Pencarian

Pendekar Gagak Cemani 2

Pendekar Naga Geni 15 Pendekar Gagak Cemani Bagian 2


itu aku belum pernah mendengarnya" -
- Nah, pada suatu hari Sang Prabu
Kelana Sewandana disertai Ki Patih
Bujangganong bermaksud melamar Putri
Sangga Langit dari kerajaan Kediri.
Maka keduanya disertai rombongan
perajurit-perajurit Bantarangin
pergilah memasuki wilayah kerajaan
Kediri, setelah lebih dulu menaklukkan
Singa Barong, seekor harimau penjaga
tapal batas kerajaan. Mereka berjalan
dengan membunyikan tetabuhan yang
mengagetkan para perajurit serta Sang
Prabu. Mengira kedatangan musuh,
mereka segera menghujani rombongan
Sang Prabu Kelana Sewandana dengan
tembakan panah, lemparan tombak,
bandil dan sebagainya sehingga tamu
dari Bantarangin hampir seluruhnya
tewas bina sa termasuk Prabu Kelana
Sewandana, Ki Patih Bu jangganong
serta Singa Barong itu sendiri. Sedang
beberapa orang yang sempat melarikan
diri, seperti Bujanggiri saudara
seperguruan dari Ki Patih
Bujangganong, segera mengasingkan diri
dan menetap di Gunung Liman, serta tak
terdengar lagi kabar beritanya. Begitu
pula Negeri Bantarangin yang terletak
di-daerah ini, ibarat tanaman yang
kekeringan air dan akhirnya runtuh
serta lenyap pula - demikian ceritera
Ki Gendir Penjalin.
Gagak Cemani berkedip-kedip
mendengarnya dan tak lama kemudian ia
mengangguk-angguk, sedang Ki Banyak
Sekti segera berkata. - Ayo, nak. Kita
pulang sekarang. Malam akan semakin
larut! - - Baik ayah, tapi mengapakah ayah
dan kakek membawa pula senjata serta
berjalan ditengah malam begini"! -
bertanya Gagak Cemani sambil
mengawasi. sebilah pedang yang
terselip dipinggang ayahnya, juga
sebilah keris yang tampak disengkelit
pada dada kakeknya. - Adakah sesuatu
yang terjadi" -
- Kami berdua tengah meronda, nak
- ujar Ki Gendir Penjalin kepada
cucunya. - Keadaan mulai gawat dan
keamanan mulai terancam, sebab
pendekar jagoan dari wilayah selatan
saling berselisih serta menunjukkan
kekuasaannya masing-masing, sehingga
tak jarang terjadi perselisihan dan
keributan-keributan.
Kami merasa kuatir bila kerusuhan seperti itu
meluas kedaerah utara, ketempat kita
tinggal ini. -
Ketiganya, tak antara lama telah
berjalan menuju kearah semula
menyusuri jalan yang dinaungi oleh
pohon-pohon asam dikanan kirinya.
- Mengapa pendekar-pendekar
jagoan itu membuat keributan, kakek" -
- Ya, seperti kata-kataku tadi,
mereka saling menunjukkan kekuasaannya
dan tidak jarang, mereka menarik pajak
terhadap penduduk didaerahnya dan
tentu saja hal itu membuat kecemasan-
kecemasan kepada penduduk disitu. -
- Aaakh, keterlaluan jika begitu.
Kesaktian mereka membuat celaka
terhadap orang-orang disekitarnya. -
ujar Gagak Cemani.
- Memang, kesaktian yang tidak
dilandasi oleh jiwa besar, akan
membahayakan. Pendekar tadi akan
beranggapan bahwa dirinyalah yang
terpenting dan terunggul diantara para
penduduk itu. Dan karenanya pula,
sipendekar lalu merasa patut dan
selayaknya bila orang-orang tersebut
menjamin hidupnya, memberi makan minum
dan pakaian, juga memberi perempuan
kepadanya, demikian kata Ki Banyak
Sekti yang membuat Gagak Cemani
pelahan-lahan menyadari tentang
hakekat kebenaran dan kehidupan seba-
gai seorang pemuda yang menginjak masa
dewasa. Ketika mereka bertiga membelok
kearah selatan, tiba-tiba Ki Gendir
Penjalin memberi isyarat supaya
berhenti dengan segera. -
Aku mendengar langkah-langkah kaki menuju
kemari! - - Betul, kakek! - sahut Gagak
Cemani. - Kita harus menyingkir cepat-
cepat! - Gagak Cemani berkata seraya
meloncat ketepi jalan berbareng dengan
loncatan Ki Banyak Sekti dan Ki Gendir
Penjalin kearah yang sama.
Dengan bersembunyi dan berdiam
diri dibalik semak-semak tepi jalan
itu, mereka menunggu dengan perasaan
berdebar-debar akan kejadian-kejadian
yang bakal dialaminya.
Sesaat kemudian, Ki Gendir
Penjalin menjentik pundak cucunya
serta menunjuk nunjukkan telunjuk
kanannya kearah selatan. - Stt, itulah
yang kita nanti, nak! -
Mata si Gagak Cemani terbiasa
mengawasi kegelapan malam dan juga
dibantu cahaya rembulan yang cuma
separo bulat itu, membuat sipemuda ini
dapat melihat dua sosok tubuh berjalan
dari arah selatan.
Begitu pula Ki Gendir Penjalin
serta Banyak Sekti serta mengetahui
dua pendatang dari arah selatan. Namun
mereka bertiga menjadi terkejut dan
saling melongo bila kedua pendatang
itu berjalan dengan terseok-seok.
Yang seorang berjalan dengan
dipapah oleh temannya dan seketika
tahulah Ki Gendir Penjalin kalau
seorang diantaranya pendatang itu
menderita cedera atau kepayahan.
- Ayo, kita tolong mereka! -
bisik Gagak Cemani.
- Tunggu dulu! Jangan tergesa-
gesa! - potong Ki Gendir Penjalin
terhadap maksud cucunya itu - Itu ada
yang datang lagi dari sebelah selatan
menyusul mereka berdua! Mungkin adalah
teman-teman dari mereka pula. -
Benar juga kata kata Ki Gendir
Penjalin itu, sebab tak lama kemudian,
dari sebelah selatan datanglah
serombongan orang yang mendatangi
kedua orang tadi.
- Larilah engkau lebih dulu,
Rengganis! Larilah! Biar aku yang
menghadapi orang-orang itu! - ujar
orang yang dipapah.
- Tidak ayah! Andika telah
terluka ketika menghadapi mereka dan
sekarang akan melawan mereka kembali!
Itu berarti membunuh diri, ayah! ujar
yang seorang lagi dengan suara nyaring
yang menunjukkan suara seorang wanita.
- Mari kita terus berlari atau
menyelinap kesemak belukar itu! -
- Heei, berhenti kalian! Kurang
ajar! - teriak salah seorang dari
pengejar yang berwajah kejam sambil
mengacungkan sebuah celurit, yakni
senjata sebangsa sabit yang berukuran
besar. Sementara itu keempat kawan
lainnya, serta merta berloncatan me-
ngelilingi kedua orang buronan itu.
- Patra! Lekas kau serahkan anak
gadismu itu sebagai pengganti pajak
kalian yang tak dapat kau bayar!
Pemimpinku pasti akan senang
menerimanya! - seru siwajah kejam,
disertai lirikan beringas kearah
Rengganis. - Jangan terlalu lama kakang
Kemarung! - seru salah seorang dari
teman siwajah kejam yang berpe rawakan
pendek dan kekar dengan kumisnya yang
lebat keriting bagaikan tembakau
panggang. - Bereskan saja si Patra dan
rebut si manis Rengganis itu! Senjata
bindiku ini akan memecah kepalanya. -
- Heh, heh, heh. Kau sudah tak
sabar lagi Omprong! - ujar Kemarung
seraya melirik kearah temannya itu,
yang pada tangannya telah tergenggam
senjata bindi, sebangsa penggada yang
ujungnya dilapisi oleh logam tebal.
- Keparat. Kalian manusia biadab!
Alasan, tak berperikemanusiaan! -
teriak Patra seraya melolos kerisnya
dengan gerakan gemetar akibat luka-
luka yang dideritanya. - Kalian cuma
berani main keroyok saja! -
- Heh, heh. Apa bedanya hal itu
monyet! - sahut Kemarung dengan
mendelik. - Toh, akhirnya kau harus
mati, Patra! -
- Nah, bukankah si Patra busuk
itu terlalu bandel kakang Kemarung! -
ujar Omprong. - Tunggu apa lagi, kita"
- - Yaa, sekarang ... serbu!
Hancurkan dia! -
teriak Kemarung
kepada keempat orang temannya. Tapi
sebelum kelima orang itu menyerbu,
terhentilah mereka sebab sebuah
teriakan telah menggetarkan udara
malam. - Tahan! Berhenti! - menyusul
kemudian tiga sosok bayangan manusia
yang tidak lain, Ki Gendir Penjalin,
Ki Banyak Sekti serta Gagak Cemani
berloncatan keluar dari semak belukar
ditepi jalan. - Kamilah kawanmu! -
Melihat ini Kemarung terkejut
tapi juga marah dan tanpa bertanya-
tanya lagi, berbalik menyerang ketiga
pendatang tadi. Bagaikan serigala
kelaparan kelima pendekar dari selatan
tersebut menerjang lawan-lawannya.
Senjata-senjata
mereka berkelebatan
membelah udara dengan suara mengaung
mengerikan. Sedang Rengganis serta ayahnya
mengikuti pertempuran dimukanya dengan
hati berdebar-debar saking takut dan
takjubnya. Keduanya merasa bersyukur
karena datangnya ketiga penolong itu.
Kemarung langsung menerjang Ki
Gendir Penjalin dengan celuritnya yang
menyambar-nyambar laksana petir dengan
dugaan bahwa situa yang menjadi
lawannya ini akan segera dapat
dipenggal kepalanya dalam gebrakan
pertama. Tapi dugaan tadi menjadi meleset,
sebab Ki Gendir Penjalin lebih dulu
melenting keudara sekaligus mencabut


Pendekar Naga Geni 15 Pendekar Gagak Cemani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kerisnya. Jika mau, sebenarnya Ki
Gendir Penjalin tidak perlu
menggunakan senjata untuk menghadapi
Kemarung, namun ia melihat bahaya yang
lebih besar yang mengancam menantu
serta cucunya yang masih kelewat muda
itu. Maka ia berharap untuk dapat
lekas-lekas melumpuhkan lawannya dan
kemudian membantu Ki Banyak Sekti
serta Gagak Cemani.
Dengan sibuknya
Banyak Sekti menghadapi se rangan golok dari ketiga
lawan pengikut Kemarun, sedang Gagak
Cemani dengan gesitnya menghindari
serangan-serangan Omprong yang
datangnya bagaikan angin puyuh.
Pertempuran seru telah
berlangsung. Kelima jagoan dari selatan tadi
tidak mengira bila malam itu mereka
harus bertempur mati-matian menghadapi
tiga orang lawan yang tangguh.
