Pencarian

Kalung Keramat Warisan Iblis 3

Pendekar Gila 13 Kalung Keramat Warisan Iblis Bagian 3


terbakar. Sena mundur beberapa langkah dan memandangi lima tubuh tak dikenal. Rupanya
merekalah penyerang Sena tadi. Ketika senjatanya hancur oleh serangan balik
Sena, pemiliknya pun terbakar dan mati.
Pendekar Gila menarik napas panjang-panjang
sambil menggaruk-garuk kepala.
"Antek-antek Rekso lagi. Orang-orang ini sudah
dirasuki ilmu setan Rekso, hingga menjadi buas dan
tak memiliki perasaan lagi," gumam Sena pada diri
sendiri. Sementara itu hari mulai gelap. Sena kembali
melanjutkan perjalanannya untuk memenuhi tantan-
gan Rekso Bagaspati sekaligus menyelamatkan Sekarsari. Angin berhembus kencang
menerpa wajah Sena
yang makin tegang dan keras. Tak ada senyum sedikit
pun di bibirnya. Dia hanya memikirkan bagaimana cara melenyapkan Rekso
Bagaspati, manusia setengah
setan itu. *** Di dalam goa tempat Rekso Bagaspati bermukim tampak sedang diadakan pesta
menyambut keberhasilan Rekso Bagaspati membawa Sekarsari. Pesta
berlangsung cukup meriah.
Lima gadis berpakaian minim sedang menari.
Tariannya sangat erotis dan berbau mesum. Sedangkan Ronggo Lawe dan beberapa
orang lain asyik berpasangan dengan wanita-wanita muda yang hanya mengenakan
kain panjang dan penutup dada tipis berwarna hitam.
Tingkah laku anak buah Rekso Bagaspati sudah tak karuan. Hampir di setiap sudut
pasangan lelaki dan wanita bergumul dan bercumbu secara bebas.
Sedangkan Rekso Bagaspati yang sedang menikmati
tarian erotis, ditemani oleh empat wanita muda yang
berpakaian minim juga. Tubuh setengah tiduran, sementara empat wanita itu
mengerumuninya. Sebentarsebentar dia merangkul dan menciumi wanita-wanita
itu dengan rakus sambil sesekali meneguk arak.
Di tengah-tengah arena tari terdapat semacam
sumur berisi darah manusia yang telah menjadi tumbal ilmu setan Rekso Bagaspati.
Di sebelah kanan terlihat Sekarsari telentang dengan kedua tangan dan kaki
terikat. Pakaiannya sudah tampak lusuh dan terkoyak-koyak.
Tarian terus berjalan hingga tengah malam. Se-
bagian dari mereka sudah mabuk, namun tarian makin erotis dan berani. Orang-
orang yang bermesraan
sudah tak menghiraukan lagi tarian itu. Mereka asyik
bergumul di kamar-kamar goa yang beralaskan dedaunan kering.
Rekso Bagaspati mendekati Sekarsari yang makin lemah keadaannya.
"Kau ternyata amat cantik dan menawan, Sekar...," ucap Rekso Bagaspati sambil
menggerakkan tangannya ke tubuh Sekarsari. Kemudian dengan rakus leher Sekarsari diciuminya.
Sekar yang tidak bisa berbuat apa-apa lagi
hanya pasrah dalam tangis.
"He he he.... Kalau kau menangis, aku makin
bernafsu untuk segera menikmati tubuhmu yang kenyal ini. He he he...! Tapi belum
saatnya. Ha ha ha...!"
Kembali Rekso Bagaspati menggerayangi tubuh
Sekarsari, hingga wanita cantik itu menggelinjang.
"Phuih!" Sekarsari meludahi wajah Rekso Bagaspati.
Orang yang diludahi tidak marah. Tangannya
malah kian ganas menggerayangi tubuh Sekarsari
membuat wanita itu terus menggelinjang.
"Auw...!"
Sekarsari memekik tertahan dan berusaha berontak, namun sia-sia. Rekso Bagaspati
yang makin bernafsu menahan tubuh Sekarsari agar tidak bergerak, dan dia mulai menciumi
tubuh Sekarsari sepuas
puasnya. "Oh, Gusti. Beri aku kekuatan. Aku bersumpah
akan mencincang tubuh manusia laknat ini," rintih
Sekarsari dalam hati.
Tiba-tiba bahu Rekso Bagaspati ditepuk seseorang dari belakang. Rekso Bagaspati
tersentak dan langsung berbalik.
"Bangsat! Ada apa..."!" bentak Rekso Bagaspati
dengan mata melotot Ternyata Ronggo Lawe yang menepuknya.
"Pendekar Gila telah masuk perangkap kita
Ayah," lapor Ronggo Lawe pada Rekso Bagaspati
"Ha ha ha.... Sebentar lagi Pendekar Gila akan
mampus! Ronggo, kau habisi pemuda gila itu. Jangan
sampai gagal. Cepat!" perintah Rekso Bagaspati.
Ronggo Lawe segera berlalu dengan wajah yang
terlihat setengah mabuk.
Setelah Ronggo Lawe tidak terlihat lagi, Rekso
Bagaspati kembali melirik Sekarsari.
"Kau masih akan kusimpan untuk nanti. Setelah Pendekar Gila mampus, aku baru
akan menikmati tubuhmu yang bahenol ini. Ha ha ha...!" kata Rekso
Bagaspati. Kemudian dia berlalu sambil terus tertawa
tergelak-gelak.
*** Sesosok bayangan hitam berkelebat di antara
pepohonan hutan belantara. Malam mulai akan berganti pagi. Saat itu suasana di
sekitar sarang Resi Bagaspati tampak sepi. Bayangan hitam itu terus melesat
bagai anak panah yang dilepas dari busurnya. Sesekali
bayangan hitam itu berhenti sebentar, sepertinya mengamati keadaan di sekelilingnya. Setelah itu dia
kembali melesat cepat bagai terbang.
Ketika sosok bayangan itu menubruk salah satu ranting pohon beringin, melesatlah
bambu-bambu runcing ke tubuhnya.
Zing! Zing..! Rupanya orang itu memilik panca indera keenam yang kuat serta ilmu yang tinggi.
Hanya dalam waktu singkat, dia dapat mengelak dari hunjaman je-
bakan itu. "Keparat! Rupanya hutan ini banyak perangkap! Aku harus lebih waspada" dengus
orang itu. Lalu
tubuhnya kembali melesat bagai anak panah. Orang
itu terus ke arah goa tempat tinggal Rekso Bagaspati.
Orang itu tak lain Pendekar Gila.
Sena mengamati tempat itu, dan merasakan
keganjilan dengan indera keenamnya yang begitu tajam. Pendekar Gila menggaruk-
garuk kepala. "Hm.... Rupanya Rekso ingin menjebakku. Dan
dia tahu kalau aku ingin datang lebih awal dari rencana dalam surat itu...,"
gumam Sena lirih.
Selesai berpikir, Sena cepat melesat ke arah jalan menuju kediaman Rekso
Bagaspati. Namun tibatiba saja dua buah senjata rahasia berupa bintang sebesar
piring kecil meluncur ke arah Pendekar Gila.
Swing! Swing! "Heaaat...!"
Sena melejit dengan bersalto ke udara, dibarengi hentakan tangan kanannya ke
arah senjata rahasia
tadi. Selarik sinar keperakan langsung menghantam
senjata-senjata itu.
Wesss! Senjata itu berbalik arah dan....
"Aaa...!"
Lengkingan dari dua orang pembokongnya
membuat Sena tertawa di udara. Setelah itu tubuhnya
kembali mendarat ke tanah.
Tak lama berselang, muncul makhluk-makhluk
aneh dari berbagai penjuru, Sena kaget. Dia segera
mengerahkan ilmunya. Ditariknya napas dalam-dalam
dan mulai siap menyerang.
Makhluk-makhluk ini tak boleh diberi hati. Aku
harus segera membereskan mereka! Tekad Sena dalam
hari. Langsung saja Pendekar Gila melancarkan seran-
gan jarak jauh. Kembali selarik sinar keperakan meluncur dari kedua telapak
tangannya, lalu menghantam makhluk-makhluk aneh itu.
Blarrr! Makhluk-makhluk itu terbakar oleh pukulan
'Inti Api' yang digabung dengan 'Inti Bayu'. Tubuh mereka kemudian meleleh bagai
lilin, dan akhirnya menjadi abu.
Bersamaan dengan itu angin kencang menyapu
tubuh Pendekar Gila. Dia menahan dengan menggerakkan kedua tangannya ke depan.
"Hm.... Asap ini mengandung racun. Bangsat...!" geramnya.
Sena segera mengeluarkan ajian 'Pelebur Racun' disertai ilmu 'Si Gila Membelah
Angkasa'. Maka terjadilah perang yang dahsyat antara ilmu Pendekar
Gila dengan ilmu Ronggo Lawe yang belum menampakkan diri
Darrr! Ledakan dahsyat terjadi setelah sinar keperakan beradu dengan sinar merah
kebiru-biruan. Bersamaan dengan itu sesosok tubuh yang dikenal sebagai Ronggo
Lawe muncul. Dengan beringas dia langsung menyerang Pendekar Gila.
Serangkaian angin menyapu ganas ke arah Sena. Sena segera mengelak dengan
memiringkan tubuhnya ke belakang, disusul oleh tendangan kaki kanannya ke dada
Ronggo Lawe, sambil bersalto ke belakang. Ronggo Lawe tahu akan serangan itu.
