Pencarian

Rahasia Benteng Kuno 1

Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung Bagian 1


~Thian Ge Tjiat Kiam~ Karya : Chin Yung Saduran : Gan KL Djilid I Malam suram kelam, angin meniup kentjang, guntur menderu gemuruh, itulah
pertanda dalam waktu tidak lama lagi akan turun, hudjan lebat.
Dalam ruangan sebuah bangunan kuno tjahaja lilin, tertampak ber-gojang2. Empat
orang duduk mengitari medja, tapi semuanja bungkam, tiada seorangpun jang bitjara.
Setiap kali sinar kilat berkelebat memetjah angkasa jang gelap gulita, empat
orang jang duduk tepekur itu tanpa merasa lantas menoleh keluar pintu jang sebenarnja
tertutup rapat itu. Tapi setiap kali mereka merasa sangat ketiewa dan gelisah. Njata ada
sesearang jang sedang dinantikan oleh mereka, tapi jang ditunggu masih tidak
kundjung datang. Satu diantara keempat orang itu adalah wanita tjantik berusia antara 30-an,
berbadju warna ungu muda dari kain jang tipis hingga tampak djelas potongan tubuhnja jang
montok menggiurkan. Duduk disisi wanita tjantik itu adalah seorang laki2 bertjambang bauk alias
berewok. Dan didepan laki2 berewok itu adalah seorang laki2 setengah umur berdandan
sebagai Susing atau kaum tjendekia, mukanja putih sebagai kertas hingga membuat
orang merinding seram bila memandangnja Dan orang jang terachir adalah seorang pendek ketjil dan berkedok, sedemikian
ketjil tubuhnja hingga dipandang dari tempat duduknja itu orang akan mengira dia adalah
satu botjah belasan tahun. "Tidak lama kemudian hujan turun bagaikan dituang, tapi jang ditunggu masih
tetap belum nongol hingga keempat orang itu makin gelisah.
Saking tak sabar lagi, se-konjong2 siberewok lantas berbangkit dan berseru: "Ah,
sebal benar! Maaf, aku tak dapat menunggu lagi!" Tapi baru beberapa langkah ia
berjalan mendadak ia merandek. Kiranja di-tengah2 hudjan lebat disertai suara guntur jang deru gemuruh iitu,
tiba2 dari djauh sajup2 terdengar kumandangnja suara derapan kuda jang makin mendekat
dan arah jang ditudju djusteru adalah tempat mereka ini.
Melihat itu, dengan nada mengedjek segera sitjendekia bermuka putih itu
menjemoah: "Ah, sebal benar! Mengapa saudara urung pergi?"
Siberewok putar tubuh kembali, sambil tangan meraba Tji-Kim-to (golok tebal
berwarna emas) jang tergantung dipinggangnja ia pandang si Su-sing dengan mata melotot
dengan ber-api2. Namun si Su-sing hanja ketawa2 dingin sadja sambil kipas2, seperti sengadja atau
tidak, kipas lempitan jang sebentar membuka dan lain saat menutup itu sajup2
mengeluarkan suara mendering njaring, hal ini menandakan bahwa kipasnja itu bukan sembarangan
kipas, terang tulang kipasnja itu bukan dibuat dari bambu, tapi dibikin dari logam jang
keras. Begitulah kedua orang saling mendelik dengan sikap bermusuhan; Tiba2 siwanita
tjantik mengikik tawa, katanja: "Kedatangan kita kesini mempunjai tudjuan jang sama,
dalam keadaan demikan seharusnja kita
bersatu-padu dan bahu-membahu, mengapa kalian malah saling bertengkar?"
Si berewok mendjadi gusar, mendadak goloknja diloloskan, udjung golok menuding
si Susing sambil membentak: "Dengan kedudukan Njo-toayamu masakah, sudi
dipersatu-padukan dengan setan iblis sematjamkan kau ini?"
Ketika Su-sing itu sedikit menunduk kedepan, kipas lempitnja terus mengetok
tjepat keudjung golok siberewok. Diluar dugaan mendadak siberewok djuga menjampukan
goloknja kesamping hingga tampaknja segera kedua sendjata itu akan saling bentur.
Pada saat sebelum benturan sendjata itulah, se-konjong2 pintu didobrak orang
hingga terpentang, tahu2 seorang menerdjang kedalam dan tepat mengarah ke-tengah2
sendjata2 si berewok dan Su-sing itu. Kedjadian jang mendadak dan tak terduga itu membuat semua orang jang herada
disitu melondjak kaget. Sjukur dengan sama tjepatnja si Su-sing dan siberewok sempat
menarik kembali sendjata masing2, si Su-sing terus duduk kembali keatas kursinja,
sebaliknja siberewok terus gunakan tangan kiri untuk mentjengkeram kearah orang jang
menerdjang tiba itu. Tjengkeram siberewok itu sangat tjepat lagi tepat hingga tanpa ampun lagi bahu
orang itu kena dipegangnja. Tapi daja terdjang orang itu terlalu keras hingga
terdengarlah suara "breeet", jang terpegang di tangan siberewok tinggal sepotong kain badju
dan tubuh orang itu tetap menjelonong kedepan.
Dalam sekedjap itu, kembali terdengar suara "brak" sekali, medja ditengah
ruangan itu telah kena diterdjang ambruk oleh orang itu dan api lilin-pun seketika padam.
Berbareng siwanita tjantik tadi dan Bong-bin-djin (siorang berkedok) lantas
melompat mundur. Sedangkan didalam ruangan mendjadi gelap gulita seketika. Didalam
kegelapan itu hanja terdengar berkeslurnja angin pukulan jang me-njambar2, njata karena
sekilas itu siapapun tidak tahu apa jang terdjadi, untuk mendjaga segala kemungkinan diri
masing2 kalau disergap, maka masing2 telah memukul setjara ngawur untuk melindungi diri
sendiri. "Siapa kau?" demikian si berewok lantas membentak.
Namun tiada sesuatu suara djawaban.
Pada saat itulah tiba2 sinar kilat berkelebat menembus djendela hingga sekilas
itu dapatlah dilihat keempat orang itu bahwa orang jang menerdjang masuk tadi sudah
membikin medja tadi ambruk dan berantakan dilantai, sedangkan tubuh orang itu
mash menindih diatas medja tanpa bergerak sedikitpun.
Lekas menjalakan api!" seru siberewok segera.
Dalam kegelapan segera ada orang menjalakan geretan api, itulah siorang
berkedok. Sinar matanja tertampak ber-kilat2 aneh, sambil mendjemput kembali lilin jang
tersampar tadi, lalu ia menjulutnja sambil melirik kepada orang jang menggeletak menindih medja
itu. Kemudian dengan nada dingin ia berkata: "Sudah mati!"
"Ha, mati" Siapakah dia ini" seru si berewok, jang paling berangasan. Apakah dia
ini orang jang menulis surat kaleng dan mengundang kita kesini itu" Mengapa dia bisa
mati?" Sudah berangasan, njata pula siberewok itu seorang dogol djuga, hal ini kentara
sekali dari pertanjaannja jang tak masuk diakal itu.
Sembari bitjara tadi, siberewok terus melangkah madju djuga, ia berdjongkok dan
membalik tubuh orang jang menggeletak mati itu. Ketika siorang berkedok
menerangi muka orang mati itu dengan sinar lilin, seketika keempat orang tergetar dan mendjerit
kaget tertahan berbareng. Apa jang membuat keempat orang itu terkedjut bukan disebabkan orang mati itu ada
sesuatu jang menakutkan atau apa" Jang luar biasa, mereka adalah gembong2
persilatan iang sudah biasa membunuh dan melihat orang mati. Tapi jang membikin mereka
kaget itu adalah lantaran mereka kenal orang mati itu.
Kiranja orang jang menjeruduk masuk, lalu menggeletak mati tanpa bitjara itu
tak-laintak-bukan adalah seorang tokoh persilatan jang termasjhur, jaitu Lui
Tay-keh, Luitjengtju dari Lui-keh-tjeng di Oupak utara.
Lui Tay-keh berdjuluk Tjap-djiu-lo-han atau dewa sakti sepuluh tangan, namanja
sangat disegani didunia Kangouw, terutama didaerah Oupak utara.
Begitulah ketika siberewok melepas tangan, "bluk", majat Lui Tay-keh djatuh pula
kelantai. Disebelah sana si Su-sing jang bermuka putjat itu lantas mengeluarkan
sehelai kertas surat, "sret" tahu2 kertas surat itu terpentang mengapung keatas pe-
lahan2. Ketiga orang lainnja dapat melihat djelas bahwa kertas surat itu adalah sama
warna dan sama isinja seperti apa jang diterima oleh mereka masing2, gaja
tulisan surat itu djuga djelas dilakukan oleh satu orang jang sama. Bunji surat
jang ditudjukan kepada, si Su-sing bermuka putjat itu adalah begini:
Kepada Im Som Kautju dari Thian-sin-kau di Bu-ih-san,
Pada tanggal 14 bulan enam nanti diharap kedatangan saudara dikaki gunung Bo-po-
san, diperbatasan Oulam dan Oupak, didalam sebuah bangunan kuno warna merah djingga
disana saudara akan mendapatkan sesuatu jang luar biasa dan menggembirakan bagimu.
Bersama dengan saudara djuga telah diundang Tji-kim-sin-liong, Njo Hoat, itu
ketua Hoasan-pay; Thay-san-yau-ki Pak Yu-yu; Lui-keh-tjengtju Lui Thay-keh;
Thian-san-sin-kau Lo Pit-hi dan ketua Djing-sia-pay Thian-go Ladjin.
Tertanda : "tahu sendiri".
Kertas tadi mengapung keatas karena ditolak oleh suatu arus tenaga dalam jang
tak kelihatan, sesudah meninggi dan hampir menjundul belandar, kemudian pelahan
menurun kembali. Ketika kertas surat itu terombang-ambing diudara dan kira2 satu meter
diatas kepala, se-konjong2 si Su-sing menutul kertas dengan kipasnja, "bret", tahu2
kertas surat itu berlubang dan tempat dimana ber-lubang itu adalah tepat tertulis "Lui-
kehtjengtju Lui Tay-keh".
Melihat itu, ketiga orang lainnja tahu akan maksud si Su-sing, itu berarti nama
Tay-keh telah ditjoret dalam surat undangan itu karena orangnja sudah mati.
Siberewok she Njo itu buan lain dari pada ketua Hoa-san-pay, Tji-kim-sian-liong
Njo Hoat, sinaga emas maha sakti, segera ia mendjengek dan berkata lagi: "Hm, apa2-an ini" Tuan besar tidak
sudi menunggu lagi, Keparat pengirim surat kaleng ini siapa jang kenal dia" Huh,
masakah mengatakan 'tahu sendiri' apa segala?"
Habis berkata, segera ia hendak melangkah keluar lagi. Tapi pada saat itu djuga
tiba2 terdengar suara berkersutnja pintu hingga Njo Hoat tertegun pula. Tadi waktu
mereka masuk kebangunan kuno berlabur warna merah djingga itu, dikala mereka mendorong
pintu besi iang sudah karatan itu djuga pernah mengeluarkan suara berkeriat, maka dari
suara keriat-keriut itu, segera mereka menduga ada orang membuka pintu, serentak
mereka memandang keluar semua. Tadi karena diterdjang oleh Lui Tay-keh, maka daun pintu besi itu masih terus
terpentang, hanja sebelah sadja jang setengah menutup. Diluar pintu keadaan
gelap gulita itu terdapat sebuah serambi samping. Pada saat itulah terdengar suara
tindakan orang diserambi jang makin mendekat. Suara tindakan orang itu sangat lambat
sehinnga membikin urat sjaraf keempat orang itupun semakin tegang.
Ketika keempat orang itu menerima surat Undangan, semula mereka agak ragu2 dan
mestinja takkan memperhatikan. Tapi waktu hari jang ditentukan itu makin mendekat, mau-
tak-mau hati merekapun ikut tak tenteram, achirnja karena tertarik pula oleh rasa ingin
tahu siapakah' gerangan sebenarnja sipengirim surat kaleng jang menjatakan "tahu
sendiri" namanja itu, maka keempat orang jang mempunjai kedudukan jang ber-beda2 tapa
memiliki sifat jang ter-sendiri2, achirnja mereka datang djuga ke gedung kuno jang
ditundjuk itu. Sebenarnja ada djuga dugaan mereka bahwa pengirim surat itu mungkin adalah
kenalan lama jang sengadja hendak bergurau dengan mereka. Akan tetapi setelah Lui Tay-keh
jang terkenal sebaga-ahli menggunakan Amgi (sendjata gelap) dan disegani karena ilmu
pukulannja jang disebut "Djian-eng-sin-kun" (ilmu pukulan seribu bajangan) tahu2
telah terbinasa, bahkan bagaimana matinja serta siapa jang mengujurkan kedalam
bangunan kuno itu sama sekah tak diketahui, maka baru sekarang keempat orang itu sadar urusan
tidak begitu sederhana sebagaimana mereka sangka semula.
Maka makin mendekat suara tindakan orang diserambi jang gelap itu, makin tegang
pula urat sjaraf-keempat orang itu. Meski mereka biasanja adalah gembong2 iblis jang
membunuh orang seperti membunuh tjatjing, tapi kini menghadapi suasana jang
seram, kematian jang tiba2 dan bangunan kuno jang aneh, mau-tak-mau menimbulkan
berbagai matjam dugaan jang tidak2.


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu suara tindakan orang diserambi itu makin lambat kedengarannja,
sampai achirnja rupanja orang itu selalu berhenti sedjenak untuk kemudian baru
melangkah madju lagi. Dan keempat orang jang berada didalam ruangan itu masih tetap menunggu
tanpa bergerak. Tidak lama kemudian, ketika suara tindakan orang itu sudah berhenti sekian saat
dan belum lagi melangkah, mendadak terdengar suara "bluk" jang keras, suara
djatuhnja sesuatu barang jang berat.
"Kembali mati satu!" tanpa merasa Tji-kim-sin-liong Njo Hoat berseru sambii
melondjak. "Omong kosong!" omel siwanita tjantik. "Masakah tokoh seperti Thian-go Lodjin
itu dapat dipersamakan dengan Lui Tay-keh?".
Kiranja beberapa orang jang hadir didalam bangunan kuno ini meski satu-sama-lain
tidak pernah saling bertemu, tapi sudah lama djuga saling mengenal namanja masing2.
Ditambah lagi dalam surat undangan jang diterima masing2 itu sudah tertulis djelas siapa2
jang akan ikut hadir, maka tanpa diperkenalkan, ketika saling berhadapan masing2
sudah lantas dapat menduga siapa orangnja.
Dan memang betul, siwanita tjantik itu adalah Thay-san-yau-ki Pek Yu-yu,
siwanita siluman genit dari Thay-san jang terkenal kedji dan kejam.
Adapun si Su-sing jang bermuka putjat itu adalah Im som, Kautju dari Thian-sim-
kau di Bu-ih-san. Peraturan Thian-sin-kau itu sangat keras, segenap anggota agama
mereka dilarang berhubungan dengan orang luar, sebab itulah bagaimana susunan
organisasi mereka itu tiada diketahui orang. Im Som sendiri sebaqai ketua dengan sendirinja
diluar larangan tersebut, ia sering merantau di Kangouw. ilmu silat Im Som sangat aneh
dan lihay, oleh karena orang tidak mengetahui sampai dimana kepandaianja dan
darimana asalusulnja, maka kebanjakan orang tidak berani tjari perkara padanja.
Sedang orang jang bertubuh pendek ketjil seperti monjet itu, meski dia berkedok,
namun tanpa diberitahu djuga setiap orang jakin dia pasti Thian-san-sin-kau Lo Pit-hi,
simonjet sakti dari Thian-san jang djenaka dan litjin serta ditakuti orang2 dari
kalangan Hek-to (kaum pendjahat) itu.
Oleh karena itulah, djika sekarang ada jang datang lagi, maka dapat diduga orang
itu adalah Thian-go Lodjin, itu ketua dari Djing-sia-pay jang djuga terdapat dalam
daftar surat undangan dan memang belum tiba itu. Maka apa jang dikatakan. Pek Yu-yu
tadi tjukup beralasan djuga. Maklum, Djing-sia-pay terkenal sebagai salah satu aliran
terkemuka dengan ilmu pedangnja jang mendjagoi, masakah pendjabat ketuanja
dengan begitu gampang akan dapat dibunuh orang" Mustahil !
Begitulah maka Njo Hoat lantas berseru: "Tjoba pergi melihat segera.
Segera keempat orang itu berdjalan keluar, tetap siorang berkedok jang membawa
api lilin. Belum lagi djauh mereka keluar dari pintu, tertampaklah oleh mereka
diserambi samping sana tergeletak seorang berbadju hitam tanpa berkutik sedikitpun.
Dengan langkah lebar segera Njo Hoat mendekati, sekali ia mentjungkil dengan
udjung kaki, tubuh orang itu lantas terbalik dan terlentang keatas.
Maka djelas tertampak perawakan orang itupun kurus ketjil, mukanja lantjip dan
mulutnja memontjong hingga mirip sekali muka monjet. Dari mulutnja kelihatan meneteskan
darah, terang orangnja sudah tak bernjawa lagi.
Njo Hoat lantas mejengak demi melihat wadjah orang itu, tanpa merasa ia berseru:
,,He, bukankah dia ini "Thian-san-sin-kau Lo Pit-hi!".
"Betul, dia!" Pek Yu-yu ikut berseru.
Serentak Im Som memutar tubuh menghadap kepada siorang berkedok jang bertubuh
kurus ketjil tadi. Begitu pula pandangan Njo Hoat dan Pek Yu-yu djuga dialihkan kepada orang berkedok itu
dan berbareng menegur: "Siapakah kau sebenarnja?"
Semula mereka jakin orang berkedok itu pasti adalah simonjet sakti dari T'hian-
san mengingat perawakannja jang kurus ketjil. Akan tetapi kini ternjata Thian-san-
sin-kau Lo Pit-hi sudah terbinasa diserambi situ, lantas siapakah gerangan siorang
berkedok itu" Diantara mereka jang diundang itu hanja Thian-go Lodjin jang belum muntjul, tapi
kakek itu berperawakan gagah tegap, djadi tidak mungkin orang berkedok jang kurus
ketjil itu adalah Thian-go Lodjin. Habis siapa"
Njata, pertemuan jang sudah diatur setjara misterius kini telah bertambah
seorang aneh jang tak dikenal asal-usulnja. Apakah dia ini jang mengirim surat undangan tanpa
nama pengirim itu" Begitulah maka Njo Hoat bertiga tadi lantas membentak untuk
menanja. Tapi orang berkedok itu tidak menejawab, ia menggeser mundur selangkah, namun Im
Som sudah lantas bertindak, kipasnja mendadak menutul kedepan. Diluar dugaan orang
berkedok itu lantas lemparkan api lilin jang dipegangnja itu kearah Im Som, tjepat Im Som
menjampuk dengan kipasnja, maka padamlah seketika lilin itu dan keadaan mendjadi
gelap gulita. "Awas, djangan sampai dia lolos!" seru lm Som.