Omprong yang menghadapi Gagak
Cemani itu menjadi semakin geram dan
marah bila serangan-serangan senjata
bindi ditangannya itu selalu dapat di-
hindari oleh Gagak Cemani dengan
berloncatan ke-sana-kemari.
Maka tak lama kemudian Omprong
mulai mengeluarkan jurus-jurus
mautnya, sehingga dalam sekejap mata
senjata bindi tadi bergerak ganas dan
lincah mengurung gerakan-gerakan Gagak
Cemani, membuai sipemuda berjubah ini
menyadari bahaya yang tengah mengancam
keselamatan dirinya.
- Sreeett! - Gagak Cemani melolos
golok pemberian Ki Bujanggiri beberapa
saat yang lalu dan menyebabkan Omprong
maupun dirinya sendiri menjadi
terkejut! Golok tersebut berwarna
buram seperti termakan karat, tapi
pada mata goloknya yang tajam,
berkilatanlah cahaya berkeredapan dari
sang rembulan yang menimpanya.
Kemarung sesaat menjadi berdesir
hatinya menyaksikan golok milik Gagak
Cemani tadi. Hanya saja sebagai
seorang jagoan, pendekar, ia tak mau
memperlihatkan hal itu. Lebih-lebih
dihadapan lawannya yang jauh lebih
muda dari pada dirinya.
Tak berbeda dengan Kemarung yang
berhadapan melawan Ki Gendir Penjalin.
keris orang tua itu nampak membara
oleh mata lawannya dan Kemarung ber-
desis karenanya. - Keris pusaka! -
Meskipun begitu, Kemarung bukannya
menjadi ciut hatinya oleh senjata
tadi. Malahan dengan sekuat tenaga ia
mengobat-abitkan celurit ditangannya
untuk memenggal leher lawannya dan
selanjutnya merampas keris puasaka
tersebut. Serangan-serangan Kemarung begitu
rapat dan hebatnya, sehingga senjata
celuritnya tersebut berubah tampaknya
merupakan gulungan sinar putih yang
bertubi-tubi melanda kearah Ki Gendir
Penjalin, membuat lawannya yang tua
ini-menjadi kerepotan dalam sekejap
saja. Melihat hal ini, Kemarung semakin
kegirangan. Hanya agak untunglah Ki
Gendir Penjalin menggenggam kerisnya
yang ampuh. itu. Pelahan-lahan,
seperti mengalirnya udara malam, keris
tadi mulai mengeluarkan hawa saktinya
yang membawa pengaruh tidak sedikit
pada pembawanya, yakni Ki Gendir
Penjalin. Keris tersebut seolah-olah hidup
ditangan pendekar tua tadi dan mampu
bergerak sendiri. Hawa panas terasa
menyambar-nyambar dari keris itu, bei
bareng Ki Gendir Penjalin dapat
bergerak lebih cepat serta mencelat
kesana-kemari dicelah-celah tebasan
senjata celurit lawannya dan
karenanya. Kemarung menjadi gelagepan!
- Lekaslah kau minggat dari
tempat ini, sebelum Klabang Nyander
ditanganku ini menjebol dadamu. - seru
Ki Gendir Penjalin. Namun Kemarung
tidak lekas berkecil hati oleh kata-
kata musuhnya dan serangannya masih
terus menggencar.
Dipihak lain, Ki Banyak Sekti
dengan gigihnya menghadapi keroyokan
dari tiga orang pengikut Kemarung yang
masing2 bersenjata golok. Mereka telah
sejak tadi mengurung Ki Banyak Sekti
dengan jurus-jurus mautnya, namun
selama itu pula lawannya selalu
berhasil menghindarkan diri. Mengalami
kejadian ini, keruan saja ketiga orang
itu bertambah jengkel dan tak salah
lagi bila serangan serangannya
diperlipat gandakan.
Dua orang menyabetkan goloknya
kearah kaki Ki Banyak Sekti, sementara
yang seorang telah men-cegat dari
sebelah atas dengan loncatan gesit
dibarengi tebasan golok kearah leher
Banyak Sekti. Sungguh mengerikan bila
Ki Banyak Sekti tidak segera bertin-
dak. Pasti kalau tidak lehernya yang
copot kedua kakinya akan buntung
terpapas oleh golok-golok lawan.
- Hiaat! - Ki Banyak Sekti tiba-
tiba meloncat keatas menghindari kedua
golok yang menyerang kaki, sedang
untuk serangan dari sebelah atas iapun
telah bersiaga dengan pedangnya.
Sesaat kemudian tampaklah tubuh
Ki Banyak Sekti berpapasan dengan
tubuh lawannya diudara dan kedua
senjata ditangan mereka cepat beraksi!
- Breet. Yaarrrgh. -
Itulah korban pertama yang jatuh.
Anak buah Kemarung tadi runtuh dari
atas udara, melayang ke-bawah bagaikan
buah durian jatuh dan berdebuk keras-
disertai darah berhamburan dari
perutnya. Kedua temannya yang lain
sangat terkejut melihat hal itu, dan
secepat kilat menerjang Ki Banyak
Sekti berbareng.
Namun Ki Banyak Sekti secepat
kilat berguling ditanah, begitu kedua
ujung golok itu menyambar dadanya. Dan
waktu yang singkat tidak pernah dile-
watkan oleh Ki Banyak Sekti begitu
saja. Ketika kedua golok lawan tadi
terulur kedepan, disaat itulah
pedangnya berkelebat lewat dibawah
ketiak lawan-lawannya. - Aaargh. -
Kedua lawan Ki Banyak Sekti
tersebut menjerit sambil menebah
dadanya masing-masing yang me-
nyemburkan darah segar dan selanjutnya
roboh terguling ditanah tanpa berkutik
lagi. Omprong yang telah sekian kali
tak berhasil mengalahkan Gagak Cemani,
menjadi lebih kaget lagi ke tika
ketiga temannya itu telah binasa oleh
pedang Ki Banyak Sekti.
Kembali Omprong mengulang jurus
mautnya dan senjata bindinya tadi
menghajar kearah kepala Gagak Cemani -
Wesss! - Omprong ternganga dan
mengumpat. - Anak setan! - Gagak
Cemani tahu-tahu bergerak selincah
belalang menghindarkan diri sehingga
senjata Omprong tadi cuma mendapatkan
udara kosong belaka. Berbareng itu
pula golok si Gagak Cemani cepat,
menyambar dan sekali lagi Omprong
mengumpat, sebab disaat ia meraba ikat
kepalanya, ternyata telah putus dan
ujung golok sipemuda itu masih sempat
menggores dahinya!
Kemarung melihat semua itu!
Ketiga anak buahnya telah mati, sedang
Omprong telah terluka meskipun cuma
tergores kecil. Namun itu semua telah
menunjukkan harapan tipis untuk
memperoleh kemenangan. Maka satu-
satunya jalan adalah melarikan diri.
Dan segeralah ia memberi isyarat
kepada Omprong dengan teriakan dahsyat
sambil menyabetkan senjata celuritnya
kearah Ki Gendir Penjalin, sebagai
perlindungan dirinya, yang akan
mengambil langkah seribu itu.
Akan tetapi, disaat ia mulai
dengan langkah pertamanya tangan kiri
Ki Gendir Penjalin masih bisa
menggebrak punggung pendekar jagoan
dari wilayah selatan tadi. Seketika
Kemarung menjerit parau dan mulutnya
melontarkan darah merah serta terhu-
yung-huyung akan roboh. Untunglah.
Omprong cukup cekatan dan secepat
kilat menyambar tubuh Kemarung serta
dibawanya kabur sambil tak lupa
meneriakkan ancamannya. - Awas kalian!
Tunggu pembalasan kami! -
- Heeh! Katakan kepada ketuamu,
agar tidak membuat kekacauan diwilayah
utara ini! Ki Gendir Penjalin tidak
akan tinggal diam begitu saja, -
demikian teriak Ki Gendir Penjalin
dengan lantangnya.
Dalam sekilas saja, lenyaplah
Omprong dan Kemarung menerobos semak
belukar di sebelah selatan,
meningggalkan mayat ketiga temannya
tergeletak terkapar di tengah jalan.
- Terimakasih, kisanak. - berkata
Patra seraya mendekati Ki Gendir
Penjalin. Dalam pada itu pemuda Gagak
Cemani telah sejak tadi mencuri
pandang kearah sigadis yang berdiri
dibelakang Patra seraya berpegangan
pada baju ayahnya.
Entah mengapa kali ini dada Gagak
Cemani berdebar-debar menatap wajah
gadis tersebut, sedangkan Rengganispun
rupanya mengetahui bahwa dirinya
menjadi sasaran pandangan dari
pendekar muda Gagak Cemani. Maka tak
mengherankan bila sebentar sebentar ia
tertunduk kebawah.
- Andika bertiga telah
menyelamatkan nyawa kami. - ujar si
tua Patra serta membungkuk hormat
didepan Ki Gendir Penjalin.
- Ah, sudahlah, kisanak. - sahut
Ki Gendir Penjalin sambil buru-buru
memegang kedua pundak si tua Patra
agar bangun kembali. -
Sudah sepatutnya kita saling tolong
menolong. - - Perkenalkan, saya adalah
Patratuwa dan ini adalah Rengganis,
anak saya. - kata Patra memperkenalkan
dirinya. - Tak mengira bahwa kami
berdua akan bertemu dengan andika. Ki
Gendir Penjalin. Nama andika telah
terkenal sampai diwilayah selatan. Eh,


Pendekar Naga Geni 15 Pendekar Gagak Cemani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siapakah yang bersama andika ini" -
- Mereka adalah keluargaku juga -
jawab Ki Gendir Penjalin sambil
memperkenalkan menantu dan cucunya. -
Ini adalah Ki Banyak Sekti dan pemuda
ini adalah Gagak-Cemani.
Patratuwa semakin kagum bila
mendengar nama Ki Banyak Sekti disebut
oleh Ki Gendjr Penjalin. Ternyata
keduanya masih sekeluarga. Baginya,
nama Banyak Sekti telah dikenalnya
sebagai seorang pendekar ulung yang
suka turun tangan bila melihat
kejahatan merajalela ataupun
kekacauan-kekacauan.
- Aku telah mendengar pembicaraan
andika tadi - berkata Ki Gendir
Penjalin. - Oleh sebab itu, tak
perlulah andika kembali kedaerah
selatan sana. Tinggallah saja bersama
kami, sebab tanah diwilayah kami masih
cukup luas untuk didiami. -
- Mmm, terimakasih, Ki Gendir. -
kata Patratuwa -
Kami sangat berterimakasih atas tawaran andika
itu. Tetapi apakah hal itu tidak akan
membahayakan keselamatan andika
sendiri" Ah, kami telah melibatkan
andika dalam persoalan kami dan
menyusahkan andika saja! -
- Eeeh, janganlah andika berpikir
demikian, Ki Patratuwa. Ketahuilah
bahwa kami tak akan membiarkan
perbuatan-perbuatan mereka yang
sejahat itu. Kami bermaksud
membasminya, tapi sayang kami tidak
mengetahui kekuatan mereka yang
sebenarnya. - ujar Ki Gendir Penjalin
- Bukankah begitu, Banyak Sekti" -
- Yah, begitulah bapak - sambung
Ki Banyak Sekti - Hal itu, kita tak
perlu menguatirkannya. Jika memang
perlu kita bisa meminta bantuan dari
laskar-laskar daerah pantai utara,
seperti Demak ataupun Gresik. -
Ki Gendir Pejalin mengangguk-
angguk mendengar penuturan dari anak
menantunya dan sesaat kemudian iapun
mengajak Patratuwa serta anak gadisnya
untuk berlalu dari tempat ini. -
Marilah kisanak, datanglah ketempat
kami dan tinggal disana dengan
tenteram. Nanti kalian dapat membuka
tanah persawahan yang baru dan
menggarapnya bersama kami. -
Sekali lagi Ki Patratuwa
mengucapkan terima
kasihnya atas pertolongan Ki Gendir Penjalin tadi.
