Pencarian

Sengketa Jago Jago Pedang 1

Pendekar Naga Putih 27 Sengketa Jago Jago Pedang Bagian 1


SENGKETA JAGO-JAGO PEDANG
Oleh T. Hidayat
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Puji S.
Gambar sampul oleh Pro's
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa ijin tertulis dari penerbit
T. Hidayat Serial Pendekar Naga Putih
dalam episode: Sengketa Jago-Jago Pedang
128 hal. ; 12 x 18 cm
1 Malam semakin larut. Hembusan angin dingin se-
sekali bertiup keras membawa titik-titik air, yang perlahan-lahan jatuh
membasahi permukaan bumi. Sang dewi malam yang biasanya selalu menghias
cakrawala, kali ini lebih suka bersembunyi di balik gumpalan awan hitam.
Sepertinya dia enggan untuk menampakkan
sinarnya dalam suasana seperti ini. Hanya sesekali saja dia mengintip, untuk
kemudian bersembunyi lagi.
Kilatan-kilatan cahaya putih yang disusul gelegar halilintar saling sambung di
angkasa yang gelap gulita.
Tampaknya, tidak ada lagi hujan yang akan turun
membasahi bumi.
Di bawah siraman titik-titik air yang tampak semakin banyak tercurah ke bumi,
tampak sesosok bayangan hitam bergerak cepat bagaikan hantu. Sesekali dia lenyap
di balik gerombolan semak belukar, ataupun ketika terhalang pepohonan lebat.
Glarrr...! "Haiiit...!"
Tiba-tiba terdengar suara menggelegar yang disu-
sul robohnya sebatang pohon besar di sebelah kanan sosok bayangan itu. Dan
disertai pekikan nyaring, sosok bayangan hitam itu melenting ke depan dan
langsung bersalto beberapa kali di udara. Kemudian dia turun dengan gerakan
ringan, berjarak beberapa tombak dari pohon besar yang roboh hingga menimbulkan
suara bergemuruh.
Sosok bayangan hitam itu tampak tidak segera me-
lanjutkan larinya. Kepalanya menoleh ke belakang, ke arah robohnya pohon besar
yang hampir menimpanya tadi. Untunglah gerakannya demikian gesit dan lincah.
Kalau tidak, mungkin tubuhnya sudah tewas tergencet batang pohon besar tadi.
"Hm...."
Setelah mengeluarkan dengusan kesal, sosok baya-
ngan hitam itu kembali melanjutkan perjalanan. Tanah becek yang mulai tergenang
air, sama sekali tidak mengganggu langkahnya. Sosok tubuh itu terus saja melesat
cepat, sehingga tidak lumrah bagi ukuran manusia.
Tak berapa lama kemudian, langkah sosok tubuh
itu terhenti beberapa tombak didepan bangunan sebuah perguruan. Sepasang mata
tajam di balik keru-dung hitam Itu, nampak berputar mengawasi sekelilingnya.
"He he he.... Nampaknya alam merestui rencanaku.
Kalau tidak, mungkin keadaannya tidak akan sesunyi ini. Sepertinya rencanaku ini
akan berjalan mulus,"
gumam sosok bayangan hitam itu lega.
Setelah memastikan kalau tidak ada seorang pun
yang melihatnya, sosok tubuh terbungkus pakaian hitam itu kembali bergerak
menuju halaman belakang bangunan.
Setibanya di bagian belakang bangunan, sosok ba-
yangan hitam itu melambung melampaui pagar seting-gi dua tombak. Tubuhnya yang
melayang bagaikan
seekor burung besar, tampak berputar ketika berada di atas pagar. Kemudian
dengan gerakan perlahan. Telapak tangan kanannya menepak ujung pagar. Rupanya
dengan berbuat demikian dia hendak membantu daya lambung tubuhnya.
Hasilnya, sosok tubuh yang tengah berjumpalitan
itu kembali melayang hingga satu tombak Jauhnya.
Ringan sekali ketika sepasang kakinya menjejak tanah di dekat taman belakang
bangunan. Kembali sosok bayangan hitam itu mengedarkan
pandangan ke sekeliling. Yakin keadaan di sekitarnya aman, ia melangkah sambil
merapatkan tubuhnya pa-da sebuah dinding yang di atasnya terpancang sebuah obor.
Tampak sosok tubuh itu mengeluarkan sesuatu yang tergulung rapi dari balik
pakaiannya, lalu diben-tangkannya perlahan.
Gulungan kulit kayu yang ternyata gambar ruangan gedung ini, ditelitinya
beberapa saat. Sebentar, kepalanya tampak terangguk-angguk. Kemudian, gulungan
itu kembali dimasukkan ke dalam pakaiannya. Lalu, dia terus menyelinap ke dalam
melalui pintu belakang yang tidak terkunci.
"Bagus! Mereka ternyata telah mempersiapkannya dengan baik. Mudah-mudahan saja
mereka tidak mendapat kesulitan," gumam sosok bayangan hitam, dengan sinar mata
berseri. Ketika tiba pada sebuah ruangan yang jelas men-
jadi tujuannya, kening sosok tubuh itu tampak berkerut. Tampak dua orang
berseragam merah hitam tengah duduk mengelilingi meja bulat.
"Mengapa hanya ada dua orang penjaga" Bukankah menurut keterangan mereka
biasanya berempat" Ah!
Mudah-mudahan saja orang-orangku tidak berkhia-
nat," gumam sosok itu penuh harap.
Setelah menanti agak lama, sosok bayangan hitam
itu melesat cepat melumpuhkan kedua orang penjaga yang langsung roboh tanpa
sempat berteriak. Diam-bilnya kunci ruangan yang bertuliskan 'ruang pustaka'
dari balik pakaian salah seorang penjaga. Sesaat kemudian, sosok tubuh itu pun
telah lenyap di balik pintu ruangan perpustakaan itu.
Tanpa rasa ragu sedikit pun, sosok bayangan hitam yang telah berada dalam
ruangan perpustakaan langsung saja melangkah ke arah sebuah patung batu ber-
bentuk seekor kuda. Diputarnya kepala patung kuda itu disertai pengerahan tenaga
dalam. Grrrgh...! Terdengar suara berderak perlahan ketika sebuah
tembok di samping kirinya terbuka. Tanpa menanti pintu itu terkuak lebar, sosok
bayangan itu bergegas melompat masuk. Wajahnya berseri seketika, sewaktu melihat
sebuah peti kayu tebal yang tergeletak di atas sebuah batu pipih lebar.
"Ha ha ha.... Raja Pedang Sinar Pelangi. Ingin rasanya aku melihat, bagaimana
rupamu kalau menge-
tahui kitab ini lenyap dari tempat penyimpanannya."
Tawa sosok tubuh itu berderai perlahan sambil
mengangkat peti kayu di atas kepalanya. Selanjutnya, tubuh terbungkus pakaian
hitam itu melesat meninggalkan ruang perpustakaan milik Perguruan Pedang Sinar
Pelangi. "Hei"! Siapa kau..." Berhenti...!" Terdengar bentkan keras yang disusul
berkelebatnya enam sosok tubuh, mereka langsung mengepung sosok bayangan hitam
yang mengepit peti kayu pada lengan kirinya.
"Hei, lihat! Apa yang dibawanya itu...?" Seru salah seorang dari enam lelaki
muda itu. Keningnya yang lebar, tampak berkerut dalam. Jelas, ia merasa curiga
dengan sosok bayangan hitam itu.
'"He he ha... Cecunguk-cecunguk bodoh! Lebih baik menyingkirlah sebelum
kesabaranku lenyap!" Ancam sosok bayangan hitam, perlahan.
Dan sebelum keenam orang murid Perguruan Pe-
dang Sinar Pelangi sempat menyahuti, tahu-tahu saja sosok di depannya telah
melesat disertai serangan maut!
Wuuttt...! Serangkum angin keras berhembus mengiringi tam-
paran yang cepat dan mengandung kekuatan tinggi.
Keenam orang murid Perguruan Pedang Sinar Pe-
langi tentu saja menjadi terkejut bukan main! Cepat mereka berloncatan mundur,
menghindari serangan
mengandung hawa maut itu.
Namun, serangan yang dilancarkan sosok bayangan
hitam itu memang hebat sekali! Hingga, dua orang murid yang terlambat
menghindar, terpaksa harus merela-kan dirinya terkena tamparan keras!
Plakkk! Plakkk!
"Ughhh...!"
"Aaakh...!"
Hebat sekali akibat tamparan sosok bayangan hi-
tam itu. Dua orang murid Perguruan Pedang Sinar Pelangi, langsung ambruk dan
menggelepar tanpa dapat bangkit lagi. Keduanya tewas seketika. Dari mulut,
hidung, dan telinga tampak mengalir darah segar.
Robohnya kedua orang berseragam merah hitam
itu, tentu saja membuat keempat orang lainnya menjadi marah!
Srettt... Sriiing!
Sadar kalau orang berpakaian serba hitam itu sa-
ngat berbahaya mereka bergegas mencabut senjata
masing-masing. Kemudian, mereka bergerak menyebar melakukan kepungan.
"Cepat bunyikan kentongan tanda bahaya...!" ujar salah seorang murid.
Melihat dari raut wajahnya, paling tidak dia berusia sekitar tiga puluh tahun.
Dan tindakannya dalam
menghadapi keadaan itu memang tepat sekali.
Teriakan itu, membuat ketiga orang lainnya sadar seketika. Salah seorang yang
berwajah tampan dan berkumis tipis, langsung saja berlari menuju penjagaan.
Bukan hanya ketiga orang itu saja yang tersentak mendengar teriakan salah
seorang temannya. Sosok berpakaian hitam yang ternyata seorang pencuri itu
terkejut pula karenanya. Cepat tubuhnya melesat, mencegah salah seorang yang
tengah berlari menuju pos jaga itu.
"Haiiit..!"
Dibarengi teriakan nyaringnya, sosok bayangan
hitam itu berjumpalitan beberapa kali. Sekejap saja, kakinya telah mendarat
beberapa langkah didepan
orang itu. Wuuut..! Tanpa banyak cakap lagi, sosok berpakaian serba
hitam itu langsung mengirimkan tamparan maut ke
kepala lelaki tampan berkumis tipis itu.
"Adi Sujana, awaaas...!" Seru salah seorang dari ketiga kawannya, memberi
peringatan kepada lelaki berkumis tipis yang ternyata bernama Sujana.
Sujana pun bukan tidak tahu akan bahaya maut
yang mengancamnya. Cepat langkahnya digeser ke kiri sambil merundukkan kepala.
Gerakan mengelak itu
masih dibarengi sabetan pedangnya yang langsung
mengincar perut lawan!
"Bagus...!"
Terdengar seruan perlahan yang bernada pujian
dari orang berpakaian hitam itu. Tubuhnya ditarik ke belakang hingga doyong.
