Pencarian

Perintah Dari Alam Gaib 1

Pendekar Bloon 20 Perintah Dari Alam Gaib Bagian 1


Cerita ini adalah fiktif
Persamaan nama, tempat dan ide hanya kebetulan belaka.
PERINTAH DARI ALAM GAIB Oleh: D. AFFANDY
Diterbitkan oleh: Mutiara, Jakarta
Cetakan Pertama : 1995
Sampul: BUCE Setting oleh: Sinar Repro
Hak penerbitan ada pada penerbit Mutiara
Dilarang mengutip, mereproduksi
dalam bentuk apapun tanpa ijin
tertulis dari penerbit.
https://www.facebook.com/
DuniaAbuKeisel SATU Di dalam Pura kosong Ratu Leak baru saja
menutupkan pintu kamar darurat yang baru saja
selesai dibuatnya. Saat itu suasana dalam kea-
daan hujan lebat. Udara di luar Pura terasa dingin menggigit. Melirik ke tengah-
tengah ruangan terlihat sesosok tubuh terbaring menelentang di atas
Batu putih seperti marmar. Wanita cantik yang telah berumur kurang lebih enam
puluh tahun itu
memperhatikan gadis cantik berkerudung putih
dengan sorot mata yang terasa aneh. Sekejap ke-
mudian ia mendekati gadis yang dalam keadaan
tidak sadarkan diri tersebut. Tangannya bergerak hendak menjangkau bagian dada
Dewi Kerudung Putih yang padat membusung. Namun kemudian
ia urungkan niatnya. Sebagai gantinya ia menelan ludah. Sesungging senyum
menghias dibibirnya.
"Kau sudah berada di tanganku. Jika kau
punya hubungan asmara dengan Pendekar bodoh
itu. Lebih baik kau buang jauh-jauh mimpi indah
mu! Kau menjadi milikku, kau akan menjadi ba-
gian dari malam-malam yang dingin ini! Hik hik
hik!" Ratu Leak membungkukkan tubuhnya. Se-
raya mencium lembut pipi Dewi Kerudung Putih.
Ciuman itu kemudian beralih ke bibir. Tetapi tiba-tiba saja ia jauhkan wajahnya
dari wajah si gadis.
Gemuruh suara hujan mengalahkan segala-
galanya, namun tidak kuasa melenyapkan keresa-
han hati Ratu Leak yang muncul dengan tiba-tiba.
Perempuan itu kemudian menghampiri batu
bulat pipih yang terletak tidak begitu jauh dari bagian kepala si gadis. Ia
duduk disana dengan posi-si bersila. Lalu kedua matanya terpejam. Sambil
memejamkan matanya Ratu Leak keluarkan teng-
korak kepala bayi. Bagian kedua rongga mata ter-
sebut terdapat dua buah benda bulat sebesar te-
lur. Sedangkan pada bagian ubun-ubun tengkorak
bayi itu ditancapi dua buah bambu berwarna kun-
ing. Di bagian telinga yang bolong terdapat manik-manik berwarna hitam merah dan
menimbulkan suara bergemerincing menyeramkan bila tertiup
angin. Tidak lama setelah tengkorak kepala bayi
berumur ratusan tahun itu berada di atas kedua
belah tangan dalam pangkuannya. Maka bibir
yang kemerahan itupun berkemak-kemik.
"Bssst! Suwe...! Hulll! Ngun... bangun. Kit...
bangkit! Aku Ratu Leak ratu dari segala ratu-ratu yang dihormati dalam
kegelapan, dalam angan, dalam tidur. Dalam diri manusia yang lalai, yang sedang
melamun, yang putus asa dan dalam setiap
jiwa yang kosong. Ratu adalah aku, penguasamu
adalah aku. Wahai jiwa yang mati penasaran, wa-
hai arwah yang mati sesat, duhai roh yang berpaling dari Tuhan dan dekat pada
setan. Dan kubur
yang ada di seluruh jagad. Terbukalah, pintu-
pintumu, bangkitkan semua penghuni yang pena-
saran. Semuanya patuh padaku, semuanya...!!!"
desis Ratu Leak.
Gelegar petir kembali menggema di udara,
hembusan angin semakin menggila. Lalu sayup-
sayup di kejauhan terdengar suara aneh seperti
suara orang melolong dalam sakit yang amat san-
gat. Ada pula seperti suara tenggorokan yang ter-potong. Bahkan terdengar
lolongan anjing yang
menyeramkan sekali. Bersama dengan hembusan
angin itu muncul satu demi satu kabut putih me-
nyerupai sosok manusia. Sosok-sosok bergen-
tayangan ini bergerak lambat mengelilingi Ratu
Leak. "Berkumpullah" Pendekar bodoh itu menjadi patuh padaku bukan karena
pengaruh sihirku
atau mantra-mantra sakti yang biasa. Tapi karena ia telah meminum dari cangkir
tengkorak Pelumpuh Akal Pelemah Jiwa. Sekarang aku ingin men-
getahui bagaimana hasil kerja pemuda itu" Apa-
kah dia telah berhasil membereskan kedua gu-
runya?" desis Ratu Leak. Sosok-sosok mengerikan yang berasal dari kabut tersebut
tiba-tiba acungkan kedua tangannya ke arah tengkorak bayi yang
berada dalam pangkuan Ratu Leak. Terlihat sinar
merah melesat dari setiap ujung jemari yang tidak terbungkus daging itu.
Ratu Leak sempat tergetar menahan cahaya
yang menghujani ke bagian mata tengkorak bayi
tersebut. Sekejap kemudian ia membuka matanya.
Memandang lurus ke arah mata tengkorak yang
terisi benda bulat seperti telur itu sesuatu yang aneh terlihat di sana.
Kedua mata itu tidak ubahnya seperti cer-
min yang menggambarkan sebuah daerah sunyi
tidak berpenghuni.
"Aku ingin melihat dimana Pendekar Blo'on
berada, bukan pemandangan alam seperti yang
kau tunjukkan!" dengus perempuan itu. Seraya menggerakkan kedua tangannya.
Blap! Perubahan pada bagian mata tengkorak ter-
jadi. Kini pada kedua bagian benda tersebut terlihat pemandangan lain di mana
seorang pemuda berbaju biru sedang dipanggul oleh seorang laki-
laki berpakaian hitam. Ratu Leak kerutkan ke-
ningnya. "Celaka mengapa begini"!" kata Ratu Leak.
"Rasanya aku pernah melihat orang yang satu itu"
Ia berlari seperti dikejar-kejar setan, siapa yang mengejarnya?" Ratu Leak
kembali menggerakkan tangannya di atas rongga mata tengkorak tersebut.
Sekarang ia melihat ada dua sosok bayangan men-
gejar laki-laki yang telah melarikan Pendekar
Blo'on tersebut. "Bangsat-bangsat itu mengapa sekarang malah masih segar bugar!
Ini menyimpang dari semua rencanaku! Aku harus mencari cara
lain. Bukannya aku Ratu Leak jika aku tidak
sanggup mengatasi persoalan ini sampai tuntas!"
dengus perempuan cantik itu. Seraya kemudian
menganggukkan kepala. Tatapan matanya beralih
pada sosok-sosok yang berada di sekelilingnya. La-lu.... "Kalian semuanya
dengar!" Suara Ratu Leak terdengar lantang dan jelas. "Aku perintahkan pa-da
semua makhluk penghuni kegelapan yang
mendengar seruanku agar menyerang semua mu-
suh-musuhku! Bunuh mereka semua jangan ada
tersisa seorang pun!!" kata si cantik. Suaranya menggaung jauh hingga ke
pedalaman tanah
Sange. Lalu makhluk-makhluk yang tercipta dari
kabut itu rangkapkan kedua tangan di atas kepa-
la. Tubuhnya membungkuk, seketika itu juga me-
reka yang jumlahnya mencapai ratusan itu berge-
rak meninggalkan ruangan. Beberapa saat sete-
lahnya, suasana di dalam ruangan berubah sunyi.
Kini hanya tinggal Ratu Leak dan Dewi Kerudung
Putih saja yang berada di ruangan itu.
"Murid keponananku hingga sekarang be-
lum kembali, Sang Pelucut Segala Ilmu Segala
Daya yang seharusnya sudah menyusul ke sini
pun tidak muncul." dengus Ratu Leak. Seraya kembali menggerakkan kedua tangannya
diatas rongga mata tengkorak bayi. Sesuai dengan kein-
ginan hatinya, apa yang ingin dilihat oleh Ratu
Leak perlahan muncul di permukaan benda putih
seperti telur itu. Ia jadi tercekat ketika melihat sosok tubuh tergeletak. Sosok
hitam besar itu jelas dikenalinya. Dia tidak lain adalah Sang Pelucut
Segala Ilmu Segala Daya.
"Bangsat! Siapa yang dapat melakukannya"
Lalu kemana Mustika Jajar murid keponakanku
itu?" desis Ratu Leak gusar juga bercampur rasa kaget. "Tidak mengapa. Walau pun
orang-orang yang membantuku tewas di tangan mereka, niatku
untuk membunuh Dewana dan Barata Surya ma-
sih belum luntur. Mereka harus mati. Karena se-
lain dengan kekuatan sihir dan ilmu Leakku, aku
juga masih memiliki Batu Lahat Bakutuk rajanya
batu-batu! Hik hik hik!!" Wanita itu tertawa terkikik-kikik. Seraya menyimpan
tengkorak bayi di dalam kantung berwarna hitam. Kemudian ia kelua-
rkan kantung kulit ular yang terdapat di ping-
gangnya. Dari dalam kantung kulit tersebut ia
mengambil sebuah benda berbentuk nisan dengan
panjang tidak lebih satu jengkal, lebar lima jari dan tebal dua jari. Benda
berbentuk nisan itu memiliki empat warna yaitu, merah kuning putih dan hitam.
Ratu Leak mengecup batu tersebut tidak
ubahnya seperti ciuman pada kekasihnya.
"Batu Lahat Bakutuk, raja dari segala raja-
raja batu. Kita memang berjodoh! Kita adalah dua kekuatan besar yang tidak
mungkin dapat dikalahkan oleh siapapun. Bersama-sama kita akan
menghancurkan mereka!" Serentak dengan terdengarnya kata-kata itu maka terdengar
suara men- dengung yang sangat panjang sekali. Tiba-tiba empat larik sinar memancar dari
batu sakti tersebut.
Serentak dengan itu pula Dewi Kerudung Putih
tersadar dari pingsannya.
Sinar yang memancar dari Batu Lahat Ba-
kutuk semakin lama semakin membesar dan
membubung tinggi. Dari dalamnya menebar bau
harum bercampur hawa dingin menusuk penci-
uman. Bukan hanya itu saja, baik Ratu Leak yang
telah memiliki tenaga dalam tinggi maupun Dewi
Kerudung Putih merasakan ada sesuatu yang tera-
sa begitu lain menyentuh jiwa mereka yang paling dalam. Tegasnya mereka
menderita rangsangan
hebat. Rangsangan yang bukan saja membang-
kitkan gairah nafsu mereka seperti layaknya seo-
rang wanita merindukan kekasihnya. Tapi juga
gairah itu menuntut penyaluran nafsu hewani.
Merah padam wajah Dewi Kerudung Putih. Seku-
jur tubuhnya meremang berdiri. Ratu Leak pun
hampir dalam keadaan yang sama. Ia mandi ke-
ringat menahan gejolak hasrat jiwanya. Di lain
waktu seiring dengan perubahan udara yang mulai
memanas. Maka gejolak birahi dalam diri masing-
masing melenyap, kini berganti pula dengan ama-
rah tanpa sebab, dendam kesumat dan keinginan
untuk membunuh sesama tanpa alasan-alasan
yang jelas. Hal seperti itu terjadi lebih besar lagi dalam diri Dewi Kerudung
Putih mengingat tenaga
dalam yang dimilikinya tidak setinggi yang dimiliki oleh Ratu Leak. Namun selagi
mereka didera oleh
perasaan-perasaan seperti itu tiba-tiba saja terjadi letupan-letupan keras di
atas Batu Lahat Bakutuk yang seakan dikobari api itu. Keinginan untuk
membunuh lenyap seketika setelah letupan yang
terdengar tadi.