- Dan kau. Banyak Sekti.
Pulanglah lebih dulu untuk memanggil
beberapa orang penduduk guna me rawat
dan menguburkannya sekali mayat-mayat
ini! - demikian kata Ki Gendir
Penjalin kepada anak menantunya.
- Baik, bapak. Permisi dahulu! -
Ki Banyak Sekti segera meloncat
meninggalkan tempat itu dan beberapa
saat kemudian disusul oleh Ki Gendir
Penjalin, Patratuwa, Rengganis dan
Gagak Cemani berjalan menuju kearah
barat. Malam terasa semakin sepi dan
larut. Bunyi belalang malam serta
gesekan daun-daun yang tertiup angin
terdengar sangat menyayat hati,
seperti bunyi rintihan dari setan-
setan yang keluyuran mencari
korbannya. Mereka memasuki hati
manusia-manusia
yang lemah imannya
untuk diseretnya kedalam perbuatan-
perbuatan jahat. Merampok, memeras,
membunuh dan kemudian mereka tertawa
bersama-sama dan akhirnya bersama-sama
pula mereka terseret kedalam neraka!
*** 5 SEBUAH RUMAH besar terletak
diperut hutan lebat didaerah selatan
Ponorogo. Biarpun tidak terlalu luas,
tapi hutan tersebut sangat ditakuti
oleh setiap orang didaerah itu.
Seperti kata-kata janma mara janma
mati, yang berarti siapa yang datang
disitu akan mati disitu pula,
menyebabkan orang-orang menjauhinya.
Hampir setiap hidung telah
mengetahui bahwa hutan itu telah
didiami oleh warok Keling Maruta
beserta para pengikutnya.
Kesaktian, keberanian serta
kekejamannya pula, telah membuat
namanya terkenal dan ditakuti oleh
segenap penduduk didaerah Ponorogo.
Disuatu siang, dua orang berjalan
dengan torhu yung serta terengah-engah
memasuki hutan itu duri sebelah utara.
Beberapa orang pengawal yang melihat
kedatangan mereka segera menyambutnya.
Jadi te ranglah bahwa kedua orang
tersebut telah dikenal oleh para
pengawal dan itu semua tidak usah
mengherankan, sebab keduanya adalah
Kemarung dan Omprong dua orang
pendekar yang cukup terkenal dika-
langan para pengikut Ke|ing Maruta.
Beberapa orang lainnya yang
melihat kedatangan Kemarung serta
Omprong saling memandangnya dengan
penuh tanda tanya. Keduanya tampak
mendekati rumah besar tadi dan
langsung memasukinya, setelah lebih
dulu mengetok pintunya.
Seorang berwajah garang dengan
rambut panjang kekusutan keluar dari
sebuah bilik menyambut Kemarung serta
Omprong dengan bentakan keras - Ku-
rangajar! Kalian mengganggu kami yang
sedang beristirahat! -
Disaat itu pula, keluarlah dari
bilik tadi seorang wanita berparas
cantik dengan membetulkan letak kain
dan bajunya sedang rambutnya yang
panjang masih terurai lepas dengan
setengah kusut.
Melihat itu semua, Kemarung serta
Omprong terkejut beberapa saat dan
kemudian tunduk kebawah, sementara
Keling Maruta menatap kedua
pengikutnya itu dengan mata yang liar
saking marahnya.
- Bagaimana tugas kalian, haaa!"
- - Ampun kiai, kami berdua telah
mendatangi rumah Patratuwa dan
melaksanakan perintah dari kiai - ujar
Kemarung. - Dan selanjutnya bagaimana" -
bentak Keling Maruta.
- Ses ... segera kami katakan,
apabila ia tidak sanggup membayar
pajak, anak gadisnya harus diserahkan
pada kita! - - Bagus! Bagus! Kemudian apa yang
dilakukannya" -
- Katanya ia sanggup membayar
kiai - sambung Omprong.
- Hah, apa katamu" Patratuwa yang
miskin itu sanggup membayar hutangnya"
- seru Keling Maruta dengan heran.
- Begitulah katanya, kiai.
Sebenarnya kamipun tak dapat
mempercayai hal itu. Patratuwa lalu
memberikan hidangan serta minta agar
kami berlima menunggu diruang depan
sementara ia mengambilkan uang
simpanannya. Beberapa saat kami telah
menunggunya dengan tak sabar, apalagi
Patratuwa belum muncul muncul kembali.
Maka cepat-cepatlah kami memeriksanya
dan wah, kami telah ditipunya mentah-
mentah. - - Ditipu" Kalian yang terkenal
berakal kancil itu dapat ditipunya" -
Keling Maruta berseru dengan marah.
- Maaf, kiai. Setelah kami
periksa, ternyata pintu rumah belakang
telah terbuka. Jadi jelaslah bahwa
Patratuwa telah melarikan diri lewat
pintu tersebut. Maka cepat-cepatlah
kami melakukan pengejaran. Sebentar
itu pula tampaklah oleh kami,
Patratuwa dan anak gadisnya tengah
berlari menuju keutara. Jarak antara
kami dengan mereka cukup jauh, namun
hal itu bukan menjadi halangan bag-i
kami. Karenanya, kami terus
mengejarnya dan segera menangkapnya.
Tetapi, ternyata Patratuwa membawa
keris dan melawan, sehingga terjadilah
pertarungan sengit. Rupanya ia pun
cukup pandai bersilat dan akhirnya ia
dapat kami lukai! -
- Hmm, bagaimana akhirnya si
Patratuwa itu" -
- Ampun kiai, ia melemparkan
segenggam pasir hingga kami terpaksa
mengelak dan kesempatan itu
dipergunakan oleh Patratuwa serta anak
gadisnya lari kembali kearah utara! -
kata Omprong dengan wajah kepucatan.
- Jadi terangnya, kamu telah
gagal, bukan! -
- Bet... bet.... betul kiai -
ujar Omprong ketakutan -
Harap dimaafkan atas kesalahan kami tersebut
! - - Omprong! Goblok! Kalian tak
becus melaksanakan perintahku, hah!
Percuma kalian menjadi peng-ikutku,
jika tidak mampu menangkap Patratuwa
itu! - seru seorang bertubuh kekar,
berkulit hitam dengan wajah yang
garang seraya memelintir telinga
Omprong, sehingga orang ini terpaksa
menjerit-jerit minta ampun.
- Ampun, kiai! Tobat! Sungguh
mati, kami telah bertempur mati-
matian. Tetapi sayang ada bebe rapa
orang yang datang dan menolong
Patratuwa itu sehingga ketiga
pembantuku telah tewas -
Omprong berkata sambil menyembah-nyembah
sedang didekatnya duduklah Kemarung
dengan ketakutan pula.
- Siapa mereka itu, hah" Katakan,
siapa nama mereka! Biar aku hajar
dengan kolorku ini! Apakah mereka
bernyawa rangkap, berani menentang
pendekar Keling Maruta ini! - seru si
kulit hitam seraya melepaskan telinga
Omprong, yang seketika rebah terduduk
sambil mengelus-elus telinganya.
- Salah seorang diantara mereka


Pendekar Naga Geni 15 Pendekar Gagak Cemani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyebutkan dirinya dengan nama
Geridir Penjalin! - ujar Omprong.
- Gendir Penjalin!" - seru Keling
Maruta dengan wajah terangkat seperti
melihat hantu dimuk nya. - Hmm pantas
sekali kalian dibuat tak berdaya!
Pantas! Pantas! Nama Gendir Penjalin
memang cukup menggetarkan hati setiap
pendekar dan jago silat di-daerah ini!
- - Dia malah menantang kita
sewaktu saya berlari menyelamatkan
kakang Kemarung! - Omprong berkata
lagi. - Keparat! Dia akan merupakan
lawan yang tangguh bagi kita! Hmm,
kita musti mencari bantuan untuk
menghajar Ki Gendir Penjalin! -
- Bantuan dari mana kiai" -
Kemarung bertanya.
- Dari Gunung Kendeng! Kita
undang Si Setan Enam Serangkai untuk
membantu kita disini! -
- Oh, betul kiai! Saudara saudara
Sasta Tunggal itu pasti akan dengan
mudah membantu pekerjaan kita! -
sambung Kemarung dengan gembira.
- Besok kalian berdua serta
beberapa orang lain cepat-cepat pergi
kesana, ke Gunung Kendeng itu. Bawalah
suratku nanti, dan serahkan kepadanya!
- - Baik kiai - berkata Kemarung
dan Omprong berbareng - Kami akan
kesana secepatnya.
- Nah, sekarang kalian boleh
pergi serta menyiapkan bekal-bekalmu!
- Sesudah meminta diri dan
membungkuk hormat, keduanya
meninggalkan halaman rumah besar yang
terletak didalam hutan lebat didaerah
selatan Ponorogo.
Ternyata daerah itu memang
dikuasai oleh pendekar Keling Maruta,
seorang warok sakti yang mempunyai
banyak pengikut, serta ditakuti oleh
penduduk disekitar hutan kecil
tersebut. Sepak terjangnya memang banyak
menimbulkan kerugian-kerugian serta
kesengsaraan pada pihak penduduk yang
tak tahu apa-apa.
Bermula, para penduduk tidak
menaruh keberatan untuk membayar
sekadar uang kelebihan yang ada,
kepada Keling Maruta ini. Semua itu
terlahir sebagai ucapan terima kasih
mereka, karena Keling Maruta telah
berkali-kali menaklukkan pendekar liar
dari daerah lain yang telah berusaha
mengacau ketenteraman penduduk disitu.
Itulah asal mulanya! Tapi
sekarang ini telah berbeda sama
sekali! Keling Maruta yang
makin ditakuti orang-orang menjadi semakin
manja dan mau menang sendiri.
Kini sumbangan dari pada penduduk
tadi, tidak lagi merupakan
kesukarelaan, tetapi dipaksa! Paksaan
yang betul-betul memberatkan mereka,
bahkan jumlah uangnyapun telah
disebutkan dan ditentukan oleh Keling
Maruta! Maka terpaksalah para penduduk
membayarnya, karena sesungguhnya
mereka takut menahan kemauan Keling
Maruta. Beberapa orang yang berani
menolak kemauannya telah menjadi
korban dari kekejaman-nya.
