Pencarian

Ratu Pemikat 1

Joko Sableng Ratu Pemikat Bagian 1


Episode I : PESANGGRAHAN KERAMAT
Episode II : RATU PEMIKAT Hak cipta dan copy right pada
penerbit dibawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Molan_150
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
SATU UNCAK bukit Sono Keling yang sunyi,
membuat suara derap langkah kuda makin
PjelashinggaPendekarPedangTumpul131
terkesiap. Sepasang matanya cepat berputar liar memperhatikan ke bawah. Kepalanya bergerak
ke samping kanan dan kiri. Pendengarannya ditajamkan. Namun murid Pendeta Sinting jadi makin tersekat. Karena
mendadak saja suara derap langkah-langkah kaki
kuda lenyap seolah direnggut setan! (Untuk lebih jelasnya mengenal adegan
sebelum ini, dapat
dibaca pada serial Joko Sableng dalam episode
perdana berjudul: 'Pesanggrahan Keramat').
"Aneh. Baru saja langkah-langkah kuda itu
terdengar. Tapi.... Apakah hanya telingaku yang tertipu" Atau han...," pemuda
murid Pendeta Sinting Ini tak teruskan kata hatinya. Bulu
kuduknya meremang. Dan belum sirna rasa
gelisahnya, tiba-tiba dua bayangan hitam berkelebat dan tahu-tahu dua orang telah tegak di hadapannya!
Joko Sableng surutkan langkah satu tindak. Bola matanya membesar memperhatikan
dua sosok di hadapannya. Di sebelah kanan adalah seorang
laki-laki berusia lanjut. Mukanya cekung hitam
dengan sepasang mata sipit. Rambutnya panjang
menjulai sampai punggung dan sebagian menutupi
wajahnya. Mulutnya lebar dan tak henti-hentinya komat-kamit. Mengenakan pakaian
panjang berupa jubah toga warna hitam. Sedangkan orang di
sebelah kiri adalah laki-laki setengah
baya. Parasnya keras dengan mata melotot besar.
Rambutnya dipotong pendek dan tampak kaku
seperti ijuk. Laki-laki Ini mengenakan baju warna gelap.
Sejenak kedua laki-laki ini saling pandang satu sama lain. Lalu serentak arahkan
pandangannya pada Joko Sableng. Namun keduanya masih tak
buka mulut. Sebaliknya laki-laki yang mengenakan jubah hitam sorongkan tubuhnya
ke kiri. Lalu berbisik. "Dandang Wulung. Kau kenal manusia Ini?"
Laki-laki yang mengenakan baju biru gelap dan
di panggil dengan Dandang Wulung menyeringai.
Lalu dengan mengawasi Joko dari atas hingga
bawah, kepalanya menggeleng.
"Sawung Rono. Kita tak perlu tahu siapa adanya manusia ini. Jikalau dia di
tempat ini, pasti
tujuannya sama dengan kitai Dia harus segera
disingkirkan!"
Laki-laki berusia lanjut yang dipanggil dengan
Sawung Rono tertawa pendek. Tiba-tiba sepasang
matanya yang sipit membuka lebar. Mulutnya
makin cepat berkomat-kamit. Tubuhnya sedikit
bergetar. Wajahnya berubah seketika. Tanpa sadar dari mulutnya keluar gumaman
pelan. "Tak dapat kupercaya...."
Dandang Wulung berpaling. Melihat perubahan
pada wajah Sawung Rono, dia kerutkan dahi.
"Ada apa"! Apa yang tak kau percaya"!"
Entah karena masih tak percaya dengan apa
yang dilihat atau karena tak mendengar pertanyaan, Sawung Rono tak segera menjawab.
Sebaliknya sepasang matanya memandang lurus
ke depan, lalu menebar ke sekeliling.
"Puncak bukit Ini masih sama seperti satu tahun silam. Dan aku tidak buta. Aku
melihat makam itu!
Tapi kemana sekarang makam itu"!"
"Dandang Wulung. Ada yang tak beres di sini!"
bisik Sawung Rono dengan suara serak.
"Sialan! Lekas katakan apa sebenarnya yang terjadi!" hardik Dandang Wulung
sedikit geram. Karena Sawung Rono tidak segera memberitahukan apa yang ada dalam benaknya.
"Makam Itu tidak ada! Padahal kita ada di
tempat ynng tidak salah!" kata Sawung Rono pada akhirnya meski dengan mendengus
keras karena dirinya dlhardik demikian rupa.
Mendengar ucapan Sawung Rono, sepasang mata
Dandang Wulung mendelik angker. Lalu menebar
menyapu ke sekitar puncak bukit. Meski dia belum pernah ke puncak bukit Sono
Keling, namun mendengar cerita yang berhasil diserapnya, di
puncak bukit Sono Keling memang terdapat
sebuah makam yang disebut orang Pesanggrahan
Keramat. "Jangan-jangan kita terlambat!" desis Dandang Wulung begitu matanya tidak
melihat sebuah makam sepertl yang pernah didengarnya.
"Bukan hanya terlambat, tapi seseorang telah mendahului kita dan mendapatkan
pedang pusaka itu! Lalu meratakan makam untuk mengelabui
orang!" sahut Sawung Rono seraya memperhatikan lagi pada murid Pendekar Sinting.
Untuk kali kedua, dahi laki-laki berwajah cekung hitam Ini berkerut. Dalam hati
diam-diam dia berkata. "Hm.... Tak ada angin, tak ada hujan. Tapi pakaian pemuda Ini tampak bercak-
bercak tanah. Kulitnya pun kotor. Mungkin saja...."
Niat pertama yang tak ingin mengetahui siapa
adanya si pemuda sirna, berubah menjadi curiga.
Seraya menyeringai dia membentak garang.
"Manusia! Siapa kau"!"
"Sebutkan juga siapa gelarmu!" sambung Dandang Wulung yang ikut curiga.
Di depan sana, Pendekar Pedang Tumpul 131
sunggingkan senyum meski dalam hati sedikit
kecut. Karena baru pertama kali ini berhadapan
dengan orang yang lagaknya sangat tidak bersahabat. Dan diam-diam pula dia dapat menduga apa tujuan dari dua orang dihadapannya.
"Mereka pasti menginginkan pedang tumpul...."
Berpikir sampai di situ, Joko Sableng meraba
pakaiannya di mana tersimpan Pedang Tumpul
131. "Aku Joko Sablengi Kalian siapa"!"
Sawung Rono keluarkan gerengan keras. Sementara Dandang Wulung mendengus. Kedua
orang ini saling pandang. Tiba-tiba Sawung Rono sentakkan kepalanya tengadah
memandangi bulan
yang makin tersuruk ke barat. Seraya usap-usap
dadanya dia berseru.
"Sobatku, aku curiga dengan manusia Ini. Kita telah berjanji akan menyingkirkan
siapa saja yang menghalangi! Sebelum kita korek mulutnya ada
baiknya kau katakan siapa adanya kita!"
Dandang Wulung gosok-gosokkan kedua tangannya. Lalu berteriak keras.
"Buka telinga lebar-lebar! Aku dikenal orang dengan julukan Bayangan Setan.
Sobatku ini bergelar Bayangan Ibllsl" sejenak Dandang Wulung alias Bayangan Setan hentikan
ucapannya, lalu
menyambung. "Malam sudah hampir habis. Aku tak punya
waktu banyak. Jawab pertanyaanku atau kau
pulang tanpa kepala!"
Meski mulai agak geram, Joko tersenyum lebar.
Dia memang belum pernah dengar tentang siapa
manusia yang bergelar Bayangan Setan dan
Bayangan Iblis. Namun dari tampang dan cara
mereka bicara, murid Pendeta Sinting ini telah
dapat mengira-ngira siapa adanya dua orang itu.
"Kita rasanya belum pernah kenal. Tapi tak apalah. Lekas katakan apa yang ingin
kalian tanyakan! Tapi jangan memaksaku mengatakan
apa yang tidak kuketahui!"
Pelipis kanan kiri Bayangan Setan bergerak-
gerak. Rahangnya terangkat dengan mata makin
melotot. "Apa yang kau kerjakan di tempat inl"!"
"Hem.... Aku tersesat. Apa kalian juga tersesat seperti diriku"!" Joko Sableng
balik ajukan tanya.
Sementara sepasang matanya melirik pada Sawung
Rono yang melangkah mengitari bukit. Dari mulut laki-laki bergelar Bayangan
Iblis Ini tak henti-hentinya terdengar umpatan dan seruan tak
percaya seraya geleng-gelengkan kepala.
Bayangan Setan tidak segera menjawab pertanyaan Joko. Sebaliknya laki-laki setengah
baya ini mengawasi gerak-gerik Bayangan Iblis
dengan kening mengernyit.
"Bagaimana"!" tanya Bayangan Setan begitu Bayangan Iblis telah berada di
sampingnya. Bayangan Iblis gelengkan kepalanya. Mulutnya
yang komat-kamit terhenti. "Hampir tak dapat kupercaya.
Makam itu benar-benar musnah! Bekasnya pun tak terlihat! Orang yang memusnahkan makam itu betul-betul berpengalaman.... Tapi tak ada salahnya kita
geledah manusia

Joko Sableng Ratu Pemikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu! Siapa tahu dia yang melakukan semua ini! Lihat. Pakaian dan tubuhnya kotor oleh tanah!"
