Pencarian

Tawanan Datuk Sesat 1

Dewa Arak 44 Tawanan Datuk Sesat Bagian 1


TAWANAN DATUK SESAT
oleh Aji Saka Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Aji Saka Serial Dewa Arak dalam episode:
Tawanan Datuk Sesat
128 hal. ; 12 x 18 cm.
1 Malam ini begitu cerah. Langit tampak bersih,
tanpa sepotong awan pun menggantung di sana.
Bintang-bintang seperti leluasa memancarkan sinar
lembutnya ke persada. Bulan purnama berwarna
kuning keemasan semakin menambah indahnya
suasana malam. Rasanya, suasana di persada begitu
aman dan tenteram.
"Auuung...!"
Mendadak, terdengar tolongan anjing hutan.
Suaranya melengking panjang dan menyelusup sampai
ke lubuk hati. Nadanya menimbulkan perasaan ngeri
bagi setiap orang yang mendengarnya. Dan menurut
kepercayaan sebagian orang, lolongan anjing hutan
tadi menjadi pertanda akan adanya sebuah peristiwa berdarah!
Sementara itu, di bawah siraman sinar sang
Dewi Malam, tampak sosok-sosok tubuh tengah
bergerak cepat dan ringan, mempergunakan ilmu
meringankan tubuh. Jumlahnya tak kurang dari
seratus orang! Dan tampaknya mereka rata-rata
memiliki kepandaian silat Namun anehnya, rombongan itu selalu mengambil jalan di
tempat yang te-lindung.
Kalau tidak pepohonan, tentu semak belukar. Bahkan sepasang mata masing-masing
selalu beredar mengawasi sekitarnya. Tampaknya, mereka tidak ingin kehadirannya diketahui
orang. Apakah yang hendak
mereka perbuat"
Mendadak, sosok yang berjalan paling depan
mengangkat tangannya ke atas. Dia, seorang kakek
bertubuh tinggi besar. Pakaiannya berwarna hitam
mengkilat. Wajahnya dipenuhi cambang bauk yang
cukup lebat. Penampilannya semakin menyeramkan
oleh potongan rambutnya yang dikepang satu. Dan
pada bagian ujung kepangan, dipasangi sebuah benda logam berbentuk bintang segi
lima. Tampaknya, dari sini bisa dinilai kalau kakek berambut dikepang itu
rnempunyai pengaruh besar dalam rombongan ini.
"Setan Kecil!" panggil kakek itu sambil menatap salah satu dari empat orang
kakek yang tadi berjalan di belakangnya.
"Hamba, Yang Mulia Mata Malaikat," sahut seorang kakek bertubuh kecil kurus dan
berwajah hitam. "Setan Botak! Setan Muka Tengkorak! Setan Tenaga Raksasa!" sebut kakek
berambut dikepang, yang ternyata berjuluk Mata Malaikat.
"Hamba, Yang Mulia Mata Malaikat," sahut tiga orang kakek yang memiliki ciri-
ciri berlainan satu sama lain.
"Kalian telah siap dengan rencana ini?" tanya Mata Malaikat seraya menatap satu
persatu wajah-wajah di depannya.
"Siap, Yang Mulia Mata Malaikat," sahut empat orang kakek yang ternyata datuk-
datuk sesat dari
empat penjuru mata angin (Untuk jelasnya mengenai
tokoh-tokoh ini, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode "Garuda Mata
Satu"). "Bagus! Ingat, jangan sampai gagal! Besok
Istana Kerajaan Gambang harus kita ambil alih,"
tandas Mata Malaikat Suaranya terdengar bergetar,
karena menahan gejolak nafsu angkara murka. Sudah
terbayang di benak, betapa dirinyalah yang seharusnya duduk di singgasana
istana. "Percayalah, Yang Mulia Mata Malaikat.
Sebelum matahari tenggelam, singgasana Istana Kerajaan Gambang berhasil
direbut!" tegas Setan Botak yang memang gemar bicara.
"Kau benar, Setan Botak! Akulah yang akan
menduduki takhta Kerajaan Gambang. Lalu, barulah
Kerajaan Mandau kutundukkan. Dan, saat
keberhasilan itu sebentar lagi akan tiba," kata Mata Malaikat, gembira. "Tunggu
apa lagi" Mari kita serbu kerajaan keparat itu!"
Usai berkata demikian, Mata Malaikat
melangkah meninggalkan tempat itu. Langkah kakinya tampak lebar-lebar, saking
semangatnya untuk buru-buru mewujudkan impiannya selama ini. Menjadi raja
diraja! Bagai kerbau dicucuk hidungnya, rombongan besar yang ternyata anak buah
Mata Malaikat bergerak mengikuti. Malam ini, mereka harus mencari tempat
beristirahat. Paling tidak untuk menyimpan tenaga, guna dipakai menghadapi
pertarungan esok pagi.
*** Sesuai kodratnya, pagi ini sang Surya kembali
muncul di ufuk timur. Roda kehidupan kembali
berputar. Dan orang-orang sibuk dengan urusan
masing-masing. Sama sekali tidak ada yang peduli
kalau saat ini akan terjadi penjagalan manusia oleh orang yang tengah dimabuk
nafsu. Dan memang, Mata Malaikat sudah tidak sabar
lagi untuk dapat segera menduduki Istana Kerajaan
Gambang. Anak buahnya seketika diberi aba-aba....
"Serbu...!" perintah Mata Malaikat, berteriak.
Seketika itu pula, bumi bagai berguncang oleh
derap kaki rombongan yang jumlahnya tak kurang dari tiga ratus orang itu! Kakek
berambut dikepang itu tampak berkuda paling depan. Sementara anak
buahnya yang masing-masing menggenggam senjata
telanjang di tangan, mengiringi dari belakang.
Derap kaki-kaki kuda yang bertubi-tubi
menghantam bumi, mengejutkan para prajurit yang
menjaga pintu gerbang. Untungnya, Istana Kerajaan
Gambang terletak di hamparan tanah lapang yang luas membentang. Sehingga,
kedatangan rombongan itu
segera dapat diketahui meskipun jaraknya masih
cukup jauh. "Tidak salahkah penglihatanku, Mota?" tanya prajurit yang bertubuh pendek gemuk.
Suaranya terdengar bergetar, karena rasa kaget yang
menyergapnya. "Tidak, Doga! Aku juga melihat serombongan
orang berkuda yang menuju kemari. Dan dari gerak-
geriknya, rasa-rasanya mereka hendak menyerbu
istana ini. Kau tunggu di sini, Doga! Aku akan
memberitahukan hal ini ke dalam!"
Seiring keluarnya ucapan itu, Mota berlari me-
asuki pintu gerbang istana. Gerakannya begitu cepat, bagai dikejar hantu menuju
gardu penjagaan.
"Hhh...! Hhh..., Kang Garwa! Gawat, Kang."
Tanpa mengatur napas lagi, Mota sudah
berteriak-teriak. Suaranya terdengar terputus-putus.
Napasnya juga terengah-engah, karena disertai rasa tegang yang melanda hati.
Karuan saja sikap Mota membuat laki-laki yang
berpangkat punggawa dan bernama Garwa ikut
kelabakan juga. Bergegas dia keluar dari gardu
penjagaan. "Tenang, Mota! Ceritakan dengan jelas
masalahnya," ujar Garwa penuh wibawa.
Sikap tegas Garwa membuat Mota tersadar.
Buru-buru napasnya diatur, dan mulai bicara.
"Ada serombongan orang dalam jumlah besar
menuju kemari, Kang," lapor Mota. Suaranya terdengar lebih tenang daripada
sebelumnya. "Hahhh..."! Cepat pukul kentongan tanda
bahaya!" perintah Garwa, cepat
Untuk yang kedua kalinya, Mota harus berlari.
Tapi kali ini arahnya menuju kentongan yang ada di sudut gardu jaga itu. Tak
lama, dipukulnya kentongan itu.
Tong, tong, tong...!
Bunyi kentongan tanda bahaya, berkumandang
memecahkan kesunyian pagi, dan terus menyelusup
ke seluruh pelosok Istana Kerajaan Gambang.
Sekejap kemudian, suasana kalut pun
melingkupi seisi istana. Memang, sama sekali tidak disangka akan terjadi
peristiwa seperti ini. Namun herannya, mengapa penjaga perbatasan sama sekali
tidak mengirim kabar"
Meskipun demikian, ternyata para prajurit
Kerajaan Gambang mampu mengendalikan kekalutan
itu, berkat bimbingan seorang panglima. Hanya dalam waktu singkat, semua
prajurit telah menempati posnya masing-masing. Dan seperti biasanya, bila
kerajaan diserbu lawan, maka pasukan yang mendapat bagian
pertama untuk menghalau lawan adalah pasukan
panah! Luar biasa kesigapan prajurit-prajurit Kerajaan Gambang di bawah pimpinan
seorang panglima perang
bernama Reksabaya. Sebelum rombongan anak buah
Mata Malaikat masuk dalam jarak luncuran anak
panah, pasukan pemanah telah siaga dengan busur
terentang siap melontarkan anak-anak panah.
Sementara itu, rombongan Mata Malaikat terus
meluruk maju. Seperti sebelumnya, berada di barisan depan adalah Mata Malaikat.
Di belakangnya, tampak datuk empat penjuru angin, serta tokoh-tokoh yang
berkepandaian tinggi. Dan paling bela-ang, adalah
anak buah Mata Malaikat.
Siasat yang digunakan rombongan Mata Ma-
laikat ini cukup cerdik! Karena apabila tokoh-tokoh yang memiliki kepandaian
rendah berada di bagian
depan, pasti akan kesulitan menghadapi serbuan
anak-anak panah yang dilepaskan prajurit-prajurit
Kerajaan Gambang. Sudah bisa dipastikan, akan
banyak timbul korban di pihak mereka.
Mata Malaikat tampaknya sudah tidak sabar
untuk segera masuk ke dalam Istana Kerajaan
Gambang. Sedangkan prajurit-prajurit Kerajaan
Gambang tampaknya merasa tegang. Terutama sekali,
pasukan panah! Sepertinya waktu berjalan demikian
lambat. Padahal, mereka sudah tidak sabar lagi untuk segera meluncurkan
serangan. Dan kini rombongan Mata Malaikat terlihat
mulai memasuki jarak luncuran anak panah. Dan....
"Tembak...!" teriak Panglima Reksabaya.
Twang! Twang! Twang...!
