Pencarian

Rahasia Hiolo Kumala 21

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long Bagian 21


terang-terangan sebelum pembunuh yang sebenarnya berhasil dilacaki. Untunglah setelah
kuterangkan kejadian tersebut, mereka telah menarik kembali sikap pandang entengnya terhadap lawan"
Berpikir sampai disitu, kembali dia berkata, "Peristiwa terbunuhnya Suma-siok ya
tak lama lagi akan terbongkar, sampai waktunya aku pasti akan memberi keterangan lagi kepada
rekan-rekan semua. Kini terlampau pagi kalau ku katakan lebih dulu, harap saudara Kongsun
bersedia memakluminya" Tanpa menunggu orang lain berbicara, setelah berhenti sebentar dia berkata lagi.
712 "Masih ada beberapa persoalan penting lagi yang hendak kusampaikan kepada rekan-
rekan sekalian, harap rekan semua bersedia untuk memperhatikan!"
Sebenarnya semua orang hendak mengajukan pertanyaan sekitar pembunuhan atas diri
SumaTiang cing, akan tetapi karena didahulu pemuda tersebut, maka terpaksa
mereka pasang telinga baik-baik dan mendengarkan dengan seksama.
Dengan suara dalam Hoa In-liong berkata, "Kiu im kaucu yang sekarang adalah
murid dari kaucu generasi lalu, dia seorang perempuan yang bernama Bwe Su-yok, meskipun usianya
masih muda tapi ilmu silatnya sangat tinggi, aku harap rekan semua mau memperhatikan hal
ini. Kemudian dari pihak Mo kau yang menyerbu kedaratan Tionggoan secara besar-besaran,
terdapat seorang yang bernama Seng To cu adalah kakak seperguruan Tang kwik Siu, tenaga dalamnya
jauh diatas Tang kwik Siu sendiri, orang ini merupakan orang kedua yang harus rekan
semua perhatikan. Sedang mengenai perkumpulan Hian-beng-kauw, oleh karena struktur
organisasi tersebut sangat rahasia, sampai sekarang belum kuketahui siapa kaucu nya tapi
yang pasti jagojago mereka sangat banyak dan rata-rata berilmu tinggi,
diantaranya seperti Thamcu markas
besar mereka adalah Beng Wi cian serta murid-muridnya yang bernama Ciu Hoa, Dari
nama tersebut sudab dapat diduga kalau cita-cita mereka adalah musuhi keluarga Hoa
kami. Markas besarnya berada dibukit Gi hong-san!"
Berbicara sampai disitu, dia menyapu sekejap sekeliling tempat itu. lalu
bertanya lagi, "Apakah
ada pertanyaan diantara rekan sekalian" Jika kurang terang, silahkan
ditanyakan!" Seorang pemuda berpakaian ringkas warna hitam segera bangkit, tanyanya dengan
lantang, "Bagaimanakah ilmu silat Bwe Su-yok jika dibandingkan dengan Hoa kongcu....?"
Hoa In-liong, membatin, "Kalau dibandingkan sekarang tentu saja tenaga dalamku
jauh melebihi dirinya!" Tapi diluar dia menyahut, "Siaute pernah beradu kekuatan dengan perempuan ini
ketika berada dikota Kim-leng, rasanya ilmu silat kami seimbang!"
Tiba-tiba Tu Cing san bertanya pula, "Hoa kongcu, Seng To cu yang dikatakan
sebagai kakak seperguruannya Tang kwik Siu itu macam apa orangnya" Sampai dimana taraf ilmu
silat yang dimiliki" Dan kenapa sewaktu mencari harta di Kiu ci san tempo dulu, orang ini
tidak kelihatan?" "Orang itu raempuuyai ilmu silat yang luar biasa lihaynya, jika rekan sekalian
bertemu dengan orang ini, lebih baik menyingkir saja....!"
Setelah berhenti sebentar, dia berkata lagi, "Menurut dugaanku ketidak
munculannya dalam penggalian harta di bukit Kiu ci san tempo dulu, mungkin disebabkan waktu itu
Seng To cu sedang menutup diri"
Banyak orang yang merasa tidak puas dengan perkataan itu, malah ada diantara mereka yang
bermaksud mencari Seng To cu untuk diajak beradu kepandaian, mereka semua adalah
jagojago persilatan, apa yang dipikirkan sebera terlihat pula diatas wajahnya,
melihat itu Hoa In-liong mengeluh dan tidak berkata apa-apa lagi.
Tiba-tiba terdengar Cia Yu cong berkata, "Hoa kongcu, bersediakah engkau untuk
melukiskan tampang dari Seng To cu itu, agar kawan-kawan persilatan dapat menghindarinya
jika secara kebetulan mereka sampai bertemu!"
713 "Orang yang usianya sndah lanjut memang jauh lebih dapat menggunakan otak
daripada orang muda" pikir Hoa In-liong.
Dia lantas tersenyum, jawabnya, "Gampang sekali untuk mengenali Seng To cu, asal
saudara sekalian bertemu dengan seorang kakek yang memakai ikat pinggang naga perak
bermuka kaku menyeramkan seperti mayat yang baru bangkit dari liang kuburnya, itulah
orangnya!" Tiba-tiba Kongsun Peng menimbrung kembali.
"Menurut pembicaraan Hoa kongcu, semua murid Hian-beng-kauw diberi nama Ciu Hoa
(Mendendam kepada keluarga Hoa), boleh aku tahu sebetulnya dendam sakit hati
apakah yang sudah terjadi antara Hian-beng Kaucu itu dengan keluarga Hoa?"
Hoa In-liong tidak langsung menjawab, kembali dia berpikir, "Meskipun Thia Lo
cianpwe menerangkan bahwa Hian-beng Kaucu mempunyai dendam sakit hati dengan pihak kami
lantaran gurunya dibunuh ayah, tapi aku sendiripun kurang jelas tentang soal
ini, rasanya mereka juga tak akan dapat menduganya"
Ia merasa ada baiknya kalau persoalan itu jangan dibicarakan dulu, maka katanya,
"Tentang soal ini, terpaksa kita harus menanyakan secara langsung setelah bertemu dengan Hian-
beng Kaucu dilain waktu!" "Hoa kongcu!" Cia Yu-Cong kembali berkata, "hawa siluman telah muncul kembali
menyelimuti seluruh dunia persilatan, kekuatan mereka tak boleh dianggap enteng, tolong
tanya kapan ayahmu baru akan munculkan diri antuk menyapu hawa siluman tersebut?"
Kembali Hoa In-liong berpikir, "Nenek dan ayah telah melimpahkan tanggung jawab
yang sangat berat ini ke atas pundakku, itu berarti mereka tak akan terjun kembali kedalam
dunia persilatan, jika ucapan terlalu jujur, orang orang ini pasti akan kecewa karena memandang
usiaku yang muda, kepandaianku yang terbatas dan pengetahuanku yang cetek mereka pasti
berpendapat bahwa aku tak akan mampu...."
Karena berpendapat demikian, pelan-pelan dia berkata, "Bagaimanakah rencana
ayah, sebagai putranya aku tak berani menduga secara sembarangan, tapi saudara sekalian tak
usah kuatir, sebagai bagian dari masyarakat dunia persilatan, keluarga Hoa kami pasti tak
akan berpeluk tangan belaka, dalam usaha melenyapkan kaum iblis dan durjana dari muka bumi,
kami pasti akan menyumbangkan pula tenaga kami!"
Perkataan ini mengambang sifatnya dan tidak menentu, banyak orang tidak puas,
tapi tak seorangpun yang berani membuka suara untuk bertanya lagi....
Tiba-tiba seorang kakek kekar yang duduk dimeja utama bangkit berdiri seraya
berkata, "Hoa kongcu, dilihat dari keberanian kongcu untuk menantang tiga perkumpulan
tersebut, mungkinkah kongcu sudah mengetahui jelas kekuatan mereka sebenarnya" Dan mungkinkah kongcu
sudah menyusun suatu rencana yang masak untuk menghadapi mereka?"
Hoa In-liong menarik kembali sorot matanya, semua orang yang duduk dimeja utama
dikenalnya dengan jelas diapun mengenali kakek tersebut sebagai Huan Tong, seorang jago
yang merajai wilayah Lam-cong dengan ilmu Poh ka sinkun (ilmu pukulan sakti pemecah
perisai)nya. Dia lantas tersenyum, katanya, "Mempunyai rencana yang masak sih tidak, cuma
berbicara menurut situasi sekarang ini, dengan mundurnya Kiu im kaucu dan kedudukannya
digantikan oleh Bwe Su-yok yang masih muda, kendatipun dia mempunyai bakat yang bagus dan
714 kecerdasan otak yang luar biasa, tak mungkin kehebatannya bisa melampaui iblis
tua itu, ini berarti Kiu im kau merupakan perkumpulan terlemah diantara tiga perkumkulau yang
ada. Sedang pihak Mo kau mempunyai Tang kwik Siu dan kakek seperguruannya untuk
bersama menghadapi musuh, kekuatan mereka cukup tangguh. Sementara Hian-beng-kauw tak
diketahui kekuatan yang sebenarnya, menurut pendapatku, mungkin kekuatan mereka jauh
diatas kemampuan Mo kau" "Jadi kalau begitu seandainya terjadi bentrokan kekerasan, maka kita akan
membasmi Kiu im kau lebih dulu?" tanya Huan Thong.
"Tidak!" dengan cepat Hoa In-liong menggeleng, "tiga perkumpulan telah membentuk
perserikatan, jika seujung rambut mereka diganggu seluruh badan perserikatan
akan maju bersama, tak mungkin mereka akan membiarkan kita untuk menghancurkan mereka satu
demi satu" Setelah berhenti sebentar, kembali katanya, "Apalagi yang lemah belum tentu
lemah, yang tangguh belum tentu tangguh, siapa tahu kalau sampai akhirnya Kiu im kau lah
merupakan perkumpulan yang paling tangguh?"
"Perkataan dari Hoa kongcu memang benar" sahut Huan Thong sambil mengangguk,
"sudah menjadi kebiasaan bagi kaum durjana, sebelum sam pai akhirnya siapapun tak mau
mengerahkan segenap kemampuannya"
Tiba-tiba Cia Yu cong menimbrung, "Tentang mundurnya Kiu im kaucu secara tiba-
tiba, menurut Hoa kongcu hal itu pertanda baik atau jelek buat kita?"
"Hoa In-liong termenung sebentar, kemudian jawabnya, "Kiu im kaucu adalah
seorang manusia yang licik, lihay dan banyak tipu muslihatnya, aku rasa tindakannya itu pasti
mengandung maksud-maksud tertentu. Berbicara dari segi baiknya, mungkin saja dia mengandung
maksud untuk merubah keadaan permusuhan menjadi persahabatan. Berbicara dari segi
jeleknya dia hendak mengundurkan diri kebelakang layar dan dari sana menyusun rencana jahat
untuk menghancurkan kita. Pokoknya baik itu bermaksud baik atau jelek, akhirnya pasti
akan berkembang dan diketahui umum, dan aku rasa tak ada manfaatnya untuk kita duga
mulai sekarang" Dalam perjamuan yang diselenggarakan kali ini, semua orang jarang menggerakkan
sumpitnya untuk mengambil sayur, kebanyakan mereka cuma memegang cawan sambil mendengarkan
pembicaraan yang sedang berlangsung, meski Hoa In-liong tidak mempersilahkan
mereka minum, para jago persilatan itupun tidak terlalu menaruh perhatian.
Perjamuan itu berlangsung hampir dua jam lamanya, sampai lohor perjamuan baru
bubar, tentu saja Hoa In-liong tak dapat menghantar semua tamunya, banyak terhadap belasan
orang tamunya yang berada dimeja utama, dia tak berani berayal dan menghantarnya
sampai didepan pintu. Sebelum pergi, Huan Thong sempat berkata dengan suara lantang, "Hoa kongcu bila
teringat kembali pada peristiwa penggalian harta mustika di bukit Kiu ci san, seandainya
tak ada ayahmu, belum tentu kitab pusaka keluarga kami dapat didapatkan kembali. Aku tahu ilmu
silat ayahmu sangat lihay, tak mungkin dia akan mengharapkan balas budiku, maka setelah
berjumpa sendiri dengan kegagahan Hoa-kongcu hari ini, aku jadi terbayang kembali akan kegagahan
ayahmu dimasa lalu. Mulai saat ini, bila kongcu membutuhkan bantuanku, katakan saja
berterus terang, tak usah sungkan-sungkan, lohu pasti akan menyumbangkan tenagaku"
715 "Locianpwe ini gagah dan memahami perasaan orang, dia memang seorang sahabat
yang dapat di percaya" pikir Hoa In-liong.
Dengan perasaan berterima kasih dia lantas tertawa nyaring, katanya, "Dalam
pencarian harta dibukit Kiu ci san tempo hari, ayahku berbuat demi kepentingan umum, cianpwe
mengambil barang milik cianpwe sendiri, darimana bisa dikatakan sebagai suatu hutang
budi?" Lalu dengan wajah serius dia berkata lebih lanjut, "Kalau toh cianpwe sudah
berkata demikian, boanpwe pun tak akan bertedeng aling-aling lagi, bila berbicara soal balas budi,
sama artinya dengan cianpwe memandang keluarga Hoa kami sebagai sekawanan manusia rendah"
Mula-mula Huan Thong agak tertegun, menyusul kemudian tertawa terbahak-bahak,
diapun tidak banyak berbicara lagi, setelah berpamitan lalu mohon diri.
Cia Yu cong pun merasa kagum atas tindak-tanduk Hoa In-liong yang cekatan serta
penuh rasa percaya pada diri sendiri itu, sambil mengelus jenggotnya dia tertawa.
"Sebagai tuan tanah disini, lohu memang tak becus dibidang lain, namun soal anak
buah sih masih punya beberapa orang, untuk mencari berita, sebagai pesuruh, mereka masih
dapat melakukannya. Maka bila Hoa kongcu membutuhkan mereka, harap kau tak usah


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sungkansungkan untuk mengutarakannya keluar"
Hoa In-liong tidak sungkan-sungkan lagi, sambil menjura dia lantas berkata,
"Kesediaan Cia lo enghiong untuk menyumbangkan tenaga sangat mengharukan hatiku, aku tidak memohon
apaapa, hanya seandainya dikota Si ciu telah kedatangan manusia yang berwajah
atau berbadan aneh, tolonglah memberi kabar kepadaku"
"Aaah.... kalau cuma urusan sekecil itu sih tak menjadi soal, Hoa kongcu tak usah
kuatir" kata Cia Yu cong sambil tertawa, maka diapun berpamitan.
Sesudah perjamuan bubar dan semua tamu telah mengundurKan diri, rumah makan
Kwang koan lo yang luas terasa menjadi hening, lenggang dan sepi.
Hoa In-liong tidak berdiam lama disitu, setelah berpesan sepatah dua patah kata
dengan pemilik rumah makan, diapun ikut meninggalkan tempat itu dan lenyap di perapatan jalan
sana. Lama setelah keheningan mencekam sekeliling tempat itu, tiba tiba dari depan
rumah makan itu melompat turun seorang perempuan berbaju putih yang menyoren pedang di
punggungnya. Dia naik keloteng Kwang koan lo dan memeriksa sekejap, disana kecuali beberapa
orang pelayan yang sedang membereskan sisa sayur, tak seorang jago persilatanpun yang masih
tertinggal disana. Berdiri diruangan yang lenggang, peremouan itu bergumam seorang diri dengan
suara yang lirih. "Hmm....! Sekembalinya ke markas besar, empek Beng, Empek-Toan bok dan suheng
sekalian telah mengatakan putranya Hoa Thian-hong begini begitu....Huuuh, padahal
sepersenpun tak ada harganya, buktinya dia toh tak bisa berbuat apa-apa terhadapku?"