Dan sejak itulah timbul ketakutan
serta kepanikan dikalangan penduduk.
Satu dua orang terpaksa melarikan diri
serta meninggalkan rumah dan hartanya,
demi menyelamatkan hidupnya.
Tinggal didaerah itu, ibarat
duduk diatas bara api! Tidak tenang
dan menggelisahkan. Lebih-lebih
setelah Keling Maruta dengan paksa
meminta beberapa orang gadis dari
keluarga para penduduk untuk dijadikan
isterinya serta isteri-isteri
pengikutnya. Begitulah, ketidak tenteraman
mencengkam hati setiap penduduk di
daerah Selatan Ponorogo, baik
perempuan, tua ataupun muda. Tapi akan
begitulah seterusnya, sang waktulah
nanti yang akan menjawabnya.
***** Matahari telah tinggi bertengger
diangkasa, ketika Ki Gendir Penjalin
dan kedua orang pembantu membersihkan
halaman dan pekarangan rumah.
Menyiangi rumput, menyirami tanaman-
tanama yang tumbuh subur disitu.
Bunga-bunga mawar, melati berkembang
dengan indahnya.
Hari itu Ki Gendir Penjalin
sengaja tinggal dirumah untuk
membersihkan pekarangan, sedang
menantu serta cucunya pergi kesawah.
Begitu pula te-tangga-tetangga yang
lainnya, seperti Ki Patratuwa dan anak
gadisnya si Rengganis itupun pergi
mengerjakan sawahnya.
Sekonyong-konyong kesibukan Ki Gendir
Penjalin serta dua orang pembantunya
tadi dikagetkan oleh meloncatnya
beberapa orang dari atas pohon, dan
mendarat ditanah di depan halaman
rumah Ki Gendir Penjalin.
- Hi, hi, ha, ha, ha! Kamukah
orangnya yang bernama Gendir
Penjalin"! - tanya seorang berwajah
garang dengan berikat kepala hitam
berbunga-bunga coklat. Kumis dan
janggutnya yang lebat itu menambah
keseraman wajahnya.
- Tak keliru kata-katamu! Akulah
Ki Gendir Penjalin! -
- Huah, bagus kiai! Aku telah
mencari dan telah Sama ingin bertemu
dengan kamu! - ujar siwajah garang
yang tidak lain adalah Ki Keling
Maruta - Kesempatan hari inilah yang
paling baik dan telah aku pilih. Semua
keluargamu telah pergi dan turun meng-
garap sawah dan kau cuma tinggal
seorang diri! Ha, ha, ha, ha, ha! -
-Setan alas dari mana kau tahu
itu semua" -
bentak Ki Gendir
Penjalin. - Dan lagi aku belum kenal
dengan kalian! -
- Hi, ha, ha, ha. Tidak perlu
heran, kowe kiai" - kata Keling Maruta
seraya memandang salah seorang
pembantu Ki Gendir Penjalin yang
bermata juling, kemudian berseru
kepadanya - Brengkol" Lekas menggabung
kemari" -
Simata juling tadi dengan sigap
mendekati rombongan Keling Maruta,
serta berdiri bersama mereka, sehingga
Ki Gendir Penjalin terbelalak
keheranan. - Brengkol" Jadi... jadi sebagai
pembantu baruku, kau adalah kaki
tangan mereka" -
- Gendir Penjalin?" Akulah Keling
Maruta dari wilayah selatan! Kabarnya
kau telah membunuh tiga orang anak
buahku serta melindungi Patratuwa yang
lari bersama anak gadisnya" -
- Hmm, jadi kaulah ketua dari
gerombolan perusuh itu" -
- Berkaok-kaoklah semaumu, Gendir
Penjalin. Sebab hari ini kau harus
mati dan keris puasakamu akan jatuh
ketangan kami! -
Melihat kegawatan ini, seorang
pembantu Ki Gendir Penjalin yang
seorang lagi berbalik dan melarikan
diri. Tapi secepat itu pula tangan
dari salah seorang pengikut Keling
Maruta mengibas dan sebuah pisau kecil
tahu-tahu telah menancap dipunggung
orang tadi. - Kreneng! - seru Ki Gendir Penjalin kaget melihat pembantunya
terluka, namun orang tersebut terus
saja berlari-lari dengan sempoyongan.
- Keparat! Kalian telah melukai
pembantuku!" -
- Heh, heh. Aku Dobieh Kelana,
pemimpin Setan Enam Serangkai dari
Gunung Kendeng! - ujar sipelempar
pisau tadi dengan bertolak pinggang. -
Menyerah sajalah Ki Gendir Penjalin! -
- Hmm, kalau kalian menghendaki
keris pusaka Kelabangnyander, ambillah
sendiri dari tanganku! - ujar Ki
Gendir Penjalin seraya melolos sebilah
keris yang tersembunyi dibalik
bajunya. - Marilah ambil keris ini
jika kalian berani! -
- Keparat! Mati kowe! - seru
Keling Maruta seraya menerjang kearah
Ki Gendir Penjalin dengan pedang
lebarnya bagaikan terjangan harimau
kalap - Wess! Crang ... Pletaak! -
Ki Keling Maruta terpelanting
ketanah dan pedang lebarnya telah
patah menjadi tiga bagian akibat
tebasan keris Kelabangnyander milik Ki
Gendir Penjalin. Maka segeralah Keling
Maruta membuang tangkai pedangnya,
lalu cepat-cepat melolos kolor pusaka-
nya dan melesat kembali menyerang Ki
Gendir Penjalin.
- Hyaat! Blaar!! - Sekali lagi
kedua senjata pusaka bertemu dan
masing-masing tergetar surut beberapa
langkah. Sekarang sadarlah Keling
Maruta bahwa Ki Gendir Penjalin serta
keris pusakanya merupakan lawan yang
tangguh. Maka berserulah ia kepada
keenam Setan Enam Serangkai - Saudara-
saudara inilah lawan kita yang hebat.
Marilah kita hadapi bersama-sama! -
Persis gerakan setan, keenam
pendekar undangan dari Gunung Kendeng
tadi, meloncat keudara dengan cepat
dan gesit, lalu tahu-tahu telah
mengepung Ki Gendir Penjalin dari
segala arah. Pertempuran seru segera terjadi
ketika Ki Keling Maruta, Setan Enam
Serangkai serta beberapa orang anak
buah lainnya telah menyerang Ki Gendir
Penjalin. Pendekar tua ini segera
mengeluarkan segenap ilmu dan
tenaganya untuk menghadapi keroyokan
dari tokoh-tokoh
sakti. Ditambah
dengan keris Klabangnyan-der


Pendekar Naga Geni 15 Pendekar Gagak Cemani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditangannya maka mengamuklah ia
bagaikan banteng ketaton. Dalam
beberapa gebrakan, dua orang pengikut
Keling Maruta yang cuma mengandalkan
tenaga luar dengan permainan
pedangnya, telah terjerembab muntah
darah oleh tendangan kaki Gendir
Penjalin. Dan seorang lagi rebah
ketanah seperti kain basah ketika
tercoblos dadanya oleh keris Klabang-
nyander milik pendekar tua itu.
Namun, suatu rencana licik yang
terbilang sebagai siasat dalam ilmu
persilatan dari Setan Enam Serangkai,
tidak terduga sama sekali oleh Ki
Gendir Penjalin yang berwatak ksatria
itu. Tiba-tiba saja Dobleh Kelana
melolos selembar sapu tangan.merah
dari ikat pinggangnya dan dikebut-kan
kearah K i Gendir Penjalin dengan
suara menjetar keras. Dalam saat itu
pula berhamburanlah bau harum yang
segera tersedot oleh Ki Gendir
Penjalin kedalam hidungnya, membuat
pendekar tua ini berdesis - Celaka!! -
Itulah ilmu sapu tangan Lali
Sukma yang dapat melumpuhkan kesadaran
serta tenaga seseorang. Maka tak usah
heran bila Ki Gendir Penjalin segera
menjadi lemah, dan dengan mudahnya
keris Klabangnyan-der direbut dari
tangannya oleh Keling Maruta.
Para pengeroyok tadi hampir saja
menghunjamkan senjata-senjata mereka
ketubuh Ki Gendir Penjalin, jika
Keling Maruta tidak segera berteriak.
- Tahan! Terlalu enak kalau kakek
bandel ini kita bunuh! Hajarlah dia
sepuas kalian biar keluarganya tahu
serta tak berani lagi menentang
pendekar Keling Maruta! -
- Praaak! - Keling Maruta meninju
mulut Ki Gendir Penjalin dan seketika
tubuh pendekar tua ini terhoyong
kebelakang. Tapi dari belakang, sebuah
tendangan kaki yang hebat, diberikan
Dobleh Kelana kearah punggung Ki
Gendir Penjalin, menyebabkan orang tua
ini mengeluh dan terjerumus kedepan.
Kemarung yang pernah dihajar oleh
pendekar tua itu, tak mau tinggal
diam. Dengan dupakan kaki, ia
menyambut dagu Ki Gendir Penjalin dan
terpelantinglah pendekar tua itu
ditanah dengan mulut megap-megap
seperti ikan kehabisan air.
Kemarung belum puas maka tiba-
tiba ia menggenjotkan kakinya keatas
punggung Ki Gendir Penjalin yang
tengah gelosoran ditanah dan pendekar
tua ini menjerit kesakitan disertai
darah terhambur dari mulutnya
membasahi tanah.
Setelah itu, keenam Setan Enam
Serangkai tadi bergiliran menghajar
tubuh Ki Gendir Penjalin. Dobleh
Kelana, Dempok, Pangisas, Gempol,
Juranggrawah dan Dadungilu melancarkan
tendangan-tendangan, pukulan serta
injakan kaki kepada korbannya, dan se-
saat kemudian pingsanlah Ki Gendir
Penjalin, terkulai tak berkutik.
- Heh, heh, heh. Telah pingsan
kakek tua ini" Kalau tidak segera
mati, pastilah dia akan lumpuh! - ujar
Keling Maruta. - Ayo, tinggalkan dia
disini. Yang penting,
keris Klabangnyander ini telah jatuh
ketangan kita! -
Sebentar saja, rombongan Keling
Maruta beserta Setan Enam Serangkai
telah berlalu meninggalkan rumah Ki
Gendir Penjalin. Mereka menerobos
semak belukar disebelah timur, untuk
menghindari perjumpaan dengan orang
orang lain. ***** Beberapa orang yang melepaskan
lelah, tampak duduk-duduk ditepi sawah
dan terdengarlah sendau-gurau yang
segar, menilik gelak ketawa yang
menggeletar diudara siang ini.
Ki Banyak Sekti, Nyi Gambirsari,
Gagak Cemani, duduk bersama Ki
Patratuwa serta Rengganis sambil
menikmati bekal mereka. Demikian pula
ditepi-tepi sawah lainnya, tampaklah
petani2 yang beristirahat, setelah
melakukan kerja berat, menyiangi
sawah, membetulkan pematang sawah yang
sering dirusak oleh tikus dan ketam,
dan juga mengatur perairan.
