Pencarian

Utusan Dari Neraka 1

Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka Bagian 1


UTUSAN DARI NERAKA
oleh T. Hidayat
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Tuti S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
T. Hidayat Serial Pendekar Naga Putih
dalam episode: Utusan dari Neraka
128 hal : 12 x 18 cm
1 Hutan yang terdapat di lereng sebelah utara Gunung Merbuk memang tidak terlalu
luas. Rapatnya semak belukar yang meranggas liar serta pohon-pohon tua yang
tumbuh menjulang tinggi dan nyaris tak terlihat pucuknya membuat hutan kecil itu
cukup menyeramkan. Terlebih binatang-binatang buas banyak berkeliaran bagai
penjaga-penjaga hutan. Hutan itu hampir tidak pernah didatangi manusia. Kalaupun
ada, mereka pasti tidak akan pernah kembali lagi. Hutan kecil itu dianggap
keramat dan sebagai tempat bertahtanya bangsa siluman.
Rupanya tidak semua orang mempunyai anggapan demikian. Pagi hari itu, saat
sekitar lereng Gunung Merbuk masih terselimuti kabut, tampak sesosok tubuh
bergerak menuju hutan kecil di lereng sebelah utara, ia menunggang seekor kuda
berbulu hitam pekat. "Hyeeehh...!"
Setelah menyeberangi sebuah sungai, tiba-tiba kuda berbulu hitam yang
ditunggangi lelaki itu meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya.
"Hei! Tenang Hitam, tenang...!" Penunggang kuda itu berseru menenangkan binatang
tunggangannya. Ditepuk-tepuknya leher kuda hitam itu. Tapi, usahanya tidak
berhasil. Binatang itu malah bergerak semakin liar, melompat-lompat sambil
meringkik keras.
"Binatang celaka!" Penunggang kuda memaki jengkel. Lalu, dengan gerakan yang
ringan dan indah tubuhnya melenting ke udara, berputaran beberapa kali sebelum
mendarat di tanah. Gerakan yang menunjukkan kehebatan ilmu meringankan tubuh.
Tubuhnya melayang seringan kapas dan tidak menimbulkan suara ketika mendarat.
"Hm..."
Penunggang kuda yang berusia lima puluh lima tahun itu memperdengarkan geraman
gusar. Sepasang matanya berkilat menatap seekor ular sanca sebesar paha orang
dewasa. Ular itu merayap di tanah. Mengertilah lelaki itu mengapa binatang
tunggangannya demikian kalap.
"Rupanya ada orang yang ingin bermain-main dengan Algojo Cakar Siluman...!"
Lelaki itu menggeram dengan menyebutkan julukannya. Pandangannya diedarkan ke
sekeliling tempat itu. Kemudian, beralih ke arah makhluk mengerikan yang tengah
melata di tanah. Seiring dengan dengusan kasar mengejek sebelah tangannya
melakukan gerakan menebas.
Tas! Tas! Tas! Hebat bukan main gerakan tokoh yang mengaku berjuluk Argojo Cakar Siluman.
Sewaktu tangannya bergerak tiga sinar putih berkilau membentuk telapak tangan
yang sama, lalu menyambar tubuh ular sanca hingga terputus menjadi tiga bagian.
"Ha ha ha...!"
Tiba-tiba terdengar gelak tawa. Gemanya bergaung ke seluruh penjuru. Angin keras
berhembus membuat lapisan kabut tipis yang menyelimuti tempat itu sirna
beterbangan. Perbuatan yang hanya bisa dilakukan seorang tokoh yang memiliki tenaga dalam
luar biasa. Suara tawanya saja sanggup membuat lawan menggeloso tewas!
Algojo Cakar Siluman mendengus keras, ia mengerahkan tenaga dalam untuk
melindungi telinga dan bagian dalam tubuhnya yang bergetar.
"Kurang ajar...!" Algojo Cakar Siluman mendesis gusar. Kepalanya ditengadahkan
menatap langit. Sebentar kemudian, terdengar lengkingan panjang meluncur dari
kerongkongannya.
Apa yang dilakukan Algojo Cakar Siluman tidak kalah dahsyatnya dengan pengaruh
gelak tawa tanpa wujud itu. Lengkingan panjang membuat pepohonan di sekitar
tempat itu bergetar keras! Dedaunan pohon berguguran. Burung-burung yang terbang
di udara terkejut dan mendadak tak bisa terbang, seolah tertahan suatu kekuatan
tak tampak. Burung-burung itu kemudian meluncur jatuh dalam keadaan mati!
Binatang tunggangan Algojo Cakar Siluman meringkik keras dan melompat-lompat
liar. Tapi, itu cuma berlangsung beberapa saat. Kuda hitam itu kemudian roboh
tak bernyawa. Lengkingan panjang dan suara tawa yang saling tindih itu membuat
jantungnya pecah.
Adu kekuatan tenaga dalam itu kian lama kian memuncak. Malah, pemilik suara tawa
melayang turun dari pohon tempatnya bersembunyi, ia berdiri dalam jarak tiga
tombak di depan Algojo Cakar Siluman. Wajahnya merah bagai terbakar. Semakin
memuncaknya kekuatan lengkingan lawan memaksa sosok itu membuat gerakan-gerakan
dengan kedua tangannya. Gerakan yang dilakukannya sangat lambat namun harus
mengerahkan tenaga yang kuat.
Algojo Cakar Siluman terkejut merasakan serangan lawan membuat kekuatannya
terdesak. Bergegas ia mengempos semangat dan mengerahkan seluruh kekuatan tenaga
dalamnya. Lalu, sambil mendorongkan kedua tangan ke depan dengan gerak perlahan,
kekuatan lengkingan yang keluar dari kerongkongannya terdengar semakin berlipat
ganda. Asap tipis mengepul dari ubun-ubun. Algojo Cakar Siluman telah mengerahkan
tenaga dalam hingga ke puncaknya.
Hal serupa juga terjadi pada diri lawannya. Kenyataan itu membuat keduanya sadar
sekarang yang mereka lakukan bukan main-main lagi.
Mereka sudah merasa telanjur. Masing-masing tidak ingin menarik kekuatannya.
Hal itu berarti kematian bagi siapa saja yang menarik pulang serangannya. Selain
kekuatannya sendiri akan membalik juga ditambah dengan kekuatan lawan.
"Hua ha ha...! Siapa sangka kehadiranku mendapat suguhan tontonan yang sangat
menarik...!"
Di tengah sengitnya pertempuran tenaga dalam itu terdengar tawa keras yang
memekakkan telinga. Belum lagi gema tawa itu lenyap tahu-tahu telah berdiri
sesosok tubuh seorang kakek tinggi kurus, ia melangkah lebar mendekati arena
pertarungan. Pendatang baru itu jelas bukan orang sembarangan. Seperti orang yang menonton
pertandingan, kakek tinggi kurus duduk bersila tidak jauh dari arena. Sepasang
matanya berbinar menunjukkan kegembiraan. Tapi beberapa saat kemuudian keningnya
tampak berkerut. Kekhawatiran membayang pada sorot matanya sewaktu melihat
Algojo Cakar Siluman terdesak. Wajah Algojo Cakar Siluman semakin memucat dan
dibanjiri keringat.
Ia kepayahan membendung serangan lawan.
Kakek tinggi kurus kelihatan berpikir keras. Matanya menatap bergantian wajah
dua orang yang tengah bertarung. Tatapannya berhenti agak lama pada wajah lawan
Algojo Cakar Siluman. Kakek tinggi kurus tahu betul siapa lawan Algojo Cakar
Siluman, ia adalah Telapak Lidah Halilintar, seorang tokoh golongan putih.
Sedangkan Algojo Cakar Siluman tokoh yang segolongan dengannya. Maka, setelah
mempertimbangkan untung ruginya, kakek tinggi kurus mengambil keputusan untuk
membantu Algojo Cakar Siluman.
Dengan sekali lompat saja, kakek tinggi kurus sudah berada di belakang Algojo
Cakar Siluman. Sebentar ia mengempos semangatnya. Kemudian kedua telapak
tangannya dilekatkan ke punggung Algojo Cakar Siluman.
"Haiiitt..!"
Bersamaan dengan melekatnya kedua telapak tangan kakek tinggi kurus, lawan
Algojo Cakar Siluman membentak nyaring. Tubuhnya dilempar ke samping sambil
menarik pulang serangannya. Sehingga, ketika bantuan tenaga bagi Algojo Cakar
Siluman bekerja, ia sudah lebih dulu menyelamatkan diri. Akibatnya, gabungan
tenaga dua tokoh sesat itu menghantam pohon besar yang kemudian berderak dan
langsung tumbang.
"Sungguh berbahaya...!" desis Telapak Lidah Halilintar sambil menyusut keringat
dingin di keningnya, ia mengatur pernapasannya untuk mempersiapkan diri
menghadapi keroyokan tokoh-tokoh sesat itu.
*** Bagi kalangan persilatan nama Algojo Cakar Siluman bukanlah nama yang asing.
Julukan itu sudah sangat terkenal dan menggetarkan hati setiap tokoh di wilayah
timur. Terutama tokoh-tokoh golongan putih. Algojo Cakar Siluman merupakan datuk kaum
golongan hitam yang menguasai wilayah timur. Kepandaiannya sangat tinggi Boleh
dibilang selama ini tak tertandingi. Andalannya adalah Ilmu 'Cakar Siluman' yang
membuat namanya terkenal dan ditakuti lawan. Ilmu yang dimiliki datuk sesat
wilayah timur itu memang sangat sesuai dengan namanya. Apabila Algojo Cakar
Siluman menggunakan ilmu andalannya dapat dikatakan mustahil lawan akan bisa
selamat. Sepasang lengan yang memiliki jari-jari sekuat baja itu dengan sekali bergerak
saja bisa membuat nyawa lawan yang sangat lihai putus seketika. Gerakan yang
dilakukannya nyaris tidak terlihat. Seolah kedua lengannya menjadi puluhan banyaknya yang
terlontar dalam bentuk cakar. Meski tokoh itu baru dua tahun belakangan ini
muncul. Algojo Cakar Siluman langsung menguasai wilayah timur dan diakui sebagai
datuk golongan hitam di wilayah itu.
Setan Ular Tertawa pun bukanlah tokoh sembarangan. Selain memiliki Ilmu 'Setan
Tertawa' yang dapat membunuh musuh hanya dengan memperdengarkan suara tawanya,
tokoh ini pun dikenal sebagai pawang segala jenis ular berbisa. Setan Ular
Tertawa adalah bangsa pendatang yang berasal dari daratan Hindustan. Tokoh ini
seorang petualang yang sangat gemar dengan ilmu silat.
