Pencarian

Jasa Susu Harimau 1

Dewi Sri Tanjung 1 Jasa Susu Harimau Bagian 1


JASA SUSU HARIMAU Serial 01 Dewi Sritanjung
Karya : Widi Widayat
Cover & Illustrasi : Arie
Penerbit: MELATI Jakarta
Cetakan pertama : 1987
HAK CIPTA dilindungi oleh Undang-undang
Penyiaran harus seizin Penulis
Tukang Edit : Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
1 Di tepi sungai, tampak seorang kakek duduk bersila di atas batu besar, sedang
tangan yang kanan memegang tangkai pancing. Namun agaknya kakek ini lagi sial,
karena sepanjang hari tidak diperoleh seekorpun ikan.
Nasib.....ah permainan nasib,
gumamnya. Hai ikan di sungai. Kalau saja alat pancingku ini merupakan pancing
sesungguhnya, nasibmu tentu menjadi mangsa manusia. karena di antara kamu akan
kena oleh pancingku, lalu menggelepar dan mati. Tetapi pancingku ini bukan
pancing sebenarnya dan ini hanyalah permainan nasib.
Tiba-tiba kakek ini menyentakkan tangkai pancingnya. Ayaa.... ternyata ujung
tali pancing itu bukan berisi jarum berkait, melainkan hanyalah sebutir kerikil.
Pantas saja kakek ini menyebut permainan nasib. Ikan yang menyambar kerikil di
ujung pancing itulah yang disebut nasib. Nasib manusiapun sama halnya, menjadi
permainan nasib seperti halnya ikan yang hidup di sungai itu.
Tetapi kakek yang rambutnya sudah putih ini mendadak kaget dan
menjulurkan lehernya, ketika mendengar tangis bayi. Diam-diam kakek ini heran,
bayi siapakah yang menangis"
Tempat dirinya sekarang ini duduk mengail, merupakan hutan belantara dan jauh
dari desa. Adakah seorang ibu yang membawa bayi ke tempat sepi seperti ini"
Namun ketika makin jelas
didengar, tangis bayi itu dari tengah sungai, ia mendesis,
ahhh.....mungkinkah bayi dhemit (bantu)"
Ia mengalihkan pandang matanya ke sungai. Kendati sudah tua tetapi pandang
matanya belum lamur. Ia mengerutkan alis, ketika melihat sebuah belanga hanyut
dan dari situlah asal tangis bayi itu.
Ahhh..... bayi dibuang" Lalu
siapakah yang sudah membuang anak ini"
desisnya. Ya, Dewata
Agung.....ampunilah dia yang sudah mala gelap dan tersesat itu. Sedang di
samping itu, perkenanlah hambaMu ini menyelamatkan bayi tidak berdosa itu!
Berbareng dengan ucapannya yang terakhir, menyambarlah benda halus ke sungai.
Ternyata benda itu tali pancing yang dipanjangkan, sedang pada ujungnya sudah
dibentuk lingkaran agak lebar.
Tali itu menyambar tepat hingga belanga (kuali) yang hanyut itu tertahan dan
kemudian dengan gerakan menyentak, belanga tersebut sudah terbang. Sesaat
kemudian belanga berisi bayi tersebut sudah dapat ditangkap dengan tangan kiri.
Mendengar suara tangis yang
semakin parau itu, kakek ini gugup dan khawatir. Penutupnya cepat dibuka lalu
dengan gerakan hati-hati, orok itu dikeluarkan. Orok yang bugil dan pada
lehernya terdapat sebuah kalung emas berbentuk burung garuda.
Kasihan.....apakah salahmu,
hingga kau dibuang orang tuamu"
gumamnya sambil menghela napas panjang.
Orok perempuan yang masih terus menangis itu, didekapnya di dadanya yang
kerempeng. Lalu diselimuti dengan jubahnya agar menjadi hangat. Usahanya
berhasil, orok itu sekarang berhenti menangis dan kemudian tertidur. Kakek ini
tersenyum, kemudian isi kuali diambil dan melangkah perlahan meninggalkan sungai
dan alat pancingnya.
Orok perempuan yang dilahirkan Dewi Anwari ini ternyata bernasib baik. Sekarang
tertolong oleh kakek pertapa sakti yang dikenal orang bernama Kiageng Tunjung
Biru. Dengan perasaan iba, orok dalam pondongannya ini dibawa pulang ke pondoknya,
terletak tak jauh dari pertemuan sungai Widas dan sungai Lengkong. Pondok itu
dilindungi sebatang pohon Tanjung yang sudah amat tua dan rindang.
Dengan hati-hati sekali orok
perempuan ini diletakkan di
pembaringan beralaskan rumput kering.
Kemudian untuk bisa memberi kehangatan bagi si orok, beberapa potong pakaian
yang ditemukan di belanga tadi dipergunakan menyelimuti.
Ia memandang orok merah ini
dengan perasaan iba. Orok mungil yang cantik, tetapi mengapa sebabnya oleh orang
tuanya dibuang"
Mendadak saja ia ingat kepada
nasibnya sendiri. Kini sudah pikun, tanpa anak, tanpa isteri, tanpa keluarga dan
tanpa tetangga. Bukankah orok yang ditemukan ini sudah
merupakan kehendak Dewata Agung untuk menjadi teman hidupnya"
Tetapi tiba-tiba kakek ini
berjengit. Kalau orok ini dibuang, apakah tidak mungkin merupakan hasil hubungan
gelap" Karena malu, maka orok yang tidak berdosa itu dibuang.
Namun wawasannya yang amat luas menyebabkan kakek ini kemudian menghela napas.
Apakah sebabnya manusia di dunia ini yang terpikir hanyalah kepentingan diri"
Berani berbuat, mengapa tidak berani
bertanggung jawab" Karena tidak sedikit jumlahnya manusia yang menjadi lupa diri
dan lupa akan tanggung jawabnya itu menyebabkan dunia ini tidak pernah bisa
damai. Menurut pendapat kakek ini, orok yang ditemukan ini lahir di dunia sudah menjadi
kehendak Dewata Agung.
Karena itu tidak pada tempatnya apabila disia-siakan apalagi dibuang pula.
Tiba-tiba Kiageng Tunjung Biru ingat kepada benda-benda yang
menyertai orok ini. Benda itu
diperhatikan satu persatu. Ada dua lembar kain baju dan ada sobekan kain putih
berisi tulisan.
Kiageng Tunjung Biru menghela
napas dalam, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya setelah selesai membaca tulisan
pada secarik kain putih itu.
Tahulah ia sekarang orok ini bukan hasil hubungan gelap tetapi merupakan buah
hasil perkawinan yang berakhir dengan tragedi.
Kakek ini hatinya terasa sedih sekali. Mengapakah sebabnya bisa terjadi
peristiwa seperti ini" Jelas semua itu merupakan permainan nasib.
Kalau tidak demikian, manakah mungkin Dewata Agung mempertemukan Dewi Anwari
dengan Mpu Nala, yang kemudian saling jatuh cinta"
Oleh permainan nasib, Mpu Nala kemudian ketakutan setelah tahu, Dewi Anwari
merupakan puteri Kuti yang memberontak kepada Majapahit. Sedang Mpu Nala
merupakan pejabat tinggi Majapahit. Sudah tentu Nala menjadi amat khawatir
apabila perkawinannya ini kemudian menodai nama baiknya sebagai pejabat tinggi
Majapahit yang terpercaya.
Suratan takdir tidak terbantah.
Nyatanya dengan peristiwa menyedihkan itu, kemudian Kiageng Tunjung Biru yang
semula hidup seorang diri, sekarang mendapat teman hidup orok merah.
Hemm, baiklah, gumamnya. Kalau takdir Dewata Agung aku harus menjadi ayah dan
sekaligus ibu orok ini, aku tidak dapat menolak.
Kakek ini duduk di tepi
pembaringan. Dan dengan hati-hati kalung di leher si kecil itu
diperhatikan. Tiba-tiba orok perempuan itu
menangis. Kiageng Tunjung Biru gugup, lalu mengusap-usap kepala bayi yang masih
lunak itu perlahan, sambil mengucapkan kata-kata menghibur.
Agaknya kakek ini sudah menjadi pelupa, orok yang baru lahir itu belum
membutuhkan hiburan dan ucapan.
Tak heran apabila orok ini tidak menghentikan tangisnya dan si kakek menjadi
bingung. Ia belum pernah menjadi ayah dan belum pernah pula mengasuh bayi.
Menurut pendapatnya, kalau bayi ini telah dibungkus kain rapat-rapat, tentunya
sudah hangat. Tetapi mengapa masih juga menangis "
Saking bingungnya dan tak tahu apa yang harus dilakukan, kain pembungkus orok
itu dibuka. Setelah terbuka, kakek ini mendadak terkekeh geli sendiri. Ternyata
kain pembungkus itu telah basah oleh air kencing bercampur berak.
Jangan menangis, Cucu.... biarlah kakek membersihkan.... gumamnya sambil
menggerakkan tangan dan hati-hati sekali, mengusap bagian yang basah itu dengan
kain. Kain yang kotor sudah disingkirkan dan diganti dengan kain kering.
Kemudian kakek ini senang sekali, orok itu kembali tidur.
Tetapi ketika pagi hari tiba orok itu menangis lagi, ia menjadi
kebingungan sendiri seperti kebakaran jenggot. Dengan gugup orok itu segera
dibawa keluar pondok. Timbullah niatnya untuk minta pertolongan penduduk yang
menyusui anaknya. Namun celakanya si orok yang haus dan lapar ini tidak mau
mengerti dan menangis terus.
Di saat ia mendukung orok untuk minta pertolongan penduduk ini, tiba-tiba ia
mendengar aum harimau. Ia agak heran, karena selama menghuni hutan ini ia belum
pernah bertemu harimau seekorpun. Tetapi mengapa sekarang tiba-tiba ia mendengar
aum harimau"
Tak lama kemudian muncullah dua ekor harimau yang besar. Harimau tutul sebesar
lelembut itu telah menghadang di depannya.
Ah, jangan mengganggu aku,
katanya halus. Pergilah! Aku sedang kebingungan dengan orok ini.
Tetapi manakah mungkin harimau itu mengerti maksud ucapan manusia"
Ucapan kakek ini malah disambut dengan aum dahsyat dan dua ekor harimau itu
malah siap menerkam.
Hemm, apakah kau tak mendengar ucapanku" Pergilah dan jangan ganggu diriku.
Tetapi ucapannya kali ini malah disambut dengan terkaman hampir berbareng.
