Pencarian

Keturunan Datuk Persilatan 2

Pendekar Naga Putih 37 Keturunan Datuk Datuk Persilatan Bagian 2


Tanpa banyak tanya lagi, Aryani segera menikmati hidangan yang telah dipesannya.
Ia sama sekali tidak ambil peduli, ketika mendengar langkah langkah kaki
berhenti di depannya.
"Aaah, untunglah masih ada tempat yang kosong. Kebetulan ada seorang bidadari di
kedai ini. Benar-benar peruntunganmu baik sekali, Tuan Muda...," terdengar salah
seorang yang bersuara seperti perempuan mengoceh.
Lelaki muda yang bertubuh jangkung itu tersenyum, seraya sepasang matanya
mengamati tubuh Aryani. Sambil menarik sebuah kursi, ia langsung duduk di
hadapan putri datuk sesat itu. Ketiga kawannya yang lain serentak mengikuti.
"Boleh aku duduk di sini, Nisanak...?" tanya pemuda jangkung itu dengan lagak
yang dibuat-buat
Aryani mengangkat kepalanya sejenak. Hatinya ingin memaki, karena ucapan pemuda
jangkung itu jelas-jelas bermaksud menggodanya. Kalau tidak, mengapa setelah
duduk baru meminta persetujuannya. Batin gadis cantik itu mengomel panjang
pendek. "Silakan, kalian bebas duduk di mana saja. Kedai ini bukan milikku," sahut
Aryani ketus. Kemudian, ia kembali menunduk dan menikmati hidangannya. Meski
selera makannya sudah lenyap dengan kehadiran empat orang pemuda itu, tapi ia
berusaha tidak mendamprat mereka di kedai itu.
"Wah, matanya galak sekali... tapi, indah, dan menggemaskan...," celetuk pemuda
berwajah bulat yang duduk di sebelah kanan Aryani. Terdengar gelak tawa mereka
ketika mendengar ucapan itu.
"Hai, sayang kedai sebesar dan sebagus ini banyak dikerumuni lalat. Benar-benar
menyebalkan...," ujar Aryani sambil bangkit, setelah meninggalkan uang sebagai
pembayaran hidangan yang disantapnya.
"Kurang ajar...! Berhenti kau, Perempuan Sombong! Kau benar-benar kelewatan
menyebut kami sebagai lalat-lalat menyebalkan! Kau harus minta maaf kepada Tuan
Muda kami...!" pemuda berwajah bulat yang merasa tersinggung dengan umpatan
Aryani, bergerak bangkit dan menangkap pergelangan gadis cantik yang hendak
berlalu itu. Meskipun hatinya sudah kesal karena mereka telah mengganggu selera makannya,
namun Aryani tetap mencoba bersabar. Seperti tak disengaja, tangan kanannya yang
akan dicekal pemuda itu bergerak ke depan, bersamaan dengan berbaliknya tubuh
gadis cantik itu.
"Hei, siapa yang mengatakan kalau kalian adalah lalat" Apa aku berkata begitu"
Aku hanya tidak suka melihat kedai ini
dikerumuni lalat. Nah, apakah kalian berempat ini binatang yang bernama lalat?"
tukas Aryani tak mau kalah. Sehingga, pemuda bertubuh gemuk yang wajahnya bulat
itu terdiam dengan wajah ketololan. Kemudian mengharapkan bantuan kawan-
kawannya. Senyum sinis di bibir Aryani terkembang, ketika melihat pemuda berwajah bulat
itu tak bisa menjawab kata-katanya.
Dengan tenang ia kembali melangkah keluar kedai. Ia sama sekali tidak peduli
dengan teriakan-teriakan pemuda itu yang berusaha mencegah kepergiannya.
"Hei, berhenti kau, Perempuan Sombong...!" tiba-tiba terdengar hardikan, yang
kemudian disusul dengan berkelebatannya sosok-sosok tubuh menghadang jalan gadis
itu. Dan, tahu-tahu keempat orang pemuda itu telah berdiri di depan Aryani.
"Apa mau kalian sebenarnya...?" ujar gadis cantik itu sambil memandang tajam
wajah yang menghadangnya, karena saat itu sudah berdiri di luar kedai, maka
Aryani pun berniat untuk memberi pelajaran kepada orang-orang itu.
"Setelah menghina kami, apakah kau kira dapat pergi begitu saja" Kau harus
dihukum, sebelum meninggalkan tempat ini!"
ujar salah seorang dari mereka sambil menudingkan telunjuknya ke wajah gadis
cantik itu. "Katakan, apa hukuman itu...?" pinta Aryani sambil menatap tajam lelaki berwajah
bulat yang sepertinya sangat mendendam kepada gadis cantik itu.
"He he he... tidak sulit. Kau harus mencium kami berempat.
Setelah itu, baru kau boleh pergi dengan bebas," sahut yang lainnya cepat sambil
terkekeh menyebalkan.
Mendengar ucapan kurang ajar itu, wajah Aryani berubah merah. Tapi, dengan
pandainya gadis cantik itu segera dapat menguasai kemarahannya. Lalu, ia
melangkah ke arah lelaki yang mengajukan permintaan 'hukuman' itu dengan bibir
tersenyum manis.
"Baik. Tapi dengan satu syarat, kalian semua harus memejamkan mata rapat-rapat,
bagaimana?" ujar Aryani dengan nada wajar. Sehingga, keempat pemuda itu sama
sekali tidak merasa curiga.
Jawaban yang sama sekali tidak disangka-sangka itu, membuat mereka terkekeh
kegirangan. Sambil membayangkan nikmatnya sentuhan bibir gadis cantik itu,
keempatnya segera memejamkan mata rapat-rapat.
"Hm..., kalian harus berdiri berjajar. Jadi, aku langsung bisa menyelesaikan
hukuman itu secepatnya," kembali terdengar suara Aryani yang membuat keempat
pemuda itu segera menuruti ucapannya.
"Rasakanlah kenikmatan ini...," desis Aryani sambil menggerakkan tangannya empat
kali berturut-turut.
Plak! Plak! Plak...!
Keempat orang lelaki itu berteriak kesakitan! Tubuh mereka langsung terpelanting
akibat kerasnya tamparan gadis cantik itu. Bahkan dua orang di antaranya sampai
copot giginya! "Bangsat...!"
Lelaki jangkung yang disebut sebagai 'tuan muda' itu, memaki kalang kabut. Tanpa
banyak cakap lagi, ia langsung melompat menerjang Aryani. Nafsu bejadnya lenyap
berganti dengan sakit hati yang bergolak di dalam dadanya. Sehingga, serangannya
pun tidak bisa dipandang ringan.
Bettt! Bettt! Serangakaian pukulan dan tendangan dilontarkan pemuda jangkung itu, dapat
dielakkan secara mudah oleh Aryani.
Sebagai putri seorang datuk sesat, tentu saja serangan-serangan itu tidak
berarti sama sekali baginya. Bahkan dengan gesitnya ia langsung membalas
serangan-serangan yang tidak kalah berbahaya.
"Haiiit..!"
Memasuki jurus yang kedua puluh, Aryani berseru nyaring sambil melontarkan
sebuah pukulan ke dada lawan. Kecepatan geraknya yang memang jauh di atas lawan,
membuat pukulan itu mendarat telak pada sasarannya.
Bukkk! "Aaakh...!"
Tanpa ampun lagi, tubuh jangkung itu terjungkal, dan terbanting jatuh ke tanah.
Darah segar tampak meleleh di sudut bibirnya. Melihat seringai di wajahnya,
jelas pukulan gadis itu cukup mendatangkan rasa sakit pada bagian dalam dada
Tuan Muda itu. "Bunuh gadis itu...!" merasa dipermalukan di depan orang banyak, pemuda jangkung
itu langsung memerintahkan ketiga kawannya untuk membinasakan Aryani. Sedangkan
ia sendiri sudah mencabut senjata dan langsung mengeroyok gadis cantik itu,
tanpa malu-malu lagi.
Di tengah pertarungan yang berlangsung sengit tiba-tiba melayang sesosok tubuh
tegap ke tengah arena. Sekali bergerak, tangan dan kakinya langsung merobohkan
tiga orang pengeroyok gadis cantik itu.
"Cepat tinggalkan tempat ini! Kalau tidak, kau akan mendapat kesulitan
besar...!" bisik sosok yang ternyata adalah seorang pemuda tampan. Sambil
berkata, tangan pemuda itu bergerak mencekal pergelangan tangan Aryani. Dan,
langsung melesat meninggalkan tempat itu.
Aryani yang sebelumnya mau memberontak, terpaksa menunda niatnya. Meski di
kepalanya dipenuhi tanda tanya, namun gadis cantik itu diam saja ketika pemuda
itu terus berlari keluar batas kadipaten. Tidak ada sedikit pun bantahan dari
Aryani, karena gadis itu merasa penasaran, dan ingin mengetahui apa sebenarnya
maksud pemuda itu menolongnya.
*** Pemuda bertubuh tegap itu baru memperlambat larinya, ketika keduanya telah jauh
meninggalkan kadipaten. Kemudian, ia menghentikan langkahnya. Seperti tidak
sadar kalau jemarinya masih mencekal pergelangan tangan Aryani, pemuda itu enak
saja menyandarkan tubuhnya pada sebuah batu besar di tepi jalan.
"Hm..., sekarang kau harus menjelaskan kepadaku, mengapa kau membawaku lari, dan
mengapa kau begitu suka memegang tanganku?" tanya Aryani sambil menatap wajah
pemuda itu lekat-lekat. Gadis cantik itu sejenak terpaku ketika melihat wajah
pemuda itu sangat gagah dan tampan. Dan, yang paling membuat hatinya lega, ia
tidak menemukan sinar kekurangajaran pada sepasang mata, yang terlindung alis
hitam dan tebal itu. "Benar-benar seorang pemuda yang gagah dan menarik."
Ketika mendengar ucapan Aryani, pemuda itu baru sadar kalau ia masih saja
menggenggam pergelangan tangan gadis cantik itu. Dengan wajah agak kemerahan,
pemuda itu bergegas melepaskan genggamannya.
"Maaf...," desahnya dengan wajah penuh sesal. Kemudian, pemuda itu mengalihkan
pandangan matanya, disertai dengan helaan napas panjang.
"Hei, kau belum menjawab pertanyaanku...?" ujar Aryani setengah memekik. Hatinya
sempat kesal karena mengira pemuda itu sengaja mengacuhkan pertanyaannya.
"Oh, maaf..., maaf...," lagi-lagi hanya ucapan itu yang keluar dari mulutnya.
