Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 43

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 43


"Benar Kim Jie Locianpwee, kakek itu sudah meninggal, entah apa penyebabnya, siauwte sendiri heran....."
"Mungkin Koay Ji bisa menjawabnya, karena dugaanku, kakek tua inilah yang sudah menang, ech, tahu-tahu dia malah sudah tewas....... anak itu sungguh-sungguh amat mujijat, entah dari mana saja dia belajar ilmu-ilmunya yang aneh-aneh, mujijat dan sulit kujelaskan dengan kata-kata....." gumam Kim Jie Sinkay yang masih heran dan takjub dengan apa yang ditampilkan Koay Ji tadi. Beberapa bagian bahkan terasa mustahil dan tidak mungkin baginya. Tapi, faktanya, dia menyaksikan dengan mata dan kepalanya sendiri, bukan mendengar dari orang lain.
"Ach, Locianpwee, Koay Ji suheng memang mendapatkan bimbingan dari tokoh-tokoh yang mujijat, baik dari Bun In Sinliong Locianpwee maupun Bu Te Suhu sendiri. Kemampuannya sudah jelas memang sungguh luar biasa......" puji Khong Yan yang memang sangat kagum dan sangat memuja sahabat masa kecilnya, dan yang juga sebenarnya adalah kakak seperguruannya sendiri. Meskipun dasarnya, dia sebenarnya lebih tua setahun dibanding dengan Koay Ji. Tapi dia menjadi murid Bu Tee Hwesio di waktu belakangan setelah Koay Ji, dan suhunya sendiri yang meminta agari dia memanggil suheng kepada Koay Ji.
"Acccch, kukenal kedua locianpwee hebat itu, tetapi ada beberapa ilmu dan jurus yang amat mujijat yang dia keluarkan dan jelas bukan berasal dari Bu In Locianpwee dan juga bukan dari Bu Tee Locianpwee.... dia sendiri sudah sangat aneh dan juga mujijat, sama dengan ilmu-ilmu dan jurusnya...." puji Kim Jie Sinkay yang masih belum habis pikir dengan Koay Ji. Kim Jie Sinkay memang adalah salah satu tokoh yang mampu mengikuti dengan lebih baik jalannya pertarungan maha hebat antara Koay Ji melawan Yap Jeng Cie. Dan diapun menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana pertarungan mereka, bagaimana Koay Ji yang mampu mendesak Yap Jeng Cie dengan jurus-jurus aneh. Tetapi, pada bagian terakhir, dia melihat bagaimana Yap Jeng Cie menyerang namun patah, selalu begitu dan dia merasa kakek itu sudah akan kalah. Tahu-tahu, kakek itu kembali perkasa, dan membuat Koay Ji harus "terbang" dan "berjalan di udara", hal-hal yang membuatnya merasa tidak masuk akal dan mustahil. Tetapi nyata.
Dan kemudian, di saat dia menyangka kakek itu akan kalah, malah tiba-tiba menjadi jauh lebih hebat dan meningkat luar biasa perbawanya hingga mendesak Koay Ji sampai harus "naik ke angkasa". Dugaannya, Koay Ji akan turun ke bumi menerima pukulan terakhir Yap Jeng Cie, tetapi anehnya, itu tidak terjadi dalam waktu singkat. Sebaliknya rada lama waktunya. Dan saat dia mendarat, diapun menduga kakek itu sudah akan kehabisan tenaga, apa mau dikata, ternyata Yap Jeng Cie menyimpan sesuatu yang aneh dan ajaib. Tiba-tiba kekuatannya melonjak dahsyat dan sampai membuat Kim Jie Sinkay khawatir dengan nasib Koay Ji. Dan kekhawatirannya itu terbukti dengan amat cepat. Kim Jie Sinkay sama dengan Khong Yan dan Tio Lian Cu, melihat Koay Ji terpukul dan terlontar ke belakang. Meskipun Koay Ji masih mampu mendarat dengan posisi samadhi.
Dugaan mereka kakek itu akan kalah ternyata keliru, karena tiba-tiba saja kakek itu tampil jauh lebih hebat hingga pada akhirnya mampu memukul Koay Ji hingga terlontar ke belakang. Terluka parah. Tapi, sebelum episode itu, Kim Jie Sinkay menjadi takjub, sangat terkejut melihat kemampuan Koay Ji yang tidak masuk di akalnya. Selama beberapa saat Koay Ji mampu "terbang" dan mampu beterbangan di udara tanpa berpijak sama sekali ke bumi. Baik melayang, menukik ke atas, maupun melejit-lejit bagai kupu-kupu beterbangan kesana kemari tanpa menjejak tanah. Kim Jie Sinkay sampai terngangah dan tak mampu berkata apa-apa selain mengagumi dan takjub dengan pameran ilmu yang diluar akal sehatnya lagi. Tetapi, hanya beberapa saat kemudian, dia kembali kaget karena Koay Ji kena terpukul dan melayang jauh terlontar ke belakang, bahkan terluka parah dan juga muntah darah. "Koay Ji kalah" pikirnya.
Memang, episode itu membuat Kim Jie Sinkay menduga Koay Ji sudah kalah, tetapi setelah lebih detail memperhatikan arena, juga menilik keadaan Yap Jeng Cie dan Koay Ji, teramat kagetlah dia. Koay Ji jelas selamat dan sedang menyembuhkan diri dalam sikap samadhi, sementara lawannya, kakek Yap Jeng Cie sudah menutup mata dengan pandangan mata tatap mata yang penuh kepenasaran. "Apa gerangan yang dilakukan Koay Ji" ilmu mujijat apalagi yang dimainkan anak itu hingga dia memperoleh kemenangan dengan cara yang tidak sempat kuketahui....?" desis Kim Jie Sinkay takjub dan masih tetap belum memperoleh jawab yang jelas dan tegas atas semua pertanyaannya. Dan kekagetannya.
"Kim Jie heng, bagaimana keadaannya.....?" setelah beberapa saat termenung, Kim Jie Sinkay mendapat pertanyaan dari Tek Ui Sinkay atau Bengcu Tionggoan yang mengamati seluruh arena terlebih dahulu sebelum mendatangi Kim Jie Sinkay. Setelah pertarungan selesai, naluri seorang Tek Ui Sinkay berjalan cepat, dan dia segera memeriksa seluruh arena dan sekitarnya, karena dia percaya Koay Ji pasti akan mampu mengalahkan lawannya. Entah mengapa, tokoh kaypang yang satu ini teramat mempercayai Koay Ji, bahkan menganggap Koay Ji seperti anaknya saja. Dan karena itu, berdasarkan pengalaman dan juga pengetahuan, pengenalan dan pergaulannya selama ini, dia percaya bahwa apa yang dikatakan dan dijanjikan Koay Ji akan sesuai kenyataannya. Bahkan melihat Koay Ji terlontarpun dia masih tetap yakin sutenya itu tidak kenapa-kenapa.
Dia menemukan banyak keanehan, tetapi karena luasnya arena pada saat itu, dia menugaskan tokoh-tokoh lain memeriksa Lembah tersebut, dan mencari kemana lawan-lawan lain yang sudah kalah dan tewas berada. Sementara dia sendiri sudah mendekati Kim Jie Sinkay yang berada bersama Khong Yan, berjalan dengan Cu Ying Lun mendekati mereka. Dan dia sekilas sudah melihat Koay Ji yang masih sedamg mengobati lukanya dan demikian pula posisi Yap Jeng Cie. Hanya, dia jadi kaget ketika mendengar perkataan Kim Jie Sinkay:
"Kakek Yap Jeng Cie sudah tewas, sementara sam sutemu juga terluka hebat, tetapi kelihatannya sebentar lagi juga akan segera pulih kembali. Entah bagaimana cara sutemu menyelesaikan pertarungan yang terlampau hebat tadi itu...." bergumam Kim Jie Sinkay antara takjub dan heran. Karena sampai saat itu dia masih tetap tidak mengerti bagaimana Koay Ji mengakhiri pertarungannya tadi. Untungnya Tek Ui Sinkay tidak begitu mengikuti jalannya pertarungan, khususnya episode terakhir pertarungan dahsyat antara Koay Ji melawan Yap Jeng Cie. Itulah sebabnya dia tidak begitu paham dengan apa yang dikatakan oleh Kim Jie Sinkay, meskipun dia juga heran dengan kemampuan "terbang" sutenya.
"Hahaha, kita mesti bertanya kepadanya, toch siauw sute sebentar lagi akan siuman dan dapat menceritakannya kepada kita......."
"Menilik gayanya, tidak akan dia berbicara terus terang tentang kehebatannya. Dan peristiwa ini akan terus menjadi tanda tanya buatku....." desis Kim Jie Sinkay yang memang tahu Koay Ji tidak pernah mengagulkan dirinya, dan selalu merendahkan diri untuk hal-hal besar yang sudah dia kerjakan.
"Biar kupaksa siauw sute untuk menjelaskan kepada kita sekalian..." tegas Tek Ui Sinkay dan diiyakan dan dianggukkan oleh Cu Ying Lun yang selalu menyertai dan bersama dengan sam suhengnya itu.
"Baguslah jika demikian....." jawab Kim Jie Sinkay dengan tidak memiliki keyakinan bahwa yang dikatakan Tek Ui Sinkay akan terjadi, dan itu sangat jelas dalam nada suaranya barusan. Tetapi Tek Ui Sinkay tidak memperhatikannya.
Benar saja, setengah jam berlalu, Koay Ji perlahan siuman, tetapi terlihat jelas jika dia sudah sehat kembali hanya masih merasa cukup letih. Adalah Sie Lan In yang justru sudah bugar kembali dan bergabung bersama mereka bersama Tio Lian Cu yang bertugas mengawani dan mengawasinya sejak tadi. Begitu mendatangi tempat itu, pandangan mata Sie Lan In langsung tertuju kearah Koay Ji, tetapi dia tidak lagi sempat bertanya karena melihat Koay Ji akan segera sadar kembali. Hanya soal menunggu waktu belaka dia akan segera siuman. Dan memang, tak lama kemudian Koay Ji menyudahi samadhi dan upaya mengobati dirinya.
"Sungguh berbahaya .... sungguh berbahaya...." gumam Koay Ji sambil kemudian bangkit berdiri dari duduk samadhinya dan mendapati hampir semua tokoh sudah mengelilingi posisi dan tempat dia samadhi. Mereka semua memandanginya penuh rasa kagum yang tidak tersembunyikan. Dan begitu melihat serta menemukan jika dirinya menjadi pusat perhatian banyak orang membuatnya tersipu dan merasa tidak cukup percaya diri menjadi perhatian dan dikagumi demikian banyak orang. Meski sebenarnya, apa yang dia lakukan, pertarungan dengan Yap Jeng Cie, memang salah satu pertarungan yang sangat hebat dan mujijat. Karena itu, dia melirik sam suhengnya, sang Bengcu Tionggoan dan kemudian bertanya:
"Bengcu suheng, bagaimana keadaan Lembah ini......?" tanya Koay Ji dengan suara lirih dan terdengar semua orang. Pertanyaan ini menyadarkan Tek Ui Sinkay dan semua orang jika masih ada pekerjaan yang perlu mereka selesaikan. Meskipun Koay Ji selamat dan sudah sehat kembali, tetapi bagaimanapun keadaan Lembah dimana mereka berada, penting diketahui. Dan sangat kebetulan, pada saat itu, para anggota Barisan Pengemis Pengejar Anjing yang adalah anak murid Khong Sim Kaypang datang memberi laporan.
"Lapor Bengcu........"
Semua tersentak, Tek Ui Sinkay juga, saat mendengar suara keras dari anggota Khong Sim Kaypang yang berapa saat yang lalu, dengan dan atas perkenan Tiang Seng Lojin diberinya tugas untuk memeriksa seluruh bagian dan sudut lembah. Dan sekarang, kelihatannya mereka telah selesai bekerja, karena selama lebih dari satu jam memeriksa semua sudut Lembah. Kini mereka sudah datang dan minta waktu karena siap memberikan laporan mereka kepada Tek Ui Sinkay dan para sesepuh. Karena itu, dengan segera Tek Ui Sinkay berpaling kearah para anggota Khong Sim Kaypang yang sudah bersiap serta memintanya untuk memberi perintah melapor. Perintah agar mereka semua segera melaporkan pekerjaan dan tugas yang dia berikan untuk dilaksanakan anak murid Khong Sim Kaypang. Maka Tek Ui Sinkay kemudian berkata kepada pelapor itu:
"Baik, bagaimana laporan keadaan Lembah ini.....?"
"Lapor Bengcu, Lembah ini sudah kosong. Semua yang tersisa sudah tewas dan saat ini masih berada di tempat istirahat tokoh-tokoh Bu Tek Seng Pay, tetapi yang terluka entah berada dimana. Kami sudah memeriksa seisi Lembah, tetapi tidak menemukan keberadaan orang lain lagi selain rombongan kita ini dan juga mayat-mayat yang berserakan di tempat mereka sejak 3 hari lalu....."
"Hmmmm, apakah kalian yakin mereka yang terluka juga sudah tewas....?" tanya Tek Ui Sinkay terkejut dengan laporan itu.
"Liu Beng Wan dan suhunya Liok Kong Djie sudah menghilang, tetapi meninggalkan dua buah surat yang ditujukan kepada Tio Ciangbudjin dan juga kepada Bengcu serta Siauwhiap ini (sambil menunjuk Koay Ji). Tetapi, diantara mayat-mayat disana, sama sekali tidak kami temukan mayat Mo Hwee Hud dan muridnya yang terluka, sementara lain-lain yang terluka kelihatannya sudah binasa. Sementara, Bu Tek Seng Ong yang juga terluka dan kehilangan kepandaiannya, sama saja, juga sudah tidak kelihatan lagi batang hidungnya......"