Wutt wutt.... terkaman harimau itu luput, ketika kakek ini melesat ke samping
dengan gerakan gesit.
Dua ekor harimau ini menjadi
marah. Hampir berbareng sudah mengaum dan menerjang kembali. Dengan tenang
Kiageng Tunjung Biru menghindar lagi.
Di saat menghindar ini, ia menjadi tahu baliwa dua ekor harimau ini seekor
jantan dan seekor betina. Yang betina susunya besar, menjadi tanda masih
menyusui anaknya.
Tiba-tiba saja wajahnya berseri.
Desisnya. Terima kasih ya Dewata Agung. Kau menolong kesulitanku. Hemm, harimau
ini bisa menolong dengan air susunya.
Orok merah itu lalu dipondong di tangan kiri. Ketika dua ekor harimau itu
menyerang lagi, ia bukan hanya menghindar, tetapi menggeser diri ke samping
membungkukkan tubuh. Secara tidak terduga, tangan kanan bergerak seperti kilat
cepatnya menepuk leher harimau betina. Ketika yang jantan menyerang, ia pun
menepuk leher harimau itu hingga mengaum kesakitan dan terguling.
Tetapi hanya sejenak. Dua ekor harimau itu sudah kembali menerjang.
Kiageng Tunjung Biru tidak gentar, lagi-lagi tangan kanan memukul.
Akibatnya dua ekor harimau itu sekarang roboh di tanah tetapi tidak mati.
Bibir kakek ini tersenyum. Ia
menghampiri si betina, lalu katanya halus, Macan, berikan air susumu untuk bocah
ini. Dua ekor harimau yang sudah tidak dapat bergerak itu hanya menggeram lirih,
sedangkan si kakek lalu mendekatkan mulut orok itu ke puting harimau.
Hati kakek ini terharu melihat si orok menyusu lahap sekali. Cukup lama orok ini
menyusu. Dan sesudah kenyang, si orok tertidur pulas.
Orok merah itu kemudian dipondong kembali, didekapnya di dada penuh kasih
sayang. Untuk beberapa saat lamanya kakek ini berdiri di samping harimau itu.
Kemudian terpikir tiap kali orok ini lapar, bayi ini akan menangis dan minta air
susu. Maka jalan satu-satunya untuk menyelamatkan bayi ini hanya minta bantuan
seseorang agar memberikan susunya.
Namun tiba-tiba timbul pula rasa keraguannya. Dengan minta bantuan orang,
bagaimanapun membuat orang itu repot
Kemudian terlintas dalam
benaknya, untuk kepentingan si bayi ini sebaiknya harimau betina ini ditangkap
saja, dijadikan sebagai pengganti ibu. Ia pernah mendengar cerita gurunya, air
susu harimau pengaruhnya besar sekali bagi orok, bisa mempunyai daya tahan yang
lebih dibanding manusia.
Tetapi sebaliknya segera timbul keraguannya pula. Timbul pertanyaan dalam hati,
bagaimanakah dengan anak harimau ini yang juga masih butuh susu" Mereka akan
mati apabila induknya tidak pulang ke sarang. Ia menjadi tidak tega, maka
kemudian dua ekor harimau tersebut dibebaskan kembali agar dapat menuju kembali
ke sarang. Orok merah itu lalu dibungkus
kain dan diemban. Bayi yang belum punya nama ini tetap tidur pulas dan membuat
kakek ini amat senang.
Diambillah kemudian sepotong
ranting kayu kering. Lalu dengan sentuhan perlahan pada punggung, dua ekor
harimau ini dapat bergerak kembali. Dua ekor harimau ini melompat sambil
menggeram. Tetapi di luar dugaannya, setelah harimau itu saling menyentuhkan
hidungnya tidak mau pergi malah mendekam. Lalu sambil menggeram lirih, dua ekor
harimau ini menggerakkan kaki depan dan mencakar tanah.
Melihat sikap harimau ini,
Kiageng Tunjung Biru ketawa lirih.
Katanya halus, Bagus! Kamu tunduk"
Terima kasih. Sekarang pulanglah ke sarangmu, bawa semua anakmu lalu pulang
bersama dengan aku. Ketahuilah aku membutuhkan air susumu guna membantu bayi
ini. Nah, cepat pergilah dan aku menunggu di sini.
Entah tahu atau tidak maksud
ucapan kakek ini, dua ekor harimau itu menggeram lirih. Sesaat kemudian mereka
pergi masuk semak belukar dan tidak tampak lagi.
Kiageng Tunjung Biru menghela
napas dalam tetapi lega. Orok merah itu kemudian diambil dan ditimang-timang
dengan bibirnya tersenyum dan wajah berseri. Orok merah ini mungil dan cantik,
keturunan ksatrya pula. Ia tidak mau melepaskan lagi dan bertekad akau mengasuh
sampai dewasa. Hemm, kau belum punya nama,
Cucuku, bisiknya. Tetapi ahh.....sulit juga aku memilih nama yang tepat
untukmu..... Untung kemudian kakek ini
teringat kepada pohon yang menaungi pondoknya, pohon Tanjung. Bibirnya tersenyum
lalu katanya, Bagus! Namamu Dewi Sritanjung. He heh heh heh, Dewi Sritanjung,
Nama yang bagus.....cocok dengan yang punya....
Sebenarnya ia ingin sekali
mencium pipi montok bayi ini. Namun timbul kekhawatirannya kalau tersentuh oleh
kumisnya, orok itu akan terjaga dari tidurnya. Oleh sebab itu kakek ini menjadi
puas kendati hanya memandang saja.
Tidak lama kakek ini menunggu.
Beberapa saat kemudian terdengar suara gemerisik di tengah semak dan
muncullah sepasang harimau yang tadi disertai dua ekor anaknya yang baru sebesar
kambing, tetapi gerakannya sudah gesit.
Ia memandang empat ekor harimau itu dengan bibir tersenyum dan kepalanya
mengangguk puas. Ia
bersyukur kepada Dewata Agung
kesulitannya mencari air susu untuk Dewi Sritanjung dapat diatasi.
Bagus! Sekarang ikutlah aku
pulang, katanya halus.
Kiageng Tunjung Biru melangkah perlahan dan harimau itu seperti tahu perintahnya
mengikuti langkahnya dengan patuh. Malah dua ekor anak harimau tutul itu lebih
jinak lagi, berjalan mengapit kakek itu sambil kadang kala menyentuhkan tubuhnya
ke kaki. Setiba di pondok dibiarkannya
empat ekor harimau itu ikut menghuni pondoknya. Empat ekor harimau ini memilih
tidur di bawah pembaringan.
Kiageng Tunjung Biru memberi
kebebasan kepada mereka. Namun demikian kakek ini selalu waspada agar Sritanjung


Dewi Sri Tanjung 1 Jasa Susu Harimau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak terganggu.
Pada mulanya setiap Sritanjung membutuhkan air susu, kakek ini bersikap hati-
hati. Namun setelah induk harimau itu benar-benar jinak, penurut dan setia,
kakek ini menjadi gembira dan tidak kuatir lagi.
Kesetiaan induk harimau kepada Sritanjung ini terbukti, setiap bayi itu
menangis, tanpa diperintahkan induk harimau sudah melompat ke atas ambin, lalu
memberikan susunya.
Tingkah laku induk harimau ini menyebabkan kakek ini terharu. Betapa tidak"
Seekor harimau memberikan kasih sayangnya kepada bayi manusia. Anehkan peristiwa
ini" Tidak! Semua sudah sejalan dengan kehendak Dewata Agung.
Kendati binatang induk itu juga mempunyai naluri untuk memberikan kasih sayang
kepada anak. Sebagai balas jasa kepada harimau kesayangan itu dan agar tidak gampang diganggu
orang, kemudian kakek ini melatih semacam gerakan ilmu tata kelahi. Ternyata dua
ekor anak harimau itu lebih gampang dilatih, dibanding dengan yang sudah dewasa.
Tanpa terasa setahun sudah
berlalu. Sejak berumur sepuluh bulan, berkat air susu harimau Dewi
Sritanjung sudah pandai berjalan. Anak ini tumbuh sehat dan baru berumur setahun
sudah bisa berlari-lari.
Sedang empat ekor harimau tutul yang jinak itu amat kasih dan sayang kepada
Sritanjung. Berkat latihan yang diberikan
Kiageng Tunjung Biru, gerakan empat ekor harimau tersebut menjadi gesit dan tak
gampang diganggu manusia. Dan berkat hubungannya dengan kakek itu pula, kalau
dahulu harimau ini sering makan daging manusia, sekarang tidak mau lagi. Harimau
ini hanya menangkap dan makan daging binatang yang ditemukan di dalam hutan.
Tambah besar, kecantikan Dewi
Sritanjung semakin tampak.
Pertumbuhannya cepat, kuat dan hampir tidak pernah sakit. Kiageng Tunjung Biru
menduga, kesehatan anak ini tentu pengaruh air susu harimau. Karena itu besar
harapannya agar di kemudian hari Dewi Sritanjung menjelma sebagai seorang wanita
perkasa dan menjadi penerus sejarahnya serta dapat membawa harumnya nama
Sritanjung sendiri.
Ketika Dewi Sritanjung berumur lima tahun, bocah ini tumbuh menjadi anak luar
biasa. Kecuali menjadi bocah yang tabah dan berani juga sehari-harinya bercanda
dan menunggang harimau, yang sekarang anak harimau itu sebesar induknya.
Sejak berumur empat tahun bocah ini sudah mendapat latihan dasar ilmu beladiri.
Maka sekali pun baru berumur lima tahun, ia sudah menjadi bocah luar biasa. Ia
tidak kesulitan melompat maupun meloncat turun dari punggung harimau. Larinya
cepat sekali dan gerakannya lincah. Tetapi karena dalam pondok ini manusia satu-
satunya yang menjadi kawan hanya Kiageng Tunjung Biru, maka sikap bocah ini amat
manja. Ia memanggil kakek dan suka minta gendong. Kalau kakek itu tidak sedia,
ia menangis. Perputaran roda dunia ini
sekalipun tampaknya lambat namun selalu tetap dan tidak pernah
berhenti. Karena itu tidak terasa enam belas tahun sudah lewat. Sritanjung
menjadi dara remaja cantik jelita.
Kecantikannya seperti pinang dibelah dua dengan ibunya, Dewi Anwari.
Sebaliknya pertumbuhan tubuhnya dipengaruhi oleh darah ayahnya, Nala.
