Pencarian

Jamur Sisik Naga 3

Dewa Arak 12 Jamur Sisik Naga Bagian 3


bernada ragu-ragu. Gambala menolehkan kepalanya. "Ada apa, Pardi?" tanya kakek
bermata sayu itu pelan.
"Beberapa hari yang lalu..., sewaktu aku pergi mencari kayu bakar... aku melihat
Kakang Waji bersama-sama seorang wanita. Semula aku hendak memanggilnya. Tapi
melihat sikap dan tindak-tanduk wanita setengah baya yang berada bersamanya, aku
jadi ragu-ragu. Untung dia tidak melihatku."
"Kau tahu dia menuju ke mana, Pardi?"
tanya Ketua Perguruan Pedang Ular yang merasa tertarik dengan cerita muridnya.
Pardi menggelengkan kepalanya. "Tapi..., ada yang membuatku heran, Guru."
"Hm.... Apa itu, Pardi?" tanya Gambala tidak bersemangat lagi mendengar muridnya
itu tidak mengetahui tempat yang dituju Waji.
"Kakang Waji memanggil wanita setengah baya itu dengan sebutan ibu, Guru," jawab
Pardi. "Apa"!" sergah Ketua Perguruan Pedang Ular keras. Keterkejutan yang amat sangat
membayang di wajah kakek bermata sayu itu. Bahkan sepasang mata yang biasanya
sayu itu tiba-tiba membelalak. "Kau tidak salah dengar, Pardi?"
"Aku mendengarnya dengan jelas sekali, Guru," tegas Pardi meyakinkan gurunya.
"Jadi..., aku yakin tidak salah dengar."
"Aneh...," gumam Ketua Perguruan Pedang Ular pelan. "Padahal, sewaktu kupungut
sekitar dua puluh tahun lalu, dia mengatakan ayah dan
ibunya telah tewas di tangan seorang tokoh sesat..."
"Tokoh sesat..."!" selak Dewa Arak cepat.
"Mengapa Dewa Arak" Ada yang menarik pada ucapanku?" Gambala yang merasa heran
melihat keterkejutan pemuda berambut putih keperakan itu segera bertanya.
"Bukankah Kalapati dulunya adalah seorang tokoh sesat, Kek?" Dewa Arak malah
balas bertanya.
"Ah...! Kau benar, Dewa Arak! Jadi..., kalau begitu, tokoh sesat yang katanya
telah membunuh orang tuanya adalah Kalapati!" sambut kakek bermata sayu yang
kini mulai mengerti.
"Jadi, dugaanku benar, Guru. Kakang Waji benar mendendam pada Kalapati!" sahut
Rupangki pula. "Itu baru dugaan saja, Rupangki," ralat Dewa Arak buru-buru. "Kita belum
memperoleh kepastiannya."
"Aku rasa dugaan itu benar, Dewa Arak,"
sergah Pardi cepat.
"Heh..."! Kenapa kau yakin begitu, Pardi?"
Gambala yang malah menyambut! ucapan muridnya.
"Karena sebagian dari pembicaraan yang kudengar, adalah ucapan Kakang Waji yang
mengatakan kalau dia telah berhasil menewaskan Kalapati...."
Gambala, Dewa Arak, dan Rupangki mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda
mengerti. "Jadi, ibu Waji belum tewas...," gumam Gambala lirih. "Berarti waktu itu dia
berbohong.... O ya, Pardi. Bisa kau ceritakan ciri-ciri ibu Waji itu?"
Pardi mengernyitkan keningnya beberapa saat. Jelas terlihat kalau dia tengah
berusaha keras mengingat-ingat.
"Seorang wanita setengah baya berpakaian merah menyala. Rambutnya agak digulung,
dihias tusuk konde yang berujung kepala ular kobra...," jawab Pardi terputus-
putus. "Dewi Pencabut Nyawa...," desah Gambala.
Nampak jelas keterkejutan di wajahnya.
Kini kakek itu tahu siapa ayah Waji. Karena Gambala mengenal Dewi Pencabut
Nyawa. Suami wanita berpakaian merah menyala itu berjuluk Serigala Hitam.
"Siapa itu Dewi Pencabut Nyawa, Kek?"
tanya Dewa Arak ingin tahu.
"Seorang wanita sesat yang kejam dan berkepandaian tinggi," jawab Ketua
Perguruan Pedang pelan.
"Mereka memperbincangkan tentang Jamur Sisik Naga, Guru," tambah Pardi lagi.
"Jamur Sisik Naga"!" ulang Gambala dengan muka berubah. Sementara Dewa Arak yang
memang tidak tahu-menahu, hanya menatap kakek bermata sayu itu dengan sorot mata
penuh pertanyaan.
Ketua Perguruan Pedang Ular itu mengerti arti pandangan Arya.
"Jamur Sisik Naga adalah jamur yang tumbuh dua puluh lima tahun sekali. Dan
tanaman itu tumbuh menjelang malam bulan purnama. Tapi..., sepanjang yang
kuketahui.... tanaman itu hanya tumbuh di sebuah gua yang bernama Gua Naga.
Hanya sayangnya, aku sendiri tidak tahu di mana adanya gua itu."
"Gua Naga"!" Rupangki menyahuti dengan alis berkerut. "Apakah memang benar di
gua itu ada naganya, Guru?"
Gambala mengangkat bahunya.
"Mana aku tahu, Rupangki?" sahut Ketua Perguruan Pedang Ular itu. "Yang
jelas..., sejak puluhan tahun lalu, gua itu bernama
begitu. Mungkin..., dulu ada naga yang tinggal di gua itu."
"Gua Naga"!" Karmila yang sejak tadi mengikuti percakapan itu mengulang nama gua
itu dengan bibir bergetar hebat.
Tentu saja sikap gadis berpakaian jingga itu menarik perhatian semua yang hadir
di situ. Dengan sorot mata penuh pertanyaan, mereka menatap ke arah Karmila.
"Ya, Gua Naga," ucap Gambala lagi menekankan. "Kau pernah mendengar atau
setidak-tidaknya mengetahui di mana gua itu, Nini?"
Karmila menganggukkan kepalanya.
"Ah! Kalau begitu, cepat katakan, Nini.
Biar kita dapat segera meringkus murid murtad itu," ucap Gambala agak terburu-
buru. "Kau tahu di mana letak Gua Naga itu, atau... hanya sekadar mendengarnya
saja?" "Aku tahu tempatnya."
"Kau tahu" Di mana, Nini?" desak Gambala bernada tak sabar.
"Di lereng Gunung Palanjar."
"Ah...! Kira-kira... di sebelah mana gua tempat tinggal ayahmu?" tanya Ketua
Perguruan Pedang Ular bernafsu.
"Gua tempat tinggal Ayah itulah yang bernama Gua Naga...," lirih jawaban yang
keluar dari mulut gadis berpakaian Jingga itu.
"Ah...!"
Terdengar seruan-seruan terkejut dari semua yang hadir di situ. Sementara Dewa
Arak dan Gambala hanya mengangguk-anggukkan kepalanya .Pantas saja kalau Waji
bertekad untuk melenyapkan Kalapati dan putrinya. Di samping untuk membalaskan
dendamnya dia juga menginginkan jamur ajaib itu.
"Kalau begitu mari kita ke sana!" ajak Ketua Perguruan Pedang Ular pada
Rupangki, Dewa Arak, dan Karmila. "Jirin, kau ambil alih jabatanku selama aku
pergi!" "Baik, Guru," sahut murid kepala itu.
