Pencarian

Pendekar Lengan Buntung 7

Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw Bagian 7


pandang dengan gadis kerudung hitam seakan-akan dengan
pandangan masing-masing mereka mengukur tingkat kepandaiannya. Tiba-tiba terdengar suara mendesing keras.
Pedang di tangan gadis kerudung hitam ke luar dari sarung dan
tanpa berbicara apa-apa lagi ia menerjang gadis di depannya yang
telah siap dengan kipas dan pit di tangan!
"Bagus!" kata Nyuk In yang segera meloncat ke belakang
menghindarkan sambaran pedang gadis kerudung hitam yang
mengeluarkan suara mendesing saking kuatnya, segera ia
479 ayunkan tangan kirinya membalas. Sebuah angin pukulan yang
keluar dari kipas hitam bergelombang menyambar dada si gadis
kerudung hitam yang dapat berkelit dengan baik pula!
"Rasakan ini!" bentak gadis kerudung hitam itu dan ketika tangan
kirinya terayun puluhan jarum halus menyambar mengeluarkan
angin lembut. Menghadapi serangan senjata rahasia yang berbahaya ini, Nyuk In
memperlihatkan kepandaiannya. Ia tahu bahwa ia tak dapat
berkelit, maka ia menggunakan kipasnya mengebut hingga
beberapa jarum yang menyambar tuhuhnya dapat dipukul runtuh.
"Lihai!" Gadis kerudung hitam itu memuji dari balik kerudung yang
menutupi mukanya tapi kini ia berada dekat dan menyerang
dengan pedangnya. Nyuk In menangkis dengan pit di tangan kanan dan balas
menyerang. Hebat sekali kepandaian gadis kerudung dari Sian-lipay ini dengan mengandalkan gin-kangnya yang tinggi dan ilmu
pedangnya yang luar biasa itu, ia dapat menghadapi serangan
Nyuk In yang bersenjata kipas hitam dan pit ini. Hanya kadangkadang ia terhuyung-huyung apabila kipas hitam di tangan gadis
yang lihai itu membentur pedangnya.
Memang dalam hal tenaga lwekang rupanya gadis kerudung hitam
ini kalah setingkat dengan Nyuk In! Hanya mengandalkan
kelincahan tubuhnya inilah gadis kerudung hitam ini berhasil
menghindarkan serangan pit yang lihai dan pukulan yang
mengeluarkan tenaga dahsyat itu.
480 Gadis kerudung itu berkelebat ke sana ke mari di atas serangan
ujung pit yang menyambar-nyambar dahsyat, hingga merupakan
seekor kupu-kupu terbang bermain di atas bunga-bunga yang
tengah mekar! Diserang dan kadang-kadang terbungkus oleh
gerakan-gerakan kipas dan pit yang mengeluarkan sinar hitam
bagaikan kilat menyambar!
Limapuluh jurus lewat, sebetulnya Hok Sun ingin membantu gadis
itu, akan tetapi melihat wajah Biauw Eng yang masih merengut tak
senang, ia urungkan maksudnya dan menonton dengan dada
berdebar tegang. Kagum dan terkejut ia melihat dua orang gadis
yang bertempur dengan amat serunya ini, mereka itu sama-sama
lihay, sama-sama mempunyai kepandaian silat tinggi! Hemm,
melihat ilmu silat gadis kerudung hitam itu, belum tentu ia dapat
menandingi, pikirnya. Tiba-tiba ia mendengar suara gadis kerudung hitam membentak.
"Robohlah!" dan tangan gadis kerudung hitam itu melepaskan bola
hitam merupakan pelor yang menyambar ke arah pundak Nyuk In.
Ketika Nyuk In mengebut dengan kipasnya, pelor hitam itu mental
ke samping akan tetapi begitu pitnya menyambar membentur pelor
itu, tiba-tiba benda bulat hitam itu meledak dan dari dalamnya
menyambar berpuluh-puluh jarum beracun ke arah Nyuk In. Tentu
saja gadis ini menjadi terkejut sekali dan dengan gugup tubuhnya
mencelat ke udara. Tapi karena serangan jarum-jarum beracun itu amat banyak dan
cepat seperti seekor panah yang melesat dari busurnya, tak urung
sebuah di antara jarum beracun itu menancap di kaki Nyuk In.
481 Gadis itu merasa kakinya panas sekali dan kepalanya pening maka
dari atas gadis itu meluncur jatuh dengan kepala lebih dulu!
Biauw Eng dan Hok Sun kaget bukan main, mereka hendak
memburu bergerak menolong, akan tetapi gadis kerudung hitam
yang telah mencelat di depan mereka dan membentak, "Jangan
bergerak!" Terpaksa mereka urungkan maksudnya dan
memandang ke arah gadis itu.
Ternyata Nyuk In biarpun sudah terluka dan keracunan jarum pada
kakinya, ia masih dapat mengumpulkan tenaganya. Ketika
tubuhnya melayang jatuh, ia mengerahkan pit dan kipas memukul
tanah dan tubuhnya membal lagi ke atas dan berpok-say
(membuat salto) tiga kali, ia turun dengan terhuyung-huyung dan
pingsan! Biauw Eng cepat memeriksa. "Celaka! Ia terkena jarum beracun,
tapi jangan kuatir....... aku kebetulan membawa pil penolak racun,"
berkata demikian Biauw Eng memasukkan pil ke dalam mulut Nyuk
In. "Awas!" Tiba-tiba Hok Sun berseru dan cepat ia mendorong tubuh
Biauw Eng dan ia sendiri bergulingan.
Suara halus terdengar ketika puluhan jarum lewat di atas
kepalanya. Melihat kecurangan gadis kerudung hitam ini, Biauw
Eng membentak marah dan mengirim tusukan pedang.
"Gadis sialan, jangan berlaku curang!" Suara pedang berdesing
waktu Biauw Eng menyerbu maju menyerang gadis kerudung
482 hitam yang terdengar tertawa mengejek dan mengelak dari
sambaran pedang. Pada saat itu, berkelebat beberapa sosok bayangan. Dan tahutahu di sekitar kelenteng tua ini bermunculan orang-orang tua yang
berpakaian seperti pengemis, penuh tambalan dan warna
pakaiannya berkembang-kembang. Orang yang di depan itu
adalah seorang kakek pengemis, sudah tua sekali, tubuhnya
bongkok dan memegang tongkat butut, bergoyang-goyang
tubuhnya waktu menuding ke arah Biauw Eng yang sudah
meloncat mundur. "Kalian ini dua ekor tikus, berani kurang ajar terhadap Sian-li-pay
dan tidak memandang mata kepada Hwa-ie-kay-pang
(Perkumpulan pengemis baju kembang
. Hayo berlutut!" Aneh sekali, begitu tongkat butut itu ditudingkan, baik Hok Sun
maupun Biauw Eng tergetar kakinya dan terus melosoh lumpuh.
Inilah totokan yang dikirimkan melalui suara tadi. Suara yang
hanya dapat digunakan bagi orang yang sudah mempunyai
kepandaian lwekang tingkat tinggi.
Hok Sun dan Biauw Eng terkejut bukan main. Biauw Eng hendak
memaki, akan tetapi urat lehernya sakit dan ia tak dapat berbicara,
karena urat gagunya telah ditotok.
Inilah hebat. 483 Kakek pengemis bongkok baju kembang-kembang itu menjura
hormat kepada gadis kerudung hitam. "Sianli, mereka inikah yang
telah membuat onar di Sian-li-pay?"
Gadis kerudung hitam itu menggelengkan kepala,
"Bukan mereka," katanya menunjuk kepada Biauw Eng dan Hok
Sun, "akan tetapi gadis inilah?" ia sudah terluka kena jarumku!"
"Oh".. ya, gadis yang bersenjata kipas dan pit itu?"
Gadis kerudung hitam mengangguk
mengedikkan kepalanya dan memerintah,
dengan angkuh ia "Pangcu Hwa-ie-kay-pang, kutitipkan mereka bertiga ini
kepadamu, untuk seterusnya yang bersenjatakan kipas dan pit
harus diserahkan kepada Sian-li-pay! Selamat tinggal!" Sekali
menggerakkan tubuhnya, gadis perkasa Sian-li-pay itu sudah
mencelat pergi. Kakek pengemis bongkok yang memegang tongkat butut itu
berjalan perlahan menghampiri Nyuk In yang masih pingsan.
"Ho ho ha ha! Rupanya gadis ini yang dikabarkan membuat heboh
di Sian-li-pay, sungguh berani mati!" suara yang serak dari kakek
pengemis itu terdengar mengakak, menggeletar-geletar!
Sekali tongkat butut di tangan kakek bongkok pengemis itu
bergerak, tubuh Nyuk In yang masih pingsan itu terlempar sejauh
lima meter dan jatuh di dekat kaki seorang pengemis baju
kembang-kembang. 484 "Tawan gadis itu, jangan sampai lolos dan kabarkan kepada Paycu Sian-li-pay bahwa gadis itu berada di Hwa-ie-kay-pang. Dan dua
orang muda itu," kakek pengemis bongkok itu menunjuk ke arah
Hok Sun dan Biauw Eng, "Bawa ia ke markas, laporkan kepada
Sianli Ku-koay?"!"
"Baik pangcu!" sahut kakek pengemis baju kembang yang
bertubuh tinggi sambil memondong tubuh Nyuk In dan
memerintahkan kepada pengemis baju kembang lain untuk
membawa tubuh Hok Sun dan Biauw Eng yang tak berdaya
pingsan. Maka hari itu, biarpun bulan muncul sedikit akan tetapi sinarnya
masih cukup terang untuk mengusir kekelaman malam. Bagaikan
setan-setan bergentayangan, berkelebat bayangan hitam yang
berlari mereka yang lincah dan riang mudah diduga bahwa
pengemis Hwa-ie-kay-pang ini berkepandaian cukup tinggi.
Biauw Eng dan Hok Sun tak berdaya dalam pondongan pengemis
yang lihai ini sementara ia melirik ke arah tubuh Nyuk In legakan
hati mereka melihat gadis itu sudah sadar dari pingsannya dan
perlahan-lahan menggerakkan kepala. Akan tetapi tentu saja gadis
itupun tidak berdaya dalam pondongan kakek pengemis yang
berlari dengan amat cepatnya.
Angin malam menerpa tubuh mereka yang dipondong dibawa lari
cepat. Ada kira-kira sepuluh orang kakek pengemis yang berlarilari cepat mengikuti di belakang, sedangkan kakek pengemis
bongkok sudah tidak kelihatan lagi, entah kemana!
485 Di dalam keremangan malam itu, samar-samar terlihat sebuah
gedung besar dan mentereng berdiri dengan megahnya. Mereka
memasuki gedung itu dan langsung masuk ke ruang dalam.
Ruangan dalam amat terang oleh sinar lilin besar yang menyala di
pojok ruangan. Beberapa pengemis tua, berpakaian seragam baju kembang
berdiri tegak seperti penjaga. Mengangguk hormat waktu
rombongan pengemis yang memondong tubuh Nyuk In berlalu di
depannya beberapa pengemis lain berpencar.
Dua orang pengemis yang memondong tubuh Hok Sun dan Biauw
Eng dibawa masuk ke ruangan lain, membelok ke kiri dan apabila
di depan pintu yang tertutup rapat, seorang pengemis mengetuk
pintu itu. Tiga kali ia mengetuk.
"Siapa?" terdengar suara nyaring dan merdu dari ruangan dalam.
Dan begitu pintu itu terbuka, seorang gadis berkerudung hitam
pada mukanya muncul dan langsung bertanya: "O, It Lokay dan Jie
Lokay yang datang, ada apakah?"
"Sianli, mohon bertemu dengan Niocu, kami membawa dua orang
tawanan. Pangcu menyuruh kami menyerahkan kepada Niocu!"
Gadis kerudung hitam yang dipanggil Sianli oleh pengemis baju
kembang menoleh, mengawasi kedua orang tawanan dalam
pondongan kedua orang pengemis itu.
"Hemm, seorang wanita cantik dan pemuda tampan....... silahkan
masuk Jie-wie lokay. Niocu berada di ruang dalam?"."
486 Kedua orang pengemis itu masuk ke dalam, ternyata ruangan
dalam di sini begitu luas dan angker nampaknya. Seorang wanita
tua berusia sekitar limapuluhan, duduk di bangku yang terbuat dari
kulit harimau, sedangkan di kanan kiri nenek itu berdiri dua orang
wanita muda, cantik dan gagah, berpakaian indah mentereng dan
kedua pipi yang halus putih itu diulas tipis-tipis gincu yang
berwarna merah muda. Nampak cantik sekali ke dua wanita muda
yang berdiri di kanan kiri si nenek.
Akan tetapi sepasang mata itu menyambar berkilat-kilat waktu
melihat kakek pengemis baju kembang memondong seorang
pemuda. Pemuda tampan dan gagah akan tetapi tak berdaya
dalam totokan. Tubuhnya lemas dan lunglai waktu diturunkan oleh
kakek pengemis baju kembang. Begitu juga dengan Biauw Eng.
Ke dua orang pengemis itu berlutut.
"Niocu, dua orang muda ini telah membunuh Sam-hauw-huang-ho
dan anak buah bajak laut. Pangcu menyerahkan kedua orang
muda iai untuk mendapat pertimbangan dari Niocu yang mulia"..
salah seorang dari kedua kakek pengemis itu membuka suara
sambil berlutut. Sepasang mata nenek itu menyambar tubuh Hok Sun dan Biauw
Eng. Memandang tajam ke arah dua orang muda ini. Suaranya
terdengar nyaring dan berwibawa: "Kalian siapa" Mengapa kalian
membunuh Sam-hauw-huang-ho?"
Akan tetapi, tentu saja kedua orang muda ini tidak dapat berkata,
karena urat gagu mereka telah tertotok.
487 Mengetahui ini, si nenek memerintahkan kepada ke dua orang
pengemis yang masih berlutut dengan sikap hormat dan takut.
"Bebaskanlah mereka agar mereka dapat
menjawab pertanyaanku!" Dua orang kakek pengemis itu menurut perintah. Dua kali tangan
mereka bergerak ke arah leher Hok Sun dan Biauw Eng, ke dua
orang muda itu telah terbebas dari totokan.
Biauw Eng mencelat berdiri. Diikuti oleh Hok Sun. Berdiri dengan
gagahnya menghadap si Nenek.
"Gagah dan tampan," bisik si Nenek. Sepasang matanya
memandang tubuh Hok Sun yang tinggi tegap dan menyelusuri
wajah yang tampan itu. Melihat dua orang muda ini berdiri tegak, tidak berlutut seperti ke
dua orang kakek pengemis baju kembang, seorang gadis
kerudung hitam yang tadi membukakan pintu, maju dan
membentak. "Berlutut kau!"
Biauw Eng menoleh. Memandang gadis yang berkerudung pada
mukanya, mendengus perlahan: "Hemm, kau menyuruh aku
berlutut kepada siapakah?"
"Gadis dusun, kau berhadapan dengan Sianli Ku-koay?" Nio-cu
kami, hayo berlutut!" bentak gadis kerudung itu.
"Ooo, jadi nenek di situ itu Sianli Ku-koay, hemm, apa perlunya
kami berlutut, dia bukan dewi, bukan dewa, mengapa harus
dipuja?" 488 Baru saja si gadis kerudung hendak membuka mulut memaki, tibatiba terdengar suara si Nenek: "A Lan, gadis di depanmu itu cukup
gagah, coba kau layani dia!"
Gadis kerudung hitam yang dipanggil A Lan oleh si Nenek Sianli
Ku-koay menjura mengangkat sepasang tangannya: "Baik Nio-cu,
biar teecu memberi hajaran kepada gadis dusun yang tak tahu
sopan ini!" Berkata demikian, A Lan mencabut pedangnya.
Melihat ini, Hok Sun cepat-cepat menghadang Biauw Eng dan


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata: "Eng-moay, jangan mencari keributan disini......."
Biauw Eng menoleh kepada Hok Sun. "Aku disuruh berlutut, siapa
sudi?" "Sudahlah....... jangan ribut........ mari kita bicara baik-baik dengan
nenek itu...." Hok Sun memegang lengan Biauw Eng, akan tetapi
gadis itu mengibaskan lengannya.
