Pencarian

Pulau Setan 1

Dewa Arak 70 Pulau Setan Bagian 1


PULAU SETAN oleh Aji Saka Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Aji Saka Serial Dewa Arak
Dalam episode :
Pulau Setan 128 hal ; 12 x 18 cm
1 Sluppp! Sebuah kepala berwajah tirus mirip tikus dengan mata
memanjang, langsung masuk ke dalam air sebuah danau yang
permukaannya banyak ditumbuhi tumbuhan air. Baru saja kepala yang ternyata milik
laki-laki berusia lanjut itu lenyap ke bawah permukaan air, terdengar bunyi
derap langkah beberapa pasang kaki.
Sebentar kemudian, tepat di pinggir danau berkumpul beberapa sosok tubuh yang
kesemuanya berpakaian serba hitam.
"Heran.. !" desah salah satu orang berseragam yang berwajah bopeng sambil
mengedarkan pandangan seperti tengah mencari-cari sesuatu. "Ke mana perginya tua
bangka yang sudah hampir mampus itu"! Atau jangan-jangan memang dia sudah
mampus, karena termakan racunnya sendiri." Sementara, orang-orang berseragam serba hitam juga
mengedarkan pandangan.
"Mudah-mudahan sih, demikian," timpal lelaki bermata sipit.
"Tapi. ., tidakkah kau ingat perintah Setan Hitam Tak Berjantung"
Kalau memang, tua bangka tak berguna itu sudah mampus, kita harus menemukan
mayatnya." (Tentang tokoh berjuluk Sctan Hitam Tak Berjantung, silakan baca
serial Dewa Arak dalam episode: "Peti Bertuah").
"Siapa tahu, tua bangka itu tidak melarikan diri kemari!
Tapi. ., tunggu dulu. Mungkinkah tua bangka yang sudah hampir mati itu
bersembunyi di danau itu"!"
Kata-kata lelaki bermuka bopeng itu membuat lima orang
kawannya mengarahkan pandangan ke sekitar penjuru danau yang cukup luas.
"Kurasa tidak mungkin," bantah lelaki bermata sipit, yakin.
"Dalam keadaan terluka parah seperti itu, mana mungkin tua bangka yang sudah
hampir mati itu mampu menahan napas sedemikian lama di dalam air" Mustahil,
bukan"!"
"Mengapa mustahil..."!" timpal laki-laki berambut kecoklatan, membantu pendapat
lelaki berwajah bopeng. "Jangan terlalu memandang rendah tua bangka itu! Meski
sudah hampir mati, tapi dia tetap bekas seorang datuk kaum sesat yang terkenal
sakti! Kemampuannya sukar dijajagi, meski sekarang sudah tidak
mempunyai gigi lagi. Dan lagi, di danau ini banyak terdapat tumbuhan air yang
dapat digunakan untuk membantu bernapas,
andai dia tidak mampu menahan napas lama. Jadi menurut hematku, tidak ada
salahnya kalau kita mencarinya di danau ini!"
Kali ini lelaki bermata sipit kalah dukungan, karena rekan-
rekan lainnya, juga mengangguk, menyatakan setuju.
"Lihat itu.. !"
Seruan lelaki bermata sipit, membuat rekan-rekannya yang
sudah memusatkan perhatian pada danau menoleh kepala ke kiri.
Tempat enam orang berpakaian hitam ini berada, memang sebuah jalan tanah berdebu
yang kanannya diapit danau lebar dan luas.
Sedangkan di sebelah kiri berupa lereng gunung yang menanjak ke atas. Begitu
terjal dan berbatu-batu, hampir curam.
Pada salah satu ujung jalan tanah berdebu, tampak debu
mengepul tinggi ke udara. Memang bisa diperkirakan kalau di kejauhan sana seekor
kuda tengah dipacu cepat menuju ke arah mereka. Perhatian orang-orang berpakaian
seragam serba hitam yang ternyata adalah Gerombolan Setan Hitam itu pun beralih
ke arah kepulan debu dari kuda yang dipacu cepat.
Sesaat kemudian, terlihat kalau kepulan debu itu berasal dari seekor kuda yang
dipacu secara cepat. Semakin lama, semakin tampak kalau penunggangnya adalah
seorang gadis cantik berpakaian coklat.
Seketika, wajah enam orang berpakaian hitam ini pun berseri-seri.
Rupanya, begitu melihat seorang gadis cantik melakukan perjalanan seorang diri,
benak mereka yang kotor mulai berpikir tidak senonoh!
Gadis berpakaian coklat di atas punggung kuda coklat putih
itu pun merasakan adanya bahaya mengancam, ketika enam orang berpakaian hitam
yang berdiri di pinggir telaga mulai menyebar ke tengah jalan. Sehingga, jalan
tanah yang tidak begitu lebar itu menjadi tertutup.
Tapi rupanya tindakan enam orang kasar dari Gerombolan
Setan Hitam tidak membuat gadis berpakaian coklat ini kebingungan.
Justru, tali kekang kudanya digeprakkan untuk mempercepat lari binatang
tunggangannya. Dia hendak memaksa lewat, dengan
menubrukkan kudanya pada sosok-sosok yang berdiri menghalangi jalan. Karena dia
yakin, keenam orang bertampang berangasan itu akan menyingkir dari sana!
"Seekor kuda betina yang masih liar! Rupanya, dia minta dijinakkan dulu.. !"
ujar lelaki berwajah bopeng dengan sinar mata berkilat-kilat, menyatakan hasrat
hatinya yang besar terhadap gadis penunggang kuda coklat putih itu.
Usai berkata demikian, tahu-tahu pada kedua tangan lelaki
berwajah bopeng ini tergenggam beberapa buah pisau yang batangnya bersemu
kehijauan. Bisa ditebak kalau pisau itu mengandung racun jahat. Tidak terlihat
lelaki berwajah bopeng ini menggerakkan tangan.
Tapi, tahu-tahu pisau-pisau itu telah berada di tangannya. Lalu.
Sing, sing, sing!
Bunyi berdesing nyaring terdengar, ketika pisau-pisau
beracun meluncur merobek udara. Arah yang ditujunya adalah kuda coklat putih
yang tengah meluncur ke arahnya.
Cap, cap, cappp!
"Ikh...!"
Gadis berpakaian coklat itu terpaksa berjungkir balik di udara ketika kudanya
terjengkang ke depan akibat terhujam pisau-pisau beracun di beberapa bagian
tubuhnya. Cepatnya luncuran pisau, ditambah arah lari kuda coklat putih, membuat
gadis berpakaian coklat ini tidak sempat berbuat sesuatu untuk menyelamatkan
nyawa binatang tunggangannya.
Jliggg! Begitu kedua kaki gadis berpakaian coklat itu menjejak tanah, enam orang anggota
Gerombolan Setan Hitam telah mengurungnya dari berbagai penjuru. Kelihatannya,
gadis itu tidak mungkin bisa melarikan diri dari lagi, tanpa bertarung
menyambung nyawa!
*** "Siapa kalian"! Dan, mengapa menghadang perjalananku"!
Menyingkirlah! Aku tidak berurusan dengan kalian!" tegas gadis berpakaian coklat
ini keras penuh wibawa seraya merayapi wajah-wajah di sekelilingnya.
"Ha ha ha.. !"
Lelaki berwajah bopeng yang kelihatan paling bemafsu
langsung tertawa sambil memperhatikan gadis berpakaian coklat yang berada di
depannya penuh selidik. Dan mendadak tarikan wajahnya menyiratkan keterkejutan.
"Ah. .! Kiranya kuda betina liar ini berasal dari Perguruan Pedang Halilintar,
Kawan-kawan!" kata laki-laki berwajah bopeng, ketika melihat lencana di dada
gadis itu yang bergambar sebuah pedang dan sebentuk kilatan petir.
"Pantas, sikapnya cukup galak. Rupanya dia belum kenal dengan Gerombolan Setan
Hitam!" sambut lelaki bermata sipit.
"Menyingkirlah. Biar aku yang mencicipi kepandaiannya! Aku ingin tahu, apakah
kepandaiannya sesuai dengan sesumbarnya!"
"O, rupanya kalian orang-orang dari Gerombolan Setan
Hitam"! Huh! Kalian memang bagai anjing minta dipukul
majikannya!"
Gadis berpakaian coklat langsung mencabut pedangnya
hingga mengeluarkan bunyi berdesing nyaring.
Cring! "Heaaat. .!"
Gadis yang ternyata berasal dari Perguruan Pedang Halilintar langsung menginmkan
serangan ke arah lelaki berwajah bopeng yang berada di depannya
"Uh...!"
Lelaki berwajah bopeng itu langsung mengeluarkan seruan
kaget, ketika melihat sinar terang menyambar yang di kuti bunyi berkerosokan
seperti halilintar menyambar! Tanpa buang-buang waktu lagi, tubuhnya dilempar ke
belakang. Dan dia langsung bergulingan di tanah untuk mencegah lawan mengirimkan
serangan susulan. Ketika dia bangkit dengan dahi berkeringat dingjn saking
kagetnya, kawan-kawannya telah mengeroyok gadis berpakaian
coklat. Lelaki berwajah bopeng mencabut senjatanya yang berupa sebatang golok
berbatang hitam pekat, sama seperti golok yang dimiliki rekan-rekannya.
"Shaa. .!"
Didahului teriakan keras membahana, lelaki berwajah bopeng
itu terjun dalam kancah pertarungan. Perasaan marah karena
nyawanya hampir saja melayang dalam segebrakan, mengusir perasaan malunya dalam
melakukan pengeroyokan! Lima temannya pun, serentak langsung bertindak ketika
melihat kehebatan gadis
berpakaian coklat itu.
Sesaat kemudian, suasana yang semula hening dan sepi,
dipecahkan oleh bunyi nyaring senjata beradu. Bunga-bunga api pun memercik ke
segala arah. Gadis berpakaian coklat dari Perguruan Pedang Halilintar itu memang memiliki
kepandaian tinggi, terutama ilmu pedangnya yang luar biasa. Pedangnya mampu
menyambar-nyambar laksana halilintar! Baik dalam kecepatan maupun bunyinya.
Kalau saja lawan-lawan yang dihadapi tidak melakukan pengeroyokan, bisa diduga
tanpa menemui kesulitan dia akan merobohkan seorang demi seorang!
Menghadapi enam lawan sekaligus terasa berat untuk ukurannya.
Apalagi, masing-masing lawannya memiliki kepandaian tidak berada terlalu jauh di
bawahnya. Mungkin bila menghadapi tiga orang, dia akan sanggup menandinginya!
Lewat lima jurus, gadis berpakaian coklat ini mulai terdesak.
Serangan-serangan berkurang jauh. Dan dia lebih banyak bertahan, menangkis atau
mengelak. Pertarungan semacam ini membuatnya terus bermain mundur. Disadari
betul kalau keadaan tidak berubah, dia akan roboh di tangan lawan-lawannya. Maka
dia harus melakukan suatu perubahan. Tapi bagaimana" Dan saat di tengah
kebingungan, terdengar suara berkumandang di telinganya.
