Tiga Macan Lembah Neraka 3
Dewa Arak 10 Tiga Macan Lembah Neraka Bagian 3
menyalahkan. "Ya, sudah! Aku mengaku salah. Dan kalianlah yang benar!" sergah laki-laki
berkulit hitam itu seraya bangkit dari duduknya.
Tak lama kemudian, sosok berbaju biru itu pun telah mulai mendekati markas
mereka. Bergegas Tiga Macan Lembah Neraka melangkah keluar, menyambut kedatangan
sosok berbaju biru itu.
Dan di halaman, Tiga Macan Lembah Neraka bertemu
dengan sosok berbaju biru itu.
"Ah...!" sosok berbaju biru yang ternyata adalah seorang gadis berwajah cantik
jelita, terpekik kaget. Dia nampak terkejut ketika tahu-tahu tiga sosok yang
amat dikenalnya, melesat keluar dan menyongsong kedatangannya.
"Apakah ada berita gembira sehingga Paman bertiga tidak sabar menungguku masuk
ke dalam?" tanya gadis yang bernama Utari itu seraya merayapi wajah Tiga Macan
Lembah Neraka dengan sepasang matanya yang bening
dan indah. "Bukan hanya menggembirakan saja, Utari. Tapi juga mengejutkan," selak Macan
Tutul Lembah Neraka, orang yang paling pandai bicara.
"Berita apa Paman?" tanya Utari seraya mengerutkan dahinya yang berkulit putih
halus dan mulus itu.
Macan Tutul Lembah Neraka tidak langsung menjawab.
Ditatapnya wajah gadis berpakaian biru itu tajam-tajam.
"Pembunuh gurumu telah kami tangkap!" ucap laki-laki gemuk pendek itu
memberitahu. Pelan Macan Tutul
Lembah Neraka mengucapkannya.
"Apa"!" sentak Utari. Tubuhnya sampai terjingkat ke belakang. Sepasang matanya
terbelalak lebar, seolah-olah melihat hantu di siang bolong "Coba ulangi sekali
lagi, Paman!"
Macan Tutul Lembah Neraka tertawa terkekeh.
"Mungkin kalau aku yang memberitahu, kau tidak akan percaya. Karena aku sering
membohongimu, kan" Nah, sekarang kau boleh tanyakan pada Macan Kumbang! Kau tahu
kan, Utari" Macan Kumbang adalah pamanmu yang selalu serius jika berbicara "
Utari, yang sebenamya adalah murid Raksasa Rimba
Neraka ini menoleh ke arah Macan Kumbang Lembah
Neraka. Laki-laki berkulit hitam itu menganggukkan kepalanya.
"Apa yang dikatakan Macan Tutul benar. Pembunuh gurumu telah kami tangkap!"
"Maksud Paman, Dewa Arak..."!" tanya Utari masih tidak percaya.
"Siapa lagi Utari?" selak Macan Loreng Lembah Neraka.
"Sungguh" Paman bertiga tidak bohong"!" tanya Utari lagi masih kurang yakin.
Memang ketiga pamannya ini sering kali mempermainkan dirinya. Terutama sekali
Macan Tutul Lembah Neraka.
"Kalau kau tak percaya, kau boleh lihat sendiri di ruang tahanan. Kau tahu kan
tempatnya?" ucap Macan Kumbang Lembah Neraka lagi.
Utari menganggukkan kepalanya. Seketika itu juga
tubuhnya melesat ke dalam. Sementara Tiga Macan
Lembah Neraka menatap punggung gadis itu sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya.
Gadis berpakaian biru itu melesat cepat ke dalam
bangunan. Berita tentang tertangkapnya Dewa Arak telah membuat dendam gadis ini
semakin berkobar. Utari
memang sangat mendendam kepada Dewa Arak. Betapa
tidak" Raksasa Rimba Neraka adalah orang yang telah merawatnya sejak bayi.
Hubungan Utari dengan datuk golongan hitam itu bukan lagi sekadar hubungan
antara murid dengan guru, tetapi antara anak dengan ayah. Maka begitu mendengar
gurunya tewas di tangan Dewa Arak, gadis itu keluar dari Rimba Neraka untuk
membalas dendam. Rupanya Tiga Macan Lembah Neraka, yang merupakan
sahabat-sahabat Raksasa Rimba Neraka, tidak tinggal diam. Mereka ikut keluar
dari Lembah Neraka, dan mem bantu gadis itu menemukan Dewa Arak. Memang antara
Raksasa Rimba Neraka dengan Tiga Macan Lembah
Neraka terjalin hubungan erat. Bahkan Tiga Macan
Lembah Neraka menganggap Utari seperti anak mereka sendiri. Dan gadis berpakaian
biru itu memanggil ketiga orang itu paman.
Sesaat kemudian, Utari telah berada di depan pintu ruang tahanan yang tak
terkunci. Tampak olehnya sesosok berpakaian ungu terkulai lemah di dinding,
dengan gelang-gelang baja melilit pergelangan tangan dan kakinya.
Dengan jantung berdebar tegang, didorongnya pintu itu.
Kriiittt...! Suara berderit nyaring terdengar begitu pintu baja itu terkuak. Dan secepat
pintu itu terbuka, secepat itu pula Utari menghambur masuk. Dilangkahkan kakinya
menuju sosok yang terborgol di dinding.
Bulu tengkuk Utari meremang begitu melihat keadaan Dewa Arak! Seluruh pakalan
pemuda itu koyak-koyak.
Sekujur kulitnya dipenuhi luka-luka yang masih
mengalirkan darah. Seketika itu juga tahulah Utari kalau Dewa Arak telah diseret
oleh Tiga Macan Lembah Neraka.
"Uhhh...!"
Tiba-tiba saja terdengar keluhan dari mulut Dewa Arak.
Dan kepala yang terkulai itu pun mendongak, menatap Utari yang berdiri dalam
jarak dua tombak di hadapannya.
"Ih...!"
Sebuah pekik keterkejutan keluar dari mulut Utari. Dan memang sewajarnyalah
kalau gadis berpakaian biru ini terkejut. Kekagetan yang melanda hatinya
terlampau banyak.
Semula sewaktu melihat rambut yang telah memutih itu.
Utari mengira kalau yang terbelenggu adalah seorang kakek berusia lanjut. Maka
dapat dibayangkan, betapa kaget hatinya ketika melihat orang yang berambut putih
itu adalah seorang pemuda. Dan hal kedua yang mengejutkan-nya adalah sinar mata
Dewa Arak! Sinar mata itu begitu tajam mencorong. Bagaikan mata harimau dalam
gelap! Hal ketiga yang membuat Utari terpekik adalah wajah pemuda itu.
Entah mengapa, tanpa disadari oleh gadis itu sendiri, ada rasa aneh yang
menyelinap di dalam dadanya begitu terpandang wajah Dewa Arak! Sebuah perasaan
aneh yang sulit dimengertinya, dan belum pemah dialaminya. Dan seketika itu
juga, rasa dendamnya pada pemuda ini
memudar pelahan-lahan.
"Hhh...!"
Utari menghela napas panjang. Ada apa dengan dirinya"
Mengapa kini begitu bertemu pembunuh gurunya, rasa dendamnya pupus" Padahal
selama ini dia bersama tiga pamannya telah bersusah payah mencari jejak Dewa
Arak. Membunuh Dewa Arak setelah terlebih dulu menyiksanya!
Mengapa sekarang dendamnya tidak ada lagi" Aneh!
Tiba-tiba pendengaran Utari menangkap banyak langkah kaki mendekati ruang
tahanan. Tanpa melihat pun gadis berpakaian biru ini sudah bisa menduga siapa
pemilik langkah kaki itu. Siapa lagi kalau bukan Tiga Macan Lembah Neraka" Aneh!
Mendadak saja, timbul perasaan khawatirnya atas keselamatan pemuda berambut
putih keperakan ini. Utari khawatir ketiga pamannya itu akan menyiksa Dewa Arak
habis-habisan! Utari, Utari...apa yang terjadi pada dirimu" tanya gadis itu pada
dirinya sendiri dengan perasaan bingung.
Cepat laksana kilat Utari melesat mendekati Dewa Arak.
"Maaf, demi keselamatanmu...." bisik gadis berpakaian biru itu pelan, seraya
mengayunkan tangan ke tengkuk Dewa Arak.
"Hugh...!"
Dewa Arak mengeluh tertahan. Seketika itu juga
tubuhnya kembali terkulai. Pemuda berambut putih
keperakan ini pingsan untuk kedua kalinya.
Begitu kepala Dewa Arak terkulai, Utari pun melesat kembali ke tempat semula.
Sekejap kemudian terdengar derit pintu yang terbuka.
Gadis berpakaian biru itu menoleh. Ditenangkan
debaran jantungnya yang mendadak berdegup keras.
"Kau belum mulai menyiksanya, Utari?" tanya Macan Kumbang Lembah Neraka, yang
memang berwatak paling beringas.
Utari menggelengkan kepalanya.
"Belum, Paman," jawab gadis berpakaian biru itu pelan.
"Mengapa, Utari?" tanya Macan Tutul Lembah Neraka.
Sepasang alis laki-laki bertubuh gemuk pendek itu
berkerut. "Aku tidak berselera menyiksa orang yang tengah pingsan, Paman" jawab Utari
cepat. Dan diam-diam gadis ini bersyukur, tatkala menyadari ketepatan jawaban
pertanyaan itu.
"Ha ha ha...!" Macan Tutul Lembah Neraka tertawa bergelak.
"Mengapa kau tertawa, Paman?" sergah Utari dengan wajah merengut.
"Aku tertawa karena sikapmu itu, Utari!"
Jantung gadis berpakaian biru ini berdegup kencang.
Apakah laki-laki pendek gemuk itu ini tahu perasaan yang terkandung dalam
hatinya" tanya gadis itu dalam hati.
"Sikapku, Paman?" tanya Utari lagi
"Ya!" jawab Macan Tutul Lembah Neraka tandas. "Kau kelihatan bingung menyiksanya
karena dia pingsan,
bukan?" Pelahan kepala Utari terangguk pelan.
"Ha ha ha...!" kembali laki-laki bertubuh pendek gemuk itu tertawa terbahak-
bahak. "Mengapa sebelumnya tidak kau beritahukan padaku"! Tapi, tunggulah
sebentar, Paman akan membuat pembunuh gurumu ini sadar."
Setelah berkata demikian, Macan Tutul bergegas
melangkah keluar. Utari menatap kepergian laki-laki pendek gemuk itu itu dengan
perasaan tegang. Apa yang akan dilakukan Macan Tutul Lembah Neraka" tanyanya
dalam hati. Diliriknya Macan Kumbang dan Macan Loreng.
Macan Loreng hanya tersenyum-senyum. Sedangkan
Macan Kumbang, seperti biasanya, diam memasang wajah angker.
Tak lama kemudian, Macan Tutul Lembah Neraka telah kembali. Di tangannya
terjinjing sebuah ember. Tercekat hati Utari melihat perbuatan pamannya ini.
Kini dia tahu, laki-laki pendek gemuk itu hendak menyadarkan Dewa Arak secara
paksa. "Bangun, Dewa Arak!" bentak Macan Tutul Lembah Neraka seraya mengguyurkan cairan
dari dalam ember itu.
Byurrr...! Seketika itu juga Dewa Arak gelagapan. Pemuda
berambut putih keperakan ini kontan tersadar dari
pingsannya. Seketika Arya menggelepar-gelepar.
Sementara mulutnya mendesis-desis seperti merasakan kenyerian yang amat sangat.
Tentu saja hal ini membuat Utari terperanjat kaget!
Mengapa hanya diguyur air saja, Dewa Arak menggeliat-geliat seperti cacing
kepanasan" pikirnya bingung.
Tapi kebingungan gadis berpakaian biru ini segera
terjawab, begitu Macan Tutul Lembah Neraka kembali tertawa bergelak.
"Bagaimana, Dewa Arak" Nikmat, bukan" Kapan lagi kau akan mandi air cuka kalau
tidak sekarang, heh"! Ha ha ha...!"
Air cuka" jerit Utari dalam hati. Pantas saja Dewa Arak sampai menggelepar-
gelepar begitu. Sungguhpun gadis ini belum pernah merasakan. Tapi sudah bisa
diperkirakannya sendiri. Luka-luka diguyur air cuka! Betapa nyerinya!
"Ah...! Kurasa masih belum terlalu nikmat, Macan Tutul!
Biariah aku ikut menyumbangkan tenaga...," sambut Macan Kumbang Lembah Neraka
seraya melangkah maju
menghampiri Dewa Arak yang masih menggeliat-geliat karena dilanda rasa nyeri
yang amat sangat.
"Hentikan...!" teriak Utari keras.
Tentu saja bentakan gadis berpakaian biru itu membuat Tiga Macan Lembah Neraka
terkejut bukan main. Bahkan Macan Kumbang sampai menghentikan langkahnya, dan
menoleh ke belakang.
"Mengapa kau mencegahku menghukum keparat ini, Utari?" tanya laki-laki berkulit
hitam itu. Nada suaranya penuh tuntutan. Sementara Macan Tutul dan Macan
Loreng pun menatap heran pada murid Raksasa Rimba
Neraka ini. Utari pun segera tersadar. Disadari kalau sikapnya ini menimbulkan kecurigaan
Tiga Macan Lembah Neraka.
Untung di saat kritis itu otaknya kembali menemukan jalan keluar.
"Aku tidak ingin Paman bertiga menyiksanya, sebelum aku menyiksanya! Nanti,
setelah aku puas, baru Paman boleh melanjutkannya," sahut Utari tandas.
"Ooo ...!"
Berbareng Tiga Macan Lembah Neraka menganggukkan
kepalanya, maklum. Macan Kumbang pun segera
mengurungkan niatnya. Dilangkahkan kakinya kembali ke tempatnya.
"Kalau begitu, silakan kau puas kan hatimu
menyiksanya, Utari," ucap Macan Tutul Lembah Neraka mempersilakan. "Tapi ingat,
jangan kau bunuh dia! Sisakan untuk kami! Sekarang kami ingin beristirahat!"
Setelah berkata demikian, Macan Tutul pun melangkah meninggalkan ruangan itu
Macan Loreng dan Macan
Kumbang Lembah Neraka mengikuti di belakang laki-laki bertubuh pendek gemuk itu
tanpa banyak bicara.
"Hhh...!"
Utari menghela napas lega setelah ketiga pamannya
berlalu. Kemudian bergegas dihampirinya Dewa Arak yang masih menggeliat-geliat.
"Ssst..!" Utari menaruh jari telunjuknya di bibir.
"Tenanglah.... aku tidak bermaksud jelek padamu. Aku ingin menyelamatkanmu..."
Sebelum Dewa Arak sempat mengerti ucapan gadis itu, tangan halus Utari telah
mencengkeram rantai baja yang membelenggunya.
Trak, trak, trak, trak !