Gerakan itu masih disusul uluran tangannya yang bergerak cepat menangkap
pergelangan tangan Sujana.
Tappp.... Desss...!
"Hukhhh...!"
Hebat sekali memang apa yang dilakukan sosok
berpakaian hitam itu! Sebelum Sujana sempat menyadari kalau pergelengannya
ditangkap, sosok tubuh berpakaian hitam itu telah mengirimkan sebuah tendangan.
Dalam keadaan seperti itu, Sujana tak mampu mengelak. Maka, tendangan itu telah
menghantam dadanya! Tanpa dapat dicegah lagi, tubuh lelaki muda berusia dua puluh lima
tahun itu terjungkal keras!
Sujana pun tewas akibat tendangan keras lawannya.
"Bangsat! Rasakan pembalasanku, Pembunuh Ke-ji...!" teriak salah seorang dari
ketiga kawan Sujana dengan kemarahan yang meluap-luap. Kemudian, tubuhnya
langsung melompat disertai sambaran pedangnya.
Wuuut...! Terdengar suara mendesing tajam ketika pedang di tangan lelaki pendek gemuk itu
membabat dengan
kecepatan tinggi.
Belum lagi sambaran pedang itu tiba, dari dua arah lainnya meluncur dua bilah
golok yang juga mengancam tubuh orang berpakaian hitam itu.
Datangnya tiga buah serangan dari arah yang ber-
beda, sama sekali tidak membuat gugup orang berpakaian hitam itu. Dengan sikap
tetap tenang, tubuhnya bergerak mundur ke belakang. Sambil melakukan lompatan
kecil, telapak kaki kanannya melancarkan serangan untuk mematahkan sambaran dua
bilah golok yang datang dari samping dan belakangnya. Gerakan-gerakan itu begitu
cepat, dan hampir tidak terlihat lawan-lawannya. Sehingga, ketiga orang
pengeroyoknya sempat dibuat terkejut!
Plakkk! Plakkk! Desss...!
"Uhhh...!"
"Ughhh...!"
Hebat sekali gerakan yang dilakukan pencuri itu.
Tepat pada waktu telapak kakinya menghajar balik dua buah serangan bilah golok
lawan, kepalan tangan
kanannya langsung meluncur menghajar dada lelaki pendek gemuk yang berada di
depannya! Tanpa dapat dicegah lagi, tubuh pendek gemuk itu terjungkal sambil memuntahkan
segumpal darah segar dari mulutnya. Setelah berkelojotan sesaat, tubuh lelaki
gemuk itu terkulai. Tewas! Jelas pukulan yang dilancarkan lelaki berpakaian
serba hitam itu telah mendatangkan luka dalam yang sangat parah, hingga
membuatnya tak kuat bertahan hidup.
Sedangkan dua orang lain yang tertangkis sambar-
an telapak kaki orang berpakaian serba hitam, melintir hingga beberapa langkah
ke belakang. Wajah mereka tampak meringis sambil memijat-mijat pergelangan
tangan yang terasa nyeri. Mereka tidak lagi mempedulikan senjata yang terpental
entah ke mana. Yang dipikirkan saat itu hanyalah, bagaimana agar rasa sakit pada
pergelangan dapat segera lenyap.
Kesempatan baik itu rupanya tidak disia-siakan si pencuri. Cepat tubuhnya
melesat meninggalkan kedua orang lawan yang masih sibuk mengurusi
pergelengannya. Hal itu membuktikan kalau si pencuri sebenarnya tidak ingin
bentrok dengan murid-murid Perguruan Pedang Sinar Pelangi. Mungkin, ia hanya
berniat mencuri peti kayu tanpa bermaksud membuat kekacauan. Sayang pencuri itu
tidak menyadari, kalau akibat perbuatannya jelas telah berurusan dengan pihak
Perguruan Pedang Sinar Pelangi.
Tapi baru saja sosok berpakaian serba hitam itu
hendak melintasi pagar kayu yang menghalangi perguruan itu dengan dunia luar,
dua sosok bayangan berkelebat mencegahnya sambil membentak keras!
"Keparat! Hendak lari kemana kau, Maling Hina...!
Jangan harap dapat lolos demikian mudah setelah
melakukan kekacauan di perguruan kami...!" sentak salah seorang dari kedua
bayangan yang melesat cepat memotong jalan lari pencuri itu.
"Sial!" Maki sosok bayangan berpakaian hitam itu.
Dia mengetahui betul, siapa kedua orang pengha-
dangnya. Memang, mereka tak lain adalah dua orang murid utama Ki Giri Tantra,
Ketua Perguruan Pedang Sinar Pelangi. Maka wajarlah kalau pencuri itu agak
terperanjat melihat kedua orang penghadangnya.
Ki Giri Tantra memang bukan tokoh sembarangan.
llmu 'Pedang Sinar Pelangi'nya, sangat terkenal dan sangat disegani dunia
persilatan. Bahkan boleh dibi-lang, kepandaian tokoh berusia enam puluh tahun
itu tidak ada tandingannya. Dan di wilayah Selatan, Ki Giri Tantra adalah jago
pedang nomor satu yang belum
pernah terkalahkan. Itulah sebabnya, mengapa lelaki berpakaian serba hitam itu
merasa terkejut atas mun-culnya dua murid utama Perguruan Pedang Sinar Pelangi
itu. Sebagai murid-murid utama tokoh nomor satu wilayah Selatan, tentu
kepandaian mereka tidak bisa disamakan dengan para pengeroyoknya tadi.
"Hm.... Siapa kau, Kisanak"! Mengapa begitu lancang mengacau perguruan kami" Dan
benda apa yang kau bawa?" Tanya salah seorang dari kedua laki-laki gagah itu,
keras. Sepasang mata mereka tampak menatap curiga ke arah peri kayu yang
dikempit di sela-sela ketiak orang berbaju serba hitam itu.


Pendekar Naga Putih 27 Sengketa Jago Jago Pedang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untuk beberapa saat, lelaki berjubah serba hitam itu tidak segera menjawab
pertanyaan para penghadangnya. Sepasang matanya yang memancarkan ke-
gelisahan, bergerak ke kiri dan ke kanan mencari jalan meloloskan diri.
Kelihatan sekali kalau hatinya merasa gentar menghadapi kedua orang
penghadangnya. "Haiiit...!"
Tanpa mempedulikan pertanyaan tadi, lelaki ber-
pakaian serba hitam itu langsung saja melompat menerjang dibarengi teriakan
keras menggetarkan.
"Hati-hati, Adi Wiradesa. Nampaknya orang ini cukup berisi," bisik salah seorang
penghadang. Lelaki berwajah gagah dan bertubuh tegap yang
dipanggil Wiradesa itu mengangguk-anggukkan kepala perlahan. Entah kapan
tercabutnya, tahu-tahu saja di tangan kanannya telah tergenggam sebilah pedang
yang mengeluarkan cahaya berkilatan. Sejenak wajahnya menoleh ke arah kakak
seperguruannya.
"Kita ringkus saja pencuri tengik ini, Kakang Kinaya. Biar guru sendiri yang
akan memutuskan, hukuman apa yang patut untuk maling hina seperti pengecut ini,"
ajak Wiradesa sambil menggeser ke kanan dengan lompatan pendek.
Wuuut..! Sambaran mata pedang yang tiba-tiba dilepaskan
lelaki berjubah hitam itu ternyata luput, karena Wiradesa telah lebih dahulu
menghindarkannya. Bahkan sebelum pencuri itu sempat menarik pulang serangannya,
murid utama Ki Giri Tantra yang berusia sekitar empat puluh tahun sudah
melancarkan serangan balasan yang cepat dan berbahaya!
Wuuut..! Wuuut...!
Pedang bersinar putih yang tergenggam di tangan
Wiradesa bergulung-gulung membentuk bulatan-bulat-an yang terkadang mengeluarkan
cahaya berpendar
menyilaukan mata. Melihat dari gerakannya, jelas kalau Wiradesa memiliki
kepandaian tinggi.
Tranggg.... Tranggg!
Terdengar benturan nyaring yang disertai pijaran bunga api ketika pedang di
tangan Wiradesa bertum-bukan sebanyak dua kali.
"Uhhh...!"
Benturan yang sangat keras itu ternyata telah membuat tubuh keduanya terpental
balik sejauh setengah tombak lebih. Dari gebrakan pertama, jelas terlihat kalau
tenaga keduanya berimbang!
Ternyata kenyataan ini membuat kedua belah pi-
hak sama-sama terkejut! Sehingga untuk beberapa saat lamanya mereka hanya saling
pandang penuh selidik.
Tapi ketegangan itu tidak berlangsung lama, kare-na Kinaya telah melompat
disertai teriakan lantang dan mengejutkan.
"Haaat..!"
Wunggg.... Wunggg..!
Gerakan yang dilancarkan Kinaya lebih hebat lagi.
Putaran pedangnya yang bergulung-gulung bagaikan angin puting beliung, bergerak
turun naik dengan kecepatan menggetarkan. Sehingga, lelaki berpakaian serba
hitam itu sempat menjadi gugup dibuatnya!
Namun pada saat yang genting bagi keselamatan lelaki berpakaian serba hitam itu,
mendadak seberkas sinar putih melesat dan langsung memotong arah pedang Kinaya!
Syuuut...! Tranggg...!
"Hani...!"
Bukan main terperanjatnya hati Kinaya ketika pe-
dang di tangannya membentur batu sebesar kepalan tangan. Meskipun batu itu
menjadi hancur berkeping-kepiig, namun tak urung kuda-kuda lelaki setengah baya
itu tergempur sejauh tiga langkah! Dan kenyataan itu hampir tidak dapat
dipercayanya. Sehingga, untuk beberapa saat lamanya Kinaya hanya tercenung bagai
patung. Sedangkan lelaki berpakaian serba hitam itu tahu kalau ada orang yang secara
diam-diam menolongnya.
Maka dia cepat melesat melewati pagar kayu setinggi dua tombak. Dan dia terus
menghilang ditelan kegelapan suasana malam.
"Bangsat..!" maki Wiradesa, geram.
Sadar kalau untuk melakukan pengejaran dalam
suasan gelap seperti ini jelas tidak menguntungkan, maka Wiradesa hanya dapat
menelan rasa kecewa.
Sedangkan, saat itu Kinaya sudah melesat mening-
galkan adik seperguruannya. Rupanya tokoh utama
Perguruan Pedang Sinar Pelangi itu hendak melihat, siapa gerangan orang yang
telah menggagalkan serangannya tadi.
Wiradesa yang semula hendak mengejar kakak se-
perguruannya, menahan langkahnya ketika melihat Kinaya telah melangkah lesu ke
arahnya. "Bagaimana, Kakang" Sebenarnya apa yang telah terjadi...?" Tanya Wiradesa.