Mendengar ucapan Bayangan Iblis, Bayangan
Setan manggut-manggut. Di depan sana, Joko
Sableng berpaling sembunyikan perubahan air
mukanya. "He! Aku tahu, kau berkata dusta! Dan kau akan tahu
akibatnya berani berkata dusta pada Bayangan Setan dan Bayangan Iblis!" ujar Bayangan Setan seraya melangkah dua tindak ke
depan. Matanya terus memperhatikan pakaian dan
tubuh Joko yang memang kotor oleh bercak-bercak tanah.
"Kalian tidak mempercayai aku, itu terserah pada kalian! Yang pasti aku telah
menjawab apa adanya! Aku harus pergi sekarang," kata Pendekar 131
seraya melangkah hendak meninggalkan puncak bukit. Bayangan Iblis komat-kamitkan mulutnya dangan keras hingga terdengar desisan beberapa
kali. Kepalanya di gelengkan ke kanan kiri. "Tidak semudah itu kau bisa
meninggalkan tempat Ini,
Bocah!" si kakek berambut panjang ini lantas melangkah
mendekati Joko yang urungkan niatnya. "Ingatanku masih jernih. Setahun silam, aku melihat makam di sini. Sekarang
makam itu lenyap. Sedangkan pakaian dan tubuhmu kotor
oleh tanah. Padahal tidak mungkin kau tersesat
dan bergulung-gulung di tanah ini!"
"Kau mencurigai aku melenyapkan makan itu"!"
tanya Joko seraya memandang tajam pada Bayangan Iblis yang terus melangkah mendekat.
"Terserah kau katakan apa namanya. Namun
aku akan menggeledahmu!" ujar Bayangan Iblis seraya selinapkan tangan kanan ke
balik jubah hitamnya. Ketika tangan itu ditarik kembali
tampak sebuah tongkat kecil berwarna hitam.
Murid Pendeta Sinting segera menangkap bahaya. Seraya mundur satu langkah, dia berkata.
"Orang Tua. Tunggu! Apa yang hendak kau
lakukan"!"
"Manusia Keparat! Kau telah dengar kata-
kataku. Aku akan menggeledahmu!"
sambil berkata, Bayangan Iblis putar-putar tongkat di
tangan kanannya. Terdengar deru angin keras.
Tongkat kecil itu laksana lenyap berganti menjadi bayang-bayang. Jelas jika
tongkat itu digerakkan dengan tenaga dalam kuat.
"Orang Tua! Tindakanmu sudah melewati batas.
Aku sudah memenuhi permintaanmu untuk menjawab pertanyaan. Namun rupanya kau minta
lebih yang tak bisa kupenuhi!"
Bayangan Iblis menyeringai. "Kalau kau tak mau digeledah, terpaksa kau harus
berhadapan dengan maut!"
Habis berkata demikian. Bayangan Iblis melompat ke depan. Tongkat di tangan kanannya
disentakkan. Bayangan hitam segera melesat dengan keluarkan suara menderu keras. Mengarah
pada perut Joko Sableng.
Pendekar Pedang Tumpul 131 tersentak kaget,
dan buru-buru selamatkan diri dari sambaran
tongkat dengan membuang diri ke arah samping.
Hingga tongkat kecil itu lewat satu jengkal di
samping kanannya menghantam tempat kosong.
Bayangan Iblis kancingkan mulut rapat-rapat.
Dia tak menduga sama sekail jika pemuda di
hadapannya begitu mudah mengelakkan sambaran
tongkatnya. Padahal dia sudah memastikan jika
perut lawan akan segera terhantam tongkatnya
lalu roboh dengan darah mengucur deras!
"Hem.... Rupanya kau punya simpanan sedikit ilmu. Aku ingin tahu sampai di mana
Ilmumu!" seraya berujar demikian, sepasang matanya yang
sipit melirik pada Bayangan Setan yang tegak
mengawasi. "Ucapan Bayangan Iblis benar. Pemuda ini
menyimpan Ilmu. Tapi sebaiknya aku menunggu.
Berhasil mengelak dari serangan pertama bukan
jaminan bisa menghindar dari jurus berikutnya...,"
membatin Bayangan Setan. Lalu tanpa memandang pada Bayangan Iblis yang melirik ke
arahnya dia berkata.
"Sobatku Bayangan Iblis. Cepat selesaikan
manusia itu! Waktu kita tidak banyak. Kita harus segera menyelidik, kalau perlu
kita aduk-aduk tanah di puncak bukit ini !"
Meski dadanya panas
mendengar kata-kata
Bayangan Setan yang nadanya memerintah itu,
namun Bayangan Iblis segera berpaling pada Joko dan tanpa berkata lagi dia
melesat ke depan.
Wuuuttt! Seeettt!
Bayangan hitam yang keluarkan suara menderu
melesat ke arah kepala Pendekar 131, sementara
serangkum angin dahsyat segera melesat menyusuli. Bayangan hitam adalah tongkat hitam
si kakek, sedangkan serangkum angin dahsyat
keluar dari tangan kiri nya.
Melihat serangan beruntun, Joko Sableng tak
tinggal diam. Selain harus menyelamatkan dirinya, dia juga harus menyelamatkan
Pedang Tumpul 131
yang kini berada di genggamannya.
Didahului bentakan keras, Pendekar Pedang
Tumpul 131 angkat kedua tangannya.
Kraaakkk! Praaakkk!
Terdengar benturan keras dua kali. Tongkat
hitam di tangan kanan Bayangan Iblis hancur
berkeping. Kakek ini cepat menarik tangan kirinya yang baru saja bentrok dengan
tangan Joko. Tubuhnya digeser dua langkah ke belakang dengan wajah pias namun mata melotot.
Dia segera meneliti. Tangan kanan kirinya terlihat bergetar dan kesemutan. Dadanya berdebar
dan sesak. Kakek ini segera maklum jika pemuda di hadapannya tidak lagi bisa dipandang sebelah
mata. Sementara itu di hadapannya, Joko terlihat
kibas-kibaskan kedua tangannya yang baru saja
menangkis tongkat dan tangan kiri Bayangan Iblis.
Wajahnya sedikit berubah, namun hanya sejenak.
Sesaat kemudian murid Pendeta Sinting ini telah tersenyum-senyum, membuat
Bayangan Iblis naik
pitam. "Keparat Busuk! Terimalah kematianmu, Bangsat!" Kedua tangannya dihantamkan lepaskan pukulan tangan kosong jarak jauh
yang telah dialiri tenaga dalam.
Byuuurrr! Tanah di mana Joko berdiri muncrat ke udara
menghalangi pandangan. Belum sampai tanah itu
sirap kembali, terdengar suara tawa pendek.
Bayangan Iblis tersedak. Dia cepat berpaling.
Sepuluh langkah di sampingnya, tampak Joko
Sableng cengengesan seraya masukkan jari kelingkingnya ke lubang telinganya! Sepasang mata si kakek membeliak angker.
Mulutnya menganga
tanpa keluarkan suara. Diam-diam dada kakek ini berdebar keras. Dia rupanya
sudah tidak sangsi
lagi jika pemuda yang dihadapinya kali Ini benar-benar mempunyai Ilmu yang tidak
cetek! "Siapa pemuda Ini sebenarnya"!"
batinnya dengan kerahkan tenaga dalam untuk kembali
lepaskan pukulan. DI sampingnya Bayangan Setan
tampak memperhatikan lebih seksama. Laki-laki
setengah baya ini pun tampak terkejut melihat apa yang terjadi. Namun dia masih
belum bergerak.
"Orang Tua! Aku tak mau membuat perselisihan dengan kailan. Aku harus segera
pergi!" habis berkata, Pendekar Pedang Tumpul 131 putar
tubuh dan berkelebat hendak meninggalkan tempat itu. Namun langkahnya tertahan, karena
tahu-tahu di depannya sudah menghadang Bayangan Setan!
"Silakan pergi, asal kepalamu kau tinggal di slni!" dengus Bayangan Setan. Kedua
matanya melirik pada Bayangan Iblis, lalu kepalanya
mengangguk memberi isyarat. Bersamaan dengan
itu, terdengar bentakan lantang. Bayangan Iblis tekuk lututnya sedikit hingga
tubuhnya melorot.
Tiba-tiba kedua tangannya mengembang dan dihantamkan ke arah Joko. Pada saat yang sama
Bayangan

Joko Sableng Ratu Pemikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setan lepaskan pukulan dengan sentakkan kedua tangannya!
Serangkum angin dahsyat keluarkan suara
laksana gelombang disertai hamparan hawa panas
segera menggebrak ke
arah Joko dari arah
Bayangan Iblis. Pada saat yang bersamaan, Joko
melihat sinar hitam membersit dengan keluarkan
suara berdengung dari pukulan kedua tangan
Bayangan Setan.
Puncak bukit Sono Keling laksana dihantam
gelombang. Tanahnya bergetar dan berhamburan.
Batu-batu padas rengkah dan beberapa di antaranya langsung berderak pecah lalu tersapu
dan mencelat jatuh ke bawah. Lamping bukit
berguguran dan serentak membuat lekukan menganga! Murid Pendeta Sinting segera melompat mundur.
