Pencarian

Rahasia Hiolo Kumala 20

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long Bagian 20


dengan kepala tertunduk dan mata terpejam, ia sama sekali tidak menggubris jago-jago dari dua
perguruan besar itu. Tapi setelah Cia In berlutut dihadapanya, ia membuka matanya yang lembut sambil
mengebutkan ujung bajunya.
"Silahkan bangun nona, lolap tak berani menerima penghormatan sebesar ini"
Cia In merasakan datangnya hembusan angin lembut yang menekan tubuhnya, mau tak
mau dia terpaksa baru bangkit berdiri.
Tahukah nona itu bahwa Goan cing taysu tak suka dengan segala macam tata cara,
maka dia berdiri disamping tanpa berkata-kata.
Goan cing taysu, menghela napas panjang pelan-pelan dia alihkan sinar matanya ke
wajah Tang kwik Siu. Waktu itu Tang kwik Siu sudah tahu manusia macam apakah Goan cing taysu itu,
tapi dia tak menyangka kalau tenaga dalamnya sudah mencapai tingkatan setinggi itu, meski
tertegun bagaimanapun juga dia adalah seorang ketua dari suatu perguruan besar.
Sambil tertawa seram katanya kemudian, "Lian sik siu tok (menyeberang melayang
dengan teratai batu), maupun Kou sim ciong (lonceng pengetuk hati) adalah dua macam
ilmu sakti yang jarang dijumpai dalam dunia, hari ini aku Tang kwik Siu betul-betul sudah
membuka mata" Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling kearah Seng To cu dan memberi
tanda. Tiba-tiba Seng To cu maju selangkah ke depan tanpa mengucapkan sepatah katapun
dia menjulurkan lengan kanannya ke depan, kelima jari tangannya direntangkan lalu
dari jarak sejauh dua kaki dia melancarkan sebuah cengkeraman udara kosong ketubuh Goan
cing taysu. Cengkeraman itu tidak membawa desingan angin serangan, macam anak-anak yang
sedang bergurau saja. Dengan wajah serius Goan cing taycu merentangkan sepasang tangannya yang semula
dirangkap didepan dadanya, kecuali beberapa orang jago yang benar-benar lihay,
hampir boleh dibilang yang lain tak tahu apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi.
674 Sementara semua orang masih tercengang dibuatnya, tiba-tiba ujung baju yang
dikenakan kawanan manusia yang berdiri disekitar Goan cing taysu dan Seng To cu berkibar
sendiri tanpa angin, rupnnya dalam gerakan yang menyerupai permainan itu, kedua belah pihak
telah saling bertukar satu serangan maut.
Akibat dari serangan itu tubuh bagian dari Goan cing taysu sampai berputar arah,
tapi tetap kokoh seperti batu karang.
Sebaliknya Seng To cu dengan wajah agak berubah terhuyung maju setengah langkah
kedepan. Berseri wajah Hoa In-liong menyaksikan kejadian itu, segera pikirnya dihati,
"Kalau kulihat dari keadaan ini, sudah terang Seng To cu makhluk tua itu yang keok, kenapa tak mau
koit sekalian?" Meskipun kalah, Seng To cu tidak kelihatan marah atau terpengaruh oleh emosi,
sambil putar badan hanya ujarnya dengan suara yang dingin dan kaku, "Hayo pergi!"
Tang kwik Siu tertegun, menyusul kemudian ia berpikir lebih lanjut.
"Yaa betul! Toh pihak kami mempunyai Coa Goan hau sebagai sandera, sekalipun
hwesio itu lihay dan berilmu tinggi, kenapa musti dilawan dengan kekerasan?"
Karena berpendapat demikian, segera timbullah niatnya untuk mengundurkan diri.
"Baiklah!" dia berkata kemudian sambil memberi hormat, "memandang diatas wajah
taysu, aku tersedia menyelesaikan persoalan hari ini sampai disini saja, semoga dilain
waktu kita masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali, waktu itu aku pasti akan mencoba-coba
sampai dimanakah taraf kepandaian yang dimiliki taysu"
Kemudian sambil tertawa terbahak-bahak, ia memimpin kawanan jago Mo kau nya siap
meninggalkan tempat itu. Coa Wi-wi amat kuatir akan nasib ayahnya terus atas perkataan dua bersaudara
Leng hou, tentu saja dia tak ingin membiarkan musuh musuhnya berlalu dengan begitu saja.
"Kongkong!" teriaknya dengan gelisah, "hilangnya ayah ada sangkut pautnya dengan
pihak Mo kau, kita tak boleh membiarkan mereka kabur dengan begitu saja"
Sebetulnya Goan cing taysu tidak ingin mencari banyak urusan, mundurnya pihak
Seng sut pay justru ibaratnya pucuk dicinta ulam tiba baginya, akan tetapi setelah mendengar
seruan dari cucu perempuannya itu, mata yang ramah dan penuh welas kasih itu mendadak memancar
serentetan sinar tajam yang menggidikkan.
"Tang kwik kaucu!" tegurnya dengan nada keras, "benarkah perkataan cucu
perempuanku itu?" Tang kwik Siu mengulapkan tangannya mencegah Leng hou Yu mengumbar emosinya,
lalu tertawa dalam. "Heeeh.... heeehhh.... heeehh....belasan tahun berselang ada seorang jago yang bernama
Coa tayhiap telah menjadi tamu terhormat dari Seng sut pay kami, waktu itu dia
sedang berada disekitar bukit Kun kun, mungkin orang itu adalah orang tua nona tersebut...."
Tiba-tiba Seng To cu yang seram dan kaku itu menimbrung, "Jika manusia minum
air, panas atau dingin tentu akan diketahui dengan sendirinya!"
675 Sehabis berkata sambil mengebaskan ujung bajunya dia berlalu lebih dahulu, bukan
saja tidak menyapa Tang kwik Siu lagi, memandang sekejap pun tidak.
Tang-kwik Siu segera berkata pula, "Aku Tang-kwik Siu merasa kagum sekali oleh
kebaktian nona Coa terhadap orang tuamu, bila kau memang berniat mencari ayahmu di wilayah
Se ih, dengan senang hati Seng sut pay kami bersedia untuk membantu usahamu itu!"
"Hmm....! Membantu atau berusaha mencegah dengan sekuat tenaga....?" ejek Coa Wi-wi
sambil mendengus. "Omintohud!" tiba-tiba Gaok cing taysu berseru memuji keagungan sang Buddha,
lalu dengan suara yang amat tenang dan lembut katanya lebih jauh, "Anak Wi, jangan berbuat
kurangajar!" Dia angkat kepalanya memandang sekejap wajah Tang kwik Siu, lalu tegurnya dengan
wajah serius, "Tang kwik kaucu, sebenarnya apa maksud tujuanmu?"
Tang kwik Siu tertawa tergelak.
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... taysu memang cerdik sekali, sungguh membuat aku
Tang kwik Siu merasa amat kagum!"
Hoa In-liong tahu bahwa Tang kwik Siu hendak membuka kartu, maka setelah
menimbang sebentar keadaan di sekitar tempat itu, akhir nya dengan ilmu menyampaikan suara
dia berbisik kepada Coa Wi-wi, "Adik Wi, kau tak perlu ikut serta dalam adu kecerdasan ini,
biar kongkong seorang yang menghadapinya!"
Sementara itu sambil mengalus jenggotnya Tang kwik Siu telah berkata lebih
lanjut, "Menurut penglihatanku, pembantaian secara besar-besaran telah berlangsung dalam dunia
persilatan, amisnya darah telah menodai seluruh permukaan tanah, bukan cuma sehari saja
rekan-rekan se aliranku menderita penindasan dan penjajahan dari keluarga Hoa, penindasan demi
penindasan yang harus kami terima selama ini sudah tak bisa tertahan lagi, ketahuilah
taysu, pelbagai jago persilatan dari empat samudra kini telah bersatu padu siap menumbangkan
kelaliman serta kekuasaan keluarga Hoa, soal kehancuran sudah tinggal menunggu saatnya saja dan
pertumpahan darah ini tidak mung kin bisa dihindari lagi. Taysu, kau sebagai
seorang pendeta yang beribadah sudah sepantasnya kalau mengundurkan diri dan hidup mengasingkan
diri, apa gunanya kalian musti ikut campur didalam air keruh?"
Ditinjau dari pembicaraan tersebut, sudah terang dia sedang menganjurkan kepada
Goan cing taysu agar membawa keluarga Coa mengundurkan diri dari keramaian dunia
persilatan. Selama pembicaraan tersebut berlangsung, Hoa In-liong cuma membungkam diri dalam
seribu bahasa, kendatipun pihak lawan menuding menjangan sebagai kuda, tapi lantaran
urusannya menyangkut tentang mati hidup Goa Goan hau, pemuda itu merasa kurang baik untuk
ikut memberi komentar. Goan cing taysu sama sekali tidak tergerak hatinya oleh perkataan tersebut,
dengan tenang ia mendengarkan ucapan itu hingga selesai, kemudian baru ujarnya dengan nada
hambar, "Maksud baik kaucu haaya dapat lolap terima dalam hati saja, sayang sang Buddha pernah
bersabda demikian. "Kalau bukan aku yang masuk neraka, siapa lagi yang akan masuk neraka" Kalau toh
dunia persilatan sudah mengalami kekalutan, mana boleh lotap menyingkirkan diri untuk
mencari 676 selamat" Ketahuilah, membela keadilan menyingkirkan kejahatan adalah tugas serta
tanggung jawab setiap insan manusia"
"Keras kepala amat hwesio tua ini" pikir Tang kwik Siu kemudian, "yaa, agar
terhindar dari segala yang tidak diinginkan, aku tak boleh bertindak terlampau gegabah"
Untung saja kedua belah pihak memang berniat untuk berpisah selekasnya, cepat
dia menjura dan memberi hormat. "Kalau toh begitu, aku rasa tiada persoalan lain yarg bisa dibicarakan lagi,
maaf aku mohon diri terlebih dahulu" Goan cing taysu juga tidak berkata apa-apa, dia menghantar kepergian orang itu
sambil memberi hormat pula. Toan bok See liang dan Beng Wi cian sebenarnya merasa berat hati untuk
mengundurkau diri dengan begitu saja, akan tetapi lantaran ilmu silat yang dimiliki Goan cing
taysu terlampau lihay mau tak mau terpaksa mereka harus menggulung layar mengikuti hembusan angin.
"Hayo kita pergi!" bentak Beng Wi cian kemudian.
Tanpa membuang tempo, dia pimpin segenap anggota Hian-beng-kauw dan berangkat
meninggalkan tempat itu. Setelah semua orang sudah lenyap dari pandangan mata, Coa Wi-wi baru mendepak
depakan kakinya keatas tanah sambil mengomel tiada henti-hentinya, "Kongkong ini
bagaimana sih" Kenapa kau lepaskan Tang kwik Siu sekalian dengan begitu saja!"
Goan cing taysu menghela napas panjang, ia tidak menjawab pertanyaan itu.
Sebaliknya kepada Cia In ujarnya dengan lembut, "Lolap tidak mempuryai kemampuan
apa-apa, apa alasan nona sehingga musti memberi hormat kepadaku?"
Cia In menggetarkan bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun tak
sepatah katapun yang mampu diutarakan keluar. Goan cing taysu tertawa lembut.
"Harap tunggu sebentar nona" katanya. Dia lantas berpaling kearah Thia Siok bi,
lalu sapanya, "To yo...." Thia Siok bi membungkukkan badannya memberi hormat, sahutnya, "Taysu adalah
seorang pendeta beribadah yang berhati mulia, Thia Siok bi tak berani menerima hormat
tersebut" Kemudian setelah berhenti sebentar katanya lebih jauh, "Maaf kalau aku tak bisa
mendampingi terlampau lama lantaran masih ada urusan penting lainnya terpaksa boanpwe harus
minta diri lebih dahulu" "Cianpwe...."seru Hoa In-liong dengan cemas.
"Kutunggu sepertanak nasi lamanya dikaki gunung sana" tukas Thia Siok bi dengan
suara yang ketus, "bila kau masih mempunyai perasaan cinta cepatlah datang temui diriku"
Kemudian sambil mengebaskan hud timnya, dia berlalu lebih dulu dari tempat itu.
677 "Cianpwe" teriak Coa Wi-wi gelisah, "kini enci Wan berada dimana....?"
Thia Siok bi tidak menggubris teriakan itu, dengan kecepatan tinggi ia berlalu
dari situ dan lenyap dibalik bukit sana.
Sepeninggal To koh itu, Hoa In-liong baru berpaling kearah Goan cing taysu,
bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu,
"Tunggu sebentar!" Goan cing taysu segera mengidapkan tangannya.
Kemudian dengan dahi berkerut dia berpaling kearah hutan bambu dan berseru,
"Sicu berdua yang ada dalam hutan, apa salah nya kalau segera menampilkan diri?"
Dari balik hutan segera berkumandang suara jawaban dari seorang perempuan,
"Sebenarnya perintah taysu harus boanpwe taati sayang pada saat ini boanpwe masih ada urusan
lain yang harus segera diselesaikan, maaf kalau aku tak dapat menurut perintah"
Mendengar suara itu, Cia In beserta belasan orang gadis muda itu segera berseru,
"Suhu....!" Hoa In-liong kenali juga suara itu sebagai suaranya Pui Che-giok, dia lantas
berpikir, "Berdasarkan daya pendengaran kongkong, didalam hutan terdapat dua orang tak
mungkin kongkong salah mendengar, lantas siapakah orang yang satunya lagi?"


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berpikir sampai disitu, tiba-tiba ia teringat diri Tiang heng To koh, tanpa
sadar segera teriaknya, "Bibi Ku....!" Sementara itu Pui Che-giok sedang berkata, "Taysu, bila engkau bersedia
mengasihani perempuan itu, tolong berilah pelajaran kepadanya sedang yang lain biar dipimpin
anak Ay pulang ke markas" Salah seorang nona berbaju hijau yang berada dalam rombongan itu tak lain adalah
murid kedua dari Pui Che-giok, dia bernama Cia Sau ay, mendengar ucapan guruaya buru-buru
dia memberi hormat. "Tecu menerima perintah!" katanya.
Dilain pihak Tiang heng To koh sedang berkata pula, "Liong-ji, sebetulnya bibi
Ku tak ingin kalau kedatanganku kau ketahui, tak disangka kembali kau berhasil menebaknya secara
jitu, aaai....bibi Ku tidak tega untuk membungkam diri terus serta tidak memperdulikan dirimu, cuma
kali ini kau juga tak perlu bersilat lidah, sebab bibi Ku tak mungkin akan mendengarkan
perkataanku itu" "Bibi Ku apakah kau sudah tak sayang kepadaku lagi?" teriak Coa-Wi-wi pula
dengan cemas, "kenapa kau tidak memperdulikan aku" Menyapa saja tidak?"
Jilid 34 TIANG HENG TO KOH tertawa dingin.
"Aaah.... kamu si setan cilik, terlalu banyak akal busukmu, kali ini bibi Ku
kuatir terperangkap lagi, maka lebih baik tidak kusapa dirimu....
Suara pembicaraan tersebui makin lama berkumandang semakin lirih, dan akhirnya
tak kedengaran lagi, jelas Tiang heng To koh sudah berlalu dari sana.
678 Setelah kepergian dua orang perempuan itu, Goan cing taysu kembali berpaling
kearah Cia In, lalu ujarnya, "Nona Cia, kalau toh gurumu sudah berkata begitu, apakah kau
bersedia mengikuti lolap selama beberapa hari?"