"Apakah pengamatan kalian tidak salah....?" kaget sekali Tek Ui Sinkay mendengar laporan tersebut. Dan bahkan sudah menambahkan:
"Bagaimana dengan Rajmid Singh yang terlempar ke bawah sana...?" tanyanya sambil menunjuk ke tempat yang cukup jauh.
"Mayatnya masih berada disana, tetapi kelihatannya seperti baru saja jasadnya itu digeledah seseorang, entah siapa......."
"Hmmmm, mengherankan jika demikian......"
"Apakah kalian menemukan mayat seorang kakek tua yang sudah kurus kering seperti mayat...." kelihatannya adalah tahanan penjara Pek Lian Pay dan jubah tuanya adalah jubah Hwesio, kelihatannya dipenjarakan terus semasa Bu Tek Seng Pay setelah Pek Lian Pay...." tanya Koay Ji tiba-tiba.
"Kami tidak menemukan yang mayat kakek seperti itu Siauwhiap...." jawab mereka singkat namun juga lugas.
"Hmmmm, aneh jika demikian....." gumam Koay Ji, tetapi dia tahu bahwa gua yang disebutkan kakek dalam tahanan selalu terjaga. Kemana Liu Beng Wan dan yang lain-lainnya itu" bahkanpun Bu Tek Seng Ong lenyap"
"Bengcu Suheng, adalah lebih baik segera turunkan perintah agar semua bergerak untuk cepat menyelidiki seluruh sudut Lembah ini, karena menghilangnya beberapa kawanan mereka agak mengkhawatirkan..." berkata Koay Ji sambil memandangi Tek Ui Sinkay yang memang memiliki niat yang sama.
Tidak menunggu lama, Tek Ui Sinkay sudah menurunkan perintah untuk menyelidiki sekali lagi seluruh sudut lembah, dan sekali ini tidak ada seorangpun yang tidak bergerak. Meskipun, beberapa orang kuat masih tetap menjaga kedua lokasi utama, yakni lokasi rahasia mereka waktu turun dimana Thian Seng Lodjin dan Tui Hong Khek Sinkay berjaga bersama Kakek tua Hek Man Ciok. Kemudian, lokasi kedua, yaitu jalan rahasia dibalik air terjun dimana Koay Ji selalu dekat bersama dengan Khong Yan, Tio Lian Cu dan Sie Lan In. Perintah dari Tek Ui Sinkay berlaku bagi semua orang, dan karena itu yang tertinggal di dekat air terjun hanyalah Koay Ji, Sie Lan In yang juga baru sembuh dan Tek Ui Sinkay bertiga. Khong Yan, Tio Lian Cu, Siauw Hong, Kwa Siang serta tokoh lain ikut menyelidiki setiap sudut lembah. Pada saat itulah Sie Lan In mendekati Koay Ji dan berkata:
"Sute, terima kasih, kaos pusaka itu benar-benar telah menyelamatkan nyawaku. Tapi, bagaimana dengan lukamu, apakah sudah sembuh?" berkata dan sekaligus Sie Lan In bertanya.
"Syukurlah Suci, memang tanpa pusaka itu sulit melawan Bu Tek Seng Ong, tingkat kemampuan kalian sesungguhnya berimbang. Lukaku, rasanya sudah sembuh dan sudah tidak ada halangan lagi...... tetapi, kakek itu memang luar biasa..." Koay Ji berkata sambil memandang mayat Yap Keng Cie yang masih duduk bersila di arena dengan sinar mata yang penuh rasa penasaran.
"Tapi, mengapa sinar matanya demikian aneh dan penuh rasa penasaran sute" Ada apa gerangan selama pertarungan kalian yang begitu hebat tadi" Malahan menurut penglihatan Kim Ji Locianpwee, mestinya engkau yang kalah, tetapi mengapa justru dia yang binasa sute" Dan, mengapa pula engkau kelihatannya seperti bisa terbang tadi....?" Tek Ui Sinkay yang merasa penasaran dan menyimpan banyak pertanyaan sudah mencecar Koay Ji, meskipun diantara mereka masih ada Sie Lan In. Tetapi, Tek Ui Sinkay tidak perduli, karena dia sudah anggap Koay Ji adalah anaknya, dan Sie Lan In sebagai calon mantunya, dan karena itu dia bertindak seperti sedang bertanya kepada keluarga sendiri.
"Ach, sudahlah suheng, biarlah kita bicarakan nanti saja. Ingat, masih banyak yang perlu kita selesaikan di tempat ini..... biarlah malam atau besok saja kuceritakan semuanya kepada suheng. Bagaimana jika kita membaca terlebih dahulu pesan yang ditinggalkan Liu Beng Wan" Sepertinya ada petunjuk dalam suratnya.." Koay Ji secara lihay mengalihkan percakapan sehingga Sie Lan In dan juga Tek Ui Sinkay tidak dapat bertanya lebih jauh. Terutama Sie Lan In yang memang tidak sempat menyaksikan pertarungan berhubung lukanya yang amat parah akibat bertarung melawan Bu Tek Seng Ong.
"Ach, benar juga, mari kita membacanya terlebih dahulu......" berkata demikian, Tek Ui Sinkay kemudian mengambil kertas surat yang disampaikan kepadanya tadi dan kemudian membukanya untuk membacanya. Hanya beberapa menit dia membaca dan kemudian memberikannya kepada Koay Ji sambil berkata:
"Lebih baik engkau membacanya sekalian Sute, karena sesungguhnya surat ini ditujukan kepada kita berdua......" berkata Tek Ui Sinkay sambil menyerahkan surat tersebut kepada Koay Ji yang langsung menerima dan membacanya:
Tek Ui Sinkay, Bengcu Tionggoan
Sahabat muda, Koay Ji Terima kasih banyak atas semua kepercayaan kalian yang tidak menganggapku sebagai musuh. Karena sangat tidak mungkin bagiku untuk tidak membalas budi dan jasa suhuku yang menemukanku sejak masa bayiku dan malah masih membesarkan serta melatihku sehingga seperti sekarang ini. Meskipun Suhu memang memilih jalan yang keliru karena hasutan salah seorang muridnya yang sesat, tetapi Suhu sebetulnya tidak sejahat yang terlihat.
Karena itu, ijinkan selaku murid terakhir Suhu, siauwte LIU BENG WAN, melaksanakan tugas sebagai murid, menyelamatkan Suhuku yang amat berjasa bagi hidupku, LIOK KONG DJIE. Jika keadaan ini dialami oleh Bengcu dan sahabat muda, maka pasti akan menempuh jalan yang sama sepertiku.
Gerak-gerik Mo Hwee Hud yang sangat mencurigakan, kalah amat cepat melawan Khong Yan, juga muridnya yang kalah secara amat mudah mencurigakanku dan membuatku selalu mengamati serta juga menyelidiki apa maksud mereka. Dan ternyata, dia bersama Sam Boa Niocu serta murid kepalanya, yaitu Tam Peng Khek, memang merencanakan sesuatu. Sayang Sam Boa Niocu kalah dan terbunuh, karena memang Nenek itu rada berangasan. Tetapi dia meninggalkan beberapa buah pil yang hebat dan mujijat kepada suaminya itu. Pil itu mampu "menghidupkan" kembali Hwesio bekas Ketua Pek Lian Pay dan mereka mampu "menanyai" sukmanya. Mo Hwee Hud kemudian membunuhi semua tokoh lain yang terluka, termasuk mengambil sesuatu dari tubuh Rajmid Singh, kemudian membawa Bu Tek Seng Ong yang cacad untuk meloloskan diri.
Pintu masuk ke jalan rahasia kedua untuk keluar dari Lembah ini, sudah diberitahukan oleh kakek bekas Ketua Pek Lian Pay, selain yang berada di balik air terjun itu. Pintu itu sudah kutandai dengan tanda rahasia yang berwarna "merah darah". Semoga kalian bisa mengejar Mo Hwee Hud kembali, tapi siauwte mohon pamit untuk menyelesaikan tugas dan baktiku yang terakhir buat suhuku.
Sahabat muda Koay Ji, tolong sampaikan sekaligus permohonan maafku kepada Tio Ciangbudjin, suatu saat siauwte akan menghadap ke Hoa San Pay menebus dosa-dosa Suhu. Atas semua bantuan dan kepercayaan kepadaku, kuucapkan banyak terima kasih, juga atas semua bantuan dan juga semua kelonggaran yang sudah diberikan untukku selama ini........
LIU BENG WAN Koay Ji menarik nafas panjang sesaat setelah membaca surat Liu Beng Wan, dan memang benar, jika dia dalam posisi Liu Beng Wan, maka dia akan melakukan hal yang sama. Jangankan kepada Suhunya, kepada Tek Ui Sinkay, sam suheng dan sekaligus orang tua baginya, dia juga akan melakukan hal yang sama. Koay Ji lalu kemudian memandang Tek Ui Sinkay, dan mereka berdua saling mengangguk paham dengan posisi Liu Beng Wan. Tetapi, Koay Ji bertanya:
"Sam suheng, sudah berapa lama kira-kira mereka berlalu....?"
"Jika dihitung sejak engkau bertarung dengan Kakek Yap Jeng Cie, rasanya sudah ada lebih satu jam mereka pergi....."
"Dan itu berarti terlampau lama untuk mengejar mereka, apalagi mereka tahu kita pasti akan mengejar mereka. Sementara Mo Hwee Hud pasti sudah sembuh, dan tidak mungkin akan berjalan begitu lambat...... sudahlah, kita sudah tidak mungkin menemukan mereka lagi..." berkata Koay Ji sambil memandangi Tek Ui Sinkay yang nampak mengangguk tanda setuju.
"Engkau benar.... karena itu, biarkan saja mereka berlalu. Jauh lebih baik kita segera kembali ke atas dan menyelesaikan semua yang masih tersisa di atas, dan setelah itu membubarkan perserikatan ini melawan Bu Tek Seng Pay....."
"Baik Sam Suheng, tetapi masih ada dua hal penting. Pertama, jalan rahasia menuju dan keluar dari Lembah ini akan kututup, amanat itu diserahkan kepada sutemu ini. Maka akan kukerjakan bersama Sie Suci segera, terutama menutup jalan keluar dan masuk kedalam Lembah ini. Kedua, Mo Hwee Hud masih berkeliaran di luar sana, maka jangan lupa mengingatkan semua orang, bahwa persoalan masih ada yang tersisa. Maka teruslah waspada....... rasanya, Mo Hwee Hud akan merencanakan satu pembalasan, entah kapan sulit dipastikan. Bahkan bukan tidak mungkin dia masih berada di Lembah ini, karenanya Khong Sute dan Tio Kouwnio, serta juga adikku Siauw Hong akan ikut memeriksa Lembah ini.... Jika sampai Mo Hwee Hud lolos, maka bisa dipastikan perguruan kita akan menjadi sasarannya kelak, karena itu, adalah jauh lebih baik jika semua saudara seperguruan bersatu untuk melawan pembalasannya yang kelak sewaktu-waktu datang......"
"Hmmm, engkau benar Koay Ji, baiklah kita tetapkan demikian. Kalian berdua boleh menutup jalan keluar itu sekarang, sementara akan kuatur kawan-kawan lain guna memeriksa lembah sekali lagi secara teliti sambil bersiap untuk segera kembali ke atas......" berkata Tek Ui Sinkay pada akhirnya setelah sejenak berpikir. Memang benar semua kata-kata dan kalimat Koay Ji tadi, sangat masuk akal, dan karenanya dia sudah mengambil keputusan apa yang akan dikerjakan. Dan tentunya semua itu akan dia lakukan kelak, karena hal yang mendesak pada saat itu adalah membenahi dan meneliti Lembah di bawah tebing ini.
Sepeninggal Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun, Koay Ji menatap Khong Yan dan juga Tio Lian Cu. Siauw Hong bersama Kwa Siang dan Bun Siok Han sedang menikmati lembah sambil memeriksa kemana gerangan perginya lawan-lawan yang tadinya terluka tetapi tiba-tiba raib. Kepada ketiga temannya, Koay Ji berkata:
"Khong sute, Tio Kouwnio, bantulah segera Tek Ui Bengcu dan Cu suheng, takutnya Mo Hwee Hu masih berkeliaran di sekitar Lembah ini. Setelah semua aman, kalian berdua boleh bergabung bersamaku dan Sie suci yang akan menutup jalan bawah tanah dari lembah ini....."
?"Hmmm, baik suheng.... Tio sumoy, mari...."
"Baik, jaga diri kalian, kami akan menyusul segera..." Tio Lian Cu mengiyakan dan segera berjalan bersama Khong Yan.
"Sie suci, mari, kitapun harus bergegas....." Koay Ji segera bergerak pergi. Kemana lagi jika bukan ke air terjun.
"Ikuti aku...... jalan dan letaknya sudah kuselidiki...." Sie Lan In bergerak cepat dan sudah melampaui Koay Ji dan kemudian memimpin perjalanan yang sebenarnya sangat dekat, tetapi medannya memang sangat berbahaya. Air terjun yang mereka tuju memang curam menukik ke bawah, dan tidak terlihat ujungnya, tetapi Sie Lan In sudah memberitahunya tanpa diminta:
"Tinggi tebing ini nyaris setengah dari tinggi tebing untuk turun kemari sute, karena itu dasarnya tidak terlihat, selalu tertutup uap air dari air yang tercurah ke bawah. Di bawah sana ada sebuah sungai yang cukup besar, tetapi untuk turun ke bawah, memang nyaris mustahil. Selain terlampau tinggi, juga terlampau licin tebingnya dan teramat licin karena selalu terkena uap air dan berlumut. Kupastikan tidak akan ada manusia yang mampu menuruninya tanpa setahu kita selama 3 hari terakhir ini. Nach, mari kita memasuki gua itu......."