Puluhan, bahkan mungkm ratusan anak panah
seketika meluncur bagai hujan, begitu dilepaskan oleh prajurit-prajurit Kerajaan
Gambang. Anak-anak panah itu terus meluncur, mengancam rombongan Mata
Malaikat yang hendak menjarah Istana Kerajaan
Gambang. Mendapat serangan itu, orang-orang yang
ilmunya hampir menyamai Mata Malaikat,
kelihatannya tidak peduli. Dengan pengerahan tenaga
dalam saja, tubuh mereka mampu dibuat kebal
terhadap senjata tajam. Kecuali, bila anak-anak panah itu meluncur ke mata, yang
terpaksa harus ditangkis dengan tangan. Memang dalam pengerahan tenaga
dalam yang dimiliki, kedua tangan itu bagaikan besi saja! Namun tidak demikian
dengan seluruh anak
buah Mata Malaikat Mereka terpaksa menangkisi
luncuran anak panah dengan senjata. Sementara itu, tindakan Mata Malaikat lebih
mengagumkan lagi!
Beberapa kali anak panah yang meluncur ke arahnya
berhasil ditangkapnya. Dan begitu berada dalam
genggaman, anak panah itu dilontarkan untuk
memapak anak panah lain yang meluncur ke arahnya.
Mengagumkan! Anak panah yang dilemparkan
Mata Malaikat mampu membentur anak panah pra-
jurit-prajurit Kerajaan Gambang, tepat pada ujungnya!
Aneh, ujung anak panah prajurit Kerajaan Gambang
itu hancur seketika!
Sementara itu, sebagian besar anak buah Mata
Malaikat menangkisi luncuran-luncuran anak panah
dengan senjata di tangan. Sungguh suatu
keberuntungan bagi tokoh-tokoh berkepandaian
rendahan. Anak panah yang menyambar ke arah
mereka tampaknya tidak gencar. Bahkan, tidak jarang hanya sesekali. Masalahnya,
sebagian besar telah
diruntuhkan oleh mereka yang berada di depan.
Wajah Panglima Reksabaya langsung berubah
ketika melihat kejadian di bawah. Betapa tidak" Dari ratusan anak panah yang
telah diluncurkan, tak satu pun yang mengenai sasaran. Semuanya berhasil
dikandaskan dengan cara yang membuat seluruh
prajurit Kerajaan Gambang menggeleng-gelengkan
kepala. "Jangan putus asa!" seru Panglima Reksabaya memberi semangat "Hujani terus!
Jangan biarkan mereka maju!"
Begitu mendengar perintah, prajurit-prajurit
panah Kerajaan Gambang kembali menjepretkan
busurnya. Twang, twang, twang...!
Seketika ratusan batang anak panah menghu-
jani rombongan Mata Malaikat. Tapi untuk yang
kesekian kalinya, semua usaha yang dilakukan sia-sia belaka. Sementara itu,
sambil menangkis hujan anak panah yang belum juga berhenti, Mata Malaikat dan
pengikut-pengikutnya terus merangsek maju. Dan kini, jarak antara mereka dengan
Istana Kerajaan Gambang semakin dekat saja.
"Celaka! Mereka terus merangsek maju.
Rasanya mereka sulit ditahan lagi," kata salah seorang prajurit pemanah.
"Jangan pikirkan hal itu! Yang penting, cegah mereka agar jangan semakin
mendekat. Masalah gagal atau berhasil, tidak usah dipikirkan," sergah Panglima
Reksabaya. Ucapan panglima tinggi gagah itu dipatuhi
prajurit-prajurit pasukan panah. Mereka kembali
memasangkan anak-anak panah pada rentangan tali
busur, kemudian menjepretkannya.
Tapi seperti juga kejadian sebelumnya, hujan
anak panah itu kembali dapat dikandaskan. Dan
sambil terus mematahkan serangan demi serangan,
gerombolan Mata Malaikat terus merangsek maju.
Siasat Mata Malaikat ternyata luar biasa jitu.
Empat datuk dan beberapa tokoh aliran hitam yang


Dewa Arak 44 Tawanan Datuk Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memiliki tingkat kepandaian cukup tinggi
diperintahkan agar tidak meninggalkan rekan-rekan
yang lain saat bergerak maju. Tentu saja ini
dimaksudkan untuk menghindari kerugian di
pihaknya. Dan sekarang, mereka terus memapak setiap
serangan yang datang sambil terus merangsek maju
secara teratur. Kedua tangan dan berbagai macam
senjata diputar di atas kepala, untuk melindungi diri dari hujan serangan anak
panah. Setapak demi setapak, para tokoh persilatan
aliran hitam di bawah pimpinan Mata Malaikat itu
semakin mendekati dinding bangunan Istana Kerajaan Gambang. Sampai akhirnya,
mereka semua benar-benar hampir merapat dengan tembok!
"Sekarang...!" teriak Mata Malaikat memberi perintah.
Belum juga gaung ucapannya lenyap, kakek
berambut dikepang itu telah menjejak tanah. Sesaat kemudian, tubuhnya melayang
ke atas. Rupanya,
pimpinan tokoh-tokoh aliran hitam yang memiliki
penampilan menggiriskan ini ingin masuk ke dalam
Istana Kerajaan Gambang dengan melompati dinding!
Sebetulnya dinding Istana Kerajaan Gambang
ini tingginya tak kurang dari tiga tombak. Namun,
Mata Malaikat sama sekali tidak mengalami kesulitan untuk meluncur ke atas.
Tubuhnya terus melayang,
tanpa terlihat tanda-tanda akan mandek di tengah
jalan. Dan di saat tubuhnya tengah berada di udara, empat datuk golongan hitam
ikut pula melompat ke
atas. Tentu saja prajurit-prajurit panah Kerajaan Gambang di bagian atas
dinding, tidak mau
membiarkan mereka begitu saja. Apalagi, sampai
berhasil masuk ke dalam istana. Dengan sekuat
tenaga, mereka berusaha menghambat dengan anak-
anak panah yang kembali meluncur!
Wir, wir, wir...!
Tap, tap, tap...!
Beberapa batang anak panah yang meluncur,
mudah sekali ditangkap oleh Mata Malaikat hanya
dengan sekali cekal!
Tindakan Mata Malaikat tidak berhenti sampai
di situ. Tangan yang berhasil menangkap anak-anak
panah, seketika dikibaskan ke atas. Dan....
Wut, wut..! Cap, cap...! "Akh...!"
"Aaa...!"
Beberapa jerit kematian terdengar, ketika anak-
anak panah yang dikibaskan Mata Malaikat mendarat
di leher para prajurit Kerajaan Gambang. Tak pelak lagi, para prajurit itu
ambruk ke tanah dengan leher terpanggang. Tewas!
Sementara itu, Mata Malaikat terus saja melun-
cur ke atas. Tapi sebelum mencapai bagian atas
dinding, beberapa prajurit berusaha mencegah. Dan
kini senjata yang dipakai para prajurit adalah pedang dan golok.
Sing, sing, sing...!
Beberapa senjata meluncur ke arah tubuh
bagian atas Mata Malaikat. Namun menghadapi
serangan itu, Mata Malaikat tetap bersikap tenang.
Dengan enaknya tangannya segera diulurkan. Dan....
Tappp! Dua dari sambaran beberapa batang pedang
dan golok berhasil ditangkap kedua tangan Mata
Malaikat Dan secepat itu pula, ditariknya.
"Hih!"
Pada saat tubuh Mata Malaikat melayang ke
atas, tubuh dua orang prajurit Kerajaan Gambang
terjungkal ke bawah disertai jeritan menyayat
Jliggg! Ringan laksana daun jatuh, kedua kaki Mata
Malaikat hinggap di bagian atas dinding istana. Tapi belum juga sempat berbuat
sesuatu, sebagian prajurit pasukan panah yang sudah berganti senjata meluruk
ke arahnya dengan pedang di tangan. Sedangkan
busur-busur, ditinggalkan di tempat semula.
Sing, sing, sing...!
Sinar-sinar terang menyilaukan mata langsung
menyemburat ketika mata-mata golok itu tertimpa
matahari. Dan itu cukup membuat Mata Malaikat
memejamkan matanya yang mengerikan karena
merasa silau. Hebatnya, kakek bermata mengerikan ini ter-
nyata tetap tidak membuka matanya. Padahal, se-
rangan lawan-lawannya menyambar semakin dekat.
Memang, bagi tokoh tingkat tinggi seperti Mata
Malaikat, hal itu tidak jadi masalah. Sepasang
telinganya yang tajam, ternyata lebih mampu untuk
membaca sasaran yang dituju lawan. Dan itu bisa
diketahui dari desir angin yang mengiringi tibanya serangan.
Masih dalam keadaan sepasang mata terpejam,
Mata Malaikat memapak serangan lawan-lawannya.
Tak, tak...! Bukkk! Desss! "Aaakh...!"
Rincian kejadiannya terlalu sulit diikuti mata
biasa. Beradunya senjata-senjata prajurit Kerajaan Gambang dengan kedua tangan
Mata Malaikat ter-
dengar begitu keras. Itu pun masih ditambah dengan suara berdebuk keras dari
serangan balasan kaki dan tangan Mata Malaikat yarig mengenai sasaran, dan
terpentalnya tubuh prajurit-prajurit Kerajaan
Gambang. Menilik nada jeritan-jeritan itu, bisa diketahui
kalau para prajurit Kerajaan Gambang harus
menerima kematian.
Tapi, Mata Malaikat sama sekali tidak
mempedulikan kejadian yang menimpa lawan-
lawannya. Begitu serangan balasan dikirimkan, dia
segera melompat turun. Indah dan manis gerakannya.
Bahkan ketika kedua kakinya hinggap di tanah, sedikit pun tidak ada suara
terdengar. Namun seperti juga sebelumnya, begitu Mata
Malaikat mendarat, para prajurit Kerajaan Gambang
Jangsung menyambutnya. Hanya saja, kali ini yang
menyambutnya bukan pasukan panah lagi.
"Grrrhhh...!"
Mata Malaikat menggeram, karena merasa
jengkel bukan kepalang melihat prajurit Kerajaan
Gambang berbondong-bondong datang menyerbu
dengan senjata terhunus. Padahal, saat itu dia tengah tidak ada keinginan
meladeni mereka, karena buru-buru ingin menghancurkan pintu gerbang Istana
Kerajaan Gambang. Mata Malaikat jadi kalap. Maka,
seluruh kemampuannya pun dikeluarkan. Kedua
tangan dan kakinya juga digerakkan ke sana kemari.
Hebat bukan kepalang akibat amukannya. Ke
mana pun tangan atau kakinya bergerak, sudah dapat dipastikan ada tubuh yang
berpentalan tak tentu arah, disertai lengkingan kematian yang menyayat.
Memang, tindakan para prajurit Kerajaan Gam-
bang dalam mengeroyok Mata Malaikat, tak ubahnya
segerombolan semut menerjang api. Begitu berada di dekat kakek bermata
mengerikan itu, mereka langsung berpentalan tak tentu arah.