"Bila cianpwe bersedia mtnampung diriku, hal ini merupakan suatu keuntungan
besar buat siauli" jawab Cia In sambil bungkukkan badan meranti hormat.
Tiba-tiba Coa Wi-wi mengomel lagi, "Kongkong, kenapa kau biarkan orang-orang Mo
kau itu pergi dengan begitu saja?"
Goan cing taysu menghela napas, bukannya menjawab dia malahan balik bertanya,
"Anak Wi, kau yakin dengan ilmu kepandaianmu, berapa orang ysng bisa kau hadapi?"
"Untuk menghadapi dua orang setan tua she Leng hou itu, anak Wi yakin masih bisa
mengatasinya jawab Coa Wi-wi setelah termenung dan berpikir sebentar.
Hoa In-liong gelisah sekali, dia tidak berminat mengikuti pembicaraan itu,
kembali pikirnya, "Waaah.... kenapa pembicaraan ini belum berakhir juga?" Tampaknya To koh tadi atau
gurunya Wan Hong giok menaruh perasaan kurang senang terhadap diriku, kalau terlambat
kesana bisa jadi kemarahannya akan semakin memuncak tapi...."
Tiba-tiba Goan cing taysu memotong lamunannya, "Anak Liong, yakinkah kau untuk
menghadapi Tang kwik Siu?" "Meskipun anak Liong sudah memperoleh bimbingan serta bantuan kongkong, tapi aku
yakin kepandaianku setingkat masih berada dibawahnya"
Goan cing taysu alihkan kembali perhatiannya ke wajah Cia In dan Cia Sau-ay
sekalian belasan orang nona. "Dan sekalian nona...." lanjutnya.
"Harap cianpwe jangan menyertakan siau-li sekalian" tukas Cia In sambil
gelengkan kepalanya berulang kali, "kami tidak mempunya kepandaian apa-apa, paling banter juga cuma
bisa membantu berteriak sambil memberi semangat, atau kalau terpaksapun hanya dapat
menahan kaum keroco dari Mo kau"
"Ah, nona sekalian terlalu sungkan" kata Goan cing taysu sambil tersenyum.
Setelah berhenti sebentar, dia berkata legi
"Berbicara sesungguhnya, bukan lolap sengaja memandang hina orang lain, tapi
yang jelas To yu tadi juga bukan tandingan dari Tang kwik Siu, kalau sampai terjadi pertarungan
massal, bukan saja sisa anggota Mo kau akan turun tangan semua, pihak Hian-beng-kauw juga tak
mungkin hanya berpeluk tangan belaka"
"Tapi.... kenapa kongkong melupakan dirimu sendiri?" seru Coa Wi-wi tercengang.
Mendengar pertanyaan ini, Goan cing taysu tertawa getir.
"Lolap sudah tak punya kekuatan lagi, pada hakekatnya keadanku sekarang jauh
lebih lemah dari seorang manusia biasa!"
679 Kontun saja ucapan tersebut seruan tertahan dan keluan heran dari Coa Wi-wi
serta sekalian nona nona dari Cian li kau.
Hoa In-liong juga tercengang, dengan kaget serunya agak terbata-bata,
"Tentu....tentunya....
anak Lionglah penyebabnya, anak Liong lah yang telah mencelakai kongkong.... "
"Pada hakekaknya apa yang ada sebetulnya tak ada, apa yang ada sebetulnya ada,
siapa bilang engkau yang mencelakai diriku?" jawab Goan cing taysu dengan lembut, anak Liong,
aku cuma bisa berharap kau melatih diri lebih tekun, sehingga tidak menyia-nyiakan
pertemuan kita kali ini"
Hoa In-liong cuma bisa mengiakan berulang kali.
"Kongkong, sebetulnya apa yang telah terjadi dengan dirimu?" seru Coa Wi-wi lagi
dengar cemas. "Tidak apa-apa, asal beritirahat sebentar niscaya tenagaku akan pulih kembali"
Berbicara sampai disitu, Goan cing taysu segera mengulapkan tangannya.
"Anak Liong, kau boleh pergi lebih dulu, bukankah To yu itu menunggu kedatangan
di kaki bukit?" "Betul kongkong!" jawab Hoa In-liong tergagap, tapi keadaan kongkong sekarang...."
Goan cing taysu tertawa. "Lolap baik sekali!" tukasnya.
Hoa In-liong kembali ragu-ragu sebentar, dia berpaling memandang ke arah Coa Wi-
wi, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu tapi niat itu kemudian dibatalkan.
Sesudah sangsi sejenak, akhirnya dia menjadi nekad, tiba-tiba serunya, "Adik Wi,
baik-baiklah menjaga diri!" Kemudian sambil memberi hormat kepada Cia In sekalian, ujarnya pula lebih
lanjut, "Cici sekalian, terima kasih banyak atas bantuan kalian! Sebagai orang sekeluarga
rasanya siau te pun tak usah banyak berbicara bukan?"
"Jiko, tunggu sebentar!" tiba-tiba Coa Wi wi berteriak keras, Lalu dia berpaling
dan katanya kepada Goan cing taysu, "Kongkong, bagaimana kalau kutemani jiko lebih dahulu?"
Goan cing taysu tertawa ringan.
"Masa kau tidak dapat menangkap maksud sebenarnya dari To yu itu" Dia hanya
berharap jiko mu bisa menjumpainya seorang diri, kalau kaupun turut serta, belum tentu
kehadiranmu akan disambut dengan senang hati....!"
Lalu dia ilapkan tangannya kepada Hoa In-liong sambil serunya kembali, "Nah,
cepatlah pergi!" Sekiali lagi Hoa In-liong melirik sekejap kearah Coa Wi wi, kemudian dia putar
badan dan cepatcepat berlalu dari situ, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya
sudah lenyap dari pandangan.
680 Coa Wi-wi menncibirkan bibirnya yang kecil mungil, jelas nona itu lagi tak
senang hati. Cia Sau ay mendepak-depakkan pula kakinya dengan gemas, sambil melirik sekejap
ke arah Cia lIn, bisiknya jengkel"
"Huuuh....! Betul-betul hatinya sudah busuk!"
Cia In cuma tertawa mendengar omelan saudara seperguruannya itu, katanya
kemudian, "Ji sumoay, sekarang kaupun harus memimpin sumoay-sumoay sekalian pulang ke rumah!"
Sementara itu Hoa In-liong sudah tiba di kaki bukit, dari tempat kejauhan dia
sudah menyaksikan Thia Siok bi berdiri dibawah sebatang pohon kui.
Sebenarnya dia hendak menyapa To koh itu, tapi ketika dilihatnya Thia Siok bi
hanya melirik sekejap kearahnya dengan dingin, lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun
meninggalkan tempat itu, terpaksa ia telan kembali kata-katanya dan mengikuti dengan mulut
membungkam. Suasana tetap hening dan diliputi kebungkaman meski sudah menyeberangi sungai
Tiang-kang dan meneruskan perjalanan melalui jalau raya menuju ke Hway-im.
Lama kelamaan habis sudah kesabaran Hoa In-liong, akhirnya dia menegur,
"Cianpwe, bagaimanakah keadaan nona Wan?"
Thia Siok bi pura-pura tidak mendengar, setelah hening kembali sesaat dia baru
menjawab dengan serius, "Pokoknya dia masih dapat bernapas!"
"Waduh, alot benar perkataan ciaapwe ini" pikir Hoa In-liong, "rupanya dia sudah
menaruh kesan yang kurang baik kepadaku, atau memang wataknya yang begitu...."
Dia tertawa paksa, lalu bertanya lagi, "Cianpwe, boleh aku tahu kini nona Wan
berada dimana?" Thia Siok bi hanya mendengus, tiada jawaban yang terdengar.
Setelah ketanggor batunya, Hoa In-liong tidak banyak bertanya lagi, dengan
kepala tertunduk dia melanjutkan berjalan. Begitulah, yang satu berjalan didepan sedang yang lain mengikuti dibelakang
bagaikan gulung asap ringan mereka berlarian dijalan raya tersebut.
Dengan kepandaian silat yang mereka berdua miliki tentu saja kecepatan gerak
mereka sangat luar biasa, bagi orang awam biasa, mereka hanya merasakan berhembusnya angin
dingin, ketika mereka mengadah, tahu-tahu dua orang itu sudah berada puluhan kaki jauhnya dari
tempat mereka berada. Waktu itu tengah hari baru menjelang, terik panasnya matahari terasa menyengat
badan. Tiba-tiba Thia Siok bi memperlambat gerakan tubuhnya, lalu birkata dengan suara
dingin, "Pinto masih ingat didepan sana terdapat sebuah warung makan, kita bersantap dulu
sebelum melanjutkan perjalanan!"
"Tapi boanpwe belum lapar" sahut Hoa In-liong sambil memperlambat pula langkah
kakinya. 681 Padahal semenjak kemarin malam dia belum mengisi perut, apalagi setelah
berlangsungnya pertarungan sengit, perutnya semenjak tadi sudah gemerutukan minta diisi.
"Kau tidak lapar, aku toh lapari" kata Thia Siok bi tiba-tiba dengan nada yang
ketus. Hoa In-liong tertegun, menyusul kemudian sekulum senyuman menghiasi ujung
bibirnya. Meskipun cianpwe ini mempunyai watak yang dingin dan tak sedap, rupanya dia
cukup memahami perasaan orang...." demikian pikirnya.
Tak lama kemudian, dari tempat kejauhan muncul tanah hijau yang amat rindang,
banyak warung makan berjajar ditepi jalan.
Kedua orang itu semakin memperlambat langkah kakinya, mengikuti orang-orang yang
lain mereka masuk kewarung dan mencari tempat duduk.
Warung warung darurat yang didirikau disepanjang jalan itu meski terbuat dari
bambu alat-alat makan yang dipakaikan sudah kelewat jaman, tapi suasananya amat nyaman, udarapun
terasa segar, suatu tempat beristirahat yang amat serasi.
Hoa In-liong mencoba untuk memeriksa keadaan disekeliling tempat itu, ia lihat
sebagian besar tamu dalam warung itu adalah kaum pedagang serta kaum pelancong, tidak kelihatan
seorang jago persilatan pun. Ketika orang-orang dalam warung itu menjumpai munculnya seorang pemuda tampan
bersama seorang To koh setengah umur, mereka hanya memandang sekejap lalu melanjutkan
daharan masing-masing, tak seorang pun berani memperhatikan lebih lama.
Rupanya sang pelayan juga mengetahui kalau kedua orang tamunya adalah jago-jago
persilatan, tergopoh-gopoh ia menyiapkan hidangan untuk tamu istimewanya itu.
Sambil hersantap, Hoa In-liong bertanya, "Cianpwe, selama ini kau berdiam
dimana" Kalau tak ada urusan lain, bersediakan main selama beberapa hari dirumahku?"
Thia Siok bi meletakkan sumpitnya dan menjawab dingin, "Aku akan tinggal diluar
perbatasan!" Hoa In-liong tertegun, sampai sumpit dan mangkuknya diletakkan kembali kemeja.
"Bukankah cianpwe telah bentrok dengan pihak Hian-beng-kauw" Aku lihat Toan bok
See liang dan Beng Wi cian menaruh perasaan benci dan mendendam terhadap diri cianpwe?"
"Tak usah kuatir, meskipun pinto berada dimulut harimau, tapi kedudukanku
sekokoh bukit Thaysan"
Menyaksikan To koh tersebut, kembali Hoa In-liong berpikir didalam hatinya, "Dia
begitu tenang, sedikit pun tidak gugup atau panik meski mara bahaya telah berada didepan mata,
janganjangan hubungannya dengan Hian-beng-kauw memang mendalam sekali?"
Maka sesudah termenung sejenak, dia bertanya lagi, "Apakah cianpwe kenal dengan
salah seorang dari anggota Hian-beng-kauw....?"
682 Sebetulnya Thia Siok bi tidak ingin menjawab, tapi diapun merasa tak tega untuk
mendiamkan pemuda itu, akhirnya setelah termenung jawabnya secara diplomatis, "Yaa, pinto


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memang mempunyai hubungan dengan seseorang dari perkumpulan tersebut!"
Dengan kaucu nya?" Thia Siok bi segera menggeleng.
"Tapi orang itu pasti mempunyai kedudukan jauh diatas Toan bok See liang dan
Beng Wi cian bukan?" desak Hoa In-liong lebih jauh.
"Kau tak perlu memancing-mancing dengan cara itu, percuma usahamu itu bakal sia-
sia belaka sebab pinto tak mungkin akan buka suara, mengenai keadaan dalam perkumpulan
Hian-bengkauw...." Tiba-tiba ia menghela napas panjang, "Nak, tentunya kau tidak membiarkan pinto
menjadi seorang kurcaci penjual teman kan?"
SETELAH To koh itu mengutarakan alasannya, tentu saja Hoa In-liong tak dapat
mendesak lebih jauh, sebab bila ia sampai berbuat demikian sama artinya dengan ia memaksa To
koh itu menjadi seorang penjahat penjual teman. Hoa In-liong tersenyum.
"Perkataan cianpwe terlampau serius, sekalipun boanpwe mempunyai nyali sebesar
gajah, tak nanti aku berani berbuat demikian" katanya.
"Kalau begitu janganlah bertanya"
"Baik!" jawab Hoa In-liong sambil tertawa lirih.
"Hei, apa yang kau tertawakan?" kembali Thia Siok bi menegur dengan wajah
membesi, "tak usah menggunakan akal setan untuk menjebak aku, sebab kalau ingin memancing
sepotong kata dari mulut pinto adalah percuma, lebih baik kau tak usah bermimpi disiang hari
bolong" "Aku kuatir cianpwe marah, tak berani ku utarakan!" kata Hoa-In-liong kemudian.
Thia Siok bi berpikir sebentar, lantas pikirnya, "Aku jadi ingin tahu soal
apakah yang membuat ia tertawa kegelian...."
Karena ingin tahu, dengan kening berkerut dia pun berkata, "Coba katakanlah
secara terus terang, pinto berjanji tidak akan marah....!"
Diam-diam Hoa-In-liong tertawa geli, tapi diluaran dia berpura-pura apa boleh
buat, katanya setengah terpaksa, "Cianpwe, bukan aku yaog ingin bicara tapi cianpwe yang
memaksa aku untuk mengutarakan lho."
"Sudah tak usah main akal-akalan lagi hayo cepat katakan!" tukas Thia Siok bi
setengah memaksa. Dengan senyum dikulum ujar Hoa In-liong, "Boanpwe sedang berpikir, mungkinkah
sahabat cianpwe yang berada dalam perkumpulan Hian-beng-kauw itu adalah seorang manusia
dari marga Go...." 683 Begitu kata Go disinggung, paras muka Thia Siok bi kontan berubah hebat. Melihat
gelagat itu buru-buru Hoa In-liong tutup mulut.
Setelah hening sesaat, paras muka Thia Siok bi pelan-pelan menjadi lembut
kembali, katanya, "Sejak semula pinto sudah banyak mendengar otang berkata bahwa engkau itu licik
dan banyak tipu muslihatnya, pada hakekatnya kau adalah seekor kancil yang sukar dilawan.
Pada mulanya aku masih belum percaya, tapi sekarang aku baru tahu bahwa berita itu bukan cuma
kabar berita kosong belaka" "Agaknya dugaanku memang tak salah!" pikir Hoa In-liong, "jelas orang yang
dimaksudkan sebagai sahabatnya dalam Hian-beng-kauw pada hakekatnya tak lain adalah bekas
suaminya" Meski dia berpikir demikian dihati kecilnya, tapi diluaran pemuda itu berkata
lain, "Cianpwe, aku cuma mendengar kabar itu dari orang lain, tentu saja belum tentu benar.
