Pencarian

Pulau Setan 2

Dewa Arak 70 Pulau Setan Bagian 2


Hening sejenak setelah lelaki berkulit putih menghentikan
ceritanya. Mereka semua yang ada di sini terdiam.
"Bisa kalian bebaskan aku" Meskipun tidak berani mengaku ahli pengobatan, tapi
sejak masih gadis aku telah bergelimang obat dan orang sakit. Bahkan banyak
penduduk yang meminta pengobatan padaku. Barangkali saja aku bisa menghilangkan
bala yang aku yakin bukan hukuman dewa, tapi penyakit biasa."
Tiba-tiba Nenek Lestari ikut angkat bicara dengan suara
lantang. Apalagi karena suasana hening. Maka semua pasang mata tertuju langsung
padanya. "Aku yakin kejadian seperti yang kau katakan itu bukan hukuman dewa!" tegas
nenek berpakaian kembang-kembang yakin.
"Pasti hanya merupakan serangan penyakit biasa. Dan apabila diberi kesempatan
aku yakin akan dapat mengobati mereka!"
"Aku terima permintaanmu, Nenek!" sambut lelaki berkulit putih setelah tercenung
sebentar. "Tapi, ingat. Apabila kau tidak berhasil, kepalamu akan kami pisahkan
dari tubuh. Karena, kau telah berani menghina desa kami. Dan juga, ahli
kebatinan pulau ini!
Jelas"!" "Jelas sekali!" jawab Nenek Lestari, enteng. "Tapi, aku juga mempunyai
sebuah permintaan. Karena, kalian telah memberi syarat yang terlalu berat
untukku." "Kau berani bermain gila, Nenek! Ingat..!"
"Aku tidak akan mau mengobati! Kalau permintaanku tidak dipenuhi. Apa pun yang
akan kau lakukan terhadapku, aku tidak peduli. Tapi ingat, itu berarti hilangnya
kesempatan bagi mereka untuk sembuh! Bagaimana" Penuhi permintaanku, atau
pengobatan ini tidak jadi dilakukan"!" nenek berpakaian kembang-kembang kalah
gertak. "Katakan apa permintaanmu, Nenek!" Sebuah suara keras dan lantang, tapi
penuh wibawa tiba-tiba terdengar menggelegar di saat lelaki berkulit putih
tengah dilanda perasaan bimbang untuk memberikan keputusan.
"Kawan-kawanku ini dibebaskan dari belenggunya. Begitu pula dengan dua kakek di
sana!" jawab Nenek Lestari mantap.
"Gila!"
Pemilik suara penuh wibawa yang ternyata sosok yang duduk
di atas kursi indah langsung menggeram mendengar permintaan nenek berpakaian
kembang-kembang itu.
"Kau mau menipuku, Nenek! Apabila mereka dibebaskan,
mereka akan mengamuk. Bahkan akan sulit untuk menangkapnya
lagi! Dan itukah yang kau inginkan"! Jangan harap permohonanmu akan kukabulkan!"
"Kau terlalu memandang remeh kami!" tegas Nenek Lestari.
"Kau kira kami orang macam apa" Kami semua adalah orang-orang golongan putih
yang menjunjung tinggi kegagahan. Sekali kami berjanji, maka akan terus dipegang
teguh dan dipertahankan sampai nyawa lepas dari raga!"
Lelaki bersikap agung yang duduk di kursi indah, tercenung
sejenak. Sebelum akhirnya mengibaskan tangan kanannya.
"Lepaskan mereka! Berikan obat pemulih, agar tenaga mereka kembali seperti
sediakala!"
Dewa Arak dan yang lain-lain sekarang sadar, mengapa tubuh
mereka sejak tadi lemah. Padahal, mereka tidak tertotok sama sekali.
Kiranya, mereka telah dicekoki minuman yang menyebabkan loyo, tidak bertenaga.
5 Arya dan Tungga Dewi memperhatikan saja tanpa
mengeluarkan sepatah kata pun ketika melihat Nenek Lestari, Penjaga Alam Gaib,
dan kakek tinggi kurus yang bernama Sebrang Wetan duduk bersila. Barisan duduk
mereka membentuk kedudukan segi tiga. Tangan kanan teracung ke atas, sedangkan
tangan kiri menekan tanah. Sepasang mata mereka masing-masing terpejam.
Arya dan Tungga Dewi saling berpandang ketika mulai
merasakan bulu-bulu tengkuk mulai berdiri! Hawa gaib yang kasat mata mulai
terasa. Sepasang anak muda ini tahu kalau ilmu-ilmu gaib ketiga tokoh tua itu
telah mulai bekerja. Hanya saja belum terlihat hasilnya.Dewa Arakmengedarkan
pandangan. Dandiam-diam hatinya merasa kagum juga terhadap para penghuni pulau
ini. Mereka ternyata memegang janjinya. Penghuni pulau yang memiliki kulit berwarna-warni
itu ternyata langsung membebaskan orang-orang yang terkena wabah yang dianggap
kutukan dewa. Wabah itu ternyata tidak lain hanya sebuah penyakit biasa. Dan
Nenek Lestari tanpa menemui kesulitan berhasil menemukan obatnya.
Pimpinan pulau ini jadi bergembira, apalagi putri satu-
satunya yang juga terkena wabah penyakit, berhasil pula
disembuhkan. Saking gembiranya, dia menitahkan Nenek Lestari untuk mengajukan
sebuah permintaan. Apabila raja pulau ini mampu, akan dikabulkan.
Nenek Lestari dan yang lainnya berunding. Dan atas usul
Penjaga Alam Gaib, akhirnya mereka hanya minta sebuah tempat yang agak
tersembunyi, dan tidak ingin diganggu. Maka raja pulau ini pun menyetujuinya.
Dan itulah sebabnya, sejauh Arya mengedarkan pandangan, tidak satu pun orang-
orang pulau yang terlihat. Lagi pula, tempat ini memang sukar dilihat orang,
terapit dua buah tebing dengan ketinggian yang berbeda. Pantai yang membentang
sekitar belasan tombak di depan, serta dataran yang bentuknya menanjak bila
ingin masuk ke dalam pulau, yang menjadi penyebabnya. Tempat ini memang bagian
pantai yang hampir tidak pernah dilewati orang!
Berarti raja pulau ini menepati janji!
"Uh!"
Hampir berbarengan, Arya dan Tungga Dewi mengeluarkan
keluhan tertahan, ketika dari atas kepala tiga sosok ringkih yang berada tak
jauh di depan, mengepul asap putih tebal. Tiga asap itu meliuk-liuk ke atas,
sebelum akhirnya bertemu di udara. Langsung saling melilit dan saling gumpal.
Tanpa diberitahu, Dewa Arak yang sudah berpengalaman telah bisa memperkirakan
kalau ketiga tokoh yang telah bau tanah ini tengah menyatukan kemampuan.
Byarrr! Bagai telah disepakati sebelumnya, Arya dan Tungga Dewi
sama-sama melangkah ke belakang karena kaget, ketika di dinding salah satu
tebing yang agak rata tampak sebuah gambar yang jelas!
Ternyata gambar yang tertera di dinding tebing itu adalah gambar..
pemuda bernama Karpala yang telah sakti akibat kemasukan roh tokoh hitam dari
masa lima ratus tahun lalu. Dan konon, tokoh ini bernama Garba Baureksa!
Meskipun terkejut, Arya masih khawatir. Bahkan hatinya
tegang ketika melihat gambar-gambar lain yang ada. Tokoh hitam yang menggiriskan
itu tengah berhadap-hadapan dengan tokoh lain.
Sosok yang berdiri di depan Garba Baureksa tidak hanya
seorang, tapi dua. Yang seorang adalah kakek kurus kering berwajah tirus mirip
tikus, dan berpakaian dari kulit ular. Usianya tak kurang dari tujuh puluh lima
tahun. Sedangkan sosok yang kedua adalah seorang gadis berusia sekitar dua puluh
tahun. Wajahnya cantik jelita, laksana bidadari. Apalagi dengan rambutnya yang
panjang terjurai, dan pakaian warna putih yang dikenakannya. Terhadap sosok yang
kedua inilah, pandangan Arya tertuju.
"Melati.. ," desis Arya, tanpa berkedip. Sorot mata dan nada ucapan pemuda
berambut putih keperakan ini sarat dengan
kerinduan. Tungga Dewi yang berdiri di sebelah Arya tentu saja melihat sikap itu. Dan
terutama sekali ucapan pemuda berambut putih keperakan ini. Dan Tungga Dewi
bukan gadis bodoh yang tidak bisa melihat perbedaan sikap Arya, ketika melihat
gambar gadis berpakaian putih. Perasaan tidak nyaman mulai timbul di hatinya.
Tiba-tiba saja, tanpa mampu dicegah gadis berpakaian kuning ini.
Bukan hanya itu saja. Malah mendadak, Tungga Dewi merasa tidak suka terhadap
gadis berpakaian putih itu.
"Kau mengenalnya, Arya.. "!" tanya Tungga Dewi, agak ketus nadanya.Tapi Aryayang
tengah merasa kaget karena tidak menyangka akan melihat Melati yang berhadapan
dengan Garba Baureksa, tidak merasakan nada ucapan dan sikap gadis berpakaian
kuning itu. Semua perhatian Dewa Arak tengah terpusat pada Melati yang disangka
masih berada di Kerajaan Bojong Gading. Masih dengan perhatian dan sepasang mata
tertuju ke sana, Arya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun sebagai
jawaban. Hati Tungga Dewi semakin panas melihat sikap Dewa Arak.
Dengan sorot mata sengit, ditatapnya gambar Melati. Apa sih, kelebihan gadis
berpakaian putih itu, sehingga Dewa Arak kelihatan demikian lupa diri ketika
melihatnya" Tungga Dewi bertanya dalam hati. Padahal, gadis berpakaian kuning
ini yakin kalau kecantikannya tidak akan kalah!
"Dia memang cantik. . " Tungga Dewi berujar dengan suara dan tarikan wajah kaku.
"Tapi, sayang.. umurnya tidak akan panjang.
Garba Baureksa akan segera mengirimkannya ke alam baka!"
Arya terjingkat ke belakang bagai disengat kelabang.
Wajahnya kontan putih seperti kapur, karena perasaaan cemas yang menggelegak.
Pertemuannya dengan Melati yang tidak diduga sama sekali, membuatnya tidak
teringat kalau saat itu Melati tengah berhadapan dengan Karpala yang di dalamnya
terdapat roh Garba Baureksa! Ini berarti keselamatan gadis berpakaian putih itu
terancam! Kesadaran ini membuat Arya jadi seperti kakek-kakek
kebakaran jenggot. Dia ingin bertindak, tapi tak tahu harus berbuat apa. Di
mana, keberadaan Melati dan Garba Baureksa itu saja, belum bisa diketahuinya.
Tempat mereka memang belum terlihat jelas.