"Tak sudi aku! Biar kuhadapi gadis sombong itu," sambil berkata
demikian Biauw Eng telah mencabut pedangnya.
Melihat gadis ini menarik pedang, tahulah nenek itu bahwa A Lan
belum tentu dapat menghadapi gadis ini, akan tetapi ia
membiarkan ketika A Lan mulai menyerang Biauw Eng, suara
pedang terdengar beradu. 489 Dalam segebrakan itu kedua duanya mencelat mundur. Berdiri
berhadapan, saling memandang, seakan-akan tengah mengukur
kepandaian lawannya masing-masing melalui pandangan mata.
Hok Sun berdiri memandang gadis temannya itu. Ia tahu bahwa
Biauw Eng mempunyai watak yang keras dan tak mungkin dapat
disabarkan lagi. Dengan tegang ia berdiri memandang kedua
orang gadis yang sudah saling gempur dengan amat serunya.
Biauw Eng memainkan ilmu pedangnya dari kitab kuno yang
pernah ia pelajari. Karena waktu ia baca kitab itu, banyak hurufhuruf yang sudah tidak dapat dibaca dan agak kabur, maka ia tidak
mengenal jurus-jurus yang ia mainkan. Ia hanya menurut gerak
ilmu silat pedang yang ia pelajari dari gambar-gambar yang tertera
pada kitab kuno, maka sudah barang tentu setiap jurus ia namai
sendiri menurut kehendak hatinya.
Sebetulnya gadis ini juga tidak mengenal siapa pencipta kitab kuno
itu, maka boleh dibilang ia sama sekali tidak mengerti dari
golongan mana ilmu pedang ini. Akan tetapi sesungguhnya luar
biasa sekali ilmu pedang yang ia mainkan ini, sinar pedangnya
berkeredep cepat dan kadang-kadang nampak percikan bunga api
di udara waktu kedua pedang itu beradu.
Ke dua-duanya tergetar hebat. Nampak ke dua-duanya terhuyung
ke belakang. Melihat ini tahulah Hok Sun bahwa kepandaian Biauw
Eng setingkat dengan gadis kerudung hitam itu.
Selama Biauw Eng mempelajari ilmu pedang dari kitab kuno yang
dia pelajari, baru kali ini ia menghadapi lawan yang cukup tangguh.
Biauw Eng yang berwatak keras menjadi penasaran dan marah.
490 Ia mainkan pedangnya lebih cepat lagi sementara mulutnya
melengking tinggi membuat gerakan pada pukulan-pukulan tangan
kiri dan sesudah ada kurang lebih limapuluh jurus mereka
bertempur, nampak tubuh keduanya terbungkus oleh sinar pedang
yang berkelebat ganas. Gadis kerudung hitam juga nampak
menjadi sengit, mainkan ilmu silatnya lebih hebat lagi!
Pandangan mata Sianli Ku-koay berkilat-kilat memandang
pertempuran yang tengah berlangsung dengan serunya. Ia tahu,
bahwa A Lan tak dapat menandingi gadis itu. Tiba-tiba terlintas
sebuah pikiran yang membuat bibir nenek itu tersenyum girang.
Gadis ini, demikian lihay, belum lagi pemuda tampan yang berdiri
itu, belum ia tahu sampai di mana tingkat kepandaian pemuda itu,
kalau ia dapat menaklukkan orang-orang muda yang lihay ini dan
menjadi pembantunya, hemm, merupakan tenaga muda yang
boleh diandalkan, demikian Sianli Ku-koay berpikir.
Tiba-tiba Nenek ini berteriak kaget. Hampir saja ia mencelat
menyambar tubuh A Lan yang dengan entah dengan cara
bagaimana tahu-tahu A Lan terpental ke atas dan meluncur turun
dengan kepala di bawah pada saat itulah dengan gerakan kilat dan
aneh, pedang Biauw Eng menyambar membabat.
Hok Sun kaget sekali melihat gerakan ini, ia sudah bersiap-siap
hendak melerai kalau seandainya Biauw Eng menjatuhkan tangan
maut kepada gadis kerudung hitam. Akan tetapi, ia menarik napas
lega dan berganti dengan rasa kagum yang hebat, karena begitu
tubuh A Lan, meluncur dengan kepala ke bawah dan kaki di atas,
pada saat ia mendengar suara pedang berdesing menyambar
491 lehernya, dengan bentakan keras ke dua tangannya memukul
lawan Biauw Eng menyambut pukulan tangan lawannya itu dengan
dorongan tangan kiri. Pada saat itulah, dalam detik yang amat cepat A Lan meminjam
tenaga dorongan lawan untuk mencelat lagi ke atas, tubuhnya
membal ke udara, sementara pedang Biauw Eng luput dari
sasaran. Gemas sekali Biauw Eng, ia memburu, mengelebatkan
pedangnya waktu tubuh lawannya masih melayang di udara.
"Singg!!" suara pedang menyambar angin. Tubuh A Lan berpok-sai
tiga kali di udara dan hinggap di atas tiang penglari yang amat
tinggi itu! Biauw Eng memandang ke atas. Membentak keras: "Turun kau!"
"Ha ha ha, Sianli-Ku-koay tertawa nyaring, "A Lan kau turunlah, kau
telah kalah?"..!"
"Teecu belum kalah Nio-cu, biar teecu layani sekali lagi gadis
dusun ini!" A Lan mengelebatkan pedangnya.
"A Lan, turun kau!" nenek Sianli Ku-koay memerintah.
"Niocu....... kau mundur....... biar Jie-wi Lokay menghadapi pemuda
tampan, Eh, A Hok dan A Pin kau hadapilah pemuda itu!"
Kedua pengenais baju kembang yang disebut Ji-wie Lokay,
bangkit dan menjura kepada Sianli Ku-koay. A Hok berkata dengan
suara sember: "Kami bersiap sedia melayani pemuda ini?""
492 "Majulah!" Si nenek Sianli Ku-koay memerintah.
Hok Sun tak mengerti. "Apa-apaan ini, mengapa aku dan Biauw
Eng diuji seperti ayam jagoan" Apa maksud si nenek ini?" pikir Hok
Sun heran memandang nenek di depannya!"
"Ha ha ha, orang muda. Kau berkenan mengunjungi Hwa-ie-kaypang, memang penyambutan kami begitu. Setiap orang luar yang
datang ia harus diuji, barang siapa yang kalah oleh orang-orangku
yang kutunjuk sebagai penguji, ia itu harus mati! Akan tetapi jika
kalian menangkan orang-orangku, kami akan menyambutmu
sebagai tamu kehormatan. Kulihat kau bukan pemuda lemah?"
cobalah hadapi ke dua orang-orangku ini!"
Hok Sun maju selangkah menjura dengan sikap hormat.
"Niocu?"." Hok Sun ikut-ikutan memanggil nenek ini dengan
sebutan Nio-cu seperti yang ia dengar tadi: "Apa maksudmu"
Mengapa kau mengadu kami seperti jangkerik aduan" Kami tidak
ingin berkelahi Nio-cu."
"Akan tetapi kau harus menghadapi kedua lo-kay itu" Orang muda
apakah kau takut menghadapi kedua orang pengemis itu?" tanya
Sianli Ku-koay, menatap tajam.
Merah wajah Hok Sun dikata takut. Ia paling pantang untuk disebut
penakut. Seorang gagah, tidak mengenal kamus penakut di dalam
hatinya. Maka dengan gagah dan dengan dada sedikit agak membusung,
Hok Sun berkata: "Aku tidak takut dengan dua lokay itu, atau
493 dengan siapapun....... akan tetapi aku tidak sudi dijadikan binatang
aduan seperti jangkrik. Niocu....... sebaiknya kau biarkan kami
pergi!" "Ha ha ha, orang muda! Gagah juga perkataanmu. Akan tetapi
tidak segagah perbuatanmu. Engkau kutantang menghadapi
kedua orangku apakah kau tidak mau melayaninya" Apakah
kau....... hemm, kau bilang kau bukan pemuda penakut....... nah
hadapilah!" Biauw Eng membanting kakinya, membentak marah: "Nenek peot,
nggak tahu diri....... berani kau menantang Hok Sun biarlah aku
menghadapi dua jembel busuk ini!"
"Singg!" suara pedang itu terdengar ditarik oleh Biauw Eng.
"Eng-moay, jangan lancang!" Hok Sun mencegah.
Biauw Eng mendengus marah: "Sun-ko, mereka menantangmu,
mengapa kita harus mengalah?"
"Diamlah, Eng-moay....... biar aku yang menghadapi," Hok Sun
menyuruh gadis itu menyarungkan pedangnya. Biauw Eng
mengesut mundur ke belakang akan tetapi matanya berapi-api
memandang Sianli Ku-koay.
Dua orang kakek pengemis baju kembang yang dipanggil A Hok
dan A Pin telah mencabut pedangnya masing-masing. A Hok kakek
pengemis kurus tinggi, berjenggot putih menghampiri Hok Sun dan
menegur dengan nada mengejek, "Orang muda, mengapa kau
belum mencabut pedangmu, mau tunggu apalagi"
494 "Lokay, aku tidak ingin berkelahi....... akan tetapi engkau telah
menawanku dan membawa kami ke tempat ini, apakah aku hendak
dijadikan jangkerik aduan?" Hok Sun menggelengkan kepala,
tersenyum sinis. "Aku bukan jangkerik, juga bukan binatang aduan.
Kalau memang nenek itu hendak merasai tajamnya pedangku, biar
ia sendiri maju?""
Merah wajah nenek Sianli Ku-koay, ia memandang marah kepada
Hok Sun dan membentak kepada dua pembantunya: "Jie lokay.
jangan banyak ngobrol....... serang pemuda itu!"
"Nenek peot kau cerewet amat sih, kalau kau bernyali, sini turun,
biar aku yang membeset mulutmu yang jelek itu!" Biauw Eng
membentak marah. "Gadis binal, berani kau menghina Niocu" Makan ini!" A Lan yang
masih panas hatinya membentak dan mengirim serangan tusukan
pedang yang dahsyat. Biauw Eng menangkis, menggerakkan tangannya mendorong ke
muka sambil membentak: "Perempuan gila, mukamu ditutup-tutup
apakah wajahmu penuh keriput seperti si nenek itu, buka!"
Angin pukulan menyambar ke muka A Lan, akan tetapi dengan
cepat A Lan mengegoskan lehernya ke samping dan membalas
memukul, tak lama kemudian kedua gadis itu sudah bertempur lagi
dengan amat serunya. Kali ini ke duanya bertempur dengan amat
hebat dan masing-masing saling berlumba untuk cepat-cepat
menjatuhkan lawannya. Ke dua-duanya sudah sama-sama panas
hati dan penasaran!"
495 Sementara itu, Hok Sun juga terpaksa sudah mencabut pedangnya
didesak oleh Jie-wie-lokay (dua pengemis), terkejut bukan main ia
melihat betapa kedua orang kakek pengemis ini demikian lihai
permainan pedangnya. Diam-diam Hok Sun mengeluh,
"Celaka, ia telah memasuki sarang naga dan harimau, siapa tahu,
ia dibawa kesini menghadapi lawan-lawan yang tangguh. Baru saja
menghadapi dua pengemis baju kembang ini, ia sudah merasa
terdesak apalagi kalau sampai si Nenek itu turun tangan. Wah,
serba berabe. O ya, belum lagi dua orang gadis cantik yang berdiri
di kanan kiri si nenek, entah sampai dimana lagi kelihayannya!"
Akan tetapi ia mainkan pedangnya lebih hebat lagi.
Hok Sun tidak berani semberono, dan ia lalu mengeluarkan ilmu
pedang Hwie-hay-liong-kiam-sut bagian mempertahankan diri
yakni gerakan naga laut mandi di air. Gerakan ini amat kuat dan
merupakan benteng pertahanan yang sukar ditembusi oleh pedang
lawan, pedangnya berputar merupakan segumpalan sinar perak
yang melindungi dirinya. Akan tetapi biar bagaimana lihay, menghadapi kedua pedang di
tangan dua pengemis baju kembang ini, ia harus berlaku hati-hati
dan waspada. Ia sengaja belum mau membalas, memang ia
sengaja hendak mengukur sampai di mana tingkat lawan.
Bukan main kagum hati Sianli Ku-koay melihat kepandaian ilmu
pedang yang kuat dan mantap di tangan pemuda tampan itu,
melihat sepintas dia, tahu dia bahwa dua orang pengemis ini
setingkat kepandaiannya dengan pemuda itu! Akan tetapi diamdiam ia merasa sayang kepada pemuda tampan ini.
496 Memang inilah watak Sianli Ku-koay, meskipun wajahnya sudah
keriput dan usianya sudah mencapai limapuluh lebih, akan tetapi
melihat pemuda tampan ia masih tertarik dan bergairah, apalagi
melihat potongan pemuda itu, tubuh yang bidang kuat dan wajah
yang tampan....... diam-diam Nenek ini menelan air liurnya.
Semangat mudanya bergelora-gelora, berdebar-debar darahnya,
matanya berkilat penuh cinta dan napsu! Memang Sianli Ku-koay
ini, sejak gadisnya pun telah menjadi gadis berandal.
Entah berapa banyak lelaki yang telah menjadi korbannya. Dan
sampai menjadi nenek-nenek sekalipun, ia masih doyan bermain
cinta dan nafsu berahi! Di lain pihak, kedua pengemis baju kembang itu menjadi kagum
dan juga merasa penasaran menyaksikan kepandaian permainan
pedang yang kuat dari pemuda lawannya ini, maka A Hok, si
pengemis tua yang bertubuh kurus kering itu berseru keras dan
tiba-tiba ia menambahi serangan-serangan pedangnya dengan
pukulan kiri yang penuh hawa sin-kang.
Begitu kepalan tangan kirinya menyambar, Hok Sun merasakan
angin pukulan yang bergelombang menyambarnya. Terkejut sekali
ia merasakan hawa panas dari tangan kiri si kakek pengemis yang
memukulnya itu. Maka dengan mengandalkan gin-kangnya, ia mencelat ke sana ke
mari menghindarkan diri dari pukulan tangan kiri A Hok yang
bertubi-tubi, sedangkan si kakek pengemis baju kembang yang
dipanggil A Pin, sudah mengeluarkan sebuah cambuk hitam.
497 Dengan pedang dan cambuk di tangan A Pin, lama kelamaan
pemuda itu terdesak hebat, gerakannya mulai kacau dan lemah.
"Lokay....... jangan kau membunuh!" Sianli Ku-koay yang tiba
menjadi kuatir atas keselamatan pemuda itu berseru memperingati
dua pengemis yang tengah menerjang lawannya dengan hebat.
Tentu saja bagi kedua pengemis baju kembang ini, mereka sudah
dapat meraba kemana maksud tujuan Niocu nya yang
memperingatinya mereka tadi. Diam-diam mereka merasa tak
puas kepada wanita tua ini, yang mereka tahu nenek itu mata
keranjang! Akan tetapi tentu saja ketidak puasan hati mereka ini, tidak berani
diutarakan secara terang-terangan. Hanya mereka bertambah
ganas mainkan pedangnya, bertambah sengit karena hati yang
mendongkol! Sebetulnya, tak perlu lagi Hok Sun dikuatirkan, karena pemuda
yang memang sangat berlaku hati-hati ini telah maklum pula akan
kehebatan pedang lawan, maka tiba-tiba gerakan pedangnya
berubah dan dengan amat cepat luar biasa ia telah mainkan ilmu
pedang bagian menyerang yang disebut gerakan rajawali sakti
menyambar api. Sinar pedang berkelebat dan angin pukulan yang
datang dari tangan kiri pemuda itu bergerak-gerak menimbulkan
hawa panas. Angin pukulan yang panas ini, sekarang dapat menangkis dan
menolak kembali serangan-serangan pukulan tangan kiri A Hok,
sedangkan pedangnya yang bergerak cepat bagaikan rajawali
sakti menyambar di udara mendesak permainan cambuk di tangan
498 kiri pengemis baju kembang yang bernama A Pin itu, tentu saja
mengalami perobahan yang tidak disangka-sangka dahsyatnya ini.
