Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 12

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 12


Kini secara cepat, berbalik Tio Lian Cu yang kembali menyerang, namun Khong Yan juga langsung mengantisipasi dengan mengembangkan saat itu juga sebuah jurus Im Im Liong Tham Jiu (naga mega merentangkan cakar). Dengan tangan terbuka dia kembali memapak serangan-serangan pedang lawan dan memunahkannya dengan berani. Selanjutnya, dia bergerak dengan gerakan-gerakan pertahanan Thian Liong Pat Pian sehingga memunahkan semua serangan Tio Lian Cu. Memang serangan pedang Tio Lian Cu sungguh ampuh dan amat berbahaya, tetapi dengan manis dan tepat, Khong Yan mengantisipasi dan mementahkan semua potensi bahaya dari serangan pedang itu. Pertarungan hebat mereka berlanjut hingga akhirnya mereka memasuki jurus ke-250 tanpa ada yang mampu memenangkan pertarungan. Dan ketika akhirnya pertarungan mereka memasuki limit jurus 250, adalah Sie Lan In yang pada akhirnya mengingatkan mereka berdua:
"Khong sute dan Tio sumoy, sudah cukup ".. 250 jurus sudah lewat "." serunya dengan suara merdu dan penuh kekaguman.
Teriakannya itu diikuti oleh melompat mundurnya Khong Yan dan Tio Lian Cu. Terlihat jelas jika mereka berdua memang mencurahkan perhatian sepenuhnya pada jurus jurus terakhir sehingga tidak menghitung jurus atau gerakan keberapa mereka pada saat itu. Dan Khong Yan mengakuinya dengan jujur:
"Astaga ".. aku benar-benar tidak menghitung lagi Sie suci, karena serangan sumoy benar-benar membahayakan ?".. aku tidak bisa membagi perhatian "."
"Accch, benar suci, akupun tak mampu menghitung lagi ?" maaf, maaf "."
"Sudahlah ?" seperti kukatakan sebelumnya, tidak akan ada seorang diantara kita yang mampu saling mengalahkan. Subo sendiri meramalkan seperti itu, jikapun ada yang mungkin kalah, itu adalah engkau sumoy, tetapi dengan catatan engkau belum menemukan kepingan penting Ilmu Hoa San Pay ?""
"Engkau benar suci, tanpa penjelsan atas ilmu dari pit kip rahasia itu, rasanya aku tak akan mampu meladeni suci dan suheng sampai sejauh itu ?"."
"Kionghi jika demikian sumoy ?"?"
"Terima kasih suci ".."
"Baiklah ".. jika tidaklah keberatan, Khong sute dan Tio sumoy, mari kita lanjutkan dengan pandangan dan masukan kita untuk masing-masing. Kita diskusikan kelemahan dan kekurangan masing-masing hingga kita tahu dan paham, kedepan bagaimana kita dapat meningkatkan kemampuan kita "."
"Baik suci ?". akupun sudah siap "." Jawab Khong Yan cepat mengiyakan, karena dia memang sudah bersiap untuk babak pertemuan diskusi mereka selanjutnya.
"Akupun siap suci ?""
Selanjutnya merekapun mendiskusikan kelebihan dan kekurangan masing-masing yang dilangsungkan cukup lama. Menjelang sore baru mereka menyelesaikan diskusi yang menarik antara mereka, diskusi memberi dan menerima. Dan pertemuan itupun ditutup dengan Khong Yan minta diri terlebih dahulu disusul Tio Lian Cu. Kelihatannya kedua tokoh muda itu memiliki urusan mereka masing-masing, dan karenanya memutuskan tidak menunggu lama. Entah apa yang menjadi tugas atau urusan mereka berdua untuk secepatnya turun gunung, tetapi suatu hal yang pasti, mereka masing-masing akan bertemu kembali dalam waktu yang tidak lama.
Sementara itu, Sie Lan In masih beberapa saat menarik nafas di tempatnya dan terlihat termenung cukup lama. Seri wajahnya sungguh sulit ditafsirkan, bahkan oleh Koay Ji yang memandangnya dari kejauhan. Koay Jie sendiri belum beranjak pergi, dan masih tetap menunggu sampai kedua tokoh muda sakti yang tadi, Tio Lian Cu dan Khong Yan meninggalkan puncak Awan Melayang. Dan melihat keadaan Sie Lan In dia menjadi heran, karena wajah Sie Lan In sungguh sulit untuk dicerna apa makna tatapan kosongnya dan mengapa dia menarik nafas panjang berkali-kali. Koay Ji sungguh tidak paham, dia tetap tidak paham meski bayangannya justru ada dalam diam dan mimpi gadis cantik yang terus menerus ditatapinya dari kejauhan itu. Keadaan Sie Lan In memang terlihat sendu dan kelabu, dia seperti enggan pergi dan terikat dengan sesuatu di Tionggoan, tetapi sayangnya dia harus memenuhi permintaan dan perintah Subonya sesaat sebelum dia meninggalkan Lautan Selatan.
Tiba-tiba Sie Lan In mengeluarkan suara, sejenis suara siulan yang melayang tinggi dan mengalun ke angkasa:
"Suuuuuuiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttt ?".."
Seakan menjawab siulannya, tiba-tiba dari kejauhan terdengar kepakan sayap dan teriakan dari udara !!!!!!!!! tak salah lagi, itu teriakan atau lontaran suara dari seekor burung. Dan jika benar itu burung, pastilah seekor burung yang sangat besar. Koay Ji tergetar hatinya menunggu dengan perasaan heran dan takjub. Dan benar saja, tak lama kemudian dari angkasa yang tertutup awan, menyibak turun sesosok benda yang sangat besar, jauh lebih besar dari burung yang selama ini dilihat dan disaksikan Koay Ji di Tionggoan. "Ha ". Seekor burung besar "..?" desis Koay Ji begitu menyaksikan bagaimana sosok yang ternyata burung besar itu perlahan-lahan turun dan kemudian tegak berdiri di hadapan Sie Lan In.
Hebat. Burung berwarna putih bersih itu ketika berdiri di hadapan Sie Lan In justru terlihat masih lebih tinggi sekitar satu meter atau mungkin lebih dibanding Sie Lan In ketika dia menegakkan kepalanya. Tetapi, melihat Sie Lan In, burung putih besar ini dengan gerak manja menundukkan kepalanya dan kemudian menyandarkan leher dan kepalanya kepada Sie Lan In. Sie Lan In rupanya tahu apa yang diingnkan burung putih besar itu, tak lama kemudian dia membelai lehernya sambil memanggil pelan:
"Accchhhhh, Tiauw Ko, engkau merindukanku "..?" bisiknya yang dapat didengar lirih oleh Koay Ji yang bersembunyi di tempat yang cukup aman itu. Seakan mengerti oleh bisikan Sie Lan In, Burung Rajawali besar itu kembali mendekatkan kepala dan juga lehernya untuk dibelai dan dipeluk oleh Sie Lan In. Dan beberapa saat kemudian diapun membungkuk di depan Sie Lan In yang kemudian melompat ke punggungnya. Dan sekejap kemudian, burung besar bersama Sie Lan In menghilang di angkasa dan saat yang sama Koay Ji keluar dari persembunyiannya sambil memandang ke angkasa dengan sangat takjubnya.
"Acccch, ini rupanya yang dimaksudkan Enci Sie dengan tunggangan milik subonya, sungguh besar burung itu, dan sungguh hebat tunggangan seperti itu "." Bisik lirih Koay Ji sambil memandangi penuh takjub ke angkasa meskipun dia tidak lagi dapat melihat keberadaan burung dan gadis itu yang sudah terbang menuju ke lautan selatan. Masih berapa lama Koay Ji berdiri disana ?" terutama berusaha mencerna apa maksud dan apa yang berada di pikiran Sie Lan In ketika tatap mata menerawang dan terlihat aneh itu ". ?"" sampai kemudian dia sadar kembali sepenuhnya, dan tak lama kemudian melesat pergi mengejar kemana Khong Yan melenyapkan dirinya.
==================== Ada dua kabar besar yang sama-sama menghentak dan membuat Rimba Persilatan mendadak bukan hanya penuh warna, tetapi menjadi sangat menyeramkan dan sangat menegangkan. Yang pertama ialah kabar besar tentang "Pembantaian Kaypang" di Gunung Kauw It San yang menyebabkan terbunuhnya Pangcu Kaypang Wan Kiam Ciu dan Hu Pangcu Pek I Sinkay. Kabar ini bukan hanya menyentak, tetapi menakutkan banyak orang. Memang benar, Kaypang dengan cepat mendapatkan seorang Pangcu baru dalam diri tokoh besar bernama Tek Ui Sinkay. Tokoh Kaypang yang baru munculkan diri kembali setelah sekian lama menghilang dan bahkan semakin sakti. Jauh melebihi kemampuannya sebelum dia menghilang beberama tahun lamanya. Bahkan konon, kepandaiannya sekarang sudah jauh melampaui kehebatan Pangcu Kaypang, meski sebelumnya mereka nyaris setanding.
Tetapi, bagaimanapun kabar pembantaian yang menewaskan pucuk pimpinan sebuah perkumpulan sebesar Kaypang, ditambah dengan 200 murid atau anggotanya, tetap sebuah kabar besar yang sangat menyentak. Malah dianggap sebagai pukulan telak kepada golongan pendekar atau aliran putih, karena Kaypang adalah salah satu kelompok aliran itu. Kira-kira pemikiran banyak orang seperti ini: "Kaypang saja yang memiliki anggota yang demikian besar, ratusan ribu orang dan dengan tokoh-tokoh hebat yang banyak mereka punyai, dapat dihancurkan dengan mudah dalam semalam, apalagi kita yang kecil-kecil .....?". Sebuah pemikiran yang tidak keliru dan membuat banyak perguruan dan partai menjadi was-was. Apalagi karena bersamaan dengan bencana di Kaypang itu, juga beredar kabar bahwa PEK KUT LODJIN turut "bermain" disana, entah muridnya, keturunannya atau pewarisnya. Entahlah, belum ada yang dapat menjawabnya pasti. Bahkan kabar itu muncul langsung dari tokoh-tokoh utama Kaypang sesuai pesan terakhir Pangcu yang terbunuh, Wan Kiam Ciu yang menyebut nama itu sesaat sebelum ajal menjemputnya.
Kabar kedua yang tidak kurang heboh dan seperti membenarkan dan menegaskan satu bahaya baru sudah muncul, datang dari daerah Pek In San. Ada apa gerangan dengan Gunung Pek In San itu" Di Pek In San terdapat satu perguruan agama yang dulu agak patriotis tetapi belakangan mulai kehilangan orientasinya dan menjadi sarang tokoh sesat. Sudah lebih dari 10 tahun belakangan, Pek Lian Pay yang dipimpin oleh Pek Bin Hwesio sebagai Kauwcu, dan mereka menghadirkan cukup banyak bencana bagi masyarakat sekitarnya. Koay Ji dan kedua kawannya adalah contoh anak-anak yang diculik untuk kebutuhan latihan ilmu sesat Kauwcu sesat dari Pek Lian Pay tersebut. Kauwcu itu kabarnya memang sedang melatih sejenis iweekang sesat yang bernama Pek Tok Ciang Lek (Tenaga Dalam Tinju Beracun), namun kelihatannya Ilmu itu sudah matang dilatih setelah berlalu sepuluh tahun lebih. Tetapi, meskipun demikian, bukanlah tentang Pek Lian Pay yang mendatangkan perasaan seram dan maut bagi banyak tokoh persilatan Tionggoan. Karena Pek Lian Pay masih belum dianggap bahaya yang cukup serius.
Yang dianggap serius adalah munculnya tokoh bernama BU TEK SENG ONG (Raja Malaikat Tanpa Tanding) yang menurut kabar dari Kaypang, masih ada hubungan erat dengan Pek Kut Lodjin. Dan tokoh inilah yang membantai dan menghancurkan markas kedua Kaypang di Kauw It San dan sekaligus membunuh Pangcu serta Hu Pangcu Kaypang di sana. Selain itu, juga membunuh dan membantai 200 anak buah Kaypang sekaligus dalam semalam. Dan, BU TEK SENG ONG, yang sekarang bermarkas di Pek Lian Pay dan kemudian mengumumkan berdirinya sebuah Perguruan Silat baru dengan nama yang bukan main sombongnya, yaitu BU TEK SENG PAY (Partai Malaikat Tanpa Tanding). Dan mudah ditebak bahwa yang menjadi Ketuanya sudah pasti adalah BU TEK SENG ONG (Raja Malaikan Tanpa Tanding) itu sendiri. Menurut kabar, dalam waktu beberapa tahun terakhir, Pek Lian Pay memang dilaporkan sedang membangun markas baru yang sangat megah dan bahkan amat luar biasa besarnya. Dan rupanya, pembangunan tersebut adalah persiapan untuk mengumumkan berdirinya BU TEK SENG PAY. Dan entah mengapa mereka baru mengumumkan kabar menyentak itu setelah menunggu cukup lama.
Bukan pengumuman berdirinya Bu Tek Seng Pay yang membuat banyak orang menjadi sedemikian tegang dan pusing. Justru ambisi dan tujuan Bu Tek Seng Pay yang secara langsung diumumkan BU TEK SENG ONG sebagai Ketua Bu Tek Seng Pay yang menggetarkan. Bu Tek Seng Ong dengan sangat sombongnya membuat pengumuman yang sangat menghebohkan itu pada saat mengumumkan berdirinya Bu Tek Seng Pay. Dia mengumumkannya setelah kurang lebih 15 hari menghancurkan Kay Pang di Kauw It San, dan tepat pada hari mereka mengumumkan dan mendirikan Bu Tek Seng Pay. Isi pengumumannya adalah, seluruh tanpa kecuali, Partai Persilatan dan Perguruan Silat di Tionggoan, harus segera datang untuk menaklukkan diri ke Pek In San selambat-lambatnya 3 bulan setelah pengumuman. Setelah batas waktu tersebut berakhir, maka setiap perguruan dan partai yang enggan dan memutuskan tidak datang menaklukkan diri di Pek In San akan dianggap musuh. Karenanya akan segera diserbu dan langsung dilenyapkan dari permukaan bumi sampai ke akar-akarnya. Dan setahun dari pengumuman, Bu Tek Seng Ong kemudian akan diumumkan dan sekaligus ditetapkan sebagai BENGCU Rimba Persilatan Tionggoan.
Luar biasa akibatnya. Dunia persilatan heboh dan geger. Banyak orang bertanya-tanya, siapa gerangan Bu Tek Seng Ong yang demikian "gila" dan demikian berani untuk menaklukkan semua partai persilatan di Tionggoan" Apa dan bagaimana gerangan hubungannya dengan Pek Kut Lodjin yang menghadirkan badai dan prahara besar pada kurang lebih 30 tahun silam" Sayang tanda tanya dan pertanyaa-pertanyaan ini tidak pernah terjawab. Belum ada yang mampu dan sanggup memperoleh jawaban pasti atas sejumlah tanda tanya itu. Karena itu, banyak orang jadi mulai meraba-raba dan mulai berspekulasi tentang siapa sebenarnya tokoh yang demikian berani itu. Ada yang kemudian menyebutkan bahwa dia adalah pewaris Pek kut Lodjin, ada pula yang menyebutnya anak Pek Kut Lodjin, ada yang menyebut saudara seperguruan dari tokoh sesat yang maha hebat puluhan tahun silam itu.
