Pencarian

Tiga Macan Lembah Neraka 2

Dewa Arak 10 Tiga Macan Lembah Neraka Bagian 2


Tanpa sungkan-sungkan lagi Dewa Arak pun men-
ceritakan semuanya. Mulai dari keistimewaan guci itu, sampai pada ilmunya yang
akan menjadi lumpuh jika tidak minum arak sebelum bertarung.
Jayalaga mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda
mengerti. "Bagaimana, Paman" Sudah cukup jelas?" tanya Arya setelah mengakhiri
penjelasannya. "Cukup, Arya."
"Kalau begitu, mari kita berangkat." ajak Dewa Arak, seraya melesat dari situ.
Tentu saja Arya tidak
mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuhnya.
Pemuda berambut putih keperakan ini hanya mengerahkan separuh ilmu meringankan
tubuhnya, agar Jayalaga tidak tertinggal terlalu jauh.
*** "Ha ha ha...!"
Terdengar tawa bergelak dari mulut seorang laki-laki bertubuh pendek dan gemuk
berkulit merah. Pakaiannya berupa rompi dari kulit macan tutul. Siapa lagi kalau
bukan Macan Tutul Lembah Neraka! Salah seorang dari Tiga Macan Lembah Neraka.
Macan Tutul Lembah Neraka berdiri di tengah-tengah halaman yang luas, di depan
sebuah gedung yang
dikelilingi pagar kayu bulat yang tinggi. Di sekeliling laki-laki bertubuh gemuk
pendek ini berdiri berpuluh-puluh orang berseragam sebuah perguruan silat. Rata-
rata raut wajah pengepung itu memancarkan kemarahan yang amat
sangat. Sementara di belakang orang-orang ini,
bergeletakan belasan sosok tanpa nyawa.
Seorang laki-laki berusia setengah baya bertubuh
sedang, mendekati Macan Tutul Lembah Neraka yang
masih saja tertawa-tawa. Di punggung tangannya terlihat rajahan bergambar sebuah
kapak. Laki-laki ini adalah Ketua Perguruan Kapak Sakti. Ki Gelagar namanya.
"Siapa kau, Kisanak" Dan mengapa mengacau per-guruanku?" tanya Ki Gelagar penuh
wibawa. Macan Tutul Lembah Neraka tertawa bergelak.
"Aku" Ha ha ha.... Orang persilatan mengenalku sebagai Macan Tutul Lembah
Neraka! Dan kedatanganku kemari adalah untuk menanyakan di mana orang yang
berjuluk Dewa Arak! Katakan padaku, di mana dia berada! Kalau tidak...."
Ki Gelagar terkejut bukan main. Sebagai seorang tokoh persilatan, tentu saja
Ketua Perguruan Kapak Sakti ini memiliki pengetahuan yang cukup luas mengenai
dunia persilatan. Dia tahu betul siapa itu tokoh yang berjuluk Macan Tutul
Lembah Neraka. Salah seorang dari Tiga Macan Lembah Neraka! Tokoh-tokoh yang berwatak ganjil,
dan juga berkepandaian tinggi.
Tapi, orang yang dicari Macan Tutul Lembah Neraka ini pun adalah seorang tokoh
yang tidak kalah terkenal. Nama Dewa Arak telah bergaung ke seluruh penjuru
desa, kadipaten-kadipaten, bahkan ke kotaraja.
"Sayang sekali, Macan Tutul Lembah Neraka. Aku tidak tahu di mana orang yang kau
cari itu." jawab Ki Gelagar mencoba bersikap tenang.
"Apa kau bilang"!" sentak Macan Tutul Lembah Neraka keras. "Berani kau bilang
tidak tahu" Apa kau sudah bosan hidup"!"
Ki Gelagar menarik napas panjang, dan meng-
hembuskannya kuat-kuat.
"Aku memang tidak mengetahui di mana Dewa Arak berada, Macan Tutul Lembah
Neraka. Tapi percayalah, apabila aku bertemu dengannya, akan kukatakan kalau kau
tengah mencarinya. Bagaimana" Kau menerima
usulku?" Macan Tutul Lembah Neraka menggelengkan
kepalanya. "Sayang sekali. Aku tidak bisa menerima usulmu. Aku tidak sabar menunggu terlalu
lama." "Jadi...?" tanya Ki Gelagar dengan jantung berdegup keras. Firasat Ketua
Perguruan Kapak Sakti itu mengatakan ada bahaya yang mengancam. Seluruh urat-
urat syaraf di tubuhnya mendadak menegang, bersiap menghadapi
segala kemungkinan. Bahkan kedua tangannya telah
menyentuh gagang kapaknya.
"Aku akan menggunakan cara lain yang kutahu pasti sangat ampuh untuk memancing
pemuda itu mencariku!
Kau ingin tahu..."!"
"Apa itu?" tanya Ki Gelagar setengah hati. Tapi Macan Tutul Lembah Neraka
seolah-olah tidak mendengar
pertanyaan itu. Enak saja dilanjutkan ucapannya.
"Dari salah seorang penduduk, kudengar Dewa Arak ada di desa ini. Sekarang aku
hanya tinggal memancing
kedatangannya saja! Akan kubuat kekacauan di seluruh desa ini. Pasti dia akan
datang! Dan aku memilih
perguruanmu!"
"Keparat!" maki Ki Gelagar. Seketika itu juga kedua tangannya bergerak. Sesaat
kemudian, di kedua tangannya telah tergenggam sepasang kapak berwarna hitam
mengkilat. "Haaat..!"
Sambil mengeluarkan seruan nyaring, Ki Gelagar
memutar-mutarkan kedua senjatanya. Angin menderu
keras, mengiringi putaran kapak itu.
"Hiyaaa...!"
Ki Gelagar menerjang Macan Tutul Lembah Neraka.
Kapak hitam mengkilat di tangan kanannya diayunkan ke arah kepala laki-laki
pendek gemuk itu. Sebenamya
sasaran serangan kapak itu adalah ke leher. Tapi karena tubuh Macan Tutul Lembah
Neraka yang terlalu pendek, serangan kapak itu jadi mengarah ke kepala.
Wuuuttt..! Sebelum serangan itu tiba, Macan Tutul Lembah Neraka telah terlebih dulu
melompat, membuat serangan kapak Ki Gelagar mengenai tempat kosong dan lewat di
bawah kakinya lawannya.
Begitu tubuhnya berada di udara, laki-laki pendek
gemuk itu langsung menerkam Ki Gelagar dengan kedua tangan mencengkeram ke arah
leher. "Ah...!" Ketua Perguruan Kapak Sakti terpekik kaget.
Serangan itu datang tak terduga sama sekali. Sebisa-bisanya dilempar tubuhnya ke
belakang dan bergulingan menjauh.
Tapi Macan Tutul Lembah Neraka yang memang
berwatak kejam, tidak mau melepaskan lawannya begitu saja. Segera dia melompat
memburu. Para murid Perguruan Kapak Sakti yang melihat
keadaan guru mereka terancam, tidak tinggal diam. Bagai dikomando, serentak
mereka menghadang.
Suara desing kapak yang saling berkelebatan,
mengancam tubuh Macan Tutul Lembah Neraka. Sehingga membuat laki-laki pendek
gemuk ini terpaksa menunda serangannya terhadap Ki Gelagar. Kedua tangannya
berkelebatan cepat.
Hebat bukan main akibatnya. Para penyerang Macan
Tutul Lembah Neraka berpentalan, sebelum serangan
mereka mengenai tubuhnya. Ada hembusan angin keras keluar dari tangan yang
berputaran itu, angin yang membuat tubuh murid-murid Perguruan Kapak Sakti
berpentalan tak tentu arah.
Terdengar suara berdebukan keras hampir berbarengan, begitu tubuh para
pengeroyok yang sial itu berjatuhan.
Beberapa saat lamanya mereka tak mampu bangkit. Dada mereka terasa sesak bukan
main. Padahal tidak sedikit pun mereka tersentuh tangan Macan Tutul Lembah
Neraka. "Haaattt..!"
