Pencarian

Rahasia Benteng Kuno 2

Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung Bagian 2


mereka. Setelah mendekati djalan masuk perkampungan itu, tetap keadaan sepi, padahal
biasanja banjak orang mondar-mandir dengan ramai, sekarang perkampungan itu mirip tiada
penghuninja. Kun-hiap berlima saling pandang dengan heran. Pada saat itulah tlba2 terdengar
suara riuh ramai dibelakang perkampungan sana, suara meringkiknja kuda dan roda
kereta. Kunhiap tjoba pandjat keatas pohon jang tinggi ditepi djalan, ia lihat
dibelakang perkampungan sana terdapat berpuluh kereta besar sedang dilarikan ke arah barat,
menjusul dibelakang kereta adalah penduduk perkampungan she Li itu banyak yang
menggendong buntalan dan tangan menuntun chewan peliharaan. Melihat gelagatnja
itu terang antero penduduk perkampungan ini sedang mengungsi.
Dengan heran dan tjuriga tjepat Kun-hiap melompat turun, segera ia keprak
kudanja kegedung tempat tinggal Li Siu-goan. Tapi baru masuk pintu atau tiba2 Wan Kian-
liong sudah kelihatan memapak keluar.
Luka sang Susiok itu belum lagi, sembuh, air mukanja murung, demi melihat Kun-
hiap, terus sadja orang tua itu berkata: "Sjukur lah kau sudah pulang, Kun-hiap.
Semoga ajahmu dapat pula menjusul kemari dan tentu urusan akan mudah diselesaikan!"
Kembali Kun-hiap heran, ia sudah pulang dengan selamat buat apa mesti
menghendaki kedatangan ajahnja lagi"
Dan selagi ia hendak tanja, tiba2 dari ruangan dalam sudah keluar pula seorang
tua jang masih gagah tegap. Tapi wadjahnja djuga kelihatan menanggung rasa kuatir dan murung
Tjepat Kun-hiap memapak madju dan memberi hormat: "Li-tjengtju, harap maaf telah
banjak mengganggu!" "Kun-hiap." Kian-liong berkata, "kita telah menimbulkan ben-jana bagi Li-
tjengtju". "Ah, WanJote suka bergurau sadja," sahut Li Siu-goan dengan tertawa, "utjapanmu
itu membuat aku merasa malu diri. Djangan-kan kita adalah kenalan lama, biarpun
tjuma sesama kawan persilatan djuga aku siap melakukan apa jang aku mampu berikan,
kenapa Wan-lote mesti bitjara tentang bentjana segala?"
Kun-hiap mendjadi heran mendengar pertjakapan itu, ia menduga tentu sudah
terdjadi sesuatu. Segera ia tanja: "Apakah jang telah terdjadi?"
Selagi Wan Kian-liong hendak bitjara, namun Li Siu-goan sudah mendahului:
"Silahkan Wihiantit masuk keruangan dalam dan tentu akan djelas duduknja
perkara." Segera Kun-hiap ikut tuan rumah keruangan tengah jang luas itu, ruangan ini
biasa dipakai berkumpul berpuluh, bahkan mungkin beratus orang Bu-lim djika mengadakan
musjawarah dan dengan sendirinja dapat dibajangkan betapa megah dan luasnja.
Empat tiang nja sadja bulatan tengahnja serangkulan tangan orang, tingginja hampir
sepuluh meter. Dan baru sadja Kun-hiiap masuk kesitu, se gera ia melihat ada jang tidak
beres, dua diantara tiang raksasa itu sudah meleset keluar dari batu penggandjelnja
hingga atapnja ikut tergetar rusak dan genting sama petjah.
Tentu sadja Kun-hiap terperandjat, ketika ia periksa sekelilingnja pula, ia
lihat diatas sebuah tiang itu terdapat sesuatu jang luar biasa, suatu bagian tiang ini
telah kena dipapas kulitnja dan ditempat jang rata itu lalu terukir delapan huruf jang
berbunji: "Serahkan baik2 barang kawalanmu dan segala sesuatu akan berdjalan
beres!" Gusar dan kuatir djuga Kun-hiap. Dari tulisan itu, terang penjatron itu
bermaksud merampas barang kawalan mereka. Sedangkan barang kawalan mereka sudah djelas
dittipkan kepada Kim-tiau Li Sau-goan, sigaruda mas, tapi penjatron itu toh tidak pandang
sebelah mata kepada tuan rumah, hal ini menandakan bahwa penjatron itu sudah mempunjai
rentjana rapi jang telah diperhitungkan. Dan kalau dilihat dari tjara meninggalkan
tulisan itu, penjatron telah menggeser dua tiang besar sehingga terlepas dari batu-alasnja,
maka betapa hebat tenaganja sudah dapat dibajang-kan, pantas kalau penjatron itu
berani berbuat seenaknja. Sedapat mungkin Kun-hiap berlaku tenang, tanjanja kemudian "Perbuatan siapakah
ini, sama sekali tidak pandang kehormatan Li-pepek?"
"Sungguh memalukan, siapa jarog berbuat, aku sendiri tidak mengetahui" sahut Li
Siugoan. Kun-liiap bertambah heran, ia kenal tuan rumah ini bukanlah djago kerotjo,
didalam rumahnja tentu djuga tidak sedikit orang pandai, mengapa ada orang mengatjaukan
rumahnja tanpa diketahui olehnja. Maka dengan penuh tanda tanja ia pandang Li
Siu-goan dengan ter-mangu2. Siu-goan tampak serba kikuk, tuturnja kemudian: "Tatkala itu aku berada dikebun
belakang, diruangan sini tiada seorangpun. Waktu kami mendengar suara
mentjurigakan dan memburu kemari, namun musuh sudah menghilang dan meninggalkan keadaan demikian
ini." Untuk sedjenak semua orang terdiam. Tiba2 Kian-liong berkata: "Li-tjengtju,
sebaiknja kami lantas berangkat sadja dengan barang kawalan kami, dengan demikian Li-
tjengtju akan terlepas dari persoalan ini."
"Hahahaaha!" Siu-goan tertawa lepas, sikapnja wadjar, tapi menentukan. Katanja
kemudian: "Wan-lote, pabila kalian berangkat pergi, lantas mukaku harus ditaruh
kemana" Aku sudah mengungsikan sanak keluargaku, harta-benda disini djuga sudah
kuringkas kelain tempat. Tinggal Lohu seorang sadja apa jang mesti kukuatirkan" Pendek
kata djiwaku jang sudah tua bangka ini biarlah mendampingi sobat lama sampai detik
terachir disini." Makin bitjara makin semangat, mendadak tangannja melolos ke-pinggang, tahu2
sebatang Boan-koan-pit, sendjata adalannja jang sudah lama tak digunakan telah dilolosnja
keluar. Lalu ia meng-gores2 beberapa kali diatas pilar hingga tulisan jang
ditinggalkan penjatron itu ditjoret dan tak terbatja lagi.
Melihat ketekadan tuan rumah itu, dengan terharu Kian-liong mendekati dan
mendjabat tangannja, katanja: "Li-tjeng-tju, atas budi kebaikan Li-tjengtju mungkin hidup
Wan Kan-liong ini tidak mampu membalas, semoga pada djelmaan jang akan datang
dapatlah membalas kebaikanmu ini!"
Lalu kedua orang saling berdjabat tangan dengan erat2, djabatan tangan dua kawan
sedjati jang konsekwen menghadapi penjerbu, menghadapi bandit jang se-wenang2.
Sungguh kagum tak terkatakan Kun-hiap menjaksikan betapa gagah kesatria kedua
orang tua itu. Dan pada saat itulah. tiba2 seorang tjenteng jang masih tinggal mendjaga rumah
itu masuk memberi lapor: "Tjengtju, diluar seorang wanita she Pek minta bertemu,"
"Wanita she Pek?" demikian Siu-goan menegas dengan ragu2.
,Ja, dia mengaku sebagai Thay-san-sin-ki!" lapor pula sitjenteng.
Kiranja jang dimaksudkan adalah Thay-san-yau-ki Pek Yu-yu. Orang menjebutnja
"Yau-ki", sigenit siluman, tapi ia sendiri suka mengaku sebagai "Sin-ki", siwanita sakti.
Keruan Li Siu-goan dan Wan Kian-liong terkedjut, begitu pula Kun-hiap. Mereka
saling pandang sekedjap dan sama memikir. Apakah dia penjatro itu"
Segera Siu-goan memberi perintah menjilahkan masuk tetamunja.
Tidak lama kemudian, tjenteng tadi telah membawa masuk Pek Yu-yu dengan
lenggang- lenggoknja jang genit menggiurkan.
Siu-goan lantas memapak madju sambil sodja, katanja: "Kami sudah siap sedia
menantikan kedatangan nona Pek! Sebagai sesama orang Kangouw. sebenarnja kita tidak perlu
main sembunji2 segala, setiap persoalannja kami siap menghadapi dengan berhadapan."
Pek Yu-yu tampak bingung dan heran, sahutnja: "Apakah maksud utjapan Li-tjengtju
ini, sungguh aku merasa tidak mengarti?"
Tapi belum lagi Siu-goan bitjara lebih djauh, se-konjong2 tjenteng tadi berlari
masuk pula dan memberitahu: "Lapor Tjengtju, ketua Hoa-san-pay dan ketua Djing-sia-pay
minta bertemu!" Sungguh girang Siu-goan tak terkatakan demi mendengar kedatangan dua tokoh itu,
mereka ialah Tji-kim-sin-to Njo Hoat dan Thian-go Lodjin. Kedua tokoh ini terhitung
djago kelas satu dari Tjing-pay, golongan jang baik. Dengan hadirnja kedua tokoh ini,
betapapun lihaynja musuh jang akan datang djuga tidak perlu ditakuti lagi.
Maka tjepatan sadja Siu-goan berkata: "Lekas silakan masuk, lekas!"
Dan segera tjenteng itu berlari keluar untuk mengundang tetamunja. Sebaliknja
Pek Yu-yu mendjadi kuatir, sungguh tjelaka, di-mana2 selalu ketemukan orang jang ingin
dihindarinya itu. Tapi datam keadaan demikian iapun tak bisa tinggal pergi,
terpaksa ia harus menghadapi apa jang akan terdjadi nanti.
Tidak lama kemudian tertampak Njo Hoat dan Tfran-go Lodjin telah datang dengan
langkah lebar. Perawakan kedua orang ini hampir sama2 tinggi-besarnja, jang seorang
berdjenggot pandjang dan putih sebagai perak, jang lain berewok pekat sebagai duri landak.
Dan belum lagi mendekat, rupanja Njo Hoat sudah melihat keadaan diruangan situ,
terus sadja ia berseru: "Li-lauthau (kakek Li), apa barangkali ada orang hendak bubut bulu garuda mas
kau" Li Siu-goan tersenjum getir, sahutnja: ,Ja, memang ada orang sengadja hendak
tjari perkara padaku, kebetulan kedua Lauheng datang kemari, silakan duduk dan
sebentar salakan menonton sadja!"
"E-eh, bagaimana kau Bisa bitjara begitu?" kata Njo Hoat dengan mendelik.
"Kukira kau bukan lagi garuda emas segala, tapi leb'h tepat disebut seekor elang kondor.
Habis, kami sudah datang kedini, masakah kami disuruh menonton segala" Eh, benar tidak
Lodjin?" Njo Hoat adalah seorang berangasan, ditambah lagi persahabatannja dengan Li Siu-
goan sangat kekal, sudah tentu ia siap sedia membantu dengan segenap tenaganja bila
sahabatnja itu ada kesukaran.
Sebaliknja Thian-go Lodjin adalah seorang pendiam dan pandai berpikir pandjang.
Sedari masuk keruangam situ ia sudah melihat tergesernja kedua yang besar itu, diam2 ia
telah terkedjut, sebab itulah ia tidak lantas mendjawab utjapan Njo Hoat tadi. Ketika
dilihatnja Pek Yu-yu sudah berada disitu, seketika air mukanja berubah, katanja:
"Litjergtju, setan ibbs dlkalangan Bulim sekarang bermuntjulan. namamu disini
terlalu dikenal, boleh djadi ada sedikit iblis2 gentajangan jang sengadja tjari2 kesini,
untuk ini rasanja kau perlu waspada."
Utjapan ini sudah terang ditudjukan kepada Pek Yu-yu. Keruan jang paling senang
adalan Wan Kian-liong, ia sudah pernah ketjundanq ditangan iblis wanita itu, kini ada
kesempatan, terus sadja ia ikut ber-olok2: "Benar, Li-tjengtju, apa jang
dikatakan Lodjin memang tepat, terhadap setiap tetamu jang berkundjung kemari, sebaiknja kau berlaku
hati2 kepada segala kemungkinan!"
Sungguh gusar Pek Yu-yu tak terkatakan, tapi toh tjidak berani balas membuka
suara, sebab kata2 orang tidak terang2an ditudjukan padanja, bila ia memberi reaksi,
itu berarti ia sendiri mengakui dirinja adalah golongan setan iblis jang dimaksudkan
itu. Maka Li Siu-goan hanja terkekek beberapa kali sadja dan tidak menjalakan apa2
lagii, sudah tentu kedatangan Pek Yu-yu itu tidak disukainja, tapi toh orang sudah
datang lebih dulu, dengan sendiri-nja tidak mungkin diusirnja lagi. Dan kalau dia diam
sadja. harapan nja ialah supaja Pek Yu-yu kenal gelagat dan mohon diri sendiri. Tak
terduga Pek Yu-yu tetap diam2 sadja dan duduk ditempatnja.
Sesudah ambil tempat duduk masing2 lalu Tji-kim-sin-liong Njo Hoat mulai
mengomel pandjang lebar tentang peristiwa dibenteng kuno jang penuh rahasia itu. Iapun
misuh2 karena telah dipermainkan pengirim surat kaleng itu, bahkan menjesalkan kematian
Lui Tay-keh dan Lo Pit-hi tanpa diketahui siapa pembunuh-nja.
Sudah tentu tjerita itu tidak terlalu menarik bagi Wan Kian-liong dan Li Sui-
goan karena mereka diluar garis dari kedjadian itu. Sebaliknja Wi Kun-hiap jang
berdiri dibelakang sang Susiok diam2 tergerak hatinja, ada maksudnja hendak memberitahu
tentang apa jang diketahuinja. jaitu bahwasanja sipengirim surat kaleng itu adalah


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"sipandjang" naik keledai jang aneh itu. Tapi karena dihadapannja adalah tokoh2 persilatan
angkatan tua, ia tidak berani sembarangan membuka suara kalau tidak dimintai
keterangan. Dan selagi ia hendak membisiki sang Susiok, se-konjong2 dari djauh diarah
tenggara sana berkumandang suara bunji burung kenari jang njaring merdu. Kitjauan burung
kenari itu terang adalah tiruan manusia, malahan Lwekang orang itu tentu sangat tinggi,
sebab suara itu berkumandang dari tempat djauh.
Kitjauan burung kenari itu djuga sangat merdu dan terang hingga mirip burung
ketjil itu menghinggap dipundak sipendengarnja, seperti burung piaraan jang sudah lulut.
Djika semua orang mendjadi ketarik oleh suara burung jang enak didengar itut
adalah Pek Yu-yu jang lantas kelihatan tidak tenteram, air tnukanja berubah dan mendadak
berdiri. Karena semua orang sedang terpesona oleh kitjauan burung kenari jang merdu itu,
maka kelakuan Pek Yu-yu itu tidak banjak menimbulkan perhatian mereka.
Selang sedjenak, suara burung kenari itu mendadak berhenti, lalu dari djurusan
baratlaut bergema suara kitjauan burung kokokbeluk jang sangat menjeramkan
hingga perasaan semua orang ikut gelisah dan pilu.
Lwekang Thian-go Lodjin dan lain2 tjukup tinggi, tapi tanpa terasa merekapun
terpengaruh oleh suara burung hantu jang menjedihkan, itu. Apalagi Kun-hiap jang
paling tjetek Lwekangnja, hanja sebentar sadja mata sudah basah terpengaruh suara
kokok-ieluk jang menjedihkan itu. Suara burung hantu itu rupanja membuat Pek Yu-yu mendjadi ketakutan djuga, tiba2
ia berkata: "Li-tjengtju, maaf, biar kumohon diri sadja!" dan tanpa menunggu
djawaban tuan rumahnja, terus sadja ia memutar tubuh dan melangkah pergi dengan tjepat.
Sesudah suara burung hantu berhenti, tiba2 dari arah tenggara berbunji pula
suara burung lajang2, suara merdu jang' menjegarkan hingga tanpa merasa Kun-hiap
tertawa. Mendengar suara tertawa Kun-hiap itu, Kian-liong menoleh, ia mendjadi heran
melihat murid keponakan itu matanja mengembeng air mata. "Kenapa kau, Kun-hiap?" baru ia
tanja, tiba2 ia merasa pipi sendiri djuga basah, waktu diraba, ternjata ia sendiri
djuga sudah meneteskan air mata. Keruan ia kaget, tanpa sebab mengapa dirinja telah
menangis?" "Tjelaka, suara burung itu tidak beres!" tjepat Kian-liong berseru".
Memangnja Thian-go Lodjin, Njo Hoat dan Li Siu-goan djuga sedang mendengarkan
suara burung tadi dengan matjam2 perasaan, tjuma Lwekang mereka tjukup kuat, maka
mereka masih dapat menguasai diri. Ketika mendengar seruan Wan Kian-liong itu, mereka
mendjadi tertegun dan merasa suara2 burung itu memang benar ada suatu jang tidak beres
Sementara itu suara kitjauan burung lajang2 tadi sudah berhenti, sebagai
gantinja dari arah barat-laut tadi berbunji pula suara burung meliwis, suara burung meliwis
jang terpentjar dari induk rombongannja, suaranja sedih memilukan, djauh lebih
mengharukan daripada suara burung hantu tadi. Malahan suaranja
sekarang kedengaran semakin dekat hingga makin menggetarkan perasaan setiap
pendengarnja. Saking tak tahan, achirnja Njo Hoat berteriak: "Kawan dari manakah itu" daripada
djual suara, disitu, mengapa tidak tundjukkan mukamu sadja!"
