Pencarian

Tiga Dara Pendekar 32

Tiga Dara Pendekar Seri Thiansan Jiang Hu San Nu Xia Kang Ouw Sam Lie Hiap Karya Liang Ie Shen Bagian 32


Diam-diam Yong Ceng tertawa sendiri, mana mungkin gadis
ini adalah samarannya, sebab gadis pilihan ini sudah melalui
berbagai saringan dan diteliti pula sesampainya di istana, pula
meski wajah gadis ini memang sedikit mirip, tetapi mana bisa
menimpali kecantikan Pang Lin yang tiada bandingannya.
Yong Ceng menjadi termenung menghadapi lukisan itu,
terkenang olehnya wajah Pang Lin yang kekanak-kanakan dan
banyak gayanya, tanpa terasa ia menghela napas terharu
kenapa gadis tercantik ini bisa bermusuhan dengan dirinya.
Waktu ia periksa lukisan yang bernama Lim Ci im, ia lihat di
bawahnya tercatat, "Diberikan pada Lau-kuijin di Cui-hoakiong".
Setelah termangu-mangu lagi, Yong Ceng lantas melipat
gambar itu. ia perintahkan memanggil Haptoh dan diajak
pergi. Tempat dimana para selir kaisar tinggal disebut 'Kim-wan'
atau taman terlarang, pengawal dalam istana hanya boleh
menjaga di luar, kalau tidak mendapat titah kaisar tidak boleh
sembarangan masuk. Karena im, Yong Ceng menyuruh
Haptoh menunggu di luar Cui-hoa-kiang, sedang ia sendiri
masuk ke istana im. Cui-hoa-kiong adalah bangunan baru yang dirombak
setelah Yong Ceng naik takhta, jika sudah masuk tembok
istana im, di dalamnya penuh dengan tetumbuhan yang indah
dan terdapat pula sebuah kolam teratai.
Yong Ceng berjalan ke dalam dengan perlahan, waktu itu
sang dewi malam menyinarkan cahaya terang, hembusan
angin sepoi-sepoi membawa bau wangi bunga teratai yang
sedap menawan hati. Ketika hampir sampai di kolam teratai itu, tiba-tiba Yong
Ceng dengar ada suara helaan napas yang halus, waktu
dipandang, ia lihat di tepi kolam muncul bayangan orang yang
langsing menggiurkan. Yong Ceng sengaja berjalan
mengendap-endap, diam-diam ia mendekati orang.
"Apakah kau adalah gadis yang baru masuk istana, kenapa
menghela napas?" kemudian ia menegur dengan suara
tertahan. Tatkala im mendadak Kionggo menoleh, seketika hati Yong
Ceng terguncang. "Apa kau ini Lim Ci?" ia bertanya.
Ia lihat wajah gadis ini jauh lebih cantik daripada
lukisannya, namun tetap tidak bisa menandingi kecantikan
Pang Lin, malahan di muka gadis ini terdapat tahi lalat lagi.
"Memang sangat mirip, kalau tiada tahi lalat ini, sungguh aku
bisa mengira dia ini Pang Lin!" demikian Yong Ceng berkata
dalam hati. "Hamba betul adalah Lim Ci, banyak terima kasih atas
perhatian Hongsiang," sahut gadis itu dengan tersenyum dan
kerlingan mata yang genit.
Waktu ia tertawa, pada pipi sebelah kiri mengunjuk dekik
yang menarik. Kembali hati Yong Ceng terguncang, sampai ia mundur dua
tindak, habis itu baru ia maju lagi hendak menarik tangan
gadis itu. "Kau sungguh sangat mirip dengan seseorang," dengan
tertawa ia berkata. Kiranya Yong Ceng orangnya sangat cerdik dan teliti, sejak
kecil Pang Lin tinggal dalam istananya, maka ia sudah
memperhatikan Pang Lin, bila tertawa pada pipi kanan selalu
mengunjuk satu dekik. Tapi dekik di pipi dayang ini adalah
sebelah kiri. "Mirip seperti siapakah?" dengan tertawa gadis tadi
menyahut. Sementara itu tangan Yong Ceng hendak menarik tangan si
nona, di luar dugaan mendadak gadis ini membalik tangannya
terus memegang kencang pergelangan tangan Yong Ceng,
dengan kecepatan yang luar biasa dua jari tangan lain lantas
menjojoh kedua mata Yong Ceng.
Gerak serangan si gadis ini adalah Kim-na-jiu yang
dicampur dengan ilmu menutuk yang luar biasa lihainya,
musuh dicekal urat nadinya kalau tidak lantas lumpuh tak
berkutik, sedikitnya dua matanya akan kena dijojoh hingga
buta. Untung Yong Ceng pernah mendapat ajaran Siau-lim Samlo,
meski sudah menjadi kaisar, ia masih selalu berlatih
dengan giat, maka pada detik yang sangat berbahaya bagi
jiwanya ini ia masih mampu mengeluarkan ilmu pukulan Lohan-
kun dari Siau-lim-si, ia kipatkan tangannya dengan kuat
ke belakang, secepat kilat pula ia anggukkan kepala, sekaligus
ia menghindarkan dua macam serangan tadi, tenaga Yong
Ceng memang besar, perubahan gerakannya cepat pula,
karena pegangannya kurang kuat, gadis itu malah kena
terseret maju dua tindak.
