Pencarian

Lembaran Kulit Naga Pertala 2

Pendekar Mata Keranjang 26 Lembaran Kulit Naga Pertala Bagian 2


bisa dipastikan bahwa orang itu adalah perempuan. Demikian
juga sebaliknya. Harap kau suka jawab tanyaku,
Sobat!" "Kakek itu memang Mata Malaikat," jawab
Kamaratih. "Putri Hitam manggut-manggut. "Apakah
yang kau katakan padanya benar"!"
Ucapan Putri Hitam membuat Kamaratih
terkejut. "Ucapan yang mana"!"
"Kau mengatakan pernah jumpa anaknya
saat dia bersama Bidadari Penyebar Cinta."
"Hem... Berarti orang ini telah mencuri dengar pembicaraanku dengan Mata
Malaikat...," batin Kamaratih. Perempuan ini lalu mengangguk.
"Terima kasih atas keteranganmu. Aku harus pergi sekarang...," kata Putri Hitam
lalu balikkan tubuh.
"Tunggu! Ada hubungan apa sebenarnya
antara kau dengan Mata Malaikat?"
Putri Hitam menahan langkahnya yang
hendak meninggalkan tempat itu. Dia berpaling
pada Kamaratih.
"Aku harus buktikan dulu keteranganmu!
Jaga dirimu baik-baik karena seseorang tampaknya terus membuntuti langkahmu!"
Habis berkata begitu Putri Hitam berkelebat pergi.
"Ada orang yang selalu membuntuti langkahku" Siapa" Pemuda bermulut besar itu"
Atau...?" Kamaratih memandang berkeliling. "Ah,
persetan!" perempuan ini lantas bergegas meninggalkan tempat itu.
*** "Jika ucapan perempuan itu benar, berarti
aku telah mendapat titik terang. Bidadari Penyebar
Cinta.... Beberapa hari berselang aku melihat dia
di sekitar tempat ini. Hem.... Pasti dia hendak menuju bukit yang dikabarkan
menyimpan Lembaran
Kulit Naga Pertala itu. Aku harus menyusul ke sana. Bukan tak mungkin Mata
Malaikat pun telah
menuju ke sana juga...." Putri Hitam yang saat itu
tegak di bawah sebatang pohon sepelukan orang
dewasa di pinggir sungai berkata sendiri seraya
arahkan pandangannya jauh ke tengah sungai.
Bisa dimaklumi jika Putri Hitam mengatakan telah mendapatkan titik terang,
karena dia sebenarnya adalah Istri Sungging Lanang, anak lakilaki Mata Malaikat.
Bersama Sungging Lanang, Putri Hitam mendapatkan seorang anak perempuan.
Namun karena saat itu Sungging Lanang terpedaya dengan perempuan lain, kedua
orang ini akhirnya berpisah begitu saja. Anak perempuannya
oleh Putri Hitam lantas diberikan pada kakeknya,
yakni Raksasa Bermuka Hijau. Dia sendiri akhirnya mengembara untuk melupakan
luka hatinya. Dalam pengembaraannya dia berjumpa dengan
seorang tokoh sakti di Lembah Sumber Manjing.
Meski telah mencoba melupakan kisah lama
namun naluri sebagai seorang ibu yang pernah
melahirkan seorang anak tak bisa dikekang. Kerinduan pada anaknya tak bisa
ditahan lagi. Hingga setelah sekian tahun berada di Lembah Sumber
Manjing dia akhirnya minta pada gurunya untuk
menemui anaknya.
Namun Putri Hitam jadi terkejut saat dia
mendapatkan ayahnya, Raksasa Bermuka Hijau
yang memelihara anaknya tidak ada lagi di tem-
patnya dulu. Dia telah coba mencari namun belum
berhasil, hingga akhirnya dia mendengar tentang
gegernya dunia persilatan dengan Lembaran Kulit
Naga Pertala. Tentang Lembaran Kulit Naga Pertala, Putri
Hitam pernah dengar dari ayahnya, Raksasa Bermuka Hijau. Karena menduga Raksasa
Bermuka Hijau atau anaknya juga sedang ikut memburu
Lembaran Kulit Naga Pertala, akhirnya dia memutuskan untuk menyelidik ke Bukit
Siluman. Tempat yang menurut banyak kalangan diduga menyimpan lembaran kulit
itu. "Tapi bagaimana aku bisa pergi ke Bukit Siluman..."! Tak mungkin aku harus
berenang ke sana" Aku masih belum tahu di mana letaknya
tempat itu, kecuali berita yang menyatakan berada
di seberang sungai ini. Mempergunakan rakit kurang nyaman. Hhh....! Salahku
juga, mengapa tak
sejak semula membawa perahu. Sekarang aku jadi
repot sendiri. Mau tak mau aku harus membuatnya. Membuat sebuah perahu yang
cukup besar dan kuat...."
Putri Hitam mengarahkan pandangan ke
sekitarnya. Memperhatikan pohon demi pohon
yang berada di situ. Sepasang matanya berbinar
ketika melihat apa yang dicarinya. Sebatang pohon
yang membutuhkan sepuluh pasang tangan orang
dewasa untuk melingkari batangnya! Pohon yang
cocok untuk membuat perahu!
Dengan agak tergesa-gesa, Putri Hitam
menghampiri pohon itu. Ketika telah berjarak beberapa langkah, tangan kanannya
diangkat, lalu dihentakkan! Angin keras menderu. Di lain kejap terdengar bunyi berderak keras ketika pohon
besar itu tumbang memperdengarkan gemuruh yang riuh
rendah. Debu pun mengepul. Namun, begitu kepulan debu itu surut, Putri Hitam
melesat mendekati
pohon itu. "Untung aku tahu bagaimana membuat sebuah perahu," pikir perempuan berwajah
hitam itu. Di lain kejap, dia mulai dilanda kesibukan,
membuat sebuah perahu.
Berkat tenaga dalamnya yang tinggi, Putri
Hitam tak mengalami kesulitan untuk membersihkan pohon itu dari ranting-ranting
dan daundaun. Bahkan memotong batangnya! Hanya dalam
waktu sebentar, di depan Putri Hitam telah terpampang gelondongan kayu sepanjang
hampir satu setengah tombak.
Dalam pengerahan tenaga dalamnya yang
tinggi, Putri Hitam mampu membuat tangannya
lebih tajam dari pedang pusaka. Gelondongan
kayu itu dilobangi untuk membuat geladaknya.
Putri Hitam harus bekerja keras untuk itu.
Tak lama kemudian, sebuah perahu sederhana tapi terlihat keras dan kokoh telah
tercipta. Tak lupa Putri Hitam membuat dayungnya. Meski
wajahnya memperlihatkan kelelahan, tapi tampak
adanya sinar kepuasan pada sorot mata Putri Hitam.
"Tak sia-sia juga jerih-payahku. Dengan perahu ini aku akan tiba di Bukit
Siluman...," kata
perempuan berwajah hitam ini dalam hati.
ENAM Angin Sungai Siluman bertiup kencang.
Arus air pun luar biasa laju. Tapi, perahu Putri Hitam berjalan terseok-seok,
karena bergerak melawan angin dan arus sungai! Apalagi, perempuan
ini tak terlalu tergesa-gesa, sehingga hanya mengerahkan sebagian kecil
tenaganya. Putri Hitam duduk dengan mata beredar ke depan. Tapi, sejauh
ini yang tampak hanya air!
"Mudah-mudahan dugaanku benar jika Bidadari Penyebar Cinta menuju ke bukit itu.
Keterangan dari perempuan itu sangat kuperlukan. Setidaknya dia mengetahui di
mana Sungging Lanang berada. Kesadaranku memang terlambat datangnya. Namun aku
tak dapat melupakan...."
Tiba-tiba Putri Hitam bergerak bangkit lalu
berdiri tegak dengan mata memandang ke kanan
kiri perahu. Mulutnya komat-kamit perdengarkan
gumaman. "Ada yang tak beres dengan perahu ini.
Mungkinkah gerakan ikan...?" pikir Putri Hitam lalu putar tubuhnya, namun
gerakannya tertahan
tatkala sepasang matanya menangkap riak di sebelah kanan perahu. Belum sempat
menduga, sepasang tangan tiba-tiba muncul dari dalam air dan
berpegangan pada samping kanan perahu. Di saat
lain air berkecipak muncrat ke udara. Lalu sesosok
tubuh melesat dan tahu-tahu tegak di tengah lantai perahu dengan tubuh sedikit
dibungkukkan pada Putri Hitam seraya berkata.
"Harap maafkan kelancanganku! Boleh aku
ikut menumpang?"
Putri Hitam tak segera menjawab pertanyaan orang. Dia memandangi orang yang baru
muncul dari dalam, mulai dari rambut hingga kakinya yang basah kuyup. Dada Putri
Hitam berdegup kencang, sementara matanya sedikit mendelik. Kalau saja wajahnya
tidak ditutup dengan bedak hitam, orang yang baru muncul pasti dapat
menangkap perubahan wajahnya.
"Bagaimana dia bisa menyelam sampai sejauh ini" Ah, itu tak penting. Hem...
Apakah aku harus berterus terang padanya saat ini" Dari percakapannya dengan Kamaratih, aku
tahu dia juga sedang mencari Sungging Lanang...." Putri Hitam
berkata sendiri dalam hati setelah dapat menguasai keterkejutannya dan bisa
mengenali siapa
adanya orang yang baru muncul.