Empat sinar yang tadi sempat mengobarkan
api tampak mulai mengecil. Ratu Leak berdecak
kagum. Ia masukkan kembali batu sakti itu ke da-
lam kantong kulit. Dewi Kerudung Putih yang me-
lihat batu penyebab malapetaka itu hendak men-
gatakan sesuatu. Sayang tidak sepatah katapun
yang keluar dari bibirnya. Ternyata Ratu Leak telah menotok urat bicaranya.
*** Gemuruh suara hujan masih terus mendera
tiada henti. Namun hal ini agaknya tidak memba-
wa pengaruh apa-apa bagi laki-laki baju putih ber-selempang putih ini. Ia terus
memacu kuda terse-
but mendekati Pura. Kira-kira seratus tombak lagi ia sampai di depan Pura. Tiba-
tiba ia melihat sebuah pemandangan yang ganjil tapi menyeram-
kan. Bahkan Si Putih Kaki Langit angkat kedua
kaki depan setinggi-tingginya. Jika penunggang
kuda putih yang tidak lain adalah Datuk Nan Ga-
dang Paluih bukan orang yang berpengalaman da-
lam hal menunggang kuda. Dapat dipastikan ia
terpelanting dari atas kudanya.
"Hieeeikh...!"
Kuda meringkik keras, sekujur bulu ditu-
buhnya tegak berdiri. Datuk Nan Gadang Paluih
mengelus tengkuk Putih Kaki Langit.
"Tenanglah, aku dapat merasakan keresa-
hanmu karena mereka kukira bukan manusia se-
pertiku! Mari kita lihat apa yang mereka inginkan!"
berkata laki-laki itu, sedangkan tatapan matanya memandang lurus ke arah sosok-
sosok bergentayangan yang sekarang sudah mengepung Datuk
Nan Gadang Paluih.
Sosok-sosok yang terbangkitkan dari kubur
itu memperhatikan Datuk dan kudanya dengan ta-
tapan redup penuh penderitaan. Salah seorang di-
antaranya yang pada bagian dadanya tercabik-
cabik melangkah mendekat. Kemudian ia bicara
dengan suara serak dan berat.
"Kami mencium kau memusuhi Ratu Leak!
Kami telah berjanji untuk patuh pada Ratu. Untuk itu kau harus mati di tangan
kami!" "Kalian hanya penghalang percuma! Apa
yang kalian lakukan akan sia-sia! Menyingkir atau aku akan mengembalikan kalian
ke alam kubur!"
dengus Datuk Nan Gadang Paluih tajam.
"Groakh! Bunuh!" teriak sosok yang bicara tadi. "Bunuh!" sahut yang lain-
lainnya.

Pendekar Bloon 20 Perintah Dari Alam Gaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat mereka bergerak hendak menge-
royok Datuk Nan Gadang Paluih tidak tinggal di-
am. Ia langsung lepaskan Angkin Pelebur Petaka.
Angkin diputarnya, setiap senjata sakti itu menghantam sosok-sosok yang berjalan
dengan kaki mengambang di atas tanah itu. Maka terdengar
suara ledakan disertai jeritan kesakitan dari lawan-lawannya.
Datuk Nan Gadang Paluih terus memutar-
mutar senjata di tangan. Tetapi tampaknya mak-
hluk-makhluk alam kubur ini tidak mengenal rasa
jera. Bila mereka terjatuh dan terluka secepatnya mereka bangkit berdiri. Lalu
lakukan serangan lagi tiada henti-hentinya.
"Kalau begini, naga-naganya aku hanya
menguras tenaga percuma! Arwah-arwah gen-
tayangan ini perlu diberi pelajaran!" batin Datuk Nan Gadang Paluih. Sementara
itu lawan-lawannya telah berlompatan mundur. Datuk Nan
Gadang segera menyadari bahwa makhluk-
makhluk alam kubur ini hendak melakukan sesu-
atu yang tidak wajar.
Diawali dengan jeritan di sana-sini, maka
kepala mereka bergerak-gerak. Lalu terlihat bagian leher mereka terputus. Kepala
mereka terus ber-goyang-goyang bagaikan seekor ular berusaha
mencari jalan keluar karena terjepit batu. Dan...
Brool! "Ilmu Leak...?"" desis Datuk Nan Gadang saat melihat kepala orang-orang itu
tercabut. Bukan hanya bagian kepala dan sebatas leher saja.
Melainkan seluruh isi perut, termasuk lambung
dan usus-ususnya ikut tercabut dan melayang di
udara. Datuk Nan Gadang segera merasakan
adanya bau busuk yang menyengat. Perutnya
mual dan ingin muntah. Ia tutup pernafasannya,
sedangkan diwaktu itu kepala tanpa badan itu su-
dah bergentayangan menyerang Datuk Nan Ga-
dang Paluih dengan mulut terbuka. Puluhan kepa-
la yang menukik tajam itu secara tiba-tiba meluncur ke bawah. Datuk Nan Gadang
putar Angkin Pelebur Petaka secepat kilat. Angin disertai hawa panas menderu. Beberapa
potongan kepala dengan
lambung dan usus menjuntai itu sempat terpelant-
ing. Tapi mereka tidak sampai jatuh ke tanah.
Namun dari bagian lain tidak kalah hebat-
nya datang serangan dari kawan-kawan makhluk
alam kubur tersebut. Dua diantaranya bahkan
berhasil menyusup ke bagian ketiak dan dada Da-
tuk Nan Gadang dan menggigitnya.
Crap! "Uhk!"
Laki-laki itu mengeluh panjang. Tapi cepat
kibaskan tangannya dan menghantam secara be-
runtun. Des! Prak! Praak! Potongan kepala berikut usus-ususnya ber-
taburan di atas tanah. Sayang kawan-kawan yang
lain begitu melihat kawannya tercampak dan ke-
mudian menghilang menjadi asap semakin ber-
tambah beringas. Kini mereka melancarkan seran-
gan secara bersamaan.
Wuut! Melihat kenyataan ini Datuk dari Andalas
cepat putar tangannya untuk melindungi diri dari ancaman potongan-potongan
kepala yang siap
menghunjam dengan taring-taringnya yang mema-
tikan. Sekejap saja kedua tangan sang Datuk telah berwarna putih memancarkan
cahaya berkilau-kilauan. Ternyata laki-laki setengah baya ini hendak melepaskan
pukulan 'Cahaya', salah satu pu-
kulan dahsyat yang sulit dicari tandingannya.
Wus! Wuus! Tidak menunggu lebih lama lagi Datuk Nan
Gadang hentakkan tangannya ke delapan penjuru
arah. Sinar putih kemilau memancarkan hawa pa-
nas luar biasa menderu dahsyat dan ganas. Kepa-
la-kepala yang menyerang sang Datuk segera me-
rasakan adanya hawa panas menghanguskan ini.
Mereka yang masih sempat selamatkan diri segera
menghindar. Sedangkan yang tidak sempat lang-
sung menjerit ketika sinar putih itu menghantam
usus dan kepala mereka.
Buuum! Buuum! "Akh...!"
Terdengar suara jeritan di sana sini. Poton-
gan-potongan kepala lenyap dan berubah menjadi
asap. Sisa-sisanya langsung kembali menghampiri
badannya. Dan mereka ini pun melarikan diri di
tengah-tengah derasnya curah hujan. Datuk Nan
Gadang menarik nafas lega. Seraya menepuk ku-
danya sambil berkata....
"Putih Kaki Langit! Sebentar lagi kita sam-
pai, ayo hampiri Pura itu!"
Kuda putih tersebut meringkik lirih. Kemu-
dian segera berlari menuju Pura yang sudah tidak seberapa jauh di depan mereka.
DUA Dewi Kerudung Putih belalakkan mata le-
bar-lebar ketika Ratu Leak menyusupkan tangan
kiri ke belahan dadanya. Ia menjerit, meronta dan memaki. Namun suara dan
gerakannya hanya sia-sia saja karena dirinya dalam keadaan tertotok.
Sementara tangan-tangan Ratu Leak semakin ber-
tambah kurang ajar saja, meremas dan membelai-
belai dada si gadis yang membusung liat dan ke-
nyal. "Hik! Hik! Hik!" Ratu Leak tertawa terkikik-kikik. "Ternyata kau masih
perawan. Beruntung orang sepertiku! Pendekar bodoh itu telah menge-cewakanku.
Tetapi kurasa kau tidak akan menge-
cewakan aku lagi! Aku ingin melihat kebagusan
tubuhmu!" Baru selesai ia bicara, Ratu Leak tiba-tiba saja mengeluarkan sebilah
pisau tipis, pisau itu kemudian diletakkannya di balik pakaian dalam bagian
dada. Crek! Rek! Rek!
Dewi Kerudung Putih tersentak kaget, wa-
jahnya memerah menahan amarah dan malu. Se-
baliknya Ratu Leak begitu melihat pakaian si gadis tercabik-cabik leletkan
lidah. "Ah, terus-terang aku belum pernah melihat
tubuh yang sebagus ini! Tubuhmu benar-benar
lambang kesempurnaan seorang perempuan! Aku
menyukainya... hik hik hik! Tapi aku akan mem-
buatmu benar-benar dalam keadaan seperti bayi!"
desis Ratu Leak. Sebelum hal itu dilakukannya ia mengusap bagian leher Dewi
Kerudung Putih se-hingga urat bicara di gadis terbebas dari pengaruh totokan.
"Bangsat! Perempuan rendah lepaskan
aku!" teriak Dewi Kerudung Putih begitu dirinya terbebas dari pengaruh totokan
Ratu Leak. Orang
yang dimakinya hanya tertawa ganda. "Kau manusia yang menyalahi kodrat, kau
terkutuk di bumi
dan di langit!"
"Kau belum tahu siapa aku, gadis cantik.
Aku bisa berbuat atas dirimu sebagaimana laki-
laki memperlakukan dan bersenang-senang den-
gan wanita!" dengus Ratu Leak. Seraya kemudian langsung meninggalkan pakaian
bawah Dewi Kerudung Putih. Sehingga terlihatlah pahanya yang putih mulus dan
kencang. Melihat ke bagian pinggul si gadis, Ratu Leak telan ludah. Matanya
melotot seperti hendak melompat keluar.
"Betina jahanam yang berjuluk Ratu Leak!
Jika kau mempermalukan aku lebih jauh lagi, aku
bersumpah akan membunuhmu!" maki Dewi Ke-
rudung Putih gusar.
"Hal itu tidak akan terjadi. Nanti setelah
aku dalam keadaan sepertimu, kau baru mengerti
bahwa di dunia ini benar-benar penuh dengan
keanehan-keanehan!" sahut Ratu Leak. Seraya kemudian menghampiri Dewi Kerudung
Putih, Sehingga jarak diantara mereka kini hanya tinggal
dua jengkal saja. Sambil tertawa-tawa seperti
orang yang kurang waras Ratu Leak membuka pa-
kaiannya. Sayang baru saja pakaian luarnya yang
terbuka. Terdengar suara bentakan disertai han-
curnya pintu ruangan. Jika Ratu Leak tidak cepat berguling ke samping selamatkan
diri. Niscaya tubuhnya hancur terkena sisa-sisa pukulan yang
kemudian terus melabrak dinding di belakangnya.