Kedua tangannya cepat disejajarkan dada. Tiba-
tiba kedua tangannya berubah menjadi kuning
keperakan. Secepat kilat kedua tangannya disentakkan dengan telapak mengembang.
Wuuutttl Wuuutttl
Dua berkas sinar kuning melesat keluar dari
masing-masing telapak tangan Pendekar 131. Di
tengah jalan, sinar kuning itu mengembang.
Bersamaan dengan itu suasana berubah menjadi
semburat warna kuning dan panas bukang alang
kepalang. Murid Pendeta Sinting telah lepaskan
pukulan 'Lembur Kuning'!
Terdengar letupan keras beberapa kali tatkala
pukulan 'Lembur Kuning' bentrok dengan gabungan pukulan yang dilepas Bayangan Setan
dan Bayangan Iblis. Joko keluarkan seruan tegang.
Tubuhnya mental ke
udara hingga beberapa
tombak. Pakaian yang dikenakannya tampak robek
di bagian bahu. Wajahnya pias dengan mulut
megap-megap seakan sulit bernapas. Dalam keadaan demikian, tubuhnya menukik turun dan
terkapar di atas tanah!
Di depan sana, Bayangan Setan berseru keras.
Tubuhnya mencelat ke belakang dan bergulingan
dengan sudut bibir mengalirkan darah segar.
Pakaian yang dikenakan hangus dan robek di
sana-sini! Laki-laki Ini merasakan dadanya seakan pecah dan panas. Namun dia
segera katupkan
sepasang matanya untuk mengatur pernapasan. Di
sebelah kanan, Bayangan Iblis keluarkan jeritan lengking
tatkala pukulannya bentrok dengan pukulan Pendekar 131. Mungkin karena usianya
telah lanjut, maka tenaga yang dikeluarkan tidak begitu kuat, Ini menyebabkan
tubuhnya melesat
cepat laksana kapas ditiup angin kencang. Jubah hitamnya hangus dan langsung
terpotong sebatas
pinggang! Darah hitam mengucur dari mulut dan
hidungnya. Karena tak bisa kuasai tubuhnya lagi, kakek Ini tersungkur di lamping
bukit. Masih untung tangan kanannya segera menggapai batu.
Jika tidak, tubuhnya pasti akan melayang jatuh ke bawah!
"Jahanam betul!" sungut Bayangan Iblis pelan seraya merangkak ke atas. Mulutnya
yang biasa komat-kamit kini dikancingkan rapat-rapat, takut darah akan lebih banyak keluar.
Namun gerakan kakek Ini hanya sebentar. Begitu tubuhnya sampai di
atas, tubuhnya bergetar keras lalu dari mulutnya terdengar erangan tertahan bersama
muncratnya darah hitam. Tangannya menggapai-
gapai lalu perlahan-lahan lunglai dan luruh ke
tanah. Bersamaan dengan itu erangannya terputus seketika dan tubuhnya tak
bernyawa lagi! Mendapati Bayangan Iblis
tewas, Bayangan
Setan pupus nyalinya. Apalagi merasa dirinya telah terluka. Tengkuk laki-laki
setengah baya ini
merinding. Sepasang matanya jelalatan menyebar
berkeliling mencari kesempatan untuk meloloskan diri. Namun laki-laki Ini
seketika berpaling dengan terkejut. Di sebelahnya telah tegak Joko Sableng
dengan senyum dingin. Mencium adanya bahaya,
Bayangan Setan cepat gulingkan tubuhnya agak
menjauh. Lalu dengan sentakan tangan kiri
kanannya di atas tanah, dia bergerak berdiri.
Terhuyung-huyung
sebentar lalu tegak lurus dengan mata tak berkedip memperhatikan Joko.
Mendadak sepasang mata Bayangan Setan makin membeliak besar. Dahinya berkerut dengan
alis mata terangkat naik. Bukan heran memandang sang pemuda yang kini meringis-
ringis sendiri,
namun terkesiap melihat seberkas sinar kuning
yang memancar dari pinggang Pendekar Pedang
Tumpul 131 yang ternyata telah robek. Karena saat itu cuaca sudah agak terang,
maka dengan jelas
Bayangan Setan dapat melihat benda apa yang
memancar dari pinggang Joko.
"Sarung pedang.... Tak salah lagi. Sarung pedang itu pasti berisi Pedang Tumpul
131 yang menjadi rebutan
para tokoh rimba persilatan dan dikabarkan tersimpan dalam makam Pesanggrahan
Keramat. Sialan betul. Rupanya manusia ini telah berhasil mendapatkan-nya!
Ah.... Seandalnya aku tidak terluka. Hem.... Bagaimanapun juga aku
harus dapat melarikan diri. Hal Ini harus kukatakan pada Ratu Pemikat...."
Bayangan Setan diam-diam kerahkan sisa-sisa
tenaga dalamnya. Serta-merta kedua tangannya
dihantamkan ke arah Joko. Bersamaan dengan itu
tubuhnya melesat menuruni bukit Sono Keling.
Murid Pendeta Sinting menggerendeng panjang
pendek. Dia buru-buru melompat ke samping dan
berkelebat ke arah bukit. Sepasang matanya masih dapat menangkap kelebatan tubuh
Bayangan Setan di sela-sela pohon.
"Hem.... Tak ada gunanya dikejar...," gumam Joko lalu menoleh ke arah mayat
Bayangan Iblis.
Kepalanya menggeleng perlahan.
"Apa yang diucapkan Guru benar adanya. Rimba persilatan
penuh dengan manusia-manusia
serakah dan tak tahu diri. Manusia yang tega
menurunkan tangan maut untuk mencapai maksudnya...."
Pendekar Pedang Tumpul 131 Ini lantas tengadahkan kepala ke sebeiah timur. Nun jauh di atas sana, di bawah cahaya sang
rembulan sepenggal yang semakin condong ke kaki langit,
samar-samar membersit cahaya terang pertanda
tak lama lagi sang mentari akan segera unjuk diri.
DUA AKI-LAKI setengah baya mengenakan pakaian
warna biru gelap yang telah hangus dan
sebagian robek itu hentikan larinya di bawah
Lpohon besar di tepi sebuah lembah yang
ditumbuhi beberapa pohon rindang hingga dedaunan itu seakan bersatu padu menghadang
teriknya sang mentari, membuat lembah itu
tampak temaram meski di luar sana terang bende-
rang. Laki-laki ini mengusap bibirnya yang mengucurkan darah segar. Lalu mengurut dadanya
yang bergerak tak teratur. Sejenak dia memperhatikan pakaian yang dikenakannya. Tiba-
tiba dari mulutnya terdengar makian panjang
pendek. "Jahanam betul! Kejadian ini tak akan kulupa.
Manusia itu akan tetap kuburu sampai kapan pun!
Hem... Joko Sableng. Tunggulah saatnya nanti!"
Laki-laki setengah baya yang bukan lain adalah
Bayangan Setan ini arahkan pandangannya ke
lembah. "Ratu Pemikat.... Apakah dia akan percaya dengan keteranganku" Ah, itu
terserah padanya...,"
Bayangan Setan menarik napas dalam-dalam. "Aku gagal menjalankan tugas, berarti
aku tak akan dapat menikmati kehangatan tubuhnya.... Tapi aku masih punya kesempatan!"
setelah diam beberapa lama dan deburan dadanya sedikit reda, laki-laki ini
melangkah menuju lembah.
Pada sebatang pohon besar di tengah-tengah
lembah, Bayangan Setan hentikan langkah. Memandang sejenak ke sekitarnya, lalu melangkah menyelinap ke balik batang
pohon. Ternyata di
balik batang pohon besar itu terdapat sebuah
lubang sebesar satu putaran tombak. Pada sisi
lubang tampak sebuah tangga turun dari batu.
Dengan langkah-langkah
sedikit gemetar, Bayangan Setan menuruni tangga. Suasana di situ cukup terang, karena pada sisi
tangga terdapat
beberapa obor. Sampai tangga paling bawah,
Bayangan Setan berhenti. Ternyata tangga itu
menghubungkan dengan sebuah ruangan agak
luas yang dinding dan langit-langitnya terbuat dari batu. Pada sudut kanan,
terdapat sebuah ranjang besar dari batu yang diberi kelambu tembus
pandang. Bayangan Setan memandang ke arah ranjang
besar. Meski ditutup kelambu namun karena


Joko Sableng Ratu Pemikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tembus pandang, dari tempatnya berdiri dia bisa melihat Jelas bagian dalam
ranjang. Sepasang
mata Bayangan Setan tiba-tiba membesar dengan
dada berdebar keras, jakunnya bergerak turun
naik. Laki-laki ini melihat dua orang sedang
berpelukan rapat. Telinganya juga menangkap
suara desahan panjang yang ditingkahi dengan
tawa cekikikan pelan.
"Sialan! Dia sedang bermesraan. Bagaimana
sekarang" Apakah aku harus menunggu sampai
mereka selesai atau aku langsung saja memberitahukan masalah ini" Jahanam betul! Aku
jadi ingin...," Bayangan Setan tak meneruskan kata hatinya, karena saat itu juga
dari arah ranjang besar tampak sesosok tubuh menoleh padanya.
Lalu berpaling lagi dan membungkuk sebentar,
mencium orang di sampingnya dengan keluarkan
suara lembut. "Permainan
ini belum selesai. Nanti kita lanjutkan. Tunggulah sebentar...."
