Utusan Dari Neraka 2
Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka Bagian 2
mengangkat kedua tangannya ke atas dengan bibir menggerimit. Beberapa saat
kemudian, asap tipis mengepul seiring dengan mengecilnya luka bakar di tubuh
Setan Ular Tertawa. Sampai akhirnya lenyap sama sekali tanpa meninggalkan bekas
sedikit pun! Setan Ular Tertawa hampir tak mempercayai penglihatannya. Bukan main takjubnya
datuk sesat itu menyaksikan suatu kepandaian yang luar biasa. Kenyataan yang
baginya serasa mimpi itu membuatnya sadar kalau kakek jangkung seorang tokoh
luar biasa. Menurutnya, mungkin tidak ada duanya di atas muka bumi.
"Kakek jangkung itu pasti bukan manusia biasa...!" desis Setan Ular Tertawa
lirih ketika kakek jangkung melangkah lebar menghampiri Algojo Cakar Siuman. Ada
sorot iri pada sepasang mata Setan Ular Tertawa, selain juga perasaan dendam.
Kepandaian kakek jangkung jelas sangat jauh berada di atasnya.
"Hm.... Dikiranya aku akan berterima kasih dengan pertolongannya ini. Huh!
Dialah yang menyebabkan aku terluka. Sudah sepantasnya kalau dia pula yang
menyembuhkan...!" gumam Setan Ular Tertawa. Tentu saja hanya diucapkan di dalam
hati. Ia kemudian bergerak duduk untuk memulihkan tenaganya!
Seperti halnya Setan Ular Tertawa, Algojo Cakar Siluman pun mendapat pertolongan
dari kakek jangkung. Rasa nyeri yang diakibatkan luka di dalam tubuhnya lenyap
setelah beberapa saat telapak tangan kakek jangkung melekat di atas dadanya.
Tapi, tak sepatah ucapan terima kasih pun diucapkan Algojo Cakar Siluman, walau
ia merasa takjub dengan kepandaian kakek jangkung dan lega karena luka dalamnya
telah sembuh. Tanpa mempedulikan kakek jangkung, Algojo Cakar Siluman duduk
bersemadi untuk memulihkan tenaganya.
5 "Hua ha ha...! Sungguh suatu pertunjukan yang hebat dan mengharukan sekali...!
Hua ha ha...!"
Kakek jangkung yang sudah melangkah menuju mulut goa terpaksa menunda
gerakannya. Kepalanya berputar memandang ke sekeliling tempat itu. Wajah kakek
jangkung tetap terlihat tenang dengan senyum kesabaran. Tapi, sorot matanya
jelas membayangkan keterkejutan. Suara tanpa wujud itu menimbulkan angin keras
yang berputaran, membuat pepohonan berderak keras. Suara itu seolah datang dari
segala penjuru. Sehingga sulit diketahui sumbernya.
"Kaget mendengar suaraku, Kyai Sanca Wilang"!"
Suara itu berubah menjadi lengkingan tinggi yang menusuk-nusuk telinga. Kakek
jangkung kembali memutar kepalanya. Kekagetan sekilas membayang pada sorot
matanya. Pemilik suara itu mengenal namanya dengan baik!
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa yang tengah memulihkan tenaganya
sampai berjingkrak bangkit dari semadinya dan terbanting jatuh berdebuk dengan
keras. Demikian dahsyat pengaruh suara tanpa wujud itu. Betul kekuatan mereka memang
belum pulih seluruhnya, tapi sewaktu suara tanpa wujud terdengar mereka telah
dapat memulihkan tiga perempat bagian dari tenaga dalamnya. Dapat dibayangkan
bukan main terkejutnya Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa yang untuk
kedua kali mengalami kejadian tak terduga.
"Celaka...!" Algojo Cakar Siluman berdesah dengan wajah pucat. "Kemunculan
Utusan Dari Neraka ternyata telah mengundang kedatangan manusia-manusia sakti.
Kalau saja tidak mengalami sendiri, aku tidak akan pernah percaya di atas muka
bumi ini ternyata masih banyak tokoh-tokoh yang kepandaiannya sangat jauh di
atas kita...!"
Setan Ular Tertawa yang jatuh berdekatan dengan Algojo Cakar Siluman masih
tampak pucat wajahnya. Ia tidak habis mengerti dengan kejadian-kejadian luar
biasa yang dialaminya. Akalnya masih belum bisa menerima kenyataan pahit ini.
Sukar baginya untuk percaya bahwa dirinya yang telah diakui sebagai datuk
golongan sesat di hampir dua wilayah ternyata dapat dikalahkan dengan mudah oleh
kakek jangkung yang tak dikenal. Malah, kini muncul lagi tokoh baru yang juga
memiliki kepandaian luar biasa.
Kenyataan-kenyataan yang tak pernah terbayangkan itu benar-benar membuat Setan
Ular Tertawa sangat terpukul. Dalam mimpi pun rasanya Setan Ular Tertawa tak
pernah membayangkan kepandaiannya yang tinggi ternyata tak berarti apa-apa.
"Dunia sudah gila. Dunia sudah edan...!" karena belum bisa menerima kenyataan
pahit itu, Setan Ular Tertawa mengumpat sambil menggeleng berkali-kali.
"Kenyataan ini memang sangat menyakitkan bagi kita, Setan Ular Tertawa." Algojo
Cakar Siluman menanggapi keluhan kawannya. "Tapi, sebaiknya kita tunggu saja
perkembangan selanjutnya. Firasatku mengatakan pemilik suara yang belum
menampakkan diri itu adalah lawan kakek jangkung yang bernama Kyai Sanca Wilang.
Kita saksikan saja. Kemudian, kita ambil apa yang kira-kira bisa mendatangkan
keuntungan buat kita...," lanjutnya, bukan cuma untuk menghibur hati Setan Ular
Tertawa, tapi juga dirinya sendiri.
Setan Ular Tertawa hanya menjawab dengan anggukkan kepala perlahan. Sorot
matanya jelas memancarkan harapan agar tokoh yang baru terdengar suaranya itu
merupakan lawan Kyai Sanca Wilang.
Kyai Sanca Wilang yang mendengar pemilik suara itu telah mengenalnya dengan baik
kini menujukan pandangannya pada satu arah.
"Hm.... Rasanya aku dapat menduga siapa dirimu, Sahabat...!" Kyai Sanca Wilang
berkata halus. Namun, terdengar lantang dan bergema hingga ke seluruh pelosok
tempat itu. Sesaat kemudian, ucapan Kyai Sanca Wilang disambut oleh suara daun-daun pohon
yang seperti diterjang suatu benda. Suara berkerosokan itu berpindah-pindah dari
satu pohon ke pohon lain di seputar tempat itu. Akhirnya, dengan disertai suara
mengaung meluncurlah sesosok tubuh yang bergerak berputaran bagai seekor burung.
Sosok yang memiliki perawakan sama dengan Kyai Sanca Wilang, jangkung dan kurus,
menjejakkan kaki di tanah dengan memperdengarkan suara keras. Sosok itu seperti
sengaja hendak menunjukkan kekuatannya. Meski tubuhnya jangkung dan kurus,
sewaktu kakinya menjejak tanah sekitar tempat itu berguncang keras laksana
digoyang gempa. Perbuatan itu jelas menunjukkan kekuatan tenaga dalam yang
sangat dahsyat!
"Sudah kuduga kaulah pemilik suara itu, Sahabat Biang Segala Jahat..." Kyai
Sanca Wilang menyapa sosok yang berperawakan sama dengan dirinya. Bedanya, sosok
yang berjuluk Biang Segala Jahat itu mengenakan jubah panjang hitam. Lapisan
sebelah dalamnya berwarna merah darah. Tokoh luar biasa itu hanya tertawa ketika
julukannya disebut.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa menahan pekik kagetnya mendengar
Kyai Sanca Wilang menyebut julukan Biang Segala Jahat. Julukan itu pernah mereka
dengar dan menganggap keberadaan tokoh itu cuma ada di dalam dongeng. Bagi
tokoh-tokoh golongan hitam tingkat tinggi, nama Biang Segala Jahat dijadikan
sebagai lambang kekejaman dan kejahatan. Nama Biang Segala Jahat hanya terdengar
dari mulut ke mulut tanpa seorang pun yang pernah bertemu atau melihatnya. Tidak
heran kalau Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa demikian terkejut.
"Firasatmu ternyata benar, Algojo Cakar Siluman...!" Setan Ular Tertawa berkata
lirih dan bergetar oleh perasaan gembira. "Tokoh yang menjadi lambang dan
pegangan golongan kita itu akan mendatangkan keuntungan buat seluruh golongan
sesat!" "Benar-benar sebuah pengalaman yang luar biasa...!" Algojo Cakar Siluman
berdesah sambil tak hentinya menggeleng takjub. Kalau kekalahannya tadi sempat
membuatnya terpukul, kini ia merasa gembira dan ingin melihat apa yang dapat
dilakukan Kyai Sanca Wilang terhadap Biang Segala Jahat.
Sosok jangkung agak kurus yang mengenakan jubah hitam pekat itu memang cocok
sekali kalau dijuluki Biang Segala Jahat. Seluruh anggota wajahnya memancarkan
pengaruh jahat yang membuat orang bergidik. Sepasang matanya tajam berkilat
menyorotkan warna merah. Dalam sekejap mata itu tercermin watak penuh kelicikan,
kebengisan, dan kekejaman tiada tara. Begitu juga dengan alis matanya yang hitam
tebal dan bercabang pada ujungnya. Hidungnya yang melengkung tajam dan tarikan
bibirnya benar-benar melambangkan segala nafsu angkara murka. Usianya memang
sudah tidak muda lagi. Kira-kira enam puluh lima tahun. Padahal sesungguhnya
usia tokoh berjuluk Biang Segala Jahat itu telah mencapai seratus dua puluh lima
tahun. Kalaupun sosoknya terlihat separo lebih muda dari usia sebenarnya, itu
karena ramuan-ramuan obat ciptaannya. Juga karena 'Air Keabadian' tempatnya
merendam tubuh.
Mengenai Kyai Sanca Wilang, boleh dibilang tidak ada orang yang tahu berapa
usianya. Rupa dan namanya pun hampir tidak dikenal tokoh-tokoh persilatan. Itu
karena Kyai Sanca Wilang hampir tidak pernah melibatkan diri dalam dunia
persilatan. Ia seorang penyebar agama yang selalu melakukan perjalanan ke
daerah-daerah pedalaman yang boleh dikatakan terpisah jauh dari keramaian dan
sulit didatangi. Hanya sedikit sekali tokoh persilatan yang mengenal Kyai Sanca
Wilang. Tokoh-tokoh yang sedikitnya berusia di atas sembilan puluh tahun,
termasuk Biang Segala Jahat.
"Sungguh suatu pertemuan yang sangat menggembirakan. Bukan begitu, Kyai?"
Ramah dan lembut suara Biang Segala Jahat Sangat berbeda dengan kebanyakan
tokoh-tokoh jahat. Tapi, justru di balik keramahan dan kelembutan itu
tersembunyi watak jahat yang luar biasa. "Seingatku, wajahmu tetap tidak,
berubah seperti kita pertama kali bertemu pada puluhan tahun silam," lanjutnya
sambil tersenyum. Tapi, anehnya dalam senyuman itu orang yang melihatnya dapat
merasakan bayangan kekejaman yang mengerikan. Itu salah satu keanehan yang sulit
diterima akal. Kyai Sanca Wilang mengangguk-angguk dengan bibir tetap tersenyum. Bayangan
ketegangan sudah lenyap dari matanya sejak Biang Segala Jahat menampakkan diri.
Sikapnya tenang dan tidak menunjukkan tanda-tanda permusuhan. Seolah ia tengah
berhadapan dengan seorang sahabat baik yang telah lama tak berjumpa.
"Kau pun kelihatan tetap awet muda, Biang Segala Jahat. Aku merasa gembira bisa
berjumpa lagi denganmu. Ini adalah takdir dari Allah, Biang Segala Jahat...,"
ujar Kyai Sanca Wilang menyahuti.
"Hua ha ha...! Rupanya kau tidak ingat siapa aku, Kyai. Di hadapanku jangan
sekali-kali Kyai menyebut takdir. Apalagi nama sesembahanmu. Itu pantangan
bagiku, Kyai. Anehnya, kau selalu lupa dengan hal itu" Meski ucapan itu jelas
menunjukkan ketidaksenangan hatinya, tapi raut wajah Biang Segala Jahat tidak
berubah. Itu bukan sesuatu yang aneh. Sebagai biangnya segala bentuk kejahatan,
Biang Segala Jahat tentu saja dapat menguasai perasaan dan sikapnya.
"Kau pun rupanya lupa siapa aku, Biang Segala Jahat. Aku seorang penyebar agama
yang tentu saja tidak bisa terlepas dari semua itu." Kyai Sanca Wilang menukas
tanpa meninggalkan senyumnya.
"Yah..., sudahlah...!" Biang Segala Jahat menepiskan telapak tangannya di udara.
"Sekarang kita telah bertemu. Dan, kita sama-sama tahu untuk kepentingan apa
berada di tempat ini. Kau mempunyai usul, Kyai...?"
Mendengar Biang Segala Jahat telah menyinggung ke pokok persoalan, Kyai Sanca
Wilang tidak segera memberikan jawaban, ia membisu beberapa saat.
"Hm.... Untuk memperebutkan Utusan Dari Neraka itu...," ujar Kyai Sanca Wilang
kemudian. "Kupikir sebaiknya kita mengadakan pertandingan melalui sebuah
permainan. Kurasa itu lebih baik. Tentu kau masih ingat dengan perjumpaan kita dulu. Kau
terpaksa harus pergi setelah dapat kukalahkan dalam permainan catur yang memakan
waktu dua hari dua malam. Bagaimana" Kau setuju" Atau kau takut kalah lagi
denganku?" tantang Kyai Sanca Wilang.
Biang Segala Jahat tertawa sambil mengangguk-angguk. Ia tidak segera menerima
usul Kyai Sanca Wilang. Mungkin karena takut mengulang kekalahannya di waktu
silam. "Kita cari permainan lain yang lebih menarik dan lebih mengutamakan kepandaian
daripada pikiran. Tapi, usulmu itu boleh juga. Anggaplah permainan catur itu
merupakan bagian pertama. Kau setuju, Kyai?"
"Sesukamulah, Biang Segala Jahat... " Kyai Sanca Wilang menyerahkan keputusan
kepada Biang Segala Jahat.
"Kalau begitu, mari kita mulai permainan yang pertama.... "
Usai berkata demikian, Biang Segala Jahat tahu-tahu lenyap. Sebentar kemudian ia
sudah kembali dengan membawa ranting pohon yang panjang dan besarnya sama dengan
lengan orang dewasa. Kyai Sanca Wilang sudah duduk bersila di atas tanah. Dengan
menggunakan kedua telapak tangannya, Kyai Sanca Wilang mengebut-ngebutkan tanah.
Gerakan Kyai Sanca Wilang demikian cepat dan tak tertangkap oleh mata. Tahu-tahu
saja tanah di depannya telah rata dan halus, membentuk kotak-kotak dengan dua
warna, persis papan catur.
Biang Segala Jahat dengan tanpa menggunakan benda tajam, hanya dengan kedua
tangannya, bekerja cepat membawa biji-biji catur dari ranting pohon. Kedua
tangannya bergerak dengan kecepatan luar biasa, memapas dan membentuk potongan
ranting menjadi biji-biji catur yang berupa bulatan seperti kepingan uang. Untuk
membedakan warna biji-biji catur, Biang Segala Jahat cukup menggenggam separo
dari jumlah biji catur, yang begitu dilepaskan telah berubah hitam dengan masih
mengepulkan asap tipis.
Hebat dan cepat sekali pekerjaan itu dilakukannya. Dalam waktu singkat biji-biji
catur telah siap.
"Aku memilih warna hitam, Kyai. Karena dulu pun kau lebih menyukai warna putih,
bukan?" ujar Biang Segala Jahat, yang tanpa membuang-buang waktu lagi segera
mengatur buah-buah caturnya.
Perbuatan kedua tokoh sakti itu tentu saja mengundang keheranan Algojo Cakar
Siluman dan Setan Ular Tertawa. Meski agak kecewa karena kedua kakek itu tidak
bertarung seperti harapan mereka, namun keduanya merasa tertarik dan bergegas
mendekat untuk menyaksikan jalannya pertandingan.
*** Mulanya Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa mengira permainan akan
berlangsung seperti yang mereka ketahui. Tapi, setelah pertandingan dimulai
barulah kedua datuk sesat itu terkejut. Permainan kedua manusia sakti itu benar-
benar tidak lumrah. Mereka tidak menjalankan buah-buah catur seperti umumnya,
melainkan saling berebutan untuk segera menghabisi buah catur lawan. Kecepatan
gerak, penggunaan tenaga dalam, dan kejelian mata jelas sangat diperlukan.
Kemenangan ditentukan bagi mereka yang lebih dulu menghabisi buah catur lawan
dengan tanpa merubah letak duduk, Kyai Sanca Wilang dan Biang Segala Jahat duduk
bersila berseberangan. Sementara dua pasang mata mereka saling tantang.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa kaget bukan main ketika kepala
mereka mendadak pening sewaktu mengerling ke arah raut wajah kedua tokoh sakti
itu. Kenyataan ini membuat keduanya sadar kalau Kyai Sanca Wilang dan Biang Segala
Jahat telah mengerahkan kekuatan sihir dalam permainan itu. Kelengahan sedikit saja
bisa mengakibatkan luka dalam. Menyadari hal itu, berdebarlah hati Algojo Cakar
Siluman dan Setan Ular Tertawa. Mereka terpaksa bergerak mundur dan menyaksikan
permainan dari tempat yang agak jauh. Lama-kelamaan pertarungan kedua tokoh
sakti itu bisa berakibat buruk buat mereka.
Dalam hal kecepatan dan ketepatan gerak, Kyai Sanca Wilang masih lebih unggul
dari Biang Segala Jahat. Setelah agak lama permainan berlangsung, Kyai Sanca
Wilang berhasil mencuri tiga buah biji catur lawan dengan gerak tipu.
"Bagus sekali gerak tipumu, Kyai..." Biang Segala Jahat memuji seraya
menghentikan gerakannya. Sepasang matanya tidak berpindah dari wajah Kyai Sanca
Wilang, yang tersenyum-senyum meletakkan tiga buah biji catur curian di
hadapannya. Saat itu Kyai Sanca Wilang kelihatan agak lengah. Namun, sewaktu Biang Segala
Jahat mengulurkan kedua tangan dengan cepat untuk mencuri buah-buah caturnya,
kakek jangkung itu dapat menggagalkannya. Dengan kecepatan yang tidak bisa
diikuti mata, Biang Segala Jahat meliukkan tangan kanannya yang tertangkis
lengan lawan. Sekali sambar saja, dua buah biji catur telah berada dalam genggaman.
"Hua ha ha...!" Biang Segala Jahat memperdengarkan tawa bergelak seraya
memperlihatkan dua buah biji catur curiannya di depan wajah Kyai Sanca Wilang.
Tapi, alangkah kagetnya ia ketika Kyai Sanca Wilang membuka telapak tangannya.
Terlihat dua buah biji catur berwarna hitam. Rupanya pada saat yang hampir
bersamaan Kyai Sanca Wilang berhasil mencuri buah catur lawan.
"Kita sama-sama mendapat dua biji catur, Biang Segala Jahat...," Kyai Sanca
Wilang berkata dengan tersenyum.
"Kau curang, Kyai...!" Biang Segala Jahat menggeram gusar, ia mengumpat karena
tidak melihat kapan Kyai Sanca Wilang bergerak mengambil buah caturnya.
