Pencarian

Dayang Tiga Purnama 3

Joko Sableng 39 Dayang Tiga Purnama Bagian 3


diri melangkah. Aneh, di pelupuk matanya terus terbayang paras Pendekar 131 Joko
Sableng! *** DELAPAN BIDADARI Tujuh Langit tegak memandang pada
dua sosok tubuh yang tergeletak di atas jerami tebal
dengan bibir sunggingkan senyum kepuasan. Sekujur
tubuhnya basah oleh keringat mulai dari rambut sampai kaki. Pakaian yang
dikenakan tampak semburat
tak karuan. Malah dadanya tersingkap lebar hingga
sepasang payudaranya terlihat jelas dan tampak bergerak-gerak turun naik.
Pakaian bawahnya juga ternganga lebar memperlihatkan sepasang pahanya yang padat
dan mulus. Di lain pihak, dua sosok tubuh yang tergeletak di
atas jerami tebal tampak diam tak bergerak-gerak. Mereka adalah dua orang gadis
berparas cantik. Namun
keadaannya sangat mengenaskan. Pakaian yang dikenakan sudah robek di sana-sini
bahkan nyaris telanjang. Rambutnya kusut awut-awutan. Sementara
wajahnya basah, bukan saja oleh keringat namun juga
air mata. Bidadari Tujuh Langit usap wajahnya. Lalu rapikan
pakaian dan melangkah mendekati dua sosok gadis di
atas jerami tebal. Dia memperhatikan beberapa lama
pada sekujur tubuh dua sosok di hadapannya. Sepasang matanya membelalak liar.
Saat bersamaan dadanya bergerak-gerak keras.
"Hem.... Sebenarnya aku masih ingin menikmati
kemolekan tubuh mereka berdua.... Tapi si Pasangan
Mesum itu terlalu enak kalau tidak segera diberi tahu
apa yang menimpa utusannya.... Lebih dari itu, aku
ingin agar mereka segera mencariku. Dan akan kuajarkan pada si perempuannya
bagaimana cara bercinta
yang baik dan mengasyikkan...!"
Bidadari Tujuh Langit tertawa cekikikan. Kedua
tangannya bergerak dan mengusap paha kedua sosok
gadis di atas jerami tebal. Kedua tangan perempuan
bertubuh sintal berwajah cantik ini tampak bergetar.
Napasnya berhembus panjang-panjang.
Saat lain Bidadari Tujuh Langit yang mulai dilanda
gelegak hawa nafsu itu gerakkan kedua tangan ke arah
leher masing-masing gadis.
Dua sosok gadis yang tergeletak terlonjak. Saat bersamaan sepasang mata mereka
membuka. Untuk beberapa saat dua pasang mata itu memperhatikan berkeliling.
Jelas wajahnya membayangkan keheranan.
Namun begitu mata mereka menumbuk pada sosok
Bidadari Tujuh Langit, sekonyong-konyong mata mereka mendelik angker. Kejap lain
hampir bersamaan kedua gadis itu bergerak bangkit.
Namun kedua gadis itu tercekat. Mata mereka makin melotot tatkala mereka sadar
jika mereka tidak bisa gerakkan anggota tubuh! Dan dari mulut mereka
keluar suara menggembor marah ketika mereka menyadari bagaimana keadaan diri
masing-masing yang
hampir telanjang!
"Jahanam! Apa yang kau lakukan"!" hampir berbarengan kedua gadis di atas jerami
berteriak setengah
menjerit. Bidadari Tujuh Langit tersenyum. "Galuh Sembilan
Gerhana... Galuh Empat Cakrawala... Bukan apa yang
telah kulakukan. Tapi apa yang telah kita lakukan...
Hik...! Hikk...! Hik...! Kita baru saja menikmati indah-
nya surga dunia... Kuharap kalian tidak melupakan
apa yang baru saja kita lakukan bersama-sama..."
"Perempuan jalang!" jerit gadis sebelah kanan yang
pakaian merahnya tampak awut-awutan dan bukan
lain adalah Galuh Sembilan Gerhana.
"Perempuan mesum!" Gadis sebelah kiri yang pakaian kuningnya juga tampak
berserakan dan tidak
lain adalah Galuh Empat Cakrawala ikut berteriak.
Bidadari Tujuh Langit tertawa panjang. "Gadis-gadisku... Seharusnya kalian
bersyukur. Bukan saja karena kalian telah kuajak menikmati indahnya cinta, lebih
dari itu kalian masih kubiarkan hidup!"
"Kau hanya berani pada orang yang tak berdaya!"
seru Galuh Sembilan Gerhana.
"Aku bersumpah akan membunuhmu!" Galuh Empat Cakrawala menyahut dengan suara
tinggi. "Terserah apa kata kalian! Yang jelas, kalau aku
mau, membunuh kalian berdua bukan pekerjaan sulit!
Tapi aku tak mau melakukan hal itu! Kalian tahu apa
sebabnya"!"
Belum sampai ada yang buka mulut menjawab, Bidadari Tujuh Langit sudah
menyambung. "Agar dua
jahanam yang memerintahkan kalian tahu. Bidadari
Tujuh Langit bukan manusia bodoh seperti dugaan
mereka! Lebih dari itu, aku ingin menikmati kemolekan perempuan keparat salah
satu manusia yang mengutus kalian berdua!"
"Lepaskan kami!" teriak Galuh Sembilan Gerhana.
"Tanpa kau minta, aku akan melepas kalian...! Tapi
sebelumnya kalian perlu tahu..."
"Kau tak usah banyak bicara! Kami tak butuh keterangan apa-apa darimu!" bentak Galuh Empat Cakrawala. Namun baik Galuh Sembilan
Gerhana maupun Galuh Empat Cakrawala hanya bisa berteriak tanpa
bisa membuat gerakan. Karena tubuh mereka masih
dalam keadaan tertotok.
"Kalian butuh atau tidak itu urusan kalian berdua!
Yang penting aku telah memberi tahu! Pertama. Sebenarnya kalian sengaja
diumpankan padaku. Di antara
kita tidak ada hutang nyawa! Kedua. Sebenarnya yang
punya urusan darah adalah antara aku dengan Iblis
Muka Setan dan Perempuan Kembang Darah si Pasangan Mesum yang telah
memerintahkan kalian! Mereka tidak berani menghadapiku lalu menghasut kalian!"
"Siapa percaya ucapan perempuan binal jahanam
sepertimu!" sahut Galuh Sembilan Gerhana.
"Aku tidak minta kalian percaya! Aku hanya memberi tahu! Bukan tak mungkin
setelah ini kalian akan
mendapat perintah lagi untuk membunuh seseorang!
Untung jika kalian berhadapan dengan orang seperti
ku! Aku bukan saja tidak membalas, tapi justru memberikan kenikmatan yang selama
ini belum pernah kalian kecap!"
"Ternyata bukan tindakanmu saja yang keji! Tapi
mulutmu juga pandai menghasut!" Yang berteriak adalah Galuh Empat Cakrawala.
"Aku tahu.... Mungkin saat ini kalian masih dalam
keadaan panik. Kalian membutuhkan waktu untuk
merenungkan ucapanku!"
Habis berkata begitu, Bidadari Tujuh Langit membuat gerakan melompat. Galuh
Empat Cakrawala dan
Galuh Sembilan Gerhana hanya bisa memandang tanpa bisa berbuat banyak. Saat lain
kedua gadis ini perdengarkan seruan tegang. Lalu sosok keduanya terlempar jatuh
dari atas jerami tebal.