Dewa Arak sebenarnya ingin mengetahui lebih jelas tentang Gua Naga dan Jamur
Sisik Naga. Tapi karena kelihatannya Gambala begitu tergesa-gesa, pemuda
berambut putih keperakan ini menahan pertanyaannya.
"Mari kita berangkat!" ucap Ketua Perguruan Pedang Ular itu lagi.
Setelah berkata demikian, kakek bermata sayu itu segera melesat dari situ.
Rupangki, Karmila dan Dewa Arak pun mengikuti. Tentu saja baik Gambala maupun
Dewa Arak tidak mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuhnya, mereka tahu kalau
Rupangki dan Karmila tidak akan mampu mengikuti.
Sesaat kemudian, keempat orang itu pun sudah lenyap dari situ. Tujuan mereka
Jelas, menangkap biang keladi yang telah mengacaukan dunia persilatan.
*** 6 Di saat matahari siang menyorotkan sinarnya yang hangat ke bumi, tampak empat
sosok tubuh berkelebat cepat mendaki lereng Gunung Palanjar.
Empat orang itu adalah Dewa Arak, Gambala, Karmila, dan Rupangki yang hendak
menuju Gua Naga. Dewa Arak dan Gambala berada paling depan. Sementara Karmila
dan Rupangki mengikuti di belakang.
"Aku khawatir, Dewa Arak," terdengar suara kakek bermata sayu itu. Walaupun
tengah berlari dan mendaki, suara Gambala terdengar biasa saja. Tidak memburu.
"Mengenal apa, Kek?" tanya Dewa Arak seraya menolehkan kepalanya. Suara pemuda
ini terdengar lembut Dan memang sudah menjadi sikap pemuda berambut putih
keperakan itu untuk bersikap seperti itu. Bersikap hormat pada orang yang lebih
tua, dan bersikap melindungi pada yang lebih muda.
"Jamur Sisik Naga itu, Dewa Arak..," sahut Gambala bernada keluhan.
Dewa Arak mengerutkan alisnya. Arya masih belum dapat menangkap maksud
pembicaraan kakek bermata sayu itu. Tapi meskipun begitu, pemuda berambut putih
keperakan itu tidak mau menyelak pembicaraan. Dengan sabar ditunggunya
kelanjutan ucapan Ketua Perguruan Pedang Ular itu.
"Aku khawatir..., Dewi Pencabut Nyawa telah memakannya, Dewa Arak," sambung
Gambala lagi. "Sebenarnya..., apa khasiat Jamur Sisik Naga, Kek?" tanya Dewa Arak
Dikeluarkannya pertanyaan yang sejak tadi disimpannya.
"Menambah tenaga dalam," sahut Ketua Perguruan Pedang Ular itu pelan.
"Maksudmu, Kek... Bila ada orang yang memakan jamur itu... tenaga dalamnya akan
bertambah?" Gambala menganggukkan kepalanya.
"Kalau saja Dewi Pencabut Nyawa sudah memakan Jamur Sisik Naga itu, tenaga
dalamnya akan menjadi semakin berlipat ganda," sahut kakek bermata sayu itu
bernada mengeluh.
"Kalau boleh kutahu, sampai seberapa besarkah kegunaan Jamur Sisik Naga itu,
Kek?" tanya Arya lagi. Pemuda berambut putih
keperakan itu masih belum jelas pada keterangan yang baru didengarnya.
"Memakan satu buah jamur..., sama dengan melakukan semadi dan pernapasan selama
setahun," sahut Gambala memberitahu.
"Hebat...!" ucap Dewa Arak takjub.
"Yahhh... kira-kira begitulah, Dewa Arak,"
sambut Ketua Perguruan Pedang Ular itu lesu.
"Lalu..., kira-kira apakah mereka telah memakannya, Kek?" desak pemuda berambut
putih keperakan itu lagi.
"Entahlah...;" Gambala mengangkat bahu.
"Tapi, kemungkinan besar, mereka sudah memakannya, Dewa Arak."
"Dari mana kau mendapatkan kesimpulan demikian, Kek?" tanya Dewa Arak ingin tahu
seraya terus berlari cepat.
"Bulan purnama sudah berlalu dua hari yang lalu, Dewa Arak," sahut Gambala.
"Sedangkan jamur itu sudah bisa dimakan, sehari setelah bulan purnama."
Dewa Arak mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda menyetujui.
Setelah itu mereka meneruskan perjalanan tanpa berkata-kata lagi.
Keempat orang itu sama sekali tidak menyadari kalau ada seorang gadis berpakaian
putih yang mengikuti perjalanan mereka. Gadis berpakaian putih itu adalah
Melati. Selama berhari-hari gadis berpakaian putih itu mengelilingi seluruh
Gunung Palanjar. Baru pada hari ini dia melihat adanya empat orang yang bergerak
cepat mendaki lereng.
Meskipun jaraknya masih cukup jauh, tapi karena ciri-ciri Dewa Arak amat
menyolok, Melati segera mengenalinya. Rasa gembira bercampur marah pun melanda
hatinya. Gembira karena akhirnya menemukan pemuda yang telah
susah payah dicari-carinya. Marah, karena mengingat begitu besarnya pembelaan
Arya pada gadis berpakaian jingga itu. Marah yang sebenarnya adalah rasa
cemburu. *** Melati mengerutkan alisnya melihat Dewa Arak ternyata berlari berdampingan
dengan seorang kakek bermata sayu. Rasa heran melanda hati gadis berpakaian
putih itu. Bukankah kakek itu yang tempo hari mengeroyok Arya"
Mengapa kini mereka berdua tampak akur"
Keheranan Melati semakin bertambah besar begitu melihat gadis yang
dicemburuinya, berlari berdampingan dengan pemuda bertubuh tinggi kurus.
Keduanya kelihatan mesra sekali.
Rupanya Karmila yang haus kasih sayang, timbul juga rasa simpatinya pada
Rupangki. Perlahan namun pasti, gadis berpakaian jingga itu akhirnya mampu mengusir
bayang-bayang wajah Dewa Arak dari lubuk hatinya. Kini dicobanya mengukir
bayangan baru Seorang pemuda bernama Rupangki.
"Mengapa jamur itu mempunyai nama demikian aneh, Kek?" tanya Arya lagi yang
belum juga puas dengan keterangan yang diberikan Gambala.
"Jamur Sisik Naga maksudmu. Dewa Arak?"
tanya kakek bermata sayu itu. Mulutnya menyunggingkan senyuman
Pemuda berambut putih keperakan itu menganggukkan kepalanya.
"Aku sendiri tidak tahu pasti, Dewa Arak,"
sahut Ketua Perguruan Pedang Ular itu pelan.
"Mungkin karena gua tempat tanamam itu tumbuh yang bernama Gua Naga. Atau...,
mungkin juga karena warna jamur itu sendiri."
"Memangnya warna jamur itu bagaimana, Kek?" desak Dewa Arak penasaran.
"Aku sendiri belum pernah melihatnya, Dewa Arak Tapi..., menurut cerita yang
kudengar, jamur itu berwarna hijau dan bersisik seperti ular. Aku juga heran,
kenapa jamur itu tidak diberi nama Jamur Sisik Ular"!"
Dewa Arak tersenyum lebar mendengar guyonan kakek bermata sayu itu. Rupanya
Ketua Perguruan Pedang Ular itu bisa juga melucu, ucap pemuda berambut putih
keperakan itu dalam hati.