Sehingga Aryani menjadi jengkel dibuatnya.
"Ooo, jadi hanya kata-kata itukah sebagai penjelasan atas sikapmu yang telah
membawaku lari sejauh ini" Sadarkah kau kalau aku menghendaki, kepalamu bisa
kupukul pecah, setelah bisa membawaku ke sini!" karena tidak sanggup menahan
kejengkelan hatinya, Aryani menghardik pemuda itu dengan sepasang mata melotot.
"Tentu saja aku tahu, Nisanak. Tapi ketahuilah, aku sama sekali tidak bermaksud
buruk. Sengaja aku membawamu lari menghindari perkelahian itu. Karena, lelaki
jangkung yang bernama Pandala itu adalah putra Ketua Perguruan Gagak Putih, yang
merupakan perguruan paling terkenal di Kota Kadipaten Jaga Karta. Pengaruh
perguruan itu sampai ke dalam istana kadipaten. Dan, kalau sampai perkelahian
itu dilihat prajurit kadipaten, mereka bisa menangkapmu, dan menuduhmu sebagai
pemberontak," jelas pemuda tampan itu, yang membuat Aryani terbelalak.
Sepertinya ia tidak mengira kalau akan sedemikian jauh akibat persolan sepele
itu. "Hm..., lalu, apakah kau kira aku takut untuk menghadapi prajurit Kadipaten Jaga
Karta?" Aryani yang sepertinya tidak
mau kalah itu, membantah dengan wajah tersenyum sinis.
Dengan cerdik, ia menyimpan keterkejutan hatinya.
"Aku percaya kau tidak takut. Tapi, bukan itu yang kukhawatirkan. Tentu dengan
kepandaianmu yang tinggi, kau dapat membinasakan puluhan, bahkan ratusan
prajurit. Nah, untuk menghindari peristiwa berdarah itulah terpaksa aku
memberanikan diri membawamu kemari," tutur pemuda itu sambil berusaha untuk
tidak membuat Aryani menjadi marah.
"Hm..., kalau begitu kau benar-benar seorang pemuda yang baik. Menilik dari
kepandaian dan sikapmu, tentulah kau orang-orang golongan putih yang menamakan
dirinya sebagai pembela kebenaran, begitukah?" meski terdapat nada pujian dalam
ucapan gadis itu, tapi jelas lebih banyak nada ejekan.
"Aku tidak berani mengatakan, diriku adalah seorang pendekar. Apabila sebagai
pembela kebenaran yang budiman.
Rasanya perkataan itu terlalu muluk. Namaku Puja Merta. Dan, aku hanya seorang
pemuda bodoh, yang mengerti sedikit tentang ilmu silat. Kalau aku boleh tahu
siapakah, Nisanak?"
tanya pemuda gagah yang mengaku bernama Puja Merta itu, menatap Aryani dengan
sepasang mata yang tajam. Nyata sekali sinar persahabatan di mata pemuda itu.
Aryani sendiri sempat tersenyum mendengar ucapan pemuda bernama Puja Merta itu.
Hatinya sedikit lega merasakan betapa pemuda itu seorang yang sabar dan tak
sombong. Bahkan dalam setiap perkataannya, pemuda itu selalu mengalah
terhadapnya. Tentu tidak ada alasan lagi bagi gadis cantik itu untuk tidak
menyukai pemuda seperti Puja Merta.
"Namaku Aryani. Aku, seorang pengembara yang datang dari jauh. Dan, apakah yang
sedang kau kerjakan di Kota Kadipaten Jaga Karta itu" Atau kau memang tinggal di
sana?" tanya Aryani setelah memperkenalkan namanya.
"Aku bukan penduduk kadipaten. Secara kebetulan aku berada di sana, karena kedua
orang tuaku tengah singgah di istana kadipaten. Karena merasa tidak betah berada
di dalam lingkungan itu, aku bemiat melihat-lihat keramaian. Nah, di situlah aku
melihatmu," jelas Puja Merta sambil melangkahkan kakinya perlahan menyusuri
tanah berumput.
"Lalu, dari mana kau mengetahui tentang Perguruan Gagak Putih" Sedangkan kau
bukan penduduk kadipaten," Aryani yang sepertinya merasa penasaran, meminta Puja
Merta menjelaskan hal itu.
"Kedua orang tuaku merupakan sahabat Ketua Perguruan Gagak Putih. Itulah
sebabnya aku mengenal pemuda itu, dan juga pengaruh ayahnya. Hm..., sejak tadi
aku selalu menjawab pertanyaanmu. Kalau aku boleh bertanya, dari mana kau
mempelajari ilmu silat" Melihat dari gerakanmu, pasti gurumu seorang yang
memiliki kepandaian tinggi. Siapakah beliau, Aryani?" tanya Puja Merta hati-
hati. Sepertinya ia merasa sedikit tidak enak menanyakan hal itu. Karena
berkesan menyelidik.
"Hm..., guruku adalah ayahku sendiri. Beliau dikenal dengan julukan Raja Racun
Merah. Mungkin kau juga pernah mendengar namanya?" jelas Aryani tanpa rasa
curiga sedikit pun.
Puja Merta yang mendengar, Aryani adalah putri datuk sesat yang berjuluk Raja
Racun Merah, tentu saja terkejut bukan kepalang. Cepat ia menekan perasaannya
yang terguncang, agar tidak menyinggung perasaan Aryani. Karena hal itu dapat
menimbulkan kemarahan di hati gadis cantik itu.
Tapi, belum lagi Puja Merta sempat menjawab pertanyaan Aryani, tiba-tiba
terdengar suara berat yang mengejutkan mereka berdua. Sebelum gema suara itu
sendiri lenyap, si
empunya suara sudah muncul mendatangi Aryani dan Puja Merta.
"Hm..., aku mendengar disebutnya nama Raja Racun Merah.
Di mana manusia iblis itu" Biar kupatahkan batang lehernya."
Aryani terkejut bukan main mendengar suara yang jelas-jelas menghina ayahnya.
Wajar saja kalau gadis cantik itu menjadi marah besar. Karena ia memang sangat
mencintai ayahnya.
Lain halnya dengan Puja Merta. Ia mengenal baik suara berat yang mengejutkan
itu. Dan, wajahnya semakin bertambah pucat ketika melihat dua sosok tubuh yang
sangat ia kenal menghampiri mereka berdua.
6 "Ayah.... Ibu...!" teriak Puja Merta dalam hati. Dan, pemuda tampan itu pun
menjadi serba-salah, ketika mengetahui orang yang mengeluarkan ucapan tadi
adalah orang tuanya sendiri.
Pemuda itu semakin bingung ketika melihat Aryani yang jelas-jelas marah terhadap
ayah dan ibunya.
"Hm..., Manusia Sombong! Berani sekali menghina ayahku?"
ujar gadis cantik itu dengan suara lantang. Ia tidak mendengar ucapan Puja
Merta, karena pemuda itu hanya mengatakannya dalam hati, tapi ia agak heran
melihat pemuda itu salah tingkah.
"Puja Merta!" lelaki gagah berusia setengah baya itu berteriak dengan wajah
gelap, ketika melihat putranya berada bersama dara cantik, yang ia dengar
sebagai putri Raja Racun Merah, "Mengapa kau berada di slni" Apa yang kau
lakukan dengan putri manusia sesat itu?"
"Kau mengenal kedua orang itu, Puja Merta...?" tanya Aryani ketika mendengar
salah seorang dari mereka memanggil pemuda yang berdiri di sampingnya. Wajah
gadis itu terkesan curiga ketika melihat Puja Merta gugup.
"Mereka... ayah ibuku, Aryani. Maafkanlah...," bisik Puja Merta lirih. Jelas,
pemuda itu tidak ingin kalau suaranya sampai terdengar oleh kedua orang tuanya.
"Ooo..., jadi mereka orang tuamu?" tegas Aryani dengan senyum sinis yang
menyakitkan hati Puja Merta, "Rupanya kau putra pasangan pendekar sombong, yang
hanya selalu menghina orang lain!"
"Hei, Gadis Liar!" hardik orang tua perempuan Puja Merta sambil menudingkan jari
telunjuknya ke wajah Aryani. "Ayahmu
memang seorang manusia keji dan kotor! Apakah kau hendak menyangkalnya" Sebagai
putri seorang bejad, kau pun pasti tidak berbeda dengan ayahmu."
"Huh, Nenek-nenek bermulut besar! Apakah kau seorang malaikat yang suci dan
tidak mempunyai kesalahan" Melihat dari sikapmu yang sombong itu, aku sudah bisa
menduga kalau kau menganggap dirimu paling bersih dan paling benar di dunia ini.
Tapi, menurutku kalian berdualah yang lebih jahat dari ayahku!" sahut Aryani
ketus tanpa mengenal rasa takut sedikit pun. Karena hatinya terasa sakit
mendengar penghinaan orang tua Puja Merta.
"Aryani, mereka kedua orang tuaku! Mengapa kau sampai hati menghinanya?" Puja
Merta yang mendengar hinaan gadis cantik itu terhadap kedua orang tuanya, tentu
saja tidak bisa menerimanya. Ia menatap gadis cantik itu dengan pandangan
menuntut agar Aryani menarik kembali kata-katanya.
"Oooh, jadi kalau mereka kedua orang tuamu, lalu aku harus mendiamkan mereka
menghina ayahku" Puja Merta! Kalau kau tidak senang orang tuamu dihina orang,
apakah kau pikir aku bisa mendiamkan orang-orang busuk yang menghina ayahku"


Pendekar Naga Putih 37 Keturunan Datuk Datuk Persilatan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belalah orang tuamu yang sombong itu, aku tidak takut!"
tantang Aryani yang juga menjadi marah melihat pemuda itu menyalahkan dirinya,
dan bukan menegur kedua orang tuanya.
Puja Merta yang diam-diam telah menaruh hati kepada gadis cantik itu, tentu saja
semakin bertambah bingung. Tapi, biar bagaimanapun, ia lebih condong membela
kedua orang tuanya ketimbang gadis cantik, yang ternyata putri seorang datuk
sesat itu. Keputusan itu membuatnya tidak mau kalah dengan Aryani.
"Gadis liar ini memang perlu diberi hajaran, agar ia tidak semakin kurang
ajar...," belum lagi Puja Merta berbuat sesuatu,
tiba-tiba saja wanita yang tidak lain adalah ibu pemuda itu, melesat mengirimkan
sebuah tendangan ke wajah Aryani.
"Hm...," Aryani bergumam lirih, dan siap menyambut serangan wanita cantik
berusia sekitar empat puluh tahun itu.
"Ibu.... Jangaaan...!"
