Pencarian

Nagari Batas Ajal 3

Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal Bagian 3


keadaan tertentu bangunan ini sama sekali tidak.
dapat dilihat oleh orang lain. Pada salah satu kamar dalam bangunan tersebut.
Terlihat sosok tu-
buh dalam keadaan duduk bersila. Ia tidak ubah-
nya seperti patung, berpakaian serba putih, be-
rambut, bercambang serta berjenggot putih. Entah
berapa lama ia dalam keadaan bersemedi seperti
itu, tidak seorang pun yang tahu. Di pagi yang
sunyi itu angin dingin bercampur kabut menderu-
deru. Si kakek sama sekali tidak terusik oleh pengaruh udara di sekitarnya.
Namun entah mengapa tiba-tiba sosok tua
itu tersentak. Matanya terbuka lebar, wajahnya
pucat seakan melihat sesuatu yang sangat mena-
kutkan. Bibir yang tertutup kumis itu mengguman
berulang-ulang. Sayang kata-katanya tidak begitu
jelas. Tiba-tiba kakek tua yang selalu tersenyum
ini kehilangan senyumnya. Sekujur tubuh dibasa-
hi keringat dingin sebesar-besar kacang ijo.
"Aku tidak bermimpi, tidak mengigau tidak
pula berkhayal. Aku melihatnya, aku melihat bo-
cah edan itu. Tetapi...!" Si kakek yang tidak lain adalah Penghulu Siluman Kera
Putih Barata Surya
kerut-kerutkan keningnya. "Mengapa dia berubah seperti gembel goblok, mengapa ia
sedungu domba tua yang pikun?" desis Barata Surya.
Kakek ini mondar-mandir di dalam ruangan
yang tidak seberapa luas itu. Lalu ia duduk di atas dipan kayu dengan sandaran
berbentuk monyet
putih. "Dia benar-benar seperti orang linglung, aku melihatnya di sebuah tempat
berbatu, jauh dan
ada air luas yang memisahkannya. Bocah geblek
itu sekarang sedang susah, siapa yang membuat-
nya susah. Jalannya loyo, tatapan matanya berin-
gas seganas setan! Oh apa yang harus aku laku-
kan?" Barata Surya sang guru yang mempunyai
watak angin-anginan tepuk-tepuk keningnya.
Tingkahnya hampir tidak berbeda dengan murid-
nya yang gendeng.
Penghulu Siluman Kera Putih melangkah
keluar meninggalkan ruangan semedi yang selalu
dipergunakannya selama ini. Pintu depan dibuka,
udara dingin menerpa wajahnya. Namun Barata
Surya yang sedang gundah gulana ini sama sekali
tidak menghiraukannya. Di depan pintu ia melihat
puluhan ekor kera putih berjalan mondar-mandir
seperti orang yang sedang mengucapkan selamat
pagi pada tuannya.
"Nguk! Nyiet, nyiet...!"
Monyet-monyet siluman itu menjadi ribut
begitu melihat majikannya. Barata Surya menjadi
sewot. "Kunyuk-kunyuk yang nakal dan sialan!
Minggat kalian dari hadapanku! Apakah kalian ti-
dak tahu hati dan pikiranku sedang bingung?""
hardik Barata Surya sambil menutupkan pintu
kembali. Pintu baru tertutup, tapi mendadak saja
terbuka kembali seakan ada orang yang mendo-
rongnya. "Kunyuk yang nakal, tidak bosannya kalian menggangguku! Atau kalian
ingin aku mema-
sukkan kalian ke dalam kawah Mahameru biar
pada mampus semua!" teriak si kakek, seraya tiba-tiba saja memutar langkah. Tapi
alangkah terke-
jutnya kakek konyol ini begitu melihat siapa yang berdiri di depan pintu.
DELAPAN Untuk sekian saat lamanya Penghulu Silu-
man Kera Putih tertegak di tempatnya dengan bibir terkatup rapat tanpa mampu
bicara apa-apa.
Orang di depan pintu maju selangkah, sungguh ta-
tapan mata kakek berpakaian serba merah beram-
but merah itu kurang sedap dipandang mata.
"Barata Surya, ada tamu datang mengapa
tidak kau suruh masuk. Tuan rumah macam apa
kau ini?" Kakek berambut merah berwajah angker membentak marah. Yang dibentak
malah mengha-turkan hormat. Seakan orang tua yang berdiri di
hadapannya itu adalah orang yang paling disega-
ninya. "Malaikat Berambut Api, maafkan aku yang salah kata dan salah memaki
tadi. Silahkan masuk... silahkan...! Selamat datang di rumahku
yang jelek dan butut." Kata Barata Surya. Malaikat Berambut Api tidak menyahut,
namun ia mengikuti kakek di depannya.
"Duduklah...!" ujar Malaikat Berambut Api mempersilahkan tuan rumah. Dengan
patuh Barata Surya mengikuti apa yang diperintahkan pa-
danya. "Angin apa yang membuat sampean (anda) datang ke sini, saudara Dewana?"
tanya Penghulu Siluman Kera Putih.
Malaikat Berambut Api terdiam sejenak la-
manya. Orang yang satu ini memang sangat jarang
sekali bicara, tetapi kali ini tampaknya ia memba-wa persoalan yang sangat
serius. "Anginnya puting beliung atau mungkin le-
bih parah dari apa yang kau sebutkan itu, malah.
Barata Surya, sudahkah kau lihat bagaimana bu-
ruknya nasib dan keadaan murid kita?" ucap Malaikat Berambut Api dengan suara
serak dan berat.
Diam-diam Penghulu Siluman Kera Putih
terkejut juga karena tidak menyangka bahwa ka-
kek berambut merah tersebut telah mendapat fira-
sat pula tentang si konyol Suro Blondo"
"Aku sudah mengetahuinya. Kurasa murid
kita sekarang sedang dalam keadaan susah. Atau
lebih parah dari itu. Aku melihat dia bukan di-
rinya. Kurasa ada yang berkepandaian tinggi telah berhasil memperdayanya. Ia
seperti orang linglung...!"
"Jangan bicara sembarangan. Bagaimana
pun kita harus menolong bocah gendeng itu. Dia
dalam kesulitan besar, keadaannya sekarang bu-
kan saja membahayakan dirinya sendiri. Tapi
orang lain juga dapat terancam bahaya!" tegas Dewana. "Apa sebaiknya yang akan
kita lakukan"!"
"Keadaan pemuda itu yang sesungguhnya
aku belum tahu pasti, tetapi sesuai dengan gam-
baran yang kudapat dalam semediku, kira-kira
aku sudah mengetahui dimana letak daerahnya!
Sebaiknya persiapkan segala sesuatunya dengan
baik. Aku rasanya belum pernah melihat lawan
yang sehebat ini!" desis Dewana tegas.
"Itu adalah persoalan yang mudah. Yang
membuat aku bingung bagaimana caranya agar ki-
ta bisa sampai ke tempat berbatu itu secepatnya?"
"Barata Surya, tidak kusangka di usiamu
yang semakin senja ini apa yang bertambah dalam
dirimu, tidak lain hanya kepikunanmu saja. Bu-
kankah kau memiliki ilmu 'Pedut Lakon'. Kau bisa
mempergunakannya, sedangkan aku tentu punya
cara tersendiri untuk dapat mengikutimu terus!"
Penghulu Siluman Kera Putih hampir tidak
dapat menahan tawa. Apa yang baru dikatakan
oleh Malaikat Berambut Api memang benar. Ia
memiliki ilmu 'Pedut Lakon' di mana ia dapat ber-
jalan seperti kabut yang mengambang di udara se-
dangkan kecepatannya melebihi angin ribut.
"Sekarangkah kita memulai perjalanan?"
tanya Barata Surya.
"Tidak, besok atau tahun depan. Sehingga
muridmu dan cucuku keburu mampus! Kau ini
guru tolol, bego dan menyebalkan. Mengapa harus
membuang-buang waktu sekarang juga kita harus
berangkat!" Malaikat Berambut Api memutuskan.
