pamot yang agak pucat.
Pamotpun menjadi berdebar-debar pula. Ia merasa tatapan mata Ki Demang itu
mengandung arti yang mendebarkan
jantungnya. Tetapi ia tidak tahu, apakah yang akan dilakukan Ki Demang di
Kepandak itu atasnya. "Apakah ada sesuatu yang kurang wajar?" bertanya
Senapati itu "atau karena Ki Demang merasa kecewa, bahwa kami tidak
memberitahukan dahulu kedatangan anak-anak ini"
Aku kira Ki Demang dapat mengerti alasan kami"
"Bukan, bukan itu" jawab Ki Demang. Sejenak ia
merenung, namun kemudian ia berkata "Tuan, apaboleh buat, apakah aku dapat
berterus-terang" "Tentu, silahkan"
Tetapi sebelum Ki Demang berkata sesuatu. Ki Jagabaya telah menggamitnya sambil
berkata "Ki Demang, apakah tidak lebih baik kita terima dahulu anak-anak itu di
halaman Kademangan" A ku tahu bahwa Ki Demang tergesa-gesa
mengemukakan persoalan Ki Demang sekarang. Agaknya itu kurang bijaksana"
Ki Demang berpaling kepada Ki Jagabaya. Sejenak ia
terdiam namun kemudian ia berkata "Tidak Ki Jagabaya. Lebih
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
baik bagiku apabila aku mengemukakan persoalanku sekarang. Kami akan menerima anak-anak yang sama sekali bersih dari segala
kejahatan yang mungkin dilakukannya"
"Tetapi bukankah itu masih belum pasti. Bukankah Ki
Demang juga baru menyangka bahwa hal itu dilakukannya?"
potong Ki Jagabaya yang sedikit banyak dapat membaca
perasaan yang terpahat di hati Ki Demang di Kepandak.
"Tidak" Ki Demang menggelengkan kepalanya "Aku akan
menerima anak-anak kami. Tetapi aku akan menyisihkan
dahulu anak yang mungkin berbuat suatu kejahatan"
"Ki Demang" bertanya Senapati yang memimpin anak-anak di Kepandak itu "apakah
yang Ki Demang maksudkan?"
"Tuan" berkata Ki Demang "sesuatu telah terjadi di
Kademangan ini. Dan aku telah mencurigai, bahwa hal itu dilakukan oleh salah
seorang dari anak-anak kami itu"
"Apakah yang sudah terjadi" Dan bagaimana mungkin
anak-anak ini dapat melakukannya?"
"Semula aku memang tidak menyangka. Tetapi setelah aku mendengar bahwa anak-anak
ini telah beberapa hari berada di Mataram, maka kecurigaankupun segera tumbuh"
"Apakah yang sudah terjadi"
"Jarak antara Mataram dan Kepandak tidak terlampau jauh"
"Ya, tetapi apakah yang sudah terjadi?"
"Tuan" Ki Jagabaya memotong "agaknya hal itu kurang
baik apabila kita bicarakan sekarang" Kemudian kepada Ki Demang Ki Jagabaya itu
berkata "Cobalah Ki Demang
menahan hati sedikit. Kita akan menerima mereka dahulu di Kademangan. Anak-anak
yang baru saja menunaikan tugas negara. Bukan sekedar melakukan perjalanan
tamasya ke daerah yang belum pernah dilihatnya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku tahu. Aku tahu" tiba-tiba Ki Demang membentak "Aku akan mengadakan malam-
malam penyambutan tujuh hari
tujuh malam. Semua pertunjukan yang dibatalkan akan
dilanjutkan untuk menyambut anak-anak kami, kebanggaan kami. Tetapi yang seorang
dari antara mereka harus diserahkan kepadaku lebih dahulu. Aku akan meyakinkannya, apakah benar-benar ia
tidak bersalah. Kalau aku kemudian yakin ia tidak bersalah, aku akan
melepaskannya. Tetapi kalau aku tidak yakin, aku akan menggantungnya di regol
Kademangan" "Ki Demang" potong Senapati itu "apakah sebenarnya yang sudah terjadi"
"Tetapi Ki Demang terlampau tergesa-gesa karena Ki
Demang membiarkan perasaan Ki Demang berbicara" berkata Ki Jagabaya mendahului.
"Diam, diam kau" tiba-tiba Ki Demang berteriak.
Suasana itupun menjadi tegang. Ki Demang duduk diatas punggung kudanya seperti
seorang yang sedang menghadapi sepasukan musuh yang kuat.
Baik pada pengikut Ki Demang di Kepandak, maupun anakanak Kepandak yang baru
saja datang dari Mataram itu
seolah-olah telah membeku di tempatnya. Apalagi Pamot. Kini ia merasa, bahwa
yang seorang itu pastilah dirinya yang selama ini selalu diawasi oleh Ki Demang
dengan tatapan mata yang tajam.
"Ki Demang" berkata Senapati itu kemudian dengan sareh
"agaknya sesuatu memang sudah terjadi sehingga Ki Demang agaknya menjadi sangat
terpengaruh karenanya. Sikap Ki Demang kali ini benar-benar mengherankan. Kami
sudah lama mendengar nama Ki Demang di Kepandak. Tetapi ternyata ketika anak-
anaknya datang dari daerah yang paling gawat Ki Demang sedang diamuk oleh suatu
goncangan perasaan sehingga bersikap agak kekanak-kanakan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Jangan menghina tuan" potong Ki Demang "Aku hormati
tuan sebagai tamu kami. Kalau tuan mengetahui persoalan kami, maka aku kira tuan
tidak akan mengatakan demikian"
"Baiklah Ki Demang, aku ingin mendengar persoalan itu.
Kalau Ki Demang memang merasa perlu menyampaikannya
sekarang, akupun tidak akan berkeberatan"
"Baiklah" sahut Ki Demang "Aku memang akan mengatakannya sekarang. Aku tidak mau anak itu sempat melarikan dirinya"
"Katakanlah" "Tuan, ternyata istriku telah hilang dari Kademangan"
"He" semua orang yang mendengar itupun terkejut
karenanya. Terlebih-lebih lagi Pamot. Namun ia masih dapat menahan dirinya.
Bahkan dengan singkat ia dapat menangkap persoalan yang tengah berkecamuk di
kepala Ki Demang di Kepandak. Agaknya Ki Demang telah mencurigainya. Di dalam
waktu beberapa hari sepulangnya dari Betawi, ia telah dituduh melakukan
perbuatan itu, melarikan Sindangsari. Tetapi Pamot masih tetap berdiam diri,
menahan segala perasaan yang bergejolak di dalam dadanya.
"Ki Demang" berkata Senapati itu "Aku ikut berprihatin, bahwa Nyai Demang di
Kepandak telah hilang. Banyak
masalah yang akan dihadapi oleh Ki Demang"
"Ya. Kalau tuan menjumpai kami disini sekarang, kami
memang sedang mencari isteriku yang hilang itu. Kami
datangi setiap padukuhan dan setiap pemimpin dan tetua padukuhan. Kami minta
pertolongan mereka untuk mencari di daerah dan di padukuhan masing-masing.
Sehari kemarin Ki Jagabaya dan para pengawal memasuki setiap rumah di
seluruh Kademangan Kepandak. Tetapi isteriku itu masih belum dapat diketemukan.
Tetapi kami belum tahu bahwa anak-anak kami sudah datang sejak beberapa hari
yang lalu. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kalau kami tahu, mungkin kami tidak perlu melakukan
semuanya itu" "Maksud Ki Demang?" bertanya Senapati itu.
"Kami memerlukan seseorang dari anak-anak itu"
"Apakah Ki Demang mencurigainya?"
"Ya" "Kenapa?" Ki Demang menjadi ragu-ragu sejenak. Tetapi kemudian
berkata "Setiap orang di Kepandak telah mengetahuinya, sebelum
perempuan itu menjadi isteriku, ia sudah berhubungan dengan anak itu lebih dahulu"
Senapati itu mengerutkan keningnya. Tetapi kemudian ia menggeleng-gelengkan
kepalanya "Tidak mungkin Ki Demang"
"Tuan jangan mendahului kenyataan yang akan dapat
dibuktikan nanti" "Tetapi siapakah anak itu?"
Ki Demang terdiam sejenak. Dipandanginya wajah-wajah
yang tegang di seputarnya. Apalagi ketika ia memandang wajah anak-anak yang baru
saja kembali dari Betawi itu.
"Katakan Ki Demang" berkata Senapati itu "anak-anak ini adalah tanggung jawabku.
Mungkin aku akan menaruh curiga pula kalau Ki Demang menyebut nama anak yang
bengal diantara mereka" Ki Demang masih ragu-ragu.
"Aku kira hal ini kurang bijaksana" potong Ki Jagabaya "Aku tetap
menganggap, bahwa sebaiknya kita pergi ke Kademangan lebih dahulu"
"Dan membiarkan anak itu lari?" bentak Ki Demang di
Kepandak. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Akulah taruhannya" Ki Jagabaya masih juga menjawab
"kalau anak itu lari, akulah yang akan digantung di regol Kademangan"
Mata Ki Demang menjadi merah padam. Sejenak ia justru terbungkam. Ki Jagabaya
tidak pernah membantah perintah dan pendapatnya. Namun tiba-tiba kini ia
mempunyai pendirian sendiri yang dipertahankannya.
"Biarlah" justru Senapati dari Mataram itulah yang
kemudian menjawab "biarlah Ki Demang mengatakannya. Aku dapat mengerti sekarang,
kenapa Ki Demang telah diguncang oleh perasaannya. Bagi seorang laki-laki hal
itu memang dapat menumbuhkan suatu pergolakan jiwa yang sangat dahsyat"
Ki Jagabaya memandang Senapati itu sejenak. Namun
kemudian ia berkata "Jika demikian, terserahlah kepada tuan"
Senapati itu mengangguk-anggukkan kepalanya, tetapi ia tidak berbicara lagi. Ia
hanya sekedar menunggu, apakah yang akan dikatakan oleh Ki Demang di Kepandak.
"Tuan" berkata Ki Demang di Kepandak "terserahlah pada penilaian tuan. Aku
memang ingin mengambil salah seorang dari anak-anak itu. Aku berjanji bahwa aku
tidak akan berbuat lebih daripada mencari keterangan tentang isteriku yang
hilang itu" "Siapakah anak itu" Aku kira tuan sudah sampai pada suatu taraf mencurigainya"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Baiklah. Aku memang mencurigainya"
"Ya, siapakah namanya"
"Pamot" Senapati itu terkejut. Tetapi orang-orang lain, baik ia pengikut Ki Demang,
maupun kawan-kawan Pamot sama
sekali tidak terkejut lagi karenanya. Dan merekapun saling
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berpandangan sejenak, kemudian seperti berjanji mereka memandang wajah Pamot
yang menjadi merah karenanya.
Senapati yang terkejut itu sejenak duduk terdiam diatas punggung kudanya. Kedua
prajurit pengawalnyapun menjadi terheran-heran pula. Mereka mengenal Pamot
sebagai seorang anak yang baik. Anak yang tekun dan sama sekali tidak menunjukkan
kebengalannya. "Apakah Ki Demang tidak keliru?" bertanya Senapati itu.
