Pencarian

Pedang Golok Yang Menggetarkan 17

Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Bagian 17


"Tidak. Kami dikurung didalam kamar yang terpisah"
"Apakah taysu tahu kenapa taysu berempat ditawan" " Soat Kun bertanya pula.
"Dahulu itu tidak. Sekarang loolap sudah ketahui." "Apakah maksud mereka itu" "
"Ketika itu loolap berkumpul bersama ketiga ketua partai Siauw Lim, Bu Tong dan Khong Tong Pay. Maksud kami untuk mencari jalan menghentikan Pertikaian kaum Rimba Persilatan berjalan ratusan tahun tiada hentinya. Kami menganggap pertikaian itu merusak semangat Rimba Persilatan dan juga melanggar aturan persilatan-Belajar silat bukan untuk saling bunuh. Kami mau bekerja sama. Diluar dugaan kami memperoleh sambutan besar, bukan cuma lima partai besar lainnya juga empat Bun, tiga hwee dan dua pang, menyatakan setuju. Kami girang sekali, kami menyangka bahwa akan aman sejahteralah dunia Rimba Persilatan, kaum Bu Lim. Tapi, diluar dugaan pula, kiranya bencana datang mendahului kami. Pada hari yang kami keempat mengundang semua pemimpin partai menghadiri rapat besar, kami telah diracuni orang..."
"Setelah ditawan, bagaimana perlakukan mereka atas diri taysu" Baikkah" "
"Sebaliknya, kami dikompes dan disiksa. Loolap dipaksa untuk mewariskan ilmu silat partai kami "
"Apakah taysu telah memberitahukannya" "
"Mulanya tidak Karena itu, kedua kakiku dipotong, mukaku dirusak, juga hidung dan teling aku Mereka telah menggunakan segala macam cara menyiksa yang ada didalam pikiran mereka. Karena tak tahan lagi, loolap akhrinya bicara juga ..."
"Kalau menuruti pengalaman taysu, tentu juga ketua ketua dari Siauw Lim Pay Bu Tong Pay, dan Khong Tong Pay, tak dapat bertahan seperti taysu..."
"Tapi loolap bukannya si orang yang takut mati, sebenarnya loolap sangat penasaran maka loolap mau hidup terus Loolap mengharap nanti bisa membeber peristiwa itu dimuka kaum Rimba
Persilatan. Jikalau ketiga ketua partai lainnya itu sama pikirannya seperti loolap mungkin mereka juga masih hidup..."
"Masih ada satu hal, yang sulit untuk dimeng erti..." kata Nona Hoan-
"Apakah itu, nona" " tanya Siauw Pek.
"Ketua-ketua Siauw Lim Pay, Bu Tong Pay, dan Khong Tong Pay ditawan dan dianiaya. Lalu masih ada ketua2 dari lima partai besar lainnya itu Dan mereka itu semua masih hidup. Jangankan partai besar, walaupun partai kecil, kalau ada penggantian ketua, meski ketua yang baru itu dipilih dari calon calin yang cerdas dan pandai. Mungkinkah dalam pemilihan ketua empat partai itu, partai partai yang lainnya tidak campur tahu, tidak tahu menahu" Kenyataanya lain sekali. Kelima ketua partai itu, bersama-sama empat bun, tiga hwee dan tiga pang justru bekerja sama menciptakan peristiwa hebat yang tak berperikemanusiaan itu. Kenapa kesalahan ditumpahkan hanya satu Pek Ho Bun" Apa alasannya" "
"Partai kami mempunyai anggota yang terkecil, tak heran partai kami berdiam saja," kata Han in, "tidak demikian dengan Siauw Lim Pay, yang banyak sekali anggotanya. Apakah diantara mereka itu tak ada yang mencaritahu" "
Mendengar pertanyaan itu Siauw pek ingat Su Kay Taysu dari Siauw Lim Pay.
"Tapi dia bekerja sendiri dan secara diam-diam, baik aku tidak sebut-sebut hal dia..." pikir anak muda ini, maka ia terus membungkam. Melihat orang berdiam, Han in berkata berulang- ulang: "Aneh Aneh"
"Mungkin ada sebabnya dari berdiamnya mereka itu." kata Soat Kun yang mengutarakan terkaannya: "Pastilah kelima partai besar itu telah dikekang orang, atau mungkin juga mereka sendiri turut memainkan peranan..." Han In menghela napas.
"Sayang loolap telah kehilangan kedua kakiku dan wajahkupun sudah rusak," ia berkata, menyesaL "Andaikata loolap bisa kembali
ke Ngo Bie San, mungkin tak ada yang mengenali atau mau mengakui, loolap..."
Mendadak pendeta ini berhenti bicara, walaupun belum berkata habis.
"Apakah taysu mempunyai kesulitan lainnya" Nona Hoan bertanya. "Apakah itu tidak dapat diutarakan" "
"Ada satu yang mencurigakan, hanya loolap khawatir sukarlah
buat mencari tahu itu, untuk menyelidikinya..." sahutnya.
"Apakah itu, taysu" Paling baik Taysu mengutarakannya "
"Sebenarnya loolap datang lebih dahulu bertiga dengan pihak
Siauw Lim Pay, ada satu urusan yang hendak didamaikan-.."
"Nah, itulah satu soal, suatu kelemahan" menghela si nona. "Sebenarnya delapan belas partai, kalau benar mereka mau mengurus soal dunia Rimba Persilatan, mereka mesti datang dan berkumpul dan berbareng, bersama, tetapi taysu berempat datang lebih dahulu Untuk apakah itu" Ada sebabnya, bukan" "
"Nona menerka tepat," Han in mengakui. Kami bertiga memang
datang lebih dahulu disebabkan kami mempunyai maksud..."
"Bicaralah terus, taysu, harap jangan ada yang salah atau kelompatan mesti satu patah kata juga . Ingatlah pepatah salah satu lie, gagal seribu lie "
"Lie" disini adalah mil.
Sementara itu ciu ceng bersitegang hati sendirinya. inilah sebab orang, terutama sinona, bicara asyik sekali, hingga mereka seperti melupakan urusan mereka sendiri, bahwa mereka berada ditempat apa. ia kuatir benarlah perkataannya Hoa siang bahwa Seng kiong Sin Kun tengah mendatangi. Saking kuatir, punggungnya sampai basah dengan peluh. Sudah begitu, ia tidak berani Campur bicara, karena pembicaraan itupun penting sekali. Untuk menghibur diri, ia jalan mundar mandir didalam ruang itu hatinya gelisah bukan buatan.
"Pada masa itu," Han in Taysu mulai dengan penjelasannya, "diantara partai-partai Rimba Persilatan, yang paling tangguh adalah cit Seng Hwee, partai Tujuh Bintang. Ketua partai itu, yang dipanggil cit Seng Tootiang, sangat lihay ilmu silatnya serta sangat Cerdas otaknya. Nama cit Seng Hwee sama tersohornya seperti empat bun, dua hwee lainnya serta dua pang tetapi cit Seng Tootiang tidak memandang mata kepada rekan rekannya itu. sebaliknya, orang yang paling diseganinya adalah loolap bersama Su Hong Taysu dari Siauw Lim Pay..."
Pendeta itu berhenti sebentar, matanya menengadah langit langit ruang dalam tanah itu. ia pula berpikir. Baru sejenak kemudian, ia melanjutkan. "Loolap dan su IHong Taysu tak tenang hati. Kemudian Su Hong Taysu mengambil tindakan, ialah dia mengundang ketua ketua Bu Tong Pay untuk berapat terlebih dahulu dipuncak Yan in Hong, guna membicarakan jalan jalan untuk menghadapi pengaruh cit Seng Hwee itu."
"Apakah hal itu diketahui lain orang" "
"KeCuali kami empat ketua, lainnya yang mengetahul ialah murid mUrid kami yang diperCaya."
"Apakah tidak ada rahasia lainnya didalam situ" "
"Masih ada. Itulah persetujuan diantara loolap dan Su Hong Taysu berdua cit Seng Hwee menjadi pengaCau. andaikata di dalam rapat dia hendak menimbulkan kesulitan, kami hendak mendahului menyingkirkannya"
"Nah, itulah dia" berkata soat Kun, yang terus menerus mengajukan pelbagai pertanyaan itu, karena sangat tertarik hati dengan peristiwa di Yan in Hong itu. "Kamu mengundang pihak pihak Bu Tong Pay dan Khong Tong Pay untuk mendahului berapat, alasannya untuk merundingkan sesuatu, akan tetapi sebenarnya untuk mendesak agar ketua kedua partai itu menerima ajakan kamu dalam urusan menghadapi cit Seng Hwee itu."
"Tak berani kami mendesak atau memaksa mereka," Han in menerangkan-"Kami berdaya untuk menginsyafkan mereka akan pentingnya usaha kami itu."
"Habis, apakah kedua ketua partai itu menerima ajakan kamu itu" "
"Dengan Cepat dan mudah saja mereka itu dapat dikasih mengerti"
"Lalu, setelah itu, kau kena diracuni orang" "
"Benar" "Taysu dan Su Hong Taysu memiliki tenaga dalam yang mahir sekali. apakah taysu berdua tak dapat tahu kalau minuman itu ada raCunnya" " Ban Liang tanya Baru sekarang jago tua itu menela Karena ia heran orang orang liehay mudah saja diracuni.
"Selama itu kami telah bersiap sedia," Han in menjawab. "Maka juga loolap dan Su Hong Taysu masing masing bawa seorang murid kepercayaan. Mereka diberi tugas bertanggung jawab untuk segala barang minuman dan makanan kami..."
"Dan taysu roboh ditangan murid kepercayaan taysu itu" kata sinona.
"Sebenarnya, sampai didetik ini, loolap masih belum tahu duduknya hal yang sesungguhnya"
"Mesti ada sesuatu yang taysu curigai. Maukah taysu
memberitahukan keCurigaan taysu itu kepadaku" " sinona minta.
"Sampai saat ini, ada apakah yang loolap masih tak mau membeberkan sejelas jelasnya" " ia menarik napas melegakan hatinya yang pepat, baru ia menyambungi. "Setelah loolap dan Su Hong Taysu berhasil menginsafi kedua ketua partai itu, lantas muridku menyuguhkan teh harum kepada masing masing keempat ketua partai. Seumurku tak ada kegemaranku kecuali air teh, maka itu, loolap sangat memperhatikan tentang pelbagai macam teh.
Demikian antara kami pelbagai partai, tidak ada yang tidak diketahui harumnya teh kami. Ah, inilah dia kesalahannya..."
"Tentang teh taysu, pernah mendengarnya," Ban Liang turut bicara. "Tapi taysu, apakah sangkut pautnya urusan teh itu serta halnya kamu kena diracuni" "
"Sewaktu loolap mau menghadiri rapat, loolap telah membekal sebungkus teh yang istimewa. Sudah loolap pikir untuk menyuguhkan air teh itu kepada sekalian rekan kami. Untuk mengambil air sumber gunung serta memasaknya loolap telah pilih seorang murid yang dipercaya..."
"Jadinya orang telah menaruhkan racun di dalam air teh itu" " Soat Kun menyela.
"Benar Siang siang orang telah memasukkan obat pulas kedalam teh itu. Kami semua tidak bercuriga, sebab kesatu teh itu harum sekali hingga bau obat kena terkalahkan, dan kedua yang masak dan menyuguhkan teh adalah murid terpercayaku itu. Begitu kami minum teh dengan hati lega. Tidak kusangka bahwa teh buatan loolap sendiri itu telah mencelakai rekanku dan juga diriku sendiri" Ban Liang menghela napas dengan perlahan.
"Peristiwa sangat sulit dan sukar diduganya, tak tahunya hanya begini sederhana" katanya.
"Taysu, murid taysu itu, apakah dia murid yang dipercaya yang dicalonkan untuk menjadi ahli waris taysu nanti" ?" Nona Hoan tanya.
"Bukan. Ketika itu loolap merasa diriku masih tangguh, belum pernah loolap memikir soal calon murid untuk menjadi ahli warisku..."
"Taysu," Siauw Pek turut bicara pula, "murid taysu yang dipercaya itu, apakah nama gelaran sucinya" "
"Murid loolap itu ialah..."
Secara mendadak kata-kata Han In Taysu terputus sampai disitu diputuskan oleh suatu suara nyaring dan berisik, yang datangnya suatu pojok ruangan dalam tanah itu, hingga debu mengepul naik. Dengan tiba-tiba disitu muncul sebuah peti
"Seng kiong Sin Kun telah tiba" mengeluh ciu ceng.
Ban Liang segera menoleh sambil mengangkat kepalanya, memandang kelowongan batu itu. Disitu ia tidak melihat satu orangjua Sementara itu Soat Gie menyusupkan tubuhnya kepada Soat Kun, tangan kanannya memegang erat-erat lima jari tangan kanan kakaknya.
Itulah semaCam isyarat dari kedua saudara itu kalau mereka menghadapi sesuatu yang penting atau berbahaya. Secara begitu sang adik bisa memberitahukan kakaknya cepat sekali.
Sebagai kesudahan dari itu maka terdengar suara dingin dari Hoan Soat Kun suara yang langka dikeluarkannya: "Seng kiong Sin Kun Kau telah berani menggunakan tipu muslihatmu ini untuk mengelabui mata dunia Rimba Persilatan, hingga kau telah melakukan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan langit terkejut dan bumi tergetar goyang. Kenapa sekarang kau tidak berani memperlihatkan wajahmu sendiri, untuk berhadap hadapan dengan orang orang Bu Lim" "
ciu ceng kaget sekali mendengar suara si nona, yang menantang secara menghina itu. Katanya didalam hati: "Dengan Sin Kun tidak munculkan diri, itulah berarti masih ada jalan hidup untuk kita semua. Tapi, kalau dia memperlihatkan dirinya maka hari ini tidak ada jalan hidup bagi kita lagi..."
Jago ini telah terlalu lama hidup dibawah pengaruh Sin Kun, baru mendengar nama orang saja, dia sudah gentar, apalagi kalau dia berhadapan dengan Sin Kun sendiri. Demikian sekarang walaupun dia telah bebas dari kekangan dan telah pulih kesadaran dan tenaga kepandaiannya, walaupun ada Nona Hoan sebagai pengandalnya. Nyatalah dia masih kurang kuat kepercayaannya terhadap nona itu.
Debu telah lenyap akan tetapi mulut pintu yang terbentang luas, kosong melompong. Tak ada bayangan orang sekalipun, apalagi orangnya Tapi Siauw Pek sudah bersiap dengan pedang ditangannya. ia hendak menangkis andaikata Sin Kun menyerangnya, supaya musuh tak dapat masuk kedalam ruang
dalam tanah dimana mereka berkumpul itu. Ruang sempit, itulah
berbahaya andaikata sin Kun menyerbu bersama banyak orangnya.
Nona Hoan terus menanti dengan sabar, sampai beberapa lama,
ia tidak mendengar apa apa lagi, ia tidak melihat apapun juga .
ciu ceng dan orang orangnya guncang hatinya, tetapi menyaksikan kesunyian itu, hati mereka agak mulai tenang.