Barata Surya terdiam sejenak sambil ang-
gukkan kepala. Tidak lama setelah itu bibirnya
tampak berkemak-kemik, rupanya ia sedang
membaca mantra-mantra dari ilmu perjalanan ce-
pat 'Pedut Lakon'. Tiba-tiba saja tubuh Barata
Surya seakan lenyap ditelan cahaya putih kemilau.
Sosoknya mengambang di udara. Malaikat Beram-
but Api pejamkan matanya. Ia gelengkan kepala ke
kanan ke kiri sebanyak tiga kali. Lalu....
Wuut! Tokoh dari pulau Seribu Satu Malam di
pantai selatan ini tiba-tiba lenyap pula dari pandangan mata (dalam Episode
Neraka Gunung Bromo). Bagian atap bangunan kecil terbuka. Dari
dalamnya melesat dua sinar, yang satu berwarna
putih kemilau sedangkan yang satunya lagi ber-
warna gelap kemerahan. Kepergian dua tokoh sak-
ti ini diiringi suara ribut kera-kera siluman. Kemudian adalah kesunyian yang
mencekam, tidak
ada lagi suara kera-kera putih siluman. Kesunyian abadi yang cukup panjang.
*** Dua bayangan berkelebat menuju ke arah
hilangnya Datuk Nan Gadang Paluih dan Wayan
Tandira. Kedua bayangan itu yang satu dan berada
paling depan bertubuh ramping berpakaian tipis
merangsang. Sedangkan yang satunya lagi sosok
hitam tinggi besar bertelanjang dada dan bercelana hitam gombrong. Di bagian
kepala sosok tinggi besar itu terdapat sebuah tanduk yang memancar-
kan cahaya merah berpedar-pedar. Mereka berlari
seperti dikejar-kejar setan, tidak pernah menoleh ke kanan maupun kiri.
Sedang mereka dalam keadaan berlari ken-
cang itulah, tiba-tiba dari balik bukit melesat cahaya biru memotong langkah
kaki mereka. Jika
gadis baju hijau di depannya tidak melompat tinggi sambil memaki. Tentu cahaya
panas itu memang-gang tubuhnya. Malang bagi sosok hitam di bela-
kangnya. Ia tidak sempat lagi menghindar. Praktis dari dua leret sinar itu salah
satu diantaranya
menghantam bagian iga dengan telak.
Duuuummm! Gusraaak! Sosok hitam berwajah seperti monyet besar
menggereng marah. Ternyata pukulan gelap tadi
sama sekali tidak berhasil melukai tubuh Sang Pe-
lucut Segala Ilmu Segala Daya. Sebaliknya gadis
berpakaian tipis merangsang memperlihatkan se-
bagian aurat ini sudah berdiri berkacak pinggang.
"Pembokong gelap, mengapa bertindak
pengecut seperti banci. Tunjukkan diri jika ingin jual lagak. Aku Iblis Betina
Dari Neraka tidak segan-segan turunkan tangan kejam!" teriak gadis berwajah
cantik bertubuh menggiurkan sengit.
Suara si gadis berlalu begitu saja. Sang Pelucut
Segala Ilmu Segala Daya yang berpantang bicara
dengan lawan buka suara.
"Tidak ada hantu disini. Kalau pun ada pas-
ti kumakan, segala macam hantu takut padaku!
Biar aku periksa siapa kunyuknya!" Makhluk bertubuh tinggi putar langkah.
Langkahnya yang
hampir terayun terhenti seketika. Ia memandang
ke atas bukit kecil di mana seorang laki-laki me-
makai topeng bocah berdiri. Dengan sikap acuh
tak acuh ia bicara.
Segala rahasia manusia ada di tangan Gusti
Allah Manusia dengan manusia suka memakai topeng Dalam laut dapat di ukur
Dalam hati mana bisa diatur
Rahasiamu sudah pun kudapat
Catatan Malaikat bukan sesuatu yang dilak-
nat Apa jawabmu jika topeng-topeng kutanggal-
kan" Jangan coba mencari dalih
Selagi hidup bersilat lidah
Jika sudah terbujur jasad hancur terkubur
Aku Manusia Topeng
Topeng-topeng adalah manusia
Hidup manusia selalu ada dua
Manusia punya guna dan manusia tidak
berguna Jika dia tertidur manusia tiada berguna
Bila terjaga pasti ada gunanya
Lalu...!! Pada kalian berdua
Apa guna kalian terlahir ke dunia"
Hanya untuk membuat onar angkara murka"
Setiap perbuatan pasti akan ditanya
Setiap hidup pasti ada matinya
Untuk apa manusia menjadi sombong dan
besar kepala"
Dalam hening tanya nurani, dalam diam hati
punya jawab sendiri!
Mustika Jajar menjadi sangat geram sekali
mendengar kata-kata Manusia Topeng yang seperti
menyindir dirinya. Tanpa diduga-duga ia melompat
ke depan. "Manusia keparat! Aku ingin tahu apakah
kau benar-benar manusia suci seperti Malaikat
yang tidak bernoda. Aku juga akan mencabik-
cabik topeng yang menutupi wajahmu!" teriak si gadis. Ia kemudian menoleh pada
Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya. "Sahabat, kau lihatlah!
Aku akan mencabik topengnya sekaligus menca-
but nyawa busuknya!"
"Ha ha ha...! Bicaramu kelewat lantang, bo-
cah. Kau terlalu kurang ajar dan kehilangan budi
pekertimu. Buktikanlah mulut besarmu itu, atau
kau hanya sebangsa geledek yang tidak pernah
membawa hujan!" sahut Manusia Topeng disertai tawa ha ha hi hi. Semakin panas
Iblis Betina Dari Neraka mendengar ucapan Manusia Topeng. Sekonyong-konyong ia
melompat ke depan. Sekali
terkam tamatlah riwayat laki-laki pendek ini. Karena ketika itu ia mengerahkan
jurus 'Pemusnah
Raga Penghancur Jiwa'.
Mulai dari jari tangan Mustika sampai ke
bagian tangan telah berubah hitam pekat. Iblis Betina merasa yakin dengan
kecepatan gerakannya
itu. Kira-kira sepersekian jengkal lagi kepala dan dada telanjang Manusia Topeng


Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

alias Setan Topeng
kena dihantam. Orang ini liukkan tubuhnya
dan.... "Hap!"
Craak! Serangan luput, kedua tangan Mustika Ja-
jar tidak dapat ditahan-tahan lagi langsung amblas ke dalam batu. Terlihat
sebuah lubang besar dan
warna hitam mengepulkan asap busuk. Itu meru-
pakan pertanda betapa serangan gadis jelita itu
mengandung racun yang jahat.
Dengan cepat ia berbalik, sekejap Mustika
angkat kedua tangannya di atas kepala. Setelah itu ia hantamkan ke depan. Sekali
ini Iblis Betina Dari Neraka lepaskan pukulan "Neraka Perut Bumi".
Sinar hitam, merah, biru melesat laksana
kilat dari telapak tangan gadis itu. Di rimba persilatan jarang sekali ada tokoh
yang dapat mele-
paskan pukulan dengan tiga warna sekaligus, ter-
kecuali seorang tokoh yang telah memiliki tenaga
dalam mencapai taraf di atas sempurna.
Tetapi orang yang dihadapi oleh Mustika
kali ini adalah tokoh kawakan yang kemunculan-
nya di rimba bisa dihitung dengan jari. Bahkan
seandainya ada tokoh-tokoh seperti Datuk Sage
Mayasal Hiduik (dalam episode Iblis Betina Dari
Neraka) sekali pun tidak pernah tahu seberapa
tinggi kesaktian yang dimiliki Manusia Topeng. Ja-di bukanlah sesuatu yang mudah
untuk menekan tokoh yang tidak pernah menanggalkan topeng ini.
Malah Manusia Topeng sekarang membalas seran-
gan si gadis dengan pukulan 'Bintang Terbelah'.