Dia sigap mengelak dengan melompat setombak ke belakang.
Pada saat itulah, Pendekar Gila dengan gerakan yang
sukar diikuti mata, melesat ke arah Ronggo Lawe dengan dua pukulan hebat.
Duk! Duk! "Akh...! Hukh...!"
"Akh...! Hukh...!"
Tubuh Ronggo Lawe terpental tiga tombak. Mulutnya kini menyemburkan darah
kental. Matanya melotot garang.
"Kau tak akan bisa lolos, Pendekar Gila!
Heaaa...!" bentaknya seraya bangkit untuk menyerang
kembali. 8 Sena berkelebat menghindari serangan Ronggo
Lawe yang mulai tak terarah serta penuh emosi. Seraya cengengesan, Sena menepuk
kedua tangannya lalu mengejek Ronggo Lawe.
"Ha ha ha.... Manusia jelek! Kau ini berkelahi
seperti orang mabuk! Mana bisa melawanku...."
Ronggo Lawe sekali lagi melancarkan serangan
ke arah Pendekar Gila. Dia membuat gerakan aneh.
Kedua kakinya melebar agak ditekuk. Kedua tangannya pun direntangkan ke atas.
Kemudian tubuhnya
melompat dibarengi dengan teriakan nyaring.
"Heaaa...!"
Pendekar Gila yang sudah siap, segera memapaki serangan itu dengan tenaga
dalamnya yang sempurna. Sena juga melompat ke udara. Dan terjadilah
pertarungan di udara beberapa saat. Keduanya saling
pukul dan tangkis. Namun dengan cerdik Sena dapat
menyarangkan pukulannya ke dada Ronggo Lawe.
Blasss! "Aaa... ukh!" pekik Ronggo Lawe. Tubuhnya
terpental cukup jauh, lalu menimpa tanah.
Namun begitu Ronggo Lawe masih kuat bangkit. Sesaat Ronggo Lawe tampak
mengumpulkan kembali tenaga dalamnya. Dan....
"Heaaa...!"
Serangan Ronggo Lawe kini terarah kembali.
Hampir saja rusuk Sena tersodok oleh jarinya yang
menegang. Namun Sena yang memang sudah tahu
akan serangan itu segera membalas sambil meloncat,
dia melepas tendangan kaki kanan, disusul tendangan
kaki kiri. Des! Des! Tendangan Pendekar Gila tepat mengenai rahang dan dada Ronggo Lawe. Tak pelak
lagi tubuh Ronggo Lawe terhuyung hebat lima tombak ke belakang. Sena yang melihat Ronggo
Lawe mulai goyah,
kembali menyerang dengan tendangan dan pukulan
bertubi-tubi. Hingga akhirnya Ronggo Lawe menyerah.
"Di mana Rekso"! Katakan cepat! Atau kupatahkan lehermu," bentak Sena.
"Aku... aku... ti... tidak tahu," jawab Ronggo
Lawe lemah. Dadanya sudah hangus terbakar.
"Rupanya kau lebih suka mati!" Sena tak berniat memberi ampun lagi. Dia
mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, hendak menghantam kepala
Ronggo Lawe. Tapi....
"Tunggu...!" seru Ronggo Lawe.
Sena mengurungkan niatnya.
"Dia... dia ada di goa itu...!" kata Ronggo Lawe
dengan suara yang sudah makin melemah.
"Arah mana" Cepat katakan...!"
"Sana...," jawabnya singkat sambil menunjuk
ke arah utara. Selesai memberi tahu, Ronggo Lawe menghembuskan napas terakhirnya.
Sena mencampakkan tubuh Ronggo Lawe ke
tanah. Lalu tubuhnya melesat cepat dari tempat itu.
Sena memasuki hutan belantara yang makin
angker. Pepohonan besar mengelilingi daerah itu. Se-
sekali tubuhnya melenting ke udara, bila dirasanya
ada jebakan-jebakan yang mematikan di depan.
"Setan belang. Rupanya di sekitar tempat ini
banyak perangkap yang sangat berbahaya...," rutuk
Sena. Saat itu langit sudah membiru, tanda sang
Surya sebentar lagi akan muncul menerangi bumi. Sena kini sudah masuk ke dalam
sarang Rekso Bagaspati
dengan ilmu menghilangnya. Ajian 'Tanpa Wujud'. Tubuhnya menembus dinding goa
yang angker. Ketika
Sena keluar, dia telah berada di ruang yang hanya diterangi oleh satu obor besar
di dinding goa itu.
Sementara itu Rekso Bagaspati sedang tidur
nyenyak. Tampaknya manusia iblis itu kelelahan karena telah mencumbu empat
wanita muda semalam suntuk. Dan dia merasa yakin kalau Pendekar Gila akan
dapat diringkus oleh Ronggo Lawe dan anak buahnya.
Paling tidak musuhnya itu akan terganyang oleh jebakan-jebakannya. Maka dalam
dirinya tak ada rasa curiga sedikit pun. Padahal Sena sudah berada di dalam
sarangnya. Sena memasuki ruangan lain. Dengan ilmu meringankan tubuh dia berjalan ringan,
hingga seperti melayang. Dilewatinya lorong yang lebarnya satu meter. Di kanan dan kirinya
banyak pintu-pintu. Sena
berhenti sejenak untuk memeriksa pintu-pintu itu. Dalam sekejap dia dapat
membuka salah satu pintu.
Dilihatnya seorang lelaki dan dua wanita dalam
keadaan bugil bagai bayi-bayi yang tidur dengan pulas.
Mereka saling peluk.
Sena menarik napas panjang dan segera keluar.
Dia menggelengkan kepala dan cengengesan, lalu


Pendekar Gila 13 Kalung Keramat Warisan Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggaruk-garuk kepalanya sambil melangkah ke pintu lain. Kamar lain pun tak
jauh berbeda dengan kamar tadi. Hanya di kamar yang ke sekian, terlihat seo-
rang wanita muda cantik telentang dalam keadaan bugil. Dia dirangkul oleh dua
orang lelaki berparas buruk. Kembali Sena menarik napas panjang dan bergumam
lirih. "Edan! Edan...! Dunia sudah edan! Terkutuklah
kalian, Manusia-manusia Bejat!"
Semua yang dilihat Sena itu tak lain orangorang yang telah terkena ilmu sihir
dan pengaruh setan Rekso Bagaspati. Sengaja mereka dibuat menjadi
lupa diri dan tidak mempunyai perasaan.
Sena terus menyelidiki ruangan demi ruangan
sambil mencari Sekarsari. Ketika Sena memasuki sebuah ruangan yang luas, matanya
melihat Sekarsari
dalam keadaan yang menyedihkan sekali. Sena membelalakkan mata.
"Ya, Gusti!" desahnya.
Cepat Sena melompat dan melepas ikatannya.
Di ruangan itu berserakan empat pasang pria dan wanita yang juga dalam keadaan
bugil. Mereka saling tindih, menjijikkan. Sena segera menyadarkan Sekarsari
yang tampaknya pingsan karena kelaparan dan kehausan.
"Sekar.... Sekar, sadarlah...," suara Sena seperti
berbisik di telinga Sekarsari.
"Akh...!" pekik Sekarsari tiba-tiba.
Sena cepat menutup mulutnya.
"Ssst...," cegah Sena seraya memberi isyarat.
Sekar masih belum sadar betul. Ia hanya terpaku melihat Sena. Dia seperti tak
percaya. Namun setelah Sena memegang pipinya dan dia pun memegang tangan
Sena perlahan, barulah Sekarsari yakin kalau orang di
depannya adalah Sena.
"Oh, Sena...," keluh Sekarsari, serak dari lirih
sekali. Dipeluknya Sena erat-erat "Terima kasih. Dengan apa aku harus membalas
semua ini...?"
"Ssst... Sebaiknya kita cepat pergi. Kita tak
akan dapat melawan Rekso di dalam tempat ini."
Selesai berkata begitu, cepat Sena membopong
tubuh Sekarsari yang masih belum pulih benar. Tubuh
Sena melesat menembus dinding goa.
*** Setelah Sekarsari sudah pulih betul tenaganya,
Sena segera mengajak Sekarsari pergi dari tempat itu.
Namun tiba-tiba muncul seseorang menghadang mereka. Bagaikan burung elang turun
dari udara, orang itu
menjejak tanah di depan Sekarsari dan Sena.
Sena mengernyitkan kening ketika orang itu
makin jelas di matanya.
"Kau..."!" gumam Sena sambil menunjuk orang
yang berdiri dengan tegap. Orang yang kini berdiri di
hadapan Sena dan Sekar adalah lelaki bercaping yang
pernah bentrok dengan Sena beberapa waktu lalu.
"Kau kaget melihatku, Pendekar Muda?" tanya
lelaki bercaping dengan suara berat.
Sekarsari yang mendengar suara lelaki bercaping itu menjadi berkerut keningnya.
Matanya menatap
tajam pada lelaki bercaping itu.
"Siapa kau, Kisanak" Aku sepertinya mengenai
suaramu," tanya Sekarsari pada lelaki bercaping itu.
