Siluman Gila Guling 1
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling Bagian 1
SATU MUNCULNYA MANUSIA IBLIS yang
menimbulkan tragedi berdarah disekitar wilayah utara kerajaan GIRIJAYA sebuah
kerajaan yang cukup besar pengaruhnya di pesisir pantai utara Pulau Jawa membuat
resah Adipati GANTRA. Sebagai orang yang dikuasai untuk membina kesejahteraan
diwilayahnya, Adipati Gantra merasa bertanggung jawab atas kejadian itu. Bukan
mustahil suatu ketika diri dan keluarganya lah yang akan menjadi korban.
Selama tiga pekan belakangan ini telah terjadi tiga peristiwa yang mengejutkan.
Tiga peristiwa yang meminta korban jiwa. Yaitu terbunuhnya Tumenggung Penjali
beserta keluarganya yang dibantai habis seluruh keluarganya, termasuk istri dan
anaknya juga para pembantu. Belum lagi korban para prajurit yang sedikitnya ada
belasan orang. Kematian mereka secara aneh.
Karena menurut saksi mata dari salah seorang korban yang masih hidup, si
pembunuh itu hampir sukar sekali dilihat sosok tubuhnya. Karena
berkelebat begitu cepat bagaikan bayangan hantu.
Kejadian terjadi dimalam hari
dikala para prajurit Tumenggung tengah beristirahat sambil berjaga. Ketika tahu-
tahu bayangan putih berkelebat
keluar dari dalam pendopo setelah beberapa saat sebelumnya terdengar suara
jeritan dari kamar Tumenggung PENJALI.
Para pengawal cepat bertindak
mengejar dengan senjata-senjata ter-hunus. Akan tetapi bayangan itu tahu-tahu
lenyap. Dan muncul dibelakang mereka. Selanjutnya yang terdengar adalah suara
jerit para pengawal yang roboh tersungkur dengan berlumuran darah. Dari salah
seorang pengawal yang masih hidup itulah didapat keterangan, yang didapati dalam
keadaan luka hampir mati oleh seorang utusan dari Kedipatian dipagi harinya.
Tumenggung PENJALI beserta anak
dan istrinya mati terbunuh. Setelah memaparkan apa yang dilihatnya, si prajurit
itupun tewas tak tertolong jiwanya
Kejadian kedua adalah terbunuh-
nya seorang bangsawan, yang juga bekas abdi kerajaan, bernama Wongso Kumitir.
Laki-laki itu tak mempunyai anak, kecuali belasan pembantu. Kedapatan mati
terbunuh dengan isi perut
terburai diatas tempat tidur. Sedang istrinya tewas dalam keadaan tergantung
ditiang penglari. Kejadian ketiga, pembunuhan
ketiga terjadi pada seorang carik desa yang merangkap sebagai guru silat, berada
di wilayah perbatasan sebelah
timur. Carik desa itu tewas dalam keadaan mengerikan. Kedua tangan dan kedua
kakinya putus, isi perutnya juga terbuai keluar. Tubuh laki-laki
berusia setengah abad itu digantung ditiang depan gedung tempat
tinggalnya. Tak seorangpun dari para murid
dan anak buahnya mengetahui. Karena kejadian itu mungkin dilakukan dimalam hari.
Semua anak buah dan para
muridnya malam itu tertidur pulas seperti kena pengaruh ilmu sihir.
Ketika menjelang pagi, mereka ter-peranjat mengetahui darah berceceran dari
kamar keluar ruangan. Dan
dijumpai mayat carik desa bernama Loh Jento tergantung ditiang depan gedung
dengan keadaan kaki dan tangannya putus, serta isi perut yang memburai
mengerikan. Hal kejadian itulah yang membuat Adipati Gantra tak tenang hatinya.
Laki-laki berusia tiga puluh lima tahun ini mondar-mandir diruangan pendopo.
Jari-jari tangannya menarik-narik jenggotnya yang lebat dan
meremasnya dengan perasaan tak
menentu. "Apakah yang harus aku lakukan?"
berdesis suara laki-laki ini.
"Kejadian ini tak boleh dibiarkan.
Sebelum aku mengirim laporan kepada Raja sebaiknya kuselidiki dahulu siapa
gerangan manusia iblis yang telah berbuat keji itu!" berkata Adipati dalam hati.
Sementara otaknya bekerja keras untuk menyingkap tabir
pembunuhan itu yang di duga pasti ada penyebabnya.
"Loh Jento adalah seorang yang berkepandaian tinggi. Tapi dia bisa tewas dalam
keadaan demikian mengerikan tanpa seorang prajuritpun mengetahuinya sungguh kejadian aneh!
Bukan mustahil si pembunuh itu seorang tokoh yang luar biasa tinggi ilmunya,
disamping menguasai ilmu Aji
PENYIEREP..!" Entah siapa gerangan manusia sadis itu!?" bergumam Adipati Gantra
dengan memijit-mijit keningnya.
Sementara keringat dingin telah turun merembes didahi laki-laki itu yang telah
banyak berkerut. Setelah merenung agak lama,
Adipati Gantra bangun dari duduknya yang dalam keadaan gelisah. Lalu beranjak
masuk ke dalam ruangan. Dua orang penjaga sejak tadi cuma
memperhatikan tingkah laku junjungannya yang seperti amat gelisah sebentar
berdiri sebentar duduk, tanpa berkata-kata. Melihat junjungannya masuk ke ruang
dalam dua penjaga ini saling mendekati.
"Gusti Adipati sepertinya sedang kacau pikirannya!" bisik penjaga yang satu.
"Benar! kukira peristiwa-
peristiwa yang terjadi belakangan ini yang tengah dipikirkan..."
"Apa pendapatmu dengan pembunuhan yang telah meminta korban jiwa sangat
mengerikan itu?" bertanya kawannya.
"Kukira itu bukan perbuatan manusia!" sahut sang kawan yang bertubuh pendek.
"Ngaco! jadi perbuatan siapa"
perbuatan setan"! Mana mungkin setan membunuh seperti itu! bahkan bisa
menggantung orang yang dibunuhnya sedemikian rupa!"
"Maksudku... bukan perbuatan manusia yang wajar! Tentu saja
manusia, tapi manusia yang telah kemasukan roh iblis! hingga dia bisa melakukan
pembunuhan yang begitu keji!" si pendek cepat-cepat menjawab.
"Ya, ya... pendapatmu bisa masuk akal...!" sang kawan manggut-manggut
membenarkan. "Tetapi maksudku, apakah pemb..
b.." pengawal ini tak meneruskan kata-katanya ketika terdengar langkah kaki di
belakang mendekati. Belum sempat dia menoleh, bahunya telah ditepuk orang. Dan
terdengar suara ditelinganya. "Maksudmu apakah si pembunuh itu punya dasar dendam pada para korbannya hingga
dia melakukan pembunuhan-pembunuhan keji itu" bukankah begitu
maksudmu?" "Beb .. Benar! Hah" siapakah no., nona" dari mana kau masuk?"
tergagap pengawal yang bernama Prono ini ketika melihat tahu-tahu di
hadapannya, telah berdiri seorang wanita cantik yang masih muda
berpakaian sehelai kain warna hijau yang cuma menutupi tubuhnya dari betis
sampai ke dada. Begitu juga mata si pengawal pendek. Sepasang matanya membelalak
tak berkedip menatap
manusia dihadapannya, yang tahu-tahu muncul tanpa diketahui dari mana munculnya.
"Hihihi... sejak tadi aku di ruangan ini!" menjawab wanita itu dengan tertawa
menampakkan lesung pipit dikedua belah pipinya.
"Ha" aneh" mengapa aku tak
melihatnya" Siapakah kau" Dan. a...
ada urusan apa memasuki gedung pendopo kedipatian" Siapa yang memberimu izin
masuk kemari?" bertanya Prono dengan terheran. Sementara dalam hati sungguh mati
dia tak mempercayai kata-kata si wanita itu. Rasanya mustahil, karena tahu-tahu
wanita itu muncul secara mendadak dari arah belakang sesaat setelah Adipati
Gantra masuk ke ruangan dalam di mana saat itu dia baru bercakap-cakap dengan si pendek.
Mendadak sepasang mata wanita
yang tadinya jeli itu telah berubah
menjadi nyalang menyeramkan bagai mata serigala. Senyumnya lenyap dalam sekejap
mata. "Hm, akulah si PEMBUNUH yang tengah kau percakapkan barusan! Kalian tak perlu
mengetahui siapa aku. Akan tetapi yang perlu kau ketahui adalah, hari ini aku
akan mengambil nyawa adipatimu, termasuk nyawa kalian berdua para pengawal
bodoh!" Selesai berkata mendadak lengan
wanita itu bergerak cepat sekali. Dan tahu-tahu kedua tubuh pengawal itu berdiri
dengan tubuh kaku dan mata mendelik. Namun dari lehernya telah mengalir darah
hitam kental yang memancur ke dada. Sebuah lubang
sebesar jari-jari tangan terlihat di bagian tenggorokan kedua orang
pengawal itu. Tak bisa dipungkiri lagi kedua pengawal yang bernasib naas itu
telah tewas seketika dalam keadaan berdiri.
DUA NANJAR yang sedang dalam
perjalanan memasuki batas Kota Raja terkejut ketika melihat beberapa orang
penduduk berlarian dengan berteriak-teriak.
"Kanjeng Adipati tewas dibunuh penjahat!" "Kanjeng Adipati tewas mengerikan
sekali dibunuh manusia
iblis!" Desa yang cukup ramai itu serentak menjadi gaduh dengan
seketika. Beberapa orang yang sedang duduk-duduk di warung makanan
berlompatan memburu tiga orang laki-laki yang membawa berita itu.
Sementara Nanjar terpaku berdiri di sisi jalan tak bergeming.
"Dari mana kalian tahu hal itu?"
"Apa beritamu benar?"
"Hei!" katakan! apakah kalian melihat dengan mata kepala sendiri?"
Pertanyaan-pertanyaan dilontarkan bertubi-tubi kepada tiga penduduk desa yang
berdiri terengah-engah dengan wajah pucat bagai mayat.
"Kami lihat di halaman gedung Kedipatian banyak para prajurit
berkerumun. Kami penasaran ingin tahu.
Ketika kami melihat kesana, ternyata
... ah, sungguh mengerikan! Hiii...
Kanjeng Adipati mati tergantung di tiang pendopo. Keadaan mayatnya
sungguh mengerikan se.. sekali..."
Salah seorang memberi penjelasan dengan tersengal-sengal.
"Benar! kami melihat sendiri!
Kami lalu cepat-cepat berlari kemari untuk memberitahukan berita ini!"
tegaskan pula kawannya. Pucatlah seketika wajah sekelompok laki-laki yang
merubung ketiga laki-laki pembawa berita itu.
"Ha!" ini tentu perbuatan
manusia iblis itu!"
"Benar! aku yakin ini perbuatan manusia iblis yang telah membunuh Tumenggung
Penjali dan Carik desa diperbatasan timur!"
Sebentar saja ketiga laki-laki
itu telah dikerumuni penduduk yang memadati tempat itu. Namun tak lama mereka
bubar untuk kembali pulang ke masing-masing rumahnya. Mereka
khawatir manusia iblis yang ditakuti itu menyatroni rumahnya dan mengganggu
keluarga mereka. Ginanjar yang berada diantara
kerumunan orang itu tersentak kaget.
Dia termangu-mangu sambil berpikir.
"Manusia iblis" Yang telah membunuh beberapa orang penting di wilayah ini"
Haiih! lagi-lagi aku harus menjumpai kerusuhan. Padahal kedatanganku kemari
untuk menyelidiki asal-usulku, disamping mencari tahu siapa dan dimana kedua
orang tuaku..."
Nanjar yang tengah terlongong
itu seperti bingung mengambil
keputusan. Apakah dia tak ambil peduli dengan kejadian itu, ataukah dia pergi ke
gedung Kedipatian untuk melihat mayat sang Adipati" Ketika tengah berpikir,
demikian tiba-tiba Nanjar tersentak kaget dan merasa aneh.
Karena disaat para penduduk
gaduh berlarian kesana-kemari, justru ada seorang laki-laki tua yang
berpakaian lusuh penuh tambalan
berteriak-teriak sambil tertawa-tawa.
Bahkan orang ini berjingkrakan sambil menari-nari.
"Hahaha... hehe... hahaha..
syukur! syukur! Biar adipati keparat itu mampus! Biarkan para cecunguk-cecunguk
rakus itu mampus dilumat si manusia iblis! Hahaha... hehehe...
kalau tidak punya dosa masakan dibunuh si manusia iblis" Kalau tidak punya dosa
masakan dicincang sampai
mengerikan" Hahaha... hahaha...!"
Tentu saja kata-kata serta sikap laki-laki tua berbaju lusuh itu
membuat Nanjar jadi bengong
terlongong. "Siapa kakek tua ini" apakah dia gila?" guman Nanjar dengan alis dikerutkan.
Sementara si orang tua itu terus berteriak-teriak sambil tertawa-tawa.
Ditangannya menggenggam sebuah buli-buli berisi minuman arak yang sebentar-
sebentar ditenggaknya.
Sedangkan mulutnya tak hentinya
berceloteh. Saat itu serombongan laki-laki
yang masih berada ditempat itu telah berlompatan mendekati si kakek tua kumal
yang ngoceh tak karuan itu.
"Hei! tua bangka pemabukan! Apa katamu barusan" Kau malah menyumpahi kematian
Kanjeng Adipati! Jangan-jangan kau bersekongkol dengan
pembunuh terkutuk itu!" Bentak salah seorang laki-laki dari rombongan pemuda-
pemuda itu justru membuat tertawa si kakek kumal berbaju
tambalan ini semakin mengakak geli hingga terpingkal-pingkal.
"Hehehe... hahaha... kalian tahu apa bocah-bocah bau bawang mentah"
Orang-orang yang diberi kekuasaan oleh kerajaan itu banyak dosa, makanya mampus
dicincang si manusia iblis!
Kalian tukang-tukang penagih pajak liar berlidah busuk! Hehehe... lidah kalian
berulat. Juga hati kalian!
Kalian tak tahu dikala kalian masih bocah banyak peristiwa yang tidak enak! Ya,
ya... banyak yang tidak enaknya, kecuali arak inilah yang enak! hahaha...
hehehe..." Si kakek kumal mirip orang
suiting itu mengoceh, dan kembali menenggak araknya hingga sampai
berpuncratan membasahi bajunya.
Mendengar kata-kata si kakek sinting itu seketika wajah laki-laki yang rata-rata
masih berusia muda dan bertambang sangar-sangar itu seketika berubah merah
padam. "Sialan! kau menghina kami, tua bangka!" membentak kasar seorang laki-laki yang
brewok. Lengannya bergerak mencengkeram
kedada si kakek. Akan tetapi seperti secara kebetulan saja tubuh si laki-
laki tua kumal itu seperti terhuyung ke belakang mau jatuh. Tentu saja
cengkeraman laki-laki brewok itu lolos.
Melihat cengkeramannya luput, si brewok ini naik pitam. Dia tak
membuang tempo lagi untuk bertindak mengumbar emosinya. Lengannya mengayun ke
arah dada si kakek. Tinjunya yang besar itu meluncur kearah dada si kakek tua
yang tulang iganya bertonjolan. Dapat dibayangkan kalau tinju yang besar dan kuat itu jika diadu
dengan tulang tipis si kakek tua apa jadinya.
Akan tetapi saat itu sikakek
terbatuk-batuk. Agaknya arak yang ditenggaknya terselak ditenggorokan.
Didetik yang gawat itu justru kembali tubuh si kakek setengah sinting itu
terhuyung ke samping. Hal mana
ternyata telah membuat jotosan si brewok kembali luput!
Nanjar yang memperhatikan semua
kejadian itu di depan mata, tak terasa memuji. "Haiih! jurus mengelak yang
hebat! Seperti jurus Tarian Bidadari Mabuk Kepayangnya Roro Centil!"
Melihat serangan yang kedua
kalinya mengalami kegagalan, semakin merah padam muka si brewok. Akan tetapi
kali ini kedua kawannya telah siap membantu.
"He! biar kubantu menghajar
kakek dan ini, Jabrig!" teriak salah seorang dari dua pemuda itu. Dan dua
bayangan berkelebat menerjang dari kiri dan kanan. Lagi-lagi Nanjar berseru
kagum, karena dengan tubuh terhuyung-huyung si orang tua sinting itu berhasil
lolos dari dua sambaran pukulan kedua pemuda itu.
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara itu si brewok telah
mencabut goloknya yang terselip dipinggang. "Mundur kalian! Biar kuhabisi saja nyawa kakek sinting pemabukan ini" berkata
demikian si brewok melompat kearah si kakek. Goloknya menabas kearah pinggang,
sementara di sebelah lengannya tergenggam tiga buah senjata rahasia. Serangan
itu lolos. Tubuh si kakek meliuk kebelakang seperti terjengkang. Dan loloslah serangan maut
barusan. Akan tetapi hal seperti ini sudah diduga oleh si brewok. Saat itu
sebelah lengannya secepat kilat melontarkan tiga buah paku yang terjepit
diantara jari-jari tangannya.
Dapat dibayangkan sudah kalau
kali ini si Kakek takkan mampu
mengelak. Namun didetik itu juga si kakek seperti terbatuk dan semburkan arah di
mulutnya. "Frrruuh!"
Menjerit seketika si brewok.
Tubuhnya terjungkal roboh. Dua orang
kawannya tersentak kaget melihat si brewok berkelojotan seperti ayam disembelih.
Ketika sesaat kemudian tubuh laki-laki garang itu berhenti tak berkutik. Dua
pemuda itu memburu. Ketika memeriksanya, terlihat tiga buah paku senjata rahasia milik si brewok itu
telah menancap di leher, kening dan dadanya.
"Orang tua keparat! kubunuh kau!" membentak salah seorang seraya berbalik dengan
mencabut senjatanya.
Betapa gusarnya dia melihat kematian si brewok. Akan tetapi mulutnya
ternganga dengan, sepasang mata
mendelong. Karena tubuh si kakek sinting itu telah lenyap entah
kemana.... TIGA Tubuh Nanjar berkelebat mengejar kearah berkelebatnya tubuh si kakek sinting.
Gerakan melompat si kakek itu sungguh mengagumkan. Tubuhnya membuat tiga kali
letikan di udara hingga beberapa kejap saja dia, telah melewati puncak-puncak
pohon dan lenyap dibalik hutan.
Tentu saja Nanjar tak kalah
sebat untuk mengejar. Tubuhnya melompat ke udara setinggi enam tombak.
Sepasang kakinya menjejak dahan pohon.
Dan melesatlah tubuhnya bagaikan anak
panah lepas dari busur ke arah
berkelebatnya sosok tubuh tua renta itu,
Dengan ringan bagaikan seekor
bangau yang hinggap di tanah, Nanjar mendarat di balik hutan itu. Sepasang
matanya menatap ke beberapa arah untuk mencari dimana gerangan orang yang
dikejarnya. Akan tetapi terheran dia, karena jejak si kakek sinting itu lenyap
tak berbekas "Aneh!" begitu cepatnya dia lenyap. Padahal barusan saja kulihat dia melompat ke
sini...,!" membatin Nanjar. Sementara Nanjar celingak-celinguk ke beberapa arah
yang juga tak dapat diketahui di
mana sembunyinya si kakek, Nanjar diam-diam berfikir. "Kakek itu berilmu tinggi!
Entah siapa gerangan dia adanya. Aku perlu mengorek keterangan dari dia,
mengenai si manusia iblis! Kuyakin dia tidak gila!"
Sementara itu Nanjar diam-diam
juga mengagumi kepandaian si kakek yang tadi melompat dengan menggunakan buli-
bulinya sebagai injakan kakinya untuk membuat letikan dua kali
diudara. Buli-buli itu terikat oleh seutas tali, dimana ketika si kakek
melepaskan buli-bulinya seraya menotol dengan ujung kakinya. Disaat itu
tubuhnyapun melesat lagi dengan
kekuatan tenaga totokan tersebut.
Selanjutnya dia telah menangkap lagi buli-bulinya, dan mengulangnya seperti
tadi, hingga dalam beberapa kejap dia telah lenyap dibalik hutan.
Gerakan demikian kalau bukan
dilakukan oleh seorang yang telah mencapai tingkat ilmu meringankan tubuh yang
telah sempurna sukar
dilakukan oleh orang biasa, baik yang telah mendalami ilmu silat sekalipun.
Sementara Nanjar mengagumi orang lain dia sendiri dikagumi pula oleh orang.
Siapa lagi kalau bukan si kakek sinting itu. Sejak tadi si kakek sinting itu
ongkang-ongkang kaki, duduk didahan pohon. Akan tetapi Nanjar tak melihatnya.
Tentu saja, karena si kakek kumal itu berada di atas Najar, tanpa bergeming
sedikitpun. Si kakek sinting itu tiba-tiba
tersenyum menyeringai. Entah ada hal apa yang membuatnya lucu. Ketika pelahan-
lahan dia membuka tali
celananya. Dan..... Serrrrr....! Terkejut Nanjar bukan kepalang
ketika tahu-tahu pundaknya basah terkena guyuran air. "He" Air memancur dari
atas" Aneh!" Baru dia menggumam, seraya menggeser berdirinya, terdengar suara
tertawa terkekeh-kekeh. Terkejut Nanjar seraya mendongak ke atas pohon.
Mendelik mata Nanjar melihat si
kakek sinting yang dicarinya berada di puncak pohon. Duduk di dahan dengan
celana terbuka yang mengucurkan air bagai pancuran kecil.
"Hah!" Sialan! aku dikencingi setan tua itu!" memaki Nanjar. Dan serta merta dia
telah mengendus bau pesing yang membuat dia kaget setengah mati.
"Hei! setan tua gila! turunlah kau!" teriak Nanjar. Betapa mendongkolnya tak
dapat dibayangkan Nanjar mengetahui tubuhnya kena
diguyur air kencing si kakek kumal itu.
Akan tetapi diam-diam dia
terkejut, karena tak mengetahui kalau orang yang dicarinya berada diatas pohon.
"Hehehe... hahaha... lucu! lucu!
ada monyet kecil mandi air kencing!
Hahaha... hehehe... hehehe.."
tertawa terpingkal-pingkal si kakek hingga dahan pohon itu berguncangan.
Merah dan panaslah rasanya wajah Nanjar.
"Sialan kau setan tua! kalau kau tak mau turun biarlah aku yang akan menarik
kakimu agar kau turun!"
Selesai berkata tubuh Nanjar membuat lompatan dengan jejakkan kakinya ke tanah.
Tubuhnya meluncur ke atas. Dan
selanjutnya Nanjar melompat-lompat dengan gerakan cepat sekali, bagaikan kera
yang memanjat pohon.
Tentu saja hal demikian membuat
si kakek terkejut karena dia belum lagi sempat membenarkan tali,
celananya, sedangkan tahu-tahu Nanjar telah julurkan tangan untuk membetot
kakinya. Akan tetapi kakek ini tak kalah gesit. Tubuhnya telah melompat pindah
ke lain dahan sebelum lengan Nanjar berhasil menangkap pergelangan kakinya.
"Setan tua! aku takkan melepas-kanmu sebelum aku balas mengencingi kau!" teriak
Nanjar. Tubuhnya telah berkelebatan melompat untuk mengejar,
"Hehehehe.... ayo kejarlah aku monyet kecil!" teriak si kakek dengan tertawa
terkekeh-kekeh. Tubuhnya berkelebat cepat sekali melompat dari puncak pohon ke
puncak pohon. Akan tetapi Nanjar selalu berada di
belakangnya yang juga melompat dengan gerakan cepat mengejar si kakek.
Terjadilah kejar-kejaran di puncak-puncak pohon itu. Sepintas dari jauh
sepertinya dua kera saja yang saling berkejar-kejaran menimbulkan suara
berkerosakan. *** Kita tinggalkan dulu keadaan
Nanjar yang mengejar si kakek sinting, yang telah mengencingi tubuhnya. Dua-
duanya boleh dikatakan manusia-manusia yang juga sinting. Karena Nanjar mana mau
berhenti mengejar kalau belum membalas mengencingi si orang tua misterius yang
berkepandaian tinggi itu.
Sementara keadaan di
wilayah Kota Raja kerajaan Giri Jaya dilanda kekisruhan dengan ulah si pembunuh keji
yang terakhir telah merenggut nyawa Adipata Gantra itu, kita beralih ke lain
tempat. Di sebuah ngarai terjal yang
diapit oleh dua buah bukit diantara deretan perbukitan dipegunungan Dieng,
tampak suatu pemandangan aneh terlihat di udara. Sekelompok burung elang yang
terbang memutari lembah itu, tiba-tiba perdengarkan suara memekik terkejut.
Kelompok burung elang itu terbang membuyar. Apakah gerangan yang
terjadi" Kiranya segelombang angin yang berputar keras telah mengganggu kelompok
burung elang itu yang muncul dari dasar lembah. Pusaran angin yang hebat itu
agaknya tak mampu membuat kawanan burung elang untuk menghindari diri dari
bahaya. Dalam beberapa kejap saja tubuh
mereka terbawa pusaran angin dahsyat itu dan telah menghisapnya masuk ke
celah dua bukit tersebut. Seperti ditelan bumi saja layaknya belasan kawanan
burung elang itu lenyap...
Ternyata angin puting-beliung itu berasal dari mulut sebuah goa yang berada di
dinding tebing di dasar lembah. Sekejapan saja elang-elang itu telah lenyap
meluncur masuk kedalam mulut goa itu.
Sukar untuk dipercaya karena
dalam goa itu duduk di atas batu seorang kakek yang memejamkan matanya.
Kakek ini memakai jubah hitam yang membungkus seluruh tubuhnya. Dan ternyata
belasan ekor burung elang itu telah berada dihadapannya dalam
keadaan lemas tak berdaya.
Gelombang angin dahsyat itu
telah lenyap sirna. Kakek tua renta yang berperawakan gemuk berambut putih yang
bergelung diatas kepala itu tampak membuka sepasang matanya.
EMPAT Hehehe... bagus! aku telah
berhasil menguasai ilmu tenaga dalam gaib dengan mempergunakan ilmu batin.
Ilmu ini kunamakan ilmu ANGIN DEWA PRAHARA! Dua belas tahun aku mendekam di goa
ini akhirnya aku berhasil menguasai ilmu-ilmu gaib yang dapat kupergunakan kelak
untuk menghancurkan kerajaan Giri Jaya! Tak akan puas hatiku sebelum aku turun tangan
sendiri membunuh manusia-manusia binatang yang telah membuat aku
menderita tanpa daksa!" menggumam si kakek. Kelihatannya kakek ini berwajah
ramah, namun dihatinya tersimpan dendam yang luar biasa yang selama ini tetap
berkobar di dadanya.
Dia menetap ke arah belasan ekor burung elang yang dalam keadaan lemas tak
berdaya dihadapannya. Tampak bibirnya berkomat-kamit seperti mem-baca mantera-
mantera. Sementara sepasang matanya tetap menatap tak berkedip pada binatang-binatang itu.
Tiba-tiba terjadilah keanehan. Ketika si kakek membuka mulutnya belasan ekor
elang itu berkelojotan sekarat ketika hawa panas keluar dari rongga mulut kakek.
Dalam beberapa kejap saja bulu-bulu burung elang itu rontok-rontok hangus!
Hawa panas itu lenyap ketika si
kakek mengatupkan bibirnya. Namun tak lama itupun angin halus menerpa bulu-bulu
itu hingga bertaburan lenyap, ketika si kakek monyongkan sedikit bibirnya untuk
meniup. Tak lama dia telah ngangakan
lagi mulutnya. Dan hawa panas kembali menerpa ke tubuh-tubuh belasan elang yang
sudah bersih terkuliti bulu-bulunya. Beberapa saat kira-kira
sepemanggangan, maka terciumlah bau wangi sedapnya panggang daging burung.
Barulah si kakek katupkan lagi
mulutnya. Bibirnya tersenyum menyeringai.
"Hahaha... perutku lapar !
Sebelas ekor panggang burung elang ini cukup untuk menangsal perutku sambil
menunggu kedatangan si Cantrik..."
Kelihatannya memang aneh, karena kakek ini makan tanpa mempergunakan tangan.
Tentu saja, karena sepasang lengannya kutung sebatas pangkal lengan. Entah
bagaimana seekor panggang burung seperti terhisap melompat ke arahnya, dan dengan sigap sepasang
lengan buntung itu menangkapnya. Dengan mempergunakan lengannya yang buntung itulah dia menyantap
makanan enak itu. Siapakah gerangan kakek aneh
yang bukan saja sepasang lengannya buntung, akan tetapi juga sepasang kakinyapun
buntung sebatas paha.
Siapakah gerangan kakek aneh
yang berilmu batin tinggi serta memiliki kekuatan tenaga gaib yang amat luar biasa itu" Segera anda akan
mengetahui, karena pada saat tiga ekor burung elang masuk ke perut kakek ini,
tiba-tiba kakek ini mengendengus.
Wajahnya berubah tak sedap dipandang.
Dan... "Frruuuh! dia telah
menyemburkan sisa kunyahan daging di
mulutnya. Matanya menatap ke arah mulut
goa. Bibirnya bergerak mengeluarkan suara desisan.
"Heh! agaknya hari ini aku akan kedatangan tetamu-tetamu..! siapa gerangan
mereka" Hm, sejak selama dua belas tahun tempat ini tak pernah dijamah manusia.
Tapi hari ini ada empat manusia berdatangan ke tempatku!
Ya, empat orang! Apakah di antaranya ada si Cantrik anak gadisku?"
Dengan berdesis demikian si
kakek tampak miringkan telinga seperti meneliti melalui pendengarannya.
Pada saat itulah terdengar suara dari luar goa.
"Heeiii! SILUMAN GILA GULING!."
"Betul dugaanku! Si Cantrik sari ada diantara mereka, dan telah
tertawan! kurang ajar!" berkata pelahan si kakek.
"Silahkan kalian masuk, orang-orang gagah! Aku sedang malas untuk menyambut
kedatangan tetamu! Sebutkan diri kalian! Kalian telah menjadi tetamu pertamaku!
Akan tetapi bocah perempuan itu jangan kalian pakai untuk menjadi sandera,
karena aku tak akan memperdulikan mampus atau tidak!"
Suasana kembali hening. Tak ada
sahutan dari luar. Setelah beberapa saat tak ada suara maupun reaksi dari para
"tetamu"nya
untuk memasuki ruangan goa, si kakek perdengarkan suara tertawa terkekeh-keheh.
Sementara itu keadaan di luar
goa, terlihat tiga orang laki-laki berusia hampir rata-rata setengah abad
berdiri tegak menghadap ke arah mulut goa.
Pandangan mata mereka seperti
tegang. Ternyata mereka adalah tokoh-tokoh dunia Rimba Hijau yang punya nama
cukup besar. Diantaranya adalah si KAPAK SETAN seorang yang bertubuh pendek
memakai jubah kuning.
Dipinggangnya terselip dua belas kapak. Laki-laki ini mengenakan kalung yang
berbandulan kepala tengkorak berukuran kecil. Laki-laki kedua adalah seorang
yang bertubuh jangkung kurus. Kumisnya panjang menjuntai hampir sejengkal.
Wajahnya lonjong, berkulit muka hitam.
Memakai jubah kuning. Lengannya
mencekal sebuah tongkat berduri.
Dialah si Iblis Tongkat Racun!