Ternyata, lolong kesakitan dan kematian bukan
hanya keluar dari mulut para prajurit yang menjadi lawan Mata Malaikat. Di
pertarungan lain, tampak dua dari empat datuk golongan hitam tengah mengamuk
pula. Rupanya, mereka juga telah berhasil melewati penjagaan pasukan panah.
Di saat tengah sengit-sengitnya pertarungan
berlangsung, mendadak....
Blarrr! Terdengar ledakan keras seperti ada halilintar
menyambar di sekitar tempat itu. Bagai diberi
perintah, pertarungan langsung terhenti. Dan kini, semua perhatian langsung
beralih ke arah asal suara gaduh itu.
Ternyata, bunyi keras yang menggelegar tadi
akibat hancurnya daun pintu gerbang istana. Pecahan-pecahan dan potongan-
potongan kayu tebal berukir
pun berpentalan ke sana kemari. Ternyata itu akibat hantaman Setan Kecil Muka
Hitam dengan pengerahan
tenaga dalam. Dan seiring berpentalannya pecahan-pecahan
kayu tebal berukir itu, rombongan anak buah Mata
Malaikat pun menyerbu masuk. Mau tak mau, hal ini
membuat sebagian prajurit Kerajaan Gambang
meninggalkan Mata Malaikat dan dua datuk golongan
hitam. Karena, mereka terpaksa harus menghadang
serbuan anak buah Mata Malaikat agar jangan sampai masuk ke bagian dalam istana.
Maka, tak pelak lagi pertarungan sengit pun terjadi.
Dentang senjata beradu, percikan bunga api,
jeritan kesakitan, dan raung kematian menyemaraki
pertarungan. Halaman Istana Kerajaan Gambang pun
mulai digenangi darah dan dipenuhi sosok tubuh yang bergeletakan tanpa nyawa.
Ternyata, sebagian besar dari sosok tubuh yang
bergeletakan ada di pihak prajurit Kerajaan Gambang.
Memang, tampaknya pertempuran berlangsung tak
seimbang. Meskipun jumlah anak buah Mata Malaikat
jauh di bawah lawan-lawannya, tapi dalam hal
kepandaian jelas lebih segala-galanya.
Bahkan punggawa yang bernama Garwa telah
tewas ketika menghadang Setan Kecil Muka Hitam.
Demikian pula, Panglima Reksabaya dan beberapa
panglima lain. Mereka tewas di tangan tiga dari empat datuk yang menguasai
penjuru mata angin.
Mereka sama sekali tidak mengalami kesulitan
untuk menghadapi jumlah prajurit Kerajaan Gambang
yang jauh lebih banyak. Apalagi para panglima perang Kerajaan Gambang sebagian
besar sudah tewas. Maka, tidak heran tokoh-tokoh seperti Mata Malaikat dan
empat datuk golongan hitam secara leluasa menyebar maut. Jeritan-jeritan
kesakitan selalu terdengar setiap kali tangan atau kaki mereka bergerak.
Tanda-tanda kemenangan gerombolan Mata
Malaikat sudah terlihat. Buktinya, prajurit-prajurit Kerajaan Gambang terlihat
terus-menerus bergerak
mundur, semakin mendekati bangunan istana. Pa-
dahal, semua pasukan panah telah bergabung.
Dan ketika akhirnya pasukan Kerajaan Gam-
bang semakin terdesak ke dalam bangunan, pasukan
yang bertugas menjaga bagian dalam istana pun ikut bertempur pula. Namun tetap
saja semuanya tergilas.
Sesumbar Setan Botak ternyata tidak meleset.
Matahari belum lagi mencapai titik tengahnya, namun perlawanan pasukan Kerajaan
Gambang telah berhasil
dilumpuhkan. Kecuali yang melarikan diri, semua
prajurit Kerajaan Gambang dibantai. Tidak ada
seorang pun yang dibiarkan hidup, meski telah
menyerah. Kerajaan Gambang kini telah runtuh ketika rajanya ikut terbunuh.
Seiring tidak adanya lagi perlawanan dari pihak
prajurit Kerajaan Gambang, pesta kegembiraan ge-
rombolan Mata Malaikat pun dimulai. Mereka semua
sibuk memenuhi keinginan masing-masing.
2 "Hhh...!"
Helaan napas berat keluar dari mulut seorang
muda tampan. Rambutnya yang putih keperakan,
tampak dipermainkan angin. Badannya sedang,
terbungkus pakaian berwarna ungu. Menilik dari
helaan dan raut wajahnya, bisa ditebak kalau hatinya tengah dilanda perasaan
gelisah. "Kenapa, Kang?"
Pertanyaan bernada penuh rasa ingin tahu dari
seorang gadis cantik berpakaian putih dan berambut panjang sampai pinggang,
membuat pemuda berambut
putih keperakan itu menoleh. Meskipun demikian,
ayunan langkahnya sama sekali tidak dihentikan.
Memang, sepasang anak muda yang tidak lain Dewa
Arak dan Melati itu tengah berlari.
"Aku geiisah sekali kalau teringat gerombolan Mata Malaikat, Melati," kata Arya.
"Dengan anak buah sebanyak itu, mereka pasti mampu berbuat apa saja.
Entah bagaimana cara menanggulanginya. Mudah-
mudahan saja mereka belum memulai tindak
kejahatan."
"Mudah-mudahan saja harapanmu terkabul,
Kang," sambut Melati bernada tidak yakin. "Tapi menurut pendapatku, hal itu
tidak mungkin. Aku
yakin sekali, saat ini Mata Malaikat dan anak buahnya tengah berusaha mewujudkan
rencananya."
"Apa yang kau utarakan sama sekali tidak
salah, Melati. Tapi sebelum terjadi, aku akan
menentangnya! Apa pun akibatnya," tandas Arya mantap.
"Kau lupa, Kang. Aku kan bersamamu. Kita
sama-sama akan menentang tindakan angkara murka
Mata Malaikat, apa pun taruhannya!" sambut Melati, setengah memperbaiki ucapan
kekasihnya. Arya hanya tersenyum.
"Hey! Lihat, Kang!"
Seruan kaget Melati yang disertai tudingan jari
telunjuk ke depan, membuat Arya mengarahkan
pandangan ke depan. Maka masih sempat dilihatnya
sesosok tubuh berpakaian prajurit kerajaan, terjatuh dari atas punggung seekor
kuda yang tengah berlari cepat menuju tempat mereka.
Brukkk! Keras sekali tubuh sosok berpakaian prajurit
itu jatuh di tanah. Sementara, kuda yang berwarna
coklat bercak-bercak putih itu terus saja berpacu
meninggalkan penunggangnya yang mengerang-erang
kesakitan di tanah.
Semua kejadian itu jelas disaksikan Arya dan
Melati. Maka tanpa membuang-buang waktu lagi
mereka segera melesat ke arah tubuh sosok ber-
pakaian prajurit itu tergolek.
Hanya dalam beberapa kali lesatan saja, sepa-
sang pendekar muda itu telah dekat dengan sosok
berpakaian prajurit. Kemudian, mereka berjongkok.
Arya dan Melati saling berpandangan ketika
melihat keadaan sosok yang ternyata memang seorang prajurit. Meskipun belum
memeriksa lebih teliti, bisa diketahui kalau nyawa si prajurit tidak bisa


Dewa Arak 44 Tawanan Datuk Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diselamatkan lagi. Luka-luka yang diderita terlalu parah. Bahkan napasnya pun
tinggal satu-satu.
Melihat hal ini, Arya tidak berani membuang-buang
waktu secara percuma.
"Apa yang terjadi, Kisanak?" tanya Arya, cepat
"Hhh..., hhh.... Istana telah diserbu oleh orang-orang sakti. Hhh..., hhh....
Aku khawatir, mereka telah berhasil merebut istana...," jawab prajurit yang
tengah di ambang ajal itu, terengah-engah.
Arya dan Melati saling berpandangan. Tanpa
diberi tahu lebih jelas lagi, bisa diperkirakan kalau para penyerbu istana
adalah gerombolan Mata Malaikat Seketika itu pula, perasaan gelisah yang
melanda hati Dewa Arak dan Melati semakin besar.
Betapa tidak" Ternyata gerombolan Mata Malaikat
telah mulai bertindak! Kalau begitu, mereka harus
bergegas sebelum Mata Malaikat berhasil
merampungkan maksudnya.
"Tolong katakan pada kami, kerajaan asalmu.
Dan, di mana letaknya?" pinta Arya agak kalap.
Namun permintaan Dewa Arak tidak langsung
terpenuhi, karena keadaan prajurit itu benar-benar sudah payah. Dia malah
tersengal-sengal beberapa
saat sebelum menjawab pertanyaan itu.
"Aku prajurit Kerajaan Gambang. Hhh.... Dari
sini, kau pilih arah barat. Setelah melalui hutan kecil, kau tinggal menempuh
arah lurus saja. Dan...,
aaakh...!"
Kepala prajurit yang malang itu pun terkulai,
karena nyawanya telah melayang meninggalkan raga.
"Hhh...!"
Hampir berbareng, Arya dan Melati menarik
napas berat Sambil menatap wajah prajurit Kerajaan Gambang yang malang itu,
sepasang anak muda itu
bangkit. "Maafkan aku, Kisanak. Bukannya aku tidak
mau mengurus mayatmu dengan layak. Tapi...,
keadaanlah yang tidak mengizinkan. Aku harus
bergegas kalau tidak ingin Mata Malaikat dan anak buahnya menyebar bencana di
mana-mana," kata Arya, lirih. Kemudian pemuda berambut putih keperakan
itu mengalihkan pandangan pada Melati.
"Mari, Melati!" ajak Arya pada kekasihnya.
Melati menganggukkan kepala. Sesaat kemu-
dian, sepasang pendekar muda ini telah berlari cepat meninggalkan tempat itu.
Arah yang dituju, sesuai
arah yang ditunjukkan oleh prajurit Kerajaan
Gambang yang sempat meloloskan diri tadi, sebelum
tewas. *** Ternyata ucapan prajurit Kerajaan Gambang
yang berhasil kabur dan kemudian tewas itu benar.
Belum juga jauh berlari, tak jauh di hadapan Arya dan Melati membentang sebuah
hutan kecil. Dan begitu
dilalui, tampaklah hamparan tanah lapang luas.
Samar-samar, di kejauhan terlihat sebuah bangunan.
Kalau tidak diberi tahu lebih dulu oleh prajurit
Kerajaan Gambang sebelum meninggal, mungkin Arya
dan Melati tidak akan menyangka kalau bangunan itu
adalah sebuah istana!
"Itukah Istana Kerajaan Gambang, Kang?"
tanya Melati sambil menudingkan jari telunjuk ke
depan, tanpa menghentikan larinya.
"Kalau prajurit tadi tidak salah memberi
keterangan, pasti itu Istana Kerajaan Gambang," jawab Arya, berputar.