"Kalau Kau merasa keberatan, aku akan turun kembali...," ujar orang yang baru
datang seraya pejamkan mata kemudian pentangkannya
kembali! "Orang tua. Silakan kau menumpang di perahu ini. Sebenarnya kau hendak ke mana?"
tanya Putri Hitam menahan gerak orang yang hendak
melangkah kembali ke arah samping perahu.
Orang yang seluruh tubuh dan pakaiannya
basah kuyup yang ternyata adalah seorang Kakek
mengenakan pakaian dari kulit ular dengan rambut putih panjang dan bermata cacat
dan tidak lain adalah Mata Malaikat palingkan wajah ke arah
Putri Hitam sambil sunggingkan senyum.
"Aku ikut ke mana perahu ini berlayar saja!"
kata Mata Malaikat setelah agak lama terdiam.
"Hendak menuju mana perahu ini"!"
"Aku menuju Bukit Siluman...," jawab Putri
Hitam sambil putar tubuhnya setengah lingkaran.
Mata Malaikat manggut-manggut. Namun
sepasang matanya melirik tajam pada Putri Hitam
seolah menyelidik. "Orang ini sengaja menyembunyikan dirinya. Mungkin dia sedang
memburu lembaran kulit itu," duga Mata Malaikat
"Hem.... Aku tahu. Sebenarnya orang tua ini
juga bertujuan ke bukit itu. Apakah dia menyangka Sungging Lanang akan muncul di sana" Atau
mungkin dia punya niat lain" Memburu lembaran
kulit itu barangkali?" batin Putri Hitam. Lalu berujar dengan mata memandang
jauh ke sebelah barat.
"Orang tua. Boleh tahu siapa kau"!" Mata
Malaikat perdengarkan suara tawa sebelum akhirnya menjawab.
"Entah bagaimana mulanya, orang-orang
memanggil tua bangka ini dengan Mata Malaikat.
Padahal jelas-jelas kalau aku ini keturunan manusia! Bukan sebangsa
malaikat...."
"Apa betul kau masih keturunan manusia"!"
"Kau lihat sendiri wujudku. Mana ada bangsa malaikat sepertiku ini" Juga mana
ada malaikat mempunyai mata cacat" He he he...!"
"Kalau kau benar-benar turunan manusia
tentunya kau punya kerabat. Setidak-tidaknya
punya istri dan anak. Apakah kau punya"!" tanya
Putri Hitam masih dengan memandang jauh.
"Ah...." Mata Malaikat keluarkan keluhan.
Wajah kakek ini mendadak berubah agak murung.
"Aku memang punya istri dan anak...."
Putri Hitam palingkan wajahnya menghadap
Mata Malaikat. "Apa mereka masih ada"!"
Mata Malaikat menatap tajam pada Putri
Hitam. "Kau ini sebenarnya siapa" Dandananmu
bagus. Aku senang melihatnya...."
Meski ucapan Mata Malaikat nadanya tak
enak, namun Putri Hitam tak menunjukkan wajah
marah. Sebaliknya bibirnya yang hitam sunggingkan senyum.
"Mungkin karena wajahku hitam, orang
memanggilku Putri Hitam...."
"Ah, kalau kau seorang putri, berarti kau
seorang perempuan!"
"Nama tidak bisa dibuat jaminan jenis seseorang. Seperti juga sebutan malaikat
tidak dapat dijadikan alasan bahwa dia bangsa malaikat!"
"Wah, kau pandai juga beralasan... Apakah
kau juga punya suami, atau istri" Atau barangkali
punya anak?"
"Suami atau istri aku tak punya! Tapi anak
aku punya!"
"Aneh. Tak punya suami atau istri tapi
punya anak. Nongolnya bagaimana?"
Putri Hitam tertawa perlahan. "Kau bilang
punya anak. Tentu kau tahu bagaimana nongolnya!"
Mata Malaikat garuk-garuk kepala dengan
mata dipentang lebar-lebar. "Maksudmu kau per-
nah bersuami atau beristri. Tapi, setelah nongolnya anak kalian bubaran. Begitu
bukan?" "Kau pandai juga menebak.... Eh, tadi kau
mengatakan anak. Laki-laki apa perempuan" Apakah sekarang masih ada" Siapa
namanya"!"
"Wah. Pertanyaanmu banyak sekali. Tapi,
karena kau telah memberi tumpangan padaku,
aku akan menjawab tanyamu. Siapa tahu kau bisa
menolongku!"
"Menolong" Menolong apa, Orang Tua?"
tanya Putri Hitam seakan terkejut.
"Seperti kataku tadi. Aku memang punya
seorang anak laki-laki. Namun sayang, hingga tua
bau tanah begini aku tak dapat melihat anakku!"
Kembali air muka Mata Malaikat berubah agak
murung. Sementara dada Putri Hitam semakin
berdebar-debar.
"Apa dia hilang"!" tanya Putri Hitam. Suaranya berubah agak parau dan bergetar
meski

Pendekar Mata Keranjang 26 Lembaran Kulit Naga Pertala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang masih tak dapat menentukan jenis suara laki-laki atau perempuan.
"Tepatnya diculik seseorang.... Waktu itu
anakku masih berusia enam bulan. Dia bernama
Sungging Lanang...."
Putri Hitam palingkan wajahnya ke samping
untuk menyembunyikan perubahan. Dadanya bergetar keras. Mulutnya komat-kamit.
"Jadi benar jika Sungging Lanang adalah
anaknya.... Oh. Apakah aku harus berkata terus
terang padanya" Atau...?"
Putri Hitam tak meneruskan kata hatinya
karena pada saat itu kembali Mata Malaikat telah
lanjutkan ucapannya.
"Bertahun-tahun aku mencarinya. Namun
pencarianku tak membawa hasil. Hanya aku pernah dengar kabar anakku telah
menikah dengan seseorang dan telah punya seorang anak. Tapi itulah. Kabar hanya kabar. Dan aku
tak berhasil menemukannya."
"Kau bilang anak itu diculik waktu kecil.
Bagaimana kau bisa memastikan bahwa yang sudah beristri dan punya anak itu
adalah anakmu"!"
"Orang yang mengabariku mengatakan ciriciri yang dimiliki anakku. Ciri yang tak
bisa dihapus oleh apa pun! Anakku punya tahi lalat hijau di
lehernya.... "
Tanpa diketahui oleh Mata Malaikat, Putri
Hitam tampak menggigit bibirnya dengan mata
terpejam. Dan matanya tampak berkaca-kaca
tatkala Mata Malaikat terdengar melanjutkan ucapannya dengan suara agak pelan.
"Kalau aku boleh minta pada Tuhan. Aku
hanya minta dipertemukan dengan anakku. Lebihlebih dengan cucuku sebelum aku
berkalang tanah...."
Untuk beberapa saat lamanya dua orang ini
sama terdiam dengan pikiran masing-masing. Tapi
karena saat itu Putri Hitam tegak membelakangi,
Mata Malaikat tak tahu jika Putri Hitam telah berlinang air mata.
"Seandainya dia tahu...," desis Putri Hitam.
Tapi desisannya tak berlanjut karena pada saat
bersamaan terdengar suara.
"Berhenti!"
Putri Hitam dan Mata Malaikat sama-sama
palingkan wajah ke arah datangnya suara. Dari
belakang, tampak sebuah perahu melaju ke arah
mereka. Kedua orang ini melihat seorang kakek
bertubuh bungkuk. Matanya besar melotot. Hidungnya besar dan mulut lebar. Kumis,
jambang, dan jenggotnya panjang awut-awutan dan berkibar-kibar diterpa angin. Rambutnya
yang putih dan panjang hanya tumbuh di separo kepalanya
bagian samping kanan. Sedang bagian samping kiri tampak kelimis tak ditumbuhi
rambut! Kakek ini berdiri di atas perahu dengan
hanya menggoyang-goyangkan bahunya. Namun
demikian, bersamaan dengan gerakan bahunya,
perahu yang dinaiki melaju di atas permukaan air
sungai dengan deras. Tak lama lagi pun perahu
Putri Hitam akan tersusul!
Mata Malaikat kerutkan dahi sambil mendongak. Putri Hitam memperhatikan dengan
coba menduga-duga siapa adanya si kakek bungkuk.
Namun karena tak dapat mengenali siapa adanya
orang di atas perahu yang kini makin mendekat,
Putri Hitam berkata pada Mata Malaikat.
"Kek.... Kau mengenal orang itu"!" Mata Malaikat berpaling pada Putri Hitam.
"Kalau mataku
tak menipu, kakek itu adalah tokoh persilatan
yang bergelar Titisan Iblis!"
Putri Hitam tampak terkejut. "Aku pernah
mendengar gelar orang itu.... Kabarnya dia seorang
berilmu tinggi dan sangat berbahaya...."
"Tak salah!" sahut Mata Malaikat. "Malah
aku heran padanya. Sejak dulu kala dia selalu
menginginkan selembar nyawaku. Padahal rasanya aku tak pernah bersalah ucap dan
bertangan kasar padanya!"
"Jadi kau punya silang sengketa dengannya"!"
"Dari pihakku tidak. Karena semua orang
kuanggap sahabat!"