Dia memang tidak sempat mengetahui kejadian
yang menimpa kakak seperguruannya itu. Sehingga, hanya menatapi wajah Kinaya
dengan kening berkerut.
"Hra... Ada seseorang yang secara diam-diam telah membantu lolosnya pencuri
laknat itu. Entah, siapa orang itu" Yang jelas kepandaiannya tidak di bawah
kepandaian kita," sahut Kinaya.
"Jelas bangsat itu tidak datang seorang diri. Hm, siapa mereka sebenarnya" Dan
apa yang dicarinya di perguruan kita ini?" gumam Wiradesa. Wajahnya jelas
mengandung rasa penasaran terpendam.
"Sudahlah. Lebih baik kita laporkan saja kejadian ini kepada guru kita. Biar
beliau yang akan mencari tahu, apa gerangan tujuan orang itu datang kemari,"
jawab Kinaya yang segera melangkah meninggalkan
tempat itu. Wiradesa pun bergegas meninggalkan tempat itu
setelah terlebih dahulu menyuruh beberapa orang murid membersihkan tempat itu,
dan sekaligus mengurus mayat kawan-kawannya.
*** 2 Brakkk...! "Memalukan! Bagaimana hal ini bisa terjadi"!"
Seorang lelaki gagah berusia enam puluh tahun
tengah marah-marah dengan suara meledak-ledak. Jelas, ia sangat terpukul
mendengar laporan kedua orang murid utamanya.
"Ampun, Guru.... Sebenarnya, pencuri laknat itu sudah dapat kami ringkus. Tapi,
ternyata ada seseorang yang telah membantunya secara sembunyi-sem-
bunyi. Itulah yang telah menyebabkan kegagalan kami, Guru," sahut lelaki
bertubuh gemuk berusia lima puluh tahun.
Orang itu tak lain adalah Kinaya, salah seorang
murid tertua Perguruan Pedang Sinar Pelangi. Melihat sikapnya yang demikian
penuh rasa hormat, jelas kalau saat itu Kinaya tengah berhadapan dengan guru
besarnya. Memang, lelaki yang tengah marah-marah itu ada-
lah Ki Giri Tantra, jago pedang nomor satu di wilayah Selatan.
"Alasan! Hanya karena lontaran batu sebesar kepalan tangan, kalian gagal" Hahhh!
Benar-benar memalukan!"
Kembali Ki Giri Tantra atau berjuluk Raja Pedang Sinar Pelangi mengumpat dengan
selebar wajah me-merah.
"Tahukah kalian, apa sebenarnya yang telah dicuri manusia laknat itu"!" Tanya Ki
Giri Tantra yaitu guru besarnya sambil melangkah maju beberapa tindak
mendekati empat orang murid utamanya yang ber-
kumpul di tempat itu.
Selain keempat murid utama Perguruan Pedang
Sinar Pelangi, tidak seorang pun murid lain yang di-perbolehkan hadir dalam
pertemuan itu. Karena, yang tengah dibicarakan adalah masalah yang tidak boleh
diketahui murid-murid tingkat rendah. Hanya keempat orang murid utama itulah
yang boleh mengetahuinya.
Itu sebabnya, mengapa ruang pertemuan itu hanya di-hadiri empat orang murid
utama Ki Giri Tantra.
"Ampun, Guru. Kami yang bodoh ini, sama sekali tidak mengetahui," sahut Kinaya
sambil menundukkan kepala dalam-dalam.
la sama sekali tidak berani mengangkat wajah. Disadari betul, kemarahan guru
besarnya kali ini benar-benar menakutkan. Padahal dalam menghadapi setiap
persoalan, guru besarnya selalu tampil tenang dan tidak pernah terlihat marah.
Apalagi meledak-ledak seperti itu. Benar-benar tidak diduga Kinaya. Sehingga,
hatinya jadi bertanya-tanya tentang benda yang telah berhasil dicuri sosok
berpakaian serba hitam itu se-malam.
"Hm.... Tahukah kalian, selama lima tahun belaka-ngan ini aku selalu bersemadi"
Apa sebabnya" Tidak lain karena aku tengah menciptakan jurus-jurus tingkat
terakhir dari limu 'Pedang Sinar Pelangi' yang memang belum sempurna secara
keseluruhan. Nah,
bisa kalian bayangkan, ilmu yang selama hampir lima tahun ini kutekuni tahu-tahu
saja lenyap dicuri orang.
Dan ini merupakan bencana besar bagi perguruan
kita," jelas Ki Giri Tantra dengan wajah penuh keke-cewaan.
"Jadi.... Jadi maksud Guru, peti kayu yang dibawa orang berpakaian serba hitam
itu adalah tempat penyimpanan kitab ilmu hasil ciptaan Guru Selama hampir lima
tahun terakhir ini?" Tanya Kinaya, gugup. Memang keterangan Ki Giri Tantra
benar-benar sangat mengejutkan bagi keempat murid utamanya. Sehingga membuat
mereka menjadi menyesal karena kelalaian-nya dalam menjalankan tugas.
"Benar. Dan ilmu itu pulalah yang akan kugunakan untuk menghadapi jago-jago
pedang di empat penjuru. Karena, pertemuan yang berlangsung setiap lima tahun
sekali, hanya tinggal beberapa bulan lagi. Menurut dugaanku, bukan tidak mungkin
kalau pencuri laknat itu merupakan salah seorang suruhan saingan-ku. Dan kalau
dugaanku ternyata benar, maka habis-lah harapanku untuk dapat merebut gelar jago
pedang nomor satu di jagad ini. Nah, sekarang kalian mengerti, mengapa aku
demikian marah mendengar adanya pencurian itu?" Kata Ki Giri Tantra sambil
kembali duduk di atas kursinya. Wajah jago pedang itu tampak lesu bagaikan orang
kehilangan semangat.
"Kalau begitu biarlah kami yang akan menyelidiki dan mencari pencuri keparat
itu, Guru," pinta Wiradesa ikut angkat bicara.
Usui itu diajukan untuk menebus kesalahannya
yang tidak berhasil menangkap pecuri kitab yang memang lihai itu.
"Betul, Guru. Izinkan kami menyelidikinya. Dan kami berjanji tidak akan kembali
tanpa kitab ataupun pencuri laknat itu," timpal Kinaya menguatkan usul adik
seperguruannya.
"Tidak. Kalian tetap menjaga perguruan ini Urus-lah perguruan ini sebaiknya.
Biar aku sendiri yang akan pergi menyelidiki persoalan ini. Karena menurutku,
pencuri kitab itu pasti mempunyai sangkut-paut dengan pertemuan yang akan
berlangsung beberapa
bulan lagi. Kurasa akan lebih baik kalau aku sendiri yang pergi menyelidikinya.
Bukan karena tidak percaya terhadap kemampuan kalian. Selain persoalan ini
sangat rumit, juga menyangkut nama baik perguruan.
Dan aku tidak ingin ada orang luar yang mengetahui persoalan ini! Ingat itu
baik-baik!" pesan Ki Giri Tantra menekankan kepada keempat orang murid utamanya.
"Kalau memang itu Sudan menjadi keputusan Gu-ru, kami akan melaksanakan dengan
sebaik-baiknya,"
sahut Kinaya sambil membungkukkan tubuhnya,
memberi hormat.
"Juga, jangan sekali-kali kalian menyinggung masalah ini kepada murid-murid
lain. Cukup hanya kita berlima saja yang mengetahuinya. Kuserahkan tugas
mengurus perguruan kita kepadamu, Kinaya. Sedang kalian bertiga harus membantu
tugas-tugas Kinaya.
Bila ada yang ingin bertemu denganku, katakan aku tengah menyepi dan tidak bisa
diganggu. Kalian paham maksudku," tegas Ki Giri Tantra dengan wajah tegang.
"Kami paham, Guru...," sahut keempat orang murid utama itu serempak.
Keempat murid utama itu baru mengangkat kepala
ketika langkah kaki guru besar mereka sudah tidak terdengar lagi. Ki Giri Tantra
atau yang lebih dikenal sebagai Raja Pedang Sinar Pelangi langsung pergi
meninggalkan perguruan untuk menyelidiki tentang lenyapnya kitab yang berisikan
hasil ciptaannya selama lima tahun terakhir menjelang pertemuan jago-jago
pedang. Sepeninggal Ki Giri Tantra, keempat orang tokoh
utama Perguruan Pedang Sinar Pelangi itu baru bergegas meninggalkan ruang
pertemuan. Tidak satu pun dari mereka yang mengeluarkan kata-kata. Sepertinya
keempat orang itu lebih suka berdiam diri, menyimpan berbagai pertanyaan dalam
benak masing-masing.
*** 3 Laki-laki gagah berusia sekitar enam puluh tahun itu melangkah tegap di bawah
siraman cahaya matahari sore. Hembusan angin yang sejuk membuat jubahnya yang
berwarna merah bergaris hitam pada bagian leher, tampak membuat penampilannya
semakin gagah. Dari gagang pedang yang tersembul di balik punggungnya, jelas
orang tua itu adalah seorang tokoh rimba persilatan.
Senja sudah mulai menampak ketika langkah kaki
orang tua itu mulai memasuki perbatasan sebuah desa.
Melihat dari huruf-huruf yang tertera pada sebuah tiang batu yang terpancang di
tepi jalan, tampaknya desa didepan itu bernama Desa Kemang.
"Hm.... Ada baiknya kalau aku melewatkan malam di desa yang kelihatan tenteram ini
Setelah beberapa hari menempuh perjalanan tanpa hasil dan selalu ber-malam dalam
hutan, membuat pikiranku menjadi tidak tenteram. Mudah-mudahan saja di desa itu
pikiranku bisa tenang. Dengan pikiran jernih, aku bisa mengkaji kembali
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam perguruanku," gumam lelaki tua itu sambil
meneruskan langkahnya kembali.
Melihat ciri-ciri dan raut wajahnya, jelas kalau orang tua itu tak lain dari
Raja Pedang Sinar Pelangi yang tengah dalam perjalanan menyelidiki hilangnya
kitab ciptaannya. Rupanya, langkah kaki orang tua itu telah membawanya hingga ke
Desa Kemang yang ter-letak di wilayah perbatasan antara Selatan dan Barat.
Jelas, kakek itu telah menempuh perjalanan cukup ja-uh dan melelahkan.
Setibanya di Desa Kemang, Ki Giri Tantra segera
mencari kedai makan yang juga menyediakan tempat menginap. Dipesannya sebuah
kamar setelah terlebih dahuti mengisi perutnya yang semenjak pagi belum
kemasukan sepotong makanan pun.
Dengan diantar seorang pelayan yang usianya se-
baya dengannya, Ki Giri Tantra segera merebahkan tubuh di atas balai-balai.
Sepasang mata orang tua itu tertuju ke langit-langit kamar yang terbuat dari
atap rumbia. Sesekali terdengar helaan napas yang berat dan berkepanjangan.