Melati pun diam. Disadari perkataan Dewa Arak
ada benarnya. Semakin lama, jarak antara sepasang pendekar
muda itu dengan tempat yang dituju semakin dekat.
Dengan demikian, bentuk bangunan itu semakin jelas.
Dan, ternyata memang benar sebuah istana!
Arya dan Melati menghentikan larinya. Seka-
rang mereka berdiri dengan pandangan tertuju lurus ke depan. Terlihat jelas
kalau sorot mata mereka
penuh selidik. "Kelihatannya sepi-sepi saja, Kang" Tidak terlihat adanya pertempuran sama
sekali. Apakah prajurit yang kita temui itu tidak berdusta?" Melati yang mulai
ragu-ragu mengutarakan kekhawatirannya.
"Aku tidak sependapat denganmu, Melati,"
sahut Arya sambil mengalihkan pandangan ke arah
Melati. "Aku yakin, prajurit yang kita temui tadi berkata jujur."
' Tapi..., mengapa tidak terlihat hal-hal seperti yang dikatakannya" Jangankan
pertempuran. Keributan pun, tidak kelihatan. Suasana aman-aman
saja. Lihat saja dua orang prajurit yang menjaga pintu gerbang! Coba, lihat juga
ke atas tembok. Nah! betul, kan" Bukankah itu pasukan panah"!" urai Melati
mengajukan alasan ketidakpercayaan atas cerita
prajurit yang mengaku berasal dari Kerajaan
Gambang. Arya tidak langsung menjawab. Sebaliknya,
pemuda berambut putih keperakan ini malah
termenung. Kepalanya agak tertengadah. Sedangkan
pandangannya menerawang jauh menembus langit
Menilik dari kernyitan pada dahinya, bisa
diperkirakan kalau tokoh muda yang menggemparkan
ini tengah berpikir.
"Apa yang kau katakan itu sama sekali tidak
salah, Melati. Keadaan istana itu terlihat tenang-
tenang saja. Bahkan prajurit-prajurit sepertinya berada di tempat penjagaan
masing-masing. Meskipun
demikian, aku tetap yakin kalau prajurit itu sama
sekali tidak berbohong! Pasti ada kekeliruan di sini!"
mantap dan penuh keyakinan Arya mengutarakan
pendapatnya. "Jadi..., bagaimana maksudmu, Kang?" tanya Melati, masih merasa kurang jelas
dengan ucapan kekasihnya. "Ada dua kemungkinan, Melati," sahut Arya.
"Apa itu, Kang?" sambut Melati, tak sabar.
"Pertama, mungkin istana yang kita lihat sekarang ini bukan yang dimaksud
prajurit tadi," kata Arya memulai pendapatnya.
"Dan yang kedua?" potong Melati, cepat
Rupanya, gadis berpakaian putih ini tidak
sabar menunggu penjelasan kedua Dewa Arak. Dan
Melati merasa kan penjelasan pertama ada benarnya, tapi kemungkinannya terlalu
kecil. "Kedua, istana ini memang yang dimaksud pra-
jurit tadi. Dan penyerbuan itu benar terjadi. Hanya saja, sekarang telah usai,"
lanjut Arya lagi.
"Maksudmu..., pertempuran itu telah berakhir, Kang?" duga Melati.
Arya menganggukkan kepala.
"Benar."
"Jadi..., gerombolan Mata Malaikat berhasil
dipukul mundur"! Ah! Sepertinya hal mustahil, Kang.
Anak buah Mata Malaikat terdapat banyak orang sakti, di samping Mata Malaikat
sendiri dan empat datuk
golongan hitam. Rasanya, tidak mungkin kalau
rombongan itu bisa dikalahkan pasukan Kerajaan
Gambang yang hanya sebuah kerajaan kecil!" urai Melati panjang lebar.
"Siapa yang mengatakan kalau gerombolan
Mata Malaikat berhasil dipukul mundur oleh pasukan Kerajaan Gambang?" tanya Arya
dengan senyum tersungging di bibir.
"Lho"! Bukankah kau sendiri yang
mengatakannya, Kang"!" dengus Melati, pura-pura sewot "Rupanya kau gemar
mengada-ada, Melati.
Seingatku, aku tidak pernah berkata seperti itu," Arya juga bersikeras.
"Kau mengatakannya!" Melati tak mau kalah.
"Tidak, Melati!"
"Kau mengatakannya!" tandas Melati lagi.
Kali ini Arya tidak langsung menyambutinya.
Pemuda berambut putih keperakan ini termenung
sejenak. Kemudian, perlahan-lahan kepalanya ter-
angguk. "Baiklah, Melati. Mungkin kau benar. Tapi..., seingatku aku tidak bilang
begitu," Arya terpaksa mengalah agar persoalan ini tidak berlarut-larut.
"Memang, kau tidak mengatakan begitu, Kang.
Tapi pengertian yang terkandung di dalamnya seperti itu," tandas Melati.
Arya mengangguk-anggukkan kepala pertanda
mengerti. "Boleh kutahu ucapanku yang mengandung
pengertian seperti itu, Melati?" pinta Arya ingin tahu.
"Ucapan itu adalah, alasan keyakinanmu atas
ucapan prajurit yang telah membawa kita kemari,"
jelas Melati. "Ooo..., itu!"
Seketika itu pula terbentuk bulatan di mulut
Arya. Kepalanya pun terangguk-angguk, sementara di bibirnya tersungging sebuah
senyuman. "Bagaimana" Benar kan, pengertian ucapanmu
seperti itu" Bukankah kau mengatakan, rombongan
Mata Malaikat benar menyerbu Istana Kerajaan
Gambang dan pertempuran terjadi. Hanya saja, se-
karang telah usai! Nah! Melihat dari keadaan istana yang dijaga prajurit-
prajurit Kerajaan Gambang,
bukankah berarti kalau gerombolan Mata Malaikat
telah dipukul mundur"!" urai Melati, penuh semangat
"Rupanya kau terlalu terburu buru menarik
simpulan, Melati," kata Arya sambil tersenyum lebar.
"Aku tidak mengerti maksudmu, Kang?" Melati mengernyitkan kening. "Aku terburu-
buru menarik kesimpulan"!"
"Benar," sahut Arya sambil menganggukkan kepala. "Kau tahu, Melati. Ucapanku
sebenarnya belum selesai. Masih ada lanjutannya, sehingga jangan sampai
menimbulkan salah pengertian. Pantas saja
kau menarik kesimpulan seperti itu."
Tanpa sadar, Melati terlongong bengong.
"Pertempuran telah usai. Tapi, bukan pihak Kerajaan Gambang yang mendapat
kemenangan, melainkan gerombolan Mata Malaikat"
"Tapi..., mengapa yang terlihat prajurit Kerajaan Gambang" Atau.... Jadi,
maksudmu prajurit-
prajurit itu tak lain adalah anak buah Mata Malaikat
yang berseragam prajurit"!"
Arya menganggukkan kepala pertanda
membenarkan. "Mengapa hal itu dilakukannya, Kang?" tanya Melati, ingin tahu.
"Entahlah, Melati," jawab Arya sambil
mengangkat bahu. ' Tapi..., ingatkah kau dengan cerita Garuda Mata Satu?"
Melati mengernyitkan alisnya yang berbentuk
indah itu sejenak. Rupanya, itulah kebiasaannya bila setiap kali mengingat-ingat
sesuatu. "Ingat sih ingat, Kang. Tapi, cerita Garuda Mata Satu kan cukup banyak. Ucapan
mana yang kau maksudkan?"
"Kau ingat cerita Garuda Mata Satu tentang
nafsu serakah Mata Malaikat" Tokoh sesat itu
mempunyai keinginan untuk menjadi seorang raja
besar. Jadi, mana mungkin disebut raja kalau tidak mempunyai prajurit" Mungkin
itulah sebabnya,
mengapa anak buahnya mengenakan seragam prajurit
kerajaan! Tapi ingat, Melati! Ini baru dugaanku saja.
Jadi, bukan tidak mungkin ada kesalahan!"
' Tapi aku yakin dugaanmu benar, Kang," ujar
Melati, sok yakin.
"Jangan terlalu yakin, Melati," sergah Arya dengan senyum tersungging di bibir.
"Barangkali saja dugaanmu yang benar."
"Ah! Kau ini bagaimana, Kang. Ucapanmu
membuatku jadi bingung, tahu"!" rajuk Melati.
"Ha ha ha...!" Arya tertawa bergelak. "Hanya ada satu jalan untuk membuktikan
dugaan siapa yang benar." "Kita harus menyelinap ke sana dan menyelidikinya,
kan?" tebak Melati, cepat
"Kau memang pintar. Jawabanmu tepat!" puji Arya sambil tersenyum menggoda.
"Kapan kita harus ke sana, Kang?" tanya Melati berusaha sungguh-sungguh.
Sikapnya menunjukkan
kalau dirinya sama sekali tidak mempedulikan pujian itu.
"Nanti malam," jawab Arya, singkat
3 Angin lembut membawa hawa dingin menusuk
tulang, berdesir di malam yang hanya diterangi sinar bulan sepotong. Juga, tidak
terlihat adanya bintang di langit. Keadaan angkasa saat itu memang tidak cerah.
Dalam suasana malam seperti itu, tampak dua
sosok bayangan melesat cepat menuju Istana Kerajaan Gambang. Cepat bukan main
gerakan mereka.
Sehingga, yang terlihat hanyalah dua kelebatan
bayangan berwarna ungu dan putih dalam bentuk
tidak jelas. Hanya dalam beberapa kali lesatan, dua sosok
bayangan itu telah semakin mendekati dinding istana.
Dan.... "Hup!"
Dua sosok bayangan itu langsung
menempelkan punggungnya ke dinding istana, agar
tidak terlihat para prajurit penjaga. Sesaat keduanya bersikap demikian, sambil
mengatur desah napas.
Di bawah siraman sinar bulan sepotong, ter-
nyata masih bisa terlihat wajah dan perawakan kedua sosok bayangan itu. Mereka
adalah Arya dan Melati.
Dan sepasang pendekar muda itu saling berpandangan
sejenak, sebelum akhirnya membalikkan tubuh.
Lalu.... "Hih!"
Hanya dengan sebuah genjotan perlahan, Arya
dan Melati telah berhasil meluncur ke atas. Lalu
ringan laksana sehelai daun, kaki mereka hinggap di atas dinding istana.
"Hey! Siapa..."! Ah...! Rupanya kau, Dewa
Arak"!" Serangkaian teguran bernada penuh
keterkejutan menyambut kehadiran sepasang
pendekar muda yang memiliki kesaktian tinggi, begitu mendarat
Seketika itu pula, Dewa Arak dan Melati lang-
sung berpaling ke arah asal suara tanpa terkejut sama sekali. Dan memang, hal
itu sudah diduga sebelumnya. Maka, seketika beberapa orang berpakaian
seragam prajurit kerajaan meluruk ke arah mereka.