Wut! Wuuuut! Suasana semakin bertambah panas. Nam-
pak sinar kuning kemilau meluncur deras dari
tangan Manusia Topeng. Sinar itu langsung memo-
tong pukulan Mustika di tengah jalan. Maka terja-
dilah ledakan beruntun yang mengguncang tempat
sekitarnya. Mustika menjerit keras, tubuhnya melayang
dan terbanting keras di atas batu sebesar kamb-
ing. Batu hancur, dari sudut bibir gadis itu mele-leh darah kental berwarna
hitam. Wajah gadis ini
pucat pasi. Sedangkan Manusia Topeng masih
sempat bersalto dan jatuh dengan kedua kakinya.
Ia merasa dadanya mendenyut sakit.
"Jika tidak memiliki kepandaian tinggi, ga-
dis ini pasti sudah menjadi bangkai!" rutuk Manusia Topeng dalam hati, tapi pada
sisi lain ia merasa kagum dengan daya tahan yang dimiliki oleh Mustika Jajar. Di
sudut lain Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya tampak baru saja berdiri.
Rupanya pengaruh ledakan tadi membuat ia jatuh tunggang
langgang juga. Walau pun begitu ia tidak menga-
lami luka barang sedikit pun.
"Bangsat kapiran! Tidak puas hatiku jika
belum membunuhmu, memakan dagangmu dan
meminum darahmu!" geram si gadis yang baru sa-ja mampu bangkit kembali. Wajah di
balik topeng tersenyum. Laki-laki aneh ini menyanyi-nyanyi se-
perti orang yang kurang waras. Selesai menyanyi
ia bersiul-siul, suara siulannya melengking tinggi tidak beraturan. Semakin lama
semakin bertambah tinggi, hingga membuat sakit telinga yang
mendengarnya. Sang Pelucut Segala Ilmu Segala
Daya terpaksa tutupi telinganya yang lebar. Musti-ka membentak keras untuk
menghilangkan penga-
ruh siulan lawannya. Wajahnya sempat menegang,
akan tetapi kelihatannya ia tidak perduli. Sekarang ia menyerang lagi dengan
melancarkan tendangan-tendangan menggeledek. Manusia Topeng sejenak
dibuat sibuk. Ia menghindar kian kemari disertai liukan indah.
"Hiaa...!"
"Hap...! "
Angin menderu-deru disertai teriakan mele-
dak-ledak. Sejauh itu serangan yang dilakukan
oleh Iblis Betina Dari Neraka tidak mendatangkan
hasil. Diserang dengan tendangan tidak menda-
tangkan hasil. Kini Mustika Jajar kembangkan je-
mari tangannya. Ia menyerang lagi dengan jurus
pukulan 'Pemusnah Raga Penghancur Jiwa'.
Wut! Wuuuuut! "Aih...!"
Batok kepala Manusia Topeng nyaris rengat
terhantam pukulan lawannya. Selagi menghindar
ia membalas pula dengan mendorongkan sikunya
ke bagian dada Mustika. Gadis ini bersalto sehing-ga luput pulalah serangan
Setan Topeng. Akan te-
tapi Manusia Topeng tidak membiarkan lawan lo-
los begitu saja. Kaki kanannya tiba-tiba melayang.
Mustika menjerit kesakitan di saat bagian pung-
gungnya kena hantam lawan. Tubuhnya sempat
terangkat ke udara. Lalu meluncur ke bawah den-
gan berputar-putar dan....
Bruuk! Si gadis merasa sebagian tubuhnya lumpuh
dan kaku. Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya
melihat kejadian ini langsung hendak membantu.
Tapi Mustika menggelengkan kepala keras.
"Tidak usah ikut campur! Rasanya aku ma-
sih bisa menanggalkan kepala bangsat bertopeng
ini! Heaa...!" teriak Iblis Betina Dari Neraka. Dengan kaki setengah berjongkok.
Ia menghantam ke
atas, ke bawah, ke kiri selanjutnya ke depan.
Bet! Zeb! Zeeb! Menggeletar tubuh gadis ini, keringat men-
gucur deras di wajahnya. Sekarang dari bagian ke-
palanya tampak mengepulkan asap tipis berwarna
putih biru. Nyatalah sudah bagi Manusia Topeng
yang sudah kenyang makan asam garam rimba
persilatan ini bahwa lawan tengah mengerahkan
seluruh kesaktian dan tenaga dalam yang dimili-
kinya. Sekejap kemudian Mustika Jajar kembang-
kan kedua tangannya. Bagian wajah terangkat te-
gak. Sesuatu yang mengerikan terlihat sudah. Bu-
kan hanya kedua belah tangan gadis itu saja yang
berubah hitam, akan tetapi wajahnya juga telah
menjadi hitam pekat.
"Manusia Topeng! Aku berniat mengadu ji-
wa denganmu!" dengus Iblis Betina Dari Neraka geram. "Ha ha ha...! Bagus, aku
mengenali pukulan
'Liang Hantu Penebus Kutuk'! Itu adalah salah sa-
tu pukulan yang dimiliki oleh Ratu Leak. Jelas kini bagiku kau jika bukan
muridnya tentu antek-anteknya! Jika bukan aku yang berangkat ke sorga
duluan, tentu kaulah orangnya yang akan berang-
kat ke neraka!" sahut Manusia Topeng tenang, namun bersikap waspada.
Wuuk! Wuuk! "Hhhh...!"
Manusia Topeng hembuskan nafasnya da-
lam-dalam. Orang ini diam-diam mempersiapkan
pukulan 'Prabawa Geni'. Ini juga adalah sebuah
pukulan yang langka dan jarang dimiliki oleh to-
koh-tokoh rimba persilatan dimasa itu.
"Hiaa...!"
"Huuuuuh...!"
Dua-duanya kini sama hantamkan kedua
tangannya ke arah sasaran masing-masing. Sinar
hitam menggebu dan meluncur deras dari ujung-
ujung jemari tangan Mustika Jajar. Dari telapak
tangan Manusia Topeng melesat pula dua leret si-
nar putih biru dan merah. Mustika Jajar merasa
yakin betul dengan kehebatan yang dimilikinya ju-
ga merasa percaya bahwa pukulan yang diwa-
riskan Ratu Leak kepadanya mempunyai keheba-
tan tersendiri yang tiada duanya. Untuk itu ia tidak surut lagi dan terus
melabrak ke depan. Udara panas saling tindih menindih, himpit menghimpit.
Hingga.... Buuuumm! "Waarrrkh!"
Bruk! Mustika terdorong ke belakang sambil men-
jerit keras seperti orang yang putus nyawanya. Ia terpelanting dan jatuh tidak
berkutik. Dari telinga, hidung dan mulut gadis ini meneteskan darah hitam.
Keadaannya saat itu entah binasa atau cuma
pingsan berat. Sebaliknya Manusia Topeng yang
sempat terhuyung dan sesak bagian perut dan da-
da segera atur nafas dan kerahkan tenaga dalam.
Sebentar saja peredaran darahnya yang sempat
kacau sudah normal kembali.
SEMBILAN Cepat Setan Topeng menoleh ke belakang.
Ia sempat tercekat juga melihat Sang Pelucut Sega-la Ilmu Segala Daya telah
bergerak mendekatinya
dengan langkah lambat-lambat. Mulut sosok ber-
wajah seperti monyet besar ini menyeringai se-
hingga dua pasang taringnya yang panjang dan se-
lalu meneteskan darah mencuat keluar. Betapa
angkernya makhluk ini bila dalam keadaan marah.
Ia menjadi marah karena melihat Mustika Jajar
dapat dijatuhkan oleh Manusia Topeng. Lebih
mengkhawatirkan lagi karena ia tidak tahu gadis
itu masih hidup atau sudah mati.
"Makhluk jelek muka monyet. Kini disini
cuma tinggal kita berdua saja. Ratu Leak sudah la-ri terbirit-birit
meninggalkanmu! Sekarang kau tidak punya majikan sebagai tempat untuk men-
gabdi. Aku memberimu tawaran yang cukup ba-
gus!" ujar Manusia Topeng dan wajah di balik topeng tersenyum-senyum. "Bagaimana
jika mulai saat sekarang ini kau kuangkat menjadi kacung-ku"!" "Haaang!"