Selesai berkata demikian, Sie Lan In meloncat ke bawah dan setelah kurang lebih 5 sampai 6 meter dia terus menukik kebawah, tiba-tiba dia melenting dan bergerak mendatar dan menerobos air terjun tersebut.Untung tiada orang lain selain Koay Ji yang menyaksikannya, sebab pameran ginkang yang dipertunjukkan Sie Lan In amat hebat dan menakjubkan. Tetapi buat Koay Ji yang memang tahu dan paham akan kelebihan Sie Lan In, dia tidak terkejut lagi, dan maklum belaka. Begitupun, Koay Ji tergetar dan segera paham, manusia biasa tidak akan mungkin masuk ke gua tersebut tanpa tahu rahasianya. Bahkan orang-orang Pek Lian Pay, juga mesti punya jalan khusus dan tidak mungkin meniru bagaimana cara Sie Lan In memasuki gua tersebut. Meski, dia sendiri bisa.
"Ach, pastilah pihak Pek Lian Pay memiliki jalan mereka sendiri,, aku mesti bergegas jangan sampai jalan itu digunakan Mo Hwee Hud....." berpikir demikian, Koay Ji segera meniru Sie Lan In dan meluncur kebawah. Setelah jarak yang memang dia sudah hitung sebelumnya menimbang apa yang dilakukan Sie Lan In, tubuhnyapun berhenti sejenak diudara dan bukannya melenting. Setelah berdiri atau sejenak berdiam selama sedetik, tubuhnya tiba-tiba bergerak mendatar bagaikan terbang. Dan sedetik kemudian, diapun selamat berpijak ke pintu masuk gua dimana Sie Lan In sudah menunggunya dengan takjub dan mata terbelalak. Meski terlihat kaget dengan cara Koay Ji memasuki gua itu, tetapi tubuh dan jubah Sie Lan In terlihat sama sekali tidaklah basah melainkan tetap saja kering.
"Sute,,, engkau,,,,, engkau bisa terbang.....?" desis Sie Lan In terkejut, dan sekaligus membuat Koay Ji sendiri tersentak kaget, karena dia tidak menyadari bahwa caranya untuk masuk memang teramat mujijat. Bahkan termasuk bagi Sie Lan In yang terkenal dengan kehebatan ginkangnya.
"Terbang .." tidaklah suci.,,,,, aku bukan burung...." jawab Koay Ji, tetapi setelah menjawab demikian dan teringat kembali pertarungannya dengan Yap Jeng Cie dan caranya memasuki gua itu, diapun terdiam. Kaget dan tidak habis pikir, meskipun kemudian dia dapat menjawab keheranannya dengan tingkat yang baru saja dia capai dan dia praktekkan tanpa dia sadari.
"Tapi, tapi..... engkau, engkau tadi tidak seperti menggunakan ginkang, tetapi seperti sedang terbang memasuki gua ini..... bahkan sekilas tadi, kulihat engkau sepertinya berpijak sedetik di udara..... bagaimana bisa engkau melakukannya sute...?" kaget dan takjub Sie Lan In dengan apa yang baru saja dia saksikan. Dalam kecepatan, dia masih mampu dan yakin mengatasi Koay Ji, tetapi dalam gaya dan cara Koay Ji "berdiri" di udara dan "terbang" memasuki pintu masuk gua, sungguh gaya dan cara serta tingkat yang masih belum mampu dia capai. Dan dia sendiri masih belum ada di tahap yang seperti itu.
"Ha....." apa benar demikian suci....?" kaget Koay Ji dan semakin bertanya-tanya dalam hatinya sendiri, apakah benar demikian. Karena sesungguhnya Koay Ji juga masih belum begitu menyadari tingkat dan tahap yang dicapainya dalam gerakan mujijat dan sangt tidak biasa itu.
"Sute, bahkan tingkatkupun belum mampu melakukannya..... Subo menjelaskan bahwa kemungkinan adalah Suhu yang mampu melakukannya, dan jika sekarang engkau melakukannya, tidak heran......." berkata Sie Lan In yang semakin membuat Koay Ji takjub dan kaget dengan capaiannya.
"Benarkah demikian....?" tanya Koay Ji kaget dan mulai bisa menerka apa yang jadi penyebab dia mampu melakukannya.
"Benar, tetapi itu bukan karena kesempurnaan ginkang, tetapi karena kesempurnaan iweekang,,,, begitu menurut penjelasan Subo....."
"Ach, masuk akal jika memang benar demikian adanya..." desis Koay Ji antara menjawab ataupun tidak menjawab pertanyaan dan kekagetan Sie Lan In yang tadi. Tetapi Koay Ji sendiri mulai paham dan mengerti mengapa dia mampu mencapai tingkat itu dan melakukannya kembali tadi. Bahkan, bukan hanya heran dengan capain itu, karena dia bahkan sudah mulai "berkhayal" lebih jauh dengan tingkat capaiannya itu dan bagaimana ilmu silatnya nanti.
"Ayolah, kita harus bekerja cepat..." Sie Lan In yang kemudian mengingatkan bahwa mereka harus bergerak cepat.
"Benar suci, mari......"
Kali ini, Sie Lan In tahu diri, karena adalah Koay Ji yang menerima langsung info dan keterangan mengenai jalan rahasia ini. Konon, gua dibalik air terjun ini adalah tempat rahasia dari kelompok pejuang Pek Lian Pay, tempat persembunyian yang amat dirahasiakan. Maka, ketika Koay Ji kemudian melihat keadaan sekeliling, dia segera maklum bahwa tempat tersebut sudah lama tidak didatangi manusia. Bahkan tidak ada sentuhan dan hawa manusia di tempat itu untuk waktu yang sangat lama dan panjang. Itu berarti, Mo Hwee Hud belum mengetahui jalan rahasia ini, dan jika demikian maka berarti, Mo Hwee Hud memperoleh informasi jalan yang lain lagi. Ada jalan yang lain lagi...... Koay Ji tersentak memikirkan hal itu, dan dia sadar jika Mo Hwee Hud bakalan lepas, karena jarak mereka pergi sudah ada 1 jam lebih. "Accch, terlampau terlambat...." desis Koay Ji dalam hatinya.
Tetapi, setelah berpikir demikian, Koay Ji menjadi lebih tenang dan kemudian dia mencoba mengingat pesan-pesan penting kakek itu, terutama mengenai tempat rahasia ini dan detailnya. Bahwa orang-orang yang mengetahui letak tempat ini sudah pada meninggal, dan dialah satu-satunya orang yang masih paham dan tahu letak dan rahasianya. Dan untuk mengetahui lebih jauh, mesti menemukan peta jalan rahasia yang diletakkan secara sangat rahasia. Repotnya, petunjuk mengenai penjelasan detail tentang tempat rahasia dan jalan keluar dari lembah ini, hanya samar-samar diberitahukan kepadanya menjelang perpisahan Koay Ji dengan Hwesio tua tawanan di penjara bawah tanah Bu Tek Seng Pay. "Temukan sesuatu yang aneh di tempat itu.....", hanya satu kalimat itu, dan tidak ada lagi petunjuk lain yang disampaikan kepadanya sampai mereka berpisah.
"Temukan sesuatu yang aneh di tempat ini..... hanya itu petunjuk dari hwesio tua yang malang itu. Nampaknya, dia sendiri belum terlampau rela memberitahukan pihak luar mengenai keadaan dan rahasia gua ini....." desis Koay Ji yang didengar oleh Sie Lan In yang juga sedang mengawasi sekeliling.
"Temukan sesuatu yang aneh....." desis Sie Lan In mengulangi perkataan Koay Ji dan sejauh ini belum menemukan "sesuatu yang aneh" yang dimaksudkan sebagai titik rahasia mengetahui keadaan gua ini dan jalan keluar dari Lembah. "Apakah itu sesuatu yang aneh...?" gumamnya terus sambil terus berjalan perlahan-lahan dan terus bergumam kalimat yang sama.
Koay Ji memandanginya dengan heran sambil memandangi Sie Lan In bergumam terus menerus sambil bergerak perlahan. Dan dia kembali mendengar gumaman Sie Lan In dan gerakan perlahannya:
"Sesuatu yang aneh..... kita berada dalam gua yang lembab, pintu masuknya adalah air yang deras jatuh ke bawah, gua ini semestinya dingin dan lembab karena itu. Tetapi, kenapa justru kurasakan agak hangat dan panas di sekitarku,,,," Nach, disini pusatnya, rasanya disinilah panas itu berasal, tidak bakalan salah lagi......." berkata kini Sie Lan In sambil memandang Koay Ji yang juga memandangnya heran saat itu. Tetapi hanya sesaat, karena tidak lama kemudian Koay Ji paham bahwa Sie Lan In sedang berusaha memahami frase kalimat yang disampaikan kepadanya. "Temukan sesuatu yang aneh dalam goa".
"Apakah Suci.....?"
"Yang aneh disini adalah, gua ini seharusnya lembab dan terasa amat dingin, tetapi justru terasa hangat dan nyaman berada dalam gua dan seperti ada sumber "panas" dan kutemukan sumbernya di titik ini, karena tempat atau titik ini merupakan daerah dan area terhangat dari semua titik. Tetapi, dari mana asal panas itu...?" tanya Sie Lan In sambil menatap Koay Ji.
"Jika bukan dari atas berarti dari bawah......" petunjuk singkat coba disampaikan Koay Ji untuk menemukan jawabannya.
"Bukan dari atas.... kelihatannya asalnya justru dari bawah sute....." jawab Sie Lan In dengan wajah dan mata menatap serius.
Koay Ji mendekat dan memeriksa area dibawah kaki Sie Lan In yang masih belum beranjak dari tempat yang dia duga dan dia kira sebagai sumber "panas" ruangan yang mestinya dingin dan lembab itu. Dan Koay Ji membenarkan bahwa memang area itulah sumber rasa "panas" dan "hangat" yang membuat mereka merasa cukup nyaman berada dalam gua.
"Jika demikian, kita periksa bagian pijakanmu suci, coba adakah yang aneh dari daerah seputar lantai goa yang engkau pijak itu...?" tanya Koay Ji dan kini keduanya sama-sama berjongkok guna memeriksa bagian bawah, bagian lantai ruangan gua yang memang cukup lebar itu. Ruangan yang mungkin ada sekitar 6 x 10 meter, cukup luas dan lega, bahkan tingginya juga cukup lumayan, ada sekitar 4 (empat) meter atau mungkin malahan lebih. Tetapi, bagian atas gua terlihat gelap dan penuh lumut, tetapi anehnya, lantai gua tidaklah berair, justru bagian atas yang lebih terlihat lembab dan berair.
"Tidak ada yang aneh kecuali menyebarnya rasa hangat dari area kecil ini, mesti ada sesuatu yang berada di bawah lantai ini suci...." berkata Koay Ji setelah mereka berdua sama-sama meneliti tempat dimana tadinya Sie Lan In berdiri, keduanya kini jongkok di sekitar sumber rasa hangat itu. Bahkan Koay Ji kemudian meletakkan lengannya ke lantai gua itu, dan kemudian mengerahkan tenaganya untuk sekedar memeriksa dan mengetahui keadaan lantai itu. Tetapi, sedetik kemudian, dia kaget dan berseru dengan dengan nada suara kaget, karena merasa ada sesuatu yang merambat dari bawah dan bahkan menggetarkan kekuatan yang disalurkan oleh lengannya ke lantai gua itu.
"Aiiiichhhh......."
"Ada apa sute...?" desis Sie Lan In kaget karena Koay Ji menjerit lirih dan nampak kaget menemukan sesuatu di lantai gua itu.
"Hmmm, ada sesuatu di balik lantai gua ini suci.... entah apa itu, tetapi nampaknya sesuatu itu yang membuat lantai gua ini tetap kering dan tidak lembab. Sesuatu itu yang juga menjaga suhu gua ini tetap hangat dan bukannya dingin, dan juga dapat membuat gua ini ditinggali. Entah apa itu....." jawab Koay Ji menegaskan apa yang memang berada di benak Sie Lan In.
"Kalau begitu coba kita gali......" usul Sie Lan In sambil melirik dan memandang Koay Ji menunggu persetujuan untuk melakukan penggalian.
"Hmmmm, bisa juga suci, tetapi mungkin harus dilakukan secara sangat berhati-hati berhubung kita belum tahu ada apa dibalik lantai ini....."
"Baik, mari kita coba......."
Beberapa saat kemudian, Koay Ji yang terus berdiri terdengar pada akhirnya setelah beberapa saat berkata:
"Disini tempatnya, tepat berada di balik lantai gua ini...... coba lihat, dan ech, seperti memang sengaja dibuat dan ini ada tanda-tandanya. Hmmm, pasti tepat disini, atau dibawah sini benda tersebut......"
"Benar sute, ini dia, meski sulit dilihat, tetapi jika dipelototi dan diteliti dan dicari secara seksama pasti akan kelihatan...."
"Mari kita coba buka suci......"