Puja Merta tidak menyangka kalau perdebatannya dengan Aryani berlanjut menjadi
perkelahian. Ia berusaha mencegah, tapi sayang ia tak mampu berbuat apa-apa.
Sehingga, pertarungan pun tidak dapat dihindarkan lagi.
Serangan-serangan yang dilancarkan orang tua perempuan Puja Merta, nampak
semakin gencar dan cepat. Rupanya wanita cantik, yang tampak jauh lebih muda
dari usianya itu, merasa penasaran ketika mengetahui kepandaian gadis muda itu
tidak bisa dipandang enteng. Terbukti, setiap serangan-serangannya selalu dapat
diimbangi oleh gadis berpakaian kuning cerah itu. Bahkan serangan balasan gadis
itu tidak kalah berbahaya!
Sebagai istri seorang pendekar berjuluk Tangan Malaikat, tentu saja wanita
berpakaian merah muda itu merasa malu kalau tidak mampu menjatuhkan seorang
gadis muda seperti Aryani. Sehingga, serangan-serangannya yang semula untuk
memberi pelajaran kepada gadis cantik itu, telah berubah menjadi serangan maut
yang mematikan! Sudah tentu suasana perkelahian makin menghebat yang membuat
hati Puja Merta menjadi gelisah.
Pemuda tampan gagah itu berdiri dengan mimik wajah sedih. Ia tak tahu harus
berbuat apa untuk melerai pertarungan yang kelihatan mulai mati-matian itu.
Ditahannya keinginan untuk membela orang tuanya, karena hal itu pasti akan
membuat Aryani semakin sakit hati. Selain itu, ia pun tahu
kalau ibunya yang memulai pertarungan. Keraguan itu membuatnya hanya berdiri
mematung dengan wajah berduka.
Lain halnya dengan orang tua laki-laki Puja Merta, yang berjuluk Tangan Malaikat
itu. Kening lelaki separuh baya itu nampak berkerut ketika melihat istrinya
mulai terdesak oleh serangan balasan lawannya, yang semakin hebat dan gencar.
"Hebat... Gadis itu benar-benar hampir mewarisi seluruh kesaktian Raja Racun
Merah. Hm..., kalau tidak dicegah dari sekarang, kelak wanita itu akan menjadi
ancaman bagi kehidupan manusia. Bukan tidak mungkin, dalam waktu beberapa tahun
lagi, ia akan berubah menjadi iblis wanita yang lihai dan kejam," gumam Tangan
Malaikat sambil mengelus-elus jenggotnya, yang tampak mulai berwarna putih itu.
Tangan Malaikat khawatir akan keselamatan istrinya. Dan, perasaan itu tidak
meleset. Setelah bertarung selama kurang lebih empat puluh jurus, tampak Aryani
telah menguasai lawannya. Gadis cantik putri Raja Racun Merah itu terlihat
mencecar lawan dengan ilmu andalannya, 'Tangan Racun Merah'. Sehingga, istri
Pendekar Tangan Malaikat, semakin kelabakan karena terkurung oleh bau harum yang
menebar dari setiap lontaran pukulan lawan.
"Huh! Kau rasakan pukulanku, Wanita Jahat..!" sambil membentak keras, Aryani
melontarkan pukulan-pukulannya dengan kekuatan penuh. Sehingga, lawan yang
memang telah kepayahan itu terbelalak matanya. Sedangkan wajahnya pucat ketika
melihat datangnya serangan maut!
Wuuus! "Aiiih..."!"
Hantaman telapak tangan kiri Aryani yang meluncur mengancam dada kiri lawan,
sempat dielakkan meski dengan
susah payah. Sayang, pukulan telapak tangan kanan yang datang menyusul seperti
sambaran kilat itu, tidak sempat dihindarkan lawan. Dan....
Bresssh...! Apa yang terjdi kemudian, benar-benar diluar dugaan Aryani.
Pada saat hantaman telapak tangan kanannya meluncur deras, sesosok bayangan
tinggi besar melesat menyambut pukulannya! Sehingga, terjadilah benturan keras
yang membuat tubuh gadis cantik itu terpental balik dengan kerasnya!
"Aaakh...!"
Aryani memekik tertahan! Kesadarannya hampir hilang, ketika merasakan tubuhnya
melayang seperti dilemparkan tenaga raksasa! Kemudian ia terbanting keras di
atas tanah berumput.
"Curang...!" desis Aryani begitu menyadari orang yang memapak serangannya. Dari
lelehan darah yang mengalir di sudut bibirnya, jelas wanita cantik itu cukup
menderita akibat benturan tenaga tadi.
"Aryani...!"
Puja Merta yang juga tidak menyangka kejadian itu, bergegas memburu Aryani
Pemuda itu segera membantu sahabat barunya. Namun, langkahnya terhenti seketika
begitu mendengar ucapan Aryani.
"Mau apa kau..." Apakah kau juga akan mengeroyokku"
Majulah! Aku tidak takut menghadapi keroyokan keluarga pendekar seperti kalian,
Manusia-manusia Licik dan Sombong!"
hardik Aryani yang bergegas bangkit, meski dengan langkah agak sempoyongan.
Sepasang mata gadis cantik itu menatap tajam dan mengandung ejekan. Bahkan ia
tampak siap menyambut serangan Puja Merta, yang sebenarnya berniat ingin menolongnya.
"Aryani..., kau selalu salah mengerti. Aku justru ingin menolongmu...," ujar
Puja Merta dengan wajah agak pucat.
"Huh! Pergi saja kepada orang tuamu! Aku tidak butuh pertolongan seorang
pendekar besar sepertimu!" kembali Aryani membentak dan melontarkan kata-kata
yang menyakitkan hati Puja Merta.
"Puja Merta, kemari kau! Untuk apa berteman dengan calon wanita iblis jahat
seperti dia!" Tangan Malaikat yang tentu saja merasa tidak senang dengan sikap
putranya, membentak keras bagai guntur yang menggelegar. Jelas, kalau lelaki
gagah itu marah melihat sikap putranya yang lemah.
"Ayah..., aku...."
"Diam! Gadis itu jelas merupakan bibit kejahatan yang harus dilenyapkan! Kalau
tidak, di kemudian hati ia akan berubah menjadi iblis wanita yang keji! Dan,
kelak kau akan menyesal!"
hardik orang tua itu memotong kalimat Puja Merta. Sehingga, meski agak segan,
pemuda itu melangkah juga ke arah kedua orang tuanya.
"Orang tua, siapakah kau sebenarnya yang demikian sombong dan sangat merendahkan
orang lain" Apakah kau orang yang paling benar di dunia, sehingga begitu
rendahnya kau menilai orang lain! Apakah kau merasa sesuci malaikat?"
desis Aryani dengan tubuh menggigil karena kemarahan yang telah mencapai ubun-
ubunnya. Gadis cantik itu hampir menangis, karena hinaan-hinaan yang dilontarkan
lelaki gagah itu serasa menusuk-nusuk jantungnya.
"Hm..., ayahmu tentu sudah mengenalku dengan baik. Aku adalah si Tangan Malaikat
yang akan mencabut nyawa ayahmu,
dan juga nyawamu! Kalau kau kubiarkan hidup, bukan tidak mungkin kau akan
menyebarkan malapetaka di muka bumi ini.
Bahkan mungkin jauh lebih jahat dan keji dari ayahmu sendiri.
Aku tidak ingin menyesal di kemudian hari. Jadi, bersiapiah untuk pergi ke
akhirat" Jelas lelaki gagah itu sambil melangkah perlahan-lahan menghampiri
Aryani. Tangan Malaikat memang bukan nama baru dalam dunia persilatan. Sepak terjangnya
yang tidak mengenal ampun, membuat kaum sesat merasa jerih kepadanya. Jangankan
golongan penjahat tingkat rendahan, bahkan para datuk-datuk kaum hitam pun,
enggan berurusan dengan pendekar kosen itu.
Sayang, meskipun ia termasuk golongan putih, banyak tokoh-tokoh dari golongannya
yang tidak suka kepada pendekar besar itu. Selain sikapnya yang keras dalam
menghukum kaum sesat, Tangan Malaikat juga terkenal sebagai pendekar yang
sombong dan tinggi hati. Sikapnya yang selalu memandang rendah orang-orang di
bawahnya, sehingga membuat pendekar itu dijauhi oleh rekan-rekan segolongan.
Namun, tidak seorang pun yang berani berkata terus terang.
Meskipun, mereka tidak menyukai sikap Tangan Malaikat.
Sebagai tokoh golongan atas, tentu saja banyak kaum rimba persilatan yang takut
menghadapi kemarahan orang tua sakti itu. Itulah sebabnya, mengapa ia membenci
Raja Racun Merah, dan juga Aryani yang diduganya akan menjadi penurut kekejian
dan kejahatan tokoh sesat itu.
Aryani sendiri yang cukup lama mengembara mencari pengalaman, baru kali ini
berjumpa dengan seorang pendekar yang sombong, dan mudah sekali melontarkan
hinaan kepada dirinya dan ayahnya. Sebenarnya gadis cantik itu merasa maklum,
bila ada orang yang membenci ayahnya. Karena ia
bukan tidak tahu kesalahan ayahnya di masa lalu. Yang tidak bisa ia terima
adalah hinaan-hinaan terhadap dirinya.
Semua orang boleh saja membenci dan menghina ayahnya, yang memang bersalah dan
jahat. Tapi, mengapa dirinya yang tidak pernah berbuat jahat ikut-ikutan dihina"
Apakah tidak boleh seorang ayah yang jahat mempunyai anak yang tidak menuruni
sifatnya. Apa sebenarnya kesalahan yang telah ia buat sehingga tokoh yang
bernama Tangan Malaikat itu sangat membencinya" Benar-benar ia tidak dapat
menerima penghinaan itu!
"Tangan Malaikat..," desis Aryani seperti hendak mengingat, kalau-kalau ayahnya
pernah menyinggung tokoh itu dalam sebuah ceritanya.
"Hei, Perempuan Liar...!"
Aryani yang tengah mengingat-ingat tentang tokoh pendekar itu, tersentak kaget
ketika mendengar bentakan Tangan Malaikat. Cepat ia menoleh dan membalas tatapan
mata orang tua itu dengan sorot kebencian.