Tidak ada yang dapat dilakukan Dewa Arak kecuali
menunggu Nenek Lestari, Penjaga Alam Gaib, atau Sebrang Wetan, selesai dengan
kesibukannya. Dan, Arya merasakan sendiri betapa tidak enaknya menunggu, tanpa
ada sesuatu yang dapat dilakukan.
Sementara di dinding tebing,
gambar-gambar yang
terpampang mulai menunjukkan ketegangan. Garba Baureksa tampak mulai bersikap
melakukan tindakan terhadap laki-laki kurus yang ternyata Kuru Sanca dan Melati.
Tapi, mendadak keadaan jadi berubah. Garba Baureksa menghentikan ayunan kakinya
yang tengah mendekati Kuru Sanca dan Melati. Pemuda berkumis tipis ini
menolehkan kepala ke kanan. Sementara sepasang matanya yang berwarna merah
seperti mengeluarkan sinar berapi ketika menatap.
"Berani benar kalian, mengintip semua yang tengah
kulakukan"! Apakah kalian sudah kepingin mati cepat-cepat"! Huh"!
Tidak akan kubiarkan kalian mengintai semua gerak-gerikku!"
Garba Baureksa mengguratkan tangannya ke bawah. Dan
akibatnya, semua gambar yang semula terpampang di dinding, lenyap.
"Hhh. .!"
Penjaga Alam Gaib, Nenek Lestari, dan Sebrang Wetan hanya
menghela napas berat sambil menghentikan semadi. Tarikan wajah mereka
menyiratkan kecemasan yang tidak bisa disembunyikan.
"Apa yang terjadi, Kek, Nek"!" Arya yang sudah tidak sabar untuk segera
mengetahui nasib Melati, langsung menghambur dan mengajukan pertanyaan.
"Kami tidak bisa lagi mengetahui gerak-gerik makhluk
terkutuk itu. Dia telah berhasil menutupi, atau lebih tepatnya lagi membuat
tabir itu terhapus," jelas Penjaga Alam Gaib, dengan wajah keruh. Arya yang
mengkhawatirkan keselamatan Melati, seperti tidak mendengar jawaban itu. Yang
ada di benaknya saat ini adalah Melati. "Maksudku. ., di manakah kira-kira iblis
terkutuk itu berada, Kek"!" "Kaujanganbertindaksembarangan, Arya."
Penjaga Alam Gaib yang bisa menduga ke mana arah
pertanyaan Arya, langsung memberi teguran. Dia memang sudah mengenal pemuda
berambut putih keperakan itu.
"Iblis itu terlalu berbahaya. Aku tahu, kau lihai. Tapi kepandaian iblis itu
benar-benar di luar jangkauan pikiran manusia.
Kau tidak akan mampu menghadapinya, Dewa Arak. Tunggulah,
sampai kami menemukan suatu cara untuk mengalahkannya."
"Kalau menuruti perasaan, aku tidak keberatan untuk
menuruti anjuranmu. Tapi, sayang sekali, Kek. Aku tidak bisa, karena di sana
seorang kawan terbaikku tengah berada dalam ancaman maut.
Dia tengah berhadapan dengan iblis jahanam itu!" ujar Arya.
"Gadis berpakaian putih itu"!" tebak Penjaga Alam Gaib, sambil tersenyum getir.
"Bagaimana kau bisa menduga demikian, Kek"!" tanya Arya, agak heran.
"Mudah saja," jawab Penjaga Alam Gaib sambil mengelus-elus jenggot. "Saat itu,
yang berhadapan dengan iblis jahanam hanya dua orang. Kakek berpakaian kulit
ular itu adalah kawanku. Maka kawan yang kau maksudkan itu pasti yang lain.
Karena, kawanku itu tidak mengenalmu, Dewa Arak!"
"Ah! Begitu kiranya"!" Arya mengangguk-angguk maklum.
"Apakah kau tidak mengkhawatirkan keselamatannya, Kek"!"
"Tidak ada yang dapat kulakukan, Arya," keluh Penjaga Alam Gaib. "Andaikata aku
menyusul ke sana dan berusaha menolong, hanya akan menambah korban. Biarlah aku
berusaha dari sini. Hanya saja, ada sesuatu yang memberatkan pikiranku."
"Boleh kutahu, Kek"!" hati-hati sekali Arya memberi tanggapan.
"Tentu saja, Arya," tukas Penjaga Alam Gaib. "Sebelumnya hendak kuberitahukan,
kalau aku mempunyai dua kawan sepengasingan. Kami menyepi bersama-sama. Karena suatu sebab, aku terpaksa
menuju Pulau Setan. Sementara Guraksa menemuimu, Kuru Sanca kawanku yang berompi
ular itu, menjaga goa tempat kami menyepi. Karena di dalam goa terdapat sebuah
benda pusaka, benda warisan leluhurku, yang bernama Cermin Ajaib. Aku yakin, dia
tidak akan meninggalkan tempat penjagaan kalau tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan."
"Jadi. , Kuru Sanca telah meninggalkan tempat penjagaan, Kek"!" PenjagaAlam Gaib
mengangguk. "Benda itu amat berbahaya, apabila terjatuh ke tangan orang yang tidak
bertanggung jawab. Dan kegunaan Cermin Ajaib untuk menghadapi roh yang menitis
pada murid Perguruan Pedang
Halilintar, belum diketahui tapi yang jelas, benda itu berguna. Entah apa
sebabnya, Kuru Sanca sampai meninggalkan tempat penjagaan dan berada di sekitar
Hutan Jati."
"Biar aku yang akan menengok Cermin Ajaib itu, Kek.
Sekaligus, aku hendak melihat keadaan mereka berdua. Mudah-
mudahan saja mereka tidak menjadi korban kebiadaban Garba
Baureksa!" ujar Arya cepat menawarkan diri.
Penjaga Alam Gaib tercenung sebentar, sebelum akhirnya
mengangguk. "Baik juga usulmu itu, Arya."
Kemudian secara ringkas tapi jelas, Penjaga Alam Gaib
memberitahukan tempat penyepiannya selama ini, dan juga tempat Garba Baureksa
saat ini berada.
"Kalau begitu, sekarang juga kami akan berangkat, Kek, Nek,"
Arya langsung berpamit
"Biar aku mengantarmu, Arya!" Tungga Dewi menawarkan diri.
"Tapi, Tungga Dewi.. ."
"Kebetulan, aku juga hendak mencari guruku, Arya. Aku
hendak ke pantai. Dari pada kita sendiri-sendiri, lebih baik bersama-sama. Dan
lagi dengan adanya aku, kau tidak akan repot-repot mencari arah menuju ke pantai
lagi. Bagaimana"!... Setuju"!"
Arya hanya bisa mengangkat bahu. Dia tahu, menolak lagi
hanya akan mempermalukan Tungga Dewi. Dan gadis berpakaian
kuning itu bisa sakit hati. Arya hanya berharap, Tungga Dewi segera bertemu
gurunya. Paling tidak, agar gadis berpakaian kuning itu tidak mendapatkan alasan
lagi untuk pergi bersamanya.
*** Deru napas memburu mengiringi ayunan kaki seorang gadis
berpakaian putih yang tengah berlari-lari. Ayunan kakinya tidak beraturan,
seperti tidak memperhatikan sekelilingnya. Wajahnya tampak tegang bukan main.
Tapi, tidak terlihat sedikit pun adanya peluh yang mengalir. Memburunya napas
gadis berpakaian putih ini bukan karena lelah, melainkan karena perasaan takut
yang sangat dan tegang. Suatu keanehan lagi, gadis berpakaian putih itu berlari
tidak melalui jalan tanah terbuka, serta enak dilalui. Yang ditempuh malah
tempat-tempat yang banyak dipenuhi kerimbunan semak lebat.
Bahkan di antaranya mempunyai duri-duri tajam, siap mengoyak kulit.
Gadis berpakaian putih sampai melentingkan tubuh ke depan,
seiring jeritan kaget dari mulutnya. Sewaktu hendak menerobos kerimbunan
pepohonan dan semak-semak di depannya, tiba-tiba telah berdiri sesosok bayangan
coklat. Sosok bayangan yang menempuh arah berlawanan pun kaget
juga. Terbukti dia pun melenting ke belakang, dan mengeluarkan seruan kaget


Dewa Arak 70 Pulau Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pula. Masing-masing pihak berjungkir balik di udara beberapa kali, sebelum
akhirnya menjejakkan kaki di tanah.
"Ah! Kau.. , Dara. .!"
"Kiranya kau, Melati. Mengejutkan aku saja. Kukira tadi kelinci!" sosok
berpakaian coklat yang membuat gadis berpakaian putih, kaget ikut pula membuka
suara. Dia ternyata Dara. Sementara, gadis berpakaian putih tak lain dari
Melati. Dua gadis yang sama-sama cantik berkepandaian tinggi ini,
saling tatap. Sepasang mata mereka satu sama lain menelusuri dari ujung rambut
sampai ujung kaki.
"Mengapa kau sendiri saja, Melati"! Mana Kuru Sanca"!" tanya Dara, setelah
mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Dan ternyata Melati hanya sendiri saja. Tapi, selesai
mengajukan pertanyaan dia baru melihat keadaan Melati.
"Kau.. Melati, wajahmu demikian pucat. Apa yang terjadi?"
tanya Dara lagi.
"Tokoh yang tidak patut menjadi seorang manusia, mengejar-ngejarku! Dia memiliki
kepandaian mengerikan! Bahkan Kakek Kuru Sanca telah tewas di tangannya dengan
mudah!" jelas Melati.
"Ah. .! Begitukah..."!"
Tanpa disuruh Melati segera menceritakan pengalamannya
bersama Kuru Sanca.
*** Dalam perjalanannya bersama Kuru Sanca, yakni ketika
mereka berpisah dengan Dara, Melati menceritakan kalau sedang mencari seorang
pemuda berambut putih keperakan yang memang Dewa Arak.
Mendengar julukan Dewa Arak disebut, Kuru Sanca terkejut,
karena seorang kawannya justru sedang bertugas mencari Dewa Arak, yang memang
sangat dibutuhkan.
Tapi untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Di
tengah perjalanan, Kuru Sanca dan Melati bertemu Karpala, alias Garba Baureksa.
Maka, terjadilah pertarungan yang menyebabkan Kuru Sanca tewas. Sedangkan Melati
masih untung bisa meloloskan diri, ketika Garba Baureksa dengan tenaga batinnya
mampu melempar tubuhnya. Untung Melati jatuh du tempat yang empuk, dan langsung
melarikan diri. Setelah menyadari kalau Garba Baureksa tak mungkin bisa dihadapi
48 "Itulah pengalamanku, Dara. Aku tidak yakin kalau makhluk iblis itu akan
melepaskanku begitu saja! Kurasa dia masih mengejarku.
Bahkan bukan tidak mungkin dapat muncul di sini secara tiba-tiba!"
Melati mengakhiri ceritanya sambil menoleh ke sana kemari.