Dalam pada itu terdengar Yong Ceng menggertak lagi,
kepalan kiri menyusul menghantam pula secepat kilat, ilmu
pukulan Siau-lim-si-kun memang hebat.
Sama sekali tak terduga, di antara sambaran angin pukulan
Yong Ceng, gadis itu tahuatahu sudah menghilang.
Kiranya gadis im punya Ginkang yang hebat, pada saat
angin pukulan musuh menyambar datang, orangnya segera
melompat ke atas, terapung di udara, pedangnya segera pula
dia lolos, tanpa ayal terus menikam dari atas.
"Haptoh lekas datang!" Yong Ceng berteriak minta
bantuan. Lalu ia keluarkan ilmu pukulan Siau-lim-si yang hebat,
sambil bertempur sambil mundur pula, dalam sekejap ia sudah
hindarkan tiga kali serangan musuh.
Kiam-hoat gadis itu luar biasa lihainya, meski beberapa
serangannya tak membawa hasil, tapi sinar pedangnya tibatiba
meluas dan melingkar-lingkar, mengurung jalan mundur
Yong Ceng. Gadis cantik ini bukan lain ialah Pang Ing. Bersama Pang
Lin dan Lu Si-nio mereka menyamar sebagai gadis yang dipilih
dan menyelundup masuk istana.
Sesudah membikin geger di istana tempo hari, demi
mendengar cerita Kam Hong-ti tentang Kiongli yang bunuh diri
menceburkan diri ke sungai im, hati Pang Lin lantas tergerak,
ia usulkan satu akalnya, yakni kebetulan tahun im adalah
jatuh pemilihan gadis, banyak anak gadis dari keluarga
mampu- atau hartawan berdaya menghindarkan diri atau
mencari menantu dan menikahkan, atau menyuap petugas
yang bersangkutan. Lu Si-nio bertiga menyediakan diri mewakili anak gadis dari
keluarga melarat untuk dipilih, dengan wajah mereka yang
cantik, tentu saja mereka lantas terpilih.
Dengan sendirinya mereka menyamar sedemikian rupa,
setibanya dalam istana, mereka sengaja menyuap pelukis agar
mereka digambar sedikit berlainan dengan wajah aslinya.
Sudah tentu hal ini sangat aneh, sebab bagi gadis lain, yang
diminta justru agar bisa digambar lebih cantik supaya ada
rezeki mendapat 'berkah' kaisar, kini Si-nio bertiga justru
menyuap agar digambar jelek.
Waktu mereka masuk istana, kebetulan Yong Ceng masih
kebat-kebit karena ketakutan akan kedatangan pembunuh
gelap, maka selama tiga bulan lamanya mereka belum ada
kesempatan bertemu dengan kaisar; sama sekali tak terduga,
seperti didorong setan saja. malam ini Yong Ceng sendiri yang
menghampiri gebuk ke Cui-hun-kiong dan kepergok Pang Ing.
Dalam pada itu ketika Haptoh yang menjaga di luar
mendengar teriakan Yong Ceng, keruan tidak kepalang
terkejutnya, lekas ia melompat ke atas pagar tembok terus
memburu masuk untuk menolong baginda rajanya.
Tetapi belum tiba di tempat, tiba-tiba ia lihat di antara
semak-semak yang lebat satu bayangan berkelebat, seorang
Kionggo muncul mendadak, gerak tubuhnya luar biasa
gesitnya. Haptoh jadi tergerak hatinya, selagi senjata gembolannya
hendak dia timpukkan, mendadak terdengar suara mengaung
susul-menyusul, dua titik sinar hitam-emas telah menyambar
dari tangan Kionggo itu. Ini adalah senjata tunggal Pang Lin
yang lihai sekali. Tempat dimana Pang Lin tinggal tidak jauh
dari tempat Pang Ing, malam ini diam-diam ia hendak mencari
sang Taci dan kebetulan memergoki Haptoh.
Namun Haptoh adalah Congkoan atau pemimpin besar dari
semua bayangkara di istana, ilmu silatnya sudah tentu tidak
biasa, begitu ia berkelit, gembolannya berputar, dua Hui-to
yang Pang Lin timpukkan sudah kena dihantam mencelat ke
angkasa. Meskipun demikian, Haptoh lantas terhalang juga majunya.
Sedang Pang Lin bukan main cepat gerak-geriknya. Setelah
pedang dilolos, segera ia mengarah tenggorokan Haptoh.
Dengan sendirinya Haptoh tidak mandah diserang, dua
gembolannya berputar cepat untuk menjepit senjata orang,
namun Pang Lin terlalu licin gerakannya, tampaknya ia
bergerak mengikuti arah pedangnya, tetapi tahu-tahu sudah
menerobos lewat di bawah himpitan dua gembolan tadi,
menyusul beruntun ia membabat dan menikam dua kali pula.
Terkejut sekali Haptoh, ia tak menduga Pang Lin bisa maju
begitu pesat ilmu silatnya, lekas ia ayun gembolan kiri, dengan
gerakan 'Swat-hoa-gap-teng' atau kembang salju menutup
kepala, sedang gembolan sebelah lain dengan tipu 'Ko-suboan-
kin' pohon tua akarnya melingkar, senjatanya berputar
berbareng buat melindungi tubuhnya.