"Curang bagaimana, Biang Segala Jahat?" tukas Kyai Sanca Wilang masih tetap
tersenyum. "Buah catur ini kuambil dari hadapanmu, bagaimana bisa dibilang
curang?" Biang Segala Jahat tidak menyahut. Hanya sepasang matanya saja yang bergerak-
gerak liar merayapi biji-biji catur di depannya. Kemudian, dengan kecepatan
kilat Biang Segala Jahat mengulurkan tangan kanan. Tapi bukan biji catur yang
ditujunya, melainkan dua biji mata Kyai Sanca Wilang. Dua jari tangan Biang
Segala Jahat memperdengarkan suara mencicit sewaktu meluncur membelah udara.
Kecurangan lawan tidak membuat Kyai Sanca Wilang menjadi kaget, ia tahu betul
siapa lawan yang dihadapinya. Seorang tokoh yang terkenal paling licik dan
paling jahat.
Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sewaktu-waktu ia bisa saja tidak mempedulikan aturan permainan yang telah
disepakati sebelumnya. Dengan tenang Kyai Sanca Wilang menunggu jari-jari maut
itu tiba dekat. Ia sudah bisa menebak perbuatan Biang Segala Jahat cuma tipuan
belaka. Apa yang diperkirakan Kyai Sanca Wilang ternyata tidak meleset. Biang Segala
Jahat yang melihat Kyai Sanca Wilang belum juga menggerakkan tangan, mendadak
mengulurkan tangan kirinya menyambar biji-biji catur lawan. Tapi, alangkah heran
hatinya melihat Kyai Sanca Wilang masih tenang-tenang saja. Kekecewaan tampak
jelas pada wajah dan sorot mata Biang Segala Jahat. Ternyata lawan sama sekali
tidak peduli. "Hahhh...!"
Sambil membentak tertahan, Biang Segala Jahat merubah gerakannya. Tangan kanan
yang semula menusuk ke arah kedua mata, meliuk turun. Sebaliknya, tangan kiri
yang hendak menyambar biji-biji catur lawan bergerak melesat ke arah mata Kyai
Sanca Wilang! Rupanya, itulah yang menjadi penyebab mengapa Kyai Sanca Wilang
belum juga bergerak.
Plak! Dukk! Tubuh kedua tokoh sakti yang tengah duduk bersila itu bergetar sewaktu kedua
pasang lengan mereka berbenturan. Kendati demikian, benturan itu tidak membuat
tubuh keduanya bergeser. Padahal benturan yang terjadi cukup keras. Hal seperti
itu bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan tokoh lain. Agaknya, selain
mengerahkan tenaga pada kedua lengan, mereka juga mengerahkan tenaga untuk
membuat tubuh masing-masing bagai tertanam dan melekat pada bumi.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa tak bisa menyembunyikan rasa
takjubnya menyaksikan kejadian itu. Mereka menggeleng dan berdecak berkali-kali.
Apa yang mereka saksikan benar-benar menunjukkan kesaktian yang sukar diukur!
Lain halnya kalau kedua tokoh sakti itu memiliki perbedaan tingkat kepandaian. Tapi,
mereka justru seimbang.
6 Permainan catur yang tidak sewajarnya itu terus berlanjut. Segala kelicikan dan
tipu muslihat telah dilakukan Biang Segala Jahat. Tapi, ia tetap ketinggalan
oleh Kyai Sanca Wilang dalam mengumpulkan biji-biji catur. Sampai akhirnya,
setelah semalaman suntuk, permainan pun berakhir. Kemenangan berada di pihak
Kyai Sanca Wilang dan biji-biji caturnya masih tersisa hampir separo. Sedangkan
biji-biji catur Biang Segala Jahat telah licin tandas!
"Kau menang, Kyai..," ucap Biang Segala Jahat terdengar getir. Tampaknya ia
kecewa. "Sekarang kita meningkat pada permainan berikutnya. Karena permainan
pertama kau yang memilih, maka pada permainan kedua ini akulah yang memilih,"
lanjutnya menyembunyikan kelicikan.
"Silakan... silakan...." Hanya itu yang diucapkan Kyai Sanca Wilang seraya
mengangguk-anggukkan kepala. Ia bergerak mengikuti langkah Biang Segala Jahat,
yang di tangan kanannya telah tergenggam dua batang ranting kecil sepanjang satu
setengah jengkal. Besarnya tak lebih dari jari kelingking.
Biang Segala Jahat menghentikan langkahnya di bawah sebatang pohon besar yang
pucuknya nyaris tak terlihat, ia menengadahkan kepala merayapi batang pohon
besar itu. "Kau lihat daun pada ranting itu, Kyai?" Biang Segala Jahat meluruskan jari
telunjuknya pada selembar daun yang terpisah dari daun-daun lain. Ia melekat
pada ranting sebesar lengan. Tingginya kira-kira sepuluh tombak dari atas tanah.
"Itulah pilihanku, Kyai. Sedangkan untukmu... Nah, daun yang sedikit berada di
atas daun pilihanku.''
Kyai Sanca Wilang tersenyum mendengar kata sedikit lebih tinggi yang diucapkan
Biang Segala Jahat. Karena sesungguhnya, daun yang dipilihkan untuknya berada
lima sampai enam tombak di atas daun pilihan Biang Segala Jahat. Daun itu lebih
kecil dan batang tempat daun itu melekat pun jauh lebih besar. Bagi mata orang
awam daun yang ditunjuk Biang Segala Jahat nyaris tak terlihat. Tapi, bagi mata
kedua tokoh sakti itu kelihatan sangat jelas. Mereka mengerahkan tenaga dalam
pada kedua matanya untuk melihat daun-daun itu.
"Hm... Lalu, bagaimana peraturan permainannya, Biang Segala Jahat?" tanya Kyai
Sanca Wilang. Ia tidak membantah meski jelas-jelas dicurangi Biang Segala Jahat.
"Dengan menggunakan potongan ranting kecil ini." Biang Segala Jthat
memperlihatkan dua potong ranting telapak tangannya. Lalu, diberikannya potongan
ranting yang lebih kecil kepada Kyai Sanca Wilang. "Kira berdua harus dapat
mengambil daun itu tanpa membuat cacat ranting tempat daun melekat. Tentu kau
paham maksudku, bukan" Kalau kau takut kalah, silakan pilih daun yang lebih muda
untuk dijadikan sasaran. Kau pasti takut sasaranmu meleset. Dan, tidak bisa
memenangkan permainan ini dariku. Perlu kau ingat, dalam permainan ini akulah
yang berhak mengaturnya!" Dengan licik Biang Segala Jahat sengaja mengulang-
ulang kata takut dalam perkataannya. Ia pun menekankan tentang haknya untuk
mengatur permainan.
"Mulailah, Biang Segala Jahat" Meskipun sadar dirinya dicurangi mentah-mentah,
Kyai Sanca Wilang tetap tersenyum. Sejak semula ia sudah telanjur terjebak kata-
kata Biang Segala Jahat. Kyai Sanca Wilang tidak bisa mundur lagi. "Tentunya kau
hendak memulai lebih dulu, bukan?" lanjutnya mendahului, ia tidak ingin
membuang-buang waktu dan kembali terjebak dalam kelicikan Biang Segala Jahat.
Biang Segala Jahat tertawa bergelak. Sesaat kepalanya mengadah dengan sorot mata
mencorong tajam. Kemudian, ranting di tangan kanannya dilontarkan dengan
menggunakan tenaga dalam.
Potongan ranting meluncur dan menyambar tepat di batang daun tanpa merobek daun
itu. Demikian hebat pengaturan tenaga dalam Biang Segala Jahat, hingga dapat
mencopot daun utuh berikut batangnya. Potongan ranting kemudian meluncur turun
dan disambut dengan telapak tangan Biang Segala Jahat.
"Sekarang giliranmu, Kyai...," ujar Biang Segala Jahat setelah memperdengarkan
tawa. Kyai Sanca Wilang segera melemparkan potongan ranting di tangannya. Potongan
ranting itu lebih kecil daripada yang digunakan Biang Segala Jahat. Berarti,
Kyai Sanca Wilang harus menggunakan lebih banyak tenaga dalam agar potongan ranting tidak
melenceng oleh hembusan angin sore yang berhembus keras.
Tapi, Biang Segala Jahat telah mempersiapkan segalanya untuk memperoleh
kemenangan. Diam-diam mengerahkan tenaga dalam hingga hambusan angin semakin
keras. Potongan ranting yang dilontarkan Kyai Sanca Wilang pun bergoyang-goyang
hingga bergeser dari sasaran. Tentu saja Kyai Sanca Wilang tahu itu adalah
perbuatan Biang Segala Jahat.
"Hm.... Kau curang, Biang Segala Jahat..," ucapan itu biasa saja. Namun, jelas
terkandung ejekan bagi Biang Segala Jahat.
"Mengapa kau berkata begitu, Kyai" Bukankah dalam permainan ini aku tidak
mengatakan kita harus bermain jujur" Itu artinya, aku atau kau boleh saja
mencegah jika memang mau...." Dengan licik Biang Segala Jahat mengelakkan
tuduhan Kyai Sanca Wilang, yang tentu saja tidak bisa berkata apa-apa lagi. Apa
yang dikatakan Biang Segala Jahat memang tidak salah.
Setelah memberikan alasan atas perbuatannya, Biang Segala Jahat malah menambah
tenaganya. Potongan ranting yang dilemparkan Kyai Sanca Wilang bukan lagi
bergoyang-goyang dan melenceng jauh dari sasaran, malah tertahan dan terkatung-
katung di udara.
Perbuatan licik Biang Segala Jahat membuat Kyai Sanca Wilang mendengus.
Kekuatannya dilipatgandakan, sehingga potongan ranting kembali bergerak naik
mencari sasaran. Tapi, baru tiga jengkal potongan ranting kembali tertahan,
bahkan bergerak turun satu jengkal lebih.
"Hmm..." Lagi-lagi Kyai Sanca Wilang mendengus. Lalu, telapak tangan kanannya
bergerak naik dengan mengerahkan tenaga dalam yang kian berlipat.
"Hehh...!" Biang Segala Jahat menghembuskan napas keras-keras. Seperti halnya
Kyai Sanca Wilang, Biang Segala Jahat pun segera mendorongkan telapak tangan
kanannya ke arah potongan ranting. Benda yang dijadikan sasaran adu tenaga dalam
itu bergetar keras. Tak bisa naik dan tak bisa turun.
Krassh...! Karena dua kekuatan itu demikian kuat menghimpit, akhirnya potongan ranting tak
kuat bertahan lebih lama. Dengan memperdengarkan suara yang cukup keras potongan
ranting itu meledak, pecah menjadi serbuk kayu yang akhirnya sirna terbawa
angin. "Kau kalah, Kyai...," Biang Segala Jahat tergelak melihat potongan ranting
hancur. "Hm.... Bagaimana dengan permainan selanjutnya" Kita masih seimbang, bukan"
Tentu harus ada permainan ketiga untuk menentukan siapa di antara kita yang
berhak atas diri Utusan Dari Neraka...," ujar Kyai Sanca Wilang seraya menghela
napas panjang. Ditahannya kejengkelan yang mulai meliputi hatinya.
Biang Segala Jahat tidak segera menjawab, ia berpikir keras mencari bentuk
permainan ketiga. Sekaligus memikirkan cara untuk mengalahkan Kyai Sanca Wilang.
"Usul mengadakan permainan ini datangnya darimu, Kyai." Tiba-tiba Biang Segala
Jahat berkata dengan wajah penuh tipu muslihat. "Kau juga yang menghendaki
adanya permainan ketiga sebagai penentuan. Artinya..., dalam permainan ketiga
nanti aku jugalah yang berhak menentukan bentuk dan aturannya...."
"Tidak bisa, Biang Segala Jahat!" Kali ini Kyai Sanca Wilang menolak keras.
"Mengapa tidak" Sebagai seorang yang berhati bersih seharusnya kau berlaku adil,
Kyai!" Biang Segala Jahat bersikeras dengan mengungkit-ungkit siapa Kyai Sanca
Wilang dan bagaimana seharusnya bersikap.
"Apa maksudmu, Biang Segala Jahat...?" Kening Kyai Sanca Wilang terkejut ketika
dirinya dituduh telah berlaku tidak adil.
"Hm...." Biang Segala Jahat tersenyum licik "Hitunglah, Kyai, sudah berapa
permintaan yang kau ajukan sejak kita berhadapan" Jauh lebih banyak dariku,
bukan" Bagaimana kau bisa dibilang berlaku adil kalau permintaanmu selalu kuturuti
sedang permintaanku selalu saja kau bantah."
"Sudahlah, Biang Segala Jahat!" Kyai Sanca Wilang mengangkat tangan kanannya.
"Aku tidak ingin berbantahan lagi denganmu, dan tidak mau menjadi korban
kelicikan serta kecuranganmu. Aku yakin dalam permainan ketiga nanti pun kau
akan berlaku curang demi memperoleh kemenangan... "
"Hm.... Lalu, apa maumu, Kyai?" Biang Segala Jahat malah menantang dengan sorot
mata merahnya yang memperlihatkan kebengisan. "Pihakku lebih kuat, Kyai. Kau
lihatlah kedua cecunguk itu...," lanjutnya menunjuk ke arah Algojo Cakar Siluman
dan Setan Ular Tertawa yang tengah menyaksikan pertengkaran kedua tokoh sakti
itu. Seolah terpengaruh gerakan jari Biang Segala Jahat yang menunjuk ke belakangnya,
Kyai Sanca Wilang menoleh. Tapi, alangkah kaget ia ketika saat itu juga
terdengar sambaran angin menderu tajam dari depan. Sadarlah Kyai Sanca Wilang
bahwa dirinya kembali terjebak kelicikan Biang Segala Jahat. Dia menggunakan
kesempatan untuk menyerang selagi dirinya menoleh.
"Licik..!" sambil mendesis jengkel, Kyai Sanca Wilang segera memecah kekuatan
tenaga dalam yang dikerahkannya. Sebagian disalurkan ke kedua tangan yang
langsung dikibaskan menyilang sewaktu berbalik, sedang sebagian lagi digunakan
untuk melindungi tubuhnya.
Prasssh...! Meskipun hanya memiliki sedikit waktu, Kyai Sanca Wilang dapat berpikir dengan
cepat. Dari kibasan tangannya yang menyilang, membersit cahaya putih yang
melebar dan langsung memapaki pukulan maut Biang Segala Jahat. Terdengarlah
benturan keras.
Kakek sakti itu tergempur kuda-kudanya. Tubuhnya terdorong dalam kedudukan
semula. Hanya telapak kakinya saja yang terseret dan menimbulkan guratan dalam ditanah.
Guratan memanjang pada tanah itu mengepulkan asap tipis. Agaknya, Kyai Sanca
Wilang telah mengerahkan tenaga dalam untuk mempertahankan kuda-kudanya.
"Hei..."!"
Tiba-tiba, sebelum pertarungan kedua tokoh luar biasa itu berlanjut, terdengar
seruan kaget yang berasal dari Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa.
Kedua datuk sesat itu memandang ke satu arah dengan mata terbelalak.
Seruan kaget itu membuat Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang memalingkan
wajah. Menyaksikan sikap Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa yang
menggambarkan kekagetan dan ketegangan, kedua tokoh luar biasa itu segera
memutar kepalanya. Dan.... Biang Segala Jahat serta Kyai Sanca Wilang menahan
seruannya. Yang mereka lihat adalah sosok seorang bocah berkepala gundul dengan kulit tubuh
hitam legam. Kaki-kaki mungilnya melangkah tertatih meninggalkan mulut goa. Rupanya, hari itu
adalah hari keempat puluh satu. Batas terakhir bagi pintu gaib yang dibuat
Telapak Lidah Halilintar. Bocah Utusan Dari Neraka telah terbebas dari
kungkungan pintu gaib yang selama empat puluh hari membuatnya terkurung di dalam
goa. *** Bocah berkepala gundul dan berkulit hitam legam yang hanya mengenakan cawat itu
memang cukup pantas dijuluki sebagai Utusan Dari Neraka. Sosoknya sanggup untuk
menggetarkan hati setiap orang yang memandangnya. Sepasang matanya bulat dan
mengeluarkan sinar mencorong tajam. Bocah itu mempunyai alis mata yang hitam
tebal dan bercabang tiga pada ujungnya. Giginya lengkap seperti gigi orang
dewasa. Raut wajahnya memancarkan perbawa aneh serta menggidikkan bagi siapa
saja yang melihatnya.
"Utusan Dari Neraka...?" Menyaksikan keseluruhan sosok bocah itu, Biang Segala
Jahat berdesis perlahan. Wajahnya menampakkan keheranan, tapi juga kegembiraan.
Biang Segala Jahat jelas sangat puas dapat menyaksikan bocah yang menggemparkan
itu dengan mata kepala sendiri.
Ucapan Biang Segala Jahat tampaknya terdengar oleh bocah yang berjuluk Utusan
Dari Neraka. Bocah itu seperti mengerti. Dia memalingkan wajahnya menatap Biang
Segala Jahat dengan sorot matanya yang tajam dan memancarkan pengaruh iblis.
Biang Segala Jahat adalah seorang tokoh sakti luar biasa, ia sangat ditakuti dan
dipuja-puja kaum golongan hitam. Namanya dianggap keramat. Tidak ada tokoh kaum
golongan hitam yang berani membicarakannya. Ada anggapan bahwa apabila nama
Biang Segala Jahat disebut, maka saat itu juga sosoknya akan muncul di hadapan
orang-orang yang membicarakannya. Tentu saja anggapan itu cuma dongeng belaka.
Tapi, raja dari segala raja tokoh sesat itu ternyata tergetar hatinya sewaktu
ditatap sedemikian rupa oleh Utusan Dari Neraka.
"Luar biasa...!" Meskipun saat itu terselip perasaan ngeri dan segan yang aneh,
Biang Segala Jahat masih sempat mengeluarkan pujian. "Jangan-jangan bocah itu
titisan dari Penguasa Alam Kegelapan...!"
Kyai Sanca Wilang mengangguk-anggukkan kepala sambil mempermainkan
jenggotnya yang menjuntai di dada. Keningnya berkerut dalam. Keresahan membayang
di wajahnya. Seperti halnya Biang Segala Jahat, hati Kyai Sanca Wilang pun
sempat tergetar oleh sorot mata dan raut wajah Utusan Dari Neraka.
Sekarang, setelah ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri sosok bocah yang
menggemparkan itu, sadarlah Kyai Sanca Wilang kalau bocah itu memang memiliki
kekuatan jahat yang luar biasa. Kekuatan batinnya merasakan hal itu. Ia pun
maklum kalau bocah itu merupakan ancaman bagi keselamatan orang banyak.
Menurutnya, bukan mustahil kemunculan Utusan Dari Neraka akan membuat golongan
hitam berjaya di atas muka bumi ini.
Dengan langkah tertatih Utusan Dari Neraka bergerak menuju tempat Biang Segala
Jahat berdiri. Biang Segala Jahat sendiri tidak menunggu bocah itu sampai
mendekat. Ia sudah bergerak menyambut. Tapi, sebelum keduanya bertemu, tiba-tiba
Kyai Sanca Wilang membentak!
"Jangan dekati bocah itu, Biang Segala Jahat! Menyingkirlah! Aku hendak melihat
sampai di mana kekuatan jahat yang bersemayam di dalam tubuhnya...!" berkata
demikian, Kyai Sanca Wilang mengangkat telapak tangannya ke atas. Mulutnya
berkemak-kemik membaca sesuatu yang tak jelas terdengar. Lalu, seiring dengan
bentakan telapak tangannya dihantamkan ke arah Utusan Dari Neraka.
"Sirnalah kau, hai kekuatan jahat..!"
Whusss...! Sebentuk sinar bulat berwarna putih yang menyilaukan mata melesat dari telapak
tangan Kyai Sanca Wilang. Udara panas menyebar sewaktu bola putih itu meluncur
dengan suara menderu. Tapi, sebelum sinar putih mengenai tubuh bocah yang
berjuluk Utusan Dari Neraka, Biang Segala Jahat tiba-tiba memutar tubuh.