Tentu pula serangan itu adalah pukulan dahsyat
yang tidak dapat dianggap enteng. Setelah hilang rasa kaget di hati Ratu Leak,
secepatnya ia bangkit berdiri. "Bangsat betul! Setan mana di Sange ini yang
berani coba-coba melawanku!" maki Ratu Leak. Seraya cepat memandang ke arah
pintu yang porak poranda di bantam pukulan gelap. Mata pe-
rempuan itu menyipit ketika melihat sosok aneh
yang seperti dikenalnya telah berdiri di sana dengan tatapan dingin penuh
dendam. Satu hal yang
terasa ganjil bahkan boleh dibilang langka. Sekujur tubuh laki-laki itu hingga
sebatas leher terbalut akar-akaran berwarna hitam. Bahkan kedua
tangannya dalam keadaan terbungkus akar pula.
Meskipun Ratu Leak sempat dibuat keder juga.
Namun pada akhirnya ia membentak.
"Melihat tampangmu rasanya seperti pernah
aku kenali! Tapi setelah melihat keadaanmu yang
terbungkus akar aneh. Aku teringat dengan orang-
orang gila yang bertaburan di kolong langit ini!
Siapa kau...?" tanya Ratu Leak, suaranya melengking pertanda ia mencoba menahan
kemarahannya. Yang ditanya tidak segera menyahut, me-
lainkan memandang pada Dewi Kerudung Putih
dengan wajah merah. Kemudian berpaling pada
Ratu Leak dengan mata menyiratkan kemarahan.
"Kau perempuan, tetapi tindakanmu sung-
guh memalukan, keji dan dikutuk Sang Hyang Wi-
di. Mengingat kejahatanmu, rasanya sudah sepan-
tasnya hari ini aku mengakhiri segala petualan-
ganmu!" dengus si laki-laki yang tidak lain adalah kepala negeri Sange, Wayan
Tandira. "Perempuan atau bukan, semuanya adalah
urusanku. Hei kunyuk, kau belum menjawab per-
tanyaanku!" bentak Ratu Leak.
Wayan Tandira menggeram, inilah manusia
yang telah menyengsarakannya selama hampir tiga
puluh tahun. Bukan hanya dirinya saja yang ter-
siksa, hampir seluruh rakyatnya juga sengsara karena dikutuk menjadi batu oleh
Ratu Leak. "Urusanmu adalah kesengsaraan bagi kami,
Ratu Leak keparat! Jika kau ingin tahu siapa aku!
Cobalah kau ingat siapa orang-orangnya yang kau
kubur hidup-hidup tiga puluh tahun yang lalu di
tengah-tengah ruang bukit Kembar Tiga Terlak-
nat?" teriak Wayan Tandira tidak kalah kerasnya.
Ratu Leak sempat terkesiap, keningnya ber-
kerut dalam. Kejadian tiga puluh tahun yang silam di Bukit Kembar Tiga terlaknat
(untuk lebih jelasnya dalam episode Batu Lahat Bakutuk) itu sudah
hampir terlupakan olehnya. Jika hari ini tidak ada manusia akar itu yang
mengingatkannya, tentu ia
melupakan kejadian tersebut.
"Hmm... rasanya aku pernah melakukan
kesenangan di Bukit Kembar Tiga Terlaknat. Kese-
nangan itu berupa pemendaman diri seorang pe-
mimpin negeri yang tidak mempunyai kebecusan
apa-apa berikut anak buahnya! Lalu kau ini
apanya orang-orang yang kutanam itu" Sauda-
ranya, atau arwahnya yang gentayangan?" tanya Ratu Leak dengan sikap meremehkan
sekali. Wayan berjalan lebih mendekat lagi. "Aku
bukan saudara orang-orang itu, bukan juga arwah
yang penasaran!" sahut Wayan. Seraya jentikkan tangannya, dari luar terdengar
suara burung ga-gak. Mengertilah Ratu Leak siapa laki-laki itu dan mengapa pula
arwah-arwah yang telah dibang-kitkannya tidak menyerang Wayan Tandira.
"Oho, rupanya kau pemimpin negeri Sange!
Sungguh mengagumkan jika kau dapat bertahan
hidup hingga saat ini dan juga kelebihan baru berupa akar-akar yang mungkin
tidak berguna! Se-
karang apa maumu?" tantang Ratu Leak sinis.
Wayan Tandira tersenyum mencibir. "Mauku tidak lain hanyalah memenggal kepala
busukmu. Karena hanya dengan itu masyarakatku bisa terbebas
dari kutukanmu!" dengus Wayan Tandira.
"Hik hik hik! Dengan apa kau hendak
menghadapi aku?" ejek Ratu Leak sengit.
"Tentu saja dengan kedua tanganku ini!"
"Percuma! Percayalah usahamu itu hanya
akan sia-sia saja!" kata Ratu Leak penuh keyaki-
nan diri. Tiba-tiba orang ini angkat tangannya, lalu tangan yang lain memegang
tengkorak. Tengkorak
itu diguncang-guncangkannya. Angin berdesir.
Wayan merasa ada sebuah kekuatan menerpa wa-
jahnya. "Kutukku... kutukku. Terkutuklah manusia akar yang berdiri di hadapanku
itu menjadi ba-tu!" teriak Ratu Leak.
"Pemimpin negeri!" Dewi Kerudung Putih ti-ba-tiba berteriak memperingatkan.
"Hati-hati, ku-tuknya mulai berjalan!"
Peringatan itu memang cukup beralasan.
Wayan Tandira langsung dapat merasakan ada
udara dingin menembus batok kepalanya. Tetapi
pemuda ini malah tertawa ganda sambil usap
akar-akaran yang ada di dadanya. Sinar hitam se-
perti lintasan kilat melesat dan melabrak Ratu
Leak. Kutuk yang tengah berjalan itu langsung
musnah. Malah Ratu Leak sendiri sempat terjajar.
Ia seperti tidak percaya dengan apa yang terjadi.
Ratu Leak kembali gerakkan tengkorak di tangan
kanannya dengan satu sentakan kuat. Wayan ten-
tu tidak tinggal diam, ia kerahkan sepertiga dari seluruh tenaga dalam yang
dimilikinya. Lagi-lagi terjadi satu keanehan. Seluruh akar-akar yang melibat
tubuhnya mulai ujung kaki hingga sebatas
leher juga bagian tangannya memancarkan sinar
hitam hingga seluruh tubuhnya lenyap tertelan sinar hitam tersebut. Ratu Leak
keluarkan seruan
tertahan. Terlebih-lebih ketika melihat gelombang sinar hitam melesat ke
arahnya. Sambil melompat


Pendekar Bloon 20 Perintah Dari Alam Gaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mundur Ratu Leak hantamkan tangan kiri dan co-
ba selamatkan tengkorak bayi sumber kutukan di
tangan kanannya.
Wuut! Seleret sinar merah melesat ke arah gelom-
bang sinar hitam tersebut. Terjadi letupan kecil.
Dan ternyata pukulan yang dilepaskan Ratu Leak
musnah dilanda gelombang sinar yang memancar
dari akar-akar di tubuh Wayan. Sinar hitam itu terus melabrak tengkorak ditangan
Ratu Leak. Ia sekuat tenaga hendak menyelamatkannya. Tetapi
sebagian sinar tersebut masih menyerempet ba-
gian pelipis tengkorak tersebut.
Krak! Tengkorak itu retak. Perempuan cantik ter-
sebut berseru kaget. Ia memandang ke arah
Wayan Tandira dengan sorot mata tajam dan pe-
nuh rasa tidak percaya. Secepatnya Ratu Leak ma-
sukkan kembali tengkorak itu.
"Percuma kau gunakan kutukmu, Ratu
Leak. Sekarang sedang musim hujan, dan kutuk-
mu tidak berlaku! Berikan Batu Lahat Bakutuk,
batu yang menjadi penyebab sumber bencana itu!"
perintah Wayan Tandira.
Sebagai jawaban Ratu Leak mendengus si-
nis sambil hantamkan pukulan 'Tusukan Jari
Penghantar Maut'. Angin kencang disertai hawa
dingin beracun bergulung-gulung. Menyadari ba-
haya serangan ini Wayan Tandira tutup pernafa-
sannya dan segera mengusap akar-akar yang be-
rada di bagian perut serta dadanya.
Wuust! Kembali sinar hitam meluncur kemudian
membentur sinar merah di tengah jalan. Terjadi
ledakan keras, Wayan terhempas ke dinding di be-
lakangnya. Ratu Leak sempat tergontai-gontai.
Ternyata benturan itu tidak menimbulkan luka ba-
rang sedikit pun bagi Wayan Tandira. Hal ini berkat akar-akar sakti yang
melindungi dirinya. Teta-pi Ratu Leak yang cerdik mulai berpikir untuk
menghajar bagian kepala lawan yang tidak berpe-
lindung apa-apa. Untuk itu tanpa membuang-
buang waktu lagi, Ratu Leak segera pergunakan
jurus 'Tusukan Jari Penghantar Maut' yang ampuh
itu. "Hiyaa...!"
Orang ini berteriak keras. Tubuhnya tiba-
tiba melesat ke depan. Wayan langsung menangkis
dengan siku kanannya. Tetapi Ratu Leak sudah
melambung lebih ke atas lagi. Lalu secepat kilat tangannya melesat menghantam
leher. Wuuss! Wayan terkesiap, untung ia masih sempat
merundukkan kepala. Walau pun begitu kulitnya
yang terserempet kuku Ratu Leak serta rambut
Wayan sempat terbabat putus.
Dapat dibayangkan betapa berbahayanya
andai kuku lawan tadi menghantam tenggorokan-
nya yang tidak terlindung akar-akar sakti tersebut.
Pemimpin negeri Sange segera melompat mundur
ke belakang dengan perasaan geram.
"Setan satu ini pandai menipu, dulu juga
aku bisa dicelakainya karena tipu muslihatnya!
Kali ini jangan harap hal itu terjadi lagi!" desis Wayan Tandira di dalam hati.
Diam-diam ia kerahkan tenaga dalam ke
bagian tangan dan kakinya. Lalu sebelah kakinya
diangkat. Kedua tangannya direntangkan, sedang-
kan seluruh jemarinya yang terbalut akar-akar halus menguncup. Melihat ini Ratu
Leak mengguman pelan. "Hmm, jurus 'Kepakan Burung Gagak
Membelah Malam' memang jurus baru yang boleh
kau banggakan. Tapi sebelum itu kau rasakanlah
pukulan 'Pemusnah Raga Penghancur Jiwa'!" teriak Ratu Leak. Tiba-tiba secepat
kilat ia hantamkan kedua tangannya tegak lurus ke arah Wayan.
Tetapi lawan ternyata sudah sampai di depan hi-
dungnya. Gerakan memukul yang dilakukan Ratu
Leak berubah jadi gerakan menangkis.
Dukkk! Splak! Keduanya sempat terhuyung, Ratu Leak
maju lagi ke depan sambil lepaskan tendangan
menggeledek. Merasakan adanya sambaran angin
yang cukup keras. Maka Wayan Tandira tekuk lu-
tutnya. Ratu Leak sudah tidak sempat menarik
pulang tendangannya.
Bletak! "Aukh...! Akh...!"
Ratu Leak menjerit keras sambil melompat
terpincang-pincang. Kakinya yang membentur
akar-akaran di bagian lutut Wayan langsung
membiru, bengkak dan rasa seperti putus. Hal ini benar-benar diluar dugaannya
sama sekali. Sebab
ia telah mengaliri kakinya dengan tenaga dalam.
Tapi ternyata akar-akar aneh itu sungguh me-
nyimpan suatu kekuatan yang luar biasa.
"Ratu Leak manusia paling jahanam! Kupe-
ringatkan sekali lagi padamu untuk menyerahkan
tengkorak sarana kutukan dan Batu Lahat Baku-
tuk padaku!" teriak Wayan. Peringatan ini hanya membuat Ratu Leak menjadi murka.