Rengganis yang habis kepanasan
bekerja disawah, menyebabkan pipinya
yang montok itu kemerah-merahan dan
lantaran inilah Gagak Cemani berkali-
kali mencuri pandang kepada gadis itu.
Ki Banyak Sekti suami isteri,
serta Ki Patratuwa telah mengetahui
gelagat ini dan mereka membiarkan
kedua muda mudi itu saling berlempar
pandang dengan asyiknya.
Dalam hatinya, Ki Patratuwa lebih
senang lagi bila kedua muda-mudi tadi,
kelak menjadi suami isteri untuk
membina keluarga baru. Dan ia
mengharap agar hal itu benar-benar
dapat terlaksana....
Suasana istirahat yang tenang
itu, mendadak saka dikejutkan oleh
munculnya sesosok tubuh manusia dari
celah-celah semak ilalang disebelah
utara. Dengan berjalan sempoyongan dan
terhuyung-huyung, orang tersebut meng-
gapai2kan tangannya sehingga orang-
orang yang berada ditepi sawah itu
menjadi kaget. - Kreneng! - desah Ki Banyak
Sekti demi melihat orang, tersebut
yang dikenalnyasebagai pembantu ayah
mertuanya yakni Ki Gendir Penjalin.
Merasa ada sesuatu yang tak beres,
maka meloncatlah Ki Banyak Sekti
mendapatkan Kreneng yang kini telah
rebah dan merangkak diatas rerumputan.
Bukan main kagetnya Ki Banyak
Sekti ketika melihat bahwa pada
punggung orang tersebut tertancap
sebilah pisau. Cepat-cepat ia mencabut
pisau itu serta menolongnya duduk.
Gagak Cemani serta Ki Patratuwa
tidak tinggal diam melihat hal itu.
Merekapun berlarian mendekati Ki
Banyak Sekti yang lagi menolong
Kreneng. - Siapa yang melukaimu, Kreneng"
- bertanya Ki Banyak Sekti.
- Si ... si Brengkal itu
pengkhianat! Dia... kaki tangan
gerombolan penjahat ... dan kini
mereka telah mengeroyok Ki Gendir
Penjalin! - ujar Kreneng seraya
menyeringai kesakitan.
- Hah" Ayahanda dikeroyok!" -
seru Ki Banyak Sekti kaget - Gagak
Cemani! Mari kita cepat kembali
kerumah! - Baik ayah. Aku ambil dulu
gokokku! - seru Gagak Cemani serta
meloncat ke sebuah gubuk kecil ditepi
sawah. Setelah menggemboknya serta pe-
dang kepunyaan ayahnya ia berlari
kembali kearah Ki Banyak Sekti berada.
Dengan sigapnya, Ki Banyak Sekti
menyambut pedangnya dari tangan Gagak
Cemani dan sebelum mereka berdua
pergi, Ki Banyak Seksi lebih dulu ber-
kata kepada K i Patratuwa. - Bapak,
rawatlah saudara Kreneng ini
seperlunya! - - Jangan kuatir. Aku akan
merawatnya baik-baik! -
- Kau akan kemana pakne!" - seru
Nyi Gambir sari sambil berlari-lari
mendekati suaminya dengan di ikuti
Rengganis. - Ada bencana dirumah ini!
Tinggallah engkau disini dahulu. Aku
bersama Gagak Cemani akan pergi
kesana! - - Hati-hatilah, engkau pakne! -
Ki Banyak Sekti bersama Gagak
Cemani melesat keutara dengan
mengerahkan tenaga meringankan tu-
buhnya hingga tampaknya mereka seperti
melayang melewati semak-semak belukar
dan lenyaplah dikelo-kan jalan yang
menuju kerumah mereka.
Sementara itu, Ki Patratuwa
segera membawa Kreneng kegubuk ditepi
sawah serta merawat lukanya dibantu
oleh Rengganis dan Nyi Gambirsari.
Meloncati semak belukar,
melompati batu-batuan berbelok kekiri,
kekanan, itulah Ki Banyak Sekti dan
Gagak Cemani dalam perjalanannya
menuju kerumah yang jaraknya cukup
jauh. Tetapi karena mereka berlari
dengan cepatnya, maka keduanya cukup
menghabiskan waktu yang sedikit saja.
- Ayah! Lihat itu! Kakek Gendir
Penjalin tergeletak dihalaman! - seru
Gagak Cemani kepada ayahnya ketika
mereka tiba dihalaman rumahnya.
Tubuh Ki Gendir Penjalin
terhantar ditanah dengan keadaan babak
belur berlepotan darah sangat
menyedihkan. Dari lobang hidung dan
mulutnya terlihat darah kental yang
telah membeku, namun kedua ayah dan
anak itu menarik napas lega ketika
dada Ki Gendir Penjalin masih
memperdengarkan detak-detak
jantungnya. Dengan saputangan yang telah
dibasahi oleh air, dibersihkanlah
wajah Ki Gendir Penjalin oleh Gagak
Cemani, sementara Ki Banyak Sekti
mengambil beberapa butir ramuan obat
serta air minum dari dalam rumah.
Ki Gendir Penjalin mulai sadar
dan membuka matanya.
- Jangan bergerak terlalu banyak
kakek! - ujar Cagak Cemani kepada
kakeknya, ketika orang itu mencoba
berdiri. - Ayah, minumlah obat ini lebih
dulu - sambung Ki Banyak Sekti seraya
memberikan obat serta air minum itu
kepada ayah mertuanya. Setelah me-
minumnya, Ki Gendir Penjalin segera
menceriterakan kejadian yang telah
dialaminya beberapa saat yang lalu.
- Ah, ketirasan angger Banyak
Sekti - desah Ki Gendir Penjalin yang
telah mengakhiri ceriteranya - Keris
pusaka kita Kelabangnyander telah
dirampas dan jatuh ditangan Keling
Maruta" Hal ini sangat berbahaya,
sebab orang sesakti dia disertai keris
Kelabangnyander tadi pastilah akan
membuatnya malang melintang didunia


Pendekar Naga Geni 15 Pendekar Gagak Cemani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

persilatan serta bertindak sewe nang-
wenang. - - Heh, keparat si Keling Maruta
itu" - geram Ki Banyak Sekti dengan
marahnya sambil berdiri dari duduknya
- Biarlah aku yang merebut kembali
keris pusaka itu dari tangan mereka"
Gagak Cemani, tung gulah kakek di
rumah, aku akan pergi sekarang juga?""
- Tanpa menunggu lebih lama, Ki
Banyak Sekti telah melesat keluar
halaman menuju kearah selatan tanpa
menggubris ayah metuanya yang berseru
parau. - Tunggu dulu angger" Sangat
berbahaya" Setan Enam Serangkai
tinggal bersama mereka" -
Sesaat setelah Ki Banyak Sekti
pergi, muncullah dari sebelah barat
daya. Nyi Gambirsari, Ki Patratuwa,
Rengganis, si Kreneng dengan punggung
terbalut kain, serta beberapa orang
penduduk lainnya yang bersedia
menolong Ki Gendir Penjalin.
Dengan di bantu oleh Ki
Patratuwa. Gagak Cemani memapah
kakeknya kedalam rumah, diikuti oleh
Nyi Gambirsari, Rengganis dan Kreneng,
sedang orang2 lainnya berkerumun di
halaman rumah Ki Gendir Penjalin.
Mereka segera membetulkan pagar-pagar
pekarangan yang rusak akibat
pertarungan antara Ki Gendir Penjalin
melawan gerombolan Keling Maruta dan
merekapun telah menyingkirkan mayat
seorang anak buah Keling Maruta yang
tertinggal di situ.
- Heh. sangat tergesa-gesa
kepergian angger Banyak Sekti. Aku
mencemaskan keselamatannya" - desah Ki
Gendir Penjalin setelah ia duduk
dibalai-balai kayu diruang depan.
- Mengapa kakek" Bukankah
ayahanda banyak Sekti cukup mampu
untuk menghadapi musuh-musuh yang
sakti" - ujar Gagak Cemani dengan
keheranan. - Tapi Setan Enam Serangkai dari
Gunung Kendeng terlalu sakti dan
sangat licik untuk dihadapi seorang
diri. - kata Ki Gendir Penjalin. -
Mereka banyak mempunyai tipu muslihat
di dalam ilmu silatnya, dan akulah
salah satu korbannya. -
- Jadi kita harus menyusul
ayahanda dengan segera! -
- Benar Cemani. Tetapi ayahmu
pasti telah jauh" - kata Ki Gendir
Penjalin dengan nada cemas. - Dan
perjalanan kedaerah selatan pasti
memakan waktu lebih dari separo hari.
- - Kami mengenal daerah itu dengan
baik, Kil Gendir Penjalin menyambung
Ki Patratuwa pula. -
Jika tak keberatan, akupun ingin pergi membantu
Ki Banyak Sekti" -,
- Aku juga akan pergi, ayah! -
sahut Rengganis dengan tegasnya - Aku
tak dapat membiarkan ayah pergi tanpa
aku, lebih-lebih dalam menempuh
bahaya. - - Sangat berbahaya, Rengganis.
Sebaiknya engkau tinggal dirumah saja!
Ki Patratuwa berkata.
- Tidak ayah, aku harus ikut! -
sahut Rengganis yang berkemauan keras
itu. - Bukankah ada pula kakang Gagak
Cemani yang akan melindungiku"! Dan
lagi, akupun telah pandai bersilat
berkat ajaran kakang Cemani! -
Ki Gendir Penjalin tersenyum
mendengar kata-kata Rengganis yang
bersemangat itu, lalu berkata pula ia.
- Biarlah ikut, Ki Patra. Aku percaya
kalian akan selamat! -
- Ki Patratuwa mengangguk setuju.
- Baiklah. - - Nah, sekarang sore mulai turun.
- ujar Ki Gendir Penjalin. - Angger
Banyak Sekti pastilah akan tiba di
tempat sarang gerombolan itu, besok
pagi pagi buta. Oleh sebab itu, jika
andika bertiga berangkat dengan
berkuda, maka akan tersusullah kiranya
angger Banyak Sekti. Nah, Cemani
siapkanlah semuanya.
- Akan kusiapkan kuda-kuda itu,
kakek - berkata Gagak Cemani seraya
bangkit dari duduknya dan bergegas
menuju kebelakang rumah dengan
sigapnya. Dalam waktu yang singkat saja,
persiapan mereka telah selesai.
Rengganis tampak mengenakan pakaian
pria, tapi rambutnya tetap disanggul
pada bagian pangkal sedang ujungnya
terurai lepas kepunggung.