"Tidak salahkah ciri-ciri yang kau sebutkan itu, Melati"!"
tanya Dara tanpa mempedulikan kekhawatiran Melati. "Benarkah dia mengenakan
pakaian coklat, pemuda tampan, bertubuh tegap berisi, dan berkumis tipis."
"Benar, Dara. Aku yakin betul demikian ciri-cirinya. Bahkan, maaf aku melihat
adanya tanda yang sama pada bagian dada kiri pakaiannya. Maksudku, tanda yang
sama dengan yang ada di
pakaianmu! Pedang dan kilatan-kilatan halilintar!" tegas Melati yakin.
"Apakah dia pun berasal dari Perguruan Pedang Halilintar pula seperti halnya
dirimu"!"
"Kalau aku tidak salah mengira-ngira, orang itu adalah yang menyebabkan aku
keluar ke dunia persilatan! Ka.. Karpala.. ," desah Dara sambil menundukkan
kepala. "Kau.. "!" Melati membelalakkan sepasang matanya. "Jadi. ., tujuanmu sama
denganku"! Mencari. ., ngg. . kawan baik"!"
Dara mengangguk, setelah terlebih dulu menatap Melati
sekilas. Dia kelihatan malu sekali mengakuinya. Tapi, Melati menjadi penasaran
karenanya. "Apakah setiap murid Perguruan Pedang Halilintar memiliki ilmu kepandaian
setinggi itu"!" desak Melati.
Gadis ini memang hampir tidak percaya kalau pemuda
berkumis tipis yang membuat Kuru Sanca tewas, dan bahkan
mengalahkan dirinya secara mudah, adalah seorang murid Perguruan Pedang
Halilintar! Kalau muridnya saja memiliki tingkatan seperti itu, bagaimana pula
dengan gurunya" Sukar bagi Melati untuk
memikirkannya. "Itulah yang mengherankan aku, Melati," desah Dara disertai hembusan napas
berat. "Kalau melihat ciri-ciri yang kau sebutkan, orang itu pasti murid
Perguruan Pedang Halilintar yang kucari, Karpala.
Tapi, mungkinkah kepandaiannya setinggi itu" Sepengetahuanku, kepandaiannya biasa saja. Bahkan masih berada di bawahku. Jadi
tidak mungkin dia dapat mengalahkan Kuru Sanca dan kau. Apalagi, dengan cara
seperti itu! Di perguruan kami tidak ada pelajaran ilmu-ilmu seperti itu."
Melati terdiam. Dara juga diam. Suasana menjadi hening
sejenak."Bagaimana kalau kita kesanadanmenjumpainya" Barangkali saja dia itu
benar Karpala. Dan jika benar, aku akan menegurnya.
Bahkan mungkin memberikan hajaran atas tindakannya yang
demikian lancang!"
Melati jadi bimbang, tapi hanya sesaat. Dia adalah seorang
gadis yang memiliki watak keras. Melihat Dara berani, mengapa dia tidak" Maka,
walaupun hatinya masih diliputi kengerian, kepalanya mengangguk.
Dua gadis yang sama-sama cantik, dan berkepandaian tinggi
ini pun melesat menuju ke tempat dia dan Kuru Sanca bertemu Garba Baureksa.
Melati bertindak sebagai petunjuk jalan. Dan karena tempat itu tidak terlalu
jauh, sebentar saja mereka telah tiba.
Harapan Melati dan Dara langsung buyar ketika tidak
menemukan adanya Garba Baureksa di sana. Tokoh yang
menggiriskan hati itu telah tidak berada lagi di situ. Yang tinggal hanya Kuru
Sanca dalam keadaan mengerikan. Tubuhnya tergolek dan berkubang darah yang
keluar dari mulut, hidung, dan telinga.
Melati dan Dara bergegas mendekati, dan duduk bersimpuh
di dekat mayat Kuru Sanca. Akhir kehidupan seorang datuk kaum sesat yang telah
mengasingkan diri ini demikian menyedihkan. Kedua gadis muda ini termenung
dengan raut wajah menyiratkan kedukaan.
Susah payah diselamatkan, toh akhirnya Kuru Sanca tewas juga.
Cukup lama Dara dan Melati termenung, sebelum akhirnya
bangkit dan bersama-sama menguburkan mayat Kuru Sanca.
*** "Hhh. .! Kupikir kau mampus di tengah jalan, Bongsang!"
sambut seorang kakek berkulit hitam legam, berambut keriting. Dan dia hanya
mengenakan cawat. Tampak jelas adanya nada teguran di dalamnya.
"Maaf, Setan Hitam. Aku terlambat. Ada halangan sebentar di jalan, tapi telah
berhasil kulewati," jawab sosok laki-laki tua berkulit hitam dan berhidung
melengkung yang dipanggil Bongsang. Ayunan kakinya langsung dihentikan setelah
berada berjarak beberapa tombak dari kakek berkulit hitam legam yang tak lain
dari Setan Hitam Tak Berjantung.
Bukan hanya Bongsang yang berhenti di depan Setan Hitam
Tak Berjantung, tapi juga seekor macan tutul. Binatang buas itu berdiri dengan
sikap sangar. "Hmh. .!" Setan Hitam Tak Berjantung mendengus. "Dan kau terpontang-panting
karenanya, bukan"!"
"Kau tidak usah mengejekku, Setan Hitam!" sangah Bongsang tak kalah keras.
"Apakah kau hendak menyembunyikan kegagalan usahamu"!"
"Apa maksudmu, Bongsang"! Jangan berbelit-belit!" sentak Setan Hitam Tak
Berjantung. "Hambatan yang kutemukan di tengah jalan adalah Kuru
Sanca. Dan aku pasti akan berhasil membunuhnya, kalau saja tidak datang
penolongnya. Kau tahu, siapa mereka"!"
Setan Hitam Tak Berjantung sama sekali tidak memberi
tanggapan. Tapi, Bongsang tidak menjadi kecil hati.
"Orang-orang yang menghalangi tugasku adalah Dewa Arak dan si Pedang Halilintar
Sakti!" dusta Bongsang sambil mengamati selebar wajah Setan Hitam Tak
Berjantung. Dia yakin, kakek
berambut keriting itu akan terkejut.
Setan Hitam Tak Berjantung memang terkejut mendengar
pemberitahuan itu. Namun, dengan pandai dia dapat menyembunyikannya. Sehingga perubahan di wajahnya tidak tampak.
Namun, pandangan mata Bongsang yang tajam tidak dapat ditipu. Dia dapat melihat
dengan jelas kalau Setan Hitam Tak Berjantung terkejut."Si Pedang Halilintar
Sakti yang sombong itu"! Dia bukan apa-apa bagiku sekarang. Mungkin, dulu
termasuk lawan yang berat.
Tapi sekarang" Jangankan dia, Kuru Sanca saja tidak kuat
menghadapiku!" ujar Setan Hitam Tak Berjantung, datar.
"Lalu.. , bagaimana dengan Dewa Arak"!"
Bongsang agak jengkel melihat sikap Setan Hitam Tak
Berjantung yang meremehkan. Padahal kakek berhidung melengkung ini tahu kalau
Setan Hitam Tak Berjantung dilanda keterkejutan yang amat sangat
"Dia"!
Apalagi dia"! Bukti-bukti nyata mengenai kepandaiannya belum pernah kurasakan sendiri. Hanya kabar saja yang besar!
Biasanya, kabar selalu dilebih-lebihkan, daripada kenyataan! Aku yakin, dia
bukan lawan berat!" tandas Setan Hitam Tak Berjantung dengan sikap tidak peduli.
"Syukurlah kalau demikian, Setan Hitam!" ujar Bongsang menutupi rasa jengkelnya.
"Sekarang aku bisa lega, karena kau akan dapat mengalahkan mereka. Aku bisa
memusatkan seluruh
perhatianku pada Cermin Ajaib. Dan kau yang akan menghadapi kedua orang itu,
karena mereka tengah dalam perjalanan menuju kemari! Asal kau tahu saja, Setan
Hitam! Kepandaian Dewa Arak jauh lebih tinggi daripada si Pedang Halilintar!
Padahal, si Pedang Halilintar yang sombong itu telah mencapai kemajuan luar
biasa, bila dibandingkan dua puluh tahun yang lalu. Kuru Sanca, bukan apa-apa
baginya! Selamat bertugas!"
Lalu dengan sikap seakan tidak peduli,
Bongsang mengayunkan kaki menuju mulut goa yang berada di belakang Setan Hitam Tak
Berjantung. Sementara macan tutulnya yang setia,
langsung mengikuti.
"Tunggu sebentar, Bongsang!"
Cegahan Setan Hitam Tak Berjantung membuat Bongsang
menghentikan langkahnya.
"Ada apa, Setan Hitam"!"
Bongsang menahan rasa gembira di hati karena tahu kalau
Setan Hitam Tak Berjantung telah terkena tipuannya.
"Tidak apa-apa," Setan Hitam Tak Berjantung menggelengkan kepala. "Tapi
ketahuilah, Bongsang. Goa itu telah diracuni Kuru Sanca sebelum melarikan diri
secara curang dari tanganku. Tiga orang anak buahku yang kusuruh masuk ke sana
telah tewas. Mereka hanya mengeluarkan jeritan tertahan sebagai tanda kalau
telah melayang ke alam baka."
Bongsang menutupi rasa jengkelnya yang kembali meluap.
Setan Hitam Tak Berjantung benar-benar membuatnya kesal.
"Lalu.. , yang lainnya ke mana"!"
"Gentong-gentong kosong tak berguna bekas anak buah si Keparat Kuru Sanca telah
habis di makan ular-ular peliharaan tua bangka itu. Hanya murid-murid utamanya
saja yang berhasil selamat, karena kebetulan saja tidak bertemu macan ompong
itu! Mereka kusuruh menjemput kawan-kawan bekas anak buah Guraksa, dan
mencari raga si Tokoh Sakti masa lima ratus tahun lalu itu," jelas Setan Hitam
Tak Berjantung, panjang lebar.
"Jadi, sekarang hanya tinggal kau di sini, Setan Hitam?"
"Benar." Setan Hitam Tak Berjantung mengangguk. "Kalau kau mampu menangkal racun
Kuru Sanca, lebih baik kita masuk bersama-sama. Dengan masuk bersama, kita akan
lebih cepat mengetahui di mana adanya Cermin Ajaib."
Bongsang menyeringai untuk menutupi rasa jengkelnya. Dia
tahu, Setan Hitam Tak Berjantung merasa gentar menunggu sendiri di luar goa
ketika mendengar Dewa Arak dan Pedang Halilintar Sakti akan datang kemari. Tapi
dengan pandainya, kakek berambut keriting itu memutarbalikkan alasan sehingga
kegentarannya tidak kentara.
Memang, sebenarnya Setan Hitam Tak Berjantung merasa
gentar mendengar Dewa Arak dan si Pedang Halilintar Sakti hendak menyatroni
tempat ini. Apalagi yang dihadapi dua orang. Bagaimana mungkin dia dapat
menghadapinya"
"Berhenti. .!"
