Pencarian

Matahari Esok Pagi 5

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 5


yang basah. Yang ada di dalam angan-angan mereka adalah upah yang harus mereka
terima dari Manguri, meskipun usaha mereka menangkap Pamot
gagal. Enam orang dari gerombolan Sura Sapi yang ditambah
seorang lagi itu, semakin lama menjadi semakin dekat.
"Kita meloncati pagar batu itu" desis Sura Sapi. Tidak ada jawaban. Tetapi
orang-orang yang lain mengikuti Sura Sapi di belakangnya.
"Sepi" desis Sura Sapi "aku sangka Manguri kini justru terasing dari orang-orang
di sekitarnya. Seandainya ada juga peronda yang nganglang, maka rumah Manguri
pasti akan di lampaui"
Kawan-kawannya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sejenak kemudian mereka telah melekat dinding padukuhan. Dengan hati-hati mereka menyelusur beberapa langkah. Setelah mereka
yakin bahwa tidak seorangpun yang melihat mereka, maka seorang demi seorang
mereka berloncatan memasuki padukuhan Gemulung.
Sekali lagi mereka membeku di tempat masing-masing,
ketika mereka sudah berada di dalam pagar batu. Mereka
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menunggu sejenak untuk melihat suasana. Ternyata malam memang terlampau sepi.
"Kita menyusur pagar ini"
"Kita tidak akan sampai ke rumah itu" sahut salah seorang dari mereka.
"Bodoh. Kita berbelok setelah kita mendekati rumahnya.
Kita lewati kebun salak di sebelah rumahnya, langsung meloncat masuk ke halaman
belakang, tanpa melalui regol"
Kawan-kawannya tidak menjawab. Mereka mengikuti saja
Sura Sapi yang semakin lama menjadi semakin mendekati rumah Manguri.
"Mereka harus membayar" desis Sura Sapi itu di dalam
hatinya "kalau tidak, kami akan mengambil sendiri"
Dengan hati-hati mereka maju terus. Semakin lama
menjadi semakin dekat. Dengan hati-hati pula mereka kini memasuki kebun salak
langsung menuju kebagian belakang rumah pedagang ternak yang kaya itu.
"Bukankah dinding yang tinggi itu dinding rumah Manguri"
desis Sura Sapi. "Ya "hampir bersamaan kawan-kawannya menjawab.
"Apakah kita akan meloncati dinding itu?" bertanya Temon.
"Ya" Temon mengerutkan keningnya. Kemudian katanya "Kau
yakin bahwa di balik dinding itu tidak ada peronda?"
"Tidak ada peronda di dalam halaman orang. Para peronda biasanya hanya
berkeliling padukuhan lewat jalan-jalan yang agak besar. "Maksudku peronda yang
dipasang dan diupah oleh pedagang itu sendiri"
Sura Sapi mengerutkan keningnya. Katanya "Di rumah itu memang terdapat beberapa
orang. Ada juga di antara mereka
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang harus di perhitungkan. Para pengawal ternak apabila pedagang itu
mengirimkan ternaknya keluar daerah. Tetapi mereka pada umumnya hanya bekerja
kalau pedagang kaya itu melakukan pengiriman. Kalau tidak, mereka biasanya
pulang ke rumah masing-masing.
"Tetapi satu dua pasti ada yang tinggal"
"Mereka tidak banyak berarti"
Temon mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi ia tidak bertanya lagi. Apalagi
mereka kini berada tepat di belakang rumah Manguri.
"Aku akan naik untuk melihat keadaan" berkata Sura Sapi.
Kawan-kawannya menganggukkan kepalanya. Dan dengan
lincahnya Sura Sapi meloncat keatas dinding. Sejenak ia berjongkok, dan sejenak
kemudian ia memberikan isyarat, bahwa halaman belakang itu ternyata sepi.
Maka berloncatanlah kelima orang yang lain susul
menyusul, sehingga sejenak kemudian, mereka berenam telah berada di halaman
belakang rumah Manguri. "Kita langsung mengetuk pintu samping" berkata Sura Sapi.
Kawan-kawannya tidak menjawab. Mereka mengikuti saja
langkah Sura Sapi dengan hati-hati.
Sura Sapi yang memang pernah datang ke rumah itupun
kemudian mengetuk pintu samping rumah Manguri. Perlahan-lahan, beberapa kali.
Yang pertama-tama mendengar ketukan pintu itu justru
ayah Manguri. Karena itu, maka iapun segera bangkit dari pembaringannya.
Perlahan-lahan ia melangkah keluar biliknya Tetapi ia tidak segera membuka
pintu. Ketukan di pintu samping itu masih terdengar.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kecurigaan Ki Sukerta itu memang beralasan. Waktunya
sudah terlampau malam untuk seorang tamu. Namun ketukan itu masih juga terdengar
terus. Semakin lama semakin keras.
Ki Sukerta bukanlah seseorang yang tidak berperhitungan.
Kecurigaannya pertama-tama memang kepada gerombolan
Sura Sapi. Ia merasa, bahwa gerombolan itu pasti masih mengancam ketenangan
anaknya justru karena kegagalannya.
Ternyata ketukan pintu itu telah membangunkan Manguri pula. Ketika ia keluar
dari biliknya ia melihat ayahnya termangu-mangu. Tetapi ketika ia akan
berbicara, ayahnya memberinya isyarat dengan meletakkan telunjuk jarinya di
mulutnya. Manguri mengerutkan keningnya. Ia berdiri saja di
tempatnya ketika ia melihat ayahnya masuk kembali ke dalam biliknya yang sejenak
kemudian telah berdiri di muka pintu bilik itu kembali. Tetapi kini ia membawa
pedangnya di lambung. Manguri mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun
berjingkat masuk ke dalam biliknya pula untuk mengambil senjatanya.
Ketika ketukan pintu itu terulang kembali, maka ayah
Manguri itupun bertanya lantang "Siapa diluar he?"
Pertanyaan yang demikian kerasnya sama sekali tidak
diduga oleh Sura Sapi dan kawan-kawannya. Namun
kemudian mereka sadar, bahwa dengan demikian Ki Sukerta telah berusaha
membangunkan orang-oranng seisi rumah itu.
"Setan alas" desis Sura Sapi "agaknya Ki Sukerta tidak mau diajak berbicara"
"Aku mengharap demikian" bisik Temon "dengan demikian kita menjadi leluasa. Kita
tidak hanya sekedar minta upah yang sudah dijanjikan"
"Lalu ?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kita mengambil sendiri upah yang kita perlukan.
Sura Sapi mengerutkan keningnya. Dan ia mendengar lagi suara Ki Sukerta "Siapa
di luar he?" Sura Sapi ragu-ragu sejenak, namun kemudian ia menyahut
"Kami Sura Sapi dan kawan-kawan "
Ki Sukerta yang sudah menduga, sama sekali tidak terkejut.
Tetapi Manguri mengerutkan keningnya.
"Apa maksud kalian datang di malam hari begini?"
"Tidak apa-apa Ki Sukerta. Kami hanya sekedar ingin
memberikan laporan. Kami tidak ingin disangka-sangka bahwa kami sengaja
menggagalkan usaha kami. Kami ingin
memberikan penjelasan"
"Kenapa kalian datang di malam begini?"
"Sudah tentu. Kami tidak ingin dibantai oleh anak-anak muda Gemulung. Kalau
mereka melihat kami, maka mereka akan memukul kentongan beramai-ramai menangkap
kami seperti rampokan macan di alun-alun Mataram"
Ki Sukerta mengerutkan keningnya. Alasan itu memang
masuk akal. Namun demikian. Ki Sukerta masih tetap
bercuriga. "Apakah Manguri dapat menerima kami?"
Ki Sukerta tidak segera menyahut, dipandarginya Manguri yang berdiri termangu-
mangu sejenak, seolah-olah ia ingin mendapat pertimbangan daripadanya. Tetapi
Manguri sama sekali tidak memberikan tanggapan apa-apa.
"Bagaimana Ki Sukerta" terdengar pertanyaan itu lagi.
"Tunggu" jawab Ki Sukerta sambil mendekati anaknya.
"Bagaimana" bertanya Ki Sukerta perlahan-lahan.
"Terserahlah kepada ayah"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ayahnya mengerutkan keningnya. Kemudian katanya
"Sebaiknya kita terima saja mereka. Apa yang mereka
kehendaki selagi ayah berada di rumah. Apapun yang akan terjadi, kau tidak
seorang diri" "Tetapi bagaimanakah kalau mereka menuntut yang bukan-bukan"
"Aku ada sekarang"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya "Terserah
kepada ayah" Ayahnya masih berpikir sejenak. Katanya kemudian "Lebih baik kita selesaikan
sekarang daripada mereka akan selalu mengganggumu. Kalau ayah pergi, mereka akan
lebih leluasa lagi sebelumnya kita menemukan penyelesaian"
Manguri tidak menjawab. "Biarlah, kita akan menerima mereka. Aku akan membuka pintu. Jangan terlampau
dekat di belakang ayah. Kalau aku memerlukan jarak untuk menjaga diri. Tetapi
kaupun harus bersiap pula apabila terjadi sesuatu. Aku tidak mempercayai mereka
sepenuhnya. Manguri menganggukkan kepalanya. Tangannya kini telah melekat di hulu pedangnya.
Dengan dada yang berdebar ia melangkah beberapa langkah di belakang ayahnya.
Dengan penuh kewaspadaan ayahnya mendekati pintu.
Selangkah demi selangkah.
"Bagaimana Ki Sukerta?" terdengar suara Suara Sapi di luar.
Ki Sukerta tidak menyahut. Tetapi maju lagi beberapa
langkah mendekati pintu. Tepat di muka pintu, ayah Manguri itu masih juga ragu-ragu.
Tetapi kemudian ia menetapkan keputusannya. Sekarang semuanya harus selesai.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Perlahan-lahan tangannya meraba selarak pintu. Perlahan-lahan dan sangat
berhati-hati. Sejenak kemudian maka selarak pintu itu sudah terlepas.
Kini tangannya tiba-tiba menjadi gemetar ketika ia menarik daun pintunya dengan
tangan kirinya, sementara tangan kananya telah melakat di hulu pedangnya.
"Aku akan membukakan pintu" desisnya. Namun tidak ada jawaban. Yang terdengar
adalah desah nafas gerombolan Sura Sapi yang tegang di luar pintu.
Akhirnya pintu samping itupun terbuka. Ki Sukerta menarik nafas dalam-dalam
ketika ia melihat beberapa orang yang berdiri di luar pintu tanpa menggenggam
senjata ditangan masing-masing.
Apalagi ketika Sura Sapi sendiri menganggukkan kepalanya sambil berkata "Selamat
malam Ki Sukerta" "Selamat malam "tanpa sesadarnya Ki Sukerta menjawab.
"Kami ingin bertemu dengan Manguri"
Ki Sukerta tidak menyahut. Tetapi ia berpaling memandang Manguri yang berdiri
termangu-mangu. Namun Manguripun kemudian melangkah maju. Dengan
penuh kebimbangan ia bertanya "Apakah keperluan kalian?"
Sura Sapi termenung sejenak, kemudian "Aku ingin
menyampaikan laporan. Aku sudah menerima tawaranmu.
Adalah kewajibanku untuk melaporkan apa yang sudah terjadi, supaya tidak hanya
saling sangka-menyangka"
Menguri mengangguk-anggukkan kepalanya "Baik. aku
tidak berkeberatan" Sura Sapi mengangguk-anggukkan kepalanya. Sejenak ia
menunggu, tetapi baik Manguri maupun ayahnya masih juga berdiam diri sambil
berdiri di pintu samping.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Apakah kami tidak kalian persilahkan masuk?" bertanya Sura Sapi kemudian.
Manguri menjadi ragu-ragu sejenak. Dipandanginya wajah ayahnya untuk mendapat
pertimbangan. Tetapi ayahnya kemudian berkata "Sudah terlampau
malam. Kau dapat berkata seperlunya. Marilah kita duduk saja di pendapa"
"Sangat berbahaya bagi kami" desis Sura Sapi.
"Pintu regol sudah tertutup. Apakah kalian dapat membuka dari luar?"
"Kami tidak melalui pintu regol"
"Nah, kalau begitu, silahkan naik ke pendapa"
Kini gerombolan Sura Sapi itulah yang saling berpandangan. Namun akhirnya Sura Sapi jugalah yang harus mengambil keputusan
"Apakah kalian menjamin bahwa
kehadiran kami di pendapa tidak akan menumbuhkan
kecurigaan seandainya ada peronda yang lewat?"
"Sudah aku katakan, pintu regol rumah kami telah kami selarak"
"Tetapi mungkin pula seseorang menjenguk lewat dinding batu disekitar halaman"
"Mereka tidak akan melihat kami. Pendapa itu gelap. Kami tidak menaruh lampu di
sana" Sura Sapi akhirnya mengangguk-anggukkan kepalanya
"Baik, kami akan naik ke pendapa"
Sura Sapi dan kawan-kawannya itupun kemudian berjalan mengitari rumah Ki Sukerta
menuju ke pendapa di bagian depan Setelah menutup pintu samping dan
nenyelaraknya, maka Ki Sukertapun pergi pula ke pendapa lewat bagian dalam
rumahnya. Namun sebelum ia keluar dari pringgitan ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berbisik kepada Manguri "Manguri, aku tidak mempercayai mereka sepenuhnya.
Pergilah ke belakang sebentar"
"Untuk apa ayah?"
"Panggil Lamat"
Manguri mengagguk-anggukkan kepalanya.
Kemudian dengan tergesa-gesa ia pergi ke belakang sementara ayahnya membuka pintu dan
keluar ke pendapa. Perlahan-lahan Manguri mengetuk pintu Lamat. Ia tidak usah mengulangi, karena
pintu itu segera terbuka.
"Pemalas kau" desis Manguri "lihat, di pendapa ada enam orang dari gerombolan
Sura Sapi" "Kenapa mereka datang kemari?" bertanya Lamat.
"Aku juga bertanya begitu, kenapa mereka kemari" sahut Manguri "tetapi itu tidak
penting. Awasi mereka dari luar pendapa. Ayah dan aku akan menemuinya"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun tiba-tiba ia bertanya "Kenapa enam
orang?" ?" Ya, kenapa" Aku tidak tahu"
"Maksudku, gerombolan Sura Sapi itu hanya terdiri dari lima orang. Bukankah
begitu?" Manguri mengerutkan keningnya. Semula ia sama sekali
tidak memperhatikan jumlah itu. Tetapi kemudian ia
mengangguk-anggukkan kepalanya "He, kau agaknya dapat juga menghitung jumlah
itu. Aku tidak tahu siapa yang seorang lagi. Tetapi awasi mereka. Kau tidak
boleh tidur saja seperti kerbau"
Lamat menganggukkan kepalanya dengan tatapan mata
yang kosong Manguripun kemudian dengan tergesa-gesa
meninggalkan bilik itu, dan masuk ke ruang dalam, langsung menuju ke pendapa.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sepeninggal Manguri, Lamat menarik nafas dalam-dalam Ia sudah mengira bahwa hal
yarg serupa itu dapat terjadi.
