Pencarian

Tewasnya Raja Racun Merah 1

Pendekar Naga Putih 38 Tewasnya Raja Racun Merah Bagian 1


TEWASNYA RAJA RACUN MERAH
Oleh T. Hidayat
Cetakan pertama Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Tarech R.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
T. Hidayat Seriai Pendekar Naga Putih
dalam episode: Tewasnya Raja Racun Merah
128 hal. ; 12 x 18 cm
1 Kegelapan perlahan menyelimuti permukaan bumi.
Bersamaan dengan bergantinya sang waktu, kabut tipis pun bergerak turun. Hingga,
suasana daerah Perbukitan Lanjar tampak semakin gelap.
Dalam cuaca seperti itu, tampak tiga sosok bayangan bertubuh tegap mengendap-
endap mendekati sebuah bangunan besar, yang berada di kawasan Bukit Lanjar.
Tingkah mereka tampak mencurigakan. Apalagi pakaian yang dikenakan ketiga orang
itu berwarna gelap. Bahkan wajah-wajah mereka pun tampak sebagian tertutup
selembar kain hitam. Jelas, kedatangan mereka berniat tak baik.
Sementara, bangunan luas yang sekelilingnya dipagari kayu-kayu bulat setinggi
satu tombak lebih itu, tampak berdiri angker. Tak seorang pun terlihat berjaga-
jaga di sekitar bangunan itu. Tentu saja kedatangan tamu-tamu tak diundang itu
tidak diketahui si pemilik bangunan!
"Hati-hati...," bisik sosok bayangan hitam terdepan menghentikan langkahnya
sejenak. "Kalau kehadiran kita sampai diketahui, aku tidak bisa menjamin, apakah
kita bisa kembali dengan selamat." lanjut sosok pertama dengan nada yang jelas
menandakan ketegangan hatinya.
Tampak sosok kedua dan ketiga menganggukkan kepala tanpa berusaha untuk
membantah. Sepertinya kedua orang itu sadar, pekerjaan yang mereka lakukan itu
sangat berbahaya!
Usai memberi peringatan kepada dua orang kawannya, sosok pertama kembali
mengisyaratkan maju dengan gerakan
tangan yang perlahan. Kembali ketiga sosok bayangan hitam itu mengendap-endap
mendekati bangunan di depan mereka.
Ketika jarak mereka ke bangunan itu semakin dekat, sosok pertama merunduk di
balik semak-semak. Kedua sosok di belakangnya segera mengikuti tanpa banyak
cakap. "Hm..., menurut ketua, Datuk Tangan Malaikat mempunyai beberapa orang murid,
yang dipekerjakan sebagai pembantu-pembantunya. Tapi, mengapa tidak terlihat
seorang pun yang berjaga-jaga" Apakah mereka telah mengetahui kedatangan kita
sebelumnya" Bisa jadi ini suatu jebakan....!" sosok pertama kembali berbisik
lirih. Sepasang matanya kembali menjelajahi sebelah atas pagar kayu bulat itu
dengan penuh curiga. Jelas tindakannya sangat hati-hati.
"Tapi, bukankah tugas kita hanya mengirimkan surat, Kakang?" tukas sosok kedua
yang bertubuh sedikit lebih tinggi.
Suaranya berat dan dalam.
"Memang. Tapi kau pun harus ingat, Adi. Penghuni bangunan yang kita datangi ini,
bukan orang sembarangan.
Sedikit saja kita menimbulkan bunyi yang mencurigakan, cukup untuk membuat tokoh
sakti itu bangkit dari tidurnya. Kaiau sudah begitu, sulit dipastikan apakah
kita bisa selamat atau tidak dari tangan mautnya," ucap sosok pertama
mengingatkan kesaktian penghuni bangunan yang mereka datangi.
"Kau jangan mengecilkan hati kami, Kakang. Ucapanmu itu sama saja dengan
menakut-nakuti," sahut sosok ketiga tak senang. Suaranya terdengar kecil tinggi
melengking, tak ubahnya seperti suara seorang wanita. Padahal, kalau melihat
bentuk tubuhnya, jelas sosok ketiga itu seorang lelaki tulen.
"Bukan itu maksudku, Adi. Aku cuma mengingatkan, kita harus hati-hati," sosok
pertama membantah. Sepertinya ia tidak ingin disalahkan.
"Sudahlah. Untuk apa kita saling berbantah. Sebaiknya, tugas ini cepat-cepat
kita selesaikan, lalu pergi sejauh mungkin," sosok ketiga yang menyaksikan
perdebatan kedua orang kawannya segera melerai dan mengingatkan tujuan mereka
berada di tempat ini.
"Ayolah...," ujar soosk pertama sambil melesat dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh. Ia belari dengan menggunakan ujung kaki, agar langkahnya
tidak menimbulkan suara yang mencurigakan.
Kedua sosok lainnya bergegas melesat dengan cara yang sama. Kemudian merapatkan
dirinya ke pagar kayu dan tempat yang cukup terlindung dari sinar lampu. Karena
hampir setiap sudut pagar kayu itu terdapat obor sebagai penerangan.
Dengan lincah, ketiga sosok bayangan hitam itu berlompatan susul-menyusul
melewati pagar yang menghalangi mereka.
Tanpa menimbulkan suara yang berarti, mereka berbasil menjejakkan kaki di dalam
halaman bangunan besar itu.
Ketiga sosok tubuh itu kembali berkelebat menuju halaman samping. Mereka sama-
sama merendahkan tubuh agar tidak sampai dilihat penghuni bangunan itu. Malang,
sepertinya nasib mereka sedang sial! Beberapa saat setelah ketiga sosok itu
melesat ke arah samping bangunan utama, tampak dua sosok tubuh keluar dari pintu
samping, yang berada di belakang ketiga sosok tubuh itu.
"Hei, siapa kalian...?" terdengar suara bentakan yang membuat jantung ketiga
tamu tak diundang itu seperti copot!
"Celaka...!" desis sosok pertama dengan suara hampir tidak terdengar karena
saking terkejutnya. "Lari...!" perintahnya sambil melesat menuju pintu gerbang.
Tanpa diperintah dua kali, kedua sosok tubuh lainnya segera menghambur mengikuti
sosok pertama. Sebelum meninggalkan tempat itu, sosok kedua yang tubuhnya paling
tinggi di antara ketiga sosok tubuh itu, segera mengibaskan lengannya ke arah
dua orang yang mengejar mereka!
Syuuut...! "Awaaas...!" salah seorang dari dua murid tokoh yang mereka sebuat sebagai Datuk
Tangan Malaikat. Menyadari apa yang dilakukan salah seorang bayangan hitam itu,
ia segera melempar tubuhnya ke samping, guna menghindari luncuran sinar putih
yang berkeredep ke arah keduanya.
Cappp...! Tiang kayu penyangga ruangan depan, bergetar keras ketika pisau terbang yang
dilontarkan salah seorang bayangan hitam itu menancap, hingga setengahnya.
"Gila! Kekuatan tenaga dalam mereka sangat hebat sekali!
Entah apa yang membuat mereka melarikan diri" Padahal, kalau mengukur dari
kekuatan lemparannya, jelas kepandaian orang-orang itu berada di atas kepandaian
kita" Aneh..?" desis lelaki berwajah runcing yang dagunya terhias jenggot lebat.
Lelaki inilah yang menyadari lebih dahulu bahaya lontaran pisau terbang itu.
"Hei, lihat! Sepertinya pisau itu sengaja dilontarkan untuk mengirimkan pesan?"
ucap lelaki kedua. Meskipun tubuhnya terlihat agak kurus, namun padat berisi.
Tanpa menunggu tanggapan kawannya, ia langsung mencabut pisau terbang itu dengan
mengerahkan tanaga dalam. Lontaran senjata itu tertanam kuat di kayu penyangga.
"Mari kita laporkan kepada guru...," usul lelaki bermuka runcing yang melangkah
menuju pintu ruangan depan. Tanpa membantah lagi, kawannya pun bergegas
mengikuti. *** "Bedebah! Ini benar-benar sebuah penghinaan bagiku!"
lelaki gagah itu berteriak marah sambil menggebrak meja bulat dengan telapak
tangannya. Karuan saja meja itu hancur berantakan!
"Apa isi surat itu, Kakang" Coba kulihat..," wanita cantik berusia hampir empat
puluh tahun yang duduk di sebelah lelaki gagah itu bertanya dengan wajah
penasaran. Diambilnya lembaran yang berupa kulit kayu dari tangan lelaki gagah
itu. "Hm..., aku akan membuat perhitungan dengan Raja Iblis Racun Merah! Sungguh
berani iblis itu menculik anakku!" lelaki gagah yang tak lain Datuk Tangan
Malaikat itu kembali mengomel seperti tak berkesudahan.
Wanita cantik yang berada di sebelah Datuk Tangan Malaikat pun bangkit dari
kursinya. Tangannya yang mungil itu terkepal erat, hingga menimbulkan bunyi
bergemeretak keras! Jelas ia marah setelah membaca isi surat di tangannya itu.
"Kalau memang dia mempunyai keberanian, mengapa tidak langsung saja menantang
kita" Mengapa mereka harus menculik putra kita" Apakah dia takut kalah" Lalu,
menggunakan putra kita sebagai sandera untuk
keselamatannya" Benar-benar licik sekali iblis tua itu!" geram wanita cantik itu
dengan wajah agak pucat. Ia khawatir sekali atas keselamatan putranya yang
bernama Puja Merta.
"Biar bagaimanapun, aku tetap akan menerima tantangan itu! Akan kurobek tubuh
Raja Racun Merah itu kalau sampai ia berani mencelakai putra kita!" janji Datuk
Tangan Malaikat dengan wajah gelap, "Sekarang, kita harus mendatangi kediaman
Raja Iblis Laknat itu!" usai berkata, ia segera mengajak istrinya untuk
berkemas. Istri Datuk Tangan Malaikat menganggukkan kepala. Tak lama kemudian, terlihat
sepasang suami istri pendekar itu berangkat memenuhi tantangan Raja Racun Merah,
yang tertera di surat itu.
Matahari sudah bergeser ke sebelah Barat. Namun, pancaran sinarnya tampak masih
menyirami permukaan bumi dengan teriknya. Bahkan tiupan angin yang bersilir
lembut, menebarkan hawa panas yang membuat udara menjadi pengap.
Saat itu, dua sosok tubuh tampak bergerak memasuki mulut sebuah hutan kecil.
Meskipun udara saat itu sangat tidak enak untuk dinikmati, tapi bagi kedua sosok
tubuh yang tengah melangkah itu, sepertinya tidak menjadi halangan. Keduanya
tetap saja melangkah tenang, tanpa terburu-buru. Agaknya mereka tidak merasa
terganggu dengan udara panas siang itu.
"Hm...."