Terdengar suara bentakan keras yang membuat sekitar
tempat itu bergetar hebat, ketika Setan Hitam Tak Berjantung dan Bongsang hendak
mengayunkan kaki menuju ke mulut goa.
Bagai telah disepakati sebelumnya, Setan Hitam Tak
Berjantung dan Bongsang berbalik. Seketika benak Setan Hitam Tak Berjantung
telah terlontar dugaan kalau orang yang mengeluarkan seruan adalah salah satu
dari dua tokoh sakti yang diceritakan Bongsang. Jadi, si Pedang Halilintar Sakti
dan Dewa Arak telah tiba di sini demikian cepat.
Sepasang alis Setan Hitam Tak Berjantung berkerut, ketika
melihat dua sosok yang berlari cepat mendekati tempatnya. Memang, terdiri dari
dua sosok. Tapi kakek berambut keriting ini tahu pasti kalau si Pedang
Halilintar Sakti tidak berada di antara keduanya.
Hanya dalam sekejap dua sosok itu telah berjarak empat
tombak dari Setan Hitam Tak Berjantung dan Bongsang yang masih tetap berdiri,
tanpa bertindak apa-apa kecuali menatap tajam.
"Kau pasti Dewa Arak! Bukankah dugaanku tidak salah"!"
tanya Setan Hitam Tak Berjantung, setelah memperhatikan sosok yang satu penuh
selidik, dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.
Sosok yang satu lagi, tidak terlalu diperhatikan. Karena, hanya seorang gadis
muda yang tidak memiliki kesan apa-apa.
Sosok yang diperhatikan Setan Hitam Tak Berjantung,
memang Dewa Arak. Sedangkan gadis yang berada di sebelahnya, tak lain dari
Tungga Dewi. Keduanya memang datang pada saat yang tepat.
"Dugaanmu tidak salah, Kek," jawab Arya, t-nang. "Boleh kutahu, siapa dirimu"!"
"Dia.. , Setan Hitam Tak Berjantung, Arya," bisik Tungga Dewi. Gadis itu bisa
mengenali karena telah mendengar penuturan gurunya. Nelayan Tenaga Gajah,
mengenai datuk-datuk persilatan dan tokoh-tokoh terkenal lainnya berikut ciri-
cirinya. Dan karena melihat ciri-cirinya, Tungga Dewi bisa menduga kalau kakek
berambut keriting itu tak lain dari Setan Hitam Tak Berjantung.
7 "Ha ha ha.. !"
Setan Hitam Tak Berjantung tertawa bergelak. Perhatiannya
langsung beralih pada Tungga Dewi yang sejak tadi tidak masuk hitungannya.
Kebenaran tebakan Tungga Dewi membuat Setan Hitam Tak Berjantung mulai menaruh
perhatian. Jarang ada orang muda yang mengenali julukannya. Kalau Tungga Dewi
mengenalnya, berarti gadis ini tak bisa dianggap sembarangan.
"Siapa kau, Cah Ayu! Dan, dari mana kau tahu namaku"!"
"Guruku, Setan Hitam! Beliau banyak bercerita tentang
dirimu!" jawab Tungga Dewi, lantang.
"Setan Hitam Tak Berjantung!" tukas Arya, yang sudah tidak sabar lagi melihat
perdebatan itu. "Apa maksudmu hendak memasuki goa yang tengah ditinggalkan
pemiliknya"!"
"Apa pedulimu, Dewa Arak"!" tantang Setan Hitam Tak Berjantung. "Apa hakmu
melarangku"!"


Dewa Arak 70 Pulau Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku mempunyai wewenang dari pemilik goa ini untuk
menjaga kesuciannya dari tangan-tangan kotor orang-orang
semacammu!"
"Ha ha ha. .! Lucu. .! Lucu sekali. .! Tahukah kau, siapa pemilik goa ini
sebenarnya"!" Bongsang yang menyambuti ucapan Arya.
"Tentu saja!" jawab Arya, cepat. "Beliau berjuluk Penjaga Alam Gaib!" "Ha ha
ha.. !" Tawa Bongsang semakin keras. Bahkan Setan Hitam Tak
Berjantung sekarang ikut-ikutan tertawa, menambah ramai suasana.
Tinggal Dewa Arak dan Tungga Dewi yang menatap semua itu dengan perasaan geram.
"Tak kusangka kalau Dewa Arak yang terkenal menggemparkan dunia persilatan, tak lebih dari manusia bodoh yang mudah
dikelabui! Penjaga Alam Gaib telah ratusan tahun meninggal dunia! Dan tahukah
kau orang yang menjadi keturunan terakhir, murid terakhir pewaris tempat ini"!
Pewaris Cermin Ajaib"!"
Dewa Arak dan Tungga Dewi saling berpandangan. Mereka
tidak memberikan tanggapan sama sekali, karena ingin mendengarkan ucapan Setan Hitam Tak Berjantung lebih jauh. Kedua anak muda ini
memang telah merasakan adanya keanehan itu.
Sepengetahuan mereka, julukan Penjaga Alam Gaib telah ada ratusan tahun lalu.
Bahkan paling tidak tiga ratus lima puluh tahun lalu.
Mungkinkah ada orang yang berusia sampai setua itu" Perasaan curiga pun mulai
bersarang di hati Dewa Arak dan Tungga Dewi terhadap Penjaga Alam Gaib yang
telah dikenal selama ini!
"Akulah keturunan terakhir murid Penjaga Alam Gaib itu, Dewa Arak!" Bongsang
melangkah maju sambil membusungkan dada.
"Akulah pewaris goa ini beserta Cermin Ajaib-nya. Sedangkan Penjaga Alam Gaib
yang kau kenal, merupakan seorang penipu! Dia mengaku-aku saja!"Dewa Arak
terperanjat. Pemuda berambut putih keperakan ini bingung, harus bersikap
bagaimana. "Kau pun penipu pula, Kakek Berhidung Burung!" celetuk Tungga Dewi, nyaring.
Sepasang mata Bongsang berkilat. Dia paling tidak suka kalau ada orang yang
menyinggung-nyinggung hidungnya. Apalagi, sampai memaki-makinya. Tapi saat ini,
keingintahuannya lebih besar daripada kemarahannya. Maka hatinya dikuat-kuatkan.
"Mengapa kau berkata demikian, Wanita Liar!"
"Mudah saja!"
Tungga Dewi langsung bertolak pinggang. Sedangkan Arya
yang juga ingin tahu apa yang hendak dikemukakan gadis berpakaian kuning ini
jadi ikut memasang telinga, seperti halnya Setan Hitam Tak Berjantung.
"Bukankah kau mengatakan kalau Penjaga Alam Gaib telah lama meninggal dunia,
ratusan tahun yang lalu" Lantas, mengapa kau bisa menjadi ahli warisnya"!
Berarti kau pun berdusta!"
Bongsang menggertakkan gigi. Pernyataan Tungga Dewi
benar-benar membuatnya kehabisan akal. Dia tidak tahu, harus bicara apa
sekarang. "Mengapa harus repot-repot lagi, Bongsang! Bunuh saja gadis itu. Habis perkara!
Biar aku yang akan membereskan Dewa Arak!"
Begitu mulutnya terkatup, Setan Hitam Tak Berjantung
langsung menerjang Dewa Arak. Dia melompat ke atas. Dan di saat tubuhnya masih
berada di udara, kaki kanannya ditendangkan ke arah wajah pemuda berambut putih
keperakan itu. Wuttt! Hantaman kaki yang sanggup menghancurkan batu karang
yang paling keras itu hanya mengenai tempat kosong, ketika Arya merendahkan
tubuhnya. Sedangkan Tungga Dewi, meski tidak
menjadi sasaran serangan, langsung melompat ke kanan dan menjauh.
Dia tahu kedahsyatan serangan itu. Namun sebentar kemudian, gadis ini segera
menyambut serangan Bongsang.
Di lain pihak, Dewa Arak kembali mendapatkan serangan
susulan. Kali ini berupa tamparan ke arah pelipis yang diikuti bunyi mencicit
nyaring. Namun pemuda berambut putih keperakan ini tidak berusaha menghindar.
Dan begitu serangan hampir mendarat di pelipisnya, tangannya langsung bergerak
cepat Pyarrr! Kaki kanan Setan Hitam Tak Berjantung bergerak cepat,
menendang ke arah wajah pemuda berambut putih keperakan itu.
Wuttt! Hantaman kaki yang sanggup menghancurkan batu karang
yang paling keras itu mengenai tempat kosong, ketika Dewa Arak merendahkan
tubuhnya. Dua telapak tangan yang sama-sama dialiri tenaga dalam
tinggi berbenturan, hingga menimbulkan bunyi keras menggelegar seperti
halilintar menyambar. Akibatnya, tubuh kedua belah pihak sa-ma-sama terdorong ke
samping. Namun, Setan Hitam Tak Berjantung agak terhuyung-huyung dan kelihatan
mengalami sedikit kesulitan untuk cepat memperbaiki kedudukannya.
"Rupanya kau lihai, Dewa Arak! Pantas sikapmu demikian sombong, berani
menyatroniku!" desis Setan Hitam Tak Berjantung ketika telah berhasil
memperbaiki kedudukan. "Tapi kau jangan besar hati dulu! Lihat ini!"
Kakek berambut keriting ini kemudian menggosok-gosokkan
telapak tangannya satu sama lain. Tak lama kemudian, sekitar tempat pertarungan
mulai diliputi hawa dingin. Semakin lama hawa itu semakin menguat.
Dewa Arak tidak berani bertindak gegabah. Dia tahu,
lawannya telah menggunakan ilmu andalan. Maka tanpa membuang waktu lagi, guci
arak yang senantiasa tersampir di punggung langsung dituangkan ke mulutnya.
Gluk, gluk, glukkk!
Terdengar bunyi tegukan ketika arak itu melewati
tenggorokan Arya dalam perjalanannya menuju ke perut. Sesaat kemudian, tubuh
pemuda berambut putih keperakan itu limbung. Ini menjadi pertanda kalau Ilmu
'Belalang Sakti' telah siap untuk dipergunakan.
"Itukah ilmu 'Belalang Sakti' yang tersohor"! Ingin kulihat, bagaimana bila
diperbandingkan dengan ilmu 'Angin Salju' milikku!"
dengus Setan Hitam Tak Berjantung.
"Hih!"
Hembusan angm dingin yang membekukan tulang langsung
berhembus ketika Setan Hitam Tak Berjantung mendorongkan kedua telapak tangannya
yang terbuka. Bahkan Tungga Dewi dan Bongsang yang bertarung dalam jarak
beberapa tombak dari tempat Setan Hitam Tak Berjantung dan Arya berada,
merasakan sendiri dinginnya angin yang berhembus. Maka mereka langsung melompat
menjauh. Kalau Tungga Dewi dan Setan Hitam Tak Berjantung saja
merasa kedinginan, apalagi Arya yang menjadi sasaran serangan.