Masalahnya tidak akan sekedar berhenti sampai kegagalan itu.
Dengan tanpa sesadarnya Lamat mengangguk-anggukkan
kepalanya. Sebenarnya ia sudah mendengar meskipun tidak begitu jelas, Ki Sukerta
berkata lantang. Ia sudah terbangun sebelum Manguri mengetuk pintu biliknya.
Karena itu, maka begitu Manguri mengetuk, pintunya sudah dibukanya.
Lamat yang tinggi, besar dan berkepala botak itupun
kemudian meraih senjatanya dari dinding biliknya. Tetapi golok itu
disangkutkannya kembali. Agaknya ia mempunyai perhitungan lain, karena kemudian
ia melangkah ke sudut biliknya untuk mengambil sebatang tombak pendek. Tombak
pendek yang sangat sederhana dan sama sekali tidak pantas disebut sebatang
tombak. Lebih tepat disebut sebatang galah berujung besi. Tetapi galah itu
adalah kayu berlian betapapun kasar buatannya.
"Mudah-mudahan aku tidak membunuh" desis Lamat. Dan
sesuai dengan senjatanya, maka kemungkinan mematikan
adalah memang kecil sekali.
Lamatpun kemudian melangkah meninggalkan biliknya
setelah ia menutup pintunya kembali. Kemudian berjalan mengendap-endap ke bagian
depan halaman rumah itu. Lamatpun kemudian melangkah meninggalkan biliknya
setelah ia menutup pintunya kembali. Kemudian berjalan mengendap-endap ke bagian
depan halaman rumah itu. Ketika ia melewati kandang ternak, ia tahu benar bahwa ada seorang pengawal
ternak yang tidur di dalamnya, yang adalah kebetulan sekali ia tidak pulang ke
rumahnya yang agak jauh. Tetapi Lamat tidak membangunkannya. Kalau keadaan
berkembang semakin buruk, orang itu pasti akan terbangun dengan sendirinya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika ia sampai ke samping pendapa, maka Lamatpun
segera bersembunyi di balik gerumbul perdu. Meskipun tidak begitu jelas, namun
matanya yang tajam dapat melihat
bayangan kehitam-hitaman duduk dalam sebuah lingkaran di pendapa yang sama
sekali tidak berlampu. Bahkan meskipun lambat, Lamat dapat menangkap
pembicaraan orang orang di atas pendapa itu. Kadang-kadang ia mendengar jelas,
tetapi kadang-kadang ia sama sekali tidak mendengar selain gemeremang yang tidak
diketahui artinya. "Ki Sukerta" berkata Sura Sapi kemudian "yang penting bagi kami sekarang adalah
memberi tahukan kepada Manguri, kenapa kami telah gagal malam itu"
Ki Sukerta mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Baik, katakanlah"
Sura Sapi beringsut sedikit, kemudian "Manguri. Ternyata kami telah terjerumus
ke dalam kesulitan malam itu"
Manguri mengerutkan keningnya. Pilihan kata-kata itu telah mendebarkan
jantungnya. "Ternyata Pamot telah bersiap bersama beberapa orang
kawan-kawannya menyambut kedatangan kami. Bahkan
kemudian para perondapun beramai-ramai berlari-larian menonton perkelahian yang
barangkali mereka anggap sangat menarik itu"
"Ya, aku dengar Pamot telah bersiap" sahut Manguri "itu membuat aku sangat
menyesal. Kegagalan kalian telah
membuat namaku dan keluargaku semakin suram"
"Dan membuat nama gerombolan Sura Sapi menjadi
bernoda" potong Sura Sapi "kami tidak pernah gagal. Rencana kami selalu dapat
kami selesaikan dengan baik. Tetapi agaknya kami telah terjerumus kali ini"
"Kenapa kalian merasa terjerumus?" sela Ki Sukerta.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kami menjadi bertanya-tanya. Darimana Pamot dapat
mengetahui bahwa kami akan mendatanginya ke sawah
malam itu ?" geram Sura Sapi.
Lamat yang kebetulan mendengar percakapan itu menjadi berdebar-debar pula.
"Akulah yang seharusnya bertanya" berkata manguri
"kenapa kalian sampai terbentur pada anak-anak Gemulung yang sudah terlatih itu.
Agaknya kalian terlalu yakin akan kekuatan kalian, sehingga kalian menjadi
kurang berhati-hati"
Sura Sapi mengerutkan keningnya. Kemudian iapun berkata dengan nada yang dalam
"Jangan memutar balikkan keadaan.
Aku dan kawan-kawanku tidak gila untuk berbuat demikian.
Seandainya kami mampu membunuh orang sepedukuhan ini, namun kami pasti akan
mengambil jalan yang paling mudah.
Apalagi upah yang kau janjikan itu sama sekali tidak
memadai. Apakah kami berusaha untuk mempersulit diri kami sendiri?" Sura Sapi
berhenti sejenak, lalu "nah, coba lah kau lihat
dirimu sendiri. Siapakah yang paling mungkin membocorkan rencana ini"
"Akupun tidak gila" sahut Manguri "aku ingin Pamot
tertangkap hidup, supaya aku dapat memberinya peringatan untuk menjauhi gadis
itu" "Tetapi kau tidak terlampau biasa menyimpan rahasia
seperti kami, sehingga mungkin tanpa kau sadari, kau sudah mengatakannya kepada
siapapun" "Jangan mencari-cari" jawab Manguri.
"Tidak. Kami tidak mencari-cari. Tetapi baiklah kita tidak mempersoalkan
siapakah yang bersalah dan siapakah yang benar. Kedatanganku kemari memang tidak
untuk berbuat demikian"
Sura Sapi berhenti sejenak, lalu "tetapi bagaimanapun juga kami sudah melakukan tugas kami.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Karena itu kami ingin menerima upah kami yang sudah kau janjikan"
"Gila kau" Manguri hampir berteriak "aku sudah mengatakan kepada kalian, kalau kalian gagal, maka
sekepingpun aku tidak akan membayar upah itu.
-ooo000de000wi000ooo- Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Matahari Esok Pagi Karya : SH Mintardja Sumber DJVU http://gagakseta.wordpress.com/
Convert by : Dewi KZ Editor : Dino
Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Jilid 3 "MANGURI" berkata Sura Sapi kemudian "jangan bersikap terlampau keras.
Kegagalanku bukan karena kesalahanku dan kawan-kawanku. Kita tidak membicarakan
kemungkinan yang ternyata telah terjadi itu, Kita tidak membicarakan, bagaimana
masalah upah itu kalau ternyata ada pihak lain yang campur tangan. Menurut
pengertianku, kau tidak akan membayar kalau kami gagal menangkap Pamot. Pamot
sendiri tanpa orang lain, seperti yang kau katakan, bahwa Pamot selalu seorang
diri di gubugnya di malam hari. Tetapi ternyata tidak.
Ternyata ada orang lain. Bahkan enam atau tujuh orang. Nah, apa katamu ?"
"Tidak. Aku tetap pada janjiku. Kalau kalian tidak berhasil membawa Pamot
kemari, upah itu tidak akan aku bayar"
"Tetapi kami menuntut" suara Sura Sapipun menjadi
semakin keras "kau jangan menganggap kami seperti anak-anak yang takut kau
gertak. Kami sudah bekerja. Kami sudah bertempur, dan kami hampir terjebak
karenanya, yang menurut perhitunganku adalah karena kebodohanmu. Nah, sekarang kau masih akan
ingkar" "Tutup mulutmu" bentak Manguri pula "aku berpegang
teguh pada janji. Kalau kalian laki-laki jantan, kalian juga tidak akan
melanggar janji" "Kami tidak melanggar janji. Tetapi kemungkinan yang
terjadi itu tidak kita bicarakan sebelumnya. Karena itu, karena kami sudah
melakukan tugas kami, dan kami memang sudah benar-benar melakukan perkelahian
sepenuh tenaga kami, maka kau harus mengerti. Kami tidak saja memeras tenaga
untuk mencoba menangkap Pamot seperti yang seharusnya kami lakukan, tetapi kami
harus juga mempertaruhkan nama kami"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku tidak peduli" jawab Manguri "aku hanya mau
membayar upah itu atas penyerahan Pamot. Selain itu, aku tidak mau tahu"
"Manguri" Sura Sapi mulai membentak "kau jangan
menutup mata atas kenyataan itu. Apakah kau sengaja
menjerumuskan kami dengan janji itu?"
Wajah Manguripun menjadi merah. Tetapi sebelum ia
berbicara, ayahnya telah menengahinya "Sudahlah, jangan bertengkar lagi. Setelah
aku mendengar perdebatan kalian, maka aku ingin mengusulkan jalan tengah yang
barangkali dapat ditempuh. Kita memang tidak dapat bersitegang atas janji yang
sudah dibuat. Kenyataan yang pahit bagi kita di kedua belah pihak, memerlukan
pengertian yang cukup" Ki Sukerta berhenti sejenak, lalu "aku berpendapat, bahwa
sebaiknya kita masing-masing harus mau mengorbankan nilai perjanjian itu.
Bagaimana kalau Manguri membayar separo dari upah yang dijanjikan?"
Keduanya terdiam sejenak. Namun kemudian Sura Sapi
menggelengkan kepalanya "Tidak. Harga tenaga kami tidak separo-separo.
Sepenuhnya itupun sebenarnya kami merasa berkeberatan karena ternyata kami telah
terjebak. Jangan menawar-nawar lagi"
"Bukan menawar, bukan pula merendahkan harga kalian"
jawab ayah Manguri "tetapi kami dan kalian masing-masing telah mengalami
hal-hal yang tidak kita duga-duga sebelumnya " "Harga tenaga kami bukan semacam ketela pohung yang
dapat ditawar-tawar" ternyata Temon yang selama ini
menahan nafas, tidak lagi dapat mengendalikan diri "kami minta sepenuhnya dan
ditambah lagi dengan harga
kecuranganmu" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Sukerta mengerutkan keningnya, Ditatapnya wajah
Temon yang samar-samar di dalam kegelapan. Tetapi wajah itu tidak dapat
dilihatnya dengan jelas. "Jangan mencoba menawar lagi" katanya "aku benar-benar tidak telaten berbicara
seperti sedang berjual beli dagangan"
Ki Sukerta tidak segera menjawab. Ia merasa tidak senang mendengar jawaban yang
terlampau kasar itu. Tetapi ia masih berdiam diri.
Yang tidak dapat mengendalikan dirinya adalah Manguri.
Tiba-tiba saja ia berkata lantang "kalau kalian tidak mau, kami tidak akan
membayar sama sekali"
"Kami akan mengambil sendiri" teriak Temon. Suasana
menjadi semakin lama semakin tegang.
Ayah Manguri masih tampak berpikir. Namun agaknya ia
tidak mau bertengkar lebih jauh lagi. Ia masih mempunyai terlampau banyak urusan
dengan ternaknya yang tersebar di beberapa tempat. Karena itu, apabila ia
terpancang dan terlibat dalam persoalan Sura Sapi, urusannya pasti akan
terganggu pula. Karena itu, setelah berpikir sejenak ia berkata kepada Manguri "Manguri, biarlah
kita penuhi saja permintaan itu.
Bagi kita, uang itu tidak terlampau banyak artinya. Tetapi dengan demikian kita
sudah tidak mempunyai persoalan lagi dengan mereka"
Manguri mengerutkan keningnya "Tetapi, dengan demikian kita secara tidak
langsung mengakui bahwa kita telah
bertindak salah" "Tentu tidak. Kita membayar upah yang sudah dijanjikan.
Itu saja. Tanpa pengertian lain"
Manguri tidak menyahut. Sejenak ia merenung. Namun
sejenak kemudian kepalanya terangguk kecil.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Begitulah" berkata ayah Manguri kepada Sura Sapi "kami memang tidak ingin
bertengkar. Kami akan memenuhi
permintaan kalian. Upah yang sudah dijanjikan itu akan dibayar oleh Manguri"
Sura Sapi mengerutkan keningnya.
Sedang Temon beringsut setapak maju. Perlahan-lahan ia menggamit adiknya sebagai suatu
isyarat. Tetapi Sura Sapi tidak segera mengerti maksud kakaknya, sehingga kaena itu ia
masih tetap berdiam diri.
Namun di setiap kepala keenam orang itu terasa getar
kemenangan yang melonjak-lonjak. Mereka melihat seolah-olah Ki Sukerta dan
Manguri sama sekali tidak berdaya menolak tuntutan mereka. Ternyata tanpa
kesulitan apapun mereka bersedia memenuhi tuntutan yang mereka ajukan.
"Kenapa kami tidak menuntut lebih dari itu" hampir
bersamaan timbul pertanyaan itu di dalam hati mereka.
Agaknya Temonlah yang paling tidak dapat mengekang
dirinya. Perlahan-lahan ia berbisik "Hanya itu" Perkelahian yang terjadi dengan
tujuh orang itu sama sekali tidak kau hitung?"
Tetapi suara bisik itu terlampau keras sehingga Manguri masih mendengarnya.
"Apalagi yang akan kalian minta?" anak muda itu tiba-tiba membentak.
Sura Sapi menarik nafas dalam-dalam.
Pertanyaan kakaknya memang telah ada di dalam otaknya. Tetapi ia tidak segera
mengucapkannya, karena ia ragu-ragu, apakah di dalam halaman itu tidak ada
orang-orang yang benar-benar harus dipertimbangkan.
"Bagaimana?" Temon semakin tidak sabar.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku kira pembicaraan kita sudah selesai" berkata ayah Manguri "Tidak ada lagi
persoalan-persoalan baru"
"Tentu ada" jawab Temon "upah itu adalah hak yang harus kami terima. Tetapi
ganti tenaga yang sudah kami curahkan di dalam perkelahian itu harus
diperhitungkan. "Persetan" sahut Manguri "itu bukan urusan kami.
Seandainya ada diantara kalian yang mati sekalipun kami sama sekali tidak
peduli. Itu adalah tanggung jawab yang kalian. Apalagi setelah kami membayar
upah kalian" Tiba-tiba terdengar suara Temon tertawa "He, kalian
anggap kami ini anak-anak ingusan. Manguri, kau jangan mencari perkara. Aku kira
ayahmu juga tidak senang terjadi keributan di halaman rumah ini. Bagi ayahmu dan
bagimu, agaknya lebih baik kalau kami mengajukan permintaan itu daripada kami
harus mengambil sendiri. Dengan memenuhi permintaan kami itu masalahnya akan
segera selesai. Ayahmu yang mempunyai seribu macam persoalan itu tidak akan
terganggu lagi oleh masalah-masalah yang tidak berarti apa-apa. Aku yakin bahwa
kalian menyimpan uang sepuluh atau duapuluh kali lipat dari yang akan kami
minta" "Tidak" Manguri hampir berteriak "kami tidak akan memberi apa-apa lagi"
"Jangan begitu" Sura Sapilah yang berbicara "sebaiknya kalian mempertimbangkan.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ki Sukerta agaknya mampu berpikir lebih baik dari Manguri. Darah muda Manguri yang masih
meluap-luap itu kadang-kadang dapat mencelakankannya. Bukankah begitu Ki Sukerta?" Kini Ki Sukerta menyadari keadaannya. Sikapnya yang lunak itu
ternyata telah disalah artikan. Orang-orang itu menganggap bahwa ia menjadi ketakutan dan tidak berani menolak tuntutan mereka.