Ia menjadi seorang dara remaja yang bertubuh semampai dengan tinggi yang
cukupan. Kiageng Tunjung Biru semakin
menjadi kasih berbareng bangga.
Ternyata harapannya sekarang terkabul.
Cucu pungut ini bukan saja cantik jelita, tetapi juga berilmu tinggi.
Memang sudah ada bakat yang dibawa sejak lahir. Berkat gemblengan lahir dan
batin sejak kecil, bukan saja Sritanjung menjelma sebagai gadis perkasa, tetapi
juga mempunyai pandangan luas.
Suatu hari Kiageng Tunjung Biru mengerutkan alis disamping gelisah.
Sejak pagi Sritanjung pergi dengan dua ekor anak harimau yang diberi nama Manis
dan Tumpak. Nama Manis untuk anak harimau yang betina, sedang Tumpak untuk yang
jantan. Kegelisahan kakek ini bukan main karena matahari sudah bergerak ke barat, namun
mereka belum juga tampak pulang. Tidak biasa bagi Sritanjung pergi begitu lama
seperti sekarang.
Sedang kalau menyuruh dua ekor harimau yang lain untuk menyusul dan mengajak
pulang tidaklah mungkin. Harimau tidak dapat bicara, maka sekali pun jinak tidak
bisa berkomunikasi seperti semula.
Akhirnya ia sendiri yang harus meninggalkan pondok setelah berpesan kepada dua
ekor harimau itu supaya tetap menjaga pondok.
Apa yang sudah terjadi dengan
Sritanjung" Adakah masalah yang menyebabkan gadis ini tertahan pulang"
Dugaan ini memang benar. Sritanjung menghadapi dan sekaligus mengalami peristiwa
baru. Pagi itu seperti biasanya,
Sritanjung disertai Manis dan Tumpak pergi menjelajah hutan, di samping
bermaksud memberi kesempatan agar harimau ini mendapatkan mangsa segar.
Tanpa disadari perjalanan alam ini terlalu jauh. Dara remaja yang mulai mengenal
keindahan alam ini menjadi kesengsem oleh indahnya hutan belantara yang belum
terjamah manusia disamping terpikat pula oleh kicau burung. Kemudian ketika
merasa gerah, ia duduk mengaso dan duduk di alas batu dinaungi pohon rindang.
Sedang Tumpak dan Manis pergi mencari mangsa.
Di saat Sritanjung menyandarkan kepala pada bateng pohon dan menikmati kicau
burung, tiba-tiba ia terkesiap mendengar aum harimau. Ia kenal, auman itu
merupakan jerit marah. Kemudian ia menduga tentu Tumpak dan Manis yang sedang
marah oleh gangguan manusia atau binatang lain.
Kendati ia percaya Tumpak dan
Manis pasti dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi, namun Sritanjung tidak tega
berpekik tangan. Dari mulutnya segera terdengar pekik nyaring hampir serupa
dengan aum harimau yang tadi ia dengar. Belum juga lenyap suara lengkingannya,
tubuh sudah berkelebat lenyap ditelan oleh rumpun belukar.
Gerakannya benar-benar gesit.
Ketika auman dari Tumpak dan
Manis makin tambah nyaring, gerakan gadis ini menjadi semakin cepat. Maka
semakin kuat dugaannya, Tumpak dan Manis berhadapan dengan bahava dan
membutuhkan pertolongan.
Tidak sulit bagi Sritanjung
menemukan Tumpak dan Manis. Auman nyaring dan panjang itu menjadi petunjuk ke
mana dirinya harus menuju.
Tiba-tiba saja sepasang mata
gadis ini menyala seperti menyinarkan api. Dugaannya benar baik Tumpak maupun
Manis sedang berkelahi
mengeroyok laki-laki muda bertubuh gagah dan tampan. Pakaiannya indah
gemerlapan, menjadi tanda bukan pemuda sembarangan. Setidak-tidaknya sesuai
dengan cerita kakeknya, pemuda ini tentu anak seorang kaya atau
berkedudukan tinggi.
Pemuda itu menghadapi Tumpak dan Manis hanya bertangan kosong.
Terdengar seruan kagum berkali-kali dari mulut pemuda itu, ketika pukulan
balasannya mengenai tempat kosong.
Hebat! Kamu harimau hebat dan aku kagum! desis pemuda itu.
Gerakan harimau yang dihadapi
sekarang ini, baik dalam menerkam, menyerang maupun menghindar demikian teratur.
Ia baru kali ini berhadapan dengan harimau yang ia anggap aneh.
Harimau yang menarik perhatian, hingga pemuda itu tidak tega menggunakan senjata
maupun melukainya.
Ternyata pemuda itu berilmu
tinggi. Kendati bertangan kosong, dengan tinju dan tendangan kaki ia berhasil
membuat harimau itu terpental dan mengaum keras. Rasa sakit oleh pukulan dan
tendangan itu menyebabkan Tumpak dan Manis marah. Gerakannya menjadi semakin
ganas, kuku yang runcing dan taring yang mengerikan setiap saat siap untuk
merobek-robek kulit dan daging pemuda tampan itu.
Kalau dua ekor harimau itu tamhah marah, si pemuda tampan tambah heran berbareng
kagum. Pukulan dan
tendangannya sanggup merobohkan pohon sebesar paha dan batu sebesar kambing.
Akan tetapi mengapa sekarang
berhadapan dengan harimau saja pukulan dan tendangannya tidak berdaya"
Makin kuat dugaannya tentu bukan harimau biasa, tetapi piaraan seorang sakti
yang sudah terlatih. Memperoleh dugaan demikian ia menjadi khawatir kalau
pemiliknya menjadi marah. Lalu timbullah niatnya untuk melompat dan kemudian
melarikan diri agar tidak bermusuhan dengan pemiliknya.
Tetapi sebelum pemuda itu sempat melarikan diri sudah terdengar seruan nyaring,
Kurangajar! Engkau berani mengganggu harimauku" Tumpak, Manis, mundurlah. Aku
yang menghajar manusia busuk itu!
Tumpak dan Manis yang sudah
terlatih itu mengerti maksud
majikannya. Hampir berbareng dua ekor harimau itu mengaum lirih sambil melompat
mundur. Tetapi tampaknya harimau itu masih penasaran, sebelum dapat mengalahkan
lawannya sudah diperintah mundur.
Dengan gerakan indah Sritanjung melompat lalu bertolak pinggang. Sinar matanya
marah menyinarkan api tetapi wajahnya yang amat cantik menyebabkan pemuda itu
terpesona. Sekalipun sedang marah tetapi menurut pandangan pemuda itu seperti
seorang dara yang sedang pamer kecantikanrrya. Dan saking terpesona, ia seperti
tidak mendengar teguran Sritanjung.
Sritanjung membantingkan kakinya dan tambah marah. Bentaknya, Hai!
Tulikah kau" Dan kau sedang memandang apa" Dengarlah baik-baik, aku bertanya
kepada dirimu. Apakah sebabnya kau mengganggu harimau piaraanku"
Pemuda itu tersenyum, lalu
jawabnya halus, Nona.,., di dalam hutan banyak terdapat binatang buas yang
berkeliaran. Manakah mungkin aku bisa tahu harimau ini ada pemiliknya"
Tetapi yang jelas aku tidak bermaksud mengganggu harimau ini. Dengarlah, aku
tadi sedang lewat di tempat ini dan tanpa sebab, harimau itu sudah menyerang
diriku. Untuk mempertahankan nyawa tentu saja aku melawan. Salahkah orang yang
membela diri dalam usaha menghindari bahaya" Meskipun demikian aku tidak
berusaha melukai harimau itu.
Tetapi pukulan dan tendanganmu membuat harimauku kesakitan!
Sritanjung membentak. Engkau menghina harimauku, berarti pula sudah menghina
diriku! Memang tidak mengherankan apabila Sritanjung bersikap segalak ini. Sejak kecil
dan tumbuh menjadi remaja hidup dan terpisah dari masyarakat. Sedang satu-
satunya manusia yang ia kenal hanyalah kakek dan sekaligus gurunya, Kiageng
Tunjung Biru, dan yang lain hanyalah harimau.
Selama ini terhadap Kiageng
Tunjung Biru, sikapnya selalu manja dan sebaliknya selalu dituruti kemauannya
oleh kakeknya. Pemuda itu terbelalak mendengar tuduhan gadis ini. Namun ia
menyabarkan diri dan bertanya, Aku menghina Nona" Bagaimana mungkin"
Bertemu baru kali ini, bagaimanakah aku bisa menghina" Aku berani
bersumpah, tidak sengaja mengganggu harimau itu dan akupun hanya membela diri
saja. Hemm, Sritanjung mendengus. Jika engkau tidak sengaja menghina diriku, engkau
harus minta maaf.
Baiklah Nona, aku minta maaf!
Huh, enak saja kau mengucapkan kata-kata minta maaf.
Pemuda itu melengak dan
keheranan. Katanya dalam hati, Aneh sekali gadis ini. Orang sudah minta maaf
sesuai dengan permintaannya, namun masih juga dianggap kurang.
Bagaimanakah maksud Nona"
Aku baru mau memaafkan
kelancanganmu, jika kau mau berlutut dan mengangguk tujuh kali!
Keterlaluan gadis ini! pikir si pemuda.
Ia merasa tidak bersalah. Kalau tadi ia bersedia minta maaf, tidak lain oleh
perasaannya yang segan untuk bertengkar. Tetapi kalau sekarang disuruh berlutut,
manakah mungkin" Hal itu merupakan penghinaan terhadap dirinya. Karena itu ia
menatap gadis ini penuh perhatian.
Nona, sahutnya, kuharap Nona
jangan menghina orang. Aku sudah bersedia minta maaf sesuai dengan permintaamu,
sekalipun aku tidak bersalah. Tetapi kalau harus berlutut di depanmu, maaf, tak
mungkin aku bersedia melakukannya. Aku sudah mengalah, tetapi sekalipun demikian
aku tidak mau direndahkan orang.
Dewi Sritanjung mendelik. Katanya dingin, Hemm, kau berani membandel di depanku"
Bagus, hi hi hik. Agaknya kau memang belum kenal siapa Sritanjung.
Berbareng dengan ucapannya yang terakhir, dengan gerakan gesit dan ringan,
Sritanjung menerjang maju.
Arah tangan itu yang kiri mencengkeram leher sedang tangan kanan mencengkeram
pusar. Tangan gadis ini memang kecil.
Tetapi sekalipun kecil, akibatnya akan hebat bagi orang yang terkena
cengkeramannya.