Srattt! Srattt! Singgg! Singgg!
Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, pra-
jurit-prajurit itu mencabut senjata masing-masing, kemudian meluruk ke arah Dewa


Dewa Arak 44 Tawanan Datuk Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Arak dan Melati.
Pancaran sinar bulan yang menjilati mata pedang dan golok, menimbulkan kilatan-
kilatan sinar yang
menyilaukan mata.
Namun orang yang diserang adalah Dewa Arak
dan Melati. Dua tokoh yang meskipun masih muda
belia, namun telah memiliki kepandaian begitu tinggi.
Maka menghadapi serangan semacam itu, kedua
pendekar muda ini sama sekali tidak gugup.
Apalagi banyak keadaan yang menguntungkan
mereka. Salah satu di antaranya, lebar bagian atas tembok yang tidak
memungkinkan lawan untuk
menyerang secara berbarengan.
Tak, tak! Bunyi keras seperti ada dua logam kuat
berbenturan, terdengar ketika serangan para prajurit itu dipapak sepasang tangan
Dewa Arak. Yang lebih
gila lagi, mata senjata-senjata itu malah berpatahan!
Itu pun masih diselingi jerit kesakitan dari mulut para prajurit begitu tangan
yang menggenggam pedang
terasa sakit bukan kepalang.
Meskipun demikian, prajurit-prajurit lain tidak
menjadi gentar. Diiringi pekikan-pekikan nyaring yang memekakkan telinga, mereka
menerjang Dewa Arak
dan Melati dalam jumlah lebih banyak. Ternyata
prajurit-prajurit yang lain telah berdatangan karena mendengar adanya keributan.
Dan mereka langsung
memberi bantuan.
Tapi tindakan yang dilakukan para prajurit itu
tak ubahnya segerombolan semut menerjang api.
Mereka semua roboh tanpa daya, sebelum sempat
menyarangkan sebuah serangan pun.
Desing senjata menyambar, dentang senjata
berbenturan, jerit kesakitan, dan suara jatuhnya
tubuh prajurit-prajurit ke tanah, menyemaraki
jalannya pertarungan. Sudah dapat dipastikan, semua prajurit akan berhasil
dirobohkan Dewa Arak dan
Melati Tapi sebelum hal itu terjadi....
"Menyingkir semua...!"
Bentakan keras menggelegar yang membuat
suasana di sekitar tempat itu bergetar keras tiba-tiba terdengar. Jelas, orang
yang mengeluarkan bentakan tadi menyertainya dengan tenaga dalam.
Akibatnya, semua prajurit yang masih tersisa
langsung menghentikan penyerangannya. Mereka
tahu, kalau pemilik bentakan itu adalah pimpinan
mereka. Melihat para prajurit menghentikan serangan,
Dewa Arak dan Melati pun menghentikan perlawanan.
Maka, kini pertempuran langsung berhenti, dan
mereka semua mengalihkan perhatian pada orang
yang tadi mengeluarkan bentakan. Namun prajurit-
prajurit itu hanya sebentar memperhatikannya, karena sudah berlompatan turun
dari dinding istana.
Jliggg! Sampai prajurit terakhir telah berhasil
mendarat di bagian atas dinding, Dewa Arak dan
Melati masih tetap berada di tempat semula. Keduanya mengedarkan pandangan ke
bawah untuk melihat
orang yang telah mengeluarkan bentakan tadi.
Ternyata, orang itu adalah Setan Kecil Muka
Hitam! Sementara di belakangnya, berdiri belasan
orang berpakaian seragam prajurit. Rupanya, datuk
sesat berwajah hitam ini telah mendengar adanya
keributan yang berlangsung tadi.
"Kiranya Dewa Arak! Ha ha ha...! Betapa
gagahnya tindakanmu, Dewa Arak! Menjatuhkan ta-
ngan keras pada prajurit-prajurit rendahan! Ha ha
ha..., hebat! Hebat!" ejek Setan Kecil Muka Hitam.
Sikapnya terlihat jelas memandang rendah pada Dewa Arak. Namun, Dewa Arak bukan
orang bodoh. Dia
tahu, lawan tengah berusaha memanas-manasi
hatinya. Maka, Dewa Arak berusaha untuk tidak
terpengaruh ejekan lawan dengan bersikap tenang.
Tanpa mengeluarkan kata sepatah pun, Dewa
Arak melompat ke bawah, diikuti Melati. Sesaat ke-
mudian, laksana dua ekor burung garuda, tubuh
sepasang pendekar muda ini meluncur ke bawah.
"Hup!"
Ringan tanpa suara, Dewa Arak dan Melati
mendarat di tanah, sekitar tiga tombak di depan Setan Kecil Muka Hitam.
' Tidak salahkah penglihatanku" Benarkah kau
Setan Kecil"! Luar biasa! Sejak kapan kau menjadi
seorang panglima kerajaan, Setan Kecil?" sindir Melati, mencoba membalas makian
datuk berwajah hitam itu.
"Sekarang tahulah aku! Semua prajurit yang ada di sini pun pasti anak buahmu! Hi
hi hi.... Gerombolan kalian ternyata tak lebih dari pengecut hina! Kalian
mengenakan seragam prajurit Kerajaan Gambang,
karena takut kalau kejadian ini didengar kerajaan
tetangga! Kalian takut diserbu dan dihancurleburkan!"
"Tutup mulutmu, Wanita Liar!" maki Setan Kecil Muka Hitam, geram. "Atau aku yang
akan menutupnya dengan kekerasan!"
Memang, dugaan yang dilontarkan Melati sama
sekali tidak keliru. Meskipun demikian, tidak
semuanya benar.
"Hi hi hi...!"
Hanya tawa mengikik dari Melati yang
menyambuti ancaman Setan Kecil Muka Hitam. Tam-
pak jelas kalau gadis berpakaian putih itu tidak
menganggap ancaman datuk berwajah hitam itu
sebagai suatu ancaman.
"Kau akan menutup mulutku dengan
kekerasan"! Hi hi hi...! Apakah aku tidak salah
dengar" Ingin kulihat, bagaimana kau membuktikan
ucapanmu, Kerbau Muka Hitam"!"
"Mampus kau, Wanita Sombong!"
Belum juga gema ucapan itu lenyap, Setan Ke-
cil Muka Hitam telah melancarkan serangan ke arah
gadis berpakaian putih itu. Serangannya dibuka
dengan sebuah tendangan kaki kanan lurus ke arah
perut. Dan agar dapat mencapai sasaran, terpaksa
Setan Kecil Muka Hitam bergerak mendekat lebih
dahulu. Wuttt! Serangan Setan Kecil Muka Hitam mengenai
tempat kosong begitu Melati telah lebih dulu mengelak sambil melancarkan
serangan. Gadis berpakaian putih itu melompat sambil melancarkan sampokan ke
arah pelipis. Cittt!
Deru angin tajam terdengar dari udara yang
terobek oleh sampokan tangan Melati yang berbentuk cakar. Dari sini saja sudah
bisa diperkirakan
kedahsyatan serangannya. Memang dalam pengerahan
tenaga dalam, Melati mampu menghancurkan batu
karang yang paling keras sekalipun dengan sampokan tangannya! Bisa diperkirakan
akibat yang akan terjadi, apabila jari-jari tangan itu menghantam kepala
manusia! Hal ini tentu saja disadari Setan Kecil Muka
Hitam. Itulah sebabnya, dia tidak berani membuang-
buang waktu. Serangan itu terlalu tiba-tiba datangnya.
Tambahan lagi, meluncur demikian cepat. Apabila
terlambat sedikit, tentu akan gawat akibatnya.
Karena kesempatan yang tidak memungkinkan,
Setan Kecil Muka Hitam hanya sempat menarik kepala ke belakang sambil
mendoyongkan tubuhnya.
Meskipun hanya demikian, tapi cukup membuat
serangan Melati hanya mengenai tempat kosong. Dan
sampokan cakar Melati hanya lewat beberapa jari di depan wajah Setan Kecil Muka
Hitam. Namun, hasilnya memang cukup mengerikan.
Rambut dan sekujur pakaian Setan Kecil Muka Hitam
berkibaran keras. Dari sini saja sudah bisa diketahui,
betapa kuatnya tenaga dalam yang terkandung dalam
serangan gadis itu.
Melati menggertakkan gigi, karena rasa
penasaran yang menggelegak melihat lawan berhasil
mengelakkan serangan. Dan seiring munculnya
perasaan itu, diputuskannya untuk semakin
memperhebat serangan.
Tapi, ternyata Setan Kecil Muka Hitam bukan
termasuk lawan yang mudah dirobohkan. Buktinya
setiap serangan Melati berhasil dipatahkan. Bahkan datuk berwajah hitam ini
mampu mengirimkan serangan balasan yang tidak kalah berbahaya! Maka,
kini terjadilah pertarungan sengit antara dua tokoh sakti yang berbeda jenis,
usia, dan aliran.
Karena sama-sama memiliki gerakan hebat
dalam waktu sebentar saja lima belas jurus telah
berlalu. Dan selama itu, belum nampak adanya tanda-tanda yang akan keluar
sebagai pemenang. Per-
tarungan masih berlangsung seimbang. Masing-masing saling serang, menangkis, dan
mengelak. Semua kejadian itu disaksikan penuh perhatian
oleh Dewa Arak dan anak buah Mata Malaikat yang
memakai seragam prajurit Kerajaan Gambang. Tapi
tentu saja di antara mereka semua, hanya Dewa Arak yang dapat melihat jelas
berlangsungnya pertarungan.
Memang kecepatan gerak Melati dan Setan
Kecil Muka Hitam tidak dapat tertangkap pandangan
mata anak buah Mata Malaikat. Yang dapat mereka
lihat hanyalah kelebatan bayangan hitam dan putih, dalam bentuk tidak jelas yang
saling belit dan kadang saling pisah.
*** Dengan penuh perhatian Dewa Arak
menyaksikan jalannya pertarungan yang berlangsung
semakin seru. Apalagi kedua belah pihak telah mengeluarkan ilmu andalan masing-
masing. Lima puluh
jurus telah lewat, namun selama itu belum nampak
adanya tanda-tanda yang akan keluar sebagai
pemenang. Dewa Arak mengernyitkan alisnya. Disadari
kalau pertarungan akan berjalan alot. Buktinya,
sampai sekian jauh tidak terlihat ada yang terdesak.
Setan Kecil Muka Hitam memang lawan tangguh untuk
Melati! Kontan perasaan cemas melilit hati Dewa Arak.