"Ha ha ha... Cah ayu ini rupanya masih ingat
dengan suaraku. Bagus, bagus...," sahut lelaki bercaping sambil mengusap-usap
dagunya. Sekarsari makin penasaran. Kakinya melangkah lebih dekat ke depan sambil terus
menatap lelaki bercaping itu. Sena jadi agak bingung.
"Kau mengenalnya...?" tanya Sena pada Sekarsari
Sekarsari tak menjawab. Dia hanya meman-
dangi lelaki di depannya.
"Kalau kau mengenalku, tunjukkan wajahmu.
Atau aku yang harus membuka caping itu dengan
paksa...," ucap Sekarsari seraya bergerak hendak
menggapai caping lelaki itu. Namun belum lagi tangan
Sekarsari sampai, entah kapan lelaki itu menggerakkan tangannya. Dan tahu-tahu
tangan Sekarsari telah
dicengkeramnya.
"He he he.... Cah ayu ini memang nakal. Minta
dihajar, ya"!"
Sekarsari yang mulai ingat pada suara itu serta
panggilan cah ayu, mendadak berubah. Kalau tadi wajah Sekarsari garang dan
sinis, kini menjadi cerah lalu
dengan gerakan silat yang indah, dilepasnya cengkeraman tangan lelaki bercaping
itu. Disusul dengan gerakan tangan kanannya yang menyambar caping itu.
Entah kenapa lelaki bercaping itu seakan
membiarkan Sekarsari menyerangnya. Lelaki itu hanya
menangkis dengan lemah serangan Sekarsari.
Setelah caping itu terlepas dan berpindah di
tangan Sekarsari, wajah lelaki tua berambut panjang
itu terlihat jelas. Dialah Ki Kinasih, guru Sekarsari.
Lelaki setengah baya itu memiliki ilmu silat
yang cukup tinggi. Itu terlihat dari sorot matanya. Wajahnya menunjukkkan
kesabaran. Pembawaannya tenang. Namun cukup tegas bila menghadapi sesuatu
persoalan. Dan dia sangat menyayangi Sekarsari.
Sena mengerutkan kening, lalu menggarukgaruk kepala ketika melihat Sekarsari
langsung memeluk, kemudian bersujud pada lelaki tua yang gagah itu.
Lelaki itu memegang bahu Sekarsari dan membawanya
berdiri. "Kau adalah muridku satu-satunya, Cah Ayu.
Eyang sangat khawatir akan keselamatanmu...," ucap
Ki Kinasih dengan penuh kasih pada Sekarsari.
"Saya mohon ampun telah pergi tanpa memberi
tahu Eyang. Hukumlah saya, Eyang...," ucap Sekarsari
dengan menunduk dalam.
"He he he.... Siapa yang mau menghukum mu,
Cah Ayu.... Eyang malah bangga mempunyai murid
walau seorang wanita, tapi pemberani. Eyang sebenarnya sudah tahu rencanamu. He
he he...."
Sekarsari tampak gembira. Dia kembali bersujud, kemudian menjelaskan pada Ki
Kinasih siapa Sena sebenarnya. Sekarsari menceritakan semuanya tentang kebaikan
Sena. Lelaki tua yang gagah itu mengangguk-angguk sambil memegangi jenggot
putihnya yang panjang. "Eyang juga sudah pernah bertemu dengan pemuda gagah ini, Cah Ayu. Malah Eyang
sempat bentrok dengannya...," tutur Ki Kinasih.
"Jadi Eyang pernah berkelahi dengan Sena..."!"
tanya Sekarsari kaget. Sekarsari menoleh ke arah Sena
yang menggaruk-garuk kepala sambil cengar-cengir.
"Rupanya kita hanya salah paham. Pemuda gagah ini mengira aku ini Rekso! He he
he.... Sudahlah.
Yang penting persoalanmu sekarang sudah jelas. Nah
kita tidak boleh lama-lama di tempat terpuruk ini. Ayo
kita bicara kan soal Rekso di tempat lain...," ajak Ki
Kinasih, begitu berwibawa dan tegas. Selesai bicara,
mereka cepat pergi dari tempat itu.
Sementara itu Rekso Bagaspati terbangun. Dia
merasakan sesuatu yang tak beres. Matanya mendadak melotot lebar dan merah.
"Ghrrr....!" Rekso Bagaspati menggeram bagai
harimau. Tiba-tiba goa di mana dia berada berguncang
keras bagai gempa bumi. "Setan alas....! Siapa yang berani menggangguku di pagi
buta ini..."!"
Rekso Bagaspati cepat mengenakan jubahnya
dan memakai kalung keramat ke lehernya. Dilihatnya
sejenak keempat wanita muda yang masih tertidur dalam keadaan bugil. Lalu Rekso
Bagaspati melangkah
keluar dari kamar maksiat itu. Alangkah terkejutnya
dia ketika melihat Sekarsari tak ada di ruang penyiksaan.
"Kurang ajar...! Kenapa bisa terjadi"! Pasti ini
perbuatan pemuda gila itu!" geram Rekso Bagaspati.
Kemudian dia melompat keluar dari goa itu dengan
kemarahan meluap-luap.
Sementara itu di suatu tempat, tak jauh dari
kediaman Rekso Bagaspati, Sena, Sekarsari dan Ki Kinasih sedang menunggu
kedatangan Rekso Bagaspati.
Sena dan Sekarsari berada di depan, sedangkan Ki Kinasih di belakang mereka.
"Ingat, Sekar. Kau harus dapat mengambil kalung itu, begitu ada kesempatan. Biar
Sena mengacaukan perhatiannya. Dan aku menunggu kesempatan
untuk menghabisi manusia iblis itu," ucap Ki Kinasih
tegas pada Sekarsari.
"Baik, Eyang," jawab Sekarsari singkat. Lalu
matanya melirik Sena.
Angin kencang tiba-tiba menerpa mereka disusul dengan erangan aneh memecah
kesunyian pagi buta itu. Disusul dengan tawa yang menggelegar.
"Ha ha ha...! Kalian manusia-manusia mencari
mampus! Ha ha ha...!"
Sena cepat memejamkan matanya. Kemudian
dengan gerakan cepat, kedua tangannya diangkat ke
atas diselingi gerakan seperti menari. Dengan cepat
pula Sena melancarkan pukulan 'Tamparan Sukma'
yang dahsyat. Blarrr...! Pukulan Sena tepat mengenai raga Rekso Bagaspati yang tak terlihat itu.
"Aaa...!"
Pekikan panjang bergema. Seketika itu juga
wujud Rekso muncul. Tubuhnya terhuyung-huyung
karena terkena pukulan Sena. Sedangkan tangannya
memegangi dada yang luka membiru. Namun manusia
iblis itu bagai memiliki tubuh sekokoh baja. Dia kembali siap untuk menyerang
Sena. "Bangsat! Kau menyerangku sebelum waktu
yang ku tentukan! Terimalah kematianmu, Pemuda Gila...! Heaaat...!"
Blarrr...! Percikan sinar merah menyebar di udara, karena Sena memapaki serangan lawan.
Sena cepat melenting ke udara sambil bersalto, dan mendarat dengan
mantap ketika Rekso Bagaspati menyerangnya lagi.
Rekso Bagaspati yang melihat Sena sudah ada di darat, kembali melancarkan
serangan. Sena pun kembali
mengelak dengan melenting ke udara. Dan kali ini dia
balas menyerang, Kepala Rekso Bagaspati jadi sasaran.
Plak, plak! "Aaargh...!"
Rekso Bagaspati kembali memekik dan mengerang bagai harimau luka. Melihat
keadaan Rekso Bagaspati yang masih terhuyung, Sena kembali menghajarnya dengan
tendangan kaki kanannya yang cukup
keras. "Heaaat..!"
Bukkk! "Aaargh...!"
Tubuh Rekso Bagaspati terpental lima tombak
dengan deras ke belakang. Lalu membentur pepohonan yang tumbuh di sekitar situ.
Sekarsari yang melihat kesempatan itu cepat menyerangnya, tapi Rekso
Bagaspati telah mengetahui. Maka tergoreslah lengan
Sekarsari oleh kuku-kuku Rekso Bagaspati yang tajam.
"Akh...!" pekik Sekarsari.
Melihat itu Sena kembali menyerang. Namun
Rekso Bagaspati melompat mundur. Manusia iblis ini
cukup cerdik juga. Kalau saja dia tidak mundur, niscaya dia akan terkena pukulan
dahsyat Pendekar Gila.
Melihat hal itu, Ki Kinasih dan Sekarsari segera
mengambil kesempatan untuk menyerang Rekso Bagaspati yang sedang didesak Sena.
Guru dan murid itu
melompat bagai terbang menyerang Rekso Bagaspati
yang membelakangi mereka.
"Heaaat..!"
"Hiaaa...!"
Desss! Plakkk! "Ghrrr...!"
Rekso Bagaspati hanya mengerang dan cepat
berbalik sambil balas menyerang ke arah Sekarsari
dan Ki Kinasih. Pukulan Ki Kinasih dan Sekarsari
hanya menimbulkan memar di punggungnya. Sedangkan serangan balik Rekso
Bagaspati, dengan mengibaskan jubah dan cakarannya, kembali mengenai dada
Sekarsari. Sementara Ki Kinasih sempat tergores kuku
tajam Rekso Bagaspati di lengan kirinya.
"Hah"! Kuku itu beracun!" desis Ki Kinasih. Lalu segera Ki Kinasih melompat
mendekati Sekarsari
yang mulai terserang racun kuku Rekso Bagaspati. Keringat mengucur membasahi
kening wanita itu.