Jelek-jelek begini boanpwe toh seorang pemuda yang gagah dan berterus terang...."
"Gagah dan terus terang?" Thia Siok bi tertawa kegelian, "bocah wahai bocah, kau
memang tak tahu malu, masa ada orang memuji diri sendiri" Baru kali ini kutemui orang
bermuka tebal seperti kau" Hoa In-liong semakin gembira lagi karena To koh itu tak menunjukkan rasa gusar,
sambil tertawa cekikikan katanya. "Cianpwe kau telah berjanji tak akan marah, kenapa kau telah menjadi cemburu"
Wah, saking tak tenangnya hampir saja jantung boanpwe ikut copot, untungnya...."
Thia Siok-bi tak dapat menahan rasa gelinya lagi, dia tertawa terkekeh-kekeh,
hardiknya, "Masa orang seperti kau bisa merasa tak tenang" Huuh, kalau matahari bisa terbit dari
langit barat, aku baru akan percaya" Lantaran tujuannya sudah tercapai, Hoa In-liong tidak mendesak lebih lanjut,
sambil tersenyum ia melanjutkan kembali santapannya.
Thia Siak bi tidak berbicara pula, ia meneruskan santapannya dengan kepala
tertunduk. Meskipun tidak mempunyai gelar kependetaan, Thia Siok bi termasuk seorang
pengikut agama To yang saleh, dia pantang minum arak, takaran perutnya juga kecil hanya
semangkuk nasi sudah cukup mengenyangkan perutnya.
Hoa In-liong sendiri, walaupun besar takaran makannya tapi dia bersantap dengan
cepat, sejak tadi dia sudah berhenti makan karena kenyang.
Diatas meja tersedia juga sepoci arak, padahal pemuda itu gemar minum, tapi
lantaran berada dihadapan Thia Siok bi, sebelum To koh itu memberi ijin dia tidak menyentuh
barang secawanpun melainkan sambil menggoyang goyangkan kipasnya dia sabar
menanti. Thia Siok bi melirik sekejap kearahnya, kemudian berpikir, "Bocah ini terlampau
cerdik, dan lagi mempunyai waktu yang cukup ulet, tampaknya sebelum kusinggung sedikit rahasia
yang dia inginkan, tak mungkin bocah ini akan berdiam diri"
Karena berpikir demikian diapun berkata.
684 "Tampaknya pinto memang tak bisa menangkan dirimu, apa yang ingin kau ketahui"
Nah katakanlah!" Sambil menyimpan kembali kipasnya jawab Hoa In-liong, "Kalau dibicarakan
sesungguhnya memalukan sekali, meskipun boanpwe dan pihak Hian-beng-kauw sudah berulang kali
terjadi adu kekuatan, tapi hingga kini aku masih belum mengetahui siapakah kaucu mereka...."
"Maaf, maaf!" tukas Thia Siok bi sambil goyangkan tangannya berulang kali, "aku
sudah terlanjur punya janji, sehingga rahasia ini tak mungkin kubongkar. Buat apa buru-buru
ingin tahu" Cepat atau lambat kan kau bakal tahu?"
Sesudah berhenti sebentar, dia menambahkan, "Pinto hanya bisa memberitabukan
kepadamu kalau orang ini mempunyai dendam sakit hati sedalam lautan dengan keluargamu"
"Aaah....omongan semacam ini bukankah sama artinya dengan perkataan yang tak ada
gunanya?" pikir Hoa In-liong, "tidak sedikit gembong iblis yang mampus ditangan
nenek dan ayahku dimasa lalu, siapa tahu Hian-beng Kaucu itu murid siapa?"
Karena ia tak bisa menebak siapa gerangan Hian-beng Kaucu itu, lagipula Thia
Siok bi juga tidak bersedia memberitahukan rahasia ini, terpaksa ia bertanya lagi, "Betulkah markas
besar perkumpulan Hian-beng-kauw terletak di bukit Gi hong san?"
"Darimana kau dapatkan berita" tanya Thia Siok bi tercengang.
"Oooh.... aku tidak memperolehnya dari siapapun, seorang sahabat boanpwe lah yang
berhasil menyelidikinya sendiri, hanya saja betul atau tidak, harap cianpws beri petunjuk
kepadaku" Thia Siok bi termenung sebentar, lalu dengan nada minta maaf katanya lirih,
"Aaai....mengenai soal itu, pinto hanya bisa minta maaf, sebab aku benar-benar tak dapat memberi
pertanda atau ketegasan apa-apa, maafkanlah daku!"
Sepintas lalu meskipun ucapan itu kedengaranoya tidak memberi petunjuk apa-apa,
padahal kalau dicamkan lebih dalam dapat diartikan pula sebagai satu pengakuan yang
mengatakan bahwa dugaan pemuda itu memang benar, Hoa In-liong berpikir sebentar, lalu
ujarnya sambil tertawa, "Waaah.... kalau begitu banyak masalah yang cianpwe, kuatirkan aku jadi
bingung sendiri persolan yang manakah yang harus kutanyakan....".
Thia Siok bi kembali termenung beberapa saat lamanya.
"Pinto hanya dapat memberitahukan satu hal kepadamu katanya kemudian.
"Silahkan diucapkan cianpwe!" ujar Hoa In-liong dengan wajah serius.
"Rasa benci Hian-beng Kaucu terhadap keluargamu boleh dibilang lebih dalam dari
samudra, entah darimana kemampuan yang dimiliki, ternyata dia dapat mengundang munculnya
beberapa orang gembong iblis sakti untuk membantu pihaknya.
"Sekalipun dia mempunyai jago-jago iblis sakti, memangnya keluarga Hoa dari Im-
tiong-san tak anggup uutuk mengatasinya?" pikir Hoa In-liong didalam hati.
Ketika Thia Siok bi menyaksikan sikap acuh tak acuh dari anak muda itu, dengan
suara dalam dia lantas menegur, "Hoa Yang, apakah kau lupa dengan ajaran ku to yang mengatakan
bahwa orang yang tekebur selamanya pasti kalah?"
685 Hoa In-Iiong terperanjat, wajahnya berubah menjadi serius kembali.
"Aku yang muda mohon petunjuk!"
"Kau jangan terlampau pandang remeh manusia-manusia itu, sebab kendatipun ayahmu
sendiri, bila sudah mengetahui kekuatan yang dimiliki Hian-beng-kauw dewasa ini, belum
tentu dia sanggup untuk mengatasinya....!"
Rupanya To koh setengah umur ini tak berani terlalu banyak berbicara, sampai
diseparuh jalan, tiba-tiba saja perkataannya terhenti.
Melihat itu, kembali Hoa In-liong berpikir, "Kau dilihat dari sikapnya itu,
jelas janjinya antara dia
dengan Hian-beng-kauw mencakup pula janji dari Hian-beng-kauw yang tak akan
menganggu dirinya, sebaliknya diapun tak boleh membocorkan rahasia dari Hian-beng-kauw.
Aaa.... kalau begini ketat dia pegang rahasia, jangan harap aku akan berhasil untuk
mendapatkan berita penting" Tiba-tiba Thia Siok bi berkata lagi, "Tampaknya orang tua dari nona Coa itu
sudah terjatuh ketangan orang-orang Mo kau, cuma anehnya, meski suhengnya Tang kwik Siu adalah
seorang jago yang hebat, Goan cing taysu bukannya tak mampu mengatasinya, tapi kenapa
Goan cing taysu justru membiarkan mereka pergi dengan begitu saja" Apakah engkau tahu apa
sebabnya?" "Kalau dugaanku tak salah, hal ini sebagian besar dikarenakan beliau sudah
kehilangan hampir sebagian besar tenaganya karena harus membantu aku untuk mendesak keluar daya
kerjanya racun keji dari dalam tubuh, oleh karena beliau merasa bahwa tenaga dalam yang
dimilikinya sudah tak cukup untuk merobohkan orang-orang Mo kau, terpaksa mereka dibiarkan
pergi dengan begitu saja. Aaai.... seandainya empek Coa sampai terjadi apa-apa, akulah
penyebab yang mengakibatkan dia menderita"
"Ibaratnya nasi sudah menjadi bubur, toh urusannya telah berkembang menjadi
begini, menyesali diri sendiri juga tak ada gunanya" hibur Thia Siok bi.
Setelah berhenti sebentar dia bertanya lagi, "Jikalau tenaga dalamnya memang
sebagian besar telah lenyap, kenapa dia masih sanggup untuk mendemontrasikan ilmu Lian tay siu-
tok (menyeberang lintas mimbar teratai) dan Kou sim ciong (genta pengetuk hati) dua
macam ilmu maha sakti itu?" Hoa In-liong berpikir sebentar, lalu jawabnya, "Rupanya dia orang tua telah
menggunakan sisa tenaga dalam yang berhasil dihimpunnya dari sela-sela tubuhnya, cuma keadaan
tersebut rupanya berhasil diketahui oleh Seng To cu, karena itulah dia baru mengucapkan
kata-kata sepeti bagaikan sedang minum air panas atau dingin, yang minumlah yang tahu"
Diam-diam Thia Siok bi manggut-manggut, dia merasa bagaimanapun juga orang asal
Liok soat Ban ceng memang merupakan kawanan manusia yang luar biasa. Dia menghela napas
berat. "Aaai....Seng To cu itu terhitung pula seorang manusia yang hebat, kalau sampai
membiarkan Mo kau dan Hian-beng-kauw bekerja-sama, bukankah kedudukanmu menjadi berbahaya
sekali?" Tiba-tiba dia tertawa dan menambahkan, "Aaah....belum tentu benar pembicaraan kita
ini, jangankan Seng To cu belum tentu mengetahui rahasia tersebut, sekalipun
mengetahui dengan yakin toh dia tetap kuatir untuk bertarung melawan Goan cing taysu, bukankah
demikian?" 686 "Persoalan ini sangat rahasia dan besar sekali artinya, harap cianpwe, jangan
membocorkan kepada siapapun" tiba-tiba Hoa In-liong meminta dengan sangat.
"Aaah....!Kamu ini menganggap pinto itu manusia macam apa?" Thia Siok bi rada
uring-uringan. Hoa In-liong menjadi tersipu-sipu sendiri, terpaksa dia tertawa.
"Bila dilihat dari cara cianpwe ini menutup rahasia Hian-beng-kauw, jelas dia


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah seorang manusia yang dapat dipercaya" demikian ia berpikir dihati, "yaa, perkataanku
barusan memang berlebihan, bukan kebaikan yang diperoleh aku justru malah menimbulkan ketidak
senangan dalam hatinya" Baru saja dia hendak mengucapkan sesuatu, tiba-tiba berkumandang suara derap
kaki kuda yang ramai diselingi bunyi keleningan, mula mula suara itu kedengaran masih jauh,
tapi dalam waktu singkat sudah makin mendekat, suaranya memekikkan telinga malah dilihat dari
gerakan tersebut, jelas kuda-kuda itu merupakan kuda jempolan yang bisa menempuh seribu
li dalam sehari. Sebagai orang persilatan, tidak terkecuali Hoa In-liong maupun Thia Siok bi
kebanyakan memang menyukai kuda jempolan dan pedang mustika tanpa terasa mereka berpaling keluar
warung. Diantara debu yang beterbangan di angkasa tampak seekor kuda jempolan berlari
mendekat dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Sedemikian cepatnya kuda itu lari, sampai dengan ketajaman mata Hoa In-liong pun
dia hanya sempat menyaksikan kalau kuda itu berbulu hitam dan penunggangnya bertubuh ramping, jelas
potongan badan seorang nona muda.
Sayangnya ia tak sempat menyaksikan raut wajah sinona itu sebab larinya kuda itu
terlalu cepat, lagi pula ia memandang dari samping, hingga apa yang dilihat kurang begitu
jelas. Ketika mendengar derap kaki kuda yang ramai tadi, para tamu dalam warung
bersama-sama melongok keluar pula, tapi namun mungkin mereka bisa menyaksikan sesuatu kecuali
bayangan kuda, mereka cuma tahu kalau sesosok bayangan manusia duduk diatas pelana.
Setelah kuda hitam itu lewat, suasana menjidi gaduh, semua orang bersama sama
mbiubicarakan kehebatan kuda tadi.
Hoa In-liong sendiri juga teringat kembali akan kuda liong ji nya, setelah
ditangkap Cia In dikota Keng-bun tempo hari, kuda itu tak diketahui lagi jejaknya, tapi dia tidak
terlalu menguatirkan, se bab dia percaya bahwa liong ji sudah mengerti perasaan manusia, orang awam biasa
tak mungkin bisa menungganginya, sedang jago silat tak akan lega untuk melukainya,
kalau bertemu dengan rekan-rekan ayahnya, mereka pasti akan kenali pemilik kuda itu, atau
kemungkinan juga kuda tersebut sudah pulang lebih dulu ke perkampungan Liok-Soat san ceng.
Sementara dia masih melamun, tiba-tiba terdengar Thia Siok bi berseru tertahan,
"Hei, aneh benar! Kenapa budak, itu ikut datang?"
Telapak tangan kanannya segera menekan sisi meja, lalu bagaikan seekor burung
raksasa dia melayang keluar dari warung makan itu.
"Cianpwe...." seru Hoa In-liong gelisah.
687 "Tunggu saja disitu sebentar!" tukas Siok bi dari kejauhan.
Sebetulnya Hoa In-liong sedang bangkit berdiri, tapi sesudah mendengar perkataan
itu dia duduk kerrbali, pikirnya, "Aku saja tak dapat melihat jelas raut wajah nona itu, masa
dengan tenaga dalam yang lebih rendah dari aku dia bisa melihat jelas siapakah orang itu"
Ahh....betul orang itu pasti orang yang sangat dikenalnya, sebab itu meski sepintas lalu saja dia
segera kenali orangnya" Dalam pada itu, para tamu lainnya dalam warung itu hanya duduk terbelalak dengan
mulut melongo, satu dua diantaranya sempat pula menarik Hoa In-liong, tampaknya mereka
kuatir kalau pemuda itupun berubah menjidi burung dan ikut terbang, hingga untuk sesaat
suasana jadi hening tak kedengaran sedikit suarapun.
Terhadap lirikan-lirikan dari para pelancong dan para pedagang, Hoa In-liong
bersikap pura-pura tidak melihat, ia menunggu beberapa saat lagi, ketika Thia Siok bi yang
ditunggu-tunggu belum datang juga, akhirnya ia putuskan untuk minum arak sambil membuang kekesalan.
Isi poci arak itu tidak terlalu banyak, tak lama kemudian sudah habis termiaum,
maka diapun berseru, "Hei pelayan, minta satu poci arak lagi!"
Pelayan sudah bersiap siap disana sejak tadi, mendengar panggilan itu dia
mengiakan dengan nada takut, sepoci arak baru dengan cepat sudah dihantarkan, sedang poci kosong
diambil pergi. Tergelak Hoa In-iioug melihat takut-takut dari pelayan itu, tegurnya,
"Eeeh....memangnya aku ini
malaikat jahat" Kenapa musti takut terhadapku?"
"Yaa....yaa....yaya memang malaikan bengis....! Sebenarnya pelayan itu hendak
mengatakan kalau dia bukan malaikat bengis, siapa tahu saking gugupnya ia sampai salah
berbicara punya mengatakan tidak, dia malah membenarkan karuan saja kontan mukanya jadi pucat
pias seperti mayat. Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, dia mengeluarkan sekeping uang perak dan
dilemparkan ke meja lalu berkata lagi, "Itu, boleb kauambil! Daripada kau tuduh aku ingin
makan gratis" Pelayan tersebut bungkukan badannya berulang kali.
