Pencarian

Rahasia Hiolo Kumala 2

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long Bagian 2


lebat. Diantara semak belukar yang tumbuh dengan liarnya itu, tampak sebuah bangunan
rumah gubuk bangunan itu berdiri sendiri dikelilingi alas yang lebat.
Empat penjuru penuh semak belukar hamparan pepohonan dan boleh dibilang tiada
jalan tembus sebuahpun pemandangannya amat seram dan penuh diliputi hawa misteri yang tebal.
37 Sambil menyingkirkan semak yang menghadang jalan majunya, gadis baju hitam itu
berjalan menuju ke depan pintu gubuk tersebut lalu sambil mengetuk pintu katanya.
"Si Nio, buka pintu!"
Cahaya lentera memancar keluar dari gubuk tersebut, menyusul seseorang bertanya
dengan suara yang parau, "Apakah nona diluar sana?"
"Tentu saja aku, kalau tidak siapa lagi?" sahut dara itu dengan nada ketus.
Suasana hening untuk sesaat, kemudian terdengar suara parau itu berkumandang
lagi, "Siapa rekan yang lain itu?""
"Suruh kau buka pintu mengapa tidak cepat buka pintu" Buat apa engkau banyak
bertanya" " teriak gadis baju hitam semakin marah.
Semenjak tadi Hoa In-liong sudah mengetahui bahwa sipembicara dalam rumah gubuk
itu sudah berdiri dibelakang pintu, nyatanya pintu kayu tersebut masih tertutup rapat,
kendatipun berulang kali dara itu sudah berteriak. ini berarti bahwa orang itu memang tak berminat
membukakan pintu bagi mereka. Tampaknya kemarahan nona baju hitam itu sudah mencapai pada puncaknya, untuk
kesekian kalinya ia menghardik, "Kurang ajar, rupanya kau sudah bosan hidup?" Dengan
sepenuh tenaga telapak tangannya ditolak ke depan.
"Kraaaak...." ternyata pintu itu tidak terkunci, tatkala didorong otomatis pintu
itu membuka dengan sendirinya, Redup sekali cahaya lentera yang menyinari rumah gubuk itu,
dibalik pintu adalah sebuah ruangan kecil, dalam ruangan itu hanya terdapat sebuah meja kayu
yang sudah bobrok serta dua buah kursi barabu, peralatan lain tidak nampak.
Waktu itu tak seorangpun berada dalam ruangan, dengan penuh kegusaran gadis baju
hitam itu menerjang masuk kedalam rumah, kemudian teriaknya dengan marah, "Si Nio, kau...."
"Nona tak usah mencari lagi, Si Nio yang kau cari sudah berada disini,." tukas
Hoa In-liong. Seseorang mendengus dingin, kemudian menjawab, "Benar, aku memang berada disini,
tajam amat pendengaran serta penglihatanmu."
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, sesosok bayangan manusia muncul dari
balik pintu dan menghadang arah pandangan Hoa In-liong ke ruang sebelah dalam.
Masih mendingan kalau si anak muda itu tidak memandang tampang perempuan yang
bernama Si Nio itu, begitu sinar matanya beradu tatap dengan orang tersebut, kontan
sekujur badannya gemetar keras, hawa bergidik yang dingin muncul dari alas kaki mencapai ke atas
dada, ia bersin beberapa kali sementara bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Pemuda itu kaget bukan lantaran dia pernah kenal dengan perempuan yang bernama
Si Nio itu adalah oleh karena tampang Si Nio benar-benar mengerikan sekali, ibaratnya setan
alas yang tiba-tiba muncul dihadapan matanya.
Usia Si Nio belum mencapai empat puluh tahu saja, rambutnya masih ber warna
hitam pekat dan kulit tubuhnya tampak putih bersih, sayang raut wajahnya penuh dengan bekas-
bekas luka yang mengerikan. 38 Berpuluh-puluh buah bekas bacokan yang melekuk ke dalam dan berwarna merah
karena kelihatan daging dalamnya tersebar di sana sini, seakan-akan mukanya itu pernah
dicincang dengan senjata hingga hancur mumur, mengerikan sekali bagi siapapun yang
memandang. Waktu itu Si Nio berdiri di hadapan Hoa In-liong dengan sorot mata penuh tanda
tanya, sementara mulutnya masih tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Dalam pada itu, dara baju hitam itu sudah keluar dari ruang dalam, dia lantas
membentak, "Si Nio benarkah engkau sudah bosan hidup" Mau apa kau berdiri mematung di sana"
Hayo cepat mengundurkan diri dan hidangkan air teh untuk tamu kita ini."
Si Nio sama sekali tidak berpaling, setelah memandang lagi wajah Hoa In-liong
dengan termangu-mangu, ia baru beranjak dan menuju ke ruang dapur di belakang sana.
SETELAH berhasil menguasahi perasaannya, diam-diam Hoa In-liong memperhatikan
cara Si Nio berjalan, ia lihat sepasang kaki perempuan itu menempel tanah dan sama sekali
tak berbeda dengan manusia biasa, diapun tidak menunjukkan gerakan seakan-akan sedang
mengerahkan ilmu meringankan tubuh, walau begitu langkah kakinya sama sekali tak bersuara,
seolah-olah perempuan itu memang sama sekali tak berbobot.
Hoa In-liong memang pemberani dan berilmu tinggi, tapi berada dalam keadaan
seperti sekarang tak urung tercekat juga hatinya, peluh dingin serasa membasahi seluruh tubuhnya.
"Hoa- kongcu, silahkan duduk," terdengar nona baju hitam itu berkata dengan
dingin. Cepat Hoa In-liong mendusin kembali dari lamunannya, ia tertawa menyengir dan
menjawab. "Oooh, silahkan duduk, silahkan duduk, nonapun duduklah."
Dua orang muda mudi itu mengambil tempat duduknya masing-masing, lalu gadis itu
berkata lagi dengan serius. "Hoa kongcu, pernahkah engkau tahu tentang Masalah Sin-ki-pang, Hong im-hwe dan
Tong-thian kau tiga buah kekuatan besar dalam dunia persilatan dimasa lalu?"
"Aaah... itu toh kejadian pada dua puluh tahun berselang," sahut Hoa In-liong
sambil berkerut kening. "Aku dengar, dahulu dalam dunia persilatan terdapat perkumpulan Sin-ki-
pang, Hong-im hwe dan Tong-thian kau, masing-masing pihak berdiri di suatu daerah dan
menguasahi suatu wilayah yang besar,"
"Sebagai keturunan keluarga persilatan tentunya kongcu mengetahui sangat jelas
bukan dengan peristiwa yang pernah terjadi dimasa lampau?"
Hoa In-liong tersenyum. "Perkumpulan Hong-in hwe serta Tong-thian kau sudah lama musnah dari muka bumi,
sedangkan perkumpulan Sin-ki-pang juga telah membubarkan diri apa sebabnya
secara tiba-tiba nona menyinggung kembali peristiwa lama yang sudah berlangsung pada dua puluh
tahun berselang?"" 39 "Apakah kongcu juga mengetahui tentang perkumpulan Kiu-im-kau?" bukan menjawab
gadis itu malahan bertanya lagi. "Aku memang pernah mendengar orang menyinggung soal perkumpulan itu. cuma
kemudian aku dengar perkumpulan itu sudah bubar dan tercerai berai setelah berulang kali
mengalami kekalahan." Dara berbaju hitam itu mendengus dingin.
"Hmm..... Baru-baru ini dalam dunia persilatan telah muncul pula sebuah
perkumpulan baru yang bernama Hian-beng-kau pernah kongcu dengar tentang perkumpulan ini?"
"Perkumpulan Hian-beng-kau" Belum pernah kudengar tentang nama perkumpulan
ini......" sahut Hoa In-liong dengan hati terperanjat.
"Aku sendiripun baru-baru ini mendengar dari mulut orang lain," kata gadis itu
dengan hambar. "Apakah nona bersedia menerangkan kepadaku..." pinta sang dara seraya menjura.
"Suatu hari, tanpa sengaja aku telah menemukan satu rombongan manusia yang
sangat mencurigakan, oleh karena terdorong rasa ingin tahu, diam-diam kuintil kelompok
manusiamanusia tersebut dari belakang."
Hoa In-liong pusatkan semua perhatiannya untuk mendengarkan penuturan dari gadis
itu, tibatiba dari dalam hati kecilnya muncul perasaan was-was, cepat la
berpaling ke belakang, entah
sedari kapan Si Nio yang berwajah penuh codet itu telah berdiri di belakangnya
dengan membawa sebuah baki, di atas baki itu terletak dua buah cawan berisi air teh.
Ketika Si Nio melihat si anak muda itu berpaling, Ia lantas meneruskan
langkahnya dan meletakkan kedua cawan air teh itu ke atas meja.
Diam-diam Hoa In-liong merasa amat gusar dia angkat tangan kanannya hendak
mencengkeram pergelangan tangan Si Nio, tapi ingatan lain lantas melintas dalam benaknya ia
berpikir, "Bagaimanapun juga aku adalah tamu dan dia adalah tuan rumah, jika aku bertindak
lebih dahulu maka tindakanku ini terasa kasar dan kurang sopan."
Karena berpikir begitu, diapun membatalkan niatnya dan tetap tak berkutik
ditempat semula. Dengan tatapan dingin dara baju hitam itu melirik sekejap ke arah Si Nio,
kemudian seraya ulapkan tangannya dia berseru, "Mundurlah dari sini!"
Wajah Si Nio yang mengerikan itu berkerut kencang bahkan agak gemetar, tiba-tiba
ia berkata, "Hoa kongcu, silahkan minum teh"
"Cerewet amat kamu ini, hayo cepat mundur dari sini!" bentak gadis itu dengan
marah. Hoa In-liong yang mengikuti perkembangan ditempat itu, dalam hati kecilnya
lantas membatin. "Rumah gubuk ini benar-benar penuh diliputi hawa setan, kalau tidak kutunjukkan
sedikit kelihaian, rupanya susah untuk memaksa mereka masuk ke dalam kekuasaanku..."
40 Berpikir sampai di situ, tiba-tiba ia menengadah dan tertawa keras, lalu sambil
angkat cawan katanya, "Silahkan nona melanjutkan kisah penuturanmu akan kudengarkan semuanya
dengan penuh perhatian." Ia tempelkan cawan itu di bibir dan menghirup teh panas itu satu tegukan.
Kebetulan lampu lentera yang menerangi ruangan tersebut berada di sampingnya,
ketika mengambil cawan, sengaja ujung bajunya dikebaskan agak kencang, dikala api lampu
lentera itu bergoncang terhembus angin, pemuda itu segera manfaatkan kesempatan yang ada
untuk bermain gila. Sedikit jari kelingkingnya menyentil ke depan, sebutir pil yang amat kecil telah
dimasukan ke dalam cawan teh yang lain, gerakan itu dilakukan dengan cepat dan tidak
menyolok. ternyata baik Si Nio maupun dara baju hitam itu sama-sama tidak merasa.
Semua kejadian ini berlangsung dalam sekejap mata, sementara itu dara baju hitam
itu sudah mengalihkan kembali sorot matanya ke arah cawan teh yang berada di hadapan
pemuda itu, kemudian melanjutkan kembali kata-katanya, "Diam-diam aku kuntit perjalanan
rombongan itu, ketika kulihat mereka memasuki gedung kediaman Suma-tayhiap, akupun menyusup
masuk ke dalam ruangan. Di sana kulihat mereka membuka tutup peti mati dan menyebarkan
sejenis bubuk putih ke dalam peti mati itu, kemudian menutup kembali tutup peti mati
itu, aku lihat dengan wajah berseri mereka lantas menyembunyikan diri dan siap menangkap
mangsanya." Sementara dara itu bercerita, Hoa In-liong telah mencoba air teh itu, dia ia
telah membuktikan bahwa dalam air yang bersih itu benar-benar telah dicampuri dengan obat bius.
Sekalipun begitu, paras mukanya sama sekali tidak berubah, dia mengangkat
kembali cawan air teh itu dan meneguk lagi satu tegukan, katanya sambil tersenyum, "Apakah
perempuan yang menyebut dirinya she Yu itu juga merupakan anggota perkumpulan Hian-beng-kau?"
Dara baju hitam itu mengangguk.
"Akupun tahu dari mulut beberapa orang itu," katanya.
"Apakah nyonya Yu adalah ketuanya?" kembali si anak muda itu tersenyum, dia
angkat cawan dan meneguk kembali air teh itu dengan nikmat.
"Hmm Mimpi...." sahut nona itu dengan dingin, "nyonya she Yu itu tak lebih cuma
seorang prajurit yang menurut urutan menempati posisi paling buncit, rombongan itu
semuanya berjumlah belasan orang, sekalipun ketua rombonganpun tidak lebih cuma seorang
kepala regu yang rendah sekali kedudukannya dalam perkumpulan Hian-beng-kau."
Hoa In-liong pura-pura terperanjat setelah mendengar perkataan itu, serunya,
"Aaah.... pernahkah nona berjumpa dengan pemimpin rombongan itu" Berapa usia orang itu"
Dia seorang laki-laki ataukah seorang perempuan?"
Kembali ia meneguk isi cawan itu hingga habis.
"Sudah beberapa kali kulakukan penyelidikan, namun selalu gagal untuk bertemu
dengan pemimpin rombongan tapi menurut apa yang berhasil kudengar, orang itu katanya
she-Ciu ( dendam ) dan mereka memanggil Ciu kongcu kepadanya."
"Kalau toh orang itu disebut kongcu, aku pikir tentu usianya tidak seberapa
besar" 41 "Kalau kutinjau dari ciri mereka berbicara serta apa yang mereka bicarakan, aku


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat menarik kesimpulan kalau Ciu kongcu itu bukan saja pemimpin rombongan, bahkan dia pula
otak dari pembunuhan atas diri Suma Tiang-cing. Kini orang tersebut masih berada di kota
Lan- yang, aku rasa sampai sekarangpun belum pergi."
Tiba-tiba Hoa In-liong menengadah dan tertawa terbahak bahak.
"Haaah haaaahh haaaahh sungguh menarik. sungguh menarik Hoa loji bakal bertempur
sengit melawan Ciu kongcu."
"Huuh, apanya yang perlu kau banggakan?" ejek dara baju hitam itu dengan sinis,
"toh Ciu kongcu hanya seorang anggota perkumpulan Hian beng-kau yang berkedudukan rendah,
mendingan kalau dia adalah ketuanya perkumpulan itu."
Hoa In-liong tak menggubris ucapan dara itu dia masih mengoceh terus dengan
wajah berseriseri, "Haaah haaaahh haaaaahh, Hoa loji bakal menghancur lumatkan
perkumpulan Hian-bengkau, itulah baru mengagumkan, namaku pasti akan tersohor
dan dikenal oleh setiap orang!"
Dara baju hitam itu tertawa dingin, bibirnya bergetar seperti mau mengucapkan
sesuatu, namun niat itu kemudian dibatalkan.
Selama ini Si Nio selalu berdiri di belakang Hoa In-liong, ia tidak pergi
tinggalkan tempat itu seperti apa yang diperintahkan kepadanya, ketika dengar ocehan si anak muda itu,
tiba-tiba dia angkat sepasang telapak tangannya, dengan sepuluh jari yang dipentangkan lebar-
lebar perempuan itu siap melakukan tubrukan.