Karena itu, meski Kiam-hoat Pang Lin sudah maju jauh
sekali, namun ia masih kalah ulet dari musuh, didesak
gembolan Haptoh yang diputar cepat, ia tak mampu
mendekatinya. Namun Haptoh yang dihadang menjadi tak bisa menerjang
lewat, padahal ia dengar Yong Ceng berteriak minta tolong
lagi. Keruan Haptoh semakin gelisah, mendadak ia percepat
putaran gembolannya, gembolan sebelah kiri dia timpukkan
menghantam dada Pang Lin.
Anak dara ini tahu akan kelihaiannya senjata ini, ia berkelil
dan mundur dengan cepat, kesempatan ini digunakan Haptoh
untuk mencekal gembolan dengan satu tangan, sedang
tangan yang lain mengeluarkan dua bola hitam bundar dan
segera dilemparkan ke udara, maka terdengarlah suara
mengaung aneh dan riuh. Pang Lin kenal ini adalah suara tanda bahaya di antara
kawanan Hiat-ti-cu, hatinya jadi tergerak, ia menaksir tentu
Encinya sudah kebentur dengan kaisar, jika tidak, tak mungkin
Haptoh begini gugup, maka tanpa menunggu Haptoh
menubruk maju lagi, Pang Lin lantas melayang menuju tempat
datangnya seruan Yong Ceng.
Haptoh kalah dalam hal Ginkang, maka ia tak mampu
mengejar, tetapi segera ia timpukkan dua buah Hiat-ti-cu,
namun tanpa menoleh sedikitpun Pang Lin menyambut Hiat-ticu
im dengan dua pisau terbangnya hingga bola baja ini kena
dihantam jatuh. Tengah Pang Lin merasa senang, tiba-tiba terdengar suara
tertawa ngakak yang aneh, satu bayangan orang yang besar
mendadak melayang masuk dari pohon di sebelah, maka
tertampaklah seorang padri asing dengan jubahnya yang
merah membara melayang turun.
la bukan lain daripada Emopu. Begitu cepat datangnya dan
begitu ia ayun kebutnya, segera Pang Lin didesak mundur tiga
tindak. "Ini adalah orang yang dikehendaki Hongsiang, jangan
sampai terlepas," seru Haptoh kegirangan.
Ia tahu dengan ilmu silat Emopu, jelas Pang Lin tak bisa
lolos, maka ia sendiri lantas pergi menolong Yong Ceng.
Tidak terduga walaupun ilmu silat Pang Lin jauh di bawah
Emopu, tetapi gadis ini paham berbagai cabang silat yang
aneh, pula ia mengetahui tempat yang menjadi ciri Emopu
yang berbahaya bagi jiwanya, maka meski Emopu sudah
menyerang tiga kali beruntun, namun selalu dapat dihindarkan
Pang Lin dengan lompatan seperti elang kucing, pedangnya
malah menusuk cepat pula berulang-ulang, selalu ia mengarah
tempat mematikan di tubuh Emopu, karena jeri oleh serangan
ini, seketika Emopu menjadi kehilangan akal dan tak mampu
mengalahkan orang. Tetapi apapun juga Pang Lin masih jauh
di bawah musuhnya, meski ia paham cara Tiam-hiat dari
agama Lamma Merah di Tibet, ia tak dapat pula mendekati
orang. Di sebelah sana, dengan Kiam-hoat yang lihai, Pang Ing
lagi menguning Yong Ceng pada suatu sudut, ia serang
dengan gencar hingga yang satu lebih hebat dari yang lain,
tampaknya tak lama lagi Yong Ceng pasti akan terpaku di
tembok oleh tusukan Pang Ing, syukur secepat terbang
Haptoh memburu datang, mendadak gembolannya dia
timpukkan hingga terdengar suara "trang" yang keras, pedang
Pang Ing dibentur oleh gembolannya hingga api menciprat,
ternyata gembolan Haptoh telah terbelah menjadi dua,
sebaliknya Pang Ing tergetar mundur dua tindak.
Namun dengan mati-matian Haptoh lantas merangsek maju
lagi dengan mengayun sebelah gembolannya.
Sebenarnya kepandaian Pang Ing sekarang sudah
setanding dengan Haptoh, dalam hal Ginkang ia malah di
atasnya, tetapi karena tujuannya ialah Yong Ceng, maka lidak
ingin ia terlibat dengan Haptoh, begitu pedangnya dia balik, ia
pura-pura menyerang sekali, lalu mendadak meloncat ke atas,
ketika gembolan Haptoh dihantamkan, ia lihat anak dara ini
sudah terapung di udara, bahkan ketika kakinya sedikit
menutul bola gembolannya, dengan enteng sekali ia malah
meminjam tenaga menbalnya terus melayang naik, habis itu
secepat kilat sinar pedangnya menyambar menusuk ke atas
kepala Yong Ceng. Tetapi Yong Ceng terlalu cerdik, tiba-tiba ia jatuhkan
dirinya, dengan sekali berguling ia hindarkan diri dari tusukan,
namun Pang Ing masih terus melayang maju, susul-menyusul
ia menyerang dua kali. Sudah tentu Yong Ceng bukan lawan
lemah, sesudah menghindarkan tusukan Pang Ing yang
mengarah dari atas tadi, segera pula ia sambut orang dengan
pukulannya. Haptoh membentak juga, gembolannya diputar dan
mengudak maju lagi, ia menutup jalan belakang Pang Ing.
