Pencarian

Pedang Naga Kemala 11

Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 11


gurunya dan menyerang Koan Jit dengan kipasnya.
Tentu saja kemunculan gadis ini melegakan hati San-tok dan
menggirangkan hati Diana, akan tetapi mengejutkan hati Koan Jit. Dia
mengenal kelihaian gadis ini dan melawan gadis ini bersama gurunya tentu
saja merupakan hal yang amat berbahaya sekali kalau tidak mau dikatakan
seperti usaha bunuh diri saja. Diapun menggerakkan sepasang pedangnya
yang meluncur cepat menyerang ke arah guru dan murid itu dengan dahsyat.
Ketika dua orang lawannya mengelak dengan loncatan ke belakang, diapun
melompat jauh dan berlari cepat meninggalkan mereka.
"Ha-ha-ha, jangan mengejar, Hong Hong. Lain kali masih banyak
kesempatan untuk membunuhnya!" kata San-tok.
Dan ini hanya gertakan saja, karena Lian Hong juga sama sekali tidak
bermaksud mengejar orang itu. Gadis ini memberi isyarat kepada gurunya
dengan menepuk-nepuk pinggangnya bahwa Giok-liong-kiam telah berhasil ia
tukarkan. San-tok tertawa bergelak saking girangnya dan dia mengajak
muridnya untuk segera pergi dari situ. Lian Hong menggandeng tangan Diana.
"Mari, Diana, kita pergi."
Melihat ini, San-tok mengerutkan alisnya.
"Kenapa harus mengajak gadis bule itu" Tinggalkan saja ia di sini, akan
merepotkan saja!" Sepasang mata Lian Hong yang lebar, bening dan tajam sinarnya itu
terbelalak memandang gurunya.
"Tinggalkan di sini" Tidak, suhu. Diana adalah sahabatku, bahkan seperti
saudaraku sendiri. Meninggalkannya di sini berarti membiarkan ia terancam
bahaya. Suhu tahu bahwa ia dicari oleh Koan Jit dan anak buahnya."
"Diana akan merepotkan saja kalau ikut kita. Selain kita tidak dapat
melakukan perjalanan cepat, juga ia mendatangkan kepusingan saja."
"Wah, kakek yang aneh. Tadinya kukira, sebagai guru Lian Hong, engkau
tentu orang sakti yang budiman dan gagah perkasa. Tidak tahunya hanya
seorang kakek yang curang," tiba-tiba Diana berkata dengan mata bersinarsinar marah, dan muka yang cantik dengan kulit yang putih itu kini kemerahan.
Lian Hong terkejut mendengar itu dan ia memandang kepada kawannya
itu. Ia melihat betapa kemarahan membuat wajah Diana menjadi semakin
cemerlang dan iapun merasa kagum. Biarpun seorang wanita kulit putih,
namun Diana memiliki keberanian dan semangat, bukan seorang wanita yang
cengeng dan lemah seperti kebanyakan wanita yang dijumpainya. Berani
begitu saja mengatakan San-tok seorang kakek yang curang! Padahal, Santok
gurunya itu adalah seorang di antara Empat Racun Dunia, dan untuk itu saja
tangan gurunya tentu siap untuk membunuh orang!
Akan tetapi, San-tok sendiripun terkejut dan memandang kepada gadis
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan bermata biru itu dengan mata dilebarkan. Hampir tidak percaya dia mendengar
keberanian gadis itu memakinya.
"Eh, kenapa kau mengatakan aku curang?" tanyanya, dan di dalam
pandang matanya terbayang kemarahan dan ancaman sehingga diam-diam
Lian Hong merasa khawatir sekali.
"Engkau curang dan tidak mengenal budi!" Diana berkata pula.
"Engkau mengatur siasat memancing musuh meninggalkan sarangnya,
tidak terang-terangan menantangnya melainkan mempergunakan akal licik,
bukankah itu merupakan kecurangan" Dan ketika engkau membutuhkan
bantuanku, engkau mengajak aku kesini, setelah aku membantumu sampai
berhasil, kini karena aku tidak kaubutuhkan lagi, engkau hendak meninggalkan
aku begitu saja terancam bahaya. Bukankah itu namanya tidak mengenal
budi?" Lian Hong tersenyum geli di dalam hatinya melihat betapa kakek itu
memandang bengong seperti orang kehabisan akal, atau seperti seorang anakanak dimarahi ibunya karena kenakalannya.
"Wah, wah, kau membingungkan aku. Tidak kubunuh saja sudah baik,
kenapa engkau banyak mengomel?" gerutu kakek itu.
"Mau bunuh aku" Bunuhlah, agar lengkap engkau membuktikan sifatsifatmu yang mengecewakan hatiku, bukan hanya curang dan tidak mengenal
budi, akan tetapi pengecut lagi."
"Pengecut?" San-tok berseru kaget.
"Seorang kakek yang berilmu tinggi hendak membunuh seorang gadis yang
selama hidupnya belum pernah belajar ilmu silat, bukankah perbuatan itu amat
pengecut dan tidak tahu malu?"
Kakek itu melongo dan tidak mampu menjawab, sehingga Lian Hong
merasa geli. Gadis tertawa.
"Hi-hik, suhu" mengakulah bahwa suhu telah kalah berdebat dengan
Diana, dan untuk kekalahan suhu itu, suhu harus menyerah."
"Aku menyerah" Maksudmu bagaimana?"
"Karena suhu kalah dan tidak mampu membantah kebenaran omongan
Diana tadi, sudah adil kalau suhu memenuhi permintaannya."
San-tok menarik napas panjang. Dia mengira bahwa permintaan itu tentu
hanya agar perempuan bule itu diperbolehkan ikut menyertai perjalanan
mereka. Biarpun hal ini menjemukan hatinya, akan tetapi karena muridnya
agaknya amat sayang kepada gadis bule itu, diapun mengalah.
"Baiklah, aku penuhi permintaannya."
"Suhu, benarkah" Suhu memenuhi semua permintaannya?"
"Satupun sudah cukup! Diana, kenapa kau tidak cepat menghaturkan
terima kasih kepada guru kita?"
"Suhu, aku menghaturkan terima kasih bahwa suhu telah sudi menerimaku
sebagai murid." Kakek itu merasa seperti disambar geledek dan dia meloncat ke belakang,
matanya terbelalak. "Apa" Siapa mengambil engkau sebagai murid" Tidak sudi aku, tidak
sudi...!!" Dia melangkah maju, kedua tangannya terkepal, dia sudah siap untuk
memukul gadis kulit putih itu. Melihat keadaan gurunya, Lian Hong yang sudah
mengenal baik gurunya itu cepat melangkah maju dan iapun menjatuhkan diri
berlutut di depan kakek itu, di sebelah kanan Diana.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Tidak, ini semua kau yang mengaturnya, anak nakal!"
"Sungguh mati, aku tidak akan berani melakukan hal seperti itu, suhu.
Sudah sejak lama sekali Diana menyatakan bahwa ia ingin sekali menjadi murid
suhu, menjadi saudara seperguruanku agar ia dapat membela diri kalau
diancam orang jahat. Permintaan menjadi murid suhu itu adalah permintaan
yang timbul dari dalam hati Diana sendiri, bukan aku yang membujuknya."
"Tidak, mana mungkin aku menerima seorang kulit putih sebagai murid"
Orang-orang kulit putih adalah bangsa biadab, adalah bangsa jahat yang
datang ke tanah air kita untuk membikin kacau. Aku tidak suka kepada mereka,
dan aku bahkan mau membantu para pejuang untuk mengenyahkan mereka.
Bagaimana mungkin sekarang kau hendak memaksaku mengambil murid
seorang gadis kulit putih" Edan barangkali kau, Hong Hong!"
"Suhu, aku sendiri tidak setuju dengan perbuatan bangsaku yang datang
ke negeri ini untuk melakukan kejahatan-kejahatan."
"Kalau engkau tidak setuju, lalu mengapa engkau sendiri berada di negeri
ini?" Lian Hong terkejut mendengar serangan kata-kata gurunya itu yang tentu
akan sulit dijawab oleh sahabatnya. Akan tetapi Diana nampak tenang saja,
bahkan tersenyum dengan sikap tabah ketika ia menjawab.
"Aku datang ke negeri ini karena ada tiga hal, suhu. Pertama aku adalah
keponakan dari Kapten Charles Elliot yang bertugas di sini, dan aku datang
untuk diperbantukan kepadanya, mengurus bagian tata usaha. Kedua, aku
adalah seorang ahli penyelidik barang-barang kuno dan kedatanganku ke
negeri ini juga untuk mempelajari dan menyelidiki tentang benda-benda kuno
di sini..." "Huh, apa maksudnya menyelidiki barang-barang kuno?"
Kakek itu memotong, tertarik, karena baru sekarang dia mendengar ada
orang yang pekerjaannya menyelidiki barang kuno.
"Dari penyelidikan barang-barang kuno, kita mampu menyelidiki dan
menjenguk di jaman lalu, suhu, untuk membuat catatan sejarah negeri ini yang
tak terpisahkan dari sejarah dunia."
San-tok bukan seorang terpelajar, maka keterangan itu membingungkan
hatinya dan sinar matanya yang tadinya tertarik itu kini muram dan marah
kembali. "Dan sebab yang ketiga, suhu, karena tadinya aku sama sekali tidak tahu
bahwa bangsaku datang ke sini untuk menyelundupkan madat dan untuk
memerangi rakyat di sini, tadinya kusangka bahwa mereka itu hanya datang
untuk berdagang saja, perdagangan yang saling menguntungkan."
"Suhu, aku yang menanggung bahwa Diana adalah seorang yang amat baik
budi, jujur dan tabah sekali, sama sekali tidak boleh disamakan dengan orangorang kulit putih yang lain."
"Aahhh, omongan manis saja. Aku memang sudah mendengar bahwa
orang-orang kulit putih paling pandai membujuk rayu, mulutnya selalu
tersenyum akan tetapi mata mereka yang biru itu menyembunyikan pamrih
yang jahat sekali." Dia memandang kepada Diana yang masih berlutut.
"Apa buktinya bahwa semua omongannya itu tidak bohong belaka dan ia
tidak sama palsunya dengan semua orang kulit putih?"
"Suhu, kalau aku menyukai perbuatan bangsaku, kenapa aku lebih suka
hidup di dusun bersama para petani" Bahkan aku menolak keras ketika kaki
tangan pamanku itu datang untuk memaksaku kembali ke Kanton?" kata Diana.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Suhu, ingat, betapapun juga, suhu sudah berjanji untuk menerimanya
sebagai murid," sambung Lian Hong.
"Berjanji menerima permintaannya ikut dengan kita, bukan menerima
sebagai murid!" "Akan tetapi hal itu tidak suhu jelaskan, dan yang dimaksudkan Diana
adalah permintaan menjadi murid. Suhu tidak mungkin akan menjilat ludah
sendiri!" "Hong Hong, jangan kau memaksa aku! Kalau sampai salah tindak,
menerima seorang bule sebagai murid kemudian kelak ia membinasakan rakyat
kita, bukankah namaku akan dikutuk selama hidup sebagai seorang yang
mengkhianati bangsanya?"
"Tidak, suhu. Aku yang bertanggung jawab! Biarlah aku yang akan dikutuk,
bukan suhu. Diana bukan orang macam itu."
Mendengar pembelaan Lian Hong ini, Diana merasa begitu gembira dan
terharu sehingga tiba-tiba ia merangkul Lian Hong, menciumi pipinya sambil
menangis. Lian Hong juga balas merangkul dan tak dapat menahan air
matanya melihat betapa Diana menangis karena terharu.
San-tok menghela napas panjang, tersentuh juga perasaan hatinya melihat
dua orang gadis itu berangkulan dan bertangisan.
"Sudahlah, aku menerimanya sebagai murid, akan tetapi ia harus tahan uji
harus berani hidup menderita kekurangan dan belajar dengan tekun dan keras.
Dan untuk tingkat permulaan, engkaulah yang mewakili aku membimbingnya,
Hong Hong." Lian Hong gembira sekali dan memberi hormat.
"Tentu saja, suhu, tentu saja?"
Juga Diana merasa girang dan memberi hormat sambil berlutut sampai
dahinya menyentuh tanah. "Terima kasih, suhu. Biarlah aku bersumpah. Kalau kelak aku
mempergunakan ilmu yang kupelajari dari suhu untuk mencelakakan rakyat di
negeri ini, biarlah aku akan mati di ujung pedang!"
Lega juga rasa hati San-tok mendengar sumpah sukarela ini.
"Sudahlah, mari kita kembali ke Wu-yi-san."
Mereka bertiga lalu melanjutkan perjalanan, dan mulailah Diana memasuki
suatu pengalaman hidup baru yang sama sekali berbeda dengan kehidupannya
di dusun selama ini. Di dalam dusun itu, ia memang mengalami kehidupan yang
sama sekali berbeda dengan kehidupannya sebagai keponakan Kapten Charles
Elliot, akan tetapi kehidupan di dusun itu hanya sederhana dan penuh kerja
keras di ladang saja. Setelah melakukan perjalanan bersama Lian Hong dan San-tok, barulah ia
mengalami kehidupan yang benar-benar amat sukar, keras dan penuh bahaya!
Mereka tidur di tengah hutan, kadang-kadang di tempat terbuka, menentang
panas, dingin, dan ancaman bahaya dari binatang-binatang buas. Mereka
menghadapi kesukaran ketika perut menagih isi, harus mengadakan makanan
di tengah hutan, tanpa bekal bahan sama sekali. Diana belajar hidup dan
mengalami hal-hal yang selama hidup sebelumnya belum pernah
dibayangkannya, belum pernah diimpikannya. Ia belajar menangkap ular untuk
dimakan dagingnya sekedar penyambung hidup, makan daun-daun muda,
bahkan pernah diajak makan ulat-ulat gemuk karena dalam sebuah hutan, satusatunya bahan makanan yang bisa didapatkan hanya ulat-ulat gemuk itu! Dan
iapun merasa kagum bukan main. Sahabatnya, Lian Hong, benar seorang gadis
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan yang luar biasa, dan gurunya itu lebih aneh lagi. Kadang-kadang baik, kadangkadang jahat, kadang-kadang acuh saja, akan tetapi kadang-kadang marah
besar seperti orang gila. Betapapun juga, ia telah diterima sebagai murid dan
iapun maklum bahwa gurunya seorang aneh dan luar biasa, dan ini saja sudah
merupakan bekal baginya untuk menghadapi segala ulah dan tingkah gurunya
yang aneh-aneh. Dalam perjalanan itu, Diana digembleng oleh kesukaran-kesukaran hidup
yang membuat gajih-gajih di tubuhnya lenyap, membuat tubuhnya agak kurus
dan kokoh kuat, membuat kulit tubuhnya yang sudah agak gelap oleh pekerjaan
di ladang, kini semakin hitam! Akan tetapi, sifat pesoleknya belum juga hilang,
sehingga seringkali ia ditertawakan Lian Hong karena di dalam hutan
sekalipun, ia masih sering membereskan rambutnya sampai rapi dan ada saja
akalnya untuk menambah merah pada bibirnya yang sudah merah!