Seketika itu juga keempat rantai baja putus! Kontan tubuh Dewa Arak terkulai.
Memang Arya lemah bukan
main. Letih dan lemah yang belum pemah dirasakan
seumur hidupnya.
"Hup...!"
Tanpa ragu-ragu lagi, Utari segera memondong pemuda itu di bahunya. Kemudian
melangkah keluar dari situ.
Sepasang matanya menatap liar ke sekelilingnya.
Sementara pendengarannya dipasang tajam-tajam. Gadis berpakaian biru ini
khawatir kalau Tiga Macan Lembah Neraka memergoki perbuatannya.
Dengan mengendap-endap, Utari membawa kabur Dewa
Arak melalui pintu belakang. Dan begitu telah berada di luar, gadis berpakaian
biru ini segera melesat cepat. Utari segera mengerahkan seluruh ilmu meringankan
tubuhnya. Gadis berpakaian biru ini sadar, sewaktu-waktu bisa saja salah seorang dari Tiga
Macan Lembah Neraka datang menjenguk ruang tahanan Dewa Arak. Dan bila hal itu
terjadi, gadis ini berharap dia telah berada jauh dari situ.
*** Utari terus berlari mengerahkan seluruh kemampuan
ilmu meringankan tubuhnya. Gadis berpakaian biru ini sudah mempunyai tempat
tujuan untuk merawat luka-luka Dewa Arak yang telah membuatnya dilanda perasaan
aneh yang sama sekali sulit dipahaminya.
Tak lama kemudian. Utari tiba di tempat yang ditujunya.
Sebuah gua yang tersembunyi dan hanya diketahui olehnya sendiri.
Utari menengok ke kiri kanan, untuk memastikan kalau tidak ada orang yang
melihatnya menuju ke gua itu.
Sesudah yakin tidak ada yang mengetahuinya, gadis
berpakaian biru ini melesat masuk.
Ternyata gua itu cukup panjang juga. Semakin ke dalam, ruangan di dalam gua itu
semakin luas. Utari terus saja melangkah semakin ke dalam. Baru sesampainya di
bagian ujung gua yang beruangan luas, Utari menghentikan
langkahnya. Hati-hati sekali tubuh Dewa Arak direbahkan di tanah.
"Terima kasih atas pertolonganmu, Nisanak," ucap Dewa Arak pelan.
Utari hanya melemparkan senyuman manis sebagai
tanggapannya. "Istirahatlah dulu. Kau masih lemah. Biar kuperiksa luka-lukamu," ujar gadis
cantik itu memberi saran. Setelah berkata demikian, tangan putih, halus, dan
mulus yang berjari-jari lentik itu mulai memeriksa sekujur tubuh Dewa Arak.
"Sebagian besar luka-luka luar. Hanya ada sedikit luka dalam," ucap Utari
memberitahu.
Dewa Arak 10 Tiga Macan Lembah Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seketika tangan kanan gadis itu bergerak ke pinggang.
Dan dari situ dikeluarkan obat bubuk yang kemudian ditaburkannya ke seluruh
luka-luka luar Dewa Arak.
Dewa Arak meringis. Seketika rasa nyeri yang hebat menggigit sekujur kulitnya,
begitu obat bubuk itu
ditaburkan ke seluruh luka-lukanya.
"Memang agak nyeri sedikit. Tahanlah sebentar..."
Arya menatap wajah gadis yang duduk bersimpuh dl
hadapannya tajam-tajam.
"Mengapa kau menolongku, Nini" Bukankah perbuatan-mu ini akan membuatmu terancam
bahaya" Tiga Macan
Lembah Neraka pasti akan mencarimu. Dan aku tidak bisa membantumu menghadapi
mereka selama guci arakku
belum ada di tanganku."
"Jadi, kalau guci arakmu telah kembali..., kau akan mampu menghadapi pa... eh...
Tiga Macan Lembah
Neraka?" tanya Utari seraya menatap Dewa Arak lekat-lekat.
"Mungkin...." sahut Dewa Arak tidak mau
menyombongkan diri.
"Memangnya ke mana guci arakmu.. eh...."
"Arya, Arya Buana namaku," sahut Dewa Arak memberitahu. "Namamu Utari kan?"
Gadis berpakaian biru itu menganggukkan kepalanya.
Dia tidak merasa heran, mendengar pemuda berambut
putih keperakan itu menyebut namanya. Ketika di ruang tahanan tadi, sudah
berkali-kali namanya disebut-sebut oleh Tiga Macan Lembah Neraka.
"Guciku dicuri oleh Jayalaga. Orangnya masih muda, kira-kira seusia denganku.
Baju yang dipakainya berwarna merah muda," jelas Arya, menerangkan ciri-ciri
Jayalaga. Utari mengerutkan alisnya. Pemuda berpakaian merah muda" tanyanya dalam hati.
Bukankah dalam perjalanan ke markas Tiga Macan Lembah Neraka, dia berpapasan
dengan pemuda itu" Dan memang di tangan pemuda
berpakaian merah muda itu dilihatnya sebuah guci. Jadi, orang itukah yang telah
mencuri guci Dewa Arak" Lalu Utari pun menceritakan pertemuannya dengan Jayalaga
kepada Dewa Arak.
"Kalau begitu, biar aku saja yang mencarinya, Kang Arya," usul Utari setelah
menyelesaikan ceritanya.
Sebelum Dewa Arak sempat berbicara lagi, gadis
berpakaian biru itu telah melesat keluar gua. Dewa Arak hanya bisa memandangi
kepergian Utari dengan benak dipenuhi berbagai pertanyaan. Seorang gadis cantik
telah menyelamatkannya. Apakah Utari jatuh cinta padanya"
"Hhh...!" desah Dewa Arak. Mudah-mudahan saja dugaannya kali ini keliru. Pemuda
berambut putih keperakan itu berharap agar Utari tidak menaruh hati pada ya. Tak lama kemudian,
setelah luka-luka luarnya mulai tidak terasa mengganggu lagi, Dewa Arak segera
duduk bersila. Kedua tangannya yang terbuka, dirapatkan di depan dada,
bersemadi. Tak lama kemudian pemuda
berambut putih keperakan ini sudah tenggelam dalam semadinya.
*** "Keparat..!" teriak Macan Kumbang begitu melihat ruang tahanan yang kosong
melompong. Tidak ada lagi Utari dan Dewa Arak di situ. Yang ada hanya putusan
rantai di tembok.
Tentu saja teriakan Macan Kumbang yang mengandung
tenaga dalam tinggi, membuat Macan Tutul dan Macan Loreng Lembah Neraka, yang
masih tenang-tenang di
ruang depan terlonjak kaget. Bergegas mereka melesat ke ruang tahanan. Pasti ada
sesuatu yang telah membuat rekannya berteriak-teriak seperti itu, pikir kedua
orang itu. Sekejap kemudian, kedua orang itu telah tiba di pintu ruang tahanan. Sesaat
lamanya mereka terpaku melihat ruang tahanan yang kosong. Kemudian Macan Tutul
dan Macan Loreng Lembah Neraka melangkah ke dalam.
Pandangan mereka kini dalihkan pada Macan Kumbang
yang masih termangu-mangu, seolah-olah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Di mana Dewa Arak dan Utari, Macan Kumbang?" tanya Macan Tutul Lembah Neraka.
Pelahan suaranya. Rupanya laki-laki pendek gemuk itu terpukul juga melihat hal
ini. "Mengapa kau tanyakan padaku, Macan Tutul"!" sergah laki-laki berkulit hitam itu
keras. "Sewaktu aku tiba, ruangan ini sudah seperti yang kau lihat!"
Tiga Macan Lembah Neraka saling pandang beberapa
saat lamanya. "Sungguh sulit dipercaya. Mungkinkah Utari yang telah menyelamatkan Dewa Arak?"
tanya Macan Loreng Lembah Neraka pelan, seolah-olah bertanya pada dirinya
sendiri. "Tapi, mengapa?"
Macan Tutul Lembah Neraka mendengus. "Kau memang bodoh, Macan Loreng! Apa lagi
alasannya kalau bukan karena cinta! Utari pasti telah terpikat oleh ketampanan
Dewa Arak!" tandas laki-laki bertubuh pendek gemuk itu keras.
"Pantas... dia tidak mengijinkan kita menyiksa Dewa Arak," gumam Macan Kumbang
sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, pertanda mulai paham dengan
masalah yang dihadapi.
"Mereka pasti belum pergi jauh!" ucap Macan Loreng Lembah Neraka keras. "Mari
kita kejar!"
"Kau benar Macan Loreng!" sambung Macan Tutul Lembah Neraka mendukung.
Setelah berkata demikian. Tiga Macan Lembah Neraka segera melesat meninggalkan
tempat itu. Tujuannya sudah jelas. Mencari Utari yang telah melarikan Dewa Arak!
*** 6 Sambil bersiul-siul, Jayalaga melangkah pelahan
meninggalkan tempat di mana Dewa Arak berhasil
ditangkap oleh Tiga Macan Lembah Neraka. Kini legalah hatinya. Memang sudah
sejak semula dia tidak suka pada pemuda berambut putih keperakan itu. Bukankah
gara-gara pemuda itu gurunya tewas"
Ketidaksukaannya pada Arya semakin bertambah
tatkala diketahuinya kalau pemuda yang terhitung murid keponakannya itu,
memiliki kepandaian jauh di atasnya.
Memang Jayalaga mempunyai watak yang aneh. Dia
tidak suka kalau ada orang lain memiliki kelebihan dari-padanya. Apalagi kalau
orang itu adalah seorang pemuda.
Jayalaga ingin dialah pemuda yang paling hebat.
Ketidaksukaannya berubah menjadi benci ketika dilihatnya Puspa Rani, gadis yang
sejak dulu dicinta dan dirindukan-nya, malah terlihat bersimpati pada Dewa Arak.
Pemuda berpakaian merah muda ini memang sudah
mempunyai rencana tersendiri. Jayalaga ingin menyingkir kan Dewa Arak. Dan
rencana itu segera dikerjakannya sewaktu kemarin dia memanggang daging santapan
malam mereka. Tanpa sepengetahuan Dewa Arak, semua daging panggang itu dibubuhi
racun pembius. Tapi
sebelumnya tentu saja Jayalaga tidak lupa untuk menelan obat penawar.
Rupanya racun itu bekerja cepat, sehingga Dewa Arak jadi tertidur pulas seperti
orang mati. Sayang dia gagal untuk membunuh Arya dengan tangannya sendiri.
Betapapun liciknya Jayalaga, tapi ajaran Eyang Tapakjati tetap diingatnya.
Pemuda berpakaian merah muda ini tidak mau disebut pengecut, bila membunuh lawan
yang tidak berdaya.
Maka Jayalaga hanya membawa kabur guci Dewa Arak.
Baru setelah itu dia memberitahu tempat Dewa Arak
kepada Tiga Macan Lembah Neraka. Dan kejadian
selanjutnya berjalan sesuai dengan rencananya.
Jayalaga tersenyum lebar. Ditimang-timangnya guci
Dewa Arak. Kemudian berjalan meninggalkan tempat itu.
Tujuannya adalah Perguruan Kapak Sakti. Dia ingin
menjumpai Puspa Rani di sana.
Tapi baru juga kakinya melangkah, terdengar bentakan keras yang membuat
gerakannya terhenti.
"Jayalaga! Jangan lari kau, Pengecut..!"
Pemuda berpakaian merah muda ini segera menoleh.
Suara itu sama sekali belum dikenalnya. Tapi, kenapa pemilik suara itu memakinya
pengecut" Sekitar belasan tombak di depan Jayalaga, nampak
sesosok bayangan biru bergerak cepat ke arahnya.
Pemuda berpakaian merah muda ini mengerutkan alisnya.
Sungguh pun masih cukup jauh darinya, sudah bisa
diduganya kalau bayangan itu adalah seorang wanita.
Semakin dekat bayangan biru itu semakin jelas terlihat.
Dan begitu jarak di antara mereka tinggal tiga tombak lagi, sosok itu
menghentikan langkahnya.
Jayalaga menatap sosok bayangan biru yang telah
berdiri di hadapannya. Pemuda berpakaian merah muda ini masih mengerutkan
keningnya. Dia ternyata tidak
mengenal sosok yang ternyata adalah seorang wanita cantik jelita. Rambutnya
digelung ke atas dan berpakaian biru. Lalu, mengapa gadis ini mengenalnya" tanya
murid Eyang Tapakjati ini dalam hati.
"Bukankah kau yang bernama Jayalaga?" tanya gadis berpakaian biru yang ternyata
adalah Utari. Sepasang matanya menatap pakaian pemuda yang berdiri di
hadapannya. Dan kemudian beralih pada guci arak perak yang berada dalam
genggaman Jayalaga.
"Benar, Nisanak," sahut Jayalaga sambil menganggukkan kepalanya. "Siapakah
Nisanak ini" Dan dari mana mengenal namaku?"
"Kau tak perlu tahu namaku! Tapi yang jelas,
kedatanganku adalah untuk membunuh orang yang berjiwa pengecut sepertimu!"
tandas Utari keras.
Merah wajah Jayalaga mendengar ucapan itu.
Kemarahannya pun bergolak. Sudah berkali-kali wanita itu memakinya pengecut. Dan
ini membuat Jayalaga murka.
"Nisanak!" ucap murid Eyang Tapakjati ini keras. "Aku sama sekali tidak
mengenalmu. Bertemu pun baru kali ini.
Tapi mengapa kau memusuhiku" Bahkan berkali-kali kau menyebutku pengecut! Cepat
jelaskan maksud ucapanmu, sebelum habis kesabaranku!"
Utari hanya mendengus.
"Tidak usah banyak basa-basi, Jayalaga!"
Setelah berkata demikian, gadis berpakaian biru itu menjulurkan kedua tangannya
ke depan. Kemudian
terdengar suara berkerotokan begitu jari-Jari tangan Utari pelahan-lahan
mengepal. Suara berkerotokan keras seperti ada tulang-tulang yang patah itu
semakin keras terdengar, begitu Utari menarik tangannya yang terkepal ke sisi
pinggang. Jayalaga bergidik ngeri melihat perbuatan gadis ini. Tapi dia tidak terlalu lama
tenggelam dalam perasaan ngerinya itu, karena serangan dari Utari telah
menyambar tiba.
Utari membuka serangan dengan melontarkan kepalan
kanannya ke arah dada Jayalaga. Ada suara berkeresekan keras seperti ada geledek
menyambar bumi, begitu gadis berpakaian biru itu mengayunkan tinjunya. Bahkan
bukan itu saja, angin berhawa panas pun mengiringi tibanya serangan itu.
Sepasang mata Jayalaga membelalak lebar, Ilmu
macam apa ini" tanya murid Eyang Tapakjati ini dalam hati.
