Pencarian

Matahari Esok Pagi 6

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 6


menyaksikannya" Nyai Wiratapa tidak menjawab karena didengarnya desir langkah Sindangsari yang
membawa semangkuk air panas.
"Apakah ibu juga?" ia bertanya.
Ibunya menggelengkan kepalanya "Tidak. Aku tidak usah"
"Sekarang, setelah mencuci kakimu, tidurlah. Kau harus menenangkan hatimu"
berkata kakeknya. Sindangsari menganggukkan kepalanya. Kemudian setelah membersihkan dirinya ia
pergi ke biliknya. Namun ia sama sekali tidak dapat segera memejamkan matanya.
Sindangsari menahan nafasnya ketika ia melihat seseorang masuk ke dalam
biliknya. "Nenek" ia berdesis.
Perlahan-lahan neneknya mendekatinya. Kemudian duduk
di pembaringannya pula. Sambil membelai rambut cucunya ia bertanya "Kau belum
makan Sari" Sindangsari menggeleng "Aku tidak lapar, nek"
"Tetapi kau akan dapat menjadi semakin lemah. Akhir-akhir ini kau tampaknya
tidak ada selera makan sama sekali"
Sindangsari tidak menyahut.
"Apakah kau gelisah?" Sindangsari masih tetap diam saja.
"Sari" berkata neneknya "memang kadang-kadang hidup ini terasa terlampau sulit.
Seolah-olah memang sudah disediakan jalan yang harus kita lewati. Jalan itu
mungkin lurus dan licin, tetapi kadang-kadang sempit, licin dan berbatu-batu
tajam. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari masih juga diam.
"Aku dahulu Sari" berkata neneknya kemudian "seperti juga ibunya, sama sekali
belum pernah melihat dan mengenal bakal suami kami. Melihat mungkin pernah,
tetapi sekedar bentuk lahiriahnya saja. Tetapi nenek menerimanya dengan ikhlas"
Terasa dada Sindangsari menjadi semakin Berdebar-debar.
"Yang penting Sari, kita akan berusaha. Tetapi Apabila usaha ini gagal, maka kau
harus menerima sebagai suatu kenyataan yang tidak dapat di ngkari lagi"
"Maksud nenek?" tiba-tiba Sindangsari bangkit.
"Tenanglah. Nenek hanya mencoba menenteramkan
hatimu. Kalau kita memang harus melampaui jalan yang terjal, licin dan berbatu-
batu tajam maka kita jangan kehilangan akal. Kita akan melaluinya dengan hati
terbuka, dengan ikhlas. "O?" Sindangsari membanting dirinya di pembaringannya.
Tetapi tidak menjawab sama sekali.
Namun demikian ia menyadari sepenuhnya, bahwa sudah
menjadi keharusan bagi setiap gadis untuk menerima bakal suaminya begitu saja
tanpa mempersoalkannya pabila
memang dikehendaki oleh orang tuanya.
Tetapi selama ini orang tuanya tidak mencegahnya
berhubungan dengan Pamot. Orang tuanya dan kakek serta neneknya tampaknya sama
sekali tidak berkeberatan atas kelangsungan hubungan itu untuk seterusnya.
Tetapi Sindangsaripun sadar, bahwa di Kademangan ini
tidak ada orang lain yang lebih berkuasa darr Ki Demang.
Kalau Ki Demang memang menghendaki demikian, maka ia
akan menjadi korban yang tidak akan dapat mengelak lagi.
"Alangkah pahitnya" tiba-tiba kerongkongannya serasa
menjadi panas. Tetapi Sindangsari menahan dirinya untuk tidak menangis di
hadapan neneknya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tidurlah Sari" neneknya membelai rambutnya kembali.
Sindangsari menganggukkan kepalanya.
"Besok kau bangun dengan tubuh yang segar"
Sekali lagi Sindangsari menganggukkan kepalanya. Perlahan-lahan neneknyapun kemudian bangkit berdiri dan meninggalkannya di
pembaringan. Namun begitu neneknya hilang di balik pintu, maka meledaklah
tangisnya yang tertahan-tahan.
"Apakah aku harus menerima nasib yang terlampai pedih ini dengan ikhlas?"
pertanyaan itu telah berulang kali mengetuk dinding jantungnya.
Tetapi Sindangsari masih mempunyai satu harapan seperti yang dikatakan oleh
kakeknya. Kakeknya akan berkata kepada utusan Ki Demang, bahwa Sindangsari telah
berhubungan pembicaraan dan bahkan berjanji untuk hidup bersama
seorang laki-laki yang dipilihnya sendiri"
Meskipun demikian, Sindangsari tidak juga segera dapat memejamkan matanya sampai
jauh melampaui tengah malam Namun akhirnya, gadis yang sedang gelisah dan cemas
itupun jatuh tertidur pula.
Tetapi sebelum fajar, iapun sudah tergagap bangun, ketika ia diterkam oleh suatu
mimpi yang menakutkan. Seolah-olah tampak olehnya sebuah nyala api yang besar
yang mengepulkan asap yang hitam tebal. Asap itu semakin lama semakin tebal
membumbung tinggi sampai menyentuh langit.
Tetapi tiba-tiba seolah-Olah tumbuh sepasang tangan yang hitam dan mengerikan
dari kepulan asap itu. Tangan, yang dahsyat itu telah menyambarnya dengan serta-
merta tanpa seorangpun yang dapat mencegahnya.
Perlahan-lahan Sindangsari bangkit dan duduk di pembaringannya. Mimpi itu benar-benar mengerikan. Dan ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mencoba menghubungkannya dengan jalan hidup yang telah menganga di hadapannya.
"O, apakah aku tidak akan dapat menghindar lagi ?" setitik air matanya jatuh di
pangkuannya. Meskipun kemudian ia merebahkan dirinya pula, tetapi
sampai kokok ayam jantan yang terakhir kalinya, ia sama sekali tidak dapat lagi
tertidur. Sehari-harian berikutnya Sindangsari maIH tetap saja
gelisah Ia mengharap matahari berjalan lebih cepat lagi.
Malam nanti, akan datang beberapa orang tamu yang akan membawa lamaran Pamot
untuknya. Meskipun kakeknya agak ragu-ragu, tetapi kakeknya tidak menolak utusan itu.
Katanya "Baiklah, aku akan menerimanya meskipun Ki Demang akan dapat menuduh apa
saja yang dikehendakinya. Karena utusan itu datang justru setelah Ki Demang memberitahukan
bahwa iapun akan mengirimkan
utusan pula untuk melamar.
Demikianlah di sore harinya, lewat senja, beberapp orang tua-tua telah datang
beserta orang tua Pamot untuk
menyampaikan lamaran. Mereka dengan segala macam tata cara, telah minta untuk
ikut serta mengaku anak atas
Sindangsari, serta apabila tidak berkeberatan akan dijodohkannya dengan Pamot.
Memang sulit sekali bagi kakek Sindangsari yang mewakili ayahnya, untuk
memberikan jawaban. Tetapi sudah tentu ia tidak akan dapat berdiam diri saja.
Karena itu, maka seperti yang sudah dipersiapkannya setelah berpikir masak-
masak, maka orang tua itupun mengatakan dengan berterus terang, apa yang
sebenarnya telah terjadi.
"Kami tidak menolak" katanya "apalagi kami, orang tua-tua ini mengetahui bahwa
kedua anak-anak muda itu agaknya sudah mempertautkan hati masing-masing. Tetapi
kami masih Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
harus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan lain
yang dapat terjadi karena utusan Ki Demang itu"
Jawaban itu telah membuat orang tua Pamot menjadi
cemas, bahwa akhirnya mereka tidak akan dapat berbuat lain kecuali menyaksikan
gadis itu diambil oleh Ki Demang, ikhlas atau tidak ikhlas.
Tetapi merekapun menyadari kesulitan yang dihadapi oleh orang tua dan kakek
Sindangsari. Kalau besok mereka berhasil memberi penjelasan kepada utusan Ki
Demang, dan penjelasan itu diterima, maka mereka masih mempunyai
harapan untuk meneruskan pembicaraan mereka dihari-hari kemudian. Tetapai kalau
Ki Demang menghendaki Sindangsari tanpa dapat dielakkan, maka mereka pasti tidak
akan dapat menemukan jalan lain daripada menerima hal itu sebagai suatu
kenyataan. Karena itu, maka orang tua Pamotpun tidak dapat
mendesakkan pembicaraan itu. Mereka menyadari kekuasaan yang seakan-akan tidak
terbatas di Kademangan Kepandak.
Selain daripada itu, mereka mengetahui, bahwa Ki Demang adalah seorang yang luar
biasa. Kemampuannya dalam olah kanuragan dan kekerasan hatinya yang tiada
batasnya. Apalagi kedudukannya yang memungkinkannya untuk melakukan tindakan yang mendasarkan kepada kekuasaannya untuk kepentingan
apapun. Dengan demikian, maka orang tua Pamot itupun kemudian hanya dapat menunggu Pada
saatnya kakek Sindangsarilah yang akan datang kepada mereka, menyampaikan
persoalan itu, setelah utusan Ki Demang datang besok malam.
Sindangsari yang mendengarkan pembicaraan itu dari balik dinding akhirnya
menjadi kecewa. Meskipun ia tahu, bahwa tidak akan dapat membicarakan
persoalannya lebih dari itu, tetapi ia kini menjadi kian terombang-ambing oleh
kegelisahan yang semakin mencengkamnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sehari semalam ia menunggu. Dan kini ia masih harus
menunggu lagi sehari semalam, apakah yang akan dibicarakan oleh kakeknya dengan
utusan Ki Demang besok Bahkan
harapan untuk dapat lolos rasa-rasanya menjadi semakin kecil.
Sindangsari kini sudah mulai merasa seperti seekor burung di dalam sangkar.
Betapa indahnya sangkar itu, dan betapa ia tidak kekurangan makan dan minum,
namun sangkar emas itu tidak akan lebih baik dari sebuah kungkungan yang
membatasi kebebasannya. Demikianlah Sindangsari harus menunggu lagi di dalam
kegelisahan. Sehari-harian, ia tidak banyak berbicara. Matanya tampak bendul dan
kemerah-merahan. "Semalam ia pasti tidak tidur, dan bahkan menangis terus-menerus" gumam ibunya.
Neneknya menganggukkan kepalanya "Ia selalu gelisah,
Ketika aku menengoknya, lewat tengah malam, anak itu
menelungkup. Tetapi ia tidak tidur"
"Kasihan" desis ibunya "ia sudah tidak berayah dan
sekarang pada umurnya yang masih terlampau muda, ia harus menanggung keruwetan
hidup yang pasti terasa sangat berat baginya"
Neneknya mengangguk-angguk pula. Tetapi ia tidak
menjawab lagi. Dipandanginya saja Sindangsari yang sedang membersihkan halaman
depan. Tetapi gadis itu tidak dapat melakukannya selincah biasanya. Kini kadang-
kadang ia berhenti. Kemudian merenungi dedaunan yang hijau di
kejauhan. Beberapa lama ia berbuat demikian. Apabila
kemudian ia sadar, maka diteruskannya kerjanya.
Ibunya hanya dapat menarik nafas dalam-dalam.
Kakeknya yang sedang mengemasi alat-alat yang akan
dibawanya ke sawah tertegun pula melihat Sindangsari yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
muram. Di dekatinya isterinya sambil berbisik "Suruh ia bekerja di dalam. Ia
sangat payah lahir dan batin"
Nenek Sindangsari mengangguk-anggukkan lagi "Baiklah"
jawabnya. Maka kemudian sepeninggal kakeknya, nenek Sindangsari itu menghampirinya.
Katanya "Sudahlah Sari, tinggalkan kerja ini. Biarlah aku atau ibumu yang
melakukannya. Sebaiknya kau beristirahat saja. Kau tampak terlampau letih.
Tetapi Sindangsari menggelengkan kepalanya "Tidak
nenek. Aku tidak lelah"
"Kau kurang tidur, kurang makan dan kurang beristirahat.
Bukan saja tubuhmu, tetapi juga perasaanmu" berkata
neneknya "aku dapat menebak apa yang sedang bergolak di dadamu. Karena itu,
beristirahatlah. Kalau kau tidak mau, maka lakukanlah pekerjaan yang lebih
ringan di dapur Begitu?" Sejenak Sindangsari justru diam mematung mendengar
bujukan neneknya itu. Tetapi ia tidak dapat mengelak lagi ketika ibunya datang mendekatinya, dan tanpa
mengatakan sesuatu anaknya
dibimbingnya masuk sambil berkata "Letakkan sapu itu Sari.
Biarlah orang lain yang melakukannya"
Sindangsari tidak menjawab. Tetapi ia berjalan saja
mengikuti langkah ibunya.
"Duduk sajalah" berkata ibunya setelah mereka berada di dalam rumahnya "atau
barangkali labih baik kalau kau dapat tidur meskipun hanya sejenak"
Sindangsari memandang ibunya sejenak, namun kemudian
ia menggeleng "Aku tidak akan tidur bu"
"Kalau tidak, berbaringlah. Barangkali akan membuat kau agak menjadi segar"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari tidak menjawab, karena ibunya segera
meninggalkannya. Sejenak gadis itu masih saja duduk di tempatnya.
Dipandanginya isi rumahnya satu demi satu. Namun akhirnya, ia sampai kepada
dirinya sendiri yang rasa-rasanya berada di ujung senja yang menjelang kelam.
"Sore nanti mereka akan datang" desisnya kepada diri
sendiri. Betapapun juga, akhirnya mataharipun semakin lama
menjadi semakin rendah. Berbeda dengan hari sebelumnya.
Sindangsari menunggu senja dengan hati yang berdebar-
debar penuh harapan. Tetapi hari ini ia menunggu senja dengan kecemasan yang
mencengkam. Namun saat itupun datang. Ketika ujung malam meraba
padukuhan Gemulung, datanglah beberapa orang memasuki halamah rumah Sindangsari.
Beberapa orang tua-tua, beberapa orang lagi membawa sanggan, setangkap pisang, beberapa potong pakaian
dan upacara yang lain, kemudian di belakang mereka beberapa orang mengusung tiga
buah jodang berisi makanan dan pakaian.
Kedatangan mereka benar-benar telah mengejutkan seisi rumah. Bukan saja seisi
rumah, tetapi setiap orang yang menyaksikan kedatangan utusan itu. Meskipun
orang tua dan beberapa orang tetangga Sindangsari telah mendengar,
bahwa malam itu utusan Ki Demang akan datang melamar, tetapi mereka tidak
menyangka bahwa tamu itu akan
membawa berbagai macam barang dan makanan.
Sejenak kakek Sindangsari berdiri termangu-mangu di
depan rumahnya melihat kehadiran utusan itu, sehingga ia terperanjat ketika
seorang yang masih agak muda, yang berdiri di paling depan, membungkukkan
kepalanya dalam-dalam. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"O, kau anakmas "kakek Sindangsari menyapanya dengan


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jantung yang berdebaran "marilah, marilah. Silahkan masuk.