"Jangan kaget, dan jangan khawatir, Nini! Sebentar lagi akan muncul ular-ular
yang akan menyerang para pengeroyokmu. Kau jangan melakukan tindakan yang
membuat ular-ular jadi menyerangmu. Karena aku akan memberi perintah pada binatang itu, untuk menyerang
orang-orang yang berpakaian hitam! Jelas"!"
Gadis berpakaian coklat tidak tahu, dari mana asal suara itu.
Dan, siapa pemiliknya. Hanya saja dia yakin kalau orang yang berkepandaian
tinggi itu bermaksud menolongnya. Ini bisa
dibuktikan dari kemampuannya mengirimkan ilmu suara dari jauh.
Padahal, ilmu itu hanya dapat dimiliki tokoh bertenaga dalam amat tinggi. Di
Perguruan Pedang Halilintar, hanya si Pedang Halilintar Sakti yang menjadi
ketualah, yang memiliki ilmu seperti itu. Namun, itu pun tidak terlalu sempurna!
Karena yakin kalau orang yang telah mengirimkan suara dari
jauh bermaksud menolongnya, tanpa ragu-ragu gadis berpakaian coklat itu
mengangguk. Hanya tindakan itu yang dapat dilakukannya untuk menyatakan
persetujuannya, meskipun sebenarnya tidak yakin kalau anggukkannya terlihat. Dia
tidak tahu, di mana adanya tokoh yang bermaksud menolongnya.
Begitu keadaan gadis berpakaian coklat ini semakin terjepit, mendadak terdengar
bunyi melengking nyaring dan bernada aneh yang tampaknya dari suara suling! Dan
gadis berpakaian coklat yang telah mendapat pemberitahuan ini, tanpa sadar
merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Dia tahu, bunyi suling itu menjadi pertanda
kalau ular-ular yang dimaksud penolongnya akan segera tiba. Padahal, dia paling
takut dan jijik terhadap ular!
Memang bukan hanya gadis ini yang mendengar bunyi suling
itu. Enam anggota Gerombolan Setan Hitam pun mendengarnya. Dan begitu mengetahui
arti bunyi suling itu, wajah-wajah mereka langsung berubah pucat. Bahkan tanpa
sadar, mereka tidak mempedulikan gadis itu lagi. Enam orang anggota Gerombolan
Setan Hitam ini langsung melompat mundur, kemudian mengedarkan pandangan ke
sekitar tempat itu dengan sorot mata tegang bukan kepalang!
"Sss.. !"
Sekejap kemudian, apa yang ditakutkan gadis berpakaian
coklat dan enam orang Gerombolan Setan Hitam menjadi kenyataan.
Kini terdengar bunyi berdesis yang ramai sekali, diiringi bunyi berdesis keras
seperti benda licin yang digesek-gesekkan ke tanah.
Bau amis yang memualkan perut pun memenuhi udara di sekitar tempat ini.
"Ssss...!"
Enam anggota Gerombolan Setan Hitam dan gadis berpakaian
coklat merasakan bulu tengkuk mereka meremang, ketika melihat bermunculannya
ular-ular dari seluruh tempat ini. Jumlah binatang-binatang melata itu tidak
terhitung. Ribuan! Betapapun saktinya seseorang, menghadapi serbuan ribuan ekor
ular yang terdiri dari berbagai jenis dan ukuran, tetap saja akan membuat ciut
nyalinya. Apalagi orang-orang seperti enam orang anggota Gerombolan Setan Hitam dan gadis
berpakaian coklat ini.
Untung gadis berpakaian coklat ini teringat akan pesan yang tidak diketahui
pemiliknya. Dan lebih untungnya lagi, dia menuruti untuk diam di tempat dan
tidak melakukan gerakan-gerakan sehingga dapat memancing ular-ular yang meluncur
bagai air bah menyerangnya. Dan ucapan sosok yang tidak diketahui pemiliknya itu ternyata
tidak hanya sesumbar belaka. Ular-ular yang meluncur bagai air bah itu sama
sekali tidak mempedulikannya. Binatang-binatang melata itu terus melewatinya.
Dengan hati ngeri, gadis berpakaian coklat ini melihat betapa enam orang
berpakaian hitam itu harus berjuang keras untuk
menghadapi pengeroyokan ular-ular yang menyerbu. Golok-golok hitam di tangan
mereka berkelebatan ke sana kemari, membabati ular-ular yang mencoba mendekat!
Darah pun muncrat ke sana
kemari, di kuti berpentalannya potongan-potongan tubuh ular-ular yang mencoba
mematuk anggota Gerombolan Setan Hitam.
"Tunggu apa lagi, Nini"! Mumpung mereka tengah sibuk
bersitegang dengan ular-ular itu, mari kita pergi dari sini!"
Gadis berpakaian coklat itu segera mengedarkan pandangan
untuk mencari asal suara. Dia agak bingung menentukan sumbernya, karena suara
itu dikeluarkan berkat ilmu mengirimkan suara dari jauh, sehingga sulit
diketahui asalnya.
Di sebelah kanan, gadis berpakaian coklat itu melihat seorang kakek kurus kering
berompi dari kulit ular. Wajahnya tirus mirip tikus, dengan sepasang mata
panjang yang selalu berputaran liar menandakan kecerdikannya. Dengan cepat,
kakinya melangkah hati-hati menuju ke tempat kakek kurus kering itu berada, yang
jaraknya tak akan kurang dari delapan tombak. Anehnya, ke mana saja gadis
berpakaian coklat itu mengayunkan kaki, kerumunan ular langsung menyibak,
memberi jalan sebelum kakinya menginjak tanah. Hanya sebentar saja, gadis itu
sudah berada di dekat kakek kurus kering yang masih sibuk meniup suling. Suara
suling itulah yang menyebabkan ular-ular muncul dan menyerang Gerombolan Setan
Hitam. "Kuucapkan banyak terima kasih atas pertolonganmu, Kakek yang baik. Kalau kau
tidak ada, mungkin aku sudah binasa di tangan mereka," ucap gadis berpakaian
coklat ini penuh rasa syukur.
"Lupakanlah soal itu, Nini. Yang penting sekarang, cepat kita pergi dari sini
sebelum kawan-kawan mereka muncul. Apabila itu terjadi, aku tidak akan mampu
berbuat apa-apa," jawab kakek kurus kering itu, tanpa mempedulikan ucapan terima
kasih gadis berpakaian coklat. Sehingga, gadis berpakaian coklat menampakkan
perasaan kecewa yang tergambar pada wajahnya.
Tanpa berkata apa-apa, kakek kurus kering itu mengajak
gadis berpakaian coklat ini mengayunkan kaki ke belakang. Dan kakek kurus kering


Dewa Arak 70 Pulau Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu pun melesat lebih dulu baru disusul gadis itu.
Hanya dalam beberapa kali lesatan, tubuh mereka telah berada jauh di depan.
Sekarang yang tinggal di tempat ini hanya kerumunan ular yang masih sibuk
menggeragoti sekujur daging di tubuh enam orang Anggota Gerombolan Setan Hitam
yang sudah tak berdaya. Mereka semua roboh dan tewas, setelah merobohkan banyak
ular yang mengeroyoknya. Tapi karena ular-ular itu seperti tak pernah berkurang, enam
orang ini jadi kewalahan. Dan akhirnya, mereka tewas.
Sementara itu tanpa diketahui, di bagian yang agak tinggi di atas salah satu
gundukan batu, berdiri empat sosok yang menatap ke arah enam orang lelaki
berpakaian hitam yang kini tengah menjadi tulang-belulang.
"Apa kubilang"! Ular-ular yang kita lihat di perjalanan, tidak bergerak begitu
saja. Pasti tua bangka keparat itu yang
mengendalikannya. Kalau saja tidak terlambat, aku yakin akan mampu mencegah
terjadinya hal seperti ini!"
Ucapan bernada penyesalan itu keluar dari mulut seorang
pemuda bertubuh kekar berpakaian hitam dan berwajah mirip singa.
Sementara tiga sosok yang berdiri agak di belakangnya hanya mengangguk. Mereka
percaya, pemuda berwajah mirip singa ini mampu bertindak.
*** "Ukh...!"
Tubuh kakek kurus kering terbungkus pakaian dari kulit ular itu terhuyung-huyung
ke depan. Dan dia sudah akan terjerembab, kalau gadis berpakaian coklat tidak
keburu mengulurkan tangan menangkapnya. Lari kedua orang ini pun terhenti.
"Apa yang terjadi denganmu, Kek"! Kau.. , kau sakit!" tanya gadis berpakaian
coklat itu, penuh perhatian. Rasa kecewa karena ucapan terima kasihnya tidak
mendapatkan sambutan yang
sewajarnya tadi langsung lenyap entah ke mana, ketika melihat wajah kakek kurus
kering yang pucat pasi. Keringat sebesar-besar biji jagung menghias sekujur
wajah-nya yang keriput
"Aku. ., aku tidak apa-apa," jawab kakek kurus kering dengan suara lemah hampir
tidak terdengar. "Tolong bawa aku ke tempat teduh." Tanpa menunggu perintah dua
kali, gadis berpakaian coklat itu segera memapah tubuh kakek kurus kering ini ke
arah sebatang pohon yang tumbuh di dekat situ. Dengan hati-hati disandarkannya
tubuh kakek kurus kering itu di batang pohon. Sedangkan dia sendiri berdiri
dengan kedua lutut di depannya.
"Kau.. Kau terluka, Kek" Ah.. ! Lukamu parah sekali.. !"
Kembali suara halus tapi mengandung penuh perasaan
khawatir terdengar dari mulut gadis berpakaian coklat ini ketika melihat kakek
kurus kering itu memuntahkan darah segar! Untungnya kakek kurus kering itu cepat
menghindar, sebelum terkena semburan darah. "Tidak usah kau pikirkan aku," desah
kakek kurus kering, pelan hampir berbisik. "Aku memang sudah terluka parah,
ketika menghadapi pimpinan dari orang-orang yang kau lawan. Dan aku tidak boleh
mengeluarkan tenaga cukup berlebihan, kalau tidak ingin lukaku bertambah parah
dan membahayakan nyawaku. . "
"Tidak usah diteruskan, Kek," potong gadis berpakaian coklat ini cepat sambil
menyusut darah yang membasahi sekitar mulut kakek kurus kering. "Aku tahu! Kau
membahayakan nyawamu sendiri demi menolongku. Usahamu untuk memanggil ular-ular,
membuat luka dalammu bertambah parah. Karena kau mengerahkan tenaga dalam
berlebihan. Demikian pula saat kita berlari. Akan kubalaskan sakit hati ini,
Kek. Tolong katakan, siapa pimpinan mereka"! Siapa orang yang telah membuatmu
terluka demikian parah" Aku Dara, berjanji akan menuntut balas!"