Mestinja Li Siu-goan hendak mentjegah Njo Hoat agar jangan menanggapi suara
burung aneh itu, tapi sudah terlambat.
Benar sadja, begitu suara Njo Hoat lenjap, segera terdengarlah suara burung
geredja jang njaring dan tjepat, suara burung geredja jang me-lontjat2 tjepat dan riuh
ribut Se-konjong2 Njo Hoat seperti kesetanan, terus sadja ia berbangkit dan me-nari2
seperti orang gila. Kalau jang menari itu seorang gadis djelita tentu akan menarik, tapi kini jang
menari adaiah seorang laki2 kasar berewok matjam Njo Hoat, keruan tampaknja mendjadi
seram dan lutju. Tjepat Thian-go Lodjin membentak sekali, segera ia ulur sebelah tangannja
menahan dipundak Njo Hoat. Tapi tenaga Njo Hoat selisih tidak djauh dari Thian-go Lodjin
hingga orang tua itu tidak dapat menahannja.
Segera Li Siu-goan lantas bertindak djuga, mendadak ia bersuit pandjang sekali
sambil melontjat keatas, "plak' tahu2 punggung Njo Hoat kena dihantamnja sekali. Tapi
tenaga jang digunakan itu adalah tenaga kosong, djadi hanja keras diluar, tapi tidak
luka didalam. Njo Hoat lantas tergentak madju dan ter-hujung2, dalam pada itu Li Siu-
goan dan Thian-go Lodjin berbareng lantas bersuit pandjang dengan keras. Rupanja
Lwekang Li Siu-goan memang kalah kuat
daripada Thian-go Lodjin sebab segera suara suitannja lantas tertelan oleh suara
suitan Thian-go Lodjin jang lebih keras dan pandjang itu.
Maka Li Siu-goan lantas menghentikan suitannja, segera ia melangkah madju untuk
memajang bangun Njo Hoat jang sementara itu mukanja kelihatan putjat dan
semangatnja lesu. "Njo-heng, kau tidak berhalangan, bukan?" tanja Siu-goan.
Karena itu, Njo Hoat telah menghela napas lega, katanja: "Ai, apakah aku habis
mimpi?" Siu-goan mendudukan Njo Haot keatas kursi. Untuk sedjenak ia sendiripun
tertjengang, ia tidak tahu orang kosen matjam apakah jang main suara burung itu"
Dalam pada itu Tian-go Lodjin djuga sudah berhenti bersuit.
Suara burung geredja tadipun sudah lenjap sedjak tadi. Habis itu tiada terdengar
pergantian suara burung lain lagi.
Ditengah mangan itu mendjadi sunji sepi, jang terdengar hanja suara pernapasan
Njo Hoat jang masih ter-engah2. Sedjenak kemudian barulah Siu-goan membuka suara: "Lodjin, apakah Pek-kim-tjin-
djin Kongya Tjiau jang telah datang itu"*'
Pek-kim-tjindjin Kongya Tjiau, sidewa beratus burung, adalah seorang ahli bahasa
burung, ilmu silatnja djuga tinggi, dan aneh-nja setiap gerak-gerik ilmu
silatnja itu ditirukannja menurut gaja burung. Watak Kongya Tjjau sangat aneh dan susah
didekati orang, setiap orang Bu-lim jang ketemu dia tentu akan pusing kepala dan mengerut
kening. Tapi Thian-go Lodjin telah mendjawab: "Kongya Tjiau hanja paham bahasa burung,
tapi tidak pernah diketahui bahwa dia djuga dapat menirukan bunji kitjauan burung
itu, apalagi suara burung itu terang berkumandang dari tempat beberapa li djauhnja,
pula sekali membuka suara lantas Njo-heng masuk perangkapnja, rasa-nja Kongya Tjiau
tiada memiliki kekuatan sehebat itu'
Siu-goan terkedjut oleh keterangan itu, "Habis, apakah seorang kosen jang djauh
lebih lihay daripada Kongya Tjjau?"
Tapi Thian-go Lodjin diam sadja tanpa mendjawab.
Pada saat itulah baru semua orang mengetahui bahwa sedjak tadi Pek Yu-yu sudah
tinggal pergi. Keruan Njo Hoat dan Thian-go Lodjin agak terperandjat, sebab dengan
menggelojor perginja Pek Yu-yu itu tanpa dirasakan oleh mereka, hal ini bukan disebabkan
Ginkang Pek Yu-yu jang lihay, tapi adalah lantaran tadi mereka lagi tenggelam didalam
pengaruh suara kitjauan burung itu hingga keadaan disekitar mereka itu tak diperhatikan
Iagi. Untuk sedjenak mereka lantas tjelingukan kian, kemari, dan untunglah tiada
seoraag asingpun jang kelihatan berada diantara mereka.
",Djangan2 orang jang bersuara burung itu adalah orang jang meninggalkan tulisn
diatas tiang itu?" demikian pendapat Wan Kian-liong.
Mendadak Li Siu-goan mentjabut keluar sebentuk sendjata jang gemerlapan. Bentuk
sendjata itu sangat aneh, pandjangnja kira2 30 senti, besarnja serupa dengan Boan-koan-pit, udjung
sendjata itu mirip tjakar elang mentjengkeram dan sangat tadjam. Nama sendjata itu adalah
"Kimtiau-hoan" atau tjakar garuda emas. . Karena sendjata itu dapat digunakan
menutuk dan mentjakar, djadi serba guna pula Li Siu-goan chusus mejakinkan 72 djurus ilmu
permainan Kim-tiau-hoan jang lihay, dari itu ia. mendapatkan djulukan pula sebagai
sigaruda emas. Sekali Siu-goan mengeluarkan sendjatanja jang istimewa itu, terus sadja ia
sambitkan keatas medja hingga udjung sendjata jang berbentuk tjakar itu terus
mentjengkeram permukaan medja dengan kentjang.
Pada saat itu djuga tiba2 terdengar angin berkesiur dan tahu2 ditengah ruangan
Itu sudah bertambah seorang. Begitu tjepat datangnja orang itu, pula sebelumnja
tiada sesuatu suara atau tanda, maka semua orang mendjadi terkesiap.
Waktu diperhatikan, kiranja pendatang, itu adalah seorang nona djelita. Dan
orang jang pertama kaget adalah Kun-hiap, sebab segera dikenalnja nona, djelita itu tak
lain-tak- bukan, adalah "Sam-koh-nio" jang telah diketemukan serta telah menggodanja
dibenteng kuno jang misterius itu. Sebenarnja Kun-hiap ingin menjembunjikan diri sadja daripada ketemu lagi dengan
nona djahil itu. Tapi sudah kasip, terpaksa ia tjuma melengos sadja kesamping dengan
harapan semoga sigadis tidak memperhatikannja.
Tak terduga nona itu sudah lantas tertawa, katanja: ,.Aha, tak perlu kau pura2
tidak tahu, biarpun kau mengumpet djuga aku sudah melihat kau"
Memangnja semua orang sudah terkesiap oleh datangnya sinona jang mendadak itu,
kini mendengar utjapannja jang tak keruan djentrungannja, keruan semua orang tambah
bingung. Segera Siu-goan membuka suara: "Siapakah nona" Adakah sesuatu keperluanmu datang
kemari?" Tapi sigadis tidak mendjawabnja, sebaliknja, ia mendekati medja dan segera
hendak mentjabut Kim Tiau-hoan jang menantjep di-atas medja itu.
Sendjata itu adalah persenjawaan Li Siu-goan, meski, ia tidak tahu apa maksud
kedatangan, nona djelita itu, tapi sendjata andalannja itu sudah tentu tidak
boleh senmarangan dipegang orang. Sebab itulah, ketika melihat sinona hendak memegang
Kimtiau-hoan itu, tjepat Siu-goan mendahului hendak menahannja.
Dalam dugaan Siu-ggan pasti dia akan lebih dulu memegang sendjatanja sendiri
itu, siapa tahu tangannya telah meraba tempat kosong, tahu2 Kim-tiau-hoan itu sudah diambil
oleh tangan si nona. Keruan Siu-goan terperandjat. sungguh susah dibajangkan hanja dalam sekedjap dan
setjepat itu Kim-tiau-hoan sudah djatuh ditangan nona itu. Dan sesudah tertegun
sedjenak, selagi ia hendak membuka suara, tiba2 nona itu sudah berkata: "He,
kiranja barang ini bukan Put-kiu-djin. Tapi buatannja sungguh sangat bagus sekal;!"
Mendengar itu, seketika wadjah Li Siu-goan berubah, apa jang mestinja akan
diutjapkan mendjadi urung. Sungguh mendongkolnja tidak kepalang, masakah "Kim-tiau-hoan" jang merupakan
sendjata andalannja dan disegani kawan dan lawan itu sekarang oleh nona
itu dianggap seperti "Put-kiu-djin" buatan dari bambu jang, biasanja hanja
dipakai untuk menggaruk tempat gatal.
Maka dengan muka bersengut iapun mendengus: "Hm, emangnja kau kira Put-kiu-
djin?" "Eh; kalau bukan Put-kiu-djin, habis apa namanja barang ini" Kukira dapat djuga
dipakai menggaruk gatal, bukan?" kata pula sinona. Dan berbareng Kim-tiau-hoan jang
dipegangnja itu terus ditjakarkan kemuka Li Siu-goan.
Sudah tentu sama sekali Siu-goan tak menduga akan serangan Sinona, apalagi
gerakan nona itupun teramat tjepat, djangankan tidak menduga, biarpun tahu dan hendak
berkelit djuga tidak keburu lagi. Maka tahu2 sinar mengkilap berkelebat, kedua pipinja terasa
didjawil pelahan oleh sendjata miliknja sendiri itu.
"Nah, ini namanja 'sendjata mentjium tuan', tahu?" demikian terdengar sinona
meng-olok2 malah. Seketika air muka Li Siu-goan berubah putjat pasi, dengan lemas ia mendjatuhkan
diri diatas kursinja. Ia tidak berkata apa2, soalnja. ia mendjadi putus asa, ia
merasa kepandaiannja jang dilatih berpuluh tahun uu kini ternjata sama sekali tak
berguna, bahkan dibandingkan sinona masih selisih sangat, djauh.


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nah, katamu ini bukan Put-kiu-djin?" dengan dengan tertawa sinona mengedjek
lagi dan mendadak ia tantjapkan kembali sendjata Li Siu-goaa itu keatas medja pula, lalu
ia menoleh dan tersenjum genit kepada Kun-hiap jang berada dibelakang Wan Kian-
liong itu (Put-kiu-djin = tidak mohon bantuan orang. Nama benda berbentuk garuk buatan
dari bambu atau gading-Gunanja, untuk menggaruk gatal dipunggung atau ditempat lain jang susah
ditjapai tangan.) Dasar gadis manis, senjumnja itu benar2 sangat menggiurkan, lebih2 dekik
dipipinja dikala tersenjum itu bisa membikin semaput siapapun jang memandangnja. Tjoba
kalau Kunhiap tidak kapok sebelumnja karena pernah digoda, tentu dia akan
kesemsem kepada nona tjantik itu, bahkan lekas2 ia melengos kearah lain, ia mendjadi kuatlr malah seperti
ketemukan setan iblis jang menakutkan.
Dalam pada itu Wan Kian-liong mendjadi terperandjat djuga demi menjaksikan
gerakan sigadis tadi, katanja kemudian mewakilkan tuan rumah: "Siapakah nona" Sebenarnja
ada keperluan apakah kedatanganmu ini?"
"Oooh, kalian masih belum tahu?" seru sigadis dengan gajanja jang genit.
"Kedatanganku ini adalah untuk 'timbang terima' barang kawalanmu itu!"
Seketika Wan Kian-liong mendjadi putjat dan tak sanggup membuka suara lagi. Ia
insaf djika betul nona ini jang telah meninggalkan tulisan diatas tiang itu, maka
terang barang kawalannja itu susah dipertahankan lagi
Disebelah sana Kun-hiap mendjadi murka mendengar maksud nona itu, segera ia
hendak mendamperat walaupun insaf dirinja bukan tandingannja.
Namun Thian-go Lodjin sudah keburu mentjegahnja,. lalu ia menanja: "Siapa nama
nona?" "Karena Thoan-go Lotjianpwe jang tanja, biarlah kuberitahukan terus terang,"
sahut sigadis dengan tertawa. "Aku she Tian, bernama Hui-yan."
Sekilas itu pikiran Th:an-go Lodj'in sudah lantas keliling ke-mana2 untuk meng-
ingat2 siapakah gerangan tokoh Bu-lim she Tian jang terkenal itu, baik dan kalangan,
Tjingpay maupun dari golongan Sia-pay. Meski ada djuga satu-dua orang kenalannja she
Tian. tapi ilmu silat mereka hanja biasa sadja, lagipula tiada sama seperti sinona sekarang
ini. Tapi iapun tahu dunia ini terlalu luas, tidak sedikit terdapat orang kosen jang
tak dikenalnja. Maka ia tanja lagi: "Nona Tian, djadi kedatanganmu ini hendak
membikin susah Wan-heng" Tapi kukira waktu jang kau pilih ini agak tidak kebetulan."
"Hihihi, apakah kau maksudkan karena kebetulan kau berada disini"* sahut sinona
dengan tertawa. Thian-go Lodjin hanja meng-usap2 djenggotnja jang pandjang itu dan tidak
mendjawab. "Tapi kau lupa, Lotjianpwe," kata pula sinona jang mengaku bernama Tian Hui-yan
itu. "pohon kalau sudah tua tentu keropos, dan manusia jang sudah tua, hihi, rasanja
djuga akan lapuk." ,.Hm, rupanja memang benar orang mengatakan banteng tjilik tidak takut harimau,"
kata Thian-go Lodjin dengan tersenjum tawar."
"Siut", mendadak Tian Hui-yan menjendal sekali dan seutas sinar perak jang halus
mendadak menjambar kemuka Thian-go Lodjin.
Saking tjepatnja nona, itu bergerak hingga Thian-go Lodjin sampai tidak tahu
sendjata apakah jang digunakan sinona. Hanja terdengar nona itu lantas berseru djuga:
"Biarlah kubeladjar kenal dulu dengan Thian-go Lodjin!"
Tjepat Thian-go Lodjin mendojong kepalanja kebelakang sedikit, berbareng lengan
badjunja mengebas hingga djalur sinar perak tadi kena dikurung kebawah.
Maka terdengarlah suara "tak" sekali, lengan badju Thian-go Lodjin rapat nenutup
diatas medja, sedang sinar perak tadi djuga lantas lenjap. Sebagai gantinja sekarang
tertampak djelas ditangan Tian Hui-yan memegang seutas rantai perak sebesar djari,
pandjangnja kira 2 satu meter lebih, udjung rantai perak itu tertahan dibawah lengan badju
Thian-go Lodjin diatas medja. Untuk sedjenak kelihatan Tian Hui-yan agak terkedjut, tapi segera ia tenang
kembali, lalu rantai perak jarig masih dipegangnja itu sedikit ditekan kebawah. Karena
itu, mendadak udjung rantai perak jang tertutup dibawah lengan badju Thian-go itu
melondjak2 hingga mirip ada beberapa ekor tikus jang terkurung dibawah lengan
badju itu dan sedang berlari kiian kemari untuk mentjari djalan keluar
Sekuat mungkin Tian Hui-yan kerahkan tenaganja untuk menjendal rantainja agar
terlepas dari djepitan lengan badju Thian-go lodjin. Sebaliknja lengan badju Thian-go itu
meski benda lemas, tapi kini telah berubah mendjadi benda maha kuat karena saluran
tenaga dalamnya. Beberapa kali Tian Hui-yan menarik dan menjendal hingga udjung rantai
dibawah lengan baju itu me-lonjak2 makin hebat, tapi tetap tidak berhasil dilolos keluar
dari tindihan lengan badju, Lambat laun pipi Tiari Hui-yan kelihatan mulai bersemu merah, udjung hidungnja
jang mantjung itu djuga sedikit berkeringat, suatu tanda bahwa ia sudah
http://ebook-dewikz.com/ tjukup keras mengerahkan tenaganja. Sebaliknja wadjah Thian-go Lodjin tampak
tenang2 sadja, bahkan dengan dingin ia berkata "Nona Tian, sebaiknja lekas kau pergi
dari sini sadja?" Tapi Tian Hui-yan memang tidak gampang disuruh mengalah dengan tersenjum ia
menjahut: "Thian-go Lotjianpwe, urusanku belum lagi selesai, mana boleh akii tinggal pergi
begini sadja?" "Djika kau ngotot tak mau pergi sekarang, mungkin sebentar lagi akan susahlah
bagimu untuk pergi," udjar Thian-go Lodjin dengan dingin.
Tiba2 Tian Hui-yan mengikik tawa, sekali tubuhnja menarik mundur, mendadak
terdengar suara "krak, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
krak" jang keras. Kira-nja ia telah tarik sekuatnja rantai perak jang ditindih
lengan badju Thian-go Lodjin itu, tapi karena tindihan itu terlalu kentjang hingga
medja jang mestinja sangat kukuh itu tidak tahan lagi dan patah keempat kakinja.
Dan disaat kaki medja itu sudah patah, mendadak Tian Hui-yan menahan tangannja
kebawah, "siut", tahu2 rantai perak jang dipegangnja itu disendal kesamping hingga lolos
keluar dari bawah lengan badju Thian-go Lodjin.
Baru sekarang semua orang dapat melihat djelas bahwa pada udjung rantai perak
itu terikat sebuah roda bergigi jang bergigi sangat tadjam. Sungguh sedjenis
sendjata aneh jang tidak pernah ter tampak.