Belum sempat serangan itu dilancarkan tiba-tiba Hoa In-liong berputar badan
seraya berteriak, "Si Nio!" Si Nio terperanjat dan menarik diri ke belakang sementara dara baju hitam itupun
menunjukkan perubahan wajah yang sangat hebat.
Hoa In-liong tertawa tergelak. sambil mengangkat cawan air tehnya ia berkata.
"Si Nio, aku dahaga sekali, tolong ambilkan secawan air teh lagi.....!"
Si Nio tertegun, dengan ragu-ragu dia menerima cawan itu, kemudian mengundurkan
diri dari sana, "Si Nio," tiba-tiba Hoa In-liong memanggil lagi.
Sekujur badan Si Nio gemetar keras, tapi ia berhenti juga seraya berpaling.
sambil tersenyum anak muda itu menambahkan, "Daun teh kalian memang terlalu bagus dan enak
diminum, tolong berilah yang agak kental sedikit"
Wajah Si Nio yang jelek dan tak sedap dilihat itu agak gemetar, tapi ia
mengangguk juga dan buru-buru menuju ke dapur.
Kiranya Si Nio telah mencampurkan sejenis bahan obat dalam air teh yang
disuguhkan kepada tamunya itu, obat tersebut sangat lihay, kendatipun seseorang memiliki ilmu
silat yang sangat lihay, setelah minum air teh itu niscaya akan roboh tak sadarkan diri, siapa
sangka, ketika air teh berobat itu masuk ke dalam perut Hoa In-liong, bukan saja sama sekali tidak
menunjukkan reaksi apa-apa, bahkan seakan-akan bagaikan tenggelam di dasar samudra yang dalam,
bukan begitu saja malahan setelah habis secawan dia minta secawan lagi dan memuji daun tehnya
yang wangi 42 dan minta diberi lebih banyak. tidaklah heran kalau perempuan jelek itu jadi
tercengang, dia hampir saja tidak percaya dengan apa yang terpapar di depan mata.
Dara berbaju hitampun diam-diam murung bercampur gelisah pikirnya di dalam hati,
"Hoa Inliong terlalu licik dan banyak tipu daya, setelah obat pemabok gagal
untuk merobohkan dia, tampaknya aku harus pertaruhkan nyawa untuk bertarung melawannya."
Sementara dia masih termenung, Si Nio sudah muncul kembali sambil membawa
secawan teh panas dengan sorot mata memandang tanah, ia letakkan cawan itu dihadapan tamunya
dan membungkam dalam seribu bahasa.
Tampaknya Hoa In-liong memang haus sekali sehingga sukar ditahan, cepat dia
angkat cawannya dan menghirup satu tegukan, kemudian sambil tertawa baru berkata, "Jika
kudengar dari nada pembicaraan nona, agaknya perkumpulan Hian-bEng kau adalah suatu
organisasi yang sangat rahasia sekali, banyak jumlah anggotanya dan keji dalam perbuatan serta
tindak tanduknya, benarkah perkumpulan ini adalah suatu perkumpulan sesat?"
"Aku rasa begitulah keadaannya," sahut dara itu ketus. Hoa In-liong tertawa,
kembali ia berkata, "Kalau memang begitu, bukanlah dunia persilatan yang sudah menjadi tenang selama
dua puluh tahun, sekarang mulai bergerak lagi memasuki masa kekalutan?"
Seperti menyesali keadaan yang sedang dipikir, kembali pemuda itu angkat cawan
dan menghirup air teh. Betapa kesal dan mendongkolnya gadis berbaju hitam itu, apa lagi terhadap sikap
sang tamu yang begitu santai seolah-olah acuh terhadap obat pemabuk yang dicampurkan dalam
air teh itu. Karena murung, tanpa terasa gadis itu mengangkat pula cawan air teh yang berada
dihadapannya dan siap untuk diteguk, katanya dengan dingin, "Siau-li tetap
beranggapan bahwa dunia persilatan sedang mengalami suatu masa pancaroba, suatu masa perubahan
dari keadaan yang tenang menjadi keadaan yang kacau, kematian dari Suma Tiang-cing tidak
lebih hanya suatu tanda permulaan dari kekalutan itu, dan kematiannya boleh juga dikatakan
sebagai korban demi kepentingan orang lain."
"Kenapa?" Hoa In-liong pura-pura tercengang bercampur tidak mengerti.
Jilid 03 DARA baju hitam itu tertawa dingin. "Heehhh....heeehhh....heeehhh... meskipun abahmu
bernama besar, menjagoi seluruh kolong langit, memimpin umat persilatan dan
ibaratnya sang surya ditengah awang-awang, akan tetapi pada hakekatnya banyak musuh dan jago
persilatan yang memusuhinya, walaupun secara tersembunyi."
Tampaknya gadis itu tak ingin berbicara, tiba-tiba ia merandek dan menghentikan
kata-katanya, cawan yang sudah diangkatpun lantas didekatkan kebibir siap-siap dihirup air
tehnya. Hoa In-liong sengaja mengajak dara itu berbicara macam-macam, tujuannya hanya
satu yakni memancingnya hingga minum air teh dengan sendirinya, maka ketika dilihatnya
begitu siap menghirup air teh itu, tak tahan lagi ia tertawa geli dan buru-buru berpaling ke
arah lain. "Hey, apa yang kau tertawakan?" tegur dara baju hitam itu dengan wajah tertegun.
sambil mencibirkan bibir menahan rasa gelinya, Hoa In-liong menjawab, "Air teh dalam
cawan itu 43 kurang bersih, lebih baik nona jangan meneguknya daripada sakit perut jadinya "
Ucapan tersebut penuh mengandung nada ejekan, tapi juga merupakan suatu
peringatan, meski hanya sepatah kata namun pada hakekatnya mempunyai arti ganda.
Tentu saja dara baju hitam itu tahu kalau Si Nio telah mencampuri air teh di
cawan tamunya dengan obat racun, tapi ia tak menyangka kalau Hoa In-liong juga bermain gila
kepadanya, mendengar ucapan tersebut, dia lantas tertawa dingin, kembali cawan itu
ditempelkan pada bibirnya siap diteguk, Hoa In-liong benar-benar tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia ingin tertawa
sekeraskerasnya. Bagaimanapun juga, pemuda itu adalah keturunan dari keluarga Hoa, sudah terbiasa
baginya untuk menerima pelajaran-pelajaran yang baik serta kewajiban untuk berbuat
mulia, dalam darah yang beredar dalam tubuhnya tetap mengalir kejujuran serta kegagahan
orang-orang keluarga Hoa, meskipun wataknya agak binal, namun tabiatnya toh tetap jujur,
mulia dan bijaksana. Satu ingatan lantas melintas dalam benaknya, di detik yang terakhir, ia berpikir
dihati, "Bagaimanapun juga dia toh seorang anak perempuan, kalau ingin kuhajar dirinya
kenapa tidak dihajar secara terang-terangan" Kalau ingin dibunuh kenapa tidak kubunuh dengan
terus terang Apa toh gunanya mempermainkan seorang anak dara seperti dia?"
Ketika ingatan tersebut melintas dalam benaknya, pemuda itu tidak ragu-ragu
lagi, dia lantas melakukan penyambaran kilat ke depan.
Dara baju hitam itu hanya merasa pandangan matanya menjadi kabur dan tahu-tahu
cawan yang berada ditangannya sudah berpindah tangan, bukan saja cawan tersebut tidak rusak
atau pecah. isi cawan itupunsama sekali tidak tumpah barang sedikitpun jua.."
Hoa In-liong tertawa tawa, sambil meletakkan cawan itu ke atas meja, ujarnya
dengan wajah bersungguh-sungguh, "Nona, engkau bukan tandinganku, lebih baik urusan yang
terjadi pada hari ini kita selesaikan secara baik-baik saja. Harap nona sebutkan siapa
namamu, andaikata engkau benar-benar tidak tersangkut dengan peristiwa berdarah yang menimpa
keluarga Suma, sekarang juga aku akan mohon diri dari sini, sebaliknya kalau engkau menolak
maka terpaksa kita harus selesaikan persoalan ini di atas senjata, akupun tak akan berlaku
sungkan-sungkan lagi kepadamu... mengenai cawan teh ini, lebih baik isinya jangan kau minum."
Ucapan tersebut kontan membuat nona baju hitam itu jadi tertegun, dia tahu air
teh dalam cawan tersebut tentu ada hal-hal yang tak beres walaupun hampir saja dia akan
dikecundangi, tapi gadis ini merasa kagum pula oleh kecerdikan dan kehebatan Hoa In-liong.
Berbicara dari kemampuan yang dimiliki pihak lawan, sudah pasti mereka berdua
tak mungkin bisa melakukan sesuatu yang akan merugikan bagi lawannya.
Berpikir sampai disini, si dara baju hitam itu jadi pedih dan sedih tapi
teringat kembali akan kejujuran dan kegagahan lawannya, diapun merasa kagum, lalu sesaat dia tak tahu
apa yang musti dilakukan, sambil berdiri termangu-mangu ditatapnya pemuda itu tak
berkedip. Tiba-tiba Si Nio berseru dengan gusar, "Huuh, menggunakan permainan busuk untuk
mencari kemenangan, pendekar sejati macam apaan itu?""
44 Dengan langkah lebar dia menghampiri meja, mengambil cawan teh itu dan sekali
hirup dia teguk habis isinya. Menyaksikan tingkah laku perempuan bercodet itu Hoa In-liong langsung saja
tertawa dingin. "Heeeehh heeeehh heeeeh kalau toh engkau hendak mencari penyakit bagi diri
sendiri, jangan salahkan kalau aku bermain curang kepadamu."
Si Nio tertawa seram, suaranya lengking bagaikan lolongan serigala ditengah
malam, buas sekali kedengarannya. Sambil membanting cawan teh itu hingga hancur, dia pantang kesepuluh jari
tangannya, bagaikan garuda kalap diterkamnya si anak muda itu dengan ganas.
Pada dasarnya perempuan itu memang berwajah seram, apalagi sekarang setelah
menyeringai menyeramkan, tampangnya itu semakin menjijikkan dan bikin hati orang bergetar
keras. Segenap bawa murni yang dimilikinya telah dihimpun menjadi satu, semua tulang
persendian dalam tubuhnya berbunyi gemerutukan nyaring, lengan yang semula putih mulus
sekarang telah berubah jadi hitam pekat bagaikan arang, sepuluh jari tangannya yang panjang dan
runcing tampak lebih panjang beberapa cun.
Waktu itu tampangnya seram dan sikapnya mengerikan, bila ada orang yang tak tahu
duduknya perkara, niscaya akan beranggapan bahwa ia sedang berhadapan dengan kuntilanak
kesiangan. Hoa In-liong sendiripun agak marah oleh sikap kasar lawannya, dia melejit dan
melayang dua depa dari tempat semula, kemudian dengan dingin ujarnya, " Kalau kutinjau dari
ilmu silatmu yang begitu keji dan tak kenal ampun, jelaslah sudah bahwa engkau bukan manusia
baikbaik...Hmm Perempuan iblis seperti engkau, nomor satu paling tak boleh
diampuni." Dengan menghimpun tenaga, dia melepaskan sebuah serangan balasan dengan telapak
tangan kanannya. Terdengar desingan angin pukulan menderu-deru, hebat sekali serangan dari si
anak muda ini. Gadis baju hitam yang berada disisi kalangan tidak mengucapkan sepatah katapun,
tiba-tiba ia cabut pedang pendeknya, kemudian secepat sambaran petir lepaskan sebuah tusukan
ke muka. Cepat sekali datangnya tusukan tersebut, bukan saja membawa desingan angin
tajam, kecepatannya sukar dilukiskan dengan kata-kata, Hoa In-liong terdesak hebat,
terpaksa dia melompat mundur tiga depa ke belakang.
Si Nio yang gagal dengan serangan pertamanya segera tertawa keras seperti iblis,
suara itu serak tapi melengking sehingga lebih tak sedap didengar daripada lolongan srigala,
berada dalam rumah gubuk yang dikelilingi semak belukar semacam itu, tertawa seramnya itu


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cukup menggetarkan hati siapapun, membuat orang jadi bergidik dan bulu kuduknya pada
bangun berdiri. Hoa In-liong mengerutkan kening, tangan kanannya meraba gagang pedang dan siap
untuk mencabutnya, tapi ingatan lain melintas dalam benaknya, ia merasa sebagai
seorang lelaki sejati tidaklah pantas melayani dua orang perempuan dengan memakai senjata.
45 Sementara pemuda itu masih sangsi, pedang pendek dari nona baju hitam itu sudah
melepaskan tusukan demi tusukan, semuanya merupakan serangan-serangan yang mematikan.
Suatu ketika tiba-tiba Si Nio melengkungkan tubuhnya seperti gendewa, kemudian
diiringi suara bentakan nyaring, dia melancarkan sebuah terkaman maut ke depan.
Hebat sekali kerja sama dari dua orang majikan dan pelayan ini, setiap jurus
ancaman dilakukan dengan ketat dan rapat, terutama sekali Si Nio, dengan tak gentar barang
sedikitpun dia menerkam, menerjang dan menghantam secara kalap.
Makin memuncak kemarahan yang berkobar dalam hati Hoa In-liong, ia maju ke depan
secepat kilat, tangan kanannya mencengkeram pedang pendek sang dara, sementara telapak
tangan kirinya menghantam jidat perempuan bercodet she Si.
Serangan tersebut dilancarkan secepat petir, sekalipun dilepaskan agak
belakangan tapi tiba lebih duluan dari ancaman lawan, tampaknya sebentar lagi akan bersarang di jidat
perempuan jelek itu. Setajam sembilu pancaran mata dari Si Nio, ia melotot besar, matanya merah
berapi-api, tampangnya kelihatan lebih mengerikan dari semula.
Kendatipun pukulan dari Hoa In-liong yang mengancam jidatnya sudah tiba di depan
mata, ternyata perempuan itu tidak berusaha untuk mengigos atau menangkisnya, ia
miringkan kepalanya untuk melindungi bagian yang mematikan kemudian sambil memutar
pinggang ia malahan menubruk kemuka, sepasang tangannya dipentangkan lebar-lebar dan siap
merangkul pinggang anak muda itu. Kejut dan gusar Hoa In-liong menghadapi ancaman tersebut, untungnya dalam gugup
ia tak bingung cepat badannya direndahkan kebawah, lalu melejit ke samping.
Dengan begitu maka Si Nio jadi menubruk tempat kosong, cepat perempuan itu
mengerem gerak laju tubuhnya dan berputar kencang, seperti bayangan menempel badan ia kejar
terus kemana pemuda itu pergi, sementara di pihak lain nona baju hitam itupun melepaskan
sebuah bacokan kilat menyergap si anak muda itu.
Tiga jurus gebrakan ini berlangsung sepanas bara dan secepat kilat, meskipun
sengit dan selalu salah bisa mengakibatkan jiwa, namun hanya sekejap mata telah lewat.
Tiba-tiba Si Nio menjerit lengking, sepasang tangannya mendekap lambung sendiri,
walaupun langkahnya sudah gontai dan tak menentu, namun perempuan itu masih juga berusaha
untuk menerkam Hoa In-liong. Dengan gesit pemuda Hoa menyingkir ke samping, dengan kaki kirinya dia menendang
Si Nio sampai terguling dan terguling di tanah, sementara jari tangan kanannya sekaku
tombak menotok pergelangan tangan si dara baju hitam itu
Tak berani gadis itu menyambut totokan maut tersebut, pedangnya diputar untuk
melindungi badan, dengan mundur satu langkah terhindarlah nona itu dari totokan tersebut.