Mata Malaikat lalu palingkan wajahnya ke
arah kakek bungkuk yang berada di atas perahu di
sampingnya yang bukan lain memang dedengkot
dunia persilatan sekaligus guru Utusan Iblis yakni
Titisan Iblis. "Sobatku, Titisan Iblis!" seru Mata Malaikat
di antara kecipak air dan suara angin. "Senang
bertemu kau lagi. Berlayar sendirian, hendak ke
manakah gerangan"!"
Titisan Iblis hentikan gerakan bahunya
hingga perahu yang dinaikinya, berkurang jauh lajunya!
Ucapan Mata Malaikat disambut dengusan
keras oleh Titisan Iblis. Matanya yang besar membelalak memperhatikan pada Mata
Malaikat lalu beralih pada Putri Hitam. Saat pandangannya tertuju pada Putri Hitam, dengusan
Titisan Iblis berubah menjadi tawa pelan bernada mengejek.
"Kau tampaknya kehabisan akal dan tak laku lagi, Bandot Tua! Hingga orang yang
tak jelas bentuk dan jenisnya kau gaet juga! Ha ha ha...!
Mau ceritakan padaku bagaimana rasanya orang
tak berbentuk dan tak berjenis"!"
Mendengar ucapan Titisan Iblis, Putri Hitam
tampak komat-kamitkan mulut. Wajahnya menge-
ras dengan mata mendelik. Sementara Mata Malaikat tengadah dengan mata terpejam.
"Sudah tua tapi mulutmu tambah busuk.
Sekali lagi kau berkata kotor aku tak segan membuat perahumu hancur!" teriak
Putri Hitam marah.
"Tenang, Putri...," bisik Mata Malaikat.
"Jangan masukkan ke hati ucapannya. Dia sudah
biasa berkata seperti itu!"
"Tapi ucapannya keterlaluan! Mulut seperti
itu sesekali patut dihajar!"
Di seberang, Titisan Iblis tertawa bergelakgelak. Namun cuma sekejap. Di lain
saat matanya melotot ke arah Putri Hitam.
"Kau tampaknya punya nyali. Tidak seperti
beberapa gendak bandot tua itu yang dulu-dulu!
Hem.... Mungkin itu sebabnya bandot tua itu
menggaetmu meski tak jelas jenis dan bentukmu!"
Kemarahan Putri Hitam tampaknya sudah
tak dapat diatasi. Orang ini segera melangkah ke
tengah perahu. Tiba-tiba perahu yang dinaiki berguncang-guncang.
Sebagai orang yang memiliki naluri tajam,
Mata Malaikat telah tahu jika guncangan itu akibat Putri Hitam telah kerahkan
tenaga dalamnya.
"Putri Hitam. Tunda dulu kemarahanmu.
Titisan Iblis bukan orang sembarangan. Lebih dari
itu, air baginya sama dengan daratan! Dan perlu
kau ketahui. Semua ucapannya tentang diriku benar adanya! Sejak muda dulu, aku
memang selalu berganti-ganti perempuan. Jadi harap kau mengerti...."
"Aku tak mau tahu semua itu! Dan jangan
kira aku takut pada setan tua itu hanya karena
ucapanmu!" desis Putri Hitam, namun dia masih
belum memulai membuat gerakan untuk kirimkan
pukulan. "Bandot tua!" seru Titisan iblis. "Akhirnya
kau harus mampus di samping gendakmu yang
aneh. Sungguh suatu akhir yang memilukan!"
Sebelum Putri Hitam berkata, Mata Malaikat telah mendahului.
"Sobat. Aku harus mampus itu sudah pasti.
Namun sejak dulu kau tak mau pernah mengatakan mengapa kau selalu memburu
nyawaku. Sekarang apakah kau masih enggan mengatakannya"!"
"Jawaban akan kau peroleh begitu nyawamu melayang! Bersiaplah, Bandot!"
Tanpa disangka-sangka habis berkata begitu, Titisan Iblis telah mendahului
menggebrak dengan kirimkan pukulan jarak jauh bertenaga dalam tinggi.
Wuuuttt! Wuuuttt!
*** TUJUH DUA gulungan awan hitam melesat dengan
keluarkan suara laksana guntur yang bersahutsahutan, di lain kejap tampak cahaya
berkilatkilat. Inilah pukulan sakti milik Titisan Iblis yang
juga telah diwariskan pada muridnya si Utusan Ib-
lis, yakni pukulan 'Gemuruh Badai'.
Melihat Titisan Iblis telah menggebrak lepaskan pukulan, Putri Hitam makin
berang. Begitu pukulan Titisan Iblis bergerak melesat, Putri Hitam cepat angkat
kedua tangannya tinggi-tinggi ke
atas kepalanya. Lalu disentakkan ke bawah.
Beeettt! Beeettt!
Dua gulungan awan hitam pukulan Titisan
Iblis mendadak tertahan lantas melesat amblas ke
dalam sungai! Namun permukaan air sungai tak
sepercik pun muncrat!
Kalau gulungan awan hitam dapat tertahan
bahkan langsung amblas, tidak demikian halnya
dengan cahaya kilat. Cahaya kilat itu terus melesat!
Putri Hitam tampak terkejut, namun sebelum orang ini bergerak, Mata Malaikat
dorongkan kedua tangannya!
Seeettt! Settt!
Asap putih tipis tampak bergerak naik turun keluar dari dorongan kedua tangan
Mata Malaikat. Lalu menyergap ke arah cahaya berkilat.
Cahaya langsung redup. Namun bersamaan dengan itu terdengar ledakan dahsyat.
Permukaan air membumbung. Perahu yang ditumpangi Mata Malaikat terhempas sampai sepuluh tombak
ke samping. Namun baik Titisan Iblis maupun Putri Hitam
tampak tetap tegak meski raut keduanya tampak
berubah dan tubuhnya bergetar keras.
Di seberang sana, perahu yang dinaiki Titisan Iblis terlihat jungkir balik di
atas permukaan air. Tapi begitu terhenti, Titisan Iblis masih tam-
pak berdiri tegak di lantai perahu! Malah baik tubuh maupun pakaiannya tidak
basah! Titisan Iblis sejenak perhatikan dirinya. Lalu alihkan pandangannya pada Mata
Malaikat yang masih tegak membelakangi. Titisan Iblis
mendengus keras lalu serta-merta gerakkan bahunya. Perahu yang dinaiki bergerak
melaju ke arah samping. Membelah arus sungai!
Kira-kira lima tombak di samping perahu
Putri Hitam, kembali Titisan Iblis angkat kedua
tangannya sejajar dada lalu ditarik ke belakang.
Perahu Putri Hitam tampak terseret mendekat. Namun ketika Mata Malaikat dorong
kedua tangannya ke depan, perahu itu kembali menjauh.
Titisan Iblis lipat gandakan tenaga dalamnya. Perlahan-lahan perahu Putri Hitam
kembali bergerak
mendekat. Malah kali ini melaju dengan kencang.
Tapi lagi-lagi perahu itu menjauh begitu Mata Malaikat dorongkan kedua tangannya
ke depan. Untuk beberapa saat lamanya terjadi saling tarik
dengan kerahkan tenaga dalam. Namun pada satu
kesempatan, Titisan Iblis yang tampak tak sabar
segera hantamkan kedua tangannya. Lepaskan
pukulan 'Gemuruh Badai'.
Putri Hitam yang sedari tadi telah siap tak
menunggu lama. Pada saat itu juga dia hantamkan
pula kedua tangannya.
Kali ini terdengar dentuman keras. Air sungai muncrat setinggi empat tombak ke
udara. Sosok Titisan Iblis tampak mencelat dari perahu lalu
melayang ke bawah sebelum akhirnya masuk ke
dalam air. Perahunya tampak pecah berantakan
lalu hanyut dibawa arus sungai yang deras!
Di lain pihak, Putri Hitam hampir saja mental. Untung Mata Malaikat cepat
menahan tubuh Putri Hitam dengan tempelkan kedua tangannya
ke punggung orang berwajah hitam itu. Hingga tubuh Putri Hitam hanya berguncang-
guncang. Perahunya pun tampak pecah di bagian depan.
"Putri Hitam.... Kita harus cepat sampai di
bukit itu. Menghadapi tua bangka itu sangat berbahaya jika di atas air!" kata
Mata Malaikat lalu
turunkan tangannya dari punggung Putri Hitam.
Tanpa menunggu jawaban, Mata Malaikat mengambil dayung! Dengan putar perahu,
meletakkan bagian yang pecah di belakang, Mata Malaikat pun
mulai mendayung. Sekali dia tancapkan dayung ke
dalam air, perahu pecah itu melesat cepat ke depan.
*** Jauh di belakang, di dalam sungai, tampak
Titisan Iblis mengerjap lalu usap dadanya. Tak berapa lama kemudian tubuhnya
melesat laksana
ikan. Anehnya, kakek ini sepertinya punya daya
sedot luar biasa. Meski di dalam air tapi tubuh dan
pakaian yang dikenakan tampak kering! Malah sesekali dia tampak seperti sedang
melangkah di atas daratan! "Jahanam! Siapa gendak bandot tua itu?"