Tetapi yang sudah jelas dan pasti adalah, akibat dari pengumuman itu sungguh sangat luar biasa. Dalam waktu singkat, banyak sekali perkumpulan dan tokoh-tokoh sesat yang dengan rela hati kemudian datang dan bergabung ke Pek In San dan memperkuat Bu tek Seng Pay. Harus dicatat, sudah cukup lama atau bahkan teramat lamatokoh-tokoh aliran sesat menantikan bangkitnya seorang tokoh baru sekuat dan sehebat atau jika bisa, lebih hebat dari Pek Kut Lodjin. Tokoh aliran sesat terakhir yang demikian hebat dan cerdik meskipun akhirnya gagal dan bunuh diri kuyrang lebih 30 tahun silam. Dan kehadiran Bu Tek Seng Ong bagaikan menjadi obat pelipur lara atas kerinduan mereka untuk kembali memiliki pemimpin yang hebat dan berani untuk adu kepandaian dan kecerdikan dengan dengan aliran putih.
Tidak mengherankan jika dalam jangka waktu yang cukup pendek, Bu Tek Seng Pay menjadi sebuah perguruan dengan jumlah yang mencapai angka lebih dari 5000an. Pek In San dengan segera berubah wajah menjadi sangat ramai, dan untuk mencapai Gunung itu menjadi teramat sangat sulit karena penjagaan sudah dilakukan sejak masih di kaki gunung. Padahal, pusat partai itu berada cukup jauh di puncak sebelah barat Pek In San. Tetapi sekarang, dimana-mana di gunung itu, di seluruh penjuru untuk menuju puncak, selalu ada penjagaan yang sangat ketat atas. Akibat penjagaan ketat di semua titik masuk menuju puncak Pek In San, gunung itu sontak menjadi ramai dan tidak mudah didaki lagi. Siapapun yang ingin menuju puncak, harus melaporkan keperluan, identitas serta siapa yang ingin ditemui di puncak Gunung Pek In San. Mereka yang memiliki urusan sepele, sering ditolak naik.
Berita dan kabar menggemparkan ini sudah tentu sampai ke perguruan-perguruan silat lainnya, termasuk aliran-aliran putih dan kaum pendekar. Baik Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay, Hoa San Pay, Kun Lun Pay, Thian San Pay, Kaypang dan perguruan para pendekar lainnya sudah menerima berita itu. Termasuk ultimatum yang menggegerkan agar setiap perguruan silat segera mengirim utusan untuk menyatakan takluk serta menerima kepemimpinan Bu Tek Seng Pay atas dunia persilatan Tionggoan. Berita seperti itu sebetulnya sama saja dengan satu tantangan langsung dan satu tantangan terbuka terhadap kaum pendekar. Dan oleh karena itu, pertemuan dalam rangka Hari Ulang Tahun Hu Sin Kok atau Hu Pocu, menjadi arena yang sangat penting sekaligus menegangkan. Karena acara para pendekar itu berjarak hanya sekitar satu bulan dari pengumuman besar di Pek In San. Dan banyak yang menduga, hal tersebut memang secara sengaja dilakukan untuk menantang secara terbuka kaum pendekar.
Yang kemudian terjadi menjelang pertemuan di acara Hu Pocu adalah, beberapa perguruan silat tanggung memilih untuk membubarkan diri dan bergabung dengan yang lebih besar. Sementara yang sedikit lebih besar, juga ada yang menggabungkan diri satu dengan yang lain, dan bahkan ada yang tiba-tiba lenyap alias menyembunyikan diri untuk sementara. Mengapa" semua terkena kampanye dan informasi yang dengan sengaja disebarkan, bahwa pembantaian 200 lebih anak buah Kaypang di Kauw It San adalah "pengumuman" tak resmi tampilnya Bu Tek Seng Pay. Dan jika Kaypang yang begitu besar dan jaya saja sampai ambruk, apalagi perguruan silat kecil dan tanggung yang tidak sehebat Kaypang" Bukankah adalah jauh lebih baik dan bijaksana untuk mengundurkan diri dan bersembunyi" Tapi, tentu banyak juga perguruan besar yang tetap tabah dan berani karena menyangkut reputasi dan nama baik.
Boleh dibilang informasi seperti itu memang benar-benar ampuh. Tetapi, masalah bukan hanya dihadapi oleh perguruan silat, karena para pendekar pengelanapun juga menerima ultimatum yang sama. Bergabung menjadi satu dengan Bu Tek Seng Pay atau dibunuh. Bergabung berarti menyetujui cita-cita Bu Tek Seng Pay untuk menyatu dan menguasai Dunia Persilatan dan diberi imbalan kedudukan sesuai dengan syarat dan kemampuan yang bersangkutan. Bahkan, kabar lain menyebutkan, banyak tokoh tokoh sesat yang sudah lama "pensiun" kini muncul kembali di Pek In San dan sudah memperkuat Bu tek Seng Pay. Sudah cukup" Masih belum, karena konon banyak tokoh sesat dari luar daerah, bahkan dari Tibet, Thian Tok, Nepal termasuk yang malah paling banyak adalah jago-jago asal Mongol yang ikut bergabung memperkuat Bu Tek Seng Pay. Tidak heran jika banyak perguruan kecil yang kemudian lebih memilih untuk bersembunyi dan melenyapkan diri untuk menjaga keselamatan murid-murid mereka dari amukan Bu Tek Seng Pay. Pendeknya, akibat dari "teror" Bu Tek Seng Pay ini benar-benar menggegerkan dunia persilatan.
Masih dua minggu pelaksanaan perayaan hari ulang tahun Poen Loet Kiam Kek (Jago Pedang Pengejar Guntur) Hu Sin Kok yang ke 75. Tetapi keramaian sudah seperti pada hari puncaknya di kota Ya In. Penginapan dan hotel sudah penuh disewa banyak tamu yang berasal dari seluruh penjuru. Sudah teramat sulit menemukan hotel ataupun penginapan bagi mereka yang baru datang pada hari-hari mendekati hari puncak perayaan hari ulang tahun Hu Pocu. Jangankan di hotel dan penginapan, bahkanpun di Benteng Keluarga Hu sendiripun sudah banyak tokoh-tokoh dunia persilatan yang datang lebih dini berkumpul disana. Termasuk Pangcu Kaypang, Tek Ui Kaypang yang sudah tiba jauh-jauh hari karena memang ada persoalan penting yang diajukannya dan didiskusikan berbareng dengan Hu Sin Kok. Tidak mengherankan, karena memang, HU SIN KOK, langsung atau tidak langsung memang dipandang sebagai pemimpin dunia persilatan Tionggoan dewasa ini.
Sudah beberapa hari terakhir Tek Ui Sinkay bersama dengan Hu Sin Kok dan putranya Pat Ciu Thian Cun (Jago Pedang Pengejar Guntur) Hu Sin Tiong serta istrinya Hoa San Sian Li (Dewi dari Hoa San Pai) Kho Sian Lian, dan juga beberapa tokoh berdiskusi. Mereka sempat ingin menunda atau mengundurkan acara perayaan, namun sayangnya acaranya sendiri, perayaan hari ulang tahun ke-65, memang sudah dirancang jauh-jauh hari. Dan juga, dirancang tanpa mengantisipasi dan mengetahui jika ternyata Bu Tek Seng Pay akan memulai gerakan mereka secara terbuka dari Gunung Pek In San. Karena itu, tidak cukup waktu dan sudah tidak mungkin lagi untuk menarik undangan yang sudah dikirimkan meskipun resikonya sangatlah besar. Mereka sangat sadar, bukan tidak mungkin anak buah Bu Tek Seng Pay akan cari perkara di perayaan dan hari besar yang memang akan banyak dihadiri tokoh kang ouw. Tetapi, bagaimanapun tokoh-tokoh aliran putih "wajib" menjaga jati diri, reputasi dan tidak boleh takut sebelum bertemu dengan Bu Tek Seng Ong sekalipun.
Hari itu, masih dua minggu terentang dari acara puncak, di meja pertemuan, Hu Sin Kok sedang membahas keadaan terakhir bersama dengan tokoh-tokoh aliran putih lainnya. Terlihat kehadiran Tek Ui Sinkay (Pengemis Sakti Tongkat Kuning), yang sudah menjadi Pangcu Kaypang terakhir. Kemudian bersama mereka berdua, terlihat juga hadir Hu Sin Tiong, putra sulung Hu Pocu yang sudah berusia 50 tahunan namun tidak terlihat kehadiran istrinya bersama mereka. Selain itu, masih juga ada 2 (dua) orang tokoh hebat yang sudah selama hampir sebulan menginap di Benteng Keluarga Hu setelah terus menerus gagal untuk bertemu dan membujuk seorang kawan mereka yang "tersesat". Mereka berdua adalah tokoh-tokoh besar yang kedudukan mereka di dunia persilatan sesungguhnya sudah sangat tinggi. Merekalah yang terkenal dengan nama "TIONGGOAN SU KOAY" (Empat Tokoh Aneh Tionggoan), tokoh-tokoh besar yang kedudukan mereka hanya setingkat di bawah Dewa Persilatan Tionggoan. Dapat dibayangkan kehebatan mereka.
Dua orang tersebut yang adalah anggota Tionggoan Su Koay, yakni To Pa Thian Pak (Penguasa Tunggal Langit Utara) Bu Bin An dan See Bun Sin-Kiam-jiu (Tangan Pedang Sakti Dari Pintu Barat) Lim Ki Cing. Selain mereka berdua ada seorang lagi yang sesungguhnya adalah bekas tokoh sesat yang tidak kurang sakti dan hebatnya dibandingkan dengan Bu Bin An dan Lim Ki Cing, yakni saudara angkat Hu Sin Kok, seorang tokoh bernama Kim Shia (si sesat bercahaya emas) Sam Kun. Sejak usainya pertumpahan darah yang membuat Pek Kut Lodjin bunuh diri, Sam Kun mengikuti Hu Sin Kok dan menjadi kakak angkat sang Pocu. Sejak saat itu, untuk semua urusan dunia persilatan, Sam Kun pasti akan berada di belakang Hu Sin Kok dan mendukungnya, apapun keputusan itu.
Tionggoan Su Koay sendiri sebetulnya terdiri dari 4 orang, dimana salah satunya adalah Sam Kun yang tinggal di pantai Laut Selatan. Tetapi, sejak dia dikalahkan oleh Lam Hay Sinni yang bertempat tinggal di laut selatan, diapun menanggalkan "posisi" di Selatan dan meninggalkannya untuk Lam Hay Sinni. Padahal, sesungguhnya, Lam Hay Sinni masih berusia lebih tua dibandingkan Tionggoan Su Koay, masih ada jarak hampir 15 tahun lebih tua. Tetapi, meski tidak menerima, Lam Hay Sinni sendiri tidak pernah menolak berada dalam Tionggoan Su Koay, dan dianggap sebagai tokoh tertua dan terhebat diantara mereka berempat. Selain itu, Sam Kun sudah meninggalkan pos di selatan dan memilih tinggal bersama Hu Sin Kok. Itulah sebabnya, praktis pos SELATAN berada di antara ada dan tidak ada. Disebutkan tidak ada, padahal ada Lam Hay Sinni yang berkedudukan disana, disebut ada, Lam Hay Sinni nyaris tidak pernah berada bersama dengan 3 tokoh lainnya.
Urut-urutan Tionggoan Su Koay berdasarkan kehebatan mereka adalah, Lam Hay Sinni di pos SELATAN, disusul dengan Kakek Tua dari Lautan Timur " Tung Hai bernama Siu Pi Cong. Tokoh yang memiliki pos di TIMUR ini memiliki julukan keren, Jian Bun Kiam Ciang (Telapak Tangan Emas Pembabat Nyawa). Kemudian disusul dengan tokoh yang menduduki pos UTARA, yakni seorang tokoh besar bernama To Pa Thian Pak (Penguasa Tunggal Langit Utara) Bu Bin An dan terakhir tokok di pos BARAT adalah See Bun Sin-Kiam-jiu (Tangan Pedang Sakti Dari Pintu Barat) Lim Ki Cing. Sesungguhnya tokoh yang menduduki pintu SELATAN, memiliki kemampuan yang mengatasi ketiga tokoh dipos lainnya, dan mereka berempat tahu belaka soal itu. Sementara selain Rahib Selatan, ketiga tokoh lainnya relatif seimbang kepandaiannya, dan karena itulah maka ketiga tokoh lain selalu menghormati dan memandang Rahib Selatan sebagai pemimpin mereka.
Selain mereka berlima, juga nampak di dalam ruangan adalah tokoh Siauw Lim Sie, yakni Hwesio dari angkatan HOAT, yakni Hoat Kek Hwesio yang sekarang adalah Wakil CIangbudjin dan hadir mewakili pihak Siauw Lim Sie. Dan dua orang tokoh lainnya dri Hoa San Pay yakni Thian Lui Sianseng (Tuan Geledek Langit) Yap Eng Ceng bersama istrinya Kiang Cui Loan, Pek Hoa Tiap (Kupu-kupu Seratus Bunga). Sepasang suai-istri yang sudah berusia 50 tahunan ini adalah tokoh-tokoh utama Hoa San Pay saat ini dan baru tiba sore harinya langsung dari Hoa San Pay. Meski masih lelah, tetapi keduanya bersedia menghadiri undangan khusus Hu Pocu. Dan tokoh terakhir yang juga belum lama tiba berasal dari Bu Tong Pay, yang tiba dengan didampingi 5 Pendeta agama to lainnya, yakni tokoh bernama Pouw-ci-sui-beng (Jari sakti penghancur nyawa) Siangkoan Kiam Bu.
Sebetulnya, sampai sebelum berita kehadiran Bu Tek Seng Ong dan Bu Tek Seng Pay, Bu Tong Pay masih sedang menutup diri, dan bahkan masih terus menutup diri. Tetapi begitu mendengar berita dan ancaman dari Bu Tek Seng Pay, merekapun akhirnya meminta salah seorang tokoh pendekar besar yang mereka miliki, Siangkoan Kiam Bu untuk mewakili Bu Tong Pay. Mereka sadar sepenuhnya bahwa meski menutup diri, tetapi Bu Tong Pay pasti akan tetap disasar dan menjadi target dari Bu Tek Seng Pay. Karena itu, mereka memutuskan untuk mengutus salah seorang tokoh mereka untuk menghadiri acara ulang tahun Hu Pocu. Sebetulnya, tokoh berusia 48 tahun ini adalah tokoh termasyhur dari Bu Tong Pay, bahkan tokoh Bu Tong Pay dengan kepandaian paling hebat dewasa ini. Tetapi memang, tempat tinggal dan rumahnya tidak tetap karena dia adalah tokoh pengelana yang senang berkelana dan terus berpindah tempat. Singkatnya, dia adalah seorang pengelana dan pencita Ilmu Silat yang mampu menguasai Ilmu Silat Bu Tong Pay hingga tingkat tertinggi.