Serbuan hawa dingin yang bertiup jauh lebih dahsyat.
Namun, Dewa Arak bukan orang sembarangan. Apalagi
'Tenaga Sakti Inti Matahari'-nya. Maka, buru-buru Dewa Arak mengerahkan tenaga
sakti itu, dan melakukan gerakan mendorong.
Bluppp! Bumi bagai bergetar, ketika dua tenaga sakti yang berlainan hawa berbenturan di
tengah jalan. Akibatnya, tubuh Setan Hitam Tak Berjantung terhuyung dua langkah
dan hampir terpelanting. Untung dia buru-buru memperbaiki kedudukannya. Hal
seperti itu tidak dialami Arya meskipun juga terhuyung dua langkah. Dirasakannya
aliran hawa dingin sempat menyelinap lewat kedua tangannya.
Sedangkan Setan Hitam Tak Berjantung merasakan aliran hawa panas.
Namun dengan tenaga khas masing-masing pihak, serangan aliran hawa bisa
dipunahkan. Dan, begitu masing-masing pihak telah berhasil mengusir
hawa yang merayap, kedua tokoh tingkat tinggi ini melanjutkan pertarungan
kembali. Masing-masing mengerahkan seluruh kemampuan. Pemuda berambut putih keperakan ini berusaha agar secepat mungkin
dapat mengalahkan Setan Hitam Tak Berjantung.
Apalagi, dia juga khawatir kalau Tungga Dewi akan segera roboh di tangan
Bongsang. Kekhawatiran Dewa Arak memang beralasan. Tungga Dewi
memang bukan tandingan Bongsang. Gadis berpakaian kuning itu hanya mampu
menandingi lawannya sampai dua puluh jurus. Lewat dari itu, gadis ini mulai
terdesak. Terpontang-panting ke sana kemari untuk menyelamatkan selembar nyawa.
Di kancah pertarungan antara Dewa Arak dengan Setan
Hitam Tak Berjantung, pertarungan berlangsung a lot. Namun berkat kedahsyatan
ilmu 'Belalang Sakti', dan Dewa Arak mulai menguasai kancah pertarungan. Secara
perlahan-lahan Setan Hitam Tak
Berjantung mulai terdesak.
Berkat keunggulannya terhadap Setan Hitam Tak Berjantung,
Dewa Arak mampu sesekali memberikan bantuan, agar Tungga Dewi tidak terlampau
terdesak. Pemuda berambut putih keperakan itu terkadang meninggalkan lawannya
dan melancarkan serangan
terhadap Bongsang. Atau, mendong menangkiskan serangan
Bongsang yang sulit dihadapi Tungga Dewi. Bantuan seperti ini memang tidak
penuh, tapi cukup bagi Tungga Dewi untuk bertahan agak lama.
"Aha...! Kiranya kau di sini, Dewa Pengecut. .!" Tiba-tiba ucapan bernada penuh
kegembiraan berkumandang di sekitar tempat itu. Dan sebelum gema ucapan itu
lenyap, sesosok bayangan coklat berkelebat, dan langsung menangkis serangan Dewa
Arak yang tengah tertuju pada Setan Hitam Tak Berjantung.
Plakkk! Sosok berpakaian coklat dan Dewa Arak sama-sama
terhuyung. Hanya saja, Dewa Arak terdorong dua langkah, sedangkan bayangan
coklat itu tiga langkah.
Munculnya sosok bayangan coklat itu membuat pertarungan
antara Dewa Arak dan Setan Hitam Tak Berjantung langsung terhenti.
Baik Arya maupun kakek berambut keriting itu ingin tahu, sosok yang telah ikut
campur dalam pertarungannya.
"Rupanya kau, Pedang Halilintar Sakti," desah Setan Hitam Tak Berjantung dengan
wajah tegang, ketika mengenali laki-laki tua yang bersikap agung dan masih
terlihat gagah. Sepasang mata dan pancaran wajah kakek berpakaian coklat ini
menyiratkan rasa merendahkan orang lain.
Setan Hitam Tak Berjantung merasa khawatir. Karena
sepengetahuannya, berdasar cerita Bongsang, Dewa Arak, dan Pedang Halilintar
Sakti berkawan baik. Tapi, ada sedikit hal yang
mengherankan, ternyata keadaan itu tidak seperti yang dikatakan Bongsang. Ucapan
dan sikap Pedang Halilintar Sakti menunjukkan rasa permusuhan pada Dewa Arak.
Dengan hati berdebar tegang, Setan Hitam Tak Berjantung memperhatikan tingkah
kedua tokoh sakti itu."KauSetanHitam Tak Berjantung, eh"! Apaurusanmu hingga
bentrok dengan Dewa Sombong yang sok ini" Menyingkirlah
sebentar. Biar aku yang akan menyelesaikan urusanku lebih dulu dengan Dewa
Sombong ini!" sambut Pedang Halilintar Sakti, yang memiliki watak angkuh dengan
sikap tidak peduli.
Setelah berkata demikian, Pedang Halilintar Sakti mengalihkan perhatian pada Dewa Arak.
"Sekarang kita buat perhitungan, Dewa Sombong! Jangan
mentang-mentang memiliki kepandaian dengan julukan yang
menggemparkan dunia persilatan seenaknya saja kau campuri urusan perguruanku.
Bahkan kau telah memberi pelajaran terhadap tiga orang muridku! Mereka memang
bukan apa-apa. Nah! Sekarang, aku, guru mereka ada di sini. Coba kau berikan
pelajaran yang telah kau lakukan terhadap tiga orang muridku!"
"Maaf, Pedang Halilintar Sakti," ucap Arya penuh rasa tidak enak.
Dewa Arak menyadari tindakannya yang salah beberapa
waktu lalu. Apalagi dia tahu kalau si Pedang Halilintar Sakti termasuk seorang
datuk golongan putih. Dan Dewa Arak pun semakin tidak enak hati, namun berusaha
agar tidak terjadi pertarungan.
"Maaf"!" dengus Pedang Halilintar Sakti. "Enak saja! Begitu mudahnya"! Setelah
berbuat kesalahan, kemudian minta maaf"!
Apakah setelah kau meminta maaf itu, nyawa semua muridku akan kembali"!"
"Apa maksudmu, Pedang Halilintar Sakti"!" Kening Dewa Arak mengernyit dengan
sikap heran. Sepengetahuannya, murid-murid Perguruan Pedang Halilintar yang
dihadapinya, tidak ada yang tewas. Bahkan hanya terluka tidak begitu parah.
Lantas mengapa sekarang Ketua Perguruan Pedang Halilintar ini bicara soal nyawa
murid-muridnya. Dan Dewa Arak khawatir ada kesalahpahaman di sini
"Aku yakin mereka tidak akan mati akibat pukulanku. Bahkan terluka parah pun
tidak." "Memang, murid-muridku tidak tewas atau terluka parah
akibat kemampuan yang kau miliki. Tapi akibat pertolonganmu, muridku yang
bernama Karpala datang kembali bersama iblis. Dia langsung menyebar maut di
perguruanku. Semua muridku binasa!
Dan karena Karpala tidak ada di sini, sekarang biarlah kau yang bertanggung
jawab atas semua musibah yang menimpa perguruanku!
Kau harus menebusnya dengan nyawamu, Dewa Arak! Mudah-
mudahan ini menjadi pelajaran terakhir bagimu, untuk tidak terlalu mudah
mencampuri uru-an orang lain!"
Singngng! Pedang Halilintar Sakti segera menutup ucapannya dengan
tusukan pedangnya yang mengeluarkan bunyi halilintar menyambar.
Itu pun masih ditambah kilatan-kilatan menyilaukan sebagaimana halnya petir
menyambar. Mau tidak mau, Dewa Arak menyambutinya, karena memang
tidak ingin nyawanya melayang percuma. Maka pertarungan pun kembali berlanjut
Beberapa kali terjadi bunyi berdentang nyaring ketika pedang berbenturan dengan
guci. Setan Hitam Tak Berjantung yang menyaksikan jalannya
pertarungan jadi berseri. Dia berharap, mudah-mudahan saja kedua belah pihak
akan tewas bersama, sehingga tidak perlu mengeluarkan tenaga lagi untuk
menghadapi mereka!
Hanya dalam beberapa kali memperhatikan, Setan Hitam Tak
Berjantung telah bisa memperkirakan kalau Dewa Arak masih terlalu tangguh. Ilmu
'Belalang Sakti' Dewa Arak yang aneh tetap tidak mampu ditanggulangi Pedang
Halilintar Sakti dengan ilmu 'Pedang Halilintar'. Memang harus diakui oleh Setan
Hitam Tak Berjantung kalau ilmu pedang si Pedang Halilintar Sakti benar-benar
dahsyat dan menggiriskan. Tapi, ilmu 'Belalang Sakti' Dewa Arak tetap sukar
ditaklukkan. Setan Hitam Tak Berjantung melihat peluang baik untuk
mengalahkan Dewa Arak. Dia tahu, pemuda itu tidak akan bisa dikalahkan olehnya.
Bahkan juga oleh Pedang Halilintar Sakti. Tapi, diyakini betul kalau dia dan
Ketua Perguruan Pedang Halilintar itu bersatu dan bersama-sama melawan, Dewa
Arak akan dapat
dirobohkan. "Jangan khawatir, Pedang Halilintar Sakti. Aku datang
membantu," seru Setan Hitam Tak Berjantung seraya melompat masuk kedalam kancah
pertarungan. Senjatanya yang berupa
sepasang pisau pendek langsung berkelebatan, mengincar bagian tidak terjaga pada
Dewa Arak. Kalau Pedang Halilintar Sakti lega dan gembira di dalam hati karena mendapat
bantuan demikian, tidak demikian halnya Dewa Arak. Pemuda berambut putih
keperakan ini mengeluh dalam hati.


Dewa Arak 70 Pulau Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Satu lawan saja, cukup sulit dirobohkan. Apalagi sekarang dengan ikut sertanya
Setan Hitam Tak Berjantung di pihak Ketua Perguruan Pedang Halilintar.
Maka semakin sulit bagi Dewa Arak untuk dapat
mengalahkan. Bahkan sekarang, pemuda berambut putih keperakan itu mulai
kewalahan, karena serangan yang datang begitu silih berganti dan susul-menyusul
laksana gelombang laut. Sehingga, pemuda berambut putih keperakan itu tidak
mempunyai kesempatan lagi untuk balas menyerang.
Dewa Arak mengerling ke arah Tungga Dewi. Dan dia
langsung mengeluh ketika melihat gadis berpakaian kuning itu telah kena di tawan
Bongsang. Maka Dewa Arak pun terpaksa berjuang lebih keras.
Plak, plakkk! Ketika untuk kesekian kalinya tangan Dewa Arak dan Setan
Hitam Tak Berjantung yang telah menyimpan sebelah pisaunya itu berbenturan, Dewa
Arak kontan kaget. Ternyata tangannya melekat dengan tangan lawan. Namun bagi
Dewa Arak hal ini bukan sesuatu yang aneh. Buru-buru aliran tenaga dalamnya yang
menuju ke tangan dihentikan. Dan sesaat kemudian, baru tangannya ditarik.
