Pencarian

Pemburu Nyawa 2

Pendekar Naga Putih 57 Pemburu Nyawa Bagian 2


Mereka telah banyak menyusahkan kami!
Habisi saja mereka!" pinta wanita yang usianya lebih tua. Jelas sekali kalau dia
tidak ingin melihat orang-orang jahat itu selamat
"Hm.... Baiklah. Tunggu di sini, dan jaga mereka, Kenanga...!" ujar Panji.
Langsung Pendekar Naga Putih kini telah berubah menjadi sosok bayangan putih,
sebelum gema suaranya lenyap. Tentu saja gerakannya yang bagaikan sambaran kilat
itu membuat semua orang yang ada di situ semakin terkagum-kagum.
Tidak sulit bagi Panji untuk dapat menyusul ketiga belas lawan-lawannya. Dalam
beberapa saat saja, Pendekar Naga Putih telah berhasil menyusul belasan lelaki
berpakaian serba hitam itu.
Dalam jarak dua tombak lagi, riba-riba Panji menghentakkan kedua kakinya ke
tanah. Seketika itu juga, tubuhnya melayang di atas kepala orang-orang itu dan
mendarat ringan di hadapan mereka. Belasan lelaki itu kontan jadi terkejut
melihatnya. "Keparat! Rupanya kau benar-benar mencari mati...!" geram laki-laki tinggi kurus
yang berlari paling depan.
Dengan kemarahan yang menggelegak, laki-laki itu langsung saja menerjang sosok
pemuda tampan berjubah putih yang tengah berdiri menghadang jalan.
"Haaat...!"
Bettt! Sambaran pedang lelaki tinggi kurus itu meluncur mengancam tubuh Panji. Namun
Pendekar Naga Putih sama sekali tidak berusaha menggeser tubuhnya. Tangan
kanannya hanya diulurkan, menyambut datangnya sambaran mata pedang lawan.
Tappp! "Aihhh..."!"
Bukan main terkejutnya hari lelaki tinggi kurus itu ketika menyaksikan mata
pedangnya terjepit jari-jari tangan Pendekar Naga Putih. Tentu saja hal yang
sangat mustahil ini membuatnya hampir tidak percaya.
"Hm.... Pedang tumpul dan tua ini seharusnya tidak digunakan untuk menyerangku,
Kisanak...," ujar Panji dengan suara tetap tenang.
Kelihatannya Pendekar Naga Putih sama sekali tidak mengerahkan tenaga sedikit
pun untuk menjepit pedang lawan.
Padahal, lelaki tinggi kurus itu tengah berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan
senjatanya. Bahkan, tubuh lelaki kurus itu tampak telah mengeluarkan peluh yang
membasahi pakaian.
Jelas, seluruh tenaganya telah dikerahkan untuk melepaskan senjatanya.
Takkk! "Aiii..."!"
Tiba-tiba terdengar suara keras. Bahkan pedang itu pun langsung patah menjadi
dua bagian ketika Panji menekukkan jari tangannya. Akibatnya, tubuh lelaki
tinggi kurus itu terpelanting ke belakang, karena pada saat yang bersamaan,
pedangnya tengah berusaha disentakkan dengan sisa-sisa tenaga.
Brukkk! Terdengar suara berdebum keras ketika sosok tinggi kurus itu terbanting ke
tanah. Seketika beberapa orang kawannya berlarian dan bergegas membantunya
bangkit. Sedang sebagian lagi langsung menerjang Panji dengan pedang di tangan.
Panji hanya bergumam perlahan ketika tujuh batang pedang itu berdesingan datang
mengancam tubuhnya. Tapi yang terjadi kemudian, membuat para pengeroyok menjadi
tak mengerti. Ternyata sebelum serangan mengenai sasaran, pedang-pe-dang itu
seketika menyentak balik. Akibatnya, para penyerang itu kontan terpelanting ke
kiri dan karian. Sungguh tidak diketahui kalau pemuda itu telah menggunakan
kekuatan tenaga dalam untuk menolak serangan.
"Ilmu iblis...!" desis lelaki tinggi kurus itu. Rupanya dia sempat melihat
kejadian yang menimpa kawan-kawannya. Kini, disadari betul untuk mengalahkan
pemuda tampan berjubah putih itu memang merupakan hal mustahil. Maka
diputuskannya untuk diam menanti apa yang hendak dilakukan pemuda itu
terhadapnya. *** 5 Melihat gerombolan laki-laki berpakaian hitam itu hanya berdiam diri dan
menatapnya dengan wajah tegang, Panji perlahan-lahan melangkah maju. Sepertinya
mereka sengaja hendak digiring ke tempat semula.
Ketika langkah Pendekar Naga Putih mendekati jarak setengah tombak, tiba-tiba
saja pimpinan gerombolan itu mencabut tiga bilah pisau pendek yang langsung
dilemparkannya. Dan tentu saja arahnya menuju Pendekar Naga Putih!
"Manusia licik...!" geram Panji, menjadi jengkel melihat kenekatan lawannya.
Pendekar Naga Putih menggeram perlahan. Kemudian, lengan kanannya dikibaskan
saat tiga bilah pisau itu sudah mendekati tubuhnya.
"Aaa...!"
Lelaki tinggi kurus itu menjerit ngeri ketika tiga pisau terbang yang
dilepaskannya, membalik menyerang dirinya. Dengan kecepatan tiga kali lipat,
pisau-pisau itu langsung menancap di kening, leher, serta dada kirinya. Tanpa
ampun lagi, lelaki tinggi kurus itu pun ambruk ke tanah dengan napas putus!
"Ada lagi yang hendak menyusul pimpinan kalian...?" tantang Panji tegas dan
dengan sorot mata tajam.
Ketika menunggu beberapa saat tidak ada yang menjawab, Panji memerintahkan
kepada lawan-lawannya itu untuk kembali ke tempat semula.
Kedua belas laki-laki itu sepertinya masih ragu untuk melaksanakan perintah
Panji. Mereka berpandangan satu sama lain, seolah saling meminta pendapat.
"Hukuman dari ketua kita akan lebih mengerikan lagi. Lebih baik mati di
tangannya, daripada menerima siksaan yang belum pernah terbayang-kan di kepala
kita...," desis salah seorang anggota gerombolan, meski dengan wajah pucat dan
suara gemetar. Begitu ucapannya selesai, orang itu langsung menerjang maju dengan sambaran
pedangnya. "Haaat...!"
Panji sempat tertegun ketika mendengar ucapan orang yang menyerangnya. Pemuda
berjubah putih itu menjadi agak jengkel melihat kebandelan lawan-lawannya. Maka,
langsung dilancarkannya pukulan jarak jauh yang mengandung 'Tenaga Sakti Gerhana
Bulan'. Debbb! "Aaakh...!"
Tanpa ampun lagi, tubuh penyerang itu pun terpental balik akibat pukulan yang
dilancarkan Pendekar Naga Putih. Tubuhnya terhempas jatuh dan tewas seketika dengan kulit
membiru. Tampak lapisan kabut tipis berhawa dingin menyelimuti mayat laki-laki
itu. "Silakan, kalau kalian menginginkan kematian seperti kawanmu ini...," kata Panji
seraya menatapi wajah-wajah pucat di depannya dengan sorot mata tajam menikam
jantung. Tapi sebelas orang sisa gerombolan itu rupanya sudah telanjur dipengaruhi ucapan
kawannya barusan. Meskipun penuh keraguan, mereka bergerak menerjang Pendekar
Naga Putih. Jelas, bayangan hukuman yang telah menunggu lebih membuat gentar mereka.
Sehingga, sisa gerombolan itu lebih memilih mati di tangan Panji.
"Hebat! Entah siapa yang menjadi pimpinan gerombolan ini, sehingga mereka lebih
suka mati di tanganku...?" gumam Panji yang terpaksa melayani serangan lawan-
lawannya. Setelah kehilangan pimpinannya, tampaknya mereka lebih suka mari ketimbang
dibebaskan. Maka sudah bisa diterka, bagaimana akhir pertarungan itu. itu.
"Mereka semua lebih memilih mati di tanganku...," desah Panji, disertai helaan
napas panjang, penuh penyesalan.
"Kau tidak pedu menyesali tindakanmu, Kisa-nak. Mereka adalah orang-orang
golongan hitam yang menamakan dirinya sebagai Gerombolan Kelelawar Hitam.
Ketuanya yang berjuluk Iblis Mata Satu memang sangat kejam. Orang-orang itu
ditugaskan untuk menangkap kami berdua dalam keadaan hidup. Kalau tidak, mereka
akan dihukum secara mengerikan...," jelas wanita yang usianya lebih tua. Sambil
menjelaskan, matanya tak henti-hentinya mengagumi ketampanan serta kegagahan
Panji. Mendapat tatapan seperti itu, tentu saja membuat Panji menjadi agak
risih. "Hm.... Apa yang membuat kalian bermusuhan dengan Gerombolan Kelelawar Hitam?"
tanya Panji. Pertanyaan itu dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian wanita yang
baru saja menjelaskan duduk perkaranya. Selain itu, dia pun ingin mencari tahu
penyebab kedua wanita itu dikeroyok.
Untuk sesaat lamanya, kedua wanita itu saling bertukar pandangan. Setelah
melihat kawannya mengangguk, kemudian yang tertua menghela napas panjang.
Sepertinya persoalan itu diserahkan kepadanya.
*** Kedua sosok wanita yang mengaku bernama Rinjani dan Sumarti seperti hendak
menceritakan kisah perjalanan mereka, hingga bertemu sepasang pendekar muda itu.
"Kami berdua adalah murid Perguruan Tinju Berantai yang tersisa. Saat Gerombolan
Kelelawar Hitam menyerbu perguruan, kami berdua terpaksa melarikan diri atas
perintah guru. Karena menurutnya, gerombolan itu sukar dilawan.
Dengan sangat terpaksa, kami melarikan diri saat pertempuran berkobar. Dan yang
terjadi selanjutnya, kami tidak tahu," jelas Rinjani dengan suara parau.
Rupanya ingatan akan kehancuran perguruannya membuat wanita berusia sekitar tiga
puluh tahun itu, tidak mampu menahan kesedihan yang selama ini terpendam di
hati. Merasa diberi kesempatan untuk menumpahkan isi harinya yang mengandung
dendam dan penasaran, Rinjani tidak bisa menahan air matanya. Isaknya terdengar
tertahan dengan bahu berguncang-guncang. Dan hal ini membuat Panji dan Kenanga
menjadi iba dan ikut merasakan penderitaan wanita cantik Itu.
