Pencarian

Pedang Naga Kemala 17

Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 17


raya itu mengambilkan makanan dalam mangkuk dan memberikannya kepada
Ci Kong, dengan sikap yang genit, ia merasa benci sekali kepada gadis itu!
Biarpun ia tidak dapat mendengarkan percakapan mereka, namun di bawah
sinar lampu, ia melihat betapa sikap gadis cantik itu genit sekali, dan
sebaliknya Ci Kong nampak kesal dan menahan kemarahan. Huh, seorang
gadis yang tidak mengenal malu sama sekali, pikir Kiki. Ia seorang gadis yang
cukup berakal. Tidak mau ia menurutkan nafsu kemarahan lalu menyerbu ke
tempat itu. Ia tahu betapa lihainya Song Kim, dan tentu tempat itu penuh
dengan teman-teman Song Kim yang lihai. Dan melihat hadirnya Ci Kong di
situ, iapun terheran-heran. Apakah pemuda Siauw-lim-pai itu kini telah terpikat
dan menjadi sekutu Song Kim" Sungguh celaka kalau begitu. Akan tetapi, ia
tidak percaya dan ia melihat bahwa pemuda itu menyamar sebagai seorang
pelayan. Wajahnya menjadi demikian kehitaman, kulitnya berubah dan setelah
ia memandang lebih teliti, ia melihat pula bahwa wajah pemuda itu agak
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan berubah. Ia tadi, seketika mengenal Ci Kong dari sinar matanya. Jarang ada
orang memiliki mata seperti itu, dan sekali pandang saja, ia mengenal mata itu
dan tahu bahwa orang itu adalah Tan Ci Kong! Tentu pemuda itupun seperti ia,
melakukan penyelidikan dan kini berhasil menyusup di antara tamu dengan
jalan menyamar! Ah, kenapa ia tidak melakukah hal secerdik itu" Kalau ia
menyamar lalu dapat berdekatan dengan Song Kim dan tiba-tiba menyerang,
tentu ia akan berhasil membunuh manusia laknat itu!
Sementara itu, tak lama kemudian muncul lagi Song Kim, kini bersama
seorang laki-laki berusia lima puluh tahun lebih yang berpakaian seperti
seorang sasterawan. Laki-laki ini bermuka sempit dan meruncing seperti muka
tikus, dengan mata sipit, akan tetapi sikapnya demikian menarik dan
merendahkan diri, menjilat-jilat seperti seekor anjing yang mencari muka pada
majikannya. Song Kim tersenyum ketika memperkenalkan laki-laki itu.
"Inilah paman Loa, Liem-kongcu dan Liem-siocia. Dia adalah orang
kepercayaanku dan suka kuutus untuk mengerjakan hal-hal yang teramat
penting. Paman Loa, inilah Liem-siocia dan kakaknya Liem-kongcu."
"Ah, kongcu dan siocia yang mulia, mata yang tua ini sungguh beruntung
sekali dapat bertemu dan melihat wajah siocia yang cantik seperti bidadari dan
kongcu yang tampan. Semoga ji-wi diberi berkah panjang umur dan banyak
rejeki!" katanya sambil menjura dengan dalam sekali sampai dahinya hampir
menyentuh tanah. Biarpun merasa sebal, Lian Hong dan Kui Eng membalas penghormatan
orang ini dan Ci Kong hampir saja tertawa saking geli hatinya.
"Aih, engkau terlalu memuji, paman Loa," kata Lian Hong.
Akan tetapi mata yang sipit itu kini memandang wajah Ci Kong dan
agaknya dia dapat melihat bahwa Ci Kong merasa geli hatinya.
"Dan dia ini, orang yang gagah ini siapakah?" tanyanya sambil menuding
ke arah Ci Kong. "Dia adalah Ci kong, pelayan kami," kata Lian Hong dengan cepat.
"Hah, seorang pelayan" Pelayan ji-wi" Baik sekali! Sobat Akong, harap
engkau dapat menikmati makan minum disini, dan kenallah aku sebagai Loa
Lo-ya (tuan tua Loa), dan jangan khawatir, nanti kuberi bekal beberapa hadiah
untukmu." Tentu saja Ci Kong merasa sebal sekali, akan tetapi dia tidak berarti
memperlihatkan sikapnya, hanya mengangguk tanpa bicara. Walaupun sikap
ini dianggap kurang hormat, tanpa ucapan terima kasih, namun orang she Loa
itu agaknya tidak menjadi kecil hati. Dengan sikap ramah, dia lalu duduk di atas
kursi berhadapan dengan mereka.
"Harap ji-wi maafkan kehadiran saya ini, akan tetapi sesungguhnya saya
merasa amat kasihan kepada Lee-ciangkun yang minta kepada saya untuk
bicara dengan ji-wi. Lee-ciangkun merasa sungkan untuk bicara sendiri, maka
mengutus saya untuk mewakilinya bicara dengan ji-wi, terutama dengan Liemsiocia. Sebelumnya harap siocia sudi memaafkan saya. Tentu siocia cukup baik
hati untuk dapat memaafkan seorang tua seperti saya ini kalau saya lancang
bicara, bukan?" Hati Kui Eng semakin sebal. Laki-laki ini amat cerewet, pantasnya bukan
laki-laki, melainkah seorang nenek-nenek. Akan tetapi ia memaksa diri
tersenyum. "Tidak mengapa, paman. Bicaralah, dan kepentingan apakah yang hendak
disampaikan Lee-ciangkun melalui paman?"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Berkata demikian, Kui Eng memandang ke arah Lee Song Kim, dan perwira
muda itu kelihatan malu-malu! Tentu saja sikap Lee Song Kim ini hanya aksi
belaka, walaupun tak dapat disangkal bahwa dia merasa betapa jantungnya
berdebar tegang. Bagaimanapun juga, harus diakui bahwa dia telah jatuh cinta
kepada gadis hartawan ini, bukan sekedar timbul berahi melihatnya seperti
biasanya kalau dia melihat gadis cantik.
"Begini, Liem-siocia. Dan Liem-kongcu, maafkan kalau saya lancang
mengajak adikmu bicara."
"Tidak mengapa" bicaralah, paman," kata Lian Hong.
"Hemm" sebelumnya, saya ingin bertanya, apakah ji-wi ini merupakan
kakak beradik berdua saja" Maksud saya, apakah tidak ada saudara yang lain?"
"Kami hanya berdua saja," kata Kui Eng, hatinya sebal akan tetapi juga geli
melihat sikap menjilat-jilat seperti itu.
"Dan berapakah usia Liem-siocia tahun ini" Shio apa?"
Kui Eng mengerutkan alisnya. Akan tetapi ia teringat bahwa ia sedang
bermain sandiwara, maka iapun menjawab.
"Usiaku tahun ini sembilan belas tahun, shio Kelenci."
"Wah, sembilan belas tahun, shio Kelenci! Sungguh tepat! Sama benar! Leecangkun juga berusia sembilan belas tahun, mungkin beberapa bulan lebih tua
karena beliau shio Harimau."
Kui Eng mengerutkan alisnya. Sejak tadi ia sudah merasa muak dan tidak
senang kepada orang ini, akan tetapi ditahan-tahannya.
"Hemm, apakah sesungguhnya yang dim aksudkan dengan menanyakan
usia segala itu?" Orang she Loa itu agaknya tidak tahu bahwa gadis itu sudah marah, dan
dengan mulut masih menyeringai, memperlihatkan gigi yang keropos dan
hitam-hitam karena biasa menghisap tembakau dan madat, dia berkata.
"Maksud baik sekali, siocia. Maksud yang suci dari Lee-ciangkun. Maaf,
kami yakin bahwa siocia tentu belum bertunangan dengan pria lain bukan?"
Kui Eng kini maklum kemana tujuan percakapan itu. Kiranya Lee Song Kim
bermaksud untuk meminangnya. Hampir saja ia tertawa dan merasa betapa
lucunya. Ia berperan sebagai gadis kaya dan sengaja memikat perwira itu agar
membocorkan rahasia negara, tidak tahunya perwira itu benar-benar jatuh
cinta kepadanya dan ingin meminangnya menjadi isterinya! Biarpun hatinya
merasa semakin sebal, ia mengangguk untuk menjawab pertanyaan orang she
Loa itu. Orang she Loa itu makin memperlebar senyumnya sehingga semua gigi
yang kehitaman itu nampak.
"Bagus sekali! Ciangkun kita inipun masih belum pernah menikah. Saya
diberi tugas untuk mengajukan pinangan kepada orang tua Liem-siocia, akan
tetapi sebelum itu, Lee ciangkun ingin sekali memperoleh keyakinan lebih
dahulu bahwa siocia masih belium ada yang punya, dan bahwa siocia dan
kongcu sudah menyetujui. Dan kau, sobat" harap kau suka membantu kami
dan suka menceritakan hal yang baik-baik dari Lee-ciangkun kepada Liem
wan-gwe sekeluarga di sana."
Berkata demikian, orang she Loa ini sudah mengeluarkan tiga keping uang
emas dan memberikannya kepada Ci Kong dengan sikap yang royal sekali.
Ci Kong sudah tidak mampu menahan kemarahannya. Penyamaran itu
sudah melampaui batas kesabarannya karena dihadapkan dengan suasana
yang amat menyinggung kehormatan dan perasaannya.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Makanlah sendiri!" bentaknya sambil menolak tangan yang menyerahkan
uang ini dan tangan kirinya menyambit dengan sebuah mangkok.
"Prokk!" Mangkok berisi sayur-sayuran itu melayang dan tepat menghantam mulut
orang she Loa yang sedang terbuka. Demikian kerasnya sambitan itu sehingga
mangkok itu memaksa masuk ke mulut, masuk separuhnya dan kuahnya
muncrat memenuhi muka. Orang she Loa itu kebingungan, hanya
mengeluarkan suara "ak-ak-uk-uk", berusaha melepaskan mangkok dan
mulutnya, dan darah mengucur keluar bersama kuah karena giginya telah
patah semua, juga bibirnya hancur.
Kui Eng dan Lian Hong melihat hal ini, maklum bahwa penyamaran mereka
bertiga tiada gunanya lagi. Kui Eng hendak melampiaskan rasa sebalnya
kepada Song Kim yang juga terbelalak karena heran dan kagetnya melihat
betapa pelayan tamu-tamunya itu tiba-tiba menyerang orang kepercayaannya
seperti itu. Maka tanpa banyak cakap lagi, Kui Eng juga sudah menubruk ke depan dan
menyerang Song Kim dengan pukulan yang kuat sekali ke arah dada! Makin
kagetlah rasa hati Song Kim karena dia melihat betapa kuatnya pukulan gadis
yang menjatuhkan hatinya itu menuju dadanya. Dia cepat menangkis karena
betapapun dia masih memandang rendah dan tidak percaya bahwa gadis itu
dapat memiliki kepandaian tinggi, ketika menangkis dia hanya menggunakan
setengah saja dan tenaganya.
"Dukkk!" Dan akibat dari penggunaan tenaga yang hanya setengahnya itu, tubuh
Song Kim terdorong dan terlempar ke belakang, menabrak semak-semak di
belakangya! Barulah dia kaget setengah mati dan maklum bahwa ternyata
gadis kaya raya itu memiliki tenaga sinkang yang hebat. Cepat dia berteriak
kepada para pengawal karena kini dia dapat menduga bahwa tiga orang
tamunya ini adalah musuh-musuh yang melakukan penyelidikan dengan
menyamar! Dan diapun kini sudah teringat bahwa wajah pelayan itu seperti
pernah dilihatnya. Ketika dia memandang dan bertemu pandang dengan mata Ci Kong,
jantungnya berdebar keras dan kini teringatlah dia! Pemuda itu yang pernah
menolong Kiki! Ah... betapa bodohnya dia karena tergila-gila kecantikan gadis
kaya raya yang mengaku sebagai Liem-siocia itu, dia seperti telah menjadi buta
dan tidak menaruh curiga kepada mereka.
Lee Song Kim bersuit keras dan segera pasukannya datang mengepung,
juga di antara para tamu terdapat para pembantunya dan rekannya yang
pandai ilmu silat, sehingga sebentar saja, Ci Kong, Lian Hong dan Kui Eng
sudah dikepung. Dan kini, melihat gerak-gerik Liem-kongcu, Song Kim dapat
melihat pula bahwa pemuda yang mengaku sebagai pemuda hartawan itu
adalah seorang wanita! Pantas begitu tampan dan halusnya! Apalagi ketika dia
melihat Lian Hong sudah mengeluarkan sebatang kipas, diapun dapat
menduga bahwa gadis itu tentulah murid San-tok!
Kui Eng juga sudah mencabut sebatang pedang yang tadinya
disembunyikan di balik bajunya yang mewah dan lebar panjang. Hanya Ci
Kong yang tidak biasa mempergunakan senjata, kini bersiap siaga dengan
kedua tangan kosong saja.
"Tangkap mata-mata, hidup atau mati!" bentak Lee Song Kim sambil
mencabut pedangnya. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Tiga orang muda itu lalu dikeroyok dan mereka pun mengamuk. Begitu
mereka bergerak, enam orang perajurit pengawal roboh! Tentu saja Song Kim
merasa kaget sekali dan dia makin yakin bahwa tiga orang ini adalah orangorang yang lihai, mungkin diutus oleh Empat Racun Dunia untuk melakukan
penyelidikan. Dan mengingat betapa dia sudah menceritakan rahasia dan
rencana pemerintah terhadap Empat Racun Dunia, dia menjadi semakin
gelisah. "Kepung, jangan biarkan mereka lolos!" katanya, dan diapun menerjang ke
arah Ci Kong. Murid Siauw-lim-pai itu mengelak.
"Jahanam busuk seperti engkau ini harus dilenyapkan dan dunia!" bentak
Ci Kong. Kini Song Kim tidak merasa ragu lagi. Inilah pemuda yang sudah dua kali
menolong dan membantu Kiki menghadapinya pertama kali di pantai, dan
kedua kalinya di hutan ketika dia menyerang Kiki di depan Ceng Hiang itu.
Maka marahlah dia dan pedangnya diputar dengan cepat, diapun menyerang
secara bertubi-tubi ke arah Ci Kong yang harus mempergunakan kelincahan
tubuhnya untuk mengelak dan balas menyerang.
Akan tetapi, betapapun lihainya tiga orang pendekar muda itu, kini
kepungan menjadi semakin ketat karena datangnya sejumlah pasukan
pembantu. Mereka bertiga kini dikepung oleh rekan-rekan Song Kim yang
merupakan jagoan-jagoan kota raja yang memiliki kepandaian yang cukup
tinggi, sehingga tidak semudah ketika merobohkan para perajurit tadi bagi tiga
orang pendekar itu. Mereka maklum bahwa kalau dilanjutkan, keadaan mereka
tentu akan terancam bahaya. Mereka berada di kota raja, dan kalau terus
menerus datang balatentara berupa pasukan-pasukan, dan jagoan-jagoan kota
raja, mereka akan terancam malapetaka.
"Mari kita pergi!" teriak Ci Kong kepada dua orang gadis itu.
Akan tetapi bicara mudah, tetapi melaksanakannya yang sukar, karena
kepungan para jagoan itu ketat sebali. Apalagi di luar kepungan para jagoan
itu masih terdapat kepungan pasukan yang berlapis-lapis!
Tiba-tiba terjadi keributan di luar kepungan, dan kepungan para pasukan
itu menjadi kacau-balau dan membuyar. Kiranya ada orang yang mengamuk di
sebelah luar kepungan dan membuyarkan kepungan ini. Melihat betapa
kepungan itu terbuka, Ci Kong, Lian Hong dan Kui Eng tidak mau menyianyiakannya. Itulah jalan keluar, dan mereka lalu menggerakkan kaki tangan
membuat para pengeroyok mundur, dan mereka lalu meloncat dan menerobos
kepungan yang sudah terbuka dan membuyar itu.