Ki Gelagar yang kini telah dapat memperbaiki posisinya, kembali menerjang
lawannya. Sepasang kapak hitamnya kembali berkelebat cepat mengancam berbagai
bagian tubuh Macan Tutul Lembah Neraka. Sesaat kemudian
kedua orang ini pun sudah terlibat dalam sebuah pertarungan sengit kembali.
Serangan sepasang kapak di tangan Ki Gelagar memang luar biasa. Sungguh tidak
terlalu berlebihan kalau perguruan yang dipimpinnya dinamakan kapak sakti.
Serangan sepasang kapaknya datang susul-menyusul
seperti gelombang laut. Angin berkesiutan tajam mengiringi setiap gerakan kapak
itu. Tapi lawan yang dihadapi Ki Gelagar adalah seorang tokoh rimba persilatan aliran
hitam yang memiliki
kepandaian luar biasa. Tingkat kepandaian laki-laki pendek gemuk ini memang jauh
di atas Ketua Perguruan Kapak Sakti. Baik dalam hal tenaga dalam maupun ilmu
meringankan tubuh. Hasilnya, sungguh pun kedua kapak di tangan Ki Gelagar datang
laksana gelombang, tetap saja laki-laki pendek gemuk ini mampu mengelak tanpa
mengalami kesulitan.
Ki Gelagar menggertakkan gigi. Sejak semula sudah
diduganya kalau dia bukanlah tandingan tokoh dari
Lembah Neraka ini. Tapi, meskipun begitu Ketua
Perguruan Kapak Sakti ini tetap mengerahkan seluruh kemampuan untuk
mempertahankan selembar nyawanya.
Belasan jurus telah berlalu. Dan sampai sejauh ini tak ada satu pun serangan Ki
Gelagar yang mengenai sasaran.
Jangankan mengenai sasaran, tanda-tanda mendesak pun belum tampak. Padahal
hingga saat ini Macan Tutul
Lembah Neraka belum balas menyerang.
"Sekarang giliranku...!" seru Macan Tutul Lembah Neraka begitu Ki Gelagar
kembali mengayunkan kapak ke arah kepalanya. Laki-laki pendek gemuk ini
mengangkat tangan kirinya menangkis serangan itu.
Tuk..! "Akh...!"
Ki Gelagar memekik tertahan. Pergelangan tangannya yang membentur tangan Macan
Tutul Lembah Neraka
terasa sakit bukan main. Seolah-olah yang berbenturan dengan tangannya bukan
tangan manusia yang terdiri dari tulang dan daging, tapi potongan baja yang
keras bukan main.
Tak pelak lagi kapak Ki Gelagar pun terlepas dari
pegangan. Dan sebelum sempat berbuat sesuatu, kaki laki-laki pendek itu telah
dikibaskan ke arah lututnya. Cepat bukan main gerakan Macan Tutul Lembah Neraka
ini Tukkk! "Akh...!"
Ki Gelagar memekik tertahan ketika lututnya terhantam ujung kaki lawan. Seketika
itu juga sambungan tulang lututnya terlepas! Kontan tubuh Ketua Perguruan Kapak
Sakti ini oleng. Dan di saat itulah, Macan Tutul Lembah Neraka meluruk menyerbu.
Kedua tangannya menyambar deras ke arah dada dan ulu hati Ki Gelagar.
Ki Gelagar terkejut bukan main. Tak terasa mulutnya memekik kaget. Disadari
kalau dirinya tidak akan mampu mengelakkan serangan itu. Dan maut sudah berada
di ambang pintu Ketua Perguruan Kapak Sakti ini tidak mampu berbuat apa-apa
lagi, selain membelalakkan
sepasang matanya, menanti datangnya maut.
Tapi di saat gawat bagi keselamatan Ki Gelagar, dari arah kanan terdengar suara
mencicit nyaring, disusul dengan melesatnya benda berkilat ke arah pelipis Macan
Tutul Lembah Neraka.
Sekilas Macan Tutul Lembah Neraka mengenal
serangan maut. Dari suara desingannya, sudah bisa diukur kekuatan tenaga dalam
pengirimnya. Maka laki-laki
bertubuh gemuk pendek itu tidak berani bertindak
gegabah. Cepat dibatalkan serangannya terhadap Ki
Gelagar, lalu tubuhnya dibanting ke tanah. Kemudian bergulingan menjauh. Secara
refleks, sudut matanya melirik benda yang menyambarnya tadi.
Laki-laki pendek gemuk ini terkejut bukan main tatkala melihat benda yang
mengancam pelipisnya ternyata adalah benda cair. Entah air atau arak, dia tidak
bisa memastikan.
Tapi yang jelas hal ini membuatnya terkejut bukan main.
Seseorang yang dapat membuat air atau benda cair
menjadi sebuah senjata rahasia, membuktikan kelihaian si pengirim serangan itu
sendrri. "Hih...!"
Tubuh Macan Tutul Lembah Neraka melenting ke atas, lalu mendarat dengan sikap
waspada. Beberapa tombak di depannya, di sebelah Ki Gelagar, telah berdiri dua
orang pemuda. Yang seorang berpakaian merah muda,
sementara yang seorang lagi berpakaian ungu, berambut putih keperakan. Sebuah
guci arak terbuat dari perak terpegang di tangan kanannya. Kedua orang ini
adalah Dewa Arak dan Jayalaga. Dewa Araklah yang tadi telah menyelamatkan nyawa
Ki Gelagar dengan semburan
araknya. Beberapa saat lamanya Dewa Arak dan Macan Tutul
Lembah Neraka saling tatap.
"Dialah salah seorang dari Tiga Macan Lembah Neraka itu, Arya," bisik Jayalaga
ke telinga Arya.
"Ehm...," Dewa Arak hanya berdehem untuk menutupi amarahnya yang bergolak di
dalam dada. Kemudian
diangkatnya guci araknya, lalu dituangkan ke mulutnya.
Gluk... gluk... gluk...!
Suara tegukan terdengar begitu arak itu melewati
tenggorokan pemuda berambut putih keperakan itu. Tiba-tiba Macan Tutul Lembah
Neraka menggeram.
"Kaukah orang yang berjuluk Dewa Arak"!" tanya salah seorang tokoh Tiga Macan
Lembah Neraka ini keras. Sorot matanya menyiratkan hawa maut.
Arya menurunkan kembali guci araknya.
"Begitulah orang-orang menjulukiku. Kaukah orang yang telah membunuh Eyang
Tapakjati"!" Dewa Arak balik bertanya. Dalam suara pemuda itu terkandung
ancaman. "Ha ha ha...! Sungguh tidak kusangka kalau begitu mudahnya aku bisa menemukanmu,
Dewa Arak! Kuakui,
memang akulah yang membunuh Eyang Tapakjati. Aku
Macan Tutul Lembah Neraka. Lalu kau mau apa"!" tantang laki-laki pendek gemuk
itu. "Aku akan membalaskan dendamnya padamu! Kau
kejam, Macan Tutul Lembah Neraka! Kau telah membunuh orang yang sama sekali
tidak tahu-menahu dengan
urusanmu!"
Macan Tutul Lembah Neraka mendengus.
"Aku tidak peduli!" sergah laki-laki pendek gemuk itu keras. "Pokoknya, siapa
pun yang mempunyai hubungan denganmu harus mampus!"
"Kaulah yang harus mati, Macan Tutul Lembah Neraka!
Sebagai balasan atas kekejianmu pada Eyang Tapakjati!"
"Kaulah yang harus mampus, Dewa Arak! Kau telah membunuh sahabatku, Raksasa
Rimba Neraka! Kini aku meminta nyawamu sebagai gantinya! Hiya...!"
Setelah berkata demikian, Macan Tutul Lembah Neraka, meloncat menerjang Dewa
Arak. Tubuhnya yang pendek dan gemuk ini sama sekali tidak mempengaruhi
kelincahan gerakannya. Kedua tangannya melakukan sampokan
beruntun ke arah ubun-ubun, dan pelipis.
Dewa Arak bersikap tenang. Dengan jurus 'Delapan
Langkah Belalang', tidak sulit baginya untuk mengelakkan setiap serangan itu.
Dan dengan gerakan unik, langkah kaki sempoyongan dan tubuh terhuyung-huyung
dielakkan serangan itu. Di lain saat, tubuhnya sudah tidak berada lagi di situ.