Segera Njo Hoat ajun goloknja membatjok djuga. Tapi lantas terdengar suara
bentakan Pek Yu-yu: "Apa kau tjari mampus" berbareng itu Njo Hoat merasa dadanja, ditolak
oleh suatu arus tenaga jang kuat, hidungnja lantas mengendus djuga bau harum jang aneh.
Maka insaflah Njo Hoat bahwa batjokannja dalam kegelapan tadi sebaliknja hampir
mengenai Pek Yu-yu, maka wanita iblis itu telah balas menjeramu dengan pukulan
berbisa jang sangat diandalkan. Tjepat Njo Hoat melompat beberapa kali hingga dekat
dengan pintu gedung kuno itu. Dan pada saat itulah tiba2 sinar kilat berkelebat lagi,
sekilas Njo Hoat melihat disampingnja mendadak sudah bertambah seorang lagi.
Keruan kedjut Njo Hoat tak tanpa pikir lagi ia angkat goloknja terus menjabat
kesamping. Sebagai ketua dari Hoa-san-pay, sudah tentu ilmu goloknja itupun tergolong salah
satu kepandaian tunggal jang lihay, terutama bilamana dipakai menghadapi musuh dari
djarak dekat, maka djangan harap musuh mampu menghindarkan, serangannja jang tjepat
itu. Tapi dikala ia menjerang, sinar kilat hanja berkelebat sekali lalu keadaan
kembali gelap gulita hingga hakikatnja Njo Hoat tidak melihat djelas siapakah orang jang
berdiri disebelahnja itu. Jang terang ia merasa udjtung goloknja menggores
sesuatu, tapi pasti bukan tubuh manusia, paling2 hanja badju sasarannja jang terobek.
Padahal serangan itu dlontarkan dari djarak dekat, tapi lawan itu toh dapat
menghindarkan diri, ini menandakan luar biasa sebatnja orang itu.
Dan untuk mendjaga segala kemungkinan, segera Njo Hoat putar pula goloknja dan
kembali menjerang tiga kali be-runtun2. Tapi ketika sinar kilat berkelebat lagi, aneh
bin heran, disekitarnja ternjata tiada seorangpun, jang ada jalah Pek Yu-yu dan Im
Som jang sedang mengerubut siorang berkedok didepan sana.
http://ebook-dewikz.com/ Tentu sadja Njo Hoat tertjengang, pikirnja: "Apakah mataku jang sudah lamur
hingga barusan aku melihat setan?"
Dalam pada itu sinar kilat berkelebat pula kesempatan itu digunakan oleh Njo
Hoat untuk menubruk madju kearah siorang berkedok sambil membentak.: "Setan alas, kau
berani mempermainkan kami?"
Ditempat hudjan lebat dan gemuruh guntur itu, sekonjong-konjong terdengar suara
bentakan orang, menjusul tertampaklah tjahaja api, tahu2 seorang tua gagah telah
berdiri diambang pintu. Dan dalam keadaan jang sudah gelap gulita pula, baru goloknja hendak bekerdja,
sekonjong2 suatu tenaga jang lunak, tapi sangat kuat, tahu2 telah Tiraikasih
Website http://kangzusi.com/ menghantam ke "Tay-meh-hiat" dibagian pinggangnja. Untung Njo Hoat tjukup sigap,
segera ia palangkan goloknja untuk menghalangi serangan itu: "Tring", terasalah
galoknja terdjentik sesuatu sendjata tadjam.
Dalam keadaan gelap gulita, Njo Hoat dapat merasakan bahwa benda jang menjentuh
goloknja itu adalah sedjenis sendjata peranti menutuk jang enteng, untuk mana,
selain kipas jang dipakai Im Som, rasanja tiada orang lagi jang menggunakan sendjata
sedjenis itu Djadi terang Im Som jang telah membokongnja barusan.
Keruan Njo Hoat mendjadi murka, terus sadja ia mentjatji-maki: "Keparat,
djahanam! Pandai benar kau membokong orang" Lihat djuga seranganku!" ~ Ia masih ingat
tempat berdiri Im Som tadi, maka tanpa pikir goloknja terus membatjok kearahnja.
Diluar dugaan, se-konjong2 terdengar suara bentakan Pek Yu-yu jang njaring:
"Rupanja kau minta mampus" Menjusul serangkum angin pukulan mengandung bau wangi jang
aneh telah berkesiur kearahnja. Njo Hoat mendjadi, kaget dan heran, sudah terang tadi Im Som jang berada diarah
sana, mengapa serangannja menudju kepada Pek Yu-yu lagi. la insaf tentu ada sesuatu
jang tidak beres, tjepat ia melompat mundur dan berteriak: "Berhenti! Berhentilah
dulu!" "Apa, berhenti" Ber-ulang2 kau menjerang aku setjara menggelap, apa maksud
tudjuanmu sebenarnja, djahanam!" maki Pek Yuyu dengan gusar. Berbareng pukulannja sudah
tertudju lagi kedada Njo Hoat. Dasarnja Njo Hoat itu memang seorang dogol. hatinja mendjadi panas djuga karena
ditjetjar oleh serangan Pek Yu-yu, segera ia tandingi dengan putar galoknja lebih kentjang hingga
terdjadilah pertarungan sengit diantara mereka.
Selagi mereka saling labrak setjara serabutan dalam kegelapan, se-konjong2
terdengar suara gertakan seorang dengan keras, menjusul sinar api berkelebat, keadaan
didalam gedung itu mendjadi terang benderang.
Berbareng Njo Hoot dan Pek Yu-yu sama2 melompat mundur dari kalangan
pertempuran. Waktu mereka menoleh kearah pintu, maka tertampaklah diambang pintu berdiri seorang
berdjubah hidjau perawakannja tinggi besar dan berumur lebih setengah abad.
Gagah dan kereng sekali tampaknja orang itu hingga mirip malaikat pendjaga
pintu. Pada tangannja terpegang sumbu api jang telah dinjalakannja hingga keadaan didalam
rumah itu dapat terlihat dengan djelas. Dengan sorot mata tadjam orang itu memandang Njo
Hoat dan Pek Yu-yu, tiba2 ia menegur dengan nada dingin: "Kiranja kalian sudah berada
disini!" Kiranja orang tinggi besar itu tak-lain-tak-bukan adalah Thian-go Lodjin, itu
ketua Djing-sia-pay jang termasjhur dan disegani orang2 persilatan sebagai kepala dari
lima aliran ilmu pedang jang paling lihay.
Njo Hoat mendjadi heran demi nampak Thian-go Lodjin benar2 hadir djuga disitu,
padahal dengan kepandaian tokoh Djing-sia-pay itu, susah untuk dipertjaja bahwa dia
djuga sudi, dipermainkan oleh setjarik surat kaleng belaka.
Sebaliknja, Pek Yu-yu bukan merasa heran, tapi ia terperandjat dan kuatir. la
kenal orang tua itu sangat bentji kepada kedjahatan, terhadap orang2 dari kalangan Hek-to (kaum pendjahat)
biasanja tidak kenal ampun. Sedangkan Pek Yu-yu sendiri didalam kalangan
Kangouw, terkenal sangat gapah tangan dan kedjam, terang kedua orang berdiri dipihak jang
berlawanan, apalagi Pek Yu-yu dahulu pernah melukai dua orang anak murid Djing-
sia-pay jang bermaksud mengganggunja karena kesemsem kepada ketjantikannja. Walaupun hal
itu adalah salah murid2 Djing-sia-pay sendiri, tapi toh berarti kedua pihak sadah
terikat permusuhan. Sebelum Pek Yu-yu memenuhi undangan surat kaleng itu iapun menaksir denqan
kedudukan Thian-go Lodjin jang tinggi itu tidak mungkin sudi datang kesitu. Siapa tahu
dugaannja kini ternjata meleset, Thian-go Lodjin djusteru telah datang djuga.
Karena itulah iamendiadi keder, ketika Thian-go Lodjin melangkah masuk, tanpa
merasa Pek Yu-yu djuga main mundur untuk menjari kesempatan buat angkat kaki daripada
tinggal disitu mentjari penjakit sendiri.


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tak terduga baru dia mundur dua-tiga tindak, se-konjong2 tung kak kakinja terasa
kesandung sesuatu hingga ia kehilangan kesimbangan badan dan hampir2 djatuh
terdjengkang. Untung ilmu silatnja djuga sangat hebat, baru badannja terhujung
sedikit, terus sadja ia menutul udjung kakinja hingga orangnja sempat melesat kebelakang
duatiga meter djauhnja. Dan ketika badannja terapung diatas barulah dia dapat melihat djelas bahwa benda
jang menjandung kakinja itu adalah sosok tubuh manusia jang
meringkuk disitu. la menduga badan, manusia itu tentu adalah majatnja Thian-san-
sin-kau Lo Pit-hi tadi. Diluar dugaan, baru dia tantjapkan kaki kembali ketanah, tiba2 terdengar orang
jang meringkuk ditanah itu dapat bersuara merintih. Keruan Pek Yu-yu terkedjut. Waktu
ia perhatikan lebih djauh, ia mendjadi heran pula. Ternjata orang itu bukan
simonjet sakti dari Thian-san seperti sangkaannja, tapi adalah Thian-sin-kautju Im Som.
Terang saat itu Im Som terluka parah, makanja menggeletak dilantai tanpa
berkutik dan tjuma dapat merintih sadja. Sebaliknja majat Lo Pit-hi tadi sudah menghilang
entah kemana. Begitu pula siorang berkedok.
Pek Yu-yu tadi lagi sibuk melabrak Njo Hoat dalam keadaan gelap gulita hingga
dia tidak sempat lagi memperhatikan pertarungan disebelah lain. Ia tidak mengerti dengan
ilmu silat Im Som jang sudah mentjapai tingkat djarang ada tandingan itu, mengapa
dalam waktu sesingkat itu sudah kena dilukai orang dan menggeletak takbisa bangun
lagi" Tapi ia tidak sempat memikirkan hal itu lagi, ketika ia mendongak, ia lihat
Thian-go Lodjin djuga sedang menatap, padanja dengan sorot mata setadjam sinar kilat,
wadjah orang tua itu tampak sangat kereng hingga mau-tak-mau membuat iblis wanita
terkemuka dari Sia-pay itu mengkeret njalinja.
Dengan rasa kikuk selagi Pek Yu-yu hendak menjapa, tiba-tiba Thian-go Lodjin
telah membuka suara: "Siapakah tuan rumah dsini" Dimana sipengirim surat undangan
itu?" ,,Besar kemungkinan kita telah dipermainkan orang!" udjar Njo Hoat.
"Brak", mendadak Thian-go Lodjin menggablok daun pintu dise belahnja hingga
sebagian kaju papan pintu itu sempal. Segera orang tua itu mendjemput potonqan kaju papan
itu dan dinjalakan untuk didjadikan sebagai obor, maka seluruh ruangan serambi itu
pun mendjadi djauh lebih terang daripada tadi.
Lebih dulu Thian-go Lodjin memandang Im Som jang menggeletak ditanah itu. Saat
itu Im Som sedang meronta bangun sekuatnja, mukanja memangnja sudah putjat, kini
mendjadi lebih putjat lagi melebihi majat. Dengan sempojongan achirnja ia dapat merangkak
bangun, lalu berdjalan keluar dengan ter-hujung2.
Diluar sana hudjan jang mereda tadi mulai lebat lagi. Im Som hanja merandek
sedjenak diluar pintu, lalu berlari pergi dibawah hudjan dengan langkah sempojongan.
"Im-,kautju, Im-kautju, tunggu sebentar!" tiba2 Pek Yu-yu berseru. "Marilah biar
kutolong kau!" Sembari bersuara ia terus berlari keluar menjusul Im Som. Sudah tentu Pek Yu-yu
bukan seorang jang baik hati hingga dia mau menolong Im Som jang terluka parah itu,
jang benar, dia ingin mendjauhkan diri dari Thian-go Lodjin, djadi seruannja itu
hanja alasan belaka. Tatkala itu hudjan masih sangat lebat bagaikan dituang, seketika Pek Yu-yu
mendjadi basah kujup. Ketika sudah tjukup djauhnja, ia lihat tiada orang menjusulnja dari
belakang dan sementara itu Im Som pun sudah menghilang, segera ia menjelinap
ketepi djalan, ia sembunji dibalik sebuah batu karang jang besar.
Dari tempat semibunjinja itu dapatlah Pek Yu-yu melihat dengan djelas setiap
orang jang keluar-masuk gedung kuno itu. Walaupun ia kedinginan hingga menggigil karena
tertimpa air hudjan, tapi dengan Lwekangnja jang tinggi ia masih dapat bertahan,
betapapun ia ingin mengintai rahasia pertemuan digedung kuno jang menjeramkan itu.
Sementara itu sesudah perginja Pek Yu-yu, Thian-go Lodjin kemudian tanja Njo
Hoat: "Njo-heng, sudah berapa lama kau berada dsini?"
,,Aku orang pertama jang datang kesini sedjak tadi," sahut Njo Hoat. "Kemudian
mereka baru datang." Thian-go Lodjin tjoba mengamat-amati keadaan bangunan kuno jang menjerupai
benteng jang kukuh itu. Ia lihat ruangan tengah itu tjukup luas, dipodjok sana ada sehuah
tangga jang menudju ketingkatan kedua, tangga itu pandjang dan me-lingkar2. Bangunan
itu terlalu tinggi hingga meski obornja sangat terang toh tak, dapat mentjapai
langit2 loteng dibagian atas itu, maka dibagian atas itu tjuma remang2 sadja.
"Apakah benar didalam gedung ini tiada penghuninja?" Thian-go Lodjin berkata
lagi sambil mengekerut kening.
"Tidak ada, terang tidak ada," sahut Njo Hoat. "Setiba disini, segera aku
periksa atas dan bawah, tapi tiada seorangpun jang kulihat, diatas loteng debu memenuh
lantai, jang ada iaiah be-ratus2 kalelawar jang terbang seliweran Lodjin, dapatkah kau
mengetahui siapakah gerangan orang jang mengirim surat undangan pada kita ini?"
Wadjah Thian-go Lodjin sangat kereng, ja tidak mendjawab dan hanja menggojang
kepala sadja. "Kukira ..... kukira ada orang sengadja hendak berkelakar dengan, kita" tapi
baru sekian Njo Hoat mengemukakan pendapatnja, mendadak ia tidak diadi meneruskan.
Sebab, ia mendjadi teringat kepada Lui Tay-keh dan Lo Pit-hi jang sudah mati itu serta Im
Som jang terluka itu, pula ingat kepada siorang berkedok jang bertubuh kurus ketjil
seperti monjet itu, semuanja ini adalah kedjadian njata dan sekali2 bukan berkelakar apa
segala. "Kukira tempat ini bukan tempat baik, kunasihatkan ada lebih baik lekas Njo-heng
meninggalkan tempat ini sadja," kata Thian-go Lodjin kemudian.
Memangnja sedjak tadi Njo Hoat sudah ada maksud akan tinggal pergi. Kini
mendengar pula andjuran Thiang-go Lodjin, ia terkesiap sekedjap dan merasa utjapan orang tua
itu tentu ada alasannja. Tapi untuk hendak mengundjuk kelemahan dihadapan orang lain,
segera iapun berkata: "Sebenarnja biarpun urusan setinggi langit djuga orang she Njo
tidak gentar menghadapi. Tapi rumah ini memang kosong, daripada menunggu disini tanpa
arti, lebih baik Lotju angkat kaki, sadja."
Segera ia kembalikan golok kedalam sarungnja, dengan langkah lebar ia terus
tinggal pergi dengan tjepat. Thian-go Lodiin masih memandang sekedjap lagi keseluruh ruangan situ, lalu iapun
membuang obornja kelantai serta hendak pergi.
Papan jang dinjalakan sebagai obor itu masih berkobar terus sebentar, tidak lama
kemudian ketika ada angin meniup dari luar, maka siraplah api obor itu. Keadaan
didalam benteng kuno itu kembali mendiadi gelap gulita.
Tidak lama kemudian dalam keadaan gelap lelap itu dari atas loteng tiba2
terdengar suara orang. Suara orang jang sedang bitjara dengan napas ter-engah2, suatu
tanda orang itu dalam keadaan sakit keras atau terluka parah, suara orang terang bukan salah
seorang jang hadir disitu tadi.
,,Apa ......... apakah sudah pergi semua?" demikian terdengar suara orang itu
menanja dengan ter-putus2. "Ja, sudah pergi semua," sahut suara seorang muda dengan pelahan.
"Djalan terus kedepan, putar ke sana, dan bi...biluk kesitu dan .... dan bukalah
daun pintu, tjo ...... tjoba bawa aku masuk kesana," demikian suara jang ter-engah2
tadi berkata pula. ,,Tapi keadaan gelap gulita, aku tidak dapat melihat apa2, lebih baik menjalakan
api dahulu," sahut suara orang muda tadi.
"Tidak, djangan" udjar suara jang lemah itu. "Aku........ aku dapat melihat
dengan djelas dalam kegelapan akan kutundjukan djalannja."
Orang muda itu tidak bersuara lagi, menjusul lantas terdenqar suara orang
berdjalan, suara pintu didorong dan suara orang jang turun dari atas, pe-lahan2 terdengar pula pintu terpentang,
sebuah pintu disebelah sana tiba2 terbuka.
Dibalik pintu itu adalah sebuah ruangan ketjil sekira tiga meter persegi, penuh
debu dan kosong melompong tiada sesuatu alat perabot apa2. Sementara itu pelita telah
dinjalakan hingga tertampaklah dua sosok bajangan orang.
Itulah terdiri dari seorang muda jang berperawakan gagah, dan dandanannja
ringkas dan kelihatan basah kujup oleh keringat. Pada badju bagian pinggang kirinja tampak
terobek suatu lubang hingga kelihatan kulit dagingnja djuga terluka ringan.