Kakek kurus kering tersenyum. Wajahnya agak cerah, karena
melihat tekad gadis itu. Tapi, sorot matanya terlihat sayu. Bahkan semakin
meredup! "Kau anak yang baik, Dara. Meski tersinggung, masih
memikirkan diriku. Ah.. ! Sama sekali tidak kusangka seorang gadis berkepandaian
tinggi seperti dirimu, memiliki watak perasa. Kau mudah diombang-ambingkan
perasaan. Kau mempunyai watak halus.
Aku tidak yakin, kau mampu membunuh orang!"
Suara kakek kurus kering itu semakin pelan dan napasnya
semakin terengah-engah.
"Aku, Kuru Sanca,
tidak akan melupakanmu!
Apa hubunganmu dengan Ketua Perguruan Pedang Halilintar, si Sombong Pedang
Halilintar Sakti"!" tanya kakek yang ternyata Kuru Sanca, begitu melihat lambang
gambar perguruan di dada gadis itu.
"Aku putrinya, Kek," jawab gadis berpakaian coklat yang ternyata bernama Dara,
putri si Pedang Halilintar Sakti yang kabur dari perguruan ayahnya. (Untuk
jelasnya silakan baca episode: "Peti Bertuah").
"Putrinya"!" ulang Kuru Sanca dengan napas semakin terengah. "Perbedaan antara
kau dengan ayahmu bagaikan api dengan air. Ayahmu berwatak tinggi hati, sombong,
terlalu yakin kalau hanya dialah tokoh yang memiliki kepandaian tertinggi di
dunia ini. Sedangkan aku.. " Ah. .! Kalau tidak melihatnya sendiri aku tidak akan
percaya!?"Aku sendiri tidak menyangka kalau kau adalah Kuru Sanca, Kek," timpal
Dara. "Menurut ayah, kau seorang tokoh hitam yang memiliki watak keji. Dan lagi,
kau merupakan salah seorang datuk golongan hitam. Jago racun, tapi kenyataan
yang kulihat.." Heh.. "!
Mengapa kau, Kek"!"
Dara menghentikan ucapannya yang belum s-lesai, ketika
melihat sepasang mata Kuru Sanca yang mulai redup tampak
terbelalak lebar. Memang hanya sesaat, tapi meyakinkan kalau ada sesuatu yang
membuat Kuru Sanca demikian terkejut!
2 Namun, sesaat kemudian Kuru Sanca tersenyum. Padahal
terlihat jelas menampakkan rasa khawatir yang sangat. Kakek kurus kering ini
tahu, senyumnya tidak enak dilihat. Tapi, setidak-tidaknya akan dapat menjadi
sebuah awal untuk menenangkan hati gadis berpakaian coklat itu.
"Aku tidak apa-apa, Dara. Bahkan justru aku yakin akan menjadi sembuh karenanya.
Kau tahu, apa sebabnya?"
Dara menggelengkan kepala, karena memang dia tidak tahu
jawabannya. "Ucapannya yang menyebutkan karena aku dulu adalah
seorang tokoh sesat yang ahli menggunakan racun, jadi mengingatkan akan keahlian
yang kumiliki sekarang. Aku sekarang tidak hanya mahir dalam kemampuan bermain
racun saja, Dara. Tapi, juga dalam hal obat-obatan. Ah! Usia tua membuat
ingatanku banyak berkurang.
Aku hampir lupa. Untung saja kau mengingatkannya. Tolong
ambilkan obat di saku kanan pakaianku ini, Dara. Di bagian dalam,"
ujar Kuru Sanca.
"Maafkan kelancanganku ini, Kek," ucap Dara, sebelum menyibak rompi kulit ular
Kuru Sanca. Di bagian sebelah kanan, Dara melihat sebuah kantung yang
cukup lebar dan besar, tapi terkancing. Buru-buru dibuka dan dimasukkannya jari-
jari tangannya yang halus ke dalam saku itu.
"Ambil dua butir yang berwarna merah, Dara," jelas Kuru Sanca ketika melihat
Dara kebingungan, begitu jari-jari tangan gadis berpakaian coklat itu
mendapatkan obat-obat berbagai macam bentuk dan beraneka warna.
Dara segera memasukkan obat-obat yang tidak dimaksud ke
saku baju Kuru Sanca kembali. Sedangkan obat yang berwarna merah dimasukkannya
ke mulut kakek kurus kering itu. Dengan mudah, Kuru Sanca menelannya, meski
tanpa menggunakan air. Baru saja Kuru Sanca menelan obatnya.. .
"Rupanya kau berada di sini, Singa Ompong"! Berarti Setan Hitam Tak Berjantung
tidak berhasil dengan tugasnya. Biarlah sekarang aku yang akan merampungkannya!"
Mendadak saja terdengar suara keras menggelegar, Kuru
Sanca dan Dara terkejut setengah mati. Bahkan gadis berpakaian coklat itu sampai
terjingkat ke belakang, bagai disengat kelabang.
Sebelumnya memang tidak terdengar bunyi apa-apa sebelum pemilik suara itu
berbicara. Dari sini saja bisa diperkirakan kalau pemilik suara itu mempunyai
ilmu meringankan tubuh yang luar biasa.
Keterkejutan Dara semakin bertambah, ketika melihat
pemilik suara yang ternyata seorang kakek berkulit hitam legam terbungkus
pakaian serba hitam. Ujung bajunya sampai di bawah lutut. Tapi mulai dari pusar
bajunya tidak terkancing. Tampangnya menggidikkan,
dengan hidung bengkok yang menyiratkan kelicikannya. Yang paling menggetarkan, di sebelah kirinya berdiri makhluk
berkaki empat berwarna agak kuning, bertotol-totol hitam.
Seekor macan tutul yang kelihatan buas dan perkasa!
Singngng! Dara yang segera dapat meredam keterkejutannya, langsung
menghunus pedangnya.
"Langkahi dulu mayatku sebelum kau dapat mencelakakannya, Kakek Jahat!" tegas Dara, mantap. Dadanya yang sudah berbentuk
indah, dibusungkan ke depan.
"Luar Biasa! Sama sekali tidak kusangka! Meski sejelek dan setua itu, masih ada
wanita cantik yang bersedia menjadi gundikmu!
Luar biasa! Kau yang luar biasa, atau gadis ini yang kemaruk lelaki, Singa
Ompong"!" ejek kakek berkulit hitam legam.
"Tutup mulutmu, Kakek Bermulut Kotor!" dengus Dara dengan wajah merah padam.
Dara adalah seorang gadis berperasaan halus. Maka makian
tidak senonoh kakek berhidung melengkung membuat kemarahannya berkobar, karena
harus menahan malu. Seketika langsung diserangnya kakek itu dengan kelebatan
pedangnya yang berkilatan.
"Ah. .! Kau dari Perguruan Pedang Halilintar?" desah kakek berkulit hitam.
Kakek ini kaget juga melihat serangan Dara yang
mengeluarkan sinar berkilat-kilat. Bahkan juga terdengar bunyi berkerosokan
seperti ada halilintar menyambar bumi.
Dalam kemarahannya karena makian kotor kakek berhidung
melengkung, Dara melancarkan serangan menggunakan jurus andalan dari ilmu
'Pedang Halilintar', yang diberi nama jurus 'Selaksa Halilintar Menyambar
Gunung'! Sehingga ujung pedangnya seperti berubah menjadi belasan banyaknya. Dan
tiap ujung pedang,
meluncur ke arah bagian mematikan di tubuh kakek berhidung
melengkung. Bunyi berkerosokan nyaring mengiringi meluncurnya pedang menuju
sasaran. Sementara, kakek berhidung melengkung
ini tahu kedahsyatan serangan itu. Maka tongkatnya yang bergagang kepala tengkorak bayi
di tangan kanan, segera diputar-putar di depan tubuhnya. Sehingga bentuk
tongkatnya lenyap. Dan yang terlihat sekarang hanya segundukan sinar yang
membungkus sekujur
tubuhnya. Trang, trang, trang!
Semua tusukan pedang Dara membentur sinar yang dibentuk
oleh putaran tongkat bergagang kepala bayi. Sehingga menimbulkan bunyi nyaring
dan bunga api yang berpercikan ke sana kemari.
Seketika, tubuh Dara yang menerjang lawan mendadak terjengkang ke belakang.
Untung saja, gadis ini memiliki kepandaian yang cukup.
Sehingga kedua kakinya berhasil menjejak tanah dengan mantap.
Namun, ternyata pedangnya sudah tidak berada di dalam genggaman tangan lagi,
terpental akibat benturan yang amat keras tadi.
Melihat dahsyatnya serangan pedang si gadis, maka kakek
berhidung melengkung itu memutar tongkatnya, hingga terlihat segundukan sinar
yang membungkus sekujur tubuhnya!
Trang, trang, trang!
Semua tusukan pedang Dara membentur sinar yang dibentuk
oleh putaran tongkat itu.
"He he he.. !" Kakek berkulit hitam legam terawa mengejek.
"Kau terlalu sok pahlawan, Bocah Ayu. Dikira, aku ini siapa" Berani benar kau
menentangku"! Ayahmu pun kalau bertemu aku, tidak akan berani bertindak
selancang ini! Dia akan berlutut dan menjilati telapak kakiku sampai bersih!
Menyingkirlah! Aku malu untuk bertarung melawan bocah masih bau kencur seperti
kau!" Dan kini kakek berhidung melengkung yang tadi sama sekali
tidak terpengaruh akibat benturan dua macam senjata, melangkah lebar mendekati
tempat Dara berada. Sementara, gadis berpakaian coklat itu masih menyeringai
kesakitan, karena rasa sakit yang melanda sekujur tangannya yang meng-genggam
pedang. Bahkan tangan tadi sempat lumpuh! Dara mulai menyadari kalau kakek berhidung melengkung
ini terlalu tangguh. Namun, hatinya tidak menjadi gentar karenanya. Setapak pun
kakinya tidak akan mundur!
Apalagi setelah kakek berhidung melengkung itu menghina ayahnya!
"Dara.. ! Larilah.. ! Jangan bertindak bodoh...! Tidak ada gunanya berkeras
untuk membelaku! Aku tak takut mati.. !" seru Kuru Sanca dengan suara lebih
keras dari sebelumnya.
Obat-obat buatan Kuru Sanca memang manjur sehingga
mampu bekerja cepat. Sehingga keadaannya agak lebih baik dari sebelumnya.
"Tidak, Kek! Aku bukan pengecut! Kalau memang kau harus mati, aku pun tidak mau
hidup! Aku bukan sejenis orang yang tidak mengenal budi baik orang!" tandas Dara
sambil menoleh ke belakang.
Terasa ada nada ketegasan yang tidak mungkin bisa dibantah
di dalam kata-kata gadis ini. Kemudian dengan kedua tangan terkepal pandangannya
kembali diarahkan ke kakek berkulit hitam legam yang terus melangkah lambat ke
arahnya. Kuru Sanca adalah tokoh yang kenyang pengalaman. Sekali
dengar saja, dia tahu kalau Dara tidak akan mau mundur setapak pun.
Tekad gadis berpakaian coklat itu tak akan mungkin dapat dirubah.