Sumarti, wanita yang berusia lebih muda, juga tidak bisa menahan kesedihan
hatinya. Gadis manis itu merunduk, menyembunyikan air mata yang membasahi
wajahnya. 'Tapi..., bagaimana Iblis Mata Satu sampai mengetahui tentang kalian" Apakah
kalian berdua sempat terlihat sebelum meninggalkan kancah per-74 tempuran...?"
tanya Kenanga setelah tangis kedua orang wanita itu mulai lenyap.
Kenanga dan Panji sama sekali tidak berusaha menghentikan tangis kedua wanita
malang itu. Mereka tahu, tangis bisa membuat dada yang sesak menjadi terasa
lapang. Dan hal itu
dirasakan Rinjani dan Sumarti. Mereka merasa agak lega setelah mengeluarkan
segala derita yang selama ini terpendam.
"Iblis Mata Satu memang belum pernah melihat kami berdua. Tapi, mana mungkin
hati ini bisa tenteram sebelum mengetahui pasti, apa yang telah terjadi terhadap
guru dan saudara-saudara seperguruan kami...?" sahut Rinjani agak parau setelah
menghentikan tangisannya.
"Hm.... Pasti kalian berdua telah nekat menyatroni rumah perguruan yang telah
dikuasai Gerombolan Kelelawar Hitam!
Lalu kalian kepergok. dan melarikan diri hingga dikejar mereka.
Begitu maksudmu...?" ujar Panji, seperti sudah bisa menebak arah dari Hsah dua
murid Perguruan Tinju Berantai tru
"Benar...," sahut Rinjani singkat
"Sudahlah, jangan terlalu bersedih. Sekarang, kalian telah selamat. Dan kami
berdua berjanji akan membantu kalian mendapatkan kembali perguruan ttu," tandas
Panji yang juga disetujui Kenanga. Mendengar janji itu, wajah Rinjani dan
Sumarti menjadi cerah.
"Benarkah kalian berdua bersedia membantu kami...?" tanya Rinjani seperti belum
mempercayai pendengarannya.
Bias-bias harapan tampak terpancar pada wajah mereka berdua. Apalagi ketika
melihat Kenanga dan Panji tersenyum pasti.
"Sudah menjadi kewajiban kita untuk saling tolong-menolong. Lalu mengapa kalian
merasa ragu?" tegas Kenanga seraya tersenyum manis kepada Rinjani dan Sumarti.
Saat itu Kenanga merasa betapa dirinya jauh lebih beruntung ketimbang dua wanita
Itu. Dia masih memiliki Panji yang menyayangi sepenuh hati. Bahkan selalu
melindungi dengan
segenap jiwa raga. Teringat akan hal itu, Kenanga tertunduk haru dan bahagia.
"Bukan aku tidak percaya Tapi, selama ini telah banyak kaum pendekar yang tewas
di tangan pimpinan Gerombolan Kelelawar Hitam. Dan..., aku takut kalau kalian
berdua menjadi korban hanya karena ingin membela kami. Hhh.... Kalau saja kami
dapat menemukan Pendekar Naga Putih...," desah Rinjani, menggantung dengan
sepasang mata menerawang jauh.
Kelihatan sekali kalau wanita itu sangat mengharapkan untuk dapat berjumpa
Pendekar Naga Putih. Sepertinya, Rinjani sangat yakin kalau hanya pendekar muda
itulah yang mampu membantunya. "Eh..."l"
"Eh..."!"
Teringat akan pendekar muda yang telah mengguncangkan rimba persilatan itu,
Rinjani tiba-tiba menoleh cepat ke arah Panji. Ingatannya kepada Pendekar Naga
Putih membuatnya baru menyadari sosok pemuda berjubah putih itu. Dengan dada
berdebar, ditatapnya sosok Panji dari atas ke bawah.
Kenanga yang melihat besarnya harapan Rinjani untuk bertemu Pendekar Naga Putih,
menahan kata-kata yang hampir meluncur dari mulutnya. Tampak Rinjani tengah
mengawasi Panji penuh selidik. Tahulah Kenanga, rupanya Rinjani telah mendapat
gambaran tentang ciri-ciri Pendekar Naga Putih.
"Kau.... Siapakah kau sebenarnya, Kisanak...?"
Akhirnya, meski terdengar bergetar, meluncur juga ucapan itu dari mulut Rinjani
"Menurutmu, siapakah tunanganku ini, Rinjani" Terkalah...?"
selak Kenanga tiba-tiba, sebelum Panji menjawab pertanyaan wanita cantik yang
kelihatan sangat tegang itu.
"Mungkinkah..., kau yang berjuluk Pendekar Naga Putih...?"
desah Rinjani. Tampaknya dia kesukaran untuk mengeluarkan setiap perkataan,
karena harinya sudah lebih dulu dilanda ketegangan yang berbaur harapan.
"Menurutmu, apakah Kakang Panji patut menyandang julukan itu?" timpal Kenanga,
masih juga belum hendak memberikan jawaban pasti kepada Rinjani.
"Ohhh...."
Rinjani sepertinya tidak ragu-ragu lagi ketika mendengar ucapan Kenanga. Maka
langsung saja dirinya dijatuhkan untuk memeluk kedua kaki Panji. Semuanya
dilakukan tanpa sadar.
Wanita itu benar-benar tidak menduga kalau akan dapat berjumpa pendekar muda
yang sangat dikaguminya itu.
"Ah. Bangkitlah, Rinjani! Kau membuatku malu...," ujar Panji.
Sungguh sama sekali tidak diduga kalau Rinjani akan berbuat demikian. Lalu,
diangkatnya tubuh wanita cantik itu.
"Pendekar Naga Putih..., Pendekar Naga Putih...," rintih Rinjani.
Kelihatannya, wanita ini sangat terguncang oleh pertemuan tak terduga itu.
Bahkan sampai jatuh pingsan, karena tidak sanggup menahan luapan kegembiraan dan
kebahagiaan dalam hatinya.
Tentu saja kejadian tak terduga itu, membuat semuanya menjadi terkejut Sehingga
untuk beberapa saat mereka terdiam dan masih terkesima.
"Nampaknya, beban batin yang ditanggung kakak seperguruanmu ini sangat berat,
Sumarti...," desah Panji memecah keheningan.
"Maafkan atas kelemahan kakak seperguruanku, Pendekar Naga Putih. Sejak guru
kami bercerita tentang dirimu, sikap Rinjani langsung berubah. Dia seringkaii
membicarakan tentang dirimu kepadaku. Dan keinginannya sangat besar untuk dapat
berjumpa denganmu. Bahkan keinginan itu sudah terpendam selama hampir tiga
tahun. Mungkiri semua itulah yang membuatnya tidak bisa menahan luapan
perasaannya, ketika tahu tentang dirimu yang sebenarnya, Kakang Panji...," jelas
Sumarti panjang lebar.
Panji dan Kenanga sama-sama merasa maklum.
"Hm.... Kalau begitu, kita tunggu saja sampai dia siuman sendiri. Setelah itu,
baru kita bergerak untuk mencari tahu nasib saudara-saudara seperguruanmu yang
lain." Sumarti menatap wajah Pendekar Naga Putih secara sembunyi-sembunyi. Wanita yang
satu ini memang agak pemalu, dan tidak pernah membuka rahasia hatinya kepada
siapa pun. Termasuk, kepada kakak seperguruannya sendiri.
Seperti halnya Rinjani, Sumarti pun diam-diam menyimpan kekaguman terhadap
Pendekar Naga Putih. Hat itu juga dirasakan setelah mendengar sepak-terjang
pemuda gagah itu dari gurunya.
Sumarti menyimpan perasaannya rapat-rapat, ketika mengetahui kalau kakak
seperguruannya juga menyimpan perasaan serupa. Dan kalau dicobanya membunuh
perasaan yang semakin berkembang, karena tidak ingin bersaing dengan kakak
seperguruannya. Apalagi, setelah kini mengetahui kalau Pendekar Naga Putih
ternyata telah bertunangan dengan seorang wanita yang memiliki kelebihan, baik
dalam hal kepandaian maupun kecantikan. Bahkan hatinya merasa bahagia ketika
mengetahui betapa mulianya hati tunangan pendekar muda itu. Maka, Sumarti pun
berjanji kepada dirinya, untuk menyimpan perasaan hatinya rapat-rapat
"Sumarti.... Kau kenapa...?"
Tiba-tiba saja Sumarti melompat bangkit bagaikan disengat kalajengking, begitu
mendengar suara teguran. Dihelanya napas dengan wajah berubah merah, ketika
mengetahui kalau yang menyentuh bahunya adalah Kenanga.


Pendekar Naga Putih 57 Pemburu Nyawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau membuatku terkejut, Kenanga...," desah Sumarti menyembunyikan wajahnya yang
kemerahan. "Apa yang kau pikirkan, sampai-sampai tidak mendengar teguranku" Padahal, aku
sudah tiga kali memanggll-manggilmu...," tanya Kenanga dengan pandangan
menyelidik. "Hhh.... Mungkin aku hanya merasa tegang, mengingat akan berhadapan dengan Iblis
Mata Satu nanti...," sahut wanita itu berbohong. Tentu saja Sumarti tidak akan
mengatakan hal yang sebenar-nya kepada dara jelita itu.
Kenanga sepertinya mempercayai jawaban Sumarti.
Buktinya, dia tidak terlalu mendesak dengan pertanyaan berikutnya.
"Lapangkanlah pikiranmu, Sumarti. Percayalah! Kebenaran selalu berada di atas
kebathilan...," hibur Kenanga.
Sesaat kemudian, keduanya kembali membisu. Mereka menunggu Rinjani siuman. Jika
Rinjani sudah siuman, mereka akan bergerak mendatangi Perguruan Tinju Berantai
yang telah dikuasai Gerombolan Kelelawar Hitam.
*** 6 Matahari semakin bergeser ke barat. Sinarnya terlihat mulai redup. Panasnya
tidak lagi terasa menyengat seperti tadi. Angin menjelang sore itu, bertiup
silir-silir lembut menyejukkan.
Namun, sesekali bertiup keras menerbangkan daun-daun kering Saat itu, Panji
bersama Kenanga, Rinjani, dan Sumarti bergerak menuju Perguruan Tinju Berantai.
Mereka kini telah mengatur rencana bersama-sama, setelah mendapat penjelasan
dari Rinjani tentang letak bangunan perguruan.
Perjalanan menuju tempat itu memang tidak memakan waktu lama. sebelum senja,
mereka telah tiba, tidak jauh dari tempat tujuan.
