Pencarian

Batu Kematian 2

Dewa Arak 72 Batu Kematian Bagian 2


sekaligus. Tapi, toh tidak terdesak sama sekali.
Golok di tangannya berkelebatan cepat, memapaki senjata lawan-lawannya yang menggunakan lembing. Bahkan perlahan-lahan,
Ular Emas berhasil mendesak lawan-lawannya.
Bukan hanya orang-orang berkulit hitam
legam yang menjadi lawan Ular Emas yang
terdesak hebat. Kelompok yang lainnya pun
semakin terdesak mundur. Sehingga semakin
lama tempat pertarungan semakin jauh bergeser.
Dan sekarang, mulai mendekati kelompok
rumah kecil berbentuk sederhana yang terbuat
dari rumbia dan dedaunan pohon lainnya.
Rumah-rumah itu adalah tempat tinggal orang-
orang berkulit hitam legam.
"Maju terus...! Robohkan mereka.. ! Aku
yakin, nanti benda-benda ajaib itu akan dapat ditemukan!"
seru Ular Emas, sambil mengerahkan kemampuan untuk mendesak
lawan-lawannya lebih jauh.
Seruan Ular Emas membuat semangat tokoh-
tokoh persilatan yang berjumlah tak kurang dari enam orang itu semakin berkobar.
Dan perlawanan yang diberikan pun semakin
menjadi-jadi. Enam orang itu memang anak-
anak buah Ular Emas, yang telah dikalahkan
Ular Emas dan bersedia takluk. Dan dengan
dipimpin Ular Emas, mereka menyerbu perkampungan orang-orang berkulit hitam
legam yang merupakan Suku Liar.
Semangat Ular Emas dan kawan-kawannya
semakin menjadi-jadi, ketika beberapa orang
lawan mulai roboh dan tewas di ujung senjata
dengan tubuh bersimbah darah!
Robohnya beberapa orang berkulit hitam,
membuat kedudukan Ular Emas dan anak
buahnya semakin kuat. Dan jeritan menyayat
hati pun mulai terdengar susul-menyusul
mengiringi robohnya orang-orang berkulit hitam lainnya.
Ular Emas dan anak buahnya pun semakin
leluasa mendesak lawan-lawannya ke dalam
perkampungan. Sementara kelompok orang-
orang hitam legam yang kini berjumlah tinggal belasan orang semakin kocar-kacir
jadinya. Apalagi ketika Ular Emas dan anak buahnya
yang telah mulai membakari rumah-rumah
mungil itu dengan lemparan kayu bernyala ke
atap rumbia. Seketika terjadilah kobaran api
yang dahsyat melahap rumah-rumah yang ada
di dekatnya. "Cepat katakan, di mana batu ajaib itu! Atau kau ingin kepalamu kuhancurkan"!"
ancam Ular Emas, sambil memegang lengan salah seorang
wanita dari Suku Liar itu.
Tidak ada jawaban sama sekali yang
diberikan wanita Suku Liar itu, kecuali tatapan kebencian dan sentakan tangannya
untuk membebaskan diri dari pegangan tangan Ular
Emas. Hal ini membuat Ular Emas sewot. Sekali tangannya bergerak menampar
pelipis, nyawa wanita Suku Liar itu pun melawat ke akherat.
Pembantaian besar-besaran pun dimulai oleh
Ular Emas dan anak buahnya. Penghuni
perkampungan Suku Liar yang sekarang hanya
tinggal wanita dan anak-anak mulai jadi sasaran pembantaian.
"Ular Emas. .! Lihat. .!"
Salah seorang anak buah Ular Emas berseru
memanggil tokoh tinggi kurus itu. Jari telunjuk kanannya ditudingkan pada bagian
atas dua buah batang kayu.
Ular Emas yang tengah sibuk mengedarkan
pandangan ke sana kemari sambil membongkari
apa-apa untuk mencari benda dimaksud,
mengikuti arah yang ditunjukkan anak buahnya.
Di sana, tampak dua batang kayu yang besarnya hampir sepelukan tangan manusia
dewasa, berbentuk patung berukir, pada bagian atasnya.
Sebuah patung yang hanya menampilkan wajah
sayu. Tapi, bukan bentuk wajah patung itu yang
menarik perhatian Ular Emas. Melainkan,
sebuah benda bersinar pada bagian dahi tiap-
tiap wajah patung. Kilaunya tampak menyilaukan mata, tertimpa sinar matahari.
Berarti pada dahi ukiran wajah di batang kayu itu, adalah sebuah benda yang
kemungkinan terbuat dari logam.
Ular Emas yang menjadi timbul semangatnya,
ketika melihat benda-benda bersinar itu segera melompat untuk mengambilnya.
Dengan sekali jejak, tubuhnya melayang ke atas. Sementara
tangan kanannya segera terulur untuk mengambil benda ber sinar itu.
Singngng! Bunyi berdesing nyaring yang menyakitkan
telinga, membuat Ular Emas terkejut bukan
kepalang. Sebagai tokoh berpengalaman, dia
tahu ada senjata yang akan menyambar ke
arahnya. Maka tanpa berani menunggu lebih
lama, uluran tangannya terhadap benda bersinar di dahi wajah patung yang berukir
itu, dibatalkan. Dan dengan kecepatan mengagumkan, Ular Emas mencabut goloknya
yang tergantung di pinggang. Seketika, goloknya diayunkan untuk memapak senjata
berupa sebatang anak panah yang menyambar ke
arahnya. Trakkk! Dengan tangkisan tepat, Ular Emas membuat
anak panah itu meluncur kembali pada seorang
lelaki bertubuh pendek yang tadi melepaskan
anak panah. Kecepatan luncuran anak panah itu tidak kalah dengan luncurannya
yang pertama kali. "Uhhh...!"
Lelaki pendek yang melepaskan anak panah
itu terkejut, namun, tidak tinggal diam.
Langsung di ambilnya anak panah lain dan
dilepaskannya untuk memapak anak panah
yang menuju ke arahnya. Maka dua anak panah
berbenturan di udara dan berjatuhan ke tanah.
"Keparat! Kiranya kau, Ludiga!" geram Ular Emas, begitu kakinya menjejak tanah
dengan golok masih tergenggam di tangan.
Lelaki tinggi kurus ini gagal untuk mengambil benda bersinar yang berada di dahi
patung. "Sama sekali tidak kau sangka, bukan"!"
Ludiga yang lebih terkenal sebagai Pemanah
Sakti tertawa mengejek. Tapi, belum juga
tawanya habis, Ular Emas yang merasa geram
langsung menerjang dengan goloknya. Seketika
terdengar bunyi mengaung keras ketika senjatanya meluncur ke arah Ludiga.
Ular Emas tahu, betapa lihainya Pemanah
Sakti ini. Maka dalam sekali serang, seluruh
kemampuan yang dimiliki telah dikeluarkan.
Baik tenaga kecepatan, maupun jurus yang
paling dahsyat. Ludiga atau Pemanah Sakti amat terkenal sebagai tokoh golongan
hitam yang jarang menemui tandingan. Kepandaiannya
dalam meluncurkan anak panah, telah membuatnya ditakuti dan disegani, baik oleh
tokoh golongan putih maupun hitam. Telah
banyak orang yang tewas di tangannya. Baik
oleh kedua tangannya, maupun anak panahnya.
Kekhawatiran Ular Emas tidak terlalu
berlebihan! Belum juga serangan goloknya
mencapai sasaran, Pemanah Sakti telah lebih
dulu bertindak. Dengan cepat, Ludiga mencabut dua batang anak panah sekaligus
yang langsung memasangkannya pada busur. Kemudian, anak-anak panah itu
dijepretkannya.
Zingng, zingng!
Diiringi bunyi menyakitkan telinga, anak-
anak panah itu meluncur ke arah Ular Emas.
Terpaksa laki-laki tinggi kurus itu membatalkan serangan. Goloknya cepat diputar
bagaikan kitiran untuk membentengi tubuhnya. Maka
semua anak panah itu berpentalan terkena
tangkisan golok Ular Emas.
Belum lagi Ular Emas berbuat sesuatu,
Pemanah Sakti telah melompat menubruk dan
mengirimkan serangan, mempergunakan anak
panah! Dalam keadaan seperti ini Ludiga bagai orang yang menggunakan pedang atau
golok! Sementara Ular Emas segera menyambutinya,
hingga pertarungan sengit pun berlangsung.
Anak buah Ular Emas agak kaget melihat
gangguan yang sama sekali tidak disangka-
sangka. Semula disangka, hanya kelompok
mereka yang berada di perkampungan Suku Liar
ini. Tapi ternyata masih ada pihak lain.
Sesaat kemudian, enam orang anak buah Ular
Emas seperti berlomba untuk mengambil benda
bersinar yang berada di atas patung. Inilah
kesempatan terbuka bagi mereka untuk mendapatkan benda itu, guna kepentingan diri
sendiri. Memang dalam lubuk hati mereka
terselip harapan untuk mendapatkan benda-
benda yang dicari untuk kepentingan sendiri.
Tapi... Sing, singng! "Akh, akh.. !"
Dua di antara enam buah Ular Emas yang
hampir saja meraih benda-benda bersinar itu
menjerit menyayat. Entah bagaimana, tahu-tahu dua benda berkilat melesat dan
menembus punggung mereka sebelum maksud itu kesampaian. Tubuh dua orang malang itu pun
ambruk. Empat anak buah Ular Emas lainnya tidak
mempunyai pilihan lain, kecuali menghentikan
maksud. Seketika pandangan mereka beralih ke
arah benda berkilat itu berasal, ketika kaki-kaki mereka telah menjejak tanah.
Macan Seratus Kuku...," desis empat orang anak
buah Ular Emas, tanpa bisa menyembunyikan rasa gentar. Baik dalam
ucapan, maupun tarikan wajah.
Sosok yang disebut empat orang anak buah
Ular Emas sebagai Macan Seratus Kuku, ternyata seorang kakek kecil kurus tanpa
kumis dan

Dewa Arak 72 Batu Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jenggot. Dia hanya mengenakan pakaian macan
tutul. "Tikus-tikus tak berguna seperti kalian ingin mengambil benda-benda ajaib itu"!"
dengus Macan Seratus Kuku penuh ejekan.
Kemudian kepala kakek itu menggeleng
sedikit seperti memberi isyarat pada laki-laki kasar berjumlah empat orang yang
berdiri di belakangnya. Seketika, mereka bergerak menyerbu empat orang anak buah Ular Emas.
Kilatan kegembiraan memancar di mata anak-
anak buah Ular Emas, ketika melihat yang
menerjang mereka adalah anak buah Macan
Seratus Kuku. Menghadapi empat orang itu,
anak-anak buah Ular Emas memang tidak
merasa gentar! Beda halnya apabila diserang
oleh Macan Seratus Kuku.
Macan Seratus Kuku terkenal sakti. Bahkan
telah merajai berbagai macan hutan dan
pegunungan. Mereka sering merampok rombongan pedagang, pendekar pengelana, atau
siapa pun yang kebetulan dilihatnya. Kecelakaan besar bagi orang yang bertemu
Macan Seratus Kuku yang menjadi raja kaum perampok di
gunung-gunung dan hutan-hutan liar. Kepandaiannya amat tinggi, dan mungkin tidak
berada di bawah Ular Emas!