"Tidak tuan, Aku yakin"
"Apakah Ki Demang sekedar mencari keterangan, atau
karena Ki Demang sudah yakin bahwa Pamot sudah
bersalah?" "Sebagian aku yakin"
"Kenapa?" "Semua orang di Kepandak akan dapat memberikan
alasannya kenapa aku mencurigainya, dan bahkan sebagian meyakininya, setelah aku
tahu, bahwa sejak beberapa hari ia sudah berada di Mataram"
"Tetapi aku belum tahu. Sekarang katakanlah kepadaku, apakah alasan Ki Demang"
"Aku sudah mengatakan"
"Jadi, yang Ki Demang maksudkan adalah laki-laki yang sudah mengadakan hubungan
dengan Nyai Demang sebelum
ia menjadi isteri Ki Demang?"
"Ya" "Kemudian itu merupakan alasan dan bahkan hampir suatu keyakinan bahwa ia
bersalah?" "Ya" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Senapati itu menggelengkan kepalanya "Ki Demang keliru.
Meskipun anak-anak itu datang beberapa hari yang lampau, tetapi mereka sama
sekali tidak boleh keluar dari barak-barak mereka. Sama sekali tidak. Pamot juga
tidak" "Itu adalah peraturan yang ditentukan oleh para pemimpin pasukan. Tetapi anak-
anak dapat saja lari meninggalkan kesatuan tanpa diketahui. Kalau kemudian ia
kembali lagi, maka seolah-olah ia masih tetap berada di dalam pasukannya"
"Kawan-kawannya akan dapat mengatakannya"
Ki Demang terdiam sejenak. Namun dengan berat ia
kemudian berkata "Anak-anak kadang-kadang mempunyai
setia kawan yang kuat"
"Memang mungkin. Tetapi aku yakin bahwa Pamot tidak
melakukannya. Ia tetap di dalam pengawasan para prajurit"
"Itu akan ternyata kemudian tuan. Tetapi aku sekarang memerlukannya. Aku akan
memeriksanya sendiri"
Tiba-tiba sebelum Senapati yang memimpin anak-anak
Kepandak itu menjawab, seorang anak muda yang berjambang lebat maju ke depan, ke samping Senapati itu.
Dengan bersungguh-sungguh ia berkata "Ki Demang. Aku
adalah salah seorang dari mereka yang ikut bersama Pamot.
Aku adalah tetua anak-anak yang dari Gemulung"
Ki Demang mengerutkan keningnya. Anak muda itu adalah Punta yang kini memelihara
jambang dan janggutnya yang lebat.
"Punta" desis Ki Demang.
"Ya Ki Demang. Aku ingin menambah keterangan tentang
Pamot. Ia berada di dalam satu barak dengan aku, bahkan ia berada di bawah
pengawasanku. Kalau Ki Demang bermaksud menuduh Pamot setelah ia kembali dari
perjalanannya, maka aku bertanggung jawab, bahwa hal itu tidak dilakukannya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sejenak Ki Demang menjadi tegang. Tetapi kemudian ia
berkata "Itu akan terbukti kelak.
Tetapi aku akan memeriksanya. Aku akan memeriksanya. Aku adalah Demang di Kepandak"
"Benar Ki Demang" sahut Punta "tetapi akulah yang
langsung mempertanggung jawabkannya karena ia termasuk di dalam kelompokku.
Akulah pemimpin kelompok itu"
"Aku tidak peduli" Ki Demang tiba-tiba berteriak "kalian dapat saja saling
melindungi. Tetapi aku minta, Pamot diserahkan kepadaku"
"Sayang Ki Demang" berkata Senapati Mataram "selama ia masih menjadi tanggung
jawabku, aku tidak dapat berbuat demikian. Aku tidak akan menyerahkan, anak anak
Kepandak, seorang demi seorang. Aku akan menyerahkannya semuanya sekaligus"
"Tidak. Aku tidak dapat menerima pasukan yang di
dalamnya terdapat seorang penjahat. Aku akan menyingkirkan penjahat itu lebih
dahulu. Kemudian aku akan menerima yang lain dengan segala macam upacara"
Ki Jagabaya hanya dapat menarik nafas saja. Ketika ia melihat wajah Ki Reksatani
Ki jagabaya menjadi heran. Ia melihat mata itu seakan-akan bercahaya.
"Apakah peristiwa ini sangat menarik bagi Ki Reksatani?"
bertanya Ki Jagabaya di dalam hatinya "atau seperti kakaknya ia sudah langsung
menghukum Pamot yang dianggapnya
bersalah melarikan Nyai Demang di Kepandak?"
Dalam pada itu Ki Jagabaya mendengar Senapati dari
Mataram itu berkata "Ki Demang. Ki Demang jangan
tenggelam di dalam arus perasaan yang sedang bergejolak. Ki Demang sebaiknya
mencoba untuk mempergunakan nalar.
Aku mengerti, betapa Ki Demang sedang diguncang oleh
peristiwa ini. Tetapi Ki Demang jangan kehilangan pertimbangan yang bening"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku sudah mempertimbangkan" jawab Ki Demang "anak
itu aku minta dan akan aku bawa langsung ke Kademangan.
Itu sudah menjadi keputusanku. Keputusan Demang di
Kepandak" "Sayang Ki Demang. Aku tidak dapat memberikannya
sekarang sebelum aku menyerahkan semuanya sama sekali.
Setelah itu, setelah semua diterima dengan baik, maka terserahlah kepada Ki
Demang, apakah Ki Demang akan
memeriksanya. Itupun harus masih dibatasi menurut peraturan yang berlaku. Perlindungan kepada setiap orang masih harus mendapat
perhatian, sehingga Ki Demang tidak akan dapat berbuat sewenang-wenang"
"Tuan" berkata Ki Demang "tuan adalah seorang Senapati.
Tuan berkuasa atas satu pasukan. Tetapi kekuasaan di
Kademangan Kepandak ada di tanganku. Maaf, aku tidak ingin menerima campur
tangan orang lain" Sejenak Senapati itu terdiam. Wajahnya menegang. Namun kemudian, sebagai seorang
Senapati yang sudah masak, ia justru tersenyum. Katanya "Ya, kau benar Ki
Demang. Aku berkuasa atas suatu pasukan. Pasukan itu adalah anak anak Kepandak
ini. Karena itu, aku wajib melindungi anak-anak itu.
Kalau Ki Demang tidak dapat menerima mereka sekarang
baiklah, aku akan membawa mereka kembali ke Mataram"
"Tidak. Itu tidak mungkin" teriak Ki Demang "dan tuan akan mencoba
menyembunyikan anak itu?"
Sekali lagi wajah Senapati itu menegang. Sejenak ia
berdiam diri memandang wajah-wagah orang Kepandak yang menegang pula.
Namun dalam pada itu, sebelum ia menjawab, Pamot telah maju pula. Sambil
menganggukkan kepalanya ia berkata "Ki Demang. Adalah pantas sekali kalau Ki
Demang telah mencurigai aku. Tetapi meskipun demikian, Ki Demang harus memperhatikan
kemungkinan yang dapat terjadi. Ki Demang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sudah mendengar penjelasan pimpinan pasukan kami, dan Ki Demang sudah mendengar
keterangan Punta. Kalau Ki
Demang masih tidak mempercayai keterangan-keterangan itu, maka terserahlah
kepada Ki Demang" kemudian ia berpaling kepada Senapati dari Mataram "tuan,
biarlah Ki Demang melakukan kehendaknya. Aku tidak berkeberatan karena aku sama
sekali tidak merasa bersalah"
Tetapi Senapati itu menggelengkan kepalanya "Tidak. Itu tidak mungkin. Aku masih
bertanggung jawab atas kalian"
Ternyata Ki Jagabaya tidak dapat menahan hatinya lagi dan berkata kepada Ki
Demang di Kepandak "Ki Demang. Aku
masih ingin mempersilahkan Ki Demang untuk bersabar. Ki Demang memang sebaiknya
menerima anak-anak kita. Kemudian terserahlah, apa yang akan dilakukan kemudian"
Wajah Ki Demang yang merah menjadi semakin merah.
Sejenak dipandanginya wajah Ki Jagabaya. Kemudian wajah-wajah yang lain
berganti-ganti. Namun sejenak kemudian ia berkata "Tidak. Aku tidak ingin anak
itu melarikan diri. Aku tidak memerlukan orang lain untuk menjadi gantinya. Aku
inginkan anak itu" "Tetapi ia tidak akan melarikan diri" sahut Ki Jagabaya.
"Aku tidak peduli" Ki Demang berteriak "Aku memerlukannya sekarang"
Semua wajah yang tegang tambah menegang. Pamot
justru menjadi terbungkam karenanya. Ia tidak mengerti apa yang harus
dilakukannya. Dalam pada itu Ki Demangpun berkata pula kepada
Senapati Mataram itu "Tuan. Aku terpaksa melakukannya sekarang. Aku memerlukan
anak itu. Aku tidak mau ia terlepas dari tanganku karena kejahatan yang tidak
termaafkan itu" "Ki Demang terlampau tergesa-gesa mengambil kesimpulan" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku tidak perduli anggapan orang lain atas keputusanku ini. Tetapi ia harus
ditangkap sekarang" "Itu tidak mungkin"
"Aku akan melakukannya "
"Aku tidak mengijinkan"
Sorot mata Ki Demang kini telah benar-benar menyala. Ia maju setapak. Sambil
memegang kendali kudanya dengan
tangan kirinya, ia mengacukan tangan kanannya sambil
berkata lantang "Tidak seorangpun dapat menghalangi
keputusan Demang di Kepandak. Tidak seorangpun dapat
menahan kemauannya. Kalau tuan tidak memberikannya, aku akan
mempergunakan kekerasan. Tuan pasti sudah mendengar, siapakah Demang di Kepandak"
Kini wajah Senapati itupun menjadi merah. Namun ia masih dapat menahan hatinya.
Katanya "Ki Demang. Saat ini Ki Demang baru diliputi oleh kegelapan hati. Kami
sadar, bahwa bukan seharusnya kami menjadi gelap pula. Karena itu, kami masih
ingin memperingatkan Ki Demang sekali lagi"
Ki Demang menggeretakkan giginya, sementara Ki Jagabaya menjadi bingung. Dengan suara gemetar ia berbisik kepada Ki Reksatani
"Cobalah. Peringatkan kakakmu yang sedang kehilangan akal itu"
Ki Reksatani mengerutkan keningnya. Tetapi ia menjawab
"Kenapa" Bukankah ia sudah berbuat sebaik-baiknya" Anak itu memang harus
ditangkap" "Jadi kau sependapat?"
Ki Reksatani mengangguk, tetapi Ki Jagabaya mengumpat di dalam hatinya.
-oooo0dw0oooo- Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Matahari Esok Pagi Karya : SH Mintardja Sumber DJVU http://gagakseta.wordpress.com/
Convert by : Dewi KZ Editor : Dino
Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Jilid 8 DALAM pada itu Ki Demang menjawab "A ku tidak mau
mendengar alasan dan bujukan apapun lagi. Aku harus
mendapatkan anak itu sekarang. Sudah aku katakan, aku akan mempergunakan
kekerasan" Ki Jagabaya yang kecemasan itu bergeser setapak. Tetapi Ki Reksatani sudah
mendahului "Tuan, sebaiknya tuan
menyerahkan saja anak itu. Apakah sebenarnya keberatan tuan" Bukankah pada
saatnya tuan juga akan menyerahkan semuanya?"
Kesabaran Senapati itu menjadi semakin menipis pula.
Apalagi ketika ia mendengar Reksatani berkata selanjutnya
"Tuan harus menyadari bahwa kekuasaan di Kademangan ini ada di tangan kakang
Demang meskipun seandainya kakang Demang tidak mempergunakan kekerasan apapun.