-------Sementara itu, setelah melarikan diri untuk kedua kalinya karena tidak kuat
melawan San-tok dan Lian Hong, Koan Jit menyelinap dan bersembunyi,
mengintai musuh-musuhnya. Dia merasa lega melihat mereka itu pergi dari
situ, tidak berusaha mencari tempat penyimpanan harta pusakanya. Dengan
hati girang, dia berpendapat bahwa tentu kakek itu benar-benar belum tahu
tempat rahasianya, akan tetapi sudah dapat menduga bahwa tempat itu
berada di dalam hutan ini. Aku harus cepat memindahkan benda-benda pusaka
itu, pikirnya. Dan setelah menanti agak lama dan merasa yakin bahwa musuhmusuhnya sudah pergi jauh, diapun cepat memasuki tempat rahasianya.
Wajah Koan Jit berubah pucat dan tubuhnya gemetar penuh ketegangan
dan kekhawatiran ketika dia memasuki tempat itu. Dia melihat bahwa jebakanjebakan rahasia di tempat itu sudah bekerja, tanda bahwa ada orang memasuki
tempat ini. Dengan hati-hati dia terus menuju ke dalam dan melihat beberapa
ekor ular itu mati, dia semakin khawatir. Akan tetapi, kekhawatirannya
berubah girang, lega dan juga terheran, ketika dia melihat bahwa semua
pusaka, terutama sekali Giok-liong-kiam, masih utuh! Tidak ada sebuahpun
pusaka yang hilang. Kalau tadinya dia merasa heran, lalu dia menjadi girang
sekali. Dia melihat runtuhnya jarum-jarum hitamnya yang beracun, dan ketika
dia meneliti, ternyata ada beberapa batang jarum yang hilang. Ini hanya dapat
diartikan bahwa serangan gelap jarum-jarum itu telah mengenai tubuh orang
lihai yang masuk ke situ. Orang itu tentu menjadi kaget dan ketakutan karena
jarum-jarum itu memang mengandung racun yang ganas, dan orang itu
melarikan diri sebelum dapat membawa Giok-liong-kiam yang agaknya
memang ingin diambil oleh pencuri itu. Dan andaikata orang itu tidak mampus
oleh racun jarum-jarumnya, setidaknya usahanya itu gagal dan semua
pusakanya, terutama Giok-liong-kiam, selamat!
Kenyataan bahwa tempat rahasianya sudah didatangi orang itu, membuat
Koan Jit makin tergesa lagi untuk memindahkan barang-barangnya yang
berharga itu. Dia tidak menyangka buruk kepada San-tok dan Lian Hong. Kakek
itu tadi berkelahi dengan dia, sedangkan gadis itu walaupun datang
belakangan, namun jelas tidak menderita luka oleh jarum beracun. Pula, kalau
dua orang itu yang berusaha masuk ketempat rahasia itu, tentu Giok-liongkiam sudah diambilnya. Tentu orang lain yang telah memasuki tempatnya,
mempergunakan kesempatan selagi dia sibuk berkelahi melawan San-tok dan
muridnya. Akan tetapi walaupun orang itu mampu melalui jebakan di lantai,
ular-ular dan debu pembius, ternyata tidak mampu lolos dari jarum-jarum
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan hitamnya yang beracun! Pada hari itu juga, Koan Jit lalu mengumpulkan pusaka-pusakanya dan
membawanya keluar dari tempat itu, dan untuk sementara, secara rahasia,
diboyongnya benda-benda berharga itu ke markasnya tanpa diketahui atau


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dicurigai oleh para pimpinan pasukan kulit putih.
-------Dunia persilatan, seperti kelompok-kelompok lainnya, memang memiliki
sifat-sifatnya yang berlawanan, yaitu sifat buruk dan baiknya. Buruknya, di
dunia persilatan selalu terjadi kekerasan, permusuhan, dendam-mendendam,
adu kekuatan yang tak kunjung henti. Dunia ini bergelimang darah walaupun
sebagian besar dari pertentangan itu terjadi antara pribadi. Akan tetapi, ada
satu sifat baik pada mereka, juga di kalangan kaum sesatnya, seperti berkalikali terbukti dalam sejarah bahwa mereka itu dapat juga bersatu apabila tanah
air dan bangsa berada dalam bahaya.
Sejak terjadinya perang madat sampai didudukinya kota-kota pelabuhan
yang besar oleh kekuasaan orang kulit putih, dunia persilatan terguncang.
Bahkan di dalam kalangan kaum sesat juga terdapat suatu perasaan tidak
puas, bahkan dendam dan benci kepada orang kulit putih. Dengan demikian,
maka golongan-golongan itu, yang kesemuanya menamakan diri sendiri
sebagai pejuang-pejuang patriot, terpecah-pecah menjadi beberapa aliran.
Ada golongan yang hanya memusuhi orang kulit putih dan bahkan membantu
pemerintah Mancu. Ada golongan yang sebaliknya hanya menentang
pemerintah penjajah Mancu dan acuh terhadap orang-orang asing kulit putih.
Golongan pertama ini condong untuk menjadi kaki tangan pemerintah Ceng,
sedangkan golongan kedua condong untuk diperalat oleh orang-orang kulit
putih. Ada pula golongan ketiga yang menentang keduanya, menentang
pemerintah penjajah Mancu, juga menentang orang kulit putih. Tentu saja
kadang-kadang timbul bentrokan antara ketiga golongan ini. Akan tetapi,
golongan yang anti kepada kedua kekuasaan asing Mancu dan kulit putih itu
semakin kuat dan besar saja. Hal ini karena banyak orang gagah merasa
penasaran dan marah kepada pemerintah Ceng yang dianggap telah menjual
sebagian dari tanah air kepada orang-orang asing, melihat betapa pemerintah
Ceng semakin lemah dan tidak berani menentang orang kulit putih, bahkan
dengan cara "menyogok" untuk menyenangkan hati orang kulit putih,
pemerintah Mancu telah menyerahkan kota-kota pelabuhan ke dalam
kekuasaan orang kulit putih.
Di antara mereka yang hatinya merasa penasaran dan bangkit, terdapat
tokoh-tokoh datuk persilatan, juga para datuk golongan hitam ikut bangkit dan
merasa penasaran. Karena itu, tidak mengherankan apabila timbul perasaan
setia-kawan dan persatuan yang besar di antara mereka untuk menghadapi
kekuasaan orang kulit putih dan juga kelaliman kerajaan Ceng yang mulai
lemah. Bahkan tanpa mereka sepakati bersama, Empat Racun Dunia yang
terkenal keji dan jahat itupun, memiliki persamaan dalam hal ini. Mereka
berempat merasa penasaran sekali dan ingin menghabiskan sisa usia mereka
yang sudah amat tua itu untuk melakukan sesuatu guna menentang orangorang kulit putih dan pemerintah penjajah.
Karena itulah, ketika Hai-tok (Racun Lautan) mengirim undangan kepada
para tokoh besar persilatan untuk menghadiri pesta yang akan diadakannya
untuk memperingati ulang tahunnya yang ke tujuhpuluh lima, para datuk
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan persilatan menyambutnya dengan gembira, dan hampir semua tokoh yang
diundang memerlukan datang menghadiri undangan itu!
Ada beberapa hal yang mendorong Hai-tok untuk merayakan hari ulang
tahunnya itu dengan mengundang tokoh-tokoh besar dunia persilatan.
Pertama, karena hatinya juga tergugah melihat keadaan tanah air yang
terancam oleh orang-orang kulit putih dan karena penasaran melihat politik
yang amat lemah dari pemerintah Ceng dalam menghadapi kekuasaan orang
kulit putih yang semakin mendesak. Kedua adalah karena dia ingin
membicarakan tentang Giok-liong-kiam dengan para datuk, setelah diketahui
bahwa pusaka itu berada di tangan Koan Jit yang kini menjadi orang penting
dan berkuasa di dalam pasukan orang kulit putih yang amat kuat itu.
Dan ketiga, yang membuat kakek ini penasaran dan marah, adalah karena
dia mendengar dari puterinya, Kiki, bahwa kini muridnya yang amat
dibanggakan dan diandalkan, yang bernama Lee Song Kim, telah
menghambakan diri kepada istana kaisar yang dianggap sebagai kaisar yang
lemah dan pengkhianat itu! Sebab-sebab inilah yang membuat Hai-tok
mengundang semua tokoh besar, bukan hanya dari golongan sesat seperti
golongan sendiri, akan tetapi bahkan dia mengundang tokoh-tokoh besar dunia
persilatan dari golongan putih atau kaum pendekar!
Hai-tok mengundang para datuk persilatan untuk datang ke pesisir timur
dari mana nampak Pulau Layar di kejauhan. Pantai ini penuh dengan batu-batu
karang dan guha-guha besar, dan untuk keperluan pestanya, Hai-tok menyuruh
anak buahnya untuk menggempur guha-guha dan membuat lima buah guha
besar menjadi satu, menjadi ruangan sebuah guha yang luas sekali, yang
menghadapi laut. Guha itu lalu disuruh hias dan ukir dan untuk keperluan ini,
dia sengaja mendatangkan ahli-ahli ukir yang pandai.
Perpaduan antara alam dan keahlian tangan manusia menciptakan sebuah
ruangan dalam guha yang amat aneh dan indah. Batu-batu karang itu diukir
membentuk binatang-binatang aneh seperti naga, ki-lin, burung Hong dan
sebagainya. Lantai guha dibikin rata dan di situ dipasangi meja-meja alam,
meja-meja yang dibuat dari batu karang yang diukir-ukir, demikian bangkubangku batu karang yang amat indah penuh dengan gaya seni yang luar biasa.
Ketika para tamu berdatangan, anak buah Hai-tok yang gagah-gagah dan
berpakaian indah, menyambut dan mempersilahkan para tamu memasuki
tempat duduk. Para tamu mengucapkan seruan-seruan kagum bukan main.
Tempat itu memang amat indahnya dan menakjubkan. Selain penuh dengan
batu-batu karang dan dinding-dinding batu terukir, juga bangku-bangku dan
meja-meja batu karang yang indah, pemandangan keluar guha amat indah. Air
laut seperti berada di luar guha yang tinggal mengulur tangan menyentuhnya,
dan air laut berkeriput lembut ditimpa sinar matahari pagi yang cerah.
Matahari sendiri yang baru muncul, masih memuntahkan sinar keemasan, akan
tetapi menciptakan suatu jalur jalan putih keperakan di atas permukaan laut.
Semua tamu itu terdiri dari tokoh-tokoh besar persilatan, tokoh-tokoh dan
datuk-datuk yang sudah banyak mengalami hal yang aneh-aneh. Akan tetapi
ketika memasuki guha itu, mereka tertegun dan merasa seolah-olah mereka
masuk ke dalam sebuah istana dongeng di dalam lautan.
Belum lama mereka duduk, terdengar bunyi yang nyaring melengking dan
lembut, seperti bunyi rumah siput besar ditiup atau bunyi suling tanduk besar,
mengaum dan terbawa angin memasuki guha itu. Semua orang memandang ke
arah laut dari mana suara itu terdengar.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Para anak buah yang tadinya bertugas menjaga guha itu dan menyambut
para tamu, begitu mendengar suara mengaung itu, lalu bangkit berdiri dengan
sikap hormat, lalu seorang di antara mereka berseru memberi pengumuman.
"Yang mulia To-cu datang...!!"
Para tamu tahu bahwa Hai-tok yang bernama Tang Kok Bu itu adalah
seorang yang amat kaya, menjadi majikan atau sebagai raja saja dari Pulau
Layar yang nampak dari situ seperti layar sebuah perahu. Mereka tahu bahwa
yang disebut To-cu (Majikan Pulau) tentu Hai-tok Tang Kok Bu, tuan rumah
yang mengirim undangan dan yang merayakan hari ulang tahunnya yang ke
tujuhpuluh lima. Karena itu, semua tamu menujukan pandang mata mereka ke
tengah lautan, ke arah Pulau Layar.
Dan kini nampaklah oleh mereka beberapa buah perahu yang kecil-kecil
panjang dan meruncing, bergerak dengan amat lajunya menuju ke pantai.
Beberapa orang di antaranya memegang bendera-bendera, ada yang
bertuliskan kata lautan, Pulau dan Raja. Dengan bendera-bendera itu seolaholah Hai-tok menjadi Raja Pulau dan Lautan yang kini menuju ke pantai dengan
segala kebesarannya. Memang inilah yang dimaksudkan oleh seorang di antara
Empat Racun Dunia itu. Hai-tok ingin memamerkannya lewat pesta yang luar
biasa megahnya itu, dan diapun ingin memamerkan kedudukan dan
kekuasaannya lewat pemunculannya yang mengesankan.
Dan memang mengesankan sekali pemunculan Hai-tok Tang Kok Bu! Dari
jauh tadi tidak begitu nampak, hanya kelihatan seolah-olah Hai-tok duduk di
atas sebuah perahu kecil seorang diri, diiringkan oleh anak buahnya yang
gagah-gagah dan tampan-tampan. Akan tetapi setelah rombongan itu dekat
dengan tebing-tebing karang, dimana para tamu nonton dari dalam guha,
semua orang tertegun! Betapa tidak" Hai-tok duduk di atas punggung seekor
binatang laut yang bentuknya seperti seekor buaya besar! Binatang itu
berenang dengan cepat sekali, dikawal oleh anak buahnya yang naik perahuperahu kecil dan yang memegang bendera-bendera kebesarannya. Sungguh
berwibawa dan gagah perkasa sekali nampaknya, juga menyeramkan.
Hai-tok Tang Kok Bu yang bertubuh tinggi besar itu mengenakan pakaian
yang mewah. Jubahnya dari sutera halus berwarna kuning dan di dadanya
terdapat lukisan seekor naga! Jubah ini saja sudah menyaingi jubah seorang
raja! Tubuhnya yang tinggi besar itu nampak kokoh kuat, wajahnya kemerahan
dengan cambang bauk terpelihara rapi dan sepasang mata yang besar.