Dari dimana rantai perak itu menjambar, segera terdengar suara mendesing jang
njaring. Air muka Thian-go Lodjin rada berubah karena rantai lawan dapat ditarik lolos,
tjepat lengan badjunja mengetes lagi membalik dan dikala rantai perak itu belum ditarik
kembali oleh Tian Hui-yan, kembali lengan badjunja dapat melilitnja lagi dengan
kentjang. Untuk sedjenak Hui-yan tampak terkesiap, ia tjoba menarik lagi
sekuatnja, namun tak bisa terlepas lagi.
Segera Thian-go Lodjin menarik lengan badjunja dengan maksud membetot sinona
kedekatnja. Menurut perhitungan Thian-go Lodjin, bila sinona sudah terbetot
madju, segera lengan badjunja jang lain akan bekerdja lagi untuk membelit badan lawan,
dengan demikian nona itu tentu takbisa berkutik lagu sedangkan lengan badjunja itu
djuga takkan melukainja, dan ini akan menghindarkan permusuhan lebih mendalam dengan
perguruan sinona ja?ag mungkin akan menuduhnja orang tua menghina anak muda.
Diluar dugaan, perhitungan ternjata meleset, meski ia sudah menarik, tapi tubuh
sigadis tidak lantas ikut terbetot. Keruan Thian-go terkesiap. Meski sudah ditaksirnja
ilmu silat nona itu memang sangat tinggi, tapi ia jakin Lwekangnja sendiri pasti
lebih kuat daripada lawannja. Siapa tahu tarikannja itu ternjata tidak berhasil membuat
sigadis terseret madju, lekas2 ia kerahkan tenaga dalam lebih kuat untuk menarik lagi.
Dan kembali ia tertipu lagi, meski dia sudah menarik berlipat lebih kuat,
sebaliknja Tian Huiyan sama sekali tidak melawannja, malahan terus membiarkan dirinja
terbetot. Sudah tentu Thian-go Lodjin tak menduga akan hal demikian, sedangkan tenaga jang
dikerahkan sudah kadung dikeluarkan, keruan badan Tian Hui-yan terus sadja
terbetot mentjelat dan menubruk kearahnja.
Djika Thian-go Lodjin tinggal diam, maka pasti tubuh sinona akan menumbuk
kepalanja, dalam keadaan kelabakan, tjepat Thian-go mendojongkan tubuhkan kebelakang, maka
terdengarlah suara "Buk" sekali, tokoh jang banjak pengalamannja itu telah
hantamkan sebelah tangannya kelantai dari djauh hingga tubuhnja jang setengah terdjengkang
itu tidak sampai; djatuh, hal ini berarti tidak sampai membuatnja kehilangan muka
didepan orang banjak. Sebaliknja setjepat angin Hui-yan lantas melajang lewat diatas
kepalanja. Namun begitu, tidak urung rambut Thian-go Lodjin jang sudah beruban itu djuga
terkupas setjomot oleh roda diudjung rantai perak jang tadjam itu. Dan bila kemudian
Thian-go Lodjin dapat berdiri tegak lagi,
sementara itu sinona djuga sudah melompat beberapa meter djauhnja kesana Lalu ia
memutar tubuh dan memberi hormat kepada Thian-go Lodjin, katanja: "Maaf. maaf!"
Seketika Thlan-go Lodjin terkesima demi melihat setjomot rambut sendiri jang
terbawa oleh sendjata nona itu. Ia tahu. djika mengadu tenaga dalam, dengan keuletan
latihan sendiri jang berpuluh tahun lamanja, pasti sinona tidak mampu melawannja. Tapi
sekarang dia kena diselomoti hingga sinona mendapat kemenangan.
Dengan kedudukan Thian-go Lodjin sudah tentu pertandingan ini harus diachiri
sampai disini. Setelah tertegun sedjenak, kemudian ia menghela napas pandjang. sekali
lengan badjunja mengebas, tanpa bitjara lagi ia terus melesat pergi, dan hanja sekedjap
sadja tubuhnja jang tinggi besar itu sudah menghilang diluar sana.
Thian-go Lodjin sudah pergi, ketinggalan orang2 jang masih berada diruangan situ
hanja bisa saling pandang sadja dengan kebat-kebit.
"Nah, Thian-go Lodjin sudah kabur, tampaknja Tji-kim-sin-liong dan Li-tjengtju
djuga enggan bergebrak dengan aku," demikian kata Tian Hui-yan dengan tertawa.
"Sedangkan luka Wan-sinkiam sendiri rupanja belum sembuh, tampaknja barang kawalan-mu sudah
waktunja untuk ditimbang-terimakan kepadaku, bukan?"
"Dan masih ada aku!" teriak Kun-hiap mendadak dengan gusar.
"Aha, memang aku telah melupakan Wi-siauhiap djuga berada disini, ah, maaf,
maaf!" demikian kata Hui-yan. "Eh, apakah Wi-siauhiap pikir akan mempertahankan 'piau'
jang kalian kawal ini?" Kun-hiap sungkan untuk banjak bitjara lagi, terus sadja pedang Kim-liong-k'iam
dilolosnja dan berbareng lantas menusuk kearah sigadis.
Tapi sedikit Hui-yan melangkah mundur, segera rantai peraknya menjendal keatas.
Dan belum lagi Kun-hiap sempat menarik kembali pedangnja, tahu2 pergelangan tangan
sudah terasa kentjang, njata telah terlilit oleh rantai perak sinona, bahkan menjusul
tubuhnja serasa dibetot oleh suatu tenaga raksasa, orangnja terus melajang
seperti terbang keluar ruangan sana.
Wan Kian-liong terkedjut, tjepat ia menubruk madju. Tapi Tian Hui-yan tidak
melawannja lagi, dengan tertawa mengikik ia terus mundur djuga keluar ruangan setjepat
meluntjur. Dengan penasaran Wan-liong memburu, mendadak Hui-yan berhenti diluar sana,
katanja dengan tertawa: "Eh, tidak perlu hantar, tidak perlu hantar!" berbareng iapun
angkat tangan memberi sodja. Kontan sadja Kian-liong merasa serangkum tenaga maha kuat menumbuk kedadanja
hingga mau-tidak mau ia tergentak mundur beberapa tindak.
Pada saat itulah kebetulan tubuh Kun-hiap jang melajang diudara itu djatuh
keatas kepala Tian Hui-yan, dengan mengangkat sebelah tangannja keatas, dengan enteng
sadja tubuh Kun-hiap telah disanggah oleh sinona.
Dengan gemas Kun-hiap terus mengajun pedangnja membabat, tapi sedikit menunduk,
pedang itu menjambar lewat diatas kepada Tan Hui-yan, sebaliknja pedang itu hampir2


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membatjok dibahu sendiri djika Kun-hiap tidak keburu menahannja kembali.
Dengan masih menjanggah tubuh Kun-hiap jang terapung di-udara, berkatalah sinona
dengan tertawa: "Wan-piauthau, tidak perlu kau kuatir, aku tjuma ingin bitjara sedikit
dengan keponakan mu ini!" Saat itu Wan Kian-liong sedang melongo ditempatnja. Ia telah menjaksikan Thian-
go Lodjin jang berpengalaman luas itu djuga kena diselomoti nona djahil itu hingga
dalam gusarnja terus tinggal pergi tanpa pamit, tinggal dirinja sekarang apa jang bisa
diperbuat" Terpaksa ia menjaksikan Kun-hiap digondol pergi sinona.
Sambil tetap mengangkat tubuh Kun-hiap dengan sebelah tangan, Tign Hui-yan terus
berlari kedepan setjepat terbang. Anehnja meski Kun-hiap tjoba meronta dan
berusaha melepaskan diri tapi sedikitpun tak berdaja, rupanja bagian Hiat-to tertentu
didada kena ditjengkeram tangan sinona hingga tenaga susah dikerahkan.
Saking murkanja achirnja Kun-hiap mendjerit: "Kau hendak mengapakah diriku?"
"Tidak apa2, hanja ingin bitjara sedikit dengan kau," sahut Hui-yan.
"Lepaskan aku!" teriak Kun-hiap pula.
"Baik!" sahut sinona.
Sama sekali tak diduga Kun-hiap bahwa sekali nona itu bilang baik lantas benar2
dia dilepaskan. Maka ia mendjadi kesima malah ketika tubuhnja sudah menegak kembali
diatas tanah. Setelah ter-mangu2 sedjenak achirnja ia menegur sambil simpan kembali
pedangnja: "Nah. kau ingin bitjara apa?"
"Se............ sebenarnja djuga tiada apa2," sahut Hui-yan dengan ter-senjum2.
Sungguh dongkol Kun-Wap tak terkatakan. Ia tahu djawaban sinona itu memang bukan
omong kosong, sebenarnja tiada sesuatu apa jang hendak dibitjarakan sinona padanja,
sebabnja dia ditjulik dan mengatjaukan Li-keh-tieng, maksud sinona hanja melulu hendak
menggoda dirinja sadja. Tentu tidak terpik:r oleh nona -itu bahwa gara2 perbuatannja itu,
perasaan Li-tjengtju telah dilukai, Njo Hoat terdjungkal dan Thian-go Lodjin
mungkin seterusnya malu untuk muntjul lagi didunia persilatan, semuanja itu adalah
karena pikiran iseng sinona jang djahil itu.
Karena itu, dengan mendongkol Kun-hiap menjemprot: "Djika tiada apa2, untuk apa
kau membawa lagi aku kesini ?"
"Sebenamja tiada............ tiada apa2, tapi......... tapi rasanja toh ada
djuga sedikit urusan' sahut Hui-yan dengan gaja jang genit.
Kun-hiap mendjadi serba runjam menghadapi gadis nakal itu. Ia dengar Tian Hui-
yaa berkata pula: "Eh, bukankah sebelum meninggal Lo-sioksiok telah pesan padamu
agar suka mentjarikan seorang" Mengapa kau tidak melaksanakan pesannja itu?"
"Dia tidak menerangkan, siapa jang harus ditjari, bagaimana aku bisa mentjarikan
orangnja itu?" sahut Kun-hiap dengan muka ber-sengut.
"Tap: aku djusteru tahu siapa gerangan jang hendak ditjari Lo-siok-siok itu?"
udjar Hui-yan dengan tertawa. "Siapa dia"' tanja Kun-hiap.
"Sebelum meninggalnja Lo-siokslok, menurut tjeritamu, dia telah menuding lukisan
diatas dinding itu, bukan?" tanja Hui-yan. "Dan aku jakln pasti itulah orang jang dia
maksudkan." "Lukisan itu adalah diriku!" teriak Kun hiap.
"Kau" Apakah kau pernah dilukis oleh Hoan Su-tjay, Hoan-tayhiap?" tanja Hui-yan
dengan mendjengek. Kun-hiap tertegun oleh pertanjaan itu. Memang benar, selamanja ia tidak pernah
dilukis oleh Hoan Su-tjay, sedangkan kenal sadja belum dengan pelukis kenamaan itu. Tapi
mengapa didalam benteng kuno itu terdapat gambar dirinja jang djelas tertera
tanda tangan pelukisnya adalah Hoan Su-tjay.
Kun-hiap termenung sedjenak, pikirannja mendjadi kusut.
Tian Hui-yan lantas berkata pula: "Orang jang dilukiskan itu sudah tentu bukan
kau sendiri, tapi pasti sangat erat sangkut-pautnja dengan dirimu ja, boleh djadi
adalah kakakmu." "Omong kosong!" kata Kun-hiap.
"Atau barangkali adalah ajahmu," kata Hui-yan lagi.
Kun-hiap mendjadi gusar, bentaknja: "Djangan kau sembarangan mengoceh! Bagaimana
matjam ajahku, masakah aku tidak dapat mengenalnja?"
Mendadak Tian Hui-yan ketawa ter-kikik2, kemudian berkata pula: "Eh, bisa djadi
ibumu telah kawin lagi dan kau adalah anak tiri ajahmu sekarang dan kau sendiri tidak
tahu........." Belum habis utjapan Tian Hui-yan itu. saking tidak tahan lagi Kian-hiap sudah
mendjerit. Tjepat sekali pedang Kim-liong-kiam lantas menusuk kedepan.
Tapi Tian Hui-yan masih tetap ketawa, tanpa menggeser sedikitpun, namun dengan
gaja jang indah dan tepat tusukan itu telah dapat dihindarkan.
Kun-hiap tahu tidak mampu menangkan nona itu, maka ia tarik kembali pedangnja,
ia putar tubuh terus tinggal pergi.
"He, he! Tunggu!" tiba2 Tian Hui-yan, berseru.
Tapi Kun-hiap tidak menggubris.
Maka sinona berkata lagi: "Ja, dah, anggap omonganku tadi salah, maaf, ja?"
Namun Kun-hiap tetap tidak mendjawabnja dan masih berlari kedepan. Tapi suara
sigadis djusteru masih tetap terdengar kira2 satu-dua meter dibelakangnja, tiba2
terdengar gadis itu berkata lagi: "He, gimana sih kau ini" Apa kau tidak ingin mentjari
keterangan se-djelas2nja kepada Hoan Su-tjay?"
Tapi Kun-hiap masih tidak peduli. Ia pikir berdebat kalah, berkelahi tidak
menang, hendak melepaskan diri dari godaannya djuga susah, ia tidak tahu tjara bagaimana
harus menghadapi nona itu. Sementara itu
telah sampai disuatu djalan simpang tiga, tanpa pikir Kun-hiap terus biluk
kekiri. "He, he! Salah! Kerumah Hoan Su-tjay harus biluk kekanan," seru sinona pula dari
belakang. Kun-hiap mendjadi geregetan, mendadak ia berteriak: "Siapa mau pergi kerumah
orang she Hoan itu?" "Bukankah kau?" sahut Tian Hui-yan dengan tertawa.
Dan belum lagi Kun-hiap bersuara lagi, se-konjong2 serangkum angin menjambar
kepundaknja. Tjepat Kun-hiap mengegos, tapi tidak keburu lagi, tahu2 ia merasa
punggungnja sudah ditjengkeram sigadis terus dilemparkan kesana. Ternjata
lemparan itu tepat sekali, Kun-hiap djatuh tegak ditengah djalan sisi kanan sana, berbarenn
terdengar lagi sinona berkata: "Hajolah, djalan!"
Saking gusarnja Kun-hiap lantas ngambek, ia sengadja berdiri terus disitu takmau
bergerak. "He, kenapa tidak djalan?" kata Hui-yan lagi dari belakang. "Apakah kau perlu
digiring seperti orang menggiring bebek?"
Tapi Kun-hiap semakin bandel, ia pikir aku djusteru tidak mau djalan, tjoba
tjara bagaimana kau bisa menggiring aku.
"Plak," mendadak bokongnja kena didepak sekali dan "Wi-tiong-hiat" dibagian
belakang dengkul terasa linu, tanpa kuasa ia terus berlari kedepan sampai belasan langkah
djauhnja. Dan baru dia berhenti, tahu2 depakan kedua sudah kena pula, maksud
Kun-hiap hendak membangkang untuk berdjalan, tapi "Wi~tiong-
hliat." dibagian dengkul itu tahu2 tergetar hingga kedua kaki bekerdja sendiri
dan berlari kedepan pula. "Nah, ini namanja giring bebek, tahu?" demikian didengarnya suara Hui-yan jang
njaring itu lagi berkata dibelakangnja. "Apakah kau mau djalan sendiri atau perlu
digiring terus, boleh kau pilih".
Sungguh gemas Kun-hiap tidak terkatakan, tapi serba susah djuga. Untunglah
disitu sunji sepi, tapi sebentar lagi djika sampai didjalan besar, kan tjelaka kalau
kelakuannja itu dilihat orang" Maka ketika sinona mendepaknja lagi, ber-ulang2 Kun-hiap memutar pedangnja dan
memukul dengan sebelah tangannja ke-belakang. Tapi pertjuma, sedikitpun tidak berguna,
la tetap dipermainkan tanpa berdaja.
Ketika dada Kun-hiap benar2 sudah hampir meledak, dengan kalap ia mengajun
tangannja kebelakang dengan maksud memaksa sinona tidak berani mendekat. se-konjong2 ada
sesuatu jang kena ditangkapnja. Itulah dia sebuah tangan jang empuk.
Dengan tenaga tarikan itu hingga Kun-hiap dapat, memutar balik, terus sadja
pedang ditangan lain terangkat, segera ia bermaksud membatjok keatas kepala sinona jang
djahil itu, kalau menuruti perasaan gemasnja pada waktu itu, ia benar2 ingin,
mentjintjang badan Tang Hui-yau hingga hantjur luluh
Tapi ia msndjadi tertegun ketika dilihatnja gadis itu diam sadja tidak melawan,
bahkan matanja setengah terpedjam mukanja senjum-tak-senjum, pipinja ke-merah2an.
Sedjenak kemud:an, barulah Tian Hui-yan membuka matanja lebar2 dan menatap Kun-
hiap dengan tadjam. Kemudian iapun tertawa demi melihat sikap sipemuda jang serba
runjam itu. Katanja: "Aku tahu kau takkan tega membunuh aku. Habis, memangnja kenapa?"
Kun-hiap tertegun sedjenak pula, kemudian iapun kipatkan tangan sigadis. katanja
dengan marah2: "Nona Tian. rasanja kau-pun sudah tjukup mempermainkan aku. sekarang aku
hendak kembali ke Li-keh-tjeng, kuharap kau djangan menggoda aku lagi."
"Bukankah kau mesti pergi kerumahnja Hoan Su-tjay?" kata sinona sambil mengerut
alis. Kun-hiap mendjadi gusar pula, sahutnja ketus: "Kemana aku harus pergi, masakah
aku sendiri tidak tahu"'
Tiba2 Hui-yan melengos kesamping sambil memain udjung badjunja, lalu katanja:
"Sebenarnja maksud tudjuanku adalah demi kebaikanmu."