Tiba-tiba Panji menghentikan langkahnya, seraya memandang Kenanga dengan kening
berkerut. Tampak sekali, kalau pemuda itu tengah memikirkan sesuatu. Kemudian,
kepalanya menoleh ke arah Rinjani,
"Rinjani! Kau mengatakan, pimpinan Gerombolan Kelelawar Hitam itu berjuluk Iblis
Mata Satu. Apakah kau tidak salah...?"
tanya Panji. Rinjani terdiam sesaat.
"Aku tidak mungkin salah mengenali orang, Kakang. Hm....
Sepertinya ada sesuatu yang Kakang pikirkan...?" sahut Rinjani.
"Melihat dari cara belasan orang yang mengeroyok kalian berdua, sepertinya
mereka tidak bermaksud membunuh.
Kemungkinan, mereka hanya ingin menawan kalian berdua.
Apakah kalian tahu, apa sebabnya?" tanya Panji lagi.
Pertanyaan itu membuat Rinjani, Sumarti, dan Juga Kenanga menatap pemuda itu
dengan wajah penuh tanda-tanya.
"Tentu saja mereka ingin menangkap kami hidup-hidup.
Dan, kami lebih baik mati daripada harus menjadi permainan mereka...," sahut
Rinjani. Wanita itu jelas tahu maksud Iblis Mata Satu yang hendak menangkapnya hidup-
hidup bersama adik seperguruannya.
"Hm.... Apakah kau tahu tentang gerombolan yang tengah mengganas, dan suka
menculik gadis-gadis muda...?" tanya Panji lagi.
Pertanyaan ini membuat ketiga wanita itu semakin heran.
Dan ketika Kenanga hendak bertanya, Panji mengangkat tangannya mencegah.
Sepertinya, ingin didengarnya jawaban Rinjani lebih dulu.
"Ya! Sudah pasti yang melakukan adalah Gerombolan Kelelawar Hitam. Dan aku tidak
pernah mendengar adanya gerombolan lain yang begitu berani mengacau perguruan-
perguruan, tanpa gentar dengan kemarahan kaum pendekar,"
jawab Rinjani pasti.
Panji lalu mengangguk puas, kemudian baru menoleh ke arah Kenanga.
"Kenanga. Apa kau tahu, siapa Iblis Mata Satu itu" Dan, dari mana asalnya...?"
tanya Panji. Kenanga mengerutkan keningnya, mencoba mengingat-ingat.
"Iblis Mata Satu...," ulang Kenanga berdesah perlahan, seolah mulai mengerti
arah pertanyaan kekasihnya "Ah! Aku ingat sekarang, Kakang. Tokoh itu berasal
dari Pantai Utara.
Dan..., dia tidak suka wanita, f ampai-sampai para pengikutnya tidak pernah
menikah seumur hidup."
"Persis!" sentak Panji, dengan wajah berseri. "Nah! Kalau orang yang tidak suka
wanita, lalu melakukan penculikan terhadap gadis-gadis muda, apakah itu bukan
hal aneh?"
Rinjani dan Sumarti menjadi bingung. Karena mereka berdua memang jarang
melakukan pengembaraan, sehingga tidak banyak mengenal tokoh-tokoh rimba
peralatan. "Lalu, untuk apa gadis-gadis muda yang diculik itu"
Mungkinkah hendak dipersembahkan untuk orang lain...?"
gumam Rinjani, seraya menatap Kenanga dan Panji berganti-ganti. Jelas, dia
merasa bingung sekali.
"Justru itulah yang hendak kuketahui. Dan bukan musahil kalau dugaanmu benar,
Rinjani. Setahuku, kepandaian Iblis Mata Satu memang sangat sakti. Tapi, rasanya
dia belum gila dengan perbuatannya yang membangkitkan kemarahan kaum pendekar.
Jadi kemungkinan besar, ada orang lain di belakang tokoh sesat itu. Ini lebih
berbahaya. Kalau sampai tokoh seperti Iblis Mata Satu mau merendah diri, sudah
pasti kepandaian tokoh yang jadi pelindungnya sangat tinggi....," kata Panji
menduga-duga. "Lalu, apa yang harus kita lakukan, Kakang" Apakah rencana yang telah tersusun
rapi harus dibatalkan...?" tanya Kenanga.
Kepala gadis itu menjadi pening menghadapi persoalan berbelit-belit ini.
'Terpaksa harus dirubah. Kalau disetujui, aku ingin mengajukan dirimu sebagai
pancingan. Kemudian, kita lihat apa yang akan diperbuat Iblis Mata Satu terhadap
dirimu. Kalau memang dia bekerja untuk tokoh lain, kau pasti akan dikirimkan
kepada junjungannya itu. Dengan demikian, kita akan segera tahu tokoh di
belakang Iblis Mata Satu itu...," jelas Panji sambil menatap Kenanga. Seolah,
dia meminta pendapat pada dara jelita itu mengenai usul yang diajukannya.
Tapi..., bagaimana kaiau mereka menggunakan racun untuk membiusku, Kakang" Tentu
aku tidak berdaya. Dan..., aku ngeri membayangkannya, Kakang...," sergah
Kenanga. Gadis itu jadi bergidik, membayangkan dirinya dipermainkan orang-orang
kasar, tanpa mampu melakukan perlawanan.
"Aku berjanji akan selalu melindungimu,! Kenanga. Dan mudah-mudahan rencana ini
berjalan sesuai yang diinginkan...," desak Panji.
Rupanya Panji tetap menginginkan kekasihnya untuk dijadikan umpan. Pendekar Naga
Putih yakin, hanya Kenanga yang mampu melakukannya. Kalau Rinjani atau Sumarti
sebagai pancingan, terlalu besar bahaya yang harus ditanggung Apalagi kepandaian
kedua wanita itu masih di bawah Kenanga.
"Boleh aku mengajukan syarat, Kakang..?" tanya Kenanga.
Rupanya, gadis itu tahu alasan Panji memilihnya. Makanya, dia bertanya dengan
sinar mata lain dari biasanya.
"Ah! Kau ini aneh-aneh saja. Kenanga. Tapi coba katakan, apa syarat yang hendak
kau ajukan...?" tanya Panji hendak mengetahui syarat yang dikehendaki
kekasihnya. "Yang kukhawatirkan, hanyalah soal racun yang mungkin akan dilolohkan ke
mulutku. Dan satu-satunya yang mampu mencegahnya, hanyalah Pedang Naga Langit.
Bagaimana kalau senjata itu kau pinjamkan kepadaku, sebagaimana kau
menyimpannya," jelas Kenanga.
Tentu saja permintaan dara jelita itu membuat Rinjani dan Sumarti mencari-cari
pedang yang dimaksud Kenanga.
Keduanya semakin heran ketika melihat Panji tidak membawa pedang.
'Tentu aku setuju, Kenanga. Masalahnya, apakah aku bisa menyimpannya dalam
dirimu...," sahut Panji.
Tentu saja Pendekar Naga Putih menjadi bingung, setelah mendengar permintaan
kekasihnya. Bukannya merasa keberatan, tapi Panji benar-benar tidak tahu
bagaimana cara memindahkan Pedang Naga Langit ke tubuh kekasihnya. Dan dia pun
tidak tahu, apakah pedang keramat itu juga akan berubah menjadi tenaga dalam
tubuh Kenanga. "Kita coba saja, Kakang. Tidak ada salahnya, bukan" Selain itu, pengetahuanmu
tentu akan bertambah...," desak Kenanga, sehingga membuat Panji menggaruk-garuk
kepalanya yang tidak gatal.
"Baiklah. Aku akan mencobanya. Mari kita cari tempat yang aman dan terlindung,"
ajak Panji. Pendekar Naga Putih segera melangkah mencari tempat yang dimaksudkannya.
Sedangkan, Kenanga, Rinjani, dan Sumarti mengikuti dari belakang.
Kedua wanita murid Perguruan Tinju Berantai Itu merasa penasaran sekali. Mereka
ingin tahu, bagaimana bentuk pedang keramat yang sanggup menolak segala jenis
racun itu. Mereka juga ingin tahu, di mana pemuda itu menyimpan senjatanya.
Sampai lelah mencari, mereka berdua tidak berhasil menemukannya.
Setelah menemukan tempat yang cocok, Panji menghentikan langkahnya. Dimintanya
agar Rinjani dan Sumarti agak menjauh. Kini Pendekar Naga Putih menyilangkan
kedua lengannya dengan telapak melekat ke dada. Kemudian, terdengar bentakannya
yang menggetarkan jantung Dan begitu sepasang lengannya dijulurkan ke atas,
muncullah sinar kuning keemasan yang kemudian membentuk sebatang pedang
"Luar biasa...!" pelak lirih Rinjani dan Sumarti hampir bersamaan.
Kalau saja tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, belum tentu mereka akan
percaya. Tapi kejadian itu jelas terlihat di depan mata. Dan, bukan merupakan
bayangan semu, sebagaimana halnya ilmu sihir. Kini barulah jelas bagaimana cara
Pendekar Naga Putih menyimpan senjatanya.
"Pantas saja aku tidak bisa menemukan pedang itu.
Ternyata, Pendekar Naga Putih menyimpannya di dalam tubuh.
Benar-benar sukar dipercaya...!" desis Sumarti.
Dia tentu saja semakin bertambah kagum terhadap kesaktian pendekar muda itu.
Dengan demikian, keyakinannya pun semakin bertambah kalau Pendekar Naga Putih
pasti akan dapat menolong mereka.
"Bersiaplah, Kenanga! Kosongkan pikiranmu. Jangan sekali-kali mengerahkan tenaga
untuk melawan, apa pun yang kau rasakan nanti," ujar Panji, memperingatkan
kekasihnya kalau akan segera memulai penyatuan itu
"Aku sudah siap, Kakang...," sahut Kenanga, segera memejamkan matanya dan
mengosongkan pikiran.
Setelah mendengar ucapan kekasihnya, Panji segera menghubungkan tenaga batinnya
dengan Pedang Naga Langit.
Dan memang, pedang keramat itu pada dasarnya adalah seekor naga raksasa.
"Naga Langit! Jika kau memang benar jodohku dan dapat menyatu dengan tubuhku,
kau pun harus dapat menyatu dengan tubuh kekasihku Meski, untuk sementara
waktu...,"
bisik batin Panji.
Kemudian, pemuda berjubah putih itu kembali menjulurkan kedua lengannya ke arah
pedang keramat yang melayang di udara. Lalu, pedang itu dituntunnya hingga tepat
berada di atas kepala Kenanga. Perlahan lahan, lengan pemuda itu turun seiring turunnya Pedang
Naga Langit. "Ahhh..."!"
Rinjani dan Sumarti menutup mulutnya dengan telapak tangan, menahan jeritan
takjubnya. Mata mereka juga terbelalak lebar ketika menyaksikan badan pedang itu
lenyap perlahan-lahan saat menyentuh kepala Kenanga. Benar-benar mengagumkan.