Tetapi, tetapi aku tidak menyangka, bahwa aku akan
kedatangan tamu sebanyak ini, sehingga aku sama sekali tidak menyediakan tempat
selayaknya" Orang yang berdiri di paling ujung itu tersenyum "Tidak apa paman. Biarlah
sebagian dari kami berada di luar"
"Tidak. Tidak Aku persilahkan kalian semuanya masuk,
meskipun kalian akan duduk berdesak-desakan"
"Terima kasih" jawab orang itu, yang menjadi pimpinan utusan Ki Demang. Orang
itu adalah Ki Reksatani. adik Ki Demang di Kepandak.
Kedatangan utusan itu benar-benar telah menarik perhatian hampir setiap orang di
Gemulung. Meskipun hari telah mulai gelap, namun beberapa orang telah memerlukan
dengan tergesa-gesa pergi ke seputar rumah Sindangsari. Meskipun mereka tidak
menyaksikan iring-iringan itu berjalan, tetapi mereka masih dapat melihat
beberapa orang yang masih
berdiri di halaman. Baru sejenak kemudian mereka memasuki rumah Sindangsari yang
tidak begitu besar sambil membawa semua barang-barang yang akan mereka serahkan
kepada orang tua Sindangsari. "Bukan main" desis seorang perempuan setengah umur
"agaknya nDaru sebulat rembulan penuh telah jatuh keatas rumah ini"
"Jangan iri. Kalau kau mempunyai anak secantik Sindangsari, maka mungkin kau akan menjadi mertua Ki
Demang di Kepandak" Perempuan setengah tua itu mengerutkan keningnya.
Katanya "Ya. Aku ingin mempunyai anak yang cantik"
"Tetapi kau terlambat"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Siapa tahu, isteri Ki Demang yang inipun akan dicerainya pula"
Lawannya berbicara mengerutkan keningnya. Tetapi ia
tidak menyahut. Yang didengar adalah desis seorang laki-laki di sebelahnya
"Lalu, bagaimana dengan Pamot" Bukankah kemarin orang tuanya datang juga untuk
melamar?" "Kasihan" jawab orang yang berdiri di sebelahnya "mereka hanya datang orang-
orang saja" "Maksudmu?" "Mereka tidak membawa sanggan. Tidak membawa
setangkep pisang dan sepengadeg pakaian. Belum lagi
terhitung tiga buah jodang"
Tetapi mereka membawa sesuatu yang jauh lebih berharga dari semuanya itu" sahut
seorang anak muda yang berdiri di belakangnya.
"Apa?" bertanya orang yang pertama.
"Tanggapan cinta Sindangsari. Mereka membawa hati
Pamot. Dan itu bagi seorang gadis adalah harta yang paling berharga bagi
hidupnya" Orang-orang tua itu mengerutkan keningnya. Meskipun
mereka tidak menjadi langsung, namun salah seorang dari mereka berkata "Omong
kosong. Anak-anak muda sekarang terlampau banyak bersikap aneh. Mana ada cinta
yang dikatakan lebih berharga dari semuanya itu. Orang tidak akan dapat hidup hanya
dengan cinta. Tetapi kita perlu makan, sandang dan memelihara anak-anak kita
kelak. Hanya orang-orang tua yang bodoh sajalah yang menolak lamaran ini,
meskipun seandainya ada kemungkinan untuk dicerai seperti isteri-isteri yarig
lain. Tetapi selama itu, keluarga ini sudah dapat memanfaatkan keadaan. Setidak-
tidaknya memperbaiki rumah yang sederhana ini menjadi rumah joglo yang besar"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Anak muda yang berdiri di belakangnya itu mengerutkan keningnya. Kemudian iapun
berdesis "Kasihan"
"Apa yang kasihan"
"Anak-anak yang disewakan untuk memperbaiki rumah
joglo" "Hus" Orang tua itu tiba-tiba menjadi marah. Tetapi ketika ia memutar tubuhnya,
anak muda itu sudah pergi.
"Nah, kau dengar" berkata orang tua itu kepada orang
yang berdiri di sampingnya "begitulah anak-anak muda yang tidak tahu adat. Ia
sudah berani menentang pendapat orang-orang tua. Bahkan menyindir dengan kata-
kata yang kasar. Kalau saja ia tidak pergi, aku ajari ia bersikap sopan"
Orang yang berdiri di sampingnya tidak menjawab.
Karena orang yang berdiri di sampingnya tidak menjawab maka orang tua itupun
terdiam. Namun sekarang mereka sudah tidak dapat melihat
seorangpun lagi di halaman. Semua orang sudah masuk ke dalam ruangan yang tidak
terlampau luas. Tiga buah jodang itupun telah dibawa masuk pula dan diletakkan
di tengah-tengah ruangan di samping sebuah amben bambu yang besar.
"Silahkan, silahkan" kakek Sindangsari sibuk mempersilahkan tamunya yang kemudian duduk berdesak-
desakan di amben itu pula.
"Aku minta maaf, bahwa aku tidak dapat menyediakan
tempat yang wajar" "Sudahlah jangan terlampau repot. Apa yang ada ini sudah terlampau baik buat
kami. Bukankah kami hanya akan duduk disini sebentar saja?"
"Tentu tidak hanya sebentar"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kalian tidak usah ribut-ribut. Kalian tidak usah memikirkan apa yang akan
kalian suguhkan kepada kami. Kami sudah membawa sendiri. Makanan di dalam jodang
itu adalah oleh-oleh yang sengaja kami bawa, agar kalian disini tidak bingung,
dengan apa kalian akan menjamu kami"
"Terima kasih" jawab kakek Sindangsari "terima kasih
sekali" "Ambillah isi jodang itu. Itu tidak termasuk dalam
kelengkapan upacara yang kami bawa di atas nampan ini"
"Terima kasih" tetapi orang tua itu tidak segera beranjak dari tempatnya untuk
mengambil sebagian dari isi jodang itu.
"Ambillah, kenapa kau ragu-ragu"
"Tidak, aku tidak ragu-ragu, Tetapi biarlah nanti saja aku ambil"
Reksatani mengerutkan keningnya. Tetapi kemudian iapun tersenyum "Baiklah.
Mungkin kau agak segan melakukannya.
Tetapi sebenarnya kau tidak perlu segan. Semuanya ini adalah pertanda hubungan
yang akan kami buka untuk seterusnya"
"Terima kasih" Ki Reksatani menganggung-anggukkan kepalanya. Kakek
Sindangsari kini malahan duduk pula di amben besar itu.
Sementara ibu dan nenek Sindangsari sibuk di dapur merebus air.
Dengan penuh hormat orang tua itu kemudian mengucapkan kata-kata kebiasaan bagi tamu-tamu yang
dihormati. Selamat datang, kemudian bertanya-tanya tentang keselamatan masing-
masing. "Kami bergembira sekali dapat berkunjung ke rumah ini"
berkata Ki Reksatani. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku sama sekali tidak menyangka, bahwa rumah ini akan mendapat kehormatan
kunjungan utusan Ki Demang yang
sedemikian lengkapnya" sahut kakek Sindangsari.
Ki Reksatani tertawa "Kami hanyalah sekedar menjadi
utusan. Ki Demang sendirilah yang menyiapkan semuanya ini"
Kakek Sindangsari mengangguk-anggukkan kepalanya.
Perlahan-lahan matanya beredar dari satu nampan ke nampan yang lain. Dari jodang
yang satu ke jodang yang lain. Adalah di luar mimpinya sekalipun bahwa Ki Demang
akan mengirim sekian banyak macam barang dan makanan kepadanya.
Di luar beberapa orang masih saja berdiri di kegelapan.
Mereka masih juga mempercakapkan keluarga kecil itu. Ada yang menganggap
kehadiran utusan itu sebagai suatu kurnia.
Tetapi ada juga yang menjadi iba dan belas kasihan, karena mereka sudah mengerti
sebelumnya hubungan Sindangsari dengan Pamot.
"Tidak ada orang yang akan dapat menyainginya" desis
seseorang "beberapa buah nampan penuh dengan peningset dan tiga buah jodang"
"Terlampau tergesa-gesa" sahut yang lain "lamaran itu baru diajukan sekarang.
Tetapi mereka sudah membawa
peningset sekaligus. Bagaimana kalau lamaran itu ditolak"
"Tidak mungkin. Siapakah yang dapat
memberikan peningset selengkap itu?"
"Satu-satunya orang adalah Manguri"
Kawannya berbicara itupun menarik nafas dalam-dalam.
Memang Manguri akan dapat memberikan sebanyak yang
dibawa oleh utusan Ki Demang itu. Tetapi setiap orangpun tahu, bahwa Sindangsari
sama sekali tidak tertarik bahkan membenci anak muda itu.
Dalam pada itu, sebuah bayangan menyusup diantara
dedaunan di kebun sebelah rumah Sindangsari. Semakin lama
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
semakin dekat. Dengan wajah yang tegang ia memandang
halaman rumah yang telah kosong itu.
Sekali-sekali terdengar ia berdesah. Namun kemudian
terdengar ia menggeretakkan giginya.
Ia berpaling ketika seseorang menggamitnya dari belakang sambil berkata "Jangan
kehilangan akal Pamot"
Pamot yang sedang berusaha menyaksikan apa yang telah terjadi itu menarik nafas
dalam-dalam. Seorang anak muda yang lain kemudian mendekatinya
"Kau harus dapat menimbang, panjang dan pendek. Jauh
dan dekat" "Hatiku terbakar Punta" jawab Pamot.
"Aku tahu. Tetapi kau harus tetap mempergunakan nalar"
anak muda yang lain itu berdesis "Coba apakah yang dapat kau lakukan sekarang
dengan kemarahanmu?"
Pamot tidak menjawab. "Kau harus mengerti, bahwa yang datang itu adalah utusan Ki Demang yang baru
akan melamar. Mereka belum
menentukan apa-apa selain berbicara apakah lamaran itu diterima atau tidak"
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia berdesis
"Tetapi apakah ada seseorang yang dapat menolak lamaran Ki Demang?"
Puntalah yang kini terdiam. Dipandanginya pintu yang
masih terbuka di kejauhan.
"Aku akan mendekat"
"Untuk apa" Itu hanya akan memanaskan hatimu sendiri?"
Pamot mengerutkan keningnya. Jawabnya kemudian "Aku
tidak akan berbuat apa-apa Punta. Terima kasih atas
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
peringatanmu. Tetapi aku ingin mendekat. Aku tidak tahu kenapa tumbuh keinginan
itu" "Kau setiap saat dapat kehilangan nalar, dan melakukan tindakan yang justru
dapat merugikan kau sendiri"
Pamot menggelang "Tidak Punta. Aku akan selalu mencoba mengingat akan hal itu"
Punta mengangguk-anggukkan kepalanya "Marilah aku
ikut" tiba-tiba saja Punta berdesis "di sekitar rumah itu masih ada beberapa
orang yang melihat seperti mereka melihat tontonan yang menarik"
Pamot tidak menjawab. Tetapi ia segera bergeser maju di ikuti oleh Punta.
Mereka tertegun ketika mereka melihat bayangan dua buah kepala yang tersembul di
atas pagar batu. Meskipun malam menjadi semakin gelap, tetapi Pamot masih
melihat bayangan yang bergerak-gerak itu.
"Siapakah mereka?" Pamot berbisik.
"Tidak hanya mereka, tetapi banyak yang lain"
"Tetapi yang dua ini agaknya lain daripada orang-orang yang berdiri di luar
halaman rumah itu" "Ya, seperti kita berdua. Akupun kadang-kadang heran, kenapa kita mesti harus
mengendap-endap?" "Aku malu dilihat orang"
Punta mengerutkan keningnya.
"Orang itu agaknya sengaja menyendiri pula. Mungkin ia malu seperti kita, tetapi
mungkin juga dengan maksud yang lain"
"Aku akan melihat" bisik Pamot kemudian "tunggulah disini.
Kalau terjadi sesuatu, kau jangan membiarkan aku sendiri"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Punta menganggukkan kepalanya. Tetapi kemudian ia
berkata lirih "Tetapi hati-hati. Mungkin orang itu adalah pengawas-pengawas yang
memang dipasang oleh Ki Demang untuk mencegah sesuatu terjadi"
Pamot mengangguk-angguk "Ya, aku akan berhati-hati"
Pamotpun kemudian merangkak maju. Hati-hati sekali
Semakin lama menjadi semakin dekat, dan kedua bayangan itupun menjadi semakin
jelas baginya. Bahkan kemudian ia melihat di dalam samar-samar tubuh-tubuh
mereka yang berdiri melekat dinding. Keduanya agak membungkukkan
punggungnya sambil menelekankan tangan mereka yang
bersilang di atas pagar batu, agar tubuh mereka tidak terlampau banyak tersembul
di atas pagar itu. Pamot merangkak semakin dekat. Dadanya berdesir ketika ia kemudian melihat
sesuatu mencuat di lambung mereka.
Senjata. "Mereka membawa senjata" berkata Pamot di dalam
hatinya "pasti bukan orang-orang Gemulung yang sekedar ingin menonton"
Karena itu, maka nafsu Pamot untuk mengetahui keduanya menjadi semakin besar,
sehingga iapun merangkak semakin dekat.
Tetapi tiba-tiba sekali, sama sekali di luar dugaan, salah seorang dari kedua
orang itu menjatuhkan dirinya secepat kilat. Kemudian berguling-guling seperti
roda. Pamot tidak sempat berbuat apa-apa. Ia sadar ketika
tangannya seakan-akari telah terjepit oleh kepingan besi.
Meskipun dengan sebuah tenaga ia menghentakkannya,
namun justru persendiannya sendirilah yang menjadi sakit, seakan-akan tulang-
tulang tangannya akan terlepas satu dengan yang lain.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dalam keadaan itu, Pamot tidak dapat berbuat lain dari pada menyerang dengan
tangannya yang sebelah. Namun
ketika tangannya yang tergenggam itu terpilin ke belakang, ia tidak dapat
berbuat apa-apa lagi. Meskipun ia masih mencoba menyerang dengan kakinya, tetapi
sama sekali tidak berhasil.
Karena itu, ia hanya dapat menggeretakkan giginya. Ia mengharap Punta dapat
melihatnya. Kemudian membantunya.
Kalau ia dapat melepaskan tangannya, maka mungkin ia tidak akan semudah itu
ditundukkan, karena ia masih dapat
mengharapkan kecepatannya bergerak.
Tetapi selagi ia menahan nafasnya, terasa pegangan
tangan orang itu mengendor. Perlahan-lahan bahkan tangannya dilepaskannya. "Kau Pamot" desis orang itu.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu tangannya terlepas Pamotpun segera berputar
sambil menyiapkan dirinya. Namun orang yang telah memilin tangannya itu tidak
berbuat apa-apa. Pamotlah yang kemudian menarik nafas dalam-dalam.
Orang itu adalah Lamat. Namun selagi mereka berdiri berhadapan, terdengar suara perlahan-lahan "Kenapa
kau lepaskan anak itu Lamat?"