"Kejar! Tangkap mereka!" bentak Song Kim sambil mengejar.
Rekan-rekannya juga ikut mengejar, demikian pula para perajurit. Keadaan
menjadi kacau-balau. Para rerajurit lari ke sana-sini, bersimpang siur karena
mereka tentu saja tidak dapat mengejar tiga orang muda yang berloncatan
dengan cepatnya itu dan tidak tahu harus mengejar kemana. Yang dapat
mengejar dan tidak tertinggal terlalu jauh hanyalah Lee Song Kim dan beberapa
orang rekannya saja. Melihat betapa Lee Song Kim dan beberapa orang jagoan kota raja terus
mengejar, Ci Kong segera berkata kepada dua orang gadis itu.
"Kita harus berpencar, mengambil jalan masing-masing, dan kita laporkan
semua hasil penyelidikan kita kepada suhu masing-masing."
Dua orang gadis itu setuju, dan Lian Hong berkata.
"Biar aku mengambil jalan utara, enci Eng mengambil jalan timur, dan Ci
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Kong melalui pintu selatan. Selamat berpisah!"
Lian Hong lalu memutar tubuhnya utara, Kui Eng juga lari ke timur, dan Ci
Kong membalik ke arah selatan. Melihat betapa tiga orang itu berpencar, Song
Kim menjadi bingung. Akan tetapi dasar mata keranjang, dia berpikir bahwa
yang terpenting adalah menawan Kui Eng, maka diapun terus melakukan
pengejaran terhadap Kui Eng tanpa memperdulikan yang lain. Para rekannya
juga terpencar, ada yang mengejar ke utara, ada yang ke selatan. Akan tetapi
mereka itu merasa jerih terhadap orang yang mereka kejar, sehingga ketika
Lian Hong dan Ci Kong berhasil keluar dari pintu gerbang, mereka tidak
melanjutkan pengejaran mereka.
Demikian pula dengan Song Kim. Tak disangkanya bahwa Kui Eng dapat
berlari cepat sekali, meloncati pagar tembok yang amat tinggi dan keluar dari
kota raja. Dia merasa jerih karena khawatir kalau-kalau di luar tembok kota raja,
gadis itu mempunyai kawan-kawan yang lihai, sedangkan dia hanya seorang
diri saja. Maka dengan uring-uringan, dia kembali ke kota raja untuk
mempersiapkan pasukan besar, dan dengan pasukan ini dia akan melakukan
pengejaran dan pencarian.
Kui Eng berlari secepatnya dan malam yang gelap membantunya. Setelah
tiba di luar kota Tang-san, di tepi Kanal Besar yang menyambung aliran Sungai
Huang-ho dan Yangce-kiang di selatan, sampai ke Tang-san dekat kota raja,
malam sudah menjadi pagi. Ia merasa lega bahwa tidak nampak seorangpun
pengejar lagi dan iapun berhenti di tepi sungai kanal itu untuk beristirahat.
Matahari naik semakin tinggi di timur dan Kui Eng lalu bangkit dari
istirahatnya, bermaksud untuk meIanjutkan perjalanan. Karena tidak merasa


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perlu menyamar lagi, ia menanggalkan pakaian mewah yang hanya merupakan
pakaian sebelah luar saja, sedangkan di dalam adalah pakaiannya yang biasa
dan iapun melepaskan sanggulnya dan mengikat rambutnya dengan pita. Kini
ia berubah menjadi seorang gadis kang-ouw yang suka melakukan perjalanan
jauh seorang diri, berpakaian ringkas. Pakaian gadis kaya itu ia lemparkan ke
dalam air sungai, dan perhiasan-perhiasan emas permata yang tadinya
dipakainya, ia simpan ke dalam saku bajunya.
"Kau perempuan genit menjemukan!" Tiba-tiba terdengar ada orang
membentak. Kui Eng terkejut sekali, akan tetapi juga terheran-heran karena yang
membentak itu adalah seorang wanita. Ketika ia membalikkan tubuhnya,
ternyata di depannya telah berdiri seorang gadis yang sebaya dengannya,
cantik manis dan gagah, akan tetapi sinar matanya menunjukkan bahwa gadis
itu galak dan sedang marah. Tentu saja Kui Eng yang juga memiliki watak galak
dan keras hati itu, menjadi merah mukanya, ketika datang-datang, gadis yang
tak dikenalnya itu memakinya.
"Eh, eh, apakah engkau ini orang gila?" Ia membalas.
"Datang-datang memaki orang!"
Gadis itu bukan lain adalah Kiki! Malam tadi ia berada di antara kerumunan
penonton di luar pagar taman bunga Lee Song Kim. Melihat bekas suhengnya,
orang yang hampir saja memperkosanya, ia sudah marah sekali. Akan tetapi ia
tidak bodoh dan tidak mau dengan nekat menyerang di tempat itu. Dan hatinya
semakin mendongkol melihat sikap gadis cantik berpakaian mewah itu yang
jelas memikat Song Kim dengan gerak-geriknya, dan juga melihat betapa gadis
itu bersikap demikian akrab dan manis terhadap Ci Kong! Kenapa Ci Kong mau
bersahabat dengan gadis yang sudah lirak-lirik dan senyum-senyum terhadap
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Lee Song Kim itu" Ketika terjadi keributan, Kiki hanya melihat betapa Ci Kong menyerang lakilaki bermuka tikus itu dan kemudian timbul perkelahian di dalam taman. Ia
mengira bahwa tentu penyamaran Ci Kong ketahuan. Ia menjadi bingung.
Untuk meloncat dan membantu di dalam, amat berbahaya, akan tetapi tentu
saja ia tidak dapat membiarkan Ci Kong dikepung dan dikeroyok begitu saja
tanpa membantu. Maka, melihat kepungan yang ketat, ia lalu mengamuk di sebelah luar
kepungan, menyerang para perajurit pengawal yang mengepung sehingga
bagian itu buyar dan terbuka, kemudian ia sendiri cepat melarikan diri karena
berada terlalu lama di situ dapat membahayakan diriinya sendiri. Ia berlari
cepat dan menyelinap di antara rumah-rumah penduduk. Kemudian, dengan
gerakannya yang lincah, iapun lari keluar dan pintu gerbang sebelah timur.
Kiki tidak tahu bahwa Kui Eng juga melarikan diri melalui pintu sebelah
timur, maka ketika agak jauh dari pintu gerbang itu, ia melihat Kui Eng
berlarian, diam-diam ia membayangi dan jauh. Ia merasa heran dan terkejut
melihat betapa gadis yang berpakaian mewah dan bersikap genit itu dapat
berlari secepat itu. Rasa penasaran membuat ia membayangi terus.
Dan pada pagi hari itu, melihat Kui Eng membuang pakaiannya dan
berganti pakaian, Kiki muncul dan begitu muncul ia lalu memaki gadis itu
karena masih teringat olehnya betapa gadis yang kelihatannya suka kepada
Song Kim dan membalas rayuannya itu, juga agaknya mempergunakan
kecantikannya untuk merayu Ci Kong.
Kiki adalah seorang gadis yang berdarah panas, seperti juga Kui Eng.
Ketika mendengar Kui Eng memakinya gila, iapun marah sekali!
"Engkaulah yang gila, engkau gila laki-laki!" bentaknya, dan Kiki sudah
mencabut pedangnya. Kui Eng terkejut melihat gadis yang galak itu mencabut pedang, terkejut
dan juga merasa penasaran sekali. Gadis ini sungguh amat menghinanya,
mengatakan ia gila laki-laki! Kalau bukan gadis yang miring otaknya, tentu
seorang gadis yang menjadi mata-mata dari pemerintah dan sengaja mencari
perkara atau" ah, kini ia dapat menduganya. Agaknya gadis ini adalah pacar
dan Lee Song Kim yang merasa cemburu melihat ia bergaul dengan akrab
bersana perwira muda itu!
"Persetan! Kaukira aku takut melihat pedangmu yang seperti pisau dapur
itu?" bentaknya. "Makanlah pisau dapur ini!"
Kiki balas membentak dan ia pun menyerang dengan dahsayat sekali.
Pedangnya mengeluarkan mendengung, berubah menjadi kilatan sinar yang
menyilaukan mata, menyambar ke arah leher Kui Eng.
"Ihhh"!" Kui Eng terkejut bukan main, dan cepat ia melempar tubuh ke belakang dan
berjungkir balik beberapa kali untuk menyelamatkan diri, tidak disangkanya
sama sekali bahwa gadis galak itu memiliki ilmu pedang yang demikian hebat
dan berbahayanya. Maka iapun cepat mencabut pedangnya sendiri. Kiki
tersenyum mengejek. "Engkau jerih menghadapi pisau dapurku?"
"Tak perlu banyak cerewet, agaknya engkau sudah bosan hidup! Lihat
pedangku!" Kui Eng membentak marah dan iapun cepat memainkan Ilmu Tongkat Ciudikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan beng Hek-pang dengan pedangnya. Ilmu tongkat yang dimainkan dengan
pedang itu menjadi aneh sekali, dan Kiki yang diserang secara bertubi-tubi
dengan gaya yang aneh namun amat berbahaya itu, juga terkejut. Iapun sama
sekali tidak pernah menyangka bahwa gadis yang pandai berlari cepat itu,
ternyata juga amat lihai ilmu pedangnya, lihai dan aneh pula.
Kiki adalah seorang gadis yang amat cerdik. Begitu berkelahi selama
belasan jurus saja, tahulah ia bahwa lawannya ini benar-benar amat lihai dan
memiliki tingkat kepandaian yang tidak berada di bawah tingkatnya sendiri!
Sayang bahwa ia belum sempat melatih ilmu barunya Hui-thian Yan-cu, dan
agaknya kalau ia menandingi lawan ini dengan ilmu-ilmu dari ayahnya, biarpun
belum tentu ia kalah, namun takkan mudah ia memperoleh kemenangan. Gadis
lawannya ini memiliki ilmu pedang yang aneh dan cepat, juga memiliki tenaga
sinkang yang sama sekali tak boleh dipandang ringan.
Kiki lalu menggunakan akal, dan ketika Kui Eng menyerang dengan tusukan
cepat sehingga pedangnya menjadi sinar menyambar, ia sengaja meloncat ke
kanan agak jauh sehingga ia terpeleset dan jatuh ke bawah! Akan tetapi ia
jatuh berdiri di dalam air di tepi sungai kanal itu. Air hanya menjilat sampai ke
lututnya. Melihat Kui Eng menjenguk dan atas, ia tersenyum mengejek.
"Perempuan genit, beranikah engkau turun kesini dan melawanku di sini!"
tantangnya. Kui Eng merasa mendapat angin. Ia telah berhasil membuat lawannya
terjatuh ke bawah, dan biarpun lawan itu belum terluka, sedikitnya hal itu
menunjukkan bahwa ia berhasil mendesaknya. Mendengar tantangan itu, tentu
saja ia menjadi marah. "Kenapa tidak berani" Sampai ke api nerakapun untuk melawanmu, aku
tidak akan takut!" bentaknya sambil meloncat turun dan memutar pedangnya.
Kiki menyambut sambil tersenyum.
"Bersiaplah untuk minta ampun setelah kau kubenamkan ke dalam air!"
Sambil berkata demikian, ia terus saja menyerang dan ternyata gerakannya
luar biasa gesitnya, padahal mereka berkelahi dengan tubuh terendam air
sampai setinggi lutut. Kui Eng cepat menangkis dan diam-diam gadis ini terkejut sekali. Kenapa
setelah berada di air, lawannya menjadi semakin ganas dan gesit" Ia sama
sekali tidak tahu bahwa lawannya adalah puteri Hai-tok (Racun Lautan) yang
sejak kecil sudah biasa berkecimpung di dalam air! Gadis ini memang
mempunyai ilmu di dalam air yang istimewa! Ia Iebih berbahaya kalau berada
di air dari pada di darat!
Karena gerakan kakinya terganggu oleh air, tidak seperti Kiki yang enak
saja berloncatan di air, Kui Eng segera terdesak hebat. Juga air yang berombak
itu membuat Kui Eng menjadi gugup.
"Heh-heh" sebentar lagi engkau akan kupaksa bertiarap di dalam air!"
Kiki mengancam dan mengejek.
Pada saat yang gawat bagi Kui Eng itu, tiba-tiba muncul Ci Kong di tepi
sungai kanal. "Heiiii... tahan dulu. Hentikanlah perkelahian itu, kalian adalah temanteman sendiri....!" teriak Ci Kong sambil mengangkat kedua lengannya ke atas
dan lari menghampiri dua orang gadis yang berkelahi mati-matian itu.
Melihat munculnya Ci Kong, dua orang gadis itu menahan pedang mereka
dan menoleh, memandang kepada Ci Kong dengan alis berkerut.
"Huh! Teman sendiri"Aku tidak merasa mempunyai teman seperti ini!"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Kata Kiki marah. "Akupun tidak mempunyai teman yang miring otaknya ini!!"
Kui Eng balas memaki. "Sabarlah, tenanglah. Dan kalian naiklah ke sini, nanti aku yang akan
memberi keterangan yang jelas!"
Dua gadis itu berloncatan naik, akan tetapi masih memegang pedang
masing-masing, karena kalau keterangan Ci Kong tidak memuaskan, mereka
akan melanjutkan perkelahian yang belum ada ketentuannya siapa menang
siapa kalah itu. Ci Kong memandang kepada mereka dan tersenyum. Tentu saja dia
mengenal watak kedua orang gadis ini. Watak yang galak dan lincah, ganas
kalau sudah marah, namun keduanya memiliki kegagahan seperti pendekar
wanita, walaupun keduanya adalah puteri dan murid datuk-datuk sesat!
"Kenapa kau senyum-senyum, Ci Kong!"
Kui Ehg membentak, masih marah sekali karena tadi hampir saja ia celaka
karena dipancing dengan perkelahian di air.
"Awas, Ci Kong, kalau engkau berat sebelah, aku takkan sudi mendengar
penjelasanmu, dan kau boleh membantunya untuk mengeroyokku, aku tidak
takut! "Huh! Siapa akan mengeroyok" Kaukira aku takut kepadamu?"
Kui Eng membentak marah. "Aihh tenanglah, dan dinginkan dulu kepala kalian. Hati boleh panas akan
tetapi kepala harus dingin. Sekarang aku akan bertanya lebih dulu kepadamu,
Kui Eng. Kenapa engkau sampai berkelahi dengannya?"
"Ia yang mulai! Aku melarikan diri sampai ke sini dan beristirahat. Eh... ia
tahu-tahu muncul dan memaki-makiku. Siapa tidak menjadi marah! Bahkan ia
menantangku, tentu saja kulayani!" kata Kui Eng dengan suara lantang penuh
kemarahan. Ci Kong kini menghadapi Kiki.
"Dan bagaimana dengan engkau, Kiki" Benarkah apa yang dikatakan Kui
Eng tadi" Dan mengapa pula engkau datang-datang memaki-maki padanya
dan menantang berkelahi?"
Kiki cemberut. "Semalam aku melihat gadis ini memikat hati Lee Song Kim. Tentu ia
pacarnya! Ketika engkau membuat ribut di taman itu dan terkepung, aku
mengacau dari luar sehingga kepungan membuyar dan engkau dapat
melarikan diri. Aku sudah berada di luar kota raja ketika aku melihat gadis ini
berlari-larian. Aku yakin ia melakukan pengejaran terhadap dirimu, gadis ini
tentu pacar Lee Song Kim. Maka aku lalu memaki dan menantangnya!"