Ilmu yang sangat menggiriskan! Jayalaga sama sekali tidak tahu, kalau itu adalah
Ilmu 'Tinju Geledek'! Ilmu yang dimiliki oleh Raksasa Rimba Neraka.
Jayalaga tidak berani bertindak gegabah. Buru-buru dilempar tubuhnya ke samping.
Tidak berani dia
menentang bahaya untuk memapak pukulan si gadis.
Terlalu besar resikonya, karena dia belum dapat mengukur ketinggian tenaga dalam
lawan. Brakkk...! Sebatang pohon sepelukan orang dewasa tumbang
seketika, begitu pukulan Utari yang berhasil dielakkan Jayalaga menghantamnya.
Sepasang mata Jayalaga
terbelalak melihat akibat yang ditimbulkan pukulan nyasar itu. Bagian batang
yang tersambar pukulan Utari hancur berkeping-keping. Sungguh tidak disangkanya
kalau gadis itu bisa berbuat demikian.
Tapi Jayalaga tidak bisa berlama-lama larut dalam
kekagumannya. Serangan susulan dari Utari telah tiba.
Pemuda berpakaian merah muda ini tidak punya pilihan lagi, kecuali menghadapi
lawan dan balas menyerang.
Sadar akan kelihaian Utari, Jayalaga segera
mengeluarkan jurus andalannya, jurus 'Sepasang Tangan Penakluk Naga'! Sesaat
kemudian kedua orang yang masih sama-sama muda ini sudah terlibat dalam
pertarungan sengit.
Utari merasa dendam sekali atas perbuatan Jayalaga terhadap Dewa Arak. Terbukti,
seriap serangan gadis ini selalu mengarah pada bagian-bagian tubuh yang memati-
kan. Tapi, Jayalaga bukanlah lawan lemah. Meskipun guru Jayalaga tidak sesakti
Raksasa Rimba Neraka, tapi tidak berarti pemuda berpakaian merah muda ini mudah
dipecundangi. Jayalaga menggertakkan gigi. Untuk kesekian kalinya dia harus menerima kenyataan
kalau dia bukanlah satu-satunya pemuda yang berkepandaian tinggi di dunia ini.
Terbukti kini kembali Jayalaga berhadapan dengan orang muda yang berkepandaian
tinggi. Wanita, lagi! Dan
kenyataan ini membuat pemuda berpakaian merah muda ini agak terpukul. Tapi,
sungguhpun begitu, Jayalaga tetap mengadakan perlawanan sengit.
Tiga puluh jurus telah berlalu. Dan tampak jelas kalau Jayalaga mulai terdesak.
Pemuda berpakaian merah muda ini hanya mampu mengelak. Sesekali menangkis, dan
selebihnya adalah hujan serangan dari Utari.
Jayalaga mengeluh dalam hati. Sekujur tubuhnya telah mandi keringat. Hawa panas
menyengat yang keluar dari setiap sambaran lawan, benar-benar membuatnya
tersiksa. Hampir-hampir dia tidak kuat menahannya.
"Haaat..!"
Utari berteriak nyaring. Dan belum lagi gema
teriakannya habis, gadis berpakaian biru itu sudah melesat menerjang Jayalaga.
Kedua tangannya yang terkepal, dilontarkan bertubi-tubi ke arah dada, ulu hati,
dan perut pemuda berpakaian merah muda itu.
Jayalaga memekik tertahan. Murid Eyang Tapakjati ini memang terkejut bukan main
Serangan itu datang begitu tiba-tiba. Tak sempat dielakkan lagi. Tak ada jalan
lain kecuali menangkis serangan itu untuk menyelamatkan selembar nyawanya.
Plak. plak. plak...!
"Aaakh...!"
Terdengar suara keras beruntun, begitu dua pasang
tangan yang sama-sama dialiri tenaga dalam tinggi itu berkali-kali berbenturan.
Jayalaga memekik nyaring.
Tubuhnya terhuyung-huyung dua langkah, sementara Utari terhuyung satu langkah.
Jelas terlihat kalau dalam adu tenaga dalam tadi, Utari masih lebih unggul
ketimbang lawannya.
Jayalaga masih menggeliat-geliatkan tubuhnya. Rasa panas yang menyengat menjalar
ke sekujur tubuhnya
begitu tangannya berbenturan dengan tangan lawannya.
Dan belum lagi pemuda ini sempat berbuat sesuatu, Utari melancarkan pukulan
susulan ke arah dada.
Buk! "Aaa...!"
Jayalaga menjerit memilukan. Keras dan telak sekali pukulan Utari bersarang di
dadanya. Suara berderak keras dari tulang-tulang dada yang berpatahan segera
terdengar. Seketika itu juga pemuda berpakaian merah muda ini terjengkang. Darah segar
mengalir deras dari mulut, hidung, dan telinganya.
Suara berdebukan keras terdengar begitu tubuh
Jayalaga terbanting ke tanah. Sesaat lamanya pemuda ini menggelepar-gelepar
meregang nyawa. Lalu diam tidak bergerak-gerak lagi.
"Hhh...!"
Utari menghela napas lega. Sesaat sepasang matanya terpaku pada mayat pemuda
berpakaian merah muda itu.
Kemudian bergegas menghampiri guci perak yang tadi diletakkan Jayalaga di bawah
pohon angsana. Utari kemudian mengambil guci itu. Memperhatikannya sejenak, sebelum akhirnya
melesat meninggalkan tempat itu. Sesaat kemudian, suasana di situ pun kembali
Dewa Arak 10 Tiga Macan Lembah Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hening. Utari berlari cepat mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuhnya. Dia ingin
cepat-cepat tiba dan
menyampaikan berita gembira pada Dewa Arak, bahwa
gucinya telah berhasil ditemukan.
Saking tergesa-gesanya untuk segera berjumpa dengan Dewa Arak, membuat
kewaspadaan gadis berpakaian biru ini berkurang. Utari sama sekali tidak
menyadari kalau tak begitu jauh setelah meninggalkan mayat Jayalaga, tiga sosok
berpakaian rompi dari kulit macan, memandanginya.
Ketiga orang ini tak lain adalah Tiga Macan Lembah Neraka!
"Itu Utari..." bisik Macan Tutul Lembah Neraka pada kedua rekannya seraya
menunjuk bayangan biru yang
berkelebat di depan mereka.
Macan Kumbang dan Macan Loreng Lembah Neraka
mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk laki-laki bertubuh pendek gemuk
itu. Berbareng keduanya mengangguk.
"Mau ke mana dia?" tanya Macan Loreng pelan seperti bicara pada dirinya sendiri
"Entahlah." sahut Macan Tutul seraya menggelengkan kepalanya "Tapi lebih baik
kita ikut saja. Siapa tahu dia akan membawa kita pada Dewa Arak!"
"Mudah-mudahan saja," sahut Macan Kumbang Lembah Neraka mendukung "Mari kita
kejar dia, sebelum pergi Jauh."
Setelah berkata demikian, laki-laki berkulit hitam itu segera melesat dari situ.
Macan Tutul dan Macan Loreng Lembah Neraka pun segera mengikuti.
Tiga Macan Lembah Neraka membuntuti Utari dari jarak yang cukup jauh. Sehingga
gadis berpakaian biru itu sama sekali tidak menyadarinya. Terus saja gadis itu
berlari menuju gua persembunyiannya.
Utari baru memperlambat larinya setelah mendekati
mulut gua. Macan Tutul yang paling cerdik di antara Tiga Macan Lembah Neraka,
dapat menduga kalau di gua itulah Utari menyembunyikan Dewa Arak. Maka laki-laki
bertubuh pendek gemuk itu pun menganggukkan kepala pada kedua rekannya.
Macan Kumbang dan Macan Loreng Lembah Neraka
rupanya mengerti isyarat rekannya. Terbukti begitu Macan Tutul Lembah Neraka
menganggukkan kepalanya, Macan Kumbang dan Macan Loreng mempercepat larinya.
Akibatnya sudah dapat diduga. Sebelum gadis berpakaian biru itu memasuki mulut
gua, Tiga Macan Lembah Neraka berdiri menghadang
"Ah...! "
Utari memekik kaget begitu mengenali tiga orang yang telah berada di hadapannya.
Tak terasa gadis berpakaian biru itu melangkah mundur. Sepasang matanya
terbelalak lebar, bagaikan melihat hantu
"Mana Dewa Arak, Utari?" tanya Macan Kumbang Lembah Neraka pelan. Tapi di dalam
suaranya terkandung ancaman.
"Aku tidak tahu!" sahut gadis pakaian biru itu ketus.
Suaranya bergetar, pertanda Utari tengah dilanda perasaan tegang.
"Ha ha ha...! Kau kira kami bodoh, Utari?" sahut Macan Tutul seraya tertawa
mengejek. "Tanpa kau beritahu pun kami sudah tahu kalau Dewa Arak berada di
dalam gua ini! Macan Kumbang! Macan Loreng! Periksa ke dalam! Biar gadis liar ini aku yang
urus!" Tanpa banyak membantah, Macan Kumbang dan Macan
Loreng Lembah Neraka melangkah ke dalam gua. Sadar kalau yang berada di dalam
adalah orang yang berbahaya, kedua orang ini bersikap waspada. Selagi melangkah,
urat-urat syaraf mereka menegang. Bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Utari yang melihat hal ini menjadi khawatir. Tanpa memandang kalau tiga orang di
hadapannya memiliki
kepandaian di atasnya, gadis berpakaian biru ini berusaha mencegah masuknya
kedua orang tokoh Tiga Macan
Lembah Neraka itu.
Tapi belum lagi niat Utari terlaksana, Macan Tutul telah lebih dulu bergerak
menghadang. Melihat hal ini Utari pun mentadi cemas bukan main.
"Kang Arya...! Hati-hati..! Macan Kumbang dan Macan Loreng masuk ke gua, dan
hendak membunuhmu...!" teriak Utari keras dengan mengerahkan seluruh tenaga
dalamnya! "Keparat!" Macan Tutul Lembah Neraka menggeram
"Rupanya kau sudah tergila-gila pada ketampanan Dewa Arak, Utari! Lupakah kau
pada tekadmu dulu"! Lupakah kau akan kebaikan gurumu"! Kau tahu, tanpa kebaikan
gurumu, kau tidak akan jadi manusia seperti sekarang!
Tapi sekarang apa balasanmu"! Bukannya kau bantu kami, tapi malah melindungi
pembunuh gurumu!"
Seketika wajah gadis berpakaian biru itu pucat Dalam batinnya terjadi peperangan
hebat. Kini Utari dihadapkan pada dua pilihan, antara membalaskan dendam gurunya
atau menyelamatkan Dewa Arak! Sukar sekali untuk
memilih salah satu di antaranya. Kepala gadis itu seakan ingin pecah rasanya.
*** Sementara itu Macan Kumbang dan Macan Loreng
Lembah Neraka terkejut mendengar teriakan Utari yang memberitahu kedatangan
mereka pada Dewa Arak. Kedua tokoh yang sudah pernah merasakan kelihaian Dewa
Arak ini agak ngeri juga seandainya pemuda berambut putih keperakan itu
mengetahui kedatangan mereka.
Dewa Arak yang tengah bersemadi, sayup-sayup
mendengar teriakan Utari. Dan hal ini tentu saja membuat Arya terkejut. Dari
pemberitahuan gadis berpakaian biru itu diketahuinya kalau dua di antara Tiga
Macan Lembah Neraka telah masuk ke dalam gua. Dan itu berarti yang seorang lagi
berada di luar. Hal ini tentu saja membuat Dewa Arak menjadi cemas akan
keselamatan Utari.
Utari harus diselamatkan dulu! Begitu keputusan Dewa Arak. Tapi bila dia memaksa
keluar melalui jalan depan, rasanya tidak mungkin. Karena sebelum dia keluar,
pasti akan dihadang Macan Kumbang dan Macan Loreng
Lembah Neraka terlebih dahulu. Harus dicarinya jalan keluar lain, pikir Dewa
Arak. Dan Dewa Arak telah
menemukannya. Memang, tanpa sepengetahuan Utari, Dewa Arak telah menemukan jalan keluar lain
dari gua ini. Tadi, sepeninggal Utari, Arya sempat memeriksa sekeliling gua. Dan
secara kebetulan, pemuda ini menemukan jalan keluar lainnya.
Bergegas Dewa Arak menghampiri sebatang tongkat
kecil yang menempel di dinding gua. Tongkat yang semula dikiranya untuk menaruh
tangkai obor. Tanpa ragu-ragu lagi Arya segera menekan tongkat itu ke bawah.
Suara berderak keras terdengar, disusul dengan
bergesernya dinding gua. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Dewa Arak segera
menyelinap selagi dindng itu menggeser membuka.
Tentu saja Macan Loreng dan Macan Kumbang Lembah
Neraka mendengar suara berderak keras itu. Dan kontan keduanya menjadi terkejut.
Seketika itu pula langkah mereka dihentikan.
"Apa itu, Macan Loreng?" tanya Macan Kumbang yang memang agak kurang cerdas
dibanding rekannya. "Jangan-jangan gua ini akan runtuh."
Macan Loreng mengerutkan alisnya. Diperhatikannya
bagian atas gua, dan kemudian dindng-dindingnya.
"Tidak mungkin," bantah laki-laki berkulit kuning ini.
"Nah! Getarannya sudah berhenti. Seandainya gua ini akan runtuh, mestinya
getaran itu akan terus berlangsung, tidak berhenti seperti ini."
Macan Kumbang mengangguk. Disadarinya kebenaran
ucapan Macan Loreng.
"Cepat, Macan Kumbang!" ucap Macan Loreng lagi. "Aku mempunyai firasat yang
tidak enak dengan suara bunyi itu."
Setelah berkata demikian, Macan Loreng Lembah
Neraka mempercepat langkahnya. Macan Kumbang pun
tidak mau ketinggalan. Bergegas pula langkahnya diper-cepat. Meskipun begitu,
kewaspadaan mereka sama sekali tidak mengendur.
Tatkala Macan Loreng dan Macan Kumbang Lembah
Neraka telah tiba di bagian paling ujung gua. Keduanya terperanjat. Suasana
tempat itu memang agak terang, karena di bagian atap gua ada celah-celah yang
dapat diterobos sinar matahari.
"Keparat itu tidak ada, Macan Loreng!" seru Macan Kumbang Lembah Neraka keras.
Sepasang matanya
berkeliling, mencari kemungkinan ada tempat ber-
sembunyi. Tapi laki-laki berkulit hitam ini kecewa. Tidak ada sama sekali tempat
untuk bersembunyi di situ.
Macan Loreng mengerutkan alisnya. Benaknya berputar keras. Ruangan dalam gua ini
memang kosong. Apakah pemuda itu sudah keluar gua" Tapi, kalau pemuda itu memang
sudah keluar, pasti akan berpapasan dengan
mereka di lorong gua! Ataukah ada jalan rahasia yang menuju keluar" duga laki-
laki berwajah kuning itu.