"Yaya, tak usah banyak-banyak, tak usah banyak-banyak" katanya lagi dengan
gugup. Padahal sejak tadi matanya, mengincar terus kepingan uang perak itu, kalau bisa
sekali comot uang itu masuk ke saku sendiri.
Tentu saja Hoa In-liong dapat merasakan isi hati orang, kembali dia tertawa
katanya sambil mengulapkan tangannya berulang kali, "Sana, bawa semua, sisanya untukmu!"
Buru-buru pelayan itu mencomot uang perak tadi kemudian mengucapkan terima kasih
berulang kali, setelah itu buru-buru dia kabur kewarung belakang, seakan akan kuatir
kalau Hoa In-liong menjadi menyesal. Hoa In-liong tersenyum, dia berpiling lagi keluar warung. Tiba tiba ia menangkap
berkelebatnya sesosok bayangan manusia, bayangan tersebut buru-buru kabur kesemak belukar dan
menyembunyikan diri. 688 Meski hanya sekilas pandangan, ia kenali orang itu sebagai majikan kecilnya Si
Nio atau nona berbaju ungu itu. Semula pemuda itu bermaksud untuk menyusulnya, tapi kemudian berpikir, "Ketika
melihat aku disini, dia lantas menyembunyikan diri, sudah jelas nona itu enggan untuk
bertemu dengan aku, kalau sampai ku susul kesana, dia pasti akan menemui aku secara terpaksa, dalam
keadaan yang serba kaku tiada manfaat apa-apa yang bakal kudapatkan, malah kalau sampai Thia
cianpwe kembali kesini dan tidak menemui diriku, urusan akan semakin runyam"
Karena berpendapat demikian, maka ia duduk kembali ditempatnya semula....
Sementara itu para tamu dalam warung sedang berbisik-bisik entah apa yang mereka
bicarakan, suaranya lembut sukar didengar, tapi ada kemungkinan menyangkut tingkah laku Hoa
In-liong yang seenaknya sendiri tanpa memperdulikan apakah disekitarnya, ada orang atau
tidak itu.... Kembali setengah jam sudah lewat, akhirnya penasaran Hoa In-liong, dia berpikir.
"Tak mungkin suhunya nona Wan akan beradu kecepatan dengan kuda jempolan
tersebut, tentunya dia akan memanggil namanya, tapi kenapa begini lama" Masa kalau
bercakap-cakap juga membutuhkan waktu selama ini...."
Ingatan tersebut baru saja melintas dalam benaknya, tiba-tiba terdengar teriakan
Thia Siok bi bergema dari depan warung, "Hoa Yang, hayo kita lanjutkan perjalanan!"
Hoa In-liong tidak membuang waktu lagi, diaa bangkit dan melayang keluar dari
warung itu. Baru saja dia berada diluar pintu, Thia Siok bi te1ah menge-rahkan ilmu
meringankan tubuhnya untuk melanjutkan perjalanan.
Buru-buru dia menyusul kemuka, teriaknya, "Hei cianpwe, siapa gerangan nona
tadi?" "Hmni....! Kamu hanya pandainya menanyakan soal nona....!" dengus Thia Siok bi tanpa
menghentikan gerakan tubuhnya.
Jawaban itu cukup membuat pemuda kita meringis serba salah.
"Cianpwe, buat apa kita musti terburu-buru?" kembali serunya.
"Ya, kita musti terburu-buru karena harus menempuh perjalanan sejauh lima ratus
li" Hoa In-Iiong mempercepat langkahnya dan menerjang maju ke depan, kembali dia
berseru, "Kita akan kemana?" "Ke Hway-im!" Setelah melirik sekejap, dengan dahi berkerut dia berkata kembali, "Hematlah
tenagamu, perjalanan yang akan kita tempuh bukan suatu perjalanan dekat"
"Oooh....tak menjadi soal, aku yang muda masih sanggup untuk menahan diri" sahut
Hoa Inliong sambil tertawa.
Thia Siok bi mendengus dan tidak berbicara lagi, tiba-tiba ia mempercepat
larinya. 689 Hoa In-liong tarik napas dalam-dalam, hawa murninya dihimpun kembali dan
terpaksa dia harus menyusul dibelakang To koh tersebut.
Demikianlah, dua orang itu melakukan perjalanan amat cepat, dari tengah hari
sampai magrib mereka tak pernah berhenti, akhirnya napaspun mulai ngos-ngosan dan ketika
itulah mereka mengurangi kecepatan masing masing....
"Hoa Yang, perlu beristirahat tidak?" tiba-tiba Thia Siok bi menegur.
"Tidak usah, boanpwe masih sanggup untuk bertahan sampai kota Hway-im...."sahut
pemuda itu. "Baik, kita lanjutkan perjalanan!"
Tiba tiba To koh setengah umur itu mempercepat langkahnya kabur kedepan.
Sambil menyusul dibelakangnya, Hoa In-liong berpikir, "Oooh....tampaknya dia belum
mengerahkan segenap tenaga dalamnya, kalau begitu penilaianku tempo hari salah
besar, sebab meski tenaga dalam yang dimiliki cianpwe ini masih bukan tandingan Tang kwik
Siu, akan tetapi ilmu meringankan tubuhnya lihay banget"
Kurang lebih jam satu tengah malam, akhirnya muncul juga sebuah benteng kota
yang amat besar ditengah kegelapan sana, kota tersebut bukan lain adalah kota Hway-im
pusat lalu lintas antara wilayah utara dan selatan terutama bagi propinsi Kang ci.
Dengan bermandikan keringat tiba-tiba Thia Siok bi menghentikan perjalanannya,
dengan napas tersengkal dia berseru, "Hoa Yang, mari kita atur pernapasan dulu, bila tenaga
kita sudah pulih kembali baru masuk kota"
Hoa In-liong ingin cepat-cepat bertemu dengan Wan Hong giok, segera sahutnya,
"Boanpwe tidak lelah, bagaimaua kalau cianpwe memberitahukan kepadaku dimana muridmu
berada, aku ingin segera menjumpai nona Wan"
Thia Siok bi berpaling, ditemuinya meski peluh membasahi seluruh badan Hoa In-
liong dan napasnya agak tersengkal, tapi yang aneh wajahnya tetap kelihatan segar,
kesegaran itu tak jauh berbeda dengan keadaan disiang hari tadi.
Bila kesegaran pemuda itu dibandingkan dengan wajah layu dirinya yang kecapaian,
sudah tentu tampak perbedaan yang menyolok.
"Aneh betul" demikian pikirnya dengan tercengang, "sekalipun Hian-beng Kaucu
atau Seng To cu tak mungkin kesegaran mereka akan semakin bertambah setelah menempuh perjalanan
sejauh lima ratus li" Tentu saja To koh setengah umur itu tak pernah menduga kalau Goan cing taysu
telah menambah tenaga dalam Hoa In-liong dengan ilmu Wan kong lip teng (Cahaya Bulan
Mencapai Puncak), suatu kepandaian maha sakti dari kalangan agama Buddha.
Setelah melakukan perjalanan jauh tanpa berhenti, bukan kelelahan yang
didapatkan pemuda itu, justru tenaga murni yang diperolehnya dari Goan cing taysu semakin membaur
dengan tenaga dalam milik sendiri. Otomatis air mukanya kelihatan makin segar.
690 Hoa In-liong pribadi meskipun tahu akan proses tersebut, diapun tidak menduga
kalau hasilnya luar biasa, diam-diam dia semakin berterima kasih atas kebaikan taysu tersebut.
Thia Siok bi tampak termenung sebentar, kemudian ujarnya, "Kalau toh engkau
belum lelah, mari sekarang juga kita masuk ke dalam kota"
"Cianpwe...." "Tak usah banyak bicara" tukas Thia Siok bi, toh kita sudah ada perjanjian
dimuka, bila ketemu musuh maka kaulah yang musti maju untuk beradu jiwa"
Sekali melompat dia sudah naik lebih dulu keatas dinding kota.
Buru-buru Hoa In-liong mengikuti dibelakangnya.
Bangunan rumah berderet-deret bagaikan sisik ikan dalam kota itu, dibawah cahaya
rembulan suasana diliputi keheningan, kecuali gonggongan anjing diujung gang sana tak
kedengaran sedikit su arapun. Sesudah mengatur pernapasan kata Thia Siok bi, "Anak Giok berdiam didalam kuil
Hian biau koan di utara kota, ketua kuil tersebut Keng it To koh adalah sahabat karib


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pinto" "Koancu tersebut tentunya seorang jago lihay bukan?" sela anak muda kita.
"Dugaanku keliru besar, dia justru tak pandai bersilat"
Sementara pembicaraan berlangsung, perjalanan sama sekali tidak berhenti, mereka
berlarian melewati atap rumah yang berjejer-jejer. Akhirnya sampailah dimuka sebuah To
koan yang berdinding merah dan dikelilingi pohon bambu.
Meskipun bangunan kuil itu megah dan tanahnya luas, tapi suasananya hening dan
nyaman, suatu tempat pertapaan yang amat serasi.
Thia Siok bi membawa pemuda itu menuju kehalaman belakang, lalu bisiknya,
"Keheningan malam telah mencekam seluruh jagad, kalau kita masuk sambil mengetuk pintu, maka
kedatangan kita ini pasti akan mengganggu nyenyaknya orang tidur, mari kita
masuk sendiriseodiri saja"
Hoa In-liong mengangguk, dia melompati dinding pekarangan dan hinggap di atas
gununggunungan, ditepi kolam dikelilingi kebun bunga yang indah tampaklah sebuah
bangunan kecil yang mungil. Ketika pemuda tersebut memandang ke arah bangunan itu, hampir saja air matanya
bercucuran saking terharunya. Cahaya lampu menerangi ruangan itu terang benderang, jendela terpentang lebar
dan Wan Hong-giok sambil bertopang dagu duduk ditepi jendela sambil memandang rembulan
di angkasa dengan termangu, badannya kurus kering mukanya pucat, air mata membasahi pipi
dan kelopak matanya, betapa kusut dan layunya gadis itu!"
"Ooooh....dia begitu kurus" pekik Hoa In-liong, didalam hati. "karena akulah dia
ternoda dan ilmu silatnya punah, dia.... dia....sedang aku ketika berada dibuka Yan-san...."
691 Tiba-tiba Wan Hong-giok bergumam dengan suara yang memedihkan hati, "Malam ini
adalah malam keberapa" In liong....ooohh In-liong.... kau berada dimuna" Tidak rindukah kau
kepadaku?" Ia menggelengkan kepalanya berulang kali, kembali gumamnya, "Tidak! Aku tidak
minta kau rindu kepadaku, sebab kalau begini maka kau tak akan senang hati, aku hanya
ingin menyaksikan kau dapat hidup penuh kegembiraan, aku.... sekalipun melupakan diriku
juga tidak, mengapa...." Selanjutnya gadis itu menggumankan pula kata-kata cinta yang tak terhitung
banyaknya, dalam pelampiasan kata-kata cintanya itu dia hampir saja melupakan diri, dia tidak
mengharapkan balasan dari lawannya, dia hanya ingin menunjukkan kalau cintanya kepada Hoa In-
liong lebih dalam dari samudra, lebih tinggi dari langit....
Hoa In-liong tak dapat menahan diri lagi, air matanya jatuh bercucuran karena
terharu, setengah berbisik dia memanggil. "Hoag giok...."
Betapa terperanjatnya Wan Hong giok mendengar panggilan itu, tiba-tiba ia
berpaling. Sayang tenaga dalamnya waktu itu sudah buyar, jangan dibilang Hoa In-liong
berdiri ditengah kerumungan bunga, sekalipun berdiri ditengah tanah lapang, belum tentu ia dapat
melihatnya dengan jelas. Nona itu berusaha mencari sumber datangnya suara itu tapi tidak berhasil,
akhirnya dengan sedih dia menghela napas.
"Yaaa....! Aku terlalu terkenang kepadanya, sampai suaranya pun ikut terkenang."
Tiba-tiba ia tundukkan kepalanya, lalu dengan sedih bersenandung lirih,
"Air jernih siang malam mengalir di loteng merah.
Sukma yang lemah bergentayangan mengitari nirwana yang indah.
Kapan impian indahku akan menjadi kenyataan"
Mengapa kau tak datang" Mengapa kau tak datang"
Mungkinkah takut menderita kemurungan....?"
Bait-bait tersebut merupakan bait dari syair cinta yang sudah berusia lama,
bukan saja penuh mengandung nada cinta, terutama peng harapannya yang luar biasa, membuat
siapapun tahu kalau gadis malang itu sedang merindukan kekasihnya mengharapkan kunjungan
idaman hatinya. Air mata bercucuran membasahi seluruh wajahnya Hoa In-liong, diam-diam dia
melompat jendela dan berdiri di belakang Wan Hong-giok, kemudian sambil membelai
rambutnya yang hitam mulus bisiknya lembut, "Hong giok!"
Kasihan sekali Wan Hong-giok, sejak ilmu silatnya punah, hampir boleh dibilang
ia seperti orang awam biasa, sekalipun Hoa In-liong sudah berdiri dibelakangnya ia belum merasa.
692 Akhirnya setelah pemuda itu membelai rambutnya, gadis itu baru sadar dan
berpaling. Ditatapnya Hoa In-liong dengan termangu-mangu lama....lama sekali, dia baru
berbisik lirih, "Kemarin kau sudah datang, mengapa hari ini kembali" Kalau terlalu sering kau
datang kemari adik Wi bakal tak senang hati"
Tiba-tiba Hoa In-liong merasa hatinya sakit sekali, pikirnya.
"Oooh.... dia masih mengira pertemuan ini adalah bertemuan dalam alam impian,
dia.... aku memang seorang pemuda yang kejam, aku orang yang tak tahu cinta...."
Sebagai diketahui, Hoa In-liong adalah seorang pemuda romantis yang gemar
berpacaran, setelah di pengaruhi oleh emosi nyaris dia muntahkan darah segar.
Buru-buru pemuda itu mengerahkan tenaga dalamnya dan mengatur napas, darah yang
bergolak keras itu berusaha ditekan kembali.
Selesai mengatur pernapasan, dia baru berkata dengan lembut.
"Adik Wi tidak akan tak senang hati atas kedatanganku ini!"
Wan Hong giok mengagangguk dan tertawa bodoh.
"Yaa, aku tahu adik Wi memang gadis yang polos dan baik hati!"
Hoa In-liong makin berduka oleh sikap gadis itu, cepat serunya, Hong giok,
pertemuan ini bukan dalam impian, camkan! Semuanya adalah kenyataan, bukan cuma impian belaka!"
Mula-mula Wan Hong giok agak tertegun, kemudian bisiknya seperti orang bodoh,
"Kenyataan" Kenyataan?" Biji matanya yang jeli mengerling kesana kemari tangannya diulurkan kedepan
seakan-akan hendak menyentuh tubuh Hoa In-liong serta membuktikan babwa kejadian itu memang
suutu kejadian yang sungguhan. Tapi....secara tiba-tiba ia menarik kembali tangannya seperti mendadak kena
dipagut ular, rupanya dia kuatir bila sentuhan tersebut kosong ma a impian indahnya akan
tercabik-cabik dan idaman hatinya yang berada dihadapannya akan lenyap dengan begitu saja.
Sambil menahan lelehan air matanya Hoa In-liong maju kemuka dan memeluk tubun
Wan Hong giok dengan psauh kemesrahan, bisiknya dengan lembut, "Sekarang kau sudah
percaya bukan?" "Sekujur badan Wan Hong giok gemetar keras, tiba-tiba meledak isak tangisnya.