"Sekarang kau yang jadi penunjuk jalan, Karmila," ucap Arya sambil menoleh ke
arah Karmila. Sebelum dia dan Gambala tiba di tempat yang entah mengapa tiba-
tiba muncul dan membuat gadis itu kebingungan "Heh..."! Ada apa, Dewa Arak ?"
tanya kakek bermata sayu itu heran. "Aku masih ingat tempat itu, kok"! Dan
lagi..., bukankah kau sendiri juga pernah ke sana?"
"Sekarang jalan menuju ke sana telah berubah, Kek," jawab Arya kalem. "Jangankan
aku yang baru satu kali kemari. Karmila yang sudah belasan tahun tinggal di sini
pun tidak mengetahuinya."
"Jadi..., bagaimana kita ke sana?" tanya Ketua Perguruan Pedang Ular itu agak
bingung. "Ambil jalan memutar, Kek," Karmila yang menyahuti.
Gambala mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda mengerti. Dan kini, Karmila dan
Rupangki yang berada di depan.
"Kalau begitu.., jangan-jangan Waji dan Dewi Pencabut Nyawa tidak pernah sampai
ke sini pula?" gumam Rupangki pelan Karmila mengangkat bahunya. Kemudian Arya
menyahuti. "Menilik dari keadaannya, aku yakin perubahan tempat ini belum lama terjadi.
Mungkin, terjadi sehari sebelum aku tiba di sana. Jadi..., kemungkinan besar
Waji dan ibunya telah tiba di sana sebelum perubahan itu terjadi."
"Ah...! Kini aku ingat!" sambut Gambala agak keras sehingga membuat Dewa Arak,
Rupangki, dan Karmila terkejut.
"Ingat apa, Kek?"
Ketua Perguruan Pedang Ular itu tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Sambil
terus melangkahkan kaki, ditatapnya wajah Arya yang berlari di sebelahnya lekat-
lekat. "Aku pernah dengar cerita dari almarhum guruku," akhirnya keluar juga jawaban
dari mulut kakek bermata sayu itu.
"Mengenai apa, Kek?" tanya Dewa Arak ingin tahu.
"Mengenai Jamur Sisik Naga itu," jawab Gambala. "Menurut cerita guruku...
apabila tiba waktunya jamur itu tumbuh, jalan menuju ke Gua Naga akan tertutup."
"Jadi..., dengan kata lain benar kalau Jamur Sisik Naga itu telah tumbuh, Kek?"
"Yahhh...! Begitulah kira-kira, Arya.
Padahal, semula kukira semua itu hanya dongeng belaka," ucap Ketua Perguruan
Pedang Ular itu setengah mengeluh.
Suasana jadi hening, begitu Gambala menghentikan ucapannya. Kini perhatian empat
orang itu tertuju pada medan yang harus mereka lalui. Medan yang sulit bukan
main. Melalui jalan setapak yang licin dan berjurang terjal.
Semak-semak yang rapat dengan tumbuhan berduri, dan masih banyak kesulitan
lainnya. Bagi Dewa Arak dan Gambala, tentu saja medan itu tidak terlalu sulit. Tapi tidak
demikian halnya dengan Karmila dan Rupangki.
Tingkat ilmu meringankan tubuh mereka jauh di bawah kedua orang itu. Keduanya
harus berusaha keras untuk menaklukkan sulitnya medan.
Tak lama kemudian, keempat orang itu pun sudah tiba di tempat Karmila dulu
berlatih ilmu 'Totokan Penghancur Tulang'. Keempat orang itu segera bersembunyi
begitu mendengar tawa menggelegar dari dalam gua tempat tanggal Kalapati. "Ha ha
ha...!" Gambala saling pandang dengan Dewa Arak Kedua alis kakek bermata sayu itu nampak
berkerut. "Aneh, suara tawa itu sepertinya..., bukan suara tawa seorang wanita," desah
Ketua Perguruan Pedang Ular itu pelan. Gambala mengira yang berada dalam gua itu
hanya Dewi Pencabut Nyawa dan Waji.
Dewa Arak mengangguk, pertanda sepaham dengan dugaan Ketua Perguruan Pedang Ular
itu.

Dewa Arak 12 Jamur Sisik Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah suara tawa Waji seperti itu, Rupangki?" tanya Gambala. Kini ucapan itu
ditujukan pada muridnya.
Pemuda bertubuh tinggi kurus itu
menggelengkan kepalanya.
"Aku yakin itu bukan suara Kakang Waji, Guru," jawab pemuda bertubuh tinggi
kurus itu penuh hormat.
"Jangan panggil dia kakang lagi, Rupangki!" tegur kakek bermata sayu itu keras.
"Dia sudah tidak kuanggap lagi sebagai murid!
Kau mengerti"!"
"Mengerti, Guru."
"Rasanya... aku seperti pernah mendengar suara tawa itu, Kek," selak Dewa Arak
setelah termenung beberapa saat. Dahi pemuda berambut putih keperakan itu nampak
berkernyit. Jelas ada sesuatu yang dipikirkannya.
"Ah...! Kau benar, Dewa Arak!" gumam Gambala menyahuti ucapan Dewa Arak
"Sepertinya..., aku sudah beberapa kali mendengar suara tawa itu. Tapi aku lupa.
Kapan dan di mana aku mendengarnya?"
Dewa Arak terus berpikir keras.
Diyakininya kalau tawa itu belum lama didengarnya. Seluruh pikirannya dipusatkan
untuk mengingat di mana pemah mendengar suara tawa itu. Tapi....
"Bukankah pemilik tawa itu adalah kakek berkepala botak yang hampir saja
membunuhmu, Arya?" tiba-tiba Karmila menyelak.
"Ah...! Kau benar, Karmila!" sentak Dewa Arak. Tubuhnya sampai terjingkat saking
kagetnya. Kini pemuda berambut putih keperakan itu teringat pada seorang
bertubuh tinggi besar, berkepala botak yang telah membuatnya terluka dan mungkin
binasa, kalau saja Melati tidak datang menolongnya.
"Setan Kepala Besi...," desis Gambala dengan raut wajah berubah. Kakek bermata
sayu itu kini telah mengenali suara tawa itu.
Memang, Ketua Perguruan Pedang Ular itu telah dua kali mendengar suara tawa itu.
Pertama kali didengarnya puluhan tahun yang lalu, ketika laki-laki tinggi besar
berkepala botak itu mendatangi Perguruan Pedang Ular, dan hampir saja berhasil
membunuh Gambala kalau saja tidak muncul Kalapati menolongnya. Dan yang kedua,
sewaktu dia bersama si Golok Emas, dan tokoh persilatan lainnya mengeroyok Dewa
Arak (Untuk jelasnya, bacalah serial Dewa Arak dalam episode "Memburu Putri
Datuk"). Gambala menatap wajah Dewa Arak lekat-lekat. "Mengapa Setan Kepala Besi bisa ada
di sini?" tanya Ketua Perguruan Pedang Ular itu
pelan. Entah bertanya pada siapa. "Lalu..., ke mana perginya Waji dan Dewi
Pencabut Nyawa?"
Jawaban bagi pertanyaan Gambala adalah melesatnya tiga sosok tubuh dari dalam
gua milik Kalapati.
"Waji...," Karmila mendesis tajam.
Sepasang mata bening dan indah milik gadis berwajah cantik bertubuh ramping ini,
menatap penuh amarah pada pemuda berbadan lebar dan berpakaian kuning yang baru
keluar dari gua.
"Setan Kepala Besi...," Gambala berdesis tak kalah tajam. Wajahnya menampakkan
kekagetan yang amat sangat. Sungguh tidak disangkanya kalau Setan Kepala Besi
bisa bersama-sama dengan bekas muridnya.
"Wanita berpakaian merah itu mungkin ibu Waji," ucap Rupangki pelan.