"Cah Ayu.... Pusatkan pikiranmu. Eyang akan
mengeluarkan racun itu...," ucap Ki Kinasih setelah
membawa Sekarsari ke tempat yang agak jauh.
Rekso Bagaspati mengejar Ki Kinasih dan Sekarsari. Namun Sena tak sudi
membiarkan lawan pergi
begitu saja. Dia segera melesat memburu Rekso Bagaspati yang masuk ke dalam
hutan. Sena tak menunggu lama lagi, begitu dia melihat Rekso Bagaspati. Cepat
diserangnya manusia iblis
itu dengan pukulan 'Inti Api'. Namun Rekso Bagaspati
yang kebal itu cepat mengelak. Hingga serangan Sena
hanya mengenai pepohonan besar.
Glarrr! Ledakan keras terdengar ketika pukulan Sena
menghantam pohon. Rekso Bagaspati tertawa tergelakgelak. Sementara Sena
menggaruk-garuk kepala, lalu
dengan cepat melesat kembali untuk menyerang Rekso
Bagaspati dengan pukulan beruntun ke arah dada dan
leher lawan dengan gerakan yang lemah gemulai bagai
menari. Namun sebenarnya gerakan itu cepat sekali.
Membuat Rekso Bagaspati kali ini kerepotan mengelak
serangan yang dilancarkan Sena dengan jurus-jurus
dahsyat dan aneh sambil tetap cengengesan.
Plak! Plak! Pukulan Pendekar Gila kali ini masuk dengan
telak ke ulu hati Rekso Bagaspati disusul dengan tendangan kaki kanan Sena yang
dahsyat ke rahang Rekso Bagaspati.
"Aaargkh...!" Rekso Bagaspati memekik keras.
Pendekar Gila tak memberi kesempatan lagi pada.
Rekso Bagaspati yang masih terhuyung tiga tombak ke
belakang sambil memegangi ulu hatinya. Dengan satu
hentakan, tubuhnya meluruk ke arah lawan. Namun
ketika tubuh Sena masih di udara, tiba-tiba Rekso Bagaspati memapaki serangan
itu. Kontan Sena terkejut.
Karena Rekso Bagaspati mengeluarkan ilmu setannya
dengan melancarkan serangan balik yang dahsyat. Dari ujung kukunya keluar dua
larik sinar merah bagai


Pendekar Gila 13 Kalung Keramat Warisan Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anak panah mengarah ke mata Sena. Pendekar Gila
cepat bersalto sambil menyerang balik dengan menghentakkan tangan kanannya untuk
melepas pukulan
'Si Gila Menyibak Mega'. Dan serangan keduanya beradu.
Glarrr...! Ledakan dahsyat kembali terdengar. Bagai sinar matahari, percikan ledakan itu
menerangi hutan di
pagi buta. Ki Kinasih yang sedang menyembuhkan luka
Sekarsari menjadi tersentak. Dia menoleh ke arah suara ledakan itu.
"Mereka mengadu ilmu.... Aku harus membantu Pendekar Gila.... Cah Ayu, kuatkan
dirimu, Eyang segera kembali..."
Selesai bicara pada Sekarsari yang nampak belum pulih dari luka yang diderita,
Ki Kinasih melesat
pergi Pertarungan Pendekar Gila dan Rekso Bagaspati makin seru. Mereka saling adu
ilmu. Pendekar Gila
kini mulai mengeluarkan jurus-jurus saktinya untuk
melawan ilmu setan Rekso Bagaspati yang sulit ditaklukkan, disebabkan kekuatan
yang ada pada kalung dl
lehernya. Sena kini menggunakan ilmu lari 'Sapta Bayu'
untuk mempermainkan Rekso Bagaspati yang mulai
tak terarah serangannya. Sena sengaja menguras dan
membangkitkan amarah Rekso Bagaspati. Hingga
manusia iblis itu makin ceroboh, membuat Sena tertawa-tawa sambil menggaruk-
garuk kepala. "Pendekar Gila...! Kali ini kau akan mampus di
tanganku.... Heaaa!"
Rekso Bagaspati kembali menyerang. Tapi Sena
selalu menghindar sambil sekali-kali melancarkan serangan balik yang membuat
Rekso Bagaspati makin
terdesak Pada saat Rekso Bagaspati mulai goyah, tibatiba Ki Kinasih muncul dengan
melompat lalu menginjak kedua bahunya. Secepat kilat dia menundukkan
kepalanya dan dengan cepat tangan Ki Kinasih menyambar kalung di leher Rekso
Bagaspati. Kalung itu
terlepas. Kini benda pembawa malapetaka itu berada
dalam cengkeraman tangan Ki Kinasih. Namun naas
bagi Ki Kinasih, karena secepat itu pula Rekso Bagaspati mematahkan tangan Ki
Kinasih yang mencengkeram kalung keramat itu.
Krak! "Aaakh...!"
Ki Kinasih menjerit kesakitan. Tangan kanannya putus. Kalung keramat itu
terlepas. Rekso Bagaspati hendak segera mengambilnya. Namun Pendekar
Gila lebih cepat. Dengan kesaktiannya, kalung keramat
itu dapat diamankan, sekaligus meraih tubuh Ki Kinasih. Sena segera membawa
tubuh lelaki tua itu ke
tempat yang aman.
Rekso Bagaspati kini makin murka. Dia mengeluarkan pedang saktinya, lalu segera
mengejar Sena. "Ki, tenanglah di sini. Biar kuhadapi manusia
iblis itu...," ucap Sena. Setelah merebahkan Ki Kinasih
di bawah pohon besar. Sena segera melesat pergi.
Sementara itu, dengan kalap Rekso Bagaspati
menghunus pedang saktinya.
"Akan kucincang kau, Pendekar Gila! Ayo keluar! Hadapi aku secara jantan!" seru
Rekso Bagaspati
penuh amarah. Matanya makin merah membara, bagai
serigala. Pendekar Gila hanya menggaruk-garuk kepala.
Dia kini berdiri di atas cabang pohon menyaksikan
Rekso Bagaspati yang geram.
"Aku di sini, Monyet!" seru Sena sambil memamerkan kalung di tangannya.
Rekso Bagaspati mendongak ke atas. Matanya
melotot garang. Lalu tanpa banyak bicara tubuhnya
melesat ke atas sambil menghunus pedang ke arah
Pendekar Gila yang masih berada di cabang pohon.
Pendekar Gila telah siap menghadapi serangan Rekso
Bagaspati. Rekso Bagaspati tiba-tiba membabat kaki
Sena yang berdiri di cabang pohon. Sena melompat turun sambil bersalto melewati
kepala manusia iblis, itu.
Dan ketika dia berada di belakang Rekso Bagaspati,
dengan cepat Sena menyarangkan pukulan ke punggungnya.
Blasss! "Aaa...!"
Kembali Rekso Bagaspati menjerit panjang. Tubuhnya melayang jatuh ke tanah,
bersamaan dengan
mendaratnya kaki Sena di tanah. Pendekar Gila berdiri
tiga tombak di depan Rekso Bagaspati yang jatuh telentang.
Namun manusia iblis itu masih bisa bangun.
Dia terlihat masih kuat, walaupun kalung keramat itu
tidak lagi ada pada dirinya. Kembali pedang Rekso Bagaspati menyambar kepala
Sena. Sena mengelak dengan merunduk lalu bersalto
dua kali ke belakang. Bagai burung garuda, Pendekar
Gila yang berada di udara menukik dengan kedua tangannya menghantarkan pukulan
jarak jauh ke arah
Rekso Bagaspati.
Rekso Bagaspati mengetahuinya. Dia memapaki
dengan melompat pula sambil membabatkan pedangnya ke arah Sena yang masih dalam
keadaan menukik.
Hampir saja leher Sena tertebas pedang Rekso Bagaspati. Untung pedang itu lebih
dulu menebas cabang
pohon. Hingga Sena masih dapat mengelak sambil melompat turun. Melihat lawannya
mendarat, Rekso cepat menyerang Sena dengan jurus-jurus pedang saktinya.
Swing! Swing! Sabetan pedang yang begitu cepat dan dahsyat
membuat Sena harus melenting ke udara beberapa
kali sambil melancarkan serangan balik yang tak kalah
dahsyatnya. Blar! Blar! Suara beradunya pukulan Pendekar Gila dengan pedang Rekso Bagaspati begitu
keras, sehingga
menyakitkan telinga Ki Kinasih yang berusaha bangkit
sambil memegangi tangan kanannya yang buntung.
Darah terus mengucur keluar. Dengan sedikit sempoyongan, Ki Kinasih mencari
Sekarsari yang ditinggalkannya tadi. Sebentar-sebentar matanya melihat ke
arah Sena yang bertempur dengan Rekso Bagaspati.
Sementara Sekarsari sendiri sudah mulai pulih
tenaganya. Wanita muda itu tampak mengumpulkan
kembali tenaga dalamnya dengan bersemadi beberapa
saat. Dia duduk bersila dengan kedua tangan bersidekap dan mata terpejam.
Sementara Pendekar Gila makin seru bertarung
dengan Rekso Bagaspati. Pedang lelaki iblis itu kini
mengeluarkan sinar biru, sangat menyilaukan mata
Pendekar Gila. Sinar itu bagai ingin membutakan mata
Sena. Maka dengan cepat Pendekar Gila mengeluarkan
pukulan 'Inti Api' yang dirangkai dengan 'Inti Bayu'.