Mereka bersembilan ini nampaknya sedang membicarakan urusan yang sangat penting dan mendesak. Dan memang begitulah keadaannya. Adalah Hu Sin Kok yang secara langsung memimpin pertemuan tersebut:
"Cuwi sekalian setelah kejadian dan berita menggembirakan dari Hoa San Pay, dan juga berita bencana dari Kauw It San, kita semua paham, dengan berdirinya Bu Tek Seng Pay, maka jelas sekali giliran kita masing-masing akan segera tiba. Bukan tidak mungkin mereka akan mempergunakan kesempatan perayaan ulang tahun lohu untuk menyerbu kita disini. Karena bukankah dalam waktu dekat sesuai dengan janji mereka bahwa barangsiapa yang tidak tunduk akan mendapatkan hukumannya "..." Dugaan lohu, perayaan ulang tahun nanti sudah pasti akan dihadiri utusan atau bahkan tokoh mereka untuk membuat keributan disini. Tetapi, meskipun mereka berpikiran demikian, lohu tidak mungkin untuk mundur lagi, karena waktu sudah terlampau terlambat untuk melakukannya. Para undangan sudah sedang dalam perjalanan menuju Kota Yan In, bahkan, menurut anak buahku, tidak ada lagi hotel dan penginapan yang kosong di kota Ya In. Karena itu, sudah terlampau terlambat untuk mengumumkan penundaan atau pembatalan acara. Yang mungkin masih dapat kita lakukan adalah memikirkan bagaimana menghadapi komplotan yang nyaris dipastikan akan bertamu meski tidak diundang. Dan jika sudah demikian, tidak ada yang dapat menjamin bahwa mereka akan tinggal diam dan tidak akan melakukan keributan ".."
Semua yang hadir paham belaka bahwa apa yang diungkapkan oleh Hu Pocu atau Hu Sin Kok benar belaka. Karena itu, mereka terdiam dan berpikir masing-masing, apakah gerangan yang dapat diusulkan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang terbentang di depan mata mereka semua. Beberapa saat mereka semua terdiam, sampai akhirnya Tek Ui Sin Kay yang menjadi Pangcu Kaypang berkata dengan suara dalam dan dengan wajah sangat serius:
"Hu Pocu ".. dewasa ini yang dianggap sebagai pemimpin atau bengcu tidak resmi dunia persilatan adalah Hu Pocu. Jika Hu Pocu mengeluarkan perintah agar masing masing perguruan mengirimkan orang terbaik mereka untuk datang ke Ya In dan khususnya ke Benteng Keluarga Hu untuk membahas ancaman Bu Tek Seng Pay, maka ini akan menjadi salah satu pilihan. Dengan dukungan seluruh pengantar surat dan kurir serta kekuatan Kaypang yang banyak berada di sekitar Ya In, maka lohu amat yakin, bahwa sebagian besar perguruan besar masih akan sempat untuk mendapatkan undangan tersebut. Apalagi jika memang Hu Pocu sampai memutuskan menggunakan PANGGILAN dan bukan UNDANGAN ?".."
Mendengar usulan Tek Ui Sinkay, Hu Sin Kok yang sudah berusia cukup lanjut, sudah 75 tahun memandangnya sambil tersenyum dan cepat berkata:
"Pilihan itu sudah lohu pikirkan berkali-kali Pangcu ".. tetapi, itu berarti sama dengan kita menabuh genderang perang melawan Bu Tek Seng Pay. Dan bisa lohu pastikan, mereka yang menuju ke kota Ya In akan menghadapi ancaman pembantaian oleh orang-orang Bu Tek Seng Pay. Hal ini yang membuat lohu risau dan takut untuk segera memutuskannya, karena resikonya cukup berat. Selain itu, pihak kita belum cukup siap untuk melakukan perlawanan terbuka menghadapi mereka yang semakin hari semakin besar dan semakin banyak jumlahnya ?"."
"Apakah dengan demikian Hu Pocu memutuskan untuk menunggu mereka semakin besar dan semakin banyak korban yang jatuh baru akan memulai upaya untuk melawan dan memberangus terror kawanan yang tidak bertanggungjawab itu "..?" tanya Tek Ui Sinkay dengan wajah penuh rasa penasaran
"Tidak juga demikian Pangcu ?" tetapi kita butuh persiapan dan percakapan yang disetujui bersama, sehingga ketika kita memutuskan melakukan perlawanan dan juga penyerangan, semua kita sudah siap. Yang masih belum cukup kuat, lebih baik untuk bersembunyi sementara waktu, yang cukup siap, mari berkumpul segera untuk memulai memikirkan cara terbaik memukul musuh. Ingat, sebelumnya mereka bergerak secara menggelap, tetapi sekarang mereka merasa sudah cukup kuat dan berani untuk bicara dan bertindak secara lebih terang-terangan. Lohu menduga, mereka pasti memiliki tiang penyangga yang hebat dan belum bisa kita ketahui siapa " jika benar menurut Pangcu bahwa gerakan ini ada kaitannya dengan Pek Kut Lodjin, maka kita harus lebih sabar dan lebih waspada lagi, dan harus lebih siap lagi ?".."
Begitu Hu Pocu menyelesaikan perkataannya, To Pa Thian Pak (Penguasa Tunggal Langit Utara) Bu Bin An, sudah segera menyambungnya:
"Lohu sependapat dengan Hu Pocu ?" selama beberapa bulan terakhir kami bertiga dengan See Bun Sin-Kiam-jiu (Tangan Pedang Sakti Dari Pintu Barat) Lim Ki Cing dan juga Kim Shia (si sesat bercahaya emas) Sam Kun, banyak menyelidiki pergerakan mereka. Salah seorang sahabat kami Jian Bun Kim Ciang (Telapak Tangan Emas Pembabat Nyawa) Siu Pi Cong, tokoh Lautan Timur entah mengapa berada bersama dengan komplotan itu. Dan sesungguhnya, kekuatan mereka jika mau kami sebutkan, berada di luar perkiraan kita semua. Tokoh sehebat Siu Pi Cong saja ada beberapa orang, tetapi, tokoh diatasnya juga ada meski belum kami selidiki. Dan itu bisa berarti, tokoh utama mereka bahkan setingkat atau diatas kemampuan Pek Kut Lodjin pada masa lalu. Beruntung ada seorang tokoh aneh yang datang dan lalu mengobrak-abrik semua rencana mereka untuk menguasai Siauw Lim Sie, selain kedatangan murid dari Lam Hay Sinni. Tetapi, dari penyelidikan kami, tokoh utama mereka yang masih sedang berlatih pada 2,3 bulan sebelumnya, kelihatannya sudah munculkan diri di Kaypang dan karena itu mereka sudah siap ?". Perkembangan keanggotaan mereka juga sangat pesat, banyak tokoh sesat yang menggabungkan diri dengan kekuatan baru yang menyebut diri sebagai Bu Tek Seng Pay ini ?""
"Acccccccchhh, sesungguhnya bukanlah lohu tidak menyadarinya sama sekali. Laporan anak murid Kaypang menyebutkan, ada banyak tokoh hebat dan mujijat yang sudah mengundurkan diri turun gunung dan menuju Pek In San. Entah siapa saja mereka, tetapi rata-rata tokoh tua dan sudah menghilang puluhan tahun silam. Belum lagi tokoh hebat lainnya yang berasal dari luar daerah, seperti dari Tibet, Thian Tok, Nepal dan juga dari daerah Mongol selain daerah luar perbatasan. Kekuatan mereka akan terus bertambah-tambah dari waktu ke waktu ?" jika kita terlambat, maka kekuatan mereka akan susah untuk dilawan pada saatnya nanti. Tetapi, ini hanya lontaran ide lohu saja, bagaimana kita mengatur perlawanan dan menggedor mereka, biar lohu tunduk di bawah perintah Hu Pocu saja ?".."
"Hahahahahahaha, Pangcu, engkau selalu sungguh pandai merendahkan diri dengan menempelkan emas di mukaku ". kendati, jikalau tanpa bantuan dan dukungan Kaypang sejak dahulu, bagaimana bisa Lohu menanamkan pengaruh dan beroleh kasih sayang kawan-kawan dunia persilatan "..?" Hu Pocu menyambut sambil tertawa. Kalimat dan tawa Hu Sin Kok atau Hu Pocu meski sangat singkat dan sederhana, tetapi membayangkan dan menggambarkan kualitas dirinya. Dia mungkin atau memang, tidak memiliki kepandaian tertinggi dan terhebat, tetapi jelas, tokoh ini memiliki wawasan yang luas dan mampu mengatur banyak tokoh hebat untuk bekerja bersama. Dalam hal kecerdikan, dia memang cemerlang.
"Hu Pocu ".. jika diijinkan, lohu ingin ikut berbicara ?"" tiba-tiba orang yang berada di samping kanan Hu Pocu, tokoh yang dikenal dengan nama Sam Kun, bekas tokoh sesat yang kini mengabdi kepada Hu Pocu angkat bicara.
"Hahahahaha tentu saja engkau dapat atau malah harus ikut bicara Sam Hengte " apa yang ingin engkau kemukakan ?"" berkata Hu Pocu sambil tersenyum hangat dan memandang Sam Kun disampingnya. Meski sebenarnya, sambil berbicara dia tertegun, karena teramat jarang saudara angkatnya ini berani angkat bicara dalam pertemuan seperti yang sedang dipimpinnya saat ini. "Ada apakah gerangan "..?" tanya Hu Pocu dalam hati, namun diwajahnya tetap tersenyum ramah.
"Sudah beberapa lama lohu menemani kedua sahabat dari Tionggoan Su Koay. Tapi sebenarnya selain melacak pergerakan UTUSAN PENCABUT NYAWA yang dipimpin beberapa tokoh berkerudung berkepandaian mujijat yang malah nyaris tidak dibawah kepandaian kami bertiga, lohu juga sedang berusaha keras untuk membuktikan hal lain. Sesungguhnya, tiada orang lain yang tahu dan paham, kecuali satu atau dua orang belaka. Sangat kebetulan bahwa almarhum suhu adalah seorang tokoh sesat yang mengenali sedikit rahasia dari perguruan Pek Kut Lodjin yang tidak diketahui orang banyak. Perjalananku bersama kedua sahabat ini (sambil matanya memandang Lim Ki Cing dan Bu Bin An) salah satunya untuk membuktikan jejak tokoh yang masih ada hubungan dekat dengan Pek Kut Lodjin. Tetapi, jelas kami tidak dapat menemukan Pek kut Lodjin yang sudah almarhum, tetapi kami bertiga teramat sangat kaget, karena lawan di pihak mereka, memiliki banyak tokoh hebat dan mujijat yang bahkan hanya tipis di bawah kemampuan Pek Kut Lodjin 30 tahun silam. Dan satu hal penting yang menjadi misiku tadi adalah, karena menurut suhu dahulu, Pek Kut Lodjin masih memiliki seorang sute yang juga sangat pandai dan sangat berbakat " hanya, sayang sekali, selama beberapa bulan berusaha mencari jejaknya, tetap saja tak dapat kutemukan. Jika benar ada sute Pek Kut Lodjin yang menurut Suhu sama pintar dan berbakatnya dengan Pek Kut Lodjin, maka Bu Tek Seng Pay sekali ini, kelihatannya ada hubung dengan Pek Kut Lodjin, setidaknya dengan perguruannya ?"?"
"Ha ?" benarkah perkataanmu itu Sam hengte ?"?" bukan main terkejutnya Hu Pocu, dan juga semua yang hadir pada saat itu. Tentu semua sangat paham sampai dimana kehebatan seorang pek Kut Lodjin. Dan hanya karena ada seorang tokoh tua yang mujijat sajalah maka Pek Kut Lodjin akhirnya dapat dikalahkan dan ditaklukkan hingga kemudian bunuh diri. Jika memang benar masih masih ada seorang adik seperguruannya dan bahkan sehebat dan seberbakat dia, maka bisa dipastikan dunia persilatan memang bakal kembali sangat guncang. Maka menjadi wajar jika semua yang hadir dalam ruangan itu bahkan juga termasuk Tek Ui Sinkay, terperangah dan kaget setengah mati dengan info itu.
"Tidak salah lagi ?". kalimat Suhu masih kuingat jelas sewaktu dia menjelang ajal karena bertarung hebat dengan Bu Te Hwesio. Saudara seperguruan Pek Kut Lodjin ada 2 orang di urutan atas Pek Kut Lodjin, atau duheng-suhengnya, tetapi kedua-duanya kurang waras dan karena itu akhirnya dikurung sendiri oleh suhu Pek Kut Lodjin. Konon, dibutuhkan kecerdasan dan bakat yang amat istimewa untuk menguasai ilmu perguruan mereka tersebut, dan hanya Pek Kut Lodjin dan sutenya yang mampu menguasainya dengan sangat baik. Dan sampai berakhir hidup Pek Kut Lodjin, sutenya tidak pernah munculkan dirinya ?" dan bukan tidak mungkin tokoh yang mengganas sekali ini adalah sute yang dimaksud itu ?".."
"Accccccch, jika sute Pek Kut Lodjin sehebat dan sepintar Pek Kut Lodjin sendiri, maka alamat pergolakan besar akan kita hadapi dalam waktu-waktu ke depan. Accccccch, padahal menemukan 3 Tokoh Dewa sudah sangat sulit, apalagi menemukan tokoh mujijat yang dahulu mamu mengalahkan Pek Kut Lodjin ".. kelihatannya musuh kita sekali ini, malah lebih hebat dari musuh terdahulu, Pek Kut Lodjin pada masa 30 tahun silam dia menggana ?" terdengar Hu Pocu menggumam yang dapat didengar semua orang yang hadir dengan jelas.
"Ayahanda, jika memang sangat perlu, biarlah besok Tiong ji turun gunung untuk coba mencari Suhu ?" siapa tahu dengan bantuan Suhu kita dapat menemukan jejak dari Lam Hay Sinni dan juga Thian Hoat Tosu. Bisa jauh lebih lagi jika dapat menemukan jejak dari manusia mujijat yang mampu mengalahkan dan meruntuhkan kesombongan Pek Kut Lodjin 30 tahun silam ?".." terdengar Hu Sin Tiong, putra dari Hu Pocu yang duduk di sebelah kiri ayahnya ikut angkat bicara. Mendengar kalimatnya, Hu Pocu sekilas memandang Tek Ui Sinkay, karena hanya mereka berdua yang tahu jelas siapa tokoh yang mengalahkan Pek Kut Lodjin 30 tahun silam. Tidak ada orang lain yang tahu kecuali mereka berdua dan ketiga manusia dewa Tionggoan yang mengundang tokoh itu untuk ikut turun tangan. Dan tokoh itu secara kebetulan adalah suhu dari Tek Ui Sin Kay yang sudah lama bertapa.
"Hmmmmm, engkau sabarlah sebentar Tiong ji ".. kita masih harus berusaha untuk menemukan jalan terbaik untuk melaksanakan upacara peringatan ulang tahun ayahmu dan sementara urusan lain, akan kita putuskan kelak ?"."
"Baik ayah ,?"" tetapi, perkataan Tek Ui Pangcu memang benar, jika kita memberi mereka banyak waktu, maka korban akan semakin banyak dan kekuatan merekapun akan semakin sulit untuk dapat kita lawan ?""
"Hu Pocu, apakah engkau sudah punya perencanaan yang matang untuk menghadapi persoalan yang mendesak ini ?" Kurasa usulan Tek Ui Pangcu dan anakmu Hu Sin Tiong sangat masuk akal. Cuma saja, berdasarkan pengalaman, biasanya engkau memiliki perhitungan tersendiri yang jarang meleset menghadapi keadaan seperti yang sedang terjadi belakangan ini ".." terdengar See Bun Sin-Kiam-jiu (Tangan Pedang Sakti Dari Pintu Barat) Lim Ki Cing juga ikut angkat bicara.