Pamot sadar, bahwa kedua orang itu adalah Manguri dan Lamat.
"Biar saja tangannya kau patahkan" Pamot menggeretakkan giginya. "Jangan mencoba membuat keributan disini Manguri" yang terdengar adalah suara
dari kegelapan. Pamot segera
mengenal, bahwa suara itu adalah suara Punta "Kalau kau masih saja ingin membuat
persoalan dengan anak-anak
Gemulung, maka kamipun dapat berbuat lebih banyak dari gerombolan Sura Sapi yang
dapat kau usir itu. Kami dapat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengumpulkan tidak hanya lima atau enam orang anak-anak muda, tetapi puluhan"
Manguri menggeram. Tetapi ia tidak ingkar, bahwa yang dikatakan Punta itu memang
dapat terjadi. Bahkan kemudian Manguri masih juga sempat tertawa. Katanya "Aku
tidak bersungguh-sungguh.
Apakah gunanya kita sekarang bertengkar" Lihat, gadis itu sekarang sudah diambil oleh Ki Demang. Lagi-lagi
yang gila perempuan itu. Berapa kali ia kawin dan berapa kali ia berpisah lagi"
Pamot tidak menjawab. Dan Manguri masih saja tertawa meskipun perlahan-lahan.
Katanya kemudian "Tetapi yang paling parah adalah kau Pamot. Aku memang sudah
kalah sejak kau hadir diantara kami. Tetapi agaknya kau yang merasa menang itu
kini harus menelan kekalahan. Kekalahan yang sudah tentu sangat
pahit" Pamot mengerutkan keningnya.
"Kita besok atau lusa atau sepekan lagi akan melihat
persiapan yang lebih bersungguh-sungguh. Akhirnya kita akan melihat kedua
mempelai itu bersanding" Manguri berhenti sejenak "memang sakit rasanya. Tetapi
itu lebih baik bagiku. Aku lebih senang melihat Sindangsari menjadi isteri Ki Demang daripada menjadi
isterimu" "Tutup mulutmu" Pamot membentak dengan tiba-tiba.
Darahnya jang memang sedang bergolak
itu terasa menggelegak sampai ke kepala "jangan berolok-olok dalam keadaan begini Manguri"
"Jangan menjadi kalap Pamot. Kau harus berpikir baik-baik.
Di tempat ini banyak orang yang bertebaran di sekitar halaman rumah Sindangsari
untuk melihat utusan Ki Demang yang serba mentakjubkan itu. Beberapa buah nampan
berisi sanggan dan tiga buah jodang. Tiga buah jodang, Ingat.
Separo kekayaan ayahmu tidak cukup untuk membeli pakaian
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dan makanan sebanyak itu. Apakah kau kira kau akan dapat menyainginya?" Manguri
berhenti sejenak "kalau aku memang mungkin sekali. Aku dapat membawa lebih
banyak hadiah untuk gadis itu. Tetapi agaknya itupun tidak akan ada gunanya,
karena Ki Demang selain seorang yang cukup kaya, ia mempunyai kekuasaan"
Hati Pamot serasa sudah menyala di dadanya. Tetapi terasa tangan Punta
menggamitnya. Katanya "Jangan kau dengarkan anak itu mengigau. Lihat, betapa
kecut wajahnya. Aku tidak percaya bahwa hatinya tidak menjadi parah seperti
hatimu. Kalau Sindangsari tidak diambil oleh Ki Demang, Manguri pasti masih akan
berusaha terus. Tetapi usahanya kini telah tertutup. Dan ia mencoba menutupi
kekecewaannya dengan sikapnya itu"
"Punta" mata Manguri menjadi terbelalak "kau jangan turut campur"
"Aku akan turut campur. Masalahnya adalah masalah
sikapmu yang berlebih-lebihan itu. Sudah aku katakan. Aku dapat membawa lebih
dari tiga kali lipat kekuatan Sura Sapi ke rumahmu. Aku dapat berbuat apa saja.
Membakar rumahmu dengan segala isinya" Menangkap kau dan menyeret di
sepanjang jalan padukuhan" Apa lagi" Tidak seorangpun sempat mengurus perkara
ini karena Ki Demang sedang sibuk dengan hari perkawinannya. Aku yakin bahwa Ki
Jagabaya dan bebahu-bebahu lainnya ada di dalam rombongan itu pula"
"Persetan" Manguri berpaling ke arah Lamat. Tetapi
raksasa itu menundukkan kepalanya.
"Tidak akan banyak artinya" desis Manguri di dalam hati
"kalau aku membuat keributan disini, mungkin orang-orang di dalam rumah
Sindagsari menjadi salah paham, dan menyangka aku menjadi sakit hati dan berbuat keonaran"
Dengan demikian maka Manguripun tidak membuat
persoalan itu menjadi berlarut-larut. Bahkan kembali ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tertawa sambil berkata "Baiklah. Aku memang lebih baik pergi.
Tidak ada gunanya terlampau lama disini. Itu memang hanya akan menyakitkan hati"
ia berhenti sejenak, lalu "Marilah Pamot. Tinggalkan saja Sindangsari. Lupakan
gadis itu yang sebentar lagi akan sudah menjadi Nyi Demang di Kepandak"
Manguri berhenti pula sambil melemparkan pandangan
matanya ke pintu yang terbuka. Seberkas cahaya pelita terlontar keluar dan jatuh
di atas tanah yang kering.
"Pamot" tiba-tiba ia berdesis "kalau kau setiap kali pergi ke Kademangan untuk
berlatih, kau akan selalu melihatnya. Kau akan dapat pergi ke dapur dan berkata
kepadanya "Nyi Demang, aku haus. Haus sekali"
Manguripun kemudian tertawa pula. Nadanya meninggi
meskipun tidak menjadi terlampau keras.
"Bukankah kau salah seorang anggauta pengawal khusus?"
"Diam, diam kau Manguri" Pamot menggeram.
Suara tertawa Manguri masih terdengar. Katanya "Kita
bersama-sama telah menjadi sakit hati karena peristiwa ini. Ki Demang ternyata
bukan seorang pemimpin yang baik. Ia lebih mementingkan nafsunya sendiri
daripada kesejahteraan rakyatnya " Manguri tiba-tiba menjadi bersunggug-sungguh "he Pamot, apakah kau dapat menelan
kepahitan ini?" Pamot tidak menjawab. Manguri kemudian menggeram, tetapi kata-kata yang
terloncat dari bibirnya tidak begitu jelas terdengar.
"Lamat" katanya kemudian "marilah kita tinggalkan tempat terkutuk ini. Aku
mengagumi gadis itu ketika ia menolak pemberianku. Tetapi kalau pemberian Ki
Demang ini diterimanya, baik oleh Sindangsari maupun oleh orang tuanya, maka gadis itu
tidak lebih dari perempuan hina yang
memperbandingkan upah yang akan didapatkannya dari
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
penyerahan dirinya. Dengan demikian dongeng tentang cinta yang murni antara
Sindangsari dan Pamot akan segera lenyap dari padukuhan Gemulung. Kawan-kawan,
para gembala dan gadis-gadis
yang mencuci di kali tidak akan lagi mendengarkan tembang asmaradana yang mereka jalin
dengan nama-nama Sindangsari dan Pamot"
Dada Pamot serasa akan retak karenanya. Tetapi ia masih menahan diri.
Dipandanginya saja Manguri yang kemudian melangkah menyusup digerumbul-gerumbul
liar di kuti oleh Lamat di belakangnya.
"Bagaimanapun juga anak itu tetap berbahaya" desis
Punta. "Ya" Pamot menganggukkan kepalanya.
"Kau percaya bahwa ia akan berhenti sampai disni
meskipun Sindangsari kelak terpaksa dibawa oleh Ki Demang Kepandak"
Perlahan-lahan Pamot menggelengkan kepalanya.
"Suatu keadaan yang rumit" berkata Punta tetapi semuanya harus diperhitungkan
dengan nalar. Tidak hanya dengan perasaan semata-mata"
Pamot tidak segera menjawab. Tetapi kini dilemparkannya pandangan matanya ke
arah pintu yang masih terbuka itu.
Meskipun ia tidak melihat, tetapi terbayang di rongga matanya, utusan Ki Demang
itu sedang tertawa-tawa sambil mengunyah makanan yang mereka bawa sendiri dari
Kademangan. Tetapi Pamot tidak berani membayangkan, apakah yang
sedang dilakukan oleh Sindangsari sekarang. Apakah ia juga tertawa melihat
peningset yang dibawa oleh utusan Ki
Demang itu di atas nampan dan di dalam jodang, ataukah ia sedang menangis di
dalam biliknya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Pamot" berkata Punta "sebaiknya kita tinggalkan saja tempat ini. Aku kira tidak
ada gunanya kau tetap disini. Tidak ada gunanya bagimu dan tidak ada gunanya
bagi Sindangsari" "Aku ingin tahu apa yang akan mereka lakukan" jawab
Pamot. "Kau pasti sudah dapat memperhitungkannya berkata
Punta kemudian "mereka akan melamar dan menyerahkan
barang-barang itu kepada ibu, nenek dan kakek Sindangsari.
Apakah kemudian lamaran itu mereka terima, kita tidak akan tahu malam ini,
meskipun kita menunggui mereka, sampai mereka meninggalkan rumah itu"
Pamot menarik nafas. "Marilah kita kembali. Lebih baik bagimu untuk berkumpul dengan kawan-kawan di
gardu daripada kau berada disini"
Pamot tidak menyahut. "Kau tidak perlu melukai hatimu sendiri. Kalau luka itu memang sudah tumbuh,
jangan kau buat luka itu menjadi semakin parah"
Akhirnya Pamot menganggukkan kepalanya. Jawabnya
"Baiklah" "Bagus" sahut Punta "marilah. Biar sajalah apa yang akan terjadi di dalam rumah
itu terjadi" Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia mengikuti
saja seperti anak-anak di belakang ayahnya. Dan keduanyapun kemudian pergi ke sudut desa, berkumpul
dengan kawan-kawan mereka di gardu.
Kakeknya yang sedang mengemasi alat-alat yang akan
dibawanya ke sawah tertegun pula melihat Sindangsari yang muram. Di dekatnya
istrinya sambil berbisik "Suruh ia bekerja di dalam. la sangat payah lahir dan
batin. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ternyata kawan-kawan Pamotpun dapat mengerti, bahwa
anak muda itu sedang mengalami goncangan yang dahsyat di dalam dirinya. Karena
itu, maka mereka sama sekali berusaha untuk menjauhkan pembicaraan mereka dari
persoalan Sindangsari yang malam ini telah mendapat lamaran dari Ki Demang Kepandak.
Dalam pada itu, di dalam rumah Sindangsari, para utusan Ki Demang itupun sedang
menikmati minuman dairi mangkuk masing-masing. Diselingi oleh gelak dan tertawa
merekapun berbicara mengenai masalah mereka sehari-hari. Mengenai air di sawah
yang kadang-kadang tidak mengalir, mengenai harga kebutuhan sehari-hari yang
memanjat terus karena kebutuhan yang meningkat, sejalan dengan meningkatnya
persiapan Sinuhun Sultan Agung yang berniat untuk mengusir orang yang berkulit
putih dari Betawi, yang nampaknya semakin lama semakin melanggar hak dan
Kekuasaan Mataram. Namun akhirnya, setelah malam menjadi semakin dalam, Ki Reksatani yang menjadi
pimpinan utusan itupun berkata "Nah, agaknya hari menjadi semakin malam tanpa
sesadar kita. Dengan demikian, maka baiklah kiranya kami akan memulai mengatakan keperluan
kami datang kemari" Kakek Sindangsari menganggukkan kepalanya sambil
menjawab "Silahkan. Silahkanlah"
"Mungkin keluarga disini sudah mengetahui keperluan kami seperti yang pernah
diberitahukan oleh utusan pendahuluan kami yang datang dua hari yang lampau"
"Ya, ya. Demikianlah kiranya"
"Meskipun demikian, kami akan mengulanginya dengan
semestinya, sesuai dengan tata cara yang berlaku"
Kakek Sindangsari mengangguk-angguk "Silahkan"katanya.
Maka Ki Reksatanipun kemudian mempersilahkan seorang
yang sudah agak lanjut usianya untuk menyampaikan
keperluan mereka datang ke rumah Sindangsari itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dengan segala macam kebiasaan seseorang yang datang
melamar, dengan menyebut segala macam kebaikan kedua
belah pihak, maka akhirnya orang tua itu berkata "Dengan demikian, maka
sampailah lamaran Ki Demang yang bijaksana itu cucunda Sindangsari yang telah
sesuai menurut pilihan hati Ki Demang dan orang tua-tua yang akan merestuinya.
Keduanyapun akan menjadi pasangan yang seimbang dan
sempurna. Kakek Sindangsari mendengarkan kata demi kata dengan
saksama. Sudah lebih dari sepuluh kali ia mendengar kata-kata serupa itu apabila
ia diminta oleh tetangga-tetangganya untuk menerima tamu yang datang melamar di
rumah mereka. Sebagai seorang yang termasuk telah cukup tua, iapun sering diminta
untuk mengikuti ututsan-utusan dari anak-anak tetangganya, yang melamar bakal
isteri mereka. Namun kini ia sendirilah yang harus menerima lamaran itu.
Karena itu, maka baru kinilah ia mendengarkan kata-kata yang sudah tersusun
demikian itu dengan teliti"
Ternyata kata-kata utusan itu hampir tidak ada kebenarannya sama sekali. Semua pujian yang diucapkannya adalah yang pernah
didengarnya lebih dari sepuluh kali itu juga. Sedang jodoh yang seimbang menurut
penilaian orang itupun sama sekali bukan penilaiannya yang sebenarnya. Kata-kata
itu diucapkan seperti yang seharusnya diucapkan
siapapun yang disebutnya. Adalah tidak wajar sama sekali bahwa kedua calon
penganten ini, Ki Demang dan Sindangsari adalah pasangan yang seimbang dan
sempurna. Orang tua itupun kemudian menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak pernah
mempersoalkannya meskipun ia pernah
menunggui seseorang yang menerima lamaran dari seorang laki-laki tua yang sudah


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mempunyai dua orang, isteri atas seorang gadis kecil. Tetapi baru sekarang ia
memperhatikan kata demi kata itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Demikianlah kata-kata lamaran itu" berkata orang tua itu selanjutnya "dan kami
sekeluarga mengharap bahwa lamaran ini akan terkabulkan. Bersama ini kami
membawa sekedar tanda yang akan menguatkan ikatan dari pembicaraan kita ini"
Kakek Sindangsari mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tetapi kemudian ia menjawab "Kami mengucapkan terima
kasih atas lamaran ini "ia berhenti sejenak, dan tiba-tiba saja ia telah
kehilangan gairah untuk menjawab lamaran itu seperti yang biasanya harus
diucapkan. Sekilas terbayang di wajah orang tua itu keragu-raguan, namun
kemudian ia berkata seperti kata di dalam hatinya "Ki Sanak, lamaran ini memang
merupakan kehormatan yang tiada taranya bagi kami. Tetapi apaboleh buat, bahwa
saat ini kami masih belum dapat
menjawabnya. Karena itu pula, maka kami masih belum dapat menerima tanda ikatan
yang kalian bawa dari Ki Demang"
orang tua itu berhenti sejenak Kemudian iapun berkata berterus terang "Aku tidak
akan menyembunyikan kenyataan, bahwa cucuku telah mengikatkan hatinya dengan
seorang anak muda yang bernama Pamot. Aku kira, Ki Demangpun
telah mengetahuinya pula. Bahkan Ki Demang pernah datang ke rumah ini untuk
menyelesaikan masalah anak-anak muda yang timbul di Gemulung"
Sejenak para utusan Ki Demang itu saling berpandangan.