"Kuberi kau kesempatan untuk bertahan selama dua puluh jurus! Kalau kau mampu
bertahan, kurelakan kau pergi dari tempat ini dengan selamat. Tapi, kalau kau
tidak mampu menyelamatkan dirimu, jangan salahkan aku bila tanganku akan
mencabut nyawamu," ujar Tangan Malaikat dengan suara berat dan mengandung
perbawa kuat. "Dengar, Orang Tua Sombong! Aku tidak butuh belas kasihmu! Kalaupun aku harus
mati di tanganmu, aku tidak menyesal. Kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan
bagiku! Seranglah aku, jangan hanya bicaramu saja yang besar!" sahut Aryani
dengan suara ketus dan kasar.
Hal itu wajar saja. Meskipun pada dasarnya Aryani adalah seorang gadis yang
lembut dan penuh belas kasih, namun karena sejak kecil dididik orang tuanya
dalam lingkungan sesat, maka tidak heran kalau sikap atau ucapan gadis cantik
itu cenderung kasar kalau disakiti.
"Baik. Tapi, kaulah yang harus menyerangku lebih dahulu.
Sebagai orang yang lebih tua, tentu saja aku tidak mau kalau kelak ada orang
yang menyalahkan aku, karena tidak memberi kesempatan kepadamu untuk membela
diri. Mulailah," ujar Tangan Malaikat yang berdiri tegak tanpa persiapan.
Sebagai seorang tokoh tua yang telah berpengalaman, tentu saja ia tidak perlu
lagi memasang kuda-kuda sebelum bertarung.
Karena dalam kedudukan bagaimanapun, itu merupakan sikap bertarung.
"Ayah, jangan mendesak Aryani. Aku percaya dia tidak sejahat orang tuanya.
Tahanlah sikap Ayah, jangan sampai di kemudian hari akan mendatangkan sesal yang
tak berujung,"
Puja Merta yang merasa kurang setuju dengan sikap ayahnya.
Kemudian, ia segera berdiri di antara kedua orang yang telah siap bertarung itu.
Menilik dari sikap dan ucapan-ucapannya, jelas Puja Merta sama sekali tidak
menuruti sifat lelaki gagah itu. Bahkan, ia terkesan lembut meskipun diasuh oleh
kedua orang tua pendekar besar yang terkenal tinggi hati itu.
"Puja Merta. Menyingkirlah! Beraninya kau menasihati Ayahmu" Kau masih terlalu
muda untuk mengenal sifat-sifat licik dan keji orang-orang golongan sesat. Tapi
aku, Ayahmu sudah lama berkecimpung di dalam dunia persilatan. Dan, aku tahu
mana yang harus kutindak," hardik Tangan Malaikat dengan suaranya yang berat dan
berpengaruh itu. Bahkan, wajah orang itu sudah berubah gelap. Karena ia
dinasihati oleh anaknya sendiri di depan orang lain. Tentu saja hal itu sangat
memalukan dan merendahkan namanya. Untunglah di tempat itu hanya mereka
berempat. Kalau saja ada tokoh persilatan yang lain menyaksikannya, bukan tidak
mungkin berita itu akan tersebar di kalangan rimba persilatan.
"Ayah..., aku hanya...."
"Cukup! Atau kau ingin melawan terhadap Ayahmu?" tukas Tangan Malaikat dengan
suara menggelegar, karena kemarahannya telah memuncak. Bantahan putranya itu
benar-benar membuat orang tua itu hampir menjadi gelap matanya.
"Puja, minggirlah. Gadis liar itu tidak patut kau bela...,"
terdengar suara orang tua perempuan Puja Merta. Wanita yang masih nampak cantik
itu segera menyeret putranya untuk menjauh.
"Seranglah aku, Gadis Liar. Jangan membuat ucapan yang kuucapkan tadi berubah!"
kemarahan karena bantahan putranya, ditumpahkan kepada Aryani yang dituduh
sebagai biang keladi sikap bandel putranya itu. Sehingga, Aryani menjadi semakin
benci dengan orang tua gagah itu.
"Baik! Kau pikir aku takut, Orang Tua Sombong!" bentak Aryani melengking karena
marah. Begitu ucapannya selesai, tubuh gadis cantik itu langsung melesat
menerjang lawannya.
"Tunggu!"
Tapi, sebelum serangan Aryani tiba, tiba-tiba berkelebat dua sosok tubuh yang
diiringi sebuah bentakan menggelegar seperti akan mengguncangkan tempat itu.
Baik Aryani, Tangan Malaikat, Puja Merta, maupun ibunya, serentak menatap sosok
berjubah putih dan sosok ramping berpakaian hijau yang telah berdiri tegak di
tengah arena. "Pendekar Naga Putih..."!"
Tangan Malaikat dan istrinya berseru hampir berbarengan.
Sebagai tokoh persilatan tingkat atas, tentu saja kedua orang itu telah
mendengar munculnya seorang pendekar muda yang telah membuat kaum sesat
kelabakan. Selain itu, ciri-ciri pendekar muda itu pun telah lama mereka
ketahui. Maka, tidak heran begitu melihat ciri-ciri pemuda berjubah putih yang
berdiri di tengah arena, pasangan pendekar besar itu langsung mengenalinya
dengan baik. "Benar, Ki. Aku adalah Panji. Orang-orang rimba persilatan menjulukiku sebagai
Pendekar Naga Putih. Dan, aku pun sudah lama mendengar nama besar Tangan
Malaikat, sebagai seorang pendekar gagah berbudi tinggi, yang selalu menolong
orang-orang lemah. Terimalah sebagai tanda hormatku...," sambil berkata
demikian, pemuda berjubah putih yang memang adalah Panji itu, segera
membungkukkan tubuhnya ke arah Tangan Maiaikat dan istrinya. Dari perkataan
maupun sikapnya, jelas pemuda itu cukup cerdik.
Kenanga yang berdiri tidak jauh dari Panji, hanya mengangguk-anggukkan kepalanya
sekejap. Menilik dari sorot matanya gadis jelita itu tidak begitu suka dengan
pasangan pendekar besar itu.
"Hm..., lalu apa keperluanmu mencampuri urusanku, Pendekar Naga Putih" Apakah
kau ingin membela gadis liar itu?" dalam nada pertanyaan Tangan Malaikat
terkandung perasaan sinis. Bahkan melihat dari gaya bicara dan sikapnya, orang
tua itu merasa lebih tinggi tingkatannya dari Panji. Tapi, pemuda itu berpura-
pura tidak tahu, dan tetap bersikap hormat.
"Maaf, menurutku persoalan ini bukanlah pribadi sifatnya.
Aku cukup lama bersembunyi dan mendengar semua yang kalian ucapkan. Karena gadis
yang berpakaian kuning, kalau tidak salah bernama Aryani ini, tidak berbuat
kesalahan, maka
aku terpaksa mencampuri persoalan kalian. Sebab masalahnya terletak pada
pertentangan antara golongan hitam dan golongan putih. Melihat adanya
ketidakadilan di sini, aku terpaksa memberanikan diri mencampuri persoalan
kalian," jelas Panji dengan tutur kata yang teratur baik dan sopan.
Sehingga, Puja Merta menjadi kagum atas sikap pemuda yang berjutuk Pendekar Naga
Putih itu. Demikian juga halnya dengan Aryani, putri tokoh sesat yang semula membenci
golongan putih karena sikap Tangan Malaikat, menatap kagum ke arah pemuda tampan
berjubah putih itu. Mendengar ucapan dan sikap pemuda itu, gadis ini mulai
berubah pandangannya terhadap golongan putih.
"Pendekar Naga Putih..." Sepertinya ayah pernah bercerita tentang pendekar besar
yang masih muda itu. Apa yang diceritakan ayah memang tidak berlebihan. Pemuda
itu begitu lembut, sopan, dan sepertinya mempunyai pandangan yang lebih luas
ketimbang orang tua sombong itu. Bahkan wibawanya pun tidak kalah dengan
pendekar besar yang berpikiran sempit itu...," gumam Aryani sambil menatap
lekat-lekat wajah Pendekar Naga Putih dari samping. Hatinya benar-benar kagum
terhadap pemuda itu.
75 Tangan Malaikat mengerutkan keningnya dalam-dalam.
Penjelasan Pendekar Naga Putih menurutnya terlalu berbelit-belit dan membuatnya
tidak sabar.

Pendekar Naga Putih 37 Keturunan Datuk Datuk Persilatan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm..., dengarlah, Pendekar Naga Putih. Gadis liar ini, putri seorang datuk
sesat yang sangat jahat dan kejam. Aku ingin melenyapkan bibit kejahatan itu,
sebelum membahayakan orang-orang tak berdosa dan kaum rimba persilatan.
Sekarang, aku meminta ketegasanmu, dan bukan nasihatmu! Bersedia menyingkir,
atau terpaksa aku akan menggempurmu!" tegas Tangan Malaikat sambil melangkah
jauh beberapa tindak.
Pendekar yang sombong itu sepertinya sedang kumat penyakitnya. Sebagai tokoh-
tokoh persilatan yang lain, senantiasa ingin menjajal ilmu silatnya, Tangan
Malaikat pun ingin merasakan sampai di mana kehebatan pendekar muda yang
digembar-gemborkan kaum persilatan itu.
"Maaf, Ki. Gadis ini meskipun keturunan seorang datuk sesat atau biang iblis
sekalipun, tapi ia belum pernah melakukan kejahatan. Semua ini bisa kupastikan,
baik dari tingkah lakunya maupun ucapan-ucapannya. Selain itu, ia pun belum
tentu akan mengikuti jejak ayahnya yang sesat itu," ujar Panji lagi dengan sikap
dan ucapan tetap lembut. Panji merasa enggan terlibat pertarungan dengan
pendekar besar itu. Apalagi mereka merupakan orang segolongan.
"Tidak perlu banyak cakap! Sudah kukatakan tadi, aku tidak butuh nasihatmu!"
tukas Tangan Malaikat lagi. Kali ini wajahnya tampak berubah gelap. Sepertinya
keputusan pendekar itu tidak bisa diubah lagi.
"Pendekar Naga Putih...," Aryani yang semenjak tadi hanya diam mendengarkan
perdebatan itu, melangkah maju, "Ayahku memang sebelumnya manusia kejam dan
jahat. Tapi, kalau kau percaya, ayahku telah cukup lama mengundurkan diri. Ia
telah sadar akan sikapnya selama ini."
Hal itu dikarenakan ia telah menaruh kepercayaan kepada pemuda itu. Dan, ia juga
yakin akan tanggapan Pendekar Naga Putih.
"Ha ha ha...!"
Sebelum Panji menanggapi keterangan Aryani, Tangan Malaikat tertawa berkakakan.
Tawa itu jelas dimaksudkan untuk mengejek keterangan gadis keturunan datuk sesat
itu, tentu saja ia tidak percaya begitu saja mendengar ucapan gadis itu.