Anehnya, saat itu juga Galuh Sembilan Gerhana
dan Galuh Empat Cakrawala bisa gerakkan anggota
tubuhnya. Sadar bisa bergerak, Galuh Sembilan Gerhana dan
Galuh Empat Cakrawala segera bergerak bangkit. Mata
mereka liar memandang berkeliling. Malah saat itu juga Galuh Sembilan Gerhana
sudah melompat. Namun
sosok Bidadari Tujuh Langit sudah tidak kelihatan lagi.
"Jahanam keparat!" teriak Galuh Sembilan Gerhana. Laksana kesetanan gadis ini
berkelebat meski tidak
tahu arah mana yang harus diambil.
"Tunggu!" Galuh Empat Cakrawala berteriak menahan.
Galuh Sembilan Gerhana batalkan niat. Lalu berpaling ke arah Galuh Empat
Cakrawala. Sepasang matanya mendelik memperhatikan sosok Galuh Empat
Cakrawala yang masih tegak dalam keadaan setengah
telanjang. Saat itulah dia sadar akan dirinya yang keadaannya hampir tidak beda
dengan Galuh Empat Cakrawala.
Seraya rapikan pakaiannya, Galuh Sembilan Gerhana berkata dengan suara bergetar
parau. "Kita harus mengejar jahanam binal itu!"
Galuh Empat Cakrawala tidak menyahut. Melainkan rapikan pakaiannya dengan bahu
berguncang menahan isakan.
Galuh Sembilan Gerhana melangkah mendekati Galuh Empat Cakrawala. Matanya
berkaca-kaca saat dia
berucap. "Semuanya telah terjadi! Percuma kita sesali! Yang
jelas, mulai hari ini, kita bersumpah bahwa seluruh
hidup kita akan kita curahkan untuk membalas perempuan keparat binal itu!"
"Itu sudah pasti.... Tapi ada satu hal lagi yang harus segera kita lakukan!"
kata Galuh Empat Cakrawala
setelah agak lama terdiam.
"Apa..."!"
"Selama ini kita hanya lakukan apa yang diperintahkan Guru tanpa pernah bertanya
atau menyelidik
benar tidaknya apa yang diperintahkan!"
"Kau termakan ucapan perempuan binal tadi, Galuh...."
Galuh Empat Cakrawala gelengkan kepala. "Tidak... Selama ini kita memang tidak
pernah mencoba bertanya. Kita percaya begitu saja!"
"Lalu apa yang harus kita lakukan"!"
"Kita menemui Guru! Kita minta penjelasan duduk
persoalan sebenarnya! Setelah itu kita menyelidik di
samping mencari jalan untuk membunuh perempuan
jahanam binal tadi!"
Galuh Sembilan Gerhana anggukkan kepala. Saat
lain kedua gadis ini berkelebat setelah memandang
berkeliling. *** Dua sosok tubuh yang tengah berpelukan sambil
berciuman itu tiba-tiba saling tarik pulang wajah masing-masing dengan paras
membesi dan perdengarkan
dengusan. Saat lain kedua wajah itu menyentak berpaling ke samping kanan dengan
mata mendelik angker.
"Ada dua orang menuju kemari!" berkata orang sebelah kanan yang ternyata adalah
seorang laki-laki berusia lanjut berambut putih panjang dan jarang. Parasnya
lonjong dengan kulit putih pucat. Sosoknya kerempeng hingga raut wajahnya hampir
saja tidak tertutup daging. Sepasang matanya melotot besar seakan
mencelat keluar dari dalam rongganya yang cekung dalam. Laki-laki ini mengenakan
pakaian warna putih
gombrong besar. Saking gombrongnya pakaian yang
dikenakan, saat ada angin bertiup, sosoknya tampak
bergoyang-goyang meski sebenarnya dia tidak membuat gerakan apa-apa!
"Hem.... Tampaknya mereka!" Orang kedua yang tegak di sebelah kiri menyahut, la
adalah seorang perempuan berusia setengah baya. Walau begitu paras
wajahnya tetap terlihat cantik jelita. Rambutnya hitam
lebat dikuncir tinggi. Kulitnya putih bersih dengan hidung mancung dan bibir
merah menyala. Lehernya
jenjang dan dadanya masih tampak membusung kencang dan padat. Pinggulnya yang
besar dibalut dengan
pakaian tipis warna biru sangat ketat, hingga terlihat
mencuat menggoda!
"Kancingkan bajumu! Aku mendapat firasat tidak
baik!" Si laki-laki bertubuh kerempeng berpakaian
gombrong besar dan bukan lain adalah Iblis Muka Setan buka suara.
Dengan menyeringai dingin dan hembuskan napas
panjang, si perempuan yang tidak lain adalah Perempuan Kembang Darah cepat
lakukan apa yang diucapkan Iblis Muka Setan. Saat lain laki-laki dan perempuan
yang dalam kancah rimba belantara persilatan tanah Tibet dikenal dengan julukan
Pasangan Mesum ini putar diri menghadap ke depan menyongsong
dua sosok tubuh yang berkelebat menuju ke arah mereka.
"Guru berdua! Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh
Empat Cakrawala datang!" terdengar seruan. Lalu dua
sosok tubuh sudah berlutut sejarak sepuluh langkah
di hadapan Iblis Muka Setan dan Perempuan Kembang
Darah. Kepala Iblis Muka Setan tersentak ke belakang. Sepasang matanya membelalak
besar. Mulutnya terkancing rapat namun rahangnya yang hanya tinggal tulang
terangkat. Di sebelahnya, Perempuan Kembang
Darah sorongkan wajah ke depan dengan mata mendelik dan mulut perdengarkan
gumaman tak jelas. Saat
lain kedua orang ini saling pandang.
"Tampaknya mereka gagal!" berbisik Iblis Muka Setan.
"Benar! Tapi setidaknya kita berhasil menjalankan
rencana kedua! Dari pakaian dan gelagatnya, jelas apa
yang kita duga menjadi kenyataan! Bidadari Tujuh
Langit tidak tahu. Siapa sebenarnya dua gadis yang
baru saja menjadi mangsanya!"
Iblis Muka Setan anggukkan kepala. Lalu angkat
suara. "Galuh Sembilan Gerhana! Galuh Empat Cakrawala!
Aku melihat pakaianmu tidak seperti biasanya! Apa
yang telah terjadi..."!"
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala angkat kepala lalu memandang
pada Iblis Muka
Setan dan Perempuan Kembang Darah.
"Guru berdua!" Yang buka mulut Galuh Sembilan
Gerhana. Suaranya masih bergetar dan setengah terisak. "Harap maafkan kami. Kami
berdua gagal melaksanakan perintahmu...!"
"Mungkin kalian tidak melakukan seperti apa yang
kita rencanakan!" kata Perempuan Kembang Darah.
"Kami telah melakukan sesuai rencana! Tapi kami
tetap gagal! Bahkan kami harus mengalami...." Galuh
Sembilan Gerhana tidak lanjutkan ucapan.
"Kalian tidak perlu bersedih... Kalian masih punya
waktu untuk melakukannya lagi! Aku akan menurunkan ilmu pada kalian berdua!"
kata Iblis Muka Setan.
"Terima kasih... Tapi kalau kami boleh bertanya.
Benarkah kedua orangtua kami memang tewas di tangan Bidadari Tujuh Langit
jahanam itu"!" tanya Galuh
Empat Cakrawala.
Iblis Muka Setan saling lontar lirikan dengan Perem-puan Kembang Darah. Jelas
kedua orang ini sembunyikan rasa kaget. Tapi Iblis Muka Setan buru-buru
angkat suara. "Murid-muridku.... Kalian berdua kuasuh sejak masih bayi. Kalian sebenarnya
lebih kuanggap anak daripada murid. Adalah satu hal aneh kalau tiba-tiba kau
bertanya begitu!"