Diiringi pekik mengguntur, kedua tangannya disilangkan di depan dada. Tubuh
Biang Segala Jahat tampak menggeletar, tanda ia tengah mengerahkan seluruh
kekuatannya. Sesaat kemudian, Biang Segala Jahat mendorongkan kedua telapak
tangan. Meluncurlah dua bola api berwarna merah menyala yang menyambut bulatan
sinar putih! Duarrr...! Suara ledakan laksana gelegar selaksa guntur terdengar. Tanah di sekitar tempat
itu berguncang keras. Batu-batu beterbangan. Beberapa batang pohdn besar
berderak tumbang. Saat itu seakan Gunung Merbuk tengah meletus menumpahkan
laharnya. Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa sampai terpelanting jatuh, meski
Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka telah berusaha mempertahankan kuda-kudanya. Sementara Kyai Sanca Wilang
dan Biang Segala Jahat terpental ke belakang. Keduanya segera melenting bangkit
dengan wajah agak pucat dan napas sesak. Anehnya, Utusan Dari Neraka seperti
tidak merasakan apa-apa. Bocah itu tetap berdiri di atas kedua kakinya.
Sehingga, Biang Segala Jahat maupun Kyai Sanca Wilang memandang takjub kepada
bocah itu. "Lawanlah manusia tua sok suci itu, Biang Segala Jahat...!"
Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang menoleh ke kanan kiri mencari pemilik
suara besar, parau, dan menggetar itu. Tapi, mereka tak menemukan orang lain di
tempat itu kecuali Utusan Dari Neraka. Sedangkan Algojo Cakar Siluman dan Setan
Ular Tertawa tengah sibuk mengurus dirinya. Baik Biang Segala Jahat maupun Kyai
Sanca Wilang merasa sangat yakin suara itu bukan berasal dari kedua datuk sesat
itu. "Apa lagi yang kau tunggu. Biang Segala Jahat" Lawan dan bunuh manusia sok suci
itu...!" Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang tertegun dengan wajah berubah tegang.
Suara itu berasal dari Utusan Dari Neraka! Sungguh suatu hal yang sangat tidak
masuk akal. Mana mungkin seorang bocah sekecil itu sudah bisa berbicara lancar.
Apalagi suaranya aneh dan mengerikan. Selain itu, bocah itu seolah menganggap
dirinya lebih tinggi dari Biang Segala Jahat. Kalau tidak, mana mungkin bocah
itu berani memerintah Biang Segala Jahat!
7 "Lakukan perintahku, Biang Segala Jahat! Lawan dan habisi manusia sok suci
itu...!" Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang masih tertegun dan belum bisa menerima
kenyataan itu ketika Utusan Dari Neraka kembali mengulang perintahnya.
Perintah itu disertai dengan gerakan tangannya yang menunjuk Biang Segala Jahat.
Gerakan menunjuk Utusan Dari Neraka ternyata bukan sembarangan. Dari ujung jari
telunjuknya membersit sinar merah terang yang langsung lenyap masuk ke dalam
tubuh Biang Segala Jahat. Sesaat tubuh kakek itu berguncang keras seolah
dirasuki kekuatan dahsyat!
"Aaarkhh...!"
Begitu guncangan tubuh terhenti, Biang Segala Jahat meraung. Ia merasakan
kekuatannya tiba-tiba berlipat ganda. Kekuatan aneh itu menjalar ke seluruh
jalan darahnya. Dan, menggelora di dalam tubuhnya bagai gelombang air lautan.
Kyai Sanca Wilang mengerutkan kening melihat sinar yang keluar dari ujung jari
telunjuk Utusan Dari Neraka. Dan, menyaksikan keadaan Biang Segala Jahat, Kyai
Sanca Wilang pun sadar Utusan Dari Neraka telah memberikan tambahan kekuatan
kepada Biang Segala Jahat yang diperintahkan untuk melenyapkan dirinya. Kyai
Sanca Wilang bergegas melangkah mundur untuk mempersiapkan diri.
Sementara itu, keanehan terjadi pada diri Biang Segala Jahat. Tubuh tokoh itu
kembali berguncang dan bergetar. Seiring dengan raungan panjang yang mendirikan
bulu roma, wujud Biang Segala Jahat perlahan-lahan berubah. Mula-mula dari
tengah keningnya menyembul suatu benda runcing berupa tanduk yang melengkung ke
atas. Kemudian pada sekujur tubuhnya, kecuali wajah, bulu-bulu lebat tumbuh dengan
cepat Pada bagian belakang tubuhnya tumbuh ekor yang memanjang dengan bagian
ujung berbentuk mata tombak. Dua buah gigi sampingnya memanjang runcing
membentuk dua buah taring.
"Astagfirullah...!" Kyai Sanca Wilang mengucapkan kalimat permohonan ampun
kepada Allah, pencipta seluruh makhluk. Disapunya wajah dengan kedua telapak
tangan. Perubahan yang terjadi pada diri Biang Segala Jahat hampir tidak bisa diterima
akal sehatnya. Tapi, sebagai seorang yang memiliki ilmu agama, Kyai Sanca Wilang
sadar segala sesuatu bisa saja terjadi atas kekuasaan Allah.
Apa yang disaksikannya itu disadari sebagai ujian dari Yang Maha Kuasa.
"Earrrkhhh...!"
Dengan raungan panjang yang parau, Biang Segala Jahat yang telah berubah menjadi
makhluk menyeramkan menerjang Kyai Sanca Wilang. Jari-jari tangannya yang
panjang dan runcing bagai kuku harimau menyambar datang dengan kecepatan dan
kekuatan menggetarkan. Cepat Kyai Sanca Wilang melompat mundur. Lalu, dengan
tasbihnya yang digunakan sebagai senjata, Kyai Sanca Wilang balas menyerang.
Dalam waktu singkat pertempuran sengit pun terjadi.
Makhluk jelmaan Biang Segala Jahat itu ternyata jauh lebih kuat dan tangguh dari
aslinya. Itu dirasakan benar oleh Kyai Sanca Wilang, yang meskipun belum pernah
bertarung secara terbuka dengan Biang Segala Jahat, namun sudah dapat mengukur
kesaktiannya. Kyai Sanca Wilang mulai kewalahan menghadapi makhluk jelmaan Biang
Segala Jahat setelah bertarung lebih tiga puluh jurus. Makhluk itu memiliki
kekebalan tubuh yang luar biasa. Hantaman tasbihnya bajai tak berarti apa-apa.
Tapi, Kyai Sanca Wilang tidak putus asa. Ia mulai memilih bagian-bagian tubuh
lawan yang merupakan titik terlemah di tubuh manusia. Kyai Sanca Wilang
menganggap tubuh makhluk itu tidak berbeda dengan manusia. Apalagi, pada
dasarnya makhluk itu berasal dari seorang manusia biasa.
Desss! Makluk mengerikan itu memekik dan terpental terkena hantaman tasbih Kyai Sanca
Wilang yang mengenai saiah satu jalan darah besar di tubuhnya. Tapi, Kyai Sanca
Wilang menjadi kecewa ketika melihat pukulannya tak bisa melumpuhkan. Makhluk
itu kembali menerjangnya dengan lebih ganas.
Kreppp! Suatu ketika, jari-jari yang kuat dan berkuku runcing itu berhasil mencengkeram
kedua bahu Kyai Sanca Wilang. Kakek sakti itu meringis merasakan kuatnya
cengkeraman jari-jari lawan. Sebelum ia dapat melepaskan cengkeraman itu
tubuhnya telah diangkat dan dilemparkan kuat-kuat.
Meskipun kedua tulang bahunya serasa remuk, Kyai Sanca Wilang masih sanggup
menyelamatkan diri agar tidak terbanting jatuh. Dengan berputaran beberapa kali
di udara untuk mematahkan daya lempar, Kyai Sanca Wilang berhasil mendarat di
tanah dengan selamat.
Makhluk jelmaan Biang Segala Jahat kembali menerjang disertai raungannya yang
bagai hendak membelah langit Kyai Sanca Wilang berusaha menghindari serangan-
serangan makhluk itu dengan loncatan-loncatan ringan. Ia belum bisa membalas
karena rasa nyeri di kedua bahunya membuat lengannya tidak bisa digerakkan.
Keadaan itu membuat dirinya didesak habis-habisan. Ketika kedua tangan masih
bebas bergerak saja ia sudah kewalahan, apalagi dalam keadaan kedua tangan
tergantung lumpuh seperti itu.
Semakin kelabakanlah Kyai Sanca Wilang dibuatnya.
Beggg! Kepalan yang besar dan kuat itu akhirnya tak sempat dielakkan dan telak
menggedor dada kanannya. Kyai Sanca Wilang terjungkal muntah darah. Sedang
makhluk jelmaan Biang Segala Jahat sudah menerkamnya dengan cakar yang siap
merobek-robek tubuhnya. Kyai Sanca Wilang masih mempunyai kesadaran. Dia segera
melempar tubuhnya bergulingan di tanah. Sehingga, terkaman makhluk itu luput!
Ketika terkamannya hanya mengenai tanah, makhluk mengerikan itu bergegas
mencelat bangkit. Dikejarnya Kyai Sanca Wilang yang saat itu sudah bangkit
berdiri dan tengah terhuyung limbung. Makhluk itu meluncur lurus bagai sebatang
tombak. Kedua cakarnya berada di depan, siap merobek-robek tubuh Kyai Sanca
Wilang. Mendadak, sebelum sepasang cakar makhluk itu mengenai sasaran, terdengar
lengkingan panjang yang disertai melayangnya sesosok bayangan. Sosok itu
menerjang makhluk jelmaan Biang Segala Jahat. Terdengar sambaran angin mengaung-
ngaung mengiringi datangnya serangan sosok bayangan.
Derrr...! Dua kekuatan raksasa berbenturan. Tubuh makhluk jadi-jadian tertahan dan
tertolak balik. Sementara sosok bayangan terpental dengan disertai suara jerit
tertahan. Dengan dua kali lentingan tinggi di udara sosok bayangan itu mendaratkan kakinya
di belakang Kyai Sanca Wilang.
Sosok yang menyelamatkan Kyai Sanca Wilang ternyata seorang kakek. Kalau dilihat
dari raut wajah serta bentuk tubuhnya yang bongkok, usianya pasti sudah sangat
tua. Kakek bongkok yang rambut, kumis, dan jenggotnya berwarna putih suram dan
panjang menjuntai ke dada terbatuk beberapa kali. Ada darah yang terlompat
keluar sewaktu ia terbatuk. Benturan tadi tampaknya telah mengakibatkan
guncangan yang cukup keras di bagian dalam tubuhnya.
"Sahabat, kau terluka...!" Kyai Sanca Wilang yang saat itu merasakan kedua
tangannya sudah bisa digerakkan lagi bergegas menghampiri sahabat lamanya, Ki
Bongkok Guno. "Uuh.... Makhluk apa itu" Dari mana dia datang" Kekuatannya luar biasa
sekali...."
Ki Bongkok Guno berkata dengan terengah-engah. Tatapannya tertuju ke arah
makhluk jelmaan Biang Segala Jahat yang sudah siap hendak kembali menerjang.
"Makhluk itu jelmaan dari seorang tokoh yang berjuluk Biang Segala Jahat," jelas
Kyai Sanca Wilang. "Utusan Dari Neraka itulah yang telah merubahnya."
"Biang Segala Jahat..." Kakek bongkok berkata lirih dengan kening berkerut
"Jadi, tokoh itu benar-benar nyata...?" lanjutnya, bertanya setengah tak
percaya. Rupanya, Ki Bongkok Guno termasuk salah satu tokoh yang pernah
mendengar nama Biang Segala Jahat, dan menganggapnya sebagai dongeng. Sepanjang
pengetahuannya nama Biang Segala Jahat merupakan lambang kekuatan golongan
hitam. "Biang Segala Jahat memang benar-benar nyata," tegas Kyai Sanca Wilang.
"Berbahaya sekali...!" Ki Bongkok Guno mendesah seraya menggelengkan kepala.
"Jika Biang Segala Jahat yang selama ini dianggap sebagai tokoh dalam dongeng
sudah menampakkan diri, kiamat rasanya telah berada di ambang pintu. Kemunculan
Utusan Dari Neraka saja sudah membuat dunia ini serasa hancur. Haih... celaka...
celaka...."
"Yah.... Kemunculan kekuatan-kekuatan jahat itu memang bisa diartikan sebagai
kiamat Dalam arti bencana besar bagi seluruh umat manusia di belahan bumi ini.
Firasatku mengatakan, kekuatan-kekuatan jahat itu akan segera menguasai dunia.
Entah untuk berapa lama. Yang jelas, segala bentuk keangkaramurkaan tidak akan
pernah kekal," ujar Kyai Sanca Wilang. Kemudian, bergegas dibawanya Ki Bongkok
Guno menjauh. Saat itu makhluk jelmaan Biang Segala Jahat tengah memperdengarkan
raungan panjang yang menggetarkan.
"Kau dengar raungan itu, Karina...?"
Panji dan Karina yang baru saja menyeberangi aliran sungai di bawah kaki Gunung
Merbuk menengadahkan kepala mencari-cari sumber raungan.
Jantung Karina berdebar keras. Ia hanya bisa mengangguk dengan wajah agak
memucat. Gadis itu terkejut mendengar raungan panjang yang mendirikan bulu roma.
Merasa yakin ada sesuatu yang tengah terjadi di salah satu lereng gunung,
bergegas Panji meraih pergelangan tangan Karina dan dibawanya berlari menuju
sumber suara raungan. Panji dapat dengan mudah menemukan tempat itu karena suara
raungan terus berlanjut Dan mereka tidak di hutan kecil tempat pertarungan
dahsyat antara makhluk jelmaan Biang Segala Jahat melawan Kyai Sanca Wilang yang
dibantu kakek bongkok.
Panji terkejut bukan main menyaksikan sosok makhluk mengerikan yang menurutnya
cuma ada dalam khayalan. Bahkan, Karina sampai terpekik dengan wajah pucat pasi.
Tubuh gadis cantik itu gemetar dan tanpa sadar memeluk Panji.
"Tenanglah, Karina...," Panji menepuk-nepuk punggung gadis itu. "Makhluk itu
pasti permainan seorang ahli sihir...," lanjutnya, meskipun sesungguhnya dia
sendiri tidak yakin dengan dugaannya. Karena melihat kelihaian kedua kakek yang
tengah bertarung dengan makhluk mengerikan itu, Panji tahu mereka tokoh-tokoh
berkepandaian tinggi yang tidak mungkin bisa termakan permainan sihir. Kesaktian
kedua kakek itu berada jauh di atas kepandaiannya.
Sementara itu, kemunculan Panji dan Karina tidak terlepas dari sepasang mata
tajam Utusan Dari Neraka. Bocah yang bukan bocah biasa itu segera dapat
menyimpulkan kalau kedua orang yang baru datang adalah lawan-lawan yang harus
dilenyapkan. Ia menggeram lirih. Lalu, kepalanya ditolehkan menatap Algojo Cakar
Siluman dan Setan Ular Tertawa yang tidak tahu harus berbuat apa. Nyali kedua
datuk yang biasanya bermulut besar itu sudah ciut sejak tadi.
"Hei...!"
Bagai disentakkan satu kekuatan yang tak tampak, kepala Algojo Cakar Siluman dan
Setan Ular Tertawa menoleh cepat ke arah Utusan Dari Neraka. Kedua datuk sesat
itu merasakan jantung mereka seperti diremas-remas sewaktu ditatap sorot mata
tajam bocah aneh itu. Tubuh mereka gemetar tak kuasa melawan perbawa luar biasa
yang memancar dari wajah dan sorot matanya.
"Algojo Cakar Siluman dan kau Setan Ular Tertawa!" Utusan Dari Neraka
melanjutkan ucapannya. "Bunuh kedua orang yang baru datang itu...!"
Begitu perintah selesai diucapkan tiba-tiba Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular
Tertawa merasakan kekuatan mereka pulih kembali. Entah merasa diri mereka masih
berguna atau karena pengaruh perintah Utusan Dari Neraka. Kedua datuk sesat itu
tidak mau ambil pusing. Tanpa membantah lagi, Algojo Cakar Siluman serta Setan
Ular Tertawa berloncatan menghampiri Panji dan Karina.
"Heh heh heh...! Kalian berdua bersiaplah untuk segera menghadap raja
neraka...!"
Algojo Cakar Siluman yang sudah memperoleh kembali watak dan kebiasaannya
berkata sesumbar kepada Panji dan Karina.
"Ya. Kami ditugaskan Utusan Dari Neraka untuk melenyapkan kalian berdua...!"
Setan Ular Tertawa menambahkan. Ucapan tokoh yang berasal dari tanah India ini
terdengar agak aneh. Semula maksud kedatangannya ke tempat ini adalah untuk
mendapatkan Utusan Dari Neraka yang kelak akan digunakan untuk kepentingan
dirinya sendiri. Sungguh tidak pernah terpikir olehnya kalau yang terjadi justru
kebalikannya. Bukan ia menjadi majikan Utusan Dari Neraka, malah dialah yang dijadikan budak
bocah itu. Kedatangan kedua tokoh rolongan sesat itu membuat Panji waspada. Ditariknya
Karina ke belakang tubuhnya untuk melindungi gadis itu. Kemudian, dengan sorot
mata tajam dihadapinya kedua calon lawannya.
"Siapa kalian" Dan, mengapa tanpa sebab hendak membunuh kami?" tanya Panji
seraya meneliti sosok kedua tokoh itu.
"Hm... Kau dengarlah baik-baik agar tidak mati penasaran! Aku adalah Algojo
Cakar Siluman!" ujarnya seraya menepuk dada keras-keras. "Sedangkan kawanku ini
Setan Ular Tertawa. Cukup jelas?"
"Hm.... Pantas...," Panji mengangguk-angguk. "Rupanya kalian dedengkot manusia-
manusia sesat..!"
"Algojo Cakar Siluman, Setan Ular Tertawa, apakah kalian menunggu aku mencabut
nyawa kalian!"
Suara Utusan Dari Neraka membuat kesombongan kedua datuk itu lenyap seketika.
Ancaman yang mereka tahu bukan sekadar gertakan kosong itu membuat keduanya tak
lagi banyak tingkah. Mereka segera menyiapkan jurus untuk menggempur Panji.
Mendengar suara parau dan dirasakannya mengandung pengaruh aneh, Panji segera
menoleh. Sukar sekali baginya menerima kenyataan itu. Seorang bocah kecil dapat
berbicara dengan tegas, bahkan memerintah! Suara yang dikeluarkan pun menurutnya
lebih pantas diucapkan seorang kakek. Nadanya parau dan berat.
"Utusan Dari Neraka...!" Tiba-tiba pikiran itu terlintas di kepala Panji.
Wajahnya seketika menegang. Panji merasa yakin akan dugaannya itu. Ciri-ciri
bocah itu cocok dengan keterangan yang diperolehnya. Wajah dan sorot mata bocah
itu pun memiliki pengaruh aneh yang luar biasa, membuat debaran dalam dadanya
berdetak lebih cepat.
Panji cepat-cepat mengalihkan perhatiannya pada dua datuk sesat di hadapannya,
ia merasa tak sanggup menatap bocah itu lama-lama.
"Hyaaatt...!"
Algojo Cakar Siluman segera menerjang Panji karena takut akan ancaman Utusan
Dari Neraka. Seolah hendak menunjukkan jasa, Algojo Cakar Siluman dalam gebrakan
pertama langsung menggunakan jurus andalannya. Dia memang ingin melaksanakan
tugas itu secepat mungkin untuk mendapatkan pujian Utusan Dari Neraka.
Setan Ular Tertawa tentu saja tidak mau ketinggalan. Dia segera membarengi
tindakan kawannya. Tapi, ular-ular sendoknya tampaknya telah habis. Dalam
menyerang Panji, Setan Ular Tertawa hanya menggunakan kedua tangan.