"Amitabha ?". benar sekali ?" Pinto sendiri merasa amat yakin dan percaya dengan perhitungan Hu Pocu, meskipun sulit untuk awalnya meyakininya ".." bahkan Hoat Kek Hwesio sendiripun ikut berkomentar. Meski sebenarnya Hoat Kek Hwesio juga adalah tokoh yang cerdas, tetapi berada bersama dengan Hu Pocu, dia lebih memilih untuk tidak banyak bersuara.
Didesak seperti itu, mau tak mau Hu Sin Kok berpikir keras dan wajahnya terlihat jelas jika sedang memutar otaknya. Ciri khasnya jika sedang berpikir adalah tersenyum namun mulutnya tidak mengeluarkan sepatah katapun. Rupanya sebagian besar peserta rapat sudah memaklumi ciri khas Hu Pocu, dan karena itu mereka membiarkan saja keadaan seperti itu berlangsung sekian lama. Dan pada akhirnya, Hu Sin Kok membuat keputusannya sendiri dan diungkapkannya dengan suara yang sangat lirih dan sulit didengar orang biasa:
"Cuwi sekalian ?".. sesungguhnya perhitunganku adalah, Bu Tek Seng Pay tidak akan menyatroni Benteng Keluarga Hu secara berterang dan tidak dengan kekuatan penuh. Mereka masih butuh waktu beberapa lama untuk benar-benar siap menghadapi seluruh pendekar Tionggoan. Meski demikian, dapat kupastikan mereka akan berani dan pasti mengirim beberapa tokoh hebatnya untuk menggertak pertemuan itu kelak. Selain itu, bisa dipastikan beberapa tokoh kelas satu mereka akan melakukan beberapa penghadangan sebelum kota Ya In, karena itu, lohu sangat membutuhkan bantuan cuwi sekalian. Ke-7 Algojo Akhirat Kaypang, Barisan Lo Han Kun dan sahabat lain untuk menyambut kedatangan pada sahabat sebelum memasuki 3 pintu masuk kota Yan In. Tokoh utama mereka tidak akan hadir dalam penghadangan, tetapi akan langsung masuk ke Benteng Keluarga Hu kami ini, karena itu kita bersiap saja untuk menunggu mereka bergerak disini ?".. Ketegangan sesungguhnya akan terjadi setelah perayaan dan karena itu, jika para sahabat semua sudah hadir, sebelum atau sesudah acara kita perlu membicarakan perlawanan yang lebih serius dan terencana. Tetapi, sejak hari ini, Kota Ya In kuserahkan kepada Kaypang untuk menjaga keamanannya, sementara yang lain kumohon ikut berjaga di Benteng ini, karena lawan akan mulai mencari cara dan celah memasukinya ?"" Tiong Ji, segera diatur penjagaan yang ketat, mohon bantuan kepada Sam hengte untuk ikut mengaturnya ?"." Luar biasa Hu Sin Kok, dia bukan hanya menjawab keraguan beberapa orang, tetapi sekaligus sudah mengatur perencanaan yang cukup matang dan detail.
"Apakah engkau yakin dengan penilaianmu itu Hu Pocu ".?" Lim Ki Cing yang merasa penasaran bertanya dengan nada serius.
"Lim hengte, jika aku menempatkan diri dalam posisi Bu Tek Seng Pay, maka itu yang akan kulakukan. Demikian banyaknya tokoh yang masuk ke Pek In San membutuhkan waktu untuk dapat dan mampu mengatur serta menata posisi mereka dengan baik. Pasti akan banyak kecemburuan, karena itu, justru orang orang yang butuh posisi di Bu Tek Seng Pay yang sebagian besar akan unjuk diri di sini untuk membuat jasa. Tetapi, bisa kupastikan Bu Tek Seng Ong belum akan muncul disini, bukan karena takut, tetapi karena memang belum waktunya ?" atau jikapun tetap muncul, pasti dalam bentuk penyaruan. Percayalah, mereka belum yakin benar akan mampu menguasai kita semua saat ini ". Tapi, mereka pasti akan segera mencobanya untuk membuktikan bagi diri mereka sendiri ?"" karena itu, perguruan-perguruan yang lebih kecil haruslah sangat berhati-hati ?". kita disini kelak, juga harus berhati-hati "."
"Hmmmmmm, masuk di akal ?" masuk di akal" terdengar Tek Ui Sinkay (Pengemis Sakti Tongkat Kuning) berkomentar sambil juga mengangguk-anggukkan kepala tanda puas dengan penjelasan Hu Pocu.
Sedang mereka bercakap-cakap tiba-tiba terdengar pintu masuk dibuka dan bersama dengan itu masuklah Hu Wan Li, putri bungsu Hu Sin Kok yang begitu masuk langsung memberi hormat kepada semua orang dan kemudian berkata kepada ayahnya:
"Ayah, Li Ji mohon maaf karena mengganggu. Tetapi ada seorang tamu khusus yang mengaku adalah Ciangbudjin baru dari Hoa San Pay, seorang gadis masih muda yang mengaku bernama Nona Tio Lian Cu dan memohon untuk bertemu. Mohon ayahanda yang memutuskannya, apakah diijinkan masuk ?"..?"
"Accccchhhhhh Tio Ciangbudjin sendiri rupanya sudah berkenan untuk datang sendiri. Bagus, bagus persilahkan segera agar Tio Kouwnio masuk kemari Li Ji ?"." berkata Hu Sin Kok dengan gembira sambil melirik Yap Eng Ceng dan istrinya Kiang Cui Loan. Tentu saja Hu Sin Kok sudah mendengar kisah mengenai Tio Lian Cu sebagai seorang pewaris utama Thian Hoat Tosu, salah satu tokoh besar atau Tokoh Dewa Tionggoan. Kedatangan Tio Lian Cu, meski hanya murid seorang tokoh dewa tentu saja mendatangkan rasa gembira dan perasaan jauh lebih tenang dan aman menghadapi pergolakan yang sudah berada di depan mata. Yap Eng Ceng tersenyum senang melihat respons dan kata-kata Hu Pocu,
"Baik ayah ?"." Jawab Hu Wan Li yang sudah dengan segera berlalu
Tak lama kemudian masuk kembali Hu Wan Li dan di belakangnya berjalan masuk Tio Lian Cu dengan wajah yang dibuat menjadi agung dan lebih berwibawa. Betapapun dia membawa nama besar Hoa San Pay sebagai Ciangbudjin, dan itu haru dijaganya. Kedatangannya segera disambut Yap Eng Ceng dan istrinya Kiang Cui Loan yang segera menyambut sambil menyapa dengan akrab:
"Ciangbudjin, engkau sudah tiba ?"..?"
Tio Lian Cu melihat mereka berdua dan kemudian tersenyum sambil menyapa dengan suara yang rendah bagai berbisik namun bernada gembira:
"Achhhhh Yap Suheng dan Enci Kiang sudah lebih dahulu berada disini ".?"
"Sesuai perintahmu Ciangbudjin Sumoy "."
Dan karena sudah tiba dalam ruangan tersebut, maka dengan hormat Tio Lian Cu akhirnya berkata dengan nada menghormat:
"Cuwi sekalian, mohon maaf keterlambatan kami, tetapi Wakil Ciangbudjin Hoa San Pay Yap Eng Ceng suami istri sudah datang mendahului kami ?"" namun demikian, bagaimanapun terimalah salam hormatku .."
"Hahahahahaha, benar-benar sangat luar biasa ?" Hoa San Pay dipimpin seorang gadis muda yang demikian hebat, murid Thian Hoat Tosu yang demikian hebat dan sakti digdaya ?" mari ". mari Tio Ciangbudjin ?"" sambil berkata demikian Hu Sin Kok berdiri dan mengundang Tio Lian Cu untuk duduk bersama mereka dalam ruangan tersebut sambil melanjutkan percakapan mereka. Tetapi, belum lagi percakapan dimulai Tio Lian Cu bertanya dengan suara serius ".:
"Hu Pocu ".. ada hal penting yang ingin kutanyakan, mohon dimaafkan jika lancang. Apakah percakapan di tempat ini sejak awal tadi adalah percakapan yang sangat dirahasiakan dan tidak boleh sampai ke telinga orang luar ?"" ucapnya sambil memandang wajah Hu Sin Kok
Hu Sin Kok yang dipandang merasa ada sesuatu yang kurang beres, tetapi dengan cepat dia mengangguk sambil berkata:
"Benar sekali Nona ?" engkau menebak dengan tepat ?"."
"Accchhhhhhh, Enci Hu, ada seseorang yang terpaksa kutotok tadi karena bersikap sangat mencurigakan begitu melihat enci, di luar sana. Jika aku sampai keliru menilai orang baik, mohon dimaafkan ?""
Hu Wan Li tiba-tiba tersentak dan berkata:
"Ach benar, aku melihat ada tamu yang agak asing tadi di luar pintu ini ". Apakah dia masih berada di luar "..?" tanya Hu Wan Li tegang sambil memandang Tio Lian Cu yang mengangguk kearahnya deng penuh kepastian. Melihat itu, Hu Wan Li melesat ke luar, dan benar saja tak berapa lama dia kembali menyeret seorang laki-laki berusia 40 tahunan dan semua merasa asing melihatnya ".
"Ayah, tadinya kupikir dia ini adalah salah satu tamu ayahanda ".. achhhh, Li ji benar-benar lalai sekali ini ?" berkata Hu Wan Li begitu masuk.
"Tio Ciangbudjin, terima kasih telah tidak membiarkan dia meninggalkan Benteng ini. Kelihatannya dia memang orang asing yang menyusup ?"" sambung Hu Wan Li sambil memandang penuh terima kasih kearah Tio Lian Cu.
"Gerak-geriknya sangat mencurigakan dan selalu tidak tenang. Terutama ketika Enci Hu berkata akan memasuki ruangan ini ". tingkahnya kelihatan sangat mencurigakan karena itu sudah kutotok terlebih dahulu sebelum memasuki ruangan ini ".." berkata Tio Lian Cu sambil memandang Hu Wan Li
"Accccch, terima kasih Tio Ciangbudjin ".. engkau benar-benar menyelamatkan kita malam ini. Seandainya berita tadi sampai ke pihak lawan, maka keadaan kita akan menjadi sangat berbahaya ".. untung engkau sempat memergokinya Tio Ciangbudjin, sungguh berbahaya, sungguh berbahaya ?" berkata Hu Sin Kok dengan nada suara penuh rasa terima kasih.
Percakapan merekapun menjadi lebih berwarna dan menjadi semakin sadar bahwa musuh memang benar, sudah mengutus dan memasukkan orang-orangnya ke Benteng Keluarga Hu, entah bagaimana caranya. Jika di Benteng Keluarga Hu bisa kebobolan, maka dapat dipastikan di Kota Ya In juga sudah kemasukan mata-mata musuh. Bahkan mungkin bukan sekedar mata-mata, tetapi adalah orang-orang pilihan Bu Tek Seng Pay yang memiliki missi khusus untuk datang ke acara Hu Pocu. Karena itu, percakapan mereka menjadi lebih seru dan bahkan mulai bercakap bagaimana antisipasi atas kondisi terkini yang mereka sedang hadapi.
Sementara mereka bercakap-cakap, di kota Ya In, ada beberapa orang muda terlihat sedang berusaha mencari tempat penginapan. Tetapi, celaka, karena mereka tidak mendapatkan tempat lagi untuk menginap. Tetapi, beberapa saat kemudian, terdengar salah seorang dari mereka, seorang gadis muda berkata dengan suara penuh harapan dan dengan nada gembira:
"Kwan toako, ayahanda memiliki sebuah toko pakaian yang cukup besar di kota ini. Jika memang kita tidak lagi mendapatkan tempat di penginapan ataupun hotel, kita dapat menggunakan beberapa kamar di toko tersebut. Gedungnya cukup besar untuk kita semua menginap disana nanti ?".."
"Accccchhh, baguslah jika memang demikian Nyo kouwnio ".." berkata Kwan Kim Ceng kepada Nyo Bwee.
Ternyata, mereka adalah rombongan Kwan Kim Ceng, Nyo Bwee, Bu San (Koay Ji) dan yang sangat mengejutkan adalah adanya Nadine, murid wanita yang paling muda dari Mo Hwee Hud. Serta yang lebih mengejutkan lagi, tidak terlihat sedikitpun Nona itu dalam keadaan dibatasi gerak-geriknya. Nona asal Thian Tok itu terlihat bergerak lebih leluasa, diberi kebebasan bukan sebagai orang tahanan, tetapi meskipun demikian dia tidak terlihat berusaha melarikan diri atau mencari kesempatan melarikan dirinya. Sebaliknya, semakin lama dia semakin akrab bergaul dengan Nyo Bwee yang mulai mempercayainya dan juga Kwan Kim Ceng. Bahkanpun dengan Bu San juga semakin lama semakin akrab dalam berteman. Karena semakin akrab, maka totokan Koay Ji malahan sudah dibuka dan dilepaskan, bahkan mereka pernah menyuruh Nadine pergi untuk mencari dan menemui suhunya terlebih dahulu. Tetapi, entah mengapa, Nadine enggan pergi dan malah terus mengikuti mereka dan semakin hari justru persahabatan mereka menjadi semakin akrab.
Perjalanan ke-empat anak muda itu sebetulnya cukup rumit untuk dikisahkan. Selama berada di Pesanggrahan Keluarga Nyo, Nadine adalah seorang tawanan. Maklum saja, karena dialah yang bertugas "menjaga" dan memastikan Nyo Wangwe untuk tetap dalam keadaan tersihir oleh suheng-suhengnya. Belakangan Nadine, gadis cantik asal Thian Tok ini tertawan dan ditotok secara istimewa oleh Koay Ji atau tepatnya Thian Liong Koay Hiap. Ketika mengetahui bahwa gadis itu, Nadine, ditotok secara khusus namun diperlakukan secara baik di lingkungan keluarga Nyo, akhirnya Nadine dibiarkan oleh para suhengnya untuk tetap berada disana. Tetapi, gadis cantik itu adalah orang yang amat luwes dan sangat senang bersahabat. Karena itu, perlahan-lahan dia malah mampu menarik perhatian dan rasa suka Nyo Bwee sehingga mereka dapat berbicara dan bersahabat lebih akrab meskipun Nyo Bwee paham bahwa Nadine adalah murid seorang tokoh sesat.
Bukan hanya itu. Kwan Kim Ceng sendiripun perlahan-lahan luluh dan tidak lagi melihat dan menganggap Nadine sebagai seorang yang berbahaya dan perlu dibatasi gerak geriknya. Kim Ceng sendiripun, sebagaimana Nyo Bwee, perlahan-lahan menjadi akrab dan dekat dengan Nadine, bahkan menemukan kenyataan betapa kepandaian gadis itu tidaklah lebih lemah dari kepandaiannya sendiri. Jika Kwan Kim Ceng sedikit lebih lama waktunya untuk dekat dengan Nadine, adalah Bu San (Koay Ji) yang lebih cepat akrab dengan Nadine si jelita asal Thian Tok tetapi fasih berbicara bahasa Tionggoan itu. Maklum, karena Bu San dianggap yang termuda, namun memiliki keahlian yang sangat luar biasa dalam hal pengobatan. Dan, dengan semakin akrabnya mereka, secara otomatis, merekapun jadi ssering berlatih silat bersama, dan Nadine serta Nyo Bwee mendapati kenyataan betapa petunjuk-petunjuk Bu San demikian hebat dan mujijat dan membantu mereka meningkatkan kepandaian masing-masing.
