Pencarian

Raja Raja Gila 1

Dewa Linglung 1 Raja Raja Gila Bagian 1


Dia datang Sebagai seorang pendekar.
Dia aneh & bertindak seperti
orang linglung Para ksatria menyebut dia
Si DEWA LINGLUNG Pendekar sakti yang Digembleng 'lima' tokoh aneh
Tukang Edit : Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
1 Angin pegunungan bertiup kencang...
Awan hitam bergulung-gulung menebarkan
hawa dingin menusuk ketulang sumsum. Pemuda
ini berlari cepat menuju kearah tebing-tebing
curam yang membentang dihadapannya. Dia
seorang laki-laki yang masih muda. Berpakaian
lusuh dengan rambut gondrong tanpa ikat kepala.
Sebentar-sebentar dia menengadah menatap ke
langit. Burung-burung elang itulah yang jadi titik tumpu perhatiannya. Burung-
burung elang yang beterbangan memutari satu tebing curam, dimana
dibawahnya membentang jurang-jurang dalam
yang tak terukur dalamnya.
Siapakah adanya pemuda ini" Dialah yang
bernama GINANJAR. Pemuda yang berasal dari lereng gunung
Rogojembangan. Satu perasaan aneh telah
membuat pemuda ini mempercepat larinya untuk
segera tiba di tempat tujuan. Semakin dekat
dengan yang dituju, semakin resah hatinya. Elang-elang itu menjadi satu pertanda
buruk bahwa ada sesuatu yang telah terjadi di tempat itu.
Melewati dua buah bukit, pemuda ini
berhenti berlari. Dihadapannya kini membentang
jalan-jalan licin dan terjal yang harus dilalui
untuk mencapai kearah tebing batu yang paling
ujung. Suara petir yang menggelegar diudara
didahului dengan kilatan-kilatan yang menyambar
membuat pemuda ini agak terkejut. Tetes air
hujan mulai turun. Dan tak lama hujanpun turun
dengan derasnya membasahi bumi. Sementara
elang-elang itu sudah tak memutari ujung tebing
itu, karena mereka telah terbang untuk
bertindung ke bawah tebing dari curahan hujan
lebat yang mengguyur bumi.
Pemuda ini kertakan gigi. Tekadnya untuk
segera tiba ditempat tujuan membuat dia tak
pedulikan lagl segala macam rintangan. Dia mulai gerakkan lagi kakinya untuk
segera berlari cepat.
Tapi kali ini harus hati-hati. Terpaan angin keras membuat tubuhnya bergoyang-
goyang. Namun dengan gerakan gesit bagai burung walet, dia terus melompat dan meniti tebing
batu itu. Keberanian
pemuda ini memang luar biasa. Karena salah
sedikit saja kakinya melangkah, tubuhnya bisa
tergelincir ke bawah dimana membentang mulut
jurang yang menganga siap menamatkan
hidupnya. Bau busuk mulai terendus hidung. Wajah
pemuda ini semakin memucat. Detak jantungnya
semakin cepat. Batu-batu licin yang d'rterpa hujan itu sudah sudah tak
dihiraukan lagi. Baginya dia ingin lebih cepat tiba untuk melihat apakah yang
telah terjadi. Akhirnya Ginanjar tiba dimulut sebuah goa
yang terietak di ujung tebing terjal. Goa yang
tersembunyi itu akan sukar ditemukan karena
diapit oleh dua jurang di kiri dan kanannya.
Bau aneh semakin santar menusuk hidung
ketika pemuda itu jejakkan kaki di mulut goa
dibibir jurang. Terperangah dia seketika melihat sesosok
tubuh terlentang tepat dimulut goa. Sosok tubuh
yang sudah membusuk dan dikerumuni lalat. De-
ngan sembilan luka di sekujur tubuhnya. Petir
kembali menggelegar menimbulkan kilatan cahaya
berkilatan. Dan bersamaan dengan dentuman
petir itu terdengar suara pemuda itu berteriak.
"Guruuu...!?" Sepasang kakinya berdiri menggeletar, sedangkan matanya membelalak
memandang sosok tubuh yang segera dikenalinya.
Sekejap dia teiah melompat mendekati sosok
tubuh itu. "Guru...!" OH, apakah yang telah terjadi"
Sipakah yang telah membunuhmu...?" terucap
kata-kata menggeletar dari bibirnya. Pemuda itu
duduk bersimpuh di hadapan jenasah itu. Tampak
tubuhnya berguncang-guncang karena dia telah
menangis terisak-isak. Air matanya bercucuran
dengan air hujan yang membasahi wajah dan
pakaiannya. Inilah rupanya pertanda buruk dari elang-
elang yang berterbangan mengitari tebing.
"Guru...! maafkan aku! Maafkan muridmu
yang tolol ini. Yang tak pernah kembali untuk
menjengukmu disini," berkata dia seperti
mengajak bicara mayat di hadapannya. Kembali
pemuda itu tenggelam dalam isak tangis yang
menyedihkan. Siapakah gerangan orang tua yang telah
menjadi mayat yang ditangisi kematiannya oleh
pemuda itu" Dialah yang bernama Ki DHARMA
TUNGGA. Kakek yang berusia hampir seratus
tahun itu adalah Ketua kaum Rimba Hijau.
Walaupun pemuda yang berasal dari lereng
gunung Rogojembangan itu tak terlalu lama
berguru pada kakek ini, namun dia telah merasa
begitu kehilangan dengan kematian sang guru.
Dua tahun dia berguru, lalu meninggalkannya setelah terjadinya peristiwa
dipuncak Mahameru, dimana lima tokoh yang
menamakan dirinya LIMA SERIGALA MALAIKAT
yang diketuai oleh seorang tokoh golongan hitam
bergelar si MATA IBLIS mau mengangkat diri
sebagai Ketua kaum persilatan. Namun dengan
munculnya Ki DHARMA TUNGGA yang dibantu
oleh para pendekar golongan putib, niat busuk
mereka dapat digagalkan. Lima Serigala Malaikat
dan si Mata Iblis dapat dihancurkan dengan
kematian manusia-manusia jahat itu. (Baca, Serial
: Roro Centil berjudul "LIMA WAJAH 1000
DENDAM".) Sejak itu Ginanjar pergi tak tentu
rimbanya. Berkelana tak menentu. Tapi apakah
yang telah didapatkannya" Melulu cuma kesialan
belaka yang lebih banyak dihadapi. Dan
bermacam perbuatan tercela yang telah dilakukan.
Karena Ginanjar kurang memperhatikan
wejangan-wejangan gurunya. Bahkan ilmu-ilmu
hebat yang telah diturunkan guru-gurunya hampir
dilupakan. Sejak turun gunung dari lereng
Rojembangan, Ginanjar telah punya bekal ilmu-
ilmu kedigjayaan dari KI BAYU SHETA yang
bergelar si Pendekar Bayangan. Pada dua puluh
lima tahun yang lalu nama Pendekar Bayangan
merupakan sebuah nama yang harum di mata
kaum pendekar. Tapi Ginanjar sebagai murid tunggalnya
tak punya nama secuilpun yang dapat
dibanggakan dimata kaum persilatan. Bahkan
pedang pusaka warisan gurunya dari lereng
Rogojembangan itupun tak ketahuan kemana
lenyapnya akibat keteledoran dan kebodohannya.
Kini setelah berguru pada DHARMA TUNGGA yang
punya nama besar bahkan menjadi orang yang
disegani dimata kaum Rimba Hijau. Ternyata
Ginanjarpun bukanlah seorang murid yang utama,
yang menjunjung nama gurunya.
Hal itulah yang membuat dia bersedih
setengah mati. Dalam kisah serial RORO CENTIL,
dikisahkan Ginanjar pernah dijuluki si DEWA
LINGLUNG. Julukan itupun didapati karena entah
apa sebabnya hingga sampai-sampai dia menjadi
orang linglung. Bahkan nama gurunya yang
terakhir pun dia lupa. Ilmu-ilmu yang didapati
dari Dharma Tungga tak satupun yang pernah
digunakannya lagi setelah peristiwa dipuncak
Mahameru itu. Ginanjar cuma mengejar cinta. Dia
terlalu mencintai Roro Centil, hingga lupa segala-galanya. Selain itu tak
sedikit pula dia jatuh ke tangan perempuan-perempuan jalang yang
berilmu tinggi. Yang cuma menjadikan dia sebagai bulan-bulanan. Sungguh hal ini
membuat dia sangat bersedih setelah menyadari kelalaian serta kebodohannya.
Pemuda itu semakin tenggelam dalam
sedu-sedan. Tenggelam dalam kepedihan hati.
Tenggelam dalam kutukannya pada dirinya
sendiri! Sementara hujan semakin deras menyiram
bumi. Diseling sesekali oleh kilatan petir yang
menimbulkan suara dentuman menggelegar
merambah alam. Seolah akan membuat bumi
menjadi lautan layaknya....
2 Lama Ginanjar duduk termangu
memandangi mayat gurunya. Dibiarkannya
tubuhnya basah kuyup tersiram air hujan. Akan
tetapi selang tak lama kemudian hujanpun
berhenti. Ginanjar baru tersadar dari
tercenungnya ketika telinganya mendengar suara
elang-elang yang telah kembali berputar-putar
diatas tebing. "Elang keparat!" memaki pemuda ini.
Lengannya menjuput sebutir batu.
Krrrrk! Batu itu telah diremasnya hingga hancur.
Detik berikutnya lengannya telah bergerak
mengayun keatas. Hebat tenaga luncuran batu itu.
Tiga ekor elang yang terbang agak mendekat
bunyikan suara, "Eaaaak!" Dan ketiganya segera terhempas jatuh
melayang ke dasar jurang. Empat ekor lainnya
terbang dengan cepat karena terkejut melarikan
diri. Namun salah seekor terbangnya limbung
karena sebuah sayapnya terluka kena sasaran
batu. Dengan geram Ginanjar pandangi elang-
elang yang kabur itu hingga lenyap dibawah
tebing. Air mata pemuda ini masih menggenang di
pelupuk mata ketika dia telah selesai
mengebumikan jenazah Ki Dharma Tungga. Dia
berdiri tak bergeming sambil tundukkan
kepalanya. Matahari sudah agak condong kearah
barat. Udara cerah tak berawan. Angin kencang
telah menghembus awan-awan hitam itu hingga
membuat langit bersih tak berawan.
"Aku harus segera pergi dari tempat ini!"
berkata dia dalam hati seraya menengadah
menatap langit. "Entah siapa dan dimana si
pembunuh keji itu berada. Akan tetapi aku
bersumpah untuk membalaskan dendam ini. Akan
kucari dan tetap kucari selama hayat masih
dikandung badan!" Dipandanginya gundukan
tanah basah yang ditimbuni batu-batu itu dengan
mata merah. "Guru, semoga arwahmu tenang di alam
Baka. Muridmu yang tolol ini akan mencari
musuh yang telah membunuhmu dengan sekeji
ini. Aku yakin dia adalah manusia yang
menginginkan Lambang Ketua Rimba Persilatan
ditanganmu. Dengan sepotong pedang yang
tertancap di tubuhmu ini, aku yakin akan
menjumpai manusianya yang telah menyebabkan
kematianmu!" berkata Ginanjar dengan suara
menggetar. Di lengannya tercekal sepotong pedang bagian ujungnya. Hanya benda
itulah yang dapat menunjukkan siapa yang telah menewaskan Ki
Dharma Tungga. Ketika suara elang kembali terdengar di
udara, pemuda itu telah berkelebat meninggalkan
lereng tebing curam itu dengan berlari-lari cepat.
Tak berapa lama dia telah tiba diatas bukit.
Berhenti sejenak untuk berpaling memandang lagi
ke arah tebing curam yang akan ditinggalkan. Lalu dengan hati remuk redam pemuda
itu segera teruskan berlari menuruni bukit. Tak lama
kemudian sosok tubuh pemuda itupun lenyap.
- 00O00 - Siang itu udara panas terik. Matahari
membinar-binar membersitkan sinarnya seperti
mau membakar bumi layaknya. Adalah aneh
kalau dalam panas demikian terik justru seorang
kakek enak-enakan tiduran terlentang diatas batu dengan mata meram. Kakek ini
bertubuh jangkung kurus, tanpa memakai baju. Kecuali
celana pangsinya yang kumal dan bertambal-
tambal itu yang dipakainya. Rambutnya gondrong
awut-awutan dan sudah hampir memutih semua.


Dewa Linglung 1 Raja Raja Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lebih aneh lagi didepan si kakek ini
tampak sebutir telur yang amat besar. Telur aneh itu berada disela-sela batu
beralaskan rumput dan ranting-ranting kayu kering. Keadaan ditempat
itu amat lengang, seperti tempat yang tak pernah dikunjungi manusia. Hanya
bukit-bukit batu terjal dan ranting-anting kayu kering yang berserakan di sana-
sini. Ternyata kakek ini tengah menggeros
tidur dengan nyenyaknya.
Entah berapa saat si kakek meggeros tidur,
ketika sesosok tubuh muncul diujung tebing.
Matanya jelalatan kesana kemari seperti ada yang dicarinya. "Ah, kemana gerangan
kakek" makanan sudah matang tapi ditunggu orangnya tak
muncul!" menggerutu gadis ini. Ternyata dia seorang gadis berpakaian serba putih
yang juga penuh tambalan. Tak lama dia sudah melompat-
lompat dan berlari-lari cepat menelusuri tempat
itu. "Eh!" itu dia..!" teriak gadis ini girang.
Pandangannya segera tertuju pada si kakek
jangkung kurus yang tengah enak-enakkan
menggeros terlentang diatas batu.
"Kakek...!" teriak gadis ini memanggil.
"Bangunlah! makanan sudah kusiapkan. Apakah kau tak ingin makan sekarang?"
ujarnya. Tapi yang dlpanggil seperti tak mendengar. Bahkan
dengkurnya semakin menjadi-jadi.
Gadis ini jadi tak sabar memanggil. Apalagi
di panas terik begitu melihat sikakek terlentang diatas batu tak bergerak-gerak.
Menduga kalau-kalau si kakek itu telah mati, membuat
jantungnya jadi berdebaran. Mendadak dia telah
melompat ke arah sang kakek dengan hati
penasaran. Ternyata gadis ini punya gerakan melompat
yang hebat dan gerakannya pun indah. Dua kali
jejakkan kaki dengan tubuh melambung dan
berjumpalitan diudara. Sesaat dia telah melayang turun dihadapan si kakek dengan
kedua lengan terentang. Terkejut gadis ini ketika nyaris kakinya
menginjak sebuah benda putih bulat, kalau saja
pada saat itu si kakek yang mendengkur pulas itu tak menguap dan gerakkan tangan
seperti baru mendusin. Akan tetapi membuat gadis ini dua kali terkejut. Karena detik itu
telah menyambar angin keras yang membuat dia terperangah.
Tak ampun gadis ini berteriak tertahan,
karena saat itu juga tubuhnya terlempar lagi ke
udara. Seraya berteriak; "Haiiiii!?" dia segera lakukan salto yang cepat sekali
kalau tak mau terbanting ke tanah dengan kapala terlebih dulu.
Dan dengan usaha itu dia dapat jejakkan kakinya
ditanah dengan baik.
Segera dia telah melihat si kakek gurunya
itu bangkit duduk sambil tertawa cengar-cengir.
"Hehehe... hampir saja kau melenyapkan
impianku, muridku yang manis!" berkata si kakek.
"Impian"... impian apakah, kakek" Dan...
telur apakah yang demikian besar itu?" bertanya sang dara ini dengan kembali
melompat mendekat. "Hehehe... aku justru sedang menunggui
telur ini, dan menunggu impian yang kelak bakal
datang. Hingga sampai-sampai aku lupa bahwa
aku telah memesan makanan padamu. Hehehe...
hayo kita pulang!" menyahut sikakek tanpa
berikan penjelasan pada sang murid.