Panji sadar siapa kedua lawannya itu. Maka, setelah menyuruh Karma agar
menyingkir, dihadapinya serangan kedua datuk sesat itu dengan Ilmu 'Silat Naga
Sakti'. Sepasang tangannya yang membentuk cakar naga bergerak dengan kecepatan yang
sulit ditangkap mata. Hawa dingin berhembus keras mengiringi setiap lontaran
serangannya. Hawa dingin dan lapisan kabut bersinar putih keperakan yang melapisi tubuh Panji
membuat mata Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa terbuka. Lawannya
ternyata Pendekar Naga Putih! Mereka kenal betul dengan ciri-ciri itu.
"Keparat! Kiranya kau pendekar muda yang sombong itu. Pantas kau berani berlagak
di hadapan kami...!" sambil melontarkan serangan, Algojo Cakar Siluman berkata
gusar. Dan karena telah mengetahui siapa pemuda berjubah putih itu, serangannya
pun segera dilipatgandakan, baik kecepatan maupun kekuatannya. Hal serupa juga
dilakukan Setan Ular Tertawa.
Tapi, Panji tidak menjadi gugup. Dengan tenang dihadapinya gempuran-gempuran
Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kedua datuk sesat itu. Tentu saja untuk dapat mengimbangi kekuatan lawan, ia
harus mengerahkan seluruh 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'nya. Kalau tidak, akan
sukar baginya melayani permainan kedua datuk sesat itu.
Dengan tenang Pendekar Naga Putih menghadapi gempuran gempuran kedua datuk sesat
itu. Tentu saja untuk dapat mengimbangi kekuatan Algojo Cakar Siluman dan Setan
Ular Tertawa, ia harus mengerahkan seluruh 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'nya.
Kalau tidak, akan sukar baginya melayani permainan kedua datuk sesat itu!
8 Kesaktian Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa ternyata di luar perkiraan
Panji. Terlebih puluhan bayangan cakar yang dilontarkan Algojo Cakar Siluman
benar-benar tak ubahnya dengan cakar siluman. Lewat empat puluh jurus Panji
mulai terdesak.
Bret! Bret! Karina yang menyaksikan perkelahian itu dari balik sebatang pohon menahan
jeritnya ketika melihat tubuh Panji terpelanting. Pemuda itu terkena sambaran
dua bayangan cakar lawan yang tak sempat dihindarinya lagi.
"Tamat riwayatmu, Pendekar Naga Putih...!"
Setan Ular Tertawa tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Selagi tubuh Panji
terpelanting, ia segera menerkam dengan dua bacokan sisi telapak tangannya.
Tapi, Panji masih sempat menggulingkan tubuh. Bacokan maut Setan Ular Tertawa
menghantam tanah. Sedang Panji sudah melenting ke udara dan membentak keras.
Tahu-tahu sebentuk sinar terang berwarna kuning keemasan berpendar di genggaman
tangan kanannya. Itulah Pedang Pusaka Naga Langit!
"Heaaatt...!"
Brettt...! Tubuh Setan Ular Tertawa tersentak ketika larikan sinar kuning keemasan
menyambar iganya. Darah menyembur membasahi tanah seiring dengan jerit kematian
Setan Ular Tertawa. Kibasan pedang Panji merobek dada Setan Ular Tertawa yang
sekaligus mematahkan tiga tulang iganya. Setan Ular Tertawa terbanting dengan
tubuh berlumuran darah. Datuk sesat itu tewas seketika tanpa sempat mengetahui
apa penyebabnya.
Kematian Setan Ular Tertawa membuat Algojo Cakar Siluman tertegun tak percaya.
Kenyataan yang membentang di depan matanya tak bisa dibantah iagi. Setan Ular
Tertawa jelas terkapar tanpa nyawa. Dengan kemarahan yang meluap Algojo Cakar
Siluman pun menerjang Panji dengan hebatnya.
Panji menggeser tubuhnya ke kiri-kanan menghindari sambaran bayangan cakar-cakar
siluman sambil sesekali menebaskan pedangnya. Sepuluh jurus kemudian Algojo
Cakar Siluman mulai kewalahan menghadapi kilatan-kilatan sinar terang yang
menyilaukan mata. Hingga akhirnya, ia terdesak dan dipaksa bermain mundur.
"Yeaaatt...!"
Pada jurus ketiga belas Panji membentak nyaring seraya melambung tinggi di
udara. Kemudian meluncur turun dengan pedang berputar membentuk gulungan sinar
terang Algojo Cakar Siluman memekik tertahan dan memalangkan lengannya untuk
melindungi mata. Itulah kesalahan besarnya!
Cras! Bret! Bret!
Pedang Naga Langit kembali menghirup darah korbannya. 'Jurus Naga Sakti Meluruk
ke Dalam Bumi' memang salah satu jurus terampuh yang sulit untuk dihindari
lawan. Demikian pula yang dialami Algojo Cakar Siluman. Tubuhnya pontang-panting
tersambar mata pedang yang tajam luar biasa. Darah menyembur keluar dari luka-
luka yang membawanya pada kematian. Algojo Cakar Siluman roboh bermandi darah,
ia melepaskan nyawa yang hanya satu-satunya itu.
"Panji, syukurlah kau selamat..."
Karina tahu-tahu saja sudah berada di belakang Panji dan memeluknya. Panji
terpaksa menggigit bibir kuat-kuat. Pelukan Karina demikian erat, membuat luka
bekas cakaran di iga dan lambungnya bertambah nyeri.
Tapi kegembiraan Karina dan kelegaan Panji lenyap seketika begitu keduanya
mendengar suara parau berpengaruh yang diucapkan Urusan Dari Neraka.
"Tak satu makhluk pun yang akan selamat dari cengkeramanku...!"
Panji dan Karina bergegas mundur. Entah dengan cara bagaimana tahu-tahu Utusan
Dari Neraka telah berada di hadapan mereka. Panji segera bergerak maju untuk
melindungi Karina sambil melintangkan Pedang Naga Langit di depan dada.
"Khak khak khak...!"
Mulut Utusan Dari Neraka terbuka. Tenggorokannya bergerak-gerak mengeluarkan
suara tawa ganjil yang membuat bulu kuduk Karina dan Panji berdiri. Suara tawa
itu memang sangat menyeramkan dan hanya pantas datang dari setan-setan penghuni
neraka. "Bagiku pedang itu seperti barang rongsokan..!" ejek Utusan Dari Neraka.
Matanya tetap menyorot tajam. Sedikit pun tidak kelihatan silau oleh pancaran
sinar keemasan dari badan Pedang Naga Langit "Kalau kau tidak percaya,
buktikanlah! Pilih bagian tubuhku yang menurutmu paling empuk!" tantangnya
sambil berkacak pinggang.
Sempat tergetar juga hati Panji melihat sikap Utusan Dari Neraka. Padahal,
pedang pusaka itu merupakan senjata ampuh yang dapat menolak segala jenis racun
dan ilmu gaib. Tapi tampaknya terhadap Utusan Dari Neraka, Pedang Naga Langit
kalah pengaruh.
Panji tidak hendak mencoba keampuhan pedangnya ke tubuh bocah itu. Biar
bagaimanapun Panji tidak sampai hati membacok tubuh seorang bocah kecil.
"Hm.... Rupanya kau merasa enggan untuk membacok tubuhku," ujar Utusan Dari
Neraka ketika melihat Panji belum juga bergerak." Sebaiknya, kau lihat wujud
asliku...."
Baru saja ucapan Utusan Dari Neraka selesai, tubuh kecil berkulit hitam legam
itu berubah dengan cepat. Bulu-bulu lebat bermunculan melapisi sekujur tubuhnya.
Sebuah tanduk runcing tumbuh di tengah kening. Kuku-kuku jari tangannya
memanjang cepat dan melengkung seperti kuku harimau. Kedua telapak kakinya
membulat membentuk tapak kaki kuda. Makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka itu pun
memiliki ekor. Sosoknya sama persis dengan makhluk jelmaan Biang Segala Jahat!
"Aaah...!"
Panji dan Karina menahan pekikan dan terjajar mundur. Kedua kaki Karina terasa
lemas. Hampir tak sanggup menopang tubuhnya. Sedang Panji merasakan dadanya
berdebar kencang, ia tak bisa menahan perasaan ngeri yang seketika melanda.
Terlebih, sosok makhluk yang sepantasnya tinggal di neraka itu berdiri di
hadapannya dalam jarak kurang dari satu tombak.
Sikap Panji dan Karina membuat makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka kehilangan
kesabaran. Bocah itu menggeram lirih namun menggetarkan. Tampak dua buah taring
yang tajam berkilat.
"Berikan pedang itu...!" ujar makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka parau seraya
mengulurkan cakar hendak merampas Pedang Naga Langit. Tapi, makhluk tu buru-buru
menarik pulang cakarnya ketika seberkas sinar menyambar datang mengancam
cakarnya. "Jangan bialkan pedang itu dileburnya, Paman...!"
Suara bening seorang bocah yang masih cadel membuat Panji dan Karina menoleh
cepat. Sementara, makhluk jelmaan Urusan Dari Neraka mengeluarkan rintihan
panjang seolah menunjukkan hati yang dilanda kegelisahan.
"Resi Baranca! Aryoguno...!" Panji berseru girang melihat kemunculan Resi
Baranca yang menuntun seorang bocah kecil seusia Utusan Dari Neraka. Bocah itu
memang Aryoguno, putra seorang pendekar, yang pernah menggegerkan kawasan Jawa
Timur dan disebut-sebut sebagai Bocah Titisan Dewa. (Untuk mengetahui perkenalan
Panji dengan Resi Baranca dan Aryoguno, dapat ditemui dalam episode: "Bocah
Titisan Dewa").
"Jangan kaget, Pendekar Naga Putih." Resi Baranca berkata dengan tersenyum.
"Aku sengaja membawa Aryoguno kemari. Berita tentang keganasan Utusan Dari
Neraka juga telah menggemparkan wilayah Jawa Timur. Dari petunjuk yang kuperoleh
melalui semadi, hanya Aryogunolah yang dapat menghentikan Utusan Dari Neraka.
Sayang, ia belum bisa menggunakan kekuatan mukjizatnya tanpa petunjuk," jelas
Resi Baranca. Secara tidak langsung ia ingin mengatakan bahwa dirinyalah yang akan menjadi
petunjuk bagi Aryoguno si Bocah Titisan Dewa.
"Lalu, bagaimana cara kita menghadapi Utusan Dari Neraka...?" Panji agak bingung
dan merasa khawatir Aryoguno akan celaka di tangan Utusan Dari Neraka.
"Kau hadapilah Utusan Dari Neraka itu, Pendekar Naga Putih. Aku dan Aryoguno
akan membantumu...," jawab Resi Baranca. Resi itu menganggukkan kepala ketika
melihat Panji masih ragu-ragu. Pemuda itu kemudian memutar tubuhnya menghadapi
Utusan Dari Neraka.
"Selang dia dengan dengan pedangmu, Paman...!" Dengan petunjuk Resi Baranca,
Aryoguno berseru sambil menunjuk belakang tubuh Panji.
Seberkas sinar kebiruan membersit dari ujung jari telunjuk Aryoguno. Sinar itu
langsung lenyap begitu mengenai tubuh Panji.
Agak tersentak Panji sewaktu sinar kebiruan itu lenyap ke dalam tubuhnya. Ada
suatu getaran aneh yang menyebar ke seluruh jalan darah. Hawa aneh itu
mendatangkan perasaan sejuk di hati. Tubuh Panji mendadak ringan dan pengaruh iblis yang
memancar dari wajah serta sorot mata makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka tak lagi
mempengaruhinya.
"Alahkan tenaga itu ke pedangmu, Paman...!" Kembali Aryoguno berseru.
Untuk melakukan hal itu tentu saja tidak sulit. Petunjuk itu segera diikutinya.
Sinar Pedang Naga Langit yang pemula kuning keemasan kini terlapisi sinar
kebiruan. "Arrkhhh...!"
Utusan Dari Neraka memekik keras. Diterjangnya Panji dengan cakar-cakar mautnya.
Tapi, Panji sudah bergegas mengelak dengan menarik kakinya dua langkah ke
belakang. Lalu, pedangnya dibabatkan ke depan mengancam tubuh Utusan Dari
Neraka, yang dirasakan Panji kecepatan maupun kekuatannya agak menurun.
Ia mulai dapat melihat titik-titik kelemahan Utusan Dari Neraka. Panji
menggerakkan pedangnya mengincar kelemahan-kelemahan lawan. Ia tidak sadar kalau
Aryoguno sudah tidak lagi memberi petunjuk. Bocah Titisan Dewa itu tengah duduk
bersila di samping Resi Baranca. Tidak nampak tanda-tanda kehidupan pada tubuh
bocah itu. Jasad halusnya telah merasuk ke dalam tubuh Panji. Itulah sebabnya mengapa Panji
tiba-tiba memiliki pikiran bagaimana cara menghadapi Utusan Dari Neraka.
Utusan Dari Neraka terdengar memekik-mekik sambil berlompatan menghindari
sambaran sinar kuning dan biru yang keluar dari ujung pedang Pendekar Naga
Putih. Panji tidak tahu kalau hal itu bisa terjadi berkat adanya jasad halus Bocah
Titisan Dewa di dalam tubuhnya. Malah, ketika makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka
melenyapkan diri dari pandangan, dengan mata batinnya Panji dapat mengetahui di
mana bocah itu berada.
Sinar-sinar kilat berwarna kuning dan biru yang menyambar keluar dari ujung
pedangnya meluncur ke tempat bocah itu.
"Keparaaatt..!" Utusan Dari Neraka kembali menampakkan wujudnya. Ia melontarkan
makian yang ditujukan kepada Aryoguno. Ilmu menghilangnya ternyata tak banyak
membantu. Dengan kemarahan yang meluap-luap, bocah itu menggeram dan melancarkan
serangan dengan sinar-sinar merah terang yang keluar dari kedua ujung jari
telunjuknya. Seperti tahu bagaimana cara menghadapi serangan itu, Pendekar Naga Putih pun
dengan menggunakan jari telunjuk kirinya menyambut serangan lawan. Setiap kali
Panji menggerakkan jari telunjuknya, seberkas sinar kebiruan membersit dan
membentur sinar merah terang yang meluncur ke arahnya. Dan setiap kali kedua
sinar itu berbenturan tubuh Utusan Dari Neraka terpelanting.
Itu terjadi bukan karena kekuatan Bocah Titisan Dewa lebih kuat. Karena
menggunakan raga Panjilah maka Bocah Titisan Dewa menjadi lebih unggul dari
Utusan Dari Neraka. Pendekar Naga Putih sendiri sudah memiliki dasar tenaga
dalam yang tinggi.
Bocah Titisan Dewa menyalurkan kekuatan mukjizatnya yang digabungkan dengan
kekuatan dasar Panji. Sehingga Utusan Dari Neraka tak ubahnya dikeroyok oleh
Panji dan Bocah Titisan Dewa.
"Haiiitt...!"
Setelah berpuluh-puluh kali benturan terjadi dan untuk kesekian kalinya tubuh
makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka terpelanting, Panji membentak seraya
menusukkan pedang dan menudingkan jari telunjuknya. Sinar kebiruan yang keluar
dari jari telunjuk tangan kiri Panji meluncur cepat. Bersamaan dengan itu,
kilatan sinar kuning dan biru menyambar keluar dari ujung pedangnya.
Bummm...! "Aarkhhh...!"
Utusan Dari Neraka meraung setinggi langit ketika tubuhnya yang baru saja
bangkit terhantam dua sinar yang dilontarkan Pendekar Naga Putih. Terdengar
suara ledakan keras yang disusul dengan membubungnya asap tebal menelan tubuh
Utusan Dari Neraka. Seiring dengan itu terciumlah bau sangit daging terbakar.
Ketika asap tebal sirna tertiup angin, tampaklah onggokan sisa-sisa tubuh Utusan
Dari Neraka yang telah terbakar.
Musnahnya Utusan Dari Neraka membuat Panji tiba-tiba merasakan sekujur tubuhnya
sangat lemas. Ada sesuatu yang dirasakan keluar dari dalam tubuhnya. Panji tidak
tahu kalau saat itu jasad halus Bocah Titisan Dewa keluar dan kembali ke jasad
aslinya. Sementara itu, di arena pertarungan makhluk jelmaan Biang Segala Jahat yang
menghadapi keroyokan Kyai Sanca Wilang, Ki Bongkok Guno dan satu sosok tubuh
lain yang ternyata Putri Perayu terjadi sesuatu yang mengejutkan!
Bersamaan dengan musnahnya Utusan Dari Neraka, makhluk jelmaan Biang Segala
Jahat meraung keras dan melonjak-lonjak tanpa sebab. Menyaksikan tingkah makhluk
mengerikan itu, ketiga lawannya berloncatan mundur. Beberapa saat kemudian, di
bawah tatapan enam pasang mata sosok makhluk itu perlahan lenyap dan kembali ke
wujud aslinya. Wujud Biang Segala Jahat!
"Hi hi hi...!" Putri Perayu tertawa mengekeh sambil mempermainkan rambutnya
ketika melihat wujud makhluk itu berubah menjadi manusia.
"Hm.... Pastilah Utusan Dari Neraka telah musnah." Kyai Sanca Wilang segera bisa
menebak mengapa wujud Biang Segala Jahat kembali ke bentuk aslinya. "Siapa pun
yang berhasil melenyapkannya, tanpa disadarinya ia telah menyelamatkan orang
banyak." Ki Bongkok Guno cuma mengangguk-anggukkan kepala, ia tampak sangat lelah setelah
bertarung sekian lama menghadapi makhluk jelmaan Biang Segala Jahat.
Sementara, Biang Segala Jahat yang telah sadar kembali dan mendapati tiga sosok
tubuh tengah menatapnya tampak sangat terkejut. Tapi, perasaan itu cuma sekilas
terlihat. Dengan cepat ia dapat menguasainya. Sambil tergelak Biang Segala Jahat
menengadahkan kepala. Dan, selagi ketiga tokoh yang berdiri di hadapannya saling
bertukar pandang, Biang Segala Jahat melesat dengan mengerahkan seluruh
kecepatannya, ia melompat masuk ke dalam gerombolan semak yang tumbuh rapat.
Kyai Sanca Wilang hanya bisa menghela napas, ia tidak mengira Biang Segala Jahat
akan melarikan diri. Sebelum sempat mengejar tokoh paling licik itu telah lolos.
Setelah agak lama menatap gerombolan semak tempat lenyapnya Biang Segala Jahat,
Kyai Sanca Wilang memutar tubuh. Bersama Ki Bongkok Guno dan Putri Perayu,
mereka menghampiri Panji dan yang lainnya. Ketika melihat Aryoguno dan
memperhatikannya beberapa saat, tahulah Kyai Sanca Wilang bahwa musnahnya Utusan
Dari Neraka pasti ada kaitannya dengan bocah itu.
"Hai.... Suamiku ada di sini rupanya...!" Tiba-tiba Putri Perayu berseru ketika
melihat Panji. "Mari, suamiku, peluklah aku erat-erat. Aku rindu sekali
hangatnya pelukanmu...!" Nenek itu berlari ke arah Panji dengan kedua tangan
dikembangkan. Panji tentu saja kaget bukan main. Tanpa pamit lagi kepada yang bannya, dia
segera lari ketakutan.
"Kanda, tunggu Dindaaa...!" Putri Perayu berseru dan lari mengejar Panji yang
tunggang-langgang. Terpaksa Panji harus mengerahkan seluruh kepandaian lari cepatnya agar tidak
terkejar nenek sinting itu.
Peristiwa itu membuat orang-orang yang tinggal tertegun bingung, kecuali Karina.