"Mari kita keluar dari sini" akhirnya terdengar suara Soat Kun, terus bersama adiknya ia memutar tubuh, keduanya bertindak dengan cepat, berlalu dari kamar rahasia itu.
Siauw Pek bersama Ban Liang dan ciu ceng mengikuti kedua nona itu.
Giok Yauw menyusul sesudah ia menyuruh kedua kiamsu baju merah mengiringi Han in Taysu.
Oey Eng dan Kho Kong berjalan paling depan dengan lenteranya.
Tiba diluar, nampak langit sudah mulai remang-remang. Ketiga buah kereta menantikan didepan rumah atap. Semua kereta itu, yang dilindungi para ang-ie kiam-su, tidak kurang suatu apa.
Segera Soat Kun naik keatas keretanya, ia lalu menitahkan: "Putar haluan kearah Siauw Lim Sie"
Han in dinaikkan keatas kereta. Giok Yauw membantunya.
Ketua Ngo Bie Pay itu tertawa, katanya: "Tak kusangka, hari ini aku dapat melihat langit pula..."
Oey Ho ciu Loo segera memberikan perintahnya, maka berangkatlah ketiga buah kereta dengan dilindungi pasukan ang ie kiamsu itu. Kereta kereta dilarikan cepat. Selagi berjalan itu, Ban
Liang menyusul ciu ceng, mendampinginya. "Kenapakah Seng Kiong Sin Kun tidak muncul" " tanyanya, heran.
"Aku juga tidak mengerti," sahut orang yang ditanya, yang tak kurang herannya.
"juga heran Nona Hoan, mengapa ia tidak memerintahkan memeriksa seluruh ruang didalam tanah itu..." berkata lagi Ban Liang.
Mendengar itu ciu ceng berkata didalam hatinya: "Syukur juga tidak dilakukan pemeriksaan-. Jikalau kita bertemu dengan Seng Kiong Sin Kun, mungkin sekarang kita sudah tidak hidup lagi..." Tapi ia kemudian menjawab: "Mungkinlah karena sesuatu sebab sin Kun terlambat. Kalau dia keburu datang, kita pasti tak sempat menyingkir^.."
Tapi Ban Liang berpikir lain-Katanya pula^ "Sampai detik ini, sin Kun itu hanyalah satu nama kosong. Siapakah yang pernah melihat wajahnya" Tak seorang jua"
"Tak peduli sin Kun pandai menyamar, dia tetap ada manusianya," berkata ciu ceng. "Dia liehay ilmu silatnya, andaikata Thian Kiam muncul kembali atau Pa Too datang sendiri, belum tentu mereka dapat menjadi tandingannya"
Ban Liang membungkam. Pikirnya: "orang ini masih sangat terpengaruh oleh Seng Kiong sin Kun, percuma aku mengadu mulut dengannya..." Maka ia lalu tertawa dan berkata. "Saudara ciu hidup bersama Sin Kun lama sekali, memang kau lebih mengetahui dia daripada aku..."
Tiba tiba siJenjang kuning melengak.
"Hanya ada satu hal yang membuatku sangat tidak mengerti..." katanya.
"Apakah itu, saudara" "
"Itulah perkataan Seng kiong hoa Siang. Dia berkedudukan tiggi, dia sendiri yang mengatakan bahwa Sin Kun bakal segera datang.
Aku percaya dia tidak berdusta, tetapi aneh, Sin Kun toh tidak muncul"
"Inilah yang dikatakan shia put seng ceng kesesatan tak dapat
memenangkan kebenaran" berkata Ban Liang. "Mungkin disebabkan
tantangan Nona Hoan, Sin Kun tidak berani memperlihatkan dirinya" ciu ceng tertawa, terus ia bungkam.
Perjalanan sementara itu dilanjutkan terus, sampai disebuah tempat kosong yang sunyi. Disitu terdapat tanah pekuburan yang tak teratur yang dikelilingi pohonpohon pek tua.
Sejak pengalamannya didalam ruang dalam tanah, sangat jarang ciu ceng tertawa atau tersenyum, nampaknya hatinya sangat berat, sekarang tiba ditempat sunyi ini, kelihatan dia semakin tidak tenang hati, matanya senantiasa diarahkan keempat penjuru.
Ban Liang yang selalu mendampingi kawan itu dapat melihat orang tidak tenteram, dia menghampiri sambil berkata: "Tempat ini sangat sunyi..."
Alis ciu ceng dikerutkan-Masih dia melihat kesekitarnya. Tiba tiba mukanya menjadi pucat. Segera dia mengangkat tinggi-tinggi tangan kanannya.
"Berhenti" perintahnya.
Perintah itu ditaati. Dengan mendadak ketiga kereta dihentikan dan sekalian pengiringnya juga , hanya mereka ini segera menghunus pedangnya masing-masing, dengan rapih mereka mengurung kereta kereta yang diiringinya itu
"Ada apakah" " bertanya Siauw Pek. yang menyingkap tenda keretanya. Sekarang ini, sesudah beristirahat beberapa hari, ia telah pulih kesehatannya.
"Entahlah ciu Huhoat, mungkin dia melihat sesuatu..." menjawab Ban Liang.
Jago tua ini melihat siJenjang Kuning mengulapkan tangannya diatas kepalanya dan semua ang ie kiamsu mengurung kereta
kereta dengan kewaspadaan- Disekitar mereka tak ada orang asing, cuma melihat dan terdengar suara rumput-rumput yang dipermainkan oleh hembusan angin.
Saking herannya, jago tua itu berkata didalam hati: "Sejak beberapa hari ini hati ciu ceng terus tidak tenang, agaknya dia berduka dan khawatir saja. Adakah itu disebabkan rasa takutnya yang terus menguasai dirinya."
"Saudara ciu, ada apakah" " kemudian bertanya sijago tua pada kawannya. ciu ceng bersikap sungguh-sungguh.
"Seng Kiong Sin Kun..." sahutnya, suaranya gemetar, giginyapun bercatrukan-Agak sukar ia menjawab itu.
"Mengapa aku tidak melihatnya" " tanya Ban Liang, sijago tua itu.
"Kau tunggu saja dan lihat..."
Ban Liang menoleh keempat penjuru, matanya dibuka lebar. Ia
tetap tidak melihat Sin Kun atau lainnya yang mencurigakan-
"Mungkin kau keliru melihat, saudara ciu" katanya. "Aku tidak
melihat apapun juga Nanti aku pergi kedepan memeriksanya."
Berkata begitu jago tua ini bertindak maju, tapi mendadak ia mendengar suara yang bengis seram. "ciu ceng Kau menjadi tongcu dari Oey liong Tong, mestinya kau tahu baik aturan dari Seng kiong. Apakah hukuman untuk siapa yang memberontak meninggalkan kiong" "
Dengan cepat Ban Liang berpaling kepada rekanya, ia menyaksikan muka orang pucat sekali, dua orangpun berdiam bagaikan patung.
"Hm" pikirnya, mendongkol berbareng lucu "Didalam dunia Kang ouw ada perbedaan dari mereka yang ilmu silatnya lebih tinggi atau lebih rendah, akan tetapi rasa takut, tak dapat orang menghindarinya, cuma, kalau rasa takut semacam ini, sungguh belum pernah aku alami."
Walaupun dia berpikir demikian, Seng Su Poan tidak tinggal berpeluk tangan saja. Tak dapat dia membiarkan kawannya terbenam dalam takut yang hebat itu.
"Tuan, kau siapakah" " tegurnya. "Adakah kau seorang laki-laki, seorang jago" Kenapa kau menyembunyikan kepala menongolkan ekor Adakah ini kelakukan seorang gagah perkasa" "
Tidak ada jawaban atas pertanyaan Ban Liang itu. Ada juga suara tadi, yang kembali ditujukan kepada bekas tongcu dari Oey liong Tong dari Seng kiong itu. Demikian katanya "ciu ceng Kau mau menghukum dirimu sendiri atau kau menghendaki Punco yang turun tangan" "
Ban Liang heran, ia memasang telinga sungguh sungguh Suara itu datang seperti dekat sekali, seperti juga dari tempat yang jauh. Dengan matanya, ia tidak melihat siapapun juga .
Akhirnya, "Saudara ciu, dimanakah orang itu bersembunyi" " ia tanya ciu ceng.
Bekas tongcu itu tidak menjawab. Pertanyaan itu diulangi beberapa kali. Dia tetap membungkam. Hanya tampak dia berdiri terpaku, wajahnya menunjukkan bahwa dia sangat ketakutan. Dia bingung...
Mendongkol sijago tua tetapi dia mengendalikan diri.
Semua ang-ie kiamsu, yang mengitar kereta juga berdiri diam.
Dalam penasaran, Ban Liang mencoba mengikuti tujuan mata ciu ceng. Tujuan itu langsung kedepan, keatas, kesebuah pohon Pek. Di situ diantara cabang cabang pohon tampak sebuah gin-pay, atau lencana perak. yang tengahnya ada gambaran berwarna merah, mirip thay kek diagram yang merupakan unsur im (negatip) dan yang atau positip.
Melihat benda itu, tahulah sekarang sijago tua itu apa yang menyebabkan ketakutan sang rekan-Tanpa ayal lagi ia menyumput sebuah batu, terus ia menimpuk ginpay itu. ia menggunakan tenaganya. Sambil menimpuk ia berseru.
Ginpay itu tidak kena dihajar tetapi seketika itu juga lenyap diantara dahan-dahan yang lebat, sebagai gantinya terdengar suara tadi yang seram, dingin dan bengis. "Hai ciu ceng, Masih kau tidak mau menerima binasa" Benarkah kau hendak menantikan punco sendiri yang turun tangan" "
Mendengar itu ciu ceng menoleh kepada Ban Liang, terus dia bertindak maju.
Sijago tua hendak mencegah orang berjalan maju, ia sudah meluncurkan tangan kanannya tapi ia segera menariknya pulang^ Suara seram tadi terdengar pula: "Buang senjata ditanganmu" ciu ceng mendengar kata sekali. Tanpa mengatakan sesuatu, ia melemparkan pedangnya. Bahkan semua ang-ie kiamsu turut juga membawah pedangnya masing masing. Sampai pada waktu itu Ban Liang yang sabar luar biasa tak dapat mengekang diri lagi. "Saudara ciu, lekas mundur" teriaknya.
ciu ceng bagaikan terkena ilmu sihir, ia jalan terus. cegahan sijago tua tidak ia gubris.
Ban Liang bingung hingga ia berdiri diam-saja.
Tepat pada waktu itu tenda yang kedua tersingkap. dari situ tampak dua Nona Hoan bertindak turun. Soat Kun memegangi pundak kiri adiknya. Dia menutup mukanya dengan cela hitam. Ditengah jalan dari tegalan itu, ia berdiri diam.
Oey Eng dan Kho Kong dengan senjatanya siap sedia, mendampingi kedua nona itu.
Giok Yauw juga melompat keluar dari keretanya, tangan kirinya memegang jarum rahasianya. Dia menghampiri Ban Liang, untuk bertanya dengan berbisik: "Loocianpwee ada kejadian apakah" " Ban Liang menggeleng kepala.
"Kejadian sangat aneh" sahut orang tua itu. "Tak pernah aku melihat dan mendengarnya. Akupun menjadi bingung karenanya..."
Ketika itu terdengarlah suara merdu tapi tenang dari soat Kun: "Melihat keanehan jangan merasa aneh Keanehan itu akan buyar sendirinya. Janganlah membuat bingung diri sendiri"
Itulah kata kata sederhana dan Ban Liang mendengarnya dengan jelas sekali. Kata-kata itu membuatnya sadar. Sadar juga Oey Eng dan Kho Kong, yang telah bertanya-tanya dalam hati menyaksikan gerak-gerik ciu ceng yang aneh itu.
ciu ceng sementara itu sudah sampai dibawah pohon pek itu, dia mengangkat kepalanya mengawasi keatas. ia bagaikan menanti sesuatu.
Dalam sadarnya itu Ban Liang berkata. "Kalau terjadi sesuatu atas diri ciu ceng, kedua belas ang ie kiamsu pun bakal Celaka juga. Bahkan hebatnya, mereka bakal menjadi contoh, hingga diwaktu lain pasti tak akan ada orang-orang Seng kiong yang berani memberontak dan berkhianat."
"Itulah benar" kata Giok Yauw.
"Maka itu kita mesti cegah peristiwa hebat yang bakal terjadi ini" berkata pula si jago tua. "Nona punyakah kau keberanian untuk menemani aku pergi kebawah pohon pek itu untuk melakukan pemeriksaan" "
"Kenapa aku tidak berani" " berkata si nona. Dia merasa jeri juga tetapi dia membesarkan keberanian. "cuma..."
"cuma apakah" "
"ciu ceng gagah kenapa dia membiarkan dirinya dipengaruhi, dia main turut saja" "
"Hal itu musti ada sebab musababnya. Tak ada waktu untuk mengadakan penyelidikan, yang perlu ialah lebih dahulu menolong orang Berkata begitu, Ban Liang segera berlari kearah pohon Giok Yauw benar berani, dia berlaku menyusul. Tepat pada waktu itu, kembali terdengar suara seram tadi: "Siapa mengkhianati Seng kiong dan berontak, dia mesti dihukum mati" suara itu keluar dari
atas pohon pek. dari antara cabang-cabang dan daun-daun yang lebat.
Hanya kali ini, begitu suara itu berhenti mendengung, sebagai gantinya lalu terdengar suara senjata tajam beradu.
Muka ciu ceng menjadi sangat pucat, peluhnya membasahi mukanya, bagaikan hujan lebat. Dengan perlahan-lahan, dia mengangkat tangan kanannya. Ketika itu Ban Liang dan Giok Yauw telah sampai disisi kawan itu.
"Nona, kau awasi musuh yang bersembunyi diatas pohon" Ban Liang membisiki Nona Thio,
dilain pihak^ dengan tangan kanannya dia menyambar ciu ceng.
Oey Ho ciu Loo tidak melawan ketika orang menyambarnya. Bagaikan tak sadarkan diri, dia terus menatap keatas pohon-Ban Liang mencekal keras lengan kanan kawan itu.
"Saudara ciu, ingat" katanya, keras. "Sebagai seorang laki2 hidup
tidak dapat dibuat girang, mati tak usah ditakuti. Kenapakah kau
ketakutan begini rupa" Bukankah kau hidup seperti juga mati" "
Selagi Ban Liang berbicara dengan siJenjang Kuning, Giok Yauw sudah melompat ke bawah pohon-ia berlaku berani sekali. Begitu datang dekat, begitu tangan kirinya diayun. Maka meluncurlah jarum rahasianya keatas pohon pek itu Dengan memperdengarkan ser-ser, beberapa helai daun berjatuhan ketanah.
"Berlaku sembunyi sembunyi sebagai hantu adakah itu perbuatan orang gagah" " sinona mengejek. "Kalau kau berani, kenapa kau tidak mau memperlihatkan diri" "
Ban Liang sementara itu berlaku sebat sekali Sambil mencekal tangan orang, dilain pihak ia menotok dua kali. Lalu selagi ciu ceng tak berdaya bagaikan orang mati, tubuhnya dipeluk dipondong dibawa lari kesisi kereta. Hampir serentak dengan bekerjanya Ban Liang itu, tenda kereta yang ketiga tersingkap terbuka, dari situ Siauw Pek melompat keluar, bagaikan terbang ia lari dan melompat kesisi Nona Thio Giok Yauw berpaling. Ketika ia melihat si anak
muda bahkan anak muda itu bersenyum manis, hatinya menjadi semakin besar.