"Maafkan kami... Kami hanya ingin mendapat kejelasan!" ujar Galuh Sembilan
Gerhana. "Tidak ada penjelasan lain! Semuanya sudah jelas!
Kedua orangtuamu tewas di tangan Bidadari Tujuh Langit pada enam belas tahun
silam! Lalu aku mengambil kalian berharap satu saat nanti kalian dapat membalas
apa yang dilakukan Bidadari Tujuh Langit pada
kedua orangtua kalian! Apa yang belum jelas"!"


Joko Sableng 39 Dayang Tiga Purnama di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala saling pandang. Lalu sama
arahkan pandangan
pada kedua guru mereka. Galuh Empat Cakrawala buka mulut.
"Apakah antara Guru berdua dengan Bidadari Tujuh Langit ada urusan darah"!"
"Pada mulanya, kami berdua adalah sahabat Bidadari Tujuh Langit. Tapi karena aku
mengambil kalian,
persahabatan kami putus. Bahkan sejak saat itu pula
Bidadari Tujuh Langit mencoba cari-cari urusan! Sedapat mungkin aku menghindar
karena aku tahu. Ada
yang lebih berhak atas nyawa Bidadari Tujuh Langit!"
"Bagaimana sekarang"!" bisik Galuh Sembilan Gerhana.
"Kita harus menyelidik... Kita harus mencari tahu
dengan bertanya pada seseorang..," jawab Galuh Empat Cakrawala.
"Tapi pada siapa..."!"
"Kau tentu masih ingat cerita Guru tentang seorang
aneh berjuluk Paduka Seribu Masalah... Kita cari dia!
Mungkin kita akan mendapat keterangan!"
Habis berkata begitu, tanpa menunggu sambutan
Galuh Sembilan Gerhana, Galuh Empat Cakrawala
angkat suara. "Guru berdua... Untuk beberapa hari ini kami minta
izin pergi ke satu tempat untuk tenangkan diri..."
"Baiklah... Setelah itu nanti kita bicarakan lagi apa
yang harus kalian lakukan!" kata iblis Muka Setan.
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala sama menjura hormat. Lalu putar
diri dan berkelebat dari hadapan Iblis Muka Setan dan Perempuan
Kembang Darah. *** SEMBILAN LANGIT malam sudah berganti agak terang ketika
Pendekar 131 dan orang yang duduk rangkapkan kaki
mencapai sebuah lembah berbentuk bintang. Joko tegak dengan lepas pandangan
berkeliling. Lembah itu
merupakan sebuah tanah terbuka yang banyak diranggasi rumput tebal tinggi dan
beberapa jajaran pohon
besar berdaun rindang, hingga meski suasana sudah
akan berganti pagi, tapi lembah itu masih terlihat gelap.
"Ini Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai"!" Joko
bertanya untuk meyakinkan diri pada orang yang duduk rangkapkan kaki tiga tindak
di sebelahnya. "Aku takut mengatakannya. Tapi mungkin memang
ini lembah yang kau cari!" orang yang duduk dengan
wajah dibenamkan ke belakang rangkapkan kedua kakinya perdengarkan jawaban.
"Aku menyelidik. Harap kau tunggu di sini!"
Tanpa menunggu sahutan orang, murid Pendeta
Sinting berkelebat. Namun hingga mengitari lembah
dua kali, dia tidak menemukan siapa-siapa. Bahkan
dia tidak menemukan tanda-tanda jika lembah itu dihuni orang. Hingga pada satu
tempat dia hentikan larinya.
"Jauh-jauh mencari lembah ini. Setelah kutemukan
ternyata aku tidak bertemu dengan orang yang kucari!
Mungkinkah Dewa Asap Kayangan berkata dusta"! Tapi untuk apa..."! Dia bersama
Dewa Cadas Pangeran
telah membantu banyak dalam urusan peta wasiat
Perguruan Shaolin. Tidak mungkin di antara mereka
ada yang mau berkata dusta! Tapi mengapa aku tidak
menemukan di tempat yang pernah dikatakannya"!
Apa maksud semua ini..."!"
Pendekar 131 menghela napas panjang. Lalu memandang berkeliling sekali lagi.
"Aku sengaja memisahkan diri dari orang yang duduk sembunyikan wajah
dengan harapan dia tidak tahu apa urusanku hingga
sampai ke lembah ini! Lagi pula aku ingin bertanya
pada Dewa Asap Kayangan siapa dia sebenarnya!"
Baru saja Joko bergumam begitu, mendadak telinganya mendengar suara orang
tertawa bersahutsahutan. Joko terlengak dan pasang telinga baik-baik.
Lalu putar tubuh menghadap ke arah sumber suara
tawa. "Aneh... Suara tawa ini datangnya dari tempat mana
orang yang duduk tadi kutinggalkan... Tapi mengapa
suara tawa itu diperdengarkan bukan satu orang"!
Jangan-jangan..."
Murid Pendeta Sinting tidak lanjutkan membatin.
Dia segera berkelebat ke arah datangnya sumber tawa.
Namun kali ini dia sengaja berkelebat berputar dan
mengendap-endap mendekati tempat di mana dia tadi
tinggalkan orang yang duduk rangkapkan kaki.
Dari tempat yang terlindung batangan pohon, Joko
segera mendekam sembunyi lalu berpaling. Memandang ke depan, sepasang matanya
sedikit terbelalak.
Dia melihat seorang laki-laki berusia lanjut berparas
lonjong berambut putih jarang serta jabrik. Sepasang
matanya jereng besar. Pada mulutnya yang mungil terdapat satu pipa cangklong
yang kepulkan asap. Dia
mengenakan celana pendek berwarna putih kusam.
Pakaian atasnya berupa rompi tanpa lengan. Di pundaknya menyelempang sebuah ikat
pinggang besar yang dihias beberapa pipa. Setiap pipi di mulutnya kepulkan asap, beberapa pipa
yang menghiasi ikat pinggangnya juga kepulkan asap!
"Dewa Asap Kayangan!" Joko mendesis mengenali
siapa adanya kakek berpipa. Kakek ini tegak tiga langkah di samping kanan orang
yang tengah duduk rangkapkan kaki seraya tertawa ngakak.
Joko teruskan pandangan. Karena di sebelah kiri
orang yang duduk rangkapkan kaki tampak juga seorang kakek berpakaian compang-
camping. Paras wajahnya tidak kelihatan karena tertutup sebuah benda
bulat yang berada di depan wajahnya. Benda bulat itu
adalah sebuah batu putih yang digantungkan pada
ujung sebuah tambang dan tambang itu berpangkal
pada punggung orang. Anehnya, meski hanya berupa
tambang, tapi tambang itu lurus tegak di punggung
orang lalu begitu tepat di bagian atas kepala, tambang
itu melengkung hingga batu putih tepat menutupi wajahnya.
"Dewa Cadas Pangeran!" untuk kedua kalinya mu-
rid Pendeta Sinting mendesis mengenali siapa adanya
kakek yang wajahnya tertutup batu putih.
Joko menghela napas lega. "Ternyata perjalananku
tidak sia-sia. Mereka kutemukan di sini! Mudah-mudahan urusan ini segera
selesai... Tapi..." Tiba-tiba
murid Pendeta Sinting ingat sesuatu. Dia pentang mata sekali lagi lalu lepas
pandangan berkeliling. "Dia tidak kelihatan! Bagaimana urusan ini akan selesai
kalau dia tidak ada..."! Ataukah Dewa Cadas Pangeran
tidak jadi mengambil Dewi Bunga Asmara sebagai murid"! Lalu apa pula yang
membuat mereka bertiga tertawa bergelak-gelak..."! Hem... Ini satu petunjuk
kalau Dewa Asap Kayangan dan Dewa Cadas Pangeran mengenali siapa adanya orang yang
duduk sembunyikan
wajah di balik rangkapan kedua kakinya itu!"