"Oooh In liong...."
Dia menyusupkan kepalanya kedalam pelukan pemuda itu dan balas memeluknya dengan
penuh kemesrahan. Dalam kejut dan girangnya, gadis itu merasakan pula kesedihan yang luar biasa,
sambil memeluk erat-erat tubuh Hoa In-liong, dia menangis sejadinya, hingga dalam waktu
singkat, sebagai besar pakaian yang dikenakan Hoa In-liong sudah basah kuyup.
693 "Jangan menangis! Jangan menangis...." bisik Hoa In-liong sambil membelai
rambutnya yang mulus. Pemuda itupun hampir melupakan segala-galanya termasuk keadaan untuk sesaat
disekelilingnya. Beberapa saat kemudian, Wan Hong giok baru pelan-pelan menjadi tenang kembali,
sambil menyembunyikan kepalanya dipelukan orang, dia berbisik lirik, "Baik-baikkah
engkau selama ini?" "Aku baik sekali, justru kaulah yang harus baik-baik menjaga diri!"
ketika dilihatnya gadis itu masih memeluknya erat-erat, seolah olah takut kalau
sampai lepas tangan, maka pemuda idamannya akan lenyap dengan begitu saja, tersenyumlah Hoa
In-liong. "Bagaimana kalau kita duduk dulu baru berbicara lagi?" bisiknya kemudian.
Wan Hong giok yang berada dalam pelukan itu mengangguk, dia melepaskan pula
rangkulannya. Setelah duduk Hoa In-liong baru memeriksa sekejap suasana dalam ruangan itu, dia
lihat kamar itu bersih sekali, kecuali pembaringan yang di atur dengan rapi, hanya terdapat
sebuah meja dengan empat buah kursi, sebuah lilin kecil menerangi ruangan tersebut.
Pedih rasanya pemuda itu, pikirnya, "Gadis secantik dia tidak sepantasnya kalau
berdiam ditempat seperti ini"
Rupanya Wan Hong giok merasakan apa yang dipikirkan pemuda itu, sambil tersenyum
tiba-tiba ujarnya, "Aku senang sekali dengan tempat seperti ini, mana bersih mana sunyi
lagi!" Hoa In-liong tertawa paksa.
"Malam semakin larut, kenapa kau belum tidur?" bisiknya, "tahukah kau bahwa
caramu ini hanya akan merusak kesehatan saja?"
Wan Hong giok tertawa. "Aku belum ingin tidur!" jawabnya singkat.
Tapi satelah berhenti sebentar, dia berkata lagi, "Padahal tidak tidur juga tak
menjadi soal, coba lihat! Bukankah aku tetap sehat wal'afiat?"
Dengan perasaan sedih, kasihan dan lara, Hoa In-liong mengawasi raut wajahnya
yang cantik tapi kurus dan sayu itu, kemudian setelah tertegun sesaat bisiknya lagi, "Kau....
kau kelihatan lebih kurus" Sambil tertawa Wan Hong giok gelengkan kepalanya berulang kali, dia tidak
berkata apa-apa. Hoa In-liong tidak tahu yang diartikan gadis itu tidak bertambah kurus ataukah
menjadi soal, pemuda itu berdiri tertegun.
"Kau.... kau...." Tiba-tiba Wan Hong giok mengalikan pokok pembicaraan ke soal lain,
tanyanya, "Bagaimana kau bisa tahu kalau aku berada di sini?"
694 Hoa In-liong tahu kalau gadis tersebut tak ingin terlalu banyak membicarakan
soal itu, maka segera jawabnya, "Suhumu yang mengajak aku kemari!"
Padahal Wan Hong-giok sudah tahu kalau pasti gurunya yang memimpin pemuda itu ke
situ, pertanyaan itu memang sengaja diajukan untuk mengalihkan pokok pembicaraan saja.
Maka sambil manggut-manggut dia bertanya lagi.
"Sekarang, dia orang tua berada dimana?"
Hoa In-liong tidak menjawab, dia cuma berpikir didalam hati, "Sejak masuk
kedalam kamar ini, aku tidak terlalu memperhatikan dirinya lagi, tapi jelas cianpwe yang sangat
menguatirkan keselamatan muridnya itu pasti bersembunyi disekitar tempat ini"
Baru saja dia akan menjawab, ketika secara tiba-tiba berhembus lewat angin
tajam, diantara cahaya lilin yang bergoncang-goncang, Thia Siok bi sudah muncul didalam ruangan.
"Suhu...." pekik Wan Hong giok dengan sedih.
Dia melompat kedepan dan menubruk kedalam rangkulan Thia Siok-bi, kemudian
melelehkan isak tangisnya. Air mata meleleh keluar dan membasahi pula pipi Thia Siok bi, dengan mulut
membungkam dia cuma bisa membelai rambut muridnya.
Akhirnya setelah hening beberapa saat lamanya Thia Siok-bi memanggil dengan
suara lirih, "Anak Giok!" "Ada apa suhu?" dengan muka yang basah oleh air mata Wan Hong giok menengadah.
Makin sedih perasaan Thia Siok-bi menyaksikan betapa layu dan kurusnya wajah
gadis itu, tapi dia paksakan juga sebuah senyuman.
"Masuklah dulu ke dalam, suhu ingin bercakap-cakap dengan Hoa kongcu" katanya.
Hoa In-liong terkesiap, dengan cepat dia berpikir, "Rupanya din hendak
membicarakan nasib Wan Hong giok dengan diriku, wah.... apa dayaku?"
"Rupanya Wan Hong giok juga menduga sampai kesitu, dengan cepat dia
menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak! Aku tidak mau!"
Mula-mula Thia Siok-bi agak tertegun, lalu sambil berpura-pura marah serunya
lagi, "Masa perkataan suhupun tidak kau turuti?"
"Oooh suhu! keluh Wan Hong-giok dengan sedih, mari kita pulang keluar perbatasan
saja, tecu sudah bosan dengan daratan Tionggoan"
Thia Siok bi tertawa getir.
"Anak bodoh masa selama hidup kau hendak mengikuti suhumu" Sebagai anak
perempuan, akhirnya toh kau harus....
695 Sebelum kata menikah sempat meluncur keluar, tiba-tiba Thia Siok bi menghentikan
ucapannya, dia kuatir Wan Hong giok akan menjadi sedih setelah mendengar perkataan itu,
apalagi sejak kesucian tubuhnya ternoda.
Siapa taha justru sikap gurunya ini semakin menambah kepedihan hati Wan Hong
giok, isak tangisnya makin menjadi. "Oooh.... suhu, tecu tak mau menikah, teca rela mendampingi suhu sepanjang masa"


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aaai.... tapi suhu tak perlu kau dampingi terus" keluh Thia Siok bi sambil
menghela napas. Sambil menahan isak tangisnya yaug keras kata, Wan Hong giok lagi, "Suhu kalau
kau sudah tak maui aku lagi, biarlah tecu mencari sebuah biara dan cukur rambut menjadi
pendeta disitu" "Anak Giok...."
"Atau kalau tidak, di To koan inipun boleh juga"
Hoa In-liong hanya bisa berdiri membungkam menyaksikan adegan tersebut, tanpa
disadari air matanya ikut meleleh keluar membasahi pipinya.
Thia Siok bi tampak agak tertegun, tiba-tiba dia mengalihkan sorot matanya,
dengan sinar mata setajam sembilu bentaknya, "Hoa Yang!"
Hoa In-liong terkesiap, dengan cepat dia menyahut, "Hoa Yang!"
Kembali Thia Siok bi berkata dengan suara dingin, "Tahukah engkau apa yang
menyebabkan muridku menjadi begini?"
"Yaa, dosa boanpwe memang tak terampuni!" bisik Hoa In-liong dengan air mata
berlinang. "Kalau memang begitu, kau harus memberi pertanggungan jawab kepada muridku"
Hoa In-liong tertegun, dengan penuh kesangsian ia menatap kedua orang perempuan
itu bergantian, tak sepatah katapun sanggup diucapkan.
Sekalipun pemuda itu suka bermain cinta, tapi dia sangat memandang tinggi apa
artinya cinta itu, ternodanya Wan Hong giok dalam pandangannya merupakan suatu peristiwa yang
patut disesalkan, cuma bila dia musti mengikat janji dengan begitu, lantas bagaimana
penyelesaiannya dengan Coa Wi wi" Sekalipun belum terlalu lama pergaulannya dengan Coa Wi wi, tapi secara diam-
diam kedua belah pihak sudah saling mengikat janji, boleh dibilang cinta mereka dimulai
sejak pandangan pertama. Maka kalau berbicara soal istri, Coa wi-wi adalah orang yang paling pantas untuk
kedudukan itu. Apalagi meski dia binal tapi peraturan rumah tangganya sangat ketat, soal
perkawinanpun merupakan masalah besar, tak mungkin baginya untuk menyanggupi tanpa berunding
dulu dengan orang tuanya. Yaa sekarang dia setuju, bila lain waktu ayahnya menyatakan
keberatan, lantas bagaimana...."
696 Hoa In-liong tidak ingin menjadi seorang pemuda yang mencla mencle, terutama
mengingkari ucapannya sendiri. Sebagai seorang pemuda yang bijaksana, sebagai seorang laki-
laki sejati terutama sebagai keturunan orang ternama, pemuda itu tak mau berbuat gegabah
sebelum memutuskan sesuatunya dia ingin renungkan dan pertimbangkan dulu masalahnya
masakmasak. Sebab itu, sekian lamanya pemuda itu tetap membungkam, dia tak tahu bagaimana
musti memberikan jawabannya. Tiba-tiba Wan Hong giok mengeluh sambil menangis tersedu-sedu, "Oooh....suhu, kau
tak usah memaksanya, tecu rela menjadi pendeta dan hidup mengasingkan diri...."
"Kau tak usah banyak bicara" bentak Thia Siok bi, "akulah yang berhak
mengaturkan segala sesuatunya untukmu!"
"Tapi kalau suhu hendak memaksa tecu untuk kawin, lebih baik tecu mati saja!"
Thia Siok bi, tidak menggubris muridnya lagi, dia berpaling ke arah Hoa In-liong
dan bentaknya kembali, "Ayoh, cepat beri keputusan yang tegas...."
Hoa In-liong tertegun. "Boanpwe.... " Terbayang kembali raut wajah ayahnya yang keren dan suara neneknya yang penuh
wibawa, pemuda itu menjadi gelagapan dan tak mampu melanjutkan kembali kata-katanya.
Tiba-tiba Wan Hong giok berpekik sedih.
"Oooh suhu....maafkanlah ketidak berbaktinya muridmu ini....!"
Sambil meronta dari rangkulan Thia Siok bi, dia lari kedepan dan menumbukkan
kepalanya di atas dinding ruangan. Sejak berangkat meninggalkan bukit Yan san tempo dulu, sebetulnya Wan Hong giok
sedang melanjutkan perjalanannya menuju ke utara didampingi Ki ji, kebetulan Thia Siok
bi yang kangen dengan muridnya juga dalam perjalanan menuju ke Tionggoan, akhirnya mereka
berpapasan dan saling berjumpa di tengah jalan.
Kejut dan marah Tbia Siok bi menyaksikan keadaan muridnya yang mengenaskan itu,
dia mendesak muridnya agar menceriterakan musibah apa yang telah menimpa dirinya,
tapi Wan Hong giok bersikeras tetap membungkam, akhirnya dari Ki ji lah To koh itu
berhasil mengetahui duduknya persoalan.... To koh itupun mendapat tahu kalau muridnya bisa menjadi begini karena demi
keselamatan seorang keturunan keluarga Hoa Yang bernama Hoa Yang alias Hoa In-liong. Maka
setelah pikir punya pikir dia merasa hanya ada satu jalan untuk membuat muridnya gembira lagi,
yaitu mengawinkan muridnya itu dengan Hoa In-liong.
Begitulah sesudah menyusun rencana, akhirnya Thia Siok bi meninggalkan kedua
orang itu di kota Hway-im, sementara dia sendiri segera berangkat ke kota Kim leng.
697 Padahal Thia Siok-bi juga tahu akan urusannya lebih sulit daripada naik
kelangit, tapi apa boleh buat, demi kebahagian muridnya dia harus berusaha dengan segala kemampuan yang
dimilikinya, kalau terpaksa diapun akan memaksa Hoa In-liong untuk mengawini
muridnya. Wan Hong giok sendiri sebetulnya amat mencintai Hoa In-liong boleh dibilang
setiap waktu setiap saat selalu merindukan pemuda itu, tapi sejak ternoda ia merasa tubuhnya
sudah kotor dan tidak pantas untuk mendampingi Hoa In-liong lagi, sudah menjadi tekadnya
semenjak dulu bahwa ia lebih suka menghabisi nyawa sendiri daripada harus kawin dengan pemuda
pujaannya. Sebab itulah ketika Thia Siok bi memaksa pemuda itu untuk menerima lamaran,
dengan perasaan yang hancur luluh gadis itu menjadi nekad dan ingin menghabisi nyawa
sendiri. Tentu dua orang jago silat yang hadir dalam ruangan itu tak akan membiarkan dia
mati penasaran...." Sebelum kepalanya sempat membentur diatap dinding, Hoa In-liong sudah menyusup
kehadapannya serta merangkul gadis itu kedalam pelukannya....
Sejak ilmu silatnya musnah, kesehatan badan Wan Hong giok lebih rapuh dari orang
lain, apalagi setelah mengalami pukulan batin yang cukup berat, sejak tadi dia sebetulnya
sudah tak tahan, maka begitu dirangkul oleh Hoa In-liong, pingsanlah gadis itu.
Thia Siok bi putus asa bercampur kecewa, menyaksikan tekad muridnya yang lebih
baik mati daripada kawin, teringat pula kedudukan keluarga Hoa Yang begitu tinggi dalam
dunia persilatan ser ta ternodanya Wan Hong giok, dia betul-betul merasa tak ada harapan untuk
melangsungkan apa yang diharapkan. Sambil mendepak-depakkan kakinya ketanah, serunya dengan penuh kebencian,
"Sudahlah, sudahlah....percuma!"
Tiba-tiba ia merampas tubuh Wan Hong giok dari dukungan Hoa In-liong, kemudian
melompat keluar dari jendela. Mula-mula Hoa In-liong tertegun, menyusul kemudian sambil mengejar keluar
teriaknya dengan gemetar, "Cianpwe, nona Wan...."
Sambil berpaling tiba-tiba Thia Siok-bi mengancam, "Kalau engkau berani menyusul
kami, jangan salahkan kalau pinto tak akan sungkan-sungkan lagi"
Sementara Hoa In-liong masih tertegun, sambil mendengus dingin Thia Siok bi
sudah berangkat menuju ke utara. Hoa In-liong cuma bisa berdiri termangu-mangu sambil melamun, "Ibuku dan mama
(Chin Wan hong) paling menyayangi diriku, mereka pasti berdiri dipihakku, sedang nenek dan
ayah meski keras dan keren, rasanya setelah kuterangkan mereka akan menjadi tahu, berarti
kesulitan pertama bisa kuatasi. Adik Wi baik hati dan suka memaafkan kesalahanku, rasanya
diapun bisa memahami posisiku saat ini...."
Berpikir simpai disitu, pemuda itu segera memutuskan untuk menyusul Wan Hong
giok berdua, dengan suara lantang dia berteriak, "Cianpwe, harap berhenti."
Teriakan itu cukup keras, apalagi ditengah keheningan malam yang mnyelimuti
seluruh jagad, teriakan tersebut hampir terdengar diseparuh bagian kota Hway-im.