JILID 33 "Kau lindungi aku, hendak naik ke atas pohon," katanya perlahan
Habis berkata, tanpa menanti jawaban lagi, nona cantik yang nakal
ini, yang berkeberanian besar, berlompat naik keatas pohon-
Dengan tangan kanan, yang memegang pedang terhunus, ia melindungi tubuhnya.
"Hati hati" Siauw Pek memesan, sedang tangan kirinya menghunus pedangnya, bersiap sedia andaikata Giok Yauw membutuhkan bantuannya.
Nona Thio bertindak cepat, gerakannya gesit dan lincah. Tiba diatas, tangan kanannya membabat, tangan kirinya menjambret, maka itu, selagi beberapa cabang terpapas kutung, tangan kirinya sudah memegang sebuah cabang yang cukup besar, hingga tubuhnya jadi bergelantungan.
Pada waktu si nona tiba, pada waktu itu pula bayangan orang berkelebat pergi meninggalkan pohon. Dia bergerak disebelah kiri sinona. Tak sempat nona itu menyerangnya, lekas lekas ia melompat turun.
"Apakah nona melihat musuh" " tanya siauw Pek. memapak nona itu.
"Ya." "Manakah dia" "
"Dia sudah kabur. Dia sangat gesit, sehingga aku tak keburu mengejarnya."
"Apakah nona melihat roman orang itu" "
"Tidak. Kau dibawah, apakah kau tidak melihat dia" "
Si anak muda terdiam, ia seperti tidak mendengar. Memang ia tidak ada orang lari menyingkir.
Nona itu mengawasi, lalu ia tertawa geli.
"Eh, kau marahkah" " tanyanya.
Belum lagi Siauw Pek menjawab, Soat Kun sudah datang mendekati mereka, Oey Eng dan Kho Kong mengiringinya. Ia jalan seperti lari.
"Apakah ada musuh" " tanyanya.
"Musuh seperti segan menghadapi kita depan berdepan, dia kabur," sahut Giok Yauw.
"Kalau begitu, inilah agak aneh." berkata si nona.
"orang itu sangat gesit dan lincah," Nona Thio mengakui. "Mestinya ilmu silatnya tak di bawah kita. Entah kenapa dia tak maU bertempur..."
Nona Hoan tidak kata apa apa lagi, ia cUma menhela nafas. "Mari kita melanjutkan perjalanan kita," katanya singkat.
"Nona" Siauw Pek berkata, "ada satu soal sulit. Bagaimana kita mengurusnya" "
"Apakah itu" " tanya si nona, yang menghentikan langkahnya.
"ciu ceng seperti terganggu otaknya, hingga Ban Loocianpwee perlu menotoknya. Semua kiamsupun meletakkan senjatanya, mereka seperti tak sadarkan diri..."
Nona itu menghela nafas "Kalau begitu tepatlah ramalan suhu" ujarnya perlahan.
"Bagaimana, nona" " tanya siauw Pek. heran-"Apakah selagi Hoan LooCianpwee mau meninggal dunia ia pernah memberitahukan nona tentang perobahan dunia Kang ouw nanti" "
"Jikalau suhu menjelaskan demikian, tidak usah aku merasa sulit sekarang."
"Apa saja katanya Hoan Loocianpwee "
"suhu memberitahukan kepada kami berdua bahwa belum pernah ada yang sanggup yang gunakan kekuatan saja mempersatukan kaum Kang ouw, bahwa kekacauan sekarang ini kalau sampai terjadi, itulah disebabkan sipengacau menggunakan semacam kepandaian pang bun coh too, ialah ilmu sesat, hingga dia jadi mempunyai pengaruh luar biasa." Mendadak si nona menghentikan bicaranya.
"Kemudian" " Siauw Pek bertanya.
"sampai disitu saja kata kata suhu. Buat selanjutnya, hambamu tidak berani sembarang menerka nerka."
"Bagaimana kalau nona memberi pandangan mengenai keadaan sekarang ini" "
"Untuk dapat menentang musuh kita mesti bertekad bulat."
"Bukankah orang orang musuh nekat semuanya" Nampaknya
mereka dipengaruhi racun hingga mereka takut berkhianat."
"Sampai setengah jam yang lewat hambamu pun beranggapan
demikian- Tapi pada detik ini anggapanku itu telah berubah." "Bagaimanakah itu, nona" "
"Kita ambil contoh ciu ceng. Dia toh sudah bebas dari kekangan racun"
"Maukah nona menjelaskan" "
"Dia seperti mendapat kekangan semangat. Dia tak bebas merdeka sendirinya."
siauw Pek berpikir. "Memang benar begitu. cara, atau pengaruh, apakah yang digunakan musuh hingga ciu ceng yang Cerdas dan gagah, yang berkenamaan, menjadi berubah semangatnya, hingga dia jadi penakut dan menurut saja segala kata kata orang" " Lalu ia
berkata "Nona benar. Hanya, yang tidak jelas, dan seCara aneh apakah digunakan Sin Kun untuk mempengaruhi ciu ceng" Benarkah didalam dunia ini ada ilmu siluman" "
"Itulah sulit untuk diperCaya. Yang benar ialah adanya suatu pengaruh yang sekarang masih gelap bagi kita..."
"cara Sin Kun mirip dengan ilmu siluman. Akupun tidak perCaya adanya ilmu itu tetapi nyatanya toh membuat orang memperCayainya" Si nona menghela nafas. "Oh, kalau saja suhu masih ada..."
"Nona. Jikalau kau tidak sanggup memeCahkan rahasia ini, lain orang pasti tidak berdaya sama sekali..."
"Ada juga suhu pernah bicara tentang ilmu yoga dari India, bahwa ilmu itu dapat menyebabkan timbulnya tenaga semangat seseorang. Sayang mataku berCaCat hingga aku tak dapat memahami dari pelbagai kitab. sayang pula kepandaiaan suhu, tak dapat aku mewarisi semuanya."
"Nona..." Soat Kun agak terperanjat. suaranya sianak muda berat sekali terdengarnya.
"Ada apakah, bengCu" " ia bertanya.
"Aku ingin bicara hal yang mengenai pribadi, harap nona tidak gusar."
Si nona berdiam "Apakah itu, bengcu" "
"Apakah Hoan Loocianpwee pandai ilmu obat obatan" "
"Benar. Bahkan kepandaiannya itu sukar ada tandingannya."
"Semua hidup Hoan Loocianpwee, apakah dia pernah bicara mengenai mata nona" " Soat Kun melengak.
"Kenapa bengcu mendadak menanyakan soal ini" "
"Aku menerka penyakit mata nona mesti ada cara penyembuhannya^"
Tiba tiba si nona tertawa perlahan-"Apakah bengcu menyayangi mataku yang tak dapat melihat ini" Apakah karena itu bengcu menjadi berduka" "
"Aku hanya memikir, nona, Jikalau kau dapat melihat, pasti kau leluasa membantu menjunjung keadilan dunia persilatan-" Nona itu menghela nafas.
"Suhu pernah memperingatkan aku bahwa didalam dunia ini
tidak ada sesuatu yang sempurna seluruhnya. Itulah pasti
anjurannya supaya aku merasa puas dengan cacat mataku ini."
"Kalau nona diam saja dirumah, tak apa nona tak dapat melihat, tapi sekarang nona muncul dalam dunia Kang ouw, bahkan kita harus membawa musuh yang luar biasa, guna menjunjung keadilan Rimba Persilatan, maka aku pikir, seandainya mata nona awas, pastilah kemenangan akan berada dipihak kita "
Kembali agaknya si nona terperanjat. Rupanya ia ingat sesuatu. Parasnya berubah. Tapi, lekas juga, ia tenang pula seperti biasa. Dengan sungguh sungguh, ia berkata: "Suhu sendiri pernah memuji aku sebagai wanita yang cantik luar biasa, bahwa sayang aku cacatpada kedua belah mataku. Apakah benar kata kata suhu itu mengenai kecantikanku" "
Berkata begitu, si nona menyingkap calanya iapun membetulkan rambut yang turun didahi dan samping telinganya. Ia menghadap kearah si anak muda, sang bengcu.
Siauw Pek mengawasi tajam wajah itu. Sungguh wajah si nona sangat cantik, dari atas hingga kebawah, dia tak ada celaannya. Potongan tubuhnyapun lemah gemulai dan indah. Kecuali sepasang mata...
Walaupun pelukis paling pandai tak akan sanggup melukis menggambar kecantikan nona itu...
"Sungguh, nona kau cantik sekali, guru nona memuji tepat"
akhirnya ketua ini memberikan pujiannya . Nona itu tertawa.
"Kalau mataku sembuh dan bisa melihat, tidakkah aku akan
dikutuk alam" " tanyanya. "Suhu kata aku buta karena terkutuk..."
"oh..." berusaha si ketua, bingung Tak tahu ia mesti mengatakan apa.
"Adikku ini jujur," kata sinona kemudian, "akulah kakaknya tetapi sifat kami berlainan Bengcu, andaikata di dalam dunia ada obat mujarab yang dapat menyembuhkan mataku, belum aku pikir untuk menggunakannya..." Siauw Pek berdiam ia heran sekali.
"Menurut si nona ini, bukankah mesti ada obat untuk menolongnya" Kenapakah ia menolak obat itu" Kenapa ia senang hidup tak dapat melihat" "
Pembicaraan mereka terputus sampai disitu, Ban Liang datang dengan berlari lari, agaknya dia gugup,
"Nona Hoan" katanya, "pikiran ciu Huhoat kaCau, dia ngoceh tidak karuan Entah apa yang dia ucapkan..."
Soat Kun berpiklr, baru ia menjawab : "Jangan ganggu dia. Mungkin dari ocehannya itu kita akan memperoleh sesuatu mengenai keadaannya yang aneh itu. Nah mari kita melihat."
Si nona menurunkan pula Celananya, lalu ia berjalan Cepat. Tentu saja, ia berjalan bersama Soat Gle, dan sang adik yang memimpinnya ciu ceng diletakkan di atas tanah di atas rumput, tubuhnya terlentang, mukanya menghadap keatas. kedua matanya tertutup rapat, tetapi mulutnya senantiasa berkemak kemik.
Nona Hoan menghampiri sampai disisinya, ia jongkok sambil menatap.
Ban Liang bersama Siauw Pek. untuk menyaksikan, buat turut mendengari, jongkok bersama. Mereka berdiam saja seperti kedua nona itu. Sampai sekian lama ciu ceng mengoceh, baru ia berhenti.
"coba totok jalan darah lupanya" Soat Kun menintahkan-Siauw Pek menyahut, terus ia menotok huhoat itu, membuatnya tidur. Nona Hoan menghela napas.
"Apakah bengcu sekalian mendengar jelas apa katanya" " ia tanya.
"Sedikitpun aku tidak mengerti," sahut Ban Liang. "Dia ngoceh mohon ampun."
"Mohon ampun" "


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya. Dalam keadaan tak sadar itu, dia seperti tengah tersiksa hebat."
"Apakah nona mendengar dia mohon ampun kepada atau dari siapa" " Siauw Pek tanya.
"Dia mohon ampun dari orang yang menguasai jiwanya." "Kalau begitu, itulah Seng Kiong Sin Kun" kata siauw Pek. Sinona berdiam untuk berpikir.
"Tak keliru terkaan bengcu. Tapi dia tak menyebut nama Sin Kun."
"Habis, siapa kah orang itu" "
"Hambamu tidak mendengar jelas. Samar-samar ia menyebut nama seorang wanita."
Ban Liang tercengang. "Nama seorang wanita" " ia menegasi.
"Ya. Ini hanya menurut pendengaranku."
Siauw Pek heran-Tapi ia mengalihkan pembicaraan-"Nona, dalam keadaan sekarang ini, apakah daya nona untuk menentang musuh"
" demikian ia bertanya.
"Sekarang ini dimana-mana terdapat orang Sin Kun telah kupikir memakai tenaga Sin Kun untuk membalas menghajarnya. Tapi
keadaan ciu ceng membuatku harus berubah siasat. Inilah karena terpaksa."
"Bagaimana, nona" "
"Mulanya hambamu menerka sin Kun mempengaruhi orang karena dia menggunakan obat beracunnya, sekarang terkaan itu tak dapat diandalkan lagi. Sekarang hambamu percaya sebenarnya sin Kun mempunyai semacam kepandaian silat yang luar biasa. Kepandaian apakah itu" Itulah yang harus dicari tahu."
XXX "Bagaimana caranya itu, nona" "
"semasa hidupnya suhu pernah mengatakan kepada kami bahwa dalam dunia ilmu silat, ilmu silat partai Siauw Lim Sie yang paling liehay, partai itu paling banyak anggotanya serta paling kuat. Maka hambamu berpikir guna menentang Sin Kun, baik kita mengandalkan pihak Siauw Lim Pay itu. Karena itu sekarang hambamu mau pergi dahulu kegunung Siong San, untuk dapat membujuk partai itu supaya mereka maU membantu kita. Dengan begitu barulah kita tak akan kekurangan tenaga." Siauw Pek berpikir.
"Apakah nona telah mempunyai pegangan akan dapat membujuk Siauw Lim Pay" "
"Tadinya belum tapi sekarang ada juga kepercayaanku..." "Apakah itu sebabnya, nona" "
"sekarang kita mendapat bantuan Han In Taysu." Siauw Pek lantas ingat Ngo Bie Pay itu.
"Nona benar" katanya.
"Sekarang ini Han In Taysu sudah bercacat, meski dia belum melupakan ilmu silatnya, tak dapat dia membantu kita. Walaupun demikian, kita harus merawat dan melindunginya baik baik. Sekarang dialah saksi satu satunya yang paling penting"
"Itu benar" Ban Liang turut bicara.
"Sekarang perlu kita lekas lekas tiba di Siauw Lim Sie," Soat Kun berkata pula. "Seharusnya Seng Kiong Sin Kun sudah mesti muncul, sekarang dia belum juga tiba, mungkin ada suatu halangan untuknya. Pernah suhu bicara tentang peruntungan, katanya saat yang baik dapat lenyap didalam sekejap. dari itu, kita harus dapat menggunakannya dengan baik"
"Bagaimana nona pikir tentang ciu ceng" " Ban Liang tanya. "Dia dan orang orangnya sulit kita andalkan lagi guna menentang Seng Kiong Sin Kun. Walaupun racun mereka sudah disingkirkan, keberanian mereka sudah terpengaruh hebat. Dengan mengajak- ajak mereka, bukankah itu suatu beban bagi kita" "
"Aku menyangsikan kalau mereka terpengaruh buat selama- lamanya," soat Kun berkata. "Mungkin akan datang saatnya yang mereka akan sadar pula."
"Kalau begitu, baik kita ajak mereka. ciu ceng seperti lagi sakit, dia dapat dinaikkan ke atas kereta. Mengenai para kiamsu, biar mereka berjalan seperti biasa. Kelihatannya mereka masih dapat berjalan. Loohu yang akan memimpinnya."