Sungguh seorang kakek yang gagah perkasa dan rambut serta berewoknya
yang masih hitam itu sangat berlawanan dengan usianya yang sudah tujuh
puluh lima tahun! Dia nampak seperti seorang laki-laki perkasa yang usianya
sekitar limapuluh sampai enampuluh tahun saja. Akan tetapi, kalau
diperhatikan dengan sungguh-sungguh, pada sinar matanya yang tajam itu
terdapat sesuatu yang aneh, suatu sinar yang mengandung kegenitan seorang
wanita! Dan orang akan merasa heran kalau memperhatikan wajah para anak
buahnya. Mereka itu rata-rata tampan dan tidak ada yang berusia tua, semua
masih muda dan gagah. Agaknya jauh di belakang rombongan ini, sengaja memisahkan dan
memencilkan diri, nampak seorang gadis yang naik perahu seorang diri. Tak
seorangpun akan menduga bahwa gadis ini adalah puteri tunggal Hai-tok,
yang bernama Tang Ki atau biasa disebut Kiki. Gadis ini cantik manis, sinar
matanya mencorong tajam penuh keberanian, akan tetapi gadis yang menjadi
puteri tunggal ini tidak memperlihatkan kemewahannya. Sama sekali tidak
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan pesolek seperti ayahnya. Memang, Kiki gadis manja. Hal ini karena sejak kecil ia telah tak beribu, dan
sebagai puteri tunggal Hai-tok, tentu saja sejak kecil ia dimanja. Akan tetapi,
ia memiliki watak gagah yang mengusir kemanjaannya itu setelah menjelang
dewasa. Dan kini, setelah ia kembali dari melakukan perjalanan jauh dan
melihat keadaan dunia luas, ia semakin tidak setuju dengan keadaan dan
watak ayahnya. Inilah sebabnya mengapa ia tidak mau dekat dengan
rombongan ayahnya, dan sikap inipun tidak dapat ditundukkan oleh ayahnya
yang tahu kekerasan hati puterinya, maka mendiamkan dan membiarkannya
saja. Para tamu bangkit berdiri ketika dengan gerakan gagah Hai-tok Tang Kok
Bu melompat dari atas punggung binatang seperti buaya itu yang segera
menyelam ke dalam air. Kemudian dengan langkah yang tegap dan wajah
angker akan tetapi mengandung senyum ramah, Hai-tok Tang Kok Bu
memasuki guha dan memberi hormat kepada para tamu yang terdiri dari tokohtokoh besar dunia persilatan. Di antara mereka, yang berada paling depan
adalah Siauw-bin-hud, itu tokoh terkenal sekali dari Siauw-lim-pai yang sudah
tua namun amat disegani dunia persilatan karena kesaktiannya dan yang
belum lama ini namanya menimbulkan kegemparan di dunia kangouw karena
dia dituduh merampas pedang pusaka Giok-liong-kiam. Kakek hwesio yang
telah bertapa selama bertahun-tahun dan yang sudah tidak tertarik lagi akan
urusan duniawi, ketika menerima undangan, dapat menduga bahwa di balik
undangan ini ada suatu kepentingan besar. Seperti para datuk lainnya, juga
Siauw-bin-hud amat memperhatikan keadaan negara dan merasa tidak puas
melihat sikap pemerintah menghadapi bangsa kulit putih. Diapun melihat
ancaman bahaya besar terhadap tanah air dan bangsanya, maka diapun, dalam
usia setua itu, memenuhi undangan Hai-tok dan hadir, bukan semata untuk
menghormati datuk itu atau berpesta, melainkan lebih condong untuk melihat
dan mendengar sikap para datuk mengenai keadaan tanah air.
Selain datuk besar Siauw-bin-hud itu yang datang bersama Tan Ci Kong,
cucu murid yang menerima gemblengan pribadi dari kakek tua renta itu, juga
gemblengan pribadi dari kakek tua renta itu, juga nampak lengkap rekan-rekan
dari Hai-tok, yaitu ketiga Racun Dunia lainnya.
Thian-tok hadir bersama dua orang muridnya, yaitu Gan Seng Bu dan Ong
Siu Coan. Seperti kita ketahui, Gan Seng Bu telah menjadi seorang pejuang
yang menentang kerajaan Mancu dan pemuda itu telah menikah dengan Sheila,
seorang gadis kulit putih. Sedangkan Ong Siu Coan masih belum tentu
kedudukannya setelah dia dipaksa meninggalkan Thian-te-pang setelah para
anggautanya memberontak dipimpin oleh ketua Thian-te-pang yang lama
bernama Ma Ki Sun yang dibantu oleh para tokoh pejuang lainnya dan para
tokoh partai persilatan. Dia mengundurkan diri dengan damai dari Thian-tepang. Ketika dua orang muda ini mendengar panggilan guru mereka, tentu saja
mereka cepat mengunjungi guru mereka dan oleh Thian-tok, keduanya diajak
untuk menghadiri pesta ulang tahun Hai-tok. Seperti yang lainnya, guru dan
murid ini tertarik sekali untuk bicara dengan para datuk mengenai keadaan
tanah air yang kacau balau pada waktu itu.
Tee-tok (Racun Bumi) juga hadir bersama murid yang disayangnya, yaitu
Ciu Kui Eng, gadis hartawan yang telah kehilangan semua harta benda dan
keluarganya itu. Tidak ketinggalan pula hadir San-tok bersama Siauw Lian
Hong! Lengkaplah keempat Racun Dunia, termasuk tuan rumah, bertemu di
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan dalam ruangan guha yang luas dan indah itu. Tentu saja Diana tak dapat
ditinggalkan dan ikut pula, akan tetapi gadis berkulit putih ini tidak diajak hadir
dalam pertemuan itu. Baik San-tok maupun Lian Hong melarangnya dan
setelah mendengar penjelasan Lian Hong bahwa yang mengadakan pertemuan
itu adalah datuk-datuk persilatan dan juga pemuka-pemuka para pejuang yang
menentang bangsa kulit putih, maka hadirnya Diana hanya akan memancing
timbulnya keributan saja. Diana tahu diri dan iapun tidak rewel lagi ketika ia
ditinggalkan di dalam sebuah kuil tua yang tidak dipergunakan, yang terletak
tak jauh dari pantai itu.
Para tamu itu berduyun-duyun memberi selamat kepada Hai-tok yang
sudah duduk di atas kursi besar terbuat dari batu karang. Satu demi satu
mereka menghampiri tuan rumah dan memberi hormat, yang dibalas oleh Haitok dengan wajah gembira dan hati bangga. Para tamunya adalah datuk-datuk
yang memiliki kedudukan tinggi, memiliki tingkat ilmu kepandaian hebat, dan
kini semua datang untuk menghormat dan memberi selamat kepadanya!
Kegembiraan hatinya ini agak menghapus kekecewaannya mendengar bahwa
murid yang disayangnya, Lee Song Kim, telah menyeleweng dari pada garis
yang telah ditentukan olehnya, yaitu tidak boleh menghambakan diri kepada
penjajah Mancu. Setelah semua orang memberi selamat dan mengambil tempat duduk
masing-masing, Hai-tok memandang dengan puas dan bangga. Keadaan pesta
yang istimewa, luar biasa dan mengesankan. Semua tamu itu mengambil
tempat duduk berkelompok dengan kelompok masing-masing, duduk diatas
bangku-bangku batu karang dan menghadapi meja-meja kecil dari batu karang
pula, bukan sembarang batu karang melainkan batu karang berkembang yang
pilihan dan diukir indah, juga telah digosok mengkilap dan sama sekali tempat
itu tidak mengandung bau amis lagi, walaupun dari dinding sampai meja
kursinya terbuat dari batu-batu karang.
Kini Hai-tok bangkit berdiri. Suaranya terdengar besar dan berat, namun
jelas dan berwibawa ketika dia bicara.
"Cu-wi (tuan-tuan sekalian) yang terhormat. Kami mengucapkan terima
kasih atas kehadiran dan ucapan selamat dari cu-wi. Mengingat akan keadaan
di tanah air kita yang tercinta, kami berpendapat bahwa kesempatan yang
amat baik selagi kita berkumpul ini tidak boleh dilewatkan begitu saja.
Bagaimana kalau kesempatan ini kita pergunakan untuk bicara tentang
keadaan di tanah air?"
"Akur! Akur!" "Setuju sekali!"
Semua orang menyatakan persetujuan mereka, dan suasana menjadi
gaduh. Tuan rumah mengangkat kedua tangan ke atas sambil tersenyum.
"Bagus, agaknya di antara kita memang sudah terdapat persesuaian
paham. Nah, sekarang kami persilahkan cu-wi untuk menikmati hidangan kami
sekedarnya, setelah makan minum, barulah kita akan bicara tentang keadaan
tanah air. Pikiran akan menjadi lebih tenang kalau perut sudah kenyang,
bukan?" Semua orang tertawa dan pestapun dimulailah. Dari ruangan sebelah
terdengarlah bunyi alunan musik dan nyanyian merdu. Hai-tok sengaja
mengundang ahli-ahli musik dan para penyanyi yang pandai, dengan bayaran
tinggi untuk memeriahkan pesta itu.
Setelah hidangan dikeluarkan, semua orang menjadi semakin kagum.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

infotik.net Tidak Diperjualbelikan Kiranya, semua alat makan yang dikeluarkan juga istimewa, tidak seperti alat
makan biasa, melainkan unik dan cocok dengan keadaan di dalam guha penuh
batu-batuan laut itu. Mangkok dan piring terbuat dari kulit penyu, mangkok
dari kerang besar dan banyak pula kembang-kembang karang yang sudah
kering, dengan bentuk-bentuk aneh dan khas laut, dengan warna-warni yang
indah, dikeluarkan sebagai tempat-tempat sayuran dan masakan yang
mengepulkan bau asap gurih. Sumpit-sumpit yang dikeluarkan juga terbuat
dari pada tulang-tulang ikan yang mengkilap seperti gading gajah. Pendeknya,
semua alat makan terbuat dari benda-benda yang diambil dari dasar lautan,
dan di sana-sini, pada piring, mangkok dan panci kerang besar itu malah dihias
dengan mutiara-mutiara gemerlapan!
Semua orang takjub dan merasa betapa mereka seakan-akan dijamu dalam
pesta yang diadakan di istana dasar lautan oleh Raja Lautan! Hebatnya, untuk
mereka yang tidak makan daging seperti Siauw-bin-hud dan beberapa orang
tokoh lagi, dihidangkan masakan istimewa yang sama sekali tidak
mengandung barang bernyawa! Siauw-bin-hud sampai tersenyum lebar.
"Omitohud... harta benda dunia memang bisa mendatangkan kenikmatan
dan kesenangan dunia yang tanpa batas. Ha-ha-ha, asalkan kita tidak sampai
mabok olehnya!" Mendengar ucapan Siauw-bin-hud, Thian-tok yang duduk di meja sebelah,
juga tertawa lebar. "Ha-ha, kuharap saja tempat ini tidak berubah menjadi kuil dimana ada
hwesio tua yang berceramah memberi kuliah. Mabokpun ada batasnya dan
akhirnya akan sadar kembali, bukan?"
Siauw-bin-hud tidak marah, malah tersenyum.
"Siancai... ada benarnya ucapanmu itu, gendut! Segala apa di dunia ini,
yang menyenangkan atau menyusahkan, tentu ada batas waktunya dan pada
saatnya akan lenyap satu demi satu."
Para tamu yang aneh-aneh itu, para datuk dunia persilatan, mulai makan
minum dan suasana menjadi meriah sekali. Memang nikmat sekali makan
minum bersama orang-orang yang sudah dikenal dengan baik, apalagi kalau
suasananya begitu akrab dan ada sesuatu yang membuat pada saat itu mereka
melupakan segala macam bentuk permusuhan dan memiliki suatu pegangan
tertentu yang menyatukan hati mereka. Makan minum hidangan yang pilihan,
lezat dan mahal, di tempat yang indah, dengan alat perabot makan yang aneh
dan indah pula, dengan pemandangan yang amat mempersonakan dari laut
yang terbentang luas di depan mereka, dalam suasana yang meriah.
Para datuk sesat Empat Racun Dunia makan satu meja dengan murid
masing-masing. Siauw-bin-hud dengan wajahnya yang bersih cerah dan selalu
tersenyum itu duduk semeja dengan Tan Ci Kong, kemudian di meja sebelah
kirinya, duduk Thian-tok yang wajahnya dan bentuk tubuhnya mirip sekali
dengan Siauw-bin-hud, perutnya yang gendut, mukanya yang bulat dan serba
bundar, mulutnya yang selalu tersenyum lebar, semua serupa. Hanya bedanya,
jubah Siauw-bin-hud tertutup rapat, sebaliknya jubah Thian-tok terbuka lebar
memperlihatkan dada dan perut gendutnya. Dan kalau wajah Siauw-bin-hud
halus bersih, sebaliknya wajah Thian-tok penuh berewok. Mereka sedemikian
miripnya sehingga tidaklah mengherankan kalau dahulu dengan mudah Thiantok menyamar sebagai Siauw-bin-hud ketika dia merampas pedang pusaka
Giok-liong-kiam. Kalau jubah itu dirapatkan dan muka itu dicukur, memang dia
mirip sekali dengan tokoh Siauw-lim-pai itu.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Thian-tok duduk semeja dengan dua orang muridnya, Gan Seng Bu dan Siu
Coan. Dua orang muda kakak beradik seperguruan ini ketika bertemu dan ikut
bersama guru mereka menghadiri undangan Hai-tok, tidak pernah bicara
tentang perselisihan mereka yang lalu seolah-olah mereka berdua sudah
melupakannya. Apalagi antara kakak beradik seperguruan, bahkan antara
orang lain yang pernah bentrok sekalipun, pada waktu menghadapi urusan
tanah air yang terancam, mereka semua mengesampingkan urusan pribadi dan
semua perhatian hanya ditujukan kepada perjuangan.
Tee-tok duduk berhadapan dengan Ciu Kui Eng, sedangkan San-tok duduk
bersama Lian Hong. Memang di dalam dada masing-masing golongan terdapat
jiwa patriotisme yang agak berbeda sifatnya. Ada yang memiliki kecondongan
lebih keras membenci orang kulit putih dan ada yang lebih membenci
keduanya. Akan tetapi mereka yang hadir di situ, rata-rata tidak sudi
menghambakan diri kepada pemerintah penjajah Mancu atau kepada pasukan
orang kulit putih, dan mereka semua mengharapkan bangkitnya rakyat yang
akan memiliki pemerintah yang dipimpin oleh bangsa sendiri.
Di samping Empat Racun Dunia dan Siauw-bin-hud, hadir pula wakil-wakil
dari perkumpulan-perkumpulan besar di dunia kang-ouw. Akan tetapi karena
yang diundang oleh Hai-tok hanya tokoh-tokoh besarnya saja, maka yang hadir
di dalam ruangan guha itu berjumlah lebih dari tigapuluh orang saja.
Pesta itu berjalan dengan meriah dan semua tamu memuji kelezatan
masakan yang dihidangkan. Bahkan Siuw-bin-hud harus memuji masakanmasakan yang tanpa daging itu, karena memang dimasak secara istimewa dan
masakan tanpa daging itu tak kalah lezatnya dengan masakan lain yang
berdaging. Makan minum itu diakhiri dengan kepuasan, kekenyangan dan
kelegaan hati para tamu. Setelah selesai, alat-alat makan disingkirkan, mejameja dibersihkan kemudian meja-meja batu karang itu dipindahkan, diganti
meja yang lebar, dan semua tamu duduk mengelilingi meja besar untuk mulai
dengan percakapan mereka yang sebenarnya merupakan inti pertemuan yang
berselubung di balik ulang tahun itu.
Dengan dipimpin oleh Hai-tok sebagai tuan rumah, mereka bicara tentang
keadaan tanah air yang mulai dilanda kekuasaan orang kulit putih dan tentang
keadaan pemerintah Ceng yang semakin lemah dan sama sekali tidak
melindungi rakyat jelata.
"Kalau dibiarkan saja orang-orang kulit putih itu menguasai kota-kota
pelabuhan, makin lama mereka akan menjadi semakin kuat. Harus diakui
bahwa dengan kapal-kapal besar mereka, dengan meriam-meriam besar dan
pasukan yang diperlengkapi dengan senjata-senjata api, mereka itu
merupakan musuh yang sangat kuat dan sukar dikalahkan. Oleh karena itu,
selagi mereka belum terlalu kuat, kita harus berdaya mengumpulkan kekuatan
dan menghancurkan mereka," demikian Hai-tok berkata dengan penuh
semangat. "Ha-ha-ha!" Thian-tok tertawa bergelak menanggapi ucapan penuh semangat ini yang
dikeluarkan Hai-tok setelah mereka tadi membicarakan keadaan yang makin
kacau dan kemelut yang menimpa kehidupan rakyat yang dicengkeram racun
madat. "Orang-orang kulit putih itu belum dapat dibilang berbahaya karena
bagaimanapun juga, mereka hanya pedagang-pedagang. Yang penting untuk
segera diruntuhkan adalah kekuasaan penjajah Mancu. Kalau pemerintah
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan dipegang oleh bangsa kita sendiri, apa sukarnya menghalau orang-orang kulit
putih" Tentu saja pendapat ini tidak akan disetujui oleh mereka yang di dalam
hatinya masih setia kepada pemerintah penjajah Mancu."