A Pin berlaku waspada dan mainkan ilmu cambuknya lebih hebat
lagi, sehingga di ruang itu terdengar suara lecutan cambuk dan
pedang beradu, membuat api lilin bergoyang-goyang tersambar
lecutan cambuk. Tak terasa lagi si nenek Sianli Ku-koay berseru memuji:


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus!" Diam-diam nenek Sianli Ku-koay ini menjadi girang dan bangga
ternyata kepandaian pemuda itu lebih setingkat dari kepandaian
gabungan dua orang kakek pengemis baju kembang. Ia terus
memperhatikan jalannya pertempuran dengan wajah berseri-seri,
dilihatnya pedang Hok Sun bagaikan telah berubah menjadi seekor
rajawali sakti yang menyambar-nyambar dan menyemburkan
hawa panas dari mulutnya!
Namun, dua orang pengemis baju kembang inipun lihai sekali.
Biarpun kini ia terdesak hebat, namun berkat pengalaman dan
keuletan tenaga yang digabung menjadi satu, mereka ini
merupakan sebuah batu karang yang sukar sekali dirobohkan oleh
ombak dahsyat yang selalu datang menghempasnya bertubi-tubi!
Sungguh lawannya ini amat ulet dan keras!
Hampir seratus jurus, Hok Sun mengeluarkan jurus-jurus Hwiehay-liong-kiam-sut, akan tetapi belum juga ia dapat merobohkan
dua orang pengemis ini. Peluh diwajahnya bercucuran....... akan
tetapi ia terus mendesak dua pengemis baju kembang itu
mengeluarkan jurus-jurus simpanan!
499 Sianli Ku-koay maklum bahwa kalau dilanjutkan juga akhirnya ke
dua orang pengemis itu akan kalah, maka ia memikir lebih baik
dipisahkan saja sebelum kedua kakek itu roboh di tangan orang
muda yang gagah ini, maka bagaikan layang-layang putus talinya,
Sianli Ku-koay telah melompat dan dengan sekali mengangkat
tongkatnya........ tahu-tahu baik Hok Sun maupun ke dua orang
pengemis baju kembang sudah terlempar ke belakang tiga
langkah. Sambil bergebrak demikian si Nenek itu membentak,
"Cukup orang muda! Kepandaianmu cukup memenuhi syarat dan
mendatangkan kegembiraan dihatiku. Marilah kita bicara sebagai
seorang sahabat!" Hok Sun yang tadi dibuat kaget oleh gebrakan si Nenek yang telah
membuat pukulan tangan kirinya dan kuda-kudanya tergempur
hebat memandang kagum kepada Nenek ini. Lalu pandangannya
beralih ke arah Biauw Eng yang sedang seru-serunya melawan
nona kerudung hitam. Sianli Ku-koay juga menoleh. Begitu tangan kirinya mendorong ke
depan. Tahu-tahu dua orang gadis yang tengah bertempur itu
melayang jatuh terlempar tiga meter jauhnya dalam keadaan
masih berdiri. "A Lan, cukup! Mundurlah kau?"" kemudian Nenek ini menoleh
kepada Biauw Eng dan tersenyum manis: "Nona kepandaianmu
hebat dan mengagumkan hatiku".. sudahlah....... perselisihan kita
sampai di sini?"."
Biauw Eng tak berkata apa-apa. Ia menghampiri Hok Sun. Berdiri
sambil memegang pedang telanjang di samping pemuda itu.
500 Hok Sun menoleh dan berbisik, "Eng-moay masukkanlah
pedangmu!" "Hem?" Biauw Eng mengerutkan alisnya tak senang, akan tetapi
Hok Sun memberi isyarat dengan kedipan mata. Didengarnya si
Nenek sakti itu bertepuk tangan tiga kali.
Beberapa orang gadis cantik menghampiri berlutut, "Hamba siap
menanti perintah!" "Keluarkan hidangan, atur meja makan di ruang ini dan panggil
musik," dan sesudah berkata demikian si nenek itu menoleh
kepada Biauw Eng dan Hok Sun, "Jiwi-enghiong, silahkan duduk!"
Nenek itu berjalan menuju tempat duduknya dan tak lama
kemudian, gadis-gadis cantik dengan amat cekatan dan teratur
telah memasang meja bundar dan hidangan berupa makananmakanan yang lezat dikeluarkan, arak wangi dan musik membaur
di ruangan itu. "Jiwi enghiong, kalian mengagumkan hatiku. Ketahuilah bahwa
kami adalah persekutuan Hwa-ie-kay-pang, ketua kami sedang
ada urusan dengan seorang sahabat di Sian-li-pay".... dan aku
yang tua ini, disebut Sianli Ku-koay mewakili pangcu Hwa-ie-kaypang?""
"Ooo, jadi Niocu ini adalah wakil ketua Hwa-ie-kay-pang yang
lihai......." Hok Sun mengangguk-angguk, menenggak arak wangi.
"Akan tetapi bolehkan aku tahu, apakah itu Hwa-ie-kay-pang?"
501 "Ha ha ha, Cong-su ini mungkin baru terjun ke dunia kang-ouw
sehingga belum mengenal akan pergerakan Hwa-ie-kay-pang?" si
Gadis cantik yang duduk di sebelah kiri Sianli Ku-koay bertanya,
suaranya lantang dan merdu.
Biauw Eng menjadi melotot memandang gadis cantik itu. Ingin
sekali ia menggebrak meja dan memaki, akan tetapi Hok Sun, telah
mendahuluinya membuka suara.
"Kami memang masih hijau nona, maafkanlah!"
Si gadis tersenyum manis.
"Kau belum mendengar Hwa-ie-kay-pang?"
"Baru kali ini aku mendengarnya dan bertemu dengan para
locianpwee Hwa-ie-kay-pang yang gagah!"
"Hmm, tokoh-tokoh Hwa-ie-kay-pang di gedung sebelah kanan ini,
Cong-su. Hwa-ie-kay-pang mempunyai dua sayap, sayap pertama
adalah kami inilah Niocu, Jie-lokay dan beberapa bidadari dari
Sian-li-pay sedangkan sayap kiri adalah....... orang-orang gila yang
sudah miring otaknya dan tidak waras, akan tetapi mereka lihai,
pimpinan sepasang iblis gila yang disebut Jing-tok-siang-lomo,
sedangkan sayap tengah adalah Hwa-ie-kay-pang dipimpin oleh
pangcu Hwa-ie-kay-pang sendiri....... O ya, kalian berdua siapa
namamu?" "Aku Lim Hok Sun, dan ini kawanku Sie Biauw Eng......."
502 "Ooo, saudara Hok Sun dan Nona Biauw Eng," si gadis yang di
sebelah kiri tersenyum. "Namaku Hwa, dan dia itu yang di sebelah
kanan Niocu bernama Nio Nio, akan tetapi kami berdua dijuluki
Lam-hay-nio-nio" Hemm, ya, terus terang saja karena kami
tertarik akan kepandaian kalian yang amat hebat, maka kami
mengeluarkan tangan untuk mengikat persahabatan dengan
kalian. Ketahuilah bahwa Hwa-ie-kay-pang ini, luas sekali
pergerakannya, baik dalam gerakan politik dan sosial dan
keamanan kami menyelenggarakan banyak kegiatan"..."
"O ya?" "Seperti misalnya," menyambung Nio Nio yang duduk di sebelah
kanan si Nenek, pandangannya berkilat mengeluarkan kerling
tajam ke arah Hok Sun: "Pernah kalian mendengar tentang
bencana alam misalnya, wabah penyakit dan kelaparan di
sepanjang sungai Sin-kiang dan banjir besar di Tiongkok selatan?"
Hok Sun tertarik sekali. "Justru tadinya kami hendak ke Wu-nian dan melihat saudarasaudara yang kabarnya menderita kelaparan dan banyak yang
terserang penyakit. Hemm, siapa sangka kami bertemu dengan
tiga bajak laut yang menamakan dirinya Sam-hauw-huang-ho"
dan....... eh, akhirnya kami sampai disini."
"Kau berada di Wu-nian, Sun-tayhiap".. di gedung Hwa-ie-kaypang ini?"." Sianli Ku-koay menyelak sambil meneguk arak
wangi. Pandangan matanya menatap kagum ke arah pemuda di
depannya itu. 503 Hok Sun dan Biauw Eng terkejut bukan main, hampir berbareng
mereka berseru: "Apa.......?" Aku berada di Wu-nian?"?"
"He he he, kalian mungkin tidak menyadari ini?" karena Jie-lokay
membawamu pada malam hari.".. iya kan" Akh, mengapa kalian
terkejut, bukankah kalian hendak ke sini....... melihat-lihat saudara
yang terancam bahaya kelaparan dan penyakit.
"Besok kalau ji-wie enghiong ingin melihat-lihat, boleh"...
Kebetulan sekali Hwa-ie-kay-pang mendirikan sebuah panitia
khusus menanggulangi korban kelaparan dan bencana banjir. Oleh
karena itu".. kalau kalian tergerak untuk membantu tugas mulia
ini, kami sangat mengharapkan pertolongan ji-wie untuk membantu
pergerakan kami, tentu ji-wie setuju bukan?"
"Tentu saja aku setuju!" berkata Hok Sun.
Biauw Eng menoleh: "Sun-ko, kita harus selidiki dulu?".
mengapa kau mengambil keputusan secepat itu".. tidak! Aku
tidak ingin bergabung dengan Hwa-ie-kay-pang?".!"
"Eng-moay, jangan berkata begitu. Ingat bukankah rencana kita
juga hendak membantu pergerakan panitia penolong korban
kelaparan dan bencana alam, mengapa kita menolak?"
"Aku masih sangsi Sun-koko!"
"Ha ha ha"... memang benar Nona Biauw Eng sebelum
menyelidiki jangan dulu mengambil keputusan. Sun-tayhiap,
sekarang kau mengasolah"... Besok pagi-pagi boleh kau ikut
serta dengan panitia penanggulangan korban bahaya kelaparan
504 yang akan bertugas akan membagi-bagikan sumbangan dan
bahan makanan kepada penduduk di sepanjang sungai Sin-kiang.
Begitukan seharusnya, Nona Biauw Eng?" Sianli Ku-koay
tersenyum manis kepada Biauw Eng, akan tetapi pandangannya
berkilat tajam dan pada akhirnya mengeluarkan senyum mengejek.
"Niocu....... kami bersedia membantu pergerakan Hwa-ie-kaypang, apalagi dalam tugas mulia menolong sesama manusia, tentu
saja kami setuju....... akan tetapi bagaimana dengan kawan kami
yang satunya yang juga tertawan oleh seorang anggota Hwa-iekay-pang?"
"Tidak usah kuatir Sun-tayhiap".. tentu saja iapun akan
diperlakukan secara baik-baik oleh orang-orang kami, besok pagipagi tentu kau akan bertemu dengan dia"..," menyahut si gadis
yang duduk di sebelah kiri Sianli Ku-koay. Tersenyum memikat
kepada Hok Sun. Diam-diam panas hati Biauw Eng. Gadis-gadis di sini sungguh
berani dan genit, pikirnya memaki!
Akan tetapi ia diam saja. Menahan kemengkalan hatinya terhadap
orang-orang yang memuakkan baginya ini, Biauw Eng tidak
banyak bicara lagi. Ia mendengarkan saja si Nenek mengobrol ke
barat dan ke timur menceritakan pergerakan Hwa-ie-kay-pang
yang dipuji-pujikannya itu.
Sementara Hok Sun hanya mengangguk-anggukkan kepalanya
saja mendengarkan cerita si nenek yang menurut anggapannya
memang amat menarik dan hebat!
505 Betapa tidak" Kalau Hwa-ie-kay-pang adalah perkumpulan yang
luas dan banyak hubungan dengan tokoh-tokoh di dunia kang-ouw
dan merupakan perkumpulan sosial yang suka menolong rakyat
dengan mendirikan panitia korban banjir dan panitia korban
kelaparan yang mengancam penduduk di sepanjang sungai Sinkiang dan Tiongkok selatan, tentu saja ia bersedia dengan senang
hati membantu perkumpulan ini!
Apa lagi setelah didengarnya bahwa temannya yang tadi siang
baru dikenalnya itu, katanya diperlakukan secara baik-baik oleh
orang-orang Hwa-ie-kay-pang di gedung yang agak terpisah. Lega
hati Hok Sun! Lain lagi dengan Biauw Eng, gadis ini bertambah mendongkol akan
kegenitan gadis-gadis di Hwa-ie-kay-pang sayap kanan. Apa lagi,
setelah gadis-gadis kerudung hitam membuka kerudungnya.
Alangkah cantik dan manis.
Entah mengapa hati Sie Biauw Eng menjadi panas dan tidak
senang apalagi kepada si nenek waktu mempersilahkan mereka
istirahat, pernah nenek itu berkata, "Sun-tayhiap, silahkan istirahat
di kamar yang telah disediakan?"."
Begitu dara-dara cantik mengantarkan mereka ke kamar, Hok Sun
berkata kepada gadis yang mengantar, "Nona, kami minta dua
kamar saja, satu untukku dan yang lainnya untuk temanku
ini?".!" "Maaf tayhiap, Niocu hanya memberikan sebuah kamar untuk
kalian berdua".. silahkan masuk".."
506 "Tidak?" tak sudi aku, kalau si nenek nggak menyediakan tempat
untukku, biarlah aku tidak sudi bermalam di tempat ini". biar aku
mencari rumah penginapan"." sahut Bianw Eng mendongkol.
Pandangan matanya melongok ke dalam kamar, sebuah tempat
tidur yang sudah terhias rapih dan indah, bersepray putih bersih,
dari dalam kamar terhendus olehnya hio wangi yang menebarkan
harum semerbak, harum yang merangsang hidung. Hok Sun juga
heran sekali melihat kamar yang begini indah dan wangi seperti
kamar pengantin saja layaknya.
"Betul kata temanku ini, nona".. biarlah kalau kau tidak
berkeberatan, kami minta kamar yang terpisah".." berkata Hok
Sun. "Ooo, maksud kalian tidurnya dipisahkan, begitu?"
Hok Sun mengangguk. Si gadis tertawa genit, mengerling memikat kepada Hok Sun:
"Menyesal sekali tayhiap, Niocu hanya menyediakan kamar ini
untuk kalian"... kami tak berani bertindak lancang!"
"Hemm, beginikah kalian menyambut seorang tamu" Kalau
keberatan menyediakan kamar, mengapa mengundang kami. Sunko muak aku melihat tata cara di Hwa-ie-kay-pang yang gila ini,
mari kita pergi"..!"
Biauw Eng yang berwatak keras hati itu membalikkan tubuhnya
dan berjalan cepat. Akan tetapi sekali mengenjotkan tubuh,
seorang gadis Hwa-ie-kay-pang sudah berdiri di depan Biauw Eng.
507 "Lihiap?". harap tidak pergi".." katanya.
Biauw Eng mencabut pedangnya.
"Kau mau apa?" Hok Sun cepat menghampiri gadis temannya yang sudah
mencabut pedang ini dan berkata: "Eng-moay, tahan!"
Pada saat itu mendatangi Sianli Ku-koay.
"A Hwa, sudah kau sediakan tempat untuk tamu kita".. eh
mengapa kalian?" si Nenek Sianli Ku-koay bertanya.
"Niocu, gadis binal ini nggak mau bermalam di kamar itu, minta
dipisahkan kamarnya......." A Hwa melapor.
Sianli Ku-koay menatap Biauw Eng tajam kemudian ia tersenyum.
"Nona Biauw Eng, maafkan kami".. kalau kau hendak tidur lain
kamar biar kusuruh orangku untuk menyediakan kamar lain
untukmu." Akan tetapi Biauw Eng tidak menyahut. Merengutkan mukanya
sambil memasukkan pedangnya kembali ke sarung.
"Tayhiap, maafkan kekeliruanku....... kukira kalian ini sudah
menjadi suami isteri, hemm, nggak tahunya masih pacaran saja
ya" Maaf, maaf?".."
508 Merah muka Hok Sun dan Biauw Eng mendengar perkataan si
nenek ini, apa lagi kerling itu menyambar genit memberi arti,
bertambah panas hati Biauw Eng. Ingin sekali menurut hatinya
gadis itu menerjang maju, mengamuki gadis-gadis genit di Hwa-iekay-pang ini, akan tetapi....... ia menahan kemarahan yang hendak
meledak itu dan berjalan mengikuti si Nenek ke kamar lain yang
khusus disediakan untuknya!