Hingga terjadilah suatu pemandangan yang sangat
aneh. Pedang Rekso Bagaspati terbakar dan mendadak
angin topan dan sinar perak menghantam tubuh Rekso
Bagaspati dengan dahsyat
"Aaa...!"
9 Rekso Bagaspati memekik panjang. Tubuhnya
terpental enam tombak dari tempat semula. Pedang
pun terlepas dari genggamannya. Kemudian tubuhnya
membentur pohon besar.
Bug...! Pohon itu retak, namun tubuh Rekso Bagaspati
tak sedikit pun terluka. Pendekar Gila yang melihat kejadian itu jadi agak heran
dan bertanya-tanya dalam
hati. Edan! Padahal kalung keramat itu ada di tanganku...! Ilmu apa lagi yang
dimiliki manusia laknat ini"
Pada saat Sena sedang berpikir, tiba-tiba Rekso
Bagaspati meloncat bagai seekor harimau menyerang
mangsa. Karuan saja Pendekar Gila kaget. Dengan cepat tubuhnya dimiringkan ke
samping sambil memukulkan tangan kanannya ke iga Rekso Bagaspati.
Desss! "Ukhhh...!"
Rekso Bagaspati mengerang kesakitan. Namun
manusia setengah setan ini tetap saja kuat. Malah dia
makin garang, walaupun kali ini sudah tampak lelah,
sedangkan darah terus meleleh dari mulut dan hidungnya. Anehnya, darah itu bukan
berwarna merah namun kuning kental. Sena yang melihat hal itu yakin
kalau Rekso Bagaspati kali ini bukan manusia lagi melainkan iblis berwujud
manusia! Dan tanpa diduga
oleh Sena, kalung yang diselipkan di pinggangnya telah
berada di tangan Rekso Bagaspati kembali.
"He he he.... Pendekar Gila, ternyata kau kurang jeli. Ha ha ha.... Kini saatnya
kau mampus! Kalung ini akan membunuhmu.... Ha ha ha...!"
Selesai berkata begitu, mata Rekso Bagaspati
kini memancarkan api merah menyala yang tertuju
pada Sena. Sena dengan cepat kembali melenting ke udara,
menghindari semburan api yang keluar dari mata Rekso Bagaspati.
Edan! Dia menggunakan ilmu setan! Rutuk Sena dalam hati sambil terus bersalto di
udara, mengelakkan serangan dahsyat Rekso Bagaspati.
Sedangkan Rekso Bagaspati tak tinggal diam.
Dengan cakaran dan tendangan, dia menyusul ke udara. Kini kedua tokoh sakti itu
bertarung di atas cabang
pohon. Dua pukulan keras Sena bersarang di tubuh Rekso
Bagaspati. Menyusul satu jotosan menghantam rusuknya. Rekso Bagaspati jatuh ke
tanah. Tetapi sebelum menyentuh tanah, tubuhnya terbang kembali untuk menyerang
Sena dengan cakaran dan tendangan
ke dada. Kali ini Pendekar Gila terkena tendangan
Rekso Bagaspati. Sena melompat turun sambil bersalto. Sejenak dadanya yang
terasa sesak diusap. Namun
Sena segera mengumpulkan lagi tenaga dalamnya.
Dengan menghela napas dalam-dalam seraya menggerakkan kedua tangannya ke depan.
Dan dua larik sinar putih kemerahan meluncur cepat lalu menghantam tubuh Rekso
Bagaspati yang baru saja mendarat
Blarrr! Blarrr!
Ledakan keras kembali terdengar. Rekso Bagaspati terpental jauh keluar hutan
dengan dada hangus
"Aaargh...! Setan alas! Kurang ajar kau, Pendekar Gila! Kau tak akan bisa
membunuhku!"
Sena mengejar Rekso Bagaspati yang terhantam pukulannya. Tanpa mereka sadari,
kini keduanya berada di tepi Laut Selatan. Ombak tinggi memburu
menuju pantai, kemudian menerpa tubuh Rekso Bagaspati yang telah berdiri sambil
tertawa terbahakbahak.
Edan! Ilmu apa lagi yang berada dalam tubuh
manusia iblis ini..." Gumam Sena dalam hati sambil
menggaruk-garuk kepala. Pendekar Gila terus mengawasi setiap gerak lawan dengan
sikap waspada. Kudakudanya tertanam kuat di pasir pantai. Pada saat itu
muncul Sekarsari dan Ki Kinasih dari arah barat. Melihat kedatangan mereka,
Rekso Bagaspati tiba-tiba
melayang bagai elang untuk menyambar Sekarsari
yang tidak dalam keadaan siaga penuh. Sambil menyambar Sekarsari, kaki Rekso
Bagaspati menendang
Ki Kinasih. Disusul dengan menghantamkan kalung
maut ke kepala Ki Kinasih.
Ki Kinasih cepat menjatuhkan tubuhnya sambil
berguling ke pasir pantai. Lalu berdiri kembali dengan
memasang kuda-kuda.
Melihat Sekarsari dibawa Rekso Bagaspati ke
atas karang yang menjulang di tepian pantai, Sena cepat bertindak. Dengan ilmu
lari 'Sapta Bayu', Pendekar
Gila berhasil menghadang Rekso Bagaspati yang membopong Sekarsari dalam keadaan
tertotok. "Ha ha ha.... Kalau kau maju selangkah lagi
kubunuh wanita ini!" ancam Rekso Bagaspati pada
Sena yang kini berdiri di hadapannya.
"He he he.... Terserah kau, Manusia Keparat!
Wanita itu tak berguna bagiku... Bunuh saja! Yang
pasti aku akan membunuhmu pula!" pancing Sena
sambil mengejek dengan tingkah laku seperti orang gila.
"Huh! Seharusnya kau sudah mampus di hutan
itu!" bentak Rekso Bagaspati dengan geram. Tanpa
disadari, kegeramannya membuat dia lengah. Kesempatan itu ingin segera
dimanfaatkan Sena.
Sebelum Sena melancarkan serangan, tiba-tiba
Ki Kinasih melenting ke udara untuk menyerang Rekso
Bagaspati dengan tendangan dan pukulan dahsyat
Rekso Bagaspati yang sempat terkejut memapaki serangan lawan dengan tangan
kanannya, lalu tubuhnya melompat ke batu karang yang lain di belakang. Ki Kinasih terus
mengejar. Mau tak mau Rekso
Bagaspati melemparkan tubuh Sekarsari ke pasir. Setelah merasa lebih leluasa,
cepat dihadapinya serangan
lawan. Dua pukulan keras Rekso Bagaspati bersarang
di tubuh Ki Kinasih serta satu cakaran di wajahnya.
Buk! Buk! Cras! "Aaa...!"
Ki Kinasih memekik keras sambil memegangi
wajahnya yang tergores kuku beracun Rekso Bagaspati. Namun Ki Kinasih tak mau
mundur. Kepalang tanggung! Mati pun aku rela demi kebenaran...! Tekad Ki Kinasih dalam
hati. Lelaki itu kembali menyerang Rekso Bagaspati
dengan jurus-jurus ampuhnya. Sementara racun di
wajahnya yang tergores, mulai menjalar sedikit demi
sedikit Cepat atau lambat maut pasti akan merenggutnya. Di lain sisi, Sena
sedang berusaha membuka totokan pada tubuh Sekarsari.
"Kau tetap di sini, biar aku yang membereskan
manusia iblis itu!" cegah Sena ketika Sekar ingin turut
menyerang Rekso begitu terbebas dari totokan.
"Tidak! Aku harus membunuh manusia keparat
itu! Agar dendam ku terkabul...!" sahut Sekar dengan
tegas. Lalu tubuh wanita itu melesat ke arah Rekso
Bagaspati yang sedang mendesak gurunya. Dengan pedangnya, Sekarsari membabat
tubuh Rekso Bagaspati
sambil melompat, sekaligus melancarkan senjata rahasianya dengan menghentakkan


Pendekar Gila 13 Kalung Keramat Warisan Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan kiri. Maka meluncurlah beberapa benda tajam bagai kepala anak
panah. Satu di antara senjata rahasia itu mengenai
kening Rekso Bagaspati. Lelaki iblis itu mengerang keras. Namun dia cepat
mencabut senjata yang menancap di keningnya dan melemparkannya kembali ke
arah Sekarsari.
Sekarsari kelabakan karena serangan balik itu
begitu cepat. Pada saat yang gawat itu, Pendekar Gila
kembali menyelamatkan nyawa Sekarsari. Sena melan-
carkan pukulan jarak jauh ke arah senjata rahasia
yang menuju ke tubuh Sekarsari. Senjata itu hancur
disertai percikan sinar kemerahan.
Mendapat kenyataan itu, Rekso Bagaspati makin marah. Dengan berteriak keras dia
merentangkan kalung keramat di tangannya. Sejenak matanya dipejamkan. Sesaat kemudian,
tubuhnya perlahan berubah menjadi besar bagai raksasa.
"Ilmu setan! Edan....! Sekar! kau harus lebih
berhati-hati....!" seru Sena sambil menggerakkan kedua tangannya untuk
mengumpulkan tenaga dalam.