Dipinggangnya terselip sebilah pedang,
membuat Rengganis semakin tampak
cakap. Sekali lagi mereka berpamit
kepada Ki Gendir Penjalin dan Nyi
Gambirsari untuk berangkat dan sekali
lagi pula, Ki Gendir Penjalin
berpesan. - Berhati-hatilah dan
waspada. Si Setan Enam Serangkai ba-
nyak mempunyai siasat yang licik, yang
tidak akan terduga macamnya, tapi
salah satu diantaranya adalah kebutan
sapu tangan merah yang menyebarkan bau
harum dan dapat melumpuhkan tenaga
lawannya. - Terimakasih Ki Gendir. - kata
Ki Patratuwa - semoga Tuhan melindungi
kita semua. - - Yah, semoga begitu - sambung Ki
Gendir Penjalin, seraya memandang
kepada mereka bertiga yang telah
berada di atas punggung kudanya
masing-masing. Demikianlah, pada cahaya matahari
yang telah merendah kecakrawala barat,
kelihatanlah tiga orang berkuda kearah
selatan menempuh jalan yang cukup
baik. Mereka segera berpacu dengan
cepatnya, seperti berlomba dengan sang
matahari yang hendak masuk kedalam
peraduannya. Langit disebelah timur makin
menggelap, secepat warna saputan merah
dan lembayung dilangit barat makin
berkurang. Jengkerik dan orong-orong
berdering disana-sini dari liang
rumahnya atau di bawah dedaunan
rumput, menyambut kehadiran sang
malam. Ki Patratuwa berkuda di sebelah
depan, kemudian Rengganis dan Gagak
Cemani, di sebelah belakang. Mereka
terus berpacu menerobos pepohonan
lelwi dan besar yang tumbuh dikanan
kiri jalan dan menempuh malam yang
makin turun dengan hati yang tangguh
dan tekad yang membaja.
Untunglah, bintang-bintang
dilangit kelam itu satu persatu mulai
bermunculan serta memberikan cahaya
yang samar2, tapi itu sudah cukup bagi
mereka bertiga untuk mengenal jalan-
jalan yang mereka tempuh.
Mereka telah berteguh hati untuk
membantu Ki Banyak Sekti dalam
usahanya menghajar gerombolan Keling
Maruta yang semakin merajalela itu.
Akan mampukah mereka melawan
Keling Maruta serta para pengikutnya"
Tak seorangpun yang dapat menjawabnya,
juga mereka sendiri tak tahu akan
jawabnya! Tapi mungkin ada yang tahu
jawabannya, ialah sesosok bayangan
manusia yang berloncatan dengan
gerakan yang ringan! Bayangan tersebut
menggenggam sebatang tongkat besi yang
hitam berkilat pada tangannya dan ia
muncul secara tiba-tiba, tepat pada
jalan yang telah dilalui dan
ditinggalkan oleh K i Patratuwa
bertiga. - Heh, heh, heh. -
demikian bayangan manusia itu terkekeh
mengangguk-angguk sambil mengelus
membelai jenggot putihnya. - Aku ingin
tahu, apakah yang mampu mereka
kerjakan terhadap Keling Maruta itu!"
- Sekejap kemudian bayangan itupun
melanjutkan loncatan-loncatannya
kearah selatan dan akhirnya lenyap di
balik kelebatan pepohonan di sebelah
sana. Kini sang malam telah sepenuhnya
merajai permukaan bumi, dan mulai
pojok cakrawala timur sampai barat
dicengkam oleh kesenyapan menghantu.
Hawa dinginpun mulai tersebar seperti
muncul dari permukaan tanah, menusuk
tulang belulang dan membekukan sendi-
sendi tubuh. *** 6 - PLAK! - terdengar suara
tamparan tangan yang menghalau nyamuk
dibarengi suara menggerun-dal
- Kurangajar! Mengganggu orang berjalan!
- - Jangan terlalu keras, kakang
Kemarung! Engkau bisa terjauh dari
atas pohon ini! - terdengar suara yang
lain dari sebelah.
- Adik Omprong, aku sangat
mengantuk! Telah semalam kita berjaga-
jaga disini atas perintah Ki Keling
Maruta! - _ Akupun telah ngantuk, kakang!
Tapi sebentar lagi pasti selesai,
karena pagipun akan menjelang.
- Memang berat tugas kita ini.
Berjaga di atas pohon seperti binatang
kelelawar sajal Salah-salah bisa
terjatuh kita kebawah dan tulang leher
atau punggung bisa patah karenanya. -
- Heh, heh, heh. Kata-katamu
memang benar. Aku bisa membayangkan
bahwa teman-teman lain yang berjaga-
jaga pula di atas pohon di sekitar
ini, pasti merasakan seperti kita
kakang Kemarung. -
- Ternyata Ki Keling Maruta
merasa perlu untuk menempatkan
penjagaan di sekitar perumahan kita. -
ujar Kemarung seraya menancap-


Pendekar Naga Geni 15 Pendekar Gagak Cemani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nancapkan pisau belatinya.
Omprong menarik nafas dan katanya
pula. - Ia yakin bahwa sanak keluarga
Ki Gendir Penjalin akan menjadi marah
dan menyerbu kemari. Itulah sebabnya
kita berjaga-jaga
di sini, untuk menjebak mereka! Begitu mereka muncul,
kita binasakan mereka sampai habis! -
Kemarung meringis senang oleh
kata-kata Omprong, maka iapun
menyahut. - Untunglah saudara-saudara
Setan Enam Serangkai dari Gunung
Kendeng itu sudi membantu kita. Kalau
tidak, pasti kita tak berhasil
menghajar situa Gendir Penjalin itu! -
- Tentu saja mereka bersedia
membantu kita ! - sambung Omprong. -
Sebab Ki Keling Maruta tidak sedikit
membayar mereka! -
- Hmmm, memang saudara-saudara
Setan Enam Serangkai sangat
mementingkan uang! Kepada siapa saja
ia bersedia membantu asal dibayar
cukup tinggi! Tiba-tiba Kemarung serta Omprong
sangat terperanjat oleh suara burung
hantu dari arah barat. Keduanya tahu
dengan segera; apa arti dari suara
tersebut. - Ada orang asing masuk kedalam
daerah kita! - desis Kemarung dengan
hati berdebar-debar, seperti pula
dengan Omprong.
- Itulah isyarat dari teman-teman
kita! - ujar Omprong pula.
Sementara keduanya asyik
berbisik-bisik, dari arah utara
terlihatlah sesosok bayangan manusia
mengendap-endap dengan hati-hati.
Kabut pagi yang menerawang serta
bertebaran di atas permukaan tanah itu
tersibak oleh bayangan manusia tadi,
menimbulkan pemandangan seperti dalam
mimpi. Namun tiba-tiba pula sibayangan
tadi berhenti secara mendadak dan
melayangkan pandangannya kearah
pepohonan yang banyak terdapat di
sekelilingnya. Rupanya si
bayangan telah mencium bahaya!
Begitu besar dan tinggi serta
cabang-cabang dan daunnya yang
melingkupi pemandangan menyebabkan
setiap orang akan merasa ngeri bila
memasuki hutan di daerah selatan ini.
Dan karena itu pulalah Kemarung dan
Omprong serta kawan-kawan lainnya,
telah menduga bahwa sibayangan
tersebut pastilah orang yang mencari
maut! Melihat si bayangan manusia
termangu-mangu berdiri, Kemarung serta
kawan-kawannya segera menduga bahwa
orang tersebut pastilah ketakutan
untuk meneruskan maksudnya. Maka saat
itu pula mereka-pun tertawa terkekeh-
kekeh hingga menimbulkan suara yang
menyeramkan. Suara tawa mereka terpan-
tul mengumandang sahut-menyahut,
laksana kumandangnya belasan iblis
yang tertawa kegirangan.
Sekilas si bayangan terperanjat,
tapi hanyalah sesaat itu saja. Sebab
detik berikutnya, sibayangan itu
mengibaskan tangannya kearah atas,
kearah cabang pepohonan disusul bunyi
berdesing susul-menyusul - Sing - sing
- sing - sing! -
- Yaaarkh! - empat orang seketika
roboh dari atas pohon dan melayang
terpelanting ke bawah dengan badannya
tertembus pisau-pisau kecil hasil lem-
paran si pendatang itu.
Keruan saja Kemarung serta
Omprong terperanjat oleh kejadian itu.
Empat orang temannya telah tewas dalam
sekejap saja tanpa mengadakan
pertempuran sedikitpun!
Karena itu, yakinlah mereka bahwa
sipendatang tersebut mempunyai ilmu
silat yang hebat dan sesaat kemudian
mereka lebih terkejut lagi, bila
sipendatang tadi berseru pula. -
Keling Maruta! Ayo keluarlah kamu
pengecut! Kalian cuma berani
mengeroyok seorang tua saja! Sekarang
aku datang menuntut bela! Ayolah,
hadapi si Banyak Sekti ini!!! -
Kemarung dan Omprong tak sabar
lagi mcn dengar tantangan Ki Banyak
Sekti yang menggeledek itu, maka
bersuitlah Kemarung memberi tanda
kepada teman-teman penjaga lainnya.
Bagaikan hantu-hantu kelaparan,
Kemarung serta teman-temannya
berloncatan kebawah dan mendarat di
atas tanah dengan serempak! Mereka
segera mengepung Ki Banyak Sekti dari
segala arah dan tampaknya tak ada
kemungkinan sedikitpun bagi Ki Banyak
Sekti untuk bisa lolos!
- Hah, ha, ha,! Ana ula marani
gebuk! {Ada ular mendekati pemukul) -
ejek Kemarung seraya mengobat-abitkan
celuritnya. - Kau datang seorang diri,
bung" Mana tikus-tikus yang lain"! -
- Keparat! - sumpah Ki Banyak
Sekti saking marahnya - Aku cukup
datang seorang diri, dan kalian belum
tentu sanggup menghadapi!! Mana
pemimpinmu, haaah! Suruh keluar dan
bertempur melawanku! -
- Haah! Seekor tikus berani
berteriak-teriak sesumbar disarang
harimau! - seru Kemarung sambil
meludah ke tanah. -
Tak perlu pemimpinku keluar untuk menghadapi
seekor tikur penasaran macam tam-
pangmu! Cukup aku saja! -
- Hmm, bicaramu memerahkan
telinga, tapi tenagamu belum tentu
segarang harimau! - jawab Ki Banyak
Sekti - Kau berani berkaok-kaok kalau
dikelilingi oleh sobat sobatmu! -
- Setan alas! Ayo, kawan-kawan!
Cincang si tikus kurang ajar ini,
sampai lumat! - teriak Kemarung seraya
melesat menerjang Ki Banyak Sekti d
ngan garangnya.
Berbareng saat itu pula, Omprong
serta belasan teman lainnya menyerbu
lawannya yang seorang ini sambil
berteriak ramai. Senjata-senjata
mereka bersi-utan menerjang Ki Banyak
Sekti, merupakan kilatan-kilatan sinar
yang lalu lalang dari segenap arah
dengan derasnya.
Akan tetapi sekali lagi mereka
terpaksa melongo bila Ki Banyak Sekti
dalam gerakan sebat mencuat keatas
menyebabkan senjata2 lawannya cuma me-
nyobek udara kosong saja!
Sejurus kemudian, tahu-tahu Ki
Banyak Sekti telah mendarat di luar
kepungan para lawannya, sehingga
mereka saling melongo saking
takjubnya. Seorang anak buah Kemarung cukup
waspada, maka secepat kilat ia
berbalik dan membacok Ki Banyak Sekti
dengan tiba-tiba. Hanya saja Ki Banyak
Sekti lebih cepat bertindak! Pedangnya
berkelebat dan mendahului golok
lawannya tadi. Lalu sesaat lagi terdengarlah
jeritan nyaring bersamaan tubuh lawan
Ki Banyak Sekti terguling roboh dan
dadanya menganga bekas luka sayatan
pedang yang menyemburkan darah.