"Kau bicara hang" Apakah kau masih
punya saudara bernama Hang! Aih... lucunya kau
ini...!" ledek si pendek bersenjata Ketapel Sakti Pembelah Bumi itu lalu tertawa
panjang. Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya ke-
dip-kedipkan matanya. Ia menoleh ke arah Musti-
ka Jajar yang dalam keadaan tergeletak.
"Jangan kau pikirkan dia. Kalau kau mau
kawin aku bisa menjodohkanmu dengan gadis
cantik. Kalau dia menjanjikan kawin denganmu
jangan mau. Gadis itu biarpun cantik tapi sisanya
orang. Anunya sudah karatan dan sedikit ada ja-
mur dan berlumut!"
"Hraa...!"
Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya me-
raung keras. Tangannya melambai ke depan seper-
ti gerakan menggapai. Meskipun hanya menggapai,
akan tetapi hembusan angin dingin yang ditimbul-
kannya membuat Manusia Topeng menggigil ke-
dinginan. Orang ini berguling ke samping. Sama
sekali ia tidak membalas, karena Manusia Topeng
sadar betul serangan yang dilakukannya hanya
akan sia-sia selama tanduk merah itu masih ber-
cokol di kepala makhluk hitam ini.
Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya sege-
ra melakukan pengejaran. Diinjak-injaknya tubuh
Manusia Topeng dengan hentakan cepat dan keras
bukan main. Dengan gesit orang ini berguling kian kemari. Lalu kaki kanannya
menghantam ke bagian selangkangan lawan.
Proooot! "Haiih, apa ini lembek-lembek tidak ada tu-
langnya" Gede amaat...!" kata Manusia Topeng sambil tertawa ha ha hi hi. Makhluk
hitam menjerit keras, ia pegangi tongkat dan buah jambu mi-
liknya. Jalan terpincang-pincang, matanya yang
berwarna merah kekuning-kuningan melotot me-
nahan sakit bercampur geram. Apa yang diala-
minya membuat kemarahan Manusia setengah
makhluk aneh ini semakin meluap. Ia pun umbar
pukulan-pukulan dahsyat ke arah lawannya. Se-
karang Manusia Topeng dibuat pontang-panting.
Ia menghindar bagaikan belatung yang didera pa-
nas matahari. Dentuman-dentuman keras terden-
gar di sana-sini. Hingga batu-batu maupun bukit
yang ada di sekeliling tempat itu berhamburan po-
rak poranda. "Kau benar-benar ngamuk rupanya. Aduh...
semakin jeleknya kau jika sedang marah!" ledek si pendek. Makhluk hitam di depan
Manusia Topeng lagi-lagi menggeram sambil memperlihatkan serin-
gai menggidikkan. Tiba-tiba saja ia melompat la-
kukan gerakan merengkuh. Lawan tentu saja me-
nyadari betapa berbahayanya jika ia sampai ber-
hasil dipeluk oleh Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya. Dirinya bisa menjadi
lumpuh kehilangan
kekuatan sakti dan tenaga dalamnya. Ia betot Ke-
tapel Sakti Membelah Bumi, kemudian mengarah-
kannya langsung ke bagian mata lawannya. Dua
Leret Sinar merah meluncur deras menghantam
mata Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya. Mak-
hluk hitam ini terpaksa urungkan niatnya, cepat
lindungi mata dan....
Tas! Tas! Serangan maut itu seakan melabrak dinding
hampa dan hilang tidak berarti. Manusia Topeng
jadi penasaran. Ia acungkan Ketapelnya lagi. Kem-
bali sinar merah dengan kekuatan berganda mela-
brak lawannya. Kali ini dari bagian tanduk Sang
Pelucut Segala Ilmu Segala Daya membersit keluar
sinar yang sama akan tetapi disertai suara berge-
muruh bagaikan angin ribut. Sinar itu berputar
melingkar dari atas tanah hingga setinggi dua
tombak. Sinar sakti yang keluar dari senjata Ma-
nusia Topeng terbuntal lenyap dan tergulung sinar
berhawa panas lawannya. Lalu kekuatan dahsyat
itu tidak berhenti sampai di situ saja, ia terus ber-gelung-gelung bagaikan naga
siap menghantam


Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lawan. Untuk pertama kalinya laki-laki pendek
yang tidak pernah menanggalkan topengnya ini
terkesiap. Tapi ia tidak berdiam diri menunggu sinar merah itu menghantam mampus
dirinya. Se- cepat kilat tubuhnya yang lentur melentik di uda-
ra. Dengan kecepatan dua kali gerakan pertama
masih mengambang di udara ia mengerahkan te-
naga dalam lagi sehingga sekarang ia meluncur
deras ke arah bagian kepala Sang Pelucut Segala
Ilmu Segala Daya. Hampir seluruh tenaga dalam
dikerahkan ke tangan kanan. Secepat kilat ia me-
nyambar dan membetot.
Wuut! Kraaak! Hentakan keras itu menimbulkan suara
berderak. Tanduk di kepala lawan nyaris tanggal.
Dan sekarang darah membanjir membasahi ram-
but dan wajah sosok hitam tersebut. Tidak diduga-
duga lawan juga menghantam dada Manusia To-
peng dalam waktu hampir bersamaan. Akibatnya
cukup patal sekali. Laki-laki itu terpental sampai sejauh lima batang tombak.
Lebih celaka lagi tubuhnya terhempas menghantam batu di belakang-
nya. Manusia Topeng muntahkan darah segar, ia
bangkit berdiri walau pun kepalanya mendenyut
sakit. Masih dalam keadaan terhuyung-huyung
begitu rupa lawan yang sudah hampir kehilangan
tanduknya mengumbar kemarahan dan kesakitan
dengan pukulan-pukulan saktinya. Dengan mem-
pergunakan sisa-sisa tenaga yang ada, orang ini
melompat kembali. Tubuhnya berkelebat di atas
kepala lawannya. Berulangkali Manusia Topeng
nyaris terkena pukulan ngawur Sang Pelucut Se-
gala Ilmu Segala Daya. Hujan serangan yang me-
matikan itu lama sekali tidak dihiraukan oleh Se-
tan Topeng. Tiba-tiba ia menukik dengan kepala di bawah dan tangan menyambar....
Wuuut! Srrooot! "Huaaarrrkh...!"
Menjeritlah Sang Pelucut Segala Ilmu Segala
Daya begitu tanduk di atas kepalanya tanggal di
betot Manusia Topeng. Sosok hitam ini berputar-
putar jatuh bangun. Darah menyambar-nyambar
bercampur otak. Sungguh daya tahannya sangat
luar biasa, terbukti ia tidak langsung ambruk. Melainkan terus terhuyung-huyung
sambil mele- paskan pukulan, ngawur. Dalam pada itu pula be-
gitu tanduk di atas kepala lawan telah berada di
tangan Manusia Topeng. Seraya merasakan ada
sesuatu yang terasa aneh namun menyakitkan.
Tanduk berwarna merah itu menyengat kulit tela-
pak tangan Manusia Topeng. Melihat ke bagian
tangannya ternyata telah melepuh terbakar. Ma-
nusia Topeng pindahkan tanduk ke tangan kiri.
Malah akibatnya sama saja meskipun Manusia
Topeng sudah kerahkan tenaga dalam ke bagian
tangan tersebut.
Sementara itu terdengar suara berdebum di
belakangnya. Ternyata Sang Pelucut Segala Ilmu
Segala Daya telah roboh tidak berkutik. Ia tewas
karena kehabisan darah. Kini Manusia Topeng
yang kebingungan, kulit dan dagingnya sudah ter-
bakar. Sebentar lagi tanduk sakti itu pasti mem-
buat hangus tulang jarinya. Jika ia buang tanduk
sakti itu. Lalu bagaimana nasib Pendekar Blo'on
dan lain-lainnya. Bukankah seluruh kesaktian
pemuda itu telah berpindah ke tanduk Sakti. Ba-
gaimana pun ia harus membawa tanduk itu untuk
mengembalikan kesaktian Pendekar Bodoh yang
telah dilucuti oleh Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya" Kesaktian itu sekarang
tersimpan di tanduk. Celakanya tanduk Sakti tersebut naga-
naganya mau memakan dirinya hidup-hidup.
