Pencarian

Patung Dewi Kwan Im 9

Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


mereka dan menerima pinangan yang salah alamat bagi mereka
itu secara demikian saja! Tapi sebaliknya, apakah ia dan Siauw
Ma harus mengalah dan berkorban" Ah, serba salah dan serba
sulit! Ketika tiba di sebuah dusun di kaki Pegunungan Thang-la, Tiong
Li mencari keterangan tentang jejak kawan-kawan yang
dikejarnya. Ia mendengar bahwa Lian Eng dan Siauw Ma
memang lewat di dusun itu dan kedua orang itu menuju ke timur,
sedangkan Hong Cu tidak lewat di dusun itu.
Siauw Ma tentu mengejar Lian Eng, pikirnya. Kalau menurutkan
suara hatinya, ia ingin sekali mencari jejak Hong Cu, tapi
mengingat bahwa ia tidak boleh dikuasai perasaan hatinya
setelah dapat menduga bahwa gadis itu sebetulnya menaruh hati
kepada Siauw Ma, ia lalu menuju ke timur pula!
Sampai delapan hari ia masih dapat mengikuti jejak Siauw Ma
yang tentu sedang mengikuti atau mengejar Lian Eng pula. Tapi
pada hari kesembilan, ketika ia tiba di sebuah dusun di luar hutan
yang panjang, ia kehilangan jejak pemuda itu.
634 Tak seorangpun di dusun itu pernah melihat seorang pemuda
seperti yang ditanyakan oleh Tiong Li. Tiong Li menjadi bingung
dan sehari itu ia mencari-cari jejak yang lenyap dengan sia-sia
dan akhirnya ia menjadi putus asa dan menduga bahwa Siauw
Ma tentu telah ambil jalan lain ketika masuk hutan yang lebat di
luar dusun itu hingga tidak melalui dusun ini.
Karena tidak mempunyai tujuan tetap ke mana harus mencari
kawan-kawannya itu, Tiong Li lalu membelok ke utara dan di tiap
dusun dan kota yang dilaluinya, ia selalu menanyakan keterangan
tentang kedua orang kawannya itu. Sebagai seorang berjiwa
pendekar, sepanjang jalan tak lupa ia menggunakan
kepandaiannya untuk menolong mereka yang menderita, baik
dengan menggunakan kepandaian silatnya yang tinggi ataupun
dengan kepandaian dan pengertiannya tentang ilmu pengobatan.
Kurang lebih tiga bulan kemudian tibalah ia dalam sebuah hutan
di dekat kota Lok-bin-an. Ketika ia sedang berjalan sambil pikul
keranjang obatnya, tiba-tiba ia mendengar suara kaki kuda
dibarengi suara ringkik kuda yang ramai mendatangi dari
belakang. Ia buru-buru tunda tindakan kakinya dan loncat ke
pinggir, lalu turunkan pikulannya dan memandang.
Terik matahari sangat panasnya dan menembus celah-celah
daun pohon langsung menyinari mukanya yang berpeluh hingga
Tiong Li gunakan ujung lengan bajunya untuk menghapus
keringat itu dari mukanya.
635 Dari jurusan barat datanglah serombongan penunggang kuda
sebanyak belasan orang. Kuda-kuda itu semuanya kuda bagus
dan besar hingga lari mereka cepat sekali.
Tetapi yang sangat mengherankan hati Tiong Li ialah bahwa
semua penunggang kuda itu adalah pendeta pendeta gundul
yang kesemuanya berjubah kuning! Pakaian dan sikap mereka
aneh seperti bukan orang aseli.
Setelah mereka datang dekat, tahulah Tiong Li bahwa mereka itu
adalah pendeta-pendeta Lhama dari Tibet! Ia terkejut sekali
karena ia maklum akan kelihaian pendeta-pendeta ini dan sudah
menjadi kebiasaan pendeta Lhama yang berani turun ke daratan
Tiongkok adalah orang-oran pilihan yang memiliki kepandaian
tinggi. Maka ia tidak merasa heran ketika melihat tiga orang pendeta
Lhama yang bertubuh tinggi besar menggunakan kedua kaki
mereka untuk lari mengikuti rombongan itu. Mereka berjalan
sambil bercakap-cakap, seakan-akan sama sekali tidak sukar
baginya untuk menyamai kecepatan kaki kuda yang berlari cepat
di depan mereka! Tiong Li melihat demikian banyaknya pendeta Lhama turun
gunung dan bahkan turut pula tiga orang pendeta yang berjubah
merah sebagai tanda bahwa mereka adalah pendeta-pendeta
kelas dua, tentu saja menjadi heran dan curiga sekali.
Tentu imam-imam ini mempunyai tugas yaqg sangat penting,
kalau tidak demikian, tidak nanti mereka turun gunung merupakan
636 rombongan demikian besar. Juga, mereka itu menuju ke timur,
agaknya hendak menuju ke kota raja!
Tiong Li menjadi tertarik dan gembira, karena ia ingin sekali tahu
ada peristiwa penting apakah di kota raja. Maka dipanggulnya
kembali pikulan obatnya dan iapun menggunakan ilmu lari cepat
mengejar rombongan itu. Ia maklum bahwa mereka itu, terutama
ketiga pendeta jubah merah, adalah orang-orang berilmu tinggi,
maka ia berlaku hati-hati dan hanya mengejar dari jarak jauh.
Rombongan pendeta Lhama itu melakukan perjalan terus
menerus, hanya berhenti untuk sekedar beristirahat dan makan
bahkan ada kalanya mereka berjalan sambil makan ransum
kering! Tetapi Tiong Li tetap membayangi mereka dengan setia.
Ia makin merasa yakin bahwa rombongan pendeta dari Tibet itu
tentu mempunyai tugas yang sangat penting.
Karena perjalanan mereka yang dilakukan tanpa ditunda-tunda
dan cepat sekali itu, tak sampai sebulan mereka telah tiba di kota
raja. Begitu masuk di pintu gerbang tembok tebal yang
mengelilingi kota raja, seorang Lhama jubah merah menghampiri
penjaga dan sambil memperlihatkan sebuah tanda yang
dikeluarkan dari sakunya, ia menanyakan sebuah gedung di kota
itu. Melihat tanda itu, si penjaga mengubah sikapnya menjadi hormat
sekali bahkan memberi penghormatan secara tentara. Tiong Li
tentu saja tidak dapat mendekati mereka, hanya melihat dari
tempat jauh hingga ia tidak dapat mendengar apa yang mereka
bicarakan. 637 Setelah mendapat keterangan dari penjaga itu, rombongan
Lhama itu segera melanjutkan perjalanan mereka memasuki kota.
Kini kuda mereka dijalankan perlahan.
Orang-orang di dalam kota, walaupun pernah melihat pendeta
Lhama, namun belum pernah melihat demikian banyak Lhama
mendatangi kota raja, menjadi heran dan memandang kepada
rombongan itu dengan mata curiga.
Hal ini menggirangkan hati Tiong Li, karena ia segera mendapat
akal. Dengan wajah dibuat seperti orang yang sangat heran dan
ingin tahu, ia menghampiri penjaga itu.
"Eh, twako, mereka itu hendak ke manakah" Sudah bertahuntahun
aku tidak melihat pendeta-pendeta Tibet sebanyak itu.
Mereka datang ke kota raja mau apakah?"
Biarpun Tiong Li telah mengatur suara dan mukanya seperti orang
yang hanya ingin tahu saja dan bukan hendak menyelidik, namun
penjaga itu tetap curiga.
"Untuk apa ikut-ikut mencampuri urusan mereka" Mereka adalah
tamu-tamu Pangeran Yo dan apa kehendak mereka bukanlah
urusanmu atau urusanku. Pergilah!"
Meskipun mendapat jawaban kasar, namun Tiong Li tidak menjadi
marah. Ia bahkan tersenyum puas dan menjura dalam-dalam
kepada penjaga itu. "Terima kasih banyak, twako."
Penjaga itu menyangka bahwa Tiong Li tentu merasa jerih dan
takut mendengar nama Pangeran Yo, karena siapakah orangnya
638 yang tidak takut dan gentar mendengar nama ini" Tidak hanya di
dalam kota raja, bahkan sampai jauh di luar kota rajapun, nama
Pangeran Yo sangat terkenal.
Ia mempunyai kedudukan besar karena puteri pangeran ini telah
menjadi permaisuri ketiga dari kaisar dan sangat dicinta hingga
kedudukan ayahnya tentu saja kuat dan berpengaruh. Berkat jasa
puterinya, Pangeran Yo diangkat menjadi penasihat baginda,
bahkan ia demikian pandainya memikat hati kaisar hingga
menerima tanda jasa berupa sebuah pedang pusaka yang
memberi ia kekuasaan penuh sebagai duta besar dari kaisar dan
bila mana atau di mana saja ia dapat gunakan kekuasaannya itu
untuk bertindak! Tentu saja para pembesar lain, besar kecil, sangat takut padanya.
Apa lagi setelah Pangeran Yo berlaku sewenang-wenang kepada
para pembesar yang tak disukainya!
Orang-orang ini ia perintahkan untuk memegang jabatan yang
sukar dan banyak sudah pembesar yang ia pindahkan ke tempattempat
jauh dan berbahaya, hanya karena pembesar-pembesar
itu tidak ia sukai. Karena inilah maka pada masa itu, kekuasaan
Pangeran Yo terhadap para pembesar dan pejabat pemerintah
adalah lebih besar dari pada kaisar sendiri.
Penjaga itu tidak tahu bahwa sebenarnya Tiong Li sama sekali
tidak tahu akan pengaruh Pangeran Yo ini. Jangankan tahu akan
pengaruhnya, bahkan melihat orangnya atau mendengar
namanyapun belum pernah! 639 Tiong Li lalu mencari keterangan di mana letaknya gedung
Pangeran Yo ini. Pertanyaan ini membuat orang yang ditanyainya
memandangnya dengan mata terbelalak, karena siapakah yang
tidak tahu di mana gedung Pangeran Yo" Tapi setelah tahu
bahwa pemuda ini datang dari tempat jauh, akhirnya orang itu lalu
memberitahunya juga. Tiong Li lalu mencari tempat penginapan dan malamnya ia lalu
loncat naik ke atas genteng dan berlari-lari mencari gedung
Pangeran Yo. Ternyata gedung itu sesuai dengan kebesaran dan
pengaruh penghuninya, karena bangunan itu selain kokoh kuat
dan besar, juga wuwungan dan gentengnya sangat tinggi dengan
bertingkat tiga, jauh lebih tinggi dari gedung-gedung di sekitarnya.
Tiong Li berlaku sangat hati-hati karena ia cukup maklum bahwa
di tempat semacam itu pasti sekali banyak terdapat pengawalpengawal
yang berkepandaian tinggi, apa lagi jika dipikir bahwa
belasan imam dari Tibet itu pada malam hari ini berada di situ
pula. Benar saja dugaannya, di empat penjuru terdapat penjagapenjaga
yang gesit dan ringan gerakannya, sedang melakukan
penjagaan dengan cermat. Agaknya di dalam sedang
berlangsung pertemuan, karena dari ruang dalam menyorot ke
luar cahaya penerangan yang besar.
Ketika memeriksa dengan hati-hati sekali, Tiong Li mendapat
kenyataan bahwa di bagian belakang, yakni tempat kebun bunga
yang sangat luas, penjagaan agak kurang kuat. Ia lalu bertindak
640 cepat dan dengan diam-diam bagaikan gerakan bayangan setan,
ia sergap dua orang penjaga pintu kebun.
Karena ia gunakan gerakan yang cepat sekali, sebelum dua orang
itu sempat berseru, mereka telah dapat ditotok roboh oleh
pemuda itu. Ia lalu angkat dua tubuh itu dan menyembunyikan
mereka di sebuah tempat yang gelap, lalu dengan tak ragu-ragu
lagi ia loncat ke dalam taman.
Keadaan taman bunga itu tidak berapa terang, karena
penerangan yang di gunakan di situ hanya beberapa buah teng
yang digantungkan di beberapa batang pohon. Tapi penerangan
yang suram suram ini bahkan menambah keindahan taman dan
Tiong Li merasa dirinya berada dalam surga karena ternyata di
dalam taman itu tertanam ratusan macam bunga yang indahindah
dan ada yang menyiarkan bau harum sekali. Tapi ia tidak
lama menikmati dan mengagumi semua keindahan ini, hanya
cepat berindap-indap mendekati bangunan.
Pada saat itu, kebetulan sekali dua orang penjaga, jalan dengan
tindakan perlahan ke arahnya! Tiong Li tak ingin menggunakan
kekerasan karena khawatir kalau-kalau mereka sempat berteriak
dan menimbulkan gaduh, maka ia lalu enjot tubuhnya ke atas
pohon. Gerakannya demikian ringan hingga tidak menerbitkan suara,
hanya tampak daun pohon di mana ia berada bergoyang-goyang
sedikit. Namun hal ini cukup untuk membuat kedua orang penjaga
itu bercuriga dan tahan tindakan kaki mereka.
641 "Lauw-ko, mengapa tidak ada angin daun pohon itu bergoyanggoyang?"
tanya seorang. "Aah, paling-paling tentu burung malam yang banyak berkeliaran
di atas pohon," jawab kawannya.
"Mungkin kau benar. Kalau orang tentu gerakannya akan
mengeluarkan suara," kata orang pertama, tapi karena masih
sangsi, ia lalu pungut sepotong batu kecil dan menimpuk ke
jurusan pohon itu! Tiong Li kagum akan ketelitian orang. Batu itu tepat meluncur ke
arah dadanya, maka ia ulur tangan dan menyambut batu itu yang
lalu di lemparkan ke belakangnya.
"Aah, burung itu tentu sudah terbang!" kata penyambit itu dan
mereka berdua lalu melanjutkan perondaan mereka di sekitar
gedung itu. Tiong Li lalu loncat turun dan kini ia berhasil mengintai ke dalam
ruang yang terang itu. Ia melihat betapa di dalam ruang itu penuh
orang-orang yang mengelilingi meja besar.
Tiga orang imam Tibet berjubah merah tampak duduk di kursi
kehormatan, sedangkan belasan Lhama jubah kuning juga
mengelilingi meja itu. Ketika Tiong Li memperhatikan pula, ia
terkejut karena melihat bahwa Ban Kok Si Garuda Sakti dan Hopak
Chit-kiam, Tujuh Pedang dari Ho-pak, yakni orang-orang
yang dulu membantu Siauw Liong dan Bu-eng-cu di puncak Bukit
Kee-san berada di situ pula!
642 Mereka ini duduk di rombongan tuan rumah, bersama beberapa
orang gagah lainnya. Dan di kepala meja, di tempat tuan rumah
dengan sebuah kursinya yang besar dan terukir indah duduklah
seorang tinggi kurus yang dilihat dari pakaiannya tentulah
seorang berpangkat besar yang hartawan. Tiong Li dapat
menduga bahwa bangsawan ini tentulah Pangeran Yo yang
ditakuti orang. Pangeran Yo itu berusia kira-kira empatpuluh lima tahun. Matanya
sipit dan mulutnya selalu seperti mengejek dan memandang
rendah orang lain. Orang yang biasa melihat mulutnya ini tentu
akan heran sekali melihat pada waktu ia menghadap dan bicara
dengan kaisar, karena sifat dan bentuk mulutnya menjadi lain
sekali, penuh hormat dan ramah, dan sopan tutur sapanya.