Ia meludah. "Ilmu sedikit sering membuat orang besar
kepala! Wayan Tandira manusia keparat! Jika kau
terbungkus akar-akar keparat itu sekujur tubuh-
mu! Aku Ratu Leak tidak kehabisan akal dan cara
untuk membuatmu mampus! Jangan kau besar
kepala!" Karena aku yakin mulai dari bagian leher hingga sampai ke ujung rambut
di kepalamu tidak
kebal apa-apa! Hea...!" Sambil berteriak keras. Ra-tu Leak tiba-tiba saja
lepaskan pukulan 'Liang
Hantu Penebus Kutuk'. Angin api menyambar ga-
nas ke arah Wayan Tandira. Laki-laki gondrong ini kerahkan seluruh tenaga dalam
yang dimilikinya
untuk membangkitkan kekuatan yang terkandung
dalam akar-akar sakti itu.
"Huuuuu...!"
Tiba-tiba saja terdengar suara gaung pan-
jang. Angin api yang dikirim Ratu Leak bagaikan
air bah melindas apa saja yang terdapat di depannya. Dari pihak Wayan Tandira
yang siap menya-
bung nyawa melesat sinar hitam disertai hawa
dingin bukan alang kepalang. Dua kekuatan yang
memiliki dua sifat beda ini saling tindih menindih.
Dalam hal ini yang tersiksa justru Dewi Kerudung Putih yang dalam keadaan nyaris
telanjang bulat.
Ia sama sekali tidak kuasa mengerahkan tenaga
dalam untuk melindungi diri dari pengaruh dua
kekuatan antara panas dan dingin tersebut. Aki-
batnya tubuhnya seperti terpanggang, atau dilain waktu terasa sangat dingin
menusuk. Dewi menge-rang kesakitan. Demikian hebatnya siksaan yang
harus diterimanya ini, hingga membuat gadis ini
terkulai tidak sadarkan diri.
Sementara itu Angin Api dan Angin Es yang
bersumber dari masing-masing lawan terus saling
himpit dan saling dorong. Wayan Tandira terus
menerus lipat gandakan tenaga dalamnya. Hingga
akar-akar sakti itu tiada henti memancarkan sinar bergulung-gulung saling
tumpang tindih. Ratu
Leak mulai terdorong, tapi sebentar kemudian bi-
bir Ratu Leak yang merah merekah keluarkan si-
ulan panjang yang tidak menentu. Di kejauhan
terdengar suara sayup-sayup yang seakan datang
dari dalam kubur dan juga jurang neraka.
"Kami akan membantu!!"
Bersamaan dengan terdengarnya suara tadi.
Tiba-tiba Wayan merasa ada sesuatu yang me-
nyambar dan turut mendorong dari arah lawan.
Akibatnya.... Breees! "Wuuukh!"
Tidak ampun lagi Wayan Tandira terlempar
dan terhantam sebagian angin api milik lawannya.
Bagian rambut dan juga sebagian wajah pemimpin
Sange ini sempat terjilat api. Bagian badan malah sempat terbakar. Tapi bagian-
bagian yang terbalut akar sakti itu tidak mengalami luka sedikitpun.
Sebenarnya keadaannya tidaklah begitu parah an-
dai bukan bagian kepalanya terlebih dulu yang
membentur dinding.
Wayan Tandira sang pemimpin Sange men-
gerang. Ia ingin bangkit, akan tetapi pandangan
matanya berkunang-kunang, kepalanya yang ben-
jut sakit mendenyut dan seperti dikemplangi palu.
Kini suara tawa kemenangan Ratu Leak pun ba-
ginya sudah tidak beda dengan suara jeritan hantu di neraka.
"Kau tidak dapat membuktikan ucapanmu!
Malah kini kau harus mampus di tanganku! Sung-
guh menggenaskan jalan hidupmu. Sudah sengsa-
ra seumur-umur, kini harus mati secara tersiksa!"
dengus Ratu Leak. Perempuan itu kemudian men-
gangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Matanya
sama sekali tidak berkesip, sedangkan kedua tan-
gan Ratu Leak mula-mula memancarkan sinar me-
rah, sinar merah lalu berubah memutih, setelah
itu berubah pula menjadi hitam legam. Tidak salah lagi, betina jahat ini sudah
siap melepaskan pukulan 'Sabda Orang-Orang Dalam Kutukan'.
Tampaknya nyawa pemimpin negeri Sange
itu benar-benar seperti telur di ujung tanduk. Dalam keadaan setengah kelenger
begitu mana mungkin Wayan dapat menjaga keselamatan di-
rinya. Apalagi ketika itu Ratu Leak mengincar bagian kepala Wayan.
"Mampuslah kau hari ini, pemimpin konyol!
Hiyaaa...!" Ratu Leak dorongkan kedua tangannya ke bagian kepala Wayan Tandira.
Agaknya kepala itu sekejap lagi langsung hancur. Namun ternyata dalam keadaan yang sangat
kritis itu melesat sosok serba putih menyambar tubuh Wayan dan
membuangnya ke tempat yang aman.
Pukulan 'Sabda Orang-Orang Dalam Kutu-
kan' menghantam dinding Pura hingga hancur
menjadi serpihan debu yang berterbangan. Ada se-
ruan kaget di samping kanan Ratu Leak. Lalu ter-
dengar pula suara tawa, suara tawa lenyap dan
berganti dengan caci maki seseorang.
TIGA Pabila Ratu Leak memandang ke arah sosok
yang telah menyelamatkan Wayan Tandira. Maka
di sana telah berdiri seorang laki-laki jangkung berpakaian putih selempang
putih. Kejut hati Ratu Leak bukan alang kepalang.
Sementara itu Datuk Nan Gadang Paluih
memandang pada Wayan sambil membatin. "Se-
panjang jalan ia menumpang di kudaku. Turun
sebentar meninggalkan aku dengan alasan ingin
kencing, tidak tahunya ia minggat ke sini sendiri untuk menghadapi musuh
bebuyutannya. Dasar
serakah!" "Berani lancang kau mengganggu urusan
orang lain! Tampangmu rasanya sudah pernah
kukenal!" bentak Ratu Leak.
"Memang, kau tentu saja mengenalku. Ka-
rena kau bangsat pencurinya! Sekarang cepat kau
kembalikan Batu Lahat Bakutuk padaku! Atau
aku akan mencincang tubuhmu hingga tidak ber-
bentuk lagi?"" teriak Datuk Nan Gadang Paluih tidak kalah kerasnya.
Ratu Leak tertawa-tertawa terkikik-kikik.
"Dengan apa kau akan membunuhku! Aku sama
sekali tidak melihat kemungkinan jalan hidup ba-
gimu selama Batu Lahat Bakutuk ada di tangan-
ku!" ejek Ratu Leak.
"Benda itu hanya menimbulkan malapetaka
bila berada di tangan orang-orang sepertimu! Ce-
pat serahkan budak ketek!"
Rasanya percuma saja Datuk Nan Gadang
Paluih memberi peringatan. Orang seperti Ratu
Leak mana kena digertak.
"Datuk Nan Gadang Paluih! Jika dulu aku
mencuri Batu Lahat Bakutuk yang mengandung
berbagai keanehan dan kesaktian ini. Apa salah-
nya jika hari ini aku mencuri nyawamu"! Hi hi
hi...!" "Kesalahanmu sudah bertumpuk. Malaikat sudah bosan menghitung dosamu.
Tidak ada pilihan dan jalan lain bagiku terkecuali menempurmu
demi Batu Lahat Bakutuk!" teriak Datuk Nan Gadang Paluih. Laki-laki ini
tampaknya memang su-
dah hilang kesabarannya.
Tanpa menghiraukan Wayan Tandira yang
mulai sadar dari pingsannya. Tanpa memperduli-
kan Dewi Kerudung Putih yang dalam keadaan se-
tengah telanjang. Datuk Nan Gadang Paluih lang-
sung rangkapkan kedua tangannya. Detik itu juga
terlihat ada selarik sinar melesat ke arah Ratu
Leak. Perempuan itu langsung melompat meng-
hindar ketika merasakan sapuan angin panas me-
landa dirinya. "Wuus! Buuuum! Serangan Datuk Nan Gadang menghantam
dinding belakang Pura. Dinding itu hancur. Batu-
batunya menjadi serpihan debu. Itulah salah satu pukulan dahsyat yang oleh
pemiliknya diberi nama
'Mengungkit Gunung Membalik Bukit'. Ratu Leak
leletkan lidah. Wajah perempuan itu sempat me-
mucat. Ia pernah mendengar kehebatan salah satu
tokoh dari Andalas ini. Dulu sama sekali ia belum pernah berhadapan dengannya
mengingat setelah
mencuri Batu Lahat Bakutuk ia langsung melari-
kan diri. Namun Ratu Leak adalah manusia yang


Pendekar Bloon 20 Perintah Dari Alam Gaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penuh dengan rasa percaya diri. Apa lagi mengin-
gat kini Batu Lahat Bakutuk ada di tangannya.
"Pukulanmu boleh juga, rambut putih!" ejek Ratu Leak. Sekejap kemudian Ratu Leak
sudah melesat ke depan dan lepaskan tendangan berun-
tun sementara kedua tangannya yang berkuku
panjang itu mencengkeram wajah Datuk Nan Ga-
dang. Kedua serangan yang dilancarkan oleh Ratu
Leak sama berbahaya. Datuk Nan Gadang tidak
mundur ke belakang atau melompat ke samping,
melainkan melesat ke udara sedangkan tinjunya
menghantam bahu.
Wuut! Melihat dirinya terancam, Ratu Leak gerak-
kan tangannya yang mencengkeram menjadi gera-
kan menangkis. Benturan, tidak dapat dihindari
lagi. Ratu Leak sempat terhuyung-huyung. Se-
dangkan lawannya hanya tergetar saja, walau pa-
tut diakui tangan yang membentur tangan lawan
tadi terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk. Ini merupakan pertanda bahwa tenaga
dalam Datuk Nan
Gadang Paluih berada beberapa tingkat di atas lawannya.
Melihat kenyataan ini Ratu Leak tidak ting-
gal diam. Ia menyerang lawannya dengan jarak
yang cukup dekat sekali. Tubuhnya berkelebat
laksana walet menyambar-nyambar di atas air. La-
lu serangkaian jotosan dilancarkannya. Angin
menderu. Lawan cepat menundukkan kepala, se-
hingga serangan itu lolos di atas kepala. Begitu serangan Ratu Leak luput,
tangan lawan menyambar
ke arah pinggang dimana Batu Lahat Bakutuk di-
perkirakan berada disitu. Ratu Leak tidak bodoh, ia liukkan pinggulnya. Lalu
dengan jurus 'Tusukan Jari Penghantar Maut' ia menyodok tenggorokan
lawan. Jika penglihatan Datuk Nan Gadang tidak
jeli, dapat dipastikan tenggorokan laki-laki itu bolong. Datuk Nan Gadang
berguling-guling. Dalam
kesempatan itu ia lepaskan pukulan 'Di Balik Ku-
bur Mayat-Mayat Merintih'. Sesaat setelah Datuk
Nan Gadang dorongkan kedua tangannya. Maka men-
deru hawa panas luar biasa ke arah lawan. Jarak
di antara mereka sangat dekat sekali. Sehingga Ra-tu Leak tidak sempat lagi
selamatkan diri.
Blaar! Ratu Leak menjerit keras, tubuhnya terpe-
lanting dan menghantam dinding di belakangnya.
Tampak jelas ia menderita luka dalam, walau tidak parah tapi cukup mengganggu
kosentrasinya. Sementara itu Wayan Tandira sudah me-
langkah mendekati Dewi Kerudung Putih untuk
membebaskan totokan di tubuhnya. Sebelumnya
laki-laki gondrong ini membetulkan pakaian si gadis yang anak-acakan. Begitu
dirinya terbebas De-wi langsung menjerit.
"Aku harus membunuhnya!"
Wayan menahan bahu di gadis sambil se-
raya berkata. "Jangan kau usik Datuk Nan Gadang. Urusannya dengan Ratu Leak
adalah per- soalan besar yang tidak dapat dianggap main-
main!" "Aku juga telah dibuatnya malu! Aku bahkan meragukan ia seorang perempuan
sejati!" teriak Dewi Kerudung Putih marah.