Semakin Manusia Topeng mempertahankan
tanduk, ia merasa seperti menggenggam cairan be-
si panas membara. Ia terpaksa menjatuhkan tan-
duk di bawah kakinya sambil mencari akal bagai-
mana caranya membawa tanduk biar selamat. Se-
lagi Manusia Topeng mengibas-ngibaskan tangan-
nya yang sempat hangus disertai sumpah serapah.
Ia mondar-mandir mengelilingi tanduk, mata di
balik topeng melotot seakan hendak menelan tan-
duk mentah-mentah. Tapi ia kemudian merengut
sendiri, jika dipegang saja tangan bisa hangus apalagi ditelan, tentu ia mampus
sungguhan. Akhir-
nya ia duduk mencangkung tidak jauh dari tan-
duk. Pada saat ia dalam keadaan demikian itulah
ia merasa ada angin menyambar disertai berkele-
batnya bayangan merah ke arah tanduk sakti itu.
Manusia Topeng bermaksud mencegah, sayang ge-
rakan bayangan itu lebih cepat dari apa yang dila-
kukannya. Dapat dibayangkan jika orang seperti
Manusia Topeng yang memiliki gerakan cepat luar
biasa masih dapat didahului oleh orang lain. Tentu kesaktian bayangan merah tadi
sulit dijajaki.
"Hei... berhenti...!" teriak Manusia Topeng.
Bayangan yang dibentak langsung berhenti sejarak
sepuluh langkah dari depan Manusia Topeng. Se-
mentara tanduk sakti di timang-timangnya. Di bo-
lang-baling seenak perut baju merah.
"Aku dapat, benda yang kucari selama pu-
luhan tahun ini baru kudapat! Ha ha ha...! Aku
adalah orang yang paling bahagia di dunia. Tan-
duk... tanduk sakti dari manusia bertanduk. Ma-
nusianya sudah mampus, tanduknya tergeletak!"
kata orang itu dengan sikap acuh tak acuh.
"Bangsat kapiran! Jangan kau berani main-
main dengan tanduk itu. Itu tandukku! Kembali-
kan...!" bentak Manusia Topeng marah. Yang dibentak malah tertawa terbahak-bahak
sambil membolang-baling tanduk di tangannya.
"Kau ribut-ribut soal tanduk. Bukankah
tandukmu masih ada di balik kolormu itu...?"" sahut baju merah tanpa pernah
menoleh. Merah wa-
jah di balik topeng tersebut. Ia seperti kena ba-
tunya atau bertemu dengan manusia gila.
"Kukira semula kau orang waras, tidak ta-
hunya lebih gila dariku. Tetapi apapun alasanmu
kau harus serahkan tanduk Sakti itu padaku. Dia
bukan milikmu juga bukan milikku. Ayo kembali-
kan...!" perintah Manusia Topeng. Laki-laki berpakaian merah masih tetap tidak
menoleh. Ia bolang
balingkan tanduk di tangan entah untuk yang ke-
berapa kalinya. Manusia Topeng terbelalak. Satu
hal yang mengherankan orang ini adalah laki-laki
baju merah itu sama sekali tidak terpengaruh,
meskipun tanduk sakti di tangan tetap digeng-
gamnya. Wajah di balik topeng itu pun berkerut
dalam. "Hmm, tahulah aku sekarang. Tangannya tidak melepuh, tidak gosong dan
tidak hangus karena ia memakai sarung tangan. Rasanya di dunia
ini hanya 'Sarung Sutra Kencana' saja yang mam-
pu menahan segala sesuatu yang bersumber dari
api! Aih... mengapa baru sekarang aku ingat. Di
dunia ini orang yang memiliki Sarung Sutra Ken-
cana hanya kunyuk jelek yang bergelar 'Mata Ib-
lis'." batin Manusia Topeng. Tiba-tiba saja ia tertawa tergelak-gelak. Laki-laki
berpakaian merah ten-tu jadi kaget. Ia menoleh, Manusia Topeng walau
pun sempat kaget melihat mata si Mata Iblis yang
memutih bagaikan orang buta tetapi semakin
memperhebat tawanya.
"Mata Iblis, jangan kau coba mencari dalih.
Orang lain boleh takut mendengar nama besarmu.
Kunyuk-kunyuk lain boleh jadi terkencing-kencing
melihat kekuatan gaib sinar matamu" Tapi aku
yang pantas menjadi kakekmu! Jangan kau bersi-
kap kurang ajar apalagi coba-coba menjadi maling
tengik! Cepat kau serahkan kembali Tanduk Sakti
itu atau aku akan menggebukmu hingga babak be-
lur"!" teriak Manusia Topeng gusar.
Mata Iblis tersenyum mengejek. Rupanya
tokoh yang tidak pernah berpihak pada golongan
putih dan golongan hitam ini cukup mengenal Ma-
nusia Topeng. Sehingga dengan seenaknya ia bica-
ra. "Kau meminta barang yang telah kau buang.
Apakah ini barangmu. Kalau beginilah bentuk ba-
rangmu, kujamin tidak ada perempuan yang mau
kawin denganmu! Tapi ingat jika kau tidak men-
gambilnya, maka Tanduk Sakti itu kuanggap ba-
rang yang tidak bertuan. Aku pantas menjadi pe-
miliknya!" kata Mata Iblis. Ia lemparkan tanduk di tangannya. Manusia Topeng
ragu untuk mengam-bilnya, mengingat ketika pertama tadi saja tan-
gannya sudah hangus.
"Ayo, tunggu apa lagi?" desak Mata Iblis.
Manusia Topeng tampak meragu. Ia berpikir jika
tanduk tidak cepat diambilnya, tentu kunyuk jelek yang berdiri di depannya akan
mengambil tanduk
itu. Sudah menjadi watak Mata Iblis barang siapa
pun pantang tergeletak. Pasti diembatnya, tidak
perduli barang itu milik perempuan atau milik la-
ki-laki. Yang putih atau yang hitam, yang burik
atau yang keriput baginya semua sama saja.
Berpikir sampai disitu tanpa menunggu le-
bih lama lagi Manusia Topeng langsung sambar la-
gi tanduk sakti yang tergeletak di depannya. Baru saja tanduk di tangan ia sudah
menjerit lagi. Praktis tanduk tercampak kembali. Wajah di balik to-
peng meringis. Dalam hati ia memaki.
"Tanduk sialan! Kalau bukan di dalamnya
tersimpan kesaktian Pendekar Bodoh, ingin ra-
sanya tanduk itu kukencingi, biar adem (dingin)
sedikit. Tapi bagaimana jika akibat air kencingku segala kesaktian yang
terkandung dalam tanduk
ini menguap dengan sendirinya?" Manusia Topeng
jadi bingung sendiri. Selagi ia bingung tanduk sak-ti sudah disambar lagi Mata
Iblis. Seraya tanpa
menunggu langsung melarikan tanduk itu.
"Bangsat pencuri, rupanya kau benar-benar
tidak memandang muka padaku sama sekali. Kau
mau cari penyakit!" teriak Manusia Topeng. Sambil mengejar seraya hantamkan
tangan lepaskan pukulan 'Membalik Gunung Menjungkir Bukit'. Tentu
serangan ini bukan pukulan sembarangan. Gese-
kan pukulan dengan udara menimbulkan pijaran
bunga api yang panas bukan main.
Sementara sambil berlari Mata Iblis menya-
hut tanpa menoleh. "Bagaimana aku bisa memandang mukamu, rasanya seumur-umur
wajahmu yang burik tertutup topeng. Dan penyakit tentu sa-ja tidak kucari jika kau
memukulkan tentu aku
membalas!" Dan benar saja Mata Iblis dengan
acuh tak acuh kibaskan tangannya ke belakang.