"Djika untuk kebaikanku, paling baik ialah lekas kau tinggalkan aku," seru Kun-
hiap. Belum lenjap suara Kun-hiap, tiba2 dari sana terdengar suara kaki binatang jang
berlari kemari, seekor keledai dengan penunggangnja jang bertubuh amat tinggi sedang
mendatangi setjepat angin. Sesudah dekat, mendadak orang aneh itu mendjulurkan tubuhnja kehadapan Kun-hiap
dan berseru: "Ha, kembali kau botjah ini Serupa bapakmu, selalu suka menggoda
wanita, ja?" Orang aneh itu bukan lain adalah sipandjang, badan pandjang, leher pandjang,
tapi kepala ketjil jang pernah
ditimpai Kun-hiap sebelumnja itu. Dari apa jang telah didengar, diketahui pula
sipandjang ini, adalah orang djahil jang telah mengirim surat2 kaleng untuk
mengundang para djago silat supaja berkumpul di Koh-po itu.
Kini setelah ketemu pula, datang2 orang aneh Itu lantas mengutjapkan kata2 jang
tidak keruan djentrungannja hingga membuat Kun-hiap bingung. Kemudian tubuh orang aneh
j?ang pandjang itu menegak lagi.
"Kenapa Tjianpwe sembarangan omong dan menghina nama baik ajahku?" demikian Kun-
hiap lantas menjemprot. "Ha," kembali orang itu berseru dan badannja merodok kedepan lagi hingga hampir
saling tjium dengan Kun-hiap. Lalu sahut-nja dengan tertawa: "Kau kira ajahmu itu kutu
busuk matjam apa" Biarpun aku memakinja dengan kata2 jang lebih kotor djuga pantas.
Huh, kau tahu apa?" Memangnja Kun-hiap lagi kemeropok karena sedjak tadi digoda sinona dan belum
lagi terlampias, sekarang datang2 orang aneh itu meng-olok2 ajahnja setjara
semberono, keruan ia tambah dongkol, ia melangkah mundur setindak terus tuding hidung orang
aneh jang tubuhnja masih merodok seperti angsa hendak menjosor itu dan mendamperat:
"Kalau bitjara, hendaklah pikir dulu, tahu?"
Orang aneh itu melengak sedjenak. Tapi mendadak ter-bahak2: "Hahahaha! Aneh bin
adjaib! Geli bin lutju! Kau anak tengik ini bersok aksi dihadapanku" Eh, emangnja kau
kira ajahmu itu seorang djantan" Nah, tjoba kau tjeritakan."
"Nama baik ajahku berkumandang di mana2, siapa orangnja jang tidak kenal?"
teriak Kunhiap dengan murka.
"Keliru satu huruf didalam utjapanmu itu, jang benar ialah nama busuknja
berkumandang ke-mana2," udjar orang aneh itu.
"Ngatjo, kau berani menghina Kim-liong-kiam-khek Wi Ki-thian?" bentak Kun-hiap.
"Haaa?" mendadak orang itu berseru kaget. "O, kiranja ibumu kawin lagi, kau
adalah anak bawaan ibumu!" Sungguh gusar Kun-hiap tak terkatakan. Ia pikir orang aneh ini kiranja adalah
sedjalan dengan Tian Hui-yan, kembali dirinja kena dipermainkan lagi.
Teringat sigadis, ia tjoba melirik kearahnja, ia lihat waktu itu Hui-yan berdiri
mungkur dibawah pohon sana tanpa bergerak. Kun-hiap sangat heran, bukankah nona


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu paling suka bikin onar, kenapa sekarang diam2 sadja dan berubah begitu alim"
Melihat Kun-hiap tidak bersuara, kembali sipandjang berkata pula: "Ha, selama
hidup ajahmu paling suka merebut anak bini orang lain, kenapa achirnja dia punja
isteri djuga kena direbut orang" Nah, tjoba katakan apa sebabnja?"
Sedapat mungkin Kun-hiap tadi telah menahan perasaannja biar pun nama baik
ajahaja ditjemarkan. orang aneh itu, tapi kini nama baik ibunja djuga dihina. Ia benar2
tidak tahan lagi, sambil membentak sekali, terus sadja telapak tangannja hendak
menempiling orang itu. Akan tetapi baru sadja tangan itu terangkat, mendadak "Djiok-tik-biat" disiku
tangan itu terasa kesemutan dan tidak kuat diangkat lagi.
Dipihak lain rupanja, orang aneh itu djuga tjuma meng-olok2 Kun-hiap sadja dan
tiada maksud meladeni lebih lama, maka sesudah berkata lagi, sambil ter-bahak2 ia
terus larikan keledainja, suara "keteprak-keteprak" kaki binatang itu dalam sekedjap
sadja sudah mendjauh. Tiba2 terdengarlah suara orang aneh itu berkumandang dari djauh: "Nak,
djanganlah kau mengingkari anak dara itu. Kalau bitjara serobabat, kalian berdua memang
setimpal." Mestinja Kun-hiap hendak balas mendmperat, tapi orang itu sudah pergi djauh.
Terpaksa ia hanja memaki sadja: "Gila!"
"Untunglah dia sudah pergi!" tiba2 Tian Hui-yan membuka suara. Tampaknja nona
djahil ini agak djeri kepada orang aneh tadi.
Kun-hiap tertjengang sedjenak, tapi ia lantas meng-olok2: "Hm, djadi ada kalanja
kaupun takut kepada orang, ja?"
Namun Hui-yan telah mengundjuk muka setan padanja, lalu menjahut: "Huh, kau kira
hanja kau jang berani" Tadi djiwamu sudah hampir melajang kau tahu tidak?"
"Hm, ngatjo!" djengek Kun-hiap.
"Ai, ai, tjelaka! Sudah ditolong malah balas dengan pentung! Benar2 tidak kenal
maksud baik orang" seru Hiu-yan dengan uring2an.
Kun-hiap mendongkol melihat lagak sinona, sahutnja: "Huh, sudah menggoda orang
setengah mati, sekarang mengaku sebagai penolong Emamgnja dimana kau telah menolong aku?"
"Eh, kau tidak pertjaja?" kata sigadis. "Bukankah tadi kau telah angkat tanganmu
hendak memukul orang aneh itu" Hm, tjoba kalau aku tidak tutuk Hiai-to ditanganmu
hingga pukulanmu tidak djadi diteruskan, kalau tidak, tentu kau sudah kena pukul dia!'*
"Ja, djusteru aku hendak memukul dia," kata Kun-hiap.
"Dan djiwamu sekarang tentu sudah melajang," sahut sinona, "Hendaklah diketahui
bahwa orang ini terkenal sebagai dipukul tidak pernah membalas. Tapi bila pukulanmu
mengenai badannja, maka tenaga 'Sam-yang-tim-gi didalam tubuhnja tentu akan bekerdja dan
seketika kau bisa binasa kena tenaga dalamnja jang lihay itu".
Mendengar istilah ''Sam-yang-tjin-gi" atau hawa murni tiga susun positip,
seketika air muka Kun-hiap putjat dan tidak dapat bitjara lagi. Setelah terkesima sekian
lamanja barulah ia dapat menegas: "Apa benar Sam......... Sam-yang-tjin-gi?"
"Sudah tentu benar," sahut Hui-yan.
"Djadi....... djadi dia ini tadi, orang jang naik keledai ini adalah tokoh nomor
satu diluar Tjing-pay dan Sia-pay, itu Totju (pemilik pulau) Bek-hun-to dilaut
selatan. Koaon Sam-yang adanja?" demikian Kun-hiap menegas lagi dengan suara gemetar.
"Memangnja kau kira siapa dia?" balas Hui-yan. "Dia berdjuluk 'Eng-put-hoten-
djiu' (selamanja tidak pernah balas tangan), sebab dia tidak pernah balas serangan orang biarpun dia sendiri
malah kena dihantam." Kun-hiap ter-mangu2 sedjenak, diam2 ia pikir djika orang aneh tadi memang betul
adalah Koan Sam-yang jang tersohor itu, maka Hui-yan tadi memang betul telah menolong
djiwanja. Ia pandang. Sigadis dengan maksud hendak berkata apa2 sebagai tanda
terima kasih, tapi demi teringat sepandjang djalan dirinja telah dipermainkan, maka
Kun-hiap mendjadi tidak sudi. "Nah, bagaimana, sekarang kau pertjaja tidak" Mengapa kau mendjadi ketakutan
djuga?" kata Hui-yan. "Kenapa aku harus takut?" sahut Kun-hiap." Aku malah tahu bahwa orang jang
mengirim surat kaleng mengundang beberapa djago silat untuk berkumpul di Koh-po itu tak-
laintak-bukan adalah dia."
"Dia" Dia siapa" Kau maksudkan Koan Sam-yang?" mendadak Hui-yan berdjingkrak.
"Wah, djika begitu, bagus sekali! Hajo lekas kita berangkat!" seru Hui-yan.
Habis itu, mendadak ia melompat madju, ia tarik tangan Kun-hiap terus diadjak
berlari pergi. "He, he! Nanti dulu! Hendak kemana?" Kun-hiap menegas dengan gugup.
"Tidak perlu tanja, pendek kata kau ikut sadja, tentu akan membawa manfaat
bagimu' sahut Hui-yan sambil menarik terus.
"Manfaat apa" Aku tidak pingin! Lekas lepas tangan!" seru Kun-hiap pula.
Namun sigadis anggap tidak dengar sadja, ia tetap seret Kun-hiap dan dilarikan
setjepatnja kedepan.. ---ooo0dw0ooo--Djilid ke-3
Ringkasan tjerita jang lalu:
Sesudah mengalami kedjadian2 aneh dtbenteng kuno, dimana terdapat sebuah lukisan
jang mirip dirinya kemudian Kun-hiap telah digoda sepandjang djalan oleh seorang nona
jang disebut sebagai Tian Hui-yan alias Sam-kohnio dan menolongnja pula ketika Kun-
hiap bermaksud melabrak seorang ianeh jang menunggang keledai. Habis itu Kun-hiap
diseret oleh Sam-kohnio jang hendak mengadjaknja pergi mentjari Hoan Su-tjay. ..
Begitulah Kun-hiap mendongkol luar biasa karena dirinja diseret begitu sadja
seperti anak ketjil jang bandel. Akan tetapi, apa daja" Untuk melepaskan diri tidak
dapat, untuk melabrak orang djuga tidak ungkulan. Maka terpaksa ia hanja pasrah nasib
sadja, seperti kerbau jang ditjotjok hidungnja ia hanja menurut sadja kemana ia hendak
dibawa pergi nona itu. Sampai magrib, achirnja mereka sampa* disuatu kota ketjil, mereka mentjari suatu
rumah makan untuk tangsal perut dan sekalian untuk menginap. Tapi belum lagi selesai
mereka isi perut, tiba2 terdengar suara kaki binatang ber-detak2 diluar sana, me-njusul
bajangan seorang jang djangkung tampak melompat turun dari seekor keledai.
Tiba2 air muka Tian Hui-yan berubah hebat, tjepat ia tarik Kun-hiap dan
menjelinap kedalam kamar. Kiranja orang jang datang itu bukan lain adalah siorang aneh
berleher pandjang dan berkepala ketjil, Koan Sam-yang adanja.
Kun-hiap sendiri tidak tahu mengapa nona jang biasanja nakal itu mendjadi begitu
ketakutan kepada tokoh aneh itu. Namun ia sendiripun tidak ingin tjari penjakit,
maka ia hanja menurut sadja diseret masuk kedalam kamar. Hui-yan melelet lidah dan
perlihatkan muka badut jang di-buat2 kepada Kun-hiap, lalu memberi tanda agar
djangan bersuara sambil menuding keluar kamar.
Keruan Kun-hiap. serba runjam menghadapi nona djahil itu, ia hanja tersenjum
ketjut dan atjuh-tak-atjuh. Sementara itu Koan Sam-yang sudah melangkah masuk kedalam hotel merangkap rumah
makan itu. Terdengar ia berteriak memanggil pelajan dan memesan daharan, lalu minta
disediakan pula sebuah kamar besar.
Tjelaka pikir Hui-yan, kenapa tokoh aneh itu setjara kebetulan djuga hendak
menginap dihotel ini. Terpaksa ia. tak berani sem-barangan bergerak saimbil mengerut
kening. Sjukurlah tidak antara lama, selesai dahar, lalu Koan Sam-yang kembali
kekamarnja sendiri jang dipesannja itu.
Baru sekarang. Hui-yan. merasa lega. Mestinja ia hendak segera berangkat sadja
dan tidak djadi menginap disitu. Tapi mendadak timbul pula pikirannja jang djahil.
Segera ia duduk tenang untuk mengumpulkan semangat.
Sudah tentu jang. tidak sabaran adalah Kun-hiap, beberapa kali ia ingin menegur
nona itu, tapi urung, ia kuatir suaranja akan membikin ribut sinona sehingga
diketahui pula oleh Koan Sam-yang. Maka sedapat mungkin ia mengawani didalam kamar itu dengan
rasa mendongkol. Kira2 beberapa djam kemudian, achirnja tampak Hui-yan membuka matanja dan
beroangkit dari tempat duduknja. Katanja kepada Kun-hiap tiba2: "Aku akan keluar sebentar,
kau boleh tidur sendiri disini, tapi awas, djangan tinggal pergi sendiri, kau harus
tunggu aku, besok pagi2 kita akan berangkat bersama."
Kun-hiap tidak mendjawab, tapi djuga tidak membantah. Ia hanja tersenjum ewa
sadja .sambil menjaksikan nona itu menjelinap keluar dari kamar sesudah tjelingukan
dulu kian kemari seperti maling kuatir konangan, lalu nona. itu berdjalan. keruagan
belakang dengan berdjindjit2. Diam2 Kun-hiap tahu tempat Jang akan ditudju Hui-yan itu
tentu adalah kamarnja siorang aneh, Koan Sam-yang. Kelihatannja nona itu sangat djeri
kepada, tokoh aneh itu;, tapi toh tetap djahil dan berani mengintai .kekamarnja.
Kun-hiap duduk ter-menung2 sedjenak dan masih tidak terdengar kembalinja Hui-
yan, tiba2 hati Kun-hiap tergerak, ia pikir kalau sekarang tidak tinggal pergi mau tunggu
kapan lagi" Maka tjepat ia bebenah seperlunja, ia membuka daun djendela dan melompat keluar
terus tinggal pergi melalui pintu belakang hotel itu.
Sesudah sampai didjalan raja dan tetap tidak kelihatan baja-ngan Hui-yan,
barulah ia menghela napas lega. Segera ia angkat langkah lebar dan menudju keluar kota.
Diam2 ia berharap lebih baik Hui-yan jang mengintip siorang aneh itu telah dipergolki se-
hinnga dibekuk, dengan demikian dfirinia akan terhindarlah unhrk seterusnja dari godaan
nona nakal itu. Ia berdjalan terus dengan tjepat, ia taksir sedikitnja sudah 30 li djauhnja,
tapi bajangan Hui-yan tetap tidak kelihatan mengedjar, maka ia mulai melambatkan
langkahnja kedepan. Sementara itu sudah lewat tengah malam. Terpaksa ia mentjari suatu
tempat menginap- darurat, ia lihat ditepi djalan banjak terdapat pepohonan, ia berhenti
disitu untuk mengaso, ia duduk sambil ber-sandarkan pohon dengan tidur2 ajam untuk
melewatkan, malam itu. Sesudah terang tanah, segera ia melandjutkan perdjalanan lagi.
Sekarang ia benar2 puas dan lega, ia merasa dirinja telah bebas dan dapat pergi
kemana ia suka. Ia pikir sekarang harus mentjari Wan-susiok lebih dulu untuk kemudian
akan pulang dan iapor kepada ajahnja tentang pengalamannja itu.
Tengah Kun-hiap ngelamun sendiri, tiba2 dari atas pohon jang baru sadja
dilaluinja itu melajang turun sesuatu benda, menjusul, belum lagi Kun-hiap sempat menoleh untuk
memperhatikan apa jang terdjadi, tahu2 pundaknja terasa dipegang oleh sebuah
tangan. Keruan kaget Kun-hiap tidak kepalang. Tapi sekilas pikir segera ia mendjadi
gusar. Dengan, suara keras ia terus mendamperat: "Nona Tian, sebenarnja apa jang kau
kehendaki, mengapa kau terus menggoda diriku?"
"Nona Tian?" mendadak suara seorang menegas utjapan Kun-hiap itu. Njata, dari
suaranja itu terang bukan Hui-yan seperti dugaan Kun-hiap semula, dari nada suaranja
terang adalah seorang laki2 setengah umur.
Maka tahulah Kun-hiap bahwa dirinja telah salah sangka, tjepat ia berpaling.
Benar djuga, segera dilihatnja dihadapannja berdiri seorang laki2 berewok setengah
umur, perawakkannja pendek ketjil. Ka)au melihat mukanja jang gagah itu seharus-
mempunjai badan jang tinggi besar, tapi tubuh laki2 ini djusteru lebih pendek malah
daripada Wi Kun-hiap sehingga kelihatan-nja sangat djanggal.
Lapat2 Kun-hiap merasa muka orang seperti sudah pernah dikenalnja, tjuma
seketika tidak ingat. Iapun tidak ingin ijari perkara pada orang, maka segera ia berkata: "O,
maaf, aku telah salah mengenali orang.''
Tiba2 orang itu tertawa dengan suaranja jang aneh, seperti bebek. Lalu katanja:
"Salah

Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengenali orang adalah kedjadian biasa, tapi salah sangka aku sebagai seorang
nona, inilah jang menggelikan!"