Ketika kedua sosok tubuh itu tengah melintasi sebuah tempat yang agak terbuka di
bagian dalam hutan, tiba-tiba salah seorang dari kedua sosok itu menggeram
lirih. Seiring dengan geraman yang keluar dari mulutnya, sosok bertubuh tinggi
gagah itu memperlambat langkahnya. Sikapnya jelas menandakan bahwa ia telah
bersiaga penuh!
"Kau mendengar sesuatu, Kakang...?" tanya sosok ramping yang berada di
sebelahnya. Suaranya terdengar lirih. Meskipun mulutnya bertanya, tapi sikap
sosok tubuh ramping itu tetap
wajar. Langkahnya tetap terayun dengan tatapan mata lurus ke depan.
"Hati-hatilah...!" sahut lelaki gagah di samping wanita cantik itu. Meski
jawaban itu singkat, namun mengandung peringatan atas bahaya yang mungkin tengah
mengintai! Dan, wanita cantik itu pun sadar atas peringatan kawannya.
Meskipun kedua sosok tubuh itu telah curiga dengan keadaan di sekitarnya, tapi
sikap mereka terlihat tetap wajar.
Bahkan langkah kaki mereka pun terayun tanpa ragu.
Tapi, baru beberapa tombak mereka berjalan, mendadak terdengar suara berdesingan
gemuruh! Singngng... singngng...!
Suara-suara mendesing tajam yang datang dari empat penjuru itu, membuat suasana
hening mendadak ribut!
Bersamaan dengan itu, tampak puluhan batang anak panah meluncur datang!
Sasarannya jelas kedua sosok lelaki dan wanita yang tengah berjalan itu!
"Bangsat pengecut..!" terdengar lelaki gagah di sebelah wanita cantik itu
menggeram marah! Sambil memaki, sepasang tangannya berputar cepat di depan dada.
Terus melebar hingga menimbulkan putaran angin yang menderu-deru!
Hebat sekali apa yang dilakukan lelaki gagah itu! Puluhan batang anak panah yang
mengancam tubuhnya, langsung berjatuhan ke atas tanah! Padahal, anak-anak panah
itu masih satu tombak lebih dari tubuhnya! Benar-benar sebuah tenaga dalam yang
tinggi dan sukar untuk diukur!
Lain halnya dengan yang dilakukan wanita cantik di sebelahnya. dengan sebilah
pedang yang dicabut dari pinggang kirinya, wanita cantik itu bergerak bagaikan
orang yang sedang menari-nari.
Trakkk... trakkk...!
Mengagumkan sekali! Puluhan anak panah itu terpental kian kemari, akibat
tangkisan pedang di tangan wanita cantik itu!
Sehingga, tak satu pun sejata gelap itu berhasil mengenai tubuhnya. Semuanya
runtuh dalam keadaan patah! Nyata sudah kalau pasangan
sosok tubuh itu
merupakan tokoh-tokoh
persilatan berkepandaian
tinggi. Bagi tokoh-tokoh
persilatan yang mengenal
kedua sosok tubuh itu,
tentu tidak akan merasa
heran. Bila serangan
gelap itu tidak berarti
sama sekali. Bahkan bisa
dianggap sebagai
permainan anak kecil!
Kalau saja kedua sosok
tubuh yang tidak lain
Datuk Tangan Malaikat
dan istrinya itu menghendaki, tentu bukan hanya anak-anak panah itu saja yang
dipukul runtuh!
Tapi, lelaki gagah yang berjuluk Datuk Tangan Malaikat itu adalah seorang
pendekar besar yang tinggi hati. Ia sengaja menanti apa yang sejak tadi
dicurigainya itu, bergerak lebih dulu. Sepertinya Datuk Tangan Malaikat ingin
menujukkan kepada penyerang-penyerang gelap itu, mereka sama sekali tidak merasa
gentar meski lawan tidak terlihat.
Trakkk.. Trakkk...! Mengagumkan sekali yang dilakukan Datuk Tangan Malaikat dan
istnnya, dalam menangkis serangan anak panah yang datang bertubi-tubi.
Lelaki gagah itu memutar-mutarkan sepasang tangannya, sementara wanita cantik
itu bagaikan sedang menari dengan pedangnya!
Setelah sepasang suami istri itu memukul runtuh semua anak panah yang mengancam
tubuh mereka. Suasana pun kembali hening dan mencekam. Meskipun begitu, keduanya
tetap berdiri tegak menanti gerakan selanjutnya dari para penyerang gelap.
"Mengapa tidak kita paksa saja agar mereka muncul, Kakang?" istri Datuk Tangan
Malaikat berbisik sambil merapatkan punggungnya ke punggung suaminya. Menilik
dari nada ucapannya, wanita cantik itu sangat marah dengan penyerangan gelap
terhadap diri mereka!
Tidak demikian halnya dengan Datuk Tangan Malaikat. Lelaki gagah itu sama sekali
tidak berpe-dapat demikian. Terdengar jawaban yang mencerminkan kesombongan
hatinya. "Tidak, Istriku. Kita tunggu saja serangan selanjutnya dari mereka. Biar mereka
tahu, semua serangan yang dilakukan itu tidak berarti sama sekali buat kita,"
sahut Datuk Tangan Malaikat dengan nada penuh keyakinan terhadap kepandaiannya.
Baru saja ucapan Datuk Tangan Malaikat selesai, kembali terdengar suara
berdesingan yang lebih ribut dari pertama!
Bahkan kali ini luncuran anak panah yang puluhan banyaknya itu, menebar dari
atas ke bawah! Jelas maksudnya untuk menutup jalan lolos bagi pasangan pendekar
itu! "Hm...."
Datuk Tangan Malaikat hanya mendengus menyaksikan serangan gelap itu. Untuk
menghadapi serangan gelap yang kedua itu, ia melakukan cara yang lain sama
sekali. Lelaki gagah itu berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan
dada! Trakkk.... Trekkk!
Apa yang dipamerkan lelaki tinggi gagah itu, benar-benar luar biasa sekali!
Puluhan batang anak panah yang meluruk ke tubuhnya, langsung berjatuhan dalam
keadaan patah. Jelas Datuk Tangan Malaikat ingin mempertunjukkan kekebalan
tubuhnya dengan cara melapisi seluruh tubuhnya dengan tenaga sakit. Dari sini
saja sudah dapat dilihat, betapa hebatnya tenaga dalam yang dimiliki lelaki
gagah itu! "Heaaah..!"
Setelah merasa cukup memamerkan kekuatan tubuhnya, Datuk Tangan Malaikat tiba-
tiba membentak sambil menggerakkan kedua tangannya dengan kecepan kilat! Tahu-
tahu saja, belasan batang anak panah telah tergenggam di kedua tangannya!
"Terima kembali senjata kalian ini, Manusia-manusia Pengecut! Aku tidak
membutuhkannya!" sambil membentak, lelaki gagah itu mengibaskan kedua tangannya
ke tiga arah! Zingngng! Zingngng!
Menakjubkan sekali! Belasan batang anak panah yang dilepaskan Datuk Tangan
Malaikat meluncur deras sampai tiga kali lipat kecepatan semula, sampai-sampai
suara desingannya terasa menyakitkan telinga!


Pendekar Naga Putih 38 Tewasnya Raja Racun Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aaa...!"
"Wuaaa...!"
Terdengar jeritan ngeri susul-menyusul ketika batang-batang anak panah yang
dilontarkan Datuk Tangan Malaikat lenyap menerobos semak belukar! Dan, suara-
suara jeritan itu menujukkan bahwa senjata itu telah memakan tuannya sendiri!
"Hm..., biar tahu rasa mereka...," wanita cantik yang juga telah memukul runtuh
semua anak panah dengan pedangnya, berdesis ketika mengetahui apa yang dilakukan
suaminya. Pada wajahnya terhias senyum kepuasan.
Setelah menanti beberapa lama, keadaan tetap sunyi, Datuk Tangan Malaikat
melangkah ke arah semak-semak di depannya.
Sedang istrinya mengikuti dari belakang lelaki gagah itu mengerutkan keningnya
ketika menemukan sosok-sosok berpakaian merah darah yang tubuhnya tertembus anak
panah. "Hm..., mungkin mereka dikirimkan oleh Raja Racun Merah untuk membunuh kita di
perjalanan. Sayang raja iblis itu salah perhitungan. Dikiranya kita mudah
dilenyapkan dengan menggunakan tangan keroco-keroco seperti ini," geram Datuk
Tangan Malaikat setelah memeriksa semua korban anak panah yang dikembalikannya
tadi. Melihat jumlah korban cukup banyak, suami istri itu tersenyum puas.
"Entahlah ke mana perginya yang lain" Sepertinya mereka telah melarikan diri,
Kakang," ujar wanita cantik itu menatap suaminya dengan wajah kurang puas.
Sepertinya ia tidak setuju dengan cara suaminya yang membiarkan sisa penyerang
gelap itu lolos.
"Hm..., menghadapi keroco-keroco seperti ini, hanya merendahkan nama kita saja
istriku. Aku sengaja melepaskan yang lainnya, biar mereka tahu bahwa kita sama
sekali tidak gentar menghadapi segala macam kelicikan dan kecurangan,"
sahut lelaki gagah itu yang segera mengajak istrinya untuk kembali melanjutkan
perjalanan. Suasana pun kembali dicekam kesunyian. Hanya tiupan angin yang bersilir
menebarkan bau anyir darah yang masih segar....
2 Suasana siang yang pengap dengan sengatan terik sinar matahari, dibuat gaduh
oleh serombongan penunggang kuda.
Debu membumbung tinggi ke angkasa saat rombongan itu melintasi jalanan bertanah
merah. Suara gaduh yang ditimbulkan derap kaki kuda, kian bertambah ribut. Karena para
penunggang kuda itu ikut berteriak-teriak, sambil menggeprak perut kuda dengan
kedua kakinya. Sehingga, kuda-kuda tunggangan itu makin melesat cepat disertai
ringkik nyaring membeset angkasa.
Tidak lama kemudian, rombongan penunggang kuda yang rata-rata berjubah merah
itu, mulai menyusuri jalanan berumput. Salah seorang dari rombongan yang berada
paling depan, mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, setelah menarik tali
kekang kudanya, dan berhenti secara mendadak.
Terdengar suara ringkik kuda saling bersahutan, saat seluruh anggota rombongan
serentak menarik tali kekang binatang tunggangannya.
Lelaki terdepan yang memimpin rombongan, menatap sebuah bangunan yang
dikelilingi kayu bulat. Jarak antara bangunan dengan rombongan itu sendiri,
terpisah sekitar belasan tombak.
"Hm..., jadi di sini rupanya bangunan Perguruan Tongkat Baja berdiri...,"
terdengar kepala rombongan itu bergumam perlahan. Sepasang matanya bersinar
bengis, dan menyorot tajam bangunan di depannya. Tentu saja ucapan lelaki itu
tidak memerlukan jawaban. Selain perlahan, ucapan itu sepertinya hanya untuk
diri sendiri. Tapi dua orang penunggang kuda lain yang berada di kiri kanannya, tampaknya
mendengar apa yang diucapkan pemimpinnya itu. Keduanya menatap lurus ke arah
bangunan yang seperti tengah diteliti lelaki bengis pimpinan mereka itu.