' Tidak! aku tak mau pulang sebelum guru
menjelaskan tentang telur itu. Dan apa maksud
kakek menunggu impian yang kelak bakai
datang?" sungut sigadis dengan cemberut. Lalu duduk diatas batu sambil
membelakangi sikakek.
Melihat sikap muridnya kakek ini jadi tertawa
terkekeh-kekeh. "Baik! baik anak manis! Tapi nantilah dirumah aku ceritakan.
Sekarang kita pulang dulu. Perutku telah keroncongan.
Bukankah tadi kau mengatakan bahwa
masakanmu sudah matang?" berkata si kakek.
Tiba-tiba lengan sikakek ini mengibas kearah sang gadis.
Whuuuuk! "Haiii?" teriak gadis ini. Sekejap tubuhnya telah melompat setinggi lima tombak
untuk menghindari angin keras yang membersit
menghantam ke arahnya. Batu itulah yang jadi
korban sasaran yang tak ampun lagi telah
terungkit dan menggelinding bagai dihernpas
angin badai. Saat tubuh si gadis masih melambung di
udara, tubuh si kakek mendadak telah melesat
dari atas batu. Lengannya terulur menyambar
lengan gadis itu. Segera saja sang gadis rasakan tubuhnya terbetot satu tenaga
yang keras. Sekejap saja dia sudah melayang seperti terbang melintasi bukit itu.
Ternyata si kakek telah menyambarnya
untuk dibawa melesat menuruni bukit batu
dengan perdengarkan suara tertawa terkekeh-
kekeh. Sesaat kedua tubuh itu telah lenyap tak
kelihatan lagi. 3 Siapakah gerangan kakek aneh dan
muridnya itu" Dialah yang bergelar Raja Pengemis.
Dia seorang tokoh Rimba Hijau yang beradat aneh
dan tak mempunyai tempat tinggal tetap.
Gadis itu bernama Ranggaweni. Seorang
gadis periang berusia sekitar enam belas tahun.
Selama lebih dari tiga tahun dia berguru dengan Si Raja Pengemis. Selama itu
Ranggaweni selalu mengikut kemana sang guru membawanya. Gadis
ini seorang yatim piatu, yang pernah menetap
diwilayah Kota Raja. Ayahnya bernama RONGGO
ALIT. Seorang pedagang obat-obatan yang
mempunyai toko besar dan terkenal sebagai tabib
ahli obat diwilayah Kota Raja sebelum
dipindahkannya Kerajaan Medang ke Jawa Timur.
Dan berganti nama menjadi Kerajaan Mataram.
Ibunya telah meninggal sejak dia masih
berusia 10 tahun. Ternyata disaat pindahnya
Kerajaan Medang baru berjalan satu bulan. Telah
terjadi suatu peristiwa pada keluarga Ronggo Alit.
Yaitu kemunculan segerombolan perampok yang
menyamar sebagai orang dari perusahaan
pengangkut barang. Empat orang itu menawarkan
jasa untuk mengangkut barang-barang Ki Ronggo
Alit. Pada masa itu memang, disetiap tempat di
bekas wilayah Kerajaan Medang, orang-orang
banyak yang menyewa gerobak-gerobak untuk
mengangkut barang-baranrgnya. Karena tidak
sediklt rakyat jelata yang juga ikut pindah
kewilayah Kerajaan yang baru.
Akan tetapi tidak demikian halnya dengan
Ki Ronggo Alit. Usianya yang sudah semakin
menua tak memungkinkan dia meninggalkan
tempat kediamannya. Dia akan tetap tinggal
disitu. Yang membuat bersedih dan masygul orang
tua itu adalah tak pernah munculnya Ginanjar ke
tempatnya, sejak lebih dari dua tahun.
Seperti pernah diceritakan pada kisah
serial : Roro Centil, Ginanjar tinggal menetap di tempat kediamannya atas
perintah Ki Bayu Sheta
alias si Pendekar Bayangan. Ki Bayu Sheta adalah seorang sahabatnya yang pernah
dikagumi dalam membantu para pejuang dan Partai Kaum
Pengemis mengusir penjajah dan membasmi
perberontak di wilayah Kerajaan Medang pada
lebih dua puluh tahun yang lalu.
Akan tetapi Ginanjar menghilang. Pergi
sampai lebih dua tahun tak pernah kembali. Sejak dia menyuruhnya mencari bahan
obat-obatan. Di tempat kediamannya ada pula menetap seorang
gadis bernama Kasmini. Gadis suruhan yang setia
membantunya selama ini. Namun Kasmini sendiri
ternyata telah dibawa pergi oleh seorang tokoh
wanita bernama Nini Kemuning Wangi. Nini
Kemuning Wangi adalah seorang tokoh persilatan
golongan putih yang masih kakak kandungnya.
Nini Kemuning Wangi datang menyambangi
tempat tinggalnya jauh-jauh dari partai utara. Dia adalah istri dari seorang
saudagar kaya diwilayah selat Madura. Ternyata kehidupan kakak
perempuannya juga tidak bisa dibilang bahagia.
Karena sang suami seorang yang gemar main
perempuan. Demikianlah, Nini Kemuning Wangi
telah berpisah dengan suaminya lantaran tidak
betah dengan kehidupan yang selalu dalam
tekanan bathin itu. Ternyata begitu muncul dia telah menjadi
seorang nenek-nenek yang berilmu tinggi.
Tadinya wanita kosen itu penuju dengan
anak gadisnya. Tapi Ronggo Alit merasa
kehilangan kalau anak gadis satu-satunya itu
dibawa pergi. Akhirnya dia menyatakan akan
membawa Kasmini, pembantunya yang setia.
Kasmini memang seorang gadis yang lincah. Juga
bertulang baik untuk dapat mempelajari ilmu-ilmu kedigjayaan. Akhirnya terpaksa
Ronggo Alit tak dapat menolak keinginan sang kakak perempuan.
Kini Ronggo Alit cuma tinggal berdua
dengan anak gadisnya. Itulah sebabnya dia tak
akan pindah saat itu Ranggaweni masih gadis
tanggung. Di samping dia masih mengharapkan
kedatangan Ginanjar, si pemuda asal lereng
gunung Rogojembangan itu kembali.
Tentu saja tawaran itu ditolak oleh Ki
Ronggo Alit dengan kata-kata ramah.
Tak dinyana kalau mereka adalah para
perampok yang bernama Empat Setan Gila dari
Nusa Kambangan. Melihat kecantikan Ranggaweni
yang masih gadis tanggung itu membuat mata
mereka menjadi berbinar-binar menatap. Tentu
saja sikap mereka yang kurang ajar telah
membuat Ki Ronggo Alit jadi naik pitam. Empat
Setan Gila mengekeh tertawa dan serentak turun
tangan untuk memberesi orang tua itu.
Pertarungan tak seimbang segera terjadi.
Namun percuma saja perlawanan Ki Ronggo Alit
yang lebih banyak menekuni perihal obat-obatan
daripada ilmu kedigjayaan. Laki-laki tua itu tewas dengan keadaan mengenaskan.
Ranggaweni menjerit melihat kematian ayahnya. Namun
dengan sebat gadis itu ditotok. Tak lama
kemudian Empat Setan Gila Nusa Kambangan
telah membedal kuda meninggalkan tempat itu
dengan membawa harta rampokan dan
menggondol pergi Ranggaweni.
Di tengah perjalanan mereka berpapasan
dengan seorang kakek aneh yang selalu tak
pernah memakai baju. Kecuali selembar celana
butut yang penuh tambalan. Dialah si Raja
Pengemis. Orang tua kosen itu berhasil
menewaskan tiga orang dari Empat Setan Gila
Nusa Kambangan, dan berhasil merebut
Ranggaweni dari tangan mereka.
Yang seorang lagi dapat meloloskan diri,
dengan mengancam akan membuat perhitungan
kelak pada si Raja Pengemis kelak.
Demlkianlah, hingga sampai lebih dari tiga
tahun Ranggaweni ikut bersama kakek aneh
bergelar Raja Pengemis itu yang tak pernah
mempunyai tempat tinggal tetap. Hingga
kemudian mereka menetap dilereng tebing yang
sunyi dan jauh dari keramaian manusia
Seperginya kedua guru dan murid itu
muncul sesosok tubuh dari balik batu-batu.
Ternyata Ginanjar adanya. Pemuda ini secara
kebetulan baru saja merayap naik ke atas tebing.
Dua hari melakukan perjalanan yang tak tentu
arah yang dituju telah mengantarkan dirinya tiba di tempat ini. Justru tempat
inilah yang akan merubah kehidupannya kelak.
Tentu saja Ginanjar tak melihat adanya si
kakek Raja Pengemis di situ karena orangnya telah angkat kaki meninggalkan
puncak tebing sejak sepeminuman teh barusan.
"Uh, letih sekali tubuhku. Baiknya aku
beristirahat. Tapi kulihat disini tak ada tempat meneduh yang baik..." menggumam
Ginanjar. Akan tetapi tiba-tiba matanya terbelalak melihat sebutir telur besarnya hampir
sebesar nyiru (tampah). Benda aneh itu berada di sela-sela batu karang yang penuh dengan
tumpukan ranting dan
rumput kering. "Walah.. !" telur apakah itu" besar sekali!
Baru seumur hidup ku melihat telur sebesar ini.."
berkata Ginanjar sambil garuk-garuk kepala. Dia
berpikir sejenak untuk menduga telur apakah
yang sebesar itu" Akan tetapi dia tak dapat
menerkanya. "Ah, peduli dengan telur apapun.
Perutku sudah dua hari tak diisi makanan. Tentu
telur ini bisa menangsal perutku yang
keroncongan!" berpikir Ginanjar.
Tak ayal dia sudah melompat untuk
memeriksa. Lalu coba mengangkat
"Hahaha... cukup berat!" desisnya sambil tertawa memeluk telur. Sebuah titik
putih meluncur pesat di udara. Makin lama makin


Dewa Linglung 1 Raja Raja Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dekat. Ternyata seekor burung Rajawali yang amat besar, menukik tajam ke atas
tebing itu. Terkejut Ginanjar ketika tahu-tahu terdengar suara
mengiyak santar di atasnya. Dalam terkejutnya dia bergulir dari atas telur.
Belum lagi dia sadar apa yang terjadi, tahu-tahu tubuhnya telah kena di
cengkeram sepasang cakar yang amat kuat.
Dan .... sekejap tubuhnya telah terangkat
melayang ke udara. Membelalak mata pemuda ini mengetahui
yang menyambar tubuhnya adalah seekor burung
Rajawali raksasa. "Celaka aku..!" aku dibawa terbang!" tersentak Ginanjar dengan
terperangah. Hempasan angin keras yang datangnya dari
kepakan sayap burung membuat Ginanjar
memeluk erat telur itu. Tak terduga justru sang
Rajawali mencengkeram telur. Sekejap saja
pemuda itu sudah terbawa membumbung tinggi ke
udara. Dua sosok tubuh berkelebatan ke atas
tebing. Keduanya tak lain dari si Raja Pengemis
dan muridnya. Tentu saja kedua mata kakek itu
membelalak melihat sesosok tubuh manusia yang
memeluk erat telur raksasa telah dibawa terbang
oleh seekor burung Rajawali yang amat besar.
Sekejap sang Rajawali telah melayang jauh,
dan lenyap dibalik tebing yang menjulang kelangit.
"Kakek...! itukah burung besar yang kau
ceritakan" Oh dia mencengkeram sesosok tubuh
manusia...!' teriak Ranggaweni terperanjat.
Dengan belalakkan mata di sisi si Raja Pengemis.
"Benar, muridku! Kita terlambat datang.
Rupanya ada manusia yang mau mencuri telurku.
Dia dicengkeram burung raksasa itu..." berkata si kakek dengan hati masygul.
"Oh, dasar nasibku yang sial dangkalan!
Lenyaplah sudah "impian" ku untuk memiliki anak burung Rajawali itu, dan
menangkap induknya!"
gerutu si Raja Pengemis dengan wajah kecewa.
"Aku yang salah, kakek...! kalau aku tak
menyuruhmu pulang, tentu kau akan berhasil
menangkap burung Rajawali itu. Akupun ingin
sekali memiliki anak burung raksasa itu" tukas Ranggaweni dengan menunduk.
"Hehehe... kau tak bersalah apa-apa
muridku! Cuma nasib kita saja yang sedang sial!".
Si kakek Raja Pengemis ini tertawa gelak-gelak.
"Entah siapa manusia yang telah digondol burung Rajawali itu... !" ' menggumam si
Raja Pengemis. Keduanya masih menatap ketempat
lenyapnya burung raksasa itu, hingga beberapa
saat. Tapi tak lama terdengar suara helaan napas si kakek Raja Pengemis. Seraya
berkata. "Sudahlah, muridku! mari kita pulang..."
Gadis ini menganguk. Dan tak lama kedua
guru dan murid itu telah kembali melesat
meninggalkan tebing itu. Lalu lenyap tak kelihatan lagi.
4 Ginanjar tergantung-gantung di udara
melewati bukit, lembah dan ngarai curam.
Sementara burung Rajawali itu terus
membumbung tinggi. Kalau saja Ginanjar tak
cepat menangkap kaki burung raksasa itu dan
mencekal erat-erat, tentu tubuhnya sudah
melayang jatuh ke dalam jurang.
Keringat dingin merembes keluar dari
sekujur tubuh. "Ah, celaka aku. Mau dibawa
kemanakah telur ini?" mendesah suara Ginanjar dalam ketakutan yang amat sangat.
Ketika memandang ke bawah semakin ngeri dia karena
kini dibawanya membentang lautan luas.
Entah beberapa saat dia terapung-apung di
udara dalam kengerian yang luar biasa. Ketika
selang beberapa saat burung Rajawali itu terbang merendah. Lalu hinggap di atas
daratan. Ternyata sebuah pulau yang cukup luas. Sebuah pulau
terpencil di tengah laut.
Burung Rajawali perdengarkan suara
mengiyak. Lalu melepaskan telur dari
cengkeramannya. Ginanjar telah lebih dulu
melompat turun. Dan jejakkan kaki di atas pasir.
Akan tetapi sang Rajawali itu perdengarkan
suara mengiyak tiada henti. Lalu berputar-putar
mengitari telurnya. Dengan mengepak-ngepakkan
sayapnya hingga debu dan batu-batu kecil
beterbangan. Tiba-tiba sang Rajawali terbang
mengelilingi Ginanjar.
Tentu saja pemuda ini jadi terperanjat
ketika tahu-tahu burung raksasa itu telah
menerjangnya. "Hah! celaka! dia marah...!" sentak
Ginanjar. Agaknya sang Rajawali baru sadar kalau ada manusia yang terbawa
berikut telurnya. Menghadapi terjangan-terjangan itu
Ginanjar melompat-lompat menghindar. Hebat
serangan burung Rajawali ini. Kibasan sayapnya
menerbitkan hempasan angin keras. Dan
patukan-patukannya menyerbu dengan ganas.
Terperangah pemuda ini. Tapi dia tak berhasrat
untuk balas menyerang, kecuali gunakan
kegesitan tubuhnya untuk menyelamatkan diri.
Pada saat itulah terdengar suara teriakan
keras, berkumandang.
"JABUR! hentikan...!"
Dan sesosok dari atas tebing melayang
kedua tangan terpentang. Mirip sekali dengan
gerakan terbang seekor bangau.
Hinggap di atas batu tepat di hadapan
Ginanjar tanpa timbulkan suara. Kakek ini
bermuka lancip. Rambutnya agak kecoklatan.