Habis berkata begitu, sosok ini merapikan
rambutnya yang panjang. Lalu bergerak turun dari ranjang dan menyingkapkan
kelambu. Kini jelas
wajah sosok ini. Ternyata dia adalah seorang
perempuan berambut panjang. Meski tidak muda,
namun wajahnya cantik jelita. Dadanya membusung kencang dengan pinggul mencuat
bagus. Sepasang matanya bundar dengan bibir
bagus. Mengenakan pakaian tipis panjang yang di bagian dadanya di buat amat
rendah, hingga sembulan payudaranya tampak jelas. Pakaiannya
dibuat membelah di bagian depan dengan beberapa kancing hingga ke bawah.
Si perempuan pandangi Bayangan Setan dengan
dahi berkerut. "Hem.... Rupanya dia kembali tanpa membawa hasil
seperti yang kuharapkan...,"
kata si perempuan dalam hati. Lalu dia melangkah ke
arah Bayangan Setan dan berkata.
"Bagaimana perjalananmu, Bayangan Setan"!"
Bayangan Setan tidak segera menjawab. Mungkin karena masih terkesima dengan pemandangan di hadapannya. Karena mungkin
lupa atau entah disengaja, kanclng-kanclng baju bagian bawah si perempuan tidak
dikancingkan, hingga kulit pahanya yang putih mulus dari betis hingga hampir pangkal paha
tampak dengan jeias.
Juga satu kancing di dadanya terbuka, hingga
payudaranya lebih menyembul terpentang.
Karena tak ada jawaban dari Bayangan Setan, si
perempuan segera palingkan wajahnya dengan
tubuh sedikit diputar. Namun hal Ini tampaknya
membuat Bayangan Setan semakin terpana. Karena dengan keadaan miring begitu rupa,
payudara si perempuan lebih jelas terlihat hampir seluruhnyal
"Kau datang sendiri, padahal kau berangkat berdua. Aku mempunyai firasat kau
pulang berhampa tangan. Katakan padaku apa yang telah
kau peroleh selama kau menjalankan apa yang
kuinginkan!" kata si perempuan berparas cantik itu dengan nada sedikit keras.
Bayangan Setan tersentak dari keterkesimaan
nya membuat si perempuan keluarkan suara tawa
nyaring namun jelas nada tawanya penuh dengan
cemooh. "Kau tak buka mulut. Berarti dugaanku benar bukan"! Kau gagal"!"
"Ratu Pemikat... Segala kemampuan telah kukerahkan. Tapi nasib jelek nampaknya berpihak padaku.
Selain aku terluka cukup parah, Bayangan Iblis nyawanya tidak bisa kuselamatkan...."
Si perempuan cantik yang dipanggil dengan Ratu
Pemikat berpaling. Memperhatikan keadaan Bayangan Setan sejenak lalu mengajukan pertanyaan. "Kau bentrok dengan seseorang" Siapa dia"!"
Bayangan Setan menggumam sebentar. Dengar
masih menindih gejolak di dadanya, dia berkata.
"Seorang pemuda berilmu tinggi. Aku baru
pertama kali Ini bertemu dengannya...."
Mendengar ucapan Bayangan Setan, Ratu Pemikat dongakkan kepala. Dari mulutnya terdengar lagi suara tawa mengekeh panjang.
Hingga dadanya terlihat naik turun.
"Hanya seorang pemuda kailan tak mampu
melawannya, lebih menyedihkan lagi Bayangan
Iblis harus tewas. Hem.... Percuma kau bergelar Bayangan Setan jika harus
terbirit-birit melawan seorang pemuda!"
"Tapi, Ratu.... Dia benar-benar berilmu tinggi.
Nyatanya dia berhasil melukaiku dan menewaskan
Bayangan Iblis. Lebih gila lagi ternyata pemuda itu berhasil mendapatkan Pedang
Tumpul 131!"
Mungkin karena sangat terkejut, tawa Ratu
Pemikat tiba-tiba terputus seketika. Bersamaan
dengan itu, tubuhnya bergerak kembali menghadap Bayangan Setan dan serentak melompat ke depan.
Tangan kanannya bergetar memegang pundak
Bayangan Setan. Dari mulutnya keluar suara
keras. "Apa kau bliang" Pemuda itu berhasil mendapatkan Pedang tumpul 131"!"
Bayangan Setan menjawab dengan anggukan ke-
palanya. Dada laki-laki ini makin bergetar karena tangan Ratu Pemikat menyentuh
pundaknya. Bau harum sang ratu menambah gejolaknya makin
membara. Namun laki-laki ini tak berani berbuat banyak. Dia hanya bisa memandang
payudara di depan hidungnya dengan mata membeliak.
Ratu Pemikat tarik tangan kanannya
dari pundak Bayangan Setan. Wajahnya merah padam.
Dadanya bergerak makin keras. Tanpa memandang
pada laki-laki di hadapannya, dia berkata.
"Siapa nama pemuda keparat itu"! Siapa pula gelarnya"!"
"Dia tidak
menyebutkan gelar. Dia hanya sebutkan namanya. Namanya Joko... Joko Sableng!" "Katakan ciri-cirinya!" kata Ratu Pemikat sambil palingkan wajahnya dan
memandang Bayangan
Setan dengan mata membeliak tak berkedip.
Perempuan ini coba menahan rasa geram yang
menyesakkan dadanya.
"Jahanam! Dia memerintah seenak dengkulnya saja! Seandainya aku tak menginginkan
tubuhnya, tak akan mau menuruti keinginannya!" gerutu Bayangan Setan dalam hati.
"Dia kira-kira berusia tujuh belas atau delapan belas
tahun. Parasnya tampan. Rambutnya panjang dengan mengenakan ikat kepala. Matanya
tajam...."
"Bodoh! Ciri-ciri seperti itu banyak orang punyai.
Yang kumaksud ciri-ciri tertentu yang tidak
dipunyai orang lain!" tukas Ratu Pemikat memutus keterangan Bayangan Setan.
Bayangan Setan kernyitkan dahi seolah mengingat-ingat. Namun
tak lama kemudian kepalanya menggeleng. "Aku tidak melihat ciri-ciri tertentu. Karena suasananya
waktu itu agak gelap...."
"Kalau begitu, dari mana kau tahu jika pemuda itu telah berhasil mendapatkan
Pedang Tumpul 131" Apakah dia tunjukkan padamu"!"
Bayangan Setan kembali gelengkan kepalanya.
"Waktu terlibat bentrok, gempuran pukulanku dan pukulan Bayangan Iblis berhasil
merobek pakaiannya Saat itulah aku menangkap sinar
kuning dari pinggangnya yang robek. Meski cuaca agak
gelap sinar kuning itu dengan jelas memperlihatkan benda apa yang bersinar. Ternyata benda itu adalah sebuah sarung
pedang pendek berwarna kuning. Aku yakin, itu adalah Pedang
Tumpul 131!"
"Hem..... Keparat benar. Bartahun-tahun kuburu-buru dan kuselidiki, tahu-tahu dengan
mudahnya di dapat oleh pemuda kemarin sore!
Menyesal, sungguh ak merasa menyesal menyuruh
manusia-manusia yang cuma besar mulut dan
besar nafsu tapi kecil nyali dan kering llmu!"
Bayangan Setan jadi terdiam gagu. Lalu dengan
suara agak bergetar karena menahan gejoiak dia
berkata . "Ratu.... Kalau perjanjian kita masih berlaku, aku akan turun tangan lagi.
Selain membalas
tewasnya Bayangan iblis, aku akan merebut
pedang itu dan membawanya untukmu!"
Ratu Pemikat tertawa pendek. "Hem.... Manusia jika sudah dirasuki hawa nafsu


Joko Sableng Ratu Pemikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ternyata mudah dikendalikan. Pikiran jernihnya lenyap hingga tak tahu lagi barang apa yang
digadaikannya untuk
memuaskan nafsu itu.... Hik.... Hik ... Hik...," pikir sang ratu dalam hati.
Sebaliknya mesti berkata hendak merebut pedang dan akan menyerahkan pada Ratu Pemikat, namun dalam hatinya diam-diam Bayangan Setan membatin lain. "Aku bukan
manusia bodoh. Sekali pedang dapat kurebut,
pantang berpindah tangan! Kau boleh memiliki
tubuh yang menggiurkan, desah yang mengundang.... Tapi terlalu mahal jika ditukar
dengan pedang pusaka yang menggegerkan rimba
persilatan itu!"
"Bayangan Setan. Sebenarnya aku hendak memutuskan perjanjian itu. Namun melihat semangatmu, rasanya kurang enak jika membatalkannya. Dengarlah, kalau kau berhasil
membawa pedang itu untukku, kau bukan saja
berhak memilikiku selama satu purnama. Namun...," Ratu Pemikat putuskan ucapannya.
Bibirnya sunggingkan senyum. Kedua kakinya
direntangkan hingga pahanya terlihat jelas. Dadanya dibusungkan hingga kancingnya terbuka
satu lagi, membuat payudaranya terpentang. Lalu mulutnya membuka lagi keluarkan
suara lembut. "Kau bisa menikmati apa yang kau lihat kapan saja kau menginginkan!"