Terdengar salah seorang berwajah kurus dan berhidung bengkok menyahuti.
"Memang di sinilah perguruan itu berdiri, Ketua. Sekarang apa yang akan kita
lakukan" Apakah kita muncul secara terang-terangan atau langsung saja kita
gebrak dan hancurkan perguruan sombong itu sebagai pembalasan atas perbuatan
murid-muridnya?" ujar lelaki berhidung bengkok itu sambil menatap wajah
ketuanya, memohon petunjuk.
"Sebaiknya kita memang tidak perlu banyak bertanya lagi dengan mereka, Ketua.
Belasan orang kawan-kawan kita yang tewas, harus dibayar mahal oleh mereka!
Kalau perlu, bukan hanya penghuninya saja yang kita bantai. Tapi, bangunan
perguruan itu sebaiknya kita ratakan dengan tanah!" ujar lelaki berkumis lebat
di sebelah kiri sang Pemimpin itu mengajukan usul. Namun nada suaranya terdengar
berapi-api dan penuh dendam.
"Hm...," lelaki berwajah bengis dengan sorot mata setajam burung elang itu tidak
menanggapi sama sekali ucapan kedua orang pembantu utamanya. Pemimpin rombongan
itu hanya bergumam tak jelas.
Sedang rombongan puluhan orang anggota yang berada di belakang ketiga orang itu
tampak mulai gelisah. Ringkik binatang tunggangan mereka terdengar sahut-
menyahut Sepertinya kuda-kuda itu pun sudah ingin segera bergerak dari
tempatnya. "Langsung bunuh dan hancurkan perguruan itu...!" terdengar perintah pemimpin
berwajah bengis itu, datar dan dingin. Usai
berkata demikian, dibedalnya kuda hitam tunggangannya itu hingga melesat bagai
dikejar setan! "Heyaaa...! Heyaaa...!"
Seiring dengan melesatnya kuda pimpinan rombongan itu, terdengar teriakan-
teriakan ramai yang disertai ringkik kuda-kuda tunggangan mereka. Derap kaki
kuda yang berjumlah puluhan itu pun, kembali menggetarkan bumi!
"Hei, lihat! Ada serombongan orang berambut merah mendatangi tempat kita!"
terdengar suara teriakan nyaring dari salah seorang penjaga yang berada di atas
pintu gerbang perguruan. Karuan saja teriakan itu membuat tiga orang penjaga
lain yang tengah berteduh di posnya, langsung bergerak bangkit.
"Perampok Iblis Rambut Merah...!?" seru salah satu dari tiga penjaga yang baru
bangkit itu, dengan wajah agak pucat. Jelas ia sangat terkejut ketika mengenali
rombongan penunggang kuda yang menuju ke arah bangunan mereka itu, "Cepat beri
tahu Kakang Kunta Reja...!"
"Baik..," sahut dua orang penjaga yang segera melesat turun melalui anak tangga.
Sedang dua lainnya tetap bersiaga di atas pintu gerbang dengan senjata terhunus.
Agaknya mereka telah membaca gelagat yang tidak baik dari rombongan itu.
Saat itu, pemimpin rombongan telah tiba lebih dulu di depan pintu gerbang yang
bertuliskan Perguruan Tongkat Baja. Tanpa banyak bicara lagi, lelaki bertubuh
gemuk itu langsung saja melompat turun dari atas punggung kudanya. Kemudian
melangkah mendekati pintu gerbang.
Dua orang pembantu utamanya yang baru tiba, juga melompat turun dari kuda mereka
masing-masing. Kemudian,
mereka melangkah mengiringi pimpinannya. Salah seorang yang berhidung bengkok
berseru pelan. "Ketua. Biar aku dan Badilang saja yang melakukannya...,"
ujar lelaki berhidung bengkok itu dengan suaranya yang melengking seperti suara
seorang wanita.
Lelaki tinggi kekar berwajah bengis itu hanya bergumam perlahan. Kemudian
menggerakkan kedua tangannya sebagai tanda persetujuan. Setelah itu, ia
melangkah mundur beberapa tindak ke belakang. Sepertinya pemimpin rombongan
Iblis Rambut Merah itu memberikan kesempatan kepada dua orang pembantu utamanya
untuk mengerjakan apa yang semula ia ingin dilakukannya.
*** "Hmh...!"
Kedua pembantu utama ketua gerombolan Iblis Rambut Merah itu, terdengar
menggeram berbarengan. Tubuh mereka merendah dengan kedudukan menunggang kuda.
Dua pasang lengan yang berada di sisi pinggang itu tampak bergetar keras.
Jelas kedua orang itu tengah mengerahkan tenaga dalam, dan siap melontarkan
pukulan guna mendobrak pintu gerbang Perguruan Tongkat Baja!
"Hei, mau apa kalian...!?" salah seorang dari kedua penjaga yang berada di atas
pintu gerbang, berseru dengan wajah heran. Tampaknya kedua penjaga itu belum
dapat menebak apa yang hendak dilakukan kedua orang lelaki di bawah mereka.
Wajah keduanya baru berubah pucat setelah melihat gerakan yang dilakukan kedua
orang berjubah merah.
"Hei...!"
Sayang kesadaran kedua orang penjaga gerbang itu sedikit terlambat! Berbarengan
dengan teriakan terkejut mereka, kedua orang lelaki berjubah merah itu sudah
keburu mendorongkan telapak tangannya dengan disertai bentakan mengguntur!
"Hiaaah...!"
Wuuus.... Brakkk...!
Suara gaduh pun pecah saat kedua orang berjubah merah itu melontarkan
pukulannya, dan langsung membentur pintu gerbang Perguruan Tongkat Baja!
Potongan-potongan kayu bulat beterbangan seiring dengan terbukanya pintu gerbang
itu! "Aaa...!"
Dua orang penjaga yang tidak keburu turun dari tempat jaganya, berteriak ngeri!
Tubuh mereka terlempar ke bawah seiring dengan suara berderak. Karena hancurnya
sebagian pintu gerbang Perguruan Tongkat Baja itu!
Tubuh kedua penjaga yang sial itu, meregang sesaat sebelum menghembuskan
napasnya yang terakhir.
Terbantingnya tubuh mereka dari ketinggian sekitar tiga tombak itu, rupanya
membuat nyawa mereka melayang meninggalkan raga.
Kematian kedua orang penjaga pintu gerbang itu, tentu saja bukan semata-mata
karena jatuh dari ketinggian itu. Tapi, getaran pukulan tenaga dalam yang juga
menjalar ke tubuh mereka, sehingga membuat keduanya tidak dapat menyelamatkan
diri. "Bagus! Pukulan kalian ternyata banyak mengalami kemajuannya, Sepasang Kumbang
Setan. Aku yakin kalian telah berlatih keras untuk mencapai tingkatan itu," puji
lelaki berwajah bengis yang merupakan kepala rombongan orang-orang berjubah
merah itu, sambil bertepuk tangan. Karuan saja kedua orang pembantu utamanya itu
menjadi bangga.
"Semua apa yang kami dapatkan, tentu tidak lepas dari jasa dan kemurahan hati
Ketua...," lelaki berkumis lebat yang tubuhnya kekar berotot itu menyahuti
dengan wajah berseri.
"Hm... mari kita masuk...," ujar lelaki berwajah bengis yang berjuluk Harimau
Cakar Setan. Usai berkata demikian, lelaki itu melangkah melewati gerbang yang
telah terbuka lebar. Dua orang pembantu utamanya yang berjuluk Kumbang Setan itu
segera berjalan dan mengapit pimpinannya. Sedang di belakang mereka, puluhan
anggota Perampok Rambut Merah mengikuti sambil berteriak-teriak.
"Berhenti...!"
Baru saja gerombolan perampok itu melewati gerbang, terdengar bentakan nyaring
yang membuat langkah mereka terhenti.
"Bedebah! Apa yang kalian cari di tempat kami..?" seorang lelaki gagah berusia
sekitar tiga puluh tahun, menyongsong kedatangan gerombolan perampok itu dengan
gagah berani. Sedang di belakangnya, tampak belasan murid Perguruan Tongkat Baja siap dengan
senjata terhunus.
"Ha ha ha...!" Harimau Cakar Setan tertawa berkakakan melihat sambutan yang
meriah itu. Bukan hanya di belakang lelaki gagah itu saja terdapat belasan
murid. Bahkan di kiri-kanan rombongan perampok itu pun tampak belasan murid
lainnya. Berarti gerombolan Perampok Rambut Merah itu telah
dikepung dari tiga jurusan. Namun, kepala rampok itu malah tertawa dengan lagak
yang pongah. "Kakang Kunta Reja, untuk apa banyak bicara lagi. Dua orang kawan kita telah
menjadi korban akibat keganasan mereka. Sudah, habisi saja perampok-perampok
laknat itu!"
terdengar salah seorang dari belasan murid di belakang lelaki bernama Kunta Reja
itu berseru penuh nafsu. Sehingga, yang lainnya pun ikut berteriak-teriak
mendukung ucapan temannya itu.
"Sabar. Kita harus tahu dulu, apa yang menjadi penyebab kedatangan mereka ke
tempat kita ini," lelaki gagah bernama Kunta Reja membalikkan tubuhnya dan
mengangkat tangan untuk menenangkan suasana. Sebentar saja, suara ribut-ribut
itu pun lenyap. Jelas Kunta Reja merupakan tokoh yang cukup disegani di
Perguruan Tongkat Baja itu.
Tapi, usaha Kunta Reja ternyata sia-sia. Baru saja ia menenangkan murid-
muridnya, terdengar Harimau Cakar Setan berteriak memerintahkan anak buahnya
untuk menyerbu!
Tentu saja Kunta Reja menjadi terkejut!
"Habisi mereka! Bakar perguruan ini...!" terdengar Harimau Cakar Setan berteriak
sambil menggeser langkahnya dan memberi jalan untuk anak buahnya bergerak maju.
Sadar kalau tidak ada lagi cara untuk mencegah pertumpahan darah, Kunta Reja
segera menyambar tongkat baja dari salah seorang muridnya. Kemudian, seluruh
murid-murid Perguruan Tongkat Baja diperintahkan menyambut musuh-musuhnya!
Kunta Reja sendiri telah memutar tongkat bajanya hingga menimbulkan angin tajam
yang berkesiutan! Beberapa anggota perampok yang terlanggar senjatanya, langsung
berkelojotan tewas! Dari sini sudah dapat diduga, betapa hebatnya
kepandaian yang dimiliki lelaki gagah itu. Sehingga, anggota perampok yang
melihat kehebatan lelaki gagah itu, langsung menghindar.