Tapi sekarang ini, biarpun di depannya duduk tamu-tamu agung,
utusan-utusan terhormat dari kepala pendeta Lhama di Tibet,
namun ia masih tetap merasa dirinya jauh lebih tinggi dan
pandang mereka sambil kedikkan kepala.
Setelah mengintai dan mendengar percakapan mereka beberapa
lama, Tiong Li merasa heran sekali karena ternyata bahwa
utusan-utusan dari Tibet ini membuat persekutuan rahasia
dengan Pangeran Yo! Karena merasa cemas melihat
perkembangan Agama Kwan-im yang makin meluas di daerah
perbatasan Sin-kiang Tibet, maka para pendeta Lhama menjadi
marah dan anggap bahwa Kwan-im-kauw menyaingi mereka.


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi pada masa itu, pemerintah yang berkuasa di Tibet, yakni
dalam tangan kepala pendeta Lhama yang sangat berpengaruh,
643 telah mengatakan damai dan bersahabat dengan Kaisar
Tiongkok, maka para pendeta Lhama itu tidak berani
semparangan bergerak dan mengganggu pendeta-pendeta
Kwan-im-kauw yang seluruhnya terdiri dari orang-orang dari
daratan Tiongkok pedalaman.
Kemudian kepala pendeta mengadakan hubungan dengan
Pangeran Yo yang selainnya berpengaruh, juga terkenal sangat
tamak akan harta kekayaan. Maka diutuslah ketiga imam jubah
merah itu dengan para imam jubah kuning untuk mengantar
barang-barang berharga sebagai tanda penghormatan dan untuk
merundingkan tentang pembasmian Kelenteng Kwan-im! Para
imam Tibet itu maklum bahwa pendeta-pendeta Kwan-im-kauw
tak boleh dibuat gegabah karena memiliki kepandaian tinggi.
Di dalam perundingan yang diadakan pada malam itu diambillah
keputusan bahwa Pangeran Yo akan memperjuangkan izin dari
kaisar untuk membubarkan dan menghancurkan Kwan-im-kauw
dengan tuduhan memberontak. Memang telah terkenal bahwa
imam-imam dari Kwan-im-kauw tidak ada yang sudi menjadi
anjing-anjing penjilat kaisar, bahkan membenci para durna yang
memeras rakyat. Kemudian, setelah mendapat izin, Pangeran Yo akan
memperkuat rombongan imam-imam Tibet itu untuk bersamasama
menghancurkan Kwan-im-bio dengan perjanjian bahwa
patung emas Dewi Kwan-im dan sekalian harta dari emas dan
perak yang terdapat dalam bio itu akan diserahkan seluruhnya
kepada Pangeran Yo! Perjanjian ini diterima baik oleh utusan
Tibet, karena mereka ini sesungguhnya tidak menghendaki harta.
644 Di istana kepala pendeta Lhama mereka telah cukup banyak
terdapat barang-barang berharga, emas, dan batu-batu permata.
Apakah artinya patung Dewi Kwan-im dan lain-lain barang itu"
Mendengar persekutuan ini, biarpun Tiong Li merasa tak senang
dan di dalam hati membela para imam dari Kwan-im-kauw, namun
pemuda ini pikir bahwa persoalan ini sebetulnya bukanlah
urusannya dan sama sekali tiada sangkut-pautnya dengan dia,
karena bukankah ia mempunyai tugas yang lebih penting, yaitu
mencari kawan-kawannya untuk melenyapkan segala ketidakenakan
yang terasa di antara mereka secara terang-terangan"
Setelah berpikir demikian, maka ia balikkan tubuh hendak pergi
dari situ. Tapi tiba-tiba kakinya kena injak tempat rahasia yang dipasang di
situ dan tiba-tiba terdengarlah bunyi nyaring di dalam gedung
karena ternyata alat rahasia itu bekerja dan memberi tanda ke
dalam. Orang-orang yang berada di situ, baik yang berada di
dalam maupun yang berjaga di luar, menjadi kaget sekali dan
mereka cepat loncat keluar dan mencari tahu sebabnya.
Tiong Li juga terkejut dan hendak segera loncat ke taman, tapi ia
telah terlambat karena empat orang penjaga yang menyerbu dari
luar dapat melihatnya dan segera membentak.
"Penjahat dari mana begitu berani mati?" dan tanpa menanti
jawaban, empat batang golok menyambar ke tubuh Tiong Li.
Tapi empat orang penyerang itu menjadi terkejut sekali karena
pemuda itu tahu-tahu telah melejit di antara sinar empat golok itu
645 dan telah lenyap dari pandangan mata mereka! Tiba-tiba Tiong Li
telah mencelat ke atas genteng, tapi kini ia menghadapi para
imam Tibet yang telah mencegat di atas genteng pula! Juga Hopak
Chit-kiam dan Ban Kok Si Garuda Sakti sudah berada di sit
Beberapa orang pengawal mengejar naik dengan obor di tangan,
maka keadaan menjadi terang dan wajah Tiong Li dapat terlihat
nyata! Tiba-tiba Ban Kok Si Garuda Sakti bertindak maju dan
berteriak keras. "Celaka, orang ini mata-mata!"
Tiong Li tertawa keras. "Orang tua, kau sudah kenal padaku dan
kau tahu aku bukan mata-mata!"
"Bohong! Justeru karena aku telah kenal kau maka aku tahu kau
mata-mata! Cu-wi suhu sekalian, orang ini benar-benar penyelidik
Kwan-im-kauw! Aku tahu betul, karena ia adalah kawan baik si
iblis wanita itu!" Maka terdengar seruan-seruan marah dari para imam itu. Tiong
Li terkejut mendengar ini. Siapakah yang dimaksudkan iblis
wanita oleh Ban Kok ini" Apakah Lian Eng" Ataukah Hong Cu"
Agaknya mereka ini pernah "makan tangan" seorang di antara
dua orang gadis kawannya itu hingga memusuhinya. Tapi apa
hubungannya dengan Kwan-im-kauw"
Tiong Li tak sempat banyak berpikir karena para imam jubah
kuning telah maju dengan pedang di tangan. Ia dikepung oleh
646 belasan orang itu dan terpaksa Tiong Li cabut keluar pikulan
obatnya yang tadi diselipkan di pinggangnya.
Sekali gebrak saja ia berhasil membuat beberapa batang pedang
terpental dari tangan musuh dan kagetlah semua imam itu melihat
kelihaian anak muda yang mereka sangka makanan empuk itu.
Sebaliknya Ho-pak Chit-kiam si tujuh saudara berpedang dan Ban
Kok yang telah tahu akan kelihaian Tiong Li, berlaku hati-hati dan
kini mulai ikut maju mengepung. Keadaan Tiong Li sungguh
berbahaya karena para pengeroyoknya adalah orang-orang yang
memiliki kepandaian tinggi.
Ia putar pikulannya sedemikian rupa dan senjatanya yang aneh
ini memang mempunyai gerakan istimewa dan tidak terduga
hingga lagi-lagi beberapa orang imam jubah kuning berseru
kaget. Akhirnya tiga orang imam jubah merah yang juga sudah berada
di situ, membentak marah dan tiga bayangan merah berkelebat
dan menyerang Tiong Li. Anak muda ini terkejut sekali karena tiga
orang ini benar-benar kosen. Hampir saja ia mendapat celaka
ketika tiga orang ini maju berbareng dan mengirim tiga macam
serangan dengan tangan mereka yang memiliki tenaga lwee-kang
hebat! Baiknya Tiong Li memang telah berlaku waspada dan telah
maklum bahwa para pengeroyoknya adalah orang-orang yang
berkepandaian tinggi hingga ia dapat cepat gunakan gin-kangnya
yang luar biasa dengan jalan menekan pikulannya pada
647 wuwungan dan enjot tubuhnya mencelat ke atas berjumpalitan
beberapa kali dan tahu-tahu ia telah melayang ke wuwungan
rumah lain! Tapi alangkah kagetnya ketika ia turunkan kakinya di wuwungan
itu, tahu-tahu ada angin menyambar dari belakang dan tiga orang
imam jubah merah itu kembali telah berada di situ dan mengirim,
serangannya yang berbahaya.
"Bagus! Rupanya kalian hendak mengadu jiwa?" teriak Tiong Li
gemas. Ia lalu keluarkan seluruh kepandaiannya.
Tapi ternyatalah segera bahwa ia tidak mampu mendesak tiga
imam itu, karena kepandaian tiga imam itu tidaklah berada di
sebelah tingkat kepandaiannya sendiri! Andaikata ia melawan
seorang diri pada mereka saja, belum tentu ia mampu
menjatuhkan dengan mudah dan cepat, apa lagi harus
menghadapi ketiga-tiganya!
Harus diketahui bahwa ketiga imam Lhama jubah merah itu
adalah tiga tokoh ternama di Tibet yang menduduki tingkat kedua!
Mereka ini adalah Ui Liong Taisu, Ang Liong Taisu, dan Hek Liong
Taisu dan sesuai dengan nama mereka, Ui Liong Taisu bermuka
semu kuning, Ang Liong taisu bermuka merah, dan Hek Liong
Taisu bermuka hitam! Dan ketiganya memiliki kepandaian khusus yang tinggi. Ui Liong
Taisu bersenjatakan sepasang sumpit kuningan yang digerakkan
cepat sekali untuk menotok jalan darah dan tiap kali ia mainkan
648 sepasang sumpit kuningan yang selalu digosok sampai mengkilap
itu, senjatanya menyambar-nyambar menyilaukan mata lawan.
Ang Liong Taisu bersenjata sepasang hud-tim atau kebutan yang
panjang dan pendek. Yang panjang di tangan kanan dan yang
pendek di tangan kiri. Juga sepasang hud-tim ini berbahaya sekali
karena ujung hud-tim yang berambut lemas ini dapat digerakkan
dengan tenaga lwee-kang hingga menjadi keras dan dapat
menotok jalan darah pula!
Berbeda dengan kedua saudaranya, Hek Liong Taisu tak pernah
mainkan senjata. Ia andalkan sepasang kepalannya yang telah
dilatih hebat dan sampai menjadi hitam. Kulit lengannya ini telah
menjadi kebal dan kuat untuk dipakai menangkis senjata tajam!
Selain ini, iapun pandai menggunakan senjata rahasia, yakni
pelor besi yang hitam pula dan yang diisi obat sedemikian rupa
hingga kalau tertangkis oleh senjata musuh, pelor itu dapat
meledak dan melepaskan jarum-jarum kecil sekali!
Demikianlah, maka tidak heran jika Tiong Li yang biarpun memiliki
kepandaian tinggi, merasa sibuk sekali dan terdesak hebat!
"Ha, ha, ha! Anak muda, sayangilah jiwa dan kepandaianmu! Kau
masih begini muda tapi kepandaianmu sudah boleh juga. Lebih
baik kau menyerah dan membantu kami!" berkata Ui Liong Taisu
yang tunda sepasang sumpitnya.
649 "Kauanggap aku manusia macam apakah" Tak tahu malu!" balas
Tiong Li menyindir hingga si muka kuning itu menjadi marah
sekali. "Kau mencari mampus!" serunya dan sepasang sumpitnya
meluncur cepat menyerang tempat berbahaya.
Kalau sekali saja serangan ini mengenai tubuh Tiong Li, maka jiwa
anak muda itu berada dalam bahaya maut! Tetapi biarpun sangat
terdesak, Tiong Li pergunakan seluruh kemahirannya dan seluruh
kepandaian gin-kangnya untuk mencelat ke sana ke mari sambil
mencari ketika untuk melarikan diri.
Pada saat ia terdesak sekali, tiba-tiba datang serangan tangan kiri
Hek Liong Taisu. Serangan hebat ini datang pada saat ia sibuk
menangkis serangan sepasang sumpit dan hud-tim, hingga tak
mungkin dihindarkan pula. Terpaksa Tiong Li miringkan tubuh dan
pasang pangkal lengannya yang diisi tenaga lwee-kang untuk
menerima pukulan itu "Buk!!" dan Tiong Li terpental setombak lebih! Ia jatuh berdiri di
atas genteng, tetapi merasa betapa lengannya menjadi
kesemutan dan, ia maklum telah mendapat luka di dalam.
Keadaannya serba susah sekali, karena mau lari tak mungkin
karena ilmu lari cepat musuh-musuhnya bukanlah rendah. Mau
melawan terus juga tiada harapan.
650 Tiba-tiba, ketika ketiga imam jubah merah itu loncat untuk
menghabiskan nyawanya, berkelebatlah bayangan putih
dibarengi bentakan nyaring.
"Imam-imam busuk pergilah!" dan benar saja, begitu bayangan itu
menyerang, Hek Liong Taisu telah kena terpukul oleh sebatang
tongkat yang digerakkan secara luar biasa hingga tulang kering
bawah lutut Hek Liong Taisu terpukul hampir patah! Imam muka
hitam itu tak dapat menahan rasa sakitnya dan ia jatuh di atas
genteng yang menjadi pecah, dan ia tinggal duduk di situ sambil
memijit-mijit kakinya dengan muka pringisan!
"Hong Cu, kau datang!" Tiong Li berseru girang sekali, tapi tibatiba
ia merasa mukanya berubah merah dan panas karena
teringatlah ia akan persoalan yang ada di antara mereka.
"Tiong Li, hayo kita gempur imam-imam busuk ini!" teriak Hong
Cu yang putar tongkatnya sedemikian rupa hingga kedua imam
itu terkejut sekali karena ternyata bahwa kepandaian gadis yang
baru datang ini tidak kalah lihainya dengan pemuda itu!
Tiong Li mendapat semangat baru dan biarpun pundak dan
lengan kirinya tak dapat digunakan, namun tangan kanannya
masih dapat mainkan pikulannya dengan hebat.
Kini Ui Liong Taisu dan Ang Liong Taisu tidak mendesak terlalu
dekat karena mereka harus pula bersilat secara hati-hati.
Hong Cu yang tahu bahwa Tiong Li telah terluka segera berkata.
651 "Mari kita pergi saja, tak perlu melayani dua imam busuk ini
terlebih lama pula!"
Tiong Li berterima kasih sekali atas ajakan ini, karena iapun telah
merasa betapa pundak kirinya sakit sekali dan sebentar lagi tentu
luka itu akan menghebat. Ia lalu putar pikulannya mengirim
serangan maut kepada Ang Liong Taisu hingga lawannya ini
mencelat mundur. Saat itu adalah kesempatan baik bagi Tiong Li, maka ia lalu loncat
jauh diikuti oleh Hong Cu. Karena merasa penasaran Ui Liong
Taisu segera berteriak. "Hek-sute, lekas gunakan senjata rahasiamu!"
Tapi Hek Liong Taisu yang masih duduk di atas genteng sambil
pencet-pencet kakinya hanya mengerang. "Aduhh kakiku"..
aduh kakiku?"" Kedua saudaranya segera memeriksa dan ternyata tulang kaki
yang terpukul itu agak retak dan kulitnya matang biru dan
bengkak! Maka segera mereka tolong saudara ini.
Sementara itu, para pengawal lain juga telah tiba di situ dan samasama
menolong Hek Liong Taisu yang digotong ke dalam gedung
Pangeran Yo. Pangeran Yo marah sekali mendengar betapa mata-mata itu telah
dapat melarikan diri. Ia gebrak-gebrak meja dan memaki-maki
para pergawalnya yang dikatakan tidak becus!