Ternyata tuntutan gerombolan Sura Sapi itu semakin lama menjadi semakin
berkembang. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Karena itu, kini Ki Sukertapun harus mengambil sikap Kalau ia mau mundur ia
harus bersedia menyerahkan isi rumahnya kepada gerombolan Sura Sapi itu. Tetapi
kalau tidak, ia harus bersikap tegas.
"Bagaimana Ki Sukerta?" bertanya Sura Sapi "Aku kira lebih baik bagimu untuk
memenuhi permintaan kami yang tidak berarti itu. Besok kau akan segera
mendapatkan gantinya. Lima, sepuluh atau duapuluh kali lipat. Kami tidak akan mengganggu kalian lagi"
Tetapi Sura Sapi, Temon dan kawan-kawannya terkejut
ketika ia kemudian mendengar suara Ki Sukerta yang berubah
"Tidak. Kami tidak akan memberikan apa-apa kepada kalian.
Yang sudah aku janjikan, memenuhi upah yang sudah di
sanggupkan Manguri itupun aku cabut. Ternyata kalian
menyalah artikan kelunakan sikapku. Kalian sangka bahwa kalian akan dapat
memeras kami?" Wajah Sura Sapi menjadi merah padam. Apalagi Temon
yang darahnya lebih cepat mendidih. Sejengkal ia beringsut sambil berkata "Ki
Sukerta, apakah kau menyadari kata-katamu itu?"
"Tentu. Aku menyadarinya. Aku sadar bahwa apabila kalian berani, kalian akan
mengambil cara yang biasa kalian
pergunakan. Kekerasan"
"Nah, kau mengerti. Aku minta kau pertimbangkan sekali lagi. Dengan siapa kau
berhadapan?" "Aku tahu, aku berhadapan dengan Sura Sapi. Tetapi
kalianpun harus tahu, siapa Ki Sukerta"
Wajah Sura Sapi menjadi merah padam. Demikian juga
Temon dan kawan-kawannya. Mereka merasa tersinggung
oleh sikap Ki Sukerta, yang seolah-olah langsung menantangnya. Namun demikian merekapun tidak dapat
menghindari kenyataan, bahwa Ki Sukerta memang tidak
dapat diabaikan. Ki Sukerta yang sudah terlampau sering
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melakukan perjalanan tidak saja di daerah Mataram, tetapi juga sampai ke
wilayahnya yang tersebar itu, pasti
mempunyai kemampuan yang cukup untuk membela dirinya.
Meskipun demikian Sura Sapi memang sudah memperhitungkan hal itu. Karena itu, maka dengan suara yang bergetar Sura Sapi
berkata "Ki Sukerta. Jadi Ki Sukerta ingin membuat persoalan yang kecil ini
menjadi perselisihan yang mungkin akan menimbulkan benturan diantara kita?"
"Tidak. Aku tidak ingin"
Sura Sapi mengerutkan keningnya "Jadi kenapa Ki Sukerta seakan-akan telah
menantang kami?" "Siapa yang menantang?"
Sura Sapi terdiam sejenak. Tetapi sebelum ia berkata
selanjutnya, Temon telah mendahuluinya "Kau memang
terlampau banyak bicara. Berikan upah itu dan sekedar pengganti keringat kami
yang telah terlanjur menitik. Lima kali dari upah yang sudah ditentukan. Kalau
tidak, kami akan mengambil seratus kali lebih banyak dari itu"
"Tidak" "Nah, kalau begitu kau benar-benar ingin kekerasan"
"Aku tidak ingin. Tetapi aku juga tidak mau memberi apa-apa kepada kalian. Kalau
kalian sedikit mempunyai otak, bertanyalah kepada diri sendiri. Siapakah yang
menginginkan keributan. Kalau kau mengajukan permintaan yang tidak masuk akal,
dan aku tidak mau memenuhinya, apakah sudah wajar, bahwa akulah yang
menginginkan keributan" Kalau kau mau merampok kami dan kami mempertahankan hak
kami, kamikah yang membuat keonaran?"
"Persetan" geram Sura Sapi "berikan yang kami minta"
"Tidak. Aku tidak akan memberikan apapun"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Huh, apakah kalian akan melawan Sura Sapi" Aku kira
kaupun sudah dipencilkan dari pergaulan padukuhan ini. Aku kita tidak akan ada
peronda yang datang membantumu
seandainya kalian sempat memukul tanda bahaya"
"Aku tidak memerlukan orang lain. Aku sudah cukup
matang untuk bertindak sendiri. Sadari ini, Di perjalanan, di hutan-hutan dan
diara-ara yang panjang, aku tidak memerlukan bantuan orang lain apabila ada penyamun-
penyamun yang mencegat perjalananku"
"Setan alas" Sura Sapi hampir berteriak "aku memang
harus membunuh seisi rumah ini. Tidak seorangpun yang akan menyangka bahwa kami
yang melakukan. Biarlah besok Pamot ditangkap oleh Jaga-baya Kepandak. Tuduhan
pertama pasti jatuh kepadanya dan keluarganya termasuk anak-anak muda yang
dipersiapkan melawan kami itu"
"Aku tidak akan menghiraukan apa yang akan dikatakan
orang. Tetapi seandainya kamilah yang berhasil membunuh kalian berenam dan
melemparkan kepojok desa, tidak
seorangpun yang akan menyangka, bahwa kamilah yang telah menumpas gerombolan
Sura Sapi yang terkenal itu. Ki
Jagabaya pasti akan menyangka bahwa kalian telah dibunuh beramai-ramai
oleh orang-orang Gemulung. Namun seandainya ada orang yang melihat bahwa kamilah yang telah membunuh kalian, maka
mereka akan berterima kasih kepada kami.
"Gila kau" teriak Sura Sapi "aku memang harus membunuh kalian dan mengambil
semua milik kalian. Aku tidak peduli lagi, apakah itu merupakan upah kaliah atau
bukan" "Langkahi mayat kami" geram ayah Manguri.
Temonlah yang tidak dapat menahan hatinya. Tiba-tiba ia meloncat berdiri sambil
menarik senjatanya, sebuah golok yang besar meskipun tidak begitu panjang.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku dapat memotong paha kerbau dengan sekali gores"
desisnya "bagaimana dengan leher kalian?"
"Aku tidak sedungu kerbau" Manguripun sudah meloncat
berdiri pula dengan senjata di tangan.
Maka berloncatanlah orang-orang yang berada di pendapa itu. Tiba-tiba saja
mereka sudah menggenggam senjata
masing-masing. "Kalian memang terlampau bodoh" geram Sura Sapi, lalu
"kalian lebih mencintai harta kalian daripada nyawa Kau masih akan dapat mencari
harta dengan mudah, tetapi kau tidak akan dapat membeli nyawa dimanapun dengan
kekayaan yang betapapun banyaknya"
Ki Sukerta tidak menjawab. Tetapi dengan garangnya ia berdiri tegak di atas
kakinya yang renggang. Sambil
menyilangkan pedangnya di dada ia merendah sedikit pada lututnya.
Gerombolan Sura Sapi itu mulai bergerak memencar untuk mengepung Ki Sukerta dan
Manguri yang kini berdiri
berlawanan arah. Namun Manguri masih mencoba menebarkan pandangan matanya, mencari di mana Lamat
bersembunyi. Dalam keadaan yang tegang itulah, maka muncul
seseorang yang bertubuh raksasa dari balik dedaunan.
Dengan tenangnya ia berjalan naik keatas pendapa sambil menjinjing tombaknya.
Sejenak ia berdiri di bibir pendapa itu sambil melihat suasana yang sudah
mencapai puncak ketegangannya. Ternyata kehadirannya telah mendebarkan jantung Sura
Sapi dan kawan-kawannya. Tetapi mereka memang sudah
memperhitungkan, bahwa di halaman rumah itu ada
seseorang raksasa yang dungu. Namun menurut Manguri
sendiri, raksasa itu sama sekali tidak berhasil menangkap
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamot, sehingga dengan demikian, maka raksasa itu adalah raksasa yang jinak.
"Ikat raksasa itu" perintah Sura Sapi kepada orang-
orangnya "biarlah aku dan kakang Temon menangkap
pedagang yang sombong ini beserta anaknya "
Beberapa orang saling berpandangan. Namun kemudian
tiga dari anak buah Sura Sapi memisahkan diri menyongsong Lamat yang melangkah
semakin dekat. Lamat masih tetap melangkah dengan tenang. Namun
kemudian ia berhenti ketika ia melihat tiga orang menyongsongnya. Sambil menarik nafas dalam-dalam ia
meraba-raba tangkai tombaknya yang kasar.
Sejenak ia melihat tiga orang yang lain berhadapan dengan Ki Sukerta dan anaknya
Manguri. Sebelum mereka mulai menggerakkan senjata-senjata
mereka, tiba-tiba mereka terkejut ketika mereka mendengar langkah seseorang
berlari-lari. Serentak mereka berpaling, dan merekapun melihat seseorang dengan
tergesa-gesa meloncat naik ke pendapa. Sejenak ia berdiri mematung sambil
menggosok-gosok matanya. Agaknya ia terkejut dari tidurnya dan dengan tergesa-
gesa berlari keluar. Orang itu adalah pengawal yang tidur di kandang ternak.
"Apa yang telah terjadi ?" desisnya.
"Hati-hatilah" sahut Lamat.
Orang itu maju selangkah mendekati Lamat.
"Lindungilah Manguri" bisik Lamat lirih.
Orang itu kini menyadari apa yang sedang dihadapinya.
Karena itu maka iapun segera menarik pedangnya. Perlahan-lahan ia maju mendekati
Manguri yang berdiri di belakang ayahnya beradu punggung. Lamat menyadari bahwa
untuk melawan tiga orang sekaligus adalah pekerjaan yang sangat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berat baginya. Dan tiga orang ini adalah gerombolan Sura Sapi. Tetapi Sura Sapi
sendiri agaknya berusaha untuk dapat berhadapan langsung dengan Ki Sukerta.
"Aku harus bertahan. Hanya bertahan dan mengikat
ketiganya dalam perkelahian supaya salah seorang dari mereka tidak dapat
meninggalkan arena dan membantu Sura Sapi menghadapi Ki Sukerta" berkata Lamat
di dalam hatinya. Demikianlah, maka di pendapa itu terjadi dua lingkaran yang akan
menjadi arena perkelahian. Lamat yang menghadapi tiga orang gerombolan Sura Sapi dan di lingkaran yang lain, tiga
orang berhadapan dengan tiga orang pula.
Tetapi dua diantara yang tiga itu adalah Sura Sapi sendiri dan kakaknya Temon
yang selama ini tinggal di kaki Gunung Kendeng.
"Apakah ini keputusanmu Ki Sukerta?"
"Sura Sapi masih bertanya.
"Ya" jawab Ki Sukerta Apalagi kini di pendapa itu telah hadir Lamat dan seorang
pengawal upahannya. "Bagus" desis Temon "aku tidak akan pernah melupakan
sambutan yang hangat ini sampai aku kembali ke Gunung Kendeng"
Ki Sukerta tidak menjawab. Tetapi ia bersiaga sepenuhnya.
Untunglah bahwa pengawal ternaknya itu berada di
sampingnya. Ia akan dapat membantu melindungi Manguri apabila ia segera
terdesak. Sejenak kemudian Sura Sapi melangkah maju. Ia bergeser beberapa langkah ke
samping, kemudian tiba-tiba saja ia meloncat menyerang Ki Sukerta dengan
garangnya. Tetapi Ki Sukerta benar-benar telah bersiap menghadapi serangan itu. Dengan
tangkasnya ia mengelak, dan bahkan pedangnyapun segera terjulur lurus mengarah
kelambung Sura Sapi. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sura Sapi menggeliat untuk menghindari ujung pedang itu, dengan selingkar
gerakan yang cepat, ia menyerang
mendatar. Ki Sukerta yang gagal menyentuh lambung lawan terpaksa meloncat ke
samping. ketika senjata lawannya menyambarnya.
Karena sura Sapi sudah mulai, maka yang lainpun segera berloncatan pula. Temon
segera menyerang Manguri, tetapi pengawal
ternak yang ada di sampingnya segera menempatkan dirinya untuk melawan. Sedang orang yang lain lagi, mau tidak mau
harus berhadapan dengan Manguri.
Di lingkaran perkelahian yang lain, ketiga orang gerombolan Sura Sapi itupun segera menyerang Lamat hampir berbareng. Tetapi
Lamat yang meskipun tenang-tenang saja itu, mampu menghindari mereka dengan
cepat. Selangkah ia mundur, kemudian melingkar sebuah tiang pendapa sambil
mengangkat tombaknya. Ketika sebuah ujung pedang terjulur kedadanya, maka
tangkai tombaknya langsung memukul punggung pedang itu Demikian kerasnya


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga hampir saja pedang itu meloncat dari tangan.
Orang yang hampir kehilangan pedang itu berdesis.
Meskipun ia baru mulai, tetapi segera ia mendapat gambaran kekuatan Lamat yang
memang luar biasa itu. Ayunan tangkai tombak yang tampaknya belum dilambari
dengan sekuat tenaga itu saja, sudah cukup menggetarkan jari-jarinya.
Tetapi orang itu sama sekali tidak mengeluh, dan bahkan sama sekali berusaha
untuk tidak menumbuhkan kesan,
bahwa kekuatan Lamat memang luar biasa. Ia tidak mau
menumbuhkan kecemasan dan kebimbangan di hati kawan-
kawannya. Demikianlah muka perkelahian di atas pendapa itupun
segera menjadi semakin seru. Lamat yang harus melawan tiga orang, selalu
berusaha untuk menghindari serangan-serangan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang datang dari berbagai jurusan. Tiang-tiang di pendapa rumah itu agaknya
dapat membantunya. Setiap kali ia
berperisai tiang-tiang rendapa, kemudian meloncat maju sambil menjulurkan ujung
tombaknya yang tidak begitu tajam itu.
Sedang Sura Sapi sendiri berkelahi mati-matian untuk
segera dapat menundukkan Ki Sukerta. Tetapi ternyata seperti katanya sendiri, Ki
Sukerta yang selalu menjelajahi daerah yang luas itu benar-benar seorang yang
memang mempunyai bekal untuk mela akan pekerjaannya yang berat. Ternyata ia sama
isekali tidak dapat segera dikuasai oleh Sura Sapi.
Bahkan Ki Sukerta masin mendapat kesempatan untuk sekali-sekali
melihat anaknya yang dengan susah payah mempertahankan dirinya. Tetapi Ki Sukerta masih belum mencemaskan Manguri,
karena Manguri agaknya masih mampu bertahan. Seperti
Lamat, Manguri dapat memanfaatkan tiang-tiang pendapa untuk memperpanjang
perlawanannya. Sehingga Ki Sukerta masih dapat memusatkan perlawanannya atas
Sura Sapi sendiri. Temon tidak terlampau banyak mempunyai kelebihan dari pengawal ternak Ki
Sukerta, meskipun segera tampak, bahwa ia akan berhasil memenangkan berkelahian
itu pada suatu saat apabila mereka dibiarkannya berkelahi seorang lawan seorang.