Sementara itu, Ki Kinasih masih tampak tertunduk
lemah di batu karang. Sebagian tubuhnya bagai terkena percikan ombak. Wajahnya
mulai membiru. Sekar
yang melihat keadaannya menjadi was-was. Segera dia
berlari mendekati Ki Kinasih.
"Eyang... Eyang Guru...," keluh Sekarsari dengan sedih.
"Jangan kau menambah kesedihan dan kepahitan, Cah Ayu. Kuatkan hatimu. Aku yakin
Pendekar Gila akan bisa menumpas Rekso. Untuk itu kau harus
selalu siap membantunya. Jika ada kesempatan, pergunakanlah untuk merebut kalung
itu," pesan Ki Kinasih. "Jangan cengeng! Eyang tak suka punya murid
cengeng." Sekarsari mengangguk. Dipeluknya tubuh Ki
Kinasih. Kemudian dia berdiri dan melesat ke arah
pertarungan kembali.
*** Sekarsari mendaratkan kakinya di pasir. Lalu
segera melabrak Rekso Bagaspati dari arah kanan.
Rekso Bagaspati yang tengah bertarung dengan Sena
sempat melihatnya. Maka dengan cepat Rekso Bagas-
pati yang sudah menjadi raksasa melancarkan pukulan dengan tangan kanannya ke
arah Sekarsari yang
tak menduga sama sekali.
Blarrr! "Aaa...!" pekik Sekarsari panjang.
Tubuh wanita itu terpental lima tombak ke belakang, kemudian membentur karang.
Pada kesempatan itu Sena melancarkan serangan dahsyat bertubitubi ke arah Rekso
Bagaspati. Hingga manusia iblis itu
terdesak dan tubuhnya jatuh ke laut
Namun tubuh raksasa itu kembali bangkit dari
dalam air laut. Pendekar Gila yang sudah mengeluarkan berbagai jurus, namun
belum mampu menghabisi manusia iblis itu, segera melompat dengan bersalto ke
udara. Dilancarkannya serangan dahsyat dengan pukulan-pukulan mematikan ke tubuh
lawan, kemudian menukik.
Rekso Bagaspati dengan tangannya ingin menyambar tubuh Sena yang masih melayang
di udara. Namun Pendekar Gila dengan cepat melenting ke belakang tubuh lawan, dan tusukan
jari tangannya tepat
bersarang di tengkuk Rekso Bagaspati!
"Aaarghhh...!"
Rekso Bagaspati mengamuk sambil mengerang
keras. Bumi terasa bergetar karena erangannya.
Pendekar Gila mendaratkan kakinya di permukaan air laut. Bagai di atas tanah
saja, Pendekar Gila
berlari di sana. Lalu melompat kembali untuk menendang tubuh Rekso Bagaspati
yang baru berbalik ke
arahnya. Desss! Tendangan Pendekar Gila menghajar telak dada
lawan. Tubuh Rekso Bagaspati terhuyung dengan darah berwarna kuning tersembur
dari mulut, hidung
dan matanya. Sebagian tubuhnya hangus karena pu-
kulan 'Inti Api' Sena. Melihat kesempatan baik Sena
berteriak pada Sekarsari yang terbengong menyaksikan kesaktiannya.
"Sekar, cepat ambil kalung itu! Cepat....!" Mendengar teriakan itu, Sekarsari
bagai tersadar dari
mimpi. Dengan cepat dia bangkit. Padahal tubuhnya
sudah lemah karena terbentur baru karang, mengakibatkan kepala bagian
belakangnya mengeluarkan darah. Didorong rasa dendam yang luar biasa, Sekarsari
seakan mendapatkan kekuatan baru. Dia menyambar
kalung di leher Rekso Bagaspati yang sedang limbung.
Disusul dengan sabetan pedangnya berkali-kali ke tubuh Rekso Bagaspati. Dan
diakhiri dengan tusukan ke
jantung manusia iblis itu.
"Mampus kau, Manusia Keparat! Mampus
kau...! Mampus....!"
Bagai orang kerasukan, Sekarsari terus menghujani tubuh Rekso Bagaspati yang
sudah tak berdaya
itu hingga darah berwarna kuning memerciki wajahnya. Bersamaan dengan itu, tubuh
Rekso Bagaspati
hangus terbakar menjadi abu.
Sekarsari berdiri sambil mengangkat kalung di
tangannya tinggi-tinggi.
"Huh! Ha ha ha.... Kakang Waskita, aku telah
melunasinya.... Aku telah membunuhnya, Kakang
Waskita.... Hi hi hi....!"
Bagai orang kehilangan akal, Sekarsari berteriak-teriak kegirangan.
Sena yang melihat Sekarsari bagai orang gila
segera mendekatinya. Namun herannya ketika dekat,
dilihatnya wajah Sekarsari berubah garang. Matanya
me-merah, memancarkan kebencian.
"Hah"! Sekar..."!" seru Sena keheranan. Melihat
gelagat yang aneh dan keadaan Sekarsari yang berubah itu, Sena segera teringat
akan ucapan Sentanu
tentang kalung setan itu.
Siapa pun orangnya, jika telah memegang kalung penyebar maut itu, watak dan
perangainya pasti
akan berubah. Sebab kalung itu sangat berbahaya.
Terkecuali bagi Pendekar Gila atau Sena. Karena dia
memiliki kemurnian hati serta ilmu 'Tamparan Sukma'
Selain dapat mengalahkan setan, siluman, atau makhluk halus, ilmu 'Tamparan
Sukma' sangat ampuh sebagai benteng bagi dirinya.
Sena mengerutkan kening. Matanya terus menatap tajam pada Sekarsari yang
menggenggam kalung
penyebar maut di tangan kanannya.
"Sekar...! Kau sadar, Sekar" Ini aku Sena...,"
kata Sena tegas sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Ha ha ha.... Hi hi hi...!"
Tiba-tiba Sekarsari tergelak-gelak. Matanya
menatap tajam pada Sena. Wajah Sekarsari yang penuh dengan darah berwarna kuning
itu makin tampak
seram. Sementara itu ombak laut semakin ganas menerpa tepian pantai dan bongkahan
karang di tepi pantai. Cuaca kini berubah mendung. Angin bertiup kencang sekali,
menciptakan gemuruh yang menambah
keangkeran suasana.
Sena mundur beberapa langkah sambil terus
mengamati keadaan Sekarsari yang makin berubah.
Wajahnya yang ayu tiba-tiba menjadi menakutkan! Dia
menyeringai pada Sena.
Aneh"! Kalau begitu kalung keramat penyebar
maut memang dapat cepat merubah watak dan wajah
seseorang.... Sungguh menakutkan...! Desis Sena dalam hati. Hm.... Aku harus
cepat memusnahkan kalung itu.
"Sekar..."!" tegur Sena, masih mencoba memastikan apakah Sekarsari masih sadar.
Ternyata Sekar-
sari malah memelototi Sena. Berbarengan kalung itu
dikenakan di lehernya, Sekarsari berucap garang.
"Ha ha ha.... Aku yang berkuasa! Akulah orang
tersakti di dunia persilatan. Dan kau Pendekar Gila
yang tersohor akan mati di tanganku...! Ha ha ha...!"
Selesai berkata begitu, terdengar petir menyambar. Sekarsari menyeringai
menakutkan. Wajah
sudah berubah seram.
"Aneh...!" gumam Sena.
Kini keadaan makin gelap. Awan hitam yang telah menutupi sekitar pantai itu.
Sungguh aneh dan
menakjubkan. Kemudian hujan pun turun, namun tak
deras. Disertai petir yang bersahutan.
"Heaaa...!"
Sekarsari menyerang Pendekar Gila dengan pedangnya. Serangannya yang cepat dan
membabi buta itu dihadapi oleh Sena dengan tenang. Sambil melompat mundur, Sena mengelakkan
serangan Sekar yang
telah dipengaruhi ilmu setan kalung pembawa maut
itu. "Sekar"!" pekik Ki Kinasih, saat melihat muridnya berubah seperti itu. "Ini
harus segera dihentikan...!"
Ki Kinasih memaksakan diri untuk berdiri. Racun iblis yang telah menyerangnya
masih dapat ditahan dengan kesaktian yang dimiliki, walaupun hanya
untuk sesaat. Dengan tertatih-tatih dia berlari mendekati arena pertarungan yang
bakal meletus antara Sena dan Sekarsari. Ki Kinasih berusaha menengahi mereka.
Dia berdiri di tengah, di antara Sena dan Sekarsari. Namun Sekarsari yang telah
dirasuki ilmu setan Rekso Bagaspati malah menghantam Ki Kinasih.
Desss! "Ugkh...!"
Ki Kinasih terpental dan jatuh ke pasir. Mulut-
nya mengeluarkan darah segar.
"Sekar...!" desah Ki Kinasih lirih sambil memegangi dadanya yang sesak. Dia tak
tahu kalau muridnya telah dirasuki Rekso Bagaspati. Di dalam tubuh
Sekarsari ada Rekso Bagaspati yang sebenarnya belum
mati. Darah berwarna kuning yang mengenai wajah
dan badan Sekarsari, menyebabkan roh Rekso Bagaspati masuk ke dalam tubuhnya.
Ditambah dengan kalung penyebar maut yang kini dipakai Sekarsari, Rekso
Bagaspati semakin kuat menguasai Sekarsari.