Dalam waktu singkat saja nama Setan Ular Tertawa yang diperkenalkannya langsung
melambung tinggi. Tokoh-tokoh terkenal di wilayah barat habis dibabatnya.
Tidak peduli baik dari golongan hitam maupun golongan putih. Tokoh berusia
hampir tujuh puluh tahun ini memiliki satu sifat yang membuat lawan-lawannya
bergidik ngeri dan mencercanya sebagai manusia paling kejam. Setiap lawan yang
dikalahkannya akan dijadikan umpan ular-ular berbisa peliharaannya. Kekejaman
itu membuat namanya kian menggetarkan. Terutama bagi mereka yang tinggal di
daerah barat dan separo daerah utara, ia diakui sebagai dedengkot tokoh sesat
nomor satu di wilayah itu.
"Apa sebenarnya maksud kalian datang ke tempat ini?" terdengar pertanyaan
Telapak Lidah Halilintar.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa saling bertukar pandang sesaat
setelah meneliti sosok kakek kurus itu.
"Hm.... Kau pasti tokoh yang berjuluk Telapak Lidah Halilintar...," ucapan itu
keluar dari mulut Algojo Cakar Siluman.
"Dasar manusia bego!" Kakek kurus itu mengumpat kasar, meski raut wajahnya tidak
menunjukkan kemarahan. "Terus terang kukatakan dugaanmu itu tidak meleset alias
betul, Algojo Cakar Siluman!" lanjutnya menegasi, masih dengan nada kasar dan
tajam. Algojo Cakar Siluman tidak kelihatan tersinggung, ia sudah cukup mengenal
nama dan watak tokoh berjuluk Telapak Lidah Halilintar yang memiliki kebiasaan
mengumpat dan memaki. Tak peduli berhadapan dengan siapa, Telapak Lidah
Halilintar selalu menyertai ucapannya dengan makian. Dan, Algojo Cakar Siluman
serta Setan Ular Tertawa nampaknya sudah sangat maklum.
"Sekarang biar aku yang bicara...." Tiba-tiba, sebelum Algojo Cakar Siluman
membuka mulutnya, Setan Ular Tertawa sudah keburu menyela. "Nah, Telapak Lidah
Halilintar, kau pasanglah telingamu baik-baik! Kedatangan kami ke tempat ini
adalah untuk memastikan kebenaran tentang adanya seorang bocah yang disebut-
sebut sebagai Utusan Dari Neraka."
Telapak Lidah Halilintar kembali mengumpat. Lalu, kepalanya didongakkan.
Terdengarlah tawa mengekehnya yang berkepanjangan.
"Tidak mengherankan kalau berita itu sampai juga ke telinga babi-babi busuk
seperti kalian...," ujar Telapak Lidah Halilintar di antara kekehnya. Nampaknya,
kakek kurus ini maklum akan ketajaman pendengaran tokoh-tokoh kaum rimba
persilatan, yang memang tak pernah ketinggalan terhadap segala sesuatu yang
terjadi. "Tapi, kutegaskan di sini bahwa berita itu tidak benar. Dan kalaupun
benar, apa yang hendak kalian perbuat"
Ingin menumpasnya, atau cuma ingin sekadar mengetahui kebenarannya?"
"Jangan main-main denganku, Telapak Lidah Halilintar! Aku bisa saja langsung
membunuhmu tanpa perlu meminta kepastian darimu!" Setan Ular Tertawa menggeram
gusar, ia tidak senang mendapat perlakuan demikian dari Telapak Lidah Halilintar
yang seolah memandang remeh kepadanya.
"Siapa yang sudi main-main denganmu, Ular Buntung!" Tanpa rasa gentar sedikit
pun Telapak Lidah Halilintar balas membentak. "Katakan saja berita itu benar!
Lalu, apa maumu sekarang?"
"Cuma itu tujuanku jauh-jauh datang ke tempat ini. Sekarang aku hendak melihat
sendiri buktinya. Seperti apa sebenarnya rupa dan bentuk Utusan Dari Neraka itu"
Apakah ia seseram setan neraka, atau cuma berupa bocah manusia biasa...?" sambil
berkata demikian, Setan Ular Tertawa memutar tubuhnya hendak meninggalkan tempat
itu. "Tahan langkahmu. Ular Buntung...!"
Begitu seruannya terdengar, tubuh Telapak Lidah Halilintar melayang dengan
kecepatan luar biasa. Setan Ular Tertawa dan Algojo Cakar Siluman hanya melihat
berkelebatnya sesosok bayangan. Tahu-tahu Telapak Lidah Halilintar sudah berdiri
menghadang jalan.
"Mengapa kau menghalangiku, Telapak Lidah Halilintar" Menyingkirlah, sebelum aku
lupa kalau yang menghadangku cuma seorang kakek peot yang sudah bau tanah...!"
Setan Ular Tertawa mengancam dengan sorot mata berkilat.
"Aku tidak ingin ada orang tolol merusak rencana dan jerih payahku! Dengar
nasihatku baik-baik, Setan Ular Tertawa. Dan kau juga, Algojo Cakar Siluman!"
ujar Telapak Lidah Halilintar menatap kedua tokoh sesat itu bergantian.
"Sebaiknya kalian segera angkat kaki dari tempat ini. Jangan teruskan niat
kalian yang kelak hanya akan membuat bencana bagi seluruh isi muka bumi ini...!"
"Kau menyuruh kami mengangkat kaki?" Algojo Cakar Siluman menukas dengan kepala
ditelengkan. Seolah ia hendak menegaskan ucapan Telapak Lidah Halilintar.
Meski dengan kening berkerut. Telapak Lidah Halilintar mengangguk juga.
"Satu atau kedua-duanya...?" Algojo Cakar Siluman melanjutkan pertanyaannya.
"Maksudmu..."!"
"Kau menyuruh kami mengangkat kaki, bukan?" Algojo Cakar Siluman mengulang
pertanyaannya. "Betul!" Telapak Lidah Halilintar mengangguk cepat.
"Nah, sekarang aku tanya lagi. Satu kaki atau kedua-duanya?" Algojo Cakar
Siluman tersenyum mengejek.
"Babi buntung!" Sadar dirinya telah ditipu mentah-mentah, Telapak Lidah
Halilintar memaki gusar. "Kau berani mempermainkan aku, Algojo Cakar Siluman!
Kau benar-benar manusia tolol yang tidak tahu diuntung. Diberi peringatan malah
berbalik mengejek.
Sekarang terserah apa mau kalian. Yang jelas, aku akan tetap menghalangi dan
menentang niat kalian itu!"
"Hm...." Sambil mengusap-usap dagunya, Setan Ular Tertawa bergumam dengan senyum
penuh ejekan. "Aku tahu sekarang!" lanjutnya dengan suara menghina. "Rupanya kau
hendak mengangkangi Utusan Dari Neraka itu sendirian...!"
"Itu bukan hal yang aneh, Setan Ular Tertawa...," Algojo Cakar Siluman
menyambung dengan nada yang tidak kalah menyakitkan. "Sebagai seorang pangeran
pelarian yang selama puluhan tahun hidup terlunta-lunta karena negerinya kalah
perang, tentu sampai saat ini ia masih mengharapkan akan dapat duduk di atas
singgasana berlapis emas. Adanya Utusan Dari Neraka itu hendak dijadikan jalan
untuk mewujudkan cita-cita gilanya. Ha ha ha...!"
"Diam!"
Telapak Lidah Halilintar membentak keras. Selebar parasnya merah padam.
Tubuhnya gemetar menahan gejolak amarah yang bagai hendak meledakkan dada.
Ucapan Algojo Cakar Siluman jelas sangat mengena. Telapak Lidah Halilintar
memang seorang pangeran yang terpaksa melarikan diri sewaktu negerinya kalah.
Bertahun-tahun ia harus menyembunyikan diri di hutan-hutan lebat dan pegunungan
yang jarang didatangi manusia. Selama dalam pelariannya ia terus berlatih silat,
selain untuk menjaga diri dari sergapan tentara musuh apabila kepergok juga
untuk menghadapi keganasan hidup yang dijalaninya. Dalam pelariannya tidak
jarang ia menghadapi ancaman binatang buas yang kelaparan.
Pengejaran terhadap Telapak Lidah Halilintar yang pada waktu itu bernama
Pangeran Danutirto akhirnya terhenti. Pihak musuh mulai melupakannya setelah
dalam pengejaran tak lagi menemukan jejak Pangeran Danutirto. Ia kemudian
dianggap telah tewas. Padahal, Pangeran Danutirto yang melarikan diri ke dalam
hutan lebat di lereng sebelah utara Gunung Merbuk masih hidup. Pangeran
Danutirto sendiri tidak tahu kalau pengejaran terhadap dirinya telah lama
dihentikan. Ia menetap di dalam hutan itu dan melatih diri dengan tekun selama
puluhan tahun. Karena keinginannya untuk dapat merebut kembali tahta kerajaan
ayahnya masih menghantui pikirannya.
Keinginan itu pula yang membuatnya keluar dari tempat persembunyian setelah


Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih tiga puluh tahun menyembunyikan diri. Tapi, keinginan itu padam dengan
sendirinya ketika melihat rakyat hidup dalam ketenteraman dan kedamaian dalam
pemerintahan tangan penjajah. Akhirnya, Pangeran Danutirto membaktikan ilmunya
untuk kebaikan orang banyak. Hingga, ia dikenal dengan julukan Telapak Lidah
Halilintar. Saat namanya semakin besar dan dikenal orang, Telapak Lidah Halilintar mendengar
tentang munculnya seorang bocah yang mendapat julukan Utusan Dari Neraka, karena
perbuatannya yang sangat kejam dan mendirikan bulu roma. Ia pun bertekad untuk
menghentikan bocah Utusan Dari Neraka itu.
2 "Eh, kenapa kau jadi marah-marah seperti itu, Telapak Lidah Halilintar?" Setan
Ular Tertawa merasa senang melihat kakek kurus itu mencak-mencak. "Apa itu
berarti kata-kata Algojo Cakar Siluman benar...?" lanjutnya, ia sengaja hendak
membalas sikap Telapak Lidah Halilintar yang sempat memancing kedongkolan
hatinya. "Ular buntung keparat! Kau benar-benar membuat kesabaranku habis...!"