Akan tetapi, betapa terkejutnya Biauw Eng ketika begitu memasuki
kamar yang terhendus hio wangi yang menyesakkan hidungnya,
tiba-tiba dirasakannya kepalanya pening bukan main, dan ia
menggeletak pingsan, di atas sprey putih bersih yang berkasur
empuk itu. Bersamaan dengan itu terdengar suara tertawa genit
dari gadis Sian-li-pay, menyingkap paha Biauw Eng dan
menusukan jarum yang berwarna hitam pada paha itu?"
Di kamar lain, terjadi kejadian yang sama. Begitu tidak lama Hok
Sun memasuki kamar yang mengeluarkan bau harum dari hio
wangi. Tiba-tiba dirasakannya kepalanya pening dan terasa amat
ngantuk pada kelopak matanya, rasa ingin tidur yang hebat
membuat pemuda itu merebahkan dirinya di pembaringan dan


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak tahu lagi apa yang terjadi pada dirinya!
<> Bagaimana dengan Nyuk In" Benarkah ia diperlakukan baik-baik
seperti kata Sianli Ku-koay kepada Hok Sun dan Biauw Eng.
Tentu saja kedua orang muda itu tidak mengetahui apa yang terjadi
pada diri Nyuk In di gedung sebelah kiri, gedung ini agak jauh
terpisah dari gedung-gedung yang lain. Dihuni oleh sepasang iblis
509 gila yang terkenal dengan julukan Jing-tok-siang-lomo, A Thiong
dan A Mey. Kedua Iblis yang berkepandaian lihai ini ternyata dapat ditawan
oleh pangcu Hwa-ie-kay-pang dan karena pengaruh racun hitam
yang ditusukkan ke paha ke dua iblis ini melalui sebuah tusukan
jarum, keruan saja sepasang Iblis jadi bertambah hilang
ingatannya dan menjadi penurut yang taat atas perintah ketua
Hwa-ie-kay-pang. Orang-orang Hwa-ie-kay-pang membangun gedung di sebelah kiri
dan menculik pemuda-pemuda laki-laki gagah untuk diracuni
otaknya sehingga merusak ingatan mereka menjadi gila seperti
sepasang Iblis Gila Jin-tok-siang-lomo ini!
Tak heran begitu Nyuk In, dibawa ke gedung yang semuanya terdiri
dari orang-orang gila ini, ia menjadi barang permainan laki-laki
kasar gila, anak buah Jin-tok-siang-lomo, akan tetapi gadis itu
sudah sadar, meskipun sudah terluka dan tubuhnya masih terasa
lemah, ia masih gesit dan dapat menghindarkan diri dari sergapan
dan tangkapan-tangkapan kasar dari anak buah Sepasang Iblis
gila Jin-tok-siang-lomo. Untungnya, kakek pengemis Hwa-ie-kay-pang ini memesan
kepada Nenek dan kakek gila untuk tidak mengganggunya,
sehingga begitu si nenek A Mey dan si Kakek A Thiong muncul, tak
berani lagi orang-orang gila itu mengganggu Nyuk In.......
Nyuk In dimasukkan ke dalam kerangkeng.
510 Sementara anak buah Jing-tok-siang-lomo menari-nari seperti
monyet yang mengagumi barang permainan yang menarik dan
aneh! Melihat orang-orang ini bertingkah kegila-gilaan, diam-diam Nyuk
In merasa kasihan sekali kepada orang-orang gila ini, anehnya
meskipun mereka tertawa-tertawa girang, akan tetapi dari pelupuk
matanya mengalir air mata yang menetes-netes dan sinar mata
mereka nampaknya kuyu dan penuh penderitaan.
Sementara orang-orang gila itu menari-nari di luar kerangkeng,
Nyuk In meramkan matanya. Bersemedi untuk menyembuhkan
racun hijau yang menjalar pada kakinya. Mengerahkan tenaga sinkang dan mencari kesempatan untuk keluar dari dunia orang gila
ini! "Y" 14 Beberapa tahun yang lalu daerah Tiongkok selatan terserang
bencana alam yang cukup hebat. Musim kemarau amat panjang,
untuk berbulan-bulan tak setetespun air yang membasahi bumi,
sehingga sungai-sungai besar mengalami kekeringan dan
membawa bibit-bibit penyakit menular yang menjangkiti penduduk.
Sawah-sawah pada kering merekah dan retak-retak karena panas
yang membakarnya dan semua sumur menjadi kering. Karena
sungai-sungaipun menjadi kering dan ikan-ikan yang mati hingga
penderitaan rakyat bukan main hebatnya. Semua tanaman
511 mengering dan layu, sawah-sawah menjadi tandus dan merupakan
lautan tanah gersang yang tak dapat ditumbuhi tetanaman lagi.
Rakyat kecil, terutama golongan kaum tani menjerit-jerit
mengharapkan datangnya hujan. Akan tetapi sampai berbulanbulan itu hujan belum juga turun. Udara bukan main panasnya.
Rakyat di daerah selatan menjerit-jerit karena persediaan bahan
makanan semakin menipis, terutama sekali kesengsaraan ini
terasa benar bagi rakyat kecil, rakyat yang tak mampu untuk
menampung gandum, sedangkan hari demi hari terasa benar
bahaya kelaparan mengancam penduduk. Terutama rakyat
pinggiran, para petani dan orang-orang miskin yang tak mampu
lagi untuk membeli beras yang bukan saja sukar didapat,
melainkan seandainya ada, harganya pun mencekek leher. Tak
terjangkau oleh rakyat kecil!
Bibir-bibir manusia mengering dan bibir merekah pecah-pecah.
Mata menjadi merah karena terlalu banyak menangis dan karena
hawa terlampau panas seperti dibakar. Hewan ternak banyak yang
mati kepanasan dan kehausan. Tubuh-tubuh manusia dan hewan
menjadi kurus kering kekurangan makan, hari demi hari berjatuhan
korban-korban yang mati kelaparan!
Doa-doa dinaikkan dari bibir-bibir yang kering merekah, dari jiwa
yang haus dan lapar. Penduduk dusun bersembahyang siang
malam memohon datangnya hujan. Dan pada saat yang amat
genting, hujanpun datanglah.
Jutaan manusia menyambut datangnya hujan pertama ini, mereka
berlari lari ke halaman rumahnya menengadah kelangit
512 mengucapkan syukur kepada Tuhan. Menadahi kedua tangan
menghirup air hujan yang membawa harapan bagi jiwa-jiwa yang
lapar dan berdahaga. Para petani mulai berseri-seri wajahnya menampakkan harapanharapan di dada sambil menyeret cangkul dan arit kembali ke
sawah, menggiring kerbau-kerbau mereka yang nampak sudah
kurus kering dan lemah, akan tetapi binatang-binatang inipun
seakan-akan merasa suka cita yang besar untuk turut gembira
berjalan sambil mengibas-ngibaskan ekornya dan menguak
panjang! Menjejak-jejakkan kakinya pada tanah yang mulai berair
dan berlumpur! Akan tetapi. Ya, ampun"...!
Hujan tak juga mau berhenti. Berhari-hari hujan turun tak hentihentinya, bertambah lebat. Mengamuk, dan menyeret apa saja
yang tergenang dalam banjir. Rumah-rumah pondok para petani
habis disapu angin hujan yang semakin menggila.
Air sungai Sin-kiang meluap, membanjir ke sawah-sawah,
memasuki rumah-rumah pondok, menenggelamkan segala apa
yang dapat diseret hanyut. Tak perduli ia itu manusia ataupun
binatang, ataupun pondok-pondok, semuanya dihanyutkan!
Mayat manusia mengapung dimana-mana, tersangkut pada
tempat-tempat yang amat tinggi, menggeletak di dalam gubukgubuk yang tidak terseret banjir?".
Amukan alam yang memperlihatkan kekuasaannya ini terasa
sekali oleh penduduk sekitar kota Wu-nian, dusun-dusun di sekitar
513 itu, terancam bahaya kelaparan yang mau tidak mau menarik
perhatian pemerintah pusat. Mendengar laporan ini, Hong-siang
(kaisar) mengirimkan sumbangan-sumbangan berupa uang dan
bahan makanan. Para hartawan yang berhati dermawan
mengirimkan sumbangan-sumbangan mereka melalui kota Wunian.
Akan tetapi, sayang seribu kali sayang, alamat yang kirim dari
orang-orang dermawan di kotaraja tidak menuju sasaran yang
tepat! Sumbangan itu nyasar ke alamat yang lain, masuk kantong
panitia-panitia yang berkedok sebagai panitia korban banjir,
semakin menipis, semakin tersangkut sumbangan itu dan baru
sebagian kecil itu, sampai ke dusun-dusun, itupun tidak dapat
berbuat banyak! Apa lagi belum lama berselang ini, beberapa bulan yang lalu
muncul perkumpulan pengemis baju kembang yang menamakan
dirinya perkumpulan Hwa-ie-kay-pang. Mendirikan gedung yang
besar dan megah. Perkumpulan inilah yang menampung sumbangan-sumbangan
yang datang dari kotaraja! Dan perkumpulan Hwa-ie-kay-pang
inilah yang menjadi panitia Korban Banjir, mengerahkan para
pengemis meminta sumbangan kepada penduduk kota.
Dan tak lama kemudian muncul lagi gadis-gadis kerudung hitam
dari Sian-li-pay yang katanya mendukung Hwa-ie-kay-pang ini.
Sudah barang tentu kota Wu-nian menjadi ramai dan pusat
kegiatan budaya dan sosial!
514 Bantuan pemerintah berupa sumbangan-sumbangan korban banjir
terus mengalir dan belum lama ini, dikabarkan Kaisar mengirim
limaribu tail emas untuk korban banjir! Hem, suatu perbuatan yang
mulia dan patut dipuji. Manusia-manusia di luar daerah korban
banjir menarik napas lega, mengharapkan bahwa saudarasaudaranya di daerah bencana banjir itu dapat ditanggulangi!
Pada suatu hari, tatkala matahari sudah naik tinggi dan
menyinarkan cahayanya di atas kepala, di luar pintu gerbang kota
berjalan dua orang muda memasuki pintu gerbang Wu-nian, akan
tetapi sampai di pintu gerbang itu, mereka dihadang oleh dua orang
kakek pengemis yang berpakaian tambal-tambalan dan warna
bajunya berkembang-kembang, sepasang kaki mereka telanjang
dan tidak memakai sepatu. Dengan membongkokkan diri kedua
pengemis itu mengangsurkan kaleng yang bertulisan:
"Sumbangan Untuk Korban Banjir!"
Keruan saja membaca tulisan ini, tergerak hati kedua orang muda
itu dan mereka merogoh saku dan mengeluarkan dua tail perak,
mencepluskan ke dalam kaleng yang diberi lubang kecil di atasnya.
Akan tetapi alangkah heran hati ke dua orang muda itu, ketika
setelah seorang ngemis berkata dengan nada yang kasar dan
tertawa mengejek: "Ha! Masa menyumbang hanya dua tail perak,
apakah artinya?" Kedua orang muda itu, yang tak lain adalah Kong Hwat dan Ho
Siang berpandangan, tiba-tiba Ho Siang tersenyum dan merogoh
lagi sakunya mengeluarkan setail perak, dimasukkan lagi ke dalam
kaleng sumbangan. 515 "Orang muda, kau rupanya bukan penduduk kota Wu-nian ya"
Hemm, kalau ingin masuk....... tambahlah kaleng sumbang ini
dengan limapuluh tail emas lagi".. he he he!" berkata kakek
pengemis baju kembang yang tinggi kurus, dan rambutnya yang
masih hitam itu riap-riapan ke pundak tidak tersisir rapih, kedua
kakinya juga telanjang hingga ia nampak seperti seorang
pengemis jembel. Sambil menimang-nimang uang satu tail itu si kakek mengekeh,
mengepalkan tangannya yang memegang uang logam satu tail itu
dan begitu tangan si kakek pengemis dibuka, nampak uang logam
itu sudah hancur berkeping-keping menjadi lima potong.
"Ee he he he, tambahi lagilah lima tail lagi?".!!"
Melihat cara kakek ini meminta sumbangan dengan cara yang tidak
sedap ini, Kong Hwat menjadi marah dan menyindir ketus: "Orang
menyumbang harus berdasarkan hati rela dan suka, sama sekali
tidak diharuskan menentukan besarnya sumbangan biar
menyumbang sedikit asal memberinya dengan senang hati dan
ikhlas, seharusnya diterima dengan baik! Mana ada aturan minta
sumbangan dengan secara paksa?"
Si kakek pengemis yang bertubuh kurus itu menjadi marah dan
balas membentak: "Orang muda, jangan kau berkata lancang ya!
Apakah kau tidak mengenal Hwa-ie-kay-pang?"
Kong Hwat menggelengkan kepala. Tertawa lebar.
"Aku tidak mengenal dengan segala macam pengemis, yang
kutahu seorang pengemis hanya meminta dan memohon dengan
516 cara halus, sehingga menggerakan hati orang untuk menaruh
belas kasihan kepadanya dan memberi sedikit uang. Kau ini
pengemis macam apa, pakaianmu belentang belentong, lagakmu
seperti perampok?". menyesal aku telah mengeluarkan uang
dua tail itu." "Orang muda, karena kau orang baru bukan penduduk kota ini, aku
mengampunimu asalkan kau berlutut dan menyembah padaku tiga
kali, hayo berlutut!" Si kakek pengemis baju kembang yang
bertubuh kurus itu menggerakan tangannya menekan pundak
Kong Hwat. Akan tetapi alangkah herannya dia ketika merasa tangannya
membentur benda yang lunak seperti kapas, tiba-tiba entah
bagaimana caranya tahu-tahu tubuhnya menjadi kaku seperti
patung. Berdiam setengah membongkok dalam keadaan tangan
kanan melonjor ke depan yang tadi menekan pundak Kong Hwat.
Melihat temannya sudah tertotok menjadi kaku seperti patung
hidup, pengemis yang satunya, yang bertubuh pendek kate
menjadi marah dan tahulah ia bahwa dua orang muda ini tentu
mempunyai kepandaian silat, maka tanpa sungkan-sungkan lagi
pengemis pendek itu sudah menerjang maju menggerakan
tongkatnya yang tadi dipakainya untuk menunjang tubuhnya yang
pendek itu. Serangan kakek ini kuat dan lihay, akan tetapi begitu Kong Hwat
bergerak yang kedua kali, seperti temannya tadi, pengemis pendek
inipun telah tertotok dalam keadaan seperti orang menyerang,
cepat pemuda itu membawa kedua orang itu ke depan pintu
517 gerbang kota dan ditaruh di kanan kiri pintu gerbang seperti sebuah
patung. Keruan saja melihat kejadian ini, penduduk kota yang menonton
menjadi heran dan terkejut. Akan tetapi diam-diam mereka senang
juga melihat ke dua pengemis yang sombong dan suka memaksa
orang meminta sumbangan itu kini dipermainkan oleh ke dua orang
muda yang tak mereka kenal!
Setelah merobohkan kedua orang pengemis baju kembang itu dan
meletakkan ke duanya di depan pintu gerbang kota, Ho Siang
bertanya kepada seorang penduduk kota yang tengah
memandangnya kagum. "Lopek". numpang tanya ya?" ke dua orang pengemis itu
siapakah dan apakah mereka itu ditugaskan oleh panitia korban
banjir untuk meminta sumbangan?"
"Tayhiap, kagum sekali hati kami melihat kalian berdua yang masih
begini muda akan tetapi berkepandaian hebat. Ketahuilah bahwa
kedua kakek pengemis itu adalah anggota Hwa-ie-kay-pang yang
terkenal di kota ini. Semua sumbangan-sumbangan korban banjir
ditampung oleh perkumpulan ini.
"Sekarang, hanya Hwa-ie-kay-pang yang berhak meminta
sumbangan untuk korbar banjir....... akan tetapi......." Kakek itu
berhenti bercerita dan dengan pelan ia berbisik: "Orang-orang
Hwa-ie-kay-pang tidak adil tayhiap, mereka sering meminta
sumbangan dengan paksa dan menentukan jumlah sumbangan
yang besar." 518 "Ooo".." Ho Siang dan Kong Hwat saling berpandangan.