Sambil tertawa ringan dia lantas melompat turun dari atas loteng dan bergerak
menuju ke luar kota, dalam ruangan hanya tertinggal bau harum badannya yang semerbak.
716 Ketika kawanan pelayan yang sedang mengumpulkan sisa sayur itu mendengar suara
tertawa, serta merta mereka menengok ke sekeliling situ, namun karena tak sesosok
bayangan manusiapun yang tampak mereka jadi merinding karena ngeri.
Sementara itu, nona tadi sudah tiba diluar kota tiba-tiba suara bentakan
memecahkan keheningan, "Harap berhenti nona!"
Perempuan itu tertegun, sebelum ia sempat berbuat sesuatu, angin berhembus lewat
dan tahutahu kain cadar penutup mukanya sudah dibuka orang....
Ia kaget dan cepat mundur, seorang pemuda tampan yang gagah perkasa tahu-tahu
sudah berdiri dihadapannya, anak muda itu menggoyangkan kipasnya dengan tangan kiri,
sedang ditangan kanan nya menenteng sebilah pedang mustika dan jari tangannya menjepit
selembar kain cadar, dia berdiri dergan senyuman dikulum.
Orang itu bukan lain adalah Hoa In-liong....
Sementara itu Hoa In-liong masih berdiri dengan senyuman dikulum, setelah
berhasil membuka kain cadar yang menutupi wajah nona itu, ia dapat menjumpai seraut wajah yang
cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.
Tapi anehnya, gadis itu mempunyai raut waajah yang tujuh puluh persen mirip
dengan wajah ibunya yaitu Pek Kun gie.
Dengan perasaan tercengang dia lantas berpikir, "Seandainya aku tidak mengetahui
lebih dulu kalau paman Bong hanya mempunyai seorang putra saja, dan usianya sebaya dengan
adik Wi, mungkin aku bisa mengira perempuan ini sebagai familiku sendiri"
Nona berbaju putih itu tampak tertegun pula, tiba-tiba dia merasa pedang yang
ditangan Hoa Inliong sangat dikenal, tangannya segera meraba kebelakang bahu,
ternyata entah sedari kapan
pedang nya sudah lenyap tak berbekas.
Dalam malu bercampur gusar, dia lantas berteriak keras, "Hayo cepat kembalikan
kepadaku!" "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh....baik, aku akan menurut perintah nona.
Sambil terbahak-bahak Hoa In-liong masukkan kipasnya kedalam saku, lalu pedang
yang berada ditangan kanannya itu diangsurkan ke hadapan sang nona.
Rupanya nona berbaju putih itu tak menyangka dia berani berbuat demikian, sebab
dengan ujung pedang tertuju pada dada sendiri sedang gagang pedang diberikan kepada
musuhnya, tindakan ini merupakan suatu tindakan yang berbahaya sekali, seandainya musuh
berhasil memegang gagang pedang itu lalu mendorongnya ke depan, maka walaupun seseorang
memiliki ilmu silat yang tinggi, belum tentu dia dapat meloloskan diri dari ancaman
dengan mudah. Rupanya nona itu menyangka Hoa In-liong hendak menipunya, untuk sesaat dia tak
berani menerima angsuran pedangnya itu.
Tunggu punya tunggu ketika dilihatnya nona itu tidak berani untuk menerima
pedangnya juga, Hoa In-liong segera menggelengkan kepalanya, samhil menghela napas,
"Aaaai....benar-benar
tak kusangka kalau nona adalah seorang manusia bernyali tikus!"
717 Nona berbaju putih itu tak tahan mendengar hasutan, ia tertawa dingin, lalu
dengan cepat merebut kembali pedangnya, ternyata senjata tersebut dapat di ambil kembali
dengan sangat mudah. Mula-mula ia rada tertegun, kemudian sambil menggetarkan pedangnya ia
melancarkan sebuah tusukan ke dada Hoa In-liong.
Sejak semula Hoa In-liong memang telah bersiap sedia, sambil tertawa terbahak-
bahak dia menyentil dengan jari tangan kirinya.
Secara tiba-tiba saja jalan darah Ci ti hiat di lengan kanan nona berbaju putih
itu menjadi kaku, pedangnya tak mampu dicekal lagi dan segera terjatuh ke tanah.
Dengan suatu kecepatan luar biasa, Hoa In-liong menggerakkan lengan kanannya,
tahu-tahu pedang itu kembali sudah berpindah tangan.
Kejut dan ngeri si nona baju putih itu menghadapi kejadian didepan mata, untuk
sesaat dia tak tahu apa yang musti dilakukan.
"Kalau berhati busuk dan jahat kedengaran Hoa In-liong membentak dengan marah,
"orang semacam kau tak bisa dibiarkan hidup terus!"
Cahaya putih berkelebat lewat, tahu-tahu pedang itu sudah menyambar
dihadapannya. Keadaan si nona baju putih itu boleh di bilang tersudut, dia tak mampu melakukan
perlawanan lagi, menghadapi kejadian semacam itu, dia hanya bisa pasrah, memejamkan matanya
dan menunggu saat kematian merenggut nyawanya.
Tapi.... ternyata tunggu punya tunggu tiada rasa sakit yang dirasakan, cepat dia
membuka matanya kembali, tampak Hoa In-liong berdiri dihadapannya dengan senyuman
dikulum, kipasnya sudah berada ditangannya kembali bahkan digoyangkan dengan santai,
sementara pedang mustika itu sendiri sudah lenyap tak berbekas, entah kemana larinya"
Sekali lagi dia meraba kepunggungnya, ternyata pedang tersebut sudah tersoien
kembali di dalam sarungnya. Rupanya Hoa In-liong cuma ingin menakut-nakuti lawannya dengan gertakan sambal,
padahal maksud sebenarnya hanya ingin mengembalikan pedang itu ke dalam sarungnya.
Sekarang, si nona baju putih itu baru keder, dia merasa bulu kuduknya pada
berdiri semua. Kendatipun pedangnya berhasil direbut kembali, akan tetapi ia tak berani
sembarangan bergerak, ditatap nya Hoa In-liong dengan sinar mata ketakutan, jelas kelihatan kalau dia
gugup, panik dan sedikit gelagapan. Padahal, berbicara yang sesungguhnya, ilmu silat yang dimiliki gadis itu
terhitung kelas satu, seandainya Hoa In-liong tidak mempersiapkan diri lebih dulu, sekalipun dia tak
becus, juga tak akan sampai menderita kekalahan sedemikian rupa.
Hoa In-liong mendekatkan kain cadar yang berhasil dirampasnya itu ketepi hidung,
lantas dibau nya sebentar, lalu dia mengeluarkan kertas dari sakunya dan dibau pula, akhirnya
dia bergumam, "Yaaa, tak salah lagi, baunya memang serupa!"
718 Nona berbaju putih itu dapat mengenali kertas tadi sebagai surat yang ia
tinggalkan dalam kamar penginapan, rasa malu dan marah segera bercampur aduk dalam perasaannya.
"Tak kusangka keturunan keluarga Hoa adalah manusia rendah yang tak tahu malu!"
teriaknya. Hoa In-liong tersenyum, pikirnya, "Rasain sekarang, baru tahu kalau aku orang
she Hoa bukan manusia yang bisa dipermainkan seenaknya sendiri...."
Kertas dan kain cadar itu dimasukkan kembali ke sakunya, lalu sambil memberi
hormat kepada si nona berbaju putih itu katanya, "Harap nona jangan marah, secara tiba-tiba saja
aku teringat dengan seorang sahabat karibku, maka bila ada perbuatanku yang kurang hormat,
harap nona bersedia memaafkan!"
Meskipun si nona baju putih itu tahu kalau lawannya hendak main setan
dihadapannya, toh tak tahan dia bertanya juga, "Sahabat karibmu itu bernama siapa" Macam apakah
orangnya?" "Aku sendiripun kurang begitu tahu tentang nama sahabat karibku itu" jawab Hoa
In-liong dengan wajah serius, "tapi...."
"Aaah.... kalau namanya saja tidak tahu, dari mana bisa dikatakan sebagai sahabat
karib?" tukas nona berbaju putih itu dingin.
"Yaa, aku memang tak tahu siapa namanya, tapi aku hanya tahu kalau dia adalah
seorang nona yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan!"
Merah padam selembar wajah si nona berbaju putih itu saking jengahnya, dengan
marah dia membentak, "Tutup mulut!"
Hoa In-liong pura-pura tertegun, lantas bertanya, "Eeeh.... aneh benar nona ini,
apa yang menyebabkan kau menjadi marah marah besar?"
Nona berbaju putih itu merenung sejenak, lalu katanya dengan dingin dan kaku,
Eeeh.... mau bunuh mau cincang silahkan kau lakukan dengan segera atas diriku, tapi kalau
Cuma mengumbar kata-kata yang tidak senonoh.... hmm! Tidak takutkah kau kalau perbuatan
ini akan menurunkan martabat dari keluarga Hoa sendiri?"
"Pintar betul perempuan ini bersilat lidah" pikir Hoa In-liong, "dia memang
seorang musuh yang tangguh!" Maka sambil tertawa tergelak dia lantas menjura, ujarnya, "Teguran nona memang
betul sekali, bolehkah aku tahu siapa nama nona....?"
Nona berbaju putih itu termenung sebentar, kemudian jawabnya dengan dingin,
"Dengarkan baik-baik, aku bernama Gie Pek (rindu dengan Pek)!"
Terperanjat Hoa In-liong setelah mendengar nama itu, segera dia berpikir
kembali, "Menurut Gwakong, Hian-beng Kaucu kenal dengan mama, ooh.... jadi rupanya begitu! Sayang
ayah tak pernah menceritakan soal tersebut kepadaku, coha kalau tidak, mungkin dari
kejadian-kejadian masa lalu aku bisa meraba siapa gerangan Hian-beng Kaucu itu!"
Dalam hati dia berpikir demikian, diluar katanya lagi, "Lantas kau mengikuti
nama marga yang mana?" 719 "Nama margaku sama dengan nama guruku!" jawab nona itu ketus.
Hoa In-liong tertawa. "Tolong tanya apakah gurumu berasal dari marga Cia?" desaknya.
Nona berbaju putih itu menggigit bibirnya kencang-kencang, dia membungkam dalam
seribu bahasa, Karena nora itu enggan menjawab, Hoa In-liong tidak mendesak lebih jauh,
diapun berkata, "Nona tempat seliar ini bukan tempat yang serasi untuk bercakap cakap,
bagaimana kalau kita kembali kerumah penginapan dan melanjutkan pembicaraan disana?"
"Dari sini menuju kerumah penginapan tersebut terlampau jauh, aku rasa tak
usah?" Hoa In-liong tersenyum. "Tuan rumah yang baik akan berusaha memenuhi keinginan tamunya, baiklah,
terserah kemauan nona" Kontan saja nona berbaju putih itu tertawa dingin.
"Heeehhh.... heeehhh.... heeehhh.... kalau kau ingin menjadi tuan rumah yang baik
serta berusaha memenuhi keinginan tamunya, biarkan siau li meninggalkan tempat ini"
Selesai berkata dia putar badan dan siap berlalu dari sana.
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, sekali lagi dia menghadang dihadapan nona
itu. "Tunggu sebentar nona!" serunya.
Nona berbaju putih itu memang sudah menduga kalau Hoa In-liong tak akan
membiarkan dia pergi dengan begitu saja, sambil menggigit bibir, tiba-tiba ia melancarkan
serangan kilat untuk menotok jalan darah Thian tee ditubuh anak muda itu.
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahh.... nona memang kelewat kejam" ujar Hoa In-liong
sambil

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa tergelak, "masa setiap serangan yang dilancarkan, tentu mengarah jiwa
manusia!" Dengan cekatan lengan kanannya diputar kebawah. Nona berbaju putih itu segera
merasa pergelangan tangannya mengencang dan tahu tahu sudah berada dalam cengkeraman
Hoa Inliong. Dia berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman tersebut, sayang makin dia
meronta cengkeraman tersebut semakin mengencang hingga akhirnya ibarat jepitan besi,
bagaimanapun dia meronta, toh tak berhasil untuk melepaskan diri.
Merah padam selembar wajahnya karena jengah, dia lantas membentak dengan marah,
"Lepas tangan!" Hoa In-liong terbahak-bahak, serunya, "Nona, engkau terlampau liar, kalau tak
dikasih sedikit pelajaran, bisa membahayakan jiwaku. Yaa, apa boleh buat, terpaksa aku harus
menyiksa sebentar diri nona, 720 Saking gemasnya, kalau bisa nona berbaju putih itu hendak menghadiahkan sebuah
tendangan ke tubuh lawan, tapi dia kuatir bila sampai berbuat demikian maka Hoa In-liong
akan semakin membuat dia malu.... Terbayang kembali semua kejadian yang dialaminya, nona itu mulai menyesal, dia
menyesal kenapa tak mau menuruti nasehat gurunya, coba dia mau menuruti perkataan gurunya
dan tidak bersikeras datang kemari untuk mencoba kekuatan Hoa In-liong, tak mungkin
dirinya akan dipermalukan oleh anak muda tersebut.
Tiba-tiba Hoa In-liong melepaskan tangannya, lalu berkata, "Nona, bagaimana
kalau kita membicarakan persoalan ini secara baik-baik saja tanpa menggunakan kekerasan?"
"Huuuh....siapa yang kesudian disebut kita bersama manusia macam kau?" protes nona
itu marah. Hoa In-liong tertawa tergelak .
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... baik, baiklah, bagaimana kalau kau dan aku
berbicara secara baik-baik?" Nona berbaju putih itu mendengus, sambil meraba pergelangannya yang bekas
dicengkeram itu dia ambil sikap acuh tak acuh.
Diam diam Hoa In-liong tertawa geli, dari sakunya dia mengeluarkan selembar
saputangan, lalu ditebarkan diatas sebuah batu yang bidang, sesudah itu sambil menggerakkan
tangannya membuat gerakan mempersilahkan dia berkata, "Silahkan duduk nona manis!"
Setelah berulang kali menemui kegagalan, hilang sudah kepercayaan nona itu
terhadap kemampuan sendiri, dia tahu kaburpun tak ada gunanya, maka tanpa membantah dia
duduk diatas batu tersebut. Hoi In liong sendiri juga mencari sebuah batu dan duduk seadanya.
Menyaksikan sikap sianak muda tersebut, walaupun dihati kecilnya nona itu
tertawa dingin, toh hatinya tergerak juga. Dalam pada itu, Hoa In-liong telah berkata kembali setelah berpikir sebentar,
"Ketika berada di kota Lam-yang tempo hari aku pernah berjumpa dengan seorang nona yang usianya
hambir sebaya dengan nona, dia mengenakan baju warna ungu dan membawa sebilah pedang
pendek, kemauapun dia pergi, pelayannya yang bernama Si Nio selalu mendampinginya...."
"Oooh.... kau maksudkan Siau Leng jin si budak ingusan itu?" tukas si nona tak
sabaran. Sungguh gembira hati Hoa In-liong setelah tanpa sengaja mendapat tahu nama dari
nona baju ungu itu, dia tertawa. "Mungkin memang dia orangnya, apakah nona kenal baik dengan dia?" kembali dia
mendesak Rupanya si nona berbaju putih menyadari kalau ia salah berbicara, cepat serunya
dengan ketus, "Maaf, aku tak dapat memberitahukan kepadamu!"