"Ya," Gambala menyahuti. "Dialah Dewi Pencabut Nyawa. Sungguh di luar dugaanku
kalau mereka bertiga bisa berkumpul di sini...."
Belum juga gema suara ucapan kakek bermata sayu itu lenyap. Karmila sudah
melesat keluar dari tempat persembunyiannya.
"Waji! Manusia terkutuk! Sekarang terimalah pembalasanku!"
"Karmila!" seru Rupangki yang sama sekali tidak menduga kenekatan gadis itu.
Tapi, seruan pemuda bertubuh tinggi kurus itu terlambat...
Singgg...! Suara mendesing nyaring mengiringi tibanya serangan Karmila.
Waji terkejut bukan main mendengar bentakan itu. Apalagi begitu melihat sebatang
pedang meluncur deras ke arah lehernya. Tapi meskipun begitu, pemuda berbadan
lebar itu tidak menjadi gugup. Inilah kesempatan untuk
menguji khasiat Jamur Sisik Naga yang telah dimakannya, ucap Waji dalam hati.
Pikiran itulah yang membuat pemuda berbadan lebar itu ini segera meloloskan
pedangnya. Dan langsung menangkis serangan Karmila.
Wunggg! Tranggg! Bunga api berpijar, begitu kedua senjata itu beradu. Dan akibatnya, tubuh
Karmila yang tengah berada di udara terjengkang ke belakang. Sementara Waji
hanya terhuyung dua langkah.
Karmila menggertakkan gigi. Gadis berpakaian jingga ini merasakan betapa
tangannya yang menggenggam pedang tergetar hebat Terasa agak pegal-pegal dan
kesemutan. Padahal, beberapa hari yang lalu tidak seperti ini. Jelas kalau tenaga dalam
pemuda berbadan lebar itu telah meningkat pesat. Dan Karmila tahu penyebabnya.
Apa lagi kalau bukan karena Jamur Sisik Naga"! "Hup!"
Angin berkesiur pelan. Sesaat kemudian, di sebelah gadis berpakaian jingga itu
telah berdiri Rupangki.
"Kau tidak apa-apa, Karmila?" tanya pemuda tinggi kurus itu penuh kekhawatiran.
"Tidak, Rupangki," sahut Karmila seraya tersenyum manis.
"Syukurlah...!" sambut Rupangki gembira.
*** 7 "Ha ha ha...!" Setan Kepala Besi tertawa terbahak-bahak. Sepasang matanya yang
besar menatap dua sosok tubuh yang berdiri di sebelah Karmila dan Rupangki.
"Kiranya Dewa Arak dan Gambala!" ucap laki-laki tinggi besar dan berkepala botak
itu, keras. "Sungguh kebetulan sekari! Aku baru saja hendak mencari kalian!"
Gambala sama sekali tidak mempedulikan ucapan Setan Kepala Besi. Ditatapnya
wajah Waji lekat-lekat. Tapi sungguh di luar dugaan, pemuda berbadan lebar itu
ternyata malah balas menatap tak kalah tajam.
"Sungguh tak kusangka kalau kau ternyata bersekongkol dengan Setan Kepala Besi,
Waji!" ucap Ketua Perguruan Pedang Ular itu pelan tapi tajam. Ada kegetiran dalam nada
suaranya. "Kau terkejut, Tua Bangka"!" sahut Waji sambil tersenyum sinis. Tak ada nada
penghormatan sama sekali baik pada suara, maupun sikapnya kepada bekas gurunya.
"Keparat!" maki Gambala keras. Sudah dapat dipastikan kalau kakek bermata sayu
ini akan menyerang bekas muridnya. Tapi sebelum itu terjadi, sebuah tangan kekar
telah menyentuh bahunya. Perlahan saja.
Gambala menoleh. Orang yang menyentuhnya adalah Dewa Arak.
"Biarkan Karmila yang menyelesaikannya, Kek," ucap Arya mengingatkan. "Kita
sudah mempunyai lawan."
Ketua Perguruan Pedang Ular itu
menghembuskan napas berat Diam-diam Gambala bersyukur ketika Dewa Arak
mengingatkannya.
Memang, Karmila lebih berhak membunuh Waji.
"Karmila..., kau selesaikan urusanmu. Biar aku dan Kakek Gambala yang menghadap!
dua iblis itu," ucap Arya pada Karmila.
Setelah berkata demikian, Dewa Arak menghampiri Setan Kepala Besi. Sementara
Gambala bergerak mendekati Dewi Pencabut Nyawa sambil meloloskan pedang lentur
yang melilit pinggangnya. Kedua tokoh sesat ini sejak tadi hanya diam saja.
Mereka yakin akan mampu mengatasi Dewa Arak dan yang lain-lain karena telah
memakan Jamur Sisik Naga. Tenaga dalam mereka kini telah dapat diandalkan untuk
memainkan jurus-jurus andalan.
"Ha ha ha...!" Setan Kepala Besi tertawa bergelak melihat Arya menghampirinya.
"Kali ini kau tidak akan lolos lagi dari tanganku, Dewa Arak!"
Arya sama sekali tidak menanggapi ucapan laki-laki tinggi besar berkepala botak
itu. Tenang saja Dewa Arak mengambil guci yang tersampir di punggungnya. Kemudian
diangkatnya ke atas kepala, dan dituangkan ke mulutnya.
Gluk... gluk... gluk...!
Terdengar suara tegukan ketika arak itu melewati kerongkongan Dewa Arak Seketika
itu juga ada hawa hangat menyebar di perut pemuda berambut putih keperakan ini.
Dan perlahan hawa itu naik ke kepalanya.
"Hup!"
Arya kembali menyampirkan gucinya di punggung. Kemudian membentuk posisi kuda-
kuda rendah. Sepasang matanya mencorong tajam ke depan. Kaki kiri Dewa Arak
ditekuk ke belakang, sementara kaki kanan menjulur ke depan dengan bertumpu pada
ujung kaki. Kedua sikutnya yang tertekuk, diangkat ke kiri kanan kepala. Jari
telunjuk mengacung ke bawah.
Sementara ibu jarinya yang terjulur ke depan, menempel di pertengahan jari
telunjuk Sedangkan jari-jari yang lain mengepal.
Sekujur tangan mulai dari pangkal sampai pergelangan, mengejang dan tampak
bergetar. Pertanda telah dialiri tenaga dalam tinggi.
Inilah pembukaan ilmu 'Belalang Sakti'.
Kemudian beberapa saat tubuh Dewa Arak berkelojotan, seperti orang demam.
Seluruh tubuh Arya mulai dari pinggang ke atas bergoyang-goyang. Bahkan
kedudukan kakinya pun oleng! Inilah pembukaan jurus 'Belalang Mabuk'!
"Hiyaaa...!"
Seraya berteriak keras melengking nyaring, Dewa Arak menerjang Setan Kepala
Besi. Kedua tangannya yang mengejang bergerak-gerak aneh, menyerang beruntun ke
arah ulu hati dan leher!
Wuttt! Suara hembusan angin keras mengiringi tibanya serangan Dewa Arak. Tapi Setan
Kepala Besi hanya mengeluarkan suara dengusan mengejek Laki-laki tinggi besar
berkepala botak ini memang yakin betul akan kekuatan tenaga dalamnya. Maka tanpa
ragu-ragu lagi, segera dipapaknya serangan Dewa Arak Tahu kalau pemuda berambut
putih keperakan itu adalah lawan tangguh, Setan Kepala Besi mengerahkan seluruh
tenaga dalamnya. "Hlh!"
Plak, plak plak!