"Terimakasih lopek," Ho Siang dan Kong Hwat menjura kepada
orang tua yang memberi keterangan, lantas keduanya dengan
cepat memasuki kota Wu-nian dan tak lama kemudian tampak Ho
Siang dan Kong Hwat sudah memasuki sebuah rumah makan yang
cukup besar dan terkenal!
Akan tetapi, kembali kedua orang muda itu dibuat heran karena
begitu mereka masuk, nampak dua orang gadis kerudung hitam
menghampiri dan menyodorkan kaleng sumbangan untuk korban
banjir. "Kongcu, mohon sumbangan," suara gadis dari balik kerudung
sutera hitam itu terdengar merdu dan nyaring.
Kong Hwat menoleh, dan apabila pandangan mereka terbentur
kepada muka yang tertutup sutera hitam, baik Ho Siang maupun


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kong Hwat menjadi terheran. Teringat mereka akan gadis-gadis
yang pernah ditemuinya di Pulau Bidadari, hemm, apakah gadisgadis inipun dari Sian-li-pay"
"Kongcu".. sumbanglah sekedarnya," gadis kerudung hitam itu
berkata lagi. Kong Hwat mengeluarkan uang satu tail, diceploskan
ke dalam kaleng sumbangan.
"Kongcu"... tambahilah, masa setail?"
"Loh, kau kan tadi minta sumbangan untuk sekedarnya, mengapa
dikasih setail enggak mau. Orang menyumbang menurut
519 keikhlasan hati dan kekuatan kantong. Kau kira aku hartawan yang
banyak duit, sudah setail saja!"
"Kongcu, paling sedikit orang harus menyumbang limapuluh tail.
Kalau nggak gablek duit mengapa kau sok cukong menyumbangnyumbang segala, huu, lagaknya saja?" keren, kantongnya
kempes!" Gadis kerudung itu menggerutu dan keluar lagi dari
rumah makan. Merah muka Kong Hwat dikatai sok cukong oleh si gadis, kalau
saja tidak buru-buru Ho Siang mencegah, tentu ia akan
mendamprat gadis itu lagi.
"Hwat lote, gadis tadi berkerudung hitam".. apakah ia juga anak
buah Sian-li-pay?" "Mungkin juga twako, menurut sepanjang pendengaranku gadisgadis Sian-li-pay itu selalu tertutup mukanya....... ahh, mungkinkah
Sian-li-pay beroperasi hingga sampai ke tempat ini?"
Ho Siang tak menyahut. Seorang pelayan mendatangi sambil
memberikan daftar makanan yang tersedia. Diterima oleh Ho
Siang dan memesan beberapa macam masakan.
"Hwat lote, kau bilang mengenai sumbangan Kaisar itu....... kau
titipkan kepada panitia korban banjir manakah?"
"O ya, justru sekarang kepingin kuselidiki. Pernah beberapa hari
yang lalu kuberitahu kepada salah seorang panitia, akan tetapi,
bukan Hwa-ie-kay-pang itu?"."
520 "Panitia yang mana?"
"Panitia tempo hari itu dipimpin oleh Wu-nian-sam-eng (Tiga
Pendekar Wu-nian) akan tetapi heran?"! Mengapa sekarang
Hwa-ie-kay-pang yang menguasainya" Twako, nanti kita ke jalan
Naga, aku masih ingat rumah panitia itu."
Seorang pelayan membawakan masakan yang tadi dipesan.
"Boleh, setelah kita makan. Kita jalan-jalan sebentar. Hwa-ie-kaypang harus kita selidiki. O ya, Hwat-lote kau hendak menemui Wunian-sam-eng itu?"
"Ya, aku harus menanyakan tentang sumbangan Kaisar tempo hari
kutitipkan padanya. Mari kita makan cepat-cepat, nanti kita ke jalan
Naga"..," sambil berkata demikian Kong Hwat makan tanpa
berkata-kata lagi. Ho Siang juga meraih mangkok dan mengisi sedikit nasi dan
menyendok masakan Tung-wang yang terkenal itu. Asap seakan
membaur sedap melaparkan isi perutnya yang sejak sedari pagi ini
belum menerima makanan apa-apa.
Kong Hwat banyak sekali makan.
Memang pemuda itu paling banyak makan, apalagi menghadapi
masakan yang lezat ini. Rasanya baru kali ini ia merasakannya
masakan yang benar-benar lezat.
Tentu saja baginya selama mengikuti suhunya, Koay Lojin, ia
hanya selalu tiap hari dihadapkan dengan masakan-masakan
521 sederhana, dan ikan-ikan laut melulu hasil suhunya memancing.
Jarang sekali suhunya membawa dia makan di rumah makan,
biasanya ia makan hanya dengan ikan hasil tangkapan atau palingpaling dengan sayur-sayuran yang dimasak suhunya dengan amat
sederhana sekali. Sebentar itu pula pemuda itu sudah
menghabiskan tiga mangkok nasi putih dan sayur cap-cay yang
amat lezat bagi lidahnya itu!
Melihat temannya makan dengan gembul dan bernafsu, Ho Siang
tertawa lebar sambil manawari makanan, "Hwat Lote, biar kupesan
masakan lagi!" Kong Hwat menggeleng-gelengkan kepala dan menghabisi
makanan di mangkuk yang dipegang seraya katanya, "Wa, wa, wa,
cukup twako, jangan ditambah lagi, bisa meleduk perutku
kekenyangan makan!" "Tak apa lote, kalau kau masih lapar pesan saja?"
"Sudah, sudah kenyang perutku. Perutku sampai membuncit
begini....... he he he he, memang enak sekali ya makan di
restoran." Kong Hwat menepuk perutnya yang buncit kekenyangan
makan. Ho Siang berdiri, berjalan menuju tempat pembayaran makanan
dan mengeluarkan uang. Sekembalinya, Kong Hwat sudah
menanti di depan sambil memegangi perutnya yang terasa mulas.
"Eh, kenapa kau pegangi perutmu?" datang-datang Ho Siang
bertanya sambil tertawa menggoda: "Kekenyangan makan?"
522 "Wah, saking banyaknya aku gado ikan tung-kwang, sehingga
perutku sakit dan". ssstt, rasanya kepingin buang air besar......."
Kong Hwat meringis, menahan pada perutnya yang terasa mulas.
Kalau memang perlu dibuang, buanglah!"
"Akan tetapi dimana?"
Tentu saja di We Ce, hayo....... kau permisi kepada rumah makan
itu?" jangan-jangan nanti kau berak di jalan".. berabe!"
"Kau tunggu, ya!"
Kong Hwat setengah berlari masuk ke dalam rumah makan.
Ho Siang menunggu di luar sambil melihat-lihat orang-orang
berlalu di jalan. Amat ramai sekali siang hari itu, orang-orang yang
lalu-lalang di depan rumah makan ini.
Tiba-tiba, serombongan orang-orang berkuda lewat di depan
rumah makan dan Ho Siang melihat perajurit kerajaan berjalan
berbaris dengan amat rapih, sedangkan barisan di depan. Orangorang yang di pinggir jalan berhenti memandang barisan perajurit
dari kotaraja. Nampak penunggang kuda yang di tengah adalah
seorang jenderal setengah tua dengan diapit oleh dua orang wanita
tua dan seorang hwesio tua muka hitam dengan jubah berwarna
kuning. Inilah rombongan Bong Bong Sianjin atau yang terkenal dengan
sebutan Bong-goanswe dan Hok Losu, bersama Nenek Kepalan
Dewa Tanpa Tandingan yang terkenal dari Sian-li-pay, sedangkan
523 nenek yang satu lagi adalah Sianli Ku-koay yang menjemput
datangnya tamu-tamu agung yang mereka hormati.
Nampak di antara rombongan itu seorang lelaki tua berusia
empatpuluh tahun, akan tetapi nampak sudah amat tua lagi dengan
tubuhnya yang kurus kering seperti tinggal tulang terbungkus kulit.
Orang inilah Pay-cu Hek-lian-pay yang bernama Hek-sin-tung Paycu Teng Kiat.
Berjalan dengan pandangan menghina menyapu orang-orang
yang terdiri di pinggir jalan memandang rombongan yang lewat ini.
Dan di belakang barisan berkuda, nampak gerobak barang yang
didorong oleh perajurit-perajurit kerajaan. Hadir juga disitu, Oey
Goan si Cambuk sakti yang mengepalai barisannya!
Melihat rombongan yang terdiri dari tokoh-tokoh yang sebagian
besar memang sudah dikenalnya, tertarik sekali hati Ho Siang dan
diam-diam ia membututi rombongan itu. Sebelumnya ia
meninggalkan sepucuk surat untuk Kong Hwat yang sedang buang
air, dan dititipkan kepada pelayan rumah makan.
Akan tetapi betapa terkejut hati Ho Siang. Begitu rombongan dari
Kotaraja itu masuk ke sebuah gedung yang dan bercat merah,
nampak tiga komplek bangunan yang besar-besar itu. Tiba-tiba
pintu gerbang yang bertulisan,
Hwa-ie-kay-pang itu tertutup tidak diperbolehkan seorangpun yang diijinkan masuk.
Dengan hati penuh bertambah curiga Ho Siang kembali ke rumah
524 makan yang tadi dan bertanya kepada seorang pelayan yang
dititipkan surat untuk Kong Hwat.
"Lopek, apakah temanku itu sudah pergi?"
"Sudah sejak tadi. Surat kongcu sudah saya berikan kepadanya.
Katanya ia hendak ke jalan naga?"."
"Di mana letaknya jalan naga itu, lopek?"
"Itu"...!" si pelayan menunjuk ke samping kiri, "Tiga belokan dari
sana itu, kongcu akan menemukan jalan Naga, wah?". jalan
naga itu panjang sekali kongcu".. eh, hendak mencari siapakah
kau di sana?" "Temanku itu katanya hendak menemui Wu-nian-sam-eng,
kenalkah kau kepada tiga orang pendekar dari Wu-nian itu?"
"Wu-nian-sam-eng, tentu saja semua orang kenal kepada mereka.
Tiga orang gagah yang tadinya menjadi panitia Korban banjir.......
akan tetapi....... kabarnya, tiga orang gagah itu juga dapat diperalat
oleh Hwa-ie-kay-pang....... kongcu, sekarang yang berkuasa di sini
adalah Hwa-ie-kay-pang?"" kakek pelayan itu berkata setengah
berbisik. Ia hendak berkata lagi, akan tetapi didengarnya pemilik
rumah makan itu memanggilnya dengan panggilan keras dan
nyaring: "A Sammm"...! Banyak tamu, mengapa kau mengobrol" Hayo
layani tamu, angkat mangkuk-mangkuk itu, bawa ke belakang,
kembali membawa arak Hang-ciu dan daging dendeng sapi.......
cepat!" 525 "Baik loya....... baik?"!" si pelayan menyahut takut dan menoleh
kepada Ho Siang, "Kongcu, maafkan....... saja banyak kerja!"
"Terimakasih lopek!"
Ho Siang keluar dari rumah makan itu.
Ia berjalan menuju ke jalan Naga. Akan tetapi tak didapati Kong
Hwat di jalan itu. Sedangkan Wu-nian-sam-eng, tidak berada di
tempat itu, mungkin di gedung Hwa-ie-kay-pang!
Ho Siang berdiri di depan pintu gerbang gedung Hwa-ie-kay-pang.
Ingin sekali ia menerobos masuk, akan tetapi ia tahu bahwa kalau
terlihat oleh anggota-anggota Hwa-ie-kay-pang akan tindakannya
ini, tentu ia akan dicurigai.
Maka jalan satu-satunya, menanti datangnya malam. Pada waktu
malam ia akan leluasa bergerak. Berpikir demikian, ia
meninggalkan gedung Hwa-ie-kay-pang yang kelihatannya angker
dan megah itu! Ia berjalan-jalan di sepanjang jalan di Kota Wu-nian sambil
bertanya-tanya kepada penduduk. Akan tetapi ia menjadi kecewa,
karena tidak banyak penduduk yang mau bercerita banyak tentang
Hwa-ie-kay-pang itu! Hanya mereka mengatakan bahwa, sejak Hwa-ie-kay-pang berdiri
di Wu-nian segala kekuasaan pemerintah pusat yang tadinya
dikuasai oleh wali kota Wu-nian, kini beralih dipegang oleh Hwa-iekay-pang. Segala sumbangan untuk korban banjir harus melalui
526 partai itu. Seorangpun tidak diperkenankan mendirikan panitia
korban banjir! Dan pada malam yang gelap dan dingin dengan gerakan cepat dan
gesit, Ho Siang dapat meliwati penjagaan dan melompat ke atas
tembok mempergunakan kegelapannya malam sehingga ia dapat
masuk ke komplek gedung Hwa-ie-kay-pang tanpa terlihat oleh
siapapun juga. Ternyata di dalam tiga gedung komplek Hwa-ie-kay-pang dijaga
dengan ketat oleh kakek pengemis baju kembang. Akan tetapi,
dengan gerakan gesit pemuda itu berhasil meloncat ke sebuah
gedung sebelah kiri yang terdekat dengan tembok komplek Hwaie-kay-pang.
Melihat suasana di dalam gedung itu agak gelap dan sepi, dan
melihat komplek gedung yang di tengah amat terang dan terdengar
suara orang bercakap-cakap segera dengan kepandaiannya yang
tinggi, Ho Siang berhasil mengintai ke dalam. Di ruang tengah ia
melihat Bong Bong Sianjin yang berpakaian jenderal sedang
bercakap-cakap dengan dua orang nenek yang kelihatannya
sangat angkuh dan agung sedang duduk di atas kursi
kebesarannya. Kedua orang nenek itu adalah Sianli Ku-koay, dan Bu-tek Sianli
Pay-cu dari Sian-li-pay, dan di meja bunder itu duduk pula seorang
hweshio tua bermuka hitam yang pernah ia kenal dan rasai
kelihayannya waktu di hutan tempo hari bersama Nyuk In. Hweshio
itu adalah Hok Losu, yang dulu pernah mengalahkannya. Dan
beberapa tokoh-tokoh sakti lain yang belum dikenalnya.
527 Terkejut sekali Ho Siang melihat tokoh-tokoh yang nampaknya
tengah mengadakan perundingan. Dan yang membuat dadanya
berdebar tegang dan heran adalah seorang gadis, gadis yang amat
dikenalnya. Di tengah-tengah ruangan itu Nyuk In nampak tengah tertotok tak
berdaya. Seluruh urat saraf pemuda itu, menegang dan ia
mengintai dengan hati-hati dan waspada.
"Pay-cu....... si Nenek Sianli Ku-koay berkata, "Bocah inikah yang
pernah datang ke pulau dan membuat kacau?"
Bu-tek Sianli menatap gadis yang tertunduk itu.
Ia menoleh kepada seorang dara Sian-li-pay yang duduk di
sebelahnya. "Ang Hwa, benarkah gadis ini yang menolong pemuda
lengan buntung?" Gadis yang dipanggil Ang Hwa ini menatap tajam ke arah gadis
yang tertunduk, tangannya menjambak rambut Nyuk In dan
mengawasi wajah itu, "Tak salah lagi, dia inilah Sianli Pay-cu?". teecu kenal betul
dengan wanita ini yang telah menolong pemuda buntung....... akan
tetapi"..," Ang Hwa menoleh kepada Sianli Ku-koay dan berkata:
"Pay-cu, apakah hanya orang ini yang dapat kalian tawan?"
"Ya, ia itulah?" Sebenarnya ada dua orang muda lagi, akan
tetapi mereka itu adalah orang-orang dari Kotaraja. Bonggoanswe....... kau kenal dengan mereka?" Sianli Ku-koay
menunjuk ke arah kedua orang muda yang berdiri mematung
528 seperti orang yang hilang semangat. Melihat seorang gadis cantik
yang dikenal sebagai puteri Sie-tayjin, tentu saja Bong Bong
Sianjin dapat mengenalnya.
"Eh, bukankah gadis itu adalah puteri Sie Tek Peng tayjin?"
Jenderal itu bertanya heran.
"Betul Bong-goanswe, akan tetapi gadis itu keras kepala dan
terpaksa kutaklukan dia".. ia kini dalam perintahku seperti
sepasang orang gila yang lihai itu!"