Meski Bayangan Setan telah membatin tak akan
mudah dikelabui dengan tubuh, namun melihat
pemandangan di hadapannya, hatinya berguncang
juga. "Sialan! Perempuan ini benar-benar menggoda...."
"Bayangan Setan. Kau telah dengar ucapanku.
Apa iagi yang kau tunggu" Kalau kau ingin segera menikmati, syaratnya sudah kau
ketahui!" ujar Ratu Pemikat sambil berpaling.
Bayangan Setan menggerendeng dalam hati. Lalu
putar tubuh. Sebelum melangkah meninggalkan
ruangan itu dia berkata.
"Ratu.... Tunggulah! Aku akan datang dengan membawa permintaamu!" habis berkata
begitu, laki-laki ini melangkah menaiki tangga batu diiringi suara tawa sang
ratu. "Kalau berdua tak sanggup, mana mungkin
sendirian akan berhasil" Hik.... Hik.... Hik...," desis Ratu Pemikat seraya
melirik ke arah ranjang.
"Melihat keadaan, tampaknya sudah waktunya aku turun tangan sendiri! Lambat laun
berita tentang pedang itu pasti akan tersebar. Sebelum banyak orang yang tahu, aku
harus segera memburu pemuda itu! Pemuda.... Berparas tampan. Hem.... Lebih muda untuk menaklukkannya...."
Ratu Pemikat sunggingkan senyum. Lalu melangkah perlahan ke arah ranjang. Tangannya
bergerak membuka kelambu, dan sekejap kemudian tubuhnya telah membungkuk. Kedua
tangan tampak menggapai dan merangkulnya dari
bawah, lalu dengan cekatan tangan itu melepas
kancing-kancing pakaian sang ratu. Ketika tubuh Ratu Pemikat naik ke ranjang,
tubuh itu telah
tanpa penutup lagi!
TIGA ATAHARI sudah lama tenggelam di bentangan kaki langit sebelah barat
Namun angkasa raya tampak cerah,
Mkarena tak ada awan mengambang.
Bulan bulat penuh perlahan-lahan me-
manjat langit dari sebelah selatan, membuat
suasana lingkaran bumi makin benderang.
DI sebelah timur Teluk Panarukan, tepatnya
pada sebuah gugusan batu karang, salah satu dari beberapa gugusan batu karang
yang berjajar mengelilingi teluk, terlihat dua sosok sedang duduk berhadapan. Angin dari laut
berhembus kencang,
membuat pakaian yang dikenakan dua sosok Ini
berkibar-kibar. Hawa laut yang menebar garam
menghampar menyesakkan dada. Namun kedua
sosok Ini tampaknya tidak terpengaruh dengan
suasana sekitar teluk.
Dibantu cahaya bulan purnama, wajah-wajah
sosok Ini terlihat agak jelas. Ternyata mereka
adalah seorang laki-laki dan seorang gadis muda.
Sang laki-laki duduk bersila di atas sebuah
gugusan batu karang, sementara sang gadis duduk bersila di hamparan pasir di
bawahnya. Sang laki-laki adalah seorang yang berusia amat
.anjut. Kulit sekujur tubuhnya telah mengeriput.
Paras wajahnya bulat besar dengan dilapis kulit yang sangat tipis dan putih
pucat. Rambutnya
putih tipis dan dikuncir ke belakang. Jambang,
kumis dan jenggotnya lebat dan hampir menutupi
permukaan wajahnya. Mengenakan pakaian rompi
panjang besar berwarna kuning. Yang membuat
laki-laki ini makin tampak angker adalah bahwa
dia hanya memiliki satu mata sebelah kanan. Mata itu besar dan masuk ke dalam
cekungan sangat
dalam. Sementara mata kirinya ditutup dengan
sebuah kulit bundar yang diikatkan ke belakang
kepala. Dalam kancah rimba persilatan, laki-laki bermata satu ini sudah banyak dikenal orang.
Karena selain berilmu tinggi, laki-laki ini juga dikenai sebagai momok yang
ditakuti dan disegani.
Berpuluh-puluh tahun laki-laki ini malang melintang dalam rimba persilatan dengan menebar hawa kematian di mana-mana.
Tidak jelas apa
yang menjadi tujuan utamanya karena beberapa
korban yang tewas di tangannya bukan hanya dari kaum persilatan golongan putih
saja. Namun beberapa tokoh golongan hitam pun banyak yang
menemui ajal di tangannya. Hingga rimba persilatan menggelari laki-laki Ini dengan gelaran angker Maut Mata Satu!
Sementara gadis muda yang duduk di bawah
Maut Mata Satu adalah seorang gadis berwajah
cantik. Rambutnya panjang dengan sepasang mata
bulat tajam. Hidungnya mancung dengan bulu
mata lentik. Gadis ini mengenakan pakaian warna merah ketat hingga bentuk dada
dan pinggulnya terbayang jelas.
Setelah agak lama saling berdiam diri, Maut
Mata Satu membuka mulut, memecahkan kesunyian. "Larasati,
Muridku. Beberapa tahun kau kugembleng dan kudidik. Malam ini tiba saatnya
bagimu mengetahui dunia luar. Dunia di mana kau bisa mempergunakan apa yang
telah kau peroleh!
Dan seperti yang sering kukatakan padamu, tugas utama yang harus segera kau
lakukan adalah mencari dan mendapatkan pedang pusaka Tumpul
131...." "Guru.... Segala yang kau katakan akan segera kulaksanakan. Tapi kalau boleh
tahu, apakah Guru tahu di mana kira-kira pedang itu berada?"
Beberapa lama Maut Mata Satu terdiam. Mata
satu-satunya memandang tajam pada Larasati.
Sejenak kemudian kepalanya bergerak tengadah.
"Larasati. Berpuluh-puluh tahun aku mencoba mencari tahu di mana berada pedang
itu. Namun usahaku tak membawa hasil, padahal telah sekian manusia yang kukorek mulutnya
bahkan sebagian
harus kucabut nyawanya. Hingga aku hampir
berkesimpulan jika Pedang Tumpul 131 itu hanyalah cerita bohong. Anehnya, begitu aku
menyembunyikan diri, kabar di mana beradanya
pedang itu menyebar. Memang belum bisa dibuktikan kebenaran berita itu, namun melihat
banyaknya tokoh-tokoh yang muncul lagi, aku
berkeyakinan berita itu tidak bisa dilewatkan
begitu saja. Kau harus segera menyelidik...," Maut Mata
Satu hentikan penuturannya. Lalu melanjutkan. "Kabar yang berhasil kusirap, pedang itu berada puncak bukit Sono Keling. Di
situ ada sebuah
makma tua yang

Joko Sableng Ratu Pemikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disebut orang dengan Pesanggrahan Keramat."
Larasati mendengar ucapan Maut Mata Satu
dengan seksama. Setelah gurunya diam, gadis
cantik itu ajukan pertanyaan.
"Apakah tidak ada hal lain mengenai pedang itu Guru?"
"Maksudmu..."!" Maut Mata Satu balik bertanya.
"Tentang ciri-ciri Pedang Tumpul 131 itu!"
"Aku sendiri belum pernah melihatnya. Namun menurut beberapa tokoh juga beberapa
ahli gaib, pedang itu berwarna kuning yang di tubuhnya
bergurat angka 131. Tubuh pedang itu tidak terlalu panjang. Gagangnya berwarna
hijau dari batu giok.
Jelas"!"
Larasati anggukkan kepalanya.
"Nah, Larasati. Kau bisa mulai menyelidik sejak malam Ini. Tapi ingat. Kau harus
waspada dan hati-hati. Tidak mustahil kau akan berhadapan
dengan dedengkot rimba persliatan yang kabarnya kini muncul kembali. Pergunakan
segala akal, kerahkan segala tenaga! Dan sejak malam ini kau harus menggunakan gelar Dewi
Seribu Bunga, seperti nama pukulan sakti yang kuajarkan
padamul" Larasati yang kini telah digelari gurunya dengan Dewi Seribu Bunga menjura
dalam. "Murid pamit sekarang, Guru...."
Maut Mata Satu mendehem seraya anggukkan
kepalanya. "Dapatkan Pedang Tumpul 131. Kita akan menjadi raja rimba persilatan,
Dewi!" "Sebagai balas budi atas segala ilmu yang kau wariskan
padaku, aku tidak akan mengecewakanmu.
Aku akan berusaha mendapatkan pedang itu, Guru!" kata Dewi Seribu Bunga seraya berdiri, menjura
sekali lagi lalu putar tubuhnya dan berkelebat meninggalkan tempat itu.
* * Hari ini adalah hari kelima Dewi Seribu Bunga
mengadakan perjalanan mencari bukit Sono Keling.
Di tengah jalan beberapa kali gadis cantik Ini
bertanya pada para penduduk yang dilewatinya.
"Hem.... Orang terakhir yang kutanya, menunjuk pada
bukit Itu. Semoga benar apa yang dikatakannyal" gumam Dewi Seribu Bunga seraya arahkan pandangan pada sebuah
bukit. "Pedang Tumpul 131.... Moga-moga aku tak
kedahuluan orang lain. Dan mumpung masih pagi,
aku harus segera ke sana...."
Dewi Seribu Bunga cepat berkelebat ke arah
timur, menuju sebuah bukit yang ditunjuk orang.