Dari bentrok pukulan dengan Putri Hitam, nampaknya diam-diam Titisan Iblis
maklum jika Putri
Hitam tidak bisa dipandang sebelah mata. Malah
dia segera bisa mengira-ngira jika tingkat kepandaian Putri Hitam sudah hampir
sejajar dengan Mata Malaikat. "Hem.... Melihat arahnya dapat kupastikan mereka sedang menuju
Bukit Siluman. Apakah Utusan Iblis sudah berada di sana" Anak
itu rupanya tak berhasil membuat tewas bandot
tua itu, ataukah dia belum sempat bertemu?" Titisan Iblis terus mereka-reka
seraya terus melesat di
dalam air. *** DELAPAN KITA kembali pada Pendekar Mata Keranjang yang terus melaju dengan menggunakan
pecahan rakit ke arah Bukit Siluman. Saat itulah,
Pendekar Mata Keranjang melihat adanya gundukan tanah yang menjulang ke atas, di
sebelah depan!

Pendekar Mata Keranjang 26 Lembaran Kulit Naga Pertala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak salah lagi...," kata Aji dalam hati. "Itulah Bukit Siluman!"
Pendekar Mata Keranjang ini pun mengarahkan pecahan rakitnya ke gundukan tanah
itu. Dan, begitu dua tombak lagi pecahan rakit merapat ke pinggir, murid Wong Agung
telah berkelebat. Setelah sepasang kakinya menjejak tanah, sejenak sepasang
matanya yang tajam memperhatikan berkeliling.
"Hem.... Rupanya sudah ada orang yang
mendahului ke tempat ini. Apakah dia orang yang
menyamar sebagai Setan Pesolek itu?" gumam Aji
begitu matanya melihat sebuah sampan terselip di
sela tumbuhan pinggir sungai. Dia lalu layangkan
pandangannya sekali lagi. Tapi, dia tak lagi melihat
sebuah sampan atau perahu lainnya. Pemuda ini
lantas arahkan pandangannya ke sungai. Saat itulah matanya samar-samar menangkap
sebuah perahu melaju berlawanan dengan arus sungai.
"Rupanya ada orang menuju kemari. Aku
harus bertindak cepat!" Aji lantas putar tubuh dan
berkelebat. Medan yang ditempuhnya menanjak.
Baru beberapa tombak, murid Wong Agung ini terkesima dengan pemandangan tempat
itu. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Yang tampak hanya gundukan-gundukan tanah dan pohon-pohon
gundul di sana-sini. Pohon-pohon yang tak berdaun sama
sekali! Beberapa saat kemudian, murid Wong
Agung tersadar dari kesimanya. Sepasang telinganya ditajamkan. Matanya jelalatan
kian kemari. "Tak ada tanda-tanda adanya orang.... Lalu
di mana lembaran kulit itu berada..." Di sini hanya
batu-batu dan tanah...." Aji menghela napas panjang. Lalu melangkah ke arah
tonjolan batu agak
besar. Tiba-tiba sepasang matanya mendelik besar.
Di situ dia menemukan sebuah lobang.
"Terowongan...," desis Aji seraya terus
memperhatikan ke dalam. Setelah agak lama terdiam, dia mulai melangkah memasuki
terowongan. "Aneh. Di sini terasa hangat...," gumam Aji
dengan terus melangkah. Sesekali dia berpaling ke
belakang. Lalu meraba-raba samping terowongan
karena keadaan di dalam mulai agak gelap.
Ketika langkahnya sampai di ujung terowongan, murid Wong Agung berhenti. Di
hadapannya kini tampak hamparan tanah membentuk
lingkaran sebesar dua puluh tombak berkeliling.
Di sebelah depan sana, terlihat beberapa lobang
terowongan. Ada keanehan di hamparan tanah
gersang yang menghubungkan antara terowongan
pertama dengan beberapa terowongan di depan
sana. Pada hamparan tanah itu tampak tonjolantonjolan batu yang bertuliskan
angka-angka dari
satu sampai dua puluh delapan.
Melihat angka-angka yang tertera di beberapa tonjolan batu, Aji terkesiap. Dia
teringat akan petunjuk yang diberikan Peri Kupu-kupu. Tanpa
sadar ia menggumamkan petunjuk itu. "Tiga tambahkan tiga dan seterusnya...." Dia
tercenung beberapa lama. "Bagaimana maksudnya ini" Apakah
aku harus mulai dari angka tiga" Lalu tambahkan
tiga, berarti enam. Lalu ditambah tiga, berarti
sembilan. Hem.... Jika begitu, angka-angka selain
pertambahan tiga adalah angka jebakan....," simpul Aji pada akhirnya. Lalu
memandang ke arah
hamparan tanah di hadapannya. Kemudian murid
Wong Agung lantas mengambil kerikil sebesar kepalan di dekat terowongan. Kerikil
itu dilemparkan
ke gundukan batu yang bernomor genap.
Busss! Begitu kerikil mendarat di gundukan batu
bernomor empat, kerikil itu seperti menimpa landasan yang lunak. Gundukan batu
itu bergoyang. Sekejap kemudian, sedikit demi sedikit kerikil itu
terbenam. Sesaat kemudian, lenyap. Sedangkan
gundukan batu itu tenang kembali laksana tak
pernah terjadi apa-apa!
Aji terkesiap dengan mata membelalak dan
mulut menganga.
"Mengerikan.... Kalau saja aku tak mendapatkan petunjuk itu bukan mustahil
tubuhku akan tercabik dan amblas masuk.... Hem.... Apakah orang yang menyamar dan telah
mengetahui petunjuk itu berhasil melewati hambatan ini?" Aji
sapukan pandangannya berkeliling. Tapi dia tak
menemukan siapa-siapa.
"Ah, persetan dengan orang itu!" Akhirnya
Aji tak mempedulikan lagi dengan orang yang selama ini masih menjadi teka-teki
baginya. Dia lalu
perlahan-lahan melangkah ke arah hamparan tanah gersang.
Pendekar 108 menarik napas dalam-dalam.
"Mudah-mudahan aku tak salah menjabarkan petunjuk itu. Aku hanya menginjak angka
kelipatan dari tiga...," kata Aji ke dalam hati. Lalu sekali berkelebat tubuhnya melesat
dan tegak di tonjolan
batu berangka tiga. Dada murid Wong Agung tampak berdebar keras begitu kakinya
menginjak batu berangka tiga. Dia memejamkan mata seraya menunggu sambil ancang-ancang
melakukan lompatan mundur kembali. Tapi setelah agak lama berdiri dan batu yang
diinjak tidak amblas masuk, Aji
bernapas lega. Dia buka kelopak matanya. Kini
pandangannya tertuju ke arah tonjolan batu berangka enam.
"Jika aku selamat pada batu berangka
enam, berarti petunjuk itu telah dapat kujabarkan
dengan benar...." Aji lantas meloncat ke arah tonjolan batu berangka enam.
Seperti tadi kali ini Aji
tegak menunggu agak lama di tonjolan batu berangka enam seraya ancang-ancang
melompat mundur. Namun begitu batu berangka enam tak
bergeming, murid Wong Agung tampak tengadahkan kepala sambil menarik napas lega.
"Aku berhasil....," serunya dalam hati. Tanpa pikir panjang lagi Aji segera
meloncat kembali.
Kini menuju tonjolan batu berangka sembilan.
Namun setengah jalan, tiba-tiba dari arah depan
terdengar suara deru dahsyat. Di lain kejap serangkum gelombang angin deras
menggebrak ke arah Pendekar Mata Keranjang!
Menduga hal itu salah satu jebakan, murid
Wong Agung cepat melompat mundur dan menjejak pada batu berangka enam kembali.
Saat kakinya menginjak batu itulah rangkuman angin melabrak! Tak ada jalan lain
bagi Aji selain berkelit
menangkis untuk menyelamatkan diri.
Dengan kembangkan kedua tangannya dan
mendorong ke depan, Aji melesat mundur dan
menjejak pada tonjolan batu berangka tiga.
Wuuuttt! Wuuuttt!
Blaaarrr! Tempat itu bergetar. Anehnya hamparan tanah gersang itu tak beriak atau
bergelombang. Malah ledakan itu tak menimbulkan gema! Suara ledakan akibat
bentroknya gebrakan angin dengan
pukulan yang dilancarkan Aji hanya terdengar sekejap. Kejap kemudian lenyap
laksana direnggut
setan! Namun itu semua lepas dari penglihatan
Aji, karena murid Wong Agung mulai curiga bahwa
sambaran angin yang menggebrak ke arahnya bukanlah sebuah jebakan tapi sebuah
serangan yang dilancarkan seseorang.
Dugaan Aji tak meleset. Karena kejap kemudian terdengar suara tawa mengekeh
panjang! Dan seperti suara ledakan tadi, suara tawa itu tidak bergema meski nyata benar
jika tawa itu dikeluarkan dengan pengerahan tenaga dalam!
"Suara tawa seorang perempuan!" bisik Aji
seraya arahkan pandangannya ke depan, dari mana suara tawa bersumber.
"Siapa pun kau adanya, tunjukkan diri!" teriak Aji.
Teriakan Aji disambut dengan suara tawa
panjang. Lalu terdengar orang berkata.
"Kalau kau ingin tahu, kenapa masih tegak
di situ" Kemarilah, Anak Muda!"
Kembali Aji layangkan pandangannya berkeliling. Namun dia belum bisa menentukan
di mana orang yang bersuara berada.