Selagi Joko membatin begitu, dari arah depan terdengar orang berkata.
"Sahabatku Paduka Seribu Masalah...!" Yang berkata adalah kakek berpakaian
compang-camping yang
wajahnya tertutup batu putih dan bukan lain memang
Dewa Cadas Pangeran adanya. "Kau tadi mengatakan
datang hendak melamar! Tapi kulihat kau datang seorang diri. Apakah kau sendiri
yang hendak ajukan
lamaran"!"
"Jangan berkata begitu, Sahabatku... Aku takut!"
jawab orang yang duduk rangkapkan kaki.
"Hem... Dugaanku tidak jauh meleset. Jadi dia adalah Paduka Seribu Masalah!"
gumam murid Pendeta
Sinting mendengar percakapan orang.
"Kau perlu tahu satu hal, Sahabatku..." Orang yang
bercelana pendek warna putih kusam dan berompi
tanpa lengan serta mengisap pipa dan bukan lain memang Dewa Asap Kayangan, buka
suara. "Kau boleh
saja takut pada semua hal! Tapi kuharap kau tidak
merasa takut dengan urusan lamaran ini! Jika itu terjadi, kau tentu tahu apa
yang bakal terjadi!"
"Dan kau tak usah khawatir... Gadis itu ditanggung
meyakinkan! Masih muda, cantik, dan selebihnya memang tengah menunggu untuk
dilamar! Kau tunggu
apa lagi"!" Dewa Cadas Pangeran menimpali.
"Ah... Kalian makin membuatku takut saja..."
"Sahabatku... Kalau kau terus-terusan takut, bagaimana jadinya"! Kau tidak takut
nantinya bakal terjadi
malapetaka jika lamaran ini gagal"!" tanya Dewa Cadas
Pangeran. "Sahabatku berdua... Harap kalian tidak takut kalau kukatakan jika sebenarnya
bukan aku yang punya
maksud hendak melamar! Tapi seorang sahabat...-.
Namun harap jangan bertanya siapa. Aku takut menjawabnya...!"
Dada murid Pendeta Sinting berdebar tidak enak.
Dia maklum kalau perbincangan orang ditujukan ke
arahnya. Hal ini membuatnya sadar kalau keberadaannya diketahui orang. Maka dia
memutuskan untuk
keluar dari tempat mendekamnya dan berkelebat ke
arah tiga orang yang tengah berbincang.
"Dewa Asap Kayangan... Dewa Cadas Pangeran...
Selamat jumpa lagi!" Joko tegak delapan langkah di
hadapan ketiga orang sambil memandang silih berganti. Lalu hentikan pandangannya
pada orang yang duduk rangkapkan kaki. Namun belum sempat dia buka
mulut, orang yang duduk rangkapkan kaki dan tadi
dipanggil Paduka Seribu Masalah sudah mendahului.
"Sahabat Dewa Cadas Pangeran dan Dewa Asap Kayangan... Dialah sahabat yang
kukatakan... Dialah
yang punya maksud untuk melamar... Harap kailan
berdua tidak merasa takut untuk menyelesaikan urusan ini dengannya!"
Dewa Asap Kayangan berpaling. Batu putih di depan wajah Dewa Cadas Pangeran
bergerak, tanda orang ini gerakkan kepalanya. Sementara Paduka Seribu Masalah
buka sedikit rangkapan kedua kakinya.
"Dewa Cadas Pangeran..," kata Joko. "Sebenarnya
kedatanganku bukan untuk melamar... Tapi..." Joko
tidak lanjutkan ucapan. Sebaliknya putar kepala memandang berkeliling.
"Teruskan ucapanmu, Anak Muda!" Berkata Dewa
Cadas Pangeran.
"Aku ingin bertanya..." Joko sambungi kata-kata
yang tadi sempat terputus. Lalu selinapkan tangan ke
balik pakaiannya. Ketika tangannya ditarik keluar terlihat sebuah gulungan kain
putih kusam yang bersambung.
"Ini adalah isi dari kantong putih dan gelang baja
yang jadi sengketa di Bukit Toyongga pada beberapa
hari yang lalu... Aku tidak tahu dari mana harus memulai mengadakan perjalanan
seperti yang tertera dalam kain ini! Aku ingin minta petunjuk!"
Habis berkata begitu, murid Pendeta Sinting melangkah ke arah Dewa Cadas
Pangeran. Tapi orang
yang didekati segera perdengarkan suara.
"Perlihatkan saja pada sahabatku Dewa Asap Kayangan! Urusan kita lain lagi, Anak
Muda..." Joko hentikan langkah. Berpaling sesaat pada Dewa
Asap Kayangan. Dia bimbang beberapa lama. Namun
karena Dewa Asap Kayangan tidak buka mulut atau
memberi isyarat apa-apa, Joko belokkan langkah menuju Dewa Asap Kayangan.
"Kek... Harap beri petunjuk dari mana aku harus
memulai!" kata Joko seraya pentangkan kain yang tidak lain adalah kain peta dari
Perguruan Shaolin.
Dewa Asap Kayangan maju dua tindak menjajari
murid Pendeta Sinting. Lalu buka matanya lebar-lebar
memperhatikan peta di kain yang bersambung. Saat
lain tangannya menunjuk pada gambar peta dan berucap.
"Ini adalah hutan bambu. Kau tentu sudah tahu
tempatnya! Dari sinilah kau harus memulai perjalanan! Hanya itu petunjuk yang
bisa kuberikan. Selanjutnya kau tentu tahu...."
Joko simak gambar yang ditunjuk Dewa Asap Kayangan seraya anggukkan kepala. Lalu
berkata. "Terima kasih, Kek...."
Dewa Asap Kayangan mundur lagi mendekati Paduka Seribu Masalah. Joko
memperhatikan sekali lagi.
Lalu lipat kain putih dan dimasukkan ke balik pakaiannya.
"Urusanmu dengan Dewa Asap Kayangan selesai...
Sekarang kita tuntaskan urusan kita!" Yang berucap
Dewa Cadas Pangeran.
Murid Pendeta Sinting melirik sesaat pada Dewa
Asap Kayangan dan Paduka Seribu Masalah dengan
wajah berubah. Dadanya berdebar. "Sebenarnya aku
ingin menyelesaikan urusan ini dengan Dewi Bunga
Asmara sendiri! Tapi nyatanya dia tidak muncul di
tempat ini...."
"Anak muda... Kau yang memulai, atau aku yang
bicara dahulu"!" Dewa Cadas Pangeran buka suara setelah ditunggu agak lama murid
Pendeta Sinting belum
juga buka mulut.
"Kek... Boleh aku tahu di mana Dewi Bunga Asmara"!"
"Nanti kau akan bertemu dengannya setelah pembicaraan kita selesai!"
"Kek... Sebenarnya hal ini harus kukatakan sendiri
pada Dewi Bunga Asmara..."
Batu putih di depan wajah Dewa Cadas Pangeran
bergerak pulang balik ke samping kiri kanan tanda kepala orang bergerak
menggeleng. "Kita bicarakan dahulu! Selanjutnya kita tentukan nanti...!"
Pendekar 131 tercenung beberapa saat. Dia tampak
bingung sekaligus bimbang. Dia ragu-ragu untuk mulai bicara karena dia pikir
urusannya tidak layak diketahui orang lain.