Telapak Lidah Halilintar melompat ke depan. Sepasang tangannya bergerak membacok
dan menusuk dengan kecepatan kilat!
Bed! Syuttt! Dua serangan maut yang mengarah jalan darah kematian itu dielakkan Setan Ular
Tertawa dengan menarik mundur tubuhnya dua langkah. Lalu, dengan tidak kalah
cepat dan ganasnya, Setan Ular Tertawa melontarkan serangan balasan dengan dua
ekor ular sendok yang entah dari mana datangnya tahu-tahu sudah melibat kedua
pergelangan tangannya.
Kedua ekor ular sendok itu mematuk-matuk ganas, membuat Telapak Lidah Halilintar
terpaksa berlompatan menghindar. Ia tahu betul racun ular sendok sangatlah
berbahaya dan mematikan. Maka, untuk mengimbangi serangan lawan jurus 'Telapak
Lidah Halilintar' yang menjadi andalannya pun langsung digunakan. Setan Ular
Tertawa terpaksa harus mengerahkan ilmu-ilmu andalannya pula.
Menyaksikan Setan Ular Tertawa dan Telapak Lidah Halilintar sudah terlibat dalam
perkelahian sengit, Algojo Cakar Siluman tersenyum mengejek. Kesempatan itu
segera dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Mula-mula ia menggeser langkahnya
perlahan menjauhi arena perkelahian. Kemudian, dengan liciknya ia pun melesat
meninggalkan tempat itu.
Tapi, kedua tokoh yang sedang bertarung rupanya sempat menangkap bayangan Algojo
Cakar Siluman. Meskipun tanpa kata, keduanya ternyata memiliki pikiran yang
sama. Begitu bayangan Algojo Cakar Siluman berkelebat pergi, keduanya langsung
menahan serangan dan berlompatan mundur. Lalu, melesat dengan kecepatan tinggi
mengejar Algojo Cakar Siluman.
"Jangan harap kau dapat meninggalkan tempat ini, Algojo Cakar Siluman...!" Setan
Ular Tertawa terseru keras sambil melontarkan pukulan mautnya, sementara
tubuhnya melayang di udara. Kedua ekor ular sendok yang semula melibat kedua
pergelangan tangannya sudah lenyap.
"Siluman licik! Sebaiknya kau segera minggat ke neraka...!" Telapak Lidah
Halilintar mengumpat. Seperti halnya Setan Ular Tertawa, dengan tubuh melayang
di udara ia melontarkan pukulan 'Telapak lidah Halilintar'.
Perbuatan kedua orang itu tentu saja sangat mengejutkan Algojo Cakar Siluman.
Sungguh tak disangkanya kedua orang yang tadi bertarung mati-matian kini
berbalik mengejar dan mengeroyoknya. Karuan saja ia jadi kelabakan dan pontang-
panting menyelamatkan diri dari pukulan maut kedua tokoh itu, dengan melompat
tubuhnya ke samping dan terus bergulingan di tanah. Untung Algojo Cakar Siluman
bertindak cepat.
Kalau tidak, niscaya ia sudah tewas oleh kedua pukulan maut itu.
Setelah dapat menyelamatkan diri, Algojo Cakar Siluman langsung melenting
bangkit. Dengan sigapnya ia berdiri tegak sambil memasang kuda-kuda siap tempur.
Tapi, justru saat itu baik Setan Ular Tertawa maupun Telapak Lidah Halilintar
tidak melanjutkan serangannya. Untuk beberapa saat ketiganya berdiri tegak di
tempat masing-masing dan saling berpandangan satu sama lain.
"Setan Ular Tertawa." Setelah beberapa saat dicekam keheningan, Algojo Cakar
Siluman membuka suara. "Kita adalah orang segolongan yang menguasai daerah timur
dan barat. Untuk itu aku menawarkan kerja sama kepadamu. Kita habisi kakek peot
ini. Setelah itu, baru kita sama-sama mencari goa tempat Utusan Dari Neraka itu
berada...,"
lanjutnya mengajukan usul licik. Tentu saja karena pertimbangan untung rugi
untuk kepentingan dirinya sendiri.
Telapak Lidah Halilintar melompat cepat ke depan. Sepasang tangannya bergerak
membacok dan menusuk dengan kecepatan kilat!
Bed! Syuttt! Dua serangan maut yang mengarah jalan darah kematian itu dielakkan Setan Ular
Tertawa dengan menarik mundur tubuhnya dua langkah.
Setan Ular Tertawa kelihatan ragu. Keningnya berkerut memikirkan usul Algojo
Cakar Siluman. Tapi, ia tidak memerlukan banyak waktu. Usul itu dianggapnya
cukup baik. Ia melihat sisi baik bagi keuntungan dirinya.
"Baiklah," jawab Setan Ular Tertawa mantap. "Aku suka dengan usulmu, Algojo
Cakar Siluman...!" Kemudian, tanpa menunggu lagi, langsung diterjangnya Telapak
Lidah Halilintar dengan serangkaian serangan maut!
Telapak Lidah Halilintar tidak terlalu kaget dengan sikap licik kedua datuk
golongan hitam itu. Ketika Setan Ular Tertawa menyerangnya, ia segera menghindar
dan balas menyerang dengan Ilmu 'Telapak Lidah Halilintar". Untuk pertarungan
kali ini Telapak Lidah Halilintar benar-benar harus menguras seluruh
kemampuannya. Pengeroyoknya adalah datuk-datuk sesat yang selain memiliki kepandaian tinggi
juga berwatak licik. Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya. Kepandaian Telapak Lidah Halilintar sendiri sudah sangat tinggi. Selama ini
belum pernah menemui tandingan. Tapi menghadapi keroyokan dua datuk sesat itu,
yang masing-masing memiliki kepandaian tidak berselisih jauh dengannya, membuat
kakek itu agak repot.
Lewat dari tiga puluh jurus, Telapak Lidah Halilintar mulai merasakan tekanan-
tekanan berat dari kedua orang lawannya, ia terdesak dan hanya bisa bermain
mundur. Untuk balas menyerang, kakek kurus itu tidak lagi mempunyai peluang. Kedua
pengeroyoknya selalu lebih dulu menutup setiap celah yang memungkinkannya untuk
balas menyerang. Telapak Lidah Halilintar semakin mati langkah, sementara ruang
geraknya semakin dipersempit.
Duk! Plakk! Telapak Lidah Halilintar yang baru saja menghindar dari sergapan Setan Ular
Tertawa terpaksa menangkis ketika serangan Algojo Cakar Siluman datang.
Kedudukannya yang kurang menguntungkan membuat kuda-kudanya tergempur. Tubuhnya
terjajar limbung beberapa langkah ke belakang. Kesempatan itu dipergunakan kedua
lawannya untuk menerjang!
"Hyaaahh...!"
Algojo Cakar Siluman membentak sambil melompat maju. Sepasang tangannya bergerak
cepat. Bayangan cakarnya yang berubah banyak terlontar mengarah empat jalan
darah besar di tubuh Telapak Lidah Halilintar.
"Yeaaattt...!"
Setan Ular Tertawa tidak mau ketinggalan. Tubuhnya meluncur deras seraya
mengibaskan kedua lengannya bergantian. Dua buah benda hitam panjang meluncur
cepat menuju jantung dan leher Telapak Lidah Halilintar.
Desss! Crabbb! Crabbb!
"Aaa...!"
Telapak Lidah Halilintar tak mampu lagi menyelamatkan diri. Terdengar raungannya
yang panjang mendirikan bulu roma. Dua bayangan cakar Algojo Cakar Siluman
merobek lambung dan dada kanannya. Sementara, dua ekor ular hitam yang
dilontarkan Setan Ular Tertawa lenyap ke dalam dada kiri dan tenggorokannya,
membuat lubang sebesar jari kelingking mengalirkan darah hitam pekat!
Tanpa ampun lagi, tubuh Telapak Lidah Halilintar, tokoh ternama yang sebenarnya
juga seorang ahli sihir terlempar roboh bermandikan darah. Telapak Lidah
Halilintar tidak mendapatkan kesempatan untuk menggunakan ilmu sihirnya. Setan
Ular Tertawa dan Algojo Cakar Siluman sudah mengetahui rahasia kelemahan ilmu
sihir. Mereka selalu menghindari bentrokan pandangan dengan Telapak Lidah Halilintar.
Sehingga, ia tidak mendapatkan peluang untuk mengerahkan ilmu sihirnya melalui
pandangan mata. Melalui cara itu ia dapat mempengaruhi penglihatan dan pikiran
lawan. Tapi, kesempatan itu tidak pernah didapat. Sampai akhirnya ia harus mati
penasaran di tangan kedua datuk sesat itu.
Setelah menewaskan Telapak Lidah Halilintar, kedua datuk sesat itu saling
bertukar pandang sejenak. Ada kilatan curiga pada sorot mata mereka. Keduanya
sadar akan kelicikan dan kecurangan masing-masing.
"Sebaiknya persekutuan ini terus kita lanjutkan, Algojo Cakar Siluman...." Setan
Ular Tertawa lebih dulu membuka suara, memecah keheningan yang menegangkan di
antara mereka. "Dengan bersatu segala halangan akan lebih mudah kita singkirkan.
Dan, apa yang kita inginkan akan segera terwujud!" lanjutnya sambil mengepalkan
tinju dengan penuh semangat.
"Aku setuju...!" Algojo Cakar Siluman menyambut baik usul kawannya. Dengan
tersenyum dikepalkannya tinjunya erat-erat. Mereka saling berjabat tangan.
Kemudian, melangkah pergi tanpa mempedulikan mayat Telapak Lidah Halilintar.
*** "Hh... Panas bukan main udara hari ini," keluh salah satu dari tiga orang lelaki
gagah itu. Sambil berkata demikian, ia mengusap wajah brewoknya yang berpeluh.
"Sebaiknya di depan sana kita beristirahat untuk menyegarkan tubuh. Aku
mendengar suara gemericik air mengalir. Kurasa di sana ada aliran sungai. "
Lelaki kedua menimpali. Kulit wajahnya yang putih tampak kemerahan terpanggang
matahari. Sosok lelaki kedua ini sangat gagah. Tubuhnya tinggi tegap dengan dada
bidang. Sosoknya masih kelihatan sangat menarik meski dalam usia yang telah
mencapai empat puluh tahun.