"Aii, kau memang hebat?". Sianli!"
"Pay-cu Bu-tek Sianli Yang Mulia, sekarang bocah binal yang
pernah mengacau Sian-li-pay kami serahkan kepadamu, menanti
keputusan Yang Mulia," Sianli Ku-koay berkata hormat.
Bu-tek Sianli mengetuk tongkat bidadari tiga kali di tanah dan
dengan suara yang berwibawa, ia berkata dengan lantang,
"Hukuman apalagi kalau bukan hukuman mati, Ang Hwa.......
bunuh gadis binal itu sekarang juga!"
Gadis Sian-li-pay yang bernama Ang Hwa maju ke depan dan
berlutut di depan Bu-tek Sianli.
"Teecu melaksanakan perintah!"
"Nah, kau laksanakanlah hukuman itu".." sambil berkata demikian
si Nenek Bu-tek Sianli menggerakan tangan kirinya.
529 Sebuah benda berkeredep menyambar Ang Hwa, akan tetapi
dengan cekatan gadis itu menggerakan tangannya dan beberapa
detik kemudian sebuah pisau tajam telah berada di tangannya.
Dengan gerakan yang lemah gemulai gadis Sian-li-pay itu maju ke
depan mendekati Nyuk In. "Berlutut kau!" bentak Ang Hwa nyaring.


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akan tetapi mana Nyuk In sudi berlutut. Ia malah melototkan
matanya menatap tajam ke arah gadis yang memegang pisau yang
berkilat-kilat saking tajamnya tersentuh cahaya lilin.
Diam-diam gadis Sian-li-pay ini terkejut melihat tatapan mata gadis
yang mencorong tajam. Akan tetapi dengan senyum mengejek
sambil menudingkan pisau belati, gadis Sian-li-pay yang bernama
Ang Hwa itu berkata sombong,
"Bocah perempuan gila, ajalmu sudah di depan mata, hayo
berlutut!" Pisau belati di tangan Ang Hwa berkelebat, hampir saja
menggores muka Nyuk In. "Tahan!" terdengar seruan dari Bong Bong Sianjin.
"Ada apa Bong-goanswe?" Bu-tek Sianli berkata heran. Menatap
tajam jenderal yang telah berlutut di depannya.
"Pay-cu?" harap kau memberi pertimbangan kepada gadis itu.
Dia adalah murid suhengku Bu-beng Sianjin, mohon kau memberi
pengampunan kepadanya......."
530 "Ha! Goanswe....... apakah karena kau takut kepada suhengmu si
Bu-beng itu?" Bu-tek Sianli bertanya.
"Bukan hamba takut Pay-cu, hanya".. kalau bisa, kita jangan
mencari permusuhan dengan suhengku itu?""
"Alaaa?" aku tidak perduli kepadanya, Bu-beng Sianjin juga
harus mampus di tanganku. Goanswe jangan kuatir urusan si
pertapa dari Thang-la, biar aku yang membereskan....... kau
mundurlah!" "Pay-cu?".!"
"Mundur!!" Aneh sekali, mendengar suaranya Bu-tek Sianli yang berwibawa
ini, Bong Bong Sianjin seperti anjing kena gebuk, dengan
membungkuk-bungkuk hormat dia mundur dan kembali ke tempat
duduknya. Hok Losu menyambut dengan tertawa lebar, "Bong-goanswe tidak
perlu kuatir, seandainya Bu-beng Sianjin tidak senang, biarlah
tanganku yang mengetok kepalanya! Ha" ha?"
"Ang Hwa, lekas lakukan hukuman!!" Nenek Bu-tek Sianli
membentak. Ia ingin segera melihat gadis itu mati dengan tusukan
belati dan menerima jantung gadis itu.
Seperti biasanya, ia paling senang melihat para hukuman mati
berkelojotan dengan jantung dan hati yang tercabut keluar dan
531 kelak jantung dan hati itu disimpannya untuk obat kuat. Inilah
kekejaman Nenek Bu-tek Sianli!
Ang Hwa maju ke depan, ia menyambar rambut gadis itu dan
mengangkat kepala, memandang wajah Nyuk In. Sedikitpun gadis
itu tidak berkedip melihat hukuman sudah di depan mata, malah
dengan beraninya menatap tajam kepada Ang Hwa.
Kalau saja Nyuk In tidak dalam keadaan tertotok, tentu gadis
perkasa ini akan ngamuk seperti banteng luka, akan tetapi sayang
sekali ia tak berdaya, totokan Sianli Ku-koay membuat seluruh
tubuhnya lemas tak bertenaga, hanya dengan ketabahan dan
kepasrahan hati ia menyerahkan dirinya kepada orang-orang
berhati iblis ini! Ang Hwa menarik rambut gadis tawanan yang tak berdaya itu
menatap ke arah leher yang jenjang dan tiba-tiba sambil menjerit
keras pisau belatinya berkelebat. Amat cepat sekali gerakan Ang
Hwa ini, para pengemis baju kembang yang menonton
penyembelian yang hebat ini menarik napas, waktu sinar perak
berkelebat dan mengharap jatuhnya sebuah kepala manusia yang
sudah penggal. Akan tetapi, jauh di luar dugaan mereka bahkan Pay-cu Sian-li-pay
berdiri saking herannya melihat bahwa yang jatuh menggelinding
bukannya kepala tawanan, melainkan kepala Ang Hwa itulah yang
menggelundung jatuh tanpa dapat bersambat lagi, darah merah
memercik membasahi lantai.
Pada saat yang tegang itu terdengar bentakan keras, dengan
dibarengi melayang sesosok tubuh. "Bu-tek Sianli, Nenek gila"..
532 sungguh perbuatan gila dan kejam, aku datang untuk mengambil
kepalamu!" Tahu-tahu tubuh Ho Siang sudah berdiri di samping Nyuk In dan
sekali tangan pemuda itu bergerak, Nyuk In telah terbebas dari
totokan dan mengerahkan hawa sin-kang. Tadi ketika melihat Ang
Hwa yang dengan cara keji hendak memenggal leher gadis
kekasihnya ini, dengan marah sekali Ho Siang menggerakan
tangannya dan mengirim pukulan menampar ke arah belati yang
menyambar leher Nyuk In. Karena saking cepatnya gerakan belati dan hawa pukulan dari atas
yang menyambar pisau belati di tangan Ang Hwa, entah
bagaimana telah membalik dan menyambar lehernya sendiri!
Dalam kekagetan itu Ang Hwa tak dapat menjerit lagi karena
lehernya sendiri telah putus tersambar pisau di tangannya!
Bu-tek Sianli, Hok Losu dan Bong Bong Sianjin terkejut sekali
melihat pemuda baju putih yang tahu-tahu telah berada di situ.
Nenek Bu-tek Sianli ini cepat menggerakan tongkatnya dan
mencelat turun dari kursi kehormatan diikuti oleh kedua orang
pembantunya. "Bagus, kau datang mencari mampus!?" serunya dan baru saja Ho
Siang menginjak lantai, tongkat dan ujung jubah si hwesio muka
hitam menyambar dari kanan kiri.
Akan tetapi Ho Siang sudah mencelat menjauhi Nyuk In, memberi
kesempatan kepada gadis untuk memulihkan tenaganya. Tentu
saja melihat kedatangan Ho Siang yang tiba-tiba ini, girang hati
Nyuk In, bagaikan ada semangat yang mengalir ke segenap
533 tubuhnya ia segera mengerahkan sin-kang dan sebentar saja
tenaganya sudah pulih kembali dan ia melirik ke arah Hok Sun dan
Biauw Eng yang seperti orang kehilangan ingatan ini.
Dengan gerakan cepat ia mencelat dan menyambar kedua orang
muda itu dan menotoknya, mengepit Biauw Eng dan Hok Sun. Dan
sekali menggerakan tubuhnya, gadis itu sudah melompati orang
Hwa-ie-kay-pang yang memburu kepadanya.
"Siang-koko, aku harus cepat pergi dari tempat ini dan
menyelamatkan kedua orang temanku ini, jaga dirimu koko!" Nyuk
In berteriak nyaring kepada Ho Siang. Sambil menangkis jubah
hwesio tua yang lihay ini pemuda itu sempat melirik,
"Jangan kuatir In-moay pergilah?" aku segera menyusul!"
Nyuk In menggerakan tubuhnya, mencelat ke atas wuwungan
genteng yang tertinggi. Akan tetapi, baru saja kakinya menginjak
genteng, terdengar hentakan keras: "Gadis liar, jangan lari kau!"
Ternyata di tempat itu telah dikurung oleh gadis-gadis Sian-li-pay
dan para pengemis Hwa-ie-kay-pang. Terkejut sekali gadis ini,
menghadapi lawan yang begini banyak telah mencelat ke atas
mengurungnya, tidak gampang-gampang ia dapat meloloskan diri.
Berpikir demikian Nyuk In mengeluarkan kipas hitam dan pitnya.
Menangkis serangan tongkat yang menyambar kepalanya.
Dengan cepat ia meletakkan tubuh Hok Sun dan Biauw Eng di atas
wuwungan. Dan menerjang lawan-lawannya dengan sengit. Sekali
kipas dan pit bergerak, dua orang kakek pengemis baju kembang
terpental ke belakang dan bergulingan jatuh dari atas genting.
534 "Bocah liar, kau tidak akan lolos dari Hwa-ie-kay-pang!" Dua orang
gadis Sian-li-pay menerjang maju, menggerakan pedangnya, sinar
pedang berkeredep di udara, sebentar itu pula, repotlah Nyuk In
menghadapi lawan-lawan yang banyak ini dan begitu muncul Sianli
Ku-koay, ia jadi terdesak hebat.
Akan tetapi dengan beraninya ia terus menerjang dan memainkan
ilmu kipas dan pit dengan luar biasa! Pengemis-pengemis Hwa-iekay-pang ini menjadi terkejut dan kagum melihat permainan kipas
si gadis yang mengeluarkan tenaga dahsyat laksana angin puyuh
menyambarnya. Pada saat itu berkelebat tiga sosok bayangan manusia dan
seorang di antaranya membentak keras: "Orang-orang Hwa-iekay-pang terlalu dan tak dapat dipercaya, menindas rakyat dan
merusak aparat negara. Hari ini kalian harus mampus!"
Bentakan itu disusul berkelebatnya sebuah tongkat kecil dan
terdengar suara jeritan ngeri ketika tangan seorang gadis Sian-lipay terserempet tongkat yang mengeluarkan cahaya kemerahan
dan sekali tongkat itu menarik, terdengar lagi seruan kaget dari
ketua Hek-lian-pay yang tergores pundaknya oleh sebuah benda
tajam yang menyembul dari dalam tongkatnya.
Gerakan pemuda yang bukan lain adalah Kong Hwat, disusul oleh
berkelebat sinar panjang melengkung dari seorang pemuda cebol
dan pukulan tangan kiri dari seorang gadis jelita. Seperti kita
ketahui, pemuda itu adalah Sin Thong dan Siauw Yang yang
pernah kita kenal. 535 Ke dua anak muda ini, memang sengaja mendapat tugas oleh si
Raja obat Yok-ong Lo Ban Theng untuk mengunjungi Wu-nian dan
menyumbangkan bahan obat-obatan kepada panitia korban banjir
di kota ini, akan tetapi siapa sangka, begitu Sin Thong dan Siauw
Yan meninjau langsung daerah korban banjir, alangkah terkejutnya
hati mereka melihat kehidupan rakyat di luar kota Wu-nian,
terutama di dusun-dusun yang terserang banjir, demikian sengsara
dan melarat. Jerit tangis terdengar di mana-mana, dan keluh kesah menjulang
setinggi langit, membawa rasa kecewa dan seakan-akan manusia
yang tengah sekarat hendak mati kelaparan ini menuduh bahwa
Tuhan tidak adil, Tuhan tidak mendengar jerit tangis mereka.......
Tuhan begitu kejam membiarkan hujan turun terus tak hentihentinya".. ah, entah berapa banyak mulut dan hati yang
menuduh bahwa Tuhan telah menutup telinga dan tidak
mendengar jerit tangis mereka!
Sin Thong dan Siauw Yang berjalan di dusun-dusun yang tengah
meratap oleh tangis dan keluhan-keluhan, hati mereka bagai diirisiris waktu melihat pemandangan-pemandangan yang sangat
menyayat hati. Uang mereka bawa tidak berarti bagi kesengsaraan
penduduk, lapar mereka tidak dapat dilenyapkan dengan uang.
Mereka perlu gandum, mereka perlu air dan makan, bukan
memerlukan uang! Seandainya Sin Thong dan Siauw Yang memberikan uang, untuk
apakah uang" Di dusun-dusun tidak ada orang yang menjual
gandum dan bahan makanan, di dusun-dusun tidak memerlukan
536 uang, akan tetapi gandum, ya gandum, bahan makanan buat
pengisi perut yang lapar!
Sin Thong dan Siauw Yang menyesal, mengapa mereka tidak
datang ke sini dengan membawa gandum dan bahan makanan"
Mengapa" Alangkah marahnya kedua orang muda ini, ketika mendengar
keterangan dari seorang penduduk bahwa sejak berdirinya partai
Hwa-ie-kay-pang di Wu-nian, jarang sekali bala bantuan bahan
makanan yang datang, malahan bantuan dari pemerintah pusat
"nyangkut" ke gedung Hwa-ie-kay-pang itu dan tidak dapat
berlangsung sampai ke dusun-dusun yang tengah terancam
bahaya kelaparan itu! Marah sekali hati Sin Thong dan Siauw Yang, demikianlah pada
malam itu mereka menyerbu gedung Hwa-ie-kay-pang dan
kebetulan sekali, begitu mereka mencelat ke atas genteng,
dilihatnya seorang gadis cantik dikeroyok oleh pengemis-pengemis
baju kembang dan gadis-gadis kerudung hitam langsung mereka
menyerbu dan bertempur dengan amat serunya.
Kini empat orang muda yang gagah dan berkepandaian lihai
diserbu oleh anggota-anggota Hwa-ie-kay-pang dan Hek-lian-pay
dan Sian-li-pay, hebat sekali pertandingan yang berlangsung di
atas genteng Hwa-ie-kay-pang ini!
Sementara itu di dalam gedung tengah, terjadi pertempuran yang
tidak kalah seru oleh pertempuran di atas genteng. Ho Siang
dikeroyok oleh banyak orang gagah Hek-lian-pay dan Hwa-ie-kaypang, serta beberapa gadis Sian-li-pay. Dikeroyok oleh banyak
537 orang yang berkepandaian cukup tinggi ini Ho Siang tidak mau
membuang banyak waktu lagi, ia mainkan sulingnya di tangan
kanan dan mengeluarkan suara mengaung yang bergetar oleh
suara sabetan suling yang amat luar biasa ini.
Sebentar itu pula tiga orang kakek pengemis baju kembang dan
dua orang kakek Hek-lian-pay sudah tertotok jatuh, tak kuasa untuk
bangun lagi. Bu-tek Sianli, Hok Losu, Bong Bong Sianjin mendesak
hebat pemuda itu dengan senjata tongkat dan pedang di tangan,
akan tetapi Ho Siang kali ini benar-benar mencurahkan seluruh
kepandaiannya yang pernah ia pelajari di Anapurna dari gurunya
Nakayarvia. Tingkat kepandaian pemuda ini telah menguasai pelajaran dari
pertapa sakti Nakayarvia itu. Suling hitam di tangan pemuda itu
merupakan senjata yang amat berbahaya bukan saja lihay dalam
menotok lawan, akan tetapi mengeluarkan suara mengaung yang
aneh dan seakan-akan menggetarkan jantung lawan yang tidak
seberapa tinggi kepandaiannya.
Inilah pengerahan sin-kang yang luar biasa, ditambah lagi dengan
gerakan-gerakan kilat yang pernah ia pelajari dari suhunya yaitu
gerak tipu Sin-tiauw-siu-po (Rajawali sakti sambut mustika) yakni
sebuah jurus dari ilmu silat ciptaan Nakayarvia sendiri Sin-tauwsin-na (Ilmu Silat Rajawali Sakti).