Ada sesuatu hal yang mendatangkan rasa curiga Kim Ceng dan juga Nadine serta Nyo Bwee ketika Bu San entah bagaimana menghilang selama dari dua hari lebih dan nyaris tiga hari. Di sore hari ketiga Bu San kembali dengan membawa beragam macam dedaunan obat yang menurutnya dicarinya dengan susah payah di gunung dan hutan-hutan sekitar Pesanggrahan Keluarga Nyo. Tetapi, yang mengherankan Kim Ceng dan kawan-kawannya adalah, tidak terlihat sedikitpun rasa lelah dan letih di wajah Bu Sansaat itu. Tetapi, karena alasannya memang sangat masuk akal, dan keesokan harinya dia jadi seperti biasa kembali, meramu obat-obatan dan berlatih bersama, maka kecurigaan mereka atas diri Bu San itu lenyap dengan sendirinya. Sampai akhirnya merekapun, Bu San dan Kim Ceng memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju ke Benteng Keluarga Hu di dekat kota Ya In.
"Toako, bolehkah aku ikut menengok keramaian di benteng keluarga Hu ?"" rengek Nyo Bwee ketika Kwan Kim Ceng memberitahu kedua Nona itu rencana perjalanan mereka selanjutnya. Konon, karena kesepakatan itu sesuai dengan yang mereka janjikan dengan Sie Lan In untuk bertemu kembali di Benteng Keluarga Hu. Dan saat itu, kurang lebih sebulan kedepan waktunya.
"Waaaaaaah, Nyo kownio, bukannya aku tidak setuju untuk membawamu ikut serta dengan perjalanan kami berdua dengan Bu San, karena sesungguhnya engkau perlu untuk bertanya dan memintakan ijin terlebih dahulu kepada kedua orang tuamu. Dan aku khawatir, mereka tidak akan sedemikian mudahnya untuk mengijinkanmu pergi dan luntang-lantung berkelana di dunia persilatan seperti aku dan juga San te yang sudah terbiasa melakukannya selama ini ?""
"Accchhhh, belum tentu toako. Karena dewasa ini Ayah menaruh kepercayaan yang tinggi kepada toako dan juga adik Bu San. Karena itu, jika kukatakan bahwa toako akan menjagaku, maka ayah pasti akan mengijinkannya ?"."
"Tetapi, sebaiknya engkau bertanya lebih dahulu kepada orang tuamu Nyo kouwnio, karena bukan perkara ringan untuk melakukan perjalanan yang cukup jauh bagi anak gadis seperti Nyo kouwnio ?""
"Yang terpenting engkau bersedia melindungiku sepanjang perjalanan kelak Toako, itu soal utamanya. Perkara untuk membujuk dan meminta ijin ayah dan ibuku akan kulakukan jika toako bersedia ".."
Kim Ceng kebingungan setengah mati, sementara Bu San diam saja dan memilih tidak mengatakan sesuatu apapun lagi. Tetapi, jelas sekali dia mengerti apa kemauan dari Nona Nyo yang kelihatan sekali begitu mempercayai mereka berdua. Bahkan tak segan segan Nona yang kaya raya ini memanggil mereka sebagai kakak ataupun adik, saking merasa dekat dan akrabnya dia. Yang tak disangka dan tak diduga oleh Bu San adalah, Nyo Bwee berat berpisah dengan mereka berdua, karena dia belum menentukan siapa yang akan lebih dipilihnya kedepan, apakah Kim Ceng ataukah Bu San. Dan celakanya, hal yang sama berlaku juga kepada Nadine. Entah mengapa, kedua gadis ini justru bingung menentukan pilihan, siapa yang mereka sukai, apakah Bu San ataukah Kwan Kim Ceng. Karena keduanya adalah pemuda pilihan.
Kwan Kim Ceng lebih matang dan dewasa, tubuhnyapun bagus. Sikap dan prilakunya terpuji dan masih murid keluarga perguruan Siauw Lim Sie. Meskipun usianya terpaut sekitar 6,7 tahun dengan kedua gadis itu, tetapi memilih Kim Ceng sebagai pendamping hidup bukanlah sesuatu yang mengecewakan. Tetapi, selain Kim ceng, ada juga Bu San yang tak kalah menariknya, hanya kalah di ilmu silat saja. Keunggulan Bu San adalah, dia terlihat lebih misterius, menyimpan banyak hal tak terduga jika dibandingkan dengan Kwan Kim Ceng. Entah mengapa, meski hanya seorang yang hebat dalam ilmu pertabiban, tapi baik Nadine dan Nyo Bwee seperti merasa seperti ada sesuatu yang hebat dan sangat luar biasa dalam diri Bu San. Tetapi, mereka berdua tidak sanggup merumuskan dan menyebutkan apa yang mereka rasakan misterius dalam diri seorang pemuda bernama Bu San itu. Yang pasti, ketika sedang memberi petunjuk ilmu silat dan berlatih dengan mereka berdua, kehebatan seorang Bu San sangat terasa meski hanya dalam teori dan kata-kata dan bukannya dalam praktek. Yang sudah pasti hebat adalah ilmu tabibnya dan teori silatnya itu. Tetapi, anak muda yang ceria dan gembira itu, selalu terlihat penuh percaya diri, sangat perduli kepada mereka berdua dan yakin dengan semua tindakannya, memberi rasa aneh dan rasa suka yang lain bagi kedua gadis muda yang cantik jelita itu.
Jika Bu San tidak atau belum mampu menangkap gelagat itu, semata karena memang usianya yang paling muda dan juga belum pernah melihat seorang gadis yang jatuh cinta. Dan juga, dia sendiri belum paham apa yang dimaksud dengan jatuh cinta dan menyukai seorang gadis dengan rasa yang berbeda. Sementara itu, Kim Ceng yang sudah cukup berumur, juga sama belaka, sama tidak paham karena memang lebih sibuk menemani suhunya berkelana dan berlatih. Jadilah pergaulan ke-empat muda-mudi itu menjadi rumit nan ruwet. Untung saja, Kwan Kim Ceng sebagaimana juga Nyo Bwee dan Nadine, adalah orang-orang yang menggemari dan menekuni Ilmu Silat dan berlatih serta berlatih secara bersama-sama. Karena itu, persoalan ketertarikan Nadine dan Nyo Bwee jadi tidak begitu menyolok, selain kedua anak gadis itu sendiri memang tidak terlampau agresif dalam mengejar baik Kim Ceng maupun Bu San. Mungkin juga karena kedua gadis cantik itu, juga sama-sama belum punya cukup pengalaman dalam jatuh cinta atau dalam mengejar cinta seorang laki-laki.
Maka, mendengar permintaan Nyo Bwee, Kim Ceng kelimpungan setengah mati. Apalagi, ketika Nadine juga ikut nimbrung:
"Toako, bawalah kami berdua ?". toch kamipun bisa ikut membantu selama dalam perjalanan menuju Benteng Keluarga Hu ?""
"Mati aku ".." desis Kim Ceng dalam hati. Sama sekali dia tidak menyangka kedua gadis itu akan minta ikut menemani dia dan Bu San untuk melakukan perjalanan menuju Benteng Keluarga Hu. Tetapi, tentu saja kalimat itu tidak dilontarkannya keluar, tetapi dia hanya memandang Bu San yang ikut-ikutan nyengir memandangnya. Bahkan kemudian ikut juga menambahi:
"Di bawah perlindungan Kim Ceng toako, kuyakin mereka akan baik-baik saja, tidak ada salahnya mereka ikut toako ?".." ujar Bu San sambil senyam-senyum memandangi wajah Kim Ceng yang semakin serba salah.
"Benar sekali adik Bu San ?" akupun yakin kita akan baik-baik saja selama dalam perjalanan. Toako pasti tidak akan membiarkan kita ".." Nyo Bwee dengan cepat menyambar peluang yang dibuka secaa lebar oleh Bu San, sementara Kwan Kim Ceng semakin tersudut dan tak berdaya. Apalagi, karena Kwan Kim Ceng memang seorang pemuda pendiam yang susah beradu pendapat.
"Bagaimana toako ?". apakah bisa engkau ijinkan ".?" kejar Nadine melihat Kim Ceng yang cengar-cengir kebingungan
"Iya ".. ech ".. tidak ?" accccch, begini saja Nyo kouwnio, jika ayahmu memang mengijinkan engkau untuk berkelana, baru aku bisa memikirkan atau memutuskan untuk mengijinkanmu ikut perjalanan kita ".."
"Waaaaaah begitu baru toakoku yang baik ".." goda Nadine, sementara Nyo Bwee dengan segera menjawab
"Baik ".. malam ini akan kumintakan ijin ayahanda ?""
Keesokan harinya tidak ada kabar berita, bahkan Nyo Bwee yang pulang ke Gedung ayahnya bersama Nadine tidak munculkan diri. Baru dua hari kemudian mereka berdua muncul dan dengan ditemani oleh Nyo Wangwe bahkan lengkap dengan pasukan keamanan yang disiapkannya dan juga disiapkan pemerintah kota. Begitu melihat kedatangan Nyo Wangwe, baik Kim Ceng maupun Bu San sudah cepat mendatangi dan memberi hormat, tetapi dengan cepat keduanya dibangunkan si hartawan asal Siauw Lim Sie ini. Kelihatannya senang sekali Nyo Wangwe karena baik Kim Ceng maupun Bu San betah tinggal di Pesanggrahannya:
"Bagaimana, Kwan Sute dan Bu San apakah kalian berdua betah di Pesanggrahan ini selama beberapa hari belakangan ?".?"
"Acccch, tentu saja Nyo Wangwe ". udara dan suasana disini sungguh menyenangkan dan membuat kita lupa kembali ke kota ".. hahahahaha" Bu San menjawab sambil bergurau, tetapi tetap sopan, sementara Kwan Kim Ceng menjawab dengan cukup ringkas dan padat
"Begitulah Nyo Suheng ?""
"Tetapi, kabarnya kalian berdua akan segera melanjutkan perjalanan menuju ke Benteng Keluarga Hu "..?" tanya Nyo Wangwe sambil memandang wajah Kwan Kim Ceng dengan serius
"Begitulah Nyo Suheng, Suhu dan Siauw Lim Sie Ciangbudjin menugaskanku untuk menuju Benteng Keluarga Hu seusai masalah di tempat Nyo Suheng. Hoat Kek Suheng, Wakil Ciangbudjin Siauw Lim Sie juga akan menuju kesana, sehingga kehadiranku disana sekaligus untuk memberikan laporan keadaan disini ".."
"Acccchhhh, baik sekali jika demikian. Biasanya setidaknya Wakil Ciangbudjin yang kelak mewakili Siauw Lim Sie jika ada acara besar di Benteng Hu Sin Kok, dan sudah pasti akan ada keramaian disana ?"?".."
"Nampaknya memang demikian Nyo Wangwe ?" menurut Sie Kouwnio juga memang demikian, karena Subonya juga sudah memintanya untuk hadir disana kelak "." Kali ini Bu San yang berujar dengan suara gembira
"Hmmmmmm, aku tahu, aku tahu ?" tapi, apakah Kwan Sute tidak keberatan jika cucuku bersama dengan temannya ini ikut dalam perjalanan Kwan Sute itu" Karena bagaimanapun, mereka berdua masih teramat kurang berpengalaman melakukan perjalanan sejauh ini dalam dunia persilatan "."." tanya Nyo To sambil sekali lagi meneliti seri wajah Kim Ceng ketika bertanya
"Accccch, apa maksud Nyo Suheng, Nyo kouwnio dan temannya ini nantinya akan ikut denganku dan Bu San untuk "..?"
"Benar ".. aku ingin menitipkan mereka berdua untuk melakukan perjalanan bersama engkau dan Bu San ".. kuyakin dalam pengawasanmu cucuku dan kawannya ini tidak akan demikian bawel dan ceroboh nantinya ?"" belum selesai kalimat Kim Ceng sudah dipotong langsung oleh Nyo Wangwe membenarkan dugaannya.
Sekali ini Kim Ceng tak mampu menjawab segera. Meski dia sudah menyangka ada kemungkinan Suhengnya ini mengijinkan cucunya ikut dengannya untuk melakukan perjalanan. Perjalanan yang sebenarnya tidak cukup jauh bagi dia dan Bu San, namun membawa serta dua orang gadis lain lagi ceritanya. Tetapi, dia tidak mungkin lagi menolak karena sudah mengiyakan permintaan Nyo Bwee jika memang diijinkan oleh kakeknya atau ayahnya secara langsung.
"Baik ".. baiklah jika memanng Suheng mengijinkan dan mempercayakan mereka berdua dan juga sekaligus memintaku untuk mengawasi mereka berdua selama dalam perjalanan ke Benteng Keluarga Hu ?""
"Hahahahahaha, bagus ".. bagus. Bagaimanapun darah petualanganku justru ada dan mengalir dalam darah cucuku dan tidak didalam darah anak-anakku. Tetapi, engkau harus berjanji mengawasi dan memberi dia petunjuk bagaimana bertualang serta berkelana dalam rimba persilatan Kwan Sute ?""
"Sudah pasti " sudah pasti Nyo suheng ?". "
"Hahahahahaha, bagus ". bagus ". Kalau begitu, mari kita nikmati siang ini dengan bersantap bersama sambil bercakap-cakap lebih jauh ?"."
Perjalanan ke-empat anak muda itu disertai oleh 2 (dua) orang pengawal khusus yang sengaja ditugaskan Nyo Wangwe untuk menemani. Sekaligus mengurusi dan melayani ke-empat anak muda itu selama dalam perjalanan menuju Benteng Keluarga Hu di kota Ya In. Tetapi, hari kedua, Kwan Kim Ceng dan Bu San menyuruh kedua orang itu balik kembali ke gedung Nyo Wangwe, karena mereka merasa risih untuk dilayani orang selama dalam perjalanan. Sebetulnya Nona Nyo Bwee ingin protes, tetapi Kwan Kim Ceng dan Bu San tidak memperdulikan, sehingga pada akhirnya, berempat mereka melakukan perjalanan dan kali ini tanpa ada lagi orang yang melayani segela keperluan mereka. Hanya Nyo Bwee yang awalnya cukup terganggu dengan kenyataan tersebut, selebihnya, Nadine, Bu San dan Kim Ceng, pada dasarnya sudah terbiasa dengan pengembaraan dalam dunia persilatan.
Kejadian menarik terjadi ketika mereka berjarak tinggal sehari semalam sebelum masuk ke kota Ya In, tujuan mereka. Mereka berempat, termasuk Nadine serta Nyo Bwee yang sedang berdandan ringkas namun tetap saja tidak menyembunyikan kecantikan mereka, sedang duduk sambil makan di sebuah kedai di pinggir jalan. Mereka sengaja makan siang di kedai itu berhubung selain memang sudah teramat lapar, juga mereka tidak akan singgah ke kota, melainkan akan langsung menuju kota Ya In. Kedai yang mereka singgahi meskipun sederhana, tetapi terhitung cukup ramai pengunjung seperti siang ketika keempat anak muda itu memasukinya untuk makan. Untung saja masih tersedia beberapa kursi kosong yang kemudian mereka tempati untuk makan siang dan sekaligus beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan.