Seperti diketahui, Pendekar 131 sempat bertemu
dengan Dewi Bunga Asmara murid tunggal seorang
nenek bergelar Ratu Selendang Asmara saat terjadi peristiwa gegernya peta
wasiat. Karena inginkan petunjuk dari Dewi Bunga Asmara, Joko sempat mengucapkan
janji untuk menghadap Ratu Selendang Asmara bersama Dewi Bunga Asmara. Sikap dan
ucapan murid Pendeta Sinting ternyata diartikan lain oleh Dewi Bunga Asmara. Gadis ini
jatuh hati dan menduga
sikap dan ucapan Joko sebagai tanda kalau murid
Pendeta Sinting juga jatuh hati dan hendak memintanya pada Ratu Selendang
Asmara. Tapi sebelum Joko sempat berbicara dengan Ratu
Selendang Asmara, si nenek keburu tewas di puncak
Bukit Toyongga. Dan sebelum Joko sempat pula mengatakan yang sebenarnya pada
Dewi Bunga Asmara,
mendadak gadis cantik murid Ratu Selendang Asmara
itu dibawa pergi oleh Dewa Cadas Pangeran. Dan saat
itu juga Dewa Cadas Pangeran berpesan agar Pendekar
131 kelak mencarinya untuk selesaikan urusan.
Karena dipesan oleh orang yang telah menolongnya
dan juga karena dia perlu bertanya tentang gambar peta, akhirnya Joko memenuhi


Joko Sableng 39 Dayang Tiga Purnama di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

permintaan Dewa Cadas
Pangeran. Tapi sebenarnya dia ingin bicara langsung
dengan Dewi Bunga Asmara dalam urusan salah duga
si gadis. "Anak muda... Kau tidak mau segera bicara. Terpaksa aku yang harus mulai...,"
berkata Dewa Cadas
Pangeran. "Kau harus kawin dengan Dewi Bunga Asmara!"
Pendekar 131 tersentak kaget mendengar kata-kata
Dewa Cadas Pangeran. Tegaknya bergetar dan sepasang matanya mendelik memandang
seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Kek...." Akhirnya Joko dapat pula perdengarkan
suara setelah terdiam lama. Namun sebelum dia lanjutkan ucapan, Dewa Cadas
Pangeran telah berkata.
"Kau harus tahu, Pendekar 131! Tanpa perkawinan
antara kau dan Dewi Bunga Asmara, maka akan terjadi satu kegegeran besar yang
tak kalah dahsyatnya
dengan peristiwa peta wasiat!"
Joko gelengkan kepala. "Kek... Aku... Aku tidak
mungkin bisa melakukannya! Dan kurasa mustahil
akan terjadi sesuatu yang luar biasa kalau aku tidak
kawin dengan Dewi Bunga Asmara...."
"Anak muda... Kau boleh percaya atau tidak! Yang
mungkin terjadi, akan ada peristiwa besar bila kau tidak mau kawin dengan Dewi
Bunga Asmara. Lain daripada itu, perkawinanmu ini nanti mungkin bisa meredakan
timbulnya masalah pada beberapa orang juga
pada dirimu sendiri!"
"Kek... Aku akan lakukan apa saja untuk meredakan timbulnya masalah pada
beberapa orang! Tapi kalau dengan jalan harus kawin, rasanya aku belum siap
melakukannya...."
"Anak muda sahabatku..." Yang buka mulut adalah
Dewa Asap Kayangan. "Kau perlu tahu satu hal. Perkawinan ini harus kau
laksanakan! Kalau tidak, mungkin kau masih harus menunggu lama lagi untuk bisa
kembali ke negeri asalmu...!"
"Aku pilih terus berada di sini daripada harus kawin...!" Joko berkata sendiri
dalam hati. "Dewi Bunga
Asmara memang seorang gadis cantik. Tapi rasanya
aku masih harus belajar untuk mencintainya! Sementara hal itu mungkin tak
mudah... Lagi pula aku tidak
bisa mengenyampingkan Guru... Setidaknya Pendeta
Sinting harus tahu siapa dan bagaimana Dewi Bunga
Asmara!" "Bagaimana, Anak Muda..."!" tanya Dewa Cadas Pangeran.
"Kek... Kau bisa memberi keterangan bagaimana peristiwa besar akan terjadi kalau
aku tidak kawin dengan Dewi Bunga Asmara"!"
"Kau takut aku menjerumuskan dirimu"!" ujar Dewa Cadas Pangeran lalu tertawa
bergelak. "Semua ini
demi keselamatan dan ketenanganmu, Anak Muda...!"
"Kek... Seandainya ada jalan lain...!"
"Anak muda... Sekarang tak usah basa-basi. Kau
harus jawab dengan tegas! Kau bersedia kawin dengan
Dewi Bunga Asmara atau tidak"!" kata Dewa Cadas
Pangeran. *** SEPULUH KEK... Rasanya aku tidak bisa Jawab sekarang. Aku
minta waktu..." Akhirnya Joko berkata setelah lama
terdiam. "Aku masih harus lakukan perjalanan untuk
selesaikan urusan yang belum tuntas."
"Anak muda... Aku perlu bertanya satu hal. Kau
siap menghadapi apa yang akan terjadi jika kau benarbenar menunda perkawinan
ini"!" Yang bertanya ada-
lah Dewa Asap Kayangan.
"Aku sampai ke negeri ini sudah melewati beberapa
urusan. Kalaupun urusan ini belum juga tuntas, apa
boleh buat!"
"Pendekar 131. Kalau begitu jawabmu, aku tidak bisa memaksa. Hanya saja untuk
sementara ini kuharap
kau tidak kecewa kalau tidak akan bertemu dahulu
dengan Dewi Bunga Asmara!" kata Dewa Cadas Pangeran.
Murid Pendeta Sinting menghela napas panjang.
Sebenarnya dia ingin buka mulut menerangkan mengapa dia tidak ingin segera
kawin. Namun karena tidak
mau memperpanjang pembicaraan, dan sebenarnya
dia ingin nantinya bisa bicara sendiri dengan Dewi
Bunga Asmara, Joko akhirnya berkata.
"Dewa Cadas Pangeran, Dewa Asap Kayangan... Kurasa aku harus segera pergi.
Terima kasih atas petunjuk kalian berdua..." Joko arahkan pandang matanya
pada Paduka Seribu Masalah. Tapi sebelum dia sambung ucapannya, Paduka Seribu
Masalah mendahului.
"Kau masih tidak takut terus bersamaku, bukan"!"
"Aku masih memerlukan beberapa keterangan darinya! Lagi pula aku punya
perjanjian dengan Datuk Kala Sutera. Dia harus terus bersamaku!" Joko membatin.
Lalu berkata. "Paduka... Kita sudah terikat dengan kesepakatan!
Kau tidak takut kita pergi sekarang"!"
"Sahabatku Dewa Cadas Pangeran, Dewa Asap Kayangan... Sebenarnya aku tidak takut
terus berada di
sini bersama kalian. Tapi seperti kalian dengar tadi,
aku punya kesepakatan dengan sahabat muda itu.
Terpaksa aku harus beranikan diri untuk tinggalkan
tempat ini...," ujar Paduka Seribu Masalah.
"Paduka Seribu Masalah!" kata Dewa Cadas Pange-
ran. "Aku titip sahabat muda itu. Aku masih menginginkannya sebagai pendamping
muridku kelak..."
"Jangan berkata begitu. Aku takut memberi jaminan! Tapi aku akan berusaha untuk
memenuhi keinginanmu...."
Habis berkata begitu, Paduka Seribu Masalah putar
pantat. Saat lain orang yang selalu sembunyikan raut
wajah di belakang rangkapan kedua kakinya ini membuat gerakan. Sosoknya
berkelebat dengan posisi tetap
duduk rangkapkan kedua kaki.