Sedangkan orang ketiga adalah seorang laki-laki bertubuh tegap. Otot-ototnya
bertonjolan. Dadanya bidang dan
ditumbuhi bulu lebat. Kulit mukanya kasar. Matanya cuma melek sebelah.
Orang ini tak mengenakan baju bagian atas, kecuali celana pangsi yang berwarna
hitam. Dialah si KEBAL PICAK.
Orang kuat yang kulitnya sekeras besi!
Orang keempat adalah seorang
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wanita yang kepalanya terbungkus kain hitam. Wanita itu kedua tangannya terikat,
dan dalam keadaan menekuk lutut didekat kaki si Kebal Picak.
Ketiga orang ini seperti ragu
untuk memasuki goa, Mereka, khawatir kena jebakan musuh. Sedangkan kata-kata si
Siluman Gila Guling telah membuat mereka jadi terpaku, karena jelaslah kalau
adanya tawanan ditangan mereka tak berarti sama sekali.
Tiba-tiba segelombang angin
menerpa ketiga laki-laki itu.
Terkesiap ketiganya karena angin itu keluar dari mulut goa. Dan lebih-lebih
terkejutnya mereka karena tubuh mereka seperti tersedot oleh hisapan angin itu
yang merangkum mereka untuk
menarik masuk ke dalam mulut goa.
Akan halnya si wanita yang
tertutup kepalanya oleh kain hitam itu, tak ampun lagi sudah tersedot masuk
kedalam goa. Tinggallah ketiga laki-laki itu
yang tampak bertahan sekuat tenaga menahan hisapan gelombang angin itu.
Si Iblis Tongkat Racun tancapkan tongkatnya dalam-dalam ke tanah. Dan dia segera
cepat berpegangan pada tongkat agar tak terhisap angin.
Sedangkan si Kebal Picak. gunakan ilmu kekuatan tenaga dalamnya untuk
memberatkan tubuh. Sedangkan si Kapak Setan melompat untuk batang pohon.
Saat itulah terdengar suara
tertawa terkekeh-kekeh dari dalam goa.
"Heheheh... heheh... cukuplah kau merasai kehebatan ilmu yang
kupertunjukkan! Segera kalian
kembalilah pulang! Aku tak memerlukan keterangan apa-apa, karena muridku akan
menceritakan siapa kalian! Akan tetapi lain hari jangan menyangka aku akan
memberi hidup nyawa kalian!"
Selesai berkata mendadak
gelombang angin dahsyat itu lenyap sirna.
Suasana di luar goa kembali
tenang seperti sediakala.
Ketiga laki-laki itu menghela
napas lega. Wajah-wajah mereka tampak pucat bagai mayat. Ketiganya saling
pandang seperti kebingungan. Akan meneruskan melabrak si Siluman Gila Guling
ataukah kembali pulang dengan membawa kesialan" karena sedianya wanita tawanan
itu akan dipergunakan untuk menyandera tapi telah lepas dari tangan mereka.
Kehebatan ilmu si Siluman Gila Guling sukar untuk
dijajagi. Jangan-jangan justru mereka akan kehilangan nyawa sia-sia. Memikir
demikian, ketiganya sama mengangguk untuk tak menyia-nyiakan kesempatan emas
dengan diberinya peluang hidup pada mereka.
"Mari kita pergi!" berdesis si Iblis Tongkat Racun.
Sekejap ketiganya telah
berkelebatan pergi meninggalkan lembah itu.
Suasana disekitar tempat sunyi
yang tempat angker dan misterius itupun kembali lengang, seolah tak ada tanda-
tanda kehidupan. LIMA TUBUH si wanita yang meluncur
masuk ke dalam goa terhisap angin dahsyat ciptaan si kakek Siluman Gila Guling
itu telah berada di hadapan dengan si kakek keadaan masih
berlutut. Kekuatan tenaga gaib si kakek
membuat tubuh wanita itu melayang turun pelahan di hadapannya tanpa cidera.
Bukan itu saja, karena tutup
kepala kain hitam yang menyembunyikan wajah wanita itu kini telah terbuka.
Wajahnyapun segera tampak nyawa kalau dia seorang wanita berparas cantik berusia
antara sembilan belas tahun.
Wanita ini ternyata wanita yang muncul di gedung Kedipatian.
"Cah ayu... Cantrik! ceritakan sejujurnya mengapa hal ini bisa
terjadi" Tak seharusnya kau tertawan oleh tiga "tetamu" kurang ajar itu!
Mereka telah mengetahui tempat
tinggalku! tentu kau yang menjadi penunjuk jalan! katakan, siapakah mereka" dan
ceritakan juga apakah kau telah melaksanakan tugas-tugas yang kuberikan padamu?"
berkata si kakek. Gadis ini tak segera menjawab
selain menundukkan kepalanya. Sementara kedua pergelangan tangannya masih
terikat tali kulit di belakang
punggung. "Hm..! mendengus si kakek.
Sepasang matanya menatap si gadis.
"Membaliklah kebelakang!" ujarnya.
Gadis ini tak ayal segera turutkan perintah si kakek. Sepasang Mata kakek ini
menatap tajam ke arah tali
pengikat yang membelenggu kedua lengan dara itu. Aneh, cuma sekejapan saja tali
kulit yang atot itu telah putus, dan terbuka ikatannya, ketika secercah sinar
biru menyambar tali-temali itu.
Cepat gadis itu balikkan
tubuhnya, lalu menjura di hadapan sang kakek dengan bersujud. "Maafkan aku,
ayah! aku tak segera menjawab
pertanyaanmu. Terima kasih atas
pertolongan ayah..." berkata dia.
"Nah! segera kau ceritakan apa yang terjadi sebenarnya, dan siapa adanya ketiga
"tetamu" kurang ajar itu" Dan bagaimana dengan tugas-tugasmu?"
Tanpa diperintah untuk kedua
kali, segera dara bernama Cantrik Sari
ini tuturkan kejadian dari awal hingga akhir.
Ketika digedung kedipatian
tengah terjadi keributan dengan
terbunuhnya Adipati Gantra yang
mayatnya tergantung di tiang pendopo dengan keadaan mengerikan, sesosok tubuh
berkelebat cepat melintasi perbatasan Kota Raja,
Dialah wanita yang telah mem-
bunuh dua orang pengawal kedipatian.
Setengah hari melakukan perja-
lanan, gadis ini diam-diam telah
dikuntit oleh tiga sosok tubuh yang terus membuntuti langkahnya.
Naluri dara ini agaknya cukup
tajam karena dia merasa ada yang mengekor di belakangnya. Tapi ter-lambat sudah,
karena ketika dia berhenti untuk memperhatikan telah
terdengar bentakan keras. Dan tiga sosok tubuh telah berkelebatan mengurungnya.
Mereka tak lain dari tiga orang
laki-laki kaum Rimba Hijau yang
menyatroni tempat tinggal gurunya dan yang telah menawannya seperti
diceritakan dibagian depan. Yaitu si Kebal Picak si Iblis Tongkat Racun dan si
Kapak Setan! "Kurang asem! kiranya yang
selama ini dijuluki si manusia iblis dan telah membunuhi orang-orang
kerajaan secara sadis adalah kau
seorang gadis cantik!?" membentak si Raja Tongkat Racun dengan mata
mendelik. "Siapa kalian?" berkata lantang dara ini. Matanya tajam menatap ketiga laki-laki
yang mengurungnya. "Hehehe... aku dijuluki si Iblis Tongkat Racun! Untuk wilayah
pegunungan Kendeng orang telah tahu siapa diriku! Dan kedua kawanku ini adalah
si Kapak Setan dan seorang lagi adalah si Kebal Picak!" menyahut si Iblis
Tongkat Racun seraya menunjuk pada kedua laki-laki kawannya.
"Hm, dengan dalih apa kalian menuduh aku yang telah melakukan perbuatan seperti
yang kau tuduhkan padaku?"
"Hen! mengakulah saja kau bocah ayu! Selama ini aku dan kedua kawanku ini telah
menyelidiki setiap terjadi pembunuhan secara sadis itu. Kali terakhir aku dengan
mata kepala sendiri telah menyaksikan perbuatanmu membunuh dua orang pengawal kedipaten dan
membunuh Adipati Gantra serta menggantungnya di tiang pendopo gedung kedipatian!
Apakah kau masih mau mungkir?" berkata si Iblis Tongkat Racun dengan
menyeringai. Gadis ini merah seketika
wajahnya. Tapi dia mendengus seraya meludah.
"Cuih! baik, aku mengaku! memang
aku yang melakukan semua pembunuhan.
Lalu apa maksud kalian mencampuri urusanku" bukankah kalian sendiri adalah
tokoh-tokoh golongan sesat?"
berkata si gadis. Dara ini memang telah mendengar nama ketiga tokoh hitam Rimba
Hijau itu dari si Kakek.
"Benar kami dari golongan kaum sesat. Tapi tak tahukah kau bahwa orang-orang
yang kau bunuh itu ada hubungannya dengan kami" Kecuali guru silat bernama LOH
JENTO itu yang lainnya adalah orang-orang yang punya hubungan erat dengan kami,
termasuk Adipati Gantra!" berkata si Iblis Tongkat Racun.
Gadis ini kerutkan keningnya.
Sepasang alisnya terjungkit. Tampaknya dia agak terheran mendengar jawaban si
Iblis Tongkat Racun.
Akan tetapi dia tak mau banyak
bertanya. Segera dia berkata ketus.
"Aku tak peduli! apakah mereka konco-konco atau bukan. Yang jelas apa yang
kulakukan adalah berdasarkan perintah guruku!"
"Bagus! Siapakah gurumu?"
bertanya si Iblis Tongkat Racun.
"Ya! katakan siapa adanya
manusia yang menitahkan kau membantai orang-orang abdi kerajaan itu?" si Kapak
Setan yang sedari tadi diam saja ikut pentang mulut buka suara.
"Hm, baiklah! kukira aku tak
perlu merahasiakan lagi. Guruku
bergelar SILUMAN GILA GULING!"
menyahut lantang si gadis.
Mendengar nama gelar demikian
ketiga laki-laki itu sama saling pandang dengan kawannya. Mereka baru pernah
mendengarnya. "Siluman Gila Guling" aku belum pernah
mendengar" Dari golongan
manakah gurumu itu" Apakah dia
sebangsa siluman atau manusia?"
bertanya si Iblis Tongkat Racun dengan terperangah.
"Hihihi... Dikatakan golongan siluman masuk akal, tapi dimasukkan golongan
manusia juga tidak salah!"
tertawa lucu dara ini, akan tetapi sepasang matanya tampak berubah
nyalang, hingga menampakkan wajah yang sadis.
"Kalian tak perlu banyak tahu tentang guruku, Seperti juga orang-orang abdi
kerajaan yang sudah mampus itu. Itulah perintah guruku. Kalian telah mengetahui
julukan guruku, maka terpaksa aku harus membunuh kalian, karena kalian termasuk
konco-konconya orang yang diperintahkan guruku untuk membunuhnya!" berkata
tandas wanita ini sebelum tiga laki-laki itu buka suara.
Mendengar kata-kata gadis ini
ketiga laki-laki itu saling pandang dengan kawannya.
"He" dengarkah kau apa katanya"
Bocah perempuan manusia Iblis ini mau membunuh kita! Apakah kalian akan biarkan
isi perutmu dikeluarkan dan kaki tanganmu dibuntungi seperti korban-korban yang
telah dibunuh dia?"
bertanya si Iblis Tongkat Racun seraya menatap pada dua kawannya.
"Hahaha... kalau dia mampu
mengupas kulit perutku, aku rela isi perutku akan kuberikan padanya!"
berkata jumawa si Kebal Picak. "Justru aku mau menangkapmu, gadis cantik!
Ingin kutahu apakah kau mampu berbuat seperti korban-korbanmu terhadapku?"
Selesai berkata si Kebal Picak melompat kehadapan dara ini.
"Gadis semontokmu tak seharusnya melakukan pekerjaan sadis, sebaiknya kau
menemani aku tidur! hahaha..."
Lengan si Kebal Puncak meluncur ke arah dada untuk mencengkeram buah dada gadis
ini yang membuat matanya
membinar. Sementara lengannya yang satu lagi bergerak cepat untuk menotok ke
arah jalan darah ditubuh sang gadis.
"Kurang ajar!" memaki dara ini seraya dengan cepat miringkan tubuh menghindari
serangan. Sebelah lengannya digunakan untuk menangkis.
Akan tetapi dengan gerakan cepat si Kebal Picak robah serangan. Kedua lengannya
digunakan untuk menangkap
pergelangan tangan dara ini.
Terkejut si gadis. Namun apa
yang dilakukan dara ini membuat si Kebal Picak membuang tubuhnya ke samping,
karena detik itu si gadis telah mengirim serangan kilat ke arah perut.
Buk! Terhuyung laki-laki ini. Kalau
dia tak berilmu kebal, tentu akan dapat
merasai akibat pukulan mengandung tenaga dalam itu. Namun tak urung si Kebal Pucat rasakan perutnya
mual. "He" kalian mengapa cuma jadi penonton saja" Hayo bantu aku
menangkapnya!" teriak si Kebal Picak seraya berpaling pada si Iblis Tongkat
Racun dan si Kapak Setan.
Tanpa menunggu lebih lama lagi
kedua laki-laki ini telah berlompatan untuk membantu.
Menghadapi keroyokan dari ketiga laki-laki golongan hitam sudah
berpengalaman didunia Rimba Hijau ini agaknya si gadis harus keluarkan seluruh
kelihaiannya. Bahkan setelah lewat dua puluh jurus dia nampak terdesak.
Hal tersebut menggembirakan
ketiganya. Dengan saling bantu-
membantu akhirnya tongkat si Raja Racun berhasil menotok urut jalan darah di
tubuh gadis itu. Dan lengan
si Kebal Picak berhasil menangkap pergelangan sang dara ini yang
langsung memuntirnya ke belakang.
Saat itu kapak maut si Kapak
Setan meluncur deras kearah kepala si gadis.
"Kubikin mampus saja sekalian!"
teriak laki-laki ini. Akan tetapi terdengar bentakan keras.
"Tahan!" Kalau saja lengan si Kebal Picak tak menangkap mata kapak itu nyaris
akan terbelahlah kepala si gadis yang saat itu telah terkulai tak berdaya.
"Bodoh!" memaki si Kebal Picak.
"Kalau kau membunuhnya berarti selamanya kau tak akan tahu dimana adanya dan
siapa sebenarnya si Siluman Gila Guling itu. Gadis ini bisa
menunjukkan tempat tinggal siluman itu. Dan... hampir aku kehilangan tubuh empuk
yang masih menggiurkan ini!"
Demikianlah, dengan keadaan
tertotok dan tak berdaya gadis ini berada dalam cengkeraman ketiga laki-laki
itu. Si Kebal Picak yang tampaknya
sangat bernafsu melihat kemontokan tubuh si dara. Tak dapat menahan kesabarannya untuk segera memondongnya dan
membaringkan tubuh dara itu di rumput yang tebal.
"Eh, kalian menyingkirlah dulu.
Kalau kalian juga mengingini
kehangatan tubuh si cantik ini,
nantilah setelah aku!" berkata si Kebal Picak.
"Wah! ini tidak adil! Kita
meringkusnya bertiga tapi kau yang mengangkangi duluan!" sungut si Iblis Tongkat
Racun. "Benar! seharusnya diundi! siapa yang menang dialah yang duluan!" si Kapak Setan
itu bicara.
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baik! dengan cara undian
bagaimana yang kalian inginkan?"
berkata si Kebal Picak seraya bangkit berdiri. Sebenarnya hatinya mendongkol
karena usul si Kapak Setan. Padahal kalau tak ditangkapnya mata kapak yang
sedianya membelah kepala gadis itu, tentulah gadis cantik ini telah tewas.
Entah cara bagaimana mereka
melakukan undian, tapi yang jelas ternyata si Kebal Picak berhasil memenangkan
undian, dan dia tetap yang berhak paling dulu menggarap korban.
Dengan nafsu yang bergejolak si laki-laki berkulit kebal ini membukai pakaian
gadis itu, sementara kedua kawannya menyingkir pergi.
Demikianlah! tak dapat ditawar
lagi lenyaplah kehormatan sang gadis, oleh si Kebal Picak. Yang selanjutnya
secara bergiliran si Iblis Tongkat Racun dan si Kapak Setan pun
mendapatkan gilirannya.
Selesai dengan urusannya mereka
mengikat tangan gadis itu, lalu
membuka totokan dan memaksanya
menunjukkan tempat tinggal si Siluman Gila Guling. Dengan menahan air mata serta
kebencian yang sedalam lautan si gadis yang dijuluki si manusia iblis itu
menggangguk. "Baik! aku bersedia mengantar kalian ke tempat guruku!" sedangkan dalam hati dia
memaki. "Tunggulah saat kematian kalian kelak! Aku akan
membunuh kalian dengan cara yang lebih sadis lagi! Akan kubuat
kematian kalian secara perlahan-lahan!"
Demikianlah! si dara cantik ini
paparkan semua kejadian yang
dialaminya, juga diceritakan mengenai keberhasilan tugas-tugasnya membunuh
orang-orang abdi kerajaan termasuk yang terakhir adalah Adipati Gantra.
"Bagus! anakku! selesailah sudah tugasmu! Kini kau bebas menentukan nasibmu
sendiri! Pengorbananmu cukup besar, Cantrik Sari. Hingga kau harus kehilangan
nasib kehormatanmu. Haiih!
andai aku tahu ketiga cecungkuk itu telah memperkosamu, tentu aku tak membiarkan
mereka minggat dalam
keadaan masih bernyawa!" berkata si kakek.
Sementara itu terlihat sepasang
mata dara cantik itu basah bersimbah air mata. Akan tetapi kesedihan itu
ditahannya dengan menggigit bibir.
Gadis ini telah banyak menderita dan selama ini dia hidup dalam
kekerasan dalam gemblengan seorang kakek tanpa daksa yang menyimpan dendam
sedalam lautan terhadap orang-orang kerajaan Giri Jaya. Kepedihan hatinya
mendadak lenyap mendengar kata-kata kakek itu yang seperti menyuruhnya pergi,
bahkan dia bebas untuk menentukan nasib sendiri.
"Ayah... kau mengusirku, apakah aku sudah tak berguna lagi" Sebagai seorang
anak, aku bertanya... Apakah kau memutuskan hubungan darah antara kita" Lalu
kita tak akan bertemu lagi?"
ENAM "Kau bukan anakku!" berkata pendek si kakek Siluman Gila Guling.
"Hah!" aku bukan anakmu" lalu anak siapakah aku" Siapa ayahku dan siapa ibuku?"
tersentak kaget Cantrik Sari.
Sejurus laki-laki tua ini
terdiam, seperti mengingat akan
peristiwa belasan tahun yang silam.
Dan dia menghela napas. Lalu berkata.
"Cah ayu Cantrik Sari! Kau
adalah seorang gadis yang bernasib malang. Akan tetapi aku juga seorang
yang lebih malang dari kau! Carilah seorang laki-laki tua bernama Kebo Layung.
Dia bekas seorang tukang kuda di istana kerajaan Giri Jaya sebelum dirajai oleh
raja yang sekarang ini.
Dia akan membeberkan anak siapa
sebenarnya kau. Tapi kau harus katakan bahwa selama ini kau dibesarkan dan
dididik ilmu-ilmu kedigjayaan oleh aku. Namun kau jangan katakan aku si Siluman
Gila Guling. Karena dia takkan mengenalnya. Katakan bahwa kau selama ini bersama
Panembahan "BROMO REKSO!"
Mendengar kata-kata itu si gadis tercenung menyimak kata-kata si kakek.
"Dimana aku harus mencari orang bernama KEBO LAYUNG itu, ah., ayah?"
Agak ragu Cantrik Sari memanggil laki-laki tua tanpa daksa itu dengan kata-kata
'ayah'. Karena si kakek telah mengatakan dia bukanlah anak
kandungnya. "Panggillah aku Kakek penambahan Bromo Rekso!" berkata si kakek.
"Ya, kakek panembahan Bromo Rekso..!" ucap Cantrik Sari. Terasa lidahnya kaku
mengucapkan kata-kata itu.
"Ya, ya..! mengenai orang yang bernama Kebo Layung itu aku tak
mengetahui dimana adanya. Kau carilah disekitar wilayah kota Raja! Mungkin dia
masih tinggal disalah satu desa sekitar wilayah Kota Raja itu!" ujar
Siluman Gila Guling alias Ki Bromo Rekso.
"Apakah masih ada pesan kakek penambahan yang lain?" bertanya Cantrik Sari.
"Kukira tidak! Nah, pergilah!
mumpung hari masing siang!" ujar orang tua tanpa daksa ini seperti ingin agar si
gadis cepat-cepat berlalu.
Merasa dirinya sudah tak perlu
berdiam lebih lama lagi ditempat itu, apalagi dia memang sudah merasa jemu untuk
terus tinggal didalam goa. Saat-saat dia keluar goa untuk menjalankan tugas
baginya amat menyenangkan.
Karena dia bisa melihat keadaan
ditempat keramaian. Tugas itu kini telah selesai.
Dan dia bebas menentukan cara hidupnya sendiri. Apalagi telah diizinkan bahkan
diperintah oleh si Siluman Gila Guling untuk dia pergi. Maka segeralah dia mohon
diri. Tak banyak berkata-kata, si
kakek hanya mengangguk. "Pergilah!
Semoga Tuhan melindungi setiap
langkahmu, dan semoga kau bisa
mengetahui siapa ayah ibumu serta bertemu dengan orang yang bernama Kebo Layung
itu!" Cantrik Sari mengangguk, lalu
balikkan tubuh. Dan... dia segera melangkah lunglai keluar dari goa. Di depan
mulut goa dia berhenti sejenak.
Terdengar suara helaan napasnya. Namun sesaat kemudian dia telah berkelebatan
pergi, dan lenyap di ujung jalan di lembah lengang itu.
**** Kita beralih lagi pada kedua
orang yang tengah berkejaran, yaitu si kakek sinting pemabukan yang dikejar
terus-terusan oleh Nanjar.
Gara-gara Nanjar kena dikencingi tubuhnya oleh kakek sinting itu, dia mendongkol
setengah mati. Hingga dia terus mengejar. Bahkan Nanjar belum puas bila belum
membalas mengencingi mulut si kakek konyol itu.
"Tunggu pembalasanku kau kakek sinting!" memaki Nanjar dalam hati.
"Heei! mengapa kau berhenti mengejar?" teriakan si kakek menggema di lembah itu.
Dia telah berdiri di atas lamping batu, melihat kepada Nanjar yang berdiri
sembulkan kepala di puncak pohon.
Nanjar memang sedang berpikir
mencari akal untuk membalas perlakuan si kakek. Justru si kakek itu berhenti
melompat dan berdiri di atas batu.
"Kakek tua, sudahlah! aku
menyerah kalah! ilmu melompatmu
sungguh membuat aku kagum. Bolehkah aku mengetahui siapa nama dan
julukanmu?" bertanya Nanjar seraya
melompat keatas batu tak jauh dari si kakek.
"Hehehe..." si kakek tak menjawab. Dia julurkan lengannya untuk meraih buli-buli
di pinggangnya. Lalu menenggak araknya tanpa memperdulikan pertanyaan orang.
Saat itulah Nanjar cepat
menjumput sepotong ranting. "Sialan!
ditanya malah minum arak. Ini
kesempatan yang baik!" berkata Nanjar.
Dan dengan gerakan kilat ranting di tangannya telah meluncur ke arah si kakek.
Tentu saja si kakek ini terkejut merasai sambaran benda ke arahnya.
Seraya berteriak, "Aaiiiyaa..!" dia melompat ke belakang untuk
menghindar. Nanjar sudah menduga akan hal
itu. Pada saat itulah tubuhnya
berkelebat cepat dan lengannya
bergerak menyambar buli-buli.
Dan... Nanjar berhasil merampas
buli-buli itu dari tangan si kakek.
Akan tetapi Nanjar lupa kalau buli-buli itu terikat seutas tali yang terbelit di
pinggang kakek itu. Tubuhnya tersentak tali, dan buli-buli itu nyaris terlepas lagi.
"Celaka!" pikir Nanjar! Akan Tetapi dia tak kehilangan akal. Segera dia melompat
dan gubatkan tali di sebatang pohon. Di balik batang pohon
itulah Nanjar dengan cepat membuka tali celananya. Dan... Serrrrrr! Suara
berdesirnya air yang memancur dari tengah pangkal pahanya itu dibarengi dengan
suara tertawa Nanjar yang mengakak terbahak-bahak. Bahkan sampai terbatuk-batuk.
Sementara dengan terheran si
kakek memandang ke arah Nanjar yang berada di belakang pohon dimana tali buli-
bulinya terentang. "He! monyet kecil! apa yang kau lakukan di situ?" teriaknya. Dia tak berani
melompat untuk mendekati karena khawatir kena serangan gelap yang dilakukan
Nanjar. Namun dia lebih menghkawatirkan isi buli-bulinya Justru pada saat itu
Nanjar muncul dari balik pohon dengan tertawa nyengir. "Hehe... hahaha... arakmu baik
sekali, setan tua! Terima kasih atas kebaikanmu!" berkata Nanjar sambil menyeka
mulutnya. "Monyet kecil! kurang ajar! apa kau telah menghabiskannya?" mendelik mata si
kakek. "Hahaha... jangan khawatir. Aku tak serakah untuk meludaskannya. Aku hanya
sekedar menghilangkan hausku karena mengejarmu...!" Ujar Nanjar seraya lemparkan
buli-buli kepada si kakek.
Tak ayal lengan si kakek segera
menyambar kearah buli-bulinya.
Lalu digerak-gerakkan untuk
mengetahui apakah masih ada isinya.
"Heh! aku main serobot seenakmu dan menenggak arakku tanpa sopan-santun, monyet
kecil" Haiih! kau tak tahu arak ini adalah bagian dari hidupku! Aku tak dapat
hidup tanpa arak. Dan selamanya arak akan tetap menjadi minumanku. Sesuai dengan
gelarku si Gila Pemabukan!" Selesai berkata dia telah menenggak araknya dengan
rakus dan sampai tandas!
Saat itulah Nanjar tak dapat
menahan rasa gelinya. Dan dia tertawa terbahak-bahak hingga terpingkal-pingkal.
Sementara si kakek seperti baru
menyadari kalau ada sesuatu yang ganjil dengan arak yang diminumnya.
Bau pesing yang menyambar di hidung itulah yang cepat menyadarkan dia.
Tapi arak sudah terlanjur tertelan.
"PRRUAAH!" Tak ayal dia telah menyemburkan araknya lagi, dan muntah-muntah
karena tak tahan dengan bau dan rasa mual di perut.
"Sialaaaan!" memaki si kakek dengan wajah merah padam. "Kau monyet kecil sialan!
Kau berani kencingi buli-buliku" Kuhajar kau!"
Bentakan si kakek menggeledek
yang dibarengi dengan menerjangnya si kakek untuk melakukan hantaman ke arah
kepala Nanjar. Serangan hebat itu
membuat Nanjar tersentak kaget.
Untunglah dia masih mampu mengelakkan diri dengan melompat ke kiri. Apa yang
dilakukan Nanjar adalah dia memanjat pohon dengan cepat bagai kera yang naik ke
pohon. Sekejap saja sudah berada dipuncaknya.
"Kurang ajar!" terdengar bentakan si kakek. Dan...BRRAAKKK!
Batang pohon itu hancur kena hantaman pukulan si kakek yang murka.
Dengan suara berkrotakan pohon
besar itu roboh. Namun Nanjar telah melompat
turun ke arah lain dengan gerakan
"terbang"nya dan hinggap di atas dataran berbatu-batu cadas.
TUJUH Whuuuk! Whuuuk! Whuuuk!
Buli-buli si kakek menyambar
deras ke arah Nanjar yang dibarengi dengan hantaman-hantaman pukulan dahsyat.
Akan tetapi dengan gerakan lincah Nanjar berhasil menghindari.
Bahkan dengan tertawa-tawa dia
berkata. "Hahaha... setan tua! mengapa kau marah" Bukankah kini hutangmu sudah impas" Kau
telah mengencingiku dari atas pohon. Dan kini kau ganti yang meminum air
kencingku! Kau sudah
tak punya hutang apa-apa lagi padaku.
Bahkan kau telah membayar dengan bunganya sekalian! hahaha...haha...,"
Mendengar kata-kata itu sejenak
si kakek terpaku, dan berhenti
menyerang. Bila dinilai kata-kata pemuda di hadapannya itu benar juga.
Akan tetapi sungguh keterlaluan kalau sampai dia meminum air kencing orang.
Terlalu dan sungguh memalukan.
"Kau bocah licik siapakah
namamu?" membentak si kakek.
"Waduh! aku lupa lagi namaku, kek! Entah siapa namaku. Bahkan ayah ibuku
sendiripun aku tak mengetahui!"
"Bocah linglung! Baru aku
menjumpai orang yang lupa namanya sendiri. Bahkan nama ayah ibumu pun kau tak
mengetahui. Apakah kau
dilahirkan keluar dari liang batu?"
"Haha...mungkin juga! Kau sebut sajalah aku si Dewa linglung!" berkata Nanjar.
Dia memang tak mau menyebutkan
namanya. "Mengenai aku dilahirkan dari liang batupun aku tak mengetahui.
Liku-liku hidupku aneh. Sejak kecil aku telah dipelihara oleh seorang kakek
bernama Ki BAYU SETHA yang bergelar si Pendekar Bayangan. Namun sampai matinya
guruku tak pernah menyebutkan anak siapa aku?"
"Bocah konyol! eh!" siapa" kau mengatakan Ki BAYU SETHA" bertanya si
kakek dengan tertegun. Nyatalah kalau kakek ini sebenarnya tidak sinting.
Karena dia mampu mengingat nama orang yang sudah puluhan tahun lewat.
"Ya! apakah kau mengenal guruku itu?" bertanya Nanjar.
"Ya, ya! aku pernah mendengar namanya pada lebih dari dua puluh tahun yang
silam. Dialah seorang pendekar yang agung. Penjunjung tinggi kebenaran dan
pembela keadilan. Banyak orang mengagumi kebesaran namanya pada waktu itu!"
bertutur si kakek. "Kau mengatakan sampai matinya dia tak menceritakan siapa kedua orang tuamu.
Apakah dia sudah tak ada di dunia ini?" berkata si kakek.
"Benar, kematiannya oleh seorang tokoh golongan hitam yang bergelar si Dewa
Tengkorak!" ujar Nanjar. "Akan tetapi si Dewa Tengkorak sendiripun tewas
membunuh diri diakhir
pertarungan dengan Ki Bayu Setha!"
tutur Nanjar. "Hm. dari mana kau peroleh
keterangan" Apakah kau melihatnya sendiri?"
"Seorang perempuan yang pertama menjadi saudara seperguruanku sendiri yang
menyaksikan pertarungan beliau dengan si Dewa Tengkorak!" jawab Nanjar.
"Dia bernama roro. Lengkapnya RORO CENTIL!" sambungnya.
Mendengar disebutnya nama itu
alis si kakek terjungkit naik.
"Bukankah dia si Pendekar Wanita Pantai Selatan yang tersohor itu?"
tanyanya heran. "Tidak salah! He" kau tampaknya banyak tahu kek" apakah kau juga mengetahui
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dimana adanya dia saat ini?" bertanya Nanjar. Entah mengapa dia ingin sekali
berjumpa dengan pendekar perkasa yang masih saudara seperguruannya itu dan yang
pernah digandrunginya setengah mati.