Seorang lagi duduk diatas lantai jang penuh kotoran debu itu, berwadjah kurus
ketjil mirip monjet, air mukanja putjat melebihi majat, udjung mulutnja mengeluarkan
darah, napasnja ter-sengal2. Terang sekali orang kurus ketjil ini adalah Thian-san-sin-
kau jang tadi menggeletak diserambi dan dikira sudah mati oleh Im Som, Pek Yu-yu dan
Njo Hoat itu. Entah mengapa, majatnja tadi mendadak menghilang, dan sekarang
ternjata orangnja belum mati. Orang muda itu telah menerangi sekitar ruangan dengan geretan apinja dan rupanja
mendadak menemukan sesuatu barang jang dapat digunakan sebagai obor. Lalu ia
menunduk dan tanja sikurus: "Lo tayhiap, bagaimanakah keadaanmu?"
Muka Lo Pit-hi; tampak berkedjang, dengan suaranja jang aneh dan lemah ia ia
mendjawab: "Tadi ...... tadi kau melihatnja tidak?"
"Melihat apa?" tanja siorang muda dengan rasa mengkirik karena utjapan Lo Pit-hi
jang menjeramkan itu. "Tadi ........ tadii, orang jang ber ...... ada disebelah Njo Hoat itu," kata Lo
Pit-hi dengan napas megap2. Orang muda itu tertegun sedjenak, kemudian mendjawab: "Lo-tayhiap itu ..... itu
kan aku sendiri" ....... Untung aku tjukup sigap hingga dapat menghindarkan serangan Njo
Hoat jang mendadak itu, kalau ..... wah, tentu .....tentu aku sudah mati."
"Bukan ..... bukan kau, tapi ....... tapi orang jang berada dibelakangmu,"
demikian Lo Pit-hi berkata pula dengan ter-putus2.
Se-konjong2 siorang muda membalik tubuh dengan melondjak kaget, dan sudah tentu
dibelakangnja waktu itu tiada seorangpun. Katanja dengan merinding:
"Dibelakangku" Siapa jang berada dibelakangku?"
Tapi mulut Lo Pit-hi hanja mengap lebar2, seluruh ruas tulangnja terdengar
mengeluarkan suara berkertukan, orangnja sudah takbisa bitjara lagi.
"Lo-tayhiap! Lo-tayhiap!" tjepat siorang muda berseru. "Kau bilang ada sesuatu
urusan meminta agar aku menjelesaikannja, dan kau belum mengatakan urusan itu. Apakah
lukamu sangat parah?" Mendadak badan Lo Pit-hi bergemetar dengan hebat, darah segar djuga bertjutjuran
keluar dari udjung mulutnja. Dengan suara jang sangat lemah dan ter-putus2 ia berkata
sekuat mungkin: "Aku aku minta kau ..... suka men ...... mentjarikan se ..... seorang."
Siorang muda tersenjum ewa sekali, dan belum lagi ia menanja lagi, tiba2 Lo Pit-
hi mengangkat tangannja dan menuding keudjung ruangan sebelah timur sana sambil
berkata pula dengan suara lemah: "Di .... disana ......"
"Lo-tayhiap, djangan buru2, katanja setjara sabar," seru si orang muda dengan
kuatir. "Sudah terlambat!" tiba2 Lo Pit-hi mengutjapkan kata2 terachir ini, lalu
menghembuskan napasnja jang penghabisan. Kata2 terachir itu diutjapkan dengan terang, dan
lantjar, tapi habis itu orangnja lantas tak berkutik lagi.
Siorang muda tampak ter-menung2 sedjenak, kemudian ia berbangkit, air mukanja
mengundjuk rasa bingung, njata ia sendiripun merasa tidak habis mengarti akan
kedjadian jang dialaminja ini. Lo Pit-hi terang sudah mati, tapi tangannja jang terangkat dan menuding kearah
timur pada sebelum adjalnja tadi meski kini sudah menurun kembali, namun djarinja
masih tetap menuding kearah jang ditundjuk itu.
Setelah ragu2 sedjenak, achirnja orang muda itu berdjalan kepodjok ruangan itu.


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dilantai penuh debu hingga setiap langkah pemuda itu tentu meninggalkan bekas
tapak kaki jang djelas. Setiba didepan dinding udjung ruangan itu ia tjoba menerangi dengan geretan api
jang masih menjala itu, tapi dinding disitu halus biasa sadja, tiada sesuatu jang
mentjurigakan, la mendjadi heran mengapa djari Thian-saa-sin-kau Lo Pit-hi
menuding kesitu pada sebelum mata.
Untuk menghilangkan rasa tjuriga, achirnja pemuda itu mengeluarkan goloknja, ia
ketok2 lantai disitu, lalu dindingnja djuga di-tutuk2.
Oleh karena suasana didalam bangunan itu sangat sunji, diluar hudjan djuga
mereda, maka suara lantai dan dinding jang diketoknja itu kedengaran sangat djelas dan
menjeremkan. Waktu ia tutuk2 bagian dinding sebelahnja lagi, "plok", tiba2 dari atas dinding
itu djatuh kelantai sepotong benda sebesar 30 senti persegi. Karuan pemuda itu
terkaget dan melompat mundur, waktu ia memperhatikan dan memandang kedepan, ia menghela napas
lega dan menggumam sendiri: "Kiranja disitu ada sebuah tjermin!"
Memang betul, sesudah dari dinding situ terdjatuh sepotong pelat besi sebesar
kurang lebih 30 senti persegi itu, dibawah tjahaja api dapatlah ia memandang wadjah
sendiri diatas dinding seluas pelat besi jang djatuh kelantai itu, djadi tjermin itu
bertutup dibalik pelat besi. Karena terkedjut tadi, mau-tak-mau djidatnja agak basah dengan keringat dingin,
tanpa merasa ia telah mengusap keringat didjidat itu dengan lengan badjunja. Tapi
mendadak ia melongo kaget, dari sinar matanja tertampak djelas rasa seramnja jang tak
terhingga. Kiranja waktu ia mengangkat tangan buat mengusap keringat, ternjata bajangannja
sendiri jang tertera diatas tiermin itu sama sekali tidak kelihatan bajangan tangannja
jang terangkat itu. Bahwasanja gerak-gerik seorang tidak mirip dengan bajangan jang
tertjermin diatas katja, terang itulah sangat djanggal.
Seketika hati pemuda itu merasa merinding, segeraa memperoleh suatu pikiran
tentu diatas dinding itu bukan sebuah tjermin!.
Dan kalau bukan tjermin, tentunja adalah sebuah lukisan.
Pantasnja sesudah dapat menarik kesimpulan bahwa didinding itu adalah sebuah
lukisan, maka mestinja dia tidak perlu merasa heran atau sangsi lagi. Namun sorot matanja
toh masih mengundjuk rasa tjuriga dan kuatir.
Sementara itu kertas sumbu jang dipakai menjalakan api itu sudah hampir habis,
segera ia melangkah madju untuk lebih mendekati dinding itu.
la dapat melihat dengan djelas, memang betul itu adalah sebuah lukisan jang
sangat hidup, bahkan lukisan itu memang betul melukiskan dia sendiri, makanja sekilas
tadi ia sangka didinding situ terdapat sebuah tjermin. Ia tjoba meraba pelahan lukisan
itu, ia merasa lukisan itu terbuat dari kain sutera jang sangat halus.
Pada saat duduknja perkara itu dapat diketahui djelas anehnja, sumbu api jang
dinjalahkannja itupun mulai guram, ketika sumbu api mendjulang beberapa senti
keatas, menjusul api itupun lantas padam.
Dalam kegelapan orang muda itu masih tetap berdiri menghadapi dinding itu dengan
termangu2. Dalam hati ia, tidak habis mengarti mengapa lukisan jang
menggambarkan dirinja itu bisa terbingkai didinding bangunan kuno itu dan siapakah gerangan jang
melukiskannja" Selamanja ia merasa tidak pernah dilukis oleh siapapun, djuga dia
tidak kenal bangunan kuno ini sebelumnja, mengapa bisa terdapat sebuah lukisannja disitu"
Begitulah ia terus memikir dan memikir lagi dan pertanjaan2 itu tetap tak
terdjawab. Sementara itu diluar hudjan melebat lagi, ditengah suara hudjan jang gemertjek
itu terdengar pula suara derap kuda jang riuh dan tjepat tapi pemuda ini se-akan2
tak mendengar, ia masih tenggelam dalam lamunannja sendiri.
Baru sesudah kuda2 itu sudah dekat, lalu ada suara beberapa orang sedang berseru
memanggil, mendadak barulah ia terkesiap dan sadar.
,,Kun-hiap! Kun-hiap! Dimana kau" Apakah kau berada didalam situ?" demikian
terdengar beberapa orang sedang berteriak diluar, Suara mereka agak serak, agaknja sudah
terlalu banjak menggembor atau mengeluarkan suara. Pula suara mereka kedengaran penuh
rasa tjemas dan kuatir. Lalu orang muda itu memutar tubuh, ia bertindak ketepi djendela dan mengintai
keluar. Dibawah hudjan iang lebat itu tertampaklah diluar bangunan kuno sana lapat2 ada
beberapa orang penunggang kuda, mereka sedang berseru kedalam gedung jang gelap
gulita itu. Beberapa orang penunggang kuda itu tampak melondjak girang, segera seorang
diantaranja berteriak: "Ai, tuan muda, kerdja apakah kau berada dirumah setan ini" Lekaslah
keluar sini, kami sudah kelabakan setengah mati mentjari kau sedjak tadi!"
Siorang muda tersenjum, senjuman menjesal karena telah membikin kawan2nja itu
bingunq mentiarinja. Tjepat ia keluar dari kamar itu, meialui tangga jang me-lingkar2
itu achirnja ia keiuar dari bangunan kuno.
Begitu orang muda itu muntjul, segera tiga orang diantara penunggang2 kuda itu
melompat turun dan memapak madju. Dibawah sinar kilat jang berkelebat sekali, tertampak satu diantaranja adalah
seorang kakek jang berdjenggot putih, kakek itu lantas pegang pundak; siorang muda tadi
dan dengan penuh perhatian ia menanja: "Kun-hiap, kau tidak berhalangan apa2 bukan?"
Segera kedua orang lainnja djuga berseru: "Ai, kau benar2 membikin bingung kami,
Wikongtju! Kami telah mentjari kau sepandjang djalan, makin mentjari makin djauh
dan achirnja menudju ketempat jang sunji terpentjil ini, kami sangka kau telah
mengalami sesuatu jang berbahaja. Ai, Kongtju ya, kita masih harus menempuh perdjalanan
djauh untuk bisa sampai di Yangtjiu, untuk saterusnja haraplah engkau djangan
kelujuran lagi seperti ini, kami benar2 sudah tobat!"
"Kun-hiap, sebab apakah kau tinggal pergi tanpa meninggalkan pesan apa2?"
demikian sikakek tadi lantas tanja pula. "Mestinja ajahmu keberatan kau ikut merantau,
mengiingat usiamu masih terlalu muda, tapi kau berkeras ingin turut dan me-
rengek2 padaku agar membawa serta kau. Padahal barang kawalan kita ini sangat penting,
nilainja susah diukur, perdjalanan ke Yangtjiu masih djauh pula, mana boleh kau mentiari
gara2 seperti ini" Lain kali hendaklah kau lebih hati2."
,,Kun-hiap" adalah nama pemuda itu. la she Wi, djadi lengkapnja Wi Kun-hiap.
Kakek itu bernama Wan Kian-liong, berdjuluk Hui-Kiam-djiu, sipedang terbang,
adalah tokoh persilatan terkemuka dan terkenal sebagai Tjongpiauthau (peminrpin umum )
dari gabungan 94 Piau kiok (perusahaan pengawalan atau pengangkutan) ditudjuh propinsi daerah Tionggoan.
Wan Kian-liong adalah Susioknja Wi Kun-hiap. Aiahnja Wi Kun-hiap adalah tokoh
nomor satu dikalangan Bu-lim pada waktu itu, jaitu sebaga: Bulim Bengtju (ketua
perserikatan persilatan) dari tudjuh propinsi Tionggaan, kedudukannja djauh terkemuka
daripada Wan Kian-liong. Tjuma belasan tahun paling achir ini ajahnja Wi Kun-hiap itu sudah
djarang merantau dikangouw, namun hal mana tidak mengurangi namanja jang termashur,
setiap, hari ulang tahunnja masih tetap tak terhitung banjaknja orang2 Bu-lim datang
memberi selamat padanja, dan pada hari itu pula merupakan pertemuan besar diantara
djago2 silat dari segenap pelosok. Begitulah, maka Wi Kun-hiap telah menunduk menerima petuah sang Susiok.
"Sebenarnja kerdja apakah kau datang ketempat ini?" demikian Wan Kian-liong
telah menanja pula. Tapi Kun-hiap ternjata bingung malah oleh pertanjaan itu. Untuk apa dia datang
kegedung kuno itu, hal ihi ia sendiripun tidak tahu. Hakikatnja bukan dia sendiri jang
ingin datang kesitu, djuga tiada orang lain jang memaksa dia, tjeritanja memang tjukup
pandjang. Maka dengan menghela napas Kun-hiap berkata: "Susiok, pikiranku sendiri masih
kusut, disini djuga bukan tempat jang baik untuk bitjara, marilah kita, pergi dulu,
nanti kita mentjari suatu tempat meneduh lain untuk bitjara lagi."
http://ebook-dewikz.com/ ,,Kun-hiap, dunia Kanggouw, penuh orang djahat, setiap saat dan setiap tempat
selalu ada kemungkinan terpasang djeratan, sekali kau lengah, tentu kau akan kedjeblos
kedalam perangkap orang2' demikian Wan Kian-Liong memberi nasihat lagi.
Habis berkata, sebelah tangannja lantas pegang lengan Kunhiap, sekali ia tarik
dan angkat, seketika tubuh Wi Kun-hiap mengapung keatas untuk kemudian kedua orang
bersamasama menghinggap diatas kuda tunggangan Wan Kian-Liong tadi.
Mungkin karena kaget atau mendadak merasa muatannja terlalu berat, maka kuda itu
telah meringkik Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kaget sekali sambil berdjingkrak, habis itu terus sadja binatang itu
mentjongklang kedepan dengan tjepat dan segera diikuti pula oleh beberapa penunggang kuda jang
lain tadi. Wan Kian-Liong dan Wi Kun-hiap berdua menunggang seekor kuda dan berlari paling
depan. Tapi baru beberapa puluh meter kuda itu mentjongklang dengan tjepatnja, se-
konjong2 dari samping, terdengar suara sambaran sesuatu benda janq amat pesat dan kuat.
Belum djauh Kian-Liong melarikan kudanja, sekonjong-konjong kuda itu berjingkrak
sambil meringkik kaget, berbareng terdengar suara sambaran senjata gelap dari
samping . . . . . Ditengah hudjan lebat suara mendesir itu sebenarnja susah untuk diketahui Wi
Kun-hiap sendiri duga tidak mendengar. Tapi Wan Kian-liong bukanlah djago silat kemarin,
sedikit suara jang aneh sadja segera diketahuinja ada sesuatu iang tidak beres. Tjepat
ia menahan tali kendali hingga mendadak kuda itu meringkik sambil berdjingkrak
berdiri dengan belakang. Dan pada saat menarik les kuda itupun Wan Kian-liong lantas
sambitkan sebilah padang ketjil mengkilap.
Wan Kian-Liong berdjuluk "Hui-kiam-djiu" atau sipedang terbang, jaitu karena
Amgi senjata gelap jang menjadi andalannja jang berwudjut 99 bilah pedang ketjil
sepandjang belasan senti. Tidak sedikit sendjata2 aneh jang digunakan orang Bu-lim, tapi 99
bilah pedang ketjil jang dipakai Wan Kian-Liong itu memang agak istimewa, pada gagang
setiap bilah pedang ketjil itu terikat rantai emas putih jang sangat lembut dan
keras, djadi dapat dipakai sebagai sendjata biasa dan djuga dapat digunakan
sebagai Amgi. Maka waktu ia menjambitkan sebilah pedang ketji tadi, menjusul lantas terdengar
suara "tring" jang njaring, senjata pedang ketjil itu telah membentur djatuh sesuatu
benda diudara. Dan Pada saat itu pula Wan Kian-Liong lantas membentak "Siapa disitu?"
Apabila dia tidak membentak mungkin akan mendengar pula suara mendesir samberan
sendjata gelap musuh jang kedua, tapi karena suara bentakannya itu sangat keras
sehingga melebihi suara mendesir amgi yang kedua lawan itu. Maka mendadak kuda
tunggangannja roboh kesamping. Keruan Kian-Liong terkedjut, tjepat ia melompat
pergi sambil berseru: "Awas, Kun-hiap"
Sjukur pada saat_ kuda itu miring kesamping tjepat Kun-hiap juga mengapung
keatas, berbareng ia iantas mentjabut goloknja. Dalam kegelapan dilihatnja sinar tadjam
bergemilapan beberapa kali, njata sementara itu Wan Kian-liong, sudah,
menghamburkan, pula pedang ketjil jang tidak sedikit djumlahnja.
Beberapa orang jang mengiringi mereka dari belakang saat itu djuga sudah
berhenti dan melompat turun dari kuda mereka. Segera Kun-hiap berseru menanja: "Susiok,
apakah masuh kelihatan disitu". "Belum!" sahut Kian-Liong, sembari berkata ia terus menjerbu kearah datangnja
sendata gelap musuh tadi. Saat itu sudah ada sembilan bilah pedang ketjil jang disambitkan olehnja untuk
melindungi diri sendir hingga dalam djarak tertentu banjak tumbuh2-an jang
tertabas putus oleh sendjata2 tadjam itu.
Tiba2 terdengar suara "tjrang-tjreng" ber-ulang2, itulah suara benturan pedang
ketjil

Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu diatas batu. Segera Wan Kian-Liong tahu bahwa penjerang gelap tadi tenrtu
bersembunyi dibalik batu besar dimana sendjata rahasia tadi membentur itu.
Sekali memutar, setjepat kilat Kian-Liong telah timpukan lagi kesembilan bilah
pedang ketjil tadi, berbareng ia terus menubruk kebelakang batu besar sana sambil
membentak: "Kenapa mesti main sembunii2 disini, sobat?"
Tapi kembali terdengar suara gemerintjing, pedang2 ketjil itu membentur batu
lagi, hingga memertjikan lelatu api, tapi dibalik batu itu ternjata tiada bajangan
seorangpun jang dilihatnja. Dalam pada itu Kun-hiap jang merasa was-was ditempatnja tadi se-konjong2 merasa
dirangsang oleh sesuatu tenaga pukulan jang maha dingin dan lunak dari belakang.