652 "Masa untuk menangkap seorang mata-mata yang masih muda
saja kalian tidak mampu" Ah, sungguh celaka! Tentu ia akan
memberi laporan ke kelenteng Kwan-im-bio dan mereka tentu
akan membikin persiapan dan penjagaan kuat. Gagallah rencana
kita. Bagaimana pikiran dan pendapatmu, Ui-totiang?" tanyanya
kepada Ui Liong Taisu yang mengepalai rombongan imam
utusan. "Memang musuh mempunyai banyak orang pandai. Tapi tak perlu
kita takut. Biarpun Hek-sute terluka kakinya, namun ia telah
memberi persen kepada pangkal lengan mata-mata itu. Dan
ketahuilah bahwa bekas tangan Hek-sute bukankah tidak
berbahaya! Kalau tidak segera mendapat obat yang mujijat,
dalam satu dua hari ini pemuda itu tentu akan menderita sakit
hebat dan racun pukulan itu akan dapat menewaskan jiwanya!"
Yo-taijin merasa girang mendengar itu. "Tapi, betapapun juga,
lebih baik kalian segera berangkat ke sana mendahului mereka
agar penyerbuan ini akan lebih berhasil dan mudah."
Semua utusan dari Tibet menyanggupi dan malam itu juga
diadakan persiapan untuk berangkat besok pagi-pagi sekali,
menuju ke perbatasan Sin-kiang dan Tibet untuk menghancur
leburkan Kwan-im-kauw dan seberapa dapat membunuh mati
semua imam di situ dan merampas semua harta kekayaan.
Hong Cu dan Tiong Li beruntung sekali bahwa yang terluka
adalah Hek Liong Taisu, karena kalau si muka hitam itu tidak


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terluka, mereka tentu takkan dapat lari semudah itu dan masih
akan terancam bahaya oleh pelor-pelor yang lihai dari imam muka
653 hitam itu. Tiong Li hendak kembali ke rumah penginapannya, tapi
Hong Cu mencegah. "Boleh kita mampir sebentar untuk mengambil barang-barangmu,
tapi kita harus pergi ke tempat persembunyianku. Di kota raja kita
sudah tidak bisa bergerak leluasa lagi karena orang telah
mengenal kita!" Mereka lalu mampir ke rumah penginapan Tiong Li, dan dengan
diam-diam mereka masuk ke kamar pemuda itu melalui jendela,
lalu ambil semua barang-barang yang ditinggal di situ. Kemudian,
mereka lalu menuju keluar kota raja.
Di tengah jalan Tiong Li telan dua butir obat untuk mencegah
menjalarnya racun di pundaknya. Tapi ternyata pekerjaan para
pengawal cepat sekali. Pada waktu mereka masih bertempur melawan tiga imam jubah
merah tadi, para pengawal telah memberi perintah kepada
penjaga pintu gerbang tembok yang mengelilingi kota raja untuk
melarang semua orang yang hendak keluar meninggalkan kota
itu! Dan penjagaan di situ diperkuat, bahkan ada beberapa orang
pengawal yang telah berada di situ menjaga pula!
"Bagaimana, kita terjang saja mereka?" tanya Hong Cu karena
gadis ini juga bingung melihat penjagaan demikian kuat.
Tiong Li geleng-geleng kepalanya sambil menunjuk kepada
pundaknya. 654 "Aku terluka agak payah juga. Perlu diobati dulu dan tak dapat aku
gunakan tenaga bertempur. Kalau kau maju sendiri, tentu kau
akan menang, tapi belum tentu dapat keluar dari sini, karena para
penjaga dan pengawal lain tentu datang membantu, juga kita tidak
tahu cara bagaimana membuka pintu gerbang yang berat itu.
Kurasa tentu ada rahasia pada pintu itu!"
Selamanya Tiong Li berlaku hati-hati dan selalu
mempertimbangkan masak-masak lebih dulu sebelum bertindak,
maka Hong Cu yang telah kenal padanya dan maklum akan
kecerdikan pemuda ini, minta nasihatnya. Mendengar pendapat
Tiong Li, ia menyatakan setuju juga, tetapi bagaimanakah mereka
akan dapat loloskan diri"
"Kita terpaksa harus bermalam di dalam kota ini," akhirnya Tiong
Li berkata, "Besok siang kalau pintu gerbang sudah dibuka, kita
bisa keluar dengan mudah."
Hong Cu memandangnya heran.
"Mudah" Kau aneh sekali! Semua pengawal akan mengenal kita
dan dengan mudah kita dikeroyok!"
Tetapi Tiong Li hanya tersenyum dan melihat betapa pemuda itu
tersenyum sambil meringis menahan sakit, baru Hong Cu teringat
akan luka di pundak pemuda itu, maka ia lalu buru-buru
mendahului pemuda itu mencari tempat penginapan.
Di dalam kota itu, terdapat sebuah bio besar yang berloteng dan
di atas loteng itulah kedua anak muda itu bersembunyi. Dengan
655 menggunakan kepandaian mereka, keduanya loncat naik tanpa
diketahui oleh penjaga bio yang berada di bawah. Kebetulan
sekali bio bagian atas itu kosong, maka mereka dapat menempati
tempat itu dengan aman. Tiong Li lalu keluarkan keranjang dan bungkusan obat dari
pikulannya, lalu mengobati luka di pundaknya. Ternyata bahwa
Hek Liong Taisu mempunyai tangan yang jahat dan lihai karena
tangan itu telah terendam dan mengandung hawa beracun.
Pukulan tangannya tidak hanya berat dan bertenaga lwee-kang
yang sukar dilawan, juga membawa hawa yang berbisa! Baiknya
tenaga lwee-kang pemuda itu sudah cukup tinggi maka ia dapat
pergunakan tenaganya untuk menahan dan melawan pengaruh
bisa. Pula, tadi ia telah makan obat penawar hingga racun itu hanya
berhenti di pundaknya saja dan membuat kulit pundaknya tampak
hitam. Tiong Li gunakan tiga jarum untuk membuka jalan darah di
pundaknya hingga bekas tusukan jarum itu mengeluarkan darah
hitam. Kemudian dengan semacam obat tempel atau koyo, ia
keluarkan semua racun dari pundaknya.
Setelah beres mengobati lukanya, Tiong Li lalu bersamadhi untuk
menyembuhkan bekas pengaruh racun di pundaknya itu. Kepada
Hong Cu ia minta supaya mengumpulkan tenaga untuk besok,
dan tentang cara keluar dari kota raja dengan selamat baik
diserahkan saja kepadanya!
656 Pada keesokan harinya, setelah matahari naik agak tinggi,
barulah pintu gerbang dibuka. Orang-orang yang lalu lintas
merasa gelisah, terutama para pedagang yang mempunyai
keperluan untuk mengeluarkan gerobaknya keluar kota atau yang
hendak masuk kota, mereka ini harus menanti di dalam atau di
luar pintu. Penjagaan di pintu gerbang itu diperkuat dan tampak beberapa
pengawal keraton berada pula di situ dengan tangan mereka siap
di gagang golok. Orang-orang yang lalu lintas di situ di amat-amati
dengan mata tajam. Di antara banyak orang yang keluar kota melalui pintu gerbang
itu, terdapat dua orang pemuda tani yang berwajah buruk sekali.
Yang seorang berwajah hitam dengan mata besar sebelah,
sedangkan orang ke dua wajahnya bopeng dan biarpun ia masih
muda, tapi rambutnya sudah penuh uban. Dua orang ini berjalan
perlahan seakan-akan tidak ambil perduli sama sekali akan
segala keributan para penjaga itu.
Dan para penjaga juga tidak perdulikan mereka, karena yang
mereka cari adalah seorang pemuda yang cakap dan seorang
gadis cantik yang malam tadi telah berani mengacaukan gedung
Pangeran Yo! Namun, biarpun dijaga keras sampai hari menjadi
sore, kedua anak muda yang dicari-cari itu tidak tampak muncul
dari situ. Oleh karena ini, maka para penjaga menjadi khawatir sekali, dan
menyangka bahwa kedua orang itu tentu masih berada di dalam
kota raja dan siapa tahu, gedung mana lagi yang akan di kacau
657 oleh mereka! Sedangkan pada waktu itu, para jagoan-jagoan
keraton yang terlihai, pagi-pagi tadi telah berangkat semua
bersama para imam dari Tibet!
Mereka ini tentu saja sama sekali tak pernah menduga bahwa dua
orang muda yang buruk rupa tadi, setelah pergi jauh sekali dari
tembok kota raja, mampir di sebuah anak sungai dan sambil
tertawa geli mereka cuci muka dan berganti pakaian. Sebentar
saja dua orang yang buruk menjijikkan tadi telah berganti rupa
menjadi Tiong Li dan Hong Cu!
Ternyata, dengan kepandaiannya ilmu pengobatan yang
diwarisinya dari Kiang Cu Liong, Tiong Li telah dapat mengubah
rupa dan rambut mereka sedemikian rupa hingga jangankan para
penjaga itu, biarpun mereka sendiri kalau dapat melihat muka
sendiri tentu takkan dapat mengenal!
<> Setelah dapat lolos dari penjagaan di gerbang benteng itu dengan
mudah, Tiong Li dan Hong Cu lalu melanjutkan perjalanan
mereka. "Hong Cu, tak perlu kiranya aku menyatakan padamu betapa
besar rasa terima kasihku atas pertolonganmu malam tadi," kata
Tiong Li di tengah perjalanan.
"Aah, jangan terlalu sungkan, bukankah kita sahabat baik?"
658 "Sungguh aku tidak sangka akan bertemu dengan engkau di kota
raja. Sebetulnya, bagaimana kau bisa tiba di sana" Bukankah kau
pergi mengejar Lian Eng?" tanya Tiong Li.
"Memang maksudku semula hendak mengejar Lian Eng, tapi ia
lihai sekali dan larinya keras hingga aku kehilangan jejaknya.
Berpekan-pekan aku mencari-cari dan menjelajah banyak tempat,
tapi sia-sia belaka. Maka aku lalu menjadi putus asa dan
merantau tanpa tujuan sampai berbulan-bulan.
Akhirnya, dengan secara kebetulan sekali, aku melihat Ho-pak
Chit-kiam! Tentu saja aku ingat kepada mereka ini yang dulu
membantu musuh-musuh kita. Mereka datang dari jurusan barat
membawa beberapa orang kawan dan di antaranya ada yang
terluka. Melihat luka yang mereka derita, aku heran karena luka itu hanya
dapat ditimbulkan oleh pukulan Huo-mo-kang dari Lian Eng!
Karena itulah maka diam-diam aku mengikuti mereka dan pada
malam hari aku mencuri dengar percakapan mereka. Dan benar
saja, yang melukai mereka adalah Lian Eng!"
"Di mana, adanya gadis itu?" Tiong Li bertanya dengan tak sabar.
"Menurut pendengaranku yang terpotong-potong, agaknya
mereka itu baru pulang dari menyerbu Kwan-im-bio dan agaknya
Lian Eng berada di sana membantu para imam Kwan-im-kauw
dan mengusir mereka yang menyerbu ini!"
"Lalu bagaimana?" tanya Tiong Li dengan hati tertarik.
659 "Aku masih curiga dan terus saja mengikuti mereka, tapi mereka
itu menuju ke kota raja! Menurut pembicaraan mereka yang dapat
kutangkap, mereka menanti di gedung Pangeran Yo dan menanti
datangnya utusan rombongan imam Lhama dari Tibet.
"Telah beberapa malam aku menyelidik di atas gedung itu, tapi
belum juga rombongan yang dinanti-nanti itu tiba. Akhirnya,
malam tadi aku datang lagi menyelidiki keadaan gedung itu dan
melihat kau sedang dikeroyok!"
"Ah, kalau begitu, tahulah aku mengapa aku dicap mata-mata
oleh mereka! Tentu kita dianggap sengaja datang memata-matai
mereka untuk membantu Lian Eng dan Kwan-im-kauw!" kata
Tiong Li. Tapi Hong Cu masih saja merasa heran dan tidak mengerti.
"Kurasa Lian Eng hanyalah membantu para imam Kwan-im-kauw,
jadi hanya kebetulan saja ia berada di sana. Apakah hal ini tidak
mereka ketahui" Apakah mereka menganggap bahwa Lian Eng
akan terus menerus membela Kwan-im-kauw?"
"Habis, kalau menurut pendapatmu, bagaimana baiknya?" tanya
Tiong Li. "Bagaimana baiknya" Tentu saja kita harus segera mendahului
pergi ke Kwan-im-bio di perbatasan Sin-kiang! Biarpun cici Lian
Eng sengaja membela Kwan-im-kauw maupun tidak, tapi ia tentu
mempunyai alasan kuat sekali untuk membela Kwan-im-kauw
mati-matian, maka tak boleh tidak aku harus pergi ke sana dan
660 melindungi kelenteng itu. Siapa tahu kalau-kalau aku akan dapat
bertemu dengannya di sana!"
Kemudian, setelah memandang pemuda itu, ia berkata lagi, "Tapi,
tentu saja aku tidak memaksamu untuk ikut pergi ke tempat yang
sangat jauh itu!" "He, mengapa begitu" Kalau kau pergi ke sana, Mengapa aku
tidak" Bukankah aku kawan Lian Eng dan?" kawanmu pula?"
kemudian pemuda itu teringat betapa menurut dugaannya gadis
ini mencinta Siauw Ma, maka ia lalu berkata dengan wajah
sungguh-sungguh setelah menunda larinya.
"Hong Cu, dengarlah baik-baik. Soal yang dibicarakan oleh guruguru
kita itu?". jangan kau anggap bahwa aku mendesak.
Tidak, nona yang baik, aku tidak mendesakmu. Biarpun aku harus
menyatakan secara terus terang bahwa hal itu memang
merupakan cita-cita muluk dalam mimpi bagiku.
"Nah, kau sudah mendengar isi hatiku dan pendirianku, maka
janganlah kau gelisah dan anggap bahwa aku?" aku sudah"..
sudah anggap urusan kita itu sebagai hal yang pasti!"
Hong Cu tundukkan mukanya yang agak kemerah-merahan.
Memang, seandainya tidak ada Siauw Ma di dunia ini, tentu ia
takkan ragu-ragu menerima seorang pemuda sebagai Tiong Li ini
untuk menjadi suaminya. Tapi ia telah tertarik kepada Siauw Ma
sungguhpun ia dapat menduga bahwa pemuda yang dicintanya
itu tidak membalas kasihnya dan sebaliknya mencinta Lian Eng!
661 "Tiong Li, kau memang seorang laki-laki jantan yang suka
berterus terang. Sikap inilah yang selalu kujunjung tinggi. Tapi
ketahuilah bahwa aku sendiripun sama sekali belum mendapat
kepastian dalam hal ini. "Biarlah kita tunda saja dulu hal yang masih mentah ini dan kita
harus memikirkan keadaan cici Lian Eng yang malang. Hati cici
Lian Eng keras sekali, maka keputusan-keputusan yang tidak
sesuai dengan suara hatinya tentu akan membuat ia patah hati
dan bertindak nekat! "Marilah kita cari dia dulu, dan juga...... Siauw Ma. Aku tidak tahu
apa jadinya dengan ke dua saudara kita itu sekarang!"