Tidak berapa lama, keduanya berhasil membuka atau membongkar lantai gua yang kelihatannya memang sengaja digali untuk maksud tertentu. Tetapi, justru dari situ menyebar rasa hangat yang membuat gua itu tetap nyaman ditinggali dan tidaklah terasa terlampau lembab maupun terlampau dingin. Tempatnya sendiri dibuat amat rahasia dan disamarkan sehingga sulit ditemukan jika memang tidak berusaha untuk menemukannya. Dibuat dalam ukuran dua puluh kali dua puluh sentimeter dalam bentuk kotak, dan memang terdapat sebuah kotak besi didalamnya, dan kemudian ditutupi dengan sejenis karet ataupun plastik yang tidak terlampau tebal. Tetapi, lapis plastik dan karet itu mampu menahan tekanan dari atas, karena juga tertutup oleh lantai gua. Dan sudah jelas, dari kotak besi dengan penutup karet atau plastik itulah menyebar rasa hangat ke seluruh ruangan gua. Malah, juga menyebar hawa kehidupan sehingga manusia atau mahluk hidup yang tinggal dalam gua itu tidaklah akan kedinginan atau merasa terlampau lembab.
Tidak lama lemudian Koay Ji mengeluarkan kotak tersebut, dan menemukan dibalik plastik atau karet bagian atas kotak itu terlihat sebuah batu pusaka yang berwarna hijau mengkilat. Benda tersebut nampak gemilang dan sekaligus memancarkan warna kehijauan yang sangat menyejukkan mata. Setelah saling pandang sejenak dengan Sie Lan In, Koay Ji yang melihat anggukkan sebagai tanda persetujuan Sie Lan In kembali bekerja. Kini dia mencoba membuka kotak yang dimaksud.
Dia melakukannya dengan mencoba membuka dan sekaligus melepaskan kaitan karet penutup kotak besi itu, dan ternyata mudah saja dia melakukannya. Batu Pusaka kehijauan dalam kotak, memang harus ditutupi dengan benda yang mudah ditembus rasa hangat dan bukan sebuah besi yang akan mengurung pancaran kehangatan batu itu. Dan ketika pada akhirnya karet itu terlepas, Koay Ji dan Sie Lan In melihat di bagian bawah batu pusaka kehijauan itu terdapat lagi seatu helai kertas yang sudah cukup tua namun masih saja tetap terjaga tulisan dan kualitas kertasnya. Kelihatannya batu pusaka kehijauan itu yang memang memiliki khasiat mempertahankan "kehidupan" atau "daya hidup" hingga kertas tersebut terjaga kualitasnya, masih baik dan tidaklah lapuk dan hancur. Koay Ji memperhatikan letak dan posisi Batu Pusaka yang ternyata diletakkan di atas sejenis batu yang kecil, dan di atas batu kecil tersebut, terdapat sejenis daun tempat diletakkannya batu pusaka berwarna kehijauan nan gemilang itu.
Perlahan-lahan Koay Ji mengangkat Batu Pusaka bersama dengan batu kecil yang berfungsi sebagai tatakannya, dan kemudian memindahkannya untuk sejenak, baru Koay Ji mengambil kertas yang berada di bawahnya. Koay Ji merasa aman saja guna mengambil kertas itu dan tidak merasa takut racun, karena daya hidup dari batu pusaka itu pasti meruntuhkan dan menghalau semua anasir mematikan guna menjauh atau kehilangan dayanya. Kertas itu hebatnya masih tetap baik, demikian juga dengan tulisannya masih dengan mudah terbaca oleh Koay Ji. Karena itu, tidak menunggu lama Koay Ji segera membuka kertas itu dan kemudian membacanya secara perlahan-lahan;
Selamat Datang di Cai Hong Tong (Gua Pelangi),
Jangan pernah memindahkan dan membawa pergi pusaka Ban Nian Oen Giok (Batu kumala yang hangat puluhan ribu tahun) dari ruangan ini, karena belum sempat engkau meninggalkan gua ini, segala jalan keluar dan seisi gua ini sudah runtuh sendiri. Silahkan mencari dan menemukan "jodohmu" sendiri jauh di dalam sana...
Hui Kak Siansu Pendek saja isi kertas itu, hanya memperingatkan untuk tidak memindahkan batu pusaka penyanggah gua dan juga siapa penghuninya. Dan Koay Ji harus mengakui bahwa baru sekali ini dia mengetahui keberadaan seorang tokoh bernama HUI KAK SIANSU dan tidak ada ide dan belum pernah dia mendengar namanya. Entah kapan dia hidup dan bagaimana sejarah kehidupannya. Nampaknya Hui Kak Siansu adalah sebuah nama seorang yang bertapa dan mengasingkan hidup dan dirinya, karena itu belum pernah terdengar namanya di rimba persilatan.
Sie Lan In kecewa karena tidak mendapatkan sesuatu apapun selain pemberitahuan nama gua, pemilik awal gua, dan larangan membawa Batu Pusaka bernama Ban Nian Oen Giok (Bau Kumala Hangat Ribuan Tahun). Tetapi Koay Ji kelihatannya sedang berpikir keras, dia gembira karena menemukan sebutir Ban Nian Oen Giok yang sayangnya tidak boleh dibawah pergi. Larangan pemilik gua rahasia yang menyucikan diri jelas harus dia penuhi, karena itu dia mulai menata kembali untuk mengembalikan ke tempatnya semula. Tetapi tiba-tiba keningnya mengernyit karena teringat bahwa kotak kecil itu cukup tebal, ada 20 cm tebalnya, sementara Batu Pusaka dan surat, hanya menempati setengahnya. "Apakah kotak itu masih ada rahasia lainnya yang tersembunyi....?" pikirnya dalam hati dan seketika terhentilah niatnya untuk menutup kembali kotak itu dan menempatkannya di tempat semula. Dan setelah beberapa saat, matanya menatap bagian bawah kotak itu, masih ada sela yang cukup luas di bagian bawah kotak itu.
Kembali Koay Ji meletakkan batu pusaka dan penyanggahnya, dan kemudian dia memegang kembali kotak penyimpanan. Mengetuknya perlahan dan benar saja, masih ada rahasia lain di dalam kotak tersebut dan dia menemukannya meski masih belum tahu bagaimana membukanya. Adalah Sie Lan In yang kemudian bertindak, mengambil kotak itu dan kemudian mencoba menggeser bagian bawahnya dan itu dia, ternyata mudah saja karena langsung terbuka perlahan-lahan. Begitu digeser menyamping, bagian dasar kotak yang terbuat dari besi bergeser kesamping dan bahkan menembus hingga ke bagian luar kotak. Dan Koay Ji serta Sie Lan In menemukan bagian bawah kotak itu yang juga masih terdapat kertas lainnya, meski lebih muda usia dari kertas itu namun terlihat lebih kumal dari surat terdahulu yang sudah dibaca. Dapat dipahami, karena surat itu terhalang dengan "besi" yang juga memisahkan bagian atas dan bagian bawah, sehingga sari hidup pelindung kertas lebih sedikit menembus kebagian bawah kotak tersebut.
Ada dua buah kertas di bagian bawah, kertas pertama masih lebih baik, tetapi kertas kedua bukanlah sejenis kertas, tetapi mirip dengan kulit sejenis pohon namun punya fungsi seperti kertas. Koay Ji meliriknya sekilas, tetapi masih kurang memahami isinya dan lebih melihat ke kertas pertama yang bahannya mirip dengan surat yang dia temukan di bagian atas kotak, persis di bawah batu pusaka. Dan karena jarak berbeda dari batu pusaka, maka surat yang dia pegang jauh lebih kumal dari surat yang berada di bagian atas kotak. Koay Ji memilih membaca surat terlebih dahulu yang ditulis orang lain ternyata:
Pek Lian Pay dibentuk oleh para pejuang dan patriot yang dikejar-kejar oleh pihak kerajaan dan yang amat terganggu dan terancam oleh gerakan para pejuang. Tapi setelah tersudut dan dikejar-kejar sekian lama, banyak pejuang yang mulai berulah dan menyasar harta karun simpanan perjuangan. Karenanya, harta karun tersebut amat terpaksa akhirnya disimpan di dalam gua peninggalan tokoh Hui Kak Siansu ini. Demikian banyak pejuang yang tadinya patriot berubah menjadi "garong" hanya karena harta pusaka yang memang sangat besar dan banyak itu.
Beruntung kami dihadiahi gua Hui Kak Siansu ini, lengkap dengan peta gua dan isinya yang punya demikian banyak rahasia. Siapapun yang menemukan gua dan rahasianya ini, diharap menggunakan isinya untuk kesejahteraan rakyat dan jika masih memungkinkan, untuk menumbangkan kaisar yang lalim. Jika Pek Lian Pay masih berjalan di jalan perjuangannya, berikan harta pusaka dalam gua ini ke pihak Pek Lian Pay, jika memang tidak lagi, terserah penemunya. Jika bisa kuberikan pesan dan dapat diikuti, maka setidaknya, gunakan harta yang direbut dan dirampas dari penguasa lalim ini untuk kepentingan banyak orang yang kesusahan.....
Di bawah surat ini terdapat peta jalan rahasia dari gua ini menuju ke dunia luar, bahkan bisa menembus markas Pek Lian Pay. Dalam satu ruangan rahasia dalam gua ini juga, tersimpan peninggalan Bu Beng Hwesio (Hwesio Tanpa Nama), pengusul pembentukan Pek Lian Pay. Ruang itu sudah kutandai, dan cara membukanya cukup sederhana dengan mendorong pintu masuk gua itu sambil menginjak sebuah batu tepat di-bawah pintu masuk. Bu Beng Hwesio itu adalah tokoh yang juga menjadi Suhu dari banyak tokoh utama Pek Liong Pay kami, kecuali pinto. Peninggalannya adalah sebuah Kitab Pusaka, yakni HANG LIONG PIT KIP (Buku Pusaka Penakluk Naga), kupasan orang tua itu atas Ilmu-Ilmu Pusaka Siauw Lim Sie. Sayangnya, dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman atas ilmu-ilmu pusaka dari Siauw Lim Sie terlebih dahulu baru dapat memahami peninggalannya itu. Lebih sayang lagi, tokoh itu tidak berminat dengan perjuangan, tetapi banyak menyelamatkan para pejuang dan menghadiahkan Pek In San tempatnya sebagai markas Pek Lian Pay.
Bersama pit kip itu, sesuai amanat Bu Beng Hwesio, kami simpan juga peninggalannya berupa Liong Kiang Su Po (Empat Mestika Raja Naga), benda pusaka yang banyak khasiatnya. Pusaka yang tadinya merupakan rampasan dari pejabat kerajaan di Ibukota, dan dikenali serta disimpan oleh Hwesio itu. Dan di sana juga kami pindahkan beberapa butir lain dari Ban Nian Oen Giok untuk tetap menjaga daya hidup dalam gua tersebut. Selain itu, belakangan gua rahasia itu menjadi kuburan bagi jasad Bu Beng Hwesio yang budiman. Maka, hargailah jasadnya, tokoh budiman yang amat penyayang dan saleh itu, jika tidak, bencana besar bakalan datang menemui kalian yang mengganggunya jasadnya.
Pek Sin Hwesio Begitu selesai membacanya, Koay Ji dan Sie Lan In terkejut dan keduanya saling pandang. Nampaknya sama-sama kaget dan seperti mengetahui lewat cerita dari masa lalu mengenai Bu Beng Hwesio" Apakah tokoh itu sama dengan Suhu dari Bun In Sinliong dan Lam Hay Sinni" Sebab jika jawabannya adalah YA, maka tokoh itu masih memiliki hubungan yang sangat dekat dengan mereka berdua. Artinya, Bu Beng Hwesio adalah kakek guru mereka berdua. Dan inilah yang menjadi inti kekagetan mereka berdua. Kekagetan itu segera membuat Sie Lan In bereaksi dan sudah bergumam:
"Sungguh amat mirip dengan nama Kakek Guru.... apakah memang benar dia orang tua...?" desisnya tetapi jelas dia sendiri tidaklah dapat memastikan jawaban atas pertanyaan itu. Benarkah Bu Beng Hwesio yang dimakamkan dalam sebuah gua di jalan rahasia Lembah itu ternyata ada hubungan dengan mereka berdua, hubungan yang terhitung sangat dekat.
"Benar suci, sangat mirip. Tetapi sayang kita berdua sulit memastikannya, tetapi bisa suatu saat kita tanyakan secara langsung kepada Subo, dan dia orang tua pasti akan bisa memberi kita kepastiannya...."
Merekapun kini paham, bahwa HUI KAK SIANSU adalah pemilik gua dan yang amat mungkin "menemukan" atau "membentuk" sebagian jalan rahasia di bawah tanah ini. Dan gua milik "mendiang" Hui Kak Siansu ini kelihatannya ditemukan oleh BU BENG HWESIO, dan kelak kemudian dihadiahkan kepada Pek Sin Hwesio penulis surat itu, yang juga tokoh Pek Lian Pay. Koay Ji sudah paham. Paham bahwa kemungkinan besar, kakek atau hwesio yang bertemu dengannya dalam gua tahanan, adalah murid atau kawan dari Pek Sin Hwesio dan seangkatan diatas dari Pek Bin Hwesio. Tapi, itu hanya dugaan Koay Ji belaka, karena dia belum begitu memahami seputar Pek Lian Pay, dan hanya mengetahui serba sedikit dan terbatas mengenai sebuah organisasi yang tadinya adalah perkumpulan para patriot. Tetapi pada akhirnya, amat disayangkan diselewengkan oleh Pek Bin Hwesio yang sudah tewas dalam pertempuran di lembah bawah Pek In San ini.