Mengenakan jubah serba putih. Berkumis tipis
jenggotnya cuma sejumput kecil mejuntai di
bawah dagu. Mendengar suara bentakan itu sang
Rajawali ternyata telah hentikan serangannya, lalu terbang kembali mendekati
telurnya. "Haih! anak muda! bagaimana sampai kau
bisa berada di tempatku ini?" bertanya si kakek, menatap Ginanjar dengan sorot
mata tajam. Yang menjawab ternyata si burung
Rajawali, dengan perdengarkan suara mengiyak
tiada henti sambil menutupi telur dengan
paruhnya. "Diamlah kau Jabur! aku tak bertanya
padamu!" Tampaknya sang Rajawali itu mengerti bahasa manusia. Dia telah hentikan
suara gaduhnya. "Si... siapakah kakek?" Ginanjar bertanya karena rasa ingin tahu, seusai berikan
penuturan singkat hingga dia bisa sampai di pulau ini.
"Hm, aku si tua bangka ini dijuluki si RAJA SILUMAN BANGAU! Yang menjadi
penghuni pulau ini!" menyahut si kakek. Sementara sejak tadi dia memperhatikan sekujur tubuh
pemuda dihadapannya dari kepala sampai ke kaki.
"Kau...kaukah si pemilik burung raksasa
ini?" bertanya lagi Ginanjar.
"Benar!" sahut si kakek. "Siapakah namamu sendiri anak muda?" kakek ini ulangi
pertanyaannya "Namaku NANJAR ! Aku berasal dari lereng
gunung Rogojembangan" sahut Ginanjar
perkenalkan diri seraya menjura menekuk lutut.
Sengaja Ginanjar mempersingkat namanya. Wajah
si kakek ini tampak berubah. Tiba-tiba lengannya mengibas, seraya membentak.
"Bangunlah anak muda! Tak usah banyak
peradatan!" Hebat kibasan lengan si Raja Siluman
Bangau. Karena saat itu juga bersyiur angin keras menyambar tubuh Ginanjar.
Karena tak menyangka kalau akan diserang, Ginanjar jadi
terperanjat. Dia berusaha mengelak, tapi sudah
terlambat. Tubuh pemuda itu terlempar bergulingan.
Tapi dengan gerakan reflek dia telah lakukan salto dengan gerakan melompat. Hal
itu membuat dia selamat dari bahaya. Karena nyaris tubuhnya ter-
lempar ke laut. Dan dia berhasil jejakkan kakinya di atas
pasir dengan kuda-kuda kuat.
Melotot mata Ginanjar memandang si
kakek. Napasnya memburu. Jantungnya berdetak
lebih cepat. Kejadian tersebut membuat dia
menjadi gusar, akan tetapi juga tak mengerti
mengapa tahu-tahu si kakek menyerangnya "
- 00O00 - Akan tetapi belum lagi dia membentak, si
kakek telah perdengarkan suara tertawa terkekeh-
kekeh. "Hehehe...hehehe... kau kurang waspada,
anak muda. Tapi kau punya otak encer, bisa
bertindak cepat merobah keadaan. Siapakah
gurumu, bocah?"
"Aku murid si Pendekar Bayangan KI BAYU
SHETA" menyahut Ginanjar.
"Hehehe... sudah kuduga. Bukankah
gerakan melompat yang kau lakukan barusan
adalah gerakan Elang Bayangan?"
Melengak pemuda ini mendengar kata-kata
si kakek yang mengetahui gerakannya.
"Benar! dari mana kakek bisa mengetahui?"
Diam-diam Ginanjar membathin dalam hati.
"Kakek tua ini pasti ada hubungan dengan guruku almarhum. Hm, aku harus hati-
hati dengan si kakek ini. Apakah dia lawan atau kawan?"
Raja SHuman Bangau kembali
perdengarkan suara tertawanya, seraya berkata.
"Apakah gurumu tak pernah menyebut-nyebut
tentang aku?" Ginanjar kerutkan keningnya, mengingat-
ngingat. "Rasanya tidak pernah! Ada hubungan
apakah kau orang tua dengan guruku almarhum?"
tanya Ginanjar. Pertanyaan itu justru membuat si Raja
Siluman Bangau jadi melompat kaget.
"Hah" apa katamu" Dia sudah mampus?"
bentaknya bertanya. "Benar. Beliau tewas dalam satu
pertarungan secara jujur dengan si DEWA
TENGKORAK!" sahut Ginanjar menegaskan.
"Dewa Tengkorak?" lagi-lagi si Raja
Siluman Bangau membelalak kaget. "Haiiih!
sungguh tak dinyana. Apakah kau yakin
pertarungan itu berjalan dengan jujur" Setahuku
si Dewa Tengkorak adalah seorang pembunuh
bayaran berdarah dingin!" berkata Raja Siluman Bangau.
"Aku sendiri kurang mengetahui. Karena si
pembawa berita itu adalah orang lain. Yaitu orang yang masih terhitung saudara
seperguruanku" "Siapakah dia itu?" tanya Raja Siluman Bangau.
"Dia Roro Centil yang dijuluki orang si Pendekar Wanita Pantai Selatan!" sahut
Ginanjar. "Cuma dia seoranglah yang mengetahui pertarungan itu, yang disaksikannya di
Bukit Kera pada lebih dari tiga tahun yang laiu" sambung Ginanjar.
Sejenak Raja Siluman Bangau tercenung
sambil mengelus jenggotnya yang cuma sejumput.
"Haiiih! lebih dari sepuluh tahun aku
berdiam di pulau ini, sampai-sampai aku tak tahu keadaan diluaran!" terdengar
dia berkata setelah didahului dengan menghela napas panjang.
"Kakek! kau belum jawab pertanyaanku?"
tiba-tiba Ginanjar menyambar bicara.
"Hm, apakah kau akan menanyakan
hubunganku dengan gurumu?" berkata dia
dengan tersenyum. "Ya, begitulah. Karena dari situ aku bisa
mengetahui kau orang tua lawan atau kawan?"
ujar Ginanjar dengan jujur. Mendengar kata-kata
itu si kakek tertawa lagi terkekeh-kekeh, hingga sampai-sampai air matanya
bercucuran. "Hehehehe... dibilang lawan, aku adalah
lawan. Tapi dibilang kawan aku adalah kawan.
Kau anak muda berjodoh denganku hingga kau
sampai ketempat ini! Mengenai hubunganku
dengan si Bayu Sheta akan kuceritakan nanti,
setelah kau berhasil melewati ujian penentuan
dariku!" "Apa maksudmu sebenarnya, kakek tua?"
berkata Ginanjar kesal.
"Hehehe...nasibmu tergantung dari kau
sendiri. Karena kau telah berada di pulau ini.
Yaitu kau harus dapat menghadapi 100 jurus
seranganku. Bila kau mampu bertahan, kau
selamat dari kematian. Akan tetapi bila kau tak
mampu, yah! apa boleh buat terpaksa kau cuma
tinggal nama saja di dunia ini!" berkata Raja Siluman Bangau.
"Gila!!" teriak Ginanjar dengan mata
melotot. "Hehehe.. aku yang punya pulau ini, tentu
saja aku bebas membuat peraturan-peraturan
gila!" jawab si kakek seenaknya.
5 Saat itu si burung rajawali bernama
JABUR tiba-tiba perdengarkan suara mengiyak
tiada henti, seraya melayang diudara berputar-


Dewa Linglung 1 Raja Raja Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putar diatas mereka. Raja Siluman Bangau
kerutkan keningnya, hingga alisnya bergerak
menyatu. Tiba-tiba dia membentak keras.
"Jabur! kau kembalilah kesarangmu: Ingat!
Kau tak boleh kemana-mana! Kau eramilah
telurmu sampai menetas. Kalau kau masih
membandel aku akan menghajarmu, biar kau
tahu rasa!" Burung Rajawali raksasa itu mengiyak
pelahan. Tubuhnya menukik melayang turun, lalu
menyambar telurnya. Sekejap dia sudah terbang
lagi untuk menuju ke puncak bukit tertinggi
dipulau itu. "Hehehe... tak lama lagi kita akan
kedatangan tetamu. Aku sudah siap menanti!"
berkata si kakek dengan menatap pada Ginanjar.
"Dan kau anak muda. Nasib penentuan hidup
matimu adalah hari ini!" sambungnya.
Ginanjar menatap pada si kakek dengan
tak mengerti. Akan tetapi saat itu telinganya telah mendengar suara-suara aneh
yang berdatangan dari beberapa arah di sekeliling pulau itu.
"Suara apa pula itu?" sentak Ginanjar berdesis. Diam-diam keringat dingin telah
membasahi sekujur tubuhnya. Suara-suara aneh
yang tertangkap di telinga Ginanjar adalah seperti suara harimau, kera, ular,
dan entah suara binatang apalagi. Suara itu semakin lama semakin santar, membuat hati Ginanjar
semakin kebat kebit. "Oh, apakah nasibku harus mati dipulau
ini?" sentak Ginanjar berdesis, seraya berpaling ke beberapa arah dengan wajah
pucat. "Makhluk-makhluk siluman apalagi yang bakal muncul,
yang menjadi tetamu si Raja Siluman Bangau ini?"
berkata Ginanjar dalam hati.
Terperangah Ginanjar ketika mengetahui
yang muncul adalah empat orang kakek tua renta
yang bertampang aneh-aneh.
"Bagus! bagus! ternyata kalian muncul
tepat pada waktunya, sobat-sobat yang gagah
perkasa!?" Raja Siluman Bangau telah menyambut kedatangan mereka ini dengan
melompat keatas batu besar. Lalu perdengarkan suara tertawa
terkekeh-kekeh. "Hihoho.. kita masih belum komplit!"
menyambar bicara seorang kakek bermuka hitam.
Kakek muka hitam ini mencekal sebuah tongkat
berkepala ular. "Aku tak melihat adanya si Raja Siluman Naga! kecuali seorang
bocah ingusan didepanmu! Siapakah dia, sobat Raja Siluman
Bangau?" "Benar, sobat Raja Siluman Ular! agaknya
dia enggan datang untuk memperebutkan gelar
KETUA Raja-raja Gila dipulauku ini!" menyahut Raja Siluman Bangau dengan
tersenyum. "Bocah muda dihadapanku ini adalah seorang bocah yang
kesasar ke pulauku. Menurut katanya dia
bernama NANJAR. Dia murid si Pendekar
Bayangan Ki Bayu Sheta dari lereng gunung
Rogojembangan!" jelaskan Raja Siluman Bangau.
"He, anak muda. Apakah kau belum
mengenal mereka ini tetamu-tetamuku yang
terhormat" Mereka adalah si Raja Siluman Kera,
Raja Siluman Biawak, Raja Siluman Harimau dan
yang barusan bicara adalah si Raja Siluman Ular!"
berkata sikakek menatap pada Ginanjar, seraya
menunjuk pada orang-orang yang disebutkannya.
"Apa yang kau mau lakukan pada bocah
kesasar ini?" bertanya Raja Siluman Kera seraya melompat ke depan Ginanjar.
Matanya membulat memandang pemuda itu mengitarinya seperti
tengah menaksir barang.
"Heh heh heh ... tampaknya seorang
pemuda bertulang baik. Nguk!... nguk!.. nguk! Dan pantas kalau dia murid si Bayu
Sheta!" Tingkah si Raja Siluman Kera ini memang benar-benar mirip
kera. Hingga hati Ginanjar semakin kebat-kebit
tanpa bisa bicara apa-apa.
"Ya! ya grrrr.....dia bocah yang bertulang
baik sempurna! Bagaimana sampai dia bisa ke
sasar ke pulaumu, Raja Siluman Bangau?"
berkata Raja Siluman Harimau seraya melompat.
Kakek ini lebih aneh lagi. Dia mengendus-endus
sekujur tubuh Ginanjar dengan menggereng bagai
harimau. Keringat dingin semakin mengembun
ditengkuk Ginanjar. Sementara si Raja Siluman
Biawak cuma memilin-milin kumisnya tak
beranjak dari tempat dia berdiri. Tapi dia ikut
buka suara. "Benar, Sobat Raja Siluman Bangau.
Ceritakanlah bagaimana sampai bocah ini datang
ke pulaumu. Dan yang ingin kutahu adalah akan
kau apakan bocah ini setelah berada
ditempatmu?" Raja Siluman Bangau segera tuturkan
prihal pemuda itu secara singkat.
"Hehehehe... seperti tadi telah kukatakan
pada pemuda ini, penentuan mati hidupnya
adalah pada hari ini. Kalau dia mampu
menghadapi seranganku selama 100 jurus, maka
dia boleh menetap di pulauku, dan terhindar dari kematian! Tapi bila dia
ternyata tak mampu, maka kematianlah yang akan dihadapinya!" berkata Raja
Siluman Bangau dengan tegas. Keempat kakek itu
jadi manggut-manggut menatap Ginanjar seolah
menaksir apakah bocah muda itu mampu
menghadapi si Raja Siluman Bangau sampai 100
jurus". "Lalu apakah kau akan undurkan puncak
acara kita?" berkata Raja Siluman Kera dengan garuk-garuk kepala.
"Hehehe ... tentu saja! setelah selesai
urusanku dengan pemuda ini, kita akan memulai
adu kesaktian untuk mendapatkan gelar KETUA
dari Raja-Raja gila diantara kita!"
"Baik! aku si Raja Siluman Kera menerima
usul-mu! Tapi bagaimana akan syah gelar Ketua,
kalau si Raja Siluman Naga tidak muncul?"
sambar Raja Siluman Ular.
"Orang terakhir yang menang akan
berhadapan dengan Raja Siluman Naga! Dan hal
itu dapat dilakukan kapan saja!" berkata Raja Siluman Bangau. Semua kakek itu
menjadi manggut-manggut. "Nah! kalian harap menyingkir dulu. Aku
akan selesaikan urusanku dengan anak muda ini!"
berkata lagl si kakek.
"Baik! baik!" seraya menyahut, Raja
Siluman Kera telah melompat mendahului untuk
menyingkir ke sisi. Segera saja yang lain
mengikuti. "Hehehe hahaha ... kita akan menonton
pertarungan seru yang jarang terjadi!" berkata Raja Siluman Harimau sambil
mengaum, lalu melompat keatas batang kayu rebah. Disana dia
duduk mendekam dengan mulut menyeringai.
"Baik! aku akan hadapi kau Raja Siluman
Bangau. Tak usah sampai 100 jurus, sampai 1000
juruspun tetap akan aku layani!" tiba-tiba Nanjar telah berteriak lantang,
hingga suaranya berkumandang di tempat yang lengang itu. Tentu
saja kelima orang kosen yang aneh itu jadi
melengak. Terlebih-lebih si Raja Siluman Bangau.
Sepasang matanya jadi mendelik menatap pemuda
itu. "Bocah edan! Belum sampai sepuluh
juruspun aku kira kau sudah mampus. Apakah
otakmu telah miring menantangku demikian
rupa?" bentak si Raja Siluman Bangau.
Akan tetapi kata-kata Nanjar justru
mendapat sambutan hangat dari keempat "Raja"
itu. "Hehehe .... hoho____nguk! nguk! Bagus
sekali. Aku mendukungmu, bocah lereng
Rogojembangan! Aku yakin kau pasti menang!"
teriak si Raja Siluman Kera dengan melompat-
lompat. "Walah! Ini pertandingan seru! aku pegang
sibocah edan ini!" teriak pula si Raja Siluman Harimau dengan menggeram.
"Kek ... kek .... kek____aku tak akan
bertaruh sama denganmu"
- 00O00 - "Bocah ini berani sesumbar tentu punya
ilmu tinggi. Bukankah dia murid di Pendekar
Bayangan yang namanya harum diseantero Pulau
Jawa?" berkata si Raja Siluman Biawak.
Tapi walaupun demikian ternyata masing-
masing keempat kakek itu punya jalan pikiran
sendiri-sendiri. Ternyata keempatnya diam-diam
amat menyenangi pada pemuda bernama Nanjar
itu. Langit cerah tak berawan. Semilir angin
laut menerpa jubah si Raja Siluman Bangau, yang
menatap tajam anak muda dihadapannya: Tiba-
tiba kakek ini perdengarkan suara aneh mirip
suara bangau. Tubuhnya melesat keudara setinggi
10 tombak. Hebat gerakan kakek ini, karena
selanjutnya tubuhnya seperti bisa terbang.