Karena sendirian melawan dua musuh, Kiam-hoat Pang Ing
yang lihai tak leluasa dimainkan lagi hingga tekanannya
banyak berkurang, Yong Ceng menjadi senang, ia tertawa


Tiga Dara Pendekar Seri Thiansan Jiang Hu San Nu Xia Kang Ouw Sam Lie Hiap Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbahak-bahak, sedang ia hendak mengambil kesempatan im
untuk angkat langkah seribu, tiba-tiba ia mendengar Pang Ing
tertawa mengejek. "Hm, masih berani kau lari" Pentanglah mata anjingmu,
lihatlah siapakah im yang datang!"
Waktu Yong Ceng pasang kuping, terdengar di luar istana
itu riuh-ramai dengan suara orang yang makin mendekat, di
antara suara ramai im bercampur pula suara suitan panjang,
ia kenal im adalah suara Thian-yap Sanjin.
"Im pengawalku datang, lekas kau menyerah saja, mungkin
aku bisa mengampuni kau, malahan boleh jadi aku akan
mengangkat kau sebagai Kuijin pula," kata Yong Ceng dengan
tertawa. "Hm, kau betul-betul sudah dekat ajal masih belum sadar,
lihat im siapa dia, apa dia pengawalmu?" Pang Ing balas
tertawa ejek. Habis im di antara pepohonan yang lebat mendadak
terdengar suara suitan panjang disusul munculnya gadis
berbaju putih dengan ikat kain yang melambai-lambai tertiup
angin. Melihat siapa orangnya, seketika muka Yong Ceng
pucat-pasi bagai mayat, begitu kagetnya hampir semangatnya
terbang meninggalkan raganya, ternyata yang datang adalah
Lu Si-nio. Ginkang Lu Si-nio sudah sampai di tingkat yang tiada
bandingannya, di antara orang-orang di sekitarnya, kecuali
Pang Ing, tiada yang mendengar suara kedatangannya.
Dalam pada im sesudah mencabut pedangnya, segera Lu
Si-nio mencegat jalan lari Yong Ceng.
"O, ayah, arwahmu dapatlah menyaksikan hari ini putrimu
membalaskan sakit hatimu!" dengan menengadah Si-nio
berseru. Begim seram suara tertawanya hingga Yong Ceng berdiri
bulu ramanya dan mengkirik ketakutan, begitu pula Haptoh
menjadi lemas saking jeri pada nona ini.
Dengan pedang terhunus di tangan, setindak demi setindak
Sinio mendekat, Haptoh menyiapkan gembolannya juga, ia
berdiri di samping Yong Ceng dengan tubuh rada gemetar,
sebaliknya Yong Ceng terpaku seperti patung, ia kehilangan
akal, ia tahu Ginkang Lu Si-nio jauh lebih tinggi dari dirinya,
jika ia berani sembarangan lari, tentu ia akan lebih gampang
diserang dan lebih cepat pula dia akan binasa.
Begitulah dengan setindak maju setindak Lu Si-nio
mendesak maju, Pang Ing menyiapkan senjatanya juga
dengan penuh perhatian, ia bantu Si-nio menutup jalan
mundur Yong Ceng. Dalam keadaan demikian, tampaknya satu adegan
'pembunuhan naga di taman raja' segera akan dipertontonkan,
mendadak terdengar suara bentakan Emopu, "Nanti dulu, Lu
Si-nio, lihatlah siapa dia ini!"
Di antara suara jeritan Pang Ing karena kaget, maka
terlihatlah Pang Lin sudah tertawan di bawah cengkeraman
Emopu, dua tangan Pang Lin tertampak lurus ke bawah,
kepalanya bersandar di atas pundak musuh, kedua matanya
tertutup rapat, agaknya gadis ini sudah ditutuk oleh Emopu.
Perubahan mendadak ini sangat mengecewakan Lu Si-nio,
ia menghela napas panjang, dengan susah-payah dan penuh
derita menahan segala hina dan nista selama beberapa bulan
meringkuk dalam istana seperti budak, akhirnya baru
memperoleh kesempatan bagus seperti sekarang ini dan
tampaknya dengan segera bisa menuntut balas sakit hati
orang tua dan dendam negara, tidak tahunya masih gagal lagi
dan didahului oleh Emopu yang berhasil menawan seorang
kawannya sendiri sebagai barang jaminan.
Di lain pihak, dari ketakutan kini Yong Ceng menjadi
garang. "Hm, Lu Si-nio, bagaimana sekarang kau punya mau?"
dengan tertawa dingin ia menyindir. "Apa kau masih ingin
mengukur tenaga dengan aku sampai titik darah
penghabisan?" Lu Si-nio mengacungkan pedangnya ke depan, dengan
gemas ia menjawab, "Serahkan kawanku dan aku ampuni
jiwamu!" "Baiklah, Emopu, kau antar mereka keluar istana," kata
Yong Ceng. "Nah, Lu Si-nio, sampai bertemu lagi!"
Berbareng ia kedipi Haptoh, ia geraki lengan bajunya terus
hendak pergi. "Nanti dulu!" tiba-tiba Pang Ing mencegah.
"Kau mau apa lagi?" dengan tertawa Yong Ceng melirik
gadis ini. "Kini aku sudah tahu kalian berdua adalah saudara
kembar, apa kau tidak menginginkan jiwa adikmu?"
"Tapi kau terlalu licik dan banyak tipu muslihat, aku tak
percaya begitu saja, aku harus memeriksa dulu apakah adikku
mengalami luka atau tidak," sahut Pang Ing. "Lu-cici, harap
kau awasi kaisar anjing ini."