Jelas, hati orang tua itu tengah dicekam keresahan yang sangat.
Malam sudah semakin larut ketika Ki Giri Tantra
jatuh terlelap dengan napas teratur lembut. Keadaan pun semakin hening dan
sunyi. Hanya suara jangkrik dan binatang malam saja yang saling bersahutan me-
nyemarakan suasana malam.
Namun, rupanya tidak semua orang yang ikut ter-
lelap dengan suasana malam ini. Seperti halnya, dua sosok tubuh berpakaian serba
hitam yang melangkah perlahan mendekati kamar tempat Ki Giri Tantra menginap.
Melihat dari cara melangkah yang tanpa menimbulkan suara mencurigakan, jelas
mereka adalah ahli-ahli silat yang terlatih baik.
Langkah kedua sosok bayangan hitam itu baru ber-
henti didepan jendela kamar Ki Giri Tantra. Salah seorang dari mereka yang
bertubuh sedikit lebih tinggi, memberi isyarat sambil mengeluarkan sesuatu dari
balik pakaiannya. Sedangkan kawannya mencongkel
daun jendela dengan sangat hati-hati.
Namun, seorang tokoh lihai seperti Ki Giri Tantra tentu saja telah memiliki
indera pendengaran yang sangat terlatih dan peka terhadap bunyi-bunyi
mencurigakan. Meskipun kedua orang itu telah berlaku sangat hati-hati, tetap
saja telinga orang tua sakti itu dapat menangkapnya.
Cepat bagai kilat, Ki Giri Tantra bergerak bangkit tanpa menimbulkan bunyi
sedikit pun pada balai-balai yang ditidurinya. Dengan sangat hati-hati sekali,
kakinya melangkah turun dari atas pembaringan. Sedangkan di tangannya telah
tergenggam pedang yang semula diletakkan di atas meja dekat tempat tidurnya.
Derrr...! Daun jendela itu kontan jebol berantakan akibat
tendangan keras yang dilakukan Ki Giri Tantra! Cepat bagai kilat, tubuh orang
tua itu melesat keluar menerobos kayu yang berhamburan.
Dengan gerakan indah, kedua tangan Ki Giri Tantra menahan jatuh tubuhnya. Persis
seekor harimau yang terkamannya lolos tak mengenai korbannya. Sekejapan mata


Pendekar Naga Putih 27 Sengketa Jago Jago Pedang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja, tubuh orang tua itu telah bangkit berdiri.
"Hei, berhenti...!" cegah jago pedang wilayah Selatan itu seketika terlihat dua
sosok tubuh berlarian meninggalkan tempat penginapannya itu secara berpencar.
Tanpa berpikir panjang lagi, tubuh orang tua itu melesat melakukan pengejaran
terhadap salah satu da-ri dua orang berpakaian hitam itu. Sosok bayangan hitam
yang menuju keluar desa itulah yang menjadi sasarannya. Sedangkan, sosok yang
satunya lagi telah lenyap di balik rumah-rumah penduduk.
Dengan mengerahkan ilmu lari cepat yang telah
mencapai tingkat tinggi, Ki Giri Tantra melakukan pengejaran. Hingga dalam waktu
yang tidak terlalu lama, jarak di antara mereka hanya terpisah beberapa tombak
saja. Sayangnya, suasana yang gelap telah menolong sosok bayangan hitam itu.
Sehingga, Ki Giri Tantra yang telah memiliki banyak pengetahuan tentang
kelicikan tokoh-tokoh sesat, tidak ingin bertindak cerboh.
Jarak pengejarannya tetap diatur agar tidak membahayakan dirinya. Memang, bukan
tidak mungkin kalau orang yang dikejarnya akan menggunakan senjata
rahasia untuk mencegahnya. Apalagi bila orang itu ternyata ahli racun. Bisa-bisa
ia tewas akibat kecerobo-hannya.
Untunglah, meskipun remang-remang, cahaya rem-
bulan masih menyirami permukaan bumi. Sehingga,
jago pedang nomor satu di wilayah Selatan itu tidak sampai kehilangan buruannya.
Setelah cukup jauh meninggalkan wilayah Desa
Kemang, Ki Giri Tantra mencoba memperpendek jarak pengejarannya dengan mengambil
tempat di belakang sebelah kanan lawan. Hal itu tentu saja menyulitkan buruannya
untuk melakukan serangan gelap. Kalau
pun orang itu melakukan, sudah pasti akan dapat di-tebak sebelumnya. Karena,
apabila buruannya hendak melancarkan serangan gelap, haruslah membalikkan
tubuhnya terlebih dahulu. Dan itu tentu memperlam-bat gerakannya.
Namun, orang berseragam serba hitam itu pun
bukan tidak tahu akan kejaran lawannya yang semakin cepat. Maka, larinya pun
semakin dipercepat.
"Heaaat...!"
Melihat buruannya sudah hampir mencapai mulut
hutan, Ki Giri Tantra berseru nyaring. Seketika itu juga, tubuhnya melesat ke
depan dan langsung berjumpalitan sebanyak lima kali di udara. Memang, Ki Giri
Tantra berniat hendak menjegal perlajanan lawannya itu.
Sayang Ki Giri Tantra kembali harus menelan ke-
nyataan pahit. Ternyata pada saat tubuhnya berjumpalitan di udara, buruannya
melakukan hal yang sama.
Sehingga, meskipun jago pedang nomor satu di wilayah Selatan itu dapat
mendaratkan kakinya beberapa tombak di muka, namun buruannya telah lenyap di
telah kegelapan hutan.
"Bedebah....!" maki Ki Giri Tantra sambil membanting kaki kanannya ke atas
tanah. Jelas sekali dia sangat kecewa atas kegagalannya.
Ki Giri Tantra alias Raja Pedang Sinar Pelangi adalah seorang yang berhati
keras. Hatinya sama sekali tidak gentar meskipun buruannya telah lenyap di balik
kegelapan hutan. Dengan mengatupkan gerahamnya,
tubuh orang tua sakti itu melesat masuk ke dalam hutan.
Apa yang dilakukan Ki Giri Tantra sama sekali bukanlah perbuatan nekat. Hal itu
memang telah diper-hitungkan terlebih dahulu. Kegelapan suasana di dalam hutan,
membuat kakek itu berniat sekali mencoba ilmu yang selama lima tahun terakhir
ini diperdalam-nya. Memang, kegelapan maupun suara bising bina-
tang malam, benar-benar membantu latihannya. Apalagi, jurus ilmu 'Pedang Sinar
Pelangi' tingkat terakhir, memang mengandalkan kepekaan daya pendengaran
maupun pemusatan pikiran yang hanya tertuju pada satu titik.
Ki Giri Tantra memasuki wilayah hutan lebat itu
dengan langkah-langkah teratur dan perlahan. Sepasang matanya tertuju lurus ke
depan, Sekilas pun orang tua itu sama sekali tidak menoleh, meski ada suara
gemerisik yang didengarnya. Melihat dari cara dan sikapnya yang tenang, jelas
kalau ilmu pedang yang diciptakannya telah hampir mencapai titik kesem-purnaan.
Dengan tetap meningkatkan ketajaman pendenga-
ran maupun daya pemusatan pikirannya, orang tua itu terus melangkah semakin
masuk ke dalam wilayah
hutan. Namun sampai sedemikian jauh Ki Giri Tantra belum juga menemukan adanya
tanda-tanda sesuatu
yang mencurigakan.
"Hm.... Nampaknya orang itu tidak bersembunyi di dalam hutan ini Mungkin terus
melarikan diri. Entah, apa maksud kedua orang itu menyatroni tempatku
menginap" Mungkinkah mereka mempunyai hubungan
dengan pencuri yang menyantroni perguruanku" Me-
lihat mereka dapat tepat menentukan tempatku menginap, jelas mereka telah cukup
lama mengikuti," gumam Ki Giri Tantra sambil meneruskan langkahnya
menerobos kegelapan hutan.
Berbagai macam dugaan berkecamuk di benak
orang tua itu sambil menghubung-hubungkan satu
kejadian dengan kejadian lain. Namun sampai sedemikian jauh memutar otak, tak
satu pertanyaan pun yang bias terjawab. Semuanya gelap dan penuh teka-teki.
*** 4 Malam sudah beranjak pagi. Kokok ayam jantan
hutan saling bersahutan, ikut menyemaraki datangnya sang fajar. Hembusan angin
dingin terasa semakin merasuk tulang sum-sum.
Dalam suasana fajar yang dingin, nampak sesosok
tubuh gemuk melangkah perlahan menelusuri kepekatan hutan. Menilik langkahnya,
jelas sosok gemuk itu tengah dalam keadaan siaga. Gerak-geriknya terlihat sigap.
Tampaknya sosok tubuh itu adalah seorang ahli silat yang tidak bisa dipandang
remeh. Apalagi di balik punggungnya tampak gagang pedang menyembul. Jelas, sosok
bertubuh gemuk itu adalah seorang tokoh rimba persilatan.
"Siapa itu...?"
Tiba-tiba sosok bertubuh gemuk mengeluarkan
bentakan nyaring yang disertai gerakannya membentuk kuda-kuda kokoh. Sedangkan
tangan kanannya
sudah terangkat, siap melontarkan pukulan maut.
Cukup lama sosok bertubuh gemuk itu berdiri me-
nanti sesuatu yang dicurigainya. Tapi, setelah sampai sedemikian jauh tidak
terdengar sesuatu yang mencurigakan, kepala sosok bertubuh gemuk itu menoleh
berkeliling. "Hm.... Kalau memang jantan, keluarlah! Tak perlu main sembunyi-sembunyi seperti
gadis pingitan! Atau aku akan memaksamu keluar dari persembunyian"!"
Sentak sosok bertubuh gemuk itu bernada mengan-
cam. Melihat dari sikap dan gerakannya, jelas ancaman sosok bertubuh gemuk itu
tidak main-main.
Namun, rupanya ancamannya tidak perlu dibukti-
kan. Karena, tak berapa lama kemudian, terdengarlah sambaran angin berhembus
keras mengiringi sesosok tubuh tinggi kurus yang melayang turun dari atas pohon.
Dan kini, sosok tubuh tinggi kurus itu berdiri tegak dalam jarak tiga tombak
dari sosok pendek gemuk di depannya.
"Apakah mataku salah lihat" Bukankah kau adalah Raja Pedang Penakluk Bumi?"
Tegur sosok tinggi kurus itu agak pelan. Nada suaranya jelas mengandung
kecurigaan besar.
"Tidak salah dugaanmu. Dan, aku pun rasanya tidak merasa asing dengan
penampilanmu. Kau pasti
Raja Pedang Sinar Pelangi, bukan" Apa yang kau lakukan di hutan sepagi ini...?"