Kun-hiap mendjadi djengah djuga, tjepat ia memberi pendje-lasan:
"Soalnja ........, soalnja ada seorang nona Tian jang selalu berkelakar dan, suka menggoda diriku,
makanja sebelum melihat muka tuan kukira jang memegang pundakku tadi adalah nona nakal
itu." Kembali orang itu tertawa dengan suaranja jang serak2 bebek, lalu serunja: "Wah,
bagus! Ada seorang nona jang selalu menggoda kau, wahai, sobat, redjekimu ini benar2
sangat besar!'* Kun-hiap mendjadi serba runjam, untuk sedjenak ia mendjadi bingung jara
bagaimana harus memberi pendjelasan. Achirnja ia berkata: "Ah, djanganlah sobat
bergurau." "Masakah bergurau" orang itu mengulangi. "Apa salah omongan,ku" Atau mungkin
nona lah seorang nona sedjelek siluman suka padanja?"
Kun-hiap menggeleng kepala sahutnja : "Tidak nona itu sangat tjantik, ja,
bahkan' sangat menggiurkan."
,.Nah, djika begitu, bukankah redjekimu sangat besar, mengapa bilang aku
bergurau?" udjar orang itu. "Sedangkan orang iain menguber gadis susahnja seperti memburu
roket, tapi sekarang kau jang diburu sigadis malah merasa tidak senang?"
Kun-hiap hanja geleng2 kepala sadja, seketika ia .mendjadi susah untuk memberi
pendjelasan. Maka !aki2 berewok itu berkata lagi: "Ah, tahulah aku. Tentu karena nona tjantik
itu sudah ada jang punja, kau merasa tidak mampu menandingi saingan, asmara itu,
makanja kau ketjewa dan kesal?"
"Tidak, tidak!" stehut Kun-hiap sambil geleng2 kepala. "Hatiku memang kesal,
tapi bukan soal asmara. Eh, Sobat, harap kau djangan tanja lagi.''
Menurut djuga laki2 itu, segera ia tanja soal lain: "Baiklah, dan sekarang kau
lada urusan apa lagi" Apakah kau menljari jeorang lelaki?"
"Ja, aku mentjari paman guruku," sahut Kun-hiap.
"Paman guru" Siapakah beliau"''
"Hui-kiam-djiu Wan Kian-liong, Wan-susiok," kata Kun-hiap.
"Aha, kiranja Wan-heng jeng kau maksudkan,)'' seru lelaki itu sambil terbahak.
"Kalau dia sih adalah kenalanku jang lama."
Mendengar orang mengaku sebagai kawan, sang Susiok, Kun-hiap tidak berani
bersikap kaslar, tjepat ia tanja: "0" siapakah nama Tjianpwe jang terhormat?"
"Namaku Njo Tjay," sahut orang itu. "Namaku mungkin asing bagimu, maklum, aku
memang tidak suka keluar ruman. Tapi kakakku adalah seorang tokoh jang tersohor didunia
persilatan. Apakah kau tidak kenal Tji-kim-sin-liong Njo Hoat"
Seperti diketahui Njo Hoat telah ikut diundang oleh orang jang tak dikenal
kebenteng kuno itu serta terluka dalam oleh. suara bunji burung jang aneh dirumah Li Siu-
goan, semua ke-djadian itu lelah disaksikan sendiri oleh Kun-hiap, maka barang tentu
Ba kenal NjoHoat. Pantas, makanja tadi ia merasa muka Njo Tjay ini seperti sudah
dikenalnja, kiranja dia adalah saudaranja Njo Hoat. "
Begitulah maka tanpa sangsi lagi segera Kun-hiap bertania: "O, kiranja adalah
Njotjianpwe Apakah Tjianpwe sudah tahu Njo-tayhiap terluka di Le keh-tjeng?"
"Sudah tentu aku tahu," sahut orang jang mengaku Njo Tjay itu.. "Aku telah-
bertemu dengan Wan-heng dan Toakoku, mereka sekarang telah pergi kerumah Kim-kong-kiam-
khek Wi Ki-hu, sedangkan aku sengadja datang kesini hendak menjelidiki sebenarnja ada
siluman lihay matjam apa sehingga dapat membikin beberapa pendekar tersohor itu
terdjungkal semua?" Mendengar uraian, jang tjukup beralasan itu, Kun-hiap mendjadi lebih pertjaja
lagi. Katanja: "O, 'kiranja sekarang Wan-susiok telah pulang kerumah kami."
Njo Tjay terapak mengawasi Kun-hiap sedjenak, .lailu tanjanja:
"Apakah kau djuga berasal dari keluarga Wi?"
"Ja, Wi Ki-hu adalah ajabku." sahut Kun-hiap.
"Maha, kiranja adalah Wi-hiantit!" seru Njo Tjay.
"Apakah Tjianpwe djuga kenal ajah?" tanja Kun-hiap.
"Sudah tentu," sahut Njo Tjay sambil menggablok pundak Kun-hiap dengan keras2
tanpa mempeduli pemuda itu meringis menahan rasa sakit. "Dari itu kau sebarusnja
memanggil aku sebagai Njo-djitjek!"
Kun-hiap ragu2 sedjenak, tapi achirnja memanggil djuga: "Njo ......... Njo-
djitjek!" "Bagus," seru Njo Tjay. "Nah, katakan sekarang, apakah kau tahu siapakah musuh
jang telah mengatjau selama beberapa harini?"
"Siapa lagi kalau buka-n nona Tian jang selalu membuntuti aku itu," sahut Kun-
hiap dengan gemas. "Ha, dia?" seru Njo Tjay sambil atjungkan tindjunja. "Masakah seorang nona
tjilik berani main gila" Benar2 terlalu! Tokoh matjam apakah Thian-go Lodjin, Li Siu-
goan dan lain2 itu sehingga nona itu berani main gila pada mereka" Hm, kalau ketemu aku
harus kuberi hadjaran padanja!"
"Njo......... Njo-djitjek," kata Kun-hiap? "lebih baik marilah kita pergi
menemui ajah sadja serta minta petundjuknja, kita tidak perlu buru2 bertindak."
Mendadak Njo Tjay mendelik, serunja-: "Apa" Kau kira aku tak sanggup melawan
seorang dara tjilik?" "Bukan begitu maksudku," sahut Kun-hiap. "Tjuma sadja, ilmu silat nona itu
memang sangat tinggi." Njo Tjay tepuk2 dada sendiri sambil berkata: "Djangan kuatir, dihadapanku
tanggung nona she Tian 'itu akan mati kutu dan tidak berani main gila."
"Ha, kiranja Njo-djitjek sudah tahu dia she Tian,?" udjar Kun-hiap ter-heran2.
"Sudah tentu, nama Tian Hui-yan sekarang memang sudah membikin rontok setiap
tokoh dunia persilatan, dengan sendirinja na-manja sangat terkenal," sahut Njo Tjay.
Diam2 Kun-hiap heran pula, ia tidak habis mengarti mengapa Njo Tjay berbalik
membesar2kan nama Tian, Hui-yan dan menilai begitu tinggi gadis djahil itu"
Tapi sebelum dia menjalakan pendapatnja, tiba2 Njo Tjay sudah membuka suara
lagi: "Namun begitu, asalkan aku berada disini, ha, djangan harap dia berani
pertingkah. Dimaina aku sampai, tentu dia akan ngatjir, kau pertjaja tidak omoganku ini?"
Sudah tentu Kun-hiap bersangsi, tetapi dia tidak berani menjalakan tidak
pertjaja, terpaksa hanja tersenjum sadja.
Lalu Njo Tjay itu berkata lagi: "Baiklah, sekarang marilah kita kembali kearah
sana, tjoba kita tanja bagaimana tindakan jang akan diambil ajahmu."
Sebenairnja dalam hati Kun-hiap sangat sungkan berada bersama dengan seorang
jang sok gagah2an dan, suka omong besar, apalagi perdjalanan pulang kerumah itu
sediikitnja makan tempo beberapa hari, kalau setiap hari mesti mendengarkan otjehan jang
memuakkan itu, sungguh ia enggan. Tapi sekarang maksud orang adalah baik, untuk menolaknja
diuga tiada alasan maka ia mendjadi ragu2.
Tengah Kun-hiap bingung, tiba2 Njo Tjay telah bersuit dua kali, suara suitannja
njaring tadjam. Kalau suara pembitjaraan dan tertawanja serak2 bebek, adalah suara
suitannja ini ternjata berbeda sama sekali sehingga Kun-hiap terkedjut, tjepat ia tanja:
"Ada apakah Njo-djitjek?"
Tapi belum lagi orang mendjawab tiba2 terdengarlah swara kuda meringkik dari
djauh dan hanja sekedjap sadja tahu2 dua ekor kuda tampak berlari mendatangi. Daerah
dimana mereka berada itu adalah Kamsiok barat jang terkenal banjak mengeluarkan kuda2
bagus, dirumah Kun-hiap sendiri djuga banjak terdapat kuda pilihan, tapi tidak pernah
ia mendengar suara derapan kuda lari setjepat 'itu, tahu2 dua ekor kuda putih mulus
sudah berada didepan mereka. Ternjata adalah dua ekor kuda jang gagah perkasa.
"Kuda bagus!" tanpa merasa Kun-siap berseru memudji.
"Kuda seperti ini dirumah kami adalah kuda biasa sadja, kema-na pergi aku selalu
suka membawa satu^dua ekor untuk tunggangan," kata Njo Tjay. "Marilah kita naik kuda
dan. berangkat kesana". Sungguh susah dipertjaja Kun-hiap bahwa kuda2 bagus seperti itu dianggap sebagai
kuda jang biasa sadja, ia tahu orang berewok itu kembali membual lagi, Tapi iapun tidak enak
untuk membantah. Sementara itu orang berewok itu sudah mentjem-plak keatas salah
seekor kuda putih itu, terpaksa Kun-hiap ikut menaiki kuda putih jang lain dan segera
dilarikan. Kun-hiap merasa kuda tunggangan, itu memang bukan sembarangan kuda, anteng lagi
tjepat luar biasa. Mereka melarikan kedua ekor kuda itu dengan sama tjepatnja dan
berdjadjar. Mereka melandjutkan perdjalanan tanpa berhenti. Ketika mendekat magrib, Kun-hiap
sendiri tidak tahu sudah berapa djauh melarikan kudanja. Jang terang banjak
penunggang2 kuda lain jang telah mereka lampaui, haripun makin lama sudah mulai gelap dan
kedua ekor kuda putih itu masih tetap gagah dan kuat.
Tidak lama pula, didepan tertampak ada asap mengepul dari tjerobong rumah,
terang disana terdapat sebuah kota. Kun-hiap pikir sebentar mereka tentu akan bermalam
disitu. Tapi dihiar dugaan 'aki2 berewok itu seperti tidak kenal tjapek dan lapar,
apalagi ngantuk. Ia masih terus mengepyak kudanja meneruskan perdjalanan tanpa berhenti.
Mestinja Kun-hiap bermaksud menegur Njo Tjay, tapi dite-ngah kota ia tidak
berani berteriak2 sebab kuatir menimbulkan salah sangka orang.
Ketika mereka hampir keluar dari kota, tiba2 Kun-hiap mendengar suara sorakan,
orang memudji kebagusan kuda tunggangan mereka. Waktu Kun-hiap menoleh, namun kuda itu
terlalu tiepat larinja sehingga ia tidak sempat melihat djelas siapakah gerangan
orang jang bersorak itu. Tapi diam2 Kun-hiap lantas tjuriga, sebab suara sorakan orang itu rasanja
seperti sudah dikenalnja, jaitu mirip suaranja Tji-kim-sin-liong Njo Hoat. Padahal orang
berewok ini mengaku sebagai Njo Tjay, saudaranja Njo Hoat, masakah saudara sendiri dan kuda
piaranja sendiri djuga tak dikenalnja lagi oleh Njo Hoat"
Begitulah Kun-hiap merasa bingung, tapi segefa terpikir pula olehnja bahwa
mungkin dia sendiri jang salah mendengar. Maka lapun tidak memikirkan lebih djauh dan tetap
melarikan kudanja mengikuti laki 2 berewok itu.
Sampai djauh malam dan rembulan sudah menghiasi tjakra-wala dengan, terang
benderang, achirnja Njo Tjay telah bersuit sekali dan mendadak kedua ekor kuda putih itu
meringkik pandjang, lalu berhenti serentak.
Waktu Kun-hiap memandang sekitarnia, ia mendjadi kaget, ia lihat didepan sana
adalah sebuah hutan kurma jang lebat. Ia masih ingat betul, tempo hari waktu dia mulai
berangkat d?ri rumah, kira2 dua hari kemudian ia tejah lalu dihutan kurma ini,
tatkala itu ia belum ketemu dengan Thian-san-sinfkau Lo Pit-hi, djaraknja dengan rumah
Li Siugoan sedikitnja ada dua-tiga ratus li, mengapa sekarang tjuma makan tempo
tiada dua hari dan mereka sudah berada dihutan kurma ini" Djika begitu, menurut
taksirannja sadja satu hari lagi tentu dirinja sudah pulang sampai dirumah.
Dan sesudah mereka turun dari kuda, lalu Njo Tjay mengeluarkan, bekal
rangsumnja, ia bagi sebagian untuk Kun-hiap dan katanja: ":Lekas mlakan, habis makan kita
segera berangkat" lagi."
"Njo-djiitjek," kata Kun-hiap, "begini tjepat larinja kuda2 putih 'ini, tentu
sekarang Njo-tayhiap dan Wan-susiok sudah Ketinggalan djauh dibelakang sana."
"Sudah tentu, peduli apa pada mereka," sahut orang berewok itu.
Kun-hiap mendjadi tertjengang, masakah "peduli apa pada mereka''" Sungguh bukan
utjapan seorang saudara kepada ka-Kaknja. Keruan Kun-hiap tambah tjuriga, barang ia
merasa diri laki2 berewok jang mengaku Njo Tjay itu benar2 penuh rahasia. Tapi karena djalan
jang mereka tempuh itu memang benar adalah arah menudju kerumahnja dan sekarangpun
sudah dekat, maka iapun tidak banjak omong ia berharap nanti akan tanja dan minta
petundjuk kepada ajahnja. Habis makan sekadarnja, lalu Njo Tjay telah berkata: "Nah marilah kita segera
berangkat. Kutaksir besok sore kita sudah bisa sampai ditempst tudjuan."
,,Besok sore" Kukira besok pagi2 djuga kita suaah bisa sampai," udiar Kun-hiap.
"Fui, kau tahu apa" Hajo, lekas berangkat,' semprot Njo Tjay mendadak.
Keruan Kun-hiap melongo. Ia pikir mungkin Njo Tjay kuatir kudanja terlalu
tjapek, maka perdjalanan selandjutnja akan diperlambat. Dari itu Kun-hiap djuga tidak tenja
lagi, segera ia mentjcmplak keatas kuda dan mereL lantas berjingkat kedepan dengan


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tjepat. Sampai besok paginja ketika sang surja sudah menongol, waktu Kun-hiap
memperhatikan sekitarnja, baru sekarang ia merasa keadaan agak tidak beres.
Kalau melihat arah saujg surja, njata sekarang ia sedang me-nudju kedjurusan
selatan, padahal kalau pulang kerumah seha-rusnja menudju kearaa utara. Keruan ia
kelabakan, tjepat ia berteriak: "He, salah, salah! Kita telah kesasar! Kita harus menudju
kearah utara!" Namun, dengan dingin orang berewok itu membentaknja dari belakang: "Kau
bergembar-gembor urusan apa" Apanja jang salah"
"Arahnja salah! Kalau pulang kerumah harus menudju kearah utara!" seru Kurrhiap.
"Ke-utara atau keselatan apa bedanja" Seorang laki2 sedjati di-mana2 adalah
rumah, kenapa mesti membedakan arah segala?" udjar orang berewok alias Njo Tjay itu.
Mendengar djawaban jang aneh itu, teranglah bagi Kun-hiap bahwa orang sengadja
menjesatkan dia agar tidak pulang kerumah. Karena itu ia mendjadi gugup, lekas2
ia tarik tali kendali kuda dan bermaksud, berhenti.
Akan tetapi sekali ia tarik tali kendali, mendadak kuda putih itu meringkik
keras terus berdjingkrak keatas, "prak", tahu2 tali kendali itu putus dan, kuda itu terus
membedal pula kedepan seperti kesetanan, keruan ia kaget dan gugup.
Lekas2 Kun-hiap lepaskan kakinja dari pelana, sekuatnja ia melontjat keatas.
Tapi tiba2 terdengar orang berewok itupun membentak aneh dibelakangnja, baru sadja Kun-
Jiiap terapung diudara, tahu2 pinggangnja sudah disambar oleh orang itu.
Karena pinggang jaag ditjengkerm orang itu tepat mengenai Hiat-to jang penting
seningga Kun-hiap sama sekali takbisa ber-' kutik lagi.
Waktu turun kembali, tepat sekali Njo Tjay telah berada lagi diatas kudanja
dengan memegang Kun-hiap. Djadi sekarang mereka berada bersama diatas seekor kuda
sambil didahului seekor kuda tanpa penunggang dibagian depan jang masih berlari dengan
tjepat. Terkadang malah Njo Tjay membawa Kun-hiap melompat kedepan, keatas kuda jang
lari tanpa tali kendali itu. dan begitulah seterusnja bergantian, kedua ekor kuda itu
ditunggangi. Karena itu perdjalanan mereka mendjadi tambah tjepat tanpa berhenti sehingga
tidak terasa entah sudah berapa djauh mereka telah melarikan kuda2 itu.
Dalam pada itu mereka telah sampai disuatu djalan jang di-kedua sisinja penuh
pepohon,an jang besar, tidak lama kemudian sampailah mereka didepan sebuah
perkampungan jang sangat megah, segera kedua ekor kuda putih itu berhenti. Baru sekarang Kun-
hiap dapat menghela napas lega. Tapi ia tidak tahu tempat apakah dan kemana sekarang
dirinja telah dibawa oleh orang berewok itu.