Segumpal pertanyaan bergayut di benaknya. Meng-
hadapi Setan Kecil Muka Hitam saja Melati sudah
dibuat kerepotan. Padahal di tempat ini, masih ada empat orang lagi yang
memiliki kesaktian tinggi.
Bahkan salah seorang memiliki kepandaian yang
menggiriskan! Dan dia adalah Mata Malaikat!
Hal itulah yang menyebabkan timbulnya rasa
gelisah di hati Dewa Arak. Keselamatan Melati benar-benar membuatnya gelisah!
Dan sebelum pemuda berambut putih
keperakan itu berhasil mengusir perasaan geiisah yang melanda, hal yang
dicemaskannya terjadi. Di
kejauhan, terlihat puluhan sosok tubuh bergerak
mendatangi. Dalam keremangan sinar bulan, bisa
diketahui kalau empat sosok terdepan adalah Mata
Malaikat dan tiga datuk golongan hitam. Maka, seketika itu pula jantung Dewa
Arak teras berdetak
kencang. "Ha ha ha...!"
Sebelum Dewa Arak sempat berbuat sesuatu,
Mata Malaikat telah mengeluarkan tawa bergelak
bernada penuh kegembiraan.
"Pucuk dicinta ulam tiba!" kata kakek bermata mengerikan itu, setelah
menghentikan tawanya. "Sama sekali tidak kusangka! Tanpa bersusah payah mencari,
kau datang ke hadapanku, Dewa Arak! Ha ha ha...!
Berarti, pertarungan kita yang belum selesai dapat dilanjutkan."
Seraya berkata demikian, Mata Malaikat
mengibaskan tangan kanannya.
"Ringkus wanita itu! Dia adalah calon bahan
yang baik sekali untuk penyempurnaan ilmu yang
kumiliki!"
"Baik, Yang Mulia," kata Setan Botak, Setan Muka Tengkorak, dan Setan Tenaga
Raksasa, berbarengan. Kemudian ketiga datuk sesat ini melangkah,
menghampiri kancah pertarungan antara Melati dan
Setan Kecil Muka Hitam.
Dewa Arak terkejut mendengar perintah Mata
Malaikat. Betapa tidak" Hal itu mengandung arti kalau keselamatan Melati
terancam! ' Tunggu!" cegah Dewa Arak cepat sambil
melesat maju. Hanya sekali lesat saja Arya telah berada di
hadapan tiga datuk yang tengah menuju kancah
pertarungan antara Melati dan Setan Kecil Muka
Hitam. Setan Botak, Setan Muka Tengkorak, dan Setan Tenaga Raksasa terpaksa
menghentikan langkah,
begitu Dewa Arak berdiri menghadang jalan mereka.
Dan sebelum sempat berbuat sesuatu, pemuda
berambut putih keperakan itu telah mendahuluinya.
"Mata Malaikat! Persoalan yang ada, adalah
antara kau dan aku! Lepaskan gadis itu, dan mari kita
bertarung sampai ada yang mati!" seru Dewa Arak, lantang.
Pemuda berambut putih keperakan itu
mencoba membuat Mata Malaikat merubah
keputusannya. Tapi, usahanya ternyata sia-sia!
"He he he...! Tidak usah mengaturku, Dewa
Arak! Sekalipun tidak ada urusan, kalau memang aku ingin menginginkannya, kau
mau apa"! Apalagi gadis itu! Dia telah banyak menanam persoalan denganku.
Telah cukup banyak anak buahku yang dilukainya!
Kau mengerti"! Kini, pusatkanlah perhatianmu kalau tidak ingin mati percuma di
tanganku!"
Seiring selesainya ucapan itu, Mata Malaikat
bergerak menghampiri Dewa Arak dengan langkah
satu-satu. Terlihat jelas kalau sikapnya sangat
waspada. Masalahnya, kakek bermata mengerikan ini
telah merasakan sendiri kelihaian pemuda berambut


Dewa Arak 44 Tawanan Datuk Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putih keperakan itu.
Pada saat yang bersamaan dengan bergeraknya
Mata Malaikat menghampiri Dewa Arak, Setan Botak,
Setan Muka Tengkorak, dan Setan Tenaga Raksasa
melanjutkan maksud yang tertunda. Mereka kembali
menghampiri kancah pertarungan antara Melati dan
Setan Kecil Muka Hitam.
Tentu saja semua ini tak luput dari penglihatan
Dewa Arak. Dan dalam waktu yang hanya sekejap saja, Dewa Arak memutar benaknya
untuk memperhitungkan tindakan yang harus dilakukan. Maka,
sebuah keputusan langsung diambilnya.
"Hih!"
Dewa Arak seketika menjejakkan kaki. Sesaat
kemudian, tubuhnya melayang menuju kancah per-
tarungan yang terjadi antara Melati dan Setan Kecil Muka Hitam.
"Melati! Cepat pergi!"
Di saat tubuhnya tengah meluruk ke dalam
kancah pertarungan, Dewa Arak menyerukan perintah
pada kekasihnya.
Karuan saja, seruan Dewa Arak membuat Me-
lati kaget. Memang, saking terlalu memusatkan
perhatian untuk mengalahkan Setan Kecil Muka Hi-
tam, gadis berpakaian putih ini tidak tahu hal-hal yang tengah berlangsung di
sekelilingnya. Namun meskipun demikian, perintah Dewa Arak tidak berani
dibantahnya. Dia tahu, Dewa Arak pasti mempunyai
alasan kuat. Itulah sebabnya, tanpa ragu-ragu lagi Melati
segera melempar tubuh ke belakang. Langsung
dijauhinya kancah pertarungan. Tubuhnya yang
ramping berputaran di udara dalam usaha untuk
menjauhi lawan.
Tentu saja Setan Kecil Muka Hitam tidak sudi
memberi kesempatan pada lawan. Dia pun melesat
mengejar. Dan sekarang, Melati benar-benar dalam
bahaya besar. Ini karena maksudnya dijalankan disaat keadaannya tidak
menguntungkan. Tapi sebelum Setan Kecil Muka Hitam sempat
melancarkan serangan terhadap Melati, Dewa Arak
telah lebih dulu melesat memotong jalur lompatannya.
Bukan hanya itu saja. Kedua tangannya cepat
dilayangkan untuk memapak serangan Setan Kecil
Muka Hitam. Kali ini, Arya tidak ragu-ragu lagi untuk mengerahkan seluruh tenaga
dalamnya. Apalagi,
keadaan yang dihadapi sekarang amat gawat!
Kesudahannya sudah bisa diduga! Terjadilah
benturan antara dua pasang tangan yang sama-sama
mengandung tenaga dalam kuat!
Plakkk, plakkk!
"Aih...!"
Terdengar jeritan tertahan dari mulut Setan
Kecil Muka Hitam ketika tubuhnya melayang deras ke belakang. Kedua tangannya
terasa sakit bukan main.
Bahkan dadanya pun terasa sesak. Memang, tenaga
dalam datuk berwajah hitam ini cukup jauh di bawah Dewa Arak.
Meskipun demikian, Setan Kecil Muka Hitam
masih bisa menunjukkan kelihaiannya sebagai datuk
golongan hitam! Maka tanpa menemui kesulitan,
dipatahkannya kekuatan yang membuat tubuhnya
melayang ke belakang. Lalu....
"Hup!"
Dengan gerakan indah dan manis, Setan Kecil
Muka Hitam mendarat di tanah. Memang, pemuda
berambut putih keperakan itu tidak terpengaruh apa-apa setelah terjadi benturan.
Namun Dewa Arak tidak sempat berbuat
sesuatu. Karena di saat tubuh Setan Kecil Muka Hitam tadi tengah melayang, Setan
Botak, Setan Muka
Tengkorak, dan Setan Tenaga Raksasa telah
mengurungnya dan Melati yang belum melesat jauh.
"He he he...!"
Suara tawa bergetar yang mengandung penge-
rahan tenaga dalam, membuat Melati terjingkat bagai disengat ular berbisa. Cepat
kepalanya menoleh ke
kanan, tempat suara terkekeh tadi berasal.
Dada Melati seperti diseruduk seekor kerbau
ketika pandangannya tertumbuk pada sepasang mata
yang menyorot aneh. Sorotannya begitu terang
menyilaukan, dan mengandung pengaruh mengerikan!
Sepasang mata milik Mata Malaikat!
"He he he...!"
Mata Malaikat kembali terkekeh melihat Melati
terpaku. Dia tahu, mengapa gadis berpakaian putih itu bersikap demikian.
Maka.... "Tataplah mataku terus, Anak Manis.
Tataaap...! Tataaap...!" ujar Mata Malaikat, bergetar.
Kedengarannya sepele saja ucapan Mata Malai-
kat. Tapi anehnya, ada kekuatan tidak nampak yang
memaksa Melati mengikuti perintah itu. Betapapun
hatinya dikeraskan untuk tidak menuruti, tapi
kepalanya sukar digerakkan! Terutama sekali, sepa-
sang matanya yang terus saja terpaku pada sepasang mata Mata Malaikat.
Ternyata, bukan hanya Melati saja yang
merasakan pengaruh aneh itu. Bahkan semua orang
yang berada di situ, merasakan adanya keinginan
menuruti perintah itu. Hanya saja, keinginan itu kecil sekali! Dan termasuk di
antara orang yang merasakan adanya pengaruh itu adalah Dewa Arak! Dan seketika
itu pula, pemuda berambut putih keperakan ini sadar oleh sesuatu yang tengah
dihadapi kekasihnya. Melati hendak ditundukkan dengan kekuatan ilmu sihir.
Dewa Arak tahu, karena telah pernah mengalaminya
sendiri. Kalau saja tidak ada yang menolongnya,
mungkin dia sudah tewas di tangan ahli sihir itu
(Untuk jelasnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode "Penganut Ilmu
Hitam"). "Melati! Jangan tatap matanya! Dia tengah
menyihirmu!" sentak Dewa Arak, keras.
Kemudian pemuda berambut putih keperakan
ini melesat ke tempat Melati dan Mata Malaikat tengah berhadapan.
"Hih!"
4 Setan Botak, Setan Muka Tengkorak, dan Setan
Tenaga Raksasa tentu saja tidak membiarkan Dewa
Arak meloloskan diri dari kepungan. Maka begitu
melihat pemuda berambut putih keperakan itu
bergerak, mereka pun melesat untuk mencegah.
Di antara tiga datuk golongan hitam itu, hanya
Setan Botak yang berada di tempat yang akan dilalui Dewa Arak. Maka dia tidak
mengalami kesulitan
sedikit pun untuk menghadang.
Sadar kalau Dewa Arak merupakan lawan
tangguh, Setan Botak tidak berani bertindak main-
main. Segera dilepaskannya cambuk berujung dua
yang semula membelit pinggang, lalu dilecutkannya ke arah Dewa Arak.