Empat anak buah Ular Emas pun menyambuti terjangan anak buah Macan Seratus
Kuku. Maka pertarungan seru pun berlangsung.
Golok-golok anak buah Ular Emas saling
mendahului dengan cakar-cakar baja yang
bertangkai besar di tangan anak buah Macan
Seratus Kuku dalam mencari-cari sasaran.
*** "Cecunguk-cecunguk
yang menjemukan! Dari mana mereka tahu tempat ini! Sungguh
memualkan perut saja!"
Seruan-seruan itu seperti dikeluarkan pelan
tapi anehnya mampu mengatasi riuh-rendah
bunyi pertempuran yang terjadi.
"Bagaimana kalau mereka kita bereskan
saja"!" sambung sebuah suara lain.
"Sebuah usul yang amat bagus, dan patut di laksanakan!" timpal yang lain.
Macan Seratus Kuku, satu-satunya orang
yang tidak terlibat dalam pertarungan, menoleh ke belakang dengan wajah
beringas. Ucapan-ucapan itu membuatnya terganggu dalam
menyaksikan pertarungan yang tengah berjalan.
Dan dia sudah bermaksud untuk menerjang dan
merobek-robek sekujur tubuh orang-orang yang
bercakap-cakap tadi.
Tapi, ketika sepasang mata beringas Macan
Seratus Kuku bertemu pandang dengan pemilik
ucapan-ucapan itu, keberingasannya lenyap dari sorot sepasang matanya. Bahkan
sekarang, berganti ketakutan dan keterkejutan.
Suara tiga sosok yang bersuara tadi berdiri sekitar empat tombak dari Macan
Seratus Kuku. Dan mereka terdiri dari tiga lelaki berpakaian hitam dengan kain putih yang
membelit tubuh.
Yang seorang pada pangkal lengan kanan. Lalu
seorang pada pangkal lengan kiri. Dan orang
terakhir, pada lingkar kepala!
"Tiga Iblis Baju Hitam.. ," desis Macan Seratus Kuku dengan suara bergetar,
menampakkan kegentaran. "Rupanya kau kenal kami juga, Kunyuk
Buduk! Syukurlah kalau demikian, sehingga
tidak mati penasaran," kata lelaki berpakaian hitam yang memiliki kain putih di
kepala. 'Tidak usah banyak bicara dan buang waktu
percuma! Lebih baik bunuh cecunguk itu
secepatnya. Habis perkara!" dengus lelaki berpakaian hitam yang memiliki kain
putih di pangkal lengan kiri.
"Benar!" sambut anggota Tiga Iblis Baju Hitam yang memiliki kain putih di
pangkal lengan kanan. "Bukankah kita masing-masing mendapat bagian"!"
"Macan Seratus Kuku yang menyadari
keadaan yang amat
berbahaya, langsung bertindak cepat
sekali kakinya menjejak,
tubuhnya melayang dengan tujuan jelas. Benda
bersinar itu. "Uh...!"
Macan Seratus Kuku mengeluarkan seruan
tertahan, ketika lompatannya tertahan karena
pergelangan kaki kanannya telah tercekal. Lelaki kecil kurus ini menoleh. Dan
dia melihat, lelaki berpakaian hitam yang memiliki kain putih di
pangkal lengan kanan itu mencekal pergelangan kakinya. Dan sebelum Macan Seratus
Kuku bertindak lebih lanjut, anggota Iblis Baju Hitam itu telah mengayunkan
tangannya. Maka tanpa
mampu dicegah, tubuh Macan Seratus Kuku
melayang ke arah anggota Iblis Baju Hitam yang pada pangkal lengan kiri terbelit
kain putih. Macan Seratus Kuku tidak tinggal diam, dan
tidak mau menyerah begitu saja. Dengan
kemampuannya, luncuran tubuhnya mampu
dibuat menjadi ancaman bagi lawan. Macan
Seratus Kuku mengirimkan cengkeraman. Satu
menuju tenggorokan, yang lain mengincar ulu
hati.Tapi dengan sekali mengulurkan tangan,
anggota Iblis Baju Hitam itu telah membuat
tubuh Macan Seratus Kuku tertahan. Jari-jari
tangan Iblis Baju Hitam tepat mendarat di bahu kanan Macan Seratus Kuku, hingga
lemas seketika. Sementara serangan Macan Seratus
Kuku sebelumnya berhasil dielakkan secara
mudah oleh anggota Iblis Baju Hitam itu dengan memiringkan tubuh sedikit.
Tanpa mampu dicegah lagi, tubuh lelaki kecil
kurus itu ambruk ke tanah seperti sehelai kain basah. Tubuhnya lemas, akibat
jalan darahnya tertotok, sehingga tenaga dalam Macan Seratus Kuku lenyap.
Tanpa perasaan apa pun, anggota Iblis Baju
Hitam yang pada pangkal lengan kanannya
melilit kain putih, menginjak kepala Macan
Seratus Kuku yang tak berdaya.
Krakkk! Terdengar bunyi gemeretak keras kepala
yang hancur, mengiringi melayangnya nyawa
Macan Seratus Kuku ke akherat!
Sementara itu, anggota Iblis Baju Hitam yang
pada kepalanya melilit kain putih, melesat ke dalam kancah pertarungan antara
anak buah Ular Emas melawan anak buah Macan Seratus
Kuku. Dengan enaknya, seolah-olah menghadapi rumput-rumput kering, anggota
Iblis Baju Hitam itu menangkap mereka satu
persatu dan membantingnya ke tanah. Setiap
kali tangan lelaki berpakaian hitam ini
menangkap dan membanting, orang yang jadi
sasaran langsung melawat ke akherat. Sekujur
tulang-tulang mereka kontan hancur berantakan.
Masuknya lawan baru, membuat anak buah
Ular Emas dan anak buah Macan Seratus Kuku
melupakan pertikaian antara mereka. Bahkan
kini mereka bahu-mambahu menghadapi musuh
baru. Tapi, usaha mereka bagaikan semut-semut menerjang api. Satu persatu
langsung roboh tewas sebelum maju mendekat.
Anggota Iblis Baju Hitam lainnya tidak
tinggal diam. Setelah Macan Seratus Kuku tewas, masing-masing langsung bergerak.
Yang satu menuju pertarungan antara Ular Emas melawan
Pemanah Sakti, sedangkan yang lain menuju
patung tempat benda bersinar.
Pemanah Sakti dan Ular Emas yang tahu akan
kedatangan lawan tangguh, langsung menghentikarj pertarungan. Bahkan langsung
menyambuti serangan anggota Iblis Baju Hitam.
Ular Emas dengari lemparan jarum-jarumnya.
Sedangkan Pemanah] Sakti dengan anak-anak
panahnya. Memang senjata andalan Ular Emas
adalah jarum-jarum rahasia.
"Hmh...!"
Anggota Iblis Baju Hitam berikat kepala kain
putih tengah berada di udara untuk menyerbu
Ular Emas dan Pemanah Sakti, tidak menjadi
gugup melihat datangnya serbuan belasan jarum dan beberapa batang anak panah.
Sambil masih tetap meluncur menuju Ular
Emas dan Pemanah Sakti, anggota Iblis Baju
Hitarm ini mendorongkan kedua tangannya ke
depan. Maka hembusan angin kuat pun keluar
dari kedua telapak tangannya. Dan hebatnya,
mampu membuat laju anak-anak panah dan
jarum-jarum Ular Emas dan Ludiga terhenti,
kemudian jatuh ke tanah.
Sebelum kekagetan Ular Emas dan Ludiga
hilang, anggota Iblis Baju Hitam itu telah berada di dekat mereka. Dan dia
langsung menyerang,
sehingga membuat kedua tokoh sesat yang lihai itu dibuat pontang-panting. Hanya
dalam beberapa gebrakan, Ular Emas dan Pemanah
Sakti dibuat berada dalam kancah bahaya maut.
Di lain pihak, anggota Iblis Baju Hitam yang
pada pangkal lengan kirinya terbelit kalin putih telah mengulurkan tangan untuk
menjumput benda bersinar. Pada saat yang sama, melesat
sesosok bayangan putih dengan kecepatan luar
biasa, menangkap pergelangan tangan Iblis Baju Hitam. Bahkan langsung
melemparkannya!
Anggota Iblis Baju Hitam ini terkejut bukan
kepalang ketika tahu-tahu tubuhnya terlempar.
Memang, sebelumnya dia telah mendengar deru
angin. Tapi sungguh tidak disangka akan secepat itu gerakan sosok yang baru
datang ini. Untungnya tanpa menemui kesulitan, anggota
Iblis Baju Hitam ini dapat mematahkan kekuatan yang
membuat tubuhnya meluncur. Dia berjungkir balik beberapa kali di udara, sebelum akhirnya menjejak tanah. Tapi
benak anggota Iblis Baju Hitam ini penasaran bercampur
tegang, mengingat demikian mudah tubuhnya
dilemparkan! Jelas, lawan yang baru tiba ini
adalah lawan tangguh!
"Kau...!"
Seruan anggota Iblis Baju Hitam yang pada
pangkal lengan kanannya terbelit kain putih,
terdengar agak terbata-bata. Pandangan wajahnya seperti seorang anak kecil melihat
hantu penuh kengerian!
Sosok bayangan putih yang ternyata kakek
kurus kering berpakaian putih, itu sekarang
berdiri di dekat patung, di mana benda bersinar terdapat. Bibirnya menyeringai
penuh ancaman. Sedangkan di sebelah kakek kurus kering
laksana tengkorak ini, berdiri angkuh seorang gadis cantik jelita berpakaian
merah. Ambar Wati! "Ya, aku. Kenapa" Kaget"! Tidak menyangka kalau aku masih hidup"!" Semakin sinis
ucapan kakek kurus kering. "Dan perlu kalian tahu, aku telah tahu tindak-tanduk
kalian. Dan sekarang, aku telah memutuskan untuk menghukum
kalian!" *** 6 Wajah anggota Iblis Baju Hitam yang pada
pangkal lengan kanannya terbelit kain putih,
semakin pucat. Seakan-akan pada wajahnya
tidak mengalir darah! Dengan sepasang mata
yang memancarkan ketakutan dan keterkejutan,


Dewa Arak 72 Batu Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kakinya melangkah mundur-mundur.
"Dan aku telah menemukan sebuah cara
untuk menghukum pengkhianat-pengkhianat
keji seperti kalian!" desis kakek kurus kering lagi, penuh dengan ancaman maut.
Tidak ada tindakan berarti dari anggota Iblis Baju Hitam yang tengah berhadapan
dengan kakek kurus kering ini, selain langkah mundur-mundur dengan sikap amat takut.
Pada saat yang sama, kakek kurus kering
langsung menjulurkan kedua tangannya ke atas, ke arah wajah patung kayu.
Tingkahnya menunjukkan, kalau kakek berpakaian putih ini hendak mengambil benda bersinar
yang terdapat pada dahi patung. Padahal, jelas terlihat kalau letaknya terlalu
jauh untuk dijangkau tangan
manusia biasa. Tapi kakek kurus kering itu memang tidak
bermaksud mengada-ada. Ketika uluran tangannya sudah seharusnya habis, tiba-tiba
terdengar bunyi berkerotokan keras seperti ada tulang-tulang patah. Dan. .,
tangan-tangan itu bertambah panjang, sehingga, jari-jari tangan itu berhasil
mencekal benda-benda bersinar yang
ada pada dahi patung!