Waktu itu ia berdiri memperhatikan kedepan disampingnja berdiri beberapa kawannja
tadi, sama sekali ia tidak menduga akan diserang, dari belakang, apalagi kawan2 jang
berdiri disebelahnja itu adalah djago2 silat pilihan pula dari berbagai Piaukiok di
Tionggoan, tidak nanti mereka dapat disergap musuh dengan mudah, siapa duga serangan musuh
jang hebat itu datangnja djusteru dari belakang.
Karena terkedjut, tjepat sekali Kun-hiap terus mentjelat kedepan, menjusul
goloknja lantas membabat kebelakang sembari memutar tubuh.
Setelah melontarkan serangan itu, sekalian iapun memandang ketempat berdirinja
tadi, dalam keadaan gelap pekat itu dilihatnja beberapa kawannja itu masih berdiri
terpaku disana seperti kena ditutuk orang
hingga takbisa berkutik. Sebaliknja didepannja sekaranq ada sesosok bajangan
jang berkelebat kian kernari laksana bajangan setan tjepatnja, sesudah menghindarkarn
serangan goloknja tadi, lalu bajangan setan itu merangsang madju lagi.
"Susiok! Musuh ada disini!" tjepat Kun-hiat berteriak seambari putar goloknja
dengan kentjang, sekaligus ia membabat dan membatjok tiga-empat kali.
Tapi habis menjerang, dimana sinar goioknja gemilapan menjilaukan mata, lalu
bajangan tadi lantas menghilang djuga.
Dalam pada itu terdengar Wan Kian-liong telah mendjawab:
"Musuh berada dimana, Kun-hiap?"
"Barusan kelihatan disini" baru sekian Kun-hiap mendjawab, sinar kilat
berkelebat lagi, suasana jang gelap gulita itu sekilas dapatlah kelihatan djelas. Dan ternjata
musuh jang tahu2 lenjap tadi kini Sudah berdiri disisinja.
Keruan Kun-hiap melondjak kaget, sungguh tidak tersangka musuh djusteru berada
begitu dekat disebelahnja, tanpa pikir lagi goloknja lantas membabat lagi kesamping.
Tapi musuh itu ternjata tidak kaget atau takut, sebaliknja kelima. djarinja jang
kuat laksana kaitan besi itu terus memapak serangan Kun-hiap itu, dan belum lagi
pemuda itu sempat ganti haluan atau tahu2 pergelangan tangannja sudah terpegang musuh.
Sekilas sinar kilat tadi djuga dapat dilihat oleh Wan Kian-Iiong bahwa disamping
Wi Kun-hiap bertambah lagi seorang jang tak dikenal. Karena djaraknja agak djauh, wadjah orang itu
kurang djelas, untuk menolong djuga tidak keburu lagi, maka sembari membentak sekali,
segera sebilah pedang ketjilnja ditimpukan kesamping Kun-hiap.
Diantara ke-99. bilah pedang ketjil jang diandalkannja itu masing2 disertai
rantai halus jang amat pandjang dan setiap udjung gagang pedang ketjil itu terpasang
pula alat pengait otomatis satu-sama-Iain, maka sekaligus ia dapat menimpukan sembilan
bilah pedang untuk mengarah sasaran sedjauh beberapa meter.
Saat itu pergelangan tangan Kun-hiap dipegang musuh, dikala pedang ketjil Wan
Kianliong menjambar, sementara itu sinar kilat sudah sirna, menjusul lantas
terdengar suara gemuruh guntur jang menggetar sukma.
Dalam keadaan gelap gulita itu, ditambah perubahan2 jang susah diraba tadi, Wan
KianIiong tidak berani jakin apakah serangannja itu akan mengenai sasaran musuh
atau tidak, bahkan mungkin akan mengenai Wi Kun-hiap malah, dan hal ini tentu akan runjam.
la mendjadi menjesal telah menjerang setjara sembrono. Tjepat ia menubruk madju,
namun keadaan gelap pekat, tiada sesuatu jang dapat dilihatnja. la semakin kuatir,
djika terdjadi apa2 atas diri murid keponakannja itu, tjara bagaimana dia harus
memberi tanggung-djawab kepada sang Suheng kelak"
"Kun-hiap!" segera Kian-liong berteriak.
Belum lenjap suaranja, mendadak dari sisi kirinja terdengar ada suara tertahan
orang mendjengek. Tjepat ia melompat kesamping lain, tapi waktu ia memutar lagi
kekanan, tahu2 suara tertahan Itu sudah berada dibelakangnja. Suara djengekan
tertahan itu dikenal Kian-Iiong sebagai suaranja Kun-hiap, suara itu tidak lampias, suatu
tanda pemuda itu tentu kena ditjengkeram musuh hingga takbisa berkutik.
Rupanja orang jang dapat menawan Kun-hiap itu tahu kelemahannja Wan Kian-liong
adalah dalam hal Ginkang, sebab itulah ber-ulang2 ia melesat kian kemari untuk menggoda
dan agaknja sengadja hendak memeras tenaga lawan dulu.
Maka tiada lama, benar djuga Wan Kian-liong sudah basah kujup mengutjurkan
keringat sambil masih memutar kian kemari, ber-ulang2 ia berteriak, tapi suara tertahan
tadi malahan sekarang sudah menghilang pula, sekitarnja gelap gulita, entah Kun-hiap
telah digondol lari kemana oleh musuh dan dimana dia harus mentjarinja.
Sungguh in merasa malu sendiri, selama hidupnja malang melintang di kangouw dan
djarang ketemu tandingan, siapa duga harini terdjungkal habis2-an ditangan musuh, bahkan
dipermainkan orang dan selama itu siapa orangnja djuga tak dilihat olehnja.
Apalagi murid keponakannja sekarang telah ditjulik didepan hidungnja, tapi sama sekali
ia tak berdaja apa2, benar2 pamornja luntur habis2-an sekali ini.
Untuk sekian lamanja ia mendjublek ditempatnja, teringat olehnja sepandjang
perdjalanan toh Kun-hiap tidak menundjukkan sesuatu tingkah-laku jang aneh, bahwa orang muda
suka bergerak itu adalah lumrah, jang aneh jalah sebab apa diam2 menggelujur pergi
tanpa pamit hingga sampai di Koh-po (bangunan atau benteng kuno) itu.
Teringat kepada bangunan kuno itu, seketika timbul sedikit harapan dalam benak
Wan Kian-liong. Kun-hiap mendadak pergi tanpa pamit dan tahu2 diketemukan didalam Koh-po itu,
kini mendadak pemuda itu menghilang pula dibawa lari orang, sudah tentu semuanja itu
ada sangkut-pautnja dengan bangunan kuno itu.
Berpikir sampai disini, sementara itu hari sudah mulai terang tanah. Walaupun
hari mendung, namun sudah tentu suasananja tidak begitu seram seperti malam gelap.
Kemudian waktu Kian-liong memandang kedepan, dilihatnja bangunan kuno itu
mendjulang tinggi terletak tidak djauh didepan sana. Ditengah udara subuh jang remang2
mendung itu, suasana bangunan kuno itu tertampak lebih seram.
Menjusul dilihatnja beberapa Piauthau kawannja itu masih berdiri terpaku
disebelah sana, dari sikap mereka jang kaku mematung itu terang mereka kena ditutuk orang
hingga tak bisa berkutik. Tjepat Kian-liong mendekati, ia membuka semua Hiat-to para
Piauthau jang tertutuk itu. Sudah tentu para Piauthau itupun merasa malu, sebagai djago silat masakah tahu2
mereka diselomoti musuh tanpa sadar, bahkan bagaimana rupanja musuh djuga tidak tahu.
"Kun-hiap telah menghilang lagi," dengan suara tjemas Kian-liong berkata kepada
para kawan itu. Sudah tentu para Piauthau itupun tak berdaja, mereka hanja saling pandang dengan
bingung. Setelah memikir sedjenak, kemudian Kian-liong berkata pula:
"Barang kawalan kita sementara ini, biar kita titip ditempat Li-tjengtju. Li
Siu-goan, dengan nama kebesarannja mungkin takkan berhalangan barang2 kita itu. Sekarang
boleh kalian pulang kesana dan tunggu sadja disitu, djika tiga hari aku tidak
kelihatan kembali" Sampai disini Kian-liong merandek sedjenak, ia lihat wadjah para Piauthau itu
mengundjukan rasa djeri dan serba susah, segera ia menjambungnja pula: "djika
tiga hari aku tidak pulang, djanganlah kalian meneruskan kawalan itu, tapi segera salah
seorang kembali untuk melapor kepada Suhengku agar beliau mengambil tindakan
selandjutnja." Para Piauthau itu mengiakan bersama, lalu tinggal pergi dengan tjepat.
Melihat kawan2-nja itu sudah pergi djauh, pe-lahan2 Kian-liong menjimpan kembali
pedang ketjil jang digunakannja tadi, lalu ia menudju kebenteng kuno itu dengan langkah
lebar. Tidak lama kemudian, sampailah dia didepan pintu gerbang bangunan kuno itu. la
lihat pintu itu hanya setengah merapat sadja dan tidak tertutup dengan baik. Tanpa
pikir lagi ia memukul dari djauh, angin pukulannja menjambar kedepan hingga daun pintu
terpentang seketika. Waktu Kian-liong mengamat-amati keadaan didalam bangunan kuno itu, ia lihat
didalam situ remang2 gelap, di-mana2 penuh dengan debu dan sarang labah2, terendus pula
bau apek jang memusingkan kepala, suasananja cukup seram.
Sungguh ia mendjadi tidak paham sebab apakah Kun-hiap bisa mendadak datang
kebangunan kuno jang aneh ini" Setelah tertegun sedjenak didepan pintu, kemudian Kian-liong Iantas melangkah
masuk kedalam Koh-po itu, dengan tabahkan diri ia madju terus kedepan.
Tapi baru belasan langkah djauhnja tiba2 terdengar suara kerut sekali, segera
Kianliong tahu ada sesuatu jang tidak beres, tjepat ia memutar tubuh, namun
pandangannja menjadi gelap, ternjata pintu gerbang Koh-po itu sudah ditutup rapat entah oleh
siapa. Memangnja didalam bangunan itu sudah gelap, sekali pintu itu tertutup, keadaan
mendjadi tambah pekat hingga suasana menjeramkan. Selagi Kian-liong merasa was-was,
ketika ia berpaling sedikit, se-konjong2 dilihatnja sesosok bajangan orang jang seluruhnja
putih mulus telah berdiri didepan situ.
Walaupun Kian-liong adalah seorang tokoh ternama, pengalamannja luas pula, tapi
demi mendadak nampak bajangan orang jang putih mengerikan itu, tanpa merasa iapun
merinding hingga berkeringat dingin. "siapa ....." bentaknja dengan tak lampias.
Dan belum lagi ia bertindak, mendadak angin berkesiur, bajangan putih itu terus
menerdjang madju ke-arahnja.
Tanpa bitjara lagi kontan Kian-liong menjambitkan tiga bilah pedang ketjil. Tapi
bajangan orang itu sama sekali tidak menghindar, maka hanja terdengar suara
"bret-bretbret" tiga kali, tiga bilah pedang ketjil itu telah menembus bajangan
orang itu. Anehnja bajangan itu masih terus merangsang kedepan dengan tidak berkurang ketjepatannja.
Padahal ketiga bilah pedang ketjil itu ditimpukan Kian-liong menudju ketiga
tempat berbahaja ditubuh manusia, djangankan terkena tiga2nja, terkena sebilah sadja
sudah tjukup untuk membuat sasarannja terbinasa. Namun, bajangan orang itu terang
tertembus oleh sendjata rahasia Kian-liong itu, tapi masih tetap melajang kedepan dengan
tjepat. Keruan kedjut Kian-liong tak terhingga, sesaat itu njalinja serasa petjah,
lidahnja serasa kaku, ia ingin berter'iak: "Ada setan!" Tapi baru setengah utjapan itu
tertjetus dari mulutnja, tahu2 bajangan orang jang putih itu sudah merangsang sampai
didepannja. Dengan gerakan "Dji-liong-seng-thian" atau sepasang naga terbang kelangit,
segera kedua tangan Kian-liong menghantam kedepan. Dan bajangan orang putih itu ternjata
tidak berkelit atau menghindar, maka serangan itu dengan telak mengenai sasarannja
Tapi begitu kebentur, segera Kian-liong merasakan, sesuatu jang gandjiI. Ternjata
bajangan orang itu tidak terpental atau roboh, sebaliknja terus mendoprok lemas kelantai
didepannja. Sebagai seorang tokoh berpengalaman, segera Kian-liong insaf sasaran jang kena
pukulannja itu bukanlah manusia, tapi djuga bukan setan apa segala, bajangan
putih itu tidak lebih tjuma sehelai badju putih jang pandjang dan melaiang kedepan oleh
karena: dorongan tenaga dalam jang maha hebat dari seseorang.
Mengetahui demikian itu, segera Kian-liong insaf pula telah masuk perangkap
musuh. Terus sadja telapak tangan kirinja menggablok kebelakang untuk mendjaga


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segala kemungkinan. Namun dia dapat memberi reaksi tjepat ternjata musuh tak
kelihatan itu djauh lebih tjepat pula, tahu2 tenaga pukulan musuh tersembunji itu sudah
mendahului memukul baru gablokan Kian-liong itu dilontarkan setengah djalan atau
mendadak "Tay-tjui-hiat" dipinggangnja sudah terasa pegal linu, "plak", tepat
bagian pinggang itu kena disampuk oleh tangan musuh.
Begitu hebat tamparan musuh itu hingga Kian-liong sempojongan kedepan. Walaupun
kehilangan imbangan badan, tapi Kian-liong masih sempat balas menjerang, dikala
ia terhujung sebelum djatuh, segera ia sambitkan pula sembilan bilah pedangnja jang
ketjil itu. Sambaran pedang ketjil itu setjepat kilat, maka terdengarlah suara "plak-plok"
berulang2, pedang2 ketjil itu menantjap semua diatas pilar dan rupanja tidak
mengenai musuh. Waktu Kian-liong hendak memutar tubuh, tahu2 "Leng-tay-hiat" dibagian
punggung terasa kesemutan, suatu tenaga maha hebat telah menindihnja hingga susah untuk
bernapas. Terang, dalam keadaan djatuh tengkurap itulah punggung Kian-liong telah kena
diindjak orang. "Leng-tay-hiat" itu adalah Hiat-to melumpuhkan ditubuh manusia, betapapun tinggi
ilmu silatnja Wan Kian-liong djuga tidak berdaja bilamana tertutuk. Maka belum lagi
ia dapat berbuat apa2, mendadak dibelakangnja sudah terdengar suara bentakan seorang
wanita jang njaring genit: "Keparat, apakah kau ini pengirim surat undangan kaleng itu?"
Perasaan Wan Kian-liong benar2 seperti digujur air dingin, sama sekali tak
tersangka olehnja bahwa selama hidupnja malang-melintang dikangouw, achirnja terdjungkal ditangan seorang
wanita. Tapi ia mendjadi bingung demi mendengar teguran wanita itu, sahutnja segera:
"Surat undangan kaleng apa" Siapakah kau?" "Hm, djadi bukan kau" Habis untuk apa kau
kesini?" demikian wanita itu tidak mendjawab, sebaliknja menanja lagi.
"Aku hendak mentjari seorang," sahut Kian-liong.
"Siapa jang kau tjari?"
"Sutitku Wi Kun-hiap," sahut Kian-liong pula. "Dan sia ..... siapa kau?"
Tapi lantas terasa tenaga indjakan dipunggungnja bertambah keras, se-konjong2
isi perutnja serasa berdjungkir balik, pandangannja mendjadi gelap, hampr-hampir ia
pingsan. Tanpa ampun lagi darah segar menjembur keluar dari mulutnja.
Kian-liong insaf telah terluka dalam, ia tahan sekuat mungkin. Pada saat itulah
didenganja wanita itu berkata lagi; "Sekarang boleh kau lihatlah jang djelas,
siapakah aku ini!" Seketika Kian-liong merasa punggungnja mendjadi enteng terlepas dari beban,
dengan pelahan2 ia merangkak bangun, waktu ia memutar tubuh kebelakang, ia lihat
berdiri dihadapannja seorang wanita muda jang sangat tjantik dan genit, badjunja putih
mulus, dari senjumannja jang berbisa itu terang bukan wanita baik2.
Mendadak hati Kian-liong tergetar, teringat olehnja siapakah wanita dihadapannja
itu. ,.Kau ....... kau adalah Thay-san-yau-ki Pek Yu-yu?" serunja dengan tak lampias.
Wanita tjantik itu mengikik tawa sekali, laiu katanja dengan nada dingin:
"Untung kau masih dapat mengenal siapa aku, nah, bolehlah aku mengampuni djiwamu!"
Kiranja Pek Yu-yu ini seorang jang tinggi hati dan sombong, setiap orang jang
dapat mengenali asal-usulnja, ia lantas merasa namanja maha sohor hingga terkenal di-
mana2. Dan sekali ia sudah merasa senang, lantas djiwa petjundangnia diampuninja.
Sebaliknja kalau lawan tidak kenal siapa dia, maka pasti djiwanja akan melajang dibawah
tangannja. Maka ketika Pek Yu-yu membentak lagi: "Lekas enjah!" segera Kian-liong
berbangkit sekuatnja, dengan ter-hujung2 ia bertindak pergi.
Pek Yu-yu menjaksikan Wan Kian-liong melangkah keluar, setelab djatuh satu kali
dan bangun lagi, achirnja Piauthau terkenal itu pergi djauh djuga dengan
sempojongan. "Bukan dia, habis siapa" Tentu ada orang lain lagi!" demikian Pek Yu-yu
menggumam sendiri sesudah rnemikir sedjenak.
Semalam ia telah mengumpet dibelakang batu karang tidak djauh diluar Koh-po itu,
mendjelang fadjar barulah ia masuk lagi kedalam bangunan kuno itu, ia jakin
sipengirim surat kaleng itu achirnja pasti akan datang, tak terduga telah dipergoki Wan
Kian-liong jang apes itu. Dan sesudah Kian-liong pergi, kembali Pek Yu-yu mengintai pula
ditempat tersembunji didalam Koh-po itu.
Adapun Kian-liong jang terluka parah saat itu sedang melandjutkan kedepan dengan
susah pajah. Sesudah beberapa: puluh meter djauhnja, ia berhenti sebentar untuk
mengganti napas sambil bersandar disuatu pohon besar.
Dalam keadaan terluka parah terang ia tidak sanggup mentjari Kun-hiap lagi.