Pedang keramat itu dapat menyatu ke dalam tubuh Kenanga!
Ketika seluruh bagian pedang telah lenyap ke dalam tubuh Kenanga, Panji menarik
kedua lengannya perlahan-lahan.
Kemudian, disilangkannya di depan dada. Pendekar Naga Putih kelihatan agak
lelah, karena harus mengerahkan banyak tenaga. Memang, apa yang dilakukannya
bukanlah pekerjaan mudah.
"Apa yang kau rasakan, Kenanga...?" tanya Panji ketika melihat kekasihnya sudah
membuka mata. Wajah jelita bagai bidadari itu, menyunggingkan senyum lembut yang manis bagai
madu. "Tidak terlalu mengejutkan, Kakang. Rasanya seperti aliran tenaga saku yang
dipindahkan orang lain ke dalam tubuh kita.
Nah! Sekarang, aku tidak ragu lagi melakukan tugas yang kau berikan, Kakang,"
sahut dara jelita itu lantang dan tampak sangat gembira.
"Jangan terburu nafsu dulu. Kenanga! Kita belum mencoba, apakah pedang yang
tersimpan di dalam tubuhmu dapat bekerja, seperti bila berada di dalam tubuhku.
Sekarang harus dibuktikan. Kerahkanlah hawa mumimu dan alirkan ke kedua lengan!
Kemudian, baru ke seluruh tubuh...," ujar Panji, memberi petunjuk Kenanga
langsung menurut. Dan....
"Hebat...!" puji Panji.
Pendekar Naga Putih sampai mengeluarkan pujian penuh kekaguman. Selama ini
Pendekar Naga Putih hanya merasakannya' saja dan melihat dari tubuhnya sendiri.
Dan ketika menyaksikan tubuh Kenanga terlapis sinar kuning keemasan, barulah
hatinya merasa takjub. Padahal, apa yang disaksikannya sudah sering dilakukan.
Kenanga tampak gembira sekali setelah merasakan apa yang selama ini hanya
dilihatnya. Bahkan gadis itu sampai terlonjak, karena teramat gembiranya. Dan
Panji harus mengingatkan kekasihnya untuk menarik kembali kekuatan ajaib itu,
karena udara yang ditimbulkannya terasa panas. Bahkan mampu membuat 'Tenaga
Sakti Gerhana Bulan' dalam tubuh Panji bergolak.
Rinjani dan Sumarti yang berdiri dalam jarak lima tombak lebih, tak urung
terkena juga pengaruh hawa panas itu. Meski rida k sampai menyengat kulit dan
membahayakan tubuh, namun peluh mereka mengalir deras akibat udara pengap yang
terhirup. Mendengar seruan Panji, Kenanga segera menarik tenaga ajaib itu. Sebentar saja,
sinar kuning keemasan itu lenyap tanpa bekas.
"Nah! Kalau sekarang kau sudah siap, pergilah. Tantanglah Iblis Mata Satu! Sebut
segala kejahatan yang selama Ini dilakukannya! Yang jelas, kau harus bersikap
sebagal sosok pendekar wanita yang hendak membasmi kejahatan...," ujar Panji,
memberi petunjuk.
"Aku paham, Kakang...," sahut Kenanga sambil menganggukkan kepala.
Setelah berpamitan kepada Rinjani dan Sumarti, dara jelita itu pun berkelebat
meninggalkan tempat itu.
"Apa kau tidak khawatir akan keselamatannya, Kakang Panji?" tanya Rinjani
menyelidik. Wanita itu memang melihat wajah Panji tetap tenang, tanpa terlihat
kekhawatiran. "Tentu saja aku khawatir. Setiap perbuatan, pasti ada bahayanya Namun,kita harus
berani berbuat Tidak boleh patah semangat sebelum berhasil...," sahut Panji
sambil tersenyum.
Kemudian, Pendekar Naga Putih mengajak Rinjani dan Sumarti menuju Perguruan
Tinju Berantai untuk menyusul Kenanga. Mereka harus tetap siap melindungi
Kenanga, serta menyelidiki tindakan Iblis Mata Satu.
Kenanga tiba di depan gerbang Perguruan Tinju Berantai yang telah diganti papan
namanya menjadi Perguruan Kelelawar Hitam. Dara Jelita berpakaian serba hijau
itu berdiri tegak di depan gerbang. Kepalanya menengadah ke arah pos di atas
gerbang. Tentu saja Sikapnya menyebabkan dua penjaga yang bertugas, seperti
tengah bermimpi melihat pemandangan yang membuat mata terbelalak lebar.
"Hei! Cepat panggil ketua kalian yang berjuluk Iblis Mata Satu! Katakan
kepadanya, aku datang hendak menghentikan segala kejahatannya...!" seru Kenanga
sambil mengerahkan tenaga dalamnya
Sehingga, gema suaranya terdengar sayup-sayup ke bangunan induk.
Tepat pada saat itu seorang lelaki tinggi kekar dengan sebelah mata tertutup
tengah melangkah keluar dari dalam bangunan induk. Di sebelah kiri dan kanannya
ikut mengawal dua lelaki berkepala botak. Jelas mereka adalah pembantu-
pembantu utama sosok lelaki tinggi besar yang berjuluk Iblis Mata Satu.
Baru saja Iblis Mata Satu hendak bertanya kepada pembantunya yang berada di
sebelah kanan, tiba-tiba seorang anggotanya menghampiri dan langsung melapor.
"Lapor, Ketua! DI depan gerbang ada seorang gadis pendekar yang mengatakan ingin
memberantas gerombolan kita. Tapi..., wajahnya sangat cantik seperti bidadari,
Ketua...,"
lapor lelaki itu sebelum Iblis Mata Satu bertanya.
"Gadis secantik bidadari datang hendak menantangku..." Apa kau tidak salah
lihat..."'* tanya Iblis Mata Satu dengan suara berat dan dalam. Ucapannya yang
terdengar seperti bentakan itu, membuat tubuh penjaga Itu berjingkrak kaget
"Benar, Ketua. Aku berani sumpah!" tegas penjaga Itu, lantang.
Iblis Mata Satu langsung saja memerintahkan untuk membuka gerbang.
"Mari kita lihat, Beruang Gurun! Kalau benar, pemimpin agung tentu akan senang
sekali menerima persembahan kita kali ini," ajak Iblis Mata Sa tu, sambil
tertawa serak. Kemudian Iblis Mata Satu melangkah lebar menuju gerbang dengan diiringi kedua
pembantunya yang berjuluk Beruang Gurun itu.
"Haaa...! Selamat datang, Bidadari Cantik!" sapa Iblis Mata Satu begitu tiba di
gerbang dan melihat sosok ramping berwajah jelita yang berpakaian serba hijau.


Pendekar Naga Putih 57 Pemburu Nyawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meskipun mata yang tinggal sebelah tidak menyiratkan keinginan tertentu, namun
tampak sekali kegembiraannya melihat betapa dara itu memang sangat cantik
seperti bidadari.
"Hm.... Tidak pedu bermanis-manis. Iblis Mata Satu!
Kedatanganku bukan untuk bertamu. Tapi, untuk mencabut nyawamu...!"
Sambil berkata demikian, Kenanga melolos pedang yang melilit pinggangnya. Pedang
itu memang sangat lemas seperti sabuk hingga bisa dilibatkan ke pinggang. Itulah
Pedang Sinar Rembulan yang diberikan Panji kepada Kenanga. Swiilng...!
Terdengar suara mengaung ketika pedang yang sangat lentur itu terlolos ke luar.
Pancaran sinarnya yang keperakan nampak sangat indah, sehingga Iblis Mata Satu
pun mengaguminya.
"Pedang bagus...!" puji lelaki kekar itu, tanpa menyembunyikan rasa kagumnya.
"Apakah kau sudah siap melayat ke neraka, Iblis Mata Satu?"
tantang Kenanga lagi, lantang.
Iblis Mata Satu tersadar dan menggeram marah, mendengar ejekan wanita berpakaian
serba hijau itu.
"Hmhhh...!"
Sambil menggeram gusar, Iblis Mata Satu mengibaskan kedua tangannya. Langsung
diperintahkannya kedua pembantunya yang berjuluk Beruang Gurun untuk maju
menghadapi gadis jelita itu.
Kenanga tampak sudah menggeser langkahnya ke kanan, ketika melihat dua lelaki
berkepala botak telah bergerak mengepungnya. Segera Pedang Sinar Rembulan
dilintangkannya di depan dada, siap menghadapi serbuan lawan.
"Hati-hati! Jangan sampai bidadari itu terluka parah...!" seru Iblis Mata Satu
keras. Rupanya, dia tidak menginginkan Kenanga terluka. Meskipun kedua pembantunya
tidak menyahut, namun perintah Iblis Mata Satu tidak mungkin dilanggar.
"Haiiit...!"
Kenanga langsung saja membuka serangan dengan pekikan nyaring! Pedang Sinar
Rembulan di tangannya berputaran menimbulkan suara meng-aung tajam, laksana
ratusan lebah marah. Gerakan senjatanya melingkar-lingkar, sehingga membuat
silau mata kedua lawannya.
Bettt! Kelebatan sinar perak itu meluncur cepat, mengancam tenggorokan lawannya yang
terdekat Namun, salah satu dari Beruang Gurun itu keburu menghindar.
"Hiaaah...!"
Dibarengi sebuah bentakan keras, lawan yang berada di sebelah kanan Kenanga
melesat cepat sambil melancarkan serangan-serangan cepat. Sambaran angin tajam
yang berdesing-desing cukup dirasakan Kenanga, sehingga harus menggeser tubuhnya
satu langkah ke belakang. Kemudian, langsung dibalasnya serangan itu dengan
sebuah tusukan kilat!
Namun, kedua lawan Kenanga memang sangat gesit dan tidak bisa diremehkan.
Sehingga, jurus-jurus ampuhnya terpaksa dikeluarkan untuk merobohkan lawan.
*** 7 Pertarungan sengit tampak masih berjalan seimbang, hingga memasuki jurus kedua
puluh. Baru ketika pertarungan menginjak jurus kedua puluh lima, Kenanga mulai
memperiihatkan keunggulannya. Kedua orang lelaki berkepala botak itu tampak
mulai kelabakan. Ke mana mereka bergerak menghindar. Pedang Sinar Rembulan
selalu saja mengejarnya.
"Hiaaat...!"
Sambil memekik keras, Kenanga melesat mengejar salah seorang lawannya yang
mencoba menghindar dari mata pedangnya. Gerakannya memang masih lebih cepat
daripada lawan. Sehingga tanpa ampun lagi, ujung pedang bersinar perak itu
merobek pangkal lengan salah seorang lawan.