Pemuda itu mengerutkan alis tidak senang. Mengapa disamping galak, gadis ini
juga membawa kemauannya sendiri.
Wajahnya cantik jelita, tetapi apakah sebabnya seliar ini" Tentu saja si pemuda
tidak mau mengalah. Ia lalu menggeser kaki ke kiri, kemudian dengan gerak tangan
yang cepat, ia berusaha menangkap lengan gadis galak ini. Sekalipun demikian ia
masih agak segan, sebab tidak merasa bermusuhan dan kalau salah tangan malah
bisa menyesal seumur hidup.
Tuduhan untuk Sritanjung sebagai gadis galak memang tidak terlalu salah. Tetapi
keliaran dan kegalakannya ini bukan sebagai pencerminan watak. Semua ini adalah akibat
hidupnya yang terasing dari pergaulan. Ia hampir tidak pernah bertemu dengan
orang lain, kecuali kakek dan sekaligus gurunya. Sebagai akibat hidupnya yang
terasing itu, walaupun Kiageng Tunjung Biru
mengajarkan pula tentang tata santun masyarakat, dalam praktek gadis ini belum
tahu. Karena itu ketika
perintahnya tidak diturut, ia menjadi marah lalu menyerang. Setelah
serangannya dapat dihindari dengan mudah, ia penasaran. Ia menjadi lupa kepada
petunjuk gurunya, lalu
menyerang dan menyerang lagi.
Pemuda tampan itupun seorang muda dan baru berumur dua puluh dua tahun.
Kendati semenjak kecil telah
digembleng kesabaran oleh gurunya, tidak urung menjadi panas oleh pengaruh darah
mudanya. Tiga kali Sritanjung menyerang ia hanya
menghindar dan tidak membalas. Tetapi sesudah tiga kali menghindar dan gadis itu
masih saja menyerang, pemuda ini menjadi gatal tangan dan membalas.
Bagus, hi hi hi hik, agaknya kau mempunyai kepandaian pula, maka kau menjadi
sombong. Marilah kita uji siapakah di antara kita yang lebih unggul! ujar
Sritanjung tanpa
menghentikan serangannya yang cepat dan berbahaya.
Dua orang muda ini segera
terlibat dalam perkelahian sengit.
Bagi Sritanjung apa yang terjadi sekarang ini merupakan peristiwa yang pertama
kali berkelahi sungguh-sungguh. Biasanya ia selalu berlatih dengan harimau
piaraannya. Namun sejak usianya meningkat, semua harimau itu tidak bisa menang
lagi sekalipun mengeroyok. Lawan satu-satunya untuk berkelahi dan berlatih
hanyalah Kiageng Tunjung Biru.
Tetapi berlatih jauh berlainan dengan berkelahi sungguh-sungguh.
Dalam berlatih, gurunya lebih banyak memberi petunjuk. Tetapi sekarang ia
berhadapan dengan bahaya apabila sedikit lengah saja.
Walaupun gadis ini masih canggung dan belum berpengalaman, tetapi gerakannya
amat cepat di samping mantap. Hanya sayang karena kurang pengalaman ia banyak
kali tertipu oleh siasat lawan. Keadaan ini amat merugikan Sritanjung kalau saja
ia bukan gadis luar biasa.
Pengaruh bakat dasar sejak lahir dan pengaruh air susu harimau yang menjadi
tiang hidupnya sejak bayi, ternyata benar-benar luar biasa seperti yang sudah
diduga oleh Kiageng Tunjung Biru. Di samping mempunyai kekuatan tubuh luar
biasa, tabah luar biasa, kegesitan dan kelincahannya sulit dicari bandingannya.
Diam-diam si pemuda heran
berbareng kagum. Masih muda belia, gerakannya masih canggung, tetapi ilmu tata
kelahinya merupakan ilmu tingkat tinggi. Maka semakin kuat dugaannya baik yang
memelihara harimau maupun guru gadis ini tentu tokoh sakti mandraguna. Terpikir
demikian pemuda ini semakin hati-hati dan tidak berani sembrono. Kemudian malah


Dewi Sri Tanjung 1 Jasa Susu Harimau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

timbul niatnya untuk mengakhiri perkelahian tanpa sebab ini dengan jalan
melarikan diri. Karena itu ia segera melancarkan serangan berantai, berbareng
itu ia melompat panjang dan melarikan diri.
Jangan lari! teriak Sritanjung.
Tubuhnya melesat seperti anak
panah lepas dari busur. Tahu-tahu pemuda tampan itu terbelalak kaget berbareng
kagum. Kemudian dengan gugup pemuda ini melompat ke samping untuk menghindari
serangan Sritanjung. Dan saking gugupnya sekalipun sudah berusaha, pundaknya
masih juga terpukul.
Kalau tidak mengalami sendiri
tentu tidak percaya. Selama ini dirinya dikenal orang sebagai pemuda jago lari
dan kegesitannya sulit dicari, sehingga orang memberi julukan Si Tapak Angin,
Gurunya sendiri juga selalu memuji, kiranya takkan ada manusia lain yang dapat
bergerak secepat dan seringan dirinya.
Tetapi yang terjadi ini di luar dugaannya. Gadis muda belia ini memiliki gerakan
yang lebih cepat lagi dan tahu-tahu sudah menghadang di depannya dan melancarkan
pukulan lagi. Kendati tinju perempuan,
pundaknya terasa sakit juga. Ia menjadi penasaran dan maksudnya untuk lari
diurungkan, meskipun sikapnya masih tetap mengalah.
Hemm, kau terlalu mendesak aku dan memaksa, dengusnya tidak senang.
Sekarang kau jangan menyesal apabila aku terpaksa melawan dan
mengalahkanmu. Hi hi hik, sombongnya! ejek gadis itu. Apakah engkau tadi hanya main-main dan
tidak melawan" Jika kau tidak membandel tentu saja aku tidak mendesak terus.
Cepat lah kau berlutut dan mengangguk tujuh kali. Sesudah itu kau boleh pergi
tanpa ada yang mengganggu lagi.
Kalau aku tak mau"
Kuhajar kau sampai babak belur!
Kalau perlu harimauku ini akan merobek-robek kulit dan dagingmu.
Hemm, dengus pemuda itu. Kau mau menghajar aku dengan apa"
Pukulan dan tendanganku akan
sanggup menghajar engkau sampai jungkir balik. Apakah kau ingin merasakannya"
Enak saja kau bicara. Tetapi
eh... sayang...
Apanya yang sayang" gadis ini
mendelik. Sayang... wajahmu cantik tetapi kau galak seperti kucing...
Huh, kau seperti kerbau. Ah
tidak.... engkau tampan tetapi...
bandel dan keras kepala seperti gendruwo.....
Kau sudah pernah ketemu dengan gendruwo itu"
Belum. Apakah kau sudah pernah tahu " Katakanlah seperti apa yang disebut
gendruwo itu. Pemuda ini menjadi geli mendengar pertanyaan ini. Jelas sekali sifat kekanak-
kanakan gadis ini belum hilang. Dan sekalipun sikapnya galak, tetapi gadis ini
polos dan jujur.
Adakah gadis lain berani berterus terang menyebut "tampan" seperti gadis ini" Ia
belum pernah ketemu dengan wanita macam ini yang berterus terang memuji
ketampanannya kecuali ibu dan keluarganya sendiri.
Pemuda ini tentu saja tidak tahu, pengaruh keterasingannya, menyebabkan
Sritanjung tidak kenal arti bohong, menipu, dusta dan perbuatan tidak baik yang
lain. Bicaranya selalu jujur dan merupakan pencerminan batinnya. Justru
Sritanjung tidak kenal tata cara dalam pergaulan masyarakat, dan tidak pada
tempatnya seorang gadis berterus terang memuji ketampanan seorang pemuda, maka
Sritanjung mengucapkan tanpa malu.
Tiba-tiba saja pemuda ini
tertawa. Ia tertawa geli yang tidak dapat ditahan lagi. Karena baru kali ini
saja ia mengalami hal aneh, di tengah berkelahi, tegang dan
berbantahan, tahu-tahu sudah
menyeleweng kepada suatu persoalan yang tanpa hubungan sama sekali.
Hai! Apakah sebabnya kau ketawa seperti monyet...." bentaknya.
Ha ha ha, apakah kau sudah pernah tahu ada monyet tertawa seperti aku"
goda si pemuda.
Hemm... tak usah melucu! hardik Sritanjung sambil mendelik. Jawab pertanyaanku.
Gendruwo itu seperti apa"
Aku tidak tahu. Tentunya kau
malah lebih tahu dibanding aku.
Tidak! Kau mesti tahu. Sekarang terangkanlah, gendruwo itu seperti apa"
Jika kau mendesak, baiklah.
Menurut cerita kakek, gendruwo itu serupa manusia. Tetapi gendruwo itu sebangsa
hantu dan jarang menampakkan diri. Namun kalau sudah mau
menampakkan diri tubuhnya tinggi besar seperti raksasa. Dan gendruwo itu juga
suka sekali menjelma seperti manusia dan suka pula mengganggu perempuan....
Ihh... tidak! Manakah ada
perempuan mau"
Ini kakek yang bilang. Aku
sendiri tidak tahu benar dan tidaknya.
Sambil menjawab pemuda itu melirik dan tersenyum-senyum. Dalam hati pemuda ini
sungguh kagum kepada Sritanjung.
Pakaiannya dari bahan kasar, sanggul rambutnya hanya dihias dengan sekuntum
bunga hutan, tanpa perhiasan apapun, kecuali seuntai kalung emas dengan hiasan
garuda. Namun ternyata
kesederhanaan dara ini sedemikian menarik dan mempesona. Gadis yang masih asli
dan cantik pemberian alam.
Hai mulutmu! Mengapa senyum-
senyum dan matamu lirak-lirik" bentak dara ini. Jelas kau ini laki-laki tidak
baik. Hayo cepat, kau mau menurut apakah tidak" Mau berlutut dan mengangguk
tujuh kali apakah tidak"
Meledak ketawa pemuda ini saking geli oleh sikap gadis ini yang ia anggap aneh.
Baru saja gadis ini bertanya tentang gendruwo tahu-tahu sekarang sudah
tersinggung dan marah.
Oleh sebab itu kemudian timbul keinginan pemuda ini untuk menggoda.
Ada apakah dengan mulutku"
tanyanya. Mulut ini adalah mulutku sendiri, apakah sebabnya kau mau mencampuri "
Mau tersenyum, mau tertawa, mau menangis, toh tidak ada hubungannya dengan kau.