Sesudah memikir agak lama, ia merasa djalan satu2nja jang paling baik jalah pulang dulu
ketempat Li Siu-goan, si radjawali sakti, jang dipondokinja itu. Dari situ akan
segera dikirim orang untuk memberi kabar kepada ajahnja Kun-hiap tentang menghilangnja
pemuda itu. Betapapun ia bertanggung-djawab kepada murid keponakan itu. Tapi jang
paling memalukan adalah siapa musuh jang mentjulik Kun-hiap itu sama sekali tak
dikenalnja, bahkan melihatnja dengan djelas sadja tidak.
Padahal kalau saat itu dia menjingkap semak2 rumput tidak djauh disebelahnja
sana, maka dia akan dapat menemukan Wi Kun-hiap jang menggeletak disitu tanpa bisa
berkutik. Sudah tentu mimpipun dia tidak menjangka akan kemugkinan itu.
Begitulah, setelah mengambil keputusan, segera ia mendapatkan sepotong ranting
kaju untuk digunakan sebagai tongkat, dengan ber-ingsut2 lalu ia mlantjutkan
perdjalanan. Meski Kian-liong tidak dapat melihat Kun-hiap, sebaliknja dengan djelas Kun-hiap
telah melihat Kian-liong. Tjuma sajang sedikitpun Kun-hiap tak bisa berkutik dan
bersuara, sebab itulah ia tidak dapat memanggil sang Susiok.
Disamping Kun-hiap meringkuk itu berdjongkok pula seorang kurus ketjil berbadju
hitam dan berkedok. Dengan sorot matanja jang tadjam orang itu menjaksikan kepergian Kian-liong.
Kemudian barulah ia tutuk sekali Hiat-to dipundak Kun-hiap.
Segera Kun-hiap melontjat bangun, dengan aseran ia tanja: "Lo-tayhiap, kiranja
kau tjuma pura2 mati sadja. Dan apakah maksudmu kau mentjulik aku kesini?"
"Lo-tayhiap?" demikian orang berkedok itu balas menegas dengan nada ke-heran2an
dan menatapi tadjam kepada Kun-hiap.
Dengan rasa tidak sabaran segera Kun-hiap berkata pula: "Lo-tayhiap, sebenarnja
apa tudjuanmu menggondol aku kesini, katakan sadja terus terang, mengapa kau mesti
main sembunji2 seperti ini, bukankah sangat bertentangan dengan nama kebesaranmu
selama lni?" Tapi orang berkedok itu hanja memandang Kun-hiap sadja tanpa mendjawab.
"Djika kau takmau menerangkan" biarlah aku akan pergi sadja," kata Kun-hiap dan
segera hendak bertindak pergi. Tapi baru sadja ia hendak membaIik tubuh, tiba2 orang berkedok itu berkata
dengan nada dingin: "Aku tidak she Lo!"
Keruan Kun-hiap melengak, ia urung pergi, tjepat ia menegas: "Kau tidak she Lo"
Apa kau bukan Thian-san-sin-kau Lo Pit hi?"
Siapa jang katakan padamu bahwa aku adalah Thian-san-sin-kau Lo Pit-hi?" balas
tanja siorang berkedok dengan suara ketus.
Tanpa merasa Kun-hiap melangkah mundur dua tindak dengan air muka terperandjat,
ia tanja: "Ha ....... habis engkau siapa?"
"Dan kau sendiri siapa?" balas tanja si orang kerkedok.
"Tjayhe she Wi benama Kun-hiap, ajahku adalah ...... Kun-hiap merandek sampai
disini, ia mendjadi ragu2 apakah mesti menjebut nama ajahnja atau tidak. Sebagai seorang
tokoh termsjhur, tentu pula banjak musuhnja. Djangan2 siorang berkedok ini, adalah
musuh ajahnja, hal ini tentu akan memibikin urusan mendjadi runjam. Tapi achirnja ia
mengatakan djuga: "Ajahku adalah Wi Ki-hu, orang menjebutnja ...........
Belum lagi ia menjebutkan djulukan ajahnja: "Kim-liong-kiam-khek" (pendekar
pedang sinaga emas), tiba2 kelihatan orang berkedok itu tergetar, njata nama Wi Ki-hu
itu tiada seorangpun jang tak mengenalnja didalam Bu-lim.
"Mungkin djuga saudara sudah pernah kenal nama ajahku itu?" kata Kun-hiap pula.
Orang itu mendjengek sekali, sahutnja: "Nama Wi-tayhiap jang maha sohor sudah
tentu dikenal siapapun djuga."
"Terima kasih, dan diharap sukalah saudara mengingat beliau
Belum landjut utjapan Kun-hiap, tiba2 orang berkedok itu mendengus pula,
katanja: "Sekali aku sudah menahan kau disini, mana boleh kulepaskan kau begini sadja.
Marilah kau ikut padaku!" sembari berkata, terus sadja ia membalik tubuh dan bertindak
kearah Koh-po itu. Melihat orang tinggal melangkah pergi begitu, se-akan2 menganggap dirinja sudah
pasti akan mengikut dibelakangnja, diam2 Kun-hiap merasa penasaran, masakah dirinja
dianggap seperti kaum tjelurut jang takut mati sadja. Maka bukannja dia mengikut,
sebaliknja ia malah melangkah mundur kebelakang.
Tapi baru sadja dua-tiga tindak ia melangkah mundur, se-konjong2 di-tengah2
semak rumput terdengar suara keresek sekali. Kun-hiap terkesiap seketika, ia pikir
tentu itu adalah suara ular. Tjepat ia bermaksud melangkah madju lagi untuk menjingkir.
Namun sudah terlambat, dalam sekedjapan itu mendadak sebelah kaki jang terangkat
hendak melangkah itu tahu2 terasa kentjang terdjirat oleh sesuatu, lalu tertarik oleh
suatu tenaga maha kuat, orangnja terus tergelintjir ketengah semak2 rumput itu, lalu
tak-bisa berkutik lagi, bahkan lantas tertutuk pula hingga tak mampu bersuara.
Habis berkata, tanpa menoleh lagi orang itu lantas mengajun tangannja
kebelakang. "Berrrrr", tahu2 seutas tali menjambar, pada udjung tali itu terpasang sebuah
djiratan. Rupanja denqan tali lasso itu siorang berkedok bermaksud mendekati Kun-hiap
untuk dipaksa mengikutnja. Namun Kun-hiap sudah menghilang lebih dulu.
Ketika tali lasso itu tidak mengenai sasarannja dan djatuh ketanah, seketika
orang berkedok itu membalik tubuh dengan kaget.
Meringkuk ditengah semak2 rumput itu, Kun-hiap dapat melihat sorot mata seorang
berkedok jang tadjam laksana kilat itu, ia mendjadi kebat-kebit kuatir.
Kun-hiap sendiri sebenarnja dalam keadaan limbung, ia tidak tahu bagaimana
nasibnja nanti jang terang ia menduga siorang berkedok itu mungkin bermaksud djahat
kepadanja, kalau bisa menghindarinja sudah tentu lebih baik. Sedang benda apakah jang
mentjengkam kakinja tadi dan siapakah jang menjeretnja ketengah semak2 rumput itu, semuanja
ini takbisa dipikir lagi olehnja.
Kun-hiap menahan napas sebisa mungkin agar tidak diketahui siorang berkedok.
Untung rumput disitu tumbuh lebat dan pandjang hingga tubuhnja teraling rapat2, Sesudah
orang berkedok itu membalik tubuh dan melihat Kun-hiap sudah lenjap, mendadak ia
melesat kedepan setjepat terbang, hanja sekedjap sadja orangnja sudah berada berpuluh
meter djauhnja. Kun-hiap merasa lega, ia menduga siorang berkedok tentu mengira dirinja telah
melarikan diri, makanja terus mengedjar. Pada saat lain Kun-hiap merasa ada sesosok tubuh
jang halus lemas sedang mendekatinja, berbareng hidungnja mengendus bau harum pula,
bau harum kaum wanita. Benar djuga, segera telinganja mendengar bisikan merdu:
"Lekas ikut aku, djangan sampai dilihat orang!"
Dan mendadak Kun-hiap merasa pinggangnja tertutuk sekali, lalu dapatlah ia
bergerak dengan bebas. Lebih duiu ia menghirup nafas dalam2, lalu merangkak bangun. Maka
terlihatlah olehnja seorang nona berbadju merah sambil berdjongkok sedang
menjusur kesana melalui semak2 rumput jang lebat itu.
Tjepat Kun-hiap menguntit dibelakang nona itu. Tidak lama kemudian, sampailah
mereka ditengah suatu rimba jang rindang. Disitulah sinona lantas berhenti, ia membalik tubuh
dengan

Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengikik tertawa. Waktu Kun-hiap ikut berhenti dan mengamat-amati, baru sekarang ia dapat meliihat
djelas wadjah seorang gadis djelita, untuk sesaat itu mendjadi terpesona. Usia nona itu
kira2 sebaja dengan dirinja, sepasang. matanja mengerling saju menawan, pipinja
kemerah2-an dan sedang ter-senjum2. Kun-hiap mendjadi djengah sendiri, lekas2 ia tanja: "Sia ........ siapakah kau?"
"Dan kau sendiri siapa?" dengan tertawa nona belas nanja.
,,Aku bernama Wi Kun-hiap, sahut sipemuda.
Nona itu tidak tanja lagi, ia mengintai sekedjap keluar sana, lalu katanja:
"Djika tidak menemukan kau kembali, tentu Thian-san-sin-kau akan berjingkrak marah."
"Thian-san-sin-kau?" Kun-hiap mengulangi nama itu dengan melengak.
"Ja, kalau barusan aku tidak menjeret kau kedalam semak2, mungkin saat ini
lehermu masih terdjirat didalam tali lasso "Thian-san-sin-kau Lo Pit-hi kata sinona.
"Kau, salah nona," kata Kun-hiap. Orang berkedok itu bukan Thian-san-sin-kau Lo
P'ithi." Tiba2 sinona tertawa geli, katanja: "Orang lain mungkin aku tidak kenal, tapi.
Lasioksiok masakah aku bisa pangling padanja" Sebab apakah kau menjalahi dia"
Beliau paling bentji kepada orang djahat, tentu kau ini bukan orang baik2."
Kun-hiap mendjadi dongkol dan geli: pula menedengar utjapan sigadis jang tak
keruan djentrungannja itu. Kataknja: "Aku bukan oarang baik2, buat apa tadi kau
menolong aku?" "Kulibat kau terpatung disitu, maka aku telah bergurau dengan Lo-sioksiok,"
sahut sinona dengan tertawa. Dan djika kau betul2 bukan oran baik2, djangankan Lo-
sioksiok, akupun tidalk nanti tinggal diam."
"Bagaimana pandanganmu terhadapku terserahlah", kata Kun-hiap. "Jang terang
siorang berkedok tak bukan Lo Pit-hi, sebab Lo-tayhiap sudah meninggal sedjak tadi".
"Lo-tayhiap sudah meninggal" Tjis, dikala kau mati nanti tentu beliau jang masih
hidup seqar-bugar" semprot sigadis.
Kun-hiap mendjadi serba berabe, ia angkat bahu dan berkata "Pertjaja atau tidak
masabodoh, jang terang dia mati disamping ku tadi."
Tiba2 Kun-hiap teringat apa jang dialaminja selama beberapa hari ini boleh
dikata semuanja adalah gara2 Lo Pit-hi. Sebenarnja apa artinja utjapan2 Lo Pit-hi
kepadanja, ia sendiri tidak paham, hingga sekarang. Jang terang pada sebelum adjal simonjet
sakti dari Thian-san itu minta" dia mentjari seorang, dan siapakah orang itu, laki2
atau perempuan, tua muda, ia kurang djelas!.
Konon Lo Pit-hi itu tinggal terpentjil sendirian dipuntjak Thiansan, selamanja
tidak pernah dengar pendekar aneh itu mempunjai sanak atau kadang mengapa sigadis
didepannja sekarang ini memanggilnja
"Lo-sioksiok" (paman Lo), boleh djadi orang jang dimaksudkan agar ditjari itu
dapat diketahui sedikit seluk-beluknja atas diri nona tjantik ini.
Teringat akan itu itu, segera Kun-hiap membuka suara: "Nona, apakah kau tahu
siapakah gerangan orang jang hendak ditjari Lo-tayhiap itu?"
"Siapa?" berbalik sigadis menanja dengan mata membelalak.
"Begini duduknja perkara," tutur Kun-hiap. "Waktu aku bersama Susioku mengawal
satu partai barang ke Yangtjiu"
"Ha, orang matjam kau djuga mendjadi Piausu (tukang kawal)" Hi hi hi," sungguh
menggelikan!" seru sigadis.
Kun-hiap sangat mendongkol "Mengapa aku tidak boleh mendjadi Piausu!" tegurnja
dengan kurang senang. Tapi gadis itu tidak mendjawab, sebaliknja ia mengitari Kun-hiap sambil
mengamat-amati pemuda itu dari atas kepala sampai keudjung kaki, dari udjung kaki kembali
keatas kepala lagi, ia mengitari dengan langkah berlenggang-lenggok, gajanja indah
menggiurkan. Keruan Kun-hiap mendjadi risi sendiri. "Apa jang kau pandang?" tanjanja.
"Aku ingin menemukan sesuatu bagian dari tubuhmu apakah mirip dengan tukang
kawal atau tidak, tapi toh tidak kutemukan tanda2 itu?" sahut sigadis sambil berhenti
mengitar. Sebagai pemuda sebenarnja Kun-hiap agak tertarik oleh ketjantikan nona itu. Tapi
demi dirinya diamat2i sebagaimana pelantih hewan memeriksa kuda jang akan dibelinja,
mautak-mau Kun-hiap sangat mendongkol. Segera dengan suara aseran ia tanja: "Mengapa aku
tidak boleh menjadi tukang kawal, tjoba nona jelaskan!"
"Hi hi hi hi, masih kau tanja?" sahut sigadis sambil mengikik tawa. "Seperti
tadi, dipegang dan diseret orang lantas tak bisa berkutik lagi, bukankah barang
kawalanmu akan terbang sendiri walaupun tidak bersajap?" ~ ia maksudkan tjaranja membekuk
Kunhiap tadi. Muka Kun-hiap menjadi merah djengah, serunja: "Huh, main membokong terhitung
kepandaian apa?" "Ooooo, djadi kalau aku terang2-an aku hendak merampas barang kawalanmu
misalnja, lantas kau sanggup melawan?" tanja sigadis sambil bertolak pinggang.
"Sudah tentu!" teriak Kun-hiap.
"Baik, sekarang aku sudah datang, cara bagaimana kau akan melawan aku?"
"Tjoba kau turun tangan lebih dahulu," sahut Kun-hiap sambil meraba pedangnja.
"Aku tidak perlu turun tangan, aku hanja membentak supaya kau lekas enjah dan
tinggalkan barang kawalanmu. Nah, kau mau enjah atau tidak?" kata sigadis.
Keruan Kun-hiap serba runjam. Utjapan nona itu seperti sungguh2 dan seperti
bergurau. Daripada dikatakan sungguh adalah lebih mirip sikap kanak2 jang sedang main bandit2-an.
Tapi betapapun Kun-hiap mendongkol djuga, dirinja telah dipermainkan dan dipandang
enteng, kalau tidak unjukkan sedikit kepandaian, tentu akan lebih dihina olehnja. Maka
segera ia berkata dengan suara keras: "Aku tidak mau enjah" ~ habis berkata, diam2 ia
merasa dirinja se-akan2 anak ketjil djuga jang ikut dalam permainan orang.
Sigadis tetap bertolak pinggang, dengan genit ia berkata lagi: "Kau tidak mau
enjah" Djika begitu, boleh tjoba kau enjahkan aku!"
"Tjring", tiba2 Kun-hiap melolos pedangnja. Sebagai putera seorang pendekar
pedang jang maha termasjhur, dengan sendirinja dalam hal ilmu pedang Kun-hiap juga memiliki
pengetahuan jang tinggi. Maka begitu pedang terlolos keluar, seketika tjahaja
gilap kehitam2-an berkelebat. Ternjata pedang itu berwarna hitam gilap, mata pedangnja
lebih lebar sedikit daripada pedang umumnja, Malahan punggung pedangnja terukir naga
emas jang indah laksana hidup, melihat bentuknja sadja orang segera akan tahu pedang
itu bukan sendjata sembarangan.
Gads itu sengadja memandarng sekedjap kepada pedang Kun-hiap itu, lalu
mengolok2: "Mm, bagus djuga pedangmu itu, dapat dipakai memotong kaju .......... Eh, kulihat kau
tidak pantas mendjadi Piausu, iebih baik kau mendjadi tukang kaju sadja. Hi hi hii
hi!" ,,Nona, hendaklah kau djangan terlalu temberang, sendjataku ini tidak punja
mata, tahu?" semprot Kun-hiap dengan menahan rasa dongkol
Dengan mengatakan "sendjata tidak bermata" jang sangat umum digunakan dalam
kalangan Bu-lim sebagai peringatan kepada pihak lawan bahwa djika sekli sendjata sudah
bekerdja, maka artinja tidak kenal ampun lagi. Siapa duga gadis itu sengadja membodoh,
malah segera ia mendjawab: "He, masakah didunia ini ada sendjata jang bermata" Eh,
boleh tjoba kau tjeritakan sendjata milik siapa itu ?"
Sungguh dongkol Kun-hiap tak terkatakan, segera pedang terangkat dan ditusukan
kedepan dengan pelahan, suatu gerakan untuk me-nakut2i si nona itu.
Sebaliknja nona itu malah tertawa lebih geli katanja: "Hi hi hii hi! melihat
gerakanmu ini, mendjadi tukang pijat sadja kurang kuat, lebih pantas mendjadi tukang
potong ajam sadja!". Sungguh Kun-hiap tidak tahan lagi. "Awas!" bentaknja segera sambil mendorong
pedangnja kedepan, ia arah pinggang sigadis dengan tipu jang disebut "Liong-tin-in-se"
atau naga terbang dibalik awan, yaitu salah satu serangan pembukaan dari Kim-liong-kiam-
hoat (lmu pedang naga emas) dari keluarga Wi mereka. Dibelakang tipu serangan pembukaan
itu masih banjak terdapat tipu2 serangan susulan lain jang aneka matjam perubahannja, satu
dan lain tergantung bagaimana reaksi lawan dan hanja dan hanja sekali-dua gebrak
sadja pasti akan merobohkan lawan.
Akan tetapi meski tusukan Kun-hiap itu sudah diteruskan, gadis itu masih tetap
berdiri ditempatnja dengan tersenjum-simpul. Bahkan tampaknja udjung pedang sudah
menjentuh ikat pinggangnja dan gadis itu masih tetap tidak bergerak apa2, Keruan Kun-hiap
tertegun dan lekas2 menhan pedangnja.