Brettt! "Aaakh...!"
Lelaki kekar itu memekik kesakitan. Darah segar langsung mengucur dari luka yang
terlihat cukup dalam itu. Tapi, serangan Kenanga memang belum berakhir.
Pedangnya kembali berputar dan menyabet mendatar, hendak merobek perut lawan!
"Hait...!"
Seorang lelaki botak lainnya, rupanya tidak ingin membiarkan kawannya sampai
tewas. Cepat tubuhnya bergerak, memapak sambaran pedang Kenanga dengan sebuah
kapak yang telah tergenggam di tangan kanannya.
Whuuut.. tranggg!
Terdengar dentingan nyaring, ketika dua senjata itu saling berbenturan keras.
Bunga api yang memercik menandakan betapa kerasnya benturan tadi.
"Aihhh...!"
Jelas sekali, kalau tenaga dalam Kenanga jauh lebih unggul dari lawannya.
Buktinya, tubuh lawan sampai terdorong balik.
Sedangkan dara jelita itu tetap tegak di tempat, meskipun agak bergetar.
'Tamat riwayatmu..!" maki Kenanga, seraya melesat dengan tusukan pedangnya.
Tanpa memberi kesempatan pada lawan untuk memperbaiki keadaan, mata pedang
Kenanga meluncur datang dengan kecepatan menggetarkan. Melihat hal ini, wajah
lawan kontan pucat. Tanpa sempat mengelak, ujung pedang itu pun amblas ke tubuh
lawan hingga mengenai jantung,
Crabbb! "Aaargh.,.!"
Salah seorang dari Beruang Gurun itu menjerit keras ketika Kenanga menarik
kembali senjatanya. Darah langsung menyembur dari luka yang menganga di
perutnya. Tanpa ampun lagi, tubuh lelaki botak itu pun ambruk tak bernyawa!
"Keparat! Kucincang tubuhmu...!"
Tiba-tiba Beruang Gurun yang satunya menjadi kalap bukan main. Tanpa memikirkan
keselamatan dirinya, langsung saja dara jelita itu diterjang dengan kuku-kukunya
yang panjang dan kuat.
Wettt! Wettt! Namun Kenanga telah siap menghadapi serangan itu.
Dengan sikap tetap tenang, dia melompat pendek ke samping kanan. Langsung
dibarengj-nya gerakan Sawan dengan babatan pedangnya. Akibatnya Beruang Gurun
terkejut bukan kepalang.
Tapi sebelum mata pedang sempat merobek lambung, tahu-tahu saja melesat sesosok
bayangan hitam yang langsung memapak pedang dara jelita itu.
Tranggg! Lagi-lagi terdengar suara benturan yang memekakkan telinga. Bahkan, kali ini
jauh lebih keras. Bahkan akibat benturan itu sempat membuat kuda-kuda Kenanga
tergempur, hingga terdorong mundur sejauh empat langkah. Bayangan hitam yang
menyelamatkan nyawa salah satu dari Beruang Gurun itu juga mengalami hal yang
serupa. Terlihat keterkejutan di wajah bengisnya.
"Gila...! Tidak kusangka kalau dia cukup tangguh juga! Entah dari mana asalnya.
Dan, datang bersama siapa ke tempat iri..?"
geram sosok bayangan hitam yang tak lain Iblis Mata Satu.
Kelihatan sekali kalau kenyataan yang baru dialaminya tidak bisa diterima
akalnya. Kenanga sendiri agak kaget ketika mengetahui sosok bayangan hitam yang menyambut
sambaran pedangnya adalah Iblis Mata Satu. Cepat tubuhnya bergerak mundur,
setelah sadar kalau lawannya kali ini tidak bisa dipandang ringan.
Kenanga memang harus bersikap lebih hati-hati untuk menghadapinya.
"Kau benar-benar mengagumkan, Nisanak! Kalau saja aku bisa menjinakkan dan
membawamu ke hadapan pemimpin agungku, tentu beliau akan gembira sekali...,"
puji Iblis Mata Satu seraya memperdengarkan kekehnya yang parau
"Hm.... Jangan mimpi untuk dapat menangkapku, Mata Binttt! Sebentar lagi, matamu
yang satu itu akan kubutakan!
Dengan demikian, juluk-anmu akan berubah menjadi Iblis Tak Bermata. Nah! Cukup
bagus, bukan...?" ejek Kenanga.
"Hmhhh...," geram Iblis Mata Satu menanggapi ejekan Kenanga. Kemudian, kakinya
melangkah maju Gerakannya miring dengan kuda-kuda tampak kuat
"Ah! Jalanmu jelek sekali seperti seekor kepiting, Iblis Mata Satu! Mengapa kau
tidak langsung menyerangku...?" ejek Kenanga lagi.
Gadis itu memutar langkahnya ke kanan, menjauhi lawannya. Sehingga, Iblis Mata
Satu menjadi murka, karena merasa dipermainkan.
"Hmhhh...!
Iblis Mata Satu kembali menggeram jengkel. Segera dirogohnya kantung kain yang
tergantung di pinggang kiri.
Begitu mendengar suara gemerih-cing halus, Kenanga sadar kalau lawan hendak
menggunakan paku-paku halus yang mengandung racun.
"Shaaa...!"
Secara tiba-tiba, Iblis Mata Satu yang ternyata memiliki sifat licik, langsung
saja membentak sambil mengibaskan tangan kanannya ke arah Kenanga.
Srrr... srrr...!
Terdengar suara berdesmgan halus menuju ke arah Kenanga. Dara jelita itu tentu
saja sudah dapat menebak, kalau lawannya pasti tengah menggunakan senjata
rahasia beracun.
"Hm...."
Kenanga hanya bergumam melihat serangan yang cukup berbahaya. Tanpa membuang-
buang waktu lagi. Pedang Sinar Rembulan diputarnya disertai lesatan tubuhnya ke
depan. Sehingga, paku-paku kecil yang dilepaskan Iblis Mata Satu beterbangan kian
kemari. Satu pun tak ada yang mengenai sasaran, karena tubuh Kenanga telah
terbungkus sinar pedang.
Tentu saja hal itu membuat Iblis Mata Satu semakin penasaran.
"Jangan takabur dulu, Nisanak. Itu baru permulaan....," kata Iblis Mata Satu
berusaha menyembunyikan kekecewaannya.
Kenanga tidak lagi mempedulikan ocehan lawannya.
Tubuhnya terus saja bergerak maju, dengan putaran pedangnya yang mengaung-
ngaung. "Hm.... Sambut setanganku..!" Ketika jarak tubuh Kenanga tinggal satu
tombak, Iblis Mata Satu langsung melempar tubuhnya bergulingan.
Setelah berdiri tegak, tangan kanannya dikibaskan untuk melepaskan paku-paku
kecil yang mengandung racun pembius.
Kenanga kembali menyabetkan senjatanya, untuk
menghalau paku-paku halus yang dilemparkan lawan.
Kemudian, langsung pedangnya ditusukkan secepat kilat, mengancam tenggorokan
lawan. Perkelahian kembali berlanjut. Kali ini, bahkan lebih seru!
Memang, kepandaian Iblis Mata Satu berada di atas kepandaian kedua pembantunya.
Jadi tidak aneh kalau pertarungan kali ini jauh lebih menarik
Kepandaian mereka sepertinya memang tidak berselisih jauh.
Bahkan, bisa dibilang berimbang, Dan meski pertarungan telah menginjak lebih
dari empat puluh jurus, tetap saja belum kelihatan yang bakal keluar sebagai
pemenang. "Jiaaah...!"
Merasa penasaran karena tidak mampu mengalahkan seorang gadis yang pantas
menjadi putrinya, mendadak Iblis Mata Satu mengeluarkan bentakan sambil
merundukkan tubuhnya, persis seperti seekor katak! Tapi....
Kokkk! Kokkk! "Ahhh..."!"
Kenanga berseru kaget ketika sepasang telapak tangan lawan mendorong ke arahnya.
Itulah 'Ilmu Pukulan Katak Buduk' yang mengandung racun pelumpuh tenaga.
Bresssh...! "Aaakh...!"
Karena baru sekali menyaksikan ilmu yang demikian aneh.
Kenanga menjadi lengah. Akibatnya, pukulan lawan telak menghajar tubuhnya. Tubuh
dara jelita itu kontan terpental sejauh satu tombak lebih ke belakang.
Kenanga yang juga mempelajari ilmu pengobatan, segera saja tahu untuk apa racun
yang mengenainya. Meskipun tenaga ajaib jelmaan Pedang Naga Langit telah bekerja
cepat mengusir hawa-hawa beracun yang meresap ke dalam tubuhnya, tapi Kenanga
berpura-pura terluka.
"He he he...! Sekarang kau baru tahu kehebatan Iblis Mata Satu!" desis lelaki
tinggi kekar berwajah bengis itu.
Tokoh sesat itu merasa bangga sekali atas hasil pukulannya yang membuat Kenanga
tergeletak pingsan seketika itu juga.
Sambil tetap memperdengarkan kekehnya yang parau, Iblis Mata Satu bergerak hati-
hati mendekati Kenanga yang rebah pingsan. Setelah merasa pasti lawannya benar-
benar telah terbius racun pukulannya, Iblis Mata Satu segera memerintahkan anak
buahnya untuk membawa tubuh Kenanga ke dalam bangunan.
*** "Kakang! Apakah Kenanga benar-benar pingsan akibat pukulan Iblis Mata Satu
tadi...?" tanya Rinjani.
Panji, Rinjani, dan Sumarti saat itu memang tengah berada di atas atap bangunan
utama. Mereka pun juga menyaksikan
jalannya pertarungan. Rupanya atas petunjuk Rinjani, Panji berhasil membawa
kedua wanita itu menyelinap ke dalam lingkungan Perguruan Kelelawar Hitam.
Mereka belum lama tiba, dan hanya menyaksikan perkelahian antara Kenanga melawan
Iblis Mata Satu.
"Tidak perlu cemas, Rinjani Meskipun pukulan itu telak mengenai tubuh Kenanga,
tapi tidak akan mendatangkan luka dalam. Biar tidak tahu secara pasti, tapi aku
yakin Kenanga tidak apa-apa," jawab Panji.
Kini hati Rinjani dan Sumarti agak lega. Biar bagaimanapun, mereka merasa kalau
telah melibatkan Kenanga dan Panji ke dalam bahaya.
"Syukurlah kalau memang begitu, Kakang...," desah Rinjani menghela napas
berkepanjangan, melepaskan kegundahan hatinya.