Sena yang telah mengetahui siapa lawan yang
dihadapinya kini, tak sungkan-sungkan lagi untuk melancarkan pukulan-pukulan
saktinya ke arah Sekarsari. Dia sangat tahu kalau jurus-jurus pedang yang
digunakan Sekarsari bukanlah jurus pedang yang dimilikinya. Tapi jurus pedang
setan milik Rekso Bagaspati.
"Ha ha ha...! Kini giliranmu mati di tanganku,
Pendekar Gila...!"
Suara Sekarsari berubah besar seperti suara
Rekso Bagaspati. Kini Sena makin yakin. Tubuhnya terus melesat dan menghindar
dari serangan Sekarsari.
Sambil melancarkan serangan balik, Pendekar Gila terus mencari kelemahan lawan.
Edan! Aku tak boleh main-main lagi. Bisa gawat! Gerutu Sena dalam hati.
Setelah mematahkan serangan lawan, Pendekar
Gila menerjang ke wajah. Tangan kanan dan kirinya
bergerak seperti menari, namun sebenarnya sangat cepat. Dia menangkis dan
menyarangkan pukulan ke tubuh Sekarsari. Tanpa diduga tiba-tiba Sekarsari
menyerang Sena dengan gerakan yang sukar diikuti mata.
Untung Sena memiliki ilmu meringankan tubuh yang
sempurna. Secepat kilat dia mengelakkan semua serangan Sekarsari. Di sini tampak
kalau ilmu pedang
Sekarsari yang bercampur dengan ilmu pedang Rekso
Bagaspati sangat berbahaya dan membingungkan
Pendekar Gila. *** Sekarsari memutar pedangnya dengan cepat
hingga sinar kebiruan tampak bergulung-gulung. Dicobanya menerobos ke depan
untuk membuyarkan serangan Sena yang seolah-olah membuntal dirinya.
Namun usahanya tak kunjung berhasil, walaupun dia
sudah mengerahkan seluruh kepandaian dan ilmu setannya. Karena yang dihadapinya
bukanlah pendekar
picisan, tapi Pendekar Gila!
Sena malah masih sempat menepak punggung
Sekarsari dengan jurus 'Si Gila Menari Sambil Menepuk Lalat'. Hingga tubuh
Sekarsari terhuyung-huyung
dan jatuh ke laut. Namun cepat pula Sekarsari bangkit. Dengan ganas dia
menyerang Sena dengan jurusjurus pedang setannya yang aneh. Sabetannya begitu
cepat ke kanan dan ke kiri. Disusul sabetan dari atas
ke bawah dan sebaliknya.
Pendekar Gila terpaksa bersalto di udara beberapa kali dan menghindar lebih jauh
untuk mengatur siasat. Menentukan serangan balik yang mantap. Sebab dia tidak bisa melawan
Sekarsari dengan cara
langsung. Karena yang dihadapinya kini bukanlah seorang wanita muda yang
mempunyai perasaan, melainkan manusia jejadian!
Aku harus mendapatkan kalung itu lebih dahulu! Tekad Sena dalam hati.
Setelah berpikir begitu, Sena segera memapaki
serangan Sekarsari yang makin cepat dan terarah.
"Edan!" maki Sena sambil merobohkan tubuhnya ke belakang, karena tahu-tahu ujung
pedang Se- karsari sudah berada di dekat lehernya. Ketika Sekarsari membabatkan pedangnya
ke tubuh Sena yang
masih rebah di pasir, Pendekar Gila lebih cepat menghantam rusuk kanan Sekarsari
dengan telak. Buk! "Aaa.... Uhk!"
Sekarsari menjerit. Jeritannya terdengar seperti
suara Rekso Bagaspati, bukan suara seorang wanita.
Darah keluar dari mulutnya. Setelah itu Sekarsari makin menggila menyerang
lawan. Kali ini tidak
hanya dengan pedang, tapi dibarengi senjata rahasianya. Beberapa buah senjata
rahasia keluar dari telapak tangan kiri Sekarsari.
Swing, swing...!
Namun Pendekar Gila telah siap dengan serangan yang bertubi-tubi itu. Tubuhnya
melenting ke udara sambil menangkap senjata rahasia berupa benda tajam seperti
mata panah yang sangat beracun. Dengan
kedua tangannya, Sena berhasil menangkap empat
senjata rahasia itu. Secepat kilat, Sena mengembalikan
benda itu ke arah lawan.
Swing, swing...!
Trang, trang...!
Dua benda itu dapat ditangkis dengan pedangnya, namun dua lagi meluncur tak
terelakkan ke arah
Sekar. Satu menancap pada kening, sedang yang lain
bersarang di leher, tepat memutuskan rantai kalung
keramat itu. "Aaa...! Aaakh...!"


Pendekar Gila 13 Kalung Keramat Warisan Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lolong kematian terdengar berkali-kali begitu
senjata itu menancap. Dengan cepat Sena menyambar
kalung yang terlepas dari leher Sekarsari. Lalu membuangnya ke laut
Kalung keramat warisan iblis itu melayang cepat menuju permukaan laut yang
berombak. Tatkala
mata kalung dari safir itu menyentuh air laut, ledakan
membahana terdengar. Kekuatan ledakannya bagai jerit seribu iblis di malam buta.
Bersamaan dengan meledaknya kalung penyebar maut, saat itu pula terdengar tawa
Rekso Bagaspati. Dari tubuh Sekarsari yang sekarat manusia iblis itu
keluar. Mula-mula berbentuk asap, lama kelamaan
bentuknya makin jelas.
Sementara itu tubuh Sekarsari menggelepargelepar seperti kambing disembelih.
Kulit tubuhnya membiru, dengan kening pecah. Sebelum tewas, sempat terdengar desah suaranya.
"Terima kasih, Sena.... Maafkan aku, Kakang
Waskita.... Egkkk.."
Sekarsari menghembuskan napas terakhirnya
dengan sangat menyedihkan. Sena menutup mata Seka yang melotot. Dia menarik
napas panjang. Matanya
memandang ke lautan bebas. Ombak bergulung tinggi
saling berkejaran. Di sana terlihat Rekso Bagaspati hidup kembali setelah
memakai raga Sekarsari dan menyerap ilmunya.
"Manusia iblis itu benar-benar keparat!" rutuk
Sena geram. Kali ini Pendekar Gila sangat marah. Matanya mulai bersinar bagai
api. Lalu dia menyeringai.
Dengan kemarahan yang telah sampai di ubun-ubun
Pendekar Gila melabrak Rekso Bagaspati
Kembali terjadi pertarungan seru dan sengit antara Sena dan Rekso Bagaspati.
Mereka saling pukul
dari tendang. Ilmu Rekso Bagaspati semakin bertambah, walaupun kalung penyebar
maut telah musnah.
Ternyata Rekso Bagaspati mendapat kekuatan setan
yang lebih dahsyat setelah menyerap darah Sekarsari.
Pendekar Gila tak henti-hentinya melakukan
salto ke belakang untuk menghindari serangan dahsyat Rekso Bagaspati. Serangan
Rekso Bagaspati kini
makin berbahaya. Pukulan, cakaran serta tenaga dalamnya makin hebat, karena ilmu
Sekarsari menjadi
satu dengan ilmu iblis Rekso Bagaspati. Semua jurus
milik Pendekar Gila dapat dielakkan, bahkan kini Pendekar Gila mulai terdesak.
Dan pada jurus ke dua puluh, Pendekar Gila malah terkena pukulan lawan, tepat di
dadanya. Hingga, dia terhuyung tiga tombak ke
belakang. "Ukh...! Edan! Dadaku terasa panas!" keluh Sena sesaat
"Ha ha ha...! Pendekar Gila, kini saatnya kau
kukirim ke neraka!"
Selesai berkata begitu, secepat kilat Rekso Bagaspati melepas pukulan mautnya ke
arah Sena yang masih menahan rasa sakit
Glarrr! Ledakan keras terdengar, pertanda beradunya
ilmu mereka. Sinar merah dan putih yang menyilaukan terlihat. Tubuh Rekso
Bagaspati terpental jauh
membentur karang. Sedangkan tubuh Sena tetap di
tempatnya, masih dalam keadaan seperti orang bersujud dengan kedua kaki ditekuk
ke belakang. Kedua tangannya masih meregang ke depan. Wajahnya mengeras saat
menahan pukulan Rekso Bagaspati tadi. Keringat membasahi kening Pendekar Gila.
Kemudian Pendekar Gila berdiri dengan cepat setelah memulihkan tenaga dalamnya yang telah
banyak dikeluarkan
untuk menghadapi ketangguhan Rekso Bagaspati.
Di lain tempat Rekso Bagaspati tampak mengerang seraya berusaha bangun. Dadanya
terlihat seperti
terbakar, akibat pukulan 'Inti Api' yang disatukan dengan pukulan 'Si Gila
Melebur Gunung Karang'. Namun
Rekso Bagaspati tak juga tewas!
"Hm...! Kali ini kau akan mampus, Manusia iblis!" geram Sena, menunggu terjangan
lawan. Dia yakin
Rekso Bagaspati akan dapat bangkit kembali. Untuk
itu, dia siap siaga menghadapi serangan Rekso Bagaspati berikutnya.