"Hahaha... baru kuingat kini!
baru kuingat! Ya,ya! aku baru ingat!"
Tiba-tiba si kakek tertawa terkekeh-kekeh. Sejak tadi dia selalu memperhatikan
Nanjar dikala bicara. Bahkan pertanyaan Nanjar yang menanyakan dimana adanya
Roro Centil pun tak didengarnya. Karena kakek ini rasakan jantungnya berdebar.
Bayangan masa lalu terbayang dipelupuk matanya.
"Apa maksudmu, kek" apakah yang kau ingat?" tanya Nanjar terheran.
Tapi yang ditanya diam seperti
arca. Matanya mendelong menatap ke depan. Namun tak tahu apa yang tengah
diperhatikannya. Ternyata dia
terkenang pada masa yang silam.
Wajah seorang wanita terbayang
di pelupuk matanya. Wanita yang cantik berkulit putih. Wanita yang lugu
dengan ciri khas kedesaannya. Juga seorang wanita yang setia pada seorang suami.
Dialah istriya. Kejadian dimasa pemberontakan pada masa yang lalu, pada masa
Kerajaan MEDANG, terkuak di depan matanya lagi.
Kerusuhan yang dimana-mana
dimasa yang sedang gawat itu, dia masih berusia tiga puluh lima tahun.
Istrinya bernama GINARSIH. Dan dia sendiri bernama ANJAR SUBRATA. Disaat
mengungsi dari Kota Raja akibat
kerusuhan yang melanda kerajaan Medang dengan terjadinya pemberontakan itu, sang
Istri melahirkan. Ya!
kelahiran yang tak diduganya sama sekali. Ginarsih melahirkan bayi laki-laki
yang montok dan sehat. Akan tetapi sesaat setelah kelahiran sang jabang bayi,
Ginarsih menghembuskan napas yang penghabisan. Goncangan-goncangan hati didalam
kekalutan itu serta kekhawatiran pada sang jabang bayi dalam perutnya membuat
daya tubuhnya melemah. Hingga sesaat
berselang setelah melahirkan, sang istri menghembuskan nafasnya.
Masih terngiang ditelinganya
kata-kata terakhir Ginarsih sesaat sebelum berpulang. Yang menyuruhnya menjaga
sang jabang bayi dengan baik, dan mendidiknya agar menjadi seorang pendekar
pembela kebenaran, serta berbakti pada kerajaan Medang.
Tentu saja dia berjanji untuk
mewujudkan apa, yang menjadi keinginan istrinya yang amat dikasihinya itu.
Suasana kekacauan masih belum reda.
Sang jabang bayi segera diberinya nama seusai pemakaman sang istri. Akan tetapi
bayi itu perlu perawatan.
Terutama perlunya air susu ibu. Dari mana dia mendapatkannya"
Tak ada jalan lain selain
menyerahkan sang jabang bayi untuk dirawat sementara oleh seorang
penduduk dikaki gunung BISMO.
Sementara dia sendiri terlibat dalam suasana kekacauan yang berada dimana-mana.
Penjahat dan perampok juga kaum golongan sesat yang memanfaatkan kekeruhan itu
mencari mangsa untuk kepentingan dirinya.
Terpaksa Anjar Subrata berpin-
dah-pindah tempat untuk menghindari penjahat-penjahat itu. Hatinya berduka dan
dia menyesali akan kebodohannya yang tak punya kepandaian. Hingga dia tak mampu
berbuat apa-apa. Sementara tuntutan sang istri memenuhi benaknya.
Dia harus berkepandaian, demi cita-cita itu! Dia harus ikut berjuang menegakkan
kebenaran membela Kerajaan Medang.
Pergilah dia ke tempat sunyi.
Disana dia tafakur memencilkan diri serta memuji kebesaran Tuhan, bahwa dirinya
masih bisa selamat. Dia memang
punya kepandaian. Tapi sedikit
kepandaian itu tak berarti apa-apa.
Untuk menghadapi kekuatan para
penjahat yang merajalela memeras rakyat dia tak berkemampuan apa-apa.
Bahkan nyaris dia tewas ketika
membela penduduk dari tindasan kaum pemberontak yang menguasai beberapa buah
desa. Dia bersyukur karena
kejadian itu tak berada di wilayah lereng gunung Bismo. Gunung Bismo terlalu
jauh dari tempat kerusuhan itu. Dan di lereng gunung itu cuma ada sebuah desa
kecil. Tak nantinya kaum penjahat menyatroni ke sana.
Demikianlah! dengan memencilkan
diri itu, Anjar Subrata memperdalam ilmunya seorang diri. Dia menciptakan ilmu
kepandaian dengan ciptaan
sendiri. Keuletan dan kesabaran serta
kemauan keras membuat dia berhasil menguasai ilmu-ilmu kepandaian tanpa guru.
Lebih dari lima tahun dia
menyekap diri dalam hutan. Dan
akhirnya setelah dia merasa cukup dengan ilmu yang dimilikinya,
dibulatkan hatinya untuk turun gunung keluar dari tempat tersembunyi itu.
Tujuan utamanya adalah untuk
menemui anaknya si bayi mungil yang dititipkan pada seorang desa di lereng
gunung BISMO. Terasa lega hatinya karena
kekacauan tampaknya sudah mereda.
Kejahatan memang tak bisa sirna, dan tetap ada dimana-mana. Dia tak mengetahui
tentang keadaan aman atau tidaknya keadaan kerajaan. Rasa rindu untuk menjumpai
sang anak semakin menggebu. Berangkatlah Anjar Subrata menuju ke lereng gunung
Bismo. Akan tetapi yang dijumpai
membuat hatinya tersentak. Karena desa dimana dia menitipkan bayinya telah rusak
binasa. Tak ada tanda-tanda kehidupan disana. Hutan di lereng gunung Bismo
seperti baru dilanda kebakaran hebat. Pohon-pohon mati gersang. Rumput kering
dan tanah yang tandus. Dimana-mana yang tampak adalah serpihan arang dan debu
hitam. O, betapa hancurnya hati Anjar
Subrata. Betapa pilunya hati seorang ayah yang tak mengetahui dimana dan
bagaimana nasib sang anak.
Sejak saat itulah dia tak
mendengar lagi tentang anaknya itu.
Dan sampai saat ini. Kejadian itu membuat dia tertekan batinnya. Hingga dia
mengalihkan kegoncangan jiwanya pada minuman arak. Sejak itulah arak menjadi
sebahagian dari hidupnya.
Namun nama anak itu masih tetap
diingatnya. Dan tetap terukir
dibenaknya, walau sampai mati
sekalipun.! "Ya! anakku kuberi nama
GINANJAR! aku masih mengingatnya dan takkan pernah aku melupakannya!"
berkata kakek ini dalam hati.
"He! bocah! sebutkan siapa
namamu!" tiba-tiba si kakek ajukan pertanyaan dengan mata memandang tajam pada
Nanjar. Sejak tadi Nanjar melihat pada orang tua di hadapannya dengan rasa aneh!
Kini mendadak kakek itu menanyakan namanya. Nanjar tertawa ketika ingat bahwa si
kakek ini rada-rada sinting. Dia tertawa seraya menyahut.
"Hahaha... bukankah sejak tadi sudah kukatakan aku tak ingat namaku lagi. Kau
sebut sajalah aku si Dewa Linglung!"
"Baik! baik! Dewa Linglung!
Apakah kau merahasiakan namamu ataukah kau memang benar-benar lupa. Akan tetapi
ketahuilah! Aku pernah punya anak laki-laki pada dua puluh tahun lebih yang
silam. Bocah laki-laki itu kutinggalan dilereng gunung BISMO pada seorang
penduduk desa, karena aku tak bisa merawatnya. Orang yang kutitipi anakku itu
mempunyai seorang bayi perempuan, hingga anakku bisa
menumpang menyusu padanya. Kutitipkan anakku padanya karena ibunya telah mati!
Kalau dia hidup, saat ini tentu seusia denganmu!" berkata si kakek dengan wajah
murung "Siapakah nama anakmu itu, kek?"
tiba-tiba Nanjar ajukan pertanyaan.
Wajahnya berubah serius, dan olok-oloknya lenyap seketika yang tadinya dia
berniat menggoda orang.
"Dia kuberi nama Ginanjar!"
sahut si kakek. Tersentak kaget Nanjar mendengar jawaban si kakek. "Benarkah itu?"
pekik dihatinya. "Ba... bagaimana ciri-ciri
anakmu itu" apakah kau masih
mengingatnya?" Penasaran Nanjar kembali ajukan pertanyaan. Walau hatinya terasa
kaget dan girang bukan main, tapi dia tak bisa menerima begitu saja si kakek ini
ayah kandungnya. Didunia ini banyak nama-yang sama.
"Anakku aku ingat betul ciri-ciri pada tubuhnya. Dia mempunyai tanda hitam
sebesar ibu jari dipantatnya!" menyahut si kakek dengan wajah sungguh-sungguh.
"Ha" ti... tidak salahkah, kek?"
tanya Nanjar tergagap. Tanda itu ada padanya. Bahkan Roro sering
mentertawakan kalah dia sedang mandi melihat tanda hitam sebesar ibu jari tangan
yang ada di pantatnya.
"Aku... aku mempunyai tanda yang kau sebutkan itu, kek! kau lihatlah!"
berkata Nanjar setengah berteriak. Dan tak ayal lagi, dia segera buka
celananya. Kemudian tunggingkan pantat dihadapan si kakek.
Membelalak mata si kakek melihat tanda itu. Penasaran dia menghampiri dan
memperhatikan dengan teliti.
"Benar! tak salah lagi kau...
kau benar anakku!" tergetar suara si kakek. Sepasang matanya menatap Nanjar
dengan membelalak. Nanjar tak sempat untuk
kancingkan celananya lagi karena seketika si kakek telah memeluk dengan erat,
seraya berteriak girang.
"GINANJAR! Oh, Ginanjar! kau...
kau benar anakku! kau benar bayi yang kutitipkan dua puluh tahun lebih yang
lalu! Oooh, anakku...!"
Nanjar tak dapat membendung
perasaannya lagi, diapun mendekap tubuh si kakek dengan teriak-isak.
"Ah., ayah! ayah...! Oh, kau...
kau ternyata ayahku! Betapa aku amat merindukanmu, ayah!" Suara Nanjar tergetar
bercampur isak. Air matanya meleleh membasahi pipinya. begitupun si kakek. Kedua
matanya berkaca-kaca penuh genangan air mata. "Maafkan aku ayah, aku telah
berlaku kurang ajar padamu...!" berkata Nanjar menyesali perbuatannya.
"Tak apa anakku, tak aku yang bikin gara-gara" Tukas Ki Anjar Subrata dengan
tertawa. Betapa girang dan bahagianya
hati kedua insan yang baru saling berjumpa dan saling mengenali itu sukar untuk
diceritakan... DELAPAN Nanjar duduk diatas batu di tepi sungai berair jernih dipagi yang sejuk itu.
Matahari baru saja sembulkan dirinya dari ufuk timur. Sementara Ki Anjar Subrata
baru saja selesai bercerita mengenai pengalamannya seusai tadi malam menceritakan tentang riwayat
Nanjar. Nanjarpun telah menceritakan
pengalaman hidupnya yang mempunyai beberapa orang guru. Hingga yang terakhir dia
menjadi murid Raja Siluman Kera, Raja Siluman Ular, Raja Siluman Biawak dan Raja Siluman
Harimau serta yang terakhir adalah Raja Siluman Naga. Secara tidak
langsung Nanjar telah menjadi pewaris ilmu tokoh persilatan golongan hitam yang
bergelar si Enam Iblis Pulau Kambangan.
Kakek tua yang bernama Ki Anjar
Subrata itu tercenggang mendengar penuturan Nanjar.
"Jadi terakhir guru-gurumu
adalah tokoh-tokoh golongan sesat?"
"Benar, ayah! Akan tetapi jangan khawatir! Anakku tak akan menjadi orang sesat.
Aku hanya memetik ilmunya
saja yang akan kupergunakan untuk bekal langkah-langkahku selanjutnya.
Aku bercita-cita menjadi seorang pendekar tulen. Dan ilmu-ilmu kepandaian yang
kumiliki akan kupergunakan untuk membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan!"
sahut Nanjar dengan suara gagah.
Ki Anjar Subrata manggut-
manggut. Dia tampak amat girang
sekali. Sungguh tak disangka dia akan dapat berjumpa dan berjodoh untuk kembali
bertemu dengan sang anak.
"Sukurlah, kalau demikian
anakku, Nanjar! Tak ada kebahagiaan lain bagiku selain melihat anaknya berhasil
menjadi seorang pendekar yang gagah!" ujar Ki Anjar Subrata.
"Tak sia-sia almarhum ibumu mengharapkan kau menjadi seorang yang berkepandaian
tinggi. Semoga kau dapat gunakan ilmu-ilmu yang kau miliki untuk membela yang
lemah dan menindak yang jahat! Terutama sekali kau bisa membela dan menjaga
keutuhan dan ketenteraman kerajaan Mataram dari para pemberontak!" tutur ki
Anjar Subrata selanjutnya.
"Terima kasih, ayah! Kelak suatu saat akupun akan menghambakan diri pada
Kerajaan Mataram. Akan tetapi saat ini aku masih senang mengembara.
Aku ingin banyak pengalaman di dunia Rimba Hijau. Juga masih banyak
penindasan, kekerasan dimana-mana. Hal itu menjadi tugasku untuk turun tangan
menyumbangkan tenaga membela yang tertindas!" ujar Nanjar tegas.
Ki Anjar Subrata manggut-
manggut. "Aku tak dapat menghalangimu, anakku. Dimasa muda akupun senang
mengembara ... akan tetapi aku tak sehebat kau ...! Ilmu meringankan tubuhmu
luar biasa! Aku sungguh kagum melihat kemampuanmu mengejarku, juga mengelakkan
serangan-seranganku yang mengandung maut!" berkata laki-laki tua itu.
"Ah, ayah dibandingkan kau, aku bukan apa-apa..." tukas Nanjar merendah. Akan
tetapi dia tampak senang sekali dipuji oleh ayahnya.
Dalam pembicaraan itu tiba-tiba
Nanjar teringat pada kejadian
pembunuhan yang baru saja kemarin terjadi. Juga kejadian-kejadian
pembunuhan oleh orang yang disebut si manusia iblis itu.
"Ayah! apakah kau mengetahui siapa manusianya yang melakukan
serangkaian pembunuhan-pembunuhan keji belakangan ini" Termasuk juga pembunuhan
seorang Adipati kemarin ini?"
bertanya Nanjar. Teringat Nanjar ketika ayahnya tertawa sambil mabuk yang justru
menyumpahi orang-orang kerajaan yang terbunuh.
Ki Anjar Subrata diam sejurus.
Lalu menghela napas sesaat, dan
ujarnya. "Sebenarnya aku tak mengetahui sama sekali siapa adanya pembunuh misterius itu.
Akan tetapi orang-orang kerajaan Giri Jaya yang terbunuh itu adalah orang-orang
yang bekerja sama dengan para penjahat. Mereka adalah orang-orang Munafik yang
bekerja dibelakang kekuasaan Raja akan tetapi diam-diam memeras dan menindas rakyat
serta mencari keuntungan pribadi memperluas kekuasaan. Aku khawatir suatu ketika
mereka justru menjadi pemberontak-pemberontak kerajaan!
Dibalik kejadian-kejadian itu tentu ada sebab-sebabnya. Akan tetapi
pemhunuh itu memang terlalu keji dalam melakukan pembunuhan!" ujar Ki Anjar
Subrata. "Ayah! aku berniat menyelidiki siapa si pembunuh misterius itu.
Dendam kesumat apakah hingga si
pembunuh misterius itu melakukan
pembantaian!" berkata Nanjar seraya bangkit berdiri. Nanjar manggut-manggut.
"Dari mana ayah mengetahui para abdi kerajaan Giri Jaya itu bersengkongkol
dengan para penjahat?"
tanyanya. "Hm, tiga orang tokoh hitam yang bergabung dan bekerja sama dengan abdi-abdi
kerajaan itu aku mengetahuinya. Dialah si Iblis Tongkat
Racun, si Kebal Picak dan si Kapak Setan!!" sahut Ki Anjar Subrata.
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ayah! aku berniat menyelidiki si
pembunuh misterius itu, juga mencari ketiga manusia yang ayah sebutkan itu! Dimanakah ayah berdiam selama
ini" kelak aku akan
mengunjungimu bila telah kuselesaikan urusanku!" berkata Nanjar. Disebut-kannya
nama-nama ketiga tokoh itu telah membuat Nanjar tersentak kaget.
Karena ketiga tokoh itulah yang tengah dicarinya. Kejadian beberapa pekan yang
lain disaat dia melakukan
perjalanan ke utara Nanjar telah memergoki kejadian mengenaskan. Yaitu
terbunuhnya puluhan manusia, yang terdiri dari anak-anak buah sebuah perguruan
silat yang bernama perguruan Elang Suci. Bahkan ketua dan wakilnya serta
terlihat diantaranya seorang pendeta terbunuh tewas.
Dari keterangan yang dipero-
lehnya pembantaian itu dilakukan oleh tiga orang yang masing-masing bergelar si
Kapak Setan, si Iblis Tongkat Racun dan si Kebal Picak. Namun mengenai hal
tersebut Nanjar tak mau menceritakan pada sang ayah.
Setelah termenung sejurus, ki
Anjar Subrata berkata.
"Aku tak dapat menghalang-
halangi niatmu! Memang tugas seorang pendekar adalah melenyapkan kebatilan.
Kau sudah mengetahui bahwa ketiga manusia yang kusebutkan itu adalah tokoh-tokoh
hitam yang diam-diam merongrong kewibawaan kerajaan Giri Jaya. Sedikit banyaknya
kau mengetahui perbuatan mereka diluar! Akan tetapi hati-hatilah! Menurut yang
kudengar ketiganya berilmu tinggi!"
"Jangan Khawatir, ayah! hidup dan mati berada ditangan Tuhan.
Disamping itu ingin kuselidiki apakah si manusia iblis yang melakukan
pembunuhan-pembunuhan itu punya dendam tersendiri, ataukah dia justru orang yang
akan menghancurkan kerajaan Giri Jaya!"
"Benar, anakku! akupun mengkhawatirkan hai itu!" tukas Ki Anjar Subrata.
"Sebaiknya kau berangkatlah sekarang. Sebenarnya aku mau turut membantumu, akan
tetap saat ini aku merasa tenaga dalamku jauh berkurang, dan sedikit ada luka
dalam di tubuhku. Aku hanya menunggu berita darimu saja.
Temuilah aku di lereng bukit Karang Luhur, dilereng gunung itu!" ujar Ki Anjar
Subrata sambil menunjuk.
"Baiklah, ayah! Kukira aku tak berlama-lama lagi. Nah, selamat
tinggal ayah. Sampai ketemu lagi!"
ujar Nanjar seraya balikkan tubuh dan beranjak melangkah.
"Selamat jalan anakku, Nanjar!
semoga Tuhan melindungimu ..." sahut
Ki Anjar Subrata. Nanjar mengangguk.
Dan sekejap Nanjar alias si Dewa Linglung telah berkelebat lenyap.
"Bocah hebat! sungguh tak
kusangka anakku telah menjadi seorang yang berilmu tinggi. Dengan ilmu-ilmu yang
dimilikinya kukira dia cukup mandiri untuk melakukan tugas
kependekarannya..." berkata pelahan laki-laki tua ini. Hatinya; merasa bangga.
Sesaat setelah menghela napas, kakek pemabukan ini meraih buli-bulinya.
Ditatapnya sejenak benda terbuat dari besi itu. Sekali renggut putuslah tali
pengikat buli-buli. Dan dilemparkannya benda itu dengan
berteriak, "Selamanya aku tak akan mempergunakan kau lagi untuk minum arak!"
Kemudian laki-laki tua itupun berkelebat pergi dari tempat itu ....
SEMBILAN CANTRIK SARI meninggalkan lembah sunyi itu dengan hati lega. Udara cerah siang
hari itu. Arah yang kini tengah ditujunya adalah Kota Raja.
"Aku harus cari orang yang
bernama KEBO LAYUNG itu. Apakah aku akan berhasil menjumpainya dalam waktu dekat
ataukah sampai kapan, aku tak mengetahui. Tapi yang jelas disamping mencari
orang tua itu aku perlu
melacak jejak ketiga manusia keparat yang telah merusak kehormatanku!"
berpikir Cantrik Sari.
Gadis ini memang tak dapat tidak harus membunuh ketiga manusia yang telah
menggagahinya. Yaitu si Iblis Tongkat Racun, si Kapak Setan dan si Kebal Picak.
Mengingat akan nasibnya dara ini kembali air matanya
menggenang. "Tunggulah kalian manusia- manusia laknat! Aku, akan membunuh kalian dengan kematian yang lebih sadis, agar
kalian rasakan penderita-annya!" mendesis Cantrik Sari. Dan wajahnya seketika
menjadi beringas. Matanya berubah nyalang bagai mata serigala. Tubuh dara inipun berkelebat
melesat ke arah utara ...
**** Sementara itu kita beralih pada
tiga manusia yang gagal menyandera Cantrik Sari untuk membunuh si Siluman Gila
Guling. Bahkan mereka lari
tunggang-langgang meninggalkan lembah angker itu.
Ketika tokoh Rimba Hijau
golongan hitam ini melangkah cepat ke arah lereng gunung setelah melewati hutan
lebat. Malam tadi mereka menginap di dalam hutan sambil menyu-sun rencana mereka selanjutnya.
Dalam perjalanan itu mereka
bercakap-cakap. "Kau tetap pada pendirianmu untuk meninggalkan Kola Raja, sobat Iblis Tongkat
Racun?" bertanya si Kebal Picak.
"Ya! aku punya firasat tidak enak! Jangan-jangan setelah orang-orang pihak
kerajaan itu yang dibunuhnya, nyawaku pula yang diancam oleh si manusia Siluman Gila Guling.
Bukan mustahil, kalau dia tak turun tangan sendiri untuk membantai kita.
Apakah kalian tak mengkhawatirkan hal itu?" menjawab si Iblis Tongkat Racun.
"Hehehe... siapapun akan
mengkhawatirkan kehilangan nyawanya.
Akan tetapi aku tak setolol kau.
Manusia Siluman Gila Guling itu bisa kita hadapi bersama-sama dengan orang-orang
kerajaan. Tak mungkin pihak kerajaan berdiam diri. Setidaknya mereka akan
mencari bantuan untuk membunuh manusia lembah itu: Bila berhasil, tentunya
jabatan tinggi telah menunggu kita!" berkata si Kebal Picak. Sedangkan si Kapak
Setan mangut-manggut membenarkan.
"Benar, sobat Iblis Tongkat Racun. Mengapa kau tak terus bergabung membantu
kami" Apakah kau tak mengiler dengan jabatan tinggi di kerajaan.
Dengan modal memberitahukan dimana adanya si Manusia Iblis penyebar maut
itu pada Raja, kita sudah punya jasa pada Kerajaan! Dan bila kita berhasil
menjadi orang-orang kerajaan,
perempuan cantik mana yang bisa
menolak kalau kau melamarnya" hehehe
... hahaha ..."
Si Kapak Setan tertawa gelak-
gelak. Tentu saja tujuannya adalah membujuk si Iblis Tongkat Racun agar tetap
bergabung bersamanya. Karena walau bagaimana mereka merasa khawatir merasa
banyak musuh disebabkan
banyaknya perbuatan jahat yang mereka lakukan.
"Tidak! sekali aku bilang tidak, tetap tidak! Aku tak bodoh untuk mengambil
resiko besar yang telah kupikirkan masak-masak. Makanya aku tak mau unjukkan
diri di Kota Raja!"
sahut si Iblis Tongkat Racun dengan tegas. Pada saat mereka saling berebut omong
itulah, sesosok tubuh diam-diam menguntit mereka dan mendengarkan pembicaraan.
Siapa adanya penguntit itu ternyata tak lain dari Nanjar alias si Dewa Linglung.
"Tidak salah! ketiga orang ini tak lain dari si Iblis Tongkat Racun, si Kebal
Picak dan si Kapak Setan!
Bagus, aku tak payah-payah mencari mereka!" berkata Nanjar dalam hati.
Nanjar terus mengikuti percakapan ketiga orang itu yang bersitegang.
Ternyata si Iblis Tongkat Racun tetap
pada pendiriannya. Akhirnya kedua kawannya tak
dapat menghalangi. Akan tetapi baru saja si Iblis Tongkat Racun mau
beranjak pergi mendadak terdengar suara bentakan,
"Manusia-manusia keparat! Jangan harap kau bisa tinggalkan tempat ini dalam
keadaan masih bernyawa!"
Diiringi kata-kata itu
berkelebat sesosok tubuh. Siapa adanya pendatang ini" Tak lain dari Cantrik
Sari. Tersentak kaget si Iblis Tongkat Racun maupun kedua orang kawan laki-laki ini.
Namun melihat siapa yang datang, si Kebal Picak tertawa gelak-gelak.
"Hahaha... kukira siapa! Tak tahunya nona..! Sudah kuduga kau pasti akan mencari
kami. Tentunya kau merasakan nikmatnya berada dalam pelukanku. Apakah kau ingin aku
mengulangnya" Kita-kita sih bersedia saja tak menolak. Bukankah begitu sobat
Kapak Setan?". berkata si Kebal Picak dengan cengar-cengir. Akan tetapi si Kapak
Setan cepat-cepat berbisik.
"Sssst! jangan sembrono. Aku khawatir dia datang bersama gurunya si Siluman Gila
Guling!" Seketika wajah si Kebal Picakpun berubah agak pucat.
Matanya menatap jelalatan ke sekitar
tempat. Lalu berpaling lagi dengan cepat menatap wanita dihadapannya.
"Eh, apakah kau datang bersama gurumu si Siluman Gila Guling?"
bertanya dia. "Tak perlu kau menanyakan guruku bersamaku atau tidak. Yang jelas aku datang
untuk mengirim nyawa-nyawa kalian ke liang Akhirat!" menjawab ketus Cantrik
Sari. Sementara itu Nanjar ditempat
persembunyian merasa heran dengan kedatangan gadis ini. "Siapakah si Siluman
Gila Guling itu" Sebuah nama gelar yang aneh!" membatin Nanjar dalam hati. Saat
itu Cantrik Sari dengan membentak nyaring telah
menerjang kedua orang dihadapannya.
Terutama yang ditujunya adalah si Kebal Picak. Karena manusia itulah orang yang
pertama kali memperkosanya.
Serangan-serangan gencar yang
dilakukan gadis itu untuk merangsak lawan mendapat sambutan kedua orang itu yang
segera berkelit kesana
kemari. Berbeda dengan pertarungan tempo hari yang dengan mudah Cantrik Sari
dapat dirobohkan. Akan tetapi kali ini si dara merangsak hebat dengan
cengkeraman-cengkeraman yang berbahaya. Apalagi Cantrik Sari
menyimpan dendam sedalam lautan pada lawan-lawannya.
Sementara itu si Iblis Tongkat
Racun tak ikut ambil bagian untuk turut membantu bertarung. Justru disaat
pertarungan terjadi dia cepat berkelebat untuk angkat kaki...
Namun baru saja dia menyelinap
ke balik tikungan jalan disisi bukit, mendadak sesosok tubuh berkelebat
menghadang. "Tunggu, sobat Iblis Tongkat Racun!" Sekejap Nanjar telah berdiri menghalangi di
hadapannya. Melihat seorang laki-laki muda berambut
gondrong berbaju kumal menghalangi jalan di depannya, si Iblis Tongkat Racun
membentak di samping terkejut.
"Siapa kau!?"
"Ahaha ... sebut saja aku si DEWA LINGLUNG!" sahut Nanjar dengan menepuk-nepuk
tanah dengan ujung kakinya. Tingkahnya yang jumawa itu membuat si Iblis Tongkat
Racun jadi mendongkol. Apa lagi mendengar julukan yang disebutkan barusan baru
didengarnya. "Apa maumu menghadangku"!"
bentak lagi laki-laki setengah abad ini.
"Hm, apakah kau yang bergelar si Iblis Tongkat Racun?" bertanya Nanjar.
"Kalau benar apa yang kau
inginkan dariku?" tukasnya kasar.
"Hahaha ... aku ingin kau
serahkan dirimu untuk jadi tawananku.
Aku akan membawamu menghadap Raja
Kerajaan Giri Jaya untuk kau
mempertanggung jawabkan perbuatanmu.
Bukankah kau telah bersengkongkol dengan Adipati Gantra dan orang-orang hamba
kerajaan yang diam-diam menindas rakyat. Bahkan sudah kudengar
kejahatanmu termasuk kedua koncomu itu yang telah tidak sedikit membuat onar.
Terakhir aku mendengar kalian
membantai orang-orang perguruan Elang Suci, termasuk seorang pendeta!"
berkata Nanjar sambil menyengir.
"Kurang ajar! apa urusannya dengan kau?" membentak si Iblis Tongkat Racun. Namun
diam-diam dia terkejut. Seorang pemuda telah berani menghadangnya berarti tak
mungkin kalau pemuda ini tak berkepandaian tinggi!
SEPULUH Namun sebagai seorang yang sudah berkecimpung lama didunia Rimba Hijau
menghadapi seorang yang dapat
dikatakan masih bocah ingusan, dia tak dapat digertak begitu saja. Walaupun
pemuda itu mengetahui rahasia hubungannya dengan Adipati Gandra.
"Bocah keparat! siapakah gurumu"
Kau berani berkata begitu sombong didepan mataku?" membentak si Iblis Tongkat
Racun. "Walah...! kalau mau tahu siapa guruku, kakek buyut gurumu yang
menurunkan ilmu silat pada murid-muridnya dan terakhir adalah kau sendiri itulah
salah satu dari keroconya guruku!" sahut Nanjar seenak perutnya.
Merah padam seketika wajah si
Iblis Tongkat Racun. Betapa
menghinanya bocah kemarin sore itu padanya. Kemarahannya meluap sampai ke ubun-
ubun. Dengan membentak keras laki-laki ini telah gerakkan tongkatnya untuk
menusuk ke arah leher
Nanjar. Bukan itu saja sebelah
lengannya yang telah diisi dengan tenaga dalam membarengi menghantam batok
kepala pemuda kita. Akan tetapi dengan doyongkan
tubuh lalu jungkir balik bersalto, serangan maut itu luput. Bahkan kembali
pemuda dihadapannya itu cengar-cengir persis kera.
"Hehe.. haha.. nguk! nguk! jurus pukulan Mencolek Terasi macam itu dan jurus
Menusuk Tahu yang kau pergunakan sebaiknya kau gunakan bertarung dengan binimu
di rumah! Mengapa kau
pergunakan untuk menyerang aku"
haha..haha.." Nanjar tertawa bergelak-gelak. Tentu saja semakin gusar si Iblis
Tongkat Racun. Diujung
Tongkatnya itu terdapat sebuah lubang kecil yang jika alat yang terdapat
dekat gagangnya digunakan tentu akan mengeluarkan racun bila dia
menghendaki membinasakan lawan dengan cepat. Serangan barusan adalah menguji
sampai dimana tingkat ilmu kepandaian pemuda itu.
Mengetahui lawan benar-benar
memiliki ilmu kegesitan tubuh luar biasa. Iblis Tongkat Racun tak lagi main-main
untuk menganggap remeh lawannya walaupun usia pemuda itu separoh dari umurnya.