Plak! Macan Loreng Lembah Neraka menepuk kepalanya.
Mengapa dia begitu bodoh" Sudah pasti Dewa Arak telah keluar melalui jalan
rahasia! Dan suara derak keras tadi, sudah pasti terjadi sewaktu pemuda berambut
putih keperakan itu keluar melalui jalan itu!
"Ada apa, Macan Loreng?" tanya Macan Kumbang Lembah Neraka. Agak heran hatinya
melihat laki-laki berwajah kuning itu menepak kepalanya sendiri.
"Dewa Arak pasti keluar melalui jalan rahasia!" sahut Macan Loreng memberitahu.
"Kalau begitu mari kita cari jalan itu," sambut Macan Kumbang lagi.
"Tidak perlu, Macan Kumbang!" bantah Macan Loreng cepat.
"Mengapa?" tanya laki-laki berkulit hitam itu bingung.
"Terlalu memakan banyak waktu. Lebih baik kita segera keluar lewat mulut gua di
depan! Aku khawatir telah terjadi sesuatu pada Macan Tutul!"
Setelah berkata demlkian, Macan Loreng segera
melesat ke mulut gua. Macan Kumbang tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti
laki-laki berwajah kuning itu.
Sementara di luar gua, Macan Tutul Lembah Neraka
menjadi meluap amarahnya begitu melihat Utari malah berdiri termenung.
Kemarahannya yang memang sudah
timbul tatkala mengetahui murid Raksasa Rimba Neraka ini membebaskan Dewa Arak,
semakin memuncak.
"Kalau begitu, lebih baik kau mampus saja, Utari!"
Setelah berkata demikian, Macan Tutul Lembah Neraka pun menerjang Utari. Kedua
tangannya yang berbentuk cakar menyerang bertubi-tubi ke arah dada, ulu hati,
dan pusar murid Raksasa Rimba Neraka itu
Cepat dan dahsyat bukan main serangan laki-laki
bertubuh pendek gemuk itu. Sekali pun Utari dalam
keadaan waspada pun, rasanya sulit bagi gadis itu untuk mengelak. Apalagi dalam
keadaan bingung seperti ini.
Akibatnya.... Buk! Buk...! "Aaa...!"
Utari menjerit memilukan. Seketika itu juga tubuhnya melayang tiga tombak ke
belakang. Dari mulut, hidung, dan telinganya, mengalir darah segar. Tulang-
tulang dada Utari remuk seketika itu juga. Hebat bukan main akibat pukulan yang
dilancarkan Macan Tutul Lembah Neraka.
"Utari...!"
Terdengar panggilan keras, disusul dengan ber-
kelebatnya sesosok bayangan ungu.
"Hup...!"
Dengan kecepatan yang luar biasa, bayangan ungu itu menangkap guci arak yang
terlepas dari pegangan Utari.
Begitu guci arak itu telah ditangkap, bayangan ungu itu melesat ke arah tubuh
Utari yang tergolek di tanah.
"Utari...," desah sosok ungu itu serak.
Utari membuka kelopak matanya. Sepasang matanya
terlihat begitu kosong. Tidak nampak sinar kehidupan di dalamnya.
"Kang Arya...," pelahan sekali suara gadis itu. Cairan merah kental kembali
keluar dari bibir mungil yang kini pucat pias itu.
Sosok ungu yang ternyata adalah Arya Buana alias Dewa Arak itu menatap Utari.
Rasa sesal yang amat sangat, bergayut di hati pemuda berambut putih keperakan
ini. Dewa Arak tahu kalau gadis itu menjadi seperti ini karena ingin menyelamatkan
dirinya. "Maafkan aku, Utari. Gara-gara aku, kau jadi celaka,"
ujar Arya dengan suara serak.
"Kau..., sama sekali tidak bersalah, Kang,..," ucap gadis berpakaian biru itu
terputus-putus. Dan kembali cairan merah kental keluar dari mulut, dan hidung
Utari. Dewa Arak segera menyeka dengan pakaiannya. Sesak dada Arya oleh keharuan
yang menggelegak, melihat keadaan gadis ini. Kelopak matanya merembang berkaca-
kaca. "Kau..., kau bersedih, Kang Arya" Kau..., kau menyayangiku...?" tanya murid
Raksasa Rimba Neraka itu lagi dengan suara terputus-putus. Kembali cairan merah
kental mengalir keluar dari mulut dan hidung gadis itu. Dan lagi-lagi Dewa Arak
menyekanya. Dewa Arak mencoba tersenyum. Tapi karena rasa haru tengah melandanya, senyumnya
terlihat sebagai seringai kepedihan.
"Aku puas, Kang, Aku puas dapat menolongmu.., aku...
aku..., mencintaimu, Kang...."
"Utari...," desah Dewa Arak serak. Dipeluknya kepala gadis itu erat-erat, dan
dibenamkan ke dadanya. Arya tak mempedulikan darah yang membasahi pakaiannya.
"Se... selamat tinggal, Kang Arya...." Dan kepala gadis berpakaian biru itu pun
terkulai. Utari telah pergi untuk selamanya.
"Utari...," panggil Dewa Arak setengah berteriak.
Kemudian dikatupkan kedua kelopak mata gadis itu. Bibir Utari menyunggingkan
senyuman. Utari meninggalkan
dunia ini dengan perasaan puas, karena dapat meninggal di pelukan pemuda yang
dicintainya. Dewa Arak tidak menyadari kalau sejak tadi ada tiga pasang mata
yang memperhatikannya.
Tiga Macan Lembah Neraka hanya bisa memandangi
dan mendengar kan pembicaraan antara Dewa Arak dan Utari. Ketiga datuk golongan
hitam ini telah lupa pada tujuan mereka semula. Kematian Utari telah membuat
gairah mereka untuk membalas dendam pada Dewa Arak, telah sirna seketika.
Dan memang, keinginan untuk membalaskan kematian
Raksasa Rimba Neraka pada Dewa Arak adalah semata-
mata hanya untuk membantu mewujudkan keinginan Utari.
Tiga Macan Lembah Neraka tetap berdiri terpaku
melihat Dewa Arak mengatupkan kedua kelopak mata
Utari. Memang Tiga Macan Lembah Neraka sebenarnya
sangat menyayangi gadis berpakaian biru itu. Mereka telah menganggap Utari
seperti anak mereka sendiri. Rasa sayang yang amat besar itulah yang mendorong
mereka rela meninggalkan Lembah Neraka.
Tiga Macan Lembah Neraka merasa terpukul sekali
menerima kenyataan ini. Terutama sekali Macan Tutul Lembah Neraka yang tanpa
sadar telah menurunkan
tangan maut. Laki-laki pendek gemuk itu merasa menyesal bukan main. Sungguh
tidak disangka kalau Utari tidak mampu mengelakkan serangannya. Kini Macan Tutul
hanya dapat berdiri terpaku dengan wajah dan sepasang mata yang memancarkan
penyesalan yang amat sangat.
Baru setelah Dewa Arak beranjak bangkit sambil
mengangkat tubuh Utari, Tiga Macan Lembah Neraka
tersadar. Berbareng mereka menghampiri Arya.
"Berikan mayat Utari pada kami, Dewa Arak," pinta Macan Tutul Lembah Neraka.
Suaranya terdengar agak parau.
Dewa Arak menatap wajah Macan Tutul dalam-dalam.
"Apa kau masih belum puas, Macan Tutul. Apakah membunuhnya saja belum cukup bagimu"!" sentak Dewa Arak keras.
"Hhh...!"
Macan Tutul hanya menghela napas dalam-dalam. Laki-laki bertubuh pendek gemuk
itu tidak marah mendapat perlakuan yang kasar itu. Dendamnya telah pupus
seketika, seiring dengan kematian Utari. Bahkan Macan Tutul Lembah Neraka merasa
seluruh semangat hidupnya telah hilang entah ke mana.
Dewa Arak mengalihkan perhatiannya pada Macan
Loreng. Ditatapnya laki-laki berwajah kunlng itu lekat-lekat.
Macan Loreng pun sama sekali tidak membalas
pandangan Arya. Kepalanya ditundukkan dalam-dalam.
Sorot matanya memancarkan kepedihan yang teramat
sangat. Kini Arya mengalihkan pandangannya pada Macan
Dewa Arak 10 Tiga Macan Lembah Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kumbang Lembah Neraka. Laki-laki berkulit hitam yang biasanya bersikap garang,
angker, dan galak ini pun ternyata kehilangan keangkerannya. Dan memang
sebenarnya, di antara Tiga Macan Lembah Neraka, Macan Kumbang Lembah Nerakalah
yang paling menyayangi Utari.
"Utari keponakan kami, Dewa Arak," ucap Macan Kumbang. Suara laki-laki berkulit
hitam ini terdengar lemah, seperti orang yang minta dikasihani. Suara yang
biasanya terdengar garang dan berat itu kini mendadak sirna.
Dewa Arak yang masih emosi akibat kematian Utari yang mengenaskan itu, kian
meledak emosinya.
"Jadi, mentang-mentang Utari keponakan kalian, lalu seenaknya saja kalian
menyiksanya"!" sahut pemuda berambut putih keperakan itu. Kasar dan keras
suaranya. "Kini, aku akan membuat dua buah perhitungan dengan kalian!" ucap Dewa Arak lagi
sambil menatap wajah Tiga Macan Lembah Neraka berganti-ganti.
Tapi tak seorang pun dari Tiga Macan Lembah Neraka yang menyahuti ucapan Dewa
Arak. Tatapan mata mereka kosong. Sepertinya ucapan Arya sama sekali tidak
mereka dengar. "Pertama, urusan Eyang Tapakjati yang telah kalian bunuh, dan yang kedua adalah
kematian Utari!" tandas Dewa Arak keras.
Seperti sebelumnya, Tiga Macan Lembah Neraka juga
tidak meladeni ucapan Dewa Arak. Mereka masih saja bersikap seperti semula.
Menatap dengan mata kosong.
"Bersiaplah! Atau kalian akan mati sia-sia di tanganku...!" teriak Arya lagi.
Setelah berkata begitu tubuh Utari dipindahkan ke bahu sebelah kiri. Kemudian
pemuda berambut putih keperakan itu menerjang ke arah Macan Tutul. Tangan
kanannya menyambar ke pelipis laki-laki bertubuh pendek gemuk itu dengan
menggunakan jurus
'Belalang Sakti'.
Wuuut..! Angin menyambar keras mengiringi tibanya serangan
Dewa Arak. Tapi Macan Tutul Lembah Neraka sama sekali tidak mempedulikan
serangan itu. Tidak mengelak ataupun menangkis. Sepertinya rasa berdosa atas
kematian Utari telah membuatnya pasrah menerima kematian di tangan Dewa Arak.
Tentu saja Dewa Arak tidak mau membunuh orang yang sama sekali tidak melawan.
Buru-buru serangannya ditarik pulang.
"Ayo lawan dan hadapi aku, Macan Tutul!" bentak Dewa Arak keras. Tapi laki-laki
bertubuh pendek gemuk itu kembali tidak menyahutinya. Kepalanya masih tertunduk
menekuri tanah.
Dewa Arak pun mengalihkan perhatiannya pada Macan
Kumbang dan Macan Loreng Lembah Neraka.
"Ayo, Macan Tutul! Macan Kumbang! Lawanlah aku!
Bukankah itu yang kalian inginkan!"
"Kau boleh membunuh kami, Dewa Arak! Percayalah, kami tidak akan melawan," ucap
Macan Tutul lemah. "Tapi kami mohon kau sudi memenuhi permintaan terakhir kami.
Sudilah kiranya kau membawa mayat Utari ke Lembah
Neraka, dan menguburnya di sana."
Dewa Arak terlongong mendengar ucapan laki-laki bertubuh pendek gemuk itu.
Kemarahannya pun pelahan
mereda. Apalagi setelah kini pikirannya mulai normal. Baru kini pemuda
berpakaian ungu itu menyadari kalau sejak tadi Tiga Macan Lembah Neraka sama
sekali tidak berniat melawannya.
"Aku tidak bisa membunuh orang yang tidak mau melawan," keluh Dewa Arak pelan.
"Kalau begitu, maukah kau memenuhi permintaan kami?" tanya Macan Tutul Lembah
Neraka lagi. "Apa itu?" tanya Dewa Arak tak bergairah.
"Kami mohon, kau sudi menyerahkan mayat Utari kepada kami. Dia adalah keponakan
kami, Dewa Arak.
Kami akan mengurus mayat Utari sebaik-baiknya. .."
Dewa Arak tercenung mendengar permintaan itu.
Disadari kalau Tiga Macan Lembah Neraka amat menyesali kematian Utari. Tadi pun
pemuda berambut putih
keperakan itu sempat melihat kalau laki-laki bertubuh pendek gemuk itu terpaku
dengan wajah sepucat mayat, begitu melihat tubuh Utari menggelepar-gelepar.
Sikap mereka pun kian mempertebal kepercayaannya. Dan
memang Tiga Macan Lembah Neraka lebih berhak atas
mayat Utari. Tiga Macan Lembah Neraka adalah paman-paman dari gadis berpakaian
biru ini. Tanpa banyak bicara Dewa Arak segera menyerahkan
mayat Utari pada Macan Tutul Lembah Neraka. Laki-laki bertubuh pendek gemuk itu
menerimanya. Tampak hati-hati sekali, tokoh Tiga Macan Lembah Neraka itu
menerima mayat keponakannya.
"Terima kasih atas kebaikanmu, Dewa Arak!" ucap Macan Tutul Lembah Neraka serak.
"Percayalah, kami akan selalu mengingat kebaikan hatimu ini"
Setelah berkata demikian, Macan Tutul melangkah
pelahan-lahan meninggalkan tempat itu. Macan Kumbang dan Macan Loreng Lembah
Neraka melangkah pelan
dengan kepala tertunduk di belakangnya.
Dewa Arak memandangi punggung tiga datuk golongan
hitam yang berjalan meninggalkannya. Pemuda berpakaian ungu yang kini di
pakaiannya banyak terdapat noda darah itu terus memandangi kepergian tiga tokoh
itu. Akhirnya tubuh Tiga Macan Lembah Neraka semakin lama semakin mengecil, dan
lenyap di kejauhan.
"Hhh...!"
Dewa Arak menghela napas berat. Kemudian
dilangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu. Pemuda berambut putih keperakan
itu mengambil arah yang
berlawanan dengan arah yang ditempuh Tiga Macan
Lembah Neraka. Pelahan-lahan saja Arya melangkah-kan kakinya. Meneruskan
perjalanannya. Masih banyak tugas-tugas yang menantinya. Tugas selaku pendekar
pembela kebenaran.