Dengan serangan itu, kalau musuh bergerak entah kekanan atau berkelit kekiri,
maka segera Kun-hiap dapat mengubah serangannja menurut reaksi lawan itu. Tapi kini,
gadis itu djusteru diam2 sadja" "Mengapa kau tidak menghindar?" tanja Kun-hiap dengan
aseran. "Hi hi hi hi, sungguh aneh kau ini,"sahut sinona dengan tjekikikan. "Berkelit
atau tidak kan urusanku sendiri, masakan aku 'mesti menurut apa jang kau inginkan?"
Utjapan sigadis kedengarannja seperti main pakrol-pakrolan sadja, tapi kalau
dipikir memang benar djuga. Maka Kun-hiap mendjadi kewalahan.
"Him, djika kau tidak mau berkelit, salahmu sendiri djika kau mampus dibawah
pedangku ini" kata Kun-hiap, kemudian. "Wah, tusuklah, lekas!" kata sinona. "Djika kau
dapat menusuk mati aku, itu menandakan kau memenuhi sjarat untuk mendjadi tukang
kawal." Sesungguhnja Kun-hiap tidak ingin mentjelakai seorang gadis djelita. Tapi karena
diolok2 melebihi hatas, ia mendjadi murka. Sekali kertak gigi, terus sadja ia
dorong pedangnja dua-tiga senti kedepan. Ia pikir akan melukai gadis itu agar tahu rasa
dan takkan membahajakan djiwanja.
Diluar dugaan, begitu pedangnja mendjulur kedepan, maka terdengarlah djeritan
tadjam gadis itu: "Aduuh! Kau benar2 menusuk aku?"
Sesaat itu tubuh sigadis tampak sempojongan, sebelah tangannja menahan bagian
pinggang jang tertusuk udjung pedang tadi, wadjahnja seketika putjat lesi.
Keruan sadja Kun-hiap terperandjat, tjepat ia tarik kembali pedangnja dan
berseru dengan kuatir: "Kau ........ kenapakah kau?"
Namun sinona masih ter-hujung2 sambil menutup pinggangnja dengan kedua tangan,
dan setelah sempojangan beberapa kali kesana, mendadak orangnja rebah tersungkur
dengan bagian pinggang jang tertusuk itu bertindak dibawah. Air mukanja tampak makin
putjat, sorot matanja buram, napasnja ter-engah2 dan berkata pula dengan ter-putus2:
"Aku .... aku, tiada punja permusuhan apa2 dengan kau, ken....... kenapa kau benar2
men..... menusuk aku"......."
Tjepat Kun-hiap memburu madju, ia berjongkok disamping sigadis, dengan penuh
menjesal ia mendjawab: "Nona, bukan maksudku untuk menjerang kau, tapi aku ........ aku
telah salah tangan bagaimanakah keadaanmu?"
Napas sigadis tampak makin memburu, katanja lemah: "Aku ....... aku tak bisa
hdup lagi. Siapa ...... siapakah namamu, mendjadi setan djuga aku ....... aku akan menuntut
pada mu!" "Aku bernama Wi Kun-hiap, tadi sudah pernah kukatakan," sahut Kun-hiap. "Ai,
kukira lukamu tidak terlalu parah, djangan kuatir, biar kuperiksa lukamu dan akan
kusembukan kau." Belum selesai ia bitjara mendadak tubuh sigadis menggigil tengorakannja
mengeluarkan suara ngorok beberapa kali dan waktu tubuhnja keledjat sekali, matanja mendelik,
lalu tidak berkutik lagi. Kun-hiap merasa berdosa, sama sekali tak tersangka olehnja tanpa sengadja telah
mentjelakai seorang nona tjantik jang tidak dikenal. Padahal ia baru sadja merantau dikangouw, dengan
penuh semangat ia mengira membela segala keadilan, dan menolong sesamanja, siapa tahu
belum apa2 ia sudah membinasakan seorang jang tak berdosa, bahkan gadis tjantik jang
belum lagi dikenalnja. Begitulah Kun-hiap berdjongkok disamping tubuh sigadis, keringatnja membasahi
djidatnja, lama dan lama sekali barulah berdiri dengan rasa bingung. Sekitarnja


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terasa sunji senjap, terkilas suatu pikirannja untuk tinggal pergi sadja, toh apa jang
terdjadi itu tak dilihat orang lain. Akan tetapi djiwa kesatrianya menentang
lantas menentang pikiran pengetjut itu, ia merasa apapun jang akan terdjadi adalah
pertanggungan-djawabnja. Ia merasa tjemas, bingung dan penuh menjesal. la,
merasa telah sia2-kan adjaran orang tua dan mentjemarkan pedang pusaka warisan leluhur jang
berada ditangannja itu. Teringat pada pedangnja, segera ia bermaksud memasukkannja kembali kedalam
sarung pedang. Tapi ketika ia angkat sendjata itu, tiba2 dilihaatnja ujung pedang masih
mengkilap bertjahaja tiada noda darah sebagaimana umumnja jika habis menusuk
tubuh manusia. Keruan Kun-hiap melengak heran. Ketika ia pandang lagi kearag sigadis jang
menggeletak ditanah, sekilas mendadak dilihatnja sebelah mata nona itu baru sadja
dikatupkan, yaitu katupan mata jang baru saja digunakan melitrik orang. Rupanja baruasan nona itu
diam2 lagi mengintai dirinja, ketika dia berpaling memandangnja, lalu gadis itu
tjepat2 menutup kembali matanja. Untuk sedjenak Kun-hiap melengak heran pula, tapi segera ia menjadi paham
duduknja perkara. Kurang ajar, jadi gadis itu tjuma pura2 mati sdja. Terang tusukkannja
tadi sebenarnja tidak membinasakannja. Tapi gadis itu sengaja merintih dan
menjatuhkan diri untuk menipu dia. Dan karena dia menjadi bingung dan gugup, sepintas ia kena
tertipu. Setelah mengetahui rahasia itu, Kun-hiap menjadi gusar, mendadak ia membentak
"Kurangadjar! Kenapa kau pura2 mati untuk menipu aku?"
Nona itu bergelak tertawa sambil melompat bangun, katanja sambil bertepuk
tangan: "Hahahaha.! Sungguh lutju, sungguh menarik! Kau telah menjangka benar2 menusuk
mati diriku, bukan?" Kun-hiap tahu tiada gunanja banjak bitjara dengan gadis itu, sebab akibatnja
akan kena di-olok2 lagi, maka tanpa menjawab ia putar pedangnja dan membabat kepinggang
sigadis. Serangannja ini dilakukan dengan sungguh2 dan tidak kenal ampun lagi.
,.Ai, tjelaka:" seru nona itu sambiil meleset kesamping, gerakannja gesit dan
enteng bagaikan daun kering tertiup angin.
Tadi tjara sigadis ber-pura2 terlulka, dan roboh binasa, gajanja sangat mirip
dan pintar sekali, dan sekarang tjara menghindarkan serangan Kun-hiap itu djuga
sedemikian tjepat dan indah gajanja, semua ini menjadarkan Kun-hiap bahwa ilmu silat sinona
sebenarnja masih djauh diatas dirinja, djika dia terlibat terus berurusan dengan
nona itu, maka achirnja pasti dia sendiri akan lebih banjak menelan pil pahit. Sebab
itulah, begitu ia menabas dan sigadis menghindar pergi,
segera iapun menarik kembali pedang dan terus tinggal pergi dengan tjepat.
"Hei, kenapa kau ngelojor pergi" Sekali kau angkat kaki, gagallah kau menjadi
Piasu", tiba2 sigadis berseru. Kun-hiap benar2 dibikin serba runjam oleh perbuatan gadis itu.
Terpaksa ia berheti, bentaknja dengan gusar: "Sebenarnja kau mau apa lagi?"
Tiba2 wadjah gadis itu mengundjuk rasa penasaran, lalu sahutnja: "Ai, kau
sendiri jang menjerang aku dengan ganas, sekarang malah tanja aku mau apa" Sungguh terlalu
kau ini!" Karena kewalahan, terpaksa Kun-hiap menjimpan kembali pedangnja, ia meberi soja
dan berkata: "Baik, baik ilmu silat nona memang tinggi, mulutmu tajam pula, aku
orang she Wi rela mengaku kalah." ~ diam2 ia merasa lebih suka ketemukan setan iblis jang
bengis daripada berhadapan dengan seorang gadis jelita jang berbisa seperti ini.
"Kau benar2 telah mengaku kalah?" dengan tersenjum sigadis menanja.
"Benar! Dan habis perkara bukan?" sahut Kun-hiap dengan ketawa.
Sigadis tampak memikir sejenak, lalu katanja: "Tidak, belum habis!"
"Ha, belum habis?" teriak Kun-hiap sambil berdjingkrak. "Apa Iagi jang kau
kehendaki?" "Mengapa kau begini pelupa" Bukankah tadi kau sedang tjerita tentang
pengalamanmu waktu berkenalan dengan Lo-sioksiok, lalu terputus ketika bitjara tentang pekerdjaanmu
sebagai tukang kawal, betul tidak?"
"Ya," sahut Kun-hiap dengan mendongkol. Sebenarnia ia ingin mentjeritakan lebih
landjut dan, lebih terang tentang pertemuannja dengan Thian-san-sin-kau Lo Pit-hi jang
penuh teka-teki, itu, mengingafi sigadis katanja kenal baik dengan Lo Pit-hi, maka
boleh djadi dari gadis itu akan dapat diketemukan sedikit djawaban atas teka-teki jang
penuh rahasia itu. Namun sekarang ia sudah kapok benar2 menghadapi kedjahilan si gadis, ia berharap
dapat lekas2 meninggalkan orang. Sebab itulah dengan ringkas tegas ia uraikan Iagi:
"Waktu aku ikut Susiok sampai dikota jang terletak tidak djauh dari sini, malamnja aku
telah ketemu dengan Lo-tayhiap, tiba2 beliau memandangi aku dengan kesima dan ber-
ulang2 menjatakan heran." ,,Heran tentang apa?" sela sigadis
"Darimana aku bisa tahu?" teriak Kun-hiap dengan melotot. "Lo-tayhiap sendiri
jang mengutjapkan kata2 itu."
"Ai, mengapa kau main bentak segala" Emangnja kau anggap aku Iagi bertengkar
dengan kau?" kata sigadis. Sungguh dongkol dan geli pula Kun-hiap, ia melandjutkan pula dengan menahan
perasaannja: "Dan, Lo-tayhiap lantas minta aku mengikut dia kesuatu tempat,
katanja ada suatu urusan sangat penting jang kudu dirundingkan dengan aku"
"Aneh, ada urusan jang harus dirundingkan dengan kau?" sigadis menjela pula.
Mengapa tak dibitjarakan begitu sadja, sebaliknja minta kau mengiktinja. Kemudian kau telah mengikutinja
djuga" "ja, aku mengikut dia sampai didekat sebuah Kah-po," tutur Kun-hiap lebih
Iandjut, "Beliau suruh aku menunggu ditengah rimba sana, sesudah tak lama kemudian,
beliau kembali lagi, namun dalam keadaan terluka parah, Tatkala Itu adalah tengah malam
gelap gulita dan hudjan pula, beliau melarang aku bertanja, tapi Iantas aku
memajangnja ke Koh-po itu. Setiba didepan pintu bangunan kuno itu, seketika aku tertegun diIuar
pintu beliau lantas berdjalan masuk sendiri kedalam Koh-po dengan sempojongan dan
kemudian meninggaI dunia diserambi ......."
"Ha, Lo-sioksiok meninggal dunia?" sela pula sigadis. "Ah, tidak, beliau takbisa
mati." "ja, beliau memang tidak mati, ia hanja pura2 mati," sahut Kun-hiap.
Maka tertawalah sigadis ter-kikik2, mungkin teringat kedjadian tadi, manakala ia
pura2 mati maka Kun-hiap telah dibuatnja hingga kelabakan.
Dengan mendolngkol Kun-hiap mendelik sekali kepada nona nakal itu. Lalu tuturnja
pula: "Didalam bangunan kuno itu masih banjak orang jang sedang saling tempur dengan
sengit, rupanja Lo-sioksiok tidak ingin terlibat dalam pertarungan itu, maka beliau
telah pura2 mati. "Darimana kau tahu?" tiba2 sigadis menanja pula.
Kun-hiap menghela napas kewalahan, sahutnja: "Nona, harap kau djangan selalu
ngotot padaku." "Hus, siapa ngotot dengan kau?" semprot sigadis. "Kau bitjara tidak genah, tentu
aku ingin tanja." Kun-hiap terbungkam, selang sedjenak barulah, ia menutur lebih djauh: "Kemudian
aku dibawa kesuatu kamar diatas loteng Koh-po itu, achirnja Lo-tayhiap mengatakan
maksudnja minta aku ikut padanja itu, jalah ingin aku mentjarikan seorang baginja,"
Tiba2 sigadis memberi hormat dengan berlenggang-lenggok hingga Kun-hiap
dibuatnja bingung. "Ada apa?" tanja sipemuda.
"Habis, nanti aku dituduh ngotot lagi," suhut sinona. "Nah, Wi-siauhiap, djika
aku ingin tanja sesuatu, boleh tidak?"
Sungguh Kun-hiap serba runjam menghadapi seorang nona nakal dan genit itu,
denqan mendongkol ia hanja mendengus sadja sekali.
"Aku ingin tanja, Lo-sioksiok suruh kau mentjarikan siapa?" tanja sinona pula.
"Entah, akupun tidak tahu, sebab waktu itu dia belum selesai mengutjapkan lantas
menghembuskan napasnja jang pengabisan," sahut Kun-hiap.
"Dia takkan mati," kata sinona.
"Tapi dia sudah mati," udjar Kun-hiap. "Tidak, dia takbisa mati," kata pula
sinona. "Mati! Sudah mati! Sekali lagi, dia sudah mati!" teriak Kun-hiap saking gemas.
"Hem, apa gunanja kau ber-teriak2" kata sinona dengan nada dingn. "Aku tetap
mengatakan dia tak akan mati." Kun-hiap benar2 sangat gusar, segera katanja: "Majatnja masih berada didalam
Koh-po itu, apakah perlu kubawa kau kesana untuk melihatnja?"
"Baik, tapi bagaimana kalau nanti terbukti kau sendri jang mengatja-belo", tanja
sigadis. "Hal itu segera dapat dibuktikan, mana bisa aku mengatja-belo?" sahut Kun-hiap,
"Baiklah, mari kilta berngkat!" kata sigadis.
Tiba2 Kun-hiap merasa menjesal kenapa mesti berdebat dengan gadis itu, kalau dia
berkeras mengatakan Lo Pit-hi takkan mati, terserah sadja kepada anggapannja,
buat apa mesti ngotot. Dan sekarang terpaksa ia harus mengirinja pergi kebangunan kuno
itu. Waktu ia melirik, ia lihat air muka sinona ke-merah2-an, matanja saju menawan,
sungguh seorang gadis jang sangat tjantik.
Tiba2 timbul sematjam pikiran aneh dalam hati Kun-hiap: Alangkah baiknja jika
dia adalah seorang gadis bisu, maka aku bersedia mendampinginja selama hidup ini.
Ketika melihat sinona lagi memandangi dirinja dengan tersenjum, tjepat Kun-hiap
berkata: "Hajolah, kita berangkat!"
"Baik, silakan djalan didepan untuk menundjukan djalannja," udjar sinona.
Tanpa bitjara lagi segera Kun-hiap berlari kedepan sambil berlompatan, dengan
Ginkang jang tjulup tinggi ia lari tjepat kearah benteng kuno itu. Sebagai pemuda jang
masih dihinggapi penjakit suka menang, dengan sendirinya Kun-hiap tidak mau kalah
tjepat daripada si gadis, ia keluarkan tenaga seadanja untuk melesat kedepan hingga daIam sekedjap
saja ia sudah sampai didjalanan besar.
Waktu ia merandek sejenak sambil menoleh kebelakang, ternjata sinona tidak
tertampak. Diam2 Kun-hiap bergirang. Pikirnja: ,,Nah, tahu rasa kau, sekarang kau
ketinggalan dibelakang tidak?" la bermaksud mengusap keringat jang membasahi djidatnja, ketika ia mengangkat
tangannja, tiba2 terendus bau harum jang sedap, tahu2 dari sebelahnja mendjulur
tiba sebuah tangaan jang halus putih dengan memegang sehelai saputangan. "Ini, buat
mengusap keringatmu!" demkian, terdengar suara utjapan orang jang njaring merdu.
Keruan Kun-hiap melengak dan merasa kikuk. Tadinja ia menjangka sigadis sudah
djauh ditinggalkan dibelakang, eh, djebul orangnja berada disebelahnja sana.
Tanpa menghiraukan maksud baik, sigadis jang hendak memindjamkan satutangan itu,
lekas2 Kun-hiap "tantjap gas" lagi kedepan setjepat terbang.
Tapi segera bergema pula suara sigadis dibelakangnja: "Eh, hati2, djangan
berlari terlalu napsu, nanti bisa djatuh, Iho! Kalau perlu mengasolah sebentar!"
Keruan Kun-hiap makin mendongkol, Tanpa bitjara ia masih berlari terus.
Tidak lama kemudian, tertampaklah Koh-po jang tinggi itu menegak dikaki gunung
sana. Setelah berlari sampai didepan pintu benteng kuno itu, barulah Kun-hiap
berhenti. Sedjak awal hingga achir sinona selalu mengintil dibelakang, Kun-hiap. Tapi
ketika berhenti, napas Kun-hiap kelihatan ter-engah2 sebaliknja sinorna sedikitpun
tidak nampak letih atau memburu napasnja, sama sadja seperti orang berdjalan beberapa
tindak djauhnja. Dalam pada itu nona tjantik itu lagi mengamat-amati bangunan kuno itu, kemudian
sambil melelet lidah ia berkata: "Wah, seram sekali benteng kuno ini, mungkin
didalamnja banjak setannja!" ,,Huh, masakah kau takut setan" Seharusnja setan jang takut kau!" kata Kun-hiap.
"Benar," kata sinona dengan tertawa genit. "Sekarang djuga sudah ada satu setan
tjilik jang sangat ketakutan padaku."
Keruan Kun-hiap mati kutu. Ber-ulang2 ia di-olok2 dan digoda, baru sekarang ia
ingin balas meng-olok2 atau segera sudah dibalas oleh sinonoa. Dengan mendongkol


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terpaksa ia berkata: "Nah, marilah masuk kedalam!"