Sepasang alis tebal di wajah Hai-tok berkerut dan matanya yang lebar
memancarkan sinar kemarahan kepada Thian-tok. Dia merasa disindir karena
dia mengerti bahwa muridnya, Lee Song Kim, kini menghambakan diri kepada
pemerintah Ceng di kota raja. Akan tetapi rasa persatuan dalam pembelaan
tanah air membuat kakek yang biasanya berdarah panas ini dapat
mengendalikan diri, hanya suaranya terdengar mantap dan serius, sedangkan
pandang matanya ditujukan langsung kepada Thian-tok yang masih tersenyum
lebar. "Memang benar ucapan Thian-tok bahwa penjajah Mancu harus ditentang,
dan siapa saja yang membantu penjajah Mancu patut dikutuk. Akan tetapi,
tidak benar kalau bangsa kulit putih tidak berbahaya. Lihat saja penderitaan
rakyat akibat perang candu yang lalu. Siapa saja yang menghambakan diri
kepada bangsa kulit putih lebih terkutuk lagi!"
Ucapan yang merupakan jawaban ini juga mengandung sindiran, karena
semua orang tahu bahwa Koan Jit menjadi antek orang kulit putih, sedangkan
Koan Jit adalah murid pertama Thian-tok. Kakek gendut inipun merasa akan
sindiran tuan rumah, maka dia tertawa semakin keras.
"Ha-ha-ha-ha, benar sekali, Hai-tok, benar sekali! Akan tetapi sudah lama
sekali aku mengutuk Koan Jit, tidak menganggapnya sebagai murid lagi, dan
bukan hanya mengutuk, bahkan kalau ada kesempatan, akan kuhancurkan
kepala murid murtad itu!"
Hai-tok tidak mau kalah. "Muridku yang pertama Lee Song Kim juga murtad, telah bekerja kepada
pemerintah Mancu di kota raja, dan akupun tidak menganggapnya murid lagi
melainkan musuh!" "Ha-ha-ha-ha, kalau begitu keadaan kita sama, Hai-tok. Satu-satu, kita
masing-masing mempunyai murid yang murtad dan memalukan, ha-ha-ha!"
"Tidak sama benar keadaan kita, Thian-tok."
Hai-tok membantah, kini sepasang matanya bersinar-sinar, wajahnya
berseri-seri penuh rasa kemenangan.
"Hanya seorang muridku yang murtad dan memalukan, akan tetapi
kabarnya, di samping Koan Jit yang menjadi antek penjilat orang kulit putih,
aku mendengar masih ada lagi muridmu yang bahkan menikah dengan seorang
perempuan bule!" Tentu saja sindiran ini amat tepat menghunjam perasaan Thian-tok, akan
tetapi kakek ini kelihatan tenang dan tersenyum lebar saja, sedangkan semua
mata kini ditujukan ke arah Gan Seng Bu yang bersikap tenang memandang
kepada gurunya. Ingin ia bicara, karena dialah yang diejek, akan tetapi karena
ucapan Hai-tok tadi ditujukan kepada suhunya, maka diapun tidak berani
melancangi gurunya. "Ha-ha-ha-ha, pandangan yang picik, pandangan yang membuktikan
kebodohan! Bagaimana mungkin urusan perjodohan dicampuradukkan dengan
urusan perjuangan membela tanah air" Perjodohan dasarnya saling mencinta
dan dalam urusan cinta ini, tidak ada sangkut pautnya dengan bangsa, negara,
atau apa saja. Asal laki-laki dan perempuan, bukan laki-laki dengan laki-laki,
maka cinta dapat timbul tanpa mengingat bangsa dan keturunan. Siapa bisa
bilang bahwa kita semua hadir di sini adalah bangsa aseli" Siapa berani
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan memastikan dan siapa bisa membuktikan bahwa darahnya tidak ada campuran
darah keturunan bangsa lain, tidak ada darah campuran darah Mongol, Mancu,
atau Birma dan An-nam, bahkan darah India dan Yahudi" Ha-ha-ha-ha, kalau
kita sendiri tidak bisa memastikan keaselian kita, bagaimana mau bicara
tentang perbedaan bangsa dalam pernikahan" Muridku memang ada yang
menikah dengan seorang perempuan bule, dan dia adalah Gan Seng Bu yang
hadir di sini, akan tetapi hal itu sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan
perjuangan menentang penjajah Mancu atau bangsa kulit putih!"
Hai-tok masih tidak mau kalah dan masih penasaran. Sambil memandang
tajam ke arah Gan Seng Bu, dia berkata lantang.
"Biarkan yang bersangkutan sendiri bicara. Bukankah kalau orang menikah
dengan seorang perempuan kulit putih, lalu pandangannya terhadap orang
kulit putih juga menjadi berubah" Tak mungkin memusuhi bangsa dari istrinya
sendiri!" "Tang locianpwe," kata Gan Seng Bu dengan suara lantang tapi hormat,
sambil mengangkat muka setelah tadi memandang dan menentang pandang
mata semua orang yang hadir.
"Seperti dikatakan oleh suhu tadi, pernikahan dengan isteri saya seorang
wanita kulit putih sama sekali tidak ada hubungannya dengan perjuangan saya
menentang kerajaan penjajah dan pengaruh kulit putih yang memasukkan
madat ke negeri kita. Isteri saya menentang politik bangsanya sendiri. Kalau
tidak demikian, tentu ia dan saya akan berhadapan sebagai musuh, bukan
menjadi suami isteri. Dan urusan pernikahan adalah urusan pribadi, sedangkan
perjuangan membela tanah air adalah urusan umum, harap jangan
dicampuradukkan." Sebelum Hai-tok atau yang lain sempat menjawab, terdengar suara halus
namun begitu penuh wibawa dan membuat semua orang terdiam
mendengarkan. Itulah suara Siauw-bin-hud yang melihat betapa percakapan
antara Hai-tok itu makin meruncing dan menimbulkan suasana panas.
"Omitohud... kita ini mau dibawa kemanakah dengan percakapan tentang
diri-diri pribadi" Cu-wi yang hadir ini datang hendak membicarakan segala
tetek-bengek mengenai urusan pribadi masing-masing, ataukah datang
hendak bicara tentang tanah air dan bangsa" Kalau urusan pribadi, lebih baik
pinceng pergi, karena pinceng tidak mau bicara tentang diri orang lain."
Mendengar ucapan hwesio tua yang disegani itu, Hai-tok dan Thian-tok
baru sadar dan Thian-tok tertawa bergelak.
"Aih, kalau tidak ada engkau hwesio tua yang selalu waspada dan sadar,
tentu kami akan terseret semakin jauh, ha-ha-ha!"
Hai-tok juga cepat berkata.
"Maafkan kami yang lupa diri. Sebaliknya kita melupakan saja segala
pembicaraan kita tadi, Thian-tok."
Terdengar lagi suara Siauw-bin-hud.
"Sejak tadi kita bicara tentang perlunya menentang pemerintah penjajah
Mancu dan pasukan kulit putih. Akan tetapi bagaimana pelaksanaannya"
Menentang mereka berdua itu membutuhkan tenaga yang amat kuat dan biaya
yang amat besar. Kalau tidak kuat, tentu perjuangan itu akan gagal di tengah
jalan. Lihat saja betapa banyaknya kelompok pejuang yang hancur di tengah
jalan. Yang terpenting bagi kita adalah mencari jalan bagaimana baiknya untuk
dapat membentuk pasukan yang cukup kuat untuk menjatuhkan pemerintah
penjajah dan sekaligus menghalau pasukan asing kulit putih dari tanah air."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Tiba-tiba Ong Siu Coan bangkit berdiri, dan setelah memberi hormat ke
arah semua orang dia lalu berkata dengan suara lantang.
"Mohon maaf kepada para locianpwe dan cu-wi yang terhormat kalau saya
berani lancang bicara. Urusan perjuangan ini memang harus dipecahkan oleh
kita semua, tua dan muda, karena hal ini menyangkut kehidupan rakyat atau
bangsa kita. Agaknya akan berat sekali kalau dengan mati-matian kita harus
melawan kedua musuh kita, yaitu kerajaan Mancu dan pasukan kulit putih.
Seperti yang sudah dilakukan oleh banyak kelompok pejuang, saya merasa
setuju sekali kalau dalam hal ini kita mempergunakan siasat dan kecerdikan,
bukan sekedar mengandalkan kekuatan badan. Seperti kita ketahui, pasukan
asing kulit putih amat kuat dengan persenjataan mereka, dan merekapun tidak
sangat bersahabat dengan pemerintah Mancu semenjak terjadinya
pembakaran candu secara besar-besaran di Kanton itu.
Kalau dua pihak itu bermusuhan dan berperang satu sama lain, hal ini amat
menguntungkan kita. Biarkan mereka itu saling serang, karena peperangan
antara mereka akan membuat keduanya menjadi lemah. Dan kalau sudah
begitu, barulah kita turun tangan menghantam mereka. Dengan demikian, kita
menghemat tenaga." Suasana menjadi bising karena semua orang menanggapi sendiri-sendiri
pernyataan dari Ong Siu Coan itu.
"Omitohud... pemikiran yang muda-muda memang patut diperhatikan,
karena kadang-kadang mereka itu lebih cerdik dari pada kita orang-orang tua."
Yang bicara itu adalah hwesio yang menjadi wakil dari Bu-tong-pai.
"Memang baik sekali melakukan siasat memancing perpecahan antara
pemerintah Mancu dan orang-orang kulit putih. Biarkan mereka itu berperang
sendiri, sementara kita menyusun kekuatan yang membutuhkan waktu dan
tentu saja membutuhkan banyak biaya seperti yang dikemukakan oleh
locianpwe Siauw-bin-hud tadi."
Sebagian besar yang hadir setuju dengan pemikiran yang diajukan oleh Siu
Coan itu. Siasat itu memang baik sekali. Mereka memang tidak suka kepada
orang kulit putih dan semua ingin menghalau mereka keluar dari tanah air.
Akan tetapi selagi orang-orang kulit putih itu bermanfaat untuk membantu
mereka menjatuhkan pemerintah penjajah, maka calon-calon musuh itu dapat
untuk sementara dijadikan senjata demi keuntungan perjuangan mereka.
Girang karena hasil pemikiran muridnya itu diterima dengan baik oleh para
tokoh yang hadir, Thian-tok teringat akan muridnya yang pertama dan dia
menghantamkan telapak tangan kirinya sendiri sampai terdengar suara keras
dan semua orang terkejut lalu memandang kepada kakek gendut itu. Wajah
kakek itu yang biasanya selalu menyeringai lebar, kini nampak agak keruh dan


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak ada senyum. Baru Thian-tok merasa bahwa perbuatannya tadi menarik
perhatian semua orang setelah semua orang terdiam dan memandang
kepadanya. "Aku teringat akan murid murtad Koan Jit itu!" katanya penuh kemarahan.
"Tidak saja dia telah menjadi antek orang kulit putih, akan tetapi dia juga
telah melarikan Giok-liong-kiam!"
Semua orang tertarik mendengar kakek itu mulai bicara tentang Giok-liongkiam. Terdengar suara ketawa dan yang ketawa ini adalah Siauw-bin-hud.
"Heh-heh, ini namanya hukum karma, Thian-tok. Engkau memperoleh
pedang itu dengan menggunakan nama pinceng, dan tanpa pinceng
membalasmu, yang membalaskan adalah muridmu sendiri yang mencurinya
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan darimu!" "Siancai, apa hubungannya Giok-liong-kiam dengan perjuangan kita"
Kenapa percakapan kini menyeleweng ke arah pedang pusaka itu?"" terdengar
seorang tosu dari Kun-lun-pai memprotes.
"Tosu bodoh, kau tahu apa?" Thian-tok berseru.
Memang sudah menjadi watak Empat Racun Dunia untuk menyapa orang,
baik sudah dikenalnya atau belum, tak perduli apa dan bagaimana
kedudukannya, dengan kasar dan tanpa sopan santun sama sekali. Oleh karena
itu diapun begitu saja memaki tosu bodoh kepada tosu Kun-lun-pai itu!
"Kalau Giok-liong-kiam sekarang berada di tanganku, aku akan buat
membiayai perjuangan kita semua sampai kerajaan penjajah Mancu dijatuhkan
dan orang-orang kulit putih diusir habis!"
Kembali semua orang menjadi bising.
"Benarkah berita tentang harta karun yang berada di balik rahasia Giokliong-kiam?" terdengar suara orang berseru.
Thian-tok mengangkat kedua tangannya ke atas.
"Jangan kalian pura-pura tidak tahu saja. Kalau kalian tidak tahu akan
rahasia itu, perlu apa orang-orang seluruh kang-ouw memperebutkan pusaka
itu" Hanya untuk mencari nama agar dianggap jagoan nomor satu di dunia
persilatan" Omong kosong! Yang jelas, karena kita semua memperebutkan
harta karun yang tersembunyi itu."
"Omitohud...!" Siauw-bin-hud berseru tersenyum.
"Ingat, Thian-tok, pinceng sama sekali tidak pernah ikut memperebutkan.
Ceritakanlah, apa gunanya Giok-liong-kiam itu untuk perjuangan kita?"
Semua orang mendengarkan dengan penuh perhatian ketika Thian-tok
mulai bercerita. "Kalian tentu tahu bahwa orang macam aku ini tidak lagi membutuhkan
bukti bahwa aku adalah jagoan nomor satu dengan memiliki Giok-liong-kiam.
Phuh..! Kalau Giok-liong-kiam tidak menyimpan rahasia harta karun, perlu apa
aku bersusah payah merampasnya dan menyamar sebagai Siauw-bin-hud"
Giok-liong-kiam itu mengandung rahasia yang menunjukkan dimana adanya
harta karun yang tak ternilai besarnya! Kalau kita dapat memiliki harta itu,
dapat dipakai sebagai biaya perjuangan selama puluhan tahun. Sayang murid
murtad itu telah mencurinya dari tanganku."
"Heii, si mulut besar Thian-tok!"
Tiba-tiba San-tok yang sejak tadi diam saja dan hanya saling pandang
dengan muridnya sambil tersenyum, kini menegur Thian-tok.
"Pedang pusaka itu telah lama berada di tanganmu. Tentu engkau sudah
mencari dan mengambil harta karun itu. Jangan pura-pura bodoh! Kami bukan
orang-orang tolol yang mudah kau kelabuhi!"
"Jembel busuk" enak saja kau ngomong!"
Thian-tok balas memaki akan tetapi mulutnya menyeringai. Dimaki oleh
seorang rekan seperti San-tok itu sama sekali tidak merupakan penghinaan,
bahkan membawa kehangatan karena keakraban.
"Kalau harta karun itu sudah berada di tanganku, perlu apa aku banyak
ngomong lagi" Menurut keterangan yang kuperoleh, rahasia itu berada di
gagang pedang, dan kalau direndam air semalam suntuk akan timbul
gambaran-gambaran atau tulisan yang menerangkan tempat dimana adanya
harta karun. Akan tetapi sungguh sialan, sudah kurendam sampai tiga hari tiga
malam, tidak juga nampak perubahan apa-apa. Sebelum aku berhasil
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan menemukan rahasianya, pedang itu telah dicuri Koan Jit."