Kiki tentu saja tidak mau menceritakan bahwa sikap Kui Eng terhadap Ci
Kong dalam taman itu yang akrab, dan memberikan sayur dan daging dalam
mangkuk yang membuat ia merasa cemburu dan marah!
Mendengar keterangan dua orang gadis itu, Ci Kong tertawa.
"Ha-ha, kiranya hanya karena salah paham saja, dan salah sangka ini
timbul darimu, Kiki. Ketahuilah bahwa ia ini adalah Kui Eng, murid tunggal dari
Tee-tok locianpwe! Dan Kui Eng, ia adalah Tang Ki, puteri tunggal dari
locianpwe Hai-tok. Ayah dan guru kalian bekerja sama sebagai sahabat dalam
satu perjuangan, dan kalian saling hantam sendiri. Bagaimana ini" Kiki, engkau
salah sangka dan sepatutnya kalau engkau mengaku salah dan mina maaf."
Akan tetapi Kiki mengerutkan alisnya, biarpun ia terkejut juga mendengar
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan bahwa lawannya itu adalah murid tunggal Tee-tok!
"Akan tetapi, ia" ia kulihat begitu akrab dengan Song Kim, musuh kita!"
"Tentu saja! Ketahuilah bahwa kami bertiga, aku, Kui Eng, dan Lian Hong,
bertugas melakukan penyelidikan ke kota raja. Kui Eng ini menyamar sebagai
seorang gadis kaya raya, Lian Hong menyamar sebagai kakaknya, dan aku
sendiri menyamar sebagai pelayan mereka. Kami bertemu dengan Song Kim
dan melihat dia tertarik kepada Kui Eng, maka kami pergunakan kelemahannya
untuk mengorek rahasia pemerintah. Dan kami berhasil, sampai-sampai bekas
suhengmu yang laknat itu benar-benair jatuh cinta kepada Kui Eng dan
melamarnya! Kami bertiga memberontak dan melarikan diri berkat bantuanmu
dari luar yang tidak kami ketahui. Sikap Kui Eng terhadap Song Kim itu adalah
sandiwara." "Ohhh"!" Kiki sadar akan kekeliruannya dan memandang kepada Kui Eng yang juga
memandang kepadanya, dan keduanya tersenyum.
"Ayah dan guru kalian sedang bekerja sama demi penjuangan menghadapi
pemerintah penjajah, akan tetapi kalian di sini saling hantam, berkelahi matimatian. Padahal, dalam keadaan seperti ini, kita harus menggalang persatuan.
Kalau kita berkelahi sendiri karena urusan sepele, tentu akan melemahkan
kekuatan kita. Apalagi di antara kalian hanya terjadi salah paham saja, bahkan
andaikata ada urusan yang sungguh-sungguh sekalipun, kepentingan pribadi
harus dikesampingkan dulu demi perjuangan dan persatuan."
"Kalau begitu, aku yang bersalah kepadamu, enci Ciu Kui Eng. Aku minta
Maaf?" kata Kiki dengan jujur.
Kui Eng merangkulnya. "Sudahlah, adik Kiki. Itu hanya merupakan kesalahpahaman saja, dan tidak
aneh kalau engkau benci kepadaku karena mengira bahwa aku adalah kaki
tangan Lee Song Kim."
"Nah, begitu baru benar?" kata Ci Kong dengan hati lega.
Kalau dua orang gadis ini sampai bermusuhan, tentu akibatnya hebat,
bukan hanya mereka yang tersangkut, bahkan mungkin ayah dan guru mereka
akan terlibat. Dia teringat akan sikapnya seperti orang yang cemburu ketika
masih menyamar sebagai pengawal, maka diapun berkata kepada Kui Eng
dalam kesempatan itu. "Kui Eng, pengalaman kita menyamar itu amat berat terasa olehku. Melihat
betapa Song Kim yang pernah berlaku keji terhadap Kiki, mengingat akan
kekejamannya dan kejahatannya, dan dia mendekatimu, sungguh membuat
aku kadang-dang hampir tak dapat menahan kemarahan hatiku. Maka, kuharap
engkau tidak marah dan berkecil hati kalau pada walau itu aku kadang-kadang
seperti orang marah-marah, Kui Eng."
Kui Eng tersenyum. "Dan kau maafkan aku yang selalu menggodamu sebagai seorang pelayan
kami." Kiki yang mendengarkan percakapan itu, diam-diam merasa lega, karena ia
tahu bahwa keakraban yang diperlihatkan Kui Eng ketika memberikan
makanan itu hanyalah kenakalan gadis itu saja yang hendak menggoda Ci
Kong. Iapun merasa heran sekali terhadap dirinya sendiri. Kenapa ia merasa
tidak enak dan iri melihat Ci Kong akrab dengan gadis lain" Apakah yang telah
terjadi di dalam hatinya terhadap pemuda ini"
"Sekarang, sebaiknya kita mengambil jalan masing-masing. Kui Eng,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan engkau tentu akan secepat mungkin menyusul gurumu untuk mengabarkan
apa yang telah kita alami, dan kurasa Lian Hong juga demikian. Dan engkau,
Kiki, sebenarnya engkau hendak kemanakah?"
"Aku baru saja pulang ke Pulau Naga, dan ternyata pulau itu telah diserbu
oleh pasukan pemerintah, ayah sudah pergi entah kemana."
"Kami tahu akan penyerbuan itu, kami mendengar dari Lee Song Kim yang
membuka semua rahasia pemerintah kepada Kui Eng" kata Ci Kong.
"Dan ayahmu bersama guru Lian Hong, San-tok locianpwe, dan guru Kui
Erig, Tee-tok Iocianpwe, sedang pergi untuk mencari harta karun."
"Ah, kalau ayahku pergi bersama guru enci Eng, biarlah aku ikut bersama
enci Eng saja untuk meriyusul ayah." kata Kiki.
Kui Eng menyambutnya dengan gembira.
"Memang sebaiknya demikian sehingga kalau para orang tua itu


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membutuhkan bantuan, kami dapat segera membantu," kata Kui Eng.
"Baiklah, aku sendiri akan kembali ke Siauw-lim-si, melapor kepada para
suhu dan menanti sampai kakek guru Siauw-bin-hud keluar dari ruangan
pertapaannya." Mereka lalu berpisah, Kui Eng pergi bersama Kiki, dan Ci Kong pergi
seorang diri. Pemuda ini masih tersenyum-senyum kalau membayangkan
betapa dua orang gadis itu yang sekarang menjadi sahabat akrab, tadi saling
serang mati-matian. Diam-diam diapun memuji kecerdikan Kiki yang
memancing Kui Eng berkelahi di air. Kalau dilanjutkan perkelahian ini, banyak
kemungkinan Kui Eng akan kalah, karena dia tahu bahwa Kiki adalah seorang
yang ahli bermain di air.
Dan dalam perjalanan seorang diri ini, Ci Kong membanding-bandingkan
para gadis yang pernah dikenalnya dan yang kesemuanya menarik hatinya.
Mulai Lian Hong, lalu Kui Eng, Kiki, dan Ceng Hiang. Mereka semua memiliki
kepribadian yang amat menarik dan memiliki ciri khas masing-masing yang
mengagumkan. Lian Hong seorang gadis sederhana, pendiam namun cerdik
dan gagah. Matanya yang lebar itu merupakan suatu keindahan tersendiri yang
khas. Kui Eng amat manis, dengan mata yang tajam, sikap yang manja dan
galak, akan tetapi gagah perkasa dan mulutnya yang merupakan keindahan
dengan memiliki daya tarik yang luar biasa. Lincah dan garang, namun gagah.
Kiki nakal dan manja, juga lucu dan galak, akan tetapi di balik kegalakannya
itu, hatinya lembut sekali. Tahi lalat di pipinya membuat dia nampak semakin
jelita. Kemudian Ceng Hiang. Betapa cantik jelitanya puteri pangeran itu!
Paling cantik di antara mereka semua. Begitu anggun, cantik dan agung. Lebih
lagi, ia murid keturunan keluarga Pulau Es. Sungguh mengagumkan sekali. Dan
keempatnya adalah gadis-gadis perkasa yang berjiwa pendekar, bahkan juga
menentang kelaliman. Mereka bagaikan batu-batu kemala yang sudah
tergosok dan kemilauan, mempunyai daya tarik yang khas, dan masing-masing
merupakan seorang gadis yang istimewa sehingga akan sukarlah kiranya kalau
dia disuruh memilih siapa di aritara mereka yang paling menarik hatinya.
"Uuhh, engkau ini siapa berani menilai-nilai anak gadis orang?"
Ci Kong tersadar dan mencela diri sendiri. Belum tentu ada di antara
mereka yang sudi padamu! Ia teringat akan keadaan diri sendiri yang sebatang
kara, miskin dan tempat tinggalpun tidak punya. Dalam keadaan seperti itu,
bagaimana dia berani memikirkan diri seorang gadis" Tak tahu diri, makinya
kepada diri sendiri, dan diapun melanjutkan perjalanan dengan lesu.
-------dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Tidak salah lagi, inilah gambar kuil Siauw-lim-si!" kata Tee-tok setelah
Sam-tok memperlihatkan gambar pela itu.
"Lihat, bukankah gambar di kiri ini adalah tebing dimana terdapat guhaguha besar itu?"
"Benar, akupun teringat sekarang," kata Hai-tok.
"Aku pernah ke sana melalui daerah di utara ini, yang dilukiskan penuh
dengan hutan dan banyak terdapat jurang yang curam di situ!"
Sam-tok mengangguk-angguk.
"Cocok dengan dugaanku. Harta pusaka itu tersimpan di wilayah Siauwlim-si, sungguh aneh sekali! Akan tetapi sungguh kebetulan, karena dengan
demikian, tentu akan lebih mudah lagi untuk menemukannya, dengan bantuan
Siauw-bin-hud." Dengan penuh harapan, tiga orang kakek sakti ini segera menuju ke Siauwlim-si. Akan tetapi, kedatangan mereka itu disambut dengan alis berkerut oleh
para pimpinan Siauw-lim-si. Thian He Hwesio, ketua Siauw-lim-si, maklum
bahwa tiga orang diantara Empat Racun Dunia ini sekarang bersatu atau
bekerja sama dengan paman gurunya, Siauw-bin-hud. Mereka kini menjadi
pimpinan pemberontak yang melakukan perjuangan menentang pemerintah
penjajah. Dia sendiri bersikap agak lunak walaupun di dalam hatinya, tentu
saja hwesio ini tidak suka kepada tokoh-tokoh sesat itu. Akan tetapi tiga orang
sutenya yang menjadi pembantu pembantunya, rata-rata bersikap keras dan
secara berterang memperlihatkan sikap tidak senang kepada tiga orang kakek
itu. Melihat sikap liga orang sutenya, Thian He Hwesio diam saja tidak banyak
cakap ketika menyambut tiga orang kakek itu. Mereka berempat itu
menyambut di luar kuil di halaman depan yang luas. Ketika tiga orang kakek
tadi muncul, para murid Siauw-lim-pai bergegas melapor ke dalam, dan empat
orang pimpinan itupun segera keluar menyambut karena khawatir bahwa
kedatangan para datuk sesat itu akan membuat keributan.
"Keperluan apakah yang mendorong sam-wi (kalian bertiga) untuk datang
mengunjungi kuil kami yang butut ini?" demikian Thian He Hwesio menyambut
mereka dengan ucapan dan sikap serius.
San-tok yang mewakili teman-temannya segera menjawab sambil
tersenyum ramah. "Kami bertiga datang untuk bertemu dengan Siauw-bin-hud, karena kami
ingin membicarakan hal yang amat penting dengan dia mengenai urusan
perjuangan." "Omitohud" kedatangan sam-wi sungguh tidak kebetulan sekali."
Kata Thian He Hwesio dengan sikap biasa, walaupun seperti tiga orang
pembantunya, dia juga merasa tidak enak melihat sikap tiga orang itu yang
sama sekali tidak menghormati nama paman guru mereka, Siauw-bin-hud,
seolah-olah kakek sakti dan Siauw-lim-pai itu seorang sahabat mereka saja!
"Susiok Siauw-bin-hud kini sedang bertapa dan sama sekali tidak boleh
diganggu oleh siapapun juga atau urusan apapun juga."
Tiga orang datuk sesat itu terkejut dan saling pandang, kemudian San-tok
berkata. "Akan tetapi kedatangan kami ini penting sekali, mengenai harta karun
yang kami cari bersama Siauw-bin-hud untuk membiayai perjuangan! Kami
sudah menemukan rahasia itu, dan kami ingin berunding dengan Siauw-binhud mengenai pengambilan harta karun itu!"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Para pimpinan Siauw-lim-pai adalah hwesio-hwe-sio yang beribadat, yang
selalu mencari jalan bersih. Oleh karena itu, tentu saja meteka tidak suka
berdekatan, apalagi bekerja sama dengan golongan sesat, terutama sekali
dengan datuk-datuk sesat seperti Empat Racun Dunia. Bahkan mereka
menganggap sebagai tugas mereka untuk menentang dan kalau mungkin
membasmi golongan sesat untuk menyelamatkan manusia dari ancaman
mereka. Maka biarpun dengan dalih perjuangan, tetap saja mereka tidak setuju
kalau harus bekerja sama dengan orang-otang macam Empat Racun Dunia.
"Kalian bertiga sudah mendengar apa yang dikatakan toa-suheng sebagai
ketua Siauw-lim-pai" tiba-tiba Thian Khi Hwesio berkata dengan sinar mata
tajam. "Susiok sedang bertapa dan tidak boleh diganggu, dan kami harap sam-wi
tidak memaksa. Kembalilah saja kalau susiok sudah keluar dari pertapaannya!"
"Tapi, Siauw-bin-hud sendiri yang mengajak kami bekerja sama dalam
perjuangan! Dan urusan harta karun ini penting sekali untuk perjuangan. Untuk
urusan ini, sewaktu-waktu tentu Siauw-bin-hud akan menerima kami, dan
kalian, hwesio-hwesio Siauw-lim-si, tidak berhak melarang kami!"
San-tok mendesak. Kini Thian Khi Hwesio melangkah ke depan.
"Sudah kami katakan, kalian tidak boleh memaksa!"
"Aku ingin bicara dengan ketua Siauw-lim-pai!"
San-tok menuding ke arah Thian He Hwesio.
"Hemm, pinceng yang bertugas mengenai urusan luar, dan suheng Thian
Tek Hwesio ini yang menjadi kepala rumah tangga. Kami berdua yang berhak
untuk berurusan dengan para tamu dari luar!" kata pula Thian Khi Hwesio, dan
kini Thian Tek Hwesio yang pendek kecil juga sudah melangkah maju.
San-tok menjadi penasaran sekali.
"Hei" hwesio-hwesio lancang! Siauw-bin-hud sendiri sudah menerima
kami sebagai teman-teman seperjuangan, akan tetapi mengapa kalian tidak
dapat menerima kami sebagai sahabat?"
"Urusan Susiok Siauw-bin-hud dengan kalian adalah urusan pribadi susiok,
sama sekali bukan utusan Siauw-lim-pai. Kalau susiok ada, maka sama sekali
tidak berhak mencampuri!"
"Hemmm, sungguh tinggi hati!"
Kini Hai-tok juga ikut bicara, suaranya mengandung kemarahan.