Dan, sepertinya semuanya itu tetap tidak mengubah keputusan untuk melenyapkan
Aryani. "Aku tidak minta pendapatmu, Pendekar Sombong! Tapi, aku meminta pendapat
Pendekar Naga Putih. Aku yakin pendekar yang meskipun masih muda ini mempunyai
pandangan yang luas, dan jauh berbeda denganmu. Dan, aku percaya kepadanya!"
seru Aryani yang merasa tersinggung mendengar suara tawa lelaki tua yang gagah
itu. "Hm..., rasanya keteranganmu bisa aku percaya, Aryani...,"
ujar Panji sambil menatap wajah Aryani. Pemuda itu juga tersenyum untuk
meyakinkan Aryani kalau ia mempercayai ucapan gadis itu.
"Terima kasih, Pendekar Naga Putih...," ucap Aryani lirih.
Sepertinya ia merasa lega setelah mendengar jawaban Panji.
"Dengar! Apa pun yang kalian katakan, itu tidak akan mengubah pikiranku!" hardik
Tangan Malaikat dengan wajah merah.
"Maaf, aku terpaksa membelanya...," ujar Panji lirih.
"Benar, Kakang. Aku pun percaya kalau Aryani tidak bersalah, dan patut dibela,"
Kenaga yang semenjak tadi hanya diam, ikut angkat bicara. Jelas gadis jelita itu
merasa yakin akan keputusan yang diambil kekasihnya.
"Hm..., kalau begitu bersiaplah...," geram Tangan Malaikat yang sepertinya sudah
siap melancarkan serangan, "Aku pun ingin tahu, sampai di mana kehebatan
pendekar muda yang tersohor itu," ujar Tangan Malaikat dengan nada sombong.
"Kenanga, Aryani, kalian pergilah. Cari desa yang terdekat dengan daerah ini,
aku akan segera menyusul. Persoalan seperti ini tidak patut ditebus dengan
nyawa. Berhati-hatilah,"
bisik Panji sambil mengedipkan matanya kepada Kenanga.
Kenanga dan Aryani segera beranjak meninggalkan tempat itu sebagai mana
dibisikkan Panji. Kenanga mengerti kalau kekasihnya hanya berpura-pura saja
melayani tantangan Tangan Malaikat. Ia pun menyadari kalau sampai pertempuran
itu meminta nyawa, tentu kelanjutannya akan semakin rumit.
Maka, tanpa banyak tanya lagi keduanya pun bergegas.
"Hei, tunggu! Mau ke mana kalian...?" seru Tangan Malaikat yang segera mencegah
ketika melihat gadis berpakaian hijau itu mengajak Aryani meninggalkan tempat
itu. Bersamaan dengan itu, tubuhnya pun melesat mengejar mereka.
"Biarkan mereka pergi, Ki...," ujar Panji yang segera melompat dan menghadang
pengejaran Tangan Malaikat.
"Bedebah!" bentak lelaki tua itu sambil melontarkan pukulan jarak jauhnya ke
arah Pendekar Naga Putih.
Wuuut! Serangkum angin keras berhembus mengancam tubuh Panji.
Cepat pemuda itu berkelit ke samping, guna menghindarkan pukulan maut lawannya.
Kemudian ia segera melepaskan serangan balasan yang cepat dan susul-menyusul.
Serangkaian serangan yang dilancarkan Panji bermaksud untuk mengalihkan
perhatian Tangan Malaikat, ternyata membawa hasil yang baik. Lelaki gagah itu
menjadi sibuk menghindarkan serangan-serangan Pendekar Naga Putih, yang memang
tidak bisa diabaikan begitu saja. Sehingga, ia terpaksa menghadapi serangan
pemuda itu, dan tidak mempedulikan buruannya lagi.
Namun, orang tua perempuan Puja Merta sepertinya tidak mau membiarkan gadis
berpakaian kuning itu lolos. Tanpa mempedulikan seruan putranya, wanita cantik
itu segera melesat, mengejar Kenanga dan Aryani.
Tentu saja perbuatan wanita itu membuat Panji terkejut, ia pun segera melesat
meninggalkan Tangan Malaikat, dan mencegah istri pendekar besar yang akan
mengejar Aryani dan Kenanga.
"Haiiit..!"
Karena tidak ingin dianggap membokong, Panji memberikan isyarat menyerang dengan
teriakannya. Sehingga, wanita itu membatalkan pengejarannya, dan menyambut serangan Pendekar
Naga Putih! "Haaat..!"
Sambil berkelit, wanita cantik itu berseru nyaring dan melancarkan serangan
balasan yang cepat dan kuat! Menilik dari angin pukulannya, jelas serangan yang
dilontarkan lawan sangat berbahaya! Sedangkan serangan Panji hanya dimaksud
untuk mencegah, dan bukan mencelakakan wanita itu.
"Setan...!" Tangan Malaikat yang merasa dipermainkan Panji, segera saja melompat
dan langsung menerjang Pendekar Naga Putih dengan serangkaian pukulan maut!
Jelas serangan-serangan itu dimaksudkan untuk membunuh!
Plakkk! Plakkk...!
Panji yang memang tidak bersungguh-sungguh menghadapi waniia itu, cepat
merendahkan tubuhnya sambil melepaskan dua buah tamparan guna memapaki serangan
Tangan Malaikat!
Sehingga, benturan keras pun terjadi!
Duarrr! "Kurang ajar...!"
Tangan Malaikat yang merasakan getaran akibat berbenturan dengan telapak tangan
pemuda itu, mengumpat kalang-kabut. Namun, hatinya sempat dibuat kagum oleh
kekuatan Pendekar Naga Putih.
Kini matanya pun terbuka, setelah merasakan kehebatan tenaga sakti pemuda itu.
"Hebat..! Itukah 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' yang tersohor?" puji Tangan
Malaikat sambil tersenyum sinis.
Meskipun ia telah merasakan kehebatan tenaga dalam lawan, namun Tangan Malaikat
tidak ingin membuat lawannya besar kepala. Sehingga, pujiannya terdengar bernada
sinis. Panji pun bukan tidak merasa akibat tangkisan itu. Namun, ia telah menyadari
sebelumnya akan kesaktian lawan. Karena itu ia lebih dulu telah bersikap dan
waspada. Sehingga, apa yang dirasakannya tidaklah terlalu berarti.
"Yeaaat..!"
Rupanya Tangan Malaikat tidak ingin membuang-buang waktu lagi. Dibarengi sebuah
teriakan nyaring, tubuhnya
kembali melesat menerjang Panji. Sementara itu, istrinya telah mundur dari arena
pertarungan. Karena ia tidak ingin disebut mengeroyok.
Serangan yang dilontarkan lawan kali ini benar-benar membuat Panji terkejut!
Kedua tangan lawan tampak seperti bayangan samar yang terkadang lenyap begitu
saja, tanpa diketahui ke mana serangannya. Lelaki gagah itu sepertinya telah
mulai mengeluarkan ilmu andalannya.
"Hebat! Inikah ilmu 'Tangan Malaikat' yang tersohor itu...?"
desis Panji, yang tentu saja menjadi kagum bukan main melihat kehebatan ilmu
lawannya. Ilmu 'Tangan Malaikat' yang dimiliki lelaki gagah itu memang jauh berbeda dengan
ilmu-ilmu tangan kosong lainnya. Cukup banyak Panji mengenal jenis-jenis ilmu
pukulan tangan kosong seperti ilmu 'Tangan Seribu', 'Tinju Delapan Bayangan',
dan sejenisnya. Semua ilmu-ilmu tangan kosong itu kebanyakan bisa merubah
pandangan lawan. Sehingga gerakan tangannya tampak menjadi banyak, dan sulit
ditebak, mana tangan yang sesungguhnya.
Namun, ilmu tangan kosong yang digunakan Tangan Malaikat kali ini, benar-benar
aneh dan sangat jauh berbeda.
Ilmu yang digunakan lawannya tampak aneh sekali, dan nyaris tidak masuk akal.
Tangan itu sama sekali tidak nampak berputar, sebagaimana ilmu-ilmu tangan
kosong lainnya.
Sebaliknya, malah yang terlihat bayangan samar-samar, yang tampak jelas, tapi di
lain saat lenyap dan tidak bisa dilihat oleh mata biasa. Sepertinya ilmu 'Tangan
Malaikat', memang sengaja mengambil nama julukannya melalui gerakan-gerakan
tangan, yang tak ubahnya seperti tangan malaikat.
Karuan saja Pendekar Naga Putih menjadi terdesak hebat oleh ilmu lawannya, yang
memang aneh dan belum pernah
dijumpainya. Melihat kedahsyatan dan keanehan ilmu tersebut, memang pantas kalau
Tangan Malaikat ditakuti lawan dan disegani kawan. Karena ilmu andalan pendekar
itu memang sukar untuk dilawan!
"Haiiit...!"
Ketika pertarungan menginjak jurus ke empat puluh lima, secara mengejutkan,
Tangan Malaikat berseru nyaring.
Berbarengan dengan seruan itu, tubuh lelaki setengah baya itu berputar secara
aneh. Kemudian, tangan kanan lawan tiba-tiba telah mengancam dada Panji.
Wuuuk! "Aiiih..."!"
Panji sempat terpekik kaget karena serangan lawan yang mendadak itu. Untunglah
ia masih sempat memiringkan tubuhnya. Sehingga, telapak tangan lawan lewat
setengah jengkal di depan dadanya! Sayangnya, gerakan tangan lawan tidak
berhenti di situ saja! Terbukti, secara aneh pergelangan tangan itu berputar,
dan langsung menggedor dada kiri Panji!
Blakkk! "Hukh...!"
Hantaman yang sangat keras itu menghajar telak dada kiri Panji! Akibatnya, tubuh
pemuda itu terdorong sejauh satu tombak lebih. Untunglah lapisan kabut bersinar
putih keperakan yang menyelimuti tubuhnya, membentengi tubuh pemuda itu.
Biarpun pada sudut kiri bibirnya tampak cairan merah meleleh, tapi pemuda itu
tidak mengalami luka dalam yang parah!
Pukulan lawan yang membuat tubuh Pendekar Naga Putih terdorong mundur cukup jauh
itu, membuat pikiran Panji bekerja dengan baik. Tanpa membuang-buang waktu lagi,
pemuda itu langsung melesat meninggalkan lawannya. Karena pemuda itu menggunakan
seluruh kemampuan ilmu meringankan tubuhnya, maka sekejap saja bayangannya telah
lenyap di balik lebatnya pepohonan.
"Jangan lari kau, Pengecut..!"