Sementara itu Lamat berusaha untuk tetap mengikat ketiga lawannya. Ia melihat
bahwa hanya Ki Sukerta sajalah yang agaknya akan mampu mengimbangi lawannya
untuk waktu yang lama. Tetapi melawan tiga orang gerombolan Sura Sapi,
merupakan pekerjaan yang berat pula bagi Lamat. Ia masih tetap
sadar bahwa sebaiknya ia tidak melakukan pembunuhan. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Karena itu maka Lamat tidak mempergunakan seluruh
kekuatannya di dalam perlawanannya. Meskipun sekali-sekali ia menyerang, namun
sebagian terbesar yang dilakukannya adalah menghindar dan menangkis. Apalagi
kelincahan lawan-lawannya kadang kadang memang agak membingungkannya,
sehingga setiap kali ia selalu meloncat mengambil jarak dari ketiga lawan-
lawannya. Namun lambat laun Lamat tidak dapat berkelahi dengan
caranya. Ketika ujung pedang salah seorang gerombolan Sura Sapi itu menyentuh
kulit lengannya, sehingga darahnya menitik, sadarlah ia bahwa ia tidak sedang
bermain-main. Ki Sukerta, Manguri dan pengawal yang seorang itupun sedang
terancam bahaya kematian apabila keadaannya tidak segera berubah.
Karena itu, Lamat yang kemudian dilanda oleh kebimbangan dan keragu-raguan itu terpaksa mencari jalan untuk mengatasi
perkelahian itu. "Akan lebih baik kalau aku berkelahi di dalam kelompok itu pula" desisnya di
dalam hati "setidak-tidaknya aku dapat mengawasi dan mencoba mengurangi tekanan
atas Manguri" Dengan demikian maka Lamatpun berusaha dengan susah
payah untuk mendekati lingkaran perkelahian yang lain. Ketika serangan-serangan
lawannya membuatnya semakin bingung, maka
tiba-tiba ia menggeram. Diayunkannya tangkai tombaknya dengan sekuat tenaganya menyerang salah
seorang daripadanya, supaya lawan-lawannya berloncatan surut, untuk memberinya
kesempatan mengatur diri.
Tetapi agaknya ada diantara mereka yang tidak sempat
berusaha untuk menghindar. Dengan senjatanya ia mencoba menangkis ayunan tangkai
tombak Lamat yang dibuatnya dari kayu berlian itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Terjadilah sebuah benturan yang dahsyat. Sesaat mereka mendengar keluhan
tertahan, kemudian mereka mendengar gcmerincing pedang yang terjatuh di lantai.
Orang itu tidak berhasil mempertahankan senjatanya.
Tenaga Lamat ternyata terlampau kuat, meskipun lawannya itu salah seorang dari
gerombolan Sura Sapi yang terkenal.
Bahkan tangkai tombak Lamat masih juga menyentuh
pahanya, sehingga iapun terpelanting jatuh.
Dengan susah payah orang itu meloncat berdiri. Tetapi kemudian ternyata bahwa ia
menjadi timpang karenanya.
Rasa-rasanya tulang pahanya menjadi retak.
Kedua kawannya yang lain segera mencoba melindunginya.
Keduanya menyerang hampir bersamaan, sehingga Lamat
terdesak surut beberapa langkah.
Kesempatan itu dipergunakan oleh salah seorang gerombalan yang kehilangan senjatanya itu. Tertatih-tatih ia berloncatan
memungut senjatanya. Kemudian dengan kaki timpang ia kembali memasuki arena
perkelahian. Lingkaran perkelahian Lamatpun semakin lama menjadi
semakin dekat dengan arena perkelahian Manguri, ayahnya dan pengawal yang
seorang itu. Namun agaknya lawan-lawannyapun
berusaha untuk menahannya dan mendorongnya semakin jauh.
Lamat masih saja berkelahi dengan tenangnya. Ia masih berusaha untuk tidak
melakukan pembunuhan. Namun setiap kali tumbuh pertanyaan "Bagaimana kalau
justru Manguri sendiri yang terbunuh" Betapapun bengalnya anak itu, tetapi ia
masih agak lebih baik dari gerombolan Sura Sapi.
Dalam pada itu, isteri Ki Sukerta yang mendengar hiruk pikuk di pendapa, mencoba
untuk mengintipnya. Meskipun dalam kegelapan, namun ia dapat melihat bayangan
yang samar-samar berloncatan kian kemari. Nafas yang berdesah dan dentang
senjata beradu. Dengan demikian segera ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengetahui, bahwa di pendapa rumahnya agaknya telah
terjadi perkelahian yang dahsyat.
Nyai Sukerta itupun kemudian berlari-lari ke bagian
belakang rumahnya. Didorongnya saja pintu bilik Lamat.
Tetapi ia sudah tidak melihat orang itu di dalam biliknya.
"Agaknya ia sudah ikut berkelahi" desisinya. Dengan
demikian maka iapun kemudian berlari ke gubug-gubug di samping lumbung.
Dibangunkannya para pekatik, para
gembala dan juru sapu. "Cepat, pergi ke pendapa. Mereka sedang berkelahi"
"Siapa?" bertanya salah seorang pekatik kuda.
"Aku tidak tahu"
Orang-orang itu menjadi bingung. Mereka tidak mengerti bagaimana mereka harus
membantu. Hampir sepanjang
umurnya mereka tidak pernah berkelahi.
Tetapi ada juga dua orang yang segera berlari ke dalam biliknya untuk mengambil
parang dan kapak. Dengan tergesa-gesa keduanya pergi melingkari rumah ke
pendapa, di bagian depan dari rumah Ki Sukerta.
Ketika mereka sampai ketangga pendapa mereka melihat
bahwa perkelahian yang seru masih berlangsung di pendapa.
Ternyata Manguri menemui banyak kesulitan di dalam
perkelahian itu. Anggauta gerombolan Sura Sapi yang
berkelahi melawannya, agaknya benar-benar akan berusaha menyelesaikan
pekerjaannya tanpa tanggung-tanggung.
Meskipun kedua orang pembantu Manguri itu bukan orang orang yang mempunyai
pengetahuan yang cukup di dalam
olah senjata, tetapi agaknya mereka mampu melihat, bahwa Manguri sudah hampir
tidak mampu lagi untuk bertahan.
Dengan demikian, maka keduanyapun segera mendekatinya dan mencoba untuk
membantunya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun ternyata bahwa kedua orang itu tidak terlampau
banyak berpengaruh. Meskipun demikian, mereka telah dapat memecah perhatian
lawan Manguri, sehingga Manguri
mempunyai sedikit kesempatan memperbaiki keadaannya.
Ayahnya, Ki Sukerta yang melihat keadaan anaknya,
menjadi sangat cemas. Itulah sebabnya, maka ia telah
mengerahkan segenap kemampuan dan ilmunya. Seluruh
tenaga cadangan yang ada di dalam dirinya telah
dibangunkannya, untuk mempercepat penyelesaian.
Ternyata bahwa Ki Sukerta tidak sekedar menyebut dirinya sebagai seorang
pedagang keliling dan bahkan seorang
petualang hampir di segala bidang kehidupan. Telah
dijelajahinya sudut-sudut yang paling berbahaya di dalam usahanya mencari
kekayaan dan mengejar perempuan yang disukainya. Dengan demikian, maka
menghadapi Sura Sapi itu sendiri Ki Sukerta akhirnya berhasil sedikit demi
sedikit menguasainya. "Aku harus lebih dahulu, sebelum Manguri kehabisan
napas" katanya di dalam hati. Bagaimanapun juga Manguri adalah satu-satunya anak
dari isterinya yang paling tua, isterinya yang sah.
Sura Sapi menahan nafasnya untuk sejenak, ketika hampir saja pundaknya tergores
pedang lawannya. Meskipun ia telah memperhitungkan, bahwa Ki Sukerta bukannya
sekedar seorang pedagang yang mempercayakan keselamatannya
kepada para pengawalnya saja, namun ia sama sekali tidak menyangka bahwa Ki
Sukerta itu mampu mengimbanginya,
bahkan semakin lama semakin terasa betapa beratnya
menghadapi pedagang ternak itu.
"Setan alas" Sura Sapi menggerutu. Sesaat terbayang
kegagalan mereka di tengah-tengah sawah sawaktu mereka menghadapi Pamot dan
kawan-kawannya Apakah kegagalan
ini harus terulang?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Sura Sapi tidak pernah gagal" desisnya. Tetapi bagaimanapun juga, ternyata kemampuan Ki Sukerta tidak dapat di ngkarinya.
Meskipun Temon sedikit demi sedikit dapat mendesak
lawannya, tetapi untuk mengalahkannya agaknya ia masih memerlukan waktu yang
cukup lama, sedang Sura Sapi
semakin lama sudah menjadi semakin lemah.
"Sura Sapi tidak pernah gagal" terdengar Sura Sapi itu menggeram.
Di lingkaran perkelahian yang lain, yang semakin lama menjadi semakin dekat,
Lamat masih tetap bertahan.
Meskipun ia tidak segera tampak menguasai keadaan, tetapi agaknya keadaannya
sama sekali tidak mencemaskan.
Demikianlah maka perkelahian itu menjadi semakin lama semakin ribut. Desak
mendesak tidak berketentuan. Yang seorang dapat mendorong lawannya, sedang yang
lain hampir-hampir dapat dikuasai.
Namun agaknya Sura Sapi sendiri berada di dalam
kesulitan. Setiap kali ia terdesak mundur. Setiap kali ia menggeram karena ujung
senjata Ki Sukerta menyentuh
pakaiannya. Dan bahkan ketika punggungnya terantuk tiang pendapa, sebuah goresan
telah menyobek lengannya.
Terdengar Sura Sapi itu mengaduh tertahan. Kemudian
mengumpat sejadi-jadinya. Goresan itu ternyata telah
menitikkan darahnya, sehingga perasaan pedih seolah-olah menyengat di segenap
lekuk tangannya. Untunglah bahwa Sura Sapi mampu mempergunakan kedua tangannya
dengan kekuatan seimbang, sehingga karena tangan kanannya
terluka, maka senjatapun segera dipindahkannya ke tangan kiri" Namun demikian
titik-titik darah itu telah membuatnya menjadi cemas, bahwa pada suatu saat ia
akan menjadi semakin lemah. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Belum lagi gema desah Sura Sapi itu lenyap, maka seorang yang melawan Lamat
ternyata telah terpukul oleh tangkai tombak Lamat, yang terbuat dari kayu
berlian. Orang itu terpelanting membentur sebuah tiang pendapa. Untunglah, bahwa
ia masih dapat melindungi kepalanya, sehingga dengan susah
payah ia masih dapat segera bangkit. Namun demikian, di bagian lain terdengar seseorang menjerit ngeri. Agaknya salah
seorang dari kedua orang yang
membantu Manguri tertusuk senjata lawannya di pahanya Tertatih-tatih ia berlari
menepi, kemudian tanpa dapat mempertahankan keseimbangannya lagi ia terjatuh
sambil mengaduh. Meskipun demikian, Sura Sapi sendiri agaknya tidak akan mampu mengalahkan Ki
Sukerta yang tampaknya semakin
lama menjadi semakin garang. Kali ini ia berkelahi sepenuh tenaganya untuk
menyelamatkan anaknya, harta bendanya dan namanya.
Dalam keadaan yang kalut demikian itulah, akhirnya Sura Sapi tidak dapat


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengingkari kenyataan yang dihadapinya.
Lukanya menjadi kian pedih, sedang lawannya masih juga nampak segar. Raksasa
yang dianggapnya dungu itu ternyata tidak segera dapat dikalahkan oleh ketiga
orang-orangnya. Temon yang diharapkannya akan dapat membantunya,
ternyata terikat oleh perkelahian yang masih memerlukan waktu yang lama.
Apalagi ketika kemudian beberapa orang meskipun dengan ragu-ragu, berdatangan
mengerumuni pendapa. Orang-orang itu adalah pekatik-pekatik, pelayan-pelayan dan
tenaga-tenaga kasar di rumah itu. Dita-ngan masing-masing tergenggam berbagai
macam senjata. Linggis, kapak, parang, bahkan kayu selumbat kelapa dan pemukul
kentongan. Meskipun mereka tidak akan dapat banyak berbuat, namun kehadiran mereka benar-
benar telah mempengaruhi niat Sura Sapi untuk memaksakan kehendaknya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Demikianlah, maka sekali lagi Sura Sapi merasa, bahwa ia akan
gagal. Gagal seluruhnya seperti pada saat gerombolannya akan menangkap Pamot. Itulah sebabnya
maka ia tidak mempunyai pilihan lain, kecuali seperti pada kegagalan yang
dahulu, meninggalkan arena.
Sejenak kemudian maka terdengar Sura Sapi memberikan
aba-aba itu. Aba-aba yang pernah diberikannya juga dalam perkelahiannya melawan
anak-anak Gemulung. Kawan-kawannya tidak menunggu keadaan berkembang
semakin buruk. Dengan serta-merta merekapun segera
berloncatan menjauh. Kemudian berlari secepat-cepat dapat mereka lakukan, turun
dari pendapa, melintasi halaman samping dan menghilang di kebun belakang untuk
seterusnya berlari lintang pukang meloncati dinding batu di belakang.
Tetapi mereka tidak berhenti sampai di balik dinding batu.
Mereka masih berlari terus masuk ke dalam rerungkudan.
Demikian cemasnya, mereka hampir tidak sempat berpaling. Bahkan di dalam gelap malam, tiba-tiba saja kaki Temon terantuk
sesosok tubuh yang sedang berjongkok,
sehingga keduanya terpelanting dan jatuh berguling-guling.
"Setan alas, dimana matamu he" bentak orang yang
berjongkok itu, yang tidak lain adalah Sura Sapi.
"Siapa kau?" bertanya Temon.
"O" suara Sura Sapi merendah "kaukah itu kakang"
"Ya aku. Kenapa kau berjongkok disitu?"
Nafas Sura Sapi menjadi semakin terengah-engah "Tanganku dan pundakku terasa pedih sekali"
"Kauterluka?" "Ya. Di lengan dan di beberapa tempat lagi meskipun hanya goresan-goresan kecil"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Temon merangkak mendekati adiknya. Katanya kemudian
"Marilah kita menjauhi tempat terkutuk itu dahulu"
Sura Sapipun kemudian berdiri perlahan-lahan. Dengan
hati-hati ia memandang berkeliling.
"Tidak ada orang yang mengejar kita" berkata Temon.