"Kalian tetap di sini. Jangan pergi ke mana-mana. Aku ingin mencari tahu letak
kamar tempat Kenanga ditawan. Setelah itu, aku akan kembali ke sini. Ingat baik-
baik pesanku...," pesan Panji menekankan berulang-ulang.
Kemudian Pendekar Naga Putih berbaiik. Tubuhnya lalu meluncur turun di bagian
belakang bangunan utama yang tampak sepi. Ketika melihat di sekitarnya tidak ada
yang memergoki, cepat bagai kilat tubuhnya teiah menyelinap ke bagian dalam
bangunan. Saat ini, senja telah menjelang. Cuaca pun mulai agak gelap.
*** Setelah menemukan tempat Kenanga ditawan, Panji kembali ke tempat Rinjani dan
Sumarti menunggu. Kedua gadis cantik itu menyambut kedatangan Panji dengan wajah
menyimpan banyak pertanyaan. Terpaksa Pendekar Naga Putih menjelaskannya, agar tidak
membuat mereka penasaran.
"Aku sudah menemukan tempat Kenanga disekap. Dan bisa kupastikan dia tidak apa-
apa. Semuanya berjalan sesuai rencana. Mudah-mudahan saja. Iblis Mata Satu tidak
sampai tahu. Kalau sampai dia tahu, kemungkinan kita akan gagal untuk mengetahui
tokoh tersembunyi yang melindungi Iblis Mata Satu. Dan, apa benar tokoh itu
ada...?" jelas Panji.
"Kakang...," panggil Rinjani setelah beberapa saat suasana hening menyelimuti.
'Ya...," sahut Panji, singkat.
Pendekar Naga Putih menatap wajah gadis cantik di depannya. Kelihatan semakin
menarik, karena terpantul cahaya rembulan yang bersinar terang.
"Sebaiknya, kita melewatkan malam di tempat lain. Rasanya di sini kita kurang
leluasa bergerak..," usul Rinjani.
"Semestinya memang demikian. Kita harus mengetahui perkembangan selanjutnya.
Tapi karena kau kurang suka, kita bisa cari tempat lain. Di taman belakang
umpamanya. Bagaimana...?" sahut Panji.
"Kurasa di taman belakang memang lebih aman, Kakang,"
timpal Sumarti. Panji langsung menoleh ke arahnya, kemudian memandang Rinjani
seperti meminta pendapat.
"Aku setuju...," tegas Rinjani.
Panji kemudian bangkit berdiri dari duduknya.
Mari kita turun. Hati-hati, jangan sampai menimbulkan suara yang
mencurigakan...," pesan Panji.
Tidak berapa lama kemudian, ketiga tokoh muda itu pun tiba di taman, yang
terletak di belakang bangunan induk
'Tidurlah kalian. Biar aku yang menjaga...," ujar Panji ketika melihat kedua
wanita itu sudah menguap berkali-kali.
Pendekar Naga Putih maklum, karena Rinjani dan Sumarti bukanlah orang-orang
petualang Sehingga, mereka berdua belum terbiasa dengan keadaan yang sulit
seperti sekarang.
*** Sebelum fajar datang, Panji membangunkan Rinjani dan Sumarti Kemudian, kedua
gadis itu dibawa keluar dari lingkungan Perguruan Kelelawar Hitam. Tanpa banyak
tanya lagi, Rinjani dan Sumarti menurut saja. Mereka tahu. Panji mungkin
mempunyai rencana lain yang belum dikatakan.
Panji berlari cepat diikuti Rinjani dan Sumarti. Mereka terus bergerak menerobos
cuaca yang masih dikuasai kegelapan, Tidak berapa lama kemudian Panji
menghentikan iarinya, diikuti Rinjani dan Sumarti.


Pendekar Naga Putih 57 Pemburu Nyawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada apa sebenarnya, Kakang...?" tanya Rinjani penasaran.
Sedangkan Sumarti yang jarang bicara, hanya menatap Panji dengan sinar mata
penuh keingintahuan.
"Hm.... Kalian berdua tunggu di tempat ini, dan jangan pergi sebelum aku
kembali...," ujar Panji kembali berpesan kepada Rinjani dan Sumar-Tentu saja
kedua wanita itu menjadi semakin tak mengerti.
Perlahan Rinjani mengawas keadaan sekitarnya dengan pandangan matanya. Meskipun
suasana masih gelap, tapi Rinjani tahu kalau tidak jauh dari tempat ini ada
sebuah jalan agak besar yang berbatu.
"Aku pergi dulu. Ingat pesanku tadi...," pamit Pendekar Naga Putih setelah
menatap Rinjani dan Sumarti berganti-ganti.
Sebelum Rinjani sempat bertanya, tubuh pemuda itu sudah lenyap ditelan
kegelapan. Sehingga, Rinjani hanya bisa menghela napas panjang.
*** 8 Mentari pagi mulai tampak. Dahan dan dedaunan tampak terang oleh pancaran sinar
kuning keemasan yang hangat menyengat tubuh. Panji yang saat itu tengah
bersembunyi di atas atap bangunan induk, menyaksikan kesibukan di bawahnya.
"Hm..., tepat dugaanku. Mereka pasti akan membawa Kenanga untuk dipersembahkan
kepada pimpinan yang tersembunyi itu...," gumam Panji.
Saat itu Pendekar Naga Putih melihat orang-orang di bawahnya tengah
mempersiapkan dua buah kereta kuda.
Tampaknya, hari ini pimpinan Perguruan Kelelawar Hitam hendak bepergian.
Tidak berapa lama kemudian, apa yang ditunggu-tunggu Pendekar Naga Putih muncul.
Iblis Mata Satu yang diantar orang termuda dari Beruang Gurun tampak bergerak
keluar dari dalam bangunan induk. Sementara, Kenanga pun terlihat di antara
mereka. Keadaannya rampak tidak berdaya, dan seperti berada dalam pengaruh aneh.
"Ayo, kita segera berangkat..!"
Terdengar Iblis Mata Satu memberikan perintahnya. Maka, kereta kuda itu pun
bergerak melewati pintu gerbang yang telah terbuka lebar. Rombongan yang terdiri
dari dua buah kereta kuda itu terus bergerak melintasi jalan berdebu yang
cukup lebar, dikawal empat orang penunggang kuda di kiri dan kanan.
Setelah memastikan arah bergerak kereta kuda itu, Panji kembali melesat turun
dari atas atap bangunan. Begitu kedua kakinya menginjak halaman samping,
tubuhnya kembali melesat menuju luar bangunan, dan terus ke tempat Rinjani serta
Sumarti menunggu.
Kedua wanita itu segera saja menyongsong kedatangan Panji dengan wajah meminta
perjelasan. "Iblis Mata Satu telah pergi, dikawal empat anggotanya.
Mungkin dia hendak membawa Kenanga kepada pimpinannya.
Di dalam bangunan Perguruan Kelelawar Hitam hanya ada Beruang Gurun yang tinggal
seorang. Aku tahu, kalian pasti ingin merebut kembali perguruan itu, bukan" Nah,
sekaranglah saat yang paling baik untuk bergerak," jelas Panji, sebelum Rinjani
sempat bertanya.
Kemudian, langsung saja Pendekar Naga Putih mengajak mereka untuk merebut
kembali bangunan perguruan itu. Dan begitu tiba, langsung saja telapak tangan
kanannya didorongkan ke arah pintu gerbang bangunan yang terlihat kokoh.
Whusss... brakkk!
Sekali hantam saja, pecahlah pintu gerbang dengan memperdengarkan suara keras.
Mendengar suara keras yang tiba-tiba, tentu saja murid-murid Perguruan Kelelawar
Hitam jadi terkejut bukan main. Namun, kekhawatiran di wajah mereka agak
berkurang ketika melihat kalau yang muncul hanya tiga orang muda yang berwajah
tampan dan menarik Tapi, beberapa murid Perguruan Tinju Berantai yang terpaksa
menjadi anggota gerombolan itu, merasa terkejut
bukan main ketika mengenali Rinjani dan Sumarti. Memang, kedua orang wanita itu
merupakan murid-murid utama Perguruan Tinju Berantai.
"Jangan takut! Kedatanganku bukan untuk menghukum. Aku memaklumi, apa yang
kalian pilih adalah sangat terpaksa.
Maka, sekarang marilah bergabung denganku untuk membasmi orang-orang yang telah
menghancurkan perguruan kita...!"
seru Rinjani lantang.
Melihat siapa yang datang dan apa yang diucapkan wanita cantik yang kini
terlihat sangat berwibawa, belasan anggota Perguruan Tinju Berantai segera saja
bergabung dengan Rinjani. Jelas, mereka memang tidak bersungguh-sungguh masuk ke
dalam gerombolan penjahat itu.
"Bagus! Nah, sekarang mari kita hancurkan musuh-musuh kita...!" seru Rinjani
membangkitkan semangat saudara-saudara seperguruannya.
Tanpa menunggu perintah dua. kali, belasan orang murid yang kembali sadar dan
rela mati demi membela perguruan, segera saja menyerbu orang-orang Kelelawar
Hitam dengan senjata di tangan. Maka sebentar saja pertempuran pun pecah.
"Haaat..!"
Rinjani dan Sumarti pun tidak mau berpangku tangan saja.
Cepat mereka menerjang disertai putaran pedang yang bergulung-gulung menimbulkan
angin menderu-deru Panji yang semula hanya berdiri menatapi pertempuran,
bergerak maju ketika melihat Beruang Gurun muncul dan hendak terjun ke dalam
kancah pertempuran. Rupanya, sosok lelaki botak kekar Itulah yang ditunggu-
tunggu. Memang, hanya Beruang Gurun yang masih dikhawatirkan Panji, karena
kepandaian tokoh itu masih di atas Rinjani dan Sumarti. Itulah
sebabnya, mengapa Panji ikut menyertai Rinjani dan Sumarti untuk menyerbu.
"Grrrhhh...!"
Beruang Gurun menggereng ketika melihat seorang pemuda tampan berjubah putih
berdiri tegak menghadang jalannya.
Sejenak sepasang matanya menatap tajam, mengawasi sosok Panji. Kemudian dia
bergerak maju beberapa langkah.
"Siapa kau..."! Apakah kau pun ingin menumpas Gerombolan Kelelawar Hitam..."!"
tegur Beruang Gurun dengan wajah bengis.
"Siapa pun aku, tidak terlalu penting Dan kedatanganku ke tempat ini, sudah kau
jawab sendiri. Nah! Sekarang, bersiaplah.