Segera dia menyerang dengan
jurus-jurus lainnya yang lebih hebat.
Tongkatnya berkelebat menyambar-
nyambar. Suaranya berdesis bagaikan ratusan ular. Yang terlihat adalah bayangan
hitam yang berkelebatan mengancam jiwa Nanjar. Bahkan sesekali ujung tongkatnya
menyemburkan uap racun.
Nanjar terkejut melihat peru-
bahan serangan lawan. Segera dia pasang inderanya dengan sungguh-sungguh. Salah-
salah jiwanya bisa melayang. Untuk itu Nanjar gunakan serangan-serangan balasan
dari jurus Ular, warisan si Raja Siluman Ular gurunya.
Terkejut si Iblis Tongkat Racun
melihat lawan mudanya mendadak rubah gerakan tubuhnya menjadi meliuk-liuk ular.
Bahkan sepasang tangannya
digunakan untuk mematuk kearah bagian-
bagian tubuhnya yang berbahaya. Untuk melindungi tubuhnya, si Iblis Tongkat
Racun segera putar tongkatnya
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedemikian rupa. Hingga menderu angin berbau amis yang membuat Nanjar harus
merenggangkan tubuh sambil menahan napas.
"Hahaha... mana kehebatanmu kunyuk kecil!?" tertawa Iblis Tongkat Racun
menggertak dengan mengumbar tawa. Kini ganti dia yang merangsak hebat menerjang
Nanjar. Hantaman-hantaman pukulan tenaga dalamnya digunakan bertubi-tubi dengan
jurus-jurus maut yang lebih berbahaya.
Sepuluh jurus berlalu sudah.
Namun sedikitpun Iblis Tongkat Racun tak mampu menyentuh sedikitpun kulit tubuh
Nanjar. Ketika dia tengah
berpikir keras untuk merobohkan lawan.
Mendadak Nanjar berteriak.
"Awas senjata rahasia!"
Dibarengi teriakan itu sebelah
lengan Nanjar bergerak mengibas.
Tersentak laki-laki tua ini. Darahnya tersirap karena hal itu terjadi disaat
posisi tubuhnya dalam keadaan tak menguntungkan. Secepat kilat dia buang tubuh
ke samping untuk bergulingan.
Akan tetapi justru Nanjar telah
mendahuluinya melompat ke arah itu.
Lengannya bergerak menghantam dengan pukulan yang berhawa dingin. Tersentak
kaget Iblis Tongkat Racun. Namun detik
itu dia telah gerakkan tongkatnya menusuk disertai memuncratnya cairan racun
tepat ke arah muka Nanjar.
Bila hal itu tak terhindari maka akan butalah mata Nanjar. Kalau saja Nanjar tak
cepat bertindak gesit menghindari diri tentu akan celakalah dia. Secepat kilat
Nanjar menekuk lehernya hingga seperti lenyap dikedua pundak. Itulah ilmu
warisan si Raja Siluman Biawak yang digunakan.
Lengannya yang menghantam tetap tak terhalang.
BUK! Hantaman keras itu mengenai
sasarannya. Terlemparlah tubuh si Iblis Tongkat Racun bergulingan.
Tongkatnya terlepas dari genggaman tangannya. Sementara Nanjar sehabis
menghantam, kembali berdiri kukuh dengan sepasang kaki tegak di tanah.
Menatap lawan yang menggelosor di tanah terbawa tenaga pukulan. Pukulan Nanjar
ternyata tak menggunakan
sepertiga bagianpun tenaga dalamnya.
Karena dia cuma berniat merobohkan lawan tanpa membunuh. Hal itulah yang
menyebabkan dengan cepat si Iblis Tongkat Racun dapat kembali melompat berdiri.
Akan tetapi wajahnya menyeringai kesakitan. Tubuhnya tergetar seperti diserang
demam. Ternyata hawa dingin telah menjalar di sekujur tubuh. Dan paru-parunya
seperti ditusuk-tusuk jarum.
"Hahaha... aku tak punya senjata rahasia apa-apa, sobat! Mengapa kau begitu
ketakutan sekali menghindarkan diri?" berkata Nanjar sambil tertawa.
Mendelik sepasang mata laki-laki tua ini.
"Setan keparat! kunyuk licik!
aku akan adu jiwa denganmu!" membentak dia. Sekejap dia telah mampu mengusir
hawa dingin dengan kekuatan tenaga dalam yang disalurkan dada. Dengan menggerung
keras laki-laki ini menerjang Nanjar... Akan tetapi pada saat itu sebuah bayangan berkelebat
disamping Nanjar. Tahu-tahu kejap berikutnya si Iblis Tongkat Racun menjerit
panjang dengan teriakan parau. Tubuhnya berdiri terhuyung-huyung. Sedangkan pada
dadanya tertancap tongkat racun miliknya sendiri.
Di dekat tubuh yang limbung itu
berdiri tegak seorang dara yang tak lain dari cantrik sari.
"Kk..ka...kau ...?" terengah-engah suara si Iblis Tongkat Racun.
Namun sesaat tubuhnya telah ambruk ke tanah. Nyawanya telah melayang. Apa yang
membuat Nanjar terlongong adalah dia melihat sesosok bayangan telah menyambar
tongkat si laki-laki tua itu yang tertancap di tanah. Dan
berkelebat memapaki tubuh lawan yang
tengah menerjang ke arahnya. Tak dapat dielakkan lagi amblaslah tongkat itu
memanggang dada si Iblis Tongkat Racun.
SEBELAS "Terima kasih atas bantuanmu membekuk si manusia ini, hingga aku dapat
membunuhnya!" berkata Cantrik Sari seraya melompat menghampiri Nanjar.
"Ah, sayang sekali kau telah membunuhnya. Aku cuma mau menangkapnya hidup-hidup
karena aku perlu keterangan darinya!" berkata Nanjar dengan garuk-garuk kepala.
"Keterangan apakah yang anda inginkan?" bertanya Cantrik Sari.
Diam-diam dia memperhatikan Nanjar dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Banyak keterangan yang kuperlukan! Eh, apakah kau telah membunuh pula kedua
kawan orang ini?"
"Marilah! kau bisa lihat
sendiri!" sahut Cantrik Sari dengan angkuh, lalu berkelebat mendahului Nanjar.
Mendelik sepasang mata Nanjar,
karena dihadapannya terlentang dua sosok tubuh si Kebal Picak dan si Kapak Setan
dalam keadaan sekarat. Apa yang membuat mata Nanjar membelalak
adalah karena kedua laki-laki itu sekarat karena masing-masing alat vitalnya
dalam keadaan hancur.
"Mengapa kau tak membunuhnya sekalian?" berkata Nanjar dengan wajah merah jengah
berpaling menatap si gadis. Terasa kasihan Nanjar melihat keduanya yang sekarat
meregang nyawa. "Biarlah dia merasakan sakitnya dengan kematian secara perlahan itu.
Kukira ganjaran itu sesuai untuk perbuatannya!" berkata ketus Cantrik Sari.
Sementara dikedua pelupuk mata gadis ini mengenang air mata.
"Mereka telah memperkosamu?"
tanya Nanjar yang segera menyadari, karena dia mendengar kata-kata si Kebal
Picak, ketika gadis ini
munculkan diri. Gadis ini tak
menjawab. Tapi membuang muka menahan isak.
Rasa sedih, mendongkol, malu dan lain sebagainya terkumpul menjadi satu di hati
Cantrik Sari, membuat dia tak mampu berkata-kata selain menahan isaknya yang
tersendat di kerongkongan. Dan detik itu juga dia telah
balikkan tubuh dan berlari menutupi mukanya dengan terisak-isak.
"Heeeii! nona! tunggu dulu!"
Nanjar berteriak seraya melompat mengejar. Akan tetapi gadis ini bahkan
mempercepat larinya berkelebatan
meninggalkan tempat di sisi bukit itu.
Nanjar tak mau biarkan dara itu hilang begitu saja dia perlu keterangan darinya
mengenai si manusia iblis pembunuh misterius. Siapa tahu gadis itu mempunyai
keterangan yang diperlukan. Dengan gunakan ilmu melompat
yang terkadang juga ilmu "terbang"
nya, Nanjar berkelebat menyusul si gadis.
Sebentar saja kedua orang itu
telah lenyap dari tempat yang sunyi itu, dimana satu nyawa telah melayang, dan
dua nyawa dalam keadaan sekarat yang sebentar lagi akan dijemput oleh
kematian..... "Mau apa kau mengejarku!?"
membentak Cantrik Sari. Sepasang matanya nyalang menatap Nanjar. Mata yang basah
berair yang mengalirkan air mata membasahi kedua pipinya.
"Walah, walah...! habislah sudah bedakmu terguyur air mata. Sayang, wajah yang
cantik kalau banyak menangis kulitnya cepat peot!" berkata Nanjar dengan menyengir.
"Peduli apa dengan kulit mukaku"
mau peot seperti kulit ular atau biawak bukan urusanmu!" Berkata ketus Cantrik
Sari. "Hahaha... aku cuma mau memberi penjelasan!" berkata Nanjar.
"Penjelasan mengenai apa?"
"Mengenai... mengenai kulit muka! Kulit biawak peot masih bisa laku dijual, akan
tetapi kulit muka yang peot?" sahut Nanjar yang ternyata tujuan kata-katanya
masih berkisar disitu.
"Kurang ajar! mengapa kau usil dengan urusan orang?" Mau menangis atau tertawa,
peot atau tidak! Laki-laki ceriwis!" Memaki Cantrik Sari tapi dalam hati dia
tertawa geli. Siapa gerangan pemuda gagah ini"
Apakah laki-laki dihadapannya juga laki-laki buaya yang pandai menggoda orang
tapi punya maksud jahat"
Pikirnya dalam benak. Namun tak
disangsikan lagi, diam-diam wajah dan perawakan Nanjar membuat dia merasa
simpati menaksirnya.
"Kau ini siapakah" Mau apa
sebenarnya?" bertanya Cantrik Sari seusai menghapus air matanya.
Merasa mendapat angin, Nanjar
tertawa, seraya membungkuk menjura.
"Haiiih, aku sampai lupa
memperkenalkan diri. Maafkan aku nona gagah yang cantik jelita!" ujarnya.
"Namaku... eh, namaku siapa ya?"
Nanjar pura-pura lupa dan berpikir sambil memijit-mijit keningnya. Sikap Nanjar
yang aneh itu membuat mau tak mau si gadis tersenyum lucu.
"Aneh! Linglung! masakan namamu sendiri kau lupa?" tak tahan dia untuk
berkata. "Ya...! tidak salah itulah namaku!" berjingkrak Nanjar setengah berteriak, membuat Cantrik Sari
terlongong heran. "Namamu Linglung?" tanyanya dengan membelalakkan mata.
"Betul! lengkapnya Dewa
Linglung! ya, ya Dewa Linglung!" ulang Nanjar. "He" tapi itu,... julukanku.
Namaku sendiri siapa ya?" berkata Nanjar tiba-tiba dengan menggoyang-goyangkan
tangannya. Dan setelah sejenak dia berpikir.
"Yah! sudahlah! aku tak mampu mengingatnya. Kau sebut sajalah aku si Dewa
Linglung!" ujar Nanjar sambil garuk-garuk kepala.
Tentu saja senyum si gadis
bernama Cantrik Sari itu semakin melebar.
"Pemuda aneh!" gumamnya. Lalu ujarnya. "Baiklah! kukira nama julukanmu itu sudah
cukup untuk mengenalmu! Katakanlah apa yang kau ingin korek keterangan dariku?"
Cantrik Sari segera teringat ketika pemuda ini menyesali dia membunuh si Iblis
Tongkat Racun. "Baiknya kau sebutkan dulu siapa namamu, nona" bukankah bisa lebih leluasa kita
bicara. Disamping itu kita bisa saling mengenal. Kukira kau tak keberatan
menceritakan pula riwayat hidupmu!" berkata Nanjar.
Sejurus Cantrik Sari tercenung.
Pandangan matanya mendelong menatap ke depan, dengan pandangan kosong.
Sementara air matanya kembali meleleh ke pipi. Melihat demikian Nanjar jadi
serba salah, dan garuk-garuk kepala tidak gatal.
"Aiiih, sudahlah nona, mengapa lagi-lagi kau menangis" Janganlah terlalu
memikirkan nasib. Bukankah kau telah membalaskan sakit hatimu"
berkata Nanjar membujuk.
"Aku...aku sudah terlalu banyak dosa, sobat! Ya, terlalu banyak! Entah dengan
apa aku akan menebus dosaku, Mungkin dengan kematian agaknya yang layak" berkata
Cantrik Sari dengan terisak-isak. Nanjar untuk sementara berdiam diri membiarkan
dara itu mengumbar kesedihannya. Diam-diam benaknya berpikir dosa apakah yang
telah dilakukan gadis ini sehingga dia merasa dosanya tak terampuni lagi"
Setelah reda kesedihannya,
Cantrik Sari tanpa diminta segera tuturkan riwayat hidupnya pada Nanjar yang
mendengarkan penuh perhatian.
DUA BELAS Terkejutnya Nanjar tak dapat
dikatakan lagi mendengar bahwa
pembunuhan sadis yang selama ini terjadi adalah akibat perbuatan
Cantrik Sari yang diperintah oleh gurunya yaitu si Siluman Gila Guling.
Sejenak Nanjar menatap dara itu dengan terpukau.
"Dasar dendam apakah gurumu hingga menyuruhmu melakukan perbuatan demikian
terhadap orang-orang
kerajaan?" tanya Nanjar. Walaupun sebenarnya dia telah ketahui dari ayahnya
tentang orang-orang kerajaan itu, namun dasar dendam hingga
dibunuhinya orang aparat kerajaan itu perlu diketahui.
"Aku kurang mengetahui tentang hal itu. Akan tetapi guruku adalah seorang laki-
laki tanpa daksa yang tak mempunyai lengan dan kaki!" menyahut Cantrik Sari.
"Ah..?" tersentak Nanjar.
Sejurus kembali dia tercenung. "Pantas korban-korban yang dibunuh Cantrik Sari
demikian sadis. Tentulah dendam kesumat orang yang menamakan dirinya si Siluman
Gila Guling itu amat dalam sedalam lautan." Nanjar menghela napas....
"Kini apa yang tengah kuselidiki telah menjadi terang. Apakah langkah
selanjutnya yang akan kau tempuh?"
bertanya Nanjar. "Entahlah! aku sendiri tak
mengetahui apa langkahku selanjutnya!
Karena aku tak mengenal siapa kedua orang tuaku. Memang aku telah
ditunjuki jalan untuk mencari tahu siapa adanya kedua orang tuaku oleh guruku,
yaitu mencari orang tua yang bernama Kebo Layung. Akan tetapi aku seperti tak
berhasrat lagi. Kedatanganku ke seputar wilayah Kota Raja untuk mencari orang itu hanya akan
menambah pedihnya hatiku
mengingat perbuatan-perbuatan yang telah kulakukan. Kukira....kukira jalan
sebaiknya bagiku adalah
kematian! Kau telah mengetahui akulah penjahat yang kau cari-cari, sobat Dewa
Linglung! Nah! tunggu apa lagi"
Kau bunuh sajalah aku! Dengan demikian aku terbebas dari kekalutan dan
kesedihan serta penyesalan yang
menggerogoti jiwaku!" Kata-kata Cantrik Sari tersendat. Dan dia telah bangkit
berdiri menatap Nanjar serta membusungkan dada menunggu keputusan Nanjar.
"Aiih! mengapa kau berkata
begitu" Orang-orang yang kau bunuh itu kudengar adalah abdi-abdi kerajaan yang
berhati busuk. Yang bekerja sama melakukan kejahatan dan perbuatan nista di
belakang punggung Raja.
Pantaslah kalau mereka mati. Juga kau melakukan itu atas dasar menjalankan
perintah gurumu. Kukira dosamu tak begitu besar!" ujar Nanjar.
Lalu sambungnya lagi. "Untuk masalah ini gurumulah yang bertanggung jawab.
Bahkan dia bertanggung jawab juga atas dosamu! Oleh sebab itu jangan kau
berputus asa. Jalan hidupmu masih panjang. Sebaiknya kau mencari orang yang
bernama Kebo Layung itu untuk mendapat tahu siapa kedua orang tuamu!" Nanjar
mengusulkan demikian karena khawatir si dara ini membunuh diri setelah dia
memberi keterangan panjang lebar.
Tercenung beberapa saat Cantrik
Sari. Tak lama terdengar dia menghela napas. Kesedihannya telah berkurang.
Dara itu kembali duduk di atas batu.
"Pendapatmu baik juga, sobat Dewa Linglung. Terima kasih atas nasehat-nasehat
yang kau berikan. Lalu apakah langkah yang akan kau lakukan?"
bertanya Cantrik Sari.
Tentu saja aku harus menemui
gurumu si Siluman Gila Guling alias Ki Bromo Rekso itu di lembah tanpa nama.
Namun sebelum kau berangkat mencari Kebo Layung..."berkata Nanjar seraya bangkit
mendekati. "Kukira kau tak keberatan bukan"
Kau cuma menunjukkan tempatnya saja, lalu kau boleh segera tinggalkan
pergi. Namun pesanku selama kau
mencari jejak orang yang bernama Kebo Layung itu sebaiknya kau melakukan
penyamaran!" Cantrik Sari manggut-manggut. Wajahnya tampak cerah secerah
matahari. Dia merasa baru keluar dari satu lembah yang menakutkan. Kata-kata
Nanjar ibarat cahaya yang menerangi hidupnya. Tak terasa air matanya berlinang.
Ditatapnya Nanjar dengan tertegun entah mengapa dia seperti enggan berpisah
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan pemuda aneh yang gagah namun berpandangan luas itu. Hatinya yang gersang
seperti mendapatkan tempat bernaung disaat didalam jiwanya terselip beribu
kekalutan! Nanjarpun menatap tajam. Tatapan mata yang seolah ingin melihat isi hati dara
ini apakah dapat mengerti kata-kata dan nasihatnya" Yang ditatap tertunduk
dengan wajah merona merah.
Entah mengapa dia merasa kulit mukanya menjadi panas. Darahnya tersirap dan
degup jantungnya berdebaran cepat.
"Tidak! tidak! kau terlalu jauh berpikir," Cantrik Sari. "Kau tak mungkin
mencintainya. Keadaanmu sudah lain, karena kau sudah tidak suci lagi.... Lagi
pula keadaanmu sendiri masih kalut. Persoalan belum tuntas.
Karena kau perlu mencari tahu siapa kedua orang tuamu sebenarnya...."
berkata Cantrik Sari dalam hati
kecilnya yang memperingati hasrat kewanitaannya, yang menggeliat
tergelitik apa yang bernama cinta....
"Kapan kau mengambil keputusan untuk berangkat?" bertanya Cantrik Sari memutus
lamunannya yang melantur.
"Sekarang!" sahut Nanjar.
Cantrik Sari mengangguk.
"Baiklah, mari kita berangkat!"
ujarnya. akan tetapi baru saja Cantrik Sari selesai berkata mendadak ....
"Hehehe.... hehe.... tak usah mengunjungi lembah itu bocah-bocah muda! karena
aku telah datang dan berada ditempat ini!"
Bukan main terkejutnya Nanjar
dan Cantrik Sari tak terkirakan karena seusai suara tertawa dan kata-kata
bernada parau itu, tampak terlihat angin menggebu bergulung-gulung di hadapan
mereka. Keduanya terperangah memandang tak berkedip. Terutama Nanjar yang merasa
keanehan ini baru dialami.
Mendadak angin lenyap sirna
bagai ditelan bumi. Dan samar-samar di depan mereka tampak bayangan hitam
sesosok tubuh manusia. Makin lama makin jelas. Dan kejap berikutnya segera
terlihat sesosok tubuh seorang kakek bertubuh gemuk mengenakan jubah warna
hitam. Berambut putih dengan kumis dan jenggot lebat.
Melihat siapa adanya orang ini,
Cantrik Sari mundur selangkah.
Sedangkan Nanjar ternganga dengan membelalak. Sosok tubuh laki- laki itu persis
seperti apa yang diceritakan si gadis, dan memang dia bertujuan untuk menjumpai
orang ini. Tak terasa dari bibirnya terluncur kata-kata kaget.
"Siluman Gila Guling...!?" be...
benarkah kau orangnya...?"
Terdengar suara parau berat.
Rahang kakek tanpa daksa itu bergerak-gerak.
"Benar! Tidak salah! akulah si Siluman Gila Guling alias ki Bromo Rekso!"
menyahut kakek ini. "Bagus! bagus...! anda sungguh berbaik hati orang tua! Aku si Dewa Linglung
memang mau menemui anda untuk menanyakan padamu apakah yang menjadi sebab anda
membunuhi orang-orang abdi kerajaan Giri Jaya" Kukira anda bisa menjelaskan!
Lalu mengapa anda sekejam itu menyuruh murid anda yang melakukan, tanpa anda
menyebutkan permasalahannya. Mengapa anda tak turun tangan sendiri?"
"Heheheh... pertanyaanmu bagus sekali bocah muda! Julukanmu lucu dan orangnya
pun juga gagah. Kau sepadan bila bersanding dengan muridku Cantrik Sari!"
berkata Siluman Gila Guling dengan tertawa mengekeh. Lalu
lanjutnya. "Kau menanyakan dendam apakah hingga aku membantai orang-
orang abdi Kerajaan Giri Jaya" Hm, dendamku bukanlah sembarang dendam.
Karena dalamnya lautan masih lebih dalam dendam kesumat yang mengeram dalam
dadaku ini, yang telah kusimpan selama belasan tahun! Kau lihatlah keadaan
anggota tubuhku ini. Aku telah orang tanpa daksa yang tak berguna.
Semua ini adalah akibat perbuatan manusia-manusia yang telah
kuperintahkan Cantrik Sari menghabisi nyawanya. Bahkan memperlakukan dengan
sadis seperti halnya mereka
memperlakukan aku. Bahkan lebih sadis lagi!" berkata Siluman Gila Guling.
Tertegun Nanjar dan Cantrik Sari mendengar kata-kata si kakek.
"Tahukah kau apa sebabnya aku menamakan diriku dengan julukan
Siluman Gila Guling" Heheheh... karena aku memang telah berbuat gila! Bahkan
lebih gila lagi dari para abdi
kerajaan yang telah mampus itu,
sebagai pembalasan dendamku. Tahukah kau apa tujuanku" Aku takkan puas sebelum
membunuh semua orang-orang Kerajaan Giri Jaya! Guling berarti aku akan
menggulingkan kerajaan Giri Jaya.
Menghancurkan! memusnahkan! agar ditanah Jawa ini tak akan pernah berdiri lagi
kerajaan yang bernama Giri Jaya!" Suara kata-kata Siluman Gila Guling menggembor
keras yang diucapkan dengan berapi-api. Betapa
begitu mendendamnya dia untuk
menumbangkan kekuasaan Kerajaan Giri Jaya tidaklah terkatakan!
Nanjar terperangah mendengar
kata-kata yang menggetarkan tanah itu.
Keringat dingin menetes kedahinya.
"Celaka!" kehancuran Kerajaan Giri Jaya harus dicegah. Manusia ini amat
membahayakan, karena dendam telah merubah dirinya menjadi hawa napsu yang tak
terkendali. Bahayanya akan menimpa pada rakyat jelata. Karena bukan mustahil
kalau tindakan selanjutnya yang akan diambil olehnya mengumbar hawa nafsu semaunya?"
berkata Nanjar dalam hati.
"Bolehkan, aku mengetahui
siapakah sebenarnya anda?" tanya Nanjar yang tetap berlaku tenang.
"Aku adalah orang yang paling berhak atas kerajaan Giri Jaya, karena akulah
orang yang paling banyak
berjasa ketika mendirikan kerajaan!"
"Aku adalah bekas seorang kepala komplotan Bajak Laut dimasa perebutan kekuasaan
merampas kerajaan kecil bernama Giri Langka, yang kemudian dirubah menjadi Giri
Jaya! Tidaklah mudah menumbangkan kekuasaan kerajaan Giri Langka kalau tidak
dengan kepandaian yang luar biasa. Akan
tetapi setelah berhasil merebut
kerajaan, dan berdiri megah kerajaan Giri Jaya, ternyata jerih payah
keringatku disia-siakan. Kawan-kawan seperjuanganku menganggap aku tak pantas
menjadi raja. Dianggapnya aku tak akan mampu menjadi seorang raja yang harus
memimpin rakyat. Padahal sebelumnya aku yang mereka andalkan untuk melakukan
perebutan kekuasaan itu!" berkata keras dan berapi-api si Siluman Gila Guling
lalu lanjutnya. "Lalu apa yang dilakukan rekan-rekanku" ternyata mereka tetap akan mengangkat
raja kerajaan Giri Langka untuk menjadi raja. Akan tetapi
dibawah pengaruh mereka. Aku tak
menyetujui usul itu. Aku bersikeras untuk membunuh saja raja Giri Langka.
Akhirnya mereka mengeroyokku.
Aku dapat mereka robohkan, akan tetapi aku tak dibunuh. Tapi aku telah
dipotong semua anggota tubuhku seperti kau lihat sekarang ini! Hingga jadilah
aku seorang tanpa daksa yang tak berguna! Sungguh menyakitkan sekali bukan"
mengapa mereka tak membunuhku saja sekalian" Kukira itu lebih baik.
Dapat kau bayangkan betapa penderitaan yang aku rasakan. Aku dibuang disatu
lembah yang tak pernah dikunjungi manusia. Nyaris binatang buas
menerkamku kalau aku tak beruntung bisa menyelamatkan diri.
Di goa tempat tinggalku selama
belasan tahun itulah aku menggembleng diriku dengan ilmu-ilmu gaib dengan
dendam kesumat yang suatu saat akan kubalaskan! Tahukah kau siapa yang
menemaniku selama ini?" Berkata demikian Siluman Gila Guling menatap pada
Cantrik Sari. "Muridku itulah yang menemaniku!
Dia berada bersamaku sejak dia berusia tujuh tahun!" kakek ini menjawab sendiri
pertanyaannya. Lalu dia
menatap tajam pada Cantrik Sari
"Cah ayu, Cantrik Sari muridku, mendekatlah kemari nak..!" berkata dia. Gadis
ini yang sejak tadi mendengarkan dengan berdebar-debar seperti ditarik besi sembrani telah maju
melangkah mendekati kakek itu.
"Bagus! kau memang seorang murid tiada duanya. Kau merawatku selama belasan
tahun menemaniku tinggal dalam goa. Sebagai imbalan aku telah
memberimu pelajaran ilmu silat, bahkan juga ilmu gaib! Walaupun tak seberapa
tinggi namun kenyataannya kau telah berhasil menjalankan tugas yang
kubebankan padamu!" kakek ini tersenyum menatap sang murid. Lalu sambungnya.
"Tahukah siapa yang telah
mengantarkan kau ke tempatku untuk menemani aku?" bertanya Ki Bromo Rekso.
Cantrik Sari menggeleng.
"Hehehe... heheh... kau tak dapat
mengingatnya, karena usiamu
masih terlalu kecil. Dialah yang
bernama. Kebo Layung! Dia adalah salah seorang anak buahku yang paling setia.
Dialah yang hampir setiap saat datang ke lembah untuk membawa makanan.
Sengaja dia tak pernah menampakkan diri padamu, karena aku yang melarang.
Dan tahukah kau anak siapakah kau"
Heheheh....kau adalah anak tumenggung Penjali yang telah kau bunuh itu! Kebo
Layung telah kuperintahkan untuk menculiknya dan membawanya ke lembah itu!
Satu lagi yang belum kuceritakan padamu yaitu orang yang bernama Kebo Layung itu
sebenarnya telah kubunuh, setelah aku berhasil menguasai ilmu-ilmu dan dia sudah
tak kuperlukan lagi. Hal itu sengaja kulakukan agar tak bocornya rahasia siapa
adanya kau dan menutup mulut Kebo Layung!"
Sampai disini Ki Bromo Rekso
alias Siluman Gila Guling menghentikah penuturannya. Dia menatap tajam pada
Cantrik Sari yang diam seperti arca.
Mulutnya ternganga, sepasang matanya membelalak lebar tak percaya apa yang
diucapkan kakek itu.
"Jadi... jadi aku... aku telah membunuh kedua orang tuaku sendiri?"
Tergetar kata-kata Cantrik Sari
mengucapkan kata-kata itu.
"Benar karena aku menginginkan demikian, agar kau membunuh Tumenggung Penjali.
Karena dialah manusia pertama
yang memutuskan sepasang lenganku!"
Kata-kata Siluman Gila Guling begitu tegas. Seketika pucatlah air muka Cantrik
Sari. Pandangan matanya
berkunang-kunang. Dengan menjerit histeris lengannya bergerak menghantam batok
kepalanya sendiri. Terkejut Nanjar melihat apa yang terjadi didepan mata. Tak sempat lagi dia
bertindak menolong sedikitpun, karena gadis itu telah roboh ke tanah dengan
batok kepala hancur berpuncratan darah dan otaknya.
Nanjar melompat kearah si
Siluman Gila Guling dengan membentak keras. Lengannya menghantam dengan pukulan
Inti Es. "Manusia iblis! perbuatanmu sungguh bukan perbuatan manusia!"
WHUUUK,..! BLLLAARRR! Terjadilah ledakan keras. Hawa
dingin mengembara ke sekitar tempat, Batang-batang pohon di depan Nanjar
berderak patah bertumbangan dan
bergumpalan dengan lapisan es.
Akan tetapi si Siluman Gila
Guling tak menampakkan bayangannya.
"Iblis keparat keji! keluarlah kau! tampakkan dirimu pengecut!"
teriakan Nanjar menggema berpantulan.
Suasana lengang mencekam. Tak ada tanda-tanda kemana berkelebatnya si Siluman
Gila Guling. Dalam ketegangan yang mencekam
itu tiba-tiba terdengar suara tertawa terkekeh-kekeh. Dan dihadapan Nanjar
kembali muncul bayangan tubuh kakek itu. Muncul dengan aneh, seolah datang dari
alam gaib. "Hehehe.. heheheh... bocah
hebat! kau takkan mampu membunuhku saat ini, karena aku akan tetap
mewujudkan cita-citaku! Kau bocah hebat yang kuberikan kesempatan padamu untuk
kau memperdalam ilmu kedigja-yaanmu. Kelak aku akan menguji
kekuatanmu. Saat ini kau bukanlah apa-apa bocah linglung!" Selesai berkata, si
kakek Siluman Gila Guling tertawa terkekeh-kekeh. Dan sekejap tubuhnya kembali
lenyap sirna tak berbekas.
Nanjar tertegun menatap tak
bergeming. "Manusia atau hantukah dia?" pikir Nanjar. Mulutnya ternganga.
Sementara telinganya mendengar suara angin bergemuruh. Dibarengi suara angin
yang mengguruh yang menerbangkan dedaunan itu lapat-lapat terdengar suara tertawa si Siluman Gila
Guling yang semakin menjauh....
dan semakin jauh. Akhirnya deru
anginpun lenyap. Suara tertawa itupun tak kedengaran lagi.
Lama Nanjar terpaku memandang.
Lama dia berdiri bagai arca. Namun kemudian dia tersadar. Matahari sudah
menggelincir ketika pemuda itu
perlahan-lahan beranjak meninggalkan tempat itu. Meninggalkan timbunan tanah
yang telah digalinya untuk mengubur jenazah Cantrik Sari...