Seharusnya kakek tua itu menjawab, bahwa ia tidak
berkebaratan dan ia akan bertanya kepada cucunya. Tetapi sudah tentu bahwa
cucunya itu tidak akan dapat menolak keputusan orang-orang tua itu.
Tetapi ternyata kakeknya itu tidak menjawab demikian, tidak menjawab seperti
yang seharusnya menurut mereka.
Sementara itu kakek Sindangsari melanjutkan "Apalagi
kemarin telah datang utusan keluarga Pamot untuk melamar cucuku, tanpa
mengetahui lebih dahulu, bahwa Ki Demangpun akan mengirimkan utusan ini.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Wajah-wajah dari para utusan itupun menjadi tegang.
Sejenak mereka saling berpandangan.
"Demikianlah" kakek Sindangsari mengakhiri jawabannya
"Aku kira aku lebih baik berterus terang daripada aku mengucapkan jawaban yang
tidak didasarkan pada kenyataan yang kita hadapi sekarang"
Para utusan itu tidak segera dapat menanggapi keadaan itu. Mereka seakan-akan
justru terpesona oleh sikap kakek Sindangsari yang keluar dari tatacara yang
selajimnya. Dalam keragu-raguan mereka saling berpandangan dengan sorot mata
yang bertanya-tanya. Namun adalah di luar dugaan pula ketika Ki Reksatanilah yang kemudian menyahut
"Terima kasih atas jawaban itu.
Kami menghargai setiap sikap berterus terang. Kami sadar, bahwa memang kami
tidak akan dapat berbuat banyak dalam hal ini. Apabila gadis itu memang sudah
resmi di dalam suatu ikatan janji dengan seorang laki-laki, maka aku kira,
demikianlah yang akan kita katakan kepada kakang Demang"
"Nanti dulu adi Reksatani" berkata salah seorang dari anggauta
utusannya "jangan tergesa-gesa menerima jawabannya. Kita sudah mendapat kekuasaan sepenuhnya dari Ki Demang. Apalagi Ki
Demang sudah menyediakan sanggan dan perlengkapannya. Itu berarti bahwa Ki
Demang sudah menganggap pembicaraan ini adalah pembicaraan yang sudah jadi"
"Maksud kakang" bertanya Ki Reksatani.
"Ki Demang tidak akan menarik diri dalam keadaan
apapun" jawab orang itu dengan pasti.
Ki Reksatani mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia mengangguk-anggukkan
kepalanya. Katanya "Tetapi kami
adalah utusan-utusan yang tidak dapat mengambil keputusan apapun. Kami mendapat
tugas untuk menyampaikan lamaran, dan kami sudah menyampaikannya. Kini kami
mendengar Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
jawaban dari orang yang berkepentingan. Bukankah tugas kita menyampaikan jawaban
ini kepada kakang Demang" Kalau
kemudian kakang Demang mengambil keputusan, kita akan memberitahukan keputusan
itu pula" "Itu akan memakan waktu. Apakah kita sekarang tidak
dapat menyampaikan hasrat hati Ki Demang yang sudah pasti kita ketahui"
"Tentu" jawab Ki Reksatani "tetapi itu kurang bijaksana agaknya"
Orang itupun kemudian terdiam. Ki Reksatani adalah
pimpinan dari utusan ini, sehingga keputusannyalah yang akan berlaku. Namun
demikian para anggauta utusan itu menjadi heran. Ki Reksatani agaknya tidak
mendesakkan maksud Ki Demang itu kepada kakek gadis itu. Setidak-tidaknya ia
dapat memberikan gambaran, bahwa niat Ki Demang ini tidak akan dapat dicegah
lagi. "Meskipun demikian" tiba-tiba Ki Reksatani itu berkata
"semua barang-barang yang telah kami bawa kemari, akan kami serahkan kepada
keluarga disini. Kami tidak akan membawa kembali sehelai pakaianpun"
Kakek Sindangsari mengerutkan keningnya.
"Dan kami juga tidak akan membawa kembali makanan
yang sudah kami serahkan, kecuali yang sudah kami makan"
Ki Reksatani masih sempat tertawa.
Kawan-kawannya benar-benar tidak dapat mengerti sikap adik Ki Demang ini.
Agaknya ia acuh tidak acuh saja atas jawaban kakek Sindangsari yang tidak
berkepastian itu. "Kakek tua ini terlampau besar kepala" berkata salah
seorang dari utusan itu di dalam hatinya "kurang apa lagi kurnia yang
diterimanya. Ia akan mendapat menantu seorang Demang dan mendapat peningset
sekian banyaknya. Kalau saja aku mempunyai seorang anak gadis"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi yang lain berpikir "Ki Reksatani melihat kejanggalan itu. Gadis itu tentu
tidak akan merasa berbahagia kawin dengan seorang laki-laki yang pernah
beristeri lima kali, meskipun ia masih muda. Apakah perkawinan ini merupakan
perkawinan yang dicita-citakan oleh seorang gadis seperti Sindangsari" Dan
agaknya kakek tua itu mencoba mengerti perasaan cucunya, meskipun dibayangi oleh
sekian banyak barang-barang yang cukup berharga"
Dan yang terdengar kemudian adalah suara kakek tua itu
"Tetapi, kami mengharap Ki Reksatani sudi membawa barang-barang ini kembali.
Bukan karena kami menolak. Tidak. Kami masih belum menyatakan penolakan atas
lamaran ini. Kami hanya minta Ki Demang mengerti, bahwa Sindangsari telah
terikat oleh suatu janji yang telah disaksikan oleh orang tua masing-masing"
"Tidak" jawab Ki Reksatani "aku dapat mengerti persoalan ini sepenuhnya. Tetapi
aku tidak dapat memutuskannya.
Adalah tidak pantas bahwa apa yang sudah kami serahkan itu kami ambil kembali"
"Soalnya bukan pantas atau tidak pantas" jawab kakek
Sindangsari "tetapi barang-barang itu adalah suatu adat tatacara. Barang-barang
itu adalah suatu pertanda ikatan.
Sedang ikatan itu masih belum dapat kami tentukan sekarang.
Dengan demikian maka peningset ini tidak sepantasnya pula kami terima"
Ki Reksatani tertawa. Jawabnya "Soalnya bukan pantas
atau tidak pantas. Tetapi barang-barang ini sudah ada disini.
Terimalah apapun namanya. Apakah barang-barang itu kau sebut peningset, atau
oleh-oleh atau barangkali alat untuk memaksa agar lamaran ini kau terima, atau
bahkan bukan apa-apa. Tetapi biarlah semuanya itu disini. Kami tidak akan
membawanya kembali ke Kademangan"
Ketika kakek Sindangsari masih akan menjawab Ki
Keksatani mendahuluinya "Jangan dipersoalkannya lagi. Kami
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
akan segera minta diri dan melaporkan kehadiran kami disini.
Melaporkan apa yang telah terjadi dan melaporkan jawaban kalian"
Orang tua itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi ia sama sekali tidak
menjawab lagi. Kepalanya yang diwarnai oleh rambutnya yang telah memutih, yang
satu-satu berjuntai di bawah ikat kepalanya itupun menunduk.
"Sangat berat rasanya menghadapi persoalan ini" katanya di dalam hati.
Kemudian Ki Reksatani beserta kawan-kawannyapun segera minta diri. Mereka sama
sekali tidak mau lagi membicarakan jodang dan nampan-nampan yang masih terletak
di amben yang besar itu. Maka sejenak kemudian merekapun meninggalkan rumah
Sindangsari dengan angan-angan yang berbeda-beda.
Salah seorang tua yang ada di dalam rombongan itu
bertanya "Kenapa kau bersikap begitu Ki Reksatani. Seolah-olah kau tidak
mengambil suatu kepastian bahwa Ki Demang benar-benar mengingini anak itu"
Ki reksatani menarik nafas dalam-dalam, katanya "Aku juga mempunyai anak
perempuan meskipun masih kecil. Terbayang di dalam angan-anganku, betapa anakku
itu menangis meronta-ronta apabila ia menjadi kecewa. Nah, itulah kata hati yang sejujur-
jujurnya. Anak-anak berkata berterus terang.
Ia tertawa kalau ia sedang bergembira, dan ia menangis kalau ia sedang sakit,
kecewa, marah dan perasaan lain yang tidak menyenangkan"
Orang tua itu mengerutkan keningnya.
"Orang-orang yang lebih besar dan apalagi dewasa, dapat menyembunyikan
perasaannya. Mereka dapat berpura-pura.
Bahkan kadang-kadang demikian cakapnya seseorang berpura-pura sehingga kita tidak dapat mengerti, perasaan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang sebenarnya tersembunyi di dalam hatinya. Nah, apakah katamu seandainya
orang tua itu menerima lamaran kakang Demang" Apakah, ia bersikap jujur?"
Orang tua itu tidak menjawab.
"Orang tua itu sudah berkata sebenarnya. Kita harus
menghargai sikapnya "
"Tetapi kaupun sudah berpura-pura pula" sahut orang tua itu "kau tahu pasti
bahwa Ki Demang memang menghendaki Sindangsari. Sindangsari harus menjadi
isterinya. Kenapa kau tidak berkata begitu?"
"Aku tidak berpura-pura sekarang. Keberangkatanku inilah yang berpura-pura"
Orang tua itu menjadi bingung.
"Kalau kau ingin mendengar penjelasannya, baiklah. Aku memang tidak senang
melihat kakang Demang kawin lagi
dengan gadis kecil itu. Dan aku sudah tidak jujur terhadap diriku sendiri karena
aku bersedia melamarnya. Tetapi aku tidak sampai hati untuk memaksakan kehendak
kakang Demang itu. Kau tahu, betapa parah hati Sindangsari"
Orang tua itu tiba-tiba menggeleng "Belum tentu"
bantahnya "aku sudah melihat lebih dari sepuluh orang gadis yang harus kawin
sesuai dengan pilihan orang tuanya. Mereka dapat hidup tenteram, salah seorang
dari mereka adalah isteriku
sendiri. Isteriku belum pernah melihat aku sebelumnya. Apalagi berkenalan"
"Tetapi bakal isterimu tahu. bahwa kau adalah seorang jejaka. Kau seorang yang
baik hati, yang rajin bekerja dan pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan-
lingkungan baru" Orang tua itu mengerutkan keningnya. Lalu "Ya, aku
memang orang yang baik hati yang rajin bekerja dan pandai menyesuaikan diri
dengan lingkungan-lingkungan baru.
Isteriku lambat laun mencintaiku juga"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Itulah bedanya "
"Tetapi" tiba-tiba ia sadar akan dirinya "aku juga pernah melihat nah, kau pasti
juga kenal, Kerta Bungkik. Ia sudah pernah kawin tiga kali. Umurnya waktu itu
lebih tua dari Ki Demang sekarang. Dan ia kawin dengan seorang gadis kecil.
Meskipun mula-mula gadis itu menangis meronta-ronta, kau tahu, berapa anaknya
sekarang?" Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam.
"Anaknya dua-belas" sambung orang tua itu "ya dua-belas.
Kalau ia tidak keguguran dua kali, maka anaknya pasti menjadi ampat belas"
Ki Reksatani tidak menjawab.
"Kemudian, aku dapat membuktikan bahwa perempuan
yang menjadi isterinya itu telah benar-benar jatuh cinta kepadanya meskipun
lambat laun. "Apa buktinya?" bertanya Reksatani.
"Ketika Kerta Bungkik itu kawin lagi dengan janda di
sebelah rumahnya, isterinya menangis tiga hari tiga malam.
Bukankah itu suatu bukti bahwa ia tidak mau kehilangan orang bungkik yang
mengambil selagi ia masih gadis
walaupun bungkik itu sudah pernah kawin tiga kali?"
"O" Ki Raksatani berdesah. Katanya "pikiranmu memang
sudah terbalik. Sudah tentu perempuan itu menangis. Sama sekali bukan ia
tergila-gila pada suaminya yang bungkik itu.
Tetapi ia merasa sakit hati. Ia sudah dipaksa untuk menjadi isterinya, dan
akhirnya ia harus mengalami masa yang pahit.
Hidup dimadu adalah hidup yang paling tidak menyenangkan bagi perempuan"
"Itupun tidak benar. Kalau demikian, maka janda di sebelah rumah Bungkik itu
tidak akan mau menjadi isterinya, karena ia tahu pasti bahwa Bungkik sudah
mempunyai seorang isteri yang cantik meskipun anaknya sudah dua-belas"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak akan dapat menjelaskan
seluruh masalahnya dalam waktu singkat. Tetapi dengan demikian ia mempunyai
gambaran-gambaran yang jelas, bagaimana cara orang tua-tuta itu menilai sebuah
perkawinan. Dalam pada itu, mereka yang ditinggalkan oleh utusan Ki Demang itupun menjadi
sangat gelisah. Apalagi Sindangsari sendiri. Ia tidak dapat lagi menahan air
matanya yang menitik satu-satu di pangkuannya.
Kakeknyapun duduk tepekur di amben yang besar itu
sambil merenungi barang-barang yang sama sekali belum disentuhnya, kecuali
makanan yang kemudian disuguhkannya kembali kepada utusan itu.
"Apakah mereka akan memaksa kek" bertanya Sindangsari.
"Kakeknya tidak menyahut. Meskipun tampaknya Ki
Reksatani mencoba untuk mengerti alasannya, namun
menurut pembicaraan kawan-kawannya maka sama sekali
tidak akan ada harapan lagi bagi Sindangsari untuk
mengelakkan dirinya. "Bagaimana kek" desak Sindangsari.
"Aku tidak dapat mengatakannya sekarang Sari. Tetapi aku sudah mencoba untuk
menjelaskan, bagaimana keadaanmu
sekarang. Kalau Ki Demang dapat mengerti keadaanmu, maka mudah-mudahan ia akan
memberi kesempatan. Tetapi
semuanya masih gelap bagiku"
Titik air mata Sindangsari masih menetes di pangkuannya.