"Wah, kalau didengar dari nadanya, jangan-jangan diantara mereka mempunyai
permusuhan?" pikir Hoa In-liong. 721 Tentu saja ingatan tersebut tidak diutarakan keluar, sambil tertawa katanya
kemudian, "Kalau dugaanku tidak keliru, suhu nona pastilah Hian-beng Kaucu si ketua dari
perguruan neraka itu, boleh aku tahu siapa nama gurumu?"
"Tidak boleh!" jawaban nona itu lebih ketus.
Keketusan yang berulang kali tidak merubah sikap Hoa In-liong yang ramah,
sekulum senyuman tetap menghiasi bibirnya.
"Konon perkumpulan Hian-beng-kauw mempunyai jago silat yang tak terhitung
jumlahnya, apakah kau bersedia menyebutkan satu dua orang di antaranya sehingga menambah
pengetahuanku?" kembali pintanya.
"Hmm! Jangan mimpi!" tukas si nona sambil mencibirkan bibir.
"Boleh aku tahu permusuhan apa yang terikat antara suhumu dengan keluarga Hoa
kami?" Ketika mendengar pertanyaan tersebut, tiba-tiba hawa napsu membunuh memancar
keluar dari mata nona baju putih itu cuma mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
"Waaah....celaka ini!" lagi-lagi Hoa In-liong berpikir, "dilihat dari cemberutnya,
jelas rasa benci mereka sudah merasuk sampai ke tulang sumsum, cuma herannya dendam apakah itu"
Kenapa mereka bisa mengikat dendam sedalam lautan dengan keluarga Hoa?"
Berpikir sampai disitu, maka dia mengalihkan kembali pokok pembicaraan....
"Nona, beberapa orang Ciu Hoa yang berkeliaran dalam dunia persilatan apakah
merupakan kakak seperguruanmu?" ia bertanya.
Si nona baju putih tertawa dingin.
"Heeehhh.... heeehh.... heeehhh.... sayang kau tak sampai mampus dibunuh mereka!"
Jilid 36 "HAAAHHH....HAAHHH....HAAHHH.... aku lihat ilmu silat yang dimiliki suheng-suhengmu
masih terpaut jauh bila dibandingkan ke pandaian nona, nona saja sudah berbelas
kasihan kepadaku, apalagi subeng-suhengmu itu....Huuh, memangnya mereka bisa apakan diriku"
"Hei, siapa yang berbelas kasihan kepadamu?" teriak si nona dengan marah, merah
jengah selembar pipinya. "Haaahhh....haaahhh....haaahhh....betul-betul memang bukan berbelas kasihan, tapi nona
kan sudah mengalah kepadaku bukan?"
Si nona baju putih itu tertunduk ketus, dia membungkam dalam seribu bahasa.
Diam diam Hoa In-liong coba putar otak serta menganalisa semua keadaan yang
dihadapinya, ia merasa peristiwa pembunuhan atas diri Suma Tiang-cing dan asal usul ketua Hian-
beng-kauw hanya bisa diketahui dari mulut sinona berbaju putih ini, sudah barang tentu ia
tak sudi melepaskan mangsanya dengan begitu saja.
722 Sekalipun ia pingin cepat-cepat mengetahui keadaan sebenarnya, Hoa In-liong
pantang memaksa dengan kekerasan, ia tak tega berbuat begini terhadap seorang nona cantik
seperti gadis berbaju putih ini. Tentu saja diapun sadar bahwa gadis itu terlampau keras kepala, biasanya orarg
yang keras kepala pantang diajak bekerja sama, namun Hoa In-liong tidak putus asa, dia
adalah seorang pemuda yang cerdik dan cekatan, tiada persoalan di dunia ini yang bisa
menyulitkan dirinya. Hanya sebentar saja dia termenung, sebuah akal bagus telah didapatkan, bibirnya
lantas bergetar hendak melaksanakan siasatnya itu.
Namun sebelum rencananya itu terlaksana, mendadak dari tempat kejauhan terdengar
seseorang berteriak keras, "Hei....anak liong!"
Hoa In-liong tertegun, pikirnya, "Heran, siapa yang lagi memanggilku?"
Lantaran keheranan maka diapun berpaling.
Sang surya sudah tenggelam di langit barat, pelangi yang indah menghiasi
cakrawala dunia, pemandangan ketika itu sangat indah dan mempesona.
Diantara pantulan sinar kelabu ditengah senja tampaklah beberapa sosok bayangan
manusia berlarian datang dari tempat kejauhan.
Tenaga dalam yang dimiliki Hoa In-liong sekarang cukup sempurna, meskipun
suasana telah berubah menjadi remang-remang, namun cukup dalam sekilas pandangan ia telah
melihat bahwa orang-orang tersebut adalah tiga orang gadis berdandan suku Biau.
Ketika itu, si nona baju putih ikut pula menengadah, tapi ia tidak melihat
dengan jelas siapa pendatang tersebut. Tiba-tiba ia menyaksikan Hoa In-liong melonjak kegirangan, kemudian kedengaran
pemuda itu bersorak sorai, "Hei Toa kokoh, ji kokoh, sam kokoh kenapa kalian muncul semua
di daratan Tionggoan?" Ketika mendengar teriakan tersebut bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya, ketiga orang itu bergerak menghampiri ke arahnya.
Ketika sianak muda itu berdiri membelakangi, diam-diam sinona baju putih
berpikir, "Bila kumanfaatkan kesempatan yang baik ini dengan melancarkan serangan maut, aku
yakin jurus Teng liong kui ci (naga sakti sembilan menukik) cukup membuat dia koit,
hmmm....konon kungfu yang dimiliki Hoa In-liong lihay sekali, aku tak boleh sembarangan bergerak,
bisa bisa malah aku sendiri yang kena terhajar...."
Lantaran berpendapat demikian, maka rencana yang telah dipersiapkan segera
dibatalkan kembali. Dalam pada itu, beberapa sosok bayangan manusia tadi sudah makin mendekat,
sekarang nona itu dapat menyaksikan dandanan mereka dengan amat jelasnya.
Ternyata pendatang tersebut adalah perempuan-perempuan suku Biau yang cantik
jelita, mereka bertubuh setengeah telanjang, kaki dan tangannya yang putih mulus tertera nyata
sekali, 723 terutama bagian payudaranya yang setengah menongol keluar bikin hati orang
bergairah saja rasaaya.... Sementara si nona masih melamun, Hoa In-liong telah memberi bisikan kepadanya
dengan ilmu Coan im mi (Ilmu Menyampaikan Suara).
"Nona, ketahuilah bahwa ketiga orang bibiku berasal dari wilayah Biau, mereka
paling mendendam terhadap segala kejahatan dan manusia manusia kaum sesat, bila ia
sampai tahu kalau kau adalah anggota Hian-beng-kauw, bisa jadi nyawamu akan direnggut. Maka
demi keselamatan jiwamu, bagaimana kalau untuk sementara waktu kau kuakui sebagai
putri paman Bong!" Si nona berbaju putih yang berwatak tinggi hati dan keras kepala, sudah tentu
tak sudi menunjukkan kelemahannya didepan orang, ia tertawa dingin dan siap menolak
kebaikan orang. Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Hoa In-liong telah berkata lagi,
"Bagaimanapun toh aku tidak menyuruh kau mengakui sendiri, biar aku yang berbicara bagimu!"
SESUNGGUHNYA masih banyak perkataan yang hendak diucapkan Hoa In-liong, akan
tetapi lantaran ketiga orang nyonya muda dari wilayah Biau itu sudah muncul di depan
mata, mau tak mau Hoa In Iiong musti membatalkan niatnya itu.
Sambil tertawa dia maju memberi hormat dan menegur, "Toa kokoh, kenapa kalian
muncul di daratan Tionggoan" Sesungguhnya kedatangan kalian karena apa7"
Jawab salah satu seorang nyonya berwajah cantik itu sambil tertawa, "Aku dengar
kau terkena racun ular keji yang amat jahat, sengaja kami datang kemari untuk menengok mu,
baru masuk daratan Tionggoan, kami sempat pula mendengar pergolakan yang telah terjadi
dalam dunia persilatan terutama perbuatan gilamu dikota Si ciu yang menantang tiga partai
besar untuk beradu tenaga, sebab itu kami menyusul kemari....!"
Nyonya suku Biau yang ada disebelah kiri tiba-tiba menarik nona baju putih itu
sekejap, kemudian bertanya, "Long-ji, siapakah dia?"
"Oooh....diakan putrinya paman Boag, bernama Bong Gi pek! Masa kokoh sekalian
lupa?" jawab Hoa In-liong cepat-cepat sambil tertawa menyengir kuda.
Lalu sambil menggape kepada sinona itu, katanya lagi, "Adik misanku Gi pek!
Marilah kuperkenalkan kalian, tiga orang ini adalah kokohku yang dikenal orang
persilatan sebagai Biau nia-sam sian (tiga dewi dari bukit Biau), menurut urutannya mereka adalah Lan
hoa Siancu (dewi bunga anggrek), Li hoa Siancu (dewi bunga lily) dan Ci wi Siancu (dewi bunga
mawar), kepandaian mereka adalah menggunakan racun tiada tandingannya didunia ini,
jangan lewatkan kesempatan ini untuk berkenalan dengan mereka"
"Eammm.... betul juga perkataannya, kenapa aku musti menelan kerugian yang ada
didepan

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata?" pikir sinona baju putih itu dalam hati kecilnya.
Dengan lemah gemulai ia maju ke depan dan memberi hormat, lalu sapanya dengan
suara yang lembut, "Siancu cianpwe!"
Diam diam Hoa In-liong menghembuskan napas lega, ia tak mengira kalau akhirnya
sinona mau juga meuuiuti perkataannya.
724 Hakekatnya raut muka nona ini ada enam tujuh bagian mirip dengan wajah Pek Soh
gie, isteri Bong Pay, sebab itu Bian nia sam sian tak ada yang menaruh curiga terhadap
keasliannya, apalagi melihat kelembutan dan kesopanan sinona, mereka bertambah girang
dibuatnya. Dengan watak terbuka mereka yang tak pernah terikat oleh segala macam adat serta
peraturan, langsung saja Lan hoa siancu memeluk nona berbaju putih itu sambil tertawa.
"Waaah.... Kau memang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, persis sekali
dengan potongan muka ibumu, eeei....nona manis, berapa usiamu tahun ini?"
"Sudah ketemu jodoh belum?" seru Li hoa siancu pula sambil menarik tangan dan
cekikikan. Ci wi Siancu tak kalah, ujarnya cepat sambil tertawa, "Kalau belum punya jodoh,
bagaimana kalau kita bantu untuk mencarikan pasangan yang pantas" Cuma entah pemuda dari
mana yang punya rejeki untuk mempersunting gadis seperti kau?"
Begitulah, untuk sementara waktu Biau nia sam sian hanya merubung si nona baju
putih sambil cuat cuit berKicau tiada habisnya, ini membuat Hoa In-liong terisolir dan harus
berdiri sendian di samping. Betapa jengah dan rikunya nona berbaju putih itu menghadapi peristiwa semacam
itu, apa yang mereka bicarakan adalah putri orang lain, bahkan menyinggung pula soa1
mencarikan jodoh, sekalipun serba salah nona itu dibuatnya, tapi justru karena persoalan ini rasa
dendam kesumat yang tertanam dalam hatinya berubah menjadi lebih tawar dan menipis.
Ia tertunduk rendah-rendah dan malunya bukan main, bagaimana mungkin ia dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut"
Ketika matanya coba untuk melirik ke samping dan menyaksikan Hoa In-liong
berdiri disitu sambil tersenyum-senyum penuh kebanggaan, hatinya menjadi mangkel dan dongkolnya
bukan main, kontan saja ia perseni sebuah delikan mata kepadanya.
Hoa In-liong yang masih belum hilang sifat kekanak-kanakannya, menjadi sangat
gembira ketika dilihatnya nona tersebut melotot ke arahnya dengan wajah mendongkol, cepat
diapun mengerdipkan pula matanya.
Tentu saja Biau nia sam sian tidak mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, dia
masih mengira muda-mudi itu sedang berlirik-lirikan mata tanda cinta.
Lan hoa Siancu segera berpikir, "Kalau dilihat dari hubungan mereka berdua
tampaknya sudah ada kecocokan diantara mereka, "hmmm.... ! Bong Gi pek memang seorang nona yang
cantik jelita, bak bidadari dari kahyangan, dia sangat cocok bila dijodohkan anak
Liong....'. Betul, Liong-ji adalah seorang bocah yang romantis dan banyak menyebarkan bibit
cinta kemana saja, penyakit jeleknya tentu sedikit banyak akan terobati bila di rumah sudah
ada istri!" Berpikir sampai disitu, timbullah niatnya untuk menjodohkan muda mudi itu.
Orang Biau adalah manusia manusia berjiwa hangat, biasanya apa yang dipikirkan
segera dilakukan, begitu pula dengan diri Lan hoa siancu.
725 Setelah mengambil keputusan, ia lantas mengerling sekejap kearah Li -hoa Siancu
dan Ci wi Siancu, lalu sambil lepas tangan katanya, "Kalian berbincang-bincanglah, aku
hendak berbicara sebentar dengan Liong ji"
Biau nia sam sian memang mempunyai hubungan batin yang erat, apalagi Li hoa
siancu dan Ci wi siancu memang mengandung maksud yang sama setelah bertemu deegan nona berbaju
putih itu, maka sambil tersenyum mereka menarik sinona kesamping dan diajak
berbincang-bincang. Untungnya mereka sudah lama dan terbiasa bergaul dengan orang orang Tionggoan,
mereka tahu gadis-gadis bangsa Han paling pemalu terutama dalam soal jodoh, hingga
maksud hati mereka tak sampai dikemukan secara terus terang.
Waktu itu Lan hoa siancu telah menarik Hou In liong untuk menyingkir dari sana,
lalu dengan wajah bersungguh-sungguh katanya, "Anak Liong!"
"Ada urusan apa toa kokoh?" jawab Hoa In-liong sambil tertawa, dia tak tahu
permainan setan apa yang sedang dipersiapkan para bibinya yang datang dari wilayah Biau ini.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, cepat dia membatin, "Waduh
celaka! Janganjangan kedatangan mereka untuk menyampaikan perintah dari nenek
atau ayah yang menitahkan aku segera pulang" Kalau sampai begini keadaannya, bisa rusak nama
baikku! Sekarang sandiwara baru saja dimulai, tapi kalau sampai terhenti ditengah jalan,
semua orang sudah pasti akan mencaci maki diriku habis-habisan!"
Sekalipun rasa kuatir hampir mencekam seluruh perasaannya, toh ia sempat
bertanya juga. "Apakah ada berita dari nenek atau ayah?" Lan hoa Siancu dapat merasakan
ketenangan anak muda itu, ia segera tertawa.
"Hei, tampaknya kalau begitu takut terhadap nenek dan ayahmu?"
Dari ucapan tersebut Hoa In-liong dapat menarik kesimpulan bahwa kedatangan
bibi-bibinya bukan untuk menyampaikan perintah nenek ataupun ayahnya, kenyataan ini
menjadikan hatinya lega sekali. "Aaaai....kalau Liong-ji sih bukan takut sama nenek dan ayah saja, dengan bibi
bertigapun aku juga takut!" sahutnya sambil tertawa.
Kontan saja Lan hoa Siancu tertawa lebar.
"Hmmm....! Dasar bocah binal, dasar telur busuk kecil!"
"Toa kokoh, kenapa kau maki diriku?" keluh Hoa In-liong sambil gelengkan
kepalanya dan tertawa. "Oooh....jadi kalau merasa tidak puas?" Lan hoa Siancu mendelik lebar-lebar,
"Hmm....!Kau memang sibinal kecil, sitelur busuk kecil! Sedangkan bapakmu adalah sibinal
gede, sitelur busuk gede, siapa yang tidak puas dengan julukan ini?"