Lalu apakah sebabnya kau menjadi marah" Dan tentang mataku ini, ada apa pula"
Mata bertugas untuk memandang. Mata tidak bisa digunakan untuk urusan lain. Mata
ini juga aneh. Mata hanya mau
memandang yang serba menarik dan indah. Mata...
Sudahlah! Aku tidak butuh bicara tentang mata. Sekarang lekaslah. Kau mau
berlutut apa tidak"
Pemuda ini sekarang tidak main-main lagi. Ia mengamati Sritanjung dengan mata
berkilat. Sahutnya.
Nona.... apakah maksudmu yang
sebenarnya"
Maksudku" Hmm, karena kau sudah mengganggu dan menyakiti harimauku, maka aku
harus membalas. Aku harus menyakiti engkau seperti yang sudah kaulakukan
terhadap Tumpak dan Manis.
Siapakah Tumpak dan Manis itu"
Siapa lagi kalau bukan dua
harimau yang tadi sudah kauganggu"
Hayo, jika engkau benar laki-lak...
Aku memang laki-laki.
Siapa bilang aku perempuan"
Jangan cerewet. Rasakan
pukulanku! Hampir berbarengan dengan ucapannya, tubuh Sritanjung sudah melesat
dan menerjang ke depan.
Pemuda ini sudah tahu, dara
cantik ini mempunyai gerakan gesit luar biasa. Ia tidak boleh sembrono dan ia
pun cepat melesat ke samping sambil mengebutkan telapak tangan untuk menghalau
serangan. Kemudian dua orang muda ini terlibat perkelahian seru dan sengit.
Plak... plak... Aihh...
Tubuh Sritanjung terpental dan jungkir balik dua kali. Kemudian gadis ini
berdiri tanpa suara, nampak kaget!
Wajah yang cantik itu sebentar merah dan sebentar pucat. Ia tampak amat
penasaran pukulannya ditangkis lawan dan akibatnya malah dirinya terpental
sedang lengannya bergetar seperti lumpuh.
Sekalipun demikian hati gadis ini terhibur juga. Dirinya terpental tetapi pemuda
itu terhuyung ke belakang beberapa langkah.
Kalau Sritanjung penasaran,
pemuda ini kagum bukan main. Tidak pernah dia sangka, disamping
gerakannya cepat, gadis ini juga hebat tenaganya.
Sringg...! Saking marahnya Sritanjung sudah mencabut pedang. Sinarnya kebiruan, berkilau
dan jelas merupakan pedang pusaka.
Tahan! pemuda ini menjadi kaget dan berteriak. Apakah maksud Nona mencabut
pedang" Hemm, kau mengandalkan kekuatan tenaga maka menjadi sombong dan tak memandang
sebelah mata kepadaku. Lekas cabut senjatamu dan lawanlah pedangku ini.
Nona, mengapa hanya soal sepele harus diselesaikan dengan senjata"
Ingatlah! Kita tidak bermusuhan dan senjata tidak punya mata. Baiklah sekarang
aku menuruti perintahmu. Aku akan berlutut di depanmu dan
mengangguk tujuh kali sebagai
permintaan maaf.
Jelas pemuda ini bersikap
mengalah, dengan bersedia berlutut dan mengangguk tujuh kali, sekalipun hal ini
berarti mengorbankan
kehormatannya. Sikap yang mengalah ini jelas bahwa si pemuda memang segan
berurusan dengan gadis ini.
Celakanya sikap ini malah
diterima secara salah oleh Dewi Sritanjung. Ia merasa amat direndahkan dan
dirinya dianggap belum berharga sebagai lawan bertanding. Karena salah paham,
Sritanjung malah melengking
nyaring sambil menggerakkan pedangnya untuk menyerang.
Mampuslah! Sinar biru yang panjang itu
bergulung-gulung cepat sekali, membungkus tubuh si pemuda.
Tahan! tring...! Si pemuda
berteriak sambil melompat mundur.
Entah bagaimana caranya
bergerak, tahu-tahu si pemuda sudah memegang pedang dan berhasil menangkis.
Pedang Sritanjung tergetar dan gadis ini merasakan pula tangannya panas.
Sritanjung melintangkan pedangnya di depan dada dengan sikap garang dan dada
yang membukit itu berombak.
Katakanlah apa maksudmu"
Nona, sekali lagi senjata tidak bermata. Apakah sebabnya kau biarkan pedang ikut
bicara" Daripada kita saling tegang dan berkelahi, bukankah lebih enak kita
berkenalan dan berbicara baik-baik"
Huh huh, siapa yang sudi kenal dengan kau" Sudahlah, tidak perlu bicara lagi.
Awas pedang...!
Pedang Sritanjung berkelebat lagi dan menyerang. Kemudian kembali menjadi
gulungan warna putih kebiruan.
Pemuda ini mengeluh dan menyesal.
Mengapa gadis secantik ini keras kepala dan tidak mau mendengar maksud baiknya"
Saking jengkel, tiba-tiba saja timbul pikirannya, gadis jelita ini disamping
galak, keras kepala dan juga sombong. Karena merasa dirinya berilmu tinggi,
menyebabkan tidak mau memandang sebelah mata kepada orang lain.
Mendapat gagasan seperti ini
kemudian timbul niatnya untuk memberi hajaran yang setimpal agar perempuan ini
tahu betapa tingginya langit dan luasnya jagad. Agar tidak hanya membawa
kemauannya sendiri, dan tidak mau mendengar nasihat orang lain. Ia bermaksud
baik, demi hari depan gadis itu sendiri.
Mendapat gagasan demikian, pemuda ini segera melayani dengan pedangnya.
Akan tetapi sekalipun demikian pemuda ini cukup hati-hati dan bijaksana.
Hati-hati karena sinar pedang dara yang bersinar kebiruan itu merupakan pedang
pusaka. Salah sedikit saja pedangnya bisa rusak atau malah patah sama sekali.
Sedangkan bijaksana, ia harus berusaha agar gadis ini tidak terluka. Sebab kalau
sampai terluka, maksud baiknya tidak mungkin terwujud.
Malahan mungkin gadis yang belum ia kenal namanya ini akan membenci dirinya.
Dua orang muda ini masing-masing bertenaga penuh. Bedanya si pemuda lebih
matang, gerakan pedangnya sudah sejiwa dengan hati dan pikirannya, mantap tetapi
cukup hati-hati.
Sebaliknya gerakan Sritanjung walaupun cepat masih canggung. Dengan demikian
masing-masing pihak mempunyai
kelebihan dan kelemahan.
Makin lama perkelahian menjadi semakin sengit. Pedang dua orang muda ini saling
libat dan berusaha menang.
Tumpak dan Manis berdiri
berdampingan sambil menggeram lirih, dan kaki depannya mencakar tanah.
Agaknya dua ekor harimau ini merasa penasaran dan gelisah melihat
majikannya belum pula dapat
mengalahkan lawan.
Tring trang tak plak....
Masing-masing terhuyung dua
langkah ke belakang. Tetapi detik selanjutnya mereka sudah terlibat lagi dalam
perkelahian yang lebih seru. Masing-masing terbakar oleh darah mudanya, dan
tidak ada yang mau mengalah.
Pada saat dua orang muda ini
masih mencurahkan perhatian untuk mendapat kemenangan, terdengar Tumpak dan
Manis mengaum pendek. Kemudian tampak bayangan berkelebat seperti thathit
(kilat) disusul suara halus.
Mengasolah...! Tahu-tahu Sritanjung maupun
pemuda ini merasa terdorong oleh tenaga yang tidak terlawan. Kemudian mereka
terhuyung mundur tiga langkah.
Ternyata Kiageng Tunjung Biru
yang sudah tua itu telah berdiri dengan bibir tersenyum-senyum, sambil memandang
dua orang muda itu
bergantian. Kakek ini tau dua orang muda itu masih penasaran dan belum puas.
Namun hal itu tidak boleh terjadi lalu katanya halus.
Tanjung! Sarungkan pedangmu!
Biasanya Dewi Sritanjung selalu patuh dan menurut perintah gurunya, sekalipun
sikapnya selalu manja.
Tetapi kali ini adalah lain, ia tidak menyarungkan pedangnya malah
membantah. Huh! Aku tak bersalah. Mengapa sebabnya kakek mencegah aku menghajar pemuda....
kurang ajar ini "
Kiageng Tunjung Biru tidak marah malah tertawa sejuk. Kemudian sambil mengelus
jenggotnya yang putih dan panjang itu, ia menghela napas pendek.
Ia mengenal watak orang muda apabila hati sudah terbakar kemarahan tidak ingat
apa-apa lagi. Sarungkan pedangmu dan kita
bicara. Lalu kakek ini mengamati si
pemuda sambil berkata halus pula, Anak muda, penuhilah permintaanku.
Sarungkan pedangmu, tak enak kita berbicara tetapi melihat pedang terhunus!
Tanpa membantah lagi pemuda ini menyarungkan pedangnya. Kemudian dia membungkuk
memberi hormat. Katanya, Terima kasih dan sudilah Kakek mau mengampuni
kelancanganku. Aku memang tidak ingin berkelahi, namun cucu kakek sendiri yang
terlalu mendesak dan terpaksa aku melayani.
Sekalipun masih muda si pemuda sudah luas pengalaman. Karena itu berhadapan
dengan Kiageng Tunjung Biru, ia cepat bisa menduga, berhadapan dengan seorang
sakti. Sikapnya berwibawa, pandang matanya sejuk dan agung, hingga bisa diduga
kakek ini sudah putus (sempurna) dalam bidang guna kesantikan dan jaya
kewijayan. Ia percaya orang tua seperti ini dalam segala soal akan menggunakan
kebijaksanaan.

Dewi Sri Tanjung 1 Jasa Susu Harimau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dugaan pemuda ini ternyata benar.
Kiageng Tunjung Biru mengalihkan pandang matanya kepada cucu
dan sekaligus muridnya. Katanya halus, Tanjung, apa yang sudah kaulakukan"
Dia terlalu sombong dan bandel, Sritanjung menggerutu. Dia menganggu Tumpak dan
Manis, siapa yang tidak marah"
Kakek ini mengerutkan alis,
mengalihkan pandang mata kepada si pemuda.
Tetapi sebelum si kakek sempat menegur, pemuda ini sudah mendahului, menjelaskan
apa yang sudah terjadi.
Keterangannya singkat tidak ditambah maupun dikurangi.