Dalam pada itu Si Nio masih merintih dan meraung kesakitan, sepasang tangannya
mendekap perut sendiri, tubuhnya berguling guling kesana kemari menahan sakitnya yang tak
terkirakan. 46 Sewaktu Si Nio mencampuri air minum Hoa In-liong dengan obat pemabuk. Si anak
muda itupun mencampuri cawan dara baju hitam dengan obat juga, tapi kenyataannya sekarang
Hoa In-liong tetap segar tidak kekurangan sesuatu apapun.
Sebaliknya Si Nio mendekap perutnya yang kesakitan seperti disayat-sayat itu
sambil mengerang penderitaan yang diterimanya saat ini boleh dibilang hebat sekali.
Hoa In-liong memang binal dan aneh wataknya tapi baru pertama kali ini dia
menghukum orang dengan cara seperti ini, betapapun hatinya tidak tenteram setelah menyaksikan
penderitaan Si Nio yang mengerang kesakitan itu, ia melayang ke depan dan melepaskan totokan,
maksudnya hendak menotok dulu jalan darah Si Nio kemudian baru berbicara tentang soal
lain. Siapa tahu Si Nio telah berteriak dengan lantang, "Nona adu jiwa dengan keparat
ini, bunuh saja bangsat ini maka jiwa loya bisa kita selamatkan!"
Sambil menjerit-jerit seperti perempuan histeris Si Nio bergulingan di tanah dan
menerkam lagi sepasang kaki Hoa In-liong.
Bergetar keras sekujur badan Hoa In-liong dengan penuh kemarahan dia berteriak,
"Mati hidup aku orang she Hoa, apa sangkut pautnya dengan keselamatan loyamu?"
Kembali dia lancarkan sebuah tendangan kilat yang membuat tubuh Si Nio terpental
sejauh beberapa kaki, malahan berguling sampai menerjang dapur.
Dara baju hitam itu membentak nyaring ia maju sambil menyerang, pedangnya
berputar kencang lalu melepaskan sebuah tusukan ke lambung lawan.
Kemarahan Hoa In-liong tak terkendalikan lagi dengan tangan kiri dia rampas
pedang pendek itu, tangan kanan melancarkan totokan.
"Hayo cepat terangkan siapa namamu?" bentaknya, " engkau putri siapa" ada
kesulitan apa dan mengapa hendak mencabut nyawaku orang she Hoa."
Sementara mulutnya masih menegur sepasang telapak tangannya diputar sedemikian
rupa mendesak nona itu habis-habisan.
Saking paniknya air mata telah bercucuran membasahi pipi nona baju hitam itu
meski demikian pedang pendeknya diputar kencang, tubuhnya selangkah demi selangkah mundur terus
ke belakang namun ia menggertak gigi dan membungkam dalam seribu bahasa.
Mendadak... asap tebal mengepul keluar dari ruangan rumah gubuk itu menyusul
jilatan api yang sangat besar berkobar di seluruh penjuru ruangan.
Bila ditinjau dari ilmu silat yang dimiliki Hoa In-liong, maka untuk membereskan
si nona berbaju hitam itu bukanlah suatu pekerjaan yang sulit, tapi dasar dia memang romantis
dan suka menggoda kaum wanita, maka setiap mendapat kesempatan untuk bertempur melawan
nona cantik yang masih muda belia, serta-merta ia melayani pertarungan itu dengan
serangan yang terlemah. Tujuannya tak lain ialah hanya merampas senjata nona itu dan
menggodanya habishabisan, tentu saja dalam keadaan serba panik dan gelisah ini
bukan perbuatan gampang baginya. Dalam sekejap mata, kobaran api telah menelan setiap benda yang berada dalam
ruangan gubug 47 Tiba-tiba Si Nio dengan rambut yang riap-riapan menjerit lengking seperti
lolongan serigala sepasang tangannya sambil mengangkat tinggi-tinggi dua buah obor api menerjang
keluar dari dapur gerak-gerik seperti orang gila.
Kejut dan cemas Hao In-liong menghadapi kejadian seperti ini, sekarang dia tak
bisa bermainmain lagi sebab keadaan makin serius secara beruntun jari tangannya
melepaskan beberapa totokan kilat yang menghajar jalan darah Ciang-keng-hiat di bahu nona baju hitam
itu, sementara tangan kirinya membalik ke atas merampas pedang pendeknya.
Si Nio meraung keras, obornya dikebut ke muka dengan ganas, lalu menyapu wajah
si anak muda itu. Hoa In-liong tak mau kalah, dengan pedang pendek hasil rampasannya ia balas
membacok tubuh lawan. Dalam pada itu nona baju hitam itu sudah tertotok jalan darahnya oleh serangan
jari Hoa Inliong, sepasang lengannya jadi lumpuh dan terkulai lemah ke bawah,
meski begitu sepasang kakinya masih bisa bergerak dengan leluasa, mendadak ia menerkam ke muka dan
menyongsong tibanya bacokan pedang pendek itu dengan badannya.
Hoa In-liong sangat terkejut, ia tak menyangka kalau nona itu akan mengambil
keputusan nekat dengan mengakhiri hidupnya di ujung pedang.
Padahal waktu itu asap tebal telah menyelimuti seluruh rumah gubuk itu, kobaran
api menjilat semua benda yang ditemukan, sedangkan Si Nio seperti orang kalap menerjang
datang tiada hentinya. Keadaan begini di samping Hoa In-liong harus menjaga kaburnya si nona baju
hitam, diapun harus pula melayani serangan-serangan gencar dari nenek bermuka jelek. maka
tindak nekat dari nona tersebut amat mencekatkan hatinya.
Dalam gugup dan gelagapannya, ia memutar pinggangnya ke samping, setelah lolos
dari sambaran obor yang dilancarkan Si Nio, pedang pendek itu segera disingkirkan
pula ke samping. Kendatipun cukup cepat gerakan Hoa In-liong untuk menyingkirkan pedang
pendeknya, namun gerakan si nona baju hitam untuk menyongsong datangnya tusukan pedangpun tak
kalah cepatnya. Maka sekalipun tempat yang mematikan berhasil dihindari, tak urung bahu sang
nona tersambar juga oleh pedang tajam itu hingga darah bercucuran dengan sangat derasnya, parah
juga luka yang dideritanya itu.. Kebakaran yang berkobar dalam rumah gubuk itu sudah menyelimuti hampir di tiap
bangunan di situ, dalam sekejap mata jilatan api sudah membumbung tinggi ke angkasa, suhu
udara jadi panas sekali hingga serasa menyengat badan.
Menghadapi kejadian seperti ini, Hoa In-liong dibikin kehabisan akal pula, ia
lantas berpikir, "Waaah... kalau aku harus menghadapi dua orang yang begini nekad, bisa-bisa jiwaku
ikut kabur ke akhirat, baiknya kugunakan sedikit akal saja untuk meringkus mereka."
Namun secara lapat-lapat iapun mulai merasa bahwa dua orang itu bukanlah anak
buah dari perkumpulan Hian-beng-kau, dari gerak-gerik mereka tampaknya kedua orang itu
justru berasal dari suatu keluarga yang ketimpa kemalangan dan kehidupan mereka sangat
menderita. 48 Karenanya ketika ia lihat api sudah berkobar di empat penjuru, dengan suatu
gerakan cepat di sambarnya si nona baju hitam itu lalu kabur keluar ruangan.
Si Nio tertawa seram, sudah tentu ia tak sudi membiarkan musuhnya kabur dari
sana, obornya diputar semakin kencang dan semua jalan pergi pemuda itu dihadangnya dengan
serangan mematikan. Menghadapi kejadian seperti ini, Hoa In-liong marah sekali, akhirnya ia
membentak, "orang sinting, rupanya kau sudah bosan hidup,"
Pedang pendeknya digetarkan ke muka, lalu menusuk ke dada lawan dengan jurus
Leng-coa tosim (ular ganas menjulurkan lidahnya).
Waktu itu rasa sakit yang melilit perut Si Nio sudah mencapai pada puncaknya,
perempuan itu tak sampai roboh karena dia andalkan kekuatan dengan kalapnya untuk mengamuk.
dalam keadaan begitu darimana ia sanggup menahan tusukan pedang yang dilancarkan
dengan gerakan cepat dan aneh itu"
Tapi.... sebelum tusukan itu dilanjutkan, mendadak sinar mata Hoa In-liong
terbentur dengan wajahnya yang bercodet dan penuh dengan luka itu, di bawah sinar obor tampaklah
wajahnya yang penuh "bunga" itu basah oleh keringat, kulit mukanya berkerut kencang dan
gemetar tiada hentinya, kulit wajah yang pucat pias ditambah bekas luka yang berwarna merah
darah memberikan warna yang sangat kontras, ditambah pula sinar api yang sudah jelek
tampak lebih mengerikan lagi. "Sungguh keji orang yang merusak wajah perempuan ini," pemuda tersebut lantas
berpikir, "hatinya pasti busuk sekali, kalau tidak tak akan tega ia lukai seorang
perempuan hingga tampangnya menjadi seseram ini..."
Ketika ingatan tersebut melintas dalam benaknya, dan terbayang pula keganasan
serta kekejian orang yang melukai Si Nio sampai mukanya bercodet pedang yang sudah menempel di
atas dada lawan tak tega dilanjutkan lebih jauh, maka dia tarik kembali senjata tersebut,
kemudian tangan kirinya dikebutkan kemuka dan mendorong nona baju hitam itu ke muka.
Si Nio miringkan tubuhnya ke samping memberi jalan lewat bagi nona baju hitam
itu, kemudian teriaknya keras, "Nona, kau mundurlah lebih dulu."
Tampaknya perempuan bercodet ini sudah bertekat untuk membakar mati Hoa In-liong


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam rumah gubuk itu, obor di kedua belah tangannya diputar dan diayun ke muka tiada
hentinya, semua jalan pergi si anak muda itu dihadang olehnya.
Lolos dari cengkeraman lawan, nona baju hitam itu kabur menuju ke depan pintu
yang tertutup itu keras-keras. "Blaaang ..." pintu besar itu ditendang sampai roboh, dengan langkah lebar nona
baju hitam itu sebera kabur keluar dari rumah gubuk itu.
Kebetulan Hoa In-liong berdiri menghadap ke pintu luar, tiba-tiba ia temukan
bahwa pintu luarpun sudah menjadi lautan api, bahkan kobaran api yang menjilat-jilat diluar
sana jauh lebih besar daripada jilatan api dalam rumah gubuk itu.
49 Kobaran api sudah membakar semua benda begitu besarnya kebakaran yang melanda
tempat, itu membuat udara terasa panas sekali, namun Si Nio seperti tidak merasakan apa-
apa, ia tertawa seram. obornya dimainkan sedemikian rupa sehingga semua jalan keluar bagi Hoa In-liong
untuk lolos dari ruangan itu tertutup.
Sekarang Hoa In-liong sudah merasa terkejut bercampur gusar, ia tidak ragu- raga
lagi, pedang pendeknya dibabat kemuka menghajar obor ditangan Si Nio, sementara tubuhnya
mendadak berkelebat melejit diudara kemudian meluncur keluar dari ruangan itu.
Karena cepat dan tepat serangan tersebut, dan lagi gerak tubuh si anak muda itu
sangat aneh, kali ini Si Nio tak berhasil membendung jalan perginya lagi, dengan gampang Hoa
In-liong berhasil kabur keluar diri ancaman bahaya.
Luar rumah gubuk itu merupakan sebuah tanah bersemak yang masih liar dan tak
terawat, waktu itu sentua ladang ilalang tersebut sudah berubah menjadi lautan api, boleh
dibilang semua jalan menjadi buntu. Kaget sekali Hoa In-liong menghadapi kejadian ini sementara ia sedang berusaha
keras untuk mencari jalan keluar dari tempat jebakan itu, tiba-tiba...
"Sreet" sebatang anak panah meluncur datang dari arah depan dengan tenaga yang
sangat besar. Hoa In-liong segera putar pedang pendeknya untuk menghajar rontok anak panah
yang menyambar tiba itu Baru saja panah itu berhasil dihajar rontok mendadak desingan angin tajam
menyambar lagi dari belakang, serta-merta Hoa In-liong memutar badannya ke belakang, ia lihat Si Nio
dengan kesepuluh jari tangan yang dipentangkan lebar-lebar sedang menyerang punggungnya
. Hoa In-liong benar-benar naik darah, tangannya segera menyapu ke belakang
mengikuti gerak perputaran itu, dia cengkeram tengkuk Si Nio dengan suatu puntiran keras.
Pada saat itulah, kembali sebatang anak panah menyambar datang dengan kekuatan
besar, Hoa In-liong yang sudah mendongkol cepat mengangkat tubuh Si Nio yang tercengkeram
itu dan diayun kemuka untuk menangkis datangnya ancaman itu...
"Criiit!" Tak ampun lagi panah tersebut menembusi tumit Si Nio hingga tembus, karena
kesakitan perempuan bercodek itu, segera menjerit lengking dengan suaranya yang
mengerikan. "Sreeet..... sresst." hujan panah berhamburan dari arah depan, berpuluh-puluh
batang anak panah menyambar lewat silih berganti membuat seluruh angkasa penuh dengan hujan
panah itu. Dengan dahi berkerut Hoa In-liong yang terkapar di tanah dan menghindarkan diri
dari ancaman hujan panah itu. Ia mencoba untuk berputar ke bangunan sebelah belakang, dari situ ia saksikan
ada tiga puluh orang lebih laki-laki kekar yang bersembunyi di dalam semak belukar dan
melepaskan anak 50 panah ke arah bangunan rumah itu, sementara bayangan tubuh dari nona baju hitam
itu sudah lenyap tak berbekas. Saat itu, Hoa In-liong tidak panik lagi, dia malahan merasa hatinya jauh lebih
tenang, Kiranya kobaran api yang berada di empat penjuru meski tampaknya sangat hebat
tapi rumput ilalang adalah jenis tetumbuhan yang tidak tahan terbakar, dalam waktu singkat
tumbuhan tersebut sudah terbakar punah, sementara si anak muda itu dapat menggunakan
tanah lapang diluar rumah gubuk itu untuk menghindari serangan hujan panah" sekalipun tak
sampai membahayakan jiwanya, tapi ditengah kepungan api yang membara terasa juga hawa
panas yang menyengat badan hingga membuat keringat bercucuran dan membasahi seluruh
tubuhnya. "Bruuukk....!" tiba-tiba terdengar suara benturan keras, kiranya rumah gubuk itu
roboh ke tanah. Dengan pedang ditangan kanannya untuk memukul rontok hujan panah itu, tangan
kiri mencengkeram tubuh Si Nio, Hoa In-liong bergerak kesana kemari menghindarkan
diri dari ancaman anak panah. Untunglah tak lama kemudian dari kejauhan terdengar suara suitan nyaring,
menyusul kemudian hujan panah itupun berhenti.
Sementara itu kobaran api yang membakar rumput ilalang belum padam, padahal Hoa
In-liong tahu bahwa musuh sedang mengundurkan diri, ia mau mengedar orang-orang itu, apa
mau dikata kobaran api telah menghalangi jalan perginya.