Tiba2 pintu gerbang perkampungan itu terbuka, lalu empat laki2 tegap tampak ber-
lari2 menjambut keluar. Usia mereka kurang lebih 30-an semua, dandanannja ringkas dan
tampaknja tjerdas dan tangkas.
Diam2 Kun-hiap menduga perkampungan itu pasti tempat kediaman seseorang tokoh
Bulim jang terkemuka, tjuma tidak diketahui buat apakah orang berewok itu membawanja
kesini" Tengah Kun-hiap merenung, sementara itu keempat laki2 itu sudah berlari sampai
didepan mereka. Serentak mereka memberi hormat dan seorang diantarania lantas berkata:
"Selamat datang, nona Tian, maafkan penjambutan kami jang terlambat dan kurang teratur
ini!" Seketika Kun-hiap meiengak: "Nona Tian" Apakah Tian Hui-yan, maksud mereka"
Dimana dia" Apakah dia djuga datang?" demikian ia ber-tanja2 didalami hati. Tjepat 'ia
menoleh kebela-kang dan tjelingukan kian kemari, tapi toh tiada kelihatan ba-jangan Tian
Huiyan, apalagi batang bidungnja. Ia mendiadi bingung pula, pikirnya apakah
keempat Iaki2 itu sudah gila, kenapa tiada seorang wsnitapun disitu, tapi nona Tian di-sebut2"
Sudah terang, selain dinnja hanja terdapat siorang berewok sadja, darimana datangmu
nona Tian" Begitulah, selagi Kun-hiap ingin bertanja, namun mendadak terdengarlah suara
orang mengikik tawa disebelahnja dan berkata: "Apakah Hoan-loyatju ada dirumah?"
Terang itulah suaranja Tian Hui-yan jang telah dikenal betul oleh Kun-hiap,
sungguh tak terduga olehnja bahwa suara nona nakal itu mendadak timbul dari sebelahnja.
Siapa lagi dia kalau bukan silelaki berewok jang mengaku bernama Njo Tjay itu. Sepandjang
djalan Kun-hiap menjangka bahwa orang jang menangkapnja itu adalah saudara laki2 Njo
Hoat, sungguh ia tidak pertjaja bahwa seorang laki2 berewok itu adalah samaran Tian
Hui-yan. Tjepat ia perhatikan teman perdjalanannja itu, kebetulan saat itu orang jang
dipandang itu djuga sedang memandang kearah-nja. Seketika Kun-hiap
tertjengang, sebab orang itu memang betul adalah Tian Huj-yan, bahkan; nona itu
sedang meleletkan lidah kepadanja.
Waktu Kun-hiap mengamat-amati lebih djauh. Kiranja nona itu memakai kedok kulit
manusia sedemikian rupa sehingga berubah mendjadi laki2 berewok tulen. Diam2 Kun-hiap
geli djuga atas samaran itu, seorang gadis djelita telah berubah mendjadi seorang
laki2 berewok jang djelek dan sedikitpun tak diketahuinja. Saking herannja sampai Kun-
hiap bcrgelak tertawa sendiri, ia mentertawai diri sendiri jang ingin melepaskan diri
dari godaan Tian Hui-yan, siapa tahu sampai achirnja tetap susah lolos dari tangan
nona itu. Mendengar suara tertawa Kun-hiap itu seketika Hui-yan, djuga merasa tertjengang,
tiba2 ia tanja dengan suara pelahan: "Apa jang kau tertawakan, apakah sekarang kau
merasa ............ merasa senang berada bersama aku?"
Kun-hiap mendjadi serba runjam lagi oleh pertanjaan itu dan susah mendjawab. Ia
tidak tahu apa memang betul"dirinja senang berada bersama Tian Hui-yan atau nona itu
jang senang senantiasa berada bersama dia.
Melihat pemuda itu tjuma melongo sadja, Tian Hui-yan tampak agak ketjewa, tapi
segera 'ia berkata kepada keempat laki2 tadi: "Aku ingin bertemu dengan Hoan-loyatju,
harap kalian beritahu-kan tuanmu."
Rupanja keempat laki2 itu adalah budak2 tuan rumah disitu, orang pertama tadi
lantas mendjawab dengan tersenjum: "Nona Tian, tentang Hioan-loyatju sudah lama menutup
pintu dan hidup menjepi, tentunja nona sendiri djuga sudah mengetahui."
Diam2 Kun-hiap berseru, kiranja tempat ini adalah rumahnja Hoan Su-tjay. Semula
Tian, Hui-yan memang telah paksa menje-retnja ketempat kediaimannja Hoan Su-tjay ini
dan dia tidak mau, siapa tahu achirnja ia kena diapusi djuga dan sampailah ditempai
tudjuan. Tapi kalau dipikir pula sebenarnja nona itupun tiada bermaksud djahat, ia hanja
ingin membantu memetjahken teka-teki lukisan jang mirip Kun-hiap jang. terdapat
dibenteng kuno itu.. Kalau memikirkan kembali kedjadian2 jang telah lalu itu, sungguh Kun-hiap
mendjadi geli, tapi djuga kebat-kebit pula, sebab tidak tahu apa jang bakal terdjadi lagi
selandjutnja. Dalam pada 'itu Tian Hui-yan sudah melepaskan tjengkeraman-nja kepada Kun-hiap,
lalu katanja kepada keempat lelaki tadi: "Keempat Koan-keh (pengurus rumah tangga),
kedatanganku ini ada urusan penting jang harus kukatakan sendiri (kepada Hoan-
loyatju, darj 'itu, betapapun hendaklah Hoan-loyatju harus menemui aku untuk sekali ini."
Ia bitjara dengan tjukup merendah, tapi nadanja tegas dan bertekad harus bertemu
dengan tuan rumah, kalau tidak tentu urusan susah diachiri.
Agaknja keempat orang 'itu telah kenal watak Tian Hui-yan jang tidak boleh
dibuat main2. Namun begitu merekapun kelihatan serba susah untuk memenuhi permintaan
nona itu. Maka mereka hanja saling pandang sekedjap, lalu laki2 jang pertama tadi membuka
suara lagi: "Tjobalah silakan nona masuk dan duduk dulu, biarlah kami lapor dulu
kepada Loyatju tentang permintaan nona, bila beliau mengidzinkan barulah kami berani
menjilakan nona masuk kedalam."
"Boleh djuga," sahut Hui-yan, lalu ia mendorong Kun-hiap turun dari atas kuda,
menjusul iapun melompat turun. Katanja kepada Kun-hiap: "Wi-ikongtju, marilah kita masuk
kedalam dan mengaso sekalian."
Kun-hiap sendiri sebenarnja djuga menaruh tjuriga terhadap lukisan did'alam
benteng kuno jang m'lrip dirinja dan penuh rahasia itu. Padahal lukisan itu adalah buah
karya Hoan Su-tjay, dan .sekarang mereka sudah berada dirumah pelukis she Hoan jang
tersohor ini, maka tanpa pikir iapun menurut sadja segala kehendak Tian Hui-yan, tiada
djeleknja djika nanti dari pelukis Hoan dapat diperoleh keterangan tentang lukisan aneh
itu. Maka ia hanja me-njatakan setudju atas adjakan Hui-yan itu dan ikut masuk kedalam
rumah. Sambil membawa, masuk kedua tamunja, keempat orang itupun mengamat-amati
Kuunhiap dengan agak tjuriga, achirnja salah seorang diantaranja bertanja: "Dan s'iapakah
tuan ini?" "Tjayhe Wi Kun-hiap, ajabku tak-lain-tak-bukan adalah Kim-liong-kiam-khek Wi Ki-
hu," sahut Kun-hiap dengan merendahkan d'iri.
Mendengar itu, seketika keempat orang itu tampak riang gembira, kata mereka:
"Wah, kiranja adalah Wi-kongfcju, sungguh sangat kebetulan. Ajah Wi-ikongtju adalah
sdbat lama Hoan-loyatju, malahan baru d'ua-tiga hari jang lalu ajah tuan habis
'berkundjung kemari serta mengadakan pembitiaraan asjik dengan Hoan-loya-tju dan baru sadja
berangkat pulang." Kun-hiap mendjadi heran, kiranja ajahnja adalah kenalan lama Hoan Su-tjay,
mengapa selama ini tak diketahuinja" Karena itu ia mendajdi tertegun dan takdapat bitjara lagi.
Maka terdengar Tian Hui-yan telah berkata dengan nada dingin: "Ha, kalau aku
jang datang tak mau menemui, sebaliknja kalau orang lain lantas boleh bitjara setjara
asjik sepandjang malam, kenapa kalian pandang bulu dan pilih kasih?"
"Nona Tian, hendaklah djangan salah paham," sahut keempat orang itu dengan
mengiring senium. "Soalnja Wi-tayhiap adalah sdbat lama Hoan-loyatju jang sudah lama tak
berdjumpa, dan orang2 jang suka ditemui oleh Hoan-loyatju djuga terbatas pada
beberapa sdbat lama sadja. "Dan sekarang telah datang putera dari sdbat lama itu, tentu djuga Hoan-loyatju
alkan menemuinja bukan?" tanja Hui-yan dengan tertawa sambil menundjuk Kun-hiap.
"Ja, biarlah kami lapor dulu kepada Hoan-loyatju dan tergantung keputusan beliau
sendiri," sahut keempat orang itu dengan gugup.
"Nanti dulu," tiba2 Kun-hiap madju mentjega'h. "Tadi kalian menjalakan ajabku
baru sadja berangkat dari sini, apakah tidak sa-iah utjapan kalian?"
"Ja, memang demikian halnja, mengapa Wi-kongtju bertanja?" sahut orang2 itu.
"Biasanje Wi-tayhiap djuga sering betkundjung kemari.
- Bagi orang lain mungkin akan heran atas pertanjaan Kun-hiap itu, tentu orang
tidak paham mengapa pemuda itu menegas tjerita keempat Koan-keh tadi. Tapi dalam hati
Kunhiap memang benar2 tidak habis mengarti.
Hendaklah diketahui bahwa Hoan Su-t;ay dari Oupak selatan terkenal sebaga;
seorang pelukis jang terkemuka, bahkan ilmu silatnja diuga tergolong tokoh kelas wahid
didunia persilatan. Orangnja berbudi luhur dan konsekwen dalam persahabatan, berani
berkata berani bertanggung djawab. Nama Hoan Su-ijay bagi Kun-hi?p sebenarnja tidak
asing lagi. tjuma sadja selamanja ia tidak pernah dengar ajahnja menjebut tentang tokoh itu,
apalagi mengatakan tentang perssha'batan mereka itu.
Dan baru sekarang barulah Kun-hiap mengetahui bahwa ajah-nja sudah bersahabat
dengan Hoan Su-tjay selama berpuluh tahun, bahkan sering berhubungan dan berkundjumg
kerumah orang she Hoan, ini. Jang tidak habis dimengarti oleh Kun-hiap jalah sebab apukah hal jang sebenarnja
tidak perlu dirahasiakan itu djustreru sama sekali ajahnja tidak mau mentjeritakan
padanja" Tapi ia lantas mendjawab kata2 keempat orang tadi: "Aku* pun tidak heran kalau
ajah sering datang kemari. Aku hanja merasa gegetun tidak dapat berdjumpa dengan ajah
disini, karena sesuatu urusan ketjil aku terlambat dua hari sehingga ajah sudah


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keburu pulang lebih dulu." Maka keempat orang jtupun tidak banjak omong lagi, mereka lantas membawa tamunja
masuk keruang3n belakang melalui sebuah pintu bundar disamping. Dari ruangan depan
tampak dje-las serambi itu memandjang kebelakang dengan kedua sisinja diapit tanaman*
pepohonan. Pada udjung djalan itu adalah sebuah tanah pekarangan jang tjukup
luas, ditengahnja terdapat sebuah gardu batu.
"Silakan Wi-kongtju dan nona Tian duduk: menanti didalam gardu ini, biarlah kami
melaporkan dulu kepada Hoan-loyatjn," kata keempat orang itu.
Keempat orang itu lantas menudju kebelakang gardu sana, padahal djauh disana
tidak nampak sebuah bangunan lain lagi, jang ada tjuma pepohonan jang rindang. Maka
tidak antara lama keempat orang itu sudah menghilang didalam pohon2 jang lebat iru.
Kun-hiap mendjadi kesepian duduk didalam gardu itu, untuk mengadjak bitjara pada
Tian Hui-yan sungkan baginia, sebab ia tahu hal mana tjuma akan mendatangkan tjemooh
nona itu sadja. Ia tjoba melirik sinona, tak terduga saat itu Hui-yan djuga sedang
mengerling keanmnja, seketika Kun~hiap merah djengah, ia mendjadi lebih kikuk:
ketika nona itu mentjebirkan bibir kepadanya dan berkata: "Nah, bagaimana, apakah kau
masih akan marah padaku, bukankah sebenarnja kau harus berterima kasih kepadaku karena
aku telah membawa kau kesini untuk mentjari ajahmu?"
Diam2 Kun-hiap mendongkol, sudah sepandjang djalan dia digoda dan dipermainkan,
hasilnja sekarang dia disuruh menj itakari terima kasih pula.
Dan selagi ia hendak menjempro! nona itu, tiba2 dilihatnja dari kedjauhan
bajangan seorang sedang melesat tiba dengan tjepat, hanja sekedjap sadja. orang itu sudah
mendekat. Kiranja adalah salah seorang daripada keempat Koan-kch tadi.
"Bagaimana,, Hoan-loyatju siap untuk menemui aku, bukan?" tanja Hui-yan segera
begitu orang itu sudah naik kedalam gardu tunggu itu.
Diluar dugaan orang itu telah gojang kepala, sahutnja: "Tidak, Hoan-loyatju
menjatakan beliau tidak mau menemu sia-p,apun, kalian berdua djuga tidak ketjuali, maka
silakan Wi-kongtju dan nona Tian pulang sadja."
Mendengar itu, bagi Kun-hiap sudah tentu tidak mendjadi soal, ia hanja angkat
pundak sadja, lalu berbangkit dan siap untuk mohon diri.
Namun Hui-yan sudah mendahului berdjingkrak sambil berteriak: "Wi-kongtju,
sekali kita sudah datang, maka kita tetap pantang mundur.'" - habis ini, tiba2 ia menengadah
dan bersen dengan suaranja jang melengking tadjam itu: "Hoan-loyatju. kedatanganku
ini bukanlah hendak main2, tapi benar2 ada urusan penting jang harus dibitjarakan
dengan kau sendiri. Djika kau menolak untuk menemui aku, sebenarnjn djuga tidak
mendjadi apa karena aku memang takdapat meng-apa2kan dirimu, tapi sedikitnja kau harus berani
menanggung gangguan jang takkan habis2 atas rumahmu ini."
Suara Tian Hui-yan jang melengking tadjam itu berkumandag djauh kedepan sana,
ditaksir biarpun orang berada ditempai se-djauh-satu-dua li djuga pasti akan
mendengarnja. Dan baru sadja suara Hui-yan berhenti, mendadak terdengarlah suara bentakan
seorang tua jang serak: "Kurangadjar"
Suara orang tua itu seperti bergema diatas gardu batu itu, tapi ketika Kun hian
mentjari dan mengamat-amati sekitar gedung itu, ia tidak mendapatkan bajangan
seorangpun,, jang ada tjuma pekarangan jang luas dengan pepohonan jang lebat
dikedjauhan sana. Namun Hui-yan jang Lwekangnja lebih lihay sudah mengetahui suara Hoan Su-tjay
berkumandang dari tempat jang paling sedikit dua li djauhnja. Keruan Kun-hiap
terkedjut ketika dia diberitahu tentang hal itu.
Maka dengan tertawa Hui-yan telah berkata pula: "Hoan-lo-yatju, sekali kau sudah
membuka mulut, apakah kau masih sungkan untuk menemui aku?"
Tiba2 terdengar pula suara orang tua itu berkata: "Bawalah mereka kesinif"
Lekas2 lelaki tadi mengiakan, lalu berkata kepada Hui-yan-"Silakan nona dan
Wikongtju ikut padaku kesana!"
Sungguh tak terduga oleh Tian Hui-yan bahwa harija. dengan beberapa utjapannja
itu telah dapat mengubah pikiran Hcun Su-tjay dan memperbolehkan mereka masuk
menemuinija. Keruan Hui-yan sangat senang, serunja: "Marilah Wi-kongtju, kita boleh masuk
menemui Hoan-loyatju," .Segera mereka mengikuti laki2 itu kesemak pohon jang lebat sana Sesudah
menjusur pepohonan jang rindang, achinyja mereka sampai didepan beberapa buah rumah atap
jang terbangun sangat radjin dan indah. Didepan rumah2 atap itu terdapat sebatang
pohon Siong raksasa, usia pohon itu ditaksir sedikitnja sudah be-ratus2 tahun lamanja.
Saking tuanja sehingga akar pohon itu menondjol kepermukaan bumi dan me-lingkar.2
sehingga mirip sebuah altar. Dan diatas altar itulah tampak berduduk seorang tua jang
kelihatan bertubuh ketjil. Orang tua itu berbadju hidjau tua, kedua matanja meram-melek, seperti orang
kurang tidur. Tapi dari tjelah2 matanja janig setengah terbuka itu memantjarkan sinar jang tadjam,
tangan orang tua itu memegang sebuah kipas dan pelahan2 sedang mentjari angin.
Melihat orang tua itu. Tian Hui-yan lantas mendekatinja, dengan ramah ia memberi
hormat dan berkata: "Hoan-loyatju, diwaktu ketjilku pernah, aku berdjumpa satu kali
dengan engkau, selama belasan tahun ini engkau kelihatan tambah segar bugar dan malah
awet muda." Orang tua itu memang benar adalah Hoan Sirtjay, itu tokch serba pandai baik ilmu
silat maupun melukis. Sambil masih terus meng-kipas2 dan dengan ke-malas2an kemudian; orang tua itu
mendjawab: "Kau tidak perlu berlagak, tadi berani gembar-gembor, sekarang sopan
santun. Hajo katakan sekarang, apa jang kau kehendaki."