Tidak ada kejadian yang cukup menarik, merekapun makan dalam diam sampai kemudian ketika mereka akhirnya selesai makan dan tinggal beristirahat menghabiskan waktu, tiba-tiba masuklah tujuh orang kasar. Kebetulan saat itu tidak semua dari mereka bertujuh dapat beroleh kursi yang masih bisa digunakan saking banyaknya pengunjung. Keempat orang dari mereka beroleh kursi yang cukup dekat dengan kursi Bu San berempat yang baru saja selesai makan. Dan di belakang mereka, duduk dengan santai dan tidak menarik perhatian seorang pemuda yang membekal seruling dan berdandan sangat rapih. Melihat Bu San bersempat sudah selesai makan, dan melihat kecantikan Nadine yang amat khas dan unik serta Nyo Bwee yang juga sedang mekar dan ranum-ranumnya, watak dan bakat iseng mereka kambuh. Salah seorang dari mereka yang berwajah tirus dan berusia sekitar 35 tahunan, sudah memandang dan melihat meja Bu San dan kawan-kawan. Senyumnya mengembang begitu melihat Nadine dan semakin tambah mengembang ketika melirik Nyo Bwee yang duduk disamping kiri Nadine dan sebelah kanan Bu San. Kedua Nona itu memang sangat menonjol kecantikan mereka karena di antara puluhan pria pada saat itu, hanya ada kurang dari 5 perempuan belaka di antara mereka. Karena itu, tidaklah mengherankan jika si muka tirus jadi mulai cengar-cengir tidak keruan dan sudah segera muncul ide pikiran isengnya secara mendadak.
"Hahahahahaha, Jiwi kouwnio yang cantik jelita, apakah sudah selesai makan siangnya dan bisakah gerangan kami mengundang untuk ikutan bersama kami menikmati makan siang ini "..?" sapanya dengan tingkah yang cukup tengil dan cepat membuat baik Nadine maupun Nyo Bwee langsung tidak senang. Suasana hati yang terganggu dan tidak senang sudah langsung terbaca dari wajah keduanya, dan Bu San mendadak mendapat firasat sesuatu akan terjadi. Adalah Nadine yang berusia lebih banyak jika dibandingkan dengan Nyo Bwee dan juga jelas jauh lebih berpengalaman. Dia tahu dan mengenal banyak orang seperti si muka tirus, bahwa orang itu tidak memiliki bekal yang cukup tinggi, tetapi kerap suka sekali iseng dan mengganggu orang yang lebih lemah dibandingkan dirinya sendiri.
"Hmmmmm, kami memang baru saja selesai makan, tetapi mohon maaf karena kami baru saja selesai makan dan masih menunggu beberapa saat lagi sebelum melanjutkan perjalanan menuju kota Ya In ?"."
"Accchhh, sedang dalam perjalanan rupanya. Jika kouwnio setuju, maka cayhe Ma Kun bersama kawan-kawan akan sangat senang untuk mengawal dan sekaligus menemani jiwi kouwnio dan teman-teman menuju ke tempat tujuan. Kami bertujuh dikenal dengan nama julukan Kau Kiong Chit Houw (Tujuh Harimau Dari Bukit Kau Kiong), dan cukup dikenal di daerah ini ".."
"Maafkan Ma hengte, kami sedang beristirahat saat ini dan sedang tidak ingin untuk diganggu. Dan maafkan kami juga, karena sesungguhnya kami dapat mencapai Kota Ya In tanpa dikawal oleh Ma hengte dan kawan-kawan. Terima kasih sebelumnya atas niat baik dan tawaran Ma Hengte dan kawan-kawan ?"" Nadine masih tetap ramah meski hatinya sudah mulai mengkal.
"Acchhh, tetapi perjalanan kalian berdua yang secantik ini, sungguh akan cukup mudah mengundang bahaya dalam perjalanan nanti, kami bersedia menemani perjalanan jiwi kouwnio jika memang diijinkan ".. hehehehe ".."
"Maafkan, kami sedang tidak ingin diganggu Ma hengte, silahkan ..".." Nadine berkata sambil mempersilahkan Ma hengte untuk berlalu.
"Acccchhh, tetapi kami sungguh ingin membantu dengan mengawal jiwi kouwnio hingga kelak tiba di kota Ya In ?".."
"Terima kasih, cukup Ma hengte, maafkan, kami sedang tidak ingin diganggu "."
"Cayhe bukan mengganggu, tetapi menawarkan niat baik kami ?"."
"Tetapi kami tidak membutuhkan niat baikmu dan tidak membutuhkan pengawalanmu. Sekali lagi, tolong jangan mengganggu kami ?" Nadine mulai kesal, tetapi masih coba bersikap sabar dan baik.
"Sabar kouwnio ".. cayhe menanggung perjalananmu akan jauh lebih aman ketimbang berjalan seperti kalian sekarang ini ".."
"Enci ".. kenapa si muka tikus ini begitu ngotot dan tidak tahu malu ".. menjemukan" tiba-tiba Nyo Bwee bersuara dan membuat orang yang menamakan dirinya Ma Kun langsung terlihat murka. Terlihat jelas mukanya memerah karena makian Nyo Bwee yang langsung atau tidak langsung memang ditujukan kepadanya. Sementara itu Bu San dan Kim Ceng sendiripun menjadi kaget dengan kalimat Nyo Bwee, gadis cucu seorang tokoh yang kaya raya itu. Tanpa tedeng aling-aling memaki orang yang sedang mengganggu ketenangan mereka.
"Kouwnio, apa ,".. apa yang baru saja kau katakan ?"..?" tegur Ma Kun sambil memandang wajah Nyo Bwee dengan pandangan tajam menusuk. Keramahan serta sikap ceriwisnya hilang dengan sendirinya.
"Enci ".. si muka tikus kelihatannya marah ".. hikhikhik ?"" bukannya minta maaf dan membujuk Ma Kun, justru Nyo Bwee tambah memperburuk keadaan dengan secara tidak langsung memaki Ma Kun dengan "si muka tikus".
Sesungguhnya, keadaan mereka sedang diamati banyak orang yang sama tidak suka dengan kerja Ma Kun dan kawan-kawannya. Karena itu, mendengar jawaban-jawaban Nyo Bwee yang terkesan amat polos namun sangat menyinggung dan menyakitkan para pengganggunya, membuat banyak orang jadi geli dan bahkan banyak yang jadi tertawa karenanya. Termasuk bahkan beberapa orang teman sekomplotan Ma Kun yang memandang kawannya yang sedang serba salah itu. Menyerang Nyo Bwee jelas akan sangat memalukan, karena si gadis selain wajahnya cantik, juga terlihat jelas masih polos dan seperti tidak tahu urusan. Membiarkan si gadis memakinya sebagai "si muka tikus", juga sungguh berabe. Ma Kun benar benar keki dan bingung apa yang sebaiknya dia lakukan pada waktu itu.
"Hmmmm, engkau sungguh sangat menghinaku Nona ?".." berkata Ma Kun dengan wajah memerah marah dan tak tahu harus bagaimana.
"Siapa suruh engkau mengganggu kami yang sedang istirahat ".." ringan saja Nyo Bwee mendebat dan menyudutkannya.
"Cayhe meminta ijin untuk memakai kursi ini karena kalian sudah ".."
"Bukan, engkau mendesak kami untuk kalian kawal, bahkan memaksa kami menerima kawalan kalian "." belum lagi Ma Kun selesai berbicara, Nyo Bwee sudah menukasnya dengan suara meninggi.
"Tapi tidak mesti engkau menghinaku Kouwnio ?"
"Kalau tidak mau dihina, jangan terlampau mendesak dan menekan-nekan kami disini. Kami sangat butuh istirahat. Carilah tempat lain yang kosong sana .. huh, sungguh menjemukan" bukan main kata-kata Nyo Bwee, tajam dan amat menohok. Bahkan sampai-sampai Nadine sendiripun jadi terperangah mendengar Nyo Bwee mendebat dan menyudutkan Ma Kun. Tetapi, sebentar kemudian diapun jadi tersenyum manakala melihat Ma Kun menjadi begitu salah tingkah dan jadi tidak tahu apa yang sebaiknya dia lakukan saat itu.
Meski demikian, Nadine menjadi sangat berwaspada begitu melihat sinar mata Ma Kun semakin lama semakin nyalang, sebuah pertanda jika emosinya sudah mempengaruhi pertimbangan akal sehatnya. Tetapi, untung saja seorang kawannya keburu datang dan kemudian berkata kepadanya:
"Sudahlah Chit sute ?" kita sudah mendapat tempat untuk duduk disana, janganlah bertengkar dengan anak-anak ingusan itu ?"" dia berkata sembil menarik badan Ma Kun untuk segera berlalu dari hadapan Nyo Bwee dan Nadine. Diapun sendiripun mulai risih karena perhatian banyak orang tertuju kepada mereka.
"Hmmmm, bagus, pergilah secepatnya, kalau jadi laki-laki jangan berani beraninya hanya sama anak-anak gadis belaka ". sungguh memalukan ".." kalimat Nyo Bwee ini yang kembali membuat Ma Kun sangat emosional dan tiba-tiba merengut dari pegangan serta tarikan kawannya dan kemudian berusaha untuk berdebat kembali dengan Nyo Bwee. Tetapi kawannya dengan cepat menggeretnya pergi diiringi dengan tatapan mata yang marah dan nyalang dari Ma Kun.
Gangguan kecil itu membuat Kwan Kim Ceng dan Bu San menjadi hilang selera untuk beristirahat lebih lama lagi di kedai yang sedang ramai-ramainya tersebut. Beberapa menit kemudian, Kwan Kim Ceng memutuskan untuk pergi dan sebelumnya berkata sambil melirik Nadine dan Nyo Bwee:
"Sudah saatnya kita berangkat ?" lain kali, sebaiknya kita lebih sabar supaya tidaklah mendapat gangguan dan musuh di perjalanan ?" Kim Ceng berkata lirih dan memang hanya ditujukan kepada Bu San, Nadine dan Nyo Bwee
"Baik toako ". Maafkan aku ".." desis Nyo Bwee yang tiba-tiba merasa jika kalimat Kim Ceng tadi ditujukan kepadanya.
"Sudahlah ".. ayo, kita lanjutkan perjalanan ?"" adalah Bu San yang kemudian ambil inisiatif berdiri dan kemudian berjalan sambil meredakan ketegangan.
Tak berapa lama kemudian, keempat anak muda itu sudah berjalan kembali namun tetap dengan kecepatan seadanya. Karena sesungguhnya mereka tidak diburu waktu, dan melangkah sekedarnya. Mereka memang sudah memutuskan tidak memasuki kota dan rencananya nanti beristirahat di Kota Ya In, maka ketika tiba di persimpangan, keempatnya kemudian mengambil jalan kearah pegunungan. Arah tersebut menjauhi kota dan menuju ke Gunung Kau Kiong San yang sekarang ada di hadapan mereka. Di balik pegunungan itulah kota Ya In berada. Meski gunungnya tidak cukup tinggi tetapi hutannya tetap saja cukup lebat. Dan mereka mau tidak mau harus melintasinya untuk dapat mengambil jalan tercepat menuju kota Ya In. Tepat sebelum mereka memasuki hutan yang cukup lebat guna melintasi pegunungan Kau Kiong San, kembali satu gangguan mereka alami.
Tidak banyak, hanya satu orang belaka. Seorang pemuda kelihatannya. Dia memegang sebatang seruling yang terbuat dari bahan yang keras, mungkin sejenis besi, tetapi yang aneh warnanya adalah hitam legam. Jelas bahan yang menarik, sebuah besi hitam mengkilat. Meski mengenakan caping tetapi tidaklah mampu menyembunyikan wajahnya yang masih muda dan terlihat cukup gagah, bahkan sedikit lebih tampan dibandingkan dengan Kwan Kim Ceng. Badannya nyaris mirip dengan Bu San, sedikit lebih kurus malahan, tetapi sikapnya sungguh penuh percaya diri dan kelihatan malah agak tinggi hati. Dia berdiri tepat di tengah jalan setapak yang harus dilalui oleh rombongan Kwan Kim Ceng dan kawan-kawan. Begitu Melihat ada yang menghalangi jalan mereka, sontak mereka berempat berhenti atau tepatnya menghentikan langkah kuda yang mereka gunakan untuk tidak menabrak si penghadang. Pada saat itu jalanan yang mereka tempuh memang menyempit, sejenis jalan setapak yang mengarahkan mereka menanjak ke pegunungan.
Sebagai orang yang "dituakan" dan lebih berpengalaman, Kim Ceng kemudian ambil inisiatif untuk bertanya maksud si penghadang:
"Mohon dimaafkan jika cayhe kurang mengenali saudara yang berada di depan kami semua ".". apa gerangan yang dapat kami bantu ?"?"
"Hmmmm, sungguh pemuda-pemuda pengecut yang gemar berlindung dibalik tajamnya lidah para gadis. Aku malu melihatmu dan kawanmu yang satu itu ".." tajam dan pedas kalimat si pemuda sambil melirik Kwan Kim Ceng dan Bu San yang sama dituduhnya suka dan gemar berlindung di balik kata kata Nyo Bwee dan Nadine. Kwan Kim Ceng terdiam sejenak, tetapi Bu San dengan cepat mengambil alih posisi untuk bertanya jawab dengan si pemuda yang membuatnya tersinggung:
"Hmmmm, apa pula urusanmu dengan kami ".. " Jika kami mau, cukup dengan satu kali mengibaskan lengan, mereka bertujuh sudah jatuh terluka. Tetapi kami tidak mau mencari urusan dengan orang-orang tidak genah yang gede nyali terhadap kaum lemah tetapi pengecut menghadapi tokoh kuat "." jawab Bu San getas tetapi tidak membuat si penghadang mundur dari posisinya.
"Hahahahahaha, apa benar engkau memiliki kemampuan untuk mengibaskan lengan sekali saja guna merubuhkan mereka bertujuh tadi itu" hahahahaha, engkau yang gede rasa dan sedang bermimpi kali ya "..?" jawabnya dengan nada mengejek dan sangat meremehkan Bu San. Tapi, anehnya Bu San tidak menjadi marah, sebaliknya dengan suara kalem dan ruang dia berkata:
"Tidak usah diriku yang memang tidak memiliki kemampuan sehebat itu, cukup enci Nadineku saja yang menghadapi mereka sudah lebih dari cukup. Dan kuyakinkan engkau kawan, enciku ini, sekali kibasannya akan mampu meluluh-lantakkan ketujuh kurcaci di kedai tadi itu. Bahkan engkau juga akan mampu digebahnya pergi jika suka usil dan mengganggu orang" berkata Bu San untuk memuji dan mengangkat pamor Nadine yang terlihat terkejut bertemu pemuda itu. Malah dengan cepat dia maju dan menarik lengan Bu San ke belakang sambil kemudian berkata:
"Hai, bukankah kami saat ini sedang berhadapan dengan seorang tokoh muda yang sangat menonjol dan baru saja angkat nama dan terkenal dengan nama dan julukannya Thian Cun Tui Hong (Malaikat Langit Pengejar Angin) Kat Thian Ho" murid penutup sekaligus pewaris dari salah seorang tokoh mujijat yang begitu dikenal nama besarnya, yakni Bu Eng Ho Khouw Kiat (Si Rase Tanpa Bayangan), apakah benar demikian adanya tuan ?""