Di saat kakek kurus kering tengah berusaha
mengambil benda-benda bersinar di dahi
patung, kesempatan itu dipergunakan sebaik-
baiknya oleh anggota Iblis Baju Hitam yang
masih berusaha mundur. Kedua tangannya
bergerak cepat. Dan seketika terdengar bunyi
berkesiutan nyaring, saat belasan benda hitam yang tak lain paku-paku hitam;
beracun ganas, meluruk ke arah dada, perut, dari ulu hati kakek kurus kering
itu. "Keparat!"
Terdengar makian melengking nyaring.
Menilik bunyinya, suara itu keluar dari mulut seorang wanita muda! Dan sekejap
kemudian, sesosok bayangan! merah berkelebat sambil
menggerakkan tangannya.
Tring! Tring! Terdengar bunyi berdenting nyaring berkali-
kali, ketika gadis itu memapak serangan paku-
paku beracun dengan pedangnya. Begitu bunyi
itu lenyap, di depan kakek kurus kering telah berdiri Ambar Wati dengan sikap
menantang. Pedangnya sudah terhunus di tangan kanan.
Pada saat hilangnya bunyi benturan antara
paku-paku dengan pedang di tangan Ambar
Wati, kakek kurus kering itu tertawa bergelak.
Sepasang] matanya bersinar-sinar,
ketika menatap benda-benda bersinar sebesar buah
salak, di kedua tangannya. Bentuk kedua
ujungnya kerucut, seperti salak. Hanya saja,
memiliki warna aneh. Kelihatan bening dan
kemilau. Tapi, ternyata masing-masing memancarkan sinar berlainan. Yang satu biru,
sedangkan yang lain merah!
Tawa kakek kurus kering yang keras dan
menggema ke sekitar tempat itu, membuat dua
anggota Iblis Baju Hitam lain yang masih sibuk bertarung, tahu akan adanya
pendatang baru yang tangguh! Hampir berbareng keduanya
menoleh. Dan wajah keduanya langsung
berubah, ketika melihat sosok yang mengeluarkan tawa itu. Sosok yang amat mereka kenal. Dengan kecepatan kilat,
keduanya melesat dan berdiri di sebelah anggota Iblis Baju Hitam yang sudah
sejak tadi menjauhi kakek kurus
kering dengan langkah satu-satu.
"Ha ha ha...!"
Kakek kurus kering tertawa bergelak sambil
melangkah satu-satu. Dan langkah itu langsung diikuti tiga Iblis Baju Hitam.
Hanya saja, langkah mereka mundur. Terlihat jelas, kalau tiga Iblis Baju Hitam
ini gentar bukan kepalang menghadapi lawan kakek kurus kering ini.
"Kalian telah berani mengkhianatiku. Maka, sekarang aku akan menghukum kalian!"
kakek kurus kering menggeram.
"Kami tidak mengkhianatimu, Ketua!" sergah salah seorang dari tiga Iblis Baju
Hitam yang memiliki kain putih di kepala. Tidak keras
suaranya. "Kalau tidak, mengapa kalian tidak membalas dendam terhadap orang-orang dari
Perguruan Baju Putih itu"! Mengapa selama ini kalian diam saja"! Dengan
kemampuan kalian
yang didapat dariku, tidak sulit untuk melakukan pembalasan!" balas kakek kurus kering dengan suara seperti menjerit.
"Bagaimana kami dapat melakukannya,
Ketua"!" sahut anggota Iblis Baju Hitam yang mempunyai kain putih di pangkal
lengan. "Mereka berjumlah banyak. Dan rata-rata
memiliki kepandaian tinggi. Kami akan tewas!"
"Alasan!" dengus kakek kurus kering, semakin beringas. "Aku tahu, hanya beberapa
gelintir dari Pergurun Baju Putih yang memiliki kepandaian di atas kalian.
Sisanya, sebagian
besar hanya keroco-keroco! Kalau kalian benar sakit hati dan hendak membalas
dendam, setidak-tidaknya merekalah yang dibinasakan!
Gunakan siasat penyerangan pukul dan lari.
Kucing-kucingan! Buat kekacauan. Buat mereka
tidak tenang! Tapi, apa yang kulihat"! Kalian enak-enakan saja! Dan atas sikap
kalian yang berani mengkhianatiku,
dan juga berani membantahku, aku akan menghukum. Dan
kalian boleh lihat, hukuman yang akan
diterima!"
Kakek kurus kering yang ternyata pimpinan
Tiga Iblis Baju Hitam, mengarahkan pandangan
ke arah kelompok anak buah Macan Seratus
Kuku , dan anak buah Ular Emas yang saat itu
juga sedang mengarahkan pandangan pada
mereka. Sementara, yang lain juga telah
menghentikan pertarungan.
Pemarah Sakti dan Ular Emas pun tidak
berkelahi lagi.
"Seperti inilah hukuman yang akan kalian terima!"
Kakek kurus kering menutup ucapannya
yang setengah berteriak dengan membenturkan
dua buah benda bersinar di tangannya. Seketika terdengar bunyi berdetak pelan,
disusul kejadian yang membuat semua pasang mata yang berada
di situ terbelalak lebar.
Dari ujung-ujung batu bersinar yang saling
berada, muncul seberkas cahaya berkilau laksana halilintar! Dan kilatan cahaya
itu cepat meluncur ke arah Ular Emas!
"Akh...!"
Ular Emas kontan menjerit menyayat hati
ketika kilatan cahaya mirip halilintar itu
mengenai tubuhnya. Api berkobar membungkus
tubuhnya yang tinggi kurus! Meluncurnya
cahaya seperti halilintar itu demikian cepat, sehingga Ular Emas tidak memiliki
kesempatan mengelak. "Ha ha ha...!"
Kakek kurus kering tertawa bergelak
mengiringi jeritan menyayat dari mulut Ular
Emas. Kelihatan sekali kalau kakek berpakaian putih ini merasa gembira.
Sementara berpasang-pasang mata yang lain menatap penuh
kengerian. Sama sekali tidak disangka akan
demikian dahsyatnya benda-benda bersinar itu.
"Bagaimana, Ambar"! Bagus bukan"! Ha ha
ha...!" "Bagus sekali, Guru," jawab gadis berpakaian merah ini setelah terlebih dulu
menelan ludah untuk
membasahi tenggorokannya yang mendadak kering dan seperti tercekik
"Memang hebat sekali! Ha ha ha...!" Kakek kurus kering tertawa bergelak. "Dan
untuk memperingati
keberhasilanku mendapatkan benda ini aku akan membantai semua orang
yang berada di sini. Ha ha ha.. !"
Masih dengan tawa yang belum terputus,
kakek kurus kering itu segera membentur-
benturkan benda-benda bersinar yang ada di
kedua tangannya. Maka kilatan-kilatan cahaya
menyilaukan mata pun meluruk ke arah orang-
orang yang berada di situ.
Tentu saja Pemanah Sakti, anak buah Ular
Emas, dan anak buah Macan Seratus Kuku yang
masih tersisa tidak tinggal diam. Kalau tidak ingin mati secara sia-sia mereka
harus mengelak.
Tapi entah mengapa, ada sebuah pengaruh aneh
yang membuat sekujur otot tubuh mereka kaku.
Tenaga mereka langsung lenyap begitu benda-
benda bersilnar itu dibenturkan satu sama lain.
Maka, api pun seketika membungkus tubuh
orang-orang yang malang itu. Sehingga dalam
sekejapan mata, di tempati itu telah terdapat belasan gumpalan api.
Di saat kakek kurus kering membantai tokoh-
tokoh persilatan kesempatan itu dipergunakan
sebaik-baiknya oleh Tiga Iblis Baju Hitam untuk melesat kabur meninggalkan
tempat ini. "Jangan harap kalian akan dapat pergi dari sini dengan selamat!"
Belum lenyap gema suara tadi, tahu-tahu
dengan ilmu meringankan tubuhnya yang jauh
di atas Tiga Iblis Baju Hitam itu, kakek kurus kering itu melesat. Tubuhnya
berjungkir balik melewati atas kepala, kemudian menjejak tanah di depan tiga
orang bekas anak buahnya.
Tiga Iblis Baju Hitam terkejut bukan
kepalang. Mereka pun sadar kalau melarikan
diri tidak ada gunanya lagi. Jalan yang paling baik adalah melakukan perlawanan.
"Sebelum Ketua menjatuhkan hukuman pada
kami bertiga, boleh kami mengajukan sebuah
pertanyaan"!" Anggota Iblis Baju Hitam yang pada kepalanya terbelit kain putih,
membuka suara. "Katakan cepat, sebelum pikiranku berubah!"
sentak kakek berpakaian putih, tidak sabar.
"Apakah Guru tidak ingin membalas dendam dan sakit hati pada Perguruan Baju
Putih"!"
"Tentu saja!" sentak kakek kurus kering. "Tapi jangan harap kalian dapat
membujukku untuk
memberi ampun! Bagiku kalian tidak berguna
lagi! Aku tahu, kau akan menawarkan bantuan!
Bagiku, tidak ada artinya! Sekali berkhianat
padaku, tidak ada kesempatan kedua untuk
mengabdi! Jelas"! Aku akan pergi ke sana
seorang diri, dan membasmi perguruan itu
sampai musnah!"
Anggota Tiga Iblis Baju Hitam yang pada
kepalanya terlilit kain putih langsung terdiam.
Sama sekali tidak disangka kalau bekas ketua
mereka itu telah lebih dulu mengetahui, ke mana arah pertanyaannya.
"Hih!"
Dengan gerakan tidak terduga-duga, lelaki
yang mempunyai ikat kepala kain putih ini
melempar tubuh ke belakang. Dan di udara
tubuhnya berjungkir balik, lalu meluncur ke
arah Ambar Wati yang tengah melesat menuju
tempat gurunya berada.
Ambar Wati terkejut mendapat serangan
tidak terduga-duga. Namun, kelihaiannya membuatnya tidak menjadi gugup. Dengan
kecepatan mengagumkan, pedang yang tadi
sudah dimasukkan kembali ke sarungnya
dicabut. Kemudian, cepat ditusukkannya ke arah leher anggota Iblis Baju Hitam.
Tapi, sambutan seperti ini sudah diperhitungkan anggota Iblis Baju Hitam yang


Dewa Arak 72 Batu Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengenakan kain putih di kepala. Langsung
dipapaknya tusukan pedang itu pada batangnya
dengan mempergunakan lengan bajunya. Dan
dengan mengandalkan tenaga lecutan ujung
pergelangan tangan pada batang pedang,
anggota Iblis Baju Hitam yang cerdik ini jungkir balik di udara lagi. Tubuhnya
cepat melewati kepala Ambar Wati, kemudian mendarat di
belakangnya. Dan seketika jari-jari tangan lelaki berpakaian hitam ini telah
menempel, sekaligus mengancam ubun-ubun gadis itu.