Wuuuesss! Buuuumm! Ledakan keras itu membuat Manusia To-
peng terdorong mundur sejauh satu batang tom-
bak. Sedangkan Mata Iblis tersungkur. Cepat se-
kali ia bangkit berdiri dan kembali berlari secepat setan. "Ke ujung dunia
sekalipun kau melarikan diri aku tetap mengejarmu! Terkecuali kau tinggalkan
tanduk itu?" pekik Manusia Topeng. Ia bangkit lagi kemudian segera melakukan
pengejaran. Yang
dikejar tiba-tiba saja menghilang dari pandangan
mata. "Huh-hah... huh-hah...! Aku akan tetap
mengejarmu, aku tahu kira-kira dimana kau akan
berhenti! Ha ha ha...! Mana mungkin anak kadal
mengakali buaya! Yeaaa...!" cibir Manusia Topeng, seraya semakin mempercepat
larinya. *** Suro Blondo terus melangkahkan kakinya
mendekati teluk yang terdapat di depannya. Wa-
jahnya sama sekali tidak membayangkan ekspresi
apapun. Bibir pemuda itu terkatup rapat, tidak
ada senyum dan tidak ada pula kekonyolan. Tata-
pan si pemuda demikian dingin dan mengandung
hawa pembunuhan. Sampai di pinggir teluk ia du-
duk sebentar seperti orang yang sedang bingung
menentukan arah.
Tiba-tiba saja terdengar suara seseorang
mengisiki. "Aku adalah majikanmu. Kau harus patuh pada perintahku. Tidak usah
kau pikirkan ba-
gaimana kau harus menyeberang. Tunggu saja dis-
ini, orang yang kau tunggu pasti akan melewati
tempat ini!"
"A-ku patuh...! Perintahmu kukerjakan se-
gera." kata Suro Blondo seperti orang linglung.
"Bagus! Aku senang kau setia padaku! Ti-
dak ada orang yang harus kau patuhi di dunia ini
terkecuali aku! Aku Ratu Leak, ratu dari segala ra-tu-ratu!" bisik suara itu
lembut. Memang sesuatu yang sangat mengagumkan jika Ratu Leak dapat
mengirimkan suara dalam jarak yang jauh itu. Di
seluruh rimba persilatan pada masa itu sangat ja-
rang sekali tokoh-tokoh kelas satu yang dapat
mengirimkan suara dalam jarak beribu-ribu tom-
bak. "Aku mengerti!" sahut Pendekar Blo'on.
"Bagus kalau kau sudah mengerti, tetapi
harus kau ingat. Melalui kekuatan batu Lahat Ba-
kutuk aku tahu musuh besar kita sudah datang.
Hadapi mereka dan bunuh!" perintah Ratu Leak melalui suaranya. Suro Blondo
Pendekar Mandau
Jantang anggukkan kepala kaku.
Sementara itu tidak jauh dari samping ki-
rinya tampak ada cahaya putih berkilau mendekat
ke arahnya. Tidak jauh dari cahaya putih tersebut terlihat pula bayangan serba
merah. Lalu... tiba-tiba saja cahaya putih itu menjelma menjadi sosok seorang
laki-laki berpakaian serba putih, berambut dan berjenggot putih. Di belakangnya


Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

muncul pula kakek tua berpakaian merah berambut me-
rah. Mereka tidak lain adalah Penghulu Siluman
Kera Putih dan Malaikat Berambut Api. Ketika me-
lihat Suro Blondo, Malaikat Berambut Api nampak
kerutkan keningnya. Sedangkan Barata Surya me-
sem-mesem (senyum-senyum) seperti orang yang
kurang waras. "Muridku...!" berkata Penghulu Siluman Ke-ra Putih. "Sudah lama kita tidak
bertemu, kupikir kau semakin pintar dan tambah pengalaman. Tidak tahunya kau
semakin tolol dan gila! Ha ha
ha...!" Yang diajak bicara memandang Barata Surya seperti orang asing yang tidak
pernah dikenalnya sama sekali.
SEPULUH Tiada lagi senyum di wajahnya, tatapan ma-
tanya pun sinis tidak bersahabat. Dewana Malai-
kat Berambut Api pandangi murid sekaligus cu-
cunya itu untuk yang kedua kalinya.
"Aku tidak melihat tanda-tanda ia menyada-
ri siapa dirinya. Dia telah dikuasai oleh kekuatan iblis." batinnya merasa
sedih. Bagaimana pun Suro selain murid juga cucu satu-satunya. Sekarang ia
dipermalukan sedemikian rupa oleh orang lain. Ke-
jadian seperti ini belum pernah ia alami selama hidupnya. Jika dulu dirinya
tidak sempat menyela-
matkan orang tua Suro yang tewas di tangan Se-
pasang Iblis Pegat Nyawa dan Kala Demit. Itu su-
dah merupakan pukulan terberat bagi dirinya. Ha-
ruskah dia sekarang berpangku tangan melihat ke-
jadian yang dialami oleh cucunya.
"Siapa pun orangnya aku bersumpah den-
gan apapun aku akan membunuh orang yang te-
lah mencelakai cucuku!" desis Malaikat Berambut Api. "Suro Blondo Pendekar
Blo'on, tidakkah kau ingat siapa kami?" teriak Barata Surya berapi-api.
"Kalian siapa para orang tua yang hendak
mampus!" sahut Pendekar Blo'on. Wajah pemuda itu sama sekali berubah, tidak ada
kekonyolan, hilang lucunya bahkan ia sudah lupa dengan kebia-
saannya yang suka menggaruk kepala.
"Bocah geblek! Kami adalah gurumu, siapa
yang telah membuatmu begini bocah gila?"
"Percuma kau bicara Barata Surya!" Dewa-na memperingatkan. "Bocah ini sudah
hampir hilang akal sehatnya, hilang tenaga saktinya. Kulihat ia memang memiliki
kekuatan, tetapi kekuatan itu
milik orang lain!"
"Kalau begitu ia benar-benar Blo'on sung-
guhan. Apa rencanamu saudara Malaikat Beram-
but Api?" tanya Penghulu Siluman Kera Putih.
"Rencanaku tentu sesuai dengan selera
pengacau yang memerintahkan Suro untuk mem-
bunuh kita!" jawab Dewana tegas.
"Kalian adalah musuh besar kami!" Pendekar Blo'on buka suara. "Ratu Leak
memerintahkan padaku untuk membunuh kalian!"
Barata Surya menoleh pada Dewana. Ru-
panya ia tidak kenal dengan orang yang dis-
ebutkan oleh Pen-dekar Blo'on barusan.
"Siapa Ratu Leak?"
"Aku belum tahu. aku juga baru mendengar
namanya! Dia bermaksud membunuh kita. Hal itu
tidak mungkin dilakukannya jika kita sudah me-
notoknya!" jelas Malaikat Berambut Api melalui il-mu mengisikkan suara tingkat
tinggi. Ternyata ki-
sikan ini pun didengar oleh Pendekar Blo'on.
"Ha ha ha...! Tua bangka seperti kalian jan-
gan coba-coba menentangku. Kalian semua akan
celaka!" dengus si pemuda.
"Suro Blondo, setan Ratu Leak itukah yang
membuatmu jadi Pendekar Edan" Eling (ingat) Su-
ro, eling...!"
Melihat Penghulu Siluman Kera Putih yang
masih juga bersikap main-main. Malaikat Beram-
but Api jadi gusar dan langsung membentak. "Barata Surya, aku tahu tabiat dan
kebiasaan jelek-
mu. Tapi kuharap dalam hal yang satu ini kau
bersikap serius!"
"Lalu apa yang harus aku lakukan" Mem-
bunuhnya?"
"Jangan lagi kau sampai membunuhnya,
sedangkan kau lukai pun muridmu yang cucuku
itu dalam usaha menyadarkannya. Engkaulah
orang pertama yang akan kupenggal kepalanya!
Hadapi dia dan jatuhkan dengan totokan!" perintah Malaikat Berambut Api tegas.