"Hei, hwesio-hwesio Siauw-lim-pai! Biarpun golongan kami berbeda
dengan golongan kalian, akan tetapi sudah kami sepakati dengan Siauw-binhud bahkan untuk urusan perjuangan, kita bekerja sama! Apakah kalian
hwesio-hwesio Siauw-lim-pai tidak merestui perjuangan menentang
pemerintah penjajah?"
"Urusan perjuangan kami adalah urusan kami sendiri, tidak ada sarigkutpautnya dengan kalian," jawab Thian Khi Hwesio angkuh.
"Kalian datang untuk berurusan dengan susiok Siauw-bin-hud, dan beliau
sedang bertapa. Apalagi yang harus diributkan" Kalian kembali saja kalau
beliau sudah keluar, bukankah jawaban dan sambutan kami ini sudah tepat
dan adil?" "Wah-wah, agaknya kalian hwesio-hwesio Siauw-lim-pai ini tidak tahu
akan pentingnya urusan. Dengarlah! Kami bersama Siauw-bin-hud sudah
sepakat untuk bekerja sama dan mendapatkan harta karun yang menjadi
rahasia Giok-liong-kiam. Harta karun itu akan kami pergunakan untuk biaya
perjuangan. Dan sekarang, kami telah mengetahui rahasianya dan tempat
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan harta karun itu berada di sekitar pegunungan ini! Nah, bukankah itu penting
sekali untuk dilaporkan kepada Siauw-bin-hud?"
Diam-diam empat orang pimpinan Siauw-lim-pai itu terkejut mendengar ini.
Harta karun dari Giok-liong-kiam yang diperebutkan oleh seluruh orang kangouw itu berada di sekitar pegunungan mereka" Akan tetapi, mereka tentu saja
bukan orang-orang yang masih mengejar harta, apalagi kalau harta karun itu
dicari untuk dipergunakan sebagai biaya perjuangan, mereka sama sekali tidak
ingin menghalangi. Akan tetapi, karena yang hendak mencari adalah datukdatuk sesat sedangkan Siauw-bin-hud masih bertapa, merekapun tidak rela
membiarkan para datuk sesat itu untuk berkeliaran di daerah atau wilayah
kekuasaaan Siauw-lim-pai.
"Betapapun penting, namun urusan itu adalah urusan susiok pribadi dan
tidak ada sangkut-pautnya dengan Siauw-lim-pai. Oleh kareria itu, tetap saja
kami minta agar sam-wi kembali saja kelak kalau su-siok sudah keluar dan
berkenan menerima tamu" kata Thian Khi Hwesio dengan suara tegas, dan tiga
orang hwesio tua yang lain mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju.
"San-tok, kenapa mesti ladeni hwesio-hwesio yang cerewet seperti neneknenek ini?" Tiba-tiba Tee-tok berseru kehabisan sabar.
"Kita tinggalkan saja mereka dan Siauw-bin-hud, dan mari kita cari sendiri
harta itu, habis perkara!"
"Nanti dulu!" Thian Tek Hwesio yang bertubuh pendek kecil berseru.
"Pegunungan ini termasuk wilayah kekuasaan kami, dan kalian tidak boleh
sembarangan saja melanggarnya dan membikin kacau tanpa seijin kami. Dan
sebelum susiok keluar dari pertapaannya, kami tidak mengijinkan siapapun
juga mengganggu ketenteraman wilayah kami!"
Hai-tok marah sekali. "Eh, hwesio-hwesio cerewet! Sejak kapan kalian menguasai gunung" Yang
menjadi milik kalian adalah bangunan kuil dan pekarangannya, bukan seluruh
pegunungan ini!" "Pinceng tetap melarang!" bentak Thian Tek Hwesio, yang dibenarkan oleh
Thian Kong Hwesio. "Dan kami tetap akan mencari di sekitar sini!"
Hai-tok juga membentak dan kedua pihak sudah saling melotot.
"Omitohud...! Harap kalian jangan bersikeras!" tiba-tiba Thian He Hwesio
berkata kepada tiga orang sutenya.
"Asalkan mereka itu tidak mengganggu ketenteraman kuil kita, kalau
mereka mau mencari di pegunungan ini, apa salahnya?"
"Toa-suheng" kalau kita membiarkan saja datuk-datuk sesat berkeliaran
di sini dan berbuat sesuka hati mereka, lalu apa akan kata dunia kang-ouw"
Kita akan ditertawakan" dan dalam waktu singkat, semua golongan sesat
akan datang berkeliaran di daerah kita tanpa minta perkenan kita terlebih
dahulu." "Siancai, pinceng harap para sute akan menahan kesabaran diri," kata pula
Thian He Hwesio. "Kita harus dapat membeda-bedakan orang. Bagaimanapun juga, kita
mengetahui bahwa memang ada hubungan antara susiok dengan ketiga tamu
ini. Asalkan mereka tidak mengganggu kuil dan tidak memasuki pagar tembok
yang mengelilingi tempat kediaman kita, biarkanlah mereka mencari apa yang
mereka namakan harta karun itu."
Karena ketua Siauw-lim-pai sendiri yang berkata demikian, maka biarpun
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan dengan muka muram dan tidak senang, Thian Tek Hwesio, Thian Kong Hwesio
dan Thian Khi Hwesio tidak berani membantah lagi.
San-tok, Tee-tok dan Hai-tok juga tidak memperdulikan mereka lagi. Tanpa
pamit, mereka yang juga merasa mendongkol karena tidak dapat berjumpa
dengan Siauw-bin-hud, keluar dan pekarangan itu.
Pintu gerbang depan segera ditutup oleh para hwesio setelah mereka
keluar, seolah-olah menjadi tanda bahwa setelah keluar, mereka sama sekali
tidak diperkenankan untuk masuk lagi.
San-tok yang memimpin dua orang temannya, lalu mulai mencari-cari. Akan
tetapi belum lama mereka berkeliaran di lereng pegunungan itu, tiba-tiba
muncul tiga orang hwesio yang bukan lain adalah Thian Kong Hwesio, Thian
Tek Hwesio dan Thian Khi Hwesio! Melihat tiga orang hwesio pembantu ketua
Siauw-lim-pai yang tadi memperlihatkan sikap tidak setuju akan niat mereka
untuk mencari harta pusaka di daerah itu, San-tok, Tee-tok dan Hai-tok
memandang dengan marah. "Mau apa agi kalian bertiga datang menemui kami?"
San-tok berkata dengan sikap marah, karena dia dapat menduga bahwa
tiga orang hwesio ini tentu datang bukan dengan maksud baik terhadap
mereka. "Kami datang untuk menyatakan bahwa kami merasa penasaran dan tidak
setuju melihat kalian berkeliaran disini melanggar wilayah kami," kata Thian
Khi Hwesio. "Eh" Kalian mau apa" Bukankah tadi ketua Siauw-lim-pai telah memberi
persetujuan kepada kami?" bentak San-tok.
"Kalian jelas melanggar wilayah kami, akan tetapi karena toa-suheng yang
menjadi ketua Siauw-lim-pai sudah memberikan persetujuan, kamipun tidak
akan mengingkarinya. Akan tetapi hendaknya kalian bertiga mengetahui
bahwa kami di Siauw-lim-pai mempunyai peraturan-peraturan! Satu di
antaranya adalah bahwa siapapun yang hendak memaksakan kehendaknya
melanggar peraturan Siauw-lim-pai, harus dapat mengalahkan kami lebih
dulu." "Keparat! Kalian menantang kami?" bentak San-tok.
"Bukan menantang. Akan tetapi, kita semua semenjak kecil berkecimpung
dalam dunia persilatan. Namun kami lebih suka mempergunakan perundingan
dan jalan damai. Akan tetapi kalau perundingan dan jalan damai itu tidak dapat
tercapai, terpaksa kami mempergunakan ilmu silat untuk menentukan. Nah.
Sekarangpun menghadapi kalian, kami menemui jalan buntu dan hanya ilmu
silat yang akan menentukah siapa di antara kita yang harus mengalah."
"Maksudmu bagaimana, Hwesio?" bentak San-tok yang mewakili dua
orang temannya. "Mengingat bahwa kalian datang bertiga, kami pun datang bertiga. Mari
kita tentukan siapa yang lebih kuat di antara kita. Kalau kalian dapat
mengalahkan kami... kami akan mengalah dan membiarkan kalian berkeliaran
di wilayah kami tanpa kami ganggu. Akan tetapi kalau kami dapat
mengalahkah kalian, kami harap kalian pergi dan sini dan jangan mengganggu
kami lagi." Tiga orang datuk sesat itu memang memiliki watak aneh dan suka sekali
berkelahi. Kini, menghadap tantangan tiga orang hwesio itu, timbul
kegembiraan hati mereka untuk menguji. Mereka tahu bahwa sebagai
pimpinan Siauw-lim-pai, tentu tiga orang itu memiliki ilmu silat yang lihai
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan sekali. Akan tetapi mereka tidak takut, sebaliknya malah merasa gembira
karena semakin tangguh pihak lawan, semakin menggembirakan.
"Baik" mari kita mulai saja!"
Hai-tok sudah membentak, dan kakek yang tinggi besar, mukanya merah
dan bersikap gagah perkasa ini, sudah melangkah maju.
"Kita mau keroyokan tiga lawan tiga, ataukah satu lawan satu?"
Melihat Hai-tok yang bertubuh tinggi besar, Thian Kong Hwesio yang juga
berperawakan tinggi besar sudah melangkah maju menghadapinya.


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak perlu?" katanya.
"Kita bertanding satu lawan satu, dan karena jumlah kita masing-masing
bertiga, maka tentu akan ada ketentuan siapa kalah siapa menang."
"Bagus!" kata Hai-tok.
"Yang menang dua kali berarti menang. Nah, majulah, kita buka
pertandingan ini!" Berkata demikian, Hai-tok sudah mengeluarkan tongkat emasnya, lalu
berkata. "Kita bertangan kosong ataukah menggunakan senjata?"
Sikap ini dinilai gagah oleh lawannya. Thian Kong Hwesio, sebagai seorang
tokoh Siauw-lim-pai, adatah seorang ahli ilmu silat tangan kosong, maka
diapun cepat menjawab. "KaIian adalah orang-orang yang memiliki hubungan dengan susiok Siauwbin-hud, dan kami menantang kalian bukan karena permusuhan, melainkan
karena hendak menegakkan peraturan Siauw-lin-pai. Kita hanya mengadu ilmu,
bukan mengadu nyawa, jadi sebaiknya tanpa senjata!"
"Ha-ha, dengan atau tanpa senjata, bagiku sama saja!" kata Hai-tok.
Dan sekali menggerakkan tongkatnya, tongkat itupun meluncur ke samping
dan menancap sampai menembus sebatang pohon yang besarnya dua kalimanusia. Melihat tenaga sambitan yang hebat ini, diam-diam Thian Khi Hwesio
merasa kagum dan tahulah bahwa lawannya adalah seorang yang memiliki
tenaga kuat. "Nanti dulu!" tiba-tiba Thian Tek Hwesio yang pendek kecil berkata.
Thian Tek Hwesio adalah orang terdekat dengan ketua Siauw-lim-pai dan
sebagai kepala rumah tangga, tentu saja dia merupakan orang pertama yang
bertanggung jawab terhadap pertandingan itu.
"Karena kita tidak saling bermusuhan, maka pertandingan ini harus
dibatasi. Masing-masing tigapuluh jurus saja, dan selama tigapuluh jurus,
masing-masing tentu tahu siapa yang lebih kuat, asalkan mau jujur."
"Ha-ha-ha! Tigapuluh jurus sudah cukup bagiku," kata Hai-tok.
Dua orang kakek bertubuh tinggi besar itu sudah saling berhadapan dan
memasang kuda-kuda masing-masing. Empat orang kakek yang lain menjadi
penonton dan juga mencurahkan perhatian, karena merekapun dapat menjadi
penilai yang baik untuk melihat siapa di antara kedua orang itu yang akan
muncul sebagai pemenang. Bagi mereka yang sudah memilih tingkat
kepandaian tinggi, menang kalahnya seseorang dalam pertandingan dapat
mereka nilai dengan melihat jalannya pertandingan, walaupun belum ada yang
roboh. "Lihat serangan!"
Hai-tok tanpa sungkan-sungkan lagi lalu membuka serangan, dan begitu
menyerang, dia sudah memainkan ilmu silatnya yang paling diandalkan, yaitu
Thai-lek Kim-kong-jiu! Hebat dan dahsyat sekali pukulannya ketika dia
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan membuka serangan. Pukulan tangannya mendatangkan angin yang
menyambar kuat, dan bahkan terdengar suara berdesing ketika tangan yang
terbuka dan lebar itu meluncur ke arah dada lawan.
Thian Kong Hwesio maklum akan kehebatan lawan, maka diapun cepat
mengelak dan balas menyerang. Terjadilah serang-menyerang dan keduanya
ternyata mempergunakan tenaga sinkang yang amat kuat sehingga angin
menyambar-nyambar dan suara pukulan berdesingan. Keduanya sama-sama
bersikap hati-hati dan selalu mengelak sehingga lewat dua puluh jurus, belum
juga ada di antara mereka yang mengadu tenaga! Gerakan mereka begitu
mantap sehingga semua pukulan dapat dielakkan dengan geseran-geseran
dan langkah-langkah kaki yang tegap dan tepat.
Mereka berdua maklum bahwa karena semua serangan masing-masing
tidak pernah menemui sasaran, maka biarpun sudah hampir mencapai
tigapuluh jurus, di antara mereka belum ada yang nampak mendesak atau
terdesak. Maka, tepat pada jurus ke tiga puluh, keduanya sengaja hendak
mengadu tenaga. "Haiiiitttt"!"
Hai-tok Tang Kok Bu mengeluarkan suara melengking, dan kedua
tangannya yang terbuka melakukan pukulan mendorong dengan pengerahan
tenaga sinkang dari Thai lek Kim-kong-jiu! Thian Kong Hwesio juga ingin
mengambil penentuan kalah menang, maka diapun mengeluarkan teriakan
panjang. "Hiaaatttt"!"
Dan kedua tangannya juga mendorong ke depan menyambut kedua tangan
lawan. "Bressss"!!"
Dua tenaga yang dahsyat melalui dua pasang tangan itu, bertemu di udara
dan akibatnya, dua orang kakek tinggi besar itu terdorong mundur, masingmasing sampai lima langkah dan mereka berdua saling pandang dengan mata
terbelalak dan muka sedikit pucat.
"Omitohud, engkau kuat sekali, Hai-tok!" kata Thian Kong Hwesio dan
diapun menjatuhkan diri bersila dan memejamkan mata.
"Ahh, engkaupun tidak kalah kuat, Thian Kong Hwesio!"
Hai-tok berkata sejujurnya dan diapun harus cepat bersila untuk
menghimpun hawa mumi agar jangan sampai menderita luka dalam yang
parah akibat benturan tenaga raksasa tadi. Empat orang kakek yang lain dapat
menilai bahwa dua orang kakek tinggi besar itu sama kuat dalam pertandingan
tadi. Thian Tek Hwesio lalu melangkah maju disambut oleh Tee-tok. Memang
lucu pertandingan itu. Kalau tadi Thian Kong Hwesio yang tinggi besar
ditandingi oleh Hai-tok yang juga bertubuh tinggi besar, maka kini Thian Tek
Hwesio yang kecil pendek ditandingi pula oleh Tee-tok yang juga bertubuh
kecil pendek! "Wah, aku tidak bisa meninggalkan tongkat butut dan tasbehku seperti
yang dilakukan Hai-tok tadi. Maka, hwesio yang baik, perkenankan aku tetap
memegang tasbeh dan tongkatku ini," kata Tee tok kepada Thian Tek Hwesio.