Sedikit saja gerakan yang dilakukan Ambar
Wati, nyawanya pasti bakal melayang ke alam
baka. . "Lihat, Bandawasa.. !" seru anggota Iblis Baju Hitam yang pada kepalanya melilit
kain putih ini dengan nada menang karena berhasil
menyandera Ambar Wati. "Sekali saja kau
manampakkan gerakan mencurigakan, nasib
muridmu hanya berakhir sampai di sini!"
Dua anggota Iblis Baju Hitam lain, sekarang
mengerti maksud rekannya.
Mereka pun menatap kakek kurus kering yang ternyata
bernama Bandawasa,
dengan sinar mata kemenangan. Mereka yakin kalau siasat ini akan berhasil gemilang.
Di luar dugaan, Bandawasa malah tertawa
bergelak. Tiga Iblis Baju Hitam yang semula
menyangka kalau Bandawasa akan kebingungan, karuan saja menjadi heran
bercampur khawatir. Mereka mulai membaui
adanya gelagat tidak baik.
"Kalian kira bisa mengancam Bandawasa"!
Ha ha ha.. ! Kalian keliru! Keliru sekali! Apa pun yang kalian lakukan terhadap
Ambar Wati muridku, aku tidak peduli. Yang penting, kalian, pengkhianat-pengkhianat busuk
harus mampus di tanganku. Ha ha ha.. !"
"Kau kira gertakan kami main-main, Bandawasa"!" ancam anggota Iblis Baju Hitam yang memiliki kain putih di
kepalanya. "Kami tidak main-main! Justru kami gembira, sekalipun harus mati di
tanganmu. Toh, ada orang yang
menemani kami pergi ke alam baka. Seorang
gadis cantik jelita yang menjadi muridmu!"
"Benar!" sambung Bandawasa, tidak peduli.
"Kematian kalian akan cukup menyenangkan.
Ha ha ha.. !"
Anggota Iblis Baju Hitam mengarahkan
pandangan pada dua rekannya yang sekarang
telah berada di dekatnya. Sebagai tokoh
golongan hitam yang kenyang pengalaman,
mereka tahu kalau Bandawasa tidak berbohong.
Laki-laki tua kurus kering ini tidak main-main dengan ucapannya. Bahkan tidak
khawatir akan keselamatan muridnya.
"Guru...!" seru Ambar Wati, kaget melihat ketidakpedulian sikap kakek kurus
kering terhadap dirinya.
Sejak tadi Ambar Wati hanya mendengarkan
perdebatan antara gurunya dengan Tiga Iblis
Baju Hitam. Semula gadis berpakaian merah ini mengira Bandawasa bersiasat. Tapi
ketika keadaan mulai memanas dan sikap Bandawasa
tidak berubah, baru disadari kalau sikap
gurunya memang tidak main-main!
*** "Ningng.. !"
Di saat-saat menentukan bagi keselamatan
Ambar Wati, terdengar bunyi mendenging. Kecil dan tinggi, namun semakin lama
kian menjadi-jadi. Bahkan sampai menyakitkan telinga.
Dan hal itu tidak hanya dirasakan Ambar
Wati, tapi juga oleh Tiga Iblis Baju Hitam dan Bandawasa! Hanya saja tingkat,
pengaruh pada mereka berbeda-beda.
Ambar Wati yang memiliki tingkat kepandaian paling rendah,
sangat terpengaruh oleh suara itu. Bahkan kedua kakinya langsung terasa lemas.
Dan tanpa dapat dicegah lagi, tubuhnya ambruk bagaikan sehelai kain basah.
Tiga Iblis Baju Hitam, tak terkecuali yang
menyandera Ambar Wati, terpengaruh pula.
Hanya saja, mereka tidak sampai ambruk ke
tanah, walaupun terasa kalau tenaga mereka
lenyap mendadak. Dengan sendirinya, jari-jari yang berada di ubun-ubun Ambar
Wati agak bergeser jauh dari tempatnya.
Saat itulah, laksana hantu sesosok bayangan
ungu berkelebat ke arah tempat di mana Ambar
Wati berada. Dengan kecepatan mengejutkan
hingga tidak terlihat jelas bentuknya, sosok
bayangan itu menyambar tubuh murid Bandawasa, dan membawanya melesat menjauhi
tempat ini. Begitu bayangan ungu yang menyambar
Ambar Wati pergi, Tiga Iblis Baju Hitam berhasil menguasai keadaan. Bagi orang
yang memiliki tenaga dalam seperti mereka, pengaruh lengkingan tinggi yang disertai tenaga dalam
tinggi itu, tidak berpengaruh terlalu lama. Hanya sebentar saja, kelumpuhan
mereka dapat terbebaskan. Meskipun demikian, waktu yang
sebentar itu telah cukup bagi orang yang
mengeluarkan lengkingan untuk menyelamatkan Ambar Wati.
Bagai diberi perintah, Bandawasa dan Tiga
Iblis Baju Hitam menoleh ke arah sosok
bayangan ungu yang membawa lari Ambar Wati
itu meluncur. Dan beberapa tombak dari tempat mereka, sosok bayangan ungu itu
berdiri dengan sinar mata tajam menatap ke arah Bandawasa
dan tiga orang bekas muridnya. Ambar Wati
yang hanya lemas, digeletakkan sosok bayangan ungu di tempat yang cukup aman.
"Dewa Arak. .!"
Hampir berbareng, seruan itu keluar dari
mulut Bandawasa dan tiga Iblis Baju Hitam
ketika mengenali sosok yang berdiri dengan
sikap tenang. Semula keempat orang ini merasa heran
terhadap sosok bayangan ungu. Karena, mereka
tahu kalau pemilik lengkingan itu adalah orang yang memiliki tenaga dalam amat
tinggi. Dan sudah pasti memiliki kepandaian luar biasa. Dan begitu melihat Dewa Arak, mereka
tidak merasa heran lagi. Dewa Arak memang memiliki
kepandaian luar biasa.
Sosok bayangan ungu yang memang Dewa
Arak menatap keempat orang yang berdiri di
depannya, sekilas. Kemudian perhatian dialihkan pada onggokan mayat yang telah
menjadi daging hangus, sejenak. Pemuda
berambut putih keperakan ini mengernyitkan
alis, karena merasa heran melihat keadaan
mayat-mayat itu. Sebagai pendekar yang
memiliki kepandaian tinggi, Arya tahu kalau
mayat-mayat itu tewas karena hantaman sebuah
pukulan jarak jauh yang mengandung hawa
panas amat tinggi.
Arya telah bertarung melawan Tiga Iblis Baju
Hitam. Dan tingkat kepandaian mereka telah
bisa diukurnya. Pemuda berambut
putih keperakan ini tahu, tiga tokoh golongan hitam itu tidak akan mampu melakukan hal
demikian. Tingkat tenaga dalam Tiga Iblis Baju Hitam tidak setinggi itu! Maka, pemuda
berpakaian ungu ini menduga kalau pelakunya pasti Bandawasa.
"Ha ha ha...! Dewa Arak.. !"
Bandawasa tertawa bergelak setelah tercenung sejenak, tidak menyangka kalau
pemuda berambut putih keperakan yang
terkenal ini bisa berada di tempat ini.
"Syukur kau bisa datang ke tempat ini! Dan memang, aku bermaksud untuk
menjumpaimu Sudah lama aku ingin merasakan kelihaianmu!
Meskipun, berita yang kudengar tentang dirimu menakjubkan!
Benarkah kau memiliki kepandaian seperti yang digembar-gemborkan
dunia persilatan"! Tapi, sebelum itu kau hendak kuberikan sebuah suguhan
menarik! Lihatlah
baik-baik, Dewa Arak.. !"
Trakkk! Bunyi berdetak pelan terdengar, ketika
Bandawasa membenturkan benda-benda bersinar pada kedua tangannya. Tiga kali
berturut-turut, dengan sasaran tertuju pada Tiga Iblis Baju Hitam.
Tiga Iblis Baju Hitam yang memang sudah
bersiap untuk menghadapi serangan mengerikan
itu, terperanjat bukan kepalang. Bunyi beradunya dua benda bersinar itu di telinga
mereka, bagaikan guntur menggelegar yang
menyambar! Dan lagi, ada pengaruh aneh yang
membuat tubuh mereka tidak bisa digerakkan
sama sekali. Kaku seperti tertotok!
Dan Tiga Iblis Baju Hitam langsung dapat
mengetahui akan adanya pengaruh aneh dan
tidak wajar itu. Dan di saat, kilatan cahaya
laksana halilintar menyambar, mereka mengerahkan kekuatan batin untuk melawan
pengaruh tidak wajar. Mereka berusaha sekuat
tenaga untuk membangkitkan tenaga dalam.
"Akh!"
Dua dari Tiga Iblis Baju Hitam mengeluarkan
lolongan menyayat hati, ketika kilatan cahaya laksana halilintar itu mengenai
rubuh mereka. Kedua orang ini memang berhasil membebaskan
diri dari pengaruh tidak wajar, dan langsung
bertindak mengelak. Tapi kilatan cahaya laksana halilintar itu telah lebih dulu
menerjang! Iblis Baju Hitam yang pada kepalanya terlilit kain
putih yang mendapat giliran serangan lebih
dulu, terkena telak pada dadanya! Sedangkan
rekannya, hanya terkena pahanya. Kendati
demikian, akibat yang diperoleh tidak berbeda.
Sekujur tubuh mereka hangus! Bau sangit
daging terbakar pun memenuhi sekitarnya.
Sepasang mata Dewa Arak sampai terbelalak
saking kagetnya melihat pemandangan yang
terpampang di depan Dia tidak pernah mengira
ada sepasang benda yang demikian mengerikan
akibatnya. Sekarang langsung dimengerti, penyebab banyaknya onggokan mayat dalam
keadaan terbakar memenuhi sekitar tempat ini.
Sementara itu, sisa anggota Tiga Iblis Baju
Hitam hanya sebentar saja terkesima melihat
kejadian yang menimpa rekan-rekannya. Karena
kemudian, dengan kecepatan menakjubkan, dia
melompat menerjang Bandawasa, laksana seekor
harimau menerkam mangsa.
"Terimalah kematianmu, Pengkhianat Busuk!"
Trakkk! Anggota Tiga Iblis Baju Hitam yang terakhir
pun menemui ajalnya seperti yang diterima
kedua rekannya. Di saat tubuhnya melayang di


Dewa Arak 72 Batu Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

udara, kilatan cahaya halilintar menyambutnya.
Dan, tokoh sesat yang malang itu tewas sebelum mencium tanah.
"Ha ha ha...!"
Bandawasa tertawa bergelak sambil memandang Arya dengan sinar mata penuh
kebanggaan. "Bagaimana, Dewa Arak"! Apakah senjataku ini tidak hebat"!"
Walaupun jantung dalam dada berdetak jauh
lebih cepat, Dewa Arak tetap bersikap tenang.
"Sebuah senjata yang mengerikan!"
Terdengar tenang jawaban pemuda berambut
putih keperakan itu, kendati di benaknya
bergayut pertanyaan yang bergumpal-gumpal.