"Gila...! Aku pula yang disuruh menghadapi
bocah sakit ini. Huh, jika aku tidak segan pa-
danya, tidak mungkin aku sudi menjalankan pe-
rintahnya!" gerutu Barata Surya.
Wuuk! Belum apa-apa Suro sudah lepaskan puku-
lan dahsyat ke arah Penghulu Siluman Kera Putih.
Jelas pukulan barusan bukan serangan maupun
jurus baik yang ia wariskan pada pemuda itu atau
pun jurus pukulan yang diwariskan oleh Malaikat
Berambut Api. "Selagi masih orok kau kencingi aku. Seka-
rang sudah besar malah kau mau bunuh guru
sendiri! Hiih...!" Sambil Mengomel Barata Surya melompat tinggi. Serangan itu
mengenai tempat
kosong dan menimbulkan dentuman yang sangat
keras sekali. Pemuda yang telah berubah linglung
ini putar langkah. Dari samping menderu angin
kencang menghantam tengkuknya. Itulah ilmu to-
tokan tingkat tinggi, Barata Surya menamakannya
'Jari Sakti Pembeku Darah'. Merasakan ada sam-
baran angin dahsyat, Suro liukkan tubuhnya seka-
ligus melompat ke samping. Serangan luput. Pen-
dekar Blo'on membalas dengan tendangan meng-
geledek pula. Karena jarak diantara mereka sede-
mikian dekat. Barata Surya miringkan badannya,
siku menangkis. Sehingga benturan keras tidak
dapat dihindari lagi.
Duuuk! Suro menggeram meskipun sempat jatuh
duduk. Barata Surya mengomel, tubuhnya sempat
tergontai-gontai. Sekali ia melihat ke arah Dewana yang sedang duduk ongkang-
ongkang sambil ke-rat-kerutkan keningnya. Suro sudah menyerang-
nya lagi dengan pukulan dan tendangan-
tendangan menggeledek. Setiap gerakan yang dila-
kukan pemuda itu menimbulkan deru angin diser-
tai melesatnya sinar jingga kehitam-hitaman.
"Bocah ini benar-benar pesong! Dia sama
sekali tidak mempergunakan jurus-jurus yang di-
wariskan guru-gurunya. Tetapi kekuatan apapun
yang merasuk dalam dirinya sama berbahayanya!"
pikir Penghulu Siluman Kera Putih. Sebagai orang
yang telah berpengalaman menghadapi tendangan
kaki dan jotosan tangan ia tidak langsung mema-
pakinya. Melainkan bersalto ke samping. Dengan
ilmu meringankan tubuhnya ia melesat di udara.
Ketika tubuhnya meluncur ke bawah, Barata
Surya pergunakan jurus 'Seribu Kera Putih Men-
gecoh Harimau'. Ia berkelebat lenyap tapi tangan
kanannya menghantam ke atas dan ke bawah.
Des! Deesss! "Ukh...!" Suro mengeluh panjang dan jatuh terguling-guling. Hanya keluhan itu
saja, tidak menimbulkan luka apa-apa.
"Barata Surya, jangan kau pukul dia! Atau
kau juga sudah ikut-ikutan gila!" Dewana dari jarak yang tidak begitu jauh
mengingatkan. "Itu cuma kebetulan saja. Maksudku tadi
hendak menotok, tapi eh... malah kupukul!" sahut Barata Surya.
Kesempatan bicara yang cuma sekejap itu
dipergunakan Suro lepaskan pukulan 'Tusukan
Jari Penghantar Maut'.
Zzzts! Serangan Suro luput, karena Barata Surya
dengan jurus andalannya ini telah berkelebat kian kemari seperti setan
gentayangan sambil melancarkan totokan ke bagian-bagian tubuh muridnya.
"Haiiit...!"
Suro cepat putar langkah, matanya yang
angker itu berkedap kedip. Lalu ia membentak ke-
ras dan tubuhnya melesat ke depan seperti anak
panah. Lima jarinya menusuk perut, mata dan da-
da Barata Surya dengan sebat sekali. Kakek ini
pontang panting selamatkan diri. Lalu jatuhkan
punggungnya dan kaki mengungkit.
Duuuk! Deesss! "Ukkkh...!"
Perut muridnya kena dihantam. Pemuda itu
jatuh terguling-guling, Penghulu Siluman Kera Pu-
tih merasa ada sesuatu yang panas dan menusuk-
nusuk di bagian ulu hatinya. Ketika ia berdiri dan melihat bajunya, Barata Surya
belalakkan mata.
Ternyata baju putih belong dan mengepulkan
asap, melihat ke balik baju lima buah jari membe-
kas disana. Jika bukan Barata Surya yang terkena
serangan itu, tentu nyawanya sudah minggat dari
raganya tidak pulang-pulang lagi.
"Saudara Dewana, kau yang menyuruhku
agar tidak menurunkan tangan jahat. Kini akibat-
nya kau lihat sendiri!" teriak Barata Surya marah.
"Suro itu murid yang sedang sakit. Apa kau
tega menambah penyakitnya! Kalau kau tidak be-
cus menghadapinya, mengapa kau tidak membu-
nuh diri saja"!" sahut Dewana ringan.
"Setan sialan!" Penghulu Siluman Kera Putih mengumpat Bibirnya terpaksa
dikutubkan kembali ketika melihat Suro sudah siap mele-
paskan pukulan 'Pemusnah Raga Penghancur Ji-
wa'. "Murid sakit ini benar-benar hendak membuat gurunya mampus!" maki Barata
Surya. Tidak ayal lagi ia pun lepaskan pukulan 'Matahari Rem-bulan Tidak
Bersinar'. Wuuus! Wuuuur! Dua larik sinar hitam menderu, dari arah
Penghulu Siluman melesat pula sinar redup biru
bersemu merah. "Hati-hati kau Barata Surya!" Malaikat Berambut Api memperingatkan.
Peringatan yang sudah terlambat. Dentu-
man keras terdengar susul menyusul. Dua-duanya
sama menjerit dan sama-sama terlempar pula.
Si kakek urut-urut dadanya yang mende-
nyut. Setelah di urut ternyata ada darah yang me-
netes keluar dari sudut-sudut bibirnya. Suro
Blondo meringkuk tidak jauh dari Barata Surya.
Wajah pemuda itu pucat pasi, sedangkan darah
keluar dari hidung dan mulutnya. Melihat cucu sa-
tu-satunya dalam keadaan begitu rupa kakek De-
wana lupa dengan musibah yang menimpa Suro.
Cepat ia melesat hendak menolong.
"Suro...!" pekiknya. Baru saja ia hendak mendukung pemuda itu. Satu hantaman
keras mendarat di dadanya. Malaikat Berambut Api
menjerit, ia terlempar dan menderita luka dalam.
Rupanya Suro walau pun terluka bersiasat untuk
menjatuhkan lawan dengan berpura-pura pingsan.
Muslihatnya berhasil. Dewana kena dihantamnya.
Penghulu Siluman Kera Putih tergelak-gelak meli-
hat kejadian itu.
"Sudah tua bangka masih kena dikadali cu-
cu sendiri. Sudah kubilang Suro sedang kesuru-
pan, kini kau rasa sendiri. Ha ha ha...!" Barata Surya mengejek. Malaikat
Berambut Api bangkit
berdiri. Di depannya Pendekar Blo'on telah berdiri.
Bibirnya menyunggingkan senyum sinis. Malaikat
Berambut Api terkesiap ketika melihat di tangan
pemuda itu telah tergenggam senjata sakti Man-
dau Jantan. "Suro ingat! Jangan kau main-main dengan
senjata itu!" Dewana berteriak memperingatkan.
Dan sebenarnya jika Suro bukan cucu dan murid
sendiri. Rasanya menjatuhkan pemuda itu tidak
demikian sulit. Walau pun selain mewarisi puku-
lan-pukulan hebat dari lawan yang telah mempe-
ralatnya ia juga memegang senjata Sakti Mandau
Jantan. Tetapi orang yang menghendaki nyawanya
ini adalah murid sekaligus cucu yang masih punya
hubungan darah. Mana mungkin ia tega melu-
kainya apalagi sampai membunuh pemuda itu.