Hui-yan mengikik tawa, lalu djawabnja: "Hoan-loyatju, engkau adalah seorang
kesatria ternama, seorang tokoh persilatan terkemuka, seorang pelukis tersohor, masakah
engkau akan mengomeli anak ketjil seperti aku ini?"
"Anak ketjil" Hm?" dengus Hoan Su-tjay.
Kembali Hui-yan tertawa genit, katanja: "Hoan-loyatju, untuk bitjara
sesungguhrjjja kedatanganku ini memang ada sesuatu urusan penting jang ingin minta
keteranganmu. "Urusan apa?" tanja Hoan Su-tjay.
"Tentang dia," sahut Hui-yan sambil menundjuk Kun-hiap. "Dia adalah Wi-kongtju
dari Kamsiok Apakah Hoan-loyatju merasa pernah melukiskan mukanja?"
Dengan atjuh-tak-atjuh Hoan Su-tjay memalingkan mukanja kearah Kun-hiap. Tjepat
pemuda itu melangkah madju dan memberi hormat menjapa: "Terimalah salamku, Hoan-
loyatju, Wanpwe Wi Kun-hiap adanja."
Mendadak Hoan Su-tjay tergetar, seketika ia seperti melihat momok sangat
menakutkan. Tapi perubahan air mukanja itu hanja sekedjap sadja, segera ia dapat tenangkan
diri pula. ia pandang Kun-hiap lekat2, lalu menghela napas pandjang.
Sudah tentu Hui-yan dan Kun-hiap merasa heran atas kelakuan orang tua itu. Waktu
melihatnja semula mereka anggap orang tua, itu memang luar biasa, siapa tahu
mendadak bisa berubah mendjadi sedemikian.
"Apakah kau meriang, Hoan-loyatju ?" tanja Hui-yan dengan heran2 nakal.
Namun Hoan Su-tjay telah mendelik padanja tanpa mendja-wab. Kemudian ia
mengerling pula sekedjap kearah Kun-hiap.
,jioan-loyatju," kata pula Hui-yan. "Kau belum mendjawab pertanjaanku tadi.
Kutanja, apakah engkau pernah melukis wa-djah seseorang seperti dia ini?"
"Tidak, tidak pernah,"' sahut Hoan S;i-tjay dengan tersenjum tawar.
"Hoan-loyatju, apa barangkali kau pernah melihat seseorang lain jang .........
jang mirip dengan Wi-kongtju ini?" demikian Hui-yan mendesak pula dengan tjeriwis.
"Tidak, tidak pernah," sahut Hoan Su-tjay dengan tidak sabar an lagi, mendadak
ia berbangkit dan menjambung pula: "Nah, djika tjuma urusan ini jang hendak kalian
tanjakan padaku, maka sekarangpun sudah selesai. Silakan kalian berangkat sadja,
aku masih ada pekerdjaan lain."
Utjapan itu terang berarti mempersilakan kedua muda-mudi itu lekas pergi dari
situ. Tapi Hui-yan masih mentjerotjos lagi "Hoan-loyatju, engkau masih belum memberi
keterangan jang djelas dan ........."
"Sudahlah lekas kalian pergi dari sini, aku tiada tempo buat mengobrol dengan
kau," sela Hoan Su-tjay dengan tidak sabaran lagi.
Habis itu segera ia mengebaskan lengan badjunja dan memutar tubuh terus tinggal
pergi. Dimana lengan badjunja mengebas itu, kontan Tian Hiu-yan merasa didorong oleh
sesuatu tenaga jang maha kuat sehingga tanpa merasa ia ter-hujung2 mundur dua-tiga meter
djauhnja, anehnja Kun-hiap sama sekali tidak terpengaruh oleh kedjadian itu.
Dan baru sadja Kun-hiap menoleh Kearah Hui-yan dengan heran, tiba2 telinganja
menggema suara orang tua: "Hendakhm kau berusaha meloloskan diri dari kuntitan anak dara
itu dan datang kesini lagi, ada sesuatu jang hendak kubitjarakan dengan kau."
Untuk sedjenak Kun-hiap melengak. Waktu ia pandang Hui-yan, ia melihat nona itu
seperti tidak tahu apa2, sebaliknja Hoan Su-tjay tampak sudah melajang pergi beberapa
meter djauhnja. Tjepat Hui-yan telah berseru: "He, Hoan-loyatju, belum selesai aku bitjara,
mengapa kau tinggalkan tamu2mu begini sa-dja?" - Segera iapun berkata kepada Kun-hiap:
"Marilah kita tanja Hoan-lothau, sebelum dia memberi keterangan jang djelas, tidak boleh
dia tinggal pergi sesukanja." - dasar gadis nakal, terus sadja ja memburu kearah
Hoan Sitjay tadi. Kun-hiap hanja mengiakan sadja dan menjusul dibelakangnja, tapi ia sengadja
memperlambat langkahnjja. Ketika lalu diba-wah sebatang pohon besar, sekali
endjot tubuh, dengan tjepat Kun-hiap melontjat keatas, ia pegang dahan pohon itu dan
berdjumpalitan, pula keatas sehingga tubuhnja menghilang ketengah dedaun pohon
jang rindang itu. Ketika ia mengintai kedepan, ia lihat Tian Hui-yan sedang melompati sebuah
selokan ketjil tadi, tapi baru sadja gadis itu menjeberang, tahu2 dan balik semak pohon
sana muntjul empat orang lelaki tadi dan tanpa bitjara lagi terus mengerubuti Tian
Hui-yan. Diam2 Kun-hiap berkuatir djuga bagi gadis itu, tapi sesudah dia mengikuti
pertarungan mereka sedjenak, maka legalah hati-nja, sebab dilihatnja keempat lelaki itu
tidak menjerang sung-guh2, agaknja mereka tiuma hendak menghalangi Tian Hui-yan sadja.
Tampaknja meski Hui-yan sudah terdjang kesini kesana, Lapi tetap susah melampaui
rinta'nigan keempat lelaki itu.
Pada saat lain, tiba2 Kun-hiap mendengar suara berkeresekan, tahu2 dahan pohon
disampingnja sudah duduk seorang, siapa lagi kalau bukan Hoan Sirtjay.
Keruan Kun-hiap heran; dan kagum atas kegesitan dan ketangkasan orang tua itu,
kelihatannja tadi orang tua itu surlari melajang kedepan sana, siapa tahu
orangnja sudah memutar balik atau diam2 sembunyi disitu.
Air muka Hoan Su-tjay tampak sungguh2 dan kereng, katanja. kepada Kun-hiap:
"Sedapat mungkin kita harus mendjauhi dara nakal itu. supaja bisa bitjara dengan tenang."
"Lotjianpwe ada pesan apakah?" tanja Kun-hiap. Orang tua itu mengamat-amati Kun-
hiap pula, sedjenak kemudian barulah ia berkata. "Bagaimana ajahmu terhadap dirimu
sehari2?" Kun-hiap mendjadi heran, sebagai seorang tua dan terpeladjar, masakah Hoan Su-
tjay tidak kenal adat manusia pada umumnjja, masakah ada seorang ajah tidak baik
kepada puteranja" Tapi iapun mendjawab: "Sudah tentu sangat baik, masakah ada seorang ajah jang
tidak baik kepada anaknja sendiri?"
"Ja, aku djusteru sangsi apakah ajahmu tjukup baik kepadamu atau tidak"'' udjar
Hoan Su-tjay. "Sebab selama ini ajahmu tidak pernah bitjara padaku tentang puteranja
djuga tidak pernah menjinggung tentang dirimu."
.Ja, aneh djuga, mengapa ajahpun tidak pernah meniebut diri Lotjianpwe padaku."
kata Kun-hiap. ,,.Djika begitu, pastilah dia sengadja menutupi urusan, ini," kata orang tua itu
dengan mengerut kening. "Tapi Wanpwe merasa hal ini adalah maksud baik ajah," udjar Kun-hiap "Tentu
beliau tidak suka Wanpwe ikut berkecimpung didunia Kangouw, makanja tidak


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernah membitjara-kan Hoan-loyatju kepadaku, begitu pula tokoh2 Bu-lim jang
lain." ,.Apakah dia melarang kau berkelana dikangouw?" tanja Hoan -tjay.
"Benar," sahut Kun-hiap. "Kepergianku kali ini ikut dalam pengawalan Wan-susiok
adalah hasil permintaanku jang sangat dan boleh dikata baru untuk pertama kali ini
Wanpwe keluar rumah." - bitjara sampai disini diam2 Kun-hiap merasa djengah sendiri.
Baru pertama kali ini ia berkelana dikangouw dan belum apa2 sudah ketemukan berbagai
kesulitan. Tahu begitu, memang ada lebih baik kalau dia tinggal dirumah sadja.
Maka terdengar Hoan Su-tjay telah mendengus sekali, katanja: "Hm, djika
demikian, bukan sadja aku hendak dibohongi bahkan, orang2 didunia ini hendak dibobonginja
semua." Sudah tentu Kun-hiap merasa bingung oleh utjapan orang tua itu, ia tjoba
menanja; "Hoan-lotjianpwe, sebenarnja ada apakah?"
,,Apakah kau benar2 tidak tahu?" orang tua itu menegas dengan suara berat.
"Wanpwe benar2 tidak tahu dan, merasa bingung," sahut Kun hiap. "Sebenamja
urusan apakah?" Tiba2 Hoan Su-tjay menengadah dan ter-mangu2 sedjenak, lalu ia menghela napas
pandjang, wadjahnja tampak muriim dan lesu, ia tepuk2 bahu Kun-hiap, lain katanja: "Djika
kau tidak tahu, kukira ada lebih baik engkau memang tidak perlu mengetahui sadja."
Sudah tentu Kun-hiap semakin tjuriga, betapapun ia bukan anak bodoh, maka lapat2
ia merasa pasti ada sesuatu urusan maha penting dan penuh rahasia jang menjangkut
dirinja. Karena itu, sudah tentu Kun-hiap semakin ingin tahu. Tnpi belum lagi ia menanja
lagi atau Hoan Su-tjay sudah memegang tangannja dan berkata: "Tjobalah ikut padaku,
akan kuberikan sesuatu padamu."
Habis itu, mendadak Kun-hiap merasa suatu tenaga jang kuat telah mengangkatnja
keatas untuk kemudian melajang turun sebawah pohon dengan enteng.
Dan baru sadja mereka turun keatas, segera suara Tian Hui-yan terdengar
berkumandang dari kedjauhan sana: "Hoan,lothau, tjara begini kau menghadapi aku, apakah kau
lupa bahwa aku adalah seorang jang mesti balas budi dan menuntut sakit hati."
Hoan Su-tjay tampak terbahak, lalu serunja: "Budak nakal, djika aku dapat
digertak, masakah orangku berani merintangi kau" Sedangkan empat pesuruhku sadja kau tidak
mampu mengalahkan !" "Kau djangan garang, Haon-lothau, tunggu dan lihatlah lain hari ........."
demikian terdengar suara Tian Hui-yan semakin djauh dan makin pelahan, agaknja dia telah
melepaskan diri dari kerubutan keempat hamba keluarga Hoan dan melarikan diri.
Hoan Su-tjay djuga tidak ambil pusing lagi, segera ia tarik Kun-hiap dan diadjak
berlari kedepan sana. Sungguh Kun-hiap sangat heran, Tian Hui-yan biasanja begitu pintar dan lihay
ternjata sekarang telah mati kutu menghadapi empat orang budak keluarga Hoan, dari
kedjadian ini dapatlah dibajangkan betapa
kepandaian Hoan Su-tjay, njata nama kebesarannja didunia persilatan bukanlah
omong kosong belaka. Dan. belum djauh mereka berlari, tiba2 terdengar berkumandangnja suara ajam
berkokok jang aneh, suara itu sebentar tinggi sebentar rendah dan sangat tidak enak bagi
telinga pendengarnja. Mendengar suara itu, segera Hoan Su-tjay berhenti. Dalam pada itu suara ajam itu
djuga sudah berhenti, sebagai gantinja sekarang terdengar suara burung berkitjau jang
sangat halus merdu, tapi membetot sukma pendengarnja.
Air muka Hoan Su-tjay agak berubah, katanja: "Sungguh tidak njana ibunja djuga
begini semberono sembarangan mengadjarkan ilmu 'Pek-kim-lian bin-toat-in-hoat' jang
menjesatkan kepada puterinja jang nakal ini."
Habis itu ia lantas mengeluarkan sebatang seruling ketjil dari dalam badjunja,
tiba2 ia meniup sekali serulingnja itu hingga mengeluarkan, suara lengking jang bernada
tinggi tadjam, anen, se-konjong2 suara berisik burung berkitjau dan ajam berkokoK tadi
lantas lenjap sirna. Sedjenak kemudian, kembali suara berisik itu timbul lagi, tjuma sekali ini telah
berganti tjorak, jaitu suara burung serupa gagak jang serak, lalu terdengar
pula. bunji burung sebangsa burung hantu jang mengerikan.
Hoan Su-tjay tampak tersenjum, ia biarkan suara burung jang beraneka nada itu berisik
sesukanja, sedjenak kemudian,, kembali ia angkat serulingnja lagi dan hendak
ditiup pula. Meski pengetahuan Kun-hiap terlalu tjetek dan tidak kenal "Pek-kim-liah-
binftoat-inhoat" (ilmu bunji beratus djenis burung pentjabut njawa) sebenarnja
ilmu lihay matjam apa, tapi ketika di Li-keh-tjeng ia telah menjaksikan Tjikim-sin-liong Njo Hoat
telah terpengaruh oleh suara bunji berisik burung itu sehingga ber-djingkrak2 seperti
orang gila. Maka betapapun Kun-hiap telah mengetahui bahwa ilmu bunji burung itu
adalah sedjenis ilmu menjesaitkan pikiran orang jang sangat hebat, kalau sekajang Hoan
Su-tjay dapnt memunahkan ilmu itu, maka dapat dipastikan bunji seTulingnja itu tentu
mempunjai daja gempuran jang maha dahsjat dan bukan mustahil Tian Hui-yan ->isa tjelaka.
Walaupun sepandjjang djalan Kun-hiap telah kenjang digoda dan dipermainkan oleh
gadis nakal itu, tapi betapapun ia tidak tega seorang nona djelita mendjadi korban
lantaran dirinja, apalagi maksud gadis itu mengadjaknja kerumah Hoan Su-tjay inj djuga
bukan maksud jang djelek, tapi adalah ingin membantu memetiahkan rahasia lukisan
dibenteng kuna jang mirip dirinja itu.
Berpikir begitu, maka ketika melihat Hoan Su-tjay hendak meniup pula
serulingnja. tjepat Kun-hiap mentjegah: "Hoau-Io-tjianpwe ........."
Namun orang itu telah memberi tanda padanja dan berkata: ,,Kau tak perlu
bitjara, aku paham perasaanmu. Akupun tiada maksud buat membikin tjelaka padanja. Aku hanja
ingin beri' adat sedikit padanja agar lain kali dia tidak berani sembarangan
menggunakan ilmu kedji ini untuk menjerang orang."
Habis berkata, lalu ia tempelkan seruling ketepi bibirnja
Dalam pada itu suara berisik burung gagak dan burung hantu tadi tampak ramai
sehingga membisingkan kepala pendengar nja. Kun-hiap sendiri merasa muak dan ingin
muntah2, tiba2 terdengar suara mendenging njaring sekali, suara seruling Hoan, Su-tjay,
seketika suara berisik burung mereda, ketika suara seruling itu berbunji lagi sekali
dengan lebih pandjang, maka suara berisik burung itu kedengaran semakin lemah. Dan
setelah suara seruling berbunji lagi untuk ketiga kalinja, seketika aara burung itu
hilang sirna. "Hm, baru sekarang anak dara itu tahu rasa," kata S ;jay kemudian dengan
tersenjum. "Biarlah dia merebah untuk beberapa hari lamanja agar kelak kenal adat sedikit."
Sudah tentu Kun'hiap hanja angkat pundak sadja dan tidak memberi komentar apa2.
Dalam pada itu Hoan Su-tjay menga-djaknja melalui sederetan gedung2. Perkampungan
keluarga Hoan itu memang sangat luas. Achirnja Haon. Su-tjay membawa Kun-hiap sampai
didepan sebuah gedung besar. Agaknja rumah itu sudah lama tak berpenghuni, sebab disana-
sini tampak banjak sarang labah2.
Pelahan2 Hoan Su-tjay mendorong pintu gedung itu sehinggi rnengeluarkan suara
berkeriat-keriut jang njaring, ketika pintu terpentang, maka tertampaklah
kelintji liar dan tase jang sem-bunji didalam semakZ rumput didalam pekarangan rumah itu sama
kaget dan lari ketakuttan. Ternjata didalam situ adalah sebuah pekarangan jang sangat luas, karena tidak
pernah didatangi orang, maka disitu sudah penuh rumput alang2 jang lebat. Sesudah
melintasi pekarang itu, lalu sampailah mereka disuatu ruang pendopo jang lebar. Dari
djubin hidjau ruang pendopo itu Kun-hilap melihat ada tanda2 petjahan djubin jang
mendekuk kedalam bekas tapak kaki orang. Sebagai seorang persilatan segera ia tahu itu
adalah bekas tapak kaki seorang jang memiliki Lwekang maha kuat dikala mengerahkan
tenaga, mungkin disitu pada masa dahulu telah terdjadi pertarungan sengit antara djago2
silat terkemuka. Setelah merandek sedjenak diruang pendopo itu, Hoan Su-tjay tampak ter-mangu
seperti sedang mengenangkan sesuatu kedjadian dimasa lampau, lalu ia mengadjak Kun-hiap
menerusikan kebelakang melalui sebuah pintu serambi samping.