Waktu, daun pintu gerbang bangunan kuno itu didorong sigadis, maka terdengarlah
suara mentjitjit, pintu lantas terpentang. Dan belum beberapa langkah Kun-hiap dan
gadis itu masuk kedalam hangunan Kuno itu, mendadak pintu gerbang itu menutup sendiri
hingga menerbitkan suara keras. Dengan terperandjat Kun-hiap dan sigadis berpaling, tiba-tiba mereka melihat
ditempat jang gelap dekat pintu sana berdiri seorang wanita jang berbadju putih mulus,
rambutnja jang pandjang terurai. Dalam keadaan gelap menjeramkan tiba2 muntjul seorang wanita yang aneh bagaikan
genderuwo, sudah tentu Kun-hiap terkedjut. Tapi segera ia mengenali wanita itu tak-lain-tak-bukan
adalah Thay-san-yau-ki Pek Yu-yu. Maka ia agak lega dan sengadja tinggal diam, ia ingin
lihat apakah sigais nakal tadi ketakutan atau tidak.
Tapi waktu ia berpaling kearah sinona, diluar dugaannja air muka sinona ternjata
tenang2 sadja, bahkan se-akan2 anggap tiada terdjadi sesuatu apa, hanja
kelihatan ia merasa agak heran dan tiba2 terdengar ia membuka suara: "Eh, Pek A-ih, mengapa
kau berada disini?" Seperti diketahui sedjak tadi Pek Yu-yu masih bersembunji didalam Koh-po itu,
Ketika melihat Kun-hiap berdua masuk kesana, segera ia hendak menggunakan tjaranja
menggertak dan menjergap Wan Kian-liong itu untuk mengenjahkan kedua muda-mudi itu. Tapi
baru sadja badju putih jang dia pentang dan segera hendak ditolak kedepan dengan
tenaga dalam jang kuat, saat itulah ia mendengar teguran sinona tadi.
Karena itu, mendadak Pek Yu-yu urung bertindak, bahkan ia menurunkan kemhali
badju putihnja sambil melangkah mundur. Waktu ia menegas pula, kembali ia melangkah
mundur lagi dan air mukanja mendadak berubah hebat.
Sungguh Kun-hiap hampir2 tidak pertjaja kepada matanja sendiri. Thay-san-yau-ki
Pek Yuyu terkenal sebagai iblis wanita jang gapah dan kedji, ilmu siiatnja
tinggi pula, biasanja sangat disegani dunia persilatan dari Sia-pay maupun Tjing-pay. Siapa
duga demi melihat sinona nakal tadi, mendadak ia mendjadi ketakutan malah. Sebaliknja
sinona nakal tadi telah memangga Pek Yu, sebagai "A-ih" (bibi), adakah hubungan kekeluargaan diantara
mereka" Begitulah selagi Kun-hiap ter-heran2 dan tjuriga, saat itu terdengar Pek Yu-yu
telah mendjawab dengan suara jang di-bikin2: "O, kiranja Samkohnio adanja, selamat
bertemu, sekarang engkau sudah sekian besarnja, hampir2 aku tidak kenal kau lagi!"
"Wah, untung Pek A-ih masih mengenali aku, kalau tidak, entah tindakan apa jang
akan kau lakukan atas diriku?" udjar sinona dengan tertawa.
"Ah, djanganlah Samkohnio berkelakar," demikian Pek Yu-yu mendjadi serba susah.
"Aku ........ aku mohon diri sadja".
"Silakan, silakan! Aku tidak menghantar, ja!" sahut sinona cantik.
Lalu Pek Yu-yu mundur lagi kebelakang, tapi baru setindalk tiba2 ia teringat
sesuatu, lalu menanja: "Samkohnio, apakah kau jang telah bergurau dengan kami
barangkali?" "Bergurau tentang apa?" balas tanja sinona dengan heran.
"Jaitu suruh kami berkumpul kesini," tutur Pek Yu-yu.
"Tidak" sahut sinona sambil geleng kepala. "Bagaimana sih duduknja perkara?"
"O, tiada apa2, tiada apa2!" Iekas2 Pek Yu-yu menjahut sambil melangkah keluar
pintu. "Nanti dulu, Pek A-ih tjoba kembali sini!" tiba2 sinona meneriakinja.
Sungguh aneh, biasanja orang lain jang ketakutan setengah mati kepada Pek Yu-yu
dan tentu tunduk kepada perintahnja.
Sekarang Pek Yu-yu ternjata seperti tikus ketemu kutjing dia, betapapun ia tidak
berani membantah peritah nona itu. Maka ia lantas melangkah masuk kedalam lagi, ia
mengeluarkan, surat dan diangsurkan: "Samkohnio, silakan batja surat ini dan
segera akan tahu duduknja perkara."
Begitu djeri kepada "Samkohnio" (sinona ketiga) itu hingga Pek Yu-yu tidak
berani terlalu mendekat, maka dengan tenaga dalam jang kuat ia tolak kertas surat itu
hingga terbang kearah sigadis. Dengan segera kertas surat itu dapat diterima sinona dan dengan tjepat isinja
telah dibatjanja. Tiba2 air mukanja tampak ber-seri2 dan katanja dengan tertawa: "He,
menarik sekali! Sungguh menarik sekali permainan ini!"
"Djuga tidak terlalu menarik, Im-kautju sudah terluka parah, bahkan djiwa Lo
Pit-hi dan Lui Tay-keh djuga sudah melajang!" demikian kata Pek Yu-yu.
"Haha, lebih2 menarik, lebih2 menarik! ......... Ha, apa katamu" Lo-sioksiok
sudah meninggal" Ngatjo kau!" sembari berkata sigadis terus mendesak madju.
Keruan Pek Yu-yu ketakutan, tjepat ia melesat keluar pintu sembari menarik daun
pintu hingga tertutup rapat. Rupanja ia terlalu gugup hingga tanpa merasa udjung
badjunja terdjepit diantara daun pintu itu, ketika ia berlari pula setjepatnja, maka
terdengarlah suara "bret", sebagian badjunja telah robek dan ketinggalan digigit
daun pintu, Sinona tjantik tertawa ter-pingkal2: "Haha,haha! Aku tidak mengantar, ya!
Tentu sadja Kun-hiap heran dan sangat terperandjat, dengan suara tak lampias
segera ia menanja: "Sia ............ siapakah kau sebenarnja?"
---ooo0dw0ooo--Djilid 2 Sebenarnja pertanjaan Wi Kun-hiap itu sudah ditahan sedjak tadi, ketika
dilihatnja Thay-san-yau-ki Pek Yu-yu sangat segan kepada sigadis ini, mestinja ia sudah
ingin tanja, tapi belum ada kesempatan membuka suara.
Begitulah maka gadis itu telah berpaling dan tanja kembali: "Tjoba katakan,
siapakah aku ini?" "Darimana aku bisa tahu" Makanja aku tanja kau!" sahut Kun-hiap dengan tersenjum
pahit. Pelahan2 sigadis mendekatinja, dengan senjuman jang menggiurkan ia tanja pula:
"Tjoba lihat dan katakan, aku mirip siapa?"
Tapi Kun-hiap hanja berdiri terkesima tidak sanggup mendjawab.
Dia baru selengah harian bertemu dengan sigadis, tapi gadis itu sudah membuatnja
kewalahan dan serba berabe. Siapakah gadis itu" Pertanjaan ini sudah timbul
entah berapa kali didalarn hatinja, namun sampai sekarang ketjuali diketahui gadis itu
adalah nona ketiga (Sam-kohnio), maka ia tidak tahu apa2 tentang asalusul sigadis.
Bahkan gadis itu adalah nona ketiga djuga tjuma didengarnja dari
panggilan Pek Yu-yu tadi.
Begitulah karena melihat Kun-hiap hanja mendjublek diam sa-dja, sigadis tertawa
geli dan berkata pula: "Patung, dimanakah djenazah Lo-sioksiok" Tjoba tundjukan
padaku!" "Diatas loteng" kata Kun-hiap.
"Tjoba tundjukan, buat apa berdiri terpaku disini?" udjar gadis itu.
Tanpa bitjara lagi segera Kun-hiap mendahului naik keatas loteng.
Tidak lama. sampahlah mereka d=depan kamar diraana Kunhiap meninggalkan Lo
Pit>hi jang sudah tak bernjawa itu. Pela-han2 Kun-hiap mendorong daun pintu, ia mendjadi
kuatir djangan-djangan djenazah Lo Pit-hi mendadak hilang lagi, hal ini tentu akan
mengakibatkan dia di-olok2 dan ditertawai lagi oleh gadis nakal ?ltu.
Tapi sjukurlah, baru daun pintu itu terpentang sedikit, sekilas lantas
dilihatnja djenazah simonjet sakti dari Thian-san itu masih menggeletak didalam situ. Maka
dengan lagak seorang jang menang Kun-hiap lantas berseru: "Nah, lihatlah, bukankah Lo-
tayhiap meninggal disitu" Sekarang apa jang akan kau katakan lagi?"
Gadis -itu melangkah madju dan melongok kedalam kamar, ia mendjadi tertegun
djuga dan takbisa mendjawab, sebab jang mati didalam kamar itu memang benar adalah Thian-
san-sinkau Lo Pit-hi, malahan sikapnja sebelum mati itu masih tetap, jaitu
djarinja menuding kepodjok dinding kamar. Melihat sigadis sekali ini tidak berani mendjawab, Kun-hiap merasa senang,
segera ia mengadakan serangan balasan: "Hm, tadi kau ngotot terus, katanja Lo-tayhiap tak
bisa mati, nah, sekarang bagaimana"'*
Tiba2 gadis itu mendengus, sahutnja: "Huh, manusia banjak jang mirip, binatang
djuga banjak jang sedjenis. Setan ini tampak nja memang mirip Lo-sioksiok, tapi
darimana bisa tahu persis bahwa dia betul2 adalah Lo-siok-siok?"
Sungguh dongkol Kun-hiap tidak kepalang, sudah terang gamblang orang mati
menggeletak didepan matanja, tapi gadis itu masih tidak mau kalah. Segera katanja pula
dengan dingin: "Ha, masih kau menjangkal dia bukan Lo-tayhiap" Habis siapa?"
Tapi gadis itu bersikap atjuh-tak-atjuh se-akan2 dunia ini dia kuasa, ia
berpaling dan mendjawab dengan seenaknja: "Siapa tahu......" baru sekian utjapannja, tiba2
dilihatnja lukisan jang terbingkai di dinding itu. Ia bersuara heran sekali dan katanja:
"Eh. apakah itu?" Sedjak mula Kun-hiap selalu di-olok2 dan selalu kalah berdebat, dan baru
sekarang ia merasa menang angin dan ada kesempatan untuk balas meng-olok2 sigadis, maka ia
tidak mau lepaskan begitu sadja, segera ia kata lagi: "Tadi kau bilang Lo-tayhiap
takbisa mati, kenapa sekarang dia mati disini?"
Tapi sinona tidak menggubrisnja, sebaliknja terus mendekati lukisan itu dengan
gaja lenggang-lenggok jang menggiurkan. Tiba2 ia berkata: "Aha, kiranja lukisan ini
menggambarkan kau!" "Bukan aku!" seru Kun-hiap dengan dongkol dan kaku.
Nona itu geleng2 kepala, katanja: "Bukan kau. habis siapa" Ehm, lukisan ini amat
bagus, gajanja hidup dan mirip benar dengan orangnja. Eh, tanda tangan 'Hoan Su-tjay
dari Gulam*. Pantas, Hoan Su-tjay adalah pelukis kenamaan dikolong langit ini,
makanja lukisan ini sedemikian hidupnja. Tapi, ai, idak benar........." sampai disini
mendadak gadis itu menoleh dan memandang Kun-hiap dengan tertjengang,
Kun-hiap sendiri sebenarnja djuga sangat heran dan mentjuri-gai lukisan aneh
itu, tjuma dia sendiri sedang menghadapi hal2 jang aneh, bahkan terkadang ia tidak berkuasa
sama sekali, maka ia belum sempat meneliti dan memikirkan sebab apakah lukisan itu
menggambarnja dia sedemikian miripnja, padahal ia merasa tidak pernah dilukis
siapapun djuga. Kini demi mendengar utjapan gadis itu, baru diketahuinja bahwa lukisan
itu adalah buah tangan pelukis "Hoan Su-tjay" jang termasjhur.
Hoan Su-tjay itu adalah seorang tokoh Bu-lim serta terkenal pula sebagai pelukis
besar jang dikagumi. Diam2 Kun-hiap merasa pula mengapa dirinja bisa dilukis disitu,
kalau bukan dirinja, habis siapa lagi jang sedemikian miripnja dengan dia" Sungguh
kalau bisa ia ingin tanja pelukisnja itu siapakah sebenarnja jang dimaksudkan didalam
lukisan itu" Dalam pada itu sigadis telah berkata pula: "Ja, orang jang dilukis 'ini memang
bukan kau. Sebab sudah sedjak 27 tahun jang lalu Hoan Su-tjay menjimpan golok .dan
pensilnja itu, tidak mungkin kau dilukis pada masa sebelum itu."
"Memangnja sedjak tadi aku djuga mengatakan lukisan 'Ini bukan gambarku," sahut
Kunhiap, "Ja, padahal gambar ini memang mirip benar dengan kau, bukan?" sigadis menukas.
"Makanja djangan sok ngotot bahwa orang jang mati Ini djuga belum tentu adalah
Losioksiok." Mestinja Kun-frap merasa dirinja sudah menang bukti dan ingin belas meng-olok2,
siapa tahu achirnja kena diputar-balik oleh sigadis hingga dia tetap terdesak dipihak
jang kalah. Keruan dongkolnja tidak kepalang, segera sahutnja: "Ja, sudah, apakah
jang mati itu Lo-tayhiap atau bukan, mosa-bodohlah, maaf, aku akan pergi sadja!" dan tanpa
banjak tjintjong lagi ia lantas bertindak Keluar.
Sigadis hanja tersenjum sadja memandangi Kun-hiap dan tidak menahannja.
Setelah melangkah keluar, sekalian Kun-hiap merapatkan daun pintu, tapi baru
beberapa langkah ia bertindak pergi, tiba2 didengarnja didalam kamar tadi ada suara
tersedusedan orang, njata bigadis itu sedang menangis.
Kun-hiap sangat heran dan sangsi, setelah ragu2 sedjenak, pe-lahan2 ia lantas
menggermet kembali keluar pintu kamar itu. Koh-po atau kastil (benteng) kuno itu
sudah sangat tua dan tak terawat, maka daun pintu itu banjak tjelah2 dan lubangnja.
Segera ia mengintip melalui tjelah2 pintu. Ia lihat gadis tadi sedang ber-djongkok
disamping

Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

djenazah Lo Pit-hi, dan memang betul sedang menangis, sebab air matanja
kelihatan meleleh dipiplnja, anehnja gadis itu sedang me-raba2 badan Lo Pit-hi jang sudah
tak ber-njawa itu, entah apa jang hendak ditjarinja.
Setelah diraba dan digagap sebentar, tiba2 gadis itu merogoh keluar sesuatu
benda dari dalam badju djenazah simonjet sakti dari Thian-san itu.
Kun-hap sangat heran, tapi ia tidak djelas benda apakah jang diketemukan nona
itu. jang kelihatan hanja benda itu ke-hitam2an dan kira2 sebesar kepalan orang.
Setelah menemukan benda itu, sinona tidak menangis lagi, ia membolak-balik
barang itu dan mengamat-amatinia hingga lama.
Dan baru sekarang Kua-hiap melihat djelas bahwa benda itu adalah sebuah kuda2an
besi dan sangat bagus tjetakannja.
Sebentar kemudian, tiba2 nona itu tersenjum-slmpul dengan memandangi mainan
kuda2an itu walaupun air matanja masih membasahi pipinja karena belum lagi diusap. Lalu ia
simpan mainan kuda itu kedalam badjunja dan pe-lahan2 berbangkit.
Kuatir kalau dipergoki, segera Kun-hiap bermaksud mendahului pergi. Tapi tiba2
dilihatnja gadis itu mendekati lukisan jang terbingkai didinding ;tu. Setelah
memandangi sedjenek, se-konjong2 ia menoleh dan berkata dengan tertawa: "Apa
lagi jang hendak kau intip?" Keruan Kun-hiap kaget, sama sekali tak terduga olehnja bahwa sebenarnja
perbuatannja mengintip itu telah diketahui nona itu.
Dalam gugupnja ia terus melangkah mundur dan bermaksud kabur lekas2.
Tak terduga ada sebagian papan loteng 'itu sudah terlalu tua dan lapuk, dalam
gugupnja Kun-hiap sama sekait tidak memperhatikan keadaan disekitarnja, maka ia mendjadi
kaget ketika mendadak tempat jang di'indjak itu amblong kebawah sambil menerbitkan
suara keras, tubuhnja djuga lantas kedjeblos. Tjepat ia berusaha seb;sanja buat
memegang papan loteng selagi tubuhnja bagian bawah sudah ter-katung2 diudara, tapi
tjialat, papan loteng jang sudah lapuk itu tidak kuat menahan pegangannja, papan, itu
sempal dan tubuhnja terus terbanting kebawah.
Dan untunglah karena pegangan terachir itu hingga daja turun-nja terhambat
sedikit dan teibanting djatuhnja itu tidak terlalu hebat, "Bluk" sekali Kun-hiap terdjatuh
dilantai, tjepat ia dapat melompat bangun lagi dan tidak sampai terluka.
Tapi baru sadja Kun-hiap berdiri tegak, tahu2 sinona djuga sudah melajang turun
dan berdiri didepannja. Keruan Kun-hiap mendjadi malu dan serba kikuk seperti maling ketangkap leher,
diam2 ia memikir entah apa jang akan diperbuat sinona kepada dirinja. Seketika ia hanja
mendjublek sadja seperti pesakitan jang tunggu vonnis hakim.
Sebaliknja sinona djuga sangat djahil, ia djusteru tidak lantas mendamperat atau
menegur, tapi dia hanja ter-senjum2 sadja sambil mengamat-amati Kun-hiap dengan
mimik wadjahnja jang nakal, djadi mirip seekor kutjing jang dapat menangkap seekor
tikus ketjil, tikus itu tidak lantas ditjaplok, tapi digoda dan dipermainkan dulu
sesuka hatinja. Achirnja Kan-hap mendjadi dongkol djuga, segera ia bermaksud mendahului
mendamperat sigadis, tapi belum lagi ia membuka suara, tiba2 diluar gedung itu terdengar suara seruan
orang jang kasar dan serak: "Sam-moay! Sam-moay! Dimana kau?"