"Maksudmu?" desis Wayan Tandira tidak
mengerti. "Kita baru saja mengetahui kelaminnya pe-
rempuan atau laki-laki jika aku telah berhasil
membunuhnya!" sahut si gadis sengit.
"Hal itu sudah kulakukan. Hasilnya seperti
yang kau lihat. Aku hampir mampus ditangannya.
Kau atau aku bukan tandingannya! Lagipula apa
nanti kata orang-orang aliran sesat jika kita men-geroyok Ratu Leak?"
Sadar akan kebenaran kata-kata yang di-
ucapkan Wayan Tandira. Dewi Kerudung Putih
terpaksa telan kembali kemarahannya bulat-bulat.
Mereka segera menyingkir ke tempat yang aman.
Sementara itu pertempuran sengit antara
Datuk Nan Gadang Paluih dan Ratu Leak sudah
mencapai puncaknya. Datuk Nan Gadang bebera-
pa kali sempat dihajar oleh Ratu Leak dengan
mempergunakan tengkorak bayinya. Tetapi lawan
juga berhasil mencidrai Ratu Leak dengan Angkin
Sakti Pelebur Petaka.
Dalam pertempuran yang telah berlangsung
hampir enam puluh lima jurus itu. Ratu Leak tiba-tiba bersuit keras.
"Hang...!"
Terdengar suara sahutan di kejauhan! Lalu
Datuk Nan Gadang Paluih tiba-tiba merasakan ada
hawa dingin mendorongnya dengan keras hingga
membuat pernafasannya jadi sesak dan jalan da-
rah di tubuhnya jadi kacau.
"Dasar iblis! Kau mengerahkan pembantu-
pembantumu dari alam gaib!" teriak tokoh dari Andalas ini sambil terhuyung-
huyung. Kemudian
laki-laki itu berteriak keras entah ditujukan pada siapa. "Jangan cuma menonton,
sesuatu yang tidak terlihat adalah bagianmu!"
Dari luar terdengar ringkikan keras. Dind-
ing-dinding ruangan bergetar, terguncang, lalu
hancur di sana sini. Dari balik kegelapan hujan
muncul kuda putih dengan tinggi tidak terkirakan.
Kuda itu berputar-putar mengelilingi Datuk Nan
Gadang. Sementara moncongnya membuka, bila
moncong kuda mengatup kembali maka terdengar
jerit kesakitan. Ternyata Si Putih Kaki Langit kuda alam gaib itu sedang
bertarung dengan makhluk-makhluk dari alam lelembut yang mencoba mem-
bantu Ratu Leak.
Tentu saja dengan kehadiran Si Putih Kaki
Langit yang dapat membesar dan meninggi diluar
kelaziman kuda-kuda pada umumnya membuat
pertempuran antara Ratu Leak dan lawannya ter-
henti. Satu demi satu makhluk-makhluk alam
gaib itu dibantai oleh Si Putih Kaki Langit. Kesempatan ini dipergunakan oleh
Ratu Leak untuk me-
larikan diri. "Lihat!" seru Dewi Kerudung Putih.
Sebaliknya Wayan Tandira tanpa bicara
langsung lepaskan pukulan 'Cambuk Neraka' saat
melihat lawan melesat meninggalkan kalangan
pertempuran. Ratu Leak tertawa mengikik dan ki-
baskan tangannya ke belakang.
Buuum! Terjadi ledakan, Wayan sempat terdorong
mundur dan nyaris terhantam pukulannya sendiri
yang membalik. Serentak dengan perginya Ratu
Leak, maka sisa-sisa makhluk alam gaib pun ikut
melarikan diri pula.
"Cukup Putih Kaki Langit! Percuma saja,
bangsat itu sudah pergi!" seru Datuk Nan Gadang Paluih. Putih Kaki Langit
meringkik keras, seakan-akan ia menjadi marah pula melihat musuh tuan-
nya melarikan diri.
"Bagaimana Datuk!" tanya Wayan yang datang dengan tergopoh-gopoh.
"Hmm, seberapa luas Tanah Sange ini?"
tanya Datuk Nan Gadang Paluih pula dengan
jengkel. "Tidak seberapa luas, Datuk!" jawab si gondrong. "Kalau pun Sange seluas laut
dan seluas daratan. Ratu Leak tidak akan pernah lolos untuk
yang ketiga kalinya dari tanganku!"
"Aku berharap penderitaan rakyatku segera
berakhir. Apa saranmu?" tanya si gondrong.
"Ratu Leak tidak akan keluar dari Sange ini dalam keadaan hidup! Sekarang kita
kejar dia!" perintah Datuk Nan Gadang Paluih. Seraya menoleh
ke arah Si Putih Kaki Langit yang kini sudah kembali ke dalam ujud kuda biasa.
Bila Datuk berpaling pada Dewi Kerudung Putih. Maka gadis itu su-
dah tidak ada lagi ditempatkan. "Kemana dia?"
"Mungkin dia malu bersama kita! Sebaiknya
tidak terjadi sesuatu yang lebih memalukan lagi
padanya!" sahut Wayan.
"Anak dara memang begitu! Tapi bila ia su-
dah menjadi seorang etek (bibik). Mengeluarkan
kedua teteknya di depan umum pun dia tidak
akan malu-malu lagi!" ucap Datuk Nan Gadang Paluih. "Manusia akar, kuharap
jangan bertindak bodoh lagi. Dengan berpura-pura kencing tidak tahunya kau
hampir mampus di tangan si keparat
Ratu Leak!"
"Tidak-tidak lagi, Datuk!" jawab Wayan sambil tersenyum. Keduanya kemudian
melompat ke atas punggung Putih Kaki Langit. Dengan sekali hela, kuda pun melesat laksana
kilat. *** Lembah itu ditumbuhi dengan bunga-bunga
liar yang menebarkan bau harum semerbak. Wa-
lau pun hanya bunga-bunga liar yang tumbuh
subur di sana. Akan tetapi cukup indah dipandang mata. Pada musim-musim dingin
seperti sekarang
ini banyak kumbang dan kupu-kupu bersayap in-
dah hadir disana untuk menghirup sari dan ma-
dunya. Begitu indah dan harumnya tempat itu
hingga banyak orang yang menamakannya dengan
Lembah Nirwana. Nirwana itu sendiri bisa ber-
makna surga atau keindahan. Tidak jelas siapa
yang mendiami lembah itu, namun pada saat bu-
lan purnama penuh selalu terdengar suara orang
bersenandung. Suaranya terdengar begitu merdu
diselingi suara kecapi yang mendayu-dayu. Pulu-
han tahun silam ada juga beberapa orang dari
rimba persilatan yang tergolong punya keberanian tinggi menyelidiki lembah
tersebut. Namun tidak
seorang pun di antara mereka ada yang kembali ke dunia ramai.
Padahal menurut seorang pengembala, ia
pernah melihat puteri-puteri cantik berpakaian
kuning sedang berjalan-jalan memetik bunga. Pen-
gembala tersebut entah karena sebab apa tidak
lama kemudian menderita sakit gila. Itulah sebabnya Lembah Nirwana menjadi
daerah terlarang
dan konon dihuni oleh para Peri dan bidadari si-
luman. Tidak seorang pun yang dapat membukti-
kannya. Yang jelas ketika itu dalam jarak yang
agak jauh dari Lembah tampak seorang laki-laki
sedang memanggul sosok tubuh berpakaian serba
biru. Kakek berwajah hitam ini tampaknya baru
saja melakukan perjalanan yang cukup jauh.
Orang ini sambil terus memanggul pemuda baju
biru tampak menyeka keringat yang meleleh mem-
basahi wajahnya. Sampai di bawah sebatang po-
hon yang besar ia letakkan bawaannya. Seraya
menelentangkan Suro Blondo yang dalam keadaan
tertotok di atas rumput liar. Untuk lebih jelasnya apa yang terjadi pada
Pendekar Blo'on sebelumnya (dalam episode Nagari Batas Ajal). Suro yang dalam
keadaan tertotok itu cuma dapat melotot me-
nyaksikan apa yang akan dilakukan oleh kakek
berambut riap-riapan ini. Hanya itu yang dapat dilakukannya, karena jalan suara
Pendekar Blo'on
pun dalam keadaan tertotok. Untuk diketahui
waktu itu Suro yang berhasil ditundukkan oleh
Ratu Leak dengan cangkir Tengkorak Pelumpuh
akal Pelemah Jiwa. Telah diperalat oleh perem-
puan itu untuk membunuh kedua gurunya sendi-
ri. Dalam perkelahian yang sengit, Suro yang telah memperoleh bekal ilmu
kesaktian dari Ratu Leak
ternyata dapat dikalahkan oleh Malaikat Berambut Api dan tertotok pula, meskipun
kakeknya dapat dilukai. Dalam keadaan seperti itulah muncul ka-
kek baju hitam berambut awut-awutan ini dan
langsung melarikannya.
"Aku ingin melihat tiga tanda-tanda di tu-
buhnya! Bersusah payah aku melarikan bocah ini
dari kedua gurunya. Aku tidak ingin gagal!" batin tokoh aneh ini. Seraya segera
melepaskan pakaian Suro, hingga pemuda itu nyaris telanjang. Hawa
kemarahan membuncah di dalam dada Pendekar
Blo'on. Karena pemuda itu dalam keadaan terto-
tok, maka si kakek tidak menghiraukannya.
"Hmm, rambutnya berwarna kemerah-
merahan. Satu pertanda bila ia sampai pada pun-
cak pengerahan tenaga dalam rambut ini akan
berwarna merah seperti bara. Kulitnya juga ber-
warna putih. Tapi aku harus tahu apakah di tu-
buhnya terdapat tompel?" batin si kakek. Seraya membalikkan tubuh Suro, melihat
ke bagian punggung. Maka terkejutlah kakek berambut
awut-awutan ini. Di punggung Suro terdapat se-
buah tompel besar berwarna hitam. "Dia benar-benar pemuda ajaib itu" Tetapi di
mana letak kea-jaibannya" Tompel ini adalah bawaan sejak lahir, ia merupakan
kekuatan alami yang dapat menolak
sihir, teluh dan racun. Tapi mengapa ia dalam
keadaan begini?" desis si kakek. Ia segera memeriksa bagian pelupuk mata
Pendekar Blo'on. Me-
mandang ke bagian bola mata yang hitam sekejap,
lalu tubuhnya tergetar hebat.
"Pantasan! Sungguh aku baru mengerti. Ke-
kuatan alami yang dimilikinya mustahil mampu
melenyapkan racun Pelumpuh Akal Pelemah Jiwa!
Inilah sebabnya ia bermaksud membunuh gu-
runya sendiri. Pastilah ini perbuatan si terkutuk Ratu Leak! Racun itu belum ada
pemunahnya di kolong langit ini! Ratu Leak sendiri aku yakin tidak punya obat penawar racun
itu. Sungguh perbuatan yang keji, dia punya dua pilihan licik. Pertama jika
rencana pertama gagal, berarti rencana kedua berjalan dengan mulus. Bagaimana
menghilang-kan racun Pelumpuh Akal Pelemah Jiwa yang
mengeram di tubuhnya" Kurasa sulit juga men-
gembalikan kesadaran dan ingatan-ingatannya
yang dulu! Aku harus membawa pemuda ini ke
tempat tinggalku Lembah Nirwana...!" kakek berbaju hitam itu akhirnya
memutuskan. Ia segera


Pendekar Bloon 20 Perintah Dari Alam Gaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memanggul Pendekar Mandau Jantan kembali.