Sosok bertubuh pendek gemuk itu pun melotarkan
pertanyaan yang juga bernada penuh kecurigaan.
Jelas, mereka sudah saling mengenal satu sama lain.
Memang keduanya merupakan jago-jago pedang wila-
yahnya masing-masing.
"Hm.... Seharusnya akulah yang mengajukan pertanyaan itu. Mengapa kau berada di
hutan ini" Apa pula yang kau kerjakan sepagi ini di dalam hutan" Apakah hendak
berburu kelinci?" Tanya sosok tinggi kurus yang memang Ki Giri Tantra.
Rupanya jago pedang wilayah Selatan itu masih penasaran, hingga meneruskan
pencariannya hingga fajar. Pertemuannya dengan Raja Pedang Penakluk Bumi tentu
saja menimbulkan rasa curiga di hatinya.
Tapi melihat sikap dan cara Raja Pedang Penakluk Bumi yang juga menatap penuh
selidik, jelas dia pun merasa curiga terhadap Ki Giri Tantra. Sehingga, kedua
orang jago pedang yang sama-sama mempunyai nama
besar itu saling menaruh curiga satu sama lain. Apalagi waktu pertemuan itu
memang dalam keadaan yang
sama sekali tidak tepat. Itulah yang membuat mereka saling curiga.
"Huh! Sombong sekali kau, Ki Giri Tantra! Apakah dikiranya pertanyaanmu saja
yang patut dijawab" Aku pun ingin mendengar jawabanmu! Katakanlah dengan jujur.
Apa yang kau lakukan di dalam hutan sepagi ini"
atau aku harus memaksamu untuk menjawab perta-
nyaanku?" Kembali Raja Pedang Penakluk Bumi melontarkan pertanyaan serupa yang
juga mengandung kecurigaan.
Mendengar pertanyaan yang jelas bernada menu-
duh, panaslah hati Raja Pedang Sinar Pelangi. Wajahnya tampak semakin merah.
"Hm.... Tak kusangka kalau jago pedang nomor satu di wilayah Timur telah berubah
menjadi seorang pengecut besar. Rupanya kau sengaja memancingku ke dalam hutan
ini dengan perantaraan murid-muridmu.
Pasti kau takut kalau dalam pertemuan nanti akan dapat kukalahkan. He he he....
Sayang, aku sudah bisa menebak niat busukmu itu. Dan, sekarang akan kuselesaikan
secara tuntas! Kau boleh pilih. Menyerahkan kembali kitabku yang telah kau curi,
atau aku terpaksa harus menggunakan kekerasan untuk mendapatkan-nya?" Balas Ki
Giri Tantra disertai penuh ejekan.
"Kurang ajar kau, Giri Tantra! Jangan dikira aku tertarik dengan ilmu pedang
murahanmu! Huh! Dengan ilmu pedangku pun, kau dapat kubuat kalang-kabut.
Mengapa pula harus mencuri ilmu pedangmu" Kalau
kau memang sudah tidak sabar hendak mencoba ilmu pedang barumu, tidak usah
berdalih yang tidak-tidak.
Sekarang pun aku siap melayanimu," sambut Raja Pedang Penakluk Bumi tegas.
Sebenarnya, jago pedang nomor satu di wilayah Timur itu pun tengah menghadapi
persoalan yang me-
mang serupa pelik. Tapi hal itu sengaja tidak dikemu-kannya, karena bisa saja
disangka memutar balikan omongan untuk melindungi dirinya. Selain itu, rasa
harga dirinya sebagai jago pedang terasa diinjak-injak oleh saingannya. Maka
tanpa berpikir panjang lagi, tokoh ini pun bersiap menghadapi Raja Pedang Sinar
Pelangi yang jelas-jelas telah menghina dirinya. Dan hal itu tidak bisa
didiamkan begitu saja.
"Hm.... Marilah kita buktikan! Apakah ilmu 'Pedang Penakluk Tikus' milikmu akan
mampu bertahan dari seranganku?" Ejek Ki Giri Tantra sambil melolos pedang yang
mengeluarkan sinar berwama-warni dari
balik punggungnya.
Sringgg...! Pancaran yang tak ubahnya sinar pelangi, berpen-
dar ketika Ki Giri Tantra mengibaskan pedangnya ke kiri dan ke kanan.
Wuuut... Wuuut..!
Bagaikan pancaran pelangi di angkasa, sinar pe-
dang yang memancarkan cahaya berwarna-warni itu
bergulung-gulung sebelum akhirnya terhenti didepan wajah Ki Giri Tantra. Melihat
dari gerakan sambaran pedangnya, jelas ilmu 'Pedang Sinar Pelangi' lebih me-
ngutamakan keindahan dan kelincahan.
Berbeda dengan ilmu Pedang Penakluk Bumi, yang
dimiliki jago pedang wilayah Timur. Gerakannya nampak mencerminkan kekuatan dan
ketepatan arah.
Sekali lihat saja, bisa dilihat kalau kedua ilmu yang dimiliki jago-jago pedang
itu memilik perbedaan. Tapi, justru satu sama lain sebenarnya saling menunjang.
Namun rasa tidak mau kalah, membuat mereka saling mengunggulkan kepandaian
masing-masing. Kalau saja kedua jago pedang wilayah Timur dan Selatan ini mau
bergabung, rasanya ilmu pedang mereka akan menjadi lebih sempurna. Sayang kedua
tokoh sakti itu tidak menyadarinya. Atau mereka memang tidak mau menyadari hal
itu. "Haiiit...!"
Ki Giri Tantra yang merasa lebih penasaran dari-
pada lawannya, langsung berseru nyaring disertai lompatan panjangnya. Gerakan
itu dibarengi putaran
pedang di tangan yang menimbulkan pancaran warna-warni dan tentu saja
menyilaukan pandangan mata
lawan. Memang itulah salah satu keistimewaan ilmu
'Pedang Sinar Pelangi' yang dimiliki Ki Giri Tantra.
Sehingga, banyak lawan yang tewas akibat pancaran sinar pelangi yang berpendar
dari mata pedang tokoh sakti wilayah Selatan itu.
Wuuut... Wuuut...!
Sambaran gulungan sinar pedang yang berpendar
menyilaukan mata ternyata tidak membuat Raja Pe-
dang Penakluk Bumi gugup. Cepat tubuhnya melom-
pat ke samping sambil memurar senjatanya cepat dan kuat, hingga membentur
senjata lawan. Dalam sekejap saja, kedua gulungan sinar pedang
itu terlihat saling libat dan saling tindih dengan hebatnya! Sambaran-sambaran
angjn pedang yang menim-
bulkan suara mengaung itu, membuat beberapa dahan pohon yang terlanggar langsung
bertebaran bagaikan dilanda angin topan! Bahkan beberapa batang pohon sepelukan
orang dewasa yang tumbuh dekat arena pertarungan, berderak ribut dan langsung
tumbang akibat sambaran pedang yang nyasar! Tentu saja keadaan
yang porak-poranda di tempat itu, membuat pertarungan semakin semrawut.
"Yeaaat...!"
Ketika pertarungan menginjak pada jurus yang ke-
empat puluh, tiba-tiba Raja Pedang Penakluk Bumi membentak keras! Berbarengan
bentakan itu, tokoh Timur bertubuh pendek gemuk itu langsung melesat dan
melakukan tekanan-tekanan berat pada lawannya.
Sehingga bila dilihat secara sepintas, Raja Pedang Sinar Pelangi seperti
terdesak hebat oleh serangan lawannya.
Nyatanya tokoh wilayah Selatan itu hanya bermain mundur dan tanpa membuat
serangan balasan yang
berarti. Tapi tidak demikian halnya yang dirasakan Raja
Pedang Penakluk Bumi. Tekanan-tekanannya yang jelas menggunakan banyak tenaga,
sama sekali tidak membuat lawan terdesak. Bahkan setelah mencecar
selama sepuluh jurus, terlihat serangan tokoh bertubuh pendek gemuk itu mulai
mengendur. Peluh pun mulai menitik membasahi keningnya. Jelas, serangan yang
dilancarkan bertubi-tubi selama lebih kurang sepuluh jurus itu telah menguras
banyak tenaga. Ki Giri Tantra yang menyadari kalau tekanan la-
wannya mulai berkurang, cepat memutar senjatanya hingga membentuk gulungan sinar
pelangi yang bergerak turun naik dengan kecepatan tinggi. Secara sepintas,
gerakan pedang itu seperrj tidak membahayakan.
Bahkan hanya kelihatan indah, sehingga akan membu-at orang mengeluarkan pujian-
pujian kagum. Memang, serangan pedang Ki Giri Tantra tak ubahnya sebuah tarian
pedang. Sehingga, terasa lebih enak untuk di-nikmati ketimbang dipakai membunuh
orang. Namun justru di balik keindahan gerakan itulah tersembunyi ancaman maut mengerikan!
Dan akibatnya mulai dirasakan Raja Pedang Penak-
luk Bumi yang menjadi sasaran serangan lawan. Pancaran sinar pelangi yang
berpendar dari badan pedang, benar-benar membuatnya jengkel. Sehingga, beberapa
kali tubuhnya nyaris termakan ujung senjata lawan!
Tentu saja keadaan itu sama sekali tidak diinginkan-nya.
"Haaat..!"
Pada saat pertarungan menginjak jurus yang ke
tujuh puluh, Raja Pedang Penakluk Bumi menjadi geram sekali. Cepat pedangnya
diputar pada saat senjata lawan hampir menyentuh bagian lambungnya.
Tranggg.... Tranggg...!
Bunga api berpijar menandakan kerasnya benturan
dua batang pedang yang sama-sama digerakkan tenaga dahsyat itu! Rupanya, Raja
Pedang Penakluk Bumi
yang merasa tidak tahan oleh gempuran-gempuran
lawan, nekat memapak sambaran ujung pedang yang
mengincar lambungnya. Sehingga tanpa dapat dicegah lagi, kedua senjata yang sama
ampuh itu pun saling berbenturan menimbulkan suara berdentang nyaring!
"Uhhh...!"


Pendekar Naga Putih 27 Sengketa Jago Jago Pedang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aaah...!"
Benturan keras itu masih disusul terlemparnya tubuh masing-masing ke belakang.
Namun sebagai tokoh sakti yang berpengalaman, mereka dapat mendaratkan kedua
kaki di atas tanah dengan berjumpalitan beberapa kali di udara.
"Hm.... Jangan merasa bangga dulu, Pedang Penakluk Tikus! Aku masih menyimpan
sebuah jurus yang selama lima tahun terakhir ini kuciptakan. Dan dengan jurus
pedang tingkat terakhir inilah, kau akan kupaksa menyerahkan nyawa. Sebelum
semuanya terlambat, sebaiknya serahkan kitab ilmu pedangku yang kau curi
beberapa hari yang lalu. Cepatlah, sebelum kesabaranku habis!" tegas Ki Giri
Tantra, tetap menuduh Raja Pedang Penakluk Bumi sebagai pencuri kitabnya.