Sehingga semua serangan Macan Tutul Lembah Neraka mengenai tempat kosong.
Laki-laki bertubuh pendek gemuk itu terkejut bukan main tatkala mendengar
desiran angin keras menyambar di belakang tubuhnya. Ternyata Dewa Arak telah
mengayunkan guci ke arah kepalanya. Buru-buru Macan Tutul Lembah Neraka melempar
tubuh ke depan kemudian bergulingan, sehingga ayunan guci itu mengenai tempat
kosong. Dewa Arak yang tengah diamuk dendam, tidak
membiarkan lawannya lolos begitu saja. Segera diburunya tubuh yang bergulingan
itu. Cepat laksana kilat, gucinya disampirkan kembali ke punggung. Dan begitu
guci itu telah kembali di punggung, dengan gerakan aneh dan tidak terduga-duga
kedua tangannya melancarkan serentetan serangan ke arah tubuh yang sedang


Dewa Arak 10 Tiga Macan Lembah Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergulingan itu.
Dalam keadaan kritis itu, Macan Tutul Lembah Neraka masih sempat membuktikan
kalau dirinya adalah tokoh yang pantas menjadi salah seorang dari Tiga Macan
Lembah Neraka. Sambil terus bergulingan, kedua
tangannya melakukan tangkisan beruntun.
Plak, plak, plak...!
Suara benturan keras terdengar berulang-ulang begitu dua pasang tangan yang
sama-sama dialiri tenaga dalam tinggi beradu. Macan Tutul Lembah Neraka
menyeringai. Dirasakan sekujur tangannya terasa lumpuh. Bahkan
dadanya pun dirasakan sesak bukan main. Laki-laki
pendek gemuk ini pun sadar kalau tenaga dalam Dewa Arak lebih unggul darinya.
Kenyataan ini membuatnya tidak berani lagi mengadu tenaga dalam dengan pemuda
berambut putih keperakan itu.
Saat-saat selanjutnya Macan Tutul Lembah Neraka
hanya mengelakkan diri terus dari hujan serangan Dewa Arak. Tubuhnya bergulingan
terus, menghindarkan diri dari cecaran serangan Arya. Tapi sampai kapan laki-
laki bertubuh pendek gemuk ini dapat terus bertahan dengan hanya mengelak terus-
menerus" Hal itu pun disadari oleh Macan Tutul Lembah Neraka, sehingga pada suatu saat...
"Hih...!"
Tiba-tiba saja seleret sinar keperakan menyambar ke perut Dewa Arak yang masih
terus mencecar tubuh Macan Tutul Lembah Neraka yang bergulingan. Ternyata,
sambil bergulingan tadi tangan laki-laki bertubuh pendek gemuk itu menyelinap ke
balik pinggangnya. Dan dari situ, dikeluarkan senjata andalannya, sebuah ruyung
perak! Begitu keluar dari tempatnya, langsung saja disabetkan ke perut Dewa Arak.
"Ah...!" Dewa Arak memekik tertahan seraya melenting ke belakang. Arya terkejut
bukan main karena serangan ruyung itu datang begitu tiba-tiba.
Wuuuttt..! Serangan ruyung itu mengenai tempat kosong. Tapi, itu tidak dipedulikan oleh
Macan Tutul Lembah Neraka.
Memang tujuan dari serangan ini hanyalah ingin membebaskan diri dari cecaran
serangan Dewa Arak. Maka begitu tubuh Dewa Arak melenting menjauh. Segera Macan
Tutul Lembah Neraka bersalto beberapa kali dan mendarat ringan tiga tombak di
depan Dewa Arak.
Wuk, wuk, wuk...!
Macan Tutul Lembah Neraka memutar ruyungnya.
Suaranya menderu keras, seolah-olah di tempat itu terjadi badai. Murid-murid
Perguruan Kapak Sakti pun bergegas menjauh.
"Hiyaaa...!"
Macan Tutul Lembah Neraka berteriak keras. Ruyung di genggamannya diayunkan ke
kepala Dewa Arak.
Wuuukkk...! Sambaran ruyung itu mengenai tempat kosong. Lewat
setengah jengkal di atas kepala Dewa Arak begitu pemuda berambut putih keperakan
ini menundukkan kepalanya.
Rambut dan pakaian Dewa Arak berkibaran keras,
pertanda betapa kuatnya tenaga dalam yang terkandung dalam babatan ruyung itu.
Tapi Dewa Arak tidak tinggal diam. Dengan ilmu
'Belalang Sakti', dihadapinya lawan dengan tangan kosong.
Sesaat kemudian terjadilah pertempuran sengit.
Pertarungan antara kedua tokoh yang sama-sama
memiliki kepandaian tinggi itu berlangsung cepat. Sehingga tak terasa lima puluh
jurus telah berlalu. Dan sampai sejauh itu Dewa Arak masih saja melayani Macan
Tutul Lembah Neraka dengan tangan kosong. Guci peraknya
tetap tersampir di punggung.
Hebat memang akibat yang ditimbulkan oleh dua orang tokoh sakti yang tengah
bertarung ini. Pagar kayu bulat yang mengelilingi halaman itu, porak-poranda
tersambar angin pukulan yang nyasar. Di sana-sini tanah terbongkar, bagaikan
habis dibajak. Pohon-pohon yang berada dekat situ bertumbangan. Debu pun
mengepul tinggi ke udara.
"Hih...!"
Tiba-tiba Dewa Arak memekik keras. Sesaat kemudian guci araknya telah tergenggam
di tangan kanannya. Dan dengan guci di tangan, pemuda berambut putih keperakan
ini, kini menghadapi lawan.
Begitu Dewa Arak mempergunakan gucinya, Macan
Tutul Lembah Neraka mulai merasakan serangan-serangan lawannya begitu berat.
Apalagi, Dewa Arak terkadang menyerang lawannya dengan semburan-semburan arak
dari mulutnya. Lewat tujuh puluh Jurus Macan Tutul Lembah Neraka
mulai terdesak. Laki-laki pendek gemuk itu diam-diam mengeluh dalam hati.
Sungguh tidak disangkanya kalau kepandaian Dewa Arak begitu tinggi. Pantaslah
kalau Raksasa Rimba Neraka sampai tewas di tangan pemuda berambut putih
keperakan ini, pikirnya memaklumi.
Pelahan namun pasti gerakan ruyung perak di tangan Macan Tutul Lembah Neraka
mulai terbatas ruang
geraknya. Beberapa kali, sewaktu ruyung beradu dengan guci, tubuh laki-laki
pendek gemuk itu terhuyung-huyung ke belakang. Macan Tutul Lembah Neraka juga
merasakan sekujur tangannya seperti lumpuh, dadanya pun terasa sesak setiap kali
terjadi benturan pada kedua senjata mereka.
Pada jurus ke sembilan puluh dua, Dewa Arak meng-
ayunkan gucinya ke arah kepala Macan Tutul Lembah
Neraka. Laki-laki pendek gemuk itu segera merundukkan kepalanya, sehingga ayunan
guci itu lewat di atas
kepalanya. Tapi sungguh tak disangka kalau di saat itu kaki Dewa Arak bergerak
cepat mengarah ke perutnya.
Bukkk! "Hugh...!"
Telak dan keras bukan main tendangan itu menghantam perut Macan Tutul Lembah
Neraka. Seketika laki-laki pendek gemuk itu membungkukkan tubuhnya. Perutnya
dirasakan mual dan mules bukan main. Sadarlah Macan Tutul Lembah Neraka kalau
dia bukan tandingan Dewa Arak.
Baru saja Dewa Arak bergerak hendak melancarkan serangan susulan Macan Tutul
Lembah Neraka segera
memijit salah satu bagian ruyung peraknya.
Serrrr! Serrr...!
Terdengar suara berdesir begitu dari ujung ruyung yang tiba-tiba terbuka itu
melesat puluhan jarum-jarum halus ke arah Dewa Arak.
Melihat hal ini, Dewa Arak tidak berani bersikap
gegabah. Bukan tidak mungkin kalau jarum-jarum itu mengandung racun ganas. Maka
tanpa membuang-buang
waktu lagi, segera pemuda berambut putih keperakan ini melompat ke samping.