Maka, dia hanya dapat menghela napas berat. Dia tahu, Dara akan celaka. Dan saat
ini, dia hanya dapat melihat semua kejadian tanpa dapat membantu.
Sementara, ketika melihat kakek berhidung melengkung
semakin dekat, Dara langsung melompat menerjang dengan sebuah pukulan tangan
kanan ke arah dada!
Tapi, kakek berkulit hitam legam itu hanya mendengus penuh
ejekan. Padahal sebelum pukulan itu tiba di sasaran, angin keras telah lebih
dulu berhembus. Begitu serangan menyambar dekat, kakinya melangkah ke kanan
sambil mendoyongkan tubuh. Kemudian tangan kirinya bergerak menyambar, dengan
jari-jari terbuka.
Kreppp! Dara langsung terpekik kaget ketika pergelangan tangan
kanannya telah tercekal! Padahal, tadi ketika melihat gerakan lawan dia telah
berusaha keras mengelak. Dan sebelum Dara bertindak lebih lanjut, kakek
berhidung melengkung telah lebih dulu menyentakkan tangannya.
"Akh.. !"
Dara berseru tertahan ketika tubuhnya melayang deras tanpa
mampu berbuat sesuatu untuk menghentikannya. Sedangkan kakek berkulit hitam
legam sama sekali tidak mempedulikan nasib Dara lagi.
Dia terus bergerak cepat, mendekati Kuru Sanca yang masih
bersandar di pohon. Sedangkan macan tutul yang berdiri di
sebelahnya, rupanya tidak mau ketinggalan. Binatang buas ini pun berjalan pula
di sebelah kakek berhidung melengkung.
"Sekarang sampai juga ajalmu, Kuru Sanca!"
Kakek berkulit hitam legam ini tampak gembira bukan
kepalang, karena yakin akan keberhasilannya membunuh datuk sesat yang
menggiriskan hati itu.
*** Namun belum lagi kakek berkulit hitam legam itu


Dewa Arak 70 Pulau Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melancarkan serangan, mendadak saja kakinya mundur selangkah.
Pendengarannya yang tajam menangkap bunyi langkah kaki halus mendekati
tempatnya. Dan sebelum sempat kakek berhidung
melengkung ini menoleh, terasa angin dingin berkesiur. Sekejap kemudian, di
depannya telah berdiri sesosok bertubuh ramping berwajah cantik jelita.
"Lagi..., lagi kau.. , bo. . eh. ."! Siapa kau, Wanita Liar"!"
Kakek berkulit hitam legam yang semula menduga kalau
wanita cantik yang menghadang langkahnya adalah Dara, jadi
menahan ucapannya. Ternyata dugaannya keliru. Wanita yang berdiri di hadapannya,
dan membelakangi Kuru Sanca ini memang berwajah cantik jelita berpakaian serba
putih. "Mengapa kau menghadang di depanku" Apakah kau
mempunyai hubungan dengan kakek yang sebentar lagi akan mati di tanganku"!
Apakah kau juga gundiknya"!" lanjut kakek berkulit hitam legam ini.
Jawaban yang diterima kakek berhidung melengkung ini
hanya berupa jeritan melengking yang membuat sekitar tempat itu bergetar!
Kemudian gadis berpakaian serba putih ini mengirimkan serangan mematikan
mempergunakan kedua tangan, yang kanan
mencengkeram leher, sedangkan yang kiri mencengkeram pusar!
Salah satu saja mengenai sasaran, nyawa kakek berkulit hitam legam ini pasti
melayang ke alam baka!
Wajah kakek berkulit hitam legam ini berubah kaget. Hanya
sekali lihat saja dia tahu kalau serangan gadis berpakaian putih ini lebih hebat
daripada serangan Dara. Menilik dari bunyi berkesiutan yang mengiringi tibanya
serangan, dia tahu kalau tenaga dalam gadis ini lebih kuat. Bahkan kecepatannya
begitu dahsyat. Diam-diam kakek berkulit hitam legam ini merasa heran, mengapa
gadis-gadis cantik dan rata-rata memiliki kepandaian tinggi membela Kuru Sanca
mati-matian. Apa yang tersembunyi di balik semua ini"
Tapi, kakek berkulit hitam legam tidak bisa berpikir lebih
lama lagi, karena serangan gadis berpakaian putih telah semakin dekat. Plak!
Bunyi benturan keras dari dua tangan yang beradu langsung
terdengar ketika kakek berhidung melengkung ini memapak
serangan-serangan gadis berpakaian putih. Akibatnya tubuh gadis itu terhuyung-
huyung hampir lima langkah ke belakang. Sedangkan lawannya hanya satu langkah.
Gadis ini jadi mengertakkan gigi, menahan geram. Kenyataan
yang terjadi menunjukkan kalau tenaga dalam kakek berhidung melengkung itu cukup
jauh di atasnya. Menyadari kenyataan kalau bertarung tangan kosong hanya akan
merugikan diri sendiri, maka gadis itu segera mengayunkan tangannya ke belakang
punggung. Ngungngng! Bunyi mengerung keras seperti ada seekor naga murka segera
terdengar, ketika gadis berpakaian putih itu mencabut pedang, dan langsung
menggerak-gerakkannya di depan dada.
Kakek berkulit hitam legam itu langsung ternganga takjub,
menyaksikan pertunjukan ilmu pedang yang demikian dahsyat dari gadis ini. Meski
memang baru jurus pembuka yang dilihat, tapi telah cukup membuatnya takjub.
"Keluarkan senjatamu kalau tidak ingin mati sia-sia di ujung pedangku, Kakek
Hidung Betet!" teriak gadis berpakaian putih itu, di tengah-tengah riuh rendah
permainan pedangnya.
"Keparat!"
Kakek berkulit hitam legam ini jadi menggertakkan gigi
dengan sepasang mata menyala-nyala karena gejolak perasaan marah.
Dia paling tidak suka kalau ada orang yang mempermasalahkan hidungnya yang
berbentuk aneh. Apalagi kalau sampai memakinya, seperti yang didengarnya
barusan. "Wanita Liar! Mulutmu benar-benar tajam! Kau harus
membayar kelancangan mulutmu. Celanamu akan robek, dan kau
akan kutelanjangi!"
Untuk yang kedua kalinya terdengar bunyi melengking
nyaring dari mulut gadis berpakaian putih itu. Lengkingan yang keluar dari
perasaan hati yang terbakar, mendengar ucapan kakek berkulit hitam legam yang
tidak senonoh ini. Dan belum habis gema lengkingan itu, gadis berpakaian putih
ini telah melesat menerjang!
Kakek berhidung melengkung yang juga telah bangkit
amarahnya telah menggenggam erat-erat tongkat yang menjadi
senjata andalan. Dan sambil berteriak tidak kalah keras, melompat memapak
serbuan lawan. Maka pertarungan pun berlangsung sengit.
Ilmu pedang gadis berpakaian putih itu benar-benar luar
biasa. Pedangnya bagai telah berubah menjadi seekor binatang yang amat ganas
dengan bunyi menggerung-gerung keras, menyertai setiap luncurannya ke arah
berbagai bagian di tubuh kakek berkulit hitam legam ini.
Namun, kakek itu juga bukan orang sembarangan. Permainan
tongkatnya pun luar biasa. Betapapun gencar dan dahsyatnya
sambaran pedang gadis berpakaian putih itu. Namun tak satu pun yang berhasil
mengenai sasaran. Ke mana saja ujung pedang menuju, selalu berbenturan dengan
putaran tongkat kakek berkulit hitam.
legam ini. Bunyi berdentang nyaring dan bunga api kini menyemaraki
pertarungan. Bahkan setiap kali terjadi benturan keras yang mengakibatkan bunga
api memercik ke sana kemari, selalu tubuh gadis berpakaian putih terguncang
hebat. Saking kerasnya benturan, tubuhnya beberapa kali sampai terhuyung-huyung
ke belakang. Bahkan hampir terjengkang dengan sebuah seringai tampak di bibir.
Meskipun kakek berkulit hitam legam itu lebih unggul dalam
hal tenaga, tapi untuk mendesak lawannya agaknya tidak mudah.
Serangan gadis berpakaian putih yang terlalu gencar dan selalu susul-menyusul
laksana gelombang laut, membuatnya merasa kesulitan untuk melancarkan serangan
balasan yang terarah. Dia masih
bimbang untuk membuka pertahanan, dan menggantinya dengan
serangan-serangan balasan. Karena disadari, kecepatan luncuran serangan-
serangannya kalah jauh dibanding gadis berpakaian putih itu.
Kakek ini sadar, kalau mengalahkan gadis berpakaian putih
ini membutuhkan waktu tidak sebentar. Mungkin dalam puluhan jurus, lawannya baru
bisa dirobohkan. Dan dalam waktu yang cukup lama itu, segala sesuatu dapat saja
terjadi. Misalnya ada orang lain yang datang menyelamatkan Kuru Sanca. Padahal,
gadis berpakaian coklat saja belum bisa dirobohkan.
"Bunuh tua bangka yang tidak berguna itu, Belang!"
Di tengah-tengah kesibukannya mempertahankan diri dari
serangan gadis berpakaian putih yang gencar, kakek berkulit hitam legam ini
berteriak keras, memberi perintah.
"Auumm. .!"
Bunyi auman keras yang membuat isi dada bergetar, langsung
menyambuti perintah kakek berkulit hitam. Sebentar kemudian, macan tutul yang
sejak tadi berdiam diri seperti memperhatikan jalannya pertarungan, berlari-lari
menghampiri Kuru Sanca! Binatang buas itu mengerti apa yang dimaksudkan tuannya!
Begitu macan tutul melompat menerkam siap untuk
mengoyak-ngoyakkan tubuhnya, dari arah sampingnya melesat sosok bayangan coklat.
Begitu cepat bayangan ini melesat, langsung menyerang macan tutul dari samping.
Bukkk! Grrrhhh! Macan tutul itu kontan mengeluarkan seruan kesakitan,
begitu ada sesosok bayangan menghantam badannya secara keras.
Seketika tubuhnya yang tengah meluncur ke arah Kuru Sanca,
terlempar ke kiri dan jatuh berdebuk keras di tanah.
Di depan Kuru Sanca, ternyata Dara telah berdiri
membelakanginya dengan kedua kaki terpentang. Tapi gadis
berpakaian coklat ini memang buru-buru kembali ketika tubuhnya terlempar ke
kerimbunan semak-semak. Dia merasa khawatir akan nasib kakek kurus kering itu.
Dan ternyata, kecemasannya beralasan.
Meski ada seorang gadis berpakaian putih yang tengah bertarung melawan kakek
kurus berkulit hitam legam itu, tapi masih ada macan tutul yang mengancam
keselamatan Kuru Sanca. Dan Dara bertindak pada saat yang sangat tepat.