Sedangkan lelaki ketiga tidak berkata apa-apa. Ia juga merasakan hal yang sama
dengan kedua kawannya. Sikapnya tampak lebih tenang. Usianya sedikit lebih muda
dari kedua kawannya. Tubuhnya tinggi kurus dengan wajah terhias kumis tipis.
Dari sorot matanya yang tajam, jelas menunjukkan tenaga dalamnya yang tinggi.
Ketiga lelaki gagah itu memang bukan orang-orang sembarangan. Mereka adalah
tokoh-tokoh persilatan yang cukup ternama dan mendapat julukan Tiga Harimau Dari
Timur. Mereka memang berasal dari Jawa Timur. Tepatnya Lembah Sungai Brantas.
Sebagaimana kabar yang tersebar di kalangan persilatan, ketiga tokoh ini pun
merasa berkewajiban untuk menghentikan keganasan Utusan Dari Neraka yang
menggemparkan itu.
Tiga Harimau Dari Timur baru saja bergerak menuruni dinding sungai ketika mereka
dikejutkan oleh suara makian. Ketiga tokoh itu langsung menoleh dengan sikap
waspada. Tapi, ketiganya kemudian melengos. Yang mengeluarkan lengkingan itu
ternyata seorang nenek yang tengah membuang hajat. Saat ketiganya menoleh tadi,
mereka melihat nenek itu tengah sibuk menutupi auratnya yang sudah keriput.
"Hih hih hih...!"
Anehnya, begitu Tiga Harimau Dari Timur berpaling, nenek itu malah tertawa
cekikikan memperlihatkan mulutnya yang tak bergigi lagi.
"Enak ya, kalian bisa menyaksikan tontonan cuma-cuma," ujar nenek itu.
Sepertinya ia memiliki otak kurang beres. Biarpun sudah tua aku masih perawan
ting-ting, tahu. Perbuatan kalian telah membuat mukaku tercoreng aib. Selama ini
baru kalian bertiga yang menyaksikan keindahan tubuhku. Untuk itu, mata kalian
harus kucongkel keluar!"
"Nenek sinting...!" Harimau Pertama yang berwajah brewok mengumpat jengkel.
Pemandangan tadi bukan mendatangkan keuntungan, malah rugi besar. "Aku lebih
suka melihat pantat kuda daripada tubuh peotmu!" Tentu saja sumpah serapah itu
dilontarkan dengan suara pelan. Tapi, Harimau Pertama menjadi kaget. Nenek
sinting itu ternyata mendengar umpatannya.
"Hik hik hik...! Sebenarnya aku suka melihat lelaki yang mempunyai brewok
sepertimu. Tapi, mulutmu yang telah berani menghina keindahan! Tubuhku harus
kubuat mengok!" ujar nenek sinting itu, yang telah selesai membereskan
pakaiannya. Dengan gerakan yang ringan tubuhnya melayang mengejar Tiga Harimau
Dari Timur yang sudah naik ke daratan.
Whuttt...! Belum lagi kakinya menginjak tanah, tangan nenek itu sudah menderu ke arah mulut
Harimau Pertama. Tentu saja Harimau Pertama tidak sudi mulutnya dibuat mengok.
Cepat ia menarik tubuhnya dua langkah ke belakang. Tapi, alangkah kaget hatinya
ketika melihat tamparan itu masih juga mengejarnya.
Dukkk! Tangkisan lengan kanannya malah membuat tubuh Harimau Pertama terhuyung limbung.
Sedangkan telapak tangan nenek sinting terus bergerak mengincar mulutnya.
"Aaah...!"
Saking kagetnya, Harimau Pertama memekik. Beruntung, Harimau Kedua dan Harimau
Ketiga datang memberikan bantuan. Nenek sinting itu terpaksa harus merubah
gerakannya. Sasarannya kini beralih pada Harimau Kedua dan Harimau Ketiga.
Tapi, Harimau Kedua dan Harimau Ketiga yang saat itu sudah mengenakan senjata
berupa sarung tangan kuku harimau segera memapaki untuk mencengkeram telapak
tangan nenek sinting!
Weettt! Weettt!
Cengkeraman Harimau Kedua dan Harimau Ketiga kehilangan sasaran. Telapak tangan
nenek sinting tahu-tahu telah berputar cepat sekali. Dan, meluncur datang
mengancam pelipis Harimau Kedua.
Plakkk! Harimau Kedua tak sempat menghindar. Tamparan keras itu membuat tubuhnya
terpelanting dan tercebur ke dalam sungai. Tepalak tangan nenek sinting terus
berputar dan kini mengancam dada Harimau Ketiga.
Dukkk! Harimau Ketiga memalangkan lengannya sehingga lengan mereka berbenturan.
Akibatnya, tubuh Harimau Ketiga terpelanting dan nyaris mengalami nasib yang
sama seperti Harimau Kedua. Untung ia keburu melempar tubuhnya ke samping dan
terus bergulingan.
"Nenek gila! Terima balasanku...!"
Harimau Pertama yang menyaksikan kehebatan nenek sinting kini tidak ragu-ragu
lagi untuk mengerahkan kepandaiannya. Tubuhnya melompat dengan gaya harimau
menerkam mangsa. Sepasang tangannya yang telah mengenakan sarung tangan cakar
harimau terjulur ke muka. Siap mencabik-cabik tubuh keriput nenek gila.
Serangan Harimau Pertama memang cukup berbahaya. Tapi, dengan lincahnya semua
serangan itu dapat dihindari nenek gila. Malah, ketika Harimau Ketiga ikut
mengeroyok maju, nenek gila tetap tidak merasa kewalahan. Lewat belasan jurus
kemudian, serangan-serangan balasannya justru membuat kedua lawannya kalang
kabut. Serangan nenek itu datang bertubi-tubi dengan kecepatan tinggi. Hingga, kedua
lawannya berjumpalitan menyelamatkan diri.
Desss...! Harimau Pertama mengalami nasib sial. Sebuah tendangan sisi telapak kaki
mendarat telak di tubuhnya. Tanpa ampun lagi, ia terjengkang di tanah. Menyusul
kemudian Harimau Ketiga yang terpental uleh gedoran telapak tangan nenek gila.
Tokoh muda itu jatuh terduduk dengan wajah pucat.
"Hih hih hih...! Kiranya kepandaian Tiga Harimau Dari Timur cuma begitu saja.
Kecill!...!" Nenek lila mengejek sambil menjentikkan ujung kuku kelingkingnya.
"Dari pada dengan kepandaian seperti ini kalian nekat hendak mencari Utusan Dari
Neraka, lebih baik kalian bertiga menjadi suamiku saja. Biarpun wajah kalian
jelek-jelek, tapi aku terima sebagai suamiku."
"Gila...!" Harimau Pertama memaki pelan, ia belum gila untuk menerima permintaan
sinting itu. Harimau Pertama bergerak bangkit. Bekas tendangan nenek itu terasa
sakit bukan main.
Tiga Harimau Dari Timur bergabung kembali. Wajah ketiganya tampak agak pucat.
Mereka sadar nenek itu bukanlah tandingan mereka. Bukan mustahil nenek itu dapat
memaksakan kehendaknya. Dan, memang sesungguhnyalah nenek sinting itu bukan
tandingan mereka. Dia berjuluk Putri Perayu, karena sifatnya yang genit dan suka
merayu kaum lelaki. Nenek ini memiliki kepandaian yang tinggi.
"Aku akan menghadiahkan obat kuat kepada kalian. Jadi, tidak perlu takut kalah
kuat denganku." Seperti sangat yakin kalau Tiga Harimau Dari Timur bersedia
menerima tawarannya, Putri Perayu segera mengeluarkan kantung obat dari balik
pakaiannya. Tiga butir pil berwarna merah yang besarnya tak lebih dari ujung
jari kelingking disodorkan ke hadapan Tiga Harimau Dari Timur.
"Telanlah sendiri olehmu, Nenek Gila!" Harimau Pertama memaki sambil menepiskan
pil. Tapi, lanya dengan memutar telapak tangan tamparan Harimau Pertama luput.
"Kalau begitu, kalian akan kupaksa untuk menelan pil-pil ini. Dalam waktu
singkat kalian boleh lihat pengaruhnya. Jangankan perempuan cantik, yang
wajahnya buruk dan tubuhnya gudikan pun akan kalian sikat Hih hih hih...!"


Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiga Harimau Dari Timur terbelalak mendengar kedahsyatan pengaruh pil-pil
berwarna merah itu. Membayangkan apa yang digambarkan Putri Perayu, mereka
merasa ngeri dan jijik. Ketiganya segera berlompatan menjauh.
"Nah, aku masih memberi kesempatan kepada kalian untuk menerima tawaranku.
Kalau tidak..." Putri Perayu kembali membuka telapak tangannya, menunjukkan pil-
pil merah yang bagi Tiga Harimau Dari Timur kini terlihat sangat menakutkan.
Tiga Harimau Dari Timur terus bergerak mundur dengan wajah pucat. Keringat
dingin mengalir membasahi wajah dan tubuh mereka. Sementara Putri Perayu terus
melangkah maju sambil tertawa-tawa.
"Memaksakan kehendak kepada orang lain adalah sikap yang tidak terpuji...."
Entah dari mana datangnya, tahu-tahu di tempat itu telah berdiri seorang pemuda
tampan berjubah putih. Dengan langkah lebar, pemuda yang tidak lain Panji
menghadang langkah nenek gila. Putri Perayu, menyeringai memamerkan mulutnya
yang tidak bergigi.
Mungkin maksudnya hendak tersenyum manis. Tapi, yang terlihat justru seringai
yang menggelikan.
Kemunculan pemuda tampan berjubah putih membuat Tiga Harimau Dari Timur memutar
tubuhnya. Mereka lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu. Dan, langsung
pulang kampung! Rupanya, ancaman pil-pil merah telah melenyapkan keberanian
mereka. "Hm.... Kau harus menggantikan Tiga Harimau Dari Timur yang melarikan diri,
Bocah Bagus!" Putri Perayu berkata dengan sorot mata mengancam. Tapi, meskipun
wajahnya dibuat seseram mungkin, bagi Panji malah kelihatan lucu.
"Kecuali...," Nenek sinting itu tampak ragu dan tampak malu-malu melanjutkan
ucapannya. Terdengar tawa mengekeh yang disertai kerdipan mata. Menurut Panji,
persis orang cacingan. Tapi Putri Perayu tidak peduli dengan apa yang ada dalam
pikiran Panji. Tubuhnya bergoyang ke kiri kanan sambil meremas-remas ujung pakaiannya.