"Silahkan. Bagi pinceng, sama saja bahayanya kaki tanganmu dan kedua
senjatamu itu," jawab hwesio kecil pendek itu yang sudah memasang kudakuda.
"Bagus! Engkau jujur, hwesio! Sambutlah ini!"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Tee-tok juga tanpa sungkan-sungkan lagi sudah menyerang dan tongkat
butut hitam itu sudah lenyap berubah menjadi sinar hitam yang cepat sekali
gerakannya, disusul sinar hitam tasbehnya yang mengirim serangan susulan!
Hebat memang kecepatan gerakan dari Tee-tok ini. Akan tetapi, dia
memperoleh lawan yang seimbang, karena Thian Tek Hwesio yang menjadi
kepala rumah tangga kuil Siauw-lim-si itupun terkenal sekali karena ilmu
ginkang (meringankan tubuh) yang istimewa. Dan tubuh mereka berkelebatan
ketika mereka saling serang, sukar diikuti oleh pandang mata orang biasa.
Hanya empat orang kakek teman mereka saja yang mampu mengikuti jalannya
pertandingan itu. Dua orang kakek pendek kecil itu memang memiliki kecepatan gerakan
yang sama, dan mereka juga saling serang dengan seimbang. Tee-tok
memainkah ilmu tongkatnya yang hebat, yaitu Cui-beng Hek-pang (Tongkat
Hitam Pengejar Nyawa). Dan biarpun susah sekali baginya untuk dapat
mendesak lawan, akan tetapi serangan berganda dengan tasbeh dan
tongkatnya, pada jurus ke tiga puluh, membuat tongkatnya berhasil merobek
ujung jubah yang dipakai Thian Tek Hwesio! Keduanya lalu melompat ke
belakang dan Thian Tek Hwesio menjura sambil berkata.
"Pin-ceng mengaku kalah."
Sebetulnya, kalau mereka berkelahi dengan sungguh-sungguh sebagai dua
orang musuh, tidak akan mudah bagi Tee-tok untuk dapat mencapai
kemenangan. Dan tongkatnya yang berhasil merobek jubah tadipun belum
dapat dianggap sebagai kemenagan, karena robeknya baju tidak
membahayakan diri pemakainya. Namun, Thian Tek Hwesio dengan jujur
mengaku kalah, karena betapapun juga, dia belum dapat melakukan apa-apa
sedangkan bajunya sudah robek. Hal ini dapat diartikan bahwa dia terdesak
dan kalah cepat oleh gerakan tongkat, sehingga tidak mampu menghindarkan
ujung bajunya dari sambaran tongkat.
Kini Thian Khi Hwesio melompat maju, dihadapi oleh San-tok yang
tersenyum. "Thian Khi Hwesio... engkau harus dapat mengalahkan aku, baru keadaan
kita sama. Kalau tidak, berarti pihak kalian yang kalah, dan kalian harus
memperbolehkan kami mencari harta itu di sekitar pegunungan ini tanpa
gangguan orang-orang Siauw-lim-pai."
"Hemm, majulah, San-tok" dan kita sama lihat saja!" kata hwesio itu
sambil memasang kuda-kuda yang kokoh kuat.
San-tok juga mengeluarkan kipasnya, senjatanya yang paling istimewa dan
diapun mengeluarkan bentakan lalu menyerang terlebih dahulu. Kipasnya
menyambar dahsyat ke arah muka lawan, disusul totokan gagang kipas yang
menghunjam ke bawah menuju dada. Akan tetapi, dengan gesit dan mantap,
Thian Khi Hwesio dapat mengelak, lalu membalas serangan itu dengan jurus
silat Harimau. Kedua tangannya mencakar-cakar dengan dahsyatnya, bahkan
dikombinasikan dengan tendangan-tendangan maut.
San-tok harus memainkan kipasnya dengan cepat, dan diapun segera
mainkan Pek-liong Kwi-san (Kipas Setan Naga Putih). Kipas itu menyambarnyambar ganas, dan biarpun Thian Khi Hwesio mampu menangkis dan
mengelak, namun dia tidak memperoleh banyak kesempatan untuk balas
menyerang. Tiga kali serangan San-tok hanya dapat dibalasnya dengan sekali
serangan saja, itupun tidak begitu berbahaya. Oleh karena itu, walau dia satu
kalipun belum pernah terkena serangan San-tok yang bertubi-tubi datangnya,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan setelah lewat tiga puluh jurus, Thian Khi Hwesio melompat ke belakang dan
berkata. "Pinceng mengaku kalah!"
Melihat sikap tiga orang hwesio itu, San-tok dan dua orang temannya lalu
menjura pula, dan San-tok berkata dengan suara lantang.
"Ilmu kepandaian sam-wi tidak banyak selisihnya dengan tingkat kami,
akan tetapi yang amat mengagumkan hati kami adalah kejujuran yang sam-wi
miliki. Kejujuran seperti itu merupakan suatu kegagahan tersendiri yang amat
mengagumkan dan belum tentu kami miliki."
Setelah tiga orang hwesio itu pergi, tiga orang kakek datuk sesat ini lalu
mulai mempelajari lagi isi peta kuno yang dibawa oleh San-tok. Mereka
mendaki sebuah puncak terdekat, dan dari tempat ini mereka dapat melihat
keadaan kuil Siauw-lim-si dan daerah sekitarnya. San-tok mengeluarkan
petanya dan mereka bertiga bersama-sama mempelajari isi peta.
"Lihat?" kata San-tok sambil mempelajari peta.
"Disini jelas ditunjukkan bahwa batu besar yang berada di depan kuil itu
menjadi pusat pengukuran. Tanda panah dan tempat batu itu terletak,
menunjuk ke kiri, berarti ke arah belakang kuil. Disini tertulis bahwa dari tanda
panah ini, kita harus menempuh jarak lima ratus tombak. Berarti dari depan
pintu gerbang, tempat batu itu terletak, kita harus menuju ke belakang sejauh
kurang lebih setengah li. Dan melihat bahwa dalamnya kuil itu paling banyak
seperempat li, jadi kita akan tiba di belakang kebun kuil itu, padahal di sana
yang nampak hanya satu bukit batu!"
"Dan kita tidak mungkin melakukan penyelidikan ke sana, karena kita harus
memasuki daerah kuil sebelah dalam tembok pagar. Dan mereka tentu sudah
melakukan penjagaan ketat sehingga tak mungkin kita menyusup masuk." kata
Hai-tok dengan alis berkerut.
"Menurut petunjuk peta, jelas bahwa tempat rahasia itu berada di belakang
kebun kuil itu, di daerah bukit batu. Mungkin tersembunyi di sebuah guha, atau
setidaknya tentu berada di dalam bukit itu. Bagaimana kita dapat menyelidiki
ke sana?" tanya pula Tee-tok.
"Tidak ada jalan lain. Satu-satunya cara, haruslah kita mencari jalan melalui
tebing-tebing karang di belakang kuil!" kata San-tok.
"Wah, mana mungkin" Di sana hanya ada tebing-tebing karang yang
curam, penuh dengan guha-guha yang berbahaya." Tee-tok membantah.
"Justeru guha-guha itulah yang harus kita selidiki! Siapa tahu kita dapat
membuat jalan tembusan dari guha-guha itu langsung saja ke selatan menuju
ke arah yang ditunjuk peta ini, yaitu di belakang kebun kuil. Mari kita selidiki!"
kata San-tok, dan merekapun lalu menuju ke sebelah utara atau sebelah
belakang daerah bangunan kuil dan kebunnya.
Memang tidak mudah mencapai tempat itu, yang merupakan tebing curam
penuh dengan batu-batu besar dan guha-guha. Mereka segera melakukan
periyelidikan. Guha-guha yang banyak terdapat di situ mereka masuki satu
demi satu. Akan tetapi mereka tidak menemukan apa-apa. Sampai beberapa
hari lamanya mereka melakukan penyelidikan tanpa hasil.
"Tidak ada lain jalan, kita harus membuat terowongan dari dalam guha
yang sekiranya tepat menuju ke belakang kebun kuil. Kita harus mencari jalan
menembus sampai ke belakang kuil itu," kata San-tok.
Dua orang temannya setuju karena agaknya hanya itulah jalan satusatunya.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Mulailah tiga orang kakek itu bekerja keras, menggunakan kepandaian dan
kekuatan mereka untuk membongkar batu-batu dan membuat jalan
terowongan dari dalam sebuah guha menuju ke selatan, ke arah kuil! Mereka
tidak tahu betapa dalam dan jauhnya mereka harus membongkar tanah dan
batu, namun mereka bekerja tak mengenal lelah dan pantang mundur.
Pada suatu pagi, ketika tiga orang kakek itu mulai melanjutkan pekerjaan
mereka yang berat, tiba-tiba berkelebat bayangan orang.
"Suhu!" Tentu saja mereka terkejut, akan tetapi menjadi girang ketika mengenal
gadis yang datang adalah Lian Hong, murid San-tok. Dua orang kakek yang lain
juga merasa girang. Mereka percaya penuh kepada murid San-tok ini, karena
pedang Giok-liong-kiam yang aseli, yang mengandung peta itupun adalah hasil
usaha Lian Hong yang mencarinya.
"Di maria Kui Eng" Kenapa ia tidak datang bersamamu?" tanya Tee-tok.
Muridnya, Kui Eng, pergi bersama gadis ini dalam usaha mereka melakukan
penyelidikan tentang keadaan di kota raja, ditemani oleh Ci Kong murid Siauwbin-hud. Dan sekarang hanya Lian Hong seorang diri yang muncul dan
menyusul ke tempat itu. Dengan singkat Lian Hong menceritakan semua pengalamannya sampai
mereka hampir celaka karena penyamaran mereka ketahuan.
"Kami terpaksa berpencar mengambil jalan masing-masing agar memecah
kekuatan para pengejar." Lian Hong menutup penuturannya.
"Dan karena aku tahu bahwa suhu bertiga tentu menuju ke sekitar daerah
kuil Siauw-lim-si, maka aku segera menyusul ke sini."
"Huh, gara-gara Siauw-bin-hud tidak mau keluar dan kekerasan kepala
para pimpinan Siauw-lim-pai, terpaksa kami harus membuat jalan terowongan
yang begini sulit," kata San-tok.
"Menurut Ci Kong, memang locianpwe Siauw-bin-hud sedang bertapa.
Akan tetapi, ada suatu hal penting yang kami dapatkan, suhu. Yaitu tentang
usaha pemerintah Ceng yang diam-diam memasang mata-mata dimana-mana,
menyebar orang-orang pandai untuk mengamati gerak-gerik kita semua.
Bahkan mengambil siasat untuk membiarkan suhu bertiga mendapatkan harta
karun itu, baru mereka akan turun tangan merampas. Karena itu, aku khawatir
bahwa gerak-gerik suhu bertiga akan diintai musuh."
Tiga orang kakek itu tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, kaukira kami begitu bodoh untuk dapat membiarkan orang
melakukan pengintaian terhadap kami?" kata San-tok.
"Jangan khawatir akan hal itu, Hong Hong. Sekarang kau bantulah kami
dengan mencarikan alat-alat untuk membuat terowongan tembusan ini agar
kami dapat bekerja lebih cepat."
Lian Hong lalu pergi melaksanakan perintah gurunya. Dan dalam hal ini,
tiga orang kakek dan Empat Racun Dunia itu memang lengah dan terlalu
mengagulkan diri sendiri. Mereka merasa aman dan yakin bahwa tidak ada
orang berani mengamati mereka! Mereka terlalu memandang rendah pihak
lawan, sehingga mereka sama sekali tidak tahu bahwa jauh sebelum mereka
tiba di Siauw-lim-si, tempat itu sudah berada dalam pengawasan dan
pengamatan orang siang malam! Dengan sendirinya, semua gerak-gerik
mereka semenjak mereka tiba di pegunungan itu, tidak lepas dan pengamatan
orang. Setelah Lian Hong memperoleh alat-alat seperti sekop, linggis dan lain-lain,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan

Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan gadis itu membantu tiga orang kakek, maka pekerjaan mereka dapat
berjalan semakin lancar dan terowongan itu menjadi semakin dalam. Kurang
lebih sebulan mereka bekerja dan akhirnya usaha merekapun berhasil!
Pada suatu siang, hantaman linggis mereka menjebolkan batu terakhir, dan
merekapun tiba di tempat yang luas, ruangan bawah tanah yang amat luas!
Tentu saja mereka menjadi girang bukan main. Dengan hati-hati, empat orang
itu lalu merangkak memasuki lubang yang mereka buat itu ke dalam ruangan
yang luas. Ternyata ruangan luas itupun merupakan sebuah terowongan yang
lebar dan dalam. Mereka, San-tok di depan, ditemani Lian Hong, sedangkan dua orang kakek
yang lain mengikuti di belakang, terus maju dan setelah mereka mengikuti
jalan berbelok-belok dan naik-turun menelusuri guha yang merupakan
terowongan berliku-liku, sampailah mereka pada sebuah ruangan besar
berlantai batu-batu raksasa yang menonjol di antara jurang-jurang terjal di
dalam perut gunung yang gelap. Ada cahaya masuk melalui lorong-lorong yang
nampaknya aneh dan amat besar, seperti berada di dalam bangunan raksasa
saja. Beberapa garis sinar matahari yang menembus celah-celah dinding
merupakan jendela-jendela raksasa yang menenerangi ruangan yang luas
sekali itu. Dengan amat hati-hati, San-tok berlompatan dari batu ke batu,
mengerahkan ginkangnya, diikuti oleh Lian Hong, Tee-tok dan Hai-tok. Mereka
harus berhati-hati sekali, karena sekali terpeleset dari batu raksasa yang
mereka injak, tubuh mereka akan terjatuh ke dalam jurang yang entah berapa
dalamnya karena tidak nampak. Ruangan luas itupun penuh dengan halimun
yang agaknya masuk pula melalui jendela, membuat tempat itu menjadi
menyeramkan sekali. Mereka berjalan terus ke depan, dengan amat hati-hati, dan tiba-tiba saja
batu-batu besar yang mereka lalui itu terhenti dan terputus. Di depan mereka
terdapat jurang menganga mengerikan. Dari depan nampak segaris cahaya
yang aneh dan tiba-tiba San-tok berseru keras.
"Hei, lihat... siapa itu?"
Semua orang memandang ke depan dengan mata terbelalak, karena
penglihatan di depan mereka itu sungguh luar biasa sekali. Nampak sebuah
arca dari batu yang amat besar, tinggi dan besarnya ada lima orang. Arca
seorang kakek berkepala gundut akan tetapi mukanya penuh kumis dan
brewok, berwibawa, dan nampak betapa arca itu adalah arca seorang kakek
yang tentu berilmu tinggi. Anca itu duduk dengan kedua telapak kaki saling
bertemu, dan kedua tangan di atas pangkuan. Dan di antara kedua tangan
raksasa itu terdapat sebuah peti kuning. Yang amat mengherankan hati empat
orang itu adalah ketika melihat seorang kakek gundul bertubuh gendut duduk
bersila di belakang peti, di atas pangkuan arca, dan kakek itu bukan lain adalah
Siauw-bin-hud yang agaknya bersamadhi dengan wajah seperti biasa, cerah
oleh senyumnya. Arca itu memang sangat luar biasa. Agaknya dibuat dari sebuah bukit batu
karang, dipahat secara istimewa terus ke bawah, dan arca itu nampak duduk
di atas batu karang yang persegi. Sulit dibayangkan bagaimana orang dapat
membuat arca seperti itu! Antara batu batu yang diinjak oleh empat orang itu
dan batu persegi yang diduduki arca, terdapat jurang yang amat dalam, dan
jaraknya tidak kurang dari sepuluh meter.