T A M A T Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Pendekar Aneh Naga Langit 3 Bara Naga Karya Yin Yong Anak Berandalan 5
SATU MUNCULNYA MANUSIA IBLIS yang
menimbulkan tragedi berdarah disekitar wilayah utara kerajaan GIRIJAYA sebuah
kerajaan yang cukup besar pengaruhnya di pesisir pantai utara Pulau Jawa membuat
resah Adipati GANTRA. Sebagai orang yang dikuasai untuk membina kesejahteraan
diwilayahnya, Adipati Gantra merasa bertanggung jawab atas kejadian itu. Bukan
mustahil suatu ketika diri dan keluarganya lah yang akan menjadi korban.
Selama tiga pekan belakangan ini telah terjadi tiga peristiwa yang mengejutkan.
Tiga peristiwa yang meminta korban jiwa. Yaitu terbunuhnya Tumenggung Penjali
beserta keluarganya yang dibantai habis seluruh keluarganya, termasuk istri dan
anaknya juga para pembantu. Belum lagi korban para prajurit yang sedikitnya ada
belasan orang. Kematian mereka secara aneh.
Karena menurut saksi mata dari salah seorang korban yang masih hidup, si
pembunuh itu hampir sukar sekali dilihat sosok tubuhnya. Karena
berkelebat begitu cepat bagaikan bayangan hantu.
Kejadian terjadi dimalam hari
dikala para prajurit Tumenggung tengah beristirahat sambil berjaga. Ketika tahu-
tahu bayangan putih berkelebat
keluar dari dalam pendopo setelah beberapa saat sebelumnya terdengar suara
jeritan dari kamar Tumenggung PENJALI.
Para pengawal cepat bertindak
mengejar dengan senjata-senjata ter-hunus. Akan tetapi bayangan itu tahu-tahu
lenyap. Dan muncul dibelakang mereka. Selanjutnya yang terdengar adalah suara
jerit para pengawal yang roboh tersungkur dengan berlumuran darah. Dari salah
seorang pengawal yang masih hidup itulah didapat keterangan, yang didapati dalam
keadaan luka hampir mati oleh seorang utusan dari Kedipatian dipagi harinya.
Tumenggung PENJALI beserta anak
dan istrinya mati terbunuh. Setelah memaparkan apa yang dilihatnya, si prajurit
itupun tewas tak tertolong jiwanya
Kejadian kedua adalah terbunuh-
nya seorang bangsawan, yang juga bekas abdi kerajaan, bernama Wongso Kumitir.
Laki-laki itu tak mempunyai anak, kecuali belasan pembantu. Kedapatan mati
terbunuh dengan isi perut
terburai diatas tempat tidur. Sedang istrinya tewas dalam keadaan tergantung
ditiang penglari. Kejadian ketiga, pembunuhan
ketiga terjadi pada seorang carik desa yang merangkap sebagai guru silat, berada
di wilayah perbatasan sebelah
timur. Carik desa itu tewas dalam keadaan mengerikan. Kedua tangan dan kedua
kakinya putus, isi perutnya juga terbuai keluar. Tubuh laki-laki
berusia setengah abad itu digantung ditiang depan gedung tempat
tinggalnya. Tak seorangpun dari para murid
dan anak buahnya mengetahui. Karena kejadian itu mungkin dilakukan dimalam hari.
Semua anak buah dan para
muridnya malam itu tertidur pulas seperti kena pengaruh ilmu sihir.
Ketika menjelang pagi, mereka ter-peranjat mengetahui darah berceceran dari
kamar keluar ruangan. Dan
dijumpai mayat carik desa bernama Loh Jento tergantung ditiang depan gedung
dengan keadaan kaki dan tangannya putus, serta isi perut yang memburai
mengerikan. Hal kejadian itulah yang membuat Adipati Gantra tak tenang hatinya.
Laki-laki berusia tiga puluh lima tahun ini mondar-mandir diruangan pendopo.
Jari-jari tangannya menarik-narik jenggotnya yang lebat dan
meremasnya dengan perasaan tak
menentu. "Apakah yang harus aku lakukan?"
berdesis suara laki-laki ini.
"Kejadian ini tak boleh dibiarkan.
Sebelum aku mengirim laporan kepada Raja sebaiknya kuselidiki dahulu siapa
gerangan manusia iblis yang telah berbuat keji itu!" berkata Adipati dalam hati.
Sementara otaknya bekerja keras untuk menyingkap tabir
pembunuhan itu yang di duga pasti ada penyebabnya.
"Loh Jento adalah seorang yang berkepandaian tinggi. Tapi dia bisa tewas dalam
keadaan demikian mengerikan tanpa seorang prajuritpun mengetahuinya sungguh kejadian aneh!
Bukan mustahil si pembunuh itu seorang tokoh yang luar biasa tinggi ilmunya,
disamping menguasai ilmu Aji
PENYIEREP..!" Entah siapa gerangan manusia sadis itu!?" bergumam Adipati Gantra
dengan memijit-mijit keningnya.
Sementara keringat dingin telah turun merembes didahi laki-laki itu yang telah
banyak berkerut. Setelah merenung agak lama,
Adipati Gantra bangun dari duduknya yang dalam keadaan gelisah. Lalu beranjak
masuk ke dalam ruangan. Dua orang penjaga sejak tadi cuma
memperhatikan tingkah laku junjungannya yang seperti amat gelisah sebentar
berdiri sebentar duduk, tanpa berkata-kata. Melihat junjungannya masuk ke ruang
dalam dua penjaga ini saling mendekati.
"Gusti Adipati sepertinya sedang kacau pikirannya!" bisik penjaga yang satu.
"Benar! kukira peristiwa-
peristiwa yang terjadi belakangan ini yang tengah dipikirkan..."
"Apa pendapatmu dengan pembunuhan yang telah meminta korban jiwa sangat
mengerikan itu?" bertanya kawannya.
"Kukira itu bukan perbuatan manusia!" sahut sang kawan yang bertubuh pendek.
"Ngaco! jadi perbuatan siapa"
perbuatan setan"! Mana mungkin setan membunuh seperti itu! bahkan bisa
menggantung orang yang dibunuhnya sedemikian rupa!"
"Maksudku... bukan perbuatan manusia yang wajar! Tentu saja
manusia, tapi manusia yang telah kemasukan roh iblis! hingga dia bisa melakukan
pembunuhan yang begitu keji!" si pendek cepat-cepat menjawab.
"Ya, ya... pendapatmu bisa masuk akal...!" sang kawan manggut-manggut
membenarkan. "Tetapi maksudku, apakah pemb..
b.." pengawal ini tak meneruskan kata-katanya ketika terdengar langkah kaki di
belakang mendekati. Belum sempat dia menoleh, bahunya telah ditepuk orang. Dan
terdengar suara ditelinganya. "Maksudmu apakah si pembunuh itu punya dasar dendam pada para korbannya hingga
dia melakukan pembunuhan-pembunuhan keji itu" bukankah begitu
maksudmu?" "Beb .. Benar! Hah" siapakah no., nona" dari mana kau masuk?"
tergagap pengawal yang bernama Prono ini ketika melihat tahu-tahu di
hadapannya, telah berdiri seorang wanita cantik yang masih muda
berpakaian sehelai kain warna hijau yang cuma menutupi tubuhnya dari betis
sampai ke dada. Begitu juga mata si pengawal pendek. Sepasang matanya membelalak
tak berkedip menatap
manusia dihadapannya, yang tahu-tahu muncul tanpa diketahui dari mana munculnya.
"Hihihi... sejak tadi aku di ruangan ini!" menjawab wanita itu dengan tertawa
menampakkan lesung pipit dikedua belah pipinya.
"Ha" aneh" mengapa aku tak
melihatnya" Siapakah kau" Dan. a...
ada urusan apa memasuki gedung pendopo kedipatian" Siapa yang memberimu izin
masuk kemari?" bertanya Prono dengan terheran. Sementara dalam hati sungguh mati
dia tak mempercayai kata-kata si wanita itu. Rasanya mustahil, karena tahu-tahu
wanita itu muncul secara mendadak dari arah belakang sesaat setelah Adipati
Gantra masuk ke ruangan dalam di mana saat itu dia baru bercakap-cakap dengan si pendek.
Mendadak sepasang mata wanita
yang tadinya jeli itu telah berubah
menjadi nyalang menyeramkan bagai mata serigala. Senyumnya lenyap dalam sekejap
mata. "Hm, akulah si PEMBUNUH yang tengah kau percakapkan barusan! Kalian tak perlu
mengetahui siapa aku. Akan tetapi yang perlu kau ketahui adalah, hari ini aku
akan mengambil nyawa adipatimu, termasuk nyawa kalian berdua para pengawal
bodoh!" Selesai berkata mendadak lengan
wanita itu bergerak cepat sekali. Dan tahu-tahu kedua tubuh pengawal itu berdiri
dengan tubuh kaku dan mata mendelik. Namun dari lehernya telah mengalir darah
hitam kental yang memancur ke dada. Sebuah lubang
sebesar jari-jari tangan terlihat di bagian tenggorokan kedua orang
pengawal itu. Tak bisa dipungkiri lagi kedua pengawal yang bernasib naas itu
telah tewas seketika dalam keadaan berdiri.
DUA NANJAR yang sedang dalam
perjalanan memasuki batas Kota Raja terkejut ketika melihat beberapa orang
penduduk berlarian dengan berteriak-teriak.
"Kanjeng Adipati tewas dibunuh penjahat!" "Kanjeng Adipati tewas mengerikan
sekali dibunuh manusia
iblis!" Desa yang cukup ramai itu serentak menjadi gaduh dengan
seketika. Beberapa orang yang sedang duduk-duduk di warung makanan
berlompatan memburu tiga orang laki-laki yang membawa berita itu.
Sementara Nanjar terpaku berdiri di sisi jalan tak bergeming.
"Dari mana kalian tahu hal itu?"
"Apa beritamu benar?"
"Hei!" katakan! apakah kalian melihat dengan mata kepala sendiri?"
Pertanyaan-pertanyaan dilontarkan bertubi-tubi kepada tiga penduduk desa yang
berdiri terengah-engah dengan wajah pucat bagai mayat.
"Kami lihat di halaman gedung Kedipatian banyak para prajurit
berkerumun. Kami penasaran ingin tahu.
Ketika kami melihat kesana, ternyata
... ah, sungguh mengerikan! Hiii...
Kanjeng Adipati mati tergantung di tiang pendopo. Keadaan mayatnya
sungguh mengerikan se.. sekali..."
Salah seorang memberi penjelasan dengan tersengal-sengal.
"Benar! kami melihat sendiri!
Kami lalu cepat-cepat berlari kemari untuk memberitahukan berita ini!"
tegaskan pula kawannya. Pucatlah seketika wajah sekelompok laki-laki yang
merubung ketiga laki-laki pembawa berita itu.
"Ha!" ini tentu perbuatan
manusia iblis itu!"
"Benar! aku yakin ini perbuatan manusia iblis yang telah membunuh Tumenggung
Penjali dan Carik desa diperbatasan timur!"
Sebentar saja ketiga laki-laki
itu telah dikerumuni penduduk yang memadati tempat itu. Namun tak lama mereka
bubar untuk kembali pulang ke masing-masing rumahnya. Mereka
khawatir manusia iblis yang ditakuti itu menyatroni rumahnya dan mengganggu
keluarga mereka. Ginanjar yang berada diantara
kerumunan orang itu tersentak kaget.
Dia termangu-mangu sambil berpikir.
"Manusia iblis" Yang telah membunuh beberapa orang penting di wilayah ini"
Haiih! lagi-lagi aku harus menjumpai kerusuhan. Padahal kedatanganku kemari
untuk menyelidiki asal-usulku, disamping mencari tahu siapa dan dimana kedua
orang tuaku..."
Nanjar yang tengah terlongong
itu seperti bingung mengambil
keputusan. Apakah dia tak ambil peduli dengan kejadian itu, ataukah dia pergi ke
gedung Kedipatian untuk melihat mayat sang Adipati" Ketika tengah berpikir,
demikian tiba-tiba Nanjar tersentak kaget dan merasa aneh.
Karena disaat para penduduk
gaduh berlarian kesana-kemari, justru ada seorang laki-laki tua yang
berpakaian lusuh penuh tambalan
berteriak-teriak sambil tertawa-tawa.
Bahkan orang ini berjingkrakan sambil menari-nari.
"Hahaha... hehe... hahaha..
syukur! syukur! Biar adipati keparat itu mampus! Biarkan para cecunguk-cecunguk
rakus itu mampus dilumat si manusia iblis! Hahaha... hehehe...
kalau tidak punya dosa masakan dibunuh si manusia iblis" Kalau tidak punya dosa
masakan dicincang sampai
mengerikan" Hahaha... hahaha...!"
Tentu saja kata-kata serta sikap laki-laki tua berbaju lusuh itu
membuat Nanjar jadi bengong
terlongong. "Siapa kakek tua ini" apakah dia gila?" guman Nanjar dengan alis dikerutkan.
Sementara si orang tua itu terus berteriak-teriak sambil tertawa-tawa.
Ditangannya menggenggam sebuah buli-buli berisi minuman arak yang sebentar-
sebentar ditenggaknya.
Sedangkan mulutnya tak hentinya
berceloteh. Saat itu serombongan laki-laki
yang masih berada ditempat itu telah berlompatan mendekati si kakek tua kumal
yang ngoceh tak karuan itu.
"Hei! tua bangka pemabukan! Apa katamu barusan" Kau malah menyumpahi kematian
Kanjeng Adipati! Jangan-jangan kau bersekongkol dengan
pembunuh terkutuk itu!" Bentak salah seorang laki-laki dari rombongan pemuda-
pemuda itu justru membuat tertawa si kakek kumal berbaju
tambalan ini semakin mengakak geli hingga terpingkal-pingkal.
"Hehehe... hahaha... kalian tahu apa bocah-bocah bau bawang mentah"
Orang-orang yang diberi kekuasaan oleh kerajaan itu banyak dosa, makanya mampus
dicincang si manusia iblis!
Kalian tukang-tukang penagih pajak liar berlidah busuk! Hehehe... lidah kalian
berulat. Juga hati kalian!
Kalian tak tahu dikala kalian masih bocah banyak peristiwa yang tidak enak! Ya,
ya... banyak yang tidak enaknya, kecuali arak inilah yang enak! hahaha...
hehehe..." Si kakek kumal mirip orang
suiting itu mengoceh, dan kembali menenggak araknya hingga sampai
berpuncratan membasahi bajunya.
Mendengar kata-kata si kakek sinting itu seketika wajah laki-laki yang rata-rata
masih berusia muda dan bertambang sangar-sangar itu seketika berubah merah
padam. "Sialan! kau menghina kami, tua bangka!" membentak kasar seorang laki-laki yang
brewok. Lengannya bergerak mencengkeram
kedada si kakek. Akan tetapi seperti secara kebetulan saja tubuh si laki-
laki tua kumal itu seperti terhuyung ke belakang mau jatuh. Tentu saja
cengkeraman laki-laki brewok itu lolos.
Melihat cengkeramannya luput, si brewok ini naik pitam. Dia tak
membuang tempo lagi untuk bertindak mengumbar emosinya. Lengannya mengayun ke
arah dada si kakek. Tinjunya yang besar itu meluncur kearah dada si kakek tua
yang tulang iganya bertonjolan. Dapat dibayangkan kalau tinju yang besar dan kuat itu jika diadu
dengan tulang tipis si kakek tua apa jadinya.
Akan tetapi saat itu sikakek
terbatuk-batuk. Agaknya arak yang ditenggaknya terselak ditenggorokan.
Didetik yang gawat itu justru kembali tubuh si kakek setengah sinting itu
terhuyung ke samping. Hal mana
ternyata telah membuat jotosan si brewok kembali luput!
Nanjar yang memperhatikan semua
kejadian itu di depan mata, tak terasa memuji. "Haiih! jurus mengelak yang
hebat! Seperti jurus Tarian Bidadari Mabuk Kepayangnya Roro Centil!"
Melihat serangan yang kedua
kalinya mengalami kegagalan, semakin merah padam muka si brewok. Akan tetapi
kali ini kedua kawannya telah siap membantu.
"He! biar kubantu menghajar
kakek dan ini, Jabrig!" teriak salah seorang dari dua pemuda itu. Dan dua
bayangan berkelebat menerjang dari kiri dan kanan. Lagi-lagi Nanjar berseru
kagum, karena dengan tubuh terhuyung-huyung si orang tua sinting itu berhasil
lolos dari dua sambaran pukulan kedua pemuda itu.
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara itu si brewok telah
mencabut goloknya yang terselip dipinggang. "Mundur kalian! Biar kuhabisi saja nyawa kakek sinting pemabukan ini" berkata
demikian si brewok melompat kearah si kakek. Goloknya menabas kearah pinggang,
sementara di sebelah lengannya tergenggam tiga buah senjata rahasia. Serangan
itu lolos. Tubuh si kakek meliuk kebelakang seperti terjengkang. Dan loloslah serangan maut
barusan. Akan tetapi hal seperti ini sudah diduga oleh si brewok. Saat itu
sebelah lengannya secepat kilat melontarkan tiga buah paku yang terjepit
diantara jari-jari tangannya.
Dapat dibayangkan sudah kalau
kali ini si Kakek takkan mampu
mengelak. Namun didetik itu juga si kakek seperti terbatuk dan semburkan arah di
mulutnya. "Frrruuh!"
Menjerit seketika si brewok.
Tubuhnya terjungkal roboh. Dua orang
kawannya tersentak kaget melihat si brewok berkelojotan seperti ayam disembelih.
Ketika sesaat kemudian tubuh laki-laki garang itu berhenti tak berkutik. Dua
pemuda itu memburu. Ketika memeriksanya, terlihat tiga buah paku senjata rahasia milik si brewok itu
telah menancap di leher, kening dan dadanya.
"Orang tua keparat! kubunuh kau!" membentak salah seorang seraya berbalik dengan
mencabut senjatanya.
Betapa gusarnya dia melihat kematian si brewok. Akan tetapi mulutnya
ternganga dengan, sepasang mata
mendelong. Karena tubuh si kakek sinting itu telah lenyap entah
kemana.... TIGA Tubuh Nanjar berkelebat mengejar kearah berkelebatnya tubuh si kakek sinting.
Gerakan melompat si kakek itu sungguh mengagumkan. Tubuhnya membuat tiga kali
letikan di udara hingga beberapa kejap saja dia, telah melewati puncak-puncak
pohon dan lenyap dibalik hutan.
Tentu saja Nanjar tak kalah
sebat untuk mengejar. Tubuhnya melompat ke udara setinggi enam tombak.
Sepasang kakinya menjejak dahan pohon.
Dan melesatlah tubuhnya bagaikan anak
panah lepas dari busur ke arah
berkelebatnya sosok tubuh tua renta itu,
Dengan ringan bagaikan seekor
bangau yang hinggap di tanah, Nanjar mendarat di balik hutan itu. Sepasang
matanya menatap ke beberapa arah untuk mencari dimana gerangan orang yang
dikejarnya. Akan tetapi terheran dia, karena jejak si kakek sinting itu lenyap
tak berbekas "Aneh!" begitu cepatnya dia lenyap. Padahal barusan saja kulihat dia melompat ke
sini...,!" membatin Nanjar. Sementara Nanjar celingak-celinguk ke beberapa arah
yang juga tak dapat diketahui di
mana sembunyinya si kakek, Nanjar diam-diam berfikir. "Kakek itu berilmu tinggi!
Entah siapa gerangan dia adanya. Aku perlu mengorek keterangan dari dia,
mengenai si manusia iblis! Kuyakin dia tidak gila!"
Sementara itu Nanjar diam-diam
juga mengagumi kepandaian si kakek yang tadi melompat dengan menggunakan buli-
bulinya sebagai injakan kakinya untuk membuat letikan dua kali
diudara. Buli-buli itu terikat oleh seutas tali, dimana ketika si kakek
melepaskan buli-bulinya seraya menotol dengan ujung kakinya. Disaat itu
tubuhnyapun melesat lagi dengan
kekuatan tenaga totokan tersebut.
Selanjutnya dia telah menangkap lagi buli-bulinya, dan mengulangnya seperti
tadi, hingga dalam beberapa kejap dia telah lenyap dibalik hutan.
Gerakan demikian kalau bukan
dilakukan oleh seorang yang telah mencapai tingkat ilmu meringankan tubuh yang
telah sempurna sukar
dilakukan oleh orang biasa, baik yang telah mendalami ilmu silat sekalipun.
Sementara Nanjar mengagumi orang lain dia sendiri dikagumi pula oleh orang.
Siapa lagi kalau bukan si kakek sinting itu. Sejak tadi si kakek sinting itu
ongkang-ongkang kaki, duduk didahan pohon. Akan tetapi Nanjar tak melihatnya.
Tentu saja, karena si kakek kumal itu berada di atas Najar, tanpa bergeming
sedikitpun. Si kakek sinting itu tiba-tiba
tersenyum menyeringai. Entah ada hal apa yang membuatnya lucu. Ketika pelahan-
lahan dia membuka tali
celananya. Dan..... Serrrrr....! Terkejut Nanjar bukan kepalang
ketika tahu-tahu pundaknya basah terkena guyuran air. "He" Air memancur dari
atas" Aneh!" Baru dia menggumam, seraya menggeser berdirinya, terdengar suara
tertawa terkekeh-kekeh. Terkejut Nanjar seraya mendongak ke atas pohon.
Mendelik mata Nanjar melihat si
kakek sinting yang dicarinya berada di puncak pohon. Duduk di dahan dengan
celana terbuka yang mengucurkan air bagai pancuran kecil.
"Hah!" Sialan! aku dikencingi setan tua itu!" memaki Nanjar. Dan serta merta dia
telah mengendus bau pesing yang membuat dia kaget setengah mati.
"Hei! setan tua gila! turunlah kau!" teriak Nanjar. Betapa mendongkolnya tak
dapat dibayangkan Nanjar mengetahui tubuhnya kena
diguyur air kencing si kakek kumal itu.
Akan tetapi diam-diam dia
terkejut, karena tak mengetahui kalau orang yang dicarinya berada diatas pohon.
"Hehehe... hahaha... lucu! lucu!
ada monyet kecil mandi air kencing!
Hahaha... hehehe... hehehe.."
tertawa terpingkal-pingkal si kakek hingga dahan pohon itu berguncangan.
Merah dan panaslah rasanya wajah Nanjar.
"Sialan kau setan tua! kalau kau tak mau turun biarlah aku yang akan menarik
kakimu agar kau turun!"
Selesai berkata tubuh Nanjar membuat lompatan dengan jejakkan kakinya ke tanah.
Tubuhnya meluncur ke atas. Dan
selanjutnya Nanjar melompat-lompat dengan gerakan cepat sekali, bagaikan kera
yang memanjat pohon.
Tentu saja hal demikian membuat
si kakek terkejut karena dia belum lagi sempat membenarkan tali,
celananya, sedangkan tahu-tahu Nanjar telah julurkan tangan untuk membetot
kakinya. Akan tetapi kakek ini tak kalah gesit. Tubuhnya telah melompat pindah
ke lain dahan sebelum lengan Nanjar berhasil menangkap pergelangan kakinya.
"Setan tua! aku takkan melepas-kanmu sebelum aku balas mengencingi kau!" teriak
Nanjar. Tubuhnya telah berkelebatan melompat untuk mengejar,
"Hehehehe.... ayo kejarlah aku monyet kecil!" teriak si kakek dengan tertawa
terkekeh-kekeh. Tubuhnya berkelebat cepat sekali melompat dari puncak pohon ke
puncak pohon. Akan tetapi Nanjar selalu berada di
belakangnya yang juga melompat dengan gerakan cepat mengejar si kakek.
Terjadilah kejar-kejaran di puncak-puncak pohon itu. Sepintas dari jauh
sepertinya dua kera saja yang saling berkejar-kejaran menimbulkan suara
berkerosakan. *** Kita tinggalkan dulu keadaan
Nanjar yang mengejar si kakek sinting, yang telah mengencingi tubuhnya. Dua-
duanya boleh dikatakan manusia-manusia yang juga sinting. Karena Nanjar mana mau
berhenti mengejar kalau belum membalas mengencingi si orang tua misterius yang
berkepandaian tinggi itu.
Sementara keadaan di
wilayah Kota Raja kerajaan Giri Jaya dilanda kekisruhan dengan ulah si pembunuh keji
yang terakhir telah merenggut nyawa Adipata Gantra itu, kita beralih ke lain
tempat. Di sebuah ngarai terjal yang
diapit oleh dua buah bukit diantara deretan perbukitan dipegunungan Dieng,
tampak suatu pemandangan aneh terlihat di udara. Sekelompok burung elang yang
terbang memutari lembah itu, tiba-tiba perdengarkan suara memekik terkejut.
Kelompok burung elang itu terbang membuyar. Apakah gerangan yang
terjadi" Kiranya segelombang angin yang berputar keras telah mengganggu kelompok
burung elang itu yang muncul dari dasar lembah. Pusaran angin yang hebat itu
agaknya tak mampu membuat kawanan burung elang untuk menghindari diri dari
bahaya. Dalam beberapa kejap saja tubuh
mereka terbawa pusaran angin dahsyat itu dan telah menghisapnya masuk ke
celah dua bukit tersebut. Seperti ditelan bumi saja layaknya belasan kawanan
burung elang itu lenyap...
Ternyata angin puting-beliung itu berasal dari mulut sebuah goa yang berada di
dinding tebing di dasar lembah. Sekejapan saja elang-elang itu telah lenyap
meluncur masuk kedalam mulut goa itu.
Sukar untuk dipercaya karena
dalam goa itu duduk di atas batu seorang kakek yang memejamkan matanya.
Kakek ini memakai jubah hitam yang membungkus seluruh tubuhnya. Dan ternyata
belasan ekor burung elang itu telah berada dihadapannya dalam
keadaan lemas tak berdaya.
Gelombang angin dahsyat itu
telah lenyap sirna. Kakek tua renta yang berperawakan gemuk berambut putih yang
bergelung diatas kepala itu tampak membuka sepasang matanya.
EMPAT Hehehe... bagus! aku telah
berhasil menguasai ilmu tenaga dalam gaib dengan mempergunakan ilmu batin.
Ilmu ini kunamakan ilmu ANGIN DEWA PRAHARA! Dua belas tahun aku mendekam di goa
ini akhirnya aku berhasil menguasai ilmu-ilmu gaib yang dapat kupergunakan kelak
untuk menghancurkan kerajaan Giri Jaya! Tak akan puas hatiku sebelum aku turun tangan
sendiri membunuh manusia-manusia binatang yang telah membuat aku
menderita tanpa daksa!" menggumam si kakek. Kelihatannya kakek ini berwajah
ramah, namun dihatinya tersimpan dendam yang luar biasa yang selama ini tetap
berkobar di dadanya.
Dia menetap ke arah belasan ekor burung elang yang dalam keadaan lemas tak
berdaya dihadapannya. Tampak bibirnya berkomat-kamit seperti mem-baca mantera-
mantera. Sementara sepasang matanya tetap menatap tak berkedip pada binatang-binatang itu.
Tiba-tiba terjadilah keanehan. Ketika si kakek membuka mulutnya belasan ekor
elang itu berkelojotan sekarat ketika hawa panas keluar dari rongga mulut kakek.
Dalam beberapa kejap saja bulu-bulu burung elang itu rontok-rontok hangus!
Hawa panas itu lenyap ketika si
kakek mengatupkan bibirnya. Namun tak lama itupun angin halus menerpa bulu-bulu
itu hingga bertaburan lenyap, ketika si kakek monyongkan sedikit bibirnya untuk
meniup. Tak lama dia telah ngangakan
lagi mulutnya. Dan hawa panas kembali menerpa ke tubuh-tubuh belasan elang yang
sudah bersih terkuliti bulu-bulunya. Beberapa saat kira-kira
sepemanggangan, maka terciumlah bau wangi sedapnya panggang daging burung.
Barulah si kakek katupkan lagi
mulutnya. Bibirnya tersenyum menyeringai.
"Hahaha... perutku lapar !
Sebelas ekor panggang burung elang ini cukup untuk menangsal perutku sambil
menunggu kedatangan si Cantrik..."
Kelihatannya memang aneh, karena kakek ini makan tanpa mempergunakan tangan.
Tentu saja, karena sepasang lengannya kutung sebatas pangkal lengan. Entah
bagaimana seekor panggang burung seperti terhisap melompat ke arahnya, dan dengan sigap sepasang
lengan buntung itu menangkapnya. Dengan mempergunakan lengannya yang buntung itulah dia menyantap
makanan enak itu. Siapakah gerangan kakek aneh
yang bukan saja sepasang lengannya buntung, akan tetapi juga sepasang kakinyapun
buntung sebatas paha.
Siapakah gerangan kakek aneh
yang berilmu batin tinggi serta memiliki kekuatan tenaga gaib yang amat luar biasa itu" Segera anda akan
mengetahui, karena pada saat tiga ekor burung elang masuk ke perut kakek ini,
tiba-tiba kakek ini mengendengus.
Wajahnya berubah tak sedap dipandang.
Dan... "Frruuuh! dia telah
menyemburkan sisa kunyahan daging di
mulutnya. Matanya menatap ke arah mulut
goa. Bibirnya bergerak mengeluarkan suara desisan.
"Heh! agaknya hari ini aku akan kedatangan tetamu-tetamu..! siapa gerangan
mereka" Hm, sejak selama dua belas tahun tempat ini tak pernah dijamah manusia.
Tapi hari ini ada empat manusia berdatangan ke tempatku!
Ya, empat orang! Apakah di antaranya ada si Cantrik anak gadisku?"
Dengan berdesis demikian si
kakek tampak miringkan telinga seperti meneliti melalui pendengarannya.
Pada saat itulah terdengar suara dari luar goa.
"Heeiii! SILUMAN GILA GULING!."
"Betul dugaanku! Si Cantrik sari ada diantara mereka, dan telah
tertawan! kurang ajar!" berkata pelahan si kakek.
"Silahkan kalian masuk, orang-orang gagah! Aku sedang malas untuk menyambut
kedatangan tetamu! Sebutkan diri kalian! Kalian telah menjadi tetamu pertamaku!
Akan tetapi bocah perempuan itu jangan kalian pakai untuk menjadi sandera,
karena aku tak akan memperdulikan mampus atau tidak!"
Suasana kembali hening. Tak ada
sahutan dari luar. Setelah beberapa saat tak ada suara maupun reaksi dari para
"tetamu"nya
untuk memasuki ruangan goa, si kakek perdengarkan suara tertawa terkekeh-keheh.
Sementara itu keadaan di luar
goa, terlihat tiga orang laki-laki berusia hampir rata-rata setengah abad
berdiri tegak menghadap ke arah mulut goa.
Pandangan mata mereka seperti
tegang. Ternyata mereka adalah tokoh-tokoh dunia Rimba Hijau yang punya nama
cukup besar. Diantaranya adalah si KAPAK SETAN seorang yang bertubuh pendek
memakai jubah kuning.
Dipinggangnya terselip dua belas kapak. Laki-laki ini mengenakan kalung yang
berbandulan kepala tengkorak berukuran kecil. Laki-laki kedua adalah seorang
yang bertubuh jangkung kurus. Kumisnya panjang menjuntai hampir sejengkal.
Wajahnya lonjong, berkulit muka hitam.
Memakai jubah kuning. Lengannya
mencekal sebuah tongkat berduri.
Dialah si Iblis Tongkat Racun!