Terdengar suara keras berkali-kali, begitu kedua pasang tangan yang sama-sama
dialiri tenaga dalam tinggi berbenturan. Akibatnya hebat bukan main! Tubuh Dewa
Arak terlempar ke belakang. Sementara Setan Kepala Besi hanya terhuyung-huyung
dua langkah. Arya terkejut bukan main menyadari hal ini. Sama sekali di luar dugaannya kalau
tenaga dalam lawan bisa sekuat ini. Sekujur tangannya dirasakan sakit bukan
main. Bahkan isi dadanya pun terguncang hebat. Jelas, kalau tenaga dalam laki-
laki tinggi besar berkepala botak itu lebih kuat darinya.
"Ha ha ha...!"
Setan Kepala Besi tertawa bergerak melihat keunggulannya. Kini dia benar-benar
yakin pada khasiat Jamur Sisik Naga yang telah dimakannya. Walaupun baru sekali
ini bentrok tenaga dalam dengan Dewa Arak, laki-laki tinggi besar berkepala
botak ini tahu kalau sebelum memakan jamur ajaib, tenaga dalamnya masih
setingkat dengan Dewa Arak.
Setelah puas tertawa bergelak Setan Kepala Besi segera menerjang Dewa Arak. Kaki
kanannya menendang lurus ke arah dada Arya.
Wuttt! Walaupun Arya masih terhuyung-huyung, tapi berkat keistimewaan ilmu 'Belalang
Saka', tidak sulit mematahkan serangan itu. Segera dilangkahkan kakinya ke kanan
sambil mendoyongkan tubuh, sehingga tendangan itu lewat di samping kiri
pinggangnya. Setan Kepala Besi mendengus seraya melancarkan serangan susulan. Telapak kaki
kirinya segera diputar tanpa berpindah tempat Kemudian kaki kanannya mengirimkan
tendangan miring ke arah kepala.
Lagi-lagi dengan keunikan jurus 'Delapan Langkah Belalang', Dewa Arak dapat
mengelak. Dan sekali pemuda ini melangkah mengelak, seketika itu juga sudah berbalik
mengancam lawan.
Tak lama kemudian, kedua tokoh
berkepandaian tinggi ini sudah terlibat dalam pertarungan sengit.
Dewa Arak menggertakkan gigi. Setan Kepala Besi ternyata memang memiliki
kepandaian luar biasa. Ilmu 'Tendangan Angin Topan dan Badai'
yang menjadi andalan tokoh sesat itu, benar-benar membuat Arya kewalahan.
Beberapa kali sewaktu tangan atau kaki mereka berbenturan, Dewa Arak selalu
terhuyung-huyung ke belakang. Tenaga dalam Setan Kepala Besi memang lebih unggul
daripada Arya. Tapi untunglah ilmu meringankan tubuh Dewa Arak tidak kalah. Di
samping itu Arya masih mempunyai keunggulan lain, yaitu jurus
'Delapan Langkah Belalang'. Sehingga sedikit banyak jurus ini bisa menutupi
keunggulan lawannya.
Pertarungan antara Dewa Arak dan Setan.
Kepala Besi berlangsung cepat Sehingga dalam waktu singkat, lima belas jurus
telah berlalu. Dan sampai sejauh ini, belum nampak tanda-tanda ada yang terdesak
*** Sementara di arena lainnya, tampak Karmila tengah berjuang keras menaklukkan
Waji. Pedang gadis itu telah berkali-kali menyambar tubuh pemuda berbadan lebar
itu. Namun sampai sekian jauh, belum ada satu pun yang mengenai sasaran.
Telah lebih lima belas jurus Karmila menyerang kalang kabut. Tapi Waji masih
mampu menahannya. Semua ini adalah berkat tenaga dalamnya yang kini sudah
meningkat jauh lebih kuat dari tenaga dalam Karmila.
Berlainan dengan keadaan Dewa Arak dan Karmila yang masih mampu mengimbangi
lawan, Gambala berada dalam keadaan mengkhawatirkan.
Lawan yang dihadapi Ketua Perguruan Pedang Ular ini adalah Dewi Pencabut Nyawa!
Seorang tokoh sesat yang berkepandaian tinggi dan bertenaga dalam kuat. Apalagi
setelah memakan beberapa buah Jamur Sisik Naga. Tenaga dalamnya jadi berlipat
ganda. Gambala menggertakkan gigi. Seluruh kemampuannya dikerahkan untuk mendesak
lawan. Tapi tetap saja kakek bermata sayu ini tidak berhasil. Gambala memang kalah
segala-galanya dibanding Dewi Pencabut Nyawa Kalah tenaga dalam dan juga dalam
hal ilmu meringankan tubuh.
Menginjak jurus ke lima puluh, Ketua Perguruan Pedang Ular itu mulai terdesak
Cambuk berujung tiga milik wanita berpakaian merah menyala itu membuatnya repot
bukan main. Rupangki mengawasi semua pertarungan itu dengan hati berdebar tegang. Apalagi
ketika melihat Dewa Arak Gambala, dan Karmila berkali-kali dibuat terhuyung-
huyung. Terutama yang paling sering terhuyung adalah Gambala.
Sampai suatu saat...
Ctarrr! Rrrttt!
"Alih!"
Gambala memekik kaget ketika pedang lenturnya, tahu-tahu sudah terlilit cambuk
berujung tiga milik lawannya. Kakek bermata sayu ini sama sekali tak menduga
kalau Dewi Pencabut Nyawa bisa berbuat demikian. Pedang bagi Gambala adalah
nyawa keduanya. Oleh karena itu segera saja tenaga dalamnya dikerahkan untuk
membebaskan pedang dari belitan cambuk.
Dewi Pencabut Nyawa tentu saja tidak mau membiarkannya. Dia pun balas menarik
Sehingga untuk beberapa saat lamanya terjadi adu tenaga dalam yang menegangkan.
"Uh... uh...!"
Wajah Gambala merah padam ketika
mengerahkan seluruh tenaga dalam untuk menarik pedangnya. Tapi karena tenaganya
memang kalah kuat, perlahan namun pasti tubuh Ketua Perguruan Pedang Ular itu
mulai condong ke
depan. Terbawa tarikan tenaga Dewi Pencabut Nyawa.
Dewi Pencabut Nyawa menggeram murka.
Meskipun sedikit demi sedikit berhasil memenangkan adu tarik-menarik, namun
wanita berpakaian merah menyala ini tetap tidak puas.
Dia sudah tidak sabar lagi menunggu. Cara apa pun akan digunakan untuk
mempercepat kemenangannya.
Cuhhh...! Tiba-tiba saja Dewi Pencabut Nyawa menyemburkan ludahnya ke wajah Gambala. Tentu
saja bukan sembarangan ludah. Tapi ludah yang dilepaskan dengan pengerahan
tenaga dalam tinggi. Ludah itu pun melesat cepat seraya mengeluarkan desingan
nyaring. Jangankan kulit manusia. Tembok batu pun akan berlubang bila terkena
semburan ludah itu.
Gambala yang sama sekali tidak menduga serangan itu menjadi terkejut. Meskipun
dalam keadaan terjepit kakek bermata sayu ini membuktikan kalau dirinya adalah
seorang ketua perguruan silat besar. Cepat-cepat kepalanya diegoskan ke karian,
sehingga serangan ludah itu lewat setengah jengkal dari wajahnya.
Meskipun begitu, semburan ludah tadi membuat perhatian Gambala jadi terpecah.