Kemudian mereka berhenti didepan sebuah kamar ruang serambi itu, waktu Hoan Su-
tjay membuka kamar itu, maka tertampaklah oleh Kun-hiap didalam kamar itu tidak
terdapat apa2, hanja ada sebuah medja kaju tjendena, diatas medja tertaruh sebuah benda
bundar hitam gilap, benda itu mirip gelang besi, ?,aris tengahnja kira2 duapuluh senti.
Mungkin sudah lami tidak dipegang orang, maka diatasnja sudah penuh debu.
Gelang besi itu sebenarnja djuga tiada sesuatu jang luar biasa, hanja diatasnja
terdapat ukiran huruf2 jang ketjil2.
"Apa jang hendak kuberikan padamu adalah gelang besi hitam ini," kata Su-tjay
kemudian sambil mendekati medja itu
Diam2 Kun-hiap ragu2, apa sih gunanja sebuah gelang besi seperti itu" lapi
segera iapun menanja: "Hoan-lotjianpwe, benda apakah ini ........."
"Djangan kau pandang sepele barang ini," udjar Hoan Su-tjay. "Benda ini bukan,
gelang besi biasa, tapi bersedjarah dan merupakan sematjam sendjata jang ampuh jang
pernah digunakan oleh seorang tokoh persilatan jjang sangat disegani didunia persilatan
pada masa 25 tahun jang lalu. Gelang besi ini disebut 'Kim-kong-goan' ............"
Mendengar nama itu, seketika hati Kun-hiap tergerak, teringat sesuatu olehnja
apa jang pernah dikatakan siorang aneh berleher panjang, jaitu Koan Sam-yang, tentang
"Kim-konggoan'' jang pernah membuatnja bingung itu. Tokoh aneh itu berkata
tentang "Kimkonggoan-hoat" jang dimiliki ajahnja, padahal ajahnja, terkenal
sebagai Kim-liong-kiam-khek
jang lihay dengan ilmu pedangnja itu. Kini Hoan Su-tjay telah mengundjukan pula
sebuah gelang Kim-kong-goan, apakah benda ini ada hubungan nja dengan apa jang
dikatakan Koan Sam-yang dahulu" Selagi Kun-hiap ter-menung2, tiba2 terdengar Hoan Su-tjay membuka suara pula
dengan sikap jang kereng: "Kun-hiap. sjurkurlah bahwa kini kau sudah dewasa dan diluar
dugaan kau telah datang sendiri menemui aku, hal ini berarti menghemat tempoku untuk
mentjari kau." Kun-hiap ter-heran2 dan bingung oleh perkataan orang tua itu. Ia tidak
mendjawab, tapi memandang lekat2 kepada Hoan Su-tjay
Maka terdengar tokoh itu telah melandjutkan: "Kini sudah waktunja aku
membertahukan rahasia riwajat dirimu sesuai dengan pesan ajahmu........."
"Pesan ajahku?" Kui -hiap menegas. Kembali ia teringat lagi kata2 Koan Sam-yang
jang pernah mentjemooh nama baik ajah-nja itu.
"Ja, ajahmu," sahut Su-tjay. "Dari keterangaomu waktu datang tadi, njata kau
telah ikut ibumu kerumah keluarga Wi. Tapi jang sebenarnja kau she Tan. Tan Kun-hiap adalah
namamu jang sebenarnja. Ajahmu jang sebenarnja bernama Tan Sing-kay, pada masa jang
ialu didunia Kangouw terkenal dengan djuluk 'Kim-goan-koay-khek' (iblis bergelang
emas), setiap orang Kangouw jang mendengar kedatangannja tentu gemeter dan ketakutan,
maklum Kim-goan-koay-khek terkenal sangat ganas dan tidak pandang bulu, setiap orang
jang tak disukainja, tak peduli dari golongan, atau aliran mana tentu dibunuh olehnja.
"Pada masa itu, selain Kim-goan,-'khoa-khek masih terdapat pula beberapa tokoh
lain jang namanja tidak kalah besar dari dia, seperti Kim-liong-kiam-khek Wi Ki-hu,
BekhunL-totju Koan Sam-yang, mereka bertiga pada waktu itu terkenal sebagai_
tiga tokoh terkemuka di Bu-lim. Wi Ki-hu orangnja baik dan tergolong pemimpn pihak Tung-
pay, sedangkan Koan Sam-yang disegani baik pihak Tjing-pay maupun pihak Sia-pay,
sebab tindak-tanduknja selalu susah dibedakan diantara kedua golongan itu.
Tjuma ia tinggal dipulau Bek-hito jang terpentjil, maka dja-rang muntjul


Rahasia Benteng Kuno Thian Ge Tjiat Kiam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikangouw.. Sebaliknja Kim-goan.-khek Tan Sing-kay terkenal sebagai iblis jang membunuh
orang tanpa berkesip, ilmu silatnja sangat
tinggi dan, mukanja tampan. Tjelakanja moralnja bedjat, suka paras tjantik. Dan
sekali dia penudjui seorang, maka tak dipeduli apakah wanita itu sudah bersuami atau
masih gadis, sedapat mungkin tentu ditjapainja maksud djahatnja itu. Untuk mana dia
tidak segan2 merebut isteri maupun puteri kawan sendiri.
"Semula Tan Sing-kay adalah kawan karib Wi Ki-hu. Mereka sama2 gagah dan sama2
tampan sehingga dalam Bu-lim terkenal sebagai dua pemuda pudjaan kaum wanita jang
ingin, mempersuamikan mereka. Aku sendiri waktu itupun baru mulai berketjimpung didunia
Kangouw dan bersahabat baik dengan mereKa. Aku kenal Wi Ki-hu sebagai seorang
jang pendiam, dapat menahan perasaan. Sebaliknja Tan Sing-kay berangasan dan hidupnia
tak teratur. Namun begitu mereka adalah sahabat karib.
"Pada suatu ketika mereka sama2 mentjintai seorang nona, puteri seorang djago
silat tua bernama Lau Peng-ki. Nona itu sendiri bernama Lau Hong-dji, seorang gadis jang
lintjah dan rupawan. Baginja, kedua pemuda itu sama baiknja, sama ga-gahnja, tjuma ia
tahu Sing-kay lebih agresif, lebih berani mengutarakan rasa tjintanja, sebaliknja Ki-
hu lebih prihatin dan ku-;ang menondjolkan perasaan tjintanja.
"Ki-hu djuga mengetahui Sing-kay mentjintai Hong-djji, begitu pula sebaliknja
Sing-kay djuga tahu akan perasaan Ki-hu itu. Namun begitu mereka tidak mendjadi musuh,
hanja sadja setjara diam2 mereka berlomba merebut hati sang djuwita. Dalam keadaan
tjiinj;a segi tiga demikian, sudah tentu masing2 pihak menanggung perasaan jang ruwet,
terutama bagi Hong-dji, sudah tentu ia tidak dapat bersuamikan dua
pemuda, dan mau-tidak-mau harus pilih satu diantara dua.
"Pada achirnja pilihan Hong-dji djatuh pada Sing-kay. Maklum, Sing-kay memang
lebih pandai meraju, lebih tahu akan tjiri2 kewanitaan dan kesitulah dia melakukan
'serangan' sehingga achirnja dapat mempersunting sidjelita.
"Dalam masa pengantin baru sudah tentu penghidupan dua sedjoli itu dilewatkan
dengan penuh bahagia. Namun bulan tidak selalu bulat, begitu pula penghidupan Sing-kay
dan Hoae-dji. Pala tahun kedua sedjak mereka dikaruniai seorang putera, suasana
rumah tangga mereka mulai bergolak. Dasar wataK Sing'-kay memang pemogoran, kembali
sifatnja itu kambuh lagi. Se-hari2 ia berkelujuran, diluaran, terkadang merantau sehingga
berbulan2 dan djarang pulang kerumah. Kesukaannia ber-foja2 dan. melakukan hal2
tak susila semakin menjolok. Lebih tjelaka lagi tjintanja kepada Hong-dji djuga telah
berubah sifatnya, djika berada dirumah, baginja isteri jang dulu dipandang sebagai
bidadari itu kini serupa duri didalam mata, di-pandangnja sebagai perintang bagi segala
tindaktanduknja jang tak bermoral itu. Djika Hong-dji berusaha menasihatkannja,
maka hasilnja bukan diterima dengan baik, bahkan disambut dengan tjatji-maki, malahan tidak
segan2 lagi Sing-kay menggunakan kepalan.
"Baru sekarang Hong-dji agak menjesal telah salah pilih. Namun sebagai seorang
wanita jang berperang! luhur, ia tjukup tahan udji dan rela menanggung segala
konsekwensinja. Ia telan sadja segala siksa lahir batin itu sehingga badannja kurus laju.
Perhatiannja sekarang hanja ditjurahkannja kepada putera satu2nja itu jang mendjadi
harapannja dihari depan. "Derita sengsara Hong-dji itu tiada diketahui oleh siapapun. Maklum mereka
tinggal didalam sebuah gedung (benteng) kuno leluhur Sing-kay, walaopun Hong-dji tidak
kekurangan sesuatu kebendaan dalam hidupnja, banjak pelajan jang meladeni dia,
tapi hal itu tidak dapat menambal kekosongan hatinja jang lara.
"Pada suatu hari Ki-hu telah berkundjung kepada Sing-kay. sudah tentu ia tidak
dapat bertemu dengsn kawan baik itu, jang dapat didjumpai hanja Hong-dji jang sedang
mongmong puteranja jang baru berusia belum ada setahun itu. Kihu terke-djut ketika
melihat keadaan Hong-dji jang laju itu, sungguh bedanja seperti langit dan bumi, seorang
nona jang ladinja montok dan lintjah itu sekarang telah berubah seperti lebih tua 20
tahun. Diam2 Ki-hu merasa didalam rumah tangga kawan itu tentu ada sesuatu jang tidak
beres. Ia tjoba tanja Hong-dji, namun sama sekali Hong-dji tidak mau mengatakan,
sebagai alasan dikatakan kesehatannja paling achir ini sangat terganggu sehingga
badannja mendjadi lemah. Lantaran itu, Ki-hu djuga tidak enak untuk menanja lebih djauh.
"Karena Ki-hu datang dari djauh, sudah tentu Hong-dji me-ujilakan tamu bekas
kawan baik itu sekadar menginap disitu sambii menunggu kemungkinan pulangnja Sing-kay,
Karena ingin mengetahui lebih djauh penghidupan Hong-dji, maka Ki-hu djuga ingin
bertemu dengan Sing-kay, dari kawan baik itu diharapkan bisa diperoleh keterangan2 jang
memuaskan. "Kamar tamu jang dsediakan untuk Ki-hu itu terletak diba-wah loteng. Malamnja,
Ki-hu susah pulas, pikirannja katjau alas keadaan Hong-dji itu, ia pikir betapa
tjintanja Sang-kay kepada Hong-dji, begitu pula sebaliknja, djadi susah dipertjaja djika
diantara pasangan jang bahagia itu timbul sesuatu jang tidak terduga.
"Pada achirnja tanpa merasa Ki-hu terpulas. Ia terdjaga bangun ketika mendadak
didengarnja suara gedubrakan diatas loteng, menjusul ia mendengar suara seorang
lelaki sedang mentjatji maki. Ki-hu kenal betul suara itu adalah suaranja Sing-kay,
ternjata malam itu djuga sang kawan sudah pulang. Tapi waktu ,a mendengarkan lagi, karena
terpisah oleh papan loteng, tepi 1apat2 terdengar olehnja kata2 seperti 'bekas
kekasih, 'gendak' dan matjam2 lagi. Achirnja terdengar Sing-kay berteriak; 'Sudah
waktunja sekarang aku mengadu djiwa dengan dia, ja, dia jang mati atau aku jang hidup!' -
Menjusul terdengar suara 'trang' jang njaring, suara benturan, benda keras
sebangsa sendjata, bau terdengar Hong-dji mendjerit: 'Djangan, dia tidak berdosa, dia
tiada bermaksud djelek!' - lalu terdengar pula suara "plok" jang keras, rupanja Hong-
dji telah ditampar satu kali dan terdengarlah suara gedebukan, suara robohnja
sesosok tubuh, dan terdengar djuga suara tangis Hong-dji jang mengibakan, agak lama
suasana itu dilewatkan, kemudian terdengar suara tindakan orang jang ter-gesa2 ketangga
loteng, lalu keadaan sunji kembali.
"Ki-hu pikir tentu terdjadi sesuatu pertjetjokan atas diri suami-isteri kedua
kawan baik itu. Tapi ia pikir itu adalah urusan dalam rumah tangga orang, malam2 djuga
tidak lajak untuk ikut tjampur urusannja orang
didalam kamar kawan2 itu. Ia ambil ke-putusan besok pagi akan ditanjakan kepada
Singkay dan kalau perlu akan tjoba menasihatkannja.
,.Diluar dugaan, besok pagi2 sekali ia telah dikagetkan seputjuk surat jang
dihantarkan pelajan, diatas sampul surat itu tertulis dia sebagai penerimanja. Dari gaja
tulisannja Ki-hu kenal itu adalah tulisan tangan Sing-kay.. Dengan buru2 ia membuka dan
membatja surat itu, sungguh kedjut Ki-hu tak terkatakan ketika diketahui surat itu
tertulis: Ki-hu, Dihadapan kawan tidak perlu main sembunji2, marilah kita bitjara setjara
blak2an. Hongdji sudah mendjadi isteriku apakah dia akan mendjadi bangkai arau
mendjadi bidadari adalah tanggung djawab kami dan bukanlah urusanmu. Tapi kau memang suka ikut
tjampur urusan orang lain, hasutanmu rupanja lebih mempan, ja, agaknja kau masih
mengharapkan tjita2mu jang tak tertjapai dahulu itu.
Semulb aku mestinja hendak mentjabut njawamu, tapi kemudian aku berubah pikiran.
Demi Kun-hiap dan demi Hong-dp, ja, aku menjerah. Aku akan pergi, kerempat sedjauh
mungkin, selama hidup ini aku takkan melihat kalian lagi.
Maka dengan ini aku serah-terimakam Hong-dji padamu dengan harapan semoga Kun-
hiap djuga akan mendapat perhatianmu se-baik2nja bila kau masih ingat persahabatan
kita dimasa lampau, Sing-kay. "Sungguh tak terduga oeh Ki-hu bahwa kawannja bisa mengambil keputusan luar
biasa, untuk sekian lamainja sampai ia melongo. Waktu ia tanja pelajan, ternjata Sing-kay memang
sudah tidak berada dirumah lagi. Ia tjoba mendatangi kamar-nja Hong-dji, ternjata
kedua mata Hong-dji merah bendul, terang semalam suntuk terus menangis.
"Begitulah Ki-hu telah mentjeritakan padaku beberapa hari jang lalu. Peristiwa
tentang 'timbang terima isterf itu pernah djuga menggegerkan dunia Kangouw pada masa 20
tahun jang lalu. Paling achir ini Ki-hu memang sering berkundjung kesini dan kemarin
dulu ia beberkan kisah dimasa dahulu itu. Dari Sing-kay pada saat hendak pergi, dia
telah mampir kemari dan menjerahkan Kim-kong-goan ini padaku beserta sedjilid kitab
pusaka tentang peladjaran sendjata jang diandalkannya itu, ia pesan agar diserahkan
padamu bila kelak kau telah dewasa. Selama ini Ki-hu tidak pernah menjinggung tentang
dirimu, dan oaru tadi demi melihat wadjahmu jang mirip benar dengan Sing-kay jang pernah
kulukis itu, barulah aku tahu pesan Sing-kay itu sudah tiba waktunja untuk
kulaksanakan." - Kemudian dari dalam badjunja ia mengeluarkan sedjilid kitab
tinggalan ajah Kun-hiap itu kepada pemuda itu.
Untuk sekian lamanja Kun-hiap ter-mangu2, kemudian ia mengamat-amati Kim-kong-
goan dan kitab jang diterimanja itu. Perasaarmja bertentangan seketika, tjinta atau
bentjikah dia kepada ajahnja jang telah meninggalkan dia sedjak ketjil itu" Tapi kemudian
iapun bersjukur kepada ajah angkatnja - Wi Ki-hu - jang telah membesarkan dia dengan
penuh kesajangan itu, maklum, sebab Ki-hu sendiri tidak punya anak lagi aedjak
"mengambilalih" Hong-dji dari tangannja Sing-kay.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website Dan baru sekarang rahasia lukisan didalam benteng kuno itu terbongkar. Kiranja
lukisan itu menggambarkan wadjah ajahnja Kun-hiap, pantas begitu mirip.
Adapun Thian-san-sin-kiau Lo Pit-hi djuga telah mendapat pesan dari Tan Sing-kay
jang minta dia mengatur tipu daja sedemikian rupa sehingga dapat memberitahukan Kun-
hiap tentang asal usulnja sendiri. Karena itulah diam2 Lo Pit-hi telah menguntit Kun-
hiap ketika ikut mengawal bersama Susioknja. ditengah djalan setjara rahasia ia telah
pantjing Kun-hiap ke-benteng kuno itu. Tentang diundangnja beberapa tokoh
persilatan itu memang sengadja diperbuat oleh Lo Pit-hi, dasar sifatnja djenaka dan suka
menggoda orang, disamping itu iapun ingin membalas dendam kepada beberapa orang musuhnja,
maka ia telah kirim surat kaleng kepada beberapa orang, dibenteng kuno itulah ia
telah mainkan rolnja sehingga terdjadi apa jang telah ditjeritakan didepan ini.
Mengena asal usul Sam-kohnio Tian Hui-yan dan tokoh aneh Koan Sam-yang itu akan
kita tjeritakan tersendiri pada kesempatan lain.
TAMAT Sukma Pedang 10 Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Pendekar Pemetik Harpa 2
^