Hampir San-tok tertawa bergelak, juga Lian Hong menahan senyumnya.
Hanya mereka berdualah yang tahu akan rahasia sebenarnya dari pedang
pusaka Giok-liong-kiam itu. Thian-tok sama sekali tidak tahu bahwa pedang
pusaka yang dicuri dari tangannya oleh muridnya itu adalah pedang pusaka
yang palsu, walaupun yang palsu itu akan membawa pemiliknya kepada yang
aseli. "Kalau begitu, mari kita berlumba untuk merampasnya kembali dari Koan
Jit!" terdengar seruan orang.
"Ah, bagaimana kalau muridmu itu telah mengambil harta karun itu?" Haitok bertanya kepada Thian-tok.
Kakek gendut itu menggeleng kepala.
"Diapun tidak lebih tahu dari pada aku. Agaknya keterangan tentang harta
karun itu hanya dongeng belaka, dan pedang itu tidak menyimpan apa-apa."
"Betapapun juga, kita harus berusaha untuk merampas pedang pusaka
itu!" Hai-tok berkeras.
"Akan tetapi, sekarang bukan merampas untuk diri sendiri, melainkan
untuk bisa mendapatkan harta karun untuk membiayai perjuangan kita.
Apakah kalian semua setuju?"
Semua orang menyatakan setuju.
"Omitohud, betapa mudahnya bicara dan betapa sukarnya melaksanakan
semua itu. Pinceng mendengar bahwa Koan Jit telah menjadi seorang yang
berkuasa di dalam pasukan kulit putih. Dia sendiri sudah memiliki ilmu
kepandaian tinggi, kabarnya semua ilmu dari Thian-tok telah dikurasnya.
Sekarang dia berlindung di belakang pasukan kulit putih yang memiliki
benteng amat kuat. Bagaimana mungkin dapat merampas Giok-liong-kiam dari
tangannya?" Siauw-bin-hud berkata dan semua orangpun termenung, karena
merekapun maklum betapa sukarnya merampas pedang itu dari tangan Koan
Jit. Agaknya akan lebih sukar dari pada kalau pedang itu berada di tangan
Thian-tok. Tiba-tiba terdengar lagi San-tok bicara lagi, suaranya lantang dan menjadi
perhatian semua tamu yang hadir.
"Biarpun sukar, kita semua harus berusaha untuk mendapatkan harta karun
itu. Memang suatu pekerjaan yang amat sukar dan berbahaya, karena itu,
sudah sepatutnya kalau siapa yang berhasil, akan mendapatkan pahala yang
wajar dan sesuai." "Wah-wah, jembel tua ini minta sedekah! Pahala bagaimana maksudmu,
San-tok?" tanya Thian-tok, tertarik juga karena siapa mau bekerja keras kalau
tidak diberi imbalan jasa.
"Siapa yang berhasil mendapatkan harta karun itu dan menyerahkannya
untuk kepentingan perjuangan meruntuhkan penjajah Mancu dan mengusir
bangsa kulit putih, maka pedang pusaka Giok-liong-kiam diakui menjadi
miliknya yang syah, dan dia dianggap sebagai seorang pahlawan dan jagoan
nomor satu di dunia! Bagaimana, setujukah kalian?"
"Omitohud, pinceng anggap hal itu sudah sepatutnya. Merampas Giokliong-kiam dari tangan Koan Jit yang berlindung dalam pasukan kulit putih
merupakan pekerjaan yang amat berat, apalagi kalau harus melanjutkan
penyelidikan dari pedang itu sampai bisa mendapatkan harta karun. Jasa orang
itu amat besar dan patutlah dia menjadi pahlawan dan dianggap jagoan nomor
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan satu di dunia persilatan," kata Siauw-bin-hud, dan semua orang menyatakan
persetujuan mereka dengan serentak.
Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara yang lebih gemuruh dari pada suara
mereka. Semua orang terkejut karena suara itu datangnya dari luar guha. Haitok yang paling dulu tahu akan keadaan di situ, lebih dahulu meloncat bangun.
Dia merasa adanya sesuatu yang luar biasa dan mencurigakan sekali. Ketika
dia tidak melihat gerakan anak buahnya, wajahnya berubah merah.
"Ada bahaya...!" Serunya.
Berbareng dengan seruannya itu, terdengar bunyi tambur di luar, disusul
suara parau penuh gertakkan.
"Kalian yang berada di dalam guha, menyerahlah. Pasukan kerajaan telah
mengepung tempat ini. Lebih baik menyerah dan menjadi tawanan kami, dari
pada harus kami kerahkan pasukan dengan jalan kekerasan!"
Mendengar itu, Hai-tok terbelalak penuh kemarahan dan semua orang
mengusir kecurigaan mereka terhadap Hai-tok yang tadinya timbul.
"Di sini Tang Kok Bu, majikan Pulau Layar yang bicara!"
Teriakannya nyaring sekali sehingga akan mudah terdengar oleh mereka
yang berada di luar guha.
"Hari ini kami mengadakan perayaan hari ulang tahun kami yang ke
tujuhpuluh lima, dengan mengundang beberapa sahabat baik kami. Apa
salahnya dengan itu" Kami tidak pernah bermusuhan dengan pasukan
pemerintah. Apa maksudnya kini pasukan pemerintah mengepung tempat ini
dan menyuruh kami menyerah?"
Hening sejenak setelah gema suara Hai-tok melenyap. Seolah-olah mereka
yang berada di luar itu berunding sebelum menjawab teriakan tadi. Kemudian
terdengar pula suara parau dari luar.
"Tang Kok Bu! Kami sudah tahu apa yang tersembunyi di balik pestamu itu!
Engkau mengundang pemberontak-pemberontak, tokoh-tokoh pemberontak
dari dunia persilatan untuk berunding dan mengatur rencana pemberontakan
lebih lanjut. Kami mengenal banyak diantara tamu-tamu sebagai pemberontakpemberontak di daerah Kanton dan sekitarnya, juga pengacau-pengacau yang
suka menganggu pasukan-pasukan pemerintah di selatan kota raja. Lebih baik
menyerah dengan tenang, dan serahkan para pemberontak itu kepada kami.
Mereka yang ternyata tidak berdosa, setelah melalui pemeriksaan, tentu akan
dibebaskan kelak!" "Ha-ha-ha, tidak kusangka bahwa Hai-tok hanya besar lagaknya saja.
Mengatur pertemuan begini saja sudah bocor sehingga kita dikepung pasukan
pemerintah!" Hai-tok mengepal tinju. "Ini tentu ada yang membikin bocor. Tentu ada anjing pengkhianat, penjilat
penjajah Mancu di sini!"
"Siancai, tidak perlu ribut, yang penting kita harus dapat lolos dari tempat
ini," kata Siauw-bin-hud.
Kini terdengar bunyi terompet dan membanjirlah pasukan yang bersenjata
tombak, golok atau pedang, menyerbu bagaikan air bah ke dalam guha itu
melalui pintu-pintu yang ada. Agaknya semua jalan masuk telah dipenuhi oleh
pasukan sehingga terpaksa para tamu itu membela diri. Tentu saja pasukan itu
bukan lawan para tamu yang rata-rata adalah orang-orang sakti yang memiliki
kepandaian silat tinggi. Akan tetapi, karena semua jalan keluar sudah tertutup
dan pasukan itu berjumlah amat banyak, keadaan menjadi berbahaya sekali.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Kalau mereka diserang anak panah, apalagi senjata api, atau tempat itu
dikurungi api dan mereka diserang dengan asap, akan celakalah mereka. Juga,
andaikata mereka terus dikurung beberapa hari saja, mereka tentu akan
menjadi kelaparan dan akhirnya akan tewas juga.
Pengepungan itu membuat beberapa orang tamu merasa panik dan mereka
lalu nekat menyerbu ke luar guha. Tentu saja disambut pengeroyokan puluhan,
bahkan ratusan orang anak buah pasukan. Terjadilah perkelahian-perkelahian
seru di luar guha, dimana para penyerbu yang keluar itu mengalami
pengeroyokan banyak sekali lawan. Melihat ini, Hai-tok khawatir kalau-kalau
banyak di antara tamunya yang akan roboh dan tewas. Betapapun lihainya,
mana mungkin menghadapi pengeroyokan ratusan orang di tempat yang
sempit itu" Biarpun akan berhasil membunuh banyak pengeroyok, akhirnya
akan roboh juga. Dia sudah memperhitungkan segala kemungkinan, maka
dengan cepat dia lalu berseru.
"Cepat kalian ikut aku melarikan diri melalui air! Cepat sebelum terlambat!"
Dan diapun lalu meloncat begitu saja ke depan guha dan tubuhnya meluncur
ke bawah, ke arah air laut!
Tang Ki atau Kiki yang sejak pertemuan itu tadi seringkali mengerling ke
arah Ci Kong, pemuda yang pernah menolongnya, kini menghampiri pemuda
itu. "Ci Kong, mari ikut aku melarikan diri. Tidak ada jalan lain untuk melarikan
diri selain seperti yang dianjurkan oleh suhu tadi."
Sebelum pemuda itu sempat menjawab, gadis itu telah menarik tangannya
ke tepi tebing depan guha. Melihat air laut jauh di bawah, di tempat yang amat
curam itu, tentu saja Ci Kong merasa ngeri.
"Ah, kau hendak mengajak aku bunuh diri?" tanyanya kepada Kiki.
"Kau masih tidak percaya padaku" Baiklah, kalau bunuh diri juga berdua
dengan aku. Nah, siaplah!"
Gadis itu lalu menarik tangan Ci Kong dan keduanya meloncat ke bawah!
Ci Kong terkejut sekali, akan tetapi karena dia mendapat kenyataan bahwa
gadis itupun meloncat bersama dia, maka dia mulai percaya dan membiarkan
dirinya jatuh bersama gadis itu yang masih memegang pergelangan
tangannya. "Tahan napas dan jatuhkan dirimu dengan tegak lurus!"
Kiki sempat berkata sebelum tubuh mereka menimpa air. Ci Kong
melupakan rasa ngerinya dan diapun menahan napas, mencoba untuk
mengatur keseimbangan tubuhnya. Akan tetapi tetap saja dia menimpa air
dengan pinggul lebih dulu.
"Byurrrr...!" Keduanya tenggelam dan Ci Kong merasa pinggulnya sakit bukan main.
Akan tetapi gadis itu masih memegang lengannya dan kini mereka cepat
timbul kembali ke permukaan air. Ci Kong, gelagapan, akan tetapi tubuhnya
tidak tenggelam karena Kiki telah mencengkeram pundaknya.
"Ke sini...!" Terdengar suara Hai-tok, dan ternyata kakek itu telah mendayung sebuah
perahu yang memang disembunyikan di bawah tebing untuk keperluan
darurat. Kiki berenang sambil menarik tubuh Ci Kong dan keduanya dapat naik
ke dalam perahu itu. Sementara itu, melihat betapa Ci Kong, Kiki dan Hai-tok sudah meloncat ke
bawah, banyak orang mengikuti jejak mereka. Berlompatanlah mereka ke
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan bawah dan tubuh mereka diterima air laut dengan lunak. Di situ sudah ada Haitok dan muridnya, keduanya adalah ahli-ahli renang yang amat mahir, yang
cepat menolong mereka itu naik ke dalam perahu. Di antara tigapuluh orang
itu, ada sepuluh orang yang tertinggal di atas, mengamuk dan membunuh
banyak anggauta pasukan pemerintah untuk akhirnya tewas dikeroyok ratusan
orang. Tak seorangpun di antara mereka yang mau menyerah, dan merekapun
tewas setelah merobohkan dan membunuh puluhan orang pengeroyok. Yang
lainnya, kurang lebih duapuluh orang, telah selamat berada di perahu yang
disediakan oleh Hai-tok di bawah tebing karang yang curam itu, dan kini
perahu itu bergerak perlahan menyusuri pantai dan akhirnya mendarat di
bagian yang sunyi dan jauh dari tebing itu.
"Terpaksa kita bubaran di sini dan kami merasa menyesal sekali setelah
terjadi peristiwa yang tidak terduga-duga ini. Baiklah, kita saling berpisah
karena aku harus mempersiapkan diri. Pemerintah tentu tidak akan tinggal
diam dan Pulau Layar tentu akan diserbu. Mari kita berlumba untuk
mendapatkan harta karun itu, dan peristiwa tadi makin mempertebal tekadku
untuk membantu perjuangan menumbangkan kekuasaan penjajah Mancu!"
demikian Hai-tok berkata dengan penuh semangat, kemudian bersama Kiki dia
menggerakkan perahu kembali ke tengah lautan menuju ke Pulau Layar.
Sementara itu, para tamu yang berhasil diselamatkan, termasuk tiga orang
di antara Empat Racun Dunia bersama murid mereka, Siauw-bin-hud dan Ci
Kong, segera meninggalkan tempat itu dengan berpencar. Akan tetapi Siauwbin-hud menahan Thian-tok, San-tok, dan Tee-tok.
"Omitohud... sungguh sayang sekali bahwa perundingan yang baik dan
sudah mulai berhasil itu diganggu penyerbuan pasukan pemerintah.
Bagaimana kalau pinceng mengundang kalian bertiga bersama murid-murid
kalian untuk melanjutkan perundingan sambil bersembunyi dari pengejaran
pasukan ke dalam kuil Siauw-lim-si yang tua dan tidak begitu jauh dari sini?"
Tee-tok segera menyatakan kesediaannya.
"Bagus, aku memang ingin sekali bercakap-cakap sebagai sahabat dengan
Siauw-bin-hud yang sudah sekian lamanya kekagumi namanya dan sudah
kukenal kehebatannya sejak dahulu. Aku ingin minta banyak petunjuk darimu,


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw-bin-hud." Akan tetapi Thian-tok mengerutkan alisnya.
"Hwesio tua, kiranya sudah cukup kita bicara tadi. Terlalu banyak bicara
tidak ada gunanya bagiku. Dari tangankulah Giok-liong-kiam hilang dan karena
itu, aku merasa paling tertekan dan paling besar kewajibanku untuk merampas
kembali pedang itu, dibantu oleh dua orang muridku ini. Siu Coan, Seng Bu,
mari kita pergi!" Guru dan dua orang muridnya itu lalu pergi setelah siu Coan dan Seng Bu
berpamit. "Bagaimana dengan engkau, San-tok?"
San-tok saling pandang dengan muridnya, lalu dia berkata.
"Aha, sesungguhnya akupun masih kangen kepada kalian dan ingin bicara
panjang lebar dan saling bertukar pikiran. Akan tetapi aku harus membagi
tugas dengan muridku."
Lalu dia berkata kepada Lian Hong.
"Hong Hong, engkau tahu apa yang harus kaulakukan. Biarlah ini
merupakan ujian bagimu. Dapatkan pusaka itu lalu bawa kepadaku. Nah,
pergilah sekarang juga."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Tapi, suhu... bagaimana dengan... sumoi...?"
San-tok terbelalak, nampaknya bingung dan terheran-heran.
"Apa" Sumoi..." Ah, benar, anak itu...!" Dia teringat bahwa yang
dimaksudkan oleh muridnya adalah Diana. Hampir lupa dia kepada gadis bule
yang menjadi muridnya itu. Sialan!
"Persetan..." "Suhu, kalau suhu bersikap demikian, aku tidak akan mau melaksanakan
perintah!" Lian Hong berkata dengan sikap tegas sehingga San-tok merasa kewalahan
dan agak kemalu-maluan karena di depan dua orang kakek itu muridnya berani
menantangnya. Benar saja, Tee-tok sudah tertawa mengejek.