Melihat betapa Siauw-bin-hud sudah berada di tempat itu dan di depannya
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan terdapat sebuah peti, tiga orang kakek itu menjadi marah sekali. Tanpa
memeriksa sekalipun, mereka dapat menduga bahwa peti itulah yang
dimaksudkan oleh tanda peta pusaka Giok-liong-kiam. Peti itulah yang berisi
harta pusaka, dan ternyata Siauw-bin-hud telah berada di situ. Kakek Siauwlim-pai itu ternyata telah mengkhianati mereka, telah lebih dahulu menentukan
tempat rahasia itu dan agaknya bermaksud memiliki harta itu untuk diri sendiri.
"Hei, Siauw-bin-hud! Tidak kami sangka bahwa engkau telah mendahului
kami, dan ternyata engkaupun sama saja dengan mereka yang memperebutkan
harta, hendak memiliki sendiri harta pusaka itu. Engkau hwesio palsu, tidak
ada bedanya dengan Thian-tok!"
Teriak San-tok dengan marah, dan hilanglah kebiasaannya yang suka
bergembira dan berkelakar itu. Dia marah sekali, seperti juga Hai-tok dan Teetok.
"Siauw-bin-hud! Bicaramu tentang perjuangan melawan penjajah, kiranya
hanya bual kosong belaka! Kami yang dikenal sebagai datuk-datuk sesat,
kiranya masih lebih bersih dari pada kamu yang berkepala gundul dan berjubah
pendeta!" teriak Hai-tok sambil mengepal tinju.
"Hei, hwesio palsu Siauw-bin-hud, kalau engkau masih pura-pura tidur,
kami terpaksa akan meloncat ke situ dan menghajar kepala gundulmu!" teriak
Tee-tok sambil mengacung-acungkan tongkat bututnya.
Siauw-bin-hud membuka kedua matanya, dan mulutnya yang memang
sudah tersenyum itu kini terbuka lebar, tersenyum cerah dan matanya
memandang kepada empat orang itu bergantian.
"Omitohud!" serunya seperti orang terheran-heran.
"Bagaimana kalian bisa tiba di sini" Sungguh mengherankan!"
"Hwesio palsu! Jangan pakai pura-pura heran lagi! Kami bersusah payah,
sebulan lebih membongkar batu-batu karena ulah pimpinan Siauw-lim-si, dan
kini setelah kami berhasil sampai di sini, ternyata harta pusaka itu telah berada
dalam pelukanmu. Katakan saja bahwa engkau menantang kami!" teriak Santok.
Tiga orang kakek itu sungguh merasa marah bukan main, mengira bahwa
Siauw-bin-hud sengaja mempermainkan mereka.
"Siancai! Pinceng sungguh tidak mengerti mengapa sikap kalian bertiga
begitu marah-marah kepada pinceng" Nona, engkau yang masih muda dan
tidak berkepala batu seperti mereka, coba ceritakan mengapa tiga orang tua
bangka ini marah-marah seperti kemasukan setan."
Lian Hong lebih percaya kepada Siauw-bin-hud dari pada tiga orang kakek
itu. Ia dapat menduga bahwa tentu terjadi kesalahpahaman di sini. Cepat ia
menjura dan berkata dengan suara halus.
"Locianpwe, harap diketahui bahwa tiga orang locianpwe ini melakukan
pencarian terhadap harta pusaka menurut petunjuk peta yang terdapat dalam
Giok-liong-kiam aseli. Dan peta itu menunjukkan bahwa harta pusaka itu
berada di sekitar tempat ini. Akan tetapi, ketika mereka datang ke kuil Siauwlim-si hendak bertemu dengan locianpwe, para pimpinan Siauw-lim-si
menolak, bahkan mengajak ketiga locianpwe ini mengadu ilmu. Kemudian,
para pimpinan Slauw-lim-si hanya membolehkan kami mencari di luar tembok
pagar pekarangan Siauw-lim-si. Terpaksa kami membongkar gunung melalui
guha-guha di belakang kuil. Sebulan lebih kami bekerja mati-matian, dan hari
ini berhasil menembus ke sini. Ternyata locianpwe sudah berada disini dan"
dan" harta itu" peti itu?"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Siauw-bin-hud tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha! Kiranya begitu" Sudah puluhan tahun tempat ini menjadi
tempat pinceng bertapa! Tempat ini dahulu dibuat oleh sucouw Tat Mo Couwsu, bahkan arca itu kabarnya adalah arca dirinya. Pinceng seringkali
berdekatan dengan arca ini dan juga peti ini, akan tetapi pinceng selalu
menganggap peti ini hanya pelengkap saja dari arca. Hati pinceng tidak pernah
dikotori keinginan akan harta, maka tidak pernah memeriksa apakah peti ini
ada isinya ataukah tidak. Jadi kiranya, peti inikah yang dimaksudkan harta
karun dalam rahasia Giok-liong-kiam itu" Ha-ha-ha-ha" sungguh lucu,
bertahun-tahun setiap hari berada di depan pinceng!"
Tiba-tiba terdengar suara letusan keras, disusul oleh letusan-letusan dan
ledakan-ledakan yang mendatangkan suara bergema dan mengaung di tempat
itu. Siauw-bin-hud yang melihat betapa ada peluru beterbangan dan hampir
mengenai kepalanya, ia pun terkejut sekali.
"Omitohud...! Tempat ini kemasukan orang-orang jahat!" serunya, dan tibatiba tubuhnya sudah melayang ke depan, dan dia berdiri di dekat tiga orang
kakek dan Lian Hong. Selagi mereka terheran dan terkejut, tiba-tiba dari arah yang berlawanan,
yaitu dari kanan, nampak ratusan batang anak panah menyambar-nyambar ke
arah kiri dari mana tadi datang peluru-peluru dan terdengar ledakan-ledakan.
"Pasukan pemerintah Ceng!" terdengar suara nyaring dan bergema di
dalam ruangan bawah tanah itu.
"Kami yang lebih dulu menemukan harta karun!"
Suara itu datang dari kiri, dan ketika empat orang kakek dan Lian Hong
memandang ke kiri, yang nampak hanyalah bayangan-bayangan orang
bersembunyi di balik batu-batu dan nampak pula ujung senapan yang
dipasangi bayonet. Beratus-ratus jumlahnya!
"Hei, kalian pasukan asing! Kami yang datang lebih dahulu dan harta
pusaka itu adalah hak milik kami! Kalian orang-orang asing tidak berhak dan
pergilah!" teriakan ini terdengar dari sebelah kanan.
Ketika lima orang itu memandang ke arah sana, di belakang batu-batu
besar nampak ujung topi ratusan orang perajurit pemerintah Ceng yang
bersenjata tombak, golok dan anak panah.
"Hemm, kita lihat saja siapa yang akan berhasil mendapatkan harta pusaka
itu!" Terdengar ledakan-ledakan senapan dari kiri yang dibalas dengan sama
gencarnya oleh pihak tentara Ceng dengan anak panah mereka. Terjadilah
pertempuran yang seru antara tembakan-tembakan senapan dan hujan anak
panah dan kanan kiri. Melihat ini, Siauw-bin-hud, San-tok, Tee-tok, Hai-tok dan Lian Hong,
terpaksa harus berlari mencarii tempat perlindungan di balik batu-batu besar.
Sambaran peluru-peluru dan anak panah itu terlalu gencar dan terlalu
berbahaya bagi mereka sekalipun. Setelah berada di tempat perlindungan di
balik batu-batu besar, Siauw-bin-hud berkata dengan suara sungguh-sungguh.
"Omitohud, kiranya pasukan asing dan pasukan Ceng sudah menyerbu
pula tempat ini. Agaknya pemerintah Ceng menyerbu melalui kuil, dan pasukan
asing menyerbu melalui jalan terowongan yang kalian buat! Dan mereka semua
hendak merebut peti itu! Anehnya, pinceng sendiri sama sekali tidak pernah
menduga bahwa peti yang dipangku arca itulah yang terisi harta karun itu.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Akan tetapi, benarkah itu?"
"Kurasa benar, Siauw-bin-hud. Menurut petunjuk peta yang disimpan
sebagai rahasia pedang Giok-liong-kiam, memang di sinilah tempatnya. Dan
dimana lagi disimpannya harta pusaka itu kalau tidak di dalam peti yang
dipangku oleh arca besar itu?" kata San-tok dengan yakin.
Ruangan itu kini penuh asap dan ledakan-ledakan senapan. Keaadaan
menjadi gelap dan membuat mata terasa pedas, bahkan terdengar banyak di
antara para pasukan kedua pihak batuk-batuk.
"Kita harus turun tangan," bisik Siauw-bin-hud.
"Kalau tidak, pertempuran itu tentu akan berlaut-larut dan akhirnya harta
itu akan terjatuh ke tangan satu di antara mereka. Pinceng tidak boleh
menentang patukan Ceng, karena hal itu akan mengakibatkan dimusuhinya
Siauw-lim-si yang memang sudah dianggap suka memberontak oleh
pemerintah. Kini kita membagi tugas. Kalian bertiga, San-tok, Tee-tok dan Haitok, menerjang ke kanan, hajar pasukan pemerintah Ceng agar mereka itu
mundur, sedangkan pinceng dan nona ini akan mendesak pasukan asing agar
mundur keluar dan sini. Kalau kita lakukan secara berbareng, tentu kedua pihak
menjadi kacau dan mudah-mudahan berhasil mendesak mereka mundur. Dan
setelah mereka mundur, kita mengambil peti itu dan pergi dari sini melalui jalan
rahasia yang pinceng kenal."
Tiga kakek itu menganguk-ngangguk.
"Rencanamu bagus sekali, Siauw-bin-hud. Dan maafkan persangkaan kami
tadi?" kata San-tok.
Tiga orang kakek itu lalu berloncatan dan menyelinap diantara batu-batu,
lalu membuat sergapan ke kanan dimana berkumpul pasukan pemerintah Ceng
yang ratusan orang banyaknya. Sebaliknya, Siauw-bin-hud ditemani oleh Lian
Hong, menyelinap ke kiri dan mereka berdua juga melakukan penyergapan
kepada pasukan asing. Terjadilah kekacauan di kedua pihak.
Biarpun Siauw-bin-hud dan Lian Hong hanya merobohkan para serdadu itu
tanpa membunuh mereka, tidak seperti amukan tiga orang datuk sesat yang
menyebar maut, namun para perajurit asing menjadi panik dan ketakutan
ketika tiba-tiba saja teman-teman mereka roboh bergelimpangan tanpa mereka
ketahui sebabnya. Siaw-bin-hud dan Lian Hong bergerak dengan amat cepat dari balik batubatu besar. Selagi keadaan di kedua pihak amat kacau karena amukan lima
orang itu, dan ruangan menjadi semakin gelap oleh asap senapan, dari kanan
menyelinap sesosok tubuh yang berpakaian seperti seorang perajurit pasukan
Ceng. Akan tetapi gerakannya cepat bukan main ketika dia menyusup-nyusup
itu. Keadaan demikian kacau sehingga tidak ada yang melihat gerakan sosok
tubuh ini, apalagi ketika orang itu kadang-kadang melepaskan sebuah benda
yang mengeluarkan asap yang menyakitkan mata. Orang itu terus menyelinap,
dan dengan loncatan ringan dia menyeberang dan tiba di atas batu persegi
yang diduduki arca. Dia menyelinap di dalam lubang di antara kaki arca dari
mana keluar cahaya matahari, dan lenyaplah tubuhnya masuk ke bawah arca!
Sementara itu, pertempuran masih terus berlangsung dengan hebatnya.
Pihak pasukan asing mengira bahwa yang merobohkan banyak perajurit secara
aneh dan bersembunyi itu tentulah orang-orang pandai yang berpihak kepada
pasukan Ceng, sebaliknya pasukan Ceng yang diamuk oleh tiga orang kakek
sakti itupun menduga bahwa orang-orang pandai itu tentu berpihak kepada
pasukan asing. Hai ini membuat kedua pihak merasa jerih. Terlalu banyak
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan pasukan yang berada di depan sudah roboh. Apalagi pasukan tentara Ceng
yang melihat betapa perajurit-perajurit mereka roboh dan tewas dalam
keadaan yang mengerikan. Sementara itu, tak seorangpun melihat betapa sosok tubuh yang tadi
menyelinap masuk ke bawah arca, kini sudah keluar lagi sambil membawa
buntalan yang coba ditutupnya dengan baju perajuritnya. Dan diapun dengan
kecepatan luar biasa sudah menyelinap lagi di antara batu-batu dan
menghilang ke arah kanan, dimana terdapat banyak sekali pasukan pemerintah
Ceng. Peristiwa itu terjadi dengan amat cepatnya, tertutup oleh asap yang
tebal, dan tidak ada orang melihatnya karena semua orang terlibat dalam
pertempuran. Serbuan yang dilakukan oleh lima orang itu membuat pasukan kedua pihak
kocar-kacir dan akibatnya merekapun terpaksa keluar dari dalam ruangan itu
sambil membawa teman-teman yang terluka dan meninggalkan teman-teman
yang telah tewas. Setelah kedua pihak mundur dan keluar dan ruangan yang semakin penuh
dengan asap itu, Siauw-bin-hud lalu mengajak empat orang itu meloncat ke
atas batu persegi. Mereka berlima lalu mendekati peti, dan Siauw-bin-hud
dibantu oleh San-tok, membuka tutup peti.
"Omitohud!" "Celaka....!" teriak San-tok ketika dia melihat bahwa peti itu telah kosong!
Di dasar peti terdapat lubang yang agaknya baru saja dibuat orang! Dan yang
tertinggal di dalam peti hanyalah sehelai kertas yang sudah tua sekali dengan
tulisan huruf-huruf yang sudah kabur.
Dengan suara jelas, Siauw-bin-hud membaca tulisan itu. Kiranya tulisan
kuno itu menyatakan bahwa sebanyak tiga perempat bagian harta karun itu
telah dipergunakan untuk menyelamatkan banyak sekali orang ketika terjadi
bencana kelaparan selama beberapa tahun di daerah barat, yang terjadi
ratusan tahun yang lalu. Surat itu ditandatangani oleh orang yang menamakan
dirinya Ceng Sim (Hati Bersih).
"Diambil untuk menyelamatkan rakyat sebanyak tiga perempat, lalu mana
sisanya yang sepermempat lagi?" Hai-tok berseru dengan marah.
"Lihat! Lubang di dasar peti ini baru saja dibuat orang!" kata Siwuw-binhud yang segera melakukan pemeriksaan.
"Hemm, dia tentu mengambil jalan melalui lubang di antara kaki arca ini.
Ah, tentu ketika terjadi keributan tadi, dia telah melakukannya. Sungguh cerdik
bukan main. Seperempat bagian itu masih banyak sekali kukira. Lihat, menurut
surat-surat peninggalan ini, tiga perempat bagian saja dapat dipergunakan
menyelamatkan orang-orang sebanyak berjuta-juta penduduk dari dua propinsi
yang dilanda bencana kelaparan karena serangan belalang. Siapa yang berani
mengambilnya?" Tiga oyang kakek itu saling pandang.
"Hemm... kalau kami tidak melihat sendiri engkau membantu kami
menghalau pasukan, tentu kami akan menuduhmu main-main, Siauw-bin-hud."
kata Tee-tok. "Tidak perlu tuduh-menuduh dalam hal ini," kata Lian Hong.