Ibunya yang duduk di sampingnya hanya mampu menundukkan kepalanya sambil menahan diri, untuk tidak ikut menangis pula agar
ia tidak membuat anaknya menjadi
semakin berkecil hati. Neneknya sama sekali terdiam. Ia merenungi keadaan itu dengan saksama. Perempuan
tua itu mencoba menimbang-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
nimbang, apakah salahnya kalau lamaran ini diterima.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukankah akan jauh lebih baik, bersuami seorang Demang daripada bersuamikan
Pamot, seorang petani yang sederhana saja.
Tetapi perempuan itu tidak berani mengucapkannya. Ia
sadar, bahwa suaminya agaknya mempunyai pertimbangan
lain. Karena itu ia akan patuh saja kepada suaminya seperti demikianlah yang
diperbuatnya selama ia menjadi isterinya.
Jarang sekali ia mempunyai pendirian dan sikap yang
dipertahankannya di hadapan suaminya, karena orang tua selalu menasehatinya
selagi ia masih gadis "Laki-laki adalah tempatmu bertumpu. Sedih gembira, sorga
neraka, kau harus ikut bersamanya. Apapun yang akan terjadi, ia adalah tempat
kau menompangkan dirimu"
"Sari" terdengar kemudian suara kakeknya "sudahlah.
Tidurlah. Jangan kau risaukan lagi masalah ini. Masalah ini tentu akan
berkembang sesuai dengan apa yang harus terjadi.
Kita memang wajib berusaha. Tetapi pada suatu saat kita akan melihat kenyataan.
Apakah kenyataan itu akan sesuai dengan keinginan kita atau tidak, itu adalah di
luar jangkauan" kakeknya berhenti sejenak, lalu "tetapi adalah kurang bijaksana, bahwa kita akan
selalu dicengkam oleh kecemasan dan ketakutan. Pada suatu saat kita memang harus
berani menghadapi kenyataan itu betapapun pahitnya. Dengan
demikian kita tidak akan ditinggalkan oleh nalar"
Sindangsari masih menitikkan air mata. Ia kini sadar, bahwa kakeknyapun
menganggap, terlampau sulit untuk
menghindarkan dirinya dari Ki Demang yang telah lima kali kawin itu.
"Tidurlah" Sindangsari tidak menyahut. Tetapi iapun kemudian bangkit dan melangkah ke
biliknya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Demikianlah ia meletakkan dirinya di pembaringannya,
maka iapun segera menelungkup sambil mencurahkan air
matanya, seakan-akan banjir yang tertahan-tahan, pecah menghambur tanpa dapat
ditahan-tahan lagi. Di ruang dalam, kakeknya, neneknya dan ibunya masih
duduk sambil merenungi keadaan. Sekali-sekali mereka
memandangi barang-barang yang masih berada di tempat
masing-masing. Mereka seakan-akan sama sekali tidak
menyentuhnya sama sekali.
"Ayah" terdengar suara ibu Sindangsari lirih "bagaimanakah sebenarnya
pertimbangan ayah?" "Aku kasihan kepada anakmu" jawab ayahnya "tetapi kita semua tahu, tidak ada
kekuasaan yang dapat membatasi
kekuasaan Ki Demang disini"
"Ayah" berkata Nyai Wiratapa "bagaimana kalau anak itu aku bawa saja ke kota?"
"He" ayahnya terkejut "lalu, kau akan tinggal dimana?"
Nyai Wiratapa terdiam. Terbayang masa-masa hidupnya
sebagai seorang isteri prajurit yang meskipun tidak kaya, tetapi kecukupan.
Tetapi suaminya kini sudah tidak ada lagi.
Dan ia sudah memilih kampung halamannya ini menjadi
tempat tinggal. Sinuhun Sultan Agung sudah berkenan
memberikan sebidang tanah di dekat kampung halamannya sebagai tongkat hidupnya
sepeninggal suaminya. "Hidupmu akan menjadi bertambah sulit"
Nyai Wiratapa tidak menjawab. Namun seakan-akan
terkenang kembali apa yang pernah dialaminya sebelum ia pulang ke kampung
halaman. Seorang laki-laki pernah datang kepadanya dan berkata dengan hati
terbuka "Nyai Wiratapa, kita masing-masing sudah ditinggalkan oleh sisihan kita.
Isteriku sudah meninggal, dan kini suamimu meninggal.
Apakah kita tidak dapat hidup bersama-sama?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Belum lagi ia mengambil keputusan, Sindangsari yang
mendengar persoalan itu menangis tanpa dapat ditenangkannya, sebelum ia berjanji bahwa ia tidak akan menerima lamaran itu.
Sebagai orang-orang yang cukup dewasa maka laki-laki
itupun dapat mengerti keadaannya, dan iapun mengurungkan niatnya.
Namun kini tiba-tiba terkilas di dalam angan-angannya
"Bagaimana kalau aku berbicara kepada Sindangsari tentang hal itu supaya ia
dapat pergi ke kota?"
Nyai Wiratapa memejamkan matanya. Ia tidak lagi
memikirkan dirinya sendiri, apakah ia mencintai laki-laki itu atau tidak. Yang
penting baginya adalah meninggalkan
padukuhan Gemulung ini. Namun dengan demikian Sindangsari akan terhindar dari kepedihan yang satu dan
akan jatuh ke dalam keadaan yang serupa pula, karena gadis itu tidak dapat
melihat perkawinan ayah dan ibunya ternoda,
meskipun ayahnya sudah meninggal. Air mata Nyai Wiratapapun menitik pula.
"Sudahlah" desis ayahnya "kau jangan menambah anakmu
menjadi semakin bingung"
Nyai Wiratapa mengusap air matanya. Tetapi ia sama sekali tidak mengatakan
kepada ayahnya, apa yang sedang
berkecamuk di dalam hati.
"Sebaiknya kau jangan berpikir kemungkinan untuk tinggal di kota" berkata
kakeknya "belum tentu kau dan anakmu akan dapat hidup tenteram karena kau berdua
adalah perempuan yang hidup sendiri. Apakah kata orang-orang di sekitarmu
tentang kau berdua" "Tetapi" tiba-tiba Nyai Wiratapa berdesis "bagaimana
dengan Sindangsari ayah. Apakah aku akan sampai hati
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
membiarkan anak itu terperosok ke dalam kehidupan yang sama sekali tidak
diingininya" "Aku juga berpikir demikian. Namun kemampuan kita
benar-benar terbatas" ayahnya berhenti sejenak,
lalu "beristirahatlah"
"Jangan terlampau kau pikirkan" berkata ibunya "kita masih belum tahu, apakah
benar Sindangsari tidak akan menemui kebahagiaan apabila ia menjadi isteri
Demang itu" Memang ia pernah kawin lima kali, tetapi isterinya yang terdahulu
sama sekali tidak pantas untuk menjadi seorang isteri Demang yang baik. Apalagi
mereka tidak mempunyai anak sama sekali.
Sedang Sindangsari mempunyai beberapa kelebihan dari
gadis-gadis padukuhan ini. Barangkali ia akan dapat
memenuhi keinginan Ki Demang dan tidak akan mengalami nasib seperti kelima
isterinya yang terdahulu"
Nyai Wiratapa tidak menyahut. Itu adalah pemupus yang paling dalam,
apabila mereka memang sudah tidak berpengharapan untuk menghindar.
"Tidurlah" berkata ayahnya kemudian.
Nyai Wiratapapun kemudian berdiri dengan ragu-ragu.
Namun ia tidak segera pergi ke biliknya. Dijenguknya anaknya yang masih menangis
di pembaringannya. Meskipun seakan-akan Nyai Wiratapa tidak dapat lagi
menahan perasaannya, namun ia berusaha sekuat-kuat
tenaganya untuk tidak menangis. Disentuhnya bahu anaknya sambil berbisik
"Sudahlah Sari. Tidurlah. Kakekmu akan berusaha terus, menghindarkan kau dari
kesulitan ini" Sindangsari sama sekali tidak menjawab. Isaknya masih tetap menyesakkan dadanya.
"Tidurlah sayang" bisik ibunya di telinganya. Kemudian ditinggalkannya anaknya
itu dengan hati yang berat.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dalam pada itu, Ki Reksatani beserta rombongan kecilnya, tidak segera pulang ke
rumah masing-masing. Tetapi mereka langsung pergi ke Kademangan untuk melaporkan
hasil kunjungan mereka ke rumah gadis yang bernama Sindangsari itu.
Dengan tergopoh-gopoh Ki Demang mempersilah-kan
mereka masuk. Tanpa membenahi pakaiannya yang kusut, ia segera menemui orang-
orang yang baru pulang dari melamar itu.
"Bagaimana Reksatani" Kau tidak parnah gagal sebelumnya" berkata Ki Demang.
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam. Katanya di dalam hati "Sudah tentu tidak
akan pernah gagal, karena kekuasaan kakang Demang "tetapi ia tidak
mengucapkannya. Yang dikatakannya adalah "Kami sudah melakukan tugas kami
sebaik-baiknya kakang"
"Bagus, bagus" sahut Ki Demang "apakah kakek gadis itu sudah menentukan hari dan
tanggal perkawinan kami"
Ki Reksatani mengerutkan keningnya. Katanya "Aku belum sampai begitu jauh. Aku
baru menyampaikan lamaran kakang Demang untuk cucunya yang bernama Sindangsari"
"Ya, ya. Itu tidak perlu kau ulangi. Aku sudah tahu"
"Tidak, Barangkali kakang salah tebak"
Ki Demang terdiam sejenak. Dipandanginya wajah Ki
Reksatani dengan tajamnya.
"Maksudmu?" ia bertanya.
"Sebaiknya aku menceriterakannya dari permulaan sekali, supaya kakang Demang
tidak salah paham karenanya" jawab Ki Reksatani.
"Aku tidak telaten. Apa yang sudah aku ketahui tidak usah kau ulangi.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Jangan tergesa-gesa. Kali ini hasil rombongan kami agak berbeda dengan yang
pernah kami lakukan sebelumnya"
"He" Ki Demang menjadi tegang.
Ki Reksatani bergeser setapak maju. Kemudian dengan
hati-hati diceriterakannya hasil pembicaraannya dengan kakek Sindangsari,
tentang orang tua Pamot dan tentang sikap Sindangsari sendiri menurut
pendengarannya. "Mereka agaknya sudah benar-benar saling mencintai,
kakang. Apakah kita akan sampai hati memisahkannya?"
Wajah Ki Demang menjadi merah padam. Dengan tangan
gemetar ia menunjuk wajah Ki Reksatani "Reksatani, kenapa kau berbuat begitu
bodoh. Kau bukan anak-anak lagi. Kau harus tahu menempatkan dirimu. Sudah aku
katakan selagi gadis itu masih berhubungan dengan Pamot atau Manguri, maka pasti
masih akan timbul persoalan diantara mereka.
Satu-satunya jalan adalah memisahkan keduanya. Dan aku sudah menempuh jalan ini.
Apalagi aku memang memerlukan seorang isteri"
Ki Reksatani tidak menyahut. Bahkan kepalanyapun
kemudian ditundukkannya dalam-dalam.
Dan Ki Demangpun masih melanjutkannya "Reksatani,
kalau aku tidak tahu, bahwa kau terlampau setia kepada isterimu, aku pasti
menuduh bahwa kau sendirilah yang akan mengambil anak itu menjadi isterimu
kedua. Atau kalau kau mempunyai anak seorang jejaka mungkin gadis itu akan kau
ambil menjadi menantumu"
Ki Reksatani masih tetap berdiam diri.
"Apakah kau sengaja menggagalkan perkawinanku, karena sejak semual agaknya kau
sudah tidak setuju" Begitu?"
Ki Reksatanai menggelengkan kepalanya "Tidak kakang.
Sama sekali bukan begitu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Lalu apa maksudmu sebenarnya?"
"Aku sendiri tidak mempunyai maksud apa-apa kakang. Aku hanya menyampaikan pesan
kakek Sindangsari barangkali ada belas kasihan kakang Demang untuk memikirkannya
sekali lagi tentang kemungkinan yang lain"
"Tidak. Aku tidak akan berpikir lagi. Aku sudah berkeputusan bahwa gadis itu harus menjadi isteriku"
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam.
"Aku sudah memutuskannya. Tidak seorangpun dapat
merubahnya lagi. Aku memerlukan gadis itu"
Ki Reksatani tidak menyahut. Ketika ia memandang wajah-wajah di sekitarnya,
terasa bahwa merekapun telah
menyalahkannya pula. "Reksatani" berkata Ki Demang "besok kau kembali ke
rumah gadis itu. Katakan, bahwa aku sudah berketetapan hati untuk
mengambilnya. Aku mempersilahkan keluarga Sindangsari untuk menentukan hari perkawinan itu. Tetapi tidak terlampau lama"
Reksatani tidak dapat menghindarkan dirinya lagi. Sambil mengangguk-anggukkan
kepalanya ia berkata "Baiklah
kakang. Kalau kakang memang tidak bersedia meninjau
keputusan itu lagi, apaboieh buat"
"Cukup. Jangan kau singgung-singgung lagi keputusanku itu"
Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Sekarang, kalian boleh pulang. Besok kalian akan
berangkat seperti waktu kalian berangkat tadi dari rumah ini pula. Kalian besok
tidak perlu membawa apapun lagi,
sehingga karena itu, tidak perlu kalian pergi bersama-sama sebanyak ini"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani dan kawan-kawannya mengangguk-anggukkan
kepalanya. "Kalian dapat pergi tidak lebih dari tiga orang saja, supaya kedatangan kalian
tidak membuat keluarga yang kalian
datangi terlampau sibuk"
"Baiklah kakang" jawab Rekstani "besok sore aku akan
datang kemari" "Baik. Tetapi kalian jangan membuat kebodohan sekali lagi"
"Baiklah kakang. Sekarang aku minta diri"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya, walaupun
ia masih bersungut-sungut. Bahkan ia bergumam "Kalian sudah bukan anak kecil
lagi. Seharusnya kalian tidak usah mengulangi tugas ini"
Sekali lagi wajah-wajah yang hadir itu memandangi Ki
Reksatani tetapi tidak seorangpun yang mengatakan sesuatu.
Sejenak kemudian, maka merekapun telah meninggalkan
rumah Kademangan pulang ke rumah masing-masing. Di
sepanjang jalan mereka membicarakan apa yang baru saja terjadi itu.
Ketika mereka sudah berpisah dengan Ki Reksatani, maka hampir setiap orang
menganggapnya telah bersalah.
"Ia tidak bersikap tegas" berkata salah seorang dari
mereka. "Ya, tidak seperti biasanya. Ki Reksatani tampak ragu-ragu"
sahut yang lain. Dan yang lain lagi berkata "Agaknya ia menaruh belas
kepada kedua anak-anak muda itu"
"Ah, ia bukan orang yang cengeng"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Memang bukan, tetapi seperti yang dikatakannya, ia dapat mengerti perasaan
gadis itu. Apalagi ia juga mempunyai seorang anak perempuan"


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kawan-kawannya tidak menyahut. Tetapi itu hanya sekedar untuk menghindari
kemungkinan mereka saling berbantah.