Tapi waktu yang hanya sekejap itu telah dipergunakan sebaik-baiknya oleh si
Pedang Halilintar Sakti untuk menusukkan pedang ke arah leher Dewa Arak. Untung
saja, Arya masih sempat memiringkan kepala. Sementara tangan kiri si Pedang
Halilintar Sakti kembali meluncur dengan sebuah tepakan ke arah punggung. Lagi-
lagi, Dewa Arak berhasil membuyarkan serangan dengan hadangan guci. Namun saat
itu, tangan Setan Hitam Tak Berjantung meluncur secara cepat ke arah bahu
kanannya. Kali ini, Arya kurang sigap bertindak. Seketika tubuh pemuda berambut
putih keperakan itu pun terkulai lemas di tanah. Singngng!
Ujung pedang si Pedang Halilintar Sakti meluncur cepat ke
arah leher. Trang! Mendadak sebatang pisau dilepaskan Setan Hitam Tak
Berjantung membuat tusukan pedang Ketua Perguruan Pedang
Halilintar menyeleweng, tidak mengenai sasaran.
"Kau.. , mengapa mencegah tindakanku"! Apakah telah
mempunyai nyawa rangkap"!" tanya si Pedang Halilintar Sakti, penuh ancaman.
"Tidak usah sesumbar di sini, Pedang Halilintar! Tanpa adanya bantuanku, kau
tidak akan mampu merobohkan Dewa Arak.
Dan sekarang begitu dia telah berhasil kurobohkan, kau tanpa tahu malu hendak
membunuhnya! Tidakkah kau sadari kalau perbuatanmu merupakan tindakan pengecut"!
Kau, seorang tokoh golongan putih hendak membunuh seorang lawan yang tengah
tidak berdaya! Luar biasa! Hebat..!" ejek Setan Hitam Tak Berjantung disertai
senyum sinis. Ucapan-ucapan Setan Hitam Tak Berjantung tak ubahnya
pisau berkarat yang dihunjamkan pada tubuh Pedang Halilintar Sakti.
Wajahnya yang masih bersikap agung ini kontan berubah. Sebentar pucat, sebentar
merah. Dalam kemarahannya tadi, Pedang Halilintar Sakti memang sampai
melupakannya, sehingga bertindak tidak
pantas. Sekarang baru terasa, betapa pengecutnya tindakannya.
"Setan Hitam...!"
Sebelum si Pedang Halilintar Sakti atau Setan Hitam Tak
Berjantung berbicara atau bertindak sesuatu, terdengar suara keras yang menggema
ke sekitar tempat itu.
Sekalipun hanya Setan Hitam Tak Berjantung yang dipanggil,
Pedang Halilintar Sakti, dan Bongsang ikut-ikutan mencari sumber suara keras
tadi. Tapi, tetap saja mereka tidak dapat mengetahui dari mana asalnya. Suara
itu seperti muncul dari seluruh penjuru. Bahkan bergema ke sekitar tempat itu.
"Siapa kau"!"
Setan Hitam Tak Berjantung mengedarkan pandangan
berkeliling sambil mengepalkan kedua tangannya.
"Tunjukkan rupamu kalau kau bukan seorang pengecut!"
bentak Setan Hitam Tak Berjantung.
"Aku tidak bisa melakukannya, Setan Hitam!" suara tanpa wujud itu kembali
bergema. "Karena aku berada di tempat yang jauh dari sini! Di tempatmu. Rasanya,
akan makan waktu berhari-hari untuk sampai ke sana. Dan perlu kau ketahui, aku
hanya hendak memberitahukan sesuatu padamu. Jangan kau bunuh Dewa Arak.
Biarkan dia. Karena kemungkinan, dialah yang akan membasmi tokoh jahat dari masa
lima ratus tahun yang lalu. Kau sudah mengetahui hal itu bukan"! Ketahuilah,
Setan Hitam. Roh tokoh jahat dari masa lalu itu tidak akan bisa dibunuh. Tapi,
aku mempunyai harapan pada Cermin Ajaib. Dan karena aku tidak berada di tempat
Cermin Ajaib berada, maka akan sulit bagiku untuk bertindak sesuatu. Kalau kau
tidak mau membebaskan Dewa Arak, kuharap kau pergi ke Cermin Ajaib. Dan,
berdirilah di dekat sana. Dengan cara demikian, Cermin Ajaib akan terlihat
olehmu dari sini. Dan aku akan dapat
berhubungan dengannya."
"Kalau aku tidak mau"!" ejek Setan Hitam Tak Berjantung, sambil menyeringai
"Aku mohon, kau bebaskan Dewa Arak! Biar dia yang
melakukannya. Karena untuk itulah, dia berada di tempatmu!" pinta suara tanpa
wujud itu lagi.
"Kau hanya membuang-buang waktu saja!" sentak Setan Hitam Tak Berjantung. "Apa
pun yang terjadi, aku tidak akan memenuhi permintaanmu. Jelas"!"
8 Suasana langsung hening, ketika Setan Hitam Tak Berjantung
selesai mengucapkan penolakannya.
"Apakah kau yang berjuluk Penjaga Alam Gaib"!" celetuk Bongsang.
"Kira-kira demikian," jawab suara tanpa wujud.
"Siapa kau, Kisanak"! Maukah kau melakukan permintaanku yang ditolak Setan
Hitam"!"
"Tentu saja tidak!" jawab Bongsang cepat. "Bahkan kalau bisa aku akan
membunuhmu! Enak saja kau mengakui Cermin Ajaib
sebagai milik leluhurmu. Bahkan tanpa tahu malu kau berani
memakai julukan Penjaga Alam Gaib. Orang lain bisa kau tipu. Tapi aku, Bongsang
tidak akan tertipu. Aku tahu, siapa pemilik Cermin Ajaib ini!"
"Ah. .!" desah suara tanpa wujud, kaget. "Jadi kau kiranya orang yang bernama
Bongsang" Guru banyak bercerita tentang kau, Bongsang. Kau termasuk kakak
seperguruanku. Hanya saja, kau kini menjadi murid murtad. Kau hendak membunuh
guru hanya karena beliau akan menghukummu. Kau menyeleweng dari aliran ilmu
guru, Bongsang. Beliau tidak pernah mengorbankan manusia untuk
menambah pengetahuan ilmu gaibnya. Tapi, kau" Kau banyak
menculik bayi-bayi dan mengambil otak dan darahnya, serta sumsum tulangnya untuk
mendapatkan... "
"Cukup! Aku tidak butuh ocehanmu! Jadi, kau dipunggut tua bangka bau tanah itu
untuk menjadi ahli warisnya, heh"! Sayang, aku gagal membunuhnya!"
"Sadarlah, Bongsang! Lebih baik kita bersatu untuk mencegah munculnya
terbentuknya iblis mengerikan yang berasal dari masa lima ratus tahun yang
silam. Sekarang kau tidak merasa aneh kalau berita tentang makhluk itu telah
tersebar luas. Bahkan kawan-kawanku tewas di perjalanan. Rupanya kau yang
berdiri di belakang layar, Bongsang. Aku tidak merasa aneh sekarang, mengapa
rencanaku berhasil kau ketahui. Aku tahu, dalam ilmu pengetahuan gaib, aku masih
jauh di bawahmu. Tanpa Cermin Ajaib kau telah bisa mengetahui kalau peti bertuah
yang berisikan jasad dari masa lima ratus tahun lalu itu telah keluar ke dunia
persilatan. Dan guru tidak sempat menceritakan padaku tentang tokoh dari lima
ratus tahun lalu itu. Sedangkan kau, aku yakin telah pernah mendengar ceritanya.
. " Suara tanpa wujud itu mendadak terhenti di tengah jalan.
Dan Bongsang menjadi heran. Ucapan Penjaga Alam Gaib yang belum selesai mengapa
tiba-tiba terputus" Apakah terjadi sesuatu dengan tokoh itu di tempat dia
berada" Pertanyaan yang sama menghinggapi benak si Pedang
Halilintar Sakti, dan Setan Hitam Tak Berjantung. Namun,
Bongsanglah yang lebih dulu sadar dan mengetahui penyebabnya.
"Aku mencium ada hawa gaib di sekitar tempat ini. Pasti inilah penyebab putusnya
pembicaraan Penjaga Alam Gaib! Ada seseorang atau sesuatu yang telah menggunakan
ilmunya, untuk memutuskan hubungan ini!" desis Bongsang, dengan suara bergetar.
Bongsang jadi gentar. Sebagai tokoh ahli ilmu gaib, kakek
berhidung melengkung ini tahu kalau untuk melakukan hal itu membutuhkan ilmu
gaib yang amat tinggi. Dan bahkan, dia sendiri pun tidak mampu melakukannya.
Baru saja ucapan Bongsang berakhir, terdengar suara
terkekeh menyeramkan. Suara itu terdengar dekat sekali, tapi tidak nampak
seorang pun di sekitarnya.
Mendadak terdengar bunyi berkesiutan nyaring disusul
meluncurnya beberapa benda sebesar kepala manusia. Semua tertuju ke arah
Bongsang dan Setan Hitam Tak Berjantung.
Semula, Setan Hitam Tak Berjantung dan Bongsang
bermaksud menangkisnya. Tapi niat itu langsung diurungkan, ketika sepasang mata
mereka yang tajam melihat benda yang tengah
meluncur ternyata empat kepala manusia. Tangkisan yang akan dilakukan langsung
diganti dengan gerakan tangan berputar, untuk mematahkan daya luncur. Sehingga,
kepala-kepala manusia tanpa tubuh itu berjatuhan di tanah, sebelum mengenai
tubuh Setan Hitam Tak Berjantung dan Bongsang.
Sepasang mata Setan Hitam Tak Berjantung dan Bongsang
hampir melompat keluar dari rongga ketika melihat kepala manusia itu ternyata
kepala bekas murid utama Kuru Sanca yang ditugaskan untuk mencari raga tokoh di
zaman lima ratus tahun silam.
"Kalian kaget?"
Pertanyaan bernada mengejek itu membuat Setan Hitam Tak
Berjantung dan Bongsang, juga si Pedang Halilintar Sakti
mengarahkan pandangan ke arah asal suara. Dan seketika, wajah si Pedang
Halilintar Sakti memucat. Pemilik seruan itu dikenalinya betul, sebagai suara
Karpala, muridnya. Tapi pemuda itu telah memiliki kepandaian luar biasa!
Bongsang yang memiliki kemampuan gaib tinggi, langsung
dapat merasakan keanehan dari sosok yang berdiri di depannya. Mata batinnya
langsung dapat melihat kalau Karpala telah ditumpangi sejenis roh yang amat
ganas! Roh yang berasal dari zaman lampau!
Seketika itu dia pun teringat akan roh dari lima ratus tahun silam.
"Kau.. kau.. , Garba Baureksa"!"