Kalau tuan mencoba mempersulit penyelesaian berdasarkan kekuasaan itu, maka
kakang Demang pasti akan mempergunakan
kekerasan. Seperti yang dikatakan oleh kakang Demang, tuan pasti sudah pernah
mendengar tentang Demang di Kepandak.
Dan kini Demang di Kepandak tidak seorang diri. Ia datang bersama para bebahu
dan adiknya, Reksatani. Tuanpun pasti sudah pernah mendengar sebutan Harimau
Lapar dari Kepandak, eh, maksudku Macan Kelaparan di daerah Selatan ini. Sedang tuan hanya
datang bertiga. Apakah yang
sebenarnya dapat tuan lakukan?"
Kini wajah Senapati itulah yang menyala. Kesabarannya benar-benar telah terbakar
oleh persoalan yang dihadapinya.
Meskipun demikian ia masih mencoba menarik nafas dalam-dalam, untuk mengatur
kata-kata yang kemudian terlontar dari mulutnya "Ki Demang di Kepandak dan para
bebahu, serta Ki Reksatani yang perkasa. Aku memang pernah
mendengar bahwa di daerah Selatan ini tidak ada orang lain kecuali Ki Demang
kakak beradik. Demang di Kepandak adalah seorang yang sakti dan mumpuni dalam
olah kanuragan. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Selain kekuasaannya sebagai seorang Demang, maka apabila perlu iapun dapat
menumbuhkan kekuasaan yang lain
berdasarkan atas kemampuannya itu, kemampuan berkelahi.
Bukan kemampuan memberi pengertian atas sikap dan
pendapatnya kepada orang lain. Sekarang kalianpun akan mencoba memaksakan
kekuasaan yang tidak sewajarnya itu karena kalian mempunyai kekuatan. Bukan
karena hak kalian untuk berbuat demikian"
"Tidak" potong Ki Demang "daerah ini adalah daerah
Kademangan Kepandak"
"Tetapi setiap orang di dalam pasukanku berada di bawah kekuasaanku. Aku akan
mempertanggung jawabkannya.
Bahkan kepada Senapati tertinggi di Mataram. Tidak sekedar kepada Demang di
Kepandak. Karena itu Ki Demang di
Kepandak. Aku tidak akan tunduk kepada kekuasaan siapapun selain kekuasaan
Senapati yang lebih tinggi dari padaku. Aku tahu bahwa sepasang harimau dari
Selatan ini mempunyai kemampuan yang luar biasa. Tetapi aku adalah salah seorang
Senapati yang mendapat kepercayaan dari Sinuhun Sultan Agung untuk ikut memimpin
pasukan ke Betawi. Aku pernah mengemban tugas untuk mempertahankan keadilan di
Tanah Mataram ini. Sekarang tuan-tuan di Kepandak akan menakut-nakuti aku. Maaf
Ki Demang. Aku akan mempertahankan
sikapku. Seperti setiap orang pernah mendengar nama
Demang di Kepandak, maka setiap prajurit Mataram pasti pernah mendengar Gelar
Tumenggung Dipanata, pasangan
dari Tumenggung Dipajaya yang sayang tidak dapat hadir di dalam permainan ini"
Ternyata ketika Senapati itu menyebutkan namanya, dada Ki Demang di Kepandak dan
Ki Reksatani menjadi tergetar pula. Nama itupun adalah nama yang sudah terlampau
banyak disebut-sebut orang. Meskipun demikian, karena semuanya sudah terlanjur,
Ki Demang tidak ingin melangkah surut.
Dengan nada yang tajam ia berkata "Siapapun tuan, tetapi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
aku tetap pada pendirianku. Tuan hanya bertiga. Kami adalah orang-orang dari
seluruh Kademangan" "Apa bedanya?" sahut Ki Dipanata "Aku sadari akibat
terakhir dari setiap pelaksanaan tugas seorang prajurit.
Disinipun aku sedang mempertahankan keadilan. Bukan
kesewenang-wenangan"
"Pekerjaan tuan akan sia-sia. Tuan akan hilang ditelan oleh Kademangan ini"
"Aku mengemban tugas kerajaan. Wewenangku sekarang
adalah wewenang Sinuhun Sultan Agung. Siapa yang melawan petugas kerajaan dan
yang mendapat pelimpahan kekuasaan dari Sinuhun Sultan Agung, ia sudah
memberontak terhadap pemerintah"
Ki Demang terdiam sejenak. Dadanya serasa terguncang-
guncang semakin dahsyat. Tetapi Ki Reksatani berkata
"kamipun sedang menuntut keadilan. Kami tidak akan takut melawan siapapun untuk
mempertahankan keadilan itu"
"Kami tetap pada pendirian kami" geram Ki Demang
kemudian "dan sekali lagi kami peringatkan, tuan akan tenggelam di Kademangan
ini. Semua yang ada di sekitar tuan adalah orang-orang dari Kademangan Kepandak
selain dua prajurit pengawal tuan itu"
Senapati dari Mataram itu sama sekali tidak menundukkan kepalanya. Bahkan
matanya menjadi bersinar, dan tidak sesadarnya ia telah meraba senjatanya. Namun
sebelum ia berkata sesuatu, Punta telah mendahuluinya "Ki Demang di Kepandak.
Kami dilahirkan dan dibesarkan di Kademangan ini.
Kami adalah anak-anak muda, pengawal Kademangan yang
setia, yang atas nama Kademangannya pula, kami telah
mencoba untuk ikut mempertahankan kehadiran Mataram di muka bumi. Tetapi kami
menjadi sangat kecewa melihat
peristiwa ini terjadi justru pada saat keringat kami seolah-olah masih belum
kering. Kami baru saja menempuh perjalanan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang jauh. Kami telah gagal merebut kembali sebagian dari Tanah kami karena
berbagai macam sebab. Terutama karena, pengkhianatan. Kami berjanji di dalam
hati kami bahwa akan datang saatnya kami mengusir orang asing itu dari bumi
sendiri. Jadi, apakah begini cara Ki Demang menyambut kami"
Dada Ki Demang serasa diguncang mendengar kata-kata
Punta itu. Kata-kata anak ingusan dari Kademangannya
sendiri. Dan ia masih harus mendengarkan anak itu berkata


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maaf Ki Demang. Kami adalah satu. Aku, Pamot dan
pengawal-pengawal yang lain. Kalau Ki Demang ingin
menangkap Pamot, maka Ki Demang harus menangkap kami
semuanya. Kami tidak akan melawan kekerasan dengan
kekerasan. Kami justru minta agar kami semuanya saja
ditangkap untuk mendapat tuduhan yang sama, sebab kami dapat berbuat kemungkinan
yang sama. Kami semua adalah laki-laki muda dan kami semua menganggap
Sindangsari adalah gadis yang cantik saat itu, sebelum Ki Demang
mengambilnya dengan paksa"
"Gila, gila kau. Aku bunuh kau pertama-tama" teriak Ki Demang.
Punta sama sekali tidak menjadi gentar. Bahkan kemudian ia berkata kepada Ki
Dipanata "Tuan, serahkanlah kami semuanya kepada Ki Demang di Kepandak untuk
memberinya kepuasan yang sebesar-besarnya. Ia masih belum puas
merampas perempuan itu dari tangan anak-anak muda di
Kepandak yang juga mengingininya. Kini ia masih akan
berbuat lebih jauh lagi"
"Diam, diam, diam" suara Ki Demang semakin keras.
Bahkan kudanya telah maju beberapa langkah mendekati
Punta. Tetapi Ki Demang itupun terhenti ketika kuda Ki Dipanata menyilang di
hadapannya. "Terserahlah apa yang akan dilakukannya nanti Punta"
berkata Ki Dipanata. Lalu "Tetapi sebelum aku menyerahkannya, kalian adalah tanggung jawabku. Aku bukan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pengecut yang akan lari dari kewajiban. Aku adalah prajurit sejak umurku
meningkat dewasa. Kini rambutku sudah mulai ubanan. Apa artinya Demang di
Kepandak bagiku. Aku pernah ikut di dalam peperangan besar di daerah Timur dan
Barat. Tetapi aku memang belum pernah bertempur di daerah
Selatan yang sempit ini"
Telinga Ki Demang di Kepandak benar-benar serasa
terbakar. Tetapi sebelum ia berbuat sesuatu Ki Jagabaya telah berkata
mendahuluinya "Ki Demang. Aku adalah seorang
bebahu yang paling setia. Aku selama ini telah membuat diriku sendiri seperti
seekor kerbau yang telah dicocok hidungku.
Aku tidak pernah membantah semua perintah, meskipun
kadang-kadang aku tidak mengerti maknanya. Tetapi kali ini aku tidak ikut campur
di dalam pemberontakan ini. Aku tidak dapat melawan kekuasaan Mataram. Kekuasaan
yang dilimpahkan dari Sinuhun Sultan Agung. Bukan karena aku silau melihat seorang
Tumenggung yang bernama Dipanata, yang pernah bertempur di berbagai medan karena
akupun sadar, bahwa akibat yang paling jauh dari perkelahian adalah mati. Kalau
seseorang sudah menyingkirkan perasaan takut terhadap mati, maka ia tidak akan
takut bertempur di medan yang manapun. Namun sebelum mati aku masih sempat
berpikir. Dan tiba-tiba aku merasa bahwa aku tidak
seharusnya melawan kali ini"
"Pengecut" Ki Keksatanilah yang berteriak "kau ternyata seorang pengecut"
"Mungkin. Mungkin aku seorang pengecut"
"Kau akan dihukum gantung karena kau telah berkhianat terhadap kampung halaman"
"Sudah aku katakan. Aku tidak takut mati. Tetapi aku tidak melihat bahwa kalian
telah berbuat benar kali ini"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Gila, gila" Ki Reksatani hampir tidak dapat menguasai dirinya. Tetapi ketika
tangannya telah meraba hulu kerisnya, justru tangan Ki Demanglah yang telah
menahannya. Ki Reksatani menjadi termangu-mangu sejenak. Ketika ia berpaling ia menjadi
sangat terkejut melihat wajah kakaknya.
Demang di Kepandak. Wajah itu sama sekali tidak lagi terasa kegarangannya.
Bahkan wajah itu menjadi layu seperti
selembar daun yang dibakar oleh terik matahari.
"Kenapa kau kakang?" Ki Reksatani bertanya.
Ki Demang tidak segera menjawab. Tetapi tampak di
wajahnya, suatu benturan perasaan telah terjadi di dalam dadanya.
"Apakah hati kakang menjadi lemah seperti hati Jagabaya pengecut itu?"
Ki Demang tidak segera menyahut. Tetapi tatapan matanya yang buram melontar jauh
ke bayangan sinar matahari yang sudah menjadi kemerah-merahan.
"Kakang" Ki Reksatani mengguncang-guncang lengan
kakaknya, Namun Ki Demang di Kepandak masih tetap
berdiam diri. Akhirnya Ki Reksatanipun terdiam. Perlahan-lahan ia
mencoba menilai semua yang telah terjadi. Ia memang
berusaha menjerumuskan kakaknya untuk melawan Mataram.