Kemudian secepat angin ia bergerak menuju Lem-
bah Nirwana yang terletak tidak begitu jauh da-
rinya. *** Hanya beberapa menit saja kakek aneh
yang melarikan Pendekar Blo'on itu berlalu. Mun-
cullah dua sosok bayangan. Yang satu berpakaian
serba putih sedangkan yang satunya lagi berpa-
kaian merah berambut merah. Mereka tidak lain
adalah Malaikat Berambut Api dan Penghulu Si-
luman Kera Putih. Kedua kakek tua ini tiba-tiba
hentikan langkahnya.
"Tadi aku sempat melihat ia berhenti di si-
ni!" seru Barata Surya alias Penghulu Siluman Ke-ra Putih.
Dewana atau yang lebih dikenal dengan ge-
lar Malaikat Berambut Api tidak segera menjawab.
Ia berjalan mondar-mandir di depan Penghulu Si-
luman Kera Putih, sementara cuping hidungnya
kembang kempis seakan mengendus sesuatu.
"Kau tahu siapa orang yang telah melarikan
murid kita tadi?" tanya kakek Dewana. Sorot mata kakek rambut merah ini tampak
tajam berwibawa
juga menyimpan kedongkolan yang sangat.
"Jarang sekali ada tokoh yang memiliki ilmu lari lebih cepat dariku. Aku tidak
dapat menduga siapa dia!" jawab Penghulu Siluman Kera Putih tanpa ragu-ragu.
"Kita berdiri tidak jauh dari Lembah Nirwa-
na. Kau ciumlah bau harum yang semerbak ini.
Lembah itu konon tidak bertuan. Tapi kira-kiranya aku sudah tahu. Siapa orangnya
yang dapat berlari melebihi kecepatan suara dan berjalan di atas kecepatan
angin!" ujar Malaikat Berambut Api.
Wajah si kakek langsung berubah muram.
"Si Bayang Bayang! Itukah yang saudara
maksudkan!" seru Barata Surya dengan mata
mendelik. EMPAT Wajah di depan Barata Surya semakin ber-
tambah muram bahkan terkesan sedih. Seraya ge-
lengkan kepala berulang-ulang.
"Nama itu tidak ubahnya sebuah legenda
yang dipercayai oleh masyarakat banyak. Apakah
Si Bayang Bayang alias si Tangan Biru memang
ada?" tanya Barata Surya.
"Sudah tua begini aku sesungguhnya ma-
lu... aku malu...! Segala yang kumiliki tidak bertambah, berkurang malah. Orang
tua hanya ama- rah dan pikunnya saja yang bertambah. Si Bayang
Bayang memiliki ilmu yang tidak dapat dijajaki.
Dia setengah manusia dan setengah gaib! Satu
yang merisaukan hatiku, apa maksud dan tujuan-
nya menculik murid kita" Padahal anak itu seka-
rang telah kehilangan segala-galanya" Yang lebih
menyedihkan lagi ada kekuatan lain yang menge-
ram dalam dirinya. Kita seharusnya mengenyah-
kan kekuatan asing itu! Tapi bagaimana hal itu
dapat kita lakukan" Suro tidak berada bersama ki-ta!" keluh Malaikat Berambut
Api. "Ya... ini memang merisaukan aku juga.
Bertemu dengan Si Bayang Bayang aku sendiri be-
lum pernah. Apakah manusia setengah gaib itu
benar-benar ada, atau hanya kabar angin saja.
Alangkah memalukan jika kita cuma berpangku
tangan. Menurutmu, saudara. Apakah tidak lebih
baik kita mencari bocah konyol itu di lembah tersebut?""
"Aku dengar batas lembah dijaga ketat oleh
murid-murid Si Bayang Bayang. Selain itu Lembah
Nirwana terlindung tabir gaib berlapis-lapis. Terkecuali sebangsanya Siluman,
manusia seperti aku
tidak mungkin menembusnya!" jelas Malaikat Berambut Api. Yang dalam hal
kesaktian memiliki
derajat tiga atau empat tingkat di atas Penghulu Siluman Kera Putih.
"Lalu...!" tanya Barata Surya sambil ketuk-ketuk keningnya yang ditumbuhi bulu-
bulu halus. "Bodoh! Mengapa menunda-nunda waktu
lagi. Bukankah lebih baik jika kau menyelidik ke dalam lembah itu"!" dengus
Malaikat Berambut Api. Si kakek rambut putih tertawa geli dalam hati.
Dewana menurutnya adalah orang yang mahal se-
nyum. Sikapnya selalu serius, tatapan matanya
berwibawa. Itu mungkin yang membuat tokoh-
tokoh lain baik dari aliran hitam maupun putih
menjadi segan kepadanya. Lain lagi dengan dirinya
yang ugal-ugalan.
"Baiklah, aku mohon saudara mau melin-
dungiku bila sesuatu yang tidak diingini terjadi!"
pesan Penghulu Siluman Kera Putih setengah ber-
gurau. "Buat apa?" sahut Dewana. "Aku muak melihat tampangmu, aku tidak akan
sedih bila kau mampus di lembah itu!" dengus Malaikat Rambut Api. Barata Surya hanya
termonyong-monyong
sebentar. Tiba-tiba ia pejamkan matanya. Sedang-
kan bibir kakek berpakaian putih itu tampak ber-
kemak-kemik. Pyaaar! Sesuatu yang aneh tiba-tiba terjadi pada
kakek siluman kera itu. Tubuhnya tiba-tiba raib
dan berubah menjadi cahaya putih berpedar-
pedar. Cahaya itu kemudian melesat ke arah lem-
bah. Sampai di perbatasan lembah, cahaya putih
itu seakan membentur sebuah tembok hingga
membuatnya membalik. Melesat ke depan lagi,
kemudian membalik lagi. Malaikat Berambut Api
kerutkan keningnya. Sekarang ia baru percaya
bahwa Lembah Nirwana memang dilindungi oleh
tabir gaib sebagaimana pernah diceritakan oleh tokoh-tokoh rimba persilatan di
masa lampau. Ca-
haya putih itu kemudian bergerak mundur dalam
jarak sejauh dua batang tombak. Tidak lama ca-
haya itu bergerak melesat ke depan dengan kece-
patan yang sungguh luar biasa.
Brang! Prak! Prak! Terjadi ledakan disertai dengan terdengar-
nya sesuatu yang pecah. Sinar putih lenyap. Ma-
laikat Berambut Api merasa yakin Barata Surya
sudah mampu menembus tabir gaib yang pertama.
Tapi apa yang terjadi kemudian di tengah-tengah
alam lembah yang terbungkus tabir gaib itu"
Cahaya putih yang merupakan penjelmaan
Penghulu Siluman Kera Putih menjumpai kesuli-
tan lain. Di tengah-tengah alam lembah itu ternya-ta ia mendapati tabir lain
yang lebih kuat dan kokoh. Penghulu Siluman Kera Putih mencoba
menghancurkan tabir gaib kedua. Tetapi walau
pun ia telah mengerahkan lebih dari setengah dari tenaga dalam yang dimilikinya.
Ia tidak kuasa memporak-porandakan tabir gaib kedua.
Ini merupakan suatu pertanda bahwa sia-
papun yang menciptakan tabir gaib yang berlapis-
lapis itu pastilah memiliki ilmu sakti lain yang tidak dimiliki oleh Penghulu
Siluman Kera Putih.
Cahaya putih itu pun akhirnya hanya berputar-
putar di luar tabir gaib kedua.
"Aku harus mempergunakan ilmu
'Menyusup Cahaya'!" pikir Penghulu Siluman Kera Putih yang dalam keadaan
terbungkus sinar tersebut. Dengan cepat sekali ia memusatkan kosentra-
si pada bagian matanya.
Tweeeeng! Walau ia terhalang oleh tabir gaib, tapi tata-
pan matanya mampu menembus ke dasar lembah.
Ternyata selain tabir kedua, masih ada lagi tabir ketiga, keempat dan ke tujuh.
Bukan main, jika Si Bayang Bayang memang benar ada. Beliau pasti
merupakan tokoh sakti yang memiliki kepandaian
di atas sempurna.
"Ini benar-benar sangat luar biasa. Di atas langit masih ada langit! Padahal di
atas atap ru-mahku sudah tidak ada lagi atap yang lain." desis Barata Surya.
"Apa kata Malaikat Berambut Api ji-ka ia melihat kejadian yang aneh ini" Aku
melihat sebuah bangunan sederhana di tengah-tengah
lembah itu. Dan yang di sebelah sana itu, eh... ada gadis-gadis cantik yang
sedang mandi telanjang!"
Sosok yang terbungkus cahaya putih itu kedip-
kedipkan matanya. "Bukan itu yang kumaksud-
kan. Aku harus tahu apakah bocah konyol itu ada
di lembah ini!" Penghulu Siluman Kera Putih kembali memusatkan perhatiannya
dalam pengerahan
ilmu 'Menyusup Cahaya'. "Oho... itu dia! Suro terbaring di atas ranjang bodol!
Kaki dan tangannya dalam keadaan terikat. Siapa yang mengikatnya?"
Barata Surya mencari-cari. "Hhh... aku melihat orang tua, tapi tubuhnya tidak
begitu jelas! Ia seperti bayang-bayang. Inikah orangnya yang berju-
luk Si Bayang Bayang" Apa yang akan dilakukan-
nya terhadap Suro" Eeeh... ia memegang pedang!
Gila...! Awas jika dia sampai berani membunuh
Suro! Aku akan mengerahkan seluruh siluman un-
tuk mencincang tubuhnya!" geram Barata Surya bimbang. Cahaya putih itu kemudian
mondar-mandir di luar dinding tabir kedua. Karena merasa penasaran sekali. Ia
kembali mengerahkan ilmu
'Menyusup Cahaya' untuk melihat kejadian selan-
jutnya. Kakek tua berambut putih tiba-tiba saja
belalakkan matanya lebar-lebar. Ia usap wajahnya
yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Ketika bicara getaran suaranya jelas tidak kuasa
menutupi rasa kejut di hatinya.
"Mengapa di bawah lapisan-lapisan tabir ini tiba-tiba saja diselimuti kabut
tebal" Ilmu
'Menembus Cahaya' yang kumiliki seakan tidak
berguna dan tidak dapat lagi menembus rumah di
tengah lembah. Apa yang akan dilakukan oleh ka-
kek tua yang ujudnya seperti bayang-bayang itu?"
desis Barata Surya. "Aku harus menghajar tabir celaka ini dengan pukulan
'Matahari Rembulan Tidak Bersinar!" Dan cahaya putih itu melesat mundur. Ada
pijaran-pijaran aneh memancar dari ca-
haya itu hingga sinarnya menjadi terang bende-
rang. Namun sebelum kakek sakti itu sempat me-
lepaskan pukulan dahsyat yang dimilikinya tiba-
tiba terdengar suara bisikan gaib sayup-sayup di kejauhan.
"Sudah berani kau menghancurkan tabir
gaib pertama. Sekarang kau hendak berani-
beranian menghancurkan tabir gaib yang kedua!
Cobalah jika kau ingin celaka!"
"Setan!" maki Barata Surya dengan bibir cemberut. "Jangan berani-berani menakuti
aku. Aku datang ke sini hendak menjemput murid kami
yang telah kau culik!" tegas si kakek.
"Jangan banyak bicara! Aku bukan mencu-
liknya, cuma meminjam untuk beberapa waktu
lamanya. Ada oleh-oleh yang akan kuhadiahkan
padanya! Cuma sayang...!" Suara dalam gaib itu tidak melanjutkan ucapannya.
Penghulu Siluman
Kera Putih jadi gelisah.
"Ada apa rupanya" Yang aku tahu muridku
itu sekarang sedang dikuasai pengaruh Ratu Leak, ia juga kehilangan
kesaktiannya! Kami akan berusaha membuatnya sadar. Untuk itu berikan Suro
padaku secepatnya!" perintah Barata Surya setengah memaksa.
"Ha ha ha...! Penghulu Siluman Kera Putih!