SELESAI Created ebook by
Scan: syauqy_arr
Convert to txt : syauqy_arr
Edit teks : fujidenkikagawa
Convert to Pdf : syauqy_arr
Tapak Tapak Jejak Gajahmada 9 Si Dungu Karya Chung Sin Betina Dari Neraka 1
menyalahkan. "Ya, sudah! Aku mengaku salah. Dan kalianlah yang benar!" sergah laki-laki
berkulit hitam itu seraya bangkit dari duduknya.
Tak lama kemudian, sosok berbaju biru itu pun telah mulai mendekati markas
mereka. Bergegas Tiga Macan Lembah Neraka melangkah keluar, menyambut kedatangan
sosok berbaju biru itu.
Dan di halaman, Tiga Macan Lembah Neraka bertemu
dengan sosok berbaju biru itu.
"Ah...!" sosok berbaju biru yang ternyata adalah seorang gadis berwajah cantik
jelita, terpekik kaget. Dia nampak terkejut ketika tahu-tahu tiga sosok yang
amat dikenalnya, melesat keluar dan menyongsong kedatangannya.
"Apakah ada berita gembira sehingga Paman bertiga tidak sabar menungguku masuk
ke dalam?" tanya gadis yang bernama Utari itu seraya merayapi wajah Tiga Macan
Lembah Neraka dengan sepasang matanya yang bening
dan indah. "Bukan hanya menggembirakan saja, Utari. Tapi juga mengejutkan," selak Macan
Tutul Lembah Neraka, orang yang paling pandai bicara.
"Berita apa Paman?" tanya Utari seraya mengerutkan dahinya yang berkulit putih
halus dan mulus itu.
Macan Tutul Lembah Neraka tidak langsung menjawab.
Ditatapnya wajah gadis berpakaian biru itu tajam-tajam.
"Pembunuh gurumu telah kami tangkap!" ucap laki-laki gemuk pendek itu
memberitahu. Pelan Macan Tutul
Lembah Neraka mengucapkannya.
"Apa"!" sentak Utari. Tubuhnya sampai terjingkat ke belakang. Sepasang matanya
terbelalak lebar, seolah-olah melihat hantu di siang bolong "Coba ulangi sekali
lagi, Paman!"
Macan Tutul Lembah Neraka tertawa terkekeh.
"Mungkin kalau aku yang memberitahu, kau tidak akan percaya. Karena aku sering
membohongimu, kan" Nah, sekarang kau boleh tanyakan pada Macan Kumbang! Kau tahu
kan, Utari" Macan Kumbang adalah pamanmu yang selalu serius jika berbicara "
Utari, yang sebenamya adalah murid Raksasa Rimba
Neraka ini menoleh ke arah Macan Kumbang Lembah
Neraka. Laki-laki berkulit hitam itu menganggukkan kepalanya.
"Apa yang dikatakan Macan Tutul benar. Pembunuh gurumu telah kami tangkap!"
"Maksud Paman, Dewa Arak..."!" tanya Utari masih tidak percaya.
"Siapa lagi Utari?" selak Macan Loreng Lembah Neraka.
"Sungguh" Paman bertiga tidak bohong"!" tanya Utari lagi masih kurang yakin.
Memang ketiga pamannya ini sering kali mempermainkan dirinya. Terutama sekali
Macan Tutul Lembah Neraka.
"Kalau kau tak percaya, kau boleh lihat sendiri di ruang tahanan. Kau tahu kan
tempatnya?" ucap Macan Kumbang Lembah Neraka lagi.
Utari menganggukkan kepalanya. Seketika itu juga
tubuhnya melesat ke dalam. Sementara Tiga Macan
Lembah Neraka menatap punggung gadis itu sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya.
Gadis berpakaian biru itu melesat cepat ke dalam
bangunan. Berita tentang tertangkapnya Dewa Arak telah membuat dendam gadis ini
semakin berkobar. Utari
memang sangat mendendam kepada Dewa Arak. Betapa
tidak" Raksasa Rimba Neraka adalah orang yang telah merawatnya sejak bayi.
Hubungan Utari dengan datuk golongan hitam itu bukan lagi sekadar hubungan
antara murid dengan guru, tetapi antara anak dengan ayah. Maka begitu mendengar
gurunya tewas di tangan Dewa Arak, gadis itu keluar dari Rimba Neraka untuk
membalas dendam. Rupanya Tiga Macan Lembah Neraka, yang merupakan
sahabat-sahabat Raksasa Rimba Neraka, tidak tinggal diam. Mereka ikut keluar
dari Lembah Neraka, dan mem bantu gadis itu menemukan Dewa Arak. Memang antara
Raksasa Rimba Neraka dengan Tiga Macan Lembah
Neraka terjalin hubungan erat. Bahkan Tiga Macan
Lembah Neraka menganggap Utari seperti anak mereka sendiri. Dan gadis berpakaian
biru itu memanggil ketiga orang itu paman.
Sesaat kemudian, Utari telah berada di depan pintu ruang tahanan yang tak
terkunci. Tampak olehnya sesosok berpakaian ungu terkulai lemah di dinding,
dengan gelang-gelang baja melilit pergelangan tangan dan kakinya.
Dengan jantung berdebar tegang, didorongnya pintu itu.
Kriiittt...! Suara berderit nyaring terdengar begitu pintu baja itu terkuak. Dan secepat
pintu itu terbuka, secepat itu pula Utari menghambur masuk. Dilangkahkan kakinya
menuju sosok yang terborgol di dinding.
Bulu tengkuk Utari meremang begitu melihat keadaan Dewa Arak! Seluruh pakalan
pemuda itu koyak-koyak.
Sekujur kulitnya dipenuhi luka-luka yang masih
mengalirkan darah. Seketika itu juga tahulah Utari kalau Dewa Arak telah diseret
oleh Tiga Macan Lembah Neraka.
"Uhhh...!"
Tiba-tiba saja terdengar keluhan dari mulut Dewa Arak.
Dan kepala yang terkulai itu pun mendongak, menatap Utari yang berdiri dalam
jarak dua tombak di hadapannya.
"Ih...!"
Sebuah pekik keterkejutan keluar dari mulut Utari. Dan memang sewajarnyalah
kalau gadis berpakaian biru ini terkejut. Kekagetan yang melanda hatinya
terlampau banyak.
Semula sewaktu melihat rambut yang telah memutih itu.
Utari mengira kalau yang terbelenggu adalah seorang kakek berusia lanjut. Maka
dapat dibayangkan, betapa kaget hatinya ketika melihat orang yang berambut putih
itu adalah seorang pemuda. Dan hal kedua yang mengejutkan-nya adalah sinar mata
Dewa Arak! Sinar mata itu begitu tajam mencorong. Bagaikan mata harimau dalam
gelap! Hal ketiga yang membuat Utari terpekik adalah wajah pemuda itu.
Entah mengapa, tanpa disadari oleh gadis itu sendiri, ada rasa aneh yang
menyelinap di dalam dadanya begitu terpandang wajah Dewa Arak! Sebuah perasaan
aneh yang sulit dimengertinya, dan belum pemah dialaminya. Dan seketika itu
juga, rasa dendamnya pada pemuda ini
memudar pelahan-lahan.
"Hhh...!"
Utari menghela napas panjang. Ada apa dengan dirinya"
Mengapa kini begitu bertemu pembunuh gurunya, rasa dendamnya pupus" Padahal
selama ini dia bersama tiga pamannya telah bersusah payah mencari jejak Dewa
Arak. Membunuh Dewa Arak setelah terlebih dulu menyiksanya!
Mengapa sekarang dendamnya tidak ada lagi" Aneh!
Tiba-tiba pendengaran Utari menangkap banyak langkah kaki mendekati ruang
tahanan. Tanpa melihat pun gadis berpakaian biru ini sudah bisa menduga siapa
pemilik langkah kaki itu. Siapa lagi kalau bukan Tiga Macan Lembah Neraka" Aneh!
Mendadak saja, timbul perasaan khawatirnya atas keselamatan pemuda berambut
putih keperakan ini. Utari khawatir ketiga pamannya itu akan menyiksa Dewa Arak
habis-habisan! Utari, Utari...apa yang terjadi pada dirimu" tanya gadis itu pada
dirinya sendiri dengan perasaan bingung.
Cepat laksana kilat Utari melesat mendekati Dewa Arak.
"Maaf, demi keselamatanmu...." bisik gadis berpakaian biru itu pelan, seraya
mengayunkan tangan ke tengkuk Dewa Arak.
"Hugh...!"
Dewa Arak mengeluh tertahan. Seketika itu juga
tubuhnya kembali terkulai. Pemuda berambut putih
keperakan ini pingsan untuk kedua kalinya.
Begitu kepala Dewa Arak terkulai, Utari pun melesat kembali ke tempat semula.
Sekejap kemudian terdengar derit pintu yang terbuka.
Gadis berpakaian biru itu menoleh. Ditenangkan
debaran jantungnya yang mendadak berdegup keras.
"Kau belum mulai menyiksanya, Utari?" tanya Macan Kumbang Lembah Neraka, yang
memang berwatak paling beringas.
Utari menggelengkan kepalanya.
"Belum, Paman," jawab gadis berpakaian biru itu pelan.
"Mengapa, Utari?" tanya Macan Tutul Lembah Neraka.
Sepasang alis laki-laki bertubuh gemuk pendek itu
berkerut. "Aku tidak berselera menyiksa orang yang tengah pingsan, Paman" jawab Utari
cepat. Dan diam-diam gadis ini bersyukur, tatkala menyadari ketepatan jawaban
pertanyaan itu.
"Ha ha ha...!" Macan Tutul Lembah Neraka tertawa bergelak.
"Mengapa kau tertawa, Paman?" sergah Utari dengan wajah merengut.
"Aku tertawa karena sikapmu itu, Utari!"
Jantung gadis berpakaian biru ini berdegup kencang.
Apakah laki-laki pendek gemuk itu ini tahu perasaan yang terkandung dalam
hatinya" tanya gadis itu dalam hati.
"Sikapku, Paman?" tanya Utari lagi
"Ya!" jawab Macan Tutul Lembah Neraka tandas. "Kau kelihatan bingung menyiksanya
karena dia pingsan,
bukan?" Pelahan kepala Utari terangguk pelan.
"Ha ha ha...!" kembali laki-laki bertubuh pendek gemuk itu tertawa terbahak-
bahak. "Mengapa sebelumnya tidak kau beritahukan padaku"! Tapi, tunggulah
sebentar, Paman akan membuat pembunuh gurumu ini sadar."
Setelah berkata demikian, Macan Tutul bergegas
melangkah keluar. Utari menatap kepergian laki-laki pendek gemuk itu itu dengan
perasaan tegang. Apa yang akan dilakukan Macan Tutul Lembah Neraka" tanyanya
dalam hati. Diliriknya Macan Kumbang dan Macan Loreng.
Macan Loreng hanya tersenyum-senyum. Sedangkan
Macan Kumbang, seperti biasanya, diam memasang wajah angker.
Tak lama kemudian, Macan Tutul Lembah Neraka telah kembali. Di tangannya
terjinjing sebuah ember. Tercekat hati Utari melihat perbuatan pamannya ini.
Kini dia tahu, laki-laki pendek gemuk itu hendak menyadarkan Dewa Arak secara
paksa. "Bangun, Dewa Arak!" bentak Macan Tutul Lembah Neraka seraya mengguyurkan cairan
dari dalam ember itu.
Byurrr...! Seketika itu juga Dewa Arak gelagapan. Pemuda
berambut putih keperakan ini kontan tersadar dari
pingsannya. Seketika Arya menggelepar-gelepar.
Sementara mulutnya mendesis-desis seperti merasakan kenyerian yang amat sangat.
Tentu saja hal ini membuat Utari terperanjat kaget!
Mengapa hanya diguyur air saja, Dewa Arak menggeliat-geliat seperti cacing
kepanasan" pikirnya bingung.
Tapi kebingungan gadis berpakaian biru ini segera
terjawab, begitu Macan Tutul Lembah Neraka kembali tertawa bergelak.
"Bagaimana, Dewa Arak" Nikmat, bukan" Kapan lagi kau akan mandi air cuka kalau
tidak sekarang, heh"! Ha ha ha...!"
Air cuka" jerit Utari dalam hati. Pantas saja Dewa Arak sampai menggelepar-
gelepar begitu. Sungguhpun gadis ini belum pernah merasakan. Tapi sudah bisa
diperkirakannya sendiri. Luka-luka diguyur air cuka! Betapa nyerinya!
"Ah...! Kurasa masih belum terlalu nikmat, Macan Tutul!
Biariah aku ikut menyumbangkan tenaga...," sambut Macan Kumbang Lembah Neraka
seraya melangkah maju
menghampiri Dewa Arak yang masih menggeliat-geliat karena dilanda rasa nyeri
yang amat sangat.
"Hentikan...!" teriak Utari keras.
Tentu saja bentakan gadis berpakaian biru itu membuat Tiga Macan Lembah Neraka
terkejut bukan main. Bahkan Macan Kumbang sampai menghentikan langkahnya, dan
menoleh ke belakang.
"Mengapa kau mencegahku menghukum keparat ini, Utari?" tanya laki-laki berkulit
hitam itu. Nada suaranya penuh tuntutan. Sementara Macan Tutul dan Macan
Loreng pun menatap heran pada murid Raksasa Rimba
Neraka ini. Utari pun segera tersadar. Disadari kalau sikapnya ini menimbulkan kecurigaan
Tiga Macan Lembah Neraka.
Untung di saat kritis itu otaknya kembali menemukan jalan keluar.
"Aku tidak ingin Paman bertiga menyiksanya, sebelum aku menyiksanya! Nanti,
setelah aku puas, baru Paman boleh melanjutkannya," sahut Utari tandas.
"Ooo ...!"
Berbareng Tiga Macan Lembah Neraka menganggukkan
kepalanya, maklum. Macan Kumbang pun segera
mengurungkan niatnya. Dilangkahkan kakinya kembali ke tempatnya.
"Kalau begitu, silakan kau puas kan hatimu
menyiksanya, Utari," ucap Macan Tutul Lembah Neraka mempersilakan. "Tapi ingat,
jangan kau bunuh dia! Sisakan untuk kami! Sekarang kami ingin beristirahat!"
Setelah berkata demikian, Macan Tutul pun melangkah meninggalkan ruangan itu
Macan Loreng dan Macan
Kumbang Lembah Neraka mengikuti di belakang laki-laki bertubuh pendek gemuk itu
tanpa banyak bicara.
"Hhh...!"
Utari menghela napas lega setelah ketiga pamannya
berlalu. Kemudian bergegas dihampirinya Dewa Arak yang masih menggeliat-geliat.
"Ssst..!" Utari menaruh jari telunjuknya di bibir.
"Tenanglah.... aku tidak bermaksud jelek padamu. Aku ingin menyelamatkanmu..."
Sebelum Dewa Arak sempat mengerti ucapan gadis itu, tangan halus Utari telah
mencengkeram rantai baja yang membelenggunya.
Trak, trak, trak, trak !
Seketika itu juga keempat rantai baja putus! Kontan tubuh Dewa Arak terkulai.