Mata Tiong Li bercahaya kagum dan girang. Ia maklum bahwa
gadis di depannya ini benar-benar cerdas otaknya dan agaknya
sudah dapat menangkap pula segala rahasia cinta segi empat ini.
Juga ia sangat kagum akan kebijaksanaan Hong Cu, karena di
dalam kekecewaannya telah tertolak cintanya terhadap Siauw Ma
yang sebaliknya mencinta Lian Eng, gadis ini tidak menaruh
dendam kepada Lian Eng, tapi sebaliknya bahkan menaruh hati
kasihan! Rasa kagumnya menjadi rasa haru yang ketika ia pandang mata
Hong Cu menyuram, maka dengan suara setengah berbisik Tiong
Li berkata. "Hong Cu".. kau".. kau mencinta Siauw Ma, bukan?"
662 Gadis itu menatap muka kawannya, lalu sambil menggigit bibir
dan menahan jatuhnya air mata yang telah membasahi bulu
matanya, ia mengangguk perlahan.
"Alangkah mulianya hatimu, Hong Cu. Jawabanmu tidak
membuat aku kecewa, bahkan membuat aku sangat kagum
padamu. Kau jujur dan mulia, kau cerdik dan bijaksana. Aku
hanya doakan semoga kelak kau bahagia hidup di samping Siauw
Ma, ia seorang yang baik?"."
Tak tertahan rasa terharu yangmenyerang hati gadis itu dan titik
air mata yang ditahan-tahannya tadi menetes turun. Tapi ia
segera tindas perasaannya dan tetapkan hatinya, lalu memaksa
senyum menerangi kemuraman wajahnya.
"Bagaimana kita ini" Katanya hendak mendahului bangsatbangsat
itu ke Kwan-im-bio, tak tahunya kita mengobrol seperti
kakek dan nenek yang cerewet!"
Lagi-lagi Tiong Li pandang mulut dengan giginya yang rata
sedang tersenyum di depannya itu dengan kagum sekali. Iapun
ikut tersenyum, lalu berkata, "Hayo kita berlomba. Sudah tahukah
kau jalan menuju ke sana?"
Hong Cu mengangguk dan mereka lalu gunakan ilmu lari cepat.
Tubuh mereka lenyap dan merupakan bayangan saja yang
berkelebat cepat. Ternyata ilmu lari cepat mereka berimbang dan Tiong Li hanya
menang sedikit saja. Tapi pemuda ini tentu saja tidak mau


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

663 tinggalkan gadis itu dan berlari di sebelah Hong Cu sambil
panggul pikulan keranjang obatnya.
Telah dua hari mereka mengejar, tapi belum juga dapat melihat
rombongan imam Tibet dengan kambrat-kambratnya yang
berangkat lebih dulu. Mereka menjadi heran sekali.
Tentu saja Tiong Li dan Hong Cu yang hanya mengenal jalan
besar, tidak tahu bahwa mereka itu telah pergi melewati jalan kecil
yang memotong dan lebih dekat hingga dapat mendahului taruna
remaja itu. <> Mari kita tengok dulu keadaan Lian Eng, gadis keras hati, murid
Huo Mo-li yang lihai itu, yang tak dapat menahan perasaan
hatinya dan di depan ke empat guru besar di puncak Thang-la,
telah melarikan diri ketika diberi tahu bahwa ia hendak dijodohkan
dengan Siauw Ma! Rasa marah, kecewa, sedih dan terharu
bercampur-aduk di dalam hatinya hingga membuatnya menangis
terisak-isak sambil lari cepat sekali karena ia telah gunakan ilmu
lari cepat yang paling hebat.
Gadis ini merasa sakit hati sekali dan adatnya yang keras
membuat ia berlaku nekat. Jurang-jurang besar kecil diloncati
begitu saja tanpa dihiraukan bahaya jika jatuh terpeleset. Karena
inilah maka ia dapat turun dari gunung itu dengan cepat sekali dan
sukarlah bagi Hong Cu yang mengejar dapat menyandaknya.
664 Ia merasa menyesal sekali. Mengapa orang-orang tua itu
demikian bodoh" Mengapa mereka tidak bertanya lebih dulu dan
tahu-tahu secara lancang menjodohkan orang, demikian pikirnya
dengan hati kesal. Mengapa ia dijodohkan dengan Siauw Ma dan Hong Cu dengan
Tiong Li" Mengapa bukan ia dengan Tiong Li dan Hong Cu
dengan Siauw Ma?" Ah, memang harus diakuinya bahwa Siauw
Ma mencinta padanya dan ia tahu pula bahwa Siauw Ma adalah
seorang pemuda yang gagah perkasa, jujur dan baik.
Semenjak pertemuan pertama ketika ia masih gagu dulu,
memang Siauw Ma telah memperlihatkan cinta dan
pembelaannya. Agaknya cinta Siauw Ma kepadanya inilah yang
membuat orang-orang tua itu menarik kesimpulan bahwa
jodohnya adalah pemuda itu!
Kalau saja di dunia ini tidak ada Tiong Li, kalau saja ia tak pernah
ditolong oleh Tiong Li dan gurunya hingga dapat bicara pula,
kalau saja hatinya tidak seberat itu condong kepada Tiong Li,
tentu ia akan tunduk dan puas akan keputusan orang-orang tua
itu. Memang selain Tiong Li, agaknya sukar menemukan seorang
pemuda sebaik Siauw Ma. Tetapi di sana ada Tiong Li
demikianlah sambil lari cepat, Lian Eng putar-putar otaknya dan
akhirnya tangisnya berhenti juga.
Ketika ia lari secepat terbang hampir tiba di kaki gunung, tiba-tiba
dari bawah ia melihat seorang pendeta berlari-lari naik dengan
665 wajah tampak bingung dan tergesa-gesa. Lian Eng menghampiri
dan ketika pendeta itu melihat seorang gadis cantik berlari
secepat terbang dari atas, ia segera angkat tangan memberi
isyarat supaya gadis itu berhenti.
"Tolonglah, nona?"." Pertapa itu berkata dengan napas
terengah-engah, "Tolong beritahu di mana pinto dapat bertemu
dengan Huo Sian-li?"?"
Mendengar nama, gurunya disebut, Lian Eng memandang tajam
dan penuh perhatian. Rambut pendeta itu diikat menjadi satu di
tengah-tengah, ujungnya dipotong dan ikatan itu dihias dengan
setangkai teratai perak. Jubah pendeta itu berwarna kuning dan
di bagian dadanya terdapat sulaman tiga bunga teratai. Maka
teringatlah Lian Eng akan perkumpulan Agama Kwan-im-kauw
yang dulu kehilangan patung Dewi Kwan-im hingga menimbulkan
heboh dan pertempuran ramai.
"Kau mau apa mencari Huo Sian-li?" tegurnya dengan kaku.
"Tolonglah, lihiap?". Pinto hendak bertemu dengan Huo Sian-li
dan memohon pertolongannya!" imam itu lalu menjura dan
perkenalkan diri, "Pinto adalah murid ketiga dari Kwan-im-pai."
Lian Eng pergunakan sepasang matanya yang tajam untuk
memandang ke kaki bukit dan mencari-cari, tetapi ia tidak melihat
sesuatu yang mencurigakan. Maka ia lalu menegur.
"Kau minta ditolong apakah" Kulihat tidak ada sesuatu yang
mengancammu untuk apa minta tolong?"
666 Imam itu memandang Lian Eng dan agaknya kurang senang.
"Nona, dapatkah kau menolong pinto dan memberitahukan di
mana tempat tinggal Huo Sian-li" Urusanku penting sekali."
"Kaukatakan dulu apa keperluanmu sebelum kujawab!"
Kata-kata Lian Eng yang tegas dan tetap itu membuat imam itu
tiba-tiba timbul dugaan bahwa mungkin inilah Huo Sian-li!
Bukankah kawan-kawannya memberitahu bahwa Huo Sian-li
biarpun usianya sudah tua tapi masih cantik seperti bidadari"
Maka ia lalu menjura lagi, kini lebih dalam dan lebih menghormat.
"Apakah?" apakah pinto berhadapan dengan Huo Sian-li
sendiri?" Lian Eng menjawab. "Aku muridnya. Sama saja kau bertemu
dengan Huo Sian-li atau dengan muridnya. Kau ada urusan
apakah dan hendak minta tolong apa?"
"Maaf, lihiap. Ini urusan besar dan penting sekali. Pinto diutus oleh
semua saudara dari Kwan-im-pai untuk memohon pertolongan
Huo Sian-li membela kami dari serbuan para jagoan dari kota
raja." "Pembelaan bagaimanakah" Hayo kau terangkan yang jelas
padaku!" Mendengar ucapan-ucapan yang tegas dan sikap yang keren dari
gadis muda lagi cantik ini, imam Kwan-im-pai itu dapat menduga
bahwa murid Huo Sian-li ini pasti berkepandaian tinggi sekali, pula
667 tadi ia telah melihat ilmu lari cepat yang luar biasa ketika gadis itu
menuruni gunung. "Lihiap, ketahuilah. Di kelenteng kami selain disimpan patung
Kwan-im Pouwsat yang kami puja, juga terdapat beberapa barang
berharga seperti cawan dan lain-lain. Agaknya hal ini diketahui
pula oleh seorang pangeran rakus dan tamak yang disebut
Pangeran Yo di kota raja. Nah, sekarang pangeran inilah yang
menyuruh jagoan-jagoannya untuk menyerbu dan merampas
barang-barang di kelenteng kami."
"Hm, baru menghadapi beberapa anjing penjilat kaisar saja kalian
imam-imam Kwan-im-pai sudah ketakutan setengah mati. Tapi,
bagaimana kau bisa tahu bahwa pangeran itu hendak merampas
barang-barang di kelentengmu?"
"Kami mempunyai hubungan dengan cabang-cabang Kwan-impai
yang berada di mana-mana. Kini kautolonglah kami, lihiap."
"Baik, marilah kita pergi!" kata Lian Eng dengan suara tak acuh.
Imam itu memandangnya heran. "Pergi" Bukankah lihiap hendak
membawa pinto menghadap Huo Sian-li?"
"Urusan sekecil ini tak perlu mengganggu guruku. "Aku pergipun
sama saja. Hayolah!"
Imam itu tak berani membantah. Ia pikir, biarpun tak berhasil
membawa gurunya, tapi muridnya inipun agaknya sudah cukup
pandai. Maka iapun lalu lari sambil berkata, "Marilah, lihiap!" Ia lari
sekuatnya, tapi Lian Eng yang bergerak di dekatnya hanya
668 gerakkan kaki dengan seenaknya saja namun tetap tidak pernah
ketinggalan! Karena imam itu kenal jalan memotong yang melalui gununggunung
dan jurang-jurang, beberapa hari kemudian mereka tiba
di Kelenteng Kwan-im-bio.
Kelenteng ini adalah sebuah kelenteng besar dan luas sekali.
Letaknya di Pegunungan Kun-lun-san di bagian ujung barat dan
di atas puncak sebuah bukit kecil yang indah bentuknya.
Pegunungan ini disebut juga Pegunungan Kokoshili dan menjadi
perbatasan antara Sin-kiang dan Tibet. Dulu, su-couw atau
pendiri dari Kwan-im-bio, yaitu kuil Kwan-im yang megah dan
besar itu, adalah Bu Su Sianjin, yang berkepandaian tinggi.
Ketiga murid Bu Su Sianjin ini, yaitu dua orang murid wanita
bergelar Kim Hwa Sianli dan Cin Hwa Sianli, dan seorang murid
laki-laki bergelar Kim Bok Sianjin. Ketiga-tiganya telah tewas
ketika terjadi perebutan patung emas Dewi Kwan-im dengan
Siauw Liong yang jahat itu.
Semenjak meninggalnya Kim Hwa Sianli, Kwan-im-pai tidak
mempunyai kauw-cu (ketua agama) lagi dan untuk sementara
waktu para murid tingkat tertinggi hanya mengatur perkumpulan
mereka bersama-sama. Jumlah seluruh imam yang berdiam di
dalam kelenteng yang besar dan megah itu seluruhnya ada
seratus tigapuluh tiga orang, dan kesemuanya adalah anak murid
Kwan-im-pai yang mempunyai kepandaian bertingkat-tingkat.
669 Selain imam-imam lelaki, terdapat juga nikouw atau imam-imam
wanita, yaitu murid-murid Kim Hwa Sianli dan Cin Hwa Sianli.
Semua nikouw ini pandai bersilat dengan pedang di tangan kanan
dan kebutan hud-tim di tangan kiri, kepandaian tunggal yang lihai
dari Kim Hwa Sianli dan Cin Hwa Sianli.
Karena inilah, maka kedudukan Kuil Kwan-im amat kuat. Dulu
pernah berkali-kali para pendeta Lhama dari Tibet mencoba untuk
mengusir mereka, tapi mereka kena mundur. Apa lagi ketika itu
terdapat Bu Su Sianjin yang memiliki kepandaian tinggi sekali.
Kedatangan Lian Eng mendapat sambutan meriah dari para
pendeta di situ, terutama para nikouw yang merasa kagum
melihat kecantikan Lian Eng. Tapi rata-rata semua pendeta,
terutama murid-murid tertinggi kedudukannya, merasa ragu-ragu
akan ketinggian ilmu silat gadis muda itu. Mereka ini merasa
kecewa mendengar bahwa utusan mereka tak sempat bertemu
dengan Huo Sian-li yang telah mereka dengar dan kagumi
kelihaiannya. Sebaliknya, ketika memasuki kuil besar itu dan melihat kehidupan
para nikouw dan pendeta di dalam kelenteng yang tampak
demikian tenteram, penuh damai, dan berbahagia, tiba-tiba
segala kepusingan di kepala Lian Eng menjadi lenyap. Ia merasa
seakan-akan memasuki tempat yang menyenangkan sekali.
Terutama ketika ia menghadap patung Dewi Kwan-im yang telah
ditaruh di tempat semula, yakni di tengah-tengah empang,
dikelilingi daun-daun dan bunga-bunga teratai emas, dan di
sekeliling tempat itu para nikouw duduk membaca Liam-keng, hati
670 Lian Eng menjadi terharu sekali. Tak terasa pula ia lalu berlutut di
depan patung itu dan pada saat itulah seorang nikouw yang
kebetulan memandangnya, menjerit keras!
Semua nikouw memandang ke arah nikouw itu yang sedang
memandang Lian Eng dengan mata terbelalak, maka semua mata
kini memandang Lian Eng dan terdengarlah seruan-seruan
tertahan karena kagum dan heran.
Ternyata setelah duduk berhadapan dengan patung Dewi Kwanim,
wajah gadis itu tampak agung dan mirip sekali dengan wajah
patung itu! Karena inilah maka nikouw tadi begitu terkejut dan
menjerit. Timbullah gaduh dari suara-suara para nikouw yang menyatakan
keheranan dan kekagumannya, tapi segera murid tertua terus
dapat menenangkan mereka dan liam-keng dilakukan terus
seperti biasa. Dan pada saat itulah terdengar suara bambu-bambu dipukul
gencar di luar kuil hingga semua nikouw serentak mundur dan
mengganti kitab mereka dengan pedang dan kebutan! Murid
tertua dari Kim Hwa Sianli yang bernama Swi Hwa Sianli, segera
mengajak Lian Eng keluar dengan berkata,
"Lihiap, mereka penyerbu-penyerbu kurang ajar itu telah datang!"