"Kalau locianpwe Siauw-bin-hud hendak mengambil sendiri harta pusaka


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu, tentu tidak perlu berpura-pura dan sudah lama membawanya pergi
bersama petinya, dan tidak meninggalkan bekas-bekasnya. Tentu ada orang
lain yang memanfaatkan keadaan ribut-ribut tadi untuk melarikan isi peti
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan secara cerdik sekali."
Tiga orang kakek itu mengangguk dan Siauw-bin-hud menarik napas
panjang. "Omitohud! Agaknya memang Tuhan belum menghendaki jatuhnya
pemerintah penjajah Mancu, sehingga usaha kita mencari dana menjadi gagal
di saat terakhir. Dan tempat ini menjadi kotor oleh pertempuran tadi. Lihat!"
kata Siauw-bin hud dengan muka penuh penyesalan.
Dia menuding ke arah mayat yang bergelimpangan, ada puluhan
banyaknya, baik yang tewas oleh amukan tiga orang kakek itu maupun yang
tewas oleh peluru dan anak panah.
"Mari kita keluar. Tempat ini harus diruntuhkan agar menjadi kuburan
mereka." Biarpun hal mereka merasa kesal dan kecewa karena harta pusaka itu
ternyata sudah diambil orang, yang tiga perempat bagian sudah dipergunakan
orang ratusan tahun yang lalu untuk menolong rakyat dari bencana kelaparan,
dan yang seperempat, sisanya, baru saja dicurii orang yang lihai, namun tiga
orang kakek itu terpaksa mengikuti Siauw-bin-hud ke luar dari tempat itu
mengambil jalan rahasia, sebuah terowongan kecil yang nampak setelah
sebuah pintu rahasia di dinding batu itu terbuka.
Mereka memasuki terowongan dan akhirnya keluar dari sebuah guha di
belakang kuil. Kakek pendeta itu lalu menarik sebuah rantai besar, dan segera
terdengar suara gemuruh di dalam bukit itu, tanda bahwa tempat dimana
terdapat arca raksasa tadi telah runtuh dan menimbun semua yang berada di
dalamnya, termasuk mayat-mayat yang bergelimpangan.
Pasukan Ceng dan pasukan asing yang melihat betapa pintu-pintu ke arah
terowongan menjadi tertutup oleh batu-batu yang menggelinding keluar dari
dalam ruangan, terkejut dan cepat menjauhi tempat itu. Mereka kembali ke
tempat masing-masing dengan tangan hampa, bahkan kehilangan banyak
anggauta, terutama sekali pihak pasukan Ceng karena banyak anak buah
mereka tewas oleh amukan tiga orang kakek sakti.
Setelah tiba di atas, San-tok, Lian Hong, Tee-tok dan Hai-tok lalu berpamit
kepada Siauw-bin-Hud. "Usaha kita gagal, terpaksa kami akan bergerak menentang penjajah
dengan kekuatan seadanya!" kata San-tok.
"Omitohud" pinceng juga menyesal sekali. Apalagi karena agaknya akan
sukar untuk mencari siapa pencuri harta karun itu. Betapapun juga, pinceng
akan menasihatkan para murid Siauw-lim-pai untuk menunjang gerakan kalian
menentang pemerintah penjajah. Kalau seluruh rakyat dapat digerakkan,
pinceng percaya bahwa pemerintah penjajah akan dapat digulingkan dan
diusir dari tanah air. Pinceng yang sudah tua dan tidak mau bertempur lagi,
hanya akan membantu dengan doa-doa pinceng."
Merekapun pergi dan saling berpisah. San-tok pergi bersama muridnya,
Tee-tok dan Hai-tok juga pergi dengan saling berjanji akan mengadakan kontak
satu sama lain, dan terutama akan melakukan gerakan di selatan di daerah
Kanton, dan di utara di daerah Propinsi Hok-kian.
Semenjak terjadinya peristiwa perebutan harta karun di ruangan dalam
perut bukit di belakang kuil Siauw-lim-pai yang kemudian lenyap dicuri orang
tanpa ada yang mengetahui, maka pemberontakan terjadi dimana-mana. Sanok, Tee-tok dan Hai-tok, makin meramaikan pemberontakan. Juga murid-murid
mereka tidak mau ketinggalan, menggerakkan orang-orang segolongan yang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan menentang pemerintah penjajah.
Perang kecil-kecilan terjadi. pemberontakan berkobar-kobar dimana-mana.
Pasukan pemerintah Ceng menjadi sibuk sekali karena dimana-mana mereka
menemui perlawanan dan tentangan. Bahkan pasukan kulit putih juga menjadi
semakin terdesak karena sudah seringkali markas mereka diserbu pada malam
hari yang gelap dan sunyi, apalagi kalau sedang hujan. Juga patroli-patroli
mereka harus diperkuat karena seringnya pasukan kecil mereka disergap di
dalam perjalanan di waktu malam.
Keadaan menjadi semakin kacau. Biarpun pemberontakan-pemberontakan
kecil itu berdalih membela rakyat dan tanah air, namun akibat dari kekacauankekacauan yang timbul karena pemberontakan-pemberontakan itu, yang
paling menderita adalah rakyat kecil!
Pemerintah semakin mudah curiga sehingga banyak rakyat tidak berdosa
menjadi korban keganasan pasukan pemerintah yang membabi buta. Juga
pihak pemberontak selalu mencurigai rakyat yang tidak berpihak kepada
mereka, menuduh rakyat yang tidak memihak mereka sebagai mata-mata
pemerintah penjajah, dan para pemberontak yang menamakan diri pejuangpejuang itu tidak segan-segan untuk menyiksa atau bahkan membunuh mereka
yang dituduh menjadi mata-mata.
Tak dapat disangkal lagi dan sudah terbukti berulang kali dalam sejarah di
bagian manapun di dunia ini, setiap terjadi perang, apapun dalih perang itu,
sudah pasti yang menjadi korban utama adalah rakyat jelata! Dan setiap terjadi
perang, maka kekerasan merajalela, manusia-manusia menjadi mata gelap dan
kehilangan perikemanusiaan mereka. Yang ada hanyalah bunuh membunuh,
dibunuh atau membunuh! Hukum tidak dihiraukan lagi. Keadilan dan kebenaran terinjak-injak. Yang
ada hanyalah memperebutkan kemenangan dengan cara bagaimanapun juga.
Perang merupakan peristiwa terkutuk dan menjadi puncak dari pada pelepasan
nafsu keganasan manusia. Dengan amat cerdik dan liciknya, setan-setan
perang membangkitkan semangat rakyat demi tanah air, demi bangsa, bahkan
ada kalanya setan-setan perang mempergunakan bujukan demi agama, demi
kebenaran dan demi keadilan!
Betapa menyedihkan! Manusia saling membenci, saling bunuh demi agama
yang sama sekali tidak membenarkan pembunuhan dan kebencian. Manusia
saling membunuh demi kebenaran, padahal membunuh itu sudah menyimpang
dari kebenaran. Semua ini menyedihkan, namun terjadi berulang kali sampai
saat ini! Semangat rakyat didorong menuju ke pemberontakan oleh ulah orangorang kulit putih. Karena mereka, dengan persetujuan pemerintah Ceng yang
lemah, kini semakin berkuasa dan merajalela di kota-kota besar dan bandarbandar besar. Pemerintah Ceng nampak semakin lemah saja menghadapi
orang-orang kulit putih. Rakyat menjadi semakin tertekan dan kemarahan
menimbulkan pemberontakan dimana-mana.
-------- dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan PEDANG NAGA KEMALA ( GIOK LIONG KIAM ) Oleh : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Pada suatu sore di pelabuhan Kanton.
Seperti biasa, puluhan orang, hampir seratus orang kuli yang masih mudamuda dan bertubuh tegap dan kuat, bekerja di pelabuhan, mengangkut barangbarang milik orang-orang kulit putih. Ada yang menurunkan peti-peti dari
kapal, ada pula yang mengangkat barang-barang rempah-rempah dan lain-lain
ke atas kapal yang lain. Memang orang kulit putih memperoleh keuntungan besar dalam
penjelajahan mereka ke daratan Cina. Mereka mendatangkan barang-barang
dari luar negeri, mengangkut rempah-rempah dan sutera-sutera halus dari
daratan dengan keuntungan yang berlipat ganda.
Akan tetapi tidak seperti biasanya, kuli-kuli angkut itu nampak gelisah dan
marah. Pagi tadi, ada dua orang di antara mereka yang ditahan dan dipukuli
oleh serdadu kulit putih. Mereka itu ditangkap karena mencuri segulung kain
sutera. Mereka ditangkap, mengaktu sambil menangis bahwa mereka
melakukan hal itu karena terpaksa, karena keponakan mereka sakit keras dan
membutuhkan uang untuk pembeli obat. Dua orang itu adalah kakak beradik.
Para kuli gelisah karena sampai sore, dua orang itu belum dibebaskan dan
menurut kabar, mereka itu dipukuli dan disiksa setengah mati. Akhirnya,
mereka tidak tahan lagi, dan pada saat serdadu bule membunyikan bel tanda
bahwa pekerjaan berakhir, mereka semua beramai-ramai menghadap ke
kantor, menuntut agar dua orang yang ditahan itu dibebaskan.
"Mereka memang bersalah, akan tetapi mereka sudah menerima hukuman.
Mereka boleh saja dikeluarkan, akan tetapi tidak perlu ditahan terus," demikian
tuntutan mereka. Melihat kerumunan puluhan orang kuli itu di depan kantor, komandan jaga,
seorang perwira muda kulit putih menjadi marah dan juga khawatir kalau-kalau
mereka melakukan pemberontakan.
"Pergi kalian! Urusan dua orang tahanan itu adalah urusan kami, kalian
tidak boleh mencampuri. Pergi atau kami akan menggunakan kekerasan!"
bentak perwira itu. Para kuli menjadi semakin penasaran. Mereka malah mogok, duduk di
depan kantor dan mengacung-acungkan tinju.
"Kami tidak akan pergi sebelum dua orang kawan kami dibebaskan!"
Mereka mulai berteriak-teriak dan hal ini membuat perwira itu menjadi
panik. Dia segera menghubungi markas dan sekitar lima puluh orang bekas
anak buah Harimau Terbang yang kini berada di bawah pimpirian Peter Dull,
dikirim ke tempat kerusuhan itu. Peter Dull sendiri tidak muncul karena
peristiwa itu dianggapnya remeh dan cukup untuk diselesaikan oleh sersan
bule itu dan anak buahnya saja.
Ketika pasukan Harimau Terbang datang ke tempat itu, para kuli masih
mogok duduk di depan kantor. Sersan bule lalu memerintahkan mereka pergi
lagi. "Pergi kalian, kalau tidak, terpaksa kami akan bertindak!"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Lima orang di antara mereka yang menjadi pimpinan, bangkit dan
mengacungkan tangan terkepal ke atas.
"Kami tidak akan pergi tanpa dua orang kawan kami yang tertahan!"
"Tangkap lima orang itu!" perintah sang sersan, dan beberapa orang
anggauta pasukan Harimau Terbang dengan sikap bengis lalu melangkah maju
hendak menangkap lima orang itu.
Akan tetapi, para kuli yang jumlahnya hampir seratus orang itu serentak
bangkit melindungi lima orang kawan mereka. Melihat ini, sersan itu menjadi
marah. Dia mencabut pistolnya dan berteriak.
"Hajar anjing-anjing pemberontak itu! Pukuli mereka sampai babak belur!"
Mendengar perintah ini, pasukan Harimau Terbang yang sikapnya seperti
anjing-anjing pemburu yang diperintah majikan mereka, langsung saja
menyerbu, dan karena mereka adalah orang-orang yang sudah dilatih ilmu silat
dan sudah biasa berkelahi, maka biarpun kawanan kuli angkut itu bertubuh
kuat dan nekat, tentu saja para kuli ini bukan lawan para pasukan Harimau
Terbang. Terjadilah perkelahian yang berat sebelah karena kuli-kuli angkut itu
menderita pukulan-pukulan sampai mereka jatuh bangun. Sersan itu sendiri
mengacung-acungkan pistolnya, siap membidik kalau dirinya diserang atau
kalau sampai pasukankannya kalah.
Hampir seratus orang kuli itu tentu akan luka-luka semua kalau saja pada
saat itu tidak muncul seorang gadis yang mengamuk bagaikan seekor naga
menyambar-nyambar! Setiap kali tangannya menampar, kakinya menendang,
tentu roboh seorang perajurit Harimau Terbang! Sepak terjangnya
menggiriskan sekali! Padahal, ia adalah seorang gadis yang cantik manis,
dengan sepasang mata yang amat tajam dan usianya belum ada dua puluh
tahun. Ia adalah Ciu Kui Eng, gadis yatim piatu murid Tee-tok yang gagah
perkasa itu. Ketika tadi Kui Eng kebetulan lewat dan melihat perkelahian itu, ia segera
tahu bahwa para kuli angkut sedang disiksa oleh pasukan orang-orang yang
menjadi anjing penjilat orang kulit putih. Ia marah sekali dan tanpa banyak
cakap lagi, ia segera terjun ke dalam perkelahian dan mengamuk, merobohkan
orang-orang berpakaian seragam bertopi kulit harimau itu. Biarpun di antara
anak buah pasukan itu yang pandai sudah mencoba untuk mengeroyok dan
melawan Kui Eng dengan ilmu silat mereka, namun mereka itu masih jauh
untuk dapat menandingi Kui Eng, sehingga dalam beberapa gebrakan saja,
mereka itu satu demi satu dirobohkan oleh gadis perkasa itu!
Melihat betapa dalam waktu singkat, gadis yang mengamuk seperti kerbau
gua itu sudah merobohkan belasan orang anak buah Harimau Terbang, sersan
kulit putih itu terkejut bukan main. Tak disangkanya ada seorang gadis
sedemikian hebatnya. Karena khawatir kalau-kalau pasukannya kalah semua,
dia lalu membentak keras.
"Hai, tahan dan angkat tangan, kalau tidak, kutembak kau, gadis liar!"
Dimaki gadis liar, Kui Eng menjadi marah. Biarpun opsir itu membidikkan
pistol kepadanya, ia tidak takut. Dengan gerakan ginkang yang amat ringan,
tubuhnya sudah meluncur ke depan, menghampiri opsir itu. Si sersan terkejut,
ingin menembak, akan tetapi gerakan gadis itu terlalu cepat dan tubuh gadis
itu meluncur seperti terbang, tahu-tahu sudah menubruk ke arah kakinya. Opsir
itu menendang, akan tetapi tidak cukup cepat dan tahu-tahu tubuhnya
terjengkang dan pistolnya dirampas orang! Karena dia terbanting keras ke
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan belakang, kepalanya menghantam tanah agak keras dan diapun terkulai,
pingsan karena gegar otak!
Kui Eng tidak membuang pistol itu, melainkan menyelipkan di pinggangnya
dan iapun terus mengamuk. Orang-orang Harimau Terbang menjadi jerih dan
mereka sudah berteriak-teriak agar ada yang melapor ke markas minta bala
bantuan. Kui Eng cukup cerdik. Ia tahu bahwa kalau bala bantuan datang, tentu
ia dan para kuli itu akan celaka.
"Cepat, kita lari!" teriaknya.
Kuli-kuli angkut itupun tahu diri. Mereka bergembira sekali karena
memperoleh bantuan seorang gadis perkasa, dan mereka tadi juga melakukan
perlawanan dengan semangat gigih sehingga banyak di antara mereka yang
merasa puas sudah dapat menendangi anak buah pasukan Harimau Terbang.