Bongsang yang tahu nama tokoh dari zaman lima ratus tahun
silam dari gurunya, langsung menyebut nama itu. Suaranya terdengar bergetar
karena guncangan perasaan.
"Ah. .!"
Bukan hanya Setan Hitam Tak Berjantung yang menjadi
terkejut. Tapi, juga si Pedang Halilintar Sakti. Nama Garba Baureksa telah
didengarnya juga, meski semula hanya dianggapnya sebagai dongeng. Sekarang Ketua
Perguruan Pedang Halilintar ini mengerti mengapa Karpala muridnya jadi memiliki
kepandaian selihai itu!
Rupanya dia ditumpangi roh Garba Baureksa yang terkenal
menggiriskan. "Rupanya kau masih mampu untuk mengenaliku, Bongsang"!
Bagaimana" Apakah kau masih mencari bayi-bayi untuk diambil darah, otak, dan
sumsumnya untuk keperluan ilmu gaibmu"! Yang kutahu, kau masih melakukannya.
Seperti juga halnya Setan Hitam Tak Berjantung yang berusaha mengambil ragaku
lebih dulu. Untuk kemudian, kalian akan memasang sesuatu di ragaku. Sehingga aku
nantinya mau tidak mau harus menuruti semua kehendak kalian.
Tentu saja kalau aku tidak mau, kalian dapat menyiksa. Dan, inilah sebagian dari
orang-orang yang kalian suruh untuk mengambil ragaku. Sisanya kutinggalkan!"
Setan Hitam Tak,Berjantung dan Bongsang menelan ludahnya
sendiri untuk membasahi tenggorokan yang mendadak kering. Sama sekali tidak
disangka kalau semua rencana yang disusun secara rapi, telah diketahui Garba
Baureksa. "Bagaimana kau bisa tahu semuanya, Garba Baureksa"!
Bukankah kalau kau tidak berada di dalam ragamu yang asli,
kemampuanmu akan banyak yang lenyap" Dan andaikata kau
mampu, akan berkurang jauh bobotnya. Apakah aku tidak salah duga"!" Bongsang
mengutarakan keheranannya.
"Sebetulnya aku malas untuk menjawab. Tapi, biarlah.
Hitung-hitung agar kalian tidak mati penasaran," Garba Baureksa mengalah. "Apa
yang kau katakan itu memang benar, Bongsang. Tapi, kemampuanku yang dulu bisa
kudapatkan kembali, meski di dalam raga orang lain! Memang tidak akan sampai ke
puncaknya seperti yang dulu. Tapi, telah cukup lumayan toh"! Setiap aku
melakukan kejahatan, maka kemampuan yang dulu kumiliki kudapatkan lagi, meski
hanya sedikit. Toh, terbukti cukup untuk mengetahui rencana kalian dan
memberikan tabir. Sehingga, Penjaga Alam Gaib dan yang lain-lain tidak bisa
mengawasi kegiatanku! Ha ha ha. .!"
"Kurasa kita bisa bekerja sama, Garba," Setan Hitam Tak Berjantung yang belum
apa-apa sudah merasa gentar, mengajukan sebuah usul yang dianggap bagus.
"Sayang sekali, aku tidak bisa menerimanya, Setan Hitam!"
jawab Garba Baureksa tegas. "Banyak alasannya. Pertama, kau adalah datuk licik.
Dan setiap orang licik tidak bisa dipercaya. Kedua, aku terbiasa bekerja
sendiri. Dan yang ketiga, kau telah menunjukkan itikad tidak baikmu terhadapku!
Juga dengan membunuhmu, aku akan mendapatkan kembali sedikit kemampuan yang dulu
pernah kumiliki!"
Setan Hitam Tak Berjantung dan Bongsang saling
berpandangan. Keduanya tahu kalau Garba Baureksa tidak akan mengampuni jiwa
mereka. Mau tidak mau mereka akan bertahan
mati-matian nanti.
"O, ya. Sebagai tambahan lagi, perlu kukatakan kalau raga yang diambil oleh anak
buahmu, Setan Hitam, bukan ragaku. Entah mengapa, mereka bisa sampai terkecoh
demikian."
"Bukankah kau memiliki kemampuan untuk mengetahui, di
mana adanya sesuatu"! Mengapa tidak kau gunakan untuk mencari ragamu"!" celetuk
Bongsang bingung.
Dia masih merasa heran mengetahui mayat yang diambil anak
buahnya bukan mayat Garba Baureksa. Padahal, dia telah
mengumpulkan keterangan dan berhasil mendapatkan petunjuk kalau mayat itu berada
di tangan sebuah keluarga pendekar. Dan karena keturunan pendekar itu telah
lenyap, anak buahnya mengambil di pemakaman keluarga pendekar yang hidup lima
ratus tahun lalu, adalah orang yang pertama kali bertemu kakek aneh yang muncul
dalam mimpi. Tidak ada yang tahu siapa namanya.
"Aku tidak bisa melacaknya dengan ilmuku karena kakek
yang telah menyebabkan rohku terpisah
dari raga, telah
menyembunyikannya
tanpa aku mampu melacaknya. Biar bagaimanapun, ilmu putih lebih unggul dari ilmu hitam, Bongsang!
Maka, aku tidak dapat menemukannya!"
Bongsang dan Setan Hitam Tak Berjantung diam.
"Bersiaplah untuk melihat neraka!"
Garba Baureksa menudingkan telunjuk kanannya pada batu
sebesar kerbau yang berada di belakangnya. Sedangkan tangan kirinya ditudingkan
ke arah tubuh Setan Hitam Tak Berjantung.
Setan Hitam Tak Berjantung, Bongsang, dan si Pedang
Halilintar Sakti terbelalak ketika melihat batu sebesar kerbau terangkat naik ke
atas! Padahal, terlihat jelas kalau pemuda berkumis tipis itu tidak mengerahkan
tenaga sama sekali.
Dan keterkejutan ketiga tokoh sakti yang telah terjepit itu semakin menjadi-
jadi, ketika melihat batu besar itu melayang ke arah mereka. Kali ini
keterkejutan bercampur kekhawatiran.
Karena masih belum mengetahui perkembangan tindakan
yang akan dilakukan Garba Baureksa, Bongsang dan si Pedang
Halilintar Sakti melompat mundur.
"Setan Hitam, menyingkir.. !"
Bongsang tidak kuasa untuk menahan teriakannya, ketika
melihat Setan Hitam Tak Berjantung tidak menjauh. Padahal, batu besar itu telah
meluncur mendekati. Bahkan sebentar lagi akan berada di atas kepalanya.
Keterkejutan Bongsang semakin memuncak, begitu melihat
Setan Hitam Tak Berjantung tidak bertindak apa-apa. Tapi sesaat kemudian dia
tahu, apa penyebabnya. Telunjuk tangan kiri Garba Baureksalah penyebabnya. Maka,
Bongsang bertindak cepat. Kedua tangannya dihentakkan ke arah batu besar itu
Blarrr! Batu sebesar kerbau bunting itu kontan hancur berantakan


Dewa Arak 70 Pulau Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketika terhantam angin pukulan Bongsang. Bahkan pecahannya
berpentalan ke sana kemari, tak tentu arah. Beberapa di antaranya mengenai Setan
Hitam Tak Berjantung.
"Kau sudah kepingin mati duluan, rupanya! Minggat kau.. !"
"Tidak!"
Bongsang yang mengerahkan seluruh kemampuan ilmu gaib
berteriak keras untuk melawan pengaruh seruan Garba Baureksa.
Sebagai ahli ilmu gaib, dia tahu kalau kekuatan serangan pemuda berkumis tipis
itu tergantung teriakan dan pikiran! Maka seluruh pikiran dipusatkan dan berseru
keras. Tapi usaha Bongsang bagaikan orang menangkap asap! Sia-
sia. Seruan Garba Baureksa yang disertai kibasan tangan kiri, membuat tubuhnya
melayang ke belakang seperti daun kering
dihempaskan angin.
Blakkk! Bongsang mengeluh tertahan ketika luncuran tubuhnya
berhenti, di saat berbenturan dengan dinding batu yang menjulang tinggi.
Tubuhnya seperti dilem. Bahkan tidak tergoyahkan sama sekali. Kendati berusaha
keras melepaskan diri.
Rontaan Bongsang semakin diperkeras, ketika melihat sebuah
batu sebesar gajah yang paling besar, meluruk deras ke arahnya. Itu terjadi
ketika Garba Baureksa kembali menudingkan tangannya.
Dan. . Jrottt! Bongsang tidak bisa menjerit lagi, begitu batu sebesar gajah itu menghantamnya.
Dan karena bagian belakang kakek berhidung melengkung itu adalah dinding tebing,
maka tubuhnya bagai digencet dari dua arah! Dalam keadaan tidak berdaya seperti
itu, tubuh Bongsang langsung luluh lantak. Kepalanya hancur, dengan badan remuk.
Nyawa-nya melayang saat itu juga.
Setan Hitam Tak Berjantung yang semula dicekam pengaruh
ilmu gaib Garba Baureksa berhasil membebaskan diri dari pengaruh sihir. Itu bisa
terjadi, karena Garba Baureksa mengalihkan perhatian ke arah Bongsang.
Pedang di tangan Pedang Halilintar Sakti menancap di perut
hingga tembus ke punggung. Sepasang mata Ketua Perguruan Pedang Halilintar ini
kelihatan tidak percaya melihat darah yang membanjir keluar. Sementara Garba
Baureksa tertawa terbahak penuh
kemenangan. "Sekarang kalian bebas, Dewa Arak. Dan kau, Wanita Liar. .!"
seru Garba Baureksa penuh pengaruh.
Hampir Dewa Arak tidak percaya. Pengaruh totokan yang
membelenggu tubuh mereka tiba-tiba lenyap membuyar. Dan darah kini mengalir
secara lancar. Buru-buru Dewa Arak dan Tungga Dewi bangkit berdiri, dan
langsung bersiap melancarkan serangan. Sepasang anak muda ini telah tahu kalau
Garba Baureksa merupakan sesosok makhluk
dahsyat."Menyingkirlah, Tungga Dewi! Selamatkan dirimu.. !" seru Dewa Arak pada
murid Nelayan Tenaga Gajah.
"Tidak, Dewa Arak! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bersamamu! Aku lebih
suka mati bersamamu, daripada hidup
sendirian di dunia ini!" tegas Tungga Dewi, jelas-jelas menyiratkan perasaan isi
hatinya. "Ho ho ho...! Luar biasa. .!" Garba Baureksa tertawa bergelak.
"Rupanya wanita liar ini mencintaimu, Dewa Arak. Bagus. .! Sayang sekali.. !
Kalian semua akan mati saat ini juga!"