698 Pemuda itu sudah mengambil keputusan, apapun yang terjadi, dia akan menikahi Wan
Hong giok Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya tidak berada dibawah kepandaian Thia
Siok bi, apalagi To koh setengah umur itu harus membawa seorang yang lain, ketika berada dikaki
dinding kota mereka berhasil disusul oleh pemuda itu.
Dengusan dingin bergema memecahkan kesunyian, melihat pemuda itu menyusul datang
Thia Siok bi segera memutar tubuhnya, lalu senjata Hud tim nya disapu kedepau
menghantam batok kepala lawan. Hoa In-liong sedikitpun tidak bergerak, sekalipun serangan sudah berada di depan
mata, ia tidak berniat untuk menghindarkan diri.
Bayangkan saja betapa dahsyatnya serangan itu kalau sampai kena sasaran niscaya
pemuda itu akan mampus. Thia Siok bi, amat bersedih hati atas tragedi yahg menimpa murid kesayangannya,
karenanya dalam melancarkan sapuan tersebut diam-diam ia sertakan pula tenaga serangan
sebssar dua belas bagian. Seandainya serangan itu sampai menghajar telak ditubuh Hoa In-liong, kalau tidak
matipun paling sedikit akan terluka parah.
Tapi setelah ia saksikan betapa murung dan sedihnya anak muda itu, terutama
sikap pasrahnya terhadap nasib, secara tiba-tiba saja melunakkan hatinya.
"Aaai.... Sudahlah." begitu dia berpikir, "toh dalam kejadian ini dia memang tak
bisa disalahkan!" Disaat yang terakhir dia menarik kembali sebagian besar tenaga dalamnya,
seranganpun dimiringkan kesamping, dengan begitu senjata Had tim tersebut hanya mengejar
bahu kiri Hoa In-liong. Sianak muda itu mendengus tertahan, bahu kirinya robek dan tubuhnya ikut roboh
terjungkal dari atas dinding pekarangan.
Thia Siok bi menghela napas sedih, sambil membopong tubuh Wan Hong giok dia
berlarian menuju keutara. Sambil menahan rasa sakit Hoa In-liong melompat kembali keatas dinding
pekarangan, kemudian teriaknya keras-keras, "Cianpwe, harap tunggu dulu, aku yang muda bersedia
menerima perintahmu!!" Malam yang sepi keheningan yang merccekam, hanya suara teriakannya yang
berkumandang sampai nun jauh disana, namun tiada jawaban dari Thia Siok bi.
"Ji-kongcu!" tiba-tiba seseorang mamanggil dengan suara yang lembut merayu.
Hoa In-liong segera berpaling, ternyata Ki ji yang datang, maka serunya dengan
gelisah, "Nonamu sudah kembali kekota King-leng, lebih baik kau cepat cepat pulang!"
Kemudian tidak menunggu jawaban lagi dia melompat turun dari dinding pekarangan
itu dan kabur ke utara. 699 "Eehh.... ji-kongcu! Bagaimana dengan kau sendiri?" teriakan Ki ji masih sempat
berkumandang dari belakang sana. "Aku masih ada urusan!" pemuda itu menjawab tanpa berpaling lagi.
Sesudah menitahkan Ki ji agar segera pulang kerumah, pemuda itu tak ada minat
untuk menggubrisnya lebih jauh, dengan kecepatan paling tinggi dia bergerak keutara,
kearah mana Thia Siok bi melenyapkan dirinya tadi....
Berapa waktu sudah lewat pengejaran masih berlangsung terus, namun orang yang
disusul tidak tampak juga batang hidungnya.
"Rupanya To koh itu memang tidak bermaksud menjumpai aku" akhirnya dia berpikir,
"yaa, kalau memang begitu, dikejar terus juga tak ada gunanya...."
Menurut perhitungannya Thia Siok bi tak mungkin bisa pergi terlampau jauh,
meskipun ilmu meringankan tubuhnya sempurna, toh dia musti membopong Wan Hong giok sebagai
suatu beban, sepantasnya kalau dia tak bisa lari cepat.
Tapi sudah sekian lama dia melakukan pengejaran, pemuda itu percaya kecepatan
larinya tidak berada dibawah To koh tersebut tapi kenyataannya sudah semakin lama dia
mengejarnya, tapi orang yang di cari-cari belum ketemu juga, ini membuktikan kalau mereka memang


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sengaja menghindari pertemuannya.
Karena berpendapat demikian, pemuda itu menghentikan kembali pengejarannya, lalu
bergumam seorang diri, "Lebih baik aku berjalan selangkah lebih duluan, kemudian kujaga
jalanan menuju ke utara ini, dengan demikian, mereka berdua pasti tak akan menyangka, dan
kesempatan untuk menemukan jejak merekapun akan semakin bertambah besar"
Dari kota Hway-im menuju ke utara memang tersedia beberapa buah jalan, tapi
jalan pemerintah cuma ada satu. Sekarang yang paling dikuatirkan anak muda itu adalah bila berdua
memilih jalan kecil, bahkan memilih jalan bukit yang lebih sukar untuk menghindari pertemuan
dengannya. Maka sesudah mempertimbangkannya sekian waktu, akhirnya dia memutuskan untuk
mencegat dikota Si ciu saja. Setelah mengambil keputusan, dia menentukan arah dan berangkat menuju ke arah
barat laut. Perjalanannya kali ini dilakukan dengan mengerahkan segegap ilmu meringankan
tubuh yang dikuasahinya, seperti hembusan angin puyuh saja badannya berkelebat maju ke
depan.... Jarak antara kota Hway im sampai di kota Si ciu memang tidak terlampau jauh,
tapi bagaimanapun juga orang harus beristirahat sebelum meneruskan perjalanannya,
apalagi belum lama berselang pemuda itu sudah melakukan perjalanan sejauh lima ratus li tanpa
berhenti dengan begitu maka tenaga dalam yang terbuangpun tidak akan terlampau banyak.
Hoa In-liong yang berpengalaman tidak tahu namun setiap menit setiap detik dia
selalu membabayangkan wajah Wan Hong giok yang layu, membayangkan tragedi yang
menghancur lumatkan perasaan gadis itu, dia merasa sakit hati, dia ingin menggunakan
segenap kekuatan yaug dimilikinya untuk melampiaskan semua kekesalan, membuang semua kemurungan
yang mengganjal hatinya sebab itu dia melakukan perjalanan tanpa hentinya.
700 Apa yang terjadi kemudian" Tenaga dalamnya bukan saja tidak menjadi habis
lantaran tindakan tersebut, malah sebaliknya hawa murni itu mengalir semakin lancar, kian ngotot
dia berlari kian segar badannya dan kian bertambah cepat pula larinya.
Lama kelaman sadarlah pemuda tersebut atas keajaiban itu, dia tahu kesemuanya
ini adalah berkat pemberian dari Goan cing taysu,
"Demi aku, entah berapa banyak yang dikorbankan dia orang tua?" demikian ia
berpikir, "bila aku tahu diri, dan menghambur-hamburkan tenaga pemberiannya, bukankah perbuatan ini
sama halnya dengan menyia-nyiakau pengorbanan dia orang tua?"
Karena berpikir demikian, maka pemuda itu segera merubah rencananya semula,
setelah tiba di kota Siciu, sambil mencari jejak Wan Hong-giok dan gurunya, diam-diam diapun
melatih ilmu silatnya dengan lebih tekun.
Keesokan harinya ketika sore menjelang tiba, Hoa In-liong telah tiba di kota Si
ciu dan masuk lewat pintu sebelah timur.
Sebagaimana diketahui, Hoa In-liong itu orangnya tampan, dandanannya perlente
dan gerakgeriknya mencerminkan seorang anak hartawan yang gagah perkasa, tapi
bahu kirinya basah oleh noda darah, keistimewaan tersebut dengan cepat menarik perhatian orang
banyak. Terhadap sikap keheranan orang banyak itu Hoa In-liong berpura-pura tidak
melihat, dia menuju ke rumah penginapan Tay hok yang merupakan rumah penginapan terbesar di kota Si
ciu dan memesan sebuah ruangan yang tersendiri, lalu selelah mencuci badan dan
bersantap, dia memanggil seorang pelayan, memberinya sekeping uang perak seraya berpesan,
"Belikan kain putih sekodi dan bahan baju yang persis dengan pakaianku ini, cepatan sedikit!"
Pelayan itu menerima uang tersebut dan ber-bongkok-bongkok sambil mengiakan,
padahal dihati dia menggerutu, "Aneh betul orang ini, buat apa kain putih sebanyak itu" Masa
mau berkabung?" Baru saja dia memutar badannya, tiba-tiba Hoa In-liong memanggil lagi, "Hei
pelayan!" "Tuan masih ada perintah apa lagi?" buru-buru pelayan itu memutar badannya.
"Tolong pinjamkan juga alat menulis dari kasir!"
Jilid 35 KEMBALI pelayan itu membungkukkan badan sambil mengundurkan diri dari sana. Tak
lama kemudian, kain putih yang dipesan, bahan pakaian serta alat menulis sudah
dihantar masuk ke dalam kamar. Hoa In-liong merobek kain putih itu menjadi ukuran dua kaki lebih tujuh delapan
depa sebanyak empat lembar, lalu diletakkan dimeja dan dia mulai menulis.
Beberapa saat kemudian, keempat lembar kain putih itu sudah selesai di tulis,
sambil meletakkan penanya ke meja, dia menghela napas panjang, gumamnya, "Aaai....jika cara iinipun
tidak mendatangkan hasil, untuk menemukan Wan Hong giok berdua rasanya akan sulit
kembali...." Setelah berganti pakaian dan tulisan diatas kain putih itu sudah kering, dia
menggulung kain tadi menjadi satu dan meninggalkan rumah penginapan, meski bahunya pernah terluka,
sekarang telah sembuh kembali jadi tidak terlalu mengganggu.
701 Waktu itu magrib sudah menjelang tiba, lampu sudah memancar dimana-mana, banyak
orang berlalu lalang dijalanan, pasar malam baru dimulai dan suasananya amat ramai.
Hoa In-liong mendatangi keempat buah pintu kota, dibawah tontonan banyak orang,
dia mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya dan menggantungkan kain putih berisi
tulisan tersebut diatas loteng kota, terhadap perhatian banyak orang, ia sama sekali tak
ambil perduli. Begitu kain digantung, orangpun berkerumun di sekitarnya untuk membaca isi
tulisan tersebut. Pada kain putih tadi, tertera beberapa huruf besar yang menyolok, tulisan itu
berbunyi, "HOA YANG DARI IM TIONG SAN SEDANG MENCARI ORANG".
Disini tulisan itu tertera lukisan wajah dari dua orang perempuan, lalu disertai
pula nama serta senjata yang mereka gunakan. Diterangkan juga barang siapa menemukan kedua orang
itu harap memberi kabar ke rumah penginapan Thian hok dan diberi hadiah yang
sepantasnya. Setelah kain itu tergantung disetiap pelosok pintu kota, seluruh kota Si Ciu
menjadi gempar, mereka bukan gempar karena akan diberi hadiah besar melainkan Hoa In-liong
adalah keturunan Im tiong san. Sebagaimana diketahui, nama Hoa Thian-hong sudah tersohor sampai dimana-mana,
ibaratnya sang surya ditengah hari, bukan jago persilatan saja yang mengenalnya, bahkan
rakyat kecilpun mengagumi nama besar pendekar tersebut.
Dan sekarang, keturunan keluarga Hoa hendak mencari orang, setiap orang segera
menaruh perhatian, setiap orang berusaha untuk membantunya kegemparan yang menyelimuti
kota Si Ciu boleh di bilang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sementara itu Hoa In-liong kembali ke rumah penginapan setelah menggantungkan
kain putih itu, betapa bangganya dia ketika dilihatnya perbuatan tersebut mendatangkan
hasil. "Sekarang aku tinggal duduk sambil menanti berita" demikian pikirnya, "beginikan
lebih enak, aku tak usah bersusah payah tapi hasil yang mungkin dicapai malah justru jauh
lebih besar...." Sejak itu hari, dia menutup diri dalam kamar, semua pengagum yang berkunjung
datang ditampik secara halus. Tiga hari sudah lawat, tapi belum juga ada kabar beritanya, seakan-akan Thia
Siok bi tak pernah melewati kota Si ciu, melainnya hanya melintas dari sekitarnya.
Hari keempat pagi, diatas pintu kota tiba-tiba muncul kembali selembar kain
besar. Diatas kain putih itu tertera pula bsberapi huruf besar, tulisan itu berbunyi
demikian, "HOA IN-LIONG MENANTANG PERANG KEPADA HIAN-BENG-KAUW, MO KAU SERTA KIU IM
KAU". Munculnya kembali Kiu im kau dan Mo kau dalam dunia persilatan tidak diketahui
banyak orang, apalagi pertikaian antara Hian-beng-kauw dengan Hoa In-liong, kecuali orang yaag
berurusan langsung, boleh dibilang orang lain tak ada yang tahu, bahkan nama perkumpulan
itupun belum pernah mereka dengar. 702 Maka setelah kain putih yang berisi tantangan itu muncul didepan umum, semua
orang mulai berbisik-bisik membicarakan persoalan itu, mereka mulai bertanya: 'Hian-beng-
kauw adalah suatu perkumpulan macam apa"'
Diantara mereka, ada pula yang mengusulkan agar mendatangi Hoa In-liong serta
menanyakan sendiri tentang persoalan itu.
Tentu saja mereka hanya berani berbicara dibibir dan tak berani melakukan secara
sungguhsungguh. Berapa bulan sudah lewat tanpa terasa, suasana dalam dunia persilatan mengalami
pergolakan yang sangat hebat. Kawanan jago persilatan dari pelbagai penjuru negara berdatangan kekota Si ciu,
diantara mereka ada yang ingin memberi bantuan, ada pula yang ingin menonton keramaian
saja, perduli apapun tujuan mereka, pokoknya dalam kota Si ciu telah di penuhi oleh manusia
manusia berpakaian ringkas ynng membawa senjata lengkap.
Rumah-rumah makan, warung arak, rumah penginapan telah dipenuhi oleh tamu-tamu
tersebut, mereka amat berterima kasih kepada Hoa-jiya, sebab kehadiran Hoa In-liong telah
mendapatkan banyak rejeki serta keuntungan bagi usaha mereka.
Apalagi tamu tamunya itu kebanyakan royal. Setiap hari kerja mereka hanya makan
minum dan keluyuran, sudah barang tentu keuntungan yang di berikan makan minum mereka juga
ikut berlimpah ruah. Tapi ada satu hal yang merisaukan mereka, yaitu sikap mereka yang kasar dan
berangasan, sedikit salah berbicara bisa menga-kibatkan terjadinya pertumpahan darah yang
mengerikan. Pokoknya, akibat dari ulah Hoa In-liong itu, banyak pengusaha yang berhasil
memetik hasil keuntungan, tapi ada pula yang ketimpa malang. Kota Si ciu terasa bertambah
semarak dan ramai. KALAU ditempat luar mengalami kesibukan yang luar biasa, lain halnya dengan Hoa
In tiong, dia menutup diri didalam kamar dan menggunakan keheningan yang mencekam
sekelilingnya pemuda itu melatih diri dengan tekun.
Makanan dan minuman telah tersedia karena setiap hari, pelayan menghantar
langsung ke kamarnya, meski begitu, kadangkala makanan itu sama sekali tak disentuh, dari
sini dapat diketahui betapa rajinnya pemuda tersebut melatih diri.