Dan di saat Dewa Arak tengah sibuk menghadapi jarum-jarum beracun itu, Macan
Tutul Lembah Neraka segera melesat pergi dari situ. Berkat ilmu meringankan
tubuhnya yang memang sudah mencapai tingkatan tinggi, dalam beberapa kali
lompatan saja laki-laki pendek gemuk itu sudah berada jauh dari situ.
"Kalau kau masih penasaran, kau boleh mencariku di Hutan Parigi, dekat Bukit
Tombok...!" terdengar suara keras berkumandang di sekitar halaman Perguruan
Kapak Sakti itu. "Hhh...!"
Dewa Arak menghela napas panjang. Disadarinya kalau tidak mungkin lagi baginya
dapat mengejar lawannya.
Macan Tutul Lembah Neraka telah berada jauh dari situ.
Dibiarkan saja Macan Tutul Lembah Neraka lenyap di kejauhan. Toh, laki-laki
pendek gemuk itu telah memberitahukan tempat tinggalnya.
Dengan langkah lesu, Dewa Arak menghampiri Jayalaga yang berdiri di samping Ki
Gelagar. "Terima kasih atas pertolonganmu, Anak Muda," ucap Ketua Perguruan Kapak Sakti
itu sambil mengulurkan tangan pada Dewa Arak. Arya pun segera menjabatnya erat-
erat. "Kalau tidak karena pertolonganmu, mungkin saat ini aku sudah tewas di
tangan Macan Tutul Lembah Neraka. Hhh...! Iblis itu benar-benar lihai sekali!"
Tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan merah. Sesaat kemudian di hadapan Dewa
Arak telah berdiri seorang gadis cantik berambut panjang, berpakaian merah
menyala. "Terima kasih atas pertolonganmu... nggg... boleh aku memanggilmu, Kakang?"
tanya gadis berpakaian merah menyala itu sambil tersenyum manis.
"Boleh saja," sahut Dewa Arak tersenyum. "Kalau boleh kutahu siapa namamu,
Nini?" Wajah gadis berpakaian merah menyala itu memerah.
"Aku Puspa Rani, Ki Gelagar adalah ayahku...," lembut suara gadis itu.
"Lupakanlah, Puspa. Manusia hidup harus saling tolong menolong. Dan hanya
kebetulan saja, aku yang kali ini menolong ayahmu. Bukan tidak mungkin kalau
esok atau lusa, ayahmu atau malah kau sendiri yang menolongku.
Siapa tahu?"
Tanpa sepengetahuan Dewa Arak, ada sepasang mata
yang memandang penuh kebencian ke arahnya, begitu
melihat pemuda berambut putih keperakan itu berbincang-bincang dengan Puspa
Rani. Sepasang mata milik
Jayalaga. "O ya, Ki, Puspa. Aku permisi, dulu. Aku harus mengejar musuh-musuhku sebelum
mereka pergi. Mari, Paman."
setelah berkata demikian, Dewa Arak segera melesat dari situ, diikuti oleh
Jayalaga. "Sering-seringlah mampir, Kang," teriak Puspa Rani keras.
"Mudah-mudahan, Puspa," sahut Dewa Arak.
Ki Gelagar, Puspa Rani dan seluruh murid Perguruan Kapak Sakti memandangi
kepergian Dewa Arak hingga
bayangan pemuda itu lenyap di kejauhan.
"Siapakah pemuda itu, Ayah?" tanya Puspa Rani sambil berjalan ke dalam rumah
bersama ayahnya. Pelan sekali suaranya, lebih mirip bisikan.
"Yang mana?" goda Ki Gelagar.
"Yang mana lagi"!" sergah Puspa Rani masih dengan suara berbisik. "Kalau yang
satu lagi sih, aku sudah kenal, Ayah. Bukankah dia murid Eyang Tapakjati?"
"Jadi, maksudmu..." Ki Gelagar sengaja menahan ucapannya.
"Tentu saja pemuda yang telah menolong Ayah!" sentak gadis pakaian merah menyala
ini agak keras.
"Ooo... dia"!" ucap Ki Gelagar pura-pura baru mengerti.
"Ya. Dia. Ayah." sambut Puspa Rani dengan wajah mem-berengut.
Ki Gelagar terdiam. Ditatapnya wajah putrinya lekat-lekat. Karuan saja hal itu
membuat gadis berpakaian merah menyala itu menjadi malu, dan menundukkan
kepalanya. "Dia bernama Arya Buana. Dunia persilatan lebih mengenalnya dengan julukan Dewa
Arak!" jawab Ki Gelagar. Sikapnya seolah-olah seperti telah tahu betul mengenai
pemuda berambut putih keperakan itu. Padahal dia sendiri pun baru saja
mendengarnya dari pembicaraan Macan Tutul Lembah Neraka dengan pemuda berbaju
ungu itu. "Ah...! Jadi, pemuda itu adalah tokoh yang meng-gemparkan itu, Ayah"!" tanya
Puspa Rani setengah tidak percaya. "Sungguh tidak kusangka, orang yang begitu
terkenal itu ternyata masih muda..."
Ki Gelagar sama sekali tidak menanggapi ucapan
putrinya. Kepala Ketua Perguruan Kapak Sakti ini
tertunduk menekuri lantai. Dla mengerti perasaan yang berkecamuk dalam benak
putri tunggalnya ini. Puspa Rani telah menaruh simpati yang mendalam pada Dewa
Arak. Padahal laki-laki setengah baya ini tahu kalau Dewa Arak bukanlah orang yang
cocok untuk putrinya. Orang seperti Dewa Arak akan lebih mengutamakan
kepentingan orang banyak daripada kepentingan pribadi. Hal inilah yang membuat
Ki Gelagar agak bingung.
Puspa Rani agak heran melihat ayahnya sama sekali
tidak menanggapi ucapannya. Bahkan masuk ke ruang
khususnya. Gadis berpakaian merah menyala ini tidak berani mengusik Dia pun
melangkah meninggalkan tempat itu. Hatinya bernyanyi riang. Mulutnya bersiul-
siul. Perjumpaannya dengan Dewa Arak membuat hatinya
berbunga-bunga.
*** 4 Tidak seperti biasanya, kali ini Dewa Arak berlari dengan mengerahkan separuh
ilmu meringankan tubuhnya. Hal ini terpaksa dilakukannya. Karena kalau seluruh
ilmu meringankan tubuhnya dikeluarkan, sudah dapat dipastikan kalau Jayalaga akan
tertinggal jauh.
"Kau tahu di mana markas mereka, Paman?" tanya Arya tanpa menghentikan larinya.
Sepasang matanya menatap tajam wajah paman gurunya.
Jayalaga menganggukkan kepalanya. Pemuda ber-
pakaian merah muda ini sama sekali tidak menyahut. Arya pun terus berlari.
Sementara Jayalaga juga terus saja berlari di sebelah Dewa Arak.
Tak terasa malam pun datang menjelang ketika Dewa
Arak dan Jayalaga telah tiba di sebuah hutan.
"Kita bermalam di sini dulu, Arya." ucap Jayalaga memberi saran.
"Baik, Paman. Tapi kita harus mencari makanan dulu untuk mengisi perut," usul
Arya. "Sebuah usul yang bagus!" puji Jayalaga sambil meng-acungkan jempol.
"Biar aku saja yang mencari makanan, Paman." ucap Arya menawarkan diri.
"Dan aku yang memasaknya," sambung Jayalaga tidak mau kalah. "Bagaimana" Adil
kan?" "Terserah Paman sajalah." sahut Arya mengalah.
"Kalau begitu, cepat kau cari makanan itu, Arya!"
Tanpa menunggu dipenntah dua kali, Dewa Arak segera melesat dari situ. Tujuannya
sudah jelas. Mencari makanan untuk mengganjal perut. Entah itu ayam hutan atau
kelinci. Yang penting dapat digunakan sebagai obat lapar.
Cukup lama juga Arya pergi. Dan ketika kembali, di tangannya terjinjing dua ekor
kelinci dan seekor ayam hutan.
Jayalaga segera menerimanya begitu Arya meng-
angsurkan binatang hasil buruannya. Sesaat kemudian, pemuda berpakaian merah
muda ini sudah sibuk dengan masakannya.