Tuduhan yang dilontarkan Ki Giri Tantra memang
cukup beralasan. Buktinya tokoh wilayah Timur itu ada di hutan ini pada saat Ki
Giri Tantra tengah mengejar manusia bertopeng yang melarikan diri ke sini.
Apalagi, Raja Pedang Penakluk Bumi memang merupakan saingannya yang cukup kuat
dalam dua kali pertemuan yang telah diadakan. Dua hal itulah yang membuatnya Ki
Giri Tantra semakin mencurigai saingannya.
"Setan! Enak saja kau lontarkan tuduhan murahan itu kepadaku! Hm.... Aku tahu
sekarang, tuduhan rendah itu sengaja kaulontarkan kepadaku, karena kaulah yang
telah mencuri kitab ilmu pedang ciptaanku se-minggu yang lalu. Dan untuk
mengalihkan perhatian, kau mencoba memutar balikan kenyataan. Heran, mengapa
sekarang kau tiba-tiba berubah menjadi ma-
nusia licik berhati culas" Apakah hal itu karena cita-cita kosongmu untuk
menjadi jago pedang nomor satu di kolong langit ini" Hhh.... Benar-benar sebuah
siasat keji!" Balas Raja Pedang Penakluk Bumi. Dia terpaksa membuka rahasianya
ketika mendengar tuduhan Ki
Grri Tantra yang baginya sangat fidak beralasan.
"Kurang ajar! Kau kira aku akan percaya begitu saja dengan ocehanmu itu, Manusia
Busuk! Setan apa yang telah merasuki jiwamu, sehingga hatimu bisa demikian
licik?" geram Ki Giri Tantra. Sedangkan wajahnya semakin bertambah gelap saja.
Jelas kalau ia merasa sangat marah mendengar tuduhan itu.
"Hm.... Rasanya persoalan ini memang harus diselesaikan dengan senjata," kata
Raja Pedang Penakluk Bumi. Tampaknya dia sudah kembali bersiap menghadapi
pertarungan mati-matian. Sementara pedang di tangannya kembali melintang di atas
kepala. "Rasanya itu lebih baik! Aku tidak peduli lagi dengan pertemuan itu, dan harus
menghajarmu sekarang juga!"
Setelah ucapannya selesai, tubuh Ki Giri Tantra
langsung saja melesat disertai gulungan sinar pedangnya yang kali ini jelas
menggetarkan hati lawan!
Raja Pedang Penakluk Bumi pun jelas sudah siap
menyambut serangan lawan. Pedang di tangannya diputar sedemikian rupa hingga
membentuk gulungan
sinar yang membungkus sekujur tubuhnya.
"Heaaat..!"
Disertai teriakan mengguntur, tubuh lelaki pendek gemuk itu melesat bagaikan
terbang memapak sambaran senjata lawan. Jelas, kedua orang tokoh itu telah
bertekad mengadu nyawa demi harga diri dan nama
besar. Namun sebelum kedua sergata yang sama-sama
mengandung kekuatan dahsyat itu saling gempur, tiba-tiba saja berkelebat cepat
sesosok bayangan putih.
Langsung dua orang siap mengadu senjata itu dipisahkan, diiringi bentakan
nyaring yang menggetarkan jan-tung.
'Tahan...!"
Sambil berseru keras, sosok bayangan putih itu
langsung mengibaskan senjata bersinar keemasan di tangan disertai pengerahan
tenaga dalam tinggi. Dan....
Tranggg...! Tranggg...!
Terdengar benturan nyaring yang disertai pijaran bunga api! Kemudian disusul,
terpentalnya ketiga sosok tubuh itu ke arah yang berlainan.
Dalam mematahkan tenaga benturan tadi, sosok
bayangan putih yang memisahkan perkelahian itu ternyata menunjukkan kebolehannya
dalam hal ilmu me-ringankan tubuh. Tampak sosok bayangan putih itu berjumpalitan
beberapa kali di udara, kemudian mendarat ringan sejauh dua tombak dari benturan
tadi. Ki Giri Tantra dan Raja Pedang Penakluk Bumi yang juga telah mendarat selamat,
melepaskan pandangan ke arah sosok bayangan putih yang berdiri gagah beberapa
langkah di dekat mereka. Senyum ramah tampak tersungging di wajah sosok bayangan
putih yang ternyata seorang pemuda tampan dan menarik.
Namun, bukan ketampanan maupun kegagahan pe-
muda itu yang membuat Ki Giri Tantra dan Raja Pedang Penakluk Bumi menatap
dengan kening berkerut.
Tapi, lapisan kabut bersinar putih keperakan yang menyelimuti sekujur tubuh
pemuda itulah penyebabnya.
"Pendekar Naga Putih...!"
Baik Ki Giri Tantra maupun Raja Pedang Penakluk
Bumi, sama-sama menyembutkan sebuah julukan yang telah pula sampai di
telinganya. Julukan itu ternyata telah cukup dikenal kedua jago pedang yang
berdarah panas itu.
"Benar, Kisanak sekalian. Dan maaf kalau aku telah lancang mencampuri urusan
kalian. Tapi, demi keadilan yang harus ditegakkan terpaksa aku terjun men-
campurinya," ucap sosok yang ternyata memang Pendekar Naga Putih.
Ucapannya sangat hormat dan sopan. Sehingga,
mau tidak mau ke dua orang jago pedang itu saling pandang. Bahkan wajah mereka
memancarkan rasa
kagum melihat kesopanan nada bicara pemuda tampan itu.
"Hm.... Apa maksudmu mencampuri urusan kami"
Aku tahu sepak terjangmu. Bahkan aku kagum pada-
mu. Tapi itu tidak berarti bebas mencampuri setiap urusan orang!" Tegur Ki Giri
Tantra dengan pedang masih tetap terhunus di tangannya.
"Maaf, Raja Pedang Sinar Pelangi," ucap Panji.
Tentu saja, Pendekar Naga Putih dapat mudah me-
ngenali tokoh sakti itu. Memang, pedang di tangan orang tua itu telah
menunjukkan, siapa tokoh itu.
"Nama besar dan kebijaksanaanmu dalam meng-
ambil tindakan, telah lama membuatku kagum. Seperti halnya dengan kejadian kali
ini. Aku pun yakin, kau akan dapat menyelesaikannya dengan baik dan tanpa
bantuanku yang bodoh ini. Sedangkan kehadiranku, hanya karena tertarik melihat
perkelahian yang hebat dan mati-matian ini. Entah, apa yang telah menyebabkan
kalian berdua saling terjang dengan serunya?"
lanjut Panji sengaja memuji sikap Raja Pedang Sinar Pelangi untuk memancing
kebijaksanaan orang tua itu.
Apa yang diharapkan Pendekar Naga Putih mulai
menampakkan hasilnya. Buktinya, raut wajah Ki Giri Tantra mulai berseri. Jelas,
pujian Panji sangat mengena di hatinya. Kenyataan itu tentu saja membuatnya
merasa gembira.
"Hm.... Bagus kalau kau sudah cukup mengenalku dengan baik, Pendekar Naga Putih.
Dengan memandang nama besarmu sebagai pendekar yang banyak
dikagumi tokoh persilatan, aku bersedia menceritakan persoalan yang membuat kami
bertarung mati-matian.
Marilah kita mencari tempat yang enak untuk berbicara," ajak Ki Giri Tantra,
segera melangkah ke sebatang pohon berdaun rindang.
*** "Persoalan itulah yang membuatku menggempur-
nya habis-habisan, Pendekar Naga Putih. Apalagi ke-munculan Raja Pedang Penakluk
Bumi tepat pada saat buruanku hilang. Maka tentu saja aku menjadi curiga
kepadanya. Dan rasa, kecurigaanku cukup beralasan,"
jelas Ki Giri Tantra mengakhiri ceritanya sambil mengerling ke arah Raja Pedang
Penakluk Bumi. "Bagaimana, Ki Tunggul Wulung" Apa yang telah membuatmu melayani kemarahan Ki
Giri Tantra?" Tanya Pendekar Naga Putih.
Kini perhatian Panji beralih kepada jago pedang
bertubuh pendek gemuk yang semenjak tadi hanya di-am mendengarkan penuturan Raja
Pedang Sinar Pe-
langi. Sedikit pun cerita saingannya itu tidak dipotong.
Memang, disadari betul kalau hal itu hanya akan menambah keruh suasana saja.
Jago pedang wilayah Timur itu tidak segera men-
jawab pertanyaan Panji. Sejenak pandangannya dilepaskan ke arah Ki Giri Tantra,
Panji, dan Kenanga yang saat itu telah berada di sebelah Pendekar Naga Putih.
Ditariknya napas perlahan sebelum menceritakan pe-ngalamannya.
"Sebenarnya aku merasa malu menceritakan persoalan ini. Tapi demi keadilan yang
kita junjung tinggi, biarlah aib memalukan yang menimpa perguruanku
pada beberapa hari yang lalu kuceritakan," kata Raja Pedang Penakluk Bumi, yang
ternyata bernama Ki
Tunggul Wulung. Kemudian kepalanya ditengadahkan ke arah cakrawala yang mulai
cerah. "Apa yang kualami ini, hampir tidak berbeda dengan Ki Giri Tantra. Kitab ilmu
pedang ciptaanku yang terbaru, lenyap dari tempat pertapaanku. Anehnya, tidak
seorang murid pun yang memergoki pencuri laknat itu. Lalu, aku memutuskan untuk
mencarinya sendiri.
Dan pada malam tadi, dua orang berseragam hitam
yang hendak mencelakaiku dengan licik."
Sebentar Raja Pedang Penakluk Bumi terdiam.
Otaknya berusaha mengingat-ingat segala peristiwa yang terjadi pada dirinya.
Tampaknya, wajah Ki Tunggul Wulung sendiri kusam saja. Jelas, kemarahannya kali
ini seperti tak ada ampun lagi.
"Saat itu, aku tengah melewatkan malam di tepi sungai yang letaknya tidak jauh
dari wilayah hutan ini.
Karena melihat kedua orang itu tidak memiliki kepandaian yang membahayakan, maka
aku menduga mere-
ka pasti mempunyai pimpinan yang sengaja menugaskan untuk mencelakaiku. Itulah
sebabnya, mengapa aku tidak sungguh-sungguh mengejar mereka. Ketika kedua orang
itu berpencar, salah seorang kuikuti.
Kebetulan, larinya menuju ke dalam hutan ini. Sayang orang itu berhasil
menyelamatkan diri dari kejaranku dengan cara menyelinap di balik pepohonan."