"Baiklah begitu" si nona mengambil keputusan, sesudah mana ia menghampiri keretanya untuk menaikinya.
Setelah kereta kereta diberangkatkan, Oey Eng dan Kho Kong yang jalan dimuka. Siauw Pek sudah sembuh, bersama Thio Giok Yauw, ia mengambil kedudukan di tengah, guna melindungi kedua nona Hoan serta Han In Taysu. Ban Liang berjalan paling belakang dengan mengepalai rombongan ang ie kiamsu.
Roda roda kereta menggelinding terus menerus. orang sudah melalui lie lebih tatkala mendadak kereta kereta itu mesti dihentikan. Itulah sebab terdengarnya satu teriakan dan seorang kiamSu jatuh roboh dengan mulutnya mengeluarkan darah Segar. Dia mati Seketika.
"Ada terjadi apakah" " tanya Nona Hoan, yang turun dari keretanya.
"Seorang kiamsu roboh mati seketika," Ban Liang menjawab. "Adakah suatu pertanda" " sinona bertanya
"Dia seperti terkena hajaran tangannya seorang laykee," sahut Ban Liang pula.
"Lay kee" ialah ahli silat bagian dalam, sebagaimana "gwa kee" adalah ahli silat bagian luar. Nona itu menghela napas.
"Dilihat dari sini, jangan jangan para kiamsu itu sukar tiba sampai di Siong San," katanya.
"ciu ceng juga belum sadarkan diri, inilah Untung baik dari dia." "Kenapa begitu, nona" " tanya Siauw Pek.
"Dengan dia belum sadarkan diri, jiwanya seperti terlindung..." "Ada hal yang lohu tidak mengerti..." berkata Ban Liang. "Apakah itu, Ban Huhoat" "
"Lohu bicara dari hal kiamsu yang baru saja roboh mati itu. Loohu telah memeriksanya, dia ternyata bukan mati karena racun. Kalau dia terhajar hingga dia terluka dibagian dalam, siapakah yang menghajarnya" Di sepanjang jalan tak ada juga musuh yang menghadang."
"Mungkin dia telah terluka dari siang siang karena lukanya kumat, dia mati ditengah perjalanan ini."
"Nona cerdas, apa tidak ada daya nona untuk mencegah terulangnya kejadian seperti ini" " Ban Liang tanya. Si nona menggelengkan kepala.
"Inilah sebabnya kenapa aku ingin lekas lekas tiba di Siong San Sebenarnya orang orang Sin Kun itu dapat kita gunakan sebagai tentara kita."
"Kalau kejahatan itu tidak dicegah, apakah kita bisa menonton saja disepanjang perjalanan kita ini" " tanya Siauw Pek.
"pada saat itu belum ada daya untuk menolong mereka," menjawab si nona, yang segera naik pula keatas keretanya. Siauw Pek memandang Ban Liang.
"Kalua dia mati karena kumatnya luka di bagian dalam, mestinya mereka roboh semua serentak," katanya. "Kenapa yang roboh hanya dia seorang diri saja" " Ban Liang menyeringai sedih.
"Lohu sudah tua dan berpengalaman, belum pernah mengalami peristiwa seperti ini," sahutnya masguL
Siauw Pek menghela napas terus ia berdiam.
Dari dalam keretanya si nona terdengar suaranya: "Mari kita melanjutkan perjalanan"
Terpaksa Ban Liang memberikan isyaratnya untuk berangkat. Mayat si kiamsu dikubur sekedar saja.
Di dalam perjalanan lebih jauh, peristiwa si kiamsu tadi terulang. Bencana menimpa setiap rekannya yang masih hidup itu. Selalu asal terdengar teriakan, seorang prajurit tentu roboh binasa. Juga dengan muntah darah.
Aneh pula kejadian itu tidak mengganggu sahabat mereka yang masih hidup, Mereka itu tak peduli, tak kaget, tak menaruh perhatian sama sekali. Mereka tetap berjalan bagaikan mayat mayat hidup,..
Siauw Pek dan Ban Liang menyaksikan peristiwa itu, mereka cuma bisa berduka dan menghela napas. Tak ada daya untuk mencegah.
Ketika akhirnya pada waktu tengah hari rombongan Kim Too BUn tiba dikaki gunung Siong San, sisa kiamsu tinggal empat orang. Yang lainnya dapat nasib seperti kawan kawannya terdahulu itu.
Ban Liang menjadi seorang Kang ouw yang berpengalaman, ia tahu tentang aturan partai Siauw Lim Sie, terutama aturan dipusat
partai pada saat saat upacara atau sembahyang besar, orang luar tak dapat datang secara bebas ke kuil yang tersohor itu. Terutama kaum Bu Lim Rimba Persilatan siapa yang lancang, dia akan dirintangi dan diserang. Maka itu hendak ia mencegah kereta yang terdepan maju terus. Tapi, baru ia mau membuka mulutnya, kereta sudah berhenti dengan mendadak.
Kiranya hal itu disebabkan dimuka jalan itu, disisi jalan, terdapat sebuah batu besar yang terukir empat huruf besar ini: "Kuda/kereta dilarang masuk"
"Apakah kita jalan terus dengan turun dari kereta" " tanya Oey Eng dan Kho Kong.
"Kita sudah tiba disini, itu berarti kita sudah memasuki wilayah Siauw Lim Sie," Ban Liang memberi keterangan. "Kalau orang biasa datang kemari, walaupun dia melanggar aturan, tidak apa, paling juga dia ditegur dan disuruh kembali. Tidak demikian terhadap orang Bu Lim, apalagi yang membekal senjata..."
"Habis bagaimana caranya kita mesti maju ini" " tanya Siauw Pek.
"Kita harus menurut menggunakan aturannya." "Apa dan bagaimanakah aturannya itu" "
"Kita mengirim kartu nama dahulu, untuk mengutarakan maksud ke datangan kita guna menunjukkan hormat."
"Jikalau begitu, kita perlu berdamai dahulu dengan Nona Hoan-"
"Nanti loohu yang memberitahukan si nona," berkata Ban Liang, yang terus pergi menghampiri kereta Soat Kun-Belum lagi jago tua itu membuka mulutnya, tenda Nona Hoan sudah tersingkap dan sebelah tangan yang putih halus sudah diulur keluar, tangan mana yang menyerahkan sebuah amplop merah yang besar seraya si nona berkata: "Aku telah menyediakan kartu nama ini untuk kita berkunjung dengan menuruti aturan disini"
Ban Liang menyambuti. Ia membaca alamatnya, yaitu ketua Siauw Lim Pay, dan sipengirim, ketua Kim Too Bun-
"Nona memikir sempurna, loohu telah menduganya," katanya.
"Sekarang tolong Huhoat mengajak Oey Huhoat pergi menyampaikan kartu nama kita ini," berkata si nona. "Kami menantikan disini."
"Memang kita harus menantikan disini. Jalan kedepan itu sudah terlarang."
"Sudah lamakah adanya aturan ini" "
"Kita dahulu loohu datang kemari, aturan ini belum ada, kereta dapat maju sampai di muka kuil sekali"
"Kalau begitu, aturan ini belum lama berlakunya."
"Paling lama juga sampai tiga puluh tahun. Loohu berkunjung kemari pada tiga puluh tahun dahulu."
"Kita berhenti disini, itu artinya kita mesti mendaki dengan jalan kaki."
"Yang sulit ialah ciu ceng dan Han in Taysu yang satu tak sadarkan diri, yang lainnya CaCat kakinya."
"Berapakah sisa kiamsu kita" "
"Dapatkah mereka memikul tandu atau joli" "
"Harap saja mereka tak bakal mati ditengah jalan..." "Masih berapa jauhkah untuk tiba kuil Siauw Lim Sie" " "Kira-kira delapan lie lebih."
"Baiklah. sekarang huhoat boleh pergi bersama Oey Huhoat. Minta Kho Huhoat tolong Carikan beberapa potong bambu buat membikin semaCam gotongan bagi kita untuk mengangkat ciu ceng dan Han in Taysu."
"Baik nona," kata Ban Liang, yang terus pergi bersama Oey Eng.
Dan Kho Kong pergi mencari bambu, yang mudah didapatkan didekat tempat itu. Dengan cepat ia membuat tandu darurat, maka juga ciu ceng dan Han in Taysu dapat dipindahkan ketandu itu.
soat Kun turun dari keretanya, dengan dua helai cita hitam, ia menutupi tubuh ciu ceng dan sipendeta. Han In diberitahu mengapa dia perlu menutup diri agar dia tidak menolak.
Keempat kiamsu bagaikan patung-patung tetapi mereka dapat diperintah Kho Keng untuk menggotong kedua tandu itu.
soat Kun tidak bisa melihat tetapi dengan pertolongan adiknya, ia tahu letak tempat serta sekitarnya. Maka ia berkata pada Siauw Pek: "Bengcu berjalan bersama hambamu berdua, dan Nona Thio
bersama Kho Huhoat berjalan dibelakang, tetapi perhatikanlah
keempat kiamsu kalau-kalau nanti ada yang roboh ditengah jalan. Giok Yauw dan Kho Kong menerima baik pesan itu.
"Nah mari, kita berangkat" Soat Kun mengajak. "silahkan nona jalan dimuka" kata Siauw Pek. tersenyum. Kereta mereka dihentikan ditepi jalan, di sebuah tikungan-Lewat kira-kira tiga lie, jalanan menjadi lebar. Ada sebuah rimba pohon cemara menghadang ditengah jalan akan tetapi ditengah-tengah itu terbuka suatu jalan, yang terus ia lalui.
"AmidaBudha" tiba terdengar puji suci yang keluar dari dalam rimba itu, disusul munculnya seorang pedneta tua yang tubuhnya diselubungi jubah sucinya. Dia merangkap kedua belah tangannya seraya meneruskan berkata^ "Kedua siecu, terimalah hormat loo ceng"
"Loo ceng" itu berarti "aku sipendeta tua."
Soat Kun dan adiknya lekas-lekas membalas hormat.
"Tak berani kami menerima kehormatan besar dari loosuhu ini," kata sinona. "Aku mohon bertanya, untuk tiba digereja Siauw Lim Sie masih ada berapa lie lagi" "
Pendeta itu tercengang. Dia berkata didalam hati: "Sungguh liehay bocah ini. Belum sempat aku bertanya dia sudah mendahului" Tapi ia mesti menjawab. Katanya: "selewatnya rimba ini, siecu berdua akan tiba dimuka kuil kami. Dapatkah siecu menerangkan, ada urusan apakah siecu datang berkunjung ini" "
"Kami hendak menghunjuk hormat kami kepada ketua loosuhu."
"Tadi ada dua orang yang membawa kartu nama, adakah mereka kawan siecu" "
"Benar" Pendeta itu membuka lebar kedua matanya, mengawasi si nona. "Apakah kau Kim Too Bengcu" " tanyanya pula.
"Akulah bawahan Kim Too Bengcu," sahut si nona. "Nah, manakah Kim Too Bengcu sendiri" "
"Sebentar setelah bertemu dengan ketua loosuhu, Kim Too Bengcu akan muncul untuk membuat pertemuan-"
Pendeta itu berpikir, lalu dia kata: "siecu, walaupun kamu berkunjung dengan menggunakan aturan, akan tetapi..."
"Akan tetapi apa, loosuhu" Apakah ada sesuatu halangannya" Silahkan loosuhu jelaskan-"
Pendeta itu menghela napas.
"Siauw Lim Sie kami mempunyai satu aturan."
"Aturan apakah itu" "
"Jikalau pinceng jelaskan, harap siecu tidak berkecil hati. Aturan ini ialah kuil kami melarang kunjungan perempuan. . . "
Istilah "pinceng" itu berarti "aku" buat seorang pendeta Buddhist.
"Kedalam kuil loosuhu ini apakah tak ada wanita yang datang bersujud" "
"Ada memang ada..."
"Kalau wanita itu seorang nyonya besar, apakah dia dilarang juga" "
"Itulah lain..."
"sama-sama wanita, ada apakah bedanya" Kalau wanita bersujud boleh, baiklah loosuhu anggap akupun sebagai wanita yang bersujud itu..." Pendeta tua itu menggelengkan kepala.
"Walaupun sebagai wanita bersujud, siecu cuma bisa sampai disuatu bagian toa-tian, yaitu toa-tian pertama, tidak sampai ditoa- tian kedua..."
Toa-tian-yaitu pendopo besar.
"Aku tidak percaya bahwa kuil Siauw Lim Sie yang besar dan ternama, semenjak beberapa ratus tahun dahulu, belum pernah ada wanita yang memasuki toa-tian yang kedua"
"Memang ada tetapi harus ada syaratnya."
"Apakah syarat itu" "
"Syarat itu ialah orang mesti mengandalkan kepandaiannya untuk masuk secara menerobos melewati penjagaan"
Sampai disitu, mendadak Giok Yauw mencampuri bicara.
"Menerobos masuk bukanlah soal sukar" katanya. "Apakah loosuhu yang bakal merintanginya" " Pendeta tua itu tertawa hambar.
"Siauw Lim Sie mempunyai aturannya yang keras," katanya. "Selama siecu belum mencoba memasukinya dengan paksa, mesti pinceng tidak berani menghalang halanginya."
setelah berkata begitu, pendeta itu menggeser kesamping. Melihat orang minggir, Soat Gle bertindak maju. Soat Kun mengikuti
adik itu. Siauw Pek dengan tangan pada gagang pedangnya berjalan
dibelakang nona itu. Giok Yauw dan lainnya lalu mengikuti juga .
Selewatnya rimba cemara, jalanan berupa jalanan dari batu putih yang terhampar rapih dan lebar. Didepan itu segera tampak pintu
halaman luar yang tinggi dan besar. Diluar pintu itu berdiri dua orang pendeta dengan jubah merah.
"Kedua suhu, tolong suka membuka jalan" berkata soat Kun nyaring, "Kami datang untuk bersujud"
Kedua pendeta itu saling mengawasi satu dengan lain, lalu yang
dikiri bertanya. "Apakah tuan tuan adalah orang Kim Too Bun" "
"Ada pengajaran apakah dari kamu, kedua taysu" " si nona bertanya.
"Tadi ada utusan Kim Too Bun datang membawa kartu nama," kata pendeta itu. "Kami menjadi pendeta penyambut tetamu, karena itu kami hendak menyambut para tetamu kami."
"Benar, kamilah orang orang Kim Too Bun"
"Yang mana Kim Too Bengcu" "
"Sebentar setelah bertemu ketua kamu, Kim Too Bengcu akan muncul sendirinya."
Pendeta yang dikanan merangkapkan kedua tangannya. Katanya, "Aturan kuil, karena itu, siecu menjadi orang Kim Too Bun atau bukan, tak ada jalan buat siecu memasukinya." Pendeta itu bersikap hormat, cuma suaranya bernada dingin.
"Masih ada satu aturan lagi, yang taysu lupa menyebutkannya," kata Giok Yauw.
"Jikalau pihak tetamu meng gunakan kekerasan menerobos
masuk kedalam kuil, tak ada tempat yang terlarang, bukan" " Paras sipendeta berubah.