Tidak kuragukan kehebatanmu dan ketinggian il-
mu Malaikat Berambut Api. Tapi perlu kau tahu,
Racun Pelumpuh Akal Pelemah Jiwa yang ada da-
lam tubuh muridmu sukar dicari obatnya! Aku se-
karang sedang memerintahkan kedua muridku
untuk mencari Bunga Arum Dalu...!"
"Bunga Arum Dalu?"" seru Barata Surya
kaget. "Bukankah bunga itu dijaga oleh Ular Kepala Empat" Dan letaknya pun sulit
dijangkau ma- nusia." "Memang! Bahkan akan selalu ada korban bila bunga itu diambil. Biasanya
orang yang berani mengambil itulah yang akan jadi korban sebagai
salah satu isyarat penebusan!" jelas suara bisikan tersebut.
"Siapa yang merelakan nyawanya demi me-
nolong muridku?" tanya Barata Surya.
"Salah seorang muridku setelah melihat
keadaan pemuda ajaib ini!"
"Seseorang bersedia merelakan nyawanya
demi kesembuhan orang lain yang baru dikenal-
nya?" desis Penghulu Siluman Kera Putih seakan tidak percaya.
"Berjuang demi keselamatan orang lain se-
mentara orang yang harus ditolong itu baktinya
dibutuhkan oleh manusia banyak, bukanlah sesu-
atu yang buruk. Mereka rela, karena kebaikan itu sangat disukai Tuhan!"
"Biarkan aku yang mencari bunga itu!" pinta Barata Surya merasa terharu.
"Tidak! Muridku akan menjadi kecewa ka-
rena pengalihan tugas. Lagipula kau harus menca-
ri Tanduk Sakti yang sekarang berada di tangan
Mata Iblis!"
"Tanduk sakti apa?" tanya Barata Surya.
"Manusia setengah makhluk bertanduk di
dunia ini hanya Sang Pelucut Segala Ilmu Segala
Daya. Sekarang apakah kau bisa mengerti siapa
kira-kira yang telah mencelakai dan melucuti ilmu muridmu?" tanya suara gaib
itu. Penghulu Siluman Kera Putih menggeram marah. "Sang Pelucut Segala Ilmu
Segala Daya. Tapi kudengar ia berada di kawah perut bumi. Siapa yang
membangkitkan-nya?" tanya kakek rambut putih terheran-heran.
"Seseorang yang menamakan dirinya Ratu
Leak!" "Dia lagi! Aku sama sekali tidak mengenalnya, entah mengapa ia begitu
memusuhi kami. Bahkan dia bermaksud membunuh kami melalui
tangan Suro. Bukan itu saja, tega-teganya mem-
buat ling-lung muridku!" dengus Barata Surya.
"Kukira diantara kalian ada persoalan ter-
tentu yang membuatnya sakit hati. Sudahlah itu
adalah persoalan nanti. Sekarang yang terpenting pergilah ke arah tenggara.
Tanduk itu ada disana!"
jelas suara dalam gaib itu.


Pendekar Bloon 20 Perintah Dari Alam Gaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tunggu dulu!" serga si kakek sambil garuk-garuk kepala.
"Apa lagi?"
"Aku tidak kenal Ratu Leak. Tapi mengapa
ia begitu sangat membenciku?"
"Tidak mungkin ia memusuhimu tanpa se-
bab! Sudahlah, jangan tunda-tunda lagi. Pergilah sekarang atau aku tidak akan
pernah mengembalikan muridmu?"
"Jangan macam-macam, aku bisa mengo-
brak-abrik tempat ini dengan bantuan seluruh si-
luman. Tidak perduli siapa pun kau orangnya!"
ancam Penghulu Siluman Kera Putih.
"Ha ha ha! Dalam keadaan seperti ini kau
masih mau bercanda juga" Benar-benar kau ma-
nusia sinting!" desis suara dari balik tabir gaib tersebut disertai tawa.
Barata Surya merasa harus mengabari Ma-
laikat Berambut Api. Untuk itu ia segera bergerak keluar melalui pecahan tabir
yang telah dihancur-kan pertama tadi. Sampai di luar Dewana ternyata masih
menunggu di tempat semula.
"Bagaimana Penghulu para siluman" Apa-
kah kau sudah menemukan murid kita" Mengapa
terlalu lama sekali?" tanya penghuni pulau Seribu Satu Malam ini bertubi-tubi.
Cahaya putih yang berpedar-pedar itu ke-
mudian tampak mengembang. Lalu terjadi kehan-
curan di sana-sini sekaligus memercikkan bunga
api di udara. Hanya sekali kakek Dewana berke-
dip. Kini Penghulu Siluman Kera Putih sudah be-
rada di depannya.
"Murid kita dalam keadaan gaswat... eh,
gawat maksudku! Aku tidak berjumpa langsung
dengannya...."
Kakek Dewana langsung membentak. "Ba-
gaimana kau tahu keadaan Suro dalam bahaya
sedangkan kau tidak menjumpainya. Apakah kau
sudah gila, Barata Surya?"
"Begini, aku tidak dapat menembus tabir
gaib yang dibuat oleh penghuni lembah itu. Terlalu atos dan terlalu kuat,
kesaktian yang kumiliki tidak mampu menembusnya!"
"Itu menandakan ketidak becusanmu seba-
gai tua bangka yang mau mampus!" sahut Malaikat Berambut Api.
"Bukan begitu. Kalau aku mau berfikir pasti ada jalan. Tapi apa gunanya"
Lagipula kulihat Si Bayang Bayang punya tujuan baik terhadap murid
kita. Terbukti ia mengerahkan dua muridnya un-
tuk mencari Bunga Arum Dalu demi mengembali-
kan kesadaran Suro!" jelas Penghulu Siluman Kera Putih. "Itu sama artinya dengan
penghinaan. Apa yang terjadi menunjukkan ketidak becusan kita
sebagai gurunya. Apakah ini menurutmu tidak
memalukan?" dengus Malaikat Berambut Api.
"Biarkanlah memalukan sedikit asalkan ti-
dak malu-maluin. Ha ha ha...!"
"Dasar tua bangka sinting!" maki kakek Dewana.
Penghulu Siluman Kera Putih terkesan ku-
rang begitu perduli. Ia juga tidak merasa sakit hati mendengar makian Malaikat
Berambut Api. Lagi-
pula siapa yang berani terhadap kakek yang satu
ini" Barata Surya sendiri merasa sungkan pa-
danya. "Lalu sekarang apa yang hendak kau lakukan?" "Aku disuruh mengambil
tanduk sakti milik Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya." sahut Barata Surya.
Malaikat Berambut Api tidak usah dije-
laskan pun sudah mengerti. Pastilah ilmu serta
kesaktian yang dimiliki oleh Pendekar Blo'on su-
dah berhasil dirampas oleh makhluk itu. Dan se-
karang kesaktian itu tersimpan dalam tanduk.
"Jadi kau akan berhadapan dengan Sang
Pelucut Segala Ilmu Segala Daya itu?" tanya kakek Dewana dengan mata mendelik.
"Tidak!" jawab Barata Surya. "Menurut Si Bayang-Bayang, Sang Pelucut Segala Ilmu
Segala Daya telah mati. Mungkin tewas di tangan Mata Iblis aku tidak menanyakannya.
Yang jelas tanduk
makhluk itu sekarang berada di tangan Mata Ib-
lis!" "Mata Iblis!?" seru Malaikat Berambut Api seakan kaget. "Dia manusia bodoh
tapi punya ketinggian ilmu yang sukar dijajaki. Kekuatan ma-
tanya bisa menghancurkan batu karang, membuat
hancur tubuh manusia, membuat pecah pembu-
luh darah yang membuat berantakan otakmu! Un-
tuk apa ia mengambil tanduk Sang Pelucut Segala
Ilmu Segala Daya?"
"Aku tidak tahu!"
"Manusia yang satu itu tidak dapat diang-
gap main-main. Sesuatu yang telah berada di tan-
gannya mustahil bisa pindah ke tangan orang lain.
Terkecuali kau mampu membujuknya atau me-
nempurnya hingga mati!"
"Aku tidak perduli! Jika murid-murid Si
Bayang-Bayang saja rela mengorbankan nyawa
demi menolong Suro yang belum pernah mereka
kenal sebelumnya. Mengapa aku harus takut?"
"Keberanianmu patut kupuji. Tapi ingat,
kau musti berhati-hati Barata Surya! Dia manusia sakti yang ilmunya hampir
setara denganmu!"
"Apakah saudara tidak ikut denganku?"
Malaikat Berambut Api untuk pertama ka-
linya tersenyum. Ketika senyumnya lenyap. Ter-
dengar suaranya yang penuh wibawa. "Adalah sesuatu yang memalukan jika aku
menyertaimu! Aku tidak ingin ada korban di pihak murid Si
Bayang Bayang. Walau pun manusia setengah gaib
itu saat ini tidak mau menjumpai aku. Tidak ada
salahnya jika aku membantu murid-muridnya un-
tuk menghadapi Ular Berkepala Empat. Aku tidak
ingin dua diantara muridnya menjadi korban demi
memenuhi persyaratan mendapatkan Bunga Arum
Dalu!" Maka legalah hati Penghulu Siluman Kera Putih mendengar jawaban kakek
Suro Blondo itu.
Ia kemudian menjura hormat dengan merang-
kapkan kedua tangannya dan sedikit membung-
kukkan kepala. "Sekarang aku mohon diri!" kata Barata Surya. Kakek Dewana anggukkan kepala.
Sekejap kemudian Penghulu Siluman Kera Putih sudah le-
nyap dari pandangan Malaikat Berambut Api.
"Aku pun tidak perlu berlama-lama di sini.
Mudah-mudahan aku masih bisa menyusul mu-
rid-murid Si Bayang Bayang!" batin si kakek berambut merah. Seraya kemudian
dengan menge- rahkan ilmu lari cepat Kilat Bayangan segera me-
ninggalkan tepian lembah Nirwana.
LIMA Sekitar dua puluh tahun yang lalu di bukit
Pembantaian atau yang lebih dikenal dengan nama
Bukit Kegelapan Abadi hampir setiap hari terden-
gar suara tangis yang memilukan. Suara tangis itu hanya malam hari saja tidak
terdengar. Keesokan
harinya apabila matahari telah menampakkan diri
di upuk-upuk timur, maka suara tangis kembali
terdengar. Begitulah yang terjadi hampir sepanjang waktu. Bukit ini hampir
tertutup kabut seutuhnya, baik di musim kemarau atau pun di musim hujan.
Bila dilihat dari dekat ternyata orang yang selalu menangis itu tidak lain
adalah laki-laki berpakaian merah. Di depan laki-laki itu terbaring kaku sosok
perempuan tua yang tidak lain adalah kekasihnya
sendiri. Ternyata perempuan tua itu sudah lama
meninggal, bahkan mungkin sudah sekitar lima
belas tahun yang silam. Bertahun-tahun ia me-
nangis jenazah orang yang dikasihinya. Sehingga
kebutaan matanya pun semakin menjadi-jadi.
"Aku tidak pernah lagi merasakan lapar se-
telah kematianmu, Elang Maut! Tapi mengapa
maut tetap tidak pernah mengembalikan nyawa-
mu! Aku tidak pernah mengenal rupa dunia sejak
aku terlahir ke dunia ini. Pertemuanku denganmu
dulu adalah sebuah karunia Tuhan yang teramat
besar bagiku. Walau pun pertemuan kita sudah
cukup umur. Namun kita sama-sama saling men-
gasihi. Aku tidak mau melihatmu menjadi tulang
belulang seperti di luar sana. Mengapa sekarang
kau tidak mau menjawab pertanyaanku, Elang
Maut" Apakah engkau malu pada arwah-arwah
Pendekar Salindra yang tewas terbantai di sini!