Lian Eng cepat loncat keluar. Ia masih bingung karena ketika
berlutut di depan patung Dewi Kwan-im tadi, ia merasa demikian
tertarik dan suka sekali hatinya, maka kini seakan-akan ia baru
671 sadar dari mimpi yang muluk. Karena gerakan tubuhnya memang
luar biasa, ia datang terdahulu di depan kuil itu. Di situ sudah ada
beberapa orang imam yang bersiap dengan senjata di tangan
memandang ke bawah bukit.
Ketika Lian Eng memandang, ternyata dari bawah bukit tampak
beberapa belas orang naik dengan tindakan cepat sekali,
menandakan bahwa mereka adalah orang-orang berkepandaian
tinggi. Ketika orang-orang itu telah datang dekat, terkejutlah Lian
Eng karena di antara orang-orang itu terdapat Ho-pak Chit-kiam
dan Ban Kok Si Garuda Sakti yang dulu membantu Bu-eng-cu!
Juga ketujuh saudara dari Ho-pak dan Ban Kok merasa heran
berbareng terkejut melihat betapa gadis gagah perkasa yang dulu
pernah mereka lihat di puncak Bukit Kee-san itu telah berdiri di
situ mencegat mereka. "Hm, kukira anjing-anjing dari mana yang berani datang mengotori
Kuil Kwan-im Pouwsat yang suci ini, tidak tahunya anjing-anjing
busuk sisa pelarian dari Kee-san!" datang-datang Lian Eng
menegur mereka. Marahlah Ban Kok Si Garuda Sakti mendengar ini. "Anak muda,
jangan kau kurang ajar! Dulu ketika di Kee-san, memang kami
yang kurang waspada dan terseret dalam perkara yang tiada
sangkut-pautnya dengan kami. Tapi kedatangan kami kali ini
adalah membawa firman kaisar! Kau minggirlah dan biarlah ketua
kuil ini datang menghadap kami!"
672 Swi Hwa Sianli yang telah berdiri di sebelah Lian Eng segera
menjawab, "Cu-wi yang mulia, di sini tidak ada ketua, yang ada
hanya murid-murid Kwan-im-pai. Kalau ada pesan apa-apa,
silahkan cu-wi menyampaikan kepada pinni."
"Dengarlah kamu semua, hai imam-imam Kwan-im-kauw!" suara
Ban Kok terdengar keras dan nyaring. "Kami datang atas perintah
Pangeran Yo yang menerima titah baginda untuk mengangkut
patung Dewi Kwan-im dan selosin cawan arak emas ke istana
untuk dipasang di sana dan menjadi penghias keraton."
Terdengar suara dan seruan-seruan marah dari para imam yang
berkumpul di depan kuil. Ban Kok keluarkan sehelai kertas kuning
dan sambil angkat benda itu tinggi di atas kepala ia berkata,
"Lihatlah, kami datang membawa surat perintah Pangeran Yo,
bukan atas kehendak kami sendiri!"
Pada saat itu tangan Swi Hwa Sianli bergerak dan beberapa
batang Kwan-im-ciam, yakni jarum-jarum berkepala bunga teratai,
menyambar dan menancap di kertas yang terpegang di tangan
Ban Kok itu! "Cu-wi congsu hendaknya suka kembali saja, karena bagi kami,
diambilnya patung Kwan-im Pouwsat sama artinya dengan
mengambil jiwa kami. Raja adalah pelindung rakyat yang adil, dan
raja lebih tahu akan aturan agama dan akan kesopanan! Belum
pernah pinni mendengar ada seorang raja hendak merampok


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelenteng! Pergilah kalian dan jangan mencari perkara dengan
kami." 673 Ban Kok melihat betapa jarum-jarum itu dengan cepat dan jitu
telah mengenai kertas yang dipegangnya, tahu bahwa nikouw itu
mempunyai kepandaian yang tinggi juga, maka ia segera
berteriak kepada semua kawannya.
"Mereka menentang perintah Pangeran Yo. Hayo serbu
pemberontak-pemberontak ini!"
Dia sendiri lalu maju dan menghantam ke arah Swi Hwa Sianli
dengan goloknya, tapi tiba-tiba Lian Eng kibaskan tangan kirinya
ke arah Ban Kok hingga tubuh Ban Kok terdorong oleh tenaga
yang besar dan panas. Terkejutlah Si Garuda Sakti karena ia tahu bahwa gadis muda ini
adalah murid Huo Mo-li yang sakti dan hebat. Ia lalu berkata,
"Nona, ada sangkutan apakah maka kau membela Kwan-imkauw?"
"Kau perduli apakah" Aku sudah berada di sini dan siapa saja
berani menyerbu Kwan-im-bio yang suci, harus dapat melewati
aku!" "Bagus, dasar berjiwa pemberontak!" Ban Kok lalu ayun goloknya
dan menyerang hebat, dibarengi dengan keroyokan Ho-pak Chitkiam
yang hendak membalas dendam.
Mereka ini delapan orang kakek yang berkepandaian tinggi
mengeroyok seorang gadis muda, sungguh kalau dilihat tidak
seimbang dan lucu sekali. Apa lagi ke delapan laki-laki itu
semuanya bersenjata tajam, Ban Kok bersenjata golok besar,
674 sedangkan tujuh jago pedang dari Ho-pak itu tentu saja
bersenjata pedang yang menjadi keistimewaan mereka. Padahal
yang mereka keroyok, yaitu Lian Eng, melayani mereka dengan
tangan kosong saja! Penyerbu-penyerbu yang lain segera berhantam dengan Swi Hwa
Sianli dan saudara-saudaranya hingga halaman depan kuil Kwanim-
bio itu terjadilah pertempuran mati-matian yang ramai sekali.
Biarpun dikeroyok delapan oleh orang-orang yang memiliki
kepandaian tinggi, namun murid Huo Mo-li tidak menjadi gentar.
Ia bergerak cepat sekali dan dari kedua lengan tangannya
bersambaran angin pukulan yang mengerikan karena selain
pukulan-pukulan itu mendatangkan angin besar, juga membawa
hawa panas. Inilah ilmu pukulan Huo-mo-kang yang hebat!
Sebentar saja delapan orang laki-laki yang kesemuanya memiliki
kepandaian tinggi dan tenaga lwee-kang yang cukup hebat,
menjadi terdesak mundur. Mereka tidak kuat menahan pukulan
Lian Eng dan mereka sama sekali tidak berani mendekat, karena
jangankan sampai terkena tangan Lian Eng, baru terkena angin
pukulannya dari dekat saja, kulit tubuh mereka bisa hitam
bagaikan terbakar dan sakit sekali!
Namun Lian Eng juga tidak mudah menjatuhkan ke delapan
lawannya yang berkelahi sambil main loncat menjauhinya dan
menyerang tiba-tiba dengan senjata mereka dari belakang. Kalau
ia cepat membalik, maka penyerang itu loncat menjauhi dan
orang lain yang berada di belakangnya menyerang cepat!
Dikurung secara demikian, Lian Eng menjadi gemas dan marah
675 sekali hingga kedua matanya menjadi merah dan mengeluarkan
cahaya menakutkan. Gadis itu tiba-tiba menjerit keras dan tiba-tiba tubuhnya lenyap
karena ia telah menggunakan ilmu gin-kang yang tertinggi dan
loncat melewati kepala penyerangnya di depan. Begitu kakinya
menginjak tanah, tanpa putar tubuh lagi ia tiba-tiba loncat lagi ke
pingir dan kirim pukulan kepada seorang pengeroyok yang masih
menjadi bingung karena gerakan-gerakannya yang seperti
burung berloncat-loncatan cepat sekali itu.
Seorang dari pada Ho-pak Chit-kiam terkena pukulan Huo-mokang
dan sekali keluarkan jeritan ngeri ia roboh dengan menderita
luka berat di dalam dadanya! Jerihlah pengeroyoknya melihat
kehebatan pemudi ini, maka Ban Kok lalu berteriak lagi minta
bantuan kepada lain pengawal.
Tiga orang lalu menggabung di situ dan ikut mengeroyok. Tapi
karena tiga orang ini kepandaiannya tak setinggi Ho-pak Chitkiam
atau Ban Kok, baru beberapa gebrakan saja, Lian Eng telah
berhasil merobohkan mereka ini dengan pukulan Huo-mo-kang!
Sementara itu, karena imam-imam Kwan-im-kauw juga rata-rata
memiliki kepandaian yang tinggi, pula jumlah mereka yang jauh
lebih banyak dari pada pihak penyerbu, sebentar saja tubuh para
penyerbu itu bergelimpangan menderita luka-luka.
Tiba-tiba Ban Kok berseru keras, "Tahan!!" sambil loncat ke
belakang. 676 "Mau apa?" teriak Lian Eng dengan marah. Kini gadis ini yang
berdiri terdepan dan seakan-akan mewakili semua imam Kwanim-
kauw. "Biarlah kali ini kami mengaku kalah karena kalian mengandalkan
jumlah yang besar!" kata Ban Kok menahan malu.
"Pengecut busuk! Kau bilang kami mengandalkan jumlah besar"
Bukankah kamu yang mengeroyok tadi?" Lian Eng menyindir.
"Tapi kawan-kawanku dikeroyok oleh para imam yang puluhan
banyaknya," bantah Ban Kok.
"Sudahlah jangan banyak cerewet. Sekarang marilah kita
bertempur satu lawan satu dan aku berjanji kedua tanganku ini
akan menamatkan riwayat kalian. Jangan satu-satu, kalian boleh
majukan tiga orang melawan aku seorang. Bagaimana?"
Ban Kok merasa kewalahan. Ia tahu bahwa jika Kwan-im-kauw
mengajukan gadis ini sebagai jagonya, tentu pihaknya takkan ada
yang dapat melawan. "Sebetulnya mengapa nona membela kelenteng ini mati-matian"
Sedangkan nona bukan, anggauta Kwan-im-kauw?"
"Siapa bilang bukan" Lihiap bukan saja anggauta kami, bahkan
menjadi pengurus dan ketua kami!" berkata Swi Hwa Sianli.
"Apa?" Benarkah?" Ban Kok memandang Lian Eng dengan mata
terbelalak. 677 Lian Eng balas memandang dengan sikap menantang. "Habis
kalau benar kau mau apa?"
Ban Kok merasa terkejut dan pikir bahwa lebih baik ia ajak kawankawannya
pergi, maka ia lalu menjura dan berkata. "Baiklah,
kalian memberontak dan kami kali ini mengaku kalah. Biar
kautunggu saja pembalasan Pangeran Yo."
Lian Eng tersenyum menghina. "Pergilah, anjing-anjing penjilat!"
Dengan menahan kemendongkolan hatinya, Ban Kok dan Ho-pak
Chit-kiam pimpin kawan-kawannya turun dari bukit itu sambil
membawa kawan-kawan yang terluka.
Setelah semua orang pergi, Lian Eng putar tubuhnya dan hampir
saja ia berseru karena terkejut dan heran. Ternyata bahwa semua
imam yang berada di situ, di bawah pimpinan Swi Hwa Sianli
berlutut di hadapannya! "Eh, eh, Cu-wi suhu mengapa berbuat begini?" tanyanya heran.
Swi Hwa Sianli lalu berkata dengan hormat,
"Lihiap, sudilah kiranya lihiap memimpin kami yang bodoh.
Semenjak kami tidak mempunyai kauw-cu, kami merasa gelisah
sekali. Kini melihat sepak terjang lihiap dan melihat wajah lihiap
yang serupa benar dengan Pouw-sat, kami sekalian percaya
bahwa lihiap tentu titisan Pouw-sat dan sengaja dipilih untuk
menjadi kauw-cu kami. Harap saja lihiap jangan menolak."
678 Dan pada saat ia berdiri si situ, disembah oleh sekian banyak
imam dan nikouw, tiba-tiba terjadi hal aneh dalam hati Lian Eng.
Ia tadinya merasa sedih dan patah hati, tapi setelah berada di kuil
itu dan bersujud di depan patung Dewi Kwan-im, hatinya terasa
bahagia dan terjadi perubahan besar dalam jiwanya. Kini ia
merasa seakan-akan ia memang berkewajiban penuh untuk
melindungi bio ini dan memimpin para pendeta di dalam kuil itu.
Karena perasaan inilah maka ia berkata, "Kalian berdirilah. Aku
yang muda sebenarnya tidak patut menjadi pemimpin kalian, tapi
aku berjanji akan membela kalian dari serbuan para penjahat
berpakaian alat pemerintah itu."
Bukan main rasa girang hati para imam dan nikouw, mereka lalu
mengangguk-anggukkan kepala tiga kali sambil menyebut,
"Kauw-cu!" Dan Lian Eng lalu menyuruh mereka semua berdiri. Kemudian
semua orang mengikuti gadis itu memasuki bio! Semenjak saat
itu, secara luar biasa sekali Lian Eng telah menjadi kauw-cu atau
ketua agama dari Kwan-im-kauw!
Lian Eng suka sekali bersamadhi sambil bersujud di depan Kwanim
Pouwsat di mana ia mendapat hiburan besar sekali bagi
hatinya yang luka. Ia merasa tenteram dan penuh damai. Di waktu
senggang ia melatih silat kepada murid-murid Kwan-im-pai hingga
kepandaian mereka makin maju saja.
679 Setelah tinggal di situ sebulan lebih, maka Lian Eng makin betah
saja. Baginya, para imam dan nikouw yang menganut Agama
Kwan-im-kauw benar menuntut pengidupan suci. Iapun mulai
mempelajari kitab-kitab yang dianggap suci dan pelajarannya
dianut oleh mereka. Di dalam lubuk hatinya, Lian Eng masih saja
teringat akan sikap gurunya yang terlalu kasar terhadap mendiang
Kim Hwa Sianli hingga kini ia hendak menebus kesalahan
gurunya itu. Di samping itu, ia memang mendapat dapat hiburan batin besar
sekali di kuil ini. Semenjak ia berada di situ, benar saja berbulan-bulan tidak ada
gangguan dari luar. Tapi ia sama sekali, tidak sangka bahwa ada
pesuruh Yo-taijin yang telah dihajarnya itu kini sedang siap sedia
melakukan pembalasan dengan menggabungkan diri kepada
rombongan utusan Tibet, yakni imam-imam Lhama yang
berkepandaian tinggi! <> Baiklah kita sekarang melihat keadaan Siauw Ma, pemuda gagah
perkasa yang berwatak jujur itu. Pemuda ini biarpun tak dapat
disebut bodoh, namun karena kejujurannya yang aseli itu
membuat ia tak dapat menduga-duga akan keadaan pikiran dan
hati Lian Eng. Ia hanya menganggap bahwa gadis yang
dicintanya itu tentu tidak suka kepadanya, jangankan mencinta,
bahkan mungkin membenci padanya!
680 Karena itulah maka ketika mendengar akan dijodohkan
dengannya gadis itu menjadi sedih dan marah lalu pergi tanpa
pamit! Sedikitpun tidak ada pikiran lain yang menggoda kepada
Siauw Ma ketika ia lari turun gunung untuk mencari gadis itu.