Harimau Cakar Setan yang melihat kehebatan dan keganasan Kunta Reja mengerutkan
keningnya dalam-dalam.
Sorot matanya tampak berkilat penuh kemarahan.
"Hm..., Sepasang Kumbang Setan, coba kalian hadapi lelaki bertongkat baja itu.
Kalau didiamkan, bisa habis anggota kita terhantam tongkat bajanya," ujar
Harimau Cakar Setan dengan nada penuh kegeraman. Sedang sepasang matanya tetap
mengawasi gerak-gerik Kunta Reja yang ngamuk bagai banteng luka itu.
Tanpa banyak tanya lagi, Sepasang Kumbang Setan segera saja memasuki kancah
pertarungan. Kedua lelaki berjubah merah dengan garis putih di bagian pangkal
lengan mereka, langsung mendekati tempat Kunta Reja.
"Heaaat..!"
Tanpa banyak tanya lagi, lelaki berkumis lebat yang merupakan orang pertama dari
Sepasang Kumbang Setan, segera menggebrak Kunta Reja dari sebelah kanan. Begitu
menyerang, sepasang kepalannya langsung berseliwiran mengancam tubuh lawan!
Bettt! Bettt! "Haiiit...!"
Sempat terkejut juga Kunta Reja mendengar desing angin pukulan, yang saling
bersusulan mengancam bagian-bagian terlemah di tubuhnya. Lelaki gagah itu cepat
menggeser tubuhnya sambil memutar tongkat bajanya untuk melindungi diri!
"Yeaaah...!"
Namun, ancaman terhadap Kunta Reja ternyata belum habis.
Dari sebelah kiri, terdengar suara bentakan keras, dan disusul dengan sambaran
angin pukulan lainnya. Ternyata lelaki berhidung bengkok yang merupakan orang
kedua dari Kumbang Setan itu, sudah pula tiba dan mengeroyoknya. Tentu saja
Kunta Reja menjadi sibuk dengan serangan yang datang dari dua arah itu.
"Hiyaaah...!"
Dibarengi dengan sebuah bentakan nyaring, Kunta Reja menggenjot tubuhnya, dan
langsung melambung setinggi dua tombak! Setelah beberapa kali melakukan putaran
di udara, lelaki gagah itu mendaratkan kakinya di tempat yang cukup luas. Kunta
Reja memang sengaja memilih tempat yang terpisah dari kancah pertempuran, agar
tongkat bajanya dapat bergerak lebih leluasa.
*** Sepasang Kumbang Setan yang kehilangan lawannya, segera melesat melakukan
pengejaran. Keduanya menjejakkan kakinya di tanah dengan hentakan kuat, seketika
itu juga tubuh mereka melambung tinggi dan mendaratkan kakinya di tempat Kunta
Reja berada. Kunta Reja ternyata seorang lelaki gagah bersifat jujur. Ia sama sekali tidak
berusaha menerjang tubuh kedua orang lawannya, sebelum mereka benar-benar siap.
Lelaki gagah itu menanti tubuh lawannya mendarat sambil memutar-mutar tongkat
baja di tangannya. Baru setelah tubuh Sepasang
Kumbang Setan mendarat dan menyiapkan jurus serangannya, Kunta Reja pun berseru
nyaring disertai lesatan tubuhnya.
"Hiaaat..!"
Wuuuk... Wukkk!
Tongkat baja di tangan Kunta Reja mengaung tajam, dan meluruk mengancam tubuh
kedua orang lawannya. Tentu saja Sepasang Kumbang Setan tidak tinggal diam.
Kedua orang kepercayaan raja perampok itu, berpencar ke kiri-kanan dalam keadaan
mengepung lawannya. Kemudian, dari dua jurusan, keduanya bergerak menerjang
susul-menyusul!
Pertarungan ketiga orang tokoh dari golongan yang berbeda itu, ternyata cukup
seru dan sengit! Kegigihan Kunta Reja dalam menghadapi kedua musuhnya patut
dipuji. Karena pertarungan telah melewati jurus ketiga puluh, ia masih saja
dapat melakukan perlawanan dengan baik. Bahkan serangan-serangan balasan tongkat
bajanya pun, sanggup membuat kedua orang pengeroyoknya itu menjadi sibuk!
Sepasang Kumbang Setan menjadi penasaran bukan main.


Pendekar Naga Putih 38 Tewasnya Raja Racun Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ternyata lawannya sangat ulet dan sulit untuk ditundukkan, kendati mereka telah
bekerja sama dengan baik dalam melontarkan setiap serangan, selalu saja lawannya
dapat mengelak, dan memberikan serangan balasan yang tidak kalah berbahaya
dengan serangan mereka sendiri. Semua itu membuat orang kepercayaan Harimau
Cakar Setan menjadi kalang kabut.
"Bedebah! Bangsat ini sulit sekali ditundukkan!" lelaki berhidung bengkok
mengumpat tak habis-habisnya. Rasa penasaran nampak jelas membayang pada
wajahnya. Orang pertama dari Sepasang Kumbang Setan itu pun, sama penasarannya. Berkali-
kali lelaki gemuk berkumis lebat itu
mencoba untuk mendesak Kunta Reja dengan serangan-serangannya yang menimbulkan
deruan angin keras. Tapi, setiap kali serangannya datang, tongkat baja di tangan
lawan selalu saja dapat membuatnya mundur! Sehingga, lelaki berkumis lebat itu
pun menyumpah serapah dengan wajah berang!
"Adi, 'Sengatan Kumbang Setan'...!"
Ketika pertarungan telah menginjak pada jurus yang keempat puluh lima, tiba-tiba
lelaki berkumis lebat itu berseru mengingatkan saudaranya. Usai berkata
demikian, tubuhnya yang gemuk melompat mundur hingga satu setengah tombak lebih.
Seruan itu sepertinya telah dimengerti dengan baik oleh lelaki berhidung bengkok
itu. Terbukti ia segera saja melesat ke belakang ke arah saudara tuanya.
"Hmh...!"
Sesaat kemudian, terlihat kedua orang kepercayaan Harimau Cakar Setan itu
menggeram lirih. Menilik dari sikapnya, jelas mereka akan mempergunakan ilmu
andalan mereka yang terakhir guna menundukkan Kunta Reja.
Dibarengi sebuah teriakan nyaring, tubuh kedua orang itu melesat disertai dengan
putaran tangannya! Gerakan-gerakan yang nyaris tidak dapat ditangkap oleh
pandangan mata Kunta Reja itulah agaknya yang mereka maksudkan dengan 'Sengatan
Kumbang Setan'!
Kunta Raja yang melihat gerakan lawan dengan kening berkerut, menjadi terkejut
bukan main setelah merasakan betapa hebatnya serangan yang dilancarkan
pengeroyoknya kali ini. Benteng pertahanan tongkat bajanya yang sejak tadi
selalu berhasil menggagalkan serangan lawan, kini sudah tidak
mempunyai arti lagi! Bahkan bukan hanya tongkatnya saja yang terpental balik
karena tak sanggup menahan lontaran pukulan lawan. Kuda-kudanya pun tergempur
mundur setiap kali ia memapaki serangan dengan tongkatnya.
"Yeaaa...!"
Sepasang Kumbang Setan kembali berseru nyaring! Kunta Reja benar-benar dibuat
pusing oleh gerakan lawan yang demikian cepat! Karuan saja lelaki gagah itu
terdesak hebat!
Sehingga untuk membalas serangan lawan pun, ia sudah tidak mampu lagi!
Wuuus...! Wuuuk...! Lelaki gagah yang sudah terdesak hebat itu hanya mampu mengeluarkan pekik
tertahan, saat dua pukulan pengeroyoknya datang mengancam! Dan....
Buggg! Desss! "Aaakh...!"
Kunta Reja memekik ngeri saat dua buah pukulan dari lawannya, menghajar telak
tubuhnya! Tanpa dapat dicegah lagi, tubuh lelaki gagah itu terlempar deras ke
belakang! Darah segar menyembur, menandai Kunta Reja mengalami luka parah!
Tubuh Kunta Reja yang terbanting menabrak tiang penyangga bangunan utama,
meregang sesaat, lalu diam tak bergerak! Rupanya lelaki gagah itu tewas, karena
tak sanggup menahan pukulan lawan yang mematikan itu!
3 Setelah berhasil menamatkan riwayat Kunta Reja, Sepasang Kumbang Setan segera
melangkah memasuki kancah pertempuran yang masih berlangsung sengit! Tentu saja
masuknya kedua orang kepercayaan Harimau Cakar Setan, membuat murid-murid
Perguruan Tongkat Baja makin terdesak hebat! Meskipun jumlah murid-murid
Perguruan Tongkat Baja jauh lebih banyak ketimbang lawannya, tapi gerombolan
berambut merah itu rata-rata memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Dengan
masuknya Sepasang Kumbang Setan, membuat murid-murid Perguruan Tongkat Baja
semakin tak berdaya.
Begitu memasuki kancah pertempuran, Sepasang Kumbang Setan langsung saja
menggumbar pukulan dan tendangannya, membuat korban di pihak murid-murid
Perguruan Tongkat Baja semakin banyak berjatuhan. Sepak terjang kedua orang
kepercayaan Harimau Cakar Setan itu memang menggiriskan sekali! Setiap tangan
dan kakinya bergerak, dapat dipastikan korban-korban bertumbangan! Sehingga,
dalam waktu yang tidak terlalu lama, seluruh murid perguruan itu terbantai
habis! Mayat-mayat yang bergelimpangan dan saling tumpang tindih, menebarkan bau anyir.
Mereka, tinggalkan begitu saja seperti bangkai tikus. Di bawah pimpinan Sepasang
Kumbang Setan, rombongan orang-orang berjubah merah itu bergerak mendekati
bangunan utama perguruan, tempat di mana Ketua Perguruan Tongkat Baja tinggal.
Tidak munculnya ketua perguruan itu, membuat mereka semakin leluasa merusak apa
saja yang ditemuinya.
Harimau Cakar Setan sendiri mengerutkan keningnya dalam-dalam. Ia merasa heran
melihat Ketua Perguruan Tongkat Baja
tidak juga menampakkan diri. Padahal, kegaduhan suara pertempuran tadi, sanggup
membangunkan seorang yang sedang pingsan. Tentu saja hal itu membuat benaknya
dipenuhi berbagai pertanyaan.
Rasa penasaran membuat Harimau Cakar Setan melesat mendahului anggota-
anggotanya. Tanpa rasa kemanusiaan sedikit pun, lelaki gemuk itu enak saja
melepaskan pukulan mautnya kepada wanita maupun anak-anak yang ditemuinya di
dalam bangunan utama Perguruan Tongkat Baja.
"Hm...," Harimau Cakar Setan bergumam perlahan ketika ia hendak melewati sebuah
kamar yang besar. Sekali hantam saja, pintu kamar itu langsung hancur
berantakan! "Ohhh...."