Kembali Ki Tunggu Wulung menghentikan cerita-
nya. Kali ini dia menarik napas daiam-dalam dan
menghembuskannya kuat-kuat. Dia ingin melepaskan kekesalannya dengan
mengungkapkan seluruh hatinya.
"Karena kehilangan jejak buruanku, maka wilayah hutan ini kutelusuri. Siapa tahu
orang berpakaian hitam itu mempunyai markas di dalam hutan lebat ini.
Namun yang kujumpai ternyata malah Raja Pedang
Sinar Pelangi yang marah-marah dan menuduhku telah menjebaknya. Dan kemarahanku
semakin bangkit ketika aku dituduh telah mencuri kitab ilmu pedangnya.
Maka, kami pun bertempur sampai akhirnya kau da-
tang memisahkan kami".
Ki Tunggul Wulung menutup ceritanya. Hanya se-
pasang matanya saja yang menyiratkan kegeraman terhadap orang-orang yang telah
mengadu domba antara dirinya dengan Raja Pedang Sinar Pelangi.
"Hm.... Sepertinya ada pihak ketiga yang sengaja hendak mengadu domba kalian
berdua. Maksudnya
memang masih belum jelas. Yang pasti, kalian berdua hendak dilenyapkan tanpa
mengotori tangan sendiri.
Dan hampir saja pihak ketiga itu bersorak melihat usahanya hampir berhasil.
Untunglah di antara kalian belum ada yang terluka ataupun tewas. Dan bila hal
itu sampai terjadi, rasanya akan sulit menghapus dendam di antara murid-murid
kalian berdua," duga Panji seraya menghela napas lega.
"Keparat! Padahal sepengetahuanku, aku sama sekali tidak mempunyai musuh. Kau
tahu, selama ku-
rang lebih hampir lima tahun ini, waktuku kuhabiskan dengan bertapa untuk
menciptakan ilmu baru yang
akan kupertunjukkan pada pertemuan mendatang.
Entah, siapa yang telah mengatur rencana ini dengan sedemikian rapinya.
Untunglah kau datang pada saat yang sangat tepat, Panji. Terlambat sedikit saja,
tentu kami berdua telah tergeletak jadi mayat," maki Ki Giri Tantra yang rupanya
telah menyadari kekeliruannya.
"Ya. Rasanya kau pun tidak mempunyai musuh yang
perlu dirakuti. Dan melihat dari rencananya yang telah menjebak kita berdua,
jelas mereka tidak berani berhadapan langsung dengan kita," kata Ki Giri Tantra
lagi bernada menyimpan rasa penasaran. '
"Hm.... Menurutku, orang yang mengadu domba ini, pasti bukanlah musuh salah
seorang dari kalian. Tapi yang jelas, orang itu tentu mempunyai hubungan dengan
kalian berdua. Dugaanku, kalau ia memang musuh dari salah seorang dari kalian
tentu tidak akan sudi bersusah payah seperti ini. Mereka cukup hanya dengan
menyerbu perguruan kalian tanpa perlu mengadu domba segala," jelas Pendekar Naga
Putih, meng-utarakan pendapatnya.
Raja Pedang Sinar Pelangi dan Raja Pedang Penak-
luk Bumi hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Pendekar Naga Putih.
Rupanya, mereka sependapat dengan Panji.
"Hm.... Kalau begitu, aku harus segera kembali ke perguruan. Hhh.... Bisa saja
orang-orang berseragam hitam itu telah datang selagi aku berada di sini. Maaf,
aku harus pergi. Ingat Ki Giri Tantra. Waktu kita untuk bertemu hanya tinggal
beberapa bulan lagi. Nah, aku harus pergi...."
Selesai berkata demikian, tubuh Ki Tunggul Wulung bergerak meninggalkan hutan.
Sejekap saja, tubuh jago pedang dari wilayah Timur pun telah lenyap di balik
lebatnya pepohonan hutan.
Sepeninggal Raja Pedang Penakluk Bumi, Ki Giri
Tantra pun bergerak bangkit dari duduknya.
"Rasanya aku pun harus segera kembali ke perguruan, Panji. Jangan-jangan apa
yang diduga Ki Tunggul Wulung telah menimpa perguruanku. Hm... Kalau kau tidak
merasa keberatan, aku ingin meminta pertolo-nganmu untuk menyelidiki orang-orang
yang telah mencampuri dan mengadu domba kami," pinta orang tua itu sebelum meninggalkan
Panji dan Kenanga.
"Terima kasih, Ki. Kepercayaan yang Aki berikan merupakan suatu kehormatan besar
bagiku. Hmmm....
Kalau boleh kutahu, kapankah pertemuan itu akan
diadakan?" Tanya Panji.
Rupanya Pendekar Naga Putih merasa tertarik juga dengan pertemuan yang diadakan
jago-jago pedang di empat penjuru.
"Empat bulan mendatang. Tepat pada saat purnama," jawab Ki Giri Tantra.
Kemudian, orang tua itu melangkah cepat mening-
galkan Panji dan Kenanga yang menatap kepergian
orang tua itu dengan pandang mata kagum. Memang, ilmu lari yang dipertunjukkan
Ki Giri Tantra hebat sekali! Jarang ada tokoh persilatan yang dapat melakukannya
sesempurna orang tua itu.
"Bagaimana, Kakang" Ke mana kita sekarang?" Tanya Kenanga setelah mereka hanya
tinggal berdua di tengah hutan lebat ini.
Panji tidak lekas menjawab pertanyaan kekasihnya.
Kepalanya tampak menengadah cakrawala yang mulai dihias sinar matahari pagi.
"Entahlah. Yang pasti, kita harus memenuhi permintaan Ki Giri Tantra untuk
menyelidiki pihak ketiga itu," sahut Pendekar Naga Putih. Kemudian, dia segera
mengajak Kenanga meninggalkan hutan ini.
*** Matahari sudah berada di atas kepala ketika Panji dan Kenanga mulai memasuki
mulut Desa Kemang.
Pasangan pendekar muda itu langsung memasuki se-
buah kedai makan yang terlihal ramai pengunjung.
Pendekar Naga Putih memilih tempat kosong yang
letaknya agak ke sudut dan tidak terlalu menarik perhatian orang. Namun,
beberapa orang lelaki yang tengah menikmati hidangan sempat pula menolehkan
kepala ke arah Kenanga. Pancaran mata mereka jelas menyiratkan kekaguman melihat
kejelitaan dara itu.
Beberapa orang lelaki yang melihat betapa lekatnya gadis jelita itu kepada
pemuda tampan yang mengenakan jubah putih, melontarkan tatapan iri yang tidak
tersembunyi. Pendekar Naga Putih sendiri sama sekali tidak
mempedulikan tatapan para pengunjung kedai makan itu. Bagi Panji, hal itu sudah
menjadi pemandangan biasa. Pendekar Naga Putih sendiri menyadari kalau
kecantikan kekasihnya memang selalu menarik perhatian setiap lelaki yang


Pendekar Naga Putih 27 Sengketa Jago Jago Pedang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihatnya. Tanpa mempedulikan sekelilingnya, Panji dan Ke-
nanga segera menikmati hidangan yang telah dipesannya Sikap pasangan muda yang
terlihat tenang, membuat beberapa pasang mata yang semula menatap iri segera
memalingkan wajahnya. Apalagi ketika melihat adanya gagang pedang yang menghias
pinggang wanita jelita itu. Maka seketika hati mereka menjadi ciut.
Memang, mereka sadar kalau pasangan muda itu jelas dari kaum rimba persilatan.
Tentu saja mereka tahu, bila mengganggu sama saja mencari penyakit.
"Ke mana tujuan kita, Kakang" Apakah kau belum mempunyai gambaran sedikit pun?"
Tanya Kenanga setelah hidangan yang telah disediakan di depannya lenyap tanpa
sisa. Panji yang juga telah menyelesaikan hidangan,
mengangkat wajah menatap kekasihnya.
"Hm.... Menurut kabar yang pemah kudengar, saat ini ada empat orang jago pedang
terkenal yang berada di empat penjuru. Dua orang pertama sudah kita kenal pagi
tadi. Sedangkan dua orang lainnya, kalau tidak salah berjuluk Raja Pedang Tujuh
Bintang dan Raja Pedang Angin Puyuh. Mereka belum kita kenal. Jadi menurutku,
kita harus menyelidiki kedua orang jago pedang lainnya itu. Dan yang paling
ingin kuketahui, apakah kedua orang jago pedang dari Barat dan Utara itu juga
mengalami hal yang serupa dengan dua orang jago pedang Timur dan Selatan. Maka,
kita harus melakukan perjalanan ke daerah Barat terlebih dahulu.
Karena, daerah itu lebih dekat jaraknya ketimbang daerah Urara. Dan sebaiknya,
kita segera pergi agar bisa mengejar waktu. Aku ingin pada saat pertemuan jago-
jago pedang itu, kita sudah berada di sana," jelas Panji dengan nada suara
ditekan perlahan memang, ia tidak ingin ucapannya sampai terdengar orang lain.
Kenanga yang tentu saja maklum akan ucapan per-
lahan kekasihnya, bergegas melambaikan tangan kepada seorang pelayan. Pelayan
laki-laki berusia empat puluh tahun itu tergopoh-gopoh mendatangi mejanya.
"Ada yang bisa kami bantu, Nisanak?" Tanya pelayan kedai makan itu, suaranya
sangat hormat. "Terima kasih, Paman. Kami sudah merasa puas atas hidangan istimewa yang Paman
sediakan," ucap Kenanga yang langsung membayar harga makanan
yang telah ludes tanpa sisa.
Setelah membayar harga makanan, pasangan pen-
dekar muda itu pun bergegas melanjutkan perjalanannya.
*** Lelaki gagah berusia sekitar enam puluh tahun itu
berdiri menatap bangunan besar di depannya. Wajahnya tampak menegang ketika
kesunyian dan kehening-an menyambut kedatangannya. Keningnya tampak berkerut
dalam setelah mendapati suasana yang terasa sangat mencurigakan itu.
Setelah agak lama memandangi bangunan dari ja-
rak sekitar sepuluh tombak lebih, perlahan kakinya melangkah dengan sikap
waspada. Sambil melangkah lambat, pandangannya beredar tanpa menggerakkan
kepala. "Hm.... Ke mana perginya anak-anak yang biasanya menjaga pintu gerbang" Tidak
biasanya mereka membiarkan pintu gerbang depan ini tidak terjaga. Mungkinkah ada
sesuatu yang telah terjadi di tempat ini...?"
gumam lelaki tua yang tubuhnya masih terlihat tegap itu. Orang tua gagah yang
tak lain Ki Giri Tantra itu melanjutkan langkahnya mendekatu pintu gerbang.
Namun sebelum sempat menyentuh pintu gerbang yang
terbuat dari kayu bulat itu, mendadak langkahnya terhenti.