Sekali ini bukan hanya Kwan Kim Ceng yang terkejut, tetapi bahkan Bu San sendiripun terkejut setengah mati. Samar-samar dia terkenang masa kecil yang sulit dibentuknya kembali, yakni ketika bertemu Kat Thian Ho ini ?".. tetapi, lebih lengkap dan lebih detail lagi, dia tak mampu mengingatnya. Karena keadaan mereka waktu bertemu memang runyam dan susah dikenangnya secara lengkap. Nyo Bwee jelas tidak mengenalnya karena itu dia diam saja dan menyerahkan Nadine untuk meladeni pemuda gagah bercaping yang berdiri dihadapan mereka berempat.
Tetapi, tokoh yang dipanggil dan disebut Thian Cun Tui Hong Kat Thian Ho, juga sama terkejutnya karena nama julukannya yang baru setahun terakhir dipupuk, dapat dikenali seorang gadis. Seorang gadis cantik yang kini sedang berdiri di hadapannya dan dapat mengenali nama serta juga julukannya itu. Belum lagi dia berkata lebih jauh, terdengar Bu San sudah berkata:
"Acchhhhh, jika tidak salah, dialah yang duduk tepat di meja belakang kita ketika makan siang di kedai tadi itu ?""
Dan sekali ini, Kat Thian Ho, demikian nama si pemuda tidak menjadi kaget dan seperti mengiyakan seruan Bu San tadi. Tetapi, dia masih penasaran terhadap Nadine, dan karena itu diapun berkata atau tepatnya bertanya:
"Siapa engkau kouwnio" mengapa engkau mengenali nama julukanku "..?"
"Gampang saja. Setahun terakhir, dunia persilatan diramaikan dengan munculnya 2 bintang muda yang cemerlang, satunya dikenal dengan nama Lat Ciu Sian Mo (Dewa Tangan Telengas) Cie Tong Pek, murid penutup Mo Hwee Hud. Dia dikenal sangat kejam, telengas dan sangat suka dan gemar membunuh siapa saja yang mengganggu atau merusak suasana hatinya. Dan satunya lagi adalah engkau, Thian Cun Tui Hong Kat Thian Ho yang kabarnya senang mengenakan jubah hitam mengenakan caping kemana-mana pergi dan dengan ciri utamanya adalah membawa serta dirinya sebatang seruling antik berwarna hitam legam. Berbeda dengan Cie Tong Pek yang telengas dan kejam, dia ini sedikit lebih kukoay (aneh) dan dikenal tidak putih tidak hitam, suka membawa adatnya sendiri. Nach, bukankah engkau yang dikenal dengan nama Kat Thian Ho?" panjang lebar Nadine menjelaskan pengenalannya atas nama besar Kat Thian Ho dan terakhir balik bertanya.
"Hmmmmm, ternyata mataku sudah lamur .... engkau pasti tokoh persilatan yang cukup terkenal dan tidak mungkin bisa mengenaliku jika tidak demikian. Siapa sesungguhnya engkau Nona ?"?" tanya Kat Thian Ho terkejut.
"Namaku Nadine ?". singkat saja "." jawab Nadine lugas dan singkat, tetapi cepat Kat Thian Ho menyadari sesuatu.
"Acccchhhh, engkau salah seorang murid Mo Hwee Hud ...." pantas saja engkau dapat mengenaliku dengan muda Nona.
"Hmmmm, boleh dibilang murid dan boleh juga dibilang bukan .... tetapi, bukanlah urusanmu masalah itu kawan ".."
"Hmmmmm, baiklah aku sudah mengerti sekarang ?"" berkata Kat Thian Ho sambil melirik Bu San dan Kwan Kim Ceng.
"Apa yang engkau ketahui .." apa engkau pikir aku tidak mengetahui apa yang berada dalam pikiranmu itu ".. hmmmmm" dengus Bu San paham yang dimaksudkan oleh Kat Thian Ho dengan kalimat terakhirnya. Sementara Kwan Kim Cu sedikit bingung dengan maksud dari Kat Thian Ho
"Syukurlah jika engkau tahu, bisa lebih tahu diri, dan terang lain kali tidak akan berlaku pengecut lagi seperti tadi ".."
"Apakah engkau pikir dengan namamu yang sudah berkibar dan kemudian engkau bisa semena-mena dan memandang enteng Kwan toako " Engkau keliru kawan ?" berkata Bu San dengan nada membela dan mengangkat harga diri dia dan Kwan Kim Ceng yang direndahkan dan disindir Kat Thian Ho.
"Memangnya tidak ?" Jika dia berani, aku memang geram dengan seorang laki-laki yang biasa bersembunyi dibalik mulut seorang anak gadis ".." berkata Kat Thian Ho, dan pahamlah Kwan Kim Ceng apa yang dikejar oleh adik angkatnya Bu San itu. Jelas diapun marah dan murka, tetapi sedapat mungkin dia tahan karena dia tahu lawannya adalah tokoh hebat, murid tokoh legendaris.
"Rupanya karena engkau sudah amat terkenal membuat engkau menjadi terlampau sombong dan angkuh sahabat, tetapi sudahlah. Saat ini kami perlu bergegas karena tidak ingin kemalaman di jalan, jika berkenan kami ingin lewat sekarang ?"."
"Kedua Nona itu boleh berlalu, tetapi kalian berdua harus berusaha keras untuk dapat melewati tempatku berdiri. Dan jika gagal, harus berjanji kelak tidak bersembunyi dibalik ketiak seorang perempuan ".."
Pedas sekali dan sangat menusuk perkataan Kat Thian Ho. Meskipun sabar, Kwan Kim Ceng jadi terganggu dan merasa kesal dengan kelakuan Kat Thian Ho yang memang dikenal seenak udelnya itu. Demikian juga Bu San. Tetapi, dia sadar, kelihatannya dari gerak-gerik Kat Thian Ho yang demikian ringan dan penuh percaya diri, toakonya Kwan Kim Ceng belum cukup sanggup untuk meladeninya atau mengalahkannya dalam tarung atau perkelahian satu lawan satu. Meski tidak tertinggal jauh tipis saja, tetapi dia cukup yakin dengan penilaiannya itu, bahwa Kim Ceng tidak akan mampu menang. Berpikir demikian, diapun kemudian berkata dengan suara keras:
"Tidak perlu kami berempat sampai mengerubutimu hanya sekedar melewati tempatmu menghadang, toako dan enci Nadine sudah lebih dari cukup ".".." berkata Bu San dengan cerdik dan membuat Kat Thian Ho terkejut. Tetapi, tentu saja dia tidak khawatir jikalau memang harus berhadapan dengan Nadine, bahkan berdua dengan Kwan Kim Ceng sekalipun. Kat Thian Ho memang sangat percaya dengan dirinya sendiri, baik kemampuan ilmunya dan juga kehebatan ilmu silatnya. Seandainya dia tahu bahwa Kwan Kim Ceng adalah murid Siauw Lim Sie, murid tokoh hebat Bu Kek Hwesio, dia mungkin akan pikir-pikir terlebih dahulu.
"Tidak ".. biar aku saja yang maju San te ?"." berkeras Kim Ceng, karena tentu saja dia risih untuk mengeroyok lawan yang masih sama muda.
"Tentu saja toako, enci Nadine hanya akan bersiap-siap, dan jika memang perlu, maka dia akan turun membantumu" jawab Bu San lugas. Padahal dia memang merecanakan keterlibatan Nadine untuk dapat mengamankan perjalanan mereka melalui hadangan Kat Thian Ho yang dia lihat cukup hebat itu.
"Baik ?" engkau majulah ?"." Berkata Thian Ho menantang Kwan Kim Ceng untuk memulai. Pada dasarnya, Kim Ceng memang sudah mulai terbakar hatinya dengan kata kata "bersembunyi dibalik kata-kata seorang perempuan". Karena itu, tanpa perlu diminta lebih lama, diapun segera menyerang Kat Thian Ho. Meski memang baru sekitar berapa bulan terakhir Kim Ceng melakukan perjalanan dengan Bu San, tetapi manfaat yang diperolehnya luar biasa banyak dan sangat dalam. Kwan Kim Ceng sangat memahami kemajuannya ilmu silatnya sejak berlatih bersama-sama dengan Bu San, dan karena itu dia menjadi curiga dengan kemampuan Bu San. Berbareng dengan itu, dia jadi sangat menyayangi dan bersikap melindungi persis seperti seorang kakak berlaku melindungi adiknya yang lebih muda.
Begitu menyerang, Kwan Kim Ceng sudah menggunakan Lo Han Kun Hoat dan juga Tat Mo Kun Hoat. Kedua ilmu keras nan hebat dari kuil Siauw Lim Sie itu. Kat Thian Ho jadi terkejut menyadari betapa Kwan Kim Ceng ternyata bukanlah lawan ringan. Baik Pukulan maupun kekuatan iweekang pendorong ilmu serangannya sangat kuat dan hebat dan mendatangkan deru angin yang terdengar membahana. Menyadari bahwa ternyata kekuatan iweekang lawan tidak berada di bawah kemampuannya sendiri, Kat Thian Ho pada akhirnya bergerak dengan ginkang andalah perguruannya. Dalam Ilmu ginkang, Subonya Bu Eng Ho Khouw Kiat (Si Rase Tanpa Bayangan), adalah lawan setingkat dengan Lam Hay Sinni. Keduanya adalah tokoh dengan kemampuan berlari dan bergerak dengan cepat dan gesit yang tak ada tandingannya di dunia persilatan saat itu. Hanya ada satu hal detail yang membedakan mereka berdua. Karena itu, ilmu ginkang Kat Thian Ho sudah pasti adalah ilmu wahid. Dia kini menggunakan ilmunya itu yakni Ilmu Ginkang Sam Teng Jin Thian (Tiga Kali Melompat Memasuki Langit) begitu tahu lawannya bukanlah sembarangan.
"Hmmmm, engkau ternyata hebat juga ?"" desisnya sambil menghilang dari hadapan Kwan Kim Ceng. Dan sejenak kemudian dengan cepat Kat Thian Ho balik menyerang dengan menggunakan satu ilmu perguruannya, yakni Ilmu Sah Cap Lak Cau Hui Su Cong (Serangan Tinju Terbang 36 Perubahan). Ilmu ini memang khas dimainkan dengan dukungan ginkang yang istimewa baru terlihat kehebatan dan manfaatnya. Dan benar saja, dengan cepat ganti dia yang bergerak mengelilingi Kwan Kim Ceng dan kemudian mencecar si anak muda Siauw Lim Sie dengan jurus-jurus tinju yang hebat. Sesuai dengan namanya, jumlah perubahan yang sangat banyak dan ditunjang dengan kecepatan bergerak yang mujijat, membuat ilmu pukulan Kat Thian Ho jadi berlipat ganda manfaat dan kehebatannya.
Untung saja Ilmu Kwan Kim Ceng memang adalah Ilmu-Ilmu murni dari Siauw Lim Sie. Bahkan kekuatan iweekangnyapun diturunkan dari teori-teori rahasia yang hanya dapat dilatih oleh murid-murid dengan bakat dan kemampuan istimewa. Dan yang lebih hebat lagi, Kwan Kim Ceng bertemu dengan Bu San yang justru membantunya dengan hebat hingga mampu mencapai kemajuan yang hebat dan luar biasa. Dia dengan cepat memahami bahwa lawan memiliki keistimewaan dalam bergerak dengan ginkang yang istimewa. Artinya, dia mesti melawan dengan kokoh dan tidak banyak terbawa oleh arus serangan lawan yang mencecarnya di banyak tempat. Berpikir demikian, maka sambil mengembangkan Tan Ci Sin Thong guna memunahkan setiap serangan lawan, diapun menyerang dengan Telapak Tangan Budha.
Dan kini mengandalkan kecepatannya, kembali Kat Thian Ho menyerang dengan varian perubahan yang banyak dan dalam kecepatan yang mengingatkan Koay Ji dengan Sie Lan In. Jurus-jurus serangan berhamburan dari kedua lengannya, meski ada tiga jurus yang dikeluarkannya, tetapi justru kemungkinan pengembangannya yang sangatlah banyak. Sambil membentak, Kat Thian Ho menyerang dengan jurus Sun Cu Tui Couw (Dengan Tangan Mendorong Perahu) yang mengarah pundak kanan, kemudian juga disusul dengan jurus Hun Hoa hud Liu (Sampok Kembang Menyapu Pohon liu), kemungkinan menyusul dengan jurus Tek-song-ciu (Tangan Memetik Bintang) mengarah ke dada dan bahkan perut. Luar biasa, dalam waktu sepersekian detik, Kat Thian Ho mendesak Kwan Kim Ceng untuk bertahan dengan kombinasi beberapa jurus yang sengaja dilepaskan untuk menyudutkan posisi dan kedudukan Kwan Kim Ceng. Begitupun, Kim Ceng yang sudah banyak belajar dan maju akhir-akhir ini, tidaklah keteteran, tidak juga khawatir.
Dengan tenang dia bergerak lambat namun kokoh dengan dua buah jurus yang cukup membuat Kat Thian Ho kaget. Jurus pertama adalah dari Tan Ci Sin Thong dengan satu jari dia memainkan jurus Ciak Ciu Poh Liong (Tangan Kosong Menangkap Naga. Sasarannya adalah jalan darah cian-cing-hiat diatas bahu Kat Thian Ho, tujuan jurus itu adalah, berapapun variasi perubahan, jika jalan darah berhasil ditotok, maka kena serangannyapun tetap tidak berbahaya, atau bahayanya sudah jauh berkurang. Selain itu Kwan Kim Ceng juga memainkan jurus Tak Hai Peng Mo (Menginjak Laut Membasmi Iblis) dari Ilmu Telapak Tangan Budha. Setelah mengantisipasi serangan lawan, dengan segera dia melangkah maju satu langkah dan menyerang langsung Kat Thian Ho secara berhadap-hadapan. Maka hebat akibatnya, Kat Thian Ho menemukan kenyataan betapa semua serangan dengan gerak cepatnya dengan mudah diantisipasi dan dipatahkan lawan hingga tidak mendatangkan posisi bahaya bagi lawannya itu. Bahkan, serangan telapak tangan Kwan Kim Ceng kini sudah mengancamnya langsung dari hadapannya dan mengarah ke bagian perutnya.
Menyadari lawan yang ternyata mengetahui gaya dan cara mengantisipasi serangan beruntunnya, Kat Thian Ho menjadi sadar bahwa dia harus berusaha secara serius namun tidak harus dengan memaksakan diri. Untuk menambah daya serangnya, diapun bukan hanya merubah gaya bertarungnya untuk tidak terlampau mengandalkan kecepatan. Sebagai gantinya, dia turut mengkombinasikan serangannya dengan Ilmu Kan Goan Cit Sin Kong (Jari sakti Menembus Baja). Kwan Kim Ceng terkejut ketika lawan tidak lagi mengutamakan kecepatan, tetapi kini bertarung lebih sabar dan banyak mengandalkan variasi-variasi jurus serangan yang berbahaya. Apalagi mengetahui bahwa Kat Thian Ho sendiripun ternyata menguasai ilmu jemari yang sakti dan sangat berbahaya, tidak kurang hebatnya dengan Tan Ci Sin Thong. Akibanya, perkelahian kini tidak lagi terutama kecepatan melawan kekokohan, tetapi sekali ini mulai lebih banyak mengandalkan kematangan iweekang, kecerdasan dan keberanian mengandal pada variasi serangan dan pertahanan.