Harimau Cakar Setan menghentikan langkahnya di muka pintu. Suara jeritan yang
tertahan itu, membuat keningnya berkerut. Dan, apa yang dilihatnya di dalam
kamar itu, membuat lelaki gemuk berwajah bengis itu tertawa berkakakan.
Sepasang matanya yang tajam bagaikan mata elang, menatap buas ke arah sosok
tubuh ramping yang tengah bersembunyi di sudut ruangan.
"He he he..., siapa kau manis, dan ke mana perginya Ketua Perguruan Tongkat Baja
yang bernama Panjarasa itu" Siapa pula anak yang ada dalam dekapanmu itu...?"
tegur Harimau Cakar Setan terkekeh sambil melahap wajah ayu di depannya.
Wanita berusia sekitar dua puluh lima tahun dengan wajah bulat telur itu, memang
cukup memikat. Kulit wajahnya yang kuning langsat dengan sepasang bibir
menantang, membuat mata Harimau Cakar Setan menjadi liar.
"Jangan ganggu aku dan anakku. Pergilah..., Kakang Panjarasa tidak ada di sini.
Ia pergi bersama dua orang
muridnya. Ada urusan yang harus diselesaikan," jawab wanita ayu itu sambil
mendekap erat tubuh anak lelaki berusia sekitar sembilan tahun. Mata anak itu
sendiri menatap wajah Harimau Cakar Setan tanpa rasa takut sedikit pun. Hanya
saja wajah bocah itu agak bingung melihat ibunya menangis.
Bocah berusia sembilan tahun yang bermata jernih dan tajam itu meronta dari
dekapan ibunya. Dengan beraninya ia melangkah menghampiri Harimau Cakar Setan.
Ditelitinya wajah lelaki gemuk itu dengan mata bocahnya yang masih polos.
"Orang tua, kau siapakah" Mau apa kau mencari ayahku"
Mengapa kau menakut-nakuti ibuku" Kau pasti bukan kawan ayahku. Sahabat ayah
tidak pernah merusak pintu untuk masuk ke sini...," suara bening bocah itu
terdengar lantang dan mencerminkan sikap gagah. Sehingga, Harimau Cakar Setan
sempat tertegun dibuatnya.
Sang lbu muda yang merasa ketakutan, segera meraih tubuh anaknya dan dipeluknya
kembali. Sambil berbuat demikian, tak henti-hentinya ia berkata dengan nada
menghiba. "Pergilah, jangan ganggu kami, Orang Tua. Kalau kau mempunyai keperluan dengan
Kakang Panjarasa, kau cari sendiri. Itu pun kalau memang kau seorang
pemberani...," ucap wanita muda itu di sela isaknya. Tubuhnya tampak gemetar.
Karena sebagai seorang wanita, ia tahu apa arti tatapan mata buas dari lelaki
gemuk itu. "lbu, mengapa harus takut?" tantang sang Bocah sambil berusaha melepaskan diri
dari tangan ibunya yang berusaha memeluknya. "Orang tua gemuk itu berani datang
karena ayah tidak ada. Kalau ayah ada, mungkin sudah dihajar ayah," ujar bocah
itu lagi sambil mengelus rambut kepala ibunya.
"Hm... ini benar-benar nasib baik namanya. Tidak bertemu dengan orangnya,
istrinya pun jadilah," gumam Harimau Cakar Setan sambil menjelajahi tubuh molek
di depannya, "Bocah, dengarlah. Ayahmu justru saat ini tengah lari terbirit-
birit karena takut akan kedatanganku. Andai ayahmu ada di sini, kepalanya akan
kupukul pecah seperti pintu itu," ujar Harimau Cakar Setan yang segera
mengulurkan tangannya dan merebut bocah itu dari tangan ibunya. Diangkatnya
tubuh bocah itu tinggi-tinggi. Sepertinya lelaki gemuk itu akan membanting tubuh
bocah itu. "Jangan bunuh anakku! Kau setan pengecut! Mengapa tidak kau cari saja Kakang
Panjarasa...," wanita itu segera bangkit sambil berusaha untuk merebut anaknya
kembali. Tapi, gerakan tangan Harimau Cakar Setan jauh lebih cepat.
Diraihnya tubuh molek itu ke dalam pelukannya.
"Hm..., kalau kau ingin anakmu selamat, ikutilah kemauanku.
Kalau tidak, terpaksa tubuh bocah ini kuhempaskan ke lantai,"
ancam Harimau Cakar Setan yang dengan rakusnya mulai menciumi wajah wanita ayu
itu. "Bangsat kau! Manusia Iblis, lepaskan aku...!" wanita muda istri Ketua Perguruan
Tongkat Baja itu berusaha memberontak dan menghindari ciuman Harimau Cakar
Setan. Sehingga, lelaki gemuk itu menjadi berang!
"Nah, pergilah!" bentak Harimau Cakar Setan yang segera saja menghempaskan tubuh
wanita itu hingga jatuh terguling di lantai.
"Ibu..!" bocah cilik dalam genggaman Harimau Cakar Setan berteriak memanggil
ibunya. Ia meronta-ronta dalam cengkeraman lelaki gemuk itu. Sayangnya cekalan
yang menjepit tubuhnya demikian kuat, hingga usahanya untuk melepaskan diri sia-
sia. "Sekali lagi kuberi kau kesempatan untuk berpikir. Kau pilih melayani aku, atau
tubuh bocah ini kubanting hancur ke lantai"
Jawab, kuhitung sampai tiga!" terdengar Harimau Cakar Setan kembali mengancam.
"Satu...."
"Ohhh...," wanita ayu itu menangis sambil menatap wajah anaknya yang berada di
atas kepala lelaki gemuk itu. Mata bocah yang jernih itu menatapnya polos,
sehingga hati wanita muda itu makin terasa diremas-remas.
"Dua...," kembali terdengar suara Harimau Cakar Setan menghitung.
"Baik,.., tapi, lepaskan dulu anakku...," ujar wanita itu karena tidak sanggup
membayangkan tubuh anaknya yang hancur di lantai, ibu muda itu terpaksa menuruti
kemauan Harimau Cakar Setan.
"Bagus. Itu tandanya kau sayang kepada anakmu," sambil berkata demikian, Harimau
Cakar Setan menurunkan tubuh bocah itu dan menotoknya. Kemudian direbahkannya di
lantai. "Anakku..!" wanita ayu itu segera saja menghambur hendak meraih tubuh anaknya.
Tapi, langkahnya tertahan oleh tangan kasar Harimau Cakar Setan.
"Kau harus melayaniku dulu, baru boleh me-nyentuh tubuh bocah itu. Tapi ingat!
Bila kau tidak bisa memuaskan aku, bocah itu menjadi tanggungannya. Kau harus
menganggap aku sebagai suamimu, dan melayani dengan baik," ancam Harimau Cakar
Setan sambil terkekeh parau. Wanita malang itu hanya bisa menganggukkan
kepalanya di antara uraian air mata.
Sambil tetap memperdengarkan kekehnya yang memuakkan, Harimau Cakar Setan
menghempaskan tubuh molek itu ke atas pembaringan. Bagai seekor harimau
kelaparan, diterkamnya tu-
buh wanita malang itu, yang hanya bisa pasrah melayani nafsu bejad Harimau Cakar
Setan. Di ruangan lain, apa yang dilakukan Sepasang Kumbang Setan pun tidak jauh
berbeda dengan Harimau Cakar Setan.
Bahkan kedua orang lelaki ini bertindak lebih buas. Mereka memaksakan
kehendaknya kepada wanita-wanita yang berada di dalam bangunan utama Perguruan
Tongkat Baja. Sedangkan wanita tua dan anak-anak, dibantai tanpa ampun!
Puas melepaskan nafsu iblisnya, Sepasang Kumbang Setan meninggalkan korbannya
begitu saja, tidak dipedulikannya lagi ketika anak buahnya saling berebut untuk
ikut mencicipi tubuh wanita-wanita malang itu. Setelah puas menyiksa wanita-
wanita itu, mereka enak saja memenggal kepala perempuan-perempuan malang itu
tanpa ampun! Benar-benar tindakan mereka seperti iblis!
Dengan wajah berseri dan diiringi suara kekeh sesekali, Sepasang Kumbang Setan
membawa anak buahnya untuk meninggalkan bangunan itu.
"He he he..., bagus manis, ternyata kau tidak mengecewakan. Pantas saja
Panjarasa memilihmu untuk menjadi istrinya...," Harimau Cakar Setan terkekeh
sambil mengenakan pakaiannya. Sedang di atas pembaringan, tubuh istri Ketua
Perguruan Tongkat Baja tergeletak tertutup sehelai kain. Sesekali terdengar
isaknya yang memilukan.
Harimau Cakar Setan sepertinya jengkel mendengar suara isak tangis wanita ayu
itu. Terdengar suara lelaki gemuk itu menggeram lirih, sebelum meninggalkan
kamar itu. "Katakan kepada suamimu! Aku, Harimau Cakar Setan murid dari Raja Racun Merah
yang melakukan semua ini! Aku melakukan semua ini, karena mereka telah membunuh
belasan orang anak buahku. Kalau suamimu ingin menuntut balas, aku
akan menantinya," ujar lelaki berwajah bengis itu kepada wanita ayu yang
tergolek di atas ranjang. Usai berkata, Harimau Cakar Setan meraih tubuh bocah
yang tengah tergeletak di lantai. Diangkatnya tubuh putra Panjarasa itu, lalu
dilemparkannya hingga membentur dinding. Darah segar muncrat menodai lantai dan
dinding kamar itu. Lantaran kepala bocah berusia sembelas tahun itu pecah!
"Aaah...!"
Mata istri Ketua Perguruan Tongkat Baja terbelalak dan menjerit-jerit dengan
suara yang memilukan. Karena tak sanggup menahan guncangan batin, wanita itu
terkulai tak sadarkan diri.
"He he he...!"
Sambil memperdengarkan tawanya yang serak, Harimau Cakar Setan melenggang
meninggalkan kamar itu. Tidak ada rasa sesal sedikit pun di wajah bengis itu.
Sepertinya, hati orang-orang seperti Harimau Cakar Setan dan anak buahnya memang
telah mati! "Ayo, kita berangkat..!"
Sepasang Kumbang Setan dan para anggotanya, segera menaiki kudanya masing-
masing. Harimau Cakar Setan masih tertawa-tawa tanda hatinya puas. Para
anggotanya tahu, apa yang membuat ketua mereka tampak gembira. Karena mereka
sempat mendengar jeritan wanita di kamar ketika ketua mereka tadi masuk. Meski
demikian, tak seorang pun dari anggota Gerombolan Rambut Merah itu berani
menanyakannya. Termasuk Sepasang Kumbang Setan. Mereka hanya mengikuti saja ketika lelaki gemuk
itu memerintahkan untuk segera meninggalkan Perguruan Tongkat Baja.