Dengan mempergunakan jurus ini, ia merangsek si Nenek sakti Butek Sianli yang amat ia benci melihat hampir saja kekasihnya, Nyuk
In menjadi korban kekejian Nenek ini, maka dalam sekejap mata
sebelum si Nenek Sian-li-pay tahu apa yang telah terjadi, tongkat
538 bidadarinya telah kena dirampas oleh tangan kiri Ho Siang.
Pemuda sakti ini tidak berhenti sampai disini, dan pada saat kedua
kakinya sudah menginjak lantai, tangan kanannya bergerak
melakukan pukulan Sin-tiauw-siu-po, menghantam ke arah tongkat
yang memukul dari kanannya!
"Kraakk!!" Terdengar tongkat itu patah disusul oleh jeritan kaget
dari pada Bu-tek Sianli sambil meloncat ke belakang. Mukanya
merah dan berkerut dalam.
Ia memandang ke arah tongkat Bidadari kehormatannya yang
sudah hancur. Merasa dirinya diinjak-injak oleh pemuda ini,
dengan menggereng marah Pay-cu Sian-li-pay ini melancarkan
serangan dahsyat. Hok Losu, hwesio tua muka hitam itu mencelat ke dekat Bu-tek
Sianli dan kemudian berkata: "Pay-cu, biar pinceng yang
menangkap bocah berandalan ini!!"
Setelah berkata demikian, tangan hwesio tua itu mendorong ke
muka. tubuhnya agak miring dan mulutnya membentak: "Orang
muda, menyerahlah!" Sambil menangkis datangnya serangan tongkat dari salah seorang
pengemis baju kembang, Ho Siang berseru kepada hwesio tua ini,
"Ha....... ha, hwesio tua bangka jangan banyak tingkah! Kalau kau
gagah dan memang sanggup, tangkaplah aku! Jangan bermulut
besar!" "Bangsat!! Kalau begitu biarlah tangan pinceng memberi
hukuman"..!" Bentakan ini disusul oleh sebuah tamparan ujung
539 jubah ke arah dada Ho Siang, akan tetapi tamparan dilakukan
sedemikian rupa, sehingga kalau pemuda ini menangkis, ia akan
membabat suling sekuat tenaga. Inilah gerak tipu Tian-hud-kiatciang (Mengulur Jubah Memotong Tangan) sebuah tipu sabetan
jubah dari partai Siauw-lim-pay yang lihay.
Namun siasat ini terhadap Ho Siang tidak mempan sama sekali


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena pemuda ini sudah tahu akan maksud lawan, sungguhpun
ia tidak mengerti akan kebutan jubah yang mendatangkan angin
besar itu. Akan tetapi alangkah kagetnya hati Hok Losu ketika tibatiba pemuda itu miringkan tubuh, lalu menyusul dengan serangan
balasan yang serupa yakni membalas tamparan ujung jubah
dengan tangkisan suling hitamnya.
Ujung jubah Hok Losu, membentur suling hitam di tangan pemuda
itu. Akan tetapi alangkah herannya hwesio itu merasa tamparan
jubahnya itu seakan-akan amblas ke dalam air dan meleset
menampar dada si pemuda, dalam kagetnya dan rasa penasaran
itu, hwesio ini berteriak keras dan dua tangannya berputar di atas
kepala. Inilah gerak pukulan Menyembah Budha Memangku Raga,
angin dingin berpusing. Sementara dari arah kiri menyambar pula hawa pukulan yang
panas yang datangnya dari Bu-tek Sianli yang sudah menyerbu
dengan pukulan Sin-kun-bu-tek yang terkenal kedahsyatannya itu,
sedangkan tongkat hitam ketua Hek-lian-pay menyambar dahsyat
ke arah kepala pemuda itu, dibarengi lagi serangan tusukan
pedang yang mematikan dari Bong Bong Sianjin yang mengarah
lambung lawan! 540 Ho Siang menjadi kaget setengah mati!
Serangan yang mendadak dari tokoh-tokoh sakti kaum sesat itu tak
mungkin lagi untuk dihindarkan semuanya. Dengan pekikan
dahsyat ia memutar sulingnya, menggerakan jurus Dewi Kwan-im
Membuka Payung, sedangkan tangan kirinya menolak datangnya
hawa pukulan dari Hok Losu dan Bu-tek Sianli. Sementara
sulingnya berkelebat cepat memutar, melindungi tubuh dari
serangan senjata-senjata lawan yang bergerak dengan serentak.
"Desss!" Tubuh Ho Siang terpental akibat pukulan yang luar biasa
hebatnya dari Bu-tek Sianli dan Hok Losu, tulang pundaknya
terhantam pukulan tongkat dari pengemis baju kembang yang tak
keburu ia tangkis dengan sulingnya.
Amat kerasnya hawa pukulan dari dua orang sakti itu, membuat Ho
Siang memuntahkan darah segar tiga kali. Wajahnya menjadi
pucat seperti kertas. Dadanya terasa nyeri bukan main, cepat ia
berdiri dan terhuyung-huyung,
"He he he, pemuda brandal......., sekarang kau harus mampus!"
Sebuah pukulan lagi dari Bu-tek Sianli menerjang dahsyat. Saking
kerasnya suara angin berciutan dan belum lagi tangan Bu-tek
Sianli menyentuh tubuh pemuda itu, tubuh Ho Siang terlempar
keras dan muntahkan darah lagi.
"Singg!" Suara pedang terdengar tertarik dari tangan Bu-tek Sianli.
Inilah pedang simpanan yang jarang sekali ia pergunakan. Pedang
Toat-beng-kiam! 541 "Mampuslah kau, binatang!" Saking marahnya Nenek dari Sian-lipay ini menerjang dengan pedang terhunus dan tubuhnya
melayang ke arah dada Ho Siang.
"Trangg!" bunga api berpijar terang oleh cahaya dua buah logam
yang beradu dengan amat kerasnya. Bu-tek Sianli terhuyunghuyung mundur. Matanya membelalak memandang seorang kakek
yang tahu-tahu bersila di depan Ho Siang.
Kakek ini sudah amat tua sekali, berusia hampir delapanpuluh
tahun. Rambutnya sudah putih semua, berpakaian amat
sederhana terbuat dari bahan kain yang kasar. Dan kedua kakinya
buntung sebatas dengkul! "Heng San........?" suara Bu-tek Sianli tergetar memandang kakek
yang kedua, kakinya buntung. Ia memandang dengan tak
berkedip, seakan-akan tidak percaya akan penglihatan matanya.
"Wi Nio.......Wiwi........ kau........!" orang tua kaki buntung itu berkata
gagap, pandangan matanya menatap Bu-tek Sianli dengan tatapan
sayu. "Heng San....... mengapa kau mencampuri urusanku?"
"Wi....... wi......., kesadaran adalah jalan menuju kekalahan, tak
sadar adalah jalan ke arah kematian. Mereka yang tak sadar tak
akan mati........ Wiwi........ aku mengajak kembali ke gunung,
mencari penerangan abadi dan hidup sebagaimana yang mesti kita
wajib hidup, akan tetapi betapa sesatnya kalau kita hidup ini hanya
untuk merusak........ Sadarlah Wiwi bahwa perbuatanmu untuk
542 menguasai daratan Tiongkok hanyalah angan-angan belaka,
biarlah kau menguasai dirimu sendiri.......barulah itu bijaksana."
"Wah, filosof apa ini........ Pay-cu siapakah orang ini?" Hok Losu
bertanya dengan pandangan heran dan terkejut. Ia sendiri tadi tak
mengerti bagaimana caranya orang ini menolong pemuda itu dari
terjangan pedang yang amat dahsyat dari Bu-tek Sianli"
"Heng San, pergilah....... antara aku dan kau tak ada hubungan
apa-apa bukan" Mengapa kau datang ke tempat ini.......?" nada
suara Bu-tek Sianli mulai tak senang. Akan tetapi ia merasa segan
juga kepada kakek kaki buntung ini.
"Wiwi....... sadarlah bahwa engkau telah memilih jalan yang sesat,
engkau menutup hati dan menulikan telinga bagi rakyat di luar kota
Wu-nian yang tengah menjerit-jerit kelaparan dan ratap tangis
sepanjang hari. Engkau....... ahhh, Wiwi....... kembalilah
kepadaku....... ingin aku berbicara banyak kepadamu......."
"Heng San! Kau berbicara macam apa" Sudah kukatakan bahwa
aku dan engkau tidak ada hubungan apa-apa. Cihh! Masih saja
seperti dulu, lemah dan....... ah sudahlah........ pergilah kau!"
"Aku akan pergi....... setelah bersamamu........" suara kakek
buntung ini terdengar sayu.
Ho Siang yang terluka dalam di dadanya merasa heran mendengar
adegan antara si Nenek dan si Kakek buntung. Siapakah kakek
ini" 543 Kakek sakti yang telah menolongnya dengan cara yang luar biasa,
dan ia merasa benar, setelah dadanya seperti ada yang menepuk
tadi, terasa dadanya tidak sesak seperti tadi dan setelah
mengerahkan hawa murni di dada, ia merasa segar kembali.
Diam-diam ia mendengar terus, pura-pura masih dalam keadaan
terluka. Apabila melihat kedua kaki si kakek yang buntung sebatas
pundak, hibalah rasa hatinya.
"Heng San....... apakah kau tidak tahu diri masih menaruh harapan
kepadaku, sungguh lucu, setelah kita menjadi kakek-kakek dan
nenek engkau masih saja bersikap romantis....... hik hik, Heng San
apakah tahu....... bahwa sesungguhnya aku tidak menaruh cinta
secuilpun terhadapmu?"
"Aku sudah melupakan itu, Wiwi?"!"
"Nah, kalau kau sudah lupakan aku. Mengapa kau mencampuri
urusanku. Heng San, perlukah kau....... sebelum kepalanku ini naik
darah dan membunuhmu!"
"Mengapa ada gelak mana dapat orang sedangkan dunia ini penuh siksa kenapa kau tak cari wahai engkau yang terselubung kegelapan!"
tawa" bergembira, dan noda, pelita, "Bangsat pendeta gila, sinting gendeng, kata-kata apa pula yang
kau keluarkan menghina Pay-cu" Lebih baik mampus!"
Serangkum angin besar menyambar dari dua telapak tangan Hok
544 Losu yang merasa terkena sindir oleh kata-kata yang diucapkan
oleh kakek buntung ini. Ingin sekali dengan sekali hantam kakek buntung ini mampus dan
agar hatinya menjadi lega dan tidak merdengar lagi kata-kata yang
sesungguhnya amat memuakkan bagi pandangannya.
Memang aneh benar, Hok Losu pada hal adalah seorang hwesio
agama Budha, akan tetapi karena memang hwesio muka hitam ini
adalah hwesio sesat, tentu saja, mendengar ayat-ayat suci dari
Kitab Dharmapala yang sesungguhnya ia hapal di luar kepala yang
botak itu, merupakan tamparan bagi mukanya. Maka tanpa
menghiraukan Pay-cu Sian-li-pay ia sudah bergerak memukul
kepala si kakek dengan pukulan yang amat dahsyat!
Akan tetapi aneh, seakan-akan tak dapat dipercaya oleh
penglihatan mata. Karena gelombang angin pukulan Hok Losu
menyambar dada si kakek kaki buntung, tahu-tahu tubuh Hok Losu
tergetar hebat dan cepat-cepat ia bersemedi mengerahkan hawa
sin-kang. Terasa dadanya bergetar hebat. Wajahnya yang hitam
menjadi pucat membelalak memandang kakek buntung itu!
"Barang siapa yang ingin mengenakan jubah kuning tanpa
lebih dulu membersihkan diri dari kotoran bathin, yang tak
mengerti kenyataan dan tak mengendalikan dirinya, maka tak
layaklah dia memakai jubah kuning itu, tetapi barang siapa
yang membuang kekotoran bathin, menjalani segala
kebajikan, disiplin terhadap diri sendiri serta berbuat
kebenaran, maka sesungguhnyalah ia layak menggunakan
jubah kuning!" 545 "Heng San, terlalu! Kalau kau tidak mau pergi, terpaksa kedua
tanganku ini yang akan mencabut nyawamu."
"Omitohud, mudah-mudahan Thian memberi jalan terang kepada
Wiwi, biarlah aku akan pergi, dan membiarkan pemuda belakangku
ini keluar bersamaku....... aku tak mampu berjalan lagi."
"Mana bisa, Heng San! Pemuda itu adalah tawananku, dan tidak
boleh kau membawa dia.......!" Bu-tek Sianli membantah.
"Aku bukan hendak membawanya, Wiwi, hanya aku hendak
meminta tolong kepada orang muda ini untuk menggendongku,
supaya aku bisa keluar dari tempatmu ini?"" kakek Heng San
menoleh kepada Ho Siang: "Orang muda, mau kau
menggendongku, menolongku keluar dari neraka ini?"
Ho Siang menjura, "Tentu saja saya bersedia loocianpwe."
"Nah, Wiwi....... biarkan aku pergi"..!" bagaikan kapas tubuh
kakek buntung itu mencelat ke punggung Ho Siang dan
memegangi leher pemuda itu: "Cepat, selagi masih ada
kesempatan!" Mendengar bisikan si kakek buntung ini, Ho Siang mencelat ke
atas dan keluar menerobos dari balik daun jendela yang terbuka.
Bong Bong Siangjin dan Hok Losu dan ketua Hek-lian-pay hendak
mengejar akan tetapi dengan penuh wibawa Bu-tek Sianli
memerintah: "Jangan ganggu dia!"
"Pay-cu....... pemuda itu, ia harus ditahan!" Hok Losu membentak.
546 "Hwesio tolol, pemuda itu sudah berada dalam tangan Sin-kun-butek Lim Heng San, apakah kalian mampu merampasnya?"
"Sin-kun-bu-tek?""
"Ya, dia itu Sin-kun-bu-tek. Hemm! Biar kedua kakinya sudah
lumpuh, akan tetapi ia masih lihay. Sayang".. Kenapa waktu itu
aku tidak membuntungi lengannya sekalian!" Bu-tek Sianli berkata
seakan-akan pada dirinya sendiri. Walaupun demikian, ia masih
merasa takut dan gentar terhadap kakek kaki buntung yang pernah
menjadi kekasihnya. Terkejut dan heran bukan main Ho Siang merasakan tubuh si
kakek dalam gendongannya ini ringan sekali bagaikan kapas.
Bertambah heran hatinya begitu sampai di atas genting, dilihatnya
banyak anak buah Hek-lian-pay, Hwa-ie-kay-pang dan Sian-li-pay
pada menggeletak dalam keadaan tertotok seperti orang pingsan.
Pandangan mata pemuda itu mencari-cari Nyuk In yang telah
mendahuluinya keluar. Akan tetapi ia tidak melihat tubuh Nyuk In
menggeletak di sana. Ia menarik napas lega waktu si kakek Heng
San berkata: "Temanmu itu sudah lolos dan tengah menantimu di
pinggir kota......."
Bagaimanakah dengan Nyuk In, Kong Hwat, Sin Thong dan Siauw
Yang yang dikeroyok di atas genteng oleh orang-orang Hwa-iekay-pang yang cukup berkepandaian tinggi itu"
Untuk mengikuti pengalaman ke empat orang muda ini, baik kita
mundur kembali ke belakang sebentar, seperti yang telah
diceritakan pada bagian depan, Nyuk In yang berusaha untuk
547 menolong Biauw Eng dan Hok Sun ternyata setelah sampai di atas
genteng itu dihadang oleh banyak orang pengemis-pengemis Hwaie-kay-pang dan beberapa tokoh Hek-lian-pay dan gadis-gadis
Sian-li-pay yang berkepandaian tinggi!
Pada Nyuk In tengah terdesak itu, muncul Sin-thong, beserta
Siauw Yang dan tak lama kemudian disusul oleh berkelebatnya
bayangan Kong Hwat yang memainkan jurus-jurus Fu-niu-santung-hoat (ilmu tongkat gunung Fu-niu) yang lihai itu. Ke tiga orang
muda ini mengamuk, merangsek memecahkan pengeroyokan
terhadap seorang gadis. Pedang Samurai Sin Thong berkelebat-kelebat dengan amat
kuatnya, dengan diiringi bentakan-bentakan jurus-jurus karate
dimainkan dengan tangan kirinya, sedangkan Siauw Yang tak
kalah hebatnya pula, ia mainkan ilmu pedangnya dengan
merangsek tiga orang gadis Sian-li-pay mendesaknya.