Mendengar ini makin dalam kerut alis kakek ini. Dalam hatinya
mengeluh, inilah akibat sikapnya sendiri yang salah. Sikap yag
memanjakan Sritanjung, hingga muridnya ini manja. Sebagai akibat kemanjaannya
ini Sritanjung menjadi tidak senang kepada orang yang membantah kehendak dan
perintahnya. Mau menang sendiri dan liar.
Tetapi ia seorang tua yang
bijaksana dan luas pandangannya. Kalau di depan orang lain ia memberi nasihat,
akibatnya malah runyam, dan Sritanjung bisa salah paham. Karena itu ia hanya
menatap muridnya sambil bertanya, Tanjung, benarkah keterangan pemuda ini "
Sritanjung mengangguk,
lalu menundukkan kepala karena malu, dan menggerakkan ibu jari kakinya untuk
mencungkil tanah. Kiageng Tunjung Biru tersenyum dan senang akan kejujuran
Sritanjung. Hemm, orang muda. Belum jelas
persoalannya sudah lancang menggunakan senjata. Apakah yang kamu lakukan ini
patut" Kata-kata kakek ini sebenarnya ditujukan kepada Sritanjung. Namun untuk tidak
menyinggung perasaan, ia menunjukan ucapannya kepada dua orang.
Orang muda, katanya lagi. Kamu harus pandai melatih kesabaran dan pandai pulalah
menggunakan kebijaksanaan dalam segala persoalan.
Orang yang selalu mendekatkan diri kepada nafsu amarah, akibatnya hanyalah akan
berhadapan dengan musuh.
Ingatlah kalian, segala sesuatu hadapilah dengan kebijaksanaan. Dengan pandangan
luas, berkaca kepada pengalaman dan pengetahuan, karena semua itu bukan lain
untuk kepentingan kalian sendiri.
Ucapan kakek ini besar sekali
pengaruhnya. Agaknya dua orang muda ini kemudian baru sadar, apa yang baru
terjadi dan mereka lakukan adalah tidak benar. Dan merasa perbuatan mereka
salah, seperti ada yang mempengaruhi, tiba-tiba saja dua pasang mata ini bertemu
pandang. Namun Sritanjung cepat menundukkan kepala seraya mengulum senyum manis.
Namun demikian timbul pula rasa curiga kepada orang muda itu. Apakah maksud
sebenarnya masuk kawasan hutan ini" Tidak biasanya orang berburu di hutan ini.
Dan tidak biasa pula orang berani berkeliaran karena takut kepada empat ekor
harimau piaraannya.
Hutan ini oleh orang disebut
hutan Wingit dan ditakuti orang. Akan tetapi apakah sebabnya pemuda ini datang
juga" Melihat ketampanannya maupun pakaiannya yang indah, jelas bukan pemuda
desa umumnya. Orang muda, katanya halus.
Bolehkan aku bertanya siapakah sesungguhnya kau ini dan apa pula maksudmu masuk
ke kawasan hutan ini"
Engkau tersesat jalan ataukah memang sengaja datang membawa maksud"
Sebelum menjawab pemuda ini
membungkukkan tubuh lagi dan memberi hormat.
Saya yang muda bernama Surya
Lelana. Saya datang dari tempat jauh, ialah Ibukota Majapahit.
Ahh.... Kakek ini kaget.
Majapahit sungguh jauh. Lalu apakah sebabnya kau masuk hutan ini"
Saya memang harus datang ke hutan ini. Tetapi.... bolehkah saya
bertanya" Apakah yang ingin
kautanyakan" Saya masuk hutan ini dengan maksud mencari seseorang.
Apakah Kakek tahu, di manakah tempat tinggal Kiageng Tunjung Biru"
Kiageng Tunjung Biru kaget juga mendengar pertanyaan ini. Apakah maksud si
pemuda ini sebenarnya, ingin tahu tempat tinggalnya" Pengakuan pemuda ini
menimbulkan kecurigaan.
Ya, aku tahu. Tetapi lebih dahulu terangkan maksudmu datang kemari, dan siapa
pula yang menyuruh engkau"
Ahh, maafkan saya yang muda ini.
Saya hanya dapat mengatakan ingin bertemu dengan Kiageng Tunjung Biru.
Pesan guru, saya tidak boleh bicara apapun kecuali kepada Kiageng Tunjung Biru
sendiri. Ohh, jadi kau datang atas suruhan gurumu, Mpu Mada"
Pemuda ini terbelalak memandang kakek itu dengan pandang mata heran.
Ia mengangguk kemudian jawabnya, Benar. Saya memang muridnya tetapi yang membuat
saya heran mengapa kakek bisa menduga tepat sekali"
Heh heh heh heh, gerakan dan
caramu berkelahi itulah yang
menyebabkan aku teringat kepada gurumu, Mpu Mada. Tahukah engkau, akulah Kiageng
Tunjung Biru yang kaucari itu"
Ohh.... ampunilah saya yang muda dan tak kenal kesopanan ini.
Surya Lelana menjatuhkan diri
berlutut lagi. Bangkitlah orang muda, sudahlah jangan terlalu sungkan. Kiageng Tunjung Biru
berkata sambil mengebutkan tangannya.
Lirih saja. Namun Surya Lelana sudah terkesiap kaget. Ia merasa seperti dibetot
tenaga tak terlawan, lalu berdiri kembali.
Kakek ini terkekeh gembira. Ia memalingkan muka ke arah Sritanjung, katanya,
Untung kau tadi tidak lancang, Tanjung. Hayo, sekarang berkenalanlah kalian dan
tidak perlu malu. Sedangkan apa yang tadi sudah terjadi anggaplah tidak pernah
terjadi. Kalian bukan orang lain, maka kamu berdua harus rukun. Cucuku, Tanjung,
ketahuilah bahwa Mpu Mada adalah adik seperguruanku sendiri.
Tetapi kendati adik seperguruan, umurnya jauh perbedaannya dengan aku seperti
antara ayah dan anak. Nah sekarang kamu sudah menjadi jelas, antara kalian masih
terdapat hubungan perguruan.
Sekalipun dengan sikap yang
canggung dua orang muda itu kemudian berkenalan.
Namamu amat bagus dan sesuai pula dengan keadaanmu yang tampan, puji Sritanjung
tanpa tedeng aling-aling.
Wajah Surya Lelana berubah agak merah mendengar pujian dari gadis jelita ini.
Berbeda dengan Kiageng Tunjung Biru, kakek ini hanya terkekeh. Sebab kakek ini
tahu sebabnya, Sritanjung seberani itu. Kelak apabila Sritanjung sudah terjun ke
dunia ramai ia percaya, akan mengenal sendiri tata cara dan sopan santun dalam
pergaulan masyarakat.
Orang muda, tak enak kita bicara di sini. Marilah kita pulang ke pondok dan
ceritakan pula apa maksud gurumu!
ajaknya kemudian.
Ia memalingkan muka ke arah
Sritanjung, terusnya, Tanjung, temanilah dia pulang ke pondok. Aku mendahului.
Tanpa menunggu jawaban Kiageng Tunjung Biru sudah melangkah.
Tampaknya orang tua itu melangkah seenaknya namun dalam waktu singkat sudah
lenyap ditelan rimbun daun.
2 Dua orang muda itu melangkah
berdampingan menuju arah yang sama.
Tumpak dan Manis mengikuti di belakang dan sekarang sudah berubah. Kalau tadi
bertemu pertama kali buas dan
menyerang sekarang menjadi jinak sekali. Dalam mengikuti langkah mereka ini
Tumpak dan Manis berkali-kali mencium tangan pemuda itu disamping pula
menyentuhkan perutnya ke paha Surya Lelana. Dan melihat jinaknya harimau ini
Surya Lelana menjadi senang. Setiap harimau ini mencium tangannya, pemuda ini
menggunakan telapak tangannya mengusap kepala dan leher dengan sikap sayang.
Namun diam-diam pemuda ini heran sendiri atas sikap Sritanjung.
Sikapnya demikian bebas, terbuka dan jujur, hanya sedikit sayang liar dan galak.
Tadi ketika belum kenal dan tahu asal-usulnya, Sritanjung keras kepala dan
mengajak berkelahi. Namun sekarang gadis ini seperti sudah lupa akan
perkelahiannya tadi dan
disepanjang perjalanan pulang, Sritanjung banyak bertanya tentang kota Majapahit
dan tetek bengeknya.
Dan dengan senang hati Surya Lelana menjawab dan menerangkan, sebab pemuda ini
sadar, gadis ini tentu belum pernah meninggalkan hutan.
Orang kota seperti kau ini,
pakaiannya demikian bagus, pujinya.
Tidak seperti aku, pakaiannya jelek dan kasar.
Sambil berkata ini Sritanjung
meraba kain yang menempel tubuh Surya Lelana, dan secara kebetulan yang diraba
paha. Jantung Surya Lelana berdebar
keras. Gadis ini jelita sekali dan menurut penilaiannya tak kalah dengan putri
bangsawan Majapahit
Dan tiba-tiba saja jantung Surya Lelana bertambah tegang lagi ketika tangan
Sritanjung yang halus itu menyentuh lengannya sambil bertanya, Hai, apakah
sebabnya kau diam saja"
Aku... engkau suruh bicara apa lagi" Surya Lelana gugup.
Sritanjung menjadi geli, ia
ketawa lepas, Hi hi hik, aku tadi bilang, orang kota seperti kau pakaiannya
bagus. Tidak seperti aku, pakaiannya kasar dan jelek.
Tetapi... sahut pemuda itu.
Pakaian ini hanyalah alat pembungkus tubuh demi kesopanan. Manusia ini yang
penting bukanlah ujud yang tampak di lahir. Maka menurut pendapatku, engkau
lebih menunjukkan keaslian dan kesederhanaan, dan sekalipun kau mengenakan kain
kasar, engkau tak kalah dengan perempuan kota.
Apanya yang tak kalah" tanya
gadis ini sambil memalingkan muka.
Matanya yang bening tanpa ragu lagi memandang Surya Lelana.
Tak kalah dalam segala hal.
Kau.... cantik, jujur dan....
Eh, kau bilang aku cantik"
Sritanjung tidak tersinggung malah tersenyum bangga. Tetapi perempuan kota tentu
lebih cantik. Karena mereka tentu berpakaian bagus, tidak seperti aku.
Sesungguhnya Surya Lelana ingin sekali memuji kecantikan Sritanjung.
Akan tetapi bibirnya terasa berat, khawatir gadis ini tersinggung.