Siuttt, siuttt!
Diiringi bunyi berkesiutan cukup nyaring,
ujung-ujung cambuk itu meluncur. Hebatnya, masing-
masing ujung menuju ke arah yang berbeda. Yang satu menuju ubun-ubun, sedangkan
yang lain menuju
bawah hidung. Dan itu merupakan dua jalan darah
kematian! Apabila terkena, nyawa Dewa Arak pun
akan melesat ke alam baka!
Pada saat yang bersamaan dengan meluncur-
nya serangan Setan Botak, Setan Muka Tengkorak,
dan Setan Tenaga Raksasa tengah meluruk ke arah
Dewa Arak. Setan Muka Tengkorak melompat, se-
dangkan Setan Tenaga Raksasa menggelindingkan
tubuhnya laksana bola. Rupanya, masing-masing
datuk itu tidak ingin mempunyai kesamaan dalam
menyerang Dewa Arak.
Tentu saja, Dewa Arak tidak mempedulikan
Setan Tenaga Raksasa dan Setan Muka Tengkorak
yang masih berada di belakangnya. Perhatiannya
hanya dipusatkan pada Setan Botak yang telah
melancarkan serangan mematikan.
Kalau menuruti perasaan, sepertinya Dewa
Arak ingin menangkap ujung-ujung cambuk yang
tengah meluncur ke arahnya. Dia tahu, dengan
kelebihan tenaga dalam yang dimiliki, cambuk itu
dapat ditangkapnya tanpa harus terluka.
Namun Dewa Arak tidak ingin terlarut oleh pe-
rasaan. Pengalaman demi pengalaman yang dialami
telah memberi pelajaran kepadanya kalau kebanyakan senjata tokoh golongan hitam
mengandung racun
mematikan. Dia yakin kalau telapak tangannya tidak akan terluka apabila cambuk
itu ditangkapnya. Tapi, keadaan akan menjadi lain jika cambuk itu
mengandung racun ganas!
Maka dalam waktu yang hanya sedikit, guci
arak yang tergantung di punggungnya diambil, ke-
mudian disampoknya lecutan cambuk itu.
Ctarrr, ctarrr!
Ledakan keras seperti halilintar menyambar,
terdengar ketika ujung-ujung cambuk itu beradu de-
ngan badan guci. Maka kesudahannya, lesatan Dewa
Arak terhambat. Dan....
"Hup!"
Pemuda berambut putih keperakan itu men-
darat di tanah. Sementara, Setan Botak sendiri
terhuyung-huyung ke belakang. Hal ini saja cukup
menjadi bukti kalau tenaga dalam Setan Botak masih di bawah Dewa Arak.
Tapi sebelum Dewa Arak meneruskan
maksudnya, Setan Tenaga Raksasa dan Setan Muka
Tengkorak telah lebih dulu meluruk ke arahnya dari tempat yang berbeda. Setan
Muka Tengkorak dari
udara, sedangkan Setan Tenaga Raksasa masih dalam
keadaan bergelindingan.
Maka, terpaksa Dewa Arak mengalihkan
perhatian ke arah dua datuk itu. Dan untuk itu,
terpaksa tubuhnya berbalik.
"Hih!"
Ketika telah berada di dekat Dewa Arak, Setan
Muka Tengkorak langsung melancarkan serangan
berupa sampokan tangan kanan dengan jari-jarinya
terkembang ke arah pelipis.
Wuttt! Di saat yang bersamaan, dari bawah Setan
Tenaga Raksasa mengirimkan tendangan ke arah dada
Dewa Arak. Cepat sekali kedua serangan itu riba, Dewa
Arak baru saja berbalik, ketika kedua serangan itu meluncur. Namun, meskipun
demikian dia tidak
gugup. Dalam waktu yang hanya sekejap saja, jalan
keluar telah ditemukan.
Memang tepat sekali tindakan yang diambil De-
wa Arak. Tubuhnya cepat merendah, lalu guci yang
sejak tadi terpegang di tangan langsung dipalangkan di depan dada.
Wuttt! Blanggg! Rentetan kejadiannya berlangsung demikian
cepat. Sampokan tangan Mata Malaikat hanya me-
nyambar angin di atas kepala Dewa Arak. Sedangkan
kaki Setan Tenaga Raksasa terpaksa berbenturan
dengan guci. Kejadian itu berlangsung dalam selisih waktu yang demikian singkat!
Tapi kesudahannya, baik Setan Tenaga Rak-
sasa maupun Dewa Arak sama-sama terhuyung ke
belakang. Setan Tenaga Raksasa terhuyung tiga
langkah, sedangkan Dewa Arak hanya satu langkah.
Itu pun sebagian besar karena kedudukan pemuda
berambut putih keperakan ini kurang
menguntungkan. Belum juga Dewa Arak sempat memperbaiki
keadaannya, Setan Muka Tengkorak telah kembali
melancarkan serangan susulan. Tangan kirinya yang berbentuk mengepal, dipukulkan
ke arah dada. Dan selagi serangan Setan Muka Tengkorak
meluncur, dari arah belakang cambuk Setan Botak
kembali mematuk-matuk ke arah ubun-ubun Dewa
Arak. Kali ini, Dewa Arak diserang dari dua arah.
"Hih!"
Dewa Arak cepat melompat ke kanan. Dan se-
lagi tubuhnya berada di udara, gucinya diangkat ke atas kepala....
Gluk... gluk... gluk...!
Suara tegukan terdengar ketika arak itu
melewati tenggorokan Dewa Arak, dalam perjalanannya menuju perut. Sesaat
kemudian, ada hawa hangat
berputar di dalam perut, lalu merayap ke atas kepala.
"Hup! Tubuh Dewa Arak limbung ke kanan dan ke
kiri ketika mendarat di tanah. Ini menjadi pertanda kalau ilmu 'Belalang Sakti'
miliknya telah siap
digunakan. Setan Botak, Setan Muka Tengkorak, dan Setan
Tenaga Raksasa langsung tertegun bercampur heran
ketika melihat tingkah laku Dewa Arak. Dengan
sendirinya, pertarungan pun terhenti. Meskipun
mereka telah mendengar akan ilmu 'Belalang Sakti'
milik Dewa Arak yang khas, namun begitu melihat
sendiri tetap saja rasa heran itu muncul.
Tapi hanya sebentar saja Setan Botak, Setan
Muka Tengkorak, dari Setan Tenaga Raksasa tertegun.
Dan seiring hilangnya perasaan kaget, mereka kembali melancarkan serangan.
Hasilnya, pertarungan yang
sempat tertunda sejenak itu kembali berlangsung.
Sementara itu di arena Iain, Melati benar-benar
telah berada di bawah pengaruh Mata Malaikat
Pandangannya terus saja tertuju pada sepasang mata Mata Malaikat
"Bagus, Anak Manis. Tatap terus mataku...!
Tatap...! Tataaap...! Dan sekarang tubuhmu terasa
lemas...! Lemaaas...! Lemaaas...! Kau tidak mampu lagi berdiri. Lemaaas...!"
ujar Mata Malaikat.
Akibatnya memang hebat! Melati yang memang
sudah berada di bawah pengaruh kekuasaan Mata
Malaikat, tidak kuasa melawan perintah itu. Sekujur tubuhnya terasa lemas.


Dewa Arak 44 Tawanan Datuk Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seakan-akan, semua tulang-belulangnya copot. Tanpa mampu ditahan lagi,
tubuhnya ambruk di tanah. Dan kedua kakinya
memang sudah tidak mampu lagi menyangga tubuh.
Brukkk! Melihat Melati sudah tergolek tidak berdaya
lagi, Mata Malaikat menghampiri. Perlahan-lahan saja kakinya terayun. Rupanya,
kakek bermata mengerikan ini tidak merasa khawatir kalau Melati akan bangkit dan
menyerangnya. Dan memang, gadis berpakaian putih itu tetap
tergolek lemah di tanah. Bahkan sampai Mata Malaikat berada di dekatnya dan
membungkuk, tubuhnya tetap
tak bergeming. Demikian juga ketika kakek bermata
mengerikan itu menotoknya.
Tukkk! Tak terdengar adanya keluhan dari mulut
Melati ketika jari-jari tangan Mata Malaikat meno-
toknya. Sekarang, tubuhnya terasa lemas. Tidak hanya karena pengaruh ilmu sihir
lawan, tetapi juga karena totokan!
"Ha ha ha...!"
Tawa Mata Malaikat meledak. Dan masih de-
ngan suara tawa yang belum putus, dia bangkit. Nada kemenangan dan kegembiraan
tampak jelas dalam
suaranya. Bahkan tawanya pun belum putus ketika
pandangannya beralih ke tempat anak buahnya
bergerombol. "Bawa gadis itu ke dalam!" perintah Mata Malaikat sambil mengacungkan jari
telunjuk ke arah
Melati. Tanpa menunggu perintah dua kali, empat
orang gerombolan golongan hitam yang kini
berseragam prajurit, melangkah menuju tempat tubuh Melati tergolek.
Sementara, Mata Malaikat sama sekali tidak
mempedulikan Melati lagi. Pandangannya kini
dialihkan ke arah pertarungan yang berlangsung
antara Dewa Arak melawan empat datuk golongan
hitam. Memang, kini Setan Kecil Muka Hitam telah
ikut menceburkan diri dalam kancah pertarungan.
Dengan penuh perhatian, Mata Malaikat
menyaksikan jalannya pertarungan. Sepasang mata-
nya yang bersinar kehijauan, hampir tidak pernah
berkedip sama sekali. Beberapa kali kepalanya
terangguk-angguk.
"Ternyata berita yang terdengar di dunia
persilatan tentang keanehan dan kedahsyatan ilmu
'Belalang Sakti, tidak berlebihan. Ilmu itu benar-benar dahsyat..," desah Mata
Malaikat Nadanya penuh kekaguman, setelah memperhatikan jalannya per-
tarungan beberapa saat.
Kekaguman Mata Malaikat atas kepandaian
Dewa Arak memang beralasan. Tokoh muda yang
menggemparkan itu dikeroyok empat datuk golongan
hitam. Namun, tidak tampak kalau pemuda berambut
putih keperakan itu berada di pihak yang terdesak.
Padahal, pertarungan telah berlangsung lebih dari lima belas jurus!
Sementara itu, orang yang dikagumi Mata Ma-
laikat sama sekali tidak tahu apa-apa. Masalahnya
seluruh perhatian Dewa Arak tengah terpusat pada
lawan-lawannya. Segenap kemampuannya dikerahkan,
karena serbuan gabungan dari keempat lawan
memang dahsyat bukan kepalang.
Kepandaian perseorangan dari empat datuk go-
longan hitam itu sudah cukup hebat. Dan kini mereka maju menghadapi Dewa Arak
secara berbarengan. Bisa dibayangkan kedahsyatan serangan gabungan itu.