Melayang diudara mengitari Nanjar yang berdiri
gagah dengan kuda-kuda yang kokoh. Siap
menghadapi segala kemungkinan.
Apakah yang membuat Nanjar nekat
sesumbar" Ternyata semua itu adalah
berdasarkan dukungan keempat kakek.
6 Nanjar sendiri berpendapat tak akan
mampu menghadapi Raja Siluman Bangau. Tapi
entah mengapa dia merasa yakin kalau keempat
kakek pendukungnya itu pasti akan menolongnya
bila dia dalam keadaan terdesak, Hal itulah yang membuat dia menjadi nekat!
Disamping diam-diam dia amat terkejut karena telah berjumpa
dengan orang-orang kosen yang baru didengar
namanya di pulau itu.
Raja Siluman Bangau menerjang dengan
hebat. Sepasang lengannya bagai patuk bangau
saja layaknya telah meluncur deras mematuk.
Patukan itu menimbulkan hawa panas yang
menerjang terlebih dulu. Nanjar tersentak kaget, Barusan dia terperangah melihat
tubuh si Raja Siluman Bangau yang dapat 'terbang"
memutarinya. Tahu-tahu kini diserang secara
mendadak. Namun detik itu dia telah melompat
menghindar. Tak dinyana gerakan si Raja Siluman
Bangau tidak sampai disitu saja. Kakinya menotol tanah. Dan tubuhnya kakek itu
kembali melambung dan terbang mengejarnya. Patukan-
patukan ganas kembali bertubi-tubl
menerjangnya. Pemuda ini kertak gigi. Dalam keadaan
demikian Nanjar benar-benar memeras otak untuk
dapat bertahan atau menghindar serangan,
Kembali dia berkelebatan melompat menghindar
dari terjangan ganas itu. Hal demikian berlanjut terus sampai sepuluh jurus. Dan
Nanjar selalu dapat menghindari serangan. Keempat kakek itu
ternyata mempunyai tingkah macam-macam. Ada
yang berteriak "Bagus ... !" sambil berjingkrak. Ada yang bertepuk tangan sambil
berteriak-teriak. "Lompat ke kiri, buang tubuh ke belakang!
Merangkak sambil nungging ! Hahaha ... heheh
...bagus!" Yang berteriak-teriak ini tak lain dari si Raja Siluman Kera.
Saat tadi sebenarnya Nanjar telah terdesak.
Tapi mendengar "aba-aba" si Raja Siluman Kera, tanpa disadari dia menuruti.
Disamping heran juga girang hati Nanjar,
karena dia berhasil menghindari serangan
patukan-patukan ganas barusan. Tentu saja
teriakan-teriakan si Raja Siluman Kera membuat
si Raja Siluman Bangau jadi mendelikan mata.
Diam-diam dalam hati dia memaki.
"Keparat, kunyuk tua itu. Mengapa dia
mengajari si bocah muda ini?" Desisnya kesal.
"Jaga serangan!" tiba-tiba si Raja Siluman Bangau membentak. Kali ini dia
merubah serangan yang lain dari serangan sepuluh jurus
tadi. Lengannya tidak saja mematuk, tapi juga
mengibas. Kibasan lengan jubahnya menimbulkan
angin santar yang menerjang Nanjar. Tapi bukan
angin biasa. Melainkan angin yang berhawa
panas. Angin panas menderu menerjang pemuda
itu. Gerakan si Raja Siluman Bangau kali ini
membuat Nanjar kembali terpukau. Karena belum
lagi serangan tiba, tubuh kakek itu telah lenyap entah kemana. Tahu-tahu datang
lagi angin panas dari arah lain yang saling susul menerjang kearah Nanjar. Kiri, kanan muka
belakang seperti telah
dibentengi oleh terpaan angin panas yang
menghalangi jalan untuk melompat.
Dalam keadaan terdesak itu, Ginanjar
cuma bisa pejamkan mata. Tapi tiba-tiba
terdengar suara bentakan mendesing ditelinganya.
"Lompat keatas, bocah gendeng! apa kau mau
mampus?" Berbareng dengan membuka kelopak
matanya Najar telah turuti bentakan bernada


Dewa Linglung 1 Raja Raja Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perintah itu. Terasa angin panas bersiutan dibawah
kakinya. Saat itu terdengar suara bentakan si Raja Siluman Bangau.
"Bagus!" Dan tiba-tiba saja manusianya telah berada diudara tepat dihadapannya.
' Terimalah kematianmu, bocah muda!" Dibarengi bentakan patukan ganas menyambar
leher pemuda itu. Empat butir batu kerikil meluncur pesat ke
arah si Raja Siluman Bangau. Terkejut bukan
main kakek ini. Kalau dia teruskan serangan
untuk merenggut jiwa bocah muda itu, mungkin
dia sendiri akan mengalami hal yang sama dengan
nasib pemuda itu. Karena empat butir batu kerikil itu justru tengah mengancam
jiwanya. Raja Siluman Bangau cepat ambll
keputusan. Dia batalkan serangan dengan segera.
Kedua lengannya digunakan untuk menyampok
mental empat batu kerikil itu dengan kibasan
lengan. Tubuhnya sendiri berjumpalitan diudara
dengan gerakan cepat. Dilain saat dia sudah dapat menyelamatkan diri dari
serangan empat batu kerikil yang mengandung maut, dan dikejap lain dia sudah
jejakkan kaki kembali ke tanah.
"Setan bangkotan! mengapa kalian
merecoki urusanku?" bentak si Raja Siluman
Bangau dengan mata melotot. Akan tetapi
bentakannya disambut dengan suara tertawa
terkekeh-kekeh. "Hehehe ... hehe... kami terpaksa
merecokimu, tua bangka Raja Siluman Bangau.
Karena kami tak ingin kau membunuh bocah
muda itu." berkata Raja Siluman Ular dengan mendesis.
"Benar apa yang dikatakan sobat kami itu.
Akupun menyayangi kalau dia terbunuh!"
menimpali si Raja Siluman Biawak.
"Nguk! ...Nguk! ... betul, sobat Raja
Siluman Bangau. Kukira sebaiknya dia diambil
murid. Dan orang pertama yang akan mengambil
murid adalah aku sendiri" Raja Siluman Kera ikut bicara dengan melompat-lompat
dan garuk-garuk kepala dengan cengar cengir.
"Aku setuju! aku setuju! Grrr...
haummmmm!" sahut si Raja Siluman Harimau
sambil menggeram menyerlngai. Mendengar kata-
kata semua "Raja" itu, Raja Siluman Bangau jadi plototkan matanya kian melebar.
"Baik! baik!' berkata kakek ini dengan
mendongkol. "Kalau begitu terserah dengan keputusan
kalian. Tetapi dengan persyaratan, bocah itu kelak menjadi wakil kalian untuk
menghadapiku pada pertarungan perebutan gelar KETUA Raja-Raja
Gila yang akan diundur lagi. Masa pengunduran
itu cuma sebatas dua tahun. Jadi bulan satu dua
tahun dimuka kalian tak berhak apa-apa lagi atau ikut campur urusan pertarungan!
Bagaimanakah?" ujar Raja Siluman Kera dengan suara lantang.
Sejenak tampak ke empat kakek sating
pandang dengan kawannya. Lalu bisik-bisik
berunding. Tak lama mereka telah punya
keputusan Raja Siluman Keralah yang buka
suara. "Kami semua telah sepakat untuk
menyetujui usulmu, sobat Raja Siluman Bangau.
Akan tetapi juga dengan persyaratan, kau tak
akan mengganggu kami selama satu tahun ini
kami akan berdiam dipulaumu!"
"Jangan khawatir! Selama kalian bersifat
ksatria dan tak merusak pulau, silahkan kalian
berdiam di tempatku!" Selesai berkata Raja
Siluman Bangau melompat setinggi sepuluh
tombak. Dan tubuhnya berjumpalitan di udara.
Kejap berikutnya bagaikan burung bangau yang
bentangkan sayapnya Raja Siluman Bangau telah
melayang ke atas bukit. Selanjutnya lenyap tak
kelihatan lagi. Pulau itu memang luas, dan di
daratan pulau ada terdapat tiga buah bukit yang
penuh dengan semak belukar.
Adapun Nanjar yang sejak tadi berdiam diri
mendengarkan pembicaraan, jadi tersentak girang
bukan alang kepaiang. Nasibnya ternyata amat
beruntung dapat berjumpa dengan keempat kakek
aneh itu. Tak ayal dia telah melompat kehadapan
mereka seraya menekuk lutut.
"GURU...! murid menghaturkan sembah,
dan mengucapkan terima kasih atas kerelaan hati
kalian mengangkatku menjadi muridmu!" berkata Nanjar dengan suara tergetar
lantang, karena luapan kegembiraannya.
Keempat kakek itu saling pandang sesama
kawan. Tiba-tiba sama-sama perdengarkan suara
tertawa gelak-geflak. Hingga ramailah kesenyapan di pulau itu oleh suara tertawa
terkekeh-kekeh yang ditimpali dengan suara-suara aneh yang
mirip suara ular, kera, harimau dan Biawak yang
mendesis-desis. "Bangunlah, muridku! Mulai hari ini kau
adalah murid si Empat Raja Gila. Dan hari ini pula kau telah resmi menjadi murid
kami!" berkata Raja Siluman Kera dengan menyeringai dan
melompat-lompat. "Hohoho ... grrrr! betul, bocah! Nasibmu
beruntung. Memang aku telah berniat mengangkat
seorang murid. Grrr.....haummmmmmmm! Nah!
sebagai seorang murid kau harus mentaati setiap
perintah gurunya. Untuk resminya kau menjadi
muridku, kau harus mencium dan menjilat
pantatku! Hayo segera kau Iakukan!" berkata Raja Siluman Harimau dengan
menyeringai. "HAH ... " mencium dan menjilat pantat gu
... guru?" terperangah Nanjar dengan mata
membelalak. "Betul. Hayo cepat Iakukan!" teriak Raja Siluman Harimau dengan serta merta
membuka celananya. Lalu membelakangi pemuda itu sambil
menunggingkan pantatnya.
7 Seumur hidupnya Nanjar baru mengalami
hal itu. Tentu saja membuat wajah pemuda ini
menjadi merah jengah memandang ke arah pantat
bugil si kakek Raja Siluman Harimau yang
menungging di hadapannya.
Nanjar agaknya sudah kepalang untuk
mau melakukan apa saja, asal dia bisa belajar
ilmu pada keempat kakek edan itu. Tiba-tiba dia
telah berkata. "Baik, guru... !" Seraya maju melangkahkan kaki, Nanjar siap
mencium dan menjilat pantat sikakek yang keriput itu.
Tapi tiba-tiba..."Raja Siluman Harimau tua
bangka! Hari ini bukan giliranmu memberi perin-
tah!" WHUUKK... ! Nguk! nguk! ... singkirkan
pantatmu, kakek peot!" Yang berteriak adalah si Raja Siluman Kera. Dan berbareng
dengan kata-kata hentakannya, mendadak tangan si Raja
Siluman Kera mulur menjadi panjang. Whuttt!
Nyaris saja pantat si Raja Siluman
Harimau kena cengkeraman tangan si Raja
Siluman Kera, kalau dia tak segera elakkan diri
dengan melompat. "Grrr!" menggeram Raja Siluman Harimau, hingga jenggotnya yang lebat itu
bergerak dan bergoyang-goyang. Namun dia tidak marah dengan
sikap si Raja Siluman Kera, selain buru-buru
ikatkan lagi tali kolornya, dengan bersungut-
sungut. Sementara kedua kakek Raja Siluman Ular
dan Raja Siluman Biawak tertawa terkekeh-kekeh.
"Hahaha..... hehehe ...hari ini adalah
giliran si Raja Siluman Kera yang berhak memberi perintah, sobatku! Kau harus
bersabar menunggu giliran!" berkata Raja Siluman Biawak dengan tergelak-gelak dan leletkan
lidahnya. "Hmmm baik!" menyahut Raja Siluman
Harimau. "lalu kapankah giliranku" Sebaiknya ditentukan sekarang, siapa-siapa
yang menjadi giliran setelah si Raja Siluman Kera...!" berkata kakek Jembros ini dengan
menggeram. "Ya, ya! itu usul yang bagus. Sebaiknya
diadakan undian untuk menentukan siapa giliran
selanjutnya!" berkata Raja Siluman Ular.
Demikianlah! sedikit kericuhan terjadi
diantara keempat kakek dari Raja-Raja Gila itu.
Akan tetapi setelah diadakan undian, merekapun
mendapat masing-masing giliran, juga ditentukan
waktu lamanya menggembleng pemuda itu. Yaitu
masing-masing selama enam bulan.
Tak ada rasa gembira yang dialami Nanjar
selain pada waktu itu. Nanjar merasa nasibnya
amat beruntung dapat tiba di pulau itu, dan
berjumpa dengan para Raja aneh yang bakal
menjadi gurunya. Dengan demikian dia akan
berhasil menjadi seorang tokoh persilatan yang
kelak mempunyai nama besar di dunia persilatan.
Selain itu pula dia dapat membalaskan
dendamnya pada si pembunuh gurunya Ki
Dharma Tungga. Walau dia belum berterus terang
bahwa dia pernah menjadi murid Ki Dharma
Tungga yang menjadi Ketua kaum Rimba Hijau
golongan putih itu. Dan hari itu juga. Nanjar sudah siap
menerima petunjuk dan perintah apapun dari Raja
Siluman Kera untuk mempelajari ilmu- ilmu yang
bakal diturunkan si kakek aneh mirip kera itu
padanya. Tiga kakek berkelebatan pergi untuk
masing-masing mengundurkan diri sambil
menunggu tibanya waktu giliran mereka masing-
masing. Kemauan keras serta tekad yang bagaikan
baja untuk mengeruk ilmu-ilmu kedigjayaan dari
Empat Rajat Gila, membuat Nanjar menjadi orang
yang cerdas otaknya. Setiap pelajaran dari Raja
Siluman Kera cepat sekali diserapnya. Dan dalam
waktu enam bulan, dia sudah menguasai ilmu
silat Kera. Tentu saja si Raja Siluman Kera amat berbesar hati, dan memuji
kecerdasan otak Nanjar. Hingga dihari terakhir sikakek mirip kera itu berkata padanya.
"Nanjar, muridku. Hari ini adalah hari
terakhir kau berguru padaku. Tiga pukulan sakti
yang telah berhasil kau pelajari tak boleh kau
gunakan jika tidak menghadapi musuh yang
ilmunya melebihi di atas tingkat kepandaianmu.
Selain itu kau harus menjaga nama baikku,
dengan menjunjung tinggi kebenaran dalam setiap
tindakan. Setelah ini kau segera akan mempelajari jurus-jurus ilmu silat ular
dari sobatku si Raja Siluman Ular!"
"Terima kasih, guru. Murid akan mentaati
apa-apa yang menjadi pesan dan wejangan guru.
Hamba telah siap untuk mempelajari ilmu silat
ular!" sahut Nanjar dengan menunduk hormat
dihadapan gurunya. "Bagus! nguk! nguk! nguk! hehehe... nah!
aku segera akan pergi sementara dari sini, sampai kelak datang hari pertarungan
perebutan gelar KETUA Raja-Raja Gila!" Selesai berkata si kakek mirip kera itu melompat ke atas
dahan pohon. Dan lenyap dalam sekejap mata.
"Ah, guru...! betapa besar budimu
menggembleng aku di pulau ini. Walaupun
waktunya amat singkat, tapi serasa aku tak dapat berpisah denganmu... " berkata
Nanjar menggumam sendiri. Saat yang dinanti nanti
Nanjarpun tiba, dengan datangnya Raja Siluman
Ular yang menjadi giliran kedua. Nanjar menjura
hormat dihadapan kakek kurus tinggi itu seraya
berkata. "Guru! aku telah siap untuk menerima
petunjukmu!" Tertawa menyeringai si Raja Siluman Ular.