Namun untuk tidak menyebabkan
gadis ini kecewa, ia menjawab juga, Aku tadi sudah bilang, engkau lebih
menunjukkan keaslian dan kesederhanaan. Berbeda dengan perempuan kota, karena
tertutup oleh macam-macam usaha mempercantik diri, maka belum tentu kecantikannya itu dapat dipertahankan.
Apa yang nampak cantik akan segera luntur, kalamana apa yang menutup dan
membuatnya cantik itu ditinggalkan.
Hi hi hik, perempuan kota tentu marah jika mendengar kata-katamu ini.
Kenapa marah" Aku bicara apa
adanya. Mereka banyak menggunakan alat kecantikan dalam usaha agar bisa disebut
cantik. Berbeda dengan perempuan udik tidak kenal dengan alat-alat kecantikan
itu. Di sana ramai tentunya, tidak
seperti di sini yang selalu sepi.
Tentu saja! Karena kota Majapahit tempat tinggal raja.
Raja itu apa sih" Raja itu orang ataukah bukan"
Ketawa Surya Lelana hampir
meledak mendengar pertanyaan ini.
Untung ia dapat menahan mulutnya, karena dapat menduga tentu gadis ini belum
tahu apa yang disebut raja itu.
Gadis ini terasing dari pergaulan, sedang Kiageng Tunjung Biru pun agaknya tidak
pernah bicara tentang raja. Maka tidaklah mengherankan apabila gadis ini belum
tahu. Raja itu orang juga seperti kita ini. Tetapi dia berkuasa di seluruh bumi ini.
Eh.... berkuasa di seluruh bumi"
Juga hutan ini " Juga sungai, juga gunung" Ehh, mengapa sebabnya begitu"
Dia toh orang juga, kau bilang sama dengan kita. Tetapi mengapa bisa terjadi
adanya perbedaan"
Surya Lelana melongo oleh
pertanyaan tidak terduga ini.
Bagaimana mungkin dirinya bisa menjawab " Ia sendiri hanya menerima warisan
pengetahuan dari nenek moyang.
Raja kuasa dan masyarakat Majapahit terbagi-bagi dalam beberapa golongan.
Mengapa bisa begitu, ia sendiri juga tidak tahu sebabnya.
Karena merasa tidak tahu,
akhirnya ia menggeleng. Jawabnya, Entahlah, aku sendiri tidak tahu sebabnya.
Yang aku tahu, menurut cerita para orang tua, memang raja sekarang ini merupakan
keturunan raja sebelumnya.
Apakah sebabnya kau hanya ikut-ikutan saja" Bukankah engkau orang kota, tentunya
serba tahu dan cerdik"
Celaka! Surya Lelana mengeluh.
Apakah setiap orang kota tentu serba bisa dan serba tahu" Serba bisa dan
kecerdikan bukan datang dengan sendirinya, tetapi karena belajar.
Bakat pembawaan sejak lahir tak mungkin dapat menolong tanpa
dikembangkan dengan pengetahuan yang dipelajari. Karenanya Surya Lelana tertawa,
lalu, Ha ha ha ha, kau ada-ada saja, Nona.
Ehh, apa-apaan kau panggil aku Nona" Bukankah kita sudah kenal "
Cukup kau panggil namaku seperti aku memanggil engkau dengan namamu, Surya
Lelana. Baiklah Tanjung. Tetapi kau
keliru apabila mengatakan orang yang hidup di kota harus lebih cerdik dan serba
tahu. Sudahlah.... kalau memang
begitu.... Sritanjung tidak mendesak lagi ketika melihat wajah pemuda ini
sungguh-sungguh. Untuk beberapa saat lamanya, mereka melangkah tanpa bicara.
Namun tiba-tiba Sritanjung memalingkan mukanya memandang Surya Lelana, katanya,
O ya, apakah engkau sudah pernah menunggang harimau"
Harimau" Milikmu ini"
Sritanjung mengangguk. Sahutnya, Memang harimauku ini serba guna.
Disamping bisa dijadikan pengawal setia, juga kalau lelah bisa dijadikan
kendaraan. Marilah sambil bicara kita duduk di punggung harimau saja.
Harimau piaraan Kiageng Tunjung Biru ini memang
pandai mengenal
sahabat. Karena tahu Surya Lelana ini seorang tamu majikannya, maka ketika
pemuda ini mengusap punggung harimau ini lalu mendekam, seakan
mempersilakan Surya Lelana duduk dipunggungnya. Walaupun Surya Lelana sanggup
meloncat ke punggung harimau, pemuda ini menurut juga. Ia duduk di atas punggung
kemudian dua ekor harimau ini melangkah cepat.
O ya, Surya, siapakah gurumu yang bernama Mpu Mada itu" tanya
Sritanjung. Engkau tadi sudah mendengar
sendiri, guruku merupakan adik seperguruan Kakekmu. Tetapi sekarang beliau sudah
menduduki jabatan sebagai Patih Mangkubumi Majapahit dan dikenal tiap orang
dengan nama Gajah Mada.
Apakah kedudukan Patih Mangkubumi itu"
Pemuda ini tersenyum. Gadis ini selalu ingin tahu hal baru. Ia tidak ingin
membuatnya kecewa, jawabnya, Tanjung, aku tadi menyebut raja yang kuasa di
seluruh bumi ini. Nah, raja itu tentu saja takkan dapat menguasai miliknya tadi,
kalau tidak mempunyai orang kepercayaan dan alat untuk memerintah. Alat dan
pembantu ini jumlahnya banyak dan pembantu itu dengan macam-macam pangkat dan
jabatan. Dari semua pembantu dan alat itu, Patih Mangkubumi sebagai
kepalanya atau atasan tertinggi.
Setiap alat dan pembantu harus memberi laporan setiap waktu yang ditentukan.
Agar dari laporan Patih Mangkubumi ini, kemudian raja tahu segala permasalahan
kerajaan atau negara.


Dewi Sri Tanjung 1 Jasa Susu Harimau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebagai seorang dara yang hidup terasing dan masih berumur muda pula, barang
tentu Sritanjung tak dapat menangkap maksud Surya Lelana secara eepat. Maka ia
bertanya dengan bibir yang selalu menyungging senyum, bersikap wajar, jujur dan
polos. 3 Begitu tiba di depan pondok, dua ekor harimau tua menggeram melihat manusia yang
belum mereka kenal.
Seperti Tumpak dan Manis, harimau tua ini juga diberi nama Senggung untuk si
jantan dan Klentreng untuk si betina.
Sritanjung cepat berteriak,
Senggung! Klentreng! Dia bukan orang lain. Hayo cepat sujud dan berilah hormat.
Dia tamu kita. Entah mengerti atau tidak atas perintah itu, namun nyatanya dua ekor harimau tua
ini sekarang benar-benar bersujud. Moncongnya menyentuh tanah, memberi hormat
kepada tamu. Surya Lelana senang melihat dua ekor harimau yang jinak dan menurut perintah.
Senggung dan Klentreng lalu dipeluk dan diusap-usap bulunya.
Mereka segera masuk dalam pondok.
Kiageng Tunjung Biru sudah duduk bersila di atas tikar pandan. Katanya, Silakan
duduk, Anak muda.
Setelah memberi hormat dua orang muda ini duduk. Kiageng Tunjung Biru tersenyum
dan bertanya, Kabar apa saja yang kaubawa dari Adi Mada"
Guru menyertakan sebuah surat
untuk Uwa guru, sahutnya.
Selembar lontar yang semula
disimpan rapi dalam pakaiannya dikeluarkan. Kemudian diserahkan kepada kakek
itu. Kiageng Tunjung Biru membaca
surat adik seperguruannya itu dengan mengangguk-angguk. Gajah Mada memberi kabar
bahwa dirinya sekarang telah diangkat menjadi Patih Mangkubumi atau Mahapatih
Majapahit menggantikan Arya Tadah. Tetapi Gajah Mada minta maaf, karena oleh
kesibukannya belum sempat bersilaturrahmi kepada kakak-seperguruannya, maka
diutuslah muridnya.
Dikabarkan pula oleh Gajah Mada, telah terjadi perubahan di Majapahit sejak
Kiageng Tunjung Biru
mengasingkan diri. Raja Jayanegara yang bermaksud mengawini adik seayah lain
ibu, ialah Rani Kahuripan dan Rani Daha, telah meninggal ditikam oleh Tanca.
Kemudian Tanca sendiri juga mati ditikam oleh Gajah Mada.
Sebagai pengganti raja adalah dua orang puteri Raja Kertarajasa yang bernama
Tribhuwonottunggadewi (Rani Kahuripan) dan Mahadewi (Rani Daha).
Ini merupakan kebijaksanaan Gajah Mada agar tidak terjadi perebutan
kekuasaan. Dan dengan demikian dua orang puteri memerintah Majapahit secara
bersama-sama. Mengingat kesibukannya menjadi Mahapatih ini Gajah Mada berharap agar Kiageng
Tunjung Biru sedia membantu dengan cara hidup di kota-raja Majapahit. Mengapa"
Karena Gajah Mada sudah mempersiapkan rencana untuk kejayaan Majapahit. Bantuan
Kiageng Tunjung Biru bukan saja berujud nasihat tetapi juga oleh kesaktiannya.
Membaca surat adik seperguruannya yang termuda ini, Kiageng Tunjung Biru
menghela napas panjang. Betapa inginnya membantu adik seperguruannya ini, tetapi
sayang dirinya sekarang ini sudah pikun. Sudah delapanpuluh tahun lebih. Karena
itu ia tidak menginginkan, sisa hidupnya disibukkan oleh urusan negara. Ia ingin
bisa kembali ke tempat asal dalam keadaan damai, tenang dan sunyi.
Kiageng Tunjung Biru memandang Dewi Sritanjung. Timbul keinginan dalam hatinya
untuk mengirimkan murid tunggal ini sebagai wakilnya. Tetapi sayang muridnya
masih terlalu muda dan ilmu kesaktiannya masih mentah. Karena itu Sri Tanjung
memerlukan gemblengan sementara waktu agar menjelma menjadi gadis perkasa. Dan
bukan hanya itu, tetapi juga persoalan rumit yang sedang dihadapi tentang gadis
itu sendiri. Sudah berkali-kali Sri Tanjung bertanya siapakah orang tuanya. Selama ini ia
selalu menjawab belum masanya rahasia ini dibuka. Kelak apabila sudah dewasa,
tiba saatnya Kiageng Tunjung Biru akan membuka rahasia.
Sesudah berpikir beberapa lama akhirnya kakek ini membalas surat Gajah Mada.
Dalam surat itu dibeberkan pula tentang keadaannya sekarang yang tengah
menggembleng murid tunggal bernama Dewi Sritanjung. Karena itu ia minta waktu.