"Baiklah, kau boleh periksa sesukamu," ujar Yong Ceng.
Sementara itu dengan perlahan Pang Ing mendekati
Emopu. "Kau adalah anak murid pengemis tua she Ie dari Thiansan,
masakah Tiam-hiat saja tak bisa kau bedakan" Bukankah
kau lihat dia baik-baik saja tanpa kurang suatu apapun?"
dengan bergelak tertawa Emopu berkata pada Pang Ing.
Habis berkata ia angkat Pang Lin dan digoyang-goyangkan
ke hadapan Pang mg, di luar dugaannya, mendadak Pang Ing
membentak, berbareng pedang dan pukulan menyerang ke
depan. Perbuatan Pang Ing sama sekali di luar dugaan semua
orang, Lu Si-nio hendak mencegah juga tak keburu lagi, ia
lihat Emopu telah mengangkat Pang Lin dan ditangkiskan ke
depan, saat im pula sinar putih menghijau menyambar lewat
di samping leher Pang Lin, menyusul terdengar suara "plok",
satu pukulan tepat menghantam di mbuh gadis ini, dalam
kagetnya sampai Lu Si-nio menjerit, tetapi mendadak ia
dengar suara geraman yang keras, mbuh Pang Lin tahu-tahu
mencelat ke atas, sedang pedang Pang Ing dengan cepat
menembus leher Emopu hingga darah bercipratan, badan
Emopu yang besar terguling di tanah dan akhirnya kecebur ke
dalam kolam. Kiranya Pang Lin paham berbagai cara menutuk dari kaum
Lamma di Tibet, karena ingin melawan Emopu, maka kedua
dara kembar ini sudah lama melatih diri dengan giat, maka di
kala Pang Ing melihat adiknya tertawan, ia lantas tahu dimana
tempat yang kena ditutuk Emopu, untuk melepaskan tutukan
im sebenarnya tidak susah, tetapi kalau harus melepaskannya
dari tangan Emopu yang lihai, inilah yang tidak gampang.
Sebenarnya Pang Ing tak berani mengambil risiko itu, tetapi
bila teringat olehnya tentang sakit hati pribadinya sendiri
maupun negara, teringat juga olehnya usaha Lu Si-nio dan
lain-lain selama ini dengan susah payah secara kebetulan baru
bisa mendapatkan kesempatan bagus ini, jika karena
tertawannya Pang Lin sekarang lantas menyerah mentahmentah,
apakah bukan berarti sia-sia belaka"
Dalam ilmu pedang Thian-san-kiam-hoat ada satu gerak
tipu yang disebut 'Chit-seng-cip-hwe' atau tujuh bintang
bertemu, yakni dalam sekejap beruntun menusuk tujuh
tempat Hiat-to, itu harus memakai Lwekang yang tinggi dan
tepat pada sasarannya. Selama dua tahun paling belakang ini Pang Ing telah
melatih diri dengan giat di Thian-san, pada saat yang genting,
ia tak sempat berpikir lebih jauh lagi, segera ia gunakan tipu
tersebut. Dengan sendirinya Emopu tidak menduga akan serangan
itu, dalam keadaan terancam ia terpaksa mengangkat tubuh
Pang Lin buat menangkis, tak tahunya ia telah masuk
perangkap Pang Ing, tusukan Pang Ing yang cepat seperti
angin dan pada saat yang tak bisa dielakkan, senjatanya
menyambar lewat di samping leher Pang Lin terus mengarah
kedua mata Emopu. Namun kepandaian Emopu memang sangat tinggi, ia masih
mampu memiringkan kepala, sedang kedua jarinya
menyelentik pedang Pang Ing hingga tergetar ke samping,
akan tetapi karena harus melayani serangan hebat dari Pang
Ing ini, pada detik itulah Pang Ing berhasil melepaskan
tutukan Pang Lin, dan begitu Pang Lin terlepas dari tutukan,
ilmu silatnya segera pulih pula, ia sebenarnya bersandar di
pundak Emopu, kedua tangannya melambai ke bawah, dimana
ujung jarinya menyentuh, di situlah kebetulan selangkangan
yang menjadi ciri Emopu, dengan sendirinya ia tak rrenyianyiakan
kesempatan baik ini, ia tutuk sekuatnya dan waktu ia
melompat pergi, Pang Ing segera menambahi dengan sekali
tusukan, maka tidak ampun lagi jago nomor dua dari Lamma
Merah Tibet dikirim ke akherat.