Kemarung dan Omprong, keduanya
adalah orang-orang berani dan kasar,
mudah terbakar kemarahannya. Maka
melihat beberapa orang anak buah nya
telah terkapar mati di atas tanah,
mereka menjadi semakin penasaran.
Bersama anak buahnya yang lain,
menyerbulah mereka dengan ganasnya
kearah Ki Banyak Sekti.
Kembali ujung-ujung senjata
berserabutan meluncur dan menusuk
kearah tubuh pendekar itu. Untung
bahwa Ki Banyak Sekti bukanlah lawan
yang boleh diremehkan begitu saja,
maka selagi maut mengintai pada ujung-
ujung senjata lawannya itu, bergerak
lah ia dengan gesit. Tubuhnya berputar
bersama pedangnya dengan dilambati
pula tenaga dalam yang dahsyat.
- Syuuuut... traang! - Ujung-
ujung senjata lawan seketika tergetar
hebat, berbareng pula rasa pedih dan
panas menjalarketangan para pemegang
senjata, membikin mereka mundur
beberapa langkah.
Dasar Ki Banyak Sekti. Orangnya
cerdik dan dapat memilih waktu.
Karenanya, selagi lawan-lawannya
merasakan akibat benturan senjata
tadi, pedangnya sekali lagi diputar
dengan hebatnya. - Eaaargh! - tiga
jeritan berbareng sekaligus terdengar
memecahkan udara pagi buta dan
tampaklah tiga orang anak buah
Kemarung menebah perutnya yang terobek
oleh pedang Ki Banyak Sekti. Mata-mata
mereka melotot, seperti tak percaya
akan keadaan dirinya, namun sebentar
kemudian merekapun roboh!
Sebuah suitan nyaring terdengar
dari mulut Ke-' marung begitu ia
melihat korban pada anak buahnya makin
bertambah banyak. Seperti orang
dikejar setan, tiba-tiba Kemarung dan
teman-temannya bertebaran lari
keselatan masuk kedalam hutan.
Melihat ini Ki Banyak Sekti
sesaat terkejut, tapi lalu
tertawasambil mengejek - Ha, ha, ha,
ha, ada macan-macan
ompong lari terbirit-birit menghadapi seekor
tikus! - Cih, tak punya malu, belum
lagi lecet kulitmu, sudah mau lari!
Berhenti! Ki Banyak Sekti secepat kilat
mengejar kearah selatan dan celakalah
orang yang lambat larinya sebab sekali
pedang K i Banyak Sekti'menebas,
seorang anak buah Kemarung menderit
keras dan roboh dengan lengan terpapas
putus. Kemudian seorang lagi jatuh
tersungkur dan mati, karena
punggungnya terbelah!
Itulah sepak terjang Ki Banyak
Sekti kalau sudah mengamuk, dan terus
saja ia mengejar lebih jauh masuk
keperut hutan. Namun sebenarnya inilah
satu kesalahan yang besar yang
diperbuat oleh Ki Banyak Sekti, sebab
sebagian kewaspadaan pada dirinya
menjadi kabur. Dikiranya bahwa orang-


Pendekar Naga Geni 15 Pendekar Gagak Cemani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang tersebut melarikan diri dengan
arti ketakutan semata-mata terhadap
amukannya, tapi sebenarnya inilah yang
termasuk dalam siasat mereka. Yakni
memancing Ki Banyak Sekti untuk masuk
lebih jauh keda lam sarang mereka!!
Dan ketika itulah kaki Ki Banyak
Sekti menginjak sebuah perangkap
mereka - Aaakh! - Sebuah seruan kaget terlontar dari mulut Ki Banyak Sekti,
sebab tahu-tahu kakinya telah
menginjak jaring yang seketika
terangkat keatas dan menjerat dirinya!
Maka tergantunglah tubuh Ki Banyak
Sekti terayun-ayun diatas cabang pohon
bagaikan seekor ikan yang terjerat
dalam jaring. Meskipun Ki Banyak Sekti telah
berusaha menjebol jaring itu, tapi
sia-sia saja. Ternyata jaring itu
terbuat dari bahan liat yang tidak
dapat diputus oleh senjata tajam,
seperti pedang Ki Banyak Sekti misal-
nya! - Ha, ha, ha, ha, - terdengar
suara tertawa menggeletar seperti
iblis bersamaan munculnya belasan
sosok tubuh manusia dari tempat-tempat
gelap dan berkabut, dari balik batang-
barang pohbn raksasa. Mereka tidak
lain adalah Ki Keling Maruta, Setan
Enam Serangkai dari Gunung Kendeng,
Kemarung, Omprong, Brengkol dan
segenap anak buahnya.
Mereka menatap keatas pohon,
ditempat mana tubuh Ki Banyak Sekti
tergantung dalam sebuah jaring tanpa
daya! - Ha, ha, ha Mampus kau sekarang
monyet! - teriak Ki Keling Maruta dari
bawah seraya matanya bersinar
kegirangan. - Itulah dia, kiai! Banyak Sekti
telah kita tangkap! - ujar Kemarung
sambil menunjuk kearah Ki Banyak
Sekti. - Kita bunuh saja sekarang!
Hujani dengan panah, atau kita bakar,
biar menjadi sate! -
- Keparat! - teriak Ki Banyak
Sekti dari atas. - Bunuhlah aku dengan
cepat! Kalian cuma pengecut-pengecut
rendahanl - Ha, ha, ha, berkaok-kaoklah
sesukamu, monyet! - berkata Ki Keling
Maruta - Kamu akan ku biarkan
tergantung gantung disitu dan akan
mati dengan secara lambat, setelah
lebih dulu menderita kelaparan dan
haus! Tubuhmu akan segeYa menjadi ke-
rangka! - Mendengar kini Ki Banyak Sekti
menjadi marah, dan berontaklah dia.
Namun sekali lagi perbuatannya
hanyalah sia-sia saja.
Malah karenanya, tubuhnya yang
terjerat dalam jaring tadi terayun-
ayun kesana kemari menyebabkan' Ki
keling Maruta serta segenap
pengikutnya tertawa terpingkal-pingkal
saking gelinya melihat tingkah Ki
Banyak Sekti tersebut.
- Ayo kawan-kawan. Kita
tinggalkan monyet itu di sini.
sebentar lagi pasti akan menangis
melolong-lolong! - kata Ki Keling
Maruta dengan kata-kata ejekan yang
tertuju kepada tawanannya.
Ki Banyak Sekti terdiam saja
sambil menelan ejekan yang menyakitkan
hati itu. Ia telah memasrahkan-
nasibnya kepada Tuhan Yang Maha Besar
dan ia cuma menyaksikan musuh-musuhnya
pergi meninggalkan tempat itu menuju
kearah selatan.
Akan tetapi sewaktu Ki Keling
Maruta dan orang-orangnya telah cukup
jauh dari tempat itu, lebih kurang
lima belas tombak, tiba-tiba saja
muncullah tiga sosok tubuh manusia
dari balik batang pohon beringin tua
seraya menunjuk-nunjuk kearah K i Ba-
nyak Sekti. Seorang diantara mereka, secara
sigap melesat keatas, kearah Ki Banyak
Sekti terjerat dan sebuah golok
kehitaman ditangan kanannya segera
membabat ujung jaring yang tergantung
pada cabang pohon diatasnya. -
Craaang! - Bunyi gemerincing terdengar,
berbareng tali atau ujung jaring tadi
terpapas putus, sehingga tubuh Ki
Banyak Sekti yang masih terkurung oleh
jaring itu meluncur kebawah dengan
derasnya! - Ayah! Pakailah ilmu meringankan
tubuh! - teriak sipenolong
memperingatkan Ki Banyak Sekti!
- Oh, kaukah itu, Gagak Cemani"!
- seru Ki Banyak Sekti demi mendengar
suara sipenolong yang tak asing lagi
baginya. - Benar, ayah! Hati-hatilah! -
ujar Gagak Cemani.
Benar saja peringatan Gagak
Cemani kepada ayahnya tadi, sebab
dengan mengerahkan ilmu peri-ngan
tubuh, maka Ki Banyak Sekti tidak
terlalu keras jatuhnya, la cuma
terguling tiga langkah saja. Secepat
itu pula Gagak Cemani berlari
mendapatkan ayahnya serta membuka
jaring-jaring tersebut yang telah
menjerat Ki Banyak Sekti. Sebentar
kemudian bebaslah Ki Banyak Sekti.
- Hmmm, golokmu tadi cukup hebat,
nak! Untunglah engkau datang juga
kesini! - Ki Banyak Sekti berkata
seraya memandang bangga kepada Gagak
Cemani yang masih menggenggam golok
ampuh pemberian Ki Bujanggiri.
Dalam pada itu dua sosok tubuh
manusia berlarian pula mendapatkan
mereka dan Ki Banyak Sekti segera
dapat mengenal mereka. - Aah, Ki
Patratuwa dan Rengganis datang pula
kemari!" -
- Kami bertiga datang kemari, Ki
Banyak Sekti. Agar pekerjaan andika
menjadi lebih ringan!
- kata Ki Patratuwa. - Eh, terima kasih, tapi
bagaimanakah dengan ayahanda Gendir
Penjalin" - Ki Banyak Sekti bertanya
dengan hati cemas.
- Andika tak usah cemas. - sahut
Ki Patratuwa. - Sebab bapak Gendir
Penjalin tidak terlalu berat
cederanya...! Rupanya, Ki Keling Maruta dan
orang-orangnya dapat mendengar suara
berisik dibelakang mereka, sehingga
dengan cepatnya mereka kembali
ketempat semula!
- Heei, simonyet bisa lolos dari
jaring itu, hah!" - teriak Ki Keling
Maruta sambil menunjuk kearah Ki
Banyak Sekti serta ketiga orang
penolongnya. - Dan kalian bertiga,
monyet-monyet yang ingin mati pula" -
Rengganis terkejut sekali dan
berlindunglah ia dibelakang tubuh
Gagak Cemani sedang Ki Patratuwa dan
Ki Banyak Sekti telah bersiaga dengan
senjatanya. - Heh, heh. Suaramu telah
sumbang. Keling Maruta! - ujar Ki
Banyak Sekti - Apakah hatimu telah
menciut hah"! -
- Keparat!! Kawan-kawan
Bunuh keempat monyet dangkalan ini dengan
segera! Jangan kasih ampun mereka! -
begitulah berteriak Ki Keling Maruta,
dan segera bersama anak buahnya
menyerbulah mereka ke-arah empat orang
lawannya. Pertempuran hebat segera terjadi.