Terpaksa ia harus bersabar hati menunggu sampai kobaran api itu mengecil,
kemudian baru melakukan pengejaran sambil menenteng tubuh Si Nio. suitan nyaring tadi berasal
dari sebuah tanah perbukitan, maka sambil membawa Si Nio, si anak muda itu, menerjang kesana
dengan langkah lebar. Dibawah sinar fajar yang remang-remang suasana di sekitar tanah perbukitan itu
masih diselimuti kabut yang tebal, setibanya di atas tanah bukit Hoa In-liong coba
memeriksa di sekitarnya dengan tatapan matanya.
Tiba-tiba ia menemukan sesuatu..... nun jauh di ujung bukit situ, berdirilah
seekor kuda berwarna merah darah di atas pelana kuda itu duduk seorang manusia berbaju merah darah.
Kuda itu tinggi besar dan merupakan seekor kuda jempolan, sedang manusia berbaju
merah itu adalah seorang nona cantik rupawan yang berperawakan tinggi semampai dan menarik
hati. Waktu itu fajar baru menyingsing dari ufuk sebelah timur, bola merah yang
mengabarkan sinar keemasan mulai memancar keempat penjuru, dalam waktu singkat telah menyelimuti
seluruh angkasa menyorot dara itu.
Warna merah darah yang ketimpa sinar matahari itu membalaskan suatu sinar yang
indah, membuat suasana disana terasa lebih hangat dan nyaman....
Suara derap kuda memecahkan kesunyian yang mencekam pagi hari itu, perlahan-
lahan kuda merah itu maju menghampiri mereka, tanpa terasa Hoa In-liong sambil menenteng
tubuh Si Nio ikut maju pula menyambut kedatangan si nona.
51 Akhirnya kedua belah pihak telah saling berhadapan, merekapun sama-sama
berhenti, ketika empat mata bertemu menjadi satu, dua orang itu sama-sama tersenyum manis, cerah
sekali wajah mereka. Setelah hening sejenak, Hoa In-liong lantas menjura dan sapanya sambil tertawa,
"Selamat pagi nona manis" "Selamat pagi," sahut nona baju merah itu sambil tersenyum manis. "Boleh aku
tahu siapa namamu?"" Nona baju merah itu mencibirkan bibirnya, kemudian dengan tangan yang putih
halus mencabut keluar sebilah senjata kaitan yang berwarna hijau muda.
Hoa In-liong cukup mengenal kelihayan dari senjata aneh itu, tapi sebagai pemuda
yang belum lama terjun dalam dunia persilatan dia tidak mengenal siapa gerangan nona itu.
Ketika dilihatnya anak muda itu masih melongo, maka nona baju merah itupun
memperkenalkan diri. "Aku bernama Wan Hong-giok. siapa namamu..."
Dasar binal Hoa In-liong lantas berpikir dalam hatinya, "Kau bernama Hong- giok.
maka biar aku mengaku bernama Pek Khi saja."
Maka sambil tertawa sahutnya, "Aku bernama Pek Khi."
Air muka Wan Hong-giok tampak agak bergerak. biji matanya yang jeli kembali
dialihkan ke wajah Hoa In-liong dan menatapnya lekat-lekat.
Hoa In-liong berparas tampan, diapun seorang pemuda yang romantis, sebaliknya
Wan Honggiok cantik jelita dan agak genit, tak heran kalau setelah berjumpa
muka, mereka lirik-lirikan
pandang memandang sambil tersenyum penuh arti.
Si Nio yang berada dalam cengkeraman Hoa In-liong tak tertotok. meski sakit
perutnya sudah mereda, namun mendatangkan rasa sakit yang bukan kepalang, kendatipun itu tapi
ia tahu kalau muda-mudi itu sedang bermain mata kontan saja mengobarkan hawa amarahnya, tiba-
tiba ia kerasnya. bisa berkutik karena jalan darahnya panah yang menembusi tumitnya ia
tak dapat melihat diri kedua orang sambil tersenyum penuh arti. Hal ini buka suara dan berteriak
sekerasTeriaknya itu ibaratnya auman singa dari kalangan Buddha, bukan saja
suaranya seperti guntur yang membelah bumi di siang hari bolong, bahkan memekikkan telinga, membuat kuda
merah yang ditumpangi nona itu meringkik sambil mengangkat tinggi kaki depannya.
Tindakan kuda merah itu sangat tiba-tiba dan diluar dugaan, hampir saja membuat
Wan Honggiok terlempar dari atas pelana.
Hoa In-liong pun terperanjat ia lantas melemparkan tubuh Si Nio ke atas tanah.
Menggunakan kesempatan itu Si Nio menggelinding ke samping lalu duduk, teriaknya
setengah menjerit, "Pedang pendek itu milik nona kami, hayo cepat kembalikan kepadaku!"
52 Hoa In-liong tersenyum katanya, "Sungguh tak kunyana, engkau masih mempunyai
semangat seorang ksatria sejati....Hmm siapa yang kemaruk pada pedangmu itu" Nih, ambillah
kembali." Sambil berkata pedang pendek yang berada di tangan kanannya itu segera
dilemparkan ke muka. Si Nio cepat menyambutnya, lalu menggunakan senjata itu untuk merobek daging
kaki yang terluka dan sambil mencengkeram gagang panah itu ia cabut keluar panah tersebut,
kemudian tanpa dibalut lagi, ia segera melompat bangun dari atas tanah.
Berkernyit sepasang alis mata Wan Hong-giok memandang wajah Si Nio yang penuh
dengan codet bekas luka itu, cepat-cepat ia melengos ke-arah lain dan tak berang
memandang lebih lama. "Tindakan tersebut dipandang sebagai suatu penghinaan bagi Si Nio, dengan gusar
ia lantas membentak-bentak, "Perempuan rendah, kau memang anjing betina tak tahu malu.."
Sambil mencaci maki, panah yang baru dicabut keluar dari tumitnya itu segera
diayun ke muka mengancam wajah Wan Hong-giok.
Tak terkirakan gusarnya si nona baju merah itu menghadapi serangan lawan yang
begini kasar, kaitan kemalanya lantas dikebas ke muka merontokkan anak panah itu, menyusul
kemudian dia cambuk kudanya siap menerjang ke depan, tapi ingatan lain segera melintas dalam
benaknya dan maksud itupun lantas diurungkan, hanya tegurnya dengan ketus. "Apa
hubunganmu dengan nona berbaju hitam tadi?"
Sebelum perempuan bercodet itu menjawab Hoa In-liong telah menyahut lebih
dahulu, "Ooooh nona itu adalah majikannya Si Nio..."
Ditatapnya perempuan bercodet itu dengan tatapan sinis dan penuh penghinaan
kemudian berkata lagi. " Kalau kubunuh manusia macam dirimu maka perbuatanku ini tak lebih hanya akan
menodai senjata nonamu saja."
Kemudian sambil menuding ke arah semak belukar di seberang sana dengan senjata
kaitannya, ia melanjutkan, "Majikanmu bersembunyi di belakang semak belukar sana, undanglah
dia agar menjumpai aku." Si Nio alihkan sinar matanya dan memandang semak belukar yang ditunjukkan itu,
kemudian memandang pula wajah Hoa In-liong tanpa berkata-kata, sedangkan wajahnya yang
jelek dan penuh bercodet itu terlintas perasaan murung dan kesal yang sangat tebal.
Dari sikap murung itu, Hoa In-liong lantas dapat menebak isi hati orang, diapun
tertawa tawa

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seraya berkata, "Aku tahu, engkau sangat menguatirkan keselamatan majikanmu. Nah
Pergilah kesana, hutang piutang di antara kita berdua boleh diperhitungkan lagi di lain
waktu." Sambil berkata dia ulapkan tangannya berulang kali.
Si Nio agak termangu, tapi sejenak kemudian ia lantas mendengus dingin.
"Hmm sekalipun engkau lepaskan aku pergi, tapi terus terang kukatakan dulu
kepadamu jika kita bertemu lagi dilain waktu, aku masih tetap mengincar selembar jiwamu itu,"
katanya. 53 Hoa In-liong tertawa-tawa, sahutnya, "Boleh-boleh saja, tapi kaupun harus
berhati-hati, kalau sampai terjatuh ke tanganku lagi dilain saat, akupun tak akan mengampuni
nyawamu." Si Nio mendengus dingin, ia melirik sekejap ke arah Wan Hong-giok kemudian
meludah ke tanah dengan sikap menghina, setelah itu barulah ia menuju ke arah semak belukar yang
dimaksud dengan menenteng pedang pendeknya itu.
Gusar sekali Wan Hong-giok menghadapi kejadian tersebut, hawa nafsu membunuhnya
seketika menyelimuti seluruh wajah, tiba-tiba tangan kirinya diayun ke depan, sebercak
sinar hitam secepat sambaran kilat segera meluncur ke depan dan menyergap punggung Si Nio.
Sambaran cahaya hitam itu meluncur ke muka dengan kecepatan yang luar biasa dan
sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun Si Nio tak menduga kalau ia bakal
diserang, tampaknya sesaat kemudian punggungnya akan terhajar oleh senjata rahasia itu.
Hoa In-liong tak tega melihat perempuan bercodet itu terjungkal secara penasaran
pada detik terakhir mendadak ia memperingatkan, "Awas Hati-hati ada senjata rahasia."
Si Nio memang cukup cekatan, begitu menangkap kata "Senjata rahasia." serta-
merta dia menjatuhkan diri ke samping dan berguling ke tanah, kendatipun begitu sebatang
jarum emas yang berwarna biru karena mengandung racun sempat juga menembusi sanggulnya.
Melihat serangannya gagal gara-gara dikacaukan, Hoa In-liong agak mendongkol,
juga nona baju merah itu, dia lantas berpaling dan omelnya dengan mata mendelik, "Huuuh Kau ini
munafik, bukan sobat juga bukan lawan, kalau macam begitu watakmu, apa gunanya melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan?"
"Haaahhh... haaahhh... haaahh..." Hoa In-liong terbahak-bahak, "menyergap orang dengan
senjata rahasia, bukanlah suatu perbuatan yang patut dibanggakan, apalagi
sebagai seorang pendekar sejati...harap nona jangan salah sangka, aku bertindak begini toh demi
nama baik dan kedudukanmu di dunia persilatan, masa maksud baikku kau artikan lain?"
"Hmm Memangnya aku tak dapat menebak maksud busukmu?" ejek Wan Hong-giok, "tentu
saja kau selamatkan jiwanya, karena kau telah tertarik oleh majikannya, bukankah
begitu?" "Ehmm, memang diakui majikan Si Nio adalah seorang nona yang suci bersih,
menarik, agung dan bikin orang jadi terpesona."
Waktu itu Si Nio sudah berada dua-tiga kaki jauhnya dari tempat semula, tiba-
tiba ia berjalan balik, sambil memungut kembali anak panah yang tergeletak di tanah, ujarnya
kepada Hoa Inliong, "Mengingat kau adalah seorang ksatria sejati, aku ingin
mengucapkan beberapa patah kata
kepadamu, mau mendengar atau tidak terserah padamu sendiri.."
"Traaak!" anak panah yang berada dalam genggamannya itu mendadak ditekuk hingga
patah jadi dua. Hoa In-liong segera merangkap tangannya dan memberi hormat, ujarnya dengan wajah
serius, "Dengan senang hati akan kudengar nasehatmu itu."
Sambil menghentakkan anak panah yang dipatahkan itu ke atas tanah, ujarnya
dengan dingin, "Anggota perkumpulan Hian-beng-kau sudah tersebar luas dimana-mana, kekuatan
mereka besar sekali dan jauh lebih hebat daripada apa yang kau bayangkan, bila kau tahu
gelagat maka lebih 54 baik cepat- cepatlah pulang ke rumah, nasehati orangtuamu agar segera
mengasingkan diri dan hindarilah bencana besar tersebut"
Hoa In-liong mengangguk beberapa kali tanda mengerti, setelah itu ia bertanya
lagi, "Apakah engkau dan majikanmu juga terhitung anak buah dari perkumpulan Hian-beng-kau?"
"Jago-jago silat yang dijaring perkumpulan Hian beng-kau kebanyakan adalah jago-
jago kelas satu dalam dunia persilatan sedang kami berdua hanya berkepandaian cetek.
sekalipun ingin menjadi anggota Hian-beng-kau, belum tentu mereka bersedia menerimanya."
"Kalau toh kalian berdua bukan anggota dari perkumpulan Hiang-beng-kau lantas
perselisihan serta dendam sakit hati apakah yang terdapat diantara kita berdua, sehingga
begitu bernafsu ingin mencabut selembar nyawaku?"
"Tentang soal ini, maafkanlah daku sebab tak bisa kujelaskan bagaimanapun juga
toh kungfumu jauh lebih hebat daripada kami berdua, rasanya asal kau bisa bertindak lebih
hati-hati dan waspada selalu, niscaya jiwamu dapat selamat."
"Andaikata aku kurang hati-hati?" tanya Hoa In-liong lagi.
"Maka anggaplah bahwa nasibmu memang jelek. dan kau memang sudah ditakdirkan
untuk mampus ditangan kami."
Mendengar jawaban itu Hoa In-liong tertawa serak. katanya lagi, "Baiklah,
bagaimanapun juga aku harus mengucapkan banyak terima kasih atas petunjukmu ini, jikalau aku
memang tak sampai mampus, tentu akan kuingat selalu budi kebaikan ini."
Si Nio mendengus dingin, tiba-tiba ia menuding ke arah Wan Hong-giok dan berkata
lagi, "Perempuan itu berjulukan Giok-kou-Niocu (perempuan cantik kaitan kemala ), dia
adalah seorang perempuan jalang yang sangat tersohor dalam dunia persilatan... sekalipun
aku ingin membinasakan dirimu, tapi aku tak menyaksikan kau hancur ditangan perempuan
rendah itu, bila percaya pada perkataanku maka janganlah berhubungan dengannya lebih baik lagi
kalau sekali tusuk kau bereskan nyawanya."
Baru saja perempuan bercodet ini menyelesaikan kata-katanya, mendadak tampaklah
sesosok bayangan hitam berkelebat lewat menyusul kemudian tanpa mengucapkan sepatah
katapun Wan Hong-giok menerjang tiba, kaitan kemalanya yang berwarna hijau dengan membiarkan
serentetan cahaya yang menyilaukan mata langsung mengurung sekujur badan
musuhnya. Menghadapi datangnya serangan yang amat gencar itu, Si Nio tertawa seram
bentaknya, "Perempuan anjing yang tak tahu malu, sekalipun ilmu silat lo-nio cuma biasa-
biasa saja, tapi untuk menghadapi manusia macam dirimu, masih belum terpandang sebelah matapun
bagiku!" Seraya membentak, pedang pendeknya diayun ke depan dan menyongsong tibanya
serangan kaitan kemala itu dengan jurus Ki-hweliau-thian (mengangkat obor membakar
langit). "Traaang... Traaaag " bentrokan demi bentrokan berkumandang tiada hentinya,
diantara deringan nyaring danpercikan bunga api, kedua belah pihak sama-sama telah
melancarkan tiga buah serangan berantai. Setelah lewat tiga gebrakan kedua belah pihak mulai sadar bahwa mereka telah
bertemu dengan musuh tangguh, maka merekapun lantas mengerahkan semua ilmu simpanan yang
dimilikinya untuk saling merebut posisinya yang lebih menguntungkan.