Dan hal itulah yang diinginkan Dewi Pencabut Nyawa! Tanpa membuang-buang waktu


Dewa Arak 12 Jamur Sisik Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi, cambuknya dihentakkan. Ketua Perguruan Pedang Ular yang sama sekali tidak
menduga hal itu, tidak sempat berbuat apa-apa. Tubuhnya kontan tertarik ke
depan. Dan di saat itulah kaki kanan wanita sesat itu menendang lurus ke perut
Gambala. Bukkk! "Hugh!"
Telak dan keras sekali tendangan Dewi Pencabut Nyawa menghantam perut Gambala.
Seketika tubuh kakek itu terjengkang ke belakang. Terdengar keluhan pelan dari
mulutnya. Bahkan ada cairan merah menitik di sudut-sudut mulutnya. Gambala
terluka dalam! Dewi Pencabut Nyawa memang sudah bertekad untuk menghabisi lawannya. Oleh karena
itu segera saja wanita sesat ini menerjang hendak melancarkan serangan terakhir
yang mematikan.
Tapi tiba-tiba....
"Tahan! Dewi Pencabut Nyawa...!"
Wanita berpakaian merah itu menghentikan serangannya begitu mendengar bentakan
keras mengandung tenaga dalam tinggi. Segera kepalanya ditolehkan, ke arah
bentakan tadi berasal.
Sekitar beberapa tombak di hadapan Dewi Pencabut Nyawa, berdiri seorang gadis
cantik jelita berpakaian putih. Rambutnya yang hitam dan panjang dibiarkan
tergerai dipermainkan angin. Menambah kecantikannya.
"Kau..."!" desis Dewi Pencabut Nyawa begitu mengenali orang yang mengeluarkan
bentakan itu. "Kali ini kau tidak akan kubiarkan lolos!"
Gadis yang sebenarnya adalah Melati itu, tersenyum. Manis sekali senyumnya.
Apalagi bila Arya yang melihatnya.
"Kita lanjutkan pertarungan kita yang tertunda, Dewi Culas!" ejek Melati. Gadis
berpakaian putih Ini mempunyai watak aneh.
Mudah marah dan mudah meminta maaf, tapi juga... suka mengejek!
"Kubunuh kau, Gadis Liar!" teriak Dewi Pencabut Nyawa. Wanita sesat ini memang
mempunyai sifat pemarah. Ejekan Melati tadi membuatnya kalap bukan kepalang.
Ctarrr! Cambuk berujung tiga di tangannya dilecutkan ke udara. Lalu menyambar deras ke
berbagai bagian yang berbahaya di tubuh Melati. Tapi, gadis berpakaian putih ini
segera melempar tubuhnya ke belakang sambil tersenyum mengejek. Bersalto
beberapa kali di udara. Dan ketika Melati mendarat, di tangannya tergenggam
sebilah pedang pusaka.
Terdengar suara menggerung seperti ada seekor naga yang tengah murka ketika
Melati memainkan 'Ilmu Pedang Seribu Naga'. Gadis berpakaian putih ini langsung
menerjang Dewi Pencabut Nyawa dengan sabetan-sabetan pedang yang mematikan.
Sesaat kemudian kedua wanita sakti ini sudah terlibat dalam pertarungan sengit
dan imbang. *** 8 "Karmila...!"
Rupangki berseru keras ketika gadis itu terhuyung ke belakang sambil menekap
wajahnya. Pengalaman yang dulu terulang kembali pada Karmila. Waji kembali menggunakan abu
untuk membuat sepasang mata gadis itu tak berdaya.
Dan selagi Karmila melangkah mundur sambil menekap wajahnya, Waji melompat
tinggi ke udara. Dan dari atas, pedangnya membabat ke arah leher putri Kalapati
itu. "Hiyaaa...!"
Singgg! Singgg!
Kalap melihat keselamatan kekasihnya, tanpa pikir panjang lagi Rupangki segera
melemparkan beberapa pisau terbang ke arah bekas kakak seperguruannya itu. Tidak
hanya itu saja, pemuda bertubuh tinggi kurus ini pun menyusul tubuh Waji yang tengah
berada di udara. Pedang di tangannya ditusukkan ke depan.
Waji terkejut bukan main melihat serangan beruntun ini. Padahal saat itu
tubuhnya tengah berada di udara. Dengan agak gugup disampoknya pisau terbang itu
dengan sabetan pedangnya.
Serangan pada Karmila terpaksa dibatalkan.
Trang, trang! Pisau-pisau terbang itu terpental balik begitu tertangkis pedang Waji.
Tapi sebelum pemuda berbadan lebar ini sempat menjejak tanah, serangan Rupangki
telah tiba. Cappp! "Akh...!"
Waji menjerit tertahan ketika pedang Rupangki menghunjam pangkal lengannya.
Seketika itu juga pedangnya terlepas dari pegangan.
Tubuh pemuda berbadan lebar itu meluncur deras ke tanah, dan hinggap dengan agak
terhuyung-huyung. Dan saat itulah Karmila yang sudah bisa melihat lagi,
menusukkan pedangnya ke arah perut.
"Aaakh...!"
Waji menjerit memilukan begitu pedang Karmila bersarang di perutnya hingga
tembus ke punggung. Seketika itu juga tubuhnya ambruk ke tanah. Berkelojotan
beberapa saat. Dan kemudian diam tidak bergerak lagi untuk selamanya.
"Karmila...!
Rupangki berlari menghambur ke arah gadis berpakaian jingga itu.
"Kau tidak apa-apa?" tanya pemuda tinggi kurus itu. Sepasang matanya menatap
putri Kalapati penuh kekhawatiran.
Karmila menggeleng pelan. Bibirnya yang semerah delima tersenyum.
"Ah, syukurlah...," desah Rupangki seraya memeluk gadis berpakaian jingga itu
erat-erat. Karmila membiarkan saja pemuda tinggi kurus itu memeluknya. Gadis itu merasa
aman berada dalam pelukan pemuda itu.
"Ehm... ehm...," suara mendehem yang keluar dari mulut Gambala menyadarkan kedua
muda-mudi ini dari keasyikannya. Seketika itu juga keduanya saling melepaskan
pelukan dengan wajah merah padam. Terutama sekali Karmila.
Betapa bodohnya! maki kedua muda-mudi itu dalam hati. Mengapa mereka sampai
melupakan orang-orang yang berada di sekitar situ"
Dengan pandangan malu-malu, Rupangki dan Karmila menatap Gambala. Tapi kakek
bermata sayu itu rupanya kembali sibuk memperhatikan jalannya pertarungan. Kini
tinggal dua pertarungan lagi yang tersisa. Pertarungan antara Melati menghadapi
Dewi Pencabut Nyawa, dan antara Dewa Arak dengan Setan Kepala Besi.
*** Melati mengerutkan alisnya. Gadis berpakaian putih ini merasa heran begitu
menyadari kalau tenaga dalam lawan meningkat jauh lebih kuat. Kini tenaga dalam
Dewi Pencabut Nyawa sudah berimbang dengan tenaga dalamnya! Melati rupanya sama
sekali tidak tahu kalau semua itu adalah khasiat Jamur Sisik Naga!
Pertarungan antara kedua wanita sakti itu berlangsung cepat. Seratus jurus telah
berlalu. Dan selama itu pertarungan masih berlangsung imbang. Tingkat kepandaian
Melati dan Dewi Pencabut Nyawa memang berimbang. Baik dalam hal ilmu meringankan
tubuh maupun tenaga dalam. Sehingga tidak aneh kalau pertarungan antara kedua
orang itu berlangsung seru.