"Aku tidak tahu seberapa besar kehebatan
senjata ini. Namun dengan senjata ini pula Ratu
Leak memberi tugas padaku untuk memancung
leher kalian!" dengus Suro seakan pada musuh bebuyutannya.
"Hieeeh..,! Huuuung! Hahahaha...!"
Mendengung suara ringkik dan tawa serta
tangis berkepanjangan dikala Pendekar Blo'on ke-
rahkan segenap kesaktian pinjaman Ratu Leak
dan mengayunkan senjata itu. Sinar hitam berke-
lebat ganas menyambar.
"Biar aku yang melumpuhkannya...!" pinta Penghulu Siluman Kera Putih.
"Kau hendak mampus!" hardik Dewana.
"Hanya aku yang tahu bagaimana caranya mengatasi kedahsyatan senjata itu...!"
Malaikat Berambut Api lalu pungut sepo-
tong kayu keras sepanjang setengah depa. Barata
Surya cemberut. "Dia rupanya hendak menggebuk cucu sendiri. Bagusnya aku nonton
pertunjukan gratis ini!" ujar si kakek. Ia melompat di atas seba-tang kayu. Kemudian ia
berayun-ayun sambil me-
nopangkan kepala di atas kedua tangan. Pertarun-
gan sengit pun tidak dapat dihindari lagi. Dengan mandau di tangan pemuda itu
terus memburu Malaikat Berambut Api. Setiap senjata itu melayang
selain menimbulkan deru angin panas juga ter-


Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengar suara ringkik kuda. Semakin kuat Suro
mengayunkan senjata itu, maka lubang miring
yang terdapat di tengah-tengah mandau mengelua-
rkan suara tangis. Suro mengerahkan seluruh te-
naga dalam yang ada, rambutnya yang kemerahan
berubah merah seperti bara. Dan dari senjatanya
terdengar suara tawa berkepanjangan tiada habis-
habisnya. Kakek Dewana menggumam tidak jelas. Di-
am-diam ia pun kerahkan tenaga dalam ke bagian
potongan kayu di tangan. Lalu secepat kilat kedu-
anya menerjang. Dua sosok tubuh kini terlihat ba-
gai bayang-bayang saja. Jika bayangan biru terus
mengejar dan sabetkan senjatanya berulang-ulang.
Maka bayangan merah menghindar sambil sesekali
menangkis serangan Suro.
"Hiaaa,..!"
Suro Blondo tiba-tiba saja melesat di udara.
Ia lepaskan pukulan sebagai pancingan. Tetapi
kakek Dewana menyambutnya dengan kemplan-
gan kayu di tangan.
Buuum! Suro bangkit kembali, Malaikat Berambut
Api yang sempat tergontai-gontai segera sambut
hantaman Mandau yang mendengung nyaris
membelah kepalanya.
Tring! Triing! Tesss! Dentingan senjata dengan potongan kayu
yang teraliri tenaga dalam menimbulkan pijaran
bunga api. Akan tetapi ketika Pendekar Blo'on lipat gandakan tenaga dalam hingga
ke puncaknya. Maka kayu yang dipergunakan kakek Dewana ter-
babat putus. Laki-laki tua ini langsung melompat
mundur. Ia kerahkan sepertiga dari seluruh tenaga dalam yang dimilikinya.
Perubahan rambut si kakek pun terjadi. Rambut yang berwarna merah itu
semakin bertambah merah. Wajahnya tegang, ra-
sanya mustahil ia tega melepaskan pukulan dah-
syat terhadap murid sendiri. Sebab ia menyadari
sepenuhnya Suro Blondo sedang berada dalam
pengaruh kekuatan lain yang tentu saja teramat
dahsyatnya. Kini ia melesat ke depan, kayu di tangan yang sudah buntung
dihantamkan ke bagian
wajah Suro. Apa yang dilakukannya itu hanyalah
tipuan saja. Suro cepat menangkis dengan senja-
tanya. Triing! Keduanya tampak tergetar hebat. Tanpa di-
duga-duga si pemuda yang merasa tertipu mentah-
mentah, gerakkan senjata agak ke bawah. Mandau
meluncur mengancam. Kakek Dewana selamatkan
perut dengan menggeser kaki kiri. Justru kaki ka-
nan dalam keadaan condong dan tidak sempat di-
tarik lagi. Laksana kilat si kakek selamatkan ka-
kinya. Walau pun begitu ujung mandau masih
menggores kakinya.
Breet! "Ukh...!"
Malaikat Berambut Api keluarkan keluhan
tinggi. Tetapi ia tetap menggerak potongan kayu di tangannya. Suro tarik
tangannya yang memegang
senjata agar tidak terkena pukulan si kakek. Ge-
rakannya ini tertahan karena kakinya terpeleset
lumut licin yang dipijaknya. Tidak terelakkan la-
gi.... Tak! Ting! Pemuda itu mengeluh bersamaan waktunya
dengan Mandau Sakti jatuh menancap tidak jauh
di sampingnya. Selagi Suro dalam keadaan lengah,
maka Malaikat Berambut Api bergerak. Jemari
tangannya terjulur ke lima bagian di tubuh murid-
nya. Pendekar Blo'on terkesiap ia berusaha le-
paskan pukulan 'Liang Batu Penebus Kutuk'. Ma-
lang gerakannya kalah cepat dan....
Tuuuuk! "Aaaah...!"
Sekujur tubuh pemuda ini tiba-tiba saja
menjadi kaku. Ia melotot menahan kemarahan.
Penghulu Siluman Kera Putih segera mengambil
senjata yang tergeletak di atas pasir. Ia menimang-nimang senjata itu sekejap
sambil memperhati-
kannya. "Hampir saudara Dewana mati konyol den-
gan senjata yang dibuat sendiri. Senjata hebat, sebagai salah seorang guru Suro,
baru kali ini aku
melihat senjata ini!" puji Barata Surya. Orang yang diajaknya bicara sama sekali
tidak menanggapi. Ia bahkan malah sibuk mengobati luka di paha yang
tergores senjata cucunya. Pada saat seperti itulah kilat menyambar disertai
suara guruh di angkasa.
Sosok bayangan dalam waktu bersamaan me-
nyambar ke arah Suro.
"Selamatkan murid kita!" teriak kakek Dewana ketika menyadari ada sesuatu
bergerak ke arah Suro. Akan tetapi peringatan itu terlambat,
Suro telah dilarikan oleh bayangan hitam yang
menyambarnya. "Gila...! Siapa dia?"" desis Barata Surya dengan mulut melongo saking kagetnya.
"Celaka! Cepat kejar, jangan-jangan orang
itu hendak mencelakainya!" pekik Malaikat Berambut Api.
"Bagaimana dengan kau, saudara Dewana?"
Barata Surya ragu-ragu.
"Bodoh! Jangan pikirkan aku. Aku tidak
apa-apa, cepat kejar!" teriak si kakek cemas.
Tanpa menunggu dengan masih membawa
Mandau Jantan, Penghulu Siluman Kera Putih se-
gera melakukan pengejaran ke arah menghilang-
nya bayangan hitam yang melarikan Pendekar
Blo'on. Lalu, apakah yang akan terjadi dengan Su-
ro, si Pendekar konyol" Bagaimana nasib Dewi Ke-
rudung Putih di tangan Ratu Leak" Lalu bagaima-
na nasib tanduk Sakti yang direbut oleh Mata Ib-
lis" Padahal kekuatan Pendekar Blo'on tertahan
dalam tanduk itu. Dapatkah Dewi Kerudung Putih
merampas Batu Lahat Bakutuk itu kembali" Nan-
tikan kelanjutannya!!
TAMAT SEGERA MENYUSUL
PERINTAH DARI ALAM GAIB
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/
DuniaAbuKeisel Pendekar Riang 10 Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Peristiwa Burung Kenari 8
^