Dara langsung menatap macan tutul yang telah bangkit
dengan sepasang mata terbelalak. Gadis berpakaian coklat ini tidak percaya akan
apa yang dilihatnya. Tadi saking khawatir akan keselamatan Kuru Sanca,
pukulannya yang dihantamkan pada macan tutul
dikerahkan dengan seluruh tenaga. Dan menurut perhitungannya, binatang itu akan tewas seketika dengan seluruh isi dada hancur.
Tapi, ternyata macan tutul itu masih segar bugar.
Bahkan kelihatan semakin buas, karena tindakannya untuk memenuhi perintah
majikannya dihalangi. Atau mungkin pula karena rasa sakit yang diderita. Pukulan
Dara tadi memang kuat sekali. Bahkan sanggup menghancurkan sebongkah batu besar
yang paling keras sekalipun hingga berkeping-keping.
Dan ternyata, binatang buas itu merasa penasaran dan
dendam terhadap Dara. Dengan auman keras yang menggetarkan
sekitarnya, macan tutul itu melompat menerkam Dara. Namun hanya menggeser kaki,
putri Ketua Perguruan Pedang Halilintar ini berhasil mengelakkan serangan.
Bahkan langsung menyusuli dengan serangan balasan berupa bacokan sisi tangan
miring berisi tenaga dalam penuh ke tubuh bagian samping binatang buas yang
menjadi lawannya.
Bukkk! Macan tutul itu menggerung kesakitan ketika pukulan Dara
mendarat secara telak di sasaran. Tubuh binatang buas yang sial ini terlempar
dan terbanting di tanah. Namun lagi-lagi macan itu bangkit berdiri dan menyerang
Dara. Rupanya binatang buas ini tidak kapok sama sekali!
Sementara itu di kancah pertarungan yang satu, kakek
berkulit hitam legam itu merasa geram bukan kepalang melihat kegagalan dalam
melenyapkan Kuru Sanca. Dia tahu, macan tutulnya tidak bisa diandalkan untuk
melaksanakan tugas karena terhalang Dara! Sedangkan dia sendiri membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk mengalahkan gadis berpakaian putih ini. Sambil terus
melakukan perlawanan, matanya mengerling ke arah Kuru Sanca. Dan
hatinya tercekat ketika melihat keadaan kakek kurus kering itu.
Kakek berkulit hitam legam itu memiliki sepasang mata
tajam. Maka dalam sekali lihat saja, dia tahu kalau keadaan Kuru Sanca telah
semakin membaik. Wajahnya yang semula pucat pasi seperti tidak berdarah,
sekarang telah menyiratkan tanda-tanda kehidupan. Dan bukan tidak mungkin tak
akan lama lagi, tokoh kurus kering ini akan sehat seperti sediakala. Dan apabila
itu terjadi, dia tahu kalau keadaannya akan sangat berbahaya. Dan hal itu tidak
diinginkan terjadi.
Trangngng! Setelah membuat tubuh gadis berpakaian putih terhuyung-
huyung jauh ke belakang dengan tangkisan tongkat yang disertai pengerahan
seluruh tenaganya, kakek berkulit hitam legam ini melompat meninggalkan lawannya
sambil mengeluarkan lengkingan aneh dari tenggorokannya.
Seketika itu pula, macan tutul yang semula tengah bertarung melawan Dara segera
berbalik dan berlari cepat meninggalkan tempat itu. Baru beberapa tombak macan
tutul itu berlari, tiba-tiba kakek berkulit hitam legam itu tahu-tahu hinggap di
punggungnya. Tapi, macan tutul itu sama sekali tidak merasa keberatan. Dia terus
berlari kencang bersama majikannya berada di punggung.
Sementara Dara dan gadis berpakaian putih itu menatap
kakek berkulit hitam legam yang menunggangi macan tutulnya, tidak melakukan
pengejaran sama sekali. Kemudian, ketika bayangan mereka lenyap dari pandangan,
kedua gadis yang sama-sama cantik dan lihai ini, saling berpandangan. Kemudian
senyuman tersungging di bibir masing-masing.
3 Sebuah perahu kecil meluncur bagai anak panah, menyibak
permukaan laut yang disemaraki gelombang-gelombang sebesar
rumah. Bahkan kadang-kadang ada yang sampai sebesar bukit, seperti berusaha
keras untuk menggulingkan dan menghancurkan perahu kecil itu. Tapi, dengan
gesitnya perahu kecil itu menyelinap dan membelah permukaan air laut yang bagai
diamuk tangan-tangan rak-sasa.
Perahu kecil itu berpenumpang tiga orang. Dua orang berusia muda dan berwajah
menarik. Sedangkan sisanya seorang nenek
berusia tak akan kurang dari seratus tahun, berpakaian kembang-kembang. Wajahnya
telah dipenuhi keriput. Dengan mulut yang tidak bergigi lagi, dia kelihatan tua
sekali. Salah satu dari dua anak muda itu adalah seorang gadis
berpakaian kuning. Tubuhnya sintal menggiurkan. Apalagi dengan dua bukit kembar
di dadanya yang terlihat mencuat, seperti hendak melompat keluar. Itu pun masih
ditunjang dengan wajahnya yang cantik penuh daya tarik! Pakaian kuning yang
membungkus tubuhnya semakin menonjolkan kecantikan dan kemolekannya.
Sementara sosok terakhir yang tengah mengayuh perahu
justru kelihatan paling aneh. Tubuh dan wajahnya terlihat masih muda, dan
berusia lebih dari dua puluh tahun. Meskipun, wajah sosok pemuda ini kelihatan
matang! Wajahnya tampan dan jantan.
Tubuhnya pun kekar dengan dada bidang, terbungkus pakaian ungu.
Tapi anehnya rambutnya seperti milik orang berusia lanjut. Putih keperakan!
Siapa lagi orang ini kalau bukan Arya Buana alias Dewa Arak. Sementara gadis
berpakaian kuning itu tak lain dari Tungga Dewi. Sementara nenek berpakaian
kembang-kembang itu tak lain adalan Nenek Lestari.
Ketiga orang ini berada di lautan luas karena tengah menuju Pulau Setan! (Baca
serial Dewa Arak dalam episode: "Peti Bertuah").
"Kau yakin kalau kita menempuh arah yang benar, Dewi"!"
tanya Arya tanpa menghentikan kayuhannya.
"Jangan khawatir, Arya," jawab Tungga Dewi, sambil menatap Arya dengan sinar
mata aneh. Dan Arya merasa jengah melihatnya. Pandangan mata Tungga
Dewi persis milik sorot mata gadis-gadis yang dulu dijumpai dalam petualangan.
Hanya saja, sekarang mereka yang semuanya
mencintainya, tewas karena membelanya. Arya masih ingat betul nama
gadis-gadis yang telah berkorban nyawa dan menyelamatkannya. Dan itu seperti terpatri dalam hatinya. Utari dan Malini.
(Untuk jelasnya silakan baca serial Dewa Arak dalam episode:
"Penganut Ilmu Hitam" dan "Tiga Macan Lembah Neraka").
Didasari rasa cemasnya, tanpa sadar Arya melengos. Tapi
karena khawatir kalau sikapnya akan membuat Tungga Dewi
tersinggung, Arya pura-pura bersin! Untuk orang yang memiliki tingkatan seperti
pemuda berambut putih keperakan ini, melakukan hal seperti itu bukan masalah.
"Apa yang dikatakan Tungga Dewi tidak keliru, Arya," Nenek Lestari ikut
menimpali. "Meski tidak tahu letaknya, aku merasakan kalau arah yang kita tempuh
ini tidak salah! Dan biasanya, firasatku ini tidak pernah keliru! Dan.. ."
"Hey!"
Seruan kaget tanpa sadar keluar tidak hanya dari mulut
Nenek Lestari yang langsung menghentikan ucapannya karena merasa kaget, tapi
juga dari mulut Arya dan Tungga Dewi. Jeritan yang tanpa disadari itu keluar
begitu saja, karena perahu yang ditumpangi tiba-tiba berguncang keras.
"Ada orang yang akan menggulingkan perahu kita.. !" seru Arya yang langsung
dapat mengetahui adanya keridakberesan ini.
Pemuda berambut putih keperakan ini mengedarkan
pandangan ke sekitar sisi-sisi perahu. Dan ketika melihat ada bayangan
berkelebat di bawah permukaan air, dayungnya segera dihantamkan.
Pyarrr! Air seketika muncrat tinggi ke udara. Tapi, hantaman Arya
tidak membuahkan hasil. Sosok yang bergerak di bavvah air ternyata telah lebih
dulu melesat menghindari, sebelum sempat terhantam dayung! Dan gerakannya gesit
sekali, sehingga Dewa Arak mengira sosok yang dihantamnya seekor ikan!
Perahu jadi berguncang semakin keras dan hampir terguling
ke kiri. Arya yang tidak ingin terjun ke laut lepas, karena tahu kalau di dalam
air kemampuannya berkurang jauh segera bertindak cepat.
Tenaganya segera dikerahkan untuk memberatkan tubuh, sehingga perahu yang


Dewa Arak 70 Pulau Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirumpangi menjadi lebih berat berlipat kali.
"Aku yakin, ini pasti perbuatan orang-orang aneh itu!" desis Tungga Dewi.
"Orang-orang aneh.. "!" Arya mengernyitkan dahi, meminta penjelasan.
"Kau ingat orang-orang yang kuceritakan, Arya"!"
Tungga Dewi balas mengajukan pertanyaan sambil menatap
wajah Arya lekat-lekat Arya mengangguk sambil mengeluh dalam hati. Kelihatannya
Tungga Dewi memang bukan gadis pemalu.
Buktinya terang-terangan perasaannya ditunjukkan pada Arya. Ini membuat pemuda
itu merasa bingung bukan kepalang!
"Nah! Aku yakin, mereka adalah orang-orang yang bertarung dengan
guruku. Mereka memang memiliki kemampuan mengagumkan bila berada di dalam air. Bahkan mungkin
kepandaiannya jauh di atasku, Arya."
"Hebat!" puji Arya setulusnya tanpa berani menatap wajah Tungga Dewi apalagi
sepasang matanya. "Gerakan mereka di dalam air luar biasa sekali. Tadi, aku
nyaris menduga kalau bayangan yang kupukul adalah ikan! Habis, gerakan mereka
gesit bukan kepalang."
"Apalagi kalau kau melihat guruku yang bergerak, Arya!"
timpal Tungga Dewi, penuh semangat. Kelihatannya, dia jelas begitu senang
bercakap-cakap dengan Arya. "Bagi guruku, mereka bukan apa-apa. Kemampuan mereka
bermain di dalam air, mungkin hanya setaraf denganku."
"Ah. .! Begitukah"!"
Sepasang mata Arya terbelalak lebar penuh perasaan kaget.
Arya tidak pernah berpikir kalau gadis ini akan mampu bertindak seperti itu.
Mungkinkah seorang gadis seperti dia mampu bergerak demikian lincah di dalam
air" Baru saja kata-kata Dewa Arak selesai dan Tungga Dewi
belum sempat memberikan tanggapan, terjadi kericuan di dalam perahu. Dan tiba-
tiba saja. . Blosss! Blosss! BIosss!