Suara ledakan yang berasal dari lecutan cambuk, dan suara menggerung keras
seperti naga murka dari gerakan pedang Melati, menyemaraki jalannya pertarungan
itu. Dewi Pencabut Nyawa menggerung murka.
"Hiyaaa...!"
Sambil mengeluarkan lengkingan nyaring, wanita berpakaian merah menyala itu
melompat ke atas. Dan dari atas, ujung cambuk perempuan sesat itu menyambar
deras ke pelipis, ubun-ubun, dan bawah hidung. Tiga jalan darah kematian.
"Hih!"
Melati menggertakkan gigi. Pedang di tangannya kembali mengeluarkan suara
menggerung, seperti seekor naga marah.
Prat! Rrrt....!
Seketika itu juga tiga buah ujung cambuk itu melilit mata pedang Melati. Gadis
berpakaian putih ini cepat-cepat membetotnya.
Terdengar pekikan lirih dari mulut Dewi Pencabut Nyawa, begitu tubuhnya yang
masih berada di udara tertarik turun. Tapi wanita sesat ini tidak gugup.
Bersamaan dengan tubuhnya turun, kaki wanita berpakaian merah menyala ini
dijejakkan ke dada Melati.
Pada saat yang bersamaan, cakar kiri yang berwarna kemerahan menyambar ke dada
Dewi Pencabut Nyawa yang meluncur turun.
Dewi Pencabut Nyawa tersenyum lebar. Dalam hatinya berkata, sebelum cakar gadis
berpakaian putih itu mengenai dadanya, tentu
jejakan kakinya akan lebih dulu mendarat di dada Melati.
Sungguh di luar dugaan Dewi Pencabut Nyawa. Tangan Melati tiba-tiba memanjang,
hampir dua kali lipat semula. Wanita sesat ini sama sekali tidak tahu kalau
Melati menggunakan jurus 'Naga Merah Mengulur Kuku'.
Maka.... Desss! "Akh...!"
Dewi Pencabut Nyawa terpental tinggi ke atas. Seketika itu juga cambuknya
terlepas. Darah segar bermuncratan dari mulut, hidung, dan telinga wanita berpakaian merah
menyala ini. Bruk! Tubuh Dewi Pencabut Nyawa roboh di tanah tanpa bergerak lagi. Ilmu 'Cakar Naga
Merah' memang dahsyat! Sekali terkena lawan akan berakibat fatal!
Melati memandangi tubuh yang telah tidak bernyawa lagi itu sejenak Kemudian
pandangannya dialihkan pada pertarungan antara Dewa Arak melawan Setan Kepala
Besi. *** Pertarungan antara Dewa Arak melawan Setan Kepala Besi sudah berlangsung lebih
dari dua ratus jurus. Sungguhpun sebenarnya Arya kalah dalam hal tenaga dalam,
tapi Dewa Arak masih memiliki jurus 'Delapan Langkah Belalang'.
Jurus yang membuat pemuda itu mampu bergerak cepat dalam posisi apa pun.
Napas Setan Kepala Besi sudah memburu.
Usia laki-laki tinggi besar ini memang cukup tua, sehingga tidak mengherankan
kalau tenaganya cepat terkuras habis. Apalagi jurus
yang dimainkannya adalah jurus 'Tendangan Angin Topan dan Badai'. Jurus yang
sangat banyak menguras tenaga.
Kagum juga hati tokoh sesat ini, begitu melihat lawannya sedikit pun tidak
terlihat lelah. Bahkan serangan-serangan pemuda berambut putih keperakan itu
masih sedahsyat semula.
Bukan hanya Setan Kepala Besi saja yang merasa kagum. Dewa Arak pun dilanda
perasaan yang sama. Baru sekali ini ditemuinya tokoh yang sanggup memecahkan
keistimewaan jurus
'Delapan Langkah Belalang'. Meskipun tadi Dewa Arak selalu dapat mengelakkan
serangan, tapi Setan Kepala Besi dapat membaca ke mana arah elakan Dewa Arak.
Hal inilah yang membuat pertarungan kedua tokoh sakti ini berlangsung lama.
Tiba-tiba Setan Kepala Besi melempar tubuh ke belakang. Setelah bersalto
beberapa kali di udara, tubuhnya hinggap beberapa tombak menjauhi lawan.
Dewa Arak sama sekali tidak mengejarnya.
Pemuda berambut putih keperakan ini tahu kalau lawan akan mengeluarkan ilmu
lain. Dan tak terasa jantung Dewa Arak berdebar tegang.
Sudah bisa diperkirakan kalau ilmu yang akan dikeluarkan kali ini lebih dahsyat
dari sebelumnya.
"Kau memang hebat, Dewa Arak! Tapi..., jaga seranganku ini!"
Setelah berkata demikian, tiba-tiba Setan Kepala Besi berlari kencang sambil
menjulurkan kepalanya. Rupanya laki-laki tinggi besar berkepala botak ini
menyeruduk dengan menggunakan kepalanya. Seperti layaknya kerbau atau banteng!
Wusss! Angin berhembus keras sebelum serudukan kepala Setan Kepala Besi tiba. Dewa Arak
kaget bukan kepalang melihat jurus aneh lawannya ini. Ada pengaruh aneh yang
membuat Arya sukar untuk mengelakkan serangan itu. Tidak ada jalan lain bagi
Dewa Arak kecuali menangkisnya.
"Hiyaaa...!"
Untuk pertama kalinya Dewa Arak berteriak keras dalam upaya mengumpulkan seluruh
tenaga dalamnya. Luar biasa akibat teriakan pemuda itu. Rupangki dan Karmila
seketika jatuh terduduk. Lutut mereka seketika terasa lemas.
Bahkan tubuh Gambala sampai menggigil.
Dan sebelum gema teriakan itu habis, dengan kecepatan sukar diikuti mata, tangan
Dewa Arak menjumput guci arak di punggungnya.
Bersamaan dengan itu seluruh tenaga dalamnya dikerahkan untuk memberatkan tubuh.
Inilah ilmu 'Pasak Bumi' yang membuat kedua kaki Dewa Arak seperti berakar di
tanah. Rambut dan seluruh pakaian Dewa Arak berkibaran keras. Batu-batu besar kecil
beterbangan, dan debu pun mengepul tinggi ke udara. Keadaan di tempat itu
seperti dilanda angin topan ketika serudukan Setan Kepala Besi itu mendekat.
"Hih!"
Klanggg! Terdengar suara berdentang memekakkan telinga, ketika Dewa Arak menangkis
serudukan kepala lawan dengan guci araknya.
Hebat akibatnya! Tubuh Dewa Arak terseret lima tombak dari tempat semula.
Gucinya terpental entah ke mana karena sekujur kedua tangannya kontan seperti
lumpuh! Bahkan isi dadanya terguncang keras. Tapi anehnya, kedua
kakinya tetap tidak terlepas dari tanah.
Inilah kehebatan ilmu 'Pasak Bumi'.
Sementara keadaan Setan Kepala Besi tidak lebih baik dari Dewa Arak Kali ini
laki-laki tinggi besar itu kena batunya. Kepalanya memang kebal, tapi yang kali ini dibenturnya bukan benda main-main.
Sebuah guci pusaka!
Kepalanya pun dirasakan pening bukan main.
Setan Kepala Besi sadar kalau kekebalan kepalanya kemungkinan telah lenyap
akibat benturan ini. Dan ini belum pernah dialaminya.