Meskipun ia ikut terlibat, tetapi ia dapat menghindarkan perbuatan langsung di
dalam perkelahian apabila sudah dapat dinyalakannya. Ia dapat surut dan bahkan
kalau perlu mengkhianati kakaknya sendiri sebagai suatu alasan untuk mendapat
pengamatan dari Mataram dan mendapat kesempatan untuk menggantikan kedudukan kakaknya. Tetapi usahanya itu belum
berhasil ketika ia justru tenggelam di dalam arus perasaannya sendiri di luar
pertimbangannya. Apakah kemudian ia akan menjadi orang pertama yang berdiri di paling depan di dalam perlawanan ini kalau kakaknya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
memang mulai bersikap lain. Dengan demikian, usahanya untuk merebut pengakuan
dari Mataram akan menjadi
terlampau sulit. Karena itu, ketika Ki Demang di Kepandak tidak berbuat apapun juga, Ki
Reksatanipun seakan-akan membeku pula.
Bahkan tiba-tiba mendahului Ki Demang di Kepandak, ia berkata "Ya, memang
sebaiknya kita berpikir untuk kesekian kalinya"
Senapati Mataram yang bernama Dipanata itu masih tetap dalam sikapnya. Duduk
diam diatas punggung kudanya
meskipun ia sudah bersiaga menghadapi segala kemungkinan.
Demikian juga kedua prajurit yang mengawalnya. Tetapi ketika ia mendengar kata-
kata Ki Reksatani ia menarik nafas dalam-dalam.
Ki Reksatani itupun kemudian berpaling kepada Ki Jagabaya sambil berdesis "Maaf
Ki Jagabaya. Aku terlampau kasar karena luapan perasaan selagi hatiku gelap"
Ki Jagabaya mengangguk-anggukkan kepalanya "Aku
mengerti" Namun Ki Demang sendiri masih tetap diam, seakan-akan benar-benar membeku diatas
kudanya. Baru sejenak kemudian ia berkata "Aku kira Reksatani benar. Kita harus berpikir lagi sebelum
kita bertindak "Lalu kepada Tumenggung Dipanata ia berkata "Maafkan kami tuan.
Kami telah terdorong oleh perasaan yang meluap"
Tumenggung Dipanata mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tetapi sebelum ia menjawab, Ki Reksatani lelah menyambung
"Aku juga minta maaf tuan. Aku sebenarnya telah dicengkam oleh perasaan iba. Aku
tidak sampai hati melihat wajah kakang Demang yang selalu bersedih. Ia tidak
pernah makan, minum dan apalagi tidur sejak mBok-ayu Sindangsari hilang dari
Kademangan" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku dapat mengerti" berkata Tumenggung Dipanata
"mudah-mudahan kalian benar-benar dapat melihat persoalannya dengan hati yang bening"
"Baiklah tuan" berkata Ki Demang "aku akan mencobanya"
Lalu ia berpaling kepada Punta "Aku minta maaf kepada kalian. Aku telah
mengganggu saat-saat yang barangkali telah kalian nanti-nantikan untuk dapat
segera bertemu dengan keluarga"
Puntapun justru menundukkan kepalanya. Katanya "Akupun minta maaf pula kepada Ki
Demang. Mungkin aku tidak
sempat menyaring kata-kataku. Tetapi seperti Ki Demang aku dan kawan-kawanpun
agaknya sedang berpikir keruh. Kami telah kehilangan beberapa kawan-kawan kami
di perjalanan, seperti Ki Demang kehilangan isteri Ki Demang itu di
Kademangan" Hati Ki Demang menjadi semakin pedih. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ia berkata "Seharusnya aku menyambut kalian
sebagai prajurit yang datang dari medan perang. Apapun yang sudah terjadi di
peperangan, berhasil atau tidak berhasil, tetapi kalian sudah berjuang.
Perjuangan yang seharusnya kami lanjutkan kapan saja
kesempatan terbuka di hadapan kami"
"Agaknya kita sudah dapat mendekatkan hati kita" berkata Tumenggung Dipanata.
"Marilah tuan" berkata Ki Demang "aku persilahkan tuan dan anak-anak kami. Kami
akan menerima anak-anak kami dengan sepenuh hati"
"Atas nama. Senapati tertinggi dari pasukan Mataram yang telah mencoba
membersihkan tanah ini, kami mengucapkan terima kasih"
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Sejenak di
pandangmya wajah Pamot yang agak kepucat-pucatan. Dan agaknya bukan Pamot saja
yang menjadi pucat, tetapi hampir
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
semuanya. Wajah-wajah itu menjadi merah oleh ketegangan yang mencengkam sesaat.
Tetapi kini wajah-wajah itu telah menjadi pucat kembali.
Demikianlah, maka Ki Demangpun kemudian kembali ke
Kademangan dengan kepala tunduk di samping Ki Tumenggung Dipanata. Berbagai macam persoalan telah
bergolak di dalam hatinya. Tiba-tiba saja Ki Demang merasa hidupnya menjadi
sangat sepi. Ia kini merasa, dimana ia sebenarnya berdiri. Di dalam keadaan yang
memaksa ia dapat melihat, bagaimanakah sebenarnya pendapat orang tentang
dirinya. Ki Demang itu merasa dirinya seakan-akan terlempar ke dalam sebuah ruang yang
kosong, sepi. Sepi sekali. Satu-satu orang di sekitarnya pergi meninggalkannya.
Isterinya, anak-anak muda kebanggaannya, Ki Jagabaya yang setia dan
mungkin seisi Kademangannya.
Ki Demang di Kepandak menarik nafas dalam-dalam.
Sekilas terbayang semua persoalan yang dihadapinya. Kini, yang tetap berdiri
teguh di belakangnya tanpa menilai baik dan buruk, benar atau salah, tinggal ah
adiknya, Ki Reksatani. "Ia adalah seorang adik yang baik" desis Ki Demang di dalam hatinya "ia tidak
mempersoalkan apakah yang aku lakukan dan siapakah yang dihadapinya. Ia adalah
saudara laki-laki yang dapat dibanggakan" Ki Demang sekali lagi menarik nafas
"Sayang, bahwa ia terseret dalam persoalan ini.
Persoalan yang tidak menguntungkannya. Untunglah bahwa benturan
ini belum terlanjur. Jika demikian, maka Kademangan di Kepandak mungkin akan diambil oleh
Mataram, karena kami disini dianggap memberontak. Kini}
masih ada kesempatan bagi kami disini. Kalau aku tidak mungkin
lagi dapat duduk diatas jabatanku karena kekosongan di dalam diriku sendiri, maka aku dapat menuntut agar Keksatanilah
yang menggantikan aku. Aku juga tidak mempunyai seorang keturunanpun. Aku harus
menumpang Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pada keturunan Reksatani kelak. Merekalah yang berhak atas Kademangan ini di
masa mendatang" Dan Ki Demang itu merasa, bahwa waktu itu sudah
menjadi semakin dekat. Agaknya ia tidak boleh bertahan lagi terlampau lama pada
kedudukannya yang sekarang.
"Kalau ternyata bahwa keterangan Senapati dan anak-anak Gemulung itu benar,
bahwa Pamot tidak pernah berhubungan dan apalagi mengambil Sindangsari,
maka aku akan meninggalkan Kademangan ini. Aku pasti tidak akan kembali sebelum aku menemukan
Sindangsari, dan sudah tentu aku harus menyerahkan semua kewajibanku kepada
Reksatani" Ki Demang di Kepandak hampir tidak mendengarnya ketika Ki Tumenggung Dipanata
bertanya kepadanya "Apakah Ki
Demang sudah berusaha sepenuhnya untuk mencari Nyai
Demang?" Ki Demang mengangkat kepalanya yang tertunduk. Di
tatapnya Tumenggung Dipanata itu sejenak. Kemudian
jawabnya "Sudah aku katakan. Semua rumah di Kademangan Kepandak sudah dimasuki,
tetapi aku tidak menemukannya.
Hari ini aku menemui setiap pemimpin dan tetua padukuhan, kecuali dua padukuhan
di ujung Timur yang belum sempat aku datangi. Mereka harus membantu mencari
isteriku. Aku minta mereka menolongku, tetapi aku juga mengancam
mereka. Aku mempergunakan kekuasaan, kedudukan dan
sekaligus kemampuanku sebagai seorang yang pilih tanding di daerah Selatan ini.
Kalau aku tidak menemukannya di daerah Kademangan ini, aku akan masuk ke
Kademangan tetangga, Mudah-mudahan tidak menumbuhkan salah paham, tetapi
seandainya demikian apaboleh buat"
Senapati dari Mataram itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Para pengawal yang baru datang itu akan membantu dengan
senang hati. Tetapi ketenangan di daerah Selatan ini harus tetap dipelihara"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Semula aku tidak menghiraukan ketenangan itu sahut Ki Demang "Hatiku benar-
benar gelap. Tetapi sekarang aku sudah berpendirian lain"
Ki Tumenggung Dipanata mengangguk-anggukkan kepalanya. Sejenak dipandanginya wajah Ki Demang di
Kepandak. Kemudian katanya "Agaknya Ki Demang telah
menemukan sikap yang lebih mapan"
Ki Demang mengangguk-angguk "Ya" katanya ternyata
tindakan yang tergesa-gesa itu tidak akan menguntungkan"


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lalu apakah yang akan kau lakukan?"
"Aku tidak akan mencari isteriku dengan cara itu. Seperti sepasukan prajurit
yang maju ke medan perang"
Ki Tumenggung Dipanata tidak segera menyahut, sedang Ki Demang berkata
selanjutnya "Aku akan pergi seorang diri, sebagai seorang laki-laki yang
kehilangan isterinya"
"Maksud Ki Demang"
"Aku akan mengembara sampai aku menemukan isteriku.
Aku kira aku memerlukan waktu"
"Lalu Kademangan di Kepandak?"
"Masih ada Reksatani. Ia berhak atas Kademangan ini
seperti aku apabila aku berhalangan. Kami berdua adalah saudara laki-laki yang
sering disebut uger-uger lawang"
Ki Dipanata menganguk-anggukkan kepalanya. Ia tidak
membantah niat itu. Ia sadar, bahwa hati Ki Demang masih belum terang benar.
Mungkin Ki Demang masih memerlukan dua tiga hari untuk dapat berpikir bening.
Demikianlah maka iring-iringan itu semakin lama menjadi semakin mendekati pusat
Kademangan di Kepandak. Beberapa orang yang ada di sawah dan di pinggir-pinggir
desa melihat pasukan yang lewat itu dengan mulut ternganga-nganga. Baru
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sejenak kemudian mereka berdesis diantara mereka "He, bukankah itu anak-anak
kepandak?" "Ya, bukankah itu anak-anak Kepandak?" Sejenak kemudian meledaklah berita tentang kedatangan anak-anak di Kepandak. Anak-anak
berlari-larian mengikuti iring-iringan berkuda itu. Beberapa diantara mereka
berteriak-teriak menyebut nama kakaknya yang ada di antara pasukan yang baru
datang. Tetapi seorang anak perempuan menjadi
berdebar-debar. Ia menatap hampir semua wajah anak-anak muda yang lewat di
depannya, di jalan padukuhan. Tetapi ia tidak melihat wajah kakaknya. Kakak yang
dikasihinya. Tanpa sesadarnya anak itu mengusap kepala golek kayu yang dibuat
oleh kakaknya itu ketika ia akan berangkat meninggalkan keluarganya.
"Simpan golek ini baik-baik denok" pesan kakaknya itu
"besok kalau kakak kembali, kakak membawa sehelai kain buatan Parangakik untuk
golek ini" "Tetapi kakang tidak ada diantara mereka" desis anak
perempuan itu. Ketika ia tidak dapat menahan perasaannya lagi, maka ia bertanya kepada seorang
anak muda yang dikenalnya, yang berkuda di paling belakang "Apakah kau tidak
datang bersama kakang?"