Sedangkan orang ketiga adalah seorang laki-laki bertubuh tegap. Otot-ototnya
bertonjolan. Dadanya bidang dan
ditumbuhi bulu lebat. Kulit mukanya kasar. Matanya cuma melek sebelah.
Orang ini tak mengenakan baju bagian atas, kecuali celana pangsi yang berwarna
hitam. Dialah si KEBAL PICAK.
Orang kuat yang kulitnya sekeras besi!
Orang keempat adalah seorang
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wanita yang kepalanya terbungkus kain hitam. Wanita itu kedua tangannya terikat,
dan dalam keadaan menekuk lutut didekat kaki si Kebal Picak.
Ketiga orang ini seperti ragu
untuk memasuki goa, Mereka, khawatir kena jebakan musuh. Sedangkan kata-kata si
Siluman Gila Guling telah membuat mereka jadi terpaku, karena jelaslah kalau
adanya tawanan ditangan mereka tak berarti sama sekali.
Tiba-tiba segelombang angin
menerpa ketiga laki-laki itu.
Terkesiap ketiganya karena angin itu keluar dari mulut goa. Dan lebih-lebih
terkejutnya mereka karena tubuh mereka seperti tersedot oleh hisapan angin itu
yang merangkum mereka untuk
menarik masuk ke dalam mulut goa.
Akan halnya si wanita yang
tertutup kepalanya oleh kain hitam itu, tak ampun lagi sudah tersedot masuk
kedalam goa. Tinggallah ketiga laki-laki itu
yang tampak bertahan sekuat tenaga menahan hisapan gelombang angin itu.
Si Iblis Tongkat Racun tancapkan tongkatnya dalam-dalam ke tanah. Dan dia segera
cepat berpegangan pada tongkat agar tak terhisap angin.
Sedangkan si Kebal Picak. gunakan ilmu kekuatan tenaga dalamnya untuk
memberatkan tubuh. Sedangkan si Kapak Setan melompat untuk batang pohon.
Saat itulah terdengar suara
tertawa terkekeh-kekeh dari dalam goa.
"Heheheh... heheh... cukuplah kau merasai kehebatan ilmu yang
kupertunjukkan! Segera kalian
kembalilah pulang! Aku tak memerlukan keterangan apa-apa, karena muridku akan
menceritakan siapa kalian! Akan tetapi lain hari jangan menyangka aku akan
memberi hidup nyawa kalian!"
Selesai berkata mendadak
gelombang angin dahsyat itu lenyap sirna.
Suasana di luar goa kembali
tenang seperti sediakala.
Ketiga laki-laki itu menghela
napas lega. Wajah-wajah mereka tampak pucat bagai mayat. Ketiganya saling
pandang seperti kebingungan. Akan meneruskan melabrak si Siluman Gila Guling
ataukah kembali pulang dengan membawa kesialan" karena sedianya wanita tawanan
itu akan dipergunakan untuk menyandera tapi telah lepas dari tangan mereka.
Kehebatan ilmu si Siluman Gila Guling sukar untuk
dijajagi. Jangan-jangan justru mereka akan kehilangan nyawa sia-sia. Memikir
demikian, ketiganya sama mengangguk untuk tak menyia-nyiakan kesempatan emas
dengan diberinya peluang hidup pada mereka.
"Mari kita pergi!" berdesis si Iblis Tongkat Racun.
Sekejap ketiganya telah
berkelebatan pergi meninggalkan lembah itu.
Suasana disekitar tempat sunyi
yang tempat angker dan misterius itupun kembali lengang, seolah tak ada tanda-
tanda kehidupan. LIMA TUBUH si wanita yang meluncur
masuk ke dalam goa terhisap angin dahsyat ciptaan si kakek Siluman Gila Guling
itu telah berada di hadapan dengan si kakek keadaan masih
berlutut. Kekuatan tenaga gaib si kakek
membuat tubuh wanita itu melayang turun pelahan di hadapannya tanpa cidera.
Bukan itu saja, karena tutup
kepala kain hitam yang menyembunyikan wajah wanita itu kini telah terbuka.
Wajahnyapun segera tampak nyawa kalau dia seorang wanita berparas cantik berusia
antara sembilan belas tahun.
Wanita ini ternyata wanita yang muncul di gedung Kedipatian.
"Cah ayu... Cantrik! ceritakan sejujurnya mengapa hal ini bisa
terjadi" Tak seharusnya kau tertawan oleh tiga "tetamu" kurang ajar itu!
Mereka telah mengetahui tempat
tinggalku! tentu kau yang menjadi penunjuk jalan! katakan, siapakah mereka" dan
ceritakan juga apakah kau telah melaksanakan tugas-tugas yang kuberikan padamu?"
berkata si kakek. Gadis ini tak segera menjawab
selain menundukkan kepalanya. Sementara kedua pergelangan tangannya masih
terikat tali kulit di belakang
punggung. "Hm..! mendengus si kakek.
Sepasang matanya menatap si gadis.
"Membaliklah kebelakang!" ujarnya.
Gadis ini tak ayal segera turutkan perintah si kakek. Sepasang Mata kakek ini
menatap tajam ke arah tali
pengikat yang membelenggu kedua lengan dara itu. Aneh, cuma sekejapan saja tali
kulit yang atot itu telah putus, dan terbuka ikatannya, ketika secercah sinar
biru menyambar tali-temali itu.
Cepat gadis itu balikkan
tubuhnya, lalu menjura di hadapan sang kakek dengan bersujud. "Maafkan aku,
ayah! aku tak segera menjawab
pertanyaanmu. Terima kasih atas
pertolongan ayah..." berkata dia.
"Nah! segera kau ceritakan apa yang terjadi sebenarnya, dan siapa adanya ketiga
"tetamu" kurang ajar itu" Dan bagaimana dengan tugas-tugasmu?"
Tanpa diperintah untuk kedua
kali, segera dara bernama Cantrik Sari
ini tuturkan kejadian dari awal hingga akhir.
Ketika digedung kedipatian
tengah terjadi keributan dengan
terbunuhnya Adipati Gantra yang
mayatnya tergantung di tiang pendopo dengan keadaan mengerikan, sesosok tubuh
berkelebat cepat melintasi perbatasan Kota Raja,
Dialah wanita yang telah mem-
bunuh dua orang pengawal kedipatian.
Setengah hari melakukan perja-
lanan, gadis ini diam-diam telah
dikuntit oleh tiga sosok tubuh yang terus membuntuti langkahnya.
Naluri dara ini agaknya cukup
tajam karena dia merasa ada yang mengekor di belakangnya. Tapi ter-lambat sudah,
karena ketika dia berhenti untuk memperhatikan telah
terdengar bentakan keras. Dan tiga sosok tubuh telah berkelebatan mengurungnya.
Mereka tak lain dari tiga orang
laki-laki kaum Rimba Hijau yang
menyatroni tempat tinggal gurunya dan yang telah menawannya seperti
diceritakan dibagian depan. Yaitu si Kebal Picak si Iblis Tongkat Racun dan si
Kapak Setan! "Kurang asem! kiranya yang
selama ini dijuluki si manusia iblis dan telah membunuhi orang-orang
kerajaan secara sadis adalah kau
seorang gadis cantik!?" membentak si Raja Tongkat Racun dengan mata
mendelik. "Siapa kalian?" berkata lantang dara ini. Matanya tajam menatap ketiga laki-laki
yang mengurungnya. "Hehehe... aku dijuluki si Iblis Tongkat Racun! Untuk wilayah
pegunungan Kendeng orang telah tahu siapa diriku! Dan kedua kawanku ini adalah
si Kapak Setan dan seorang lagi adalah si Kebal Picak!" menyahut si Iblis
Tongkat Racun seraya menunjuk pada kedua laki-laki kawannya.
"Hm, dengan dalih apa kalian menuduh aku yang telah melakukan perbuatan seperti
yang kau tuduhkan padaku?"
"Hen! mengakulah saja kau bocah ayu! Selama ini aku dan kedua kawanku ini telah
menyelidiki setiap terjadi pembunuhan secara sadis itu. Kali terakhir aku dengan
mata kepala sendiri telah menyaksikan perbuatanmu membunuh dua orang pengawal kedipaten dan
membunuh Adipati Gantra serta menggantungnya di tiang pendopo gedung kedipatian!
Apakah kau masih mau mungkir?" berkata si Iblis Tongkat Racun dengan
menyeringai. Gadis ini merah seketika
wajahnya. Tapi dia mendengus seraya meludah.
"Cuih! baik, aku mengaku! memang
aku yang melakukan semua pembunuhan.
Lalu apa maksud kalian mencampuri urusanku" bukankah kalian sendiri adalah
tokoh-tokoh golongan sesat?"
berkata si gadis. Dara ini memang telah mendengar nama ketiga tokoh hitam Rimba
Hijau itu dari si Kakek.
"Benar kami dari golongan kaum sesat. Tapi tak tahukah kau bahwa orang-orang
yang kau bunuh itu ada hubungannya dengan kami" Kecuali guru silat bernama LOH
JENTO itu yang lainnya adalah orang-orang yang punya hubungan erat dengan kami,
termasuk Adipati Gantra!" berkata si Iblis Tongkat Racun.
Gadis ini kerutkan keningnya.
Sepasang alisnya terjungkit. Tampaknya dia agak terheran mendengar jawaban si
Iblis Tongkat Racun.
Akan tetapi dia tak mau banyak
bertanya. Segera dia berkata ketus.
"Aku tak peduli! apakah mereka konco-konco atau bukan. Yang jelas apa yang
kulakukan adalah berdasarkan perintah guruku!"
"Bagus! Siapakah gurumu?"
bertanya si Iblis Tongkat Racun.
"Ya! katakan siapa adanya
manusia yang menitahkan kau membantai orang-orang abdi kerajaan itu?" si Kapak
Setan yang sedari tadi diam saja ikut pentang mulut buka suara.
"Hm, baiklah! kukira aku tak
perlu merahasiakan lagi. Guruku
bergelar SILUMAN GILA GULING!"
menyahut lantang si gadis.
Mendengar nama gelar demikian
ketiga laki-laki itu sama saling pandang dengan kawannya. Mereka baru pernah
mendengarnya. "Siluman Gila Guling" aku belum pernah
mendengar" Dari golongan
manakah gurumu itu" Apakah dia
sebangsa siluman atau manusia?"
bertanya si Iblis Tongkat Racun dengan terperangah.
"Hihihi... Dikatakan golongan siluman masuk akal, tapi dimasukkan golongan
manusia juga tidak salah!"
tertawa lucu dara ini, akan tetapi sepasang matanya tampak berubah
nyalang, hingga menampakkan wajah yang sadis.
"Kalian tak perlu banyak tahu tentang guruku, Seperti juga orang-orang abdi
kerajaan yang sudah mampus itu. Itulah perintah guruku. Kalian telah mengetahui
julukan guruku, maka terpaksa aku harus membunuh kalian, karena kalian termasuk
konco-konconya orang yang diperintahkan guruku untuk membunuhnya!" berkata
tandas wanita ini sebelum tiga laki-laki itu buka suara.
Mendengar kata-kata gadis ini
ketiga laki-laki itu saling pandang dengan kawannya.
"He" dengarkah kau apa katanya"
Bocah perempuan manusia Iblis ini mau membunuh kita! Apakah kalian akan biarkan
isi perutmu dikeluarkan dan kaki tanganmu dibuntungi seperti korban-korban yang
telah dibunuh dia?"
bertanya si Iblis Tongkat Racun seraya menatap pada dua kawannya.
"Hahaha... kalau dia mampu
mengupas kulit perutku, aku rela isi perutku akan kuberikan padanya!"
berkata jumawa si Kebal Picak. "Justru aku mau menangkapmu, gadis cantik!
Ingin kutahu apakah kau mampu berbuat seperti korban-korbanmu terhadapku?"
Selesai berkata si Kebal Picak melompat kehadapan dara ini.
"Gadis semontokmu tak seharusnya melakukan pekerjaan sadis, sebaiknya kau
menemani aku tidur! hahaha..."
Lengan si Kebal Puncak meluncur ke arah dada untuk mencengkeram buah dada gadis
ini yang membuat matanya
membinar. Sementara lengannya yang satu lagi bergerak cepat untuk menotok ke
arah jalan darah ditubuh sang gadis.
"Kurang ajar!" memaki dara ini seraya dengan cepat miringkan tubuh menghindari
serangan. Sebelah lengannya digunakan untuk menangkis.
Akan tetapi dengan gerakan cepat si Kebal Picak robah serangan. Kedua lengannya
digunakan untuk menangkap
pergelangan tangan dara ini.
Terkejut si gadis. Namun apa
yang dilakukan dara ini membuat si Kebal Picak membuang tubuhnya ke samping,
karena detik itu si gadis telah mengirim serangan kilat ke arah perut.
Buk! Terhuyung laki-laki ini. Kalau
dia tak berilmu kebal, tentu akan dapat
merasai akibat pukulan mengandung tenaga dalam itu. Namun tak urung si Kebal Pucat rasakan perutnya
mual. "He" kalian mengapa cuma jadi penonton saja" Hayo bantu aku
menangkapnya!" teriak si Kebal Picak seraya berpaling pada si Iblis Tongkat
Racun dan si Kapak Setan.
Tanpa menunggu lebih lama lagi
kedua laki-laki ini telah berlompatan untuk membantu.
Menghadapi keroyokan dari ketiga laki-laki golongan hitam sudah
berpengalaman didunia Rimba Hijau ini agaknya si gadis harus keluarkan seluruh
kelihaiannya. Bahkan setelah lewat dua puluh jurus dia nampak terdesak.
Hal tersebut menggembirakan
ketiganya. Dengan saling bantu-
membantu akhirnya tongkat si Raja Racun berhasil menotok urut jalan darah di
tubuh gadis itu. Dan lengan
si Kebal Picak berhasil menangkap pergelangan sang dara ini yang
langsung memuntirnya ke belakang.
Saat itu kapak maut si Kapak
Setan meluncur deras kearah kepala si gadis.
"Kubikin mampus saja sekalian!"
teriak laki-laki ini. Akan tetapi terdengar bentakan keras.
"Tahan!" Kalau saja lengan si Kebal Picak tak menangkap mata kapak itu nyaris
akan terbelahlah kepala si gadis yang saat itu telah terkulai tak berdaya.
"Bodoh!" memaki si Kebal Picak.
"Kalau kau membunuhnya berarti selamanya kau tak akan tahu dimana adanya dan
siapa sebenarnya si Siluman Gila Guling itu. Gadis ini bisa
menunjukkan tempat tinggal siluman itu. Dan... hampir aku kehilangan tubuh empuk
yang masih menggiurkan ini!"
Demikianlah, dengan keadaan
tertotok dan tak berdaya gadis ini berada dalam cengkeraman ketiga laki-laki
itu. Si Kebal Picak yang tampaknya
sangat bernafsu melihat kemontokan tubuh si dara. Tak dapat menahan kesabarannya untuk segera memondongnya dan
membaringkan tubuh dara itu di rumput yang tebal.
"Eh, kalian menyingkirlah dulu.
Kalau kalian juga mengingini
kehangatan tubuh si cantik ini,
nantilah setelah aku!" berkata si Kebal Picak.
"Wah! ini tidak adil! Kita
meringkusnya bertiga tapi kau yang mengangkangi duluan!" sungut si Iblis Tongkat
Racun. "Benar! seharusnya diundi! siapa yang menang dialah yang duluan!" si Kapak Setan
itu bicara.
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baik! dengan cara undian
bagaimana yang kalian inginkan?"
berkata si Kebal Picak seraya bangkit berdiri. Sebenarnya hatinya mendongkol
karena usul si Kapak Setan. Padahal kalau tak ditangkapnya mata kapak yang
sedianya membelah kepala gadis itu, tentulah gadis cantik ini telah tewas.
Entah cara bagaimana mereka
melakukan undian, tapi yang jelas ternyata si Kebal Picak berhasil memenangkan
undian, dan dia tetap yang berhak paling dulu menggarap korban.
Dengan nafsu yang bergejolak si laki-laki berkulit kebal ini membukai pakaian
gadis itu, sementara kedua kawannya menyingkir pergi.
Demikianlah! tak dapat ditawar
lagi lenyaplah kehormatan sang gadis, oleh si Kebal Picak. Yang selanjutnya
secara bergiliran si Iblis Tongkat Racun dan si Kapak Setan pun
mendapatkan gilirannya.
Selesai dengan urusannya mereka
mengikat tangan gadis itu, lalu
membuka totokan dan memaksanya
menunjukkan tempat tinggal si Siluman Gila Guling. Dengan menahan air mata serta
kebencian yang sedalam lautan si gadis yang dijuluki si manusia iblis itu
menggangguk. "Baik! aku bersedia mengantar kalian ke tempat guruku!" sedangkan dalam hati dia
memaki. "Tunggulah saat kematian kalian kelak! Aku akan
membunuh kalian dengan cara yang lebih sadis lagi! Akan kubuat
kematian kalian secara perlahan-lahan!"
Demikianlah! si dara cantik ini
paparkan semua kejadian yang
dialaminya, juga diceritakan mengenai keberhasilan tugas-tugasnya membunuh
orang-orang abdi kerajaan termasuk yang terakhir adalah Adipati Gantra.
"Bagus! anakku! selesailah sudah tugasmu! Kini kau bebas menentukan nasibmu
sendiri! Pengorbananmu cukup besar, Cantrik Sari. Hingga kau harus kehilangan
nasib kehormatanmu. Haiih!
andai aku tahu ketiga cecungkuk itu telah memperkosamu, tentu aku tak membiarkan
mereka minggat dalam
keadaan masih bernyawa!" berkata si kakek.
Sementara itu terlihat sepasang
mata dara cantik itu basah bersimbah air mata. Akan tetapi kesedihan itu
ditahannya dengan menggigit bibir.
Gadis ini telah banyak menderita dan selama ini dia hidup dalam
kekerasan dalam gemblengan seorang kakek tanpa daksa yang menyimpan dendam
sedalam lautan terhadap orang-orang kerajaan Giri Jaya. Kepedihan hatinya
mendadak lenyap mendengar kata-kata kakek itu yang seperti menyuruhnya pergi,
bahkan dia bebas untuk menentukan nasib sendiri.
"Ayah... kau mengusirku, apakah aku sudah tak berguna lagi" Sebagai seorang
anak, aku bertanya... Apakah kau memutuskan hubungan darah antara kita" Lalu
kita tak akan bertemu lagi?"
ENAM "Kau bukan anakku!" berkata pendek si kakek Siluman Gila Guling.
"Hah!" aku bukan anakmu" lalu anak siapakah aku" Siapa ayahku dan siapa ibuku?"
tersentak kaget Cantrik Sari.
Sejurus laki-laki tua ini
terdiam, seperti mengingat akan
peristiwa belasan tahun yang silam.
Dan dia menghela napas. Lalu berkata.
"Cah ayu Cantrik Sari! Kau
adalah seorang gadis yang bernasib malang. Akan tetapi aku juga seorang
yang lebih malang dari kau! Carilah seorang laki-laki tua bernama Kebo Layung.
Dia bekas seorang tukang kuda di istana kerajaan Giri Jaya sebelum dirajai oleh
raja yang sekarang ini.
Dia akan membeberkan anak siapa
sebenarnya kau. Tapi kau harus katakan bahwa selama ini kau dibesarkan dan
dididik ilmu-ilmu kedigjayaan oleh aku. Namun kau jangan katakan aku si Siluman
Gila Guling. Karena dia takkan mengenalnya. Katakan bahwa kau selama ini bersama
Panembahan "BROMO REKSO!"
Mendengar kata-kata itu si gadis tercenung menyimak kata-kata si kakek.
"Dimana aku harus mencari orang bernama KEBO LAYUNG itu, ah., ayah?"
Agak ragu Cantrik Sari memanggil laki-laki tua tanpa daksa itu dengan kata-kata
'ayah'. Karena si kakek telah mengatakan dia bukanlah anak
kandungnya. "Panggillah aku Kakek penambahan Bromo Rekso!" berkata si kakek.
"Ya, kakek panembahan Bromo Rekso..!" ucap Cantrik Sari. Terasa lidahnya kaku
mengucapkan kata-kata itu.
"Ya, ya..! mengenai orang yang bernama Kebo Layung itu aku tak
mengetahui dimana adanya. Kau carilah disekitar wilayah kota Raja! Mungkin dia
masih tinggal disalah satu desa sekitar wilayah Kota Raja itu!" ujar
Siluman Gila Guling alias Ki Bromo Rekso.
"Apakah masih ada pesan kakek penambahan yang lain?" bertanya Cantrik Sari.
"Kukira tidak! Nah, pergilah!
mumpung hari masing siang!" ujar orang tua tanpa daksa ini seperti ingin agar si
gadis cepat-cepat berlalu.
Merasa dirinya sudah tak perlu
berdiam lebih lama lagi ditempat itu, apalagi dia memang sudah merasa jemu untuk
terus tinggal didalam goa. Saat-saat dia keluar goa untuk menjalankan tugas
baginya amat menyenangkan.
Karena dia bisa melihat keadaan
ditempat keramaian. Tugas itu kini telah selesai.
Dan dia bebas menentukan cara hidupnya sendiri. Apalagi telah diizinkan bahkan
diperintah oleh si Siluman Gila Guling untuk dia pergi. Maka segeralah dia mohon
diri. Tak banyak berkata-kata, si
kakek hanya mengangguk. "Pergilah!
Semoga Tuhan melindungi setiap
langkahmu, dan semoga kau bisa
mengetahui siapa ayah ibumu serta bertemu dengan orang yang bernama Kebo Layung
itu!" Cantrik Sari mengangguk, lalu
balikkan tubuh. Dan... dia segera melangkah lunglai keluar dari goa. Di depan
mulut goa dia berhenti sejenak.
Terdengar suara helaan napasnya. Namun sesaat kemudian dia telah berkelebatan
pergi, dan lenyap di ujung jalan di lembah lengang itu.
**** Kita beralih lagi pada kedua
orang yang tengah berkejaran, yaitu si kakek sinting pemabukan yang dikejar
terus-terusan oleh Nanjar.
Gara-gara Nanjar kena dikencingi tubuhnya oleh kakek sinting itu, dia mendongkol
setengah mati. Hingga dia terus mengejar. Bahkan Nanjar belum puas bila belum
membalas mengencingi mulut si kakek konyol itu.
"Tunggu pembalasanku kau kakek sinting!" memaki Nanjar dalam hati.
"Heei! mengapa kau berhenti mengejar?" teriakan si kakek menggema di lembah itu.
Dia telah berdiri di atas lamping batu, melihat kepada Nanjar yang berdiri
sembulkan kepala di puncak pohon.
Nanjar memang sedang berpikir
mencari akal untuk membalas perlakuan si kakek. Justru si kakek itu berhenti
melompat dan berdiri di atas batu.
"Kakek tua, sudahlah! aku
menyerah kalah! ilmu melompatmu
sungguh membuat aku kagum. Bolehkah aku mengetahui siapa nama dan
julukanmu?" bertanya Nanjar seraya
melompat keatas batu tak jauh dari si kakek.
"Hehehe..." si kakek tak menjawab. Dia julurkan lengannya untuk meraih buli-buli
di pinggangnya. Lalu menenggak araknya tanpa memperdulikan pertanyaan orang.
Saat itulah Nanjar cepat
menjumput sepotong ranting. "Sialan!
ditanya malah minum arak. Ini
kesempatan yang baik!" berkata Nanjar.
Dan dengan gerakan kilat ranting di tangannya telah meluncur ke arah si kakek.
Tentu saja si kakek ini terkejut merasai sambaran benda ke arahnya.
Seraya berteriak, "Aaiiiyaa..!" dia melompat ke belakang untuk
menghindar. Nanjar sudah menduga akan hal
itu. Pada saat itulah tubuhnya
berkelebat cepat dan lengannya
bergerak menyambar buli-buli.
Dan... Nanjar berhasil merampas
buli-buli itu dari tangan si kakek.
Akan tetapi Nanjar lupa kalau buli-buli itu terikat seutas tali yang terbelit di
pinggang kakek itu. Tubuhnya tersentak tali, dan buli-buli itu nyaris terlepas lagi.
"Celaka!" pikir Nanjar! Akan Tetapi dia tak kehilangan akal. Segera dia melompat
dan gubatkan tali di sebatang pohon. Di balik batang pohon
itulah Nanjar dengan cepat membuka tali celananya. Dan... Serrrrrr! Suara
berdesirnya air yang memancur dari tengah pangkal pahanya itu dibarengi dengan
suara tertawa Nanjar yang mengakak terbahak-bahak. Bahkan sampai terbatuk-batuk.
Sementara dengan terheran si
kakek memandang ke arah Nanjar yang berada di belakang pohon dimana tali buli-
bulinya terentang. "He! monyet kecil! apa yang kau lakukan di situ?" teriaknya. Dia tak berani
melompat untuk mendekati karena khawatir kena serangan gelap yang dilakukan
Nanjar. Namun dia lebih menghkawatirkan isi buli-bulinya Justru pada saat itu
Nanjar muncul dari balik pohon dengan tertawa nyengir. "Hehe... hahaha... arakmu baik
sekali, setan tua! Terima kasih atas kebaikanmu!" berkata Nanjar sambil menyeka
mulutnya. "Monyet kecil! kurang ajar! apa kau telah menghabiskannya?" mendelik mata si
kakek. "Hahaha... jangan khawatir. Aku tak serakah untuk meludaskannya. Aku hanya
sekedar menghilangkan hausku karena mengejarmu...!" Ujar Nanjar seraya lemparkan
buli-buli kepada si kakek.
Tak ayal lengan si kakek segera
menyambar kearah buli-bulinya.
Lalu digerak-gerakkan untuk
mengetahui apakah masih ada isinya.
"Heh! aku main serobot seenakmu dan menenggak arakku tanpa sopan-santun, monyet
kecil" Haiih! kau tak tahu arak ini adalah bagian dari hidupku! Aku tak dapat
hidup tanpa arak. Dan selamanya arak akan tetap menjadi minumanku. Sesuai dengan
gelarku si Gila Pemabukan!" Selesai berkata dia telah menenggak araknya dengan
rakus dan sampai tandas!
Saat itulah Nanjar tak dapat
menahan rasa gelinya. Dan dia tertawa terbahak-bahak hingga terpingkal-pingkal.
Sementara si kakek seperti baru
menyadari kalau ada sesuatu yang ganjil dengan arak yang diminumnya.
Bau pesing yang menyambar di hidung itulah yang cepat menyadarkan dia.
Tapi arak sudah terlanjur tertelan.
"PRRUAAH!" Tak ayal dia telah menyemburkan araknya lagi, dan muntah-muntah
karena tak tahan dengan bau dan rasa mual di perut.
"Sialaaaan!" memaki si kakek dengan wajah merah padam. "Kau monyet kecil sialan!
Kau berani kencingi buli-buliku" Kuhajar kau!"
Bentakan si kakek menggeledek
yang dibarengi dengan menerjangnya si kakek untuk melakukan hantaman ke arah
kepala Nanjar. Serangan hebat itu
membuat Nanjar tersentak kaget.
Untunglah dia masih mampu mengelakkan diri dengan melompat ke kiri. Apa yang
dilakukan Nanjar adalah dia memanjat pohon dengan cepat bagai kera yang naik ke
pohon. Sekejap saja sudah berada dipuncaknya.
"Kurang ajar!" terdengar bentakan si kakek. Dan...BRRAAKKK!
Batang pohon itu hancur kena hantaman pukulan si kakek yang murka.
Dengan suara berkrotakan pohon
besar itu roboh. Namun Nanjar telah melompat
turun ke arah lain dengan gerakan
"terbang"nya dan hinggap di atas dataran berbatu-batu cadas.
TUJUH Whuuuk! Whuuuk! Whuuuk!
Buli-buli si kakek menyambar
deras ke arah Nanjar yang dibarengi dengan hantaman-hantaman pukulan dahsyat.
Akan tetapi dengan gerakan lincah Nanjar berhasil menghindari.
Bahkan dengan tertawa-tawa dia
berkata. "Hahaha... setan tua! mengapa kau marah" Bukankah kini hutangmu sudah impas" Kau
telah mengencingiku dari atas pohon. Dan kini kau ganti yang meminum air
kencingku! Kau sudah
tak punya hutang apa-apa lagi padaku.
Bahkan kau telah membayar dengan bunganya sekalian! hahaha...haha...,"
Mendengar kata-kata itu sejenak
si kakek terpaku, dan berhenti
menyerang. Bila dinilai kata-kata pemuda di hadapannya itu benar juga.
Akan tetapi sungguh keterlaluan kalau sampai dia meminum air kencing orang.
Terlalu dan sungguh memalukan.
"Kau bocah licik siapakah
namamu?" membentak si kakek.
"Waduh! aku lupa lagi namaku, kek! Entah siapa namaku. Bahkan ayah ibuku
sendiripun aku tak mengetahui!"
"Bocah linglung! Baru aku
menjumpai orang yang lupa namanya sendiri. Bahkan nama ayah ibumu pun kau tak
mengetahui. Apakah kau
dilahirkan keluar dari liang batu?"
"Haha...mungkin juga! Kau sebut sajalah aku si Dewa linglung!" berkata Nanjar.
Dia memang tak mau menyebutkan
namanya. "Mengenai aku dilahirkan dari liang batupun aku tak mengetahui.
Liku-liku hidupku aneh. Sejak kecil aku telah dipelihara oleh seorang kakek
bernama Ki BAYU SETHA yang bergelar si Pendekar Bayangan. Namun sampai matinya
guruku tak pernah menyebutkan anak siapa aku?"
"Bocah konyol! eh!" siapa" kau mengatakan Ki BAYU SETHA" bertanya si
kakek dengan tertegun. Nyatalah kalau kakek ini sebenarnya tidak sinting.
Karena dia mampu mengingat nama orang yang sudah puluhan tahun lewat.
"Ya! apakah kau mengenal guruku itu?" bertanya Nanjar.
"Ya, ya! aku pernah mendengar namanya pada lebih dari dua puluh tahun yang
silam. Dialah seorang pendekar yang agung. Penjunjung tinggi kebenaran dan
pembela keadilan. Banyak orang mengagumi kebesaran namanya pada waktu itu!"
bertutur si kakek. "Kau mengatakan sampai matinya dia tak menceritakan siapa kedua orang tuamu.
Apakah dia sudah tak ada di dunia ini?" berkata si kakek.
"Benar, kematiannya oleh seorang tokoh golongan hitam yang bergelar si Dewa
Tengkorak!" ujar Nanjar. "Akan tetapi si Dewa Tengkorak sendiripun tewas
membunuh diri diakhir
pertarungan dengan Ki Bayu Setha!"
tutur Nanjar. "Hm. dari mana kau peroleh
keterangan" Apakah kau melihatnya sendiri?"
"Seorang perempuan yang pertama menjadi saudara seperguruanku sendiri yang
menyaksikan pertarungan beliau dengan si Dewa Tengkorak!" jawab Nanjar.
"Dia bernama roro. Lengkapnya RORO CENTIL!" sambungnya.
Mendengar disebutnya nama itu
alis si kakek terjungkit naik.
"Bukankah dia si Pendekar Wanita Pantai Selatan yang tersohor itu?"
tanyanya heran. "Tidak salah! He" kau tampaknya banyak tahu kek" apakah kau juga mengetahui
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dimana adanya dia saat ini?" bertanya Nanjar. Entah mengapa dia ingin sekali
berjumpa dengan pendekar perkasa yang masih saudara seperguruannya itu dan yang
pernah digandrunginya setengah mati.