Pendekar 131 menjura sekali lagi pada Dewa Cadas
Pangeran dan Dewa Asap Kayangan. Lalu putar pandangan untuk meyakinkan kalau
Dewi Bunga Asmara
betul-betul tidak berada di tempat itu mencuri dengar
pembicaraan. Saat lain dia berkelebat menyusul Paduka Seribu Masalah.
Setelah melewati tiga aliran sungai, Joko sengaja
menjajari Paduka Seribu Masalah. Lalu berbisik seraya
terus berlari. "Paduka.... Kau tidak takut menjawab beberapa pertanyaanku"!"
"Aku harus tahu dulu pertanyaan macam apa yang
akan kau ajukan! Dan harap kau ingat, kalau pertanyaanmu ada hubungannya dengan
urusan perkawinanmu, terus terang saja.... Aku takut untuk menjawabnya!"
Joko memperlambat larinya. Lalu buka mulut lagi.
"Paduka... Harap kau tidak takut mendengarnya kalau kukatakan jika seorang gadis
berwajah cantik saat
ini tengah mencarimu!"
Ucapan murid Pendeta Sinting membuat Paduka
Seribu Masalah hentikan kelebatannya, lalu duduk
rangkapkan kaki di sebelah satu batangan pohon.
"Sahabat muda... Aku tidak takut mengatakannya
padamu. Walau aku tidak pernah tunjukkan tampang
pada orang, namun banyak gadis-gadis yang mencariku! Coba katakan siapa gadis
yang kau ceritakan!"
"Kita pernah bertemu dengannya ketika melewati
sungai yang pertama di sebelah hutan bambu Itu!"
"Hem.... Yang kau maksud gadis cantik bernama
Dayang Tiga Purnama itu"!"
Meski Joko tahu orang tidak melihat ke arahnya,
tapi Joko menjawab dengan orang dengan isyarat anggukkan kepalanya.
"Sahabat muda.... Rasanya percuma kau meneruskan bicara jika masih ada kaitannya
dengan gadis bernama Dayang Tiga Purnama itu!"
Joko hentikan larinya lalu putar diri dan melangkah
ke arah Paduka Seribu Masalah dengan kening berkerut. Belum sampai dia bertanya,
Paduka Seribu Masalah sudah sambung! ucapannya.
"Perihal gadis itu masih ada kaitannya dengan urusan perkawinanmu. Jadi seperti
kataku tadi, kalau
pertanyaanmu ada hubungannya dengan perkawinanmu, aku takut menjawabnya!"
"Paduka! Bagaimana kau tahu urusan gadis itu
masih ada hubungannya dengan perkawinan itu"!"
tanya Joko dengan mata mendelik tak percaya.
"Sudah kukatakan, aku takut menjawabnya! Itu
masih ada kaitannya dengan perkawinanmu! Lebih
baik kau tanya saja persoalan yang lain... Mungkin sedikit banyak aku tahu dan
tidak takut untuk menjawabnya!"
"Aneh.... Bagaimana bisa begini"! Apa kaitannya
Dewi Bunga Asmara dengan Dayang Tiga Purnama"!"
Joko membatin. Lalu angkat suara.
"Paduka... Sekarang bagaimana urusan dengan Datuk Kala Sutera"! Kau tahu di mana
kelima anaknya"!"
"Sahabat muda... Tampaknya hari ini kau harus
mengalami nasib kurang baik..."
"Maksudmu..."!" tanya Joko dengan dada berdebar
tidak enak. "Pertanyaan yang diajukan Datuk Kala Sutera masih ada kaitannya dengan
perkawinanmu! Jadi aku juga tidak berani menjawabnya!"
Kedua gendang telinga murid Pendeta Sinting seperti disambar geledek. Laksana
terbang dia melompat
dan tegak dua langkah di hadapan Paduka Seribu Masalah.
"Paduka! Harap kau tidak bermain-main! Aku bersungguh-sungguh!"
"Sahabat muda.... Menjawab saja aku takut, bagaimana mungkin aku berani main-
main..."!"
"Celaka! Celaka! Bagaimana semua bisa amburadul
begini rupa"! Aku tak percaya! Aku tak percaya!" gumam Joko sambil geleng-geleng
kepala. "Kau tak percaya itu adalah hakmu, Sahabat Muda...."
"Paduka! Lalu bagaimana aku kelak harus menjawab pertanyaan Datuk Kala Sutera?"
"Sahabat muda... Tidak ada jawaban yang lebih tepat dibanding sebuah bukti!"
"Aku tak mengerti ucapanmu!"
"Untuk sementara ini sebaiknya kau harus menghindari Datuk Kala Sutera!"
"Tapi...."
"Kau nanti bisa menjawab pertanyaan Datuk Kala
Sutera dengan sebuah bukti! Bukan dengan ucapan!"
"Caranya..."!"
"Waktu tidak pernah terhenti, Sahabat Muda! Jadi
waktulah nanti yang akan menentukan bagaimana caranya!"
"Aku tak habis pikir. Bagaimana ini bisa berkait"!
Padahal..."
Belum sampai murid Pendeta Sinting teruskan gumaman, Paduka Seribu Masalah sudah
buka suara. "Sahabat muda... Seandainya kau tadi jadi mengawini gadis yang ditawarkan
sahabatku Dewa Cadas Pangeran, mungkin saja urusannya tidak akan jadi panjang
lebar walau di sana-sini tentu masih ada hadangan...."
"Paduka! Bukankah kau sudah berjanji akan mengambil alih urusanku dengan Datuk
Kala Sutera"!"
ujar Joko ingat akan ucapan Paduka Seribu Masalah
sebelum diajaknya ikut serta ke Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai.
"Pada awalnya aku memang hendak mengambil
alih. Aku menduga kau bakal menerima tawaran Dewa
Cadas Pangeran. Ternyata dugaanku keliru. Kau menolak tawaran mengawini gadis
yang ditawarkan. Kini
aku sendiri yang jadi takut memberi penjelasan pada
Datuk Kala Sutera...."
"Sontoloyo benar! Ternyata tidak ada gunanya terus
bersama orang ini! Aku malah jadi bingung!"
Berpikir begitu, akhirnya Joko berucap. "Paduka...
Kau tidak bisa membantuku. Kurasa tidak ada gunanya kita terus bersama-sama!
Biarlah semua urusan
ini kuhadapi sendiri!"
Paduka Seribu Masalah perdengarkan tawa bergelak panjang. Lalu berkata.
"Sahabat muda... Sahabat Dewa Cadas Pangeran telah memberi pesan padaku. Rasanya
sulit untuk tidak
menuruti ucapan pesannya!"
"Paduka! Aku yang meminta... Kelak kalau ada apaapa, kau bisa menjelaskan
padanya!" "Kau yakin..."!"
"Aku tidak bisa mengatakan padamu. Karena aku
sendiri tidak percaya dengan semua ini!"
"Sebenarnya aku takut melepasmu pergi seorang diri... Tapi kalau kau yang
memintanya, mana berani
aku menolak"!"
"Paduka... Sebelum aku pergi, kuharap kau tidak
takut menjawab dua pertanyaanku. Pertama. Apakah
benar semua yang diucapkan Datuk Kala Sutera"! Kedua. Kalau benar, siapa nama
Istri Datuk Kala Sutera"!"
"Sahabat mud.... Sebenarnya aku takut. Tapi sebagai perpisahan, aku beranikan
diri menjawab. Se-mua
yang diucapkan Datuk Kala Sutera benar ada-nya!"