Melihat bahwa tiga orang muda ini datang membantunya, Nyuk In
girang sekali hatinya. Apalagi melihat Sin Thong dan Siauw In yang
pernah ia kenal sewaktu mengunjungi pesta ulang tahun Lo Ban
Theng dengan mainkan jurus kipas hitamnya menerjang lima
orang Hwa-ie-kay-pang dengan hebat lagi.
Akan tetapi diam-diam gadis ini mengeluh, karena semakin lama
semakin penuh tempat itu dikurung oleh orang-orang Hwa-ie-kaypang. Apalagi setelah di situ muncul pemuda pemudi yang
kelihatannya berotak miring yang sambil tertawa seperti orang gila
mulai maju mengeroyok. 548 Terkejut bukan main gadis perkasa ini, apalagi ditambah dengan
munculnya sepasang kakek nenek yang dikenal dengan julukan
Jing-tok-siang-lomo (Iblis Tua Racun Hijau), maka lama kelamaan
Nyuk In menjadi kewalahan juga dan terdesak oleh sambaransambaran pukulan yang ganas dari Jing-tok-siang-lomo, A Mey
dan A Thiong. Di lain pihak, Kong Hwat juga mulai terdesak oleh munculnya
nenek Sianli Ku-koay yang telah mencelat ke atas dan diikuti oleh
seorang perwira bercambuk hitam Oey Goan dan beberapa
perajurit pilihan yang mengepungnya. Ia benar-benar menjadi
terdesak hebat, berkali-kali tongkatnya beradu dengan tongkat
Sianli Ku-koay, ia terhuyung-huyung dan kuda-kudanya tergempur.
Tiba-tiba telinganya mendengar pekik kesakitan dan begitu ia
menoleh alangkah kagetnya hati pemuda itu melihat gadis cantik
yang datang membantunya telah terpental ke belakang oleh
pukulan tongkat kakek pengemis baju kembang yang
menggerakan tongkatnya menotok dada kiri si gadis. Siauw Yang
terhuyung ke belakang dan dari bibirnya mengeluarkan darah.
Kong Hwat menggerakan tongkatnya hendak menolong gadis itu,
akan tetapi sebuah sinar perak panjang berkeredep dan tahu-tahu


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sin Thong sudah menyambar tubuh Siauw Yang dan
menggerakan pedang samurainya mengirim sabetan ke arah
tongkat lawan dan mencelat ke belakang.
"Siauw Yang....... tidak apa-apa kau?" Sin Thong bertanya dengan
nada kuatir menyusut darah yang mengalir dari cela-cela mulut
gadis itu. Wajah Siauw Yang menjadi pucat.
549 Lima orang perajurit kerajaan menerjang maju, dipimpin oleh Oey
Goan sambil membentak keras mengirim serangan cambuk. Sin
Thong menjadi marah sekali, waktu cambuk itu meluncur ia
mengangkat pedangnya membabat, pedang itu terbelit cambuk
akan tetapi dengan gerakan amat cepat dan diiringi bentakan keras
tangan kiri pemuda cebol itu melakukan pukulan karate dengan
telapak tangan kiri dimiringkan, dibarengi dengan tendangantendangan yang meluncur dengan dahsyat mendupak dada Oey
Goan. "Dess! Siiiing!" tubuh kepala perwira itu terpental ke belakang,
pedang samurai pemuda cebol itu terlempar oleh tarikan cambuk
yang amat kuat, cepat tubuh Sin Thong berkelebat dan menyambar
pedang samurai yang masih melayang di udara, kemudian dengan
gerakan yang luar biasa cepatnya dari udara, tubuhnya meluncur
ke bawah dengan pedang menusuk ke dada Oey Goan yang
terjengkang tadi. Amat cepatnya gerakan ini, perwira itu tak dapat lagi berkelit,
pedang samurai Sin Thong menamblas dada Oey Goan, terdengar
teriakan ngeri. Darah merah muncrat ke atas bagaikan air
pancuran. Dua orang perwira berseru marah:
"Pemuda cebol, berani kau membunuh pemimpin kami,
mampuslah!" Golok dan pedang menyambar berkeredep dengan
cepatnya. Akan tetapi, sungguh luar biasa pemuda ini, begitu ia
menjongkokan tubuhnya pedang samurai berkelebat ke belakang.
550 Terdengar jeritan ngeri. Dua perwira sudah kehilangan lengannya,
terbabat putus oleh ketajaman pedang samurai Sin Thong yang
menggunakan jurus aneh tadi!
Sin Thong memandang kepada Siauw Yang dengan girang dan
wajahnya berseri. Ia mainkan pedangnya lagi, mendekati Siauw
Yang untuk melindungi gadis pujaan hatinya yang telah terluka di
dada sebelah dalam. Akan tetapi pada saat itu, dari bawah datang pula rombongan
kakek-kakek pengemis Hwa-ie-kay-pang dan di depan sekali
nampak seorang pendeta Lhama yang berkepala gundul lari
mencelat bagaikan terbang cepatnya. Pendeta Lhama ini,
langsung saja menyerang Sin Thong dan sebagian pengemis Hwaie-kay-pang mengurung tempat dengan ketat"...
Ketika pendeta Lhama berada di depan Sin Thong, pemuda cebol
ini melihat bahwa Lhama ini bertubuh tinggi sekali dan bermata
biru, sedangkan jubahnya yang lebar itu berwarna kuning. Pendeta
Lhama ini memegang sebuah tongkat panjang yang ujungnya
dipasangi kaitan besi yang berkilau karena tajamnya. Lhama ini
berdiri sambil bertolak pinggang:
"Berani benar kau mengacau Hwa-ie-kay-pang" Apakah kalian ini
sudah bosan hidup, sehingga ingin mencari mati memasuki sarang
harimau dan lubang naga?"
Sin Thong menjura: "Tidak tahu siapakah Losuhu yang mulia ini?"
551 "Tentu saja kalian yang masih hijau mana mengenal aku, hayo
kalian menyerah! Kalau tidak kematian akan menjemput kalian.
Pek Pek Hoatsu akan mencabut nyawa kalian....... ha ha ha!"
"Setan, tidak tahunya kau adalah Pek Pek Hoatsu, pendeta
gadungan bangsat, biarlah aku, Go Sin Thong mengadu nyawa
denganmu." Bentakan Sin Thong ini disertai sabetan pedang
samurai dengan amat kuatnya.
Akan tetapi alangkah heran dan terkejutnya ketika begitu
pedangnya membabat pinggang lawan, tahu-tahu tongkat panjang
pendeta Lhama itu sudah menempel di pedang itu dan tak dapat
ditarik kembali. Begitu pendeta Lhama itu menggerakan ujung
jubahnya, tahu-tahu tubuh Sin Thong telah terpental oleh pukulan
jubah kuning yang lihay pada pundak Sin Thong.
"Haa". haa, anak muda pada nggak tahu diri".. Masih begini
muda sudah berani memasuki sarang naga dan harimau hee"
hee. Eh! Hay Tok, coba kau lawan pemuda cebol itu!!" Pendeta
Lhama itu berkata kepada seorang muridnya yang bernama Hay
Tok. Anak muda ini dari Tibet bertubuh tinggi besar, kekar dan kedua
tangannya berbulu, kepalanya besar dan matanya lebar berwarna
biru. Dengan sikap sombong pemuda Hay Tok ini mengeluarkan
cambuk hitamnya. "Biar teecu memberi hukuman seratus cambuk kepadanya haa".
haa!" Terdengar suara cambuk melecut di udara.
552 Pada saat itu, entah dari mana datangnya tahu-tahu disitu telah
berdiri seorang kakek yang kedua kakinya buntung sebatas
dengkul, dan entah dengan cara bagaimana tahu-tahu cambuk
Hay Tok sudah terlepas sebelum mengenai tubuh pemuda cebol
itu. "Kosongkanlah perahumu, duhai Bikhsu, bila telah dikosongkan ia
akan laju dengan pesatnya. Setelah memutuskan nafsu dan
kebencian barulah akan mencapai kebebasan?" Pek Pek
Hoatsu, kembalilah ke puncak".. Ikutilah delapan jalan utama."
Melihat kakek buntung tahu-tahu telah berdiri di atas wuwungan
menggunakan dengkulnya sebagai telapak kaki, sehingga
tubuhnya kelihatan pendek seperti anak kecil dan entah dengan
cara bagaimana tahu-tahu telah merampas cambuk Hay Tok, Pek
Pek Hoatsu yang tidak mengenal kakek buntung menjadi marah
dan membentak keras: "Orang tua, siapa kau?"
"Biarlah orang menghindari marah, biarlah ia melepaskan
kesombongan. Biarlah ia memutuskan segala ikatan-ikatan
duniawi: Tiada penderitaan yang menimpah orang yang terikat
oleh NAMA dan RUPA, yang tak mengakui sesuatu benda sebagai
miliknya?".!" "Ha ha ha, orang tua gila"... engkau berkata apa pula itu. Engkau
ini pendeta bukan, hwesio bukan........ seenaknya saja
menguraikan ayat-ayat dari kitab Dharmapada. Untuk ini saja aku
harus memberi hukuman kepada manusia yang begitu
553 serampangan berbicara tentang ayat-ayat suci. Hemm, orang tua
buntung, sesungguhnya siapakah kau?"
"Aku, ya aku, siapapun aku tiada seorang manusia yang mengenali
diriku, jangan kau orang lain, sedangkan aku sendiri, tak mengenal
siapakah sesungguhnya aku!"
"Ayaa, kau ini benar-benar sudah sinting! Dirimu sendiri saja sudah
tidak kau kenali, apalagi kalau bukan kau telah menjadi gila, ha ha
ha, orang tua! Hanya orang gilalah yang sudah tidak dapat
mengenal dirinya sendiri."
"Suhu, mengapa meladeni si Buntung ini, sikat saja muak teecu
mendengarkan omongannya yang tidak keruan itu!" Hay Tok
menjadi marah melihat suhunya mau meladeni orang kakek
buntung ini. Kalau saja ia tidak ingat bahwa kakek ini demikian sakti
tentu ia akan menggebrak kakek ini dan memukul sekali mati!
Kakek kaki buntung itu menoleh kepada Sin Thong dan Siauw
Yang dan berkata, "Kalian pergilah, teman-temanmu sudah
menanti kalian di pinggir kota!"
Bagaikan orang yang baru sadar, Sin Thong dan Siauw Yang
memandang ke sekeliling dan apa yang mereka lihat, semua para
pengemis Hwa-ie-kay-pang dan gadis-gadis Sian-li-pay
menggeletak di atas genteng dalam keadaan seperti orang tidur
nyenyak. Juga nampak di tempat itu, Sianli Ku-koay dan Hek-sin-tung
pangcu dalam keadaan seperti orang tertotok, tak dapat
menggerakan tubuhnya. Berdiri dalam posisi seperti orang hendak
554 menyerang, sedangkan anak buah Hek-sin-tung
menggeletak di genteng malang melintang.
pangcu Sesungguhnya apakah yang terjadi"
Waktu Nyuk In, Kong Hwat dikeroyok oleh banyak orang-orang
Hwa-ie-kay-pang dan telah terdesak hebat, tiba-tiba entah
bagaimana caranya tahu-tahu para penyerang yang terdiri dari
orang-orang Hwa-ie-kay-pang, Hek-lian-pay dan Sian-li-pay
menjadi seperti orang kehilangan semangat dan satu persatu
melepaskan senjatanya dan terhuyung-huyung ke belakang roboh
dalam keadaan pingsan. Tentu saja menjadi kejadian yang aneh ini, Sianli Ku-koay menjadi
marah bukan main dan ia terus merangsek Nyuk In, mengirimkan
serangan-serangan dahsyat yang mematikan. Akan tetapi belum
lagi lawannya itu menangkis tongkatnya, tahu-tahu serangkum
angin lembut menyambar di belakangnya.
Keruan saja Nenek ini menjadi marah, mengira ada orang yang
membokongnya dan sekali tangannya bergerak mendorong,
terdengar suara keras. Atap genting wuwungan menjadi hancur
berantakan dan bersama dengan gerakannya itu, tahu-tahu
sebuah benda kecil menyambar dan tepat menyentuh pundaknya,
tak sempat lagi Nenek itu berkelit tahu-tahu tubuhnya menjadi
lemas dan roboh! Nyuk In menjadi keheranan melihat kejadian ini.
Terdengar suara lembut, seakan-akan berbisik di dekat telinganya,
amat pelan suara itu, akan tetapi jelas terdengar olehnya.
555 "Nona, cepat lari....... Bawa kedua temanmu yang telah terbius oleh
racun ketua Hwa-ie-kay-pang dan yang telah kehilangan
ingatannya, jangan perdulikan lagi mereka yang masih bertempur,
cepatlah..... Lari ke pinggir kota, di sana ada kelenteng tua, biar
aku menolong pemuda murid Nakayarvia, jangan terlambat, selagi
masih ada kesempatan".. cepat!"
Tahulah Nyuk In bahwa diam-diam ada orang yang telah
menolongnya maka dengan gerakan yang gesit ia menyambar
tubuh Hok Sun dan Biauw Eng dan berlari meninggalkan gedung
Hwa-ie-kay-pang itu. Demikianlah, tak lama bayangan Nyuk In berkelebat lenyap,
sesosok tubuh telah mencelat ke arah pertempuran di sebelah
kanan dan seperti yang telah dituturkan pada bagian depan kakek
buntung ini berhasil menolong Kong Hwat dari tangan Pek Pek
Hoatsu dan muridnya! Melihat bahwa kakek buntung ini tentu seorang sakti, tanpa
membuang waktu lagi Sin Thong menarik tangan Siauw Yang,
"Mari kita pergi!"
Sin Thong dan Siauw Yang berkelebat. Terdengar suara Pek Pek
Hoatsu mengguntur dahsyat: "Anak muda, jangan lari!"
Tubuh pendeta Lhama itu mencelat mengejar kedua orang muda
yang berkelebat hilang ditelan gelap, akan tetapi begitu tangan kiri
kakek buntung terangkat, bagaikan ada tenaga yang amat dahsyat
yang telah menahan Pek Pek Hoatsu, membuat pendeta Lhama ini
556 menahan tubuhnya dan menoleh, "Orang tua gila, apakah kau
bosan hidup?" "Pek Pek Hoatsu, kau ini seorang pendeta. Masakan tidak mengerti
akan mati dan hidup" Siapakah orangnya yang dapat menentukan
hidup matinya seseorang" Ibarat kematian itu seperti seorang
pencuri yang datang dengan tiba-tiba, entah siang, entah malam,
entah besok, entah lusa, he! Mengapa kau bisa menentukan aku
sudah bosan hidup" Seandainya aku bosan hidup, tapi kalau
nyawa ini masih beta tinggal di tubuhku yang tua ini, siapapun tiada
yang dapat menentukan kematianku!"
"Keparat, aku yang akan menentukan kematianmu. Hari ini kau
harus mampus!" Sambil membentak keras Pek Pek Hoatsu
menggerakan tongkat panjang, menyabet kepala si kakek buntung
itu. "Wuuut," tongkat itu melesat di atas kepala si kakek buntung.
Begitu tangan kiri kakek itu bergerak mendorong, tahu-tahu tubuh
Pek Pek Hoat-su yang tinggi besar itu sudah terpental dalam
keadaan tertotok oleh angin pukulan yang dahsyat yang
menyambar dari tangan kiri.
Keruan saja pendeta Lhama itu bergulingan, tubuhnya bergedebuk
jatuh di tanah. Sementara itu Hay Tok menjadi marah bukan main,
dengan sekali berkelebat tubuhnya melayang mengirim pukulan
maut ke arah dada si kakek kaki buntung. Nampak kakek itu hanya
meramkan mata dan membiarkan dadanya terhantam pukulan si
kakek. 557 "Desss, weeert!" Hebat sekali pukulan yang berat dari tangan
kanan Hay Tok yang penuh bulu itu. Akan tetapi, bukan si kakek
kaki buntung itu yang terpental, melainkan tubuh Hay Tok itulah
Harimau Kemala Putih 6 Bara Diatas Singgasana Pelangi Di Singosari Karya S H Mintardja Pendekar Buta 1
^