Suara itu serak dan petjah lagi djadi seperti genderang bobrok ditabuh, tapi
terang suara kaum wanita. Suara itu kalau dibandingkan suara sinona jang berdiri
dihadapan Kun-h:ap ini sungguh boleh dikata langit dan bumi bedanja.
Maka sinona telah mencjawab suara seruan tadi: "Dji-tji, aku berada disini!"
"Lekas keluar sini!" seni suara tadi.
Sinona tampak ogah2an, tapi toh tidak berani membangkang, setelah melirik
sekedjap lagi kepada Kun-hiap, lalu ia melesat keluar dengan tjepat luar biasa.
Seketika Kun-hiap merasa seperti pesakitan jang baru bebas dari bui dengan
perginja gadis itu. Pikirnja: "Kalau sekarang aku tidak tinggal pergi mau tunggu kapan
lagi?" Semula ia hendak keluar melalui pintu gerbang itu, tapi kuatir kalau dipergoki
sigadis lagi, waktu ia memandang sekitarnja, dilihatnja disamping sana djuga ada sebuah
pintu, tanpa pikir lagi segera ia membiluk kesana.
Tapi ia mendjadi terkedjut ketika melangkah kedalam ruangan samping itu, sebab
disitu djelas kelihatan djuga menggeletak serangka majat. Waktu ditegaskan, malahan
orang mati itupun adalah kenalannja.
Ia masih ingat orang ini pernah berkundjung kerumahnja bersama para kesatria
waktu ajahnja merajakan ulang tahun ke-50 dahulu, jaitu Lui-tjengtju, Lui Tay-keh dari Lui-
keh-tjeng. Sudah tentu sama sekali tak tersangka oleh Kun-hiap akan dapat melihat djenazah
Lui Tky-keh jang terkenal dikalangan Kan-gouw itu, keruan ia terperandjat. Kemudian
dilihatnja pula dilantai sebelah djenazah itu ada setjarik kertas, ia tjoba
mendekati dan dapatlah membatja apa jang tertulis dlatas kertas surat itu.
Kiranja ruangan diraana Kun-hiap berada sekarang adalah bekas tempat
berkumpulnja Pek Yu-yu, Nio Hoat dan Im Som semalam.
Setelah membatja surat berlubang karena- ditubles oleh kj>as Im Som semalam itu,
baru sekarang Kun-hiap mengetahui beberapa orang jang dilihatnja semalam itu adalah
tokoh2 jang diundang kesitu oleh surat kaleng aneh itu. Tapi kuii ia buru2 ingin
meninggalkan Koh-po itu, maka tak semoat mempeladjari duduknja perkara jang penuh rahasia
itu, segera ia bermaksud melangkah pergi.
Tapi diluar dugaan kakinja telah menjenggol siku tangan djenazah Lui Tay-keh,
mendadak terdengar suara "klotak", suara djatuhnja sesuatu benda keras dari tangan
djenazah itu. Waktu Kun-hiap memandang kebawah, dilihatnja tidak djauh didepannja terdapat
sebuah kuda2an besi sebesar kepalan, manusia. Itulah dia mainan kuda2an besi jang mirip
dengan apa jang diketemukan sigadis tadi dari djenazah Lo Pit-hi.
Sudah tentu Kun-hiap sangat heran, ia tidak tahu apa gunanja kuda2an besi itu
dan mengapa b:sa tergenggam ditangan Lui Tay-keh. Ia merasa dibalik mainan kuda besi
ini tentu ada sesuatu jang tidak beres sebab benda jang serupa djuga diketemukan
didalam djenazahnja Lo Pit-hi oleh sinong jang terkenal dengan panggilan "Sam-kohnio"
itu. Segera Kun-hiap mendjemput kuda besi itu, ia merasa bobotnja tjukup lumajan,
tanpa pikir lagi ia terus simpan didalam badjunja. Lalu ia mendekati djendela, terus
sadja ia melompat keluar dari situ.
Diluar situ rumput alang2 tumbuh sangat lebat dan tinggi melebihi manusia. Dan
selagi ia hendak mentjari djalan buat tinggalkan tempat itu, tiba2 cPdepan sana ada
suara seruan sigadis tadi: "Dji-tji (kakak kedua), aku akan masuk sebentar kesana,
segera aku akan kembali lagi!" Tapi suara wanita jang serak dan petjah itu telah mentjegah: "Djangan, nanti kau
akan bikin gara2 lagi!" Diam2 Kun-hiap merasa sjukur dirinja tadi tidak grusah-grusuh bingga tidak
dipergoki kedua orang itu, kalau kepergok, wah, tentu runjam. Seorang gadis tadi sadja
susah dilajani, apalagi ditambah seorang kawannja jang tentu djuga bukan wanita
peramah, demikian kesimpulan Kun-hiap.
Ia tjoba mengintip kearah suara2 itu, ia lihat dibawah sebatang pohon besar
berada dua wanita, jaitu sigadis jang telah dikenalnja dan seorang wanita berbadju hitam.
Wanita badju hitam itu berdiri membelakangi Kun-hiap hingga mukanja tidak kelihatan.
Sementara itu terdengar sigadis sedang berkata pula: "Dji-tji, hanja sebentar
sadja dan segera aku kembali!"
"Tidak, hajo lekas berangkat!" sahut siwanita badju hitam sambil tarik tangan
sigadis terus diadjak pergi. Sekilas Kun-hiap melihat tubuh kedua wanita itu mendadak terapung keatas terus
melajang kedepan setjepat angin, sungguh Kun-hiap tidak pertjaja bahwa didunia ini adalah
orang memiliki Ginkang setinggi itu, ia kutjek2 mata sendiri dan memandang pula, tapi
hanja sekedjap itu sadja kedua wanita itu sudah lenjap dari pandangannja.
Ber-ulang2 Kun-hiap menjatakan heran pada diri sendiri ia pikir djika sebentar
ketemu Susiok pasti akan tanja keterangan tentang asal-usul kedua wanita aneh itu,
sebab kalau kedua wanita itu bukan tokoh2 jang luar biasa, tidak mungkin memiliki kepandaian
setinggi itu, malahan Thay-san-yau-ki Pek Yu yu djuga ketakutan demi ketemu
gadis jang masih muda belia itu"
Sedjenak kemudian, Kun-hiap keluar dari tempat sembunjinja dan melandjutkan
perdjalanan. Kira2 beberapa puluh meter djauh-nja, ia menoleh untuk memandang
benteng kuno jang penuh teka-teki itu.
Sebenarnja Koh-po atau kastil kuno itu tiada sangkut-paut apa2 dengan dia,
kedatangannja kesatu djuga atas adjakan Lo Pit-hu monjet sakti dari Thian-san
itu minta dia mentjarikan satu orang, tapi sampai adjalnja tokoh itu tidak sempat
menerangkan .siapa orang jang akan ditjari itu. Maka kini demi memandang lagi Koh-po itu
dari djauh, tiba2 timbul sematjam firasat aneh dalam hati Kun-hiap, kastil kuno itu
bukan mustahil ada hubungan erat dengan dirinja.
Djalan pikirannja ini timbul dari sebab lukisan itu. Memang banjak manusia jang
sama, tapi kalau sedemikian miripnja, hal ini mau tidak mau menimbulkan rasa tjuriga.
Akan tetapi ada hubungan apa sih antara dirinja dengan kastil kuno itu, sudah tentu tiada seorangpun jang
dapat memberi djawaban. Begitulah kemudian ia memutar tubuh dan berlari terus. Semalam ketika ia dibekuk
oleh siorang berkedok, ia tidak sempat memberi tanda kepada sang Susiok, sebaliknja
ia dapaat mendengar suara panggilan sang Susiok jang penuh rasa kuatir itu. Kini
siorang berkedok jang pendek ketjil itu. entah menghilang kemana, maka urusan paling
penting sekarang adalah mendjumpai sang Susiok jang sementara itu tentu lagi kalabakan
mentjarinja. Segera Kun-hiap mengeluarkan Ginkangnja, setjepat mungkin ia berlari dan dalam
waktu singkat sadja sudah belasan li djauhnja Tidak lama kemudian hamp:r sampailah dia
didjalanan jang menudju ke Li-keh-tjeng, dimana sang Susiok menitipkan barang
kawalan nja itu. Tapi pada saat itu djuga tiba2 didengarnja suara alat2 tiupan jang
ramai, ketika dipandangnja, dari djauh kelihatan Suatu iring2an orang sedang
mendatangi. Iring2an jang didahului oleh lima-enam orang tukang tiup dan gembreng itu tampak
membiluk kearah djalan ketjil jang menudju kekastil kuno ini.
Semula Kun-hiap menjangka iring2an itu tentu adalah iring2an kemanten desa dan
sebagainja, maka ia tidak memperhatikan, dan tetap berdjalan kedepan. Tapi
sedjenak kemudian mendadak ia merasakan sesuatu jang agak djanggal. Teringat olehnya
urusan tentu tidak begitu sederhana seperti apa jang dipikirnja. Sebab telah diketahui
bahwa sepandjang puluhan li disitu terang tiada seorang pendudukpun, djalan ketjil
itupun tjuma menudju ke kastil kuno, mengapa iring2an kemanten melalui djalanan
sepi ini" Sementara itu iring2an orang itu sudah makin dekat. Ketika mereka melalui
samping Wi Kun-hiap, perasaan pemuda itu mendjadi gopoh dan ber-debar2, walaupun hawa pada
waktu itu tidak panas, tapi keringat se-akan2 bandjir datangnya membasahkujup
badannya. Sambil memandengi iring2an itu lewat didepannja, Kun-hiap tahu ada sesuatu jang
tidak beres, tapi dalam keadaan begitu ia pun tdak berani banjak urusan. Setelah
menghirup napas pandjang2, lalu ia berlari lagi kedepan.
Tapi tidak lama kemudian, kembali terdengar pula sesuatu suara dari depan sana,
sekali ini adalah suara derapan kaki binatang jang tjepat.
Waktu Kun-hiap mengangkat kepalanja, ia lihat dari djauh segumpal barang aneh


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedang mendatangi, meski ia memperhatikan sampai matanja mendelik, tapi tetap tidak
djelas machluk apakah diatas binatang jang ber-lari2 dari depan ttu.
Tengah Kun-hiap tercengang, machluk jang datangnja tjepat sekali itu tahu2 sudah
mendekat. Karena heran, segera Kun-hiap mentjurahkan perhatiannja untuk melihat
apakah sebenarnja machluk aneh ini. Dan setelah melihat djelas. tanpa merasa ia tertawa
geli sendiri. Kiranja binatang jang mendekat setjepat terbang itu bukanlah machluk aneh apa2,
tapi adalah seekor keledai biasa, tjuma warna bulu keledai ini putih mulus sebagai
saldju, diatas punggung-nja menunggang seorang tinggi kurus dan berbadju hitam mulus,
saking tinggi tubuhnja orang ini dan menunggangnja mungkur pula. maka drri djauh
tampaknja mendjadi sangat aneh dan susah diketahui benda apakah sebenarnja diantara warna
putih dan hitam ini" Segera Kun-hip berd:ri kepinggir djalan untuk memberi djalan kepada keledai
dengan pentmggangnja itu. Maka dengan tjepat sekala keledai itu berlari lewat. Tapi
ketika keledai itu sudeh dua-tiga meter lewat dislsi Kun-hiap, se-kcnjong2 binatang itu
dihentikan, "srek", bagaikan memakai "rem angin" sadja. keledai itu dapat
mendadak menahan kakinja, dan tiba2 penunggang keledai itu mendjulurkan tubuhnja kearah
Kunhiap. Ternjata tidak melulu tubuh orang itu sadja jang pandjang, bahkan lehernja djuga
pandjang seperti leher burung bangau, dan karena tubuhnja mendelong kearah Kun-
hiap hingga hidungnja hampir saling tjium dengan pemuda itu.
Keruan Kun-rrap kaget dan Iekas2 melangkah mundur. Waktu ia memperhatikan, tiba2
ia merasa geli. Ternjata potongan orang itu memang istimewa, tidak hanja tubuhnja
djangkung dan lehernja pandjang, sebaliknja kepalanja sangat ketjil sehingga
pantjainderahnya jang tumbuh dibagian kepala itu saling ber-desak2an, saling
ber-djedjal2 kuatir tidak kebagian tempat.
Dan setelah Kun-hiap terkaget mundur, barulah orang aneh itu menegakkan
duduknja, lalu ia tanja: "Apakah kau datang dari Koh-po sana?"
Karena pertanjaan jang mentjurigakan itu, Kun-hiap pikir orang kosen didunia
persilatan teramat banjak, ada lebih baik djangan tjari penjakit dan pura2 bodoh sadja,
maka djawabnja sambil geleng kepala: "Koh-po
apa maksudmu" Entah, aku tidak tahu, aku hanja orang lalu disini!"
"Hm", demikian orang itu mendengus sekali. "Botjah dungu, djalan ini hanja
menudju ke Koh-po itu, kenapa kau djawab tidak tahu" Kau kira aku mudah dibohongi?"
"Djika kau sudah tahu, mengapa sengadja tanja?" sahut Kun-hiap dengan
mendongkol. Tiba2 orang aneh itu tertawa ter-kekeh2, lalu katanya pula: "Dan mereka sudah
datang semua tidak?" Kun-hiap melengak, ia tanja kembali: "Siapa jang kau maksudkan?"
"Kau datang dari Koh-po itu, masih pura2 tidak tahu?" kata orang itu.
Hati Kun-hiap tergerak, maka sahutnja: "O, djadi kau inikah orang jang menulis
surat kaleng untuk mengundang tokoh2 Bu-lim itu agar berkumpul disana" Mereka memang
sudah datang semua!" Orang itu tampak girang, segera tanja lag;: "Dan semuanja sudah mereka bawa
serta, bukan?" Setiap pertanjaan orang itu selalu membingungkan Kun-hiap, maka dengan
mendongkol ia mendjawab: "Apa jang dibawa serta" Darimana aku bisa tahu" Apa sangkutpautnja
dengan aku?" Entah marah atau karena urusan lain, mendadak tubuh orang itu mendojong lagi
kearah Kun-hiap. Tadi ketika hampir saling tjium, tjepat Kun-hiap telah mundur
selangkah. Tapi aneh, sekarang djarak mereka kembali sedemikian dekatnja hingga hampir saling
http://ebook-dewikz.com/ "ngok" lagi se-akan2 tubuh orang aneh itu bisa mulur mengkeret sadja.
Keruan Kun-hiap kaget lagi dan tjepat melompat mundur pula.
Orang itu menjeringai, katanja: "Sudahlah, botjah, mengingat ajahmu, biarlah aku
tidak bikin susah padamu."
Kembali Kun-hiap merasa heran. Djika orang aneh seperti ini pernah dilihatnja
dulu, rasanja tak mungkin terlupa. Sebaliknja kalau tidak kenal, diarimana orang tahu
tentang ajahnja segala" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan selagi ia hendak tanja, tiba2 orang itu sudah mendepak keledainja dan
dilarikan tjepat kedepan. Tapi baru beberapa meter djauhnja, mendadak keledai itu
dihentikan, orang itu berkata pula kepadanja: "Nak, selama beberapa tahun ini, Kim-kong-
goan-hoat jang dilatih ajahmu itu tentu sudah madju pesat, bukan" Djika pulang nanti,
sampaikanlah salamku."
Mestinja Kun-hiap djuga sudah putar tubuh hendak melangkah pergj, demi mendengar
utjapan orang itu, kembali ia merandek.
Selama ini ajahnja terkenal sebagal "Kim-liong-kiam-khek", ter-hitung seorang
ahli pedang paling ternama didjaman. ini, sendjata andalannja berbentuk sebatang
pedang jang pandjang dan lebar, semua orang tjukup mengetahui bentuk pedangnja jang agak
berbeda daripada pedang biasa itu. Tapi mengapa orang aneh tadi bertanja tentang "Kim-
konggoan" (gelang emas) segala, padahal selamanja ia tidak pernah melihat
ajahnja bersendjatakan itu. Tengah Kun-hiap tertegun, sementara itu keledai putih siorang aneh sudah
dilarikan lagi dan hanja sebentar sadja sudah lenjap dari pandangan.
Dengan tetap tidak habis heran, Kun-hiap lalu menudju kearah nja sendiri,
menudju kearah Li-keh-tjeng. Sepandjang djalan ia-pun memikirkan terus tentang pesan
Thian-sansin-kau Lo Pit-hi jang setengah2 itu, jang diketahui tjuma disuruh
menari seorang, tapi siapakah jang harus ditjarinja itu tidak djelas baginja.
Dasar Kun-hiap memang mempunjai kemauan keras apa jang menjangkut dirinja pasti
akan ditjari tahu dengan djelas dan diselesaikan dengan baik. Ia merasa
apa jang dialamnja itu sangat aneh, penuh teka-teki, dan kedjadian2 itu satu-
sama-lain seperti mempunjai sangkut-paut jang erat, tjuma bagaimana sangkut-paut itu
setjara terperintji ia sendiri tidak dapat mendjelaskan.
Begitulah sambil memikir sambil berdjalan, tidak lama kemudian, tertampaklah
empat penunggang kuda sedang mendatangi lagi. Setelah dekat, penunggang2 kuda itu
lantas melompat turun serta memberi hormat kepada Kun-hiap. Kiranja mereka adalah para
Piauthau jang ikut dalam rombongan Wan Kian-liong itu.
Setelah ketemu Kun-hiap, dengan wadjah gugup keempat Piau-thau itu lantas
berseru: "Wah, baru ketemu disni! Wi-kongtju. lekaslah datang ke Li-keh-tjeng, Wan-
tjongpiauthau sedang keselabakan setengah mati "
"Kelabakan urusan apa?" tanja Kun-h:ap.
"Sudah tentu tentang dirimu!" sahut para Piauthau. "Sudahlah, lekas dikit, Wi-
kongtju! Kepada ajahmu kita sudah menjampaikan berita kilat melalui kawan2 Bu-lim
sepandjang djalan!" "Ai, kembali mengganggu ketenteraman beliau lagi!" udjar Kun-hiap sambil
mengerut ken:ng. "Sudahlah, mari lekas Wi-kongtiu! Engkau sedang dinantikan, marilah tjepat!"
seru para Piauthau itu. Dan segera mereka menarik Kun-hiap keatas salah seekor kuda mereka
terus dilarikan dengan tjepat. Tidak lama kemudian, dari djauh sudah tertampak Li-keh-tjeng atau perkampungan
keluarga Li jang ditudju itu. Tapi aneh djuga, perkampungan jang besar
dan ramai itu ternjata sepi2 sadja dan tiada nampak ada orang memapak kedatangan
Pendekar Wanita Penyebar Bunga 13 Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen Kisah Si Rase Terbang 7
^