"Benar" katanya. "Asalkan nona mempunyai kepercayaan dapat menerobos masuk ke dalam kuil Siauw Lim Sie ini, sekalipun kamar suci dari ketua kami, nona tak salah untuk memasukinya "
Dengan memperdengarkan suara "Sreeet" Nona Thio menghunus pedang dipunggungnya.
"Nona Hoan," katanya, "mereka dengan sengaja hendak merintangi kita, tak perlu kita banyak mulut lagi melayani dia bicara. Ia berpaling kepada kedua pendeta itu, matanya menatap tajam Katanya pula: "Taysu berdua, silahkan kamu menghunus senjata kamu" Pendeta yang dikanan tertawa.
"Aku bersama kakak seperguruanku ini akan menyambut nona dengan tangan kosong, itulah sama saja" sahutnya sombong. Giok Yauw menatap pula.
"Kamu berdua mengepung aku satu orang. Walaupun kamu tidak menggunakan senjata, itu pun pantas"
Begitu habis berkata, nona ini menggerakkan pedangnya, tapi disaat ia hendak menikam mendadak ia menundanya Katanya: "Satu hal perlu ditanya jelas dahulu "
"silahkan bicara, siecu" kata pendeta yang dikanan-"Kita bertempur untuk mengadu jiwa atau cukup dengan saling towel saja" " tanya si nona.
"Dalam hal itu terserah kepada nona," kata pendeta yang dikiri. Giok Yauw berpikir.
"Begini saja " katanya. "Kita tiba hanya pada saling towel, tetapi kalau ada satu pihak yang terluka, anggap saja bahwa dia yang naas..."
"Baiklah, nona" menyahut kedua pendeta itu. "Kalau nona
mempunyai jurus jurus yang liehay, keluarkanlah semuanya "
Baru saja pendeta itu menutup rapat mulutnya, Giok Yauw sudah menyerang. Ia menikam pendeta yang dikanan dan dengan tangan kosong, menyampok pendeta yang dikiri.
Kedua pendeta itu berkelit, menyingkir dari ujung pedang dan sampokan, menyusul itu, keduanya membalas menerjang dari kiri dan kanan.
Giok Yauw membungkuk, pedangnya dipergunakan membabat keatas setelah itu ia meneruskan menikam dada pendeta yang
disebelah kanan Ini disebabkan dimatanya, pendeta itu sangat tidak menghormat.
Didalam kulitnya itu, kedua pendeta itu bertugas sebagai tie kek ceng yang pertama dan pembantunya ilmu silat mereka sudah sempurna. Mulanya mereka tidak memandang mata kepada Nona Thio, setelah dua gebrakan itu baru mereka insaf bahwa wanita ini bukan sembarangan. Maka mereka lalu bersungguh sungguh.
"Tie kek ceng" ialah pendeta tukang menyambut melayani tamu tamu.
Giok Yauw lalu mencoba mendesak. Lagi lagi ia menikam yang dikanan dan menyampok yang dikiri. Ia berlaku sebat beserta waspada Karena desakannya itu, baru sepuluh jurus, tie kek ceng yang kanan sudah repot, bahkan segera dia dihajar adat, yaitu jubahnya kena ditublas hingga jadi berlubang.
Dengan serempak kedua pendeta itu melompat mundur kira kira sejauh lima kaki. "Nona, benar ilmu pedangmu liehay Silakan masuk
" kata mereka. Giok Yauw menyimpan pedangnya, ia tertawa. "Niatlah pendeta pendeta dari Siauw Lim Sie tak kehilangan budi luhurnya sebagai orang orang partai besar," pujinya.
Merah muka kedua pendeta itu, akan tetapi mereka toh berkata. "Masih ada berlapis pintu nona, setiap pintunya makin kuat. Semoga nona jangan terlalu bergirang dahulu"
"Terima kasih" berkata Giok Yauw tersenyum. Ia terus bertindak maju. Kedua pendeta itu menyingkir kekedua sisi, mereka tidak merintang.
Baru rombongan ini berjalan beberapa tombak. sudah terlihat Ban Liang lari mendatangi. Jago tua itu lari cepat, maka sebentar saja sampai sudah ia diantara rombongannya .
"Ada apakah" " Soat Kun bertanya.
"Telah loohu sampaikan kartu kita," sahut Jago tua itu.
"Siapakah yang menerimanya" " "Pemimpin dari Tat Mo Ih"
"Tat Mo Ih" adalah namanya "Ruang Tat mo" dan "Tatmo" atau Tatmo couwsu ialah Bodhiedarma, biksu dari India yang di dalam tahun 526 datang ke Tiongkok.
"Apakah LooCianpwee tidak bertemu dengan ketuanya" "
"Seorang pendeta tua dengan janggut putih yang menyebut dirinya pemimpin dari Tatmo Ih itu, menemuiku dan dia mengaku bahwa dia menerima perintah ketuanya menyambutku."
"Apakah katanya" "
"Gerak gerik pendeta tua itu tegas sekali. Setelah dia menerima kartu kita, tanpa membaCa lagi, dia lalu berkata bahwa kuil Siauw Lim Sie biasanya tidak menerima kunjungan tamu tamu wanita, bahwa walaupun kita datang dengan memakai aturan, mereka toh tidak dapat merusak aturannya sendiri, bahwa dia mesti mentaati aturan kuilnya"
"Apakah aturan itu" "
"Aturan mengandalkan ilmu silat memaksa masuk kedalam kuil"
"Jikalau demikian adanya, tak dapat tidak, kita mesti menggunakan kekerasan" berkata Giok Yauw "Hm Kalau tahu tahu begini, tak usah kita mengirim kartu nama lagi"
"Hanya, ketika aku mau mengundurkan diri pendeta tua itu mengatakan kepadaku bahwa walaupun dia tak berdaya melanggar aturannya dia toh akan membantu kita sebisanya agar kita bisa masuk ke dalam Siauw Lim Sie."
"Itu artinya dia hendak mengatur segalanya untuk memudahkan kita masuk," berkata nona Hoan-
"Begitulah kiranya,"
"Mana Oey Eng" " Siauw Pek bertanya. Jago tua itu keluar seorang diri.
"Ia berada didalam."
Alis si anak muda bangun sendiri. Ia hendak membuka mulutnya tetapi bataL
Ban Liang berkata pula, perlahan: "Aturan di dalam kuil ini keras sekali, karena dia tak sudi menyambut kita memang satu pertempuran tak dapat dihindarkan lagi. Aku pikir, nona baiklah nona menentukan kita supaya pertempuran ini berupa saja sampai saling towel, agar kita tidak membinasakan, atau melukai, pendeta pendeta Siauw Lim Sie."
"Baiklah. amat suka aku mendengar kata kata Loocianpwee."
"Nah... sekarang aku hendak kembali ke dalam guna
menyampaikan berita. Disana kita menantikan nona bersama."
"Jika ada terjadi sesuatu perubahan, lekas kabari kami" Soat Kun pesan-
"Baik." berjanji sijago tua, yang terus kembali kedalam.
Nona Hoan segera berkata: "Nona Thio telah menang satu rintasan, maka untuk rintasan selanjutnya silahkan bengcu yang turun tangan"
Giok Yauw menurut, ia mundur. Iapun tahu sipemuda jauh lebih liehay dari padanya.
siauw Pek segera maju dua tindak maka ia kini berada dipaling depan. Ia berjalan di muka.
Pintu besar terpentang, dari sebelah luar tampak halaman dalam yang panjang dimana terdapat barisan pohon pohon pek dan cemara.
Dengan kepala diangkat Siauw Pek memasuki pintu pekarangan itu.
Giok Yauw bertindak bersama sama kedua nona Hoan. Ia bagaikan sipelindung.
Kho Kong berjalan paling belakang bersama empat orang ang ie kiamsu yang menggotong Han In Taysu dan ciu ceng.
Baru saja rombongan ini memasuki halaman sudah terdengar puji keagamaan yang mendengung kedalam telinga, dari balik pintu segera muncul empat orang pendeta dengan tongkat di masing masing tangannya. Mereka itu bergerak gesit, melintang di tengah jalan.
siauw Pek menghunus pedang tanpa mengucapkan apa apa, ia mendahului menyerang. Empat pendeta itu menyambuti, selagi yang satu menangkis, yang tiga menyerang. Dengan begitu bentroklah mereka, hingga suara pedang dan sering terdengar.
"Ah orang ini lihay"pikir keempat pendeta itu. Mereka merasai getaran tangan akibat terbenturnya senjata mereka dengan pedang sipemuda.
Keempat pendeta itu dapat bekerja sama dengan baik. Biasanya, kalau mereka meluruk serentak. senjata lawan mesti ditarik kembali.
Pedang siauw Pek lain dari pada yang biasa. Si anak muda justru
menangkis lalu terus menyerang, membabat, memapas.
Bersenjatakan tongkat yang berat dan cukup panjang, desakan sianak muda membuat keempat pendeta itu repot. Tak leluasa mereka berkelahi rapat sekali.
satu kali siauw Pek menyerang dengan sabetan terus menerus, kesudahannya ia mencoret ujung baju seorang pendeta yang disebelah kiri, setelah mana dengan sinar pedangnya dia mengurung tiga yang lainnya.
Repotlah keempat pendeta, pada akhirnya, mereka mundur sendirinya.
"Suhu sekalian mengalah saja" berkata siauw Pek hormat, dua jeriji telunjuk dan tengah diatas pedangnya, kakinya terus bertindak maju, untuk masuk terlebih jauh. Giok Yauw mengajak rombongannya ikut masuk.
Keempat pendeta mengawasi dengan melongo. Tak ada yang berani menegur atau menghalangi pula. Adalah aturan dalam Siauw Lim sie, kalau mereka kalah, mereka mesti berdiam saja walaupun kekalahan itu membuat mereka hilang muka.
Siauw Pek sudah berjalan kira kira enam tombak ketika jalanan membelok kekiri. Ia bertindak terus mengikuti jalan itu. Tapi segera ia dihadang dua orang pendeta, satu tua satu muda. Pendeta yang tua itu mengenakan jubah abu abu, janggutnya sudah ubanan semua, wajahnya sangat tenang, hingga sukar orang menerka usianya. Yang muda berumur lebih kurang dua puluh tahun, jubahnya putih, lehernya berkalungkan kalung tersebut tasbe Senjatanya, sebatang golok, tersemblok dipunggungnya.
Pendeta yang tua itu segera merangkap kedua tangannya, tubuhnya menjura, dengan hormat ia memperkenalkan diri sebagai Su Lut.
Mengetahui nama suci pendeta itu mulai dengan huruf "Su", Siauw Pek jadi ingatpada Su Kay Taysu. Maka itu, melihat usia lanjut dari orang ini, tahulah ia bahwa Su Lut menjadi salah satu tiang loo yaitu pendeta dari tingkat tua. Lekas lekas ia membalas hormat.
"Boanpwee adalah coh Siauw Pek," ia memperkenalkan diri. Ia menyebut nama benarnya. Alis pendeta tua itu berkerut
"Siecu telah melalui beberapa rintangan, itulah bukti dari kepandaianmu yang mahir. Loolap mendapat tugas menjaga disini, jikalau siecu ingin lewat juga , silahkan kau menggunakan kepandaianmu"
Nada suara pendeta menandakan bahwa dia memegat karena terpaksa.
"Akulah seorang muda, tak tepat aku menjadi lawan taysu," berkata Siauw Pek merendah.
"Jangan segan, siecu" berkata pula sipendeta. "Loolap mendapat tugas menjaga disini, biar apa juga yang siecu ucapkan, tak dapat itu membuat loolap mengalah membagi jalan-"
"Kami berkunjung dengan menghaturkan kartu nama, tak ada maksud jahat dari kami," siauw Pek menjelaskan-"Kami cuma mohon diijinkan menghadap ketua taysu..."
"Tak ada gunanya untuk banyak bicara, siecu," menyela sipendeta.
"Baiklah siecu menerobos saja"
Siauw Pek masih tetap berlaku hormat.
"Boanpwee kenal dengan Su Kay Taysu. Taysu dari hurup Su, tentunya..." katanya.
"Loolap tak pandai bicara, juga tak dapat banyak omong," sipendeta memutus. "Jikalau siecu merasa kau bukanlah lawanku yang tua silahkan kau mundur dan keluar dari kuil ini." Itulah pengusiran cara halus. Siauw Pek menjadi heran.
"Kenapakah pendeta ini seperti takut bicara denganku" " pikirnya. Kemudian ia berkata: "Kalau begitu, baiklah, terpaksa boanpwee menerima baik perintah taysu..." Su Lut menoleh kepada sipendeta muda.
"Siecu ini sudi memberi pengajaran, apakah kau masih tak mau mengeluarkan senjatamu" "
Pendeta muda itu mengiakan terus ia menghunus goloknya. Iapun segera berkata: "Siauw ceng adalah Peng In Silahkan siecu memberikan pengajaranmu"
"Siauw ceng" adalah "pendeta yang kecil" (muda) Itulah kata- kata merendah sebegai gantinya "aku".
Kembali siauw Pek heran. Pikirnya pula: "Mungkin pendeta ini memegang harga diri, tak mau dia turun tangan sendiri, maka juga dia mengajukan ini pendeta muda..." Tapi segera ia mengulapkan
pedangnya seraya berkata: "Suhu kecil, silahkan keluarkan semua kepandaianmu"
Peng In tidak segan-segan, dia segera membacok pada lawan- Siauw Pek menggeser kesamping, pedangnya dipakai menyampok golok lawan-Nampaknya gerakan sipendeta muda biasa saja, tak tahunya, dia gesit sekali. Tidak menanti sampai goloknya terhajar, ia sudah menurunkannya dan segera diangkat pula, dipakai menebas lengan kanan lawannya itu.
"Hebat" pikir Siauw Pek. "Dia muda tetapi dia sudah liehay sekali..." Karenanya tak mau ia lalui. Segera ia menikam tiga kali saling susul. Dari menyerang, sipendeta muda segera menjadi pihak pembela diri.
Sekarang ketua Kim Too Bun membalas menyerang ia memutar pedangnya guna mengurung lawan dengan sinar pedangnya itu.
Maka segeralah sipendeta menjadi repot membela diri. su Lut
menonton beberapa lama itu, segera ia menggeleng-geleng kepala.
"Kau bukanlah lawan siecu ini, lekas mundur" akhirnya ia menyerukan-Pendeta muda itu mendengar kata, ia melompat mundur.
"Amidha Budha" Su Lut memuji. "Siecu liehay sekali ilmu pedangmu, muridku bukanlah lawanmu, maka itu, mari berikan kesempatan buatku belajar kenal barang beberapa jurus." Siauw Pek merendah.
"Boanpwee bukanlah lawan taysu." katanya.
"Jangan merendah, siecu. Asal dapat kau melewati loolap. segera kau akan menemui ketua kami, selanjutnya tak akan ada rintangan lainnya lagi..."
Siauw Pek mau menjawab, tapi sipendeta tua mendahului menambahkan kata katanya itu "cuma, kalau sebentar siecu bertemu dengan ketua kami, maka kau segera berada dalam ancaman bahaya yang tak terhingga..." Keheranan si anak muda memuncak.