"Ya. Agaknya merekapun tidak berani keluar dari batas dinding rumahnya "
"Kenapa?" "Agaknya mereka tidak ingin terlibat dalam Kesalah
pahaman dengan anak-anak muda Gemulung"
Temon mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Tetapi kita harus cepat menyingkir"
"Ya. Kita harus cepat menyingkir"
Keduanyapun kemudian berlari-lari kecil sambil terbungkuk-bungkuk di sela-sela
dedaunan yang rimbun di kebun-kebun yang tidak terpelihara. Namun Sura Sapi
semakin lama menjadi semakin lemah. Darahnya masih saja mengalir
meskipun tidak begitu deras, dari luka-lukanya, terutama luka dilengannya.
"Marilah" ajak Temon.
"Napasku" desis Sura Sapi "badanku menjadi sangat lemah.
Darahku masih saja mengalir"
Temonpun kemudian mendekati adiknya. Dibantunya Sura
Sapi berjalan tertatih-tatih. Kemudian merekapun dengan hati-hati mendekati
dinding padukuhan dan setelah mereka merasa aman, maka dengan susah payah Sura
Sapipun segera meloncat dibantu oleh kakaknya.
Malam yang gelap masih juga. terasa gelap, meskipun
bintang-bintang di langit bertebaran dari ujung sampai ke ujung.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Keenam orang dari gerombolan Sura Sapi termasuk Temon, berjalan tersuruk-suruk
menjauhi padukuhan Gemulung.
"Lain kali kita bakar padukuhan terkutuk itu" geram Sura Sapi.
"Ya, kita jadikan nereka" desis yang lain. Merekapun
kemudian meneruskan langkah mereka menyusur pematang.
Beberapa orang dari mereka berjalan dengan timpang karena kaki-kaki mereka
terkilir. Tetapi Sura Sapi sendiri menjadi semakin lemah, meskipun ia masih
mampu berjalan dibantu oleh kakaknya.
"Dua kali kita gagal di neraka terkutuk itu" gumam Sura Sapi "tetapi lain kali
kita pasti akan berhasil"
"Apa yang akan kau lakukan lain kali?"
"Membakar padukuhan itu menjadi karang abang. Kemudian merampok rumah pedagang yang kikir itu habis-habisan dan membunuh seisi
rumahnya" Temon tidak menjawab. Ia sadar, bahwa kata-kata itu
terlontar oleh kekecewaan yang sangat mencengkam dada Sura Sapi.
Sejenak kemudian merekapun terdiam. Mereka berjalan
tertatih-tatih semakin lama semakin jauh dari Gemulung, dengan luka-luka tidak
saja pada tubuh mereka, tetapi juga di hati.
Sementara itu Manguri yang hampir kehabisan nafas masih sempat membentak-bentak
Lamat yang berdiri termangu-mangu "Kenapa kau biarkan mereka lari, he" Kenapa
kau tidak mengejar mereka dan menangkap meskipun hanya satu atau dua orang?"
Lamat tidak menjawab. Sekilas dipandanginya Ki Sukerta, dan sekilas kemudian
pengawal ternak yang berdiri diam membeku.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kaupun tidak berbuat apa-apa" bentak Manguri kepada
pengawal itu. Pengawal itupun tidak segera menjawab.
"Semua orang di rumah ini sudah gila. Sekian banyak orang berkeliaran tidak
menentu. Apa yang kalian kerjakan" Kalian membiarkan demit-demit itu melarikan
dirinya. Kalau kalian berhasil menangkap atau membunuh mereka, aku akan
menyembelih tiga ekor sapi. Tidak, tidak hanya tiga ekor. Dua ekor untuk setiap
orang yang tertangkap"
Tidak seorangpun yang menjawab. Dan kemarahan
Manguri menjadi semakin melonjak-lonjak, .Wadah kemarahannya terutama adalah Lamat.
Katanya "Kau pemalas. Kau ingin segera tidur saja. Kau sama sekali tidak berusaha untuk
memenangkan perkelahian. Kau yang sebesar gajah itu sama. sekali tidak berdaya
menghadapi hanya tiga orang lawan. Dan yang tiga itu tidak termasuk pemimpinnya
" Lamat menundukkan kepalanya. Ia sudah terlalu biasa
diumpat-umpat dengan kata-kata yang bagaimanapun menyakitkan, hati. Karena itu justru ia menjadi kebal.
"Sudahlah Manguri" ayahnya mencoba
menahannya "untung sekali kau masih dapat melihat matahari terbit esok pagi. Sekarang
biarlah mereka beristirahat. Orang yang terluka itu harus segera mendapat
pertolongan" "Tetapi itu terlalu sekali" geramnya "seharusnya Lamat dapat berbuat sesuatu.
Dengan keadaan ini kita masih selalu harus berjaga-jaga. Mereka pasti masih akan
menuntut penyelesaian yang memberi kepuasan kepada mereka"
"Tetapi kita sudah dapat menduga sebelumnya, sehingga kita akan dapat berjaga-
jaga" sahut ayahnya.
"Mereka, Sura Sapi dan gerombolannya itu., terlampai
buas. Mereka dapat membawa kawan-kawan mereka Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berdatangan ke rumah ini, sedangkan kami tidak akan dapat mengharapkan orang-
orang Gemulung yang gila itu"
"Aku dapat memanggil para pengawal ternak yang biasa
membantu aku dalam perjalanan. Merekapun orang-orang
yang dapat dipercaya. Tidak kalah dari orang-orang
gerombolan Sura Sapi"
"Tetapi jumlah itu sangat terbatas"
"Aku kira cukup banyak. Aku mempunyai lima orang
pengawal" "Hanya lima" "Disini ada kau, ada aku dan Lamat serta seorang pengawal lagi"
"Tetapi gerombolan Sura Sapi adalah gerombolan yang
paling gila dan liar. Mereka dapat berbuat apa saja melampaui setan yang paling
jahat" "Sudahlah, jangan ribut" kemudian kepada Lamat Ki
Sukerta berkata "rawatlah orang yang terluka itu"
Lamat tidak menjawab. Sambil memegang tombaknya di
tangan kiri ia memapah orang yang terluka itu dan dibawanya turun dari pendapa.
"Ingat pemalas" teriak Manguri "kaulah sumber kegagalan kita menangkap orang-
orang itu. Kalau sekali lagi kau ulangi, maka kau akan menyesal seumur hidupmu"
"Manguri" potong ayahnya "jangan menjadi gila karena
kegagalan kita kali ini. Sebenarnya kita sama sekali tidak gagal. Kita sudah
berhasil mempertahankan diri dan hak milik kita"
"Tetapi masalahnya belum selesai ayah"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Katakan, siapakah yang telah membuka masalah ini.
Siapakah yang dengan dungunya menghubungi Sura Sapi
untuk keperluan yang gila itu pula. Siapa?"
Manguri tidak menjawab. "Kau. Kaulah yang bersalah. Kaulah sumber dari kekalutan yang telah terjadi di
rumah ini. Sekarang kau membentak-bentak seperti orang mabuk tuak"
Manguri mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak menjawab, karena ia sadar, bahwa ayahnya sudah mulai
marah lagi kepadanya. "Masuklah" berkata ayahnya "jangan ribut lagi"
Dengan kepala tunduk Manguripun kemudian berjalan
masuk ke pringgitan. Ketika ia masuk ke ruang dalam
dilihatnya ibunya menggigil ketakutan. Begitu Manguri muncul di pintu, maka
dengan serta merta dipeluknya anaknya yang sudah sebesar ayahnya itu sambil
menangis "Kau tidak apa-apa Manguri"
Manguri menggelengkan kepalanya "Tidak ibu, aku tidak apa-apa"
"Nah, jadilah pelajaran bagimu, Manguri. Untuk seterusnya kau jangan bermain
api" "Bukankah hal itu sudah sewajarnya" Aku seorang anak
laki-laki ibu. Aku memang sudah seharusnya berusaha untuk mendapatkan seorang
gadis yang aku cintai"
"Tetapi kau dapat mencari gadis yang lain, yang tidak usah menumbuhkan banyak
persoalan seperti gadis anak janda prajurit itu"
"Aku mencintainya ibu"
"Anakku. Kau harus dapat mempertimbangkan perasaanmu. Betapa besar cintamu kepadanya, tetapi hal itu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dapat membahayakan nyawamu, bahwa berbahaya bagi
seluruh keluarga" "Sudahlah bu" berkata Manguri sambil melepaskan pelukan ibunya "ibu tidak usah
mencemaskan aku" "Tidak mungkin Manguri, karena kau adalah anakku"
"Ibu akan menyakiti perasaan ibu sendiri. Aku sudah
bertekad untuk mendapatkannya dengan segala cara"
"Jangan Manguri. Berkatalah, gadis mana yang kau cintai, selain gadis yang sudah
jelas menolakmu itu. Aku akan melamarnya untukmu"
"Aku tidak mencintai gadis lain lagi, kecuali gadis itu"
"Tidak. Aku tidak menyetujui kau berhubungan lagi dengan Sindangsari"
"Ibu" Manguri membelalakkan matanya "kenapa tiba-tiba ibu bersikap demikian"
"Ibu tidak senang melihat hubungan yang selalu mendebarkan jantung. Apakah kau akan merasa bahagia
kelak, apabila kau selalu diganggu oleh kegelisahan dan kecemasan. Apalagi
isterimu itu tidak mencintaimu"
"Ibu, aku kadang-kadang merasa bahwa semakin sulit aku berusaha mendapatkan
seorang gadis, aku merasa bahwa aku kelak akan menjadi semakin berbahagia,
apabila aku berhasil"
"O, jalan pikiranmu sudah terbalik"
"Bukankah cinta yang berliku-liku itu justru memberikan kepuasan yang mendalam"
"Tidak. Kau keliru"
"Ibu" Manguri tiba-tiba berbisik "ibu jangan melarang aku.
Sebenarnya aku tidak sejahat ini, karena aku harus memeras ibuku sendiri. Tidak.
Tetapi aku hanya ingin membuktikan, bahwa kadang-kadang kita memang ingin hidup
di dalam Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dunia yang lain dari kewajaran hidup ini. Coba katakan, apakah yang ibu dapat
dari hubungan yang berbelit-belit antara ibu dengan laki-lki itu?"
"Manguri" ibunya hampir berteriak "kau sudah gila"


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maaf ibu, aku hanya sekedar memberikan contoh, betapa di dalam hidup ini kita
memerlukan kelainan-kelainan yang kadang-kadang tidak masuk akal. Maaf bahwa
contoh yang paling mudah aku dapat kali ini adalah kehidupan ibu sendiri.
Hubungan itu menurut pendapatku adalah terlampau
mengerikan. Tetapi ibu melakukannya juga. Apakah dapat dinikmati suatu
kebahagiaan dalam ujud apapun, apabila setiap kali ibu selalu diburu oleh
kegelisahan kecemasan dan ketakutan?"
"Diam, diam kau Manguri"
"Jangan berteriak ibu. Aku sudah berbisik-bisik supaya tidak ada orang lain yang
mendengar. Tetapi ibu justru berteriak-teriak seperti itu"
"kau menghina ibumu sendiri Manguri. Kau menyakiti
hatiku" "Bukan maksudku. Karena itu aku minta maaf. Tetapi
dengan demikian, maka ibu akan dapat mengerti, bahwa aku kali ini berbuat
sesuatu yang aneh yang tidak patut atau katakanlah, sangat berbahaya menurut
penilaian orang lain Tetapi aku justru ingin melakukannya karena dorongan yang
tidak aku mengerti" "O" tiba-tiba ibunya berlari ke biliknya. Dijatuhkannya tubuhnya di
pembaringannya. Yang terdengar kemudian adalah isak tangisnya, sambil menelungkupkan wajahnya
pada kedua tangannya yang
bersilang. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dengan dada yang berdebar-debar Manguri melihat ibunya menangis. Perlahan-lahan
ia mendekatinya dan duduk di bibir pembaringan itu.
"Aku minta maaf bu" Ibunya tidak menyahut.
"Aku minta maaf. Sudah aku katakan bahwa aku tidak ingin menyakiti hati ibu"
Ibunya mengangkat wajahnya. Kemudian terdengar suaranya parau di sela-sela isak tangisnya "Inikah hukuman yang harus aku
tanggungkan karena dosa itu?"
"Tidak ibu. Bukan"
"Aku memang penuh dengan dosa Manguri. Tetapi ternyata kau memang benar. Kadang-
kadang kita menginginkan sesuatu yang tidak pantas, yang tidak patut. Bahkan yang berbahaya
sekalipun. Tetapi aku tidak dapat menghentikannya. Setiap kali hal itu terjadi, aku merasa bahwa untuk seterusnya
aku tidak akan mengulanginya lagi.
Bahkan aku merasa sangat membencinya. Tetapi apabila aku merasa kesepian, dan
laki-laki itu menampakkan dirinya, aku terdorong lagi ke dalam dosa itu"
"Sudahlah ibu. Tidak pantas hal itu disesali. Kalau hal itu memang terjadi,
marilah kita nikmati sepuas-puas hati.
Bukankah hal itu memang terjadi dan tidak dapat kita elakkan lagi"
"O, inilah. Inilah kutukan itu, Aku memang sudah
memberikan contoh kepadamu, untuk terjun ke dalam neraka yang paling jahanam.
Dan kau agaknya memang mengikuti jejak itu. Jejakku dan jejak ayahmu"
Manguri menarik nafas dalam-dalam. Namun tiba-tiba saja ia tersenyum di dalam
hatinya. Kini ia benar-benar merasa hidup di dalam kubangan yang paling kotor.
Ia tidak akan dapat membersihkan dirinya selama ia masih tetap berada di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kubangan itu. Seribu kali ia mandi sehari, maka ia akan segera dilumuri oleh
noda-noda yang paling kotor itu kembali.
Tetapi Menguri tidak mengatakannya. Ia bangkit berdiri dan berkata kepada ibunya
"Ayah berada di luar. Mungkin ayah sedang mengurusi orang-orang yang kebingungan
di halaman. Atau barangkali ikut menolong orang yang terluka itu. Aku akan pergi
keluar juga" Ibunya menganggukkan kepalanya. Dengan ujung bajunya
ia mengusap air mata yang masih membasahi matanya.
"Hati-hatilah" "Ya ibu" Manguripun kemudian melangkah keluar bilik. Ditutupnya pintu bilik itu. Sekilas
ia masih melihat ibunya berbaring.
Ibunya yang nampaknya masih sangat muda.
Ketika ia melangkah untuk kembali ke pendapa, maka
sekilas ia teringat kepada gadis-gadis yang pernah mengguratkan namanya pada dinding jantungnya.
Manguri tersenyum di dalam hati, meskipun senyum yang pahit.
"Dimanakah mereka sekarang" desisnya.
Terbayanglah gadis-gadis itu seorang demi seorang
bersimpuh di hadapan kakinya. Mula-mula mereka mengharapkan kehangatan cintanya. Namun beberapa bulan kemudian, mereka
bersimpuh sambil menangis seorang demi seorang untuk minta belas kasihannya.
"Aku mengandung" kalimat-kalimat itulah yang mereka
ucapkan. Hampir bersamaan dalam nada dan susunan katakata. Hampir selalu pula
gadis-gadis itu membasahi kakinya dengan air mata.
"Hanya seorang itulah yang menjadi gila, dan hampir
menikam aku" katanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kini Manguri benar-benar tersenyum pada bibirnya,
meskipun juga sebuah senyuman yang pahit.