55 Selama dua orang perempuan itu bertarung sendiri, Hoa In-liong hanya bergendong
tangan sambil menonton dengan senyuman dikulum, ia tidak mencegah, pun tidak ikut
campur. Tiba-tiba terdengar Si Nio membentak keras, pedang pendeknya dibabat kemuka
untuk mengunci serangan kaitan kemala musuh. menyusul kemudian ia maju sambil
melepaskan cengkeraman maut dengan tangan kirinya.
Desingan jari tangan memekikkan telinga, hebat dan ganas serangan mendadak itu.
Wan Hong-giok tidak menyangka kalau pihak musuh telah melancarkan serangan
dengan jurus sehebat itu, ketika dilihatnya cakar setan yang hitam pekat, panjang dan runcing
itu tahu-tahu sudah mengancam di atas pinggangnya, ia jadi terkejut, untuk sementara waktu
posisinya jadi terdesak. ketenangan hatinya jadi buyar dan ia kelab akan setengah mati.
Menyaksikan kejadian tersebut, Hoa In-liong segera berseru dengan suara lantang,
"Hembusan angin menggoyangkan pohon liu, bulan purnama ada di angkasa.."
Begitu mendengar kata "hembusan angin", serentak Wan Hong-giok menggoyangkan
pinggangnya, senjata kaitan kemala yang mengayun ke atas persis bergerak dengan
gaya "Bulan purnama ada di angkasa", dengan begitu serangan maut yang dilancarkan Si Nio
itupun dapat dihindari dengan sangat gampang.
Sudah tentu Si Nio jadi marah sekali karena serangannya gagal, ia membentak
keras, "Bajingan cilik, kau punya rasa malu tidak?"
"HHaaah....haaahh....haaahhh..,.sayangkan rasanya kalau nona secantik ini harus mati
dalam usia, muda?" sahut Hoa In-liong sambil tertawa terbahak-bahak.
Mendengar jawaban itu, Si Nio mulai mempertimbangkan keadaan dihadapannya, ia
berpikir, "Jika bocah ini membantunya, sudah pasti aku tak akan berhasil untuk singkirkan
budak anjing itu dari muka bumi...."
Terbayang akan kelihayan musuhnya, semangat tempur perempuan bercodet ini jadi
kendor, dia pun lantas bermaksud untuk mengundurkan diri.
Berbeda dengan Wan Hong-giok, ia tampak merasa sangat bangga, senjata kaitan
kemalanya diayun berulang kali melancarkan serangkaian serangan berantai, ini memaksa Si
Nio harus mundur berulang kali ke belakang..
Dalam waktu singkat Wan Hong-giok sudah berada di atas angin, dengan jurus Gwat-
im-si-shia (bayangan bulan bergeser kebarat), cu-lian-to-cian (Menggulung naik kerai
mutiara) dan IHoaim-hud kiam (bayangan bunga menyapu pedang) senjata kaitan
kemalanya seperti gulungan
ombak disungai Tiang kang menggulung dan melanda keluar tiada hentinya.
Serangan-serangan gencar itu kontan saja mengurung Si Nio dalam kepungan, saat
itu dia hanya mampu bertahan tanpa berkekuatan untuk melancarkan balasan, lama-kelamaan
perempuan bercodet itu jadi naik darah, ia meraung, berteriak dan marah-marah besar.
Mendadak Wan Hong-giok membentak nyaring ia mengayunkan tangan kirinya ke depan,
sebatang jarum emas beracun secepat kilat menyambar ke muka dan mengancam tubuh
perempuan bercodet itu. 56 Si Nio berpekik nyaring, dia sampok rontok. jarum emas itu dengan pedang
pendeknya menyusul gerakan itu membabat ke depan membacok pergelangan tangan kiri sang nona.
"Traaang...." Wan Hong-giok segera menangkis bacokan pedang itu dengan kaitan
kemalanya, kemudian tangan kirinya kembali diayun ke depan.
Si Nio kuatir disergap dengan jarum beracun lagi, buru-buru dia bersih ke
samping untuk menghindarkan diri, siapa tahu kali ini Wan Hong-giok cuma menipu belaka, tiada
jarum beracun yang disambit keluar dengan gerakan itu.
Diam-diam Si Nio jadi mendendam karena tertipu, baru saja dia akan menyerang
lagi dengan pedangnya, tiba-tiba kilatan cahaya emas menyambar datang dari depan.
Sekarang tak sempat lagi bagi Si Nio untuk menangkis serangan kilat itu, apa
boleh buat terpaksa ia harus menjatuhkan diri ke atas tanah dan bergelinding ke samping.
Wan Hong-giok tertawa terkekeh, senjata kaitan kemalanya tiba-tiba disapu ke
udara dan menciptakan lapisan cahaya hijau yang tebal untuk mengurung sekujur badan lawan.
Paras muka Hoa In-liong berubah hebat, ia tak sangka kalau Wan Hong-giok
memiliki andalan lainnya kecuali ilmu kaitan Ciang cang-kau hoat-yang lihay itu.
Ketika dilihatnya posisi Si Nio sangat berbahaya dan jiwanya terancam, dengan
cemas dia lantas berkata, "Mengikat kaki sukma gentayangan, lima setan."
Dengan luka panah di atas tumitnya, gerak-gerik Si Nio ketika itu kurang leluasa
ketika menyaksikan bayangan kaitan menyelimuti angkasa dan ia tak mampu untuk menangkis
lagi, perempuan bercodet itu lantas mengira bahwa jiwanya bakal melayang. Maka sungguh
girang hatinya ketika secara tiba-tiba ia mendengar seruan, "Mengikat kaki sukma
gentayangan" itu, serta-merta pedang pendeknya dibabat ke muka membacok sepasang kaki Wan Hong-
giok sementara tangan kirinya seperti cakar setan mencengkeram pinggang nona itu.
Bacokan maupun cengkeraman itu semuanya cuma menggunakan jurus serangan yang
amat sederhana, tapi lihay setelah digunakan berbareng bukan saja dapat selamatkan
diri dari bahaya maut, dapat pula menyerang musuhnya, boleh dibilang serangan itu tepat dan manis
sekali untuk mematahkan ancaman dari sang nona baju merah.
Wan Hong-giok naik darah, ia merasa yaa mendongkol yaa gemas, segera teriaknya


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keras, "Kunyuk sialan sebenarnya siapa yang kau bantu?""
"Haaah haaah haaah maaf nona, aku tidak bernama kunyuk sialan, namaku adalah
Pek-khi " cepat Hoa In-liong membenarkan sambil tertawa. Wan Hoig-giok semakin marah,
teriaknya lagi, "Dari pada kau bantu perempuan jelek itu, mengapa tidak terjun sendiri kedalam
gelanggang?" "Nona manis, aku tak berpihak kepada siapa-siapa, tidak membantu satu pihak. aku
hanya bertindak untuk keadilan belaka," kata Hoa In-liong seraya tertawa.
"Traang... Traaang..." bentrokan- bentrokan nyaring kembali berkumandang memenuhi
angkasa, dalam bentrokan antara pedang dan senjata kaitan kali ini, tubuh kedua orang itu
sama-sama tergetar keras lalu mundur selangkah ke belakang, dengan begitu pertarunganpun
segera terhenti. 57 Wan Hong-giok lantas berpaling dan memandang sekejap si anak muda itu, kemudian
dia mengomel. "Hey orang she-Pek. apakah engkau tidak merasa sedikit kebingungan dengan
kejadian ini?""
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak. la tidak menjawab malahan pikirnya dalam
hati, "Ehmm memang kuakui Wan Hong-giok berparas cantik jelita, berperawakan padat dan
langsing, dia tak malu disebut perempuan cantik dengan daya tarik yang besar, tak aneh kalau orang
memberi julukan Giok-kou Niocu kepadanya...."
Berpikir sampai disini, tanpa terasa lagi dia mengerling penuh arti ke arah nona
itu dan mengamati potongan tubuhnya yang padat, ramping dan mempesonakan hati itu tanpa
berkedip. Kebetulan segulung hembusan angin harum berhembus lewat dan tercium oleh pemuda
itu. seperti orang yang mabok. Hoa In-liong kontan memuji, "Ehmmn....harum
menyegarkan......" Kembali ia mencium udara di sekitar tempat itu beberapa kali, kemudian gumamnya,
"Baju dalam, baju luar... pupur... gincu bunga... eehmm inilah bau bunga."
Sedikitpun tak salah, dibalik baju dalam Wan Hong-giok memang terdapat sekuntum
bunga, maka ketika nona itu melihat tebakannya tepat, dia lantas tertawa cekikikan,
kemudian sambil mengerling genit katanya, "Tajam benar penciumanmu, tak kusangka kau bisa
membedakan bau harum itu dengan tepat"
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak. tangan kirinya membenarkan letak pedang,
tangan kanan membetulkan bajunya lalu menjawab, "Haaahhh haaahhh... haaahhh... kalau kau
menanyakan tentang lain, aku pasti menyerah Tapi kalau soal perempuan... aku memang memiliki
kepandaian khusus" "Oooh... kiranya seorang ahli perempuan yang berpengalaman maaf, maaf."
Dalam hati Si Nio menyumpah setelah dilihatnya laki perempuan itu kembali main
mata sambil bercakap-cakap. mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya. ia lantas
berpikir, "Aduh celaka, kedua orang ini yang seorang adalah perempuan jalang yang cabul,
sedangkan yang lain adalah seorang jago bermain perempuan jikalau mereka sampai bekerja sama,
bukankah selembar jiwaku bakal melayang?"
Berpikir sampai disini hatinya jadi amat terperanjat maka tanpa memperdulikan
rasa sakit pada tumitnya lagi, dia segera melarikan diri terbirit-birit dari sana.
Menyaksikan perbuatan perempuan bercodet itu baik Hoa In-liong maupun Wan Hong-
giok saling berpandangan dan tertawa tergelak. saat itu juga sikap permusuhan diantara
mereka berduapun tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Dalam pada itu sinar sang surya telah memancar di empat penjuru, suasana disana
sepi hening dan tak nampak sesosok bayangan manusia.
Setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu Hoa In-liong lantas tertawa dan
berkata, "Kini tinggal kita berduaan."
"Kalau berduaan lantas mau apa?" sahut Wan Hong-giok dengan lirih, meski
wajahnya telah berubah jadi merah jengah.
58 "Mau apa" Tentu saja berbicara dari hati ke hati," sahut si anak muda itu cepat.
Wan Hong-giok tertawa manis, berhadapan dengan Hoa In-liong yang gagah dan
romantis ini, entah apa sebabnya jantung terasa berdebar keras suatu perasaan jengah yang
belum pernah muncul dari hatinya mendadak menyelimuti diri nona itu.
Ia agak tertegun, tapi akhirnya dengan muka termangu dia meloncat naik ke atas
punggung kudanya. " Engkau akan pergi nona?" tegur Hoa In-liong dengan alis mata berkenyit
suaranya tajam. Wan Hong-giok tertawa dan mengangguk namun ia tetap membungkam tanpa menjawab.
Hoa In-liong segera memutar sepasang biji matanya sambil tertawa merdu katanya lagi,
"Nona, aku lihat kudamu ini adalah seekor kuda jempolan, bila kau larikannya kencang-
kencang niscaya aku tak akan mampu menyusulmu lagi.."
Wan Hong-giok tertawa, dengan penuh kasih sayang ia membelai bulu surai kuda
merahnya itujalu menjawab, "Kuda ini memang termasuk sejenis kuda jempolan dari
jenis yang istimewa, meski banyak kuda jempolan dalam dunia persilatan, tapi tiada seekor pun
diantaranya yang sanggup menandingi kehebatan kuda merahku ini...." Hoa In-liong tersenyum.
"Nona kau bernama Hong-giok. gemar memakai busana merah, gemar pula menunggang
kuda jempolan, suatu perpaduan yang amat serasi, kecantikan kegagahan nona pasti akan
menjadi berita hangat dalam dunia persilatan..."
Perempuan mana yang tak suka dipuji" Wan Hong-giok merasakan hatinya jadi manis
dan gembira, meski tidak berbicara apa-apa namun senyumnya cukup mempesonakan hati.
Serta-merta tempat duduknya bergeser ke depan dan menyisihkan separuh bagian
pelananya menjadi kosong, tampaknya ia memang sengaja memberikan tempat itu untuk Hoa In-
liong. Dengan langkah lebar Hoa In-liong menghampiri si nona cantik itu, lalu bertanya
sambil tertawa, "Nona, siapa nama kuda jempolanmu ini?"
"Dia bernama Hong-ji," sahut Wan Hong-giok sambil memandang awan merah
diangkasa, lirih sekali suaranya SUATU senyum misterius tiba-tiba menghiasi wajah Hoa In-liong, seperti orang
baru mengerti ia berkata, "Oooh..... Jadi nona memanggil kuda itu sebagai Hong-ji" Tapi kalau
menurut perasaan saya kuda jempolan berbulu merah darah semacam ini lebih pantas kalau dinamakan
Liong-ji." Menyinggung soal "Liong-ji" tiba-tiba kuda merah itu mendepak-depakkan kaki
sebelah depannya ke atas tanah dan meringkik panjang seperti kegirangan, hampir saja gerakan
tersebut mementalkan tubuh Wan Hong-giok jatuh dari atas pelana kuda.
Wan Hong-giok berteriak kaget, dalam gugupnya cepat dia goyangkan pinggul dan
bersalto beberapa kali sehingga kakinya berhasil mencapai permukaan tanah dengan selamat,
untung tidak sampai terbanting keras.
Terdengar seorang tertawa terbahak-bahak menyusul kuda itu meringkik panjang,
diantara derak kaki kuda dan suara keleningan yang tajam sesosok bayangan merah bagaikan
gulungan puyuh telah meluncur ke depan. 59 Pada mulanya Wan Hong-giok agak tertegun menyusul kemudian la jadi malu
bercampur gusar, air mata sampai bercucuran membasahi pipinya sambil mendepak-depak kakinya ke
atas tanah teriaknya dengan lantang, "Manusia she-Pek, kau seorang laki-laki tulen atau
bukan?" Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, kuda merah itu lari bagaikan terbang, dalam
sekejap mata mereka sudah mengitari tanah perbukitan itu satu kali dan berlari ke tempat
semula. "Nona manis, kau tak boleh menyalahkan aku," demikianlah pemuda itu seru sambil
tertawa. "Kalau ingin menyalahkan, maka salahkanlah saja Hong-ji mu itu."
Kembali dia membelokan kudanya itu untuk berlarian menuju ke arah sebelah timur.
Air mata yang bercucuran membasahi wajah Wan Hong-giok seperti hujan gerimis ia
berteriak serak, "Bocah keparat, walaupun ini hari aku harus mengorbankan selembar jiwaku,
tak nanti akan kubiarkan kau si keparat busuk berhasil melarikan diri dari sini!"
Dia melompat ke depan, kemudian menerkam si anak muda itu dengan garangnya.
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, gelaknya, "Haaah....haaaah....haaaah nona
manis, galak amat kamu ini Kalau begini galak. siapa yang berani mempersunting dirimu?""
Tangan kirinya dikebaskan ke muka, dan tahu-tahu ia sudah cengkeram pergelangan
tangan Wan Hong-giok. Merasakan tangannya dicengkeram, nona baju merah itu menggertak giginya, kaitan
kemalanya ditekan ke bawah dan langsung membacok batok kepala lawannya.