Perut Arya yang memang sudah berkeroncongan, men-
jerit-jerit minta diisi begitu mencium bau harum daging panggang.
Tak lama kemudian, mereka pun sudah sibuk dengan
santapannya masing-masing. Baik Arya maupun Jayalaga makan daging panggang itu
dengan lahap. Beberapa saat kemudian, binatang panggangan itu pun habis. Yang tinggal hanyalah
tulang-tulangnya.
Arya menguap. Mulutnya terbuka lebar-lebar. Seiring dengan habisnya daging
panggang itu, rasa kantuk yang amat sangat pun menyerangnya. Begitu dahsyat
sekali serangan kantuk kali ini.
Dewa Arak mengerutkan alisnya. Aneh sekali rasa
kantuknya kali ini. Rasanya nikmat sekali kalau tubuhnya direbahkan.
"Aku sudah mengantuk sekali, Paman. Maaf, aku tidur duluan," ucap Arya.
"Tidurlah, Arya. Aku masih balum mengantuk. Nanti kalau aku mengantuk, aku pun
akan tidur "
"Hup..!"
Dewa Arak menggenjotkan kakinya. Sesaat kemudian,
tubuhnya pun melayang ke atas. Dan tanpa menimbulkan getaran sedikit pun pemuda
berambut putih keperakan ini hinggap di cabang pohon.
Dewa Arak segera menjumput guci araknya yang
tersampir di punggung. Kemudian digantungkannya di cabang pohon. Baru setelah
itu tubuhnya direbahkan. Tak lama kemudian Dewa Arak pun tertidur lelap.
Arya tidak menyadari kalau semua gerak-geriknya
diperhatikan sepasang mata milik seorang pemuda berpakaian merah muda. Bibir
pemuda itu mengulas
senyuman tipis begitu melihat Dewa Arak telah
merebahkan tubuhnya.
Dan senyumnya pun semakin melebar tatkala di
dengarnya suara dengkur halus, pertanda pemuda
berambut putih keperakan itu telah tertidur lelap.
Tapi meskipun begitu, Jayalaga tetap menunggu be-
berapa saat lamanya. Baru setelah diyakininya Arya benar-benar telah tertidur
lelap, kedua kakinya digenjotkan.


Dewa Arak 10 Tiga Macan Lembah Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hih...!"
Sesaat kemudian tubuh Jayalaga melayang ke atas. Dan hinggap di cabang pohon
tempat Dewa Arak merebahkan tubuhnya. Dengan gerakan hati-hati, di ambilnya guci
arak yang tergantung di cabang pohon itu.
Tappp...! Sesaat kemudian, guci arak itu pun telah berpindah tempat. Kini guci pusaka Dewa
Arak telah berada di tangan Jayalaga.
Jayalaga merayapi sekujur wajah Dewa Arak. Sorot
matanya memancarkan kebencian. Pelahan-lahan tangannya tergetar pertanda telah
dialiri tenaga dalam.
"Hih..!"
Jayalaga menggertakkan gigi seraya mengayunkan
tangannya ke kepala Dewa Arak. Angin keras berkesiur mengiringi tibanya serangan
itu. Tapi sebelum pukulan itu menghantam sasaran.
Jayalaga menghentikan gerakannya.
"Aku bukan pengecut! Yang hanya berani membunuh lawan yang tidak berdaya." desis
pemuda berpakaian merah muda itu pelan seperti bicara pada dirinya sendiri.
Setelah berkata demikian. Jayalaga segera melompat turun dari cabang itu. Indah
dan manis sekali gerakannya.
"Hup..!"
Ringan tanpa suara kedua kakinya mendarat di tanah.
Dan secepat kedua kakinya telah berada dl tanah, secepat itu pula tubuh murid
Eyang Tapakjati melesat dari situ.
Terus berlari masuk ke dalam hutan. Sementara itu, Arya masih tertidur lelap.
Pemuda berambut putih keperakan ini baru tersadar dari tidur nyenyaknya ketika
pendengarannya yang tajam menangkap adanya suara ribut-ribut di dekatnya.
Bergegas pemuda ini membuka matanya dan memandang ke arah asal suara.
Di bawah pohon, tampak berdiri tiga sosok tubuh yang membuat jantung Dewa Arak
berdenyut cepat. Betapa
tidak" Di bawah pohon tempatnya tidur, telah berdiri tiga orang yang
mendongakkan wajah ke arah nya. Tiga orang itu ciri-cirinya mirip sekali dengan
Tiga Macan Lembah Neraka yang diceritakan oleh Eyang Tapakjati maupun oleh
Jayalaga. Apalagi di antara mereka dilihatnya Macan Tutul Lembah Neraka yang
kemarin dipecundanginya.
"Dewa Arak! Turun kau...! Dan mari selesaikan urusan kita'" teriak Macan Tutul
Lembah Neraka. Sejak tadi, amarah Dewa Arak sudah berkobar-kobar
begitu melihat tiga orang yang memang tengah dicari-carinya. Bergegas Arya
menoleh ke tempat dia meng-
gantungkan gucinya.
Wajah Dewa Arak kontan berubah ketika melihat guci yang semalam digantungkannya
telah lenyap! Cabang
pohon, tempat dia menggantungkan gucinya kosong.
Perasaan penasaran mendorong Arya untuk memeriksa
punggungnya. Ternyata di situ pun tidak ditemukan
gucinya. Perasaan bingung bercampur was-was pun
melandanya. Betapa tidak" Tanpa guci pusaka itu, ilmu andalannya menjadi hilang
kemampuannya" Dan hal
seperti ini juga pernah dialami oleh pemuda itu (Untuk jelasnya, silakan baca
serial Dewa Arak dalam episode
"Cinta Sang Pendekar")
Tapi Dewa Arak tidak mempunyai pilihan lain lagi. Lawan telah mengajukan
tantangan, dan pantang baginya
menolak. Apa pun alasannya. Maka walaupun pikirannya masih digayuti berbagai
macam pertanyaan, Arya tetap melompat turun dari pohon untuk memenuhi tantangan
itu. "Hup...!"
Ringan tanpa suara kedua kakinya hinggap di tanah, sekitar tiga tombak di
hadapan ketiga lawannya.
Macan Tutul Lembah Neraka menatap Arya. Ada sorot
kegentaran pada sepasang matanya. Memang, sebenar-
nyalah laki-laki pendek gemuk ini merasa gentar bukan main pada pemuda berambut
putih keperakan di
hadapannya ini. Telah dirasakannya sendiri kelihaian Dewa Arak yang menggiriskan
itu. Dewa Arak memandang ke sekelilingnya. Sepasang
matanya berputar liar, seolah-olah ada sesuatu yang tengah dicarinya. Dan
memang, Arya tengah mencari-cari Jayalaga. Ke mana perginya paman gurunya itu"
tanya Arya dalam hati.
Mendadak Dewa Arak tersentak ketika tiba-tiba muncul sebuah dugaan. Apakah
Jayalaga yang telah membawa lari guci araknya" Sepertinya dugaaan itu mustahil.
Untuk apa pemuda berpakaian merah muda itu membawa lari guci peraknya. Tapi,
kalau bukan, kenapa tiba-tiba saja pemuda itu lenyap begitu saja" Tapi Dewa Arak
tidak bisa berpikir lebih lama lagi karena lawan-lawannya tampak sudah tidak
sabar lagi. Macan Kumbang Lembah Neraka, orang yang paling beringas di antara
Tiga Macan Lembah Neraka segera melangkah maju.
"Inikah orang yang kau ceritakan itu, Macan Tutul?"
tanya laki-laki berkulit hitam itu seraya berpaling menatap rekannya.
Macan Tutul Lembah Neraka menganggukkan kepala-
nya. "Ya! Dialah Dewa Arak." jawab laki-laki bertubuh pendek gemuk itu pelan.
"Dan kau dikalahkannya?" tanya Macan Kumbang Lembah Neraka lagi. Nada suaranya
menyiratkan ketidak-percayaan.
Kembali Macan Tutul Lembah Neraka menganggukkan
kepalanya. "Hati-hati, Macan Kumbang. Kepandaian pemuda itu tinggi sekali," ujar Macan
Tutul Lembah Neraka menasihati.