"Jika aku menuruti ucapannya, bukan tak
mungkin dia akan menyerangku saat aku melewati
tonjolan batu-batu itu! Dan sekali salah injak, habislah riwayatku...." Berpikir
sampai di situ untuk
beberapa lama murid Wong Agung belum beranjak
dari tempatnya.
"Kau takut, Anak Muda"!"
Meski hatinya masih digelayuti perasaan
khawatir, Aji dengan tertawa pelan berujar.
"Menghadapi orang licik dan pengecut sepertimu, apa yang ditakutkan"!"
Tak ada sahutan dari seberang, namun sebentar kemudian terdengar suara kembali.
"Kalau begitu kenapa masih diam di situ" Tak tahukah
kau jika aku menunggumu"!"
Mengingat masih ada beberapa orang yang
sedang menuju tempat ini yang menginginkan
Lembaran Kulit Naga Pertala, akhirnya Pendekar
108 mengambil keputusan untuk teruskan langkah. Apalagi Aji mulai yakin jika
orang yang perdengarkan suara adalah orang yang berhasil menyamar sebagai Setan
Pesolek dan membawa lari
kipas ungu 108.
Setelah berpaling ke belakang, murid Wong
Agung mulai lagi arahkan pandangannya pada batu berangka enam. Seraya siapkan
pukulan, pemuda ini melompat dan kini tegak di batu berangka enam. Dari arah
depan tak ada serangan atau
terdengar suara.
Aji tak buang waktu, dia lantas melesat
kembali. Hanya sejenak menjejak di batu berangka
sembilan lalu melesat ke arah batu berangka dua
belas. Sejauh ini masih juga tak ada serangan, tapi
Pendekar Mata Keranjang tetap waspada. Setelah
melirik ke depan, murid Wong Agung kembali meloncat. Yang dituju adalah batu
berangka lima belas. Namun baru saja bergerak, dari arah depan
terdengar suara menggemuruh dahsyat! Sesaat
kemudian sebuah gelombang angin datang menyambar!
Aji teruskan loncatannya sambil hantamkan
kedua tangannya.
Bunyi gaduh terdengar ketika angin keras
menggebrak dari telapak tangan Aji! Kejap kemudian terdengar letupan keras. Aji
merasa disapu gelombang angin deras hingga tubuhnya tampak
berguncang. Karena tak ada tempat untuk menggeser tubuh, akhirnya murid Wong
Agung melompat mundur kembali. Saat itulah dari arah depan
mendadak melesat dua sinar kuning yang di lain
kejap tiba-tiba mengembang lalu menggebrak ke
arah Pendekar Mata Keranjang dari segala jurusan
dengan keluarkan suara bergemuruh dan menebarkan hawa panas!
"Sialan! Batu-batu ini terlalu kecil untuk
bergerak leluasa!" keluh Aji lalu melompat mundur
kembali sambil lepaskan pukulan untuk menangkis.
Blaaarrr! Untuk ke sekian kalinya tempat itu diguncang suara ledakan dahsyat. Dari arah
depan terdengar seruan tertahan. Sementara murid Wong
Agung tampak pucat pasi. Sesaat kemudian sosoknya mental ke belakang. Untung dia
masih sigap, hingga meski mencelat namun pijakannya tepat pada tonjolan batu
berangka tiga. Untuk beberapa saat Aji mengusap dadanya yang terasa nyeri
dan sesak. Saat itulah dari salah satu terowongan
di sebelah depan berkelebat sesosok tubuh. Belum
sampai menjejak, sosok tersebut telah lepaskan
pukulan! Wuuuttt! Wuuuttt!
Aji terkejut. Buru-buru dia hantamkan ke-
dua tangannya. Namun sebelum tangannya menghantam, pukulan lawan telah
mendahului menyergap!
Aji merasakan dadanya terhantam benda
berat. Sosoknya mencelat mental ke belakang. Karena di belakangnya menghadang
lamping batu itu. Begitu kerasnya hingga sebagian lamping batu
itu berguguran.
Sesaat kemudian tubuh Aji terkulai bersandar pada lamping batu. Darah tampak
mengucur dari mulut dan hidungnya.
Terdengar suara tawa mengekeh panjang.
Lalu sosok di seberang berkelebat meloncat di antara beberapa tonjolan batu di
hamparan tanah gersang. Kejap kemudian sosok tersebut telah tegak di hadapan Aji dengan kacak
pinggang. "Sayang, waktumu tidak tepat, Anak Muda.
Sebenarnya aku ingin mengajakmu bersenangsenang terlebih dahulu sebelum kau
meninggalkan dunia ini! Hik... hik... hik...!"
Dengan wajah berubah Aji tengadahkan kepala. Sepasang matanya membelalak dan
dagunya langsung menggembung. Dadanya yang nyeri bergetar keras. Mulutnya bergerak-gerak
namun tidak ada suara yang terdengar. Sementara orang di hadapan Aji kembali perdengarkan
suara tawa. Ternyata orang itu adalah seorang perempuan berparas cantik mengenakan pakaian
putih tipis dan ketat yang di bagian dadanya dibuat rendah hingga sembulan buah
dadanya yang kencang
menantang tampak jelas. Kulitnya putih dengan
rambut panjang tergerai. Sepasang matanya bulat
tajam. "Aku menyesal sekali, Anak Muda. Karena
pertemuan ini adalah pertemuan kita yang terakhir...," ujar si perempuan cantik
berpakaian putih
yang tidak lain adalah Bidadari Penyebar Cinta.
Seperti telah dituturkan dalam episode :
"Bidadari Penyebar Cinta", dengan menyamar sebagai Setan Pesolek akhirnya
Bidadari Penyebar
Cinta berhasil mengelabui Aji dan membawa lari
kipas ungu 108 serta memperoleh petunjuk. Namun perempuan cantik ini hanya bisa


Pendekar Mata Keranjang 26 Lembaran Kulit Naga Pertala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjabarkan petunjuk yang diperolehnya sebagian saja.
Hingga langkahnya tertahan di seberang hamparan tanah gersang. Dan semula
Bidadari Penyebar
Cinta telah memperkirakan Aji pasti akan datang
ke tempat itu. Pada awalnya Bidadari Penyebar
Cinta punya gagasan untuk membiarkan Aji menyelinap dengan harapan Pendekar Mata
Keranjang telah dapat menjabarkan petunjuk yang belum bisa dipecahkannya. Namun
pikirannya berubah ketika disadari masih banyak orang yang pasti
akan menuju Bukit Siluman. Akhirnya dia mengambili keputusan untuk membunuh
siapa saja yang memasuki terowongan itu. Dengan terbunuhnya beberapa orang yang coba-coba
melewati hamparan tanah gersang, pada akhirnya dia akan
leluasa bergerak tanpa dihantui ketakutan datangnya orang.
"Pendekar Mata Keranjang! Kau sudah
siap"!" kata Bidadari Penyebar Cinta sambil meraba pinggangnya.
Murid Wong Agung tak menyahut. Hanya
sepasang matanya tak berkedip menatap tajam.
"Kau tak usah cemas. Aku tak akan membunuhmu dengan tanganku. Tanganku hanya
sebagai perantara. Tapi yang mengantar nyawamu
adalah barangmu sendiri. Senjata makan tuan,
Pendekar Mata Keranjang!"
Habis berkata begitu, tangan kanan Bidadari Penyebar Cinta menyelinap ke balik
pakaiannya. Lalu.... Wuuuttt!! Secercah sinar ungu menebar. Aji terkesiap
dengan mata mendelik memandang ke arah tangan Bidadari Penyebar Cinta yang kini
menggenggam sebuah kipas lipat ungu berguratkan angka
108. "Perempuan busuk! Jadi kau yang...."
"Terlambat, Pendekar Mata Keranjang!" potong Bidadari Penyebar Cinta. Lalu tanpa
berkata lagi tangan yang menggenggam kipas mengayun ke
arah kepala murid Wong Agung!
Tak ada lagi kesempatan bagi Pendekar Mata Keranjang untuk mengelak. Karena di
belakangnya menghadang lamping batu, sementara
bergerak ke samping kanan atau kiri tak ada gunanya.
Sinar ungu yang disertai deru dahsyat terus
melesat membabat ke arah kepala Pendekar Mata
Keranjang yang tak berkutik dari kipas di tangan
Bidadari Penyebar Cinta.
Pada saat sangat genting itulah mendadak
dari arah lobang terowongan berkelebat dua sosok
bayangan. Pada saat bersamaan, menyambar an-
gin deras lalu salah satu bayangan menyambar sosok murid Wong Agung.
Meski tubuhnya laksana dilanda gelombang
dan terhuyung-huyung, sambil berseru keras Bidadari Penyebar Cinta teruskan
babatan kipasnya.
Namun sambaran angin yang datang rupanya lebih dahsyat, hingga setengah jalan
tangan Bidadari Penyebar Cinta mental ke belakang. Di saat yang
sama sebuah tangan berkelebat. Untuk kedua kalinya Bidadari Penyebar Cinta
berseru keras. Tangannya bergetar dan kejap kemudian kipas di tangan kanannya
terlepas! Bidadari Penyebar Cinta bantingkan sepasang kakinya. Dia tak pedulikan siapa
adanya orang yang menolong Pendekar Mata Keranjang.
Yang diingat perempuan cantik ini pertama kali
adalah menyelamatkan kipas ungu 108. Maka begitu dapat menguasai tubuh, dia
cepat berpaling
ke samping, di mana kipas ungu tergeletak. Secepat kilat Bidadari Penyebar Cinta
sorongkan tubuhnya ke samping. Tangan kanannya menjulur
hendak mengambil kipas itu.