"Hahaha... baru kuingat kini!
baru kuingat! Ya,ya! aku baru ingat!"
Tiba-tiba si kakek tertawa terkekeh-kekeh. Sejak tadi dia selalu memperhatikan
Nanjar dikala bicara. Bahkan pertanyaan Nanjar yang menanyakan dimana adanya
Roro Centil pun tak didengarnya. Karena kakek ini rasakan jantungnya berdebar.
Bayangan masa lalu terbayang dipelupuk matanya.
"Apa maksudmu, kek" apakah yang kau ingat?" tanya Nanjar terheran.
Tapi yang ditanya diam seperti
arca. Matanya mendelong menatap ke depan. Namun tak tahu apa yang tengah
diperhatikannya. Ternyata dia
terkenang pada masa yang silam.
Wajah seorang wanita terbayang
di pelupuk matanya. Wanita yang cantik berkulit putih. Wanita yang lugu
dengan ciri khas kedesaannya. Juga seorang wanita yang setia pada seorang suami.
Dialah istriya. Kejadian dimasa pemberontakan pada masa yang lalu, pada masa
Kerajaan MEDANG, terkuak di depan matanya lagi.
Kerusuhan yang dimana-mana
dimasa yang sedang gawat itu, dia masih berusia tiga puluh lima tahun.
Istrinya bernama GINARSIH. Dan dia sendiri bernama ANJAR SUBRATA. Disaat
mengungsi dari Kota Raja akibat
kerusuhan yang melanda kerajaan Medang dengan terjadinya pemberontakan itu, sang
Istri melahirkan. Ya!
kelahiran yang tak diduganya sama sekali. Ginarsih melahirkan bayi laki-laki
yang montok dan sehat. Akan tetapi sesaat setelah kelahiran sang jabang bayi,
Ginarsih menghembuskan napas yang penghabisan. Goncangan-goncangan hati didalam
kekalutan itu serta kekhawatiran pada sang jabang bayi dalam perutnya membuat
daya tubuhnya melemah. Hingga sesaat
berselang setelah melahirkan, sang istri menghembuskan nafasnya.
Masih terngiang ditelinganya
kata-kata terakhir Ginarsih sesaat sebelum berpulang. Yang menyuruhnya menjaga
sang jabang bayi dengan baik, dan mendidiknya agar menjadi seorang pendekar
pembela kebenaran, serta berbakti pada kerajaan Medang.
Tentu saja dia berjanji untuk
mewujudkan apa, yang menjadi keinginan istrinya yang amat dikasihinya itu.
Suasana kekacauan masih belum reda.
Sang jabang bayi segera diberinya nama seusai pemakaman sang istri. Akan tetapi
bayi itu perlu perawatan.
Terutama perlunya air susu ibu. Dari mana dia mendapatkannya"
Tak ada jalan lain selain
menyerahkan sang jabang bayi untuk dirawat sementara oleh seorang
penduduk dikaki gunung BISMO.
Sementara dia sendiri terlibat dalam suasana kekacauan yang berada dimana-mana.
Penjahat dan perampok juga kaum golongan sesat yang memanfaatkan kekeruhan itu
mencari mangsa untuk kepentingan dirinya.
Terpaksa Anjar Subrata berpin-
dah-pindah tempat untuk menghindari penjahat-penjahat itu. Hatinya berduka dan
dia menyesali akan kebodohannya yang tak punya kepandaian. Hingga dia tak mampu
berbuat apa-apa. Sementara tuntutan sang istri memenuhi benaknya.
Dia harus berkepandaian, demi cita-cita itu! Dia harus ikut berjuang menegakkan
kebenaran membela Kerajaan Medang.
Pergilah dia ke tempat sunyi.
Disana dia tafakur memencilkan diri serta memuji kebesaran Tuhan, bahwa dirinya
masih bisa selamat. Dia memang
punya kepandaian. Tapi sedikit
kepandaian itu tak berarti apa-apa.
Untuk menghadapi kekuatan para
penjahat yang merajalela memeras rakyat dia tak berkemampuan apa-apa.
Bahkan nyaris dia tewas ketika
membela penduduk dari tindasan kaum pemberontak yang menguasai beberapa buah
desa. Dia bersyukur karena
kejadian itu tak berada di wilayah lereng gunung Bismo. Gunung Bismo terlalu
jauh dari tempat kerusuhan itu. Dan di lereng gunung itu cuma ada sebuah desa
kecil. Tak nantinya kaum penjahat menyatroni ke sana.
Demikianlah! dengan memencilkan
diri itu, Anjar Subrata memperdalam ilmunya seorang diri. Dia menciptakan ilmu
kepandaian dengan ciptaan
sendiri. Keuletan dan kesabaran serta
kemauan keras membuat dia berhasil menguasai ilmu-ilmu kepandaian tanpa guru.
Lebih dari lima tahun dia
menyekap diri dalam hutan. Dan
akhirnya setelah dia merasa cukup dengan ilmu yang dimilikinya,
dibulatkan hatinya untuk turun gunung keluar dari tempat tersembunyi itu.
Tujuan utamanya adalah untuk
menemui anaknya si bayi mungil yang dititipkan pada seorang desa di lereng
gunung BISMO. Terasa lega hatinya karena
kekacauan tampaknya sudah mereda.
Kejahatan memang tak bisa sirna, dan tetap ada dimana-mana. Dia tak mengetahui
tentang keadaan aman atau tidaknya keadaan kerajaan. Rasa rindu untuk menjumpai
sang anak semakin menggebu. Berangkatlah Anjar Subrata menuju ke lereng gunung
Bismo. Akan tetapi yang dijumpai
membuat hatinya tersentak. Karena desa dimana dia menitipkan bayinya telah rusak
binasa. Tak ada tanda-tanda kehidupan disana. Hutan di lereng gunung Bismo
seperti baru dilanda kebakaran hebat. Pohon-pohon mati gersang. Rumput kering
dan tanah yang tandus. Dimana-mana yang tampak adalah serpihan arang dan debu
hitam. O, betapa hancurnya hati Anjar
Subrata. Betapa pilunya hati seorang ayah yang tak mengetahui dimana dan
bagaimana nasib sang anak.
Sejak saat itulah dia tak
mendengar lagi tentang anaknya itu.
Dan sampai saat ini. Kejadian itu membuat dia tertekan batinnya. Hingga dia
mengalihkan kegoncangan jiwanya pada minuman arak. Sejak itulah arak menjadi
sebahagian dari hidupnya.
Namun nama anak itu masih tetap
diingatnya. Dan tetap terukir
dibenaknya, walau sampai mati
sekalipun.! "Ya! anakku kuberi nama
GINANJAR! aku masih mengingatnya dan takkan pernah aku melupakannya!"
berkata kakek ini dalam hati.
"He! bocah! sebutkan siapa
namamu!" tiba-tiba si kakek ajukan pertanyaan dengan mata memandang tajam pada
Nanjar. Sejak tadi Nanjar melihat pada orang tua di hadapannya dengan rasa aneh!
Kini mendadak kakek itu menanyakan namanya. Nanjar tertawa ketika ingat bahwa si
kakek ini rada-rada sinting. Dia tertawa seraya menyahut.
"Hahaha... bukankah sejak tadi sudah kukatakan aku tak ingat namaku lagi. Kau
sebut sajalah aku si Dewa Linglung!"
"Baik! baik! Dewa Linglung!
Apakah kau merahasiakan namamu ataukah kau memang benar-benar lupa. Akan tetapi
ketahuilah! Aku pernah punya anak laki-laki pada dua puluh tahun lebih yang
silam. Bocah laki-laki itu kutinggalan dilereng gunung BISMO pada seorang
penduduk desa, karena aku tak bisa merawatnya. Orang yang kutitipi anakku itu
mempunyai seorang bayi perempuan, hingga anakku bisa
menumpang menyusu padanya. Kutitipkan anakku padanya karena ibunya telah mati!
Kalau dia hidup, saat ini tentu seusia denganmu!" berkata si kakek dengan wajah
murung "Siapakah nama anakmu itu, kek?"
tiba-tiba Nanjar ajukan pertanyaan.
Wajahnya berubah serius, dan olok-oloknya lenyap seketika yang tadinya dia
berniat menggoda orang.
"Dia kuberi nama Ginanjar!"
sahut si kakek. Tersentak kaget Nanjar mendengar jawaban si kakek. "Benarkah itu?"
pekik dihatinya. "Ba... bagaimana ciri-ciri
anakmu itu" apakah kau masih
mengingatnya?" Penasaran Nanjar kembali ajukan pertanyaan. Walau hatinya terasa
kaget dan girang bukan main, tapi dia tak bisa menerima begitu saja si kakek ini
ayah kandungnya. Didunia ini banyak nama-yang sama.
"Anakku aku ingat betul ciri-ciri pada tubuhnya. Dia mempunyai tanda hitam
sebesar ibu jari dipantatnya!" menyahut si kakek dengan wajah sungguh-sungguh.
"Ha" ti... tidak salahkah, kek?"
tanya Nanjar tergagap. Tanda itu ada padanya. Bahkan Roro sering
mentertawakan kalah dia sedang mandi melihat tanda hitam sebesar ibu jari tangan
yang ada di pantatnya.
"Aku... aku mempunyai tanda yang kau sebutkan itu, kek! kau lihatlah!"
berkata Nanjar setengah berteriak. Dan tak ayal lagi, dia segera buka
celananya. Kemudian tunggingkan pantat dihadapan si kakek.
Membelalak mata si kakek melihat tanda itu. Penasaran dia menghampiri dan
memperhatikan dengan teliti.
"Benar! tak salah lagi kau...
kau benar anakku!" tergetar suara si kakek. Sepasang matanya menatap Nanjar
dengan membelalak. Nanjar tak sempat untuk
kancingkan celananya lagi karena seketika si kakek telah memeluk dengan erat,
seraya berteriak girang.
"GINANJAR! Oh, Ginanjar! kau...
kau benar anakku! kau benar bayi yang kutitipkan dua puluh tahun lebih yang
lalu! Oooh, anakku...!"
Nanjar tak dapat membendung
perasaannya lagi, diapun mendekap tubuh si kakek dengan teriak-isak.
"Ah., ayah! ayah...! Oh, kau...
kau ternyata ayahku! Betapa aku amat merindukanmu, ayah!" Suara Nanjar tergetar
bercampur isak. Air matanya meleleh membasahi pipinya. begitupun si kakek. Kedua
matanya berkaca-kaca penuh genangan air mata. "Maafkan aku ayah, aku telah
berlaku kurang ajar padamu...!" berkata Nanjar menyesali perbuatannya.
"Tak apa anakku, tak aku yang bikin gara-gara" Tukas Ki Anjar Subrata dengan
tertawa. Betapa girang dan bahagianya
hati kedua insan yang baru saling berjumpa dan saling mengenali itu sukar untuk
diceritakan... DELAPAN Nanjar duduk diatas batu di tepi sungai berair jernih dipagi yang sejuk itu.
Matahari baru saja sembulkan dirinya dari ufuk timur. Sementara Ki Anjar Subrata
baru saja selesai bercerita mengenai pengalamannya seusai tadi malam menceritakan tentang riwayat
Nanjar. Nanjarpun telah menceritakan
pengalaman hidupnya yang mempunyai beberapa orang guru. Hingga yang terakhir dia
menjadi murid Raja Siluman Kera, Raja Siluman Ular, Raja Siluman Biawak dan Raja Siluman
Harimau serta yang terakhir adalah Raja Siluman Naga. Secara tidak
langsung Nanjar telah menjadi pewaris ilmu tokoh persilatan golongan hitam yang
bergelar si Enam Iblis Pulau Kambangan.
Kakek tua yang bernama Ki Anjar
Subrata itu tercenggang mendengar penuturan Nanjar.
"Jadi terakhir guru-gurumu
adalah tokoh-tokoh golongan sesat?"
"Benar, ayah! Akan tetapi jangan khawatir! Anakku tak akan menjadi orang sesat.
Aku hanya memetik ilmunya
saja yang akan kupergunakan untuk bekal langkah-langkahku selanjutnya.
Aku bercita-cita menjadi seorang pendekar tulen. Dan ilmu-ilmu kepandaian yang
kumiliki akan kupergunakan untuk membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan!"
sahut Nanjar dengan suara gagah.
Ki Anjar Subrata manggut-
manggut. Dia tampak amat girang
sekali. Sungguh tak disangka dia akan dapat berjumpa dan berjodoh untuk kembali
bertemu dengan sang anak.
"Sukurlah, kalau demikian
anakku, Nanjar! Tak ada kebahagiaan lain bagiku selain melihat anaknya berhasil
menjadi seorang pendekar yang gagah!" ujar Ki Anjar Subrata.
"Tak sia-sia almarhum ibumu mengharapkan kau menjadi seorang yang berkepandaian
tinggi. Semoga kau dapat gunakan ilmu-ilmu yang kau miliki untuk membela yang
lemah dan menindak yang jahat! Terutama sekali kau bisa membela dan menjaga
keutuhan dan ketenteraman kerajaan Mataram dari para pemberontak!" tutur ki
Anjar Subrata selanjutnya.
"Terima kasih, ayah! Kelak suatu saat akupun akan menghambakan diri pada
Kerajaan Mataram. Akan tetapi saat ini aku masih senang mengembara.
Aku ingin banyak pengalaman di dunia Rimba Hijau. Juga masih banyak
penindasan, kekerasan dimana-mana. Hal itu menjadi tugasku untuk turun tangan
menyumbangkan tenaga membela yang tertindas!" ujar Nanjar tegas.
Ki Anjar Subrata manggut-
manggut. "Aku tak dapat menghalangimu, anakku. Dimasa muda akupun senang
mengembara ... akan tetapi aku tak sehebat kau ...! Ilmu meringankan tubuhmu
luar biasa! Aku sungguh kagum melihat kemampuanmu mengejarku, juga mengelakkan
serangan-seranganku yang mengandung maut!" berkata laki-laki tua itu.
"Ah, ayah dibandingkan kau, aku bukan apa-apa..." tukas Nanjar merendah. Akan
tetapi dia tampak senang sekali dipuji oleh ayahnya.
Dalam pembicaraan itu tiba-tiba
Nanjar teringat pada kejadian
pembunuhan yang baru saja kemarin terjadi. Juga kejadian-kejadian
pembunuhan oleh orang yang disebut si manusia iblis itu.
"Ayah! apakah kau mengetahui siapa manusianya yang melakukan
serangkaian pembunuhan-pembunuhan keji belakangan ini" Termasuk juga pembunuhan
seorang Adipati kemarin ini?"
bertanya Nanjar. Teringat Nanjar ketika ayahnya tertawa sambil mabuk yang justru
menyumpahi orang-orang kerajaan yang terbunuh.
Ki Anjar Subrata diam sejurus.
Lalu menghela napas sesaat, dan
ujarnya. "Sebenarnya aku tak mengetahui sama sekali siapa adanya pembunuh misterius itu.
Akan tetapi orang-orang kerajaan Giri Jaya yang terbunuh itu adalah orang-orang
yang bekerja sama dengan para penjahat. Mereka adalah orang-orang Munafik yang
bekerja dibelakang kekuasaan Raja akan tetapi diam-diam memeras dan menindas rakyat
serta mencari keuntungan pribadi memperluas kekuasaan. Aku khawatir suatu ketika
mereka justru menjadi pemberontak-pemberontak kerajaan!
Dibalik kejadian-kejadian itu tentu ada sebab-sebabnya. Akan tetapi
pemhunuh itu memang terlalu keji dalam melakukan pembunuhan!" ujar Ki Anjar
Subrata. "Ayah! aku berniat menyelidiki siapa si pembunuh misterius itu.
Dendam kesumat apakah hingga si
pembunuh misterius itu melakukan
pembantaian!" berkata Nanjar seraya bangkit berdiri. Nanjar manggut-manggut.
"Dari mana ayah mengetahui para abdi kerajaan Giri Jaya itu bersengkongkol
dengan para penjahat?"
tanyanya. "Hm, tiga orang tokoh hitam yang bergabung dan bekerja sama dengan abdi-abdi
kerajaan itu aku mengetahuinya. Dialah si Iblis Tongkat
Racun, si Kebal Picak dan si Kapak Setan!!" sahut Ki Anjar Subrata.
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ayah! aku berniat menyelidiki si
pembunuh misterius itu, juga mencari ketiga manusia yang ayah sebutkan itu! Dimanakah ayah berdiam selama
ini" kelak aku akan
mengunjungimu bila telah kuselesaikan urusanku!" berkata Nanjar. Disebut-kannya
nama-nama ketiga tokoh itu telah membuat Nanjar tersentak kaget.
Karena ketiga tokoh itulah yang tengah dicarinya. Kejadian beberapa pekan yang
lain disaat dia melakukan
perjalanan ke utara Nanjar telah memergoki kejadian mengenaskan. Yaitu
terbunuhnya puluhan manusia, yang terdiri dari anak-anak buah sebuah perguruan
silat yang bernama perguruan Elang Suci. Bahkan ketua dan wakilnya serta
terlihat diantaranya seorang pendeta terbunuh tewas.
Dari keterangan yang dipero-
lehnya pembantaian itu dilakukan oleh tiga orang yang masing-masing bergelar si
Kapak Setan, si Iblis Tongkat Racun dan si Kebal Picak. Namun mengenai hal
tersebut Nanjar tak mau menceritakan pada sang ayah.
Setelah termenung sejurus, ki
Anjar Subrata berkata.
"Aku tak dapat menghalang-
halangi niatmu! Memang tugas seorang pendekar adalah melenyapkan kebatilan.
Kau sudah mengetahui bahwa ketiga manusia yang kusebutkan itu adalah tokoh-tokoh
hitam yang diam-diam merongrong kewibawaan kerajaan Giri Jaya. Sedikit banyaknya
kau mengetahui perbuatan mereka diluar! Akan tetapi hati-hatilah! Menurut yang
kudengar ketiganya berilmu tinggi!"
"Jangan Khawatir, ayah! hidup dan mati berada ditangan Tuhan.
Disamping itu ingin kuselidiki apakah si manusia iblis yang melakukan
pembunuhan-pembunuhan itu punya dendam tersendiri, ataukah dia justru orang yang
akan menghancurkan kerajaan Giri Jaya!"
"Benar, anakku! akupun mengkhawatirkan hai itu!" tukas Ki Anjar Subrata.
"Sebaiknya kau berangkatlah sekarang. Sebenarnya aku mau turut membantumu, akan
tetap saat ini aku merasa tenaga dalamku jauh berkurang, dan sedikit ada luka
dalam di tubuhku. Aku hanya menunggu berita darimu saja.
Temuilah aku di lereng bukit Karang Luhur, dilereng gunung itu!" ujar Ki Anjar
Subrata sambil menunjuk.
"Baiklah, ayah! Kukira aku tak berlama-lama lagi. Nah, selamat
tinggal ayah. Sampai ketemu lagi!"
ujar Nanjar seraya balikkan tubuh dan beranjak melangkah.
"Selamat jalan anakku, Nanjar!
semoga Tuhan melindungimu ..." sahut
Ki Anjar Subrata. Nanjar mengangguk.
Dan sekejap Nanjar alias si Dewa Linglung telah berkelebat lenyap.
"Bocah hebat! sungguh tak
kusangka anakku telah menjadi seorang yang berilmu tinggi. Dengan ilmu-ilmu yang
dimilikinya kukira dia cukup mandiri untuk melakukan tugas
kependekarannya..." berkata pelahan laki-laki tua ini. Hatinya; merasa bangga.
Sesaat setelah menghela napas, kakek pemabukan ini meraih buli-bulinya.
Ditatapnya sejenak benda terbuat dari besi itu. Sekali renggut putuslah tali
pengikat buli-buli. Dan dilemparkannya benda itu dengan
berteriak, "Selamanya aku tak akan mempergunakan kau lagi untuk minum arak!"
Kemudian laki-laki tua itupun berkelebat pergi dari tempat itu ....
SEMBILAN CANTRIK SARI meninggalkan lembah sunyi itu dengan hati lega. Udara cerah siang
hari itu. Arah yang kini tengah ditujunya adalah Kota Raja.
"Aku harus cari orang yang
bernama KEBO LAYUNG itu. Apakah aku akan berhasil menjumpainya dalam waktu dekat
ataukah sampai kapan, aku tak mengetahui. Tapi yang jelas disamping mencari
orang tua itu aku perlu
melacak jejak ketiga manusia keparat yang telah merusak kehormatanku!"
berpikir Cantrik Sari.
Gadis ini memang tak dapat tidak harus membunuh ketiga manusia yang telah
menggagahinya. Yaitu si Iblis Tongkat Racun, si Kapak Setan dan si Kebal Picak.
Mengingat akan nasibnya dara ini kembali air matanya
menggenang. "Tunggulah kalian manusia- manusia laknat! Aku, akan membunuh kalian dengan kematian yang lebih sadis, agar
kalian rasakan penderita-annya!" mendesis Cantrik Sari. Dan wajahnya seketika
menjadi beringas. Matanya berubah nyalang bagai mata serigala. Tubuh dara inipun berkelebat
melesat ke arah utara ...
**** Sementara itu kita beralih pada
tiga manusia yang gagal menyandera Cantrik Sari untuk membunuh si Siluman Gila
Guling. Bahkan mereka lari
tunggang-langgang meninggalkan lembah angker itu.
Ketika tokoh Rimba Hijau
golongan hitam ini melangkah cepat ke arah lereng gunung setelah melewati hutan
lebat. Malam tadi mereka menginap di dalam hutan sambil menyu-sun rencana mereka selanjutnya.
Dalam perjalanan itu mereka
bercakap-cakap. "Kau tetap pada pendirianmu untuk meninggalkan Kola Raja, sobat Iblis Tongkat
Racun?" bertanya si Kebal Picak.
"Ya! aku punya firasat tidak enak! Jangan-jangan setelah orang-orang pihak
kerajaan itu yang dibunuhnya, nyawaku pula yang diancam oleh si manusia Siluman Gila Guling.
Bukan mustahil, kalau dia tak turun tangan sendiri untuk membantai kita.
Apakah kalian tak mengkhawatirkan hal itu?" menjawab si Iblis Tongkat Racun.
"Hehehe... siapapun akan
mengkhawatirkan kehilangan nyawanya.
Akan tetapi aku tak setolol kau.
Manusia Siluman Gila Guling itu bisa kita hadapi bersama-sama dengan orang-orang
kerajaan. Tak mungkin pihak kerajaan berdiam diri. Setidaknya mereka akan
mencari bantuan untuk membunuh manusia lembah itu: Bila berhasil, tentunya
jabatan tinggi telah menunggu kita!" berkata si Kebal Picak. Sedangkan si Kapak
Setan mangut-manggut membenarkan.
"Benar, sobat Iblis Tongkat Racun. Mengapa kau tak terus bergabung membantu
kami" Apakah kau tak mengiler dengan jabatan tinggi di kerajaan.
Dengan modal memberitahukan dimana adanya si Manusia Iblis penyebar maut
itu pada Raja, kita sudah punya jasa pada Kerajaan! Dan bila kita berhasil
menjadi orang-orang kerajaan,
perempuan cantik mana yang bisa
menolak kalau kau melamarnya" hehehe
... hahaha ..."
Si Kapak Setan tertawa gelak-
gelak. Tentu saja tujuannya adalah membujuk si Iblis Tongkat Racun agar tetap
bergabung bersamanya. Karena walau bagaimana mereka merasa khawatir merasa
banyak musuh disebabkan
banyaknya perbuatan jahat yang mereka lakukan.
"Tidak! sekali aku bilang tidak, tetap tidak! Aku tak bodoh untuk mengambil
resiko besar yang telah kupikirkan masak-masak. Makanya aku tak mau unjukkan
diri di Kota Raja!"
sahut si Iblis Tongkat Racun dengan tegas. Pada saat mereka saling berebut omong
itulah, sesosok tubuh diam-diam menguntit mereka dan mendengarkan pembicaraan.
Siapa adanya penguntit itu ternyata tak lain dari Nanjar alias si Dewa Linglung.
"Tidak salah! ketiga orang ini tak lain dari si Iblis Tongkat Racun, si Kebal
Picak dan si Kapak Setan!
Bagus, aku tak payah-payah mencari mereka!" berkata Nanjar dalam hati.
Nanjar terus mengikuti percakapan ketiga orang itu yang bersitegang.
Ternyata si Iblis Tongkat Racun tetap
pada pendiriannya. Akhirnya kedua kawannya tak
dapat menghalangi. Akan tetapi baru saja si Iblis Tongkat Racun mau
beranjak pergi mendadak terdengar suara bentakan,
"Manusia-manusia keparat! Jangan harap kau bisa tinggalkan tempat ini dalam
keadaan masih bernyawa!"
Diiringi kata-kata itu
berkelebat sesosok tubuh. Siapa adanya pendatang ini" Tak lain dari Cantrik
Sari. Tersentak kaget si Iblis Tongkat Racun maupun kedua orang kawan laki-laki ini.
Namun melihat siapa yang datang, si Kebal Picak tertawa gelak-gelak.
"Hahaha... kukira siapa! Tak tahunya nona..! Sudah kuduga kau pasti akan mencari
kami. Tentunya kau merasakan nikmatnya berada dalam pelukanku. Apakah kau ingin aku
mengulangnya" Kita-kita sih bersedia saja tak menolak. Bukankah begitu sobat
Kapak Setan?". berkata si Kebal Picak dengan cengar-cengir. Akan tetapi si Kapak
Setan cepat-cepat berbisik.
"Sssst! jangan sembrono. Aku khawatir dia datang bersama gurunya si Siluman Gila
Guling!" Seketika wajah si Kebal Picakpun berubah agak pucat.
Matanya menatap jelalatan ke sekitar
tempat. Lalu berpaling lagi dengan cepat menatap wanita dihadapannya.
"Eh, apakah kau datang bersama gurumu si Siluman Gila Guling?"
bertanya dia. "Tak perlu kau menanyakan guruku bersamaku atau tidak. Yang jelas aku datang
untuk mengirim nyawa-nyawa kalian ke liang Akhirat!" menjawab ketus Cantrik
Sari. Sementara itu Nanjar ditempat
persembunyian merasa heran dengan kedatangan gadis ini. "Siapakah si Siluman
Gila Guling itu" Sebuah nama gelar yang aneh!" membatin Nanjar dalam hati. Saat
itu Cantrik Sari dengan membentak nyaring telah
menerjang kedua orang dihadapannya.
Terutama yang ditujunya adalah si Kebal Picak. Karena manusia itulah orang yang
pertama kali memperkosanya.
Serangan-serangan gencar yang
dilakukan gadis itu untuk merangsak lawan mendapat sambutan kedua orang itu yang
segera berkelit kesana
kemari. Berbeda dengan pertarungan tempo hari yang dengan mudah Cantrik Sari
dapat dirobohkan. Akan tetapi kali ini si dara merangsak hebat dengan
cengkeraman-cengkeraman yang berbahaya. Apalagi Cantrik Sari
menyimpan dendam sedalam lautan pada lawan-lawannya.
Sementara itu si Iblis Tongkat
Racun tak ikut ambil bagian untuk turut membantu bertarung. Justru disaat
pertarungan terjadi dia cepat berkelebat untuk angkat kaki...
Namun baru saja dia menyelinap
ke balik tikungan jalan disisi bukit, mendadak sesosok tubuh berkelebat
menghadang. "Tunggu, sobat Iblis Tongkat Racun!" Sekejap Nanjar telah berdiri menghalangi di
hadapannya. Melihat seorang laki-laki muda berambut
gondrong berbaju kumal menghalangi jalan di depannya, si Iblis Tongkat Racun
membentak di samping terkejut.
"Siapa kau!?"
"Ahaha ... sebut saja aku si DEWA LINGLUNG!" sahut Nanjar dengan menepuk-nepuk
tanah dengan ujung kakinya. Tingkahnya yang jumawa itu membuat si Iblis Tongkat
Racun jadi mendongkol. Apa lagi mendengar julukan yang disebutkan barusan baru
didengarnya. "Apa maumu menghadangku"!"
bentak lagi laki-laki setengah abad ini.
"Hm, apakah kau yang bergelar si Iblis Tongkat Racun?" bertanya Nanjar.
"Kalau benar apa yang kau
inginkan dariku?" tukasnya kasar.
"Hahaha ... aku ingin kau
serahkan dirimu untuk jadi tawananku.
Aku akan membawamu menghadap Raja
Kerajaan Giri Jaya untuk kau
mempertanggung jawabkan perbuatanmu.
Bukankah kau telah bersengkongkol dengan Adipati Gantra dan orang-orang hamba
kerajaan yang diam-diam menindas rakyat. Bahkan sudah kudengar
kejahatanmu termasuk kedua koncomu itu yang telah tidak sedikit membuat onar.
Terakhir aku mendengar kalian
membantai orang-orang perguruan Elang Suci, termasuk seorang pendeta!"
berkata Nanjar sambil menyengir.
"Kurang ajar! apa urusannya dengan kau?" membentak si Iblis Tongkat Racun. Namun
diam-diam dia terkejut. Seorang pemuda telah berani menghadangnya berarti tak
mungkin kalau pemuda ini tak berkepandaian tinggi!
SEPULUH Namun sebagai seorang yang sudah berkecimpung lama didunia Rimba Hijau
menghadapi seorang yang dapat
dikatakan masih bocah ingusan, dia tak dapat digertak begitu saja. Walaupun
pemuda itu mengetahui rahasia hubungannya dengan Adipati Gandra.
"Bocah keparat! siapakah gurumu"
Kau berani berkata begitu sombong didepan mataku?" membentak si Iblis Tongkat
Racun. "Walah...! kalau mau tahu siapa guruku, kakek buyut gurumu yang
menurunkan ilmu silat pada murid-muridnya dan terakhir adalah kau sendiri itulah
salah satu dari keroconya guruku!" sahut Nanjar seenak perutnya.
Merah padam seketika wajah si
Iblis Tongkat Racun. Betapa
menghinanya bocah kemarin sore itu padanya. Kemarahannya meluap sampai ke ubun-
ubun. Dengan membentak keras laki-laki ini telah gerakkan tongkatnya untuk
menusuk ke arah leher
Nanjar. Bukan itu saja sebelah
lengannya yang telah diisi dengan tenaga dalam membarengi menghantam batok
kepala pemuda kita. Akan tetapi dengan doyongkan
tubuh lalu jungkir balik bersalto, serangan maut itu luput. Bahkan kembali
pemuda dihadapannya itu cengar-cengir persis kera.
"Hehe.. haha.. nguk! nguk! jurus pukulan Mencolek Terasi macam itu dan jurus
Menusuk Tahu yang kau pergunakan sebaiknya kau gunakan bertarung dengan binimu
di rumah! Mengapa kau
pergunakan untuk menyerang aku"
haha..haha.." Nanjar tertawa bergelak-gelak. Tentu saja semakin gusar si Iblis
Tongkat Racun. Diujung
Tongkatnya itu terdapat sebuah lubang kecil yang jika alat yang terdapat
dekat gagangnya digunakan tentu akan mengeluarkan racun bila dia
menghendaki membinasakan lawan dengan cepat. Serangan barusan adalah menguji
sampai dimana tingkat ilmu kepandaian pemuda itu.
Mengetahui lawan benar-benar
memiliki ilmu kegesitan tubuh luar biasa. Iblis Tongkat Racun tak lagi main-main
untuk menganggap remeh lawannya walaupun usia pemuda itu separoh dari umurnya.
Segera dia menyerang dengan
jurus-jurus lainnya yang lebih hebat.