Tetapi tidak seorangpun dari gadis-gadis itu yang akhirnya berhasil menjadi
isterinya. Manguri kemudian mencari dan membayar anak-anak muda yang dungu,
untuk melarikan gadis-gadis itu. "Tidak" mula-mula gadis-gadis itu menolak "aku tidak
mencintai anak muda yang bodoh itu"
"Kau tidak mempunyai pilihan lain" jawab Manguri kepada mereka itu "kalau kau
menolak, maka kau akan menjadi
sangat malu, karena kau mengandung di luar perkawinan. Aku tidak akan dapat kau
paksa mengawinimu, karena aku
mempunyai seribu cara untuk menolaknya. Sekarang ada anak muda yang dengan hati
yang bersih bersedia mengawinimu.
Apakah itu bukan suatu anugerah?"
"Tetapi anak di dalam kandungan ini adalah anakmu"
Saat itu Manguri masih sempat tertawa "Tidak seorangpun di atas bumi ini dapat
membuktikan bahwa anak itu adalah anakku. Siapa tahu kau pernah berhubungan
dengan laki-laki yang lain"
"Aku bersumpah. Aku bersumpah"
"Tidak akan ada gunanya" Manguri bahkan masih sempat
mengancam "atau kau memilih aku untuk mempergunakan
jalan lain yang pasti tidak akan kau senangi"
"Jalan yang manakah itu ?"
"Membungkam mulutmu untuk selama-lamanya"
"Jangan. Jangan. Jangan kau bunuh aku"
Sekali lagi Manguri tertawa. Katanya waktu itu "Nah
sambutlah suamimu. Cintailah. Ia akan mencintai kau juga. Ia akan melupakan
bahwa anak yang kau kandung itu bukan
anaknya" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Memang tidak ada pilihan lain bagi gadis-gadis ayng sudah terdorong ke dalam
kegelapan itu. Mereka harus menerima keadaan mereka dengan hati yang lemah.
Kesenangan yang mereka kecap sebelumnya ternyata tidak berimbang sama sekali
dengan penyesalan yang akan mereka bawa sampai di hari-hari terakhir nanti.
Meskipun sesaat-saat mereka dapat melupakan, namun setiap kali luka itu telah
menyengat jantung mereka kembali.
Ternyata suami-suami upahan itupun tidak sebaik suami yang lain. Meskipun ada
juga diantara merema yang akhirnya dapat saling menyesuaikan diri, namun anak-
anak yang lahir kemudian adalah jurang yang telah membatasi mereka.
Tetapi ternyata Sindangsari tidak dapat diperlakukan
serupa itu. Memang hampir tidak masuk akal, bahwa
Sindangsari telah memilih Pamot, seorang anak muda yang bagi Manguri, tidak ada
artinya, yang hanya mempunyai sejengkal sawah dan pategalan, setapak kebun
kelapa yang tidak begitu subur di pinggir desa.
Tetapi Menguri tidak dapat mengelakkan kenyataan itu, Dan kini ia sedang
berusaha untuk merebut gadis itu dengan cara apapun.
Ketika Manguri menjengukkan kepalanya, dilihatnya pendapat rumahnya sudah sepi. Agaknya ayahnya dan orang-orang yang lain telah
membawa orangnya yang terluka ke biliknya. Tetapi sejenak kemudian ia melihat
beberapa orang dengan obor di tangan dan sebumbung air naik ke pendapa itu.
"Apa yang akan kalian kerjakan?" bertanya Manguri
"Ki Sukerta memerintahkan kepada kami untuk membersihkan bekas-bekas perkelahian itu, termasuk tetes-tetes darah"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri mengangguk anggukkan kepalanya. Di bawah
sinar obor ia melihat darah yang tergenang. Sedang di beberapa tempat lagi darah
berceceran menodai lantai
pendapa. Dengan air orang-orang itu membersihkan noda-noda
darah itu. Bahkan ada yang melekat pada tiang.
Manguri menarik nafas dalam-dalam. Kemudian ia kembali masuk ke pringgitan.
Setelah menutup pintu rumahnya, ia langsung masuk ke dalam biliknya. Setelah
melepas senjatanya dan meletakkannya di pembaringannya, Manguripun merebahkan dirinya. Tetapi matanya tidak segera dapat terpejam. Ia
mendengar ketika ayahnya masuk dan menyelarak pintu, kemudian desir langkahnya
ke biliknya. "Apakah ayah tidak akan melaporkannya kepada K i
Demang?" bertanya Manguri di dalam hatinya. Tetapi ia tidak dapat mencari
jawabnya sendiri. "Lebih baik bertanya kepada ayah besok"
Meskipun keluarga Ki Sukerta berusaha untuk tidak
mengatakannya kepada siapapun, namun satu dua diantara para pembantunya ada juga
yang di luar sadarnya telah menceriterakan apa yang teiah terjadi itu, sehingga
berita kedatangan gerombolan Sura Sapi ke rumah Ki Sukerta itupun segera
tersebar. Berbagai tanggapan telah berkembang diantara orang-
orang Gemulung dan anak-anak mudanya.
"Senjata itu hampir berbalik mengenai diri Manguri sendiri"
desis Punta kepada kawan-kawannya.
Yang lain mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Mereka sama sekali tidak mau membunyikan tanda apapun"
"Mereka menganggap bahwa kita tidak akan menolong
mereka" "Apakah begitu?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tidak" Punta mengeleng "kalau kita tahu, kita pasti akan membantu mereka.
Seandainya kita tidak menolong Manguri, maka kitapun wajib berusaha menangkap
gerombolan Sura Sapi itu"
"Mungkin tanpa kita mereka merasa sudah cukup kuat"
"Manguri merasa bahwa ia bersalah" jawab Punta.
"Tentu raksasa itu yang telah menyelamatkan mereka.
Punta mengangguk-anggukkan kepalanya "Tidak ada orang lain yang dapat
dibanggakan, selain Lamat"
"Sukerta sendiri?"
"Ya. Sukerta sendiri"
Dalam pada itu. Pamot mendengar berita tentang Sura Sapi yang telah menyerang
rumah Manguri itu dengan hati yang berdebar-debar.
Ternyata persoalan itu masih akan berkepanjangan. Ia belum melihat langkah-langkah yang diambil oleh Ki Demang dan
Ki Jagabaya. Namun agaknya masih akan berkembang masalah-masalah sampingan yang
tidak akan kalah kalutnya dengan masalahnya sendiri.
Namun demikian, semua peristiwa yang terjadi itu telah mendorongnya semakin
dekat kepada Sindangsari. Meskipun orang tua kedua belah pihak menganjurkan agar
mereka untuk sementara membatasi perhubungan mereka, namun
hati yang sedang terbakar oleh perasaan remaja itu seakan-akan tidak dapat
ditahankannya lagi. Keduanya mempergunakan setiap kesempatan untuk
bertemu. Kadang-kadang di ladang, kadang-kadang di pinggir kali, selagi
Sindangsari mencuci pakaiannya.
Kawan-kawan Pamot dan Sindangsari sama sekali tidak
mengganggunya lagi. Bahkan mereka merasa kasihan,
hubungan yang tulus itu agaknya masih harus mengalami gangguan-gangguan yang
tidak diharapkan. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Apalagi kedua anak muda itu sendiri. Kadang-kadang
mereka merasa bahwa mereka seakan-akan berdiri di ujung duri. Manguri dengan
kekayaannya, setiap saat akan dapat melakukan banyak sekali kemungkinan untuk
memisahkan mereka. Belum lagi dendam Sura Sapi yang telah mereka kalahkan.
"Jangan cemas" Punta yang sudah labih tua dari Pamot
kadang-kadang mencoba menenteramkan kegelisahan anak
muda itu "kawan-kawan kita mengerti apa yang harus mereka lakukan. Kami sudah
bersiaga apabila Sura Sapi datang untuk melepaskan dendamnya. Kini mereka baru
mencoba membuat perhitungan dengan Manguri, itupun gagal. Apalagi apabila mereka
ingin membuat perhitungan dengan seluruh padukuhan ini" "Aku percaya kepadamu dan kepada kawan-kawan yang
lain" desis Pamot. Dan ia melihat dengan mata kepala sendiri kesiagaan anak-anak
muda Gemulung di gardu-gardu
perondan di setiap malam.
Tetapi kecemasan yang sangat adalah pada Sindangsari Ia tidak melihat kesiagaan
anak-anak muda Gemulung. Berbeda dengan Pamot Sindangsari merasa bahwa dirinya
terlampau lemah. Apabila Manguri kemudian mempergunakan kekerasan dan diarahkan
kepadanya, maka ia tidak akan dapat berbuat apapun.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meskipun demikian Sindangsari tidak ingin mundur Hatinya kini telah benar-benar
dicengkam oleh perasaannya. Dan ia telah menyerahkan dirinya kepada perasaan itu
Kakang berkata Sindangsari kepada Pamot ketika mereka bertemu di pinggir kali
"aku selalu dikejar oleh kegelisahan"
"Jangan gelisah Sindangsari" jawab Pamot "hampir setiap orang di Gemulung
berpihak kepada kita. Lebih-lebih anak-anak mudanya. Aku tahu benar, bahwa
mereka telah berjaga-jaga apabila ada sesuatu yang akan menimpa padukuhan ini
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Memang mungkin Sura Sapi mendendam dan mungkin pula
Manguri mengambil sikap lain. tetapi percayalah, bahwa menghadapi sikap yang
keras, kita tidak sendiri"
Sindangsari menundukkan kepalanya. Tetapi apa yang
dapat dilakukannya kalau tiba-tiba saja pada suatu malam seseorang atau
segerombolan orang datang ke rumahnya dan memaksanya pergi bersama mereka.
Namun demikian Sindangsari tidak mengatakannya. Yang
dikatakan kepada Pamot adalah "Kakang Pamot. Kapankah kita dapat mengakhiri
hubungan kita serupa ini?"
"He" Pamot terkejut "maksudmu?"
"Maksudku, apakah kita tidak ingin meningkatkan hubungan kita, sehingga kemungkinan-kemungkinan yang lain dapat kita perkecil"
Pamot tidak segera menjawab.
"Di rumahku tidak ada laki-laki lain kecuali kakek yang sudah tua. Sudah tentu
kakek tidak akan dapat melindungi aku karena umurnya yang sudah lanjut. Apalagi
di malam hari. Tetapi kalau persoalan kita menjadi sudah pasti, maka kemungkinan-kemungkinan
itu akan menjadi berkurang.
Mungkin Manguri juga akan kehilangan nafsunya lagi untuk mengganggu kita.
"Maksudmu, kita segera kawin?"
Sindangsari tidak menjawab.
"Sari" suara Pamot menjadi dalam sekali "persoalan yang paling berat bagiku, aku
sama sekali belum mempersiapkan diri menghadapinya. Aku belum punya apa-apa"
"Meskipun belum sejauh itu kakang, tetapi setidak-tidaknya seperti yang
dimaksudkan oleh Ki Demang dan Ki Jagabaya.
Persoalan ini menjadi tegas. Aku merasa bahwa aku telah dipersalahkan, karena
sikapku dapat menumbuhkan salah paham pada beberapa orang kawanku. Diantaranya
kau dan Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri. Tetapi kalau kau sudah bersikap tegas, maka
kemungkinan itu tidak akan ada lagi"
"Jadi maksudmu?"
"Kau dan orang tuamu datang ke rumahku"
"Melamar?" Sindangsari tidak menyahut. Tetapi kepalanya menunduk dalam-dalam. Ia tidak
berani memandang wajah Pamot.
Namun di dalam dadanya bergeloralah harapan agar Pamot dapat mengerti maksudnya,
dan tidak menjadi salah paham karenanya.
Sejenak kemudian terdengar Pamot berkata perlahan-lahan
"Sindangsari. Aku dapat mengerti kegelisahanmu. Kau pasti selalu berada dalam
kegelisahan dan kecemasan. Kalau
dengan demikian akan sedikit dapat memberimu ketenteraman, maka aku akan segera melakukannya.
Dengan serta-merta Sindangsari mengangkat wajahnya
Sepercik harapan memancar dari sorot matanya. Namun
ketika tatapan mata mereka beradu. Sindangsari segera menundukkan kepalanya
kembali. Namun terdengar ia berkata lirih "Aku akan sangat berterima kasih
kepadamu kakang. Dengan demikian ikatan diantara kita menjadi resmi dan disaksikan oleh keluarga
kita masing-masing dan beberapa orang tetua padukuhan ini"
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Baiklah Sari. Tetapi kelanjutan dari lamaran itu harus diperhitungkan sebaik-
baiknya. Bukan karena aku ragu-ragu, tetapi aku ingin mempersiapkan diri lebih
dahulu" "Tentu aku tidak berkeberatan kakang"
"Permintaanmu itu akan segera aku penuhi. Aku akan
segera menyampaikannya kepada ayah dan ibuku"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Setitik air mata kegirangan meleleh di pipi Sindangsari Ia mengharap bahwa
dengan demikian, hubungannya dengan
anak muda itu menjadi semakin kukuh.
Ketika untuk sejenak mereka saling berdiam diri sambil menundukkan kepalanya,
beberapa orang anak-anak muda
yang baru saja naik dari ladangnya berjalan ketepian. Tetapi mereka terhenti
sejenak. Yang paling depan diantara mereka berbisik "He, jangan ganggu anak anak
itu" Yang lainpun kemudian melangkah surut sambil tersenyum-senyum. Tetapi salah
seorang dari mereka tergelincir.
Meskipun ia tidak jatuh, tetapi beberapa buah kerikil yang tersentuh kakinya,
terlempar masuk ke dalam air.
Pamot dan Sindangsari terkejut karenanya. Ketika mereka berpaling, mereka
melihat beberapa orang sedang berdri termangu-mangu di pinggir tanggul.
Pamot segera berdiri sambil tersenyum. Seorang kawannya di atas tanggul berkata
"Maaf Pamot. Kami sama sekali tidak ingin mengganggu. Tetapi anak ini
tergelincir, sehingga melemparkan beberapa butir batu yang ternyata telah
mengejutkan kau" "Ah kau" jawab Pamot "kemarilah, Bukankah kau akan
membersihkan dirimu setelah kau berendam di kubangan"
Kawan-kawannya saling berpandangan sejenak. Namun
kemudian merekapun melangkah turun perlahan-lahan.
"Aku akan pulang saja kakang" desis Sindangsari kemudian.
"Apakah kau sudah selesai dengan cucianmu ?"
"Aku tidak mencuci hari ini"
"Kenapa?" bertanya Pamot. Sindangsari tidak menjawab.
"Marilah, aku antarkan kau pulang"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari menggeleng "Tidak usah. Aku berani pulang sendiri"
"Tetapi..." "Itu kawan-kawanmu datang"
Sindangsari tidak menunggu jawaban Pamot. Segera
diambilnya bakul dan beberapa potong pakaiannya yang tidak jadi dicucinya.
"He, apakah kami mengganggu?" bertanya salah seorang
dari kawan-kawan Pamot yang baru datang.