Kemudian, digigit-gigitnya dengan mulutnya yang tak bergigi. Sikap nenek itu
persis seorang gadis pingitan yang tengah berhadapan dengan pemuda idamannya.
"Kecuali apa, Nek..?" Panji yang memang tidak mengetahui duduk perkaranya dengan
jelas, bertanya ramah. Hatinya mendadak berdebar aneh ketika menyaksikan tingkah
nenek sinting. Satu pikiran yang membuat hatinya bergidik tiba-tiba melintas di
benaknya. Segera diusirnya pikiran itu dengan menggelengkan kepala kuat-kuat.
"Kecuali..., jika kau bersedia menjadi... suamiku...." Akhirnya Putri Perayu
menjawab sambil tersipu. Wajahnya ditundukkan. Ekor matanya mengerling genit ke
arah Panji. "Hahhh..."!"
Kalau saja saat itu petir meledak di dekat telinganya, rasanya Panji tidak akan
sekaget sekarang. Jawaban nenek sinting benar-benar membuat dirinya berjingkrak
kaget. "Gila...!" Panji mengumpat dalam hati. "Nenek ini ternyata bukan orang waras.
Mana mungkin ia sampai mempunyai pikiran gila seperti itu" Edan!"
"Kaget ya, Bocah Bagus?" Nenek sinting berkata dengan wajah tanpa dosa. "Aku
yakin kau tidak akan menyesal. Sampai saat ini aku masih perawan. Kau boleh
membuktikannya kalau tidak percaya...."
Lagi-iagi Panji menggeleng. Dihelanya napas kuat-kuat. Panji menatap wajah nenek
sinting itu lekat-lekat.
"Maaf, Nek," ucapnya sambil menahan kejengkelan. "Aku sudah mempunyai calon
istri. Jadi, aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Dan aku tidak punya waktu
lagi untuk meladenimu...," usai berkata, Panji segera meninggalkan tempat itu.
Nenek ini ternyata orang gila. Gila kawin!
"Hik hik hik..!"
Panji yang sudah siap hendak melesat pergi segera menahan ayunan langkahnya.
Suara tawa lain tiba-tiba terdengar. Suara tawa perempuan. Panji segera menduga
pemilik suara tawa itu pasti telah mendengar semua pembicaraannya dengan Putri
Perayu. Belum lagi gema tawa mengikik itu lenyap dari balik sebatang pohon,
kira-kira tiga tombak di sebelah kanannya, muncullah sesosok tubuh perempuan.
Dari bentuk wajahnya kelihatannya seorang perempuan muda. Ia melangkah dengan
sikap menggoda.
Tatapannya tertuju kepada Panji.
"Ayo, Nek, mengapa kau tidak segera mencium pengantin lelakimu" Peluk dan
ciumlah dengan penuh kasih sayang. Aku percaya dia sudah bersedia untuk menjadi
suamimu..." Perempuan yang berjalan melenggang itu berkata sambil menahan rasa
geli. "Eh, jadi dia sudah bersedia"!" Putri Perayu berkata sambil membelalakkan mata.
Wajahnya tampak berseri-seri. Ditatapnya perempuan yang kini sudah berdiri di
dekatnya. Lalu menatap Panji dengan sorot mata berbinar. Dengan langkah dibuat-buat meniru
langkah perempuan yang baru tiba, nenek sinting mendekati Panji dengan kedua
tangan terulur.
"Gila...! Siapa perempuan usil yang sama gilanya itu..."!" geram Panji,
menumpahkan kejengkelannya kepada perempuan yang baru tiba dan memanas-manasi
Putri Perayu. Tanpa menunggu lagi, Panji melesat pergi meninggalkan tempat itu.
"Kejar, Nek. Cepat kejar...!" Perempuan berpakaian merah muda yang usianya
sekitar delapan belas tahun itu berseru sambil menahan tawa. "Pengantin lelakimu
hendak mengajakmu bermain kejar-kejaran. Ayo, lekas tangkap...!" tambahnya. Kali
ini diakhiri dengan melepas tawa berderai.
"Kurang ajar betul perempuan itu!" Panji mengumpat-umpat ketika dilihatnya nenek
sinting melesat mengejarnya. Alangkah terkejutnya Panji ketika dengan beberapa
kali lompatan saja tubuh Putri Perayu melambung melampaui kepalanya dan mendarat
menghadang jalan.
"Wah, Nek, rupanya mempelai lelakimu hendak menguji kepandaian. Hayo lawan, Nek!
Kalau kau berhasil mengalahkannya, baru dia bersedia kau boyong...!" Lagi-lagi
perempuan usil berpakaian merah muda berseru, ia bertepuk tangan keras-keras
memberi semangat Nenek sinting itu tentu saja menjadi kegirangan.
"Bagus kalau begitu!" Putri Perayu semakin berseri wajahnya. "Hadapilah
seranganku, Suamiku...." Nenek sinting kemudian menerjang Panji dengan pukulan
lurus ke dada. Tangan lainnya dengan telapak terbuka siap menyusul dengan
tebasan miring.
Bedd! Panji yang menghindar dengan melompat pendek ke samping terkejut merasakan
betapa hebat tenaga pukulan yang terkandung dalam serangan itu. Cepat ia
menggeser tubuhnya waktu tangan kiri nenek sinting membacok dengan diiringi
suara bercicitan.
Whuttt...! Ketika Panji masih juga dapat menghindari serangan kedua, Putri Perayu membentak
nyaring. Dengan kedua tangan ia melancarkan totokan ke arah jalan darah di
bagian atas dada Panji.
Kali ini sangat sulit bagi Panji untuk menghindar. Kecepatan gerak nenek sinting
benar-benar di luar dugaan. Tahu-tahu, totokan jari-jari tangannya sudah tiba
dekat. Plak! Plak! Semakin kaget Panji sewaktu merasakan lengannya bergetar ketika menangkis lengan
berkulit keriput itu. Sedangkan serangan nenek sinting terus meluncur dengan
totokannya. "Hyaaah...!"
Seraya membentak keras, Panji melempar tubuhnya dan berputaran di udara.
Sengaja ia mengerahkan kecepatan geraknya, khawatir akan kalah cepat dengan
nenek sinting. Apa yang dikhawatirkannya memang tidak berlebihan. Begitu kakinya
menginjak tanah, serangan Putri Perayu kembali datang memburu. Merasa penasaran,
Panji kembali membentak. Kali ini ia tidak melambung ke udara, malah sebaliknya,
ia menjatuhkan tubuhnya dengan kuda-kuda rendah dan berputar melingkar. Kaki
kanannya terjulur lurus ke depan menyapu kuda-kuda nenek sinting.
Desss! Yang dilakukan Panji rupanya di luar perhitungan Putri Perayu. Sapuan kaki Panji
telak menghajar kuda-kudanya. Nenek itu memekik kaget sewaktu kakinya kena
jegal. Tubuhnya melambung dengan kedua kaki terangkat ke atas. Beruntung Putri Perayu
memiliki kepandaian tinggi. Meski keadaannya sangat sulit, ia masih dapat
melakukan gerak berputar. Nenek sinting itu dapat menyelamatkan diri secara
mengagumkan! Ia menjatuhkan diri ke tanah dengan kedua tangan lebih dulu. Dan,
terus bergulingan untuk kemudian melenting bangkit.
"Awaass...!"
Putri Perayu membentak nyaring. Kedua tangannya melontarkan pukulan bergantian.
Serangkum angin keras menderu mengiringi datangnya pukulan. Setelah lewat
belasan jurus tampaknya nenek sinting itu mulai melupakan tujuannya semula.
Serangan-serangan yang dilancarkannya bukan lagi sekadar untuk menguji. Serangan
itu sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan luka dalam yang parah. Nampaknya, hawa
bertempur mulai dirasakan Putri Perayu sebagai pertarungan hidup dan mati!
"Celaka...!" Perempuan muda berpakaian merah muda yang berwajah manis berseru
kaget. Ia tidak menduga nenek sinting memiliki kepandaian vnng sedemikian hebat.
Kalau semula ia hanya hendak menggoda, kini menjadi khawatir akan keselamatan
pemuda berjubah putih. Ketika melihat Panji kewalahan, perempuan itu berseru
keras sambil melayang ke tengah arena.
Melihat perempuan yang memanas-manasi Putri Perayu ikut terjun ke arena, Panji
semakin bertambah jengkel. Ia menduga perempuan itu hendak membantu nenek
sinting untuk menangkapnya. Maka, bergegas Panji melompat jauh ke belakang untuk
mempersiapkan diri menghadapi keroyokan kedua perempuan itu.
Tapi, dugaan Panji ternyata keliru. Terjunnya perempuan berpakaian merah muda ke
arena bukanlah untuk membantu nenek sinting, melainkan hendak menyelamatkan
Panji dari serangan maut lawannya.
Duk! Plak! Bukkk!
Hebat dan cepat sekali gerakan Putri Perayu. Dua kali serangannya ditangkis
perempuan muda itu, yang langsung tergetar mundur sambil meringis kesakitan.
Sedangkan nenek sinting sudah mengirimkan hantaman kilat dengan telapak tangan
tebuka. Pukulan itu telak menghajar perut perempuan muda. Ia terpelanting ke
tanah, meski dapat langsung bangkit dan menyiapkan jurus-jurusnya. Pada sudut
bibir perempuan itu terlihat cairan merah. Pukulan nenek sinting telah melukai
bagian dalam tubuhnya.
*** "Minggir kau, Kuntilanak Genit! Jangan ambil suamiku...!" Putri Perayu itu
berteriak-teriak. Kembali ia mengirimkan pukulan-pukulan dan tamparan yang
mendatangkan deruan angin keras.
Perempuan berpakaian merah muda kelihatan kaget dan agak gugup melihat datangnya
serangan. Kendati demikian, ia masih dapat menyelamatkan diri dengan susah
payah. Tubuhnya terhuyung mundur tidak bisa mengatur kuda-kudanya karena
serangan beruntun yang dilancarkan Putri Perayu.
"Nona, menyingkirlah...!"
Panji yang melihat perempuan muda itu, jelas-jelas hendak membelanya, segera
berseru ketika Putri Perayu melanjutkan serangan mautnya. Cepat bagai kilat,
tubuhnya melesat dan disambutnya serangan nenek itu dengan kibasan kedua lengan.