"Ha ha ha...!" Macan Kumbang Lembah Neraka hanya tertawa bergelak. "Ingin
kuketahui, sampai di mana tingkat kepandaiannya."
Setelah berkata demikian, laki-laki berkulit hitam itu mengalihkan perhatiannya
kembali pada Dewa Arak.
Pemuda berambut putih keperakan itu memang sejak tadi hanya mendengarkan
pembicaraan antara Macan Tutul
dan Macan Kumbang Lembah Neraka. Sementara benak-
nya berputar terus, memikirkan di mana guci araknya dan ke mana pula perginya
Jayalaga. Mendadak saja hatinya berdebar keras tatkala teringat kejadian aneh semalam.
Kecurigaan pada paman gurunya itu semakin membesar. Semalam dia terserang rasa
kantuk yang amat sangat. Kantuk yang belum pemah
dialami seumur hidupnya. Dan itu dialaminya setelah dia makan daging panggang
yang dibuat oleh Jayalaga.
Mungkinkah daging panggang itu telah dicampuri racun pembius"
Namun Arya tidak bisa berpikir terlalu lama lagi. Macan Kumbang Lembah Neraka
telah menghampirinya dengan
sorot mata beringas.
"Bersiaplah, Dewa Arak...!" seru laki-laki berkulit hitam itu bernada
memperingatkan.
Arya memang sudah sejak tadi bersikap waspada.
Disadari kalau kini tidak bisa menggunakan ilmu
andalannya. Ilmu 'Belalang Sakti' membutuhkan arak untuk memainkannya. Sehingga
mau tak mau Dewa Arak
terpaksa menggunakan ilmu warisan ayahnya. Ilmu
'Delapan Cara Menaklukkan Harimau', dan Ilmu 'Sepasang Tangan Penakluk Naga'.
"Haaat..!"
Sambil mengeluarkan suara melengking nyaring. Macan Kumbang Lembah Neraka
menyerang Dewa Arak dengan
totokan-totokan dua jari tangan ke arah ulu hati dan dada bertubi-tubi.
Suara berciutan nyaring bagai ada sesuatu yang robek, terdengar mengiringi
tibanya serangan itu.
Dewa Arak tidak berani main-main. Dari suara angin yang berciutan itu, dapat
diukur ketinggian tenaga dalam milik laki-laki berkulit hitam itu. Buru-buru
didoyongkan tubuhnya ke kanan sehingga serangan itu lewat di samping tubuhnya.
Sewaktu mengelak, tak lupa pemuda berambut putih keperakan ini mengirim sampokan
ke pelipis lawannya.
Macan Kumbang Lembah Neraka terperanjat kaget. Dari gerakan mengelak Dewa Arak,
bisa di perkirakannya
ketinggian ilmu pemuda di hadapannya. Hanya orang-orang yang berkepandaian
tinggi sajalah yang berani mengelakkan serangan tanpa menggeser kaki. Karena hal
seperti itu membutuhkan perhitungan yang matang.
Bukan hanya itu saja, yang membuat laki-laki berkulit hitam itu terkejut.
Balasan serangan yang begitu tiba-tiba dari pemuda itu juga membuatnya terkejut.
Apalagi ketika didengarnya desiran angin nyaring sebelum serangan itu sendiri
tiba. "Hup...!"
Macan Kumbang Lembah Neraka segera merendahkan
tubuhnya sehingga serangan itu lewat di atas kepalanya.
Rambut dan pakaiannya yang berkibaran keras menjadi bukti kehebatan tenaga dalam
yang terkandung dalam serangan Dewa Arak. Dan ini membuat laki-laki berkulit
hitam itu diam-diam mengakui pemberitahuan Macan Tutul Lembah Neraka.
Tidak hanya itu saja yang dilakukan Macan Kumbang
Lembah Neraka. Seraya merendahkan tubuh, tangan
kirinya melakukan totokan ke arah dada lawannya.
Walaupun totokan itu hanya dilakukan dengan meng-
gunakan dua jari, namun batu karang yang paling keras pun akan tembus!
Dewa Arak memuji kelihaian laki-laki berkulit hitam itu dalam hati. Kecepatan
gerak laki-laki berkulit hitam itu memang mengagumkan. Apalagi ditambah dengan
ilmu totokan yang dimilikinya. Ilmu totokan itu benar-benar menggiriskan hati. Rasa
penasaran mendorong Arya untuk menjajaki kekuatan tenaga dalam lawannya. Maka
ditangkisnya totokan yang mengarah ke dadanya itu
dengan bacokan tangan kirinya.
Takkk! Tak pelak lagi, benturan dua tangan yang sama-sama mengandung tenaga dalam
tinggi pun tidak bisa dielakkan.
Macan Kumbang Lembah Neraka memekik tertahan. Laki-laki berkulit hitam itu
merasakan sekujur tangannya ngilu.
Apalagi pada bagian yang berbenturan langsung dengan tangan Dewa Arak. Seolah-
olah tangannya berbenturan dengan sebatang baja yang keras bukan kepalang. Jelas
kalau tenaga dalamnya masih belum dapat mengimbangi tenaga dalam Arya.
Tapi tentu saja hal itu tidak membuat Macan Kumbang Lembah Neraka gentar. Bahkan
sebaliknya, penasaran bukan main. Dan sebagai akibatnya serangan-serangannya pun
kian dahsyat. Tapi, meskipun begitu Dewa Arak masih dapat mengimbanginya.
Walaupun pemuda berambut putih keperakan ini tidak menggunakan ilmu 'Delapan
Langkah Belalang', tapi tidak berarti kalau Dewa Arak menjadi seorang yang lemah
tidak berdaya. Dengan ilmu 'Delapan Cara Menaklukkan Harimau' dan ilmu 'Sepasang
Tangan Penakluk Naga', dihadapinya kedahsyatan semua serangan Macan Kumbang
Lembah Neraka. Pertarungan antara kedua tokoh sakti itu berlangsung sengit dan cepat. Sehingga
tidak terasa lima belas jurus telah berlalu. Dan saat ini belum nampak tanda-
tanda ada yang akan terdesak. Sungguh pun Dewa Arak unggul dalam tenaga dalam
dan ilmu meringankan tubuh, tapi tidak berarti pemuda berambut putih keperakan
ini akan mudah merobohkan lawannya.
Ilmu totokan yang dimiliki oleh Macan Kumbang Lembah Neraka ternyata memiliki
ciri khas yang sama dengan ilmu
'Delapan Cara Menaklukkan Harimau'. Sama-sama
menitikberatkan pada penyerangan. Maka tidak aneh jika pertarungan antara
keduanya berlangsung menarik.
Tapi lewat delapan puluh jurus, tampaklah keunggulan Dewa Arak. Pelahan namun
pasti Macan Kumbang Lembah Neraka mulai terdesak.
Tentu saja hal itu diketahui oleh kedua rekannya. Macan Tutul Lembah Neraka
menatap Macan Loreng Lembah
Neraka dengan sinar mata memancarkan kemenangan.
"Aku tidak berlebihankan menceritakannya pada kalian."
ucap laki-laki bertubuh pendek gemuk itu tiba-tiba.
"Pemuda itu memang memiliki kepandaian luar biasa."
Macan Loreng Lembah Neraka hanya diam. Sepasang
matanya masih memandang ke arah pertarungan.
"Pantas saja kalau Raksasa Rimba Neraka bisa tewas di tangannya," gumam Macan
Loreng Lembah Neraka pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari pertarungan.
"Ah...! Kalau saja tidak melihat sendiri, aku tidak akan percaya.
Orang semuda dia bisa memiliki tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh seperti
itu. Sulit dipercaya!"
Macan Tutul Lembah Neraka sama sekali tidak
menanggapi keheranan Macan Loreng Lembah Neraka.
Pertarungan yang berlangsung di hadapan mereka jauh lebih menarik. Kapan lagi
dapat menyaksikan pertarungan seseru ini.
"Tak lama lagi, Macan Kumbang akan roboh di tangan pemuda itu," kembali Macan
Tutul Lembah Neraka yang memang bawel menyela, tanpa mengalihkan pandangannya
dari pertarungan.
"Yahhh...," sahut Macan Loreng mendesah pelan. Juga tanpa mengalihkan
pandangannya dari pertarungan.