Tongkatnya tiba-tiba meluncur ke arah batok
kepala pemuda itu... Gerakan menghantam itu
adalah di luar dugaan Nanjar. Akan tetapi
sambaran angin halus terasa meniup ubun-ubun
kepalanya. Membuat dia cepat tersadar akan
ancaman bahaya maut.
Seraya berteriak. "Nguk! nguk! nguk!"
Nanjar telah lompat menghindar. Gerakan
melompatnya justru lebih cepat dari sambaran
tongkat si Raja Siluman Ular. Bahkan tahu-tahu
dia sudah menggelinding ke belakang si Raja
Siluman Ular. Mendengus kakek ini. Tiba-tiba...
Hsss! hssss! hssss! Tiga sambaran beruntun
menyerangnya. Itulah jurus yang sangat
berbahaya. Tongkat ular si kakek bagaikan
bermata delapan, dapat melihat kemana arah
tubuh Nanjar melompat dan menggelinding.
Terkesiap Nanjar melihat tiga serangan beruntun.
Namun lagi-lagi dia berhasil loloskan diri dari
maut, dengan bergerak lincah menghindari
serangan. Serangan-serangan selanjutnya
berdatangan silih berganti. Nampaknya Nanjar
telah menguasai ilmu melompat yang mahir.
Gerakan-gerakan melompat dari jurus-jurus kera
hasil yang dipelajari dari si Raja Siluman Kera


Dewa Linglung 1 Raja Raja Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langsung digunakan. Kira-kira sepuluh jurus, si kakek Raja
Siluman Ular hentikan serangannya.
"Bagus! kau telah mirip dengan si Raja
Siluman Kera, bocah! Cukuplah untuk
pembukaan pertama ini aku mengujimu!" berkata kakek ini.
"Hahaha...kukira guru mau
membunuhku!?" berkata Nanjar sambil cengar-
cengir dan garuk-garuk kepala tidak gatal. Lalu
berjingkrakan sambil melompat-lompat. Kelakuan
Raja Siluman Kera itu ternyata benar-benar telah diwarisi pemuda itu.
"Hahaha... hehehe... mari kau ikuti aku,
bocah!" berkata Raja Siluman ular, seraya melompat ke atas dahan pohon kelapa.
Lalu dengan gerakan gesit menggelosor hingga sampai ke
puncak pohon. Gerakan tak ubahnya bagaikan
gerakan ular. Nanjar terperangah melihat. Dia langsung
melompat untuk menyusul. Tentu saja dia
gunakan cara gerakan kera untuk memanjat
batang pohon kelapa itu. Akan tetapi terbelalak
mata Nanjar karena batang pohon itu mendadak
roboh. Justru disaat dia sudah berada di atas
batang yang paling puncak. Dilihatnya si Raja
Siluman Ular tak kelihatan duduk di pelepah daun seperti tadi dilihatnya.
"Wuuaaa. !" teriak Nanjar, ketika tubuhnya
meluncur dengan punggung terlebih dulu berikut
batang pohon yang dipeluknya.
Nanjar cuma merasa tengkuknya disambar
orang. Selanjutnya dia sudah jejakkan kaki di
tanah dengan perlahan. Ketika itu pandangan
matanya tertuju pada batang pohon kelapa yang
baru saja ambruk ke tanah dengan batang yang
hancur dan kulit pohon yang mengelupas.
Ketika dia menoleh kebelakang, yang
tampak adalah si Raja Siluman Ular yang tertawa
mendesis terkekeh-kekeh. "Hsssy... heh heh heh
...nyaris kau tertimpa batang pohon kelapa itu,
bocah! Kalau kau gunakan jurus Ular Meliuk
Menampar Mega, tentu kau akan dapat
selamatkan diri dengan mudah!" berkata kakek itu.
Membelalak mata pemuda itu. Serta-merta
dia sudah jatuhkan diri bertutut di hadapan si
Raja Siluman Ular. "Guru.. .! oh, ajarilah aku jurus ilmu yang hebat itu!" berkata Nanjar dengan
suara lirih penuh harap.
"Hsssy....hehehe...tentu! tentu, bocah
muridku!" ujar kakek ini dengan tersenyum. Mari!
kita berlatih di bukit sebelah barat itu!" katanya lagi seraya mengangkat bangun
Nanjar. Berkelebatanlah dua sosok tubuh ke arah bukit
yang berada di sisi pantai itu, diiringi suara
tertawa si Raja Siluman Ular yang semakin samar.
Sesaat dua sosok tubuh itu pun lenyap di balik
tebing.........................
8 WAKTU berlalu bagaikan anak
panah....masa dua tahun itupun berlalu sudah.
Matahari hari itu bersinar terik. Menyinari air laut yang menggelombang,
menimbulkan pantulan
cahaya yang menyilaukan mata.
Sebuah perahu sampan tampak meluncur
pesat ketengah laut. Seorang laki-laki bertudung gunakan dayungnya membantu
mengayuh, hingga perahu kecil itu bagaikan melayang saja di atas
air. Meluncur dengan pesat membelah gelombang.
Di ujung perahu tampak duduk seorang
gadis berpakaian laki-laki. Gadis itu tak
mengenakan tudung. Rambutnya dikepang dua.
Menatap ke depan ke arah cakrawala. Hempasan
badan perahu yang melambung-lambung itu tak
membuatnya merasa takut. Bahkan dengan wajah
berseri, sebentar-sebentar dia tertawa.
Siapakah gerangan kedua orang itu"
Ternyata mereka tak lain dari si Raja Pengemis
dan muridnya yang bernama Ranggaweni. Akan ke
manakah tujuannya kedua orang guru dan murid
ini" Marilah kita ikuti pembicaraannya.
"Kakek! di depan tak ada tanda-tanda
adanya sebuah pulau. Bagaimana mungkin kau
terus mendayung tanpa belokkan arah. Apakah
kau tak salah arah?" bertanya gadis itu.
"Heheheh...anak manis! aku tak salah
arah. Kau perhatikan saja, tak lama lagi di
depanmu akan tersembul sebuah pulau!" sahut sikakek dengan tertawa mengekeh.
Lengannya tak berhenti mengayuh. "Lho" aneh! apakah pulau itu bisa timbul
dari dalam laut?" bertanya lagi gadis itu.
"Anak manis! tahukah kau bahwa dunia ini
bulat?" tanya sikakek. Gadis itu menggeleng.
"Kalau percaya atau tidak kalau dunia ini
bulat?" tanya lagi si Raja Pengemis.
"Aku percaya kalau kau telah
membuktikam" menyahut si gadis.
"Haih! Ranggaweni... Ranggaweni! Nah,
tatapkan matamu ke depan. Nanti akan tersembul
sebuah pulau. Pulau itu bukan muncul dari dasar
laut, akan tetapi memang tak kelihatan oleh kita.
Karena dunia ini bulat. Seandainya rata, tentu
akan terlihat oleh kita walaupun berada jauh
sekali!" Raja Pengemis berikan penuturan pada muridnya. Gadis itu tak memberi
jawaban, karena pandangan matanya terus menatap ke arah
cakrawala. Selang tak lama segera tersembul sebuah
pulau yang baru kelihatan ujungnya. Makin lama
makin besar. Hingga akhirnya terlihat
keseluruhannya. "Wan! betul, kek! Itu! lihatlah! sebuah
pulau yang amat indah...!" teriak si gadis.
Si Raja Pengemis tersenyum melihat si
gadis muridnya itu berjingkrak kegirangan. Tiba-tiba perahu melaju lebih cepat.
Gadis itu torlonjak kaget. Namun cepat-cepat dia berpegangan kuat
pada pinggiran perahu.
"Hati-hati kau kecebur, bocah manis!"
mengekeh tertawa sikakek. Sementara perahu
meluncur bagaikan terbang.
Sementara itu di pulau yang tengah
ditujunya.... Dua sosok tubuh tengah bertarung seru.
Saling pukul dan saling hantam. Sebentar-
sebentar terdengar suara bentakan dan teriakan
tertahan. Batu dan pasir bertaburan. Tampaknya
pertarungan itu bukan pertarungan biasa. Karena
hawa panas dan dingin silih berganti akibat hawa pukulan yang mengandung tenaga
dalam tingkat tinggi. Yang bertarung seru ternyata adalah
seorang kakek berperawakan jangkung kurus
melawan seorang pemuda berusia sekitar dua
puluh tahun lebih. Dialah Nanjar alias Ginanjar yang bertarung melawan si Raja
Siluman Bangau. Sementara empat orang kakek berdiri mengitari
arena berlaga itu dengan diam terpaku. Mareka
adalah Raja Siluman Kera, Raja Siluman Ular,
Raja Siluman Biawak dan Raja Siluman Harimau.
Keempat kakek ini memperhatikan setiap
gerakan muridnya dengan hati kebat-kebit.
Kemenangan dan kekalahan mereka terletak di
tangan si pemuda muridnya itu untuk
memperebutkan gelar Ketua Raja Gila. Enam
puluh jurus telah berlalu. Nanjar kerahkan
kekuatan dan segenap ilmunya untuk
merobohkan lawan. Ilmu silat Kera, Ular, Harimau telah dipergunakan untuk
menangkis dan balas menyerang. Tapi Raja Siluman Bangau memang
berilmu tinggi, di samping dia dapat "terbang", dan sekali kali mematuk ganas.
Hempasan lengan jubah kakek itu laksana taufan. Kalau pemuda itu tidak cekatan, dia sudah celaka
sejak tadi. Pada jurus keseratus, tampak si kakek
Raja Siluman Bangau merubah gerakan
serangannya. Kini dia gunakan gerakan
menyambar yang dibarengi dengan pukulan
ganas. Terperangah Nanjar, karena saat itu dia
agak lengah, serta tak menduga lawan robah
serangan dengan cara menyambar.
WHUUUKK! "Aiyaa...!" berteriak pemuda itu. Tubuhnya bergulingan dan berjumpalitan
beberapa kali. Dengan gerakan 1000 Ekor Kera Mendobrak
Gunung dia lakukan serangan menghantam
dengan kedua telapak tangan.
Plak! Terdengar suara benturan keras, ketika
kedua telapak tangan beradu. Raja Siluman
Bangau ternyata telah memapakinya.
Terdengarlah teriakan tertahan dari pemuda
lereng gunung Rogojembangan itu. Tubuhnya
terlempar ketengah laut. BYURRRR...!
Tak ampun lagi tubuh Nanjar telah
tercebur ke dalam air. Empat kakek itu jadi
terperanjat. Masing-masing terperangah, bahkan
si Raja Siluman Kera telah mengeluh.
"Ah, muridku! Nasibmu naas.....Kau pasti
tewas....!" "Heheheh... Raja Siluman Bangau tetap
nomor satu!" teriak kakek yang baru berhasil mempecundangi lawan bertarungnya
itu. Tiba-tiba tubuhnya meletik ke Udara. Dan seraya
perdengarkan suara mirip bangau, tubuhnya
melayang "terbang" menyusul ke arah terceburnya Nanjar.
Mata kakek ini jelalatan mencari-cari
tubuh pemuda itu di antara alunan ombak. Tiba-
tiba air di bawahnya menyemburat, bersama
munculnya sosok tubuh Nanjar yang meluncur
kearahnya. Begitu terkejut si Raja Siluman
Bangau melihat kemunculan pemuda itu secara
mendadak, tahu-tahu kakinya telah kena
tersambar lengan pemuda itu.
"Aaah...!?" tersentak kakek ini ketika satu betotan kuat menarik ke bawah.
Dan... BYURRR! Lenyaplah seketika tubuh si Raja Siluman
Bangau ke dalam laut. Empat kakek itu sama-
sama belalakkan mata, tapi dengan senyum
tersungging di bibir. Keempatnya saling pandang.
Dan serentak mereka telah memburu ke tepi
pantai. Air laut mendadak jadi bergelombang,
bergulung-gulung. Pertanda di bawah air tengah
terjadi pertarungan seru antara kedua tokoh tua
sakti dan pemuda itu.
Keempat kakek ini tak lepas menatap
ketempat bergolaknya air laut dengan hati
berdebar. Mampukah Nanjar menjatuhkan si Raja
Siluman Bangau"
Raja Siluman Ular, Raja Siluman Kera dan
Raja Siluman Harimau tampak menahan napas
untuk melihat hasil pertarungan. Siapakah yang
akan berhasil menjadi pemenang" Kecuali si Raja
Siluman Biawak yang tampak tenang-tenang saja.
Karena dia tahu, kalau Nanjar tengah gunakan
ilmu biawaknya untuk mengadakan pertarungan
di dasar laut. Hal itu menjadi kelemahan si Raja Siluman Bangau, karena dia tak
mungkin dapat bertahan lama di dalam air.
Ternyata Raja Siluman Bangau memang
tokoh yang diakui kehebatannya. Dia berhasil
melepaskan cekalan kuat tangan Nanjar. Dan
memberontak untuk melesat 'terbang" ke luar dari permukaan. Akan tetapi kakek
ini keliru kalau dia telah terbebas dari bahaya, karena Nanjar telah
sambar lagi kaki si kakek. Ketika air menyemburat ke atas permukaan yang
dibarengi meluncurnya
tubuh kakek itu ke udara, Nanjar ikut terbawa
'terbang". Empat kakek terperangah melihat dua
manusia itu melayang-layang di udara. Seolah-
olah pemuda itupun ikut 'terbang" dibelakang si kakek.
Akan tetapi pada putaran kedua di atas
permukaan laut itu, Raja Siluman Bangau Jelah
menghantamkan telapak tangannya ke arah si
pemuda Whuuuuuk! Angin deras menghantam. Sebelum terkena
sasaran, terpaksa Nanjar lepaskan celakanya.
Akibatnya tubuhnya melambung di udara. Dengan
gerakan gesit Raja Siluman Bangau menukik, dan
mendarat di pasir. "Hahaheheheh.. enak sekali rasanya
terbang...! Hei! Raja Siluman Bangau tua bangka!
Ayo bertarung di udara!"
Tersentak kaget orang tua ini, dan
memandang dengan mata membelalak. Karena
melihat bocah muda itu justru bukannya tercebur
lagi ke laut, tapi malah melayang-layang seperti bangau di udara, berputar-putar
di atas permukaan air. "Gila" dari mana dia mendapatkan ilmu
terbangku ?" mendesis si kakek dengan mata


Dewa Linglung 1 Raja Raja Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikucak-kucak tak percaya.
Tiba-tiba Nanjar menukik kearahnya.
Lengannya bergerak mematuk dahsyat. Itulah
jurus Patukan Bangau Dewa. Terkejut kakek ini
bukan kepalang, karena jurus itu adalah jurus
yang dimilikinya. Dengan berteriak tertahan dia terpaksa jatuhkan dirinya
bergulingan. Tapi Nanjar terus mencecar dengan patukan-patukan
maut yang tiada hentinya. Tubuhnya menyambar-
nyambar laksana bangau yang mengejar
mangsanya. Tentu saja seketika berubah pias
wajah sikakek Raja Siluman Bangau menghadapi
serangan-serangan dan jurusnya sendiri. Bahkan
jurus serangan pemuda itu dibarengi dengan jurus Kera melompat dan harimau yang
menerkam. Terkadang dengan jurus Ular yang dibarengi
dengan desisan keluar dari mulut pemuda itu.
Menghadapi serangan-serangan ini
membuat si kakek tak berayal lagi untuk
sebisanya menyelamatkan diri.
Akan tetapi.. Breet! Breeeet! Dan ...