Gadis cantik itu geli bukan main melihat Panji lari terbirit-birit dikejar Putri
Perayu. SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Pedang Kayu Harum 7 Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Pedang Kayu Harum 24
mengangkat kedua tangannya ke atas dengan bibir menggerimit. Beberapa saat
kemudian, asap tipis mengepul seiring dengan mengecilnya luka bakar di tubuh
Setan Ular Tertawa. Sampai akhirnya lenyap sama sekali tanpa meninggalkan bekas
sedikit pun! Setan Ular Tertawa hampir tak mempercayai penglihatannya. Bukan main takjubnya
datuk sesat itu menyaksikan suatu kepandaian yang luar biasa. Kenyataan yang
baginya serasa mimpi itu membuatnya sadar kalau kakek jangkung seorang tokoh
luar biasa. Menurutnya, mungkin tidak ada duanya di atas muka bumi.
"Kakek jangkung itu pasti bukan manusia biasa...!" desis Setan Ular Tertawa
lirih ketika kakek jangkung melangkah lebar menghampiri Algojo Cakar Siuman. Ada
sorot iri pada sepasang mata Setan Ular Tertawa, selain juga perasaan dendam.
Kepandaian kakek jangkung jelas sangat jauh berada di atasnya.
"Hm.... Dikiranya aku akan berterima kasih dengan pertolongannya ini. Huh!
Dialah yang menyebabkan aku terluka. Sudah sepantasnya kalau dia pula yang
menyembuhkan...!" gumam Setan Ular Tertawa. Tentu saja hanya diucapkan di dalam
hati. Ia kemudian bergerak duduk untuk memulihkan tenaganya!
Seperti halnya Setan Ular Tertawa, Algojo Cakar Siluman pun mendapat pertolongan
dari kakek jangkung. Rasa nyeri yang diakibatkan luka di dalam tubuhnya lenyap
setelah beberapa saat telapak tangan kakek jangkung melekat di atas dadanya.
Tapi, tak sepatah ucapan terima kasih pun diucapkan Algojo Cakar Siluman, walau
ia merasa takjub dengan kepandaian kakek jangkung dan lega karena luka dalamnya
telah sembuh. Tanpa mempedulikan kakek jangkung, Algojo Cakar Siluman duduk
bersemadi untuk memulihkan tenaganya.
5 "Hua ha ha...! Sungguh suatu pertunjukan yang hebat dan mengharukan sekali...!
Hua ha ha...!"
Kakek jangkung yang sudah melangkah menuju mulut goa terpaksa menunda
gerakannya. Kepalanya berputar memandang ke sekeliling tempat itu. Wajah kakek
jangkung tetap terlihat tenang dengan senyum kesabaran. Tapi, sorot matanya
jelas membayangkan keterkejutan. Suara tanpa wujud itu menimbulkan angin keras
yang berputaran, membuat pepohonan berderak keras. Suara itu seolah datang dari
segala penjuru. Sehingga sulit diketahui sumbernya.
"Kaget mendengar suaraku, Kyai Sanca Wilang"!"
Suara itu berubah menjadi lengkingan tinggi yang menusuk-nusuk telinga. Kakek
jangkung kembali memutar kepalanya. Kekagetan sekilas membayang pada sorot
matanya. Pemilik suara itu mengenal namanya dengan baik!
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa yang tengah memulihkan tenaganya
sampai berjingkrak bangkit dari semadinya dan terbanting jatuh berdebuk dengan
keras. Demikian dahsyat pengaruh suara tanpa wujud itu. Betul kekuatan mereka memang
belum pulih seluruhnya, tapi sewaktu suara tanpa wujud terdengar mereka telah
dapat memulihkan tiga perempat bagian dari tenaga dalamnya. Dapat dibayangkan
bukan main terkejutnya Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa yang untuk
kedua kali mengalami kejadian tak terduga.
"Celaka...!" Algojo Cakar Siluman berdesah dengan wajah pucat. "Kemunculan
Utusan Dari Neraka ternyata telah mengundang kedatangan manusia-manusia sakti.
Kalau saja tidak mengalami sendiri, aku tidak akan pernah percaya di atas muka
bumi ini ternyata masih banyak tokoh-tokoh yang kepandaiannya sangat jauh di
atas kita...!"
Setan Ular Tertawa yang jatuh berdekatan dengan Algojo Cakar Siluman masih
tampak pucat wajahnya. Ia tidak habis mengerti dengan kejadian-kejadian luar
biasa yang dialaminya. Akalnya masih belum bisa menerima kenyataan pahit ini.
Sukar baginya untuk percaya bahwa dirinya yang telah diakui sebagai datuk
golongan sesat di hampir dua wilayah ternyata dapat dikalahkan dengan mudah oleh
kakek jangkung yang tak dikenal. Malah, kini muncul lagi tokoh baru yang juga
memiliki kepandaian luar biasa.
Kenyataan-kenyataan yang tak pernah terbayangkan itu benar-benar membuat Setan
Ular Tertawa sangat terpukul. Dalam mimpi pun rasanya Setan Ular Tertawa tak
pernah membayangkan kepandaiannya yang tinggi ternyata tak berarti apa-apa.
"Dunia sudah gila. Dunia sudah edan...!" karena belum bisa menerima kenyataan
pahit itu, Setan Ular Tertawa mengumpat sambil menggeleng berkali-kali.
"Kenyataan ini memang sangat menyakitkan bagi kita, Setan Ular Tertawa." Algojo
Cakar Siluman menanggapi keluhan kawannya. "Tapi, sebaiknya kita tunggu saja
perkembangan selanjutnya. Firasatku mengatakan pemilik suara yang belum
menampakkan diri itu adalah lawan kakek jangkung yang bernama Kyai Sanca Wilang.
Kita saksikan saja. Kemudian, kita ambil apa yang kira-kira bisa mendatangkan
keuntungan buat kita...," lanjutnya, bukan cuma untuk menghibur hati Setan Ular
Tertawa, tapi juga dirinya sendiri.
Setan Ular Tertawa hanya menjawab dengan anggukkan kepala perlahan. Sorot
matanya jelas memancarkan harapan agar tokoh yang baru terdengar suaranya itu
merupakan lawan Kyai Sanca Wilang.
Kyai Sanca Wilang yang mendengar pemilik suara itu telah mengenalnya dengan baik
kini menujukan pandangannya pada satu arah.
"Hm.... Rasanya aku dapat menduga siapa dirimu, Sahabat...!" Kyai Sanca Wilang
berkata halus. Namun, terdengar lantang dan bergema hingga ke seluruh pelosok
tempat itu. Sesaat kemudian, ucapan Kyai Sanca Wilang disambut oleh suara daun-daun pohon
yang seperti diterjang suatu benda. Suara berkerosokan itu berpindah-pindah dari
satu pohon ke pohon lain di seputar tempat itu. Akhirnya, dengan disertai suara
mengaung meluncurlah sesosok tubuh yang bergerak berputaran bagai seekor burung.
Sosok yang memiliki perawakan sama dengan Kyai Sanca Wilang, jangkung dan kurus,
menjejakkan kaki di tanah dengan memperdengarkan suara keras. Sosok itu seperti
sengaja hendak menunjukkan kekuatannya. Meski tubuhnya jangkung dan kurus,
sewaktu kakinya menjejak tanah sekitar tempat itu berguncang keras laksana
digoyang gempa. Perbuatan itu jelas menunjukkan kekuatan tenaga dalam yang
sangat dahsyat!
"Sudah kuduga kaulah pemilik suara itu, Sahabat Biang Segala Jahat..." Kyai
Sanca Wilang menyapa sosok yang berperawakan sama dengan dirinya. Bedanya, sosok
yang berjuluk Biang Segala Jahat itu mengenakan jubah panjang hitam. Lapisan
sebelah dalamnya berwarna merah darah. Tokoh luar biasa itu hanya tertawa ketika
julukannya disebut.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa menahan pekik kagetnya mendengar
Kyai Sanca Wilang menyebut julukan Biang Segala Jahat. Julukan itu pernah mereka
dengar dan menganggap keberadaan tokoh itu cuma ada di dalam dongeng. Bagi
tokoh-tokoh golongan hitam tingkat tinggi, nama Biang Segala Jahat dijadikan
sebagai lambang kekejaman dan kejahatan. Nama Biang Segala Jahat hanya terdengar
dari mulut ke mulut tanpa seorang pun yang pernah bertemu atau melihatnya. Tidak
heran kalau Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa demikian terkejut.
"Firasatmu ternyata benar, Algojo Cakar Siluman...!" Setan Ular Tertawa berkata
lirih dan bergetar oleh perasaan gembira. "Tokoh yang menjadi lambang dan
pegangan golongan kita itu akan mendatangkan keuntungan buat seluruh golongan
sesat!" "Benar-benar sebuah pengalaman yang luar biasa...!" Algojo Cakar Siluman
berdesah sambil tak hentinya menggeleng takjub. Kalau kekalahannya tadi sempat
membuatnya terpukul, kini ia merasa gembira dan ingin melihat apa yang dapat
dilakukan Kyai Sanca Wilang terhadap Biang Segala Jahat.
Sosok jangkung agak kurus yang mengenakan jubah hitam pekat itu memang cocok
sekali kalau dijuluki Biang Segala Jahat. Seluruh anggota wajahnya memancarkan
pengaruh jahat yang membuat orang bergidik. Sepasang matanya tajam berkilat
menyorotkan warna merah. Dalam sekejap mata itu tercermin watak penuh kelicikan,
kebengisan, dan kekejaman tiada tara. Begitu juga dengan alis matanya yang hitam
tebal dan bercabang pada ujungnya. Hidungnya yang melengkung tajam dan tarikan
bibirnya benar-benar melambangkan segala nafsu angkara murka. Usianya memang
sudah tidak muda lagi. Kira-kira enam puluh lima tahun. Padahal sesungguhnya
usia tokoh berjuluk Biang Segala Jahat itu telah mencapai seratus dua puluh lima
tahun. Kalaupun sosoknya terlihat separo lebih muda dari usia sebenarnya, itu
karena ramuan-ramuan obat ciptaannya. Juga karena 'Air Keabadian' tempatnya
merendam tubuh.
Mengenai Kyai Sanca Wilang, boleh dibilang tidak ada orang yang tahu berapa
usianya. Rupa dan namanya pun hampir tidak dikenal tokoh-tokoh persilatan. Itu
karena Kyai Sanca Wilang hampir tidak pernah melibatkan diri dalam dunia
persilatan. Ia seorang penyebar agama yang selalu melakukan perjalanan ke
daerah-daerah pedalaman yang boleh dikatakan terpisah jauh dari keramaian dan
sulit didatangi. Hanya sedikit sekali tokoh persilatan yang mengenal Kyai Sanca
Wilang. Tokoh-tokoh yang sedikitnya berusia di atas sembilan puluh tahun,
termasuk Biang Segala Jahat.
"Sungguh suatu pertemuan yang sangat menggembirakan. Bukan begitu, Kyai?"
Ramah dan lembut suara Biang Segala Jahat Sangat berbeda dengan kebanyakan
tokoh-tokoh jahat. Tapi, justru di balik keramahan dan kelembutan itu
tersembunyi watak jahat yang luar biasa. "Seingatku, wajahmu tetap tidak,
berubah seperti kita pertama kali bertemu pada puluhan tahun silam," lanjutnya
sambil tersenyum. Tapi, anehnya dalam senyuman itu orang yang melihatnya dapat
merasakan bayangan kekejaman yang mengerikan. Itu salah satu keanehan yang sulit
diterima akal. Kyai Sanca Wilang mengangguk-angguk dengan bibir tetap tersenyum. Bayangan
ketegangan sudah lenyap dari matanya sejak Biang Segala Jahat menampakkan diri.
Sikapnya tenang dan tidak menunjukkan tanda-tanda permusuhan. Seolah ia tengah
berhadapan dengan seorang sahabat baik yang telah lama tak berjumpa.
"Kau pun kelihatan tetap awet muda, Biang Segala Jahat. Aku merasa gembira bisa
berjumpa lagi denganmu. Ini adalah takdir dari Allah, Biang Segala Jahat...,"
ujar Kyai Sanca Wilang menyahuti.
"Hua ha ha...! Rupanya kau tidak ingat siapa aku, Kyai. Di hadapanku jangan
sekali-kali Kyai menyebut takdir. Apalagi nama sesembahanmu. Itu pantangan
bagiku, Kyai. Anehnya, kau selalu lupa dengan hal itu" Meski ucapan itu jelas
menunjukkan ketidaksenangan hatinya, tapi raut wajah Biang Segala Jahat tidak
berubah. Itu bukan sesuatu yang aneh. Sebagai biangnya segala bentuk kejahatan,
Biang Segala Jahat tentu saja dapat menguasai perasaan dan sikapnya.
"Kau pun rupanya lupa siapa aku, Biang Segala Jahat. Aku seorang penyebar agama
yang tentu saja tidak bisa terlepas dari semua itu." Kyai Sanca Wilang menukas
tanpa meninggalkan senyumnya.
"Yah..., sudahlah...!" Biang Segala Jahat menepiskan telapak tangannya di udara.
"Sekarang kita telah bertemu. Dan, kita sama-sama tahu untuk kepentingan apa
berada di tempat ini. Kau mempunyai usul, Kyai...?"
Mendengar Biang Segala Jahat telah menyinggung ke pokok persoalan, Kyai Sanca
Wilang tidak segera memberikan jawaban, ia membisu beberapa saat.
"Hm.... Untuk memperebutkan Utusan Dari Neraka itu...," ujar Kyai Sanca Wilang
kemudian. "Kupikir sebaiknya kita mengadakan pertandingan melalui sebuah
permainan. Kurasa itu lebih baik. Tentu kau masih ingat dengan perjumpaan kita dulu. Kau
terpaksa harus pergi setelah dapat kukalahkan dalam permainan catur yang memakan
waktu dua hari dua malam. Bagaimana" Kau setuju" Atau kau takut kalah lagi
denganku?" tantang Kyai Sanca Wilang.
Biang Segala Jahat tertawa sambil mengangguk-angguk. Ia tidak segera menerima
usul Kyai Sanca Wilang. Mungkin karena takut mengulang kekalahannya di waktu
silam. "Kita cari permainan lain yang lebih menarik dan lebih mengutamakan kepandaian
daripada pikiran. Tapi, usulmu itu boleh juga. Anggaplah permainan catur itu
merupakan bagian pertama. Kau setuju, Kyai?"
"Sesukamulah, Biang Segala Jahat... " Kyai Sanca Wilang menyerahkan keputusan
kepada Biang Segala Jahat.
"Kalau begitu, mari kita mulai permainan yang pertama.... "
Usai berkata demikian, Biang Segala Jahat tahu-tahu lenyap. Sebentar kemudian ia
sudah kembali dengan membawa ranting pohon yang panjang dan besarnya sama dengan
lengan orang dewasa. Kyai Sanca Wilang sudah duduk bersila di atas tanah. Dengan
menggunakan kedua telapak tangannya, Kyai Sanca Wilang mengebut-ngebutkan tanah.
Gerakan Kyai Sanca Wilang demikian cepat dan tak tertangkap oleh mata. Tahu-tahu
saja tanah di depannya telah rata dan halus, membentuk kotak-kotak dengan dua
warna, persis papan catur.
Biang Segala Jahat dengan tanpa menggunakan benda tajam, hanya dengan kedua
tangannya, bekerja cepat membawa biji-biji catur dari ranting pohon. Kedua
tangannya bergerak dengan kecepatan luar biasa, memapas dan membentuk potongan
ranting menjadi biji-biji catur yang berupa bulatan seperti kepingan uang. Untuk
membedakan warna biji-biji catur, Biang Segala Jahat cukup menggenggam separo
dari jumlah biji catur, yang begitu dilepaskan telah berubah hitam dengan masih
mengepulkan asap tipis.
Hebat dan cepat sekali pekerjaan itu dilakukannya. Dalam waktu singkat biji-biji
catur telah siap.
"Aku memilih warna hitam, Kyai. Karena dulu pun kau lebih menyukai warna putih,
bukan?" ujar Biang Segala Jahat, yang tanpa membuang-buang waktu lagi segera
mengatur buah-buah caturnya.
Perbuatan kedua tokoh sakti itu tentu saja mengundang keheranan Algojo Cakar
Siluman dan Setan Ular Tertawa. Meski agak kecewa karena kedua kakek itu tidak
bertarung seperti harapan mereka, namun keduanya merasa tertarik dan bergegas
mendekat untuk menyaksikan jalannya pertandingan.
*** Mulanya Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa mengira permainan akan
berlangsung seperti yang mereka ketahui. Tapi, setelah pertandingan dimulai
barulah kedua datuk sesat itu terkejut. Permainan kedua manusia sakti itu benar-
benar tidak lumrah. Mereka tidak menjalankan buah-buah catur seperti umumnya,
melainkan saling berebutan untuk segera menghabisi buah catur lawan. Kecepatan
gerak, penggunaan tenaga dalam, dan kejelian mata jelas sangat diperlukan.
Kemenangan ditentukan bagi mereka yang lebih dulu menghabisi buah catur lawan
dengan tanpa merubah letak duduk, Kyai Sanca Wilang dan Biang Segala Jahat duduk
bersila berseberangan. Sementara dua pasang mata mereka saling tantang.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa kaget bukan main ketika kepala
mereka mendadak pening sewaktu mengerling ke arah raut wajah kedua tokoh sakti
itu. Kenyataan ini membuat keduanya sadar kalau Kyai Sanca Wilang dan Biang Segala
Jahat telah mengerahkan kekuatan sihir dalam permainan itu. Kelengahan sedikit saja
bisa mengakibatkan luka dalam. Menyadari hal itu, berdebarlah hati Algojo Cakar
Siluman dan Setan Ular Tertawa. Mereka terpaksa bergerak mundur dan menyaksikan
permainan dari tempat yang agak jauh. Lama-kelamaan pertarungan kedua tokoh
sakti itu bisa berakibat buruk buat mereka.
Dalam hal kecepatan dan ketepatan gerak, Kyai Sanca Wilang masih lebih unggul
dari Biang Segala Jahat. Setelah agak lama permainan berlangsung, Kyai Sanca
Wilang berhasil mencuri tiga buah biji catur lawan dengan gerak tipu.
"Bagus sekali gerak tipumu, Kyai..." Biang Segala Jahat memuji seraya
menghentikan gerakannya. Sepasang matanya tidak berpindah dari wajah Kyai Sanca
Wilang, yang tersenyum-senyum meletakkan tiga buah biji catur curian di
hadapannya. Saat itu Kyai Sanca Wilang kelihatan agak lengah. Namun, sewaktu Biang Segala
Jahat mengulurkan kedua tangan dengan cepat untuk mencuri buah-buah caturnya,
kakek jangkung itu dapat menggagalkannya. Dengan kecepatan yang tidak bisa
diikuti mata, Biang Segala Jahat meliukkan tangan kanannya yang tertangkis
lengan lawan. Sekali sambar saja, dua buah biji catur telah berada dalam genggaman.
"Hua ha ha...!" Biang Segala Jahat memperdengarkan tawa bergelak seraya
memperlihatkan dua buah biji catur curiannya di depan wajah Kyai Sanca Wilang.
Tapi, alangkah kagetnya ia ketika Kyai Sanca Wilang membuka telapak tangannya.
Terlihat dua buah biji catur berwarna hitam. Rupanya pada saat yang hampir
bersamaan Kyai Sanca Wilang berhasil mencuri buah catur lawan.
"Kita sama-sama mendapat dua biji catur, Biang Segala Jahat...," Kyai Sanca
Wilang berkata dengan tersenyum.
"Kau curang, Kyai...!" Biang Segala Jahat menggeram gusar, ia mengumpat karena
tidak melihat kapan Kyai Sanca Wilang bergerak mengambil buah caturnya.