"Pemuda itu memainkan jurus yang mirip dengan jurus-jurus Eyang Tapakjati."
*** Sementara itu pertarungan semakin mendekati
penyelesaian. Macan Kumbang Lembah Neraka
kelihatannya amat terdesak. Berkali-kali tubuhnya
terhuyung. Dadanya dirasakan sesak bukan main. Sekujur tangannya pun terasa
ngilu, setiap kali berbenturan dengan tangan Dewa Arak.
"Hiaaat...!"
Dewa Arak berteriak nyaring. Kaki kirinya menendang lurus ke dada Macan Kumbang.
Laki-laki berkulit hitam itu segera mendoyongkan tubuhnya, sehingga serangan itu
lewat di samping tubuhnya. Tapi, Arya yang memang sudah memperkirakan hal itu
segera menyusulinya dengan
tendangan menyamping kaki kanannya ke arah leher yang dilakukannya sambil
menggeser kaki.
Kali ini Macan Kumbang Lembah Neraka tidak bisa
mengelak lagi. Posisinya memang sejak tadi sudah terjepit.
Terpaksa ditangkisnya serangan kaki itu dengan tangan bersilang seraya
merundukkan sedikit kepalanya.
Plak! Seketika itu juga kuda-kuda Macan Kumbang Lembah
Neraka tergoyah. Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang.
Dan saat itulah Dewa Arak kembali melompat menerkam.
Inilah jurus 'Harimau Lapar Menerkam Kambing'!
Wajah Macan Kumbang Lembah Neraka mendadak
pucat. Disadari kalau dia tidak akan mampu mengelakkan serangan yang datang
begitu mendadak. Menangkis pun sudah tidak sempat lagi. Yang dapat dilakukannya
hanyalah menanti ajal dengan sepasang mata terbelalak lebar.
Tapi di saat gawat bagi keselamatan Macan Kumbang
Lembah Neraka, dari arah samping kanan dan kirinya melesat dua sosok bayangan
yang memotong laju
lompatan Dewa Arak.
Plak, plak, plak...!
Suara benturan keras terdengar berkali-kali. Disusul dengan berpentalannya tiga
sosok tubuh. Tubuh Dewa Arak dan dua sosok yang memotong laju lompatannya.
"Hup...!"
Dewa Arak bersalto beberapa kali di udara, kemudian mendarat ringan di tanah.
Tanpa melihat pun sudah bisa diduga, siapa yang telah menangkis serangannya.
Siapa lagi kalau bukan Macan Tutul dan Macan Loreng Lembah Neraka!
"Hup...! Hup...!"
Hampir berbareng dengan mendaratnya kedua kaki
Dewa Arak, kedua penolong Macan Kumbang pun
mendaratkan kedua kakinya. Dan memang benar! Kedua orang itu tak lain adalah
Macan Loreng dan Macan Tutul Lembah Neraka!
Dewa Arak bersikap waspada. Dari semula sudah
diduganya kalau dia pasti akan menghadapi keroyokan tiga orang tokoh ini. Oleh
karena itu pemuda berambut putih keperakan ini tidak terkejut lagi. Ditatapnya
ketiga lawan yang masih berdiri di hadapannya satu persatu.


Dewa Arak 10 Tiga Macan Lembah Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau memang lihai!, Dewa Arak! Tapi bila kau mampu menghadapi kami bertiga
selama tujuh puluh jurus, kami berjanji tidak akan mengusikmu lagi!" tegas Macan
Tutul, yang selalu menjadi juru bicara dari Tiga Macan Lembah Neraka.
Arya mengerutkan alisnya mendengar penawaran yang
menarik itu. Dengan Jurus 'Delapan Langkah Belalang', tidak sulit baginya untuk
menghadapi pengeroyokan ketiga datuk golongan hitam ini. Tapi sayang, kini dia
tidak bisa menggunakan jurus itu. Guci araknya lenyap entah ke mana. Dan bila
dia bersikeras menggunakan ilmu 'Belalang Sakti', percuma saja. Ilmu itu tidak
akan berarti apa-apa tanpa pancingan arak dari guci pusakanya.
Tantangan Macan Tutul Lembah Neraka bukanlah tanpa perhitungan. Semalam,
Jayalaga datang menemuinya.
Pemuda berbaju merah muda itu memberitahukan tempat Dewa Arak serta membuka
rahasia kelemahannya. Itulah sebabnya mengapa Macan Tutul Lembah Neraka mau
berjanji seperti itu.
"Tidak usah banyak basi-basi, Macan Tutul Lembah Neraka! Aku mencari kalian
untuk membalaskan kematian Eyang Tapakjati! Aku hanya punya dua pilihan. Aku
atau kalian yang harus mati!" tandas Arya.
"Ha ha ha...! Sombongnya!" Macan Loreng Lembah Neraka tertawa terbahak-bahak
"Kalau begitu bersiaplah kau, Dewa Arak!"
Setelah berkata demikian, Macan Loreng Lembah
Neraka segera melompat menerjang Dewa Arak. Belum
juga serangan laki-laki bermuka kuning itu tiba, Macan Tutul dan Macan Kumbang
Lembah Neraka juga telah
melompat menyerang. Kini sibuklah Dewa Arak.
Menghadapi seorang saja, membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk mengalahkannya. Apalagi menghadapi tiga orang sekaligus.
Tapi, meskipun begitu Dewa Arak tidak menjadi gentar.
Kalau saja pemuda berambut putih keperakan ini bersikap pengecut, sudah dari
tadi melarikan diri. Dengan
ketinggian ilmu meringankan tubuh yang berada di atas lawannya, tidak sulit bagi
Dewa Arak untuk melakukan itu.
Tapi Arya sama sekali tidak melakukannya! Dan bahkan malah menantang ketiga
lawannya bertarung sampai mati!
Sesaat kemudian, pertarungan sengit pun terjadi. Kali ini Dewa Arak harus
berjuang lebih keras untuk
melumpuhkan lawannya. Padahal Arya baru saja menguras seluruh kemampuannya
sewaktu menghadapi Macan
Kumbang Lembah Neraka. Dan kini kembali harus
mengerahkan seluruh kemampuannya kalau tidak ingin mati sia-sia.
Tapi betapa pun Arya telah mengerahkan seluruh
kemampuannya. Tetap saja pemuda berambut putih
keperakan ini harus mengakui kalau ketiga tokoh ini terlalu berat baginya. Tidak
sampai dua puluh jurus, Dewa Arak sudah terdesak.
Pemuda berambut putih keperakan ini menggertakkan
gigi. Dikeluarkannya gabungan ilmu 'Delapan Cara
Menaklukkan Harimau' dan ilmu 'Sepasang Tangan
Penakluk Naga'. Tapi, tetap saja usaha kerasnya ini tidak menampakkan hasil.
Arya tetap saja terdesak.
"Haaat..!"
Seraya mengeluarkan teriakan nyaring, Dewa Arak
mengibaskan kaki kanannya ke arah Macan Kumbang
Lembah Neraka seraya memutar tubuh.
Wusss...! Angin berhembus keras mengiringi tibanya serangan
kaki Dewa Arak.
"Hih...!"
Macan Kumbang Lembah Neraka menggertakkan gigi.
Diangkat tangan kanannya ke samping kanan kepalanya.
Melindungi kepala itu dari kibasan kaki Dewa Arak.
Plak! Benturan keras antara tangan dan kaki yang sama-sama dialiri tenaga dalam tinggi
itu terjadi. Akibatnya hebat!
Kuda-kuda Macan Kumbang Lembah Neraka tergoyah. Dan tubuhnya terhuyung ke
samping. Sementara tubuh Dewa Arak bergetar, dan posisinya agak goyah.
Sebelum Arya mengirimkan serangan susulan. Macan
Tutul Lembah Neraka telah menyerang dengan sampokan yang mengarah ke pelipisnya.
Karuan saja hal ini membuat Dewa Arak yang belum sempat memperbaiki kuda-
kudanya, berusaha mati-matian menyelamatkan diri.
Buru-buru Arya merundukkan tubuhnya sehingga
sampokan itu lewat di atas kepalanya. Tapi di saat itulah serangan kaki Macan
Loreng Lembah Neraka meluncur
tiba. Bukkk! "Hugh...!"