"Kata-kata pendeta tua ini teranglah mengisiki aku tentang persiapan didalam kuil. Kenapa dia mengatakan begini" Sungguh sulit akan menentukan dialah lawan atau kawan..." Tak sempat Siauw Pek berpikir.
Berkata pula sipendeta tua, cukup keras^ "Siecu, loolap sudah bicara, maka itu silahkan siecu mulai turun tangan"
Si anak muda masih ragu-ragu, tapi ia kemudian mendengar suara Soat Kun: "Saat ini sang waktu bagaikan emas, paling baik janganlah memperlambatnya" Sementara itu Su Lut pun menggerakkan tangan kanannya sambil berkata.
"Kalau siecu seandainya tidak mau turun tangan lebih dahulu, baiklah loolap yang mulai"
Pendeta ini bertangan kosong, ia segera menyerang. Baru sekarang si anak muda tersadar ia lalu menangkis.
Su Kut Taysu menyerang dengan tangan kanan, melihat pedang lawan, ia lekas menarik kembali tangan itu, sebaliknya^ dengan tangan kiri, ia serta merta menyerang pula. Siauw Pek memutar pedangnya, membabat lengan sipendeta.
"Bagus" Su Lut berseru, tangan kirinya ditarik kembali, tangan kanannya menggantikan meluncur lagi.
Secara begini sipendeta mendesak. untuk membikin si anak muda tak dapat merapatinya.
"Benar-benar hebat tenaga dalam pendeta ini." Siauw Pek memuji dalam hatinya.
Pertempuran berjalan seru sekali, tapi tidak lama, sinar pedang sudah mulai merapatkan sipendeta. Dia ini lihay tapi dia nampak kewalahan juga . Karena itu, lewat lagi beberapa jurus, dia menolak dengan keras, lalu mendadak dia melompat keluar dari kalangan, berdiri di sisi seraya berkata: "Siecu ilmu silat siecu lihay sekali. loolap bukanlah lawanmu. Silahkan masuk"
Siauw Pek mengerti. Katanya didalam hati "Pendeta ini masih sanggup bertahan, dia mundur, nyatanya dia mengalah membuka jalan-" Maka lekas-lekas ia memberi hotmat sambil berkata. "Taysu mengalah saja Maaf" Lalu ia berjalan maju, meninggalkan sipendeta untuk masuk lebih jauh kedalam.
Bersama muridnya Su Lut mundur tiga tindak Soat Kun bersama kawannya lalu mengikuti siauw Pek masuk.
Benar apa yang dikatakan Su Lut Taysu. Di sebelah dalam Siauw Pek tidak menemui rintangan apa-apa lagi. Ia sudah jalan kurang lebih satu lie. Tibalah didepan bangunan yang besar itulah sebuah pendopo, yang menghalang ditengah jalan-Pintu pendopo terpentang lebar, di kiri dan kanannya cerbaris sejumlah pendeta. Ditengah-tengah tampak seorang pendeta setengah tua dengan tubuh tertutup jubah kuning. Roman dia keren.
Segera setelah mengawasi, siauw Pek mengenal It Tie Taysu yang ia telah pernah menemuinya dipuncak ciong Gan Hong. Bahkan kali ini pendeta itu-ketua Siauw Lim Sie-nampak terlebih agung pula.
Seorang pendeta setengah tua yang berdiri di luar toa-tian, pendopo besar itu, berkatanya nyaring. "Kim Too Bengcu sudah berhasil melintasi pelbagai rintangan, ia telah sampai di toa tian ini, diminta dengan hormat untuk ciangbun memegatnya."
"ciang bun" ialah "ketua" atau bapak ketua.
It Tie menoleh kepada seorang pendeta dengan jubah biru disisinya. "Kalau menurut aturan kuil kita, bagaimana sekarang" " dia tanya. Pendeta itu yang ditanya menjawab:
"Menurut aturan kita, kalau pendatang berhasil masuk dengan melintasi pelbagai rintangan, tak peduli dia laki laki atau wanita, dia harus disambut dengan aturan sebagaimana mestinya, diundang memasuki toa-tian-"
"Baik" berkata ketua siauw Lim Pay itu. "Dengan menuruti aturan kuil kita, silahkan sutee mewakiliku menyambut para tetamu kita"
Pendeta itu menyahutnya, terus ia bertindak keluar, menemui siauw Pek, sambil memberi hormat, ia berkata, "Pinceng adalah It ceng dengan menerima perintah ketua kami, pinceng menyambut para tamu"
Siauw Pek membalas hormat^ "Kami memayahkan taysu saja," katanya. It ceng bertindak kesamping.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Silahkan tuan tuan masuk. untuk minum teh" ia mempersilahkan dan mengundang.
Siauw Pek menoleh kebelakang. "Nona..." katanya.
Soat Kun segera menjawab: "Kita datang berkunjung, sudah selayaknya kita menerima undangan masuk kedalam" "
Kali ini si nona yang mendahului bertindak masuk Giok Yauw
memasukkan pedang kedalam sarungnya ia mengikuti nona itu.
It ceng membiarkan Siauw Pek dan kawan-kawan masuk. tetapi ia mencegah keempat kiamsu.
"tuan-tuan berempat menggotong apa" " tanyanya. "orang" " menjawab Kho Kong, yang turut tercegat. It ceng heran hingga ia terCengang.
"orang" " Tanyanya,
"orang hid up atau orang mati"
"Sudah tentu orang hidup" sahut si anak muda
"Kalau orang hidup, kenapa mesti ditutupi kain hitam" "
Memang disaat itu, Han in dan ciu ceng dikerobongi rapi dengan kain hitam.
"Jikalau saatnya telah tiba, kami akan membuka kerobong ini," Kho Kong menjawab "Sebentar tak usahlah taysu berpayah-payah diri lagi "
It ceng menggelengkan kepala.
"Ketua kami adalah seorang yang mulia," berkata dia. "Benar tuan-tuan telah mematuhi aturan dan berhasil melintasi pelbagai rintangan, akan tetapi untuk menjumpai ketua kami, ada batas- batasnya."
"Batas apakah itu" "
"Barang yang dibawa empat orang itu harus ditinggalkan disini,
diluar toa tian" menerangkan sipendeta, suaranya tetap dan pasti.
Kho Kong terbengong mengawasi pendeta itu, sangsi ia memaksa lewat atau berdiam saja.
Syukur segera terdengar suara Soat Kun "Jikalau kamu tidak dapat masuk, nah, tunggulah diluar..."
Kho Kong menurut, segera dia mengajak empat orangnya mundur untuk meletaki kedua tandu, terus mereka duduk mendeprok. ia menanti tapi ia waspada. Siauw Pek maju sambil melihat kekiri dan kanan, untuk memperhatikannya.
It Tie tampak duduk agung-agung diatas sebuah kursi yang terbuat dari kayu cendana. Ia didampingi sejumlah pendeta, yang semuanya nampak bersemangat. Teranglah mereka itu sebenarnya bersikap melindungi ketuanya itu.
"Tuan yang mana Kim Too Bengcu" " ketua Siauw Lim Sie itu bertanya.
siauw Pek sudah hendak menjawab kapan ia ingat mungkin Soat Kun mengandung sesuatu maksud, maka ia menoleh kepada si nona. ia tidak membuka suara.
Soat Kun bertindak maju, tiba disisi sianak muda, ia berhenti. Ia lalu berkata dengan tenang "Kim Too Bengcu sudah berada didalam kuil ini."
"Tuan yang manakah itu" " tanya It Tie, menegaskan-"Silahkan maju untuk bertemu dengan pinceng"
"Tunggu sebentar, taysu, tak akan terlambat," sahut Soat Kun.
It Tie nampak heran, maka iapun memandang keluar pendopo, kepada kedua buah gotongan itu. "Mungkinkah ketua kamu terhalang diluar toa-tian-" tanyanya.
Soat Kun tidak menjawab pertanyaan itu.
Sipendeta batuk-batuk. lalu dia berkata pula: "Andaikata Kim Too Bengcu tidak ada disini, diantara kalian, tuan tuan, mesti ada seorang wakilnya" "
Baru sekarang sinona menjawab: "Hongtio hendak menanyakan apa, silahkan tanya, pasti akan ada yang menjawab."
"Hongtio" ialah panggilan untuk seorang pendeta ketua kuil.
siauw Pek yang berdiam saja, memasang mata berkeliling. la tidak melihat Ban Liang dan Oey Eng. ia menjadi heran, maka ia bertanya: "Kami masih mempunyai dua anggota rombongan, yang menjadi utusan, dimanakah mereka sekarang" "
It Tie menjawab dengan tawar: "Menurut aturan kuil kami, kedua pesuruh kamu itu telah diundang masuk kedalam Tatmo ih untuk mereka disuguh teh "
siauw Pek mengangkat kepalanya, memandang It Tie, sinar matanya segera berubah menjadi tajam sekali, sebab tiba-tiba ia ingat peristiwa di ciong Gan Hong.
"Taysu, apakah taysu masih ingat akan aku yang rendah" " tanyanya. It Tie tetap membawa sikap agung-agungannya. Dia menggelengkan kepala.
"Punco sangat jarang muncul didunia Kang ouw, dari itu sangat sedikit yang kukenal," sahutnya.
Hati sianak muda terCekat. Katanya pula : "Ketika dipuncak ciong Gan Hong, walaupun kita bertemu didalam keadaan tergesa-gesa, tapi aku yang rendah masih ingat baik sekali wajah taysu, tak mungkin aku keliru mengenali"
"Telah punco terangkan," kata It Tie, tetap tawar, "sangat jarang
punco keluar dari dalam kuil, sedangkan orang-orang Bu Lim, tak
banyak yang punco kenaL Pastilah tuan telah keliru melihat orang"
Siauw Pek berkeras. Katanya: "Mana mungkin aku salah mengenali ketua Siauw Lim Sie"
It Tie bersikap tenang. Katanya perlahan-"Itulah bukan soal penting,"
Ia berdiam sejenak. baru ia melanjutkan: "Menurut aturan kaum Kang ouw, kamu dari Kim Too Bun, kalau kamu mengirim kartu mengunjungi gunung kami, mestinya kamu mempunyai urusan yang hendak dirundingkan dengan punco, oleh karena itu, karena waktu tak banyak, hingga punco tak dapat lama-lama menemani kamu, kalau ada bicara, lekaslah utarakan itu"
siauw Pek berpikir: "Dia menyangkal keras tentunya dia telah pergi ke Heng San secara sembunyi hingga sebagian besar pendeta pendeta disini tak tahu tentang gerak gerik atau sepak terjangnya itu."
Berpikir demikian, anak muda ini mau bicara lebih jauh, untuk membeber sepak terjang orang, tapi ia mendengar suara Nona Hoan.
"Taysu, tanya Soat Kun, "didalam satu tahun ini, pernah kah taysu meninggalkan kuil siauw Lim Sie ini" Taysu pernah merantau atau tidak" "
It Tie berpikir sedetik, lalu ia berkata. "Jikalau kamu tidak punya urusan apa apa, punco hendak mengundurkan diri. Segala pertanyaan tidak beraturan ini, apakah punco diharuskan menjawabnya."
Nona Hoan berlaku sabar, katanya. "Kami membuat kunjungan dengan menggunakan aturan, kami menerobos kemari juga dengan menuruti aturan kuil kamu, maka itu, andaikata hong Thio tidak sudi menemui kami, toh hong Thio mesti menemuinya juga "
It Tie menoleh kekiri dan kanan, kepada murid muridnya, terus dia berkata. "Punco sedang repot dengan pekerjaan didalam kuil, tak ada waktu buat punco bicarakan dari hal yang tidak keruan, jika tuan-tuan masih hendak bicara, nah bicaralah dengan pemimpin Tatmo ih kami Punco ingin berlalu lebih dahulu"
Begitu habis berkata, begitu It Tie bang kit, untuk bertindak memutar tubuh, meninggalkan para tetamunya. "Tunggu" berseru Soat Kun/
Semua pendeta berubah air mukanya. Mereka tidak senang mendapatkan tetamu berlaku demikian tak hormat terhadap ketua mereka.
Nona Hoan tidak melihat akan tetapi ia dapat menerka sikap sekalian pendeta itu. Soat Gie selalu memberi bisikan kepadanya tentang segala apa yang tampak disekitar mereka. Tanpa
memperdulikan sikap mereka itu ia terus berkata: "Apakah kau ingin
ketahui hal ikhwal Su Hong Taysu, ketua kamu yang dahulu" " Suara itu tinggi dan tegas nyata.
JILID 34 Mendengar suara itu, paras semua pendeta berubah pula. Hanya kali ini bukan disebabkan hati yang panas, cuma heran.
It Tie berhenti bertindak, ia menoleh dengan pertahan-Tapi dia lalu berkata. "Ketua kami yang dahulu itu telah meninggal dunia pada sepuluh tahun yang lalu."
"Apakah kamu pernah mencari tahu sebab musabab dari
kematiannya itu" " tanya sinona pula, suaranya tetap terang jelas.
It Tie berkata^ "Sebab musabab itu kami dari pihak Siauw Lim Sie telah menyelidiki dengan seksama, kami tahu bahwa ketua kami
itu telah mati teraniaya oleh coh Kam Pek suami istri dari Pek Ho Bun, maka juga kemudian sembilan partai besar sudah bekerja sama dengan empat bun, tiga hwee dan dua pang pergi mengurung dan mengepung Pek Ho Po guna membalas sakit hati ketua kami itu"
Darah Siauw Pek bergolak^ hatinya berguncang keras, hampir dia menghunus pedangnya untuk menyerbu, tapi karena khawatir rencana Soat Kun gagal, sebisa bisa ia menguasai dirinya. Lain dari biasanya, Soat Kun tertawa.
"HongThio, pernahkah hongThio membuat penyelidikan kalau- kalau ketua kamu yang dahulu itu benar-benar telah menutup mata" ia tanya.
"Itulah urusan yang semua orang gagah dikolong langit mengatahuinya" menjawab it Tie. "Mustahil ada orang yang memalsukannya" "
"Apakah ada saksi yang melihat mata kepala sendiri ketika ketua kamu itu mati" "
"Itulah peristiwa yang menggemparkan dunia Kang ouw Didalam dunia Rimba Persilatan, siapa yang tidak tahu" Selain dari ketua kami itu juga masih ada ketua ketua dari Bu Tong, Ngo Bie dan
Khong Tong Pay yang terbinasakan dalam waktu yang
bersamaan..." Nona Hoan tertawa pula, kali ini dengan nada dingin. "Taysu tidakkah taysu merasa bahwa keterangan ini terlalu jelas"
" tanyanya^ "Nona menanyakan, maka itu punco bicara dengan jelas sekali," sahut It Tie.
"Bukankah itu disebabkan sebagai pencuri kau sudah ketakutan tidak karuan" " Tajam bagaikan tusukan pedang adalah kata kata yang berupa pertanyaan itu.
Ketika itu puluhan pasang mata yang bersinar tajam diarahkan semua kepada Nona IHoan yang mukanya tertutup cala, hingga wajahnya tak nampak jelas. It Tie mencoba menenangkan hatinya.
"Siecu, apakah artinya kata-kata mu ini" " dia bertanya sabar.