Koay Ji kemudian membuka peta yang juga sudah cukup kumal tetapi masih dapat dia baca dan dapat dia pahami. Bukan hanya itu, dengan kemampuan Koay Ji dalam membaca dan mengingat dengan sekali baca, malah sekali ini dia membaca berkali-kali, maka peta itu boleh dibilang sudah berpindah ke kepalanya. Bahkan, dalam kepalanya detail peta dan petunjuknya sudah dia endapkan dan dapatlah sewaktu-waktu dia panggil dan ingat untuk digunakan. Karena sudah sedemikian tuanya, maka Koay Ji tidak dapat lagi menahan kerusakan peta itu, beberapa titik penting sudah perlahan hancur. Bahkan ketika Koay Ji menempatkannya kembali dalam kotak, beberapa bagian lainnya juga turut hancur berubah menjadi bubuk dan debu, sehingga peta itu sejatinya tidak lagi lengkap. Peta selengkapnya justru sudah berpindah ke kepala Koay Ji yang mengingatnya secara detail.
"Suci, mari kita kembalikan gua ini ke keadaan aslinya, termasuk mengembalikan Batu Pusaka pada tempatnya. Mana tahu suatu saat kelak kita dapat menggunakan tempat yang tersembunyi dan amat rahasia ini....?" Koay Ji berkata kepada Sie Lan In dan perlahan mulai mengembalikan kotak itu kedalam lantai bawah dan kemudian menutup kembali lantai itu sehingga kembali ke keadaan semula. Setelah beres dengan benah-benah lantai gua itu, merekapun kini bersiap melakukan apa yang menjadi tujuan utama mereka berdua. Untuk memastikannya, maka Sie Lan In sudah bertanya kepada Koay Ji,
"Sekarang bagaimana sute....?" tanya Sie Lan In setelah semua selesai dan mereka kemudian bersiap untuk melanjutkan pekerjaan mereka.
"Selain masuk melalui air terjun tadi, ada dua jalan masuk lain, tetapi tidak menuju langsung dan masuk ke ruangan ini, melainkan bertemu ke bagian tengah jalan keluar. Maka, adalah tugas kita berdua untuk segera menutup dan menghancurkan kedua jalan keluar itu untuk menutup kemungkinan suatu saat kelak ada orang yang masuk ke Cai Hong Tong ini..... mari, ikut aku suci, kedua jalan rahasia dan jalan masuk itu sudah kuketahui posisi dan letaknya...."
Koay Ji menuntun Sie Lan In berdasarkan peta yang sudah berpindak ke kepalanya dan menggunakan penerangan Ya Beng Cu (Mutiara Yang Bersinar di waktu gelap) yang selalu dibekal oleh Sie Lan In. Mutiara yang selalu dibawah oleh Sie Lan In adalah sejenis Ya Beng Cu khas dari daerah Lam Hay, berwarna kebiruan namun rada terang di waktu malam atau ketika cahaya sangat minimal. Dan beberapa menit mereka berjalan dengan menanjak cukup tajam ke atas, Koay Ji sudah menemukan sebuah belokan dan bahkan tidak berapa lama kemudian, malah menemukan jejak beberapa orang di lantai gua.
"Hmmmm, mereka kelihatannya berenam jika dilihat dari jejak kaki ini. Siapakah mereka berenam gerangan?" desis Koay Ji
"Hmm, engkau benar sute, kelihatan jelas jika ada enam pasang jejak kaki saat kita teliti dan mereka sudah cukup lama berlalu melalui tempat ini....."
"Jika dugaanku tidak keliru, mereka adalah Mo Hwee Hud dan muridnya Tam Peng Khek, kemudian Bu Tek Seng Ong, Lui Beng Wan dan Liok Kong Jie, terakhir entah tapak kaki milik siapa....." desis Koay Ji menduga-duga, tetapi tetap saja dia tidak mampu menebak jejak langkah keenam, entah milik siapa gerangan jejak langkah kaki yang terakhir itu.
"Ayo sute, lebih baik kita mencoba mengejar mereka melalui jejak langkah mereka ini, siapa tahu mereka akan beristirahat nantinya....."
"Benar suci, ayo......" Koay Ji mengiyakan meski tidak begitu yakin, sebab jika dia dalam posisi lawan, dia pasti akan bergegas pergi atau mencari persembunyian yang aman dari temuan lawan.
Tetapi, sampai jejak kaki itu pada akhirnya membawa Koay Ji dan Sie Lan In setelah berjalan lebih satu jam dan keluar di sebuah hutan, masih di pinggang gunung Pek In San, mereka tetap tidak menemukan keenam orang yang dimaksud. Hanya, jelas bahwa enam jejak langkah kaki manusia itu menjauh dari pintu keluar gua, dan pada jarak 100 meter kemudian, jejak langkah kaki merekapun menghilang. Ketika Koay Ji mencoba mengerahkan kekuatannya untuk menjejaki kemana perginya keenam orang itu, dia tidak mendapatkan tanda-tanda yang menguatkan arah mana pilihan keenam orang tersebut. Bahkan tanda dari Lui Beng Wan sekalipun tidak lagi dia lihat, dan hal itu cukup masuk di akal Koay Ji karena memang Lui Beng Wan meski tidak bagian dari Bu Tek Seng Ong, tetapi berkeras menyelamatkan suhunya. Jelas saja dia tidak akan membocorkan kemana mereka pergi setelah keluar dari gua bawah tanah, lolos dari tebing maut dibawah sana.
Setelah berpikir beberapa saat, Koay Ji pada akhirnya berkata dengan suara penuh penyesalan kepada Sie Lan In;
"Suci, tidak dapat kutemukan lagi jejak mereka berenam. Mereka cukup cerdik, dan pasti bersembunyi entah dimana. Karena kekuatan batinku guna menjejaki arah mereka pergi tetap tidak mampu menentukan dan menemukan dimana mereka berada dan bersembunyi. Jika bukan karena sudah terlampau jauh mereka pergi, maka mereka pasti sudah memutuskan untuk mencari tempat persembunyian yang tepat dan sulit kita temukan....... maka sebaiknya, kita tuntaskan pekerjaan kita. Mari, kita kembali ke dalam gua menutup jalan keluar ini, dan juga jalan keluar yang lainnya lagi...." ajak Koay Ji pada akhirnya.
Tidak panjang waktu yang mereka gunakan untuk menutup jalan keluar dan masuk dari gua bawah tanah yang dilalui Mo Hwee Hud dan kawan-kawannya. Koay Ji dengan sengaja meruntuhkan jalan keluar tersebut dan sulit untuk diakses dari luar lagi, begitupun dengan jalan masuk dari lembah di bawah tebing. Mereka sengaja menutup aksesnya dengan batu-batu yang cukup besar, dan meruntuhkan pintu masuknya. Pada akhirnya, pintu masuk satu-satunya adalah melalui air terjun dari mana mereka masuk tadi. Kurang lebih dua jam mereka melakukannya, sampai pada akhirnya Koay Ji berkata kepada Sie Lan In:
"Semua jalan keluar sudah kita tutup, sebaiknya kita memeriksa gua rahasia yang merupakan peninggalan Bu Beng Hwesio, dan jika benar bahwa tokoh itu adalah juga kakek guru kita, tidak ada salahnya kita menemuinya dan memberikan juga penghormatan terakhir kita. Kelak kita bisa memberitahukan kepada Subo, bahwa kita sudah bertemu kakek guru.. selain itu, harta karun yang disebutkan dalam surat, juga harus kita amankan, jangan sampai ditemukan orang luar...."
"Tetapi, tahukah engkau dimana letaknya sute....?" tanya Sie Lan In tawar, karena sama dengan Koay Ji, sesungguhnya diapun meski sebagai seorang gadis muda, memang gemar dan suka bersolek diri, tetapi tidaklah terlampau tergila-gila dengan segala macam kemewahan.
"Mari, ikuti aku suci......"
Dengan pengetahuan yang tertanam, di kepalanya, Koay Ji menelusuri lagi jalan rahasia hingga ke belokan yang mengarah ke Lembah di bawah tebing, jalan dari mana Mo Hwee Hud dan kawan-kawannya datang. Jalan masuk yang juga sudah ditutup oleh Koay Ji dan Sie Lan In tadinya. Dan begitu tiba di persimpangannya, Koay Ji menepuk-nepuk dindingnya, mendorongnya sambil kakinya menginjak batu menonjol yang ada persis dibawah pintu gua itu. Dan benar saja, tidak berapa lama kemudian, pintu gua itu bergeser perlahan-lahan, membuka ke samping kiri dan kanan, hingga mampu dimasuki mereka berdua. Setelah saling pandang dan juga saling mengangguk, keduanya kemudian perlahan-lahan memasuki pintu yang sudah terbuka itu. Tetapi, pintu itu ternyata adalah pintu masuk ke lorong yang lain dan mereka harus berjalan sejauh 20 meter, baru kemudian berbelok arah kembali dan sekali lagi belok kekiri lagi.
"Hmmm, Suci, arahnya seperti sedang balik kembali ke posisi air terjun tadi.. apakah goa rahasia itu berada dalam posisi yang dekat dengan pintu masuk air terjun tadi" namun kelihatannya berada pada tebing sebelah, dan jika tidak keliru kita bakalan bisa menyaksikan pintu masuk...." bisik Koay Ji kepada Sie Lan In menganalisis keadaan dan posisi gua dimana mereka berada.
"Benar sute, jangan-jangan kita sedang menuju tebing sebelah kiri air terjun tadi, dan bisa jadi gua ini berakhir disana....." desis Sie Lan In, karena memang mereka tidak merasa sesak nafas tanda bahwa mereka tidak berada jauh dari keluar masuk udara ke gua atau jalan rahasia yang mereka telusuri. Dan Sie Lan In juga sama curiga dengan letak dan posisi mereka yang seperti sedang kembali ke arah dan jurusan pintu masuk lewat air terjun.
Dan benar saja, ketika mereka akhirnya sekali lagi berbelok ke kiri, mereka sayup sayup mendengar derasnya air yang mengalir jatuh ke bawah meski tidak sekeras yang mereka dengarkan di pintu masuk dibalik air terjun tadi. Dan kini, mereka sekali lagi menemukan sebuah pintu yang lain, tetapi Koay Ji sudah paham, berdasarkan pengalaman tadi, setelah melihat adanya batu menonjol di bawah pintu, dia sadar bahwa system nya sama belaka. Dan benar demikian, ketika dia membuka pintu itu dalam cara yang sama dengan sebelumnya, pintu itupun membuka perlahan dan dalam sekejap, mata mereka seperti terserang "sengatan" cahaya yang luar biasa tajam namun sangat menarik hati. Bukan apa-apa, karena ternyata ruangan tersebut adalah ruangan khusus tempat penyimpanan seluruh harta karun dan pusaka yang disebutkan dalam surat yang ditulis oleh Pek Sin Hwesio tadi. Ruang penyimpanan pusaka dan harta karun Pek Lian Pay dan juga makam Bu Beng Hwesio.
Berdua Koay Ji maupun Sie Lan In saling pandang seolah-olah tak percaya dengan pandang mata mereka. Tumpukan harta kekayaan, emas, permata, uang emas jadi semacam onggokan di depan mata mereka berdua, jumlahnya sungguh banyak dan tertimbun di hadapan mereka memenuhi ruangan yang amat luas dan besar. Sulit menentukan luasnya, tetapi boleh dikata sangat luas dan masih jauh lebih lebar dan luas ketimbang ruangan pertama yang mereka masuki di balik air terjun tadi. Bukan hanya itu, ruangan luas dan besar itu dipenuhi beragam macam perhiasan yang mewah dan jelas mahal-mahal, berkilau terbuat dari emas dan berhamburan disana-sini. Tapi, yang hebat adalah, semua itu tidak membuat keduanya tergiur, mata Koay Ji malah nampak seperti mencari-cari sesuatu sampai akhirnya menemukan apa yang dia cari. Dia menemukan utamanya yang dia cari.
Di sudut ruangan, dia melihat sesosok tubuh yang menurut Pek Sin Hwesio sebagai Bu Beng Hwesio, terlihat duduk dalam posisi samadhi dengan jubah beribadatnya yang entah mengapa tetap terpelihara meski penuh debu. Ada sebuah benda kelabu dan mendekati hitam yang terletak di pangkuannya, entah apa itu, Koay Ji masih belum memperhatikannya dengan jelas. Tetapi, wajah dan tubuh Hwesio tua itu entah mengapa tetap utuh dan terlihat seperti masih hidup, meski dia tahu sudah mati. Koay Ji segera menarik lengan Sie Lan In dan kemudian datang mendekati Hwesio itu yang tetap dalam posisi samadhi, dan kemudian sesuai tata krama, bagai Hwesio itu masih hidup saja, keduanya segera bersimpuh dihadapan Bu beng Hwesio, dan memberi hormat sambil berlutut:
"Memberi hormat kepada yang mulia Bu Beng Hwesio, maafkan kami berdua, anak murid yang jauh lebih muda datang menghadap......" sambil berkata demikian, Koay Ji dan Sie Lan In kemudian memberi hormat dan salam.
Untung saja Koay Ji dan Sie Lan In datang menghadap jasad itu terlebih dahulu, dan untungnya lagi, mereka berdua memberi hormat terlebih dahulu. Artinya, mereka tidaklah mempertontonkan kegemaran dan nafsu berlebih atas harta dan benda yang jumlahnya sungguh tak terbatas disitu. Karena dengan cara demikian, mereka berdua, meski belum tentu tewas dan binasa, tetapi dapat menghindari kerepotan akibat jebakan dalam ruangan itu. Adalah Sie Lan In yang ikut bersimpuh dan berlutut memberi hormat yang entah mengapa menemukan adanya "tulisan" di bagian bawah jubah Bu Beng Hwesio yang melipat di bagian kaki tokoh tua itu. Jika mereka memberi hormat sambil berdiri, maka Sie Lan In tidak akan menemukan tulisan itu. Tapi karena berlutut, Sie Lan In dapat menemukan tulisan tersebut yang belakangan ternyata rahasia ruangan itu.