Sebagai seorang pemuda yang berwatak gagah, ia merasa
terhina sekali karena tindakan Lian Eng. Kalau hanya ditolak
lamarannya, baginya hanya mendatangkan kecewa dan sedih
saja, tapi gadis itu telah menyatakan ketidaksenangannya dengan
lari meninggalkan dia di depan para guru besar hingga seakanakan
membiarkan dia ditertawai! Mengapa tidak terus terang saja
gadis itu menyatakan bahwa ia tidak suka"
Mengingat akan hal ini, Siauw Ma kertak giginya dan ia berkeras
hendak mencari nona itu dan menyatakan dengan terus terang!
Ia menuntut penjelasan dan keputusan nona itu dalam menolak
lamarannya, dan ia tidak puas kalau Lian Eng pergi begitu saja
tanpa menyatakan penolakannya secara terus terang!
Sambil menggunakan lari cepat yang telah sempurna, ia lari keras
sekali. Tapi, karena Lian Eng telah berlaku nekat dan melompati
jurang-jurang tanpa menuruti jalan tertentu, sebentar saja ia
kehilangan jejak gadis itu dan ia lalu turun gunung tanpa tujuan
tertentu. Ia hanya pergi ke mana saja kakinya membawanya dengan
harapan akan bertemu dengan Lian Eng. Rasa penasaran, di
dalam hatinya terhadap dara yang dicintanya itu membuat ia ingat
akan pesan ibunya yang disampaikan kepadanya oleh pengisap
huncwe. Mendiang ibunya pesan supaya ia memperisteri Lian
681 Eng, atau kalau tidak berhasil mengawininya, ia harus membunuh
gadis itu! Ketika teringat akan pesan ini, Siauw Ma tahan tindakan kakinya
karena kedua kaki itu tiba-tiba menggigil. Ia harus membunuh
Lian Eng?" Ah, tak mungkin! Pertama, belum tentu ia dapat menangkan gadis
yang lihai itu. Kedua, betapapun juga, ia takkan sampai hati
membunuh gadis yang dicintanya itu. Jangankan membunuh,
menyakiti saja ia takkan mampu!
Tapi memang Lian Eng pangkal segala penderitaannya!
Demikianlah Siauw Ma berpikir lagi. Kalau saja ia dulu tidak
bertemu dengan gadis itu dan mengejar ke atas bukit, belum tentu
ibunya akan meninggal karena sedih ia tinggalkan dan belum
tentu pula ia sekarang akan menderita kecewa dan patah hati.
Mungkin ia kini telah menjadi seorang pemburu yang memburu
binatang buas di tengah hutan, bergembira dan bernyanyi-nyanyi
dengan kawannya, dengan empek pengisap huncwe itu!
Ketika mengenangkan semua pengalamannya ketika ikut dengan
para pemburu kawan-kawannya, Siauw Ma menjadi gembira dan
pergilah ia duduk di atas sebuah batu, lalu bernyanyi di tempat
yang sunyi itu! Suaranya memang nyaring dan enak didengar. Ia masih ingat
akan lagu pemburu yang dulu sering ia nyanyikan maka kini iapun
nyanyikan lagu itu. 682 Berbaju kulit hasil buruan,
Di tangan tombak peminum darah!
Menghitung langkah mengukur jarak
Mengintai, merunduk menyelinap, berlari!
Dada berdebar, tombak menggetar
Mata bersinar mengintai korban.
Biruang diterjang, harimau diterkam!
Takut" Tak kenal! Maju terus, tabah tak gentar,
Pemburu di bukit salju yang gagah berani!
Dua kali ia nyanyikan lagu ini dan ketika ia bernyanyi, sepasang
matanya berseri-seri gembira. Terbayang di depan matanya
segala peristiwa dan kegembiraan ketika ia masih bersama-sama
dengan para pemburu yang gagah berani itu.
Siauw Ma tersenyum-senyum, tapi tiba-tiba ia teringat akan
keadaannya sekarang! Ia merasa betapa sunyi hidupnya, betapa
sengsara. Ah, kalau saja ia dapat hidup berbahagia seperti dulu!
Tiba-tiba ia merasa malu kepada diri sendiri. Ia seorang laki-laki
gagah, mengapa merasa sedih dan putus asa" Siauw Ma lalu
bangkit dan lari pula, kini makin cepat!
Setelah berlari-lari dan mencari Lian Eng ke sana ke mari selama
sepekan, tibalah ia pada suatu pagi di sebuah hutan yang sangat
luas. Ketika ia tiba di sebuah tikungan, tiba-tiba dari jauh
terdengar suara orang bercakap-cakap.


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

683 Siauw Ma tak ingin bertemu dengan orang lain dalam hutan itu,
karena entah mengapa, ia tidak senang bertemu orang yang
hanya akan mengganggu lamunannya! Maka ia lalu loncat naik ke
atas sebuah pohon besar dan bersembunyi di situ sambil
beristirahat karena merasa lelah. Semenjak kemarin ia tiada
pernah berhenti dan bahkan belum makan sesuatu.
Suara orang bercakap-cakap makin keras dan tak lama
kemudian, dari atas pohon itu ia melihat bahwa yang bercakapcakap
itu adalah seorang laki-laki setengah tua yang berpakaian
sebagai seorang persilatan. Bajunya serba ringkas dan di bagian
lengan digulung hingga tampak urat lengannya yang besar dan
kuat. Lehernya kuat dan besar pula, sesuai dengan bahunya yang
bidang dan dadanya yang menonjol ke depan. Pendeknya,
seorang laki-laki yang gagah dan patut menjadi seorang ahli silat.
Yang seorang lagi adalah seorang gadis muda yang sikapnya
lemah lembut sesuai dengan wajahnya yang cantik manis dan
potongan tubuhnya yang biarpun agak tinggi namun lemah
gemulai dan menarik hati. Gadis ini mengenakan pakaian serba
biru dan biarpun sikapnya sangat lembut namun gagang pedang
yang tampak mengintai dari belakang pundaknya Membuktikan
bahwa iapun mengerti ilmu silat.
Mereka datang sambil naik kuda yang dijalankan perlahan. Ketika
mereka tepat berada di bahwa pohon itu, Siauw Ma terkejut
melihat bahwa gadis manis itu wajahnya mirip sekali dengan
wajah Lian Eng! 684 Seketika itu juga hatinya berdebar keras dan ia tertarik sekali. Ia
mendengar gadis itu berkata ketika mereka lewat perlahan di
bawahnya. "Tetapi, betapapun tangguh bangsat-bangsat itu, aku tetap tidak
takut, ayah!" Laki-laki tegap itu tersenyum. "Memang kau setabah aku, Ceng.
Tetapi kali ini betul-betul kita menghadapi lawan yang tangguh.
Harapanku satu-satunya ialah jangan sampai mereka itu dapat
menggunakan siasat mereka mengadu domba, karena kalau
sampai para ho-han dapat mereka bujuk dan memusuhi kita,
celakalah kita." Tiba-tiba gadis itu tahan kendali kudanya, wajahnya merah
karena ia merasa penasaran sekali.
"Ayah, apakah masih patut disebut ho-han (orang gagah) kalau
sampai dapat terbujuk oleh mulut berbisa dan tanpa ia memeriksa
lebih dulu lalu mengeroyok kita" Kalau sampai mereka demikian
bodoh, ah, kita bahkan harus basmi mereka itu sekalian, ayah."
"Ha, ha, ha! Cun Ceng, kau bicara mudah saja!"
Mereka lalu lanjutkan perjalanan mereka hingga Siauw Ma yang
mendengar percakapan mereka dari atas pohon tak dapat
mendengar lagi. Setelah mereka berdua itu pergi jauh, barulah Siauw Ma seakanakan
sadar. Ia tadi begitu kesima dan heran karena baik rupa
685 maupun suara, gadis yang disebut Cun Ceng oleh ayahnya tadi,
benar-benar mirip Lian Eng.
Kalau saja gadis itu tidak mirip Lian Eng, tentu Siauw Ma takkan
mau ambil perduli. Tetapi kemiripan ini membuat ia tertarik sekali,
terutama mendengar bahwa gadis yang mirip Lian Eng berada
dalam bahaya karena agaknya hendak menghadapi lawan-lawan
yang tangguh! Tanpa terasa pula Siauw Ma melayang turun ketika
loncat dari atas pohon dan ia lalu gunakan, ilmu cepat mengejar.
Tak lama kemudian ia dapat mendengar suara kaki kuda berlarilari
di depannya, dan ia tahu bahwa itu adalah suara dua ekor
kuda berlari cepat. Hatinya menjadi girang karena itu tentulah
kuda ayah dan anak tadi, maka ia perlambat larinya.
Ia hendak mengikuti dengan diam-diam dan tidak ingin dilihat oleh
mereka, karena betapapun juga ia tidak kenal mereka dan tidak
baik sekali mencampuri urusan lain orang!
Ternyata ayah dan anak itu menuju ke timur lalu keluar dari hutan
dan membelok ke utara. Ketika hari telah senja, tibalah mereka di
sebuah kota, yaitu kota Long-kun-san.
Agaknya di sinilah tujuan mereka karena kedua ayah dan anak ini
lalu mencari rumah penginapan. Siauw Ma lalu bermalam juga di
rumah penginapan itu, yaitu di kamar belakang.
Malam harinya, kira-kira menjelang tengah malam, ia mendengar
suara gamelan kim ditabuh orang. Suara itu demikian merdu dan
sangat indah dan sedap didengar pada waktu tengah malam itu.
686 Siauw Ma segera buka jendela kamarnya dan memandang
keluar. Ternyata bulan muda mengintai di balik awan-awan putih
hingga pemandangan sungguh romantis. Siauw Ma teringat akan
Lian Eng dan otomatis pikirannya melayang ke kamar gadis dan
ayahnya itu. Maka terheranlah ia karena suara khim itu ke luar
dari kamar itu. Ia lalu ringkaskan pakaian dan loncat keluar dengan ringan.
Ketika dilihatnya betapa jendela kamar gadis itupun terbuka, ia
segera loncat dan tubuhnya telah berada di dalam gerombolan
daun pohon yang berada tak jauh dari jendela kamar gadis itu.
Karena gerakannya yang ringan sekali, maka ia tidak menerbitkan
suara apa-apa, dan hanya sedikit saja daun-daun pohon itu
bergerak-gerak. Tetapi agaknya gadis yang asyik menabuh khim
itu tidak ambil perhatian, hanya terus dengan perlahan jari-jari
tangannya menabuh sedangkan sepasang matanya yang jernih
itu memandang ke arah bulan.
Pada saat itu Siauw Ma bagaikan lupa segala. Wajah itu memang
sama benar dengan wajah Lian Eng, hanya kalau wajah Lian Eng
diliputi kegagahan dan kekerasan hati, adalah wajah gadis ini
begitu lembut hingga menimbulkan bayangan seakan-akan ia
berhati lemah sekali. Tiba-tiba suara khim berhenti dan gadis itu
menegur nyaring. "Bangsat dari mana berani kurang ajar dan mengintai orang"
Turunlah kalau kau benar-benar lelaki!"
687 Siauw Ma terkejut sekali mendengar bentakan ini. Tak
disangkanya sama sekali bahwa gadis itu diam-diam tahu akan
kehadirannya di situ! Ia menjadi bingung sekali dan pada saat ia
hendak loncat turun dan bertemu secara terang-terangan, tibatiba
dari atas genteng menyambar turun tubuh seorang pendek
kecil! "Matamu awas sekali, nona. sungguh membikin aku takluk!" kata
si pendek itu sambil menyengir.
Barulah Siauw Ma tahu bahwa yang ditegur oleh gadis itu
bukanlah dia, tetapi si pendek karena seluruh perhatiannya
tertarik oleh si gadis itu dan pendengarannya penuh oleh bunyi
lagu yang dimainkan oleh jari-jari tangan yang mungil. Maka
Siauw Ma lalu tahan niatnya hendak turun tadi dan mengintai lagi
dengan penuh perhatian. Cun Ceng, gadis manis itu, kini telah loncat keluar dari jendelanya.
Ternyata bahwa gadis itu memang telah bersiap, karena melihat
pakaian yang dipakainya, bukanlah pakaian untuk tidur, tapi
pakaian ringkas untuk dipakai jalan malam! Pakaian serba hijau
itu membuat ia tampak makin manis.
"Tuan, sopankah itu pada tengah malam buta mengintai seorang
wanita" Apa kehendakmu?" tegur gadis itu yang biarpun
menggunakan kata-kata lembut, namun sangat pedas.
Si pendek itu menyengir lagi, lalu ia berkata dengan lagak
menjemukan. 688 "Aku hanya mendengar bahwa besok pagi akan datang seorang
gagah perkasa yang sangat terkenal, yakni Tiat-hong-liong Si
Naga Besi dan seorang puterinya yang juga sangat gagah
perkasa dan tidak kalah oleh ayahnya. Tidak tahunya puteri Naga
Besi itu selain gagah perkasa juga sangat lemah lembut dan
pandai menabuh khim, ha, ha, ha!"
Terang sekali bahwa di balik pujian ini terkandung ejekan hebat
hingga Siauw Ma yang mendengarnya ikut menjadi gemas lalu
memandang. Ternyata orang itu berusia kurang lebih tigapuluh
tahun. Tubuhnya pendek kecil tapi kepalanya besar dan kedua
lengannya panjang. Cun Ceng yang dapat menahan sabar berkata, "Tuan, apakah
hubunganmu dengan kedatangan Tiat-hong-liong maka kau
begitu memperhatikan dan datang ke sini?"
"Ha, ha, ha! Ketahuilah, nona. Aku adalah sahabat baik dari Ngolo-
enghiong dan tentu saja aku ingin sekali melihat macamnya
orang-orang yang hendak menyerbu lima pendekar tua itu. Aku
ingin sekali mengukur kepandaian Naga Besi. Di manakah
ayahmu itu" Suruhlah dia keluar!"
Kini Cun Ceng tak dapat mengendalikan marahnya mendengar
kesombongan orang ini. Tangan kanannya bergerak ke belakang
dan tahu-tahu sebatang pedang yang tipis dan kecil tapi tajam
berkilauan berada dalam tangannya.
689 "Kau malam-malam sengaja datang mengacau. Tak perlu
bertemu dengan ayah, kalau ingin mengetahui kelihaian kami,
cabutlah senjatamu!"
Diam-diam Siauw Ma merasa kagum melihat sikap gagah dara
itu. Ternyata dalam hal ketabahan dan keberanian, dara itu tidak
kalah dengan Lian Eng. Siauw Ma ingin sekali melihat sampai di mana sebenarnya
kelihaian gadis yang mirip Lian Eng ini. Namun, ia bersiap untuk
membela gadis itu jika perlu karena ia tahu bahwa tamu malam
yang pendek itu bukanlah orang sembarangan dan dapat diduga
dari gerakannya yang gesit ketika melayang turun dari genteng
tadi. Si pendek tertawa geli. "Ha, ha, nona manis. Kau sungguh berhati jantan. Pantas, pantas,
ayah naga anak pun naga. Hanya saja, sayang kau tidak tahu
sedang berhadapan dengan siapa! Aku Bwee Lo Kun sungguh
malu kalau harus melayani seorang dara manis seperti engkau.
Tapi kalau tidak diberi rasa, tentu kau takkan tahu sampai di mana
kelihaianku!" Di dalam hati, Cun Ceng terkejut sekali mendengar nama ini. Ia
segera tenangkan hatinya dan bersikap waspada. Sedangkan
Siauw Ma juga pernah mendengar nama orang she Bwee ini.