"Curang bagaimana, Biang Segala Jahat?" tukas Kyai Sanca Wilang masih tetap
tersenyum. "Buah catur ini kuambil dari hadapanmu, bagaimana bisa dibilang
curang?" Biang Segala Jahat tidak menyahut. Hanya sepasang matanya saja yang bergerak-
gerak liar merayapi biji-biji catur di depannya. Kemudian, dengan kecepatan
kilat Biang Segala Jahat mengulurkan tangan kanan. Tapi bukan biji catur yang
ditujunya, melainkan dua biji mata Kyai Sanca Wilang. Dua jari tangan Biang
Segala Jahat memperdengarkan suara mencicit sewaktu meluncur membelah udara.
Kecurangan lawan tidak membuat Kyai Sanca Wilang menjadi kaget, ia tahu betul
siapa lawan yang dihadapinya. Seorang tokoh yang terkenal paling licik dan
paling jahat.
Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sewaktu-waktu ia bisa saja tidak mempedulikan aturan permainan yang telah
disepakati sebelumnya. Dengan tenang Kyai Sanca Wilang menunggu jari-jari maut
itu tiba dekat. Ia sudah bisa menebak perbuatan Biang Segala Jahat cuma tipuan
belaka. Apa yang diperkirakan Kyai Sanca Wilang ternyata tidak meleset. Biang Segala
Jahat yang melihat Kyai Sanca Wilang belum juga menggerakkan tangan, mendadak
mengulurkan tangan kirinya menyambar biji-biji catur lawan. Tapi, alangkah heran
hatinya melihat Kyai Sanca Wilang masih tenang-tenang saja. Kekecewaan tampak
jelas pada wajah dan sorot mata Biang Segala Jahat. Ternyata lawan sama sekali
tidak peduli. "Hahhh...!"
Sambil membentak tertahan, Biang Segala Jahat merubah gerakannya. Tangan kanan
yang semula menusuk ke arah kedua mata, meliuk turun. Sebaliknya, tangan kiri
yang hendak menyambar biji-biji catur lawan bergerak melesat ke arah mata Kyai
Sanca Wilang! Rupanya, itulah yang menjadi penyebab mengapa Kyai Sanca Wilang
belum juga bergerak.
Plak! Dukk! Tubuh kedua tokoh sakti yang tengah duduk bersila itu bergetar sewaktu kedua
pasang lengan mereka berbenturan. Kendati demikian, benturan itu tidak membuat
tubuh keduanya bergeser. Padahal benturan yang terjadi cukup keras. Hal seperti
itu bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan tokoh lain. Agaknya, selain
mengerahkan tenaga pada kedua lengan, mereka juga mengerahkan tenaga untuk
membuat tubuh masing-masing bagai tertanam dan melekat pada bumi.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa tak bisa menyembunyikan rasa
takjubnya menyaksikan kejadian itu. Mereka menggeleng dan berdecak berkali-kali.
Apa yang mereka saksikan benar-benar menunjukkan kesaktian yang sukar diukur!
Lain halnya kalau kedua tokoh sakti itu memiliki perbedaan tingkat kepandaian. Tapi,
mereka justru seimbang.
6 Permainan catur yang tidak sewajarnya itu terus berlanjut. Segala kelicikan dan
tipu muslihat telah dilakukan Biang Segala Jahat. Tapi, ia tetap ketinggalan
oleh Kyai Sanca Wilang dalam mengumpulkan biji-biji catur. Sampai akhirnya,
setelah semalaman suntuk, permainan pun berakhir. Kemenangan berada di pihak
Kyai Sanca Wilang dan biji-biji caturnya masih tersisa hampir separo. Sedangkan
biji-biji catur Biang Segala Jahat telah licin tandas!
"Kau menang, Kyai..," ucap Biang Segala Jahat terdengar getir. Tampaknya ia
kecewa. "Sekarang kita meningkat pada permainan berikutnya. Karena permainan
pertama kau yang memilih, maka pada permainan kedua ini akulah yang memilih,"
lanjutnya menyembunyikan kelicikan.
"Silakan... silakan...." Hanya itu yang diucapkan Kyai Sanca Wilang seraya
mengangguk-anggukkan kepala. Ia bergerak mengikuti langkah Biang Segala Jahat,
yang di tangan kanannya telah tergenggam dua batang ranting kecil sepanjang satu
setengah jengkal. Besarnya tak lebih dari jari kelingking.
Biang Segala Jahat menghentikan langkahnya di bawah sebatang pohon besar yang
pucuknya nyaris tak terlihat, ia menengadahkan kepala merayapi batang pohon
besar itu. "Kau lihat daun pada ranting itu, Kyai?" Biang Segala Jahat meluruskan jari
telunjuknya pada selembar daun yang terpisah dari daun-daun lain. Ia melekat
pada ranting sebesar lengan. Tingginya kira-kira sepuluh tombak dari atas tanah.
"Itulah pilihanku, Kyai. Sedangkan untukmu... Nah, daun yang sedikit berada di
atas daun pilihanku.''
Kyai Sanca Wilang tersenyum mendengar kata sedikit lebih tinggi yang diucapkan
Biang Segala Jahat. Karena sesungguhnya, daun yang dipilihkan untuknya berada
lima sampai enam tombak di atas daun pilihan Biang Segala Jahat. Daun itu lebih
kecil dan batang tempat daun itu melekat pun jauh lebih besar. Bagi mata orang
awam daun yang ditunjuk Biang Segala Jahat nyaris tak terlihat. Tapi, bagi mata
kedua tokoh sakti itu kelihatan sangat jelas. Mereka mengerahkan tenaga dalam
pada kedua matanya untuk melihat daun-daun itu.
"Hm... Lalu, bagaimana peraturan permainannya, Biang Segala Jahat?" tanya Kyai
Sanca Wilang. Ia tidak membantah meski jelas-jelas dicurangi Biang Segala Jahat.
"Dengan menggunakan potongan ranting kecil ini." Biang Segala Jthat
memperlihatkan dua potong ranting telapak tangannya. Lalu, diberikannya potongan
ranting yang lebih kecil kepada Kyai Sanca Wilang. "Kira berdua harus dapat
mengambil daun itu tanpa membuat cacat ranting tempat daun melekat. Tentu kau
paham maksudku, bukan" Kalau kau takut kalah, silakan pilih daun yang lebih muda
untuk dijadikan sasaran. Kau pasti takut sasaranmu meleset. Dan, tidak bisa
memenangkan permainan ini dariku. Perlu kau ingat, dalam permainan ini akulah
yang berhak mengaturnya!" Dengan licik Biang Segala Jahat sengaja mengulang-
ulang kata takut dalam perkataannya. Ia pun menekankan tentang haknya untuk
mengatur permainan.
"Mulailah, Biang Segala Jahat" Meskipun sadar dirinya dicurangi mentah-mentah,
Kyai Sanca Wilang tetap tersenyum. Sejak semula ia sudah telanjur terjebak kata-
kata Biang Segala Jahat. Kyai Sanca Wilang tidak bisa mundur lagi. "Tentunya kau
hendak memulai lebih dulu, bukan?" lanjutnya mendahului, ia tidak ingin
membuang-buang waktu dan kembali terjebak dalam kelicikan Biang Segala Jahat.
Biang Segala Jahat tertawa bergelak. Sesaat kepalanya mengadah dengan sorot mata
mencorong tajam. Kemudian, ranting di tangan kanannya dilontarkan dengan
menggunakan tenaga dalam.
Potongan ranting meluncur dan menyambar tepat di batang daun tanpa merobek daun
itu. Demikian hebat pengaturan tenaga dalam Biang Segala Jahat, hingga dapat
mencopot daun utuh berikut batangnya. Potongan ranting kemudian meluncur turun
dan disambut dengan telapak tangan Biang Segala Jahat.
"Sekarang giliranmu, Kyai...," ujar Biang Segala Jahat setelah memperdengarkan
tawa. Kyai Sanca Wilang segera melemparkan potongan ranting di tangannya. Potongan
ranting itu lebih kecil daripada yang digunakan Biang Segala Jahat. Berarti,
Kyai Sanca Wilang harus menggunakan lebih banyak tenaga dalam agar potongan ranting tidak
melenceng oleh hembusan angin sore yang berhembus keras.
Tapi, Biang Segala Jahat telah mempersiapkan segalanya untuk memperoleh
kemenangan. Diam-diam mengerahkan tenaga dalam hingga hambusan angin semakin
keras. Potongan ranting yang dilontarkan Kyai Sanca Wilang pun bergoyang-goyang
hingga bergeser dari sasaran. Tentu saja Kyai Sanca Wilang tahu itu adalah
perbuatan Biang Segala Jahat.
"Hm.... Kau curang, Biang Segala Jahat..," ucapan itu biasa saja. Namun, jelas
terkandung ejekan bagi Biang Segala Jahat.
"Mengapa kau berkata begitu, Kyai" Bukankah dalam permainan ini aku tidak
mengatakan kita harus bermain jujur" Itu artinya, aku atau kau boleh saja
mencegah jika memang mau...." Dengan licik Biang Segala Jahat mengelakkan
tuduhan Kyai Sanca Wilang, yang tentu saja tidak bisa berkata apa-apa lagi. Apa
yang dikatakan Biang Segala Jahat memang tidak salah.
Setelah memberikan alasan atas perbuatannya, Biang Segala Jahat malah menambah
tenaganya. Potongan ranting yang dilemparkan Kyai Sanca Wilang bukan lagi
bergoyang-goyang dan melenceng jauh dari sasaran, malah tertahan dan terkatung-
katung di udara.
Perbuatan licik Biang Segala Jahat membuat Kyai Sanca Wilang mendengus.
Kekuatannya dilipatgandakan, sehingga potongan ranting kembali bergerak naik
mencari sasaran. Tapi, baru tiga jengkal potongan ranting kembali tertahan,
bahkan bergerak turun satu jengkal lebih.
"Hmm..." Lagi-lagi Kyai Sanca Wilang mendengus. Lalu, telapak tangan kanannya
bergerak naik dengan mengerahkan tenaga dalam yang kian berlipat.
"Hehh...!" Biang Segala Jahat menghembuskan napas keras-keras. Seperti halnya
Kyai Sanca Wilang, Biang Segala Jahat pun segera mendorongkan telapak tangan
kanannya ke arah potongan ranting. Benda yang dijadikan sasaran adu tenaga dalam
itu bergetar keras. Tak bisa naik dan tak bisa turun.
Krassh...! Karena dua kekuatan itu demikian kuat menghimpit, akhirnya potongan ranting tak
kuat bertahan lebih lama. Dengan memperdengarkan suara yang cukup keras potongan
ranting itu meledak, pecah menjadi serbuk kayu yang akhirnya sirna terbawa
angin. "Kau kalah, Kyai...," Biang Segala Jahat tergelak melihat potongan ranting
hancur. "Hm.... Bagaimana dengan permainan selanjutnya" Kita masih seimbang, bukan"
Tentu harus ada permainan ketiga untuk menentukan siapa di antara kita yang
berhak atas diri Utusan Dari Neraka...," ujar Kyai Sanca Wilang seraya menghela
napas panjang. Ditahannya kejengkelan yang mulai meliputi hatinya.
Biang Segala Jahat tidak segera menjawab, ia berpikir keras mencari bentuk
permainan ketiga. Sekaligus memikirkan cara untuk mengalahkan Kyai Sanca Wilang.
"Usul mengadakan permainan ini datangnya darimu, Kyai." Tiba-tiba Biang Segala
Jahat berkata dengan wajah penuh tipu muslihat. "Kau juga yang menghendaki
adanya permainan ketiga sebagai penentuan. Artinya..., dalam permainan ketiga
nanti aku jugalah yang berhak menentukan bentuk dan aturannya...."
"Tidak bisa, Biang Segala Jahat!" Kali ini Kyai Sanca Wilang menolak keras.
"Mengapa tidak" Sebagai seorang yang berhati bersih seharusnya kau berlaku adil,
Kyai!" Biang Segala Jahat bersikeras dengan mengungkit-ungkit siapa Kyai Sanca
Wilang dan bagaimana seharusnya bersikap.
"Apa maksudmu, Biang Segala Jahat...?" Kening Kyai Sanca Wilang terkejut ketika
dirinya dituduh telah berlaku tidak adil.
"Hm...." Biang Segala Jahat tersenyum licik "Hitunglah, Kyai, sudah berapa
permintaan yang kau ajukan sejak kita berhadapan" Jauh lebih banyak dariku,
bukan" Bagaimana kau bisa dibilang berlaku adil kalau permintaanmu selalu kuturuti
sedang permintaanku selalu saja kau bantah."
"Sudahlah, Biang Segala Jahat!" Kyai Sanca Wilang mengangkat tangan kanannya.
"Aku tidak ingin berbantahan lagi denganmu, dan tidak mau menjadi korban
kelicikan serta kecuranganmu. Aku yakin dalam permainan ketiga nanti pun kau
akan berlaku curang demi memperoleh kemenangan... "
"Hm.... Lalu, apa maumu, Kyai?" Biang Segala Jahat malah menantang dengan sorot
mata merahnya yang memperlihatkan kebengisan. "Pihakku lebih kuat, Kyai. Kau
lihatlah kedua cecunguk itu...," lanjutnya menunjuk ke arah Algojo Cakar Siluman
dan Setan Ular Tertawa yang tengah menyaksikan pertengkaran kedua tokoh sakti
itu. Seolah terpengaruh gerakan jari Biang Segala Jahat yang menunjuk ke belakangnya,
Kyai Sanca Wilang menoleh. Tapi, alangkah kaget ia ketika saat itu juga
terdengar sambaran angin menderu tajam dari depan. Sadarlah Kyai Sanca Wilang
bahwa dirinya kembali terjebak kelicikan Biang Segala Jahat. Dia menggunakan
kesempatan untuk menyerang selagi dirinya menoleh.
"Licik..!" sambil mendesis jengkel, Kyai Sanca Wilang segera memecah kekuatan
tenaga dalam yang dikerahkannya. Sebagian disalurkan ke kedua tangan yang
langsung dikibaskan menyilang sewaktu berbalik, sedang sebagian lagi digunakan
untuk melindungi tubuhnya.
Prasssh...! Meskipun hanya memiliki sedikit waktu, Kyai Sanca Wilang dapat berpikir dengan
cepat. Dari kibasan tangannya yang menyilang, membersit cahaya putih yang
melebar dan langsung memapaki pukulan maut Biang Segala Jahat. Terdengarlah
benturan keras.
Kakek sakti itu tergempur kuda-kudanya. Tubuhnya terdorong dalam kedudukan
semula. Hanya telapak kakinya saja yang terseret dan menimbulkan guratan dalam ditanah.
Guratan memanjang pada tanah itu mengepulkan asap tipis. Agaknya, Kyai Sanca
Wilang telah mengerahkan tenaga dalam untuk mempertahankan kuda-kudanya.
"Hei..."!"
Tiba-tiba, sebelum pertarungan kedua tokoh luar biasa itu berlanjut, terdengar
seruan kaget yang berasal dari Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa.
Kedua datuk sesat itu memandang ke satu arah dengan mata terbelalak.
Seruan kaget itu membuat Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang memalingkan
wajah. Menyaksikan sikap Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa yang
menggambarkan kekagetan dan ketegangan, kedua tokoh luar biasa itu segera
memutar kepalanya. Dan.... Biang Segala Jahat serta Kyai Sanca Wilang menahan
seruannya. Yang mereka lihat adalah sosok seorang bocah berkepala gundul dengan kulit tubuh
hitam legam. Kaki-kaki mungilnya melangkah tertatih meninggalkan mulut goa. Rupanya, hari itu
adalah hari keempat puluh satu. Batas terakhir bagi pintu gaib yang dibuat
Telapak Lidah Halilintar. Bocah Utusan Dari Neraka telah terbebas dari
kungkungan pintu gaib yang selama empat puluh hari membuatnya terkurung di dalam
goa. *** Bocah berkepala gundul dan berkulit hitam legam yang hanya mengenakan cawat itu
memang cukup pantas dijuluki sebagai Utusan Dari Neraka. Sosoknya sanggup untuk
menggetarkan hati setiap orang yang memandangnya. Sepasang matanya bulat dan
mengeluarkan sinar mencorong tajam. Bocah itu mempunyai alis mata yang hitam
tebal dan bercabang tiga pada ujungnya. Giginya lengkap seperti gigi orang
dewasa. Raut wajahnya memancarkan perbawa aneh serta menggidikkan bagi siapa
saja yang melihatnya.
"Utusan Dari Neraka...?" Menyaksikan keseluruhan sosok bocah itu, Biang Segala
Jahat berdesis perlahan. Wajahnya menampakkan keheranan, tapi juga kegembiraan.
Biang Segala Jahat jelas sangat puas dapat menyaksikan bocah yang menggemparkan
itu dengan mata kepala sendiri.
Ucapan Biang Segala Jahat tampaknya terdengar oleh bocah yang berjuluk Utusan
Dari Neraka. Bocah itu seperti mengerti. Dia memalingkan wajahnya menatap Biang
Segala Jahat dengan sorot matanya yang tajam dan memancarkan pengaruh iblis.
Biang Segala Jahat adalah seorang tokoh sakti luar biasa, ia sangat ditakuti dan
dipuja-puja kaum golongan hitam. Namanya dianggap keramat. Tidak ada tokoh kaum
golongan hitam yang berani membicarakannya. Ada anggapan bahwa apabila nama
Biang Segala Jahat disebut, maka saat itu juga sosoknya akan muncul di hadapan
orang-orang yang membicarakannya. Tentu saja anggapan itu cuma dongeng belaka.
Tapi, raja dari segala raja tokoh sesat itu ternyata tergetar hatinya sewaktu
ditatap sedemikian rupa oleh Utusan Dari Neraka.
"Luar biasa...!" Meskipun saat itu terselip perasaan ngeri dan segan yang aneh,
Biang Segala Jahat masih sempat mengeluarkan pujian. "Jangan-jangan bocah itu
titisan dari Penguasa Alam Kegelapan...!"
Kyai Sanca Wilang mengangguk-anggukkan kepala sambil mempermainkan
jenggotnya yang menjuntai di dada. Keningnya berkerut dalam. Keresahan membayang
di wajahnya. Seperti halnya Biang Segala Jahat, hati Kyai Sanca Wilang pun
sempat tergetar oleh sorot mata dan raut wajah Utusan Dari Neraka.
Sekarang, setelah ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri sosok bocah yang
menggemparkan itu, sadarlah Kyai Sanca Wilang kalau bocah itu memang memiliki
kekuatan jahat yang luar biasa. Kekuatan batinnya merasakan hal itu. Ia pun
maklum kalau bocah itu merupakan ancaman bagi keselamatan orang banyak.
Menurutnya, bukan mustahil kemunculan Utusan Dari Neraka akan membuat golongan
hitam berjaya di atas muka bumi ini.
Dengan langkah tertatih Utusan Dari Neraka bergerak menuju tempat Biang Segala
Jahat berdiri. Biang Segala Jahat sendiri tidak menunggu bocah itu sampai
mendekat. Ia sudah bergerak menyambut. Tapi, sebelum keduanya bertemu, tiba-tiba
Kyai Sanca Wilang membentak!
"Jangan dekati bocah itu, Biang Segala Jahat! Menyingkirlah! Aku hendak melihat
sampai di mana kekuatan jahat yang bersemayam di dalam tubuhnya...!" berkata
demikian, Kyai Sanca Wilang mengangkat telapak tangannya ke atas. Mulutnya
berkemak-kemik membaca sesuatu yang tak jelas terdengar. Lalu, seiring dengan
bentakan telapak tangannya dihantamkan ke arah Utusan Dari Neraka.
"Sirnalah kau, hai kekuatan jahat..!"
Whusss...! Sebentuk sinar bulat berwarna putih yang menyilaukan mata melesat dari telapak
tangan Kyai Sanca Wilang. Udara panas menyebar sewaktu bola putih itu meluncur
dengan suara menderu. Tapi, sebelum sinar putih mengenai tubuh bocah yang
berjuluk Utusan Dari Neraka, Biang Segala Jahat tiba-tiba memutar tubuh.