Aku akan segera melenyapkanmu, atau paling tidak melumpuhkan-mu...," sahut
Panji. Tanpa membuang-buang waktu lagi. Pendekar Naga Putih langsung saja bergerak
maju, siap melontarkan serangan.
"Keparat! Kupecahkan kepalamu, Bocah...! Haaat..!"
Beruang Gurun sepertinya benar-benar marah. Apalagi ketika melihat pemuda itu
bergerak maju dengan sikap tenang, tanpa bersiap menghadapi sebuah pertarungan.
Merasa dianggap remeh, maka langsung saja kapaknya digunakan dan menerjang
kalap. Bettt! Bettt...!
Sekali terjang saja, tokoh berkepala botak itu telah melancarkan serangan
bertubi-tubi. Meski demikian, tak satu pun yang mengenai sasaran. Dan Pendekar
Naga Putih memang telah bergerak mengelak dengan kecepatan tinggi, sehingga
Beruang Gurun seperti kehilangan lawannya.
"Aku di belakangmu, Beruang Tolol...!" ledek Panji yang telah berdiri tegak di
belakang lawannya.
"Bedebah...! Mampus kau...!" bentak Beruang Gurun.
Tanpa menoleh lebih dulu, langsung saja Beruang Gurun membabatkan kapaknya ke
belakang dengan gerakan berputar.
Kali ini Panji sama sekali tidak berusaha untuk menghindar.
Tepat pada saat kapak lawan dalang, kepalanya direndahkan sedikit. Itu pun masih
disusuli dengan tangan kirinya yang terangkat menyambut serangan lawan.
Dukkk! "Ahhh..."!"
Beruang Gurun memekik kesakitan ketika lengannya tertangkis lengan Panji yang
bagaikan batang besi. Sebelum tubuh lawan terdorong jatuh, tangan Pendekar Naga
Putih sudah melibat perge-langan tangan Beruang Gurun dan menyentakkan-nya ke
depan. Lalu langsung disambutnya tubuh Beruang Gurun dengan sebuah totokan
keras. Tukkk! "Aaakh..."!"
Tubuh Beruang Gurun langsung melorot jatuh bagaikan sehelai karung basah.
Kemudian Panji bergerak menghampiri.
Langsung diangkatnya tubuh Beruang Gurun dan
dilemparkannya ke dekat sebatang pohon yang tumbang di samping bangunan. Setelah
itu, tubuh Panji bergerak ke dalam arena pertempuran.
"Rinjani! Aku harus menyusul Iblis Mata Satu yang membawa pergi Kenanga. Beruang
Gurun sudah kulumpuhkan.
Semoga kalian berhasil. Oh, ya. Sampaikan salamku kepada
Sumarti dan saudara-saudara seperguruanmu yang lain...," ujar Panji.
Dan Pendekar Naga PuHh langsung melesat meninggalkan tempat itu setelah
merobohkan beberapa orang lawan lagi.
Rinjani hanya mengangguk. Kepergian Pendekar Naga Putih memang tidak bisa
dicegah, karena tempat ini tidak boleh ditinggalkan. Sedangkan kemenangan sudah
berada di depan mata. Maka, dia hanya bisa berharap agar Panji kembali
mengunjungi Perguruan Tinju Berantai setelah urusannya selesai.
Tubuh Pendekar Naga Putih melesat bagaikan anak panah yang lepas dari busur.
Segenap ilmu larinya dikerahkan untuk dapat menyusul kereta kuda Iblis Mata
Satu. Karena memang telah memperhitungkan arah yang bakal ditempuh buruannya,
sebentar saja Pendekar Naga Putih sudah melihat rombongan kecil itu beberapa
belas tombak di depannya. Seketika Pendekar Naga Putih memperlambat larinya
membayangi kereta kuda itu.
Tidak berapa lama kemudian, kereta kuda itu tiba di bawah sebuah bukit yang
puncaknya cukup tinggi. Pendekar Naga Putih mengenali tempat itu sebagai Bukit
Kundul. Dan, dia juga pernah mendengar tentang adanya sebuah perguruan berdiri
di atas puncak bukit itu.
"Hm.... Tidak mungkin kalau Pendekar Tongkat Kayu Merah telah berubah menjadi
sesat Kemungldnan besar, perguruan itu telah direbut tokoh-tokoh sesat dari
tangannya...," gumam Panji.
Pendekar Naga Putih terus membayangi rombongan Iblis Mata Satu, meskipun mereka
telah melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki
Tidak berapa lama kemudian, rombongan kecil Iblis Mata Satu tiba di atas puncak
bukit Di situ terdapat sebuah bangunan besar yang cukup megah. Kedatangan Iblis
Mata Satu ternyata langsung disambut hangat oleh tiga orang aneh dan memiliki
gerak-gerik lucu
'Tiga Badut Setan...!" desis Panji yang langsung saja mengenali ketiga sosok
tubuh di depannya itu. "Jadi, merekalah yang selama ini menjadi orang di
belakang Iblis Mata Satu...."
Setelah yakin dengan apa yang dilihatnya, Panji langsung melesat sebelum Kenanga
diserahkan kepada Tiga Badut Setan.
"Kenanga! Sekarang...!" teriak Panji memperingatkan kekasihnya kalau sandiwara
yang mereka buat telah selesai.
Begitu tiba, Pendekar Naga Putih langsung saja melancarkan serangan ke arah Tiga
Badut Setan. Mendapatkan serangan cepat itu, tiga tokoh sesat bertampang lucu
itu langsung berlompatan mundur. Dari angin pukulan sosok bayangan putih itu,
mereka tahu kalau serangan yang datang sangat berbahaya.
Kenanga sendiri yang semula kelihatan seperti orang kehilangan pikiran sadarnya,
langsung bergerak melepaskan diri dari Iblis Mata Satu. Langsung diterjangnya
tokoh bertubuh kekar itu dengan pukulan mengandung tenaga dalam tinggi.
Sadar kalau serangan itu sangat berbahaya dan tidak mungkin dielakkan. Iblis
Mata Satu langsung saja memapaknya.
Plakkk! Tubuh mereka sama-sama terdorong mundur, ketika lengan saling berbenturan keras.
Iblis Mata Satu benar-benar tidak menyangka kalau gadis jelita tawanannya
ternyata hanya berpura-pura. Dia tidak habis mengerti, bagaimana mungkin
tawanannya sampai bisa tidak terpengaruh racun pembius yang
diminumkan. Tentu saja Iblis Mata Satu tidak akan pernah bisa mengerti, karena
hanya Panji dan Kenanga saja yang tahu.
"Ahhh...! Kurang ajar sekali kau, Iblis Mata Satu! Apakah kau memang hendak
memberontak terhadap kami...?" tegur lelaki berhidung bulat yang bentuk
rambutnya seperti jengger ayam.
Memang, rambut di kepalanya itu hanya tumbuh di bagian tengah, memanjang dari
depan ke belakang. Tokoh itu sama sekali tidak kelihatan marah. Bahkan malah
tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepala menatap Iblis Mata Satu.
Tokoh sesat bermata satu Itu pun tentu saja telah tahu sifat aneh pimpinannya.
Maka kakinya melangkah mendekat, hendak menjelaskan kalau dia sendiri sama
sekali tidak tahu.
"Aku sama sekali tidak tahu, Tuanku Wirya Bajang. Aku sendiri telah dibodohi
perempuan setan itu..!" bantah Iblis Mata Satu berusaha meyakinkan pimpinannya.
"Hm.... Tunjukkan kalau kau tidak bersalah...."
Yang berbicara kali ini adalah Pasopati, yang disusul tawa ringkik kudanya. Tapi
Iblis Mata Satu sadar kalau di balik wajah penuh tawa dan lucu, tersembunyi
sifat kejam dan tak kenal ampun.
"Baik,..," sahut Iblis Mata Satu.
Tanpa banyak cakap lagi, langsung saja Iblis Mata Satu menerjang Kenanga dengan
serangan-serangan maut.
Namun tentu saja Kenanga tidak tinggal diam. Meskipun kali ini dia harus
menggunakan tangan kosong untuk
menghadapinya, tapi dara jelita itu tidak gentar. Cepat tubuhnya melesat
menyambut datangnya serangan lawan.
Maka sebentar saja, keduanya telah terlibat dalam pertempuran sengit
Panji sendiri sudah berhadapan dengan Tiga Badut Setan yang tampak tengah
menegasi sosok pemuda tampan berjubah putih itu. Terdengar Wirya Bajang bertanya
dengan suaranya yang parau.
"Benarkah aku tengah berhadapan dengan orang yang berjuluk Pendekar Naga
Putih ?" tanya warya Bajang. Rupanya dia telah mengenal ciri-ciri pendekar besar
itu. 'Tidak salah," sahut Panji tegas. "Kalian memang tengah berhadapan dengan
Pendekar Naga Putih. Dan, pertemuan ini merupakan akhir kejahatan kalian, Tiga
Badut Setan...!"
Mendengar kalau pemuda tampan itu adalah Pendekar Naga Putih, lenyaplah sikap
dan gerak-gerik ketiga tokoh sesat itu.
Jelas kelihatan kalau mereka merasa tegang berhadapan dengan pendekar muda yang
terkenal sangat sakti dan telah banyak menjatuhkan tokoh puncak golongan sesat.
"Hieeeh heh heh...! Kau terlalu takabur, Pendekar Naga Putih. Seharusnya kau
sadar kalau pertemuan ini merupakan akhir petualanganmu. Bukan kami...! Kalau
tida percaya, bersiaplah! Aku akan memberikan pelajaran baru padamu...!"
Setelah agak lama, barulah Pasopati menyahuti ucapan Panji. Lalu, kakinya
melangkah maju dan bergerak ke kanan.
Melihat Pasopati sudah hendak berhadapan dengan Pendekar Naga Putih, Wirya
Bajang dan Gajah Mungkur bergegas mengepung dari depan dan belakang. Kini Panji
harus menghadapi lawan-lawannya yang akan menyerang dari tiga jurusan.
"Mulailah! Tanganku sudah gatal ingin menempeleng kepala kalian yang berisi
rencana-rencana jahat dan kotor itu...!"
tantang Panji. Pendekar Naga Putih kini sudah merendahkan kuda-kudanya, siap menghadapi
serangan Tiga Badut Setan. Dia tahu, lawan-lawannya yang memiliki silat aneh dan
cenderung sinting, ternyata juga memiliki beragam ilmu tinggi.
"Sambut seranganku...!"
Gajah Mungkur yang memang sangat suka bertarung dan menganggap permainan
menyenangkan, segera saja datang menyerbu Panji dengan kedua tangan terkembang.
Whuuut..! Panji melompat pendek ke samping sehingga sergapan Gajah Mungkur hanya mengenai
angin saja. "Ha ha ha...!"