Panji membentuk perisai sinar putih berhawa dingin yang menusuk tulang. Tenaga
mukjizat 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' yang ketangguhannya telah terkenal di kalangan
persilatan. Kembali dua pasang lengan beradu memperdengarkan suara keras. Kali ini karena
Panji telah mengerahkan 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'-nya, benturan itu
menyebabkan tubuhnya dan Putri Perayu terpental balik. Tubuh Panji terlempar
lebih jauh dari lawannya, bahkan nyaris terpelanting. Itu menandakan tenaga
dalamnya masih berada di bawah nenek sinting. Benar-benar sebuah kenyataan yang
mengejutkan Panji!
"Tuan...!"
Perempuan berpakaian merah muda bergegas menghampiri Panji yang baru saja
memperbaiki kuda-kudanya. Panji menoleh dan tersenyum ketika melihat
kekhawatiran di wajah perempuan itu.
"Maafkan aku, Tuan. Sungguh tak kusangka nenek sinting itu memiliki kepandaian
yang sangat tinggi," ucap perempuan itu dengan nada sesal. "Sebaiknya kita
menghindar saja. Tidak ada gunanya meladeni manusia sinting seperu nenek
itu...," lanjutnya mengusulkan.
Panji tersenyum menerima pernyataan maaf. Kemudian, menganggukkan kepala
menyetujui usul itu. Ia sendiri enggan memperpanjang urusan dengan Putri Perayu.
"Kau pergilah lebih dulu, Nona. Aku akan mencoba menahannya. Ilmu lari cepatnya
sungguh luar biasa. Aku sudah merasakannya tadi," ujar Panji perlahan, namun
mengandung ketegasan yang tidak ingin dibantah.
Perempuan itu berusaha tersenyum. Meski yang dilihat Panji adalah seringai
ngeri. Tahulah Panji kalau perempuan itu telah menderita luka dalam. Sekilas
dipandanginya sosok perempuan yang berlari meninggalkan arena pertempuran.
Putri Perayu sepertinya tidak peduli dengan perempuan berpakaian merah muda yang
melesai pergi, ia cuma mengerutkan kening sesaat. Lalu perhatiannya kembali
terpusat kepada Panji. Nenek sinting itu sudah mempersiapkan jurusnya untuk
melanjutkan perkelahian.
Panji mengempos semangatnya dan mengerahkan tenaga gabungan. Sebentar kemudian,
di sekeliling tubuhnya muncul cahaya putih keperakan, dan sinar kuning keemasan
yang membelah tubuhnya.
"Hei...!"
Putri Perayu berseru kaget melihat dua sinar mukjizat yang melapisi tubuh Panji.
Tapi, dengan cepat ia kembali memperoleh kesadarannya. Ia bersiap menerjang
Panji. Namun, Panji telah mendahuluinya dengan mendorongkan kedua telapak tangan.
Whusss...! Sinar kuning keemasan dan cahaya putih keperakan yang menyilaukan mata melesat
dari kedua telapak tangan Panji. Putri Perayu segera menunda gerakannya begitu
merasakan hembusan hawa panas dan dingin yang berasal dari dua rangkum sinar
itu. Buummm...! Terdengar suara ledakan membahana, membuat tanah tempat Putri Perayu berpijak
berhamburan disertai kepulan debu tebal. Sebagian dedaunan pohon yang berada di
sekitar nenek sinting berguguran ke tanah. Sementara sebagian lagi layu bagai
terbakar. Bahkan, ada yang diselimuti butiran-butiran salju. Kekuatan 'Tenaga Sakti
Gerhana Bulan' yang dimiliki Panji tampaknya telah mengalami kemajuan.
Putri Perayu sendiri sudah keburu menjejak tanah sewaktu menyadari kedahsyatan
pukulan Panji. Ketika pukulan dahsyat itu membongkar tanah tempatnya berpijak,
tubuh nenek sinting sudah melambung ke udara berjumpalitan lima kali ke
belakang. Dan, saat mendarat di tanah suasana di depannya terlihat gelap
sehingga ia tidak bisa melihat sosok Panji, yang begitu melepaskan pukulan
langsung melesat pergi meninggalkan tempat itu.
Pukulan itu memang dimaksudkan Panji hanya untuk mengelabui Putri Perayu.
*** "Hh.... Untunglah kita dapat melepaskan di dari nenek sinting itu, Panji."
Panji menoleh sambil menghembuskan napas lega. Saat itu mereka sudah berlari
hampir setengah hari untuk menghindari kejaran Putri Perayu. Selama dalam
perjalanan keduanya sudah saling memperkenalkan diri. Mereka melakukan
perjalanan sama karena kebetulan arah yang mereka tuju sama. Panji tidak merasa
keberatan melakukan perjalanan dengan gadis itu. Panji menceritakan awal
pertemuannya dengan nenek itu.
Sedangkan Karina, perempuan berpakaian merah muda, cuma mengetahui sewaktu nenek
sinting meminta Panji untuk menjadi suaminya.
"Kemunculannya jelas bukan tanpa sebab. Pasti ada sesuatu yang membawa
langkahnya ke daerah ini...," ujar Panji. "Kau sendiri bagaimana tahu-tahu bisa
muncul di tempat itu, Karina...?"
"Kurasa alasan kita tidak berbeda, Panji. Seperti juga alasan tokoh-tokoh
persilatan yang saat ini banyak bermunculan. Kabar tentang munculnya seorang
tokoh yang dijuluki Utusan Dari Neraka demikian menghebohkan. Hingga, Guru
menugaskan aku untuk menyelidiki kebenarannya. Ketika melihat kau berselisih
dengan nenek sinting itu, aku sebetulnya sedang dalam penyelidikan," ujar Karina
sejujurnya. "Artinya, sampai saat ini kau belum mendapatkan petunjuk tentang benar tidaknya
berita itu?" tegas Panji menyimpulkan penuturan Karina.
"Begitulah..," Karina mengangkat bahunya disertai helaan napas berat.
"Lalu, penjelasan gurumu tentang tokoh yang dijuluki Utusan Dari Neraka itu
bagaimana" Apakah dia laki-laki atau perempuan" Tua atau muda?"
Karina tertawa lirih mendengar pertanyaan Panji yang beruntun.
"Sejak tadi selalu aku yang menjawab," Karina seperti keberatan menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu. "Bagaimana kalau mengenai hal itu kau saja yang
menjawabnya, Panji. Menurutku, orang yang memiliki kepandaian sepertimu pastilah
tahu lebih banyak ketimbang perempuan bodoh seperti aku...."


Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ucapan Karina membuat Panji mengulum senyum. Beberapa saat keduanya dicekam
keheningan. Panji tidak segera memenuhi permintaan Karina. Sampai akhirnya
Karina bergerak menghadang di depan Panji. Sepasang mata bulat dan bening itu
menghujam tepat di bola mata Panji, penuh tuntutan!
"Sebenarnya tidak banyak yang kuketahui...," Panji menghela napas, mengalah.
"Dari keterangan yang kuperoleh dan setelah menyaksikan korban-korban keganasan
tokoh Utusan Dari Neraka, dapat diperkirakan tokoh itu seorang bocah. Entah
kekuatan apa yang dimiliki hingga mampu melakukan pembunuhan dengan sangat
kejinya. Korbannya kebanyakan ibu-ibu muda yang tengah menyusui. Meski kabarnya belum ada
seorang pun yang pernah melihat rupa Utusan Dari Neraka, tapi aku merasa yakin
tokoh itu seorang bocah. Kemungkinan ia diperalat seorang ahli sihir yang
bertujuan hendak mengacaukan dunia persilatan, di samping tentu saja mempunyai
maksud-maksud tertentu," jelas Panji panjang lebar.
Karina mengangguk-angguk merasa sependapat dengan Panji, ia sendiri pernah
menyaksikan korban-korban keganasan Utusan Dari Neraka. Korbannya rata-rata
perempuan. Mereka ditemukan tewas dalam keadaan mengerikan. Karina tidak bisa
memastikan apakah mereka perempuan muda atau nenek-nenek. Korban tewas dengan
seluruh kulit tubuh mengeriput dan hitam seperti hangus terbakar.
Penjelasan Panji membuat pikiran Karina terbuka. Ia baru menyadari perbedaan
antara orang yang mati terbakar dengan korban Utusan Dari Neraka. Orang yang
tewas terbakar kulit tubuhnya pasti melepuh dan kemerahan. Jika lebih hebat lagi
akan gosong dan kering. Tidak seperti korban-korban Utusan Dari Neraka. Kulit
tubuhnya mengeriput seolah seluruh darah dan sari kehidupan di dalam tubuh
korban terhisap habis! Padahal, menurut penglihatan tokoh-tokoh ahli tak ada
sedikit pun luka. Itu yang menimbulkan pertanyaan dan masih merupakan misteri
yang belum terpecahkan.
4 Di lereng sebelah utara Gunung Merbuk, Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular
Tertawa duduk bersila menghadap sebuah mulut goa yang tingginya kira-kira
setengah tombak dari atas permukaan tanah. Dua pasang mata datuk sesat itu
menatap tajam ke arah mulut goa. Mereka duduk diam di atas sebuah batu besar,
hingga tempat mereka sejajar tingginya dengan letak mulut goa.
Sesekali dari dalam goa terdengar geraman-geraman marah yang mirip suara
binatang buas. Orang yang bernyali kecil tentu sudah jatuh pingsan mendengar
suara yang mendirikan bulu roma dan menggetarkan jantung itu. Suara parau itu
seolah datang dari alam lain.
Kalau orang lain mungkin akan lari terbirit-birit ketakutan, tapi bagi dua datuk
sesat seperti Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa geraman-geraman itu
justru membuat wajah mereka berseri. Untuk pemilik suara itulah mereka datang ke
Gunung Merbuk. Suara Utusan Dari Neraka!
"Hm.... Sudah dua belas hari kita duduk menunggu di sini, Setan Ular Tertawa.
Namun, pagar gaib yang dibuat Telapak Lidah Halilintar pada mulut goa belum juga
menunjukkan tanda-tanda akan sirna. Entah berapa lama lagi kita harus
menunggu...,"
ucapan yang diawali dengan helaan napas panjang itu keluar dari mulut Algojo
Cakar Siluman. Tidak terdengar sahutan dari Setan Ular Tertawa, ia menanggapi keluhan rekannya
dengan kening berkerut. Mereka memang telah dua belas hari lamanya berada di
tempat itu. Hampir pada setiap malam mereka melihat sesosok makhluk hitam legam
merangkak ke mulut goa. Tapi, selalu saja berhenti di mulut goa. Kemudian
menggeram-geram dan menghilang masuk ke dalam. Setiap kali makhluk itu hendak
mencoba keluar, tiba-tiba muncul cahaya putih yang membentuk pagar. Sosok
makhluk itu meraung kesakitan dan akhirnya kembali lenyap ke dalam goa. Selalu
pemandangan itu yang disaksikan Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa.