Namun sebuah kain gombrong bergerak
mendahului dan menutup kipas itu dari penglihatan Bidadari Penyebar Cinta. Tanpa
melihat siapa pemilik kain gombrong, Bidadari Penyebar Cinta
hantamkan tangan kanannya yang tadi hendak
mengambil kipas ke arah kain gombrong, sementara tangan kirinya bergerak pula
menyentak. Wuuuttt! Bidadari Penyebar Cinta keluarkan gemeletak dari mulutnya, karena bukan saja
tangannya hanya menghantam tempat kosong, namun bersamaan dengan lenyapnya kain gombrong,
kipas ungu 108 lenyap pula dari tempat itu!
Serentak Bidadari Penyebar Cinta bangkit
tegak dengan mata nyalang dan rahang menggembung. Dari tempatnya sejarak lima
tombak di sebelah kanan dia melihat seorang berwajah hitam
yang rambutnya dikuncir sampai sepuluh buah. Di
sebelahnya tegak seorang kakek bermata aneh.
Sebelah kanan menonjol keluar, senantiasa membelalak. Sedangkan mata kirinya
hampir berupa sebuah garis! Kakek ini mengenakan pakaian dari
kulit ular. Sementara, di bawah kedua orang ini
duduk bertumpu pada kedua sikunya Pendekar
Mata Keranjang dengan mata memandang ke
arahnya! *** SEMBILAN SETAN! Tua bangka ini sungguh sukar diterka jalan pikirannya. Dahulu minta
bergabung, tapi kini muncul ikut campur urusanku. Kalau setan ini tidak segera digebuk
tewas, bisa-bisa dia
menggagalkan urusanku! Hem.... Manusia hitam
ini siapa" Gerakannya sangat cepat. Dia juga harus tewas!"
"Mata Malaikat dan kau!" sentak Bidadari
Penyebar Cinta sambil arahkan telunjuknya ke
arah Putri Hitam. Suara perempuan berwajah can-
tik ini terdengar bergetar. "Kalian telah salah langkah ikut campur urusanku.
Kalian tahu akibatnya"!"
Mata Malaikat berpaling pada Putri Hitam
yang saat itu tengah condongkan tubuh ke arah
Aji hendak memberikan pertolongan.
"Putri...," ujar Mata Malaikat. "Kau dengar
ucapan orang. Kau sajalah yang menjawab! Kau
tahu bukan" Aku paling tak bisa menghadapi perempuan apalagi berwajah cantik dan
bertubuh sintal!" Putri Hitam tegakkan kembali tubuhnya.
Berpaling sejenak ke arah Mata Malaikat sebelum
akhirnya beralih pada Putri Hitam. Diam-diam Putri Hitam dilanda kebimbangan.
Apakah dia akan
bertanya terus terang pada Bidadari Penyebar Cinta tentang keberadaan Sungging
Lanang yang menurut Kamaratih beberapa kali terlihat bersama
Bidadari Penyebar Cinta. Padahal dia juga tahu
sebenarnya Mata Malaikat mempunyai tujuan
yang sama dengan dirinya. Entah karena dilanda
kebimbangan hingga akhirnya dia tak keluarkan
sepatah kata pun. Hanya pandangan matanya terus memperhatikan pada Bidadari
Penyebar Cinta dengan mata tak berkedip.
"Ah...," keluh Mata Malaikat. "Nyatanya kau
juga sepertiku jika menghadapi perempuan cantik.
Jangan-jangan kau ini laki-laki!" bisiknya lalu tertawa mengekeh, membuat
Bidadari Penyebar Cinta
makin geram. Sementara Aji yang masih setengah duduk
dengan bertumpu pada kedua sikunya perlahan-
lahan selinapkan tangan kanannya ke balik pakaiannya. Lalu mengeluarkan gumpalan
benda lunak berwarna gelap yang diberikan Peri Kupukupu beberapa waktu lalu.
Tanpa pikir panjang
gumpalan benda itu dimasukkan ke dalam mulutnya. Lalu pelan-pelan dihisapnya.
Tak berselang lama, ngilu di sekujur tubuhnya lenyap dan peredaran darahnya normal kembali.
Begitu dirasakannya pulih, Aji bergerak bangkit. Lalu hadapkan tubuh pada Mata
Malaikat dan Putri Hitam seraya
menjura dan berkata.
"Budi jasa kalian tak akan kulupakan!
Maafkan atas salah sangkaku...."
"Lupakan semua itu. Kau sekarang telah
tahu siapa orangnya bukan"!" Yang keluarkan suara adalah Mata Malaikat. "Nah,
kami berdua tak
bisa menghadapi orang cantik macam dia. Kau
yang masih muda mungkin dapat membantu. Silakan kau saja sekarang yang bicara
dengannya! Yang tua-tua ini biar jadi pendengar saja. Tapi kalau ada rejeki jangan lupa....
Bukankah begitu, Putri"!" sambil berkata Mata Malaikat arahkan pandangannya pada
Putri Hitam. Putri Hitam tidak menyambuti ucapan Mata
Malaikat. Dia tetap memandang pada Bidadari Penyebar Cinta. Sebaliknya demi
mendengar Mata Malaikat memanggil Putri pada Putri Hitam, Bidadari Penyebar Cinta sunggingkan
senyum seringai
dan perdengarkan tawa pelan.
"Putri... Hik.... Hik.... Hik.... Orang tak tentu
bentuknya begitu bergelar Putri. Putri setengah gila" Atau Putri tak punya
bentuk"!"
"Jaga mulutmu, Perempuan Penipu!" bentak
Aji. Bidadari Penyebar Cinta kembali menyeringai.
"Hem.... Kau tak terima rupanya, Anak Muda! Apa hubunganmu dengan Putri ini"
Mungkin simpananmu"! Kasihan.... Wajah tampan tapi
punya kelainan. Hik.... Hik.... Hik...!"
Aji katupkan rahangnya rapat-rapat. Dia
melangkah maju dengan tangan siap lepaskan pukulan, namun gerakannya ditahan
oleh suara Putri Hitam.
"Tahan dulu, Pendekar Mata Keranjang!
Kami punya kepentingan dengan dia. Lebih baik
kau teruskan tujuan. Biar kami yang menghadangnya di sini!" Setelah berkata
begitu Putri Hitam bungkukkan tubuh. Dari bawah pakaiannya
yang gombrong dia keluarkan kipas ungu 108. Lalu diberikan pada Aji. Aji cepat
menyambuti. Namun wajah Aji masih tampak ragu-ragu. "Pergilah!" kata Putri Hitam
lagi. Aji sekali lagi membungkuk lalu berkelebat dan sejenak kemudian
dia telah melompat-lompat di antara batu tonjolan
berangka di hamparan tanah gersang.
"Jahanam! Kau cari mati!" bentak Bidadari
Penyebar Cinta lalu angkat kedua tangannya.
"Sabar, Bidadari Penyebar Cinta! Kipas itu
miliknya. Siapa pun tak berhak merampas milik
orang lain! Kalau kau ingin memburu lembaran
kulit itu silakan. Tak ada yang melarang asal dengan jalan baik-baik!" tahan
Putri Hitam tanpa
membuat gerakan sama sekali.
"Setan alas! Siapa kau sebenarnya"!"
"Kau boleh memanggilku apa saja, silakan
menduga siapa saja. Yang pasti aku punya kepentingan denganmu!"
"Aku tak pernah berhubungan dengan
orang macam kau! Jangan berani cari alasan!"
"Kita memang tak pernah berhubungan.
Tapi paling tidak kau pernah berhubungan erat
dengan orang yang pernah dekat denganku!"
"Ooo.... Jadi kau memendam cemburu padaku" Hik... hik... hik... Kau jangan
menyalahkan orang yang dekat denganmu lari ke pelukanku.
Kau harus sadar bagaimana bentuk wajahmu!"
Sementara mendengar percakapan antara
Putri Hitam dan Bidadari Penyebar Cinta diamdiam Mata Malaikat merasa dadanya
bergetar. Namun dia masih belum bisa menduga tujuan Putri Hitam, meski samar-samar dia
menangkap ada persamaan tujuan antara dirinya dengan Putri Hitam.
"Bidadari Penyebar Cinta!" kata Putri Hitam.
"Dalam hal ini aku tak menyalahkan siapa-siapa!
Aku hanya ingin tanya padamu!"
"Tentang orang itu" Hik hik hik...! Silakan
tanya. Tapi jangan kecewa jika mendapat jawaban
yang tak memuaskan. Maklum, terlalu banyak laki-laki yang dekat denganku, hingga
aku tak sempat menghitung dan menghafal namanya...." Bidadari Penyebar Cinta
sengaja meladeni ucapan Putri
Hitam dengan harapan Pendekar Mata Keranjang
mampu memecahkan petunjuk itu, lalu begitu
Lembaran Kulit Naga Pertala ditemukan, maka
akan lebih enak baginya untuk merebut.
Untuk beberapa saat Putri Hitam terdiam.
Ada keraguan membayang di wajahnya. Malah sesekali dia melirik pada Mata
Malaikat yang tegak
diam sambil memejamkan matanya.