"Lalu nama istri Datuk itu"!" sahut Joko seakan tak
sabar. "Aku tidak berani mengatakannya! Bukan karena
apa, aku takut salah sebut... Kau tentu tahu sendiri.
Orang rimba persilatan sering merubah namanya. Aku
takut sebutkan nama yang salah!"
"Hem.... Bagaimana kalau kau sebutkan saja bagaimana cirinya"!"
"Sahabat muda.... Bersama berlalunya waktu, setiap manusia akan mengalami
perubahan! Sementara
perpisahan antara Datuk Kala Sutera dan istrinya sudah berlangsung enam belas
tahun yang silam! Biasanya, kurun waktu enam belas tahun sudah cukup
membuat orang sangat berubah! Jadi...."
Mungkin karena agak jengkel dengan jawaban Paduka Seribu Masalah, tanpa menunggu
orang selesaikan ucapan, murid Pendeta Sinting sudah balikkan
tubuh dan berkelebat tanpa buka suara.
"Sahabat muda... Selamat jalan! Hanya perlu kukatakan padamu, kau pernah bertemu
dengan istri Datuk Kala Sutera!" teriak Paduka Seribu Masalah.
Mendengar teriakan Paduka Seribu Masalah, sekonyong-konyong Pendekar 131
balikkan tubuh di atas
udara. Namun sebelum dia buka mulut, Paduka Seribu Masalah sudah sambungi kata-
katanya. "Sahabat muda... Jangan bertanya apa-apa lagi!
Aku takut menjawab!"
Habis berkata begitu, Paduka Seribu Masalah putar
diri setengah lingkaran. Kejap lain dia sentakkan kedua tangannya ke atas tanah.
Sosoknya melesat tinggalkan samping pohon.
Murid Pendeta Sinting pandangi sosok orang dengan dada dilanda berbagai
pertanyaan dan dugaan.
"Aku jadi bingung dengan ucapan orang itu! Ucapannya aneh-aneh! Dia mengatakan
takut sebutkan nama orang dan cirinya. Tapi dia bisa mengatakan kalau aku pernah bertemu dengan


Joko Sableng 39 Dayang Tiga Purnama di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orangnya! Janganjangan dia hanya main-main! Tapi menurut Dayang Tiga Purnama,
Paduka Seribu Masalah adalah seorang
tokoh yang memiliki ilmu aneh. Dia tahu banyak masalah orang... Hem... Ini juga
terbukti dengan munculnya Datuk Kala Sutera yang mencari Paduka Seribu
Masalah untuk mencari jawaban!"
Pendekar 131 tegakkan wajah karena sosok Paduka
Seribu Masalah sudah tidak kelihatan lagi. "Siapa kirakira perempuan istri Datuk
Kala Sutera itu..."! Dilihat
dari segi usia Datuk Kala Sutera, pasti istrinya masih
muda... Mungkinkah Bidadari Delapan Samudera"!
Bukankah dia juga mengatakan tengah mencari seseorang"! Atau mungkinkah Bidadari
Pedang Cinta"!
Atau jangan-jangan Bidadari Tujuh Langit.... Tapi ini
tak mungkin. Bidadari Tujuh Langit adalah seorang
perempuan yang punya kelainan. Mana mungkin dia
punya suami"! Atau layakkah kalau istri Datuk itu
adalah Putri Pusar Bumi..."! Ah... Itu tak mungkin! Da-
tuk Kala Sutera masih tampak muda dan berwajah
tampan. Sementara Putri Pusar Bumi..."!" Mendadak
Joko jadi tertawa sendiri membayangkan Datuk Kala
Sutera berjalan bergandengan dengan Putri Pusar Bumi. "Tapi siapa tahu..."!
Bukankah perasaan cinta tidak mengenal apa saja"! Bukankah cinta adalah tabir
tebal penutup mata dan penuhi telinga"!"
Joko menghela napas panjang berulang kali. Lalu
gelengkan kepala. "Datuk Kala Sutera mengatakan berpisah dengan anak-anaknya
sudah hampir enam belas
tahun silam.... Tapi mengapa dia masih kelihatan muda..."! Malah aku hampir tak
percaya kalau dia sudah
beristri pada enam belas tahun silam! Hem.... Bagaimana ini"! Lalu apa
hubungannya dengan Dewi Bunga
Asmara"! Mengapa aku harus mengawini gadis itu..."!
Juga ada hubungan apa antara Dayang Tiga Purnama
dengan Datuk Kala Sutera"! Mengapa pula mereka
berdua dikait-kaitkan dengan urusan perkawinanku..."!"
Murid Pendeta Sinting balikkan tubuh. Namun dia
tidak segera teruskan berlari. Sebaliknya dia terus berpikir. "Haruskah aku
menuruti saran Paduka Seribu
Masalah untuk menghindari Datuk Kala Sutera"! Tapi
kalau tiba-tiba bertemu bagaimana"! Apa yang harus
kujawab"! Ah... Itu urusan nanti! Siapa tahu di tengah
jalan aku bisa mendapatkan jalan keluar dari pemecahan urusan gila ini!"
Setelah membatin begitu, Joko melangkah perlahan-lahan. Tapi sekuat tenaga dia
coba melupakan urusan yang dihadapinya, justru dia makin bingung.
Hingga seraya melangkah mulutnya terus menggumam
tak jelas dan sesekali kepalanya bergerak menggeleng.
Bahkan tidak jarang dia perdengarkan tawa sendiri!
*** SEBELAS SOSOK berjubah hitam panjang sebatas mata kaki
itu berkelebat cepat laksana kesetanan menembusi hutan bambu. Jubah yang
dikenakan tampak berkibar
perdengarkan deruan angker. Hanya beberapa saat saja sosoknya telah mencapai
ujung hutan di mana terdapat sebuah aliran sungai agak besar.
Tepat di pinggiran aliran sungai sosok berjubah hitam hentikan larinya.
Kepalanya berputar sekali menyiasati keadaan. Dia adalah seorang pemuda berparas
tampan dan keras. Rambutnya panjang sebahu
menutupi sebagian pundak dan pelipis kiri kanannya.
"Sebelum aku pergi, aku sempat melihat mereka
berdua melintasi sungai dengan sebuah sampan....
Walau aku tidak bisa membedakan, tapi aku yakin salah satu dari mereka berdua
adalah manusia yang bergelar Paduka Seribu Masalah! Salah satu dari mereka
menjanjikan menjawab pertanyaanku dalam tempo tiga hari. Sekarang sudah lewat
sehari. Aku tidak mau
ditipu orang. Aku telah lama mencari. Aku akan menunggunya di sini!" Pemuda
berjubah hitam panjang
bergumam sendiri seraya lepas pandangan ke arah aliran sungai.
"Sampan yang mereka tumpangi masih berada di
sana! Ini satu petunjuk kalau mereka berdua belum
kembali...." Si pemuda berjubah hitam yang tak lain
Datuk Kala Sutera adanya teruskan gumaman ketika
sepasang matanya melihat sebuah sampan terapung di
pinggiran seberang.
"Enam belas tahun telah berlalu.... Pasti mereka telah tumbuh menjadi gadis-
gadis.... Sayang sekali selama ini aku masih gagal mencari tahu. Mudah-muda-
han petunjuk manusia bergelar Paduka Seribu Masalah nanti bisa menghentikan masa
pencarian ini!"
Baru saja Datuk Kala Sutera bergumam begitu,
mendadak matanya menangkap kelebatan satu sosok
tubuh di seberang sana. Sang Datuk pentangkan mata
beberapa lama. Dahinya berkerut. "Apakah tanah di
seberang itu berpenghuni"! Dari pakaian dan sikapnya, jelas sosok di sana itu
adalah seorang perempuan!