Apa yang disaksikan pada setiap malam itu membuat Algojo Cakar Siluman dan Setan
Ular Tertawa mau tidak mau harus mempercayai kebenaran selentingan kabar itu.
Sebelumnya mereka memang belum bisa mempercayai tersiarnya kabar tentang apa
yang telah dilakukan Telapak Lidah Halilintar terhadap Utusan Dari Neraka.
Telapak Lidah Halilintar setelah mendengar pembunuhan-pembunuhan keji dan
mengerikan yang dilakukan seorang tokoh yang dijuluki Utusan Dari Neraka segera
melakukan penyelidikan. Ia tokoh golongan putih yang selain memiliki kepandaian
silat tinggi juga mempunyai kekuatan ilmu sihir. Itu sebabnya, begitu mendengar
kalau Utusan Dari Neraka menggunakan ilmu gaib dalam menghabisi korban-
korbannya, Telapak Lidah Halilintar segera mengerahkan kekuatan sihirnya untuk
mencari petunjuk. Usahanya tidak sia-sia. Ia berhasil memergoki Utusan Dari
Neraka sewaktu tengah menghabisi korbannya.
Bukan kepalang terkejutnya Telapak Lidah Halilintar ketika menyaksikan dengan
mata kepala sendiri bahwa tokoh yang karena kekejamannya hingga dijuluki Utusan
Dari Neraka ternyata seorang bocah berusia tiga tahun! Bocah itu membunuh
seperti bukan karena hendak membunuh, tapi karena kehausan. Rasa haus itu
membuat setiap ibu muda yang tengah dalam masa menyusui dijadikan korbannya.
Bocah Utusan Dari Neraka akan mengisap habis air susu berikut darah sang ibu
muda yang malang. Anehnya, setiap korbannya tidak pernah menjerit-jerit Mereka
terkena pengaruh aneh yang memancar dari sepasang mata Utusan Dari Neraka, tubuh
korban baru dilepaskan setelah tidak ada lagi air susu bercampur darah. Korban
ditinggalkan dalam keadaan sekujur kulit tubuh mengering. Karena, cairan di
seluruh tubuhnya telah diisap habis oleh Utusan Dari Neraka!
Saat memergoki bocah yang bertubuh hitam legam dan berkilat-kilat itu. Telapak
Lidah Halilintar mengerahkan ilmu andalannya untuk memusnahkan bocah itu. Namun,
kekuatan pukulan Ilmu 'Telapak Halilintar' malah berbalik dan nyaris mencelakai
dirinya. Akhirnya, Telapak Lidah Halilintar mengerahkan seluruh ilmu sihirnya untuk
menaklukkan Utusan Dari Neraka. Merasakan kekuatan gaib pada diri bocah itu
melemah akibat rasa hausnya, Telapak Lidah Halilintar segera membelenggu dengan
menggunakan mantera-mantera sihir. Lalu, dibawanya pergi ke tempat kediamannya selama ini,
di lereng sebelah utara Gunung Merbuk.
Dengan perbuatannya itu bukan berarti Telapak Lidah Halilintar telah berhasil
mengalahkan Utusan Dari Neraka. Kekuatan belenggu mantera sihirnya hanya mampu
bertahan sampai empat puluh hari. Lewat dari batas itu, Telapak Lidah Halilintar
tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya. Bocah Utus?n Dari Neraka seolah
tidak bisa dimusnahkan. Tubuh hitam legam bocah itu bukan saja mampu
mengembalikan setiap serangan yang mengancamnya, bahkan mampu menyerang tenaga
pukulan yang bagaimanapun kerasnya.
Apa yag akan terjadi setelah empat puluh hari berikutnya benar-benar membuat
Telapak Lidah Halilintar dilanda kecemasan. Yang bisa dilakukannya cuma menunggu
datangnya hari keempat puluh satu, setelah memenjarakan Utusan Dari Neraka di
sebuah goa yang telah diberikan mantera pada mulut goa. Selama empat puluh hari
empat puluh malam Utusan Dari Neraka tidak akan bisa keluar dari dalam goa itu.
Telapak Lidah Halilintar bukannya tidak tahu perbuatannya telah tercium tokoh-
tokoh persilatan. Entah sudah berapa banyak tokoh-tokoh persilatan terutama kaum
golongan hitam, terpaksa dibunuhnya. Mereka hendak merebut bocah pembawa bencana
itu dari tangannya. Tapi, ketika dua orang de dengkot golongan sesat yang tidak
lain Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa datang untuk mengambil bocah
itu, Telapak Lidah Halilintar terpaksa harus merelakan nyawanya.
Kesaktian kedua datuk sesat itu tak sanggup ditandingi. Telapak Lidah Halilintar
tewas dengan membawa rasa penasaran karena belum menemukan cara untuk
memusnahkan Urusan Dari Neraka.
Malah, bocah itu jatuh ke tangan manusia-manusia kejam yang sudah pasti akan
memperalatnya untuk kepentingan pribadi.
*** "Ada orang datang...!"
Tiba-tiba Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa berlompatan bangkit
berdiri. Alangkah kaget kedua datuk kaum sesat itu melihat kemunculan seorang
kakek jangkung yang mengenakan jubah lebar berwarna hijau dan pakaian dalam
putih. "Sssi... apa kau...?" Pengaruh yang memancar dari wajah dan sorot mata lembut
kakek jangkung ternyata mampu membuat seorang datuk sesat seperti Algojo Cakar
Siluman mendadak gugup. Algojo Cakar Siluman sendiri terkejut dan hampir tidak
mengenali suaranya. Tapi, perbawa yang memancar dari kakek jangkung benar-benar
tak mampu dibantahnya!
Hal serupa juga dialami Setan Ular Tertawa. Tokoh itu mendadak merasakan
lidahnya kelu dan sukar diajak bicara, ia hanya menatap dengan sepasang mata
terbelalak. "Assalamu'alaikum, wahai sahabat-sahabatku ...," Demikian lembut serta diiringi
senyum salam itu diucapkan kakek jangkung. Ia mengangkat sebelah tangannya
memberi hormat.
Tapi, Algojo Cakar Siluman maupun Setan Ular Tertawa yang masih belum hilang
rasa gugupnya cuma bisa mengangguk-angguk persis orang-orangan sawah. Baru
setelah agak lama, dan berusaha keras mengatasi kegugupannya, kedua datuk yang
ditakuti tokoh-tokoh persilatan itu memperoleh ketenangan kembali. Tapi meskipun
begitu mereka tetap tak dapat melenyapkan rasa segan dan hormatnya kepada kakek
jangkung. "Ada kepentingan apa kau datang ke tempat ini...?" Algojo Cakar Siluman bertanya
dengan suara diberat-beratkan agar terdengar menyeramkan. Ketika bertanya ia
tidak berani memandang wajah kakek jangkung berlama-lama. Algojo Cakar Siluman
sendiri tidak mengerti apa penyebabnya.
"Aku datang dari tempat yang jauh dengan membawa itikad baik, Sahabatku."
Lembut dan tetap dihiasi senyum penuh kesabaran jawaban kakek jangkung.
"Itikad baik seperti apa yang kau maksudkan itu...?" Setan Ular Tertawa mendesak
ketika kakek jangkung tidak menyebutkan secara rinci keperluannya. Seperti
halnya Algojo Cakar Siluman, Setan Ular Tertawa pun tidak berani memandang wajah
kakek itu terlalu lama. Setelah bertanya ia buru-buru menunduk, tak kuat
menentang sorot mata dan wajah yang memancarkan pengaruh luar biasa itu.
"Sebenarnya aku seorang penyebar agama. Tapi, karena keangkaramurkaan tengah
merajalela mengancam keselamatan umat manusia, aku merasa berkewajiban untuk
ikut mencegahnya. Jelasnya, kedatanganku kemari adalah untuk membawa bocah yang
disebut-sebut sebagai Utusan Dari Neraka. Dari kabar terakhir yang kudengar,
Utusan Dari Neraka berada di sekitar kaki Gunung Merbuk ini," jelas kakek
jangkung yang mengenakan sorban di kepalanya. Ia berhenti sebentar memandang
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa berganti-ganti. Senyumnya tak pernah
meninggalkan wajahnya.
"Dari yang kuketahui melalui mimpi, bocah itu terlahir dengan membawa kutuk
berupa kekuatan jahat yang luar biasa. Kekuatan jahat itu telah membunuh ibunya
di saat melahirkannya ke dunia. Bocah itu mengisap habis seluruh darah di tubuh
ibunya. Kemudian, membunuh dukun yang menolong kelahiran dengan memakan jantungnya.
Ayahnya yang melihat perbuatan putranya bermaksud hendak membunuhnya. Tapi,
lelaki malang yang seharusnya berbahagia itu juga tewas tercabik-cabik bagai
diamuk binatang buas." Kakek jangkung melanjutkan penjelasannya, karena Algojo
Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa masih membisu dengan pertanyaan yang
mengganggu kepalanya.
Tentang siapa sebenarnya kakek jangkung yang memiliki perbawa luar biasa itu.
"Maaf," ujar Algojo Cakar Siluman setelah kakek jangkung tidak berbicara lagi.
"Kami tidak bisa menjanjikan apa-apa...."
"Ya. Karena kami lebih dulu tiba di tepat ini dan telah menunggu selama dua
belas hari." Setan Ular Tertawa menyambung. "Lebih jelasnya, kami berdualah yang
lebih berhak atas diri Utusan Dari Neraka itu. Harap kau suka pergi dari tempat
ini. Lanjutkan tugasmu menyebarkan agama. Mengenai bocah itu, biar kami berdua
yang mengurusnya...."
Kakek jangkung berjubah panjang dan longgar itu tetap tersenyum sabar, meski
perkataan Setan Ular Tertawa jelas-jelas menolak itikad baiknya.