Apa mau dikata cengkeraman Hoa In-liong amat kencang, mendadak terasalah
segulung tenaga besar mengalir masuk lewat lengan kirinya dan sekejap mata menyebar ke seluruh
penjuru tubuhnya seketika itu juga Wan Hong-giok merasakan sekujur badannya jadi lemas
tak bertenaga, dan tahu-tahu senjata kaitan kemala yang berada di tangan kanannya
sudah kena dirampas pula oleh pemuda tersebut.
Dalam pada itu kuda jempolan berbulu merah itu masih berlarian dengan cepatnya,
Hoa In-liong duduk mantap di atas pelananya sambil tertawa tergelak tiada hentinya, dengan
demikian tubuh Wan Hong-giok yang kena dicengkeram pun ikut terseret oleh larinya kuda itu
hingga terbawa jauh ke depan. Mendadak si anak muda itu menyentak tubuh nona baju merah itu ke udara, setelah
diputar satu dua kali di angkasa siap melemparkan tubuhnya ke depan.
Sejak dilahirkan sampai saat itu, belum pernah Wan Hong-giok mendapat penghinaan
dan perlakuan kasar seperti saat ini, ia jadi malu, sedih bercampur marah, air mata
yang bercucuran semakin deras lagi. Berada dalam keadaan seperti ini, hanya ada satu ingatan saja dalam benaknya,
yakni bunuh diri dan cepat-cepat melepaskan diri dari cengkeraman musuh, lebih baik lagi kalau
bisa mampus dihadapan " keparat- busuk" yang mengaku she-Pek ini.
Sebelum tubuh si nona baju merah itu terlempar ke depan, mendadak satu ingatan
terlintas dalam benak pemuda itu, ia segera membatalkan niatnya itu, mendadak lengannya
disentakkan ke bawah dan melemparkan tubuhnya ke atas pelana tepat di belakangnya.
60 Menghadapi kejadian seperti ini, Wang Hong-giok kelihatan agak tertegun, tiba-
tiba sambil menggertak gigi ia totok jalan darah Leng-thay-niat di tubuh Hoa In-liong dengan
jari tangannya yang kaku bagaikan sebatang tombak.
Jalan darah Leng-thay-hiat letaknya berada di atas punggung, padahal waktu itu
mereka menunggang satu kuda dan duduk di atas satu pelana, bukan pekerjaan yang susah
bagi si nona itu untuk menotok jalan darah di punggung orang.
Apa mau dikata seolah-olah Hoa In-liong mempunyai mata dibelakang kepalanya,
baru saja ia menotok jalan darah tersebut, sikut kanannya sudah menyodok ke belakang dan
menumbuk di atas pinggang Wan Hong-giok.
Dan satu hal yang lebih hebat lagi, ternyata sodokan tersebut dengan telah
menghajar jalan darah tertawa siiu-yau-hiat dari nona itu,
Sekujur badan Wan Hong-giok gemetar keras, kontan badannya jadi lemas tak
bertenaga, tak kuasa lagi ia tertawa tergelak dengan kerasnya...
Hoa In-liong yang binal tidak berhenti sampai disitu saja, dasar ia paling suka
menggoda kaum wanita, begitu sang nona tertawa tak hentinya, ia lantas menarik tubuhnya ke
depan dan mendudukkannya di depannya, kemudian ditaboknya pantat si nona keras-keras.
Diperlakukan seperti ini, Wan Hong-giok hanya bisa menangis sambil tertawa,
teriaknya dengan parau, "Orang she-Pek. hati-hati saja kau, bila terjatuh ketanganku, nonamu akan
membeset kulit badanmu daa membetot keluar otot-otot badanmu agar kau menderita lebih
hebat" "Haaaah....haaaahh,...haaaahh..,." Hoa In-liong tertawa tergelak, keras dan nyaring
suaranya, "mau beset kulit membetoti otot terserah padamu, dan urusan itu kan urusan
dikemudian hari, yang pasti pada saat ini kau adalah seorang begal kuda. maka saya harus baik-
baik menabok

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pantatmu yang bulat ini."
Benar juga, pemuda itu lantas menghajar pantat Wan Hong-giok tiada hentinya.
Oleh sebab jalan darah siau-yan-hiatnya tertotok. Wan Hong-giok tertawa terus
tanpa bisa berhenti, ia jadi malu bercampur marah, apalagi setelah mendengar tuduhan sang
pemuda yang mengatakan dia sebagai seorang "Begal kuda" kemarahan langsung berkobar,
teriaknya dengan nada marah, "Bocah busuk! Siapakah yang menjadi begal kuda" Hayo cepat turunkan
aku, nona hendak menuntut suatu keadilan darimu!"
Sewaktu mengucapkan kata-kata itu, Wan- Hong giok menggigit bibirnya kencang-
kencang, seakan akan ia merasa sangat penasaran dengan tuduhan tersebut. Hoa In-liong
jadi terperanjat diapun lantas berpihir, "Aneh benar liong-be milikku ini sangat pintar dan
mengerti percakapan manusia, sampai sekarangpun masih kutinggal dalam rumah penginapan, kalau bukan
dicuri olehnya, dari mana bisa sampai disini?"
Haruslah diketahui, meskipun Hoa In-liong itu binal dan tak pakai aturan, namun
kecerdikan otaknya setingkat lebih hebat daripada orang lain, kalau bukan lantaran begitu
tak nanti Bun Thay kun akan membebankan tugas yang sangat berat ini kepadanya.
Ketika bertemu dengan "Liong-ji" miliknya tadi, bukan saja ia sudah mengenali
kembali bahwa kuda merah itu adalah kuda miliknya, bahkan diapun menaruh curiga bahwa Wan
Hong-giok adalah sekomplotan dengan musuh-musuhnya.
61 Sebab kemunculan nona baju merah itu bertetapan waktunya ketika ia terkurung dan
pemanahpemanah gelap baru saja melarikan diri dari sana, ia lantas curiga kalau
jejaknya sudah ketahuan orang dan rumah penginapannya telah diserbu musuh.
Sebab itulah kemunculan Wan Hong-giok dengan menunggang kuda Liong-jinya sebera
dianggap sebagai musuh, kalau tidak demikian, tentu saja nona itu tak akan melepaskan Si
Nio dan majikannya dengan begitu saja.
Tapi sekarang, Wan Hong-giok menunjukkan sikap yang seakan-akan merasa sangat
penasaran, sikap semacam itu dengan cepatnya menyapu kembali semua pendapatnya semula,
karena tak dapat memecahkan masalah tersebut maka untuk sesaat dia malahan tertegun
dibuatnya. Terdengar Wan Hong-giok berteriak kembali dengan suara serak, "Keparat busuk.
kau bernyali tidak" Kalau bernyali hayo cepat bebaskan jalan darah nonamu yang tertotok"
Hoa In-liong tidak segera menjawab kembali dia berpikir, "Kalau toh Liong-ji
bukan dicuri olehnya, tentu dia tahu apa sebabnya Liong-ji bisa kabur keluar dari rumah
penginapan, atau mungkin juga ia berhasil mendapatkannya dari tangan orang lain" Kenapa tidak
kulepaskan saja nona ini agar bisa dimintai keterangan yang lebih mendalam lagi?""
Berpikir sampai disitu, cepat dia menepuk jalan darah ditubuh Wan Hong-glok dan
membebaskan dirinya dari pengaruh totokan tersebut.
Begitu terbebas jalan darahnya yang tertotok Wan Hong-giok segera meloncat
bangun, kemudian sambil menuding anak muda itu teriaknya, "Hayo bicara, siapakah yang
kau tuduh sebagai begal kuda" Beri keterangan yang sejelas-jelasnya kepadaku."
Air matanya belum mengering, tapi matanya sudah melotot besar, bibirnya
mencibir, sikapnya yang lagi kheki dan mendongkol itu mendatangkan suatu daya pesona yang lain
daripada yang lain, membuat nona itu kelihatan lebih menawan dan lebih segar rasanya.
Hoa In-liong gembira sekali sambil memicingkan matanya dan memperhatikan nona
itu tanpa berkedip sahutnya sambil tertawa. "Masa engkau bukan begal kuda?"
Kontan Wan Hong-giok menyeka air matanya dan langsung berteriak marah.
"Bagus, Bagus sekali Kau berani menuduh orang baik-baik sebagai begal kuda" Nona
akan beradu jiwa denganmu."
Telapak tangannya disertai desingan angin pukulan yang amat kencang langsung
diayun ke depan dan menghajar dada Hoa In-liong.
Si anak muda itu menyentak tali les kudanya dengan cekatan, berhasil melepaskan
diri dari ancaman tersebut, sambil tertawa ia lantas berkata lagi, " Wajahnya memang
cantik, perawakan tubuhnya memang menarik sayang nona secantik itu nyatanya seorang pencuri" Ooooh
sayang, sayang Meski sauya mempunyai perasaan kasihan terhadap kaum lemah, apa daya
kalau nona yang lemah adalah seorang begal" Kalau tidak diberi hukuman, apa jadinya di
akhir masa...?" Wan Hong-giok semakin naik pitam, bukan saja lantaran serangannya mengenai
sasaran kosong terutama setelah mendengar tuduhan dari sang pemuda yang bersikeras mengatakan
dia sebagai "begal", serangannya makin bertubi tubi, seperti hujan deras dia
lepaskan berpuluhpuluh buah pukulan berantai yang semuanya ditujukan pada jalan
darah penting di sekujur badan pemuda itu. 62 "Bocah binal, sekalipun harus mempertaruhkan selembar jiwaku hari ini nonamu
akan merobek dan mengoyak mulut busukmu yang berbau gombal itu....!" sumpahnya dengan gemas.
Meski di bibir Hoa In-liong selalu berkata akan "memberi hukuman yang setimpal",
namun kenyataannya dia hanya berkelit dan menghindar terus tanpa membalas.
Akhirnya timbul juga sifat binalnya, ia tidak lagi berusaha untuk menanyakan
dari mana nona itu dapatkan kuda "Liong ji" nya malahan sambil berkelit godanya seraya tertawa,
"Hoore.... betul, ucapanmu memang tepat, sudah lama bibirku ini tak pernah mencium bau gincu dan
pupur, lebih baik kau koyak-koyak saja sehingga tak sampai mengilar dan kehausan sampai tak
bisa ditahan lagi...." Merah padam wajah Wan Hong-giok setelah mendengar perkataan itu, ia membentak
lalu menerjang ke muka bagaikan burung walet, sambil menerkam ke tubuh Hoa In-liong
makinya, "Jangan mengaco belo terus, Nih Coba rasain dulu kelihayan dari jari tanganku."
Lengan kirinya berputar setengah lingkaran, lengan kanan tiba-tiba menerobos
keluar dari balik lingkaran bayangan itu dan menyodok ke muka langsung mengancam wajah sang
pemuda. Hoa In-liong terbahak-bahak. la miring ke samping untuk meloloskan diri dari
ancaman tersebut, menyusul mana lengan kirinya digaet ke depan dan merangkul tubuh Wan Hong-giok
sehingga terjatuh kedalam pelukannya.
"Haaahhh haaahhhh....haaahhh.... meski jari tanganmu lentik dan menarik hati, aku
rasa lebih sedap mencium bau harumnya gincu," katanya dengan cepat, " biarlah kucicipi saja
harumnya gincu itu." Pelukannya segera diperkencang, disusul dia tundukan kepalanya dan mencium bibir
Wan Honggiok. Sungguh terkejut tak terkirakan nona baju merah itu menghadapi sergapan yang tak
terduga itu, bibirnya terbuka hendak menjerit, apa mau dikata sebelum jeritannya
berkumandang, bibir Hoa In-liong bagaikan harimau kelaparan sudah menempel di atas bibirnya.
Sebagaimana diketahui semenjak kecil Hoa In-liong sudah terbiasa hidup diantara
kerumunan kaum nona, soal peluk memeluk dan cium mencium siiih, merupakan keahlian khusus
baginya, tak heran kalau semua gerak-geriknya di saat ini begitu luwes dan terlatihnya
hingga tak nampak kegugupan maupun kepanikan.
Baru saja Wan Hong-giok tertegun, tiba-tiba ia merasakan munculnya lidah lawan
seperti seekor ular lintah menggelitiki masuk ke dalam bibirnya, kenyataan ini membuat darahnya
mengalir makin kencang dan jantungnya berdebar keras, dia ingin menampik, apa daya lemas
tak bertenaga, seakan-akan dara itu kehabisan tenaga saja maka akhirnya diapun
pasrah. Meski Wan Hong-giok tersohor sebagai Giok-kou-Niocu, hakekatnya dia masih
seorang perempuan tulen, jangan dilihat tingkah lakunya agak genit dan tak menurut adat
namun soal peluk memeluk apalagi dalam hal cium mencium boleh dibilang belum pernah
dilakukan olehnya. Tidaklah heran kalau ia jadi gugup dan kelabakan setelah menghadapi kejadian
yang mengejutkan hatinya ini. 63 Bibir seorang dara dikatakan paling sensitif itu memang benar sebab dari sanalah
birahi seorang dara gampang ditimbulkan apalagi bila tersentuh oleh bibir lawan jenisnya.
Masih mendingan bila Wan Hong-glok hanya bertemu dengan laki-laki biasa apa
lacur Hoa Inliong adalah seorang ahli perempuan yang berpengalaman ujung
lidahnya yang menggelitik,
gelitik bibir nona itu seketika mendatangkan suatu perasaan yang aneh sekali
bagi Hong-giok. Serta-merta timbul pula suatu perasaan aneh yang belum pernah dijumpai
sebelumnya, maka tak kuasa lagi ia balas menjulurkan lidahnya dan saling menggelitiki dengan
lidah lawan lama kelamaan timbullah suatu perasaan yang kian lama kian bertambah nyaman.
Mendadak......dikala Wan Hong-giok sudah benar-benar kesemsem dan dibuat lupa
daratan oleh permainan "unik" tersebut, Hoa In-liong menarik kembali lidahnya sambil
mendorong nona itu ke-belakang, sesudah itu ujarnya sambil tertawa, "Ehmm,,.nona Wan, gincumu
memang berbau harum, aku betul-betul merasa amat beruntung bisa mendapat kesempatan untuk
menikmati keharuman lidah nona."
Mula-mula Wan Hong-giok agak tertegun, menyusul kemudian ia merasa gemas
bercampur kheki, langsung dia ayun kepalannya untuk memukul. "Kau...kau..." serunya gemas.
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak. dengan mudah dia tangkap sepasang kepalan
nona itu, kemudian katanya lagi, "Nona tak usah marah, baik luar maupun dalam aku betul-
betul seorang keparat busuk yang tulen, sekarang semestinya nona terangkan padaku dari mana
kau dapatkan Hong-ji ini?"" Diperlakukan seperti ini oleh seorang pemuda asing, Wan Hong-giok merasa yaa
marah ya kheki juga, kalau bisa dia ingin menjotos pemuda itu sehingga gepeng seperti kueh
apem, tapi sayang kungfunya tak mampu menangkan lawannya, maka ia cuma bisa menahan hawa amarahnya
belaka. " Keparat busuk" makinya marah-marah, "Sekali keparat busuk. selamanya kau
memang keparat busuk. mau apa kamu?" Hoa In-liong tersenyum.