Siapa dia..."! Apakah dua orang yang sama cirinya seperti Paduka Seribu Masalah
itu berada di sana juga...?"
Datuk Kala Sutera memperhatikan gerakan sosok di
seberang depan. "Hem... Gelagatnya menunjukkan kalau dia tengah menunggu
seseorang! Siapa yang ditunggu..." Mengapa di tempat sepi begini"! Mungkinkah
dia juga tengah menunggu Paduka Seribu Masalah..."! Hem... Waktu yang dijanjikan
masih satu setengah hari lagi! Tidak ada salahnya kalau aku ke sana! Siapa tahu
hari ini aku mendapat rejeki besar...."
Berpikir begitu, Datuk Kala Sutera segera balikkan
tubuh dan berkelebat balik menuju hutan bambu. Tidak berapa lama dia kembali
dengan tangan kanan
membawa sebatang bambu sepanjang satu tombak.
Di pinggiran sungai, Datuk Kala Sutera kembali
arahkan pandang matanya pada tanah terbuka di seberang. "Perempuan itu tidak
kelihatan. Tapi aku yakin dia masih berada di sana!"
Yakin begitu, Datuk Kala Sutera segera lemparkan
batangan bambu ke aliran sungai. Saat bersamaan dia
berkelebat menyusul di belakang batangan bambu
yang terus meluncur dan amblas ke dalam air sungai.
Byurr! Aliran sungai berkecipak dan muncrat. Saat yang
sama batangan bambu muncul ke permukaan. Saat
itulah kedua kaki Datuk Kala Sutera menginjak batangan bambu. Sekali pemuda ini
bergerak, sosoknya meluncur deras di atas permukaan aliran air sungai dengan
berpijak pada batangan bambu.
Empat tombak lagi mencapai pinggiran seberang,
Datuk Kala Sutera hentakkan pijakannya. Batangan
bambu amblas masuk ke dalam aliran sungai. Tapi
saat yang sama, sosok sang Datuk melesat dan tegak
di pinggiran sungai seberang.
Sepasang mata sang Datuk langsung mengedar berkeliling dengan telinga dipasang
baik-baik. Namun sejauh ini dia belum bisa menduga di mana adanya
orang yang tadi sempat ditangkap matanya.
"Hem... Jangan-jangan dia tahu kemunculanku di
tempat ini. Lalu sengaja sembunyikan diri..." Datuk
Kala Sutera tersenyum. Saat lain dia berkelebat dari
satu batu ke bongkahan batu lainnya dengan mata
liar. Tapi Datuk Kala Sutera jadi heran sendiri. Walau
dia telah menyelidik ke setiap sudut bongkahan batu,
dia tidak juga menemukan siapa-siapa! Hingga akhirnya sang Datuk hentikan
pencarian dan tegak berdiri
di atas salah satu bongkahan batu seraya bergumam.
"Mungkinkah mataku tertipu..."! Tapi jelas mataku
tadi melihat sosok perempuan itu mondar-mandir di
tempat ini seperti orang tengah menunggui Anehnya,
aku telah berkeliling. Tapi manusia itu tidak kutemukan! Mungkinkah dia telah
menyeberang ke sungai sebelah sana itu..."!" Datuk Kala Sutera arahkan pandang
matanya ke aliran sungai kecil yang berada di seberang lainnya.
Baru saja mata sang Datuk lepas ke arah aliran
sungai yang berada di seberang depan sana, mendadak
ekor matanya menangkap kelebatan satu sosok tubuh.
Saat lain pemuda ini merasakan desiran angin dari
arah samping. Datuk Kala Sutera cepat berpaling. Memandang ke
depan, sepasang matanya sedikit membelalak. Di samping satu bongkahan batu
sejarak sepuluh langkah di
hadapannya, tegak seorang gadis berparas cantik mengenakan pakaian warna ungu.
Rambutnya yang lebat
dikelabang dua. Sepasang matanya bulat dan tajam.
"Harap sebutkan diri dan maksud!" Si gadis langsung buka suara dengan nada agak
tinggi dan bola
matanya meneliti sekujur tubuh sang Datuk dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Namun cuma sesaat, saat
lain dia tegakkan wajahnya sedikit.
Datuk Kala Sutera tidak langsung buka mulut menjawab. Sebaliknya menatap balik
ke arah si gadis dengan mata liar. Dalam hati dia berkata. "Gadis cantik...
Mengapa berada di tempat begini"! Aku yakin, gadis
inilah yang bayangan sosoknya sempat kutangkap dari
seberang hutan bambu tadi..."
"Aku tidak memaksa! Kalau kau tidak mau sebutkan diri dan katakan maksud, harap
segera angkat kaki dari tempat ini!" Si gadis kembali buka mulut ketika tidak juga dia
mendapat jawaban dari sang Datuk.
Datuk Kala Sutera rangkapkan kedua tangan di depan dada. Seraya terus menatapi
sosok si gadis yang
bukan lain adalah Dayang Tiga Purnama, sang Datuk
berkata. "Aku Datuk Kala Sutera... Kau sendiri siapa?"
"Kau belum jawab pertanyaan keduaku!" Dayang
Tiga Purnama menyahut dengan melirik pada sang Datuk.
"Aku tengah menunggu seseorang! Kau sendiri..."!"
"Siapa yang kau tunggu"!" Dayang Tiga Purnama
kembali ajukan tanya tanpa menjawab pertanyaan Da-
tuk Kala Sutera.
Datuk Kala Sutera geleng kepala. "Aku tidak bisa
mengatakannya padamu siapa orang yang tengah kutunggu!"
"Tempat ini yang kau tuju"!" kembali Dayang Tiga
Purnama ajukan tanya.
Datuk Kala Sutera kembali gelengkan kepala. "Memang bukan tempat ini yang
ditentukan untuk menunggu. Tapi setidaknya tempat ini yang akan dilewati
orang yang tengah kutunggu!"
Dada Dayang Tiga Purnama berdebar. "Selama aku
di sini, hanya dua orang yang sempat lewat. Mereka
adalah pemuda bernama Joko Sableng dan sahabatnya
yang bersikap aneh... Mungkinkah mereka berdua
yang tengah ditunggu pemuda ini"!"
Selagi Dayang Tiga Purnama membatin begitu,
mendadak satu bayangan putih berkelebat. Datuk Kala
Sutera dan Dayang Tiga Purnama segera berpaling.
"Paduka Seribu Masalah!" Saking tidak menduga,
Datuk Kala Sutera berseru melihat siapa sosok yang
baru muncul dan kini tegak dua puluh lima langkah di
seberang depan sana. Paras wajah sang Datuk jelas
membayangkan rasa heran dan terkejut.
Tapi yang paling terkejut dan heran adalah Dayang
Tiga Purnama. Dia pulang balikkan wajah memandang
silih berganti ke arah Datuk Kala Sutera dan sosok
berpakaian putih yang baru muncul di seberang sana.
"Bagaimana ini"! Apa telingaku tidak salah dengar"!
Bagaimana pemuda berjubah hitam ini menyebut pemuda itu Paduka Seribu Masalah"!
Ataukah pemuda berjubah hitam ini salah lihat"!"
Sementara di seberang, sosok berpakaian putih
yang baru muncul tampak gelagapan. Malah dia sempat hendak putar diri
membelakangi orang!
SELESAI Segera menyusul:
ASMARA LAKNAT Scanned by Clickers
Edited by Adnan Sutekad
PDF: Abu Keisel
https://www.facebook.com/pages/DuniaAbu-Keisel/511652568860978
Makam Asmara 2 Sejengkal Tanah Sepercik Darah Karya Kho Ping Hoo Suling Naga 20
^