Sekalipun menghadapi Kalapati. Tak terasa dalam hati Setan Kepala Besi timbul
perasaan sayang, kalau seorang pemuda yang memiliki tingkat kepandaian seperti
Dewa Arak ini harus mati di tangannya. Terlebih lagi dia pun sadar kalau Dewa
Arak belum tentu bisa
dikalahkannya. Setan Kepala Besi ini memang tidak terhitung tokoh sesat yang
terlalu jahat. Tidak sama sekali. Bahkan bila dibanding Kalapati, masih lebih
jahat ayah Karmila daripada Setan Kepala Besi.
Maka sambil menahan rasa pusing dan sakit yang amat sangat pada kepalanya, Setan
Kepala Besi menghampiri Dewa Arak.
"Aku mengaku kalah, Dewa Arak" "Kau tidak kalah olehku," Setan Kepala Besi.
Malah aku harus kagum pada kekebalan kepalamu yang sangat keras itu," jawab Arya
jujur. Karena dia pun merasakan sakit yang amat sangat pada kedua tangannya,
ketika menahan serudukan kepala Setan Kepala Besi tadi.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Setan Kepala Besi pun segera menghampiri mayat
Dewi Pencabut Nyawa dan Waji. Kemudian kedua mayat itu sekaligus dipanggulnya.
Lalu segera melesat meninggalkan tempat itu.
Melati bergerak ingin mencegahnya. Tapi...
"Biarkan dia pergi, Melati," cegah Dewa Arak. Pemuda berambut putih keperakan
ini tahu, tak seorang pun di tempat ini yang mampu menandingi kesaktian Setan
Kepala Besi. Dewa Arak bersyukur ketika tokoh sesat itu tidak berniat
memperpanjang urusan lagi.
Gadis berpakaian putih itu pun
menghentikan gerakannya. Ditatapnya bayangan Setan Kepala Besi hingga lenyap di
kejauhan. "Kau tidak apa-apa, Kang Arya?" tanya Melati sambil berlari menghambur ke arah
Dewa Arak. Arya menggelengkan kepalanya. Walaupun sebenarnya ada rasa sakit yang mendera
kedua tangan dan dadanya, tapi Dewa Arak tidak ingin memperlihatkan kepada
tunangannya. Dihampainya guci arak yang tergeletak agak jauh dari tempat pemuda
Itu berdiri. "Kami pergi dulu, Kek," pamit Arya pada Gambala setelah menyampirkan guci arak
di punggungnya. Beberapa saat kemudian pemuda berambut putih keperakan itu sudah
bergerak melesat dari situ bersama Melati.
"Tunggu dulu, Dewa Arak!" cegah Gambala.
"Ada apa, Kek?" Arya menghentikan langkahnya.
"Bulan purnama depan, aku mengundangmu datang ke Perguruan Pedang Ular."
"Memangnya ada apa, Kek?" kali ini Melati yang bertanya.
Gambala tidak langsung menjawab. Ekor matanya melirik ke arah Rupangki dan
Karmila. "Pernikahan Rupangki dan Karmila!" jawab kakek bermata sayu itu seraya tertawa
bergelak. Karuan saja wajah Rupangki dan Karmila jadi merah padam. Rupangki
hanya bisa tersenyum bingung. Walaupun sebenarnya hati


Dewa Arak 12 Jamur Sisik Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemuda ini gembira sekali. Sementara Karmila hanya menundukkan kepalanya saja.
Dewa Arak dan Melati tersenyum lebar melihat tingkah kedua muda-mudi itu.
"Kami pasti datang, Kek," sahut Arya. Dan sebelum Gambala berkata lagi, tubuh
pemuda berbaju ungu itu telah berkelebat dari situ.
Gambala hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala.
"Mari kita kembali ke perguruan!" ajak kakek bermata sayu itu pada Rupangki dan
Karmila. Sesaat kemudian ketiga orang itu berkelebat menuruni lereng Gunung
Palanjar. *** Setelah cukup jauh dari tempat Gambala, Arya menghentikan ayunan kakinya. Tentu
saja Melati pun menghentikan langkah.
"Kau tidak marah lagi, Melati?" goda Arya sambil memegang jari-jemari gadis
berpakaian putih itu.
Melati hanya menggelengkan kepalanya.
Sementara sepasang matanya yang bening dan bidah itu merayapi wajah tampan yang
berdiri di hadapannya.
Arya menelan ludah melihat wajah cantik yang berada di hadapannya. Dirayapi
wajah gadis berpakaian putih itu dengan sorot mata penuh kasih sayang.
"Melati...," panggil Arya.
Suaranya agak serak. "Hm...," gumam gadis berpakaian putih itu manja. "Nggg...,
aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Melati...,"
ujar Arya terbata-bata. Jari-jari tangannya meremas-remas jemari Melati yang
lentik dan halus. "Katakanlah, Kang," sahut Melati memberi angin. "Kau..., kau
janji tidak akan
marah...?" "Mengapa harus marah, Kang?" Melati balas bertanya.
"Betul?" tanya Arya masih kurang yakin.
"Betul," Melati menganggukkan kepalanya.
"Katakanlah, Kang."
"Nggg...," Arya mengangguk-anggukkan kepalanya yang tidak gatal. "Aku ingin...
ingin...."
"Katakan cepat, Kang," selak Melati tak sabar. "Aku jadi sakit perut nih, gara-
gara kelakuanmu itu."
"Aku ingin..., tapi kau janji tidak akan marah, kan?"
Melati menghentak-hentakkan kakinya kesal.
"Kalau kau begitu terus, aku akan marah!"
gertak gadis itu kesal. Rupanya gadis itu sudah tak sabar menunggu ucapan yang
tidak kunjung keluar dari mulut Dewa Arak
"Baiklah, Melati," sambut Arya menguatkan hati. "Aku ingin... ingin menciummu,
Melati." Hampir meledak tawa gadis berpakaian putih itu mendengar ucapan Arya. Hanya
ingin mengucapkan kata seperti itu saja, telah membuatnya sakit perut.
"Bagaimana, Melati" Boleh?" tanya Arya dengan harap-harap cemas begitu melihat
gadis itu diam tak menjawab.
Bukannya menjawab, Melati malah memejamkan kelopak matanya. Sesaat lamanya
pemuda berambut putih keperakan ini kebingungan, sebelum akhirnya mengerti.
Rupanya bagi wanita menyatakan persetujuannya tidak perlu dengan mengucapkan
'iya' atau menganggukkan kepala.
Diam saja pun telah berarti setuju.
Perlahan tangan Arya berpindah ke kuduk Melati. Dan dengan perlahan pula
ditariknya wajah itu mendekat. Pemuda berambut putih keperakan itu menelan
ludahnya tatkala mencium
keharuman khas seorang gadis. Dengan agak gemetar, dikecupnya bibir gadis itu.
Melati pun balas melingkarkan tangannya di leher Arya. Dan dibalasnya ciuman
pemuda berambut putih keperakan itu tak kalah hangat Beberapa saat lamanya
mereka berdiri berpelukan dan saling berciuman.
Tak mereka sadari, matahari telah condong ke Barat. Dan kegelapan pun perlahan
mulai turun menyelimuti bumi. Tak lama lagi rembulan akan menjelang,
menggantikan tugas matahari yang sudah seharian penuh menyinari bumi. Dan dalam
suasana yang mulai gelap itu, nampak dua sosok tubuh berjalan perlahan
meninggalkan tempat itu. Tangan mereka bergandengan Kedua sosok tubuh itu tak
lain adalah Dewa Arak dan Melati, yang akan terus melanjutkan perjalanan untuk
memenuhi tugas mereka sebagai pendekar pembela kebenaran.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel Convert : Abu Keisel
Editor : Abu Keisel
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Kekaisaran Rajawali Emas 3 Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen Memanah Burung Rajawali 28
^