Tambahan lagi, keempat datuk itu mampu saling isi-
mengisi di antara mereka. Serangan mereka seperti
dikendalikan satu pikiran. Dengan sendirinya,
kedahsyatan serangan pun semakin bertambah.
Dan, kedahsyatan serangan itu jelas dirasakan
Dewa Arak. Pemuda berambut putih keperakan ini
merasakan tekanan yang amat kuat dan setiap se-
rangan lawan yang datang silih berganti dan bertubi-tubi. Tentu saja hal itu
membuat Dewa Arak hampir
tidak mempunyai kesempatan melancarkan serangan
balasan. Hanya sesekali saja kesempatan ini didapat.
Dan itu pun selalu berhasil dikandaskan lawan-
lawannya. Memang, kerjasama empat datuk itu patut
diberikan acungan jempol.
Namun hal itu bukan berarti Dewa Arak tidak
berdaya. Meskipun kelihatannya kewalahan, tapi
sebenarnya sama sekali tidak terdesak.
Dan hal itu diketahui Mata Malaikat. Itulah
sebabnya kepalanya teangguk-angguk pertanda kagum
pada Dewa Arak. Dan kekagumannya semakin
menebal ketika melihat tingkah tokoh muda yang
menggemparkan itu.
Betapa tidak" Di kancah pertarungan itu, Mata
Malaikat melihat Dewa Arak masih sempat meminum
araknya! Padahal, serangan demi serangan datang
bertubi-tubi. Yang lebih gila lagi, beberapa kali sewaktu serangan meluncur,
Dewa Arak malah enak-enak menenggak araknya! Baru ketika serangan
hampir mengenai sasaran, dia mengelak dengan
gerakan seperti orang akan jatuh. Dan..., serangan itu pun lolos!
Karuan saja hal itu membuat lawan Dewa Arak
semakin kalap! Sebagai akibatnya, serangan-serangan yang dilancarkan pun semakin
dahsyat. Menginjak jurus keenam puluh lima, Dewa
Arak mulai kewalahan. Memang, betapapun hebatnya
ilmu 'Belalang Sakti' dan kepandaiannya tinggi, namun karena lawan-lawan yang
dihadapi adalah tokoh
utama dunia persilatan, tetap saja jadi keteter.
Jurus demi jurus berlalu. Dan seiring semakin
lamanya pertarungan berlangsung, semakin terlihat
jelas keadaan Dewa Arak yang terus dihimpit. Sudah bisa ditebak kalau
pertarungan terus berlanjut, Dewa Arak akan berada di pihak yang rugi!
"Ha ha ha...!"
Mata Malaikat tertawa bergelak ketika melihat
perubahan pada jalannya pertarungan. Sebagai
seorang tokoh persilatan yang telah memiliki kepandaian tinggi, tentu saja akhir
pertarungan itu bisa dinilainya.
"Sekarang kau baru tahu kelihaian kami, Dewa
Arak! Jangan coba-coba menentang tingkah kami.
Karena siapa pun yang mencoba menghambat, akan
hancur! Ha ha ha...!"
Mata Malaikat mengakhiri ejekan bernada
kemenangan dengan sebuah tawa keras menggelegar
yang panjang. Rupanya, kakek bermata mengerikan ini merasa gembira sekali.
Hatinya begitu yakin kalau
Dewa Arak akan roboh. Walaupun demikian, di hati
kecilnya timbul perasaan kagum. Sukar dipercaya
kalau orang semuda Dewa Arak mampu menghadapi
empat datuk golongan hitam sekaligus. Bahkan
sampai sekian lamanya. Padahal, dia sendiri tidak
yakin akan mampu bertarung sampai sekian puluh
jurus. *** Tentu saja bukan hanya Mata Malaikat yang
bisa menilai akhir dari pertarungan. Dewa Arak dan empat datuk golongan hitam
itu pun demikian pula.
Kini pertarungan telah menginjak jurus
kedelapan puluh. Sementara, keadaan Dewa Arak se-
makin memburuk, terus terdesak dan terhimpit!
Dewa Arak sadar kalau pertarungan terus
dilanjutkan, pasti akan kalah. Bila hal itu terjadi, kalau tidak tewas, pasti
akan tertawan. Lalu,
bagaimana nasib Melati kalau dia pun ikut tertawan"
Memang, Arya selalu mempertimbangkan setiap
langkah yang akan diambil. Kadangkala, di dalam
mengambil keputusan perasaannya harus diabaikan.
Demikian pula kali ini. Dewa Arak yang menyadari
akan keadaan yang tak menguntungkan, berpikir
keras meneari jalan untuk melarikan diri.
Kalau menuruti perasaan, sebenarnya Dewa
Arak tidak ingin meninggalkan tempat itu.
Masalahnya, hatinya sangat khawatir oleh
keselamatan Melati yang tengah tertawan. Tapi, akal sehatnya menyuruhnya pergi
meninggalkan tempat
itu. Karena kalau sampai tertawan pula, siapa lagi yang akan menolong Melati.
Dia harus selamat agar
bisa menolong Melati selama ada kesempatan.
Tapi begitu melihat Melati dibawa anak buah
Mata Malaikat, Dewa Arak tak tinggal diam. Dia
berusaha keras menolong. Tapi jangankan melakukan
hal itu. Untuk keluar dari kepungan empat lawannya saja, sudah sulit bukan
kepalang. Sampai tubuh
kekasihnya lenyap dibawa masuk ke dalam bangunan
istana, Dewa Arak tetap belum bisa menerobos
kepungan yang amat kuat dari lawannya.
Dewa Arak bukan orang bodoh! Malah
sebaliknya, dia adalah pendekar muda cerdik dan memiliki wawasan luas. Itulah
sebabnya, keinginannya untuk melarikan diri tidak ditunjukkan secara terang-
terangan. Karena apabila maksudnya terbaca, besar
kemungkinan akan sulit dilaksanakan. Pasti empat
datuk golongan hitam itu akan berusaha sekuat tenaga untuk menahannya. Bahkan
bukan tidak mungkin
Mata Malaikat akan ikut campur.
Yakin akan dugaannya, Dewa Arak tetap
menunjukkan sikap seperti sebelumnya. Melakukan
perlawanan sekuatnya, sambil menunggu kesempatan
muncul. Akhirnya setelah menunggu sampai lima belas
jurus, kesempatan baik menghampiri Dewa Arak.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, kedua tangannya
dihentakkan berkali-kali.
"Hih!"
Wusss! Hembusan angin keras berhawa panas
menyengat, keluar dari kedua tangan Dewa Arak yang dihentakkan. Inilah jurus
'Pukulan Belalang'.
Dan kejadian yang berlangsung, sama sekali
tidak menyimpang dari rencana dan dugaan Dewa
Arak. Begitu pukulan jarak jauh jurus 'Pukulan Be-
lalang' menyambar, kontan empat datuk golongan
hitam itu bertindak untuk menyelamatkan diri secara serabutan.
Kesempatan seperti inilah yang ditunggu-
tunggu Dewa Arak. Tanpa membuang-buang waktu la-
gi, tubuhnya dilemparkan ke belakang, dan bersalto beberapa kali di udara.
Lalu.... Tukkk! Dewa Arak langsung menotokkan ujung kaki-
nya. Maka sesaat kemudian, tubuhnya pun kembali
melayang. Hanya saja, kali ini menuju bagian atas
dinding istana.
"Keparat!" maki Mata Malaikat geram.
Kakek bermata mengerikan ini tidak
menyangka kalau Dewa Arak akan bertindak seperti
itu. Dengan sendirinya, dia sama sekali tidak siap untuk mengejar. Sebagai
akibatnya, dia terlambat
mengejar. Disadari kalau tidak akan sempat
mencegah, pemuda berambut putih keperakan itu
akan meninggalkan istana.
Tapi hal itu tak berarti Mata Malaikat diam
berpangku tangan saja. Cepat kakinya digenjotkan. Sesaat kemudian, tubuhnya
melesat memburu Dewa
Arak. "Cegah dewa pengecut itu pergi!" perintah Mata Malaikat pada anak buahnya
yang bertugas menjaga
pintu gerbang. Terdengar keras menggelegar seruan Mata
Malaikat, karena hampir seluruh tenaga dalam yang
dimilild dikerahkan pada teriakannya. Hal itu dilakukan karena perasaan khawatir
akan lolosnya Dewa
Arak. Usaha Mata Malaikat ternyata tidak sia-sia.
Teriakannya yang keras terdengar oleh anak buahnya yang bertugas menjadi pasukan
panah di bagian atas dinding. Tanpa menunggu perintah dua kali, mereka
merentangkan busur masing-masing dengan anak
panah siap luncur!
"Lepas!"
Salah seorang di antara mereka yang mendapat
tugas sebagai pemimpin kelompok, mengeluarkan
perintah. Tak pelak lagi....
Twang, twang, twang...!
Puluhan anak panah meluruk ke arah berbagai
bagian tubuh Dewa Arak disertai suara berdesing
nyaring. Sudah terbayang di benak kalau sekujur
tubuh pendekar muda yang menggemparkan itu akan
ditembus puluhan anak panah! Apalagi, Dewa Arak
tengah berada di udara ketika mendapat serangan-
serangan anak panah itu. Kelihatannya, antara Dewa Arak dan puluhan anak panah
itu saling songsong.
Namun menghadapi luncuran puluhan anak
panah itu, Dewa Arak tidak gugup. Sebelum ujung-
ujung anak panah yang runcing itu menembus
tubuhnya, kedua tangannya segera diputar-putar di
depan dada. Arah gerakannya, dari dalam keluar
dengan kedudukan kedua tangan saling memalang.
Wut, wut, wut...!
Kelihatannya, sembarangan dan tidak mengan-
dung tenaga putaran kedua tangan Dewa Arak. Tapi
akibatnya, benar-benar menggiriskan! Dari kedua
tangan yang berputaran itu keluar angin keras yang membuat luncuran anak-anak
panah berpentalan tak
tentu arah, sebelum sempat mendekati tubuh Dewa
Arak. Yang lebih gila lagi, sebagian di antaranya
berpentalan dalam keadaan berpatahan. Dari sini saja sudah bisa diperkirakan
kekuatan tenaga dalam yang dimiliki Dewa Arak.
Karuan saja kejadian itu membuat pasukan pa-
nah gerombolan Mata Malaikat terkejut bukan ke-
palang. Dan ternyata puluhan anak panah yang tengah meluncur cepat tadi berbalik
arah. Dan untuk sesaat, mereka semua terkesima.
Hanya sekejap saja, gerombolan anak buah
Cinta Bernoda Darah 10 Kisah Pengelana Di Kota Perbatasan Karya Gu Long Pendekar Muka Buruk 10
^