Dewa Arak merasa heran, mengapa Tiga Iblis
Baju Hitam sepertinya tidak berusaha mengelakkan serangan itu. Padahal diyakini,
apabila Tiga Iblis Baju Hitam itu bertindak cepat, kilatan cahaya laksana
halilintar itu tidak akan mengenainya!
Tapi, Dewa Arak tidak terlalu lama
tenggelam dalam alun pertanyaan itu. Dia
adalah pemuda yang telah kenyang pengalaman,
tak terkecuali yang aneh-aneh. Oleh karena itu, cepat dapat diduga akan adanya
hal yang tidak beres di sini. Ada sesuatu yang membuat Tiga
Iblis Baju Hitam tidak bisa bertindak tanggap.
*** 7 Bandawasa tertawa.
"Istilah yang kau gunakan memang tepat,
Dewa Arak. Tapi tidak usah khawatir. Aku tidak akan
menggunakan benda-benda ini terhadapmu. Mengapa" Karena kau tidak bisa
disamakan dengan keroco seperti mayat-mayat
yang kau lihat bergeletakan di sekitar tempat ini.
Mereka tong-tong kosong yang tidak ada
artinya. Dan aku tidak ingin mengotori tanganku untuk bersentuhan langsung
dengan keroco-keroco seperti, itu! Dan lagi, aku ingin menguji kepandaianmu,
Dewa Arak. Aku ingin bukti,
benarkah kabar yang kudengar di dunia
persilatan"!
Memang, aku sudah bisa memperkirakannya. Karena, kudengar kau
mampu menahan tiga orang muridku itu.
Mereka telah mewarisi sebagian besar kepandaianku. Bila mereka bertiga tidak mampu mengalahkanmu, telah menjadi
pertanda kalau pantas menjadi lawanku! Cukup berharga!"
Meski agak kaget karena tidak menyangka
kalau Tiga Iblis Baju Hitam adalah murid
Bandawasa, Arya tidak menampakkan keterkejutannya.
"Tapi, asal kau tahu saja, Dewa Arak. Aku suka bermain-main dulu, sebelum
bertarung sungguh-sungguh. Apalagi, bila lawan yang
akan kuhadapi tokoh terkenal seperti kau! Aku jadi lebih bersemangat lagi untuk
bermain-main. Dan mungkin, kita akan bermain lebih lama
daripada pertarungan yang sesungguhnya."
Seperti tidak sedang menghadapi lawan
tarung yang tangguh, Bandawasa mengedarkan
pandangan berkeliling. Sepasang matanya berseri, ketika melihat dua buah batu sebesar gajah tak jauh dari tempat itu.
"Kau lihat itu, Dewa Arak. Batu-batu kecil itu"!" kata Bandawasa, enak saja
menyebutkan batu yang besarnya mungkin dua puluh kali
orang, sebagai batu kecil. "Kita akan bermain-main mempergunakan kerikil-kerikil
itu." "Aku masih belum jelas dengan permainan
yang kau maksudkan, Kisanak. Dan lagi, aku
tidak ingin bermain-main. Keberadaanku di sini bukan untuk bertarung atau
bermain-bermain
denganmu. Tapi karena mendengar akan adanya
keramaian di tempat ini."
"Tapi, kau telah berani mencampuri urusanku!"
sentak Bandawasa, langsung menutup senyum yang terkembang di bibirnya.
"Aku hanya menolong seorang gadis yang
tidak berdaya dan tengah terancam maut,"
bantah Arya. "Gadis itu muridku, Dewa Arak!" semakin meninggi nada suara Bandawasa. "Begitu
juga, tiga orang yang tewas oleh senjataku yang
mukjizat. Dan kau telah berani-beraninya
mencampuri urusan perguruan orang lain.
Kemudian dengan seenaknya mengundurkan
diri! Ataukah, kau takut untuk bertarung atau bermain-main denganku"! Kalau
demikian, tentu saja aku tidak memaksa. Tapi sebelum pergi,
harap kau mengangguk tanda menyerah dan
takluk padaku! Delapan kali kau harus
melakukannya, disertai ucapan minta maaf!"
"Aku sama sekali tidak takut!" tegas Dewa Arak, dengan wajah merah padam.
Hatinya benar-benar tersinggung mendapat makian
seperti itu. "Ah...! Kau seorang yang berjiwa gagah
rupanya" Tidak takut"! Kalau begitu, buktikan ucapanmu! Jangan hanya bersesumbar
saja, tanpa bukti nyata!" ujar Bandawasa semakin memanas-manasi.
"Baiklah kalau demikian, Kisanak. Kaulah yang memaksaku. Dan.. ."
"Namaku Bandawasa, Dewa Arak. Panggillah aku dengan namaku. Dan kuharap, kau
tidak usah banyak berbasa-basi lagi, seperti nenek-
nenek bawel kehilangan sirih! Kalau memang
bukan seorang pengecut, bersiaplah untuk
memulai permainan di antara kita!"
"Kau yang mengajukan tantangan, Bandawasa! Jadi, silakan atur permainan yang
kau inginkan! Aku akan mencoba menghadapinya!" tandas Dewa Arak, mantap.
"Bagus!" seru Bandawasa gembira. "Aku akan memberi
kerikil-kerikil
itu satu persatu kepadamu. Dan kau harus memberikan padaku,
sebelum kerikil yang kedua kulemparkan. Jadi, kita saling mendahului memberikan
kerikil. Dari permainan ini, bisa kulihat kekuatan tenaga
dalam dan kelincahanmu. Pantaskah untuk
bertarung denganku"!"
"Aku sudah mengerti. Mulailah, Bandawasa!"
"Baik! Terima ini, Dewa Arak!"
Bandawasa memperingatkan, setelah berada
di dekat batu-batu sebesar gajah. Dan dengan
ujung kaki, dicungkilnya salah satu. Perlahan saja kelihatannya, bagai tidak
mengerahkan tenaga sama sekali. Tapi hebatnya, batu sebesar gajah itu seperti bagai kerikil
melayang ke atas, langsung diterima kedua tangan Bandawasa.
Dan seketika itu pula, dilemparkannya pada
Dewa Arak. Tappp! Batu sebesar gajah itu saja sudah berat bukan kepalang. Apalagi ditambah tenaga
lontaran Bandawasa yang disertai pengerahan tenaga
dalam. Tapi, toh Dewa Arak mampu menangkapnya dengan kedua tangan tanpa
terhuyung. Bahkan kedudukan kakinya tidak
goyah sama sekali. Hanya saja pemuda
berambut putih keperakan itu merasakan kedua
tangannya bergetar hebat.
Dewa Arak tidak peduli sama sekali. Begitu
batu sebesar gajah itu telah berhasil ditangkap, langsung dilemparkan kembali
pada Bandawasa.
Dan pada saat yang bersamaan, Bandawasa pun
melemparkan batu besar yang satu lagi. Hampir berbareng, Arya dan Bandawasa
menerima. Dan kemudian, masing-masing melemparkannya lagi.Mula-mula batu-batu besar itu bergerak ke arah Dewa Arak dan Bandawasa sama
gencarnya. Masing-masing pihak menerima batu
dan melemparkannya tanpa menemui kesulitan
sama sekali. Dan ini berlangsung sampai cukup lama, sehingga membuat Bandawasa
kagum bukan kepalang. Biasanya setiap kali menguji
lawannya, hanya dalam belasan kali lontaran
batu, Bandawasa sudah unggul. Batu-batu yang
dilemparkan lebih gencar tertuju pada lawannya.
Bandawasa baru satu batu diterima, batu lain
telah menyusul untuk lawannya.
Tapi kali ini tidak! Telah puluhan kali batu
besar itu dilontarkan Bandawasa, tapi mampu
ditanggulangi Dewa Arak. Pemuda berambut
putih keperakan itu mampu mematahkan
serbuan batu yang dikirimkan Bandawasa,
malah mampu melancarkan serbuan yang tidak
kalah gencarnya.
Bandawasa bukan orang bodoh! Setelah
hampir seratus kali batu itu terlempar, namun Dewa Arak tidak terlihat terdesak.
Dan kini kakek kurus kering ini mulai membaui adanya
gelagat yang tidak menguntungkan. Ternyata
Dewa Arak memiliki tenaga dalam dan
kelincahan tidak berada di bawahnya. Malah
mungkin satu tingkat di atasnya. Jadi, yang
menentukan dalam kemenangan adu lempar-
lemparan batu ini adalah kekuatan napas dan
kekuatan tubuh! Dan tentu saja dalam hal ini
Dewa Arak yang memiliki tubuh lebih kokoh
dan masih muda, mempunyai kekuatan lebih
baik ketimbang Bandawasa yang telah berusia
amat lanjut. Maka ketika Dewa Arak melempar batu
untuk yang kesekian ratus kalinya, Bandawasa
tidak langsung melemparkan batu yang baru
diterimanya. Batu itu ditahannya sejenak, dan langsung dilemparkannya ketika
batu dari Dewa Arak meluncur!
Blarrr! Batu-batu sebesar gajah itu hancur berantakan, ketika berbenturan di udara. Keras bukan kepalang, karena Bandawara
memang sengaja mengadunya. Pecahan-pecahan kecil-
kecil berpentalan ke sana kemari. Bahkan
beberapa di antaranya meluncur ke arah dua
pihak yang bertarung.
Bandawasa yang memang sudah menduga,
dengan mudah memunahkan luncuran batu-
batu kecil yang menuju ke arahnya. Beberapa
bagian tubuh yang tidak berbahaya, dibiarkan
saja dihantam kepingan-kepingan
batu. Sementara bagian yang berbahaya dihalau
dengan hantaman kedua tangan.
Dewa Arak yang tidak menduga, agak
kerepotan karena pecahan-pecahan batu itu
terlalu banyak. Malah sebagian besar menuju ke arahnya.


Dewa Arak 72 Batu Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan memang, ini sudah diperhitungkan masak-masak oleh Bandawasa!
Tapi seperti juga Bandawasa, ternyata Dewa
Arak memiliki kemampuan tinggi. Sehingga dia
tidak mengalami kejadian tak diharapkan.
"Ternyata kau cukup berharga untuk menjadi lawanku, Dewa Arak!"
Belum hilang gema ucapan itu, Bandawasa
telah menerjang Dewa Arak. Kakek kurus ini
mulai melakukan serangan yang diiringi bunyi
bercicitan. Bandawasa membuka serangannya
dengan sebuah totokan satu jari yang bertubi-
tubi ke arah berbagai bagian berbahaya di tubuh Dewa Arak.
Arya tidak berani memandang remeh meski
serangan lawan hanya dilakukan satu jari. Dia tahu, pada seorang tokoh yang
memiliki tenaga dalam sekuat Bandawasa, serangan satu jari
tidak kalah berbahaya dengan pukulan atau
tendangan. Bahkan serangan itu lebih berbahaya, karena angin serangannya saja
mampu melukai kulit, laksana bacokan pedang.
Tahu kalau lawan menggunakan ilmu
andalan, Dewa Arak tidak ragu-ragu lagi
mengeluarkan ilmu 'Belalang Sakti'. Hanya
dalam sekejapan, kedua tokoh sakti ini telah
terlibat pertarungan.