Pernah ia mendengar bahwa di daerah Ko-ciu terdapat seorang
berandal tunggal bernama Bwee Lo Kun dan mempunyai julukan
Cap-jiu-siauw-koai atau Setan Kecil Tangan Sepuluh!
690 Ketika Siauw Ma pandang Bwee Lo Kun, ia terkejut karena kini si
pendek itu mulai gerak-gerakkan kedua tangannya dan melihat
betapa kedua tangan si pendek itu berubah menjadi seperti cakar
burung, ia maklum bahwa Bwee Lo Kun tentu seorang ahli Engjiauw-
kang atau Ilmu Silat Cengkeraman Garuda!
"Majulah kalau kau berani, nona!" orang she Bwee itu menantang
dan, senyumnya yang menyebalkan tak pernah tinggalkan
mukanya. Cun Ceng juga melihat kedua tangan lawan itu maka ia berlaku
hati-hati dan tanpa sungkan-sungkan lagi, ia lalu gerakkan
pedangnya mengirim serangan dengan gerak tipu Angin Meniup
Daun Cemara. Gerakan ini mula-mula perlahan dan merupakan
tusukan ke arah leher, tapi sebelum ditangkis atau dikelit lawan,
mata pedang dibalikkan ke bawah untuk menyerang dada dan
terus ke bawah merupakan sabetan berbahaya.
Bwee Lo Kun berseru, "Bagus!" dan ia berkelit mundur hingga
gerakan serangan gadis itu gagal sama sekali.
Tapi Cun Ceng tidak mau memberi hati, lalu maju mengejar dan
mengirim serangan kedua, kini dengan gerak tipu Chong-engkim-
touw atau Garuda Sambar Kelinci. Pedangnya diayun ke atas
hingga terputar-putar bagaikan seekor garuda terbang dan cepat
sekali pedang itu menyambar ke bawah dan menyabet leher!
Melihat gerakan-gerakan gadis itu, Siauw Ma dapat menduga
bahwa ayah gadis itu tentu seorang ahli silat dari cabang Hoasan-
pai dan kegesitan gadis itu sudah lumayan juga. Tapi ketika
691 ia melihat gerakan si pendek yang kembali secara mudah dapat
berkelit, ia tahu bahwa si pendek itu kepandaiannya masih
menang setingkat. Kini Bwee Lo Kun balas menyerang yang dapat juga dikelit oleh
gadis itu dan mereka berdua lalu bertempur seru.
Benar seperti dugaan Siauw Ma, setelah bertempur limapuluh
jurus lebih, Cun Ceng mulai terdesak, biarpun permainan
pedangnya masih bagus. Hanya kegesitan gadis itu saja yang
membuat ia dapat bertahan sekian lamanya.
Serangan-serangan si pendek itu sungguh-sungguh berbahaya
dan tiap kali tangannya yang seperti cakar itu bergerak, maka
selalu mengancam tempat-tempat berbahaya. Jari-jari tangan
yang ditekuk seperti kuku harimau ini tak boleh dibuat gegabah
karena sekali kulit tubuh tercengkeram, maka kulit beserta
dagingnya akan dapat dicengkeram sampai terlepas dari tubuh!
Pada suatu saat, setelah didesak dengan tiga kali cengkeraman
yang berbahaya, Cun Ceng menjadi sengit. Ia ayun pedangnya
menyabet ke arah cakar kanan si pendek yang menjijikkan itu,
dengan maksud hendak menabas putus lengan itu.
Tetapi alangkah terkejutnya ketika tangan yang berbentuk cakar
itu tiba-tiba ditahan gerakannya hingga sabetan pedang tidak
mengenai sasaran. Pada saat pedang itu lewat, tangan yang
seperti cakar itu mencengkeram dan tepat sekali dapat
memegang punggung pedang.
692 Cun Ceng membetot pedangnya, tetapi pedang itu seakan-akan
terpegang oleh jepitan besi dan tak dapat ditarik terlepas dari
cengkeraman Bwee Lo Kun! Mereka saling betot dan berebut
pedang, dan pada saat itu Bwee Lo Kun ulur tangan kirinya yang
merupakan cengkeraman garuda itu ke arah dada Cun Ceng!
Serangan ini berbahaya sekali dan agaknya tiada lain jalan bagi
Cun Ceng untuk menyelamatkan diri selain terpaksa melepaskan
pedangnya dan berkelit mundur. Tetapi pada saat itu, dari atas
melayang turun dua benda kecil sekali dan dua benda itu tepat
mengenai dua pundak Bwee Lo Kun!
Si pendek yang telah merasa girang karena ia pasti akan
mendapat kemenangan dengan merampas pedang gadis itu, tibatiba
terbelalak matanya dan mulutnya menjerit, "Aduh!!"
Kedua lengan tangannya terasa linu dan lemas hingga terpaksa
ia melepas pedang yang dicengkeramnya itu sedangkan
serangannya ke arah dada lawannya itu otomatis gagal dan
urung. Ia cepat gunakan kedua kakinya yang tak terpengaruh oleh
sambitan itu untuk meloncat mundur.
Juga Cun Ceng merasa heran sekali. Tadinya ia telah putus asa
dan hendak melepaskan pedangnya dan berkelit ke belakang
agar jangan sampai menjadi korban serangan lawan yang lihai itu.
Tetapi tiba-tiba ia merasa betapa pegangan lawan pada


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedangnya menjadi kendur dan terlepas sedangkan wajah
lawannya itu seperti orang kesakitan, matanya terbelalak dan tibatiba
lawannya loncat mundur. Ia sama sekali tidak melihat
693 menyambarnya dua benda kecil yang memukul pundak lawannya
tadi. Setelah loncat mundur, Bwee Lo Kun dongakkan kepala
memandang ke arah pohon. Ketika melihat Siauw Ma nongkrong
di atas cabang pohon sambil tersenyum mentertawakannya, si
pendek terkejut sekali. Ia tadi sekelebatan melihat bahwa yang dipakai menyambit
pundaknya itu tak lain hanyalah daun-daun pohon yang dikepal
menjadi benda bulat kecil, namun sambitan bola daun yang lunak
itu telah dapat membuat kedua lengan tangannya terasa hilang
tenaga dan tak berdaya! Maka, ketika melihat seorang laki-laki
nongkrong di atas pohon, ia menduga bahwa laki-laki itu tentulah
ayah gadis itu, yaitu Si Naga Besi sendiri!
Ia tak dapat melihat tegas di dalam keadaan yang remangremang
itu, maka tak dilihatnya bahwa laki-laki itu adalah seorang
muda taruna yang sama sekali tak layak menjadi ayah Cun Ceng.
Maka ia lalu angkat kedua tangan tanda menghormat ke arah
Siauw Ma yang masih nongkrong di atas sambil berkata.
"Ternyata nama Tiat-hong-liong Si Naga Besi bukanlah nama
kosong belaka. Aku Bwee Lo Kun telah mendapat pelajaran dan
petunjuk. Terima kasih dan sampai bertemu pula!"
Setelah berkata demikian, Bwee Lo Kun gerakkan tubuhnya dan
loncat pergi, lenyap di dalam gelap. Sementara tu, Cun Ceng yang
bermata tajam telah melihat bahwa yang nongkrong di cabang
pohon itu bukanlah ayahnya, tetapi seorang pemuda yang
694 berwajah tampan sekali. Ia dapat menduga bahwa entah dengan
cara apa, pemuda itu telah menolongnya, maka ia lalu berkata.
"Eng-hiong yang telah menolong orang, silahkan turun."
Tetapi tiba-tiba tubuh yang nongkrong di atas cabang pohon itu
bergerak cepat sekali dan tahu-tahu telah lenyap dari situ! Dan
selagi Cun Ceng terheran-heran dan kagum sekali, datanglah
ayahnya melayang turun dari atas genteng.
"Eh, mengapa kau berada di sini, Cun Ceng" Apa yang telah
terjadi?" tegur orang tua itu dengan heran sekali.
Ternyata bahwa semenjak sore tadi Cun Beng Si Naga Besi, ayah
gadis itu, telah keluar dari rumah penginapan dan melakukan
penyelidikan ke tempat yang akan dikunjunginya besok hari. Oleh
karena inilah maka tadi ia tidak muncul ketika terjadi pertempuran
antara puterinya dan si pendek yang lihai itu.
Melihat ayahnya baru saja tiba kembali, Cun Ceng lalu ajak orang
tua itu masuk ke dalam kamarnya.
"Ayah, baru saja telah datang orang pihak sana yang hendak
mengacau. Hampir saja anakmu ini mendapat malu besar kalau
saja tidak ada seorang eng-hiong luar biasa dan aneh menolong
secara diam-diam!" Terkejutlah Cun Beng mendengar ini dan ia segera minta anaknya
menceritakan apa yang telah terjadi. Cun Ceng lalu menuturkan
tentang kunjungan Bwee Lo Kun tadi.
695 Cun Beng mengangguk-angguk.
"Hmm, aku tahu berandal itu, dan biarpun aku belum bertemu
muka dengan dia, namun ia tentu benci padaku karena aku
pernah memberi hajaran kepada seorang sutenya."
Cun Ceng lalu menceritakan tentang pertempuran tadi.
"Berandal itu memang hebat, ayah, dan hampir saja aku
mendapat malu. Ilmunya Eng-jiauw-kang lihai sekali. Setelah
bertempur kurang lebih limapuluh jurus, aku mulai terdesak dan
pada saat aku hampir celaka, tahu-tahu ia diserang orang secara
menggelap. Aku sendiri tidak tahu dengan cara bagaimana ia
diserang, tapi tahu-tahu serangannya kepadaku gagal."
"Siapakah yang menolongmu?" tanva Cun Beng tertarik sekali.
"Entahlah. Orang she Bwee itu menyangka bahwa penolong itu
kau sendiri maka ia lalu minggat dari sini. Dan orang yang
menolongku itu adalah seorang pemuda asing. Tapi begitu aku
melihatnya, ia lalu lari pergi dari pohon itu dengan cara yang
mengagumkan sekali."
Demikianlah, Cun Ceng dengan gembira sekali menceritakan
pengalamannya tapi tentu saja ia tidak berani katakan bahwa
yang menolongnya adalah seorang pemuda yang berwajah
tampan sangat menarik hati!
Cun Beng menghela napas. 696 "Memang, pihak lima jago tua itu kuat sekali dan tadi aku melihat
betapa banyak sekali orang gagah datang pula menghadiri pesta
mereka. Di antaranya aku melihat iblis tua Souw Lee! Entah
bagaimana nasib kita besok.
"Kalau saja lima orang tua itu bermain curang dan menghasut
orang-orang lain untuk memusuhi kita, terpaksa kita harus
melawan mati-matian. Tapi, betapapun juga, kita tak perlu takut!
Thian selalu melindungi orang-orang yang benar, seperti buktinya
tadi kau juga terlepas dari pada bahaya atas pertolongan seorang
gagah." Sebenarnya ada urusan apakah yang membuat Cun Beng dan
puterinya itu datang ke kota Long-kun-san unluk mengunjungi
lima jago tua dan hendak mengadu kepandaian dengan mereka"
Cun Beng adalah seorang piauw-su tunggal, yakni seorang
tukang mengirim barang-barang berharga dari satu ke lain
tempat. Pada masa itu, pengiriman-pengiriman barang tak dapat
dilakukan seperti sekarang, yakni dengan segala macam
kendaraan. Pengiriman barang pada waktu itu sukar sekali, karena selain
tidak terdapat kendaraan-kendaraan yang cepat dan baik, juga
jalan-jalan sangat buruknya, ditambah pula dengan banyaknya
gangguan-gangguan perampok dan berandal.
Oleh karena itu, maka para saudagar yang hendak mengirim
barang-barang dagangannya, atau orang-orang kaya yang
hendak mengirim barang-barangnya, selalu mencari piauw-su
697 yang akan mengurus pengiriman barang-barang itu sampai di
tempat tujuan dengan selamat. Jadi piauw-su adalah semacam
pengusaha expedisi. Pada masa itu banyak sekali terdapat piauw-kiok atau
perusahaan expedisi macam ini dan piauw-kiok yang paling laku
adalah mereka yang mempunyai jagoan-jagoan gagah dan yang
menjadi pelindung atau pengantar barang-barang itu.
Cun Beng bekerja secara tunggal, yakni dikerjakan sendiri berdua
dengan anak gadisnya yang semenjak kecil berlatih silat. Nama
Cun Beng yang mendapat julukan Si Naga Besi sangat terkenal
di kotanya, yakni di kota Tung-hai-kwan. Telah belasan tahun ia
menjadi piauw-su dan selama itu selalu berhasil mengantar
barang berharga yang dipercayakan kepadanya sampai di tempat
tujuan dengan selamat. Memang sering kali ia mendapat gangguan perampok yang
mencoba untuk merampas barang-barang berharga yang sedang
dikirim, tapi semua perampok terpaksa mengakui kegagahan Cun
Beng hingga lambat-laun nama Si Naga Besi demikian ditakuti
hingga tak seorangpun perampok berani mencoba-coba untuk
ganggu "naga" ini!
Tapi disamping gangguan-gangguan para perampok, ada satu hal
lagi yang menjadi pengganggu pekerjaan Cun Beng, yakni
adanya persaingan di antara Perusahaan-perusahaan expedisi
lain! Makin ternama dan dipercaya orang, makin dibencilah ia oleh
piauwsu-piauwsu lain, karena semua orang-orang kaya yang
berani bayar biaya pengiriman semahal-mahalnya selalu mencari
698 Cun Beng untuk diberi tugas mengawal barang-barang mereka!
Hal ini tentu saja menimbulkan iri hati kepada piauw-su lain di kota
itu. Di antaranya terdapat seorang pemimpin piauw-kiok bernama
Thio Lui yang bergelar Ui-bin-houw Si Harimau Muka Kuning.
Biarpun Thio Lui juga sangat ternama karena kegagahannya dan
disegani para perampok, namun lagaknya yang sombong dan tak
segan-segan memasang tarip setinggi-tingginya itu membuat
para langganan tidak senang, dan mereka ini lebih suka
mempercayakan barang-barangnya kepada Cun Beng yang
selain sopan-santun dan ramah-tamah, juga tidak pasang tarip
memukul! Dan mulailah permusuhan timbul antara Cun Beng dan Thio Lui
yang tentu saja dimulai dari pihak Thio Lui.
Pada suatu hari, Thio Lui menyuruh seorang comblang atau cengkauw
untuk mengunjungi rumah Cun Beng dan melamar
puterinya. Ketika ceng-kauw itu datang, ia diterima dengan
ramah-tamah oleh Cun Beng, yang selalu menerima tamutamunya,
baik orang kaya maupun orang biasa dengan baik dan
sopan. Setelah duduk dan minum teh yang dihidangkan, mulailah cengkauw
itu menceritakan maksud kedatangannya.
"Sebetulnya, jika diperbolehkan, ingin saya tahu, berapakah usia
puteri saudara itu tahun ini?"
699 Cun Beng yang sudah tahu bahwa yang duduk di depannya
adalah seorang comblang atau pengantara perjodohan,
tersenyum. "Ah, kaumaksudkan Cun Ceng" Anak itu baru juga berusia
tujuhbelas tahun, dan bodohnya bukan main."