"Huh, mampus kau, Jembel Gunung! Kau keras kepala, muridnya lebih
keras kepala lagi. Mau kulihat siapa yang menang!"
San-tok menghela napas. "Sudahlah... memang nasibku yang sial. Baik, pergilah, Hong Hong, aku
akan mengurus anak setan itu."
"Tapi, suhu, berjanjilah dulu bahwa suhu tidak akan mencelakainya."
"Anak bandel! Apa kaukira aku sudah gila, mencelakai murid sendiri?"
Tapi melihat sinar mata muridnya, dia mengangguk-angguk.
"Baiklah, baiklah, aku berjanji..."
Lian Hong merasa lega. Ia mengenal baik gurunya yang juga seperti
kakeknya sendiri itu. San-tok memang seorang tokoh atau datuk sesat yang
memiliki watak aneh dan tergolong ganas dan buas, tidak mengenal arti
perikemanusiaan atau sopan santun, tidak perduli akan segala tata cara atau
kesusilaan. Akan tetapi, di balik itu semua terdapat suatu watak yang gagah
perkasa atau menghargai kegagahan dan sekali gurunya itu berjanji, dia tidak
akan mau melanggar janjinya sendiri seperti sikap seorang yang menjunjung
tinggi kegagahan. Maka, setelah memperoleh janji suhunya, ia lalu memberi
hormat kepada semua orang dan pergi dari situ dengan ilmu lari cepatnya yang
membuat bangga San-tok dan membuat kagum semua orang.
"Siancai, muridmu itu memang hebat, San-tok," kata Siauw-bin-hud,
teringat akan pertemuannya pertama dengan Lian Hong yang menyerang dan
memukul kepalanya. "Ha-ha-ha, berkat kebaikan budimu, ia memperoleh kemajuan, hwesio tua,"
jawab San-tok. "Akan tetapi sekarang aku harus memisahkan diri untuk menjemput anak
setan itu." "Aha, kiranya si jembel gunung mempunyai seorang murid perempuan lagi
yang disebut sumoi oleh muridmu tadi?" Tee-tok berkata.
San-tok yang biasanya suka senyum-senyum terus itu kini agak cemberut.
Teringat betapa muridnya yang kedua ini seorang gadis bule dan belum bisa
apa-apa, sungguh tak dapat dibanggakan sama sekali, hatinya tak senang. Dia
tidak menjawab pertanyaan Tee-tok, melainkan bertanya kepada Siauw-binhud dimana letaknya kuil yang dimaksudkan. Setelah diberi tahu, dia lalu
meloncat dan pergi dari situ untuk menjemput Diana yang ditinggalkan di
sebuah kuil tua yang rusak.
Sementara itu, Siauw-bin-hud dan Ci Kong melakukan perjalanan menuju
ke kuil yang dimaksudkan Siauw-bin-hud bersama Tee-tok dan Ciu Kui Eng.
Dua orang kakek itu bercakap-cakap di sepanjang perjalanan, dan dua orang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan muda-mudi itu berjalan di belakang mereka. Karena Ci Kong dan Kui Eng
pernah bertemu, bahkan berkenalan secara mengesankan sekali, mula-mula
berkelahi dan Ci Kong pernah menyelamatkan Kui Eng dari pengeroyokan
pasukan pemerintah, maka setelah kini ada kesempatan, keduanya juga
bercakap-cakap dengan lirih.
Sejak pertemuannya yang pertama dengan Kui Eng, hati Ci Kong memang
telah tertarik. Dia merasa kagum dan suka kepada gadis itu, walaupun gadis
itu adalah puteri mendiang Ciu Lok Tai atau Ciu Wan-gwe yang pernah
mencelakakan ayahnya. Dia sama sekali tidak melihat watak jahat dalam diri
gadis ini. Sebaliknya malah, biarpun gadis ini menjadi murid seorang datuk
sesat seperti Tee-tok, namun jelas bahwa gadis ini berwatak gagah perkasa,
penentang kejahatan dan bahkan bersemangat besar untuk menjadi seorang
pahlawan, seorang patriot yang membela tanah air dan bangsa!
Ci Kong tidak tahu tentang cinta. Dia tidak tahu apakah dia mencinta gadis
ini, akan tetapi yang jelas, dia merasa kagum dan suka kepada gadis yang
bermata tajam, berwatak keras agak angkuh namun gagah perkasa, galak akan
tetapi manis dan kalau tersenyum bukan main manisnya itu.
"Nona, apa saja yang telah kaualami semenjak pertemuan kita yang
pertama dahulu itu?" tanyanya lirih.
Kui Eng tersenyum dan mukanya menjadi agak kemerahan. Ia masih
teringat betapa dalam keadaan pingsan dikeroyok pasukan, ia pernah ditolong
pemuda ini yang memondongnya dan membawanya keluar dari kepungan. Dan
betapa ia salah sangka, bukannya berterima kasih bahkan menyerang pemuda
ini. Kemudian, betapa Ci Kong sama sekali tidak merasa menyesal atau sakit
hati atas perlakuannya yang tidak patut, sebaliknya pemuda itu bahkan
membantunya mengangkat jenazah keluarganya untuk dikuburkan dengan
sepatutnya walaupun amat sederhana. Perpisahan antara mereka adalah
perpisahan dua orang sahabat dan di lubuk hatinya, Kui Eng selalu terkenang
kepada pemuda itu dengan perasaan hati kagum dan berterima kasih.
"Aku hanya membantu gerakan orang-orang gagah yang melawan pasukan
pemerintah, dan kadang-kadang juga melakukan pembersihan terhadap
penjahat-penjahat yang sengaja bersikap semena-mena dan merajalela di
dusun-dusun dalam keadaan perang yang kacau itu. Ada kalanya kami dengan
kawan-kawan menghadang pasukan kulit putih dan mengganggu mereka. Dan
kau?" "Ah, selama ini aku tidak melibatkan diri dengan perang, tidak berpihak
mana-mana sesuai dengan sikap Siauw-lim-pai selama ini. Aku hanya
menentang kejahatan dan membela mereka yang lemah membutuhkan
bantuan saja. Akan tetapi sekarang keadaannya sudah berubah banyak.
Agaknya Siauw-lim-pai juga melihat bahwa tanah air dan bangsa harus
dibela." "Pernahkah engkau berhasil mencari Giok-liong-kiam?" tanya pula Kui Eng.
Pemuda itu menggeleng kepala.
"Bertemu dengan yang bernama Koan Jit itupun belum pernah. Dan Kau?"
Kui Eng tersenyum. Pertanyaan yang diajukan pemuda ini sama benar
dengan yang dilakukannya tadi, singkat namun akrab sekali.
"Wah, aku hampir celaka di tangan iblis itu. Koan Jit itu memang lihai
bukan main. Aku pernah bertemu dengan dia dan bahkan kami berkelahi, akan
tetapi dia berhasil menawanku dengan obat bius. Aku pasti telah celaka di
tangannya kalau saja tidak tertolong oleh adik Lian Hong..."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Murid San-tok tadi?"
"Benar, adik Hong sungguh hebat. Karena pertolongannya, maka sampai
sekarang aku masih bernapas, tentu saja juga karena pertolonganmu dahulu."
"Dan kalian berhasil mendapatkan Giok-liong-kiam?"
Kui Eng tersenyum dan melirik.
"Kalau sudah kami dapatkan perlu apa sekarang ribut-ribut" Kami hanya
mampu mengusir Koan Jit, akan tetapi tidak pernah melihat pedang pusaka itu.
Entah kalau adik Lian Hong karena sejak itu, baru tadi kami saling jumpa, dan
belum sempat kami bercakap-cakap."
Tidak begitu leluasa mereka bercakap-cakap, karena mereka berdua
berjalan di belakang dua orang kakek yang berjalan di depan mereka. Benar
seperti yang dikatakan kakek Siauw-binhud, tak lama kemudian merekapun
tiba di sebuah kuil yang tersembunyi di dalam hutan kecil di daerah lereng
bukit. Kuil itu selain menjadi tempat pertapaan beberapa orang hwesio Siauwlim-si yang suka akan keheningan dan kesunyian, juga melayani beberapa buah
dusun di sekitar bukit itu.
Hanya ada lima orang hwesio di kuil sederhana dan tua itu. Mereka ini
terkejut bukan main melihat kedatangan Siauw-bin-hud. Dengan berlutut,
mereka menyambut dengan segala kehormatan karena kepala hwesio itu masih
terhitung cucu murid Siauw-bin-hud.
"Ha-ha, pinceng hanya akan merepotkan kalian," kata Siauw-bin-hud.
"Karena kami dan kawan-kawan dikejar-kejar pasukan, kami akan
beristirahat di sini dan pinceng ingin meminjam sebuah ruangan untuk
bercakap-cakap dengan beberapa orang sahabat."
"Tentu saja teecu terima dengan senang hati dan merasa mendapat
kehormatan yang takkan teecu lupakan selama hidup!" kata para hwesio itu
dan memasuki kuil dan membawa mereka ke ruangan belakang yang luas,
bersih dan berhawa jernih karena menghadapi kebun terbuka.
Mereka lalu duduk, menerima hidangan air minum dan makanan
sederhana, bercakap-cakap sambil menanti kedatangan San-tok.
Hati San-tok masih merasa tak senang dan mendongkol ketika tiba di kuil
tua dimana dia dan Lian Hong meninggalkan Diana. Kalau menurut kata
hatinya, ingin dia meninggalkan gadis bule itu, atau bahkan kalau perlu
membunuhnya agar tidak merepotkannya lagi. Dia mempunyai murid seorang
gadis kulit putih berambut kuning emas bermata biru" Huh! Seperti setan!
Apalagi kalau diingat betapa orang-orang kulit putih telah mendatangkan
malapetaka di negerinya. Sepatutnya dia membunuhi semua orang kulit putih!
Racun madat mereka sebarkan di antara rakyat, ditukar dengan kekayaan
rakyat. Mereka itu berpesta pora di atas mayat-mayat rakyat karena kalau
dilanjutkan penyebaran madat yang dijual mahal itu, akhirnya orang-orang
kulit putih yang menjadi kaya raya, sedangkan rakyat menjadi miskin habishabisan dan selain miskin juga tubuh mereka menjadi rusak!
Ketika dia menyelinap ke dalam kuil. Dia melihat Diana sedang duduk
bersila dan tekun bersamadhi. Huh, gadis bule itu telah mendapat latihanlatihan permulaan dalam ilmu siulian dari Lian Hong. Memang muridnya itu
mengajarkan siulian (Samadhi) hanya untuk mengajar gadis bule itu menjaga
keselamatan badannya dan menenangkan batinnya.
Melihat betapa seorang diri di kuil tua itu, yang amat sunyi, Diana tekun
melatih diri, berkuranglah rasa tidak suka di hati San-tok. Bagaimanapun juga,
gadis bule ini memang benar memiliki semangat besar dan tekun belajar.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Orang dengan kemauan dan semangat sebesar ini dapat diharapkan akan
memperoleh kemajuan pesat.
San-tok memberatkan langkah kakinya sehingga terdengar suara keras dan
lantai kuil itupun tergetar. Diana terkejut, membuka matanya dan begitu
dilihatnya kakek yang menjadi gurunya itu telah berada di situ, ia cepat bangkit
dengan muka cerah. Sepasang matanya yang biru itu memandang dengan
berseri-seri. "Oughh, kiranya suhu yang datang" Mana suci (kakak seperguruan) Lian
Hong?" Kembali perasaan tidak suka menyelinap di hati kakek itu. Matanya begitu
biru, seperti mata iblis dalam dongeng, rambutnya seperti benang emas.
Sungguh menyeramkan dan menjijikkan! Dan menyebut dia "suhu" begitu
mesra, juga menyebut Hong Hong "suci". Menyebalkan. Akan tetapi dia segera
teringat akan janji-janjinya kepada gadis bule ini untuk mengambilnya sebagai
murid, juga janjinya kepada Lian Hong tadi bahwa tidak akan mencelakai
Diana. Kakek itu menarik napas panjang, tidak segera menjawab pertanyaan
Diana. "Mari kau ikut bersamaku, Diana. Hong Hong sedang melaksanakan
tugas." Tanpa banyak cakap lagi dia lalu melangkah keluar dari kuil itu. Diana cepat
mengejarnya dan kakek itu berjalan cepat sekali sehingga Diana terpaksa harus
berlari-larian untuk dapat mengimbangi kecepatannya. Karena tidak pernah
berlatih lari terus-terusan seperti itu, maka tak lama kemudian Diana sudah
terengah-engah berlari di samping San-tok yang masih berjalan seenaknya. Dia
tidak perduli melihat gadis itu sudah terengah-engah dan melangkah terus
dengan langkah-langkah lebar.
Diana hampir tidak kuat lagi, akan tetapi gadis ini memiliki keangkuhan dan
kekerasan hati, sama sekali tidak ingin memperlihatkan kelemahannya, apalagi
di depan gurunya! Ketika kedua kakinya tersandung batu, membuat ia
terhuyung, hampir ia tidak kuat karena napasnya semakin memburu. Akan
tetapi ia lalu teringat akan cerita Lian Hong bahwa belajar silat tidaklah mudah,
harus berani menghadapi segala macam kesukaran dan bahkan guru mereka,
seperti guruguru lain yang mengajarkan ilmu silat, sering kali menguji muridmuridnya. Wah, ini tentu merupakan ujian dari gurunya, pikir Diana. Karena itu,
sampai bagaimanapun juga, ia sama sekali tidak boleh memperlihatkan
kelemahannya! Pikiran ini, secara aneh sekali, mendatangkan semangat dan juga kekuatan
sehingga kalau tadi napasnya sudah hampir putus kini ia merasa kuat lagi dan
berjalan setengah berlari dengan penuh semangat! Kakinya merasa ringan, dan
napasnya tidak memburu lagi seperti tadi. San-tok melihat perubahan itu dan
dia merasa heran, akan tetapi juga kagum. Tadi dia tentu saja melihat betapa
gadis itu sudah hampir tidak kuat dan dia merasa girang sekali dapat
menyiksanya. Dia ingin melihat gadis itu roboh tidak kuat agar dapat dia
memarahi dan mengejek, agar ia tidak tahan dan tidak suka menjadi muridnya.
Akan tetapi napas yang hampir putus itu kini tersambung kembali dan
semangat yang hampir runtuh itu bangkit kembali! Mau tidak mau dia merasa
kagum juga dan mengerti bahwa gadis ini memang memiliki tekad yang amat
besar. Akhirnya tibalah mereka di kuil Siauw-lim-si itu. Dua orang hwesio
penghuni kuil itu yang menyambut di luar, terbelalak keheranan melihat betapa
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan tamu yang berpakaian tambal-tambalan itu datang bersama seorang gadis
bule yang rambutnya kuning emas dan matanya biru! Biarpun gadis itu
mengenakan pakaian petani dan gerak-geriknya seperti seorang gadis pribumi,
namun jelaslah bahwa gadis itu seorang gadis kulit putih. Memang ada orang
bule di negeri ini, akan tetapi biarpun orang bule itu memiliki kulit putih dan
bulu yang keputih-putihan pula, namun rambutnya tidak kuning emas dan
matanya tidak biru seperti itu! Akan tetapi karena mereka berdua sudah
menerima tugas untuk menyambut tamu-tamunya, mereka memberi hormat
dan mempersilahkan San-tok dan Diana untuk langsung saja masuk ke ruangan
belakang kuil dimana tamu-tamu terdahulu sudah berkumpul.