*** Sosok tubuh ramping terbungkus pakaian berwama kuning cerah, melangkah sambil
melenggang memasuki sebuah kedai makan. Sosok yang sudah pasti seorang wanita
itu, berdiri sejenak di ambang pintu kedai memperhatikan ruangan lebar di
dalamnya. Beberapa saat kemudian, langkahnya segera terayun ke arah sebuah meja
kosong. Setelah memesan minuman dan makanan, sosok berpakaian kuning itu kembali
merayapi sekitarnya. Wajah cantik yang memiliki sinar mata galak itu, nampak
berkerut keningnya.
Pandangannya segera tertuju ke arah dua orang lelaki yang tengah berbincang
beberapa meja dari tempatnya duduk.
"Eh!?"
Gadis cantik itu menarik tubuhnya ke belakang saat mendengar salah satu dari
kedua orang itu menyebut-nyebut sebuah nama yang sangat dikenalnya. Hal itu
membuatnya penasaran, sehingga, ia mengarahkan pendengarannya agar bisa
menangkap lebih jelas.
"Kudengar Raja Racun Merah sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan.
Mengapa kini muncul murid-muridnya membuat keonaran" Bahkan kabarnya seluruh
murid Perguruan Tongkat Baja dibantai habis, saat Ki Panjarasa dan dua orang
murid utamanya tidak ada di tempat. Bukankah kekejian seperti itu sudah tidak
bisa didiamkan lagi?" terdengar ucapan salah seorang dari keduanya yang berusia
lebih muda memiliki raut wajah gagah. Nada bicaranya jelas terdengar mengandung
kegeraman dan rasa penasaran. Dan, gadis cantik itu terhenyak duduk di kursinya.
"Sungkana. Orang-orang sesat seperti mereka mana bisa dipegang ucapannya.
Apalagi seorang datuk sesat seperti Raja Racun Merah. Ucapannya itu tentu
hanyalah untuk menutupi perbuatannya, agar ia tidak dipersalahkan. Sejak berita
tentang datuk itu mengundurkan diri dari dunia persilatan, aku memang tidak
mempercayainya. Nah, sekarang ucapanku terbukti. Raja Iblis itu sengaja menebar


Pendekar Naga Putih 38 Tewasnya Raja Racun Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berita bohong, agar para tokoh golongan putih menjadi lengah," ucap lelaki yang
usianya lebih tua sekitar tujuh atau delapan tahun dari kawannya. "Pada saat
kita semua lengah," ujar lelaki tua melanjutkan kata-katanya.
"Pengikut Raja Racun Merah dapat berbuat leluasa. Hal seperti ini jelas tidak
bisa kita diamkan begitu saja. Orang-orang berhati Iblis itu harus mendapat
hukuman yang setimpal. Biar yang lain melihat, dan tidak lagi melakukan
pembantaian keji seperti yang kau dengar itu."
Ucapan-ucapan mereka jelas mencerminkan kalau mereka berdua adalah tokoh-tokoh
persilatan golongan putih, yang merasa dendam terhadap Raja Racun Merah dan para
begundalnya itu.
"Hm..., orang-orang bermulut besar dan sombong! Apakah kalian melihat sendiri
kalau yang melakukan semua itu adalah Raja Racun Merah" Atau kalian hanya
mendengar saja, lalu percaya terhadap fitnah yang keji itu?" tiba-tiba terdengar
sebuah teguran bernada mengancam. Ketika kedua orang lelaki itu menoleh, mereka
melihat seraut wajah cantik berpakaian kuning cerah telah berdiri dekat meja
mereka. "Apa maksudmu dengan fitnah keji itu, Nisanak" Atau kau orang segolongan dengan
Raja Racun Merah" Kau tidak senang kami menuduh manusia iblis itu berbuat
jahat?" lelaki muda yang berwajah gagah itu segera saja bangkit dengan wajah
gelap. Jelas ucapan gadis cantik itu tidak bisa diterimanya.
Lelaki yang berusia sekitar tiga puluh lima tahun, sahabat pemuda bernama
Sungkana itu, ikut bangkit dan menyabarkan kawannya. Lalu ditatapnya wajah
cantik gadis berpakaian kuning cerah itu dengan penuh selidik.
"Siapakah kau, Nisanak" Mengapa kau membela seorang datuk sesat berwatak keji
seperti Raja Racun Merah?" tanya lelaki itu dengan kening berkerut. Lelaki itu
tampaknya juga tidak senang dengan teguran wanita muda yang berdiri dekat meja
makannya. "Aku adalah orang yang sempat menyaksikan Raja Racun Merah benar-benar telah
bertobat! Kalau kalian tidak percaya, boleh tanyakan kepada seorang tokoh
perkumpulan pengawal barang yang bernama Ki Mahinta! Orang tua gagah itu sempat
mendengar janji Raja Racun Merah. Bahkan ia sempat menyelamatkannya dari
keganasan para perampok!" ujar gadis cantik itu berapi-api. Sehingga, kedua
orang tokoh golongan putih itu semakin curiga, dan ingin mengetahui siapa dan
apa hubungan gadis itu dengan Raja Racun Merah (Untuk lebih jelasnya tentang
tokoh bernama Ki Mahinta, pembaca dapat menyimaknya pada episode "Keturunan
Datuk-datuk Persilatan").
"Hm..., sayang kau ketinggalan berita, Nisanak. Orang yang bernama Ki Mahinta
itu telah mengalami sendiri keganasan Raja Racun Merah dan murid-muridnya. Belum
lama ini barang kawalannya telah dirampas oleh Gerombolan Rambut Merah.
Dan, gerombolan itu adalah murid-murid Raja Racun Merah.
Nah, apa yang akan kau katakan sekarang?" Sungkana yang merasa jengkel dengan
gadis cantik itu segera saja menukas.
Sehingga, gadis itu menjadi terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa untuk
beberapa saat lamanya.
"Bohong! Itu pasti fitnah...!" setelah terdiam beberapa saat, gadis itu kembali
membantah, meskipun kali ini ia tidak bisa mengatakan alasannya.
"Nisanak. Seorang datuk sesat berhati keji seperti Raja Racun Merah, mana
mungkin bisa sadar dari kesesatannya"
Bisa saja kau mendengar kata-kata tokoh iblis itu. Tapi, orang-orang seperti itu
ucapannya tidak bisa dipegang. Kau sudah dikelabuinya mentah-mentah," lelaki
gagah di sebelah Sungkana kembali menasihati gadis cantik itu.
"Janji Raja Racun Merah tidak mungkin bohong!" gadis cantik itu masih berusaha
membantah. Bahkan wajah dara itu telah berubah merah dengan sorot mata
memancarkan kemarahan.
"Mengapa tidak mungkin! Orang jahat seperti..."
"Diam! Sekali lagi kalian berani mencela dan menghina ayahku. Aku akan
memisahkan kepala kalian dari badan, mengerti"!" gadis cantik yang tidak lain
dari Aryani itu membentak marah. Tentu saja penjelasannya itu membuat kedua
orang lelaki gagah itu tersentak kaget seperti disengat kalajengking.
"Aaah...!" Pantas saja kau membelanya mati-matian.
Rupanya kau pun sama jahatnya dengan ayahmu!" Sungkana yang memang sudah jengkel
dengan Aryani segera saja melontarkan kejengkelannya. Apalagi setelah Aryani
mengaku sebagai putri datuk sesat itu, maka tak ayal lagi makian pun terlontar
dari mulutnya. Untuk berjaga-jaga, Sungkana segera menggeser mundur tubuhnya.
Suasana di dalam kedai pun menjadi tegang, setelah Aryani mengaku dirinya
sebagai putri Raja Racun Merah. Datuk sesat yang belakangan ini memang tengah
ramai dibicarakan oleh tokoh-tokoh persilatan golongan putih. Beberapa orang
pengunjung sudah buru-buru angkat kaki meninggalkan kedai makan itu. Sedangkan
Sungkana dan kawannya telah merenggang, dan siap menghadapi segala kemungkinan!
4 Sungkana, pemuda berwajah gagah itu menggeser langkahnya agak mendekat ke arah
kawannya. Wajah pemuda berusia sekitar dua puluh lima tahun itu nampak tegang.
Ia sadar kalau gadis itu pasti bukan orang sembarangan. Sebagai seorang putri
datuk sesat yang ditakuti, tentu gadis cantik berpakaian kuning itu telah
dibekali ilmu-ilmu tinggi yang ganas dan keji.
"Kakang Purgawa," bisik Sungkana sambil tetap menatap ke arah Aryani, "Gadis
putri datuk sesat itu pasti sangat berbahaya..."
"Hm..., aku sudah menduga demikian, Adi Sungkana. Lihat saja tatapannya yang
berkilat tajam itu. Tenaga dalam yang dimilikinya pasti sangat tinggi. Kita
harus berhati-hati...," jawab lelaki berusia tiga puluh tiga tahun itu, juga
berbisik tanpa melepaskan pandangannya dari wajah Aryani. Bahkan jemari lelaki
gagah itu telah meraba gagang senjata yang tergantung di pinggang kanannya.
"Kalian memang menusia-manusia sombong yang selalu menganggap diri bersih.
Mungkin setelah diberi sedikit pelajaran, baru mata kalian dapat terbuka...,"
desis Aryani dengan nada datar, tapi mengandung ancaman. Usai berkata demikian,
gadis cantik itu segera menggeser meja yang menghalangi jalannya.
Sungkana dan Purgawa terbelalak melihat apa yang dilakukan gadis cantik itu.
Gerakan tangannya yang kelihatan perlahan itu, ternyata sangat mengejutkan! Meja
yang digeser tangan halus itu melesat deras menghantam meja-meja lainnya,
sehingga menimbulkan suara gaduh! Bahkan beberapa
meja itu terlihat patah! Benar-benar sebuah pertunjukan tenaga dalam yang hebat.
"Hik hik hik..., mengapa wajah kalian pucat, Pendekar-pendekar Sombong" Rupanya
hati kalian tidak sebesar mulut-mulut kalian...," tawa Aryani terdengar
menyakitkan. Apalagi ucapannya yang jelas-jelas mengejek kedua orang lelaki
gagah itu. Karuan saja Sungkana yang berdarah panas segera menggereng dengan
wajah berubah merah.
"Kuntilanak! Siapa takut kepadamu! Apa kau kira kami tak bisa melakukan apa yang
kau pertunjukkan itu" Rasakan kepalanku!" sambil membentak keras, Sungkana yang
tidak bisa menahan kemarahan segera melesat dengan disertai lontaran pukulan
yang menimbulkan angin menderu.
Bettt! Bettt! Bettt!
"Aiiih, sayang luput...," ejek Aryani yang dengan mudahnya menghindari serangan
beruntun Sungkana. Sehingga hati pemuda gagah itu kian terbakar. Tapi, Aryani
tidak peduli sama sekali.