"Tidak" jawab Pamot.
"Tetapi kemana Singansari itu?"
Pamot tidak menjawab. Dipandanginya saja Sindangsari
yang sudah mulai melangkah "Kemana kau Sari?" bertanya kawannya yang lain.
"Aku akan pulang"
"Kenapa" Apakah kami mengganggu?"
"Tidak. Aku memang akan pulang. Ternyata matahari
sudah terlampai tinggi. Kalian sudah naik"
"Belum begitu tinggi. Kami baru akan makan pagi"
Sindangsari tidak menjawab. Tetapi ia berjalan dengan tergesa-gesa meninggalkan
tepian. "He, Sari. Ada yang ketinggalan" teriak salah seorang dari kawan-kawannya.
Sindangsari tertegun. Ketika ia berpaling kawannya itu berkata "Telapak kakimu.
"Uh" Sindangsari berdesah.
"Yang lebih besar lagi adalah Pamot" sahut yang lain.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kawan-kawannya tertawa. Tetapi Sindagsari sudah tidak berpaling
lagi. Meskipun demikian terasa langkah Sindangsari menjadi ringan.
Ia kini mulai berpengharapan, bahwa segala sesutau akan menjadi kian baik nanti
apabila Pamot telah datang ke rumahnya.
"Tentu tidak nanti sore" Sindangsari berkata kepada diri sendiri "nanti sore
Pamot baru mengatakannya kepada orang tuanya. Besok sore orang tuanya berunding,
kemudian lusa orang tua Pamot menemui beberapa orang tua untuk pergi melamar"
Sindangsari tersenyum sendiri "Sepekan lagi.
Sepekan lagi orang tua Pamot akan melamar dengan resmi"
Sepercik kegembiraan melonjak di dalam hati Sindangsari.
Meskipun Pamot seorang anak muda yang sederhana, tetapi nampaknya ia mempunyai
tanggung jawab yang besar.
Berbeda dengan Sindangsari, maka sehari-harian Pamot
labih banyak termenung sendiri. Ia sedang mereka-reka kalimat bagaimana ia akan
menyampaikan hal itu kepada yahanya.
"Ayah sudah tahu hubungan ini, sehingga ayah pasti tidak akan terkejut. Tetapi
bahwa begitu mendesak, mungkin masih akan menjadi pertimbanganya" katanya di
dalam hati "tetapi aku harus berusaha memenuhi permintaan Sindangsari
secepatnya, supaya ia tidak menjadi kian gelisah.
Dengan demikian betapapun beratnya, akhirnya Pamot
mengatakannya pula kepada ayahnya, bahwa sebaiknya
ayahnya segera melamar Sindangsari.
Pamot menjadi heran, bahwa ayahnya sama sekali tidak
memberikan kesan apapun. Bahkan sambil mengangguk-
anggukkan kepalanya ia berkata "Baiklah Pamot. Aku akan segera membicarakannya
dengan orang tua-tua"
Sindangsarilah yang hampir tidak sabar lagi menunggu
Setiap hari ia selalu menghitung waktu. Ia mengharap agar
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
waktu yang sepekan itu segera berlalu, dan orang-orang tua yang menjadi utusan
orang tua Pamot segera datang ke
rumah ini. Tetapi yang terjadi adalah sebuah prahara yang tidak
disangka-sangka, justru datang dari jurusan yang sama sekali tidak diduga.
Sebelum orang tua Pamot datang melamar, maka
datanglah dua orang utusan dari Kademangan, bahwa dalam waktu dua hari lagi,
akan datang serombongan utusan yang lain dari Ki Demang Kepandak.
"Apakah keperluan utusan-utusan itu?" bertanya ibu
Sindangsari. "Aku tidak diperkenankan mendahului utusan itu. Yang
boleh aku beritahukan, bahwa utusan-utusan itu akan
membicarakan kemungkinan bagi puterimu yang barnama
Sindangsari" Jawaban itu bagaikan petir yang meledak di atas kepala Sindangsari yang
mendengar jawaban itu pula. Sejenak ia membeku, namun kemudian terasa kepalanya
menjadi pening. "Tetapi apakah maksudnya membicarakan tentang anakku
itu ?" "Baiklah, barangkali keluarga ini memang perlu menyiapkan diri
untuk menerima utusan itu. Ki Demang ingin membicarakan kemungkinan, mengambil Sindangsari sebagai isterinya"
Sindangsari tidak dapat menahan diri lagi. Tiba-tiba
pandangan matanya menjadi gelap. Dan tiba-tiba saja ia tidak mengerti, apa yang
terjadi atas dirinya selanjutnya.
Ketika seisi ramah menjadi bingung, maka utusan itupun minta diri, katanya "Kami
tidak mau mengganggu. Mudah-mudahan anak itu tidak apa-apa. Ia hanya sekedar
terkejut. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Mungkin ia tidak menyangka sama sekali, bahwa nasibnya akan menjadi begitu baik"
Orang tua Sindangsari tidak sempat menjawab. Mereka
sibuk dengan gadis yang pingsan itu.
Ketika Sindangsari kemudian sadar, maka sehari-harian ia hanya dapat menangis
saja. Ia sama sekali tidak menyangka, bahwa bencana yang paling dahsyat justru
datang dari Ki Demang, bukan dari Manguri atau gerombolan Sura Sapi.
"Sari" berkata kakeknya "sebaiknya kau jangan tergesa-gesa menjadi gelisah dan
cemas. Utusan yang sebenarnya itu belum datang. Kalau mereka nanti datang, aku
akan dapat menjelaskan, bahwa kau sudah berjanji untuk hidup bersama-sama dengan
seorang laki-laki" Sindangsari tidak menjawab, tetapi kepalanya tertunduk semakin dalam. Apalagi
ketika kakeknya berkata "Tetapi sayang, bahwa seandainya benar demikian, orang
tua anak itu atau utusannya sampai saat ini masih belum datang untuk menyatakah
maksudnya". Sindangsari masih tetap berdiam diri. Sekilas memercik penyesalannya, bahwa
Pamot begitu lamban memenuhi
permintaannya, sehingga orang-orang Kademangan itu telah datang mendahuluinya.
"Tetapi masih ada waktu dua hari" berkata Sindangsari di dalam hatinya "kalau di
dalam dua hari ini utusan itu datang, maka mereka telah mendahului Ki Demang"
Sindangsari yang kebingungan itu, akhirnya berkata kepada kakeknya "Kakek,
bagaimana kalau mereka datang sebelum utusan Ki Demang itu datang dua hari
lagi?" "Siapa?" Terasa sangat berat untuk mengucapkannya. Namun di
paksanya juga ia berkata "Orang tua Pamot.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kakeknya menarik nafas dalam-dalam "A ku tidak tabu sari.
Apakah hal itu dapat dimengerti oleh Ki Demang. Mungkin mereka akan menyangka,
bahwa itu hanya dalih saja yang dibuat-buat untuk menolak lamarannya"
"Kakek" bertanya Sindangsari "apakah keberatannya kalau kakek memang menolaknya,
meskipun tanpa dalih apapun"
"Itulah Sari. Aku menjadi bingung" jawab kakeknya "tetapi aku akan berusaha.
Berusaha sejauh-jauhnya. Aku tahu
bahwa aku sama sekali tidak menghendaki untuk menjadi isteri Ki Demang. Akupun
sebenarnya tidak" Titik-titik air mata telah mulai mengambang di mata gadis itu. Bahkan ibunya
seakan-akan sudah kehilangan nalar, sehingga sama sekali ia tidak dapat lagi
menyatakan pendapatnya. Yang ada di dalam dirinya justru penyesalan yang dalam "Seandainya
aku bukan seorang janda. Seandainya aku tidak kembali ke rumah ini. Seandainya Sindangsari bukan seorang
gadis. Seandainya dan seandainya.
Tetapi semuanya bagaikan duri-duri yang menghunjam ke pusat jantungnya. Meskipun
ia tidak menangis, namun dari matanya yang kering itu memancar kepahitan yang
menggenangi dadanya. "Jangan menjadi bingung" berkata kakeknya "aku akan
berusaha" Tetapi Sindangsari sama sekali tidak dapat menenangkan hatinya.
Ketika dadanya seakan-akan menjadi retak, Sindangsari sudah tidak dapat menahan dirinya lagi. Diam-diam ia meninggalkan
halaman rumahnya, menyelusur jalan padukuhan pergi ke rumah Pamot.
Kedatangannya telah membuat orang tua Pamot terkejut.
Di saat senja mulai kelam, gadis itu datang dengan wajah yang muram.
Tetapi orang tua Pamot cukup bijaksana. Mereka tidak
bertanya apapun kepada gadis itu. Dipersilahkannya ia masuk,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian orang tua Pamot membiarkan anaknya menemuinya. Agaknya memang ada sesuatu yang penting
telah terjadi. "Kenapa kau datang kemari di saat-saat begini?" bertanya Pamot, yang baru saja
selesai mandi, setelah bekerja di sawah sehari-harian.
Pertanyaan itu telah membuat Sindangsari menyadari
keadaannya. Sebagai seorang gadis, ia telah datang ke rumah Pamot diwaktu malam
mulai turun. "Ibu tentu mencari aku" desisnya di dalam hati. Karena itu, maka katanya tiba-
tiba "Aku akan pulang"
"Sari" sahut Pamot "tetapi kau belum mengatakan sesuatu kepadaku"
"Tidak. Kakek dan ibu pasti akan mencari aku"
"Apakah kau tidak minta ijin kepada mereka?"
"Tidak. Aku pergi dengan diam-diam"
"Tetapi kau belum mengatakan maksudmu"
"Aku akan pulang"
"Sari" Sindangsari tidak menunggu labih lama lagi, iapun segera berdiri. Tetapi ketika
ia meloncat dari tempatnya, tiba-tiba tangan Pamot telah menangkapnya.
"Tunggu Sari" "Lepaskan, lepaskan. Aku akan pulang"
"Tetapi kau belum mengatakan apa-apa"
Sindangsari meronta. Ketika ia menghentakkan tangannya tangan itu terlepas dari
pegangan Pamot. Segera ia berlari menuju ke pintu. Namun tiba-tiba ia tertegun
ketika ia Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melanggar ayah Pamot yartg sudah berdiri di muka pintu ketika pintu itu
didorongnya. "Angger Sindangsari" suara orang tua itu sareh "aku sadar, bahwa hati angger
Sindangsari sedang diliputi oleh kegelapan"
Sindangsari berdiri termangu-mangu.
"Tenanglah. Memang sebaiknya angger Sindangsari pulang.
Marilah, aku antarkan, tidak baik kau berjalan sendiri dalam gelap. Mungkin
tidak seorangpun yang melihat. Tetapi kalau kau bertemu dengan Manguri atau
orang-orangnya, mungkin kau akan dibawanya"
Terasa bulu-bulu kuduk Sindangsari meremang.
"Marilah aku antarkan"
Sidangsari tidak menjawab. Tetapi ia berpaling. Dilihatnya Pamot berdiri di
belakangnya. "Atau barangkali Pamot dapat juga mengantarkan kau
ngger" Sepercik warna merah menjalar di wajah Sindangsari,
sehingga kepalanya tertunduk karenanya.
"Nah, terserah kepadamu. Siapakah yang akan mengantarkan kau pulang ngger. Tetapi sudah tentu tidak sendiri"
Sindangsari menjadi semakin tunduk. Tidak ada keberaniannya untuk menjawab pertanyaan itu.
Ayah Pamot menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
katanya "Biarlah Pamot mengantarkan kau. Hati-hatilah di jalan"
Sindangsari tidak menjawab. Tetapi ketika ayah Pamot
menepi, gadis itu melangkahi pintu perlahan-lahan.
"Aku minta diri" desisnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Baiklah" ayah Pamot berhenti sejenak, lalu "tetapi
sebaiknya kau berusaha untuk mengurangi beban yang
agaknya terlampau berat bagimu. Kau datang kemari, pasti dengan
maksud tertentu, meskipun mungkin karena kegelapan hati" Sindangsari tidak menyahut.
"Cobalah mengatakan ngger" berkata ayah Pamot
kemudian, lalu "tetapi baiklah kau pulang"
Sindangsari melangkah perlahan-lahan, penuh keragu-
raguan. Kepalanya masih menunduk, sedang hatinya seakanakan menjadi pepat. Namun
ia mendengar kata-kata ayah Pamot itu "Kau datang kemari pasti dengan maksud
tertentu, meskipun mungkin karena kegelapan hati"
Dan Sindangsari mendengar orang tua itu berkata kepada Pamot "Antarkan angger
Sindangsari sampai ke rumahnya.
Serahkanlah ia kepada orang tuanya "
"Baik ayah" "Pergilah, mumpung belum terlampau gelap"
Sindangsari kemudian melangkah meninggalkan rumah itu di kuti oleh Pamot.
Perlahan-lahan mereka melintasi halaman, kemudian menyelusur jalan padukuhan
setelah mereka keluar dari regol.
Keduanya masih belum berbicara apapun juga. Mereka
berjalan beriringan, seperti mereka sedang berjalan di atas pematang yang
sempit. Tetapi suasana yang kaku itu membuat dada Pamot
menjadi tegang, sehingga akhirnya ia mempercepat langkahnya dan berjalan di sisi Sindangsari.
"Sari" ia berdesis perlahan-lahan "apakah sebenarnya
maksudmu datang ke rumah?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari masih berjelan sambil menundukkan kepalanya. Bahkan langkahnya semakin lama menjadi semakin cepat.
"Sudah tentu kau membuat seisi rumahku bertanya-tanya.
Sikapmu dan kesan di wajahnya menunjukkan bahwa kau
sedang diliputi oleh kegelapan hati"
Sindangsari masih belum menjawab.
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Dan tiba-tiba ia berkata
"Apakah kau marah, karena aku masih belum memenuhi
janjiku, minta kepada orang-orang tua untuk datang
melamarmu?" Sindangsari masih berdiam diri.
"Aku sudah membicarakan dengan ayah, ibu, kakek dan
orang-orang tua. Mereka telah sepakat untuk datang besok ke rumahmu"
Pemberitahuan itu membuat dada Sindangsari berdesir.
Tetapi ia masih berjalan justru semakin cepat.
Pamot menjadi bingung karenanya. Sekali-sekali ditatapnya jalan sempit yang
membujur di keremangan malam. Di
sebelah jalan itu terdapat sebuah kebun yang penuh dengan tanaman salak, ubi dan
tanaman-tanaman lain yang
merambat. Di sebelah yang lain adalah semak-semak liar yang tidak terpelihara
sama sekali. Beberapa puluh langkah di hadapannya tampak sebuah lentera yang
terpancang di regol halaman sebuah rumah yang sedang besarnya.
Pamot yang tidak tahu apa yang harus dikatakan itu tiba-tiba berhenti, sehingga
Sindangsari yang terkejut karenanya berhenti pula selangkah di depannya.
Dengan penuh pertanyaan Sindangsari memandang wajah
Pamot yang tidak begitu jelas disaput oleh hitam malam yang menjadi semakin lama
semakin pekat. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tiba-tiba pula Pamot melangkah setapak surut sambil
memandang lurus-lurus ke depan. Setapak lagi dan setapak lagi.