Kembali tadi, ketika Yong Ceng melihat Pang Ing mendadak
mengeluarkan serangan kilat, sedang Lu Si-nio menjerit kaget
dan perhatiannya teralih, ia tidak menyia-nyiakan pula
kesempatan ini, segera ia putar tubuh hendak angkat langkah
seribu, tetapi tak terduga Pang Lin yang sudah bebas tadi,
secara tepat turun di depannya, gadis ini segera mengayun
kedua tangannya, dengan tipu pukulan 'JMgo-liong-bok-bian'
(lima naga menyambar muka), satu pukulan lihai dari Bu-kekciang-
hoat, secepat kilat ia menjotos muka Yong Ceng. Syukur
Yong Ceng masih keburu menarik pundak dan menggeser
langkah, dengan gesit ia berkelit dan berputar ke samping
Pang Lin. Dalam hal ilmu pukulan, harus diakui Yong Ceng masih
lebih tinggi dari Pang Lin, maka serangan kedua dari Pang Lin
belum dikeluarkan, Yong Ceng sudah berhasil mencekal
tangannya. Ia girang dapat menawan Pang Lin sebagai sandera, tapi
mendadak ia dengar suara jeritan ngeri, ia menduga tentu
Haptoh sudah binasa di bawah senjata Lu Si-nio, keruan Yong
Ceng semakin takut hingga badannya rada gemetar, ketika ia
tertegun sejenak, tahu-tahu sinar perak sudah menyambar, Lu
Si-nio telah berada di depannya, dalam keadaan terancam,
terpaksa Yong Ceng lepaskan tangan Pang Lin dan selagi ia
hendak membuka serangan untuk membela diri, namun sudah
terlambat. Lu Si-nio telah bergerak secepat kilat dan berhasil
mencekal urat nadi tangannya hingga Yong Ceng tak bisa
berkutik lagi. Pada saat itu juga, dari luar Cui-hoa-kiong telah membanjir
masuk barisan pengawal yang dipimpin Thian-yap Sanjin.
"Kaisar kejam dan angkara murka ini apa ada harganya
buat kalian bela mati-matian?" segera Si-nio berseru pada
kawanan pengawal im sambil mendorong Yong Ceng ke
depan. "Lihat ini, bagaimana nasib Lian Keng-hiau" Dan
berapa pengawal kepercayaannya yang telah mati secara
mengenaskan" Kesemua ini apa kalian belum mengetahui"
Sekarang ia sendiri bakal terkurung lehernya dan mampus,
kenapa kalian mau menjual nyawa lagi bagi dia?"
"O, Yaya (kakek), Tiatia (ayah), dan semua patriot pencinta
bangsa, pencinta negeri yang menjadi korban kaisar kejam ini,
hari ini aku Lu Eng akan membalaskan semua sakit hatimu!"
demikian Lu Si-nio berseru.
" Di antara berkelebatnya sinar pedang, kepala Yong Ceng
segera dia penggal dan dijambak, dengan pedang melintang
kemudian Si-nio memandang dengan sikap yang keren.
Melihat maharaja mereka dibunuh, segera Thian-yap Sanjin
memimpin barisan pengawal itu hendak menyerbu maju.
"Siapa berani maju dan ingin menyusul kaisar anjing ini,
boleh coba tajamnya pedangku ini!" ancam Si-nio dengan
menggerakkan senjatanya. "Huh, Thian-yap Sanjin, kau
terhitung tokoh dari suatu cabang persilatan, tapi kau terima
membudak pada kaisar bejat ini, sungguh kau tidak kenal
malu" Mengingat dosamu masih tidak seberapa besar, aku
ampuni jiwamu, lekas kau kembali gunung saja. Tetapi jika
kau ingin bergebrak, boleh tanya dulu dirimu sendiri,
bagaimana ilmu silatmu kalau dibanding Emopu dan Haptoh?"
Karena dampratan ini, seketika Thian-yap Sanjin jadi
rnengkeret. Sebaliknya ada belasan Hiat-ti-cu yang tidak kenal lihainya
orang, beramai mereka lepaskan senjata gelap mereka,
sekejap saja belasan bola hitam mengkilap menyambar
dengan membawa suara mengaung yang aneh.
"Bagus!" teriak Pang Lin.
Habis itu beruntun ia lepaskan belasan Hui-to, semua Hiatti-
cu yang menyambar datang kena dihantam jatuh oleh pisau
terbangnya. Pada tiap Hiat-ti-cu itu tersimpan dua belas bilah belati
kecil, ketika Hiat-ti-cu terbentur jatuh dan menjeplak, belati
tajam di dalamnya lantas berhamburan laksana hujan. Di
antara suara tertawa dingin Lu Si-nio, tahu-tahu ia melompat
maju menerobos kian kemari di antara hujan belati ini, hanya
sekejap saja ia telah berhasil meraup belasan belati itu dan
secepat kilat dia timpukkan Kembali, dengan tepat belasan
pengawal yang berani melepaskan Hiat-ti-cu tadi telah
terbunuh seluruhnya. Nampak ketangkasan orang, dengan sekali berteriak,
beramai kawanan bayangkara itu berlari terbirit-birit, sedang
Thian-yap Sanjin sejak tadi sudah angkat kaki lebih dulu.
Dengan tertawa kemudian Si-nio bersama Pang Ing dan
Pang Lin melompat ke atas genteng, mereka keluar dari istana,
sementara im fajar sudah menyingsing.
Belasan hari kemudian, di antara jalan di daerah Soatang
tertampak serombongan orang yang terdiri dari tiga wanita
dan empat pria. Ketiga wanita ini adalah 'Tiga Dara Pendekar'
yang namanya menggetarkan Kangouw, yaitu Lu Si-nio, Pang
Ing dan Pang Lin. Sedang empat lelaki im adalah Kam Hong-ti,
Sim Cay-khoan, Teng Hiau-lan dan Li Ti.
Ketika tiga dara masuk istana untuk menuntut balas, para
kawan yang lain telah berkumpul di Pat-tat-nia untuk
menantikan kabar, baru sesudah Lu Si-nio bertiga kembali
dengan hasil gilang-gemilang dan sesudah kepala Yong Ceng
dibuat sesajen sembahyang Engkong dan Ayah si gadis itu,
kemudian mereka berpisah.