Dewa Arak mengeluh pendek ketika tendangan laki-laki bermuka kuning itu mendarat
telak dan keras di perutnya.
Seketika itu juga tubuh Arya terbungkuk, karena perutnya terasa mual dan mules
yang amat sangat. Dan belum lagi Dewa Arak mengatasi rasa sakit itu, Macan
Kumbang Lembah Neraka telah memburunya dengan sapuan kaki.
Dukkk! "Akh...!"
Kembali Dewa Arak memekik tertahan. Sapuan kaki laki-laki berkulit hitam itu
tepat mengenai kakinya. Tak pelak lagi, tubuhnya terjungkal ke belakang. Tapi,
sungguhpun rasa sakit yang amat sangat mendera kakinya. Arya masih berusaha
memperbaiki posisinya.
Kali ini giliran Macan Tutul Lembah Neraka yang mencecar Dewa Arak. Laki-laki
pendek gemuk itu segera melancarkan pukulan ke arah perut Dewa Arak.
Wuuttt..! Angin yang menderu keras menjadi pertanda kuatnya
tenaga dalam yang terkandung dalam pukulan itu. Dewa Arak terkesiap kaget.
Sebisa-bisanya pemuda berambut putih keperakan ini berusaha mengelak.
Bukkk! "Hugh...!"
Untuk yang kedua kaliny perut Arya terkena serangan lawan. Tapi sungguhpun hanya
berupa pukulan, akibatnya tidak kalah hebat dengan tendangan Macan Loreng
Lembah Neraka tadi. Akibatnya kembali Arya mengeluh tertahan. Tubuhnya ambruk
seketika di tanah. Dari mulut pemuda berambut putih keperakan itu meleleh cairan
merah kental Dewa Arak pingsan!
"Ha ha ha...!"
Macan Tutul Lembah Neraka tertawa bergelak melihat lawan tangguhnya roboh.
Ditatapnya tubuh yang tergolek lemah di tanah itu. Kemudian pelahan
dihampirinya. Dengan ujung sepatunya wajah Dewa Arak dihadapkan ke arahnya.
Macan Kumbang hanya mendengus melihat kelakuan
Macan Tutul Lembah Neraka. Dengan perasaan tidak
sabar, dihampirinya tubuh Arya. Diraihnya kaki Dewa Arak kemudian diseretnya
tubuh pemuda berambut putih
keperakan itu meninggalkan tempat itu.
"Ha ha ha...!"
Suara tawa menggelegar kembali menggema di sekitar tempat itu. Suara tawa yang
berasal dari mulut Tiga Macan Lembah Neraka. Sesaat kemudian tiga datuk sesat
itu pun melesat meninggalkan tempat Itu. Meninggalkan gema suara yang masih
bergaung memekakkan telinga.
Dari balik rerimbunan semak, sepasang mata milik
seorang pemuda yang sejak tadi mengawasi semua
peristiwa itu, tersenyum lebar. Pemuda itu berpakaian warna merah muda. Siapa
lagi kalau bukan Jayalaga.
Sungguhpun Tiga Macan Lembah Neraka telah tidak
berada lagi di situ, pemuda berpakaian merah muda ini tetap diam dl tempat
persembunyiannya. Baru setelah merasa yakin kalau tidak ada lagi orang yang
berada di situ, Jayalaga keluar dari persembunyiannya.
*** 5 Tiga Macan Lembah Neraka membawa Dewa Arak ke
sebuah bangunan tua yang sudah tidak dihuni lagi di dalam hutan. Dan memang di
situlah markas mereka.
Brukkk! Sembarangan saja Macan Kumbang melemparkan
tubuh Dewa Arak ke lantai. Tentu saja Dewa Arak yang sudah tidak sadar, sama
sekali tidak berbuat apa-apa.
Keadaan pemuda berambut putih keperakan itu
menyedihkan sekali. Pakaiannya banyak yang koyak.
Sekujur tubuhnya penuh luka-luka akibat terseret-seret.
Memang Macan Kumbang Lembah Neraka membawa
Dewa Arak hanya sebelah kakinya saja.
"Ikat dia...!" perintah Macan Kumbang Lembah Neraka.
Tanpa menunggu diperintah dua kali. Macan Loreng
segera mencekal kaki Dewa Arak. Dan lagi-lagi pemuda berambut putih keperakan
itu harus menerima kenyataan pahit. Diseret ke ruangan dalam.
Macan Loreng membawa Dewa Arak ke sebuah ruangan
yang dindingnya terbuat dari tembok batu tebal. Pintunya pun terbuat dari
jeruji-jeruji baja. Rupanya ruangan ini juga pernah dipergunakan sebagai tempat
tahanan. Kriiit..! Terdengar derit nyaring, begitu Macan Loreng membuka jeruji pintu itu. Lalu
diseretnya tubuh Dewa Arak masuk ke ruangan itu. Ruangan lembab yang lantainya
dipenuhi lumut.
Macan Loreng terus menyeret tubuh Dewa Arak sampai ke dinding. Di dinding itu
tertanam rantai-rantai baja besar yang pada ujungnya terdapat gelang-gelang baja
yang juga besar.
Sesampainya di sini, dengan kasar Macan Loreng
menegakkan tubuh Dewa Arak. Kemudian dimasukkannya kedua pergelangan tangan dan
kaki Dewa Arak pada
gelang-gelang baja itu, kemudian dikuncinya
Setelah menyelesaikan pekerjaannya. Macan Loreng
Lembah Neraka berlalu meninggalkan ruangan itu.
Dilangkahkan kakinya ke arah pintu. Kemudian dibuka dan ditutupkannya kembali.
Dan melangkah menuju ruang
tengah. Ruangan tempat Macan Kumbang dan Macan
Tutul Lembah Neraka tadi duduk.
"Bagaimana?" tanya Macan Kumbang begitu melihat Macan Loreng telah kembali tanpa
Dewa Arak. Macan Loreng hanya menggerakkan sedikit bagian atas mulutnya.
Rupanya isyarat seperti itu telah cukup dimengerti Macan Kumbang Lembah Neraka.
Terbukti dia tidak
bertanya lagi. Kepalanya ditolehkan kembali ke luar.
Seperti ada sesuatu yang tengah ditunggunya.
"Mengapa dia belum juga datang...." desah laki-laki berkulit hitam itu bernada
keluhan. "Sabarlah, Macan Kumbang! Aku yakin tak lama lagi dia akan kembali. Anak itu
memang punya sifat aneh. Tapi, aku percaya dia akan menepati janjinya," sahut
Macan Tutul Lembah Neraka bernada menghibur.
"Betul, Macan Kumbang!" Macan Loreng Lembah Neraka ikut menimpali. "Aku percaya,
Utari bukan termasuk gadis yang suka ingkar janji. Percayalah kata-kataku. Utari
pasti datang!"
"Hhh...!" Macan Kumbang hanya menghembuskan napas berat sebagai jawaban atas
nasihat kedua rekannya.
Sesaat sepasang matanya menatap berganti-ganti Macan Tutul dan Macan Loreng.
Tapi sesaat kemudian,
pandangannya dialihkan kembali keluar. Dan tiba-tiba saja sepasang matanya
berbinar-binar. Wajahnya kontan
berseri-seri. Di kejauhan, dilihatnya sesosok bayangan kebiruan yang bergerak cepat menuju ke
markas mereka. Macan
Kumbang Lembah Neraka kenal betul siapa pemilik
pakaian berwarna biru itu. Siapa lagi kalau bukan Utari"
Gadis yang mereka tunggu-tunggu!
Macan Tutul dan Macan Loreng Lembah Neraka tentu
saja melihat perubahan mendadak pada wajah laki-laki berkulit hitam itu. Bagai
dikomando, keduanya berbareng menatap ke luar. Dan seketika itu juga wajah
keduanya pun berseri gembira.
"Apa kataku, Macan Kumbang! Benar kan" Utari selalu menepati janjinya. Kau saja
yang terlalu berprasangka bukan-bukan." ucap Macan Tutul Lembah Neraka bernada
Pendekar Kidal 5 Pusaka Tongkat Sakti Karya Tjoe Beng Siang Tembang Tantangan 6
^