Dengan munculnya kembali hawa siluman menyelimuti dunia persilatan, secara
lamat-lamat hu an badai segera akan berlangsung. Hingga kini kontak senjata secara langsung
memang belum pernah terjadi, tapi bahaya besar kian hari kian mengancam kesejahteraan hidup
manusia dalam dunia persilatan. Ditinjau dari pembicaraan nenek dan ayahnya, tampak kalau mereka mempunyai
sesuatu kesulitan sehingga tak mungkin untuk terjun kembali ke dalam dunia persilatan,
itu berarti beban berat tersebut telah terjatuh diatas bahunya.
Bayangkan saja, dengan beban dan tanggung jawab sebesar ini, darimana mungkin ia
bisa berbuat seenaknya sendiri"
703 Pagi itu Hoa In-liong sedang berlatih ilmu pedang ditengah halaman depan.
Pada mulanya setiap gerakan pedang yang dilakukan tentu menimbulkan deruan angin
tajam yang memekikkan telinga, banyak gunung-gunungan, pepohonan dan bebuahan yang
rusak dan porak-poranda termakan hawa pedang itu, untunglah sebelum kejadian ia telah
mengatakan kepada pemilik rumah penginapan itu bahwa dia bersedia membayar semua kerugian
yang terjadi, jadi terhadap kerusakan yang kemudian timbul, pemilik penginapan tidak
ambil perduli. Belakangan ini pemuda tersebut dapat menggunakan hawa murninya jauh lebih
sempurna, setiap gerakan pedangnya tidak menimbulkan suara tapi hasilnya luar biasa,
sedemikian pesatnya kemajuan yang berhasil dicapai sehingga dia sendiripun merasa rada
diluar dugaan.

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk orang, disusul kemudian suara teriakan
dari sang pelayan, "Tuan Hoa, Tuan Hoa....!"
Hoa In-liong menarik kembali gerak jurusnya sambil menegur dengan nada tak
senang hati, "Hei pelayan, bagaimana kupesan kepadamu" Ada urusan apa...."
"Tuan Hoa!" pelayan itu berkata lagi, "kain-kain yang kau gantung diloteng pintu
gerbang telah hilang semua!" Hoa In-liong terkejut, segera pikirnya, "Waah....rupanya sudah datang!"
Maka sambil membuka pintu dia bertanya lebih jauh, "Kapan terjadinya peristiwa
itu" Dan siapa yang melakukan?" Pelayan tersebut menjadi gugup dan gelagapan.
"Tentang soal ini...."
Padahal Hoa In-liong sudah menduga bahwa manusia semacam ini tidak mungkin bisa
memberi jawaban yang memuaskan. Apa yang ditanyakan pun tak lebih hanya pertanyaan
sambil lalu, maka ketika pelayan itu gelagapan, dia melemparkan sekeping remukan perak seraya
berkata lagi, "Ini hadiah untuk laporanmu!"
Kedatangan pelayan itu memang sengaja mencari persen, cepat cepat dia pungut
uang itu dan mengundurkan diri dengan wajah berseri.
Sepeninggal pelayan itu, Hoa In-liong lantas berpikir, "Kalau perbuatan ini
dilakukan oleh pihak Hian-beng-kauw atau Tang kwik Siu, jelas mereka akan secara langsung mencari
aku, tak mungkin tanpa melakukan reaksi apa-apa, hanya kain itu saja yang dibawa pergi.
Yaa, kalau begitu pastilah Bwe Su yok yang melakukan perbuatan ini"
Berbicara sampai disitu, dia merasa tak bisa berdiam diri lagi sesudah orang
lain merima tantangannya. Maka dia keluar dari halaman tersebut dan menuju kepintu rumah
penginapan. Depan penginapan adalah warung makan, semua tamu yang bersantap sebagian besar
mengetahui kalau dia adalah ji-kongcu dari perkampungan Liok soat san ceng, maka
semua perhatian orang ditujukan kepadanya.
Tiba-tiba terdengar sang pemilik penginapan berseru, "Tuan Hoa!"
704 "Ada apa?" tanya Hoa In-liong sambil berhenti, Dari dalam lacinya, pemilik
penginapan itu mengeluarkan setumpuk kartu nama, lalu katanya, "Selama satu bulan ini, entah
berapa ratus tamu yang telah datang untuk menyampaikan Hoa-ya, tapi lantaran Hoa-ya sudah
berpesan maka semua tamu kami tampik secara halus, pula pertama memang tak mengapa, tapi
lama kelamaan kurang enak juga jadinya, malah ada tamu yang berangasan menjadi marah-
marah, nyaris rumah pe nginapan ini akan dibongkar olehnya"
Hoa In-liong segera tertawa dingin.
"Heeehhh.... heeehh.... heeehhh....penginapanmu merupakan sumber perhatian orang
banyak masa keuntungan yang kau peroleh masih terasa kurang....?"
"Aaah, mana ada kejadian seperti itu?" pemilik penginapan itu menjadi semakin
riku. Kiranya selama sebulan ini, banyak sudah tamu yang berkunjung kesitu, tapi
karena mereka tak dapat berjumpa dengan Hoa In-liong, dan lagi merekapun tak berani mengawasi
gerak geriknya sehingga nantinya disangka musuh, banyak diantara mereka yang mengeluarkan uang
sambil berpesan kepada palayan rumah penginapan agar ikut mem perhatikannya.
Dalam persoalan ini bukan saja tak dapat mengelabuhi Hoa In-liong yang binal dai
aneh, berbicara soal tenaga dalam yang dimilikinya, tak sulit baginya untuk mengawasi
setiap gerak gerik yang terjadi diluar penginapan tersebut.
Pemilik penginapan itu tak tahu darimana tamunya bisa mendapat tahu tentang
persoalan ini, dia menjadi ketakutan, dia takut Hoa In- liong menjadi marah karena persoalan ini.
Hoa In-liong menerima tumpukan kartu nama itu dan memeriksanya, pada lembaran
yang pertama terbaca olehnya akan nama "Cia Yu cong dari Wi lam", dia berpikir
sebentar, nama itu rasanya memang pernah terdengar, katanya merupakan seorang pentolan Bu lim bagi
wilayah sekitar Wi lam, tentu saja lain pula menurut pandangan orang-orang keluarga Hoa.
Dari lembaran kedua, terbaca nama dari "Tu Cing san dari See siok". Dia berpikir
kembali, "Oooh....rupanya wilayah Cuan tiong pun sudah digemparkan oleh peristiwa ini,
sungguh cepat tersiarnya berita dalam dunia persilatan!"
Kemudian dari lembaran-lembaran berikutnya, terbaca juga nama-nama dari pelbagai
jago lainnya yang meliputi daerah Soat say, Hok-kian dan lain-lainnya.
"Ooooh....jadi perbuatanku ini sudah menggemparkan seluruh kolong langit!"
pekiknya di hati. Kartu nama itu seluruhnya berjumlah seratus dua tiga puluh lembar, maka sambil
tersenyum ia tidak meneruskan pemeriksaannya, sambil diletakkan kembali dihadapan pemilik
penginapan itu dia berseru, "Hei, ciang-kwee!"
Pemilik penginapan itu mengira kesalahannya hendak disinggung, saking takutnya
paras mukanya sampai berubah jadi pucat pias, bisiknya gelagapan, "Tuan Hoa...."
Hoa In-liong tersenyum, katanya dengan cepat, "Wakililah aku untuk membalaskan
setiap kartu nama itu dengan sebuah undangan, tulis dalam undangan itu, besok tengah hari aku
hendak menjamu mereka diloteng Kwong koan lo di sebelah barat kota, dan mohon kehadiran
mereka semua" "Baik! Baik!" sahut pemilik penginapan dengan perasaan cemas.
705 "Masih sempat?"
"Masih sempat! Masih sempat!" jawab pemilik penginapan lagi dengan perasaan
semakin kalut, Hoa In-liong segera mengangguk.
"Baik! Kalau sampai kurang satu saja, aku akan menanyakan kepadamu...."katanya.
Lalu dengan langkah lebar dia keluar dari penginapan itu.
Hoa In-liong dengan santainya berjalan jalan mengelilingi kota Si ciu,
disepanjang jalan dia temui
banyak jago persilatan yang bersenjata lengkap mondar-mandir kian kemari, rata-
rata mereka memandang kearahnya dengan pandangan keheranan.
Menyaksikan kesemuanya itu, diam-diam dia lantas berpikir, "Rupanya semua orang
sudah tahu kalau ada orang datang menyatroni diriku, maka sekarang tinggal menunggu tanggal
mainnya saja" Padahal, dalam kota Si ciu tersebut, mungkin Hoa In-liong sendirilah yang
mengetahui kejadian tersebut paling akhir. Sepanjang perjalanan mengitari kota, rata-rata yang dijumpai hanya manusia
manusia kelas duatiga saja, tak seorang jago lihaypun yang dia temui, otomatis
orang yang ingin dijumpaipun tak
ada yang tampak pula.... "Kalau orang-orang dari ketiga perkumpulan besar itu tidak mencari aku, hal ini
sudah lumrah dan tak ada yang perlu diherankan, dari pihak keluargaku tak ada yang turut
campur atau munculkan diri, kejadian inipun berada dalam dugaanku tapi yang mengherankan
adalah gwakong, adik Wi mereka semua, kenapa tak seorangpun yang datang" Jangan-jangan
sudah terjadi suatu peristiwa?"
Mendadak dari depan saja muncul seorang lelaki setengah umur yang bermuka
kuning, sambil memberi hormat dia lantas menyapa, "Tolong tanya, apakah saudara adalah Hoa
kongcu?" "Yaa betul" jawab Hoa In-liong sambil balas memberi bormat, "dan saudara
sendiri...." "Siaute bernama Tu Cing san!" cepat-cepat lelaki setengah umur itu
memperkenalkan diri. Hoa In-liong masih ingat, orang ini adalah salah seorang diantara pengirim kartu
nama yang pernah dilihatnya, maka katanya, "Oooh....! Rupanya saudara Tu, jauh-jauh dari
wilayah Cuan tiong datang kemari, siaute tak sempat menyambutnya, harap kau bersedia memberi
maaf!" Betapa girangnya Tu Cing san ketika dilihatnya Hoa In-liong kenal dengannya,
cepat-cepat dia berseru, "Aaaah, mana! Mana!"
Setelah berhenti sebentar, lalu dia, menambahkan, "Ini hari aku dapat bertemu
dengan Hoa kongcu, hal ini merupakan suatu peristiwa...."
Tampaknya dia hendak mengucapkan beberapa patah kata umpakan, tapi apa boleh
buat lidahnya terasa kaku, dia menjadi galagapan dan tak tahu apa yang musti
dikatakan. 706 Ketika dilihatnya kawanan jago persilatan mulai mengerubungi dirinya, Hoa In-
liong segera berpikir, "Waaah....celaka, kalau setiap orang mengajak aku berbicara, tak ada
habis-habisnya pertemukan hari ini!"
Berpikir demikian, diapun cepat menukas, "Besok tengah hari, siaute hendak
mengadakan perjamuan di loteng Kwang koan lo, apakah saudara Tu bersedia memberi muka
kepadaku?" "Siaute pasti datang, siaute pasti datang!" jawab Tu cing san berulang kali.
Hoa In-liong tersenyum dia menjura kesekeliling tempat itu dan ujarnya kembali.
"Para cianpwe, enghiong sekalian, bila ada waktu harap besok siang ikut hadir di
rumah makan Kwang koan lo!" Semua orang yang berada disekeliling tempat itu mengiakan. Jawaban dari beratus
ratus orang yang diucapkan bersama waktunya itu sungguh luar biasa sekali, ibaratnya guntur
yang membelah bumi ditengah hari bolong....
"Kalau begitu kunantikan kedatangan saudara sekalian!" seru Hoa In-lioag lagi
sambil menjura keempat penjuru. Kemudian cepat-cepat dia berlalu dari sana.
Pemuda itu langsung menuju loteng Kwang koan lo yang berada disebelah barat
kota, dengan empat butir mutiara loteng itu dipesan olehnya untuk menjamu sekitar seratus
meja, setelah itu dia baru pulang kepenginapan.
Kembali kekamar bacanya di penginapan, tampak setumpuk gulungan kain putih
tergeletak diatas meja, dibawah kain tumpukan itu tampak secarik kertas, tanpa terssa
pemuda kita mengerutkan dahinya sambil tertawa dingin.
Kain putih itu tak diperiksa lagi, sebab sekilas pandangan saja dia sudah tahu
kalau kain itu adalah ke delapan kain putih yang digantungkan diloteng gerbang kota.
Surat itu diambil, ternyata tulisannya masih basah, hurufnya indah dan cuma
bertuliskan, "Berita
yang tersiar ditempat luaran ternyata bohong semua, kenyataannya cuma begitu
saja" Dibawah kertas tak kelihatan tanda tangan penulisnya.
Selesai membaca tulisan itu, semua kemarahan yang semula menyelimuti Hoa In-
liong, kini malah sama sekali lenyap tak berbekas.
"Kalau perbuatan ini dilakukan Bwe Su-yok, setelah melarikan kain-kain tersebut,
tak mungkin dia akan berbuat begini lagi" demikian pikirnya dihati, "ehm....mungkinkah kecuali
pihak Hianbeng-kauw, Mo kau dan Kiu im kau, masih ada musuh lain?"
Surat itu sekali lagi diperiksa dengan teliti, meskipun tulisannya bagus dan
bertenaga tapi toh masih membawa kelembutan dan kehalusan, jelas ditulis seorang perempuan.
Ia menjadi termenung sambil berpikir keras, ia tak dapat menebak siapa gerangan
perempuan tersebut.... 707 Coa Wi-wi" Jelas dia tak akan berbuat demikian. Cian li kau" Perkumpulan ini tak
akan menodai kewibawaannya. Kemudian dia berpikir pula tentang nona berbaju ungu" Tapi dia
juga tak mungkin, sebab dari nada tulisannya, jelas dia baru pertama kali bertemu
dengannya. Pikir punya pikir, akhirnya dia tertawa sendiri, gumamnya, "Buat apa aku musti
putar otak memikirkan persoalan ini. Akhirnya toh pasti akan ketahuan dengan sendirinya?"
Surat itu akan dirobek-robek, tapi situ ingatan tiba-tiba melintas dalam
benaknya. Surat itu didekatkan pada hidungnya dan dicium, ternyata ada bau harum yang ketinggalan
pada kertas itu, ma ka surat tersebutpun disampaikan kembali kedalam sakunya.
"Kurangajar, entah budak darimana yang begitu bernyali sehingga berani memandang
hina Hoajiya, demikian dia berpikir, "kalau sampai berjumpa lagi lain waktu, aku
pasti akan membuat kau menangis tak bisa tertawapun tak dapat, akan kusuruh kau rasakan bahwa Jiya dari
keluarga Hoa...." Setelah termenung sebentar, gulungan kain putih itu dibakar sampai habis, lalu
seluruh kamarnya diperiksa dengan seksama, setelah yakin kalau tiada bareng lain yang
digeledah musuh, ia duduk sambil bertopang dagu, otaknya berputar keras merencanakan
langkah-langkah selanjutnya.... Tengah hari keesokannya, rumah makan Kwang koan lo yang mentereng dan megah di
sebelah barat kota itu sudah penuh dibanjiri tamu dari pelbagai tempat, bukan saja


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ruangan atas penuh berjejal, ruang bawahpun sudah tak ada tempat kosong, entah berapa ratus orang
yang hadir dalam perjamuan bersejarah ini.
Bahkan diantara mereka yang datang agak terlambat, hanya kebagian kursi
dipinggir jalan diluar gedung rumah makan, dari situ bisa dibayangkan betapa banyaknya tamu yang hadir.