Yaa, pada hakekatnya hanya orang orang dari wilayah Biau saja yang berani
mergucapkan katakata semacan itu.
726 Banyak memang sahabat-sahabat karib Hoa Thian-hong, seakrabnya mereka bergaul
toh diantara masing-masing pihak selalu berusaha menjaga gengsi serta martabat
masing-masing, lagipula jelek-jelek begitu Hoa Thian-hong adalah seorang tokoh yang mempunyai
kedudukan tinggi dalam dunia persilatan, bersikap agak berayal saja tak berani apalagi
mencaci maki dirinya...." Diantara sekian banyak orang di dunia ini, hanya kawanan murid dari Kiu tok sian
ci yang mempunyai pergaulan sangat akrab dengan Hoa Thian-hong, soal goda-menggoda,
caci-mencaci dan cemooh mencemooh sudah merupakan kebiasaan diantara mereka, kedua belah
pihak sama-sama tak mempunyai pantangan, sebab itu apapun juga tiga orang perempuan
suka Biau ini berani mengutarakannya.
Hoa In-liong gelengkan kepalanya sambil tertawa.
"Baik, baik, aku takluk!" Aku takluk! Kalau Toa kokoh ada perkataan, katakanlah
dengan cepat" katanya. "Kalau sudah takluk! kenapa masih juga menggelengkan kepala?" seru Lan hoa
siancu. Sebab bila toa kokoh tidak ada persoalan lain koponakan masih harus membereskan
persoalan pribadiku!" Agaknya Lan hoa siancu memang rada kewalahan menghadapi keponakannya ini, ia
sedikit tobat menghadapi tingkah lakunya yang binal, maka ujar nya kemudian, "Mau menuruti
perkataan toa kokoh tidak?" "Mau! Mau! Tentu saja mau!" jawab Hoa In-liong sambil manggut-manggut cepat.
Lan hoa siancu ikut manggut-manggut.
"Bagus sekali kalau kau bersedia...."
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi dengan wajah serius, "Maksud toa kokoh,
usiamu tahun ini sudah tidak kecil, kalau setiap hari kerjamu hanya seperti kuda liar yang
lari kesana lari kemari...." Sebelum ucapan tersebut selesai diutarakan, Hoa In-liong telah menebak apa
tujuan bibirnya ini, cepat dia goyangkan tangannya berulang kali.
"Usia keponakan masih terlampau muda, lebih baik soal itu dibicarakan beberapa
tahun lagi!" tukasnya sambil tertawa, "Eeeh....kurangajar, kau berani membangkang perintahku"
Minta digebuki pantatmu?" teriak Lan hoa Siancu marah-marah.
"Kalau toa kokoh ingin menggebuk pantatku, silahkan saja digebuk, tapi yang
pasti keponakan tak dapat menuruti perintahmu"
Lan hoa Siancu memutar biji matanya dan berpikir sebentar, lalu katanya lagi,
"Kalau kau berani berterus terang dihadapannya dan berkata kalau kau tidak tertarik kepadanya,
tentu saja toa kokoh tidak akan banyak bicara lagi, karena banyak berkatapun tak ada gunanya,
sebaliknya kalau tidak berani maka kau harus menuruti perkataanku, bagaimana" Berani
tidak....?" 727 Melihat itu, Hoa In-liong segera berpikir dalam hatinya, "Kalau dilihat dari
sikapnya yang begitu kukuh rupanya keinginannya untuk menjadi mak comblang sudah amat berkobar,
yaaa....aku musti mencari akal bagus untuk melenyapkan niatnya itu"
Terbayang sampai kesitu, tiba-tiba saja bayangan tubuh dari Coa-Wi-wi melintas
kembali dalam benaknya. Sementara dia masih melamun, Lan hoa Siancu telah berseru sambil mencibirkan
bibirnya, "Huuuh....coba libat tak nyana kalau nyalimu sekecil ini, untuk mengakui urusan
sekecil inipun tak berani" Hoa In-liong tidak langsung menjawab, ia termenung dan berpikir sebentar, lalu
setelah mengambil keputusan baru katanya, "Baiklah toa kokoh coba kau sebutkan siapa
orangnya?" "Waaah....kalau kulihat dari kekukuhanmu, rupanya hubungan cinta kalian berdua
sudah terikat semenjak dulu-dulu....atau mungkin maksud toa kokoh menjadi mak comblang hanya
suatu perbuatan yang berlebihan saja....?" kata Lan hoa Siancu sambil tertawa.
Tentu saja Hoa In-liong tidak mengerti siapa yang dimaksudkan, ia merasa
kebingungan dan tidak habis mengerti. "Tapi yang jelas dia bukan maksudkan adik Wi!" demikian pikirnya.
Maka diapun bertanya dengan keheranan, "Hei toa kokoh! Sebetulnya siapa yang kau
maksudkan?" "Ciiisss....! Tak usah berlagak bodoh, aku percaya dengan kecerdasanmu bisa kau
tebak siapa gerangan orang yang kumaksudkan?"
"Toa kokoh artikan...."
"Tentu saja dia yang kumaksudkan!" sambil manggut-manggut Lan-hoa Siancu
menuding kearah sinona baju putih yang sedang berdiri bersama-sama kedua orang adik
seperguruannya itu. Hoa In-liong tertegun lalu menyengir kuda, ia benar-benar dibuat menangis tak
bisa tertawapun sungkan, pikirnya, "Sialan, kau anggap siapakah nona itu" Dia adalah muridnya
Hian-beng-kauw, murid musuh besar keluarga kita! Jangan toh perkenalan baru berlangsung selama
dua jam, sampat sekarangpun belum kuketahui siapa namanya, Huuh....! Kalian memang terlalu
membayangkan hal-hal yang terlalu muluk"
Begitulah kalau kesalahan paham telah terjadi, Hoa In-liong tahu kalau nona baju
putih itu sebagai muridnya ketua Hian-beng-kauw, tentu saja ia pun menyadari bahwa
perjodohan diantara mereka tak bakal sampai terjadi....
Sebaliknya Biau nia sam sian mengira nona baju putih itu sebagai putrinya Bong
Pay, dari sikap sinona dengan Hoa In-liong mereka menganggapnya sebagai sepasang sejoli yang
sudah bergaul intim, maka timbullah riat mereka untuk memperjodohkan kedua orang itu.
"Hei telur busuk kecil" bentak Lan hoa Siancu tiba-tiba, "bagaimana pendapatmu?"
Hoa In-liong tidak langsung menjawab, diam-diam pikirnya, "Kalau kubiarkan kau
berterus terang kepadanya, dalam gusar dan malunya tentu ia akan mengemukakan asal usulnya yang
728 sebenarnya, haaahh....haaa....haaahh....waktu itulah pasti akan muncul adegan yang
menarik hati" Bibirnya sudah bergetar siap mengemukakan maksud hatinya itu, tiba-tiba ingatan


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lain melintas dalam benaknya, cepat ia berpikir lebih lanjut, "Tidak, tidak boleh! Kalau dia
sampai menyebutkan asal usulnya yang sebetulnya, soal lainnya masih mendingan, kalau
sampai ketiga orang bibiku mengumbar watak jeleknya dan mencoba untuk membereskan
jiwanya....waah, bisa berabe jadinya" Timbul kesalahpahaman dihati Lan hoa Siancu setelah menyaksikan pemuda itu
mengurungkan niatnya untuk berbicara, ia mengartikan pemuda itu takut malu.
Maka sambil tertawa tergelak serunya, "Haaahh....haaahhh....haaahhh....rupanya kau-pun
mengerti malu" Kalau begitu biar toa kokoh yang mengutarakannya mewakilimu,
setuju bukan?" Habis berkata dia lantas putar badan dan menghampiri si nona berbaju putih itu.
"Eeeeh....eeeeehh....tunggu sebentar!" teriak Hoa In-liong sambil narik lengannya,
"Ada apa lagi?" "Untuk menyelamatkan selembar jiwanya, terpaksa aku harus berbuat demikian"
pikir Hoa Inliong, Meski geli rasanya, ucapnya juga dengan wajah bersungguh
sungguh, "Sayang tindakan
dari toa kokoh terlalu lambat"
"Apa maksudmu?" seru Lan hoa Siancu
Setelah memperhatikan pemuda itu sekejap, ujarnya lagi.
"Air mukamu segar, sirna sekali tidak mirip orang yang terkena racun ular keji,
lagipula sewaktu ayahmu terkena Racun teratai empedu api tempo hari, meski digembar-gemborkan
kalau tak bisa beristri dan punya anak, belum pernah kudengar kalau orang yang terkena
racun ular keji juga tak dapat beristri dan punya anak"
Hoa In-liong tersenyum. "Kalau memang sudah tahu begini, apakah aku harus menerangkan lagi secara
terperinci?" Lan hoa Siancu tertawa lebar,
"Haahhh....haaahhh....haaahhh....kalau begitu aku harus mengucapkan selamat dulu
kepadamu. Selesai berkata ia putar badan dan siap berlalu dari situ.
"Eeeeh....tunggu sebentar!" teriak Hoa In-liong gelisah.
Dihampirinya Lan hoa Siancu, lalu bisiknya dengan lirih, "Jelek-jelek kau adalah
toa suci nya ibuku, apakah kau tidak takut dengan sifat pemalu dari gadis perawan bangsa
Han?" Lan hoa Siancu berpikir sebentar, lalu tertawa.
"Yaaaa....begitulah kalau suatu bangsa terlalu banyak mempunyai peraturan-
peraturan yang aneh padahal apa perlunya mesti malu-malu kucing" Toh akhirnya juga kawin"
Baiklah daripada mencari penyakit buat diri sendiri, lebih baik aku tidak akan melakukan
pekerjaan ini lagi" 729 Tiba-tiba dari depan sana kedengaran Li hoa Siancu berteriak keras, "Toa suci,
sudah selesai belum pembicaraannya?"
"Sudah, dan rupanya kita tak perlu repot-repot lagi" jawab Lan-hoa Siancu sambil
berpaling. Kebetulan Ci wi Siancu sedang bercakap-cakap dengan kepala tertunduk, ketika
mendengar perkataan itu ia lantas menengadah dan bertanya dengan keheranan, "Hei, apa
maksudmu?" Si nona berbaju putih itu ikut dibuat kebingungan, dengan wajah tercengang ia
menengadah. Hoa In-liong kuatir Lan hoa siancu tak dapat pegang rahasia hingga salah bicara,
cepat cepat timbrungnya, "Ji kokoh, sam kokoh, kalau masih belum jelas maka ingatlah akan
ibuku kalian tentu akan mengerti dengan sendirinya"
Mula-mula Li hoa Siancu dan Ci wi Siancu tertegun, tapi menyusul kemudian biji
mata mereka berputar putar, tampaknya mereka sudah menjadi paham dengan duduknya persoalan.
Kemudian Hoa In-liong berkata dengan gelisah, "Bukankah kalian tahu bahwa ibuku
halus lembut dan kalem?" Si nona baju putih itu tercengang dan tidak habis mengerti, ia tak tahu kenapa
pemuda tersebut berulang kali menyinggung tentang ibunya.
Terdengar Li hoa siancu berkata sambil tertawa, "Yaa....yaa....kami sudah tahu kalau
kalian bangsa Han mempunyai pelbagai adat istiadat yang aneh dan tak masuk diakal, kami
tak akan berbuat tolol, kau tak asah kuatir"
Sudah barang tentu gadis berbaju putih itu makin kebingungan dibuatnya, sebentar
ia mengawasi wajah Hoa In-liong, sebentar lagi mengawasi Biau nai sam sian,
hakekatnya ia tidak mempunyai dendam secara langsung dengan ketiga orang dewi dari suku Biau itu.
Apalagi hakekatnya kemesrahan mereka telah mengharukan hatinya yang sedang kesepian.
Kesemuanya ini membuat sikapnya terhadap Biau nia sam sian cukup ramah, malahan
sedikit kelihatan hangat dan mesrah, dia sendiripun tidak ingin membongkar rahasia
dengan mengatakan bahwa dia bukan putrinya Bong Pay.
Diam-diam Hoa In-liong tertawa geii menyaksikan sikap bibi bibinya itu,
pikirnya, "Siapa bilang
kalian tidak goblok" Justru saking tololnya kalian sudah keblinger...."
Sepanjang hidupnya belum pernah ia lakukan perbuatan selucu hari ini, makin
dibayangkan pemuda itu merasa makin geli sehingga hampir saja ia tergelak gelak, meski suara
tertawanya berhasil diken-dalikan, toh wajahnya tampak berseri.
Tiba tiba ia mendengar Ci wi Siancu berseru sambil tertawa, "Bong Gi pek, kiong
bie yaa untukmu!" Si nona baju putih itu tertegun, ia melongo dan tak tahu apa yang musti
diucapkan. Mengetahui kalau rencananya nyaris mengalami kegagalan total, Hoa In-liong
gelisah sekali, segera teriaknya keras keras, "Sam kokoh....!"
"Aah, kau tak usah kecewa!" tukas Ci wi Siancu.
730 Cepat ia berpaling kearah si nona baju putih itu dan bertanya sambil tertawa,
"Beritabu kepadaku, kapan baru diadakan?"
Si nona baju putih itu bukan seorang gadis bodoh, ia terhitung seseorang yang
berotak cerdas dengan cepat dapat tertebak olehnya apa gerangan yang sedang terjadi, kontan
saja pipinya bersemu merah karena jengah, tiba-tiba ia melengos dan memandang kearah lain.
Betapa leganya Hoa In-liong karena gadis itu tidak marah, pikirnya, "Waahh....
kalau dilihat situasinya sekarang, jelas aku tak bisa mendesaknya untuk menanyakan asal asul
Hian-bengkauwcu serta peristiwa terbunuhnya Suma Siok ya"
Ketika gadis itu melengos kearah lain dan Hoa In-liong memandang wajahnya dari
samping, mendadak pemura itu merasa wajahnya seperti pernah ditemuinya dulu, cepat
otaknya berputar. Setelah pikir punya pikir akhirnya pemuda itu baru teringat, rupanya gadis itu
bukan lain adalah penunggang kuda yang pernah ditemuinya bersama Thia Siok bi tempo hari sewaktu
mereka bersantap dalam sebuah warung makan ditengah hutan.
"Kalau begitu, gurunya Wan Hong giok pasti mempunyai hubungan yang akrab dengan
Hianbeng-kauw, soal ini harus kuselidiki sampai jelas" pikirnya kemudian.
Sementara itu si nona baju putih juga sedang berpirir, "Kalau tidak pergi
sekarang, sampai kapan baru akan angkat kaki?"
Tiba-tiba ia memberi hormat kepada Biau nia sam sian, katanya, "Cianpwe
bertiga...." "Panggil kami Siancu, jangan sebut cianpwe...." teriak Ci wi Siancu dengan cepat.
Nona berbaju putih itu tersenyum.
"Siancu cianpwe...."
"Bosan!" omel Li hoa Siancu dengan dahi berkerut, "kenapa kata cianpwe selalu
tergantung di ujung bibirmu?" Memangnya kami sudah tua sekali sehingga bertampang cianpwe?"
Nona baju putih itu tertawa geli, pikirnya, "Kalau dilihat dari sikap kalian
yang haha hihi melulu, sudah tentu tidak mencerminkan sikap seorang cianpwe"
Tanpa terasa ia berpaling ke arah Biau Nia sam sian dan mengamati wajah mereka
dengan seksama, ia merasa ketiga orang perempuan itu masih tampak segar dan cantik
lagi, sama sekali tidak menujukkan tanda-tanda ketuaannya.
Kembali Lan hoa Siancu tertawa.