Namun di dalam hati, sebagian terbesar dari mereka,
menganggap bahwa Ki Reksatani menjadi bimbang untuk
bersikap tegas. "Tetapi besok tidak boleh ada keragu-raguan lagi" berkata orang-orang itu di
dalam hati mereka. Ki Reksatani yang kemudian berjalan seorang diri,
mengeluh beberapa kali. Katanya "Kenapa aku harus
memaksa gadis itu untuk menjadi isteri kakang Demang"
Pikiran Ki Reksatani menjadi kusut. Ketika teringat kata-kata kakaknya, bahwa
seandainya ia tidak terlampau setia kepada isterinya, ia akan dituduh mempunyai
niat sendiri terhadap gadis itu.
Ki Reksatani tersenyum sendiri.
"Gila" desisnya. Tetapi, ketika tumbuh pertanyaan di dalam hatinya "Apakah benar
aku terlampau setia kepada isteriku?"
Ki Reksatani menelan ludahnya. Sekali melintas di
kepalanya seorang perempuan yang selalu didatanginya di saat-saat ia kesepian di
rumah oleh beberapa macam sebab.
Meskipun perempuan itu bukan seorang gadis, bahkan bukan seorang perempuan muda,
namun ia seakan-akan sudah tidak akan dapat melepaskan diri lagi daripadanya,
betapapun keadaannya. "Tetapi aku tidak akan merusak keluargaku sendiri"
katanya. Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi
tiba-tiba ia tertegun ketika ia menyadari keadaannya. Bahkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kemudian ia mengedarkan pandangan matanya kesekelilingnya. Kalau-kalau ada seseorang yang melihatnya.
Ketika ia mengetuk pintu rumahnya, maka dengan tergesa-gesa isterinya membuka
pintu. Sebelum Ki Reksatani sempat duduk di amben dalam sesudah menutup dan
menyelarak pintunya kembali, isterinya sudah bertanya "Bagaimana hasilnya kakang?"
Ki Reksatani mengangkat pundaknya sambil berdesah-
Akulah yang bernasib jelek"
"Kenapa?" "Kakang Demang marah-marah kepadaku"
"Kenapa?" Ki Reksatani tidak segera menjawab. Perlahan-lahan ia duduk di amben sambil
mengipasi tubuhnya dengan ujung kainnya.
"Panasnya bukan main" desisnya "aku haus"
Isterinyapun kemudian dengan tergesa-gesa mengambil
semangkuk air dingin. "Apakah kakang ingin minum panas"
Kalau kakang menghendaki, aku akan merebusnya sebentar"
"Tidak, Aku hanya haus saja" sahut Ki Reksatani.
Isterinyapun kemudian duduk di sampingnya sambil
bertanya "Kenapa kakang Demang marah"
Setelah meletakkan mangkuknya, maka Ki Reksatanipun
menceriterakan pembicaraannya dengan kakek Sindangsari.
Ki Reksatani menggigit bibirnya. Tetapi ia melihat sesuatu yang aneh di mata
isterinya. Setelah meneguk air dari mangkuknya sekali lagi Ki
Reksatani meneruskan "Karena aku tidak mengambil keputusan saat itu, maka kakang Demang menjadi sangat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
marah. Meskipun tidak langsung, aku telah dituduh bsrusaha untuk menggagalkan
perkawinan ini" Isterinya mengangguk-angguk sambil berkata "Memang
kasihan anak-anak itu. Di usia mereka, maka khayalan cinta itu pasti membubung
setinggi langit Jangankan anak-anak muda, sedang orang-orang tuapun yang sedang
dibius oleh kemesraan cinta tidak ada sesuatu yang akan dapat
menghalangi" Ki Reksatani mengerutkan keningnya "Maksudmu?"
Isterinya menggeleng "Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya mengatakan, bahwa
orang-orang tuapun dapat menjadi gila karena cinta itu. Misalnya, kakang Demang"
"Sebenarnya gadis itu memang kasihan" berkata isterinya
"tetapi apaboleh buat. Kakang Reksatani tidak akan dapat berbuat lain daripada
melakukan tugas yang diberikan oleh kakang Demang"
Ki Reksatani tiba-tiba telah merenung dalam-dalam.
Keningnya menjadi berkerut-kerut. Sedang kedua alisnya seakan-akan bertumpu
menjadi satu. "Sebenarnya aku memang berkeberatan atas perkawinan
itu" "Aku tahu kakang. Tetapi apaboleh buat. Kita tidak akan dapat membela kedua
anak-anak muda itu. Hal itu pasti akan melampaui kemampuan yang ada pada kita"
Ki Reksatani tidak menyahut.
"Betapa kita menaruh belas kasihan, tetapi sudah tentu kita tidak akan dapat
melawan perintah kakang Demang, karena kitapun harus menaruh belas kasihan
kepada diri kita sendiri pula"
"Aku tahu maksudmu. Tetapi kita berkepentingan, bahwa perkawinan itu batal"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Apakah kepentingan kita" Tidak. Kita tidak mempunyai kepentingan
langsung, selain perasaan keadilan kita tersinggung. Apakah kita cukup mempunyai keberanian dan kekuatan untuk
memperjuangkan keadilan ini sekarang, selagi kakang Demang ada di dalam puncak
kekuasaannya" Ki Reksatani tidak segera menjawab. Ia memang tidak
dapat menyangkal kata-kata isterinya itu. Memang sulitlah baginya untuk melawan
keinginan Ki Demang Kepandak yang agaknya memang sudah bertekad untuk kawin
dengan Sindangsari. Tetapi untuk membiarkan perkawinan itupun ia sebenarnya sangat berkeberatan,
sehingga dengan demikian terasa
benturan-benturan yang keras telah tarjadi di dadanya.
"Kakang" berkata isterinya kemudian "aku kira, sebaiknya kita
tidak usah memikirkannya terlampau panjang. Lakukankah perintah kakang Demang itu. Bukankah kakang hanya sekedar
menyampaikan pesan kakang Demang"
"Tidak. Bukan sekedar menyampaikan pesan"
"Lalu?" "Aku sangat berkeberatan atas perkawinan ini"
"Kita tidak dapat memberatkan Sindangsari dari kepentingan kita sendiri. Kalau kakang Demang marah kepada kita, maka akibatnya
pasti akan sangat tidak menyenangkan bagi kita"
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam. Tetapi tampak betapa hatinya sedang
kisruh. "Apakah kakang sudah makan?" bertanya isterinya.
Ki Reksatani menggelengkan kepalanya "Belum" jawabnya
"aku tidak disuguh makan, dan kakang Demang yang marah itupun tidak menyuruhku
makan seperti biasanya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kalau begitu, biarlah aku sediakan makan meskipun sudah dingin"
"Tidak usah" jawab Reksatani "aku tidak lapar"
"Tetapi bukankah kakang belum makan"
"Tidak ada nafsuku untuk makan"
"Kakang agaknya terlampau memikirkan gadis itu?"
"He" Ki Reksatani terkejut "maksudmu?"
"Maksudku" isterinya segera menjelaskan "kakang terlampau berbelas kasihan kepadanya, sehingga mempengaruhi perasaan kakang"
"Nyai" tiba-tiba suara Ki Reksatani memberat "sebenarnya aku ragu-ragu untuk
mengatakan pertimbanganku yang
sebenarnya, kenapa aku menjadi sangat berkeberatan atas perkawinan itu"
"Sudahlah kakang"
"Nanti dulu. Kau belum tahu jalan pikiranku" sahut Ki Reksatani "kalau kau masih
belum terlampau lelah dan kantuk, dengarlah"
Isterinya menjadi berheran-heran.
Bahkan isterinya menjadi berdebar-debar karena Ki
Reksatani masih belum mengatakan sesuatu selain duduk tepekur sambil membelai
ukiran kerisnya. Nyai Reksatani yang kemudian duduk di sampingnya
membiarkannya mengangguk-anggukkan kecil tanpa sepatah pertanyaanpun.
Baru sejenak kemudian Ki Reksatani berkata "Nyai,
sebenarnya keberatanku itupun bertolak dari kepentingan kita sendiri"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Nyai reksatani menjadi heran, Dipandanginya saja wajah suaminya. Tetapi ia masih
tetap berdiam diri. "Nyai, sebenarnya kita memang tidak berkepentingan sama sekali dengan gadis yang
bernama Sindangsari atau gadis yang manapun juga. Dan akupun akan tetap
berkeberatan, seandainya kakang Demang akan mengawini gadis yang lain, yang
meskipun belum berhubungan pembicaraan dengan
seroang laki-laki, atau bahkan gadis yang tergila-gila kepada kakang Demang
sekalipun ditambah dengan perksetujuan
orang tuanya. Nyai Reksatani menjadi semakin heranmeskipun ia masih tetap terdiam, karena ia
menunggu suaminya selesai
berceritera. "Yang penting bagiku, kakang Demang tidak boleh kawin lagi. Apalagi dengan
gadis-gadis muda" Tanpa sesadarnya isterinya bertanya "Kenapa"
"Aku sama sekali tidak mempertimbangkan kepentingan
Sindangsari kali ini. Tetapi kepentingan kita"
"Apakah hubungannya?"
"Nyai" Ki Reksatani menelan ludahnya "Aku sama sekali tidak ingin melihat kakang
Demang beristeri muda. Karena itu akan membahayakan hari depan kita. Kalau
isterinya itu kemudian melahirkan seorang anak, maka hilanglah semua harapanku"
Nyai Reksatani kini benar-benar tidak mengerti sama sekali apa yang dikatakan
oleh suaminya. Dengan tatapan mata yang kosong ia merenungi wajah suaminya yang
tegang. "Kalau kakang Demang beristeri muda, maka kemungkinan itu menjadi bertambah
besar. Kalau kemudian isterinya itu benar-benar melahirkan seorang anak, maka
anak itu akan menyambung kedudukan yang akan ditinggalkannya apabila ia
meninggal" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Isterinya mengangkat wajahnya mendengar penjelasan itu.
Dan sebelum ia menyahut, suaminya sudah meneruskannya
"Aku tidak tahu apakah kau setuju atau tidak. Tetapi aku sudah memikirkan hari
depan kita yang agak jauh. Hari depan anak-anak kita"
"Aku tidak jelas kakang"
"Nyai" suaranya menjadi semakin dalam kalau kakang
Demang mempunyai anak, maka apabila kakang Demang
kelak meninggal, anaknya itulah yang akan menggantikannya menjadi Demang. Kalau
ia laki-laki, ia akan langsung menjabat kedudukan itu. Kalau anak itu perempuan
tanpa saudara laki-laki, maka suaminyalah yang akan menjadi seorang Demang"
Nyai Reksatani mengerutkan keningnya. Kini ia mulai
berpikir. "Tetapi, kalau kakang Demang tidak mempunyai seorang
anak" berkata Ki Reksatani seterusnya "maka tidak akan ada seorangpun
keturunannya yang akan menggantikan kedudukannya." Tiba-tiba isterinya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sebelum suaminya melanjutkan, ia sudah mendahului "Jadi, maksud kakang, kalau
kakang Demang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai keturunan yang akan
meneruskan kedudukannya, maka kedudukan itu akan bergeser kepada satu-satunya saudaranya"
Ki Reksatani mengangguk "Ya"
"Dan satu-satunya saudara kakang Demang adalah kakang sendiri"
"Ya" Isterinya menarik nafas panjang. Panjang sekali. Namun dengan demikian ia
menjadi terdiam karenanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Keduanyapun sejenak saling berdiam diri. Dihanyutkan oleh arus perasaan masing-
masing. Tiba-tiba Nyai Reksatani itupun berdesah sambil berkata
"Tetapi apakah cara itu dapat dibenarkan kakang?"
"Apakah salahnya" Aku tidak berbuat apa-apa. Bukan
salahku kalau kakang Demang tidak mempunyai anak"
"Tetapi kakang telah merintangi perkawinan itu"
"Perkawinan yang tidak seimbang"
"Tetapi bukankah bukan keseimbangan itu yang menjadi
masalah yang sebenarnya?"
Ki Reksatani mengerutkan keningnya.
Kemudian ia menganggukkan kepalanya "Ya"
Isterinyapun kemudian merenung sejenak. Lalu katanya
"Tetapi kakang, apakah kakang masih menyangka bahwa
kakang Demang akan dapat mempunyai keturunan?"
"Kenapa tidak?"
"Sudah beberapa kali ia kawin. Isterinya tidak seroangpun yang pernah mempunyai
anak. Bahkan salah seorang dari mereka mengandungpun tidak. Apakah itu bukan
pertanda bahwa kakang Demang tidak akan mempunyai anak.
Meskipun ia akan kawin sepuluh kali lagi?"
"Belum tentu" "Memang belum tentu. Tetapi kita

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat memperkirakannya" "Ki Reksatani terdiam sejenak. Agaknya ia sedang membuat pertimbangan-
pertimbangan tertentu. "Kakang" berkata isterinya kemudian "kita tidak usah
menjadi gelisah. Kita biarkan saja mereka kawin. Aku
mempunyai dugaan bahwa isterinya itupun tidak akan
mempunyai keturunan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tetapi kalau perhitungan itu salah"
"Apa boleh buat"
"Tetapi akan lebih baik kalau perkawinan itu batal"
"Mungkin kakang berhasil membatalkan perkawinan yang
sekarang. Tetapi kakang Demang akan segera mencari bakal isterinya yang lain.
Tentu berulang kali sampai ia berhasil"
Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia dapat mengerti jalan pikiran
isterinya. Memang terlampau sulit baginya untuk mencegah sama sekali agar Ki
Demang di Kepandak itu tidak akan kawin lagi.
"Ya" katanya kemudian "aku memang tidak akan mungkin
menentang niat kakang Demang "A ku sependapat dengan
kau. Kita akan menunggu dan melihat, apakah yang akan terjadi kemudian. Kalau
gadis itu memang benar-benar
mendapat tanda-tanda akan mempunyai keturunan, aku akan berbuat sesuatu,
meskipun caranya akan menjadi lebih buruk dari mencegah perkawinan itu"
Isterinya tidak menjawab. Tetapi ia mengerti maksud
suaminya, bahwa apabila ada tanda-tanda isteri baru Ki Demang itu akan mempunyai
keturunan, usahanya akan menjadi lebih sulit lagi.
Namun Nyai Reksatani itu benar yakin bahwa Ki Demang
Kepandak itu tidak akan dapat mempunyai anak barang
seorangpun. Kalau perempuan-perempuan yang pernah
diperisterikan itu mandul, sudah tentu tidak kelima kalinya.
"Setiap kemandulan pasti selalu dipersalahkan kepada
pihak perempuan" berkata Nyai Reksatani di dalam hatinya
"tetapi itu pasti hanya sekedar alasan, agar laki-laki dapat kawin lagi tanpa
banyak rintangan" meskipun demikian ia tidak berani mengatakannya kepada
suaminya. Demikianlah maka Ki Reksatani tidak dapat lagi bersikap lain. Ia memang tidak
mempunyai jalan untuk menggagalkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
perkawinan itu. Karena itu, maka mau tidak mau ia harus melihat, kakaknya kawin
sekali lagi. Kali ini yang akan dijadikan isterinya adalah seorang gadis yang
bernama Sindangsari. Dihari berikutnya, ketika senja mulai turun, Ki Raksatani sudah berada di rumah
kakaknya lagi. Ia harus pergi sekali lagi ke rumah kakek Sindangsari untuk
memberikan ketegasan kepada kakek gadis itu, bahwa tidak ada persoalan yang
dapat menghalangi niat Ki Demang, mengambil gadis itu untuk dijadikan isterinya.