Dengan langkah lebar, San-tok memasuki ruangan itu, meninggalkan Diana
di belakangnya. Dengan gembira dia melihat bahwa Siauw-bin-hud dan Teetok sudah duduk bersila di atas lantai beralaskan bantal-bantal untuk siulian,
dan juga murid hwesio itu bersama murid Tee-tok berada di situ. Mereka
berempat menyambut kedatangannya dengan pandang mata gembira, akan
tetapi mata mereka terbelalak ketika melihat munculnya Diana di belakang
San-tok. Jadi murid kedua dari San-tok adalah seorang gadis kulit putih"
Hampir mereka tak percaya. San-tok tentu saja merasakan keheranan dan
kekagetan semua orang itu, dan untuk mengurangi rasa tak enak di hatinya itu
diapun cepat-cepat menghampiri mereka, berlutut dan hendak duduk bersila
seperti yang lain. "Kau...! Kau... Penolongku yang budiman itu...!"
Tiba-tiba Diana berseru dengan suara gembira bukan main, dan selagi


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semua orang masih bengong memandang kepadanya, gadis ini lalu berlari
menghampiri Ci Kong. Pemuda inipun masih terheran-heran melihat Diana
datang bersama San-tok dan tadinya dia tidak ingat siapa adanya gadis bule
itu. Akan tetapi begitu Diana berteriak kepadanya, dia teringat bahwa itu
adalah gadis yang pernah ditolongnya ketika diculik oleh tukang-tukang pukul
dari Kanton yang hendak memaksa gadis itu pulang ke kota.
"Ah, aku girang sekali bertemu denganmu di sini dan aku berterima kasih
sekali!" Diana tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut di depan Ci Kong dan... "cup!
cup!", ia telah mencium kedua pipi Cio Kong!
Tentu saja peristiwa ini membuat semua orang menjadi bengong. Ci Kong
sendiri tak mampu mengelak, karena selain dia sama sekali tidak mengira akan
dicium begitu saja oleh gadis bule itu di depan orang banyak, juga dia terlalu
kaget, malu dan bingung sehingga ketika dicium kedua pipinya, dia hanya
terbelalak saja! Ciu Kui Eng hampir menjerit dan menggunakan jari tangan menutupi mulut
untuk menahan jeritnya. Tentu saja gadis inipun merasa kaget setengah mati
dan sukar mengatakan perasaan apa yang memenuhi hatinya saat itu.
Perbuatan seorang wanita mencium pria begitu saja di depan banyak orang,
baginya merupakan suatu perbuatan yang amat tidak patut dan tidak tahu
malu! Akan tetapi, iapun melihat kewajaran dari sikap gadis bule itu, seolaholah ia tidak pernah melakukan suatu kesalahan dan sikapnya benar-benar
sikap seorang yang merasa amat gembira bertemu dengan orang yang agaknya
selalu dibuat kenangan. Siauw-bin-hud hanya tersenyum lebar melihat adegan itu, walaupun
alisnya yang putih panjang itu agak berkerut. Sebagai seorang yang sudah
memiliki pengalaman luas dan batin yang kokoh kuat, Siauw-bin-hud tidak
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan heran melihat adegan itu, dan dia tahu bahwa gadis itu menyatakan
kegembiraan dan terima kasihnya secara langsung menurutkan gejolak
hatinya, akan tetapi betapapun juga dia merasa betapa perbuatan gadis ini
tentu mengguncangkan perasaan semua orang yang hadir di situ, terutama
sekali membuat muridnya, Ci Kong, berada dalam keadaan yang serba salah.
Hwesio yang menjadi ketua kuil itu, yang tadi bangkit berdiri menyambut
tamu barunya, berdiri bengong dan tak dapat bergerak seperti telah berubah
menjadi arca. Juga Tee-tok mengerutkan alisnya dan melirik dengan perasaan
tidak senang berbayang di wajahnya. Tee-tok diam-diam mengharapkan untuk
dapat menjodohkan muridnya dengan pemuda didikan Siauw-bin-hud itu,
maka kini melihat pemuda itu diciumi oleh seorang gadis bule di depan umum,
sungguh membuat hatinya merasa tidak nyaman. Yang paling terkejut
setengah mati adalah San-tok.
"Ya ampuuunnn...!"
Demikian dia mengeluh dan memandang dahinya sendiri, matanya
terbelalak, mulutnya melongo dan dia merasa malu, dan marah bukan main.
Rasa tidak sukanya kepada Diana semakin menebal. Sungguh sialan, pikirnya.
Perempuan bule ini benar-benar membikin malu saja dengan ulahnya yang
ganjil dan tidak sopan, amat memalukan dia yang menjadi gurunya, yang
membawa masuk ke kuil ini. Padahal, diam-diam seperti halnya Tee-tok, Santok ini juga mempunyai keinginan untuk menjodohkan muridnya, Lian Hong,
dengan Ci Kong yang dikaguminya. Bukankah pernah dia menyalurkan sinkang
membantu pemuda ini di waktu masih kecil seperti halnya Siauw-binhud
membantu Siauw Lian Hong" Bukankah perbuatan dan sikap mereka berdua
sebagai orang-orang tua, yang dilakukan tanpa sengaja, seperti sudah
memberi tanda ikatan jodoh, antara dua orang anak itu"
"Anak gila! Apa yang kaulakukan ini?"
San-tok membentak keras, dan kalau saja di situ tidak hadir orang-orang
sakti yang dikaguminya, mungkin dia sudah turun tangan memukul mati gadis
kulit putih itu. Diana seperti baru sadar dan ketika ia menengok, ia melihat betapa semua
orang memandang kepadanya dengan aneh. Baru teringatlah ia bahwa
perbuatannya yang spontan tadi merupakan perbuatan yang ganjil dan asing
bagi mereka ini, mungkin dianggap tidak sopan, maka mukanya tiba-tiba
menjadi merah sekali. "Suhu, pendekar ini pernah menyelamatkan aku dari tangan anggauta
pasukan Hui-houwtin yang dipimpin oleh Koan Jit. Aku belum sempat
mengucapkan terima kasih, karena dia sudah cepat melarikan diri. Kini,
berjumpa dengan penolongku di tempat ini, hal yang sama sekali tidak kudugaduga, aku menjadi gembira sekali dan ingin menyampaikan rasa terima kasihku
kepadanya." "Benarkah itu, orang muda?"
San-tok bertanya sambil memandang kepada Ci Kong. Pemuda itu masih
bengong. Dapat dibayangkan betapa bingungnya rasa hati pemuda ini. Dia
diciumi begitu saja, di depan orang banyak, terutama di depan Kui Eng!
Bagaimana Kui Eng akan menanggapi adegan yang memalukan tadi" Celaka,
dia sampai tidak berani mengangkat muka bertemu pandang dengan Kui Eng.
Dia merasa malu sekali. Mendengar pertanyaan San-tok, Ci Kong mengangguk.
"Benar, locianpwe."
Lalu dia menoleh ke arah Diana dan menegur halus.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Nona, perbuatanmu tadi tidak sepatutnya. Sungguh tidak sopan
melakukan perbuatan terima kasih seperti itu, di depan orang banyak pula."
Diana sudah menyesali perbuatannya tadi.
"Maafkan aku, maafkan. Sungguh aku melakukannya tanpa kusadari,
saking gembiranya rasa hatiku. Sejak engkau menolongku lalu pergi begitu
saja, aku merasa menyesal bukan main. Kini, tanpa kuduga-duga, aku berjumpa
denganmu di sini, maka aku terdorong oleh luapan hati yang gembira.
Maafkan..." Ketika ia melihat bahwa semua orang masih kelihatan bingung dan kacau,
ia melanjutkan kata-katanya dengan cepat.
"Maaf, sungguh bukan maksud saya untuk bersikap tidak sopan. Sekarang
saya teringat bahwa perbuatanku tadi dapat dianggap tidak sopan, akan
tetapi, sesungguhnya bukan demikian maksudku. Saya... saya berterima kasih,
bersyukur sekali telah dapat bertemu dengan pendekar yang selama ini selalu
kukenang dengan hati penuh penyesalan karena belum sempat saya
mengucapkan terima kasih. Ciuman... eh, tadi itu merupakan pernyataan
terima kasih dan kegembiraan, bukan... bukan tidak sopan..... ah, saya harap
anda sekalian dapat memaklumi..."
Melihat sikap gadis bule ini yang demikian penuh penyesalan dan wajar,
dan mendengar betapa gadis asing itu dapat bicara dengan gaya yang
demikian lancar, sopan dan sejujurnya, di dalam hati semua orang kecuali Santok, telah timbul perasaan simpati dan mereka mau memaafkan. Bahkan Kui
Eng lalu tersenyum ramah.
"Sobat, engkau cantik sekali dan jujur. Siapakah namamu?" Kui Eng
menegur dengan ramah. Diana memandang kepada gadis itu dan iapun kagum. Seorang gadis yang
manis, dan kelihatan begitu gagah.
"Namaku Diana, dan siapakah engkau, sobat yang manis?"
Kui Eng tersenyum gembira. Baru bicara sedikit saja, ia sudah mulai suka
kepada gadis bule ini, gadis dari bangsa yang dianggap musuhnya.
"Namaku Ciu Kui Eng."
"Kui Eng, apakah engkau juga gagah perkasa dan lihai seperti suci Lian
Hong?" Kui Eng tertawa. "Ah, mana aku bisa dibandingkan dengan adik Lian Hong yang lihai?"
Tiba-tiba Tee-tok mengeluarkan suara ketawa nyaring.
"Ha-ha, jembel gunung, inikah muridmu itu" Hemm, benar hebat kau,
memilih murid dari bangsa kulit putih yang justeru sedang kita tentang!"
San-tok menjadi serba salah, tidak mampu menjawab. Akan tetapi Diana
sudah menghadapi Tee-tok dengan sinar mata bernyala penuh kemarahan.
"Kakek tua, kuharap engkau sopan sedikit dan tidak menghina guruku. Apa
kesalahan guruku kepadamu maka engkau berani memaki dan menghinanya?"
Kui Eng khawatir kalau-kalau gurunya marah dan turun tangan terhadap
gadis asing ini, maka iapun mendahului dan menghampiri Diana.
"Diana, engkau adalah seorang gadis kulit putih. Engkau tahu bahwa
bangsamu sedang dimusuhi oleh bangsa kami. Bagaimana engkau kini
mendekati orang-orang seperti kami, bahkan menjadi murid San-tok, seorang
diantara kami yang memusuhi bangsamu?"
Pertanyaan yang dilontarkan Kui Eng ini mewakili suara hati semua orang,
bahkan juga suara hati San-tok, maka mereka semua mendengarkan dengan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan penuh perhatian sambil memandang wajah gadis bule itu.
Diana menarik napas panjang, lalu menatap wajah Kui Eng, bahkan
melepas pandang matanya ke sekeliling sebelum menjawab dengan suara
tegas dan jelas. "Tidak salah, sobat, aku adalah seorang gadis kulit putih, berkebangsaan
Inggeris. Juga tidak salah bahwa bangsaku telah melakukan hal yang amat
jahat terhadap bangsa kalian, dan tidak mengherankan kalau bangsaku
dimusuhi di sini. Akan tetapi, justeru karena itulah aku tidak mau kembali
kepada bangsaku. Setelah aku bertemu dengan suci Lian Hong, dan aku
merasakan kehidupan di dusun-dusun, aku melihat betapa bangsaku telah
berbuat jahat demi mencari keuntungan. Aku merasa malu dan aku ingin
sekedarnya menebus keburukan mereka dengan bersaudara dengan rakyat,
mempelajari kesenian rakyat, kebudayaannya, dan kemudian, siapa tahu,
dengan kepandaian yang dapat kupelajari di sini, aku akan dapat menentang
dan mengingatkan kesalahan bangsaku."
"Omitohud... cita-cita ini amat luhur. Akan tetapi, nona, bagaimana kalau
kelak mereka tidak mendengarkan peringatan yang kauberikan?"
Diana memandang hwesio tua itu dan diam-diam ia merasa tunduk. Hwesio
ini memiliki pandang mata yang demikian mencorong tapi lembut dan penuh
pengertian mendalam seolah-olah di dunia ini tidak ada rahasia apa-apalagi
baginya. "Lo-suhu," katanya penuh hormat.
"Kalau sampai mereka tidak mau menerima peringatan yang akan saya
berikan kelak, maka saya akan menggunakan segala kepandaian yang ada
pada saya untuk menentang perbuatan mereka yang jahat! Demi untuk
membela kebenaran dan keadilan, saya rela mati di tangan bangsaku sendiri
karena menentang mereka."
"Siancai... gadis ini biarpun berkulit putih namun semangatnya besar dan
berjiwa pendekar. Engkau beruntung sekali mendapatkannya sebagai murid,
San-tok." Akan tetapi hati San-tok tidak merasa gembira oleh ucapan Siauw-bin-hud
ini, bahkan dia lalu berkata kepada Diana.
"Kau keluarlah dulu, aku mau bicara dengan mereka mengenai urusan
penting!" Tentu saja wajah Diana berubah agak pucat. Ia sudah mendengar dari Lian
Hong bahwa kakek yang menjadi gurunya ini seorang yang aneh, kadangkadang jahat dan kejam sekali walaupun memiliki kesaktian. Akan tetapi tak
disangkanya gurunya akan tega memperlakukannya seperti ini, mengusirnya
dari depan banyak orang secara merendahkan sekali. Akan tetapi ia teringat
akan pesan Lian Hong agar mentaati semua perintah suhunya, maka iapun
mengangguk dan mengundurkan diri, keluar dari ruangan belakang itu menuju
ke kebun. Melihat ini, Siauw-bin-hud merasa tidak enak.
"Ci Kong, temanilah gadis itu. Sebagai seorang tamu sudah sepantasnya ia
kita sambut dengan baik."
Tentu saja Ci Kong merasa tidak enak sekali. Sebetulnya, hatinya tidak
keberatan untuk menemani seorang seperti Diana yang walaupun seorang
gadis kulit putih namun harus diakuinya amat cantik, walaupun kecantikannya
itu asing baginya. Namun, dia sedang berada di antara tokoh-tokoh besar,
bahkan terutama sekali di situ ada Kui Eng! Dia akan merasa lebih senang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan menemani Kui Eng dari pada gadis asing ini!
"Kui Eng, engkaupun pergilah menemani mereka. Kami orang-orang tua
mau bicara," tiba-tiba Tee-tok berkata.
Ucapan ini menggirangkan hati Kui Eng yang segera bangkit dan turun ke
kebun itu, akan tetapi juga menggirangkan hati Ci Kong karena dengan adanya
Kui Eng, tidak perlu lagi dia merasa kaku dan malu-malu harus menemani Diana
dari pada kalau dia berdua saja dengan gadis bule itu.
Setelah tiga orang muda itu memasuki kebun dan tak nampak lagi dari
ruangan itu, San-tok yang ingin segera menyampaikan keinginan hatinya lalu
berkata. "Siauw-bin-hud, aku akan menyampaikan suatu rahasia. Kebetulan sekali
Tee-tok di sini, biarlah dia menjadi saksi."
Siauw-bin-hud dapat menduga bahwa tentu kakek berpakaian tambaltambalan itu hendak menyampaikan hal yang amat penting sekali. Akan tetapi
dia bersikap tenang saja dan berkata.