Hampir berbarengan tiga batang pisau menembus, sehingga
lantai perahu bolong. Bahkan hampir saja mengenai tiga orang penumpangnya.
Meskipun demikian, cukup untuk membuat Arya dan kawan-kawannya tersentak kaget.
Dan sebelum mereka bertindak, tiga batang pisau itu telah di tarik, kembali ke
dalam air. Maka kontan air menyeruak masuk ke dalam perahu melalui lubang yang
tercipta. Kejadian ini, langsung menyadarkan ketiga orang di dalam
perahu. Bagai telah disepakati sebelumnya, mereka berusaha
menutupi lubang-lubang itu dengan telapak kaki. Hembusan napas lega langsung
terhempas, ketika air yang menerobos masuk terhenti.
"Kita harus bertindak!" kata Arya sambil menatap wajah Nenek Lestari dan Tungga
Dewi. Tapi ucapan itu lebih tertuju pada murid Nelayan Tenaga Gajah ini.
Arya tahu, sebagai seorang yang lebih sering bermain di air, Tungga Dewi tentu
dapat mengambil langkah-langkah untuk
menghadapi hal seperti ini! Nenek Lestari tidak bisa diharapkan.
Buktinya perempuan tua itu telah hampir pikun ini tampak pias wajahnya. Rupanya
kejadian yang baru saja dialami membuatnya kaget bukan kepalang.
Tungga Dewi yang merasa ditanya, tidak langsung
memberikan jawaban. Sebagai seorang yang ahli bermain di dalam air, dia tidak
merasa khawatir sama sekali. Baginya, di darat atau di air sama saja.
Tungga Dewi tahu, pertanyaan Dewa Arak memang sulit
dijawab. Kalau lawan berada di sisi perahu, bukan merupakan masalah.
Mereka dapat melancarkan serangan dengan mempergunakan dayung. Tapi penyerang-penyerang itu terlalu
cerdik, dengan melancarkan serangan dari bawah perahu.
"Apa yang harus kita lakukan, Dewi"!" tanya Arya lagi ketika melihat gadis
berpakaian kuning itu malah berdiam diri.
Arya tahu, Tungga Dewi tengah berpikir, tapi waktu yang
dimiliki tidak memungkinkan untuk berpikir lama-lama. Lawan yang berada di bawah
air, tidak mungkin tinggal diam. Mereka tidak akan mau menunggu.
"Aku yakin tindakan mereka tidak berhenti sampai di sini!"
tandas Dewa Arak.
Baru saja kata terakhir keluar dari mulut Arya, lantai perahu di bagian lainnya
kembali ditembus tiga batang pisau. Namun kali ini, Dewa Arak sudah bersiap
siaga. Batang pisau itu segera ditangkapnya.
Tentu saja hanya dua yang ditangkap karena tangan pemuda
berambut putih keperakan ini hanya sepasang. Sementara kakinya yang satu
menutupi lubang di lantai perahu.
"Biar aku yang akan menghajar mereka!" Tanpa menunggu persetujuan Arya yang
tengah bersitegang menahan pisau yang akan ditarik kembali oleh pemiliknya,
Tungga Dewi segera beranjak.
Arya meski tengah sibuk mempertahankan batang pisau,
langsung mempunyai sebuah dugaan, meskipun Tungga Dewi tidak lengkap
mengutarakannya.
"Tungga Dewi!" seru Arya, cepat.
Tapi, seruan pemuda berambut putih keperakan ini
terlambat! Tubuh Tungga Dewi telah lebih dulu melayang ke udara.
Sejenak tubuh molek itu berada di atas, kemudian meluncur ke bawah dengan kedua
tangan terjulur tegang di depan.
Byurrr! Air laut muncrat tinggi ke udara, ketika tubuh Tungga Dewi
menghunjam permukaannya dan terus meluncur masuk ke dalamnya!
Gadis itu memang tidak berbohong ketika berkata pada Arya.
Kemampuannya bermain di air memang luar biasa. Lincah laksana seekor ikan,
tubuhnya melesat menuju ke bawah perahu untuk
menjumpai orang-orang yang telah melakukan penyerangan terhadap perahu.
Kedatangan murid Nelayan Tenaga Gajah itu rupanya
diketahui tiga sosok yang berada di bawah perahu. Maka salah seorang bergerak
meninggalkan bawah perahu, langsung menghadang gerak Tungga Dewi. Sementara yang
lainnya terus dengan tindakan mereka.
*** Tungga Dewi menggerutkan gigi, ketika melihat sosok-sosok
yang melakukan tindakan usil terhadap perahu yang ditumpangi.
Memang tepat sekali dugaannya. Mereka adalah tiga orang yang dulu bertarung
dengan Tungga Dewi dan gurunya untuk memperebutkan peti yang ternyata berisi
jasad tokoh keji yang hidup lima ratus tahun silam! Dan sekarang, sosok yang
mencegat perjalanannya adalah orang yang dulu dihadapinya. Lelaki berkulit
merah! Tungga Dewi menyambut kedatangan lelaki kulit merah itu
dengan sebuah tendangan ke arah perut, mengandung tenaga cukup hebat! Namun
lelaki berkulit merah ini segera menyambutnya. Maka kedua orang ini pun segera
terlibat dalam pertarungan sengit.
Di atas perahu, Dewa Arak merasakan salah satu pisau yang
digenggamnya, mendadak kehilangan daya tarik ke bawah. Tapi, hatinya tak bisa
lega, karena sesaat kemudian di tempat-tempat lain tiga batang pisau kembali
menusuk perahu, dan langsung ditarik kembali. Maka air pun kembali menelusup ke
dasar perahu. Arya berpikir cepat. Disadari betul kalau akhirnya tidak akan mencegah tindakan
pembocoran perahu yang dilakukan sosok-sosok yang berada di bawah perahu. Maka
otaknya yang cerdik berusaha mencari cara lain untuk menyelamatkan diri.
Arya segera meninggalkan lubang-lubang pada lantai perahu
yang semua disumpalnya. Segera diraihnya dayung yang tadi
diletakkan di sisi dalam perahu. Kemudian, cepat mengayuh.
Sebuah pertunjukan yang menakjubkan pun terjadi! Kini
perahu meluncur ke depan, tanpa menyentuh permukaan air,
bagaikan terbang!
Dua sosok yang berada di bawah perahu kontan terkejut
melihat kejadian yang sama sekali tidak disangka-sangka. Namun, mereka segera
berenang memburu. Kedua orang ini tahu, perahu itu tidak akan selamanya
mengapung di atas permukaan air. Apabila tenaga kayuhan itu lenyap, perahu itu
akan jatuh kembali ke dalam permukaan air.
Sementara Tungga Dewi yang tengah sibuk bertarung pun
sempat melihat hal ini. Dan diam-diam hatinya merasa lega, karena untuk sesaat
kedua rekannya akan selamat. Dia sendiri sambil mengelakkan serangan, segera
berenang menuju ke atas untuk
kembali mengambil napas. Sedangkan lawannya melakukan hal sama.
Dan ketika kepala masing-masing sama-sama muncul di permukaan air, pertarungan
kembali berlanjut lebih seru. Sehingga serangan-serangan mereka lebih dahsyat
karena tidak tertahan air.
Di pihak lain, Arya dengan kecerdikannya berhasil
meninggalkan lawan-lawannya cukup jauh di belakang. Apalagi kecepatan luncuran
perahunya lebih cepat daripada luncuran dua pengejarnya.
Dewa Arak merasa lega. Namun sempat cemas ketika teringat
Tungga Dewi. Ketika menoleh, dia melihat gadis berpakaian kuning itu tengah
bertarung jauh di belakangnya. Maka Arya segera
mengirimkan pemberitahuan lewat ilmu mengirim suara dari jauh.
"Tidak usah terus melawan, Dewi! Tinggalkan saja lawanmu!
Cepat ikut kami!"
Sambil berkata demikian Arya melirik Nenek Lestari yang
telah berhasil menguasai perasaan hatinya yang agak terguncang.
Nenek itu telah bisa tersenyum kembali, meski masih kaku.
Arya berbalik lagi ke depan. Saat itu, perahunya tengah
terbang, dan hampir mendarat di permukaan laut lagi. Tapi di tempat yang akan
didarati perahu, tampak menyembul sebuah kepala yang memiliki kulit wajah putih
seperti kapur. Yang membuat terkejut pemuda berambut putih keperakan
ini terkejut bukan keadaan wajah sosok itu. Ternyata tempat beradanya sosok itu,
adalah tempat perahunya mendarat. Jelas, sosok itu pasti akan tertabrak perahu.
Dan Arya tidak menginginkannya.
Mendadak wajah Arya berubah ketika mendengar bunyi
berdesing nyaring. Pendengarannya yang tajam dan pengalamannya yang luas,
membuatnya langsung dapat mengetahui kalau bunyi itu timbul akibat hentakan
tangan bertenaga dalam tinggi! Memang sosok yang memiliki tangan itu mengirimkan
pukulan jarak jauh yang ampuh. Dan dengan hati kaget, Arya menyadari arah yang
dituju pukulan jarak jauh itu adalah dasar perahunya!
"Lompat, Nek...!"
Arya tidak mempunyai pilihan lain lagi, kecuali melompat.
Maka sambil mencekal pergelangan tangan Nenek Lestari, dia
melompat keluar dari perahu. Memang disadari tidak ada yang dapat dilakukan
untuk mencegah pukulan jarak jauh itu.
Brakkk! Perahu kecil itu kontan hancur berkeping-keping ketika
tubuh Arya dan Nenek Lestari baru saja melompat keluar. Terlambat sedikit saja,
mereka akan terluka cukup parah.
Bum! Byurrr! Tubuh Arya dan Nenek Lestari langsung tenggelam ke dalam
laut. Memang begitu kerasnya tubuh kedua orang yang berbeda usia dan jenis
kelamin itu meluncur.
Dewa Arak yang sedikit memiliki ilmu bermain di air,
berusaha keras muncul di permukaan. Matanya dicoba dibuka
selebar-lebarnya untuk mencari-cari Nenek Lestari untuk diberikan pertolongan.
Dan hati Dewa Arak pun langsung mencelos, ketika melihat tubuh nenek berpakaian
kembang-kembang itu terus
meluncur ke dasar laut. Rupaya nenek yang hampir pikun itu dalam cekaman rasa
takut, jadi melupakan kepandaiannya. Sehingga dia tidak bisa meluncur ke atas.
Gelembung-gelembung air tampak di sekitar wajahnya, karena nenek ini telah
banyak menelan air laut.
Arya menyadari kalau sementara ini tidak bisa memberikan
pertolongan. Dia harus berenang dulu ke permukaan untuk
mengambil napas, baru kemudian menolong Nenek Lestari.
Tapi sebelum maksud Dewa Arak kesampaian, luncuran
tubuhnya ke permukaan terasa tertahan, ketika ada sesuatu yang mencekal kedua
pergelangan kakinya. Pemuda itu menggoyang-goyangkan kedua kakinya sambil
mengerahkan seluruh tenaga dalam.