Melihat Gajah Mungkur kebingungan seperti orang tolol, Wirya Bajang dan Pasopati
tertawa bergelak. Rupanya mereka benar-benar merasa geli melihat wajah Gajah
Mungkur yang kelihatan sangat lucu.
"He he he..!"
Meskipun dengan wajah menyeringai seperti orang tolol, Gajah Mungkur akhirnya
tertawa juga. Lelaki bertubuh raksasa itu memandang kedua saudaranya berganti-
ganti sambil terkekeh.
Melihat sikap ketiga lawannya yang seperti telah melupakan dirinya. Panji hanya
bisa menggeleng-gelengkan kepala keheranan. Meskipun telah mendengar tentang
sifat-sifat aneh Tiga Badut Setan, tak urung hatinya merasa heran juga ketika
menyaksikannya dengan mata kepala sendiri.
"Hieeeh heh heh...! Siapa yang kau tangkap, Gajah Mungkur" Coba tunjukkan
padaku, apa yang kau dapatkan...?"
ledek Pasopati dengan ringkik kudanya yang masih terdengar berkepanjangan.
"Ahhh! Aku belum dapat apa-apa, Kakang...," sahut Gajah Mungkur.
Laki-laki tinggi besar itu menjadi kebingungan sendiri ketika mendengar
pertanyaan saudaranya itu. Lalu, masih seperti orang tolol, dipandanginya


Pendekar Naga Putih 57 Pemburu Nyawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sepasang lengannya. Seolah, dia tengah berusaha mengingat apa yang barusan
hendak ditangkapnya.
"Ha ha ha...! Dasar raksasa tolol! Kau barusan hendak menangkap naga berwarna
putih. Dan sekarang, dia ada di belakangmu...," jelas Wirya Bajang sambil
menggeleng-gelengkan kepala yang merupakan kebiasaannya.
"Naga..." Naga berwarna putih...?" gumam Gajah Mungkur sambil mencari-cari ke
atas dan ke bawah.
Pada saat sepasang matanya berbentur sosok Panji, barulah Gajah Mungkur teringat
apa yang barusan hendak ditangkapnya.
"Ah, benar! Aku memang hendak menangkap naga putih...!
Sekarang aku akan mencobanya lagi...," seru Gajah Mungkur yang tertawa-tawa
sambil melangkah berdebum menghampiri sosok Pendekar Naga Putih.
Panji sendiri masih tetap berdiri tegak, ketika melihat lelaki raksasa itu
kembali datang hendak menyergapnya.
"Kena...!" teriak Gajah Mungkur, menyergap tubuh Panji dengan kedua tangannya yang besar dan berbulu lebat itu.
Tapi, sergapannya yang kedua kali ini pun masih saja gagal.
Bahkan tubuhnya sempat terhuyung, karena Panji telah melenting ke udara. Bahkan
kepala Gajah Mungkur digunakan
sebagai lan-dasan kakinya. Kemudian Panji meluncur turun seraya melepaskan
tendangan ke punggung lelaki bertubuh raksasa itu
Tendangan Pendekar Naga Putih memang tidak terlalu keras, dan hanya sekadar
membuat tubuh lawannya terhuyung. Tapi, perbuatannya membuat Gajah Mungkur
teringat siapa orang yang tengah dihadapinya saat ini.
"Grrrh...!"
Gajah Mungkur menggereng, memperlihatkan gigi-giginya yang besar dan kuat
Sepasang tangannya kali ini tidak lagi bergerak seperti hendak menyergap, tapi
membentuk gerak-gerak silat yang aneh dan cepat Mau tak mau, Pendekar Naga Putih
sendiri sempat kagum dibuatnya.
"Hm.... Aku harus hati-hati dalam menghadapi raksasa seperti Gajah Mungkur ini.
Biasanya orang sepertinya memiliki kulit tubuh kebal dan kuat...," gumam Panji,
kali ini bersiap menghadapi terjangan lawan.
Rupanya kejadian yang rr)enimpa Gajah Mungkur, juga telah membangkitkan ingatan
Wirya Bajang dan Pasopati terhadap pemuda berjubah putih itu. Maka mereka pun
bergerak susul-menyusul dengan serangan-serangan berbahaya. "Heaaa...!"
Panji yang saat itu tengah bertarung melawan Gajah Mungkur, cepat melesat ke
kanan. Dihindarinya terjangan Pasopati yang cengkeramannya sekeras baja, siap
merobek lambungnya.
Bettt! Lagi, sebuah pukulan dari Wirya Bajang yang menimbulkan suara mencicil tajam
datang mengancam tubuh Panji. Padahal, Pendekar Naga Putih baru saja-menjejakkan
sebelah kakinya di tanah. Maka langsung saja tubuhnya merunduk dan
mengangkat tangan kanannya untuk memapak serangan lawan.
Dukkk... plakkk!
Terdengar benturan dua kali berturut-turut, sehingga membuat tubuh Wirya Bajang
terdorong ke belakang. Belum lagi tokoh itu sempat berbuat sesuatu. Panji telah
menyusulinya dengan sebuah tendangan miring.
Desss...! Tanpa ampun lagi, tubuh Wirya Bajang terpental disertai muntahan darah segar
ketika tendangan Pendekar Naga Putih telak menghajar dada. Meski demikian, tokoh
berhidung bulat seperti tomat itu sempat memperbaiki tubuhnya agar tidak sampai
terbanting. "Haaa...!"
Gajah Mungkur dan Pasopati kelihatannya sangat marah ketika mengetahui saudara
tuanya terkena tendangan Pendekar Naga Putih. Mereka segera melesat maju,
menerjang pemuda itu. Akibatnya, Panji dibuat kewalahan menghadapi serangan-
serangan kedua lawannya yang seperti kerbau gila.
"Heaaa...!"
Ketika pertarungan memasuki jurus yang ketujuh puluh delapan, Pendekar Naga
Putih tiba-tiba mengeluarkan 'Pekikan Naga Marah*. Seketika itu juga, tubuhnya
langsung melayang ke udara. Dan dari atas, kedua kakinya melepaskan tendangan-
tendangan berantai ke arah Gajah Mungkur yang terdekat.
Bukkk! Bukkk! "Aaakh..."!"
Gajah Mungkur yang biasanya kebal terhadap pukulan maupun senjata tajam, kali
ini memekik kesakitan akibat
tendangan Panji yang mendarat di punggung dan dadanya.
Akibatnya, tubuh raksasa itu terhuyung-huyung bagaikan orang mabuk laut.
"Yiaaah...!"
Serangan Panji rupanya belum selesai. Buktinya setelah melancarkan serangkaian
tendangan yang sekaligus digunakan untuk pijakan, tubuhnya cepat jungkir balik
dengan kepala di bawah. Kedua tangannya langsung mengembang ke kiri dan kanan,
menghantam tubuh kedua lawannya.
Desss... desss...!
"hiuakkkh...!"
Sungguh hebat hantaman telapak tangan yang telah diisi
'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'. Akibatnya, tubuh Gajah Mungkur dan Pasopati
terjengkang sejauh satu tombak lebih, dan terus jatuh berguling-guling.
Gajah Mungkur dan Pasopati yang jatuh secara terpisah sama-sama memuntahkan
darah kental. Mereka menggigil bagaikan terkena serangan malaria, akibat pukulan
yang berisikan 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan', dari Pendekar Naga Putik
"Shaaa...!"
Wirya Bajang yang menyaksikan kedua orang saudaranya jatuh berguling-guling,
segera saja berseru keras sambil menyerbu Pendekar Naga Putih. Tap karena
tenaganya sudah berkurang akibat luka dalam yang diderita, Wirya Bajang kembali
harus menelan pil pahit. Ternyata sebuah pukulan Panji malah singgah di dada
kirinya. Bukkk! "Aaakh...!"
Tubuh Wirya Bajang kembali tersentak deras ke belakang.
Bahkan kali ini tidak mampu untuk bangkit lagi. Setelah meregang nyawa sebentar,
nyawa Wirya Bajang langsung terbang akibat pukulan Panji yang berisi tenaga
dalam tinggi. "Aaa...!"
Bagaikan orang gila, Gajah Mungkur maju menerjang Panji begitu mengetahui kalau
saudara tuanya telah tewas. Gajah Mungkur benar-benar nekati Pukulan-pukulan
yang dilepaskannya datang bertubi-tubi mengancam tubuh Panji.
Namun, karena gerakan Pendekar Naga Putih jauh lebih cepat, sehingga tak satu
pun yang mengenai sasaran. Bahkan....
Desss...! Sambil merendahkan tubuh menghindari kepalan lawan, Panji langsung saja
mendorongkan sepasang telapak tangan ke tubuh raksasa itu. Tanpa ampun lagi,
tubuh Gajah Mungkur tersentak ke belakang dan terbanting jatuh dengan tubuh
menggigil kedinginan. Sebentar kemudian, tubuh raksasa itu pun diam tak
bergerak-gerak lagi. Mati!
"Kaaakhhh...!"
Pasopati yang melihat kedua orang saudaranya telah binasa di tangan Pendekar
Naga Putih, langsung memekik parau!
Tubuhnya cepat melayang dan berjumpalitan di udara dengan sepasang cakar siap
terhunjam ke leher lawan.
"Haaat..!"
Panji sendiri tidak tinggal diam. Tubuhnya cepat ikut mencelat ke udara.
Langsung disambutnya tubuh lawan dengan tendangan terbangnya. Dan....
Bukkk! "Aaa...!"
Pasopati kontan terpental balik disertai raung kemarinnya yang parau. Tamatlah
riwayat orang kedua dari Tiga Badut Setan dengan dada remuk, akibat tendangan
Pendekar Naga Putih yang menyambut luncuran tubuhnya.
"Kakang..."
Kenanga yang rupanya juga telah menyelesaikan
pertarungannya melawan Iblis Mata Satu, datang menghampiri Panji yang juga
tengah melangkah menghampirinya.
"Hhh.... Berakhirlah segala kekejaman Tiga Badut Setan.
Mereka sebenarnya tidak lebih dari orang-orang gila yang memang patut dibasmi,
karena selalu mengganggu ketenangan orang banyak...," desah Panji.
Pendekar Naga Putih lalu menyambut tubuh kekasihnya dengan kedua tangan terbuka.
Kemudian mereka melangkah meninggalkan tempat itu, untuk melanjutkan
petualangan. SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert & edit : Dewi KZ
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ atau http://dewikz.byethost22.com/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Sepasang Naga Lembah Iblis 2 Mas Rara Seri Arya Manggada 2 Karya S H Mintardja Pendekar Sakti Suling Pualam 13
^