Memang Arya lemah bukan
main. Letih dan lemah yang belum pemah dirasakan
seumur hidupnya.
"Hup...!"
Tanpa ragu-ragu lagi, Utari segera memondong pemuda itu di bahunya. Kemudian
melangkah keluar dari situ.
Sepasang matanya menatap liar ke sekelilingnya.
Sementara pendengarannya dipasang tajam-tajam. Gadis berpakaian biru ini
khawatir kalau Tiga Macan Lembah Neraka memergoki perbuatannya.
Dengan mengendap-endap, Utari membawa kabur Dewa
Arak melalui pintu belakang. Dan begitu telah berada di luar, gadis berpakaian
biru ini segera melesat cepat. Utari segera mengerahkan seluruh ilmu meringankan
tubuhnya. Gadis berpakaian biru ini sadar, sewaktu-waktu bisa saja salah seorang dari Tiga
Macan Lembah Neraka datang menjenguk ruang tahanan Dewa Arak. Dan bila hal itu
terjadi, gadis ini berharap dia telah berada jauh dari situ.
*** Utari terus berlari mengerahkan seluruh kemampuan
ilmu meringankan tubuhnya. Gadis berpakaian biru ini sudah mempunyai tempat
tujuan untuk merawat luka-luka Dewa Arak yang telah membuatnya dilanda perasaan
aneh yang sama sekali sulit dipahaminya.
Tak lama kemudian. Utari tiba di tempat yang ditujunya.
Sebuah gua yang tersembunyi dan hanya diketahui olehnya sendiri.
Utari menengok ke kiri kanan, untuk memastikan kalau tidak ada orang yang
melihatnya menuju ke gua itu.
Sesudah yakin tidak ada yang mengetahuinya, gadis
berpakaian biru ini melesat masuk.
Ternyata gua itu cukup panjang juga. Semakin ke dalam, ruangan di dalam gua itu
semakin luas. Utari terus saja melangkah semakin ke dalam. Baru sesampainya di
bagian ujung gua yang beruangan luas, Utari menghentikan
langkahnya. Hati-hati sekali tubuh Dewa Arak direbahkan di tanah.
"Terima kasih atas pertolonganmu, Nisanak," ucap Dewa Arak pelan.
Utari hanya melemparkan senyuman manis sebagai
tanggapannya. "Istirahatlah dulu. Kau masih lemah. Biar kuperiksa luka-lukamu," ujar gadis
cantik itu memberi saran. Setelah berkata demikian, tangan putih, halus, dan
mulus yang berjari-jari lentik itu mulai memeriksa sekujur tubuh Dewa Arak.
"Sebagian besar luka-luka luar. Hanya ada sedikit luka dalam," ucap Utari
memberitahu.
Dewa Arak 10 Tiga Macan Lembah Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seketika tangan kanan gadis itu bergerak ke pinggang.
Dan dari situ dikeluarkan obat bubuk yang kemudian ditaburkannya ke seluruh
luka-luka luar Dewa Arak.
Dewa Arak meringis. Seketika rasa nyeri yang hebat menggigit sekujur kulitnya,
begitu obat bubuk itu
ditaburkan ke seluruh luka-lukanya.
"Memang agak nyeri sedikit. Tahanlah sebentar..."
Arya menatap wajah gadis yang duduk bersimpuh dl
hadapannya tajam-tajam.
"Mengapa kau menolongku, Nini" Bukankah perbuatan-mu ini akan membuatmu terancam
bahaya" Tiga Macan
Lembah Neraka pasti akan mencarimu. Dan aku tidak bisa membantumu menghadapi
mereka selama guci arakku
belum ada di tanganku."
"Jadi, kalau guci arakmu telah kembali..., kau akan mampu menghadapi pa... eh...
Tiga Macan Lembah
Neraka?" tanya Utari seraya menatap Dewa Arak lekat-lekat.
"Mungkin...." sahut Dewa Arak tidak mau
menyombongkan diri.
"Memangnya ke mana guci arakmu.. eh...."
"Arya, Arya Buana namaku," sahut Dewa Arak memberitahu. "Namamu Utari kan?"
Gadis berpakaian biru itu menganggukkan kepalanya.
Dia tidak merasa heran, mendengar pemuda berambut
putih keperakan itu menyebut namanya. Ketika di ruang tahanan tadi, sudah
berkali-kali namanya disebut-sebut oleh Tiga Macan Lembah Neraka.
"Guciku dicuri oleh Jayalaga. Orangnya masih muda, kira-kira seusia denganku.
Baju yang dipakainya berwarna merah muda," jelas Arya, menerangkan ciri-ciri
Jayalaga. Utari mengerutkan alisnya. Pemuda berpakaian merah muda" tanyanya dalam hati.
Bukankah dalam perjalanan ke markas Tiga Macan Lembah Neraka, dia berpapasan
dengan pemuda itu" Dan memang di tangan pemuda
berpakaian merah muda itu dilihatnya sebuah guci. Jadi, orang itukah yang telah
mencuri guci Dewa Arak" Lalu Utari pun menceritakan pertemuannya dengan Jayalaga
kepada Dewa Arak.
"Kalau begitu, biar aku saja yang mencarinya, Kang Arya," usul Utari setelah
menyelesaikan ceritanya.
Sebelum Dewa Arak sempat berbicara lagi, gadis
berpakaian biru itu telah melesat keluar gua. Dewa Arak hanya bisa memandangi
kepergian Utari dengan benak dipenuhi berbagai pertanyaan. Seorang gadis cantik
telah menyelamatkannya. Apakah Utari jatuh cinta padanya"
"Hhh...!" desah Dewa Arak. Mudah-mudahan saja dugaannya kali ini keliru. Pemuda
berambut putih keperakan itu berharap agar Utari tidak menaruh hati pada ya. Tak lama kemudian,
setelah luka-luka luarnya mulai tidak terasa mengganggu lagi, Dewa Arak segera
duduk bersila. Kedua tangannya yang terbuka, dirapatkan di depan dada,
bersemadi. Tak lama kemudian pemuda
berambut putih keperakan ini sudah tenggelam dalam semadinya.
*** "Keparat..!" teriak Macan Kumbang begitu melihat ruang tahanan yang kosong
melompong. Tidak ada lagi Utari dan Dewa Arak di situ. Yang ada hanya putusan
rantai di tembok.
Tentu saja teriakan Macan Kumbang yang mengandung
tenaga dalam tinggi, membuat Macan Tutul dan Macan Loreng Lembah Neraka, yang
masih tenang-tenang di
ruang depan terlonjak kaget. Bergegas mereka melesat ke ruang tahanan. Pasti ada
sesuatu yang telah membuat rekannya berteriak-teriak seperti itu, pikir kedua
orang itu. Sekejap kemudian, kedua orang itu telah tiba di pintu ruang tahanan. Sesaat
lamanya mereka terpaku melihat ruang tahanan yang kosong. Kemudian Macan Tutul
dan Macan Loreng Lembah Neraka melangkah ke dalam.
Pandangan mereka kini dalihkan pada Macan Kumbang
yang masih termangu-mangu, seolah-olah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Di mana Dewa Arak dan Utari, Macan Kumbang?" tanya Macan Tutul Lembah Neraka.
Pelahan suaranya. Rupanya laki-laki pendek gemuk itu terpukul juga melihat hal
ini. "Mengapa kau tanyakan padaku, Macan Tutul"!" sergah laki-laki berkulit hitam itu
keras. "Sewaktu aku tiba, ruangan ini sudah seperti yang kau lihat!"
Tiga Macan Lembah Neraka saling pandang beberapa
saat lamanya. "Sungguh sulit dipercaya. Mungkinkah Utari yang telah menyelamatkan Dewa Arak?"
tanya Macan Loreng Lembah Neraka pelan, seolah-olah bertanya pada dirinya
sendiri. "Tapi, mengapa?"
Macan Tutul Lembah Neraka mendengus. "Kau memang bodoh, Macan Loreng! Apa lagi
alasannya kalau bukan karena cinta! Utari pasti telah terpikat oleh ketampanan
Dewa Arak!" tandas laki-laki bertubuh pendek gemuk itu keras.
"Pantas... dia tidak mengijinkan kita menyiksa Dewa Arak," gumam Macan Kumbang
sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, pertanda mulai paham dengan
masalah yang dihadapi.
"Mereka pasti belum pergi jauh!" ucap Macan Loreng Lembah Neraka keras. "Mari
kita kejar!"
"Kau benar Macan Loreng!" sambung Macan Tutul Lembah Neraka mendukung.
Setelah berkata demikian. Tiga Macan Lembah Neraka segera melesat meninggalkan
tempat itu. Tujuannya sudah jelas. Mencari Utari yang telah melarikan Dewa Arak!
*** 6 Sambil bersiul-siul, Jayalaga melangkah pelahan
meninggalkan tempat di mana Dewa Arak berhasil
ditangkap oleh Tiga Macan Lembah Neraka. Kini legalah hatinya. Memang sudah
sejak semula dia tidak suka pada pemuda berambut putih keperakan itu. Bukankah
gara-gara pemuda itu gurunya tewas"
Ketidaksukaannya pada Arya semakin bertambah
tatkala diketahuinya kalau pemuda yang terhitung murid keponakannya itu,
memiliki kepandaian jauh di atasnya.
Memang Jayalaga mempunyai watak yang aneh. Dia
tidak suka kalau ada orang lain memiliki kelebihan dari-padanya. Apalagi kalau
orang itu adalah seorang pemuda.
Jayalaga ingin dialah pemuda yang paling hebat.
Ketidaksukaannya berubah menjadi benci ketika dilihatnya Puspa Rani, gadis yang
sejak dulu dicinta dan dirindukan-nya, malah terlihat bersimpati pada Dewa Arak.
Pemuda berpakaian merah muda ini memang sudah
mempunyai rencana tersendiri. Jayalaga ingin menyingkir kan Dewa Arak. Dan
rencana itu segera dikerjakannya sewaktu kemarin dia memanggang daging santapan
malam mereka. Tanpa sepengetahuan Dewa Arak, semua daging panggang itu dibubuhi
racun pembius. Tapi
sebelumnya tentu saja Jayalaga tidak lupa untuk menelan obat penawar.
Rupanya racun itu bekerja cepat, sehingga Dewa Arak jadi tertidur pulas seperti
orang mati. Sayang dia gagal untuk membunuh Arya dengan tangannya sendiri.
Betapapun liciknya Jayalaga, tapi ajaran Eyang Tapakjati tetap diingatnya.
Pemuda berpakaian merah muda ini tidak mau disebut pengecut, bila membunuh lawan
yang tidak berdaya.
Maka Jayalaga hanya membawa kabur guci Dewa Arak.
Baru setelah itu dia memberitahu tempat Dewa Arak
kepada Tiga Macan Lembah Neraka. Dan kejadian
selanjutnya berjalan sesuai dengan rencananya.
Jayalaga tersenyum lebar. Ditimang-timangnya guci
Dewa Arak. Kemudian berjalan meninggalkan tempat itu.
Tujuannya adalah Perguruan Kapak Sakti. Dia ingin
menjumpai Puspa Rani di sana.
Tapi baru juga kakinya melangkah, terdengar bentakan keras yang membuat
gerakannya terhenti.
"Jayalaga! Jangan lari kau, Pengecut..!"
Pemuda berpakaian merah muda ini segera menoleh.
Suara itu sama sekali belum dikenalnya. Tapi, kenapa pemilik suara itu memakinya
pengecut" Sekitar belasan tombak di depan Jayalaga, nampak
sesosok bayangan biru bergerak cepat ke arahnya.
Pemuda berpakaian merah muda ini mengerutkan alisnya.
Sungguh pun masih cukup jauh darinya, sudah bisa
diduganya kalau bayangan itu adalah seorang wanita.
Semakin dekat bayangan biru itu semakin jelas terlihat.
Dan begitu jarak di antara mereka tinggal tiga tombak lagi, sosok itu
menghentikan langkahnya.
Jayalaga menatap sosok bayangan biru yang telah
berdiri di hadapannya. Pemuda berpakaian merah muda ini masih mengerutkan
keningnya. Dia ternyata tidak
mengenal sosok yang ternyata adalah seorang wanita cantik jelita. Rambutnya
digelung ke atas dan berpakaian biru. Lalu, mengapa gadis ini mengenalnya" tanya
murid Eyang Tapakjati ini dalam hati.
"Bukankah kau yang bernama Jayalaga?" tanya gadis berpakaian biru yang ternyata
adalah Utari. Sepasang matanya menatap pakaian pemuda yang berdiri di
hadapannya. Dan kemudian beralih pada guci arak perak yang berada dalam
genggaman Jayalaga.
"Benar, Nisanak," sahut Jayalaga sambil menganggukkan kepalanya. "Siapakah
Nisanak ini" Dan dari mana mengenal namaku?"
"Kau tak perlu tahu namaku! Tapi yang jelas,
kedatanganku adalah untuk membunuh orang yang berjiwa pengecut sepertimu!"
tandas Utari keras.
Merah wajah Jayalaga mendengar ucapan itu.
Kemarahannya pun bergolak. Sudah berkali-kali wanita itu memakinya pengecut. Dan
ini membuat Jayalaga murka.
"Nisanak!" ucap murid Eyang Tapakjati ini keras. "Aku sama sekali tidak
mengenalmu. Bertemu pun baru kali ini.
Tapi mengapa kau memusuhiku" Bahkan berkali-kali kau menyebutku pengecut! Cepat
jelaskan maksud ucapanmu, sebelum habis kesabaranku!"
Utari hanya mendengus.
"Tidak usah banyak basa-basi, Jayalaga!"
Setelah berkata demikian, gadis berpakaian biru itu menjulurkan kedua tangannya
ke depan. Kemudian
terdengar suara berkerotokan begitu jari-Jari tangan Utari pelahan-lahan
mengepal. Suara berkerotokan keras seperti ada tulang-tulang yang patah itu
semakin keras terdengar, begitu Utari menarik tangannya yang terkepal ke sisi
pinggang. Jayalaga bergidik ngeri melihat perbuatan gadis ini. Tapi dia tidak terlalu lama
tenggelam dalam perasaan ngerinya itu, karena serangan dari Utari telah
menyambar tiba.
Utari membuka serangan dengan melontarkan kepalan
kanannya ke arah dada Jayalaga. Ada suara berkeresekan keras seperti ada geledek
menyambar bumi, begitu gadis berpakaian biru itu mengayunkan tinjunya. Bahkan
bukan itu saja, angin berhawa panas pun mengiringi tibanya serangan itu.
Sepasang mata Jayalaga membelalak lebar, Ilmu
macam apa ini" tanya murid Eyang Tapakjati ini dalam hati.
Ilmu yang sangat menggiriskan! Jayalaga sama sekali tidak tahu, kalau itu adalah
Ilmu 'Tinju Geledek'! Ilmu yang dimiliki oleh Raksasa Rimba Neraka.