Purgawa yang melihat Sungkana sudah bertarung dengan gadis cantjk itu, semula
enggan untuk mengeroyok. Sebagai seorang lelaki, tentu saja ia merasa malu
mengeroyok seorang gadis muda. Meskipun gadis itu mengaku sebagai keturunan
seorang datuk sesat. Tapi, saat melihat betapa mudahnya gadis cantik itu
melayani Sungkana, Purgawa tidak bisa lagi berpangku tangan.
"Awas serangan...!" sambil berteriak dengan maksud untuk memperingatkan
lawannya, Purgawa menerjunkan dirinya ke dalam arena pertempuran itu. Sekali
bergerak saja, tangan dan kakinya langsung mengancam tubuh Aryani dengan
serangkaian serangan beruntun!
Aryani hanya mendengus mendengar peringatan lawannya.
Tanpa diberi diperintah, sebenarnya gadis cantik itu sudah dapat mendengar suara
desingan angin pukulan yang datang mengancam dari belakangnya. Dan, semua itu
tidak menimbulkan kesulitan sama sekali bagi Aryani. Gadis cantik itu dengan
lincah menggeser tubuh ke samping. Kemudian, langsung mengirimkan tendangan
kilat, ketika serangan lawan lewat tanpa hasil!
Purgawa yang memang sudah menduga kalau gadis itu memiliki kepandaian tinggi,
tidak menyangka sama sekali gerakan lawan sangat cepat. Sadar untuk mengelak
sudah tidak mungkin lagi, maka Purgawa memutar telapak tangan yang dihindari
lawan tadi. Dan....
Plakkk! "Aaah...!"
Kaget bukan main hati lelaki gagah itu ketika merasakan betapa hebatnya tenaga
yang mengalir di kaki lawan! Purgawa sampai mengeluarkan pekik tertahan! Karena
tangkisannya justru membuat tubuhnya terpental dan nyaris jatuh!
Sedangkan lengan yang digunakan untuk menangkis, terasa ngilu sampai ke tulang.
Benar-benar suatu pengalaman yang mengejutkan bagi Purgawa.
Sedangkan Aryani sendiri, tidak mempedulikan lagi Purgawa.
Karena, serangan Sungkana sudah mencecarnya. Untuk kali ini Aryani sama sekali
tidak berusaha mengelak. Gadis cantik itu sengaja menanti serangan Sungkana, dan
siap menangkis.
Wuuut! Bettt! "Hiaaah...!" Aryani membentak nyaring saat pukulan Sungkana datang mengincar
perut dan pelipisnya! Gadis cantik itu sama sekali tidak bergerak dari
tempatnya. Dengan
merendahkan kuda-kudanya, sepasang tangan Aryani bergerak ke depan secara
bersilang Plakkk! Plakkk!
"Uhhh...!"
Sungkana mengeluh ketika merasakan lengannya seperti membentur sepasang besi
panas! Karuan saja pemuda itu menarik pulang kedua tangannya. Tapi, Aryani tidak
berhenti di situ saja. Sepasang tangannya yang bersilang itu, berputar, dan
langsung menggedor dada Sungkana secara telak!
Bressshhh...! "Aaakh...!"
Tanpa dapat dicegah lagi, tubuh gagah itu langsung terjengkang. Jeritannya
terdengar dibarengi semburan darah segar yang mengotori lantai kedai!
"Sungkana...!?"
Purgawa berteriak kaget melihat tubuh Sungkana terjatuh dan menghantam meja-meja
kedai, hingga patah! Pemuda gagah itu sendiri menyeringai kesakitan. Kedua
tangannya tampak sibuk memegangi dada dan pinggang yang terasa sakit.
Tentu saja pemandangan itu membuat Aryani tertawa geli!
"Hik hik hik..! Kau benar-benar lucu, Sungkana! Tingkahmu itu persis seperti
monyet kelaparan...!" ejek Aryani yang memang sejak semula merasa sakit hati
dengan ucapan-ucapan kasar pemuda itu. Kini hatinya benar-benar merasa puas
dapat menertawakan pemuda gagah itu.
"Bangsat! Kau... kau... dasar perempuan setan...!" Sungkana memaki-maki kalang
kabut! Pemuda gagah itu menggertakkan giginya kuat-kuat. Ia hanya bisa memaki
untuk melampiaskan kedongkolan hatinya.
"Hik hik hk.. makilah sepuasmu, Pemuda Dogol! Karena sebentar lagi kau tidak
akan bisa memaki..," sambut Aryani dengan bibir mengulas senyum mengejek. Nada
ucapan gadis itu jelas mengandung ancaman!
Purgawa yang menyadari maksud ucapan Aryani, segera menyeret Sungkana keluar
dari dalam kedai. Lelaki gagah itu sudah melolos senjatanya untuk melindungi
dirinya dan Sungkana.
"Ah, hanya segitu sajakah keberanian pendekar-pendekar gagah yang ingin memberi
pelajaran kepada Raja Racun Merah" Baru menghadapi aku saja kalian sudah jungkir
balik. Bagaimana hendak menangkap ayahku...?" kembali Aryani mengejek kedua orang lawan
yang diduganya hendak melarikan diri itu.
"Kami tidak akan berbuat sepengecut itu, Kuntilanak. Mari kita lanjutkan
pertarungan di luar kedai," Purgawa yang juga telah merasa jengkel, segera
menyahuti ucapan Aryani. Dan, ucapannya memang bukan sekadar omong kosong.
Terbukti setelah tiba di luar kedai, Purgawa dan Sungkana berdiri tegak menanti
kedatangan Aryani. Di tangan kedua laki-laki gagah itu telah tergenggam senjata
mereka masing-masing.
*** Aryani melangkah ringan dari dalam kedai. Gadis itu tampak berdiri sejenak di
pintu kedai sambil menatap kedua lawannya.
Kemudian, kembali melangkah pelan menghampiri kedua orang lelaki gagah, yang
sepertinya telah siap melanjutkan pertarungan.
"Bersiaplah! Jaga mulut kalian...!" terdengar desis dingin dari mulut Aryani
saat ketiganya telah berhadapan dalam jarak satu tombak. Baru saja gadis itu
menyelesaikan ucapannya, tubuhnya yang ramping sudah melesat dengan kecepatan
menggetarkan! "Haiiit..!"
Purgawa dan Sungkana kali ini benar-benar tercekat!
Gerakan gadis cantik itu tampak demikian cepat, sepasang mata mereka tidak mampu
melihat gerakan gadis itu dengan jelas! Cepat keduanya melompat mundur dan
merenggang dengan maksud untuk menggencet lawan dari dua arah.
Tapi, serangan Aryani kali ini tidak dapat disamakan dengan serangan-serangan
sebelumnya. Sepasang tangan gadis cantik itu bergerak cepat melakukan tamparan-
tamparan yang menimbulkan desingan angin tajam! Jelas Aryani sudah tidak ingin
lagi bertindak tanggung-tanggung!
Sungkana yang menjadi sasaran utama gadis cantik itu, setengah mati
menghindarkan diri. Untuk membendung serangan lawan sesekali ia mengibaskan
senjatanya! Sayang gerakan pemuda itu kalah cepat dengan lawannya!
Akibatnya...! Plakkk! Plakkk!
Desss...! "Aaakh...!"
Sungkana kali ini tidak mungkin dapat menyelamatkan diri lagi! Dua buah tamparan
lawan yang menghajar telak wajahnya, membuat wajah pemuda itu bengkak dan
berwama biru. beberapa buah giginya tanggal tanpa dapat dicegah!
Belum lagi sebuah gedoran keras yang menghantam dadanya.
Karuan saja tubuh pemuda gagah itu terjengkang disertai semburan darah segar
dari mulutnya! "Bangsat keji...!"
Purgawa yang saat itu sudah tiba di belakang Aryani, mengumpat marah! Pedang di
tangannya langsung saja berkelebat dengan pengerahan seluruh kekuatan dan
kecepatannya! Aryani yang mendengar adanya desingan tajam dari sebelah belakang, cepat memutar
tubuh dengan kuda-kuda rendah!
Begitu senjata lawan lewat di atas kepalanya, kepalan mungil gadis cantik itu
langsung meluruk tajam, dan menerpa tubuh Purgawa tanpa ampun!
Bukkk! "Hukhhh...!"
Bagai dilemparkan tangan raksasa, tubuh Purgawa terpental balik, dan jatuh
berdebuk dengan kerasnya! Darah segar menyembur membasahi bumi! Lelaki gagah itu
mengerang lirih, dan berusaha bangkit dengan susah payah!
"Hei...!"
Gadis cantik yang tengah melangkah perlahan menghampiri Purgawa, menoleh cepat.
Suara deruan angin pukulan yang datang tiba-tiba itu, langsung saja membuat
gadis cantik itu melompat ke samping. Sehingga serangan itu luput!
Aryani, gadis cantik keturunan datuk sesat itu, menatap tajam seorang lelaki
gagah yang tadi berteriak dan menyerangnya tanpa alas an.
"Hm..., siapa kau, Orang Tua" Mengapa tanpa hujan dan angin kau menyerangku" Apa
kau kawan dari tikus-tikus busuk yang sombong itu?" tegur Aryani dengan nada tak
senang. "Benar, aku adalah kawan dari kedua orang korban kekejamanmu itu. Aku adalah Ki
Panjarasa, Ketua Perguruan Tongkat Baja," setelah berkata demikian, lelaki gagah
itu menoleh ke arah dua orang lelaki yang menyertai kedatangannya, "Nah, mereka
itu adalah murid-muridku, Jarinta dan Gumang...," lanjut lelaki gagah itu
memperkenalkan kedua orang muridnya.
"Hm..., kalau begitu, apa lagi yang kau tunggu"
Kedatanganmu tentu untuk membantu mereka bukan" Nah, aku sudah siap...," tantang
Aryani tanpa rasa gentar atau terkejut sedikit pun. Gadis galak yang tidak
pernah mengenai takut itu, menatap Ki Panjarasa lekat-lekat.
Ki Panjarasa tidak mempedulikan tantangan Aryani sama sekali. Lelaki gagah
berusia sekitar empat puluh tahun itu, melangkah menghampiri Purgawa yang masih
terduduk lemah.
Karena lelaki itu tidak bisa bangkit akibat hantaman Aryani tadi.
"Hati-hati, Ki. Gadis itu adalah keturunan Raja Racun Merah yang kau cari-cari
itu. Kepandaiannya... tinggi sekali...,"
Purgawa terbatuk-batuk setelah memberitahukan kepada Ki Panjarasa tentang gadis
cantik itu. "Benarkah apa katamu itu, Purgawa" Dan, karena persoalan itukah kalian sampai


Pendekar Naga Putih 38 Tewasnya Raja Racun Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertarung?" tegas Ki Panjarasa yang segera merunduk di dekat Purgawa. Menilik
dari wajahnya, Ki Panjarasa cukup terkejut dengan keterangan Purgawa.