Di antaranya Kwantang-sam-hiap (karena Tan Goan-pa
telah tewas, kini tinggal tiga pendekar saja) meneruskan
pekerjaan mereka ke daerah Kwan-gwa, Hi Kak beserta anak
dan menantunya berlayar ke lautan lagi, Loh Bin-ciam beserta


Tiga Dara Pendekar Seri Thiansan Jiang Hu San Nu Xia Kang Ouw Sam Lie Hiap Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Li Bing-cu kembali ke kampung halaman, sedang Lu Si-nio dan
Kam Hong-ti sebenarnya hendak membangun tanah
pekuburan guru mereka ke Bin-san, tapi karena masih ada
urusan Teng Hiau-lan yang belum diselesaikan seluruhnya,
mereka diajak ikut mengunjungi kediaman Nyo Tiong-eng di
Soatang, pemuda ini ingin untuk penghabisan kalinya
berziarah ke makam gurunya yang berbudi im untuk kemudian
baru kembali ke Thian-san.
Selama belasan tahun bersahabat, Si-nio sudah
menganggap Hiau-lan sebagai saudara, ia pun merasa berat
berpisah, maka ia lantas terima ajakan im.
Tatkala im adalah musim rontok, hawa segar dan cuaca
terang, para pahlawan sudah menyelesaikan tugas membalas
dendam, dengan gembira mereka melarikan kudanya dengan
penuh bersemangat hingga lupa rasa capai.
Selagi mereka melarikan kuda ke depan dengan cepat, tibatiba
Teng Hiau-lan dan Kam Hong-ti menoleh, mereka lihat Sinio
dan Cay-khoan tertinggal di belakang dan sedang jalan
berendeng dengan perlahan sambil asyik bicara. Nampak ini,
Kam Hong-ti tersenyum, ia tarik tali kendali kudanya dan
menyuruh para kawan ikut melambatkan larinya kuda.
Sebaliknya melihat betapa cinta kasih antara Si-nio dan Caykhoan,
muka Hiau-lan menjadi suram.
Kiranya Si-nio dan Cay-khoan asyik bercakap-cakap sambil
bersyair dengan mesra. Ketika mengetahui para kawan sedang
menunggu, mereka keprak kuda menyusul, Si-nio lihat Pang
Lin lagi asyik bicara dengan Li Ti, hanya Hiau-lan lesu dan
menutup mulut sambil melarikan kudanya, begitu pula Pang
Ing hanya mengikut dari belakang dengan muka muram tanpa
suara. "Adik cilik, apalagi yang sedang kau pikir?" tanya Si-nio
sambil melarikan kudanya menjajari orang.
"Ya, sungguh aku ingin tetap jadi 'adik cilik' seperti belasan
tahun yang lalu itu, tentu akan terhindar dari suka-duka
seperti sekarang ini," sahut Hiau-lan.
"Sudahlah yang lalu biarlah lalu, tetapi yang belum datang
inilah boleh dikejar, orang mati tidak bakal hidup kembali,
kenapa kau berbalik menyia-nyiakan perjodohan baik di depan
mata ini?" kata Si-nio.
"Pikiranku dalam soal ini sudah buyar terhanyut, apa bisa
aku mencari orang bani selagi masih terkenang pada orang
yang lama?" sahut Hiau-lan. "Meski aku tiada sesuatu
perasaan cinta pada Nyo Liu-jing, tetapi ia mati karena aku,
cara bagaimana aku bisa melupakan dia" Pikiran ini selama
hidup tak akan terhapus lagi. Jika kau menyuruh aku
mendekati Pang Ing, selagi aku masih mempunyai perasaan
seperti itu, apa enak terhadap dia?"
Si-nio menghela napas oleh jawaban orang, memang susah
juga ia hendak menghiburnya.
"Lihat itu," tiba-tiba Kam Hong-ti berseru, "cepat sekali
perjalanan kita, tanpa terasa kini sudah sampai di depan
rumah Nyo-locianpwe!"
Waktu semua orang memandang, mereka lihat sekitar bukit
sana lebat dengan pohon Liu, di balik hutan Liu ini kelihatan
tembok kemerah-merahan, pemandangannya malah tetap
abadi, tetapi Nyo Tiong-eng ayah dan anak sudah tidak ada
lagi. Dengan perasaan pedih Teng Hiau-lan dan kawan-kawan
menambat kuda mereka di kaki bukit itu, kemudian mereka
mendaki ke atas, ketika lewat tepi jurang yang* terdapat
telaga kecil di bawahnya, tiba-tiba Hiau-lan terkenang pada
kejadian dahulu dimana Nyo Liu-jing terhanyut oleh air
gunung yang menggerojok keras, semua im lebih menambah
pedih perasaannya. "He, lihat itu, pelataran di depan pintu sana kelihatan
disapu bersih, apa mungkin di dalam ada penghuninya?"
mendadak Kam Hong-ti berseru kaget.
Pang Ing merasa heran juga oleh keadaan im.
"Marilah kita masuk ke sana memeriksanya, coba kita lihat
siapakah yang menyapu pelataran rumah Nyo-kongkong!"
ajaknya dengan menarik tangan Hiau-lan.
Hiau-lan menurut, tanpa berkata ia dorong pintu rumah,
tetapi sebelum ia melangkah masuk, tiba-tiba ia lihat dari
dalam telah keluar seorang wanita muda, nampak wanita ini,
air muka pemuda ini seketika berubah hebat.