"Aku cuma bertanya sambil lalu saja," sahut sinona. "Jikalau didalam hati taysu tidak ada hantunya, tak usahlah taysu menjadi sangat tegang begini"
"Punco sangat tenang" berkata pendeta itu.
"Tentu saja hatimu tenang" berkata sinona, sabar. "Jikalau Su Hong Taysu tidak menutup mata, mana dapat kau menyambungi menjadi ketua" "
Mendengar cara bicara sinona, Siauw Pek kagum sekali. Katanya didalam hatinya^ "Sinona kagum sekali, lidahnya tajam bagaikan pisau. Setiap kata katanya itu membuat orang merasa hatinya tertikam"
It Tie sudah memutar pula tubuhnya, untuk berlalu, tapi dia berdiam pula. Bahkan dengan perlahan dia duduk kembali dikursi kebesarannya itu.
"Nampaknya siecu" katanya sabar, "kau datang kemari kekuilku, sengaja untuk membUat Sukar pada punco"
Soat Kun tidak menjawab, sebaliknya ia bertanya: "Eh, mengapa tidak masuk kedalam" "
"Hebat kata-kata mu siecu. Sayang jikalau punco tidak mendengarnya sampai habis" sahut sipendeta, yang mencoba berlaku sabar.
"Mungkin bukanlah itu sebabnya..."
"coba bilang, siecu, apakah sebabnya itu" "
"HongThio khawatir, seberlalunya hongThio, pendeta pendetamu ini akan percaya kata2ku"
Paras It Tie pucat. "Aku mengira siecu masih mempunyai kata-kata apalagi yang luar biasa yang mengejutkan hati, kiranya cuma sebegini. Sudah punco tidak mau mendengarnya lebih jauh"
"Jika hongThio tidak suka mendengar, silahkanlah mengundurkan diri" sinona mempersilahkan.
Mendadak It Tie tertawa dingin-"siauw Lim Sie ini tempat apakah" " tanyanya. "Mana dapat siecu dibiarkan berlaku kurang ajar dan menjual lagak disini" "
Nona Hoan tidak jeri. "Apakah taysu hendak menitahkan orang orang mu membunuh aku guna membungkam mulutku" "
ia bertanya. "Biasanya Siauw Lim Sie memperlakukan orang dengan baik-baik. Tapi nona bicara sangat sembarang, ngoceh saja, walaupun itu dapat menyebabkan orang tertawa saking jenakanya tetapi jikalau punco diam saja, bukankah kami bakal ditertawakan semua orang gagah dikolong langit ini" "
"cara bagaimana taysu berani menganggap bicaraku sembarang, cuma ocehan saja" "
"Siecu mengatakan dari hal yang membuat orang terkejut, tetapi dapatkah nona memberikan satu atau dua buktinya" Bukti yang menyatakan bahwa kata katamu tidak salah"
"Jikalau aku tidak punya buktinya cara bagaimana aku berani sembarang bicara dihadapan begini banyak pendeta-pendeta dari Siauw Lim Sie" " Tenang sikap si nona tapi kata-katanya tetap kokoh.
Hati It Tie melonjak. dia merasa sangat tegang sendirinya.
Didepan para muridnya, sebisa-bisa dia menenangkan dirinya.
"Siecu ada mempunyai bukti apakah" " ia bertanya. "Kenapa
nona tidak mau menunjukkan bukti itu supaya punco melihatnya" " "Sudah pastikah taysu ingin melihat bukti itu" "
"Jikalau punco tidak memeriksa bukti itu, bukankah punco bakal ditertawakan orang" "
sekonyong-konyong sikap Soat Kun menjadi sungguh sungguh, bahkan keren-
"Taysu, cobalah kaU pikir pikir" katanya dingin, "apakah benar benar taysu ingin melihat bukti itu" "
"Janganlah kau main gila, siecu" berkata sipendeta. "Jikalau kau mempunyai bukti, silahkan lekaS tunjukkan, Atau punco akan tak Sudi melihatmu lagi"
Soat Kun menerima baik tantangan itu.
"Baiklah" katanya. "Taysu memaksa ingin melihat bukti, akan aku
berikan Sekarang taysu terima baik dahulu satu soal lagi" "Apakah itu" "
"Silahkan taysu segera mengundang semua tiangloo dari kuil ini, untuk mereka berkumpul dipendopo Tay Hiong Po tian ini segera aku akan keluarkan bukti untuk dilihat beramai ramai. Buktiku itu ialah halnya Su Hong Taysu masih berada didalam dunia ini" Kembali paras It Tie menjadi pucat.
"Kenapa siecu baru memperlihatkan bukti itu sesudah dihimpunkannya semua tiangloo di sini" " tanyanya.
Dengan tiangloo diartikan pendeta-pendeta tua dan bertingkat tinggi dari Siauw Lim Sie sekalian tertuanya.
Hoan Soat Kun menjawab dengan keterangannya^ "Para tiangloo itu adalah para pendeta yang berusia tinggi, yang semua orang penting dan bijaksana dari siauw Lim Sie. Dihadapan mereka itu aku akan perlihatkan bukti, lalu mereka akan menjadi saksi saksi. Jikalau bukti itu bukti benar, walaupun taysu hendak menutupinya, pasti taysu tidak mampu. Yang dikuatirkan ialah taysu tidak berani memanggil kumpul mereka, semua tiangloo"
Hati It tie ciut, dia menyesal bukan main. Kata kata si nona merupakan serangan yang tak dapat ditangkis atau dielak. Pikirnya "Seharusnya dari siang aku menitahkanpara huhoat membinasakan budak perempuan ini Sekarang sudah terlambat, tak dapat aku
berbuat demikian-.. Baiklah, akan aku lihat gelagat guna bertindak terlebih jauh"
Maka dia berkata, "Sekarang didalam Tay IHiong Potian ini telah berkumpul para ketua pelbagai bahagian partai kami, nona masih menghendaki hadirnya para tiangloo, tidakkah itu berarti soal kecil yang diperbesar" "
"Apakah didalam sini ada yang terhitung tiangloo kamu" " si nona tanya. It Tie terdesak kepojok. Dia menjadi gusar.
"Nona, kau terlalu melit, jangan heran kalau aku berbuat kurang ajar terhadapmu" katanya bengis. Lalu dia menoleh kepada pendeta pendeta usia pertengahan dikedua sisinya, untuk memberiperintah^ "Lekas tangkap dia"
soat Kun segera berkata dingin. "Bagaimana eh" Apakah taysu sudah tak dapat menguasai dirimu lagi" "
Ketika itu dua orang pendeta dikiri kanan it Tie sudah berlompat maju, untuk maju lebih jauh kepada nona Hoan. Siauw Pek segera menghunus pedangnya.
"Berhenti" bentaknya bengis.
Kedua pendeta itu tidak menghiraukan, mereka maju terus. Mereka mencoba menolak orang yang menghadang itu.
Siauw Pek tidak mundur, sebaliknya dia terus menikam pendeta yang disebelah kiri, sedangkan dengan tangan yang lainnya, yang kosong, ia meninju pendeta yang sebelah kanan. Pendeta yang ditikam itu menangkis dengan kebutan lengan jubahnya. "Minggir" dia berseru. Kebutan ujung jubah itu keras sekali.
"Tidak" jawab Siauw Pek. Ia membabat mengutungi ujung baju sipendeta. Dia ini kaget dan berlompat mundur.
Pendeta yang disebelah kanan cerdik, dia berkelit. Maka dia bebas dari jotosan hebat.
Dengan satu gerakannya ini maka berhasilnya si anak muda menghadang, mencegah kedua pendeta itu melaksanakan perintah It Tie.
soat Kun menggunakan kesempatan itu akan berkata nyaring: "Para suhu kami datang ke Siauw Lim Sie bukan untuk menyerbu, tidak ada niat kami untuk menempur partai kamu "
"Suhu" ialah "guru" tapi disini digunakan sebagai panggilan
"bapak guru" kepada sekalian pendeta dari kuil Siauw Lim Sie itu.
Selagi para pendeta berdiam itu, It Tie melihat berkeliling. Ia tidak menghiraukan kata kata si nona. Ia hanya bertanya^ "Manakah para huhoat kita" "
"Tee cu disini" terdengar jawaban yang dalam dan keren-Lalu muncullah empat orang pendeta yang mengenakan jubah yang bersulamkan rembulan dan matahari, yang semua membekal golok. Semua mereka dari usia pertengahan. Dengan perlahan mereka bertindak maju.
"Hu hoat" ialah pelindung hukum.
It Tie segera mengeluarkan perintahnya lagi. "Usir mereka keluar dari pendopo ini Lalu bekuk mereka semua dan bawa kependopo Kay Sie Ih untuk menantikan keputusan hukum."
Keempat pendeta itu menyahut, untuk mentaati perintah, setelah itu mereka menghampiri Nona Hoan.
Didalam satu kelebatan, Siauw Pek menyapu dengan sinar matanya kepada semua pendeta didalam pendopo itu, maka ia melihat cuma empat pendeta ini yang bersenjatakan golok. Ia heran, maka ia pikir. "Mereka itu dapat membawa senjata, kalau
bukan kedudukannya tinggi, tentulah ilmu silatnya lihay melebihi
yang lain lainnya. Tak boleh aku memandang ringan pada mereka."
Maka ia mengibaskan pedangnya, untuk maju menghadang. Ia pun terus berkata. "Para suhu, jikalau kamu sanggup menangkan pedangku ini, baru kamU bisa mengusir kami keluar dari pendopo ini"
Keempat pendeta itu tidak menjawab^ mereka maju terus, dengan perlahan, hanya sekarang golok mereka disiapkan, diangkat tinggi-tinggi.
Siauw Pek memasang mata. Ia menerka orang tentu pandai menyerang secara bersatu padu.
Kembali terdengar suara keren bengis dari It Tie Taysu. "Siapa menerobos masuk ke dalam kuil kita dan berani kurang ajar. jikalau dia tak dapat ditangkap hidup, mau tak mau dia harus dibunuh mati"
Itulah perintah tak langsung Sampai disitu, sambil menyahut mengiyakan maka majulah keempat pendeta, menyerang dengan berbareng pada si anak muda. Mereka menyerang dari keempat penjuru.
Siauw Pek memperdengarkan siulannya, pedangnya segera diputar, maka dengan begitu berhasillah ia menangkis keempat golok lawan. Itulah tipu silat "Jit Goat Lun coan", atau "Matahari dan rembulan berputaran".
Semua pendeta terCengang menyaksikan keempat huhoat mental semuanya. Hebat tangkisan si anak muda. Suara beradunya senjata juta memekakkan telinga.
"Tahan dulu" tiba tiba terdengar satu suara Cegahan, yang didahului puji.
"Amidha Budha" Suara itu tak keras tapi mendengung ditelinga. Mendengar suara itu, keempat pendeta itu segera melompat mundur sambil menarik kembali senjata masing-masing.
Siauw Pek berpaling dengan cepat. Maka ia melihat munculnya seorang pendeta tua muka siapa bagaikan rembulan tua, alisnya melengkungi matanya, jubahnya warna abu abu, kakinya terbungkus sepatu rumput. Dan teranglah dia seorang yang baru habis melakukan satu perjalanan jauh. Dia memperdengarkan suaranya dari muka pintu toa tian dimana dia berdiri lurus, matanya memandang ke dalam ruang.
"Susiok pulang " seru It Tie setelah dia mengawasi si pendeta. "Susiok" ialah pa man guru.
Melihat pendeta itu Siauw Pek heran hingga hampir mengeluarkan seruan tertahan-Sebab ia mengenali Su Kay Taysu, Pendeta Siauw Lim Sie yang ia kenal, bahkan yang pernah menolongnya dipuncak clong Gan Hong.
Ia mengawasi sejenak. lalu Su Kay Taysu berkata. "Loolap sudah menjelajah laksaan lie jauhnya, telah banyak yang loolap lihat dan dengar. diantaranya ada beberapa perkara besar maka itu sekarang loolap pulang untuk melaporkan kepada ciangbun hongThio, karena itu adalah keharusan saking pentingnya."
It Tie tampak bersungguh sungguh ketika ia menjawab paman guru itu dengan kata katanya "susiok telah melakukan perjalanan begitu jauh pasti susiok sangat lelah, karena itu baiklah susiok beristirahat dahulu, ada urusan apa juga , dapat itu dibicarakan besok..."
Su Kay memandang kepada coh Siauw Pek segera dia berkata pula. "Soal yang loolap hendak bicarakan ada hubungannya dengan siecu itu" Paras It Tie berubah. Agaknya dia terkejut.
"Apakah susiok kenal mereka ini" " tanyanya "kenapa urusan ada sangkut pautnya dengan mereka" "
Su Kay menundukkan kepala. "Loolap tidak...," sahutnya. ooooooo
Tapi It Tie memotong. "Jikalau tidak kenal tak usah susiok memohonkan sesuatu untuk mereka."
Menyusul kata kata ketua itu, dimuka pintu muncul su Lut Taysu, sembari merangkap kedua belah tangannya, ia berkata. "Loolap tidak sanggup mencegah masuknya orang orang ini, buat itu loolap mohon maaf dari ciangbun hongThio..."
Habis berkata pendeta tua itu bertindak masuk. Ia dari golongan "Su" maka itu, iapun pernah susiok, paman guru dari si ketua.
"Menang atau kalah adalah hal biasa," berkata sang ketua "karena itu tak usahlah susiok pikirkan, susiok tidak bersalah. Disini sudsah tidak ada urusan lagi, tak berani aku mengabaikan lagi kepada susiok. silahkan masuk ke dalam untuk beristirahat"
Su Lut tidak segera mengundurkan diri. "Masih ada yang hendak loolap laporkan."
"Silahkan bicara, susiok "
Su Lut lalu berkata. "Kematian Su Hong Heng, tanpa kecuali diantara kita tak ada yang tak menyedihkannya dengan sangat, walaupun hongThio telah mencari tahu peristiwa kematiannya itu dan telah mendapatkan juga siapa pembunuhnya, masih ada sesuatu yang mencurigakan. Kecurigaan ini timbul terutama karena hasil pertempuran loolap dengan coh Kam Pek dari Pek Ho Po pada dahulu hari itu. Menurut pendapatku terang sekali Coh Kam Pek bukanlah lawan setimpal dari Su Hong Suheng. Karena itu loolap meragukan Coh Kam Pek sebagai sipembunuh. Inipun bukan kecurigaan loolap sendiri, tapi juga dari semua tianglo dan murid lainnya dari kuil kota ini..."