Bandawasa mulai merasa tidak sabaran
ketika pertarungan telah menginjak jurus kelima puluh, tapi belum mampu mendesak
Dewa Arak. Pemuda berambut putih keperakan itu
terlalu gesit dan lincah. Betapapun Bandawasa telah berusaha keras, namun tetap
tidak bisa menjatuhkan serangan. Memang, lewat jurus
'Delapan Langkah Belalang', dengan gerak
terhuyung-huyung dan lemas seperti orang
mabuk, Dewa Arak selalu dapat mementahkan
serangan. Sebaliknya, serangan Arya sendiri
yang mempergunakan jurus 'Belalang Mabuk'
terlihat bagaikan gelombang laut yang berusaha menggulung Bandawasa.
Plak, plakkk! Untuk kesekian kalinya, dua buah tendangan
bertubi-tubi. Bandawasa berbenturan dengan
tangkisan Dewa Arak. Kali ini, tidak seperti
sebelumnya, tapi Bandawasa terlihat agak
terpelanting dan hampir terjengkang.
Pertarungan berhenti sejenak. Kedua belah
pihak sama menatap dalam jarak sekitar tiga
tombak. Dan Dewa Arak tampak dibasahi peluh.
Tapi napasnya biasa saja. Tidak demikian halnya Bandawasa! Di samping dahinya,
leher, dan wajahnya pun dibasahi peluh. Bahkan napasnya
agak memburu menandakan kalau kakek kurus
kering ini telah agak lelah.
"Sebetulnya,
aku ingin membunuhmu dengan tanganku sendiri, Dewa Arak. Tapi. .,
sayang sekali. Saat ini aku tengah terburu-buru.
Ada tugas lain yang hendak kulakukan. Aku
tidak mempunyai waktu lebih lama lagi
denganmu."
Bandawasa kemudian mengambil benda-
benda bersinar yang tadi telah diselipkan di
pinggang. Tentu saja Dewa Arak jadi tercekat.
Telah dilihatnya sendiri, akibat kilatan cahaya yang keluar dari benda bersinar
itu pada Tiga Iblis Baju Hitam. Maka pemuda berambut putih
keperakan ini bersikap waspada. Dia bersiap-
siap, apabila Bandawasa mulai mengadu benda-
benda bersinar itu.
Trakkk! Dewa Arak baru tahu, mengapa Tiga Iblis
Baju Hitam bersikap kurang tanggap untuk
mengelak. Begitu benda-benda bersinar itu
dibenturkan satu sama lain, terdengar bunyi
laksana guntur! Begitu keras, sehingga Dewa
Arak khawatir kalau-kalau telinganya menjadi
tuli. Di samping itu, ada sebuah kekuatan aneh yang membuat tubuhnya sulit
digerakkan. Otot-otot tubuhnya seperti lumpuh. Bahkan tenaga
dalamnya lenyap entah ke mana.
Tapi, Dewa Arak bukan pendekar kemarin
sore. Telah ratusan kali dia bertarung menghadapi Iawan, yang memiliki ilmu-ilmu
aneh. Maka menghadapi serangan seperti ini,
Dewa Arak langsung dapat merasakan adanya
hal tidak wajar. Seketika kekuatan batinnya
dikerahkan. Dan segera tenaga dalamnya
dibangkitkan kembali, lalu disalurkan ke seluruh tubuh. Kemudian, pemuda
berambut putih keperakan ini melompat untuk menjauh.
Glarrr! Sebatang pohon besar yang berada cukup
jauh di belakang Dewa Arak, kontan menjadi
sasaran serangan nyasar itu. Seketika, batang pohon itu berikut daun, cabang,
dan rantingnya hangus terbakar. Kepulan asap langsung
membumbung tinggii ke udara. Asap tipis.
"Kau hebat, Dewa Arak!" puji Bandawasa gembira.
Dia melihat pemuda berambut putih keperakan itu berhasil meloloskan diri dari
kilatan cahaya maut yang berasal dari benturan benda-benda bersinar yang ada di
kedua tangannya. 'Tapi, jangan berbesar hati dulu. Sekarang,
kau terima ini!"
Tanpa memberi kesempatan pada Arya untuk
memperbaiki kedudukan, Bandawasa membenturkan benda-benda bersinar yang ada
pada kedua tangannya berkali-kali, saat melihat pemuda berambut putih keperakan
itu baru saja menjejak tanah.
Sekali benturan, benda-benda bersinar itu saja sudah menimbulkan akibat demikian
dahsyat. Apalagi, dibenturkan berkali-kali. Dewa Arak
seperti mendengar ada persaingan bunyi
halilintar. Getaran demi getaran melanda dada, setiap kali benda-benda bersinar
itu dibenturkan.
Dan cekaman kekuatan kasat mata menyerang,
yang melumpuhkan otot-otot tubuh Dewa Arak
semakin bertumpuk.
Namun, Dewa Arak telah memusatkan
perhatian untuk membutakan mata hatinya.
Maka pengaruh yang mencekam itu bagai tidak
terasa. Pemuda berambut putih keperakan ini
berlompatan ke sana kemari, untuk mengelakkan serangan-serangan kilatan cahaya
laksana halilintar itu!
Hasilnya, terjadi sebuah pertandingan menarik. Arya berlompatan ke sana kemari dan
dikejar-kejar kilatan-kilatan cahaya halilintar.
Dewa Arak yang kenyang pengalaman tahu,
jika keadaan seperti itu terus berlangsung, akan menderita kerugian. Tenaganya
akan habis terkuras. Dan dia akan kelelahan! Maka meski
mengelak, dicarinya bersiasat. Pada saat mengelak, didekatinya Bandawasa. Paling tidak agar dapat melancarkan serangan.
Dewa Arak tahu dalam jarak dekat, benda-benda bersinar itu kurang bisa menunjukkan
kegunaannya. Tapi, Bandawasa tidak kalah cerdik. Begitu
melihat Dewa Arak mendekati tempatnya, dia
malah menjauh. Sehingga jarak antara dia dan
Dewa Arak tetap tidak berubah. Tindakan dua
tokoh yang bertarung ini, menyebabkan tempat
pertarungan bergeser!
Trakkk! "Ah!"
Dewa Arak terperanjat bukan kepalang. Saat
tubuhnya melayang, kilatan-kilatan cahaya
mirip halilintar itu meluncur ke arahnya.
Semuanya tertuju ke arah tempat yang akan
dijadikan elakan atau meloloskan diri bagi Dewa Arak. Jelas jalan keluar untuk
lolos telah terkepung. Namun Dewa Arak benar-benar menakjubkan. Ilmu 'Belalang Sakti' memang
membuatnya seperti dapat terbang. Laksana
seekor ikan, tubuhnya melenting. Tapi, toh tetap saja kilatan cahaya itu memburu
meski yang tertuju bukan bagian berbahaya. Hanya betis
kanan. Meski demikian, Dewa Arak tidak berani
bertindak gegabah. Dia tahu, biar bagaimana
akibatnya akan sama. Telah disaksikan sendiri oleh Dewa Arak, nasib yang menimpa
salah seorang dari Tiga Iblis Baju Hitam.
Di saat-saat gawat di mana maut telah berada
di ujung hidung, Dewa Arak masih sempat
berpikir jernih. Tangannya segera dijulurkan, untuk menjemput guci yang
tersampir di punggung. Kemudian dengan senjata andalannya kilatan cahaya yang tidak mungkin
dapat dielakkan lagi dipapaknya.
Blarrr! Tubuh Dewa Arak terpental jauh ke belakang,
begitu kilatan cahaya itu berbenturan dengan
guci. Seketika guci terbuat dari perak itu pun terlepas dari pegangan, dan
terpental terpisah dari Arya.
"Ha ha ha...!"
Bandawasa tertawa bergelak ketika melihat
tubuh Dewa Arak terpental, seperti daun kering dihempas angin. Tubuhnya
melayang-layang
sejauh belasan tombak, kemudian jatuh di
kerimbunan semak-semak yang lebat. Kakek
kurus kering ini yakin, Dewa Arak yang tangguh telah tewas.
Dengan tawa masih keluar dari mulutnya,
Bandawasa melesat meninggalkan tempat itu.
Kegembiraan hatinya melihat Dewa Arak yang
menurutnya sudah tewas, membuat Bandawasa
lupa akan muridnya. Ambar Wati yang sejak
tadi menyaksikan jalannya pertarungan, masih
tetap bertiarap. Gadis itu khawatir, tersambar kilatan cahaya halilintar yang-
nyasar tadi. *** 8 Ambar Wati tetap tidak berani bangkit dari
telungkupnya, kendati suara tawa Bandawasa
sudah tidak terdengar lagi. Gadis itu tetap
menunggu beberapa saat, dengan sikap seperti
itu. Baru setelah dirasakan keadaan sudah aman, dia bangkit. Itu pun dengan
takut-takut. Kepala gadis berpakaian merah ini menoleh ke sana
kemari. Setelah yakin kalau Bandawasa tidak berada
di situ lagi, dan mungkin sudah jauh, Ambar
Wati baru berlari-lari kecil menuju tempat tubuh Dewa Arak terjatuh
Srakkk! Dengan perasaan tidak sabar, Ambar Wati
menguak kerimbunan semak-semak tempat
tubuh Dewa Arak jatuh. Dan tangannya tetap
menguak semak. Sepasang matanya terbelalak
lebar ketika melihat pemandangan yang terpampang di hadapannya.
Sekitar satu tombak dari tempat Ambar Wati
berada, tergolek sesosok tubuh. Dan yang
membuat gadis berpakaian merah ini terbelalak, karena yang tergolek adalah Dewa
Arak! Padahal, biasanya setiap orang yang terkena
kilatan cahaya yang keluar dari benda-benda
bersinar itu tak ketahuan lagi bentuknya. Yang tinggal hanya onggokan daging
berbentuk

Dewa Arak 72 Batu Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manusia. Keanehan ini membuat Ambar Wati untuk
beberapa saat berdiri terpaku bagai orang
tersihir! Keadaan Dewa Arak membuat gadis
berpakaian merah ini mempunyai dugaan, kalau
pemuda berambut putih keperakan ini belum
mati! Setelah sadar dari cekaman perasaan kaget,
Ambar Wati melangkah hati-hati mendekati
Dewa Arak. Dia lalu berjongkok dan memeriksa
keadaan pemuda berambut putih keperakan itu.
Dan Ambar Wati jadi takjub ketika mendapat
kenyataan kalau pemuda itu benar-benar tidak
tewas. Hanya pingsan saja.
Dengan tangan agak menggigil karena
cekaman perasaan tegang, Ambar Wati mengambil sebuah guci kecil yang masih
tersumbat dari balik pinggang. Dibukanya
sumbat guci, dan didekatkan guci yang telah
terbuka sumbatnya pada hidung Dewa Arak.
Seketika bau yang keras pun tercium dari
dalamnya. Ambar Wati berusaha merangsang
kesadaran Arya dengan bau-bauan keras.
Tindakan gadis berpakaian merah ini tidak
berhenti sampai di situ. Sementara tangan kiri memegangi guci, tangan kanan
sibuk memijit-mijit tengkuk Arya. Ini dilakukan untuk lebih mempercepat
timbulnya kesadaran pemuda
berambut putih keperakan itu.
"Uuhhh...!"