Disaat itu kabut pagi telah mulai
terhapus, sehingga mereka saling dapat
melihat wajah teman ataupun lawannya
dengan jelas. Pada jurus-jurus gebrakan
pertama, empat atau lima orang dari
anak buah Keling Maruta segera roboh
tak bernyawa. Namun saat berikutnya,
terjadilah perubahan yang mengagetkan
ketika Keling Maruta, Setan Enam
Serangkai dan segenap anak buahnya
telah mengepung mereka. Tampaklah Ki
Banyak Sekti, Ki Patratuwa dan
Rengganis terdesak, kecuali Gagak Ce-
mani yang dengan sigapnya menerjunkan
diri kearah Setan Enam Serangkai dan
menyerangnya dengan hebat, membuat
keenam pendekar dari Gunung Kendeng
itu kewalahan dan mengumpat-umpat -
Anak setan ini!! -
Omprong dan Keling Maruta yang
menyerang Ki Banyak Sekti menjadi
tidak sabar, lantaran lawannya ini
selalu berhasil menangkis serangan-
serangannya. Baik senjata bindi maupun
kolor sakti mereka tak berhasil
merobohkan Ki Banyak Sekti dan itulah
sebabnya maka Keling Maruta tiba-tiba
melolos senjata lain dari balik
bajunya. - Sreettt! - Ki Banyak Sekti
mendesis kaget - Keris Kelabangnyander
! - Sebilah keris yang berkeredapan
telah tergenggam pada tangan Keling
Maruta yang dikenal sebagai milik Ki
Gendir Penjalin!
- Hah, kau kaget bukan" sebentar
lagi kau akan mati dengan keris ini
monyet!! - seru Keling Maruta seraya
menyerang lawannya. Sejak itu pulalah,
Ki Banyak Sekti kian terdesak oleh
serangan serangan Om prong dan Keling
Maruta tak bedanya pula dengan Ki
Patratuwa dan Rengganis yang kerepotan
menghadapi Kemarung dan Kreneng
serta kawan-kawannya.
Dalam keadaan begitu, mendadak
saja melesatlah seorang bayangan
manusia dari utara dan terjun ke-
tengah arena pertempuran seraya
memutar tongkat besi ditangannya!
- Aaaargh! - Jeritan-jeritan
parau terdengar mengiringi tubuh tubuh
anak buah Keling Maruta berjungkalan
muntah darah dan mati oleh hajaran
tongkat besi tadi.
- Kakek! - seru Gagak Cemani
kaget bercampur bangga ketika
sipendatang bertongkat besi itu segera
dapat dikenalnya sebagai K i Gendir
Penjalin! Kakek tua ini bergerak


Pendekar Naga Geni 15 Pendekar Gagak Cemani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat hebat dan setiap pukulan
tongkatnya berarti maut bagi lawan-
lawannya. Oleh sebab itu pula, segera
Keling Maruta dan Kemarung mengalihkan
serangannya kepada Ki Gendir Penjalin!
- Kakek bobrok! Lekas menyerah
sebelum engkau mati ditanganku! - seru
Keling Maruta sambil mengacungkan
keris Kelabangnyander ditangannya. -
Apa kau ingin mengambil kembali
kerismu ini, hoaa" Ambillah jika kamu
berani! - - Keparat! - Akan kuhancurkan
sarangmu ini, setan! - teriak kakek
tua, Ki Gendir Penjalin seraya
menyerang Keling Maruta dan
bertempurlah mereka kembali dengan
hebatnya! Disebelah lain. Setan Enam
Serangkai semakin keheranan menghadapi
Gagak Cemani yang senantiasa mampu
menanggulangi serangan-serangannya,
maka tiba-tiba Dobleh Kelana
mengibaskan selembar sapu tangan merah
yang menyebar bau harum ke arah Gagak
Cemani. Namun pemuda ini telah waspada
dan segera memasang siasatnya dengan
menjatuhkan diri ketanah berpura-pura
telah mengisap bau harum tadi. Melihat
ini keenam lawannya terkekeh-kekeh
tertawa seraya mendekati tubuhnya dan
siap menghancurkan tubuh sipemuda ini
dengan senjata-senjata mereka!
Namun tiba-tiba
Gagak Cemani menggelindingkan tubuhnya dan goloknya
membabat kearah kaki keenam lawannya,
yang tentu saja dengan cekakaran
meloncat keatas. Tapi terlambat! Dua
orang diantara mereka terbacok
betisnya, sehingga menjerit dan
mendeprok ditanah tanpa sanggup lagi
untuk bertempur.
Sementara itu, Kemarung tiba-tiba
membacokkan senjata celuritnya dari
sebelah belakang Ki Gendir Penjalin.
Untungnya kakek tua ini dapat
mendengar bunyi berdesing dari arah
belakang, dan secepat kilat ia
berbalik sambil menghajarkan tongkat
besinya mendahului serangan Kemarung,
- Desss! - Aaaargh - Kemarung memekik,
ketika tongkat itu memukul hancur
kepalanya dibarengi darah segar
muncrat kemana-mana, dan kemudian
tubuh Kemarung ambruk jatuh, seperti
selembar kain basah. Tapi di saat itu
pula Keling Maruta menusukkan keris
Kelabangnyander kelambung Ki Gendir
Penjalin! -'Aduhhhh! - Kakek tua ini mengeluh ketika lambungnya mengucurkan
darah. Namun sekali lagi ia memutar
tongkat besinya dengan sekuat tenaga
dan menghajarkannya kearah Keling
Maruta - Praaak! - Eaaaakh! -
Lengan kanan Keling Maruta
seketika remuk dan lumpuh, sehingga
keris Kelabangnyander tersebut
terpelanting ketanah. Dobles Kelana
yang melihat Keling Maruta roboh,
secepat kilat menyambar tubuh rekannya
serta memungut keris pusaka tadi. -
Mun-duiiur. - teriaknya dan seketika
itu pula sambil membawa Keling Maruta
serta dua orang rekannya yang terluka,
mereka kabur kearah barat. Bersamaan
waktunya, Omprong tersungkur ketanah
setelah pedang Ki Banyak Sekti
menghunjam kedalam dadanya. Sedang si
Kreneng ambruk pula sesudah tubuhnya
terluka oleh tebasan-tebasan pedang Ki
Patratuwa serta tusukan tusukan keris
dari Rengganis.
Pertempuran telah berakhir pula.
Satu, dua orang pengikut Keling Maruta
yang masih hidup segera lari pontang-
panting ketakutan. Mereka kebanyakan
adalah orang-orang yang dipaksa
menjadi kaki tangannya.
Ki Banyak Sekti berempat segera
mengerumuni Ki Gendir Penjalin dan
berusaha menolongnya, tapi sia-sia.
Sebaliknya orang tua ini cuma
tersenyum se raya berkata dengan sisa-
sisa tenaganya. - Berjanjilah. Kalian
harus merebut... keris pusaka kita...
Kelabang-nyander... dari... tat...
tangan mereka..... - dan terlepaslah
nafas terakhir dari Ki Gendir Penjalin
dengan tenangnya. Orang tua itu kini
telah mati, tinggal jasadnya saja yang
terbujur ditanah, membisu dingin dan
pucat. Rengganis yang tak tahan akan
kesedihan ini segera menangis terisak-
isak dan mendekap pundak Gagak Cemani.
Sedang Ki Banyak Sekti dan Ki
Patratuwa tertunduk dengan air mata
berlinang-linang dipipinya. Sua sana
berkabung nencekam hati mereka.
- Marilah Ki Banyak Sekti - ujar
Ki Patratuwa telah beberapa saat
merenungkan kesedihan ini. - Kita bawa
pulang jasad Ki Gendir Penjalin ini
untuk kita rawat dan kita kebumikan
dengan baik. -
- Baiklah Ki Patra. Terimakasih -
kata Ki Banyak Sekti dengan suara
hampir tak terdengar. - kita akan
cepat-cepat kembali. -
Begitulah, dengan kesedihan tak
terhingga mereka berjalan kearah utara
sambil membawa jasad kakek tua itu,
pulang kekampung halaman mereka.
Biarpun begitu, mereka bersyukur pula
bahwa gerombolan Keling Maruta telah
musnah. Adapun perumahan serta segenap
harta milik gerombolan tadi telah
dipasrahkan oleh Ki Banyak Sekti
kepada para penduduk di daerah Selatan
untuk dimanfaatkan sebaik mungkin,
sebab sesungguhnya peninggalan-
peninggalan tersebut adalah hasil
keringat para penduduk yang dirampas
oleh Keling Maruta.
Dengan perlahan, rombongan kecil
tadi menempuh jalan yang penuh oleh
pohon-pohon raksasa dan matahari yang
makin bertambah tinggi, meneroboskan
sinarnya kedalam hutan itu, menerangi
tempat-tempat yang gelap dan
tersembunyi seolah-olah memberi jalan
bagi mereka, seakan menghibur dan
berkata, bahwa suka dan duka adalah
kejadian yang biasa bagi kehidupan
dimuka bumi dan berbahagialah orang
yang sadar selagi suka dan bersabar
selagi duka, sebab Tuhan mengasihi
orang yang demikian itu.
Beberapa waktu kemudian, disuatu
pagi yang cerah tampaklah seorang
pendekar muda menuntun seekor kuda dan
berhenti dipintu gerbang desa disebe-
lah utara Ponorogo. Sedang gadis
cantik yang berjalan bersamanya,
berhenti pula disisinya.
- Jangan terlalu jauh, adi
Rengganis - ujar pendekar muda tadi
yang tidak lain adalah Gagak Cemani. -
Cukup sampai disini saja engkau
mengantarku. - Berapa lamakah kakang Cemani akan
pergi mencari kembali keris
Kelabangnyander itu" -
bertanya Rengganis. - Ah, aku tak tahu adi. Mudah-
mudahan tidak terlalu lama dan
doakanlah semoga aku berhasil dengan
segera - ujar Gagak Cemani seraya
menjabat tangan gadis itu. Sesaat
terbisulah mereka, hanya hati keduanya
yang dapat berkata-kata.
Sejurus kemudian. Gagak Cemani
telah berpacu keselatan sementara
Rengganis melambaikan tangan-nya
sampai kekasihnya itu lenyap dikelokan
jalan disebelah selatan.
Demikianlah ceritera saya telah
berakhir! - ujar Gagak Cemani kepada
para sahabatnya. Namun seperti
terpukau, Ki Lurah Mijen, Pendekar
Bayangan, Mahesa Wulung, Pandan Arum
dan lain-lain-nya termenung oleh
ceritera dari pendekar Gagak Cemani
tersebut. Sampai disini selesailah cerita
Seri Naga Geni.
Pendekar Gagak Cemani dan lain
kali anda akan menjumpai kisah-kisah
dan pengalaman Gagak Cemani dalam buku
lain tersendiri. Selanjutnya akan
segera sampai kepada pembaca. Seri
Naga Geni yakni - PEMBALASAN KI RIKMA
REMBYAK - Kedahsyatan, kepahlawanan,
kemesraan dan kasih sayang akan
terjalin dalam ceritera ini. Nah,
nantikanlah kedatangan-nya.-
E-Book by Abu keisel
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 16 Pendekar Penyebar Maut Lanjutan Darah Pendekar Karya Sriwidjono Terbang Harum Pedang Hujan 9
^