"Omitohud, pinceng siap mendengarkan, San-tok."
"Tadinya, rahasia ini akan kusimpan sampai mati, karena memang aku
ingin mengalihkan perhatian seluruh tokoh-tokoh agar tidak mengetahui
rahasiaku ini. Akan tetapi setelah kita mengadakan pertemuan di tempat pesta
Hai-tok, pendirianku berubah. Aku hendak bicara tentang rahasia Giok-liongkiam!"
Mendengar ini, Siauw-bin-hud yang biasanya tenang itupun kini
mengangkat muka memandang penuh perhatian. Apalagi Tee-tok. Dia
memandang rekannya dengan sinar mata mencorong dan penuh curiga.
"Jembel gunung! Jangan katakan bahwa engkau sudah merampas Giokliong-kiam dari tangan murid pertama Thian-tok yang murtad itu!"
San-tok mengangguk-angguk.
"Terus terang saja, memang aku belum berhasil menemukan Giok-liongkiam, akan tetapi dapat dikatakan bahwa Giok-liong-kiam sudah berada di
tanganku! Akan tetapi sebelum aku melanjutkan ceritaku yang akan membuka
rahasia Giok-liong-kiam, aku ingin minta pendapat kalian lebih dulu."
"Pendapat bagaimana?" tanya Siauw-bin-hud.
"Bagaimana pendapat kalian tentang orang yang akan mampu menemukan
harta karun itu dan menyerahkannya untuk keperluan perjuangan
menumbangkan pemerintah penjajah dan menentang bangsa kulit putih" Apa
hadiah untuknya?" "San-tok, apakah kau masih pura-pura lagi" Bukankah kau sendiri yang
mengajukan usul bahwa dia yang berhasil itu akan memperoleh pedang pusaka
Giok-liong-kiam, dan selanjutnya dianggap sebagai pahlawan dan jagoan
nomor satu di dunia?" Tee-tok menegur.
"Itu benar, dan hal itu sudah menjadi persetujuan bersama," sambung
Siauw-bin-hud. "Aku tidak akan menyangkal persetujuan itu, Siauw-bin-hud, akan tetapi
aku ingin menambahkan sedikit, yaitu bahwa apabila aku yang berhasil
menemukan harta karun itu, mengingat bahwa muridku Siauw Lian Hong yang
banyak berjasa dalam hal itu, aku ingin agar engkau suka menyetujui Hong
Hong menjadi jodoh muridmu, Tan Ci Kong."
Mendengar ini, Tee-tok terkejut dan cepat mencela.
"Ah, itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan Giok-liong-kiam! Santok, baru saja aku hendak minta kepada Siauw-bin-hud agar muridnya itu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan dijodohkan dengan muridku Ciu Kui Eng. Karena engkau sudah menyatakan
lebih dulu, biarlah akupun mengajukan pinangan dan kita lihat, siapa diantara
murid-murid kita yang akan diterima menjadi calon isteri murid Siauw-bin-hud
." Kini Siauw-bin-hud yang merasa terkejut dan dia memandang kepada
wajah dua datuk sesat itu dengan hati yang agak cemas. Pinangan orang biasa
saja merupakan hal yang wajar dan menerima atau menolaknya merupakan
peristiwa biasa yang takkan mendatangkan akibat apapun. Akan tetapi
pinangan orang-orang seperti mereka ini, kalau ditolak tentu akan
mendatangkan akibat buruk, dan kini yang mengajukan pinangan sekaligus
adalah dua orang! Menerima yang satu tentu akan menolak yang lain, dan dia
menjadi serba salah. Akan tetapi, Siauw bin-hud hanya sedetik dua detik saja
dicekam kecemasan. Dia sudah tersenyum kembali.
"Omitohud, betapa lucunya kalian ini, ha-ha-ha-ha!" Kakek tua renta itupun
tertawa bergelak, suara ketawa yang halus dan penuh kegembiraan.
Sejenak dua orang datuk sesat itu saling pandang dengan sikap
bermusuhan, akan tetapi mendengar suara ketawa itu, San-tok berkata.
"Siauw-bin-hud, apa engkau merasa terlalu tinggi bagi orang macam aku?"


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Engkau berani memandang rendah kepadaku, dan muridku tidak pantas
menjadi jodoh murid Siauw-lim-pai?"
Tee-tok juga menegur. Dua orang datuk sesat itu nampak penasaran sekali dan siauw-bin-hud
menarik napas panjang, akan tetapi masih tersenyum lebar. Baru bayangan
bahwa pinangan itu ditolak saja sudah membuat kedua orang datuk ini nampak
penasaran dan marah. Apalagi kalau benar-benar ditolak! Dia tidak takut akan
ancaman mereka, akan tetapi dia mengkhawatirkan perpecahan akan terjadi di
antara mereka, padahal dalam menghadapi kekalutan tanah air, mereka sudah
sepakat untuk bekerja sama.
"Siancai... harap kalian bersabar dan tidak mengambil keputusan dan
pendapat tergesa-gesa yang tidak tepat. Siapakah yang menolak dan siapakah
yang menerima" Kalian tentu tahu bahwa perjodohan hanya dapat terlaksana
kalau ada persetujuan kedua pihak, maksud piceng pihak mereka yang
tersangkut. San-tok, engkau mengajukan pinangan, apakah engkau telah yakin
bahwa muridmu itu mencinta Ci Kong?"
Ditanya demikian, San-tok memandang bingung.
"Aku tidak tahu, akan tetapi... ia tentu mau, ia harus mau..."
"Bagaimana dengan engkau, Tee-tok, apakah muridmu itu mencinta Ci
Kong?" "Wah, mana aku tahu" Agaknya begitulah. Seharusnya begitu karena
muridmu itu seorang pemuda yang baik, dan alangkah baiknya kalau kita
menjadi besan..." Siauw-bin-hud memperlebar senyumnya.
"Omitohud, kalian ini dua orang tua yang berpikiran singkat dan seperti
kanak-kanak saja. Bagaimana kalian berani lancang mengajukan pinangan
kalau kalian belum tahu apakah murid-murid kalian itu mencinta cucu muridku,
belum tahu apakah murid-murid kalian akan menyetujui" Lancang, sungguh
lancang! Bagaimana kalau andaikata pinangan kalian diterima, kemudian
ternyata bahwa murid-murid kalian itu tidak setuju" Bukankah ini berarti kalian
menghina kepada yang dipinang?"
Kembali dua orang datuk itu saling pandang dengan bingung.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Tidak, aku tidak menghina, dan aku akan memaksa muridku untuk
menyetujui!" kata San-tok.
"Akupun yakin muridku akan setuju, kalau ia menolak, akan kupaksa!"
"Nah, nah, itulah pikiran kekanak-kanakan, main paksa-paksaan. San-tok,
pinceng sudah melihat muridmu itu, dan agaknya orang seperti ia tidak akan
dapat dipaksa, apalagi untuk menikah dengan pria yang tidak dicintanya. Dan
sekelebatan saja melihat muridmu, engkaupun akan mengalami kesulitan yang
sama, Tee-tok. Anak-anak seperti mereka berdua itu tidak akan mudah
ditundukkan, apalagi menyangkut kehidupan mereka sendiri, kebahagiaan
mereka sendiri." "Hwesio tua, mengenai muridku, itu adalah urusanku sendiri, engkau tidak
perlu ikut campur. Yang penting, engkau terima atau tidak pinanganku?" teriak
San-tok. "Benar, harus diputuskan sekarang siapa di antara kami yang pinangannya
diterima, agar tidak membuat kami ragu-ragu dan penasaran," sambung Teetok tak mau kalah.
"Omitohud, kalian memang hanya anak-anak kecil belaka. Mana mungkin
pinceng dapat mengambil keputusan" Kalau yang kalian pinang itu adalah
pinceng, maka tentu saja sekarangpun pinceng dapat mengambil keputusan!
Hei, San-tok dan Tee-tok, apakah kalian meminang pinceng untuk dijodohkan
dengan murid-murid kalian?"
Hwesio itu berkelakar untuk mendinginkan suasana.
"Hwesio tua" jangan pecengisan!" San-tok membentak, akan tetapi dari
mukanya dapat diketahui bahwa diapun merasa geli dan kemarahannya sudah
banyak berkurang. "Siapa sudi punya mantu seperti kau, tua bangka yang sudah tinggal
menanti saatnya saja?" Tee-tok membentak.
Siauw-bin-hud tertawa bergelak. Kemudian dia berkata dengan suara yang
serius. "Santok, dengarkan baik-baik. Andaikata kedua murid kalian itu setuju
dengan pinangan kalian, andaikata mereka itu mencinta Ci Kong, itupun belum
menjadi syarat bagi pinceng untuk menerima pinangan kalian. Yang dipinang
adalah Ci Kong, dan ini sepenuhnya merupakan urusan dan persoalan dia,
maka keputusannya adalah di tangannya sendiri. Kalau dia suka menjadi suami
seorang di antara murid kalian, pincengpun setuju saja. Akan tetapi kalau dia
tidak suka, siapapun tidak akan dapat memaksanya. Dan pinceng kira kalian
akan menjadi guru-guru yang bijaksana kalau bertindak seperti yang pinceng
lakukan." Dua orang datuk sesat itu kembali saling pandang dan agaknya mereka
dapat melihat kebenaran kata-kata pendeta itu. Mereka kinipun merasa ngeri
kalau membayangkan watak murid mereka masing-masing yang keras hati.
Memang seharusnya bertanya dulu kepada anak-anak itu.
"Baiklah, aku tunda dulu pinangan itu dan akan kurundingkan dulu dengan
muridku. Asal engkau tahu saja isi hatiku yang ingin berbesan denganmu,"
kata San-tok. "San-tok, kini engkau harus menceritakan apa rahasia tentang Giok-liongkiam yang kauketahui itu," Tee-tok mendesak.
San-tok memandang kepada rekannya yang bertubuh pendek kecil
berkepala botak hampir gundul itu dan dia tertawa.
"Heh-heh, engkau ini hwesio bukan, tosupun bukan, pendeta setengah
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan matang, cerewet seperti perempuan bawel saja, tidak mau kalah dalam segala
hal. Kau mau tahu tentang Giok-liong-kiam yang diperebutkan itu" Ha-ha, Giokliong-kiam yang diperebutkan itu, yang tadinya dirampas oleh Thian-tok
dengan menggunakan nama Siauw-binhud, kemudian dicuri kembali oleh Koan
Jit, pedang itu adalah pedang Giok-liong-kiam yang palsu."
"Palsu...?""
Tee-tok berteriak, sedangkan Siauw-bin-hud juga memandang tajam
kepada San-tok. Tentu saja berita ini merupakan berita yang amat penting
sekali. Namanya telah dihebohkan karena pedang pusaka itu, bahkan dia telah
mempergunakan waktu bertahun-tahun untuk mencari perampas Giok-liongkiam yang mempergunakan namanya. Bukan itu saja, seluruh tokoh kang-ouw
berebutan dan terjadi perkelahian-perkelahian, korban-korban nyawa, dan
semua itu untuk memperebutkan sebuah benda palsu!
"Ya, palsu, Giok-liong-kiam di tangan Koan Jit itu adalah pedang yang
palsu, ha-ha!" San-tok tertawa-tawa dengan gembira sekali.
"Aku tidak percaya!" Tee-tok membentak, mukanya merah karena dia
mengira rekannya itu mempermainkannya.
"Ha-ha-ha, kalau tidak percaya, pergilah kau mencari Koan Jit untuk
memperebutkan pedang palsu dengan dia.
"Ha-ha, memang orang seperti engkau ini lebih patut kalau
memperebutkan sebuah benda palsu dari pada mempercaya seorang seperti
aku!" "Omitohud, pinceng percaya ceritamu itu, San-tok," kata Siauw-bin-hud
dan suaranya terdengar mengandung kekecewaan.
Kalau dia bersusah payah selama bertahun-tahun dan namanya
dihebohkan hanya untuk urusan pedang palsu, itu bukan merupakan hal yang
mengecilkan hatinya sekarang ini. Akan tetapi yang mendatangkan kecewa
adalah kenyataan bahwa kalau pedang itu palsu, berarti harta karun itupun
tidak akan bisa ditemukan. Mendengar ucapan tokoh Siauw-lim-pai itu yang
mempercayai cerita San-tok, Tee-tok menjadi ragu-ragu dan diapun kini
memandang kepada San-tok dengan penuh harapan untuk memperoleh
keterangan lebih lanjut. "Hwesio tua, engkau memang belum pikun dan dapat berpikir secara
bijaksana sekali. Aku memang tidak berbohong."
"Siancai... kalau begitu, musnahlah cita-cita kita bersama untuk mencari
harta karun agar dapat dipergunakan membiayai perjuangan rakyat..."
"Ha-ha-ha, jangan khawatir, Siauw-bin-hud. Akulah yang akan menemukan
harta karun itu. Secara kebetulan aku mendapatkan keterangan tentang
palsunya Giok-liong-kiam di tangan Koan Jit itu, dan bukan hanya itu yang
kuketahui. Akupun mengetahui rahasia bagaimana untuk dapat menemukan
harta karun itu." "Kau membual!" teriak Tee-tok.
"Kalau benar demikian, apa maksudmu menceritakan kepada kami tentang
kepalsuan Giok-liong-kiam?"
Tentu saja Tee-tok merasa curiga karena biasanya, orang-orang seperti
mereka, apalagi Empat Racun Dunia, selalu mempergunakan siasat dan tipu
muslihat untuk mengelabui orang lain demi keuntungan diri sendiri. Maka,
keterangan San-tok ini tentu tak dapat ditelannya mentah-mentah begitu saja.
"Ha-ha-ha, dasar tolol tetap tolol! Kalau tidak ada sebab-sebabnya, apa
kaukira aku begitu bodoh untuk menceritakan ini semua kepada orang seperti
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan engkau, Tee-tok" Sudah kukatakan tadi, rahasia ini tentu saja kusimpan sendiri
dan aku bersama muridku akan tertawa geli sampai perut kaku melihat betapa
kalian semua orang kang-ouw saling berlumba memperebutkan pusaka yang
berada di tangan Koan Jit itu. Tadinya aku memang ingin begitu, melihat kalian
seperti anjing-anjing berebutan tulang busuk, sedangkan aku diam-diam akan
mengambil dan menikmati harta karun itu. Akan tetapi, setelah pertemuan di
pesta Hai-tok, pendirianku berubah. Kita adalah rekan-rekan seperjuangan dan
persatuan demi tanah air ini membuat aku memaksa diri mengesampingkan
kepentingan pribadi. Aku sengaja menceritakan agar kalian tidak membuangbuang waktu memperebutkan pusaka palsu itu. Nah, belum juga engkau
menghaturkan terima kasih kepadaku, Tee-tok?"
"Terima kasih hidungmu! Engkau masih merahasiakan tempat harta karun
dan akan mengambilnya sendiri untuk memiliki Giok-liong-kiam tulen dan
mendapatkan sebutan pahlawan dan jagoan nomor satu! Akan tetapi,
mengenai perjodohan murid-murid kita, aku tidak mau mengalah kalau engkau
hendak memaksa Siauw-bin-hud menyerahkan muridnya!"
Mendengar nada suara menantang itu, San-tok mengerutkan alisnya dan
menatap wajah rekannya itu dengan tajam.
Pedang Pembunuh Naga 4 Raja Pedang Karya Kho Ping Hoo Misteri Pulau Neraka 5
^