Kwan Kim Ceng segera merasa bahwa lawan lebih serius dan lebih sabar menghadapi dan bertarung melawannya. Dia kini tidak lagi terburu-buru dan membangun serangan dengan jurus demi jurus yang sambung menyambung. Untungnya Kwan Kim Ceng maju cukup jauh dengan banyak berlatih dengan Bu San. Jika tidak, tanpa variuasi dan pengetahuan baru, maka dia akan sangat kesulitan menghadapi serbuan serangan Kat Thian Ho sekali ini. Tiba-tiba Kat Thian Ho berteriak:
"Awas serangan ?""
Bersamaan dengan itu Kat Thian Ho menyerang dengan jurus Yun Liong Phun Uh (Naga di Awan Menyemburkan Kabut). Sepasang lengannya bergerak cepat dan juga terlihat gerakan jurus Hun Kang Toan Liu (Membendung Sungai Memutuskan Aliran). Kedua jurus itu mewakili dua ilmu silat hebat yang kini dimainkannya dengan kemungkinan varian yang cukup banyak. Serangan jurus Yun Liong Phun Uh secara langsung menyerbu Kwan Kim Ceng dengan langsung berdepan dan juga kekuatan iweekangnya luar biasa dahsyat. Bagaikan gedoran seekor banteng keraton yang lari dengan kekuatan penuh untuk menumbuk dan menyapu semua benda dihadapannya. Sementara tidak lama kemudian serangan susulan jurus Hun Kang Toan Liu menutup semua serangan balasan Kwan Kim Ceng.
Apa boleh buat, serangan terakhir Kat Thian Hong adalah akumulasi serangan demi serangan yang dibangunnya dengan penuh kesabaran. Kwan Kim Ceng semakin lama semakin didesak dan apa boleh buat, dalam keadaan yang rumit diapun memainkan jurus Bong Bong Bu Yang (Kosong Melompong Tiada Tepian). Jurus tersebut sebetulnya adalah jurus yang merupakan atau mengutamakan basis pertahanan yang sangat ketat dan sangat sulit ditembus. Tetapi yang menjadi akibatnya adalah, lawan akan semakin leluasa menyerang dan mencari celah untuk memasukkan serangannya. Untung saja, dalam latihan dengan Bu San, Kim Ceng sudah berlatih panjang dan lama untuk tetap kokoh dan tenang ketika memainkan jurus pertahanan ini. Karena menurut Bu San, dengan menggunakan jurus yang juga sudah banyak dia benahi gerakan-gerakannya ini, asalkan Kim Ceng tenang, bertahan ketat, maka lawan yang sangat hebatpun sulit menjatuhkannya.
Dan benar saja demikian, meskipun dengan cepat Kat Thian Hong kembali mencecar dengan jurus Liu Seng Kan Goat (Bintang Sapu Mengejar Rembulan). Hanya sekali ini entah mengapa kemanapun Kat Thian Hong menyerang, dengan mudah saja Kwan Kim Ceng mengantisipasinya dan mengelakkannya. Sampai beberapa puluh jurus, Kim Ceng seperti dikejar-kejar oleh jurus-jurus serangan Kat Thian Ho yang hebat, tetapi Kwan Kim Ceng tidaklah berlari dan berlari menghindar dari jurus serangan lawan itu. Sering dia malah maju dengan memainkan Tan Ci Sin Thong, bukan untuk menyerang tetapi sekedar untuk mematahkan serangan lawan, atau mengantisipasi serangan susulan Kat Thian Ho. Dan sekejap kemudian balik lagi ke gerakan-gerakan bertahan yang kokoh dan ampuh tersebut.
Sementara itu, Bu San mengamati pertarungan beberapa saat dan kemudian diapun mengangguk-angguk dengan amat puas. "Kwan Kim Ceng toako akan dapat bertahan sangat lama ....." pikirnya sambil kemudian berjalan mendekati Nadine dan bertanya kepada gadis itu dengan sara rendah:
"Enci Nadine ....... apakah engkau ingat paduan jurus-jurus yang kutambahkan dalam ilmu silatmu pada 2 minggu yang lalu ...?"
"Tentu saja adik Bu San ....... apa engkau pikir sudah kulupakan .....?" jawab Nadine dengan nada suara manja.
"Tidak ........ tentu saja bukan Enci. Aku sedang tidak bergurau. Tetapi, dapat Enci sekarang memikirkan rangkaian empat gerakan itu jika digunakan ketika Kwan toako memainkan kombinasi Tan Ci Sin Thong dengan Hud Keng Ciang masing-masing pada jurus ketiga dan rangkaian jurus ke-sembilan ....." tentu enci masih ingat ketika Kwan Toako berputar persis di tengah arena dalam 3 rangkaian jurus yang menyerang, mengantisipasi dan juga bertahan dalam jurus yang sekarang sedang dia mainkan. Sekarang, cobalah enci bayangkan jika Ilmu Lak hap im hwee (enam gabungan api dingin) melengkapi gerak Kwan Toako. Dan ketika lawan mundur, pukulan Kwan Toako pasti akan menyerang dengan jurus Ih Seng Hoan Tou (Memindahkan Bintang Ke Posisi Lain) ?""
"Hmmmmm, aku tahu adikku ".. akibatnya setidaknya Kat Thian Ho harus mundur sampai 3 langkah, tetapi dia akan dengan cepat menyerang dengan kecepatan luar biasa, karena ginkangnya memang sangat istimewa, salah satu yang terbaik di rimba persilatan Tionggoan ini ?""
"Tepat sekali, dan bagaimana jika enci kemudian mengisi posisi di timur dan mainkan rangkaian 3 jurus yang pernah kuajarkan itu; Jurus Pat Pu Teng Khong (Delapan Langkah Menembus Angkasa) disusul kemudian dengan Jurus Seng Cah Put Cih (Berhambur Tak Teratur) dan ditutup dengan jurus Hui Po Ceng Ciong (Gembreng Terbang Menghantam Lonceng). Dan pikirkan dengan posisi sederhana, dimana cukup bagi Kwan Toako menyerang dalam jurus yang sederhana, yakni Jurus Thian Ciu Cian Im (Langit Mendung Awan Menggulung). Apakah yang mungkin akan terjadi dengan posisi seperti itu ?"?"
Tanya Bu San sambil memandang wajah Nadine yang terlihat sedang berpikir serius. Ketika sedang berpikir keras seperti itu, tetap saja wajah Nadine itu cantik dan manis saat dipandang. Bu San menyadarinya, tetapi tidak berkonsentrasi dengan keindahan di depan matanya itu, Tetapi, beberapa saat kemudian, tiba-tiba wajah cantik dan manis menarik itu bercahaya dan gadis itupun segera berkata:
"Acccch, Bu San, engkau sungguh jenius bisa memikirkannya. Bahkan Suhu sendiripun kuyakin masih akan kerepotan menghadapi kombinasi seperti itu ?""
"Bagus, engkau sungguh amat cepat memahaminya. Kelak, engkau harus berusaha untuk bisa menyempurnakan kombinasi jurus-jurus itu, karena dapat menjadi satu ilmu mujijat dari keadaan kalah berbalik bisa menang dengan melukai lawan. Tetapi, hari ini engkau harus mencobanya bersama Kwan toako ?" beberapa saat lagi engkau bisa masuk ke arena dan cukup beritahu Kwan Toako untuk menggunakan Hud Keng Ciang dan biarkan lawan terus menerus maju menyerang. Pada saat lawan terlalu semangat menyerang, maka saat itulah engkau masuk menjadi titik menentukan untuk menegur "sesumbar" Kat Thian Ho yang sok hebat itu ?"" Bu San berkata dengan nada suara gembira, dan Nadine hanya mengangguk sambil tersenyum
"Baik ?" encimu sudah siap Bu San ?""
Begitu mendengar kesiapan Nadine, Bu San segera memandang kembali ke arena yang pertarungannya terus berlagsung namun dengan keadaan yang tetap seperti tadi. Keadaan Kwan Kim Ceng yang terus menerus diserang tetap kokoh dan tidak terlihat takut meskipun terus dalam ancaman pukulan-pukulan berbahaya lawan. Tiba-tiba Bu San berkata dengan suara berat namun jelas:
"Kat Thian Ho, sampai 100 jurus kedepan, engkau tidak akan mampu menerobos jurus bertahan yang dinamakan Jurus Bong Bong Bu Yang (Kosong Melompong Tiada Tepian). Enciku akan masuk dan mendesakmu hebat hingga malah bakalan akan mampu mengalahkanmu jika engkau ceroboh, dalam kurang lebih 20 jurus. Bagaimana apakah engkau berani menyelesaikannya secara demikian .....?"
Mendengar suara Bu San yang demikian yakin itu, tiba-tiba Kat Thian Ho melompat mundur dan memandang Bu San serta Nadine dengan amat seriusnya. Sesaat kemudian dia berkata dengan suara keras dan lantang:
"Dia hanya mampu bertahan, tidak atau belum mampu membahayakanku sejak awal hingga saat ini, hmmm siapa takut .....?"
"Tetapi engkau tak mampu menerobosnya, bahkan hingga 200 jurus kedepan engkau belum akan menemukan formula yang tepat. Tetapi, Enciku akan masuk dan mendesak hingga engkau kerepotan dan terdesak hebat, bahkan jika lalai engkau terkalahkan dalam waktu 20 atau 25 jurus ....... bagaimana, apakah engkau berani melawan mereka berdua jika maju bersama .....?"
"Engkau berlebihan, mana bisa mereka mendesak hebat aku dalam hanya 25 jurus belaka" Tidak masuk di akal ....."
"Begini saja, jika mereka mendesak engkau sedemikian hebat dalam 25 jurus, berarti kami memenangkan taruhan dan akan pergi melewati jalanan yang engkau halangi ini. Jika tidak, maka menjadi hakmu untuk menentukan apakah kami boleh lewat ataukah tidak boleh ...... bagaimana menurutmu sobat ....?"
"Hmmmm, engkau terlalu percaya diri ..... tidak mungkin ...."
"Berarti engkau menolak dan takut ......?" suara Bu San terdengar provokatif dan pada akhirnya membuat Kat Thian Ho panas dan emosi.
"Takut ..." engkau terlampau naif sobat, tapi baiklah, Nona itu boleh maju dan ikutan menyerangku dalam 25 jurus ..... mampu atau tidak mendesakku terserah mereka berdua dan terserah kemampuan mereka ......"
"Baiklah kawan, sekarang sebaiknya engkau bersiap untuk didesak dan bisa dikalahkan jika engkau keras hati dan tidak menemukan jalan yang paling baik. Nachhhh, Enciku akan segera masuk ke arena ....."
"Silahkan ......"
Begitu Kat Thian Ho mengatakan SILAHKAN, Bu San sudah segera menoleh ke arah Nadine dan kemudian berkata dengan suara tegas:
"Enci ...... engkau boleh bersiap, ingat waktu enci dan toako hanya dalam permainan 20 hingga 25 jurus untuk mendesaknya ......."
"Baik adikku ........." sambil berkata demikian Nadine melompat ke arena dan kemudian berbisik lirih ke telinga Kwan Kim Ceng:
"Pukulan Tenaga Budha dan Tan Ci Sin Thong ........"
Sebenarnya Kwan Kim Ceng mau menolak, tetapi dia percaya Bu San pastilah sudah menyiapkan sebuah kejutan. Karena itu, akhirnya dia mengangguk dan kemudian sudah cepat bersiap menyerang kembali. Saat itu Kat Thian Ho masih berdiri dengan pongahnya dan menunggu Kwan Kim Ceng dan Nadine bersiap untuk menyerangnya secara berpasangan. Dia sejujurnya belum tahu tingkat kepandaian Nadine, kecuali Kwan Kim Ceng, dan masih gelap bagaimana jika kedua orang itu maju bersama. Tetapi, tetap saja dia merasa sangat percaya atas kemampuannya sendiri. Itulah ciri seorang Kat Thian Ho. Memiliki keyakinan atas kemampuan sendiri yang kadangkala terkesan sangatlah berlebihan.
Seagaimana bisikan Nadine tadi, Kwan Kim Ceng percaya, justru pukulan yang dia lontarkan pasti bermakna besar untuk menciptakan kondisi masuknya Nadine dalam arena. Karena itu, dengan cerdik Kim Ceng menyerang sekaligus dengan jurus Hud Ciang Peng San (Telapak Budha Meratakan Bukit) salah satu jurus hebat dari Hud Keng Ciang. Sementara sentilan Tan Ci Sin Thong digerakkan dengan jurus Lam Hay Poh Liang (Menangkap Naga di Laut Selatan). Dan memang benar, meski bergerak dengan ilmu Kan Goan Cit Sin Kong (Jari sakti Menembus Baja) untuk memupus serangan Tan Ci Sin Thong dan menangkis menggunakan Ilmu Sah Cap Lak Cau Hui Su Cong (serangan tinju terbang dengan 36 perubahan), tetap saja Kat Thian Ho menggunakan ginkang mujijatnya mundur mempersiapkan serangan. Tetapi, pada saat bersamaan, Kwan Kim Ceng menyerang lagi dengan gaya jurus Gi San Tiam Hay (Memindahkan Bukit Menimbun Samudra). Kembali Kat Thian Ho mencelat mundur dan pada saat itulah Nadine dengan Ilmu Lak hap im hwee (enam gabungan api dingin) masuk untuk melengkapi gerak Kwan Toako.
Gerakan menyerang Nadine terlihat sangat cepat, tetapi tetap saja masih lebih cepat Kat Thian Ho ketika bergerak mundur dan juga menghindar. Saat itu keadaan kembali sebagaimana skenario Bu San yang digambarkan tadi, yakni Kwan Kim Ceng masuk menyerang dengan jurus Ih Seng Hoan Tou (Memindahkan Bintang Ke Posisi Lain) yang menyasar bagian perut dan leher Koat Thian Ho. Memang hebat Kat Thian Ho, dia mampu dengan cepat untuk mundur tidak sampai tiga langkah, tetapi dengan cepat dia menyerang balik Kwan Kim Ceng dengan jurus Kim-cian toam-bwe (memotong sakura dengan gunting emas). Tetapi pada saat bersamaan, Nadine memainkan rangkaian jurus istimewa, yakni berturut-turut Jurus Pat Pu Teng Khong (Delapan Langkah Menembus Angkasa) disusul dengan Jurus Seng Cah Put Cih (Berhambur Tak Teratur). Sungguh terkejut Kat Thian Ho dengan kombinasi dan berondongan yang sangat hebat dari Nadine dengan kekuatan iweekang yang sehebat Kwan Kim Ceng. Apa boleh buat, diapun mundur ke belakang guna mencari cela menyerang Kwan Kim Ceng dengan memainkan Ilmu Mo In Cap Pwee Cao (Delapan Belas Jurus Pencakar Awan).
Pahlawan Padang Rumput 1 Giring Giring Perak Karya Makmur Hendrik Pedang Asmara 4
^