"Sute, ada tulisan di bagian bawah jubah kaki Bu Beng Hwesio, cobalah engkau teliti lebih jauh lagi dan bacakan......" berkata Sie Lan In, karena menghormati Pendeta atau Bhiksu yang kemungkinan adalah Kakek Guru mereka itu, maka dia tidak ingin melakukannya sendiri, tetapi sudah meminta Koay Ji yang memeriksa dan membaca buat mereka berdua tentu saja.
"Yang mana suci.....?"
"Tulisan itu....." tunjuk Sie Lan In sambil menunjuk ke arah lipatan ke bawah yang sudah pasti tidak nampak jika mereka berdiri. Karena jasad itu dalam sikap sedang bersamadhi di atas batu yang kurang lebih 15 sentimeter dari atas tanah, jadi agak sedikit terangkat dan naik keatas dibanding dasar atau lantai gua itu. Mengikuti petunjuk Sie Lan In, Koay Ji kemudian berlutut lagi dan memeriksa jubah tersebut dari jarak lebih dekat dan membacanya, singkat saja:
"Di lantai tempat berlutut tadi....."
Singkat saja, meski Koay Ji tidak langsung paham apa yang dimaksudkan oleh Hwesio yang sudah meninggal dunia itu. Tetapi, dia mengikuti apa yang dimaksud dan ditunjukkan Hwesio tersebut, diapun kembali ke tempat dia berlutut tadi dan membersihkannya dari debu yang lumayan tebal. Tetapi, di tempatnya berlutut tadi dia tidak menemukan apa-apa, tetapi ketika agak ke tengah antara dia dan Sie Lan In, dia akhirnya menemukan tulisan disana. Bunyinya cukup mengagetkan Koay Ji dan juga Sie Lan In;
Syukur kalian berdua menghormat terlebih dahulu, karena seluruh benda dalam ruangan ini beracun. Tekan huruf terbesar dari tulisan ini, maka kalian selamat dan berjodoh......
BU BENG HWESIO Koay Ji kemudian memeriksa dan menemukan bahwa huruf terbesar dari tulisan itu ada di rangkaian huruf nama Bu Beng Hwesio. Tanpa pikir panjang Koay Ji menekan huruf tersebut, dan perlahan-lahan lantai gua itupun membuka, panjang dan lebar hanya sebesar 30 x 30 cm, lebih lebar dan panjang dibanding dengan peninggalan Hui Kak Siansu di bagian depan. Tetapi, sekali ini jelas adalah peninggalan Bu Beng Hwesio yang jasadnya berada di hadapan mereka.
Dalam lubang yang membuka itu, Koay Ji menemukan kembali sebuah tulisan yang mirip gaya tulisannya seperti yang berada di lantai gua namun sekali ini tertera dalam bagian atas kotak yang berada di dalam lubang tersebut. Kotak itu sendiri berukuran paling banyak 25 cm, sehingga tidak memenuhi lubang yang sepertinya memang diperuntukkan bagi kotak tersebut. Karena melihat adanya tulisan di atas kotak itu, maka Koay Ji memutuskan membacanya terlebih dahulu:
Kotak ini isinya adalah Kitab Pusaka Hang Liong Pit Kip (Buku Pusaka menaklukan naga), syarat melatih minimal menguasai dua buah Ilmu Pusaka Siauw Lim Sie. Jika tidak, jangan melatihnya, akibatnya bencana. Di pangkuanku ada Pusaka Tou Liong Ka (Jubah Wasiat Anti Senjata dan Racun) diperuntukkan bagi yang berjodoh. Dalam kotak ada pusaka Liong Kiang Su Po (Empat Mestika Raja Naga) serta Pena Keng Hun Pit (Pena Pengguncang Jiwa). Mestika Raja berwarna hijau keluarkan untuk menawarkan semua racun dalam ruangan, dan ingat, jangan bawa Ban Nian Oen Giok (Batu kumala hangat puluhan ribu tahun) keluar dari ruangan ini. Pena Keng Hun buat seorang pemuda, karena hawanya memang hawa seorang lelaki....
Bukan main senangnya Koay Ji waktu membawa tulisan di atas kotak tersebut. Dia sudah menyerahkan kaos pusakanya kepada Sie Lan In, tidak disangka kini dia malah berolah pusaka sejenis, Pusaka Tou Liong Ka sejenis jubah yang dia biasa gunakan sebagai Thian Liong Koay Hiap. Tetapi, Jubah yang dia temukan ini, punya keistimewaan khas dan khusus, karena punya kemampuan yang sama dengan kaos yang sudah dihadiahkannya kepada Sie lan in. Melirik ke pangkuan Bu Beng Hwesio dia melihat warna jubah itu sepertinya warna abu-abu dan mendekat ke warna hitam dan itu sangat menyenangkannya. Tetapi, seperti pesan Bu Beng Hwesio, mereka harus membuka kota itu terlebih dahulu baru dapat menyentuh benda-benda lain dalam ruangan agar tidak sampai keracunan.
Tidak lama kemudian Koay Ji dan Sie Lan In sudah membuka kotak itu, dan disana benar ditemukan Kitab Pusaka Hang Liong Pit Kip (Buku Pusaka menaklukan naga), juga ditemukan pusaka hebat lainnya, yakni Liong Kiang Su Po (Empat Mustika Raja Naga). Keempat mutiara tersebut berbentuk lebih besar dari kelereng, nyaris dua kali lipat namun tidaklah bulat melainkan agak lonjong bentuknya. Ada empat butir mutiara yang berwarna berbeda-beda, dan sesuai penjelasan lain dari Bu Beng Hwesio, maka khasiatnya: Warna Merah menghindarkan dari api ataupun panas yang amat sangat - untuk Warna Putih berkhasiat menjadi tahan air dan juga es yang teramat dingin - Warna Hijau jika dimasukkan di mulut dapat menawarkan semua racun alias tahan racun apapun selama setengah harian, dan Warna Biru dapat menawarkan semua pegaruh sesat, termasuk pengaruh ilmu sihir.
Sebelum melanjutkan semua penyelidikan mereka dengan riang gembira akibat apa yang mereka temukan, bergantian Koay Ji dan Sie Lan In mengulum mutiara yang berwarna HIJAU selama beberapa detik. Baru setelah itu Koay Ji mengangkat kotak dari lubangnya dan di bagian bawah dia menemukan Pena Keng Hun Pit atau Pena Pengguncang Jiwa. Menurut penjelasan lain di bawah kotak dan juga informasi dari buku pusaka sepengetahuan Koay Ji, Pena ini benar-benar berkhasiat luar biasa dan sangat diinginkan banyak orang. Pena tersebut hanya sepanjang 25 cm belaka, ujungnya meruncing, batangnya seperti terbuat dari besi baja, sangat kuat dan kokoh. Padahal, batangnya tidaklah besar, hanya sebesar jari kelingking Koay Ji belaka, tetapi sangat nyaman dalam pegangannya. Terutama, Koay Ji merasa amat gembira karena memiliki benda yang amat nyaman dalam pegangan namun punya khasiat yang sangat hebat.
Dan sepengetahuan Koay Ji, PENA Pengguncang Jiwa itu, bakal membuat ilmu-ilmu totokan menjadi berlipat kali lebih hebat, bahkan mampu menembus apa saja, dan termasuk mampu menembus ilmu khikang sehebat apapun. Selain itu, juga dapat mengguncang hawa dan juga semangat lawan jika digerakkan dengan ilmu batin ataupun ilmu sihir, karena perbawanya memang luar biasa. Koay Ji mengangkat Pena Wasiat tersebut dan belakangan menjadi semakin gembira. Apa pasal" karena dalam Kitab Pusaka Hang Liong Pit Kip, ternyata ada Ilmu Khusus yang digubah dari Kim Kong Cie dan Tam Ci Sin Thing untuk menggunakan Pena Wasiat itu. Dan nama Ilmu itu disesuaikan dengan nama pena tersebut, yakni Ilmu Silat Pen Penggung Langit. Maka lengkaplah sudah kegembiraannya. Apalagi karena Sie Lan In juga terlihat sangat gembira dengan memiliki empat mutiara yang keempatnya adalah incaran insan persilatan dan sudah lama raib dari Tionggoan.
(Kelak, Koay Ji = Thian Liong Koay Hiap, akan dikenal dunia persilatan dengan ciri khasnya yang menonjol, yakni balutan jubah pusaka atau Jubah Kelabu atau TOU LIANG KA yang tahan racun dan panas, dan juga punya kemampuan mengurangi kekuatan iweekang yang mengarah kepadanya. Dan ciri kedua adalah PENA KENG HUN PIT yang memiliki keampuhan luar biasa, yang seperti menyempurnakan Koay Ji dengan Ci Liong Ciu Hoat dan Kim Kong Cie serta Tam Ci Sin Thong nya. Ciri ini kelak yang menjadi pengenal Thian Liong Koay Hiap)
Setelah itu, barulah Koay Ji dengan memberi hormat dan terima kasih sekali lagi kepada Bu Beng Hwesio, kemudian mengambil Jubah Tou Liong Ka, sejenis jubah wasiat anti senjata tajam dan anti racun. Bahkan, masih di hadapan jasad itu, dia kemudian mengenakan Jubah Pusaka itu dan kemudian kembali memberi hormat kepada Bu beng Hwesio. Tetapi, begitu dia berdiri, bukan main terkejutnya Koay Ji ketika dia merasakan perubahan mendadak dalam tubuhnya. Jubah pusaka itu seperti melilit tubuhnya dan kekuatan lilitannya sangat luar biasa hebatnya dan membuatnya tiba-tiba terduduk dan harus mengerahkan iweekangnya melakukan perlawanan. Tetapi, tengah dia berkutat dengan belitan JUBAH itu, tiba-tiba "telinga dan mata batinnya" seperti sedang mendengar bisikan lirih yang masuk hingga ke sanubarinya. Demikian bunyinya:
"biarkan kekuatan itu terus membelitmu dan terus membaur dengan dirimu, dengan demikian dia akan menjadi milikmu dan akan menjadi bagian dari dirimu......."
Koay Ji yakin tidak ada orang dalam ruangan itu, tetapi bisikan itu mengalahkan jeritan Sie Lan In yang menjadi panik melihat keadaan Koay Ji. Tetapi setelah pada akhirnya melihat Koay Ji yang tadinya menjerit kesakitan tetapi kini berdiam diri dan berkosentrasi dan bahkan kemudian terlihat mulai tenang, akhirnya diapun diam saja sambil bersiaga dan memperhatikan keselamatan dan keadaan Koay Ji. Ada sampai 10 menit Koay Ji tersiksa akibat kuatnya belitan atas tubuhnya oleh JUBAH itu, dan terasa ada kekuatan besar yang mengalir dari jubah itu dan membuat tubuhnya tersiksa. Tetapi setelah sepuluh menit berlalu, dia mulai merasa lebih ringan, dan bahkan belitan itu kini mendatangkan rasa segar yang luar biasa. Dalam proses itu, kembali mata batin dan telinga batinnya serasa mendengar bisikan lirih yang ditujukan kepadanya, secara khusus:
"Kionghi, jubah itu benar memang berjodoh denganmu, kekuatanmu meningkat karena kekuatannya sudah menyatu dengan dirimu, maka selama engkau hidup, tidak bakal ada orang lain yang memiliki kemampuan untuk sekedar mengenakannya... selamat tinggal"
Benar saja, setelah beberapa lama berlalu, Koay Ji merasa semakin lama semakin nyaman, tubuhnya terasa lebih ringan dan merasa lebih segar. Dan pada akhirnya diapun menyudahi samadhinya dan kemudian akhirnya bangkit berdiri. Tetapi, ketika dia melihat tubuh Bu Beng Hwesio untuk kembali memberi hormat dan berterima kasih, kagetlah dia karena jasad itu kini sudah berubah menjadi debu dan sudah teronggok begitu saja di tempatnya bersamadhi tadi. Merasa jasad itu sungguh berbudi kepada mereka berdua, bahkan besar kemungkinan adalah kakek gurunya, maka Koay Ji kemudian mengumpulkan debu itu. Bahkan diapun memutuskan untuk menggunakan kotak yang dia ambil dari lantai gua tadi, dan secara perlahan juga dengan sangat hormat dia menaruh dalam lubang di lantai dan membuatkan sebuah papan peringatan disana:
Disini beristirahat BU BENG HWESIO
Setelah semua selesai, akhirnya dengan riang gembira kedua anak muda itu keluar dari gua tersebut, dengan Sie Lan In menyempatkan diri mengambil beberapa buah benda berharga yang dilihatnya indah dan gemilang. Benda-benda itu sendiri adalah perhiasan yang amat mahal, tetapi Sie Lan In tidak begitu paham dengan nilai dan harga dari perhiasan itu. Diantara perhiasan itu, dia tertarik dengan tiga batang pisau berwarna emas, putih dan merah dan wadahnyapun sama warnanya emas, putih dan merah, tetapi ketiga warna itu berkilauan dengan amat menariknya. Dan, Sie Lan In meraihnya karena tertarik dan bukan karena ingin mengangkangi harta yang amat banyak itu. Dan yang dia tahu dan ingat adalah benda-benda itu semua pada berkilau dengan sangat indahnya dan begitu memikat matanya. Hanya itu, selain benda pusaka yang mereka bawa keluar dari gudang pusaka yang merupakan penimbunan harta yang tak ternilai harganya. Dan merekapun akhirnya keluar dari sana dengan Koay Ji tidak lupa menutup pintu ruang penyimpanan pusaka seperti keadaan semula, atau seperti pada saat mereka masuk.