Bhukkk! Terdengar teriakan parau si kakek Raja
SBuman Bangau ketika serangkaian serangan
mendadak itu tak berhasil dihindari. Jubahnya
terkoyak dan dadanya terkena hantaman lengan
pemuda itu. Terlemparlah tubuh si kakek Raja
Siluman Bangau ke udara. Dan jatuh meluncur ke
dalam laut. 54 "KEAAAAAK! KEAAAK...!"
Terdengar suara mengiyak di udara.
Sebuah bayangan hitam dan amat besar telah
menyambar tubuh si Raja Siluman bangau
sebelum tubuhnya menyentuh permukaan air.
Itulah si burung Rajawali bernama JABUR.
Sepasang kakinya telah mencengkeram tubuh
kakek itu. Lalu dengan keluarkan suara mengiyak
tiada henti, burung raksasa itu meluncur pesat ke atas bukit tertinggi di pulau
itu. "Haih! aku telah mencelakainya...!" teriak Nanjar yang baru saja jejakkan
kakinya ke atas pasir. Pemuda ini tampaknya seperti menyesali
akan kejadian barusan.
Empat kakek itu belalakan mata
memandang Nanjar. Dan serentak berseru sambil
berlompatan menghampiri.
"Horeee! kau menang! kau menang! Kita
menaaang....!" teriak si Raja Siluman Kera seraya melompat dan berjingkrakan.
"Bagus, muridku, kau berhasil
mengalahkannya dan melenyapkan
kesombongannya!" berkata Raja Siluman Harimau.
Raja Siluman Biawak dan Ular cuma tersenyum
sambil acungkan jempolnya. Mereka tampak
senang atas hasil pertarungan yang dimenangkan
oleh pemuda murid mereka itu.
Akan tetapi Nanjar justru tak merasa
bangga atas kemenangannya. Dia amat
mengkhawatirkan keselamatan si Raja Siluman
Bangau yang terkena hantaman telak pukulannya.
''Terima kasih atas sambutan kalian guru-
guruku. Semua itu adalah atas jasa kalian yang
membimbingku dengan ilmu-ilmu yang kalian
berikan padaku... " berkata Nanjar dengan
menjura dihadapan keempat kakek.
' Tapi, dari mana kau dapatkan ilmu
"terbang" si Raja Siluman Bangau?" tanya Raja Siluman Kera dengan menatap tajam
Nanjar. "Hahahaha... aku telah menirunya. Selama
bertarung aku terus menghapal dan mempelajari
jurus-jurus serangan kakek lawanku itu.
Bukankah guru sendiri yang memberi contoh"
Bukankah sifat seekor Kera adalah selalu meniru
tingkah laku orang?" sahut Nanjar sambil tertawa.
Mendengar jawaban pemuda itu, Raja
Siluman Kera jadi garuk-garuk kepala. Tiba-tiba dia melompat-lompat seraya
berteriak kegirangan.
"Nguk! nguk! nguk! hehehe... bocah cerdik!
bocah pintar! kau memang bocah hebat!" puji sikakek dengan membelalakkan mata.
"Apakah kau hapal semua jurus-jurus yang digunakan si
Raja Siluman Bangau?" bertanya si kakek mirip kera itu.
"Hahaha... nguk!" nguk! ... hampir seratus jurus gerakan dan pukulan si Raja
Siluman Bangau telah hapal diluar kepala" jawab Nanjar dengan tirukan suara kera mirip
gurunya. "Hebat! hebat!" memuji Raja Siluman Kera dengan membelalakkan mata. Lalu
mengekeh tertawa. Sementara ketiga kakek Raja Siluman Ular,
Biawak dan Harimau cuma bisa belalakkan mata
dan menatap kagum pada Nanjar.
Saat itu di atas puncak bukit tertinggi di
pulau itu tampak si Rajawali raksasa
perdengarkan suara mengiyak tiada henti, dengan
berputar-putar di atas bukit. Sejenak keempat
kakek dan Nanjar memandang ke sana dengan
terpukau. "Guru! mari kita ke sana!" teriak Nanjar tiba-tiba. Dan tanpa menunggu jawaban
lagi, dia sudah mendahului berkelebatan kearah sana.
Keempat kakek sejenak saling pandang. Namun
satu isyarat dari si Raja Siluman Kera telah
membuat mereka setuju untuk menyusul.
Serentak tubuh mereka berkelebatan dari tempat
itu. Apakah gerangan yang terjadi di atas
puncak bukit itu" Ternyata si Raja Siluman
Bangau yang telah terluka dalam akibat serangan
pukulan Nanjar, tengah bertarung dengan seorang
laki-laki tua berjubah gemerlapan seperti sisik
ular. Kakek ini berkepala botak. Kumisnya yang
putih terjuntai panjang bagai misai. Di lengan si kakek botak ini tercekal
sebuah medali yang gemerlapan terkena cahaya rnatahari. Benda
itulah yang tengah diperebutkan oleh kedua
kakek. "Pencuri busuk! kembalikan benda itu!"
teriak Raja Siluman Bangau dengan menggembor
marah. Dalam keadaan terluka dan nampak disela
bibirnya masih meneteskan darah dia menerjang
si kakek botak dengan jurus-jurus patukan ganas.
Akan tetapi si kakek botak jubah bersisik
perak itu tak membiarkan dirinya kena serangan
yang bisa mencelakai jiwanya. Dengan lompatan
gesit dia berhasil menghindar. Tiba-tiba dia telah cabut senjatanya untuk
menabas. Itulah sebuah
kebutan bergagang perak. Ujung kebutuhan
membersit menabas leher si Raja Siluman Bangau,
disertai bentakan keras.
"Berangkatlah kau ke Akhirat!"
Whesss...! "Kaulah yang harus mampus!" balas
membentak si kakek Raja siluman Bangau.
Tubuhnya mendadak melambung ke atas. Kibasan
lengan jubahnya menyambar tubuh si kakek
botak. Terhuyung beberapa tindak kakek ini
karena hempasan keras yang menerpa tubuhnya.
Serangan kebutannya telah lolos dari sasaran.
Bahkan dia kini yang berbalik diserang.
Namun si kakek misai panjang itu bukan
tokoh sembarangan. Dengan tiba-tiba dia
putarkan kebutannya. Menderulah angin keras
yang membuat batu-batu kecil beterbangan.
Sejenak terpaku Raja Siluman Bangau.
Pusaran angin yang menggebu itu membuat
tubuhnya bergoyang-goyang. Jubahnya yang telah
sobek itu berkibaran. Sementara darah semakin
banyak menetes dan mengalir dari sela bibirnya.
Diam-diam dia telah menghimpun tenaga dalam di
kedua telapak tangan.
Saat mana si kakek botak telah menerjang
dengan bentakan keras. "Kini sampailah ajalmu, Raja Siluman Bangau yang bodoh!"
Dan kebutan maut ditangannya meluncur deras djbarengi
hantaman telapak tangan kearah batok kepala
kakek itu. "Whuuk! Wheesss! BHLARR!
Ledakan dahsyat terdengar. Benturan
kedua tenaga dalam telah membuat bukit itu
serasa bergetar. Tampak asap hitam dan putih
mengepul dari bekas ledakan yang menimbulkan
suara menggeledek itu.
Kakek botak berjubah sisik perak itu
tampak terhuyung ke belakang beberapa tindak.
Wajahnya pucat bagai mayat tampak dari sela
bibirnya mengalirkan darah. Sedangkan si Raja
Siluman Bangau masih berdiri tegak. Sepasang
kakinya amblas sampal sebatas lutut. Dia masih
berdiri tegak tak bergemlng. Tapi apa yang
terlihat" Ternyata jubah si kakek Raja Siluman
Bangau telah hangus terbakar. Kulit muka dan
sekujur tubuhnya berubah hitam. Kakek sakti itu
ternyata telah tewas dengan keadaan tubuh
berubah hangus! Memandang tubuh lawannya tak
bergeming, si kakek botak misai panjang itu
tertawa terkekeh. "Hehehehe ... hehe ... akhirnya kau harus
mengakui keunggulanku, sobat Raja Siluman Ba-
ngau. Dan ...benda pusaka Lambang Ketua
Persilatan ini aku yang berhak memilikinya!
Hahahaha.... Hehehehe...."
Terperangah Nanjar ketika dia tiba di atas
bukit. Dilihatnya Raja Siluman Bangau dalam
keadaan amblas kedua kakinya sebatas lutut, tak
bergeming lagi. Tubuhnya berubah hitam hangus.
Menatap pada seorang kakek berkepala botak
berkumis panjang bagai misai yang tengah berdiri dihadapan si Raja Siluman
Bangau, semakin terkejut dia. Karena melihat orang ini mencekal
sebuah medali yang dikenalnya. Ya! itulah medali lambang Ketua Persilatan milik
gurunya Ki Dharma Tungga. Bersamaan dengan munculnya Nanjar,
keempat kakek itu telah muncul pula di atas
bukit. Mereka sejenak tertegun memandang
kehadapannya. Segera saja mereka telah tahu
siapa adanya kakek botak jubah sisik perak itu.
"Raja Siluman Naga!" teriak mereka
terkejut hampir berbareng.
"Raja Siluman Bangau... !" ha, dia telah
tewas?" gumam si Raja Siluman Kera dengan
mata, membelalak. Tahulah mereka kalau mereka
datang terlambat. Pertarungan baru saja selesai.
Dan Sobat mereka si Raja Siluman Bangau telah
melayang jiwanya. "Hehehe...aku datang bukan berambisi
untuk menjadi ketua Raja-Raja Gila. Tetapi
mengincar benda ini!" berkata si kakek botak yang ternyata adalah si Raja
Siluman Naga adanya,
seraya tunjukkan untaian medali ditangannya.
Mata Nanjar bersinar memandang benda itu.
"Dari mana kau dapatkan Medali itu, Raja
Siluman Naga?" berkata Nanjar dengan isi
dadanya serasa bergolak. Segera dia teringat akan gurunya Ki Dharma Tungga yang
telah tewas. Si pembunuhnya sudah dapat dipastikan adalah
orang yang memiliki Medali itu yang telah direbut dari tangan gurunya.
"Hahahehehe..., benda ini berada di tangan
si Raja Siluman Bangau. Aku telah mencurinya.
Aku tak tahu dia dapat dari mana!" sahut Raja Siluman Naga
Tiba-tiba terdengar suara mengiyak di
udara. Dan sebuah bayangan besar menyambar ke
arah kakek kepala botak ini. Kibasan sayap
burung raksasa itu membuat tubuh si kakek
terhuyung. Tahu-tahu si Raja Siluman Naga
berteriak kaget, karena Medali ditangannya telah disambar paruh si burung
Rajawali raksasa. "Keparat!" memaki kakek botak ini.
Tubuhnya memdadak melesat bagai terbang
mengejar sang Rajawali.
"Mampuslah kau burung keparat!" bentak si Raja Siluman Naga.
Whuuuukk!......BUK! "KEAAAAAAKH!" melengking suara burung
raksasa itu ketika hantaman pukulan si kakek
botak mengenai sasaran telak. Ratusan helai bulu berhamburan. Terbang burung itu
jadi limbung. Dan medali yang terjepit di antara paruhnya telah jatuh meluncur ke bawah.
Raja Siluman Naga tak berayal untuk
segera memburunya. Akan tetapi si Jabur kembali
menukik. Dengan berteriak marah dia menyambar
lagi benda itu. Ternyata gerakan si Rajawali
raksasa lebih cepat. Sepasang kakinya berhasil
mencengkeram Medali.
Whuuuukk! Whuuukk! Raja Siluman Naga ayunkan beruntun dua
pukulan. Menyambarlah uap merah menerpa si
burung Rajawali. Kali ini burung raksasa itu tak mau kena sasaran. Sayapnya
digunakan untuk mengibas. Tubuhnya segara melambung tinggi.
Serangan itu lolos. Tapi sayap burung Rajawali itu masih kena terserempet angin
pukulan.

Dewa Linglung 1 Raja Raja Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

10 WHUUUKK! WHUUUKK! Kembali si Raja Siluman Naga menghantam
dengan pukulan yang mengandung maut. Rajawali
mengiyak kesakitan. Sayapnya mengibas. Tubuh-
nya melambung lagi. Tapi hantaman telak lagi-lagi mengenal sasaran.
Terbang burung itu jadi semakin limbung.
Namun dia melarikan diri dengan Medali yang tak
lepas dari cengkeramannya.
"Burung edan!" memaki Raja Siluman
Naga. Kakek botak ini enjot tubuhnya untuk
melesat, mengejar. Namun Rajawali sudah melayang ke arah
laut. Dengan geram kakek botak ini berhenti. Tapi tiba-tiba lengannya terangkat,
disertai bentakan. "Mampuslah kau burung edan!"
Whuuuuuussh!! Angin pukulan jarak jauh telah
dilontarkan. Membersitlah uap merah menyambar
si Jabur. Hebat serangan kakek botak ini. Karena sejauh itu dia masih mampu
mengantamkan pukulannya dengan telak.
BYUURRRR! Air laut menyemburat ke udara ketika
tubuh si Rajawali raksasa itu terjungkal dan
terjerumus masuk ke dalam laut.
Di atas bukit Nanjar memandang dengan
mata membelalak. Sementara si Raja Siluman
Naga membanting kakinya dengan kesal.
"Burung sialan! lenyaplah sudah Medali
itu!" gerutunya.
Burung raksasa itu timbul tenggelam di
permukaan air. Tapi tak lama tak muncul lagi.
Tewaslah sudah si Jabur yang bernasib malang itu terkubur di laut:
"Guru! mari kita lihat ke sana!" berkata Nanjar. Akan tetapi dia tak melihat
adanya empat kakek itu berada di situ.
"He" kemanakah kalian?" teriak Nanjar.
Tubuh pemuda ini berkelebatan mencari keempat
gurunya. Bahkan Nanjar gunakan ilmu "terbang" Si Raja Siluman Bangau untuk mencari
keempat kakek itu. Namun tetap saja Nanjar tak
menjumpai. "Haih, kemanakah mereka" Apakah telah
meninggalkan pulau ini?" desis Nanjar seraja menukik turun
Baru saja dia jejakkan kakinya ketanah,
suara tertawa terkekeh menyambutnya.
"Hehehe ...heheh ... gendeng! Siapakah na-
mamu?" Entah darimana munculnya si kakek Raja
Siluman Naga telah berdiri disitu. Nanjar mundur selangkah. Sepasang matanya
menatap tajam pada kakek botak jubah sisik itu.
"Hm, apakah kau perlu mengetahui
namaku juga?" balik bertanya pemuda ini.
"Ya! karena kau adalah pewaris ilmu-ilmu
si Empat Raja Gila. Juga pewaris ilmu si Raja
Siluman Bangau!" tukas kakek botak menyeringai.
"Heh...! keempat kakek itu memang
guruku, tapi si Raja Siluman Bangau bukan
guruku. Aku tak merasa diangkat murid olehnya!"
berkata Nanjar dengan nada tandas.
Kakek ini jadi kerutkan keningnya hingga
alisnya bergerak terjungkat keatas. ' Tapi kau
punya ilmu 'terbang" si Raja Siluman Bangau?"
berkata kakek ini dengan nada heran.
"Hm, aku hanya mencuri ilmunya saja!"
sahut Nanjar. Sementara diam-diam dia menilai si kakek ini. Hatinya berkata.
"Apakah manusia ini tokoh baik-baik ataukah tokoh jahat?"
Raja Siluman Naga jadi terbengong
mendengar kata-kata Nanjar.
Tapi tak lama dia perdengarkan suara
tertawa terkekeh-kekeh.
"Hahaha ...hehe he ...kau memang bocah
aneh! Baru aku mendengar ada orang mencuri
ilmu. Tak apalah kalau kau tak mau sebutkan
siapa namamu. Tapi ketahuilah, ilmu-ilmu empat
orang gurumu ditambah dengan ilmu si Raja
Siluman Bangau masih belum apa-apa
dlbandingkan kehebatan ilmuku!" ujar si kakek diantara derai tawanya "Buktinya
empat orang gurumu sudah angkat kaki dari pulau ini. Dan
kau lihat sendiri si Raja Siluman Bangau itu
sudah mampus berikut burung raksasa
piaraannya!" berkata si kakek.