"Tidak kau sangka bukan?" katanya, "sudah hampir tiga puluh tahun lamanya nama
kami tersohor dalam dunia persilatan, coba tebak berapa umurku tahun ini?"
"Mana aku tahu" Mau ditebak juga susah rasanya" pikir nona berbaju putih itu.
Karenanya dia lantas menggelengkan kepalanya berulang kali.
731 Li hoa Siancu menggenggam tangannya erat-erat, lalu katanya sambil tertawa, "Si
nenek Lan hoa Siancu sudah berusaha lima puluh tujuh tahun, pingin belajar tidak dasar
tenaga dalam suku Biau kami" Kalau mau, segera akan kuajarkan kepadamu, hitung-hitung anggap saja
sebagai tanda mata dalam pertemuan kita kali ini"
Selesai berkata ia lantas menutup mulutnya dan tertawa.
"Yaa.... cuma sayang Hong-ji keberatan untuk melepaskan siau-long" tiba-tiba Ci wi
Siancu menambahkan. Nona berbaju putih itu tak tahu apa yang dia maksudkan, sepasang matanya
dibelalakkan besar kemudian dialihkan keatas wajah Ci wi Siancu.
"Masa kau tidak tahu" Hong-ji kan ibunya" kata Ci wi Siancu sambil tertawa. "Dan
ibunya adalah murid paling buncit dari guruku, dia adalah sumoay kami terkecil. Aaai.... Hong-ji
memang berhati lembek, kalau tidak tahu mungkin ibunya anak Liong bisa kawin dengan
bapaknya sekarang, dan jika perkawinan itu tidak terlaksana, otomatis didunia ini tak
nanti akan bertambah dengan seorang Hun si Mo-ong raja iblis pengacau jagad semacam dia itu"
Seraya berkata ia mengerling sekejap kearah Hoa In-liong dan tertawa lebar.
"Aaai....! Kalian ini memangnya telah menganggap dia sebagai siapa....?" pikir Hoa
In-liong. Tiba-tiba ia merasa bahwa guraunya terlalu berlebihan, andaikata rahasia ini
sampai terbongkar mungkin saja Biau nia sam sian tak akan mengampuninya dengan begitu saja.
Si nona berbaju putih itu dibuat setengah mengerti setengah tidak, tapi yang
pasti perasaannya waktu itu benar-benar terharu, maka sesudah tertegup sejenak bisiknya dengan
nada lirih, "Boanpwe....boanpwe ingin....mohon diri...."
"Apa kau bilang" Mau mohon diri?" seru Lan hoa Siancu tertegun.
Cepat ia berpaling ke arah Hoa In-liong dan memandangnya dengan keheranan.
Keinginan gadis tersebut justru merupakan pucuk dicinta ulam tiba bagi Hoa In-
liong, sebab keadaannya pada saat ini sangat tidak menguntungkan, ia tak ingin rahasia gadis
itu ketahuan, tentu saja satu-satu jalan untuk menghindari kesemuanya itu adalah berharap agar
nona baju putih itu secepatnya meainggalkan tempat tersebut.
"Sekalipun aku sangat membutuhkan kabar berita dari mulutnya, toh tak usah
dilakukan pada saat ini juga" demikian pikirnya. Maka dengan suara lantang diapun berseru,
"Adik misanku Gi pek, bila kau hendak menyelesaikan urusanmu, pergilah sekarang juga tinggalkan
tempat ini" Biau nia sam sian kembali salah mengertikan ucapan itu, mereka mengira kedua
orang itu merasa terganggu karena kehadiran mereka disana, maka dengan mengucapkan kata-
kata itu justru sedang menjanjikan tempat pertemuan ditempat lain.
Karenanya mereka cuma bertukar pandangan sekejap dan tidak menahan lebih lanjut,
malah sambil tersenyum mereka mengucapkan kata kata perpisahan....
Sampai disitu, Hoa In-liong pun harus berbisik kepada si nona berbaju putih itu
dengan ilmu menyampaikan suara, "Kau jangan terlalu bangga, ketahuilah lain kali tidak akan
seenak apa yang kau alami sekarang"
732 Nona berbaju putih itu belum cukup sempurna untuk berbicara menggunakan ilmu
menyampaikan suara, ia tidak bisa berbuat lain kecuali tertawa dingin tiada
hentinya, cepat dia putar badan dan berlalu dari sana.
Dalam waktu singkat, bayangan tubuhnya yang ramping semampai sudah lenyap
dibalik kegelapan sana. "Hei, apanya yang menggelikan?" tiba-tiba Lao hoa Siancu menegur dengan suara
lantang. Rupanya setelah bayangan tubuh si nona baju putih itu lenyap dari pandangan
mata, Hoa Inliong tak dapat menahan rasa gelinya lagi, kontan saja ia menengadah
sambil tertawa terbahakbahak.
Sebesarnya ia bermaksud membongkar rahasia itu sesuai ter tawanya, tapi ingatan
lain dengan cepat melintas dalam benaknya, pikirnya, "Daripada membongkar rahasia, lebih
baik kurahasiakan dulu untuk sementara waktu"
Sambil tersenyum dia berkata, "Bibi bertiga, bagaimana kalau kita duduk-duduk
dalam penginapan yang keponakan sewa itu?"
"Rumah penginapan toh bukan rumahmu, buat apa kita musti berkunjung kesitu?"
tukas Li hoaSiancu. Dengan wajah serius Ci wi Siancu berkata pula, "Aku dengar kau sudah terkena
racun keji ular sakti, bagaimana perubahannya" Atau mungkin sudah kau punahkan sama sekali?"
"Ooooh....belum, belum sampai punah sama sekali" sahut Hoa In-liong tawar,
"seorang cianpwe

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berhasil mendesak sari racun itu ke dalam jalan darah Liong gan hiat dengan
mengandalkan tenaga dalamnya yang sempurna....!"
Lan hoa Siancu menangkap pergelangan tangan kirinya, lalu meminjam cahaya
bintang ia periksa ibu jarinya, benar juga di ujung jari tangan anak muda itu masih kelihatan
sebuah benjolan putih sebesar biji beras. Menyaksikan hal itu, Lan hoa Siancu berkata dengan dahi berkerut, "Kalau begitu,
cianpwe yang menolongmu itu cuma sok baik saja, sebab dia menolong orang cuma menolong sampai
tengah jalan, coba kalau ia lakukan pengobatan beberapa jam lagi, niscaya seluruh sari
racun itu berhasil didesak keluar....ketahuilah nak, menyimpan bibit penyakit tersebut dalam
tubuh benarbenar merupakan suatu tindakan yang amat besar resikonya."
"Li hoa Siancu serta Ci wi Siancu semuanya menguatirkan keselamatan pemuda itu,
cepat mereka berkerumun ke muka.
Hoa In-liong kuatir kalau ketiga orang bibinya mengeluarkan kata-kata yang
merugikan nama baik Goan cing taysu, karena itu sebelum mereka sempat berbuat sesuatu, ia telah
mendahului sambil tersenyum, "Aku pikir, aku ingin memunahkan sendiri sari racun tersebut,
sekalian untuk melatih pula tenaga dalamku"
Seraya berkata ia menarik kembali pergelangan tangannya.
"Hmmm....! dasar bocah binal...." keluh Li hoa Siancu.
733 Hoa In-liong tersenyum. "Kokoh bertiga, bagaimana keadaan Sian nio orang tua" Baik-baiklah beliau" Dan
bagaimana pula dengan bibi lainnya?"
Lan hoa Siancu ikut tertawa.
"Keadaan dia orang tua masih juga seperti sedia kala, cuma berapa macam tugas
dalam gua telah diarahkan kepada kami beberapa orang bersaudara...."
Setelah berhenti sebentar, ujarnya lagi sambil tertawa, "Beberapa orang bibimu
sebetulnya ingin ikut kami menengok ibumu di perkampungan Liok soat san ceng, oh betapa gemasnya
mereka kepadaku setelah aku tidak menyetujui keinginan mereka itu.
"Sekarang bibi sekalian tinggal dimina" Kalau tiada urusan lain, bagaimana kalau
tinggal saja beberapa hari di kota Si ciu ini sekalian membantu keponakan untuk meramaikan
suasana" "Hmm....! Kau sudah menyebarkan issu dan kabar bohong di kota Si ciu hingga banyak
orang kebingungan dan kelabakan, dan sekarang, kau mau mencoba menyeret kami mencebur
kedalam air keruh?" seru Ci-wi Siancu.
"Betul, apalagi kita masih ada urusan lain" sambung Li hoa Siancu, "biarlah kami
mohon diri lebih dulu, bebarapa hari lagi pasti akan kami tengok kembali dirimu"
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, cepat dia memberi hormat sebagai tanda
perpisahan. Hakekatnya, tujuan terutama dari kedatangan Biau nia sam sian di kota Si ciu
adalah memeriksa keadaan Hoa In-liong setelah mereka tahu jika keponakannya terkena racun ular
sakti penggigit hati dari pihak Seng sut pay.
Tapi setelah mereka tahu bahwa keadaan Hoa In-liong tak ada halangan, tentu saja
mereka bermaksud untuk mohon diri, sekalipun yang dimaksudkan urusan oleh mereka tak
lehih adalah mencari balas dengan pihak Mo kau serta berkunjung ke bukit Im tiong san uniuk
berbincang bincang dengan Chin si hujin dan Hoa Thian-hong.
Begitulah, sepeninggal Biau nia sam sian, Hoa Inliong kembali kerumah penginapan
Thian hok, ketika masuk diruang tengah tiba-tiba ia jumpai Kongsun Peng serta beberapa
orang pemuda duduk diruang tengah, hal ini membuat hatinya agak tertegun.
Setelah dia masuk kedalam ruangan, para jago segera bangkit seraya memberi
hormat, lalu dipimpin oleh Kongsun Peng katanya, "Sesungguhnya tidak pantas kami datang
mengganggu ketenangan Hoa kongcu, apalagi dalam suasana yang serba sibuk dan banyak urusan
lain" "Kalian tak perlu sungkan sungkan" jawab Hoa In Hong sambil tersenyum dan balas
memberi hormat, "boleh aku tahu, ada urusan apa Kongsun heng datang kemari?"
Matanya pelan pelan menyapu sekejap sekeliling ruangan, ia lihat berikut Kongsun
Peng seluruhnya berjumlah empat orang, dua diantaranya menggembol pedang, sedang
orang ketiga adalah seorang pemuda berpakaian ringkas warna hitam yang pernah ikut buka suara
sewaktu diadakan perjamuan tadi. Sementara itu Kongsun Peng telah menuding kearah pemuda baju hitam itu sambil
memperkenalkan. 734 "Dia adalah Tan Kiat kan!"
Kemudian sambil menuding dua pemuda yang menggembol pedang, katanya kembali,
"Sedang mereka adalah Oh Keng bun dua bersaudara!"
Tiga orang pemuda itu bersama-sama memberi hormat sambil berucap, "Selamat
berjumpa!" "Selamat berjumpa!" jawab Hoa In-liong sambil balas memberi hormat.
Dari sikap maupun cara berbicara dua bersaudara Oh yang mantap dan penuh
bertenaga, anak muda itu mengerti bahwa tenaga dalam mereka jauh lebih sempurna bila
dibandingkan Kongsun Peng maupun Tan Kiat kan.
Terdengar Kongsun Peng berkata lagi, "Kami mengerti kalau ilmu silat yang
dimiliki terlampau rendah, tak mungkin bisa menyumbangkan tenaga kami untuk melakukan pekerjaan
besar, maklumlah kongcu, adapun kedatangan kami tak lain hanya ingin membantu kongcu
dalam soalsoal kecil, rasanya untuk memukul gembrengan menggoncangkan panji
sambil berteriak, kami masih mampu untuk melakukannya"
Mendengar itu, Hoa In-liong lantas berpikir, "Kehangatan mereka harus kusambut
dengan sewajarnya, sebab bila tawaran mereka sampai kutolak mentah-mentah, niscaya
semangat mereka akan merjadi kendor...."
Karena itu dia menjura sambil tertawa, katanya
"Kasih sayang saudara sekalian amat mengharukan hatiku, siaute tahu bila
kebaikan saudara kutolak dengan begitu saja, kalian tentu akan menuduh bahwa aku adalah orang
yang tak tahu diri...." "Kalau memang begitu kebetulan sekali" seru Kongsun Peng kegirangan, "kami telah
menghubungi pula sekawanan jago-jago persilatan, mereka semua bersedia
menyauabangkan tenaga bagi Hoa-kongcu. kapan Hoa kongcu ingin berjumpa dengan mereka?"
"Yang dimaksudkan sebagai sahabat-sahabat karibnya tentulah sekawanan orang
muda" pikis Hoa In litong. Sambil tersenyum ia berkata, "Buat siuate tentu saja makin cepat makin baik,
entah sobat sobat kalian itu sampai kapan baru ada waktu?"
Kemudian setelah berhenti sebentar katanya lebih jauh;
"Tujuan kita adalah menumpas kaum sesat dan kaum iblis bersama-sama, dalam usaha
ini tiada perintah merintah, kedudukan kita semua adalah sama, maka aku minta kata
berbakti harap jangan dipergunakan lagi....mengerti?"
Tiba-tiba Oh Keng bun berkata, "Hoa-kongcu, aku Oh Keng bun mempunyai beberapa
patah yang rasanya menganjal dalam tenggorokan bila tidak diutarakan keluar, bolehkah
aku mengucapkan sesuatu?"
"Katakanlah saudara Oh" sahut Hoa In-liong sambil menjura.
735 "Menurut pendapatku, pepatah kuno pernah berkata: Ular tanpa kepala tak dapat
berjalan, begitu pula dengan kita jago-jago dari golongan putih, aku rasa dalam
melaksanakan pembasmian terhadap kaum sesat ini, kita harus mencari seseorang yang pantas
untuk kita angkat sebagai pemimpin rombongan, semua orang harus tunduk dibawah perintah
orang itu, sebab kalau tidak maka ibaratnya sebaskom pasir, mana mungkin kita bisa bersatu,
dan apabila tak dapat bersatu da-rimana mungkin kita bisa melakukan suatu pekerjaan besar,
Maka kalau berbicara orang yang berbudi, orang yang berilmu tinggi, orang yang luas
pengetahuannya, tak bisa lain kalau orang yang paling cocok adalah Hoa tayhiap, ayah kongcu.
Walaupun demikian bila kita tinjau dari kembali tindak tanduk Hoa kongcu selama ini dan ternyata
dari pihak Liok soat san ceng tidak memberikan reaksi apa-apa, semua orang bisa mengambil
kesimpulan kalau Hoa tayhiap telah mengundur-kan diri dan tak ingin mencampuri urusan dunia
persilatan lagi!" Mendengar sampai disitu, diam-diam Hoa In-liong berpikir, "Sekalipun mereka
tidak tahu kalau ayah mempunyai kesulitan sendiri, tapi semua orang memang bisa melihat dan
merasakan kalau ayah segan mencampuri urusan dunia persilatan lagi, entah bagaimana dengan
hubungan antara ayah dan bibi Ku...."
Sementara dia masih melamun, dirasakan sorot mata keempat orang itu tertuju
semua kearahnya dengan perasaan ingin tahu.
Ia tertawa, dengan nada minta maaf katanya, "Maaf saudara semua, sebagai seorang
anak, siaute tak berani menduga secara sembarangan atas perbuatan dari ayahku"
Oh Keng-bun manggut-manggut, lanjutnya.