Ki Reksatani malam itupun terpaksa berangkat sekali lagi.
Tetapi kini mereka hanya bertiga, dan kini mereka
menyambung langkah mereka dengan duduk di atas
punggung kuda. Kakek Sindangsari sebenarnya sudah tidak terkejut
menerima kedatangan mereka. Ia sudah menyangka, bahwa utusan Ki Demang itu akan
segera kembali dan melamar
cucunya dengan nada yang lain. Nada seorang yang berkuasa tanpa batas di atas
Tanah Kepandak. "Aku hanya sekedar menyampaikan
pesan kakang Demang" berkata Ki Reksatani "semuanya itu sama sekali bukan maksudku sendiri"
Kakek Sindangsari mengangguk-anggukkan kepalanya.
Katanya "Ya, aku mengerti. Sudah tentu semuanya ini bukan maksud Ki Reksatani
sendiri" "Demikianlah" jawab Ki Reksatani "lalu, bagaimanakah
jawaban yang harus aku sampaikan kepada Kakang Demang"
"Apakah aku masih harus menjawab?" desis kakek
Sindangsari "kali ini Ki Demang bukan melamar cucuku. Tetapi Ki Demang sudah
merampasnya. Lalu, apakah aku masih
harus menjawab?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani mengerutkan keningnya. Tetapi ia masih
sepapat tersenyum "Bukan maksudnya. Tetapi kalau terasa demikian, aku kira,
memang sulitlah untuk dibedakan"
"Nah" berkata kakek Sindangsari "aku tidak perlu
menjawab. Tetapi aku mengharap, bahwa pada suatu saat hati Ki Demang itu
terbuka, bahwa cucuku sama sekali tidak merasa berbahagia dengan perampasan ini.
Seluruh keluarga yang kecil dan sederhana ini merasa kehilangan karenanya"
"Tidak. Sindangsari tidak akan hilang. Ia akan tinggal dikademangan Setiap saat
kalian dapat mengunjunginya dan Sindangsari dapat berkunjung ke rumah ini"
"Memang, Sindangsari tidak akan hilang. Dan kamipun
tidak akan merasa kehilangan gadis itu"
Ki Reksatani menjadi heran. Karena itu ia bertanya "Tetapi bukankah keluarga ini
merasa kehilangan karena perkawinan itu"
"Tetapi bukan Sindangsarilah yang hilang" jawab kakeknya.
"Lalu, apakah yang hilang itu?"
"Kebebasan anak itu. Kebebasan kami menentukan nasib
salah seorang anggauta keluarga kami"
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya wajah laki-laki tua itu
sejenak. Namun kemudian kepalanya segera terangguk-angguk. "Aku dapat mengerti"
"Karena itu, di dalam keadaan yang demikian, maka aku tidak akan memberikan
jawaban apapun" "Baiklah" jawab Ki Reksatani "Aku akan segera minta diri.
Aku akan menyampaikannya kepada Ki Demang, apa yang
sudah kami lakukan disini dan tanggapan yang kami
dapatkan" "Silahkan" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatanipun segera minta diri. Diperjalanan terasa jantungnya menjadi
berdebar-debar" Sebenarnyalah bahwa ia tidak lagi memikirkan nasib gadis itu.
Tetapi kini yang selalu melintas diangan-angannya adalah hari depannya sendiri.
Hari depan anak-anaknya. Kalau Ki Demang di Kepandak itu untuk seterusnya tidak mempunyai keturunan, maka
orang yang paling berhak atas kedudukan itu adalah dirinya sendiri. Kemudian
kedudukan itu akan temurun kepada anak laki-lakinya. Tetapi kalau dari
perkawinan ini akan lahir seorang anak, maka cita-citanya itu akan pecah seperti
asap dihembus angin yang kencang.
Selama ini ia sudah berhasil berpura-pura, seolah-olah ia adalah seorang yang
baik hati, yang mengerti keberatan dan perasaan gadis yang bernama Sindangsari
itu. Seolah-olah ia sudah membela kebersihan cinta antara Sindangsari dan Pamot,
Namun ternyata permainannya yang baik itu tidak menghasilkan sama sekali.
"Persetan dengan keluarga Sindangsari dan Pamot" ia
justru menggeram di dalam hatinya "kenapa perempuan itu membawa anaknya pulang
ke Gemulung?" Kini yang menonjol dipermukaan hatinya adalah sifat-
sifatnya yang sebenarnya. Bukan seorang Reksatani yang sangat perasa, yang
dengan iba hati melihat Sindangsari yang hatinya terpecah-pecah. Tetapi kini ia
justru mendendam kepada gadis yang telah memikat hati kakaknya itu.
"Aku tidak tahu, apakah yang akan aku lakukan kelak
seandainya ternyata gadis itu mulai mengandung" katanya di dalam hatinya pula
"agaknya aku tidak melihat jalan lain daripada menyingkirkannya untuk selama-
lamanya" Tiba-tiba wajah Reksatani menjadi tegang. Senyum dan
sorot mata yang penuh iba itu sudah lenyap sama sekali. Kini matanya seakan-akan
menjadi merah membara, dibakar oleh
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
nafsunya yang tidak terkendali. Usahanya untuk mencegah perkawinan itu dengan
cara yang paling baik itu telah gagal.
Sepeninggal Ki Reksatani, Sindangsari sama sekali tidak dapat mengendalikan
perasaannya lagi. Seperti di saat ia kematian ayahnya, ia menangis sejadi-
jadinya. Seluruh isi rumah itu tampaknya bukan sedang menghadapi hari-hari perkawinan
satu-satunya anak gadis mereka. Tetapi keluarga itu bagaikan sedang kematian
orang yang sangat mereka kasihi.
Kakek Sindagsari duduk tepekur di atas amben besar di ruang tengah. Kerut-kerut
ketuaannya rasa-rasanya menjadi semakin banyak dan dalam. Sedang isterinya yang
duduk di sampingnya tidak berani menegurnya sama sekali.
Sindangsari yang berada di dalam biliknya menangis tanpa dapat ditenangkan.
Ibunya yang menungguinya justru tidak dapat menahan air matanya sendiri yang
menitik. "Ibu, kenapa aku harus mengalami perlakuan ini?"
Ibunya tidak dapat menjawab. Dibelainya saja rambut
anaknya yang kusut dengan curahan kasih seorang ibu.
Semalam suntuk tidak ada seorangpun yang dapat tidur. Di dalam geledeg masih
tersusun rapi, lembaran-lembaran
pakaian yang telah dikirimkan oleh Ki Demang ketika untuk pertama kalinya Ki
Reksatani datang melamar. Seisi rumah itu sama sekali tidak bernafsu untuk
menjamah pakaian-pakaian itu. Apalagi Sindangsari.
Tetapi ia tidak akan dapat ingkar.
Ketika fajar membayang di langit, maka kakek Sindangsaripun turun kehalaman untuk membersihkan dirinya, disusul oleh
isterinya sambil menjinjing sapu lidi. Nyai Wiratapa telah berada di dapur
menunggui api yang menyala, memanasi air.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dalam keremangan fajar itu, Sindangsari yang tidak kuat lagi menahan gejolak
perasaannya, dengan diam-diam
meninggalkan rumahnya. Berlari-lari kecil ia pergi ke rumah Pamot. Ia ingin
dapat mencurahkan segala sesak di dadanya yang rasa-rasanya akan mencekiknya.
Tetapi ketika ia berada di depan regol halaman rumah
Pamot, ia menjadi ragu-ragu. Seakan-akan sesuatu telah membatasinya dari anak
muda itu. Dan sebuah jerit yang memelas terdengar di sudut hatinya "Tidak. Aku
tidak berhak lagi datang kepadanya. Ia akan mengusir aku karena aku harus ingkar
akan janjiku kepadanya"
Tiba-tiba saja Sindangsari berhenti beberapa langkah di depan regol itu. Ia
tidak menghiraukan lagi rambutnya yang terurai dan pakaiannya yang kusut.
Adalah kebetulan sekali, bahwa Pamotpun sudah bangun
pula. Ia sudah berada meskipun ia belum mulai melakukan sesuatu. Di tangannya
sudah tergenggam tangkai sapu lidi yang panjang. Namun ia masih saja berdiri di
bawah rimbunnya dedaunan menyelusuri angan-angannya yang
membubung disela-sela bintang yang suram.
Ia terkejut ketika ia melihat bayangan yang samar-samar berdiri di hadapan regol
halaman rumahnya. Kemudian
bayangan itu segera berbalik dan berlari menjauh.
Seperti digerakkan oleh tenaga gaib, Pamotpun segera
melemparkan sapunya, dan meloncat mengejar bayangan itu.
Ketajaman perasaannya segera memastikan bahwa orang itu adalah Sindangsari.
Ia tidak memerlukan waktu yang panjang
untuk menyusulnya. Dengan serta-merta Pamot menangkap tangan gadis itu, kemudian
ditariknya agar ia berhenti berlari.
"Lepaskan lepaskan" Sindangsari tiba-tiba saja meronta-ronta.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamot terkejut melihat tingkah laku Sindangsari yang aneh itu. Namun ia tidak
melepaskan tangannya, bahkan gadis itu ditariknya semakin mendekat.
Tetapi Sindangsari masih saja berusaha melepaskan diri sambil menggeram
"Lepaskan, lepaskan. Kau tidak berhak lagi berbuat sesuatu atasku"
"Sari, kenapa kau he?"
"Lepaskan, kalau tidak aku akan berteriak "
"Tetapi kau datang ke rumahku"
"Sama sekali tidak" suara Sindangsari menjadi semakin keras "lepaskan"
Sindangsari ternyata telah menjadi terlampau bingung.
Hampir saja ia berteriak, namun Pamot bergerak cepat, menutup mulutnya dengan
telapak tangannya. "Jangan berteriak"
Sindangsari menjadi semakin meronta, tetapi tangan
Pamotpun semakin keras mendekapnya "Jangan berteriak.
Dengan demikian kau akan membuat keributan"
Sejenak Sindangsari masih berusaha melepaskan diri, tetapi tangan
Pamot terlampau kuat, sehingga akhirnya Sindangsaripun menjadi semakin lemah.
Ketika Sindngsari hampir kehabisan tenaga ia mendengar Pamot
berdesis "Kenapa kau
menjadi bingung Sari"
Seharusnya kau tidak berbuat demikian. Marilah, mumpung masih agak gelap.
Masuklah ke rumah, supaya tidak
seorangpun melihat keadaanmu yang begini"
Sindnagsari mengibaskan tangan Pamot yang menutup
mulutnya sambil berkata "Kau menyakiti aku"
"Kau akan membuat dirimu sendiri menjadi pembicaraan
orang. Kalau kau berteriak, orang-orang akan datang kemari.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Mereka akan melihat keadaanmu yang kusut. Banyak arti yang dapat dibuat oleh
orang-orang yang melihatmu menurut
selera masing-masing. Apakah kau tidak menyadarinya?"
Sindangsari terdiam. Di pandanginya wajah Pamot yang
tegang. Namun ketika tatapan mata mereka beradu, tiba-tiba Sindangsari
menjatuhkan kepalanya di dada anak muda itu sambil menangis.
"Sari, jangan menangis di sini. Marilah kita masuk ke rumahku. Hal ini akan
dapat menimbulkan salah paham
apabila seseorang melihat kita"
Sindangsari tidak menjawab. Ia tidak mengelak lagi ketika tangannya kemudian
dibimbing oleh Pamot pergi ke
rumahnya. Keluarga Pamot terkejut melihat kedatangan Sindangsari dalam keadaan itu. Dengan
muka pucat ibunya bertanya
"Pamot, apakah yang sudah kau lakukan?"
Pamot tidak segera menjawab. Dipersilahkannya Sindangdari duduk di amben besar. Kemudian ia sendiri duduk pula di sampingnya.
"Pamot" suara ibunya menjadi dalam. Tetapi ia tidak
melanjutkan kata-katanya.
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Kemudian dengan jelas di katakannya apa yang
sebenarnya telah terjadi.
"O" ibunya mematung di tempatnya. Di pandanginya wajah Sindangsari yang kusut
dan pucat. Rambutnya yang terurai dan pakaiannya yang tidak teratur.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sari" berkata perempuan itu "benahilah pakaianmu dahulu.
Keadaanmu memang dapat menimbulkan salah mengerti"
Sindangsari tidak menjawab. Tetapi kepalanya tertunduk dalam-dalam.
Namun seperti orang yang kehilangan Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kesadaran ia menurut saja ketika ibu Pamot membimbingnya masuk ke dalam bilik.
"Nah, benahilah dirimu. Pakaianmu, rambutmu dan air
matamu" Sindangsari masih tetap berdiam diri, tetapi ia menganggukkan kepalanya. Dalam pada itu Pamot duduk di ruang tengah dengan hati yang
berdebar-debar. Meskipun Sindangsari belum mengatakan sesuatu, tetapi Pamot sudah dapat meraba,
apakah yang membuat Sindangsari menjadi bingung dan
kehilangan nalar. "Utusan Ki Demang itu pasti sudah datang" katanya di
dalam hati. Sejenak kemudian maka Sindangsari yang telah selesai
membenahi pakaian dan rambutnyapun telah keluar dari
dalam bilik dan duduk kembali di tempatnya. Namun demikian kepalanya masih saja
tertunduk dalam-dalam. "Sindangsari" bertanya ibu Pamot "masih sepagi ini kau sudah sampai kemari"
Apakah kau tidak akan dicari oleh ibu atau kakekmu seperti beberapa hari yang
lalu?" Sindangsari tidak menjawab.
"Bukankah kau tidak memberitahukan kepergianmu ini
kepada siapapun juga?"
Perlahan-lahan Sindangsari menganggukkan kepalanya.
"Lain kali kau harus minta diri kepada ibu, Sari" berkata ibu Pamot kemudian
"Perasaan seorang ibu selalu saja dihinggapi oleh kecemasan apabila anaknya
tidak ada di sampingnya, meskipun anak itu sudah dewasa. Apalagi tanpa diketahui
kemana perginya" Sindangsari tidak menyahut
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Apakah kau akan segera pulang" bertanya ibu Pamot
"marilah. Sekarang, akulah yang akan mengantarkan Bukan Pamot dan bukan ayahnya"
Sindangsari masih berdiam diri.
"Sebentar lagi matahari sudah akan terbit"
Sindangsari menarik nafas dalam-dalam.
"Tetapi, sebelum kau pulang, apakah kau akan mengatakan sesuatu?"
Sindangsari menjadi ragu-ragu.