Agar jawaban untuk Gajah Mada itu lancar dan baik, maka dua orang muda itu
diperintahkan mengaso di kamar masing-masing.
Pagi harinya, ternyata surat
jawaban untuk Gajah Mada itu belum selesai. Maka Sritanjung mengajak Surya
Lelana untuk menikmati keindahan alam dan hutan sekitar pondok itu.
Bagi orang yang hidup di kota
seperi Surya Lelana, hijau daun, lebatnya hutan dan suara binatang merupakan hai
baru yang menarik.
Hemm, aku merasa heran, ujar
Surya Lelana. Apa yang menyebabkan kau heran"
Sritanjung menatap Surya Lelana sambil tersenyum.
Antara guruku dan gurumu
merupakan saudara seperguruan. Namun anehnya mengapa ilmu kita tidak ada
kemiripannya" Kalau saja ilmu kita agak mirip, ketika kita bermain-main kemarin
akan segera kita ketahui adanya hubungan perguruan itu.
Kau benar. Tetapi mengapa kau
tidak bertanya kepada Kakek"
Hati memang ingin, tetapi belum sempat.
Untuk sesaat meraka berdiam diri.
Mereka melangkah berdampingan dan walaupun baru kenal tampaknya mereka cocok dan
cepat menjadi akrab.
Hal ini tidak mengherankan sebab bagi Sritanjung pengalaman ini merupakan hal
yang baru. Sejak bayi hingga dewasa ia belum sempat
berbicara dengan manusia lain kecuali Kiageng Tunjung Biru. Maka hal ini
menyebabkan Sritanjung rindu akan hubungan dengan manusia lain.
Sebaliknya Surya Lelana merupakan seorang pemuda yang luas pergaulan di kota.
Tetapi selama ini ia tidak pernah bertemu dengan gadis seperti Sritanjung ini.
Biasanya gadis kota malu-malu namun sering tidak wajar, dan menyembunyikan
sesuatu. Maka sikap Sritanjung yang terbuka dan polos itu menyebabkan pemuda ini
menjadi sangat tertarik.
Tiba-tiba Sritanjung bertanya, Apakah sebabnya kau diam saja"
Karena tak dapat menjawab Surya Lelana mengembalikan pertanyaan ini dengan
bertanya juga, Tetapi apakah sebabnya kau juga diam"
Dua-duanya geli. Mereka tadi
berdiam diri tetapi lengan saling sentuh dan langkah menjadi lambat.
Jantung mereka berdegup keras tetapi tidak tahu apa sebabnya.
O ya, Surya Lelana bertanya,
sejak kapan kau berdiam di hutan ini"
Aku tidak tahu sejak kapan.
Tetapi aku ingat tidak pernah pergi dari tempat ini dan juga tidak pernah
bertemu manusia lain.
Ahhh... lalu ayah bundamu" Surya Lelana kaget.
Sritanjung menggeleng, sahutnya, Aku sendiri tidak tahu, siapakah ayah dan
bundaku. Aku sendiri juga heran, tetapi setiap aku bertanya kepada Kakek, maka
beliau selalu berdalih belum waktunya. Kata Kakek, setelah tiba saatnya, Kakek
akan memberi tahu.
Kalau demikian agaknya semua ini demi kepentinganmu sendiri.
Kepentingan apa"
Agar kau belajar dengan giat dan rajin. Agar hatimu tidak bercabang dan
mengunjungi orang-tuamu. Hemm, agaknya kau bukan melulu murid, tetapi tentu cucu
Uwa Guru sendiri. Tak tahulah.
Aku sendiri bingung. Tetapi apa yang sudah diucapkan Surya Lelana ini berbeda
dengan yang terkandung dalam hati.
Pemuda yang sudah luas
pengalaman ini cepat bisa menduga, gadis ini tentu seorang yatim piatu.
Agaknya gadis ini ditemukan Kiageng Tunjung Biru sejak bayi. Lalu apakah
sebabnya" Tetapi Surya Lelana tidak berani mengemukakan perasaan ini khawatir
kalau gadis galak ini tersinggung.
Mereka terus melangkah sambil
bicara. Banyak yang mereka bicarakan, disamping pemuda ini kesengsem kepada
keindahan alam dan tidak bosannya memuji.
Saking kesengsem dua orang muda ini menjadi lupa waktu dan lupa pula perjalanan
sudah jauh dari pondok. Dua orang muda ini masuk ke bagian hutan yang selama ini
belum pernah mereka jamah.
Tiba-tiba Sritanjung merasakan sesuatu di belakang. Ia kaget dan membalikkan
tubuh, dan ternyata harimau tua Senggung dan Klentreng sudah mengikuti di
belakang. Klentreng menggunakan giginya menarik kain panjang Sritanjung, dan
sesudah itu mendekam sambil menggaruk-garukkan kaki depan di tanah seraya
menguik-nguik perlahan seperti sedang meratap.
Melihat Klentreng dan Senggung bersikap aneh itu, Sritanjung
mengerutkan alis berbareng heran.
Hai Klentreng dan Senggung,
tegurnya. Ada apa" Dan mengapa pula kau ketakutan"
Klentreng mengulangi lagi
perbuatannya, menarik kain panjang Sritanjung dengan gigi dan menguik-nguik
lagi. Surya Lelana yang keheranan
bertanya, Apakah maksud harimau ini"
Kalau bisa bicara, mungkin dia ketakutan dan memperingatkan kita agar kembali.
Entah apa yang dimaksud dan entah siapa pula yang mereka takuti itu.
Sritanjung cepat menebarkan
pandang matanya ke sekeliling. Sebagai gadis yang biasa di dalam hutan, ia
menjadi curiga. Kiranya harimau ini ketakutan, karena sudah pernah diganggu
orang di tempat ini.
Mungkinkah di tempat ini ada pula orang bertempat tinggal di luar pengetahuan
Uwa Guru" Sritanjung menggeleng, jawabnya, Aku sendiri tak dapat memastikan.
Tetapi kalau bukan takut kepada manusia, harimau ini takut kepada siapa lagi"
Harimau merupakan binatang garang jarang tandingannya di dalam hutan.
Lalu bagaimanakah pendapatmu
sekarang" Lebih baik kembali ataukah kita malah berusaha bertemu dengan orang
yang membuat harimau ini takut"
Huh, aku jadi penasaran! Aku
tidak takut kepada siapapun. Hayo, kita terus maju dan biarlah harimau ini aku
perintahkan pulang.
Sritanjung segera memberi isyarat kepada Senggung dan Klentreng supaya pulang.
Dan atas perintah ini dua ekor harimau itu menguik-nguik lagi seperti makin
meratap. Dan malah Klentreng menarik lagi kain panjang Sritanjung.
Klentreng! Senggung! Sudahlah, kamu jangan mengganggu aku. Lekas pulanglah kamu,
aku dan Surya akan menghajar manusia yang membuat kamu ketakutan itu.
Sambil memberi perintah,
Sritanjung menghunus pedang.
Sring.....dan dua harimau itu mendekam ketakutan. Sesaat kemudian dua harimau
itu membalikkan tubuh dan hampir berbareng melompat jauh. Kemudian mereka hilang
di semak belukar dan tinggal suaranya saja yang menguik-nguik seperti meratap.
Namun sejenak kemudian sudah berganti dengan auman panjang, tanda harimau itu
kecewa. Hutan pada bagian ini memang lain dibanding hutan di mana Sritanjung bertempat
tinggal. Di hutan ini banyak tumbuh pohon besar dan tua, hingga menjadi rimbun
dan matahari sulit menerobos lebatnya daun. Akibatnya daun kering yang
berjatuhan menumpuk, membusuk dan lembab.
Tiba-tiba angin bertiup dari arah berlawanan. Sritanjung mengerutkan alis dan
hatinya berdebar ketika mencium bau wengur bercampur anyir dan amis. Sebagai
gadis yang sejak kecil hidup di belantara, tahulah akan arti bau khas ini.
Sedang Surya Lelana yang berhidung tajampun, sudah menghirup pula bau tak enak
ini dan cepat bertanya.
Ahhh, bau apakah ini"
Hemm, inilah yang menyebabkan
harimau tadi ketakutan. Ternyata bukan manusia yang seperti aku duga.
Sritanjung menerangkan sambil
menebarkan pandangmata ke dahan-dahan pohon.
Ehh, kalau bukan manusia, apa
yang menyebarkan bau seperti ini "
Hemm, inilah bau khas ular besar.
Agaknya harimau itu pernah hampir celaka oleh ular itu hingga ketakutan setengah
mati. Maka bisa dibayangkan kalau mereka sebagai raja hutan saja ketakutan, ular
itu tentu besar dan berbahaya.
Huwaduh, sungguh kebetulan. Kalau benar ular itu besar, aku membutuhkan
kulitnya. Betapa gembira guruku apabila aku dapat membawa buah tangan kulit ular
besar. Bagus! Marilah kita cari dan kita bunuh.
Bagi Sritanjung yang sudah biasa hidup di hutan, tidak ragu-ragu lagi melesat
maju karena sudah dapat mengira-irakan di mana ular itu berada. Bau tidak sedap
itu belum keras, pertanda jaraknya masih agak jauh. Sebaliknya Surya Lelana yang
tidak mengerti, kaget dan khawatir.
Tanjung, hati-hati. Teriaknya sambil mengejar.
Dari arah depan Sritanjung
menyahut, Jangan takut! Tempatnya masih jauh.
Makin maju bau tak sedap itu
semakin menyengat hidung. Gerakan mereka semakin hati-hati dan waspada.
Lalu tibalah mereka pada bagian hutan perawan dan berhadapan dengan pohon
beringin amat tua dan besar sekali.
Tak jauh dari pohon ini terdapat sumber air yang amat jernih. Dari pohon ini
sekarang terdengar suara mendesis agak keras.
Ketika dua orang muda ini melihat ke atas mendadak saja mereka terpaku.
Mereka kaget berbareng gentar, sebab ular itu memang besar bukan main dan ketika
bergerak dahan pohon itu bergoyang keras.
Sejak bayi Sritanjung sudah hidup di belantara. Namun demikian baru sekali ini
saja dirinya bertemu dengan ular yang menakjubkan, saking
besarnya. Ular itu tubuhnya sebesar pohon nyiur, melingkar dan membelit dahan
pohon. Kulit ular yang mengkilap dengan warna aneka macam itu
Manusia Yang Bisa Menghilang 1 Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana Harimau Kemala Putih 8
^