"Hm.... Keadaan ini benar-benar terasa aneh. Sebaiknya, aku menyelidiki lebih
dahulu sebelum memasuki tempat ini. Mudah-mudahan saja dugaanku mele-set," desah
Ki Giri Tantra harap-harap cemas.
Berpikir demikian, Ki Giri Tantra itu memutar langkahnya menuju ke arah
belakang, bangunan perguruannya. Sepertinya jago pedang wilayah Selatan itu
ingin memasuki tempat tinggalnya secara sembunyi-sembunyi. Memang, hatinya
merasa curiga dengan keadaan yang hening menyelimuti bangunan perguruannya.
Dengan melompati pagar kayu yang merupakan
pintu belakang bangunan, Ki Giri Tantra terus menyelinap di balik sebatang pohon
besar yang tumbuh meng-hiasi taman belakang bangunan Perguruan Pedang Sinar
Pelangi. Kembali hati jago pedang wilayah Selatan itu dicekam kegelisahan. Ternyata, pada
bagian belakang bangunan itu tampak sepi. Tak seorang murid pun yang ditemuinya
di situ. "Gila! Ke mana perginya murid-muridku" Bahkan tukang kebun yang biasanya merawat
taman belakang ini pun tidak kelihatan batang hidungnya" Kurang ajar!
Apakah ada sesuatu yang telah menimpa tempat ini"
Atau mereka berubah menjadi pemalas setelah keper-gianku?" umpat orang tua itu.
Wajahnya tampak geram. Yang pasti, ia merasa tidak suka dengan keadaan tempat
perguruannya itu yang terasa sangat mence-kam bagi dirinya.
Ki Giri Tantra yang semula hendak bergerak me-
nyelinap ke bagian dapur, cepat menarik tubuhnya ketika melihat seorang
berpakaian serba hitam tampak berjalan melewati persembunyiannya.
"Pakaian yang dikenakan orang itu mengingatkan-ku pada dua orang aneh yang
menyatroni kamar tempatku menginap. Mungkinkah orang ini salah satu dari mereka"
Lalu, apa yang dilakukannya di dalam perguruanku?" gumam Ki Giri Tantra yang
semakin tak me ngerli atas keadaan yang ditemuinya ini.
Sadar kalau orang berpakaian serba hitam itu me-
rupakan kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, maka tanpa
banyak cakap lagi, Ki Giri Tantra melesat. Langsung dikirimkannya pukulan sisi
telapak tangan miring ke belakang leher orang itu.
Pekerjaan itu bukantah merupakan sesuatu yang
sulit bagi Raja Pedang Sinar Pelangi. Sekali bergerak saja, tubuh orang itu
langsung melorot pingsan. Cepat diseretnya tubuh lelaki berpakaian serba hitam
itu ke dalam gerumbulan pohon-pohon yang tumbuh cukup
rapat ditaman itu.
Namun apa yang dilihat orang tua itu, benar-benar membuat hatinya terkejut bukan
main! Betapa tidak"
Sebab tahu-tahu saja di sekitar tempat itu telah ber-munculan orang-orang
berseragam hitam yang lang-
sung mengurungnya! Yang membuat wajah orang tua
itu semakin geram adalah, terdapatnya Kinaya dan Wiradesa di antara
pengepungnya! "Kinaya, Wiradesa, apa maksud atas semua ini..."!
Apa sebenarnya yang telah terjadi di tempat ini sepe-ninggalanku..."!" Bentak Ki
Giri Tantra sambil bergerak bangkit Ditatapnya wajah kedua orang murid utamanya
itu. Rasa curiga di hati Ki Giri Tantra semakin menjadi jadi ketika baik Kinaya
maupun Wiradesa sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Padahal, orang tua itu
tahu betul kalau kedua orang murid kepercayaannya sangat segan dan hormat
kepadanya. Tentu saja sikap aneh itu semakin membuat hati jago pedang itu
menjadi tegang! Apalagi, ketika menangkap adanya kilatan aneh yang tidak wajar
dari sepasang mata kedua murid utamanya.
"Ehhh...! Tidak salahkah penglihatanku..." Benarkah mereka berdua telah
terpengaruh sesuatu...?" gumam Ki Giri Tantra yang pikirannya terselimut
berbagai pertanyaan.
Sebagai tokoh yang banyak pengalaman, sekali pandang saja Ki Giri Tantra
langsung dapat menebak kalau Kinaya dan Wiradesa tengah dikuasal oleh sejenis
obat 'Racun Perampas Sukma'. Karuan saja kenyataan itu menyadarkannya akan bahaya
yang mengancam, ter-utama bagi kelanjutan Perguruan Pedang Sinar Pelangi.
"Heaaat...!"
Ki Giri Tantra langsung melesat ke belakang ketika Kinaya dan Wiradesa melompat
menerjangnya. Kemudian, senjatanya langsung dicabut karena sadar akan ancaman
bahaya itu. Kepandaian kedua orang murid utamanya memang
telah tinggi. Bahkan hampir dapat menyamainya. Tentu saja majunya kedua orang
murid utama secara ber-barengan, membuat Ki Giri Tantra kerepotan! Belum lagi
orang-orang berseragam hitam lainnya yang mengepung tempat Itu. Sadarlah orang
tua itu kalau jalan untuk lolos sangat kecil kemungkinannya.
"Yeaaat..!"
Sambil berseru keras, Ki Giri Tantra segera me-
mutar senjata untuk menghalau gempuran hebat ke-
dua orang muridnya. Meskipun putaran pedangnya
dapat menghalau serangan lawan, tapi Ki Giri Tantra tidak ingin hal itu
berlanjut terus. Sambil bertahan, otaknya terus berputar mencari jalan lolos.
Memang, saat itu Ia benar-benar belum siap menghadapi hal yang menurutnya sangat
mengejutkan. Paling tidak, ia harus mengatur rencana untuk mengambil alih
kembali perguruannya. Sekaligus menyadarkan Kinaya dan Wiradesa yang jelas tidak
menyadari atas perbuatannya selama ini.
Berpikir demikian, Ki Giri Tantra kembali berseru nyaring! Seketika itu juga
tubuhnya langsung melesat cepat bagai kilat disertai serangan menderu-deru yang
mematikan! Wuuut! Wuuut! Serangan hebat yang dilancarkan jago pedang dari Selatan itu untuk sementara
waktu memang dapat memukul mundur Kinaya dan Wiradesa. Sehingga, orang tua itu
dapat melompat mundur ke belakang dan terus melesat hendak melarikan diri.
Namun ketika tubuh orang tua itu hendak melesat
meninggalkan bangunan perguruan, tiba-tiba sesosok bayangan melesat dan langsung
melancarkan serangan kilat ke arahnya.
Desss! "Aaakh...!"
Tubuh Ki Giri Tantra yang tidak sempat mengelak
langsung terlempar bagaikan sehelai daun kering, ketika sebuah tendangan keras telak menghajar tubuhnya.
Tubuh Ki Giri Tantra terus terbanting ke atas tanah di sertai keluarnya darah
segar yang muncrat dari mulutnya.
Saat Ki Giri Tantra hendak bangkit berdiri, sosok berpakaian hitam yang bertubuh
Jangkung itu kembali melesat dengan serangkaian serangan yang menderu tajam!
Namun Ki Giri Tantra yang menyadari semua kea-
daan langsung melontarkan pukulan jarak jauh ke
arah tubuh lawan. Maka orang tua itu langsung melesat setelah melihat lawannya
berjumpalitan menghindari pukulannya. Jago pedang wilayah Selatan itu langsung
menghilang dalam kegelapan malam.
"Bangsat...!" maki lelaki finggi kurus itu sambil menghentakkan kakinya ke
tanah. Jelas ia tidak berani melakukan pengejaran dalam gelap Sebab, hal itu bisa saja
mendatangkan kerugian.
Dengan langkah lebar, sosok bayangan jangkung
itu kembali memasuki gedung perguruan. Sehingga, halaman luar bangunan perguruan
itu kembali sepi.
*** 6 "Heaaat...!"
"Haaat..!"
Bentakan-bentakan nyaring yang saling bersahut-
an, terdengar dari dalam sebuah hutan kecil. Kemudian, disusul suara dentang
senjata yang saling berbenturan memekakkan telinga.
"Yeaaat..!"
Disertai bentakan, tubuh seorang lelaki tegap yang bersenjatakan sebatang pedang
melesat menerjang pa-ra pengeroyoknya.
Wuettt...! Para pengunjung yang rata-rata berpakaian serba
hitam, berlompatan mundur menjauhi sambaran sinar pedang yang membawa hawa maut.
Sehingga, sambaran pedang lelaki tegap itu hanya mengenai angin kosong!
Namun gerakan pedang lelaki tegap itu ternyata
tidak berhenti sampai di situ saja. Pedang yang bergerak mendatar itu, mendadak
berputar cepat. Langsung disambarnya tubuh dua orang pengeroyok yang berada
disamping kanan.
Wuuut..! Brettt..! Crattt...!
Terdengar jerit kematian ketika ujung pedang lelaki bertubuh tegap itu merobek
dua orang lawannya yang sama sekali tidak menduga. Mereka langsung roboh dengan
tubuh mandi darah! Setelah menggelepar sesaat tubuh kedua orang berseragam hitam
itu tergolek tewas!
"Setan...! Kau harus menebus nyawa kedua orang teman kami, Bangsat!"
Terdengar makian salah seorang lelaki gemuk. Dia juga mengenakan seragam
berwarna hitam. Sepasang matanya yang bulat bagaikan hendak melompat keluar
ketika melihat dua orang kawannya roboh disertai semburan darah segar.
'Yaaat...!"
Dibarengi teriakan menggetarkan, tubuh lelaki gemuk itu melesat cepat ke arah
lelaki tegap berpakaian merah, dengan garis hitam pada bagian lehemya.
Laki-laki bertubuh tegap yang kalau dilihat dari pakaian yang dikenakan adalah
murid Perguruan Pedang Sinar Pelangi, menggeser tubuhnya dengan melompat ke
samping. Berbarengan dengan itu, pedang di tangannya menyambar cepat seiring
selarik sinar berpendar yang berwarna-warni. Gerakan pedangnya demi-
kian indah dan luwes. Sehingga, sempat membuat lelaki bertubuh gemuk yang
menjadi lawannya terpe-
ranjat! Wuuut..! "Aaah...!"
Hebat memang serangan balasan yang dilontarkan
lelaki bertubuh tegap itu! Sehingga, lawannya terpaksa harus melempar tubuh ke
belakang dan langsung melakukan beberapa kali putaran di udara.
Namun, cahaya berpendar yang memiliki warna pe-
langi itu seperii mengejar. Gerakannya meliuk, dan turun naik. Bahkan
Pantang Berdendam 1 Pedang 3 Dimensi Lanjutan Pendekar Rambut Emas Karya Batara Kisah Sepasang Rajawali 16
^