Pada kaki bukit, gadis Ini hentikan larinya. Dia tampak ragu-ragu seraya
memandang ke sebuah
kedai! "Ah, urusan perut bisa diurus nanti!" ujar Dewi Seribu Bunga lirih. Lalu
teruskan langkah. Tatkala kedai Itu tak terlihat lagi, gadis Ini segera kerahkan
Ilmu peringan tubuhnya, lalu berkelebat laksana anak panah mendaki ke puncak
bukit. Tak berapa lama kemudian, muri d Maut Mata
Satu ini sampai pada puncak bukit. Bau busuk
yang amat menyengat segera menyambut gadis Itu.
"Menilik busuknya, pasti ini adalah bangkai manusia!" duga Dewi Seribu Bunga
seraya tekap hidung de ngan mata jeialatan mencari sumber bau busuk.
Tiba-tiba sepasang mata gadis ini membelalak besar. Dari tempatnya berdiri, dia
melihat sesosok mayat di tepi lamping bukit
"Ada mayat, tanah banyak yang terbongkar.
Hem.... Berarti telah terjadi bentrok di sini. Pasti orang-orang persilatan yang
memburu Pedang Tumpul 13 Apakah pedang Itu telah jatuh ke
tangan orang..." Dan mana makam tua itu..."!"
batin Dewi Seribu Bunga seraya mulai melangkah
ke hamparan puncak bukit. Sepasang matanya
meneliti. "Jahanaml Bau busuk mayat itu mengganggu
sekali!" gadis ini melangkah mendekati bangkai mayat sambil terus tekap
hidungnya. DI depan
mayat, murid Maut Mata Satu ini berhenti. Dengan kaki kanan, dibalikkannya tubuh
mayat Itu. Gadis ini terpekik kaget. Ternyata raut wajah mayat
sudah tak dapat dikenali lagi, karena di muka itu telah dipenuhi cacing-cacing
tanah. Dengan tubuh menggigil karena jijik, gadis ini segera dorongkan kaki
kanannya ke tubuh mayat. Mayat itu
bergulingan dua kali sebelum akhirnya meluncur
ke bawah. "Hem.... Aku harus waspada, mungkin masih
banyak orang di sini...," gumam Dewi Seribu Bunga lalu tajamkan sepasang
telinganya. Sepasang
matanya menyapu berkeliling hingga sampai lamping-lamping bukit. Merasa aman, gadis ini
segera melangkah lagi ke tengah hamparan puncak bukit. Dia mondar-mandir
beberapa kali dengan
mata tak berkedip memperhatikan setiap jengkal
tanah puncak bukit Namun hingga sekian lama,
gadis ini tak menemukan apa yang dicari.
"Pedang Tumpul 131...," ujar Dewi Seribu Bunga pelan seraya, menghela napas
dalam. "Kata Guru berada di makam tua puncak bukit Sono Keling.
Tapi hingga mataku pedih, aku tak menemukan
makam itu! Apakah kabar yang sampai pada Guru
itu berita bohong" Atau aku salah tempat..?"
Dewi Seribu Bunga terdiam sejenak sambil
mengawasi hamparan puncak
bukit. "Melihat
keadaan di sini, juga adanya mayat, aku yakin ada di tempat yang benar. Tak
mungkin terjadi bentrok di puncak bukit kalau tidak memperebutkan
pedang itu. Tapi mana makam itu..."!"
Benak Dewi Seribu Bunga kembali diselimuti ke-
bimbangan. Selagi gadis ini dilanda kebimbangan, tiba-tiba terdengar deru angin
menyambar dari arah belakang. Dewi Seribu Bunga tersentak dan cepat berpaling dengan terkejut. Gadis ini putar
tubuh dan surutkan langkah satu tindak ke belakang dengan mata membelok memandang ke
depan. Di hadapan Dewi Seribu Bunga tampak berdiri
tegak seorang laki-laki. Berusia kira-kira lima puluh tahunan. Mengenakan jubah
warna biru. Kepalanya botak kelimis. Sepasang matanya sipit dengan bibir sangat tebal.
Sosoknya tinggi besar dengan leher panjang. Pada leher itu melingkar
untaian kalung dari Kayu bundar-bundar berwarna coklat. Tangan kanannya pun
tampak memainkan
untaian kalung dari kayu bundar-bundar berwarna coklat. Seraya memainkan kalung
di tangannya, mulut laki-laki ini berkemak-kemik mengucapkan
sesuatu yang tak jelas.
"Siapa kau?" seru Dewi Seribu Bunga dengan suara parau.
Laki-laki berkepala botak hanya tersenyum
menyeringai. Tangan kirinya bergerak mengelus-
elus kepalanya. Sementara sepasang matanya yang sipit dibeliakkan memandang pada
Dewi Seribu Bunga dari bawah hingga atas, lalu berhenti pada dada, membuat si gadis kesal
dan wajahnya berubah merah padam.
"Hem.... Tak ada gunanya aku meladeni laki-laki seperti dia. Di sini rupanya
sudah tak ada yang bisa
diharapkan lagi. Terpaksa aku akan menyelidik dengan caraku sendiri...," habis berkata begitu, Dewi Seribu Bunga
putar tubuh hendak
tinggalkan tempat itu, namun belum sampai
tubuhnya berkelebat, laki-laki berkepala botak
telah buka mulut.
"Gadis cantik. Kau kira semudah itu bisa pergi tanpa terlebih dahulu mengatakan
siapa dirimu dan memberi keterangan yang kubutuhkan"!*
Sepasang mata Dewi Seribu Bunga mendelik.
Dadanya bergetar menahan rasa geram. Dengan
keluarkan dengusan keras, gadis ini balikkan
tubuh. "Ternyata kau bukan laki-laki bisu! Tapi jangan dikira aku takut mendengar
gertakanmul"
Mendapati ucapan lantang gadis di hadapannya,
si laki-laki botak bukannya marah, malah keluarkan suara tawa panjang seraya usap-usap
kepalanya. "Bagus! Gadis seperti kaulah yang aku senangi!
Garang dan Liar...," desisnya dengan senyum aneh.
"Tapi kalau kau tahu sedang berhadapan dengan siapa, kau akan menyesal!"
"Kau boleh mengatakan hal demikian, tapi
bukan padaku, Orang Tua!"
Laki-laki berkepala botak terdiam. Sepasang
matanya memandang ke hamparan puncak bukit.
Dia menarik napas dalam. "Ternyata kabar tentang adanya makam tua itu hanya
bohong belaka. Di
sini tak ada makam! Gadis Ini tampaknya juga
terkecoh dengan kabar angin yang sekarang
tersebar.... Hem.... Daripada tak mendapat apa-
apa, tubuh gadis ini pun dapat mengobati
kekecewaanku. Dadanya besar, pinggulnya menggoda. Tentunya hangat..," sepasang mata laki-laki berkepala botak kembali
mengarah pada gadis di hadapannya.
"Anak gadis. Siapa kau sebenarnya"!" tanya si laki-laki dengan suara berubah
rendah. Dewi Seribu Bunga tidak segera menjawab
pertanyaan si laki-iakl. Namun setelah berpikir sejenak, seraya tersenyum sinis
dia berkata. "Aku Dewi Seribu Bunga. Kau sendiri siapa"l"
"Dewi Seribu Bunga. Hem.... Nama bagus.
Rasanya baru kali ini aku mendengar gelar itu.
Melihat gerak-geriknya gadis ini tampaknya punya sedikit iimu...," membatin si
laki-laki lalu arahkan pandangannya pada jurusan lain seraya berujar.
"Kau telah sebutkan siapa dirimu, tak enak rasanya jika aku tak katakan siapa
diriku...,"
kepala si laki-laki kembail berpaling dengan mata menatap pada Dewi Seribu
Bunga. Kau sedang
berhadapan dengan Resi Mahayana!"
Dewi Seribu Bunga beringsut mundur satu
tindak! Mulutnya bergerak-gerak namun tidak ada suara yang terdengar.
"Resi Mahayana. Seperti apa yang
pernah kudengar dari Guru. Manusia bergelar Resi Mahayana adalah seorang dedengkot rimba persilatan yang berilmu tinggi dan doyan perempuan. Hem.... Tentunya dia juga sedang
memburu pedang Itu. Beberapa dedengkot rimba
persilatan nyatanya memang muncul seperti ucapan Guru.... Aku harus cepat tinggalkan tempat ini. Aku akan coba menyelidik
di tempat lain, siapa tahu...."
Ucapan dalam hati Dewi Seribu Bunga terputus
karena saat itu juga tiga sosok tubuh berkelebat dan langsung mengurung Dewi


Joko Sableng Ratu Pemikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seribu Bunga serta
Resi Mahayana. "Siapa kalian"! Berani berlaku macam-macam, kalian akan jadi bangkai di puncak
bukit ini!"
teriak Dew Seribu Bunga begitu menangkap gelagat tidak baik dari sosok yang
mengurungnya. Dada
gadis ini makin berdebar.
Sebaliknya Resi Mahayana terlihat tenang-
tenang saja meski sejurus tadi sempat terkejut.
Seraya mendongak laki-laki berkepala botak ini
berkata dalam hati.