"Justru karena itu menurut pendapat siaute, kursi pimpinan ini paling cocok
kalau ditempati Hoa kongcu" Hoa In-liong tersenyum. Siaute merasa amat bsrterima kasih atas kebaikan saudara Oh, cuma sayang didunia
ini bukan aku seorang yang pandai, beribu-ribu bahkan berjuta-juta orang pintar tersebar
disegala pelosok dunia...." "Yaa, kami memang tahu bahwa orang pintar yang ada didunia ini tak terhitung
banyaknya" tukas Oh Keng bun, "hanya kami anggap Hoa kongcu lah orang yang paling cocok
untuk menduduki kursi kebesaran tersebut"
Sesudah berhenti sebentar, katanya lagi dengan nada bersungguh sungguh, "Jangan
kau anggap kami mengharapkan kedudukan yang mulia dengan usul ini, kami sama sekali tidak
mengharapkan kedudukan mulia, kami berbuat demikian atas dasar maksud baik yang
sesungguhnya, andaikata ada hal-hal yang dirasakan kurang sopan, tolong Hoa
kongcu bersedia memaafkan...." Hoa In-liong mengerutkan dahinya sambil berpikir, Tadinya kukira mereka berbuat
demikian hanya terdorong oleh luapan emosi, rupanya mereka memang sudah merencanakan
dengan bersungguh0sungguh...."
Maka katanya dengan wajah serius, "Terima kasih banyak atas nasehat emas dari
saudara Oh, dengan perkataanmu itu, semua kebingungan dan kemurungan yang mencekam
perasaanku justru bisa tersapu lenyap. Hanya saja, mengenai persoalan itu lebih baik kita
rundingkan kembali secara terperinci"
736 "Hoa kongcu" tiba tiba Tak Kiat-kan berkata pula sambil tertawa, "aku orang she
Tan minta kedudukan membawa bendera memegang payung tersebut, tentunya tak ada orang lain
bukan yang akan berebutan dengan diriku....?"
"Siapa bilang tak ada" Aku yang akan ikut berebut" teriak Oh Keng bun dengan
cepat. Kembali Hoa In-liong berpikir, "Berhadapan dengan pemuda-pemuda berdarah panas
macam mereka, aku memang tak boleh berlagak sok malu sok menolak tentu mereka akan
menganggap diriku orang munafik"
Sambil tersenyum ia berkata, "Eeeh....buat apa kalian berebut menjadi pemegang
bendera" Kan lebih enak jadi kusir kereta atau penuntun kuda?"
"Haaahhh....haaahh....haaahh....betul! Kau! Kalau begitu siaute pesan dulu kedudukan
tersebut!" seru Oh Keng bun sambil terbahak-bahak.
"Eeeh.... bagaimana kau ini" Aku....akukan sudah pesan dulu kedudukan itu....?" seru
Tan Kiatkan. Maka semua orangpun tertawa berderai-derai karena geli.
Sekalipun tenaga dalam Kongsun Peng, Tan Kiat kat dan dua bersaudara Oh masih
ketinggalan bila dibandingkan Hoa In-liong, namun mereka terhitung pula jago-jago muda yang
tak lemah tenaga dalamnya, seketika itu juga gelak tertawa mereka menggetarkan seluruh
ruangan, membuat pemilik penginapan, para pelayan dan tamu-tamu lainnya harus menutupi
telinga masing-masing. Setelah suara tertawa mereda, Kongsun Peng memanggil pelayan untuk memesan
santapan malam, sebab dia tahu Hoa In-liong belum makan karena baru saja pulang.
Hoa In-liong merasa kurang leluasa untuk bersantap ditempat umum, apalagi dia
menyewa

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebuah halaman tersendiri yang mempunyai ruang tamu dan kamar tidur yang luas,
maka dia mengundang keempat orang tamunya untuk bersantap diruangan yang disewanya itu.
Tak lama kemudian sayur dan arak yang dipesan telah dihidangkan pelayan, sambil
bersantap mereka mulai berunding, semuanya dapat berjalan lancar dan penuh riang gembira
karena mereka berdiri dari orang-orang muda yang sejalan dan seperasaan.
Sampai tengah malam, dua bersaudara Oh, Kong sun Peng dan Tan kiat kan baru
berpamitan untuk pulang. Keesokan harinya, ketika Hoa In-liong sedang berjalan-jalan dalam halaman depan,
muncul seorang pelayan yang melaporkan atas kedatangan seorang kakek.
Ketika menanyakan potongan badan dan raut wajahnya, Hoa In-liong merasa asing
dan tak kenal, cepat-cepat ia munculkan diri untuk menyambut kedatangannya.
Ternyata dia adalah seorang kakek bermuka lebar, bermata besar, berjenggot putih
sepanjang dada dan bermata tajam seperti mata elang, jelas tenaga dalam yang dimilikinya
amat sempurna. "Heran rasa rasanya kakek yang keren dan berwibawa ini pernah kutemui, tapi
dimana yaa...." pikirnya keheranan. 737 Sementara ia masih termenung sambil mengamat-amati tamunya, kakek itu sudah
berkata sambil tertawa lantang, "Liong sauya, sudah lupa dengan aku Ho Kee sian?"
Kata "Liong sauya" hanya khusus digunakan oleh orang orang dari pihak ibunya,
sebagian besar anggota Sin ki pang (Perkumpulan Panji Sakti) adalah kawanan enghiong yang tidak
pernah mengenal arti sopan santun, mereka lebih mengutamakan perasaan dan persaudaraan
daripada soal cengli atau kebenaran.
Oleh sebab Hoa In-liong adalah putranya Pek Kun gie, maka hubungannya dengan
bocah ini jauh lebih mesrah dan akrab daripada lain lainnya, sedang terhadap toako dari Hoa In-
liong yakni Hoa See atau sam te Hoa Wi, mereka selalu membahasai dengan panggilan toa-kongcu,
sam kongcu belaka tanpa embel-embel lain.
Dengan begitu Hoa In-liong dapat segera teringat kembali kalau kakek ini adalah
bekas anak buah gwakong nya dulu. Kakek tersebut merupakan salah satu jago yang paling tangguh dalam perkumpulan
Sin ki pang dahulu, dia menjabat sebagai Tongcu ruang Thiao leng tong dengan julukan Boan
thian jiu (telapak sakti pembalik langit).
Hoa In-liong lantas mengira kalau kedatangannya karena membawa perintah dari
gwakongnya, sambil memburu kedepan serunya.
"Empek Ho....Ho locianpwe...."
Mencorong sinar tajam dari mata Ho Kee siau, tukasnya.
"Liong sauya, dahulu apa panggilanmu kepada ku?"
Hoa In-liong tertawa lebar.
"Tentu saja empek Ho!"
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi sambil tertawa, "Tahukah kau, ketika aku
berjumpa denganmu tempo dulu, kalau tak salah waktu itu aku berumur lima tahun, aku
dicaci maki oleh ayah karena memanggilmu empek Ho, sebab katanya sewaktu ibuku masih muda dulupun
menghormati kau sebagai paman...."
Ho Kee sian tertawa terbahak-bahak.
"Haaabhh....haaahhh....haaahhh....Aku merasa bangga sekali dapat berkenalan dan
bersahabat dengan ji kohya, yang lain tak usah disinggung, cukup dengan sikap sungkan nona
Kun gie, rasanya aku sudah takluk dibuatnya"
Perlu diterangkan disini, orang-orang Sin ki pang masih memanggil Pek si hujin
dengan sebutan lamanya, yakni nona Kun gie.
Setelah berhenti sejenak, kembali katanya, "Tapi kau tak usah gubris teguran
mereka, sebab aku merasa sebutan ini jauh lebih mesrah dan hangat, tentu saja jika Liong sauya
tidak menganggap diriku sebagai seorang tua bangka yang celaka, sebutan apa saja yang kau gunakan
akan kuterima dengan senang hati"
738 Hoa In-liong tertawa. "Aku sendiri juga merasa kalau panggilan empek Ho jauh lebih baik, cuma
kuatirnya kalau di maki ayah" Yaa, terhadap bekas anak buah gwakongnya ini, tak pernah Hoa In-liong memandang
rendah atau memandang hina, setiap kali bertemu ia tentu memanggil mereka dengan
sebutan empek. Terdengar Ho Kee sian sedang berkata lagi, "Jika ji-kohya menegurmu, katakan
suja kalau lohu senang dipanggil empek, aku rasa sebagai orang yang berpikiran luas dan pandai
mendalami perasaan orang, tak mungkin ji kohya akan menegur dirimu lagi"
Dari perkataan itu secara lapat-lapat Hoa In-liong dapat menangkap rasa tidak
puasnya terhadap ayahnya, dia lantas berpikir, "Mereka selalu beranggapan akibat ulah ayahkulah
yang menyebabkan perkumpulan Sin ki pang dibubarkan, merekapun merasa hidup
mengasingkan diri hanya akan menyia-nyiakan kepandaian silat mereka serta semangat mereka yang
tinggi, tak aneh kalau mereka merasa kurang senang dengan ayahku...."
Berpikir sampai disitu diapun tersenyum.
"Empek Ho sudah bertemu dengan gwakongku?" tanyanya kemudian.
"Haaahhh....haaahhh....haaahhh....akulah yang pertama menerima lencana Hong lui leng
yang diturunkan lo pangcu, aaai....! Pangcu sendiri juga sudah tua, ia sudah kehilangan
kegagahan nya seperti tempo dulu...."
Sampai akhir perkataan tersebut, ia menghela napas tiada hentinya.
Cepat-cepat Hoa In-liong mengalihkan pokok pembicaraan, tanyanya sambil tertawa,
"Selama banyak tahun apa yang dikerjakan empek Ho?"
"Aaai....kerjakan apa?" Ho Kee sian menghela napas, "tentu saja mencari sesuap
nasi dengan mengandalkan ilmu silat yang kumiliki"
Nadanya berat dan penuh kekesalan.
Untuk menghilangkan suasana murung yang mencekam sekeliling tempat itu, cepat
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, "Haaahhh....haaahhh....haaahhh....kalau begitu si tangan sakti
pembalik langit bukankah sudah berubah menjadi tangan sakti pembalik tanah" Yaa....lumayan
memang!" Ho Kee sian ikut tertawa nyaring, tapi sejenak kemudian sudah menghela napas
berat. Hoa In-liong segera berpikir.
"Wajarlah kalau enghiong yang sudah tua akan mengeluh, ibaratnya perempuan tua
yang memurungkan kecantikan wajahnya, setiap orang pasti mengalami keadaan seperti
ini, aku harus mengobarkan kembali semangatnya...."
Berpikir demikian ia lantas bertanya.
"Apa pesan Gwakong?"
739 "Lo pangcu minta kepadaku untuk membantu Liong sauya, kecuali itu tiada pesan
penting lainnya yang barus kusampaikan kepadamu"
"Kecuali empek Ho, masih ada berapa orang lagi yang termasuk jago-jago tempo
dulu?" "Tidak terlalu banyak" jawab Ho Kee sian sambil tertawa, "paling banter cuma
lima puluh orang lebib, meski sedikit mereka semua adalah jago-jago tangguh, kini mereka sudah
berkumpul disekitar kota Si ciu dan setiap saat siap dikumpulkan"
Lima puluh orang jago tangguh dikatakan tak banyak, kekuasaan Sin ki pang dimasa
lalu tentu hebat dan luar biasa, yang dikuatirkan justru kalau mereka sampai mengganggu
ketenangan rakyat" pikir Hoa In-liong dengan perasaan cemas.
Maka iapun berkata, "Begitu banyak orang, mereka diam-diam saja?"
Sebagai orang yang berpengalaman tentu saja Ho Kee sian tahu apa yang
dirisaukan, sambil menggoyangkan tangannya ia tertawa.
"Liong sauya tak usah kuatir, mereka tidak akan menambah kesulitan dan
kemurungan bagi Liong sauya" katanya, "bukan saja mereka berpencar diempat penjuru kota, sedapat
mungkin asal usulnya juga dirahasiakan, sebab dengan begini selain bisa merahasiakan asal usul
sendiri, dapat pula menyelidiki keadaan musuh"
"Aaah....kau memang keterlaluan" pikir Hoa In-liong lagi, "mereka toh jago kawanan
yang sudah terlalu banyak makan asam garam, buat apa aku musti meuguatirkan diri mereka?"
Setelah termenung dan berpikir sebentar, katanya kemudian, "Cia Yu cong berjanji
akan memberi bantuan, konon ia mempunyai beberapa ratus orang saudara....
"Aah.... kamu anggap Ci Yu cong jagoan macam apa" Sekalipun banyak anak buahnya
juga orang-orang yang tak ada gunanya" kata Ho Kee sian sambil tertawa, "waktu aku
masih berkelana dalam dunia persilatan dulu, dia cuma manusia tak bernama, percayalah
orang orangku tak seorangpun mempunyai ilmu silat dibawahnya, buat apa Liong sauya
berhubungan dengan manusia-manusia seperti itu?"
Tentu saja Hoa In-liong tahu kalau ucapannya merupakan kenyataan, meski begitu
dia cuma tertawa. "Aaah.... belum tentu orang lain jelek-jelek juga seorang pentolan diwilayah Wi
lam, bisa menjadi pentolan sudah tentu harus mempunyai ilmu sejati, apalagi sebagai seorang
ternama, terlalu latah tanpa dasar ilmu yang kuat sama artinya dengan mencari penyakit kuat diri
sendiri....bukankah begitu"
"Benar juga perkataannya, pikir Ho Kee sian, "Liong sauya memang membutuhkan
kawanan manusia seperti itu untuk mendukung serta memberi suara kepadanya"
Ia lantas tertawa terbahak-bahak, sahutnya, "Betul!
Betul....haaahhh....haaahh....haaahhh....
perkataan Liong sauya memang betul"
Hoa In-liong tersenyum. "Kalau toh mereka berpencaran disetiap sudut kota, bagaimana caranya untuk
mengumpulkan mereka?" 740 "Aku telah menyiapkan bom udara dari perkumpulan kami tempo dulu, asal bom udara
itu kuledakkan maka dalam setengah perminum teh kemudian sebagian besar jago dapat
berkumpul disini" "Tiba-tiba ia tertawa tergelak dengan nyaring lalu sambil memancarkan sinar
tajam dari balik matanya ia berkata lebih jauh, "Liong sauya masih muda dan gagah perkasa,
lagipula mempunyai kepandaian daa kecerdasan yang luar biasa, suatu saat pasti akan
sukses dengan usahanya dan melanjutkan karier Ji kohya untuk menjagoi kolong langit dan
tersohor di manamana. Liong sauya! Inilah kesempatan bagimu untuk menjagoi
seluruh kolong langit"
Hoa In-liong tidak segera menjawab, pikirnya, "Sekalipun mereka bermaksud baik
dan ingin membantu aku untuk menjagoi kolong langit, sayang mereka telah salah mengartikan
maksudku, aku memang berharap bala bantuan dari para jago tapi soal ini adalah demi
kepentingan umum, bila maksud pribadipun ikut kuserukan, bukankah akhlakku akan lebih rendah dari
seekor anjing?" Berpikir sampai disitu, ia merasa bagaimanapun jua, maksud hatinya harus
diterangkan lebih dahulu, dengan wajah serius ujarnya;
"Empek Ho, masih ingatkah kau akan keadaan disaat perkumpulan Sin ki pang
dibubarkan?" Ho Kee sian tertegun setelah mendengar perkataan itu.
"Tentu saja masih ingat, hari itu pangcu mengumpulkan semua Tongcu dan Hu hoat
dalam ruangan Siang liong teng, lalu secara tiba-tiba mengumumkan akan membubarkan
partai serta memunahkan ilmu silat semua orang...."