"Nona mempunyai sepasang mata yang jeli, dan lagi memperlakukan istimewa
terhadap seorang keparat busuk macam aku, sekalipun aku kasar dan tak becus, perlakuan apa yang
bisa kulakukan terhadap nona" Aku tidak meminta yang berlebihan, hanya sudilah
kiranya nona bersedia untuk menerangkan kepadaku, darimana kau dapatkan Hong-ji ini, maka
pemberitahuan nona itu akan membuat aku melasa amat berterima kasih"
Wan Hong-giok yang sudah mendongkol semenjak tadi, tiba-tiba melejit kemudian
menumbuk ke dada Hoa In-liong. Jilid 04 ANAK muda itu tak menyangka kalau nona tersebut bakal melakukan gerakan senekad
ini cepat ia jatuhkan diri ke belakang, menggunakan kesempatan itulah Wan Hong-giok lantas
menyambar senjata kaitan kemala yang bergantung di atas pelana, sambil melompat turun dari
punggung kudanya ia berteriak, "Orang she-Pek, engkau terlalu menghina orang, jangan
dianggap nonamu bisa dipermainkan dengan seenaknya Hmm Memangnya kau anggap karena ilmu silatku
tak menangkan kau, maka kau lantas dapat mempermainkan diriku, dengan seenaknya"
Sampai matipun aku tak akan melepaskan kau dengan begitu saja."
Senjata kaitannya segera diayun sambil menubruk ke depan, cahaya hijau bayangan
merah secepat sambaran kilat menerkam ke depan dan langsung menusuk lambung Hoa In-
liong. 64 Berbicara yang sesungguhnya, betapa tinggi nilai bibir dari seorang nona, tapi
sekarang bibir yang berharga itu telah dicium Hoa In-liong sepuas-puasnya, kesemua itu boleh
dibilang muncul karena kerelaan hatinya, kendati begitu kejadian tersebut cukup membuat sang
nona jadi merah jengah dan berdebar hatinya.
Tapi sekarang, setelah Hoa In-liong puas menciumi bibirnya, dia malahan menuntut
terus kepadanya untuk menerangkan asal-usul Hong-ji, hal ini sama artinya seakan-akan
ia menuduh bahwa asal-usul Hong-ji sangat mencurigakan dan ada kemungkinan adalah barang
curian, dalam malu dan marahnya tak heran kalau Wan Hong-giok jadi nekat dan ingin
beradu jiwa.

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hoa In-liong sendiri terlalu yakin akan ilmu silatnya sendiri yang dianggapnya
lebih hebat dari kungfu Wan Hong-giok. ditambah pula wataknya yang binal, maka ketika Wan Hong-
giok berhasil merampas senjata kaitannya dan melompat turun dari pelana, ia tak
terlalu memperhatikan, menanti nona itu menerjang datang sambil menyerang secara kalap.
ia baru merasa amat terperanjat. Garang dan nekat sekali serangan-serangan dari Wan Hong-giok, bayangan senjata
menyelimuti angkasa sampai berlapis-lapis banyaknya, sementara Hoa In-liong- masih terkejut,
tahu-tahu desingan angin tajam telah tiba di depan mata.
Dalam keadaan begini, ia tak berani gegabah lagi, sekali menjejak permukaan
tanah, tubuhnya lantas melejit dan bersalto beberapa kali di udara, kemudian melayang turun
beberapa kaki jauhnya dari tempat semula.
Kendatipun cukup cepat ia menghindar, namun terlambat juga gerakan itu "Breet!"
tahu-tahu baju bagian dadanya tersambar hingga robek sebagian, untung tak sampai melukai
badannya. Wan Hong-giok tidak puas dengan hasil serangannya itu, ia melayang ke muka,
kemudian membacok lagi batok kepala Hoa In-liong dengan jurus Ciong-eng-po-toh (burung
elang menubruk kelinci). Desingan angin tajam menderu- deru dan memekikkan telinga, hebat dan ganas
ancaman tersebut. Waktu itu Hoa In-liong baru saja berdiri tegak, tatkala menyaksikan tibanya
serangan dengan cahaya hijau yang tajam dari atas udara, cepat-cepat dia menyingkir selangkah ke
samping untuk menghindarkan diri.
Sekarang anak muda itu pun sudah tahu kalau Wan Hong-giok benar-benar telah
gusar, berbicara soal ilmu silat kendatipun dia harus bertarung dengan tangan kosong
belaka, pemuda itu tak akan jeri menghadapi Wan Hong-giok yang bersenjata kaitan, dasar mata
keranjang dan suka perempuan Hoa In-liong tak ingin sungguh-sungguh bermusuhan dengan nona
itu. Maka ketika serangan menggulung tiba lagi, ia tidak menghindarkan diri malahan
sambil membenarkan bajunya menjura dari kejauhan.
"Nona, jangan marah dulu Dengarkanlah perkataanku." pintanya setengah memohon.
"Tidak Aku tak sudi mendengarkan perkataanmu!" teriak Wan Hong-giok sambil
marah-marah. Kembali kaitan kemalanya dibabat ke depan seperti jaring langit dengan jurus
Giok-cong-seng-cui (tenda kemala menyelimuti jagad). Cepat Hoa In-liong berkelit ke samping,
kembali dia menjura 65 sambil memohon, "Nona, anggap aku yang telah berlaku kasar terhadap nona cantik,
terimalah permintaan maafku ini."
Padahal berbicara sesungguhnya, diapun tahu bahwa ilmu silat dari Hoa In-liong
berlipat kali lebih tinggi dari kepandaiannya, jika ia ingin merobohkan musuhnya maka
perbuatan itu boleh di bilang sukar sekali. Ditambah pula Hoa In-liong berparas tampan diam-diam ia sudah terpesona oleh
kegagahan lawannya, maka andaikata ia disuruh membacok pemuda itu secara sungguh-sungguh,
belum tentu ia tega untuk melukainya.
Maka setelah dilihatnya Hoa In-liong beberapa kali menjura sambil meminta maaf,
hawa amarahnya sudah berkurang beberapa bagian, ia tidak menyerang lagi, sebaliknya
sambil bertolak pinggang membentak, "Hmm Kau anggap urusan ini dapat diselesaikan
dengan begini saja" Hayo cabut keluar pedang mustikamu, dan tentukan siapa yang lebih tangguh
nonamu." Wan Hong-giok merasa agak jengkel juga setelah beberapa kali serangannya tidak
mencapai sasaran. Yang benar, ia jadi nekad dan menyerang secara membabi buta lantaran rasa
mangkel dan penasarannya tak tersalur keluar, selain itu diapun mendapat perlakuan kasar
dari sang pemuda, maka dalam malu dan jengkelnya ia jadi marah.
Hoa In-liong cukup berpengalaman dalam menghadapi kaum nona, dan diapun cukup
memahami watak-watak dari kaum hawa, perkataan tersebut diapun segera tahu bahwa
kegusaran dalam hati Wan Hong-giok sudah berkurang sebagian. Cepat-cepat dia menjura lagi sambil
berkata, "Ilmu silat milik nona sangat lihay, aku tahu bahwa kepandaianku bukan tandingan
nona, apa gunanya kita bertarung lagi untuk menentukan siapa yang lebih unggul?"
"Hmm Kau anggap aku rela membiarkan diriku dianiaya seenaknya olehmu...?" teriak
Wan Honggiok sambil mendengus.
Dalam hati Hoa In-liong merasa geli, tapi di luaran ia menjura lagi dengan wajah
bersungguhsungguh sambil berkata, "Manusia kan bukan rumput atau kayu yang tak
berperasaan, masakah aku bisa melupakan cinta kasih nona" Paras nona cantik jelita bak bidadari dari
kahyangan, bisa mencium nonapun sudah merupakan suatu keuntungan yang tak terkirakan bagiku,
masa pembuatan ini dianggap sebagai suatu penganiayaan?"
Merah padam wajah Wan Hong-giok setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan
manja. "Hmm Enak benar kalau bicara, coba jawab kenapa kau menuduh aku telah mencuri
kudamu." Hoa In-liong segera berpura-pura gugup, sahutnya, "Harap nona jangan menganggap
sungguhan ucapanku itu, kau toh tahu bahwa aku suka bergurau" Jangan nona anggap
ucapanku tadi serius"
Menyaksikan sikapnya yang gugup dan serba tak menentu itu, Wan Hong-giok segera
berpikir pula dalam hati, "Aaaai, orang ini benar-benar aneh dan binal, tentunya ia sudah
terbiasa dengan wataknya sedari kecil, bila aku mesti bersungguh-sungguh terhadap dirinya, nihil
juga akhirnya." Berpikir demikian lenyaplah sudah semua amarahnya, tapi untuk menjaga gengsi ia
tak sudi menunjukkan perubahan sikap secepat itu, sambil mencibirkan bibirnya kembali ia
mendengus. 66 "Hmm Kau anggap nonamu bisa dipermainkan seenaknya" Hari ini kau harus
memberikan keadilan kepadaku." Sikap Hoa In-liong yang sebentar bersungguh-sungguh sebentar tidak ini
sebenarnya terselip tujuan tertentu, sungguh girang hatinya ketika ia lihat siasatnya termakan, maka
sambil maju ke depan ujarnya, "Nona, simpan dulu kaitan kemalamu itu, bagaimana kalau kita
bicarakan persoalan ini secara perlahan-lahan?"
Setibanya di hadapan Wan Hong-giok. dia ambil oper senjata kaitan itu dan
menggantungkan di atas pelana, semua gerak-geriknya lembut tapi cekatan seperti orang yang
ketakutan, seperti juga orang yang bersungguh-sungguh, tapi sikapnya itu justru mendatangkan suatu
daya pikat yang istimewa dalam pandangan nona baju merah itu.
Benar juga, Wan Hong-giok segera merasakan jantungnya berdebar keras, ia merasa
pemuda itu makin menarik dan mempesonakan hatinya, sehingga tanpa terasa lagi dia
mengerling sekejap ke arah pemuda itu.
Indah sekali kerlingan mata nona tersebut, apalagi oleh seorang dara cantik
jelita yang berperawakan menawan hati, melihat itu Hoa In-liong merasa kegirangan, serta-
merta gerakgeriknya lebih lembut dan lebih bersungguh-sungguh.
Menggunakan kesempatan itu dia maju menghampiri sang nona dan merangkul pinggang
yang lembut, kemudian bisiknya lirih, "Nona, mari kita duduk disana, kita berbicara
lagi di tempat yang rindang itu." Wan Hong-giok yang pinggangnya dirangkul seketika merasa adanya aliran listrik
yang menembusi semua organ tubuhnya, nona itu berdebar keras dan tak tahu musti gugup
atau bergirang hati. Dengan wajah tersipu ia coba menggeliat, tentu saja menggeliat secara pura-pura,
lalu sambil mengerling genit omelnya, "Aaah, bagaimana sih kamu ini" Bersikaplah sok sopan,
aku toh bukan kekasihmu, kenapa kau rangkul aku sekencang ini?"
Dalam hati Hoa In-liong merasa geli, namun ia tidak mengucapkan sepatah katapun,
dengan masih merangkul nona itu mereka berjalan menuju ketepi sebuah batu gunung.
Hawa khas dari seorang laki-laki membuat Wan Hong-giok serasa mabuk. la merasa
tubuhnya jadi hangat dan nyaman, enggan rasanya untuk menampik rangkulan tersebut, ta
sadar dia mengikuti juga kepergian pemuda itu untuk duduk di tepi batu cadas.
Sekalipun sudah duduk Hoa In-liong masih juga merangkul pinggangnya namun ia
tidak melakukan tindakan selanjutnya, kecuali memandang wajah nona itu sambil
tersenyum. Ditatap lekat-lekat oleh pemuda setampan itu merah juga selembar wajah Wan Hong-
giok serunya dengan suara tersipu-sipu, "Eeeh, kamu ini benar-benar tak sopan, kenapa
merangkul melulu tanpa berbicara?"
"Nona terlampau cantik, aku jadi terkesima rasanya," sahut sang pemuda sambil
tertawa. Tidak menunggu Wan Hong-giok melanjutkan kata-katanya sudah menghela napas panja
sambil berkata lagi, "Nona, tahukah engkau bahwa aku sedang berada dalam keadaan
bahaya?" 67 "Apa sangkut pautnya urusanmu dengan aku" Kenapa engkau menuduhku sebagai begal
kuda?" tukas sang nona dengan dahi berkerut.
Hoa In-liong gelengkan kepalanya berulang kali.
"Jangan nona anggap serius perkataanku itu," katanya, "aku hanya bergurau saja
denganmu." "Hmm Dan kau ingin minta maaf kepadaku agar aku bisa mengampuni dirimu?"" Hoa
In-liong tertawa getir. "Bergembiralah hatiku bila nona bersedia mengampuni aku, tapi kalau nona tidak
sudi memberi ampun, terpaksa aku harus menantikan hukumannya," ia menjawab.
Wan Hong-giok betul-betul dibuat kehabisan akal menghadapi pemuda itu, akhirnya
setelah termenung sebentar sahutnya, "Baiklah Coba kau terangkan dulu kesulitan dan mara
bahaya apakah yang sedang kau hadapi?"
"Aku sedang melaksanakan suatu tugas yang sangat berat, setiap saat aku harus
berjaga-jaga terhadap sergapan musuh yang ingin mencelakai jiwaku."
"Aku lihat usiamu sebaya dengan aku, tugas berat apa yang sedang kau lakukan"
Harus berjaga jaga pula terhadap sergapan dari siapa?"" Hoa In-liong menghela nafas panjang,
ia menjawab, "Tiap orang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda, sejak kecil nasibku
jelek, sekarang aku punya rumah tapi tak bisa kembali, akupun tak tahu pula siapa musuh besarku,
setiap hari harus luntang-lantung tanpa tujuan sambil berjaga-jaga atas sergapan musuh yang
akan mencelakai jiwaku betapa menderitanya aku ini."
Pemuda itu tak tahu siapa gerangan Wan- Hong giok ini, dan diapun kuatir kalau
nona baju merah ini adalah satu komplotan dengan musuhnya maka ia berusaha untuk
merahasiakan asalusul dengan mengarang suatu cerita bohong yang melukiskan
betapa sengsara dan menderitanya kehidupannya selama ini.
Wan Hong-giok merasa simpatik dan ikut beriba hati oleh nasib jelek pemuda itu,
tanpa terasa ia bergumam seorang diri, "Musuh dalam kegelapan dan kita ada ditempat terang,
untuk menjaga diri memang susah rasanya."
"Benar" sambung Hoa In-liong, "coba bayangkanlah nona, kemarin malahan kudaku
ini masin berada dirumah penginapan, tapi sekarang tiba-tiba nona memakainya untuk datang
kemari, setelah menyaksikan kesemuanya ini, bagaimana aku tidak kuatir kalau rahasiaku
sudah bocor dan ketahuan musuh...."
"Jadi kalau begitu, kau telah menganggap aku sebagai musuhmu?" seru Wan Hong-
giok tertegun. "Waktu berjumpa untuk pertama kalinya tadi aku memang curiga," sahut pemuda itu
berterus terang, "tapi sekarang aku sudah mengerti."
Wan Hong-giok tak dapat memberi penjelasan maka ia segera membantah dengan
lantang. "Aku tak mungkin adalah musuhmu, kuda ini kudapatkan karena hadiah dari orang lain."
"Aku mengerti," sahut Hoa In-liong sambil mengangguk, "dan aku curiga kalau
orang yang menghadiahkan kuda ini kepadamu itulah musuhku."
68 Wan Hong-giok tertegun, lama sekali ia baru berseru, "Aaah, tak mungkin sebab
orang itu adalah

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suhengku sendiri." Hoa In-liong pun tersenyum.