Hanya dalam waktu sebentar saja, terdengar
keluhan dari mulut Arya. Sepasang mata
pemuda ini pun terbuka, dan langsung
terbelalak ketika melihat seraut wajah yang
berada di dekatnya. Agak terburu-buru pemuda
berambut putih keperakan ini bangkit dari
berbaringnya. "Apa yang terjadi. ."! Mana dia.. "!" tanya Arya, ketika telah duduk. Sedangkan
sepasang matanya mengedar ke sekeliling mencari-cari.
"Dia telah pergi. Mungkin dikira kau sudah mati," jawab Ambar Wati. Meski Arya
belum mengatakannya
secara jelas, tapi bisa diperkirakan kalau yang dimaksud adalah
Bandawasa. Jawaban Ambar Wati membuat Arya tercenung sejenak. Dia berusaha mengingat-
ingat. Hanya sesaat saja pemuda ini telah
langsung teringat kejadian yang dialaminya.
"Kau.... Kau luar biasa sekali, Dewa Arak,"
ujar Ambar Wati tanpa menyembunyikan
perasaan heran dan kagumnya. "Dari sekian banyaknya orang yang kulihat, hanya
kau yang tidak tewas terkena kilatan cahaya dari benda-benda bersinar itu.
"Bukan akunya yang luar biasa, Ambar. Tapi yang
jelas, yang Maha Kuasa belum menghendaki aku mati. Mungkin..., karena guci arakku," Arya melemparkan dugaan,
sekenanya. Tapi pernyataan itu memang ada benarnya.
Guci arak yang terbuat dari perak pemberian
gurunya, Ki Gering Langit, memang bukan guci
sembarangan. "Jadi. ., guci itu merupakan guci pusaka"!"
Ambar Wati meminta penegasan.
"Begitulah kira-kira," jawab Arya tidak pasti.
"Mungkin guci itu telah membuat kedahsyatan kilatan cahaya halilintar itu punah.
Atau, hanya berkurang separonya. Dan akibatnya, aku tidak mati.
Melainkan, pingsan saja. Kendati demikian, aku tidak akan berani mencoba
kedahsyatan kilatan cahaya itu dengan guciku
lagi. Aku tidak berani mempertaruhkan nyawaku." Ambar Wati terdiam. Kini dia tahu, Arya
berhasil selamat dari kilatan cahaya itu karena guci araknya.
"O, ya. Di mana guciku itu"!" tanya Arya sambil mengedarkan pandangan
berkeliling ketika tidak melihat keberadaan guci itu di
dekatnya. "Kulihat guci itu terlempar ke sana," tunjuk Ambar Wati sambil menudingkan jari
ke satu arah. Tanpa membuang-buang waktu, Arya segera
bangkit dan berjalan menuju ke arah yang
ditunjuk Ambar Wati.
*** "Aku ingin minta maaf padamu, Dewa Arak.
Eh.. , Arya," ujar Ambar Wati ketika pemuda berambut putih keperakan itu telah
berhasil mendapatkan gucinya.
"Minta maaf, Ambar"! Untuk apa"! Sepengetahuanku, kau tidak mempunyai salah
apa-apa padaku?" tanya Arya, sambil mengernyitkan kening.
Dewa Arak jadi heran mendengar ucapan
gadis berpakaian merah itu. Ditatapnya wajah
Ambar Wati untuk melihat, apa yang dimaksud
gadis berpakaian merah itu. Tapi karena Ambar Wati menundukkan wajah, Arya jadi
tidak bisa mendapatkan apa-apa.
Sebenarnya, Arya sudah merasa heran ketika
mengetahui kalau Ambar Wati mempunyai guru
orang seperti Bandawasa. Sepengetahuan dan
sepanjang yang dialaminya, kakek kurus kering itu bukan orang baik-baik. Dan
keheranannya bertambah ketika mengetahui Tiga Iblis Baju
Hitam mempunyai hubungan perguruan dengan
Ambar Wati. Tapi, Arya belum mau menanyakannya. Dan dia menunggu saat yang
tepat. "Aku telah membohongimu. Aku telah
mengarang sebuah cerita dusta untuk mengetahuimu," jelas Ambar Wati dengan suara semakin pelan dan kepala kian
menunduk dalam-dalam. "Jadi. ., cerita yang pemah kau utarakan padaku itu cerita dusta belaka"!" kata
Arya setelah tercenung sejenak. "Bisa kau ceritakan padaku kisah yang
sebenarnya"!"
"Dengan senang hari," jawab Ambar Wati.
"Tapi, aku khawatir kau akan membenciku
setelah kuceritakan hal yang sebenarnya "
"Percayalah. Aku bukan orang seperti itu,"
Arya berusaha menenangkan hati Ambar Wati.
'Tapi aku orang jahat, Arya. Aku yakin, kau
akan membenciku apabila telah mendengar apa
yang kuceritakan," Ambar Wati tetap masih merasa khawatir.
"Andaikata benar demikian, ucapanmu yang sekarang telah membuktikan kalau kau
telah menyadari ketidakbenaran sikapmu yang lalu.
Mana mungkin aku bisa membenci orang yang
telah menyadari kesalahannya. Ceritakanlah,
Ambar. Tidak usah merasa ragu-ragu lagi."
Ambar Wati tidak langsung bicara. Dia
tercenung sebentar seperti ada yang dipikirkannya. "Guruku bernama Bandawasa, ketua sebuah
perkumpulan yang bernama Perkumpulan Baju
Hitam. Tiga orang yang kau kenal sebagai Tiga Iblis Baju Hitam, adalah murid-
murid utamanya.
Dan sesuai pakaiannya, Perkumpulan Baju
Hitam merupakan perkumpulan yang terdiri
dari orang-orang golongan hitam. Murid-murid
perkumpulan itu sering melakukan kejahatan.
Karenanya, banyak tokoh golongan putih yang
tidak senang dan menentang. Di antaranya,
Perguruan Baju Putih. Dalam sebuah pertikaian, tiga murid utama Perguruan Baju
Hitam menewaskan putra Ketua Perguruan Baju Putih
yang membuat sang Ketua murka. Bersama
seluruh anak buahnya, dia memimpin penyerbuan ke Perguruan Baju Hitam. Maka
pertempuran sengit terjadi. Dan hasilnya
Perguruan Baju Hitam musnah! Apalagi pada
saat itu, tiga murid utama yang diandalkan tidak berada di tempat. Guru sendiri
terluka parah, dan berhasil melarikan diri melalui pintu rahasia bersamaku. Lima
tahun guru mengasingkan diri
bersamaku untuk mengobati luka dan mempertinggi kepandaian yang dimiliki. Memang, kejadian yang kuceritakan itu berlangsung lebih dari lima tahun lalu. Hampir enam tahun."
Ambar Wati menghentikan cerita. Dipergunakannya kesempatan itu untuk melihat
tanggapan Arya. Tapi pemuda berambut putih
keperakan itu sama sekali tidak bersuara seperti menunggu kelanjutan cerita.
"Meski telah sembuh dari luka-lukanya dan menambah
kepandaian, guru mempunyai sebuah rencana untuk membalas dendam.
Sementara itu, semua tokoh persilatan tahu
kalau di sebuah puncak bukit yang bernama
puncak Kabut Putih, terdapat sebuah bangunan
kuno tempat tinggal para Brahmana. Menurut
cerita, belasan tahun lalu para Brahmana-
brahmana yang seperti membentuk sebuah
perkumpulan, mempunyai seorang ketua yang
telah mendapat anugerah dewa. Dalam sebuah
penyepiannya, pimpinan Brahmana yang telah
meninggal beberapa tahun lalu, mendapat dua
buah benda sakti yang berupa batu intan
permata yang berwarna biru dan merah. Intan
itu dianugerahkan dewa, agar Brahmana yang
baik hati ini mempergunakannya
untuk mencegah terjadinya bencana. Dan memang,
menurut cerita belasan tahun lalu, banjir besar melanda. Air sungai meluap,
menghancurkan desa-desa yang berada di bawahnya. Dengan
menggunakan benda-benda itu berdasarkan
wangsit yang didapatkan, Brahmana itu berhasil mencegah terjadinya banjir,


Dewa Arak 72 Batu Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan cara meruntuhkan tebing-tebing gunung."
"Pasti benda-benda bersinar yang kau
maksud sebagai intan biru dan merah itu yang
berada di tangan Bandawasa sekarang," duga Arya, mulai paham jalan ceritanya.
"Benar."
"Hanya demikian cerita yang hendak kau
sampaikan, Ambar"! Dan kau menganggap
dirimu jahat"! Aku sama sekali tidak melihat
kejahatanmu!" celetuk Arya heran.
"Ceritaku belum selesai, Dewa Arak!" sahut Ambar Wati, buru-buru.
"Maaf."
"Karena keinginan untuk membalas dendam
itulah, guru berniat mencari benda-benda itu.
Padahal menurut kabar yang tersiar, benda itu telah lama hilang. Tapi, guru
berkeras untuk mendapatkannya. Dan dengan sebuah siasat,
melukaiku. Dan aku setuju saja. Kemudian guru meletakkan tubuhku yang terluka
parah di tempat yang bisa dilalui para Brahmana itu
ketika mereka mencari sayuran ata? buah-
buahan. Siasat Guru berhasil. Tubuhku ditemukan salah seorang Brahmana, yang
langsung membawaku untuk menyembuhkan
luka-luka. Karena sikapku yang pandai membawa diri, mereka tidak keberatan aku
tinggal setelah sembuh. Dan ketika aku mulai
akrab, secara tak kentara aku berusaha mencari tahu, dimana benda-benda bersinar
itu. Tapi, usahaku sia-sia. Mereka semua menjawab tidak
tahu. Dan bahkan, selalu mengalihkan pembicaraan setiap kali aku bertanya. Kegagalan ini membuatku haru, lalu
melakukan rencana
lain." Sampai di sini Ambar Wati menghentikan
cerita. Dan gadis itu tampak ragu-ragu untuk
meneruskan. Arya pun tahu, dalam lanjutan
cerita itu Ambar Wati merasa dirinya sebagai
orang jahat. Dan diam-diam, Dewa Arak mulai
merasakan hatinya tidak enak. Kalau rencana itu disusun Bandawasa, tentu
perbuatan apa pun
dihalalkan. Asalkan, tujuan tercapai. Dewa Arak mulai
mengkhawatirkan
nasib Brahmana- brahmana itu. "Rencana itu adalah, menaruh racun dalam makanan dan minuman mereka. Racun yang
tidak berwarna, berbau, dan berasa. Tapi,
memiliki daya kerja cepat dan mematikan. Dan
hasilnya, memang langsung terbukti. Para
Brahamana yang jumlahnya belasan orang
langsung keracunan, sehabis menyantap makanan yang kububuhkan racun. Saat itulah,
guru datang dan meminta agar diberitahukan di mana letaknya benda-benda bersinar
itu. Kalau bisa diserahkan padanya saat itu juga, maka
imbalannya para Brahmana berjanji akan diberi pemunah racun. Dan mereka juga
harus berjanji untuk tidak mencampuri urusan guru lagi."
Arya mengeluh dalam hati, mengutuk
perbuatan Ambar Wati yang keji. Tapi, tanpa
keluar dari mulut. Bahkan pada wajahnya yang
tampan, tidak terlihat gambaran perasaan apa-
apa. Arya berusaha menguasai perasaan sedapat mungkin.