"Yaa, ketika gwakong menceritakan kejadian ini kepadaku, aku selalu beranggapan
bahwa tindakannya ini tidak cepat" tukas Hoa In-liong secara tiba-tiba, "dia orang tua
adalah pentolan kalian, karena itu jika ilmu silat semua orang hendak dimusnahkan, pertama tama
dia harus musnahkan dulu ilmu silat yang dimilikinya"
Ho Kee sian tertawa lebar.
"Dan aku rasa cuma Liong sauya seorang berani mengucapkan kata-kata seperti itu"
sambung nya. Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, segera pikirnya, "Tanpa sebab tak
mungkin Liong sauya mengucapkan kata-kata tersebut, yaa....dia pasti mempunyai tujuan
tertentu" Bila ditinjau dari kedudukannya sebagai Tongcu ruang Thian- leng tong dalam
perkumpulan Siu ki pang tempo dulu, dapat diketahui kalau orang ini memiliki kecerdasan yang
melebihi siapapun,

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya sejenak dia berpikir, maka semua isi hati Hoa Im liong berhasil ditebaknya
secara jitu. Setelah termenung sebentar, tiba-tiba ia berkata dengan nada mendongkol, "Liong
sauya, buat apa kau kerja demi kepentingan orang lain?"
Hoa Inliong tertawa. "Dalam hal ini tak bisa dikatakan sebagai bekerja demi kepentingan orang lain,
aku hanya berjuang demi ketenteramanku sendiri"
741 Ho Kee sian termenung sebentar, tiba-tiba katanya lagi, "Padahal kepentingan
pribadipun tak akan mengganggu kepentingan umum. selain kita basmi kekuatan Hian-beng-kauw, Mo
kau dan Kiu im kau bukankah kitapun bisa berjuang untuk menaklukkan semua orang serta
menjagoi seluruh kolong langit?"
"Siapa yang mempunyai niat tersebut, dia akan tercelaka oleh niat itu pula,
siapa tidak mempertimbangkan untung ruginya sebelum melakukan sesuatu pekerjaan, dia tentu
akan mengalami kegagalan total" tukas Hoa In-liong dengan cepat'
"Oooh....! Tak kusangka Liong sauya yang dihari biasa selalu tertawa haha-hihi,
ternyata memandang serius persoalan ini"
Hoa In-liong tertawa lebar.
"Siapa suruh empek Ho mengucapkan kata-kata yang tak teratur dan bertolak
belakang dengan kenyataan?" Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa terbabak-bahak ka tanya lagi, "Empek
Ho aku tidak bermaksud memaksa dirimu, bila kau tak sanggup bawa saja orang orangmu
tinggalkan tempat ini, gwakong sama biar aku yang atasi...."
"Liong sauya, bukankah perkataanmu itu sama artinya dengan memaki diriku habis-
habisan?" keluh Ho Kee sian sambil tertawa getir.
Tapi Hoa In-liong pura-pura tidak merasa, katanya lebih lanjut.
"Atau jika kau tak ingin langsung pulang, boleh saja berbepesiar dulu ketempat
tempat yang indah, bila dari kota Si ciu menuju ke utara, kau bisa berkunjung ke bukit Thay
san, atau bila keselatan akan sampai dibukit Kiu hoa san dan Hong san, atau juga langsung ke
samudra luas dengan berpesiar di pulau Bu Tosan, waah....pasti suatu darmawisata yang asyik
sekali" Jangan dilihat ucapan tersebut diutarakan begitu enteng dan sekenanya, padahal
Ho Kee sian di bikin menangis tak bisa tertawapun sungkan, sesudah termenung sesaat tiba-tiba
ia menengadah dan tertawa nyaring.
"Haaahhh....haahhh....haaahh.... baik, baiklah, kalau toh Liong sauya telah berkata
begini, apa yang perlu disayangkan lagi atas sisa bidup aku orang she Ho" Akan kusumbangkan
selembar jiwaku ini untuk memerangi kaum sesat didunia, anggap saja sebagai suatu penebus
atas dosadosa kami orang Sin ki pang dimasa lalu"
"Terima kasih banyak atas kesediaan empek Ho" Hoa In-liong tertawa nyaring,
"padahal siapa sih yang tidak mengharapkan nama dan pahala" Siapa tahu kalau dikemudian hari nama
itu akan kudapatkan tanpa sengaja" Kalau tanpa saatnya, tentu saja mau ditampikkan juga
tak bisa" Ho Kee sian hanya tertawa getir belaka.
Melihat itu, Hoa In-liong lantas berpikir, "Meskipun ia berbicara dengan gagah
dan terbuka, sudah pasti hatitya gundah sekali, aku harus menghiburnya dengan beberapa patah
kata...." Baru saja ia hendak menghiburnya dengan beberapa patah kata, tiba-tiba muncul
seorang pelayan yang memimpin belasan orang imam berusia setengah umur, rata-rata mereka
menggembol pedang dipunggungnya, dan orang yang berada dipaling depan tak lain
adalah Bu jian Toojin yang dulunya bergelar Cing lian.
742 Betapa girangnya Hoa In-liong menyaksikan kehadiran imam tersebut, segera
teriaknya dengan lantang, "Hei, Bu jian toojin! Rupanya kau juga datang?"
Berjumpa dengan pemuda itu, cepat-cepat Bu jian Toojin memburu ke depan, katanya
sambil memberi hormat, "Oleh karena pinto mendengar bahwa Hoa kongcu hendak melakukan
pertarungan terbuka dikota Si ciu, buru-buru kami datang membantu"
Hoa In-liong tertawa lebar, ia memandang sekejap ketiga belas orang imam
dibelakangnya, lalu berkata, "Toatiang sekalian...."
"Mereka semua adalah suheng pinto" cepar Bu jian Tootiang menerangkan, "Cuma
lantaran sudah terlalu lama hidup mengasingkan diri, mereka kurang begitu gemar bersuara,
harap Hoa kongcu bersedia memaafkan"
Sementara itu ketiga belas orang imam tadi sudah memberi hormat kepada Hoa In-
liong, cepatcepat anak muda itu balas memberi hormat.
"Bila ditinjau dari sikap dingin dan ketus mereka, rupanya Bu-jian toojin sudah
mereka sepakati sebagai juru bicaranya" dia berpikir.
Dalam pada itu, Bu jian toojin telah memberi hormat kepada Ho-Kee sian sambil
menyapa, "Ho Lo si cu, terimalah hormat dari siau to (imam yang rendah)!"
Dengan tercengang Ho Kee sian berseru, "Siapakah engkau imam cilik" Kenapa aku
tidak kenal denganmu?" Hoa In-liong merasa kurang begitu senang atas sikap Ho Kee sian yang sok
berlagak tua itu, pikirnya, "Orang lain tak mungkin akan melayani sikapmu itu...."
Perlu diterangkan disini, sikap Ho Kee sian terhadap Hoa In-liong boleh dibilang
sangat istimewa, ia mau mengalah dan dimana mana berusaha merendahkan diri, tapi berbeda sekali
sikapnya dengan orang lain, sebagai seorang jago yang tinggi hati, tak sudi ia tunjukkan
kelemahannya dihadapan orang. Ternyata Bu jian Toojin tidak merasa tersinggung, malah ujarnya, "Masih ingatkah
Ho lo sicu dengan Cing lian?" MENDENGAR nama tersebut, Ho Kee sian segera tertawa terbahak-babak.
"Haaahh....haaah....haaahh....rupanya engkau, hei, kemana larinya tua bangka hidung
kerbaumu itu" Kenapa sudah banyak tahun tak kelihatan batang hidungnya lagi?"
Hawa kegusaran seketika menyelimuti wajah belasan orang imam tersebut, bibir
mereka bergetar seperti akan mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut akhirnya
diurungkan. Melihat itu, Hoa In-liong kembali berpikir, "Anak murid Thian Ik cu menang cukup tangguh dan
tak boleh dianggap main-main" Bu jian toojin sendiri masih tenang seperti sedia kala, ujarnya dengan lembut,
"Suhu mengasingkan diri disuatu tempat yang terpencil, beliau telah menitahkan kepada
muridmuridnya agar jangan membocorkan tempat pengasingannya, sebab itu
maafkanlah siau te bila harus membungkam" 743 "Anak muridnya saja sehebat itu, aku pikir Thian ki lo to pasti jauh lebih
tangguh daripada keadaan tempo dulu" Ia menyapu sekejap kawanan imam tersebut lalu ujarnya lagi, "Apakah kedatangan
kalian untuk membantu Liong sauya kami?"
Gepat cepat Hoa In-liong menimbrung dari samping, "Kedatangan tootiang sekalian
tentu ingin melenyapkan kaum iblis dari Mo kau, aku bersedia membantu usaha kalian"
"Kedatangan pinto adalah untuk menerima perintah, lain tidak!" ujar Bu jian
Tootiang dengan wajah bersunguh snngguh. Kontan saja Ho Kee sian menengadah sambil tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh....haaahhh.... haaahhh.... itu baru bagus namanya! Apalagi dalam pencarian
harta di bukit Kiu ci san tempo dulu, baik Thong-thian-kauw maupun Hong im hwe sudah
menerima banyak kebaikan dari Ji-kohya, tapi sewaktu pergi mengucapkan terima kasihpun
tidak, tentu saja memang sewajarnya kalau sekarang menjual nyawa buat Liong saunya"
Apa yang dipikirkan, dikatakan semuanya demi kepentingan Hoa sauyanya, otomatis
perkataannya juga penuju untuk kepentingan Hoa In-liong seorang, ini membuat si
anak muda itu gelengkan kepalanya berulang kali.
"Apakah gurumu tiada bermaksud untuk turun gunung?" tanyanya kemudian sambil
tersenyum. Bu jian toojin tertawa getir.
"Kecuali pinto gugur dalam pertempuran, kemungkinan besar guruku eoggan untuk
turun gunung lagi" Melihat itu Hoa In-liong kembali berpikir, "Tampaknya ia berniat mengorbankan
jiwanya untuk memancing kembali kemunculan gurunya, hal ini harus kujaga dan kuhindari...."
Sambil tersenyum ia berkata, Tahukah tootiang, bila akupun mati dalam medan
pertempuran, bagaimanapun jua ayahku pasti akan muncul kembali dalam dunia persilatan"
Mula-mula Bu jian Too tiang agak tertegun, kemudian katanya sambil tertawa, "Ji
kongcu adalah tubuh emas yang amat tinggi nilainya, mana boleh disamakan dengan pinto?"
"Aaah.... siapa bilang kalau manusia itu mempunyai tingkatan" Apakah tootiang
tidak merasa bahwa perkataanmu keliru besar?" kata anak muda itu dengan dahi berkerut.
Bu jin toojin menggetarkan bibirnya seperti mau membantah, tapi Hoa In-liong
sebera menggoyangkan tangannya berulang kali.
"Jangan berbicara dulu tootiang" katanya, "apakah aku boleh bertanya, menurut
anggapan tootiang, keluarga Hoa kami adalah manusia macam apa....?"
Jilid 37 BU JIAN TOOTIANG tertegun.
744 "Tentu saja keluarga Hoa adalah keluarga yang bijaksana dan mengutamakan
ditegakkannya keadilan dan kebenaran, siapapun didunia ini tahu, masa aku tak tahu?"
Tanpa tedeng aling-aling Hoa In-liong mendesak lebih jauh, "Kalau toh kalian
sudah menganggap keluarga Hoa bukan mendapat nama dengan menyusup atau mencuri, apakah
tootiang tidak merasa bahwa keputusan tootiang untuk mengorbankan jiwa demi
memancing kemunculan kembali gurumu adalah suatu perbuatan yang menyinggung perasaan kami"
Hendak kau taruh kemana wajah keluarga Hoa kami?"
"Maksud ji-kongcu...."
"Aku hendak mengueapkan sepatah kata yang kurang sedap lagi" tukas Hoa In-liong
kembali, "jelek-jelek perguruan kalian sudah mempunyai sejarah selama ratusan tahun,
dengan susah payah akhirnya berbentuklah suatu perkumpulan besar apakah kalian berharap
perguruan yang dibangun dengan susah payah oleh sucoumu akan runtuh akibat kehilangan banyak
kekuatan intinya?" Bu jian tootiang termenung sebentar, kemudian menjawab dengan wajah serius,
"Nasehat jikongcu memang benar dan pinto mengakui kesalahan kami ini, kini pinto
sekalian berdiam di kuil Sam goan koan di selatan kota, bila kongcu ada urusan penting, berilah kabar
kepada kami" Hoa In-liong tahu kalau mereka sudah terlampau lama hidup mengasingkan diri,
kehidupan keduniawian membuat mereka tak betah, karenanya ia tidak menahan lebih jauh,
rombongan itu dihantar sampai diluar penginapan dengan senyuman dikulum.
Sekembalinya kedalam halaman, ia saksikan Ho Kee sian sedang berdiri bergendong
tangan sambil menyaksikan gunung-gunungan serta bebungahan yang rusak oleh pedang Hoa
In-liong. Ketika menjumpai anak muda itu telah kembali, ujarnya dengan dahi berkerut,
"Ilmu pedang dari Liong sauya masih belum dapat mengejar kehebatan ji kohya tempo dulu."
"Ilmu silat ayah memang libay sekali" jawab Hoa-In liong sambil tertawa, "selama
hidup aku memang tak sanggup melampaui kehebatannya"
Setelah termenung sejenak, katanya kembali, "Empek Ho, bagaimana kalau kau
berdiam disini saja" Ruangan yang kusewa besar sekali, belasan orang menginap disinipun tak
akan menjadi soal" Ho Kee sian memang ingin selalu berada disamping Hoa In-liong, tentu saja
ia menyanggupi tawaran tersebut dengan cepat.
"Baik!" katanya sambil mengangguk.
"Kalau begitu menginaplah disini mulai hari ini!"
"Liong sauya" ujar Ho Kee sian setelah berpikir sejenak, "kalau ruangan ini bisa
muat belasan orang, bagaimana kalau kita panggil tiga empat orang lagi untuk melayanimu?"
"Memangnya kau anggap aku adalah bocah cilik?" seru Hoa In-liong sambil tertawa
geli. Ho Kee sian tersenyum dan tidak menjawab dia ulapkan tangannya lalu keluar dari
rumah penginapan. 745 Hoa In-liong tidak menghantar kakek itu sampai dipintu, ia menitahkan orang
untuk memperbaiki kebun dan bunga yang penuh bacokan pedang itu, dua tiga jam kemudian
pekerjaannya telah beres. Tengah hari itu, Kongsun Peng mengajak sekawanan pemuda mengunjungi Hoa In-liong
di penginapan, mereka berbincang-bincang hampir tiga jam lamanya sebelum mohon


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri. Malamnya Ho Kee sian muncul kembali diiringi empat orang jago bekas anggota Sin
ki pang, rata-rata mereka berusia enam puluh tahun.
Hoa In-liong segera menitahkan pelayan untuk menambah pembaringan, suasana
meujadi ribut, akhirnya begitu urusan beres semua orangpun naik tempat tidur untuk
beristirahat. Keesokan haranya, ketika Hoa In-liong sedang berjalan-jalan dalam halaman, tiba-
tiba ia menyaksikan pelayan muncul sambil mengajak lima enam orang, sebelumnya memang
sudah berpesan bila ada orang datang berkunjung, tamunya boleh langsung dibawah masuk.
Betapa gembiranya Hoa In-liong setelah menjumpai tamunya itu, sebab empat orang
pemuda gagah yang berjalan dipaling depan tak lain adalah Coa Cong-gi, Yu Siau lam, Li
Poh seng dan Ko Siong peng, sedang dipaling belakang adalah seorang kakek gagah berusia lima
puluh tahunan, dia tak lain adalah Kok Hong seng, pengurus rumahnya keluarga Coa.