"Sayang Medali itupun ikut terkubur di
dalam laut!" gerutu si Raja Siluman Naga dengan men-dongkol.
"Eh, kakek Raja Siluman Naga! kuharap
kau berikan penjelasan yang jujur. Apakah Medali itu si Raja Siluman Bangau yang
memilikinya?" "Mau apa kau tanyakan tentang Medali itu"
Kukira sudah tak ada gunanya lagi!" tukas si kakek dengan mata melotot.
"Ketahuilah! Medali itu ada hubungannya
dengan urusanku!" berkata Nanjar dengan suara tegas.
"Hm, hubungan apakah! Setahuku Medali
itu milik Ki Dharma Tungga, yang menjadi Ketua
Kaum Rimba Persilatan!" ujar si kakek.
"Beliau itu adalah guruku!" Nanjar sambar berkata.
"Apakah kata-katamu bisa dipercaya?"
bertanya si kakek. "Mengapa aku harus berdusta" Guruku
kutemukan tewas dua tahun yang lalu di tempat
kediamannya. Aku tak tahu siapa yang telah
membunuhnya. Dan Medali itu yang setahuku
selalu tak pernah lepas dari saku bajunya, telah lenyap. Aku cuma jumpai
jenazahnya yang keadaannya sangat mengerikan. Tentu saja aku
harus mencari siapa yang telah membunuh
guruku itu, di samping mencari lambang
kekuasaan Ketua Rimba Persilatan yang telah
hilang. Itulah sebabnya aku ingin tahu lebih jelas, apakah kau mengetahui
tentang Medali itu, juga
peristiwa terbunuhnya Ki Dharma Tungga!" tutur Nanjar dengan singkat.
Kakek Raja Siluman Naga ini jadi manggut-
manggut mendengarkan penuturan Nanjar.
"Namaku Nanjar. Lengkapnya Ginanjar.
Aku pernah menjadi murid Ki Bayu Sheta si
Pendekar Bayangan sebelum berguru pada Ki
Dharma Tungga. Aku cuma menemukan sepotong
pedang inilah yang menancap di tubuh jenazah
mendiang Ki Bayu Sheta!" Nanjar perkenalkan diri tanpa diminta. Seraya
menunjukkan potongan
pedang yang selalu diselipkan di balik bajunya.
"Apakah kau mengenali pedang ini milik siapa?"
tanya Nanjar. Kakek ini tertegun menatap potongan
pedang di tangan Nanjar.
Kesempatan untuk mengungkapkan
misteri si pembunuh gurunya dimanfaatkan
Nanjar dengan mengorek keterangan dari si Raja
Siluman Naga. Saat itu pandangan mata si kakek
menangkap adanya sebuah perahu layar yang
meluncur pesat mendekati pulau. Itulah perahu si Raja Pengemis. Belum lagi
menjawab pertanyaan Nanjar, si kakek botak jubah sisik itu telah
berkelebat memuruni bukit.
"Heii" mau kemana kau kakek..."!" teriak Nanjar. Tak ayal dia sudah berkelebat
mengejar. Gerakan tubuh Raja Siluman Naga
memang luar biasa cepatnya. Di samping berlari
juga dibarengi dengan melayang bagai 'terbang".
Nanjar menyusul dan kerahkan ilmu larinya yang
juga dibarengi dengan gerakan 'terbang". Hingga dari kejauhan tampak kedua sosok
tubuh itu bagaikan burung-burung aneh tanpa sayap yang
saling berkejaran menuruni bukit.
Sementara itu, si kakek Raja Pengemis
telah lakukan pendaratan ke pulau itu. Tubuhnya
melompat ke atas pasir menyusul si gadis
muridnya yang telah melompat terlebih dulu
begitu ujung perahu menyentuh pasir.
"Kakek" Jadi maksudmu pergi ke pulau ini
adalah mencari jejak burung Rajawali raksasa itu"
Ah, sayang sekali ... burung raksasa itu justru
sudah tenggelam di laut!" berkata si gadis.
' Tebakanmu tak salah, muridku. Burung
raksasa itu sudah lama kuperhatikan selalu
menuju ke pulau ini. Aku menduga dia bersarang
di pulau ini. Tapi seperti kita lihat tadi, burung raksasa itu mengiyak keras
lalu terjungkal masuk laut. Pasti ada apa-apa yang telah terjadi di pulau ini!"
ujar sikakek Raja Pengemis dengan wajah tegang.
Tampaknya si gadis tak begitu
memperhatikan kata-kata gurunya. Karena dia
amat tertarik dengan pemandangan indah di pulau
itu. "Ah, pulau ini amat indah, kek! Bagaimana
kalau kita menetap saja disini" Kalau tak dapat
induknya kukira kita bisa mendapatkan anak
burung Rajawali raksasa itu. Telur yang
dieraminya tentu telah lama menetas!" berkata si gadis seraya melompat-lompat
ketengah pulau. Tiba-tiba mata gadis ini jadi membelalak
karena dihadapannya telah berdiri sesosok tubuh
dari seorang kakek tinggi besar berkepala botak, berkumis panjang bagai misai.
Mengenakan jubah yang ditaburi sisik berwarna perak, yang tampak
berkilatan kena cahaya Matahari.
Belum lagi sempat si gadis bertanya,
lengan kakek botak itu mengibas. Bersyiurlah
angin halus menyambar tubuhnya. Gadis ini
perdengarkan teriakan kaget. Karena tahu-tahu
dia rasakan tubuhnya telah kaku tak dapat
digerakkan. "Ah ...!"'' terperangah si gadis dengan mata membelalak.
Saat itu terdengar bentakan keras
dibelakangnya. "Ilmu totokan jarak jauh yang hebat!" Dan berkelebat sosok tubuh si Raja
Pengemis. Lengannya mengibas. Dan terasa sambaran angin
agak keras ke arah tubuhnya. Sekejap gadis itu
rasakan totokan pada tubuhnya telah terbuka.
"Guru ...!" teriakan gadis itu girang, seraya melompat ke arah gurunya. Raja
Siluman Naga perdengarkan suara mendengus. Tapi mulutnya
memuji. "Ilmu pembuka jalan darah yang hebat!
Hm, Ilmu kepandaianmu ternyata makin hebat,
pengemis rudin!" berkata kakek ini. Wajahnya tak menampilkan perubahan. Masih
tetap kaku dengan mata menatap tajam pada si Raja
Pengemis. "Angin apa yang telah meniupmu ke pulau
ini, kakek bangkotan?"
Sambar lagi si kakek kepala botak ini
dengan suara gereng "Hehehe.. burung Rajawali raksasa itulah
yang telah mengundangku datang ke pulau ini.
Tentu saja aku punya urusan dengan si pemilik
burung Rajawali itu. Dia si Raja Sluman Bangau!"
menyahut si Raja Pengemis.
"Kalau itu yang kau tanyakan, orangnya
sudah berangkat ke akhirat!" berkata Raja
Siluman Naga. "Hm, begitukah" Apakah kau yang telah
membunuhnya?" balik bertanya si Raja Pengemis.
"Benar! Boleh aku tahu ada urusan apakah
kau dengan dia?"
Raja Pengemis tak menjawab. Tapi sinar
matanya menatap tajam pada wajah orang di
hadapannya. Seperti mau membaca apa isi benak
kakek botak itu. "Hm, urusan Medali!" sahut si kakek kurus ini pendek
"Heheh ...hahah ...sudah kuduga! Kau
tentu menduga Medali itu berada di tanganku,
bukan?" tanya si Raja Siluman Naga.
"'Bagus! kalau kau sudah mengerti,
mengapa tak kau berikan padaku?" sambar si kakek Raja Pengemis.
Mengakak tertawa Raja Siluman Naga. Lalu
berkata dengan suara keras.
"Kau datang terlambat. Medali itu sudah
jatuh masuk laut, bersama burung Rajawali celaka itu!" ujarnya seraya menunjuk
ketengah laut. "Heh! siapa percaya omonganmu?" bentak si kakek. "Kau tentu mau mengangkangi
benda pusaka itu sendiri. Hm, jangan harap si Raja
Pengemis mau terkecoh oleh bualanmu?"
"Huh! manusia sombong! apakah kau kira
kepandaianmu sudah setinggi langit hingga begitu memandang rendah padaku si Raja
Siluman Na-ga?" balas membentak kakek kepala botak ini.
Pertarungan tak dapat dihindarkan lagi,
karena kedua kakek itu sama-sama berwatak
keras. Terjadilah saling terjang di antara
keduanya. "Muridku! kau menyingkirlah yang jauh.
Biar kuremukkan batok kepala si Naga botak ini!"
teriak Raja Pengemis pada muridnya. Tak ayal
gadis itu telah melompat menjauh.
"Hati-hati, kek! Dia berilmu tinggi!" Masih sempat si gadis berkata memperingati
gurunya. Tampak dia amat mengkhawatirkan keselamatan
si Raja Pengemis, dalam menghadapi si kakek Raja Siluman Naga yang bertubuh


Dewa Linglung 1 Raja Raja Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tinggi besar itu. Hantaman-hantaman pukulan dan
teriakan serta bentakan menggeledek segera
membaur di pulau yang lenggang itu. Hempasan-
hempasan angin pukulan membuat tempat
sekitarnya seperti dilanda angin ribut.
Kedua tokoh tua yang sama-sama memiliki
ilmu kepandaian tinggi itu tengah sama mengadu
ilmu. Sementara itu Nanjar yang memperhatikan
dari tempat ketinggian cuma bisa termangu-
mangu sambil menggendong tangan memandang
pertarungan dua kakek, yang tak ubahnya bagai
memperebutkan pepesan kosong.
--+ -- EMPAT PULUH JURUS telah lewat...
Pertarungan semakin menghebat. Hawa
panas dan dingin silih berganti mengembara dan
menerpa akibat dari hawa pukulan yang
mengandung tenaga dalam. Kedua kakek yang
masing-masing punya julukan "Raja" itu sama-sama mempertahankan pamornya untuk
membuktikan siapakah yang lebih unggul diantara
mereka. Nanjar yang berniat mengorek keterangan
dari si Raja Siluman Naga mengenai si pembunuh
gurunya Ki Dharma Tungga, menemui jalan
buntu. Karena kedatangan si Raja Pengemis telah
menunda jawaban kakek itu. Bahkan manusianya
tengah bertarung mengadu jiwa dengan kakek
pendatang itu. Pemuda ini jadi seperti
kebingungan dan serba salah.
Sejak tadi pandangan matanya selain
melihat pertarungan, juga memperhatikan gadis
muda murid si Raja Pengemis. Sepintas Nanjar
seperti pernah mengenali wajah serta perawakan
seperti gadis itu. Dia coba mengingat-ingat ... Akan tetapi
sejauh itu Nanjar tak mampu mengingatnya. Tiba-
tiba Nanjar mendengar suara teriakan panjang
menyayat hati, bersamaan dengan terdengarnya
suara benturan keras yang menggeledek.
Itulah dua pukulah mengandung maut dari
kedua kakek "Raja" itu yang menimbulkan benturan dahsyat.
Terlihat si Raja Pengemis terlempar
bergulingan. Dan si Raja Siluman Naga terhuyung
beberapa tindak. Nyata tenaga dalam Raja
Siluman Naga masih diatas setingkat dari kakek
Raja Pengemis. "Kakeeeeek!" teriakan gadis itu memecah keheningan tatkala dia berlari dan
melompat menghampiri gurunya.
Keadaan si Raja Pengemis memang amat
mengkhawatirkan. Sekujur tubuhnya melepuh.
Dari sudut bibirnya mengalirkan darah berwarna
hitam. Terisak-isak si gadis memeluki tubuh
gurunya. Sementara si Raja Pengemis menatap pada
muridnya dengan pandangan sayu. Bibirnya
bergerak mengucapkan kata-kata
"Anak manis, ... jangan menangis! Semua
manusia tak luput dari kematian..." ujarnya.
"Aku akan adu jiwa dengan dia, guru!"
teriak si gadis, mendadak dia hentikan tangisnya.
Wajahnya berubah garang. Dan dia telah bangkit
berdiri seraya mencabut pedangnya yang terselip
di pinggang. 12 Pedang gadis ini ternyata sebuah pedang
yang telah putus ujungnya sepertiga bagian.
"Jangan muridku! Simpanlah pedang itu...
!" suara si Raja Pengemis setengah membentak.
Membuat semangat yang menggebu didada si ga-
dis kembali luntur. Kembali dia terduduk
menekuk lutut. "Hm, anak manis! bukankah kau selalu
menanyakan kisah pedang buntung yang
kuhadiahkan padamu itu" berkata lirih si Raja Pengemis.
"Ketahuilah, pedang itu adalah pedang
yang telah membawa maut! Pedang itu adalah
pedang pusakaku yang telah menewaskan orang
yang kucintai, tapi paling kubenci!" Suara si kakek agak tersengal dalam
berkata-kata. Ranggaweni menatap gurunya dengan tak
mengerti. Sudah lama dia selalu menanyakan
riwayat pedang di tangannya itu. Sang guru selalu mengatakan pedang itu punya
kisah yang menyedihkan, tapi tak mau menceritakannya. Kini
disaat keadaan sang guru dalam keadaan kritis,
justru mau menceritakan.
"Bagaimana kisahnya kek" Siapakah orang
yang amat kau cinta tapi kau amat membencinya
itu?" tanya Ranggaweni. Wajahnya menampakkan rona girang, tapi juga diliputi
kesedihan. "Dialah KI DHARMA TUNGGA!" sahut si
kakek. Seketika wajahnya menjadi berubah sedih.
Dan setitik air mata menyembul disudut matanya.
"Dharma Tungga adalah kakak kandungku.
Tak dinyana dia harus tewas oleh pedang
pusakaku sendiri.. " ujar si Raja Pengemis.
"Dimasa muda aku pernah punya seorang
kekasih. Dia seorang gadis yang amat cantik." Raja Pengemis tuturkan riwayat
hidupnya. "Kami berdua adalah satu perguruan. Lima
tahun kemudian setelah menamatkan pelajaran,
aku kembali pulang. Bukan main rasa girangnya
hatiku, karena aku bisa berjumpa dengan
kekasihku yang telah lama kurindu. Kami
memang telah mengikat janji untuk menikah
setelah selesai pelajaranku. Adapun kakang
Dharma Tungga telah menyelesaikan pelajarannya
terlebih dulu setahun sebelum aku menyelesaikan
pelajaranku. Akan tetapi betapa terkejutnya aku mengetahui kekasihku sudah tak
ada lagi di kampung tempat tinggalnya. Dan yang lebih
membuat aku panas adalah aku mendengar
kakakku Dharma Tungga telah menikahi gadis
kekasihku itu..."
"Dapat kau bayangkan betapa hancurnya
hatiku. Sedih bercampur dengan menggebu-gebu
dalam dadaku. Aku bersumpah untuk mencari
mereka! Berpuluh tahun aku mencari dan mencari
tanpa putus asa. Hingga akhirnya aku mendengar
juga tentang diri kakakku itu. Dia telah menjadi seorang kosen yang
berkepandaian tinggi. Bahkan
diangkat oleh kaum Rimba Hijau menjadi Ketua
Persiiatan. Aku tak munculkan diri. Tapi diam-
diam mencari tahu dimana kekasihku yang telah
diperistri olehnya..."
"Akhirnya aku berhasil menemui bekas
kekasihku itu! Apa yang kulihat adalah menjadi
kenyataan. Kekasihku telah menjadi seorang yang
cacad kaki dan tangannya. Cacad yang seumur
hidup. Dia mengatakan bahwa semua itu adalah
hasil perbuatan kakakku Dharma Tungga!"