"Kalau begitu kakak seperguruanmu itulah si begal kuda yang kumaksudkan..."
Baru saja ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba terdengar seseorang membentak
dengan penuh kegusaran, "Bocah keparat, jangan sembarangan menuduh, bicaralah yang agak tahu
sopan." Suara itu muncul dari belakang mereka, meski demikian Hoa In-liong tidak nampak
gugup atau terkejut, ia malahan berkata dengan tawa, "Saudara, semestinya kau harus sudah
munculkan diri semenjak tadi." Ketika orang itu munculkan dirinya dari tempat persembunyian, dengan alis mata
berkenyit Wan Hong-giok sebera menegur ketus, "Ooooh rupanya kau sudah datang kemari sejak
tadi, kenapa tidak segera munculkan diri melainkan hanya bersembunyi melulu?"
orang itu adalah seorang pemuda tampan yang berdandan sebagai seorang pelajar,
dibawah pinggangnya tersoren sebilah pedang antik yang berwarna coklat, pada mulanya dia
muncul dengan wajah penuh kegusaran, tapi setelah ditegur oleh Wan Hong-giok sambil
tertawa cengarcengir jawabnya tergagap, "Aku.....aku Gi-heng...."
"Hmm sekalipun tidak kau katakan aku juga tahu!" seru Wan Hong-giok sambil
mendengus, "terus terang kuberitahukan kepadamu lebih baik kau tak usah mengurusi semua
tindak tandukku karena kau tidak berhak untuk mencampurinya."
Seraya berkata nona itu sengaja menggeserkan badannya sehingga duduk makin rapat
disisi Hoa In-liong. Perbuatannya itu kontan saja menggusarkan hati pemuda sastrawan tersebut, api
cemburu membakar hatinya, namun ia tidak sampai mengumbar hawa amarahnya.
"Sumoay!" serunya setelah termenung sebentar "tahukah kau, siapi gerangan bocah
keparat itu?" "Hmm Perduli amat siapakah dia, mau apa kau turut campur" Lebih baik janganlah
merecoki aku terus." Hoa In-liong sendiripun tetap duduk tenang tanpa bergerai katanya pala dengan
nada datar, "Aku bernama Pek Khi, tolong tanya siapa namamu?""
Terhadap Wan Hong-giok. pemuda sastrawan itu memang munduk-munduk ketakutan,
tapi terhadap orang lain dia bersikap angkuh dan tinggi hati, sepasang matanya
langsung melotot ketika mendengar ucapan itu, bentaknya, "Benarkah engkau bernama Pek Khi?""
Hoa In-liong tersenyum, "Kalau bukan bernama Pek-Khi, lantas menurut pendapat
saudara siapakah namaku?" ia balik bertanya.
Pemuda itu mendengus dingin, sambil berpaling kepada Wan Hong-giok serunya,
"Sumoay, bocah keparat ini sengaja sedang membohongimu, dia adalah teji dari keluarga Hoa
di bukit Imtiong-san, bernama Hoa Yang."
69 Agak tertegun Wan Hong-giok mendengar perkataan itu, sepasang matanya terbelalak
semakin besar dan menatap wajah Hoa In-liong tak berkedip. agaknya ia merasa kaget
bercampur curiga nampak pula mendongkol dan gusar, pokoknya perasaan hatinya waktu itu bercampur
aduk dan sukar dilukiskan dengan kata-kata. Hoa In-liong tertawa, katanya lagi, "Aku
tidak merasa pernah berkenalan dengan saudara, tapi engkau dapat menyebutkan namaku secara jelas,
ini berarti bahwa engkau menaruh maksud tertentu padaku pula, sekarang aku Hoa teji justru
ingin minta petunjuk darimu." Memang inilah yang diharapkan pemuda tersebut, maka ia langsung mencabut keluar
pedangnya dan berkata dengan dingin.
"Hayo majulah sauyamu bernama Siau Ciu, aku memang ingin menjajal kepandaian
silatmu." Tiba-tiba Wan Hong-giok bangkit berdiri seraya membentak, "Tunggu sebentar, aku
hendak menanyai dirinya lebih dulu."
Sambil putar badannya menghadap ke arah Hoa In-liong. ujarnya lebih lanjut, "
Hayo jawab mengapa kau bohongi aku" mengapa tidak menyebutkan nama aslimu" apakah Wan Hong-
giok tidak pantas untuk barkenalan dengan Hoa Yang...."
Hoa In-liong bersikap serius dan tersenyum sahutnya, "Nona bernama Hong-giok,
karena itu akupun menyebut diriku sebagai Pek Khi, sebab hakekatnya Pek Khi maupun Hong-
giok adalah benda-benda mustika yang berharga, orang bilang bunga meski tidak indah namun ia
akan lebih indah bila berdaun hijau, dan Hong-giok akan bertambah mahal bila diimbangi
dengan Pek Khi, nona masakah kau belum memahami perasaan hatiku" Jika nona menegur aku karena
soal itu, maka engkau salah menegur diriku ini."
Meski diluaran ia berbicara demikian, otaknya berputar keras memikirkan masalah
yang dihadapinya ia berpikir, "Bocah keparat ini bernama Siau Ciu, dan membegal pula
kudaku dari rumah penginapan, kemungkinan besar dialah yang disebut Ciu-kongcu oleh nona
berbaju hitam itu.... aaah, susah payah kucari jejak mereka tak tahunya bisa ditemukan secara
kebetulan, apa salahnya kalau kugunakan sedikit akal muslihat untuk menyelidiki siapa gerangan
yang berada dibalik layar dalam peristiwa ini?"
Sementara Hoa In-liong masih berpikir sampai disitu, tiba-tiba terdengar Siau
Ciu berkata sambil tertawa terbahak-bahak, "Haaahhh....haaahhh....Hoa teji, apa gunanya kau ngaco belo
sambil merayu dengan kata-kata yang manis" Apakah kau hendak menipu perasaan cinta dari
sumoayku?" Baru ia selesai berbicara, Wan Hong-giok telah membentak nyaring, "Hey, siapa
yang suruh kau campuri urusanku" Sana, berdiri agak kejauhan!" sambil berkata ia lantas
mendorong Siau Ciu agar mundur ke belakang. Menggunakan kesempatan itu, Hoa In-liong lantas menyindir sambil tertawa
tergelak, "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh anjing menggigit tikus, Itulah akibatnya kalau suka
mencampuri urusan orang lain, akhirnya siu-heng sendiri yang terbentur pada
batunya." Tampaknya cinta kasih Siau Ciu terhadap Wan Hong-giok sudah mendalam sekali,
sehingga meski dibentak-bentak dan dicaci maki dihadapan orang, ia tidak merasa gusar
Tapi begitu Hoa In-liong menyindir dengan kata-kata yang pedas, Ia tak kuat
untuk menguasai lagi. 70 Secepat kilat tubuhnya berkelebat ke depan begitu terhindar dari penghadangan
telapak tangan Wan Hong-giok. serta-merta pedangnya dicabut keluar dan langsung menusuk ke dada
lawan. "Keluarga Hoa tak ada manusia cerewet macam kau!" bentaknya, "Sambutlah sebuah
tusukan maut dari sauyamu!" Hoa In-liong tertawa nyaring, ia berkelit ke samping lalu menjawab, "Jika siau-
heng ingin bertempur, aku dapat melayani dirimu dengan senang hati, tapi jawab dulu mengapa
kau curi kudaku ini" Bagaimanapun kau toh musti memberi keadilan dulu kepadaku."
"Telur busuk. siapa yang telah mencuri kudamu?" teriak Siau Ciu dengan gusar.
Pedangnya langsung dibabat ke depan dengan jurus giok-tay-wi-yau (ikat pinggang
kemala mengelilingi bidadari) hebat sekali serangan tersebut dan penuh disertai tenaga
dalam yang hebat. Hoa In-liong adalah keturunan seorang pendekar besar, ilmu silat yang
dimilikinya belajar langsung dari Hoa Thian-hong, padahal Hoa Thian-hong adalah seorang pendekar
tanpa tandingan yang lihay dalam ilmu pedang, tentu saja secara otomatis Hoa Loji
lihay juga dalam ilmu pedang. Maka dari itu ketika Siau Ciu menyerang untuk kedua kalinya dengan babatan
mendatar, ia lantas mengetahui bahwa jurus serangan yang akan digunakan lawannya adalah jurus
Giok tay wi yau sebab itulah tanpa berpikir panjang lagi, ia mengigos ke samping kiri,
siapa tahu, baru saja badannya bergerak meninggalkan posisi semula mendadak ia merasa gerak
pedang musuh sangat aneh dan mencurigakan, bukannya terlepas dari ancaman tersebut, tubuhnya
malahan menyongsong tibanya ujung pedang Siau Ciu.
Kejadian ini sangat mengejutkan hatinya dalam, kagetnya peluh dingin sempat
membasahi tubuhnya, buru-buru ia putar pinggang sambil melejit dengan gerakan ikan leihi
meletik secara beruntun ia berjumpalitan beberapa kali di angkasa dan melayang turun satu kaki
jauhnya dari tempat semula, nyaris tubuhnya termakan oleh babatan pedang lawannya itu.
Apa yang sebenarnya telah terjadi" Rupanya Siau Ciu bertangan kidal, ia
menyerang dengan menggunakan tangan kiri, dengan sendirinya ilmu pedang yang digunakan pun
merupakan ilmu pedang tangan kiri. Sewaktu membacok atau menusuk ke depan, baik tangan kiri maupun tangan kanan tak
jauh berbeda, tapi untuk membacok ke samping kiri atau ke kanan maka jurus pedangnya
justru berlawanan dengan pedang biasa, Hoa In-liong tidak menduga sampai ke situ, maka
karena teledornya hampir saja ia terjebak oleh tipu muslihatnya musuhnya.
Setelah melayang turun ke atas tanah dan berhasil menenangkan hatinya, Hoa In-
liong baru merasa curiga, pikirnya dalam hati, "Aneh, benar-benar sangat aneh, ayah telah
memberi penjelasan yang amat seksama terhadap tiap ilmu pedang yang berada di kolong
langit, apa sebabnya ia tak pernah membicarakan tentang ilmu pedang tangan kiri" Darimana
orang she Siau ini mempelajarinya" "
Sementara ia masih termenung, cahaya pedang tiba-tiba menyambar lagi dengan
dahsyatnya, ternyata Siau Ciu telah memburu datang sambil melancarkan bacokan kilat.
"Hoa teji, lihat serangan!" demikianlah ia membentak.
71 "Sungguh cepat dan lihay ilmu pedangnya " puji Hoa In-liong dalam hati, kali ini
ia tak berani berayal lagi, cepat tubuhnya melejit dan menyelinap ke belakang tubuh Siau Ciu,
setelah itu sambil tertawa nyaring katanya, "Haaahh haaahh haaaahh main golok main pedang
hanya akan mengakibatkan retaknya hubungan persaudaraan, memandang di atas wajah nona Wan,
asal Siau-heng bersedia untuk menerangkan mengapa kau curi kudaku itu, kita boleh
berjabatan tangan sambil berdamai."
"Keparat siapa yang kesudian berjabatan tangan sambil berdamai dengan engkau?"
teriak Siau Ciu marah. Pedangnya dicutar mengikuti gerakan tubuhnya sekali lagi dia menyerang dengan
gencar. "Sekalipun kau tak berani mencabut pedangmu aku sama juga bisa membinasakan
dirimu, sampai waktunya jangan kausalahkan kalau aku bertindak keji lagi!" kembali dia
berseru. Serangan demi serangan dilancarkan makin gencar dan kuat, semuanya mendepak Hoa
In-liong habis-habisan, tampaknya sebelum pemuda lawannya itu berhasil dibasmi, ia tidak
merasa puas. Hoa In-liong sendiri sambil berkelit kesana ke mari, pikirnya dalam hati, "
orang ini berulang kali tak mau mengakui bahwa dialah yang mencuri kudaku, sebaliknya selalu berusaha
untuk membereskan nyawaku, tampaknya orang inilah ketua regu dari perkumpulan Hian-
beng-kau yang sedang melaksanakan tugas perintah padahal sekarang aku butuh untuk
menyelidiki duduk perkara yang sebenarnya serta mencari tahu siapa pembunuh sebenarnya, bila tidak
ku demontrasikan kelihayanku, niscaya usahaku ini akan sia-sia belaka."
Karena berpikir demikian, ia lantas mengambil keputusan dalam hati, lengan
kanannya diterobos keluar untuk mencabut keluar pedangnya, kemudian, sreet sreet seret! secara
beruntun dia lepaskan tiga buah serangan berantai untuk membendung ancaman Siau Ciu.
"Saudara!" bentaknya ketus, "kalau engkau masih saja tidak tahu diri jangan
salahkan kalau aku Hoa-loji akan suruh kau merasakan kelihayanku kemudian baru akan kulihat apa
yang bisa kau katakan lagi." Gaya serangan itu demikian rapat dan penuhnya seakan-akan hendak menyelimuti
seluruh jagad yang ada dihadapannya, begitu dimainkan terasalah angin pedang mendesis, suara
guntur dan hembusan angin puyuh menyertai setiap gerakan anak muda itu.
Ilmu pedang dari Siau Ciu aneh, sakti dan luar biasa, tapi setelah berhadapan
dengan jurus serangan yang begitu dahsyat dari musuhnya, seketika terasalah suatu perbedaan
yang

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyolok. Tiga jurus kemudian, Hoa In-liong menghentikan gerak tubuhnya lalu membentak
nyaring, "Hayo bicara Kau mendapat perintah dari siapa untuk membunuh Suma siokya ku?"
Tatkala serangan mendadak terbendung semua, dalam sangkaan siu Ciu hal ini
disebabkan ia kurang waspada. malu dan gusar langsung berkecamuk dalam dadanya, dia putar
senjatanya dan melepaskan sebuah tusukan lagi ke ulu hati lawannya dengan jurus hek hong-
tou-sin (harimau hitam mencuri hati).
"Apa itu perintah tidak perintah, yang diketahui sauyamu hanyalah bagaimana
caranya untuk mencabut jiwamu!" bentaknya.
"Traang!" 72 Hoa In-liong menangkis dengan pedangnya sehingga berbunyi nyaring, begitu ia
punahkan datangnya ancaman tersebut, segera ujarnya sambil mendengus, "Hmm Tampaknya
sebelum kuberi sedikit pelajaran kepadamu, kau tak akan mengakuinya dengan terus
terang." Dalam bentrokan itu, Siau Ciu merasakan pergelangan tangannya bergetar keras dan
hampir saja pedangnya tak sanggup digenggam. Meski hatinya terkejut tapi api cemburu yang
berkobar dalam hatinya mengalahkan segala-galanya, tanpa berpikir panjang hawa murninya
kembali disalurkan ke dalam senjatanya.
"Tak ada gunanya bersilat lidah, kalau memang ampuh, sambut dulu tiga buah
seranganku ini." bentaknya. Tapi sebelum ucapannya selesai diutarakan keluar Hoa In-liong telah menyambung
dengan suara dalam, "Baik Dalam tiga gebrakan, aku akan memaksa kau untuk melepaskan pedangmu
itu." Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, tubuh berikut pedangnya menerjang
ke muka dan sekejap kemudian sudah terjerumus dalam lingkaran cahaya pedang Siau Ciu.
Pendekar Penyebar Maut 17 Istana Kumala Putih Karya O P A Amanat Marga 1
^