Comblang itu tarik alisnya ke atas dan matanya yang sipit berseri
gembira. "Kau bilang Cun-siocia itu bodoh" Ah, jangan terlampau
merendah. Untuk kota kita ini, kiraku tak ada seorangpun dara
yang dapat nempil jika dibandingkan dengan puterimu, baik
kecantikannya maupun kepandaiannya."
"Kalau kau maksudkan kepandaian silat, mungkin. Tetapi silat
bukanlah kepandaian wanita".." Memang Cun Beng adatnya
suka merendah. "Aah, lauw-te, janganlah kau merendahkan diri begitu rupa.
Siapakah yang tidak inginkan puterimu itu menjadi anak
mantunya?" Dan comblang itu tertawa bergelak-gelak.
"Twako, sebenarnya ada urusan penting apakah maka kau tidak
sari-sarinya mengunjungi pondokku?" akhirnya Cun Beng
bertanya karena tak suka melihat cara bicara ceng-kauw ini yang
hanya memuji-muji tiada habisnya.
Comblang itu terkejut, lalu buru-buru berkata, "Memang betul
dugaanmu, lauw-te. Kedatanganku ke sini adalah atas perintah
orang yang mengajukan permohonan untuk mengikat erat
perhubungan kekeluargaan dengan kau."
700 Cun Beng tersenyum. Nah, tampak sekarang ekornya, ia pikir.
"Twako, siapakah yang menyuruhmu datang ke mari ini?"
tanyanya. "Aku disuruh oleh Thio-kauwsu, guru silat dan piauw-su yang
tentu kau telah ketahui kegagahan dan kekayaannya itu?""
"Ya, aku tahu siapa dia!" jawab Cun Beng memotong dengan
cepat, karena ia merasa heran sekali mengapa piauw-su itu yang
menyuruh comblang ini datang. Setahunya Thio-piauwsu ini telah
beristeri, dan puteranya masih kecil sekali! Untuk siapakah
lamaran kepada anaknya ini dimaksudkan"
"Nah, baik sekali kalau kalian sudah kenal mengenal. Oh, ya!
Kenapa aku begitu bodoh" Tentu saja kalian sudah kenal,
bukankah sama-sama bekerja sebagai piauw-su" Beginilah
maksudnya, lauw-te, karena puterimu itupun seorang ahli silat
yang biasa mengawal barang kiriman hingga cocok sekali dengan
pekerjaan Thio-piauwsu, maka jika kau orang tua tidak merasa
keberatan, dia menyuruh aku untuk minta tangan puterimu?"."
"Apa?" Cun Beng bangun dari kursinya. "Maksudmu dia melamar
anakku untuk?" dia sendiri?"
Comblang itu mengangguk. "Ya, dia mengajukan pinangan
terhadap puterimu. Soal mas kawin jangan kau khawatir, tentu
beres dan akan menerima segala syarat yang kuajukan."
"Tetapi....... tetapi?" bukankah orang she Thio itu sudah
mempunyai isteri, bahkan sudah mempunyai putera?"
701 Comblang itu tersenyum. "Lauw-te, terpaksa aku membuka
rahasianya, isterinya selalu sakit saja hingga ia bermaksud
hendak menceraikannya kelak. Sementara itu, puterimu akan
menduduki tempat sebagai isteri kedua."
Cu Beng menjadi pucat sekali. Hampir saja ia ayun kepalan
tangannya ke arah muka comblang itu kalau saja ia tidak ingat
bahwa comblang itu hanyalah seorang pesuruh saja. Ia tahantahan
kemarahannya dan tak dapat ucapkan kata-kata, hanya
pandang comblang itu dengan mata seakan-akan hendak
ditelannya bulat-bulat comblang itu!
Pada saat itu, dari luar terdengar suara merdu dan nyaring.
"Ayah, aku datang!" Dan bagaikan seekor burung yang cepat dan
ringan gerakannya, Cun Ceng yang cantik meloncat masuk.
Ia baru saja datang kembali dari tugasnya mengantar barang ke
tempat yang tak berapa jauh dari kota itu hingga hanya makan
waktu tiga hari pulang pergi. Pakaiannya masih penuh debu dan
pedangnya tergantung di pinggang. Ia tampak gagah sekali.
Ketika melihat bahwa di situ ada tamu dan melihat ayahnya
bagaikan patung dengan muka pucat, ia segara pegang lengan
ayahnya. "Ayah, ada apakah?" tanyanya khawatir.
Barulah Cun Beng dapat ucapkan perkataan dengan suara berat.
702 "Orang".. orang telah menghina kita! Sungguh keterlaluan!
Anjing Thio itu sungguh tak memandang muka orang!"
"Ada apakah, ayah?"
"Kau perlu juga tahu, Ceng. Saudara ini adalah suruhan dari Thio
Lui untuk melamar engkau sebagai isterinya kedua!"
"Apa"!?" Cun Ceng berseru kaget dan tiba-tiba tangannya
memukul dada comblang yang berdiri dengan takut.
Baiknya Cun Beng kibaskan tangan untuk menangkis pukulan
anaknya kepada comblang itu hingga tangan Cun Ceng terpental
dan tidak mengenai dada, hanya mengenai pundak comblang itu,
tetapi cukup membuat comblang itu terlempar dan kepalanya
membentur dinding hingga mengeluarkan darah!
"Manusia rendah, aku bunuh kau!"
Gadis itu dengan muka merah lalu cabut pedangnya dan
memburu ke arah comblang itu. Tetapi Cun Beng cepat memburu
dan pegang lengan anaknya.
"Sabar, Ceng! Ingat, ia hanya seorang pesuruh saja. Bukan dia
yang menghina kita. Dia hanya menyampaikan lamaran dan
menanyakan mas kawin saja!"
"Anjing rendah she Thio! Jadi dia melamarku untuk menjadi isteri
kedua dan menanyakan syarat mas kawin! Boleh boleh! Hai kamu
manusia rendah. Dengarlah syaratku! Aku terima lamaran anjing


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

703 she Thio itu, tetapi mas kawinku ialah kepalanya. Nah,
kausampaikan syaratku ini. Kepalanya, kau dengar?"!"
Comblang itu dengan mata terbelalak dan wajah pucat lalu
menjura dan membungkuk-bungkuk sambil lari menuju ke pintu!
Setelah comblang itu pergi, Cun Ceng jatuhkan diri di kursi sambil
menangis melampiaskan kemendongkolan hatinya. Ayahnya
pegang pundaknya dan menghibur.
"Cun Ceng, ingatlah! Tak perlu kita marah-marah dan makan hati
hanya karena hal remeh ini. Aku tahu, anjing she Thio itu yang
selalu merasa kalah maju perusahaannya, tentu menjadi iri hati
dan sengaja mengirim orang untuk menghina kita.
"Tapi biarlah, aku Cun Beng selama hidup belum pernah dihina
orang seperti ini. Tak mungkin aku diamkan saja hal ini. Kau
tinggal saja di rumah dan kau dengar-dengar saja apa yang akan
terjadi malam hari ini!"
Dan pada malam harinya, Cun Beng pergi ke rumah Thio Lui. Ke
dua musuh besar ini bertemu dan bertanding, tapi setelah
melawan sampai seratus jurus lebih, akhirnya Thio Lui kena
tendang dadanya hingga mendapat luka di dalam yang berat juga!
Puaslah hati Cun Beng dan setelah memaki-maki dan
mengancam, ia tinggalkan Thio Lui yang merintih-rintih.
Ketika mendengar dari ayahnya apa yang telah terjadi, Cun Ceng
merasa girang sekali dan puas. Hanya ia masih penasaran,
704 karena kalau menurut kata hatinya yang panas, orang macam
Thio Lui itu harus dibikin mampus saja!
Tapi ternyata peristiwa itu tak habis sampai di situ saja. Thio Lui
merasa sakit hati sekali dan ia berhasil menghasut lima orang jago
tua di Long-kun-san. Kelima orang ini adalah Thio San, Thio Lok,
Thio In, Thio Gak dan Thio Hauw.
Lima orang ini sebetulnya masih ada hubungan keluarga dengan
Thio Lui, yakni kakak-kakak misan. Telah lama ke lima saudara
Thio yang telah tua ini mengundurkan diri dari pekerjaannya yang
dulu, yakni menjadi kepala perampok! Mereka telah dapat
mengumpulkan harta dah tinggal di Long-kun-san dan karena
orang-orang tahu akan kepandaian mereka yang tinggi, mereka
disebut Ngo-lo-enghiong atau Lima Pendekar Tua.
Ketika,Thio Lui sambil menangis menceritakah betapa piauw-su
Cun Beng telah menghina dan memukulnya, kelima saudara itu
menjadi marah juga. "Apakah lantarannya?" tanya Thio San yang tertua dan lebih teliti.
"Sebab-sebab perkelahian itu hanyalah karena kami bersaingan,"
kata Thio Lui. Akhirnya kelima orang tua itu kena dibujuk dan mereka lalu keluar
untuk membalaskan sakit hati adik misan itu. Setelah mendengar
bahwa Cun Beng dan puterinya mengantar sebuah pengiriman
barang-barang sangat berharga milik seorang pembesar yang
705 pindah dan pulang kampung, mereka mencegat dalam sebuah
hutan. Biarpun merasa heran sekali melihat orang-orang tua itu terjun
kembali ke dunia rimba hijau, Cun Beng dan puterinya tentu saja
tidak mau memberikan barang-barang tanggungan mereka itu
dan bertempurlah mereka. Tapi sungguh di luar dugaan Ngo-lo-enghiong itu, ternyata
kepandaian Cun Beng dan puterinya yang mendapat warisan dari
Hoa-san-pai itu ternyata lihai sekali! Mereka berlima tak dapat
mengalahkan ayah dan anak itu, bahkan saudara termuda dari
mereka terluka pundaknya oleh Cun Beng!
Setelah menderita kekalahan, akhirnya lima orang tua itu
melarikan diri dengan penasaran dan malu! Mereka penasaran
karena dengan berlima mereka tak mampu menjatuhkan Cun
Beng dengan anak gadisnya, dan mereka malu sekali kepada
Thio Lui karena mereka telah berjanji dan menyombong bahwa
mereka tentu akan dapat membalaskan sakit hati saudara muda
itu. Tak tahunya mereka sendiri yang keok!
Cun Beng yang berpengalaman dapat menduga bahwa ke lima
saudara Thio itu tentu telah kena dibujuk oleh Thio Lui yang
merasa sakit hati, kalau tidak demikian halnya, tak mungkin
kelima orang itu tanpa sebab telah berani mengganggunya. Maka
semenjak itu ia berlaku hati-hati sekali dan setiap pengiriman
barang, ia tidak perbolehkan puterinya mengantar seorang diri,
dan selalu harus berdua dengan dia. Karena tindakan yang hatihati
ini, Thio Lui dan kelima jago tua itu tak berdaya!
706 Akhirnya ke lima jago tua she Thio itu mengambil keputusan untuk
mengundang Cun Beng mengadakan pertandingan pada waktu
mereka berlima merayakan hari ulang tahun ke limapuluh dari
saudara tertua, yakni Thio San!
Maka pada hari itu, Cun Beng dan puterinya mendapat surat
undangan dari lima jago tua dari Long-kun-san itu. Cun Beng
sebagai seorang gagah yang ternama tentu saja tak dapat
menolak undangan ini, karena kalau ditolak berarti ia takut dan
tentu ke lima orang she Thio itu akan menyiarkan hal ini dan
namanya akan jatuh! Ia harus menjaga namanya akan jatuh! Ia harus menjaga
namanya, terutama nama piauw-kioknya! Karena inilah, bersama
puterinya ia mengunjungi Long-kun-san dan bertemu dengan
Siauw Ma. <> Ketika malam hari itu setelah Bwe Lo Kun terusir oleh Siauw Ma
dan Cun Ceng sedang bercakap-cakap dengan ayahnya di
kamarnya, diam-diam Siauw Ma mendengarkan dari atas
genteng. Gerakannya yang sangat ringan tak dapat terdengar
oleh dua orang di bawah itu.
Ketika mendengar bahwa ayah dan anak itu sedang terancam
keselamatan mereka oleh orang yang menjadi kawan Bwee Lo
Kun, Siauw Ma ambil keputusan untuk membantu dengan diamdiam.
707 Keesokan harinya, dengan tindakan gagah dan tenang, Cun Beng
dan Cun Ceng menuju ke rumah keluarga Thio yang telah penuh
dengan tamu. Di luar pekarangan tempat pesta itu banyak orang
penduduk kota itu berdiri menonton.
Sebetulnya pada saat itu tidak ada sesuatu yang layak ditonton,
karena yang ada hanya tamu-tamu duduk sambil menikmati
hidangan, hingga yang dapat ditonton hanyalah orang-orang
sedang makan minum. Tapi orang-orang yang berkerumun di luar itu, di antaranya
banyak juga terdapat pengemis yang menanti sisa-sisa makanan,
telah mendengar bahwa akan diadakan pertunjukan silat, hingga
mereka dengan sabar menanti di luar sambil menjulur-julurkan
leher melongok ke dalam pekarangan yang lebar itu.
Kedatangan Cun Beng berdua disambut oleh ke lima orang tua itu
sendiri. Di mulut mereka berlima tampak senyum menghias bibir,
tetapi Cun Beng dan Cun Ceng dapat menduga apa yang berada
dalam hati mereka berlima itu. Cun Beng dan anaknya mendapat
tempat kehormatan yang ditempatkan di tempat agak tinggi
hingga tampak oleh semua tamu.
Setelah mereka semua duduk, tiba-tiba Thio San, saudara tertua
dari ke lima jago tua itu, berdiri dan menjura kepada semua tamu.
"Cu-wi yang terhormat, ijinkanlah kami memperkenalkan tamu
agung kami, yaitu Tiat-hong-liong Cun Beng Si Naga Besi yang
terkenal gagah berani!"
708 Ucapan ini disambut oleh tepuk tangan memuji dari beberapa
orang tamu yang memang betul-betul mengagumi piauw-su itu.
"Dan inilah puterinya yang juga tersohor karena kepandaiannya!"
Kembali terdengar sambutan tepuk tangan memuji, terutama dari
para tamu muda yang mengagumi kecantikan Cun Ceng.
Setelah itu, Thio San berkata lagi,
"Sebagaimana cu-wi sekalian telah tahu bahwa untuk
memeriahkan perayaan ini, akan diadakan pertunjukan silat di
atas panggung di tengah-tengah ini yang memang telah
disediakan khusus untuk keperluan ini. Baiklah kami
memberitahukan sebuah hal yang perlu diketahui agar tidak
menimbulkan salah paham. "Ketahuilah bahwa di antara kami berlima dan tamu agung kami
terdapat perjanjian untuk menguji kepandaian masing-masing di
atas panggung ini. Maka kami persilahkan saudara Cun Beng dan
puterinya naik ke atas panggung untuk segera bersiap
menghadapi kami berlima dan memeriahkan suasana pesta ini."
Cun Beng merasa marah sekali. Baru saja ia datang terus ia
ditantang. Maka dengan gagah iapun berdiri dan ajak puterinya
loncat naik ke atas panggung. Ia lalu menjura kepada semua tamu
dan berkata. "Cu-wi sekalian, agar jangan menimbulkan salah dugaan, baiklah
Kidung Senja Di Mataram 6 Pendekar Misterius Karya Gan K L Pedang Kunang Kunang 5
^