Sebagian besar tamu-tamu yang hadir waktu itu adalah mereka yang pernah mengirim
kartu nama. Hoa In-liong melayani tamu-tamunya dengan ramah. Oleh karena keadaan bisa
berkembang dengan lancar, maka setiap langkah setiap tindakannya menjadi jauh lebih tenang
dan mantap, seakan-akan dialah orang yang bakal menyelamatkan daratan Tionggoan dari ancaman
bahaya maut. Tiba-tiba seorang kakek tinggi kekar berjenggot sepanjang dada yang berada
dimeja utama bangkit berdiri, sambil mengangkat cawannya dia berkata, "Hoa kongcu, lohu sudah
lama berdiam dikota Si ciu, kalau dipaksakan maka aku terhitung pula sebagai separuh
tuan rumah. Seharusnya akulah yang menyelenggarakan perjamuan ini untuk menyambut kedatangan
kongcu serta para enghiong sekalian, tapi sekarang Hoa kongcu lah yang musti merogoh
saku sendiri" Orang ini bukan lain adalah pentolan dari Wi lam, Cia Yu cong!
Dalam perjamuan yang diselenggarakan hari ini, sebenarnya dia belum pantas untuk
menempati kursi utama. Tapi karena kesatu dia adalah pentolan untuk wilayah sekitar sana
dan kedua bagi para enghiong tak berlaku istilah tunduk kepada orang lain, maka secara otomatis
kursi tersebut dialah yang menempati. Mendengar perkataan itu, Hoa In-liong segera bangkit berdiri seraya menjawab,
"Hanya jumlah yang kecil bukan suatu masalah yang perlu dipersoalkan, Cia lo enghiong! Kalau
engkau bersedia memandang wajahku, harap persoalan ini jangan dibicarakan lagi"
708 Beberapa patah katanya itu diucapkan tidak dengan suara yang keras, tapi semua
tamu yang berada diatas loteng maupun dibawah loteng, bahkan mereka yang berada diluar
jalan pun bisa men dengarnya dengan jelas, seakan akan Hoa In-liong sedang berbicara dari sisi
mereka. Diantara sekian banyak orang, terdapat pula jago-jago kelas satu yang berilmu
tinggi, setelah menyaksikan kehebatannya, mereka tak berani lagi memandang pemuda itu sebagai
seorang anak muda yang menyombongkan diri karena mengandalkan pamor orang tuanya.
Bagi jago-jago kelas dua apalagi kelas tiga, sekalipun mereka juga merasakan
sesuatu yang aneh tapi tidak sampai kaget, alasannya mereka memang selalu menganggap orang orang
dari keluarga Hoa adalah jago-jago lihay yang tak terkalahkan
Sambil mengelus jenggotnya Cia Yu cong tertawa.
"Ayah naga putranya selalu memang naga" katanya, "beberapa patah kata Hoa kongcu
benar benar gagah perkasa, tak malu menjadi keturunan dari Hoa tayhiap, lohu tak
berani untuk membangkang" Setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, kembali ujarnya lebih jauh,
"Sudah lama keluarga Hoa dari Im tiong san merupakan tulang punggung bagi dunia persilatan,
ayahmu Hoa tayhiap juga merupakan ja rum penenang samudra bagi dunia kangou bukannya lohu
mengumpak, ketenangan serta kedamaian yang melanda dunia persilatan kita selama
dua puluh tahun belakangan ini tak lebih adalah pemberian dari Hoa tayhiap. Aku rasa
kawan-kawan sekalian tentu setuju bukan dengan ucapan ini?"
Mendengar perkataan itu, semua orang segera mengiakan berbareng, malah mereka
yang tak jelas mendengar perkataan itu bertepuk tangan juga, suasana menjadi gaduh dan
memekikkan telinga. Tiba-tiba terdengar serentetan suara yang merdu merayu menukas dari samping,
"Mengangkat bahu sambil berpura-pura tertawa, huuuh! Sekawanan manusia penjilat!"
Sekalipun ucapan itn merdu dan lembut, namun suara gaduh dari ratusan orang itu
tak dapat mengatasinya, bisa dilihat kalau orang itu mempunyai tenaga dalam yang amat
sempurna. Serentak puluhan orang melompat bangun sambil memandang sekeliling tempat itu
dengan wajah gusar, tapi suara tadi telah sirap dan lenyap kembali, karena siapapun
tidak memperhatikan maka sulitlah untuk menentukan siapa orangnya yang telah
mengucapkan kata kata tersebut. Sejak awal sampai akhir paras muka Hoa In-liong tetap tenang, dia tidak
menunjukkan perasaan sombong atau bangga, setelah mendengar ejekan itu diapun tidak menunjukkan
perasaan marah, tak sedikit diantara para jago yang diam-diam anggukkan kepalanya.
Tiba-tiba seorang lelaki setengah berteriak dengan suara dingin, "Hoa kongcu,
para cianpwe dan enghiong, ditinjau dari cara sobat itu mengucapkan kata-katanya tapi tak berani
munculkan diri, sudah jelas orang itu adalah seorang manusia yang rendah martabatnya, kenapa
kita semua harus bersikap sungkan-sungkan kepadanya?"
Hoa In-liong sendiri sebenarnya juga tak tahu darimana suara tadi berasal, tapi
setelah laki-laki setengah umur itu berkata demikian, sebagai seorang pemuda yang berotak cerdas,
segenap tenaga dalamnya dikerahkan kedalam telinga.
709 Betul juga, ia segera mendengar suara tertawa dingin berkumandang datang dari
rumah makan seberang jalan sana, suara tertawa dingin itu sangat lembut dan halus, kalau
berganti orang biasa tak mungkin suara sepelan itu dapat didengar.
Sebenarnya dia sudah akan menggerakkan tubuhnya untuk menyeberangi jalan serta
menangkap orang itu, tiba-tiba ingatan lain melintas dalam benaknya, dia segera
berpikir, "Kalau didengar dari suaranya, jelas dia adalah seorang nona muda. Yaa, jika seorang
perempuan sampai ketangkap dihadapan umum, dia pasti akan malu sekali. Apa gunanya
lantaran urusan sekecil ini aku harus membuat dia menjadi malu?"
Berpikir sampai disini, dia lantas menduga bahwa perempuan yang barusan
berbicara itu adalah orang yang sama dengan orang yang meninggalkan surat kepadanya, kembali ia
berpikir, "Dia selalu berusaha untuk menghasut serta memanaskan suasana, berarti pula sebelum
perjamuan disini bubar, dia tak akan meninggalkan tempatnya, kenapa tidak kubereskan
perempuan itu setelah perjamuan disini selesai?"
Berpikir sampai disitu diapun tertawa nyaring, "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh....
Para Cianpwe, para enghiong, apa yang dikatakan saudara ini memang benar, aku rasa si pengacau
itu tak lebih cuma seorang siaujin yang berani berbuat tak berani bertanggung jawab, paling-
paling cuma seorang budak ingusan yang menyisir rambut sendiripun tak mampu, buat apa kita
musti membesarkan persoalan kecil ini" Apakah kita senang kalau dia menjadi bangga
karena ulahnya kita tanggapi secara serius?"
Karena dia telah berkata demikian, maka kawanan jago yang telah bangkit itu
duduk kembali. Tiba tiba Hoa In-liong berkata lagi, "Cia lo enghiong, aku lihat rupanya kau
masih ada perkataan yang belum selesai diutarakan, silahkan kau utarakan"
Sementara waktu itu Cia Yu cong sedang membatin, "Ketika aku tahu bahwa dia
hendak membuat kekalutan dikota Si-ciu, mulanya kukira dia hanya ingin mencari nama
karena menganggap dirinya keturunan orang ternama, tapi setelah melihat kenyataannya
sekarang, tampiknya dugaanku itu keliru!"
Maka dia lantas terbahak bahak, "Haaahhh....haaahhh.... haaahhh.... kebesaran jiwa Hoa
kongcu, sungguh membuat lohu merasa kagum!"
Hoa In-liong sendiri juga sedang membatin, "Memangnya kalian anggap aku tidak
tahu kalau kamu semua menganggap aku sedang mengandalkan nama ayahku untuk mencari nama?"
Sambil tersenyum sahutnya, "Aku tahu bahwa aku masih muda dan berangasan, soal
kebesaran jiwa.... wah, masih ketinggalan jauh.
"Hoa kongcu!" kata Cia Yu cong dengan wajah serius, "dengan membonceng pada
kedudukanku sebagai tuan rumah kota ini, atas desakan kawan-kawan persilatan aku telah
ditunjuk menjadi wakil mereka semua untuk menyampaikan doa se ta harapan agar kesehatan Lo Tay
kun, ayah dan ibumu selalu baik"
Kembali Hoa In-liong berpikir, "Jika dilihat dari sikap hormat mereka yang
bersungguh-sungguh, rupanya kebajikan dari ayah benar-benar sudah tertanam dihati mereka!"
Cepat-cepat dia menjawab dengan serius.
710 "Berkat doa restu dari para cianpwe para enghiong, nenek, ayah dan ibuku
sekalian selalu berada dalam sehat walafiat tanpa kekurangan sesuatu apapun"
"Yaa, setelah mengetahui keadaan keluargamu, seluruh enghiong didunia pun dapat
merasa lega hati" Setelah berhenti sebentar, dia angkat cawan arak nya dan berkata lebih juh,
"Untuk selanjutnya, demi kegagahan dan kehebatan Hoa kongcu mendampingi tantangan berat yang
mengancam dunia persilatan, atas nama semua cianpwe semua enghiong yang hadir disini, kami
hormati Hoa kongcu dengan secawan arak!"
"Tidak berani, tidak berani" kata Hoa In-liong sambil tertawa, "aku masih muda,
kepandaian silatku amat cetek dan pengalamanku amat dangkal, tak berani kuterima
penghormatan sebesar ini, sepantasnya Hoa Yang lah yang harus menghormati cianpwe dan enghiong
sekalian dengan secawan arak" "Dia meneguk isi cawannya sampai habis, lalu disodorkan ke empat penjuru sebagai
tanda bahwa dia minum arak itu untuk menghormati semua orang yang hadir.
Serentak semua jago bangkit berdiri, dan meneguk habis isi cawannya sendiri.
Setelah itu, Cia Yu cong kembali berkata, "Hoa kongcu telah memasang kain untuk
menantang perang kepada tiga perkumpulan besar, tindakan ini sangat gagah dan berani,
semua enghiong merasa kagum deagan kehebatanmu itu...."
Mendengar perkataanmu itu, Hoa In-liong segera berpikir, "Rupanya dia mau
mengumpak aku, coba akan kudengar, umpakan apa lagi yang bakal dia lontarkan kepadaku"
Sambil tersenyum dia menantikan perkataan orang lebih lanjut.
Terdengarlah Cia Yu cong kembali berkata, "Tentang kemunculan kembali Mo kau dan
Kiu im kau yang akan meracuni dunia persilatan, semua orang rasanya sudah cukup memaklumi
perbuatan mereka itu, tapi mengenai Hian-beng-kauw, kami benar-benar merasa tidak paham,
perguruan macam apakah itu" Sudikah kiranya Hoa kongcu untuK menerangkau kepada kami"
Semua enghiong hohan yang ada di kolong langit siap menunggu perintah untuk mengusir
kaum iblis dari daratan kita, tapi jika musuh yang kita hadapi masih belum jelas, rasanya
sulitlah bagi kami semua untuk ikut membantu"
Hoa In-liong berpikir kembali sesudah mendengar perkataan itu, "Tampaknya mereka
terlalu memandang enteng kekuatan tiga perkumpulan tersebut, mereka rupanya tidak
menyangka meski nama dari tiga perkumpulan sekarang jauh kalau dibandingkan kemashursn
Tiga maha besar tempo dulu, namun kekuatan yang mereka miliki justru tidak selisih terlalu
jauh" Berpikir demikian, dia lantas tersenyum sambi1 berkata, "Aku merasa sangat
terharu atas kesediaan saudara sekalian untuk mengembangkan jiwa pendekarnya untuk menumpas
kejahatan dan menegakkan keadilan di bumi ini, cuma.... aku tidak lebih hanya
seorang anak muda yang baru terjun kedunia persilatan, sepantasnya kalau pucuk pimpinan
dipegang oleh seorang cianpwe yang berkedudukan tinggi dalam mata masyarakat, bagaimanapun
juga, tak pantas kalau akulah yang menempatinya...."
Seorang pemuda berpakaian ringkas yang duduk dimeja bawah, tiba tiba bangkit
berdiri seraya berseru, "Hoa kongcu, kenapa kau musti menampik lagi" Ketika Hoa tayhiap
memimpin para jago dari seluruh kolong langit tempo dulu, usianya juga sebaya dengan usia Hoa
kongcu 711 sekarang, jika Hoa kongcu tak mau menduduki pucuk pimpinan, lalu siapakah yang
pantas untuk menempati kedudukan itu?"


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang muda biasanya memang berdarah panas, demikian pula dengan pemuda pemuda
lain yang kebetulan berada disitu, ucapan tadi segera disambut dengan tempik sorak
yang gegap gempita, suasana menjadi agak gaduh, sementara mereka yang telah berusia lanjut
cuma duduk dengan mulut membungkam. Diam-diam Hoa In-liong mengerutkan dahinya, dia lantas berpikir, "Orang-orang
ini hanya mempunyai emosi yang me1uap-luap, tiada rencana yang tersusun, tiada pula ilmu
silat yang tinggi, kalau begini caranya sistim kerja mereka, hanya kekalahan saja yang
bakal diraih oleh pihak kita...." Sorot matanya segera dialihkan ke samping dan melirik sekejap ke arah Cia Yu
cong. Buru-buru Cia Yu cong menuding pemuda berpakaian ringkas itu, lalu
memperkenalkan, "Saudara ini adalah keturunan dari It ci hui kiam (pedang satu huruf) yang
tersohor di kota Koy hong, dia bernama Kongsun Peng, keponakan Kongsun!"
Hoa In-liong menjura ke arahnya.
"Atas kasih sayang saudara Kongsun, siaute merasa amat berterima kasih sekali"
katanya, "soal itu lebih baik tak usah kita bicarakan, justru siaute mempunyai beberapa
persoalan tentang ketiga perkumpulan besar itu untuk dijelaskan kepada saudara sekalian, apakah
saudara Kongsun bersedia menunggu sebentar lagi?"
Mendengar ucapan tersebut, dengan perasaan yang berat terpaksa Kongsun Peng
kembali ke tempat duduknya. Hoa In-liong termenung sejenak, lalu setelah menyapu sekejap sekeliling tempat
itu dia berkata, "Aku rasa kalian pasti sudah tahu bukan, Suma Siok-ya ku yang lebih dikenal
dengan sebutan Kiu mia kiam khek (jago pedang bernyawa sembilan) telah mati dibunuh orang?"
Sambil menghela napas sedih Cia Yu cong manggut-manggut.
"Yaa, semua orang ikut berduka cita atas wafatnya Suma tayhiap dibunuh orang!"
"Nah, perbuatan keji ini dilakukan oleh orang-orang Hian-beng-kauw, mereka lah
dalangnya!" Suasana dalam ruang rumah makan kembali menjadi gempar, Kongsun-Perg nyelutuk,
"Hoa kongcu, bagaimana ceritanya" Harap dikisahkan dengan lebih jelas lagi!"
Hoa In-liong kembali berpikir, "Dalam peristiwa ini, pihak Kiu Im kau juga
terlihat secara langsung, aku rasa lebih baik jangan terlalu mengeluarkan kisah ini secara
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 12 Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 Karya Marshall Kisah Pedang Bersatu Padu 3
^