Anak muda yang berkuda di paling belakang itu berpaling.
Dipandanginya wajah anak perempuan itu. Hampir saja ia menjawab pertanyaannya,
tetapi tiba-tiba ia menutup
mulutnya dengan telapak tangannya.
Gadis kecil itu tidak tahu apa yang terloncat di dalam angan-angan
anak muda itu. Tanpa sesadarnya ia mengikutinya di sisi kudanya sambil sekali lagi bertanya
"Apakah kau datang bersama kakang?"
Anak muda itu menundukkan wajahnya. Tetapi ia tidak
berani mengucapkan jawabannya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Gadis kecil itu akhirnya berhenti. Dipandanginya iring-iringan yang seakan-akan
semakin lama menjadi semakin panjang. Anak-anak kecil dan bahkan anak-anak
tanggung mengikutinya di belakang sambung bersambung. Tetapi gadis kecil itu
terhenti di tempatnya. Perlahan-lahan tangannya yang kecil membelai golek
kayunya yang masih telanjang. Ia menunggu kakaknya datang membawa kain dari
Parangakik atau Kuta Inten. Tetapi
kakaknya tidak terdapat diantara anak-anak muda yang
datang itu. "Apakah kakang tidak pulang" desisnya. Sebutir air mata yang bening menitik di
pipinya. Gadis itu terkejut ketika seseorang menggamitnya. Ketika ia berpaling
dilihatnya seorang kakaknya yang lain berdiri di belakangnya.
"Kakang, apakah kakang Ireng tidak datang bersama
kawan-kawannya itu?" ia bertanya.
Kakaknya tidak menjawab. Dibimbingnya tangan adiknya
sambil berkata "Biyung mencarimu. Marilah kita pulang "
"Tetapi bagaimana dengan kakang Ireng"
"Biarlah ayah nanti bertanya kepada prajurit itu"
"Yang manakah prajurit itu?"
"Yang berkuda paling depan di samping Ki Demang"
"Apakah prajurit sering membunuh orang?"
"Tidak. Tidak. Prajurit tidak membunuh orang. Prajurit harus melindungi kita
semua dari bahaya" Gadis kecil itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi ia masih bertanya "Kakang
akan membawa kain dari Parangakik atau dari Kuta Inten. Tetapi kakang belum
pulang" "Besok aku cari kain dari Parang Akik atau dari Kuta Inten"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi anak perempuan itu menggeleng "Tidak kakang.
Nanti kau juga tidak kembali seperti kakang Ireng. Aku tidak mempunyai lagi
kawan bermain. Tidak ada lagi yang membuat golek kayu dan bandulan.
Kakaknya mengangguk-anggukkan kepalanya "Marilah.
Biyung sudah menunggu. Bukankah kau belum makan?"
"Aku tidak makan kakang"
"Kenapa" Kau akan lapar"
"Biarlah disediakan untuk kakang Ireng, kalau tiba-tiba saja ia pulang malam
nanti" "Sudah. Kakang Ireng sudah mendapat bagiannya sendiri.
Biyung sudah menyediakan buatnya"
Gadis kecil itu tidak menjawab. Di tatapnya mata kakaknya yang tiba-tiba saja
menjadi buram. Tetapi kakaknya itu kemudian membimbingnya di sepanjang jalan
padukuhan, pulang kepada ibunya. Dalam pada itu, iring-iringan anak-anak muda Kepandak itu
sudah memasuki induk padukuhan dari Kademangan Kepandak. Sejenak kemudian
merekapun telah menyelusuri jalan yang membelah padukuhan itu langsung menuju ke
Kademangan. Berita kedatangan anak-anak muda itu telah tersebar di seluruh Kademangan,
secepat kalimat yang berloncatan dari mulut ke mulut. Orang-orang yang berada di
sawah segera pulang menyimpan alat-alatnya.
Setelah membersihkan kakinya yang kotor oleh lumpur, mereka yang merasa
mempunyai salah seorang anggauta keluarganya ikut di dalam pasukan pengawal
khusus yang dikirim ke Mataram itupun segera pergi ke Kademangan. Bahkan mereka
yang tidak mempunyai seorang keluargapun ingin juga melihat, siapakah yang telah berhasil
pulang kembali ke kampung halaman.
Anak-anak mudapun berlari-larian ke halaman Kademangan. Mereka ingin menyambut kawan-kawan mereka
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang baru pulang dari arena perjuangan meskipun kali ini mereka belum berhasil.
Lamat yang duduk di belakang rumah Manguripun telah
mendengar pula berita itu. Anak muda yang berlari-larian di jalan sebelah
dinding berkata "Mereka telah kembali"
"Kapan?" bertanya yang lain dari halaman rumah sebelah.
"Baru saja" Lamat menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak tahu, siapa saja yang ikut di dalam
barisan, dan siapa saja yang telah gugur di dalam perjuangan.
Sejenak terbayang olehnya wajah Pamot yang suram.
Kemudian terbayang wajah Sindangsari dan Ki Demang di Kepandak.
Lamat menarik nafas dalam-dalam. Katanya di dalam
hatinya "Persoalan di dalam kepalaku benar-benar persoalan yang sangat pelik.
Kenapa tidak terbayang betapa dahsyatnya perjuangan untuk mengatasi segala macam
kesulitan yang timbul karena pengkhianatan itu" Perjuangan melawan orang-orang
asing yang ganas dan perjuangan menghadapi diri sendiri, menghadapi pengkhianat-
pengkhianat" Lamat menarik nafas dalam-dalam "Aku belum pernah melihat
perjuangan sedahsyat itu. Aku baru melihat perjuangan untuk merebut seorang
perempuan di halaman Kademangan. Aku baru
melihat perjuangan untuk merebut kedudukan seorang
Demang di Kepandak. Lamat menundukkan kepalanya. Tiba-tiba saja ia terkejut ketika dari kejauhan ia
mendengar Manguri berteriak "Lamat kemari kau"
Dengan malasnya Lamat berdiri dan berjalan ke gandok.
Tetapi ia tidak menemui Manguri disitu. Agaknya ia telah pergi ke pringgitan.
Dari pringgitan ia berteriak "Aku disini. Apakah kau sedang tidur atau sudah
mati sama sekali?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamatpun pergi ke pringgitan pula. Dengan wajah yang
tegang Manguri berkata. "Aku harus, menunggumu sampai tua. Apakah kau tidak
mendengar?" Lamat tidak menjawab. "Duduklah" Lamatpun kemudian duduk diatas tikar pandan. Sekali di tatapnya wajah Manguri
yang tegang. Namun kemudian iapun menundukkan wajahnya.
"Dimana kau selama ini?" bertanya Manguri.
"Aku berada di belakang, di sisi dapur"
Manguri memandanginya dengan tajam, seolah-olah ia
tidak sabar lagi menunggu Lamat datang kepadanya.
"Apakah kau sudah mendengar berita tentang anak yang
pergi ke Mataram itu?"
Lamat menganggukkan kepalanya "Ya,
aku sudah mendengar" Dari mana kau mendengarnya?"
"Anak anak yang lewat di jalan sebelah saling berbicara tentang anak-anak yang
telah kembali itu" "Kau bertanya kepada mereka?"
Lamat menggelengkan kepalanya "Tidak. Aku tidak
bertanya kepada mereka"
"Kenapa?" Lamat tidak segera menjawab.
"Kenapa?" Manguri berteriak.
"Mereka bersikap kurang baik kepada kita. Aku segan untuk berbicara dengan anak-
anak itu" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri menggeram. Namun kemudian ia berkata "Aku
juga sudah mendengar. Anak-anak itu sudah kembali,
termasuk Pamot" Lamat mengangkat wajahnya "Jadi Pamot juga sudah
kembali?" "Ternyata ia tidak mati di perjalanannya. Ia sempat kembali dan melihat
Sindangsari hilang" Lamat kini menjadi tegang pula tanpa diketahuinya sendiri, apakah sebabnya. Ia
tidak takut kepada Pamot. Ia tidak membenci Pamot dan ia tidak begitu
berkepentingan. Seandainya Pamot marah karena Sindangsari hilang, maka persoalannya akan
berkisar pada Ki Demang di Kepandak.
Bahkan mungkin mereka akan saling tuduh menuduh sehingga keduanya akan
berbenturan. Sudah tentu Pamot tidak akan berarti apa-apa bagi Ki Demang di
Kepandak. "Aku pasti tidak akan tersentuh oleh persoalan ini. Apalagi Pamot, sedang Ki
Demang di Kepandakpun tidak tahu, bahwa aku telah terlibat di dalam persoalan
hilangnya Sindangsari ini"
berkata Lamat di dalam hatinya.
Namun ia tidak dapat lari dari perasaan sendiri. Ia merasa berdebar-debar dan
dikejar-kejar oleh kecemasan yang tidak dimengertinya sendiri.
"Lamat" berkata Manguri kemudian "apa katamu tentang
Pamot yang telah kembali itu?"
Seperti yang mendesak di hatinya, maka seakan-akan tidak berpikir lagi Lamat
menyahut "Mungkin akan terjadi sesuatu karena kedatangannya"
"Apa" Apakah anak itu akan menuduh kita?"
"Mungkin. Tetapi bukankah mereka tidak dapat membuktikan?" "Bagaimana menurut pertimbanganmu?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tiba-tiba Manguri membentak "Akulah yang bertanya
kepadamu" "Ya, ya. Mungkin karena perasaan cintanya, Pamot akan ikut serta merasa
kehilangan. Memang mungkin ia akan ikut mencari perempuan itu. Tetapi bukankah
ia dapat melibatkan kita seperti Ki Demang juga tidak berhasil menyeret kita di
dalam persoalan ini?"
"Jawablah dengan tegas. Dengan pasti. Kau sendiri tidak yakin akan jawabanmu.
Nada kata-katamu sangat meragukan"
"Maksudku, Pamot tidak akan dapat membuktikan bahwa
kita terlibat di dalam persoalan ini. Ya, begitulah. Kita tidak usah cemas,
siapapun yang akan ikut serta mencari
Sindangsari" Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya kemudian "Aku mengharap suruhan ayah akan datang malam ini.
Aku harus segera tahu dimana perempuan itu
disembunyikan" "Ya, Aku kira malam ini suruhan itu pasti akan datang.
Waktunya sudah cukup lama. Tetapi sebaiknya ia tidak datang terlampau malam
supaya tidak menumbuhkan kecurigaan"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya iapun kemudian berjalan hilir mudik dengan
gelisahnya. "Ya, suruhan ayah tidak boleh datang pada waktu yang
dapat menumbuhkan kecurigaan"
Lamat tidak menyahut. Di biarkan saja Manguri berjalan hilir mudik sambil
sekali-sekali mengusap keringat dinginnya.