"Kenapa diam" Malu..."! Seharusnya kau
memang harus malu. Kalau kau termasuk jenis
perempuan, mengapa harus mengejar laki-laki"
Bukankah masih banyak laki-laki lain" Di sampingmu juga ada laki-laki!" ujar
Bidadari Penyebar
Cinta dengan senyum mengejek. Lalu begitu dilihatnya Putri Hitam tak menyahut,
perempuan cantik ini lanjutkan ucapannya.
"Kalau kau jenis laki-laki, kau laki-laki yang
suka jenis laki-laki jika mencemburui diriku. Hik
hik hik...! Apakah laki-laki di sampingmu kurang
memuaskan..."! Kulihat dia gagah, soal mata tak
jadi masalah bukan"!"
Ucapan Bidadari Penyebar Cinta mulai
membuat Putri Hitam berubah. Matanya sedikit
mendelik. Sebaliknya Mata Malaikat perdengarkan
suara tawa bergelak hingga kepalanya manggutmanggut dan perutnya berguncang.
"Boleh saja kau meremehkan diriku. Itu dapat kupahami karena kau belum tahu
bagaimana gayaku! Jika kau tahu.... Ciiiuuu.... Apa pun akan
kau pertaruhkan untukku! Ha ha ha...!" ujar Mata
Malaikat dengan pentangkan sepasang matanya
dan memandangi dada Bidadari Penyebar Cinta,
membuat perempuan ini jengah dan berpaling
sambil mendengus.
"Bidadari Penyebar Cinta! Di mana beradanya Sungging Lanang"!" akhirnya Putri
Hitam ajukan tanya meski dia dapat menduga jika Mata
Malaikat akan terkejut.
Dugaan Putri Hitam tidak meleset. Mendengar pertanyaan Putri Hitam kontan Mata
Malaikat terperanjat. Untuk beberapa lama matanya menatap dengan tak berkedip.


Pendekar Mata Keranjang 26 Lembaran Kulit Naga Pertala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aneh. Siapa sebenarnya orang ini" Mengapa mencari anakku" Apa hubungannya" Ini
sebuah kebetulan atau disengaja"!" Beberapa pertanyaan segera berkecamuk di dada
Mata Malaikat. Mungkin tak sabar dan ingin segera mengetahui apa hubungannya dengan Sungging
Lanang yang adalah anaknya, Mata Malaikat mendekat
pada Putri Hitam. Begitu dekat kakek ini langsung
berbisik. "Putri.... Jawab segera tanyaku. Apa hubunganmu dengan Sungging Lanang" Mengapa
kau mencarinya"!"
"Pertanyaanmu terlalu banyak. Aku tak bisa
menjelaskan di sini! Nanti kau akan tahu sendiri!"
kata Putri Hitam dengan suara bergetar.
"Aneh. Apakah dia bertanya karena tadi
mendengar ceritaku" Tapi kenapa bertanya pada
Bidadari Penyebar Cinta seolah-olah dia tahu jika
beberapa waktu lalu Sungging Lanang bersama
perempuan ini" Hem... ada sesuatu di balik semua
ini. Kulihat Putri Hitam tampak berubah tatkala
mengucapkan nama anakku.... Ah, teka-teki apa
ini"!" kata Mata Malaikat dalam hati.
Sementara itu Bidadari Penyebar Cinta
tampak kerutkan dahi melihat sikap Mata Malaikat. Namun dia tak dapat menduga
apa yang membuat kakek itu bersikap demikian.
"Bidadari Penyebar Cinta! Kau dengar ucapan orang. Kenapa tidak jawab"!"
Mendengar teguran, Bidadari Penyebar Cinta menyeringai. Lalu tertawa mengejek
sebelum akhirnya berkata.
"Sebelum kujawab pertanyaanmu, jawab
tanyaku dulu. Apa hubunganmu dengan kekasihku itu"!" Bidadari Penyebar Cinta
sengaja menyebut Sungging Lanang dengan kekasih untuk mengetahui sikap Putri
Hitam. Putri Hitam sunggingkan senyum meski dalam hati terasa panas.
"Aku tak ada hubungan apa-apa dengan
kekasihmu itu. Justru aku mencarinya untuk dilenyapkan dari muka bumi ini! Dia
telah membunuh adikku!"
Mata Malaikat terlonjak kaget. Tapi sebelum
dia berbisik pada Putri Hitam, Bidadari Penyebar
Cinta telah berujar.
"Hem.... Begitu urusannya" Kasihan kekasihku satu itu. Dia cemburu padaku karena
aku menggaet seorang pemuda. Dia lalu mengatakan
hendak pergi ke tempat seseorang yang bergelar
Raksasa Bermuka Hijau. Entah benar apa tidak,
aku tak mengurusinya lagi...."
"Raksasa Bermuka Hijau...," ulang Putri Hitam lirih. Dia tampak menarik napas
panjang. Di sebelahnya Mata Malaikat makin tak mengerti.
"Apa pula hubungannya dengan Raksasa Bermuka
Hijau" Bukankah Raksasa Bermuka Hijau adalah
seorang tokoh yang dikenal sebagai dedengkot
orang-orang golongan hitam" Apakah dia telah
menjadi murid Raksasa Bermuka Hijau..." Ah,
makin banyak saja yang harus kuketahui...."
"Kau telah dengar jawabku. Mengapa masih
di situ"!" tegur Bidadari Penyebar Cinta.
"Jawabanmu tidak mengharuskan aku pergi
dari sini, Bidadari Penyebar Cinta!"
"Maksudmu"!"
"Aku akan pergi dari sini, begitu juga kau
setelah kedatangan orang yang kutunggu!" Putri
Hitam berkata demikian untuk mencegah Bidadari
Penyebar Cinta, karena sebenarnya dia sendiri tak
tahu, apakah orang yang dimaksud akan datang
ke tempat itu atau tidak.
"Keparat!" sentak Bidadari Penyebar Cinta.
Serta-merta perempuan cantik bertubuh sintal ini
kerahkan tenaga dalamnya lalu sentakkan kedua
tangannya ke arah Putri Hitam. Karena tahu bahwa lawan yang dihadapi bukan orang
sembarangan, maka begitu lakukan serangan, dia langsung
lepaskan pukulan 'Hamparan Langit'.
Wuttt! Wuuuttt!
Dua sinar kuning melesat keluar dari kedua
tangan Bidadari Penyebar Cinta dengan keluarkan
suara bergemuruh.
"Kau yang mulai, jangan kau menyesal!"
gumam Putri Hitam sambil angkat kedua tangannya dan serta-merta disentakkan ke
bawah. Beeettt! Beeettt!
Sinar kuning tertahan sebentar di udara.
Lalu bersamaan dengan menyentaknya tangan Putri Hitam ke bawah, sinar kuning itu
pun melesat ke bawah dan langsung amblas masuk ke hampa-
ran tanah berbatu di tempat itu! Tak terdengar suara ledakan, juga tak ada batu
atau tanah yang
berhamburan! Sebaliknya sosok Bidadari Penyebar
Cinta tampak terhuyung ke belakang lalu tegak
bersandar pada lamping batu di samping terowongan dengan wajah pucat pasi dan
tubuh berguncang!
"Manusia setan! Putus nyawamu!" teriak
Bidadari Penyebar Cinta seraya menjejak pada
lamping di belakangnya. Tubuhnya melesat ke
arah Putri Hitam dengan dua tangan langsung
menghantam ke arah kepala.
Bukkk! Bukkk! Terdengar benturan keras tatkala Putri Hitam angkat tangannya dan disilangkan di
atas kepalanya untuk menangkis. Di lain saat tiba-tiba
kain gombrong bagian bawah Putri Hitam menggelepar, lalu sebuah kaki melesat ke
depan ke arah Bidadari Penyebar Cinta yang tampak terhuyung.
Bukkk! Bidadari Penyebar Cinta berseru keras. Sosoknya terseret deras ke belakang lalu
menghantam lamping batu di samping terowongan. Perlahan-lahan tubuhnya terkulai
bersandar dengan
mulut keluarkan darah!
"Bidadari Penyebar Cinta! Aku memberimu
kesempatan untuk meninggalkan tempat ini! Tapi
kalau kau memaksa, silakan!" ujar Putri Hitam.
Bidadari Penyebar Cinta menghela napas lega. Meski kemarahan masih melintas di
wajahnya. "Setan alas tak kusangka jika manusia hitam ini begitu tangguh! Terpaksa untuk
sementara ini aku harus menghindar. Tapi aku tak akan menyerah! Perjalananku telah jauh
dan tujuan hampir saja tergenggam di tangan. Hanya karena garagara kedua bangsat
ini segalanya berantakan....
Hem.... Akan kutunggu mereka di luar!" Berpikir
begitu, perlahan-lahan Bidadari Penyebar Cinta
bangkit, tanpa berpaling lagi pada Putri Hitam
atau Mata Malaikat, Bidadari Penyebar Cinta melangkah ke arah terowongan.
Setelah meludah ke
tanah, dia berkelebat dan lenyap masuk ke terowongan.
Sepasang mata Putri Hitam sejenak mengawasi ke arah terowongan, begitu yakin
sosok Bidadari Penyebar Cinta tak ada, dia berpaling pada
Mata Malaikat. Mata Malaikat pun menatap pada
Putri Hitam. "Putri Hitam.... Sekarang jelaskan padaku.