Diiringi pekik mengguntur, kedua tangannya disilangkan di depan dada. Tubuh
Biang Segala Jahat tampak menggeletar, tanda ia tengah mengerahkan seluruh
kekuatannya. Sesaat kemudian, Biang Segala Jahat mendorongkan kedua telapak
tangan. Meluncurlah dua bola api berwarna merah menyala yang menyambut bulatan
sinar putih! Duarrr...! Suara ledakan laksana gelegar selaksa guntur terdengar. Tanah di sekitar tempat
itu berguncang keras. Batu-batu beterbangan. Beberapa batang pohdn besar
berderak tumbang. Saat itu seakan Gunung Merbuk tengah meletus menumpahkan
laharnya. Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa sampai terpelanting jatuh, meski
Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka telah berusaha mempertahankan kuda-kudanya. Sementara Kyai Sanca Wilang
dan Biang Segala Jahat terpental ke belakang. Keduanya segera melenting bangkit
dengan wajah agak pucat dan napas sesak. Anehnya, Utusan Dari Neraka seperti
tidak merasakan apa-apa. Bocah itu tetap berdiri di atas kedua kakinya.
Sehingga, Biang Segala Jahat maupun Kyai Sanca Wilang memandang takjub kepada
bocah itu. "Lawanlah manusia tua sok suci itu, Biang Segala Jahat...!"
Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang menoleh ke kanan kiri mencari pemilik
suara besar, parau, dan menggetar itu. Tapi, mereka tak menemukan orang lain di
tempat itu kecuali Utusan Dari Neraka. Sedangkan Algojo Cakar Siluman dan Setan
Ular Tertawa tengah sibuk mengurus dirinya. Baik Biang Segala Jahat maupun Kyai
Sanca Wilang merasa sangat yakin suara itu bukan berasal dari kedua datuk sesat
itu. "Apa lagi yang kau tunggu. Biang Segala Jahat" Lawan dan bunuh manusia sok suci
itu...!" Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang tertegun dengan wajah berubah tegang.
Suara itu berasal dari Utusan Dari Neraka! Sungguh suatu hal yang sangat tidak
masuk akal. Mana mungkin seorang bocah sekecil itu sudah bisa berbicara lancar.
Apalagi suaranya aneh dan mengerikan. Selain itu, bocah itu seolah menganggap
dirinya lebih tinggi dari Biang Segala Jahat. Kalau tidak, mana mungkin bocah
itu berani memerintah Biang Segala Jahat!
7 "Lakukan perintahku, Biang Segala Jahat! Lawan dan habisi manusia sok suci
itu...!" Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang masih tertegun dan belum bisa menerima
kenyataan itu ketika Utusan Dari Neraka kembali mengulang perintahnya.
Perintah itu disertai dengan gerakan tangannya yang menunjuk Biang Segala Jahat.
Gerakan menunjuk Utusan Dari Neraka ternyata bukan sembarangan. Dari ujung jari
telunjuknya membersit sinar merah terang yang langsung lenyap masuk ke dalam
tubuh Biang Segala Jahat. Sesaat tubuh kakek itu berguncang keras seolah
dirasuki kekuatan dahsyat!
"Aaarkhh...!"
Begitu guncangan tubuh terhenti, Biang Segala Jahat meraung. Ia merasakan
kekuatannya tiba-tiba berlipat ganda. Kekuatan aneh itu menjalar ke seluruh
jalan darahnya. Dan, menggelora di dalam tubuhnya bagai gelombang air lautan.
Kyai Sanca Wilang mengerutkan kening melihat sinar yang keluar dari ujung jari
telunjuk Utusan Dari Neraka. Dan, menyaksikan keadaan Biang Segala Jahat, Kyai
Sanca Wilang pun sadar Utusan Dari Neraka telah memberikan tambahan kekuatan
kepada Biang Segala Jahat yang diperintahkan untuk melenyapkan dirinya. Kyai
Sanca Wilang bergegas melangkah mundur untuk mempersiapkan diri.
Sementara itu, keanehan terjadi pada diri Biang Segala Jahat. Tubuh tokoh itu
kembali berguncang dan bergetar. Seiring dengan raungan panjang yang mendirikan
bulu roma, wujud Biang Segala Jahat perlahan-lahan berubah. Mula-mula dari
tengah keningnya menyembul suatu benda runcing berupa tanduk yang melengkung ke
atas. Kemudian pada sekujur tubuhnya, kecuali wajah, bulu-bulu lebat tumbuh dengan
cepat Pada bagian belakang tubuhnya tumbuh ekor yang memanjang dengan bagian
ujung berbentuk mata tombak. Dua buah gigi sampingnya memanjang runcing
membentuk dua buah taring.
"Astagfirullah...!" Kyai Sanca Wilang mengucapkan kalimat permohonan ampun
kepada Allah, pencipta seluruh makhluk. Disapunya wajah dengan kedua telapak
tangan. Perubahan yang terjadi pada diri Biang Segala Jahat hampir tidak bisa diterima
akal sehatnya. Tapi, sebagai seorang yang memiliki ilmu agama, Kyai Sanca Wilang
sadar segala sesuatu bisa saja terjadi atas kekuasaan Allah.
Apa yang disaksikannya itu disadari sebagai ujian dari Yang Maha Kuasa.
"Earrrkhhh...!"
Dengan raungan panjang yang parau, Biang Segala Jahat yang telah berubah menjadi
makhluk menyeramkan menerjang Kyai Sanca Wilang. Jari-jari tangannya yang
panjang dan runcing bagai kuku harimau menyambar datang dengan kecepatan dan
kekuatan menggetarkan. Cepat Kyai Sanca Wilang melompat mundur. Lalu, dengan
tasbihnya yang digunakan sebagai senjata, Kyai Sanca Wilang balas menyerang.
Dalam waktu singkat pertempuran sengit pun terjadi.
Makhluk jelmaan Biang Segala Jahat itu ternyata jauh lebih kuat dan tangguh dari
aslinya. Itu dirasakan benar oleh Kyai Sanca Wilang, yang meskipun belum pernah
bertarung secara terbuka dengan Biang Segala Jahat, namun sudah dapat mengukur
kesaktiannya. Kyai Sanca Wilang mulai kewalahan menghadapi makhluk jelmaan Biang
Segala Jahat setelah bertarung lebih tiga puluh jurus. Makhluk itu memiliki
kekebalan tubuh yang luar biasa. Hantaman tasbihnya bajai tak berarti apa-apa.
Tapi, Kyai Sanca Wilang tidak putus asa. Ia mulai memilih bagian-bagian tubuh
lawan yang merupakan titik terlemah di tubuh manusia. Kyai Sanca Wilang
menganggap tubuh makhluk itu tidak berbeda dengan manusia. Apalagi, pada
dasarnya makhluk itu berasal dari seorang manusia biasa.
Desss! Makluk mengerikan itu memekik dan terpental terkena hantaman tasbih Kyai Sanca
Wilang yang mengenai saiah satu jalan darah besar di tubuhnya. Tapi, Kyai Sanca
Wilang menjadi kecewa ketika melihat pukulannya tak bisa melumpuhkan. Makhluk
itu kembali menerjangnya dengan lebih ganas.
Kreppp! Suatu ketika, jari-jari yang kuat dan berkuku runcing itu berhasil mencengkeram
kedua bahu Kyai Sanca Wilang. Kakek sakti itu meringis merasakan kuatnya
cengkeraman jari-jari lawan. Sebelum ia dapat melepaskan cengkeraman itu
tubuhnya telah diangkat dan dilemparkan kuat-kuat.
Meskipun kedua tulang bahunya serasa remuk, Kyai Sanca Wilang masih sanggup
menyelamatkan diri agar tidak terbanting jatuh. Dengan berputaran beberapa kali
di udara untuk mematahkan daya lempar, Kyai Sanca Wilang berhasil mendarat di
tanah dengan selamat.
Makhluk jelmaan Biang Segala Jahat kembali menerjang disertai raungannya yang
bagai hendak membelah langit Kyai Sanca Wilang berusaha menghindari serangan-
serangan makhluk itu dengan loncatan-loncatan ringan. Ia belum bisa membalas
karena rasa nyeri di kedua bahunya membuat lengannya tidak bisa digerakkan.
Keadaan itu membuat dirinya didesak habis-habisan. Ketika kedua tangan masih
bebas bergerak saja ia sudah kewalahan, apalagi dalam keadaan kedua tangan
tergantung lumpuh seperti itu.
Semakin kelabakanlah Kyai Sanca Wilang dibuatnya.
Beggg! Kepalan yang besar dan kuat itu akhirnya tak sempat dielakkan dan telak
menggedor dada kanannya. Kyai Sanca Wilang terjungkal muntah darah. Sedang
makhluk jelmaan Biang Segala Jahat sudah menerkamnya dengan cakar yang siap
merobek-robek tubuhnya. Kyai Sanca Wilang masih mempunyai kesadaran. Dia segera
melempar tubuhnya bergulingan di tanah. Sehingga, terkaman makhluk itu luput!
Ketika terkamannya hanya mengenai tanah, makhluk mengerikan itu bergegas
mencelat bangkit. Dikejarnya Kyai Sanca Wilang yang saat itu sudah bangkit
berdiri dan tengah terhuyung limbung. Makhluk itu meluncur lurus bagai sebatang
tombak. Kedua cakarnya berada di depan, siap merobek-robek tubuh Kyai Sanca
Wilang. Mendadak, sebelum sepasang cakar makhluk itu mengenai sasaran, terdengar
lengkingan panjang yang disertai melayangnya sesosok bayangan. Sosok itu
menerjang makhluk jelmaan Biang Segala Jahat. Terdengar sambaran angin mengaung-
ngaung mengiringi datangnya serangan sosok bayangan.
Derrr...! Dua kekuatan raksasa berbenturan. Tubuh makhluk jadi-jadian tertahan dan
tertolak balik. Sementara sosok bayangan terpental dengan disertai suara jerit
tertahan. Dengan dua kali lentingan tinggi di udara sosok bayangan itu mendaratkan kakinya
di belakang Kyai Sanca Wilang.
Sosok yang menyelamatkan Kyai Sanca Wilang ternyata seorang kakek. Kalau dilihat
dari raut wajah serta bentuk tubuhnya yang bongkok, usianya pasti sudah sangat
tua. Kakek bongkok yang rambut, kumis, dan jenggotnya berwarna putih suram dan
panjang menjuntai ke dada terbatuk beberapa kali. Ada darah yang terlompat
keluar sewaktu ia terbatuk. Benturan tadi tampaknya telah mengakibatkan
guncangan yang cukup keras di bagian dalam tubuhnya.
"Sahabat, kau terluka...!" Kyai Sanca Wilang yang saat itu merasakan kedua
tangannya sudah bisa digerakkan lagi bergegas menghampiri sahabat lamanya, Ki
Bongkok Guno. "Uuh.... Makhluk apa itu" Dari mana dia datang" Kekuatannya luar biasa
sekali...."
Ki Bongkok Guno berkata dengan terengah-engah. Tatapannya tertuju ke arah
makhluk jelmaan Biang Segala Jahat yang sudah siap hendak kembali menerjang.
"Makhluk itu jelmaan dari seorang tokoh yang berjuluk Biang Segala Jahat," jelas
Kyai Sanca Wilang. "Utusan Dari Neraka itulah yang telah merubahnya."
"Biang Segala Jahat..." Kakek bongkok berkata lirih dengan kening berkerut
"Jadi, tokoh itu benar-benar nyata...?" lanjutnya, bertanya setengah tak
percaya. Rupanya, Ki Bongkok Guno termasuk salah satu tokoh yang pernah
mendengar nama Biang Segala Jahat, dan menganggapnya sebagai dongeng. Sepanjang
pengetahuannya nama Biang Segala Jahat merupakan lambang kekuatan golongan
hitam. "Biang Segala Jahat memang benar-benar nyata," tegas Kyai Sanca Wilang.
"Berbahaya sekali...!" Ki Bongkok Guno mendesah seraya menggelengkan kepala.
"Jika Biang Segala Jahat yang selama ini dianggap sebagai tokoh dalam dongeng
sudah menampakkan diri, kiamat rasanya telah berada di ambang pintu. Kemunculan
Utusan Dari Neraka saja sudah membuat dunia ini serasa hancur. Haih... celaka...
celaka...."
"Yah.... Kemunculan kekuatan-kekuatan jahat itu memang bisa diartikan sebagai
kiamat Dalam arti bencana besar bagi seluruh umat manusia di belahan bumi ini.
Firasatku mengatakan, kekuatan-kekuatan jahat itu akan segera menguasai dunia.
Entah untuk berapa lama. Yang jelas, segala bentuk keangkaramurkaan tidak akan
pernah kekal," ujar Kyai Sanca Wilang. Kemudian, bergegas dibawanya Ki Bongkok
Guno menjauh. Saat itu makhluk jelmaan Biang Segala Jahat tengah memperdengarkan
raungan panjang yang menggetarkan.
"Kau dengar raungan itu, Karina...?"
Panji dan Karina yang baru saja menyeberangi aliran sungai di bawah kaki Gunung
Merbuk menengadahkan kepala mencari-cari sumber raungan.
Jantung Karina berdebar keras. Ia hanya bisa mengangguk dengan wajah agak
memucat. Gadis itu terkejut mendengar raungan panjang yang mendirikan bulu roma.
Merasa yakin ada sesuatu yang tengah terjadi di salah satu lereng gunung,
bergegas Panji meraih pergelangan tangan Karina dan dibawanya berlari menuju
sumber suara raungan. Panji dapat dengan mudah menemukan tempat itu karena suara
raungan terus berlanjut Dan mereka tidak di hutan kecil tempat pertarungan
dahsyat antara makhluk jelmaan Biang Segala Jahat melawan Kyai Sanca Wilang yang
dibantu kakek bongkok.
Panji terkejut bukan main menyaksikan sosok makhluk mengerikan yang menurutnya
cuma ada dalam khayalan. Bahkan, Karina sampai terpekik dengan wajah pucat pasi.
Tubuh gadis cantik itu gemetar dan tanpa sadar memeluk Panji.
"Tenanglah, Karina...," Panji menepuk-nepuk punggung gadis itu. "Makhluk itu
pasti permainan seorang ahli sihir...," lanjutnya, meskipun sesungguhnya dia
sendiri tidak yakin dengan dugaannya. Karena melihat kelihaian kedua kakek yang
tengah bertarung dengan makhluk mengerikan itu, Panji tahu mereka tokoh-tokoh
berkepandaian tinggi yang tidak mungkin bisa termakan permainan sihir. Kesaktian
kedua kakek itu berada jauh di atas kepandaiannya.
Sementara itu, kemunculan Panji dan Karina tidak terlepas dari sepasang mata
tajam Utusan Dari Neraka. Bocah yang bukan bocah biasa itu segera dapat
menyimpulkan kalau kedua orang yang baru datang adalah lawan-lawan yang harus
dilenyapkan. Ia menggeram lirih. Lalu, kepalanya ditolehkan menatap Algojo Cakar
Siluman dan Setan Ular Tertawa yang tidak tahu harus berbuat apa. Nyali kedua
datuk yang biasanya bermulut besar itu sudah ciut sejak tadi.
"Hei...!"
Bagai disentakkan satu kekuatan yang tak tampak, kepala Algojo Cakar Siluman dan
Setan Ular Tertawa menoleh cepat ke arah Utusan Dari Neraka. Kedua datuk sesat
itu merasakan jantung mereka seperti diremas-remas sewaktu ditatap sorot mata
tajam bocah aneh itu. Tubuh mereka gemetar tak kuasa melawan perbawa luar biasa
yang memancar dari wajah dan sorot matanya.
"Algojo Cakar Siluman dan kau Setan Ular Tertawa!" Utusan Dari Neraka
melanjutkan ucapannya. "Bunuh kedua orang yang baru datang itu...!"
Begitu perintah selesai diucapkan tiba-tiba Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular
Tertawa merasakan kekuatan mereka pulih kembali. Entah merasa diri mereka masih
berguna atau karena pengaruh perintah Utusan Dari Neraka. Kedua datuk sesat itu
tidak mau ambil pusing. Tanpa membantah lagi, Algojo Cakar Siluman serta Setan
Ular Tertawa berloncatan menghampiri Panji dan Karina.
"Heh heh heh...! Kalian berdua bersiaplah untuk segera menghadap raja
neraka...!"
Algojo Cakar Siluman yang sudah memperoleh kembali watak dan kebiasaannya
berkata sesumbar kepada Panji dan Karina.
"Ya. Kami ditugaskan Utusan Dari Neraka untuk melenyapkan kalian berdua...!"
Setan Ular Tertawa menambahkan. Ucapan tokoh yang berasal dari tanah India ini
terdengar agak aneh. Semula maksud kedatangannya ke tempat ini adalah untuk
mendapatkan Utusan Dari Neraka yang kelak akan digunakan untuk kepentingan
dirinya sendiri. Sungguh tidak pernah terpikir olehnya kalau yang terjadi justru
kebalikannya. Bukan ia menjadi majikan Utusan Dari Neraka, malah dialah yang dijadikan budak
bocah itu. Kedatangan kedua tokoh rolongan sesat itu membuat Panji waspada. Ditariknya
Karina ke belakang tubuhnya untuk melindungi gadis itu. Kemudian, dengan sorot
mata tajam dihadapinya kedua calon lawannya.
"Siapa kalian" Dan, mengapa tanpa sebab hendak membunuh kami?" tanya Panji
seraya meneliti sosok kedua tokoh itu.
"Hm... Kau dengarlah baik-baik agar tidak mati penasaran! Aku adalah Algojo
Cakar Siluman!" ujarnya seraya menepuk dada keras-keras. "Sedangkan kawanku ini
Setan Ular Tertawa. Cukup jelas?"
"Hm.... Pantas...," Panji mengangguk-angguk. "Rupanya kalian dedengkot manusia-
manusia sesat..!"
"Algojo Cakar Siluman, Setan Ular Tertawa, apakah kalian menunggu aku mencabut
nyawa kalian!"
Suara Utusan Dari Neraka membuat kesombongan kedua datuk itu lenyap seketika.
Ancaman yang mereka tahu bukan sekadar gertakan kosong itu membuat keduanya tak
lagi banyak tingkah. Mereka segera menyiapkan jurus untuk menggempur Panji.
Mendengar suara parau dan dirasakannya mengandung pengaruh aneh, Panji segera
menoleh. Sukar sekali baginya menerima kenyataan itu. Seorang bocah kecil dapat
berbicara dengan tegas, bahkan memerintah! Suara yang dikeluarkan pun menurutnya
lebih pantas diucapkan seorang kakek. Nadanya parau dan berat.
"Utusan Dari Neraka...!" Tiba-tiba pikiran itu terlintas di kepala Panji.
Wajahnya seketika menegang. Panji merasa yakin akan dugaannya itu. Ciri-ciri
bocah itu cocok dengan keterangan yang diperolehnya. Wajah dan sorot mata bocah
itu pun memiliki pengaruh aneh yang luar biasa, membuat debaran dalam dadanya
berdetak lebih cepat.
Panji cepat-cepat mengalihkan perhatiannya pada dua datuk sesat di hadapannya,
ia merasa tak sanggup menatap bocah itu lama-lama.
"Hyaaatt...!"
Algojo Cakar Siluman segera menerjang Panji karena takut akan ancaman Utusan
Dari Neraka. Seolah hendak menunjukkan jasa, Algojo Cakar Siluman dalam gebrakan
pertama langsung menggunakan jurus andalannya. Dia memang ingin melaksanakan
tugas itu secepat mungkin untuk mendapatkan pujian Utusan Dari Neraka.
Setan Ular Tertawa tentu saja tidak mau ketinggalan. Dia segera membarengi
tindakan kawannya. Tapi, ular-ular sendoknya tampaknya telah habis. Dalam
menyerang Panji, Setan Ular Tertawa hanya menggunakan kedua tangan.