Maut Satu Kaki Seribu itukah yang menyebabkan
kematianmu" Kurasakan tubuhmu tidak menga-
lami luka. Aku pun tidak mencium adanya luka
beracun. Jika pembantai para Pendekar Salindra
itulah yang menyebabkan kematianmu, mengapa
ia tidak muncul ke sini lagi" Padahal akulah yang telah menemukan Sarung Tangan
Sutra Kencana!"
kata kakek baju merah yang apabila malam hari
suka memakai baju warna hitam itu dengan sedih.
Demikianlah kejadian dan kebiasaannya itu
terus berlanjut. Sampai pada suatu saat muncul
Ratu Leak. Perempuan cantik itu memperkenalkan
diri dan berusaha menghibur Satya Gama alias
Mata Iblis. Setabah-tabahnya laki-laki walau pada mulanya tetap teguh memegang
pendiriannya. Tokh luluh juga, Mata Iblis bahkan mulai tertarik mendengar tutur kata Ratu Leak
yang lembut dan
mirip dengan mendiang istrinya.
Ternyata kehadiran Ratu Leak menyimpan
maksud-maksud tertentu. Ia mengincar sarung
tangan Sutra Kencana yang konon memiliki kesak-
tian serta kebal terhadap berbagai jenis racun, tahan api dan tahan senjata
tajam manapun. Untuk membujuk Mata Iblis, Ratu Leak
sengaja berpura-pura menyerahkan tubuhnya
yang mulus itu pada Mata Iblis. Sebagai imbalan
atas semua itu Ratu Leak secara halus meminta
pada Satya Gama agar memberikan sarung tangan
Sutra Kencana. Ternyata Satya Gama menolaknya.
Di luar dugaan Ratu Leak yang sudah merasa di-
kecewakan itu membetot putus kejantanan Mata
Iblis. Dalam keadaan terluka seperti itulah terjadi pertempuran sengit antara
Ratu Leak dan Satya
Gama. Waktu itu Ratu Leak sempat terluka, walau
Mata Iblis menderita luka dalam yang cukup pa-
rah. Sebelum Ratu Leak pergi, ia masih sempat
bicara dengan suaranya yang lantang namun mer-
du. "Satya Gama manusia ceroboh! Barangmu
ini tidak akan kukembalikan, malah akan kujemur
untuk dijadikan pajangan. Kau tidak akan memili-
ki barang lagi terkecuali nanti di suatu saat kelak kau bisa mendapatkan tanduk
sakti yang tumbuh
di atas kepala Sang Pelucut Segala Ilmu Segala
Daya!" dengus perempuan itu.
Sebenarnya apa yang dikatakan Ratu Leak
hanya bahan olok-olok saja. Namun oleh Satya
Gama ditanggapi secara serius.
"Kkk... kau... kau manusia bangsat pulang
pergi! Kembalikan anuku!!" teriak Satya Gama. Ia berusaha mengejar Ratu Leak.
Tetapi karena luka
yang dideritanya cukup parah akhirnya ia jatuh
lagi. Sayup-sayup ia mendengar....
"Anumu tidak akan pernah kembali. Jika
kau menemukan tanduk sakti itu dan mengo-
leskannya dibekas bagian anumu. Ada kemungki-
nan barang yang baru akan tumbuh lagi!" Setelah berkata begitu Ratu Leak
akhirnya meninggalkan
bukit Pembantaian.
Berhari-hari Satya Gama berusaha memu-
lihkan kesehatannya. Setelah luka dalam yang di-
deritanya benar-benar sembuh. Mulai saat itu ia
semakin rajin melatih kedua matanya. Lama kela-
maan kedua matanya itu dapat mengeluarkan ca-
haya menyala bahkan melepaskan sinar maut bagi
lawan-lawannya. Jika pada malam hari ia melatih
matanya, maka pada siang hari ia menangis di de-
pan jenazah isterinya.
"Isteriku, maafkanlah aku. Rohmu pasti me-
lihat, jenazahmu pasti menyaksikan. Gara-gara
aku menghianatimu, aku kehilangan anuku wahai
isteriku. Lebih celaka dan memalukan lagi katanya anuku hendak dijemur dan
dijadikan pajangan
oleh Ratu Leak. Aku maluuuu... jika anuku yang
ada tutupnya itu sampai ditunjukkan ke orang
lain. Dunia bisa mentertawaiku!" desah Satya Ga-ma di tengah-tengah isak
tangisnya. Tiba-tiba saja wajahnya menegang. Matanya yang memutih berputar-
putar. "Isteriku, aku harus membalas rasa malu ini pada Ratu Leak. Tapi sebelum
itu aku harus mencari tanduk sakti yang tumbuh di atas ke-
pala Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya! Tan-
duk itu katanya bisa menumbuhkan anuku yang
telah dibetotnya!" tegas Mata Iblis. Dan apa yang
dilakukan oleh Mata Iblis untuk hari-hari selan-
jutnya adalah melatih matanya yang buta itu hing-ga menjadi sebuah senjata yang
dahsyat dan ber-
bahaya. Suatu ketika Mata Iblis mendengar kabar
terjadi keanehan-keanehan di tanah Sange dari
seorang pelaut yang konon melihat seekor kuda
menyeberang laut. Bagi Mata Iblis apa yang didengarnya itu merupakan sebuah
kejadian yang san-
gat langka dan jarang sekali terjadi. Mana mung-
kin ada kuda yang tingginya sampai menjulang
tinggi ke langit" Apalagi dapat menyeberangi lautan. Merasa penasaran akhirnya
Mata Iblis be- rangkat ke Sange juga. Sampai di sana ia menjadi kaget karena tidak ada satupun
manusia yang di-jumpainya. Barulah setelah dua hari, ia bertemu
dengan Manusia Topeng.
Kini Mata Iblis tokoh yang tidak punya pen-
dirian tetap itu berhenti di antara dua bukit batu.
Tanduk sakti di tangan diperhatikannya
dengan seksama. Seperti telah sama kita ketahui
tanduk sakti itu dirampasnya dari tangan Manusia Topeng yang telah mengalahkan


Pendekar Bloon 20 Perintah Dari Alam Gaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya. Untuk lebih jelasnya (da-
lam episode Nagari Batas Ajal).
"Aku buta mana mungkin kuketahui ba-
gaimana rupa dan warna tanduk sakti ini!" gerutu Mata Iblis. "Aku harus mencari
tempat terlindung untuk menumbuhkan kembali anuku yang dirampas Ratu Leak!
Mudah-mudahan Ratu keparat itu
tidak membobongiku! Tidak punya anu rasanya
kurang srek. Jalanku jadi tidak seimbang dan ke-
pala mau nyungsep saja. Kurasa karena tidak ada
pemberat di bagian bawah. Ahk, celaka sekali jadi laki-laki! Apalagi jika anuku
tidak bisa tumbuh la-gi selama-lamanya!" Mata Iblis menggumam lirih.
Ia kemudian pasang pendengaran baik-baik. Sete-
lah memastikan tidak ada orang lain disekitar
tempat itu akhirnya ia pun melompat di balik batu setinggi dirinya. Celana
hitamnya langsung ia tarik ke bawah. Ia raba-raba bagian bawah perutnya
yang ditumbuhi hutan lebat. Matanya yang buta
berkedip-kedip.
"Keadaannya subur sekali, cuma bagian
agak lebih ke bawah licin. Untung tidak ada lu-
mutnya, padahal aku sudah tidak pernah mandi
lagi sejak kematian isteriku." batin Mata Iblis sambil senyum. "Tapi tanduk
sakti ini panas bukan main, Manusia Topeng saja tidak sanggup meme-gangnya.
Tangan orang jelek itu hangus malah.
Kalau bagian pangkalnya kuoleskan ke bekas
anuku apa tidak gosong?" Mata iblis jadi ragu-ragu sejenak. Ia lalu raba bagian
pangkal tanduk. Ternyata bagian ujung pangkal tidak panas. Dengan
hati-hati Mata Iblis mengoleskan pangkal tanduk
sakti tersebut ke bagian bekas anunya.
Sret! Sret! Setelah diolesi dengan pangkal tanduk yang
agak licin bercampur sumsum, Mata Iblis me-
nunggu sejenak. Kira-kira dua menit kemudian ia
mengolesi lagi bagian anunya. Ia menunggu sambil merasakan adanya perubahan.
Setelah itu ia raba
bagian bekas anunya.
"Celaka!" Mengapa tidak mau tumbuh ju-
ga?" desis si kakek setengah pikun ini dengan heran. Seraya kemudian
menggosokkan pangkal
tanduk sakti berulang-ulang. Namun sampai begi-
tu lama tidak ada perubahan yang terjadi. "Ratu Leak telah membohongiku! Apa aku
harus memasang tanduk ini di bekas bagian anuku" Hu hu hu!
Sungguh memalukan sekali. Aku maluuuu... ba-
gaimana kata orang-orang! Anunya manusia mana
ada yang runcing seperti tanduk!" Saking gelisah-nya Mata Iblis kembali
mengoles-oleskan pangkal
tanduk ke bagian anunya. Karena perubahan yang
diharap tidak kunjung datang juga. Maka rasa pu-
tus asa dan malu membuatnya marah.
"Ini adalah pemborosan waktu yang sia-sia!"
maki Mata Iblis setengah berteriak. Ia mondar-
mandir dalam bingungnya, hingga ia pun lupa
bahwa celananya belum ditariknya ke atas. Dalam
keadaan seperti itulah tiba-tiba terdengar suara seseorang.
"Kucari kemana-mana, tidak tahunya kau
ngumpet (sembunyi) di sini! Ha ha ha!"
"Kau...!" desis Mata Iblis. Saking kagetnya ia semakin lupa untuk menutup
auratnya yang tidak
beranu lagi. "Ya... aku, Mata Iblis! Ha ha ha! Keadaanmu sungguh menggelikan sekali. Lucu...
lucu...! Ternyata kau tidak memiliki barang, Mata Iblis! Terbang kemana kau
punya burung" Sekarang kau
masih mau akal-akalan dengan memasang tanduk
itu di bekas anumu" Kalau kau bukan orang gila,
tentu kau orang sinting! Tanduk mana bisa dis-
amakan dengan anu! Ah, apakah kau hendak ka-
win lagi" Eling, umurmu sudah bau kubur, tulang
belulangmu sudah mau hancur. Lagipula kalau
kau kawin binimu bisa mampus diseruduk tan-
duk. Mata Iblis, pergunakan akal sehat jika kau
masih punya akal! Tanduk sakti itu menyimpan
kesaktian Pendekar Blo'on, Dewi Kerudung Putih
dan Si Buta Mata Kejora! Tega-teganya kau mema-
sangnya di tempat bekas anumu! Apa kau kira
tanduk itu anunya isterimu?" bentak orang yang baru datang yang tidak lain
adalah Manusia Topeng. Hanya sekejap saja Mata iblis tampak terkejut. Beberapa
saat kemudian ia menggeram sinis.
"Bangsat! Tidak henti-hentinya kau meng-
gangguku. Untuk apa kau menyusul kemari, apa-
kah ingin mempermalukan aku?" bentak Mata Iblis marah. "Kau sudah malu karena
kehilangan anumu, mana aku tega mempermalukanmu dua kali!
Coba kau katakan padaku siapa yang telah mem-
buat kau kehilangan barangmu?" tanya Manusia Topeng. Dan wajah di balik topeng
tampak berusaha menahan senyumnya.
Mata Iblis terdiam cukup lama. Ia kelihatan raguragu untuk mengatakan yang
sebenarnya. Hingga
Manusia Topeng menengadahkan wajahnya yang
tertutup topeng itu ke langit. Lalu ia bicara seperti orang yang sedang
bersyair. Manusia adalah tempatnya salah
Banyak orang berlagak lurus walau pun ta-
hu dirinya bersalah
Manusia bersandiwara dengan sesamanya
Orang-orang menutupi kekurangannya den-
gan topeng Mengapa topeng tidak ditanggalkan
Pedang Keadilan 1 Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Hoa San Lun Kiam Karya Chin Yung Pedang Medali Naga 10
^