Apa hubunganmu dengan Sungging Lanang dan
apa betul adikmu dibunuh"!"
Tiba-tiba Putri Hitam duduk berlutut di Hadapan Mata Malaikat. Kepalanya
menunduk dan tak lama kemudian bahunya tampak berguncang,
membuat Mata Malaikat merasa heran.
"Ada apa sebenarnya" Jangan kau membuatku makin tak mengerti!" ujar Mata
Malaikat dan ikut-ikutan duduk berlutut.
"Maafkan aku, Orang Tua!" kata Putri Hitam
seraya angkat kepalanya. Sepasang matanya berkaca-kaca. Dia tampak berusaha
hendak bicara, namun suaranya tak terdengar.
"Putri Hitam.... Kau tahu. Jika kau menangis, aku akan ikut-ikutan menangis!
Jadi jangan membuatku malu. Terangkan padaku apa sebenarnya yang terjadi!"
Putri Hitam memandang Mata Malaikat berlama-lama. Lalu menunduk seraya berkata
pelan. "Orang tua.... Sebenarnya...."
"Sebenarnya apa"!" sahut Mata Malaikat tak
sabar begitu Putri Hitam tak meneruskan ucapannya.
"Sebenarnya aku adalah istri Sungging Lanang...."
Mata Malaikat sampai terlonjak bangkit
saking kagetnya. Sepasang matanya membelalak
besar memandangi Putri Hitam dari rambut sampai pakaiannya bagian bawah yang
berserakan di lantai batu. Setelah dapat menguasai keterkejutannya,
perlahan-lahan Mata Malaikat duduk kembali di
hadapan Putri Hitam.
"Kau tidak main-main, bukan"!"
Putri Hitam gelengkan kepalanya. Isaknya
mulai terdengar. Dan orang ini tak dapat lagi
membendung tangisnya begitu kedua tangan Mata
Malaikat menjulur dan membelai rambutnya.
"Ah, tak kusangka.... Rupanya permohonanku akhirnya dikabulkan Tuhan. Anakku....
Maafkan si tua ini yang sampai tak mengetahui
menantunya." Suara Mata Malaikat terdengar serak parau. Sementara Putri Hitam
makin tersedu. "Seharusnya aku yang minta maaf padamu.
Tak berterus terang padamu sejak semula...."
"Ah, sudahlah. Yang penting sekarang sudah jelas duduk masalahnya. Yang kuminta
seka- rang kau menceritakan semuanya.... Terus terang,
aku buta tentang anakku. Karena seperti yang kuceritakan padamu, dia diculik
orang sewaktu masih kecil...."
Setelah dapat mengatasi guncangan dadanya, akhirnya Putri Hitam mulai berkisah.
"Aku dan anakmu bertemu saat usiaku
menginjak delapan belas tahun. Kami dipertemukan selain karena sama-sama jatuh
cinta juga karena persamaan nasib. Dia mengatakan bahwa dirinya sudah tak punya
ayah lagi. Dia tak pernah
menceritakan tentang dirimu, dia bilang diasuh
oleh seseorang yang pada akhirnya kuketahui
bahwa orang itu adalah seorang tokoh dunia persilatan bergelar Titisan Iblis."
"Jadi...?"
"Ya, orang yang kita temui di perahu itu.
Kalau benar dia orang yang bergelar Titisan Iblis,
maka dialah orangnya!" sahut Putri Hitam lalu
meneruskan keterangannya.
"Selama lima tahun hidup sebagai suamiistri kami dikarunia seorang anak
perempuan. Namun sebenarnya sebelum kelahiran anak kami
antara kami telah terjadi perselisihan. Dan puncaknya terjadi saat anak kami
lahir. Tanpa tinggalkan pesan, dia pergi begitu saja. Anak kami akhirnya diasuh
oleh kakeknya. Aku sendiri kemudian pergi mengembara untuk menghilangkan
kekecewaan hati. Namun setelah beberapa tahun
aku kembali, anakku dan kakeknya tak kutemui
lagi. Aku telah berusaha mencarinya, tapi hingga
saat ini tak berhasil. Akhir-akhir ini aku menden-
gar lagi tentang ribut-ribut rimba persilatan tentang Lembaran Kulit Naga
Pertala. Berharap bertemu dengan Sungging Lanang, aku coba-coba
menyusur. Aku ingin jumpa Sungging Lanang
dengan maksud siapa tahu dia mengetahui di mana anaknya. Waktu di pinggir Sungai
Siluman, aku sempat menangkap percakapanmu dengan Kamaratih. Berbekal keterangan itu akhirnya
aku pergi kesini, karena beberapa hari sebelumnya kulihat
Bidadari Penyebar Cinta sedang melakukan tawarmenawar dengan seorang nelayan.
Aku bisa menebak ke mana Bidadari Penyebar Cinta hendak menuju. Tapi sama sekali
tak menyangka jika Bidadari Penyebar Cinta telah berhasil mengelabui
Pendekar Mata Keranjang dengan menyamar sebagai Setan Pesolek."
"Siapa nama ayahmu"!" tanya Mata Malaikat.
"Raksasa Bermuka Hijau...."
Mata Malaikat terlengak kaget. "Hem.... Jika
benar keterangan Bidadari Penyebar Cinta, berarti
Sungging Lanang saat ini juga sedang mencari
anaknya!" "Kukira juga begitu...."
Sejenak Putri Hitam terdiam. Wajahnya
tampak makin murung. Setelah menarik napas dalam dia berkata. "Dia kuberi nama
Seruni...."
Untuk kedua kalinya Mata Malaikat terlonjak namun kali ini sambil mengeluh.
"Inilah akibat
mata yang melihat tapi buta!"
"Bagaimana bisa begitu"!" tanya Putri Hitam.
"Aku pernah bertemu cucuku itu!"
Kali ini ganti Putri Hitam yang terkejut. "Di
mana" Kapan?" tanya Putri Hitam seraya mencekal
kaki Mata Malaikat
"Belum berselang lama. Dan tampaknya dia
juga hendak menuju kemari!"
"Ah! Mudah-mudahan dugaanmu benar...."
"Kau sendiri siapa namamu sebenarnya"
Kali ini tak keberatan bukan mengatakan pada
kakek anakmu ini?"
Putri Hitam mulai dapat tersenyum. "Akan
kuberitahukan padamu, asal jangan kau suruh
aku untuk melepas penyamaranku ini, setidaknya
sampai aku jumpa dengan anakku...."
"Baiklah. Tapi aku dapat menduga sebenarnya kau adalah perempuan cantik. Anaknya
cantik, tentu ibunya juga begitu...."
"Ah, kau jangan menggoda. Kalau kenyataannya lain, nanti kau kecewa."
"Sejak hari ini, rasanya kecewa tak akan
pernah lagi ada di hatiku. Bahkan mati pun aku
akan tersenyum! Eh, ayo katakan dulu namamu!"
"Namaku sebenarnya Dayang Arung...."
"Hem.... Nama bagus. Aku makin yakin, kau
pasti perempuan cantik!"
"Tapi tak bahagia!" sahut Putri Hitam alias
Dayang Arung. "Karena suamiku masih tergoda
dengan perempuan lain!"
"Jadi perpisahan kalian karena adanya perempuan lain"!"
"Begitulah. Dan kudengar, dari perempuan


Pendekar Mata Keranjang 26 Lembaran Kulit Naga Pertala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu Sungging Lanang juga punya seorang anak!"
"Walah, kenapa bisa jadi begini" Alamat tak
karu-karuan. Dasar anak geblek. Sudah punya istri cantik matanya masih juga
menyambar perempuan lain!"
"Sudahlah. Itu mungkin sudah jadi suratan!
Aku rela menjalaninya. Yang kuinginkan sekarang
adalah bertemu dengan anakku dan hidup bersamanya!"
"Hai...!" Tiba-tiba dari arah seberang terdengar seruan.
Putri Hitam dan Mata Malaikat serentak palingkan wajah ke seberang. Dari
tempatnya mereka
melihat Pendekar Mata Keranjang melambai.
"Eh, kenapa dari tadi anak itu masih nongkrong di situ"!" gumam Mata Malaikat
seraya bangkit. "Mungkin dia perlu pertolongan! Kau coba
ke sana. Aku akan di sini. Bukankah sebentar lagi
kita akan kedatangan tamu"!"
"Tapi kau tak akan meninggalkan tua bangka mertuamu ini bukan"!"
"Asal kau tak menggandeng perempuan lagi!"
Mata Malaikat mendekat pada Putri Hitam,
membelai kunciran rambutnya.
"Pada tua bangka yang sudah dekat dengan
tanah begini, perempuan mana yang mau" Lagi
pula apa kata cucuku nanti" Aku tak mau dibilang
kakek mata keranjang. Tapi kalau kau yang mencarikan dan memilihkan untukku, he
he he.... Aku mau-mau saja...."
Habis berkata begitu, Mata Malaikat me-
langkah mendekat hamparan tanah gersang.
"Kek! Injak batu berangka tiga, enam, sembilan, dua belas, lima belas, delapan
belas lalu tambahkan tiga seterusnya! Awas jangan salah injak!" teriak Aji dari seberang.
Mata Malaikat manggut-manggut, dia berpaling ke arah Putri Hitam yang masih
Cinta Bernoda Darah 3 Dewi Ular Gadis Penunggu Jenazah Pedang Sinar Emas 26
^