Yang tidak diduga oleh Sie Lan In, yang dia raih dan menyangkanya sebuah pisau hiasan, tapi ternyata adalah empat batang pedang mini, yang amat mirip dengan pisau saking kecil dan pendeknya. Dan pedang-pedang mini itu sebetulnya adalah pusaka yang terpendam bernama SU HONG KIAM atau Empat Pedang Bidadari. Kim Hong Kiam (Pedang Bidadari Emas), Gin Hong Kiam (Pedang Bidadari Perak), Pek Hong Kiam (Pedang bidadari Putih) dan Ang Hong Kiam (Pedang Bidadari Merah). Masing-masing pedang yang terlihat mirip hiasan, tetapi pada dasarnya terbuat dari baja yang amat misterius dan memancarkan cahaya tipis berwarna sesuai namanya. (Kelak, di kemudian hari pedang ini akan dijelaskan oleh Subonya lengkap dengan kehebatan dan kemujijatannya. Pada waktu mengambil Keempat Pedang Mini yang berwarna sangat menarik, Sie Lan In dan juga Koay Ji hanya memandang Su Hong Kiam sebagai hiasan belaka. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa itu adalah pedang pusaka yang sangat dicari). Maklum, sinar dan warna kemasannya, warna putihnya dan warna merahnya sungguh gemilang dan memikat mata, bahkan masih lebih indah dari kilau emas yang biasa. Ataupun kilau putih dan merah yang biasa mereka lihat.
Menjelang sore hari, Koay Ji dan Sie Lan In pada akhirnya bisa berkumpul kembali dengan kawan-kawan mereka yang lain. Dan sebelum malam menjelang datang, semua mereka memutuskan untuk memanjat kembali naik ke Markas Bu Tek Seng Ong yang sudah mereka taklukkan. Markas Bu tek Seng Ong yang tadinya Markas Pek Lian Pay, kini sebagian besar jika bukan semuanya, sudah pada terbakar dan menjadi puing. Masih ada sekitar 5 sampai 6 gedung yang cukup besar yang masih berdiri disana, tetapi untuk selanjutnya daerah itu menjadi tidak bertuan. Tetapi, atas bantuan dan juga keperkasaan Koay Ji dalam melawan Bu Tek Seng Pay, daerah itu pada akhirnya dihadiahkan kepadanya. Adalah perserikatan perguruan dan para tokoh Tionggoan yang memutuskannya dalam pertemuan sebelum semua pendekar dan perguruan yang berserikat membubarkan diri dari sana. Maka, sepi kembali melanda dan melingkupi Markas Pek Lian Pay atau juga Markas Bu Tek Seng Ong setelah sekian lama menjadi pusat kekisruhan.
Dari sana, nama-nama yang kemudian berkibar dan amat disegani adalah Koay Ji, Sie Lan In, Khong Yan, Tio Lian Cu, Bun Kwa Siang, Hek Man Ciok, Kim Jie Sinkay, dan Kang Siauw Hong, juga termasuk Liu Beng Wan. Perguruan Thian Cong Pay juga selanjutnya semakin harum karena Koay Ji berasal dari sana, juga bahkan asal dari Bengcu Tionggoan sebelum menjadi anggota Kaypang. Nama perguruan itu selanjutnya melambung semakin tinggi dan semakin harum dan dikenal serta juga di segani di angkasa rimba persilatan Tionggoan.
================== Sebulan sudah berlalu, Thian Cong San menjadi semakin ramai. Ini karena efek dari semakin terkenalnya perguruan itu, dan akibatnya adalah demikian banyaknya calon murid yang mendaftar untuk bergabung dengan perguruan tersebut. Nama Koay Ji dan saudara seperguruannya menjadi jaminan kwalitas, apalagi juga disana masih ada Sie Lan In, juga masih berada disana, Khong Yan. Nama terakhir memang juga adalah keluarga dalam Thian Cong Pay berhubung dia adalah cucu luar Pangcu, Cu Ying Lun. Lembah Cemara sudah pulang ke markas mereka, tetapi Siauw Hong memilih tinggal dengan kakaknya di Thian Cong Pay dan melanjutkan latihannya yang memang masih butuh bimbingan.
Untuk Kang Siauw Hong, Sie Lan In memberinya hadiah sebatang Gin Hong Kiam (Pedang Bidadari Perak). Dan selanjutnya Koay Ji dipaksa menurunkan latihan ilmu pedang bagi si nakal Siauw Hong yang terus-menerus berlatih dengan amat tekun di bawah bimbingan kakaknya. Sementara untuk Tio Lian Cu yang sudah kembali ke Hoa San, menerima hadiah dari Sie Lan In sebatang Pek Hong Kiam (Pedang Bidadari Putih) yang juga amat indah. Sementara Pedang Bidadari Merah (Ang Hong Kiam) dihadiahkan kepada Khong Yan. Sementara, perpisahan Tio Lian Cu dengan Koay Ji, Khong Yan dan Sie Lan In sungguh amat mengharukan:
"Toa Suci, Ji Suheng, dan engkau Koay Ji, terima kasih banyak, tetapi berhubung pekerjaan besar dan tanggungjawab berat di Hoa San Pay, jadi hari ini haruslah aku berpamit untuk segera pulang ke Hoa San sana...... Suci, terima kasih atas hadiah yang begitu indah dan menarik ini..... baik-baiklah kalian menjaga diri, jangan lupa mengunjungi Hoa San Pay di waktu-waktu kedepan....."
"Hikhikhik, Tio sumoy, janganlah engkau khawatir, sebentar lagi kami semua akan mengantarkan Khong Sute untuk menemuimu di Hoa San Pay...." ledek Sie Lan In yang mulai menduga bahwa kedua saudara seperguruannya (dalam hubungan ketiga guru mereka yang memang amat dekat) itu memiliki hubungan yang agaknya lain dan khusus. Dan begitu ledekannya menyembur keluar, wajah Khong Yan dan Tio Lian Cu nampak sudah memerah dan dirundung malu. Tetapi, mereka berdua sama sekali tidak menolak maupun mengiyakan.
"Tio cici, jika engkau tidak menyalamiku, maka tidak akan kubantu perjodohanmu dengan Khong koko, seperti kujodohkan Sie cici dengan toakoku, nach, bagaimana" Harus ada hadiahmu buatku Khong koko....." si centil Siauw Hong tiba-tiba nimbrung dan membuat Tio Lian Cu dan Khong Yan jadi tambah rikuh. Sampai mereka berdua tidak mampu lagi berkata-kata.
"Ayolah Khong koko, tunjukkan kehebatanmu.... setidaknya, antarlah kekasihmu itu sampai ke bawah gunung. Tenang saja, Paman Cu pasti akan segera turun tangan, jika perlu sampai Paman Tek Ui Sinkay juga turung tangan menuju Hoa San Pay kelak...." tambah menjadi-jadi Siauw Hong.
"Hushhh, sudah, engkau anak kecil, sana temani Kwa Siang, kasihan dia sendirian tidak ada yang menemani...." usik Koay Ji yang kasihan melihat wajah Tio Lian Cu dan Khong Yan yang berubah-ubah warna dikerjai Siauw Hong. Jika tidak dibatasi, maka Siauw Hong akan semakin menjadi-jadi kebinalannya.
"Toako, engkau begitu karena merasa sudah aman bersama Sie cici, coba kalau belum, pasti butuh bantuanku juga...." kesal Siauw Hong yang merasa diusir, tetapi begitupun dia menuruti perintah kakaknya.
"Sudah, engkau diam dulu..." bentak Koay Ji pura-pura marah dengan kebandelan Siauw Hong yang memang tidak ketulungan. Padahal, mana bisa dia marah kepada adik satu-satunya itu"
"Baik, baik.... nach, silahkan Tio cici..... aku diam dulu...."
"Kami pasti akan mengunjungimu dalam waktu dekat nanti Tio sumoy, paling tidak sebulan atau dua bulan nanti..... jangan khawatir..." Sie Lan In membuka kembali percakapan setelah Siauw Hong bisa "dijinakkan"
"Terima kasih Suci.... kunjungan kalian akan sangat kunantikan. Engkau juga Koay Ji, harus datang ke Hoa San Pay..."
"Sudah pasti, dan akan kugiring Khong sute kesana, jangan khawatir..." canda Koay Ji sambil sedikit bergurau.
Dan akhirnya adalah Khong Yan yang mengantarkan Tio Lian Cu turun gunung, hubungan mereka berdua nampaknya memang semakin dekat. Dan Koay Ji yang tahu keadaan itu sudah merencanakan merangkap mereka sebagai jodoh dalam waktu dekat, dan akan membicarakannya dengan suhengnya, Cu Ying Lun, kakek luar dari Khong Yan.
Sementara itu, Bun Siok Han dan Bun Kwa Siang juga sama-sama tetap berada di Thian Cong San karena suhu mereka memilih untuk menetap sementara di Thian Cong San. Dan ini sesuai dengan amanat serta perintah suhunya, Bu In Sinliong, bahwa menantikan pertarungan dengan 3 tokoh mujijat, maka semua muridnya diwajibkan untuk tinggal bersama. Karena itu, seluruh saudara seperguruan Koay Ji masih tetap tinggal dan berada di Thian Cong San, dan latihan mereka atas ilmu barisan peninggalan Suhu mereka semakin sempurna. Hanya Tek Ui Sinkay dan sesekali Koay Ji yang pergi dari perguruan untuk urusan-urusan tertentu. Sementara itu, barisan-barisan aneh yang dibentuk di sekitar Thian Cong San juga semakin hebat dengan adanya Siauw Hong disana. Apalagi, karena berdua dengan Koay Ji, mereka memperdalam dan mendalami Ilmu Barisan, dan hasilnya sungguh hebat bagi Siauw Hong. Juga Koay Ji yang jadi semakin memahami ilmu tentang barisan yang ternyata cukup hebat dan juga snagat rumit.
Pada dasarnya, Thian Cong Pay sedang menantikan waktu pertarungan yang masih tersisa sekitar 10 bulan ke depan. Meski mereka sebetulnya sudah semakin siap. Jikapun lawan datang sekarang, maka mereka sudah merasa siap meladeni mereka tapi repotnya, mereka sama sekali tidak memiliki gambaran siapa sesungguhnya lawan perguruan mereka. Hanya Koay Ji yang punya serba sedikit dan terbatas informasi mengenai musuh perguruan mereka. Tetapi, karena diapun diminta untuk menunggu sampai saat yang tepat, maka dia tidak pernah menyinggung apa yang dia tahu didepan semua kakak seperguruannya.
Hari-hari selanjutnya, Koay Ji kembali menjadi suhu bagi kawan-kawannya, bagi Bun Kwa Siang dan Bun Siok Han yang semakin hebat dari waktu ke waktu. Juga Siauw Hong yang sama mengalami kemajuan hebat dalam ilmunya, terutama dengan berlatih tanding bergantian dengan Khong Yan dan Sie Lan In. Lebih dari itu, Sie Lan In dan Koay Ji melatih Siauw Hong dengan menggunakan Gin Hong Kiam tanpa mereka menyadari jika Pedang itu, sama dengan Pedang Emas milik Sie Lan In, sebenarnya memiliki daya mujijat yang di luar tahu mereka. Yang jelas, Siauw Hong meningkat luar biasa, dan dalam waktu singkat semakin mendekati tingkat dan kemampuan Sie Lan In dan Khong Yan sendiri. Hanya kurang di pengalaman dan kematangan belaka, sungguh luar biasa sebenarnya keadaan gadis itu. Kemampuan iweekangnya meningkat dengan pesat, sampai sebulan terus bertumbuh dan juga membaur dengan tubuhnya. Setelah itu, baru mulai bertambah secara normal sesuai dengan latihan dan pendalamannya.
Sekarang, menghadapi latih tanding dengan Bun Siok Han maupun Bun Kwa Siang, Siauw Hong sudah merasa tidak lagi atau kurang menantang. Tetapi dikala melawan Khong Yan dan Sie Lan In, baru dia merasa ada makna lebihnya. Karena keduanya memang lebih matang dan juga lebih berpengalaman dan rajin memberi dia petunjuk bagaimana pertarungan yang tepat dilangsungkan. Karena berlatih seperti itu, maka kemampuan mereka justru bertambah hebat dari waktu ke waktu. Apalagi, karena Koay Ji memang suka mengingatkan mereka semua, bahwa musuh mereka yang berbahaya masih ada dan berkeliaran di luar sana. Bahkan sewaktu-waktu akan mendatangi mereka dan menuntut balas, karena itu mereka semua harus selalu siap dan selalu berlatih untuk meningkatkan kemampuan ilmu mereka.
Dan sudah tentu, terutama latihan mereka semua berhadapan dengan Koay Ji yang mereka semua semakin merasa sulit menakar sampai dimana kemampuan Koay Ji pada waktu itu. Bahkanpun, termasuk nyaris semua saudara seperguruan Koay Ji, menjadi semakin kagum dan memuja kemampuan ilmu silatnya. Bukan hanya ketika melihatnya berlatih, tetapi mendengar kisah Kim Jie Sinkay dan Tek Ui Sinkay soal pertarungan terakhir Koay Ji. Dari semua mereka, kecuali toa suhengnya yang tetap saja diam dan tenang menghadapi semua sute dan sumoynya yang ramai bercakap dan berdiskusi. Kakek tua itu, memang merupakan titisan Suhu mereka yang suka banyak diam namun sangat menyimak. Terutama, kebijaksanaan toa suheng itu yang mirip dengan suhu mereka.