"Katakanlah. Kau tahu, bagaimana perasaan kami terhadapmu" Sindangsari mulai dijalari oleh perasaan pahit yang
menyesakkan dadanya kembali. Karena itu, maka matanya mulai basah, dan nafasnya
serasa tersumbat di kerongkongan.
"Jangan menangis" bisik ibu Pamot "kau tidak usah
menangis lagi. Air matamu agaknya sudah cukup kau peras.
Aku dapat melihatnya pada matamu yang bendul"
Sindangsari beringsut setapak. Kemudian katanya terbata-bata "Aku harus
melakukan sesuatu yang sama sekali tidak aku kehendaki"
Ibu Pamot hanya dapat mengangguk-anggukkan kepalanya. Iapun segera mengerti, bahwa agaknya Ki Demang benar-benar
menghendaki anak itu untuk dijadikan isterinya.
Dengan demikian, maka perempuan itupun tidak lagi dapat mengatakan sesuatu. Ki
Demang adalah orang yang paling berkuasa di Kepandak. Tidak seorangpun dapat
menghalangi maksudnya. Apalagi keluarganya.
Sejenak seisi ruangan itupun saling berdiam diri. Dada Pamot serasa terbakar
karenanya. Namun ia menyadari
keadaannya dan keluarganya. Namun sejenak kemudian ibu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamot yang agaknya masih tetap menguasai perasaannya
berkata "Sindangsari, baiklah semuanya ini merupakan
persoalan yang harus kita pikirkan. Tetapi kasihan ibumu yang kebingungan di
rumah. Ia pasti menunggu kau. Marilah, aku antarkan kau pulang"
Sindangsari tidak menjawab. Tetapi lewat pintu yang
terbuka ia melihat halaman yang sudah menjadi semakin terang.
"Marilah" desis ibu Pamot.
Tetapi sebelum mereka beranjak dari tempatnya, tampaklah seseorang memasuki halaman rumah itu dan
langsung menuju ke pintu. Orang itu adalah kakek
Sindangsari. Dengan tergopoh-gopoh ayah Pamot menyongsongnya
keluar pintu sambil berkata "Marilah, silahkan masuk"
"Terima kasih" jawabnya. Dan iapun kemudian bertanya
"Apakah Sindangsari kemari ?"
"Demikianlah" suara ayah Pamot menjadi datar "ia ada di dalam"
Kakek Sindangsari mencoba melihat ke dalam ruangan
yang masih agak gelap. Samar-samar ia melihat seorang gadis duduk sambil
menekurkan kepalanya. Sindangsari.
"Aku sudah menyangka, bahwa ia akan datang kemari"
"Ya. Aku juga sudah mendengar, meskipun tidak jelas,
bahwa anak itu tidak dapat lagi mengelakkan dirinya"
Kakek gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya "Suatu kenyataan yang pahit yang
harus kami telan sekeluarga"
"Kami merasakannya pula"
Orang tua itu mengangguk-angguk dan mengangguk-
angguk. Ia mengerti bahwa keluarga Pamotpun akan terpercik
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kepahitan peristiwa yang menimpa keluarganya, karena
dengan demikian Pamotpun akan kehilangan sebagian dari hidup yang selama ini
telah membayanginya. "Kami sudah berusaha" berkata kakek Sindangsari itu
kemudian "Tetapi kami gagal"
Ayah Pamot berdesah perlahan-lahan. Namun tiba-tiba ia berkata "Silahkan masuk"
"Terima kasih. Aku ingin segera membawa Sindangsari
pulang" Ayah Pamotpun segera berpaling sambil berkata "Sindangsari ini kakekmu menyusulmu"
Tetapi Sindangsari sama sekali tidak beranjak dari
tempatnya. "Sari" panggil kakeknya "ibumu menjadi bingung Marilah kita palang"
Sindangsari masih tetap duduk ditempuhnya.
"Sari" panggil kakeknya sekali lagi.
Tetapi Sindangsari berpalingpun tidak.
Kakeknya yang tua itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya disela-sela desah
nafasnya "Aku dapat mengerti perasaannya"
"Ya" sahut ayah Pamot "harapan yang dijalinkannya di hari mendatang, tiba-tiba
saja hanyut tanpa dapat ditolaknya"
Kakek Sindangsari terdiam. Meskipun kepalanya masih
terangguk-angguk, tetapi tatapan matanya menyorotkan
kegelisahan yang luar biasa.
"Tadi, ibu Pamot juga berusaha untuk mengantarkannya
pulang" berkata ayah Pamot itu kemudian "tetapi agaknya hatinya masih terlampau
gelap" "Ibu Sindangsari menjadi sangat cemas"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tentu. Sebagai seorang ibu, ia adalah orang yang paling dekat dari anak itu"
ayah Pamot berhenti sejenak, kemudian desisnya perlahan-lahan "marilah masuk.
Mungkin anak itu dapat ditenteramkan"
Kakek Sindangsari tidak menolak lagi. Maka iapun segera masuk mengikuti ayah
Pamot dan duduk di samping cucunya.
"Sari" berkata orang tua itu sareh "marilah, kita pulang dahulu. Kalau ada
persoalan yang masih dapat kita bicarakan, nanti kita bicarakan"
Sindangsari sama sekali tidak bergerak.
"Sari" desis kakeknya,
Tetapi Sindangsari benar-benar seperti sebuah patung yang beku.
Namun ketika kakeknya kemudian membelai pundaknya
meledaklah perasaan gadis itu. Tiba-tiba ia menangis sambil menelungkupkan
kepalanya di pangkuan kakeknya.
"Aku tidak mau kakek. Aku tidak mau"
Kakeknya hanya dapat berdesah lewat mulutnya. Ia
menyayangi cucunya yang tidak berayah lagi itu. Karena itu, seandainya mungkin,
ia memang ingin mempertahankannya.
Tetapi ia benar-benar tidak dapat mengabaikan kenyataan, bahwa Ki Demang
Kepandak sama sekali tidak bermaksud
mengurungkan niatnya. "Rasa-rasanya memang tidak ada yang dapat aku lakukan"
katanya di dalam hati. Dengan penuh pengertian dibiarkannya saja Sindangsari itu menangis sepuas-
puasnya. Kadang-kadang ia memang berusaha menenteramkannya, namun orang tua itu mengharap, bahwa dengan tangis itu, Sindangsari dapat mengurangi beban yang
menyesak di dadanya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Barulah ketika tangis itu mereda, kakeknya mencoba
memberinya beberapa petunjuk, agar gadis itu sedikit
mendapat kekuatan menghadapi jalan hidupnya yang terjal.
"Jangan seperti kanak-kanak lagi Sari" berkata kakeknya
"marilah semuanya ini kita hadapi dengan, sikap dewasa"
Sindangsari masih terisak, dan diantara isaknya ia
menjawab "Tetapi aku tidak mau kakek"
Kakeknya mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Aku mengerti, betapa beratnya hatimu menghadapi masalah ini. Tetapi kau tidak
dapat menyelesaikannya dengan sekedar pergi dari rumah dan tidak mau pulang.
Bukan itu. Kita harus mencari cara yang sebaik-baiknya"
Sindangsari terdiam. "Kasihan ibumu Sari" berkata kakeknya kemudian "dan
jangan kau sangka, bahwa ibumu tidak berprihatin menghadapi masalahmu. Karena itu, marilah kau pulang. Di rumah kita dapat banyak
berbicara" Sindangsari masih tetap membeku. Sekilas ia melihat sinar matahari
yang kekuning-kuningan menyusup diantara dedaunan. Pagi yang cerah. Tetapi hatinya sendiri masih tetap kelam seperti kelamnya
malam. "Semuanya itu masih dibatasi oleh waktu. Perkawinan itu tidak akan terjadi nanti
siang, seminggu atau bahkan sebulan.
Selama ini kita masih mempunyai kesempatan untuk berpikir dan berbuat"
Sindangsari menarik nafas dalam-dalam.
"Marilah Sari" Perlahan-lahan Sindangsari menganggukkan kepalanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Maka kakek Sindangsaripun kemudian minta diri bersama cucunya. Kesan yang pahit
masih membayang di wajah keduanya. Namun juga di wajah Pamot yang mengantarkan mereka sampai ke regol
halamannya. Anak muda itu tidak peduli ketika satu dua orang lewat di depan rumahnya,
memandang wajahnya yang suram dan
matanya yang redup. Tatapan matanya terlontar jauh
ketikungan sebelah, dimana Sindangsari dan kakeknya
seakan-akan hilang ditelan gerumbul-gerumbul di pinggir jalan.
Pamot berpaling ketika ia mendengar suara ibunya
memanggilnya. Meskipun suaranya lirih, tetapi terdengar jelas di telinga
hatinya, betapa kasih seorang ibu kepada anaknya.
"Sudahlah Pamot. Jangan terlampau kau risaukan. Memang kadang-kadang kita harus
menghadapi kenyataan-kenyataan yang sama sekali tidak kita inginkan. Tetapi kau
adalah orang laki-laki. Kau tidak boleh terbenam dalam kepedihan. Sedang dunia
ini masih akan berputar terus seperti roda pedati. Kalau kau berhenti, maka kau
akan ketinggalan dan kehilangan kesempatan untuk seterusnya"
Pamot tidak menjawab. "Masuklah" Pamotpun kemudian berjalan perlahan-lahan dengan
kepala tunduk. Ia mengerti maksud ibunya, bahwa ia tidak boleh terbenam dalam
persoalan itu saja. Persoalan
Sindangsari .Dengan demikian maka segi hidupnya yang lain akan terhenti pula.
"Tinggal ah hari ini di rumah, Pamot" berkata ayahnya
"biarlah aku selesaikan pekerjaan di sawah.
Tetapi Pamot menggeleng "Tidak ayah. Aku akan pergi ke sawah"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika ayahnya akan mencegahnya, ibunya memotong
"Biarlah ia pergi ke sawah. Itu akan lebih baik baginya dari pada ia duduk
termenung saja di rumah"
Ayahnya berpikir sejenak, namun kemudian ia berkata
"Baiklah. Kalau begitu mandilah. Aku akan menunggumu"
Pamotpun kemudian segera pergi ke belakang. Tetapi
angan-angannya tidak

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat lepas dari Sindangsari. Terbayang di rongga matanya gadis itu kemudian akan tinggal di rumah Kademangan
Kepandak. Apabila setiap kali ia pergi ke Kademangan sebagai salah seorang
anggauta pengawal khusus maka ia akan melihat isteri Ki Demang itu duduk
merenung memandang kekejauhan.
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Tetapi memang lebih
baik baginya mengisi waktunya dengan kerja, supaya ia tidak semakin dalam
terbenam di dalam kepahitan perasaan.
Ternyata bukan hanya Pamot sajalah yang mendapat
goncangan perasaan. Di rumahnya Manguripun selalu marah-marah tanpa sebab. Kalau
Sindangsari menjadi isteri Ki Demang,
maka lenyaplah semua harapannya untuk mendapatkan gadis itu. Meskipun demikian Manguri masih juga menemui ayahnya
untuk mempersoalkan gadis itu.
"Ayah, apakah ayah tidak dapat menemui Ki Demang dan
mengatakan bahwa ayah ingin mengambilnya sebagai
menantu" Ayahnya tidak segera menjawab.
"Ayah dahulu pernah berkata bahwa Ki Demang akan
menyelesaikan masalah ini sebaik-baiknya dan mencarikan kemungkinan yang
mendekatkan aku kepada gadis itu. Tetapi kini anak itu justru diambilnya
sendiri" "Itulah sulitnya, Manguri" jawab ayahnya "kalau Ki Demang sendiri tidak
mengingininya, aku akan lebih mudah Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mendapatkan bantuannya. Tetapi tiba-tiba ia sendiri memerlukan gadis itu"
"Ayahlah yang bersalah. Kenapa ayah membawa Ki
Demang itu ke rumah Sindangsari"
"Aku tidak membawanya kesana. Ia sendirilah yang pergi ke rumah itu bersama Ki
Jagabaya untuk mendapatkan
keterangan tentang kau dan Pamot"
"Tetapi aku minta ayah berusaha. Apapun yang dapat ayah jalankan untuk
kepentingan ini" Manguri diam sejenak, tiba-tiba ia berbisik "kita dapat
menculiknya" "Gila kau" "Belum tentu kalau kita akan mendapat tuduhan. Dan
sudah tentu kita tidak akan berbuat terlampau bodoh"
Ayahnya mengerutkan keningnya.
"Kita culik bersama-sama, Sindangsari dan Pamot"
"Buat apa Pamot?"
"Kalau keduanya hilang, semua orang, termasuk Ki Demang akan menyangka, bahwa
mereka berdua melarikan diri"
Ayahnya tidak segera menjawab.
"Kita bunuh Pamot, dan kita lenyapkan bekasnya"
Tetapi ayahnya kemudian menggelengkan kepalanya "Tidak Manguri. Bahayanya
terlampau besar. Kalau kau ingin berbuat demikian, maka kau akan melakukan
kesalahan sekali lagi, seperti ketika kau mengundang Sura Sapi untuk menangkap
Pamot di sawahnya" Manguri mengerutkan keningnya. Dengan bersungguh-
sungguh ia berkata "Apakah kita tidak dapat belajar dari pengalaman" Tentu kita
tidak akan berbuat sebodoh itu. Kita akan melakukannya dengan hati-hati dan
dengan perhitungan yang masak.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Setelah mereka itu kita ambil, apakah yang dapat kau lakukan dengan
Sindangsari?" Manguri menarik nafas dalam-dalam.
"Kita dengan mudah akan membunuh Pamot, melenyapkan
bekas-bekasnya. Tetapi sesudah itu, apakah kau akan dapat kawin dengan
Sindangsari?" Manguri berpikir sejenak, lalu "Kita dapat menyingkir jauh-jauh dari Gemulung"
"Siapakah dengan kita itu?"
"Aku, ayah dan seluruh keluarga"
"Kau memang bodoh sekali. Aku adalah orang Gemulung
sejak kecil. Aku sudah mempunyai sawah, pategalan dan rumah disini. Bahkan
paling luas dibanding dengan orang-orang lain. Rumah inipun adalah rumah yang
paling besar di seluruh Gemulung, bahkan di seluruh Kepandak" ayahnya berhenti
sejenak, lalu "Kita harus meninggalkan semuanya itu, yang aku kumpulkan sedikit
demi sedikit hanya karena kau menjadi gila kepada gadis yang bernama Sindangsari
itu ?" Manguri mengerutkan keningnya. Namun ia masih menjawab "Kalau begitu, biarlah aku saja yang menyingkir bersama Sindangsari"
"Itupun perbuatan gila. Kalau kau pergi setelah Sindangsari hilang, maka setiap
orang akan membuat perhitungan. Semula Sindangsari dan Pamot, kemudian kau?"
Manguri akhirnya menjadi jengkel "Lalu, bagaimanakah
yang sebaiknya menurut ayah?"
Golok Halilintar 6 Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Ksatria Negeri Salju 1
^