"Mereka semua menolak. Bahkan salah satu Brahmana yang tidak sabar, malah
menyerang guru. Tapi begitu mengerahkan tenaga dalam,
dan serangan belum dilancarkan, Brahmana
tewas. Memang racun yang kami bubuhkan itu
mempunyai pantangan berat. Jangan mengerahkan tenaga dalam, karena akan
membuat racun itu bekerja lebih cepat!. Kejadian ini membuat Brahmana-brahmana
yang lain tidak berani melakukannya. Meskipun demikian, mereka tetap tidak mau
memberitahukannya.
Guru menjadi geram melihat kebandelan
mereka, langsung bertindak keji. Semua Brahmana itu segera dibantai satu persatu. Dan rupanya, tanpa sepengetahuan
guru, dua orang
pelayan para Brahmana yang memang diperintahkan untuk menjaga dua intan itu, telah melarikan diri. Yang seorang,
berhasil dikejar guru. Dia adalah si Pemegang Kain Biru.
Sedangkan pelayan yang satu lagi berhasil
membawa lari kain merah. Seperti kau ketahui, kedua kain itu adalah peta untuk
menunjukkan tempat benda-benda bersinar yang dicari.
Dewa Arak teringat pertemuannya dengan
laki-laki yang membawa kain merah, yang saat
itu sedang sekarat. Rupanya rencana kabar
tentang peta itu telah tersiar luas. pelayan
Brahmana itu menemui nasib naas. Dia
dihadang sekelompok orang yang menginginkan
kain merah itu. Dewa Arak cepat datang dan
menolong. Sayang orang itu mengalami luka
parah. Dia hanya menitipkan pesan, agar kain
itu diserahkan pada kawannya di sebuah kedai.
Dewa Arak memang tidak tahu kalau kawan
yang dimaksud oleh pelayan Brahmana adalah
pelayan yang memegang kain warna biru.
Mereka waktu itu memang lari secara berpisah.
Hanya saja, Bandawasa berhasil menjajarkan
pelayan yang membawa kain biru dan
membunuhnya. Padahal, kedua pelayan itu telah berjanji bertemu di kedai, yang
didatangi Dewa Arak waktu itu.
Sementara itu Ambar Wati membasahi
tenggorokannya yang kering. Arya tercenung
ketika Ambar Wati telah menyelesaikan ceritanya. Sekarang bisa dimaklumi, mengapa
Ambar Wati menganggap dirinya jahat. Tindakannya memang keji! Arya pun tahu kalau
benda-benda mukjizat yang dimaksud Ular
Emas adalah intan biru dan intan merah! Hanya yang masih jadi ganjalan,
bagaimana tokoh-tokoh persilatan sudah bisa cepat tiba di
Perkampungan Suku Liar tanpa kain-kain itu"
Tapi itu bisa saja terjadi, karena hampir semua orang tahu kalau Brahmana yang
mencegah bencana menetap di Pulau Mimpi, tempat
Perkampungan Suku Liar. Dan berbekal dugaan
itu, bisa saja mereka mencari-cari intan-intan itu di sana.
*** "Aku yakin, dia akan membalas dendam atas musnahnya Perguruan Baju Hitam. Dan
dia pasti menuju Perguruan Baju Putih," jelas Ambar Wati, ketika mereka telah
berjalan bersama.
Jawaban ini memuaskan Arya. Karena
pemuda berambut putih keperakan ini pun
menduga demikian.
"Kalau begitu, aku akan pergi ke sana!"
tandas Arya, mantap.
"Jangan, Arya!" cegah Ambar Wati lantang.
Karuan saja seruan itu membuat Arya
menoleh, kaget.
"Apa maksudmu, Ambar"!"
"Tidak ada maksud apa-apa, Arya. Hanya
kuminta, lebih baik urungkan niatmu. Karena,
hanya akan membuang nyawa sia-sia. Intan biru dan merah itu amat ganas. Dan aku
yakin, kau telah membuktikan sendiri kedahsyatannya."
"Benar! Tapi aku tidak gentar! Lebih suka mati daripada membiarkan banyak nyawa
terbuang di tangan Bandawasa!"
"Tapi..."
Ambar Wati tampak masih ragu. Dan Arya
melihat sikap gadis berpakaian merah ini,
apalagi melihat wajah dan sinar matanya, jadi mengeluh dalam hati. Sinar mata
Ambar Wati tampak penuh perasaan yang sukar digambarkan padanya. Tampak jelas kalau
Ambar Wati mengkhawatirkan keselamatannya.
Dan Arya tak menginginkan Ambar Wati jatuh
cinta padanya. "Apa pun yang terjadi, aku tetap akan
berangkat, Ambar! Sekalipun harus mati! Aku
pergi!" Arya berbalik dan melesat cepat ke depan.
Tapi tubuhnya langsung dilempar ke belakang,
karena hampir saja menubruk sesosok tubuh
yang tahu-tahu berdiri di depannya.
"Seorang pendekar yang mengagumkan hati!"
Sosok yang hampir ditubruk Arya, membuka
pembicaraan tanpa menggerakkan bibir. Tapi,
suaranya terdengar nyaring bagai orang berteriak. 'Tapi, tanpa bekal yang berarti, kau akan mati percuma. Terimalah ini, Anak
Muda. Dan kau tidak usah khawatir, terhadap intan biru dan
intan merah!" ujar sosok itu.
Tanpa ragu-ragu, dan bagai orang terkesima, Arya menangkap benda sebesar buah
salak yang dilemparkan sosok yang tak lain
rupanya seorang kakek berkulit hitam legam.
Dia mengenakan kalung, anting, dan gelang
tangan serta kaki dari anyaman rotan. Belum
juga Dewa Arak bicara, kakek hitam legam itu
menjulurkan tangan kanan ke atas. Dilakukannya gerakan seperti menarik ke
bawah. Dan. ., tubuhnya tahu-tahu sudah tidak terlihat lagi. Lenyap bagai
ditelan bumi. "Kek, siapa kau..."!" tanya Arya, karena tidak tahu harus berbuat apa.
"Aku pemilik benda-benda itu. Aku dukun
Suku Liar.. !"
Terdengar suara sayup-sayup memberi jawaban. Arya mengarahkan pandangan ke arah asal
suara. 'Terima kasih atas bekal yang kau berikan,
Kek!" seru Arya sebelum melesat cepat
meninggalkan tempat itu.
Sementara itu Ambar Wati tidak tinggal
diam. Dia tahu, Arya akan celaka di tangan
Bandawasa. Dan hal ini tidak diinginkannya.
Maka gadis ini berusaha keras untuk mencegah.
*** "Tak lama lagi kau akan mampus di
tanganku, Saka Manjing! Ha ha ha.. !"
Seruan keras itu menggema dari dalam
sebuah halaman luas, dikelilingi pagar kayu
bulat tinggi. Di depan halaman berjejer
bangunan-bangunan dari kayu kokoh.
Pemilik seruan itu tak lain dari Bandawasa.
Sambil tertawa-tawa penuh kegembiraan, kakek


Dewa Arak 72 Batu Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kurus kering ini membenturkan batu-batu
permatanya yang menyebarkan kilatan-kilatan
cahaya mematikan, ke arah sosok tubuh
berpakaian putih yang berlompatan ke sana
kemari untuk mengelak. Di sekeliling tempat
pertarungan, tampak tergolek sosok-sosok yang telah menjadi arang hitam
mengepulkan asap
tipis putih. Mereka berjumlah belasan, semuanya menjadi korban intan biru dan
merah. Bau sangit pun melingkupi sekitar tempat itu.
Sementara di tempat yang agak berjauhan
dari kancah pertarungan, berdiri beberapa sosok.
Rata-rata wajah mereka gagah, dan mengenakan
pakaian putih. Memang, mereka adalah murid-
murid Perguruan Baju Putih. Tokoh yang tengah terlibat dalam pertarungan tentu
saja ketuanya, Saka Manjing.
"Kaulah yang harus menghentikan semua
kekejian itu, Bandawasa.. !
Belum lenyap gema seruan itu, sesosok
bayangan ungu berkelebat menyambar ke arah
Bandawasa. Bandawasa benar-benar memiliki naluri
tajam dan mengagumkan. Secepat kilat pandangannya diarahkan pada asal suara. Lalu
benda-benda bersinarnya dibenturkan.
Trakkk! "Akh!"
Sosok bayangan ungu langsung menjerit
tertahan, ketika melihat cahaya kilat menyambar ke arahnya. Dalam keadaan tubuh
tengah berada di udara, membuat sosok ungu tidak mampu
berbuat banyak. Maka sebisa-bisanya dia
berusaha mengelak. Tapi, toh cahaya menyilaukan itu tetap meluncur ke arahnya.
Sosok bayangan ungu yang tak lain Dewa Arak
tidak memiliki waktu lagi untuk mencabut
gucinya. Dan. .
Blusss! Tak terjadi sesuatu yang mengerikan terhadap Dewa Arak! Padahal jelas-jelas terlihat kalau cahaya kilat itu
menghantam tubuhnya.
Hanya saja, langsung lenyap begitu saja. Bukan hanya Bandawasa, Saka Manjing,
dan murid-murid Perguruan Baju Putih yang merasa kaget.
Arya pun demikian. Tapi Dewa Arak ini cepat
teringat. Pasti hal itu karena benda bersinar dari kakek Suku Liar yang memiliki
sinar kuning. Benda sebesar buah salak itulah yang menyebabkan Dewa Arak tidak mengalami
kejadian buruk, ketika tertimpa kilatan cahaya dari intan merah dan biru.
"Papak kilatan cahaya dari intan merah dan biru. Dan, arahkan pada tubuh
lawanmu!" Terdengar bisikan di telinga Dewa Arak.
Jelas, terdengar seperti dekat di telinga Arya.
Dan Dewa Arak tahu, suara itu milik dukun
Suku Liar. Maka tanpa ragu-ragu lagi, segera
dikeluarkannya intan kuning tanpa setahu
Bandawasa. Dan ketika kakek kurus kering yang penasaran pada Dewa Arak, cepat
meluncurkan cahaya kilatnya. Dewa Arak segera menghadang
cahaya itu dengan intan kuningnya.
"Aaakh...!"
Tiba-tiba saja Bandawasa mengeluarkan
lengkingan menyayat ketika kilatan cahaya
laksana halilintar itu justru berbalik menghantam tubuhnya. Tapi hanya sebentar
saja, karena saat itu pula tubuhnya ambruk
dengan nyawa melayang ke alam baka. Hangus
bagai terpanggang.
Tanpa menghiraukan pandang orang terhadap kejadian yang terpampang di depan
mata, Dewa Arak menghampiri mayat Bandawasa. Kemudian diambilnya intan merah
dan biru. Dan dia bermaksud mengembalikan
benda-benda mukjizat yang berbahaya itu pada
Suku Liar. Karena hanya dialah yang masih
hidup, dan kebetulan yang mendapat tugas
untuk menjaganya.
Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Molan_150
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-
dewikz.com/ SELESAI Perawan Lembah Wilis 17 Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo Peristiwa Bulu Merak 5
^