Tangan Malaikat yang tidak menduga kalau Panji akan melarikan diri, tentu saja
menjadi kaget. Walaupun ia berusaha mengejar, namun bayangan Pendekar Naga Putih
sudah tidak nampak lagi. Lelaki tua itu hanya dapat menggeram marah, sambil
membanting kakinya dengan kesal!
Karena tidak berhasil mengejar Panji, Tangan Malaikat segera kembali ke tempat
anak dan istrinya berada. Wajah lelaki gagah itu tampak gelap. Jelas ia merasa
tak puas dengan kejadian yang dialaminya itu.
"Hm..., kelak kalau aku bertemu lagi dengan pendekar pengecut itu, akan kulumat
tubuhnya!" geram Tangan Malaikat sambil mengepalkan tinjunya erat-erat.
"Menurutku, tindakan Pendekar Naga Putih justru sangat bijaksana, Ayah. Ia sama
sekali bukan seorang pengecut, tapi perbuatannya itu justru menunjukkan
kebesaran jiwanya. Dan, untuk melakukan perbuatan itu, ia tak takut dicap
sebagai seorang pengecut" Puja Merta yang membenarkan tindakan Pendekar Naga
Putih, membantah tuduhan ayahnya.
"Sudahlah, Puja. Kau hanya membuat Ayahmu tambah penasaran saja," tukas ibunya
menasihati Puja Merta. Wanita itu rupanya tidak ingin lagi mendengar
pertengkaran antara suami dan putranya.
"Kau rupanya sudah tergila-gila oleh kecantikan putri datuk sesat itu! Sadarkah
kalau kau telah salah menjatuhkan pilihan?"
ujar Tangan Malaikat dengan suara ketus.
"Sudahlah. Sebaiknya kita segera meninggalkan tempat ini.
Untuk apa meributkan hal yang sudah lewat?" selak wanita yang wajahnya masih
tampak cantik dan muda itu. Setelah berkata demikian, wanita itu segera menyeret
putranya pergi.
Sebentar kemudian, tempat itu pun kembali sunyi. Hanya hembusan angin yang
sesekali bertiup keras, dan menerbangkan daun-daun kering.
*** "Aku belum mengerti, mengapa kita harus pergi" Apa sebenarnya yang direncanakan
Pendekar Naga Putih...?" gadis cantik itu mengungkapkan ketidakpuasannya kepada
gadis lainnya yang berwajah jelita, dan mengenakan pakaian serba hijau. Siapa
lagi kedua gadis muda itu, kalau bukan Kenanga dan Aryani. Saat itu keduanya
sudah hampir keluar dari perut hutan.
"Kakang Panji tidak menginginkan pertarungan yang mengakibatkan korban nyawa.
Persoalan ini dianggapnya hanya sekadar salah penilaian saja. Kalau kita berdua
tetap berada di tempat itu, berarti pertarungan akan memakan waktu lama, dan
bukan tidak mungkin kalau salah satu bisa tewas.
Kalau Kakang Panji tewas, tentu aku tidak tinggal diam.
Sedangkan kalau Tangan Malaikat tewas, keluarganya sudah pasti akan menuntut
balas. Nah, kalau sudah begitu, bukankah persoalan akan semakin rumit" Itu yang
tidak dikehendaki Kakang Panji," ujar Kenanga menjelaskan kenapa mereka disuruh
pergi. Aryani mendengarkan penuh perhatian. Sepasang matanya memandangi wajah Kenanga.
"Dengan tidak adanya kita di tempat pertarungan, Kakang Panji akan lebih mudah
meninggalkan lawannya," lanjut Kenanga. "Sedangkan langkah berikutnya, kita
tunggu saja apa yang terjadi. Yang jelas, antara kau dan Tangan Malaikat tidak
ada persoalan pribadi. Jadi, mustahil kalau pendekar besar itu sampai mengejar
atau mencari-carimu."
"Bagaimana kalau pendekar tua yang sombong itu tetap berusaha untuk mencari dan
melenyapkan aku?" panting Aryani karena ingin mendengar tanggapan Kenanga.
"Kalau memang benar begitu, tentu akan lain persoalannya.
Dan, kita tidak perlu lagi sungkan-sungkan untuk menghadapinya. Karena
perbuatannya itu, jelas salah besar,"
ujar Kenanga dengan sikap tegas.
Aryani terlihat mengangguk puas mendengar jawaban Kenanga. Gadis cantik itu
memang telah tertarik begitu melihat Kenanga, datang bersama Pendekar Naga
Putih. Ia pun yakin, sebagai seorang sahabat dekat pendekar muda itu, Kenanga
pasti juga mempunyai pandangan yang tidak jauh berbeda.
Sehingga, Aryani merasa senang mendapat seorang sahabat seperti gadis jelita
itu. Demiklan pula halnya dengan Kenanga. Semakin lama ia mengenal gadis putri datuk
sesat itu, semakin yakin hatinya kalau Aryani sama sekali tidak memliki niat
jahat atau memiliki sifat licik. Cara bicara maupun sikap gadis itu telah
membuat Kenanga semakin merasa sayang terhadap Aryani. Dan, itu membuat tekadnya
semakin kuat untuk membela gadis cantik dan lincah itu dari incaran Tangan
Malaikat, yang sudah lama ia dengar kesombongan dan kekerasan sikapnya dalam
menindak kaum sesat.
"Kalau boleh kutahu, ke manakah tujuan kalian berdua jika Kakang Panji sudah
menemukan kita?" tanya Aryani sambil lalu.
Meskipun pertanyaan itu seperti basa-basi, tapi sepasang mata gadis cantik itu
mengharapkan sekali jawaban.
"Entahlah. Kami tidak pernah menentukan arah tujuan. Ke mana kaki kami
melangkah, itulah yang kami turuti," sahut Kenanga yang memang mereka berdua
tidak pernah mempunyai tujuan.
"Jadi, kalian hanya melakukan perjalanan untuk meluaskan pengalaman, begitu?"
tegas Aryani seperti masih kurang percaya.
"Kira-kira begitulah. Semenjak kecil Kakang Panji dididik untuk menjadi
pelindung bagi orang-orang lemah. Setelah menamatkan pelajarannya, ia pergi
merantau untuk mengamalkan ilmunya. Sedangkan aku tidak seperti dia. Aku hanya
mengikuti ke mana Kakang Panji pergi," sahut Kenanga menolehkan kepalanya sambil
tersenyum kepada Aryani.


Pendekar Naga Putih 37 Keturunan Datuk Datuk Persilatan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm..., kalian berdua sudah lama kenal...?" selidik Aryani lagi. Kali ini tampak
nada menggoda dalam pertanyaannya.
"Yah..., cukup lama. Kakang Panji merupakan seorang penolongku," jawab Kenanga
singkat. Meskipun ia mulai menduga arah kelanjutan keingintahuan gadis itu, tapi
Kenanga berpura-pura tidak tahu.
"Aku yakin kau pasti kekasih Pendekar Naga Putih yang gagah dan tampan itu
bukan" Wah, kau benar-benar beruntung sekali mempunyai seorang kekasih seperti
pemuda itu. Kalau saja aku bisa mendapatkan seorang kekasih seperti Kakang
Panji, bukan main bahagianya aku...," desah Aryani sambil menghela napas
panjang. Terkesan nada iri dalam ucapan gadis itu. Namun, Kenanga menganggap hal
itu suatu yang wajar.
Pada saat keduanya telah keluar dari dalam hutan, tiba-tiba Kenanga dan Aryani
sama-sama menoleh ke belakang. Karena mereka mendengar suara langkah kaki yang
lembut menuju ke arah mereka.
"Ah, itu Kakang Panji..," seru Kenanga yang merasa lega melihat kekasihnya telah
menyusul mereka.
"Apakah mereka tidak mengejarmu..?" Aryani langsung saja menyambut kedatangan
pemuda itu dengan pertanyaan.
Sambil bertanya, kepalanya terjulur ke belakang melalui bahu Panji. Sepertinya
ia ingin memastikan bahwa Tangan Malaikat dan keluarga tidak mengejar mereka.
"Tidak, aku berhasil mengelabui lelaki tua yang gagah itu.
Sebelum meninggalkan tempat itu, aku terlebih dahulu bersembunyi. Setelah mereka
pergi, baru aku menyusul kalian...," sahut Panji yang segera melangkah dan
diikuti kedua orang gadis cantik itu.
"Hhh, syukurlah kalau begitu...," desah Kenanga sambil menghela napas lega.
Beberapa saat kemudian, suasana pun berubah hening.
Ketiga orang muda ini melangkah menyusuri jalan yang semakin melebar. Hembusan
angin yang lembut mengiringi langkah kaki mereka.
8 Sosok tubuh tegap itu melangkah gontai menyusuri jalan setapak. Pada wajahnya
yang tampan dan gagah itu tersirat bayang kesedihan. Rambutnya yang panjang
sebahu terurai lepas melambai-lambai dipermainkan hembusan angin yang sesekali
bertiup keras. Sorot matanya tampak demikian sayu.
Jelas, kalau pemuda itu tengah dilanda kedukaan.
Pemuda berjubah biru yang tidak lain daripada Puja Merta itu, menghela napas
tanda hatinya sedang diamuk keresahan.
Tangannya menyibak ke kiri dan kanan menyingkirkan ranting-ranting pohon yang
terkadang menutupi jalan.
"Hhh.... Ke mana aku harus mencarimu, Aryani...?" bibir yang terkatup rapat itu
bergumam pelan. Kepalanya menengadah menatap pucuk-pucuk dedaunan pohon. Mungkin
ia ingin mencari jawaban atas pertanyaan itu.
Puja Merta yang merasa berdosa terhadap Aryani terpaksa meninggalkan tempat
kediaman orang tuanya tanpa pamit. Hati kecilnya yang merasa yakin kalau gadis
cantik itu sama sekali tidak memiliki sifat jahat dan kejam, membuatnya bertekad
untuk mencari gadis cantik itu. Ia ingin meminta pengertian Aryani atas ucapan-
ucapan ayahnya. Dan, ia ingin meminta maaf untuk kesalahan yang diperbuat kedua
orang tuanya. Itulah yang menyebabkan Puja Merta minggat dari rumahnya, tanpa seizin ayah dan
ibunya. Setelah agak lama menyusuri hutan, tibalah pemuda itu di sebuah jalan lebar yang
berbatu. Untuk beberapa saat, langkahnya terhenti dan melayangkan pandangan ke
alam yang terbuka luas. Tapi, baru saja beberapa langkah kakinya menindak, tiba-
tiba terdengar suara tawa yang mengejutkan.