Meski gembira, diam-diam diapun curiga, pikir nya, "Aneh kenapa Kok Hong seng
ikut datang" Kenapa tidak nampak adik Wi" Juga saudara Ek bong, kemana perginya...."
Kelima orang itupun merasa gembira sekali dapat berjumpa dengan Hoa In-liong,
Coa Cong-gi yang paling berangasan tak bisa menahan diri lagi, ia memburu kedepan dan
menarik sepasang tangan pemuda itu. "Saudara In liong!" serunya sambil tertawa, "aku telah aku mengetahui kalau kau
sedang memanggil angin menurunkan hujan di kota Si ciu...."
Kontan saja Hoa In-liong tertawa tergelak.
"Haaahhh....haaahhh.... haaahhh.... perkataan saudara Cong gi tidak cocok, kau musti
tahu hanya bangsa dewa atau siluman yang bisa memanggil angin menurunkan hujan.
Siaute toh bukan dewa ataupun siluman, nama mungkin bisa mengundang angin memanggil hujan?"
"Hmm....! Memangnya kau anggap perbuatanmu itu bukan mengundang angin memanggil
hujan?" seru Coa Cong-gi dengan mata melotot, se tiap orang persilatan yang ada
didunia telah bertumplek di kota Si-ciu, kalau bukan mengundang angin memanggil hujan lantas
apa namanya?" Sementara pembicaraan masih berlangsung, keempat orang itu sudah berkerumun
kedepan, Hoa In-liong tak sempat bergojek terus, dia buru buru menjura sambil tertawa.
"Saudara-saudara sekalian, Kok congkoan, baik-baikkah kalian selama ini....?"
Ko Siong peng tertawa. "Adik In liong, kau musti tahu, sepanjang perjalanan kami menuju kemari, yang
kami dengar hanya kata-kata sanjungan orang terhadap kehebatanmu, semua orang merasa kagum
oleh 746 keberanian Hoa ji kongcu, yaa, tindakanmu inii boleh dibilang telah menggetarkan
seluruh kolong langit, tentu saja namamu juga ikut tersohor sampai dimana-mana"
Dengan kening berkerut Hoa In-liong menggeleng.
"Pohon yang terlalu besar hanya akan menimbulkan angin, nama yang terlalu
terkenal cuma mendatangkan bencana, kalau bukan keadaan yang memaksa tak mungkin siaute
melakukan semua perbuatan ini di kota Si ciu"
"Lantas apa yang memaksa kau berbuat demikian?" tanya Yu Siau lam dengan
perasaan ingin tahu. "Biar aku saja yang menebak" sela Li Poh seng, "bila dugaanku tidak keliru,
tentunya adik In liong sedang mamancing perhatian umat persilatan terhadap gerak-gerik ketiga
buah perkumpulan besar itu bukan" Tentunya kau kuatir mereka disergap atau
ditunggangi oleh unsur-unsur jahat tersebut sehingga kena dilenyapkan dari muka bumi, bukan
demikian?" Hoa In-liong tersenyum. "Aaah.... aku berbuat demikian tak lain untuk memperbaiki posisi pihak kita yang
sudah kian terdesak saja, asal kita terjaga jaga di kota Si ciu, maka andaikata pihak Hian-
beng-kauw, Kiu im kau dan Mo kau sungguh-sungguh berani datang menyerang, bukan saja kita dapat
menghajarnya sampai kepala pusing, selain itu kitapun dapat memperbaiki posisi
kita menjadi jauh lebih menguntungkan"
"Tepat sekali!" seru Coa Cong-gi sambil tertawa, "kita dapat menghajar mereka
sampai terbiritbirit dan seorangpun jangan dikasih tetap tinggal hidup"
Hoa In-liong tersenyum, tiba-tiba ia melihat seorang pelayan sedang menguber
seorang pengemis kecil yang mengenakan baju compang camping, melihat itu dia lantas
berteriak, "Berhenti!" "Hei mau apa kamu?" seru Coa Cong-gi keheranan, "masa seorang pengemis kecilpun
ikut membasmi iblis?" Hoa In-liong telah menduga kalau pengemis kecil itu disuruh Cia Yu cong untuk
menyampaikan kabar, ia lantas menggape seraya berseru"
"Saudara cilik, kemarilah!"
Pengemis kecil itu lari kedepan, pelayan tersebut ingin menghalangi tapi gagal,
terpaksa ia berteriak. "Siau gau ji, tunggu sebentar, apa hakmu memasuki tempat seperti ini....?"
Sambil memburu kedepan ia berusaha menangkap bahu pengemis kecil itu, tapi
dengan cekatan pengemis tersebut berkelit kesamping, lalu sambil membelalakkan matanya ia
berseru, "Kau jangan terlalu memandang rendah diriku, apa tidak kau lihat kalau orang lain
menganggap aku sebagai tamu terhormat " Kalau tidak begitu mana aku berani masuk?"
Hoa In-liong tertawa lebar, sambil mengulapkan tangannya kepada sang pelayan
serunya, "Saudara cilik itu adalah seorang tamu kehormatan, biarlah dia kemari!"
747 Pelayan itu agak tertegun, tapi akhirnya ia berlalu juga meski sembari
menggerutu. Betapa bangganya pengemis cilik itu, kepada pelayan tadi teriaknya dengan
lantang, "Hei, coba lihat! Bagaimana?" Sementara itu Hoa In-liong telah mengamati wajah pengemis cilik itu, kemudian
sapanya dengan ramah, "Saudara cilik, apakah kau bernama Siau gou ji" Apakah seorang loya she
Cia yang menyuruh kau datang?"
Pengemis cilik itu agak tertegun, lalu menggelengkan kepalanya.
"Bukan! Aku disuruh orang Tan toaya menyampaikan sepucuk surat!" sahutnya.
Setelah berhenti sebsntar, ia menambahkan, "Yaa, benar! Akulah Siau gou ji"
Sewaktu mengucapkan nama tersebut, lagaknya luar biasa, seakan-akan dia adalah
seorang yang tersohor namanya dikolong langit.
"Masakah dugaanku keliru?" pikir Hoa In-liong,
Dalam pada itu Coa Cong-gi telah tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh....haaah....haaahhh....Siau gau ji" Kenapa belum pernah kudengar nama ini?"
godanya. Dengan gemas Siau gau ji melotot beberapa kejap kearah Coa Cong-gi, lalu balas
ejeknya, "Memangnya namamu pernah kudengar?"
"Kau toh belum tahu siapa namaku, darimana kau tahu kalau namaku belum pernah
kau dengar?" "Aaaa.... pokoknya aku tahu kau toh bukan Ji-kongcu dari keluarga Hoa" Jelas
namamu belum pernah kudengar" Yu Siau lam tersenyum. "Dari mana kau tahu kalau dia bukan ji-kongcu" Kau tahu siapakah diantara kami
yang merupakan ji-kongcu?" katanya.
"Huuuh....masa Hoa ji-kongcu macam dia, nyentrik, jelek dan seperti orang bloon?"
sambil menuding kearah Hoa In-liong ia berkata lebih jauh, "sudah rasti dialah Jiya
dari keluarga Hoa, hmm....hmm.... coba lihat Jiya dari keluarga Hoa ini, yaa ganteng, yaa sopan, yaa
pintar...." Tiba-tiba ia terbungkam, rupanya pengemis itu kehabisan bahan untuk mengampak.
"Hei bocah busuk, pandai betul kau mengampak!" ejek Coa Cong-gi sambil tertawa
tergelak. Hoa In-liong pun mengetahui kalau Siau gou ji adalah seorang bocah yang cerdik,
terutama sepasang biji matanya yang mengerling lincah, segera pikirnya;
"Tempo dulu paman Ngo siok juga begini keadaannya, tapi sekarang dia adalah
seorang jagoan yang hebat" 748 Tiba-tiba timbul perasaan simpatiknya terhadap bocah itu, katanya kemudian
sambil tertawa, "Saudara cilik, ada kabar apa?"
Pengemis cilik itu merogoh sakunya yang berlubang dan mencari setengah harian
lamanya, ketika dicabut kembali ternyata tangan itu hampa, ia lantas menggaruk-garuk
kepalanya yang tak gatal sembari mengomel, "Aduuuh celaka! Jangan-jangan hilang...."
"Hilang?" jerit Coa Cong-gi terkejut.
Sebaliknya Hoa In-liong segera terbahak-bahak.
"Haaahhh....haaah....haaahh....lepaskan sepatumu!" perintahnya, Siau gou ji kelihatan
kaget, cepat cepat serunya, "Aaah.... betul! Betul! Kenapa aku tidak berpi kir sampai
kesitu?" Kok Hong-seng, Yu Siau lam dari Li Poh seng ikut memperhatikan sepatu Siau gou
ji, betul juga sepatu itu masih baru, tak mungkin dikenakan oleh manusia semacam itu, tanpa
terasa mereka tersenyum penuh arti. Siau gou ji berjongkok dan membuka sepatu barunya, betul juga disana terdapat
selembar lipatan kertas, dengan sepasang tangannya kertas itu diangsurkan kehapadan Hoa
In-liong, katanya dengan wajah murung sekali, "Hoa jiya...."
"Mau apa kau?" tegur Hoa In-liong sambil tertawa cekikikan.
"Tan toaya bilang, bila berita ini sudah disampaikan, Hoa kongcu tentu akan
memberi hadiah kepadaku" "Kalau cuma itu, kenapa tidak kau keluarkan surat itu sejak tadi?" seru Ko Siong
peng sambil tertawa. Merah padam selembar wajah Siau gou ji, saking jengahnya dia sampai gelagapan
dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
"Kau masih belum cukup pintar" kata Hoa In-liong sambil tertawa, "dengan
kemampuan seperti itu masa hendak mengadu kepandaian denganku" Angkat dulu diriku sebagai gurumu,
dan belajar sepuluh tahun lagi...."
"Lalu sambil berpaling ke arah Kok Hong seng lanjutnya, "Kok Koankeh, dapatkah
kau melayani sejenak keperluan saudara cilik ini?"
Kok Hong seng telah menganggap pemuda ini sebagai calon Kohya dari keluarga Coa,
mendengar perkataan itu ia lantas tertawa.
"Apa perintah ji kongcu, harap utarakan saja" katanya.
Semenjak rahasianya dibongkar Hoa In-liong, Siau gou ji dibuat tak tenang
hatinya, waktu itu ia sudau siap-siap mengambil langkah seribu.
Tiba-tiba Hoa In-liong memanggilnya lagi, bahkan sambil membelai rambutnya yang
kusut dan kotor ujarnya, "Saudara cilik, bila kau suka, bagaimana kalau tinggal saja
bersama-sama kami?" 749 Termenung sebentar Siau gou ji sesudah mendengar perkataan itu, tiba-tiba
matanya menjadi merah, bibirnya terbuka seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun suaranya
seperti tersumbat dalam tenggorokan, tak sepotong perkataanpun yang sanggup diucapkan.
Tapi akhirnya ia toh manggut-manggut juga, meski sejenak kemudian kembali
menggeleng. "Mei, monyet kecil! Tahukah kau bahwa tawaran ini merupakan suatu rejeki besar
bagimu?" pekik Coa Cong-gi dengan wajah tercengang.
Siau gou ji tertunduk sedih, katanya sambil menahan sesenggukan, "Aku tak pantas
menerima kebaikan ini, mana kotor mana goblok lagi, aku hanya membuat orang menjadi jemu
saja" "Aaaah.... tak usah terlampau rendah diri" hibur Hoa In-liong dengan lembut, "dulu
akupun begini juga keadaannya, tak menjadi soal"
Dia lantas mengulapkan tangannya kepada Kok Hong seng dan menitahkannya untuk
membantu pengemis itu berganti pakaian, membersihkan badan dan mengisi perut.
Li Pon seng yang menjumpai hal itu diam-diam mengerutkan dahinya, lalu berkata,
"Pertarungan terbuka sudah menjelang didepan mata, mau apa kau menyeret seorang bocah yang
tak pandai bersilat untuk turun serta dalam pertikaian ini" Tidak pantas rasanya...."
Hoa In-liong tertawa. "Siau gou ji adalah seorang anak yang pintar, terlalu sayang kalau bocah seperti
ini dipendam bakatnya, karena itu aku ingin menghadiahkan kepada paman Ngo siok sebagai
muridnya" Kemudian kertas itu diambil dan dibawa isinya, terlihat surat itu berbunyi
demikian, "Semalam, seorang gadis cantik jelita yang membawa tongkat kepala setan dengan memimpin
banyak orang menginap di perkampungan keluarga Cho di barat laut kota, pagi ini Tang kwik Siu
memimpin belasan orang menginap di kebun keluarga Chan yang sudah tak terpakai diluar


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kota, sedang dirumah penginapan keluarga Ong diutara kota agaknya dihuni pula seorang gadis
baju hitam serta pelayannya" Dibawah surat itu tertera nama "Cia Yucong"
"Rupanya dia yang memberi kabar" pikir Hoa In-liong kemudian, "kalau diingat
kembali bahwa pertama dia adalah orang yang punya nama, kedua jasanya terlalu banyak, tak
mungkin dia akan berhubungan langsung dengan seorang pengemis cilik, ehmm....! Cara kerja orang ini
boleh juga, mana teliii mana hati-hati lagi....tak malu dinamakan orang yang berpengalaman"
"Eeeh....coba aku lihat, apa yang ditulis itu" Siapa yang menulis?" seru Coa Cong-
gi tiba-tiba dengan tak sabar. Hoa In-liong menyerahkan surat itu kepada Coa Cong-gi, lalu katanya dengan
tertawa, "Orang yang menulis surat ini adalah seorang jagoan tersohor di wilayah utara, dia
bilang Bwe Su yok maupun Tang kwik Siu telah berdatangan semua, entah Seng To cu berada dimana
sekarang?" "Haaahhh....haaahhh....haaahhh....bagus sekali!" Coa Cong-gi terbahak-bahak, "Kalau
semua keramaian sudah berda-tangan, maka kita boleh bekerja dengan sepuas-puasnya,
ganyang saja mereka semua sampai bertobat-tobat...."
"Hei, jangan kau anggap semua urusan bisa diselesaikan secara gampang...."
750 "Lantas apakah adik In liong sudah mempnnyai rencana yang bagus untuk menghadapi
musuh?" tanya Li poh seng. "Rencana apa" Paling-paling cuma menghadapi perubahan situasi dengan segala
kemampuan yang dimiliki" Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa getir lanjutnya, "Yang paling penting,
walaupun jumlah sahabatku terlalu banyak tapi tak seorangpun yang sanggup menghadapi kelihayan
Tang kwik siu, bila kita main kerubut, sekalipun musuh bisa kita bereskan, kerugihan
dipihak kita pasti amat besar apalagi...." "Aaah....jangan terlalu mengunggulkan kehebatan orang lain" teriak Coa Cong-gi
penasaran, "kata kongkong, kau pasti sanggup mengalahkan setan tua itu"
Dengan cepat Hoa In-liong menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Lain kali mungkin saja bisa, tapi sekarang masih ketinggalan jauh sekali"
Kembali Coa Cong-gi menggetarkan bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu,
tapi Hoa Inliong sudah terlanjur berpaling ke arah Yu Siau lam sambil bertanya,
"Apakah empek dan bibi
sudah ada kabarnya?"
Yu Siau lam menjadi sedih, tapi sikapnya masih tenang.
"Belakangan ini aku belum mendapat kabar apa-apa" sahutnya, "jadi aku tak tahu
bagaimana kah perlakuan orang-orang Hian-beng-kauw terhadap mereka berdua"
Kisah Para Penggetar Langit 4 Kisah Si Rase Terbang Soat-san Hui-hauw Karya Chin Yung Peristiwa Merah Salju 1
^