Jayalaga tidak berani bertindak gegabah. Buru-buru dilempar tubuhnya ke samping.
Tidak berani dia
menentang bahaya untuk memapak pukulan si gadis.
Terlalu besar resikonya, karena dia belum dapat mengukur ketinggian tenaga dalam
lawan. Brakkk...! Sebatang pohon sepelukan orang dewasa tumbang
seketika, begitu pukulan Utari yang berhasil dielakkan Jayalaga menghantamnya.
Sepasang mata Jayalaga
terbelalak melihat akibat yang ditimbulkan pukulan nyasar itu. Bagian batang
yang tersambar pukulan Utari hancur berkeping-keping. Sungguh tidak disangkanya
kalau gadis itu bisa berbuat demikian.
Tapi Jayalaga tidak bisa berlama-lama larut dalam
kekagumannya. Serangan susulan dari Utari telah tiba.
Pemuda berpakaian merah muda ini tidak punya pilihan lagi, kecuali menghadapi
lawan dan balas menyerang.
Sadar akan kelihaian Utari, Jayalaga segera
mengeluarkan jurus andalannya, jurus 'Sepasang Tangan Penakluk Naga'! Sesaat
kemudian kedua orang yang masih sama-sama muda ini sudah terlibat dalam
pertarungan sengit.
Utari merasa dendam sekali atas perbuatan Jayalaga terhadap Dewa Arak. Terbukti,
seriap serangan gadis ini selalu mengarah pada bagian-bagian tubuh yang memati-
kan. Tapi, Jayalaga bukanlah lawan lemah. Meskipun guru Jayalaga tidak sesakti
Raksasa Rimba Neraka, tapi tidak berarti pemuda berpakaian merah muda ini mudah
dipecundangi. Jayalaga menggertakkan gigi. Untuk kesekian kalinya dia harus menerima kenyataan
kalau dia bukanlah satu-satunya pemuda yang berkepandaian tinggi di dunia ini.
Terbukti kini kembali Jayalaga berhadapan dengan orang muda yang berkepandaian
tinggi. Wanita, lagi! Dan
kenyataan ini membuat pemuda berpakaian merah muda ini agak terpukul. Tapi,
sungguhpun begitu, Jayalaga tetap mengadakan perlawanan sengit.
Tiga puluh jurus telah berlalu. Dan tampak jelas kalau Jayalaga mulai terdesak.
Pemuda berpakaian merah muda ini hanya mampu mengelak. Sesekali menangkis, dan
selebihnya adalah hujan serangan dari Utari.
Jayalaga mengeluh dalam hati. Sekujur tubuhnya telah mandi keringat. Hawa panas
menyengat yang keluar dari setiap sambaran lawan, benar-benar membuatnya
tersiksa. Hampir-hampir dia tidak kuat menahannya.
"Haaat..!"
Utari berteriak nyaring. Dan belum lagi gema
teriakannya habis, gadis berpakaian biru itu sudah melesat menerjang Jayalaga.
Kedua tangannya yang terkepal, dilontarkan bertubi-tubi ke arah dada, ulu hati,
dan perut pemuda berpakaian merah muda itu.
Jayalaga memekik tertahan. Murid Eyang Tapakjati ini memang terkejut bukan main
Serangan itu datang begitu tiba-tiba. Tak sempat dielakkan lagi. Tak ada jalan
lain kecuali menangkis serangan itu untuk menyelamatkan selembar nyawanya.
Plak. plak. plak...!
"Aaakh...!"
Terdengar suara keras beruntun, begitu dua pasang
tangan yang sama-sama dialiri tenaga dalam tinggi itu berkali-kali berbenturan.
Jayalaga memekik nyaring.
Tubuhnya terhuyung-huyung dua langkah, sementara Utari terhuyung satu langkah.
Jelas terlihat kalau dalam adu tenaga dalam tadi, Utari masih lebih unggul
ketimbang lawannya.
Jayalaga masih menggeliat-geliatkan tubuhnya. Rasa panas yang menyengat menjalar
ke sekujur tubuhnya
begitu tangannya berbenturan dengan tangan lawannya.
Dan belum lagi pemuda ini sempat berbuat sesuatu, Utari melancarkan pukulan
susulan ke arah dada.
Buk! "Aaa...!"
Jayalaga menjerit memilukan. Keras dan telak sekali pukulan Utari bersarang di
dadanya. Suara berderak keras dari tulang-tulang dada yang berpatahan segera
terdengar. Seketika itu juga pemuda berpakaian merah muda ini terjengkang. Darah segar
mengalir deras dari mulut, hidung, dan telinganya.
Suara berdebukan keras terdengar begitu tubuh
Jayalaga terbanting ke tanah. Sesaat lamanya pemuda ini menggelepar-gelepar
meregang nyawa. Lalu diam tidak bergerak-gerak lagi.
"Hhh...!"
Utari menghela napas lega. Sesaat sepasang matanya terpaku pada mayat pemuda
berpakaian merah muda itu.
Kemudian bergegas menghampiri guci perak yang tadi diletakkan Jayalaga di bawah
pohon angsana. Utari kemudian mengambil guci itu. Memperhatikannya sejenak, sebelum akhirnya
melesat meninggalkan tempat itu. Sesaat kemudian, suasana di situ pun kembali
Dewa Arak 10 Tiga Macan Lembah Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hening. Utari berlari cepat mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuhnya. Dia ingin
cepat-cepat tiba dan
menyampaikan berita gembira pada Dewa Arak, bahwa
gucinya telah berhasil ditemukan.
Saking tergesa-gesanya untuk segera berjumpa dengan Dewa Arak, membuat
kewaspadaan gadis berpakaian biru ini berkurang. Utari sama sekali tidak
menyadari kalau tak begitu jauh setelah meninggalkan mayat Jayalaga, tiga sosok
berpakaian rompi dari kulit macan, memandanginya.
Ketiga orang ini tak lain adalah Tiga Macan Lembah Neraka!
"Itu Utari..." bisik Macan Tutul Lembah Neraka pada kedua rekannya seraya
menunjuk bayangan biru yang
berkelebat di depan mereka.
Macan Kumbang dan Macan Loreng Lembah Neraka
mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk laki-laki bertubuh pendek gemuk
itu. Berbareng keduanya mengangguk.
"Mau ke mana dia?" tanya Macan Loreng pelan seperti bicara pada dirinya sendiri
"Entahlah." sahut Macan Tutul seraya menggelengkan kepalanya "Tapi lebih baik
kita ikut saja. Siapa tahu dia akan membawa kita pada Dewa Arak!"
"Mudah-mudahan saja," sahut Macan Kumbang Lembah Neraka mendukung "Mari kita
kejar dia, sebelum pergi Jauh."
Setelah berkata demikian, laki-laki berkulit hitam itu segera melesat dari situ.
Macan Tutul dan Macan Loreng Lembah Neraka pun segera mengikuti.
Tiga Macan Lembah Neraka membuntuti Utari dari jarak yang cukup jauh. Sehingga
gadis berpakaian biru itu sama sekali tidak menyadarinya. Terus saja gadis itu
berlari menuju gua persembunyiannya.
Utari baru memperlambat larinya setelah mendekati
mulut gua. Macan Tutul yang paling cerdik di antara Tiga Macan Lembah Neraka,
dapat menduga kalau di gua itulah Utari menyembunyikan Dewa Arak. Maka laki-laki
bertubuh pendek gemuk itu pun menganggukkan kepala pada kedua rekannya.
Macan Kumbang dan Macan Loreng Lembah Neraka
rupanya mengerti isyarat rekannya. Terbukti begitu Macan Tutul Lembah Neraka
menganggukkan kepalanya, Macan Kumbang dan Macan Loreng mempercepat larinya.
Akibatnya sudah dapat diduga. Sebelum gadis berpakaian biru itu memasuki mulut
gua, Tiga Macan Lembah Neraka berdiri menghadang
"Ah...! "
Utari memekik kaget begitu mengenali tiga orang yang telah berada di hadapannya.
Tak terasa gadis berpakaian biru itu melangkah mundur. Sepasang matanya
terbelalak lebar, bagaikan melihat hantu
"Mana Dewa Arak, Utari?" tanya Macan Kumbang Lembah Neraka pelan. Tapi di dalam
suaranya terkandung ancaman.
"Aku tidak tahu!" sahut gadis pakaian biru itu ketus.
Suaranya bergetar, pertanda Utari tengah dilanda perasaan tegang.
"Ha ha ha...! Kau kira kami bodoh, Utari?" sahut Macan Tutul seraya tertawa
mengejek. "Tanpa kau beritahu pun kami sudah tahu kalau Dewa Arak berada di
dalam gua ini! Macan Kumbang! Macan Loreng! Periksa ke dalam! Biar gadis liar ini aku yang
urus!" Tanpa banyak membantah, Macan Kumbang dan Macan
Loreng Lembah Neraka melangkah ke dalam gua. Sadar kalau yang berada di dalam
adalah orang yang berbahaya, kedua orang ini bersikap waspada. Selagi melangkah,
urat-urat syaraf mereka menegang. Bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Utari yang melihat hal ini menjadi khawatir. Tanpa memandang kalau tiga orang di
hadapannya memiliki
kepandaian di atasnya, gadis berpakaian biru ini berusaha mencegah masuknya
kedua orang tokoh Tiga Macan
Lembah Neraka itu.
Tapi belum lagi niat Utari terlaksana, Macan Tutul telah lebih dulu bergerak
menghadang. Melihat hal ini Utari pun mentadi cemas bukan main.
"Kang Arya...! Hati-hati..! Macan Kumbang dan Macan Loreng masuk ke gua, dan
hendak membunuhmu...!" teriak Utari keras dengan mengerahkan seluruh tenaga
dalamnya! "Keparat!" Macan Tutul Lembah Neraka menggeram
"Rupanya kau sudah tergila-gila pada ketampanan Dewa Arak, Utari! Lupakah kau
pada tekadmu dulu"! Lupakah kau akan kebaikan gurumu"! Kau tahu, tanpa kebaikan
gurumu, kau tidak akan jadi manusia seperti sekarang!
Tapi sekarang apa balasanmu"! Bukannya kau bantu kami, tapi malah melindungi
pembunuh gurumu!"
Seketika wajah gadis berpakaian biru itu pucat Dalam batinnya terjadi peperangan
hebat. Kini Utari dihadapkan pada dua pilihan, antara membalaskan dendam gurunya
atau menyelamatkan Dewa Arak! Sukar sekali untuk
memilih salah satu di antaranya. Kepala gadis itu seakan ingin pecah rasanya.
*** Sementara itu Macan Kumbang dan Macan Loreng
Lembah Neraka terkejut mendengar teriakan Utari yang memberitahu kedatangan
mereka pada Dewa Arak. Kedua tokoh yang sudah pernah merasakan kelihaian Dewa
Arak ini agak ngeri juga seandainya pemuda berambut putih keperakan itu
mengetahui kedatangan mereka.
Dewa Arak yang tengah bersemadi, sayup-sayup
mendengar teriakan Utari. Dan hal ini tentu saja membuat Arya terkejut. Dari
pemberitahuan gadis berpakaian biru itu diketahuinya kalau dua di antara Tiga
Macan Lembah Neraka telah masuk ke dalam gua. Dan itu berarti yang seorang lagi
berada di luar. Hal ini tentu saja membuat Dewa Arak menjadi cemas akan
keselamatan Utari.
Utari harus diselamatkan dulu! Begitu keputusan Dewa Arak. Tapi bila dia memaksa
keluar melalui jalan depan, rasanya tidak mungkin. Karena sebelum dia keluar,
pasti akan dihadang Macan Kumbang dan Macan Loreng
Lembah Neraka terlebih dahulu. Harus dicarinya jalan keluar lain, pikir Dewa
Arak. Dan Dewa Arak telah
menemukannya. Memang, tanpa sepengetahuan Utari, Dewa Arak telah menemukan jalan keluar lain
dari gua ini. Tadi, sepeninggal Utari, Arya sempat memeriksa sekeliling gua. Dan
secara kebetulan, pemuda ini menemukan jalan keluar lainnya.
Bergegas Dewa Arak menghampiri sebatang tongkat
kecil yang menempel di dinding gua. Tongkat yang semula dikiranya untuk menaruh
tangkai obor. Tanpa ragu-ragu lagi Arya segera menekan tongkat itu ke bawah.
Suara berderak keras terdengar, disusul dengan
bergesernya dinding gua. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Dewa Arak segera
menyelinap selagi dindng itu menggeser membuka.
Tentu saja Macan Loreng dan Macan Kumbang Lembah
Neraka mendengar suara berderak keras itu. Dan kontan keduanya menjadi terkejut.
Seketika itu pula langkah mereka dihentikan.
"Apa itu, Macan Loreng?" tanya Macan Kumbang yang memang agak kurang cerdas
dibanding rekannya. "Jangan-jangan gua ini akan runtuh."
Macan Loreng mengerutkan alisnya. Diperhatikannya
bagian atas gua, dan kemudian dindng-dindingnya.
"Tidak mungkin," bantah laki-laki berkulit kuning ini.
"Nah! Getarannya sudah berhenti. Seandainya gua ini akan runtuh, mestinya
getaran itu akan terus berlangsung, tidak berhenti seperti ini."
Macan Kumbang mengangguk. Disadarinya kebenaran
ucapan Macan Loreng.
"Cepat, Macan Kumbang!" ucap Macan Loreng lagi. "Aku mempunyai firasat yang
tidak enak dengan suara bunyi itu."
Setelah berkata demikian, Macan Loreng Lembah
Neraka mempercepat langkahnya. Macan Kumbang pun
tidak mau ketinggalan. Bergegas pula langkahnya diper-cepat. Meskipun begitu,
kewaspadaan mereka sama sekali tidak mengendur.
Tatkala Macan Loreng dan Macan Kumbang Lembah
Neraka telah tiba di bagian paling ujung gua. Keduanya terperanjat. Suasana
tempat itu memang agak terang, karena di bagian atap gua ada celah-celah yang
dapat diterobos sinar matahari.
"Keparat itu tidak ada, Macan Loreng!" seru Macan Kumbang Lembah Neraka keras.
Sepasang matanya
berkeliling, mencari kemungkinan ada tempat ber-
sembunyi. Tapi laki-laki berkulit hitam ini kecewa. Tidak ada sama sekali tempat
untuk bersembunyi di situ.
Macan Loreng mengerutkan alisnya. Benaknya berputar keras. Ruangan dalam gua ini
memang kosong. Apakah pemuda itu sudah keluar gua" Tapi, kalau pemuda itu memang
sudah keluar, pasti akan berpapasan dengan
mereka di lorong gua! Ataukah ada jalan rahasia yang menuju keluar" duga laki-
laki berwajah kuning itu.
Plak! Macan Loreng Lembah Neraka menepuk kepalanya.