"Benar, Ki.... Bagaimana keadaan Sungkana...?" sahut Purgawa sambil menanyakan
keadaan kawannya
"Maksudmu pemuda itu...." jawab Ki Panjarasa sambil menunjuk ke arah tubuh
Sungkana yang sudah tidak bergerak-gerak lagi. Lelaki gagah itu menggeleng penuh
sesal. Tadi ia sudah diberitahukan oleh Jarinta dan Gumang, pemuda bernama
Sungkana itu tidak bisa diselamatkan lagi.
"Ia... tewas...?" desak Purgawa yang menginginkan jawaban tegas dari Ki
Panjarasa. "Menyesal sekali kedatangan kami terlambat Purgawa.
Kawanmu telah tewas beberapa saat yang lalu...," desah Ki Panjarasa menundukkan
kepala dengan desahan napas penuh sesal.
"Bukan salahmu, Ki. Kesaktian gadis keturunan datuk sesat itu memang sangat
tinggi sekali...," Purgawa mendesah dengan helaan napas berat.
"Hei... hei...! Mengapa kalian berubah seperti perempuan-perempuan cengeng"
Apakah aku disuruh menonton tingkah-tingkah kalian yang menjemukan itu!" seru
Aryani yang menjadi jengkel melihat sikap orang-orang itu dengan menyumpah dan
melontarkan ejekan-ejekan yang menyakitkan. Sehingga, Ki Panjarasa bangkit
berdiri, dan menatap tajam wajah cantik di depannya itu.
"Nisanak..," ucap Ki Panjarasa sambil menekan kemarahan di dalam dadanya,
"Seluruh murid, anakku, juga istriku telah tewas di tangan murid-murid Raja
Racun Merah. Meskipun istriku tidak dibunuh secara langsung, tapi perbuatan
orang-orang biadab itu telah mendorongnya bunuh diri. Dan, kalau kau memang
benar keturunan datuk sesat tu, kau harus bertanggung jawab atas semua kejadian
itu," jelas Ki Panjarasa dengan suara bergetar. Tampak di wajahnya kejadian itu
masih menyiksa batinnya.
"Hm..., ayahku memang pernah mempunyai beberapa orang murid. Tapi, setelah ayah
sadar dan mengundurkan diri dari dunia sesat beliau telah menekankan kepada
murid-muridnya untuk meninggalkan kebiasan lama. Ayahku juga mengancam akan
menghukum mereka, apabila terdengar mereka kembali berbuat kejahatan. Tapi, aku
yakin semua itu hanyalah fitnah
yang keji dilemparkan kepada ayahku. Aku tetap menyangkalnya...," sahut Aryani
dengan suara ketus dan sepasang mata berkilat tajam.
"Boleh jadi ayahmu pernah berkata untuk meninggalkan dunia sesat. Tapi, apakah
kau bisa menjamin kalau datuk-datuk sesat kawan ayahmu itu datang dan mengajak
bekerja sama untuk membangkitkan kejayaan kaum sesat" Apa kau kira ayahmu bisa
menolak?" tukas Ki Panajarasa yang tetap tidak mengubah tuduhannya kepada Raja
Racun Merah. Lelaki gagah itu sama sekali tidak dapat percaya kalau seorang
datuk sesat seperti Raja Racun Merah dapat meninggalkan segala kebiasaan
buruknya. "Aku tetap tidak bisa menerima apa pun alasanmu, Orang Tua! Bagiku, ayah adalah
manusia terbaik di dunia ini. Tidak seperti kalian manusia-manusia jahat yang
bersembunyi di balik nama kependekaran kalian. Padahal hati kalian busuk!"
hardik Aryani tetap tidak sudi bila ada orang yang menuduh ayahnya jahat. Dan,
untuk itu Aryani berani menghadapi siapa pun yang menghina ayahnya.
"Hm..., kau akan kutangkap, agar Raja Racun Merah keluar dari persembunyiannya,
untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya!" ujar Ki Panjarasa tidak mau
kalah. Setelah berkata, lelaki gagah itu sudah bersiap untuk menangkap Aryani.
"Bagus! Sebaiknya memang begitu. Untuk apa buang-buang tenaga dengan segala
omongan tiada guna!" desis Aryani yang juga telah siap menghadapi lawannya.
"Yeaaat..!"
Disertai dengan sebuah teriakan nyaring, Ki Panjarasa melesat secepat kilat!
Sekali bergerak, kedua tangannya
langsung melontarkan dua buah pukulan yang mengancam tubuh Aryani!
Aryani mendengus kasar. Gadis cantik itu cepat memutar kedua tangannya dan
mengeluarkan jurus andalan. Tampaknya gadis itu ingin menyelesaikan pertarungan
secepatnya. "Haiiit..!"
Wuuut! Wuuut! Sebentar saja, sekitar arena pertarungan telah dipenuhi udara beracun yang
memabukkan. Bau harum yang memusingkan kepala menebar, ketika Aryani
mengeluarkan ilmu andalannya. Dan, dengan pengerahan tenaga dalam sepenuhnya,
gadis cantik itu dengan lincah memapaki serangan lawannya!
Namun Ki Panjarasa bukanlah orang bodoh yang mudah dikelabui gadis cantik itu.
Lelaki gagah itu secepat kilat menggeser tubuhnya ke samping dengan lompatan
pendek! Sepasang tangannya yang semula dimaksudkan untuk melontarkan pukulan, diputar
sedemikian rupa menghindari benturan telapak tangan lawan. Lalu, dengan gerakan
yang cepat dan gesit, telapak tangan Ki Panjarasa melontarkan sebuah tamparan ke arah bahu kiri lawan!
Wuuut! "Haiiit...!"
Dengan tidak kalah gesitnya, Aryani memutar tangannya yang semula terdorong ke
depan. Sambil merendahkan kuda-kudanya, wanita cantik itu memutar sikunya dan
langsung memapaki telapak tangan lawan! Gerakannya yang cepat bagai kilat, tak
sempat lagi dielakkan Ki Panjarasa!
Plakkk...! "Uhhh...!"
Tanpa dapat dicegah lagi, Ki Panjarasa terdorong mundur disertai keluhan lirih.
Benturan yang cukup keras itu hampir saja membuat Ki Panjarasa terjatuh!
Untunglah kuda-kudanya sangat kokoh! Sehingga, ia masih dapat menyelamatkan
dirinya dengan sebuah putaran tubuh yang mengagumkan!
"Gila...!" desis Ki Panjarasa sambil menatap tajam wajah gadis cantik itu. Ia
benar-benar tidak menyangka kalau tenaga dalam yang dimiliki gadis itu sangat
tinggi! Kini keduanya saling menatap dengan tajam. Tak satu pun dari mereka yang berniat
mendahului. 5 Jarinta dan Gumang, dua orang murid utama Ki Panjarasa bergerak merenggang dan
mengepung Aryani. Melihat betapa guru mereka dapat dipukul mundur oleh gadis
berpakaian kuning itu, mereka pun segera membantu tanpa diperintah gurunya.
Mereka sadar kalau yang dihadapi Ki Panjarasa kali ini bukanlah gadis
sembarangan. Melainkan seorang keturunan datuk sesat yang terkenal kesaktian dan
kekejamannya. Alasan itulah yang membuat keduanya segera turun tangan tanpa
diperintah. Gumang, murid tertua Ki Panjarasa segera melemparkan tongkat baja di tangannya,
yang segera ditangkap oleh Ketua Perguruan Tongkat Baja. Sedang dia sendiri
sudah menggunakan sebuah tongkat baja putih, yang ukurannya lebih kecil dari
milik Ki Panjarasa. Melihat dari senjata yang digunakan Gumang, jelas murid
tertua itu telah mewarisi ilmu
'Tongkat Penghancur Gunung' yang merupakan ilmu andalan Ki Panjarasa.
Demikian pula dengan Jarinta. Lelaki tinggi kurus bertubuh padat itu, juga telah
menggenggam sebatang tongkat baja putih yang ukurannya sama dengan milik Gumang.
Kedua orang murid andalan Perguruan Tongkat Baja itu tentu telah mewarisi ilmu
tongkat gurunya. Mereka berdua tampaknya dipercaya oleh Ki Panjarasa.
Wuuuk! Wuuuk! Ki Panjarasa memutar-mutar tongkat baja putihnya hingga menimbulkan deruan angin
mengaung tajam! Daun-daun
kering dan bebatuan kecil beterbangan, menandakan kekuatan yang tersembunyi di
dalam ilmu tongkat itu tidak bisa dipandang rendah!
Begitu pula dengan Jarinta dan Gumang. Kedua orang murid utama Ki Panjarasa itu
memutar-mutar tongkat bajanya, sambil melangkah perlahan mengitari Aryani yang
berada di tengah ketiga orang tokoh Perguruan Tongkat Baja. Agaknya ketiga
lelaki gagah itu hendak menjepit lawannya dari tiga arah.
Aryani sendiri masih tampak tenang. Wajah dara cantik itu sama sekali tidak
menggambarkan rasa gentar. Hanya sepasang matanya saja yang mengikuti gerakan
ketiga orang lawannya. Sepertinya gadis cantik itu sengaja menunggu lawannya
mulai menyerang. Tindakan Aryani tentu saja menandakan kecerdikan otaknya.
Karena jika lawan menyerang lebih dahulu, ia dapat menebak dan tindakan Aryani
itu sama sekali bukan karena ia merasa gentar menghadapi keroyokan lawannya.
Sebagai seorang keturunan datuk sesat tentu saja bukan hanya sekadar ilmu silat
tinggi yang diturunkan ayahnya.
Raja Racun Merah pun pernah menceritakan kepada putrinya itu tentang adanya ilmu
gabungan yang dijalankan lebih dari dua atau tiga orang. Meskipun rata-rata ilmu
silat lawan berada di bawahnya, namun apabila lawan menggunakan ilmu gabungan
bisa jadi ia sendirilah yang mungkin akan celaka di tangan lawan-lawannya.
Nasihat ayahnya itulah yang membuat Aryani tidak mau bertindak ceroboh. Ia ingin
melihat dulu, apakah ketiga orang pengeroyoknya itu menggunakan ilmu gabungan,
atau hanya keroyokan biasa. Untuk mengetahui hal itu, Aryani menunggu serangan
lawan, agar ia dapat menilainya.
Ki Panjarasa dan kedua orang muridnya, tampak mengitari gadis itu dengan
berpindah-pindah tempat. Terkadang kedudukan Ki Panjarasa berada tepat di depan
Aryani. Di lain
saat, orang tua gagah itu bisa berada di belakang lawannya.
Jelaslah kini bagi Aryani bahwa ketiga lawannya menggunakan ilmu gabungan yang
Pedang Kiri 14 Jodoh Rajawali 04 Utusan Pulau Keramat Senja Jatuh Di Pajajaran 2
^