Namun usaha Arya tidak membuahkan hasil sama sekali.
Sesuatu yang mencekal pergelangan kakinya demikian ulet dan lengket. Dan
celakanya lagi, sesuatu itu malah menarik tubuh Arya ke dalam air.
Dewa Arak jadi kelabakan. Saat itu seluruh dadanya seakan
ingin meledak karena udara dalam paru-parunya hampir kosong. Arya sebisa-bisanya
meronta-ronta. Bahkan 'Tenaga Sakti Inti Matahari'
telah dikerahkan sampai ke puncak untuk membuat sesuatu itu melepaskan
cekalannya. Air di sekitarnya jadi bergolak mendidih!
Mula-mula hangat. Namun semakin lama semakin panas. Tapi
sebelum air itu mendidih, pandangan Arya telah berkunang-kunang.
Kemudian matanya terasa gelap dan hitam. Pingsan.
Di tempat lain, Nenek Lestari yang tengah terus meluncur ke dasar laut pun,
dicekal sesuatu. Sedangkan Tungga Dewi roboh di tangan lawannya yang terlalu
tangguh untuk dihadapi.
*** Ctarr, ctarrr! Bunyi lecutan keras bertubi-tubi membuat Dewa Arak
mengerjap-ngerjapkan sepasang matanya. Pemuda berambut putih keperakan ini mulai
sadar dari pingsannya.
"Hentikan, Manusia-manusia Bodoh! Hentikan.. ! Kalau dia mati, kalian semua
tidak akan bisa hidup tenang! Kalian akan menerima celaka!"
Seruan-seruan bernada kekhawatiran itu membuat kesadaran
Dewa Arak langsung pulih. Dia bermaksud bergerak, tapi tidak mampu. Ada sesuatu
yang menahan tangan dan kakinya.
Maka Arya melirik, dan langsung maklum. Kini Arya berada
di sebuah tanah lapang luas yang tanahnya berwarna putih seperti tanah kapur!
Pemuda ini berdiri dalam keadaan tidak berdaya, karena tubuhnya terpancang di
sebuah tiang baja yang dibuat sedemikian rupa sehingga kedua tangan dan kakinya
terpentang. Dan yang membuatnya tidak bisa bergerak adalah adanya belenggu baja
besar yang melilit pergelangan tangan dan kakinya, juga pada tubuh dan
lehernya.Begitu melihat ke sisinya, tampak Tungga Dewi dan Nenek Lestari pun
mengalami hal yang sama. Hanya saja kedua orang itu belum sadar dari pingsannya.
Sekarang Arya tahu, sesuatu yang mencekal kedua pergelangan kakinya pasti orang-
orang yang melubangi perahu mereka. Setidak-tidaknya kawan merekalah yang melakukan semua
ini. Perhatian Arya langsung beralih ke depan. Tepat berhadapan
dengannya, tampak dua sosok tubuh juga mengalami hal yang sama dengannya. Hanya
saja, salah seorang dari mereka tengah disiksa dengan sebuah cambuk berduri!
Menilik dari luka-lukanya yang cukup parah mengalirkan banyak darah, orang itu
telah disiksa cukup lama! "Cukup!"
Tiba-tiba kembali terdengar seruan keras berwibawa dari
seseorang berpakaian merah yang duduk di sebuah bangku indah dan mewah, membuat
sosok yang berdiri membelakangi Arya dan dua rekannya menghentikan ayunan cambuk
berdurinya. Setelah melipat cambuknya, laki-laki botak dan berkulit merah itu
berjalan meninggalkan tempat ini. Lalu dia menjura memberi hormat pada laki-laki yang
duduk di bangku indah dan mewah dengan sikap agung itu. Di kanan kirinya berdiri
dua orang berkulit putih. Sementara, di sekitar tempat itu tampak sosok-sosok
berkulit beraneka macam warna.
Tanpa diberi penjelasan, Arya segera tahu kalau dia dan
kawan-kawannya jatuh ke tangan kelompok orang yang mempunyai sebuah kerajaan
kecil, di pulau yang memiliki tanah kapur ini. Dan orang yang duduk dengan sikap
agung di bangku mewah dan indah itu pasti rajanya.
Hanya ada satu yang masih menjadi teka-teki bagi Arya,
mengapa kulit tubuh mereka berwarna-warni"
4 Lelaki agung yang duduk di kursi mewah dan indah memberi


Dewa Arak 70 Pulau Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

isyarat pada lelaki berkulit putih yang berdiri di sebelah kanannya.
Lelaki berkulit putih itu pun mengayunkan kakinya menghampiri dua sosok yang
terbelenggu di depan Dewa Arak. Dan langkah kakinya berhenti ketika telah berada
tepat di depan sosok terbelenggu yang masih mengucurkan darah.
"Kau membuat kami hilang sabar, Tua Bangka Bau Tanah!
Padahal, apa sih artinya peti itu bagimu"! Mengapa kau bersikeras
mempertahankannya"! Dan sekarang, peti itu telah hilang. Maka, kau harus
bertanggung jawab! Kalau sejak dulu kau memberikannya pada kami, tentu semua ini
tidak akan terjadi. Dan kami tidak akan melakukan tindakan kekerasan
terhadapmu!" kata lelaki berkulit putih ini.Sosok yang diajak bicara adalah
seorang kakek bertubuh tinggi. Bahkan terlalu tinggi untuk ukuran manusia. Namun
tubuhnya kurus, seperti tidak memiliki daging saja. Seakan-akan, tulang-
belulangnya hanya dilapisi kulit. Dengan tidak adanya pakaian di tubuhnya,
tampak jelas tonjolan tulang-belulangnya di sana-sini.
Apalagi, dia terbelenggu dengan cara seperti itu. Wajahnya tidak terlihat jelas,
karena menunduk!
"Tidakkah kalian bisa membiarkannya tenang sedikit"! Dia masih menderita, karena
siksaan yang kalian berikan! Percuma saja berpidato di depannya. Dia tidak akan
bisa mendengar!"
Terdengar sahutan yang ternyata berasal dari sosok lain yang terbelenggu di
sebelah kiri kakek jangkung kurus. Sosok itu yang tadi mengeluarkan makian-
makian, karena tidak tahan melihat kakek jangkung kurus disiksa. Dia ternyata
seorang kakek yang keadaannya lebih mengenaskankan daripada kakek jangkung.
Kakek yang berangasan ini berpakaian putih longgar. Rambutnya panjang terurai, dan berwarna
putih bagaikan benang-benang perak. Tapi yang
menyedihkan, dia tidak punya kaki kiri, buntung sebatas pangkal paha. "Tutup
mulutmu, Orang Asing!" Berbareng ucapan itu, lelaki berkulit putih mengayunkan
tangan menampar pipi kakek berkaki sebelah. Cukup keras tamparannya sehingga
menimbulkan bunyi nyaring. Malah kepala kakek itu sampai terhentak ke samping,
dengan selebar pipi merah bergambar telapak tangan. Tampak menetes darah segar
dari sudut mulutnya. Tamparan lelaki berkulit putih seperti kapur itu memang
keras, kendati hanya sebagian kecil saja tenaga dalam dikeluarkan.
"Sekali lagi membuka mulut, kepalamu kuhancurkan," ancam lelaki berkulit putih
bernada sungguh-sungguh.
Lelaki berkulit putih itu kemudian memberi isyarat pada
kerumunan orang yang berkulit warna-warni. Dan dari sana keluar seorang lelaki
berkulit merah. Sambil mengjinjing sebuah tong air dari bambu di tangan kanan.
Arya merasa jantungnya berdetak jauh lebih cepat, ketika
melihat lelaki berkulit putih dan lelaki berkulit merah itu berjalan menuju
Tungga Dewi yang masih tergolek pingsan. Bisa diduga, untuk apa air di dalam
ember itu. "Hentikan.. !" seru Arya, keras. Lelaki berkulit putih itu langsung menoleh.
Sepasang matanya menatap Arya, memancarkan sinar berapi. Lelaki ini ternyata
memiliki watak aneh, yakni tidak suka bila tindakannya dicegah orang!
"Tutup mulutmu! Kau akan mendapat gilirannya nanti!"
Bukkk! "Hukh!"
Kepala Arya agak tertunduk, ketika sodokan tangan lelaki
berkulit putih itu mendarat di perutnya. Seketika rasa mual yang amat sangat
menyerang perutnya. Namun, bukan Dewa Arak kalau mendapat gertakan seperti itu
saja langsung mundur.
"Pengecut-pengecut Hina! Kalian rupanya hanya berani
menghadapi wanita yang tidak berdaya, dan terbelenggu! Lepaskan aku. Dan, man
kita bertarung sampai ada yang menggeletak tak bernyawa!"
Tapi lelaki berkulit putih seperti kapur ini rupanya tidak
berkeinginan untuk meladeni ucapan-ucapan Arya. Lagi pula, dia tidak merasa
nyaman menjatuhkan tangan terhadap orang tidak berdaya. Dan dia yakin akan
menang, bila pemuda berambut putih keperakan itu dalam keadaan bebas, sekalipun
mengajaknya bertarung. Byurrr! Tungga Dewi gelagapan ketika seember air dingin menerpa
tubuhnya. Kebetulan saat ini gadis itu memang sudah hampir sadar, maka siraman
tadi langsung membuatnya sadar.
"Kau kenal dia"!" tuding lelaki berkulit putih.
Tungga Dewi menatap lelaki berkulit merah yang dituding
lelaki berkulit putih. Hanya sekilas saja. Bahkan sikapnya seperti tidak peduli.
Kemudian kepalanya ditundukkan. Sikap yang ditunjukkan Tungga Dewi benar-benar
merendahkan si Penanyanya sekali.
Lelaki berkulit putih menggemeretakkan gigi saking
marahnya melihat tingkah Tungga Dewi. Dia tahu, gadis berpakaian kuning itu
merendahkan dirinya. Pertanyaannya sama sekali tidak dianggap. Dia menduga kalau
Tungga Dewi berani bersikap demikian, karena belum mendapat hajaran sama sekali.
Plakkk! Dengan keras tangan kanan lelaki berkulit putih itu
menghajar telak pipi kanan Tungga Dewi hingga sampai berpaling dengan pipi kanan
berwarna me-fah bergambar telapak tangan. Malah ada darah yang menetes di sudut-
sudut mulut murid Nelayan Tenaga Gajah ini.
"Sekarang bersikaplah yang sopan terhadapku, sebelum aku melakukan tindakan
lebih keras!" ancam lelaki berkulit putih ini. Dia yakin kali ini, gadis itu
tidak banyak tingkah.
"Cuhhh!"
Hampir terlepas sepasang mata lelaki berkulit putih ini ketika melihat sambutan
yang diberikan Tungga Dewi atas ancamannya.
Dengan beraninya, gadis itu meludah ke tanah.