Dalam pada itu, maka senjapun perlahan-lahan turun
menyelimuti Kademangan di Kepandak. Di halaman rumah Ki Demang, sepasukan anak-
anak muda Kepandak berbaris
rampak diatas punggung kuda. Di paling depan, adalah Ki Tumenggung Dipanata


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diapit oleh kedua pengawalnya. Di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
hadapan mereka adalah Ki Demang di Kepandak yang
kebetulan memang duduk pula diatas punggung kuda. Di
sampingnya para bebahu Kademangan dan Ki Reksatani yang duduk diatas kudanya
pula. Di belakang mereka adalah para bebahu yang lain, para pengawal Kademangan
dan rakyat Kepandak yang tidak sabar menyambut anak-anak mereka
yang baru saja kembali. Di hadapan Ki Demang di Kepandak Ki Tumenggung
Dipanata menceriterakan segala sesuatu mengenai anak-anak muda dari Kepandak. Ia
sengaja berkata lantang, agar rakyat di Kepandak dapat mendengar langsung dari
mulutnya, apa yang sebenarnya telah terjadi di perjalanan. Dengan demikian maka
mereka akan dapat menggambarkan betapa berat
perjuangan anak-anak Kepandak itu selama mereka menunaikan tugas negara. Tugas yang merupakan tanggung jawab bagi setiap orang
yang lahir di bumi Mataram, yang minum sumber air Tanah Mataram, dan yang makan
hasil bumi Tanah Mataram. "Kami sama sekali tidak dapat menghindarkan diri dari kemungkinan yang pahit"
berkata Ki Tumenggung Dipanata
"Jer Basuki Mawa Bea. Karena itulah maka ada diantara anak-anak kami yang kini
tidak dapat pulang bersama-sama dengan kami"
Wajah-wajahpun segera menjadi tegang. Apalagi mereka
yang tidak dapat melihat anak-anak mereka, suami-suami mereka yang belum lama
mengikat perkawinan, adik-adik mereka dan kekasih-kekasih mereka.
Sejenak Ki Dipanata terdiam. Iapun melihat, diantara
wajah-wajah orang Kepandak, adalah wajah-wajah yang
kecemasan. Dan merekapun harus menerima suatu kenyataan, bahwa ada diantara anak-anak Kepandak yang memang tidak kembali dan
tidak akan pernah kembali.
Akhirnya Ki Tumenggung Dipanata berkata "Aku kira, aku memang lebih baik
berterus terang. Aku tidak ingin
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menyangkutkan harapan pada hati yang gelisah. Apalagi harapan yang tidak akan
pernah datang" Ki Tumenggung
berhenti sejenak, lalu "Memang ada diantara anak-anak kami yang gugur di
peperangan atau karena sebab-sebab lain.
Tetapi semuanya itu merupakan korban bagi perjuangan yang agaknya masih panjang"
Wajah-wajah orang Kepandakpun menjadi semakin tegang.
Bahkan mereka yang telah melihat keluarga mereka di antara anak-anak muda yang
datang, menjadi berdebar-debar pula.
Ki Tumenggung Dipanatapun kemudian menyebutkan
nama-nama dari mereka yang tidak dapat kembali. Di antara yang berangkat,
seperempat yang tidak dapat melihat
kampung halamannya kembali.
Halaman Kademangan itu menjadi hening sejenak. Tidak
seorangpun yang mengucapkan kata-kata ketika' Ki Tumenggung Dipanata menyebutkan nama-nama itu. Namun
sejenak kemudian meledaklah tangis diantara mereka. Ibu-ibu, isteri-isteri yang
masih muda, saudara kandung dan kekasih-kekasih yang menjadi pasti bahwa yang
mereka tunggu tidak akan pulang tidak dapat menahan air mata mereka. Mereka telah
kehilangan yang mereka kasihi. Anak yang dipelihara sejak bayi, hilang ketika ia
meningkat dewasa. Anak-anak yang masih sangat muda harus sudah meninggalkan hijaunya dedaunan dan beningnya air sumur di Kepandak.
"Mereka telah mati" desis seorang perempuan tua.
Dan tiba-tiba seorang perempuan muda meloncat maju
sambil menyingsingkan kainnya. Dengan air mata yang
membanjir ia berlari mendekati Tumenggung Dipanata. Sambil menunjuk dengan
jarinya ia berteriak "Kau, kau adalah pembunuh. Kau jerumuskan suamiku itu ke
dalam neraka yang paling jahat. Sekarang ia mati, sedang aku lagi
mengandung. Siapakah yang akan dapat menunjukkan kepada
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
anak ini, betapa wajah ayahnya yang sejuk. Suamiku kau bunuh sebelum ia memeluk
bayinya" Ki Tumenggung Dipanata mengerutkan keningnya.
"Sekarang kau tanpa perasaan apapun menyebut nama-
nama orang yang telah kau jerumuskan ke dalam kematian itu. Kenapa bukan kau
sendiri yang mati" Kenapa?"
Ki Tumenggung Dipanata masih tetap berdiam diri,
sementara suasana menjadi semakin tegang. Ki Reksatani yang memang sedang
berhati gelap, meloncat turun dari kudanya sambil berkata "He, perempuan bodoh.
Bukan kau sendiri yang kehilangan. Kau harus rela suamimu mati. Bukan Ki
Tumenggung Dipanatalah yang membunuhnya. Tetapi
peperangan. Peperangan itu sendirilah yang telah membunuh, bukan saja suamimu,
tetapi berpuluh-puluh orang yang lain, bahkan beratus-ratus"
"Tetapi prajurit itulah yang telah menjerumuskan suamiku ke dalam peperangan.
Ialah yang pantas mati. Ia seorang prajurit. Bukan suamiku, bukan suamiku"
Perempuan itu berteriak-teriak sambil menunjuk wajah Ki Tumenggung Dipanata.
"Pergi, pergi kau" teriak Ki Reksatani sambil melangkah mendekatinya. Wajahnya
menjadi merah padam dan giginya gemeretak.
Tetapi langkahnya tertegun ketika ia mendengar Ki
Tumenggung Dipanata berkata "Biarlah. Biarlah ia mencurahkan isi hatinya. Kita dapat membayangkannya,
betapa sakitnya seseorang yang kehilangan"
Ki Reksatani mengerutkan keningnya. Tanpa sesadarnya ia berpaling memandang
wajah Ki Demang. Tetapi wajah itu tertunduk dalam-dalam. Sedang Ki Tumenggung
masih melanjutkannya "Dan perempuan ini telah kehilangan
suaminya. Tanpa harapan untuk dapat menemukan kembali"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Suasana di halaman itu menjadi hening. Ki Jagabayapun telah turun dari kudanya.
Perlahan-lahan ia melangkah maju mendekati perempuan yang sedang menangis itu.
Perempuan itu adalah kemanakannya.
"Sudahlah" berkata Ki Jagabaya "jangan menangis lagi. Kita tidak dapat menuntut
atas kematian seseorang, karena hidup dan mati itu bukan terletak di tangan
kita. Dimanapun kita dapat dijemput oleh maut. Di rumah, di sawah, disungai dan
bahkan selagi kita tidur sekalipun. Apalagi suamimu sedang berada di peperangan"
"Kenapa suamiku dibawa ke peperangan paman?" bertanya perempuan itu.
"Bukan suamimu sendiri yang dibawa kepeperangan.
Seperti kau mempertahankan milikmu sendiri, maka suamimu telah mempertahankan
miliknya pula. Milik kita semua. Dan karena itu, maka anak-anak muda kita sudah
berangkat. Tetapi hidup dan mati bukanlah kita yang menentukan"
Perempuan itu masih menangis. Tetapi Ki Jagabaya
kemudian membimbingnya menepi. Diserahkannya perempuan itu kepada seorang perempuan tua tetangganya.
"Apakah mertuanya tidak datang?" ia bertanya kepada
perempuan tua itu. Perempuan tua itu menggeleng.
"Kenapa?" "Ia takut mengalami kejutan seperti ini. Ia sedang mencoba mengatur perasaannya,
karena ia mendengar dari anak-anak yang melihat iring-iringan ini, bahwa anaknya
tidak ada di antara mereka"
Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian iapun kembali ke samping
kudanya. Tetapi ia tidak meloncat naik, sementara Ki Reksatanipun masih juga
berdiri di samping kudanya pula.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kita tidak dapat mengingkari perasaan itu" berkata Ki Tumenggung Dipanata
"bukankah di dalam hati kita masing-masing juga melonjak perasaan yang serupa,
meskipun dalam ukuran yang berbeda" Kita masih sempat mempertimbangkannya dengan nalar, tetapi agaknya perempuan itu tidak"
Suasana di halaman Kademangan itu menjadi hening.
Sekali-sekali mereka masih mendengar isak yang semakin menjauh Perempuan yang
kehilangan suaminya itu telah
dibimbing oleh tetangganya meninggalkan halaman Kademangan. "Sudahlah" perempuan tua itu mencoba meredakan
tangisnya "berdoalah kepada Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, agar
bayimu yang hampir lahir itu mendapat perlindungannya"
"Tetapi ia tidak akan pernah melihat ayahnya"
"Kita memang tidak dapat ingkar dari keharusan yang telah tergores di sepanjang
perjalanan hidup kita masing-masing.
Percayalah kepada kebesaran Tuhan. Pasti bukan maksudnya untuk sekedar menyiksa
perasaan kita tanpa arti. Memang mungkin sekali akal dan nalar kita yang picik
tidak akan pernah dapat mengerti isyarat yang diberikan oleh Tuhan kepada kita
masing-masing" Perempuan itu tidak menyahut. Tetapi ia masih menangis dan suara isaknya telah
menyelusuri jalan-jalan di padukuhan Kepandak.
Di halaman Kademangan Ki Tumenggung Dipanata masih
memberikan beberapa petunjuk dan penjelasan. Dengan hati yang tersayat ia
menyaksikan wajah-wajah yang pucat dan mata yang basah.
Akhirnya Ki Tumenggung Dipanata itu berkata kepada Ki Demang di Kepandak "Ki
Demang. Aku menyesal sekali bahwa aku tidak dapat menyerahkan kembali anak-anak
muda Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kepandak sejumlah yang pernah kalian serahkan kepada
Mataram. Tetapi seluruh Mataram tidak akan pernah
melupakan perjuangan mereka. Mungkin para pemimpin
dikemudian hari sama sekali tidak mengenal dan tidak pernah mendengar nama-nama
anak-anak muda yang telah gugur,
tetapi jasa yang pernah diberikan tidak akan dapat terhapus, walaupun tidak
seorangpun yang akan menyebutnya lagi.
Darah yang pernah menitik di bumi Tanah Air akan tetap seperti yang pernah
terjadi. Diakui atau tidak diakui orang-orang yang akan datang kelak"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Cahaya
senja yang merah mulai membayang di langit, sehingga
wajah-wajah mereka yang berada di halaman Kademangan
itupun menjadi kemerah-merahan pula.
Namun dalam pada itu, hati Ki Demang sendiri justru
perlahan mulai mengendap. Seolah-olah ia mendapatkan
beberapa orang kawan sepenanggungan. Beberapa orang
yang telah kehilangan seperti dirinya sendiri. Bahkan mereka dapat menyebut diri
mereka, keluarga seorang pahlawan.