Cepat bagai kilat, pemuda itu berbalik dan mengedarkan pandangannya dengan sikap
curiga. "Hm,.., siapa pun kau, keluarlah! Jangan bersikap seperti perempuan!" seru Puja
Merta tetap dalam keadaan siap menghadapi segala kemungkinan.
"Ha ha ha...!"
Suara tawa itu kembali terdengar berkepanjangan. Bahkan kali ini seperti datang
dari delapan penjuru. Hal itu menandakan si empunya suara bukanlah orang
sembarangan. Paling tidak ia memiliki ilmu tenaga dalam yang sangat tinggi.
"Hei, Manusia Pengecut! Kalau kau tidak berani menampakkan dirimu, lebih baik
kau pergi, dan jangan ganggu aku!" Puja Merta kembali berteriak lantang dengan
sikap gagah. Tampak pemuda itu sama sekali tidak merasa gentar, meskipun ia
sadar orang yang tengah mempermainkannya itu memiliki kesaktian yang tinggi.
"Mengapa kau berteriak-teriak seperti itu, Anak Bodoh" Sejak tadi aku telah
berdiri di sini. Apakah matamu buta?" terdengar suara berat dan parau yang
berasal dari sebelah belakang pemuda itu. Sehingga, Puja Merta segera berbalik
dengan wajah agak tegang.
Puja Merta mengerutkan keningnya ketika melihat sesosok tubuh gemuk pendek dan
berkepala botak. Lelaki tua yang usianya paling tidak sebaya dengan ayahnya itu,
terlihat berdiri dengan dada membusung. Tentu saja hal itu merupakan pemandangan
yang lucu. Biarpun lelaki gemuk pendek itu berusaha tegak sambil mengempeskan
perutnya, tetap saja perut buncit itu menonjol ke depan.
Belum lagi Puja Merta membuka suara untuk bertanya, tiba-tiba terdengar suara
lain dari arah belakangnya. Kemudian
terdengar pula suara dari sebelah kiri dan kanannya. Sehingga tubuh pemuda itu,
berputar ke kiri dan ke kanan dan ke belakang. Jelas, sekali orang-orang itu
hendak mempermainkan dirinya.
Dan, hati pemuda itu kian bertambah tegang ketika mendapati sosok lain yang kini
berjumlah empat orang. Menitik dari sikap mereka, pemuda itu sadar kalau keempat
orang itu pasti berniat tidak baik terhadapnya. Pikiran itu membuatnya semakin
waspada. "Siapa kalian" Mau apa kalian menghadang perjalananku?"
tegur Puja Merta sambil menatap keempat sosok tubuh itu secara bergantian.
"Hm... kalau kau ingin tahu, kami adalah sahabat-sahabat Raja Racun Merah.
Kudengar ayahmu yang sombong itu hendak membunuh putri sahabat kami itu. Jadi,
kedatangan kami kemari untuk menunjukkan bahwa Raja Racun Merah tidak bisa
dibuat main-main," sahut lelaki pendek gemuk berkepala botak itu dengan nada
mengancam. "Huh! Kalian kira aku mudah dibohongi begitu saja"
Ketahuilah, Raja Racun Merah sudah tidak berurusan lagi dengan dunia sesat!
Datuk itu telah sadar, dan ingin memperbaiki kesalahannya di masa lalu!" bantah
Puja Merta yang mendengar semua itu dari mulut Aryani sendiri, ketika ia
mengatakan kepada Pendekar Naga Putih.
"He he he...! Tentu-tentu. Sahabatku memang telah sadar akan kesalahannya. Tapi,
ketika mendengar ayahmu menghina dan ingin membunuh putri satu-satunya, yang
sangat disayang melebihi nyawanya sendiri, tentu saja ia tidak tinggal diam.
Sekarang ia mungkin tengah berhadapan dengan orang tuamu yang sombong itu.
Sedangkan kami, cukup membawamu untuk kami siksa. Karena penghinaan dan sikap
ayahmu itu tidak bisa
dimaafkan begitu saja!" ujar lelaki gemuk itu dengan suara lantang dan jelas.
Mendengar keterangan itu, Puja Merta ragu sejenak. Karena apa yang dikatakan
lelaki gemuk pendek itu, memang dapat diterima akal sehat. "Siapa pula yang
tidak marah mendengar kabar anak gadis satu-satunya akan dibunuh orang. Ayahnya
sendiri yang merupakan tokoh golongan putih itu akan marah dan pasti akan
mencabik-cabik orang yang ingin membunuh dirinya. Apalagi seorang tokoh sesat
dan kejam seperti Raja Racun Merah" Sudah pasti datuk sesat itu akan mengamuk!"
pikir Puja Merta bimbang.
"Tidak mungkin datuk sesat itu berani mendatangi kediamanku! Apalagi untuk
menantang ayahku!" desis Puja Merta masih belum percaya penuh. Pemuda itu telah
mengenal orang tuanya, dan tahu akan kesaktian ayahnya yang jarang menemui
tandingan itu. Sedangkan Raja Racun Merah, meski ia belum begitu lama mendengar
namanya disebut orang, kesaktiannya sama sekali belum diketahui, Sehingga, Puja
Merta tidak yakin kalau datuk sesat itu berani mati mendatangi ayahnya.
"He he he... jangan kau kira kesaktian Raja Racun Merah berada di bawah
kepandaian ayahmu. Lihat saja nanti, apakah datuk sesat itu berhasil membawa
pulang kepala kedua orang tuamu atau tidak," tukas lelaki pendek gemuk itu lagi
dengan keyakinan yang sangat kuat sekali. Sehingga Puja Merta menjadi agak
cemas. Cemas akan keadaan orang tuanya, Puja Merta berbalik dan berlari ke dalam hutan
kembali. Sepertinya pemuda gagah itu hendak kembali ke rumahnya.
"Berhenti...!"
Terdengar bentakan nyaring, yang disusul berkelebatannya sosok tubuh gemuk
pendek itu. Hebat sekali gerakan lelaki gemuk itu, sungguh tidak sesuai dengan
bentuk tubuhnya yang bulat. Ternyata ia dapat bergerak cepat seperti kilat!
Dalam dua kali lompatan saja, lelaki itu telah berdiri menghadang Puja Merta di
mulut hutan! "Heaaat...!"
Tanpa banyak cakap lagi, Puja Merta langsung melontarkan pukulan-pukulan untuk
menerobos ke dalam hutan! Tapi lelaki gemuk pendek itu, ternyata sangat gesit
dan lihai! Empat buah pukulan yang dilancarkan secara cepat dan susul-menyusul,
dapat dielakkannya dengan geseran-geseran langkah aneh.
Hebatnya, semua serangan itu, tidak satu pun yang dapat menyentuh tubuhnya.
Padahal, gerak kakinya terlihat agak kacau, dan terkesan serampangan.
"Ringkus pemuda itu! Aku tidak sudi berhadapan dengan seorang bocah ingusan!"
sambil berseru, lelaki gemuk pendek itu mencelat ke belakang, sejauh dua tombak
lebih! Puja Merta yang bermaksud mengejar lawan, kembali menarik mundur langkahnya.
Karena ketiga orang kawan lelaki gemuk pendek itu, mencecarnya dengan pukulan-
pukulan yang menimbulkan sambaran angin yang kuat sekali.
Bettt! Bettt! Bettt!
Serangkaian serangan yang dilontarkan ketiga orang itu secara bergelombang,
cukup membuat Puja Merta sibuk untuk beberapa saat lamanya. Begitu melihat
peluang, pemuda itu segera melompat jauh ke belakang, dan siap melakukan
perlawanan. Sebagai seorang putra pendekar besar, tentu saja Puja Merta telah dibekali
bermacam ilmu-ilmu tinggi. Bahkan ilmu 'Tangan
Malaikat' yang menjadi andalan ayahnya pun, telah puta diwariskan kepada putra
tunggalnya itu. Sehingga, tingkat kepandaian pemuda itu sudah sangat tinggi, dan
tidak bisa disamakan dengan pemuda-pemuda sebayanya.
"Hm...," sambil menggeram, Puja Merta memutar tangannya ke samping dan ke depan.
Gerakannya yang lemas, namun jelas mengandung kekuatan tenaga dalam yang tinggi
itu, sejenak membuat ketiga orang pengeroyoknya mundur beberapa tindak.
Sepertinya ketiga orang itu, mulai mengatur serangan untuk menghadapi pemuda
tampan itu. "Haiiit..!"
Dibarengi sebuah bentakan nyaring, tubuh pemuda tampan dan gagah itu bergerak
dengan langkah-langkah cepat, sambil diiringi gerakan tangannya yang cepat pula.
Sehingga menimbulkan sambaran angin kuat itu.
"He he he...! Hati-hati, Tiga Iblis Gundul. Ingat, pemuda itu, keturunan datuk
golongan putih. Kepandaiannya tentu tidak dapat dipandang ringan," ujar lelaki
gemuk pendek itu terkekeh seraya mengingatkan kawannya.
Tiga lelaki bertubuh kekar yang berkepala gundul itu menggeram lirih. Serentak
ketiganya berpencar dan membentuk tiga sudut. Sepertinya mereka ingin
menggunakan jurus gabungan dalam menghadapi pemuda itu.
Lelaki bertubuh kekar yang memiliki kumis seperti tikus, yang berdiri di depan
pemuda itu, segera bergerak ke kanan menghindari pukulan yang mengancam
tubuhnya. Gerakannya itu langsung disusul oleh kawannya yang berada di sebelah
kanan, dan sekaligus menggantikan tempatnya.
Pertarungan pun semakin seru, sehingga membuat lelaki gemuk pendek yang
menyaksikannya menggeleng-gelengkan
kepala tak sabar. Sepertinya ia sudah merasa gatal ingin turun tangan langsung
untuk menundukkan keturunan datuk golongan putih itu.
Bahkan ia mulai meremas-remas tangannya, ketika pada jurus kedua puluh keadaan
masih belum juga berubah.
"Ah, terlalu lamban, terlalu lamban...!" ucap lelaki pendek gemuk itu berulang-
ulang. Setelah berkata demikian, tubuh gemuk pendek itu langsung melayang ke
arah arena pertarungan.
Wuuut! Wuuut! Begitu memasuki kancah pertarungan, lelaki pendek gemuk itu segera melontarkan
serangan-serangan ke arah lawan.
Menilik dari sambaran angin pukulannya yang mencicit tajam itu, jelas tenaga
dalam yang dimiliki lawan sangat tinggi sekali!
Sehingga, meskipun dua buah serangannya berhasil dihindari Puja Merta, tapi
tubuh pemuda itu sempat terhuyung karena kuatnya sambaran angin pukulan lawan.