Panji sadar siapa kedua lawannya itu. Maka, setelah menyuruh Karma agar
menyingkir, dihadapinya serangan kedua datuk sesat itu dengan Ilmu 'Silat Naga
Sakti'. Sepasang tangannya yang membentuk cakar naga bergerak dengan kecepatan yang
sulit ditangkap mata. Hawa dingin berhembus keras mengiringi setiap lontaran
serangannya. Hawa dingin dan lapisan kabut bersinar putih keperakan yang melapisi tubuh Panji
membuat mata Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa terbuka. Lawannya
ternyata Pendekar Naga Putih! Mereka kenal betul dengan ciri-ciri itu.
"Keparat! Kiranya kau pendekar muda yang sombong itu. Pantas kau berani berlagak
di hadapan kami...!" sambil melontarkan serangan, Algojo Cakar Siluman berkata
gusar. Dan karena telah mengetahui siapa pemuda berjubah putih itu, serangannya
pun segera dilipatgandakan, baik kecepatan maupun kekuatannya. Hal serupa juga
dilakukan Setan Ular Tertawa.
Tapi, Panji tidak menjadi gugup. Dengan tenang dihadapinya gempuran-gempuran
Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kedua datuk sesat itu. Tentu saja untuk dapat mengimbangi kekuatan lawan, ia
harus mengerahkan seluruh 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'nya. Kalau tidak, akan
sukar baginya melayani permainan kedua datuk sesat itu.
Dengan tenang Pendekar Naga Putih menghadapi gempuran gempuran kedua datuk sesat
itu. Tentu saja untuk dapat mengimbangi kekuatan Algojo Cakar Siluman dan Setan
Ular Tertawa, ia harus mengerahkan seluruh 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'nya.
Kalau tidak, akan sukar baginya melayani permainan kedua datuk sesat itu!
8 Kesaktian Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa ternyata di luar perkiraan
Panji. Terlebih puluhan bayangan cakar yang dilontarkan Algojo Cakar Siluman
benar-benar tak ubahnya dengan cakar siluman. Lewat empat puluh jurus Panji
mulai terdesak.
Bret! Bret! Karina yang menyaksikan perkelahian itu dari balik sebatang pohon menahan
jeritnya ketika melihat tubuh Panji terpelanting. Pemuda itu terkena sambaran
dua bayangan cakar lawan yang tak sempat dihindarinya lagi.
"Tamat riwayatmu, Pendekar Naga Putih...!"
Setan Ular Tertawa tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Selagi tubuh Panji
terpelanting, ia segera menerkam dengan dua bacokan sisi telapak tangannya.
Tapi, Panji masih sempat menggulingkan tubuh. Bacokan maut Setan Ular Tertawa
menghantam tanah. Sedang Panji sudah melenting ke udara dan membentak keras.
Tahu-tahu sebentuk sinar terang berwarna kuning keemasan berpendar di genggaman
tangan kanannya. Itulah Pedang Pusaka Naga Langit!
"Heaaatt...!"
Brettt...! Tubuh Setan Ular Tertawa tersentak ketika larikan sinar kuning keemasan
menyambar iganya. Darah menyembur membasahi tanah seiring dengan jerit kematian
Setan Ular Tertawa. Kibasan pedang Panji merobek dada Setan Ular Tertawa yang
sekaligus mematahkan tiga tulang iganya. Setan Ular Tertawa terbanting dengan
tubuh berlumuran darah. Datuk sesat itu tewas seketika tanpa sempat mengetahui
apa penyebabnya.
Kematian Setan Ular Tertawa membuat Algojo Cakar Siluman tertegun tak percaya.
Kenyataan yang membentang di depan matanya tak bisa dibantah iagi. Setan Ular
Tertawa jelas terkapar tanpa nyawa. Dengan kemarahan yang meluap Algojo Cakar
Siluman pun menerjang Panji dengan hebatnya.
Panji menggeser tubuhnya ke kiri-kanan menghindari sambaran bayangan cakar-cakar
siluman sambil sesekali menebaskan pedangnya. Sepuluh jurus kemudian Algojo
Cakar Siluman mulai kewalahan menghadapi kilatan-kilatan sinar terang yang
menyilaukan mata. Hingga akhirnya, ia terdesak dan dipaksa bermain mundur.
"Yeaaatt...!"
Pada jurus ketiga belas Panji membentak nyaring seraya melambung tinggi di
udara. Kemudian meluncur turun dengan pedang berputar membentuk gulungan sinar
terang Algojo Cakar Siluman memekik tertahan dan memalangkan lengannya untuk
melindungi mata. Itulah kesalahan besarnya!
Cras! Bret! Bret!
Pedang Naga Langit kembali menghirup darah korbannya. 'Jurus Naga Sakti Meluruk
ke Dalam Bumi' memang salah satu jurus terampuh yang sulit untuk dihindari
lawan. Demikian pula yang dialami Algojo Cakar Siluman. Tubuhnya pontang-panting
tersambar mata pedang yang tajam luar biasa. Darah menyembur keluar dari luka-
luka yang membawanya pada kematian. Algojo Cakar Siluman roboh bermandi darah,
ia melepaskan nyawa yang hanya satu-satunya itu.
"Panji, syukurlah kau selamat..."
Karina tahu-tahu saja sudah berada di belakang Panji dan memeluknya. Panji
terpaksa menggigit bibir kuat-kuat. Pelukan Karina demikian erat, membuat luka
bekas cakaran di iga dan lambungnya bertambah nyeri.
Tapi kegembiraan Karina dan kelegaan Panji lenyap seketika begitu keduanya
mendengar suara parau berpengaruh yang diucapkan Urusan Dari Neraka.
"Tak satu makhluk pun yang akan selamat dari cengkeramanku...!"
Panji dan Karina bergegas mundur. Entah dengan cara bagaimana tahu-tahu Utusan
Dari Neraka telah berada di hadapan mereka. Panji segera bergerak maju untuk
melindungi Karina sambil melintangkan Pedang Naga Langit di depan dada.
"Khak khak khak...!"
Mulut Utusan Dari Neraka terbuka. Tenggorokannya bergerak-gerak mengeluarkan
suara tawa ganjil yang membuat bulu kuduk Karina dan Panji berdiri. Suara tawa
itu memang sangat menyeramkan dan hanya pantas datang dari setan-setan penghuni
neraka. "Bagiku pedang itu seperti barang rongsokan..!" ejek Utusan Dari Neraka.
Matanya tetap menyorot tajam. Sedikit pun tidak kelihatan silau oleh pancaran
sinar keemasan dari badan Pedang Naga Langit "Kalau kau tidak percaya,
buktikanlah! Pilih bagian tubuhku yang menurutmu paling empuk!" tantangnya
sambil berkacak pinggang.
Sempat tergetar juga hati Panji melihat sikap Utusan Dari Neraka. Padahal,
pedang pusaka itu merupakan senjata ampuh yang dapat menolak segala jenis racun
dan ilmu gaib. Tapi tampaknya terhadap Utusan Dari Neraka, Pedang Naga Langit
kalah pengaruh.
Panji tidak hendak mencoba keampuhan pedangnya ke tubuh bocah itu. Biar
bagaimanapun Panji tidak sampai hati membacok tubuh seorang bocah kecil.
"Hm.... Rupanya kau merasa enggan untuk membacok tubuhku," ujar Utusan Dari
Neraka ketika melihat Panji belum juga bergerak." Sebaiknya, kau lihat wujud
asliku...."
Baru saja ucapan Utusan Dari Neraka selesai, tubuh kecil berkulit hitam legam
itu berubah dengan cepat. Bulu-bulu lebat bermunculan melapisi sekujur tubuhnya.
Sebuah tanduk runcing tumbuh di tengah kening. Kuku-kuku jari tangannya
memanjang cepat dan melengkung seperti kuku harimau. Kedua telapak kakinya
membulat membentuk tapak kaki kuda. Makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka itu pun
memiliki ekor. Sosoknya sama persis dengan makhluk jelmaan Biang Segala Jahat!
"Aaah...!"
Panji dan Karina menahan pekikan dan terjajar mundur. Kedua kaki Karina terasa
lemas. Hampir tak sanggup menopang tubuhnya. Sedang Panji merasakan dadanya
berdebar kencang, ia tak bisa menahan perasaan ngeri yang seketika melanda.
Terlebih, sosok makhluk yang sepantasnya tinggal di neraka itu berdiri di
hadapannya dalam jarak kurang dari satu tombak.
Sikap Panji dan Karina membuat makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka kehilangan
kesabaran. Bocah itu menggeram lirih namun menggetarkan. Tampak dua buah taring
yang tajam berkilat.
"Berikan pedang itu...!" ujar makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka parau seraya
mengulurkan cakar hendak merampas Pedang Naga Langit. Tapi, makhluk tu buru-buru
menarik pulang cakarnya ketika seberkas sinar menyambar datang mengancam
cakarnya. "Jangan bialkan pedang itu dileburnya, Paman...!"
Suara bening seorang bocah yang masih cadel membuat Panji dan Karina menoleh
cepat. Sementara, makhluk jelmaan Urusan Dari Neraka mengeluarkan rintihan
panjang seolah menunjukkan hati yang dilanda kegelisahan.
"Resi Baranca! Aryoguno...!" Panji berseru girang melihat kemunculan Resi
Baranca yang menuntun seorang bocah kecil seusia Utusan Dari Neraka. Bocah itu
memang Aryoguno, putra seorang pendekar, yang pernah menggegerkan kawasan Jawa
Timur dan disebut-sebut sebagai Bocah Titisan Dewa. (Untuk mengetahui perkenalan
Panji dengan Resi Baranca dan Aryoguno, dapat ditemui dalam episode: "Bocah
Titisan Dewa").
"Jangan kaget, Pendekar Naga Putih." Resi Baranca berkata dengan tersenyum.
"Aku sengaja membawa Aryoguno kemari. Berita tentang keganasan Utusan Dari
Neraka juga telah menggemparkan wilayah Jawa Timur. Dari petunjuk yang kuperoleh
melalui semadi, hanya Aryogunolah yang dapat menghentikan Utusan Dari Neraka.
Sayang, ia belum bisa menggunakan kekuatan mukjizatnya tanpa petunjuk," jelas
Resi Baranca. Secara tidak langsung ia ingin mengatakan bahwa dirinyalah yang akan menjadi
petunjuk bagi Aryoguno si Bocah Titisan Dewa.
"Lalu, bagaimana cara kita menghadapi Utusan Dari Neraka...?" Panji agak bingung
dan merasa khawatir Aryoguno akan celaka di tangan Utusan Dari Neraka.
"Kau hadapilah Utusan Dari Neraka itu, Pendekar Naga Putih. Aku dan Aryoguno
akan membantumu...," jawab Resi Baranca. Resi itu menganggukkan kepala ketika
melihat Panji masih ragu-ragu. Pemuda itu kemudian memutar tubuhnya menghadapi
Utusan Dari Neraka.
"Selang dia dengan dengan pedangmu, Paman...!" Dengan petunjuk Resi Baranca,
Aryoguno berseru sambil menunjuk belakang tubuh Panji.
Seberkas sinar kebiruan membersit dari ujung jari telunjuk Aryoguno. Sinar itu
langsung lenyap begitu mengenai tubuh Panji.
Agak tersentak Panji sewaktu sinar kebiruan itu lenyap ke dalam tubuhnya. Ada
suatu getaran aneh yang menyebar ke seluruh jalan darah. Hawa aneh itu
mendatangkan perasaan sejuk di hati. Tubuh Panji mendadak ringan dan pengaruh iblis yang
memancar dari wajah serta sorot mata makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka tak lagi
mempengaruhinya.
"Alahkan tenaga itu ke pedangmu, Paman...!" Kembali Aryoguno berseru.
Untuk melakukan hal itu tentu saja tidak sulit. Petunjuk itu segera diikutinya.
Sinar Pedang Naga Langit yang pemula kuning keemasan kini terlapisi sinar
kebiruan. "Arrkhhh...!"
Utusan Dari Neraka memekik keras. Diterjangnya Panji dengan cakar-cakar mautnya.
Tapi, Panji sudah bergegas mengelak dengan menarik kakinya dua langkah ke
belakang. Lalu, pedangnya dibabatkan ke depan mengancam tubuh Utusan Dari
Neraka, yang dirasakan Panji kecepatan maupun kekuatannya agak menurun.
Ia mulai dapat melihat titik-titik kelemahan Utusan Dari Neraka. Panji
menggerakkan pedangnya mengincar kelemahan-kelemahan lawan. Ia tidak sadar kalau
Aryoguno sudah tidak lagi memberi petunjuk. Bocah Titisan Dewa itu tengah duduk
bersila di samping Resi Baranca. Tidak nampak tanda-tanda kehidupan pada tubuh
bocah itu. Jasad halusnya telah merasuk ke dalam tubuh Panji. Itulah sebabnya mengapa Panji
tiba-tiba memiliki pikiran bagaimana cara menghadapi Utusan Dari Neraka.
Utusan Dari Neraka terdengar memekik-mekik sambil berlompatan menghindari
sambaran sinar kuning dan biru yang keluar dari ujung pedang Pendekar Naga
Putih. Panji tidak tahu kalau hal itu bisa terjadi berkat adanya jasad halus Bocah
Titisan Dewa di dalam tubuhnya. Malah, ketika makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka
melenyapkan diri dari pandangan, dengan mata batinnya Panji dapat mengetahui di
mana bocah itu berada.
Sinar-sinar kilat berwarna kuning dan biru yang menyambar keluar dari ujung
pedangnya meluncur ke tempat bocah itu.
"Keparaaatt..!" Utusan Dari Neraka kembali menampakkan wujudnya. Ia melontarkan
makian yang ditujukan kepada Aryoguno. Ilmu menghilangnya ternyata tak banyak
membantu. Dengan kemarahan yang meluap-luap, bocah itu menggeram dan melancarkan
serangan dengan sinar-sinar merah terang yang keluar dari kedua ujung jari
telunjuknya. Seperti tahu bagaimana cara menghadapi serangan itu, Pendekar Naga Putih pun
dengan menggunakan jari telunjuk kirinya menyambut serangan lawan. Setiap kali
Panji menggerakkan jari telunjuknya, seberkas sinar kebiruan membersit dan
membentur sinar merah terang yang meluncur ke arahnya. Dan setiap kali kedua
sinar itu berbenturan tubuh Utusan Dari Neraka terpelanting.
Itu terjadi bukan karena kekuatan Bocah Titisan Dewa lebih kuat. Karena
menggunakan raga Panjilah maka Bocah Titisan Dewa menjadi lebih unggul dari
Utusan Dari Neraka. Pendekar Naga Putih sendiri sudah memiliki dasar tenaga
dalam yang tinggi.
Bocah Titisan Dewa menyalurkan kekuatan mukjizatnya yang digabungkan dengan
kekuatan dasar Panji. Sehingga Utusan Dari Neraka tak ubahnya dikeroyok oleh
Panji dan Bocah Titisan Dewa.
"Haiiitt...!"
Setelah berpuluh-puluh kali benturan terjadi dan untuk kesekian kalinya tubuh
makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka terpelanting, Panji membentak seraya
menusukkan pedang dan menudingkan jari telunjuknya. Sinar kebiruan yang keluar
dari jari telunjuk tangan kiri Panji meluncur cepat. Bersamaan dengan itu,
kilatan sinar kuning dan biru menyambar keluar dari ujung pedangnya.
Bummm...! "Aarkhhh...!"
Utusan Dari Neraka meraung setinggi langit ketika tubuhnya yang baru saja
bangkit terhantam dua sinar yang dilontarkan Pendekar Naga Putih. Terdengar
suara ledakan keras yang disusul dengan membubungnya asap tebal menelan tubuh
Utusan Dari Neraka. Seiring dengan itu terciumlah bau sangit daging terbakar.
Ketika asap tebal sirna tertiup angin, tampaklah onggokan sisa-sisa tubuh Utusan
Dari Neraka yang telah terbakar.
Musnahnya Utusan Dari Neraka membuat Panji tiba-tiba merasakan sekujur tubuhnya
sangat lemas. Ada sesuatu yang dirasakan keluar dari dalam tubuhnya. Panji tidak
tahu kalau saat itu jasad halus Bocah Titisan Dewa keluar dan kembali ke jasad
aslinya. Sementara itu, di arena pertarungan makhluk jelmaan Biang Segala Jahat yang
menghadapi keroyokan Kyai Sanca Wilang, Ki Bongkok Guno dan satu sosok tubuh
lain yang ternyata Putri Perayu terjadi sesuatu yang mengejutkan!
Bersamaan dengan musnahnya Utusan Dari Neraka, makhluk jelmaan Biang Segala
Jahat meraung keras dan melonjak-lonjak tanpa sebab. Menyaksikan tingkah makhluk
mengerikan itu, ketiga lawannya berloncatan mundur. Beberapa saat kemudian, di
bawah tatapan enam pasang mata sosok makhluk itu perlahan lenyap dan kembali ke
wujud aslinya. Wujud Biang Segala Jahat!
"Hi hi hi...!" Putri Perayu tertawa mengekeh sambil mempermainkan rambutnya
ketika melihat wujud makhluk itu berubah menjadi manusia.
"Hm.... Pastilah Utusan Dari Neraka telah musnah." Kyai Sanca Wilang segera bisa
menebak mengapa wujud Biang Segala Jahat kembali ke bentuk aslinya. "Siapa pun
yang berhasil melenyapkannya, tanpa disadarinya ia telah menyelamatkan orang
banyak." Ki Bongkok Guno cuma mengangguk-anggukkan kepala, ia tampak sangat lelah setelah
bertarung sekian lama menghadapi makhluk jelmaan Biang Segala Jahat.
Sementara, Biang Segala Jahat yang telah sadar kembali dan mendapati tiga sosok
tubuh tengah menatapnya tampak sangat terkejut. Tapi, perasaan itu cuma sekilas
terlihat. Dengan cepat ia dapat menguasainya. Sambil tergelak Biang Segala Jahat
menengadahkan kepala. Dan, selagi ketiga tokoh yang berdiri di hadapannya saling
bertukar pandang, Biang Segala Jahat melesat dengan mengerahkan seluruh
kecepatannya, ia melompat masuk ke dalam gerombolan semak yang tumbuh rapat.
Kyai Sanca Wilang hanya bisa menghela napas, ia tidak mengira Biang Segala Jahat
akan melarikan diri. Sebelum sempat mengejar tokoh paling licik itu telah lolos.
Setelah agak lama menatap gerombolan semak tempat lenyapnya Biang Segala Jahat,
Kyai Sanca Wilang memutar tubuh. Bersama Ki Bongkok Guno dan Putri Perayu,
mereka menghampiri Panji dan yang lainnya. Ketika melihat Aryoguno dan
memperhatikannya beberapa saat, tahulah Kyai Sanca Wilang bahwa musnahnya Utusan
Dari Neraka pasti ada kaitannya dengan bocah itu.
"Hai.... Suamiku ada di sini rupanya...!" Tiba-tiba Putri Perayu berseru ketika
melihat Panji. "Mari, suamiku, peluklah aku erat-erat. Aku rindu sekali
hangatnya pelukanmu...!" Nenek itu berlari ke arah Panji dengan kedua tangan
dikembangkan. Panji tentu saja kaget bukan main. Tanpa pamit lagi kepada yang bannya, dia
segera lari ketakutan.
"Kanda, tunggu Dindaaa...!" Putri Perayu berseru dan lari mengejar Panji yang
tunggang-langgang. Terpaksa Panji harus mengerahkan seluruh kepandaian lari cepatnya agar tidak
terkejar nenek sinting itu.
Peristiwa itu membuat orang-orang yang tinggal tertegun bingung, kecuali Karina.
Gadis cantik itu geli bukan main melihat Panji lari terbirit-birit dikejar Putri
Perayu. SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Pedang Kayu Harum 7 Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Pedang Kayu Harum 24