Sampai disini napas si Raja Pengemis kembali
tersengal. Namun dengan menahan mengalirnya
darah yang mau tumpah dari mulutnya kembali
dia teruskan penuturannya.
"Aku ...aku mencari kakakku dengan
kemarahan luar biasa. Aku sudah seperti
kehilangan otak warasku. Rasanya mau
melumatkan saja tubuh kakak kandungku itu
yang telah menganiaya kekasihku hingga demikian
mengenaskan. Dan akupun berhasil menemui
saudaraku itu. Kami bertarung. Tak sedikitpun
aku mau mendengar penjelasan kakakku Dharma
Tungga, karena emosiku telah meluap! Untunglah
pertumpahan darah waktu itu tak terjadi. Dia
melarikan diri. Dan lenyap entah kemana.
Sejak saat itu aku tak pernah
menjumpainya lagi. Suatu malam ketika aku tertidur di suatu
tempat, aku terjaga ketika sebuah benda melayang ke arahku. Namun dengan cepat
aku telah menangkapnya. Masih sempat aku melihat
berkelebatnya sesosok tubuh yang lenyap
dikegelapan malam yang gulita.
Benda itu ternyata segulung kertas. Setelah
kubuka, ternyata sepucuk surat yang ditujukan
padaku. Si pengirimnya adalah kakakku sendiri.
Surat itu menjelaskan duduknya persoalan,
hingga dia mengawini kekasihku. Kekasihku
didapati dalam keadaan mengandung, tanpa
diketahui siapa yang telah melakukannya. Dia
terpaksa mengawini, karena gadis kekasihku itu
mau membunuh diri. Bahkan gadis kekasihku itu
tak mau bertemu dengan ku karena merasa malu.
Oleh sebab itulah gadis kekasihku itu mengajak
pindah kakakku dari kampung tempat tinggal
kami. Cacad yang diderita bekas kekasihku itu
dia sama sekali tak mengetahui, karena sudah
sejak lama dia berpisah dengan "istrinya".
Kakakku mengatakan dalam surat, bahwa
dia belum pernah menggauli istrinya satu
kalipun..." "Lalu bagaimana kelanjutannya, kakek?"
tanya si gadis. Karena si Raja Pengemis tampak
terdiam agak lama mengatur napas.
"Hm, aku masih tak percaya agak lama
dengan keterangannya Malam itu juga aku
mencari dia. Tapi jejak kakakku sukar dilacak.
Datang dan perginya sukar diketahui.." ujar si Raja Pengemis.
"Suatu malam yang na'as ketika aku tidur
kepulasan disebuah rumah tua. Aku terkejut
ketika mendengar suara gaduh. Ternyata ada
pertarungan yang telah terjadi. Terkejut aku
melihat yang bertarung adalah kakak kandungku
sendiri Ki Dharma Tungga melawan seorang laki-
laki yang mengenakan topeng menutupi wajahnya.
Dan bukan main terkejutku ketika mengetahui
seorang bertopeng itu telah mencuri pedang pu-
sakaku! Kakakku telah memergokinya, dan
berusaha merebut pedang itu sekalian membuka
tabir siapakah sebenarnya si orang bertopeng itu.
Sayang si orang bertopeng itu melarikan
diri, dan kakakku mengejarnya. Sayang aku tak
berhasil menyusul mereka!" ujar si Raja pengemis.
Setelah menghela napas kembali dia teruskan
panuturannya. "Berbulan-bulan aku mengembara mencari
jejak kakakku juga si Manusia bertopeng, tapi tak menemui jejak mereka. Hingga
aku memutuskan untuk menemui lagi bekas kekasihku itu. Dia
masih hidup dan dalam keadaan cacad, yaitu
lumpuh kedua kaki dan tangannya. Bekas
kekasihku itu akhirnya membuka rahasia. Bahwa
si orang bertopeng itu adalah anaknya sendiri.
Anak itu adalah hasil dari perbuatan serongnya
dengan GURUKU sendiri...!"
"Hah" dengan guru kakek sendiri?" sentak Ranggaweni membelalak.
"Benar! aku sendiri tak menduga kalau
guruku sendiri yang mengingini kekasih
muridnya. Adapun Rarasati kekasihku itu
mempunyai dua dendam. Pertama dendam pada
guruku, kedua dendam pada kakakku Dharma
Tungga. Dendam pada guruku karena dialah
orang yang telah merusak kehormatannya, dan
menghancurkan harapan cita-citanya untuk hidup
bersama denganku. Dendam pada Dharma Tungga, adalah
karena kakakku tak pernah mau menggaulinya
walau mereka telah menikah! Anak laki-laki hasil perbuatan haram itu diambil
murid seorang laki-laki asal Tibet. Laki-laki itulah yang mendidik
anak laki-lakinya hingga berkepandaian tinggi.
Rarasati telah bersumpah untuk
membunuh guruku, dan membunuh Dharma
Tungga. Hal itu sudah terlaksana. Dan dia
tunjukkan bukti dengan sepotong pedang yang
kau pegang itu padaku!"
"Apakah kakek yakin akan
keterangannya?" tanya Ranggaweni.
Raja Pengemis mengangguk. "Ya, aku amat
yakin. Karena selesai berikan keterangan, Rarasati telah membunuh diri dengan
pedang pusaka buntung itu!" ujar si kakek dengan suara tandas dan tampak pilu.
"Bagaimana dengan si Raja Siluman
Bangau" Apakah dia terlibat dalam urusan Medali
itu?" Pertanyaan ini mengejutkan si kakek dan
muridnya. Karena tahu-tahu Nanjar telah berdiri
di situ. Sejak tadi dia telah terkejut melihat gadis itu mencabut sebuah pedang
yang ujungnya buntung. Lalu dengan seksama turut
mendengarkan penuturan si Raja Pengemis.
"Hehehe ... hehe .... siapakah namamu,
bocah gagah?" bertanya si Raja Pengemis.
Sementara dia melihat Raja Siluman Naga
sudah tak kelihatan lagi dan telah lenyap entah


Dewa Linglung 1 Raja Raja Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemana. Cuma Nanjarlah yang tahu. Karena
selang tak lama setelah terjadi benturan dua
tenaga dalam kedua tokoh tua kosen itu, si Raja
Siluman Naga terhuyung-huyung pergi menuju ke
atas puncak bukit tertinggi, di pulau itu. Ginanjar mau mengejar, tapi matanya
tertuju pada pedang buntung yang dicabut si gadis tadi. Pedang yang
sinarnya sama dengan ujung utusan pedang yang
berada di tangannya. Hingga dia urungkan
niatnya, dan memasang telinga lebar-lebar
mendengarkan penuturan si Raja Pengemis, pada
muridnya Dengan mencuri dengar itu, Nanjar merasa
rahasia si pembunuh Ki Dharma Tungga yang
pernah menjadi gurunya itu mulai tersingkap.
Tapi dia amat penasaran karena kakek- itu tak
menyinggung-nyinggung nama si Raja Siluman
Bangau dan Medali Lambang Ketua Kaum Rimba
Hijau. Kali ini Nanjar segera menjawab
pertanyaan si Raja Pengemis. Sementara diam-
diam dia terus mengingat siapa adanya gadis
murid sikakek itu. "Namaku Nanjar. Lengkapnya Ginanjar!"
sahutnya. "Ah, nama yang bagus! Kaukah pemuda
yang pernah kulihat dua tahun yang lalu dibawa
terbang burung Rajawali raksasa itu?" tanya sikakek. Sejurus Nanjar tercenung.
Lalu cepat-cepat dia menyahut.
"Benar! tidak salah. Memang aku
adanya..." sahut Nanjar dengan manggut-
manggut. "Kak Nanjar... " Kau----kau Ginanjar?"
sentak sigadis. "Kau siapakah?" tanya Nanjar. Jantungnya berdetak keras.
"Aku Ranggaweni, anak Ki Ronggo Alit! Kak
Nanjar, kau sudah tak mengenal adik angkatmu
lagi?" tanya gadis itu cemberut
"Oh ... ah, aku ... aku lupa lagi!" tergagap Nanjar. "ya, ya ... aku ingat kini.
Kau si gadis kecil putri paman Ronggo Alit itu! Ah, kau sudah
sebesar ini. Dan.... sudah jadi seorang gadis
cantik...!" Barulah Nanjar ingat siapa adanya gadis di hadapannya itu. Ginanjar
memang pernah tinggal bersama Ki Ronggo Alit, ketika dia pertama kali turun gunung dan membawa
surat dari gurunya, Ki Bayu Sheta untuk menetap dirumah
Ki Ronggo Alit yang menjadi sahabat baik
gurunya. (Baca; Serial Roro Centil. Judul: Empat Iblis Kali Progo.)
"Hehehe ... ternyata kalian saling
mengenal! Bagus! Bagus! kalau begitu aku tak
merasa khawatir untuk me.... meninggalkanmu,
muridku ..." berkata Raja Pengemis dengan napas semakin tersengal.
' Tidak, kakek! kau tak boleh meninggalkan
aku! kau jangan mati, kek! Jangan tinggalkan aku
..." teriak Ranggaweni yang kembali terisak-isak memeluki tubuh gurunya.
"Hehehe ... anak bodoh! Kalau Malaikat
pencabut nyawa sudah siap-siap mencabut
nyawaku apakah aku bisa menghalangi"' berkata
si Raja Pengemis. Tiba-tiba kakek ini berpaling
pada Nanjar. "Kau jagalah, dia, bocah gagah!" ujarnya pada Nanjar. Nanjar cuma bisa
mengangguk. "Hehehe... he ceritaku tadi belum habis.
Nah dengarkanlah baik-baik. Medali itu memang
kuketahui berada di tangan kakak kandungku Ki
Dharma Tungga. Karena sebagai orang penting
yang menjadi Ketua Rimba Hijau, yang patut
memegang Medali itu. Tapi waktu itu Medali itu
sudah berada ditangan si Raja Siluman Bangau.
Tentu saja aku mencari dia untuk merebut Medali
itu. Sekalian menanyakan hubungan apa si Raja
Siluman Bangau dengan si manusia bertopeng
anak Rarasati bekas kekasihku itu.
Menurut keterangan si Raja Siluman
Bangau, dia bersahabat baik dengan tokoh dari
Tebet itu. Dan medali itu dihadiahkan padanya.
Sedangkan anak si Rarasati itu telah kembali ke
Tebet setelah selesai melakukan tugasnya. Tentu
saja dia tak mengetahui kalau ibunya telah mati
bunuh diri..." Sampai disini si Raja Pengemis hentikan penuturannya. Wajahnya
semakin memucat. Dan, berkali-kali dia keluarkan darah
kental berwarna hitam yang keluar dari mulutnya.
Tak lama dia pingsan.
Agak lama nyawa si Raja Pengemis itu
bertahan. Hingga selama dua hari dua malam dia
masih bisa bertahan. Tapi di pagi hari yang cerah, dia telah bembuskan napasnya
yang penghabisan, setelah banyak memberi wejangan dan banyak
menuturkan bermacam peristiwa hidupnya pada
Nanjar dan muridnya. Daya upaya Nanjar untuk
memulihkan kesehatan kakek tua itu tak
menemukan hasil. Dan wafatlah si Raja Pengemis
dengan diiringi ratapan sedih Ranggaweni, yang
telah menganggap orang tua itu kakeknya sendiri.
Ternyata setelah penguburan jenazah si
Raja Pengemis, juga jenazah si Raja Siluman
Bangau yang dikebumikan sebagaimana mestinya
oleh Nanjar. Rangaweni tak mau menetap dipulau
itu. Alasannya" Ya! karena dipulau itu masih
tinggal si Raja Siluman Naga. Gadis ini masih
amat mendendam pada kakek kepala botak
berkumis bagai misai itu. Apalagi Nanjar
menyatakan akan berguru padanya.
Pada suatu kesempatan, Ranggaweni
melarikan diri dari pulau itu, dengan
menggunakan perahu layar yang digunakan
mendiang gurunya ketika datang ke pulau itu.
Ranggaweni pergi dengan dendam
kesumat, yang ketika kelak akan dibalaskannya.
Nanjar baru sadar setelah perahu dan
gadis itu lenyap. Dia cuma bisa menghela napas.
Tapi niatnya untuk berguru pada Raja Siluman
Naga tetap akan dilaksanakan. Karena dia
berpendapat belum cukup ilmunya untuk
berpetualang di Rimba Hijau. Apalagi mengingat
akan si pembunuh Ki Dharma Tungga adalah
seorang pemuda yang berilmu tinggi, yang telah
berhasil menewaskan tokoh kosen Rimba
Persilatan itu. Nanjar berjanji suatu saat akan
mencari laki-laki gagah itu ke Tebet. Dengan
menuntut ilmu pada si Raja Siluman Naga berarti
akan menambah ilmu kedigjayaannya, walaupun
dia tak tahu apakah si kakek itu manusia
golongan putih atau hitam.
Hal itulah yang membuat Nanjar tak akan
meninggalkan pulau itu belum dia berhasil
mengeruk ilmu si Raja Siluman Naga.
Dipandanginya laut lepas dihadapannya. Dan
bibirnya menggumam... "Ranggaweni... ! kelak aku akan mencarimu. Kau harus
kulindungi, demi pesan si Raja Pengemis!"
"Ah, aku harus segera kembali kepuncak
bukit. Kakek botak Raja Siluman Naga gila itu
telah tak sabar menungguku. Dan anak burung
Rajawali itu perlu rawatanku... !" Sentak Nanjar tersadar dari lamunannya. Saat
itu dikejauhan terdengar suara yang datangnya dari atas bukit
tertinggi dipulau itu.
"Hooooiii! bocah gendeng! sudahlah! jangan
kau hiraukan gadis itu. Kelak kau bisa
mencarinya tahun dimuka, setelah kau keluar dari pulau ini!" itulah suara si
Raja Siluman Naga. Nyengirlah seketika Nanjar. Dan dia balas
berteriak. "Baik, kakek gendeng! aku segera datang ...
Nguk! nguk! nguk! Kalau aku tinggalkan pulau ini tentu kaupun akan mampus siang-
siang! bukankah alasanmu untuk aku mempelajari ilmu
darimu itu adalah untuk memperpanjang
umurmu" hahaha... hehehe..." Teriak Nanjar
sambil melompat-lompat dengan gaya ilmu Kera.
"Bocah kunyuk gendeng! kalau kau bicara
macam itu lagi anak burung Rajawali ini akan
kubikin mampus!" terdengar lagi teriakan si Raja Siluman Naga membentak marah.
Pucat seketika wajah Nanjar. "Wah, wah!" Jangan! haiiih! kakek Raja Si-
luman Naga yang gagah dan sakti. Baiklah, aku
tak akan bicara macam itu lagi. Segera aku
datang! Hehehe... nguk! nguk! nguk!" seraya berteriak Nanjar mempercepat larinya
dengan melompat-lompat. Diam-diam dalam hati dia membathin. "
Kakek botak itu kukira tak lama lagi umurnya.
Akibat benturan pukulan dengan si Raja Pengemis
telah membuat luka-luka dalam yang parah. Dia
memang hebat, dengan masih sempat bertahan.
Dia tak ingin ilmunya hilang sia-sia. Itulah
sebabnya dia menginginkan aku mewarisi segenap
ilmu yang dimiiikinya!"
Nanjar semakin mempercepat larinya.
Bahkan serasa ingin lebih cepat lagi dia keluar
dari pulau itu. Tentu saja dengan bekal ilmu-ilmu kedigjayaan yang cukup untuk
bekal dalam pengembaraannya kelak di dunia Rimba
Persilatan. "Hehehehe____hahaha____nguk! nguk!
nguk! nguk! nguk! nguk!...!
SELESAI Pembuat Ebook : Scan/Convert/E-book : Abu Keisel
Tukang Edit : Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Romantika Sebilah Pedang 5 Tujuh Pembunuh Qi Sha Shou Karya Gu Long Pendekar Bayangan Setan 4
^