Wanita muda ini ternyata bukan lain daripada Nyo Liu-jing,
ketika sekonyong-konyong ia melihat Teng Hiau-lan, tanpa
terasa mukanya pun berubah, kedua orang terpaku, merasa
girang bercampur kaget, lama dan lama sekali mereka tidak
sanggup membuka suara sepatah kata pun.
"Ha, tiga tahun tidak bertemu, apakah baik-baik saja
selama ini?" tiba-tiba Nyo Liu-jing buka suara dan tertawa.
"Eh, nona Ing sudah tumbuh begini tinggi!"
Habis itu ia lantas memburu maju untuk menarik tangan
Pang Ing, sikapnya sangat ramah dan sambutannya hangat.
Tentu saja Hiau-lan terheran-heran, sama sekali ia tidak
menyangka Nyo Liu-jing bisa berubah sedemikian rupa.
"Kokoh (bibi), hari im kau terhanyut oleh arus air, sungguh
kami sedih sekali, tetapi engkau ternyata baik-baik saja, kau
... kalian..." Dalam girangnya Pang Ing melihat Nyo Liu-jing masih
hidup baik-baik, ia telah kesampingkan perasaan pribadinya,
selagi ia hendak menghaturkan selamat atas pertemuan
kembali dengan Teng Hiau-lan, namun sebelum diucapkan, ia
menjadi bingung juga cara bagaimana harus mengatakannya,
karena itu mukanya jadi merah.
"Hiau-lan, di sini masih ada seorang kawan lama yang kau
kenal," tiba-tiba Nyo Liu-jing berkata pula. Lalu dengan suara
keras ia memanggil, "Sek-kiu, sini keluarlah!"
Dari dalam lantas terdengar sahutan, lalu keluar seorang
yang bukan lain daripada Ce Sek-kiu yang dahulu pernah
meminang Nyo Liu-jing tetapi gagal itu. Bahkan Sek-kiu
membopong pula seorang anak perempuan yang berumur
sekira dua tahun. Kiranya karena ada gua di dasar telaga dimana Nyo Liu-jing
kecebur itu, air telaga bisa menembus ke sungai yang berada
di luar perkampungan, kebetulan sekali hari itu Ce Bin-kau
bersama anaknya, Ce Sek-kiu, karena mendengar kabar
tentang cacatnya Nyo Tiong-eng, mereka menumpang kapal
hendak menyambangi kawan lama itu, mereka justru dapat
menolong Nyo Liu-jing yang terapung di sungai.
Karena arus yang mengalir deras, meski Liu-jing sudah
sadar kembali, ia masih harus merawat lukanya yang cukup
berat, terpaksa ia harus berbaring di dalam kapal Ce Sek-kiu,
kala itu jiwa Nyo Liu-jing sudah mengalami pukulan berat, ia
tidak ingin kembali untuk bertemu Teng Hiau-lan dan Pang
Ing yang sementara im sudah keburu kembali ke Thian-San.
Terhadap Nyo Liu-jing ternyata Sek-kiu masih tetap
mencintainya, selama Liu-jing merawat luka, ia telah
menjaganya dengan segala perhatian dan tenaganya. Dalam
beberapa tahun ini Nyo Liu-jing sendiri sudah mengetahui juga
bahwa yang dicintai Teng Hiau-lan sebenarnya ialah Pang Ing,
ia telah berpikir pergi-datang sewaktu merawat lukanya itu, ia
pikir kalau Teng Hiau-lan tidak menaruh hati padanya, urusan
perjodohan kalau dipaksakan juga tiada artinya, ditambah lagi
lambat-laun tumbuh rasa cintanya pada Sek-kiu karena
perawatannya selama ia berbaring, dulu pernah Hiau-lan
menulis surat pada Nyo Tiong-eng mengusulkan pembatalan
pertunangannya, sebelum Nyo Tiong-eng wafat, orang tua ini
pernah juga setuju mereka memilih menurut keinginan sendiri,
maka soal pernikahan dengan Ce Sek-kiu dengan sendirinya
berlangsung dengan baik dan tidak perlu minta persetujuan
Teng Hiau-lan. Perubahan yang luar biasa ini sama sekali tak diduga oleh
Teng Hiau-lan, sungguh tidak tersangka 'tali-pati' yang
mengikat pikirannya selama beberapa tahun ini kini ternyata
bisa terlepas seluruhnya, bahkan berakhir dengan
memuaskan. Tanpa tertahan ia menjabat tangan Ce Sek-kiu
dan mengucapkan selamat, berbareng ia melirik Pang Ing
dengan perasaan yang susah dilukiskan.
Sesudah beberapa hari mereka tinggal di rumah Nyo Liujing,
kemudian mereka berpisah juga satu sama lain. Pang
Ing, Pang Lin, Teng Hiau-lan dan Li Ti berempat kembali ke
Thian-san. Lu Si-nio dan Sim Cay-khoan sesudah menikah
lantas mengasingkan diri di Bin-san. Sedang Kam Hong-ti
menjadi guru besar ilmu silat yang termashur dengan tidak
sedikit anak murid yang dia didik.
Demikianlah kisah "Tiga Dara Pendekar" pun berakhir
sampai di sini. TAMAT Pendekar Bloon 13 Elang Pemburu Karya Gu Long Pedang Langit Dan Golok Naga 44
^