Garba Baureksa langsung mengibaskan tangan kirinya. Maka
tubuh Dewa Arak pun terpental jauh ke belakang bagai daun kering dihempaskan
angin keras. Pentalan tubuhnya baru terhenti, ketika membentur dinding sehingga
hancur pada beberapa bagian. Memang saat itu Arya sempat melindungi tubuhnya
dengan pengerahan tenaga dalam. Tapi sebelum Dewa Arak sempat berbuat sesuatu,
tangan Garba Baureksa kembali bergerak. Seketika tubuh Dewa Arak tertarik ke
depan, tanpa mampu bertindak apa-apa.
Arya melihat adanya bahaya besar. Tapi, dia tidak mampu
berbuat apa-apa. Bahkan ketika tangan kanan Garba Baureksa telak menghantam bahu
kanannya, Dewa Arak hanya mampu mengeluh
tertahan. Tubuh Dewa Arak terbanting di tanah dengan mulut
menyeringai, merasakan sakit. Pukulan Garba Baureksa ternyata memang tidak bisa
dianggap remeh. Dewa Arak tahu, tidak ada gunanya melawan dengan kemampuan
biasa. Tidak ada jalan lain, Belalang Raksasa yang ada di alam gaib harus
dipanggil untuk menghadapi Garba Baureksa yang demikian luar biasa.
"Kakang Karpala.. ! Hentikan.. !"
Seruan keras melengking nyaring, membuat Dewa Arak
terpaksa menghentikan maksudnya. Bahkan Garba Baureksa pun ke belakang. Tampak
seorang gadis berpakaian coklat, berwajah cantik jelita tengah berlari-lari
cepat mendekati tempat itu.
"Kakang Karpala.. ! Jangan bunuh dia. .!" ujar Dara.
Garba Baureksa alias Karpala tampak berubah-ubah
wajahnya. Bahkan sepasang matanya pun tidak lagi merah membara, tapi berkerlip-
kerlip. Pemuda berkumis tipis itu tampak terkejut, melihat gadis berpakaian
coklat ini. "Dara.. mengapa kau berada di sini"!" tanya Garba Baureksa dengan suara yang
membuat Arya dan Tungga Dewi heran. Suara itu berbeda sekali dengan suara Garba
Baureksa biasanya.
"Aku menyusulmu, Kakang Karpala. Aku kabur dari
perguruan, begitu kudengar ayah memerintahkan murid-murid
perguruan yang lain membinasakanmu. Tapi sekarang seorang kawan, kudengar kau
menjadi beringas dan membunuh orang-orang tidak bersalah. Sadarlah, Kakang
Karpala," pinta Dara.
Sepasang mata Garba Baureksa kembali merah membara.
Tidak lagi putih bercampur hitam seperti mata manusia umumnya.
"Ha ha ha.. ! Membunuhku"! Tidak akan ada satu pun orang yang dapat membunuhku!"
Arya, Tungga Dewi, dan Dara tampak terkejut mendengar
perbedaan suara ini dengan suara sebelumnya. Dewa Arak dan
Tungga Dewi tahu, suara ini adalah suara yang biasa mereka dengar.
Suara Garba Baureksa.
Benak Arya yang cerdik langsung bisa memperkirakan,
mengapa hal itu terjadi. Roh Garba Baureksa ternyata belum
sepenuhnya menguasai raga dan pikiran Karpala. Dan timbulnya pikiran jemih
Karpala justru ketika muncul Dara, wanita yang dicintainya. Arya tahu, sekarang
ini terjadi perang tanding antara angkara murka Garba Baureksa, melawan cinta
kasih Karpala. Dan ini merupakan kesempatan baik. Barangkali saja, Karpala mampu
membebaskan diri dari kungkungan roh jahat Garba Baureksa.
"Karpala dirasuki roh jahat. Usahakan agar Karpala yang asli dapat memenangkan
pertarungan batin ini, Dara"!" jelas Arya pada gadis berpakaian coklat itu.
Wajah Dara tampak berubah hebat. Memang, gadis
berpakaian coklat ini tidak tahu kalau Karpala dimasuki roh jahat dari tokoh
lima ratus tahun yang silam. Dikiranya, Karpala hanya menjadi kurang waras.
Akibat tekanan perasaan yang menghimpit batinnya.
"Sadarlah, Kakang Karpala. Hanya kau satu-satunya yang dapat kujadikan sandaran
di dunia yang luas ini. Aku seorang diri terlunta-lunta mencari-carimu, Kakang
Karpala. Haruskah aku terlunta-lunta terus selamanya"!"
Wajah dan keadaan Karpala tampak mengerikan. Sinar
sepasang matanya berubah berganti-ganti. Terkadang merah
membara, tapi tak jarang pulih kembali seperti biasa. Perang tanding antara dua
kekuatan itu tengah berlangsung.
"Terus gugah batinnya, Dara," ujar Dewa Arak, lagi-lagi memberikan saran dengan
ilmu mengirim suara dari jauh.
"Apakah kau tidak sayang pada anak kita, Kakang Karpala.. "!
Apakah aku harus membesarkannya sendiri"! Nasibku akan merana, Kakang! Tidak ada
orang yang akan membantu melahirkan dan
membesarkan anak kita.. ."
"Dara.. !"
Setelah sekian lamanya berdiam diri dengan pertarungan
keras di dalam batin, Karpala berseru keras sambil berlari meluruk ke arah Dara.
Tak lama, Arya, Tungga Dewi, serta Dara, melihat ada kilatan cahaya hijau
melesat dari atas kepala Karpala. Sinar itu melayang ke udara.
Sementara, Karpala yang tengah berlari tiba-tiba ambruk ke
tanah sebelum berhasil mencapai Dara. Dara dengan penuh rasa cemas cepat
memeriksa. "Bagaimana ini" Apa yang terjadi dengannya"!" tanya Dara, penuh rasa cemas.
"Dia hanya pingsan. Roh jahat itu telah cukup lama berkuasa di tubuhnya.
Sehingga begitu pergi, akibatnya cukup berat buat Karpala. Tapi, dia tidak apa-
apa. Tak lama lagi akan sadar. Dia akan kembali sebagai Karpala yang dulu,"
jelas Arya panjang lebar.
"Terima kasih.. , eh...! Apakah kau orang yang berjuluk Dewa Arak"!" tanya Dara
sambil menatap rambut Arya yang putih.
"Benar. Kenapa"!"
"Seorang gadis cantik berpakaian putih tengah mencari-
carimu. Kalau. . tidak salah. .."
Belum juga Dara menyelesaikan ucapannya, Dewa Arak yang
telah bisa menduga siapa orang yang dimaksud segera melesat cepat.
Dia tidak ingin terlambat lagi. Karuan saja tindakan Dewa Arak membuat Tungga
Dewi kaget "Dewa Arak! Tunggu.. !" seru gadis berpakaian kuning ini sambil melesat
mengejar. Tapi, kali ini Dewa Arak tidak mempedulikannya. Bahkan
terus mempercepat larinya. Di benaknya hanya ada Melati. Pikiran semula mengenai
kejadian yang baru saja terjadi, terlupakan. Arya tahu, Karpala adalah seorang
pemuda berhati lurus, dan berwatak baik. Kalau tidak, tak akan nantinya bisa
bebas dari cengkeraman roh jahat itu. Roh jahat itu dapat masuk ke raganya,
karena Karpala tengah sakit hati.
Yang tinggal di tempat itu kini hanya Dara. Dan ketika
pandangan mata gadis berpakaian coklat ini beredar, jeritan menyayat hati pun
keluar dari mulutnya. Ternyata dia melihat tubuh ayahnya, Pedang Halilintar
Sakti, tewas! Kontan saja Dara jatuh pingsan.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor Fuji Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusianfo/ http://ebook-dewikz.com/
Serial Dewa Arak
dalam episode-episodenya yang menarik:
1. PEDANG BINTANG
41. MACAN- MACAN BETINA 2. DEWI PENYEBAR MA UT
42. EMPAT DEDENGKOT PULAU KARA NG
3. CINTA SANG PENDEKAR
43. GARUDA MATA SATU 4. RAKSASA RIMBA NERAKA
44. TAWANAN DATUK SESAT 5. BANJIR DARAH DI BOJONG GADING
45. MISTERI RAJA RACUN 6. PRAHARA HUTAN BANDAN
46. PENDEKAR SADIS 7. RAHASIA SURAT BERDARAH
47. BENCANA PATUNG KERAMAT 8. PENGA NUT ILMU HITAM
48. TENAGA INTI
BUMI 9. PENDEKAR TANGAN BAJA
49. GEGER PULA U ES 10. TIGA MACAN LEMBAH NERAKA
50. PERTARUNGAN DI PULA U API
11. MEMBURU PUTRI DATUK
51. RAJA SIHIR BERHATI HITAM 12. JAMUR SISIK NAGA
52. MANUSIA KELELAWAR 13. PENINGGALAN IBLIS HITAM
53. PENJARAH PERAWAN 14. S EPASANG ALAP-ALAP BUKIT GANTAR 54.
KABUT DI BUKIT GONDANG 15. TINJU PENGGETAR BUMI
55. PERINTAH MAUT 16. PEWARIS ILMU TOKOH SESAT
56. SUMPAH SEPASANG HARIMA U
17. KERIS PEMINUM DARAH
57. PERGURUAN KERA EMAS 18. KELELAWAR BERACUN
58. MAYAT HIDUP 19. PERJALANA N MENANTANG MAUT
59. TITIPAN BERDARAH 20. PELARIAN ISTANA HANTU
60. PERAWAN2 PERSEMBAHAN 21. DENDAM TOKOH BUANGAN
61. RAJA IBLIS TANPA TANDING 22. MA UT DARI HUTAN RANGKONG
62. PEREMPUAN PEMBAWA MAUT 23. S ETAN MABUK
63. ANGKARA SI ANAK NAGA

Dewa Arak 70 Pulau Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

24. PERTARUNGAN RAJA-RAJA ARAK
64. SATRIA SINTING 25. PENGHUNI LEMBAH MALAIKAT
65. SI LINGLUNG
SAKTI 26. RAJA TENGKORAK
66. PEMBUNUH GELAP 27. KEMBALINYA RAJA TENGKORAK
67. MAKHLUK JEJADIA N 28. TEROR MACAN PUTIH
68. BIANG-BIANG
IBLIS 29. ILMU HALIMUN
69. PETI BERTUAH 30. DALAM CENGKERAMA N BIANG IBLIS 70.
PULAU SETAN 31. PERKAWINAN BERDARAH
71. PETUALANG2 DARI NEPAL 32. ALGOJO-ALGOJO BUKIT LARANGAN
72. BATU KEMATIAN 33. MAKHLUK DARI DUNIA ASING
34. RUNTUHNYA SEBUAH KERAJAAN
35. KEMELUT RIMBA HIJA U
36. TOKOH DARI MASA SILAM
37. RAHASIA SYAIR LELUHUR
38. NERAKA UNTUK SANG PENDEKAR
39. MISTERI DEWA S ERIBU KEPALAN
40. GEROMBOLAN SINGA GURUN
Pedang Dan Kitab Suci 3 Gento Guyon 3 Sang Cobra Pendekar Misterius 1
^