"Berita jahanam tentang pedang itu ternyata telah menyebar ke mana-mana. Jika
tidak, tak mungkin keparat-keparat dari tanah seberang ini muncui di sini! Hem.... Sialan
benar! Terpaksa aku harus
menunda dulu keinginanku untuk menggeluti tubuh gadis itu. Keparat-keparat
pendatang haram ini harus kuusir dahulu...!"
Resi Mahayana sentakkan kepalanya. Memandang satu persatu pada tiga orang yang
mengurung. Mulutnya berkemak-kemik.
"Tiga Dayang Setan! Kuperingatkan pada kalian.
Tapi ingat, peringatan bagi kalian adalah sebuah perintah! Lekas tinggalkan
tempat ini!"
Mendengar Resi Mahayana menyebut siapa
adanya tiga orang yang mengurung, mulut Dewi
Seribu Bunga ternganga. Serentak sepasang matanya memperhatikan lebih seksama pada tiga
orang yang mengurung.
Tiga orang yang dipanggil dengan Tiga Dayang
Setan sama-sama keluarkan gerengan tertahan.
Dari tampang mereka memang tidak salah jika
mereka bergelar Tiga Dayang Setan. Raut wajah
masing-masing orang ini tampak seram meski
ketiganya adalah perempuan. Tiga orang ini
memiliki wajah mirip satu sama lain. Usia mereka telah lanjut, terlihat dari
rambut mereka yang telah memutih. Paras mereka lonjong dengan kulit ber-lipat-
lipat. Mata mereka besar menjorok ke luar.
Hidungnya melesak ke dalam hampir-hampir tak
bisa disebut hidung. Bibirnya tipis dan dipoles merah menyala. Mereka mengenakan
pakaian panjang sebatas lutut berwarna hitam. Namun
meski mereka tidak muda lagi, dada mereka
terlihat membusung kencang dan besar. Pinggul
mereka pun padat dan membentuk bagus. Apalagi
pakaian yang mereka kenakan sangat tipis dan
ketat, seakan ingin menunjukkan liku-liku bentuk tubuhnya.
Tiba-tiba orang yang di sebelah kanan angkat
tangannya. Melihat gerak-geriknya orang sebelah kanan ini adalah yang paling tua
dan jadi pimpinan. "Laki-laki botak! Rupanya kau telah mengetahui siapa adanya kami. Berarti kami
tak usah lagi memperkenalkan diri! Tapi rasanya aku sulit
mengenali siapa adanya kau. Tak keberatan jika
sebutkan namamu"!"
"Kau juga dua kembaranmu tak perlu tahu siapa aku! Cepat laksanakan apa yang
kukatakan pada kalian atau kalian akan jadi mayat di sini!"
Tampang masing-masing dari Tiga Dayang Setan
berubah mengelam. Mata mereka membelalak
dengan mulut terkatup rapat. Sejurus kemudian,
satu sama lain saling berpandangan. Namun
sebelum ada yang keluarkan suara. Resi Mahayana telah berkata kembali.
"Kalian dengar ucapanku. Apa kailan memang minta segera mati"!"
Salah seorang dari Tiga Dayang Setan tiba-tiba
surutkan kaki. Kedua tangannya mengepal dan
siap lepaskan pukulan. Perempuan sebelah kanan
kembal angkat tangannya seraya berseru. "Tak perlu turuti ucapan tua botak Ini.
Bagi kita membuat nyawanya melayang semudah kita mematahkan ranting kering! Kiti tanya dulu,
apakah bangsat ini telah mendapatkan api yang
kita cari. Aku curiga, karena tempat yang kita tuju tak seperti apa yang kita
dengar. Jangan-jangan bangsat ini telah menghilangkan tanda-tandanya
setelah mendapatkan barang pusaka Itu!"
Meski masih menindih rasa geram, perempuan
yang tadi hendak lepaskan pukulan menuruti
ucapan perempuan di sebelah kanan.
Perempuan sebelah kanan segera melangkah
satu tindak. Dengan mata menyengat tajam, dia
berkata. "Botak! Dengar baik-baik. Kami telah mengadakan perjalanan jauh dari seberang laut.
Urusan mati bukan hal yang kami takutkan! Kami
datang ke puncak bukit Ini untuk mencari pedang pusaka. Namun ternyata kau dan
gadis itu telah
mendahului. Kulihat tempat ini telah porak-
poranda, dan tanda-tanda di mana pedang itu
disimpan telah lenyap. Aku yakin kau atau gadis itu
telah mendapatkan pedang Itu, lalu menghilangkan makam di mana tadi tersimpan
pedang. Kami akan tinggalkan tempat ini dengan
pedang yang ada padamu!"
Resi Mahayana menyeringai. Lalu menoleh pada
Dewi Seribu Bunga.
"Dewi! Tetap di tempatmu. Urusan kita belum selesai. Aku akan merobek dulu mulut
keparat-keparat dari daratan Nias ini! Mereka rupanya
belum sadar jika hamparan Tanah'Jawa masih
terlalu keras untuk mereka!"
Dewi Seribu Bunga hentakkan sepasang kakinya
ke tanah, hingga tanah itu bergetar. "Kau tak punya hak memerintahku!" habis
berkata begitu, Dewi Seribu Bunga melangkah menjauh.
Salah seorang dari Tiga Dayang Setan hendak
menghalangi, sementara Resi Mahayana gerakkan
tangannya. Namun kedua orang ini urungkan niat
masing-masing demi melihat si gadis
hanya melangkah menjauh lalu berhenti seraya mengawasi. "Tiga Dayang Setan! Akan kutunjukkan pada
kalian jika hamparan Tanah Jawa belum waktunya
kalian injak!"
Habis berkata demikian, Resi Mahayana sentakkah tangan kirinya. Gelombang angin dahsyat segera menyambar ke arah salah seorang
dari Tiga Dayang Setan yang tadi hendak melepaskan pukulan.
Yang diserang melompat maju, kedua tangannya
dihantamkan dengan keluarkan bentakan keras.
Sementara dua lainnya beringsut mundur seakan
memberi kesempatan pada kembarannya untuk
menghadapi Resi Mahayana.
Terdengar letupan keras tatkala pukulan mengandung tenaga dalam itu bertemu. Salah
seorang dari Tiga Dayang Setan cepat menarik diri ke belakang dengan wajah
berubah. Tangannya
bergetar dengan dada sesak. Sementara Resi
Mahayana hanya menyeringai dingin sambii usap-
usap kepalanya. Dari bentrok tadi Tiga Dayang
Setan telah maklum jika laki-laki botak ini bukan lawan yang bisa dianggap
enteng. Mendapati hal demikian, salah seorang dari Tiga Dayang Setan ini lipat gandakan
tenaga dalamnya.
Sekali loncat, perempuan ini telah tegak dua
langkah di depan Resi Mahayana. Lau secepat kilat tangan kanannya berkelebat
menghantam ke arah
kepala sang Resi.
Bukkk! Kepala Resi Mahayana tersentak ke atas terkena
pukulan tangan kanan salah satu Tiga Dayang
Setan itu, karena sang Resi tidak membuat
gerakan menangkis atau menghindar. Hebatnya,
Resi Mahayana tidak bergeming, malah keluarkan
tawa pendek. Sementara perempuan yang lepaskan
pukulan terlihat meringis kesakitan sambil mengernyit. Lalu cepat-cepat mundur. Namun
gerakannya tertahan, karena pada saat yang sama, Resi Mahayana melesat ke depan.
Tangan kirinya bergerai! menghantam.
Wuuuttt! Serangkum angin deras datang mendahului
sebelum tangan itu sendiri melabrak sasaran.
Perempuan yang diserang geser kepalanya ke kiri, sementara kedua tangannya siap
hendak lepaskan
hantaman balik, hantaman tangan Resi Mahayana
lewat sejengkal di sebelah kanan kepala lawan.
Namun begitu hantaman tangan kirinya melabrak tempat kosong dan kepala lawan yang
dihantam bergetar ke kanan, secepat kilat tangan kanan sang Resi yang memegang
untaian tasbih menderu memapak dari samping kanan!
Praaakkk! Salah satu dari Tiga Dayang Setan ini meraung
keras. Tubuhnya tersuruk ke samping hingga satu tombak lalu terbanting di atas
tanah dengan pelipis berlubang
dan mengucurkan darah! Sejenak perempuan ini ineiejat-iejat kejang. Laiu menjerit tinggi sebelum akhirnya
menggelepar lalu diam tak bergerak-gerak lagi!
Dua perempuan kembaran Tiga Dayang Setan
memekik keras melihat kematian saudara mereka.
Mereka tak menduga sama sekali jika lawan begitu cepat dapat menewaskan
saudaranya. Sementara
dari tempat agak jauh, Dewi Seribu Bunga
kancingkan mulut rapat-rapat. Di depan sana, Resi Mahayana tertawa mengekeh!
"Sudah kukatakan, gelombang Tanah Jawa
belum saatnya kalian jajaki. Kalian masih punya pilihan.
Menuruti perintahku atau menyusul saudara kalian!"
"Jahanam!" teriak dua perempuan dari Tiga Dayang Setan ini berbarengan. "Botak
bangsat! Kami tak akan kembali ke daratan Nias sebelum
membetot putus nyawa busukmu!"
Habis membentak begitu, perempuan yang jadi
pimpinan Tiga Dayang Setan ini lorotkan tubuh


Joko Sableng Ratu Pemikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hingga lutut hampir menekuk. Kedua tangannya
segera didorong ke depan. Satunya lagi tak tinggal diam.