Tongkatnya berkelebat menyambar-
nyambar. Suaranya berdesis bagaikan ratusan ular. Yang terlihat adalah bayangan
hitam yang berkelebatan mengancam jiwa Nanjar. Bahkan sesekali ujung tongkatnya
menyemburkan uap racun.
Nanjar terkejut melihat peru-
bahan serangan lawan. Segera dia pasang inderanya dengan sungguh-sungguh. Salah-
salah jiwanya bisa melayang. Untuk itu Nanjar gunakan serangan-serangan balasan
dari jurus Ular, warisan si Raja Siluman Ular gurunya.
Terkejut si Iblis Tongkat Racun
melihat lawan mudanya mendadak rubah gerakan tubuhnya menjadi meliuk-liuk ular.
Bahkan sepasang tangannya
digunakan untuk mematuk kearah bagian-
bagian tubuhnya yang berbahaya. Untuk melindungi tubuhnya, si Iblis Tongkat
Racun segera putar tongkatnya
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedemikian rupa. Hingga menderu angin berbau amis yang membuat Nanjar harus
merenggangkan tubuh sambil menahan napas.
"Hahaha... mana kehebatanmu kunyuk kecil!?" tertawa Iblis Tongkat Racun
menggertak dengan mengumbar tawa. Kini ganti dia yang merangsak hebat menerjang
Nanjar. Hantaman-hantaman pukulan tenaga dalamnya digunakan bertubi-tubi dengan
jurus-jurus maut yang lebih berbahaya.
Sepuluh jurus berlalu sudah.
Namun sedikitpun Iblis Tongkat Racun tak mampu menyentuh sedikitpun kulit tubuh
Nanjar. Ketika dia tengah
berpikir keras untuk merobohkan lawan.
Mendadak Nanjar berteriak.
"Awas senjata rahasia!"
Dibarengi teriakan itu sebelah
lengan Nanjar bergerak mengibas.
Tersentak laki-laki tua ini. Darahnya tersirap karena hal itu terjadi disaat
posisi tubuhnya dalam keadaan tak menguntungkan. Secepat kilat dia buang tubuh
ke samping untuk bergulingan.
Akan tetapi justru Nanjar telah
mendahuluinya melompat ke arah itu.
Lengannya bergerak menghantam dengan pukulan yang berhawa dingin. Tersentak
kaget Iblis Tongkat Racun. Namun detik
itu dia telah gerakkan tongkatnya menusuk disertai memuncratnya cairan racun
tepat ke arah muka Nanjar.
Bila hal itu tak terhindari maka akan butalah mata Nanjar. Kalau saja Nanjar tak
cepat bertindak gesit menghindari diri tentu akan celakalah dia. Secepat kilat
Nanjar menekuk lehernya hingga seperti lenyap dikedua pundak. Itulah ilmu
warisan si Raja Siluman Biawak yang digunakan.
Lengannya yang menghantam tetap tak terhalang.
BUK! Hantaman keras itu mengenai
sasarannya. Terlemparlah tubuh si Iblis Tongkat Racun bergulingan.
Tongkatnya terlepas dari genggaman tangannya. Sementara Nanjar sehabis
menghantam, kembali berdiri kukuh dengan sepasang kaki tegak di tanah.
Menatap lawan yang menggelosor di tanah terbawa tenaga pukulan. Pukulan Nanjar
ternyata tak menggunakan
sepertiga bagianpun tenaga dalamnya.
Karena dia cuma berniat merobohkan lawan tanpa membunuh. Hal itulah yang
menyebabkan dengan cepat si Iblis Tongkat Racun dapat kembali melompat berdiri.
Akan tetapi wajahnya menyeringai kesakitan. Tubuhnya tergetar seperti diserang
demam. Ternyata hawa dingin telah menjalar di sekujur tubuh. Dan paru-parunya
seperti ditusuk-tusuk jarum.
"Hahaha... aku tak punya senjata rahasia apa-apa, sobat! Mengapa kau begitu
ketakutan sekali menghindarkan diri?" berkata Nanjar sambil tertawa.
Mendelik sepasang mata laki-laki tua ini.
"Setan keparat! kunyuk licik!
aku akan adu jiwa denganmu!" membentak dia. Sekejap dia telah mampu mengusir
hawa dingin dengan kekuatan tenaga dalam yang disalurkan dada. Dengan menggerung
keras laki-laki ini menerjang Nanjar... Akan tetapi pada saat itu sebuah bayangan berkelebat
disamping Nanjar. Tahu-tahu kejap berikutnya si Iblis Tongkat Racun menjerit
panjang dengan teriakan parau. Tubuhnya berdiri terhuyung-huyung. Sedangkan pada
dadanya tertancap tongkat racun miliknya sendiri.
Di dekat tubuh yang limbung itu
berdiri tegak seorang dara yang tak lain dari cantrik sari.
"Kk..ka...kau ...?" terengah-engah suara si Iblis Tongkat Racun.
Namun sesaat tubuhnya telah ambruk ke tanah. Nyawanya telah melayang. Apa yang
membuat Nanjar terlongong adalah dia melihat sesosok bayangan telah menyambar
tongkat si laki-laki tua itu yang tertancap di tanah. Dan
berkelebat memapaki tubuh lawan yang
tengah menerjang ke arahnya. Tak dapat dielakkan lagi amblaslah tongkat itu
memanggang dada si Iblis Tongkat Racun.
SEBELAS "Terima kasih atas bantuanmu membekuk si manusia ini, hingga aku dapat
membunuhnya!" berkata Cantrik Sari seraya melompat menghampiri Nanjar.
"Ah, sayang sekali kau telah membunuhnya. Aku cuma mau menangkapnya hidup-hidup
karena aku perlu keterangan darinya!" berkata Nanjar dengan garuk-garuk kepala.
"Keterangan apakah yang anda inginkan?" bertanya Cantrik Sari.
Diam-diam dia memperhatikan Nanjar dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Banyak keterangan yang kuperlukan! Eh, apakah kau telah membunuh pula kedua
kawan orang ini?"
"Marilah! kau bisa lihat
sendiri!" sahut Cantrik Sari dengan angkuh, lalu berkelebat mendahului Nanjar.
Mendelik sepasang mata Nanjar,
karena dihadapannya terlentang dua sosok tubuh si Kebal Picak dan si Kapak Setan
dalam keadaan sekarat. Apa yang membuat mata Nanjar membelalak
adalah karena kedua laki-laki itu sekarat karena masing-masing alat vitalnya
dalam keadaan hancur.
"Mengapa kau tak membunuhnya sekalian?" berkata Nanjar dengan wajah merah jengah
berpaling menatap si gadis. Terasa kasihan Nanjar melihat keduanya yang sekarat
meregang nyawa. "Biarlah dia merasakan sakitnya dengan kematian secara perlahan itu.
Kukira ganjaran itu sesuai untuk perbuatannya!" berkata ketus Cantrik Sari.
Sementara dikedua pelupuk mata gadis ini mengenang air mata.
"Mereka telah memperkosamu?"
tanya Nanjar yang segera menyadari, karena dia mendengar kata-kata si Kebal
Picak, ketika gadis ini
munculkan diri. Gadis ini tak
menjawab. Tapi membuang muka menahan isak.
Rasa sedih, mendongkol, malu dan lain sebagainya terkumpul menjadi satu di hati
Cantrik Sari, membuat dia tak mampu berkata-kata selain menahan isaknya yang
tersendat di kerongkongan. Dan detik itu juga dia telah
balikkan tubuh dan berlari menutupi mukanya dengan terisak-isak.
"Heeeii! nona! tunggu dulu!"
Nanjar berteriak seraya melompat mengejar. Akan tetapi gadis ini bahkan
mempercepat larinya berkelebatan
meninggalkan tempat di sisi bukit itu.
Nanjar tak mau biarkan dara itu hilang begitu saja dia perlu keterangan darinya
mengenai si manusia iblis pembunuh misterius. Siapa tahu gadis itu mempunyai
keterangan yang diperlukan. Dengan gunakan ilmu melompat
yang terkadang juga ilmu "terbang"
nya, Nanjar berkelebat menyusul si gadis.
Sebentar saja kedua orang itu
telah lenyap dari tempat yang sunyi itu, dimana satu nyawa telah melayang, dan
dua nyawa dalam keadaan sekarat yang sebentar lagi akan dijemput oleh
kematian..... "Mau apa kau mengejarku!?"
membentak Cantrik Sari. Sepasang matanya nyalang menatap Nanjar. Mata yang basah
berair yang mengalirkan air mata membasahi kedua pipinya.
"Walah, walah...! habislah sudah bedakmu terguyur air mata. Sayang, wajah yang
cantik kalau banyak menangis kulitnya cepat peot!" berkata Nanjar dengan menyengir.
"Peduli apa dengan kulit mukaku"
mau peot seperti kulit ular atau biawak bukan urusanmu!" Berkata ketus Cantrik
Sari. "Hahaha... aku cuma mau memberi penjelasan!" berkata Nanjar.
"Penjelasan mengenai apa?"
"Mengenai... mengenai kulit muka! Kulit biawak peot masih bisa laku dijual, akan
tetapi kulit muka yang peot?" sahut Nanjar yang ternyata tujuan kata-katanya
masih berkisar disitu.
"Kurang ajar! mengapa kau usil dengan urusan orang?" Mau menangis atau tertawa,
peot atau tidak! Laki-laki ceriwis!" Memaki Cantrik Sari tapi dalam hati dia
tertawa geli. Siapa gerangan pemuda gagah ini"
Apakah laki-laki dihadapannya juga laki-laki buaya yang pandai menggoda orang
tapi punya maksud jahat"
Pikirnya dalam benak. Namun tak
disangsikan lagi, diam-diam wajah dan perawakan Nanjar membuat dia merasa
simpati menaksirnya.
"Kau ini siapakah" Mau apa
sebenarnya?" bertanya Cantrik Sari seusai menghapus air matanya.
Merasa mendapat angin, Nanjar
tertawa, seraya membungkuk menjura.
"Haiiih, aku sampai lupa
memperkenalkan diri. Maafkan aku nona gagah yang cantik jelita!" ujarnya.
"Namaku... eh, namaku siapa ya?"
Nanjar pura-pura lupa dan berpikir sambil memijit-mijit keningnya. Sikap Nanjar
yang aneh itu membuat mau tak mau si gadis tersenyum lucu.
"Aneh! Linglung! masakan namamu sendiri kau lupa?" tak tahan dia untuk
berkata. "Ya...! tidak salah itulah namaku!" berjingkrak Nanjar setengah berteriak, membuat Cantrik Sari
terlongong heran. "Namamu Linglung?" tanyanya dengan membelalakkan mata.
"Betul! lengkapnya Dewa
Linglung! ya, ya Dewa Linglung!" ulang Nanjar. "He" tapi itu,... julukanku.
Namaku sendiri siapa ya?" berkata Nanjar tiba-tiba dengan menggoyang-goyangkan
tangannya. Dan setelah sejenak dia berpikir.
"Yah! sudahlah! aku tak mampu mengingatnya. Kau sebut sajalah aku si Dewa
Linglung!" ujar Nanjar sambil garuk-garuk kepala.
Tentu saja senyum si gadis
bernama Cantrik Sari itu semakin melebar.
"Pemuda aneh!" gumamnya. Lalu ujarnya. "Baiklah! kukira nama julukanmu itu sudah
cukup untuk mengenalmu! Katakanlah apa yang kau ingin korek keterangan dariku?"
Cantrik Sari segera teringat ketika pemuda ini menyesali dia membunuh si Iblis
Tongkat Racun. "Baiknya kau sebutkan dulu siapa namamu, nona" bukankah bisa lebih leluasa kita
bicara. Disamping itu kita bisa saling mengenal. Kukira kau tak keberatan
menceritakan pula riwayat hidupmu!" berkata Nanjar.
Sejurus Cantrik Sari tercenung.
Pandangan matanya mendelong menatap ke depan, dengan pandangan kosong.
Sementara air matanya kembali meleleh ke pipi. Melihat demikian Nanjar jadi
serba salah, dan garuk-garuk kepala tidak gatal.
"Aiiih, sudahlah nona, mengapa lagi-lagi kau menangis" Janganlah terlalu
memikirkan nasib. Bukankah kau telah membalaskan sakit hatimu"
berkata Nanjar membujuk.
"Aku...aku sudah terlalu banyak dosa, sobat! Ya, terlalu banyak! Entah dengan
apa aku akan menebus dosaku, Mungkin dengan kematian agaknya yang layak" berkata
Cantrik Sari dengan terisak-isak. Nanjar untuk sementara berdiam diri membiarkan
dara itu mengumbar kesedihannya. Diam-diam benaknya berpikir dosa apakah yang
telah dilakukan gadis ini sehingga dia merasa dosanya tak terampuni lagi"
Setelah reda kesedihannya,
Cantrik Sari tanpa diminta segera tuturkan riwayat hidupnya pada Nanjar yang
mendengarkan penuh perhatian.
DUA BELAS Terkejutnya Nanjar tak dapat
dikatakan lagi mendengar bahwa
pembunuhan sadis yang selama ini terjadi adalah akibat perbuatan
Cantrik Sari yang diperintah oleh gurunya yaitu si Siluman Gila Guling.
Sejenak Nanjar menatap dara itu dengan terpukau.
"Dasar dendam apakah gurumu hingga menyuruhmu melakukan perbuatan demikian
terhadap orang-orang
kerajaan?" tanya Nanjar. Walaupun sebenarnya dia telah ketahui dari ayahnya
tentang orang-orang kerajaan itu, namun dasar dendam hingga
dibunuhinya orang aparat kerajaan itu perlu diketahui.
"Aku kurang mengetahui tentang hal itu. Akan tetapi guruku adalah seorang laki-
laki tanpa daksa yang tak mempunyai lengan dan kaki!" menyahut Cantrik Sari.
"Ah..?" tersentak Nanjar.
Sejurus kembali dia tercenung. "Pantas korban-korban yang dibunuh Cantrik Sari
demikian sadis. Tentulah dendam kesumat orang yang menamakan dirinya si Siluman
Gila Guling itu amat dalam sedalam lautan." Nanjar menghela napas....
"Kini apa yang tengah kuselidiki telah menjadi terang. Apakah langkah
selanjutnya yang akan kau tempuh?"
bertanya Nanjar. "Entahlah! aku sendiri tak
mengetahui apa langkahku selanjutnya!
Karena aku tak mengenal siapa kedua orang tuaku. Memang aku telah
ditunjuki jalan untuk mencari tahu siapa adanya kedua orang tuaku oleh guruku,
yaitu mencari orang tua yang bernama Kebo Layung. Akan tetapi aku seperti tak
berhasrat lagi. Kedatanganku ke seputar wilayah Kota Raja untuk mencari orang itu hanya akan
menambah pedihnya hatiku
mengingat perbuatan-perbuatan yang telah kulakukan. Kukira....kukira jalan
sebaiknya bagiku adalah
kematian! Kau telah mengetahui akulah penjahat yang kau cari-cari, sobat Dewa
Linglung! Nah! tunggu apa lagi"
Kau bunuh sajalah aku! Dengan demikian aku terbebas dari kekalutan dan
kesedihan serta penyesalan yang
menggerogoti jiwaku!" Kata-kata Cantrik Sari tersendat. Dan dia telah bangkit
berdiri menatap Nanjar serta membusungkan dada menunggu keputusan Nanjar.
"Aiih! mengapa kau berkata
begitu" Orang-orang yang kau bunuh itu kudengar adalah abdi-abdi kerajaan yang
berhati busuk. Yang bekerja sama melakukan kejahatan dan perbuatan nista di
belakang punggung Raja.
Pantaslah kalau mereka mati. Juga kau melakukan itu atas dasar menjalankan
perintah gurumu. Kukira dosamu tak begitu besar!" ujar Nanjar.
Lalu sambungnya lagi. "Untuk masalah ini gurumulah yang bertanggung jawab.
Bahkan dia bertanggung jawab juga atas dosamu! Oleh sebab itu jangan kau
berputus asa. Jalan hidupmu masih panjang. Sebaiknya kau mencari orang yang
bernama Kebo Layung itu untuk mendapat tahu siapa kedua orang tuamu!" Nanjar
mengusulkan demikian karena khawatir si dara ini membunuh diri setelah dia
memberi keterangan panjang lebar.
Tercenung beberapa saat Cantrik
Sari. Tak lama terdengar dia menghela napas. Kesedihannya telah berkurang.
Dara itu kembali duduk di atas batu.
"Pendapatmu baik juga, sobat Dewa Linglung. Terima kasih atas nasehat-nasehat
yang kau berikan. Lalu apakah langkah yang akan kau lakukan?"
bertanya Cantrik Sari.
Tentu saja aku harus menemui
gurumu si Siluman Gila Guling alias Ki Bromo Rekso itu di lembah tanpa nama.
Namun sebelum kau berangkat mencari Kebo Layung..."berkata Nanjar seraya bangkit
mendekati. "Kukira kau tak keberatan bukan"
Kau cuma menunjukkan tempatnya saja, lalu kau boleh segera tinggalkan
pergi. Namun pesanku selama kau
mencari jejak orang yang bernama Kebo Layung itu sebaiknya kau melakukan
penyamaran!" Cantrik Sari manggut-manggut. Wajahnya tampak cerah secerah
matahari. Dia merasa baru keluar dari satu lembah yang menakutkan. Kata-kata
Nanjar ibarat cahaya yang menerangi hidupnya. Tak terasa air matanya berlinang.
Ditatapnya Nanjar dengan tertegun entah mengapa dia seperti enggan berpisah
Dewa Linglung 3 Siluman Gila Guling di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan pemuda aneh yang gagah namun berpandangan luas itu. Hatinya yang gersang
seperti mendapatkan tempat bernaung disaat didalam jiwanya terselip beribu
kekalutan! Nanjarpun menatap tajam. Tatapan mata yang seolah ingin melihat isi hati dara
ini apakah dapat mengerti kata-kata dan nasihatnya" Yang ditatap tertunduk
dengan wajah merona merah.
Entah mengapa dia merasa kulit mukanya menjadi panas. Darahnya tersirap dan
degup jantungnya berdebaran cepat.
"Tidak! tidak! kau terlalu jauh berpikir," Cantrik Sari. "Kau tak mungkin
mencintainya. Keadaanmu sudah lain, karena kau sudah tidak suci lagi.... Lagi
pula keadaanmu sendiri masih kalut. Persoalan belum tuntas.
Karena kau perlu mencari tahu siapa kedua orang tuamu sebenarnya...."
berkata Cantrik Sari dalam hati
kecilnya yang memperingati hasrat kewanitaannya, yang menggeliat
tergelitik apa yang bernama cinta....
"Kapan kau mengambil keputusan untuk berangkat?" bertanya Cantrik Sari memutus
lamunannya yang melantur.
"Sekarang!" sahut Nanjar.
Cantrik Sari mengangguk.
"Baiklah, mari kita berangkat!"
ujarnya. akan tetapi baru saja Cantrik Sari selesai berkata mendadak ....
"Hehehe.... hehe.... tak usah mengunjungi lembah itu bocah-bocah muda! karena
aku telah datang dan berada ditempat ini!"
Bukan main terkejutnya Nanjar
dan Cantrik Sari tak terkirakan karena seusai suara tertawa dan kata-kata
bernada parau itu, tampak terlihat angin menggebu bergulung-gulung di hadapan
mereka. Keduanya terperangah memandang tak berkedip. Terutama Nanjar yang merasa
keanehan ini baru dialami.
Mendadak angin lenyap sirna
bagai ditelan bumi. Dan samar-samar di depan mereka tampak bayangan hitam
sesosok tubuh manusia. Makin lama makin jelas. Dan kejap berikutnya segera
terlihat sesosok tubuh seorang kakek bertubuh gemuk mengenakan jubah warna
hitam. Berambut putih dengan kumis dan jenggot lebat.
Melihat siapa adanya orang ini,
Cantrik Sari mundur selangkah.
Sedangkan Nanjar ternganga dengan membelalak. Sosok tubuh laki- laki itu persis
seperti apa yang diceritakan si gadis, dan memang dia bertujuan untuk menjumpai
orang ini. Tak terasa dari bibirnya terluncur kata-kata kaget.
"Siluman Gila Guling...!?" be...
benarkah kau orangnya...?"
Terdengar suara parau berat.
Rahang kakek tanpa daksa itu bergerak-gerak.
"Benar! Tidak salah! akulah si Siluman Gila Guling alias ki Bromo Rekso!"
menyahut kakek ini. "Bagus! bagus...! anda sungguh berbaik hati orang tua! Aku si Dewa Linglung
memang mau menemui anda untuk menanyakan padamu apakah yang menjadi sebab anda
membunuhi orang-orang abdi kerajaan Giri Jaya" Kukira anda bisa menjelaskan!
Lalu mengapa anda sekejam itu menyuruh murid anda yang melakukan, tanpa anda
menyebutkan permasalahannya. Mengapa anda tak turun tangan sendiri?"
"Heheheh... pertanyaanmu bagus sekali bocah muda! Julukanmu lucu dan orangnya
pun juga gagah. Kau sepadan bila bersanding dengan muridku Cantrik Sari!"
berkata Siluman Gila Guling dengan tertawa mengekeh. Lalu
lanjutnya. "Kau menanyakan dendam apakah hingga aku membantai orang-
orang abdi Kerajaan Giri Jaya" Hm, dendamku bukanlah sembarang dendam.
Karena dalamnya lautan masih lebih dalam dendam kesumat yang mengeram dalam
dadaku ini, yang telah kusimpan selama belasan tahun! Kau lihatlah keadaan
anggota tubuhku ini. Aku telah orang tanpa daksa yang tak berguna.
Semua ini adalah akibat perbuatan manusia-manusia yang telah
kuperintahkan Cantrik Sari menghabisi nyawanya. Bahkan memperlakukan dengan
sadis seperti halnya mereka
memperlakukan aku. Bahkan lebih sadis lagi!" berkata Siluman Gila Guling.
Tertegun Nanjar dan Cantrik Sari mendengar kata-kata si kakek.
"Tahukah kau apa sebabnya aku menamakan diriku dengan julukan
Siluman Gila Guling" Heheheh... karena aku memang telah berbuat gila! Bahkan
lebih gila lagi dari para abdi
kerajaan yang telah mampus itu,
sebagai pembalasan dendamku. Tahukah kau apa tujuanku" Aku takkan puas sebelum
membunuh semua orang-orang Kerajaan Giri Jaya! Guling berarti aku akan
menggulingkan kerajaan Giri Jaya.
Menghancurkan! memusnahkan! agar ditanah Jawa ini tak akan pernah berdiri lagi
kerajaan yang bernama Giri Jaya!" Suara kata-kata Siluman Gila Guling menggembor
keras yang diucapkan dengan berapi-api. Betapa
begitu mendendamnya dia untuk
menumbangkan kekuasaan Kerajaan Giri Jaya tidaklah terkatakan!
Nanjar terperangah mendengar
kata-kata yang menggetarkan tanah itu.
Keringat dingin menetes kedahinya.
"Celaka!" kehancuran Kerajaan Giri Jaya harus dicegah. Manusia ini amat
membahayakan, karena dendam telah merubah dirinya menjadi hawa napsu yang tak
terkendali. Bahayanya akan menimpa pada rakyat jelata. Karena bukan mustahil
kalau tindakan selanjutnya yang akan diambil olehnya mengumbar hawa nafsu semaunya?"
berkata Nanjar dalam hati.
"Bolehkan, aku mengetahui
siapakah sebenarnya anda?" tanya Nanjar yang tetap berlaku tenang.
"Aku adalah orang yang paling berhak atas kerajaan Giri Jaya, karena akulah
orang yang paling banyak
berjasa ketika mendirikan kerajaan!"
"Aku adalah bekas seorang kepala komplotan Bajak Laut dimasa perebutan kekuasaan
merampas kerajaan kecil bernama Giri Langka, yang kemudian dirubah menjadi Giri
Jaya! Tidaklah mudah menumbangkan kekuasaan kerajaan Giri Langka kalau tidak
dengan kepandaian yang luar biasa. Akan
tetapi setelah berhasil merebut
kerajaan, dan berdiri megah kerajaan Giri Jaya, ternyata jerih payah
keringatku disia-siakan. Kawan-kawan seperjuanganku menganggap aku tak pantas
menjadi raja. Dianggapnya aku tak akan mampu menjadi seorang raja yang harus
memimpin rakyat. Padahal sebelumnya aku yang mereka andalkan untuk melakukan
perebutan kekuasaan itu!" berkata keras dan berapi-api si Siluman Gila Guling
lalu lanjutnya. "Lalu apa yang dilakukan rekan-rekanku" ternyata mereka tetap akan mengangkat
raja kerajaan Giri Langka untuk menjadi raja. Akan tetapi
dibawah pengaruh mereka. Aku tak
menyetujui usul itu. Aku bersikeras untuk membunuh saja raja Giri Langka.
Akhirnya mereka mengeroyokku.
Aku dapat mereka robohkan, akan tetapi aku tak dibunuh. Tapi aku telah
dipotong semua anggota tubuhku seperti kau lihat sekarang ini! Hingga jadilah
aku seorang tanpa daksa yang tak berguna! Sungguh menyakitkan sekali bukan"
mengapa mereka tak membunuhku saja sekalian" Kukira itu lebih baik.
Dapat kau bayangkan betapa penderitaan yang aku rasakan. Aku dibuang disatu
lembah yang tak pernah dikunjungi manusia. Nyaris binatang buas
menerkamku kalau aku tak beruntung bisa menyelamatkan diri.
Di goa tempat tinggalku selama
belasan tahun itulah aku menggembleng diriku dengan ilmu-ilmu gaib dengan
dendam kesumat yang suatu saat akan kubalaskan! Tahukah kau siapa yang
menemaniku selama ini?" Berkata demikian Siluman Gila Guling menatap pada
Cantrik Sari. "Muridku itulah yang menemaniku!
Dia berada bersamaku sejak dia berusia tujuh tahun!" kakek ini menjawab sendiri
pertanyaannya. Lalu dia
menatap tajam pada Cantrik Sari
"Cah ayu, Cantrik Sari muridku, mendekatlah kemari nak..!" berkata dia. Gadis
ini yang sejak tadi mendengarkan dengan berdebar-debar seperti ditarik besi sembrani telah maju
melangkah mendekati kakek itu.
"Bagus! kau memang seorang murid tiada duanya. Kau merawatku selama belasan
tahun menemaniku tinggal dalam goa. Sebagai imbalan aku telah
memberimu pelajaran ilmu silat, bahkan juga ilmu gaib! Walaupun tak seberapa
tinggi namun kenyataannya kau telah berhasil menjalankan tugas yang
kubebankan padamu!" kakek ini tersenyum menatap sang murid. Lalu sambungnya.
"Tahukah siapa yang telah
mengantarkan kau ke tempatku untuk menemani aku?" bertanya Ki Bromo Rekso.
Cantrik Sari menggeleng.
"Hehehe... heheh... kau tak dapat
mengingatnya, karena usiamu
masih terlalu kecil. Dialah yang
bernama. Kebo Layung! Dia adalah salah seorang anak buahku yang paling setia.
Dialah yang hampir setiap saat datang ke lembah untuk membawa makanan.
Sengaja dia tak pernah menampakkan diri padamu, karena aku yang melarang.
Dan tahukah kau anak siapakah kau"
Heheheh....kau adalah anak tumenggung Penjali yang telah kau bunuh itu! Kebo
Layung telah kuperintahkan untuk menculiknya dan membawanya ke lembah itu!
Satu lagi yang belum kuceritakan padamu yaitu orang yang bernama Kebo Layung itu
sebenarnya telah kubunuh, setelah aku berhasil menguasai ilmu-ilmu dan dia sudah
tak kuperlukan lagi. Hal itu sengaja kulakukan agar tak bocornya rahasia siapa
adanya kau dan menutup mulut Kebo Layung!"
Sampai disini Ki Bromo Rekso
alias Siluman Gila Guling menghentikah penuturannya. Dia menatap tajam pada
Cantrik Sari yang diam seperti arca.
Mulutnya ternganga, sepasang matanya membelalak lebar tak percaya apa yang
diucapkan kakek itu.
"Jadi... jadi aku... aku telah membunuh kedua orang tuaku sendiri?"
Tergetar kata-kata Cantrik Sari
mengucapkan kata-kata itu.
"Benar karena aku menginginkan demikian, agar kau membunuh Tumenggung Penjali.
Karena dialah manusia pertama
yang memutuskan sepasang lenganku!"
Kata-kata Siluman Gila Guling begitu tegas. Seketika pucatlah air muka Cantrik
Sari. Pandangan matanya
berkunang-kunang. Dengan menjerit histeris lengannya bergerak menghantam batok
kepalanya sendiri. Terkejut Nanjar melihat apa yang terjadi didepan mata. Tak sempat lagi dia
bertindak menolong sedikitpun, karena gadis itu telah roboh ke tanah dengan
batok kepala hancur berpuncratan darah dan otaknya.
Nanjar melompat kearah si
Siluman Gila Guling dengan membentak keras. Lengannya menghantam dengan pukulan
Inti Es. "Manusia iblis! perbuatanmu sungguh bukan perbuatan manusia!"
WHUUUK,..! BLLLAARRR! Terjadilah ledakan keras. Hawa
dingin mengembara ke sekitar tempat, Batang-batang pohon di depan Nanjar
berderak patah bertumbangan dan
bergumpalan dengan lapisan es.
Akan tetapi si Siluman Gila
Guling tak menampakkan bayangannya.
"Iblis keparat keji! keluarlah kau! tampakkan dirimu pengecut!"
teriakan Nanjar menggema berpantulan.
Suasana lengang mencekam. Tak ada tanda-tanda kemana berkelebatnya si Siluman
Gila Guling. Dalam ketegangan yang mencekam
itu tiba-tiba terdengar suara tertawa terkekeh-kekeh. Dan dihadapan Nanjar
kembali muncul bayangan tubuh kakek itu. Muncul dengan aneh, seolah datang dari
alam gaib. "Hehehe.. heheheh... bocah
hebat! kau takkan mampu membunuhku saat ini, karena aku akan tetap
mewujudkan cita-citaku! Kau bocah hebat yang kuberikan kesempatan padamu untuk
kau memperdalam ilmu kedigja-yaanmu. Kelak aku akan menguji
kekuatanmu. Saat ini kau bukanlah apa-apa bocah linglung!" Selesai berkata, si
kakek Siluman Gila Guling tertawa terkekeh-kekeh. Dan sekejap tubuhnya kembali
lenyap sirna tak berbekas.
Nanjar tertegun menatap tak
bergeming. "Manusia atau hantukah dia?" pikir Nanjar. Mulutnya ternganga.
Sementara telinganya mendengar suara angin bergemuruh. Dibarengi suara angin
yang mengguruh yang menerbangkan dedaunan itu lapat-lapat terdengar suara tertawa si Siluman Gila
Guling yang semakin menjauh....
dan semakin jauh. Akhirnya deru
anginpun lenyap. Suara tertawa itupun tak kedengaran lagi.
Lama Nanjar terpaku memandang.
Lama dia berdiri bagai arca. Namun kemudian dia tersadar. Matahari sudah
menggelincir ketika pemuda itu
perlahan-lahan beranjak meninggalkan tempat itu. Meninggalkan timbunan tanah
yang telah digalinya untuk mengubur jenazah Cantrik Sari...
T A M A T Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Pendekar Aneh Naga Langit 3 Bara Naga Karya Yin Yong Anak Berandalan 5