Benar juga dugaan Sena. Rekso Bagaspati merentangkan kedua tangannya lebar-
lebar. Kakinya memasang kuda-kuda yang kuat, lalu kaki kirinya dinaikkan. Sedangkan sepasang
tangannya kini dikedepankan dalam keadaan mengepal kuat. Seluruh ototototnya
keluar serta giginya bergemeretak keras, menandakan kemarahannya. Matanya bagai
api merah membara. Kemudian kaki yang diangkat tadi dihentakkan ke pasir dengan keras,
hingga menimbulkan
guncangan bagai gempa!
Pendekar Gila hanya menggaruk-garuk kepala.
Namun begitu dia tetap waspada dan siap
menghadapi setiap serangan Rekso Bagaspati.
Bumi berguncang, disusul tawa yang aneh Rekso Bagaspati. Tawa itu membuat
telinga Sena sakit.
Pendekar Gila cepat tanggap. Dia segera melancarkan
serangan 'Tamparan Sukma' untuk menghentikan tawa aneh itu. Ternyata berhasil.
Namun secepat itu pula Rekso menyerang Pendekar Gila dengan tendangan
yang keras. Kalau saja Pendekar Gila terlambat mengelak, tubuhnya pasti akan
remuk. Karena tendangan itu
disertai tenaga dalam yang sangat kuat. Untunglah
tendangan itu hanya mengenai batu karang di belakangnya. Batu karang itu hancur.
Sedangkan Pendekar Gila telah berdiri di atas batu karang yang berada
di pinggir laut.
Rekso Bagaspati makin naik darah. Tubuhnya
segera melesat ke atas dan terjadi pertarungan yang
seru. Rekso Bagaspati menyambar kaki Sena. Sedangkan Pendekar Gila hanya
mengangkat kaki kanannya
lalu langsung menendang rahang lawan yang menunduk.
"Hih!"
Rekso Bagaspati mendongak untuk menghindari tendangan Pendekar Gila. Belum
sempat lawan bernapas lega. Dia terus mengejar. Sena menghentakkan
tangan kanannya ke dada Rekso Bagaspati.
Degk! Tubuh Rekso Bagaspati jatuh ke laut. Sena tak
berhenti sampai di situ. Hingga terjadilah pertarungan
di atas lautan lepas.
Terkadang Pendekar Gila melenting ke udara
dan kembali mendarat di permukaan air laut. Bagaikan jalan di tanah saja, kedua
tokoh itu saling bertukar jurus. Serangan-serangan Rekso Bagaspati tampak
makin tak terarah, walaupun tetap ganas dan berbahaya. Rupanya Pendekar Gila
menguras tenaga Rekso
Bagaspati dengan mempermainkannya. Dengan cepat
pukulan mautnya disarangkan tepat ke rusuk kiri
Rekso Bagaspati. Namun manusia iblis itu hanya memekik sebentar dan kembali
balik menghantam tubuh
Pendekar Gila yang sempat lengah.
Desss! "Ukh...!"
Pendekar Gila tersentak. Belum juga hilang rasa kagetnya, Rekso Bagaspati sudah
menyerang kembali dengan cakaran-cakarannya.
Bret! Bret! Sena terluka di dadanya. Mau tak mau Sena segera melompat ke belakang dengan
terlebih dulu menyarangkan serangan kilatnya. Rekso Bagaspati kaget
dan satu tendangan kaki kanan Sena masuk, tepat di
rusuk kirinya. Desss! Manusia iblis itu terpental. Pada kesempatan
itu, Sena mengumpulkan tenaga dalam untuk menyembuhkan luka cakaran Rekso
Bagaspati yang bera-
cun. Untung dia memiliki ilmu penawar racun ungu.
Kalau tidak Sena akan menemui ajalnya, sebab racun
itu sangat ganas. Dengan sekali usap luka itu pun lenyap. Tanpa ada bekas
goresan. Sedangkan Rekso Bagaspati yang terkena tendangan Sena tadi, masih mengerang dan
berusaha bangkit. Tenaganya mulai berkurang. Tampak dan gerakan silatnya yang sudah tak
kukuh lagi. Hal itu
membuat Rekso Bagaspati memutuskan untuk mengeluarkan jurus pamungkasnya. 'Ilmu
Seribu Wujud'. Gerakannya aneh dan tiba-tiba. Mata Sena bagai melihat berpuluh Rekso Bagaspati
di hadapannya. "Hah"! Edan! 'Ilmu Seribu Wujud'!" desis Pendekar Gila, agak tersentak. Segera
dia menyiapkan pukulan 'Si Gila Menyibak Mega'.
"Heaaa...!"
Sena melepas pukulan 'Si Gila Menyibak Mega'
ke arah Rekso Bagaspati yang menjadi banyak itu.
Blar! Blar...! Pukulan Pendekar Gila mengenai beberapa wujud Rekso Bagaspati dan yang terkena
langsung hilang. Namun makin banyak Rekso Bagaspati yang terkena pukulannya,
makin banyak pula Rekso Bagaspati
lain yang muncul. Membuat Pendekar Gila jadi mengerutkan kening. Namun dia
kemudian merangkum pukulan 'Si Gila Menyibak Mega' dengan pukulan 'Inti
Bayu'. Seketika gulungan angin topan menyapu tubuh
Rekso Bagaspati.
Glarrr! Selarik sinar keperakan terlihat. Dan pekikan
panjang terdengar dari mulut Rekso Bagaspati. Tubuh
manusia iblis itu seperti dililit oleh tali yang tak terlihat, karena pukulan
'Inti Bayu' itulah yang mengikat
tubuh Rekso Bagaspati.
"Aaa.... Akh. Lepaskan aku, Pemuda Gila!" seru
Rekso Bagaspati geram.
"He he he... Kau katanya mau membunuhku"!|
Tapi ternyata sebaliknya. Aku yang akan memusnahkan mu, Manusia Iblis!" ejek
Sena sambil menggarukgaruk kepala. Kemudian didekatinya Rekso Bagaspati
dengan sikap waspada, kalau-kalau sikap Rekso Bagaspati hanya tipu muslihat.
Benar saja! Begitu Sena
sudah berada setengah tombak di depannya, mendadak Rekso Bagaspati menyemburkan
sesuatu ke wajah
Sena. Untung Pendekar Gila memiliki perasaan dan gerakan yang cepat. Dia
merebahkan tubuhnya ke belakang.
Semburan ludah itu ternyata beracun. Terbukti
ketika mengenai batang pohon yang tumbuh di pesisir
pantai, pohon itu langsung hangus!
Rekso Bagaspati yang melihat Pendekar Gila
masih rebah cepat menyerang kembali. Dia melompat
bagai macan kumbang sambil mencakar ke wajah dan
dada Sena. Namun Pendekar Gila sudah tahu kalau
Rekso Bagaspati akan menyerangnya. Dia bersalto ke
belakang kemudian melompat mundur dua belas tombak. Dan dengan cepat dan sukar
dilihat oleh mata biasa, tubuh Pendekar Gila berputar bagai gangsing ke
arah Rekso Bagaspati yang matanya terbelalak. Manusia iblis itu benar-benar
terkejut. Dia, tak sempat bereaksi atau mengelakkan serangan kilat Pendekar
Gila. Glarrr...! Pukulan Pendekar Gila bersarang telak di dada
Rekso Bagaspati. Dada itu remuk.
Glarrr...! Pada saat pukulan itu bersarang, tubuh Pendekar Gila cepat melenting ke udara.
Ketika sampai di
atas kepala Rekso Bagaspati, dengan cepat Pendekar
Gila turun sambil menghantam batok kepala manusia
iblis itu. Glarrr...! Kepala Rekso Bagaspati terbelah dua. Manusia
iblis itu menjerit keras. Suaranya bagai memecah bumi. Tubuhnya roboh, lalu
menggelepar-gelepar seperti
kambing disembelih.
Beberapa saat kemudian, pukulan 'Si Gila Melebur Gunung Karang' yang dapat
menghancurkan batu karang itu, menghancurkan tubuh Rekso Bagaspati
bagai abu. Kini hanya cairan kuning kental yang membentuk tubuh Rekso Bagaspati. Kemudian
perlahan-lahan cairan kuning itu berubah menjadi tengkorak Rekso
Bagaspati yang hangus seperti terbakar dan mengeluarkan asap ungu. Kemudian asap
itu melayang tertiup angin. Itulah roh makhluk jahat yang bersarang
dalam tubuh dan jiwa Rekso Bagaspati.
*** Langit yang semula gelap diselimuti hujan rintik-rintik, kini kembali terang
benderang. Awan hitam
telah berganti dengan awan putih bersih di langit yang
membiru. Hujan pun reda.
Sena merunduk dalam di sisi jenazah Sekarsari
yang terbujur kaku dan membiru. Tak ada yang bisa
diucapkannya saat itu, kecuali kata maaf karena telan
terpaksa membunuh wanita itu. Bersama tiupan angin
Sena mengucapkan penyesalannya dalam desah panjang.
Digotongnya mayat wanita itu dengan perasaan
galau. Sena meninggalkan tempat itu, membawa mayat
Sekarsari untuk dikuburkan di tempat yang layak di
luar Desa Tegal Sari. Di belakangnya Ki Kinasih mengikuti dengan langkah
tersuruk-suruk. Kepala lelaki
tua itu terlihat merunduk dalam. Bukan luka yang
membuatnya teramat menderita, melainkan kepergian
seorang murid kesayangannya yang kini membujur dalam bopongan Sena.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Istana Yang Suram 14 Tiga Mutiara Mustika Karya Gan Kl Panji Sakti 8
^