"Sebenarnya aku mempunyai firasat bahwa campur tanganku tidak akan menyelesaikan
persoalan. Telah ditakdirkan akan ada orang lain yang kelak mengurus dan
menyelesaikan persoalan ini. Tapi sebagai manusia biasa, dengan tidak
mengenyampingkan ketentuan dari Yang Maha Kuasa, tidak ada salahnya aku
berusaha. Persoalan takdir itu merupakan rahasia Allah. Tak satu makhluk pun yang dapat
mengetahuinya secara pasti. Itu sebabnya aku masih hendak berusaha. Karena
takdir ada yang bisa kita rubah dan ada yang tidak bisa," ujar kakek jangkung,
membuat Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa kembali saling bertukar
pandang. Penjelasan kakek itu terlalu rumit dan mereka agak sulit menangkap
maknanya. "Terserahlah apa katamu. Yang jelas, siapa pun yang hendak mengambil bocah itu
akan kami tentang!" Akhirnya Algojo Cakar Siluman berkata tegas dan tandas.
Masih dengan mulut tersenyum kakek jangkung menghela napas panjang beberapa
kali. Sesaat dipandanginya langit sore yang masih cerah, seolah hendak mencari
petunjuk apa yang harus dilakukannya.
"Haruskah setiap persoalan diselesaikan dengan perkelahian. Mengapa manusia
tidak berupaya mencari jalan damai yang jauh lebih baik...?" Kakek jangkung itu
bergumam lirih. Tapi, Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa mendengar
jelas ucapan itu.
"Dunia ini adalah belantara liar. Siapa kuat dialah yang menang!" lantang dan
keras kata-kata yang diucapkan Setan Ular Tertawa, di dalamnya tersembunyi
tantangan. Kakek jangkung menggeleng dengan senyum duka. Langkahnya terayun menuju mulut
goa. Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa bergegas menghadang dari dua arah.
Ketika mereka mencoba memperingatkan dan kakek jangkung tetap melanjutkan
langkahnya, Algojo Cakar Siluman mengeluarkan bentakan nyaring. Tubuhnya
mencelat dengan lontaran pukulan yang menderu hebat.
Debb! "Aakh..."!"
Algojo Cakar Siluman memekik kaget. Pukulannya membentur suatu kekuatan yang tak
tampak, yang membuat tenaga pukulannya membalik. Tubuh Algojo Cakar Siluman
terlempar hingga hampir dua tombak jauhnya. Tapi, sebagai seorang datuk rimba
persilatan Algojo Cakar Siluman segera dapat menguasai diri. Dengan lentingan
berputar tubuhnya mendarat ringan di tanah. Tampak jelas betapa wajah datuk
sesat itu menggambarkan rasa penasaran dan kaget. Wajah tokoh itu agak pucat!
Setan Ular Tertawa juga kaget melihat tubuh kawannya yang menyerang justru
terpental balik. Tapi, pandangannya yang tajam sebagai seorang ahli silat sempat
melihat tubuh Algojo Cakar Siluman tertahan sebentar sebelum terlempar, seolah
ada kekuatan tak tampak yang melindungi kakek jangkung. Rasa penasarannya yang
jauh lebih besar membuat Setan Ular Tertawa tidak menjadi gentar. Sambil
mengeluarkan gelak tawa bergema, ia melontarkan dua buah pukulan sekaligus.
Sasarannya adalah batok kepala dan lambung kakek jangkung.
Serangan maut Setan Ular Tertawa sedikit pun tidak membuat langkah kakek
jangkung tertahan. Ia terus bergerak maju tanpa menoleh, seakan tidak tahu akan
datangnya ancaman bahaya itu.
Seperti halnya Algojo Cakar Siluman, Setan Ular Tertawa pun mengalami nasib yang
sama. Saat kedua pukulannya tinggal setengah tombak lagi dari tubuh kakek
jangkung tiba-tiba Setan Ular Tertawa memekik keras. Tenaga pukulannya seperti
membentur suatu dinding yang sangat kuat. Tubuhnya tertahan untuk sesaat.
Kemudian, bertolak balik seperti yang dialami Algojo Cakar Siluman.
"Gila...!" Setan Ular Tertawa mengumpat dengan napas memburu, setelah berhasil
mematahkan daya tolak dengan berputaran beberapa kali di udara. "Siapa
sebenarnya kakek jangkung itu" Rasanya aku belum pernah menyaksikan kepandaian
luar biasa seperti ini. Hanya orang-orang yang telah meyakini ilmu tenaga dalam
secara sempurna yang dapat mcnciptakan benteng pelindung di sekeliling tubuhnya.
Tapi anehnya, mengapa benteng pelindung itu dapat membuat pukulan kita
berbalik"! Padahal, aku telah mengerahkan tiga perempat tenaga dalamku. Ini
benar-benar tidak masuk di akal!"
Rasa penasaran Setan Ular Tertawa tidak ditanggapi Algojo Cakar Siluman. Saat
itu ia tengah sibuk memikirkan apa yang baru saja dialaminya. Tidak aneh memang
kalau keduanya merasa sangat penasaran dan menganggap semua itu tidak masuk
akal. Mereka tokoh-tokoh puncak rimba persilatan. Dan, orang-orang yang memiliki
kepandaian sejajar dengan mereka bisa dihitung dengan jari! Tapi, menghadapi
kakek jangkung yang tak dikenal itu ternyata mereka tak berdaya. Wajar kalau
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa tidak habis mengerti dibuatnya.
Seolah telah mendapat kata sepakat, Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa
saling bertukar pandang. Saat itu juga keduanya mengambil keputusan untuk
menyerang bersama-sama dengan mengerahkan seluruh tenaga dalam yang mereka
miliki. Algojo Cakar Siluman menggeram keras. Asap tipis mengepul dari ubun-ubun
kepalanya. Tanda Algojo Cakar Siluman telah mengerahkan tenaga dalam hingga ke
puncaknya. Sepasang tangannya diputar sedemikian rupa membuat gerakan-gerakan
yang menimbulkan gelombang angin ribut. Datuk sesat itu hendak menggunakan Ilmu
'Cakar Setan' yang keampuhannya sangat ditakuti lawan.
Sementara, Setan Ular Tertawa mengumandangkan gelak tawanya yang


Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membahana. Gelombang angin berputaran laksana angin puyuh, membuat pepohonan di
sekitar tempat itu berderak-derak bagai hendak runtuh. Bebatuan kecil
beterbangan. Di kedua lengan Setan Ular Tertawa terlihat empat ekor ular sendok
mendesis-desis ganas, siap mengirim kakek jangkung ke neraka.
Kali ini kakek jangkung menoleh. Rona kedukaan semakin nyata terbayang di
wajahnya. Sepasang matanya memandang sayu, menyesali keputusan kedua datuk sesat
itu. Bibirnya menggerimit perlahan. Tangan kanannya yang memegang tasbih tampak
bergetar sesaat. Jari-jari tangan kakek itu tak berhenti menghitung biji-biji
tasbih. "Hyaaattt...!"
Dengan bentakan mengguntur Algojo Cakar Siluman menerjang maju. Dari putaran
sepasang lengannya berkelebatan puluhan bayang-bayang cakar siluman yang
mengarah jalan-jalan darah kematian di tubuh kakek jangkung. Bukan main dahsyat
dan mengerikannya serangan datuk sesat itu. Selama malang-melintang di rimba
persilatan baru kali ini ia mengerahkan seluruh kedahsyatan ilmunya.
Bersamaan dengan bentakan Algojo Cakar Siluman, gelak tawa Setan Ular Tertawa
menyerang kakek jangkung. Itu pun masih dibarengi dengan luncuran empat ekor
ular sendok di kedua lengannya. Keempat makhluk melata itu meluncur dengan
kecepatan kilat. Meliuk-liuk di udara mencari sasaran pada kedua mata, jantung
dan tenggorokan kakek jangkung. Serangan Setan Ular Tertawa tidak kalah
dahsyatnya. Bahkan, lebih mengerikan dari se angan Algojo Cakar Siluman.
Tapi, kakek jangkung itu tidak memperlihatkan sikap gentar. Bibirnya terus
menggerimit, sementara tangan kanannya bergetar semakin keras. Serangan yang
mengarah kedua telinga dan bagian dalam dadanya yang berasal dari gema gelak
tawa Setan Ular Tertawa kelihatannya tidak berpengaruh apa-apa. Ketika serangan-serangan kedua datuk
sesat itu tiba semakin dekat, tiba-tiba jari-jari tangan kanan kakek jangkung
menggenggam tasbihnya erat-erat. Kemudian, tangan yang memegang tasbih itu
mengibas ke depan dengan kecepatan luar biasa!
Whusss...! Seiring dengan kibasan tasbihnya cahaya putih tercipta dan langsung membentur
cakar-cakar Siluman yang mengancamnya. Terdengar ledakan keras berturut-turut
disertai percikan cahaya terang yang menyilaukan mata. Cakar-cakar siluman
Algojo Cakar Siluman lenyap dengan meninggalkan kepulan asap tipis. Algojo Cakar
Siluman sendiri meraung kesakitan. Tubuhnya terlempar terguling-guling disertai
muntahan darah dari mulutnya. Kemudian, ia terkapar lemas dengan napas satu-
satu. Sedangkan cahaya putih yang melebar dan mengeluarkan hawa panas langsung
memanggang hangus empat ekor ular sendok yang tengah meluncur ke tempat bagian
tubuh kakek jangkung. Cahaya itu terus menghantam tubuh Setan Ular Tertawa, yang
saking cepatnya tak sempat lagi dielakkan.
Setan Ular Tertawa menjerit ngeri. Tubuhnya terlempar bagai selembar daun kering
yang dihempaskan angin. Ia jatuh berdebuk dan terguling-guling tiga tombak
lebih! Begitu tubuhnya terhenti, Setan Ular Tertawa memuntahkan darah kental.
Keadaannya jauh lebih parah dari Algojo Cakar Siluman. Bagian depan tubuh Setan
Ular Tertawa ditandai jalur hitam yang menebarkan bau sangit. Kulit dan daging
pada bagian itu terbakar hangus oleh kilatan cahaya putih yang berasal dari
kibasan tasbih kakek jangkung. Luka yang sangat parah itu membuat Setan Ular
Tertawa terbujur sekarat dengan wajah pucat. Kecil sekali kemungkinan datuk
sesat itu akan dapat selamat dari kematian.
Kakek jangkung menghela napas melihat keadaan kedua lawannya. Dengan langkah
lebar dihampirinya Setan Ular Tertawa lebih dulu. Tanpa berkata sepatah pun
telapak tangannya ditempelkan ke bagian kulit yang hangus, sebelumnya ia
Matahari Esok Pagi 16 Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long Panji Wulung 12
^