"Kakang, ada apa?" Sindangsari mulai meremang.
Tetapi Pamot tidak menjawab. Ia masih menatap lurus ke depan, kebayangan yang
kelam di dekat gerumbul liar di hadapannya.
"Kakang, kakang"
Ketika Pamot mundur selangkah lagi, Sindangsari menjadi ketakutan. Tiba-tiba
saja ia berlari dan berpegangan tangan Pamot erat-erat.
"Ada apa kakang, ada apa?"
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Jawabnya "Tidak ada
apa-apa?" "Tetapi?" "Aku kebingungan, bagaimana memaksamu berbicara.
Kalau kau masih tetap diam aku akan meninggalkan kau
berlari, atau aku akan berhenti disini sampai esok pagi"
"O" tiba-tiba Sindangsari mencubit tangan, lengan dan punggung Pamot sejadi-
jadinya "kau nakal sekali"
"Sari, Sari" "Biar, biar kulitmu hangus. Kau menakut-nakuti aku"
"Sari. Sari" Tetapi Sindangsari tidak mau berhenti, sehingga Pamot terpaksa melangkah surut.
Semakin lama semakin menepi, sehingga akhirnya ia bersandar pada dinding batu di
bawah rimbunnya dedaunan perdu yang tumbuh di pekarangan yang tidak terpelihara.
"Sudahlah Sari, Sari"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Biar saja. Kau terlampau nakal"
Karena Sindangsari tidak mau berhenti juga, maka tiba-tiba tangan Pamot
menangkap kedua pergelangan tangan
Sindangsari. Mula-mula Sindangsari meronta juga, namun kemudian ia tidak melawan
ketika Pamot menarik tangannya sehingga tubuhnya menjadi semakin dekat.
"Sudahlah Sari" terdengar kemudian suara Pamot sareh
"Sebenarnya aku hanya ingin tahu, apakah yang membuat kau menjadi bingung?"
Sindangsari terdiam sejenak. Meskipun tidak tampak jelas olehnya, tetapi
Sindangsari merasa, bahwa Pamot sedang menatapnya.
Sejenak, dada gadis itu bergelora. Kecemasan, kebingungan dan segala macam perasaannya tiba-tiba saja terungkat. Terbayang
wajah Ki Demang yang sudah tidak muda lagi, meskipun belum tua juga. Kemudian
sekilas lewat bayangan Manguri yang terseyum-senyum menghina.
"Katakan Sari" desis Pamot.
Suara itu telah mendorong semua perasaannya yang telah tertahan di dadanya.
Dan tiba-tiba pula Sindangsari
menjatuhkan kepalanya di dada Pamot sambil menangis.
"Sari" desis Pamot "jangan menangis disini. Kalau nanti ada orang yang lewat di
jalan ini, ia akan menyangka lain"
"Biar, biar aku menangis" sahut Sindangsari "aku akan berteriak-teriak"
"Jangan Sari" "Aku ingin melepaskan sakit di dadaku.
"Katakan, katakan saja. Kau tidak perlu berteriak-teriak Kalau aku dapat
membantumu Sari, aku akan mencoba
membantumu" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari tidak segera menjawab.
"Katakan" desis Pamot.
Sindangsari mencoba menahan isaknya. Kemudian dengan
terputus-putus diceriterakannya kedatangan kedua utusan Ki Demang,
memberitahukan bahwa dua hari lagi, akan datang serombongan utusan yang lain
untuk melamarnya. Cerita. Sindangsari itu terdengar bagaikan ledakan guruh yang dahsyat di telinga
Pamot Sejenak ia berdiam diri. Namun terasa oleh Sindangsari, dada anak muda itu
bagaikan akan meledak. Betapa Pamot mencoba menahan nafasnya yang terengah-
engah. Sedang giginya menjadi terkatub rapat-rapat.
Kedua anak-anak muda itu kembali saling berdiam diri.
Mereka telah dicengkam oleh sebuah angan-angan yang
mendebarkan jantung. Dalam ketegangan perasaan itu kemudian terdengar Pamot berkata "Besok orang tua-
tua akan melamarmu" Sindangsari mengangkat wajahnya. Diusapnya air matanya dengan ujung bajunya.
Katanya "Apakah hal itu tidak
dianggap sebagai suatu permainan, justru setelah kedua utusan Ki Demang itu
datang" "Aku tidak peduli. Aku memang sudah mempersiapkannya.
Apapun yang akan terjadi atasku,
aku tidak akan menghiraukannya lagi"
Nafas Pamot menjadi semakin cepat mengalir "Sari,
katakan kepada orang tuamu, kepada kakekmu, bahwa besok kami akan datang"
Sindangsari mengangguk perlahan-lahan.
"Aku tidak menyangka bahwa masalahnya akan menjadi
terlampau rumit. Ki Demang sama sekali tidak memberikan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
perlindungan kepada kita, tetapi justru ia sendiri telah melibatkan dirinya
secara langsung" Sekali lagi Sindangsari mengangguk-anggukkan kepalanya,
"Itulah yang tadi akan kau katakan?"
"Ya Kakang. Hatiku tidak dapat menampungnya. Aku
menjadi bingung sekali, sehingga aku pergi begitu saja dari rumah"
Pamot mengangguk-anggukkan pula "Jadi kau tadi tidak
minta ijin?" Sindangsari menggeleng. "Marilah aku antar kau pulang, sebelum kakekmu
mencarimu kemana-mana"
Sindangsari kemudian mengusap air matanya pula sambil melangkah surut. Tiba-tiba
ia telah kehilangan perasaan malunya. Ia merasa tenang berada di dekat anak muda
itu, seakan-akan ia dapat berlindung padanya dari segala bahaya yang akan
menerkamnya. Keduanyapun kemudian meneruskan langkah mereka
pulang ke rumah Sindangsari. Berbagai macam perasaan telah berkecamuk di dalam
dada kedua anak-anak muda itu.
"Sari" berkata Pamot ketika mereka menjadi semakin dekat dengan rumah
Sindangsari "aku sudah bertekad untuk
melamarmu" Sindangsari menundukkan kepalanya. Tetapi kepala itu
kemudian mengangguk. "Bagiku, Sari, kini lebih terasa bahwa kau telah menjadi bagian dari hidupku"


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekali lagi Sindangsari mengangguk. Namun Pamot
kemudian terdiam. Ia tidak dapat mengucapkan kata-kata yang lain lagi. Ingin
agaknya ia mengucapkan seribu macam janji, sumpah dan apalagi. Tetapi mulutnya
serasa tidak lagi Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dapat mengucapkannya. Bahkan merayupun ia sudah tidak mampu lagi selagi mereka
dihantui oleh badai yang dapat menumbangkan cinta yang lagi bersemi di dalam
hati masing-masing. Malampun menjadi kian sepi. Meskipun sudah dinyalakan di regol-regol, tetapi
rasa-rasanya malam menjadi terlampau gelap, seperti hati kedua anak-anak muda
itu. Ketika mereka berbelok di tikungan, maka mereka sudah melihat obor minyak jarak
di muka regol rumah Sindangsari Nyalanya yang terayun-ayun dibelai angin
melontarkan warna yang kemerah-merahan.
"Aku akan pulang sendiri" desis Sindangsari.
"Tidak. Aku akan menyerahkan kau kepada orang tuamu"
Sindangsari tidak menyahut. Tetapi ia tidak menolak ketika Pamotpun kemudian
berbelok memasuki regol rumahnya.
Perlahan-lahan Sindangsari mengetuk pintu rumahnya. Dan dari dalamnya terdengar
suara ibunya "Siapa?"
"Aku bu" "Sindangsari?" "Ya" Yang terdengar kemudian adalah langkah tergesa-gesa ke pintu depan. Kemudian
terdengar pintu itu terdorong ke samping. "Sari, darimana kau?"
Sindangsari tidak segera menjawab, tetapi ia berpaling kepada Pamot.
"Kau tidak sendiri?"
Sindangsari menggelengkan kepalanya.
"Dengan siapa?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari tidak menyahut. Tetapi yang terdengar adalah jawaban Pamot "Aku bu.
Pamot" "O, marilah. Masuklah"
"Terima kasih. Aku hanya mengantarkan Sindangsari.
Kemudian aku minta diri"
"Apakah anak ini pergi ke rumahmu?"
Pamot menjadi ragu-ragu sejenak, namun kemudian ia
menganggukkan kepalanya "Ya ibu"
Ibunya memandang Sindangsari dengan tajamnya. Namun
kemudian ia berdesis "Kakekmu
mencari kau. Tetapi kakekmupun sudah menduga bahwa kau pergi ke rumah
Pamot" Kedua anak-anak muda itu sama sekali tidak menyahut.
Keduanya kini menunduk dalam-dalam.
"Marilah, silahkan masuk. Apakah kau akan menunggu
kakek Sari" Ternyata Pamot dapat menanggapi pertanyaan itu.
Jawabnya "Terima kasih. Aku minta diri, hari sudah terlampau malam"
"Baiklah. Terima kasih"
Pamot membungkuk sambil berkata "Lain kali aku akan
berkunjung" Pamotpun kemudian meninggalkan rumah itu. Sebelum
sampai di regol ia berpaling. Ia masihmelihat ibu Sindangsari menarik gadis itu
masuk ke rumahnya, dan pintupun segera tertutup.
"Kau pergi di malam hari begini Sari?" desis ibunya "Ingat, kau adalah seorang
gadis" Sindangsari menjadi semakin tunduk.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Bagaimanapun juga, kau harus dapat menahan dirimu"
Sindangsari masih tetap berdiam diri.
"Kau dengar Sari. Tahankanlah perasaanmu sedikit. Jangan terlampau dicengkam
oleh kebingungan, sehingga kau sudah berbuat di luar kesadaran seorang gadis.
Bagaimana kalau ada seseorang yang melihat kau pergi ke rumah Pamot di malam
begini?" Sindangsari tetap mematung
"Ingat, ingat Sari. Kau mengerti ?" Perlahan-lahan kepala gadis itu terangguk
lemah. "Aku tahu bahwa hatimu sedang pepat. Tetapi kau tidak sebaiknya pergi ke rumah
anak muda itu. Apalagi di malam hari begini"
"Belum terlampau malam ibu" suara Sindangsari lirih
"ketika aku pergi, aku masih melihat cahaya matahari yang kemerah-merahan"
"Tentu tidak. Aku masih menyapu halaman senja tadi"
Sindangsari tidak menjawab lagi. Kepalanya yang tunduk menjadi semakin
tunduk. Sedang di matanya mulai mengambang air matanya yang jernih.
Ketika ibunya masih akan memarahinya lagi, terdengar
pintu bergerit. "Ha, kau sudah kembali Sari" kata kakeknya yang kemudian muncul dari balik daun
pintu "aku mencarimu ke rumah Pamot Ayahnya mengatakan bahwa kau sudah pulang,
diantar oleh Pamot sendiri"
Kepala Sindangsari terangguk kecil.
"Sudahlah, pergilah ke belakang. Tetapi ingat, jangan kau ulangi. Kau mengerti"
Aku mendengar sedikit pesan ibumu"
"Ya kakek" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Nah, ambilkan kakek air panas. Kakek akan minum"
Sindangsari kemudian pergi ke belakang. Ibunya memandanginya sampai gadis itu hilang di pintu dalam. Ia berpaling ketika ia
mendengar ayahnya, kakek Sindangsari itu berdesah. "Aku mengikutinya" desisnya.
Nyai Wiratapa, ibu Sindangsari itu, mengerutkan keningnya.
Kemudian iapun bertanya "Apakah ayah mengikutinya dari rumah Pamot ?"
"Ya, ketika aku sampai di sana, anak-anak itu baru saja pergi. Kemudian akupun
menyusulnya" Nyai Wiratapa mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kurang baik di malam-malam begini berdua saja di jalan-jalan yang gelap"
"Tetapi hampir setiap orang di padukuhan ini sudah
mengetahui hubungan anakmu dengan Pamot. Justru karena bermacam-macam masalah
yang menyertainya, tetangga-tetangga kita menaruh perhatian terhadap masalah
ini. Mereka pada umumnya bersikap baik dan mengerti apa yang teriah terjadi"
"Memang ayah, mungkin tetangga-tetangga tidak akan
mengatakan apa-apa karena mereka menaruh iba dan welas kepada anak-anak itu.
Tetapi bahaya itu dapat datang dari diri mereka sendiri"
Kakek Sindangsari itu tidak menjawab. Tetapi kepalanya terangguk-angguk kecil.
"Apalagi Sindangsari baru dilanda oleh kecemasan melihat hari depannya yang
suram terlebih-lebih lagi setelah datang kedua utusan dari Kademangan.
Kakek Sindangsari masih tidak menjawab.
"Bukankah begitu?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya, ya" kakeknya mengangguk-angguk lagi. Kakek
Sindangsari menarik nafas dalam-dalam.
Katanya "Memang hal itu dapat terjadi. Tetapi kau jangan terlampau menyalahkan
anakmu dan Pamot. Kadang-kadang mereka didorong oleh keadaan sehingga mereka,
terutama seorang gadis, memerlukan tempat untuk melepaskan pepat di dalam
dadanya" "Tentu hal itu aku tidak berkeberatan. Tetapi lebih dari pada itu. Di dalam
gelap yang sepi, iblis berkeliaran untuk mencari korbannya"
"Wiratapa" berkata. kakek Sindangsari "memang apa yang kau katakan itu dapat
terjadi" "Ayah" "Kadang-kadang seseorang tidak lagi dapat menguasai
perasaanya yang terlampau meledak-ledak oleh tekanan
keadaan yang beruntun"
"Maksud ayah, apa yang aku cemaskan atas Sindangsari itu sudah terjadi?"
"Tentu tidak terlampau jauh. Memang menurut adat kita, keduanya sudah melakukan
perbuatan yang melampaui batas pergaulan yang dibenarkan bagi anak anak muda
yang belum di kat dalam suatu perkawinan. Tetapi sudah aku katakan, tidak
terlampau jauh, supaya kau tidak menjadi pingsan"
orang tua itu berhenti sejenak "namun meskipun aku melihat, aku tidak dapat
mencegahnya. Keduanya melakukannya
dengan jujur didorong oleh perasaan yang tidak terkendali lagi"
Nyai Wiratapa menundukkan kepalanya. Meskipun demikian ia berkata "Aku mengerti
apa yang ayah maksudkan. Tetapi sudah tentu hal itu tidak boleh terulang lagi.
Mereka sudah berada di bibir tangga yang terakhir untuk melakukan dosa yang
lebih besar lagi" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tentu, tentu. Memang hal itu tidak boleh terulang lagi.
Tetapi kita yang tua-tua inipun harus mengerti, bahwa pada suatu saat kita akan
dapat membedakan, sikap-sikap yang jujur dan bersih, dengan sekedar pelepasan
nafsu yang rendah di lingkungan anak-anak kita seperti kita pernah
Jaka Lola 6 Darah Dan Cinta Di Kota Medang Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Walet Emas Perak 9
^