Ki Demang di Kepandak menundukkan kepalanya. Kini baru terasa, bahwa ia telah
terdorong oleh perasaannya tanpa pertimbangan nalar yang bening. Untunglah bahwa
Ki Tumenggung Dipanata seorang perwira yang bertanggung
jawab. Kalau tidak, seandainya saja ia menyerahkan Pamot kepadanya
selagi hatinya gelap, ia tidak dapat membayangkan, apa yang telah dilakukannya. Ia pasti
berusaha untuk memeras anak itu agar ia mengakui, bahwa ia telah mengambil
Sindangsari. Benar atau tidak benar. Kalau ia sudah mengucapkan pengakuan,
meskipun terpaksa, maka pengakuan itu akan menjadi alasan untuk berbuat apa saja atasnya lebih jauh
lagi. "Nah" berkata Ki Tumenggung Dipanata kemudian
"terimalah anak-anak kalian kembali. Aku masih akan sering datang ke Kademangan
ini karena tugasku belum selesai.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Anak-anak yang tidak dapat kembali kepada keluarganya, akan sekedar mendapat
pernyataan terima kasih dari Sinuhun Sultan Agung. Mereka akan mendapat sebidang
tanah yang akan diserahkan kepada keluarganya. Tanah yang akan dibeli oleh
Sinuhun Sultan Agung di daerah mereka masing-masing"
Ki Demang mengangkat wajahnya. Dengan kata-kata yang
dalam ia menerima anak-anak muda di Kepandak kembali ke rumah masing-masing,
meskipun tidak sebanyak pada saat mereka berangkat.
Setelah penyerahan itu selesai maka anak-anak muda yang baru saja kembali itupun
kemudian diperkenankan pulang.
Mereka mendapat hadiah masing-masing seekor kuda, Kuda yang cukup baik bagi
anak-anak di Kepandak. Namun dalam pada itu, Pamot masih termangu-mangu di
luar regol halaman. Betapa ia ingin segera pulang, tetapi rasa-rasanya sesuatu
telah membebani hatinya. "Marilah Pamot" ajak ayahnya yang menjemputnya di
halaman itu pula. "Silahkan ayah pulang dahulu. Aku akan segera menyusul"
"Seisi rumah menunggumu Pamot"
"Ya, ya ayah. Aku tahu. Aku akan segera pulang. Tetapi aku
akan

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menunggu dahulu. Aku persilahkan ayah mendahului" Ayahnya menjadi berdebar-debar. Teringat olehnya beberapa saat yang lampau, beberapa orang telah mencari anaknya yang saat itu
belum datang. "Apakah ada sesuatu yang penting?" ia bertanya
"Silahkan ayah mendahului" berkata Pamot kemudian "aku akan segera menyusul"
Ayahnya tidak dapat memaksanya. Karena itu, maka
ditinggalkannya Pamot di depan regol dengan hatinya yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berat. Bahkan langkahnyapun kadang-kadang tertegun. Ketika ia berpaling,
dilihatnya Punta telah berada di samping anaknya.
"Kau tidak pulang" bertanya Punta.
"Hatiku serasa dibebani oleh sesuatu. Aku akan menghadap Ki Demang di Kepandak.
Barangkali hal itu akan menjadi lebih baik bagiku daripada aku harus menunggu ia
mengambilku di rumah. Apalagi dengan paksa"
Punta menarik nafas dalam-dalam. Ia masih melihat Ki
Tumenggung Dipanata dijamu dipandapa.
"Apakah kau akan menghadap sekarang?" bertanya Punta.
Pamot mengangguk. "Marilah. Aku antar kau menghadap Ki Demang, mumpung
Ki Tumenggung masih ada"
"Apakah kau tidak segera pulang?"
"Aku menunggumu sebentar. Aku akan mempersilahkan
ayah mendahului" "Ayahku juga sudah dahulu pulang"
Punta yang mempersalahkan ayahnya mendahului, kemudian mengantarkan Pamot masuk kembali ke halaman
Kademangan Kepandak. Meskipun mereka agak ragu-ragu,
namun merekapun kemudian meloncat turun dari punggung kuda mereka, dan mengikat
kuda itu di halaman. Di pendapa Kademangan, Ki Demang di Kepandak yang
sedang menjamu Ki Tumenggung Dipanata bersama para
bebahu Kademangan menjadi heran melihat Pamot dan Punta yang tidak segera pulang
dan justru kembali ke pendapa.
Berbeda dengan nafsu Ki Demang yang meluap-luap untuk menangkap Pamot ketika ia
baru datang, kini ia justru menjadi berdebar-debar melihat Pamot kembali.
Meskipun ia belum Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melakukan tuduhan apapun yang ditekankannya kepada anak muda itu, tetapi rasa-
rasanya Pamot akan mengajukan
keberatannya atas tuduhan itu.
Karena itu, maka justru Ki Demang seakan-akan telah
terbungkam karenanya. Hanya perasaannya sajalah yang
bergolak di dalam dadanya. Yang mula-mula bertanya kepada Pamot justru adalah Ki
Tumenggung Dipanata "Kenapa kau kembali lagi Pamot?"
Pamot masih berdiri di bawah tangga pendapa bersama
Punta. Sejenak ia termangu-mangu. Namun kemudian ia
menjawab "Tuan, aku menjadi bimbang untuk meninggalkan Kademangan. Terasa
sesuatu telah memberati langkahku. Aku ingin pulang dengan tenang dan dapat
beristirahat dengan tenang pula"
"Kenapa kau menjadi gelisah. Kau sudah dapat pulang
sekarang. Pulanglah. Tidak ada persoalan lagi yang perlu kau gelisahkan"
"Tetapi rasa-rasanya aku tidak akan dapat tidur. Setiap saat aku dapat diambil
dari rumahku. Karena itu, aku ingin semuanya menjadi jernih dahulu. Dengan
demikian aku akan dapat pulang dengan tenang. Punta akan menjadi saksi dari
semua persoalanku" "Kau memang bodoh" Ki Reksatanilah yang menyahut "kau sudah
mendapat kesempatan pulang. Sekarang kau menantang kakang Demang. Apakah kau sangka bahwa
setelah kau pulang dari perjuanganmu itu kau menjadi kebal?"
"Bukan begitu Ki Reksatani" jawab Pamot "aku hanya ingin, bahwa aku dapat pulang
dan beristirahat dengan tenang, Aku ingin meyakinkan diriku sendiri bahwa aku
tidak akan terganggu lagi karenanya"
"Itu tidak mungkin. Selama persoalan mBok-Ayu Demang di Kepandak belum selesai,
kemungkinan yang demikian masih ada" sahut Ki Reksatani pula "kami masih tetap
mencurigai Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kau, sebelum kau benar-benar dapat membuktikan bahwa kau tidak bersalah"
"Nah, yang aku inginkan, biarlah hal-hal yang demikian itu menjadi jernih sama
sekali" "Kalau begitu kau ingin aku tangkap he?" bentak Ki
Reksatani "atau kau ingin memanfaatkan kehadiran Ki
Tumenggung Dipanata, agar kau mendapat Perlindungannya?"
"Ki Reksatani agaknya menjadi salah paham" berkata Punta lambat "bukan maksudnya
menantang persoalan. Tetapi justru karena ia merasa terganggu oleh persoalan
itu, ia ingin mencoba untuk mendapat penyelesaian sehingga ia benar-benar dapat
pulang dengan hati tenteram"
"Persetan kau" bentak Ki Reksatani "kau tidak tahu apapun tentang persoalan ini"
Ki Tumenggung Dipanata mengerutkan keningnya. Ia sama sekali tidak senang
melihat sikap Ki Reksatani sejak ia bertemu di jalan. Tetapi karena Ki Reksatani
adalah adik KiDemang di Kepandak, maka Senapati Mataram itu masih mencoba
menahan hatinya. Ki Demang yang selama itu hanya berdiam diri saja,
kemudian mengangkat wajahnya sambil menarik nafas dalam-dalam. Kemudian katanya
"Sudahlah Reksatani, biarlah aku menyelesaikannya"
"Sekarang?" bertanya adiknya.
"Ya. Sekarang" Ki Reksatani menjadi heran. Bahkan orang-orang lain yang ada di pendapa itupun
menjadi heran pula. "Pamot" berkata Ki Demang "kemarilah, dan duduklah
bersama kami sebentar. Aku tahu, seluruh keluargamu
menunggu kedatanganmu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamot ragu-ragu sejenak. Namun kemudian iapun naik ke pendapa di kuti oleh
Punta. Sejenak kemudian kedua anak-anak muda itu telah duduk sambil menundukkan
kepalanya. "Pamot" berkata Ki Demang dengan nada suara yang
dalam. Sama sekali tidak lagi terbayang di dalam getaran suaranya, nafsu yang
menyala di dadanya untuk memaksa anak itu mengatakan sesuatu tentang Sindangsari
"Sebelum kau datang, aku memang menyimpan kecurigaan atasmu.
Apalagi setelah aku mendengar bahwa kau telah berada
beberapa hari di Mataram. Dan kini aku ingin bertanya kepadamu, apakah kau telah
mengambil Sindangsari dari Kademangan ini?"
Pamot mengerutkan keningnya. Ia tidak menyangka bahwa begitu tiba-tiba Ki Demang
bertanya kepadanya di hadapan sekian banyak orang termasuk Ki Tumenggung
Dipanata. "Cobalah, jawablah pertanyaanku itu Pamot?"
"Sejak aku datang Ki Demang, aku sama sekali tidak boleh keluar dari barak, dan
akupun mematuhinya" "Ya, aku sudah menduga. Dan aku percaya bahwa kau
telah mematuhi peraturan itu. Karena itu, aku juga percaya bahwa kau tidak
mengambil Sindangsari dari Kademangan.
Pamot menjadi semakin heran. Tetapi ia tidak bertanya sesuatu. Dan Ki Demanglah
yang berkata kemudian "Sekarang, semua persoalan sudah selesai bagimu. Kau boleh pulang
dengan hati yang lapang. Aku tidak akan mengganggumu lagi" "Kakang Demang" potong Ki Reksatani "apakah cukup
begitu saja?" "Aku sudah menganggapnya cukup"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tunggu" Ki Reksatani bergeser setapak mendekati
kakaknya "aku masih belum puas. Masih banyak sekali
kemungkinan dapat terjadi. Ia dapat meminjam tangan orang lain untuk
melakukannya, meskipun anak itu sendiri tidak meninggalkan baraknya"
Ki Demang merenung sejenak. Namun kemudian ia berkata
"Aku percaya kepadanya. Ia sudah mengatakan bahwa ia
tidak mengambil isteriku"
Ki Reksatani masih akan berkata sesuatu, tetapi Ki
Jagabaya mendahuluinya "Kalau pendapat Ki Demang ternyata keliru, lain kali kita
dapat memperbaikinya. Sekarang, aku kira Pamot memang sudah boleh pulang.
Keluarganya pasti sudah menunggunya.
"Ia memang sudah di jinkan pulang sejak semula" bantah Ki Reksatani "tetapi ia
datang sendiri menantang kakang Demang untuk membuka persoalan mengenai
Sindangsari. Kalau ia sejak semula tidak lagi membuat ribut disini, akupun tidak akan
mengganggunya" "Jangan diperbincangkan lagi"
berkata Ki Demang kemudian "aku menganggap sudah cukup"
Lalu katanya kepada Pamot "pergilah sebelum aku merubah keputusanku"
Pamot beringsut surut. Tetapi tampaknya Ki Reksatani
masih belum puas sama sekali. Namun demikian ketika Ki Demang berpaling menatap
matanya, Ki Reksatani tidak
mengatakan sesuatu lagi. Ki Tumenggung Dipanata menarik nafas dalam-dalam.
Dengan susah payah ia menahan hatinya. Dibiarkan Ki
Demang di Kepandak mencegah adiknya sendiri kalau ia ikut campur betapapun
perasaannya melonjak-lonjak maka harga diri Ki Reksatani pasti akan lebih
mempersulit penyelesaian.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamotpun kemudian minta diri bersama Punta yang selalu mengawaninya. Dengan hati
yang masih diliputi oleh keragu-raguan Pamot meninggalkan halaman Kademangan.