Kedua tangannya dikembangkan lalu dihantamkan! Geiombang angin yang keiuarkan hawa panas
dan suara menggeledek segera menghampar ke
arah Resi Mahayana dari dua jurusan.
Resi Mahayana terkesiap sejurus. Namun buru-
buru membuat gerakan aneh dengan rebahkan
tubuh sejajar tanah. Tangan kirinya lepaskan
pukulan sementara tangan kanannya putar-putar
untaian tasbihnya.
Ledakan keras segera mengguncang puncak
bukit itu tatkala tiga pukuian bentrok di udara.
Tubuh Resi Mahayana terguling beberapa kali,
sementara dua dari Tiga Dayang Setan terlihat
terseret masing-masing satu tombak ke belakang.
Namun salah seorang dari perempuan ini segera
dapat menguasai tubuh. Tanpa keluarkan suara
bentakan perempuan yang jadi pimpinan ini cepat melesat ke arah Resi Mahayana.
Resi Mahayana terperangah kaget. Namun sebelum laki-laki berkepala botak ini sempat
membuat gerakan, tendangan salah seorang dari
Tiga Dayang Setan ini telah menghujam ke arah
dadanya! Bukkk! Resi Mahayana berseru tegang. Tubuhnya mencelat lalu jatuh bergedebukan dengan mulut
mengeluarkan darah!
"Jahanam!" maki Resi Mahayana seraya usap darah dari mulutnya. Laki-iaki ini segera
bangkit. Namun sebelum tegak, sosok salah seorang dari
Tiga Dayang Setan telah berada di depannya. Lalu Resi Mahayana melihat dua
bayangan berkelebat.
Tahu-tahu sepasang tangan sang perempuan telah
berada di depan matanya!
Resi Mahayana cepat tarik kepalanya ke belakang. Pukulan lawan menderu sejari telunjuk dari
kepalanya. Namun laki-iaki ini masih merasakan perih di kedua matanya.
Begitu serangan lawan lewat. Resi Mahayana
angkat kakinya dengan kepala terus digeser ke
belakang hingga menempel tanah dan dibuat
sebagai tumpuan.
Bukkk! Satu tendangan keras mendarat di lambung
perempuan di hadapannya. Tubuh perempuan ini
langsung terjajar tiga langkah ke belakang dengan keluarkan jerit kesakitan.
Kesempatan ini tak disia-siakan sang Resi.
Begitu si perempuan terjajar dan belum dapat
menguasai diri, kepala lakl-iaki botak ini berputar cepat. Bersamaan dengan itu
tubuhnya mencelat
ke depan dengan kaki lurus!
Di depan sana, si perempuan menahan rasa
terkejut. Buru-buru rebahkan tubuh untuk selamatkan diri dari tendangan lawan. Tapi sebelum tubuhnya benar-benar roboh, tangan
kanan Resi Mahayana yang memegang tasbih telah
bergerak dari bawah dan membabat ke arah
punggung lawan.
Kraaakkk! Salah satu dari Tiga Dayang Setan ini berteriak keras ketika tulang punggungnya
patah terhantam tasbih. Walau tasbih itu hanya terbuat dari
untaian kayu bundar-bundar, namun
karena digerakkan dengan tenaga dalam, maka tenaga
yang keluar dapat mematahkan pohon membongkar tanah!
Karena terhantam dari arah bawah, tubuh si
perempuan mental ke udara, Resi Mahayana
tertawa panjang! Kakinya menjejak tanah. Tubuhnya melesat menyusul ke udara.
Di atas udara, tasbihnya diputar-putar lalu
secepat kilat digerakkan dan disentakkan.
Settt! Salah satu dari Tiga Dayang Setan terperangah!
Karena tasbih lawan tiba-tiba telah melingkar di lehernya!
Si perempuan coba hantamkan tangannya meski dengan mengerang karena punggungnya sakit bukan alang kepalang. Namun
sebelum kedua tangannya bergerak lepaskan hantaman, tangan kanan Resi Mahal yang telah
bergerak menghentak.
Kraaakkk! Tulang leher si perempuan salah satu dari Tiga
Dayang Setan ini patah. Kepalanya lunglai ke
samping kanan dengan erangan pelan. Ketika Resi Mahayana angkat tangannya dan
keluarkan tasbih
dari leher si perempuan, perempuan itu meluncur turun dengan tubuh tanpa nyawa
lagi! *** EMPAT ETIKA Resi Mahayana berpaling, laki-laki
botak ini melengak kaget, salah satu dari
Tiga Dayang Setan yang masih hidup juga
KDewiSeribuBungatidakadalagi!
"Keparat jadah! Mereka kira Resi Mahayana akan membiarkan ikan yang telah
masuk jaring. Ha.... Ha.... Ha..." laki-laki ini cepat berkelebat lalu berdiri
tegak di lamping bukit.
Sepasang matanya yang sipit dijerengkan, kepalanya melongok ke bawah.
Dari tempatnya berdiri, laki-laki ini masih
menangkap kelebatan dua sosok di antara kerapatan pohon di bawahnya. "Beium jauh...,"
gumamnya dengan senyum seringai. Sejenak dia
berpaling, memandang pada dua sosok dari Tiga
Dayang Setan yang telah jadi mayat.
"Kasihan. Jauh-jauh hanya cari matil" sepasang matanya lantas mengedar ke
hamparan tanah di
puncak bukit. Menarik napas sebentar. Dan sekali kelebat, tubuhnya lenyap dari
puncak bukit Sono Keiing.
Di bawah sana, salah satu dari Tiga Dayang
Setan yang masih tersisa kerahkan segenap ilmu
peringan tubuhnya. Demikian juga Dewi Seribu
Bunga, tapi salah satu dari Tiga Dayang Satan ini menempuh jalan yang banyak
ditumbuhi semak
belukar lebat, dengan maksud agar Resi Mahayana kesulitan jika berniat mengejar.
Sedangkan Dewi Seribu Bunga menempuh jalan yang ada, hingga
meski keduanya berkelebat turun bersamaan, si
gadis murid Maut Mata Satu telah jauh meninggalkan si perempuan salah satu dari Tiga
Dayang Setan. Pada hamparan semak belukar lebat di lereng
bukit, salah satu dari Tiga Dayang Setan hentikan lari!
"Sialan. Aku terpaksa harus beristirahat sebentar, dadaku serasa jebol. ini gara-gara
pukulan laki-laki keparat itu! Ah, ternyata Tanah Jawa penuh dengan orang-orang
yang berilmu tinggi. Dua saudaraku telah jadi korban. Hem....
Aku harus secepatnya kembali ke Nias. Kelak aku akan
kembali ke sini dan menagih darah saudaraku!' Setelah mengurut dadanya, perempuan ini diam
sejurus. Kepalanya lantas tengadah ke
atas. Merasa tak ada orang yang mengejar ke arahnya,
perempuan ini melangkah hendak teruskan menuruni bukit. Namun langkahnya tertahan. Di
belakangnya terdengar suara tawa berderai disusul dengan teguran keras.
"Tak adil jika kau tak merasakan seperti yang dinikmati saudara-saudaramu!
Ha.... Ha.... Ha...!"
Tanpa berpaling, si perempuan sudah tahu siap
adanya orang yang keluarkan teguran. Sesaat
perempuan ini ragu-ragu. Akan terus melarikan
diri atau melakukan perlawanan.
"Tak ada jaian lain. Terpaksa harus mengadu jiwa" si perempuan segera putar
tubuh. Tapi perempuan ini terperangah. Di hadapannya tak
ada siapa-siapa! Hanya semak belukar lebat.
"Baru saja kudengar suaranya, tapi mana
keparatnya" Telingaku juga mendengar tawanya,
namun mana bangsatnya"! Jahanam betul!"
Selagi mencari-cari, sepuluh langkah di depannya semak belukar itu bergerak menguak.
Lalu muncul kepala botak dengan keluarkan suara tawa bergelak.
Si perempuan tak membuang waktu. Belum
sampai tubuh Resi Mahayana keluar dari semak
belukar, si perempuan dari Tiga Dayang Setan
telah hantamkan kedua tangannya.
Brettt! Breeettt!
Semak belukar lebat di depan si perempuan
terbabat rata, malah sebagian tercerabut dari
akarnya dan berhamburan ke udara. Namun
sebelum hantaman itu menghajar sasaran, laki-
laki botak telah lenyap dari tempatnya berdiri!
"Setan Alas! Ke mana lenyapnya botak bangsat ltu"!"


Joko Sableng Ratu Pemikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selagi perempuan ini tajamkan telinga dan
beliakan mata mencari tahu di mana beradanya
Resi Mahayana, dari arah belakang berdesir angin kencang. Si perempuan cepat
berpaling dengan
tangan menghantam. Namun sebelum tangannya
lepaskan pukulan, sebuah kalung telah melingkar di
lehernya. Si perempuan tak pedulikan. Tangannya terus menghantam ke depan. Namun
hantaman tangannya hanya menerpa tempat kosong. Bersamaan dengan lenyapnya pukulan,
tiba-tiba perempuan ini merasakan tubuhnya
Amanat Marga 7 Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Pedang Pusaka Dewi Kahyangan 8
^