Mengapa dia begitu bodoh" Sudah pasti Dewa Arak telah keluar melalui jalan
rahasia! Dan suara derak keras tadi, sudah pasti terjadi sewaktu pemuda berambut
putih keperakan itu keluar melalui jalan itu!
"Ada apa, Macan Loreng?" tanya Macan Kumbang Lembah Neraka. Agak heran hatinya
melihat laki-laki berwajah kuning itu menepak kepalanya sendiri.
"Dewa Arak pasti keluar melalui jalan rahasia!" sahut Macan Loreng memberitahu.
"Kalau begitu mari kita cari jalan itu," sambut Macan Kumbang lagi.
"Tidak perlu, Macan Kumbang!" bantah Macan Loreng cepat.
"Mengapa?" tanya laki-laki berkulit hitam itu bingung.
"Terlalu memakan banyak waktu. Lebih baik kita segera keluar lewat mulut gua di
depan! Aku khawatir telah terjadi sesuatu pada Macan Tutul!"
Setelah berkata demlkian, Macan Loreng segera
melesat ke mulut gua. Macan Kumbang tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti
laki-laki berwajah kuning itu.
Sementara di luar gua, Macan Tutul Lembah Neraka
menjadi meluap amarahnya begitu melihat Utari malah berdiri termenung.
Kemarahannya yang memang sudah
timbul tatkala mengetahui murid Raksasa Rimba Neraka ini membebaskan Dewa Arak,
semakin memuncak.
"Kalau begitu, lebih baik kau mampus saja, Utari!"
Setelah berkata demikian, Macan Tutul Lembah Neraka pun menerjang Utari. Kedua
tangannya yang berbentuk cakar menyerang bertubi-tubi ke arah dada, ulu hati,
dan pusar murid Raksasa Rimba Neraka itu
Cepat dan dahsyat bukan main serangan laki-laki
bertubuh pendek gemuk itu. Sekali pun Utari dalam
keadaan waspada pun, rasanya sulit bagi gadis itu untuk mengelak. Apalagi dalam
keadaan bingung seperti ini.
Akibatnya.... Buk! Buk...! "Aaa...!"
Utari menjerit memilukan. Seketika itu juga tubuhnya melayang tiga tombak ke
belakang. Dari mulut, hidung, dan telinganya, mengalir darah segar. Tulang-
tulang dada Utari remuk seketika itu juga. Hebat bukan main akibat pukulan yang
dilancarkan Macan Tutul Lembah Neraka.
"Utari...!"
Terdengar panggilan keras, disusul dengan ber-
kelebatnya sesosok bayangan ungu.
"Hup...!"
Dengan kecepatan yang luar biasa, bayangan ungu itu menangkap guci arak yang
terlepas dari pegangan Utari.
Begitu guci arak itu telah ditangkap, bayangan ungu itu melesat ke arah tubuh
Utari yang tergolek di tanah.
"Utari...," desah sosok ungu itu serak.
Utari membuka kelopak matanya. Sepasang matanya
terlihat begitu kosong. Tidak nampak sinar kehidupan di dalamnya.
"Kang Arya...," pelahan sekali suara gadis itu. Cairan merah kental kembali
keluar dari bibir mungil yang kini pucat pias itu.
Sosok ungu yang ternyata adalah Arya Buana alias Dewa Arak itu menatap Utari.
Rasa sesal yang amat sangat, bergayut di hati pemuda berambut putih keperakan
ini. Dewa Arak tahu kalau gadis itu menjadi seperti ini karena ingin menyelamatkan
dirinya. "Maafkan aku, Utari. Gara-gara aku, kau jadi celaka,"
ujar Arya dengan suara serak.
"Kau..., sama sekali tidak bersalah, Kang,..," ucap gadis berpakaian biru itu
terputus-putus. Dan kembali cairan merah kental keluar dari mulut, dan hidung
Utari. Dewa Arak segera menyeka dengan pakaiannya. Sesak dada Arya oleh keharuan
yang menggelegak, melihat keadaan gadis ini. Kelopak matanya merembang berkaca-
kaca. "Kau..., kau bersedih, Kang Arya" Kau..., kau menyayangiku...?" tanya murid
Raksasa Rimba Neraka itu lagi dengan suara terputus-putus. Kembali cairan merah
kental mengalir keluar dari mulut dan hidung gadis itu. Dan lagi-lagi Dewa Arak
menyekanya. Dewa Arak mencoba tersenyum. Tapi karena rasa haru tengah melandanya, senyumnya
terlihat sebagai seringai kepedihan.
"Aku puas, Kang, Aku puas dapat menolongmu.., aku...
aku..., mencintaimu, Kang...."
"Utari...," desah Dewa Arak serak. Dipeluknya kepala gadis itu erat-erat, dan
dibenamkan ke dadanya. Arya tak mempedulikan darah yang membasahi pakaiannya.
"Se... selamat tinggal, Kang Arya...." Dan kepala gadis berpakaian biru itu pun
terkulai. Utari telah pergi untuk selamanya.
"Utari...," panggil Dewa Arak setengah berteriak.
Kemudian dikatupkan kedua kelopak mata gadis itu. Bibir Utari menyunggingkan
senyuman. Utari meninggalkan
dunia ini dengan perasaan puas, karena dapat meninggal di pelukan pemuda yang
dicintainya. Dewa Arak tidak menyadari kalau sejak tadi ada tiga pasang mata
yang memperhatikannya.
Tiga Macan Lembah Neraka hanya bisa memandangi
dan mendengar kan pembicaraan antara Dewa Arak dan Utari. Ketiga datuk golongan
hitam ini telah lupa pada tujuan mereka semula. Kematian Utari telah membuat
gairah mereka untuk membalas dendam pada Dewa Arak, telah sirna seketika.
Dan memang, keinginan untuk membalaskan kematian
Raksasa Rimba Neraka pada Dewa Arak adalah semata-
mata hanya untuk membantu mewujudkan keinginan Utari.
Tiga Macan Lembah Neraka tetap berdiri terpaku
melihat Dewa Arak mengatupkan kedua kelopak mata
Utari. Memang Tiga Macan Lembah Neraka sebenarnya
sangat menyayangi gadis berpakaian biru itu. Mereka telah menganggap Utari
seperti anak mereka sendiri. Rasa sayang yang amat besar itulah yang mendorong
mereka rela meninggalkan Lembah Neraka.
Tiga Macan Lembah Neraka merasa terpukul sekali
menerima kenyataan ini. Terutama sekali Macan Tutul Lembah Neraka yang tanpa
sadar telah menurunkan
tangan maut. Laki-laki pendek gemuk itu merasa menyesal bukan main. Sungguh
tidak disangka kalau Utari tidak mampu mengelakkan serangannya. Kini Macan Tutul
hanya dapat berdiri terpaku dengan wajah dan sepasang mata yang memancarkan
penyesalan yang amat sangat.
Baru setelah Dewa Arak beranjak bangkit sambil
mengangkat tubuh Utari, Tiga Macan Lembah Neraka
tersadar. Berbareng mereka menghampiri Arya.
"Berikan mayat Utari pada kami, Dewa Arak," pinta Macan Tutul Lembah Neraka.
Suaranya terdengar agak parau.
Dewa Arak menatap wajah Macan Tutul dalam-dalam.
"Apa kau masih belum puas, Macan Tutul. Apakah membunuhnya saja belum cukup bagimu"!" sentak Dewa Arak keras.
"Hhh...!"
Macan Tutul hanya menghela napas dalam-dalam. Laki-laki bertubuh pendek gemuk
itu tidak marah mendapat perlakuan yang kasar itu. Dendamnya telah pupus
seketika, seiring dengan kematian Utari. Bahkan Macan Tutul Lembah Neraka merasa
seluruh semangat hidupnya telah hilang entah ke mana.
Dewa Arak mengalihkan perhatiannya pada Macan
Loreng. Ditatapnya laki-laki berwajah kunlng itu lekat-lekat.
Macan Loreng pun sama sekali tidak membalas
pandangan Arya. Kepalanya ditundukkan dalam-dalam.
Sorot matanya memancarkan kepedihan yang teramat
sangat. Kini Arya mengalihkan pandangannya pada Macan
Dewa Arak 10 Tiga Macan Lembah Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kumbang Lembah Neraka. Laki-laki berkulit hitam yang biasanya bersikap garang,
angker, dan galak ini pun ternyata kehilangan keangkerannya. Dan memang
sebenarnya, di antara Tiga Macan Lembah Neraka, Macan Kumbang Lembah Nerakalah
yang paling menyayangi Utari.
"Utari keponakan kami, Dewa Arak," ucap Macan Kumbang. Suara laki-laki berkulit
hitam ini terdengar lemah, seperti orang yang minta dikasihani. Suara yang
biasanya terdengar garang dan berat itu kini mendadak sirna.
Dewa Arak yang masih emosi akibat kematian Utari yang mengenaskan itu, kian
meledak emosinya.
"Jadi, mentang-mentang Utari keponakan kalian, lalu seenaknya saja kalian
menyiksanya"!" sahut pemuda berambut putih keperakan itu. Kasar dan keras
suaranya. "Kini, aku akan membuat dua buah perhitungan dengan kalian!" ucap Dewa Arak lagi
sambil menatap wajah Tiga Macan Lembah Neraka berganti-ganti.
Tapi tak seorang pun dari Tiga Macan Lembah Neraka yang menyahuti ucapan Dewa
Arak. Tatapan mata mereka kosong. Sepertinya ucapan Arya sama sekali tidak
mereka dengar. "Pertama, urusan Eyang Tapakjati yang telah kalian bunuh, dan yang kedua adalah
kematian Utari!" tandas Dewa Arak keras.
Seperti sebelumnya, Tiga Macan Lembah Neraka juga
tidak meladeni ucapan Dewa Arak. Mereka masih saja bersikap seperti semula.
Menatap dengan mata kosong.
"Bersiaplah! Atau kalian akan mati sia-sia di tanganku...!" teriak Arya lagi.
Setelah berkata begitu tubuh Utari dipindahkan ke bahu sebelah kiri. Kemudian
pemuda berambut putih keperakan itu menerjang ke arah Macan Tutul. Tangan
kanannya menyambar ke pelipis laki-laki bertubuh pendek gemuk itu dengan
menggunakan jurus
'Belalang Sakti'.
Wuuut..! Angin menyambar keras mengiringi tibanya serangan
Dewa Arak. Tapi Macan Tutul Lembah Neraka sama sekali tidak mempedulikan
serangan itu. Tidak mengelak ataupun menangkis. Sepertinya rasa berdosa atas
kematian Utari telah membuatnya pasrah menerima kematian di tangan Dewa Arak.
Tentu saja Dewa Arak tidak mau membunuh orang yang sama sekali tidak melawan.
Buru-buru serangannya ditarik pulang.
"Ayo lawan dan hadapi aku, Macan Tutul!" bentak Dewa Arak keras. Tapi laki-laki
bertubuh pendek gemuk itu kembali tidak menyahutinya. Kepalanya masih tertunduk
menekuri tanah.
Dewa Arak pun mengalihkan perhatiannya pada Macan
Kumbang dan Macan Loreng Lembah Neraka.
"Ayo, Macan Tutul! Macan Kumbang! Lawanlah aku!
Bukankah itu yang kalian inginkan!"
"Kau boleh membunuh kami, Dewa Arak! Percayalah, kami tidak akan melawan," ucap
Macan Tutul lemah. "Tapi kami mohon kau sudi memenuhi permintaan terakhir kami.
Sudilah kiranya kau membawa mayat Utari ke Lembah
Neraka, dan menguburnya di sana."
Dewa Arak terlongong mendengar ucapan laki-laki bertubuh pendek gemuk itu.
Kemarahannya pun pelahan
mereda. Apalagi setelah kini pikirannya mulai normal. Baru kini pemuda
berpakaian ungu itu menyadari kalau sejak tadi Tiga Macan Lembah Neraka sama
sekali tidak berniat melawannya.
"Aku tidak bisa membunuh orang yang tidak mau melawan," keluh Dewa Arak pelan.
"Kalau begitu, maukah kau memenuhi permintaan kami?" tanya Macan Tutul Lembah
Neraka lagi. "Apa itu?" tanya Dewa Arak tak bergairah.
"Kami mohon, kau sudi menyerahkan mayat Utari kepada kami. Dia adalah keponakan
kami, Dewa Arak.
Kami akan mengurus mayat Utari sebaik-baiknya. .."
Dewa Arak tercenung mendengar permintaan itu.
Disadari kalau Tiga Macan Lembah Neraka amat menyesali kematian Utari. Tadi pun
pemuda berambut putih
keperakan itu sempat melihat kalau laki-laki bertubuh pendek gemuk itu terpaku
dengan wajah sepucat mayat, begitu melihat tubuh Utari menggelepar-gelepar.
Sikap mereka pun kian mempertebal kepercayaannya. Dan
memang Tiga Macan Lembah Neraka lebih berhak atas
mayat Utari. Tiga Macan Lembah Neraka adalah paman-paman dari gadis berpakaian
biru ini. Tanpa banyak bicara Dewa Arak segera menyerahkan
mayat Utari pada Macan Tutul Lembah Neraka. Laki-laki bertubuh pendek gemuk itu
menerimanya. Tampak hati-hati sekali, tokoh Tiga Macan Lembah Neraka itu
menerima mayat keponakannya.
"Terima kasih atas kebaikanmu, Dewa Arak!" ucap Macan Tutul Lembah Neraka serak.
"Percayalah, kami akan selalu mengingat kebaikan hatimu ini"
Setelah berkata demikian, Macan Tutul melangkah
pelahan-lahan meninggalkan tempat itu. Macan Kumbang dan Macan Loreng Lembah
Neraka melangkah pelan
dengan kepala tertunduk di belakangnya.
Dewa Arak memandangi punggung tiga datuk golongan
hitam yang berjalan meninggalkannya. Pemuda berpakaian ungu yang kini di
pakaiannya banyak terdapat noda darah itu terus memandangi kepergian tiga tokoh
itu. Akhirnya tubuh Tiga Macan Lembah Neraka semakin lama semakin mengecil, dan
lenyap di kejauhan.
"Hhh...!"
Dewa Arak menghela napas berat. Kemudian
dilangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu. Pemuda berambut putih keperakan
itu mengambil arah yang
berlawanan dengan arah yang ditempuh Tiga Macan
Lembah Neraka. Pelahan-lahan saja Arya melangkah-kan kakinya. Meneruskan
perjalanannya. Masih banyak tugas-tugas yang menantinya. Tugas selaku pendekar
pembela kebenaran.
SELESAI Created ebook by
Scan: syauqy_arr
Convert to txt : syauqy_arr
Edit teks : fujidenkikagawa
Convert to Pdf : syauqy_arr
Tapak Tapak Jejak Gajahmada 9 Si Dungu Karya Chung Sin Betina Dari Neraka 1