Latihan Sie Lan In dan Khong Yan yang paling istimewa karena mereka sama-sama mewarisi Ilmu Budha dalam gaya berbeda, jadi keduanya ikut bersama Koay Ji dalam mewarisi ilmu-ilmu dalam Kitab Pusaka Hang Liong Pit Kip (Buku Pusaka Menaklukan Naga). Sesungguhnya, Kitab tersebut merupakan kupasan belaka, tapi meskipun demikian, dengan kehadiran Koay Ji, kupasan tersebut justru cenderung semakin dalam dan semakin hebat. Tanpa disadari oleh Sie Lan In dan Khong Yan, justru Koay Ji menciptakan Ilmu Silat yang dia namakan kemudian dengan nama khas, Ilmu silat Ji Cap Sie Kiang Liong Ciang Hoat (24 Jurus Ilmu Menaklukkan Naga). Apa keistimewaannya" Darimana inspirasinya"
Selama sepuluh hari Koay Ji menyelami kupasan Bu Beng Hwesio, dan dia mampu menemukan kemudian kesamaannya dengan beberapa kupasan suhunya. Karena itu, dia yakin bahwa Bu Beng Hwesio mestinya adalah Hwesio tanpa nama yang menjadi Suhu dari Suhunya dan Subo Sie Lan In. Tetapi dia tetap merasa tidak sanggup memastikannya. Meski demikian, dia kaget bukan main karena kedalaman kupasan Bu beng Hwesio memang sangat luar biasa, dan kupasan-kupasannya itu kemudian digubah menjadi sebuah landasan ilmu. Bukan hanya itu, dengan juga memasukkan semua ilmu ciptaannya dalam pertarungan dengan Phoa Tay Teng dan Yap Jeng Cie, dia kemudian melebur semua ilmu ciptaan suhunya, ciptaannya sendiri dan melahirkan Ilmu Istimewa itu, Ilmu Ji Cap Sie Kiang Liong Ciang Hoat. Semua kehebatan Tam Ci Sin Thong, Kim Kong Cie, Taylo Kim Kong Sin Ciang, semua terangkum dalam ilmu tersebut, bahkan juga beberapa gerak mujijat yang diciptakan oleh Koay Ji.
Khong Yan sengaja berlatih dan dilatih Koay Ji mengingat bahaya Mo Hwee Hud dan muridnya yang ternyata memang mampu meloloskan diri dari bawah tebing di Pek In San. Bukan hanya itu, Koay Ji bahkan juga sudah melatih Khong Yan dengan semua Ilmu Langkah Thian Liong Pat Pian, secara lengkap. Kemajuan Khong Yan bisa ditebak menjadi lebih hebat lagi, apalagi karena Koay Ji seperti merangsangnya terus menyempurnakan iweekang perguruannya. Sama seperti yang juga sedang diakukan oleh Sie Lan In secara terpisah setiap malam tiba hingga menjelang pagi. Khong Yan dan juga Sie Lan In bersama Siauw Hong boleh dibilang mengalami peningkatan kemampuan yang amat hebat selama sebulan terakhir di Thian Cong Pay. Bahkan belakangan mereka semua kini sudah mampu memainkan Ilmu Gerak Thian Liong Pat Pian secara lengkap dan lebih sempurna lagi.
Sementara untuk Kang Siauw Hong, diapun selalu berlatih penguasaan iweekang sebagai titik beratnya setiap malam. Dan kemudian juga berlatih ilmu silatnya yang semakin lama semakin hebat dan semakin mengejar tingkat kemampuan Khong yan dan juga Sie Lan In. Semua karena bimbingan yang amat serius dan telaten dari Koay Ji, sungguh mirip dengan bagaimana Suhunya melatih dan juga membimbing murid-muridnya dahulu kala.
Sementara Koay Ji sendiri terus melatih diri menyempurnakan Ilmu Silat Poan Liong Ciang Hoat dengan menggunakan Pena Keng Hun Pit. Yang dia tidak tahu, jika sebenarnya Pena tersebut memiliki keistimewaan yang luar biasa. Tetapi Koay Ji masih belum tahu dan belum paham sepenuhnya, namun menggunakannya dalam Ilmu Poan Liong Ciang Hoat sungguh amat mengagumkannya. Dia tidak perlu lagi mendekati lawan dan menotok ke titik penting mencegah jurus serangan mematikan lawan, cukup mengerahkan iweekang dan dengan menggunakan Pit Pusaka itu. Dan pengaruh serta jangkauannya, amat luar biasa, karena lebih jauh dan lebih cepat lagi dan terutama, lebih tajam. Seperti pena pusaka itu punya mata dan hati saja, sehingga sesaat Koay Ji menggerakkannya, secepat itu pula jurus totokannya meluncur dan mengancam lawan. Menemukan kenyataan itu, dalam kombinasinya dengan Jubah Mestika Tou Liang Ka, maka sama saja seorang Koay Ji yang makin bertambah hebat dengan pit dan jubahnya.
Dan satu hal terakhir yang juga dikerjakan Koay Ji pada masa-masa berada di Thian Cong San, adalah menyelesaikan paduan Ilmu Pedang Sie Lan In dan Tio Lian Cu ketika dia menyaksikan kedua gadis itu bertarung (Episode 14). Dia masih ingat betul dengan jurus-jurus maut dari Ilmu Pedang Tian To Im Yang Ngo Heng Kiam Hoat yang dimainkan Tio Lian Cu dan Ilmu Pedang Hui Sian Hui Kiam (Pedang Terbang Memutar) milik Sie Lan In. Keduanya, sudah mampu bermain dengan ilmu pedang pada tingkatan mujijat, Tingkat Sen Hap Kiam (Badan Menyatu Dengan Pedang). Tetapi, ketika Koay Ji memahami dan semakin mendalami Ilmu Poan Liong Ciang Hoat, khususnya prinsip menekan lawan untuk tidak keluar dengan serangan hebatnya, prinsip itupun dimasukkan Koay Ji pada pembauran kedua ilmu pedang kedua Nona sahabat baiknya itu.
Bahkan, karena ingatan kuatnya itu, maka paduan kedua ilmu pedang mujijat itu jadi dinamakannya dengan nama Ilmu Pedang Tay Pie Kiam Hoat (Ilmu Pedang Maha Kasih). Sebuah Ilmu Pedang yang memiliki aspek menyerang dan bertahan dengan sangat hebat, tetapi yang kemudian lebih ditekankannya pada prinsip "mencegah" ketimbang "menyerang". Tapi, pada bagian-bagian menyerang, dia tetap menyusun jurus-jurus menyerang jika memang terpaksa harus dilakukan dalam keadaan yang khusus dan mendesak. Hanya, menimbang kemampuan kedua perempuan yang sudah demikian hebat, Koay Ji tidak lagi berpikir mereka membutuhkan jurus yang menyerang dengan demikian hebatnya. Bahkan, ketika kelak melatihkan ataupun mengajarkan Ilmu ini kepada Sie Lan In dan Tio Lian Cu, dia sengaja menyimpan jurus-jurus menyerang untuk tidak diwariskan.
Selain aktifitas berlatih dan memperdalam ilmu serta menggubah ilmu-ilmu yang sengaja "dikumpulkan" di kepalanya, ada hal-hal tertentu yang pada saat khusus agak mengganggu Koay Ji. Pada malam-malam tertentu itu, Koay Ji merasa agak gelisah entah disebabkan oleh apa. Sesuatu yang dia sendiri sebetulnya masih rada sulit menjelaskan dan menguraikan apa hal merisaukan dan mengganggu pikirannya meski di saat-saat tertentu belaka. Tidak setiap saat, hanya saat-saat dia merenung dan sedang tidak mengerjakan satu halpun, baru terbersit kekhawatiran dan juga rasa was-was yang membuatnya terjaga dan selalu berwaspada.
Bahkan ketika dia membicarakannya dengan Sie Lan In, Kang Siauw Hong dan juga Khong Yan yang beberapa kali bertanya kepadanya, tetap tak mampu membuatnya mampu menjelaskan kekhawatirannya itu. Hal yang belum terlampau disadari Koay Ji tentang kemampuannya yang lain, kemampuan yang memang semakin tajam, semakin kuat akan sesuatu yang mungkin akan terjadi dalam waktu mendatang. Hal itu sebenarnya terjadi dan semakin menguat sejak pertemuan terakhirnya dengan sang SUHU, sebelum gurunya itu pamit untuk selama-lamanya. Dia tahu Suhunya melatihkannya sesuatu yang agak dalam, namun menurut Suhunya tidak akan dapat dia kuasai sempurna dalam waktu dekat. Antisipasi dan perasaan yang semakin peka dan kuat akan apa yang terjadi pada masa depan, semakin tajam dan semakin kuat dalam diri Koay Ji, tetapi masih belum disadarinya sepenuhnya.
Pada saat-saat seperti itu, Koay Ji berpikir bahwa dia perlu untuk berkelana lagi, toch karena dia juga berjanji kepada Tio Lian Cu dan juga kepada Tek Ui Sinkay di Kaypang untuk mengunjungi mereka. Karena itu, diapun memastikan dan sekaligus memutuskan untuk mengunjungi beberapa tempat dalam waktu dekat, tidak dalam waktu yang lama, tetapi akan segera. Pertama adalah mengunjungi Hoa San Pay sesuai janjinya kepada Tio Lian Cu, kemudian mengunjungi Lembah Cemara bersama Siauw Hong, dan juga menuju Markas Kaypang menemui Bengcu dan tokoh Kaypang lainnya, termasuk Kim Jie Sinkay yang dikaguminya. Baru kemudian Koay Ji akan menuju ke daerah Perbatasan untuk menemui Yu Lian dan Yu Liong, dan semua akan dilakukannya bersama Sie Lan In, Siauw Hong dan juga Khong Yan. Pada akhirnya, dia bersama Sie Lan In akan melanjutkan perjalanan menuju ke Persia, sesuai perjanjiannya dengan Panglima Arcia dan kawan-kawannya. Disana dia akan memenuhi undangan tokoh terhebat Persia, tokoh bernama Spenta Armaity yang disampaikan melalui muridnya, Panglima Arcia.
Tetapi, itulah namanya rencana. Rencana bukan berarti sudah pasti akan terjadi, karena membutuhkan kondisi lainnya untuk dapat melaksanakan apa yang sudah dirancang dan direncanakan untuk dilakukan. Belum lagi Koay Ji memutuskan untuk memulai perjalanannya, dan baru menetapkan kapan dia melakukan perjalanan dan mendiskusikannya dengan kawan-kawannya, sesuatu yang sangat menggemparkan sudah terjadi. Dan kejadian menggemparkan itu bukan hanya di Thian Cong Pay saja, tetapi bahkan di banyak tempat penting lainnya di Tionggoan. Kejadian apa gerangan yang sangat menggemparkan Rimba Persilatan Tionggoan itu"
Sebuah SURAT TANTANGAN dilayangkan ke Markas Kaypang, ke Siauw Lim Sie, Hoa San Pay dan juga ke Thian Cong Pay dan banyak perguruan besar lainnya. Isi dari surat tantangan itu singkat saja, demikian:
MENANTANG KOAY JI UNTUK MELAKUKAN PIBU (PERTARUNGAN PERSAHABATAN) PADA 1 (SATU) TAHUN KEDEPAN MELAWAN BU TEK SENG ONG DI PEK IN SAN. PIBU INI ADALAH PERTARUNGAN PENENTUAN ANTARA PERGURUAN PAT BIN LIN LONG MELAWAN PERGURUAN BU IN SINLIONG.....
BU TEK SENG ONG Anehnya, surat ini justru membuat Koay Ji tidak lagi merasa gelisah seperti hari-hari sebelumnya, melainkan menjadi lebih tenang. Karena sesungguhnya, dia merasa dan sudah menduga apa yang akan terjadi, hanya masih takut mengutarakannya keluar. Ketika benar SURAT TANTANGAN yang sudah diantisipasinya datang ke Thian Cong San, maka Koay Ji menarik nafas panjang dan lega. Ternyata benar apa yang sudah dia pikirkan dan dia tebak akan terjadi sesuai dengan intuisi, naluri dan juga dugaan melalui kekuatan batinnya. Hal yang membuatnya senang adalah, lawannya itu tidak memilih cara untuk mengguncang DUNIA PERSILATAN seperti Pek Kut Lodjin dengan Pek Kut Bun atau Bu Tek Seng Ong dengan Bu Tek Seng Pay nya, tetapi menantang untuk melakukan pertarungan persahabatan atau juga PIBU menentukan siapa lebih hebat antara dua perguruan yang selama ini secara tersamar bersaing dan bertanding. Menarik.....
"Hmm, akhirnya dia yang lebih hebat lagi dibanding Bu Tek Seng Ong menurut penuturan Panglima Arcia, pada akhirnya munculkan diri juga. Syukurlah karena dia ternyata tidak memilih jalan sesat seperti Suhunya. Dan orang seperti ini, sesungguhnya malah masih lebih hebat dan juga lebih berbahaya ilmunya. Sudah pasti akan sangat menarik nantinya......" desis Koay Ji sambil menarik nafas panjang. Lega.
TAMAT. Senopati Pamungkas I 8 Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L Kisah Si Rase Terbang 3
^