Tanpa menanti orang menghentikan kata-katanya itu, It Tie Taysu sudah memotong. "Itulah peristiwa yang sudah diketahui dan diakui oleh khalayak ramai. Disaat ini susiok menimbulkan pula soal itu, apakah maksud yang dikandung susiok" "
Su Lut memanggil "suheng" kakak seperguruan, kepada Su Hong, yang menjadi ketuanya, karena ia merasa lebih akrab dengan sebutan itu. Atas kata2 ketuanya itu, berkata pula. "Seperti telah loolap katakan tadi, didalam ilmu silat, Coh Kam Pek bukanlah lawan dari suheng karena itu loolap khawatir dibelakang tirai ada orang yang menjadi biang keladi. Karena itu justru siecu ini datang dengan membawa saksinya. kenapa ia tak dibiarkan mengajukan saksi itu untuk kita lihat siapakah dia adanya" "
"Kecuali almarhum ketua kita itu hidup pula," berkata It Tie, sungguh-sungguh, "supaya ia yang menjelaskan duduk perkaranya, aku khawatir sulitlah untuk mencari bukti lain lagi"
"Tapi," Su Lut mendesak. "bukankah tak ada halangannya untuk melihat saksinya ini" "
"Bagaimana andaikata dia mempermainkan kita" " It Tie bertanya. Dengan dia, ia maksudkan Nona Hoan-
"Kita berada didalam kuil kita, pasti dia tak akan berani mempermainkan kita" berkata Su Lut. "Jikalau benar dia main gila, loolap akan membekuknya hidup hidup supaya hongThio menghukumnya"
Ketua itu tertawa dingin. Dia mengejek.
"Mencegah mereka meerobos masuk saja kau tidak mampu, apa pula untuk menawannya hidup hidup" " katanya. "Bukankah itu berbau rada mulut besar"
Mendengar demikian, Su Kay campur bicara, katanya: "Jikalau beberapa siecu ini benar benar mempermainkan kita, loolap bersama Su Lut Sutee akan menawannya kami berjanji akan membekuk mereka semua "
Soat Kun, yang membungkam sejak tadi, menyela: "Jikalau satu orang didalam dirinya ada hantunya, sudah wajar dia takut menghadapi langit dan matahari. Dia takut akan keadaan yang sebenarnya " It Tie menjadi gusar.
"Siecu bicara sembarangan saja" bentaknya "Siapakah yang siecu maksudkan" "
"Aku maksudkan ketua siauw Lim Sie yang sekarang ini" Soat
Kun menjawab terang dan jelas, suaranya nyaring dan tegas.
Paras ketua Siauw Lim Sie itu berubah menjadi merah padam, tetapi dia tertawa dingin dan berkata: "Siauw Lim Sie kami semenjak beberapa ratus tahun belum pernah ada yang berani menghina secara begini. oh, kamu berani begini kurang ajar" " Dia memandang para pendeta dan menambahkan dengan seruannya^ "Tangkap dia "
Keempat huhoat Kay Sie Ih segera maju untuk mentaati perintah itu, mereka melompat kearah Soat Kun.
Menyaksikan demikian, dengan pedangnya Siauw Pak maju menghadang.
Soat Gie memegang erat tangan kakaknya. ia memberi bisikan segala apa yang ia saksikan-Maka juga , walaupun dia tidak dapat melihat, Nona Hoan tahu segala sesuatu.
Thio Giok Yauw bersiap sedia sambil memasang mata tajam. ia khawatir Siauw Pek tak sanggup melayani keempat pendeta yang lihay itu Kecuali pedang ditangan kanannya, tangan kirinya sudah menggenggam jarum beracunnya, sedia untuk ditimpukkan selekasnya sianak muda terancam bahaya.
Siauw Pek bersilat dengan sungguh sungguh, belum sepuluh jurus dia sudah berhasil mengurung keempat lawannya dengan sinar pedangnya Su Kay bersama Su Lut berdiri tegak dimUka pintu pendopo besar itu, dengan berdiam mulut dantubuh, mereka menonton dengan penuh perhatian.
Para pendeta lainnya berdiri dengan hati heran dan tegang. Heran sebab keempat huhoat itu, yang mereka tahu kelihayannya, tidak berdaya menghadapi siorang muda yang hanya sendirian itu, bahkan merekalah yang dikurung sinar pedang.
Soat Kun menantikan beberapa lama, baru dia membuka suaranya yang nyaring: "Para suhu jikalau kamu ingin mengetahui keadaan yang sebenarnya dari kematian ketua kamu yang dahulu itu, silahkan segera menghentikan pertempuran ini"
orang-orang yang mengadu kepandaian itu mendengar seruan si
nona, dengan serempak mereka sama sama melompat mundur.
"Hai, siapakah yang menyuruh kamu berhenti" " tegur It Tie kepada empat orangnya, suaranya dingin sekali.
Keempat huhoat itu melongo, lalu mereka saling mengawasi, kemudian dengan menggerakkan golok mereka, mereka maju pula kearah sianak muda.
"Tahan" berseru Su Kay Taysu, yang mendadak bertindak maju.
Pendeta tua ini termasuk golongan tiangloo yang dihormati, diapun salah satu tiangloo yang dijunjung tinggi, mendengar suara orang itu, keempat huhoat menghentikan majunya, lekas-lekas mereka mundur kembali. Dengan mata tajam It Tie mengawasi Su Kay.
"Apakah maksud susiok maka susiok mencegah keempat huhoat"
" tanyanya, suaranya tawar.
su Kay merangkapkan kedua tangannya di depan dadanya, ia menjura kepada ketua nyaitu. "Loolap hendak menyampaikan sesuatu kepada ciangbun hongtio," sahutnya.
It Tie menahan hati, walaupun ia menjadi ketua, tapi Su Kay adalah pendeta yang tingkat kedudukannya lebih tinggi dan dia dihormati seluruh penghuni kuil.
"Ada apa, susiok" " tanyanya. "Lekas susiok bicara "
"Memang urusan kematian Su Hong suheng ada bagiannya yang sulit dimengerti dan dipecahkannya" sahutnya.
It Tie, berkata dingin: "Pembunuh ketua kita itu telah dibinasakan oleh wakil dari delapan belas partai, bahkan seluruh keluarganya di Pek Ho Po telah ditumpas pula, dengan begitu bukankah peristiwa telah selesai" Apakah susiok tidak tahu semua itu" "
"Tentu sekali loolap telah ketahui semua itu," menjawab Su Kay, "hanya soal masih membuat hatiku kurang tenang. Perasaan ini juga terdapat pada semua tiangloo. Yang mencurigakan ialah kenyataan bahwa Coh Kam Pek bukanlah lawan dari Su Hong suheng Memang Coh Kam Pek mempunyai nama tersohor tetapi dalam ilmu silat dia tak seimbang dengan kepandaian suheng kami itu..."
"Bagaimanakah pendapat susiok" "
"Pendapatku dan para tiangloo ialah sebelum kami ketahui duduk hal yang sebenarnya belumlah hati kami tenang."
"Jadi susiok sekalian menganggap ketua kita itu bukan dibinasakan oleh Coh Kam Pek" "
"Mungkin Coh Kam Pek turut mengambil bagian, tetapi dia bukanlah si pembunuh"
"Sipembunuh telah dibinasakan, perkara sudah selesai, mengapa susiok beranggapan begini pasti" Dapatkah susiok menunjukkan kalau benar ada sipembunuh lainnya" "
"Maka itu loolap setuju memberikan kesempatan kepada siecu ini guna dia menunjukkan saksi atau bukti dari kata katanya itu, Jikalau dia cuma mengaco belo, loolap akan membekuknya untuk diserahkan kepada hongtio biar hongtio menghukumnya "
Tanpa diminta, para pendeta memperdengarkan suaranya^ "Su Kay susiok benar, harap ciangbun hongThio menerima baik permintaannya itu "
Hati It Tie gentar. Tak berani ia menentang semua pendeta bawahannya itu ia khawatir nanti dicurigai kalau ia terus berkepala batu. Maka ia lalu mengawasi Soat Kun dan berkata dengan bengis: "Aku beri waktu sehirupan teh kepadamu. Jikalau kau tak dapat memberi butki yang memuaskan aku, jangan kau menyalahkan aku, apa bila aku berlaku tidak hormat terhadapmu "
"Hanya, taysu, kalau sebentar aku mengajukan saksiku itu, taysu nanti kaget dan ketakutan sekali" berkata sinona sabar.
It Tie merasa hatinya nyeri. Kata-kata sinona bagaikan menikamnya hebat sekali.
Sebelum ketuanya menjawab, Su Kay mendahuluinya. Katanya keras kepada si nona. "Siecu jangan siecu mengandalkan saja lidahmu yang tajam bagaikan pisau. Ingatlah, jikalau kau tidak sanggup menunjukkan bukti ada kemungkinan besar kamu semua sangat sukar bisa keluar dari kuil kami ini "
Meskipun dia berkata demikian, toh Su Kay menoleh kepada Siauw Pek dan mengangguk dengan perlahan-
"Buktinya ada disisiku dan segera dapat aku ajukan," berkata
nona Hoan, "cuma sebelum aku menunjukkannya, aku ingin bicara
dahulu. Dapatkah aku mengutarakannya" " Su Kay menjura. "Bicaralah" katanya. Ia melancangi ketuanya.
"Bila sebentar aku mengajukan bukti, atau saksiku itu," berkata si nona, "pastilah ketua kamu bakal bangkit hawa amarahnya, dan itu sungguh berbahaya. Bagaimana kalau ketuamu gusar dan dia mengeluarkan perintah supaya taysu semua mengepung kami" Kami tahu baik sekali kekuasaan ketua kamu, titahnya adalah seumpama gunung beratnya. Apabila itu sampai terjadi, bukankah kami seperti main api untuk membakar diri" Bukankah itu berarti mencari penyakit sendiri" "
"Dalam hal itu, baik siecu menenangkan diri," berkata Su Kay. "Loolap akan tanggung jawab terhadap kamu"
"Taysu, apakah kedudukan taysu maka taysu berani bicara besar begini" " si nona tanya.
"Loolap menjadi salah satu paman guru dari ciangbun hongThio kami"
"Dan Su Hong Taysu yang telah mati itu, ada hubungan apakah taysu dengannya" "
"Dialah suheng kami yang juga menjadi ketua kami semua"
"Baik" berkata si nona. "Sekarang silahkan suruh pendeta yang menjaga pintu itu mengijinkan orang kami membawa masuk kedua gotongannya "
"Apakah yang digotong itu" " bertanya Su Kay. "Bukti" sahut si nona, singkat.
su Kay tercengang. Tapi... "Kamu bawalah masuk" akhirnya ia berikan perintahnya.
Kho Kong menyahuti, terus ia memerintahkan empat ang ie kiamsu menggotong tandunya, untuk dibawa masuk kedalam taa can-
"Siecu menghendaki apa lagi" " Su Kay tanya si nona. "Masih ada satu hal untuk mana kami minta keputusan taysu" "Katakan saja, siecu"
Terus menerus susiok ini melancangi ketuanya. "Didalam rombongan Kim Too Bun kami ada dua orang anggota yang tadi
ditugaskan menghaturkan kartu nama," kata sinona. "Ia telah
masuk kedalam sini, tapi sekarang mereka entah ada di mana."
"Mereka sekarang berada dibelakang tengah menerima pelayanan kami," berkata seorang pendeta yang berjubah merah, yang sejak tadi berdiri dibelakang It Tie Taysu. Dialah orang yang bertubuh gemuk.
"Walaupun sekarang ada Su Kay Taysu yang bertanggung jawab," berkata sinona, yang sangat teliti, "kami masih menghendaki kedua orang kami itu kembali kedalam rombongan kami ini. Kalau sebentar setelah kami menunjukkan bukti lalu terbit
gelombang, bagaimanakah" Bukankah jumlah kami jadi tak
lengkap" Maka itu, dapatkah permintaan kami ini diterima baik" "
Pendeta gemuk itu memandang It Tie, sang ketua, terus ia menjawab. "Boleh" Lalu dia mengangkat sebelah tangannya, untuk diulap ulapkan kearah luar pendopo.
Didalam waktu yang pendek maka muncullah dua orang pendeta yang mengiringi Ban Liang dan Oey Eng. Semua pendeta didalam pendopo mengawasi dengan seksama.
Semasuknya kedalam pendopo, Ban Liang menyapu dengan matanya kesegala penjuru, habis itu ia menghampiri gotongan, untuk memernahkan diri di sisi Han In Taysu.
"Siecu" tanya Su Kay, "masih ada cara apa lagi dari siecu untuk memperlambat waktu" "
Soat Kun tidak menjawab pendeta itu, hanya dia berkata pada
rombongannya sendiri: "Silahkan mengundang Han In Taysu"
Han In menjadi ketua yang terdahulu dari Ngo Bie Pay. Walau dia menemui kecelakaan sudah belasan tahun yang lampau, namanya masih belum dilupakan orang, terutama di dalam kalangan Siauw Lim pay, para pendeta mengetahuinya dengan baik. Maka itu, ketika nama itu disebut si nona, semua orang Siauw Lim Sie itu menjadi heran, dan tercengang Kho Kong segera memberikan jawabannya karena ia mengerti kata si nona ditujukan padanya. cepat ia menyingkap kain hitam yang dipakai menutupi joli yang diduduki si ketua yang malang nasibnya itu karena dia mesti menjadi seorang berCaCad hebat.
Selekas kain berkerudung disingkap maka semua pendeta Siauw Lim Sie melihat di atas gotongan itu duduk bercokol seorang berpakaian serba hitam, yang kedua kakinya buntung dan wajahnya rusak.
It Tie terkejut sekali ketika dia mendengar disebutnya nama Han in Taysu diam diam dia mengerahkan tenaga di tangannya, sedangkan matanya mengawasi dengan tajam kearah gotongan-Dia telah memikirkan, asal orang itu benar ketua Ngo Bie Pay, dia hendak segera menghajar mampus, agar pendeta itu tak sempat berbicara
Jika tidak. sulit baginya untuk mengendalikan semua anggota siauw Lim Sie. Dia telah pikir juga, sematinya Han in, baru dia akan melayani Soat Kun-
Dia berani berpikir begitu sebab dia tahu, separuh dari pendeta
pendeta Siauw Lim itu adalah orang orang keperCayaannya.
Segera setelah Han in muncul, It Tie tertawa dingin, karena hatinya lega. Dia tidak mengenali ketua Ngo Bie Pay itu. Dengan nada mengejek dia tanya nona Hoan^ "Siecu, dari manakah memperoleh manusia ajaib yang rupanya tak karuan ini" Siecu
menyebutnya sebagai Han in Taysu Siapakah juga percaya" PertunjUkanmu ini sangat jenaka"
Banyak pendeta, yang mengenal macam Han Inpun pada tertawa. Mereka tak mengenali pendeta tua itu.
Soat Kun tidak gusar atau bingung karena ejekan itu, dengan sabar dia berkata^ "Para suhu, aku percaya, diantara kamu, mesti ada banyak yang pernah melihat Han In Taysu Silahkan kamu mengenalinya"
It Tie berkata dingin: "Siecu, diantara kami ada seratus orang
yang kenal Han in Taysu, hanya pertunjukanmu ini menunjukkan
kau sangat tak memandang mata kepada kami dari Siauw Lim Sie"
"Taysu, aku begini sabar, aku kagum sekali" berkata si nona tetap tenang. "Tapi baiklah taysu, atau para suhu lainnya, mengerti. Jikalau aku hendak mengajukan orang yang wajah dan potongan tubuhnya mirip sekali, sebab walaupun aku sangat bodoh, tidak nanti aku mengajak orang yang cacat begini rupa. Wajah orang ini telah dirusak seperti juga kedua kakinya sudah dikutungkan hingga sukar buat orang mengenalinya..."
"Bicaramu beralasan, siecu" berkata sejumlah pendeta. It Tie tertawa berkakak.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 36 Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 16
^