Kini mendengar teriakan Kui Eng, mereka lalu melarikan dirisambil membawa
teman-teman yang terluka, setelah tidak lupa menyerbu ke kantor dan
membebaskan dua orang teman yang ditahan dan yang telah disiksa menderita
luka-luka itu. Melihat mereka berlarian, Kui Eng merasa khawatir. Melarikan diri bersama
demikian banyaknya orang tidaklah mudah dan tentu keadaan mereka akan
diketahui lawan. "Kemana kita lari?" teriaknya.
"Mari, lihiap, ikuti kami!" teriak seorang di antara lima orang yang tadi
bertindak sebagai pimpinan.
Mereka berlari terus melalui lorong-lorong dan kampung-kampung tempat
tinggal penduduk yang miskin. Akhirnya, mereka memasuki sebuah rumah
seperti gudang yang panjang dan tua. Ruangan yang panjang itu mereka
masuki dan ternyata ada sebuah tangga turun menuju ke dalam ruangan
bawah tanah yang juga panjang dan agak pengap.
Setelah mereka semua memasuki ruangan bawah tanah ini, pintu tembusan
itu tertutup secara rahasia dan mereka itu yang berjumlah hampir seratus
orang lalu minta agar Kui Eng suka memimpin mereka.
Kui Eng berdiri di atas mimbar yang terbuat dan peti-peti ditumpuk dan
lima otang pimpinan itu lalu berkata dengan suara keras.
"Mari kita mulai sekarang memberontak terhadap orang kulit putih!"
"Berontaaaakkk...!!"
Semua orang mengacungkan kepalan tangan ke atas. Seorang di antara
lima pimpinan, yang tinggi besar dan bersikap kasar, tiba-tiba berseru.
"Saudara-saudara, bagaimana kalau kita mengangkat lihiap ini menjadi
pimpinan kami"Akur atau tidak?"
"Akuuuurrr!" Semua orang bersorak dan mengepal tinju ke atas, memandang kepada Kui
Eng dengan sinar mata kagum dan penuh harapan.
Kui Eng menjadi terkejut dan serba salah. Memang ia sendiri juga
ditugaskan oleh suhunya untuk membantu pemberontakan, terutama
pemberontakan terhadap pemerintah penjajah Mancu. Akan tetapi mana
mungkin ia, seorang gadis, menjadi pemimpin sekelompok laki-laki yang
bertubuh kuat dan bersikap kasar ini" Betapapun juga, ia tahu bahwa mereka
ini dapat menjadi anak buah yang patuh dan nekat, dan kalau ia menolaknya,
tentu akan melumpuhkan semangat mereka yang sedang berkobar.
"Nanti dulu, kawan-kawan?" kata Kui Eng sambil mengangkat kedua


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan ke atas. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Suasana segera menjadi sirap dan hening, semua orang mendengarkan
dengan penuh perhatian. "Pertama-tama, aku ingin bertanya, mengapa kalian hendak memberontak"
Bukankah selama ini kalian menjadi kuli-kuli angkut di kapal-kapal asing itu.
Kenapa kalian secara mendadak lalu timbul keinginan untuk berontak?"
Si tinggi besar bermata lebar itu yang menjawab.
"Lihiap, bolehkah saya mewakili semua kawan memberi jawaban?"
Melihat betapa semua orang mengangguk tanda setuju, Kui Eng berkata
sambil memandang kepada orang tinggi besar itu.
"Boleh, katakanlah."
"Begini, lihiap. Kami semua sejak dahulu, memang merupakan pekerjapekerja kasar karena kami tidak mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan halus.
Kalau tidak terjadi sesuatu, agaknya kamipun tidak akan memberontak. Akan
tetapi, akhir-akhir ini kami seringkali diperlakukan amat tidak adil dan semenamena oleh orang-orang kulit putih dan antek-anteknya, terutama para
anggauta pasukan Harimau Terbang itu. Dahulu, sebelum terjadi Perang
Madat, kami masih dapat mengharapkan perlindungan dari alat-alat
pemerintah. Akan tetapi sekarang, alat-alat pemerintah nampak tunduk pula
terhadap orang-orang kulit putih. Kami tidak mempunyai pelindung lagi. Maka,
kami mengambil keputusan untuk membentuk kesatuan dan pemberontak.
Akan tetapi kami membutuhkan pimpinan, dan melihat betapa lihiap memiliki
kepandaian tinggi, dan sudah menolong kami, maka kami ingin sekali
mengangkat lihiap menjadi pemimpin kami."
"Akurrr"!"
"Setuju"!"
"Hidup lihiap"!"
Melihat orang-orang itu kesemuanya laki-laki muda dan gagah,
memandang kepadanya dengan kegembiraan meluap, bahkan ada di antara
mereka yang melahapnya dengan pandang mata, diam-diam Kui Eng merasa
ngeri dan bergidik. Betapa mungkin dia akan hidup sebagai pemimpin di antara
begini banyak pria yang setiap hari akan mengerumuni dan memandangnya
dengan kekaguman yang kadang-kadang disertai nafsu dan gairah"
"Kawan-kawan, tenanglah dahulu," katanya.
Setelah semua orang tenang, ia melanjutkan, kata-katanya jelas dan tetap.
"Aku tahu akan semangat kalian sedang terbakar, dan memang kita semua
tidak suka melihat tanah air terjajah Bangsa Mancu, dan melihat orang-orang
kulit putih semakin merajalela! Sudah sepatutnya kalau kita semua bangkit
untuk membela bangsa dan tanah air. Akan tetapi, aku sudah terbiasa bergerak
bebas di luar suatu perkumpulan. Bukan aku tidak mau membantu kalian, akan
tetapi aku tidak mempunyai kecakapan untuk menjadi pemimpin. Akan tetapi,
aku akan mengajarkan ilmu silat, beberapa jurus yang tangguh dan penting
untuk kalian. Bagaimana?"
Riuh rendah sambutan mereka, ada yang setuju, ada yang tetap hendak
mengangkat gadis cantik dan lihai itu sebagai pemimpin. Kembali Kui Eng
mengangkat tangan ke atas minta mereka tenang.
"Karena tidak mungkin mengajarkan ilmu silat yang tangguh dalam waktu
singkat kepada kalian semua, maka aku akan mengajarkan kepada lima orang
pemimpin kalian ini saja, kemudian merekalah yang akan mengajarkan kembali
kepada kalian. Menyesal sekali aku tidak dapat menjadi pemimpin kalian,
karena aku sendiri masih terikat oleh tugas-tugas dari guruku."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Orang-orang itu akhirnya tidak berani mendesak lagi dan hanya berteriak
menanyakan nama gadis itu.
"Namaku Kui Eng." kata Kui Eng sambil tersenyum, tidak berani
memperkenalkan shenya. Siapa tahu mereka itu sudah pernah mendengar atau mengenal tentang
ayahnya yang pernah dimusuhi banyak orang karena mengedarkan madat!
Dengan nama itu, semua orang mengira bahwa ia she Kui bernama Eng.
"Hidup Kui-lihiap!"
Terdengar teriakan berulang-ulang, dan Kui Eng membiarkan saja mereka
salah duga terhadap namanya, ia lalu berunding dengan lima orang pimpinan
para kuli yang memberontak itu. Dan mulai hari itu, setiap hari untuk beberapa
jam lamanya, Kui Eng datang ke tempat rahasia itu dan melatih lima orang itu
dengan beberapa jurus ilmu silat yang tangguh. Ia memilih jurus-jurus yang
praktis saja, yang akan menghasilkan kemenangan dalam perkelahian singkat
melawan para perajurit musuh, baik perajurit pasukan Ceng maupun perajurit
anak buah pasukan Harimau Terbang.
Karena kini kelompok bekas kuli angkut itu memiliki andalan, maka mereka
dapat masuk bekerja kembali dengan muka berseri dan dada terangkat. Orangorang kulit putih masih membutuhkan tenaga mereka, dan tidak mungkin
dapat mengganggu mereka semua. Barang-barang itu perlu diangkat dari dan
ke kapal. Maka para kuli itu, di samping kuli-kuli baru, masih diterima bekerja,
walaupun pihak orang kulit putih mengadakan pengawasan dengan amat
ketatnya. Tentu saja dua orang yang pernah ditahan dan lima orang yang menjadi
pimpinan, tidak berani memperlihatkan diri lagi. Dan kini, para kuli angkut itu
bukan hanya bekerja untuk mencari uang, melainkan juga mencani kesempatan
untuk melakukan pencurian, di samping diam-diam bekerja sebagai mata-mata
untuk mengamati gerak-gerik orang kulit putih.
Dalam catatan sejarah kelak, orang-orang yang bekerja sebagai kuli angkut
inilah yang banyak membantu para pejuang daiam menentang orang-orang
kulit putih. Setelah memberi latihan selama beberapa bulan, akhirnya Kui Eng
meninggalkan para kuli angkut itu. Akan tetapi walaupun ia tidak menjadi
pimpinan mereka, nama Kui Eng atau Kui-lihiap takkan pernah terlupa oleh
mereka, sebagai seorang pendekar wanita perkasa yang mereka kagumi.
-------Orang yang berjalan seorang diri menuruni lereng gunung itu bertubuh
jangkung kurus, akan tetapi tidak kelihatan kecil karena memang dia bertulang
besar. Mukanya kehitaman dan matanya amat tajam seperti mata kucing.
Pakaiannya juga serba hitam dan langkahnya tegap penuh wibawa, bahkan
cara dia mengangkat mukanya yang kehitaman itu terbayang suatu
kesombongan. Akan tetapi, sepasang mata yang tajam itu kini dihias alis yang
selalu berkerut, dan sinar mata yang tajam itu agak muram, mulutnya
membayangkan kegelisahan dan kedukaan.
Tiba-tiba dia berhenti melangkah dan tubuhnya menyelinap dengan
cepatnya, lenyap di balik semak-semak. Akan tetapi, seorang gendut pendek
yang muncul dari belakang sebatang pohon besar tertawa.
"Ha-ha-ha, sobat berpakaian hitam. Tak perlu kau bersembunyi, aku sudah
tahu bahwa engkau berada di baiik semak-semak itu. Keluarlah dan lebih baik
engkau membagi hasil dengan aku, atau aku akan menangkapmu, ha-ha!"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Orang jangkung berpakaian hitam itu keluar dan balik semak-semak.
Mereka saling berhadapan. Dan kini orang pendek gendut itu kelihatan terkejut
melihat muka yang kehitaman dengan sepasang mata yang amat tajam itu.
"Kau kau siapa dan mengapa bersembunyi" Kau tentu seorang kang-ouw,
bukan?" Si gendut ini tadi hanya main-main, akan tetapi sekarang dia nampak jerih
melihat sepasang mata itu. Mulut itu berkeriput dan sepasang mata yang tajam
itu memancarkan sinar yang kejam.
"Tolol, ulahmu sendiri yang akan mengakhiri hidupmu. Aku sudah
menghindarkan pertemuan, akan tetapi engkau memaksa aku keluar. Nah,
mampuslah!" Si tinggi kurus itu menggerakkan tubuhnya. Si pendek gendut terkejut dan
mencabut golok sambil mengelak. Akan tetapi sia-sia belaka. Terdengar suara
keras ketika gooknya terlempar dan tubuhnya terkulai, dan diapun sudah tewas
karena pelipisnya, terkena tamparan tangan orang berpakaian serba hitam itu.
Orang itu sejenak memandang tubuh korbannya yang sudah menjadi
mayat, menggeleng-gelengkan kepala dan menarik napas panjang, lalu
meloncat dan lari secepatnya meninggalkan mayat itu. Sebentar saja dia sudah
tiba di tempat yang amat jauh dari situ, baru dia berjalan lagi seenaknya. Ketika
di depan nampak sebuah dusun, diapun memutar tubuhnya dan mengambil
jalan menghindar pertemuan dengan dusun di depan.
Orang berpakaian serba hitam itu adalah Koan Jit! Seperti telah diceritakan
di bagian depan, Koan Jit terpaksa melarikan diri dari markas pasukan Harimau
Terbang yang diserbu oleh gurunya sendiri, yaitu Thian-tok bersama sutenya,
Ong Siu Coan yang mengerahkan bekas anak buahnya dari Thian-te-pai yang
setia kepadanya. Setelah mendengar berita bahwa Giok-liong-kiam yang berada di
tangannya itu palsu, dia tersenyum masam dan hatinya menjadi semakin
kecewa. Pusakanya itu, bersama pusaka simpanannya lainnya, terampas oleh
Thian-tok dalam penyerbuan itu, dia tidak punya apa-apa lagi. Kemudian dia
menyebar berita desas-desus itu bahwa pusaka Giok-liong-kiam yang kini
terampas oleh gurunya itu adalah pusaka palsu! Dia teringat akan keadaan di
tempat rahasia dimana dia menyimpan pusaka-pusakanya ketika dia dipancing
pergi oleh San-tok. Tentu kakek itu yang telah menukar pusakanya!
Hatinya merasa penasaran sekali dan diapun menyebar berita bahwa
pusaka Giok-liong-kiam kini berada di tangan Empat Racun Dunia, dan bahwa
mereka itu hendak mencari harta karun dan pusaka itu untuk mereka
pergunakan memberontak! Dengan penyebaran berita ini, dunia pun menjadi
ramai, bahkan kini pihak pemerintah secara sungguh-sungguh mulai menyebar
orang-orang pandai untuk merampas pusaka itu.
Demikian pula orang-orang kulit putih. Akan tetapi, balas dendam yang
dilakukannya ini tetap saja tidak memuaskan hatinya. Dia gelisah sekali,
gelisah karena duka dan kecewa, juga karena dia merasa kesepian, merasa
sendirian. Dia merasa gagal dalam segala hal! Kedudukannya yang sudah baik
di pasukan orang kulit putih telah terlepas dan tak mungkin dia kembali kepada
orang kulit putih. Sudah terdapat suatu perasaan tidak enak, bahkan bermusuh
sejak dia membunuh sutenya sendiri, Gan Seng Bu. Dia tentu sedang dicari oleh
pasukan orang kulit putih, dan kalau sampai tertangkap, tentu hukuman yang
berat, mungkin hukuman mati tembak menantinya. Dia telah meninggalkan
markas dalam keadaan kacau dan hancur.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Membantu pemerintah Ceng" Tentu dia akan ditangkap pula.
Pengabdiannya kepada orang kulit putih membuat dia dianggap sebagai
pengkhianat, mungkin sebagai pemberontak pula. Tidak mungkin dia tidak
dapat membantu orang-orang Mancu, tidak mungkin dapat membantu
pemerintah Ceng. Membantu para pemberontak" Juga tidak mungkin sama sekali. Selama ini
dia malah membantai banyak pemberontak dengan pasukan Harimau
Terbangnya. Bahkan Empat Racun Dunia memusuhinya. Juga semua orang
kang-ouw memusuhinya, baik dan golongan sesat maupun golongan pendekar.
Dia menjadi orang yang terasing. Dia selalu merasa diamati orang, kemanapun
dia pergi. Merasa terancam dan dimanapun dia berada, dia merasa tidak aman.
Karena itu, dia selalu gelisah dan menyembunyikan diri, menghindarkan
pertemuannya dengan siapapun.
Koan Jit merasa hidupnya terhimpit. Dimana-mana dia dimusuhi orang, dan
segala hal yang dipegangnya ternyata telah gagal. Beberapa kali dia didorong
oleh keinginan bunuh diri saja, namun dia tidak memiliki keberanian cukup
besar untuk mengakhiri hidupnya, karena dia membayangkan betapa ngeninya
dirinya akan menempuh keadaan yang tidak dikenalnya, keadaan sesudah mati
Lencana Pembunuh Naga 7 Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H Pendekar Guntur 18
^