Arya melihat adanya kilatan ancaman pada sepasang mata
lelaki berkulit putih itu. Dia tahu, saat ini lelaki berkulit putih itu berada
dalam puncak kemarahan karena perasaan tersinggungnya mendapat hinaan di hadapan
orang banyak. Dewa Arak merasa
khawatir sekali akan keselamatan Tungga Dewi! Dia tahu dalam keadaan seperti
itu, lelaki berkulit putih ini mampu bertindak apa saja!
"Muka Pucat, Manusia Penyakitan! Mengapa kau hanya
beraninya pada seorang wanita"! Kalau bukan pengecut, hadapilah Arya Buana!"
seru Arya untuk mengalihkan perhatian lelaki berkulit putih dari Tungga Dewi.
Seruan Dewa Arak sama sekali tidak menarik perhatian lelaki berkulit putih
kapur. Dan bahkan, malah menarik perhatian kakek berkaki sebelah. Padahal, kakek
ini tadi berdiri diam dengan mata terpejam, ketika melihat kakek jangkung
disiksa. Dan kini matanya terbuka dan menatap ke arah pemilik seruan. Seketika
dia menjadi kaget! Sepasang matanya terbelalak lebar ketika melihat pemuda
dengan ciri-ciri seperti ini pernah dilihatnya di.. ,
Cermin Ajaib! "Dewa Arak...!" seru kakek berkaki buntung sebelah dengan suara terbata-bata.
Sungguh tidak disangka akan dapat bertemu pendekar yang tengah dicarinya, di
sini. "Bukankah kau, Dewa Arak.. "! Pendekar muda yang menggemparkan dunia
persilatan"!"
Dewa Arak terpaksa mengalihkan perhatian, menatap kakek
berkaki sebelah. Dia tidak merasa heran melihat orang mengenalnya.
Bukan apa-apa. Julukannya memang telah mengguncangkan dunia persilatan. Dan
ciri-cirinya yang memang khas tentu saja membuat orang gampang mengenalinya.
"Benar, Kek," jawab Arya sambil mengangguk. Pemuda berambut putih keperakan ini
mencoba tersenyum, kendati saat itu merasa cemas akan keselamatan Tungga Dewi.
"Apakah kau telah bertemu Guraksa, Dewa Arak"!"
Pertanyaan kakek berkaki sebelah itu membuat Arya yang
tengah memperhatikan Tungga Dewi dan lelaki berkulit putih, jadi berpikir. Dia
berdiam diri beberapa saat lamanya, dan kembali mengalih kan perhatian pada
kakek berkaki sebelah itu.
"Kau.. , kau..
siapa. ."!" Arya yang saat itu tengah
mengkhawatirkan keselamatan Tungga Dewi, tidak mampu berpikir apa-apa. Dia tidak
ingat kalau Guraksa mendapat perintah dari seorang teman. Benak pemuda berambut
putih keperakan ini seperti buntu. "Apakah Guraksa tidak menyampaikan pesan
padamu"!"
tanya kakek berkaki sebelah kembali.
Pertanyaan Dewa Arak memberi pengertian kalau pemuda
berambut putih keperakan ini telah bertemu Guraksa.
"Aku adalah orang yang menitipkan pesan padanya!" lanjut kakek itu.
"Kau.. kau. . Penjaga Alam Gaib"!" duga Arya yang akhirnya teringat, setelah
tercenung sejenak.
"Benar.. . Dan.. "
Breettt! Hanya sampai di situ jawaban kakek berkaki sebelah, begitu
di sebelahnya terdengar bunyi kain robek dan jeritan tertahan bernada kaget dan
takut yang amat sangat dari mulut Tungga Dewi!
Lelaki berkulit putih itu ternyata telah merenggut baju
Tungga Dewi di bagian dada hingga robek lebar. Tampak dua bukit yang indah
menggiurkan dan menantang mencuat, seakan-akan
hendak melompat keluar. Begitu putih mulus dan puting yang merah segar, membuat
semua mata terbelalak lebar.
"Hentikan.. !" teriak Arya keras.
Lelaki bermuka putih itu tersenyum penuh kemenangan.
"Bagaimana" Apakah kau masih berkeras melanjutkan
sikapmu yang tidak sopan itu, Nisanak"! Ingat, aku bisa bertindak lebih kasar
jika memang kau inginkan!" tandas lelaki berkulit putih ini.
"Aku. ., akan menjawab pertanyaanmu. Tapi, harap kau tidak melanjutkan perbuatan
ini.. "!" pinta Tungga Dewi dengan tubuh menggigil karena perasaan takut yang
amat sangat "Ingat. .!" Lelaki berkulit putih seperti kapur langsung cepat menyambung ucapan
Tungga Dewi dengan suara bergetar penuh
tekanan. "Sekali lagi kau bersikap meremehkan, tubuhmu akan habis dipermainkan
sekian banyak lelaki yang berada di sini!"
"Aku. ., aku tidak akan melakukan tindakan itu.. . Aku berjanji. .!" Tungga Dewi
memberi keyakinan terhadap lelaki berkulit putih, meskipun dengan suara terbata-
bata. "Bagus! Kuingat janjimu itu!" Lelaki berkulit putih tersenyum dengan sinar mata
memancarkan kemenangan. "Sekarang, jawab pertanyaanku. Apakah kau kenal dengan
dia"!"
Tungga Dewi menatap lelaki berkulit merah yang ditunjuk
lelaki berkulit putih itu. Sekali lihat saja, dia langsung mengangguk.
"Dia merupakan salah seorang dari tiga lelaki berkulit aneh yang menyerangku dan
guruku!" jawab Tungga Dewi, mantap.
"Aku tidak peduli. Yang ingin kuketahui, mana peti yang kalian perebutkan itu"!"
Bukan hanya Tungga Dewi yang berubah wajahnya. Bahkan
juga Dewa Arak! Kelompok orang berkulit aneh itu rupanya
bermaksud mendapatkan peti itu! Apakah mereka telah mengetahui isinya pula" Dan
kalau benar demikian, mengapa"
"Cepat jawab!" desak lelaki berkulit putih. "Aku bukan sejenis orang yang sabar!
Atau.. , kau ingin aku melakukan tindakan yang tadi belum kuteruskan"!"
"Sabar," Tungga Dewi buru-buru berseru mencegah.
"Bukannya aku tidak mau menjawab. Tapi..., apakah penyerang-penyerangku dan
guruku itu tidak menceritakannya"!"
"Apa maksudmu"! Cepat jelaskan sebelum kesabaranku
hilang!" tandas lelaki berkulit putih.
"Tidak ada seorang pun dari kami atau mereka yang
mendapatkan peti itu!" tegas Tungga Dewi.
"Karena, peti itu telah hilang entah ke mana!"
"Bohong!" teriak lelaki berkulit merah keras.
"Aku tidak bohong!" Tungga Dewi tidak kalah keras berteriak.
"Pantang bagiku untuk berbicara dusta!"
"Diam.. !"
Lelaki berkulit putih itu mengeluarkan seruan yang lebih
keras. Rupanya dia jengkel mendengar perdebatan antara Tungga Dewi dengan lelaki
berkulit merah.
"Tapi aku tidak bohong!"
Tungga Dewi yang memiliki watak tidak mau dibantah
langsung menyambuti. Untuk sesaat, dia lupa akan ancaman
hukuman yang akan diterimanya dari lelaki berkulit putih.
"Seorang pemuda berbaju coklat yang mendapatkannya!" jelas gadis itu."Benarkah
demikian"!" tanya lelaki berkulit putih pada lelaki berkulit merah. "Ini.. ,
ini.. ." Lelaki berkulit merah yang tidak menyangka akan jawaban
Tungga Dewi, dan juga tidak menyangka akan mendapatkan
pertanyaan seperti itu, jadi kelabakan.
"Itu benar!" Tungga Dewi menyelak. "Itulah sebabnya, pemuda yang sebenarnya
tidak sakti itu menjadi demikian sakti, sehingga semua yang berada di tempat itu
dikalahkannya! Peti yang kalian maksudkan itulah yang menyebabkannya menjadi
demikian sakti! Roh jahat dari jasad dalam peti itu telah menyusup ke dalam
pemuda berbaju coklat sehingga menyebabkannya menjadi sakti. "
"Roh jahat! Apakah kau tidak keliru bicara atau menjadi gila karena takutmu"!
Peti itu berisi jasad"!" tanya lelaki berkulit putih, sambil mengemyitkan
kening. "Wanita itu benar!" timpal Penjaga Alam Gaib yang juga mendengarkan percakapan
itu. "Peti itu berisi jasad dari orang jahat!
Itulah sebabnya, Sebrang Wetan tak mau memberikannya pada kalian dan menjaganya
terus, sampai akhirnya kalian berhasil menahannya secara licik!"
"Diam kau, Pincang!" sentak lelaki berkulit putih, keras penuh kemarahan! "Aku
tidak bertanya padamu! Nisanak! Benarkah peti itu. . maksudku berisi jasad
jahat!" "Memang kau kira apa"! Harta karun"! Pusaka-pusaka orang sakti" Kau akan kecewa
bila menduga demikian!" potong Tungga Dewi. "Itulah yang ada di benakmu,
Nisanak?" kata lelaki berkulit putih. Suaranya yang lebih halus, tapi tetap
bernada tajam. "Apa lagi"!" tukas Tungga Dewi. "Apakah kami harus menduga kalau kau adalah
orang yang gemar mengumpulkan benda-benda antik untuk diletakkan di pulau ini"!"
"Diam!"
Lelaki berkulit putih yang memang berwatak berangasan,
merasakan adanya ejekan di dalam ucapan Tungga Dewi. Maka
amarahnya kembali meledak.
"Atau. ., kau ingin aku memberi hukuman"! Katakanlah,
meski kau tidak bersalah. Tapi, kalau kau berani menghinaku, kau akan menerima
balasannya!" ancam laki-laki berkulit putih ini.
Tungga Dewi diam, meski dalam hatinya memaki-maki
kalang-kabut. "Kau.. dan semua orang kawanmu, serta kakek-kakek yang sudah waktunya mati itu,
boleh mendengarkannya. Untuk
membersihkan dugaan jelek yang bersemayam di hati dan di benak kalian, biarlah
aku selaku wakil pimpinan di pulau ini memberi penjelasan," kata lelaki berkulit
putih itu seraya menatap wajah-wajah tawanannya satu persatu. "Di pulau ini
sejak beberapa waktu lalu, ditimpa bala. Mula-mula hanya seorang yang terkena,
dan merasa mual-mual dan pusing-pusing. Tapi rasa itu langsung menyebar.
Bahkan beberapa orang telah menjadi korban. Menurut wangsit yang diterima ahli
kebatinan kami, penyakit itu merupakan hukuman pada kami, dari dewa pulau ini.
Dan, menurut wangsit pula wabah penyakit itu akan berhenti apabila berhasil
mendapatkan sebuah peti hitam berukir yang didapatkan oleh kau dan gurumu, Nisanak. Jelas"!"
Pedang Keadilan 31 Dewa Linglung 5 Munculnya Pedang Mustika Naga Merah Kelana Buana 11
^