"Ternyata aku masih belum mendapatkan ketenangan itu"
berkata Pamot kepada Punta.
"Tetapi kau dapat beristirahat dengan lebih baik. Setidak-tidaknya sekarang kau
mengetahui, siapakah sebenarnya yang masih berkeras hati mencurigaimu. Aku
mengharap bahwa sikap Ki Demang itu tidak segera berubah"
"Apakah ia akan tetap berpendirian begitu seandainya Ki Tumenggung Dipanata
sudah kembali ke Mataram?"
Punta termenung sejenak. Lalu "Aku kira demikian. Ki
Demang bukan seorang pengecut. Kalau ia mempunyai sikap pribadi, ia tidak akan
mudah terpengaruh oleh kehadiran siapapun juga. Agaknya ia menemukan persoalan
baru di dalam dirinya, sehingga ia telah mengurungkan niatnya. Aku, Ki Jagabaya
dan Ki Tumenggung Dipanata telah mencoba
menyentuh perasaannya, sehingga mungkin sekali persoalan-persoalan baru itu
telah dapat merubah sikapnya"
Pamot tidak menyahut. Tetapi kepalanya terangguk-
angguk. Keduanyapun kemudian berpisah di ujung jalan yang
memasuki padukuhan Gemulung. Mereka telah memilih jalan ke rumah masing-masing.
Malam itu Ki Tumenggung Dipanata bermalam satu malam
di Kademangan Kepandak. Ki Demang bahkan telah menyanggupi, bahwa di kesempatan yang dekat, ia akan
menyelenggarakan malam-malam penyambutan resmi bagi
anak-anak Kepandak yang telah kembali itu.
"Lain kali aku akan menga akan pertunjukan di halaman ini untuk mereka" berkata
Ki Demang "tetapi sementara ini aki ingin mengatur perasaanku lebih dahulu.Aku
memang harus Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
malu terhadap mereka yang kehilangan suami mereka. Mereka terpaksa menerima
keadaan itu, sama sekali tanpa harapan bahwa suami mereka itu akan datang
kembali" "Justru karena itu" sahut Ki Reksatani yang duduk di
belakangnya "seandainya mBokayu sudah diketemukan mati sama sekali, kita tidak
akan bersusah payah mencarinya.
Tetapi kita sekarang selalu dibayangi oleh gambaran-
gambaran apakah yang sedang terjadiatasnya kini. Saat ini.
Malam ini dan malam-malam berikutnya, selagi ia mengandung tua" Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak
menjawab. Dalam pada itu, Manguri dengan gelisahnya menunggu
pesuruh ayahnya yang akan memberi tahukan, dimanakah kini Sindangsari itu
disembunyikan. "Malam ini pesuruh itu harus datang" desis Manguri.
Lamat, yang diajaknya berbincang hanya dapat mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengulangi katakata Manguri "Ya, malam ini
pesuruh itu harus datang"
Sejak senja Manguri tidak beringsut dari tangga pendapa rumahnya. Matanya
melekat pada pintu regolnya yang
tertutup. Hatinya berdesir setiap kali daun pintu regol itu bergerit. Tetapi
yang lewat bukanlah orang yang ditunggunya.
Mereka adalah pelayan-palayan yang sedang pulang dari sawah, atau dari sungai
atau dari manapun juga. Juga anak-anak yang menyabit rumput buat ternak di
kandang. "Kalau ia datang terlampau malam, ia pasti dicurigai oleh para peronda yang
seakan-akan ikut menjadi gila pula
sekarang" berkata Manguri. Kemudian "Kalau salah seorang dari pesuruh itu
tertangkap, dan tidak dapat menyimpan rahasia lagi, maka semuanya akan hancur
berantakan. Usaha yang kita lakukan sampai saat ini akan menjadi sia-sia saja"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Bukan saja sia-sia "sambung Lamat "tetapi Kademangan ini pasti akan dibakar


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh kerusuhan yang tidak mudah teratasi, kecuali apabila Pasukan Mataram datang
untuk melerainya" "He" Manguri membelalakkan matanya "jadi kau pikir,
apabila keadaan memaksa, kita tidak akan dapat menyelesaikan persoalan ini sehingga kita harus menyerahkannya kepada orang-orang Mataram?"
Lamat mengerutkan keningnya.
"Kau sangka mereka akan berbuat sebaik-baiknya disini"
Tidak. Mereka justru akan menambah kekeruhan saja. Mereka akan memeras kita
kedua-belah pihak. Mereka akan
merampas apa saja yang mereka kehendaki. Bahkan termasuk Sindangsari sendiri"
"Itu tidak mungkin" tiba-tiba saja Lamat membantah,
sehingga Manguri menjadi terheran-heran.
"Kenapa tidak mungkin?"
"Ayah Sindangsari juga seorang prajurit" Lamat melanjutkannya. Jawaban Lamat itu ternyata dapat dimengerti pula oleh Manguri, Sindangsari
memang anak seorang prajurit. Namun tiba-tiba ia berkata pula "Mungkin kau
benar. Sindangsari memang anak seorang prajurit meskipun prajurit itu sudah
mati. Tetapi masalah yang lain kecuali Sindangsari, akan terjadi seperti yang
aku katakan" Lamat menggelengkan kepalanya Desisnya "Mudah-
mudahan tidak. Memang mungkin ada satu dua orang prajurit yang berbuat demikian.
Tetapi kawan-kawan mereka pasti akan mencegahnya dan bahkan pemimpin mereka
pasti akan menghukumnya"
Manguri menjadi heran mendengar kata-kata Lamat.
Karena itu ia bertanya "Dari siapa kau dengar hal itu?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamat tiba-tiba saja menjadi bingung. Tetapi ia kemudian menjawab "Aku sering
mendengar pembicaraan orang-orang yang lewat di jalan sebelah apabila aku sedang
berada di regol atau sedang memperbaiki dinding batu yang pecah atau aku sedang
berjalan ke sawah. Sejak anak-anak Gemulung pergi ke Mataram, hampir setiap
orang berbicara tentang prajurit dan anak-anak muda yang pergi itu"
Manguri mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia
menggeram "Persetan. Tetapi pesuruh ayah itu harus datang"
Lamat tidak menyahut. Tetapi ia menjadi berdebar-debar pula. Bahkan kemudian
terbayang di rongga matanya apa yang akan terjadi di Kademangan ini seandainya
permainan Manguri dan Ki Reksatani gagal. Tetapi seandainya permainan itu
berhasil apakah yang akan terjadi dengan Sindangsari dan Ki Demang di Kepandak?"
Lamat kemudian duduk membisu ketika Manguri berjalan
hilir mudik dengan gelisahnya. Bahkan ketika malam menjadi gelap. Ia berkata
"Kita menunggu di depan regol"
Lamat tidak membantah. Di kutinya saja Manguri yang
berjalan ke regol halaman rumahnya.
Namun sebelum mereka sampai keregol, mereka melihat
pintu regol yang sudah tertutup itu tersibak.
Seorang laki-laki yang menuntun seekor kuda melangkah memasuki halaman.
"Siapa?" Manguri bertanya.
"Aku, Bandil" "O, kau" desis Manguri "apakah kau membawa pesan
ayah?" "Ya" "Bagus. Bagus.Marilah, masuk sajalah ke pringgitan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Setelah membawa kudanya ke belakang, laki-laki yang
bernama Bandil itupun dibawa masuk oleh Manguri dan Lamat ke pringgitan.
"Apakah kau baru saja datang?"
"Ya. Aku kemalaman di jalan"
"Kenapa?" "Aku agak terlambat memasuki Kademangan Kepandak.
Aku takut dicurigai. Karena itu, aku menempuh jalan-jalan sempit dan bahkan
menuntun kudaku di jalan setapak. Aku menghindari
gardu-gardu peronda supaya tidak ada seorangpun yang melihat aku datang"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi ia
bertanya "Kenapa kau datang terlampau malam?"
Orang itu tidak segera menjawab.
"Kenapa he?" Manguri mendesak.
Sejenak orang itu menatap wajah Manguri, namun
kemudian ia menundukkan kepalanya. Namun ia masih tetap diam.
"Kenapa?" akhirnya Manguri membentak. Tetapi orang itu justru tersenyum tersipu-
sipu. Sambil beringsut sedikit ia berkata "Memang, memang aku agak kemalaman"
"Apakah ayah memang terlambat menyuruhmu berangkat?" Orang itu menggeleng "Tidak aku tidak terlambat
berangkat" "Jadi bagaimana?"
"Aku singgah sejenak"
"Singgah dimana?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Di rumah isteri mudaku"
"Gila. Kau benar-benar gila. Kami yang menunggu disini serasa berdiri diatas
bara. Kau seenaknya singgah di rumah isteri mudamu. Kau sungguh-sungguh sudah
gila. Kalau ayah mendengar, kau akan dihajarnya habis-habisan" Manguri
menggeretakkan giginya. Tangannya sudah menjadi gatal.
Kalau saja orang itu bukan orang yang disuruh ayahnya membawa kabar penting dan
rahasia, orang itu pasti sudah dipukulnya "Kau tahu akibat dari kelambatanmu
karena kau singgah di rumah isteri mudamu itu he" Kalau kau tertangkap dan kau
dipaksa berbicara, semuanya akan berantakan"
"Sebenarnya aku juga tidak ingin singgah di rumah isteri mudaku itu. Tetapi
jalan yang aku lalui lewat tepat di muka rumahnya. Dan kebetulan sekali isteri
mudaku itu baru berada di regol halaman"
"Kau dapat mengatakan bahwa kau sedang bergegas"
"Aku sudah mengatakan"
"Kenapa kau singgah juga"
"Ia menangis kalau aku tidak mau singgah"
"Menangis?" "Ya. Isteriku itu baru berumur empat belas tahun"
"Gila. Kau benar-benar gila. Kau sudah setua itu masih mempunyai seorang isteri
berumur empat belas tahun"
"O, itu masih belum mengherankan. Apakah kau tidak
heran kalau salah seorang isteri Ki Sukerta, baru berumur tiga belas tahun. Jadi
setahun lebih muda dari isteriku itu?"
"Persetan. Persetan. Aku tidak berurusan dengan isteri-isteri muda itu. Aku
ingin segera mendengar keterangan tentang Sindangsari"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Laki-laki yang bernama Bandil itu menarik nafas dalam-dalam. Sambil mengangguk-
anggukkan kepalanya ia berkata
"Ya, aku memang mendapat tugas untuk menyampaikan
pesan tentang. Nyai Demang"
"Dimana dia sekarang?"
"Ki Sukerta telah menyembunyikannya baik-baik"
"Ya, tetapi dimana ayah menyembunyikannya"
"Ki Sukerta membawanya ke Sembojan"
"Sembojan" Dimanakah Sembojan itu?"
"Di sebelah Temu Agal, Kademangan Prambanan"
"Begitu jauh?" "Ya. Tentu semula Ki Sukerta menganggap bahwa tempat
itu adalah tempat yang paling aman. Cukup jauh, tetapi masih dapat dicapai dalam
waktu yang tidak terlampau lama"
"Semula, kenapa kau mengatakan semula ayah menganggap tempat itu paling aman?"
"Agaknya Ki Sukerta mempertimbangkan akan membawanya ke tempat lain"
"Kenapa?" "Dengan berpindah-pindah tempat, maka jejaknya tidak
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 43 Nona Berbunga Hijau ( Kun Lun Hiap Kek ) Karya Kho Ping Hoo Pendekar Satu Jurus 5
^