"Hm..., mengapa tidak sejak tadi kau ikut mengeroyokku, Cebol!" ejek Puja Merta
setelah melakukan lompatan panjang ke belakang dan menyiapkan ilmu andalannya.
"He he he...! Aku harus meneliti dulu, sampai di mana ilmu yang telah kau
pelajari dari ayahmu. Setelah itu, baru aku sendiri yang akan membekukmu...,"
tukas lelaki cebol itu terkekeh nyaring. Suara tawanya terdengar sangat berbeda
sekali. Rasanya suara yang melengking nyaring itu, lebih tepat dimiliki seorang
perempuan. Puja Merta tidak mempedulikan ocehan laki-laki pendek gemuk, yang dalam dunia
persilatan berjuluk Bocah Iblis.
Tokoh yang menggiriskan dan sangat kejam itu, sebenarnya seorang datuk sesat di
wilayah Timur. Melihat dari angin
pukulannya, yang mengandung tenaga dalam tingkat tinggi itu, rasanya memang
pantas kalau laki-laki pendek gemuk itu menjadi seorang datuk.
"Hiaaah...!"
Puja Merta yang sudah menyiapkan ilmu 'Tangan Malaikat'
merendahkan kuda-kudanya, ketika melihat lelaki cebol mendorongkan telapak
tangannya ke depan. Menduga kalau lawan telah melepaskan pukulan jarak jauh,
maka pemuda tampan itu bersiap menyambutnya.
Sayang, apa yang diduga pemuda itu sama sekali meleset.
Kesadarannya baru bangkit, ketika matanya menangkap sinar hitam yang menebar
mengepung tubuhnya. Tapi, kesadaran itu datangnya terlambat! Tubuh pemuda itu
tiba-tiba telah terbungkus jala halus yang sangat kuat! Belum sempat pemuda itu
berbuat sesuatu untuk membebaskan dirinya, ia telah merasakan sekujur tubuhnya
lumpuh! Lelaki cebol yang berjuluk Bocah Iblis itu terkekeh penuh kemenangan. Rupanya
berbarengan dengan dilepaskannya jala halus itu, tubuhnya pun ikut melesat cepat
dan mengirim totokan yang membuat pemuda itu lumpuh!
"Hei, tahan...!"
Sebelum Bocah Iblis sempai membawa pergi ta-wanannya, tiba-tiba terdengar seruan
nyaring yang mengejutkan! Sebelum gema suara itu lenyap, tiba-tiba muncul dua
sosok tubuh, seorang pemuda dan seorang gadis cantik.
"Hei, tahan...!"
Sebelum datuk sesat yang berjuluk Bocah Iblis itu sempat membawa pergi
tawanannya, tiba-tiba terdengar sebuah seruan nyaring yang mengejutkan! Sebelum
gema suara itu lenyap dari pendengaran, tiba-tiba muncul dua sosok tubuh, seorang pemuda dan
seorang gadis cantik.
"Hm..., bukankah yang kalian tawan itu keturunan Datuk Tangan Malaikat?" tegur
pemuda tampan berjubah putih itu sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah
Puja Merta yang meringkuk dalam keadaan pingsan.
"He he he.... Tidak kusangka kalau di tempat seperti ini, aku berjumpa dengan
pendekar besar yang berjuluk Pendekar Naga Putih. Apakah dugaanku keliru?"
lelaki cebol itu terkekeh tanpa mempedulikan ucapan pemuda berjubah putih yang
tidak lain Panji itu. Sedangkan sosok yang satunya lagi, sudah pasti Kenanga.
"Tidak salah. Dan,
kalau aku tidak
keliru, kau pasti
Datuk sesat dari
wilayah Timur, yang
dijutuki orang Bocah
Iblis...," ujar Panji
yang rupanya telah
banyak mendengar
tentang tokoh sesat
itu. "He he he..., kau
pun tidak salah.
Akulah yang dijuluki
Bocah Iblis itu. Anak-
anak, bawa pergi pemuda keturunan Datuk Tangan Malaikat ini.
Biar aku yang akan meladeni pendekar muda yang tersohor itu," ujar Bocah Iblis
sambil menoleh kepada tiga orang anak buahnya.
"Tunggu! Kalau kalian ingin pergi tanpa kuganggu, tinggalkan pemuda itu...,"


Pendekar Naga Putih 37 Keturunan Datuk Datuk Persilatan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tegas Panji mengancam. Sambil berkata, tubuh pemuda tampan itu langsung
mencelat, dan mencegah Tiga Iblis Gundul yang akan membawa Puja Merta.
"Jangan hiraukan dia...!" seru lelaki cebol itu yang segera menghadang Pendekar
Naga Putih. Tanpa banyak cakap lagi, Bocah Iblis langsung melontarkan serangan
beruntun ke arah Panji. Sehingga, pemuda itu terpaksa melayaninya. Pertarungan
tidak dapat dicegah lagi.
Kenanga yang melihat kekasihnya telah bertarung dengan lelaki cebol itu, segera
melesat merebut Puja Merta dari tangan Tiga Iblis Gundul.
"Haiiit..! Lebih balk kau mundur, Nisanak...," ujar lelaki cebol itu yang sempat
melihat gerakan Kenanga, meski ia sedang bertarung. Dengan cepat ia mengibaskan
tangan kirinya.
Karuan saja gadis jelita itu melompat mundur, ketika mencium bau amis yang
berbarengan dengan menyebarnya asap putih dari tangan Bocah Iblis. Rupanya tokoh
sesat itu telah menggunakan bubuk beracun untuk mencegah Kenanga.
Panji yang mendengar kekasihnya memekik sambil melindungi wajah dari semburan
bubuk putih itu, tentu saja menjadi khawatir. Kelengahan itu dipergunakan
sebaik-baiknya oleh Bocah Iblis untuk melepaskan bubuk beracun ke arah Panji.
Sehingga, Panji terpaksa mundur ketika sepasang matanya terasa perih.
"Licik...!" desis Panji yang segera mendorongkan telapak tangannya, guna
mengusir bubuk beracun itu. Tapi, begitu ia membuka matanya, bayangan ibbs cebol
itu sudah tidak nampak.
"Kurang ajar...! Mereka telah melarikan diri, Kakang," desis Kenanga geram.
Gadis jelita itu tampak masih agak kabur
pandangannya. Bahkan air matanya tampak mengalir akibat bubuk beracun yang
mengenai matanya.
Demikian pula halnya dengan Pendekar Naga Putih. Pemuda itu tampak mengerjap-
ngerjapkan kedua matanya yang berair.
Dalam keadaan seperti itu, membuat mereka tidak berani mengejar lawan-lawannya.
Karena dengan pandangan yang masih kabur itu, jelas sangat berbahaya mengejar
seorang lawan yang lihai seperti datuk wilayah Timur itu.
"Hhh..., belum lagi kita dapat menemukan jejak Aryani, yang pergi entah ke mana.
Kini muncul masalah baru yang cukup rumit. Mungkinkah kejadian itu merupakan
buntut dari penghinaan Datuk Tangan Malaikat terhadap Raja Racun Merah?" gumam
Panji seperti berkata dengan diri sendiri.
"Maksud Kakang, Raja Racun Merah mau membalas dendam atas penghinaan Datuk
Tangan Malaikat terhadap dirinya itu"
Tapi, bukankah datuk sesat wilayah Selatan itu telah bertobat?"
ujar Kenanga yang sepertinya mulai merasa ragu dengan keterangan Aryani.
"Tapi, mengapa Aryani pergi tanpa pamit kepada kita" Kalau memang ia ingin
melanjutkan pengembaraan seorang diri, toh kita tidak akan melarangnya. Ah...,
aneh sekali sikap gadis keturunan datuk sesat itu," desah Panji dengan kening
berkerut. Jelas, ia berpikir keras untuk mencari jawaban dari semua pertstiwa
yang menurutnya sangat rumit itu.
"Keadaan pasti akan semakin rumit bila Tangan Malaikat mengetahui, putranya
diculik orang...," ujar Kenanga lagi dengan disertai desahan napas panjang.
Gadis jelita itu merasa pening dengan pertstiwa yang mereka hadapi kali ini.
Karena semua masalahnya masih serba gelap.
"Hm..., sebaiknya kejadian itu tidak perlu kita beritahukan kepada Datuk Tangan
Malaikat. Kita selidiki saja dulu, apa
sebenarnya yang menjadi penyebab semua kejadian mi," usul Panji yang meminta
persetujuan kekasihnya.
"Aku setuju, Kakang. Persoalan ini masih belum jelas. Siapa yang bersalah, kita
belum bisa mengetahuinya. Ada baiknya memang kalau kita saja yang menyelidiki.
Dengan demikian, mungkin kita dapat menghindarkan hal-hal yang tidak kita
inginkan," jawab Kenanga penuh semangat.
"Kalau begitu, tunggu apa lagi...?" sambil berkata demikian, Panji menggenggam
jemari tangan gadis jelita itu. Kemudian keduanya melangkah meninggalkan tempat
itu, meski dengan mata terasa agak perih. Racun yang disebarkan Iblis Cebol itu
rupanya tidak berbahaya. Sepertinya senjata itu hanya digunakan untuk mengelabui
lawan-lawannya, agar ia bisa meloloskan diri. Hal itu telah diketahui Pendekar
Naga Putih, setelah merasakan tidak adanya pengaruh lain, kecuali rasa perih.
Itu sebabnya pemuda itu tidak merasa khawatir dengan bubuk beracun yang memasuki
mata mereka. Ke manakah perginya Aryani" Apa yang membuat gadis keturunan datuk sesat itu
pergi tanpa pamit" Apakah ada hubungannya dengan penculik Puja Merta" Bagaimana
sikap Datuk Tangan Malaikat ketika mengetahui keturunan satu-satunya itu diculik
orang" Lalu, apakah ucapan seorang datuk sesat seperti Raja Racun Merah yang
hendak mengundurkan diri itu dapat dipercaya" Terakhir, mampukah Pendekar Naga
Putih mengungkapkan rahasia yang tersembunyi di batik semua perisriwa itu" Untuk
mengetahui kelanjutannya, ikutilah kisah berikutnya dari penyelidikan Pendekar
Naga Putih dalam episode "Tewasnya Raja Racun Merah"!
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu & Convert : Abu Keisel Edit TXT : Fujidenkikagawa
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ atau http://dewikz.byethost22.com/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Kisah Bangsa Petualang 15 Perkampungan Misterius Seri Pendekar Cinta 4 Karya Tabib Gila Misteri Gerhana Bercinta 3
^